Ceritasilat Novel Online

Pendekar Aneh Seruling Sakti 5

Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong Bagian 5


Seketika berkelebat serupa ingatan di hati Siangkoan Yap, dia jadi nekad.
"Biarlah kucoba sekali lagi buat menghadapinya dengan kekerasan!!"
pikirnya maka dia mengempos seluruh kekuatan tenaga dalam yang ada
padanya dan telah menangkis lagi.
"Bukk!" ternyata serangan dari Bun-ong Hoat-ong tidak sekuat tadi dan
Siangkoan Yap merasakan, tenaga si pendeta jauh lebih lemah dari yang di
duga. Dia girang bukan main, terlebih lagi melihat si pendeta duduk
dengan tubuh bergoyang-goyang dan dia rupanya terluka di dalam yang
demikian serius dan hebat.
Mata Bun-ong Hoat-ong mendelik, walaupun mukanya meringis menahan sakit.
Waktu itu, sebetulnya hati Bun-ong Hoat-ong mengeluh karena dia
menyadarinya, sulit buat dia untuk dapat menghindarkan diri dari si
pemuda. Sekali lagi, si pemuda menyerangnya mereka mengadu kekuatan,
niscaya dia tidak akan sanggup menghadapinya.
Sedangkan Siangkoan Yap sendiri pun kaget, di saat dia tengah kegirangan
melihat si pendeta tampaknya terluka di dalam dan dia mengempos semangat
maupun tenaga dalamnya, yang akan disalurkan pada kedua telapak
tangannya, yang akan dipakai buat menyerang lagi. Dia jadi meringis
kaget, karena dadanya terasa, sakit bukan main dan isi perutnya seperti
jungkir balik.
Tanpa disadari oleh Siangkoan Yap, rupanya tadi waktu pertama kali dia
menangkis hantaman kekuatan lweekang dari si pendeta dia pun telah
terluka di dalam.
Kemudian menyusul ia menangkis serangan yang kedua dari pendeta itu
dengan demikian membuat ia semakin terluka di dalam.
Jika tadi ia tak merasakan sakit dan perobahan pada tubuhnya, ia malah
masih bisa menangkis, karena memang ia tengah girang dan juga tidak
mengetahui bahwa dirinya telah terluka di dalam. Dengan demikian membuatia dapat mengerahkan tenaga dalamnya satu kali pula buat menangkis tenaga
dorongan dari si pendeta.
Cuma saja, akibat pengerahan tenaga dalamnya yang kedua kali itulah,
membuat Siangkoan Yap justeru jadi terluka di dalam yang cukup serius.
Dan waktu ia mengerahkan tenaga dalamnya buat ketiga kali, barulah ia
merasakan dadanya sakit dan napasnya sesak, perutnya seperti jungkir
balik.
Malah, waktu kedua tangannya diangkat, sepasang tangan itu lemas bagaikan
tidak memiliki tenaga lagi.
Siangkoan Yap mengeluh, ia menyesali justeru disaat ia memiliki
kesempatan yang sangat baik sekali buat membereskan pendeta cabul itu, ia
telah mengalami luka di dalam yang parah seperti itu, sehingga ia tidak
mungkin menghantam terus.
Tengah Siangkoan Yap berpikir untuk mempergunakan pedangnya menikam
pendeta itu, walaupun menikam dengan tenaga yang tak berarti, tapi pedang
itu akan sanggup membinasakan si pendeta, didengarnya suara ramai di luar
kamar itu. Muka Siangkoan Yap jadi berobah, ia menyadari bahaya yang
mengancamnya, rupanya para pengejar telah kembali dan tengah mendatangi.
Tanpa berpikir dua kali ia mambatalkan maksudnya untuk menikam dada si
pendeta. Ia menjejakkan kedua kakinya, tubuhnya melesat ke tengah udara,
ia melarikan diri.
Tidak lama kemudian pintu kemar Bun-ong Hoat-ong diketuk orang. Juga
orang bertanya, "Taysu....... apakah kau sehat-sehat saja?"
Bun-ong Hoat-ong berdiam saja dengan meringis. Ia memberikan isyarat
kepada si gadis, agar pergi membuka pintu kamar itu.
Si gadis mengerti isyarat dari si pendeta, dia telah pergi membuka pintu
kamar.
Dari luar menerobos masuk beberapa orang tentara kerajaan, dan mereka
terkejut melihat keadaan Bun-ong Hoat-ong.
"Taysu. kau..?!" Mereka tampaknya terkejut.
Bun-ong Hoat-ong dengan suara sulit segera bilang: "Totok jalan darah,
"Mie-pa-hiat ku" perintahnya.
Tentara itu yang berpakaian sebagai perwira segera memberi sandi kepada
anak buahnya agar pergi keluar meninggalkan kamar. Dia sendiri
melaksanakan perintah Bun-ong Hoat-ong, dia menotok darah yang
diberitahukan si pendeta.
Begitu jalan darah itu ditotok, segera pendeta dapat bernapas lega.
"Totok lagi, lebih keras!" Perintah si pendeta.
Perwira itu tampak tertegun sejenak.
"Taysu......?" Dia rupanya ragu-ragu.
"Totok yang keras sekuat tenagamu!" Perintah Bun-ong Hoat-ong.
"Tapi Taysu. jalan darah itu..!""Hemmm, kau takut aku mampus?" tanya Bun-ong Hoat-ong dengan suara
mengandung kemarahan. "Totok yang lebih keras, semakin keras semakin
baik!"
Perwira itu tidak memiliki pilihan lain lagi, ia menotoknya. Memang jalan
darah Mie-pa-hiat merupakan jalan darah yang bisa mematikan. Seseorang
yang tertotok jalan darahnya niscaya akan kehilangan tenaganya dan
seketika menemui ajalnya.
Justeru karena itu, si perwira jadi ragu-ragu waktu ia diminta untuk
menotok jalan darah dengan keras. Jika memang menotoknya cuma
mempergunakan tenaga yang tidak seberapa, itulah tidak membahayakan, tapi
jika menotok dengan keras, dengan sekuat tenaganya, terus Bun-ong Hoatong jadi menghadapi bahaya tak kecil.
Tapi karena Bun-ong Hoat-ong adalah atasannya dan ia diperintahkan
begitu, ia tak bisa berayal lagi. Dengan mengerahkan lweekangnya, perwira
tersebut segera menotoknya. Keras sekali.
Wajah Bun-ong Hoat-ong tampak memerah lagi. Ia mengangguk sambil
tersenyum, karena sekarang ia bisa bernapas jauh lebih lapang
dibandingkan dengan tadi.
"Totok lagi, beberapa kali yang keras!" Kata Bun-ong Hoat-ong.
Perwira itu melihat Bun-ong Hoat-ong tak mengalami sesuatu apapun juga,
walaupun ia telah ditotok seperti itu pada jalan darahnya. Ia diyakini
bahwa, memang Bun-ong Hoat-ong tak akan mengalami sesuatu apapun juga.
Ia telah menotok lagi, tidak ragu-ragu seperti tadi, karena ia yakin
tentunya Bun-ong Hoat-ong memang memiliki keistimewaan.
Setelah ditotok beberapa kali, maka muka Bun-ong Hoat-ong jadi berseriseri dan ia telah tertawa sambil melompat berdiri.
"Terima kasih!" Katanya. "Aku telah pulih kembali!"
Dia segera menceritakan tentang pembokongan yang dilakukan Siangkoan Yap.
"Ya, kami datang untuk melapor bahwa telah kehilangan jejak penjahat..
rupanya dia masih memiliki nyali untuk datang kemari menyerang secara
membokong kepada Taysu.!"
Pendeta itu mengangguk sambil tertawa dingin. "Hemm, dia memang bisa
meloloskan diri, tapi dia tidak mungkin hidup lebih lama lagi, dia telah
terluka di dalam akibat pukulanku!
"Malah, dia masih sempat mempergunakan tenaga dalamnya, berarti dia akan
terluka di dalam yang lebih parah. Tidak lama lagi dia tentu akan
mampus, paling lama tiga hari dia mempertahankan hidupnya.!"
Setelah berkata begitu Bun-ong Hoat-ong mengibaskan tangannya,
perintahkan kepada perwira itu buat mengundurkan diri.
Setelah si perwira mengundurkan diri, Bun-ong Hoat-ong mengunci pintu
kamarnya. Dia telah memutar tubuhnya mengawasi si gadis, katanya sambil
tersenyum, "Ada rintangan sedikit, dan kukira kau sabar sekali mau
menunggu sampai latihanku selesai bukan?"Si gadis mengangguk, dia bilang, "Ya, Taysu........!"
Bun-ong Hoat-ong telah duduk lagi di depan tembok, dia duduk bersila, dan
telah melatih lagi tenaga dalamnya. Dia merasa sayang jika latihannya
akhirnya sia-sia dan tidak dimanfaatkannya.
Setelah berdiam diri, bersila seperti itu tubuh Bun-ong Hoat-ong
bergeletar lagi. Keringat telah mengucur keras dan uap putih telah
mengepul dari atas kepalanya. Mulanya tipis, tapi lama kelamaan telah
mengepul semakin tebal.
Sedangkan si gadis mengawasi lagi dengan hati bertanya-tanya, entah
sesungguhnya apa yang tengah dikerjakan si pendeta, dan ilmu apa yang
tengah dilatihnya.
Sekarang si gadis tidak setakut tadi, dia melihat bahwa Bun-ong Hoat-ong
tidak bermaksud untuk memperkosanya. Dia tidak melihat adanya tanda-tanda
ke arah itu.
Jika pada pahanya sakit dan tadi dilihatnya berdarah sedikit, mungkin itu
akibat salah dalam rabahan yang dilakukan oleh si pendeta. Dan dia tidak
begitu menyesali karena asal dia mau dibebaskan oleh si pendeta dan tidak
diganggu, juga tidak diperkosa, dia sudah bersyukur.
Terlebih lagi, jika dia bisa cepat-cepat pulang ke rumahnya. Dia berjanji
di dalam hatinya kalau benar-benar pendeta ini tidak memperkosa dan tak
mengganggu dirinya dan ia juga diperbolehkan untuk pulang, maka ia akan
menutup mulut terhadap siapa pun juga. Dia tidak akan menceritakan kepada
ayah ibunya atau siapa saja tentang pengalamannya yang semula sangat
menakutkan itu.
Tengah si gadis tertegun termenung seorang diri mengawasi si pendeta yang
tengah melatih diri, Bun-ong Hoat-ong tampak menyudahi latihannya, ia
telah melompat berdiri.
"Selesai!" Kata Bun-ong Hoat-ong sambil tertawa.
Si gadis dengan penuh harap segera bertanya: "Apakah aku sudah boleh
meninggalkan kamar ini, taysu.. Lihatlah taysu, tidak lama lagi fajar
akan menyingsing......."
"Tunggu dulu.!" Kata Bun-ong Hoat-ong.
Mendengar itu, tubuh si gadis menggigil ketakutan lagi. Dia menunduk dan
melirik takut-takut.
Apakah si pendeta telah merobah keputusannya dan hendak memperkosanya?
Dia hampir saja menangis lagi.
Tapi Bun-ong Hoat-ong tertawa.
"Jangan takut. Kau tidak akan mengalami sesuatu apapun juga!"
Mata si gadis terbeliak lebar-lebar.
Tanpa memperdulikan sikap si gadis yang memandang padanya ketakutan, Bunong Hoat-ong telah menghampiri pembaringan, dan kemudian sambil melirik
dia bilang,
"Ayo mulai!"Gadis itu hampir saja menjerit ketakutan, dia cuma menangis. Dan dia
tidak bergerak dari tempatnya berdiri.
Apakah pendeta ini telah sinting? Demikian pikir si gadis.
Melihat gadis itu masih tidak bergerak dari tempat dan hanya menangis.
Bun-ong Hoat-ong jadi tidak sabar dan dengan suara yang nyaring dia
bilang,
"Ayo mulai....... mengapa kau berdiam diri saja disitu? Dengan menangis
tentu urusan tidak selesai!
"Jika engkau telah melaksanakan perintahku ini, maka kau akan segera
kuperbolehkan untuk meninggalkan tempat ini! Ayo semakin cepat kau
menyelesaikan tugasmu, semakin baik dan kau semakin cepat meninggalkan
kamar ini!"
Gadis itu menghapus air matanya. Dia pikir-pikir biarlah asal dia tidak
diperkosa. Dan ini tentu saja jauh lebih baik jika memang dibandingkan
dia diperkosa. Karenanya, dia telah menghampiri ragu-ragu ke pembaringan.
Bun-ong Hoat-ong menantikan tidak sabar, dia telah perintahkan lagi agar
gadis itu cepat-cepat melaksanakan perintahnya, karena pendeta ini telah
bersiap-siap mengerahkan sin-kang nya, dia ingin mengempos dan melatih
tenaga dalamnya.
Akhirnya gadis itu dengan air mata bercucuran, telah mulai! Si gadis
benar-benar merasa tidak berdaya
Selain itu tubuhnyapun menggigil keras, dengan air mata yang telah
menitik turun membasahi pipinya.
Gadis itu terus juga melakukan tugasnya sedangkan Bun-ong Hoat-ong mulai
mengempos semangat dan tenaga dalamnya, dia mulai melatih dan menyalurkan
tenaga dalamnya.
Dengan seperti itu, si pendeta, darahnya beredar lebih cepat dari
sebelumnya. Dia telah mengempos semangatnya. Dengan kesempatan seperti
inilah tentu dia dengan mudah dapat saja untuk mengempos dan menyalurkan
tenaga dalam dan hawa murni di tubuhnya.
Gadis itu jadi terbiasa. Dia akhirnya melakukan dengan cepat.
"Ya!" Tiba-tiba Bun-ong Hoat-ong berseru.
Gadis itu menyusut air matanya.
"Taysu, apakah aku boleh meninggalkan kamar ini?" tanya gadis itu.
"Ya. kau boleh pergi!" mengangguk si pendeta.
Agak terhibur hati si gadis.
"Terima kasih, Taysu...!" katanya.Ia agak terhibur hatinya, karena memang kenyataan yang ada ia tidak
diperkosa si pendeta itu. Segera ia memutar tubuhnya, ia ingin menuju ke
pintu kamar, untuk meninggalkan kamar seperti neraka itu secepatcepatnya.
"Tunggu dulu!" Panggil Bun-ong Hoat-ong, suaranya agak keras.
Semangat si gadis terasa seperti terbang dan iapun kaget tak terkira.
Apakah Bun-ong Hoat-ong telah merubah keputusannya dan hendak mengada-ada
lagi dengan perintahnya. Atau ia akan diperkosa? Atau memang ia akan
dibunuh, dibinasakan?
Dengan muka yang pucat pias dan tubuh agak menggigil menahan takut, gadis
itu memutar tubuhnya, memandang takut pada Bun-ong Hoat-ong, suaranya
juga gemetar waktu ia bertanya: "Ada apa lagi Taysu?"
"Kau dengarlah baik-baik!" kata Bun-ong Hoat-ong. "Sekarang kau Lolap
bebaskan, kau boleh kembali ke rumah dan kepada keluargamu.
"Tapi kau harus ingat, jika memang kau banyak bercerita mengungkapkan apa
yang terjadi di sini, hemm, disaat itu jiwamu tidak akan ada ampunnya
lagi, niscaya engkau akan dibinasakan! Mengertikah kau?
"Karena semua gadis-gadis yang dibawa ke mari dibinasakan, agar mereka
tutup mulut dan tidak bisa menceritakan kepada siapapun juga apa yang
terjadi. Demikian juga halnya dengan kau, yang seharusnya dibinasakan,
tapi mengingat kau memang patuh dan juga kau mau melakukan apa yang Lolap
perintahkan dengan sebaik-baiknya, karena itu Lolap mau membebaskan kau!"
Setelah berkata begitu, si pendeta mengawasi si gadis tajam-tajam.
"Aku.. aku berjanji Taysu....... aku tidak akan menceritakan kepada
siapapun apa yang telah kualami ini Aku berjanji Taysu....... aku pasti
tidak menceritakan apa-apa....... dan aku hanya akan mengatakan kepada
mereka bahwa aku malam ini menginap di rumah kawan!" Suara si gadis
gemetar.
"Baiklah. Nah, sekarang kau pergilah!" Kata Bun-ong Hoat-ong sambil
mengibaskan tangannya.
Tidak membuang-buang waktu lagi, gadis itu segera juga meninggalkan kamar
seperti neraka itu.
Bun-ong Hoat-ong tersenyum menyeringai karena ia kini telah berhasil
melatih tenaga dalamnya lebih baik dari yang ke marin. Jika memang dia
bisa melatih diri dengan sepuluh atau duabelas gadis cantik lagi, kelak
dia akan bisa menerobos untuk naik tingkat lagi. Satu tingkat lebih
tinggi dari sebelumnya, yaitu menjadi tingkat kedelapan dalam melatih
tenaga dalamnya yang istimewa itu.
?Y? Pemuda berbaju putih itu, Siangkoan Yap berlari-lari cepat sekali, dengan
tubuh yang sering terhuyung, menuju ke warung arak, tempat ia menginap.
Ketika ia telah berada di dalam kamarnya, segera ditutup rapat jendela
kamarnya diapun melompat ke atas pembaringan duduk bersamadhi,
mengerahkan sin-kangnya.Ternyata Siangkoan Yap telah terluka di dalam yang tidak ringan, yaitu
tenaga dalamnya tergempur hebat oleh hantaman tenaga dalam Bun-ong Hoatong. Dia menyadari akan luka dalam tubuhnya, dan ia ingin menyembuhkannya
dengan mengerahkan tenaga dalamnya, karena jika saja ia berlambat-lambat
tentu luka dalamnya itu, kelak akan sulit sembuhnya.
Disamping itu, sebagai seorang pemuda yang memiliki sin-kang atau hawa
murni yang tinggi, dia dapat mengerahkan sin-kangnya untuk menyembuhkan
dirinya sendiri.
Siapakah pemuda berbaju putih itu yang kepandaiannya sangat lihay itu?
Dia tidak lain murid Yang-bun Siansu, dari Siauw-lim-sie.
Siangkoan Yap merupakan murid Siauw-lim-sie yang tidak mencukur rambut.
Dia telah mengikuti Yang-bun Siansu selama tigabelas tahun.
Karena itu tidak mengherankan kalau kepandaian pemuda ini mencapai
tingkat yang tinggi. Dia mempelajari ilmu tenaga dalam yang lurus dan
ilmu silat yang bersih dari pendeta Siauw-lim-sie.
Dengan demikian walaupun kepandaiannya memang masih berada di bawah Bunong Hoat-ong ia bisa menghadapi pendeta beberapa saat lamanya. Cuma saja,
karena kekuatan lwekangnya masih berada di bawah lweekang Bun-ong Hoat

Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ong, akhirnya ia terluka di dalam yang tidak ringan.
Jika saja ia tidak terluka di dalam, sesungguhnya waktu Siangkoan Yap
memiliki kesempatan untuk membunuh atau sedikitnya mencelakai Bun-ong
Hoat-ong yang tengah berada dalam keadaan sulit, sebab dia tengah melatih
lweekangnya. Hanya saja sayang sekali, Siangkoan Yap baru terluka di
dalam.
Dan itu pula asalnya mengapa Siangkoan Yap cepat-cepat meninggalkan kamar
Bun-ong Hoat-ong. Pertama ia kuatir luka di dalamnya semakin parah dan si
pendeta dapat mencelakainya.
Juga ia kuatir kawan-kawan Bun-ong Hoat-ong yang lainnya, para pahlawan
istana berdatangan. Tentu, ia akan menghadapi kesulitan yang tidak kecil.
Sekarang Siangkoan Yap duduk bersamedhi di pembaringan karena ia ingin
memusatkan tenaga dalamnya, untuk menyembuhkan lukanya dan meluruskan
pernapasannya. Sebagai murid Siauw-lim-sie yang sejak kecil berlatih
dengan ilmu yang lurus dan bersih, ia memiliki lwewkang yang bisa
dipergunakan buat menyembuhkan luka di dalam tubuhnya.
Yang-bun Siansu sendiri sesungguhnya merupakan salah seorang Siauw-limsie, dan ia hanya memiliki murid tunggal yang bernama Siangkoan Yap ini.
Sebetulnya Yang-bun Siansu tidak berhasrat menerima murid, apa lagi murid
yang cuma mencukur rambut dan menggundulkan kepala, dengan demikian
dianggapnya hanya merepotkan dirinya.
Tapi siapa sangka, justeru dia suatu hari menemukan seorang anak lelaki
yang tengah menangis kelaparan di tepi jalan dan waktu ditanyakan siapa
anak itu, siapa orang tuanya, di mana tinggalnya, anak itu cuma
menggeleng tidak mengetahui. Dan Yang-bun Siansu sebagai seorang pendeta
yang soleh, segera juga membawa anak lelaki itu pulang ke gunung Siongsan ke kuil Siauw-lim-sie.
Dia merawatnya dan kemudian mendidiknya. Dilihatnya bahwa bakat di diri
anak ini memang baik, iapun memiliki tulang-tulang yang bagus, karenanya
ia segera mengangkat anak itu menjadi muridnya.Yang-bun Siansu memang memiliki beberapa macam ilmu adalah dari warisan
Siauw-lim-sie, yang berasal dari Tat-mo Cauwsu. Cuma saja ia tidak
bercita-cita untuk menjadi jago silat yang nomor wahid, karena pendeta
ini lebih menyukai dirinya menjadi pendeta yang benar-benar berhasil,
yang lebih mementingkan sembahyang dari pada ilmu silat.
Yang-bun Siansu juga telah menolongi Kam Lian Cu. Memang dia seorang
pendeta yang gemar sekali berkelana berbeda dengan saudara
seperguruannya, dan dia kelak berkelana banyak hal yang dilakukau si
pendeta.
Yang-bun Siansu tidak boleh menyaksikan sesuatu yang tidak beres, karena
ia akan turun tangan untuk segera juga menangani menolongi orang-orang
yang tengah kesulitan. Cuma saja sejauh itu Yang-bun Siansu selalu
mengelakkan diri dari setiap pertempuran, dia lebih senang untuk
menyelesaikan persoalan apa pun dengan baik-baik dengan kedamaian yang
ada. Sejak kecil Siangkoan Yap pun telah dilatihnya dengan prinsip itu yaitu
setiap urusan dan persoalan, harus diselesaikan dengan sebaik-baiknya
dengan mempergunakan jalan damai. Jika saja terjadi, memang urusan yang
mengancam jiwanya, barulah Siangkoan Yap diperbolehkan mempergunakan ilmu
silat.
Itu pun sekedar untuk membela diri. Dan Siangkoan Yap dilarang keras
mempergunakan kepandaian dan ilmu silatnya untuk dipamerkan sembarangan
kepada orang lain, jika tidak diperlukan benar.
Siangkoan Yap sendiri merupakan seorang yang lincah dan gemar bergurau.
Dia pun sangat cerdik sekali, setiap kali menyaksikan sesuatu yang tidak
wajar, tentu ia akan menanyakan langsung kepada gurunya.
Iapun paling senang mendengarkan cerita gurunya tentang keadaan dunia
persilatan. Pengetahuan tentang Kang-ouw memang cukup luas, karena Yangbun Siansu tidak pernah merahasiakannya tentang pengalaman yang pernah
dialami oleh si pendeta sendiri.
Dan ketika Yang-bun berusia duapuluh dua tahunlah Yang-bun Siansu telah
memanggil Siangkoan Yap. Diceritakannya kepada pemuda itu, bahwa di dalam
kalangan Kang-ouw tengah tersebar berita mengenai Giok-sie cap kerajaan.
Tapi Giok-sie itu justeru menimbulkan badai dan maut di kalangan Kang-ouw
banyak yang telah membuang jiwa dengan sia-sia, hanya ingin merebutkan
Giok-sie.
Dan yang lebih menguatirkan lagi, kini pasukan kerajaan tengah dikerahkan
buat pergi ke Pit-mo-gay, untuk membasmi orang-orang gagah yang berkumpul
di sana, semua pencinta negeri, selain merampas Giok-sie, juga untuk
membunuhi mereka.
Katanya Yang-bun Siansu, perintahkan murid tunggalnya ini pergi ke Pitmo-gay, jika dapat mengganggu tentara kerajaan agar rencana mereka gagal.
Walaupun bagaimana buruknya tabiat orang orang di lembah Pit-mo-gay,
tentu masih ada baiknya Giok-sie berada di tangan mereka.
Karena justeru mereka pecinta negeri dan juga orang-orang Han,
dibandingkan dengan tentara kerajaan yang merupakan penjajah dan juga
musuh dari bangsa Han sendiri. Karena itulah Yang-bun Siansu perintahkan
Siangkoan Yap untuk turun gunung.Memang Siangkoan Yap baru pertama kali ini berkelana seorang diri di
kalangan rimba persilatan, jika sebelumnya dia memang beberapa kali
pernah ikut dengan gurunya.
Dan pemuda ini ingin mengganggu rombongan tentara kerajaan. Tapi usahanya
gagal. Dia telah kebentur dengan Bun-ong Hoat-ong.
Itupun Bun-ong Hoat-ong tengah melatih tenaga dalamnya sehingga dia masih
bisa meloloskan diri. Jika dalam keadaan biasa, terang Siangkoan Yap
sudah tertangkap oleh Bun-ong Hoat-ong akibat dari kecerobohannya.
Setelah bersamedhi selama dua jam lebih, Siangkoan Yap akhirnya berhasil
meluruskan pernapasannya. Tapi, ia masih merasakan dadanya sakit.
Untuk menyembuhkan dan memulihkan tenaga dalamnya secara keseluruhannya,
ia harus memerlukan waktu dalam beberapa hari lagi. Tapi itu sudah tidak
membahayakan dirinya lagi.
Dia bertekad, akan langsung pergi ke Pit-mo-gay, untuk memberikan kisikan
kepada orang-orang Pit-mo-gay dan juga nanti bantu mereka menghadapi Bunong Hoat-ong dengan pasukannya itu.
Siangkoan Yap yakin, jika sekarang dia bermaksud mengganggu Bun-ong Hoatong dengan pasukannya, hanya seorang diri seperti itu tentu bahaya yang
mengancam dirinya sangat besar. Lain jika memang dia menggabungkan diri
dengan orang-orang Pit-mo-gay tentu mereka bisa bekerja sama dengan baik.
Tengah Siangkoan Yap bersiap-siap untuk berangkat meninggalkan kamarnya
di warung arak itu tiba-tiba didengarnya suara ribut-ribut di luar warung
arak itu. Malah didengarnya ada beberapa suara yang halus di atas genting
kamarnya.
Hatinya tercekat. Suara yang perlahan di atas genteng kamarnya bukanlah
suara yang wajar dan juga bukan suara jatuhnya daun, melainkan hinggapan
kaki-kaki orang yang memiliki gin-kang yang mahir.
Ia segera menduga kepada para pahlawan kerajaan. Segera Siangkoan Yap
bersiap-siap untuk menghadapi segala kemungkinan.
"Anjing kurap, cepat kau keluar menyerahkan diri!"
Didengarnya suara membentak bengis sekali, menyusul itu, juga terdengar
suara jerit kesakitan, rupanya ada beberapa orang pelayan warung arak itu
yang telah dihajar oleh orang yang membentak itu.
Siangkoan Yap segera juga bersiap-siap di samping jendela kamarnya. Dia
mengintai keluar.
Hatinya jadi terkesiap juga, di luar ada belasan orang berdiri dengan
sikap bersiap sedia, di tangan mereka juga tergenggam senjata ta?jam.
Mereka berpakaian seragam kerajaan dan memang tidak lain dari tentara
kerajaan, pasukan dari Bun-ong Hoat-ong.Tanpa setahu Siangkoan Yap, rupanya Bun-ong Hoat-ong memang sangat keras
dan tegas dalam menjalankan tugasnya, di mana anak buahnya harus mencari
Siangkoan Yap sampai dapat. Karena mereka merasa yakin Siangkoan Yap
memiliki hubungan dengan orang-orang di Pit-mo-gay.
Dan memang para pahlawan itu akhirnya menemukan jejak Siangkoan Yap. Dari
seorang penduduk di sekitar tempat itu, yang sempat melihat betapa
Siangkoan Yap tengah berlari-lari memasuki warung arak tersebut.
Penduduk itu tengah kepanasan dan tidak dapat tidur, dan berangin-angin
di luar. Sampai akhirnya, datang pasukan tentara kerajaan yang bertanya
padanya apakah melihat seorang pemuda berpakaian baju serba putih.
Maka penduduk itupun segera teringat kepadanya yang memberitahukan kepada
tentara kerajaan itu bahwa orang yang mereka cari tadi memasuki warung
arak. Karenanya pasukan tentara kerajaan itu segera juga mengepung warung
arak itu.
Siangkoan Yap melihat pasukan tentara kerajaan mengepung warung arak itu,
tidak bera?yal lagi segera melesat menyambar pedangnya yang menggeletak
di atas pembaringan. Dia bersiap-siap.
"Anjing kurap, kau cuma pandai menyembunyikan ekor!" terdengar lagi orang
membentak bengis dari luar jendela kamar si pemuda membarengi dengan mana
terdengar suara menggelegar yang sangat keras, dan daun jendela
terpental, terbuka lebar dengan paksa. Ini disebabkan pukulan yang kuat
sekali.
Membarengi dengan itu, juga terlihat daun pintu menjeblak terbuka.
Siangkoan Yap menyadari, bahwa kali ini dia harus melakukan pertempuran
yang seru untuk mempertahankan diri, karena dirinya telah terkepung.
Diapun mengibaskan pedangnya, dan membentak nyaring, "Majulah jika kalian
ingin mampus!"
Tapi tanpa diminta untuk kedua kalinya, dua orang tentara kerajaan yang
menyerbu tadi lewat jendela dan pintu kamar, telah melesat maju dan
tangan mereka diulurkan untuk menabaskan golok masing-masing pada si
pemuda. Siangkoan Yap melihat dari dua orang tentara kerajaan itu
mengeluarkan suara berkesiuran, menunjukkan bahwa serangan mereka tentu
disertai dengan tenaga lweekang yang terlatih baik.
Cepat-cepat Siangkoan Yap memutar pedangnya. Dia menangkis, pedangnya itu
berguling-guling seperti juga titiran, melindungi tubuhnya dari sambaran
golok lawan-lawannya, terdengar suara.
"Tranggg, tranggg!" tapi dua orang tentara kerajaan bukan cuma menyerang
sampai disitu, waktu senjata mereka masing-masing tersampok pedang
Siangkoan Yap mereka telah melontarkan lagi bacokan-bacokan beruntun
sampai tiga kali.
Malah dari luar jendela dan pintu kamar telah melesat tiga orang dan dua
orang tentara kerajaan lagi. Merekapun masing-masing mencekal senjata
tajam dan menyerang dengan serentak kepada Siangkoan Yap.
Dikepung seperti itu, Siangkoan Yap mulai terdesak, walaupun bagaimana
Siangkoan Yap tengah terluka tak ringan, sekarang ia dikepung seperti
itu, maka ia terdesak.Tapi, Siangkoan Yap tidak mau memperlihatkan kelemahan dirinya, dia
memutar pedangnya dengan cepat sekali pedang itu menyambar ke sana ke
mari, dengan jurus "Hong-san-lok-hoa" atau "Angin Puyuh Menyapu Bunga"
dan pedangnya itu berputar bagaikan angin puyuh belaka. Sehingga lawanlawannya sementara tidak bisa mendesaknya lebih jauh.
Mempergunakan kesempatan itu, seketika Siangkoan Yap mempergunakan lagi
serangan dengan jurus "Hiat-jiu-in" atau "Telapak Tangan Berdarah", dari
tangan kirinya yang meluncur menyambar angin yang kuat kepada lawannya
yang ada di sebelah kirinya. Ini untuk mendesak lawannya lebih jauh, ia
pun kemudian membatengi dengan gerakan "In-lie-to-hoan" atau "Berjungkir
Balik Di udara".
Akan tetapi pasukan tentara kerajaan tidak mau memberikan kesempatan
padanya melarikan diri. Mereka meruluk lagi menyerang.
Bahkan dari luar telah menerobos lagi belasan orang tentara kerajaan,
mereka semua bersenjata tajam, dan segera mengepung. Siangkoan Yap harus
melayani mereka lagi, lenyap kesempatan untuk dia menjauhi diri atau juga
melarikan diri.
Bahkan sekarang ini dia terkepung semakin hebat, karena lawan-lawannya
itu menyerang dengan gencar. Setiap serangan yang dilakukan merekapun
bukannya serangan sembarangan.
Mereka umumnya pahlawan kerajaan yang tengah menyamar sebagai tentara
kerajaan biasa. Mereka pahlawan istana yang sebetulnya bertugas menjaga
keselamatan Kaisar, sekarang mereka menyamar sebagai tentara kerajaan,
karena mereka ingin menumpas orang-orang di Pit-mo-gay.
Bisa dibayangankan betapapun kepandaian mereka memang tinggi sekali.
Salah seorang di antara mereka, yang menggenggam "Tok-liong-pian" atau
"Cambuk Naga Berbisa" telah mengayunkan cambuknya itu, ke arah leher
Siangkoan Yap. Cambuk itu bagaikan permata dapat segera mengejar lagi
akan melihat leher Siangkoan Yap, dikala pemuda itu hendak berkelit.
Siangkoan Yap benar-benar terdesak, apa lagi di antara tentara kerajaan
itu ada yang menimpukkan "Tau-kut-ting" atau "Paku Menembus Tulang", yang
menghujani tubuh Siangkoan Yap.
Pemuda itu jadi mengeluh waktu merasakan dadanya sakit. Ini disebabkan ia
memang mengerahkan tenaga dalam yang berkelebihan sehingga lukanya yang
belum lagi sembuh keseluruhannya dan tenaga dalamnya yang belum dapat
kumpul dengan sempurna, jadi tergoncang kembali, dia menderita kesakitan.
Dirinya juga tengah terkepung dengan hebat, karenanya pemuda ini
menyadari dirinya tengah terancam keselamatan.
Siangkoan Yap murid Yang-bun Siansu yang mempelajari ilmu lurus dan
bersih. Dalam keadaan seperti itu, dia tidak mau menyerah kalah, dia
masih memberikan perlawanan, dengan berbagai cara dia berhasil untuk
mempertahankan diri lebih lama lagi.
Pasukan tentara itu melihat, walaupun Siangkoan Yap berhasil
mempertahankan diri tapi mereka menyadari pemuda itu telah terluka di
dalam dan tenaganya tidak sepenuhnya lagi karena tangkisan pedangnya
tidak sekuat tadi. Dan mereka berseru-seru menganjurkan kawan mereka agar
mereka lebih ketat lagi mengepung Siangkoan Yap.
Mati-matian Siangkoan Yap memberikan perlawanan. Dia jadi nekad, karena
walaupun dia harus mati, tentu dia tidak akan menyerah kalah."Lebih baik kau menyerahkan saja secara baik-baik, anjing kurap!" Bentak
salah seorang tentara kerajaan itu. "Mungkin kami bisa memperlakukan
engkau secara baik!
"Tapi jika memang kau berkepala batu, hemm, hemm, biarpun engkau memiliki
jiwa cadangan sebanyak tiga tidak nantinya engkau akan bisa meloloskan
diri dari tangan kami! Di luar telah menanti kawan-kawan kami lainnya!
"Jika kau bisa meloloskan diri dari kami, tentu engkau tidak akan dapat
meloloskan diri dari kawan-kawan kami! Menyerahlah!"
Siangkoan Yap menggigit bibirnya, dia berseru bengis: "Lebih baik aku
mampus dari pada aku harus menyerah pada kalian!"
Dan setelah membentak begitu tangannya tampak bergerak sangat sebat.
Pedangnya bergulung melindungi tubuhnya waktu ada kesempatan, dia telah
menikam kepada leher dari tentara kerajaan yang mengengejeknya.
Tentara kerajaan itu bersenjata sebatang golok, ia menangkisnya. Lelatu
api muncrat dan seketika Siangkoan Yap merasakan tangannya kesemutan,
karena benturan itu sangat kuat sekali. Tentara kerajaan yang seorang
itupun tidak kurang kagetnya, karena iapun merasakan telapak tangannya
pedih dan sakit, hampir saja goloknya terlepas dari cekalannya.
Kala itu, Siangkoan Yap sekali lagi memutar pedangnya, ia terlambat
menghindar dari bacokan seorang lawan di belakangnya, pundaknya kena
diserempet oleh mata golok lawannya, sampai bajunya terkoyak dan kulitnya
terbacok cukup dalam.
Dia tidak menjerit cuma sebat sekali, tahu-tahu ia memutar tubuhnya,
pedangnya menyambar menikam ke perut tentara kerajaan yang melukainya
tersebut. Pedangnya meluncur begitu cepat dan tiba-tiba sekali, juga
tenaga tikamannya sangat kuat.
Tentara kerajaan itu sama sekali tidak menyangka bahwa dirinya akan
diserang seperti itu oleh Siangkoan Yap, dan hampir saja perutnya kena
tikaman pedang si pemuda. Untung saja dia masih keburu buat menghindarkan
diri tapi tidak urung lengan bajunya kena di tikam pedang.
Tentara kerajaan itu berseru kaget, dan melompat ke belakang. Dua orang
kawannya segera menyerang dengan hebat kepada Siangkoan Yap, yang seorang
bertangan kosong dia menghantam dengan pukulan Liu-jiu-sian-nio atau Dewa
Bertangan Panas, dan benar-benar telapak tangannya itu seperti mengandung
api yang panas bukan main.
Siangkoan Yap mengeluh, dia mengetahui sekali ini sulit buat dia
menghindarkan diri dari kematian hebat, dia nekad. Dia ingin mengadu jiwa
dengan lawan-lawannya. Sedikitnya dia hendak membinasakaa lima atau enam
orang tentara kerajaan itu, untuk imbalan dari kematiannya sendiri.
Dalam keadaan Siangkoan Yap terancam, seperti itu, mendadak sekali
terdengar suara wanita:
"Sungguh tidak tahu malu! Manusia tidak tahu malu dan bermuka tebal! Hem,
beramai-ramai mengeroyok seorang yang tampaknya sudah tidak berdaya!


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sungguh memalukan!"
"Ya, memang mereka kuku-kuku garuda yang harus dibinasakan, sebab mereka
merupakan manusia-manusia rendah....... Tidak ada perlunya kita bicarasoal kepantasan dengan mereka!" Terdengar suara seorang menimpali
perkataan wanita itu.
Siangkoan Yap tengah terdesak hebat, namun dia masih menyempatkan diri
untuk melirik, sehingga dia melihat bahwa wanita yang berkata-kata tadi
adalah seorang gadis berusia duapuluh dua tahun atau duapuluh tiga tahun,
sedangkan lelaki yang menimpali perkataan si gadis tampaknya berusia
belum lagi lebih dari duapuluh empat tahun. Dan mereka tampak sangat
gagah sekali. Mereka berdiri dengan sikap agung.
Siangkoan Yap jadi girang. Apakah mereka akan membantu dirinya? Didengar
dari kata-katanya, memang memihak padanya, segera juga Siangkoan Yap
berseru. "Ya, mereka kuku garuda yang tidak tahu malu, mereka pembantu
dari penjajah yang kita harus usir dari daratan Tiong-goan!"
Dengan berkata begitu, Siangkoan Yap memang ingin memancing emosi dari
pasangan muda mudi itu, yang dilihatnya adalah orang Han. Karena itu, dia
sengaja melontarkan kata-kata yang sekiranya bisa membangunkan semangat
kedua orang tersebut dengan menyinggung soal tanah air dan bangsa Han
yang dijajah oleh kerajaan Tay Goan.
Benar saja, sepasang muda-mudi itu mengeluarkan suara tertawa tawar,
tubuh mereka bergerak sangat lincah. Entah kapan, tahu-tahu di tangan
mereka telah tercekal sebatang pedang dan mereka seperti juga bayangan
saja, melesat ke sana ke mari, dan mereka menyerang dengan hebat sekali
mempergunakan pedangnya.
Para tentara kerajaan itu jadi terkejut, mereka melihat Siangkoan Yap
memperoleh bantuan, malah tenaga bantuan yang datang itu, merupakan
pasangan muda-mudi yang memiliki kepandaian sangat tinggi, karena tubuh
mereka bergerak ke sana ke mari seperti bayangan saja, sehingga para
tentara itu telah merasakan, kepandaian dua orang ini mungkin berada di
atas kepandaian mereka semuanya.
Di antara berkesiuran angin serangan itu, kedua muda-mudi itu sulit
dilihat jelas, mereka hanya tampak dalam bentuk sosok bayangan belaka.
Dan juga, setelah senjata lawan menyerang padanya, tentu mereka dapat
menghalaunya dengan mudah dan balas menyerang lagi.
Dalam waktu yang singkat pasangan muda mudi itu telah dapat mengacaukan
kepungan para tentara kerajaan itu, karena ilmu pedang mereka ternyata
sangat lihay.
Mereka telah berhasil melukai empat orang tentara kerajaan.
"Cepat menyingkir!" Berseru pemuda yang tampan itu sambil melirik kepada
Siangkoan Yap. "Bukankah kau tengah terluka?"
Siangkoan Yap tersadar. Memang dia semula masih memberikan perlawanan
pada para tentara kerajaan yang mengepungnya. Tapi mendengar peringatan
dari pemuda itu, seketika Siangkoan Yap tersadar.
Bahwa dia tidak ada gunanya melayani terus para tentara kerajaan
tersebut, karena bukankah pasangan muda-mudi itu sengaja telah membukajalan membantunya agar ia bisa menyingkirkan diri. Tanpa membuang-buang
waktu lagi, Siangkoan Yap segera memutar pedangnya, dikala tiga orang
tentara kerajaan yang mengepung dirinya tengah melompat mundur
menghindarkan diri. Ia segera melompat ke sampingnya dan menerobos keluar
dari pintu kamar, karena ia ingin melarikan diri meninggalkan kamar
tersebut.
Tapi, waktu dia menerobos keluar dari pintu, menyambar dua batang golok,
untung saja dia berlaku waspada. Ia menyampok dengan pedangnya, kemudian
ia meneruskan larinya.
Pasangan muda mudi itu juga tidak tinggal diam, setelah berhasil melukai
dua tentara kerajaan lagi, diwaktu lawan-lawan mereka tengah berdiri
bimbang, justeru keduanyapun telah menerobos ke pintu, untuk
menyingkirkan diri.
Para tentara kerajaan itu membentak berisik sekali, mereka berusaha untuk
merintangi, akan tetapi mereka tidak berhasil. Kepandaian sepasang muda
mudi itu memang lihay dan sebentar saja mereka telah meninggalkan dua lie
lebih para tentara kerajaan itu.
Mereka telah meninggalkan warung arak itu, meninggalkan juga kota
tersebut. Mereka telah berada di luar kota.
?Y? Siapakah pasangan muda mudi itu? Mereka tidak lain dari Ko Tie dan Giok
Hoa, pasangan suami isteri muda itu.
Sesungguhnya mereka telah berusia lebih dari apa yang diduga orang jika
melihat wajah mereka yang tetap awet muda karena latihan lweekang mereka
yang murni. Usia mereka sebetulnya sudah duapuluh tujuh buat Ko Tie
sedangkan Giok Hoa berusia duapuluh lima tahun.
Tapi, lweekang yang mereka latih merupakan tenaga dalam beraliran lurus
dan bersih, mereka pun menerima petunjuk dari Yo Ko maupun Swat Tocu,
dengan demikian, membuat mereka tetap awet muda selalu terlihat segar.
Kepandaian mereka selama sepuluh tahun ini, sejak mereka menikah pun
telah mengalami kemajuan yang sangat pesat, karena mereka terus berlatih
diri.
Tidak terlalu mengherankan kalau tentara kerajaan itu tidak berhasil
untuk menghadapi mereka. Karena Ko Tie dan Giok Hoa merupakan pasangan
suami istri yang kepandaiannya sekarang ini jarang sekali bisa dicari
tandingannya.
Setelah Ko Tie dan Giok Hoa berlari sekian lama, mereka berhasil menyusul
Siangkoan Yap, yang dilihatnya tengah berlari sekuat tenaga.
Di belakang mereka suara teriakan para tentara kerajaan tengah
mengejarnya terdengar semakin jauh.
"Mari kita kejar!" Ajak Ko Tie kepada Giok Hoa.
Isterinya mengangguk, dan mereka mengerahkan gin-kang masing-masing.
Dalam waktu singkat mereka telah berada dekat sekali dengan Siangkoan
Yap. Siangkoan Yap mengetahui dirinya dikejar orang, dia melirik ke belakang
tanpa mengendorkan larinya. Ketika memperoleh kenyataan yang mengejarnyaadalah sepasang muda mudi yang telah menolongi dirinya, segara ia
menghentikan langkah kakinya.
Dia menunggu, sampai Ko Tie dan Giok Hoa tiba dihadapannya, baru dia
merangkapkan sepasang tangannya, dia bilang: "Terima kasih atas
pertolongan kalian, Siauwte dengan ini mengucapkan rasa syukur dan terima
kasih yang tidak terhingga. Terimalah pemberian hormat siauwte.......!"
"Jangan anda berlaku seperti itu dengan segala peradatan. Kami hanya
melakukan kewajiban sebagai seorang Kang-ouw, yang harus menolongi orangorang yang tengah dalam kesulitan.
"Perbuatan para tentara kerajaan itu bukan perbuatan yang terpuji. Mereka
mengepungmu dengan tidak tahu malu, karena itu kami turun tangan untuk
membantu dan menghajar para tentara itu!"
Kata Ko Tie sambil tersenyum. Iapun kemudian melanjutkan perkataannya
lagi,
"Jika memang kami tidak salah lihat, tampaknya saudara dari Siaum-limsie, bukan?"
Muka Siangkoan Yap berobah merah, tampaknya dia jengah sekali.
"Benar!" Katanya kemudian, "Sayangnya aku seorang yang bodoh, sehingga
sia-sia belaka jerih payah guruku yang telah mendidik bersusah payah,
namun aku tidak berhasil menguasai ilmu silat Siauw-lim-sie yang sejati
dan hebat itu, membuat aku tidak berdaya menghadapi para tentara
kerajaan"
"Itulah disebabkan mereka berjumlah sangat banyak dan juga tampaknya para
tentara kerajaan itu bukan tentara kerajaan biasa. Mereka semuanya
memiliki kepandaian yang tinggi!
"Mungkin mereka orang-orang Kaisar, para pahlawan istana yang menyamar
sebagai tentara kerajaan! Hemmm, kami memang paling membenci mereka yang
telah memperhamba diri kepada pemerintah penjajah itu!"
Waktu berkata begitu, Ko Tie memperlihatkan sikap yang sangat keren.
Rupanya ia teringat betapa dulu perjuangan dari para pendekar gagah yang
berusaha membendung dan menghalau penjajahan dari daratan Tiong-goan.
"Siauwte she Siangkoan bernama Yap. Jika memang in-kong tidak keberatan
sudi kiranya memberi tahukan nama in-kong berdua yang sangat harum."
"Jangan memanggil kami dengan sebutan In-kong, kami tak merasa menolong
anda!" kata Ko Tie. "Jika aku she Lie dan bernama Ko Tie, ini istriku,
bernama Giok Hoa!"
Merekapun saling memberi hormat untuk berkenalan. Setelah bercakap-cakap
mereka tampaknya jadi intim dan juga menceritakan ke mana tujuan mereka
sebenarnya.
"Siangkoan, heng-tay," kata Ko Tie kemudian, dalam suatu kesempatan,
waktu mereka tengah melangkah perlahan-perlahan. "Sesungguhnya kami
tengah melakukan perjalanan ke Pit-mo-gay lembah iblis itu. Kami
kebetulan sekali melihat kau tengah dikeroyok oleh para tentara itu, maka
kami turun tangan!"Jika memang dilain waktu kita masih ada kesempatan dan jodoh, tentu kita
bertemu lagi! Urusan kami ke Pit-mo-gay sangat penting sekali, sehingga
maafkanh kami tidak bisa menemani terlebih lama lagi!"
Muka Siangkoan Yap berobah.
"Kalian berdua hendak. hendak ke Pit-mo-gay?" tanyanya tidak lancar.
Ko Tie dan Giok Hoa melihat perobahan muka Siangkoan Yap, mereka jadi
heran. Tapi kemudian Ko Tie mengangguk, katanya: "Benar. Kami memang
ingin pergi ke Pit-mo-gay."
"Aku. akupun ingin pergi ke sana!" Kata Siangkoan Yap sambil
memperlihatkan sikap sungguh-sungguh. "Siauwte pun ingin melakukan
sesuatu yang cukup penting di sana! Atau mungkin juga kita memiliki
tujuan yang sama?"
Ko Tie dan Giok Hoa saling pandang, kemudian dengan tenang Ko Tie bilang:
"Jika memang Heng-tay memiliki urusan pergi ke Pit-mo-gay, maka mari kita
pergi melakukan perjalanan bersama-sama, bukankah kita satu tujuan?"
"Tapi.......!" Siangkoan Yap ragu-ragu.
"Kenapa?" Tanya Ko Tie.
"Sesungguhnya....... jika memang siauwte boleh tahu urusan apakah yang
ingin kalian lakukan?" tanya Siangkoan Yap.
Ko Tie tidak segera menyahuti.
"Kami ingin menemui Mo-in-kim-kun," menyahuti Giok Hoa yang mewakili
suaminya.
"Menemui Mo-in-kim-kun?" Tanya Siangkoan Yap. "Untuk apa?"
Giok Hoa tidak segera menyahuti, tampak ia ragu-ragu untuk memberikan
penjelasan. Ko Tie sendiri telah ragu-ragu sejenak kemudian tersenyum.
"Itulah urusan yang tidak dapat kami bicarakan dengan sembarangan orang,
dan maafkanlah atas kesulitan kami ini!" Kata Ko Tie kemudian sambil
merangkapkan kedua tangannya memberi hormat. "Dan, Heng-tay pergi ke Pitmo-gay tentu ingin menemui seseorang juga?"
Siangkoan Yap mengangguk.
"Ya.. memang benar!" sahutnya kemudian. "Dan orang itu, yang hendak
kutemui adalah Mo-in-kim-kun juga!"
"Apa?" Ko Tie Gan Giok Hoa tampaknya jadi heran.
"Seperti juga jie-wi berdua, maka akupun ingin pergi menemui Mo-in-kimkun ada urusan yang penting harus kusampaikan kepadanya."
"Apakah heng-tay orang Pit-mo-gay juga?" Tanya Ko Tie dan Giok Hoa sambil
menatap heran mengandung kecurigaan.
Siangkoan Yap menggeleng.
"Bukan! Ini semua hanya untuk memenuhi dan melaksanakan perintah guruku,
Yang-bun Siansu!"Beliau perintahkan aku turun gunung untuk mengacaukan tentara kerajaan
yang hendak menumpas orang-orang Pit-mo-gay, dan jika memang usahaku
gagal, maka aku harus pergi ke Pit-mo-gay dan menggabungkan diri dengan
mereka, sebab menurut guruku, mereka itu merupakan pendekar-pendekar yang
cinta pada tanah air.......!"
Ko Tie dan Giok Hoa saling pandang mereka menghela napas. Malah Ko Tie
kemudian bilangi,
"Jika menurut kami, pandangan gurumu itu salah heng-tay. Karena justeru
yang kami ketahui, orang yang berada di lembah Pit-mo-gay bukanlah
sebangsa manusia baik........
"Justeru dengan adanya mereka, telah timbul kekacauan di dalam rimba
persilatan. Mereka berkedok sebagai pencinta tanah air, tapi sesungguhnya
mereka tengah berjuang untuk memenuhi keinginan pribadi masing-masing
belaka. Dan merekapun tidak bersungguh-sungguh ingin mengusir penjajah
Tay Goan!"
"Mengapa begitu?!" Tanya Siangkoan Yap heran.
"Karena mereka justeru ingin berjuang menggerakkan rakyat dan rakyat
diperalat oleh mereka, agar kelak mereka bisa memiliki kerajaan. Bisa
naik takhta.
"Dan terutama sekali Mo-in-kim-kun, pemimpin mereka, yang seperti sinting
ingin menjadi Kaisar. Ia ingin mempergunakan Giok-sie, cap kerajaan,
menggerakkan rakyat.
"Di samping itu, mereka juga mengganas. Rakyat yang tidak bersedia
melibatkan diri dengan pergolakan yang ada tentu mereka binasakan.
Demikian juga orang-orang rimba persilatan yang tidak bersedia tunduk
padanya, Mo-in-kim-kun selalu menurunkan kematian! Kami justeru datang ke
lembah Pit-mo-gay ingin meminta Giok-sie dari tangannya.!"
"Giok sie?" Tanya Siangkoan Yap sambil mementang matanya lebar-lebar.
"Ya!" mengangguk Ko Tie.
"Soal Giok-sie memang pernah diberitahukan oleh guruku tapi guruku tidak
perintahkan untuk merebut Giok-sie. Malah, guruku mengatakan, aku harus
membantu pendekar yang ingin berjuang mengusir penjajah, mendukung dan
membantu berjuang menghadapi kerajaan Tay-goan!"
"Mungkin juga Yang-bun Siansu locianpwe telah menerima berita yang tidak
lengkap, sehingga memiliki penilaian yang keliru seperti itu. Dan mungkin
saja, Yang-bun Siansu locianpwe belum lagi mengetahui bahwa Mo-in-kim-kun
sesungguhnya bukan manusia baik-baik.
"Dan juga dia bukannya seorang manusia yang dapat dipercaya untuk
menggerakkan perjuangan. Di tangannya, niscaya rakyat akan menjadi korban
yang jatuh tentu saja tidak sedikit.!"Siangkoan Yap berdiri termenung sejenak, sampai akhirnya barulah dia
bilang,
"Kalau begitu biarlah aku akan melihat perkembangannya saja setelah aku
berada di lembah Pit-mo-gay, jika memang ada yang perlu di jelaskan jiewi berdua benar adanya, maka aku malah akan meminta dan merampas Giok-sie
dari tangan Mo-in-kim-kun."
"Ada yang harus kau ingat dan perhatikan, Siangkoan heng-tay.
Sesungguhnya Mo-in-kim-kun bukan orang sembarangan.
"Ia memiliki kepandaian yang sangat tinggi. Anak buahnyapun umumnya
memiliki kepandaian yang tinggi, kukira tidak mudah heng-tay ingin
meminta Giok-sie dari tangannya."
Muka Siangkoan Yap memerah, tapi tidak tersinggung, dia tertawa.
"Ya, tentu saja siauwte bukan bekerja sendiri, siauw-te hanya sekedar
membantu jie-wie berdua untuk merampas Giok-sie, dan jika memang Giok-sie
telah berhasil dirampas Siauwte tidak akan menginginkannya, akan
menyerahkan kepada jie-wi berdua.
"Dengan demikian, tentu saja siauwte berhasil untuk bertindak dengan
benar. Dan nanti setelah kembali ke gunung menemui guruku, maka siauwte
akan memberikan penjelasan kepadanya!"
Ko Tie dan Giok Hoa mengangguk-angguk sambil tersenyum.
"Tapi Giok-sie itu pun bukan untuk kami," kata Giok Hoa sambil tersenyum.
"Kami hanya akan merampasnya dan kelak diserahkan kepada seorang pendekar
yang benar-benar sejati! Dan kami sendiri, memang hanya akan membantu
untuk berjuang mengusir penjajah."
Sambil berjalan perlahan-lahan, Ko Tie menceritakan kepada Siangkoan Yap,
bahwa di dalam rimba persilatan telah tersiar berita tentang Giok-sie,
karena itu mereka segera datang ke Pit-mo-gay. Dan justeru berita Gioksie yang ada di tangan Mo-in-kim-kun tersebar sangat luas serta banyak
orang-orang gagah rimba persilatan yang bermaksud untuk mencari Giok-sie
merampasnya dari tangan Mo-in-kim-kun, dan kemudian memiliki Giok-sie,
untuk dirinya sendiri.
Bukankah ada kata-kata yang menyatakan jika seseorang berhasil memiliki
Giok-sie, maka orang itu akan menjadi Kaisar, dan bisa duduk di
singgasana sebagai junjungan rakyat di daratan Tiong-goan?
Siangkoan Yap menyatakan, dia baru hari ini mendengar urusan yang lebih
jelas perihal Giok-sie. Gurunya memberikan gambaran yang belum begitu
jelas. Dia pun bersyukur bahwa ia bertemu pasangan suami isteri ini, Ko
Tie dan Giok Hoa, sehingga dia tidak salah melangkah dan berbuat.
Dan jika dia tidak mendengar keterangan itu dari Ko Tie niscaya setibanya
di Pit-mo-gay ia akan menyatakan bahwa dirinya bersedia bekerja membantu


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mo-in-kim-kun, berarti dia melakukan sesuatu yang tidak benar membela
orang yang tidak pantas untuk dibelanya. Dan tentu diapun akan
ditertawakan oleh orang-orang gagah rimba persilatan.
Ko Tie menyatakan pada Siangkoan Yap juga setibanya mereka di Pit-mo-gay,
mereka harus hati-hati karena di sana berkumpul banyak sekali tokoh-tokoh
rimba persilatan, yang bekerja untuk Mo-in-kim-kun. Mereka umumnya
merupakan tokoh-tokoh dari kalangan sesat.Demikianlah setelah melakukan perjalanan sekian lama, mereka tiba di kaki
gunung Song-san, mereka pun mendaki dan selang setengah hari tibalah
mereka di mulut lembah Pit mo-gay.
Waktu itu Giok Hoa menunjuk kepada seseorang yang tengah berlari-lari di
mulut lembah itu
"Lihatlah! Seekor mahluk aneh!" Berseru Giok Hoa.
Dia menyebutnya dengan sebutan "seekor mahluk aneh" karena dilihatnya
dari dalam lembah itu, berlari-lari keluar sesosok tubuh kecil, yang
berpakaian seperti manusia, kanak-kanak. Tapi mukanya penuh bulu kuning,
demikian pula dengan tangannya yang berbulu.
Mukanya pun tidak mirip-mirip muka manusia, melainkan muka seekor kera.
Dengan bulu-bulu yang tumbuh cukup lebat berwarna kuning.
Mahluk ini juga berlari gesit sekali. Mulutnya yang lebar dan monyong itu
benar-benar seperti mulut kera, hidungnya yang pesek sekali, sehingga
terlihat kedua lobang hidungnya.
Dan kepalanya di bagian atas yang berbentuk kecil lancip. Benar-benar
merupakan mahluk yang sangat aneh sekali.
Cepat sekali anak kecil itu, yang keadaannya mirip seperti kera, telah
berada di depan Giok Hoa bertiga.
"Siapa kalian?" tegur mahluk kecil itu dengan suara yang lancar, cuma
saja suaranya agak nyaring, seperti juga pekik seekor kera.
Giok Hoa memandang Ko Tie dan Siangkoan Yap sejenak, akhirnya ia tertawa
geli.
Melihat wanita ini tertawa geli, makhluk aneh itu jadi kurang senang,
tampaknya ia tersinggung.
"Apa yang kau tertawakan, Cie-cie?" tegurnya dengan napas tak tenang.
"Lucu! Lucu! Kau pandai sekali bicara!" kata Giok Hoa sambil diselingi
tertawanya, karena ia masih juga tertawa.
"Apa yang lucu?"
"Kau bicara seperti seorang manusia!"
"Bisa bicara seperti manusia? Mengapa? Atau memang aku ini tidak mirip
manusia?" Tanya mahluk kecil itu.
"Bukankah kaukau.......!"
Anak kecil itu, mementang matanya lebar-lebar kemudian tanyanya.
"Bukankah kenapa?"
"Jadi kau manusia?" Tanya Giok Hoa.
Anak kecil yang mukanya seperti kera itu sekali ini tidak bisa menahan
kemendongkolan hatinya, dia bilang, "Jika memang aku bukan manusia adakah
aku bisa bercakap-cakap dengan kalian?"Mendengar nada suaranya yang melengking nyaring seperti itu, Giok Hoa
bertiga ketika menyadari bahwa mahluk aneh ini yang mirip manusia tadi
juga mirip seekor kera, mereka tahu bahwa mahluk aneh ini tengah gusar.
Giok Hoa berhenti tertawa.
"Siapa namamu?" Tanya Giok Hoa kemudian.
"Kim Lo!" menyahuti anak itu.
"Kim Lo?" Tanya Ko Tie.
"Ya! Apakah namaku juga aneh?"
"Oh tidak....... !" Cepat-cepat Ko Tie menyahuti. "Siapa ayah ibumu?"
"Tidak perlu kalian mengetahuinya! Sejak tadi kalian tampaknya kalian
kurang ajar sekali! Tertawa-tawa tidak karuan, rupanya hendak mengejek
diriku, heh?"
"Oh tidak! Tidak!" Menyahuti Ko Tie segera. "Kami cuma heran, karena
tadinya kami mengira bahwa kau adalah orang dari lain belahan bumi ini."
"Hemm, apakah kalian beranggapan mukaku buruk sekali?" Tanya anak itu,
yang memang tidak lain dari Kim Lo, putera Kam Lian Cu.
"Mana berani! Mana berani kami memiliki perkiraan dan pandangan sejelek
itu?" Menyahuti Siangkoan Yap.
"Jika saja Kong-kongku mengetahui akan tindak tanduk kalian, yang memang
kelihatannya hendak mengejek aku, hemmm, hemmm, Kong-kongku tidak mau
mengerti!"
"Siapa Kong-kongmu, adik?"
"Tidak perlu kalian tahu!"
"Mengapa tidak boleh tahu?"
"Kalian tampaknya bukan sebangsa manusia baik-baik!"
"Hemm," mendengus Giok Hoa tidak senang, "Kau kecil sudah memiliki mulut
yang pedas!" katanya, "Dan kau juga memiliki tabiat yang buruk sekali,
cepat tersinggung dan marah!"
Kim Lo tertawa dingin, tanyanya kemudian dengan suara nyaring: "Sekarang
katakanlah apa yang ingin kalian lakukan datang ke Lembah Pit-mo-gay
ini?!"
"Apakah kami tidak boleh datang ke Pit-mo-gay?" Balik tanya Giok Hoa jadi
mendongkol.
Walaupun anak ini yang mukanya seperti kera, dan berbulu merupakan
seorang anak kecil, namun Giok Hoa tidak senang diperlakukan seperti itu.
"Tidak diijinkan siapapun juga memasukkan lembah Pit-mo-gay ini, karena
jika orang sembarangan nama ke lembah Pit-mo-gay, orang itu akan menemui
kematian!"
"Mengapa?" tanya Ko Tie, tertawa."Mo-in-kim-kun akan membunuh dengan cara keji sekali!"
"Lalu mengapa kau berada disini?" Tanya Ko Tie.
"Karena aku bersama Kong-kong ingin meminta kembali Giok-sie dari tangan
Mo-in-kim-kun. Giok-sie sebetulnya milik Kong-kong, tapi telah dirampas
oleh Mo-in-kim-kun dengan cara licik. Sebelum Mo-in-kim-kun menyerahkan
dan mengembalikan Giok-sie, kami tidak meninggalkan lembah Pit-mo-gay
ini!"
"Adik Kim Lo, siapa Kong-kongmu?" tanya Ko Tie sambil memperhatikan anak
itu. Mata anak itu dipentang lebar-lebar.
"Sudahlah, kalian tidak perlu mendengar nama Kong-kongku, karena jika
kuberitahukan kalian akan kaget.
"Mengapa kaget?" tanya Ko Tie.
"Kalian tentu akan kaget dan melarikan diri!"
"Kami tidak memiliki kesalahan apa-apa dengan Kong-kongmu, mengapa kami
harus melarikan diri?" tanya Giok Hoa tidak bisa menahan diri.
"Ya, beritahukan kepada kami, adik Kim Lo, siapa nama Kong-kongmu?"
membujuk Siangkoan Yap. "Siapa tahu Kong-kongmu itu kenalan kami!"
Kim Lo mengawasi mereka satu persatu. Matanya tajam sekali, kemudian
barulah dia bilang: "Hemm kenalan kalian? Apakah Kong-kongku bisa
memiliki kenalan seperti kalian?
"Umur kalian saja masih muda! Kong-kongku mana mungkin punya kenalan
seorang masih muda? Kalian hendak mendustai aku?"
Ditegur seperti itu muka Ko Tie bertiga jadi berobah merah, mereka merasa
lucu juga, karena anak ini ternyata cerdik dan teliti, padahal wajahnya
seperti wajah seekor kera.
Tapi Ko Tie, kemudian dengan sabar bilang: "Kong-kong mu itu tentunya
seorang yang memiliki kepandaian tinggi bukan?"
"Tentu saja!" Menyahuti Kim Lo, "kepandaian kong-kongku tidak ada duanya.
Dia tokoh sakti rimba persilatan, setiap orang menghor?matinya."
"Tentunya jika seorang tokoh sakti tidak akan menyembunyikan nama!" kata
Giok Hoa.
Mata Kim Lo mencilak.
"Menyembunyikan nama? Siapa yang menyembunyikan nama?!" Tanyanya sengit.
"Kong-kongmu!" Menyahuti Giok Hoa sambil tertawa. "Bukankah sampai
sekarang kau menyembunyikan nama kakekmu itu, seakan juga Kong-kongmu itu
pernah melakukan kesalahan besar, sehingga malu untuk disebutkan
namanya."
"Ohhh, mulutmu terlalu jahat, Cie-cie?" Kata Kim Lo sengit. "Jika kongkongku mendengarnya, tentu kau akan dihukumnya! Siapa bilang kong-kongkutelah melakukan kesalahan sehingga takut dan menyembunyikan nama. Kongkongku itu she Oey.......!!"
Tapi berkata sampai di sini, bocah ini ragu-ragu lagi untuk menyebutkan
namanya.
"Oey apa?" tanya Ko Tie, "Oey An? Oey Sie Keng? Atau Oey apa?"
"Tidak perlu! Aku tidak mau memberitahukan kepada kalian!" kata Kim Lo
sambil menggelengkan kepalanya.
"Hemmm, kami tahu sekarang!" kata Giok Hoa.
"Tahu apa?"
Kong-kongmu itu tentu terlalu jelek sehingga malu memperlihatkan diri!
Dan sampai namanya saja kau malu menyebutkannya!"
"Mengapa harus menyebutkan nama Kong-kongku?" bentak Kim Lo sengit.
"Buktinya kau malu untuk menyebutkannya!"'
"Aku tidak malu!"
"Jika memang tidak malu menyebutkan nama Kong-kongmu, tentu kau akan
memberitahukan kepada kami siapa nama Kong-kongmu itu!" Kata Giok Hoa.
Kim Lo tertawa dingin.
"Hemmm, kau angin memancing aku agar menyebutkan nama Kong-kong? Jangan
harap!" Kata Kim Lo.
Giok Hoa kecele lagi. Tadinya dia menduga bisa memancing anak itu.
"Baiklah adik!" kata Ko Tie kemudian, "kami akan memberikan hadiah
kepadamu, jika kau mau menyebutkan nama kakekmu itu?!"
"Cisss, siapa yang kesudian hadiah kalian?" Tanya Kim Lo sengit. "Apapun
Kong-kong punya, dan apa saja yang aku inginkan tentu bisa diberikan oleh
Kong-kong! Mengapa harus mengharapkan hadiah dari kalian?"
Buntu jalan buat Ko Tie bertiga, akhirnya dengan jengkel Giok Hoa bilang:
"Sudahlah! Jika memang engkau tidak mau memberitahukan nama kakekmu itu,
kami juga tidak membutuhkannya untuk mendengar! Kami juga tidak perlu
mengetahui siapa kakekmu itu!"
"Hemmm, memang aku tidak mau memberitahukannya! Kalian justru yang
mendesak terus menerus agar aku memberitahukan! Jika benar-benar kaliau
tidak mau mengetahui, ya pergilah! Aku memang tidak akan menyebutkannya."
"Hemmm, aku tahu!" Tiba-tiba Siangkoan Yap berseru.
"Tahu apa?" Tanya Ko Tie."Aku tahu, tentunya Kong-kong adik Kim Lo ini bernama Oey Su Ling,
seorang bajak laut yang paling ganas yang telah membunuh ratusan jiwa di
sungai Tiang-kang!"
"Jangan bicara ngaco kalau tidak karuan!" bentak Kim Lo sengit, "Jangan
bicara sembarangan! Itu bukan kakekku?"
"Hemmm, pasti, pasti! Kakekmu tentu Oey Su Ling, penjahat laut itu!" Kata
Siangkoan Yap.
"Bukan, bukan, bukan?" Teriak Kim Lo, sengit bukan main. "Kakekku bukan
seorang penjahat, kakekku seorang pendekar besar yang dihormati oleh
seluruh orang rimba persilatan?"
Ko Tie yang tahu bahwa Siangkoan Yap tengah sengaja memanas-manaskan anak
itu, segera menimpalnya:
"Atau jika memang bukan Oey Su Ling, tentunya Oey Tang seorang begal
sungai di Ho-pak. Bukankah benar kakekmu bernama Oey Tang?"
"Bukan! Bukan! Kakekku, bukan Oey Tang.!" menyahuti Kim Lo tambah
sengit.
"Hemmm sudahlah memang kakeknya manusia busuk nomor satu di dunia ini,
dia mana mau memberitahukan namanya. Dia malu untuk menyebut nama
kakeknya." Kata Giok Hoa menimpali.
Kim Lo mendidih darahnya. Dasar dia masih anak-anak dan kurang pengalaman
dia kena di bakar, akhirnya setengah berteriak ia bilang,
"Aku akan memberitahukan! Siapa bilang aku malu menyebutkan nama kakekku!
Kong-kongku bukan manusia busuk, dan malah pendekar sakti nomor satu! Dia
she Oey bernama Yok........" Berkata sampai disitu, kembali Kim Lo raguragu.
Muka Ko Tie bertiga berobah seketika, mereka teringat sesuatu. Malah Ko
Tie tidak sabar telah bertanya: "Apakah kau maksudkan Oey Yok Su
Locianpwe?"
Kini giliran Kim Lo yang kaget.
"Mengapa kau bisa mengetahui?" tanyanya.
"Aha, benar Oey Locianpwe!" berseru Ko Tie sambil tertawa. "Sudah
kukatakan pada adik Kim Lo, kami adalah sahabat-sahabat Oey locianpwe,
Kong-kongmu itu!"
Kim Lo mementang matanya lebar-lebar.
"Benarkah itu?" Tanyanya.
Ko Tie mengangguk. Giok Hoa mengangguk dan Siangkoan Yap juga mengangguk,
walaupun dia agak ragu-ragu.
Kim Lo mengawasi mereka, kemudian katanya: "Sekarang kalian katakan, ayo
apakah kakekku itu seorang manusia busuk atau seorang bajak laut atau
seorang begal?" tanya anak itu.
Ko Tie tertawa."Ya, jika memang benar kakekmu itu Oey Yok Su locianpwe, tentu saja Kongkongmu itu seorang pendekar nomor satu, tokoh sakti yang tidak ada duanya
di jaman ini!"
Muka Kim Lo berseri-seri.
"Lihatlah!" Kata Kim Lo. "Bukankah aku tidak membohongi kalian bahwa
Kong-kongku adalah seorang tokoh sakti nomor satu, seperti apa yang
kukatakan tadi."
"Benar! Benar!" Kata Siangkoan Yap sambil mengangguk-angguk dan tertawa.
"Di mana Kong-kongmu sekarang berada?" Tanya Ko Tie. "Kami ingin
menghadap untuk memberi hormat."
"Hemmm, Kong-kong sedang beristirahat! Kong-kong sudah berpesan, jika aku
bertemu dengan orang dan tidak boleh manyebutkan siapa adanya Kong-kong.
Aku kuatir, nanti Kong-kong menghukumku karena telah melanggar pesannya!"
"Kami tidak akan memberitahukan kepadanya!" Berjanji Ko Tie.
Tiba tiba Kim Lo teringat sesuatu, dia menepuk pahanya, dan bilang:
"Tidak memberitahukan kepada Kong-kong? Jadi kalian menduga aku bersalah?
Ciss! Aku tidak bersalah! Kalian yang mendesak terus.
"Dan akupun tidak memberitahukan nama Kong-kong selengkapnya kepada
kalian! Cuma kalian belaka yang menerka-nerka dan akhirnya menyebutkan
nama Kong-kong! Jadi bukan aku yang menyebutkannya?"
Ko Tie bertiga tersenyum memang Kim Lo tampaknya licin dan cerdik. "Ya!
Ya, memang kami yang menyebutkannya!" Kata Ko Tie, mengalah.
"Sekarang cepat kalian tinggalkan tempat ini sebelum kalian dilemparkan
kakekku!" kata Kim Lo serius.
"Mengapa harus pergi?" Tanya Ko Tie.
"Kakekku tidak mau diganggu siapapun juga, jika memang kakek tengah
marah, hemmm, siapapun tidak berani padanya! Aku sendiri tidak berani
pada kong-kong kalau beliau tengah marah!" Kata Kim Lo sambil mementang
matanya lebar-lebar.
Ko Tie bertiga tertawa.
"Kau ajak kami menemui kong-kongmu adik Kim Lo! Yakinlah kong-kongmu
tidak akan memarahimu!"
"Kami tidak mendustaimu!"
"Hemmm, jika kau berdusta?" tanya Kim Lo mementang matanya lebar-lebar.
"Bukankah kong-kongmu seorang tokoh sakti nomor wahid dijaman ini? Jika
kami berbohong, tentu kakekmu itu kelak yang akan menghukum kami."
Kim Lo berpikir sejenak, namun akhirnya mengangguk.
"Baiklah! Mari kuantarkan!" katanya kemudian dengan berlari-lari setengah
melompat dan gayanya mirip lompatan yang dilakukan seekor kera. Kim Lo
masuk ke dalam Lembah, diikuti oleh Giok Hoa dan Siangkoan Yap.Setelah memasuki lembah itu agak dalam tiba-tiba Kim Lo berdiri mengejang
di tempatnya, matanya terpentang lebar-lebar, mulutnya juga menggumam
perlahan.
"Ihhh....... mengapa tidak ada?"
"Apanya yang tidak ada?" Tanya Ko Tie sambil mengawasi ke arah yang
ditatap oleh Kim Lo sebatang pohon.
"Kakekku?" Menyahuti Kim Lo.
"Kong-kongmu tidak ada?"
"Tadi Kong-kong tidur di situ!"
"Lalu, sekarang di mana?"
"Aku mana tahu! Tadi di situ!"
"Mungkin kau berdusta!"
"Berdusta??" Tanya Kim Lo. "Mengapa aku harus berdusta?"
"Mungkin kau menjual nama Oey Yok Su locianpwe!" kata Siangkoan Yap.
"Tadi. tadi Kong-kong tidur disitu."
Ko Tie mengawasi sekitar tempat itu, merangkapkan sepasang tangannya.
Katanya. "Oey locianpwe, kami datang untuk menanyakan kesehatan kau si


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang tua!" Seruannya itu disertai tenaga dalam, tentu akan terdengar
jauh sekali.
"Hemmm, tidak ada jawaban!" Kata Giok Hoa. "Mungkin juga dia memang
berdusta?!" berkata begitu Giok Hoa melirik kepada Kim Lo.
Kim Lo sendiri telah berlari untuk memasuki lembah itu lebih jauh sambil
memanggil!
"Kong-kong! Kong-kong! Dimana kau?"
Tidak terdengar jawaban.
Mendadak sekali, dalam kesunyian seperti itu terdengar suara tertawa yang
nyaring. Menyusul di puncak sebuah tebing yang tinggi, sesosok bayangan
yang tengah berlari-lari mendatangi.
"Aku datang Kim Lo.!" terdengar orang itu menyahuti suaranya seperti
juga tengah berbisik, tapi jelas sekali. Samar-samar tapi dapat didengar
jelas.
Dan itu menunjukkan lweekang yang telah mahir sekali yang mengirim
suaranya dari tempat yang terpisah begitu jauh dengan jelas. Suaranya
begitu halus tapi jelas terdengar dan juga seperti berbisik di telinga
seperti suara kelenengan yang halus sekali.
Muka Ko Tie bertiga berobah. Mereka segera mengetahui, itulah suara
seorang yang lihay sekali. Terutama Ko Tie dan Giok Hoa mereka berdua
melihat orang itu memang tidak lain dari tocu pulau Tho-hoa-to yang
mengenakan jubah warna hijau.Oey Yok Su segera tiba di depan mereka, sambil tertawa Oey Yok Su
menegur: "Kalian berada di sini?" Pertanyaan itu ditujukan kepada Giok
Hoa dari Ko Tie.
Mereka berdua tidak ayal lagi terus berlutut memberi hormat.
Siangkoan Yap juga cepat-cepat memberi hormat kepada tokoh sakti itu. Ia
sering mendengar cerita dari gurunya, Yang-bun Siansu, perihal kehebatan
tokoh sakti yang seorang ini.
Oey Yok Su perintahkan, mereka bangun, malah iapun bilang, "Bagus tidak
disangka kalian berada di sini! Kita bisa lebih leluasa menghajar orangorang Pit-mo-gay yang kurang ajar itu!" Sambil berkata begitu, Oey Yok Su
melemparkan sosok tubuh yang dikempitnya.
Kim Lo memegang lengan baju Kong-kongnya, manja sekali: "Kong-kong,
kemana tadi kau pergi? Kukira Kong-kong sudah meninggalkan tempat ini!"
Oey Yok Su tersenyum sambil mengusap-usap kepala anak itu!
"Tentu saja Kim Lo!" Katanya sabar, "Tadi Kong-kong pergi menangkap
kelinci buduk ini!"
Sambil berkata begitu, Oey Yok Su menunjuk sosok tubuh yang meringkuk di
tanah tanpa bisa bergerak, cuma matanya saja yang terbeliak mencilakcilak tidak bisa diam. Rupanya dia dalam keadaan tertotok.
Dan dia seorang lelaki berusia empatpuluh tahun tubuhnya tegap, dan
seharusnya dialah seorang yang berkepandaian tinggi, terlihat dari sinar
matanya yang memancar tajam, di balik dari kemarahannya. Cuma saja,
dengan Oey Yok Su, dia seperti seekor kutu yang tidak berdaya.
"Siapa dia, Kong-kong?" Tanya Kim Lo.
"Dia anak buah Mo-in-kim-kun, yang rupanya diperintahkan untuk mengintai
kita, apakah kita telah pergi atau belum!" Menerangkan Oey Yok Su, sambil
berkata begitu Oey Yok Su menoleh kepada Ko Tie, dia bilang:
"Apakah kau masih ingat kepada seseorang, yaitu Kam Lian Cu Kouwnio?"
"Ko Tie mengangguk, Giok Hoa juga mengangguk sambil mengiakan. Mereka
memandang heran kepada Oey Yok Su.
Sambil tertawa Oey Yok Su berkata, "Nah sekarang kau terka, siapa Kim Lo
ini sebenarnya."
Ko Tie dan Giok Hoa memandangi Kim Lo, dihati mereka menduga tentunya
anak Kam Lian Cu. Hal ini disebabkan merekapun cerdik, mereka segera
dapat menangkap ke arah mana perkataan Oey Yok Su. Cuma saja, mereka tokh
masih bertanya; "Anak siapa Locianpwe?"
"Putera Kam Lian Cu Kouwnio!" Menyahuti Oey Yok Su.
Baru tersadar Ko Tie dan Giok Hoa. Sesungguhnya, anak ini mirip dengan
seekor kera. Bukankah Kam Lian Cu dulu diperkosa oleh seekor kera berbulukuning emas, Kim Go dan bukankan dulu dia dalam keadaan hamil waktu ikut
Oey Yok Su ke pulau Tho-hoa-to.
"Nah, Kim Lo! Cepat kau memberi hormat, kepada paman dan bibimu itu!"
Perintah Oey Yok Su.
Kim Lo tidak berani berayal, cepat-cepat dia menekuk ke dua kakinya, dia
berlutut memberi hormat kepada Ko Tie dan Giok Hoa bergantian. Katanya:
"Kim Lo memberi hormat kepada paman dan bibi, harap kau memberikan
petunjuk kepada Kim Lo."
Ko Tie dan Giok Hoa tersenyum mereka cepat-cepat memimpin bangun bocah
itu. "Bangunlah adik Kim Lo. Jangan banyak peradatan," Kata Ko Tie, "Sayang
sekali paman dan bibi tidak tahu akan bertemu dengan kau, sehingga kami
tidak mempersiapkan hadiah untukmu,"
Setelah berkata begitu Ko Tie berdiam sejenak, dia merabah pinggangnya
mengeluarkan sebuah seruling. Dan seruling itu diberikannya kepada Kim
Lo. "Ambilah seruling ini sebagai hadiah kami Kim Lo!"
Bukan main girangnya Kim Lo. Dia menyambuti dengan kedua tangannya.
"Terima kasih paman! Terima kasih!" Dan ia mengawasi seruling itu dengan
tertarik. "Kong-kong juga sering meniup seruling! Kong-kong telah
mengajarkan aku beberapa lagu! Aku akan coba memainkannya, sekarang kau
tidak perlu meminjam seruling Kong-kong karena aku telah memiliki
seruling sendiri."
Sambil berkata begitu, Kim Lo mulai meniup serulingnya membawakan lagu
yang bersemangat. Ternyata bocah ini memang pandai dan mahir sekali
meniup serulingnya.
Rupanya waktu Ko Tie dan Giok Hoa meresmikan pernikahan mereka. Yo Him
telah menghadiahkan mereka sebuah kado yang berisi seruling yang
merupakan senjata pusaka dulu dipergunakan Yo Him.
Dan dengan dihadiahkan seruling itu sebagai hadiah perkawinan Ko Tie, Yo
Him mengharapkan Ko Tie bisa mempergunakan sebagai senjatanya. Karena
memang Yo him tidak mau mempergunakan seruling pusaka itu sebagai
senjatanya.
Akan tetapi Ko Tie justru telah melatih ilmu pedang bersama Giok Hoa,
mereka berdua mempergunakan pedang sebagai senjata mereka. Seruling itu
tidak pernah dipergunakan. Tapi selalu dibawanya ke mana saja mereka
pergi sebagai kenang-kenangan yang diberikan Yo Him.
Siapa tahu sekarang mereka bertemu dengan Kim Lo, bocah yang telah
dianggap sebagai cucu dari Oey Yok Su. Mereka tidak memiliki hadiah untuk
pertemuan pertama ini, karenanya Ko Tie berpikir pada seruling pusakanya
itu, dan menghadiahkannya kepada Kim Lo.
Siangkoan Yap sendiri tidak memiliki barang berharga, dia telah
mengeluarkan sebatang kipas biasa. Dia berikan kepada Kim Lo, katanya:
"Paman cuma bisa memberikan kipas ini. Kipas ini bukan kipas luar biasa,
tapi memiliki kelebihan dibandingkan kipas biasa, lihatlah!"Sambil berkata begitu, kipas itu dilontarkannya, kipas meluncur seperti
terbang, karena terbuka lebar, menyambar keranting pohon. Ranting pohon
itu terbabat putus, karena seperti bumerang saja kipas itu berkelebat
tajam.
Rupanya kipas itu selain terbuat dari dasar kain cita yang kuat juga
rangkanya terbikin dari besi campuran beberapa macam logam yang keras,
juga pada rangkai rangka itu dibuat sedemikian rupa, sangat tajam. Kipas
itu bisa sewaktu-waktu dipergunakan sebagai pengganti senjata jika memang
tidak dipergunakan sebagai pengipas.
Kim Lo girang bukan main, dia mengucapkan terima kasih.
Oey Yok Su sendiri segera menceritakan pengalamannya dia berada di Lembah
Pit-mo-gay berdua dengan Kim Lo.
"Kalau begitu!" Kata Ko Tie sengit. "Kita harus merampas pulang Gioksie!"
"Ya! Memang kita akan merampasnya pulang. Jika mereka tidak mau
menyerahkan juga biarlah aku akan mengambilnya dengan membuka jalan
berdarah!"
Berkata sampai disitu, Oey Yok Su teringat kepada tawanannya, lelaki
berusia pertengahan baya yang tengah rebah tidak berkutik karena
tertotok. Kaki kanan Oey Yok Su melayang mendadak ke pinggang orang itu.
Dia menjerit kesakitan dan terbebas dari totokan. Dengan wajah ketakutan
dicampur mendongkol orang itu merangkak untuk berdiri.
"Ceritakan yang jujur, apa saja yang tengah dilakukan Mo-in-kim-kun?"
bentak Oey Yok Su.
"Ini. ini.......!"
Oey Yok Su tidak sabar. Lengan bajunya dikibaskan. "Plokk" keras sekali
menyampok muka orang itu, seketika mata orang tersebut berkunang-kunang.
Jika sampokan biasa memang tidak membawa akibat apa-apa padanya, tapi
sampokan Oey Yok Su tentu saja jauh lebih hebat jika disampok dengan
lempengan besi sekali pun. Malah giginya ada yang rontok. Dan orang itu
tambah ketakutan, karena dia memang tidak mungkin berdaya menghadapi
tokoh sakti yang hebat kepandaiannya ini.
"Kauw-cu....... kauw-cu tengah berunding.!" Katanya kemudian.
"Apa yang dirundingkan?"
"Ingin mencari jalan keluar dari kesulitan yang tengah kami hadapi! Kauwcu bermaksud menyerbu keluar dan mengepung.. mengepung..
mengepung.!"
"Mengepungku?" Tanya Oey Yok Su dengan tertawa sinis mengejek.
"Benar. Tapi yang lainnya berpendapat lebih baik membiarkan saja
Locianpwe berdiam di sini, beberapa waktu lagi, sampai nanti lenyap
kesabaran locianpwe dan meninggalkan lembah ini dengan sendirinya.
"Lalu apa yang diputuskan oleh Kauw-cumu......." Tanya Oey Yok Su dingin!"Belum lagi ada keputusan!"
"Dan kau diperintahkan untuk mengintaiku?" Tanya Oey Yok Su lagi.
"Be.. benar. untuk melihat apakah locianpwe sudah pergi atau belum?"
Menyahuti orang itu sambil menunduk.
Oey Yok Su tertawa dingin. Rupanya tadi waktu Oey Yok Su tengah
beristirahat tidur di bawah sebatang pohon, dikala Kim Lo tengah bermainmain ke mulut lembah.
Tiba-tiba Oey Yok Su membuka matanya, karena perasaannya menyatakan, ada
seseorang yang tengah mengawasi dirinya. Matanya yang memang tajam segera
melihat, di puncak tebing itu ada sesosok tubuh.
Segera juga Oey Yok Su pergi melesat ke arah puncak tebing itu, ia
memiliki gin-kang yang sempurna, karenanya cepat dan mudah sekali ia
berada di hadapan orang yang tengah mengintai tersebut.
Orang ini ingin melarikan diri, tapi sudah tidak keburu, sebab tahu-tahu
Oey Yok Su telah berada di depannya. Karena terpojokan, ia ingin
melakukan penyerangan bersikap nekad.
Cuma saja, apa yang bisa dilakukannya? Mudah sekali ia ditawan oleh Oey
Yok Su, yang kemudian membawanya turun.
Setelah mendengar keterangan anak buah Mo-in-kim-kun, segera Oey Yok Su
menendang lagi.
Orang itu menjerit kesakitan tubuhnya menggigil, ia juga kemudian
berjingkrak.
"Ampun.. ampun Locianpwe!"
Tampaknya ia menderita kesakitan hebat, mukanya pucat pias dan juga
keringat membasahi sekujur tubuhnya. "Jika memang locianpwe ingin
membunuhku, bunuhlah, jangan menyiksa seperti ini!"
Siangkoan Yap heran, betapa hebatnya Oey Yok Su. Dengan satu kali
tendangan ia telah membuat orang itu berjingkrak-jingkrak dan
bergulingan, karena tersiksa rasa sakit yang luar biasa. Dan karenanya,
Siangkoan Yap jadi kagum bukan main.
Sedangkan Oey Yok Su tertawa dingin.
"Rasa sakit itu satu jam lagi akan lenyap dan kepandaianmu diwaktu itu
akan lenyap. Dan kau akan menjadi manusia yang bercacad, dengan tenaga
yang lemah, jauh lebih lemah dari orang-orang yang sehat umumnya.
"Semua ini mencegah jangan sampai kelak kau menimbulkan ancaman buat
masyarakat, karena memang kau bukan manusia baik-baik! Masih bagus aku
mau mengampuni jiwamu! Hemmm, walaupun kau tunggang tungging memohon
ampun, tapi jika memang aku tidak bersedia mengampuni jiwamu, jelas kau
tidak bisa hidup!
"Sekarang pergilah kau kembali ke markasmu. Sampaikan pesanku kepada
Kauw-cumu, bahwa kami akan segera mendatangi tempatnya!"
Muka orang itu semakin pucat."Locianpwe, ijinkanlah aku pergi meninggalkan lembah ini. jika kembali
ke dalam dengan keadaan seperti ini, tentu aku akan di hukum mati oleh
Kauw-cu.......!"
Suara orang itu tergetar dan tubuhnya menggigil ketakutan, sambil
meringis menahan rasa sakitnya.
Oey Yok Su tertawa dingin. "Pergilah..!" Katanya dengan suara yang
tawar.
Orang itu sambil menahan sakit yang tidak terhingga telah pergi dari
lembah itu, entah dia mau pergi ke mana?
Setelah orang itu pergi, Ko Tie bilang kepada Oey Yok Su: "Oey-locianpwe,
apakah tidak lebih baik kita menyerbu saja ke dalam sarang mereka?"
Oey Yok Su tertawa perlahan, dia bilang, "Sarang mereka diperlengkapi
alat-alat rahasia sehingga tidak mudah ditemukan!"
"Kalau begitu. biarlah boanpwe pergi membekuk lagi orang itu agar dia
mau menunjukan jalan menuju ke sarang mereka!" Kata Ko Tie segera.
"Jangan, biarkan dia pergi! Memang aku tidak mau mempergunakan kekerasan.
Jika aku memaksa menyerbu ke dalam, untuk merampas Giok-sie, niscaya akan
jatuh korban yang banyak sekali!
"Inilah yang tidak kukehendaki, dalam usia demikian lanjut aku harus
membunuh sekian banyak manusia.. jika memang Mo-in-kim-kun dapat
dihadapi dengan satu-satu tentu Giok-sie bisa kita rampas pulang.
sedangkan yang lain kita hanya perlu, memusnahkan kepandaian mereka, jika
perlu baru membinasakannya.
Ko Tie mengangguk, dia tidak mendesak lagi.
"Rencanaku selanjutnya ialah menanti di lembah ini, sampai akhirnya
persediaan makanan mereka habis, mustahil mereka tidak ke luar lagi dari
sarang mereka?"
Yang lainnya menyatakan setuju.
?Y? Mo-in-kim-kun duduk di dalam ruangan yang mewah itu dengan muka yang
murung. Ia menyadari, Oey Yok Su bukanlah sebangsa manusia yang mudah
dihadapi, karena tong-shia memang merupakan seorang yang sulit sekali
untuk dihadapi.
Dia aneh adatnya dan sesat perangainya disamping kepandaiannya yang
tinggi sekali. Jika ingin diukur dengan sejujurnya, Mo-in-kim-kun masih
berada satu tingkat di bawah kepandaian Oey Yok Su, dan ia mengakuinya di
dalam hati.
Kalau memang beberapa saat yang lalu dia bisa meloloskan diri dari
kejaran Oey Yok Su, pertama-tama dia memperoleh kelonggaran sebab
mempergunakan Kim Lo sebagai tameng, kedua dia pun memiliki gin-kang
istimewa, yaitu ilmu lari cepat bagaikan iblis.
Itulah yang diandalkannya, walaupun Oey Yok Su memiliki gin-kang yang
sama mahirnya, tokh dengan menggendong Kim Lo, niscaya Oey Yok Su tidak
akan dapat mendahuluinya dan mengejarnya sampai terlalu dekat.Tapi, sekarang disaat dia terkurung di dalam sarangnya bersama semua anak
buahnya dia tahu keadaan ini tidak menguntungkan dirinya. Jika keluar,
jelas dia harus menghadapi Oey Yok Su.
Walaupun anak buahnya banyak yang memiliki kepandaian tinggi, tokh mereka
tidak mungkin bisa menghadapi tocu pulau Tho-hoa-to. Dan dia sendiri yang
akhirnya harus berhadapan dengan Oey Yok Su.
Mo-in-kim-kun bukan jeri bertempur satu-satu dengan Oey Yok Su, justru
sekarang ini dia tengah dilambungkan cita-cita dan khayalan yang ingin
memperoleh negeri, dia ingin jadi Kaisar. Bukankah Giok-sie berada di
tangannya.
Ia kuatir kalau bertempur dengan Oey Yok Su, akhirnya malah membuat dia
tercelaka, terluka berat atau terbinasa. Itulah yang tidak diinginkannya.
Hari itu, persediaan makanan mereka hampir habis. Beberapa orang anak
buahnya telah menganjurkan agar mereka bersama-sama menerjang keluar
untuk mengepung Oey Yok Su.
Mustahil dengan jumlah yang banyak dan juga mereka umumnya orang-orang
yang memiliki kepandaian tinggi, tidak akan dapat menghadapi Oey Yok Su?
Tapi Mo-in-kim-kun justeru tidak menyetujui usul itu. Dia beranggapan
jika mereka keluar mengepung Oey Yok Su, berarti dia telah mempertaruhkan
nasibnya.
Dia akan berhadapan dengan Oey Yok Su, sebagai Kauw-cu, pimpinan jika
sampai anak buahnya tidak sanggup mengatasi Oey Yok Su berarti dia yang
akan muncul untuk menghadapinya. Inilah yang membuat Mo-in-kim-kun harus


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berpikir dua kali terhadap usul yang diberikan anak buahnya.
Memang tempatnya ini diperlengkapi dengan pintu rahasia dan berada di
dalam perut tebing. Dengan demikian tentu Oey Yok Su tidak mudah, untuk
mencari tempat bersembunyinya ini.
Dan juga tidak banyak yang bisa dilakukan, Oey Yok Su. Cuma saja
terkurung terus menerus seperti itu bukanlah hal yang menggembirakan,
juga jika kelak persediaan makanan mereka habis, jelas mereka kelaparan
dan diwaktu itu mereka harus terpaksa keluar.
Tadi dia telah perintahkan salah seorang anak buahnya keluar untuk
menyelidiki, melihat-lihat, apakah Oey Yok Su masih menunggu di dalam
lembah. Tapi dia telah menanti sekian lama, anak buahnya itu belum juga
kembali. Dia memiliki dugaan bahwa anak buahnya itu telah dibinasakan
oleh Oey Yok Su.
Tengah Mo-in-kim-kun termenung dengan muka yang murung sekali, tiba-tiba
didengarnya suara langkah kaki dari luar kamar itu. Dia meliriknya,
dilihatnya Pang Tauw, seorang pembantunya, telah melangkah masuk.
Pang Tauw memberi hormat, kemudian duduk dihadapan Mo-in-kim-kun,
katanya."Hong-siang, seharusnya kita bertindak sekarang! Dengan ratusan kawan
kita menyerbu sekaligus, dan Hong-siang ikut mengepungnya.
"Mustahil Oey Yok Su bisa menghadapi kita? Walaupun dia memiliki tiga
kepala tiga pasang tangan tidak nantinya dia bisa meloloskan diri dari
pengepungan kita..!"
"Jangan sekarang belum waktunya!" kata Mo-in-kim-kun. "Kita harus menanti
beberapa saat lagi, siapa tahu akhirnya dia merasa jemu untuk menanti dan
meninggalkan lembah ini..!"
"Tapi dia mengincar Giok-sie juga tentu dia tidak akan pergi.!"
"Sesungguhnya kita harus mengusahakan menangkap bocah yang bersamanya
itu, barulah kita bisa menekannya jadi tidak berdaya!" Kata Mo-in-kim-kun
dengan suara setengah menggumam.
"Kalau begitu biarlah kami pergi keluar untuk berusaha menangkap bocah
itu!"
"Jangan, kalian akan celaka di tangan Oey Yok Su!"
"Kami akan hati-hati menghadapinya, Hong-siang!"
Tapi Mo-in-kim-kun menggelengkan kepalanya beberapa kali, kemudian
berdiam diri lagi.
Diwaktu itu tampak Pang Tauw tidak sabar, dia bilang: "Ijinkanlah kami,
Hong-siang, tentu kami akan berusaha sekuat kemampuan kami untuk menculik
bocah yang bersama Oey lo-shia!"
Mo-in-kim-kun menggeleng lagi.
"Nanti akan kupanggil. Sekarang kau keluar dulu, jangan ganggu aku!" kata
Mo-in-kim-kun.
Dengan wajah yang memancarkan rasa tidak puas, Pang Tauw telah keluar
dari kamar Kauw-cunya, yang dipanggil oleh mereka dengan sebutan Hongsiang, yaitu Kaisar.
Mo-in-kim-kun yang berada seorang diri telah berpikir keras untuk mencari
jalan sebaik-baiknya, sampai akhirnya dia menepuk pahanya.
"Mengapa aku tidak berpikir sejak tadi?" Menggumam Kauw-cu dari orang
Pit-mo-gay itu. Diapun telah melompat berdiri, memanggil Pang Tauw.
Pang Tauw, segera menghadap, dan Mo-in-kim-kun membisikan sesuatu
padanya. Dia tampak berseri-seri dan mengangguk-anggukkan kepalanya.
Cepat-cepat dia berlalu dari kamar Kauw-cunya setelah memberi hormat.
?Y? Oey Yok Su bersama Kim Lo, Ko Tie, Giok Hoa dan Siangkoan Yap tengah
duduk bercakap.cakap di bawah sebatang pohon yang rindang setelah mereka
terhindar dari sinar mata hari yang terik.
Tiba-tiba dari kejauhan, di puncak tebing yang tinggi sekali terlihat
beberapa sosok tubuh yang tengah melompat dan berlari-lari menuruni
tebing itu. Yang berlari di depan rombongan orang itu tubuhnya tegap, ditangan kanannya membawa sebatang bendera putih, yang dikibarkannya,
sebagai tanda bahwa mereka datang tidak dengan maksud yang jahat.
Oey Yok Su mengerutkan alisnya. Ko Tie melompat berdiri menantikan
datangnya orang-orang itu.
Setelah dekat, mereka melihat jumlah orang itu mungkin duapuluh orang,
semuanya bertubuh tinggi tegap. Dan yang di depan tidak lain dari Pang
Tauw, dia yang mengibarkan bendera putih itu.
Waktu berada di dekat Oey Yok Su, terpisah beberapa belas tombak,
rombongan Pang Tauw memberikan bendera putihnya kepada kawannya yang
disamping kanan, ia sendiri telah merangkapkan kedua tangannya memberi
hormat.
"Oey Locianpwe, kami mengundang Oey locianpwe bersama cucu locianpwe
untuk makan, Kauw-cu kami ingin mengundang Oey Lo-cianpwe untuk di
jamu.........!"
Oey Yok Su mendengarkan suara, "Hemmmm!" Kemudian melompat berdiri.
Dengan suara yang bengis dan lantang ia menyahuti:
"Kalian jangan berusaha mencoba berbagai jalan licik untuk memperdayakan
aku si tua bangka. Lebih baik kalian menyerahkan Giok-sie kepadaku, Oey
Loshia akan segera meninggalkan lembah ini!
"Tapi jika kalian tak mau menyerahkan Giok-sie, hemmm, aku mau lihat
berapa lama kalian bisa bertahan berkurung di dalam goa batu tempat
sarang kalian itu!"
Pang Tauw tak berobah mukanya, walaupun hatinya mendongkol, tetap
memperlihatkan sikap yang manis.
"Kauw-cu mengatakan, memang ia telah memikirkannya bulak balik selama dua
hari ini. Dia akhirnya, Kauw-cu kami menyadari, orang yang paling tepat
memiliki Giok-sie adalah Locianpwe! Memang maksud Kauw-cu memang kami
mengundang Oey Locianpwe untuk sekalian nanti menyerahkan Giok-sie!"
Oey Yok Su tertawa dingin, mana dia bisa dipercaya? Dia seorang yang
cerdik, dan kecerdikannya yang telah diwariskan kepada Oey Yong saja
memperlihatkan betapa pun Oey Yok Su merupakan tokoh yang paling cerdas
dan cerdik. Oey Yong, putrinya pun tidak kalah cerdiknya.
Sekarang mendengar perkataan, Pang Tauw seperti itu, Oey Yok Su tertawa
dingin.
"Aku tidak perlu makanan kalian, dan kalian silahkan membawa saja Gioksie untuk diserahkan kepadaku! Jangan rewel, karena tetap aku tidak akan
meninggalkan lembah ini sebelum Giok-sie diberikan kepadaku!"
Pang Tauw tertawa,
"Locianpwe!" Baru saja berkata begitu tiba-tiba diluar mulut lembah
terdengar suara tambur dan gembreng yang ramai bukan main, menyusul mana
tampak menyerbu masuk ratusan orang berpakaian seragam kerajaan.
Di depan pasukan kerajaan yang menyerbu masuk itu, berlari pesat dan
ringan seorang Lhama. Dialah Bun-ong Hoat-ong.Oey Yok Su mengerutkan alis. Melihat keadaan ini, jelas mereka telah
berada dalam posisi yang tidak memungkinkan lagi menghindarkan
pertempuran, karena pasukan tentara kerajaan telah menjadi pihak ketiga
untuk memperebutkan Giok-sie.
Karena itu, Oey Yok Su segera bilang kepada Pang Tauw, "Sekarang sudah
tidak ada waktu untuk bicara lagi! Kalian lihatlah, pasukan tentara
kerajaan telah menyerbu kemari!"
Pang Tauw pun telah berobah mukanya. Dia segera memutar tubuhnya tanpa
mengucapkan sepatah perkataan juga. Dia bermaksud mengajak kawan-kawannya
untuk kembali ke tempat semula.
Hanya saja, belum lagi mereka bisa berlalu jauh, beberapa sosok tubuh
telah berkelebat mengejarnya. Mereka adalah Oey Yok Su, Siangkoan Yap dan
Giok Hoa.
Tiga orang itu bermaksud menawan Pang Tauw, untuk menyerbu ke dalam
sarang Mo-in-kim-kun karena dalam waktu yang singkat itu Oey Yok Su
segera menyadari, percuma saja dicari lebih jauh dengan Pang Tauw, bukan
pasukan tentara kerajaan telah menyerbu masuk ke lembah itu?
Dan pertempuran tentu tidak bisa dielakan lagi. Jika nanti telah timbul
pertempuran yang menentukan antara orang-orang Pit-mo-gay dengan tentara
kerajaan, kesempatan memperoleh Giok-sie jadi lebih sulit. Sebab di dalam
pasukan tentara kerajaan itu pasti banyak terdapat orang-orang pandai
berkepandaian sangat tinggi.
"Berhenti!" Bentak Oey Yok Su.
Pang Tauw tahu bahwa mereka tidak mungkin bisa meloloskan diri dari Oey
Yok Su, karena jika mereka meneruskan lari untuk kembali ke pintu rahasia
yang menghubungi dengan tempat persembunyiannya itu mereka, niscaya Oey
Yok Su pun akan dapat ikut masuk serta, karena jarak mereka terpisah
tidak jauh lagi, sedangkan Oey Yok Su memiliki gin-kang yang sempurna.
Ko Tie tetap menunggu disamping Kim Lo untuk melindungi bocah tersebut.
Dia tidak ikut mengejar Pang Tauw.
Oey Yok Su bukan hanya membentak Pang Tauw, melainkan tangannya dipakai
untuk menyerang.
Pang Tauw menangkis, dia mengelak juga sambil membalas menyerang.
Duapuluh orang lebih anak buahnya meluruk untuk mengepung Oey Yok Su.
Tapi mereka kebingungan juga melihat di mulut lembah tentara kerajaan
tengah menyerbu masuk dalam jumlah yang besar. Suara tambur dan gembreng
juga terdengar ramai.
Oey Yok Su bekerja cepat. Dalam lima jurus, dia berhasil membekuk Pang
Tauw.
"Cepat bawa aku ke tempat Kauw-cumu!" bentaknya bengis sambil mencekal
jalan darah Pu-siang-hiat di pundak lawannya.
Pang Tauw yang sudah mati kutu, tidak berdaya cuma mengangguk-angguk
saja.
Dua orang anak buah Pang Tauw bermaksud menolongi Pang Tauw, mereka
melompat akan menerjang Oey Yok Su.Tapi dua orang ini mudah sekali telah didepak keras oleh Oey Yok Su,
sampai mereka terguling-guling, memuntahkan darah tiga kali lalu masingmasing menggeletak di tanah tanpa bergerak lagi, pingsan.
Yang lainnya jadi gugup, mereka ingin melarikan diri secepat-cepatnya.
Siangkoan Yap dan Giok Hoa tidak diam, mereka berdua menggerakkan
pedangnya menahan enam orang anak buah Pang Tauw yang mau melarikan diri.
Mereka bertempur belasan jurus, lalu dua orang di antara mereka berhasil
dilukai oleh Siangkoan Yap dan Giok Hoa.
Pasukan tentara kerajaan telah menyerbu datang semakin dekat. Ko Tie yang
menjaga keselematan Kim Lo jadi mengerutkan sepasang alisnya, akhirnya
dia melihat tidak mungkin berdiam terus di situ.
Dia berpaling kepada Kim Lo, katanya: "Adik Kim Lo, kau lompat naik ke
atas pundak, aku akan membawamu ke tempat yang aman!"
Kim Lo tertawa senang.
"Baik paman!" Berseru Kim Lo, dia juga menjejakan sepasang kakinya,
tubuhnya ringan hinggap di pundak Ko Tie.
Ia memang memiliki gin-kang terlatih baik, karena oleh Oey Yok Su ia
selama sepuluh tahun telah dididik, cuma penggemblengan serius belaka
yang belum diterimanya.
Menurut Oey Yok Su, dalam usia duabelas tahun barulah Kim Lo dapat
dididik dengan baik, dan dapat menerima pelajaran ilmu silat dengan
sempurna. Sedangkan selama sepuluh tahun ini cuma sekedar menerima
pelajaran dasar belaka.
Setelah Kim Lo duduk di pundaknya, cepat sekali Ko Tie mengerahkan ginkangnya. Ia melesat menyerbu kepada orang-orang Pit-mo-gay. Begitu
tangannya bergerak, dua orang terjungkal rubuh, sebab Ko Tie
mempergunakan jurus-jurus dari ilmu pukulan Cap-lak-kan yang diterimanya
dari Oey Yok Su sepuluh tahun yang lalu.
Oey Yok Su segera berteriak: "Bawa Kim Lo ke tempat yang aman!" Rupanya
Oey Yok Su juga kuatir untuk keselamatan Kim Lo.
Ko Tie sebetulnya hendak melabrak lagi orang-orang Pit-mo-gay, cuma saja
mendengar perintah Oey Yok Su ia sama sekali tidak berani membantah. Dan
segera juga telah membawa Kim Lo ke tempat yang tinggi di atas tebing,
Ko Tie tidak berani meninggalkan Kim Lo di situ seorang diri, karena ia
kuatir kalau-kalau nanti ada orang Pit-mo-gay sengaja menawan Kim Lo
untuk dijadikan sandera, sedangkan Kim Lo masih terlalu kecil. Biarpun
dia memang telah dididik oleh Oey Yok Su ilmu yang hebat-hebat, akan
tetapi tetap saja tangannya masih terlalu kecil dan juga belum
berpengalaman.
Jika sampai ia dikepung dua atau tiga orang Pit-mo-gay yang berkepandaian
biasa saja, belum tentu Kim Lo bisa menghadapinya, disebabkan ilmu-ilmu
yang sangat hebat dan telah dipelajarinya dari Oey Yok Su belum bisa
dipergunakannya dengan sebaik-baiknya dan pada cara yang sesempurna
mungkin.Sedangkan Oey Yok Su kali ini turun tangan tidak tanggung-tanggung, ia
bergerak ke sana ke mari sambil menenteng Pang Tauw, tangan kiri maupun
ke dua kakinya bergerak ke sana ke mari menendang dengan kekuatan yang
mengejutkan, sebab orang-orang Pit-mo-gay itu jungkir balik bagaikan
diterjang oleh badai angin puyuh.
Demikian juga Giok Hoa dan Siangkoan Yap, mereka bergerak lincah sekali
dengan pedang masing-masing melukai orang-orang Pit-mo-gay.
"Di mana Mo-in-kim-kun?" bentak Oey Yok Su dengan suara bengis kepada
Pang Tauw.
"Ada ada di dalam!" menyahuti Pang Tauw dengan sikap dan ketakutan,
sebab ia merasakan cengkraman Oey Yok Su sangat kuat, juga lehernya
seperti tercekik, disamping itu ia tertotok, membuat tenaganya seperti
lenyap meninggalkan tubuhnya.
"Bawa aku ke sana!" perintah Oey Yok Su. "Tunjukkan jalannya!"
Pang Tauw tidak berani membantah, segera ia memberitahukan jalan untuk
mencapai ruang dalam di perut tebing ruangan rahasia. Oey Yok Su memasuki
lorong itu cepat sekali dengan Pang Tauw masih ditentengnya terus.
Di waktu itu tampak Pang Tauw beberapa kali hendak mencoba membebaskan
diri dari totokan, dia mengempos semangatnya, namun gagal, sebab totokan
di tubuhnya tidak juga bisa dipunahkannya. Malah dia merasakan sekujur
tubuhnya lemas dan benar-benar sekali ini dia di tangan Oey Yok Su jadi
mati kutu.
Waktu Oey Yok Su melesat ringan memasuki lorong itu, dari depan, menyerbu
puluhan orang yang menggenggam berbagai senjata tajam. Tapi Oey Yok Su
tidak menghentikan langkah kakinya, dia berlari terus.
Waktu orang-orang hendak mengepungnya justeru Oey Yok Su bagaikan
mengamuk. Tubuhnya melesat ke sana ke mari dengan telapak tangan kirinya
dia menghajar ke sana ke mari, maka tampak tubuh orang-orang Pit-mo-gay
itu terpental saling menabrak sesama kawan.
Suara mereka berisik sekali, suara jerit dan teriakan kaget, karena
banyak senjata yang makan tuan.
Oey Yok Su nembuka jalan dengan kehebatannya yang menakjubkan, karena
tidak ada seorangpun di antara orang-orang Pit-mo-gay yang sanggup
membendungnya.
Siangkoan Yap berdua dengan Giok Hoa berusaha mengikuti di belakang Oey
Yok Su. Mereka memang lebih leluasa, karena boleh dibilang orang-orang
Pit-mo-gay telah dihajar oleh tocu pulau Tho-hoa-to tersebut.
Merekapun mempergunakan ilmu pedang mereka yang hebat karenanya tidak ada
anak buah Pit-mo-gay yang bisa membendung mereka. Ko Tie tetap berada di
tempatnya untuk menjaga keselamatan Kim Lo.Cuma saja yang menguatirkan buat hati Ko Tie, justeru ia melihat pasukan
tentara kerajaan sudah berada di mulut lembah. Mereka akan segera
menerjang maju.
Kalau sampai tentara kerajaan sudah menyerbu maju ke dalam lembah, banjir
darah sulit dihindarkan.
Oey Yok Su cepat sekali menerobos sampai di dalam tebing kamar rahasia di
mana orang-orang Pit-mo-gay menyembunyikan diri. Dan banyak orang orang
Pit-mo-gay yang sudah dirubuhkan, sehingga yang lainnya tidak berani maju
menghalangi Oey Yok Su sebab menyadari mereka akan menjadi korban empuk
tangan besi Oey Yok Su.
"Hentikan!" Tiba-tiba suara bentakan menggelegar terdengar memecahkan
serta suara ribut-ribut di dalam tebing itu.
Semua anak buah Pit-mo-gay rupanya mengenali suara siapa itu karena
mereka segera mematuhi. Mereka telah mundur dengan cepat untuk membiarkan
Oey Yok Su berdiri dengan tangan masih menenteng Pang Tauw.
Dengan sorot mata yang tajam Oey Yok Su melirik ke arah orang yang
membentak keras itu. Ia segera mengenali orang itu adalah orang yang
tengah dicarinya, segera juga tangan kanannya mengibas tubuh Pang Tauw
terlontar jauh sekali bergulingan di tanah, karena ia sudah tidak
diperlukan lagi oleh Oey Yok Su.
"Bagus! akhirnya kau keluar juga!" kata Oey Yok Su dingin. "Cepat kau
serahkan Giok-sie jika memang kau masih ingin bernapas lebih lama di
dunia ini!"
Orang yang baru muncul itu memang tak lain dari Mo-in-kim-kun yang
diiringi anak buahnya. Para pembantunya berdiri dalam keadaan bersiap

Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

siap. Dan diwaktu itu merekapun telah mencekal senjata masing-masing,
sikap mereka seakan juga hendak menerjang untuk mengeroyok cuma
menantikan perintah dari Mo-in-kim-kun saja.
Mo-in-kim-kun tertawa dingin, sikapnya angkuh. Waktu itu otaknya tengah
berpikir keras. Ia menyadari percuma saja ia perintahkan para pembantunya
pergi mengeroyok Oey Yok Su, sebab hanya akan menyebabkan anak buahnya
itu akan menjadi korban di tangan Oey Yok Su.
Karenanya ia bermaksud hendak menghadapi Oey Yok Su satu dengan satu. Ia
memang ingin memperlihatkan juga bahwa ia tidak jeri pada tocu pulau Thohoa-to tersebut.
"Oey Loshia, kau keterlaluan!" kata Mo-in-kim-kun dingin suaranya.
"Keterlaluan?" mendengus Oey Yok Su, tawar. "Kau telah merampas secara
kurang ajar Giok-sie dari tanganku. Jika sekarang kau tidak cepat-cepat
mengembalikan Giok-sie itu kepadaku, jangan harap kau terus bernapas di
dunia ini dengan tenang! Cepat serahkan kembali Giok-sie itu!"
Mo-in-kim-kun tertawa dingin. Tangannya merogoh sakunya. Ia mengeluarkan
sesuatu yang dibolang-balingkannya di depan mukanya.
"Inikah yang kau cari dan kehendaki?" Tanya Mo-in-kim-kun mengejek,
karena di tangannya itu memang Giok-sie. "Tapi kukira tidak mudah buat
kau mengambil Giok-sie ini dari tanganku!"Setelah berkata begitu, Mo-in-kim-kun memasukan kembali Giok-sie ke dalam
sakunya. Ia berobah berdirinya, sikapnya angkuh sekali. Ia bilang:
"Hemmm, sekarang ingin kutanya, apakah kau bersedia bekerja sama denganku
atau ingin kumusnahkan? Kau tidak perlu tekebur karena dunia Kang-ouw
telah mengagul-ngagulkan dirimu sebagai tocu Tho-hoa-to yang
berkepandaian tinggi.
"Dimataku kau tidak berarti apa-apa! Jika kau mengenal selatan, kau
membantu dan bekerja sama denganku, maka jika kelak aku berhasil dengan
cita-citaku engkaupun akan kuangkat pada kedudukan yang paling mulia!"
Muka Oey Yok Su merah padam. Tadi waktu melihat Giok-sie dikeluarkan Moin-kim-kun, sebetulnya ia sudah ingin menerjang untuk merebutnya dengan
kekerasan. Namun sebagai orang yang cerdik, seketika ia berpikir,
"Kepandaian iblis ini tidak rendah, jika aku menggunakan kekerasan,
mungkin beberapa ratus jurus masih belum berhasil merebut Giok-sie itu.
Lebih baik aku mempergunakan tipu muslihat!"
Seketika muka Oey Yok Su berobah lunak, sikapnyapun jadi sabar.
"Baiklah! Apa maksudmu dengan perkataan mengajakku bekerja sama?" Tanya
Oey Yok Su kemudian.
Girang Mo-in-kim-kun melihat perobahan sikap Oey Yok Su, dengan sikap
tidak seangkuh tadi ia bilang:
"Oey Loshia, seperti kau ketahui Giok-sie akan kupergunakan untuk
mengatur negeri. Jika memang kelak aku telah duduk di singgasana sebagai
Kaisar, kau tentu tidak akan kulupakan, kau akan kutempati di tempat
kemuliaan tertinggi! Yang terpenting sekali kau mau bekerjasama denganku,
untuk menghadapi pihak kerajaan."
Oey Yok Su tidak segera menyahuti, seakan juga ia tengah berpikir.
"Tapi, kukira aku sudah terlalu tua untuk ikut-ikutan mengurus
negeri..!" Kata Oey Yok Su kemudian dengan suara yang perlahan, seperti
tengah menggumam.
"Nah, jika memang begitu pikiran Oey Loshia, baiklah! Oey Loshia tidak
perlu menggangguku, kelak aku akan ingat budi kebaikanmu!" Kata Mo-inkim-kun cepat.
"Tapi.!"
"Ada lagi yang hendak kau katakan?"
"Sesungguhnya aku ingin memberikan Giok-sie kepada seseorang yang sesuai
untuk mengatur negeri kelak!" kata Oey Yok Su.
Mo-in-kim-kun tertawa, malah sampai terbahak-bahak.
"Oey Loshia, sesungguhnya untuk urusan ini kau tidak perlu pusingkan
lagi, karena aku berjanji kelak akan mengatur negeri sebaik-baiknya!"
Oey Yok Su menghela napas, ia melangkah mendekati Mo-in-kim-kun,
sedangkan Mo-in-kim-kun mengawasi sambil tersenyum senang, karena ia
beranggapan Oey Yok Su sudah merobah pikirannya.Oey Yok Su tak bilang apa-apa, waktu sudah dekat dengan Mo-in-kim-kun, ia
menggumam lagi: "Apa benar kau cocok untuk memikul tugas yang begitu
berat?"
Sambil mengguman seakan-akan tidak yakin seperti itu Oey Yok Su
mengelilingi Mo-in-kim-kun.
Senang hati Mo-in-kim-kun, ia yakin bisa menguasai Oey Yok Su dengan
jalan lunak.
"Oey Loshia, percayalah akupun sudah tua jika tokh aku berhasil duduk di
singgasana, itupun tidak akan lama lagi, karena memang aku hanya ingin
memperbaiki nasib rakyat belaka. Nanti Giok-sie akan diturunkan kepada
penerus yang benar-benar terampil. Tapi sekarang jika kau coba merintangi
aku, berarti hanya akan menghambat perbaikan nasib rakyat, dan kasihan
nasib mereka.......!"
Oey Yok Su menghela napas. Ia menepuk beberapa kali pundak Mo-in-kim-kun.
"Baiklah, dilihat demikian jelas maksudmu luhur. Karena itu, selayaknya
kalau saja aku pun tidak mencampuri lagi urusan tersebut. Sambil berkata
begitu, Oey Yok Su merangkapkan tangannya, membungkukkan tubuhnya, ia
memberi hormat.
Mo-in-kim-kun cepat-cepat membalas hormat Oey Yok Su. Dan belum lagi
mereka berdiri tetap di tempat masing-masing justeru di luar terdengar
suara ramai-ramai.
Mo-in-kim-kun melirik kepada orangnya yang terdekat, dan orang itu
mengerti berlalu cepat untuk pergi melihat apa yang terjadi di luar ruang
rahasia.
Tidak lama kemudian ia kembali, membisiki sesuatu pada Mo-in-kim-kun.
Wajah Mo-in-kim-kun berobah, ia menoleh pada Oey Yok Su, katanya: "Oey
Loshia, lihatlah, betapa tentara kerajaan sudah datang! Kita harus pergi
menghadapinya!"
Habis berkata begitu ia menjurah memberi hormat kepada Oey Yok Su,
katanya lagi: "Laote harap, Oey-loshia bersedia membantuku, untuk
menghadapi mereka!"
Oey Yok Su mengangguk girang.
"Ya, Mari kita lihat!" Kata Oey Yok Su.
Bukan kepalang girangnya Mo-in-kim-kun karena ia sama sekali tidak
menyangka bahwa Oey Yok Su bisa beralih dan merobah haluan di mana kini
Oey Yok Su berdiri di pihaknya malah akan membantunya menghadapi pasukan
tentara kerajaan.
Mereka cepat sekali berada di luar tebing sedangkan Giok Hoa berdua
Siangkoan Yap berdiri disamping Oey Yok Su dengan sikap kebingungan.
"Oey locianpwe.!" Bisik Siangkoan Yap dengan sikap ragu-ragu.
Oey Yok Su melirik kepadanya.
"Kau ingin menanyakan mengapa aku membantu pihak iblis itu bukan?" tanya
Oey Yok Su sambil tersenyum, tenang sekali tampaknya.Siangkoan Yap mengangguk, Giok Hoa pun segera bilang, "Oey Locianpwee..
apakah. apakah memang kita harus membantu iblis itu?"
Oey Yok Su melirik kelilingnya, dan mengetahui Mo-in-kim-kun dengan
orang-orangnya tidak memperhatikan mereka, karena tengah mengawasi ke
arah di mana tampak pasukan tentara kerajaan tengah berduyun-duyun
menyerbu masuk ke dalam lembah dengan sikap yang garang dan hiruk pikuk,
ia baru bilang.
"Kalian jangan kuatir urusan telah beres."
"Urusan telah beres?" Tanya Giok Hoa berdua Siangkoan Yap seperti takjub.
Mereka benar-benar tidak mengerti. Bukankah Oey Yok Su ingin merampas
Giok-sie? Dan Giok-sie memang belum lagi jatuh ke tangan mereka?
Mengapa justeru sekarang Oey Yok Su bilang urusan telah beres? Apa maksud
Oey Yok Su sebenarnya?
Oey Yok Su tidak memperdulikan sikap keheranan Giok Hoa dan Siangkoan
Yap, ia hanya bilang, "Kalian jangan kuatir, percayalah padaku, urusan
telah beres. Kalian pergi ajak Ko Tie mengajak Kim Lo berlalu dari lembah
ini. Kalian menanti di sebelah Selatan lembah, nanti aku menyusul
kalian!"
Walaupun masih tidak mengerti, namun Siangkoan Yap berdua Giok Hoa
mengiakan juga. Mereka segera meninggalkan Oey Yok Su, dan mengerahkan
gin-kang mereka, agar cepat-cepat tiba di tempat Ko Tie dan Kim Lo
berada, karena mereka kuatir kalau-kalau nanti tentara kerajaan keburu
sampai dan ditimbul korban pertempuran?
Pasukan tentara kerajaan sudah tiba, orang-orang Pit-mo-gay pun tidak
sempat berpikir lagi, karena mereka harus segera menghadapinya. Mo-inkim-kun menoleh kapada Oey Yok Su, ia melihat pendekar tua yang jadi tocu
pulau Tho-hoa-to tersebut berdiri tenang-tenang saja disampingnya. Cuma
Siangkoan Yap berdua dengan Giok Hoa tidak berada di situ.
Dan memang ia tidak menaruh kecurigaan, sebab ia menduga tentunya kedua
muda mudi itu ingin pergi untuk menghindarkan diri dari serbuan tentara
kerajaan. Bukankah Oey Yok Su sudah berdiri di pihaknya? Karena dari itu,
ia segera juga tersenyum kepada Oey Yok Su.
Waktu itulah tampak Oey Yok Su bilang dengan suara perlahan kepada Mo-inkim-kun, "Sayang sekali aku tidak dapat membantumu untuk menghadapi
kurcaci itu! Aku ingin pergi!"
"Oey Loshia.. tunggu dulu!" Mo-in-kim-kun kaget dan coba mencegah
kepergian Oey Yok Su.
Tapi Oey Yok Su tidak memperdulikan sikap dan kata-kata Mo-in-kim-kun,
sebab ia telah menjejakan kakinya. Tubuhnya seketika melesat ke tengah
udara. Ia telah melesat seperti juga terbang, menuju ke mulut lembah.Memang pasukan tentara kerajaan tengah menyerbu dari mulut lembah. Namun
Oey Yok Su tidak jeri, karena mudah saja ia mempergunakan gin-kangnya,
melesat di tengah udara dan dengan, melompat ke sana ke mari, dia sudah
bisa menghindarkan diri dari para tentara kerajaan tersebut.
Ada dua orang perwira yang melompat ke depan Oey Yok Su, coba untuk
mencegah jago tua itu pergi meninggalkan tempat itu dengan serangan yang
beruntun. Namun Oey Yok Su tetap, tidak mau melayani karena dengan
mengibaskan tangannya, ia berhasilkan merubuhkan dua orang perwira
tersebut yang terjengkang ke belakang. Untung saja mereka tidak sampai
terguling rubuh di tanah, cuma terhuyung ke belakang dan mereka hampir
rubuh.
Oey Yok Su berlari dengan cepat sebentar saja ia sudah berhasil mencapai
mulut lembah.
Ia melihat Giok Hoa dengan Siangkoan Yap tengah dikeroyok oleh pasukan
tentara kerajaan. Ia cepat-cepat menyerbu uatuk membantu mereka.
Mudah sekali Oey Yok Su melemparkan mereka seorang demi seorang, untuk
membuka jalan. Giok Hoa dan Siangkoan Yap bersorak girang. Karena mereka
girang melihat datangnya Oey Yok Su, berarti mereka tak memperoleh
kesulitan lagi.
Cepat bukan main mereka bertiga berlari terus meninggalkan lembah itu.
Mereka melihat Ko Tie dengan memanggul Kim Lo tengah berlari cepat
menjauhi diri dari mulut lembah itu, menuju ke arah selatan.
Oey Yok Su bersiul. Tubuhnya melesat cepat sekali, sebentar saja ia sudah
bisa mengejar Ko Tie.
"Lontarkan Kim Lo kepadaku!" teriaknya kemudian.
Perintahnya dipatuhi Ko Tie, yang segera melontarkan Kim Lo kepada Oey
Yok Su.
Kim Lo berseru kaget, karena tubuhnya melayang di tengah udara ringan
sekali, secara cepat ia segera bergerak berputar di tengah udara
mempergunakan gin-kang yang pernah dipelajarinya dari Oey Yok Su.
Tubuhnya berputar tiga kali.
Waktu tubuhnya telah hinggap di pundak Oey Yok Su, tangan Oey Yok Su
menjambret menurunkannya sambil tertawa-tawa: "Anak nakal, enaknya kau
dibawa berlari-lari seperti tadi.?"
"Kong-kong! Kong-kong!" teriak Kim Lo kemudian dengan sikap yang manja.
"Tadi Kongkong pergi ke mana? Aku berkuatir sekali kalau saja Kong-kong
mengalami sesuatu yang tidak enak."
"Ayo kita tinggalkan tempat ini secepatnya.......!" Ajak Oey Yok Su.
"Tunggu dulu Oey Locianpwee.......!" Kata Ko Tie dengan sikap ragu-ragu
dan saling melirik kepada Giok Hoa dan Siangkoan Yap.
Oey Yok Su menoleh, "Kenapa?" tanyanya
"Bukan.. bukankah kita belum lagi memperoleh......." Kata Ko Tie raguragu.
"Kau maksud Giok-sie?" tanya Oey Yok Su.Ko Tie mengangguk.
"Ya, apakah kita pergi begitu saja?" Tanya Ko Tie kemudian.
Oey Yok Su tersenyum.
"Inikah yang kau maksudkan?" Tanyanya
Mata Ko Tie, Siangkoan Yap dan Giok Hoa terbuka lebar-lebar, mereka
memandang heran. Karena benda yang ada di tangan Oey Yok Su tidak lain
dari Giok-sie.
Pendekar Lembah Naga 12 Wiro Sableng 146 Azab Sang Murid Buron 1

Cari Blog Ini