Ceritasilat Novel Online

Pendekar Aneh Seruling Sakti 8

Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong Bagian 8


"Sahabat! Sahabat!" kata Kim Lo segera.
"Lalu mengapa kau memusuhi aku?" Tanya Yo Bie Lan sambil mengawasi lagi
dengan tajam dan mulut dimonyongkan.
Kim Lo tercekat kaget, kemudian ia geleng-gelengkan kepalanya. "Aneh
gadis ini! Dia yang selalu memusuhi aku, galak dan selalu menyerangku
tanpa keruan juntrungannya. Sekarang malah ia berbalik menuduh aku yang
memusuhinya!"
Tapi Kim Lo setelah mengetahui bahwa gadis itu adalah cucu Sin-tiauw Tayhiap, tidak berani main-main lagi. Ia tetap menghormati dan katanya
mengalah,
"Sebenarnya....... sebenarnya hanya terjadi satu salah paham belaka.
Harap nona mau memaafkan.!"Gadis itu jadi lebih tenang dan lebih sabar. Senang hatinya mendengar Kim
Lo mengaku bersalah.
"Siapa kau sebenarnya?" Tanya Yo Bie Lan sambil terus menatap tajam.
"Seperti yang telah kuberitahukan tadi, aku bernama Kim Lo." Menjelaskan
Kim Lo.
"Ya, memang tadi telah kudengar, namamu Kim Lo tapi. kau ini
sesungguhnya siapa? Sedangkan mukamu itu saja telah ditutupi kain putih
dan tidak pernah kulihat wajahmu."
Kim Lo jadi kikuk.
"Ini nanti akan kuceritakan," kata Kim Lo. "Maafkanlah, sementara waktu
ini tidak dapat aku membuka tutup muka ini!"
"Mengapa kau bertempur dengan orang yang melarikan diri?" Tanya Yo Bie
Lan. "Dia putera Auwyang Hong, ia meminta ganti untuk hal yang tidak masuk
akal," menjelaskan Kim Lo.
"Puteranya Auwyang Hong? See-tok Auwyang Hong?" tanya Bie Lan sambil
membeliakan matanya.
"Ya, menurut dia memang begitu, ia mengaku sebagai putera Auwyang Hong.
Entah benar atau tidak. Tapi yang pasti ia memang memiliki kepandaian
yang tinggi dan rupanya ia pun mahir sekali menguasai ilmu Ha-mo-kang."
"Lalu mengapa kalian berselisih?"
Kim Lo menceritakan sebab-sebabnya.
Mendengar cerita Kim Lo, Bie Lan tertawa bergelak-gelak.
"Lucu! Mana ada aturan seperti itu?" kata Bie Lan kemudian di antara
tertawanya.
"Nah karena aku menolak tuntutannya, ia menyerangku, kami jadi bertempur.
Namun akhirnya entah mengapa, ia telah memisahkan diri dan berusaha
melarikan diri!"
Gadis itu memandang kagum.
"Kalau demikian memang kepandaianmu tinggi sekali. Putera Auwyang Hong
saja dapat kau rubuhkan, sehingga ia ketakutan dan melarikan diri."
Memuji Bie Lan.
"Bukan begitu!" Kim Lo cepat-cepat memotong perkataan si gadis.
"Sebenarnya kepandaian dia tidak berada di sebelah bawah kepandaianku,
kami berimbang. Tapi entah mengapa, mendadak sekali ia telah memisahkan
diri dan katanya ia ingin meramu obat-obatan yang tidak bisa ditundanya
lagi, sehingga ia berusaha meninggalkan aku.
"Aku mengejarnya. Namun seperti yang kukatakan tadi, kepandaian kami
memang hampir berimbang, kami jadi saling kejar saja!"
Bie Lan tersenyum, manis sekali."Sekarang kau tentu tidak keberatan buat membuka kain penutup mukamu
itu?" Tanya si gadis.
Kaget Kim Lo. Bagaimana mungkin ia bisa membiarkan gadis itu melihat
wajahnya yang aneh dan kurang baik bentuknya, yang seperti kera itu.
"Ini. Ini...!" Katanya gugup dan sangat kikuk, ia jadi serba salah
tingkah.
"Mengapa? Apakah kau ada kesulitan?" Tanya Bie Lan kemudian sambil
menatap tajam.
Kim Lo mengangguk.
"Ya, ada sedikit kesulitan yang tidak dapat kuceritakan padamu sekarang,
nona harap kau maklum dan mau memaafkannya!" Kata Kim Lo. Malah ia
segera membungkukkan tubuhnya, memberi hormat kepada Bie Lan.
Si gadis menyingkir tidak mau menerima pemberian hormat Kim Lo, ia
bilang: "Jika aku melihat sebentar saja tokh tidak jadi persoalan,
sekarang aku tidak tahu bagaimana bentuk mukamu, berapa usiamu dan juga
siapa kau sebenarnya?"
"Maafkan nona nanti juga nona akan mengetahui!" kata Kim Lo dengan sikap
menyesal sekali.
"Baiklah kalau memang kau keberatan memperlihatkan mukamu padaku,
sekarang maukah kau memberitahukan kau berasal dari mana? Pintu perguruan
mana? Siapa gurumu? Dan berapa usiamu?"
"Aku.. aku tahun ini berumur duapuluh tahun!" Menjelaskan Kim Lo
setengah ragu-ragu sejenak.
"Apa? Jika begini kau masih muda sekali!" berseru Bie Lan.
Kim Lo tertawa.
"Apakah sebelumnya kau menyangka aku sebagai seorang kakek tua jompo?"
tanya Kim Lo.
Gadis itu mengangguk.
"Ya, melihat kepandaianmu, semula aku menduga tentu sedikitnya kau
seorang tokoh sakti rimba persilatan, yang telah berusia lanjut. Siapa
sangka, kau ternyata masih muda sekali.
Kim Lo senang mendengar ucapan si gadis ia kemudian bilang lagi:
"Sesungguhnya, untuk urusan pintu perguruanku tak bisa dibicarakan dengan
sembarang orang, tapi aku bersedia memberitahukan hanya untukmu, nona!"
"Tunggu dulu!" memotong si gadis.
Kim Lo memandang heran pada si gadis."Apa nona Yo?" tanyanya kemudian.
"Jika memang kau kesulitan yang membuat engkau tidak bisa memberitahukan
asal dan pintu perguruanmu, kau tidak perlu memberitahukannya kepadaku!
Aku pun tidak akan memaksanya," tampaknya gadis itu tersinggung.
"Aneh gadis ini," pikir Kim Lo. "Ia galak sekali dan cepat tersinggung."
Namun Kim Lo segera berkata sabar. "Tapi untukmu lain, nona, aku bersedia
memberitahukannya! Aku sesungguhnya dari Tho-hoa-to."
"Dari Tho-hoa-to?" tanya Bie Lan heran dan tampaknya ia terkejut, karena
wajahnya berobah.
Kim Lo mengangguk,
"Benar, nona!"
"Pulau Tho-hoa-to milik Oey Yok Su Locianpwe?" tanya Bie Lan lagi
menegasi.
Kim Lo sekali lagi mengangguk.
"Oey Yok Su adalah Kong-kongku! Aku cucunya!" Menyahuti Kim Lo.
Si gadis mementang matanya lebar-lebar seakan-akan tidak mempercayai apa
yang didengarnya.
"Kau cucu Oey Yok Su Locianpwe?" tanya nya kemudian.
Kim Lo mengiakan.
"Kalau begitu, kau tentunya putera dari Oey Yong Pehbo dengan Kwee Ceng
peh-hu?" Kata gadis itu.
Kim Lo cepat-cepat gelengkan kepala.
"Bukan! Bukan!" Katanya.
Yo Bie Lan memandang curiga pada Kim Lo. Barulah kemudian ia berkata
ragu-ragu.
"Jika memang kau bukan putera dari Oey Yong Pehbo atau Kwee Ceng pehhu,
tentunya kau berdusta dengan keteranganmu! Oey Yok Su Lo-cianpwe cuma
memiliki seorang puteri, yaitu Oey Yong pehbo. Bagaimana mungkin kau
mengakui dirimu sebagai cucu Oey Yok Su Locianpwe.
Kim Lo tertawa perlahan.
"Aku anak orang lain, tapi Oey locianpwe telah mengakui aku sebagai
cucunya! Semua ilmu yang kumiliki juga diwarisi olehnya!" menjelaskan Kim
Lo. Bie Lan mengangguk beberapa kali, tapi jelas pada sikapnya itu tampak
bahwa ia masih bimbang dan ragu- ragu.
"Nah nona, kau telah mengetahui asal-usulku, apakah ada yang perlu kau
tanyakan lagi?" Tanya Kim Lo.
Bie Lan menggeleng."Tidak, kukira cukup, tapi nanti aku akan menanyakan pada ayah, apakah
Oey Yok Su Locianpwe memang sebenar-benarnya telah mengambil cucu
angkat?"
"Ya, kukira itu ada baiknya juga!" Kata Kim Lo.
"Baiklah! Aku akan melanjutkan perjalanan!" Kata Yo Bie Lan. Ia bersiul
nyaring, kudanya yang tengah makan rumput jinak sekali menghampirinya.
"Tunggu dulu, nona Yo!" Kata Kim Lo agak tergesa-gesa karena kuatir gadis
itu keburu melompat naik ke atas kudanya.
Bie Lan menoleh.
"Ada apa lagi?" Tanyanya.
"Nona mau pergi kemana? Ke mana tujuan nona?" Tanya Kim Lo agak gugup. Ia
merasakan, betapa ia sangat berat sekali jika harus berpisah dengan gadis
ini. Walaupun mereka baru saja bertemu, tapi mereka bisa bicara dengan
mengasyikan.
"Aku......." Gadis itu ragu-ragu.
"Mungkin nona berat untuk memberi tahukannya?" Tanya Kim Lo kemudian.
"Bukan begitu! Tapi....... sesungguhnya tidak ada artinya apa-apa jika
aku pun memberitahukan ke mana tujuanku!" menjelaskan Yo Bie Lan sambil
tersenyum.
"Ya, sudahlah! Jika memang nona keberatan untuk memberitahukan, aku pun
tidak akan memaksa," Kata Kim Lo.
"Aku....... aku sesungguhnya ingin pergi ke Yang-cung, dusun
kecil.......!" Kata gadis itu pada akhirnya.
"Ihh!" Kim Lo mengeluarkan seruan heran.
"Kenapa? Tampaknya kau takut?" Tanya Bie Lan.
"Aku pun ingin pergi ke Yang-cung. Kalau demikian kita satu arah dan satu
tujuan," menjelaskan Kim Lo
Muka si gadis berobah merah.
"Kau ini ada-ada saja. Tentu itu hanya alasanmu yang mengada-ngada saja!
Bagaimana mungkin bisa demikian kebetulan. Aku ingin pergi ke Yang-cung
lalu kau juga mengatakan bahwa akan pergi ke Yang-cung juga! Tentu itu
hanya alasanmu belaka!"
Kim Lo tergagap, namun akhirnya ia bisa juga bilang: "Aku tidak berdusta
nona! Aku memang tengah melakukan perjalanan untuk pergi ke Yang-cung
untuk menemui beberapa orang sababat Kong-kongku!"
Alis si gadis mengerut.
"Siapa yang ingin kau ketemui di sana?" Tanya Bie Lan pada akhirnya."Salah seorang dari orang-orang yang kujumpai di sana adalah ayah
nona.!" Menjelaskan Kim Lo. "Dan juga, aku harus menemui paman Ko Tie,
bibi Giok Hoa dan paman Siangkoan Yap dan lain-lainnya!"
Muka si gadis berobah.
"Kau tidak berdusta?" Tanyanya.
Kim Lo menggeleng.
"Justeru akupun pergi ke Yang-cung untuk menemui mereka!" Kata si gadis.
Kembali Kim Lo mengeluarkan seruan heran.
"Aneh sekali, bisa demikian kebetulan kita memiliki tujuan yang sama.
Juga memiliki keperluan yang sama!" Kata Kim Lo.
"Tapi aku tidak bisa mempercayai sepenuhnya kata-katamu sebelum
menanyakan pada ayahku perihal kau dan Oey Yok Su locianpwe!" Kata Bie
Lan. "Nah, coba sekarang kau buka tutup mukamu itu, biar kita bisa
berkenalan lebih baik lagi!"
Kaget Kim Lo, ia tergagap.
"Sayang sekali tidak dapat aku penuhi permintaan nona!" Kata Kim Lo
dengan penuh penyesalan.
"Jika memang kau tak mau memperlihatkan mukamu padaku, maaf, aku belum
lagi bisa mempercayai kata-katamu!" Kata si gadis.
Diam-diam Kim Lo berpikir di dalam hatinya: "Tujuan kami sama, yaitu ke
Yang-cung, tapi jika aku melakukan perjalanan bersamanya tentu akan
menimbulkan banyak kerewelan, di mana ia selalu akan merengek minta
melihat wajahku! Lebih baik, kita berpisah saja!"
Walaupun hatinya ingin sekali pergi melakukan perjalanan bersama-sama si
gadis she Yo tersebut, akan tetapi akhirnya Kim Lo bilang:
"Nanti kita bertemu lagi nona Yo! Nah, selamat tinggal!" Sambil berkata
begitu, Kim Lo menjejakkan kakinya, tubuhnya melesat pergi.
Yo Bie Lan berdiri tertegun sejenak di tempatnya mengawasi kepergian Kim
Lo. Akhirnya gadis ini menghela napas dan melompat naik ke punggung
kudanya.
Lalu binatang tunggangannya itu dilarikan cepat sekali. Cambuknya juga
digerakan berulang kali, sehingga terdengar suara "Tarrr! Tarrr!" yang
semakin lama semakin jauh dan samar.
Yo Bie Lan memang puteri tunggal Yo Him, hasil perkawinannya dengan
Sasana. Dia sejak kecil, Bie Lan dididik langsung oleh Yo Him dan Sasana.
Terlebih lagi, Yo Bie Lan merupakan cucu satu-satunya bagi Sin-tiauw Tayhiap Yo Ko dan Siauw Liong Lie. Sebagai kakek dan neneknya, Siauw Liong
Lie dan Yo Ko pun selalu mewarisi kepandaian mereka.
Setiap ada kesempatan tentu mereka akan mengunjungi Yo Him untuk melihat
cucu mereka. Longokan mereka selalu membawa keberuntungan buat Bie Lan.
Selalu ia memperoleh ilmu yang baru dari kakek dan neneknya.Tidak mengherankan jika dalam usia sembilanbelas tahun seperti itu, gadis
ini memiliki kepandaian yang tinggi. Cuma pengalaman belaka yang kurang.
Seperti yang dialami Kim Lo, maka Bie Lan pun sama kurang latihan dan
pengalaman, hanya saja, ilmu yang dimilikinya sangat hebat. Kalau memang
ia berlatih dengan tekun dan rajin, tentu ia kelak bisa menjadi seorang
pendekar wanita yang tangguh sekali.
Wajah Bie Lan cantik jelita, Siauw Liong Lie yang dulu diwaktu mudanya
terkenal sangat cantik, diam-diam mengakui bahwa cucunya sangat cantik
sekali. Mungkin melebihi kecantikan Siauw Liong Lie sendiri dikala
mudanya.
Hanya saja, sejak kecil Yo Him mengajak Bie Lan menetap di sebuah tempat
yang sunyi. Jarang sekali yang mengetahui bahwa cucu Sin-tiauw Tayhiap Yo
Ko sesungguhnya sekarang telah dewasa dan memiliki kepandaian yang
tinggi.
Maksud kepergian Yo Bie Lan ke Yang-cung justeru atas perintah ayah dan
ibunya. Yo Him dan Sasana menghendaki puteri mereka ini memperoleh
pengalaman.
Sebagai orang yang memiliki pandangan luas, Yo Him tahu jika ia mengekang
puterinya ini selalu di rumah, niscaya akhirnya Yo Bie Lan selamanya
kembali ke dunia asal mereka yaitu Akherat!
Maka jika bukan sejak sekarang Bie Lan dibimbing dan memiliki pengalaman
yang banyak untuk dapat berdiri sendiri, bukankah di saat ke dua orang
tuanya pergi buat selamanya meninggalkan ia, gadis ini akan memperoleh
kesulitan?
Selain memiliki paras yang cantik, Yo Bie Lan memiliki adat yang agak
luar biasa. Ia sangat cerdik, cuma cepat sekali marah dan galak. Ia
selalu ingin membela yang lemah.
Dan jika ia menyaksikan urusan yang tidak beres, tentu ia akan jadi marah
dan galak sekali. Untuk membela yang lemah dan menghajar yang jahat dan
kuat, ia tidak pernah takut menghadapi siapapun juga.
Dari ayah dan ibunya, maupun dari kakek dan neneknya, banyak yang
didengar Yo Bie Lan. Karena itu, ia selalu tertarik untuk berkelana. Dan
kebetulan sekali, ayah dan ibunya perintahkan ia pergi ke Yang-cung, dan
kesempatan ini menggembirakan benar hatinya.
Yo Him dan Sasana sendiri akan menyusul puterinya ke Yang-cung, karena
merekapun akan datang ke sana! Cuma saja mereka perintahkan Yo Bie Lan
melakukan perjalanan lebih dulu, mereka akan menyusul belakangan.
Cukup banyak yang dialami Yo Bie Lan. Cuma saja disebabkan kepandaiannya
memang tinggi dan mahir sekali, terutama ilmu silat yang dimilikinya
berasal dari tokoh-tokoh sakti dengan begitu, tidak pernah Yo Bie Lan
kena dirubuhkan orang. Dengan mudah selalu ia menghajar penjahat.Sebagai seorang gadis yang sangat cantik dan jelita, tentu saja sepanjang
perjalanan ia selalu menarik perhatian kaum laki-laki hidung belang. Juga
tidak sedikit kaum penjahat yang naksir melihat kecantikannya dan
mengandung maksud buruk. Selalu saja Yo Bie Lan dapat menghadapi mereka
dan menghajarnya malah.
Sampai akhirnya Yo Bie Lan bertemu dengan Kim Lo dan memang ia merasa
aneh untuk sepak terjang Kim Lo. Orang yang akhirnya diketahui baru
berusia duapuluh tahun itu.
Ia tidak mengerti Kim Lo selalu menutupi mukanya. Kepandaiannya juga
sangat tinggi. Malah yang membuat Yo Bie Lan akhir-akhir ini sering
memikirkan Kim Lo, ialah pemuda itu mengakui ia sebagai cucu Oey Yok Su!


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sepanjang perjalanan, ia jadi semakin penasaran memikirkan hal Kim Lo,
karena belum lagi bisa melihat bagaimana rupa dan tampang muka si pemuda.
Tampankah ia? Cakapkah ia? Atau memang pemuda itu memiliki wajah yang
buruk atau terlalu buruk sekali, sehingga mukanya perlu selalu ditutupi
dengan kain putih?
Benar-benar Bie Lan tidak habis mengerti. Dan ia bertekad di dalam
hatinya, kelak di Yang-cung, ia akan berusaha membuka tutup muka Kim Lo,
agar ia bisa melihat bentuk muka Kim Lo. Dan ia memang akan melakukan itu
dengan cara apapun juga.
Selama belum berhasil melihat muka Kim Lo yang sebenarnya, selama itu
pula Bie Lan akan penasaran. Terlebih lagi memang ia mewarisi adat dan
tabiat dari kakeknya, yaitu Sin-tiauw Tay-hiap Yo Ko yang paling terkenal
keras hati dan tidak mau menyerah dengan kesukaran apapun yang
dihadapinya.
Dan Bie Lan pun demikian pula halnya. Selama ia belum berhasil memenuhi
keinginannya, selama itu pula ia akan berusaha sekuat tenaganya!
<>
Bulan mengambang sepotong di langit, awan tidak tampak. Cukup gelap,
menyelimuti kota Yu-kang. Sebuah kota yang tidak begitu besar, tapi cukup
padat penduduknya, karena sebelah selatan kota itu terletak kota Li-sung.
Dan jika berjalan ke arah barat orang akan tiba di dusun Yang-cung dan
akhirnya pergi tigapuluh lie lebih lagi akan sampai di kota Lam-shia,
sebuah kota yang besar dan sangat ramai. Tidak terlalu mengherankan kalau
kota Yu-kang pun termasuk kota yang ramai.
Dalam kesunyian malam tampak keadaan kota Yu-kang seperti mati dan sepi
sekali. Tidak terlihat orang berlalu lalang. Cuma tampak lampu tengloleng
menyala dan juga memang terlihat keadaan di kota itu keamanan rupanya
terjamin, sebab jarang sekali terlihat penjaga malam.
Dalam kesunyian seperti itu, di antara desir angin yang berkesiuran
sangat kencang, tampak sesosok bayangan yang tinggi besar, tengah
berlari-lari di atas genting. Gerakan orang itu sangat lincah sekali,
karena ia berlari dengan mempergunakan gin-kang yang tinggi sehingga
ringan sekali.
Ia melompat dengan pesat sekali, seakan juga bayangan hantu yang tengah
gentayangan di tengah malam buta. Samar-samar dikejauhan terdengar suara
kentongan dipukul dua kali, malam telah larut benar.Sosok bayangan tersebut terus juga melompat di atas genting-genting rumah
dan akhirnya berhenti di sebuah bangunan. Ia tidak segera turun. Ia
mendekam di atas genting, seakan juga tengah melihat situasi dan keadaan.
Setelah merasa bahwa gedung bertingkat dua itu aman dan tidak ada yang
jaga, ia baru melompat turun, ringan sekali. Kakinya hinggap di tanah
tidak menimbulkan suara sedikitpun juga. Gin-kang yang mahir sekali.
Segera ia menuju ke belakang gedung. Ia melihat jendela kamar yang masih
terang benderang. Ia telah mengetuk perlahan jendela itu dua kali.
Api penerangan di dalam kamar itu padam. Keadaan sunyi sekali. Kemudian
tampak daun jendela terbuka perlahan-lahan.
Yang membuka daun jendela itu ternyata seorang wanita cantik. Usianya
tidak muda lagi, mungkin telah tigapuluh tahun, atau mungkin juga lebih.
Tapi kecantikan wajahnya sangat menyala sekali, mungkin jarang ada gadisgadis jelita yang bisa menandingi kecantikan wanita ini. Ia tampak
berseri-seri girang.
"Akhirnya Taysu datang juga.......!" Katanya dengan suara yang gembira.
"Sst, jangan ribut-ribut, mereka baru saja tidur...... mari masuk,
Taysu!"
Orang bertubuh tinggi besar itu mengiakan dengan suara perlahan. Mudah
saja ia melompat masuk ke dalam kamar itu melewati jendela yang terbuka.
Daun jendela tertutup lagi.
Keadaan di dalam kamar itu gelap pekat, tapi memang keadaan seperti
itulah yang dikehendaki wanita cantik dan tamu tidak diundang itu.
Malah, orang yang dipanggil Taysu itu telah melangkah menghampiri wanita
cantik tersebut. Ia merangkul wanita ini. Iapun bernapas memburu dan
hangat sekali.
"Ahh, kekasihku. kau rupanya setia menantikan aku!" bisik orang yang
dipanggil dengan sebutan kebesaran seorang pendeta itu, "Aku benar-benar
sangat merindukan kau!"
Wanita cantik itupun membalas merangkul orang tersebut. Akhirnya ia
menghela napas dalam-dalam.
"Taysu, semula kuduga kau akan menyalahi janji dan batal datang,
mengingat suamiku akhir-akhir ini menempatkan penjagaan yang ketat sekali
di sekitar tempat ini!" Perlahan suara wanita cantik itu, seperti
berbisik.
"Walaupun suamimu menempatkan seribu tentara untuk menjaga gedung ini,
tidak nantinya ia bisa membendung kedatanganku ini! Hemm, aku tetap akan
datang menemui kau, kekasihku!"
Begitulah, dua orang itu bercumbu dengan asyik. Keadaan di luar kamar
sangat sunyi dan sepi. Cuma samar-samar terdengar suara binatang malam.
Akhirnya laki-laki bertubuh tinggi besar itu telah membuka kopiahnya. Ia
ternyata berkepala gundul.Memang tadi ia mempergunakan kopiahnya itu untuk melindungi kepalanya
yang gundul. Ia ternyata seorang pendeta, karena jubah luarnya telah
dibuka dan tampak jubah kependetaannya yang melekat di tubuhnya.
Wanita cantik merangkul dan memeluk si pendeta lagi, ia bilang: "Taysu,
kau sebagai guru negara, tentu kekuasaanmu sangat besar sekali! Minta
saja kepada Hong-siang, agar suamiku ini dilempar ke daerah yang jauh
sekali untuk menjalankan tugasnya yang baru.
"Aku dengan berbagai alasan tidak akan ikut serta dengannya. Aku akan
berusaha untuk berdiam terus di sini! Dengan demikian kita bisa melakukan
segala apa pun dengan sebaik-baiknya!"
Pendeta itu tertawa.
"Jangan berpikir seperti anak kecil!" Katanya kemudian dengan suara yang
sabar. "Dengan cara inipun suamimu tidak bisa membendung rasa rindu kita!
"Bukankah sampai sekarang pun mereka tidak mengetahui apa yang kita
lakukan? Suamimu dan juga anak buahnya, mereka merupakan manusia-manusia
bodoh tidak punya guna!"
Wanita cantik itu tertawa kecil dan genit sekali. Ia mencubit perut si
pendeta.
"Taysu, memang yang enak adalah barang curian, ya?" tanya wanita itu
berbisik genit. "Dengan cara mencuri-curi seperti ini mungkin lebih
mengasyikkan, kan?"
Pendeta itu mengangguk.
"Kukira memang begitu, dengan cara mencuri-curi seperti ini kita
melakukannya lebih mengasyikan dengan sepenuhnya dan juga kebahagiaan
yang lebih tebal.!"
"Tapi Taysu.!" Ragu-ragu wanita cantik itu seperti berpikir
"Ada apa sayang?" tanya si pendeta.
"Ohh, Taysu, aku sangat takut kalau kelak kehilangan kau. Jika kelak kau
telah bosan padaku, kau tak akan datang mengunjungi aku lagi di saat
itu tentu aku akan berduka sekali karena kehilangan kau!"
"Jangan kuatir kekasihku! Aku tak mungkin meninggalkan kau! Akupun tidak
mungkin bisa hidup tanpa kau di sisiku! Aku akan selalu setia
mengunjungimu," bujuk si pendeta.
Wanita cantik itu menghela napas.
Pendeta itu menundukkan kepalanya, menciumi wanita cantik itu. Iapun
membisiki mesra: "Janganlah acara asyik bahagia ini kita rusak dengan
pikiran yang tidak-tidak!"
Akhirnya ia berbisik lagi: "Taysu......."
"Ya."
"Mengapa nasibku begini buruk?""Mengapa kau bicara seperti itu kekasihku? Bukankah sekarang kau
bahagia?"
"Ya!" Kata wanita cantik tersebut. "Jika saja suamiku itu seperti kau,
alangkah bahagianya aku. Walaupun sekarang ia sebagai pembesar negeri
yang memiliki kekuasaan besar, namun ia tidak berarti apa-apa untukku!
"Aku lebih bahagia jika ia sebagai rakyat biasa tapi bisa melakukan
kewajibannya segagah kau, Taysu.!"
Pendeta itu tersenyum.
"Bukankah kekurangan yang selama ini kau rasakan telah terpenuhi olehku?"
bisik si pendeta.
"Ya, tapi aku tak akan kekal. Sewaktu-waktu akan hancur dan
punah.......!"
"Mengapa begitu?"
"Aku yakin. sewaktu-waktu kita akan berpisah! Dan diwaktu itulah aku
tak akan memperoleh lagi segalanya.!"
Pendeta itu tertawa lagi.
"Sudahlah, kita jangan memusingkan urusan yang akan datang! Yang
terpenting sekarang, kita menikmati kebahagiaan kita!"
"Taysu.betapa bahagianya aku..!"
"Ya, kau memang akan bahagia kekasihku!"
"Dan aku akan lebih bahagia lagi, jika lelaki yang bisa memberikan
kebahagiaan kepadaku menjadi milikku!"
"Sudahlah kekasihku, mengapa kau berpikiran sejauh itu......."
"Kau seorang pendeta jelas kau tidak mungkin bisa mengawini aku.!"
"Kau ada-ada saja, kasihku!"
"Sering terpikir olehku, betapa bahagianya jika Taysu mau mengajakku
meninggalkan tempat ini, menjadi suamiku, dan kita tinggal di sebuah
tempat yang sepih jauh dari keramaian. Kita berdua menikmati kebahagiaan
kita.!" Menggumam wanita itu lagi.
Pendeta itu tidak menyahuti lagi.
"Aku telah terpikiran Taysu.," Kata wanita cantik itu lagi.
"Ya!"
"Alangkah baiknya jika.... jika...."
"Jika apa, kekasihku?"
"Bagaimana kalau Taysu membantu membinasakan suamiku?" Tanya wanita
cantik itu.
Pendeta itu agak terkejut. Ia mengangkat kepalanya."Maksudmu kasihku?" Tanyanya.
"Sesungguhnya, jika saja kita bisa membereskan tua bangka itu, berarti
seluruh hartanya akan jatuh ke tanganku! Dan kita boleh menikah! Kau
boleh meninggalkan kependetaanmu, kau memelihara rambut lagi. Kau menjadi
suamiku. Dan kau akan memperoleh seluruh harta warisan suamiku!"
Pendeta itu tertawa kecil.
"Aku tidak tertarik dengan harta kekasihmu? Aku lebih tertarik padamu
yang cantik jelita!" Kata si pendeta.
"Tapi Taysu.!"
"Sudahlah, kita jangan mempersulit diri kita dengan urusan yang bukanbukan," Kata si pendeta. "Bukankah dengan demikian, tanpa perlu menempuh
sesuatu yang ada resikonya, kita sudah bisa menikmati kebahagiaan kita?"
Perempuan cantik itu menghela napas.
"Baiklah Taysu...!" Katanya.
Dan ia pun telah merobah sikap
Wanita cantik itu memang benar-benar seorang wanita yang hebat dalam
segalanya.
Pendeta itu sudah ditunggangi oleh iblis yang menari-nari di atas
kepalanya yang gundul.
Pendeta itu terkulai lemas di samping perempuan itu. Dan mereka tampaknya
lesu sekali.
"Aku sesungguhnya ingin tidur disini sampai menjelang fajar!"
"Tidurlah..!"
"Aku kuatir nanti suamimu datang mengunjungimu!"
"Jangan kuatir! Dia tak mungkin datang seperti hari-hari sekarang. Tua
bangka tidak berguna. Ia datangpun untuk apa?"
Pendeta itu menghela napas.
Mendadak si pendeta seperti teringat sesuatu, ia tersentak.
"Aku harus pergi.......!" katanya.
"Ohh, jangan. nanti saja, Taysu!" perempuan cantik itu memeganginya,
mencegah ia pergi.
"Tapi kekasihku, aku tokh akan sering-sering datang kembali ke mari!"
kata si pendeta membujuk. "Lepaskanlah!""Jangan Taysu.!"
"Tapi ada sesuatu yang perlu kuurus!"
"Nanti saja....... tidak kau kasihan padaku, Taysu?" kata wanita cantik
itu manja.
"Jika terlambat bisa membahayakan jiwa kawan-kawanku!" Kata pendeta itu.
"Tapi aku masih membutuhkan kau, Taysu.!" Kata wanita cantik itu.
Namun si pendeta tetap tak memperdulikannya. Ia menarik tangannya
sehingga terlepas dari cekalan si wanita cantik.
Kemudian ia bilang: "Sebenarnya kami sedang menuju ke Yang-cung, untuk
menumpas kaum pemberontak! Jika memang berhasil, maka aku akan segera
kemari lagi!"
"Taysu.!"
"Ya..!"
"Tentunya lama sekali kau baru bisa datang ke mari?" Tanya wanita cantik
itu. "Aku usahakan untuk cepat-cepat berada di sisimu kekasihku. Akupun sangat
merindukan kau!" Kata pendeta itu.
"Tapi Taysu....... kau jangan membohongi aku, ya?"
"Percayalah, aku tidak membohongi kau, kekasihku!"
"Taysu.!"
"Aku pergi sekarang.!"
"Ohh, kau tega meninggalkan aku sekarang? Fajar masih akan lama
menyingsing, aku masih membutuhkan kau, Taysu!"
"Maafkan kekasihku, aku perlu pergi cepat-cepat.......!" Dan si pendeta
menghampiri jendela membukanya, ia melompat keluar.
Tapi waktu tubuhnya tengah melayang ke luar melewati jendela itu, tibatiba dari arah luar jendela itu menyambar serangkum angin keras dan kuat
sekali.
Si pendeta yang tak menyangka akan terjadi hal seperti itu, seketika
dadanya kena terhajar telak, tubuhnya terjengkang masuk ke dalam kamar.
Bukan main kagetnya wanita cantik itu. Ia melompat turun dari
pembaringan.
"Kenapa kau, Taysu?" Tanya perempuan cantik itu berkuatir sekali.
Pendeta itu banar-benar tangguh. Walaupun ia terhantam kuat sekali di
dadanya oleh pukulan lawannya yang membokong dari luar jendela, namun ia
bisa segera melompat bangun berdiri."Tidak apa-apa......., ada orang yang menyerangku!" Sambil berkata
begitu, segera si pendeta melompat keluar jendela. Ia masih sempat
melihat sesosok bayangan tengah berlari menjauh ke arah selatan.
Tidak buang waktu lagi ia mengejar orang itu.
"Bangsat! Jika dapat kukejar akan kupatahkan batang lehermu!" Menggumam
si pendeta sambil mengerahkan gin-kangnya dan mengejar dengan cepat!
Waktu itu orang yang tadi menyerang si pendeta, telah berlari terus
dengan gesit. Gin-kangnya pun tidak lemah. Dari genting yang satu ia
melompat ke genting rumah yang lainnya. Kemudian iapun membelok ke barat.
Pendeta itu tidak mau melepaskan orang buruannya, karenanya ia mengejar
terus!
Setelah kejar mengejar sampai di luar kota, tampak sosok bayangan yang di
depan berhenti berlari berdiri tegak menantikan tibanya si pendeta.
Pendeta itu cepat sekali tiba di dekat orang yang tadi membokongnya. Di
bawah sinar rembulan, ternyata si pendeta berusia antara empatpuluh tahun
lebih.
Tubuhnya tinggi tegap dan alisnya sangat tebal sekali. Wajahnya juga
bengis dan rupanya ia seorang pendeta yang kasar dan tegas dalam
memutuskan suatu tindakan.
Sedangkan orang yang diburu si pendeta itu adalah seorang laki-laki
berusia limapuluh tahun lebih. Tubuhnya sedang-sedang saja. Ia memelihara
kumis dan jenggot yang sudah dua warna kelabu. Dengan berani orang itu
tegak menantikan si pendeta.
"Hemmm, manusia pengecut kau tidak mungkin lolos dari tangan Loceng!"
bentak si pendeta dengan suasa yang bengis, dan ia tidak menahan langkah
kakinya. Ia menerjang terus ke depan dibarengi dengan tangannya sudah
mencengkeram.
Tapi orang itu mengelaknya. Ia mendengus.
"Pendeta cabul, kau harus dimusnahkan! Kali ini kau jangan harap bisa
lolos dari kematian!"
Dan sambil berkata begitu, orang ini selesai berkelit segera membalas
menyerang. Tidak ringan hantaman tangannya.


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Menyusul dengan mana berkelebat sinar terang yang keperak-perakan.
Rupanya sambil menyerang, tangan kanan orang itu telah menghunus
pedangnya, yang dipakai menikam perut si pendeta.
Pendeta itu merandek. Ia melihat pukulannya telah digagalkan orang itu,
malah orang tersebut balas menyerangnya. Dengan demikian ia tidak berani.
Segera ia berobah kedudukannya.
Ia menarik pulang tangannya. Kemudian ia mengebut dengan lengan jubahnya
bergantian.
Kebutan lengan bajunya itu mengandung tenaga yang kuat sekali,
berkesiuran dengan membuat pedang orang itu yang menikam tersampok ke
samping dan hampir saja pedang itu terlepas dari cekalannya. Untung sajaorang tersebut cepat-cepat mencekal lebih kuat sehingga pedangnya tidak
sampai terlepas.
Waktu itu dengan mengeluarkan suara erangan perlahan tampak orang tua itu
menikam lagi. Apa yang dilakukannya memang cukup hebat, karena pedangnya
menyambar sambil mengeluarkan kesiuran angin yang tajam sekali.
Ia rupanya memang menyadari pendeta itu memiliki kepandaian yang tinggi.
Dan dia tidak boleh main-main, berarti ia harus secepat mungkin
merubuhkan lawannya ini.
Si pendeta benar-benar tangguh. Walaupun ia bertangan kosong dengan
mengandalkan lengan bajunya, ia selalu bisa menghalau serangan lawannya.
Bahkan ia telah mendesak orang tua itu, yang jadi main mundur.
Diam-diam orang tua itu jadi terkejut bukan main. Ia tidak menyangka
pendeta ini memiliki kepandaian yang demikian tinggi.
Ia memang mendengar dari beberapa orang kawannya, kepandaian si pendeta
sangat liehay. Namun ia tidak menyangka akan setinggi ini, sedangkan
kepandaian orang tua itu sendiri sebetulnya pun sangat tinggi karena ia
termasuk salah seorang dari tokoh rimba persilatan.
Sebelumnya ia menganggap enteng si pendeta, namun setelah bertempur ia
ketemu batunya. Iapun baru menyadari bahwa kepandaiannya masih berada
satu tingkat di bawah si pendeta.
Waktu itu terlihat jelas, si pendeta tidak pernah menghentikan
desakannya, karena ia terus mendesak dengan hantamam lengan jubahnya
dengan bertubi-tubi dan memaksa lawannya selalu main mundur akibat
desakan itu.
"Kawan-kawan keluarlah kalian!"
Tiba-tiba orang tua itu berseru dengan suara nyaring sekali. Rupanya ia
sudah tidak sanggup menghadapi terjangan si pendeta, dan ia terdesak
jatuh di bawah angin.
Waktu itu tampak dari balik tempat yang gelap, dari genting rumah
penduduk, telah melompat empat sosok tubuh yang sangat gesit sekali. Di
tangan empat sosok itu mencekal senjata tajam.
Mereka tidak bicara sepatah katapun juga, begitu menyerang si pendeta
dengan senjata masing-masing. Mereka inilah rupanya empat orang kawan si
orang tua yang jadi lawan si pendeta.
Dikeroyok berlima seperti itu, terjadi perubahan. Si pendeta mengalami
kesulitan.
Karena jika tadi dia bisa mendesak orang tua yang menjadi lawannya jatuh
di bawah angin. Sekarang ia tidak leluasa lagi buat mendesak terus,
karena ia harus menghadapi empat orang lawannya yang lainnya.
Kepandaian empat orang yang baru muncul itu tidak selihay orang tua yang
menjadi lawannya. Akan tetapi jumlah mereka banyak dan ini telah membuat
si pendeta benar-benar jadi terdesak juga.
Malah suatu kali, murka sekali si pendata. Dia menghantam kuat, karena
lengan jubahnya kena diserempet golok lawannya yang seorang sampai robek!
Ia jadi ganas, dan hendak membunuh lawannya itu.Akan tetapi orang tua itu dengan empat orang kawannya selalu bertempur
dengan cara bergerilya. Dan mereka tidak pernah menyerang dari jarak
dekat.
"Kalian akan Loceng mampusi!" teriak si pendeta dengan suara bengis.
"Sebutkan dulu siapa kalian?"
Orang tua itu mendengus dingin.
"Kami adalah orang-orang yang ingin membasmi kecabulan!" Menyahuti orang
tua itu.
Ke empat orang kawan orang tua itu adalah orang-orang yang setengah baya.
Tubuh mereka rata-rata tinggi tegap dan memiliki tenaga yang kuat, di
samping memang mereka memiliki kepandaian yang tinggi.
Karena itu, mereka menyerang membuat si pendeta tidak memiliki banyak
kesempatan. Tidak sepatah perkataan juga yang mereka ucapkan, karena
mereka cuma menyerang terus dengan penuh perhitungan.
"Jika memang kalian tidak mau menyebutkan nama kalian, terpaksa hari ini
Loceng memberitahukan pantangan membunuh manusia tidak bernama!" Berseru
si pendeta. Sepasang tangannya bergerak-gerak sangat hebat, tubuhnya
melompat ke sana ke mari dengan gin-kang yang tinggi sekali.
Namun lawan-lawannya juga telah bertempur dengan penuh perhatian dan
mengerahkan kepandaian mereka. Dengan begitu mereka jadi bertempur tambah
seru seakan juga hendak mempertaruhkan jiwa.
Ada yang membuat pendeta itu sakit hati dan mendongkol bukan main. Dia
memiliki kepandaian yang tinggi, cuma saja kali ini ia seakan juga tidak
berdaya buat menghadapi dan merubuhkan lawan-lawannya.
Suatu kali, karena darahnya meluap, cepat sekali ia menghantam lawannya
yang di sebelah kanan, di mana ia telah menghantam dengan mengerahkan
tenaga lweekang yang kuat. Orang itu menjerit dengan suara menyayatkan.
Tubuhnya terhuyung dan mukanya pucat pias, malah tidak lama kemudian dia
memuntahkan darah segar!
Mempergunakan kesempatan si pendeta tengah menyerang kawannya, orang tua
itu menikam dengan pedangnya. Ia mempergunakan jurus "Naga Mengangguk
Tiga Kali". Pedangnya itu menyambar hebat sekali, dan "Cep!"
Pundak si pendeta kena ditikam. Si pendeta kaget dan kesakitan.
Namun waktu itu justeru orang tua itu menggentak pedangnya, maka terkoyak
daging si pendeta. Darah menyembur keluar.
Tubuh si pendeta terhuyung, dia kaget dan kesakitan dengan tangan kirinya
memegangi lukanya itu.
"Pendeta cabul, sekali ini kau harus mampus di tangan kami!" Teriak orang
tua dengan pedangnya berkelebat-kelebat lagi menyambar si pendeta.Pendeta itu tengah kesakitan, dia juga tengah kaget. Tapi melihat ancaman
buat keselamatan jiwanya, dia mengelak ke sana ke mari cepat sekali. Dia
berlaku gesit.
Cuma saja, pikirannya juga bekerja keras. Ia tengah memikirkan cara untuk
meloloskan diri.
Ia tahu, percuma saja ia melayani terus lawan-lawannya itu. Kalau tokh
dia bisa merubuhkan lawan-lawannya lebih banyak, tentu ia sendiri pun
terancam oleh lawan-lawannya itu kemungkinan saja dia bisa terluka lebih
parah.
"Baik! Kali ini Loceng mengampuni jiwa anjing kalian!" Teriak si pendeta
bengis. "Nanti Loceng akan datang melakukan perhitungan.......!"
Setelah berkata begitu, ia mengelakkan dua serangan lawannya, kemudian
menjejakkan kakinya. Dia telah melesat menjauhi diri, memutar tubuhnya
dan kemudian berlari dengan mengempos gin-kangnya.
Orang tua itu mana mau membiarkan si pendeta meloloskan diri begitu saja.
Terlebih lagi ia melihat si pendeta sudah berhasil dilukai, sehingga si
pendeta niscaya tidak leluasa buat bergerak guna menghadapi mereka lagi.
Ia yakin, jika pertempuran itu berlangsung lebih lama lagi akhirnya dia
bersama kawan-kawannya akan dapat merubuhkan si pendeta dapat
membunuhnya. Maka ia membentak, "Mau lari ke mana kau?" sambil membentak
begitu, dia mengejar.
Kemudian dia pun berseru kepada kawan-kawan: "Kejar.! Mampusi keledai
gundul itu!"
Tiga orang kawannya mengejar juga, sedangkan yang seorang, yang terluka,
berdiri dengan muka pucat. Dia tidak ikut mengejar.
Pendeta itu berlari dengan pesat, akhirnya dia bisa melenyapkan jejaknya
dengan masuk menerobos ke dalam sebuah rimba. Memang orang tua itu
bersama tiga orang kawannya tak berani menyusul masuk ke dalam rimba
tersebut.
Di dalam kalangan Kang-ouw memang terdapat pantangan, bahwa musuh yang
lari masak ke dalam hutan, tak usah dikejar terus.
Si pendeta berlari terus menerobos ke dalam hutan itu. Matahari pagi
mulai muncul sinarnya belum begitu terang. Fajar sudah menyingsing.
Akhirnya setelah merasa aman dan mengetahui lawan-lawannya tak mengejar
lebih jauh, si pendeta menjatuhkan diri duduk bersila beristirahat di
bawah sebatang pohon.
Hatinya penasaran bukan main. Coba jika saja malam itu ia tidak dengan
perempuan cantik itu, jelas tenaganya tak akan berkurang.
Ia akan lebih baik lagi menghadapi lawan-lawannya. Justeru disaat
tubuhnya tengah lemah, ia harus bertempur dengan lima orang lawannya yang
memiliki kepandaian tidak rendah.
Setelah duduk mengasoh sejenak, si pendeta bangkit lagi. Ia melihat
lawan-lawannya memang tidak mengejarnya. Ia menghela napas dalam-dalam."Hemmm, tentu mereka kaki tangannya Wie Taijin.!" Berpikir si pendeta.
"Lihatlah! Pu San Hoat-ong tidak akan menyudahi urusan sampai di sini
saja. Akan ada buntutnya dan pembalasannya!"
Sambil menggerutu seperti itu, ia telah melangkah pergi ke luar dari
hutan itu, untuk kembali masuk ke dalam kota.
Siapakah pendeta itu, yang cabul? Dia memang Pu San Hoat-ong, salah
seorang dari empat orang Guru Negara yang bekerja pada Kaisar Tay Goan
Kublai Khan!
Empat orang Guru Negara tersebut merupakan pembunuh yang paling bisa
diandalkan oleh Hoat-su ataupun Penasehat Negara, yaitu Bun Ong Hoat-ong.
Memang sengaja Pu San Hoat-ong bersama tiga orang saudara seperguruannya
yaitu Pu-lie Puyang dan Pumie, diundang ke kota raja bekerja pada Kublai
Khan dan semua itu adalah usaha Bun Ong Hoat-ong.
Dengan adanya mereka, sangat jelas kekuatan pasukan inti Kublai Khan ini
benar jauh lebih kuat. Juga memang Kublai Khan memiliki maksud tertentu,
yaitu memiliki jago-jago gagah yang bisa mengawasi gerak-gerik jago-jago
bangsa Han yang bekerja di bawah panji kerajaannya.
Walaupun jago-jago Han itu memperlihatkan sikap setia mereka, justeru
Kublai Khan kuatir sewaktu-waktu mereka bisa berontak ataupun mengadakan
sesuatu yang merugikannya. Dengan adanya empat guru negara ini maka
mereka semua bisa awasi.
Justeru belakangan ini Kublai Khan mendengar bahwa di Yang-cung akan
diselenggarakan pertemuan orang-orang gagah, buat menyambut seseorang
yang akan datang ke sana, untuk bertemu dengan para orang gagah. Malah
Kublai Khan pun telah menerima berita bahwa orang itu adalah cucu Oey Yok
Su! Kuatir nanti timbul pergerakan lagi di antara orang-orang itu, Kublai
Khan perintahkan Pu San Hoat-ong untuk memimpin beberapa orang jago silat
kelas satu yang memiliki kepandaian tinggi. Mereka terdiri dari jago-jago
Mongol dan bangsa Han, buat mengacau pertemuan yang, akan diadakan oleh
para pendekar gagah di Yang-cung!
Justeru Pu San Hoat-ong dengan orang-orangnya tiba di Yu-kang, kota yang
terpisah tidak jauh lagi dari Yang-cung. Ia mengajak rombongannya buat
berdiam di kota itu dulu, guna menantikan waktu yang ditunggunya tiba.
Disamping itu merekapun bisa mempersiapkan segalanya.
Cuma saja, Pu San Hoat-ong seorang pendeta cabul yang senang wanita
cantik, diam-diam setiap kali ia berkeliaran. Ia mencari mangsanya. Anak
isteri penduduk diperkosanya.
Selama berada di kota Yu-kang tersebut, rombongan Pu San Hoat-ong
dilayani oleh Walikota, Wie Sung. Ia setiap hari menyelenggarakan pesta
buat rombongan pahlawan istana Kaisar tersebut.
Wie Sung Taijin memiliki isteri yang cantik, tapi tidak setia, bernama Ko
Lie Lie. Memang Wie Sung Taijin setiap hari sibuk dengan tugas dan
pekerjaannya, maka dari itu ia seakan juga menelantarkan isterinya.
Terlebih lagi belakangan ini Wie Sung Taijin telah mengambil dua orang
isteri muda sehingga giliran buat Ko Lie Lie kurang sekali.Dalam suatu perjamuan yang diadakan oleh Wie Sung Taijin buat rombongan
pahlawan istana Kaisar tersebut, Ko Lie Lie bertemu dengan Pu San Hoatong. Justeru malamnya Pu San Hoat-ong menyatroni gedungnya, di mana
justeru Ko Lie Lie memberikan sambutan.
Ia melayani Pu San Hoat-ong. Terlebih lagi memang Pu San Hoat-ong
memiliki lweekang dan ilmu silat yang tinggi. Dengan begitu hubungan
gelap mereka berlangsung terus dari hari ke hari.
Pu San Hoat-ong pun puas menerima layanan Ko Lie Lie, yang justeru,
seorang perempuan itu cantik.
Demikianlah Pu San Hoat-ong tidak pernah mencari mangsa lainnya. Ia
selalu datang buat mengadakan hubungan gelap dengan Ko Lie Lie.
Apa lacur, justeru hubungan gelap mereka akhirnya terendus oleh Wie Sung
Taijin. Walikota ini murka bukan main waktu seorang pelayan Ko Lie Lie
melaporkannya.
Semula Walikota tersebut bermaksud menangkap Pu San Hoat-ong dan
mengadilinya, kemudian menghukumnya. Tapi akhirnya Wie Sung Taijin
berpikir jauh lagi.
Kalau sampai ia menangkap Pu San Hoat-ong dan menghukumnya, jelas Kaisar
tidak senang. Dan hal ini akan menimbulkan urusan buat keselamatan Wie
Sung Taijin sendiri.
Akhirnya ia menekan perasaan murkanya. Ia perintahkan agar anak buahnya
yang memiliki ilmu tinggi buat menangkap basah Pu San Hoat-ong dan
membunuhnya.
Dengan cara demikian Wie Sung Taijin ingin mengatur segalanya itu terjadi
seakan-akan Pu San Hoat-ong dibunuh penjahat. Dan bisa saja dosa itu
ditimpahkan nanti pada orang-orang Han yang akan berkumpul di Yang-cung,
para pendekar gagah yang memang menantang kekuasaan Kublai khan. Dengan
demikian Wie Sung Taijin bisa mencuci tangan.
Siapa tahu, kepandaian Pu San Hoat-ong memang sangat tinggi. Walaupun
orang-orang yang dikirim Wie Sung Taijin terdiri dari jago-jago yang
memiliki kepandaian tinggi, tokh mereka tak bisa berbuat apa-apa.
Dengan begitu, Pu San Hoat-ong terlepas dari kematian.
Dan sekarang justeru yang ketakutan adalah Wie Sung Taijin dengan orangorangnya. Mereka kuatir kalau saja Pu San Hoat-ong mengetahui yang
mengeroyoknya adalah orang-orang yang dikirim Wie Sung Taijin, berarti
mereka akan memperoleh kesulitan.
Wie Sung Taijin mengambil keputusan yang cepat setelah gagal untuk
membunuh Pu San Hoat-ong. Ia perintahkan anak buahnya untuk membunuh
isterinya sendiri, yaitu Ko Lie Lie. Malam itu juga Ko Lie Lie
dibinasakan.
Besok paginya, penduduk gempar dengan kematian Ko Lie Lie, isteri
Walikota tersebut. Sedangkan Walikota tersebut mengeluarkan pengumuman
buat mencari penjahat yang telah membunuh isterinya untuk menutupi
perbuatannya sendiri! Ia seakan-akan sibuk mengerahkan orang-orang buat
menyelidiki siapa pembunuhnya Ko Lie Lie itu!Ia pun telah mengumumkan, penjahat yang membunuh isterinya adalah orangorang Han yang akan berkumpul di Yang-cung! Dengan demikian Wie Sung
Taijin cuci tangan melempar kesalahan kepada jago-jago yang akan
berkumpul di Yang-cung, dan ia pun ingin mengalihkan perhatian Pu San
Hoat-ong.
Ke lima orang jago Wie Sung Taijin yang telah mengeroyok si pendeta pun
telah disingkirkan. Sementara waktu itu mereka menyingkir ke tempat yang
jauh, menghindarkan diri dari pertemuan dengan si pendeta.
Pu San Hoat-ong memang jadi ragu-ragu. Sebelumnya ia menduga yang
mengeroyok adalah kaki tangan Wie Sung Taijin.
Akan tetapi sekarang justeru ia mengetahui isteri Wie Sung Taijin
terbunuh pada malam itu, dan Wie Sung Taijin mengutus orang-orangnya
untuk melakukan pengejaran dan pengusutan. Pembesar tersebut selalu
murung dan.
Terjadinya pada malam itu juga, pembunuhan Ko-lie-lie terjadi setelah
gagalnya pengeroyok terhadap si pendeta. Malah, ia melihat Wie Sung
Taijin telah mengerahkan jago-jagonya untuk menyebar diri di sekitar kota
tersebut, mencari si pembunuh yang diduga adalah pendekar-pendekar gagah
dari golongan bangsa Han, yang memang memusuhi kerajaan, yang tidak lama
lagi akan mengadakan pertemuan di Yang-cung!
Hati Pu San Hoat-ong jadi ragu-ragu. Ia jadi tidak bisa menuduh orang Wie
Sung Taijin yang perintah orang-orangnya mengeroyok dia.
Cuma saja sebagai orang yang cerdas, Pu San Hoat-ong pun merasakan adanya
permainan dalam usaha Wie Sung Taijin mengejar penjahat yang telah
membinasakan isterinya.......
Cuma sekarang Pu San Hoat-ong jadi ragu-ragu. Bahkan siang itu, waktu ia
dijamu oleh Wie Sung Taijin, di tengah-tengah rombongannya, Pu San Hoat

Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ong menyampaikan ikut berduka cita atas kematian isteri pembesar
tersebut. Malah Pu San Hoat-ong berjanji akan membantu menyelidiki siapa
pembunuh itu!
Wie Sung Taijin sepanjang hari selalu kelihatan murung sekali. Sikapnya
pada Pu San Hoat-ong dan rombongannya tetap manis, sama sekali tidak
terlihat tanda-tanda bahwa ia membenci si pendeta.
Maka hal ini, benar- benar membuat Pu San Hoat-ong jadi tambah ragu-ragu
dan tidak yakin bahwa yang malam itu mengeroyoknya adalah anak buah Wie
Sung Taijin.
Beberapa hari di kota Yu-kang selalu penduduk membicarakan soal
pembunuhan isteri Wie Sung Taijin. Mereka juga memang sebelumnya telah
digemparkan peristiwa-peristiwa perkosaan yang terjadi pada anak isteri
penduduk.
Keras dugaan mereka, semua itu dilakukan oleh rombongan Pu San Hoat-ong.
Karena begitu rombongan tiba di kota tersebut, maka peristiwa-peristiwa
tersebut terjadi.
Terlebih lagi memang Wie Sung Taijin pun merupakan pembesar yang kurang
disenangi penduduk. Sebagai pejabat kerajaan besar ini, ia seringkali
bertindak sewenang-wenang dengan mempergunakan tangan besi!Maka penduduk kota itu tidak yakin bahwa isteri pembesar itu maupun
isteri penduduk diganggu oleh para pendekar gagah yang akan mengadakan
pertemuan di Yang-cung.
Karena itu, banyak sekali kabar-kabar yang bertebaran di antara penduduk.
Bahkan mereka ingin menyaksikan, apa yang akan bergolak pula di kota Yukang ini.
Memang pada dasarnya Pu San Hoat-ong seorang pendeta cabul yang senang
wanita cantik. Setelah Ko Lie Lie mati, maka ia mencari mangsa lainnya.
Yang jadi sasarannya adalah isteri dan anak-anak penduduk yang
diperkosanya.
Dengan begitu, keamanan di kota Yu-kang benar-benar tergoncang dan
menggelisahkan penduduk.
Keadaan itu berlangsung terus, karena rombongan Pu San Hoat-ong memang
tengah menantikan tiba saatnya di mana para pendekar gagah bangsa Han
mengadakan pertemuan di Yang-cung. Dan selama itu pula, perkosaan
terhadap isteri dan anak gadis penduduk berlangsung terus, menggelisahkan
penduduk.
Juga Pu San Hoat-ong selain berusaha menyelidiki, siapa pembunuh Ko Lie
Lie, membuat Wie Sung Taijin sementara waktu tidak berani mengadakan
gerakan apa-apa. Ia berpura-pura buta dan tuli terhadap malapetaka yang
menimpa penduduk kota yang dipimpinnya tersebut.
Ia kuatir jika memang melakukan suatu tindakan, bisa menyebabkan
perbuatannya terbongkar oleh Pu San Hoat-ong.
Karena Wie Sung Taijin berdiam tidak mengambil tindakan apa pun juga.
Akhirnya membuat Pu San Hoat-ong dengan rombongannya dapat bertindak
lebih sewenang-wenang. Juga iapun dapat melakukan perkosaan setiap malam
terhadap anak isteri penduduk.
Pu San Hoat-ong seakan juga lupa diri. Ia sudah tidak memperdulikan
isteri atau anak penduduk yang mana. Jika memang ia menyukai tentu akan
di perkosanya.
Tak jarang, jika Pu San Hoat-ong membongkar jendela dan masuk ke kamar
seorang isteri penduduk. Jika bertemu dengan suami dari wanita yang
hendak diperkosanya, Pu San Hoat-ong tak segan-segan turunkan tangan
membunuh suami korbannya itu.
Semakin lama keadaan di kota Yu-kang semakin menggelisahkan dan tidak
aman. Sedangkan Pu San Hoat-ong dengan rombongannya semakin merajalela,
di samping itu juga, Pu San Hoat-ong tidak segan-segan buat merampas
harta penduduk yang tak berdaya.
Wie Sung Taijin sendiri kian menaruh dendam yang semakin dalam pada si
pendeta dan rombongannya. Cuma saja ia dalam keadaan tak berdaya.
Ia cuma memendam perasaan sakit hati dan dendamnya di dalam dasar
hatinya. Ia cuma seperti juga bom waktu, yang sewaktu-waktu dapat
meledak.Keamanan di kota Yu-kang kian hari kian memburuk. Dan perihal ini pun
telah tersiar luas ke kota-kota lainnya, bahkan banyak penduduk yang
merasa keamanan mereka tak terlindung.
Juga yang memiliki isteri maupun anak gadis yang cantik, mereka akan
menyingkir dulu ke kota lain, guna berlindung dari gangguan yang tengah
terjadi di kota Yu-kang.
Keadaan di kota tersebut kian hari kian sepi. Pu San Hoat-ong tak
memperdulikannya. Tetap saja ia mengganas dengan rombongannya, tanpa ada
keberanian sedikitpun pada Wie Sung Taijin buat menegur mereka.
Boleh dibilang di kota Yu-kang sudah jarang sekali terlihat wanita maupun
gadis-gadis cantik. Mereka semuanya sudah disingkirkan keluarga masingmasing ke kota lainnya.
Menyingkir buat sementara waktu sampai badai dan topan di kota Yu-kang
meredah. Barulah mereka akan diambil pulang ke kota ini lagi..
<>
Yo Bie Lan heran ketika memasuki kota Yu-kang. Karena ia melihat kota itu
sepi dan juga hampir semua penduduk kota yang bertemu dengannya
memperlihatkan sikap yang lesu dan wajah yang murung. Tak ada kegembiraan
di wajah mereka.
Memang cukup banyak orang yang berdagang, akan tetapi mereka umumnya
murung dan seakan menyimpan sesuatu rahasia yang membuat mereka bingung
dan ketakutan, seakan juga mereka tengah bersedih. Dan tidak ada
kegairahan pada mereka.
Yang membuat Yo Bie Lan jadi lebih heran, dia pun tidak pernah melihat
wanita di antara penduduk kota itu. Juga tampaknya memang semua penduduk
kota itu terdiri dari laki-laki belaka.
Memang ada di antara orang-orang yanp bersikap riang dan berseru dengan
girang seakan mereka tidak merasakan kemalangan yang tengah menimpah kota
Yu-kang tersebut. Mereka umumnya terdiri orang berwajah menyeramkan dan
bertubuh kasar.
Mereka adalah jago-jago kota tersebut, buaya darat atau juga memang
orang-orang kasar....... Jika sekali-kali Bie Lan bertemu dengan seorang
wanita, tentu itulah wanita yang telah lanjut usia.
Hadirnya Bie Lan di tengah-tengah kota Yu-kang tentu saja menarik
perhatian penduduk kota itu. Hampir semua orang yang bertemu dengan gadis
ini semuanya memandang dengan sorot mata yang bertanya-tanya. Banyak juga
yang memandang dengan penuh perasaan berkuatir buat keselamatan si gadis.
Gadis ini pun merasa canggung, karena ia melihat sikap mereka memandang
padanya seakan juga mereka melihat sesuatu yang aneh sekali!
Bie Lan semula tidak senang dan ingin menegur. Tapi setelah melihat
hampir semua orang memandang terheran-heran padanya, juga ada yang
memandang dengan kuatir, ia jadi membatalkan maksudnya.
Ia justeru malah merasakan apakah di dirinya terdapat sesuatu yang tidak
beres sehingga orang-orang itu semua memandangnya dengan tatapan mata
seperti itu.Akhirnya Bie Lan memasuki sebuah rumah makan. Ia pun dipandang oleh
pelayan maupun tamu-tamu rumah makan itu dengan sorot mata yang aneh.
Mereka semua seperti melihat sesuatu yang aneh sekali.
Ada lagi yang membuat hati Bie Lan jadi tidak enak. Karena ia melihat
dalam rumah makan itu pun tidak terlihat seorang tamu wanita!
Dia seorang belaka yang menjadi tamu di rumah makan tersebut, tamu
wanita. Sedangkan tamu-tamu lainya adalah tamu laki-laki yang semuanya
memperlihatkan sikap yang kasar dan lesu bercampur baur!
Tapi sebagai orang Kang-ouw, Bie Lan tidak jeri melihat keadaan seperti
itu. Terus juga ia memilih meja dan telah duduk dengan tenang. Sikapnya
tetap waspada, merasakan ada sesuatu yang tidak beres di kota Yu-kang
ini. Waktu itu pelayan menghampirinya ragu-ragu. Kemudian sambil tersenyum
takut-takut, ia bertanya: "Kouwnio. Kau ingin makan santapan apa?"
"Sediakan apa saja! Asal yang enak! Dan dua kati air teh!" kata si gadis.
Pelayan itu mengangguk, tapi ia belum juga pergi, untuk mempersiapkan
pesan si gadis. Tetap saja mengawasi si gadis dengan sikap takjub.
Habislah sabarnya si gadis.
"Mengapa kau mengawasiku terus menerus?" Tegur si gadis tidak senang,
"Apakah ada sesutu yang aneh dan ganjil pada diriku ini, heh?"
Pelayan itu kaget.
"Oh, maaf! Tidak Kouwnio. tidak Kouwnio!" Kata pelayan tersebut.
Segera ia memutar tubuhnya bergegas pergi ke belakang buat mempersiapkan
pesanan si gadis.
Kelakuan si pelayan membuat hati Bie Lan semakin heran dan tidak
mengerti. Ganjil sekali kelakuan si pelayan. Sama seperti laki-laki yang
lainnya, yang selalu memandang Bie Lan dengan tatapan seperti juga pada
diri Bie Lan ada sesuatu yang ganjil.
Tidak lama kemudian pelayan datang mengantarkan makanan yang dipesan Bie
Lan. Tapi sambil mempersiapkan makanan itu, mata si pelayan sering
mencuri pandang pada si gadis.
Selama itu, tamu-tamu lainnya di rumah makan tersebut pun mengawasi si
gadis terus menerus dengan sikap bertanya-tanya membuat Bie Lan mau atau
tidak akhirnya menjadi kikuk juga.
"Di mana rumah penginapan yang baik di kota ini?" Tanya Bie Lan waktu
pelayan tersebut tengah mempersiapkan santapannya di atas meja.
Pelayan itu merandek.
"Nona ingin bermalam di kota ini?" tanyanya, tampak sikap ragu-ragu.
Gadis itu mengangguk.
"Ya!""Tapi Kouwnio.!" Pelayan itu sangsi, kemudian dia mendekati si gadis,
dengan suara perlahan, ia membisiki perlahan sekali. "Lebih baik setelah
bersantap nona segera melanjutkan perjalananmu meninggalkan kota ini..
itu jalan yang terbaik buat nona!"
Tentu saja Bie Lan jadi heran oleh kata-kata dan sikap si pelayan. Tapi
iapun jadi tidak senang, walaupun dari sikap si pelayan ia mengetahui
bahwa pemuda itu tidak bermaksud jelek padanya.
"Mengapa begitu?!" tanya Bie Lan pada akhirnya. "Adakah memang aku
dilarang untuk menginap di kota ini? Atau memang ada larangan dari
Walikota yang melarang siapapun tamu asing bermalam di kota ini?"
Pelayan itu menggeleng.
"Bukan....... bukan begitu.......!" Kata si pelayan sambil mengawasi si
gadis dengan tatapan mata yang ragu-ragu.
"Hemmm, kau bicara yang jelas.......!"
"Tapi tidak bisa sekarang, Kouwnio.......!"
"Kenapa.?"
"Banyak orang! Nanti akan Siauwjin ceritakan!"
"Tidak apa-apa, mereka tidak akan mendengarnya........!" Desak si gadis.
Bie Lan ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di kota ini.
Bukankah sejak kedatangannya di kota ini ia selalu diawasi oleh semua
laki-laki yang berjumpa dengannya dengan pandangan yang aneh. Dan melihat
keadaan kota tersebut seperti ini, tentunya ada sesuatu yang tidak beres.
Pelayan itu baru saja ingin menyahuti dari sebelah kanan, terpisah kurang
lebih lima meja, terdengar teriakan:
"Pelayan.......!"
Pelayan itu tersentak kaget, ia segera menoleh, ia juga segera menyahuti:
"Baik! Baik! Siauwjin segera datang.......!"
Kemudian tanpa berani mengucapkan kata-kata apapun juga pada si gadis,
pelayan itu meninggalkan si gadis buat menghampiri orang yang
memanggilnya itu.
Orang yang memanggil pelayan itu adalah seorang laki-laki bertubuh tinggi
besar dan agak gemuk. Namun mukanya berewok dan bengis. Disampingnya
duduk seorang kawannya, yang mukanya juga bengis, tetapi tanpa berewok.
Pelayan itu cepat sekali sampai di depan kedua orang itu.
"Apakah ada tambahan makanan yang ingin dipesan, Loya?" tanya si pelayan.
Orang itu tersenyum.
"Tunggu, nanti kami beritahukan!" Kata orang itu. "Sekarang kami ingin
tanya kepadamu, siapa gadis itu?"
Muka pelayan itu berobah."Siauwjin mana tahu?" Jawabnya sambil membuka matanya lebar-lebar. "Baru
pertama kali gadis itu datang ke mari."
"Kau tidak tanya siapa namanya?"
"Tidak!"
"Kau juga tidak tanya apa maksudnya ia datang ke kota ini?" Tanya orang
itu lagi.
Pelayan itu menggeleng.
"Juga, tidak!"
"Kau harus memancing-mancingnya, agar gadis itu bicara! Nanti laporkan
kepada kami."
Pelayan itu ragu-ragu sejenak, namun segera ia mengangguk sambil bilang.
"Baik loya."
Orang itu merogoh sakunya, ia memberikan hadiah buat si pelayan tiga
tail.
Pelayan itu jadi kegirangan. Tapi, hatinya tidak tenang. Ia tahu siapa
dua orang tamu ini yang ia hormati dan juga menguatirkan sekali
keselamatan si gadis.
Walaupun bagaimana, sebetulnya hati kecil si pelayan tidak setuju untuk
memberitahukan perihal si gadis itu kepada ke dua orang itu. Juga
sebetulnya berat buat melaksanakan tugas yang diberikan orang itu.
"Pelayan!" Panggil Bie Lan, sambil menghentikan sumpitnya yang tengah
menjepit sepotong bai-som,
Pelayan itu setengah berlari menghampiri,
"Ada apa, Kouwnio?" tanyanya.
"Bikinkan Cap-sai-sah-bai!" pesan si gadis.
"Baik, Kouwnio!"
"Ayo pergi, mengapa masih berdiri di situ saja seperti patung?" kata Bie
Lan karena melihat pelayan itu tak segera pergi.
"Aku....... aku." si pelayan tampaknya jadi agak gugup, ia bicara
tergagap perlahan sekali.
"Kenapa?" Bie Lan heran bukan main.
"Siauwjin ingin mengatakan sesuatu.......!"
"Katakanlah! Apakah mulutmu sudah jadi kaku membuat kau tak bisa bicara
dengan lancar?" tanya si gadis.Pelayan itu menggelengkan kepalanya.
"Siauwjin ingin memberitahukan pada Kouwnio, keadaan di kota ini tak
aman, maka setelah selesai makan, nona silahkan melanjutkan perjalananmu
lagi!"
Setelah berkata begitu, tanpa menantikan jawaban si gadis, pelayan ini
memutar tubuhnya ia segera meninggalkan si gadis.
Bie Lan jadi tertegun heran. Tapi belum lagi dia bertanya sesuatu, si
pelayan telah pergi meninggalkannya.
Sebagai seorang yang cerdas, seketika Bie Lan menyadari bahwa pelayan itu
jelas bermaksud baik. Ia ingin memberitahukan padanya bahwa ada bahaya
yang sewaktu-waktu bisa mengincar dirinya.
Cuma saja, tampaknya pelayan itu tidak leluasa buat menyampaikan hal itu
kepadanya. Karenanya, si pelayan jadi salah tingkah.
Dan setelah memberitahukan hal itu, si pelayan juga pergi dengan segera,
seakan juga tidak pernah mengatakan apa-apa, membuktikan di ruang rumah
makan ini, pasti ada yang mengawasi, dan si pelayan kuatir nanti dia
dicurigai orang itu, telah membongkar rahasia.
Kemudian juga Bie Lan, memandang menyapu seluruh ruangan dengan matanya
yang tajam. Dia melihat hampir semua tamu-tamu yang berada di ruang makan
itu memang tengah mengawasi dirinya dengan sorot mata yang aneh sekali.
Bie Lan tertawa dingin, kemudian dengan tenang melanjutkan makannya, dia
menggerakkan sumpitnya dan meneruskan makannya dengan hati berpikir tidak
hentinya, karena diliputi perasaan heran.
"Mengapa kelakuan mereka aneh sekali? Mengapa si pelayan tidak berani
memberitahuban secara berterang?
"Atau memang pelayan itu mengetahui si jahat di ruang ini dan mengancam
keselamatanku, sehingga dia memberikan bisikan seperti itu?" Pikir Bie
Lan dalam hatinya.
Tapi biarpun Bie Lan berpikir keras, walaupun memang dia sangat cerdas,
tapi tetap saja ia tidak berhasil memecahkan persoalan tersebut.
Tidak lama kemudian pelayan telah membawa pesanannya. Meletakkan sayur
itu di atas meja.
"Untuk keselamatan juga, nona, setelah bersantap lebih baik kau
meninggalkan kota ini.......!"
Masih si pelayan memperingati begitu padanya. Tiba-tiba tangan Bie Lan
bergerak menyambar tangan si pelayan, ia mencekalnya, karena dilihatnya


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

si pelayan hendak pergi lagi.
Muka si pelayan jadi berobah pucat.
"Kouwnio.?" gugup sekali si pelayan.
"Tunggu dulu!" Kata si gadis. "Kau jangan pergi!"Setelah berkata begitu, si gadis merogoh sakunya. Ia mengeluarkan sepuluh
tail perak. Disesapkan ke dalam tangan si pelayan, dan ia bilang,
"Kau jangan takut, beritahukan padaku, apakah di ruang makan ini ada si
jahat yang mengancam keselamatan? Jika memang benar, kau tidak perlu
kuatir, nanti aku hajar si jahat itu setengah mampus!"
Pelayan itu jadi kesima menerima hadiah sebesar itu, juga mendengar katakata si gadis yang demikian gagah! Melihat sikap si gadis tampaknya si
gadis ini bukanlah sebangsa gadis-gadis lainnya, dan ia gagah sekali.
Atau memang gadis ini adalah seorang gadis pengelana dalam kalangan Kangouw. Karena melihat sikap si gadis yang tenang dan berani, ia jadi lebih
tenang.
"Baiklah Kouwnio, lepaskan dulu tanganmu!" Kata si pelayan dengan suara
yang tetap perlahan, seperti berbisik. "Nanti aku ceritakan segalanya!"
Si gadis melepaskan cekalan tangannya, ia bilang, "Nah, kau beritahukan
padaku!"
Si pelayan melirik sekitarnya, ia melihat semua tamu tengah mengawasi dia
dengan si gadis. Dia jadi ragu-ragu lagi. Kemudian sambil pura-pura
membereskan mangkok dan piring, dia menundukan kepalanya ke dekat si
gadis, diapun berbisik,
"Benar! Kota ini tidak aman. Tidakkah nona melihat, tidak ada seorang
gadis pun di kota ini? Hanya nona seorang diri....... cantik malah! Kota
ini benar-benar tidak aman, maka lebih baik jika nona cepat-cepat
meninggalkan kota neraka ini....!"
Mendengar perkataan si pelayan, tersadarlah Bie Lan, ia baru dapat
menerka apa yang terjadi sebenarnya. Pantas saja, begitu ia memasuki kota
ini, ia jadi pusat perhatian semua orang. Dan ia pun segera bisa menerka,
apa saja yang terjadi di kota ini.
"Apakah kota ini diganggu oleh jay-hoa-cat?" Tanya si gadis. Ia menyebut
jay-hoa-cat yang berarti maling pemetik bunga, yaitu tukang pemerkosa
gadis dan isteri penduduk.
Pelayan itu mengangguk perlahan.
"Aku tidak bisa bicara banyak-banyak, karena di dalam ruang ini ada
beberapa orang di antaranya!" Kata si pelayan dengan suara perlahan
sekali. Diapun bermaksud hendak berlalu membawa piring kosong.
"Tunggu dulu!" Cegah si gadis.
Pelayan itu jadi gelisah. Mukanya juga berobah jadi tidak tenang.
"Aku perlu ke belakang, buat membereskan piring mangkok yang kotor,
Kouwnio." Katanya mengelak.
Si gadis tersenyum.
"Sebentar saja!"
Pelayan itu mau tidak mau harus menghentikan langkah kakinya."Ada apa lagi Kouwnio?" Tanyanya.
"Banyakkah jay-hoa-cat di kota ini? Jadi bukan hanya satu orang saja
penjahatnya?" tanya si gadis.
Pelayan itu ragu-ragu lagi.
"Ayo katakan!" Desak si gadis. "Jangan takut, nanti aku yang akan
menghajar mereka."
Si pelayan jadi tambah sangsi.
"Mengapa harus bimbang? Bukankah jika mereka tidak dibasmi, maka keamanan
kota ini selamanya akan terganggu?" Tanya si gadis kemudian.
Pelayan itu berdiam diri sejenak, kemudian mengangguk perlahan.
"Ya, jumlah mereka memang sangat banyak sekali. Bukan hanya satu orang
saja, mereka selalu bekerja beramai-ramai. Mereka adalah orang-orang dari
kota raja, yang bekerja sebagai pahlawan Kaisar.!"
Berkata seperti itu, ia kemudian memutar tubuhnya dengan wajah yang
pucat, ia telah menunduk, karena dia mau segera cepat-cepat meninggalkan
si gadis. Ia kuatir telah membuka rahasia tersebut, bisa berakibat jelek
untuk dirinya.
Si gadis menghela napas.
"Hemm! Pantas! Pantas!" Menggumam si gadis. "Rupanya memang mereka itu
yang menimbulkan kerusuhan di sini! Pantas, keamanan di kota ini tidak
baik, karena Walikota dari kota ini pun jeri pada mereka, takut buat
bertindak bukankah mereka itu orang-orang Kaisar?"
Sambil menggumam begitu, si gadis telah meneruskan makannya, tapi diamdiam diapun melirik mengawasi orang-orang di dalam rumah makan tersebut.
Ia melihat semua tamu memang masih mengawasinya. Tapi mereka umumnya
mengawasi dia dengan sorot mata mengandung kekuatiran buat keselamatan si
gadis.
Berbeda sekali dengan dua orang tamu yang duduk terpisah kurang lebih
lima meja dari meja si gadis, yang memelihara berewok dan kawannya yang
mukanya pun bengis.
Mereka tengah mengawasi si gadis dengan sorot mata yang tajam, sinar mata
mereka memancarkan kerakusan yang bukan main bengis dan menakutkan
sekali. Mereka tampaknya memang bukan sebangsa manusia baik-baik.
Sedangkan Bie Lan sama sekali tidak jeri, dia tetap tenang. Cuma saja,
perhatiannya terjatuh pada ke dua orang tersebut yang ia curigai.
Dan sejak saat itulah Bie Lan bersikap jauh lebih hati-hati, malah
sekarang diapun telah memperhatikan ke dua orang itu, yang dia perhatikan
dengan lirikannya.
Sedangkan kedua orang tamu itu terus menerus memandangi Bie Lan, sampai
akhirnya Bie Lan telah melihatnya, bahwa ke dua orang itu, memang seperti
mengandung sesuatu maksud yang buruk terhadap dirinya. Mereka berbisik
dan seringkali cengar-cengir tidak hentinya.Jika memang menuruti hati si gadis, yang saat itu telah mendongkol dan
tidak senang melihat kelakuan ke dua orang tersebut, ia ingin sekali
melompat buat menghajar ke dua orang tersebut. Akan tetapi si gadis bisa
menenangkan dirinya, mengawasi saja dengan lirikannya, dan berwaspada.
Dia ingin melihat yang ingin dilakukan ke dua orang itu.
Dan dia ingin sekali mengetahui apa yang akan mereka lakukan. Ia sama
sekali tidak takut karena ia sudah memutuskan, jika memang kedua orang
itu bermaksud tidak baik padanya tentu dia akan menghajar habis- habisan.
Jika mendengar kata-kata si pelayan tampaknya memang si jahat bukan kedua
orang itu belaka. Tentu masih banyak si jahat yang belum berada di tempat
itu. Namun hati si gadis besar dan sama sekali tidak takut buat menghadapi si
jahat itu....... Dia malah ingin terus berdiam di tempat ini, untuk
melihat apa yang terjadi dan apa yang hendak dilakukan oleh orang-orang
yang memang mengandung maksud jahat itu.
Malah Bie Lan sudah memutuskan, bahwa ia akan mencari rumah penginapan
dimana dia akan bermalam satu atau dua malam di kota ini untuk melihat
perkembangan yang akan terjadi.
Jika memang memungkinkan dia malah bermaksud hendak membasmi si jahat
menghindarkan kota ini dari segala kejahatan dan ancaman buat penduduk
kota ini.
Karena dari itu, akhirnya si gadis bersantap terus dengan nikmat. Sama
sekali dia tidak mengacuhkan lagi sikap dari tamu-tamu yang lainnya, yang
terus juga mengawasi dirinya.
Akhirnya setelah selesai bersantap, dengan tenang Bie Lan melambaikan
tangannya.
"Pelayan!" Panggilnya sambil menyusut bibirnya yang kecil mungil itu.
Pelayan menghampiri dengan segera.
"Hitung semuanya.......!" perintah si gadis.
Pelayan itu segera pergi ke kasir dan dia telah kembali dengan membawa
bon. Waktu itu, dia mukanya pun pucat dan tidak tenang. Waktu menunggui kasir
membuatkan bon si gadis, dia sebentar-sebentar melirik kepada si gadis.
Rupanya pelayan itu memang tengah diliputi kegelisahan yang sangat.
Waktu itu tampak juga, bahwa si kasir telah kasak-kusuk dengan si
pelayan, seakan juga ada yang tengah ditanyakannya. Pelayan itupun
menjawabnya satu-satu.
Waktu membawa bon buat si gadis, langkah si pelayan tampaknya ragu-ragu.
Akhirnya, setelah membayar uang dan harga makanan yang telah dihabisinya,
Bie Lan bangkit dari duduknya, dia bilang: "Aku ingin bermalam satu atau
dua malam di kota ini....... bisakah kau pergi mencarikan rumah
penginapan?"Pelayan itu kaget. Dia memandang gadis itu dengan mata terbeliak lebarlebar.
"Apakah....... apakah nona tidak sedang bergurau?" Tanya si pelayan,
Bie Lan menggeleng.
"Tidak! Aku bersungguh-sungguh."
"Atau memang Kouwnio tidak takut menghadapi ancaman bahaya yang bisa
menimpah dirimu?!"
Si gadis menggeleng.
"Tidak!" Sahutnya.
"Tapi.!"
"Sudahlah, kau jangan kuatir! Aku pasti dapat menghadapi si jahat."
"Mereka tangguh-tangguh!"
"Aku tahu! Tapi aku pasti bisa menghadapi mereka," jawab Bie Lan. "Nah
bisakah kau mencarikan rumah penginapan yang baik buatku?"
"Bisa," mengangguk si pelayan setelah ragu-ragu sejenak. "Mari Kouwnio
ikut dengan siauwjin."
Segera juga mereka keluar dari rumah makan. Pelayan itu memberi Bie Lan
ke sebuah rumah penginapan yang tidak jauh letaknya dari rumah makan
tempat ia bekerja.
Tampaknya pelayan rumah penginapan pun jadi kaget dan heran. Juga matanya
memancarkan kecurigaan dan kekuatiran yang sangat.
Pelayan dari rumah makan telah membisikkan sesuatu padanya. Dia
mengangguk-angguk.
"Silahkan kouwnio ikut dengan siauwjin!" Kata pelayan rumah penginapan
itu. Si gadis cuma mengangguk.
Dia melirik, dilihatnya dua orang tadi yang berewok dan yang mukanya
bengis tengah berjalan menghampiri rumah penginapan juga. Mereka
tampaknya memang tengah mengikut si gadis.
Cuma saja mereka tidak segera masuk ke dalam rumah penginapan. Mereka
telah berdiri diam di luar rumah penginapan.
Si gadis tidak memperdulikan mereka, dia cuma tertawa dingin dengan hati
mendongkol. Kemudian mengikuti si pelayan buat diberitahukan kamar mana
yang bisa ditempatinya.Sedangkan pelayan rumah makan yang hendak kembali ke tempatnya bekerja,
telah dihadang oleh kedua orang itu, dan mereka menanyakan sesuatu.
Si pelayan tampak menggeleng-gelengkan kepalanya sambil mengulap-ulapkan
tangannya. Malah, masih sempat Bie Lan melihat kedua orang itu membentakbentak si pelayan. Sedangkan si pelayan tetap menggelengkan kepalanya
berulang kali. Malah, wajahnya pucat sekali.
Akhirnya si pelayan rumah makan telah dibiarkan pergi meninggalkan tempat
itu. Sedangkan kedua orang bermuka bengis dan yang satu brewok itu, masih
tetap berdiri di luar pekarangan rumah penginapan tersebut.
Bie Lan tidak memperdulikan mereka lagi, telah melangkah masuk ke dalam
kamarnya. Menutup pintu kamar setelah memberi hadiah pada pelayan dua
tail perak.
Walaupun pintu kamar telah ditutup rapat tokh pelayan itu masih juga
belum lagi berlalu, ia berdiri di situ, seakan juga tertegun. Pelayan
tersebut membayangkan betapa ngerinya, malam ini pasti terjadi sesuatu
pada diri si gadis tersebut.
Ia yakin, tentu malam ini si gadis akan menghadapi bahaya yang tidak
kecil. Ia merasa kuatir dan berkasihan pada gadis itu, namun ia tidak
berdaya. Ia tidak tahu bagaimana harus memberitahukan kepada gadis itu
betapapun bahaya tengah mengintai.
Bie Lan rebah di pembaringan. Otaknya bekerja, ia telah memikirkan katakata si pelayan rumah makan, bahwa di kota ini banyak sekali penjahat
pemetik bunga.
Ia pun baru menyadari mengapa kota ini jarang sekali terlihat wanita.
Terlebih lagi gadis-gadis. Jika memang ia melihat ada juga wanita, itulah
wanita yang sudah lanjut usia yang sudah nenek, atau yang buruk rupa.
Rupanya kota ini telah dilanda mala petaka seperti ini cukup lama dan
penduduk kota Yu-kang ini selalu dihantui oleh perasaan takut akan bahaya
yang mengintai. Dan jelas penduduk yang memiliki isteri cantik atau
puteri, mereka akan mengirim anak isterinya ke kota lain, untuk
menghindar sementara dari ancaman bahaya itu.
Setelah rebah sesaat lamanya Bie Lan duduk bersemedhi. Ia yakin malam ini
ia harus menghadapi penjahat pemetik bunga. Pasti penjahat itu akan
menyatroni padanya.
Dan itu berarti juga bahwa ia harus bertempur. Bertempur juga jelas
membutuhkan tenaga. Maka dari itu, Bie Lan bermaksud memelihara tenaga
dulu.
Setelah hari menjelang malam, Bie Lan mematikan api penerangan kamarnya.
Ia rebah di pembaringan, akan tetapi bukan untuk tidur. Ia pun tetap
rebah dengan pakaian yang utuh, tanpa salin pakaian. Hal ini akan
mempermudah dia bergerak jika kelak penjahat itu sudah datang.
Waktu beredar terus, hari semakin larut malam dan gelap.
Benar saja, di antara kesunyian malam pendengaran Bie Lan yang tajam
mendengar suara yang halus sekali di atas genting. Suara yang dikenalinya
sebagai langkah orang yang memiliki gin-kang tinggi.Bie Lan pernah mendengar cerita dari ayah dan ibunya, bahwa di dalam
rimba persilatan memang terdapat banyak sekali Jay-hoat-cat yaitu
penjahat yang senang mengganggu anak dan isteri orang. Karenanya mereka
selalu beraksi dengan mempergunakan obat pulas.
Dan Bie Lan tidak berani berlaku ayal, dia berwaspada, melompat, turun
dari pembaringannya. Ia menghampiri jendela kamar.
Benar saja, di luar di antara sinar rembulan tampak bayangan seseorang,
disusul lagi dengan lompatan beberapa orang lainnya.
"Hemm, mereka tidak seorang diri, mereka datang dalam jumlah yang cukup
banyak sedikitnya empat orang!" menduga Bie Lan. Dan gadis ini jadi lebih
waspada lagi.
Dia mengawasi, betapa dari luar orang itu berusaha merusak kertas
jendela. Memang biasanya, jay-hoa-cat memasukkan asap pulasnya lewat
celah-celah jendela kamar agar sang korban tidak sadarkan diri. Rupanya
jay-hoa-cat yang ini pun hendak mempergunakan asap pulasnya.
Tidak buang waktu lagi, Bie Lan mengayunkan tangannya menghantam jendela
itu. "Brak!" Disusul dengan jerit kaget orang di luar.
Karena orang itu waktu melobangi kertas jendela dengan lidahnya dan ia
berada dekat sekali dengan jendela tersebut. Sekarang tahu-tahu jendela
itu dihantam kuat sekali oleh Bie Lan.
Walaupun sebelum serangan itu mengenai jendela ia sudah merasakan
sambaran angin serangan, toh ia tidak keburu buat mengelakkan diri
keseluruhannya. Dia tidak keburu lagi buat menarik kepalanya. Maka dia
terhajar juga dan membuat dia terhuyung mundur.
Malah tak lama kemudian terdengar seruan tertahan beberapa orang lainnya.
Bie Lan bekerja cepat sekali. Ia mendorong daun jendela dan melompat
keluar sambil memutar pedangnya mencegah adanya serangan membokong dari
lawannya.
Apa yang dilakukan oleh Bie Lan rupanya berada diluar dugaan orang-orang
di luar kamar itu. Mereka tengah berdiri tertegun waktu tubuh si gadis
tahu-tahu telah berada di luar kamarnya dan berdiri di hadapan mereka.
Bie Lan melihat orang-orang itu semuanya berjumlah empat orang. Ternyata
dugaannya memang tak meleset sama sekali. Dan mereka semua memiliki wajah
yang bengis. Mereka juga mengenakan pakaian khusus untuk peranti jalan
malam yang berwarna hitam gelap.
Dan di antara orang-orang itu terdapat dua orang yang kemaren mengikuti
Bie Lan dari rumah makan sampai ke rumah penginapan ini.
"Hemmm, manusia-manusia cabul dan rendah!" bentak Bie Lan gusar, iapun
segera menikam dengan pedang, sama sekali gadis ini tak mau membuangbuang waktu.
Empat orang itu tengah tertegun, karena mereka tak menyangka bahwa kawan
mereka tadi akan terserang seperti itu. Juga mereka kagum, menyaksikan
gin-kang si gadis yang mahir.Tapi mereka tersadar begitu pedang Bie Lan meluncur berkilauan, mereka
cepat-cepat menghindar. Gerakan mereka gesit, malah dua di antara mereka
telah mencabut senjatanya, yang seorang mencabut keluar sebatang pedang
panjang, sedangkan yang seorang lagi menghunus tombak bercagaknya. Mereka


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membalas menyerang si gadis.
Kawan mereka yang dua lagi juga tak berayal mencabut senjata mereka.
Masing-masing sebatang pedang. Mereka juga segera mengepung si gadis.
Terjadilah pertempuran, ramai suara terbenturnya pedang dan bentakan,
juga tampak jelas sekali, betapa mereka saling mendesak.
Bie Lan memiliki kepandaian yang tinggi. Tidak percuma ia sebagai puteri
Yo Him, karena ia bisa menyerang bertubi-tubi dengan dahsyat sekali.
Lawan-lawannya jadi kaget, karena mereka tidak menyangka sama sekali
calon korban mereka memiliki kepandaian demikian tinggi.
"Ceess!" Orang yang berewok malah telah kena ditikam lengan kanannya.
Pedangnya sampai terlepas dan jatuh nyaring di atas tanah. Iapun menjerit
sambil memegangi tangannya yang luka dan melompat mundur.
Tiga orang kawannya segera serentak menyerang Bie Lan, mereka ingin
melindungi kawan mereka.
Pelayan rumah penginapan tersebut mendengar suara ribut-ribut itu. Tapi
mereka tidak berani untuk keluar menyaksikan karena mereka tahu apa yang
tengah terjadi.
Mereka melihat si gadis sore tadi, karenanya mereka tahu apa yang kini
tengah berlangsung. Tentunya tengah terjadi pertempuran. Namun yang
membuat hati mereka tertarik sekali, kini mereka baru mengetahui bahwa
gadis yang kemarin sore mereka kuatirkan menjadi korban keganasan jayhoa-cat, ternyata memiliki ilmu silat yang tinggi, karena mereka
mendengar suara beradunya senjata tajam dan juga bentakan-bentakan si
gadis.
Pertempuran itu berlangsung belasan jurus lagi, barulah kemudian tampak
betapa ke tiga orang lawannya terdesak hebat oleh Bie Lan. Sedangkan
gadis itu tidak pernah mengendorkan serangannya, karena memang ia
mengetahui empat orang ini adalah manusia-manusia busuk.
Karena dari itu, ia telah turun tangan tidak tanggung-tanggung. Ia sudah
menyerang bertubi-tubi. Malah terakhir ia mengeluarkan Ilmu andalannya.
Pedangnya berputar seperti kitiran, membuat tiga orang lawannya terdesak
hebat sekali.
Lawan Bie Lan yang seorang, si berewok yang tangannya terluka itu,
berdiri di pinggiran. Tampaknya dia tadi gusar dan bergelisah. Melihat
temannya terdesak dan memperoleh kenyataan ilmu pedang si gadis yang
ingin dijadikan mangsa mereka sangat mahir dan tinggi, ia segera berseru:
"Angin keras.!" Itulah anjuran buat kawan-kawaanya angkat kaki.
Dia sendiri telah melompat gesit meninggalkan tempat itu, pekarangan
rumah penginapan. Tubuhnya melompati tembok pekarangan dan lenyap dalam
kegelapan.
Tiga orang kawannya mendengar anjuran kawan mereka, segera mendesak si
gadis dengan serentak. Tapi Bie Lan tetap menghadapi mereka dengan baik.
Dia berkelit ke sana ke mari dan kemudian membalas menyerang.Walaupun tiga orang itu bermaksud melarikan diri tokh mereka tidak bisa
segera angkat kaki.
"Cess.!" Malah paha salah seorang di antara tiga orang itu kena
tertikam lagi oleh pedang si gadis.
Ia mengeluarkan jerit kesakitan, tubuhnya terhuyung mundur. Dia kemudian
tanpa memperdulikan rasa malu lagi, memutar tubuhnya, menjejakkan kakinya
yang terpincang-pincang itu, melesat ke atas tembok, lenyap dalam
kegelapan.
Dua orang kawan mereka, sisa yang masih bertempur itu, jadi gelisah. Tadi
saja dikepung berempat, Bie Lan masih tidak dapat mereka desak. Apalagi
sekarang mereka cuma berdua. Tentu saja mereka berdua jadi terdesak oleh
serangan si gadis yang datang bertubi-tubi.
Tiba-tiba salah seorang di antara mereka merogoh sakunya, mengeluarkan
seraupan senjata rahasia.
"Awas senjata rahasia beracun!" Berseru orang itu, sambil melontarkan
senjata rahasia tersebut ke muka Bie Lan.
Terpaksa sekali si gadis harus melompat mundur sambil mengibaskan
pedangnya yang diputar bergulung, sehingga senjata rahasia itu dapat
diruntuhkannya.
Waktu si gadis hendak menyerang lagi, justeru ke dua lawannya itu telah
mempergunakan kesempatan tersebut buat melarikan diri. Mereka telah
melompati tembok pekarangan rumah penginapan itu lenyap dalam kegelapan
malam.
Bie Lan sebenarnya hendak mengejarnya namun akhirnya ia membatalkan
maksudnya.
Perlahan-lahan ia memasukkan pedang ke dalam sarungnya, ia melompat masuk
ke dalam kamarnya.
Dengan tenang Bie Lan merebahkan tubuhnya di pembaringan dan ia tidur
dengan tenang karena ia yakin, malam itu tak mungkin datang mengganggu
lagi jay-hoa-cat lainnya.
Memang malam itu berlalu tanpa terjadi sesuatu apapun juga, aman. Dan si
gadis bisa tidur dengan tenang dan nyenyak.
Keesokan paginya, pelayan rumah penginapan itu dan beberapa orang tamu di
rumah penginapan, ramai membicarakan peristiwa malam itu.
Mereka merasa kagum sekali pada si gadis, karena mereka tahu, tentu
penjahat pemetik bunga yang datang bukan seorang diri. Mendengar dari
benturan senjata tajam mereka, tentunya jumlah mereka sangat banyak
sekali.
Tapi kenyataannya si gadis tidak kurang suatu apapun juga, malah besok
paginya si gadis telah keluar dari dalam kamarnya dengan keadaan yang
mulus dan tidak kurang suatu apapun juga.Dengan tenang si gadis telah pergi ke ruang samping rumah penginapan,
tempat para tamu bersantap. Ia memanggil pelayan dan memesan makanan
untuk sarapan paginya, yaitu semangkok bubur dan juga beberapa macam
sayurnya.
Pelayan itu melayani Bie Lan sambil sebentar-bentar mengawasi si gadis.
Dengan cara mencuri pandang, ia telah melihat si gadis tetap tenang dan
tidak terluka sedikit pun juga.
Hati si pelayan jadi menghormati si gadis. Karena memang sekarang dia
mengerti bahwa gadis ini tentunya seorang liehiap yang tangguh, yang
memiliki kepandaian yang tinggi.
Kalau memang gadis ini tidak memiliki kepandaian yang tinggi, tentu tidak
dapat menghadapi penjahat-penjahat pemetik bunga itu. Lagi pula penjahat
itu bukan seorang diri, melainkan beberapa orang.
Kepandaian penjahat pemetik bunga itu pun tinggi, karena selama ini tidak
pernah ada seorang pun yang sanggup buat menghadapi mereka. Apa lagi
memang selama ini penjahat pemetik bunga itu selalu berkeliaran dengan
leluasa, tanpa ada yang ditakuti.
Wie Sung Taijin sendiri jeri pada Jai-hoa-cat tersebut, karenanya telah
membuat penduduk kota itu mengirim anak isteri mereka ke kota lainnya.
Tapi gadis ini, yang masih berusia muda sekali, ternyata memiliki
kepandaian tinggi dan bisa menghadapi penjahat pemetik bunga yang
berjumlah tak sedikit.
Akan tetapi, mereka juga yakin, tentunya gadis ini tak akan aman, selalu
saja gadis ini akan diancam oleh Jay-hoa-cat lainnya.
Dengan cara apapun, tentunya para penjahat pemetik bunga itu akan
berusaha mencelakai si gadis.
Terlebih lagi memang di dalam kota ini sudah dapat dibilang tak terdapat
seorang wanita pun yang memenuhi syarat buat seorang penjahat pemetik
bunga.
Dan keadaan seperti itu keadaan yang ?sepi? buat penjahat pemetik bunga
ini sudah berlangsung cukup lama. Sekarang datang mangsa yang masih
demikian muda dan sangat cantik.
Tentu saja mereka tidak akan mau sudah begitu saja. Walaupun bagaimana
mereka akan berusaha untuk dapat menawan si gadis, dan kemudian
menjadikannya sebagai korban keganasan mereka.
Tapi Bie Lan sendiri, bersantap tenang sekali. Wajahnya sama sekali tidak
memperlihatkan dia berkuatir.
Tengah dia bersantap, telah masuk ke rumah penginapan itu seorang
pendeta. Pendeta tersebut bertubuh tinggi besar dan mukanya bengis
usianya mungkin empatpuluh tahun lebih. Pendeta ini langsung menuju ke
ruang samping tempat para tamu bersantap.Ketika memasuki ruangan tersebut, matanya mendelik, mengawasi seisi
ruangan. Semua yang ada di situ disapu dengan tatapan mata yang tajam
sekali.
Bie Lan kebetulan tengah mengangkat kepalanya, sehingga pandangan matanya
terbentur dengan sorot mata tajam si pendeta. Hati Bie Lan tercekat juga.
Pendeta ini memilki kepandaian tinggi, untuk ini merasa pasti, karena
sinar mata pendeta itu tajam bukan main, seakan pisau yang runcing.
Segera Bie Lan menunduk, entah siapa pendeta itu, ia bertanya-tanya dalam
hatinya.
Saat itu, si pendeta setelah melihat si gadis. Di wajahnya yang bengis
tampak tersungging seulas senyuman yang sangat aneh dan mengandung nafsu
yang jahat sekali.
Segera ia melangkah menghampiri meja yang masih kosong, terpisah tidak
jauh dari si gadis. Pendeta duduk disitu, matanya tak juga lepas dari si
gadis, yang terus saja diawasinya dengan sorot mata yang tajam.
Bie Lan kemudian menoleh waktu ia meletakkan sumpitnya di atas meja. Ia
melihat pendeta itu masih saja mengawasinya dengan sorot mata yang begitu
tajam. Hati Bie Lan muak bukan main.
"Matanya mata bangsat.......!" berpikir Bie Lan dalam hati, dan ia
berhati-hati karenanya.
Setelah menyusut bibirnya yang kecil mungil, Bie Lan melambaikan
tangannya.
"Pelayan!" panggilnya.
Pelayan segera menghampirinya. Ia tampak ragu-ragu waktu melihat si
pendeta seakan juga ia terkejut dan berkuatir sekali. Bibirnya bergerak
perlahan, seperti hendak mengatakan sesuatu namun akhirnya tak jadi
diucapkannya, maka akhirnya ia telah membisu saja.
Bie Lan heran melihat sikap si pelayan. Ia menoleh ke arah si pendeta.
Dilihatnya mata si pendeta tengah mengawasi pelayan tajam sekali sinar
matanya mengancam. Menggidik hati Bie Lan melihat sorot mata yang begitu
bengis.
"Hitung semua yang kumakan, mana bonnya?" tanya Bie Lan kemudian.
"Baik Kouwnio tunggu sebentar, Siauwjin mengambilkannya di
kasir.......!" kata pelayan tersebut, yang segera mengeloyor pergi dengan
tergesa-gesa.
Selama menunggu pelayan itu kembali, Bie Lan sering melirik pada pendeta
yang garang tersebut. Setiap kali pula ia melihat pendeta itu selalu
mengawasinya, hati Bie Lan jadi tambah muak. Jika menuruti adatnya tentu
dia sudah menegur pendeta yang dipandangnya kurang ajar itu.
Pendeta tersebut juga berulang kali memperdengarkan tertawanya. Tidak ada
kata-kata yang diucapkannya. Dia cuma mengawasi Bie Lan terus, wajahnya
terang kemerah-merahan. Wajah seorang yang tengah dirangsang oleh nafsu
birahinya.
Tidak lama kemudian pelayan itu kembali dengan bon makanan dari kasir."Hati-hati Kouwnio!" Bisik pelayan itu perlahan sekali sambil meletakkan
bon tersebut.
Si gadis mendengar bisikan si pelayan, namun pura-pura tidak mendengar.
Dia cuma mengangguk sedikit, karena dia mengerti maksud si pelayan, tentu
agar ia berhati-hati pada pendeta itu.
Dan dia tidak mau memperlihatkan bahwa pelayan itu memperingatinya,
karena bisa membahayakan si pelayan sendiri. Ia membayar harga makanan
yang telah dimakannya. Kemudian berdiri.
Waktu Bie Lan berdiri seperti itu, si pendeta juga berdiri malah sambil
bilang: "Tunggu dulu nona.......!" iapun melangkah menghampiri.
Bie Lan menoleh.
"Ada apa Taysu?" tanya si gadis sambil menyabarkan hatinya.
Pendeta itu menghampiri lebih dekat.
"Loceng ingin menyampaikan sesuatu!" kata si pendeta kemudian.
Bie Lan mengawasi tajam.
"Menyampaikan apa?"
"Tentang kuil Loceng!"
"Kuil? Ada urusan apa kuil Taysu dengan diriku?" Tanya Bie Lan kemudian
sambil mengerutkan alisnya.
"Tentang derma, nona.......!"
"Derma?"
"Ya, Loceng ingin meminta kemurahan hati nona buat menderma perbaikan
kuil Loceng.!" kata si pendeta kemudian dengan tersenyum. Senyumannya
licik sekali.
Si gadis menghela napas.
"Maaf taysu, aku tidak memiliki banyak uang!"
"Tidak banyak sumbangan yang Loceng minta!"
"Berapa?"
"Seribu tail mas saja!"
"Seribu tail mas?!"
"Ya."
"Aku tak memiliki uang sebanyak itu!"
"Tapi nona harus menderma!"
"Ya, aku bersedia menderma, asal memang kuat untuk memberikan derma!"
"Tapi itu tidak banyak bukan?""Tidak banyak bagaimana?"
"Seribu tail emas tentu tak berarti banyak buat nona!" Menyahuti si
pendeta.
Si gadis habis sabar.
"Apakah memang demikian cara meminta derma?" tegur si gadis kemudian.
"Maksud nona?"
"Dengan cara memaksa seperti ini?"
"Loceng tidak memaksa! Loceng meminta derma dari nona!" menyahuti si
pendeta.
"Hemmm, meminta derma dengan cara memaksa, sudah kukutakan, aku tidak
memiliki uang sebanyak itu buat menderma, maka kau harus mengerti!"
"Tapi nona harus menderma!" Mendesak si pendeta sambil tersenyum.
Si gadis habis sabar.
"Baik, aku siap menderma!" Kata si gadis kemudian. Dia tahu-tahu
tangannya bergerak dan "Sreeng." Dia telah menghunus pedangnya, malah
pedang itu dipakai buat menikam ke perut si pendeta.
Pendeta itu tidak gentar. Malah sikapnya tenang sekali. Dia mengawasi
pedang gadis itu yang tengah meluncur menyambar ke arah perutnya.
Sama sekali dia tidak bergerak, juga tidak terlihat bahwa dia memang
bermaksud untuk menghindarkan diri. Dia telah berdiam diri saja
menantikan sampai mata pedang itu sudah dekat sekali pada perutnya,
barulah ia mengibaskan lengan bajunya.
Luar biasa. Ia mengibaskan lengan jubahnya perlahan. Namun kesudahannya
memang kuat sekali menerpah pedang itu yang tersampok ke samping. Dan
juga diwaktu itu tangan si gadis tergetar.
Sedangkan Bie Lan kaget tidak terhingga. Ia merasakan pedangnya tersampok
sangat kuat sekali dan pedangnya itu tergetar keras. Kalau memang dia
tidak mengeraskan cekalannya, niscaya pedangnya tersebut telah terpental
lepas dari cekalannya. Telapak tangannya pedih.
Dalam satu kali gerakan itu saja, seketika ia merasakan bahwa sin-kang
pendeta tersebut memang tinggi, dan inilah yang tak disangkanya.
Dia pun segera menyadari bahwa pendeta ini niscaya bukan pendeta
sembarangan. Sebab dia memiliki kepandaian yang sangat tinggi sekali.
Seketika begitu pedangnya tersampok ke samping dan tergetar. Bie Lan
mengempos semangatnya, segera dia menarik pulang pedangnya. Dia berlaku
waspada sekali, karena sekarang dia tahu tengah menghadapi lawan yang
tangguh.
Cepat bukan main, pedangnya telah menikam dua kali secara beruntun. Dan
pedang itu cepat sekali berkelebat meluncur mengincar bagian yang
mematikan di tubuh si pendeta.Seperti tadi, pendeta itu tetap saja berdiam diri. Dia berdiri tegak
mengawasi datangnya serangan.
Waktu pedang menyambar, dia sama sekali tidak bergerak dan tidak
mengibaskan lengan bajunya. Dia cuma mengeluarkan tangannya, menyambuti.
"Tranggg.......!" Sentilan jari telunjuknya mengenai tubuh pedang itu.
Sentilan itu dilakukannya perlahan sekali tampaknya, tapi kesudahannya
memang luar biasa. Pedang si gadis tergetar keras, terhentak dan kemudian
si gadis sendiri harus melompat ke belakang dua langkah. Dia telah
memandang pada si pendeta dengan wajah yang berobah pucat dan mengandung
keberangan sangat.
"Keledai gundul, siapa kau? Sungguh tua bangka tak tahu-malu!" Memaki Bie
Lan sengit.


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pendeta itu tetap tenang. Ia mengawasi si gadis. Ia mengawasi dengan
sorot mata sangat tajam sekali. Dia bilang: "Kau ingin mengetahui gelaran
Loceng? Dengarkan baik-baik! Loceng adalah Pu San Hoat-ong!"
Ternyata, memang pendeta itu tidak lain Pu San Hoat-ong. Ia telah
mendengar laporan dari kawan-kawannya, bahwa mereka telah kebentur
batunya, di tangan si gadis yang cantik ini.
Pu San Hoat-ong memang sudah lama tidak memperoleh mangsa gadis cantik.
Sekarang mendengar di kota itu datang seorang gadis cantik tentu saja
jadi girang. Dia segera pergi menyelidiki.
Kebetulan waktu ia datang di rumah penginapan itu, ia melihat si gadis
tengah keluar dari kamarnya dan pergi ke ruang makan di samping rumah
penginapan itu. Dia sengaja ingin mencari gara-gara untuk mencoba ilmu
serta kepandaian si gadis, baru nanti menawannya.
Muka Bie Lan merah padam. Dia mengawasi tajam pada pendeta itu. Dia
bilang: "Menurut apa yang kulihat, kau tidak bersungguh-sungguh buat
meminta derma. Itu hanya alasan belaka buat mencari keributan denganku!
Apa maksudmu sebenarnya?"
Karnehlingti 15.074 . . . . . . .
Pu San Hoat-ong tertawa dingin.
"Sudah Loceng bilang, Loceng butuh derma buat perbaikan kuil Loceng.!"
Menyahuti si pendeta dengan suara yang tawar. "Siapa yang ingin mencari
keributan dengan kau? Atau memang kau merasa memiliki kepandaian yang
tinggi, sehingga merasa pantas buat ribut dengan Loceng?"
Ditanya seperti itu Bie Lan naik darahnya.
"Baik, aku ingin melihat berapa tinggi kepandaian yang kau miliki!"
Setelah membentak begitu, cepat sekali Bie Lan menjejakan kakinya.
Tubuhnya segera melesat ke depan. Dia mempergunakan ilmu pedang warisan
Yo Him, yaitu ilmu pedang "Kim-sian-kiam-hoat" semacam ilmu pedang
ciptaan dari Yo Him yang khusus diwarisi kepada puterinya ini.Berbeda seperti tadi, pedang Bie Lan sekarang menyambar-nyambar sulit
diterka arah tujuannya dan sasaran yang diincarnya, karena pedang itu
menyambar-nyambar cepat sekali. Pedang itu seperti juga seekor naga yang
bergulung-gulung dan naga itu tengah mengamuk.
Pu San Hoat-ong mengeluarkan seruan heran melihat cara bersilat si gadis
yang berobah. Ia juga kaget, karena ilmu pedang yang digunakan si gadis
kali ini jauh lebih liehay dari tadi.
Sebagai orang yang memiliki kepandaian tinggi, tentu saja Pu San Hoat-ong
segera menyadari bahwa ia tidak boleh berlaku sembrono. Sedikit saja ia
bertindak ceroboh, niscaya akan menyebabkan dia terjerumus dalam
perangkap ilmu pedang si gadis yang memang penuh teka-teki setiap
jurusnya, yang tidak bisa diketahui bagian mana yang diincar sebagai
sasarannya.
Pu San Hoat-ong mengeluarkan seruan nyaring. Ia menepuk sepasang
tangannya, nyaring sekali kemudian tubuhnya agak menjongkok. Dia telah
mengulurkan tangannya yang menempel itu ke depan, kemudian dibukanya, dia
membarengi dengan seruannya,
"Rubuh kau.!"
Kaget Bie Lan mendengar bentakan tersebut karena ia merasakan serangkum
angin pukulan yang sangat kuat sekali. Ia menjerit kaget dan membatalkan
tikamannya. Dia mengibaskan pedangnya. Akan tetapi tenaga dorongan dari
pendeta itu terus juga menerjang padanya.
Bie Lan segera merasakan dadanya sesak.
"Hemm!" mendengus Pu San Hoat-ong.
Angin dorongan tangannya kuat mendesak terus diri si gadis.
Bie Lan mati-matian berusaha melompat ke belakang. Cuma saja angin
pukulan itu seperti mengikutinya terus.
Dalam keadaan seperti itu segera juga Bie Lan mempergunakan jurus
"Sepasang Belibis Bermain di Air" maka tubuhnya seperti juga belibis yang
ringan main dipermukaan air, telah melompat ke sana ke mari tidak
hentinya.
Dengan cara seperti itu, punahlah tenaga dorongan si pendeta.
Pu San Hoat-ong mengeluarkan seruan, hatinya heran bukan main.
"Lihay gadis ini! Entah siapa gurunya! Usianya masih muda, tapi dia sudah
memiliki ilmu yang tangguh!" Berpikir si pendeta di dalam hatinya.
Sedangkan Bie Lan sudah bisa berdiri tetap lagi, tapi ia mengeluarkan
keringat dingin. Apa yang dialaminya tadi hampir saja membuat dia nyaris
rubuh dan terluka di tangan si pendeta .
"Hemm, kepandaian yang manis!" Berseru Pu San Hoat-ong. "Rupanya dengan
memiliki kepandaian seperti itu, kau jadi bertingkah, nona manis."
Dan Pu San Hoat-ong bukan sekedar berkata saja, karena sepasang tangannya
sudah bergerak lagi, lebih lincah dan kuat, dia menjambak ke sana ke
mari.Si gadis menggerakkan pedangnya, yang diputar seperti kitiran. Dia
melindungi dirinya di antara sinar pedang yang berkelebat tidak hentinya.
Akan tetapi si pendeta justru sama sekali tidak jeri terhadap pedang itu.
Ia terus juga menjambak berulang kali saling susul dengan sepasang
tangannya tersebut. Apa yang dilakukannya memang merupakan kepandaian
yang sulit dihadapi.
Jika memang seorang yang berkepandaian tanggung-tanggung, tentu tak
berani melakukan apa yang dilakukan si pendeta. Bisa-bisa tangannya
tertabas kutung!
Tapi lain dengan Pu San Hoat-ong. Ia lihay dan juga sin-kangnya sudah
tinggi. Dia bisa bergerak gesit dan sebat, karena itu seakan juga pedang
Bie Lan tidak berdaya buat menabas tangan si pendeta.
Bie Lan mengeluh juga. Ia tidak menyangka si pendeta demikian tangguh. Ia
mati-matian berusaha memberikan perlawanan.
"Aneh, sekali! Siapakah pendeta ini, yang kepandaiannya demikian tinggi?"
Begitulah hati Bie Lan selalu bertanya-tanya karena tidak mengerti
mengapa lawannya bisa tangguh seperti itu.
Padahal kepandaian si gadis tidak rendah. Dari ayah dan ibunya, bahkan
dari Yaya maupun neneknya ia telah menerima pendidikan ilmu-ilmu yang
hebat.
Kalau memang sekarang dia bisa terdesak inilah suatu bukti lawannya
merupakan pendeta yang tangguh sekali.
Sedangkan pelayan rumah penginapan dan beberapa orang tamu sudah siangsiang menyingkir keluar. Mereka tampak berdiri takut-takut menyaksikan
jalannya pertempuran itu.
Tidak hentinya mereka memuji gadis itu yang kepandaiannya sangat tinggi.
Memang tadi pagi mereka telah mendengar cerita tentang kehebatan gadis
ini, yang bisa menghadapi beberapa orang Jay-hoa-cat, yang telah bisa
mengusir penjahat pemetik bunga itu. Namun siapa sangka sekarang mereka
bisa menyaksikan dengan mata kepala sendiri. Mereka melihat gadis itu
memang liehay sekali.
Pu San Hoat-ong mulai tidak sabar. Berulangkali ia membentak. Ia
melancarkan pukulan yang semakin hebat, karena ia sudah tidak mau
membuang-buang waktu.
Karenanya, Bie Lan semakin terdesak juga. Si gadis telah berusaha
menghadapinya sebaik mungkin. Cuma saja, sekarang dia telah mandi
keringat dingin.
Waktu itu si gadis masih berusaha untuk membendung terjangan Pu San Hoatong. Berulangkali ia mengganti cara bersilatnya. Tetap saja ia terdesak.
Pu San Hoat-ong bertanya pada suatu kesempatan: "Nona, apakah kau tetap
tidak mau menderma?"
"Pendeta bangsat! Kau meminta derma dengan cara memaksa seperti ini,
siapa yang sudi memberikan derma itu?"Bentak Bie Lan tidak kalah galaknya. Walaupun ia mulai terdesak, namun
dia tidak mau memperlihatkan kelemahannya.
"Jadi benar-benar kau tidak mau memberikan derma kepada Loceng?"
"Tidak!"
"Sungguh?
"Ya!"
"Hemmmm, kalau begitu kau yang akan menerima akibatnya!" bentak si
pendeta.
"Aku bersedia menanggungnya, pendeta busuk!" Menyahuti Bie Lan nyaring.
Begitulah si pendeta semakin gencar mendesak Bie Lan, dan serangannya
semakin berbahaya juga.
Sedangkan orang-orang yang menyaksikan pertempuran itu, mengawasi dengan
berkuatir.
Bie Lan melihat, pendeta ini memang tangguh. Ia juga harus mengakui,
bahwa ia masih kalah satu tingkat.
Kalau satu tingkat bukan berarti kepandaiannya itu kalah dari si pendeta,
justeru kepadaiannya merupakan kepandaian kelas satu. Cuma si gadis kalah
pengalaman dan kalah tenaga.
Karena dari itu perlahan-lahan Bie Lan jatuh di bawah angin dan semakin
terdesak.
"Aku berikan kesempatan lagi kepadamu buat pikir-pikir dengan baik!" kata
si pendeta.
"Pikirkan apa lagi?"
"Kau mau memberikan darma atau tidak?"
"Tidak!"
"Walaupun hanya seratus tail perak?" Tanya si pendeta kemudian menegasi.
"Ya!"
"Apakah kau tidak percaya bahwa kuil Loceng membutuhkan perbaikan?"
"Hemmm!"
"Jika memang kau tidak mempercayainya, silahkan nona datang buat melihat
sendiri kuil Loceng itu!" kata si pendeta kemudian dengan suara nyaring.
"Tidak sudi aku melihat kuil kotormu!" Teriak Bie Lan.
Walaupun mereka dalam keadaan tanya jawab, akan tetapi serangan mereka
tetap saja tidak pernah berhenti. Mereka terus saja saling menyerang.
Terlebih lagi si pendeta, Pu San Hoat-ong, yang gencar sekali mendesak
Bie Lan.Waktu itu Bie Lan beberapa kali terdesak. Namun dasarnya memang
kepandaian si gadis merupakan ilmu yang sangat tinggi dan kelas satu ilmu
yang murni, dengan demikian telah membuat dia masih bisa bertahan dari
desakan si pendeta.
"Hemmm, kau keras kepala!" mendengus Pu San Hoat-ong dengan mendongkol.
"Keras kepala bagaimana?" Mengejek si gadis.
"Loceng sudah meminta derma secara baik-baik, tapi kau malah sengaja
hendak mencari keributan.
"Kau jangan memutar balik urusan! Nonamu tidak gentar menghadapi manusia
seperti kau!"
"Benar?"
"Sungguh!"
"Tidak takut mati?"
"Tidak!!"
"Hemmm, kau masih berusia muda sekali, bukankah sangat sayang jika kau
mati muda?"
"Apa pedulinya dengan kau?"
"Tidak menyesal?"
"Tidak! Jaga serangan!" Dan pedang si gadis sempat membalas menyerang dua
kali.
"Hemm, tidak mungkin kau bisa menghadapiku!" Mengejek si pendeta. "Kau
harus ingat, kau cantik sekali, masih muda. Bukankah jika mampus di
tangan Loceng, hal itu harus dibuat sayang? Bukankah lebih baik
bersenang-senang dengan loceng? Loceng jamin, pelukan loceng sangat
hangat.!"
Setelah berkata begitu si pendeta menghantam beberapa kali. Dan juga
tertawa keras bukan main.
Si gadis berobah mukanya merah padam karena marah yang meluap. Ia
menyerang terus dengan gencar mempergunakan pedangnya, karena dalam
marahnya itu ia seperti jadi kalap.
Tapi si pendeta masih bisa mengelakkannya dengan mudah.
"Kau tak mau bersenang-senang dengan Loceng di saat usiamu masih begitu
muda?" Tegur si pendeta lagi dengan ejekannya.
"Pendeta kotor!" teriak Bie Lan. "Akan kutebas batang lehermu! Kau
rupanya salah seorang penjahat pemetik bunga yang mengganggu ketenteraman
kota ini!"
Dan Bie Lan nekad sekali. Ia mengeluarkan seluruh ilmu andalannya, yang
pernah dipelajari dari ayah dan ibunya, dari kakek maupun neneknya. Dia
bersilat hebat sekali, dalam keadaan marah seperti itu.Bie Lan sudah melupakan keselamatan dirinya. Ia bersilat begitu cepat dan
ganas, pedangnya berkelebatan liehay sekali. Dengan demikian, sementara
waktu ia bisa membendung si pendeta tidak mendesak ia lebih jauh, karena
si pendeta jadi sibuk buat mengelakan setiap terjangan si gadis.
Waktu itu Bie Lan terus juga gencar sekali menerjang dengan pedangnya.
Angin pedang itu berkesiuran kuat. Ia mengempos seluruh tenaga dalamnya,
ia juga telah beberapa kali mengeluarkan jurus-jurus yang berbahaya.
Pu San Hoat-ong jadi habis sabar.
Jika sejak tadi ia masih mengalah pada si gadis, sebab ia kuatir
serangannya nanti melukai si gadis. Hal ini membuat si gadis masih bisa
bernapas dan menghadapinya terus.
Sekarang, karena ia sudah jengkel, ia mengempos semangatnya. Tahu-tahu ia
menghantam dengan pukulan yang jauh lebih liehay dan kuat.
Sedangkan Bie Lan sendiri kaget tidak terkira. Ia seperti juga diterjang
oleh tenaga yang berkekuatan seperti gunung runtuh. Ia sampai menjerit
kaget dan melompat menghindar.
Namun masih terlambat, karena tubuhnya telah terguling di lantai.
Si pendeta tertawa dingin, tubuhnya melesat ringan akan menghampiri si
gadis.
Semua orang yang menyaksikan itu jadi kaget dan berkuatir sekali buat
keselamatan si gadis.
Bie Lan sendiri melihat ancaman bahaya yang datang, dan si pendeta sudah
datang dekat.
Diiringi bentakannya yang nyaring, tahu-tahu tubuh Bie Lan meletik ke
tengah udara, seperti juga seekor ikan lee-ie dan tubuhnya itu terapung.
Kemudian pedangnya itu diputarnya.
Dan dia telah membuat si pendeta membatalkan maksudnya mendekati si
gadis. Dia mundur dua langkah, menahan langkah kakinya.
"Gadis berkepala batu!" Menggumam si pendeta jengkel sekali.
Semula Pu San Hoat-ong menduga, dengan mudah, dalam satu-dua jurus, dia
sudah akan dapat membekuk gadis cantik ini.
Siapa tahu, sudah lewat puluhan jurus ternyata ia masih belum juga
berhasil merubuhkan dan menawan gadis itu, malah tampaknya gadis inipun
sulit buat dirubuhkan dalam waktu yang dekat. Dia jadi mendongkol.
Sedangkan Bie Lan berhasil dengan serangannya itu dengan cara meletik ke
tengah udara segera berdiri tegak lagi. Tadi dalam keadaan terancam ia
mempergunakan jurus "Lee-ie-kim-san" atau "Jika Gabus Mendaki Gunung
Emas" dan itulah salah satu jurus paling diandalkan Yo Him, yang baru
dipergunakan jika memang tengah dalam ancaman bahaya.Bie Lan yang tengah terancam, teringat akan jurus tersebut dan dia
mempergunakannya!
Benar saja dia berhasil.
Dilihatnya Pu San Hoat-ong berdiri dengan muka yang merah padam.
Si gadis tertawa mengejek: "Hemmm, kita teruskan?" tanyanya berani
sekali.
Muka Pu San Hoat-ong semakin merah dan tidak enak buat dilihat orang.
"Hemmm, gadis bandel berkepala batu!" bentak si pendeta. "Aku akan
memberikan ganjaran padamu!"
Setelah menggumam begitu, tubuhnya berputar-putar seperti gangsing, dan
juga dia berputar dengan gesit sekali, tubuhnya seperti terputar oleh
desau angin puyuh.
Bie Lan mengawasi heran.
Entah sekali ini apa yang hendak dilakukan si pendeta untuk
merubuhkannya, Bie Lan jadi mengawasinya dengan hati-hati, agar tidak,
kena dirubuhkan si pendeta yang tangguh itu. Ia berlaku waspada sekali.
Si pendeta telah gusar dan penasaran, juga memang dia sudah tidak sabar.
Karena dari itu dia bermaksud cepat merubuhkan dan menawan Bie Lan.
Dia mengeluarkan ilmu andalannya, yaitu, "Angin Puyuh Melihat Kota", maka
tubuhnya berputaran terus dengan cepat sekali, di mana sepasang tangannya
bergerak menghantam ke sana ke mari.
Seorang pelayan rumah penginapan yang kurang jelas berdiri di luar
ruangan telah mengintai di dekat tiang pintu. Dia berdiri dengan
menongolkan kepalanya.
Tahu-tahu mendadak sekali, si pelayan menjerit dengan suara menyayatkan.
Tubuh pelayan itu terpelanting dengan kelepakkan. Dia memegangi
kepalanya. Tampaknya dia menderita kesakitan hebat.


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kiranya waktu ia menongolkan kepalanya itu, justeru angin yang keluar
dari sepasang tangan Pu San Hoat-ong dan juga dari putaran tubuhnya, bisa
menjangkau sampai ke tempat yang jauh sekali, membuat kepala si pelayan
seperti juga dihantam oleh pukulan yang kuat sekali.
Dia menjerit kesakitan dengan kepala yang pusing dan mata berkunangkunang. Seketika tubuhnya rubuh, iapun tidak ingat orang lagi. Dia
pingsan!
Maka bisa dibayangkan, betapa ilmu dan tenaga dalam yang dipergunakan si
pendeta memang hebat sekali karena pelayan itu yang terpisah demikian
jauh telah kena dihantam demikian kuat.
Bie Lan sendiri bukan tidak terkejut menyaksikan semua itu. Dengan
melihat cara bersilat si pendeta saja, dia segera menyadari bahwa dia
akan menghadapi kesulitan.
Ilmu silat yang dipergunakan oleh si Pendeta merupakan ilmu kelas tinggi
Godfather Terakhir 4 Lima Sekawan 20 Di Pulau Seram Relections Of Life 1

Cari Blog Ini