Ceritasilat Novel Online

Pendekar Aneh Seruling Sakti 9

Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong Bagian 9


cabang atas yang tangguh sekali.Dulu ayahnya memang pernah menceritakan padanya, di dalam rimba
persilatan terdapat semacam ilmu yang hebat sekali, mengandalkan kekuatan
tenaga dalam yang mahir, dengan tubuh berputar, tenaga pukulan orang
semakin kuat.
Maka Bie Lan segera menduga, ternyata Pu San Hoat-ong mempergunakan ilmu
sejenis yang diceritakan ayahnya beberapa waktu yang lalu.
Bie Lan jadi berwaspada. Dia mengawasi baik-baik cara bersilat si
pendeta, sampai akhirnya waktu ia merasakan terjangan tenaga dalam si
pendeta, dia berseru nyaring, pedangnya berkelebat, dia menikam.
Si pendeta tertawa dingin, dia menyampok dengan tangannya. Tubuhnya tetap
berputar.
"Traangg!" Luar biasa sekali! Pedang si gadis kena disampok angin
serangannya, dan malah pedang itu segera terlempar, terlepas dari cekalan
Bie Lan.
Hal ini disebabkan tenaga dalam si pendeta yang kuat luar biasa.
Gadis itu pun kaget tidak terkira, wajahnya sampai berobah pucat. Malah
Bie Lan telah melompat mundur dengan mata memandang lebar-lebar pada si
pendeta.
Pu San Hoat-ong masih berputar terus, dia telah menegur lagi: "Apakah
sekarang kau mau bicara baik-baik dengan Loceng?"
"Hemm, kau kira mudah buat menghinaku? Kau tidak mungkin dapat menghina
diriku! Kau memang dapat membunuhku. Tapi ingat, suatu saat ayah dan
ibuku akan membalaskan sakit hatiku ini!" Benar-benar murka Bie Lan.
Si pendeta itu tertegun, malah gerakan berputarnya sampai terlambat dan
perlahan.
"Siapa ayah dan ibumu?" tanyanya, karena sekarang dia baru teringat,
betapa pun dalam usia demikian muda Bie Lan sudah memiliki kepandaian
yang demikian tinggi. Tentu ayah dan ibunya pun memiliki kepandaian yang
hebat dan merupakan tokoh rimba persilatan yang memiliki nama tidak
kecil!
Bie Lan tertawa mengejek!
"Hemmm, begitu kau mendengar nama ayah dan ibuku, tentu kau akan cepatcepat bunuh diri!" Ejeknya.
Muka Pu San Hoat-ong merah padam. Dia berhenti berputar, dan mengawasi
mendelik pada si gadis.
"Sebutkan siapa ayah ibumu itu!" Bentaknya dengan suara yang bengis.
"Hemmmm, kau mau tahu juga?"
"Ya!"
"Tidak takut pingsan?"
Muka si pendeta tambah merah.
"Cepat sebutkan! Atau memang kau hendak kuhajar mampus sekarang juga!"Muka Bie Lan merah padam. Dia memang seorang gadis yang cerdas. Tapi dia
juga beradat keras sekali. Ia menuruni adat keras kakeknya.
Sekarang melihat pendeta itu demikian mendesaknya, ia bukannya segera
menyebutkan nama ayah dan ibunya, malah ia telah sengaja tertawa
mengejek.
"Hemm, aku justeru tak sudi memberitahukan padamu!" Katanya.
Muka, si pendeta tambah bengis.
"Sebentar lagi aku akan turunkan tangan keras padamu! Jika memang terjadi
sesuatu padamu, kau jangan mempersalahkan aku!" Kata Pu San Hoat-ong.
"Lain jika memang kau sebutkan nama ayah dan ibumu. Mungkin aku bisa
berkasihan dan mempertimbangkannya lagi."
Bie Lan tertawa mengejek. Ia tahu si pendeta berkata begitu sama saja
dengan mengejeknya, tapi ia tak mau kalah.
"Hemmm, kau minta aku menyebut nama ayah dan ibuku? Kau memaksa terus?
Hemm, aku tahu! Aku tahu! Justeru aku tahu kau takut untuk mencelakai
aku! Kau jeri pada ayah dan ibuku!"
Bukan main gusarnya Pu San Hoat-ong, ia sampai berjingkrak.
"Hemm, kau minta mampus sekarang?" Teriaknya sambil berputar dan
mengayunkan tangannya.
Si gadis sudah tidak mencekal pedang lagi. Tentu dia lebih mudah
merubuhkan si gadis. Telapak tangannya yang lebar dan besar menyambar
dengan pesat kepada Bie Lan.
Bie Lan sendiri bersiap buat menerima serangan itu walaupun hatinya
mengeluh, dia yakin tidak mungkin kuat menerima serangan si pendeta
dengan cara keras dilawan keras tetapi serangan datang telah dekat.
Terpaksa si gadis mengempos semangatnya. Mau atau tidak ia memang harus
mengadakan perlawanan.
Sedangkan si pendeta sendiri waktu mengayunkan tangannya, jadi berpikir:
"Dia pasti anak seorang tokoh rimba persilatan! Hemmm dia juga cantik
sekali, mengapa aku tidak tangkap dia hidup-hidup?"
Setelah berpikir begitu, tenaga serangannya dikurangi, sehingga tak
sekuat tadi.
Bie Lan merasakan matanya berkunang-kunang dan dadanya sesak. Tapi tibatiba tekanan yang kuat itu berkurang maka mempergunakan kesempatan ini
buat melompat ke samping.
Pu San Hoat-ong tak mendesak lebih jauh.
"Sekarang kau beritahukan nama ayah dan ibumu!" bentak Pu San Hoat-ong
bengis. "Tadi kau lihat, jika aku ingin membinasakan dirimu sama mudahnya
seperti aku membalik telapak tanganku!"
Bie Lan berdiri dengan muka yang pucat, hatinya berdebar keras, nyaris
tadi ia hampir terluka atau terbinasa di tangan si pendeta. Hatinya masih
tergoncang dan ia mengeluarkan keringat dingin.Tapi gadis itu tak memperlihatkan kekagetannya itu, berusaha membawakan
sikap seperti biasa saja.
"Hemm!" Pu San Hoat-ong tertawa dingin. "Jika kau tetap berlambat-lambat,
terpaksa aku akan turunkan tangan keras!"
Bie Lan tertawa. Ia membawa sikap lincah, sama sekali berobah dengan
sikapnya yang tadi, tampaknya ia jadi riang, ia juga bilang: "Taysu
ternyata kepandaianmu hebat sekali! Maafkan keponakanmu yang kurang ajar
ini!"
Malah setelah berkata begitu, Bie Lan merangkapkan sepasang tangannya.
Dia menjurah memberi hormat.
Kaget si pendeta. Dia tidak menyangka akan perobahan si gadis, yang jadi
periang dan manis. Tapi diapun jadi girang juga melihat perobahan sikap
si gadis.
Bukankah dengan demikian berarti dia akan lebih mudah mempengaruhi gadis
ini? Bukankah orang demikian cantik dan muda.
"Ya, aku maafkan!" Kata si pendeta kemudian sambil tersenyum. Berkurang
sikap bengisnya.
"Sekarang coba kau beritahukan nama ayah dan ibumu! Mungkin juga mereka
itu sahabat-sahabatku? Untung saja kau belum melukai dirimu. Bukankah
jika terjadi demikian dimana aku telah melukai kau, lalu baru kuketahui
kau adalah gadisnya teman-temanku, maka hal ini akan membuat aku tidak
enak seumur hidup!"
Bie Lan tertawa. Ia bilang lagi: "Sebenarnya Taysu, tadi aku yang muda
telah berlaku kurang ajar, dengan ini sebenarnya membuatku sungguh tidak
enak hati walaupun Taysu telah memaafkan!"
Setelah berkata begitu, si gadis melangkah dekat. "Tentang nama orang
tuaku itu adalah!"
Waktu si gadis berkata sampai di situ, justeru ia sudah datang dekat.
Sedangkan Pu San Hoat-ong mengawasi dengan sikap ingin mengetahui nama
orang tua si gadis.
Dikala berkata sampai disitulah, Bie Lan mendadak menyerang dengan jari
telunjuknya, dia menotok dengan cepat sekali. Totokan itu dilakukan
sangat tiba-tiba sekali, juga jaraknya memang sangat dekat sekali.
Pu San Hoat-ong tengah mencurahkan seluruh perhatiannya pada perkataan si
gadis, yang dilihatnya hendak memberitahukan nama ayah dan ibunya!
Justeru dia diserang, dia kaget dan hendak mengelakkan.
Dia memang tidak menjadi gugup, cuma saja, gerakan yang dilakukannya
terlambat sekali. Dengan begitu, dia terhuyung, karena jalan darah Hianghui-hiatnya kena tersentuh juga, walaupun tidak keseluruhannya. Itu telah
cukup membuat tubuh si pendeta akan terpelanting.
Untung saja Pu San Hoat-ong memang memiliki sin-kang yang kuat, dengan
begitu segera ia bisa mengempos semangatnya. Ia telah menyalurkan
kekuatan tenaga dalamnya, buat membuka sendiri totokan si gadis. Dengan
demikian ia tak perlu sampai terpelanting.Bukan main murkanya Pu San Hoat-ong. Begitu ia bisa berdiri lagi, segera
ia melompat, ia menghantam dengan ke dua tangannya.
Itulah pukulan yang kuat sekali, yang mengandung kematian. Jika memang
pukulan itu mengenai sasarannya, niscaya akan membuat si gadis terpukul
binasa di saat itu juga.
Tapi Bie Lan sendiri memang telah bersiap-siap. Dia sangat menyesal,
mengapa ia menotok dengan mempergunakan ilmu It-yang-cie yaitu menotok
dengan jari tunggal yang sakti, jaraknya pun dekat sekali, iapun memang
telah menyerang dengan cara membokong, dengan tiba-tiba sekali namun
masih gagal.
Ia begitu melihat si pendeta tak rubuh, si gadis sudah melompat ke
belakang. Dengan demikian ia berhasil menghindarkan dari hantaman si
pendeta, karena ia melihat datangnya tangan Pu San Hoat-ong, segera
melompat lagi.
Pu San Hoat-ong yang dibokong seperti itu jadi murka bukan main, mana mau
ia melepaskan gadis ini, melihat pukulannya jatuh di tempat kosong dia
membarengi menghantam lagi. Malah sekali ini beruntun beberapa kali.
Bie Lan tetap mengandalkan kelincahannya buat menghindarkan diri ke sana
ke mari.
Pu San Hoat-ong semakin gesit, serangannya semakin gencar.
Bie Lan mengeluh juga di dalam hatinya. Ia tahu jika keadaan seperti ini
berlangsung terus, niscaya akhirnya dia bisa bercelaka di tangan Pu San
Hoat-ong.
"Tahan dulu Taysu!" Katanya dengan suara teriakan yang nyaring sekali,
"Tahan dulu!"
"Tahan dulu, apa?" Bentak si pendeta sengit. "Monyet kecil tidak tahu
mampus, apakah kau kira bisa menipu Loceng lagi buat kedua kalinya?"
"Tadi ada yang hendak boanpwe bicarakan!" Teriak Bie Lan nyaring, dia
juga mengelakan serangan si pendeta.
"Kau ingin mengatakan apa?"
"Hentikan dulu serangan Taysu!"
Pu San Hoat-ong ragu-ragu tapi walaupun demikian, tetap saja ia merangsek
maju mendesak si gadis.
"Apakah Taysu tidak mau mendengarkan dulu kata-kata boanpwe?" Tanya Bie
Lan tetap suaranya nyaring. Dia bicara seperti itu buat mempengaruhi si
pendeta.
Pu San Hoat-ong tidak menjawab, dia benar-benar ragu dan telah menyerang
terus dengan cepat dan kuat. Dia tidak mau kalau sampai harus tertipu
lagi.Tapi Bie Lan terus juga berseru nyaring meminta si pendeta mendengar dulu
kata-katanya.
Setelah Bie Lan berteriak beberapa kali, akhirnya si pendeta menahan
tangannya juga.
"Nah, katakanlah apa yang ingin kau katakan!" Bentak Pu San Hoat-ong,
"tapi ingat jika kau main gila hendak mempermainkan aku, hemmm, hemmm,
Loceng akan turunkan tangan kematian buat kau!"
Waktu bilang begitu, mata si pendeta menatap tajam sekali, wajahnya juga
sangat bengis.
Bie Lan tersenyum.
"Boanpwe ingin memberitahukan bahwa tadi boanpwe cuma ingin mencoba
apakah memang benar-benar ilmu boanpwe belum ada artinya. Sengaja boanpwe
menyerang Taysu, untuk mengetahui hal itu dan memang kenyataannya ilmu
boanpwe belum berarti apa-apa karena Taysu sangat liehay sekali."
Si pendeta memandang ragu-ragu.
"Benarkah itu?" Tanyanya.
"Benar Taysu!"
"Kau bukan sedang main gila?"
"Mana berani boanpwe main gila terhadap Locianpwe?" kata si gadis
tertawa.
Sedangkan otak Bie Lan sendiri sebetulnya saat itu tengah bekerja keras.
Ia berusaha untuk mencari jalan keluar, untuk dapat melepaskan diri dari
si pendeta. Karena dari itu dia tidak hentinya sengaja mengulurkan waktu.
Ia mengetahui, jika si pendeta menyerang terus menerus, niscaya ia akan
kewalahan dan juga akan membuat akhirnya rubuh tanpa daya. Karena memang
kepandaian si gadis masih berada di sebelah bawah kepandaian pendeta itu.
"Sekarang sebutkan siapa nama ayah dan ibumu itu?" bentak Pu San Hoatong. "Nama orang tua boanpwe adalah Kim Ie dan Lu Sian!" Kata Bie Lan
berbohong.
Mata si pendeta mencilak. Walaupun dia tidak yakin si gadis berbohong,
namun hati ciliknya merasakan bahwa nama itu adalah nama yang asal sebut
saja oleh si gadis.
"Hemmmm, bocah! Kau ternyata mau main gila lagi!" Kata Pu San Hoat-ong
sambil melangkah maju.
Hati Bie Lan tercekat. Dia tak menyangka bahwa si pendeta bisa mengendus
dia berdusta.
"Sungguh Taysu........ Boanpwe telah bicara dari hal yang sebenarnya!"
"Bohong!"
"Sungguh Taysu!""Hemmmm. Sudahlah! Akupun tidak perlu lagi mengetahui nama orang tuamu!
Terpenting kau harus Loceng tawan!" Bentak Pu San Hoat-ong melangkah maju
dan bersiap-siap hendak menyerang lagi kepada Bie Lan.
Memang Pu San Hoat-ong telah berpikir, adalah lebih baik dia membekuk
dulu gadis ini, urusan belakangan. Bukankah si gadis sangat cantik?
Bie Lan mengeluh, dia tahu bahwa dirinya terancam bahaya yang tidak
keci1. Kalau memang sampai terjatuh ke dalam tangan Pu San Hoat-ong, akan
habis dayanya. Terlebih lagi jika ia telah tertawan dan dalam keadaan
tertotok, selanjutnya ia akan kehilangan kesempatan.
"Tunggu dulu Taysu!" Teriak Bie Lan.
Pu San Hoat-ong tertawa dingin.
"Hemmm, apa lagi?" Tanyanya sinis.
"Tunggu, Boanpwee ingin membicarakan sesuatu lagi!"
"Loceng sudah tidak perlu lagi!"
"Tapi dengarlah dulu, Taysu!"
"Hemm, kau bocah licik, tidak perlu dibiarkan mengoceh terus!" Kata Pu
San Hoat-ong.
"Tapi tadi Taysu ingin mengetahui siapa orang tuaku, bukan? Mereka tadi
aku sengaja menyebutkan nama samaran mereka jika tengah merantau! Aku
tidak bohong! Hemm, Taysu tidak menanti aku bicara habis, kau sudah
memotong dan menyebut aku telah mendustaimu!"
"Hemm, benarkah itu?" si pendeta jadi ragu-ragu kembali menahan langkah
kakinya.
"Benar Taysu.!"
"Nah, sebutkan, siapa orang tuamu?"
"Mereka adalah orang-orang ternama di dalam kalangan rimba persilatan!"
"Aku tahu! Kau memiliki kepandaian yang lumayan, tentu ke dua orang tuamu
itu orang ternama!" Kata Pu San Hoat-ong tidak sabar.
Bie Lan melirik ke arah pedangnya yang menggeletak di lantai yang
terpisah tidak jauh darinya. Memang sejak tadi dia bicara sambil mundur
mendekati pedangnya itu, sekarang diapun menggeser kakinya, dia bilang
lagi,
"Mereka terkenal sebagai Pasangan pendekar yang sangat disegani orangorang Kang-ouw.!"
"Aku tidak perlu dengan ocehan seperti itu!" bentak Pu San Hoat-ong,
"Sebutkan saja siapa nama orang tuamu!"
Mendadak si pendeta melihat pedang si gadis dan dia melihat gerakan Bie
Lan yang hendak meraih pedangnya."Tunggu, jangan kau mimpi bisa mengambil pedangmu itu!" bentak Pu San
Hoat-ong setelah menyadari apa yang akan terjadi dan ingin dilakukan oleh
Bie Lan.
Sambil membentak begitu dia juga mengibas dengan lengan jubahnya. Dari
lengan jubahnya meluncur angin yang dahsyat menyambar ke arah pedang.
Sebetulnya si gadis hampir saja berhasil meraih pedang itu. Ia tidak
memperdulikan teriakan si pendeta, karena dia meneruskan mengulurkan
tangannya buat meraih pedang itu.
Dan ia memang girang sebab pedang itu hampir saja kena diraihnya cuma
kagetnya ia merasakan berkesiuran angin yang kuat sekali. Pedangnya yang
menggeletak di lantai telah kena disampok oleh angin lengan jubah si


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pendeta. Pedang itu terpental sampai dua tombak lebih dari tempatnya.
Bie Lan mengeluh.
Pu San Hoat-ong tertawa bergelak.
"Bocah! Ternyata memang kau tidak boleh dipercaya!" Kata si pendeta
sambil melangkah lebar buat mendekati Bie Lan. "Kau licik sekali. tidak
bisa aku membiarkan kau tetap bebas, karena kau cukup berbahaya."
"Tunggu Taysu!"
"Hemm, kau terima ini!" Pu San Hoat-ong tidak memperdulikan kata-kata si
gadis. Rupanya dia sudah menghantam dengan tangan kanannya.
Hati si gadis mendongkol, dia merasakan sambaran angin yang kuat sekali.
Dia menjejakkan kakinya. Tubuhnya melesat ke tengah udara buat
menghindarkan diri dari serangan Pu San Hoat-ong.
Akan tetapi semangat si gadis jadi terbang dari tubuhnya. Dia kaget tidak
terkira. Sebab disaat tubuhnya sedang berada di tengah udara, tenaga
serangan Pu San Hoat-ong seperti bisa berpindah tempat dan tahu-tahu
telah naik ke atas dan menyambar kepada Bie Lan.
Bie Lan tengah berada di tengah udara, karena dari itu tidak leluasa dia
bisa mengelakkan diri dari sambaran tenaga serangan itu. Namun dia memang
telah terdidik baik oleh ayah, ibu, kakek maupun neneknya.
Segera juga dia berputar dengan lincah di tengah udara. Dia tidak menjadi
gugup. Kemudian dia menepuk dengan telapak tangannya.
Tenaga tepukannya itu menangkis tenaga serangan Pu San Hoat-ong. Dan
tangkisan dari dua tenaga yang saling bentur itu membuat tubuh si gadis
terpental keras sebab memang Bie Lan meminjam tenaga benturan tersebut,
tubuhnya telah meluncur turun dan hinggap di lantai dengan cepat sekali.
Saat itu tampak Pu San Hoat-ong tercengang menyaksikan hebatnya gadis itu
mengelakkan dan menghindarkan diri dari ancaman tenaga dalamnya. Ia
melihat, ilmu dan cara yang dipergunakan si gadis bukan ilmu sembarangan.
Karena dari itu, dia jadi teringat seseorang yang ilmunya serupa dengan
itu. Tapi ia ragu-ragu apakah gadis ini memang ada hubungannya dengan
orang itu......."
Bie Lan berdiri di tanah, segera ia tertawa dengan sikap yang riang
sekali. Walaupun hatinya tadi ciut karena nyaris dia terluka berat ditangan si pendeta, tokh dia bisa menutupi keterkejutannya, karena itu dia
telah tertawa dengan sikap yang riang.
"Taysu, kau terlalu keras untuk main-main denganku?" Katanya menegur.
Namun sikapnya sangat jenaka sekali.
Muka Pu San Hoat-ong merah padam. Dia mengawasi mendelik kepada si gadis
itu. "Hemm, terlalu keras?" Tanyanya.
"Ya!"
"Apa yang keras?" Dan sambil bertanya begitu Pu San Hoat-ong tertawa
dingin.
"Sikap Taysu!"
"Kau bocah yang terlalu keras kepala."
"Tidak! Justru aku hanya ingin mengajak Taysu main-main!" Kata Bie Lan.
"Mengajak Loceng main-main?" Tanya Pu San Hoat-ong, sikapnya seketika
berobah, tidak bengis seperti tadi dan berobah menjadi manis.
"Ya!" Mengangguk Bie Lan.
"Baik! Jika memang kau ingin bersahabat dengan Loceng, maka Loceng juga
tak keberatan bersahabat denganmu!" kata si pendeta cepat.
Hati Bie Lan muak dan mendongkol bukan main pada pendeta ini, tapi ia
membawa sikap seakan-akan ia girang.
"Benarkah Taysu?" Waktu bertanya begitu Bie Lan sengaja tertawa.
Pu San Hoat-ong mengangguk,
"Benar! Dan kita bersahabat!"
Si gadis cepat-cepat merangkapkan kedua tangannya memberi hormat pada si
pendeta.
"Terima kasih atas kebaikan Taysu yang mau bersahabat denganku!" Katanya.
"Ya, memang ada baiknya jika bersahabat!" kata Pu San Hoat-ong, girang
bukan main, sedangkan di dalam hatinya ia berpikir; "Gadis ini tampaknya
liar sekali, akan tetapi aku pasti bisa menghadapinya....... dan juga
biarlah sekarang aku sengaja mengajak ia bersahabat!"
Sedangkan Bie Lan sudah bertanya lagi, "Apakah aku boleh mengambil
pedangku?"
"Silahkan!"
"Terima kasih Taysu!"Gesit sekali si gadis melompat mengambil pedangnya.
Pelayan dan para tamu yang menyaksikan semua itu jadi menguatirkan
keselamatan si gadis. Mereka mengetahui siapa itu Pu San Hoat-ong. Tapi
mereka tidak berdaya apa-apa!
Pu San Hoat-ong bilang: "Apakah sekarang kau mau pergi melihat-lihat kuil
Loceng?"
"Jadi taysu mesih tetap akan mendesak padaku agar memberikan derma?"
"Oh, tidak. Sekarang Loceng tidak jadi meminta derma, hanya sebagai
sahabat ingin memperlihatkan kuil Loceng kepada kau nona. Karena Loceng
akan memperlihatkan bagaimana rencana Loceng memperbaiki kuil itu kelak."
Bie Lan berpikir di dalam hatinya: "Hemm, kau ingin menjebakku.. lihat
saja nanti!"
Walaupun berpikir begitu, Bie Lan pura-pura memperlihatkan sikap gembira.
Bahkan seperti seorang anak yang kegirangan memperoleh hadiah, dia
melompat-lompat sambil katanya, "Sungguh menggembirakan sekali! Sungguh
menggembirakan sekali!"
"Ya.!" Pu San Hoat-ong mengangguk: "Jika memang nona bersedia ikut
denganku untuk melihat-lihat kuil Loceng, betapa hal itu sangat
menggembirakan sekali."
Si gadis mengangguk.
"Tentu saja aku mau pergi melihatnya!"
"Syukurlah kalau begitu! Mari sekarang kita berangkat!" Ajak si pendeta.
"Tunggu dulu, aku belum lagi membereskan pakaianku!" kata si gadis.
"Biarkan saja, bukankah kau akan kembali ke mari nona?" Kata Pu San Hoatong. "Tidak! Aku bermaksud setelah melihat-lihat kuil Taysu, aku akan
meneruskan perjalanan!"
"Baiklah kalau begitu."
"Tunggu sebentar taysu, aku akan segera kembali ke mari! Tapi kau jangan
meninggalkan aku! Tidak lama!" Kata Bie Lan pura-pura memperlihatkan
sikap girang bukan main.
Pu San Hoat-ong mengangguk.
"Ya, jangan lama-lama!"
Si gadis berlari pergi ke kamarnya.
Tapi begitu si gadis menutup pintu kamarnya seketika timbul kecurigaan di
hati Pu San Hoat-ong.
"Tidakkah bisa saja terjadi si gadis melarikan diri lewat jendela
kamarnya?"
Karena dari itu si pendeta cepat-cepat menghampiri pintu kamar si gadis.Sepi sekali tidak terdengar suara apapun.
"Nona.!" Panggilnya.
Tidak ada jawaban.
"Nona........!" panggilnya lebih keras, malah telah mengetuk pintu kamar
itu. Tetapi sama sekali tidak memperoleh jawaban.
Hati Pu San Hoat-ong semakin curiga, akhirnya telah mendorong pintu kamar
itu. Terkunci dari dalam.
Kecurigaannya semakin besar.
"Nona, mari kita berangkat!" Panggilnya lebih keras.
Tetap tidak ada jawaban. Tidak ayal lagi Pu San Hoat-ong menghantam pintu
itu dengan tangan kanannya.
"Brakkk!" Daun pintu menjeblak terbuka lebar, kamar itu telah kosong.
Bukan main gusarnya si pendeta, dia melihat daun jendela terbuka. Udara
menghembus masuk ke dalam kamar.
Gesit sekali tubuh si pendeta melompat ke jendela, dia sudah segera bisa
menduga, gadis itu memang melarikan diri lewat jendela kamar tapi dia
belum tentu pergi jauh.
Tanpa membuang waktu Pu San Hoat-ong melesat keluar dari jendela kamar
itu. Tubuhnya lincah sekali, melompat ke atas genting.
Di kejauhan masih sempat dilihatnya si gadis yang tengah berlari-lari di
atas genting rumah penduduk menuju ke arah selatan. Dengan mengempos
semangatnya, dia mengejarnya. Memang Pu San Hoat-ong, memiliki kepandaian
yang sangat tinggi, maka dia dapat mengejar dengan cepat sekali.
Tapi si gadis juga tidak mau menyerah begitu saja, sebab waktu dia
mengetahui si pendeta mengejarnya, dia juga mengempos semangatnya, dia
berlari sekuat tenaganya.
"Hemmm, bocah! Mau lari kemana kau!" Berseru Pu San Hoat-ong gesit, dia
mengejar terus dengan cepat.
Demikianlah, dua orang itu saling kejar mengejar, cuma saja lama kelamaan
si gadis melihat jarak pisah mereka semakin dekat juga.
Jika kejar mengejar itu berlangsung lebih lama lagi, niscaya akhirnya Bie
Lan akan terkejar juga oleh Pu San Hoat-ong.
Sedangkan Pu San Hoat-ong menambah tenaganya mengempos untuk berlari
lebih cepat, karena dia tidak mau kehilangan calon mangsanya itu.
Bie Lan sendiri sambil berlari cepat berpikir keras untuk mencari akal
buat meloloskan diri dari kejaran si pendeta itu, yang diduganya bukanlah
seorang pendeta baik.Tapi justeru kepandaian Pu San Hoat-ong memang sangat tinggi, sulit
sekali meloloskan diri. Kesempatan buat dapat meloloskan diri memang
tampaknya tidak mungkin.
Akhirnya, ketika Bie Lan telah berlari sekian lama, dia melihat ke bawah.
Lorong yang berliku-liku, dia segera melompat turun tanpa pikir panjang
lagi.
Waktu itu Pu San Hoat-ong sudah datang dekat malah sambil membentak: "Mau
ke mana kau bocah busuk?"
Pu San Hoat-ong tidak buang waktu melompat turun juga, buat mengejar si
gadis.
Bie Lan sengaja berlari menikung ke sana ke mari tidak hentinya.
Kebetulan sekali jalan itu memang memiliki banyak lorong yang berlikuliku, dengan demikian membawa keuntungan juga buat Bie Lan.
Sebab si pendeta tidak bisa mengejar terlalu cepat. Dia kuatir salah
memotong jalan yang dilaluinya.
Jarak mereka tetap tidak dekat.
Waktu itu mendadak Bie Lan melihat di sebelah ada tikungan empat. Dia
melihat seorang pengemis tua yang tengah duduk rebah di jalan. Tampaknya
dia lemah sekali. Cepat-cepat si gadis menghampiri.
"Lopeh!" panggil si gadis membangunkan pengemis itu. "Aku ingin minta
tolong padamu!"
Pengemis itu membuka matanya, mengedip-ngedipkan matanya, tanyanya: "Nona
mau minta tolong apa?"
"Kalau nanti ada pendeta yang datang ke mari bertanya padamu, Lopeh, Aku
mengambil jalan ke mana. Kau bilang aku ke kanan!"
"Baik!" si pengemis mengangguk.
Tanpa membuang waktu lagi Bie Lan menikung ke kiri. Ia berlari sekuat
tenaganya.
Benar saja. Tak lama kemudian Pu San Hoat-ong pun tiba di tempat itu.
Dia tak melihat bayangan si gadis, cuma melihat si pengemis yang rebah
terbatuk-batuk di tepi jalan.
Tanpa membuang waktu ia mendekati si pengemis.
"Hei jembel, kau lihat seorang gadis lewat di sini?" Tanya Pu San Hoatong kasar sekali, mukanya bengis.
Pengemis itu menoleh, tampaknya ia mengantuk sekali.
"Taysu tanya apa?" tanyanya.
"Kau tuli? Melihat ada gadis yang lewat di jalan ini atau tidak?" bentak
Pu San Hoat-ong."Oya! Ya! Ia mengambil jalan ke kanan." Menyahuti si pengemis. "Kesana!"
Pu San Hoat-ong mengawasi mendelik pada si pengemis.
"Kau tidak membohong?"
"Ohh tidak! Tentu saja tidak!"
Pu San Hoat-ong segera berlari akan berbelok ke kanan, tapi waktu ia
melewati sisi si pengemis, justeru ia merasakan ada sesuatu yang menggaet
kakinya.
Karena tak menyangka akan terjadi hal seperti itu, ia kaget bukan main,
ia keserimpet.
Untung saja Pu San Hoat-ong memang memiliki gin-kang yang tinggi,
sehingga cepat ia bisa menguasai keseimbangan tubuhnya, ia tak sampai
terjerembab.
Waktu ia menoleh, dilihatnya si pengemis menyender dengan memejamkan
matanya, seakan tak terjadi apa-apa.
Kaki si pengemis itulah yang terlonjor, dan Pu San Hoat-ong gusar bukan
main.
Kalau ia tak ingat si gadis yang tengah dikejarnya akan hilang jejaknya,
jika ia berlama-lama di situ, ia tentu akan menghajar si pengemis. Namun
ia cuma mendengus saja, kemudian ia telah berlari lagi.
Cuma saja baru beberapa langkah, dari arah belakangnya menyambar angin
yang kuat sekali, angin serangan.
Si pendeta jadi heran dan kaget, ia menyampok ke belakang, ia juga telah
memutar tubuhnya.
Segera juga ia melihat si pengemis tengah melompat akan duduk menyender
lagi. Seketika ia tersadar, bahwa yang telah menyerangnya adalah si
pengemis.
Pu San Hoat-ong merasakan dadanya seakan ingin meledak karena hawa amarah
yang tak kepalang. Ia tak mengatakan apa pun juga telah melompat ke arah
si pengemis, telapak tangannya meluncur cepat akan menghantam kepala si
pengemis.
Si pengemis melihat menyambarnya telapak tangan si pendeta jadi berseru:
"Hei! Hei! Apa-apaan ini?" Tapi dia menyampok dengan tangan kanannya.
"Plakkk!" Tangan si pendeta tertangkis. Itulah tangkisan yang
dilakukannya seakan juga tidak disengaja.
Kesudahannya Pu San Hoat-ong kaget tidak terkira. Memang pengemis itu
seakan juga menggerakkan tangannya perlahan sekali, seperti tidak sengaja
menangkis pukulan yang dilakukan Pu San Hoat-ong.
Namun kenyataan yang ada tangkisan si pengemis bukanlah kibasan tangan
yang perlahan, karena tenaga tangkisan itu kuat sekali, membuat tubuh Pu
San Hoat-ong terhuyung ke belakang. Dia sampai mengeluarkan seruan
tertahan.Untung saja Pu San Hoat-ong masih sempat buat mengerahkan tenaga gin-kang
pada kuda-kuda ke dua kakinya, dia bisa mempertahankan dirinya tidak
sampai terguling.
Si pengemis tetap membawa sikap tidak acuh, dia tetap rebah. Malah dia
menguap.
"Hemmmm, kau rupanya hendak mempermainkan Loceng!" Bentak Pu San Hoat-ong
sengit.
Pengemis itu menguap lagi.
"Ada apa Taysu?" Tanyanya sikap dan mimik wajahnya memperlihatkan seakan
juga memang dia tengah terheran-heran dan seperti tidak mengetahui apa
yang terjadi tadi.
Pu San Hoat-ong tidak banyak bicara lagi tahu tahu tubuhnya melesat cepat
sekali, sepasang tangannya bergerak menyambar, kepada si pengemis.
"Berdiri!" Bentak Pu San Hoat-ong, begitu dia bisa mencengkeram sepasang
tangan si pengemis, dengan membungkukkun tubuhnya, dia bermaksud
menggetak buat mengangkat naik tubuh si pengemis.
Tapi, Pu San Hoat-ong tidak berhasil.
Pengemis itu tetap saja rebah diam, tidak terangkat sedikitpun juga,
walaupun Pu San Hoat-ong telah mengangkat kuat sekali.
"Mengapa aku si pengemis tua yang sudah mau mampus disuruh berdiri oleh
Taysu?" Tanya si pengemis seperti juga terheran-heran memandang kepada Pu
San Hoat-ong dengan mata yang dibuka lebar-lebar.
Tidak kepalang murkanya Pu San Hoat-ong tapi iapun kaget tak terkira.
Dia segera menyadari pengemis ini seorang ahli dan jago silat yang mahir
sekali sin-kang atau tenaga dalamnya, karena diangkat seperti itu, masih
saja tubuhnya tak bergerak.
Dan juga, yang membuat Pu San Hoat-ong tambah kaget, karena tahu-tahu
telapak tangannya pedih sekali. Seperti juga dari tangan si pengemis
mengeluarkan uap yang panas bukan main, sehingga uap panas itu mau
menyelusup ke dalam telapak tangan si pendeta.
Biarpun Pu San Hoat-ong sudah mengerahkan sin-kangnya buat melawan uap
yang panas itu, menyalurkan kekuatan tenaga dalamnya pada telapak


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tangannya, namun ia gagal. Dan ia merasakan betapa telapak tangannya
tambah nyeri. Terpaksa sekali ia melepaskan cekalannya malah ia berseru
kaget, begitu panasnya pergelangan tangan si pengemis yang dicekalnya.
Si pengemis mengangkat kepalanya.
"Mengapa Taysu?" tanyanya.
Pu San Hoat-ong tidak segera menjawab."Aduh. pergelanganku sampai sakit dicengkeram oleh Taysu!" kata si
pengemis lagi sambil mengusap-usap pergelangan tangannya.
Pu San Hoat-ong sendiri heran. Tapi dia semakin waspada, karena dia yakin
bahwa pengemis ini bukan orang sembarangan. Kepandaiannya tinggi sekali,
walaupun sikapnya seperti orang yang tolol dan bodoh tidak mengerti
persoalan.
Tadi Pu San Hoat-ong memang telah mengerahkan tenaga dalamnya pada ke
lima jari tangannya, dia meremasnya, namun dia gagal buat meremukkan
tulang pergelangan tangan si pengemis.
Jika memang seseorang yang berkepandaian tanggung-tanggung, begitu
diremas tulang pergelangan tangannya oleh kekuatan seperti yang
dipergunakan Pu San Hoat-ong niscaya tulang pergelangan tangannya itu
akan remuk hancur. Tapi kenyataan pengemis itu tidak kurang suatu apa pun
juga.
Tapi Pu San Hoat-ong ketika tersadar bahwa pengemis ini pasti memang
hendak mempermainkan dan melindungi calon mangsanya. Tentu si gadis telah
pergi entah ke mana dan pengemis ini yang berusaha membendungnya agar ia
tidak bisa mengejar terus gadis itu.
Teringat akan hal ini, seketika Pu San Hoat-ong merobah keputusannya. Dia
tidak mau melayani si pengemis lebih jauh, selain memang orang sangat
liehay dan sulit buat dirubuhkan dan dia kuatir akan kehilangan jejak
calon mangsanya.
Maka dia berkata bengis, "Nanti Loceng akan datang mencarimu buat
memperhitungkan semua ini!"
Setelah berkata begitu, tanpa menantikan jawaban si pengemis, Pu San
Hoat-ong sudah memutar tubuhnya. Dia bermaksud meninggalkan si pengemis,
ia ingin mengejar terus calon mangsanya, Bie Lan.
Tapi, baru saja ia memutar tubuhnya ia mendengar suara si pengemis: "Mau
ke mana Taysu? Mari Taysu temani aku untuk main catur.!" sambil berkata
begitu, tangan si pengemis telah bergerak. Maka Pu San Hoat-ong seketika
mendengar sambaran angin yang tajam.
Dia mandek dan mengibaskan tangannya. Tapi dia cuma bisa menyambuti dua
butir batu yang ditimpuk pengemis. Kemudian menyambar lagi angin yang
tajam.
Pu San Hoat-ong bukan main mendongkolnya. Dia menyampok lagi ke belakang.
Tiga butir batu telah kena disampoknya.
Demikianlah, Pu San Hoat-ong jadi gagal buat meninggalkan tempat itu dan
si pengemis.
Bukan main murkanya Pu San Hoat-ong. Ia membentak bengis dan batal buat
pergi. Melainkan tubuhnya melesat sangat cepat sekali dan menghantam
dengan sepasang tangannya. Sekali ini, Pu San Hoat-ong benar-benar sudah
tidak bisa menahan diri.
Apa yang dilakukan Pu San Hoat-ong kali ini tidak bisa diremehkan oleh si
pengemis. Itulah serangan yang disertai tenaga dalam yang dahsyat sekali.Dengan demikian si pengemis juga tidak bisa berdiam diri, sebab dia
segera melesat bangun berdiri. Dia bukan cuma melompat berdiri. Begitu
kedua kakinya menginjak tanah, dia melompat lagi ke belakang satu tombak
lebih.
Pukulan Pu San Hoat-ong jatuh di tempat kosong, menambah penasaran si
pendeta.
"Kau harus mampus di tangan Loceng!" Teriak Pu San Hoat-ong yang sudah
bisa mempertahankan kemarahan hatinya. Dia marah karena si pengemis
menghalanginya, berarti dia telah kehilangan kesempatannya, buat
menangkap calon mangsanya, yaitu Bie Lan.
Disamping itu, dia telah mempermainkannya terus, menambah rasa
penasarannya. Maka dia telah menyerang tidak tanggung-tanggung.
Tenaga dalam yang dipergunakannya sangat kuat sekali. Dia telah mengempos
sebagian besar tenaga sin-kangnya, buat menyerang dengan jurus-jurus yang
mematikan.
Cuma saja, dasarnya si pengemis memang memiliki sin-kang dan gin-kang
yang mahir. Disamping dia selalu dapat bergerak gesit sekali juga si
pengemis dapat saja buat menghindarkan dan memunahkan tenaga serangan Pu
San Hoat-ong.
Tiga kali Pu San Hoat-ong mendesak si pengemis namun tetap saja gagal.
Pengemis itupun tidak mau tinggal diam karena tubuhnya tampak berkelebatkelebat dengan lincah sekali.
Pu San Hoat-ong yang dikelilingi si pengemis jadi berdiam diri, mengawasi
saja dengan mata yang mencil tajam serta bengis.
Pengemis itu bergerak sangat lincah sekali sehingga tubuhnya yang
berputar-putar mengelilingi Pu San Hoat-ong, saking cepatnya, dia seperti
jadi beberapa orang pengemis, yang terus mengelilingi Pu San Hoat-ong.
Si pendeta berdiam tidak segera menyerang karena buat sementara waktu itu
dia jadi tidak mengetahui arah sasaran yang tetap. Dia tidak mau
menyerang sembarangan lagi.
Diam-diam ia telah memusatkan kekuatan tenaga dalamnya yang disalurkan
pada kedua telapak tangannya. Dia bersiap-siap akan mempergunakannya
begitu juga dia melihat ada kesempatan tersebut. Namun tetap saja yang
mengelilinginya adalah bayangan tubuh si pengemis.
Pu San Hoat-ong memasang pendengarannya. Ia memiliki pendengaran yang
tajam, karena dari itu, ia dapat mendengarkan dengan baik.
Dan akhirnya ia mengetahui ke arah mana berputarnya si pengemis, dengan
mengandalkan pendengarannya, mendengarkan desir angin yang berkesiuran
akibat berputarnya tubuh si pengemis.
Pu San Hoat-ong mulai dapat menangkap di arah mana, pengemis itu berada.
Maka setelah yakin, mendadak sekali ia membentak dibarengi dengan
sepasang tangannya yang menghantam.
Kali ini ia memukul kuat sekali, angin pukulan itu berkesiuran dahsyat
bukan main.Pengemis itu tertawa.
"Bagus! Ternyata Taysu memang pandai bermain catur!" katanya. Itulah
ejekan.
Dan pengemis itu bukan berkelit, ia masih tetap berputar, cuma saja
pukulan yang dilakukan Pu San Hoat-ong, ditangkisnya dengan kuat. Tenaga
tangkisan yang dilakukannya juga tak kalah kuatnya dibandingkan dengan
tenaga serangan Pu San Hoat-ong.
"Dukkk!" Tangan Pu San Hoat-ong dengan tangan si pengemis saling bentur.
Dan benturan tersebut membuat tubuh mereka masing-masing tergetar keras.
Pu San Hoat-ong tidak sampai disitu saja, dia menghantam lagi. Dua kali
beruntun. Dan si pengemis juga beruntun menangkis dengan keras lawan
keras.
Terdengar beruntun dua kali benturan yang keras, tubuh mereka jadi
berhadapan. Si pengemis tidak berputar lagi.
"Siapa kau sebenarnya, pengemis busuk!" Bentak Pu San Hoat-ong sambil
mengawasi dengan mata mendelik garang, mengandung hawa pembunuhan.
Pengemis itu tetap membawa sikap yang tenang, dia tertawa.
"Kau ingin mengetahui siapa aku, Taysu? Akulah si tukang pukul kepala
gundul!" Kata si pengemis.
Dada Pu San Hoat-ong seperti mau meledak.
"Sekarang mari kita main catur lagi!" Belum lagi Pu San Hoat-ong
membentak, justeru si pengemis yang tampaknya senang mempermainkan si
pendeta, telah menghantam.
Sekali ini dia tidak main-main karena dialah yang menghantam si pendeta.
Dia telah membiarkan Pu San Hoat-ong mendesaknya seperti tadi.
Jika tadi memang dia cuma mengelak maupun juga cuma menangkis memunahkan
serangan yang dilakukan Pu San Hoat-ong. Justeru sekarang ini dia yang
mendesak Pu San Hoat-ong, sekaligus dia telah menghantam sampai enamtujuh kali.
Pukulan yang dilakukannya begitu kuat dan dahsyat. Dan telah membuat Pu
San Hoat-ong jadi sibuk buat mengelakkan diri.
Benar-benar Pu San Hoat-ong bisa melihat bahwa si pengemis memang
sebenarnya, bukanlah orang sembarangan. Kepandaiannya sangat hebat. Dan
berarti dia tidak boleh memandang remeh dan memperlakukan sembarangan.
Berulang kali dia mengelakkan diri dari serangan yang dilakukan oleh si
pengemis. Setelah diserang empat kali dengan desakan yang kuat, maka Pu
San Hoat-ong baru memiliki kesempatan buat balas menyerang, sekali ini
dia menyerang dengan dahsyat sekali. Dia memang seakan jadi kalap.
Tapi pemuda itu mudah sekali menghindarkan pukulan Pu San Hoat-ong.
Sambil mengelakkan diri, dia telah berseru: "Hai! Hai! Menakutkan sekali!
Mengerikan!"Setelah berseru begitu, dia memutar tubuhnya, di tempat kosong dia
menjejakkan kakinya, dia berlari akan meninggalkan pendeta tersebut.
Malah dia masih berseru nyaring:
"Ngeri bukan main jika menghadapi pendeta yang sedang kalap! Sungguh
galak. Mengerikan!"
Dan dia tertawa bergelak-gelak. Itulah ejekan yang benar-benar
menyakitkan hati Pu San Hoat-ong, karena tampaknya memang pengemis tidak
memandang sebelah mata padanya dan masih terus juga mempermainkannya.
Berang sekali Pu San Hoat-ong mengejarnya. Karena dia jadi penasaran.
Belum pernah seumur hidupnya dipermainkan seperti ini.
Dengan mengerahkan gin-kangnya Pu San Hoat-ong mengejar cepat sekali.
Tapi pengemis itupun berlari gesit luar biasa.
Rupanya gin-kang pengemis itu mahir bukan main dan sesungguhnya ia ingin
mempermainkan si pendeta.
Sambil berlari si pengemis berpikir: "Pendeta ini berkepandaian tinggi,
siapakah dia? Tampaknya ia bukan orang sembarangan. Aku harus hati-hati!"
Pu San Hoat-ong, berseru: "Berhenti! Mari kita main-main, mengapa kau
pengecut seperti itu? Atau memang kau hendak lari meloloskan diri?"
Setelah berkata begitu, tangannya diayunkan, ia melemparkan beberapa
senjata rahasia yang berbentuk roda bergigi, yang menyambar cepat sekali
pada si pengemis.
Merasakan sambaran angin yang kuat di belakangnya, segera si pengemis
membuang diri bergulingan di tanah. Ia berhasil menghindarkan beberapa
senjata rahasia yang tadi menyambar punggungnya.
Tiga senjata berbentuk roda bergigi itu menancap dalam sekali di tembok,
dengan mengeluarkan suara yang keras. Amblas, melihat itu si pengemis
mengerutkan keningnya.
Kalau tadi dia tidak keburu menghindarkan diri dari sambaran senjata
rahasia tersebut, bukankah punggungnya akan berlobang sampai ke dada oleh
senjata rahasia yang dilemparkan Pu San Hoat-ong dengan kekuatan lweekang
yang dahsyat?
"Hemmm, tampaknya memang dia hendak membunuhku!" Demikianlah pikir si
pengemis. "Aku harus waspada sekali, karena dia tidak boleh diremehkan."
Walaupun hatinya terkejut melihat hebatnya tenaga sin-kang Pu San Hoatong, tokh si pengemis tidak jeri. Dia malah sudah meletik bangun dan
berlari lagi dengan dikejar terus oleh Pu San Hoat-ong.
Tangan Pu San Hoat-ong sudah merabah jubahnya, dia bermaksud akan
mengulangi lagi menyerang si pengemis dengan senjata rahasianya yang luar
biasa itu.
Namun belum lagi dia menarik keluar tangannya dari saku jubahnya, dia
melihat di depan si pengemis tengah mendatangi seorang pemuda. Masih muda
sekali pemuda itu.
Diapun menutupi mukanya dengan kain putih sehingga tidak bisa terlihat
jelas wajahnya. Pakaiannya pun berwarna putih.Dia tengah mendatangi dengan tenang, dan ketika melihat pengemis yang
tengah dikejar-kejar oleh si pendeta, dia mengerutkan alisnya. Dia
menahan langkah kakinya, dan berdiri diam.
Cepat sekali pengemis itu tiba dihadapan si pemuda yang menutupi mukanya
dengan kain putih itu.
"Ada apa lopeh?" Tanya si pemuda berselubung muka kain putih itu, sabar
suaranya.
"Aduh tolong aku, Kongcu. Tolong aku! Aku dikejar pendeta gila." Kata si
pengemis.
Meluap amarah Pu San Hoat-ong mendengar kata-kata si pengemis. Dia tiba
dengan segera.
Pengemis itu segera berputar mengelilingi si pemuda, dikejar terus oleh
Pu San Hoat-ong.
Malah, jailnya si pengemis berulang kali memperlihatkan mimik muka
seperti mengejek.
Kalap sekali Pu San Hoat-ong, dia mengejar terus.
"Aduh....... tolong aku, Kongcu. jangan biarkan aku ditangkap pendeta
gila itu!" Berseru si pengemis dengan suara yang nyaring menambah
kemurkaan Pu San Hoat-ong.
Karena saking murka dan menganggap dia mengganggunya, sehingga sulit dia
menangkap si pengemis segera tangan Pu San Hoat-ong menghantam pundak si
pemuda. Maksudnya membuat si pemuda terpelanting dengan begitu dia bisa
menangkap si pengemis.
Tapi, begitu tangan si pendeta menyambar, pemuda ini menyampok dengan
tangan kirinya perlahan dan tenang sekali. Tapi tangan si pendeta kena
disampok keras, dan malah Pu San Hoat-ong merasa kesakitan.
Pu San Hoat-ong seketika berhenti mengejar si pengemis. Dia mengawasi
mendelik pemuda itu.
"Siapa kau?" Bentak si pendeta.
"Tenang Taysu, mari kita bicara!"
"Hemmmm, kau tidak tahu urusan yang sebenarnya!" Bentak Pu San Hoat-ong
bengis.
"Tapi, marilah kita bicara dulu! Ada persoalan apakah antara Taysu dengan
Lopeh itu?" Sambil bertanya demikian si pemuda telah menunjuk si
pengemis, yang telah duduk di tepi jalan sambil memperlihatkan mimik muka
mengejek Pu San Hoat-ong.
Meluap darah Pu San Hoat-ong. Akan tetapi dia sekarang, tidak bisa segera
menangkap si pengemis. Dia bersumpah, jika dia bisa membekuk pengemis itutentu dia akan menghancurkan batok kepalanya untuk melampiaskan kemarahan
dan kemendongkolan hatinya.
"Kau ingin mencampuri urusan kami?!" Bentak si pendeta pada orang yang
memakai selubung muka itu.
Tenang sekali sikap orang itu. Dia memperdengarkan tertawa perlahan.
"Tidak baik marah-marah seperti itu, Taysu........ tenanglah!" Kata orang
itu. "Sebutkan namamu!" Bentak Pu San Hoat-ong dengan suara yang bengis.
Orang itu mengangguk.
"Baik! Baik! Siauwte adalah Kim Lo. Itu saja, Taysu bisa memanggilku
dengan sebutan itu saja!"
"Kim Lo?"
"Ya!"
Aneh sekali nama itu, sampai Pu San Hoat-ong jadi curiga bahwa orang
inipun tengah mempermainkannya.
"Benar-benar namamu Kim Lo?" ia bertanya mengulangi lagi dengan muka
bengis.
Orang itu mengangguk.
"Ya benar!" Membenarkan orang itu.
Pu San Hoat-ong mengawasi bengis.
"Mengapa mukamu tertutup seperti itu? Atau memang kau takut untuk
memperlihatkan mukamu?" Tegur Pu San Hoat-ong sambil terus menatap ke
muka orang itu.
Pemuda itu yang tak lain memang Kim Lo tertawa tawar. Ia bilang, "Belum
tiba waktunya. Jika memang telah tiba waktunya, aku akan membuka tutup
muka ini!"
"Hemmm, dengan menutupi muka seperti itu kau kuatir akan ada orang yang
mengenali dirimu, tentunya kau pernah melakukan sesuatu perbuatan tidak
baik!"
Walaupun pendeta itu berkata kasar seperti itu, Kim Lo tak jadi gusar.
"Jangan menduga yang tidak-tidak Taysu!" Katanya sabar. "Aku ada
kesulitan yang belum dapat diungkapkan sekarang! Hemmm, sekarang jika
memang Taysu mau bicara dengan baik bersama lopeh ini, siauwte tentu saja
tak berani mencampuri urusan ini!"
"Pengemis itu terlalu kurang ajar! Aku ingin menghajarnya!"
"Tapi masih bisa dibicarakan secara baik-baik!" Kata Kim Lo sabar.
"Bocah! Jika memang kau ingin kepalamu tetap utuh di atas lehermu, maka
kau harus cepat-cepat menyingkir!" Kata Pu San Hoat-ong habis sabar. "Kau
masih belum terlambat angkat kaki meninggalkan tempat ini!"Walaupun Pu San Hoat-ong bicara dengan sikap bengis dan keras seperti


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu, tapi diam-diam di hatinya ia berpikir:
"Bocah ini tampaknya liehay, ia memiliki kepandaian yang tidak rendah.
Tadi ia menangkis pukulanku, tanganku sakit bukan main, padahal ia
menangkis dengan perlahan! Aku tak boleh mencari urusan lagi dengannya,
karena bisa repot. yang terpenting aku harus mengurus si pengemis.!"
Karena berpikir seperti itulah, membuat Pu San Hoat-ong mengambil sikap
lebih lunak dan mempersilahkan Kim Lo buat meninggalkan tempat itu.
Kim Lo menghela napas.
"Taysu, bukankah tak baik jika mendesak seorang yang sudah tak berdaya?"
Tanya Kim Lo lagi.
"Apa?"
"Lopeh itu tampaknya sudah tak berdaya kau kejar-kejar, dan kau juga
mendesaknya terus, bukankah itu tak baik jadinya?"
Pu San Hoat-ong tertegun sejenak, namun segera ia tertawa bergelak-gelak.
"Ha ha ha!" tertawanya. "Kau tahu apa? Dia memiliki kepandaian yang tidak
rendah, justeru ia hendak mempermainkan Loceng! Nah, sekarang kau
minggirlah! Jangan mencampuri urusan Loceng."
Kim Lo menggeleng.
"Sayang sekali urusan ini tidak dapat Siau-wie dibiarkan begitu saja!
Bagaimana kalau memang nanti sampai Lopeh itu terbinasa di tangan Taysu?"
"Itu urusan Loceng!" Bentak Pu San Hoat-ong habis sabar.
Kim Lo tertawa.
"Tapi, ini urusan jiwa manusia, Taysu." Katanya dengan yang sabar.
"Ohhh, kau terlalu rewel."
Sambil begitu, tangan kanan Pu San Hoat-ong diulur buat mendorong Kim Lo.
Tapi belum lagi tangan itu sampai pada sasaran, tangannya yang satu telah
menjulur panjang akan mencengkeram, tangannya yang kanan telah ditarik
pulang. Rupanya memang dia hanya melakukan serangan gertakan belaka buat
pertama kalinya, dia kuatir orang berkelit. Justeru dia menyerang dengan
sebenarnya mempergunakan tangan kirinya, yang akan mencengkeram hebat
sekali.
Waktu itu tampak jelas Kim Lo berdiri tenang di tempatnya.
Dia tidak berusaha berkelit dari tangan si pendeta. Dia berdiri diam
saja. Begitu tangan si pendeta sudah dekat, tahu-tahu dia menyentil
dengan telunjuknya.
"Tukk!" Tangan kiri Pu San Hoat-ong kena disentilnya. Dan Pu San Hoat-ong
menjerit sambil mundur dua langkah.Memang sentilan yang dilakukan si pemuda bukan sentilan sembarangan. Kim
Lo menyentil dengan mempergunakan ilmu yang hebat sekali, yaitu It-yangcie, ilmu yang semula menjadi milik raja Toan-lie, yaitu Toan Ceng It
Teng Taysu. Justeru akhirnya ilmu itu dapat dipelajari oleh Oey Yok Su,
yang kemudian mewarisinya kepada Kim Lo.
Muka Pu San Hoat-ong jadi berobah pucat.
"Siapa kau sebenarnya?" Tegurnya dengan suara yang bengis.
Pengemis itu yang melihat Kim Lo mempergunakan jurus It-yang-cie dengan
mudah sekali, sekali sentil, membuat tubuh si pendeta terhuyung begitu
dan serangan yang dilakukan. Pu San Hoat-ong kena digagalkannya, ikut
mengeluarkan seruan tertahan.
Mata pengemis itu terbuka lebar-lebar karena memang dia mengenali itulah
It-yang-cie. Dia jadi menduga-duga entah siapa orang yang terselubung
kain putih itu, yang tampaknya sangat liehay sekali.
Kim Lo tampak membungkukkan tubuhnya sambil menjurah memberi hormat.
"Maaf Taysu, aku telah kesalahan turun tangan!" Katanya sabar, "Maaf!"
Pu San Hoat-ong mendengus. Dia tidak bilang apa-apa. Justeru disaat orang
tengah membungkuk seperti itu, tangan Pu San Hoat-ong menyambar, akan
menarik kain putih penutup muka Kim Lo, dengan gerakan yang cepat sekali.
Kim Lo merasakan sambaran angin yang dahsyat ke arah mukanya, dia
melirik. Dia melihat tangan Pu San Hoat-ong yang tengah menyambar. Maka
dari itu, dia segera menarik tubuhnya ke belakang, kepalanya dimiringkan
sedikit, sambaran tangan Pu San Hoat-ong tidak berhasil menyambar kain
putih muka Kim Lo.
Malah, karena sambaran yang gagal waktu tubuhnya doyong ke depan, Kim Lo
telah membarengi dengan mendorong perlahan mempergunakan tangan kanannya.
"Dukkk!"
Ketika Pu San Hoat-ong kena dihantam, sebetulnya Pu San Hoat-ong melihat
menyambarnya tangan Kim Lo. Dia bermaksud menghindarkan diri.
Tokh dia tidak berhasil. Ketiaknya kena dihantam. Walaupun tidak keras,
tokh tubuhnya jadi terjungkal ke belakang hampir terpelanting.
Dengan muka yang pucat dia mengawasi ke arah Kim Lo penuh dendam dan
penasaran.
"Hemmmm, kalau demikian memang kau bukan ingin jadi orang penengah, kau
memihak dan membela pengemis itu? Baik! Baik! Kau diberi jalan ke sorga
tapi kau memilih jalan ke neraka!" Sambil berkata begitu tubuh Pu San
Hoat-ong segera menerjang, dia beruntun menghantam lima kali.
Tadi karena dia tidak bersiap-siap dan memang dia tidak menyangka bahwa
pemuda itu memiliki kepandaian yang demikian tinggi. Dia tidak
berwaspada, itulah sebabnya berulang kali dia telah kena dimakan oleh Kim
Lo. Tapi sekarang dia menyerang dengan mengempos semangat murninya,
mengerahkan ilmunya yang hebat. Dia bersungguh-sungguh dan hati-hati, diatengah marah, bisa dibayangkan betapa hebatnya angin pukulan yang
dilakukannya.
Debu malah telah terbang karena sambaran angin pukulan si pendeta.
Si pengemis sendiri mengawasi kuatir kepada si pemuda. Walaupun dia
melihat Kim Lo tadi begitu mudah memunahkan serangan Pu San Hoat-ong dan
malah telah berhasil dua kali menyerang Pu San Hoat-ong, seakan
mempermainkan pendeta itu tokh tidak urung kali ini jadi menguatirkan
keselamatan Kim Lo.
Karena dia melihat cara menyerang dari Pu San Hoat-ong, bukanlah serangan
yang sembarangan. Itulah serangan yang sungguh-sungguh, hebat dan
mengandung kekuatan yang bisa mematikan.
Si pendeta jadi bersiap-siap, jika memang keselamatan jiwa Kim Lo
terancam, dia akan segera melompat maju buat membantui dan menolongnya.
Tapi Kim Lo ternyata luar biasa, karena ia sangat tenang dapat bergerak
lincah sekali.
Setiap hantaman Pu San Hoat-ong dielakkannya mudah sekali. Malah Kim Lo
masih sempat bilang.
"Tenang Taysu, mari kita bicara baik-baik. Tenang Taysu!"
Pu San Hoat-ong mana bisa mengerti dengan cara seperti itu? Malah semakin
murka, karena dia seperti dipermainkan pemuda tersebut. Setiap
serangannya tentu jatuh di tempat kosong.
Dengan segera, Pu San Hoat-ong mengempos semangatnya. Ia menghantam lebih
hebat. Malah sekarang dia telah mengeluarkan ilmu andalannya.
Jika memang satu kali saja pukulannya bisa jadi mengenai sasaran, jangan
harap Kim Lo bisa jadi orang, pasti dia akan terhantam binasa disaat itu
juga.
"Hemm, tangan pendeta ini telengas sekali." Pikir Kim Lo dalam hati.
"Melihat kelakuannya, pendeta ini perlu diberi hajaran agar dia tidak
merajalela lagi!"
Karena berpikir seperti itu, Kim Lo juga jadi tak sungkan-sungkan lagi.
Jika sebelumnya ia selalu mengelakkan diri dari seorang Pu San Hoat-ong,
malah ia selalu berusaha menghentikan penyerangan si pendeta dengan
bujukan-bujukannya, tapi sekarang justeru Kim Lo balas menyerang.
Setiap kali ada kesempatan ia tentu mendesak Pu San Hoat-ong, karena
memang ia memiliki kepandaian yang tinggi. Mudah saja ia membalas
menyerang, dan membuat Pu San Hoat-ong semakin mendongkol bukan main.
"Aneh! Hari ini mengapa aku bisa bertemu dengan orang-orang yang memiliki
kepandaian tinggi? Si gadis yang kepandaiannya tak rendah. Si pengemis
dan sekarang orang bertopeng ini!" Berpikir Pu San Hoat-ong.
Namun jelas ia tak mau mengalah. Ia tak mau mengendurkan serangannya,
malah semakin lama serangannya itu, jadi semakin hebat, setiap pukulannya
mengandung maut.
Suatu kali, karena melihat ia masih tetap tidak berhasil mendesak Kim Lo,
walaupun mereka telah melewati seratus jurus lebih akhirnya Pu San Hoat-ong merabah jubahnya. Dari dalam dia mengeluarkan sebuah pecut besi yang
lemas, yang digerakkan dengan kuat sekali bunyinya menggeletar sangat
dahsyat.
Pu San Hoat-ong memang memiliki senjata yang unik ini. Jika dia tidak
terdesak dan tidak memerlukan sama sekali, dia tidak akan mencabut keluar
senjatanya itu. Dan jarang sekali, dia terpaksa mempergunakan cambuknya
yang luar biasa itu.
Cambuk Pu San Hoat-ong terbuat dari berbagai macam logam yang sangat baik
dan terpilih, yang digabung menjadi satu, diolah menjadi sebatang cambuk
yang kuat dan ulet. Cambuk itu lemas, tapi kuat sekali. Pedang mustika
tidak sembarangan dapat menebas putus cambuknya tersebut.
Dengan mengeluarkan cambuknya itu Pu San Hoat-ong jadi bertambah lihay.
Dan setiap cambuknya selalu mengancam Kim Lo dengan rapat.
Kim Lo mula-mula mengelak ke sana ke mari dengan gerakan lincah, tapi
setelah menyaksikan bahwa cambuk si pendeta memang lihay diapun segera
mengeluarkan serulingnya.
Waktu dia mengeluarkan serulingnya, justeru cambuk si pendeta tengah
menyambar ke arah pahanya. Cepat sekali menurunkan serulingnya dia
menyampok.
Terjadi benturan antara seruling dengan cambuk si pendeta. Terdengar
suaranya nyaring.
"Hem, kali ini kau harus mampus di tangan loceng!" Mendengus Pu San Hoatong. Dia menyerang terus gencar sekali, cambuknya lihay luar biasa.
Tapi Kim Lo tenang.
"Baiklah Taysu, mari kita main-main!" katanya segera juga seruling Kim Lo
bergerak-gerak lincah. Dan mereka jadi terlibat dalam pertempuran yang
seru.
Cuma saja, setelah lewat belasan jurus kembali Pu San Hoat-ong harus
diliputi perasaan heran dan kaget. Karena dia menyaksikan ilmu seruling
pemuda ini lihay sekali.
Walaupun cambuk Pu San Hoat-ong panjang setombak lebih dan seruling si
pemuda cuma beberapa kaki, tokh kenyataannya pemuda itu bisa melayani
dengan baik.
Padahal dengan senjata yang lebih panjang Pu San Hoat-ong sudah bisa
merampas keuntungan tak sedikit, hanya saja lawannya ini selain lincah,
ilmu serulingnya juga sangat liehay.
"Aneh, siapakah dia? Mengapa ia demikian liehay? Diapun tak mau
memperlihatkan mukanya....... Aneh sekali kelakuan orang ini. Hemm, aku
harus berusaha merubuhkannya!" Setelah berpikir seperti itu, cambuknya
menggeletar keras dan mencambuk berulang kali.Seruling Kim Lo berputar-putar sangat lincah. Tubuh pemuda inipun seperti
bayangan belaka, mereka bertempur seru sekali.
Dan akhirnya, ketika melihat cambuk Pu San Hoat-ong menyambar ke
pundaknya, Kim Lo segera menerobos maju. Dia bukannya mundur, malah
sebaliknya menerjang ke depan.
Itulah hal yang tidak disangka-sangka oleh Pu San Hoat-ong. Juga apa yang
dilakukan oleh Kim Lo merupakan perbuatan yang berani sekali, yang sangat
berbahaya buat diri pemuda itu sendiri.
Cuma saja Kim Lo sudah memiliki perhitungan sendiri. Dia memang sengaja
menerjang maju dikala cambuk Pu San Hoat-ong menyambar ke pundaknya. Di
waktu itu serulingnya inilah yang telah menotok tepat pada jalan darah
Hie-liong-hiat si pendeta.
Begitu tertotok, si pendeta seketika merasa lemas tangan kanannya,
sambaran cambuknya jadi terbendung dan berkurang kekuatannya. Tadi
melihat seruling Kim Lo menyambar dia kaget dan hendak mengelakkan, tapi
sudah tidak keburu, sehingga jalan darahnya itu tertotok. Dan dia mundur
beberapa langkah. Mereka jadi berdiri berhadapan.
Terdengar Kim Lo tertawa sabar.
"Bagaimana Taysu, apakah ingin diteruskan?" Tanya si pemuda.
"Hemmmm, siapa kau sebenarnya?!"
"Bukankah Siauwte sudah beritahukan bahwa nama Siauwte adalah Kim Lo!!"
"Hemm, apakah itu bukan nama samaran?!"
"Bukan!"
"Baiklah! Siapa gurumu?"
"Ku kira hal itu tidak perlu kau ketahui!"
Muka Pu San Hoat-ong berobah merah.
"Hemm, suatu saat Loceng akan mencarimu! Baiklah, sekarang Loceng tidak
bisa mengambil batok kepalamu, tapi nanti, hemm hemm, hemm!"
"Jadi Taysu masih tetap bersikeras hendak memusuhi diriku? Padahal di
antara kita tidak terdapat permusuhan."
"Tapi aku tetap mau menangkap dan membinasakan kau! Lihatlah nanti!"
Pu San Hoat-ong berkata begitu, karena ia berpikir tidak ada baiknya dia
melayani Kim Lo terus. Bukankah dia melihat pemuda itu memang liehay?
Jika dia bertempur terus, belum tentu dia bisa memperoleh kemenangan.
Kemungkinan dia yang akan kena dirubuhkan oleh pemuda tersebut. Jika
memang seandainya dia itu tidak dirubuhkan, tokh tenaga dalamnya sudah
terhambur dan juga semangatnya sudah terbuang berkurang banyak sekali.
Sedangkan di tempat itu masih ada si pengemis. Pengemis itupun memiliki
kepandaian tidak rendah.Karena dari itu, dia tidak mau menempuh bahaya seperti itu. Dan juga
memang diapun tahu, kalau sampai nanti dia harus melayani si pengemis
yang memiliki kepandaian tidak rendah, berarti dia yang akan menderita
kerugian.
Itulah sebabnya akhirnya dia mengambil keputusan buat menyudahi saja dulu
persoalan sampai di situ. Dia akan memanggil kawan-kawannya, dan akan
datang lagi mencari si pengemis dan juga mencari si pemuda yang aneh tapi
liehay ini.
Kim Lo tertawa sambil mengangkat bahunya.
"Terserah pada Taysu! Tapi perlu kujelaskan kepada Taysu. Alangkah
baiknya jika memang Taysu menyudahi urusan sampai di sini karena di
antara kita tidak terdapat permusuhan apa pun juga, bukan?"
"Hemm!" Mendengus Pu San Hoat-ong, dia tidak menjawab. Dia melirik kepada
si pengemis sikapnya sangat galak sekali lalu memutar tubuhnya dan
berlari menenteng cambuk besinya itu dengan cepat menghilang dari tempat
tersebut..
Melihat si pendeta telah pergi, si pengemis menghampiri Kim Lo. Dia
tertawa.
"Anak muda, kau liehay sekali!" Pujinya.
Kim Lo menoleh. Terdengar iapun tertawa. Malah dia telah memasukkan
serulingnya.
"Mengapa Lopeh bisa bermusuhan dengan pendeta itu dan dikejar-kejar
olehnya?" Tanya Kim Lo.
Pengemis itu tersenyum.
"Sebetulnya bukan aku yang bertengkar dan bentrok dengannya! Justeru aku
menolongi seorang gadis, yang meminta kepadaku agar membantunya!"
Segera juga si pengemis menceritakan apa yang telah dialaminya.
Waktu itu Kim Lo mendengarkan dengan hati yang berpikir keras! Apakah
bukan si gadis itu adalah Bie Lan?
"Tahukah lopeh, siapa nama gadis itu?" Tanya Kim Lo pada si pengemis.
Pengemis itu menggeleng.
"Dia begitu tergesa-gesa dan memang kami tak saling kenal sebelumnya!"
Kata si pengemis.
Kim Lo menghela napas.
"Kalau demikian, pendeta itu bukan sebangsa pendeta baik-baik!"
"Memang jika diperhatikan, dialah seorang pendeta iblis! Dia mengejarngejar gadis itu karena dia hendak menawan si gadis, dia hendak
menjadikan si gadis sebagai mangsanya. Karena dari itu, dia berusaha
untuk memperoleh jejak si gadis, dan merasa murka karena dihalangi
olehku!""Tahukah Kongcu bahwa di kota ini terjadi kemesuman yang membuat penduduk
jadi menderita! Hemmm, pendeta itu bersama kawan-kawannya telah
merajalela!
"Mereka mengganggu anak dan isteri orang, memperkosa gadis-gadis cantik,
sehingga banyak gadis-gadis dan isteri-isteri penduduk yang telah dikirim
ke kota lain. Kota ini hampir sama sekali tidak terdapat gadis maupun
perempuan yang lumayan cantik!
"Hemmm, keamanan kola ini benar-benar terganggu sekali! Justeru aku baru
tiba di sini belum juga satu minggu. Aku mendengar hal itu dan hendak
menyelidiki!
"Menurut penglihatanku, penjahat-penjahat jay-hoa-cat tersebut bukan
bekerja sendiri. Mereka terdiri dari beberapa orang yang memiliki
kepandaian tinggi.


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Karena dari itu, aku bermaksud hendak menyelidiki mereka dan ingin
membasminya. Hemm, pendeta itu tentu termasuk salah seorang penjahat jayhoa-cat tersebut!"
Sepasang alis Kim Lo mengkerut.
"Kalau memang siauwte tahu bahwa pendeta itu adalah seorang pendeta
busuk, hemm, tentu siauwte akan menghajar keras padanya."
"Tapi sekarang juga belum terlambat, kita tentu akan bertemu lagi
dengannya. Dia pasti akan mengajak kawannya buat mencari kita guna
mengadakan perhitungan!"
Kim Lo mengangguk.
Sedangkan si pengemis telah mengawasi Kim Lo.
"Siapakah Kongcu sebenarnya?"
Kim Lo tersenyum.
"Nama Siauwte Kim Lo!"
"Ohhh, jadi memang Kongcu bukan tengah mendustai pendeta busuk itu?"
"Tidak, Memang nama siauwte Kim Lo!"
"Kalau Kongcu tidak keberatan bolehkah aku si pengemis miskin mengetahui,
dari manakah asal Kongcu? Dari pintu perguruan mana dan siapa guru Kongcu
yang mulia?"
Di tanya begitu Kim Lo ragu-ragu.
"Lopeh, sebenarnya....... ada kesulitan buatku menceritakan semua itu!"
"Oh ya?" Kata si pengemis. "Jika memang Kongcu ada kesulitan, sudahlah!
Aku pun tidak berani mendesaknya terus!"
"Maafkan Lopeh!"
"Tidak apa-apa! Tapi ada satu lagi yang ingin kutanyakan mungkin Kongcu
tidak keberatan menjawabnya!""Tanyalah lopeh!"
"Mengapa Kongcu menutupi muka dengan kain putih itu?" Tanya si pengemis.
"Inipun ada sebab-sebabnya!" Menyahuti Kim Lo.
Si pengemis jadi memandang tertegun.
"Tampaknya Kongcu sangat aneh segalanya! Juga kepandaianmu hebat sekali!
Hem, engkaulah seorang pendekar aneh," Kata si pengemis.
"Dan kau cocok sekali jika memakai gelaran sebagai Pendekar Aneh
Berseruling Sakti! Karena tadi, aku si pengemis miskin menyaksikan betapa
liehaynya ilmu seruling Kongcu!"
Kim Lo tertawa,
"Lopeh bisa saja!" Katanya, "sudahlah lopeh kau jangan memuji terlalu
tinggi karena nanti kau membantingnya pula!"
"Aku bukan memuji kosong! Justeru ini kenyataan. Hemmm, nantipun aku akan
memberitahukan kawan-kawan rimba persilatan bahwa di dalam kalangan kangouw sekarang ini telah lahir dan muncul seorang jago muda yang sakti
sekali, yaitu Pendekar Aneh Berseruling Sakti Kim Lo.
"Hemmm, bukankah gelaran itu cocok sekali dengan keadaan Kongcu, yang
serba aneh dan juga penuh dengan kemisteriusan karena tak dapat diketahui
asal usulnya. Tak bisa dilihat wajahnya dan ilmu serulingnya yang memang
benar-benar sakti sekali.
"Terima kasih lopeh! Tapi aku tak berani menerima pujian lopeh. Jika
memang lopeh tidak keberatan, bolehkah siauwte mengetahui siapakah lopeh
sebenarnya?"
Pengemis itu tertawa.
"Aku pengemis miskin dari Kay-pang!"
"Ohh, dari Kay-pang?"
"Ya!"
"Sudah lama siauwte mendengar kehebatan Kay-pang!"
"Ya, memang sebetulnya Kay-pang merupakan perkumpulan yang nomor satu di
dalam kalangan Kang-ouw. Cuma saja setelah generasi Ang Cit Kong Pangcu,
maka keadaan Kay-pang menjadi merosot banyak."
"Apakah lopeh menetap di kota ini?"
"Tidak!"
"Ohhh, mengapa bisa berada di sini? Atau memang lopeh tengah melakukan
perjalanan?"
"Ya! Memang aku ingin pergi ke suatu tempat, untuk menemui seseorang,
berkumpul dengan para orang gagah di sana!"
Setelah berkata begitu, si pengemis memandang pada Kim Lo, dan dia
meneruskan lagi kata-katanya,"Aku ingin pergi ke Yang-cung. Di sana tidak lama lagi akan berkumpul
pendekar gagah buat menyambut seseorang, yaitu cucunya Oey Yok Su."
"Ohhh!" Kim Lo terkejut, karena dialah orangnya yang dimaksud si
pengemis.
Tapi Kim Lo bisa menahan diri, dia tidak segera memperlihatkan sikap yang
mencurigakan. Ia bilang, "Lalu sekarang lopeh hendak menyelesaikan dulu,
urusan di kota ini, bukan?"
"Maksudmu?"
"Membasmi para Jay-hoa-cat, bukan?"
"Ya! Ya! Memang begitulah! Tapi, kukira untuk urusan ini tidak bisa
diselesaikan dengan cepat, karena Jay-hoa-cat itu pun tidak bodoh, mereka
tidak akan sembarangan memperlihatkan diri! Sedangkan aku harus segera
melanjutkan perjalanan, karena tinggal beberapa hari pertemuan di Yangcung segera dibuka!"
"Menarik sekali!" Kata Kim Lo. "Jika memang locianpwe tidak keberatan,
mau Siauwte ikut bersama locianpwe pergi ke Yang-cung."
Si pengemis jadi girang.
"Tentu saja aku senang mengajakmu. Karena kepada para pendekar gagah,
akan kuberi tahukan, bahwa kaulah Si Pendekar Aneh Berseruling Sakti
itu."
Kim Lo berdiam diri mendengar kata-kata itu, ia tengah berpikir keras.
Bukankah ia memang harus pergi ke Yang-cung, buat menemui jago-jago gagah
perkasa, untuk berkumpul dengan mereka? Dan selanjutnya ia memiliki tugas
yang berat.
Juga, pengemis ini merupakan salah seorang yang berada di pihaknya, namun
setelah ia memikirkan, ia tetap tidak bersedia memberitahukan dulu siapa
dirinya sebenarnya.
"Biarlah disana saja tokh akhirnya dia mengetahui siapa aku sebenarnya!"
berpikir Kim Lo pada akhirnya.
Melihat pemuda itu seperti tengah memikirkan sesuatu dan termenung, si
pengemis tertawa.
"Siauwhiap (pendekar muda), sesungguhnya aku ini biasanya di dalam Kaypang terkenal sekali sebagai pengemis yang nakal. Aku duduk pada
kedudukan keempat dalam barisan Tiang-lo! Akulah Tiang-lo keempat dalam
Kay-pang!"
Mendengar demikian Kim Lo terkejut."Ohhh, kiranya Locianpwe! Maaf! Maaf boanpwee tadi berlaku tidak hormat!
Bukankah Locianpwe yang terkenal sebagai Kim Cie Sin-kay (Pengemis sakti
berjari emas)?"
"Ya, benar!" Sahutnya, "Rupanya panjang dan tajam juga pendengaranmu,
Siauwhiap !"
Kim Lo segera, menggelengkan kepalanya.
"Itulah karena guruku telah memberitahukannya, siapa-siapa tokoh Kaypang!" Kata si pemuda
"Oh ya, siapakah guru Kongcu?"
Kim Lo sangsi.
Walaupun dia mengetahui bahwa pengemis ini adalah orang sendiri, namun
dia sangsi untuk memberitahukan siapa dirinya sebenarnya. Dia kuatir
dinding bertelinga.
"Nanti dalam suatu kesempatan yang baik Boanpwe pasti akan menceritakan
segalanya kepadanya Locianpwe!" Janji Kim Lo pada akhirnya: "Harap
Locianpwe harus bersabar, dan mau memaafkan atas kekurangan ajaran
Boanpwe yang belum lagi bisa memberitahukan hal tersebut kepada
locianpwe?"
Sambil berkata begitu. Kim Lo telah merangkapkan tangannya, ia
membungkukkan tubuhnya dalam-dalam.
Kim Cie Sin-kay tersenyum.
"Baiklah! Aku mengerti akan kesulitanmu dan aku tentu saja tidak bisa
mendesakmu!" Dan setelah berkata begitu, iapun tertawa dan meneruskan
lagi kata-katanya: "Kau sekarang hendak kemana, Siauwhiap?"
"Justeru tadi Boanpwe mendengar bahwa locianpwe hendak pergi ke Yangcung, untuk berkumpul dengan para pendekar gagah. Jika memang locianpwe
tidak keberatan, boanpwe ingin sekali pergi ke sana, juga ingin
berkenalan dengan para pendekar gagah dan meminta petunjuk mereka......."
Muka Kim Cie Sin-kay berseri-seri.
"Oh, benarkah begitu? Tentu sangat menggembirakan sekali, sehingga aku
bisa memperoleh teman perjalanan, tak jadi kesepian lagi!"
"Apakah locianpwe tak keberatan kalau Boanpwe ikut serta dengan
locianpwe?"
"Mengapa harus keberatan? Bukankah kau tidak minta untuk kugendong?"
Kim Lo tersenyum.
"Terima kasih locianpwe!"
"Baiklah, sebelum kita pergi ke Yang-cung, aku ingin mengajakmu buat
menyelidiki siapa-siapa saja maling pemetik bunga di kota ini, buat
membasmi mereka!"
"Akur! Itulah tujuan boanpwe.!""Kalau demikian kita memiliki pendirian yang sama, dan kukira tak ada
kesulitan lagi di antara kita buat melakukan perjalanan bersama!"
"Terima kasih locianpwe!"
Begitulah mereka sambil berjalan bercakap-cakap dengan gembira.
Buat Kim Lo sendiri, berteman dengan pengemis dari Kay-pang ini merupakan
hal yang menggembirakan. Bukankah memang pengemis Kay-pang merupakan
temannya juga, dimana Oey Yok Su sering mengatakan. Di antara orang gagah
yang akan berkumpul, tentu terdapat orang Kay-pang, mengingat bahwa Oey
Yong pernah menjabat Pangcu Kay-pang setelah Ang Cit Kong.
Setelah berjalan beberapa saat, mereka melihat rumah makan. Ia mengajak
si pengemis buat singgah di rumah makan itu, untuk mengisi perut.
Kim Cie Sin-kay tertawa.
"Kau tidak malu?" tanyanya.
"Malu?" Tanyanya Kim Lo heran.
"Ya, apakah kau tidak merasa malu melakukan perjalanan bersama denganku?"
"Mengapa harus merasa malu?"
"Dan jika kita bersama-sama masuk ke rumah makan itu, orang melihat
Siauwhiap datang bersamaku, bersantap bersama-sama denganku si pengemis
mesum. Tentu mereka akan memandang heran dan mengejek kepadamu! Apakah
kau tidak malu?"
Kim Lo tertawa.
"Locianpwe ada-ada saja!" Katanya. "Biar saja, mereka ingin memandang
bagaimana pun juga, yang terpenting memang kita bersahabat. Dan
bersahabat dengan seorang Locianpwe dari kay-pang, mengapa harus malu?
Malah membanggakan sekali!"
"Bagus!" berseru Kim Cie Sin-kay. Rupanya kau memang orang yang sangat
mengagumkan dan memiliki pandangan yang luas! Terima kasih! Jika memang
engkau tidak meremehkan aku!"
"Ayo kita ke sana, locianpwe?" Ajak Kim Lo.
"Tunggu dulu...!"
"Ada apa lagi, Locianpwe.......!?"
"Kalau nanti pelayan rumah makan itu menolak aku dan tidak boleh masuk,
bagaimana?"
Kim Lo membuka matanya lebar-lebar.
"Melarang Locianpwe?" Tanyanya.
Kim Cie Sin-kay mengangguk.
"Ya. dia melarang aku masuk. Apa yang harus kulakukan? Aku sudah
terlalu sering dilarang masuk rumah makan!" Menjelaskan Kim Cie Sin-kay
tersenyum.Kim Lo jadi sengit.
"Kita hajar saja pelayan yang kurang ajar itu. Seharusnya dia menghormati
Locianpwe!"
"Tapi ada yang lupa!"
"Apa itu Locianpwe?"
"Aku seorang pengemis!"
"Seorang pengemis? Hemmm, walaupun seorang pengemis, hati Locianpwe luhur
dan mulia lebih berarti dari manusia-manusia yang berpakaian bersih
sekalipun! Malah, jika mereka mengetahui bahwa Locianpwe bermaksud untuk
membasmi para penjahat pemetik bunga di kota ini, seharusnya mereka
bersyukur dan harus menghormati locianpwe dan menjamunya!"
Si pengemis tersenyum.
"Tapi manusia di dunia ini selalu silau oleh harta, karena itu mereka
tidak bisa dipersalahkan."
"Tapi tidak seharusnya jika mereka melarang locianpwe masuk ke dalam
rumah makan itu! Mengapa locianpwe tidak menghajar pelayan yang kurang
ajar itu jika memang ada yang berani melarang locianpwe memasuki salah
satu rumah makan di mana saja!"
Kim Cie Sin-kay tertawa.
"Siauwhiap !" Katanya kemudian. "Sesungguhnya, memang tidak ada yang
ditakuti. Terlebih lagi kepandaianku tinggi dan menghadapi seorang
pelayan yang tidak artinya! Hemmm, tapi ada satu yang kutakuti!"
"Apa itu, locianpwe?!"
"Larangan Kay-pang!"
"Larangan Kay-pang..?"
"Ya, larangan partaiku, bahwa aku tidak boleh memaksa minta uang, tidak
boleh juga merampas hak milik orang. Tidak boleh juga sembarangan masuk
ke dalam rumah makan.
"Jika aku masuk ke dalam rumah makan dan pelayan melarangnya, tetap saja
aku tidak boleh memaksa. Aku harus bersikap seakan juga aku tidak
mengerti ilmu silat, karena akulah si pengemis miskin yang melarat, yang
harus siap sedia menerima hinaan setiap saat!"
Kim Lo jadi tercengang mengawasi si pengemis kemudian dan menghela napas.
"Apakah peraturan di dalam Kay-pang tidak boleh dikurangi atau sekalisekali dilanggar?" tanya Kim Lo.
Mendengar pertanyaan Kim Lo seperti itu muka si pengemis jadi berobah, ia
memperlihatkan sikap sungguh-sungguh.
"Walaupun aku harus menerima hukuman pancung kepala, harus ditebas
buntung sepasang tangan maupun sepasang kakiku, atau aku harus menerimahukuman mati, tapi sedikitpun aku tidak berani menambah dan melanggar
peraturan partai!
"Aku harus menghormati peraturan partai. Jika memang kami sebagai
anggotanya tidak menghormati peraturan partai, lalu siapa lagi yang bisa
menghormati partai kami?!"
Kaget Kim Lo melihat sikap si pengemis yang demikian sungguh-sungguh. Dia
telah merangkapkan sepasang tangannya dengan sikap menyesal, dia bilang,
"Maafkan locianpwe.......!"
"Oh, kau Siauwhiap, jangan meminta maaf!" kata Kim Cie Sin-kay cepat.
"Tapi Boanpwe tadi telah lancang bicara meremehkan hal-hal itu!"
"Itulah disebabkan kau tidak mengetahui peraturan di dalam pintu
perguruan kami!"
"Karena itu maafkanlah Locianpwe!"
"Sudahlah! Kita bukankah sudah bersahabat tadi aku cuma memberitahukan
betapapun seorang pengemis tidak dapat membawa tingkah. Jika memang nanti
di rumah makan itu aku dilarang masuk maka kita tidak boleh memakai
kekerasan!
"Baik locianpwe!"
"Jika memang kau menghajar pelayan yang melarangku masuk, dan urusan itu
karena disebabkan diriku, tetap saja oleh partai aku dipersalahkan."
"Aku mengerti locianpwe! Nanti kita mempergunakan cara yang sebaikbaiknya."
"Cara sebaik-baiknya bagaimana?"
"Kita gunakan cara yang halus saja!"
Kim Cie Sin-kay memandang heran.
"Cara halus bagaimana?"
"Kita jangan ribut dengan pelayan itu." Menjelaskan Kim Lo. "Nanti aku
katakan saja bahwa locianpwe adalah kawanku, yang hendak kuundang makan
dan makanan itu akan kubayar. Dengan demikian pelayan tersebut tidak akan
mengusir locianpwe, karena pelayan itu tidak perlu kuatir bahwa locianpwe
tidak akan membayar makanan yang telah locianpwe makan.
Kim Cie Sin-kay tertawa.
"Siauwhiap, tampaknya kau masih belum mengerti keseluruhannya," kata si
pengemis.
Kim Lo memang tidak mengerti.
"Apa lagi locianpwe?"
"Sesungguhnya sebab-sebab setiap pelayan rumah makan melarang kaum


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pengemis masuk ke dalam rumah makan mereka bukan karena kuatir tidak
dibayar! Belum tentu pengemis tidak memiliki uang." Menjelaskan Kim Cie
Sin-kay."Lalu apa sebabnya?"
"Justeru mereka jijik dengan cara dan berpakaian kami yang mesum. Mereka
beranggapan, jika kami dibiarkan masuk, akan menimbulkan rasa jijik buat
tamu-tamu lainnya, berarti rumah makan mereka akan jadi sepi, berarti
mereka akan jadi bangkrut.
"Oh, begitu!" Kim Lo mengerti.
"Karena itu, cara yang siauwhiap katakan tadi belum tentu bisa dilakukan!
Jika pelayan itu rewel......."
"Ya, jika pelayan itu rewel, kita jadi tidak jadi makan.!"
"Bagus! Cara yang baik!"
"Aku akan membeli makanan dan memakannya di luar rumah makan itu bersamasama dengan Locianpwe."
"Hahahaha, itu hanya akan mempersulit kau saja, Siauwhiap!"
"Tidak! Bukankah kita telah bersahabat? Senang atau susah sama-sama
merasakannya!"
Karnehlingti 17.082 . . . . . . .
"Bagus!" Kim Cie Sin-kay mengunjukan ibu jarinya tinggi-tinggi. "Tidak
percuma aku berkenalan dengan kau, Siauwhiap. Memang benar julukan
Pendekar Aneh Berseruling Sakti cocok sekali buat kau!"
Pipi Kim Lo berobah merah.
"Kembali Locianpwe bergurau.
"Bukan bergurau, tapi bersungguh-sungguh."
"Baiklah locianpwe mari kita ke sana mungkin juga pelayan itu tidak
melarang kita, dan kita bisa makan nikmat di dalam ruang rumah makan itu!
Kalau memang dilarang, kita pun tidak kurang nikmatnya makan di luar
rumah makan itu."
Kim Cie Sin-kay tertawa, mereka melangkah menghampiri rumah makan itu.
Ketika akan memasuki rumah makan itu, benar saja, mereka disambut oleh
seorang pelayan.
Muka pelayan itu tidak enak dilihat, karena dia melihat si pengemis
dengan mengerutkan alisnya.
Kim Lo tak memperdulikan sikap si pelayan, ia mengajak Kim Cie Sin-kay
masuk terus.
Si pelayan menghadang di depan mereka."Tunggu dulu.......!" Kata si pelayan dengan tergagap.
Kim Lo menahan langkah kakinya.
"Kenapa?" tanyanya.
"Toaya....... di rumah makan kami ini terdapat peraturan!" kata pelayan
tersebut.
"Peraturan apa?" Tanya Kim Lo sambil mengawasi pelayan itu
"Kami telah terikat oleh suatu peraturan, bahwa setiap... setiap..
pengemis dilarang masuk."
"Oh, peraturan itu! Baik! Biarlah kami tidak makan di dalam. Kau cepat
ambilkan kami makanan, biar kami makan di luar!"
"Makan di luar?"
"Ya! Cepat ambilkan kami makanan!" Sambil berkata begitu, Kim Lo merogoh
sakunya, ia mengeluarkan satu tail emas.
"Ini berjumlah empatpuluh sembilan tail perak. Nah, tentu ini lebih dari
cukup untuk membeli beberapa ekor panggang ayam yang harum! Sisanya kau
boleh ambil!"
Pelayan itu jadi kegirangan.
"Terima kasih, Toaya....... Terima kasih Toaya!"
Dia memanggil tamu ini dengan sebutan ?Toaya' tuan besar, karena dia
tidak bisa melihat muka Kim Lo yang tertutup kain putih. Dia kegirangan
sebab menerima hadiah yang tentunya berjumlah sangat banyak.
Tidak lama kemudian pelayan itu telah kembali membawa lima ekor ayam
panggang, duapuluh bak-pauw tanpa isi. Diberikan kepada Kim Lo.
Segera Kim Lo mengajak Kim Cie Sin-kay duduk di depan rumah makan,
melahap ayam panggang dan bak-pauw itu.
Si pelayan jadi canggung dengan sendirinya. Dia jadi tak enak hati.
Cepat-cepat dia ke dalam dan mengambil kursi.
"Silahkan Toaya berdua duduk di sini!" Katanya sambil meletakkan kursi
itu. Kim Lo menggelengkan kepalanya.
"Tidak usah!" Katanya, "Lebih nikmat makan dengan cara demikian." Dia
menolak kebaikkan hati si pelayan.
Kim Cie Sin-kay tertawa bergelak-gelak.
"Benar-benar cocok gelarmu sebagai Pendekar Aneh." Kata si pengemis.
Kim Lo cuma tertawa.Waktu dia ingin mulai makan ayam panggang itu, dia tetap tidak membuka
tutup mukanya. Dia cuma menyingkap sedikit bawah dari kain putih itu, dan
dia mulai makan dengan makanan dimasukan lewat bawah kain putih.
Sebelumnya Kim Cie Sin-kay memang mengawasi. Dia yakin pemuda ini tentu,
akan membuka tutup mukanya buat makan. Dia tentu bisa melihat muka si
pemuda.
Siapa tahu justeru dia melihat cara makan si pemuda, membuat dia
mengawasi bengong.
Kebetulan Kim Lo menoleh melihat si pengemis tengah mengawasi bengong
seperti itu kepadanya. Dia juga tertawa dan tidak bilang apa-apa dia
terus makan dengan nikmat ayam panggang dan bak-pauw.
Akhirnya si pengemis pun ikut makan. Tampaknya dia gembira sekali.
Dia tidak menyangka sama sekali bahwa Kim Lo bersedia makan di luar rumah
makan itu duduk di emperan rumah makan. Sikapnya sama seperti yang
dilakukan pengemis-pengemis.
Tentu saja sikap dan keadaan Kim Lo semua itu membuat Kim Cie Sin-kay
jadi girang, bahwa ia memiliki seorang sabahat yang dapat mengerti dan
tidak terlalu mementingkan gengsi.
Diam-diam Kim Cie Sin-kay pun jadi kagum. Dia tambah yakin bahwa Kim Lo
memang seorang pendekar muda yang memiliki perangai aneh.
Disamping itu kepandaian Kim Lo pun memang tinggi. Dia telah menyaksikan
sendiri betapa Kim Lo sangat Iihay dan tangguh.
Dan orangnya pun sederhana sekali, tidak angkuh dan tidak sombong. Dengan
begitu, si pengemis jadi diam-diam menghormati Kim Lo.
Cuma saja selama itu pula dia menduga-duga entah siapa pemuda ini? Murid
siapa? Dan juga ia tidak mengetahui apa sebabnya si pemuda selalu
menutupi mukanya dengan kain putih itu? Sampai diwaktu makan pun dia
tidak mau membuka tutup mukanya itu.
Setelah selesai makan, mereka bersiap-siap hendak melanjutkan perjalanan.
Tapi tiba-tiba Kim Cie Sin-kay menunjuk ke arah ujung jalan, dia pun
bilang: "Lihat, Siauwhiap!"
"Ada apa Locianpwe?" Tanya Kim Lo sambil menoleh ke arah yang ditunjuk si
pengemis.
"Gadis itu yang tadi dikejar-kejar si pendeta."
Kim Lo pun telah melihat, di ujung lorong itu tengah berjalan mendatangi
seorang gadis.
Hati Kim Lo jadi berdebar. Ia seketika mengenali, itulah si gadis yang
pernah bertemu dengannya. Karena gadis itu tidak lain Yo Bie Lan.
"Nona Yo!" Tiba-tiba Kim Lo berdiri sambil memanggil gadis tersebut.
Bie Lan melihat Kim Lo, dia jadi girang. Cepat-cepat dia menghampiri.
"Hai, kau juga berada di kota ini?" Tegurnya sambil tersenyum.Kim Lo mengangguk.
"Ya dan kau sudah sampai di sini, nona Yo?" Tanya si pemuda.
"Hai! Hai! Rupanya kalian sudah saling kenal, heh? Teriak Kim Cie Sin-kay
sambil menghampiri. "Gadis yang nakal, punya sahabat tangguh, tapi purapura meminta pertolonganku!"
"Ohhh, kiranya Lopeh?" Tanya Bie Lan waktu mengenali si pengemis. "Apakah
Lopeh sudah menolongiku dengan mengakali si pendeta busuk itu?"
Pengemis itu mengangguk.
"Aku sampai dikejar-kejar olehnya, hendak dibunuhnya! Untung saja ada
Siauwhiap ini yang telah menolongi!"
Kim Lo jadi malu hati, dia bilang: "Nona Yo sesungguhnya Locianpwe ini
adalah Tianglo Kay-pang yang keempat, yaitu Kim Cie Sin-kay
locianpwe.!"
Kaget Bie Lan. Cepat-cepat dia memberi hormat kepada si pengemis.
"Maafkan Locianpwe atas kekurang ajaran Boanpwe!"
"Sudahlah!" si pengemis tertawa.
"Siapakah pendeta yang mengejar-ngejarmu itu?" Tanya Kim Cie Sin-kay
kemudian.
Kemudian si gadis menceritakannya.
"Hemm, memang tidak salah apa yang kuduga!" Menggumam Kim Cie Sin-kay.
"Apa yang telah Locianpwe duga?"
"Pendeta itu adalah pendeta busuk!"
"Benar!" Kata Kim Lo. "Boanpwe juga menduga begitu!
"Ya, memang dia bermaksud buruk pada Boanpwe!" Menjelaskan Bie Lan.
"Hemm, memang kota ini telah dicengkeram oleh hantu-hantu, yang jahat dan
membuat penduduk kota ini jadi menderita! Tentu pendeta itu memiliki
kawan yang tidak sedikit, setidak-tidaknya anak buahnya!"
"Ya, kepandaiannya pun tidak rendah.!" Kata Bie Lan sambil
memperlihatkan sikap yang bersungguh-sungguh.
"Tapi oleh Siauwhiap ini, si Pendekar Aneh Berseruling Sakti, ia dihajar
babak belur!" Kata Kim Cie Sin-kay sambil tertawa.
Kim Lo jadi malu.
"Locianpwe hanya bergurau.!" Katanya.
"Tapi kenyataan. bukan? Dia akhirnya sembunyi ekor sipat kuping, kabur
meninggalkan kita?" Kata si pengemis sambil memperlihatkan sikap sungguhsungguh.Kim Lo tidak bisa bilang apa.
"Jadi kau sudah menghajarnya Kongcu?" Tanya Bie Lan pada Kim Lo.
"Dibayar Locianpwe!"
"Hemm, kau ingin merendahkan diri, ya," kata Kim Cie Sin-kay menggoda
lagi.
Kim Lo semakin jengah.
"Baiklah! Memang benar nona Yo, kami telah bertempur dan pendeta itu
akhirnya angkat kaki. Dia bilang akan datang lagi mencari kami buat
mengadakan perhitungan!"
"Hemm, akupun telah bertempur dengannya. Cuma saja dia jauh lebih lihay
dariku!"
"Di mana sarang pendeta itu?"
"Aku sendiri tidak tahu!"
"Jika kita mengetahui sarangnya, kita bisa menyatroni! Memang Kim Cie
Sin-kay locianpwe bermaksud menumpas mereka?"
"Kalau begitu, boanpwe ikut serta, locianpwe! Boleh?"
"Mengapa tidak boleh?" tertawa si pengemis.
Bie Lan girang.
"Terimakasih, locianpwe!"
"Kok engkau yang bilang terimakasih kepadaku? Bukankah seharusnya aku si
pengemis busuk dan mesum ini yang harus berterima kasih, karena nona
ingin membantui menumpas pendeta itu?"
"Sama saja, 1ocianpwe. Tapi yang terpenting locianpwe tidak keberatan aku
ikut serta sudah merupakan suatu keberuntungan buatku, karena akan tambah
pengalaman."
"Kalau begitu, kita harus menyelidiki jejaknya."
"Tidak sulit! Dengan adanya nona Yo di sini kita akan mudah saja
memancing pendeta itu."
Bie Lan dan Kim Lo tidak mengerti.
"Mengapa begitu locianpwe?"
"Karena kita bisa saja membiarkan nona Yo jalan lebih dulu, kita di
belakangnya."
"Dan dengan berjalan seorang diri atau pun jika bersama kita, di kota
yang sudah tidak ada wanitanya ini, nona Yo akan menarik perhatian semua
orang. Dan si pendeta tentu akan muncul juga pada akhirnya buat menangkap
nona Yo!"Atau jika si keledai gundul itu, sedikitnya anak buahnya! Jika kita
telah menangkap anak buahnya. Soal dimana letak sarang si pendeta, itu
urusan yang paling gampang."
Kim Lo dan Bie Lan girang. Memang apa yang dikatakan si pengemis benar
adanya.
"Baiklah kalau begitu, aku jalan dulu," Kata Bie Lan pada Kim Lo.
"Eh, tunggu dulu!" Cegah Kim Cie Sin-kay.
"Ada apa, locianpwe.?"
"Kau sudah makan?" tanya Kim Cie Sin-kay.
Si gadis menggeleng.
"Belum!"
"Nah, kau makanlah," Kata Kim Cie Sin-kay sambil memberikan sisa ayam
panggangnya.
Si gadis tersenyum, dia menyambuti dan kemudian menggerogoti ayam
panggang itu dengan nikmat. Tanpa malu-malu dia telah makan di depan
rumah makan tersebut.
Pelayan rumah makan itu mengawasi dengan perasaan heran. Takjub karena
seorang gadis cantik jarang sekali bisa dilihat di kota ini, justeru
tengah mengerogoti panggang ayam.
Karnehlingti 17.083 . . . . . . .
Setelah selesai, si gadis menoleh kepada Kim Lo dan Kim Cie Sin-kay.
"Mari kita berangkat!" katanya.
Si pengemis mengangguk.
Kim Lo bilang: "Kau jalan dulu, nona, nona Yo......., kami akan mengikuti
dari jarak tertentu!"
Si gadis mengangguk.
Demikianlah, Bie Lan berjalan di sebelah depan, sedangkan Kim Lo berdua
dengan Kim Cie Sin-kay berjalan di belalang si gadis, mengikuti dalam
jarak terpisah cukup jauh, yaitu belasan tombak. Dengan demikian mereka
berusaha mencegah timbulnya kecurigaan dari pihak Jay-hoa-cat, dan ketika
hendak memancing Jay-hoa-cat.
Setelah berjalan melewati beberapa jalur jalan raya, di mana semua mata
orang-orang yang berpapasan dengan si gadis memandang takjub dan heran.
Juga mereka selain mengagumi kecantikan yang dimiliki gadis itu,
merekapun sangat menguatirkan keselamatan gadis yang cantik itu.Mereka mengetahui betapa berbahayanya si gadis berada di kota Yu-kang
ini, sebuah kota yang paling terancam oleh sepak terjang Jay-hoa-cat.
Tapi si gadis sama sekali tidak memperdulikan sikap orang-orang itu, dia
berjalan dengan tenang, sama sekali dia tidak mengacuhkan orang-orang
itu. Malah jika Bie Lan melihat ada yang mengawasinya dengan mata yang
terbeliak lebar-lebar mengagumi kecantikannya, maka si gadis malah
melontarkan senyumnya. Tentu saja membuat orang itu semakin kesima
tersengsam. Memang jarang sekali dan hampir boleh di bilang sama sekali
tidak bisa bertemu dengan seorang wanita, apa lagi seorang cantik, di
kota ini.
Kim Lo dan Kim Cie Sin-kay setiap mengikuti dari belakang si gadis,
selama itu memang masih belum juga terlihat ada tanda-tanda bahwa akan
ada gangguan buat si gadis.
"Apakah penjahat pemetik bunga itu akan muncul memperlihatkan diri?"
Demikian menggumam Kim Cie Sin-kay seperti bertanya kepada Kim Lo.
Kim Lo menghela napas.
"Kukira mereka akan memperlihatkan diri, locianpwe! Mereka pasti akan
terpancing oleh nona Yo?"
"Kau memanggil gadis ini dengan sebutan nona Yo, nona Yo, apakah memang
gadis itu berasal dari keluarga Yo?"
Kim Lo menggeleng perlahan.
"Entahlah locianpwe, kami pun bertemu di tengah jalan dan kemudian
berpisah, tidak banyak yang kuketahui tentang dia!" Menyahuti Kim Lo
dengan jujur.
"Hemmmm, sebetulnya ada keluarga Yo yang sangat hebat sekali, malah dulu
beberapa puluh tahun yang lalu, Sin Tiauw Tay-hiap Yo Ko merupakan orang
yang paling di segani oleh semua orang-orang rimba persilatan. Entah
gadis itu memiliki hubungan dengan keluarga Yo yang kumaksudkan atau
tidak?"
"Entahlah!" menyahuti Kim Lo.
"Apakah gadis itu tak pernah membicarakannya denganmu?"
"Tidak!" jawab Kim Lo.
"Lalu apa saja yang kau ketahui?"
"Katanya ia ingin pergi ke Yang-cung untuk apa, belum begitu jelas!"
"Ohh.............." kata Kim Cie Sin-kay sambil membuka mata lebar-lebar.
"Kalau begitu tampaknya ia memang memiliki tujuan yang sama dengan kita.


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jangan-jangan ia masih ada hubungan dengan keluarga Sin Tiauw Tay-hiap Yo
Ko? "Bukankah ia she Yo? Bukankah ia memiliki kepandaian yang tinggi? Dan
bukankah iapun hendak pergi ke Yang-cung, berarti ia hendak berkumpul
dengan para pendekar gagah lainnya. Tentunya ia atas utusan keluarganya
buat pergi ke Yang-cung..?""Mungkinkah itu locianpwe?" tanya Kim Lo sambil mengawasi si pengemis.
"Maksudmu?"
"Mungkinkah dia benar-benar memiliki hubungan dengan Sin Tiauw Tay-hiap
Yo Ko?"
"Hemmm, jika memang dilihat kepandaiannya, dia merupakan orang yang sulit
diterka karena ilmu gin-kangnya yang waktu dipergunakannya buat
meloloskan diri dari kejaran si pendeta busuk itu, dia mempergunakan ginkang yang biasa keluarga Yo gunakan!" Menjelaskan si pengemis.
Kim Lo terdiam, dia jadi berpikir.
"Gadis ini dan memiliki kepandaian yang tinggi. Memang dia gadis yang
menarik..!" Tapi berpikir sampai di situ, wajah Kim Lo jadi berobah
merah dan panas.
Si pengemis melihat perobahan sikap Kim Lo. Dia melihat kelakuan si
pemuda.
"Hahahaha.." tertawa Kim Cie Sin-kay, "Aku tahu, kau tentu sedang
memikirkan tentang nona Yo mu itu?"
Karuan Baja muka Kim Lo tambah merah, dia kaget sekali. Dia segera
membantah.
Mendadak sekali, Kim Cie Sin-kay menjejakkan kakinya, tubuhnya melesat ke
depan.
Kim Lo segera mengangkat kepalanya, dia melihat rupanya si gadis tengah
mengelakkan serangan dua orang.
Tanpa membuang waktu, Kim Lo juga melesat ke depan menyusul Kim Cie Sinkay. Ternyata Bie Lan tengah dikeroyok dua orang laki-laki yang bertubuh
tinggi besar dan tegap. Mereka garang sekali, mereka menyerang berusaha
membekuk Bie Lan.
Cuma saja si gadis tampak memang gesit dan ilmunya liehay, walaupun
kepandaian dua orang pengeroyoknya itu liehay, tokh mereka tak bisa
cepat-cepat buat membekuk Bie Lan.
Dalam keadaan seperti itu, ia tengah berkelit dua kali dari totokan
tangan salah seorang lawannya, justeru Kim Cie Sin-kay telah tiba.
Tanpa mengeluarkan bentakan, Kim Cie Sin-kay malah menerobos maju terus
dengan tangan kanannya menghantam jalan darah Yang-ciu-hiat di tubuh
lawan Bie Lan.
Bie Lan girang melihat si pengemis telah datang begitu cepat. Tadi dia
disergap dari samping jalan tersebut oleh ke dua lawannya, namun karena
si gadis memang lihay dan gesit, dia tidak sampai kena di bokong. Dan dia
masih ragu-ragu, apakah Kim Cie Sin-kay berdua Kim Lo bisa tiba di tempat
itu dengan cepat?
Siapa tahu sekarang Kim Cie Sin-kay telah datang, maka semangat si gadis
terbangun. Dengan segera ia mengempos semangatnya dia mengeluarkanbentakan, tangannya cepat sekali berkelebat ke sana ke mari, dan dia
menyerang gencar sekali.
Apa yang dilakukannya memang merupakan hantaman yang bertubi-tubi pada
dua orang lawannya, mereka jadi kaget melihat perobahan cara bersilat si
gadis.
Yang seorang lawan Bie Lan jadi lebih kaget. Tengah dia heran, serangan
Bie Lan yang berobah jadi lebih libay, justeru dia merasakan dari arah
sampingnya menyambar angin pukulan yang kuat sekali. Tidak buang waktu
lagi tangannya menyampok buat menangkis.
"Buuukkkkk!" Tangan dia telah membentur tangan Kim Cie Sin-kay.
Sedangkan Kim Cie Sin-kay mempergunakan tenaga yang tidak kecil, waktu
dia menyerang, dia menghantam dengan enam bagian tenaga, dalamnya.
Karenanya, begitu tenaga mereka saling bentur, tubuh lawan Kim Cie Sinkay sampai terpental dua langkah. Dia segera memutar tubuhnya.
Kim Cie Sin-kay begitu tangannya tertangkis, tidak tinggal diam, dia
sudah menyusuli dengan hantaman lainnya. Hebat sekali tenaga serangannya.
Orang itu jadi kaget. Dia seperti tidak dibiarkan bernapas oleh Kim Cie
Sin-kay.
"Tahan!" Teriak orang tersebut sambil menghindarkan diri dari sambaran
tangan si pengemis.
Dia tidak mau menangkis, karena dia merasakan betapa tadi tangannya
menangkis jadi sakit sekali, malah dia yang terpental. Maka dia sudah
tahu, bahwa orang yang menyerang tentu memiliki kepandaian yang tinggi
sekali.
Waktu itu Kim Lo juga sudah tiba di tempat itu. Dia justeru menyerang
lawan Bie lan yang satunya lagi.
Kepandaian Kim Lo jauh di atas Bie Lan, maka begitu dia tiba dan
menyerang, lawan Bie Lan tidak bisa berkutik lagi, punggungnya kena
dihantam kuat, dia terpental keras sekali hampir dia terjerembab.
Untung saja dia masih sempat mengerahkan tenaga dalamnya pada kedua
kakinya dia bisa mempertahankan dirinya dan tidak sampai terjerembab.
Walaupun demikian, dia memutar tubuhnya, mukanya pucat.
Kim Cie Sin-kay memang sudah tidak menyerang lebih jauh lagi. Dia
membentak: "Manusia hina, rupanya kalianlah Jay-hoa-cat yang selalu
mengganggu keamanan kota ini!"
Muka orang itu berobah.
"Jangan menuduh sembarangan!" Bentak orang itu bengis. "Hemm, mengapa
tidak hujan tidak angin kau menyerangku?"
"Hemm, pantaskah seorang gadis dikeroyok oleh kalian berdua? Atau memang
itu perbuatan seorang gagah sejati?
"Tidak malukah kalian manusia manusia rendah! Kami tahu, tentu kalian
memang Jay-hoa-cat yang selalu berkeliaran di kota ini!""Jangan ngaco belo! Kami adalah pahlawan istana Kaisar! Bagaimana mungkin
kami melakukan perbuatan yang bisa merugikan rakyat?" bengis sekali suara
dan sikap orang itu.
Kim Cie Sin-kay terkejut, tapi segera ia tertawa mengejek.
"Kalian pahlawan istana?" tanyanya, "Hemmm, budak-budak bangsa Boan!
Manusia tak tahu malu! Kalian menjual diri kepada bangsa asing dan
penjajah!"
Muka orang itu jadi bengis sekali.
"Wang Chia Tat tak akan membiarkan kau bicara sembarangan seperti itu!"
Teriaknya bengis. "Tahukah kau hukuman apa yang menantimu?"
"Hem, apa hukumannya manusia rendah?"
"Kau akan digantung!"
"Aku si pengemis melarat tak takut menghadapi manusia busuk tidak tahu
malu seperti kau!"
Muka orang itu, Wang Cia Tat, jadi berobah merah padam karena murka yang
tidak terkira. Hanya saja dia mengetahui pengemis ini memiliki kepandaian
yang tinggi, maka dia tidak segera menerjang buat menyerbu pada si
pengemis. Dia masih berusaha menahan diri dengan kemarahan yang seperti
hendak meledakkan dadanya.
Ada yang diingatnya lagi-lagi tadi si pendeta Pu San Hoat-ong
pimpinannya, telah pulang dengan murung. Justeru mereka mendengar Pu San
Hoat-ong ketemu batunya, dan telah dihajar oleh si pengemis dan orang
bertopeng kain putih.
Walaupun memang Pu San Hoat-ong tidak menceritakan dia kena ditotok satu
kali oleh Kim Lo, tokh semua anak buahnya mengerti bahwa si pendeta telah
rubuh. Kalau tidak nantinya si pendeta mau sudah begitu saja urusannya.
Pu San Hoat-ong malah telah memerintah anak buahnya buat menyebar diri.
Mencari si gadis yang nyaris menjadi mangsanya beberapa waktu yang lalu!
Juga mencari jejak si pengemis dan orang yang mukanya ditutup oleh kain
putih.
Maka anak buah Pu San Hoat-ong menyebar diri.
Siapa tahu Wang Chia Tat bersama kawannya yang bernama Yang Ie, telah
melihat si gadis. Mereka mengenali gadis itu, karena mereka yang terlihat
di rumah penginapan, di mana mereka telah bertempur dengan gadis itu.
Mereka girang. Mereka melihat si gadis berjalan seorang diri, maka mereka
hendak membokong siapa tahu si gadis memang memiliki kepandaian yang
tinggi. Gadis itu bisa menghadapi mereka, sampai muncul si pengemis, dan
disusul dengan orang yang mukanya, yang ditutupi kain putih itu, Kim Lo.
Maka Wang Cia Tat jadi tergetar. Memang dia tidak jeri tapi dia menyadari
Pu San Hoat-ong yang memiliki kepandaian lebih tinggi darinya saja tidak
berdaya menghadapi si pengemis dan orang yang mukanya ditutup kain putih,
maka dia menyadari dirinya tentu lebih celaka lagi kalau membentur
pengemis itu.Terlebih lagi memang tadi waktu dia menangkis tangan si pengemis yang
membuat dia terpental.
Itulah sebabnya, mengapa walaupun marah bukan main tokh tetap saja Wang
Chia Tat tidak berani menyerbu dan segera menyerang si pengemis.
Wang Chia Tat malah masih ingin mempergunakan pengaruhnya sebagai
pahlawan istana, buat menggertak musuh.
Siapa nyana, justeru Kim Cie Sin-kay bukannya jeri, malah jadi gusar
bukan main mengetahui bahwa orang yang di hadapannya ini adalah budaknya
bangsa Boan,
"Hemmm, maju! Mari, Maju!" Tanya si. pengemis."Mengapa kau cuma bawel
mementang mulut di situ? Ayo maju!"
Wang Chia Tat ragu-ragu, tapi dia malu. Malah dia juga telah didesak,
segera dia melesat maju. Dia menyerang hati-hati sekali.
Dia pun berpikir di dalam hatinya: "Walaupun kepandaian si pengemis busuk
ini lihay, belum tentu dia bisa merubuhkan diriku! Hemm," Dia menghibur
dirinya.
Karnehlingti 17.084 . . . . . . .
Si pengemis tertawa dingin.
"Serangan bang-pak!" Ejeknya.
Waktu itu cepat sekali sepasang tangan Kim Cie Sin-kay bergerak
menyambuti serangan Wang Chia Tat.
Cuma saja Wang Chia Tat membatalkan serangannya, karena memang dia hanya
menggertak belaka. Kemudian dia menyusuli lagi dengan serangan jauh lebih
kuat.
Kim Cie Sin-kay melayani terus dengan berulang kali melontarkan kata-kata
ejekan, yang membuat muka Wang Chia Tat jadi merah padam karena gusar
yang tidak kepalang.
Sedangkan Kim Lo sudah menghadapi kawan Wang Chia Tat, yaitu Yang Ie.
"Hemmm, kau rupanya penjahat pemetik bunga yang tengah kami cari!" Kata
Kim Lo dengan suara yang bengis, karena memang Kim Lo benci sekali kepada
penjahat pemetik bunga dan ia sudah bersumpah di dalam hatinya.
"Jika memang penjahat pemetik bunga terjatuh ditangannya, niscaya tak
akan diberi hati dan tak akan diampuninya. Ia akan menghajarnya habishabisan. Jika perlu akan dibinasakannya, maka dari itu, ia tak perlu
sungkan-sungkan pada Yang Ie."
Tapi Yang Ie licik, ia membusungkan dadanya, ia membentak, seakan juga ia
tak jeri terhadap Kim Lo, walaupun hatinya tergetar.Sama seperti yang dialami Wang Chia Tat iapun teringat pada cerita Pu San
Hoat-ong, tentang orang yang mukanya ditutup kain putih.
"Kau jangan bicara sembarangan!" bentaknya bengis. "Aku adalah pembesar
kerajaan, akulah pahlawan istana Kaisar!"
Mendengar jawaban Yang ie, Kim Lo kaget.
"Kau?" pemuda ini jadi ragu-ragu.
Memang Kim Lo belum lagi berpengalaman dan ia kaget mengetahui tuduhannya
meleset, malah orang ini adalah pahlawan istana Kaisar.
Tentu saja sebagai pahlawan istana kaisar orang ini tidak akan melakukan
perbuatan yang merugikan rakyat.
Bie Lan melihat kelakuan Kim Lo, jadi gelisah. Dia kuatir Kim Lo
melepaskan orang itu.
Belum lagi Bie Lan berteriak kepada Kim Lo menganjurkan agar pemuda itu
membekuk dulu Yang Ie, dia telah didului oleh Yang Ie.
"Hemmm, kau tahu dosa apa yang kau bawa jika berani mengganggu kami,
pahlawan istana Kaisar? Tentu Hong-siang tak akan membiarkan diri tentu
akan dikejar, walaupun ke ujung dunia.!"
Kim Lo benar-benar kurang pengalaman dia telah merangkapkan sepasang
tangannya.
"Maaf! Maaf! Maaf! Atas tuduhan Siauwte yang ternyata keliru!" Katanya
dengan jujur.
Justeru saat memberikan hormat seperti itu tubuh Kim Lo membungkuk.
Yang Ie girang. Dia tidak mensia-siakan kesempatan yang ada, dia tahutahu mengayunkan kepalan tangan kanannya, dia bermaksud menghantam
punggung Kim Lo. Tenaga pukulan yang dilakukannya kuat sekali, karena dia
mempergunakan seluruh kekuatan tenaga dalamnya.
Bie Lan kaget bukan main.
"Hati-hati.!"
Justeru baru saja Bie Lan berteriak seperti itu, tahu-tahu terdengar
jeritan yang nyaring.
Hati Bie Lan jadi ciut, dia menyangka Kim Lo telah kena dihajar dan
tentunya terluka parah atau kemungkinan juga bisa terbinasa di tangan
lawannya.
Waktu itu, dia melihat seseorang telah terpental keras sekali! Si gadis
setengah menjerit menutupi mulutnya.
Tapi apa yang dilihatnya benar-benar membuat dia jadi takjub dan tidak
mengerti.
Kim Lo masih berdiri tegak di tempatnya dengan sikap yang gagah sekali.
Justeru yang menjerit tadi dan terpental keras adalah Yang Ie!Mengapa bisa menjadi begitu?
Ternyata waktu Kim Lo tengah membungkukkan tubuhnya memberi hormat,
justeru waktu itu Kim Lo merasakan menyambar angin pukulan yang dahsyat.
Pemuda itu kaget. Tapi dia tenang sekali, tidak gugup dan dapat bergerak
cepat dan tepat.
Dia tidak membenarkan letak tubuhnya, dia tetap membungkuk, dengan posisi
tubuh tidak tegak seperti itu, tahu-tahu telapak tangan kanannya
menghantam ke atas.
Telak sekali dada Yang Ie kena dihantamnya, membuat tubuh orang itu
terpental keras.
Tentu saja, karena tubuhnya terpental. Dia tidak sampai berhasil dengan
pukulannya.
Bie Lan menghela napas lega. Dia berlari menghampiri Kim Lo.
"Kau tidak apa-apa?" Tanyanya dengan penuh perhatian.
Melihat muka si gadis, mimiknya yang begitu memperhatikan keadaan
dirinya, hati Kim Lo jadi tergetar. Dia juga merasakan hatinya senang
bukan main.
"Tidak! Tidak apa-apa!" katanya dengan sikap malu-malu. Untung saja
mukanya memang tertutup kain putih, kalau tidak, niscaya si gadis bisa
melihat wajahnya yang memerah karena malu.
Sedangkan Kim Cie Sin-kay dengan Wang Chia Tat masih hertempur terus.
Mereka tampaknya tengah saling serang dengan hebat. Setiap pukulan Wang
Chia Tat yang menyerang Kim Cie Sin-kay mati-matian sekuat tenaganya,
selalu dapat dihindarkan oleh si pengemis.
Dan Kim Cie Sin-kay sementara waktu itu memang belum membuka serangan
yang menentukan, sebab dia hendak melihat dulu, berapa tinggi kepandaian
yang dimiliki Wang Chia Tat dan juga ingin mencari kelemahannya. Dia
lebih banyak menghindarkan diri dan mengecoh saja, cuma sekali-kali saja
membalas menyerang.
Wang Chia Tat semakin lama semakin kalap. Apa lagi ia mendengar suara
jeritan kawannya, Yang Ie. Maka dia semakin gencar menyerang Kim Cie Sinkay. Cuma saja, karena dia menyerang kalap, dengan sendirinya hal ini membawa
kerugian tidak kecil buat dirinya.
Di dalam kalangan Kang-ouw, memang terdapat pantangan buat seorang ahli
silat, yaitu kehilangan ketenangan jiwa dan hatinya.
Sekali saja orang itu kehilangan keseimbangan ketenangannya, maka dengan
begitu akan punahlah pusat perhatiannya. Jelas ini membahayakan dirinya.
Kim Cie Sin-kay girang bukan main melihat keadaan lawannya seperti itu.
Namun pengemis ini tetap saja belum mau bertindak, ia masih mengelakkan
diri dan membiarkan lawannya menyerang tidak hentinya.
Yang Ie yang terpental, meringis dengan muka yang pucat pias. Tadinya
terserang kuat sekali, membuat ia sendiri terluka tak ringan.Tapi ia malu memperlihatkan kelemahannya, begitu rasa sakitnya berkurang,
segera ia melangkah menghampiri Kim Lo, yang tengah mengawasinya.
"Kau berani turunkan tangan jahat pada pahlawan istana Kaisar, heh?"
Tegurnya.
Kim Lo merangkapkan tangannya memberi hormat pada pahlawan raja ini.


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Maaf, maafkan! Aku hanya membela diri bukankah Taijin tadi menyerangku?"
"Hemmmm, kau telah membokongku!" kata Yang Ie tidak mau mengerti.
"Tahukah kau berapa besar dosamu?"
Kim Lo menghela napas.
"Tapi Taijin sendiri yang mendesakku menurunkan tangan seperti itu."
Muka Yang Ie jadi merah padam.
"Tampaknya kau bukan manusia baik-baik. Tentunya kau ini sebangsa
perampok dan penjahat tengik yang harus dibasmi oleh kerajaan!" Kata Yang
Ie. Kim Lo jadi tidak senang hatinya.
"Hemmm, justeru Taijin yang menyerangku dan Taijin mendesakku demikian
rupa?" Teriaknya.
Melihat Kim Lo sudah tidak membawa sikap menghormat seperti tadi, hati
Yang Ie tambah ciut karena memang ia menyadari dirinya bukan lawan Kim
Lo. Maka dia pikir hendak mengambil jalan lunak.
"Baiklah, karena kau telah meminta maaf aku mau memaafkanmu!" katanya.
Setelah berkata begitu, ia memutar tubuhnya hendak pergi menghampiri
kawannya yang tengah bertempur dengan Kim Cie Sin-kay. Dia bermaksud
hendak mengajak kawannya itu angkat kaki saja, dirasakannya itulah cara
dan jalan tang terbaik.
Tap, baru saja ia memutar tubuhnya, Kim Lo justeru telah bilang: "Maaf
Taijin! Tunggu dulu!"
Yang Ie tercekat hatinya, ia memutar tubuhnya lagi menghadapi Kim Lo.
"Apakah dia ingin mempersulitku lagi?!" Pikirnya dalam hati.
Waktu itu Kim Lo telah bilang, "Taijin, karena Taijin mengaku sebagai
hamba kerajaan tentunya Taijin mengetahui bahwa kota ini tak aman,
terutama sekali buat kaum wanitanya....!"
Muka Yang Ie berobah, tapi cepat sekali pulih, ia memperlihatkan sikap
yang bengis.
"Mengapa kau tanyakan hal itu kepadaku? Apa hubungannya keadaan itu
denganku? Soal keamanan kota ini ditangani oleh Tiek-wan, kau bisa
menanyakannya pada Tie-kwan."
Kim Lo mengangguk."Memang benar apa yang diucapkannya, tapi justeru tadi kami melihat
Taijin berdua dengan kawanmu itu telah menyerang kawan kami ini yaitu
nona Yo! Maka dari itu, kami mau meminta keterangan Taijin dengan alasan
apa Taijin berdua hendak menyergap kawan kami ini?"
Muka Yang Ie berobah pucat dan merah bergantian sampai akhirnya dengan
agak gugup dia biang: "Ini .ini.!"
Kim Lo tertawa dingin.
"Katakanlah Taijin, apa alasan Taijin berdua hendak menyergap kawan kami
ini?"
Muka Yang Ie merah padam.
"Karena kami mencurigainya.......!" Dia menjawab juga seenaknya saja.
Kim Lo mementang matanya lebar-lebar, sikapnya bersungguh-sungguh sekali.
"Mencurigai kawan kami? Mencurigai nona Yo?" Tanya Kim Lo menegasi pula.
"Ya!"
"Mengapa mencurigai kawan kami!"
"Karena. karena kemaren malam terjadi pencurian di gedung Walikota Wiesung Taijin!" Menjawab Yang Ie sekenanya lagi.
"Dan menurut petugas keamanan di sana, yang melakukan pencurian itu
adalah seorang gadis!"
Kim Lo tertawa dingin."
"Hemmmmmmmm, benarkah itu?"
"Apakah kau menganggap aku berdusta?" Bentak Yang Ie murka, tapi hatinya
kecil sekali.
Kim Lo tertawa dengan sikap mengejek.
"Apakah bukan disebabkan Taijin berdua hendak menyergap kawanku ini,
untuk....... kalian perkosa?" Tanya Kim Lo kemudian dengan suara yang
keras.
Seketika merah muka Yang Ie.
"Kau jangan bicara sembarangan!"
"Jawab!" Tiba-tiba suara Kim Lo jadi keras sekali. "Apakah benar kau
bermaksud buruk pada nona Yo itu?"
"Kau........?!"
"Hemmmm, jangan kau harap sebelum Taijin bicara dari hal yang sebenarnya,
Taijin bisa meninggalkan tempat ini!" kata Kim Lo.
"Kau mengancam?""Bukan mengancam? Tapi tetap saja kami tak mungkin melepaskan Taijin
berdua, sebelum Taijin membuktikan bahwa Taijin memang tak memiliki
maksud buruk pada nona Yo!"
"Kalau memang kami memiliki maksud buruk?"
"Hemmm, justeru inilah yang kami cari! Tentu saja kami tak akan
melepaskan Taijin berdua sebelum kalian berdua bicara dari hal yang
sebenarnya!"
Yang Ie sendiri takut dan murka bukan main, karena terdesak, akhirnya ia
nekad.
"Baiklah!" katanya kemudian. "Aku ingin melihat apa yang ingin kau
lakukan terhadap pahlawan istana Kaisar..!"
Karnehlingti 17.085 . . . . . . .
Setelah berkata begitu, Yang Ie memperlihatkan sikap bersiap sedia buat
menerima serangan.
"Benar-benar taijin tak mau bicara secara baik-baik guna memberitahukan,
di mana markas teman-temanmu?" Tanya Kim Lo, menegasi sambil mengawasi
tajam sekali.
Yang Ie sudah tidak menyahuti, dia mengibaskan tangannya. Tahu-tahu dia
melepaskan beberapa batang jarum, yang meluncur ke arah Kim Lo. Jarum itu
Gadis Penyebar Cinta 1 Ketika Cinta Harus Bersabar Karya Nurlaila Zahra Pasangan Detektif 1

Cari Blog Ini