Ceritasilat Novel Online

Rajawali Merah 10

Rajawali Merah Karya Batara Bagian 10


meninggalkan lawan, memaki.
"Kau iblis tak berjantung. Kau pemuda tak berperikemanusiaan. Ouh, terkutuk!"
Si buntung tertawa mengejek. Tiba-tiba ia membentak menggerakkan tongkat. Lawan yang lintangpukang di sana disedot. Dan ketika serangkum angin menghisap dan menarik tubuh laki-laki itu, yang
menjerit dan berteriak kaget maka kepala rampok ini kembali dan melayang ke arah lawannya, tak dapat
ditahan lagi.
"Ha-ha, kau lari tanpa permisi, tikus busuk. Dan berani memaki aku lagi. Ah, dosamu tak dapat
diampuni!"
"Jahanam, keparat bedebah!" laki-laki itu meronta, meluncur dan tertarik ke arah lawannya tapi
sayang gagal membebaskan diri. "Kau iblis tak berperasaan, anak muda. Kau manusia tak berjantung.
Lepaskan aku, lepaskan...!"
Namun si buntung memperkuat sedotannya. Si kepala rampok yang meronta-ronta di tengah udara
justeru seperti babi siap disembelih di atas tongkat pemburu. Tubuhnya sudah dikuasai sedemikian rupa
hingga tak dapat melepaskan diri. Dan ketika laki-laki itu berdebuk dan jatuh di kaki lawannya, si buntung
bangkit dan tertawa aneh tiba-tiba si kepala rampok memekik dan menyambar golok di atas tanah,
menyerang.
"Dess!"
Tubuhnya malah ditendang dan terlempar ke api unggun. Api itu masih menyala panas dan laki-laki
ini tentu saja menjerit-jerit. Bajunya terbakar namun cepat ia bergulingan memadamkan api di punggungnya.
Dan ketika ia meloncat dan mengamuk lagi, menerjang, maka si buntung itu dihujaninya dengan tusukan
atau bacokan-bacokan golok. Namun semuanya itu sia-sia. Si buntung mengelak sana-sini dan hujan
serangan itupun gagal. Lalu ketika laki-laki itu berteriak dan putus asa, golok membacok namun terpental
bertemu tongkat maka sebuah totokan tiba-tiba menyambar dahinya, totokan maut.
"Mampuslah.... cret!"
Dahi itu berlubang. Si kepala rampok roboh dan terjengkang ke belakang, celaka sekali jatuh di tempat
api unggun. Dan ketika tubuhnya ambruk dan menimpa bara menyala, si buntung tertawa aneh dan
mengebutkan ujung bajunya tiba-tiba bara itu menyala dan berobah menjadi api besar, menjilat dan seketika
membakar baju laki-laki ini di mana akhirnya juga melahap dan membakar tubuh si kepala rampok. Tentu
saja berkobar dan menjilat-jilat! Dan ketika pemuda itu terbahak dan menyambar kayu-kayu lain untuk
menambah kobaran api maka kepala rampok itu tewas dipanggang dengan keji!
"Ha-ha, keji dan berdarah dingin. Aih, bagaimana pendapatmu, suheng? Bagaimana dengan bocah
mengerikan ini?"231 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Si buntung terkejut. Tiba-tiba terdengar suara tanpa rupa, di tempat itu muncul sesosok asap hitam tapi
kemudian lenyap lagi. Dan ketika pemuda itu terkejut karena di tempat lain terdengar jawaban dingin bahwa
omongan itu betul, si buntung terkesiap dan menoleh ke belakang maka di situ muncul seorang kakek
berwajah pucat dengan misai sepanjang lutut. Muncul begitu saja seperti iblis!
"Hm, kau benar. Anak ini mengesankan sekali, sute. Aku terus terang tertarik. Tapi harus kulihat dulu
apakah dia cukup berharga!"
"Siapa kau!" si buntung membentak kaget. "Ada apa membicarakan diriku, tua bangka. Enyah dan
mana sutemu!"
Namun si buntung mengeluarkan teriakan tertahan. Tongkat yang bergerak dan menusuk cepat tibatiba menembus di tubuh kakek itu. Si kakek tak mengelak dan membiarkan saja serangan pemuda ini. Dan
ketika si buntung tersentak dan menarik senjatanya, tongkat itu menembus badan halus maka sadarlah
pemuda itu bahwa seorang tokoh luar biasa sedang dihadapinya. Dia meloncat mundur dan kakek itu
tersenyum, senyumnya aneh karena disertai pula oleh pandang mata yang tiba-tiba membakar. Segumpal
cahaya panas muncul dan menyambarlah la api ke muka pemuda ini, bagai lidah naga atau kilatan petir. Tapi
ketika pemuda itu membentak dan menangkis dengan tongkatnya, lidah api meledak bertemu senjata di
tangan pemuda ini maka lidah api itu lenyap tapi pemuda ini terhuyung mundur!
"Hm, cukup pandai, cukup bagus. Namun kalau aku sehat tentu kau tak mampu melawan!"
Si buntung tertegun, pucat. Dia merasa benturan kuat menyambar tongkatnya tadi, terbelalak dan
berobah mukanya. Tapi ketika dia marah dan berkata bahwa dirinyapun sedang terluka, tidak sehat, maka dia
membalas dengan ejekan dingin.
"Jangan sombong. Akupun sedang tidak sehat, tua bangka. Kalau aku tidak luka-luka tentu akupun tak
bakal terhuyung. Siapa kau, dan mana sutemu yang masih bersembunyi!"
"Wut!" si kakek tiba-tiba lenyap. "Coba kau cari kami, anak muda. Mana suteku dan mana aku!"
Si buntung terkejut. Si kakek menghilang dengan ilmu silumannya, entah di mana. Tapi ketika ia sadar
bahwa kakek itu mempergunakan ilmu hitam tiba-tiba diapun membentak dan mengayun tongkat ke kiri.
Tanah dipukul dan seketika pemuda inipun lenyap. Dan ketika segumpal asap hitam muncul dan bergerak
memasuki hutan tiba-tiba terdengar seruan tertahan dua orang kakek yang berobah ujudnya di balik sebatang
pohon besar.
"Heii, dia mem pergunakan Hek-kwi-sut!"
"Benar, dan gaya pukulan tongkatnya seperti Khi-bal-sin-kang, sute. Bocah ini aneh dan luar biasa!"
"Hm!" pemuda yang sudah berobah menjadi asap hitam itu menyerang dua asap hitam lainnya.
"Kalian kiranya di sini, tua bangka. Aku sudah menemukan persembunyian kalian dan tak takut akan ilmu
hitam apapun.... des-dess!" asap hitam di depan membuyar, dipukul dan menyibak dan segera terdengar
pekik atau seruan kakek pertama. Kakek itu memekik karena si buntung menghantam pundaknya, masingmasing sekarang sudah tidak berbadan kasar lagi. Dan ketika kakek yang lain melesat dan menghilang
dengan cepat maka kakek pertama dikejar dan dihujani pukulan bertubi-tubi. Si buntung ternyata juga pandai
ilmu hitam.
"Ha-ha, ke mana kau lari, kakek tua. Ke ujung dunia pun pasti kukejar!"
"Keparat!" kakek itu memekik, melecutkan misainya. "Jangan sombong, anak muda. Biarpun aku juga
baru saja bertanding dan masih lelah namun kau tak mungkin dapat mengalahkan aku.... plak!" tongkat
dipukul misai, terpental tapi sudah menyerang lagi dan kakek itu berkelebatan dengan marah. Orang akan
terheran-heran karena tidak melihat pertempuran di atas tanah. Yang ada ialah dua bayang dan asap hitam
yang saling maki dan kejar, asap yang satu memiliki sebelah kaki sedang asap yang lain utuh. Itulah si
buntung dan lawannya. Tapi ketika asap si kakek bermisai menolak dan mampu mementalkan tongkat, si
buntung itu terkejut maka terdengar seruan kakek yang lain agar mereka ke alam kasar lagi.232 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Sute, biarkan lawanmu bertanding di atas tanah. Dan kau kembalilah ke alam kasar lagi... plak!" asap
hitam hancur dua-duanya, disambar cahaya merah bagai petir yang meledak menghantam asap hitam itu. Si
buntung berseru tertahan karena tiba-tiba ia terlempar dan jatuh ke bumi, Hek-kwi-sutnya dilumpuhkan. Dan
ketika ia membentak dan lawannya muncul di atas bumi, mendelik, maka kakek itu berkelebat dan tiba-tiba
menyerangnya dengan misainya yang panjang itu.
"Bocah, suhengku menghendaki kita bertempur di atas tanah. Nah, aku akan mengujimu. Keluarkan
semua kepandaianmu dan juga Khi-bal-sin-kangmu itu. Kau tak dapat lagi mempergunakan Hek-kwi-sut....
des-dess!" tongkat cepat menangkis dan si buntung terhuyung, terkejut karena tiba-tiba ia tak dapat
mengerahkan ilmu hitamnya. Tongkat sudah diayun dan menghajar tanah namun tidak terjadi ledakan. Itu
berarti Hek-kwi-sutnya ditahan atau "dimatikan" lawan, tombolnya dikunci! Dan ketika si buntung terkejut
karena tiga empat kali ia gagal, tongkat tak pernah meledak memanggil Hek-kwi-sut maka si kakek bermisai
menyambar bagai elang dengan misainya yang kaku dan lurus menusuk atau membabat bagai tombak!
"Ha-ha!" tawa itu menggetarkan hutan. "Keluarkan semua kepandaianmu, anak muda. Pergunakan
Khi-bal-sing-kangmu untuk menghadapi serangan-seranganku!"
Si buntung sibuk. Ia dipaksa berlompatan dan menangkis atau mengelak. Tapi ketika misai menotok
atau menusuknya bagai elang lapar, tak terpental oleh Khi-bal-sin-kang yang dikeluarkan maka pemuda itu
berseru keras dengan muka berobah. Apalagi ketika tangan kanan atau kiri kakek itu juga mulai melakukan
pukulan-pukulan.
"Ha-ha, ayo, buntung. Kau tentu memiliki ilmu beragam karena kaupun mempunyai Hek-kwi-sut.
Ayo, tangkis atau elak serangan ini.... des-dess!" si buntung terhuyung-huyung, sebentar kemudian terdesak
hebat karena Khi-bal-sin-kangnya tak seberapa berpengaruh bagi kakek yang luar biasa itu. Tongkatnya
segera bergerak berputaran melindungi diri, apa boleh buat dia lalu membentak dan mengeluarkan Jing-sianengnya. Si buntung berkelebat dan lenyap. Dan ketika kakek itu berseru tertahan karena si buntung bergerak
luar biasa cepat, mendahului atau mengelilingi dirinya bagai rajawali menyambar-nyambar maka tiba-tiba
tongkat bergerak naik turun dengan pukulan sendal pancing.
"Haiii...!" kakek itu terkejut. "Kau benar-benar memiliki kepandaian beragam, bocah. Tapi aku tak
takut. Ayolah, gebuk sekuat tenagamu..... buk-bukk!" tongkat benar saja menghantam dengan keras, tepat
mendarat di punggung kakek itu dan si kakek terhuyung. Satu pukulan tangan kiri pemuda itu melayang pula
ke mukanya, dikelit tapi jatuh di pundak. Dan ketika si kakek tergetar karena pukulan itu keras dan dahsyat,
letupan sinar kilat menyambar dari sini maka si kakek tertegun dan sebuah pujian terdengar.
"Cam-kong-ciang (Tangan Pembunuh Petir)!"
"Hm!" pemuda itu terus berseliweran "Matamu tajam, kakek siluman. Tapi coba yang ini.... dess!"
tongkat berpindah ke tangan kiri, tangan kanan menghantam dan terdengarlah ledakan kuat mengguncangkan
kakek itu. Lehernya menerima sebuah pukulan lain dan kakek itu bergoyang-goyang. Tapi ketika si kakek
tertawa bergelak dan maju kembali, tidak apa-apa maka kakek itu berseru menyebut nama pukulan ini.
"Tee-sin-kang (Pukulan Menghajar Bumi). Ha-ha, kau kiranya pernah menjadi murid nenek Naga!"
dan si buntung yang terkejut dan tertegun mendengar ini lalu melihat si kakek berkelebatan dan
mengimbangi dirinya, tangan bergerak naik turun namun pemuda itu berkelebatan mendahului si kakek. Dia
melancarkan lagi sebuah pukulan lain yang disebut Mo-seng-ciang (Pukulan Bintang Iblis). Tapi ketika si
kakek tahu dan dapat menyebut itu, pemuda ini terbelalak maka berturut-turut enam pukulan lain gantiberganti menghajar kakek itu, yang tetap tak apa-apa.
"Ah-ah, kau kiranya murid mendiang Enam Iblis Dunia. Kalau begitu tentu kau bocah yang bernama
Togur. Ha-ha, ini kiranya bocah itu, suheng. Tapi bagaimana dia dapat memiliki Khi-bal-sin-kang dan Jingsian-eng ini. Lihat, ilmu meringankan tubuh ini adalah Jing-sian-eng seperti yang dipakai Kim-hujin atau
Pendekar Rambut Emas itu!"
Si buntung terkejut. Lawannya segera terkekeh-kekeh dan mengenal semua ilmu-ilmu yang
dimilikinya. Mula-mula Khi-bal-sin-kang atau Hek-kwi-sutnya tadi. Lalu sekarang Cam-kong-ciang dan
Tee-sin-kang atau Mo-seng-ciang. Dan karena betul semua pukulan yang dipakainya adalah seperti kata-kata233 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
lawannya, pemuda ini memang bukan lain adalah Togur maka. kakek bermisai itu terbahak-bahak ketika
tiba-tiba dia mengeluarkan seruan keras dan terbang berkelebatan mengelilingi pemuda ini.
"Ha-ha, kau tak memiliki Cui-sian Gin-kang seperti yang dipunyai keluarga Pendekar Rambut Emas
itu. Kau hanya memiliki Khi-bal-sin-kang dan Jing-sian-eng saja, di samping ilmu-ilmu yang kau warisi dari
mendiang Enam Iblis Dunia. Heh, sekarang kau roboh, bocah. Cukup main-main ini dan aku kagum
kepadamu.... plak-plak!" misai menyambar dan menggubat tongkat,tahu-tahu mengunci gerakan pemuda itu
dan si buntung terkejut. Dia menggerakkan tangan yang lain namun dipapak tangan kakek ini. Dan karena
kakek itu masih memiliki tangan yang lain karena misainya menarik dan menyendal maka begitu berkutat
dan bersitegang sejenak tiba-tiba tangan kanan kakek itu melakukan tepukan dan mencelatlah pemuda ini
dengan tongkat terlepas.
"Bluk-dess!"
Si buntung terpekik bergulingan kaget. Dia kalah cepat karena belakang kepalanya tahu-tahu sudah
menerima tepukan, tongkat tertarik atau terbetot misai panjang itu. Dan ketika ia melompat bangun namun
segulung asap hitam berkelebat dan mencengkeram belakang lututnya tiba-tiba ia terguling dan menjerit
keras, roboh.
"Aduh!"
Si buntung pucat. Ia terbelalak dan kakek yang lebih lihai muncul, menotok atau mencengkeram
belakang lututnya tadi. Dan ketika kakek itu mendengus dan meniup ubun-ubunnya maka pemuda itu
mengeluh dan lunglai total, lumpuh.
"Kau mengagumkan, namun mencuri Hek-kwi-sut. Hayo, dari mana kaudapatkan ini dan mana murid
keponakanku See-ong!"
Togur, pemuda buntung itu, terkejut. Dia terbelalak memandang kakek yang lebih lihai ini dan
berganti-ganti memadang kakek satunya lagi. Mereka hampir serupa kecuali misai panjangnya itu. Kakek
yang ini memiliki misai sampai ke mata kaki sementara kakek yang sana sang sute, memiliki misai setinggi
lutut. Kalau memperhatikan sepintas saja tentu orang tak tahu, karena misai mereka sering bergerak naik
turun oleh gerakan kepala. Tapi begitu kakek itu menyebut See-ong sebagai murid keponakannya, jadi
mereka ini adalah susiok atau paman guru dari See-ong yang hebat maka tiba-tiba si buntung ini menjublak
dan kagum serta kaget. Pantas dapat "mengunci" Hek-kwi-sutnya!
"Ah, locianpwe Poan-jin-poan-kwi? Locianpwe adalah susiok dari sahabatku See-ong? Celaka, Seeong tewas, locianpwe. Murid keponakanmu itu telah dibunuh orang!" Togur tiba-tiba mengeluh panjang,
pura-pura meratap dan menyesali kematian temannya itu dan dua kakek ini tentu saja terkejut. Mereka
memang Poan-jin-poan-kwi adanya dan kebetulan saja bertemu Togur di sini. Mereka melarikan diri dari
keroyokan Pendekar Rambut Emas dan Drestawala, karena Poan-kwi luka perutnya oleh cengkeraman kakek
India itu. Poan-jin juga mengalami nasib jelek dengan adanya keroyokan Swat Lian dan Shintala, cucu
Drestawala yang amat lihai. Dan karena mereka tak mau bertanding lagi dan pergi meninggalkan lawan.
Kim-mou-eng tentu dapat membahayakan mereka karena Poan-kwi terluka maka tak disangka dan dinyana
tiba-tiba bertemu si buntung itu di sini. Mereka mempergunakan ilmu hitam dan di balik ilmu hitamnya itu
melihat sepak terjang Togur. Kekejaman pemuda ini dari mulai membunuh anak buah rampok sampai
memaksa kepala rampoknya disuruh mencongkel jantung anak buahnya sendiri. Kekejaman itu menarik
perhatian mereka dan Poan-jin terbelalak berbisik kepada suhengnya bahwa pemuda ini luar biasa.
Kekejamannya pantas sebagai orang sesat dan Poan-kwi mengangguk membenarkan. Mereka tak tahu siapa
pemuda itu namun Poan-kwi mencegah adiknya untuk muncul memperlihatkan diri. Mereka hendak melihat
apa yang akan dilakukan si buntung itu dengan si kepala rampok, korban terakhirnya. Poan-jin berkata
bahwa kepala rampok itu pasti akan dibunuh si buntung itu pula, karena mata si buntung memperlihatkan
sinar aneh dan bibir itupun terangkat mengejek. Dan ketika benar saja si buntung membunuh korbannya,
setelah menakut-nakuti sampai sedemikian rupa maka Poan-jin tak tahan dan muncul lebih dulu, disusul
suhengnya namun mereka tetap berlindung di balik ilmu hitam, hanya tampak sebagai asap yang bergerakgerak tapi pemuda itu mampu melihat mereka pula, dengan lenyap dan masuk ke dalam ilmu hitam pula.
Dan karena pemuda itu mempergunakan Hek-kwi-sut dan ilmu ini tentu saja dikenal maka Poan-jin-poankwi terkejut sekaligus terheran-heran sambil menduga, siapa gerangan si buntung yang lihai dan kejam ini, di234 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
mana akhirnya Poan-kwi menyuruh adiknya menghadapi pemuda itu dan ilmu-ilmu yang diperlihatkan
pemuda ini akhirnya diketahui sebagai murid dari mendiang Enam Iblis Dunia. Togur, si buntung itu,
memang murid dari nenek Naga dan lain-lain. Poan-jin tertegun tapi segera dapat merobohkan lawannya,
apalagi karena suhengnya telah mengunci Hek-kwi-sut yang dimiliki pemuda itu. Dan ketika pemuda itu
sekarang roboh dan memberi tahu tewasnya See-ong, menangis dan menunjukkan rasa duka mendalam maka
Poan-jin maupun Poan-kwi terjebak oleh kecerdikan pemuda ini dalam usahanya mengambil hati.
Maklumlah, Togur sekarang tahu bahwa dia berhadapan dengan orang-orang sakti!
"Benar," pemuda itu berderai air matanya. "See-ong tewas terbunuh, ji-wi lopicianpwe. Dan yang
membunuh adalah putera Pendekar Rambut Emas. Akupun jatuh bangun dan luka-luka gara-gara jahanam
ini!"
"Hm, ceritakan kepada kami bagaimana itu!" Poan-kwi bergerak dan mencengkeram pemuda ini, mata
berkilat marah, "Kapan terjadinya dan bagaimana kau memiliki Hek-kwi-sut pula, juga Jing-sian-eng dan
Khi-bal-sin-kang!"
"Aduh..!." si buntung merintih, mencari, iba. "Bebaskan dulu totokanmu, locianpwe. Setelah sekarang
kutahu kalian berdua adalah orang sendiri tak mungkin aku melakukan perlawanan. Aku menyerah, aku
sudah kalah!"
Poan-kwi mengangguk. Memang ia melihat bahwa pemuda ini tak mungkin melakukan perlawanan
lagi. Mereka sanggup melumpuhkannya. Tapi karena pemuda itu memiliki Khi-bal-sin-kang dan ilmu ini
jelas milik Pendekar Rambut Emas, jadi kakek itu curiga apakah pemuda ini memiliki hubungan baik dengan
musuh mereka itu maka totokan dibebaskan namun cengkeraman tetap dilakukan. Untuk berjaga-jaga kalau
pemuda itu melarikan diri!
"Locianpwe tak perlu curiga kepadaku. Aku sudah kalah, aku sudah tunduk. Tolong jangan cengkeram
aku karena tak mungkin aku melarikan diri!"
"Tapi tindak-tanduk dan ilmumu mencurigakan. Kau memiliki warisan Pendekar Rambut Emas, anak
muda. Dan kami tak dapat mempercayaimu begitu saja!"
"Ah, ilmu ini kudapat dengan mencuri, locianpwe. Aku bukan murid Pendekar Rambut Emas
meskipun memiliki dua ilmunya!"
"Hm, ceritakan itu, yang jujur. Jangan bohong atau aku akan membunuhmu!" cengkeraman
dilepaskan, Poan-kwi memandang penuh ancaman tapi si buntung ini tersenyum lebar. Setelah dibebaskan
dan tidak dicengkeram lagi maka rasa sakit hilang semua. Togur tenang-tenang saja dan terpincang
menyambar tongkatnya. Dan ketika ia mengangguk dan menopang tubuh dengan wajah muram, mimik
kesedihan diperlihatkan maka bekas murid Enam Iblis Dunia ini bertutur.
"Aku tak akan bohong kepada ji-wi locianpwe. Aku tentu akan bersikap jujur. Nah, pertama Khi-balsin-kang dan Jing-sian-eng ini kudapat dari mencuri, locianpwe. Ji-wi boleh bertanya kepada Pendekar
Rambut Emas ataupun isterinya apakah betul atau tidak. Tapi ilmu ini bukan kudapat dari Kim-mou-eng
sendiri melainkan dari mendiang mertuanya si jago pedang Hu Beng Kui! Nah, itu pertama. Sedang kedua
aku memiliki Hek-kwi-sut karena tukar-menukar dengan mendiang See-ong..."
"Tukar-menukar?" si kakek terbelalak. "Dengan apa?"
"Dengan Jing-sian-eng dan Khi-bal-sin-kang ini, locianpwe. Aku telah berjanji dengan murid
keponakanmu itu untuk sama-sama memberi dan menerima!"
"Hm, kau pintar. Lalu See-ong sendiri, bagaimana dia tewas? Kapan terjadinya?"
"Belum lama, baru seminggu yang lalu. Dan kami benar-benar tak dapat melawan musuh kami yang
lihai itu!"
"Jadi kalian mengeroyok?"
"Benar, locianpwe. Tapi kami kalah!"235 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Ha-ha, memang kalah. Dan aku juga roboh di tangan putera Pendekar Rambut Emas itu!" seorang
pemuda bermuka kehijauan tiba-tiba muncul, tertawa-tawa dan terhuyung menarik kakinya dengan langkah
terseok-seok. Poan-jin terkejut karena pemuda itupun tiba-tiba muncul seperti iblis, langsung ada begitu saja.
Dan ketika pemuda itu mendekat dan berseru kepada Togur, mereka rupanya sudah saling kenal maka
pemuda itu menuding Poan-kwi.
"Heii, siapa tua bangka ini, Togur? Bagaimana kau berkenalan dengan mereka? Ah, seharusnya tak
perlu banyak cakap. Sikat mereka dan lempar ke kubur!" pemuda itu berkelebat, tiba-tiba menghilang dan
Poan-kwi terkejut karena segumpal asap hitam menerjang dirinya. Inilah Hek-kwi-sut dan si kakek
terbelalak. Tapi ketika ia menggeram dan menghilang tubuhnya lenyap menghindar serangan lawan maka
dari belakang ia membentak dan mencengkeram kepala asap hitam itu.
"Bocah, kau tak tahu adat. Berani benar mempergunakan Hek-kwi-sut. Hayo, muncul dan jangan
main-main di sini. Kuhancurkan ilmumu.... dar!" ledakan kecil terdengar di situ, asap hitam terpukul buyar
dan terdengar jerit atau pekikan pemuda ini. Dia berteriak karena ilmu hitamnya tiba-tiba dikunci, ubun-ubun
kepalanya ditampar. Dan ketika dia terlempar dan terbanting keluar, Hek-kwi-sut macet tak dapat
dikeluarkan maka pemuda itu terkejut dan kaget memandang kakek ini, yang muncul dan telah
mencengkeram sebagian rambutnya.
"Iblis! Tua bangka ini keparat! Eh, kubunuh kau, kakek siluman. Kuhajar kau!" dan pemuda ini yang
kembali membentak dan berteriak marah, maju lagi tiba-tiba menyerang dan melepas pukulan dahsyat ke
arah lawannya. Namun Poan-kwi mendengus dan pukulan itu dibiarkannya menghantam. Dan ketika
tubuhnya dipukul namun pukulan itu terus lewat dan "tembus" memasuki rongga dadanya, seakan
menghantam roh halus maka pemuda ini menjerit ketika tiba-tiba si kakek menggerakkan kaki dan
menendang.
"Kaulah yang harus dihajar. Pergilah dess..!" pemuda itu mengeluh, roboh dan terbanting lagi dan si
buntung tiba-tiba berseru agar kakek itu tidak membalas lawannya. Poan-kwi siap menggerakkan tangannya


Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lagi untuk memukul dan melepas pukulan jarak jauh. Dan ketika si buntung bergerak dan berdiri di tengahtengah, mengangkat lengannya tinggi-tinggi maka pemuda itu menghardik pemuda bermuka kehijauan ini.
"San Tek, jangan kurang ajar. Ini adalah kakek gurumu sendiri!" dan cepat menahan Poan-kwi yang
tak segera menurunkan tangannya si buntung memberi tahu, "Locianpwe, pemuda ini adalah cucu muridmu
sendiri. Dia adalah San Tek, murid See-ong. Harap kau turunkan tangan dan jangan menyerang lagi. Dia
memang tidak waras!"
"Heh-heh, kaulah yang tidak waras!" San Tek, pemuda itu, berseru memaki Togur. "Biarkan tua
bangka ini menyerang aku, Togur. Kalau aku cucu muridnya justeru aku harus meminta pelajaran darinya.
Guruku belum lengkap menurunkan semua kepandaiannya. Tua bangka ini mematikan Hek-kwi-sutku!"
"Jangan kurang ajar!" Togur membentak. "Cucu harus hormat kepada kakeknya, San Tek. Atau aku
menghajarmu dan melapor ayahmu di akherat agar menerimamu pula di neraka!"
"Jangan!" pemuda itu berteriak, tiba-tiba ketakutan. "Aku belum membunuh, musuh besarku, Togur.
Aku masih harus membalas dendam kepada Pendekar Rambut Emas. Dia pembunuh jahanam!"
"Kalau begitu kau harus bersikap manis," si buntung tersenyum, tertawa pada Poan-kwi. "Sekarang
beri hormat kepada kakek gurumu, San Tek. Dan turut semua kata-katanya atau nanti aku melapor pada
ayahmu di akherat!"
"Tidak, jangan... ah, biar aku memberi hormat dan turut kepada semua kata-katamu!" dan berlutut
serta menggigil di depan Poan-kwi pemuda yang tidak waras ini berseru, "Sukong (kakek guru), ampunkan
aku. Aku tak tahu siapa kau tapi kini tak akan kurang ajar lagi. Biarlah kutampar pipiku kalau kau suka...
plak-plak-plak!" dan si gila yang memukul atau menampar pipinya sendiri akhirnya membuat Togur tertawa
tapi Poan-kwi maupun Poan-jin mengerutkan kening. Tidak senang karena mereka mempunyai cucu murid
yang gila!
"Hm, kau murid See-ong? Bagaimana gurumu bisa mempunyai murid macam kau? Bukankah
muridnya adalah Siang Le?236 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Ampun...!" San Tek masih menampari pipinya berulang-ulang. "Siang Le adalah suhengku, sukong.
Tapi dia keparat karena berpihak kepada musuh!"
"Hm, kau harus memanggilnya susiok-kong (paman kakek guru)," Togur tiba-tiba melangkah maju
dengan mengetuk bahu temannya ini dengan ujung tongkat. "Mereka ini adalah susiok dari gurumu, San
Tek. Tak perlu takut-takut dan memukuli diri sendiri. Hentikan tamparanmu, dan bicaralah baik-baik!"
San Tek bangkit berdiri, matanya berseri-seri. "Mereka ini tak marah kepadaku?" dia berbisik.
"Tentu tidak, kalau kau baik-baik kepadanya. Nah, dengarkan apa yang hendak ditanyakan kepadamu,
San Tek. Jawab dengan jujur dan bagaimana kau tiba di tempat ini."
"Aku diampuni Thai Liong, ditendag adiknya dan disuruh pergi!"
"Hm, lagi-lagi Thai Liong... Thai Liong ..! Apakah pemuda ini putera Pendekar Rambut Emas? Masa
anak lebih hebat dari bapaknya? Eh, kau!" Poan-kwi tiba-tiba membentak cucu muridnya ini. "Ke sini dan
berdiri, bocah. Tunjukkan kepandaianmu dan bagaimana tiga orang tak mampu menghadapi seorang Thai
Liong!"
San Tek terpekik. Tubuhnya tahu-tahu terangkat naik ketika Poan-kwi mengayun lengannya.
Serangkum angin menyambar dan si gila itu terbanting. Dan ketika pemuda itu berdiri dan Poan-kwi
memanggil adiknya, Poan-jin berkelebat dan tertawa di depan pemuda itu maka krah baju pemuda ini
disambar dan langsung di cengkeram.
"Kau..!" serunya. "Boleh main-main sebentar, bocah. Ayo keluarkan semua kepandaianmu dan jangan
ragu-ragu!"
"Aku... aku tak berani!" si gila menoleh kepada Togur, berteriak-teriak. "Lepaskan, susiok-kong. Aku
tak akan lancang agar Togur tak melaporkan aku kepada ayahku di akherat!"
"Ha-ha!" Togur menyeringai senang. "Kau hendak diuji dan diberi pelajaran kakek gurumu, San Tek.
Jangan bodoh atau takut-takut lagi. Aku tak akan melaporkanmu di akherat, kalau kau mau menurut. Tapi
kalau kau menolak tentu tak segan-segan aku membawamu kepada ayahmu."
"Tidak, jangan...! Jadi aku harus melawan kakek guruku ini? Boleh bertanding sepuas hatiku?"
"Ya, tunjukkan semua kepandaianmu, San Tek. Juga Khi-bal-sin-kang atau Jing-sian-eng yang
diberikan gurumu!"
"Baik, kalau begitu awas!" dan San Tek yang memberontak serta melepaskan dirinya tiba-tiba tertawa
aneh dan menghantam lawannya. Poan-jin tertawa mendongkol karena cucu muridnya ini betul-betul tidak
waras. Sungguh sial bagaimana See-ong bisa mendapatkan murid seorang bocah edan! Tapi begitu lawan
menyerang dan pukulan dahsyat menyambar kepalanya maka kakek ini mengelak namun lengan San Tek
mendadak terulur panjang dan tahu-tahu mencengkeram atau mencekik batang lehernya, yang kurus dan
tipis!
"Aihh-brett...!" si kakek menendang dan melempar tubuh ke kiri. San Tek yang direndahkan dan tak
dipandang sebelah mata tiba-tiba menjadi begitu garang dan beringas, lihai karena itulah Sin-re-ciang atau
Tangan Karet peninggalan See-ong di samping Hek-kwi-sutnya. Dan ketika kakek itu bergulingan dan San
Tek terkekeh-kekeh, geli dan menerjang lagi maka tangan karetnya bergerak dan kakek itu dikejar,
dicengkeram atau ditusuk.
"Heh-heh, kau tak boleh meremehkan aku, susiok-kong. Jelek-jelek cucu muridmu ini hebat sekali!"
Poan-jin mengumpat. Setelah dia tahu pemuda ini hebat juga maka dia menangkis dan tak berani
meremehkan kepandaiannya, berkelebat dan misai di bawah dagunya melakukan gerakan-gerakan membabat
atau menampar. San Tek terhuyung dan pemuda itu terkejut. Namun ketika dia membentak dan maju dengan
pukulan-pukulan berat, tangan semakin mulur dan memanjang lagi maka pemuda itu coba mendesak sambil
terkekeh-kekeh. Poan-kwi mengerutkan kening dan Poan-jin tak berani merendahkan lagi. Ternyata, pemuda
ini hampir setingkat dengan See-ong sendiri. Tapi karena dia adalah kakek sakti dan lecutan-lecutan237 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
misainya juga semakin keras dan tegang, misai itu berobah bagai toya atau besi baja maka setiap uluran
tangan ditolak dan dipukul tegas, San Tek kesakitan.
"Eh, kau jangan menghajar aku, susiok-kong. Akupun dapat menghajarmu. Lihat, aku akan
mengelilingimu seperti burung.... wut-wut!" dan pemuda ini yang bergerak mengerahkan ginkang tiba-tiba
berkeliweran dan naik turun mengelilingi lawannya, semakin cepat dan cepat namun kakek itu tentu saja tak
mau didesak. Poan-jin tiba-tiba membentak dan berseru keras dan tubuhnyapun tiba-tiba bergerak
menghilang. Dan ketika dua bayangan saling berkelebatan namun misai panjang kakek ini berubah menjadi
ribuan benda-benda kecil yang melecut atau menghantam pemuda itu maka San Tek mulai kesakitan karena
rambut-rambut itu bagai lecutan kawat baja yang menggores kulitnya, bertubi-tubi dan cepat serta selalu
mendahului atau menahan tubrukan tangan karetnya.
"Hek-kwi-sut, ayo keluar. Ayo bantu aku!" San Tek mulai mencak-mencak, kebingungan dan marah
karena setiap ia meledakkan tangannya selalu ilmu hitamnya itu gagal dikeluarkan. Poan-kwi telah mengunci
ilmunya ini dan Poan-jin terbahak-bahak. Lawan mulai dibalas dan ganti tertekan. Dan ketika pemuda itu
marah-marah menerima lecutan rambut, bilur-bilur matang biru maka Poan-jin berseru pada kakaknya agar
Hek-kwi-sut pemuda itu dibuka kembali.
"Suheng, biarkan ia memiliki Hek-kwi-sutnya kembali. Coba kita lihat apakah dia sama seperti Seeong! "Baik!" Poan-kwi mendengus dan menggerakkan tangan ke arah pemuda ini. Sebuah sinar api
meledak dan menimpa kepala San Tek. "Jangan biarkan ia mendesakmu, sute. Kalau empatpuluh jurus ia
mampu bertahan maka bocah ini hampir menyamai gurunya.... blarr!" San Tek terpelanting dan menjerit.
Poan-kwi mengembalikan ilmu hitam pemuda itu dengan melancarkan pukulan jarak jauh. Pekik atau jeritan
pemuda itu disusul bayangan hitam di atas kepalanya. Dan ketika San Tek terguling-guling namun meloncat
bangun, terkekeh-kekeh, maka pemuda itu merasa ubun-ubunnya seperti melembung, kekuatan Hek-kwi-sut
memang tersimpan di situ.
"Ha-ha, Hek-kwi-sutku pulih, Togur. Lihat aku akan membalas kakek guruku ini... klap!" San Tek
tiba-tiba lenyap tertawa girang, meledakkan kedua tangannya dan berobahlah pemuda itu menjadi segumpal
asap hitam. Poan-jin tidak terkejut karena kakek itupun berseru keras meledakkan kedua tangannya. Dan
ketika iapun lenyap dan dua asap hitam bergulung menjadi satu, San Tek menyerang dan tertawa-tawa di
balik ilmu hitam maka benturan atau suara keras terdengar berulang-ulang dari benturan atau tumbukan dua
asap hitam itu. Namun San Tek kemudian mengeluh terhuyung-huyung. Bayangan pemuda ini tampak
samar-samar dan Togur menyaksikan temannya terdesak, kian lama kian jelas padahal bayangan Poan-jin
masih gelap dan pekat. Tanda kakek itu masih kuat dan lebih unggul. Dan ketika ledakan terdengar kesekian
kalinya lagi dan San Tek muncul di balik asap hitam, tak mampu bersembunyi lagi maka pemuda itu tibatiba terbanting dan menjerit.
Jilid XVII
"ADUH, ampun, susiok-kong. Tobaat.....!"
San Tek terlempar dan roboh menabrak pohon. Pemuda itu tak mampu bergerak lagi karena seluruh
tubuhnya matang biru dihajar misai kakek gurunya, bilur-bilur dan sebuah totokanpun mengenai lehernya,
pemuda itu merintih dan tak mampu bangun lagi. Namun ketika Poan-jin terkekeh dan berkelebat
menggerakkan misainya, membebaskan atau membuka totokan pemuda itu maka San Tek ditendang bangun
dan pemuda itu terhuyung mendesis-desis.
"Aduh, ampun.... aku menyerah...!"
"Ha-ha, kau lumayan, San Tek. Dan ilmumu Jing-sian-eng benar-benar kau kuasai baik, juga Khi-balsin-kang itu. Bagaimana kau mendapatkan ini!"
"Aku mendapatkannya dari suhu..."238 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Dan dari mana suhumu mendapatkannya."
"Dari Togur!"
"Hm, kau, bocah? Dan kau dari mendiang Hu Beng Kui?"
"Benar," Togur tersenyum. "Tapi ilmu itu tak ada gunanya berhadapan denganmu, locianpwe.
Betapapun ilmumu masih lebih tinggi dan kesaktianmu luar biasa sekali!"
Poan-jin terkekeh. Dia senang oleh pujian ini dan selanjutnya kakek itu menghadapi suhengnya,
bertanya apa yang akan dilakukan dan bagaimana pula dengan cucu murid yang tidak waras itu. Poan-kwi
berkerut kening karena sungguh tak disangkanya bahwa dia memiliki cucu murid yang gila. Tapi ketika dia
berpikir sejenak dan menyuruh sutenya mendekat, balik bertanya bagaimana pendapat sutenya itu maka
Poan-jin bersinar dan berbisik.
"Aku rasa mereka ini adalah anak-anak muda yang dapat meneruskan cita-cita kita. San Tek murid
See-ong, berarti cucu murid kita. Bagaimana kalau Togur juga kita ambil murid dan bersama kita?"
"Hm, aku juga berpikir begitu. Tapi si buntung itu cerdik dan licik, sute. Sebenarnya lebih baik San
Tek tapi sayang bocah itu tidak waras!"
"Ha-ha, cerdik dan licik adalah kesukaan kita, suheng. Semakin cerdik dan licik semakin cocok
dengan watak kita. Orang sesat memang harus cerdik dan licik. Aku pribadi suka kepada si bocah buntung
itu, tapi terserah kau bagaimana baiknya!"
"Hm, aku pribadi juga suka, sute. Tapi entahlah, ada sesuatu yang tidak kusuka dalam senyum si
buntung itu. Dia seperti ular berbahaya!"
"Ah, kita dapat mengendalikannya, suheng. Betapapun tak perlu kita memberikan semua kepandaian
kita!"
"Kau betul. Baiklah, panggil dua anak dan suruh mereka ke mari."
Poan-jin memanggil dan memutar tubuhnya. Dua kakek ini bicara agak jauh dan merekapun berbisikbisik, yakin dua anak muda di sana itu tak mendengark percakapan mereka dan tak menyangka sama sekali
bahwa dengan kelicikannya yang luar biasa Togur menekankan tongkatnya kuat-kuat di tanah untuk
menangkap getaran pembicaraan itu. Lewat getaran yang menjalar di tanah inilah pemuda itu berhasil
menangkap percakapan. Dan ketika Togur berseri dan tenang-tenang menunggu, matanya bersinar-sinar
sementara San Tek terbelalak sambil menggaruk-garuk rambut kepalanya yang tidak gatal maka Togur
bergerak melihat lambaian Poan-jin, cepat tahu apa yang harus dia lakukan.
"San Tek, kakek-kakek gurumu memanggil kita. Ayo ke sana dan berlutut!"
San Tek juga bergerak. Dia telah dibebaskan dari pengaruh totokan meskipun rasa sakit masih
menggigit seluruh tubuhnya. Dan ketika Togur bergerak dan meletakkan tongkatnya, berlutut, maka dengan
hormat dan manis pemuda ini berseru.
"Locianpwe, ada pelajaran apalagi yang hendak kau berikan kepada kami berdua. Kalau aku hendak
kau suruh pergi dan San Tek bersama locianpwe tentu saja hal itu wajar dan aku akan segera pergi. Aku
gembira bahwa locianpwe dapat menemukan cucu murid locianpwe. Semoga San Tek tidak banyak ulah dan
mewarisi kesaktian ji-wi (kalian berdua) yang amat hebat dan luar biasa!"
"Hm, kau tak usah pergi," Poan-kwi tertegun dan heran, rasa kurang sukanya tiba-tiba lenyap. Si
buntung ini pandai mengambil hati dan manis. "Kau boleh bersama kami, Togur. Aku hendak berkata bahwa
bagaimana jika kau dan San Tek bersama-sama kami!"
"Maksud locianpwe?"
"Kami butuh penerus cita-cita, Togur. Dan San Tek ini agaknya tak dapat kami harapkan secara
penuh. Dia tidak waras. Aku ingin kalian berdua menjadi muridku!"239 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Ah!" Togur membelalakkan mata, pura-pura terkejut. Menjadi murid locianpwe? Mewarisi kesaktian
locianpwe yang hebat luar biasa? Ah, aku tak berani menerimanya, locianpwe. Kurang pantas. Aku tak
memiliki hubungan apapun deng ji-wi. San Tek inilah yang patut meneruskan cita-cita locianpwe. Dia murid
langsung See-ong!"
"Hm, bocah ini kurang waras. Sedang kami mencari orang yang genah (sehat). Apakah kau tidak
mau?"
"Bukan, bukan begitu, locianpwe. Tapi San Tek sebenarnya lebih berhak. Aku khawatir satu ketika dia
akan marah-marah dan memusuhi aku, menganggap diri sendiri sebagai cucu murid langsung sementara aku
orang luar!"
"Kau tak bisa dibilang orang luar, Togur!" Poan-jin tiba-tiba berseru. "Jelek-jelek kau telah memiliki
Hek-kwi-sut dan itu cukup. Ini sudah dapat dianggap bawa kaupun keluarga kami!"
"Ha-ha, benar," San Tek yang gila mengangguk-angguk, matanya berputaran. "Aku tak pernah benci
kepadamu, Togur, tak pernah memusuhi. Kalau kau mau menjadi murid kakek guruku ini dan menemani aku
tentu aku lebih senang karena mempunyai kawan!"
Togur tertegun, pura-pura mengernyitkan kening. Tapi ketika ia menghela napas dan menghadap
Poan-kwi, mendesah dan seperti terpojok iapun mengangguk. "Baiklah, kalau San Tek sendiri tak keberatan
tentu aku lebih senang, locianpwe. Meskipun aku jadi sungkan dan tak enak. Aku siap memenuhi permintaan
locianpwe dan semoga tidak mengecewakan!"
"Ha-ha, kau tak akan mengecewakan!" Poan-jin lagi-lagi berseru, sudah melihat dan merasa girang
oleh si buntung ini. Togur demikian tahu diri. "Kaulah yang dapat kami harapkan, Togur. Dan sebaiknya kau
dipanggil suheng oleh sutemu ini. San Tek murid kami nomor dua!"
"Ah terima kasih. Aku tak dapat berkata apa-apa lagi..." dan ketika Togur berlutut dan membenturkan
dahinya, girang luar biasa tapi menyembunyikan kegirangannya itu dengan wajah menghadap tanah, tak
kelihatan, maka San Tek terkekeh-kekeh dan menepuk pundaknya, bangkit berdiri.
"Ha-ha, aku menyebutnya suheng, susiok-kong? Dia kakak seperguruanku? Wah, aku senang. Togur
anak baik!" dan ketika si gila itu berlutut dan membentur-benturkan dahinya pula, ditarik atau disuruh
mengikuti si buntung ini maka Poan-kwi mengerutkan kening dan membentak, untuk kedua kalinya melihat
bahwa Togur pandai memikat hati, sebal kepada bekas cucu muridnya itu sendiri.
"San Tek, sekarang kau memanggil kami sebagai suhu dan ji-suhu (guru kedua). Hari ini juga kalian
menjadi murid-murid kami. Tapi kalau kalian macam-macam dan coba-coba melakukan sesuatu yang
merugikan maka kami akan membunuh kalian!"
San Tek mengkeret, nyalinya kuncup. Tapi Togur yang mengangguk dan justeru menimpali berkata,
"Mati hidup kami sudah di tanganmu, locianpwe. Jangankan besok, sekarangpun kalau kami mau dibunuh
tentu kami tak dapat berbuat apa-apa. Silahkan perintah apa saja yang harus kami lakukan."
"Hm, kau harus menyebutnya suhu, Togur," Poan-jin menegur. "Masa tidak dengar kata-kata
suhengku bahwa kau sekarang menjadi murid kami? Buang sebutan locianpwe itu, panggil kami sebagai
suhu atau ji-suhu!"
"Ah, baik... baik, aku hanya takut kurang menghargai saja. Maaf, suhu. Maaf, ji-suhu!" dan ketika
Togur mengulang panggilannya dan girang memandang wajah-wajah gurunya, guru baru yang hebat luar
biasa maka Poan-jin tersenyum sementara kakaknya juga bersinar dan kagum memandang si buntung ini.
Rasa kurang suka yang tadi ada di hati Poan-kwi mendadak lenyap, Togur membuang kilatan mata liciknya
dan inilah yang membuat Poan-kwi heran. Dia tak tahu bahwa pembicaraannya tadi didengar pemuda ini,
lewat tancapan tongkatnya yang kuat di tanah. Dan karena Togur memang pemuda cerdik dan amat licin,
pandai merobah keadaan maka Poan-kwi terkecoh dan kakak beradik orang-orang luar biasa ini mengambil
si buntung itu sebagai murid mereka. Togur pandai membaca keadaan dan ketidakwarasan San Tek
dipergunakannya baik-baik. Tentu saja dia tahu bahwa kakek-kakek itu tak senang memiliki cucu murid gila.
Dialah yang diharap dan karena itu diapun harus pandai mengambil hati. Dia harus pandai membaca keadaan240 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
dan bisik-bisik di antara dua kakek ini ternyata berhasil "disadap". Togur memang licik. Dan ketika hari itu
mereka memanggil suhu dan ji-suhu, San Tek ha-ha-he-he sementara si buntung ini tersenyum-senyum,
dalam perjalanan akhirnya Poan-kwi maupun Poan-jin menambah ilmu pemuda-pemuda itu maka di sinipun
kecerdikan atau kelicinan Togur benar-benar dipraktekkan. Berkali-kali pemuda itu menunjukkan sikap
mengalah dengan membiarkan dua guru barunya memberi dulu ilmunya kepada San Tek. Namun karena San
Tek memang gila dan pemuda itu acak-acakan, Poan-jin maupun Poan-kwi sering jengkel maka tiga bulan
kemudian Poan-kwi berkata bahwa pemuda itu tak perlu sungkan-sungkan lagi.
"Kau adalah murid kami, dan kaupun memiliki kecerdasan yang lebih dari San Tek. Tak perlu
sungkan-sungkan menyuruh kami memberikan ilmu kami kepada si dungu itu, Togur. Kau terima saja dan
kami ingin kau meneruskan kepandaian ini kepada San Tek. Bocah itu memualkan kalau bukan karena Seeong tentu dia kami tendang atau lempar keluar!"
"Ah, suhu hendak menyuruh aku mewakili meneruskan kepandaian kepada San Tek?"
"Ya, aku maupun saudaraku ogah mengajari si tolol itu. Kau sajalah yang menerima pelajaran ini dan
setelah itu teruskan kepada sutemu!"
"Terima kasih. Kalau begitu aku akan melaksanakan perintahmu, suhu. Menghadapi San Tek memang
harus sabar dan telaten. Biarlah aku yang mengajarinya dan suhu boleh mengaso."
Poan-kwi maupun Poan-jin senang. Mereka lalu mempercayakan ilmu-ilmu yang diturunkan kepada si
buntung itu. Dalam beberapa bulan ini Togur memang telah memikat hati mereka dengan sikap dan kata-kata
yang baik, sungguh bedanya dengan si San Tek itu, pemuda tidak waras dan edan. Dan ketika kepercayaan
demi kepercayaan mulai mereka berikan kepada si buntung ini dan sebentar kemudian tambahan ilmu-ilmu
kesaktian tinggi di warisi Togur, pemuda itu ganti melatih San Tek maka Togur yang terbahak-bahak dalam
hatinya ini menjungkirbalikkan ilmu yang didapat dari kedua gurunya kepada San Tek. Hwi-gan-san-hui-tok
yang akhirnya diberikan kepada Togur dijungkir balik oleh pemuda itu ketika diberikan San Tek. Ilmu yang
seharusnya berpusat pada kekuatan mata itu diberikan secara tidak beraturan melalui mulut. San Tek sering
menggeram-geram kalau melatih ilmu yang satu ini, bukan matanya yang memiliki kekuatan melainkan
justeru pada suaranya. Togur tak menduga bahwa main-mainnya ini kelak akan membuat sutenya itu
memiliki tenaga dahsyat yang mampu menggugurkan bukit. San Tek di latih secara tidak karuan tapi
hebatnya si gila yang tidak waras ini justeru memiliki kekuatan terpendam pada geramannya. Enam bulan
berlatih saja telah mampu mementalkan Togur dalam jarak empat meter. Togur terkesiap. Dan ketika setahun
kemudian tanda-tanda kehebatan suara si gila itu menonjol luar biasa, setiap bentakan atau hardikan
membuat batu pohon-pohon bergetar dan terloncat ke atas maka Togur terkejut dan berobah mukanya.
Tanda-tanda ini tak dilihat Poan-jin-poan-kwi karena mereka tak mau mendekati pemuda itu. Poan-jin
maupun suhengnya muak kepada murid yang gila ini. Maka ketika suatu hari mereka sedang berlatih dan
seperti biasanya si buntung itu menjungkirbalikkan latihan maka hari itu Togur diam-diam ingin
melenyapkan pemuda ini, setelah semalam mereka cekcok karena San Tek dipukul dadanya hingga sesak!
-0- "Kau tak boleh membantah," demikian pagi itu Togur memaki temannya. "Suhu memerintahkan agar
pagi ini kau melatih sinkang, San Tek, menarik hawa kuat-kuat melalui mulut dan menghembuskannya lewat
hidung. Mulai, jangan membantah!"
"Heh-heh, kau hendak mengoceh tentang ini lagi? Semalam sudah kucoba, Togur. Tapi dadaku serasa
tercekik. Aku susah bernapas!"


Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jadi kau tak mau berlatih?"
"Bukan tidak mau, tapi berhenti dulu...."
"Keparat, pagi ini kau harus berlatih lagi, San Tek. Atau nanti suhuku menegurku keras. Mulai dan
jangan macam-macam!"241 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Eit," si gila mengelak dan tertawa mundur dan tahu-tahu cengkeraman si buntung luput. "Kau jangan
main paksa, Togur. Aku sesak napas, masih belum hilang!"
"Aku suhengrnu, jangan panggil namaku begitu saja. Atau nanti kau kuhajar dan si buntung yang
bergerak dan kembali menangkap temannya tiba-tiba berhasil dan langsung memencet keras. San Tek
kesakitan dan terkejut, tiba-tiba membentak dan keluarlah tenaga dahsyat yang membuat si buntung itu
terlempar! Angin bentakannya saja sudah mampu menerbangkan Togur! Dan ketika Togur terpekik dan
kaget berjungkir balik, dari mulut si gila itu menyembur tiupan angin raksasa maka Togur melayang turun
dan pucat memandang temannya itu, marah tapi juga gentar!
"Iblis.." pemuda ini menggigil. "Kau menyerangku, San Tek? Kau berani menyerangku?"
"Ha-ha," si gila tertawa, berkilat-kilat. "Kalau kau memaksaku tentu aku menyerangmu, Togur. Kau
berani menghina sutemu."
"Kau tetap memanggil namaku? Tak mau menyebut suheng?"
"Ha-ha, suheng macam dirimu suheng yang tidak pantas, Togur. Kau buntung dan cacad. Lagi pula
sinkangmu tak sehebat sinkangku. Lihat sekali kubentak kaupun mencelat, ha-ha!"
Togur tak dapat menahan marahnya. Saat itu dua orang guru mereka sedang tidak berada di situ.
Sekarang dia ingin menghajar dan mempergunakan kesempatan itu. Dia ingin memaksa si gila ini agar
berlatih sinkang dan mampus, karena cara berlatih yang ia berikan memang terbalik, sengaja ingin
menyingkirkan si gila ini agar hanya dialah murid Poan-jin-poan-kwi seorang. Togur memang mulai busuk,
pikiran kejinya timbul. Tapi melihat kepandaian dan suara bentakan tadi yang mengguntur dan membuatnya
terlempar maka pemuda ini berhati-hati dan ingin mencobanya sekali lagi. Tadi dia tak bersiap dan karena itu
sekarang waspada, San Tek dipandanginya dengan mata bercahaya tapi tiba-tiba pemuda ini tersenyum lebar.
Dan ketika dia menarik napas dan tertawa menghadapi pemuda itu, sikapnya berobah dan manis dibuat-buat
mendadak si buntung ini berkata membuang kemarahannya.
"San Tek, kau salah paham. Aku sama sekali tidak memaksamu melainkan semata melaksanakan
perintah guru kita agar kau tetap berlatih rajin. Baiklah, begini saja. Kalau kau tak mau berlatih sinkang mari
ikuti petunjukku tentang latihan baru yang baru saja kudapatkan dari ji-suhu. Mari berjungkir balik dan
berdiri dengan kepala di bawah kaki di atas!" Togur mendahului berjungkir balik dan sudah berdiri dengan
kaki di atas kepala di bawah. Kepala itulah yang bertumpu menyangga tubuh dan San Tek terbelalak. Dia
bertanya apa gunanya itu dan lawan menjawab bahwa inilah Hap-mo-kang, ilmu untuk mengusir iblis. Dan
ketika pemuda itu tertawa dan mengangguk berjungkir balik, sudah mengikuti gerakan Togur dan berdiri
dengan kepala di bawah maka Togur diam-diam menyiapkan sebungkus bubuk besi di tangan kanannya,
mereka sudah sama-sama berhadapan.
"San Tek, sekarang ikuti gerakanku dan lakukan seperti apa yang kulakukan. Tarik napas kuat-kuat
dan keluarkan lewat hidung!"
"Eh," pemuda itu melotot. "Itu sama dengan berlatih sinkang, Togur. Kau menipu!"
"Tidak, kau hanya melakukannya tiga kali saja, San Tek. Lalu menjejakkan ke atas dan setelah itu
berputar-putar di udara seperti terbang. Lakukan ini sebanyak tiga kali pula lalu turun dan langsung jongkok
seperti katak. Keluarkan suara dari perut dan semburkan tenaga saktimu lewat mulut. Kalau ada uap merah
di situ maka Hap-mo-kang berhasil kau kuasai dan iblispun akan lari jauh-jauh tak berani mendekatimu!"
"Ha-ha, kembali ke neraka?"
"Ya, bersama ayahmu, San Tek. Ayo lakukan itu atau nanti mereka datang dan membawamu kepada
ayahmu di sana itu!"
"Oh, tidak. Tak boleh mereka itu datang!" dan ketika pemuda ini terkejut dan pucat, Togur mulai
menakut-nakutinya untuk bertemu dengan ayahnya di neraka maka si gila ini sudah menarik napas dan
mengeluarkannya lewat hidung, Tapi baru sekali melakukan itu tiba-tiba si gila ini menjerit. Dadanya sesak
dan tiba-tiba iapun tercekik. San Tek berteriak dan mendelik. Hawa saktinya membalik. Dan ketika ia242 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
mendelik itulah maka tongkat si buntung menyambar kepalanya sementara bubuk besi di tangan Togur
terbang ke mata pemuda ini. Togur melancarkan serangan maut!
"Aughhh..!"
Bentakan atau teriakan dahsyat itu bak menggugurkan gunung. San Tek terkejut sekali ketika di saat
hawa saktinya membalik sekonyong-konyong tongkat Togur menyambar. Dan, yang lebih hebat lagi, bubuk
besi kemerah-merahan menyambar matanya pula. Serangan itu amat dekat dan si gila inipun sedang melotot,
tentu saja menjadi sasaran empuk. Tapi ketika San Tek mengeluarkan teriakan kaget dan teriakannya itu
bagai guntur menggelegar, dia tak melanjutkan tarikan napasnya tadi dan rasa sesak tentu saja hilang, tenaga
saktinya kembali dan suara pemuda ini menggetarkan jagat maka secara otomatis pemuda itu memejamkan
mata dan hamburan bubuk besi tertolak di udara namun satu di antaranya menyambar dan tepat mengenai
mata kanan pemuda ini, bersamaan dengan datangnya tongkat yang menghantam kepala.
"Crat-dess!"
Togur terkejut dan kecewa. San Tek yang dihajar ternyata tak membawa hasil seperti yang diharapkan.
Kekagetan lawannya itu mengembalikan sinkangnya lagi dan yang lebih mengerikan adalah bentakan atau
teriakan si gila itu. Dia terkesiap dan kaget bukan main ketika bubuk-bubuk besinya terpental, tongkat
hancur dan diapun terpelanting. Dan ketika Togur bergulingan menjauh dan pucat meloncat bangun, San Tek
terhuyung dan mengeram-geram maka tampaklah lawannya itu bercucuran darah karena mata kanannya
buta, tertusuk atau pecah oleh sebutir bubuk besi yang dihamburkan pemuda ini.
"Kau... kau melukaiku, Togur? Kau mau membunuh aku?"
Si buntung terbelalak. Togur kecewa karena niatnya gagal. Memang dia hendak membunuh lawannya
ini agar Poa-jin-poan-kwi tak memiliki murid lagi. Togur berharap semua kesaktian kakek iblis itu jatuh ke
tangannya. Dan ketika di terbelalak dan kecewa, tongkatnya hancur di tanah maka San Tek yang kesakitan
tapi tertawa gila tiba-tiba menubruk dan menyambar dengan sebelah mata yang masih sehat.
"Kau keparat jahanam. Kau licik. Biar kukeremus jantungmu dan kutelan biji matamu nanti.... duk!"
Togur menangkis, gagal mengelak dan tiba-tiba dia tergetar hebat. Tenaga sakti yang dikerahkan kalah kuat!
Dan ketika Togur penasaran membentak marah, maju dan berkelebat mendahului lawan maka bertubi-tubi
pemuda ini melancarkan pukulan.
San Tek, kau manusia gila yang tidak dapat diatur. Baik-baik aku mengajari tapi kau malah
menyerangku. Mampuslah, akupun tak takut kepadamu.... duk-dukk!" dan San Tek yang menangkis dan
terkekeh-kekeh, menutupi matanya yang buta dengan tangannya yang lain sementara tangan yang satu
dipakai menampar atau menyambut pukulan lawan segera naik turun menerima pukulan-pukulan Togur. Si
gila ini berkali-kali mendesis namun bukan karena pukulan itu melainkan oleh rasa sakit di mata kanannya.
Mata itu hancur sementara darah terus bercucuran tak henti-hentinya. Hal ini membangkitkan kegemasan
dan kemarahan si gila itu. Dan ketika Togur mempercepat gerakannya dan San Tek bingung tak mampu
mengikuti, darah itu menghalangi pandangannya maka satu pukulan kuat mendarat di tengkuknya tapi begitu
pemuda ini berteriak maka Togur sendiri terpelanting.
"Aughhh!"
Si buntung kaget dan terperanjat akhirnya ia bergulingan bangun dan membentak mengeluarkan Hekkwi-sut. Pukulan yang mendarat di tengkuk tak apa-apa dan Togur penasaran bahwa si gila ini demikian
kuatnya. Ia tertolak dan tangannya sakit-sakit sendiri. Ada tenaga mujijat yang membuat pukulannya tadi
terpental. Dan karena setiap lawan menjerit atau berteriak tentu keluar semacam kekuatan dahsyat yang
membuat dada seakan dipukul palu godam, menggetarkan, maka Togur mengeluarkan ilmu hitamnya dan
bermaksud menyerang lawannya itu dengan curang. Tapi si gila terkekeh-kekeh Hek-kwi-sut yang
dikeluarkan dibalas dengan Hek-kwi-sut pula. San Tek meledakkan tangannya dan lenyaplah pemuda itu
menjadi segulung asap hitam. Dan ketika asap hitam ini bergerak naik turun bersama asap hitam yang lain,
milik Togur, maka Togur mendapat kenyataan bahwa sinkang atau tenaga sakti di tubuh lawannya itu hebat
luar biasa dan setiap geram atau bentakan selalu membuatnya terhuyung-huyung di balik asap hitam.243 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Keparat, bedebah jahanam!" pemuda itu memaki dan pucat berkelebatan mengelilingi lawan. "Kau
roboh dan mampuslah, San Tek. Roboh dan mampuslah!"
"Heh-heh, ini Hwi-gan-san-hui-tok? Kenapa berpusat di mata? Kau mengajariku di mulut, Togur. Dan
kini kau mempergunakan itu lewat mata.... arghh!" si gila mengeluarkan pekik seperti gorila marah, mulut
dibuka dan tiba-tiba terhempaslah si buntung oleh bentakan atau suara mengguntur itu. San Tek meniup
dengan tenaga mujijatnya. Dan ketika Togur mengeluh karena tiupan mulut itu tak dapat ditahannya, hawa
sakti lawan amatlah dahsyatnya maka si gila terkekeh-kekeh dan menggerak-gerakkan tangannya seraya
menubruk sana-sini. Empat pukulan Togur diterima dan empat kali itu pula Togur terpelanting. Si buntung
marah dan mengeluarkan Khi-bal-sin-kang namun San Tek juga memiliki ilmu itu, menangkis dan nenolak
dan jadilah Togur terpelanting lagi, kalah kuat. Dan ketika berkali-kali hal itu terjadi sementara geraman atau
bentakan si gila itu selalu membuat Togur terpental, seperti ditiup angin raksasa saja maka berkelebatlah dua
bayangan membentak mereka.
"Hei, apa yang kalian lakukan ini? Kenapa berkelahi?"
"Berhenti!" suara lain membentak penuh wibawa. "Jangan gila-gilaan, Togur. Berhenti dan kenapa
kalian bertempur... des-dess!" Poan-kwi, bayangan kedua langsung bergerak dan berkelebat di tengah. Kakek
itu memisah namun alangkah kagetnya ketika tiba-tiba suara tawa si San Tek menggelegar bagai
mengguncang gunung. Muridnya itu menangkis dan terlemparlah kakek ini tinggi di udara. Dan ketika kakek
itu melengking dan kaget mengibaskan lengan, berjungkir balik, maka tangannya kembali mengibas namun
San Tek tiba-tiba membuka mulutnya dan berteriak.
"Pergi!"
Poan-kwi maupun adiknya terkejut. Mereka melihat betapa dari mulut pemuda itu menyembur tenaga
dahsyat yang amat luar biasa hebatnya. Dari mulut itu meniup hawa mujijat yang membuat kibasan
membalik. Dan ketika Poan-kwi terpekik karena tubuhnya malah terlempar lebih tinggi, San Tek kumat
gilanya dan mengayun kakinya sebelah kiri maka Poan-kwi nyaris tak percaya ketika tiba-tiba dia terangkat
begitu tingginya oleh tendangan dahsyat muridnya yang gila itu.
"Haiiittttt...!"
Poan-kwi meledakkan tangan dan lenyap di balik Hek-kwi-sut. Kakek itu bisa terbanting dan remuk
tulangnya kalau tidak cepat-cepat menghilang. Apa yang terjadi ini sungguh di luar dugaannya dan amat
mengagetkan. San Tek, murid yang tak pernah ditengok itu mendadak saja memiliki tenaga mujijat yang
mampu membuat orang terlempar seperti disapu tangan raksasa, atau ditiup angin topan yang begitu
dahsyatnya. Dan ketika kakek itu lenyap dan marah di balik Hek-kwi-sut, menggeram dan muncul di
belakang pemuda ini maka misai panjang melecut dan tepat menghantam belakang kepala muridnya itu.
"Plak!"
San Tek terhuyung namun misai itu berodol. Poan-kwi tertegun dan kaget melihat si gila ini tak apaapa, terkekeh dan membalik dan menggerakkan tangannya mengibas. Dan ketika ia menangkis namun
terhuyung, Poan-kwi pucat maka kakek itu memekik dan mundur selangkah.
"Ilmu siluman!" kakek itu mengeluarkan seruan tertahan. "Heh, berhenti kau San Tek. Ilmu apa yang
kau punyai ini dan kenapa menyerang suhengmu!"
"Heh-heh, dia membutakan aku," si gila berkelebat dan kini menyerang lawannya lagi, sang guru
mundur terbelalak. "Aku dicelakainya, susiok-kong. Lihat mataku buta sebelah!"
"Dia hendak membunuh aku!" Togur berkelebat dan mengelak cengkeraman si gila, batu di
belakangnya hancur! "Bocah ini tak mau berlatih, suhu. Coba tanya dia bukankah dia tak mau menuruti
nasihatku!"
"Benar, aku tak mau berlatih sinkang, San Tek tertawa dan terus mengejar lawannya. "Togur selalu
memaksaku, susiok-kong, padahal aku lelah. Biar aku membunuhnya dan kalian berdiri saja menonton di
situ.... blar-blarr!" kilatan uap merah menyambar dari tangan si gila ini, disusul kemudian oleh tiupan244 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
mulutnya di mana tiba-tiba menyembur uap merah pula. Angin dahsyat muncul dari sini dan San Tek
terbahak-bahak mengatakan bahwa kesaktiannya sudah hebat. Gunungpun dapat ditiupnya hancur. Dan
ketika benar saja batu karang di belakang Togur meledak dan hancur berkeping-keping, pukulan atau
semburan pemuda itu menghempas apa saja maka Togur berkelebat dan bingung mengelak sana-sini.
"Suhu, San Tek sudah melawan perintah. Katanya ilmu-ilmu darimu tak sehebat miliknya. Itulah
sebabnya ia tak mau berlatih karena pelajaran yang diterima katanya rendah dan tak berharga!"
"Hm, begitukah?" Poan-kwi terbelalak, mukanya menyiratkan hawa pembunuhan. "Kalau begitu
bunuh saja dia, Togur. Murid seperti itu tak ada gunanya lagi!"
"Aku tak mampu membunuhnya!" si buntung kewalahan dan pucat. "San Tek menyimpan tenaga
siluman, suhu. Entah dari mana dia mendapatkan itu dan melatih. Hek-kwi-sut dan apapun yang kupunya tak
mempan!"
Memang benar, semua pukulan-pukulan si buntung ini tak mempan terhadap tubuh lawan. Jangankan
pukulannya, pukulan atau tamparan Poan-kwi sendiri tak mampu merobohkan San Tek. Lecutan atau sabetan
misai malah membuat rambut kakek itu berodol! Dan ketika Poan-kwi terbelalak karena San Tek terkekeh
kekeh, merendahkan lawannya atau seakan merendahkan dirinya sendiri maka kakek itu berkelebat.
"San Tek, kau murid tak berbudi. Coba terima satu lagi ini dan enyahlah.... dess!" pemuda itu bergetar
dihantam dari samping, menoleh dan melotot dengan sebelah mata yang sehat sementara Poan-kwi tertegun
melihat mata yang lain pecah dan penuh darah. Semestinya dalam keadaan seperti itu si gila ini kesakitan,
roboh dan terlempar. Tapi ketika pukulannya tak membuat San Tek bergeming dan
pemuda itu marah kepadanya, membuka mulut dan terbahak tiba-tiba murid yang gila ini meniup
dan.... Poan-kwi terlempar oleh sebuah tenaga mujijat.
"Ha-ha, kau pergilah, susiok-kong. Kau tak dapat mengalahkan aku.... wut!" Poan-kwi terhempas dan
mencelat tinggi, berteriak dan kaget dan tentu saja tiba-tiba meledakkan Hek-kwi-sutnya untuk menghilang.
Dan ketika kakek itu lenyap dan berganti asap hitam, Poan-kwi melengking dan marah bukan main maka
kakek itu bergerak dan sudah menyerang dengan amat cepatnya, tangan dan misai bergerak tak henti-henti
menghantam muridnya itu. Namun apa yang terjadi? Semua pukulan kakek ini rnembalik! Hek-kwi-sut yang
dikerahkan hanya membuatnya tak mampu dilihat namun San Tek yang sudah diserang dan dipukul bertubitubi itu tak bergeming atau bergoyah sedikitpun. Pemuda itu tegak seperti gunung dan ketika membalik dan
marah menangkis maka justeru dialah yang terlempar. Angin yang amat dahsyat meluncur dari tangan
pemuda ini dan setiap memukul tentu diiringi tawanya yang menggetarkan itu. Bumi tiba-tiba berderak tak
keruan seolah sedang digempur oleh tawa seratus raksasa, demikian hebat dan mengguncang hingga PoanJin yang ada di sana ikut menggigil dan pucat. Pohon-pohon roboh dan batu-batu terlempar atau berguguran
dari tempatnya, seolah ditendang raksasa-raksasa tak kelihatan. Dan ketika semuanya itu membuat Poan-kwi
terpekik dan berjungkir balik, asap Hek-kwi-sutnya terdorong dan tak mampu mendekati pemuda itu maka
dia berseru agar adiknya maju membantu. Togur terhuyung-huyung jatuh bangun!
"Sute, tangkap pemuda ini. Bekuk dan robohkan dia!"
Poan-jin mengangguk. Dia sendiri akhirnya lenyap dan meledakkan kedua tangan. Suhengnya sudah
membentak dan mengeluarkan pukulan-pukulan api. Cahaya merah dan biru saling menyambar dan
disentuhlah si gila itu oleh ledakan-ledakan cahaya panas. Tapi ketika San Tek terbahak-bahak dan lenyap
mempergunakan Hek-kwi-sut, tadi pemuda itu disedot dan ditarik gurunya maka ledakan atau sambaran api
itu ditiup terpental oleh pemuda ini.
"Ha-ha, mari serang aku, ji-susiok-kong. Lihat kesaktianku yang dapat menerima pukulan kalian!"
Poan-jin dan suhengnya terbelalak. Pemuda itu lenyap di balik Hek-kwi-sut dan tiupan-tiupan dahsyat
menyembur dari mulut si gila, meruntuhkan atau menghancurkan bola-bola api yang mereka lepaskan. Tapi
karena Hek-kwi-sut berada ditangan mereka dan Poan-kwi marah membentak muridnya maka kakek yang
dapat menarik atau melenyapkan Hek-kwi-sut lawan tiba-tiba melengking dan melakukan gerakan ke ubunubun San Tek. Biasanya, sekali tangannya menyentuh maka Hek-kwi-sut yang dimiliki pemuda itu akan
terkunci, macet dan San Tek akan berteriak-teriak. Dulu di waktu pertemuan mereka yang pertama saja San245 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Tek memang menjerit-jerit karena Hek-kwi-sutnya dilumpuhkan. Maklumlah, Poan-kwi memang pemilik
paling berkuasa dari ilmu hitam itu. Tapi ketika tepukan gagal karena ubun-ubun pemuda itu mengeluarkan
tenaga mujijat di mana daya tolak yang besar mementalkan tepukan Poan-kwi, San Tek sudah dilindungi
semacam cahaya hitam yang tebal dan kuat maka kakek itu terkejut dan malah terpelanting ketika ditiup
muridnya.
"Dess-wushh!"
Poan-kwi terkejut bukan main. Sa Tek, muridnya yang gila itu tiba-tiba saja memiliki kesaktian luar
biasa yang tak dapat ditandingi. Tubuh dan kepala pemuda itu dibungkus cahaya hitam di mana semua
pukulan atau tamparan terpental, Tenaga atau cahaya hitam itu bekerja otomatis dan hebatnya tak disadari
sendiri oleh si gila itu. San Tek tertawa-tawa! Dan ketika pemuda itu membalas dengan tiupan atau kibasan
lengannya maka baik Poan-jin maupun Poan-kwi terhuyung dan terpental.
"Im-kan-thai-lek-kang. Pemuda ini memiliki Im-kan-thai-lek-kang (Tenaga Inti Neraka)...!"
Poan-jin dan Togur terkejut. Mereka mendengar teriakan atau seruan Poan-kwi itu dan si kakek iblis
yang biasanya berwajah dingin ini sekarang mendadak kelihatan pucat pasi. Poan-kwi terkejut bukan main
karena San Tek tiba-tiba memiliki Im-kan-thai-lek-kang itu, satu kekuatan dahsyat yang orang seperti
apapun tak mungkin dapat menandingi. Si gila itu tiba-tiba saja menjadi begini hebat. Pantas kibasan atau
tiupan-tiupan mulutnya mampu membuatnya tertolak, terhuyung atau bahkan terpelanting! Dan ketika Poanjin di sana juga terbelalak dan pucat pasi, Im-kan-thai-lek-kang itu tak ada tandingannya maka San Tek
tertawa bergelak dan menyemburkan cahaya merah ke arah dua gurunya ini.
"Ha-ha, kalau begitu kalian akan kubunuh, susiok-kong. Aku akan menyingkirkan kalian agar tidak
menyebalkan hatiku lagi.... wushh!" segulung lidah api besar menyambar dua orang ini, meledak dan tidak
mengenai sasaran karena secepat kilat dua kakek itu lenyap mengeluarkan Hek-kwi-sut. Mereka muncul dan
lenyap lagi karena berkali-kali si gila itu membalas, San Tek juga muncul dan lenyap pula di balik Hek-kwisutnya. Pemuda itu tak dapat ditahan! Tapi ketika Poan-kwi melihat setitik kelemahan di tubuh pemuda ini,
yakni bagian matanya yang masih bercucuran darah maka kakek itu berseru agar saudaranya melancarkan
serangan ke mata pemuda ini, begitu juga Togur.
"Serang kedua mata pemuda ini. Butakan kedua matanya!"
San Tek sibuk. Poan-kwi tiba-tiba berkelebat dan mengelilingi tubuhnya dengan misai menyambarnyambar. Poan-jin juga mengikuti dan dua orang itu berseliweran naik turun dengan amat cepatnya. Dan
ketika Togur juga mempergunakan Jing-sian-eng dan tiga orang itu silih berganti menusuk matanya,
memang bagian inilah yang paling lemah dan tak dapat dilindungi kekebalan maka San Tek berteriak-teriak
dan memaki lawannya sambil memukul atau mendorong, bahkan juga membentak, bentakan yang membuat
tiga orang itu terpental seakan dihempas suara guntur!
"Poan-kwi, kau kakek licik dan curang. Awas, kubunuh kau lebih dulu!" tapi ketika Poan-jin ganti
berkelebat di depan dan Poan-kwi naik turun di belakang maka Poan-jin inilah yang dimaki. "Hei, kau
jangan macam-macam, ji-susiok-kong. Nanti kau kulempar ke neraka!"
"Hm, murid tak berbakti!" Poan-jin membentak dan memaki pemuda itu. "Kau yang akan kukirim ke
neraka, San Tek. Mampus dan susullah bapakmu.... dar!" misai melecut bagai ledakan petir, tepat
menyambar mata namun si pemuda mengelak dan misai itu mengenai pipi. Dan ketika San Tek marah dan
menggerakkan tangannya yang lain, menyambar dan menangkap misai ini maka Poan-jin terpekik karena
tiba-tiba tubuhnya tertarik ke depan.
"Aduh, lepaskan!"
Namun mana pemuda itu mau melepaskan? Justeru misai berhasil dicengkeram tiba-tiba dia menarik
dan menyentak, hal yang membuat lawannya menjerit. Dan ketika kakek itu tertarik dan menghadapi
lututnya maka Poan-jin pucat pasi diadu dengan lutut pemuda itu.
"Brett!" kakek ini cepat melakukan jalan pintas. Misai panjangnya dibabat sendiri, tinggal separoh.
Dan ketika dia terlepas dari bahaya maut dan sudah melempar tubuh bergulingan maka San Tek tertawa-tawa246 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
memegang segenggam misai di tangan kanannya, mengobat-abitkan benda itu dan Poan-kwi melotot gusar
melihat ini. Poan-jin sendiri merah padam dan marah bukan main. Misai panjangnya itu dibuat mainan. Tapi
ketika mereka bergerak lagi dan Togur kagum dan terheran-heran bagaimana si gila ini mampu memiliki Imkan-thai-lek-kang, tenaga yang membuatnya mengilar maka Poan-kwi tiba-tiba melepaskan sinar-sinar hitam
ke mata lawannya itu.
"Ser-ser-serr....!"


Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ratusan jarum kecil-kecil mendadak, sudah berhamburan ke wajah San Tek, Pemuda itu berteriak dan
menangkis, misai itulah yang dipakai. Tapi ketika misainya putus-putus bersamaan dengan jarum-jarum
yang juga patah-patah runtuh ke tanah maka Poan-jin juga melepaskan jarum hitam meniru jejak suhengnya.
"Bagus, agaknya ini yang paling baik, suheng. Serang terus dengan hek-tok-ciam (jarum racun
hitam)...!"
San Tek kewalahan. Ratusan jarum yang demikian banyaknya akhirnya tak dapat juga dihindarkan
semua. Dia telah meniup dan mendorong namun sebatang jarum masuk juga ke biji matanya, tepat di sebelah
kanan yang sudah buta itu. Dan karena jarum ini juga masuk di tempat yang sudah ditancapi bubuk besi,
sakitnya bukan main maka San Tek menjerit dan terdengarlah teriakan dahsyat yang membuat Poan-kwi dan
dua temannya mencelat bagai diseruduk gajah.
"Aurghhhh...!"
Tiga orang itu terguling-guling. Empat batang pohon roboh dan celaka sekali menimpa mereka. Dan
ketika batu di kiri kanan juga gugur dan bergemuruh terlepas dari tempatnya maka hujan batu tiba-tiba
menyambar tiga orang ini.
"Awas, semua berguling ke kiri!"
Tapi sial. Dalam gugup dan paniknya memberi aba-aba ternyata bagian sebelah kiri adalah jurang.
Poan-kwi terjerumus lebih dulu dan setelah itu adiknya serta Togur. Si buntung ini juga terkejut dan
berteriak tertahan. Tempat itu tak dapat diinjak lagi karena bergetar oleh jeritan San Tek. Pemuda itu
kesakitan hebat dan teriakannya bagai aum seratus singa, tentu saja batu-batu berguguran jatuh! Tapi karena
Poan-kwi maupun teman-temannya adalah orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi, mereka terkejut
tapi cepat membentak mengeluarkan Hek-kwi-sut maka begitu terbanting segera mereka hilang menjadi
sebungkus asap hitam, terbang dan naik lagi ke atas tapi di sana San Tek ternyata sudah pergi. Pemuda itu
lenyap setelah mengeluarkan teriakannya yang dahsyat tadi. Tenaga Im-kan-thai-lek-kang telah
dipergunakan dan akibatnya sungguh luar biasa. Belum ada seorang pun di dunia ini yang memiliki Im-kanthai-lek-kang. Baru pemuda itulah seorang! Dan ketika tiga orang ini tertegun dan termangu-mangu, tempat
itu sudah menjadi gundukan batu dan pohon maka Poan-jin ngeri dan keluar lagi dari balik ilmu hitamnya.
"Luar biasa. Bocah itu sungguh bukan manusia lagi!"
"Hm, dan mengherankan bagaimana dia bisa memiliki Im-kan-thai-lek-kang!"
"Ya, benar, suheng. Bagaimana bocah itu memiliki Im-kan-thai-lek-kang!"
"Apakah ada orang lain yang selama ini diam-diam ada di dekatnya?"
"Kukira tidak, tapi coba tanya si Togur itu!"
"Tidak, tidak ada..." Togur, si buntung menggeleng, cepat menjawab. "Tak ada orang lain di dekat
pemuda itu, suhu, kecuali hanya aku seorang. Tapi, hmmm bagaimana ilmu Thai-lek-kang itu dapat dilatih?
Apakah bisa didapat secara kebetulan?"
"Maksudmu?"
"Aku tak tahu, suhu. Tapi mungkin saja suatu ilmu dapat dimiliki seseorang secara kebetulan."247 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Kemungkinan itu ada, tetapi kecil sekali. Dan untuk mendapat Im-kan-thai-lek-kang ini barangkali
seseorang harus dijungkir balik dulu pikirannya. Tapi itu berbahaya, dan kurasa tak ada orang yang mau
dijungkir balik!"
Si buntung tertegun. Mendengarkan itu tiba-tiba dia tercekat. Dijungkir balik? Dikacau pikirannya
agar mendapat Im-kan-thai-lek-kang? Ah, dia telah melakukan itu. Si gila yang tidak waras itu telah
disuruhnya berlatih sinkang secara kacau dan ternyata si gila itu mendapatkan Im-kan-thai-lek-kang. Ah, dia
malah memberikan ilmu yang amat dahsyat kepada San Tek. Ilmu yang bahkan Poan-jin-poan-kwi sendiri
tak mampu menandinginya! Dan ketika Togur tertegun dan membelalakkan mata, diam-diam mengumpat
maka dua kakek iblis itu sendiri menjublak dan tidak mengetahui ke mana si gila pergi, juga tidak tahu
kejadian dua anak muda ini di mana Togur mempermainkan dan telah menjungkir balik latihan yang
diberikan kepada temannya, latihan sinkang yang membuat San Tek sering sesak dadanya karena tiba-tiba
Im-kan-thai-lek-kang itu timbul. Secara ajaib si gila itu memiliki kekuatan dahsyat yang mengerikan sekali.
San Tek merupakan pemuda berbahaya yang tidak waras otaknya pula! Dan ketika tiga orang itu tertegun
dan Togur merupakan satu-satunya murid yang masih ada, si buntung inilah harapan mereka maka akhirnya
mau tidak mau dua kakek ini memberikan semua ilmu-ilmunya kepada Togur. Keraguan yang semula ada
kini lenyap, Togur memang pandai mengambil hati. Dan ketika untuk berikutnya Poan-jin-poan-kwi
mewariskan semua kepandaiannya kepada pemuda ini, sebagai murid tunggal, maka Togur tertawa di dalam
hati dan merasa menang. Setahun saja pemuda itu sudah memiliki kepandaian berlipat-lipat. Togur yang
sekarang sungguh sudah jauh bedanya dengan Togur yang dulu. Pemuda ini juga merupakan lawan yang
amat berbahaya, barangkali Kim-hujin atau Swat Lian itu tak mampu mengalahkannya lagi. Dan ketika tiga
orang itu pergi dan meninggalkan tempat itu, Poan-jin-poan-kwi telah mengambil keputusan untuk
menurunkan semua ilmu mereka maka jauh di barat, di Himalaya, dua kakek ini tak melakukan kegiatan apaapa kecuali menggembleng murid mereka itu sampai Togur akhirnya menjadi pemuda yang benar-benar
lihai!
* * * "Kau sekarang boleh turun," pagi itu si buntung ini dipanggil gurunya, Poan-kwi. "Tak ada lagi ilmu
kami yang belum kami berikan kepadamu, Togur. Pergi dan turunlah dan lakukan sesuatu untuk kami!"
Togur tertegun, tak melihat gurunya nomor dua, Poan-jin. "Di mana ji-suhu?"
"Ji-suhumu sedang mencari sesuatu. Dia hendak mengembalikan kekuatan hitamnya agar dapat
menjadi roh halus lagi!"
"Hm, apakah ji-suhu benar-benar tak dapat kembali ke badan halus, suhu? Apa yang pernah terjadi
hingga ji-suhu seperti itu?"
"Ilmu hitamnya dilumpuhkan seorang anak. Bu-siang-sin-kang (Ilmu Sakti Tak Berwujud) yang
dimilikinya hancur sebagian."
"Ah, hancur oleh seorang anak, suhu? Apa maksudmu ini? Apa artinya ini?"
Poan-kwi tertegun. Dia telah kelepasan bicara dan tiba-tiba menyesal. Sebenarnya, kakek ini tak ingin
menceritakan keadaan saudaranya itu, betapa gara-gara Beng An yang menarik tali kolornya maka adiknya
tak dapat kembali lagi ke alam halus. Hanya berkat pertolongannya sajalah maka Poan-jin dapat diajak atau
ditarik ke alam halus. Adiknya itu kini tinggal berbadan kasar dan Bu-siang-sin-kang yang mereka miliki tak
sepenuhnya lagi dimiliki adiknya itu. Kolor jimat yang dipunyai adiknya telah diputuskan Beng An, padahal
orang dewasa tak mungkin dapat melakukan itu karena memang hanya anak-anak sajalah yang dapat
melakukannya, anak-anak yang masih bersih dan memiliki kekuatan netral yang akan melumpuhkan Busiang-sin-kang mereka. Dan karena Beng An telah mereka culik dan anak itu pulalah yang harus
mengembalikan kekuatan adiknya, anak itu disimpan dan masih disembunyikan Poan-kwi maka Poan-kwi
agak tertegun kenapa dia tiba-tiba bicara tentang kesialan yang pernah dialami adiknya. Dia kelepasan bicara
dan karena itu merasa menyesal. Untuk "pengapesan" ilmu ini tak ingin dia membicarakannya dengan
Togur. Ada kilatan aneh yang kadang-kadang dilihatnya pada mata muridnya itu, kilatan licik atau apalagi248 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
yang membuat dia ragu. Poan-kwi kadang-kadang merasa bimbang dengan muridnya ini. Perasaannya yang
tajam kadang-kadang memberi tahu padanya bahwa muridnya ini tak dapat dipercaya. Si buntung ini culas!
Namun karena Togur pandai melihat keadaan dan pemuda itu benar-benar cerdik luar biasa, pandai
mengantisipasi keadaan maka begitu, gurunya tampak ragu dan bimbang akan dirinya maka secepat itu pula
pemuda ini pandai mengembalikan kepercayaan. Dan hal itupun telah dilakukan pemuda ini begitu kali itu
gurunya tampak ragu-ragu.
"Maaf," si buntung ini berlutut dan mencium lantai, kata-katanya halus, enak didengar telinga. "Aku
tak bermaksud memaksamu, suhu. Kalau ada sesuatu yang berat kau katakan lebih baik tak usah kau
katakan. Aku mencabut kembali keinginanku tadi dan biarlah apa yang pernah dialami ji-suhu tak akan
kutanyakan lagi sekarang apa yang hendak kau perintahkan dan kenapa aku harus pergi seorang diri."
"Aku menunggu ji-suhumu. Kami ingin kau turun gunung dan pergi dulu nanti setelah itu kami susul.
Cari pemuda bernama Thai Liong itu dan bawa dia ke mari. Aku masih penasaran akan ceritamu dulu!"
"Thai Liong?" Togur tertegun, muka tiba-tiba berubah. "Apakah dapat kucari dia, suhu? Bukankah
kepandaianku masih meragukan?"
"Kau tak usah takut," Poan-kwi tiba-tiba berkelebat dan menghilang. "Lihat kepandaianmu sekarang,
Togur. Mari bertanding di luar dan percayai diri.... plak!" dan Togur yang menerima pukulan siluman dan
tergetar tapi tidak roboh tiba-tiba sudah bergerak dan menghilang keluar pula. Tadi gurunya lenyap dalam
ilmunya Bu-siang-sin-kang itu dan memukulnya secara cepat. Dulu, dia pasti terpelanting dan roboh, paling
tidak sembab! Tapi ketika dia tak apa-apa dan pukulan gurunya yang tak diduga itu hanya membuatnya
tergetar sedikit, gurunya berkelebat dan menyuruhnya keluar maka pemuda inipun bergerak dan tiba-tiba
lenyap seperti iblis. Itulah Bu-siang-sin-kang warisan Poan-kwi!
"Aku di sini!" Togur tiba-tiba muncul dan memperlihatkan diri lagi, tahu-tahu sudah ada di luar guha.
"Muncul dan perlihatkan dirimu, suhu. Dan beritahukan apa yang harus kulakukan!"
"Kita bertanding!" sesosok bayangan hitam tiba-tiba muncul dan berada di belakang pemuda itu,
seperti iblis. "Keluarkan semua ilmumu, Togur. Dan lihat bahwa kau sudah bukan seperti dirimu setahun
yang lalu.... des-dess!" dan Togur yang terkejut tapi tidak bergeming, terbelalak dan memutar tubuhnya
akhirnya melihat bayangan gurunya itu berkelebatan cepat mengelilingi dirinya. Gurunya berkata bahwa dia
diajak bertanding, bukan latihan lagi melainkan sungguh-sungguh sebuah pertandingan. Karena begitu dia
tertegun dan terbelalak lebar tiba-tiba serangan demi serangan menghujani dirinya, cepat dan bertubi-tubi.
Serangan-serangan maut!
"Togur, jangan lengah. Ini bukan latihan!"
Si buntung itu terkejut. Dia sudah mendapat pukulan-pukulan cepat di mana semua pukulan-pukulan
itu mengarah tempat-tempat berbahaya yang tak dapat begitu saja dibiarkan. Tangan dan kaki gurunya
bergerak silih berganti dan semuanya menuju bagian-bagian mematikan. Misai menyambar-nyambar pula
dan terdengarlah ledakan-ledakan yang membuat telinga terasa pekak, sakit. Namun ketika pemuda ini
bergerak dan naik turun pula mengimbangi lawannya, Jing-sian-eng dikeluarkan namun kalah cepat oleh Busiang-sin-kang yang dimiliki Poan-kwi maka pemuda itu tergetar ketika sebuah tamparan mengenai
pelipisnya.
"Plak!"
Togur terhuyung, Kalau dulu dia menerima tamparan itu tentu seketika itu juga dia terbanting dan
terlempar. Tapi ketika dia hanya terhuyung dan gurunya tertawa mengejek, Jing-sian-eng kalah cepat
dibanding Bu-siang-sin-kang maka Poan-kwi berseru agar dia mengeluarkan ilmu lainnya.
"Jangan mengandalkan Jing-sian-eng. Ilmu curian itu tak akan mampu menghadapi aku. Ayo, gabung
dengan lain-lainnya, Togur. Atau kau mampus.... dess!" dan si buntung ini yang mengelak dan merah padam,
dikata pencuri ilmu tiba-tiba membentak dan menangkis gurunya, Poan-kwi meledakkan misai sementara
tangan kakek itu menyambar ulu hati, semuanya berbahaya. Dan karena Jing-sian-eng memang tak cukup
diandalkan dan si buntung ini sudah menangkis dan mengerahkan tenaga maka tiba-tiba pemuda itu meliuk
dan kedua tangannya bergerak cepat sebanyak duabelas kali membalas pukulan-pukulan gurunya itu.249 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Bagus!" Poan-kwi berkelebat dan menghilang. "Ini baru bagus, Togur. Dan mari kita adu pukulan
kita.... dess!" dan kakek itu yang tergetar dan terpental bersama muridnya tiba-tiba berseru keras karena
gerakan duabelas kali yang dilancarkan si buntung itu tak dapat dikelit semua. Pukulan atau balasan pemuda
itu luar biasa cepatnya, Togur mempergunakan Cap-ji-lian-hoan-ciang atau Pukulan Berantai Duabelas Kali
yang membuat gurunya sibuk. Dan ketika mereka sama terpental dan Poan-kwi memuji dan meluncur turun
maka mereka akhirnya bertanding dan bukan sekedar latihan. Poan-kwi membentak dan memperlihatkan
kepada muridnya akan kemajuan-kemajuan yang diterima muridnya itu. Kecepatan dilawan kecepatan dan
tenaga dilawan pula oleh tenaga. Nyata, Togur mampu mengimbangi gurunya. Dan ketika rasa percaya diri
mulai tumbuh dan Togur tertawa girang, semua gerakan atau pukulan gurunya dapat ditolak maka pemuda
itu berseri-seri.
"Benar, kau benar, suhu, Kepandaianku sekarang benar-benar maju luar biasa cepatnya. Ayo coba kau
robohkan aku atau aku yang akan merobohkanmu!"
"Hm, kau maupun aku tak akan ada yang dapat saling mengalahkan!" Poan-kwi berseru. "Ilmumu
setingkat ilmuku, Togur. Tapi kalau kau menghadapi aku dan ji-suhumu maka kau pasti roboh!"
"Ah, suhu mau mengeroyok?"
"Bukan mengeroyok, melainkan memberitahumu saja, agar tidak sombong!" dan ketika mereka
bergerak dan kembali saling serang-menyerang, tenaga maupun kecepatan ternyata sama maka Togur benarbenar gembira karena sekarang ia mampu menghadapi gurunya nomor satu ini. Hanya kalau gurunya nomor
dua maju berbareng ia masih kalah, itu tentu saja. Dan ketika si buntung tertawa bergelak dan Poan-kwi
meremang mendengar tawa yang aneh dan menyeramkan ini maka Togur tiba-tiba berseru keras melakukan
jurus yang disebut Hun-kong-kik-eng (Memencar Sinar Menyerang Bayangan).
"Aihhhh.... plak-dess!" Poan-kwi kaget berseru panjang. Kakek itu tak sempat mengelak dan misai di
bawah dagunya menyambut pukulan itu, mereka sama terlempar dan terbanting dan dua-duanya tergulingguling. Dan ketika kakek itu batuk-batuk dan meloncat bangun, terbelalak, maka di sana Togur juga
meloncat bangun dan memuji gurunya, pukulannya gagal.
"Bagus, kau hebat dan mengagumkan, suhu. Aku tak mampu merobohkanmu!"
"Hm, kau mau membunuh aku?" si guru membentak dan marah. "Kau mengeluarkan Hun-kong-kikeng, Togur. Sinar pukulanmu mengurung aku!"
"Maaf," si buntung tertawa dan memberi hormat, langkahnya agak terhuyung. Kaupun hendak
membunuh aku, suhu, tapi kita sama-sama gagal. Ini bukan latihan, kau bilang sendiri pertandingan!"
"Hm, kau betul. Tapi kalau kau coba-coba membunuh aku maka aku akan membunuhmu!"
"Kalau begitu suhu bunuh saja aku sekarang!" Togur menjatuhkan diri berlutut. Aku menyerahkan
jiwa ragaku, suhu. Ayunkan tanganmu kalau ada keraguan di hatimu!"
Poan-kwi tertegun. Lagi untuk kesekian kali kecurigaannya hilang. Tadi sinar pukulan muridnya itu
memang seolah mau membunuh karena Hun-kong-kik-eng benar-benar memencarkan sinar ke sekeliling
penjuru. Kalau bukan dia tentu repot menghadapi. Diapun tak dapat mengelak kecuali menangkis. Maka
begitu sang murid berlutut dan tunduk dengan pasrah, kemarahannya lenyap maka kakek inipun tersenyum
dan menendang pundak muridnya itu.
"Kau bangunlah, kata-katamu benar. Ini bukan latihan melainkan pertandingan sungguh-sungguh.
Nah, kau lihat kepandaianmu sekarang, Togur. Kau telah menyamai aku dan hanya bila dikeroyok saja kau
tak akan menang!"
"Aku tahu," pemuda ini bangkit berdiri. "Dua kali kau bicara seperti ini, suhu. Seolah menyiratkan
ancaman bahwa aku akan kau bunuh kalau aku macam-macam kepadamu, mengeroyok bersama ji-suhu.
Kalau kau takut akan itu kenapa tidak melakukannya sekarang saja? Aku bukan murid tak tahu diri, suhu.
Dan aku tak pernah membunuh guru-guruku sebelum aku berguru kepadamu!"250 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Hm, kau benar," Poan-kwi agak merah mukanya, ancaman yang tersirat tadi memang betul. "Kau tak
perlu menaruh di hati kata-kataku tadi, Togur. Aku tahu kau tak akan macam-macam dan sekarang kau tahu
kepandaianmu sendiri. Pendekar Rambut Emaspun agaknya tak dapat menandingimu lagi!"
"Ah, benarkah, suhu? Pendekar Rambut Emas?"
"Ya, Pendekar Rambut Emas. Dia tak akan mampu menandingimu lagi karena dulupun dia harus
mengeroyok aku ketika bertemu!"
"Oh, aku ingin mencobanya!" dan Togur yang berjingkrak serta girang luar biasa tiba-tiba menghadap
gurunya apakah boleh dia mencari dan membunuh saja pendekar itu.
"Aku memang hendak menyuruhmu ke utara. Kalau Thai Liong belum kau temukan maka cari dan
temukan saja Pendekar Rambut Emas itu. Bunuh dia. Dulu dia pernah mengeroyok aku bersama
Drestawala!"
"Drestawala? Siapa ini?"
"Hm, Drestawala adalah kakek India yang hebat, Togur. Tapi dia berhasil kubunuh. Dulu kakek itu
mencari aku dan mengeroyok bersama Pendekar Rambut Emas. Kim-mou-eng itu berhutang sekali
kepadaku!"
"Tapi suhu kalah?"
"Aku tidak kalah. Waktu itu aku pergi karena menyelamatkan ji-suhumu yang sedang terluka. Tapi
untuk ini kau tidak usah banyak tanya. Pergi dan turun gununglah. Aku di sini menemani ji-suhumu sampai
dia dapat memulihkan Bu-siang-sin-kangnya seperti semula!" dan ketika Togur tertegun dan tak jadi
bertanya, heran bagaimana ji-suhunya terluka dan pasti karena ada lawan yang lain maka pemuda ini
mengangguk-angguk dan pandai melihat keadaan. Bekas murid Enam Iblis Dunia ini memang cerdik dan
amat berhati-hati. Sebenarnya Togur ingin bertanya bagaimana ji-suhunya terluka, siapa musuh ji-suhunya
itu karena kalau hanya Kim-hujin yang menyertai suaminy a saja tentu ji-suhunya tak akan terluka. Tapi
karena gurunya sudah menukas pembicaraan itu dan Togur tak tahu akan peristiwa di puncak bukit, bahwa
waktu itu ji-suhunya menghadapi Kim-hujin dan Shintala yang cantik jelita maka pemuda ini menahan mulut
dan tak jadi bertanya. Ia mengangguk saja ketika gurunya menutup cerita, menyuruh ia pergi dan gurunya itu
akan menemani ji-suhunya di situ, sampai ji-suhunya dapat memulihkan Bu-siang-sin-kangnya itu. Dan
ketika Poan-kwi berkelebat dan masuk kembali ke dalam guha maka kakek itu menghilang namun suaranya
terdengar di luar.
"Cukup, sekarang kau pergi lebih dulu, Togur. Seminggu atau sebulan lagi kami menyusul. Bawa Thai
Liong atau bapaknya itu!"
Pemuda ini bergerak. Setelah gurunya sendiri sudah berkata seperti itu maka tak ada alasan untuk
tinggal lebih lama tagi di Himalaya. Si buntung ini memang ingin turun gunung, menjajal atau membuktikan
kepandaiannya yang sekarang itu dengan Pendekar Rambut Emas. Hebat, dia katanya dapat menandingi
pendekar yang luar biasa itu. Dan berkelebat serta lenyap meninggalkan guha maka pemuda ini berseri-seri
akan melaksanakan niatnya.
"Hm, rupanya sekarang waktunya membalas dendam, Kim-mou-eng. Awas kau, juga isterimu itu!"
Togur sudah mempunyai rencana-rencana keji. Terbayang olehnya nyonya yang masih cantik itu.
Terbayang pula olehnya Soat Eng atau puteri Pendekar Rambut Emas yang cantik dan gagah. Dan tersenyum
sendirian membayangkan maksud-maksudnya yang keji, balas dendamnya yang akan dilakukan dengan
hebat maka pemuda ini turun gunung dengan melamun. Togur bergerak dengan Bu-siang-sin-kangnya dan
pemuda itu turun seperti sebungkus asap hitam yang meluncur dengan cepat. Jurang atau celah-celah lebar
dilompatinya begitu saja. Tapi ketika ia tiba di kaki gunung dan siap terbang meninggalkan Himalaya,
muncul dan akan bergerak seperti biasa mendadak ia tertegun melihat seorang gadis cantik mendaki dan
berkelebat ke atas gunung.251 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Aneh," pemuda ini terkejut, sepasang matanya tiba-tiba bercahaya. "Gadis siapa gerangan? Mau apa
ke atas?" dan heran serta kaget melihat gerakan gadis itu, yang cepat dan hilang di balik bebatuan tiba-tiba si
buntung ini lenyap mengeluarkan Bu-siang-sin-kangnya. Togur mengejar ke arah gadis cantik itu dan
akhirnya dilihatnya gadis itu, tinggi dan sudah jauh sekali di atas, hampir di pinggang gunung! Dan ketika
pemuda ini terkejut tapi sekaligus gembira, gadis yang berkelebatan dan mendaki itu tak tahu dirinya maka
Togur tiba-tiba melesat dan berdebuk menjatuhkan diri ketika tiba di belakang gadis itu.
"Aduh, siluman jahanam. Keparat kau, kakek iblis. Aduh.... bluk-blukk!" Togur melempar atau
membanting tubuhnya sedemikian rupa hingga mengeluarkan suara seperti nangka jatuh, berdebuk dan
mengejutkan gadis itu dan tentu saja gadis ini terpekik. Dia tak tahu kapan pemuda itu ada di belakangnya
dan bagaimana pula tiba-tiba berteriak dan terbanting, terguling-guling. Tapi ketika ia berhenti dan menoleh
ke belakang, si buntung meringis dan memaki-maki sambil menudingkan tangannya ke atas maka gadis ini
tertegun sementara Togur terkesiap dan berdetak melihat wajah yang begitu cantiknya, luar biasa cantik!
"Aduh, tolong, bidadari. Di atas sana ada kakek siluman. Aku dilempar dan dibantingnya ke mari!"
"Siapa kau!" gadis itu berkelebat dan mendekat, suaranya merdu membuat Togur tergetar jiwanya,
pandang mata penuh kagum. "Apa yang terjadi, sobat. Bagaimana ada di sini dan siapa kakek siluman seperti
katamu itu!"
"Aduh, aku... aku bertemu Kwan Im Pouwsat (Dewi Kwan Im) rupanya. Tolong, aku sedang ditimpa
nasib buruk, bidadari. Aku pencari kayu bakar dan mendaki ke atas ketika tiba-tiba aku bertemu siluman!"
"Kau siapa, siapa namamu!"
"Aku... aku Tok-pi. Aduh, tolonglah aku, bidadari. Tempat ini sungguh menyeramkan dan seorang
siluman mengusir aku tak boleh mencari kayu bakar di sana. Dia kejam, tolonglah aku!" dan ketika Togur
mengeluh dan pura-pura menjatuhkan diri berlutut, menyambar dan memegang kaki si cantik tiba-tiba gadis
itu menendang dan Togur mencelat oleh sebuah tendangan kilat yang hampir saja mengenai hidungnya!


Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Heii, jangan kurang ajar. Jangan sentuh-sentuh kakiku.... dess!" dan Togur yang terlempar dan
terguling-guling di sana, mengeluh, tiba-tiba membuat gadis itu terkejut karena pemuda ini tak menunjukkan
tanda-tanda memiliki ilmu silat. Ditendang sekali saja sudah membuat kulitnya matang biru!
"Maaf," si cantik berkelebat dan menyusul. "Aku tak sengaja, sobat. Bangun dan berdirilah!" dan
ketika jari-jari yang lentik itu menyentuh dan menangkap pundak si pemuda, Togur tergetar dan panas dingin
maka gadis itu bertanya apakah dia penduduk dusun, pakaian pemuda ini memang kebetulan sederhana dan
compang-camping. Poan-kwi memang tak pernah memperhatikan muridnya ini, dalam soal pakaian.
"Beb... betul. Apakah Dewi baru turun dari kahyangan? Bagaimana ada di sini pula?"
"Aku bukan bidadari," gadis itu tersipu merah, sikapnya jelas jengah. "Aku datang mencari seseorang
dan ingin menemui orang itu!"
"Ah, tapi kau begini cantik jelita! Kau bukan manusia biasa. Aduh, jangan permainkan aku, Dewi.
Kau pasti dari kahyangan dan barangkali mencari iblis di sini. Aduh, aku takut. Tolonglah aku, dan Togur
yang kembali berlutut dan hendak menyentuh kaki yang halus putih itu dikelit dan dielak akhirnya
mendengar bentakan agar dia tidak memegang-megang segala.
"Aku manusia biasa, bukan bidadari. Dengar, Tok-pi. Aku mencari seorang kakek iblis dan aku
hendak membunuh kakek itu!"
"Apa? Kau... kau bukan bidadari? Kau manusia biasa? Ah, kau bohong, Dewi. Kulitmu begitu halus
dan wajahmupun begitu cantik jelitanya. Kau bukan seperti orang Han dan berani sumpah tentu Dewi Sinta!"
"Hm, aku bukan Dewi Sinta, meskipun namaku Shintala. Kau jangan dekat-dekat karena bajumu
bau!"252 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Maaf," Togur tertegun dan merah mukanya, bajunya memang apek dan bau. Seminggu belum dicuci!
"Aku tak akan dekat-dekat, nona. Tapi sungguh tak dapat dipercaya kalau kau adalah manusia biasa.
Wajahmu seperti dewi di kahyangan. Dan kepandaianmu yang seperti terbang itu, ah... apakah betul-betul
kau manusia?"
"Terbang? Kau melihat aku mempergunakan ginkangku?"
"Ah, maaf..!" si buntung buru-buru menyadari kekeliruannya. "Aku melihatmu ketika di samping
gunung itu, nona. Dan aku mengira kau seorang dewi yang mungkin akan menghajar kakek siluman itu. Aku
sudah berteriak-teriak tapi kakek itu tiba-tiba melemparku dari atas!"
"Hm!" mata itu tak jadi curiga, alis yang semula menjelirit tiba-tiba memandang lagi, bibir tersenyum
merekah, luar biasa manisnya. "Kau benar, Tok-pi. Aku memang datang untuk mencari siluman. Coba
ceritakan kepadaku bagaimana kakek siluman yang kau temui itu. Siapa tahu dia orangnya!"
"Aku... aku ingin mengenalmu siapa dulu. Dari mana kau dan apakah betul kau bukan gadis Han. Kau
begini cantiknya. Luar biasa sekali!"
"Hm, tak perlu melempar-lemparkan pujian," gadis itu tiba-tiba tak senang, "Ceritakan kepadaku di
mana kakek siluman itu, Tok-pi. Dan apakah benar kau penduduk bawah gunung. Kau tak pantas sebagai
orang yang mencari kayu bakar, Kau seperti ahli silat!"
Jilid XVIII
SI BUNTUNG terkejut. Kekagumanan dan gairahnya membuat pandang matanya berkilat dan
menggetarkan lawan. Tenaga saktinya timbul dan itulah yang dirasakan gadis ini. Dan karena Togur hampir
kelupaan dan tentu saja dia cepat mengendorkan semuanya itu maka matapun kembali meredup dan tidak
memancarkan hawa sakti.
"Maaf, kau keliru. Aku betul-betul pencari kayu bakar di tempat ini, nona. Masalah silat, ah.. tak
berani aku disebut ahlinya. Sedikit-sedikit memang aku bisa, tapi itu hanya untuk pembela diri diserang
binatang-binatang buas. Aku sering mencari kayu bakar sampai di tempat-tempat yang jauh, tapi baru di
tempat ini aku bertemu seorang kakek siluman yang mengusirku dengan kejam. Kakek itu berjenggot
panjang!"
"Jenggot? Maksudmu misai?"
"Ya-ya, misai atau jenggot bersatu di wajah kakek itu, nona. Dia kakek iblis yang dapat menghilang
pula. Dia.."
"Dialah yang kucari!" gadis itu .bergerak, menerkam dan tahu-tahu menangkap si buntung ini. "Kakek
itulah orangnya Tok-pi. Di mana dia dan dapatkah kau mencarikannya untukku!"
"Aduh..!" Togur terkejut dan tak berani mengerahkan sinkangnya, kesakitan, betul-betul kesakitan.
"Lepaskan cengkeramanmu, nona. Patah tulang pundakku nanti!
"Hm, maaf," gadis itu terkejut dan sadar. "Aku lupa, Tok-pi. Tapi katakan di mana kakek itu karena
dialah yang kucari-cari!"
"Nona memusuhinya?"
"Dia musuh besarku. Dia membasmi habis semua keluargaku. Cepat, katakan di mana dia dan aku
ingin bertemu dengannya!"
"Ah," si buntung terbelalak, heran. "Nona bermusuhan dengan kakek siluman itu? Keluarga nona
dibunuh? Keparat, kalau begitu kakek itu harus dicari, nona. Dan aku akan membantumu. Tapi siapa
keluarga nona itu hingga kakek siluman itu membunuhnya!"
"Aku cucu Drestawala. Kakekku itu dibunuhnya..."253 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Ah, Drestawala? Nona cucu kakek Thian-tok itu?"
"Kau mengenalnya?" gadis ini tertegun, lawan kelepasan bicara. "Siapa kau, buntung. Bagaimana tahu
kakekku!"
"Ah, maaf... maaf!" Togur buru-buru merobah sikap, kata-katanya tadi memang kelepasan begitu saja
karena tentu saja dia tahu nama itu dari suhu maupun ji-suhunya. Dulu Drestawala itu dikabarkan
mengeroyok gurunya bersama Kim-mou-eng. Sungguh tak dinyana kalau kakek ini memiliki cucu demikian
cantik jelitanya. Hal itu tak diceritakan Poan-kwi maupun Poan-jin! Dan karena Togur terkesima dan tentu
saja kaget, di samping girang maka cepat-cepat ia membetulkan sikap karena pandang mata gadis itu penuh
curiga, bangkit kembali mata tajamnya, penuh selidik!
"Aku tidak mengenal kakekmu, nona. Namun nama besar kakekmu tentu saja dikenal orang sejagat.
Bukankah dia adalah kakek sakti yang dapat menghilang? Bukankah ia dapat terbang dan menjadi sahabat
para dewa? Ah, nama kakekmu demikian tersohor dan amat terkenal. Kalau aku tidak pernah mendengar
maka aku adalah seorang pria goblok yang buta akan nama-nama besar seperti kakekmu itu. Drestawala
adalah nama yang hebat dan menjulang tinggi setinggi Himalaya. Anak kecilpun akan tahu ini dan tak perlu
heran. Tapi bagaimana dia sampai terbunuh dan kejam benar pembunuh itu. Aku jadi khawatir kalau nona
berhadapan dengan pembunuh itu dan gagal pula melaksanakan maksud!"
"Hm..!" mata itu bersinar biasa lagi, hilang tatapan penuh selidiknya karena si buntung pandai bicara.
Kakeknya memang cukup terkenal dan kalau di Himalaya saja tentu tak ada yang tidak tahu. Maka
mengangguk hilang curiganya gadis inipun berkata, sorotan matanya datar lagi, "Kau benar, Tok-pi. Tapi tak
perlu kau takut kegagalanku. Aku telah bertekad untuk mencari dan membunuh musuh besarku itu. Dan aku
menemukan jejaknya di sini. Katakan di mana kakek itu dan biar dia kubunuh!"
"Nona bertekad mencarinya? Aku siap membantumu, nona. Namun kakek itu siluman dan pandai pula
menghilang. Aku khawatir nona..."
"Tak usah khawatir!" gadis itu bergerak dan mendahului. "Katakan di mana kakek itu dan kucari dia,
Tok-pi. Dan aku berterima kasih sekali untuk jawabanmu ini!"
"Kakek itu suka berpindah-pindah, tapi ada satu guha yang rupanya menjadi tempat tinggal yang
paling disenanginya."
"Di mana guha itu, dan cepat karena aku tak mau membuang-buang waktu lagi!"
"Ah, dari sini tempatnya sulit, nona. "Aku tak dapat menunjuknya karena terhalang samping gunung
itu. Aku akan membawamu saja tapi bagaimana kalau nona sampai gagal!"
"Kau tak usah perduli tentang itu. Aku dapat menjaga diriku!"
"Tapi... tapi kau demikian cantik jelitanya, nona. Sungguh sayang kalau sampai terbunuh. Aku bisa
mati menuntut balas kalau kakek itu mengganggumu. Aku tak ingin kau binasa. Harus berhati-hati!"
"Hm!" wajah itu bersemu dadu, merah oleh pujian sekaligus kekhawatiran si buntung. Shintala jengah
tapi juga terharu. "Kau tak usah mengkhawatirkan itu, Tok-pi. Kalau lawan benar-benar terlalu tangguh tentu
aku melarikan diri. Aku tak akan terbunuh!"
"Tapi kakek itu lihai, dapat terbang dan menghilang pula!"
"Kau tak usah banyak cakap, beritahukan kepadaku dan kita lihat saja nanti!"
"Tapi..."
"Aku dapat mencari sendiri, buntung. Tanpa pertolonganmupun aku dapat ke sana. Kau tak usah
cerewet dan tunjukkan atau aku pergi, sendiri!"
"Jangan..!" si buntung berteriak dan pura-pura kaget, tentu saja masih harus terus bersandiwara. "Kau
jangan ke sana sendiri, nona. Biarlah bersama aku dan mari kutunjukkan. Tapi hati-hati, aku akan berputar254 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
saja meskipun sedikit lama..." dan Togur yang cepat membawa temannya ke gunung sebelah kanan, jatuh
dan berdiri lagi dengan tongkat menopang lalu buru-buru mengajak temannya berangkat. Pemuda itu melihat
gadis ini siap berkelebat dan menghilang, tentu saja dicegah dan iapun sudah membawa gadis itu ke hutan di
sebelah kanan. Si buntung ini pura-pura terhuyung dan jatuh tiga kali ketika melompati batu-batu besar,
tongkat di tangan tampak susah payah menjaga tubuhnya agar tidak terguling. Maklumlah, daerah
pegunungan itu memang tak rata dan banyak celah-celah curam. Lereng-lerengnyapun terjal dan gadis itu
mengerutkan kening, terharu. Dan ketika kembali sebuah lompatan nyaris membuat si buntung berteriak,
jatuh dan terpelanting ke bawah maka gadis itu menyambar dan menangkap tongkat.
"Tak usah takut. Ada aku di sini, Tok-pi. Pegang ujung tongkatmu yang satu dan biar aku memegang
ujung tongkat yang ini... wut!" dan si gadis yang berjungkir balik dan menyelamatkan si buntung itu
mendadak terbang dan meluncur seperti harimau bersayap. Temannya berseru tertahan namun tongkat
menempel seperti lintah. Shintala mengerahkan sinkangnya hingga tak mungkin temannya itu lepas, Tok-pi
alias Togur si buntung ini tersedot mencengkeram tongkatnya, diam-diam terkejut karena tenaga gadis itu
ternyata demikian hebatnya, tangannya tertarik dan terus melekat kepada tongkat! Dan ketika gadis itu
membawanya terbang dan meluncur ke hutan sebelah kanan, si buntung terbelalak dan kagum serta berdebar
maka hutan yang dituju itu sebentar saja sudah dekat.
"Hati-hati, sebentar lagi aku akan melepaskan dirimu!"
Si buntung menyeringai. Tiba-tiba gadis itu berseru bahwa pegangannya sebentar lagi akan
dilepaskan. Berarti, getaran sinkang di tongkat itu bakal lenyap dan dia tak dapat merasakan hangatnya
tenaga itu lagi. Dan karena Togur sudah merasa keenakan dan tentu saja tak mau begitu cepat maka tiba-tiba
pemuda ini mengerahkan tenaga pemberatnya hingga tubuh seakan-akan berbobot seribu kilo.
"Eh..!" gadis itu tersentak. "Apa ini Tok-pi. Kenapa tubuhmu tiba-tiba begitu berat!"
"Ah, heh-heh...!" si buntung tertawa namun pura-pura bodoh. "Apa maksudmu, nona. Aku tidak
melakukan apa-apa namun mungkin kau yang sudah capai. Kita sudah terbang sepanjang beberapa li!"
"Tapi aku masih kuat..."
"Kalau begitu teruskan lari lagi, tempat itu sudah dekat!" dan ketika si gadis terkejut dan heran, tubuh
pemuda itu mendadak menjadi berat dan tentu saja larinya terganggu, tak secepat tadi maka ia penasaran dan
menarik lagi. Kali ini mengeluarkan bentakan dan tubuh si buntung itupun tertarik kuat. Togur tak berani
menambah tenaga pemberatnya karena itu bakal membuka rahasianya. Dan ketika si nona lari lagi namun tak
secepat semula, si buntung tersenyum dan tertawa-tawa di dalam hati maka Shintala tak menduga seujung
rambutpun akan perbuatan kawannya itu. Dia mengira bahwa mungkin saja dia sudah mulai lelah, karena
iapun telah melakukan perjalanan jauh yang cukup menguras tenaga. Dan karena kata-kata temannya itu
mungkin benar, dia kehilangan sedikit tenaga maka beban yang samapun dikiranya bertambah berat padahal
tidak! Gadis ini tak curiga dan karena itupun ia mengerahkan tenaganya menarik si buntung. Dan ketika
akhirnya mereka tiba di hutan itu di mana tongkat lalu dilepaskan tiba-tiba gadis ini jatuh terduduk dan
mandi keringat.
"Sialan, sungguh tak kunyana tenagaku demikian banyak habis. Ah, kita beristirahat sebentar di sini,
Tok-pi. Setelah itu tunjukkan di mana guha tempat persembunyian kakek siluman itu!"
"Heh-heh, nona sungguh luar biasa," Togur diam-diam kagum, kali ini tak berbasa-basi. "Kau telah
menyeretku hampir duapuluh li, nona. Kalau orang lain tentu sudah roboh dan pingsan!"
"Hm, aku kehilangan banyak tenaga," Shintala tak curiga, tetap tak menduga temannya itu. "Aku telah
sebulan ini mencari kakek itu, Tok-pi. Tak heran kalau hari ini aku cepat capai. Biasanya, sepuluh orang
seperti kaupun dapat kutarik tanpa lelah!"
"Aku percaya, tapi ah... istirahat memang betul, nona. Kalau sekarang kau mencari kakek itu janganjangan sudah roboh dulu sebelum bertempur. Mari, kotor pakaianmu di situ dan beristirahat sana di pohon
besar itu. Di sana ada lubang cukup untuk dua orang!" dan terseok menyuruk-nyuruk tongkatnya, tak mau
menimbulkan curiga si buntung ini sudah menguak dan memberi tahu adanya lubang besar di sebuah pohon
raksasa. Di situ memang betul saja ada lubang selebar satu meter. Si buntung berkata agar di situlah255 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
temannya beristirahat, jangan di atas tanah karena kotor pakaiannya nanti. Dan ketika gadis itu tertegun
namun bangkit mengikuti, heran, maka dia bertanya bagaimana temannya itu tahu.
"Ah, tidak aneh. Aku sudah menjelajah hampir semua tempat ini, nona. Aku tahu mana tempat-tempat
yang dapat dipakai istirahat. Aku juga sering melepas lelah di sini. Masuklah, duduklah!" dan ketika si
buntung mempersilahkan temannya di situ, mata bersinar-sinar dan bercahaya maka murid Poan-jin-poankwi ini sudah mengilar untuk menubruk mangsanya. Gadis itu tertawa dan langsung melompat, lubang itu
ternyata menurun ke bawah dan dapat dipakai untuk menelentangkan tubuh, diri sendiri sudah melakukan itu
Pelangi Dilangit Singosari 22 Candika Dewi Penyebar Maut X I Ranah Tiga Warna 6

Cari Blog Ini