Ceritasilat Novel Online

Rajawali Merah 11

Rajawali Merah Karya Batara Bagian 11


namun cepat bangkit lagi karena di situ ada laki-laki lain, si buntung itu. Dan ketika gadis ini sadar dan tidak
jadi telentang, si buntung menyeringai dan lahap pandangannya maka tiba-tiba gadis itu tertegun karena
beradu kembali dengan sepasang mata yang penuh getaran tenaga sakti, kuat dan mencorong!
"Buntung, mata apa yang kau miliki itu? Kau seperti harimau buas, ganas dan siap menerkam!"
"Ah," Togur terkejut dan sadar, muka seketika merah. "Kau ada-ada saja, nona. Masa pencari kayu
seperti aku memiliki mata seperti harimau buas. Kau main-main!"
"Tidak, aku tidak main-main. Matamu tadi mencorong dan berkilat-kilat. Kau rnenakutkan!"
"Ah, maaf, nona. Barangkali suasana hutan yang membuat perasaanmu berlebihan. Aku tidak apa-apa,
aku tidak menakutkan. Tidurlah kalau kau ingin tidur. Aku tak akan mengganggu!" dan sadar akan
kecerobohannya tadi, bahwa dia terlalu bernafsu dan hampir membangkitkan kecurigaan orang maka si
buntung ini memutar tubuh dan pura-pura mencari kayu kering. Dia membuat api unggun dan seekor kelinci
gemukpun ada di tangannya. Si gadis tak boleh dibuatnya kaget lagi, kecuali nanti. Dan ketika gadis itu
dibiarkannya beristirahat namun tentu saja tak mau tidur, meskipun hanya tidur-tiduran maka bau sedap
daging bakar menyengat hidung. Si buntung sudah menyiapkan makanan.
"Mari, sekedar makanan pemburu, Dan ini sedikit arak pelepas dahaga!" bau arak yang harum
mengganggu hidung, kembali membuat gadis itu tertegun tapi Shintala tersenyum dan melompat turun,
Gadis itu tak curiga karena dengan cepat si buntung itu berhasil memperbaiki sikap, mata sudah tidak
berkilat-kilat lagi dan pandangan buas seperti harimau kelaparan itupun tak nampak. Pemuda ini telah
menyembunyikannya dengan cerdik dan Togur yang tak ingin menguasai musuhnya lewat adu tenaga sudah
akan merobohkannya dengan cara lain. Dengan arak dan daging panggang itu. Dan ketik si nona turun dan
tertawa memuji masakannya, arak dibuka dan diam-diam pemuda ini menaburkan sebungkus bubuk putih
maka si gadis yang memang haus dan menerima tawaran itu berkata melempar sekeping uang emas.
"Tok-pi, kau baik dan pandai sekali mengambil hati. Nih, pengganti jasamu dan tak mau aku
menerima cuma-cuma!"
"Ah, untuk apa uang ini, nona? Kalau mau minum silahkan minum. Aku tak biasa menerima balas
budi!"
"Kalau begitu aku tak dapat menerima arakmu, aku tak mau minum..."
"Eh-eh, jangan begitu. Baiklah, ha-ha sekali ini aku menurut!" dan uang yang diambil atau diraih si
buntung akhirnya diimbangi dengan arak yang diterima si nona. Shintala tak curiga dan mendapatkannya
secawan, langsung meneguknya sekali habis. Tapi ketika si nona tertegun merasa pusing, arak yang
memasuki perut tiba-tiba terasa panas dan membakar, matapun berkunang dan muka memerah tiba-tiba gadis
ini menerkam maju dan membentak si buntung itu.
"Tok-pi, kenapa kepalaku pusing? Ada apa dengan arakmu itu?"
"Ha-ha..!" tubrukan luput, si buntung mengelak cepat. "Arakku arak yang istimewa, nona. Kalau
sebentar lagi kau pusing maka selanjutnya kau akan merasa terbang dengan selaksa kenangan indah!"
"Ah, kau dapat mengelak seranganku? Kau bicara apa?" Shintala terkejut, merasa kepala menjadi
berat dan elakan si buntung yang cepat itu mengagetkan hatinya. Tadi si buntung tak dapat berbuat seperti itu
dan biarpun ia merasa pusing namun tak mungkin si buntung itu mampu menghindar, kalau ia benar-benar256 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
bukan seorang ahli silat. Maka terpekik dan marah oleh elakan si buntung, yang tiba-tiba tertawa dan
bersikap kurang ajar maka sadarlah Shintala bahwa ia tertipu. Si buntung itu musuh dalam selimut!
"Siapa kau!" bentakan ini akhirnya melengking menggetarkan hutan cemara. Kau memberikan arak
beracun, buntung. Kau keparat dan kurang ajar!"
"Ha-ha, tidak kurang ajar," si buntung tampak wajah aslinya. "Aku tidak memberimu arak beracun,
Shintala, melainkan arak yang akan membuat semangatmu terbang ke tempat dewa-dewi. Lihat, wajahmu
semakin memerah. Kau akan merasa panas dan ingin bermain cinta. Kau..."
"Jahanam!" gadis itu berkelebat dan bentakannya mengejutkan si buntung, tiba-tiba menyambar bagai
elang mematuk mangsa. "Kalau kau kira dapat meracuni aku maka kau salah, buntung. Aku dapat
membebaskan diriku dan lihat pukulanku ini... dess!" dan sebatang pohon yang hancur oleh pukulan si gadis
tiba-tiba membuat si buntung terbelalak karena gadis itu telah berkelebatan cepat tak terpengaruh araknya
lagi. Tadi ia memberi bubuk perangsang agar gadis itu roboh, tak mau merobohkannya dengan cara
kekerasan melainkan dengan cara licik memberinya obat perangsang. Seekor kuda betina pun akan terbakar
birahi kalau sudah merasakan bubuk putihnya, apalagi manusia biasa betapapun kuatnya. Tapi karena si
buntung tak tahu bahwa Shintala memiliki wewangian Asap Dewa, peninggalan kakeknya yang dapat
mengusir atau menghancurkan segala jenis racun maupun obat bius maka begitu gadis itu menghirup daya
tangkalnya dan racun perangsangpun musnah dengan cepat maka iapun bangkit lagi dengan kemarahan
meluap-luap. Gadis ini menerjang dan kedua tangannya melakukan cengkeraman atau tamparan, sekali kena
tentu kepala lawanpun hancur. Tapi ketika si buntung pandai berkelit dan ke manapun dia menyerang selalu
pukulannya itu luput, menghantam pohon-pohon di belakang atau batu-batu besar yang tentu saja
mengeluarkan suara hiruk-pikuk maka Shintala terkejut bukan main karena lawannya ini ternyata lihai!
"Terkutuk, busuk dan biadab!" Shinta-la pucat dan tergetar. "Kau kiranya iblis berkedok domba,
buntung. Bilang tak memiliki kepandaian tapi nyatanya hebat dan sombong. Aih, sebutkan siapa kau
sebenarnya atau tongkatku akan menghajarmu mampus.... des-dess!" tongkat tiba-tiba menyambar, Shintala
mencabutnya dan Togur tak sempat berkelit. Dia sudah bergerak ke kanan ketika tiba-tiba tongkat itu datang,
mencegat dan menyambarnya dengan luar biasa dahsyatnya. Dan karena ia tak sempat berkelit karena
tongkat menyambar datang, apa boleh buat ditangkis dan diterima dengan tongkatnya sendiri maka gadis itu
terpental sementara Togur terhuyung dan tergetar setindak.
"Ha-ha, kau akan tahu siapa aku, nona. Tapi berhentilah menyerang dan kita bicara baik-baik. Aku
ingin menjalin persahabatan dan cinta yang akrab!"
"Cinta? Dengan manusia buntung macam dirimu ini? Ah, keparat, tak tahu malu. Cis, kau hidung
belang dan laki-laki busuk yang tidak berahlak... des-dess!" dan tongkat yang kembali menghajar tanah
setelah gadis itu berjungkir balik dan menyerang lagi tiba-tiba bergerak semakin cepat ketika Shintala
mainkan Sing-thian-sin-hoatnya. Gadis ini memang memiliki ilmu tongkat yang luar biasa hebatnya, ilmu
yang belum diketahui si buntung hingga akhirnya si buntung itu terkejut ketika tiba-tiba dari bayangan
tongkat yang ribuan banyaknya mendadak keluar tenaga sedot yang menarik dirinya ke dalam. Togur
tercekat dan kaget. Tapi ketika ia mainkan tongkatnya pula dan menahan arus sedotan itu, heran dan kagum
bahwa cucu Drestawala ini ternyata demikian lihai maka si buntung itupun berkelebatan dan mengeluarkan
ilmunya.
Mula-mula dia mainkan tongkat dengan gaya bertahan, tangan kiri juga melakukan pukulan-pukulan
cepat mengiringi tongkat. Tee-sin-kang maupun Mo-seng-ciang ganti-berganti dikeluarkan menahan
serangan gadis itu. Tapi ketika semuanya buyar dan senjata di tangan gadis itu masuk dan menikam atau
menyodok maka apa boleh buat dia bergerak dengan Jing-sian-engnya dan begitu dia mengeluarkan ilmu
meringankan tubuhnya ini tiba-tiba si gadis berteriak tertahan karena tentu saja mengenal ilmu ginkang itu,
milik keluarga Pendekar Rambut Emas.
"Jing-sian-eng, Bayangan Seribu Dewa....!"
"Ha-ha, kau mengenal? Bagus, kau bet? benar-benar lihai, nona. Dan mengagumkan. Aih, aku
semakin cinta dan jatuh hati kepadamu!"257 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Namun lawan yang melengking dan kembali bergerak cepat akhirnya mainkan Sing-thian-sin-hoatnya
dan Togur dipaksa berkelebatan cepat menghindari pukulan- pukulan tongkat itu. Lawan demikian marah
dan Togur tak tahu betapa panasnya
hati cucu kakek Drestawala itu. Shintala teringat Kim-hujin dan bayangan nyonya Pendekar Rambut
Emas itu membuatnya benci setengah mati. Musuhnya ini ternyata ada hubungan dengan keluarga Pendekar
Rambut Emas, jadi, musuh besarnya juga. Tapi karena Jing-sian-eng benar-benar ilmu luar biasa dan pemuda
itu mampu bergerak seperti bayangan, tak dapat disentuh akhirnya tongkatnya gagal menyambar lawan dan
luput mengenai angin kosong belaka, hal yang membuat Shintala gusar bukan main.
"Buntung, jangan mengelak saja. Hayo, balas atau terima tongkatku kalau berani!"
"Ha-ha, kau minta aku menerima tongkat? Kau kira aku tidak berani? Baik, demi cintaku kepadamu
akan kuterima tiga kali gebukan, Shintala. Tapi setelah itu sudahi seranganmu dan kita berpasangan sebagai
kekasih!"
Shintala mendelik. Lawan yang tertawa-tawa mengeluarkan kata-kata yang demikian membuatnya
merah padam sungguh tak dapat diampuni lagi. Dia bergerak dan menghantam dari atas ke bawah,
mengeluarkan jurus yang disebut Menyapu Bianglala Membersihkan Langit. Dan ketika gerakannya itu
masih diteruskan dua serangan lain yang menyodok dan menusuk ulu hati maka Shintala terkejut ketika
lawan tiba-tiba berhenti bergerak dan benar saja menerima serangannya itu, tidak mengelak.
"Des-des-dess!"
Tongkatnya terpental. Shintala terpekik karena tiba-tiba senjatanya itu bertemu dengan tubuh yang
seperti karet, semakin keras dihantam semakin pula terpental ke atas, yang terakhir nyaris mental mengenai
kepalanya sendiri. Dan ketika gadis itu bergulingan membuang sisa pentalan dan meloncat bangun maka
Shintala terbelalak melihat lawan terkekeh-kekeh.
"Khi-bal-sin-kang!"
"Heh-heh, betul. Kau rupanya kenal baik semua ilmu-ilmuku, Shintala. Sungguh mentakjubkan. Aku
semakin cinta dan jatuh hati saja kepadamu!"
"Keparat!" dan gadis itu yang menerjang dan marah bukan main akhirnya berkelebatan tapi harus
selalu berhati-hati karena pemuda itu memamerkan lagi ilmu karetnya, tongkat membalik dan jadilah cucu
Drestawala ini kalang-kabut karena berhadapan dengan Khi-bal-sin-kang. Ilmu itu memang menjengkelkan,
dia sudah berkali-kali merasakannya ketika bertempur dengan Kim-hujin itu. Dan karena si buntung tampak
sombong menerima pukulan-pukulannya, terkekeh dan tertawa-tawa maka gadis itu membentak agar si
pemuda ganti menyerangnya.
"Jangan sombong, jangan tertawa-tawa. Coba kau sekarang balas menyerang dan apakah sanggup
merobohkan aku!"
"Ha-ha, begitukah? Baik, aku hanya sekedar memenuhi perintahmu, Shintala. Disuruh apapun aku
mau, apalagi kalau disuruh mencium!" dan ketika gadis itu merah mukanya memaki lawan, si buntung
terkekeh dan kurang ajar maka Togur bergerak dan balas menyerang gadis itu. Dia telah bersombong dengan
dua ilmunya dari Pendekar Rambut Emas itu, lawan bingung dan kalang-kabut sendiri. Tapi begitu dia
bergerak dan menusukkan tongkat tiba-tiba senjatanya itu tersedot oleh Sing-thian-sin-hoat yang
membungkus dan bergulung naik turun.
"Aihhh... plak-plak!"
Togur melempar tubuh ketika senjata tersedot masuk. Dia tentu saja menarik tongkatnya itu dan lupa
bahwa lawan memang memiliki ilmu yang luar biasa, ilmu yang mampu menyedot apa saja asal berani
mendekat. Dan ketika ia terpekik bergulingan melempar tubuh, gadis itu terkekeh-kekeh melihat ia
menyelamatkan diri maka Togur merah mukanya meloncat bangun, gemas dan juga mendongkol.
"Ayo, coba dan serang lagi, buntung. Lihat apakah kesombonganmu sesuai dengan kepandaianmu!"258 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Si buntung tertawa, masam. Dia tentud saja tak gentar dan mencoba lagi. Tongkat bergerak dan
mencari sasaran. Namun ketika tersedot dan kembali tertarik, Sing-thian-sin-hoat memang luar biasa maka ia
gagal dalam tujuh serangan berturut-turut.
"Hi-hik, ayo buntung... ayo. Jangan jera dan coba lagi!"
Si buntung mendongkol. Ia jadi gemas dan marah karena gadis itu benar-benar hebat sekali. Keadaan
menjadi satu-satu untuk mereka. Namun karena ia masih memiliki ilmu-ilmu yang lain, dan itu adalah
ilmunya yang baru dari Poan-jin-poan-kwi tiba-tiba Togur membentak dan meledakkan kedua tangannya.
"Awas, jangan kau sombong, nona. Aku masih belum mengeluarkan semua ilmuku dan lihatlah ini...
dar!" dan tepukan keras yang mengguncangkan tempat itu tiba-tiba membuat Shintala terkejut karena lawan
mendadak lenyap. Asap hitam muncul di situ dan sebagai gantinya bergeraklah asap ini memasuki gulungan
tongkatnya. Dan karena asap adalah benda halus yang tak mungkin ditahan maka sedotannya tak
berpengaruh dan terkejutlah gadis itu ketika tiba-tiba sebuah ketukan mengenai pundaknya.
"Aihhh... Hek-kwi-sut!"
Shintala membanting tubuh bergulingan. Lawan terbahak-bahak di balik ilmu hitam dan gadis ini
kaget setengah mati karena itulah Hek-kwi-sut, ilmu yang dimiliki Poan-jin-poan-kwi. Dan ketika ia
meloncat bangun namun asap itu mengejar, si buntung menyerang di balik ilmu hitamnya maka Togur
terbahak-bahak mempermainkan lawan.
"Ha-ha, lagi-lagi hebat dan banyak pengetahuan. Benar, ini Hek-kwi-sut, adik cantik. Kau sekarang
tak dapat menyedotku lagi dan menyerahlah!"
"Kau... kau siapa?" Shintala terkejut dan pucat pasi, bergulingan dan melempar tubuh ke sana ke mari.
"Biadab dan terkutuk dirimu, buntung. Kau memiliki bermacam-macam ilmu yang mungkin curian. Kau
manusia sesat!"
"Ha-ha, aku adalah aku. Aku manusia baik-baik yang kini jatuh hati dan mencintaimu. Menyerahlah,
kau tak dapat mempertahankan diri, Shintala. Aku ingin kau menyerah baik-baik atau terpaksa aku
merobohkanmu dengan kasar!"
"Terkutuk, keparat jahanam. Aku tak akan menyerah!" dan Shintala yang menggerakkan tongkatnya
mengibas ke sana-sini, gagal karena asap tak mungkin dipukul akhirnya mengeluh karena lawan muncul dan
menyerang dari mana-mana. Togur dengan enak menampar atau mencubit, tidak menyakitkan namun
perasaan gadis itu tentu saja jauh lebih sakit dari sekedar tamparan atau cubitan itu. Sing-thian-sin-hoat tak
dapat dipakai menyerang asap! Dan ketika Shintala mengeluh dan pucat pasi, tak tahu siapa lawannya ini
maka Togur mulai kurang ajar dengan menowel atau meraba bagian-bagian tertentu dari cucu Drestawala ini.
Si buntung itu ingin memuaskan dirinya dulu sebelum korbannya akhirnya ditelan bulat-bulat. Shintala tak
memiliki ilmu menghilang seperti kakeknya, tongkat di tangan menyambar atau membabat hanya lewat
begitu saja menyambar asap hitam itu. Maklumlah, Togur berobah menjadi mahluk halus. Tapi ketika
pemuda itu mempermainkan dan menghina lawan, pinggul atau pipi gadis itu diusapnya secara kurang ajar
tiba-tiba terdengar suara tanpa rupa yang membuat si buntung itu terkejut.
"Togur, tak malu kau menghina seorang gadis? Lepaskan, atau aku akan menghajarmu.... blarr!" dan
asap hitam yang buyar dipukul asap merah, terpekik dan muncul lagi sebagai si buntung yang asli mendadak
terlempar dan berteriak ketika sesosok gulungan asap merah berkelebat dan menabrak asap hitam itu.
Shintala bergulingan meloncat bangun ketika di situ tiba-tiba berdiri seorang pemuda gagah, sikapnya agung
dan penuh wibawa mengenakan jubah merah yang berkibar-kibar. Sepasang matanya tajam seperti rajawali
sakti! Dan ketika gadis itu tertegun sementara si buntung bergulingan di sana, juga meloncat bangun, maka
Shintala terpesona oleh sebuah wajah yang lembut namun gagah dan tampan, terutama sepasang mata yang
tajam bak rajawali sakti itu, lain dengan lawannya yang terkejut setengah mati mengenal siapa kiranya
pemuda berjubah merah ini.
"Thai Liong...!"259 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Benar," pemuda itu tersenyum dan membalik, sedikit mengangguk kepada Shintala, senyumnya amat
menawan. "Kau terlalu dan berkali-kali mengganggu wanita, Togur. Sekarang enyahlah atau aku
membunuhmu!" dan jubah yang berkibar mendorong ke depan tiba-tiba mengeluarkan angin dahsyat yang
menyambar si buntung. Togur berteriak dan coba bertahan namun tetap saja terlempar. Dan ketika pemuda
itu terpekik dan marah terguling-guling, Thai Liong membalik dan menghadapi lagi cucu Drestawala itu
maka pemuda ini berkata, tak mengacuhkan lawan.
"Tak perlu takut. Ada aku di sini, nona. Kalau sekali lagi pemuda itu mengganggumu maka aku akan
melumpuhkannya seumur hidup!"
Shintala bengong. Setelah dia berhadapan dan melihat kesaktian pemuda ini maka seluruh sukmanya
tiba-tiba terbang ke langit. Entah kenapa muncul dan datangnya pemuda itu menggetarkan semua kalbunya.
Ada detak berdegup-degup yang membuat ia tak dapat bicara. Ada palu godam yang memukul-mukul begitu
dia memandang wajah gagah dan tampan ini, wajah yang lembut namun agung dan penuh wibawa. Tapi
begitu pemuda itu membalik dan membelakangi si buntung, tak tahu bahwa si buntung tiba-tiba berkelebat
dan melepas sebuah pukulan tiba-tiba gadis ini terpekik dan menjerit.
"Awas!"
Thai Liong tersenyum. Tentu saja dia tahu pukulan itu dan serangan Togur yang curang ini tidak
membuatnya takut. Dan karena ia ingin memberi pelajaran dan seluruh sinkangnya sudah bergetar
melindungi tubuh, menerima pukulan itu maka ledakan keras mengguncangkan tempat itu disusul oleh
kilatan api yang membuat Thai Liong terkejut dan berseru tertahan.
"Dess!"
Thai Liong terhuyung dan menoleh. Ia melihat lawannya terpental berjungkir balik dan si buntung
melayang turun dengan muka pucat. Togur menghantam sepenuh tenaganya tapi bertemu kekuatan raksasa
yang melindungi lawannya itu, seolah tembok baja yang hanya membuat lawan terhuyung, sama sekali tidak
terpelanting apalagi roboh. Dan ketika Togur r mengeluarkan teriakan keras sementara Thai Liong berseru
tertahan, bukan pukulan pemuda itu yang membuatnya terkejut melainkan sinkangnya yang dahsyat berlipatlipat maka Thai Liong tertegun dan menegur lawannya itu, lawan yang sejak kecil memang selalu
memusuhinya.
"Togur, kau sudah maju demikian pesat? Dan sinkangmu itu, ah... dari mana kau mendapatkannya?
Kau belajar ilmu baru?"
"Keparat!" si buntung memekik dan menggerakkan tongkatnya. "Tak usah banyak cakap, Thai Liong.
Mari mampus atau kita sama-sama ke neraka.... !" dan si buntung yang mencelat melepas serangan tiba-tiba
sudah menghujani lawannya dengan sodokan atau tikaman maut. Tongkat berputar mengaung-ngaung dan
terkejutlah Shintala melihat itu. Sekarang si buntung mengeluarkan semua kepandaiannya dan gerakannya
jauh lebih cepat daripada tadi. Berarti, si buntung menambah tenaganya dan tentu saja itu hebat bukan main.
Dan ketika tongkat lenyap disusul pemiliknya, suara mengaung akhirnya berrobah menderu di mana batu
atau pasir-pasir berhamburan, Shintala terpekik karena tubuhnya tiba-tiba bergoyang, naik turun oleh angin
tongkat yang dahsyat maka gadis itu melompat mundur sementara Thai Liong, pemuda gagah yang agung
dan penuh wibawa itu berkelebat mengikuti bayangan tongkat.
Cucu Drestawala ini tertegun karena si buntung yang tadi main-main dengannya itu mendadak kini
menjadi demikian ganas dan dahsyat. Sepak terjangnya tidak seperti tadi lagi melainkan seolah burung
garuda yang haus darah. Gerakan atau sapuan tongkatnya selalu mengeluarkan ledakan kilat. Batu atau apa
saja akhirnya hancur dihajar tongkat itu, tongkat yang tiba-tiba berobah berkilauan dan penuh tenaga sakti.
Dan ketika jubah pemuda itu berkibaran disambar pukulan tongkat, yang anginnya kian menderu dan dahsyat
maka tampak pemuda gagah itu agak terdorong dan rupanya terdesak. Hebat!
"Kongcu, tak usah kau takut. Si buntung ini memang siluman. Biar kubantu kau dan mari kita
keroyok!"260 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Shintala tiba-tiba tak tahan, bergerak dan maju memekik dengan seruannya yang nyaring. Dia
khawatir dan cemas melihat jalannya pertandingan itu, di mana pemuda gagah yang menggetarkan hatinya
itu kelihatannya terdesak dan mundur-mundur. Sekarang dia tahu kehebatan lawannya ini, si buntung
ternyata benar-benar lihai. Tapi ketika ia bergerak dan melepas pukulannya, Togur menangkis dan ia
terpental tiba-tiba sebuah tangan lembut mencengkeram bahunya.
"Nona, tak usah khawatir. Aku hanya sedang mempelajari ilmunya. Kau mundurlah dan biarkan aku
melayani lawanku ini!"
Shintala terhuyung. Ia hampir jatuh ketika tahu-tahu jari lembut pemuda itu menahannya. Ada getaran
hangat yang membuat dirinya tersentak, jantung berdegup aneh dan gadis itu merah mukanya didorong
minggir. Tapi ketika pemuda gagah itu melindunginya dari sebuah serangan tongkat, yang menderu dan mau
menimpa kepalanya maka dia tertegun melihat pemuda ini bergerak dengan amat cepatnya.
"Plak!"
Tongkat membalik menyambar si buntung sendiri. Togur berteriak dan menerjang lawannya lagi
karena Thai Liong melindungi gadis itu. Tongkatnya memang menyambar namun putera Pendekar Rambut
Emas ini menolaknya. Dan ketika Shintala tertegun dan tak jadi membantu, melihat pemuda itu mulai dapat
menghalau serangan-serangan tongkat akhirnya gadis ini kagum karena benar saja pemuda itu tak lagi
terdesak. Tongkat mulai bertemu sepasang telapak aneh seperti karet.
"Togur, kau semakin lihai. Dan kau rupanya mendapat guru yang lebih baik. Hm, sayang tak
diimbangi dengan ahlakmu yang tetap bejat. Awas, aku sekarang membalas, Togur. Dan hati-hati setelah
ini... wut-wut!" Thai Liong tiba-tiba lenyap, bergerak menyilaukan mata dan tiba-tiba ujung jubahnya itu
melebar seperti sayap burung. Dan ketika pemuda ini membentak beterbangan mengelilingi lawan tiba-tiba


Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saja bayangan merah yang besar bergerak naik turun seperti rajawali sakti sedang mengintai korbannya.
Lawan terkejut karena dari sepasang ujung jubah itu meledak letusan-letusan kecil, kian lama kian nyaring
hingga telinga terasa sakit. Dan ketika si buntung terbelalak merasa nyeri, ledakan-ledakan itu mengganggu
telinganya maka lawan tak nampak lagi bayangannya karena bersembunyi di balik jubah lebarnya itu, yang
naik turun seperti sayap. Kaki sudah tidak menginjak tanah lagi, melayang, atau terbang yang benar-benar
terbang!
"Aihh... Ang-tiauw Sin-kun (Silat Sakti Rajawali Merah)!"
"Benar," Thai Liong tersenyum, bergerak kian cepat lagi. "Sekarang kau merasakan kepandaianku,
Togur. Dan hati-hati karena untuk pertama kali aku akan memukulmu.... plak!" dan si buntung yang
berteriak menerima tamparan, kaget melempar tubuh bergulingan mendadak susah dikejar dan bertubi-tubi
menerima serangan. Dia mengelak dan menangkis dengan tongkatnya namun selalu senjata itu kalah cepat.
Lawan menyelinap di balik pertahanannya itu dan tiga kali ia terpelanting oleh sebuah tamparan, yang
terakhir malah di pinggir telinganya dan Togur berteriak karena bukan main sakitnya. Telinganya seakan
pecah! Dan ketika ia mengerahkan Jing-sian-eng namun lawan mendahului, Thai Liong tentu saja tahu ilmu
keluarganya ini maka bertubi-tubi akhirnya lawannya itu dihajar. Togur kalang-kabut!
"Aduh, keparat kau, Thai Liong. Jahanam terkutuk!"
"Hm, kau pantas dihajar," Thai Lion tak perduli, terus beterbangan tak menginjak tanah lagi. "Berkalikali kau ganggu orang lain, Togur. Dan sekarang aku akan menangkapmu untuk kuikat di sebuah gunung!"
"Aduh, tobaat.... jahanam!" dan Togur yang pucat bergulingan melempar tubuh akhirnya melepas
tongkatnya menghantam Thai Liong. Saat itu lawan mengejarnya bagai rajawali menerkam kelinci yang
lemah, tujuh kali menerima kepretan jari dan tujuh kali itu pula si buntung ini kesakitan hebat. Tenaga sakti
di ujung jari lawannya itu bagai petir menyengat tubuh. Juga dari kibasan ujung jubah itu lama-lama muncul
hawa panas yang membakar. Dan karena si buntung tak sanggup menahan, sudah mengerahkan sinkang
namun tetap saja kepanasan, mandi keringat maka dia melempar tongkatnya itu untuk mengajak mati
bersama. Thai Liong memburunya bagai memburu anak ayam yang berciap-ciap, Togur memang selalu
menjerit setiap menerima sebuah tamparan, entah kepretan ujung-ujung jari atau ujung jubah. Dan ketika
tongkat dilepaskan namun Thai Liong menggerakkan ujung jubahnya yang lain, menangkis, maka tongkat261 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
hancur berkeping-keping sementara Thai Liong menggerakkan dua jarinya ke depan dan terdengarlah suara
"cus" yang keras ketika si buntung berteriak karena bahu sebelah kirinya berlubang, terkena totokan Jari Api.
"Aduh!"
Si buntung benar-benar pucat. Dia sekarang tahu bahwa betapapun juga lawannya itu masih unggul,
biarpun ia telah mewarisi ilmu-ilmu Poan-jin-poan-kwi. Namun karena serangan-serangan Thai Liong juga
mampu ditahannya dengan Khi-bal-sin-kang, si buntung tak juga roboh meskipun jatuh bangun maka
pemuda itu tiba-tiba meledakkan kedua tangannya dan menghilang di balik Hek-kwi-sutnya, hal yang
membuat Thai Liong tertegun namun juga kagum, di samping gemas.
"Thai Liong, kita bertemu lagi lain kali. Awas, aku masih akan membalas kepadamu!"
Thai Liong membentak. Ujung jubahnya meledak di samping lawannya itu ketika tiba-tiba lawan
menghilang. Namun karena ia mampu mengatasi Hek-kwi-sut dengan ilmu batinnya yang tinggi, Beng-tausin-jin (Manusia Menembus Roh) tiba-tiba pemuda itupun meledakkan kedua tangannya dan menghilang
dalam bentuk asap putih, mengejar asap hitam.
"Togur, kau tak boleh lari begitu saja. Aku ingin mengikatmu dan menghukummu di tempat ini.
Berhenti, dan menyerahlah!"
Shintala terbelalak. Tiba-tiba ia melihat dua asap hitam dan putih berkejaran, yang satu mendahului
yang lain. Tapi ketika asap putih menang dulu dan mencegat asap hitam, menabrak, maka asa hitam buyar
dan muncul lagi si buntung itu yang berteriak-teriak.
"Aduh... aduh.... tobaat!"
Gadis itu bercahaya. Tiba-tiba saja menjadi kagum bukan main kepada asap putih itu. Dia adalah
pemuda gagah itu dan kiranya pemuda itu bukan hanya kepandaiannya saja yang tinggi melainkan juga ilmu
batinnya. Ah, pemuda itu mentakjubkan sekali! Dan ketika gadis ini terbelalak dan kagum, mata dan hatinya
berdetak-detak maka Thai Liong muncul lagi untuk meringkus lawannya namun lawan melarikan diri dan
lenyap lagi di balik Hek-kwi-sut, hal yang terjadi berulang-ulang.
"Aku tak mau kau tangkap. Bunuh dan boleh habisi aku kalau bisa!"
"Hm!" Thai Liong terbelalak, mengejar dan lenyap lagi mengeluarkan Beng-tau-sin- jinnya. "Aku tak
mau membunuhmu, Togur, hanya ingin menangkap dan menghukummu di Himalaya. Menyerahlah, atau
nanti tubuhmu sakit-sakit!"
"Persetan kau. Keparat!" dan lawan yang terbang ke puncak gunung akhirnya memaki dan memekik
setiap Thai Liong melepas pukulan. Pemuda itu mengepretkan jari atau jubahnya dan lawan tentu
terpelanting. Tapi karena lawannya itu memiliki Khi-bal-sin-kang dan ilmu ini memang hebat, mampu
melindungi diri dengan baik maka Thai Liong gemas mengejar lawannya itu, sudah duapuluh kali menampar
namun setiap kali itu pula lawan bangun berdiri, terhuyung dan lari berteriak-teriak ketakutan. Togur gentar
namun juga marah karena ia dihajar jatuh bangun. Dan ketika ia lenyap lagi mengandalkan Hek-kwi-sut
namun Thai Liong mengejar di balik Beng-tau-sin-jinnya, ilmu yang membuat si buntung itu merinding
maka Shintala berteriak ketika tiba-tiba dua pemuda itu terbang ke puncak.
"Hei, tunggu...!" gadis inipun berkelebat. Cucu Drestawala itu tentu saja tak mau ditinggal sendirian,
ingin menyaksikan bagaimana si buntung itu akhirnya dirobohkan. Dan ketika ia mengejar dan terbang
mengikuti, kalah cepat oleh asap hitam dan putih yang silih berganti maka di puncak gunung si buntung ini
memanggil-manggil gurunya.
"Suhu, tolong.. ! Ji-suhu, tolong. Aku dikejar Thai Liong...!"
Thai Liong terke jut. Saat itu ia lenyap di balik Beng-tau-sin-jinnya dan melesat mendahului lawan.
Dia mencegat mengulurkan lengan. Dan ketika bahu lawannya ditangkap dan Togur menjerit, membalik dan
menghantamnya dengan dua pukulan sekaligus maka di belakangnya tiba-tiba terdengar dengus dingin dan
kesiur angin tajam.262 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Jangan ganggu muridku!"
Thai Liong menangkis. Ia tersentak melihat bayangan seorang kakek tahu-tahu berada di belakangnya,
seperti iblis. Dan karena ia harus menghadapi pula pukulan Togur, yang menyambar dan kesakitan oleh
cengkeramannya maka pemuda itu melepaskan tangannya dan empat "tangan" tiba-tiba menangkis empat
pukulan dari muka dan belakang.
"Plak-plak!"
Togur menjerit dan terpelanting. Ia kaget bagaimana Thai Liong dapat menyambut pula serangan di
belakang tubuhnya itu, karena gurunya muncul dan Poan-kwi tahu-tahu melepas serangan dengan sepasang
tangannya yang kuat, tangan yang mengeluarkan angin tajam. Tapi ketika ia terguling-guling dan melihat
ujung jubah lawannya pecah, Thai Liong mempergunakan itu sebagai ganti tangannya yang lain maka si
buntung itu tertegun dan Thai Liong tampak terhuyung mundur sementara dari ujung jubahnya yang pecah
terlihat dua wanita terlempar atau terloncat keluar.
"Aihh, biar si Togur ini lawanku!"
Togur kian membelalakkan mata. Apa yang dilihat seakan mimpi saja, karena begitu Thai Liong
tergetar dan mundur menerima pukulan gurunya maka Soat Eng dan seorang wanita cantik lain yang usianya
sudah setengah baya tiba-tiba terloncat atau keluar dari ujung jubah yang sobek. Dan begitu ia tertegun dan
membetalakkan mata maka gurunya juga terkejut dan berseru tertahan.
"Pemuda yang hebat!"
Thai Liong sudah memperbaiki diri. Gempuran kakek itu membuat adiknya yang disimpan di dalam
jubah terlempar, begitu juga bibinya Cao Cun, karena wanita cantik setengah baya itu memang bukan lain
Cao Cun adanya, dua wanita yang disimpan dan disembunyikannya di dalam jubah, lewat ilmu saktinya
Beng-tau-sin-jin. Tapi begitu adiknya melengking dan bibinya menjerit tiba-tiba Thai Liong sudah
menggerakkan tangannya dan wanita itu disambarnya untuk dimasukkan ke dalam.... saku baju.
"Hebat, bocah siluman...!"
Thai Liong mengusap keringat. Seruan kakek itu tidak disambutnya gembira karena tiba-tiba ia
menyadari berhadapan dengan lawan berat. Togur menyebut kakek itu sebagai gurunya, berarti lawan yang
lebih tangguh dan tentu saja ia harus memperhatikan. Dan ketika ia melihat bahwa ia berhadapan dengan
seorang kakek bermisai panjang, matanya cekung seperti iblis maka adiknya rnembentak bahwa itulah Poanjin-poan-kwi.
"Ini kakek siluman itu. Dialah yang menculik Siang Le dan Beng An!"
"Hm, ini gurumu?" Thai Liong melirik dan menyambar Togur. "Ini Poan-jin-poan-kwi?"
"Keparat!" si buntung itu membentak dan sudah berlindung di balik gurunya. "Kau akan mampus,
Thai Liong. Inilah guruku dan kalian akan dicincang!"
"Manusia curang!" Soat Eng melengking dan tak tahan. "Kaulah yang akan kami cincang, Togur. Kau
manusia busuk yang tidak tahu malu. Bedebah, aku tak takut kepadamu!" dan si nyonya yang berkelebat dan
melepas Khi-bal-sin-kang tiba-tiba menghantam dan menyerang lawannya itu dengan marah. Soat Eng telah
melihat pertandingan kakaknya dengan si buntung ini namun tak dapat keluar karena disimpan dalam ilmu
sakti Beng-tau-sin-jin. Tapi begitu jubah kakaknya sobek menangkis pukulan Poan-kwi, tergetar dan tak kuat
maka dia terloncat dan kini bebas di udara terbuka. Soat Eng diam-diam kaget namun tentu saja tak takut
melihat kepandaian lawannya sekarang. Ada kakaknya di situ! Maka melengking dan mengandalkan
kakaknya di situ tiba-tiba ia sudah menerjang dan memaki lawannya ini, langsung melepas pukulan maut dan
kepala si buntung menjadi sasarannya. Tapi ketika Togur berkelit dan menangkis, ia terpental sementara
lawan juga terhuyung maka Soat Eng menerjang lagi dan girang karena lawannya mulai lemah, habis dihajar
kakaknya tadi!
"Togur, sekarang kita boleh mengadu jiwa. Mari, keluarkan semua ilmumu dan aku tak takut
meskipun kau sudah menjadi murid kakek siluman itu!"263 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Togur terkejut. Dia berkelit dan menangkis lagi namun selalu terhuyung, meskipun lawannya juga
terpental dan harus berjungkir balik menyelamatkan diri. Dan karena ia sudah lelah sementara lawan masih
segar-bugar, apalagi semangat bertandingnya demikian besar maka tak lama kemudian si buntung ini didesak
hebat dan mundur-mundur. Togur telah kehilangan tongkatnya ketika dihancurkan Thai Liong tadi. Dia
hanya mengandalkan silat dan ilmu hitam tapi tenaganya sudah banyak berkurang dihajar Thai Liong. Dan
karena lawan bertempur demikian bernafsu sementara ia gentar kepada pemuda di depannya itu, yang diam
tak bergerak sementara gurunya juga tak melihat pertandingannya maka tiba-tiba sebuah tamparan keras
meledak di pelipisnya, hal yang membuat si buntung itu mengaduh.
"Plak!"
Poan-kwi bergetar. Kakek itu hampir bergerak ketika muridnya tiba-tiba bergulingan, berteriak oleh
tamparan itu. Namun ketika muridnya dapat meloncat bangun dan berteriak kepadanya tiba-tiba, kakek ini
mencabut sehelai misainya dan meniupnya ke arah muridnya itu, misai yang tiba-tiba berobah kaku seperti
tongkat baja.
"Togur, terima dan pergunakan ini. Bunuh lawanmu!"
Togur berseri. Tentu saja ia menangkap dan menerima tongkat aneh itu, sehelai misai yang sudah
menegang kaku oleh kesaktian gurunya. Dan ketika ia bergerak dan menyambut serangan lawannya, yang
menyerang dan kembali bertubi-tubi menekannya maka misai ajaib itu mampu menggetarkan lawannya.
"Dukk!"
Soat Eng kaget bukan main. Benda kecil yang lemah dan halus itu sekonyong-konyong sudah berubah
seperti tongkat baja, kuatnya bukan main dan iapun terpental! Namun ketika ia memekik dan menyerang
lagi, lawan memiliki senjata ajaib maka nyonya itupun tak gentar dan sudah mengeluarkan segenap
kepandaiannya. Biasanya ia akan menang meskipun susah payah, kecuali kalau menghadapi Hek-kwi-sut.
Dan ketika ia menyerang lagi dan pukulan-pukulan Khi-bal-sin-kang terus mengalir disertai Lui-ciang-hoat
karena hanya gabungan dua ilmu itulah yang akan dapat mengantarkannya kepada kemenangan mendadak
lawannya tertawa bergelak dan apa yang ditakuti tiba-tiba terjadi. Togur mempergunakan Hek-kwi-sut!
"Soat Eng, jangan sombong. Kau tak dapat rnengalahkan ataupun merobohkan aku.... dar!" tepukan
tangan itu disertai asap hitam, si buntung lenyap dan tertegunlah Soat Eng kehilangan lawan. Ini yang
memang paling tak disukai! Dan ketika ia tertegun dan celingukan ke sana ke mari mendadak pemuda itu
muncul di belakangnya menghantamkan misai tongkatnya.
"Dess!"
Nyonya ini mengeluh. Si buntung tiba-tiba tertawa bergelak dan selanjutnya ia menyerang bertubitubi, mengejar dan hilang lenyap muncul lagi. Tongkat kecil di tangannya bergerak menghajar dan nyonya
itu jatuh bangun. Soat Eng tak dapat melihat lawannya. Tapi karena Khi-bal-sin-kang melindungi nyonya itu
dan Togur tak mampu merobohkan, lawan selalu bangun dan memekik-mekik marah maka Poan-kwi
menyeringai dan tiba-tiba berseru.
"Bocah, pergunakan Bu-siang-sin-kang-mu (Ilmu Sakti Tak Berwujud). Serang ubun-ubunnya dan
cengkeram pusarnya!"
Soat Eng terkejut. Tiba-tiba ia melihat asap hitam berkelebatan berpindah-pindah tapi ubun-ubun dan
pusarnya menjadi sasaran. Ia terkejut karena ada semacam bau amis menyertai asap hitam itu, bau yang
memabokkan dan hendak membuatnya muntah. Dan ketika konsentrasinya pecah dan Khi-bal-sin-kangnya
melemah, nyonya itu pusing maka totokan ke ubun-ubtin tiba-tiba menyambar disertai cengkeraman Togur
ke bawah pusarnya. Satu serangan maut yang juga kurang ajar!
"Awas!" Thai Liong bergerak dan mengebutkan ujung jubahnya. Pemuda itu lenyap mempergunakan
kesaktiannya dan tiba-tiba meluncur ke depan, cepat bagai kilat menyambar. Dan ketika ia mendorong lawan
dan Soat Eng tahu-tahu sudah diraih dan diselamatkannya maka Togur terpelanting berteriak tertahan,
muncul lagi dalam bentuk semula.264 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Plak!"
Asap hitam itu buyar. Thai Liong tak dapat menonton adiknya lagi setelah adiknya itu berada di dalam
bahaya, mengebut asap hitam lawan dan hancurlah pengaruh Hek-kwi-sut oleh tamparan atau kebutan
pemuda ini. Namun begitu Thai Liong bergerak dan menyelamatkan adiknya, membuat Togur terpelanting
dan berteriak tertahan maka Poan-kwi lenyap dan mengejar pemuda itu dengan satu pukulan marah.
"Bluk!"
Thai Liong tahu akan ini. Ia cepat mengerahkan sinkang Rajawali Saktinya dan tiba-tiba kakek itu
terpental. Poan-kwi, yang tertegun dan berseru tertahan tiba-tiba bertemu punggung pemuda itu yang
menolaknya begitu kuatnya. Pukulannya membal dan kakek itu terlempar oleh sebuah tenaga yang amat
dahsyat, tenaga yang seperti karet tapi juga baja, alot dan kenyal! Dan ketika kakek itu melayang turun dan
terbelalak memandang lawan, Thai Liong melepas dan mengusap mata adiknya maka pemuda itu berseru
bahwa sekarang Hek-kwi-sut tak perlu ditakuti lagi.
"Kau tak akan kehilangan lawanmu. Ke manapun ia bergerak kau pasti akan melihatnya. Peganglah
ini, dan majulah kembali, Eng-moi. Aku akan menghadapi kakek itu dan kalahkan musuhmu!" Thai Liong
memberi sapu lidi yang ditiup, hitam dan tiba-tiba mengeluarkan asap lalu terdengarlah ledakan kecil yang
mengeluarkan sinar terang-benderang. Dan ketika Soat Eng terbelalak karena pandang matanya tiba-tiba
menjadi amat jelas, terang luar biasa maka iapun melihat lawannya itu ada di sana, pucat dan merintih.
"Bagus, aku memang tak takut, Liong-ko. Kalau dia mempergunakan ilmu hitamnya lagi biar
kuhancurkan dengan ini.... haiiittt!" dan Soat Eng yang menerjang dan marah kepada lawannya itu tiba-tiba
berkelebat dan mempergunakan sapu lidi pemberian kakaknya, sapu lidi hitam yang tiba-tiba bersinar-sinar
dan memancarkan cahaya terang-benderang. Itulah sapu lidi ciptaan Thai Liong yang diberikan kepada
adiknya agar adiknya itu tak terpengaruh Hek-kwi-sut. Sapu lidi itu memancarkan cahaya terang yang
menghancurkan Hek-kwi-sut. Dan ketika benar saja Togur mempergunakan ilmu hitamnya namun gagal
menghadapi sapu lidi ini, yang memancarkan cahaya terang-benderang maka Soat Eng tak kehilangan
lawannya lagi karena ke manapun lawannya itu bergerak ke situ pula ia dapat melihat!
"Ayo, boleh kau bersembunyi ke mana kau suka, Togur. Keluarkan ilmu hitammu lagi dan cobalah
berbuat curang seperti tadi!"
"Keparat!" Togur membentak. "Kau jangan sombong berkat kesaktian kakakmu, Soat Eng. Lihat
sekarang ia menghadapi guruku dan begitu ia mampus kaupun tak dapat mengandalkannya lagi!"
"Siapa bilang? Gurumu itulah yang akan dihancurkan kakakku. Kami telah bersiap sejak lama dan kau
jangan banyak mulut lagi.... des-dess!" dan pukulan Soat Eng yang menyambar lawannya tiba-tiba disambut
dan dua orang itu terpental. Soat Eng menyerang lagi sementara di sana Poan-kwi mengeluarkan lengking
aneh yang menggetarkan gunung. Lengking itu di samping sebagai tanda kemarahannya kepada Thai Liong
juga sebagai panggilan kepada adiknya, karena di tempat lain Poan-jin siap melahap mentah-mentah otak
dan jantung Beng An, tawanan mereka itu, yang sudah dipersiapkan lama sebagai usaha mengembalikan
kesaktian Bu-siang-sin-kang yang hilang. Dan begitu kakek itu membentak dan berkelebat maju tiba-tiba
misai panjangnya menyambar dan Thai Liong menangkis.
"Plak!"
Thai Liong tak bergeming dan tak bergeser. Misai yang penuh tenaga sakti bertemu pula dengan
tenaga saktinya, Ang-tiauw-sin-kang. Dan ketika kakek itu tersentak karena untuk kedua kalinya ia
terlempar, sama seperti tadi ketika menghantam punggung pemuda itu maka Poan-kwi menjerit dan tiba-tiba
mencelat lagi menyerang lawannya itu, cepat dan bertubi-tubi dan misai yang ribuan jumlahnya itu
mendadak menjadi kawat-kawat baja yang bercuitan. Thai Liong menangkis dan mengelak sana-sini namun
lawan mempercepat gerakannya. Bukan hanya tubuhnya saja yang disambar melainkan juga lubang-lubang
hidung atau telinga. Dan ketika misai juga menyambar mata dan Thai Liong terkejut maka pemuda itu sudah
dikurung ribuan benang-benang baja yang bercuitan dan tak dapat putus.
"Ha-ha, coba keluarkan kepandaianmu, bocah. Setelah itu kesaktianmu!"265 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Thai Liong berkelebatan mengelak sana-sini. Ia telah menangkis atau menampar misai-misai itu
namun, ternyata Poan-kwi hebat bukan main. Benang misainya tak putus dan rambut-rambut halus itu benarbenar seperti kawat-kawat baja, bahkan, mungkin lebih kuat lagi! Namun ketika Thai Liong mendengus dan
bergerak mengelak sana-sini, dia mempergunakan Ang-tiauw-ginkangnya atau Ginkang Rajawali Merah
maka pemuda itu melayang dan beterbangan mengikuti ribuan cambuk halus itu tak menginjak tanah,
mengejek lawan.
"Boleh kau keluarkan semua kepandaianmu pula. Mari, kita bertanding dan lihat siapa yang kalah,
Poan-kwi. Dan panggil saudaramu itu sekalian dan mana adikku Beng An!"
Kakek itu terbelalak. Thai Liong, pemuda ini, tiba-tiba berkelebatan demikian cepat hingga tak
satupun dari ribuan cambuk halusnya itu mengenai lawan. Pemuda itu bergerak seperti burung dan karena ia
mempergunakan jubah merah maka bayangannya benar-benar seperti garuda atau rajawali menyambarnyambar. Hebat bukan main padahal itu bukanlah ilmu batin, karena apa yang diperlihatkan Thai Liong
benar-benar ilmu meringankan tubuh yang luar biasa. Dan ketika kakek itu memekik karena tak satupun dari
cambuk anehnya mengenai lawan maka dari bawah gunung terdengar lengking lain dan seorang gadis cantik
muncul, Shintala yang langsung menyerbu lawannya.
"Sobat, aku membantumu. Mari kita bunuh kakek ini karena dia telah membunuh kakekku!"
Poan-kwi terkejut. Dia sedang menyerang lawannya ketika tiba-tiba cucu Drestawala itu datang. Tapi
karena dia adalah kakek sakti dan pukulan atau hantaman gadis itu tentu saja disambutnya dengan dengus
pendek maka misainya terpecah dan yang ini menyambar gadis itu.
"Plak-dess!"
Shintala terbanting. Memang terhadap kakek ini tak mungkin dia menang, meskipun bukan berarti
kakek itu dapat mengalahkannya dengan mudah, karena pasti ia akan bertempur mati-matian. Tapi begitu ia
meloncat bangun dan berteriak marah, hendak maju lagi tiba-tiba Thai Liong berseru padanya agar tak usah
membantu, menyuruh saja gadis itu menyerang Togur.
"Kakek ini tak berbahaya bagiku, aku dapat mengatasinya. Silahkan nona hadapi si buntung itu dan
serahkan lawanku kepadaku!"
Gadis itu tertegun. "Siapa dia?" tanyanya, terkejut dan tiba-tiba cemburu karena di situ mendadak ada
seorang gadis cantik lain. Ia tentu saja tak tahu bahwa Soat Eng muncul setelah Poan-kwi merobek jubah
kakaknya dengan pukulan curang, Beng-tau-sin-jin tergetar dan terlemparlah gadis itu dari tempat
persembunyiannya. Tapi ketika Thai Liong berkata bahwa itu adalah adik perempuannya, Soat Eng,
mendadak cucu Drestawala ini berseri karena tak perlu lagi cemburu. Aneh!
"Dia adik perempuanku, Soat Eng namanya. Tolong kau bantu dia dan selesaikan si buntung itu!"
"Ah, baik. Kalau . begitu sama saja, sobat. Dan terima kasih untuk bantuanmu tadi!"
Thai Liong tersenyum. Dia tentu saja melihat keraguan atau muka merah dari gadis cantik itu tadi.


Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Maklum bahwa gadis itu rupanya berpikir yang tidak-tidak dan entah kenapa mendadak hatinyapun menjadi
berdebar. Gadis itu cantik, di samping luar biasa. Dan karena gadis itu jelas bukan gadis Han karena
hidungnya yang mancung dan kulitnya yang putih bersih menunjukkan sebagai gadis Persi atau Hindia maka
Thai Liong berdetak melihat kerling sekilas yang disambarkan gadis itu tadi. Kerling itu menunjukkan
kegembiraan dan semangat. Kerling yang membuat jantungnya berdetak dan berdebar kencang. Tapi ketika
Poan-kwi membentaknya marah dan Thai Liong sadar maka empat helai rambut tiba-tiba kurang cepat
dikelit dan mengenai pipi kirinya.
"Plak-plak!"
Thai Liong mengerahkan sinkang. Dia merasa pedas dan sakit namun untung tak tergores, cepat
pemuda ini melayani lagi lawannya dengan konsentrasi penuh. Dan ketika kakek itu tertawa namun Thai
Liong sudah berkelebatan lagi, terbang seperti burung maka kakek itu menggeram dan memaki lawannya itu,
gusar karena tadi pemuda itu mengatakan dirinya tak takut. Dia tak dianggap berbahaya!266 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Bocah, mulutmu tajam. Tapi tunggu, aku akan mencincangmu hancur!"
"Hm, kaulah yang sombong. Kau tekebur dan besar mulut, Poan-kwi. Dan sepak terjangmu tak
berperikemanusiaan. Kembalikan adik dan iparku atau aku akan merobohkanmu!"
"Keparat, melebihi bapaknya... hargghh...!" dan Poan-kwi yang membentak meledakkan tangannya
tiba-tiba merobah gerakan dan sepasang tangannya ikut menyambar dari luar ke dalam. Ribuan rambutnya
masih melecut dan bercuitan namun kini sepasang tangan itu rupanya lebih berbahaya. Dari telapak kakek itu
menyambar api merah biru dan Thai Liong terkejut melihat ini. Tapi karena pemuda itu memiliki Ang-tiauwsin-kun dan dengan silat sakti Rajawali Merah ini ia menghindar dan berkelit maka batu di belakangnya
hancur sementara api menjilat setinggi rumah.
"Blarr!"
Thai Liong kagum mengerutkan alis. Dia menghindar dari pukulan itu tapi selanjutnya kakek ini
meledak-ledakkan kedua tangannya lagi. Api menyambar lebih dahsyat dan suaranyapun kian memekakkan
telinga. Tapi ketika pemuda itu tak tersentuh dan tetap beterbangan seperti rajawali, api menjilat dan mulai
berkobar membakar apa saja maka kakek itu menjadi marah dan Shintala serta Soat Eng yang bertempur di
dekat situ terlempar berjungkir balik, termasuk Togur.
"Aih, kakek siluman itu murka. Dia tak mampu merobohkan kakakku!"
"Benar," Shintala juga kagum, berseri-seri. "Kakakmu hebat sekali, cici. Dan dia telah menyelamatkan
aku dari si buntung ini. Sungguh tak kusangka bahwa inilah Togur murid Enam Iblis Dunia. Tapi bagaimana
dia menjadi murid Poan-jin-poan-kwi pula!"
"Manusia ini memang busuk. Dia jahat dan amat keji. Mari tak usah perdulikan siapa gurunya dan kita
habisi dia!"
"Benar, mari, cici. Tapi awas... serangan kakek itu menyambar dirimu... blar!" dan api yang menjilat
hampir mengenai tubuh Soat Eng tiba-tiba membuat wanita itu menjerit dan melempar tubuh bergulingan.
Poan-kwi menyerang Thai Liong tapi api menyambar ke belakang, menuju pada mereka yang sedang
bertempur ini. Dan ketika wanita itu berteriak dan Thai Liong terkejut melihat ini, bahwa pertempuran itu
bisa membahayakan adiknya dan gadis cantik itu tiba-tiba pemuda ini membentak dan Poan-kwi yang
kembali meledakkan tangannya tiba-tiba disambut dengan seruan pendek.
"Poan-kwi, jangan kira aku takut menghadapi apimu. Lihat, aku menangkis dan mari rasakan
balasanku... dess!" dan sebuah ledakan dahsyat yang mengguncangkan tempat itu tiba-tiba disusul pekik
Poan-kwi yang kaget melihat apinya membalik, tertiup atau ditolak pemuda itu dan api sebesar bukit
menyambar kakek ini. Thai Liong mengeluarkan kesaktiannya dan tiga-perempat Ang-tiauw-sin-kangnya
dikeluarkan, ingin membalas atau menghajar kakek itu. Dan ketika benar saja lawannya menjerit dan
terkejut, lenyap digulung api sebesar bukit maka Poan-kwi mengeluarkan teriakan yang menggetarkan
puncak gunung. Seluruh Himalaya tiba-tiba seakan diguncang gempa bumi hebat, misai atau rambut panjang
kakek itu terbakar! Dan ketika Poan-kwi melolong-lolong namun hilang di balik Hek-kwi-sutnya, tentu saja
dia tak mau hangus maka Soat Eng dan Shintala berseru tertahan ketika tiba-tiba dari atas gunung
berguguran batu-batu besar. Batu yang terlempar atau berpindah tempatnya oleh pekikan Poan-kwi tadi.
"Aiihhhh...!"
"Awas...!"
Dua wanita itu berjungkir balik. Togur, si buntung, juga terkejut oleh pekik gurunya tadi. Itu tanda
gurunya tak mampu menandingi dan kalah kuat beradu kesaktian. Togur terbelalak. Tapi ketika ia juga
dijatuhi batu-batu besar yang berderak dari atas maka di puncak Himalaya terdengar suara gemuruh dan
kekeh tawa seorang bocah. Seorang anak laki-laki tiba-tiba muncul dengan pakaian hampir telanjang. Di
tangannya tampak kepala seorang kakek yang putus berlumuran darah.
"Beng An!"
"Heii, dia membawa kepala Poan-jin!"267 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Soat Eng dan Shintala kaget berbareng. Mereka sama-sama kaget karena mengenal anak laki-laki itu
dan kepala yang dibawanya. Bocah itu bukan lain Beng An sementara kepala yang putus berlumuran darah
itu adalah Poan-jin. Dan ketika dua-duanya berteriak namun dari puncak terdengar suara menggelegar maka
Himalaya tiba-tiba bergemuruh dan kilatan api menyembur menjilat langit.
Jilid XIX
"BLARR!"
Dentuman serta semburan batu dan pasir seakan dimuntahkan dari puncak gunung. Puncak Naga
Merah, satu di antara puncak-puncak yang ada di pegunungan Himalaya itu mendadak mengeluarkan suara
menggelegar dan api yang dahsyat. Semua orang terkejut karena puncak Naga Merah tiba-tiba meletus,
sekejap kemudian gemuruh dan semburan laharnya memenuhi sekitar. Dan ketika dentuman-dentuman
disusul oleh hujan batu dan pasir-pasir panas, teriakan atau jeritan Soat Eng tak terdengar lagi maka satu di
antara puncak Himalaya menggelegar dan memuntahkan asap dan jilatan api yang
"Berlindung, puncak Naga Merah sedang murka!"
Bentakan atau seruan dahsyat Thai Liong menandingi kedahsyatan suara atau guntur dari puncak
gunung. Thai Liong terperanjat karena puncak Naga Merah tiba-tiba menyemburkan api dan batu-batuan
panas, meletus dan terjadilah kepanikan anak manusia yang ada di bawahnya. Dan ketika Shintala maupun
Soat Eng terkejut dan tertegun, bengong oleh kejadian yang amat tiba-tiba dan mendadak ini maka sebuah
batu besar menimpa dari atas oleh semburan Naga Merah.
"Awas!"
Dua wanita itu terkejut. Mereka sadar oleh bentakan Thai Liong dan sebuah batu sebesar bukit
menyambar mereka. Yang mengerikan, batu itu kemerah-merahan dan menyala karena baru saja
disemburkan dari perut bumi, datang dan menimpa mereka dengan amat cepatnya. Tapi begitu mereka
tersentak dan sadar, rupanya bakal terlambat untuk mengelak maka Thai Liong menyambar dan dengan
sepenuh kecepatan dia menarik dua wanita itu ke sebuah lubang perlindungan.
"Buummmm...!"
Suara amat dahsyat ini benar-benar mengguncangkan tempat itu. Lubang perlindungan yang dipakai
Thai Liong tiba-tiba bergerak dan runtuh. Cairan lahar panas memuncrat ke sana-sini dan Shintala terpekik
karena pundaknya terjilat, hangus dan seketika terbakar! Dan ketika gadis itu berteriak dan panik memegangi
pundaknya, Thai Liong terkejut karena lubang perlindungan tiba-tiba menjadi gelap maka di luar terdengar
suara bam-bum dan longsornya lahar panas di depan guha, suaranya seperti desisan ular atau naga marah.
"Tolong, kulitku terbakar!
Thai Liong sadar. Dia melihat cahaya merah di pundak gadis itu, cepat bergerak dan mengerahkan
sinkangnya. Dan ketika Shintala mengeluh dan menahan sakit, suara di luar kian dahsyat dan memekakkan
telinga maka gadis itu menangis sementara Soat Eng tiba-tiba juga pucat dan ngeri, gentar!
"Liong-ko, lubang ini kian gelap. Kita bakal terjebak!"
"Tenang," Thai Liong bersikap mengagumkan, menghibur dan tidak kelihatan panik, meskipun
mukanya juga pucat. "Kita justeru aman, Eng-moi. Tempat perlindungan ini ternyata baik dan tidak
mengganggu kita."
"Tapi suasananya kian gelap. Batu dan lahar panas mulai menutupi guha. Aku pengap!"
"Benar, aku juga, sobat. Aku mulai tak dapat bernapas. Dadaku sesak dan kita kehilangan udara
segar!" Shintala menggigil, jerih dan gentar karena sekarang berhadapan dengan kekuatan alam. Puncak
Naga Merah meletus dan letusannya menggelegar sampai berpuluh-puluh kilometer. Tanah berderak-derak
dan guha perlindungan itu seakan diguncang pekikan ribuan raksasa murka. Gadis ini khawatir guha itu268 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
amblong, atau lantainya terbelah dan mereka jatuh ke lubang gelap di mana mereka bakal terkubur hiduphidup. Maklumlah, letusan atau gelegar Naga Merah sungguh dahsyat dan tak henti-hentinya. Batu yang
berdebum dan menggetarkan lantai guha sungguh membuat orang merasa ngeri. Mereka takut terjeblos dan
masuk ke lubang dalam di perut bumi. Tapi ketika Thai Liong menggerakkan ujung jubahnya dan mulut
guha tiba-tiba disodok, sebuah lubang kecil tiba-tiba menganga di situ maka udara masuk dan Shintala
maupun Soat Eng lega.
"Bagus, kita dapat bernapas kembali!"
Namun dua wanita ini terpekik. Baru saja mereka berkata begitu mendadak sebuah batu melayang
masuk ke guha ini, tepat sekali di lubang di mana Thai Liong baru saja menyodokkan tangannyat. Dan ketika
guha kembali gelap dan tempat itu pengap maka Soat Eng mengeluh namun Thai Liong menggerakkan
tangannya lagi menusuk tempat yang lain.
"Jangan khawatir, aku akan memasukkan udara, Eng-moi. Tertutup yang itu aku akan membuka yang
lain!"
Benar saja, pemuda ini sudah membuat lubang yang lain. Tapi baru saja lubang itu terbuka tiba-tiba
dihantam kembali oleh jatuhnya batu-batu yang meledak di luar guha, gelap dan Thai Liong menusuk lagi
namun jatuhnya batu-batu di luar guha banyak sekali, menutup dan akhirnya Soat Eng pucat melihat
perbuatan kakaknya yang sia-sia. Maklumlah, setiap membuat lubang udara baru tentu bakal ada batu yang
menyambar yang menutup lubang itu. Dan ketika wanita ini mengeluh dan Thai Liong sendiri tampak
berubah, dia tak berani membuat lubang besar karena semburan lahar tentu masuk, yang berarti
membahayakan dua wanita itu tiba-tiba pemuda ini mundur dan bersila, duduk memejamkan mata.
"Eng-moi, nona, tak ada jalan lain. Kalian masuklah ke jubah ini dan bersembunyi di situ!"
Soat Eng dan Shintala tertegun. Mereka heran karena dalam keadaan seperti itu tiba-tiba saja Thai
Liong duduk bersila dan memejamkan mata, seolah pasrah, atau putus asa. Tapi begitu pemuda itu
mengebutkan ujung jubahnya dan Soat Eng maupun Shintala tersentuh, dua wanita itu berteriak tiba-tiba
mereka tersedot dan.... masuk ke dalam gulungan jubah. Thai Liong mempergunakan Beng-tau-sin-jinnya.
"Maaf, aku tak berani membawa kalian keluar. Masuk dan tinggal saja di situ sampai puncak Naga
Merah berhenti letusannya."
Shintala kagum. Dia tahu-tahu telah berada di tempat yang enak di ujung jubah itu, melihat seorang
wanita setengah baya yang masih cantik dan tentu saja gadis itu terkejut. Tapi ketika Soat Eng memberi tahu
bahwa itulah bibi Cao Cun, bekas permaisuri Raja Hu yang banyak mengalami penderitaan maka gadis ini
tertegun.
"Jangan kaget, itu bibi Cao Cun. Puteranya baru saja tewas oleh jahanam Togur. Kita bertiga aman di
balik Beng-tau-sin-jin kakakku!"
"Ah," gadis ini mulai memperkenalkan diri. "Cici adalah adik perempuan kakakmu yang hebat itu?
Aku Shintala, cucu Drestawala. Kakekku juga baru saja terbunuh Poan-jin-poan-kwi!"
"Ya, aku Soat Eng, Shintala. Tapi aku belum pernah mendengar kakekmu. Tapi melihat keberanian
dan kepandaianmu yang tinggi mudah kuduga bahwa kakek dan dirimu bukan orang-orang biasa!"
"Ah, tapi aku tak mampu membunuh dua kakek jahanam itu. Kepandaianku masih belum apa-apa,
cici. Justeru kepandaian kakakmu itulah yang mengagumkan. Dia mampu menandingi Poan-kwi!"
"Hm, kakakku memang hebat. Tapi ceritakan bagaimana kau bertemu kakakku."
"Aku ditipu si buntung itu, Togur jahanam keparat!"
"Lalu?"
"Lalu kami bertanding. Tapi karena dia memiliki Hek-kwi-sut maka aku terdesak dan kakakmu tibatiba datang, menolong!"269 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Hm, Togur memang manusia keparat. Kalau kakakku tak memberiku lidi ajaib itu tentu aku juga tak
dapat melawan Hek-kwi-sutnya. Dan si buntung itu bertambah lihai!"
"Dia murid Poan-jin-poan-kwi!"
"Ya, itu sekarang. Tapi dulu dia adalah murid Enam Iblis Dunia!"
"Eh, kau rupanya tahu segala tentang pemuda itu, cici. Rupanya kalian telah lama saling kenal!"
"Tentu saja, ia musuhku sejak kecil!"
"Dan cici juga memiliki kepandaian amat tinggi!"
"Ah, kaupun mengagumkan, Shintala. Aku melihat bahwa kepandaianmu tidak berada di bawah
kepandaianku!"
"Tapi aku tak dapat mengalahkan si buntung keparat itu..."
"Aku juga. Sudahlah, kita sekarang berada di tempat yang aman, Shintala. Tapi lihat kakakku duduk
bersamadhi!"
"Benar," sebuah suara tiba-tiba menyela, lembut dan penuh kagum. "Kalian sama-sama hebat,
Shintala. Dan kalian berdua sama-sama mengagumkan. Tapi bagaimana kalau Naga Merah masih terus
meletus. Lihat Thai Liong rupanya tak bernapas!"
Shintala dan Soat Eng tertegun. Mereka melihat pemuda itu dan benar saja pemuda itu duduk seperti
batu karang, tegak tak bergerak tapi tiba-tiba terdengar bisikan lirih bahwa mereka semua tak usah khawatir.
Mereka diharap tenang dan sama-sama duduk diam. Letusan Naga Merah tak mungkin tak berakhir. Dan
ketika mereka terbelalak karena itulah suara Thai Liong, suara yang keluar bukan dari mulut maka Shintala,
mendecak sementara Soat Eng lega. Tadi khawatir kalau kakaknya benar-benar tak bernapas alias mati!
"Kita disuruh diam. Marilah kita duduk dan biar bibi Cao Cun di tengah-tengah kita!"
"Benar, mari, bibi. Duduk di tengah kami dan biar kami bersamadhi pula!"
Cao Cun tersenyum. Dia mengangguk kepada Shintala dan diam-diam suka kepada gadis yang amat
cantik ini, kecantikan yang khas dan berbau harum. Kecantikan asing dan teringatlah dia akan masa
remajanya dulu, betapa banyak orang tergila-gila sampai kaisar sendiri mimpi dalam tidurnya! Dan ketika
dia duduk dan beringsut di tengah-tengah dua orang itu, Shintala sudah duduk dan bersamadhi memulihkan
tenaga maka wanita ini menarik napas berulang-ulang karena melihat dua wanita ini membuat dia teringat
kepada dua anak perempuannya sendiri, Nangi dan Salini yang belum ketemu.
"Ah, gadis-gadis ini mengingatkan aku akan anak-anakku sendiri. Oh, di mana kalian, Nangi?
Bagaimana pula dengan kakakmu Salini?"
Cao Cun. menahan runtuhnya air mata. Di saat seperti itu tiba-tiba kepedihannya bangkit. Bayangkan,
berbulan-bulan dia telah kehilangan anak-anak perempuannya, dan berbulan-bulan pula dia mengembara
bersama Thai Liong dan Soat Eng ini. Dan sekarang, berada di Himalaya yang tinggi dan menyeramkan tibatiba dia duduk berhadapan dengan dua gadis-gadis cantik yang mengingatkan dia akan anak-anak
perempuannya sendiri. Hati siapa tak akan sedih? Dan memandang dua gadis itu berganti-ganti tiba-tiba
membuat perasaannya luka. Ada semacam goresan dalam yang menoreh hatinya. Ada semacam keprihatinan
berat. Gadis-gadis yang gagah dan lihai ini selalu diterkam bahaya, lolos dan menghadapi bahaya yang lain
lagi, padahal mereka itu bukanlah gadis-gadis sembarangan dan Soat Eng justeru puteri Pendekar Rambut
Emas yang lihai. Bagaimana dengan anak-anak perempuannya yang justeru tidak bisa silat dan amat lemah?
Ah, membayangkan ini tiba-tiba hati wanita itu ngeri!
"Tuhan, tolonglah anak-anakku. Apakah setelah puteraku tewas mereka juga akan terbunuh? Oh, cabut
nyawaku, Thian Yang Agung. Aku tak sanggup hidup lagi kalau dua permataku itu juga mengalami nasib
buruk!"270 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Cao Cun menangis. Tiba-tiba tanpa sadar ia mencucurkan air mata. Tapi karena berbulan-bulan ini dia
sudah kenyang akan tangis atau air mata, mampu menangis tanpa suara maka wanita itu sama sekali tak
mengganggu Soat Eng maupun Shintala yang tak menduga bahwa menggigit bibir kuat-kuat teman mereka
itu sedang dilanda kesedihannya. Cao Cun memang tak mau mengganggu dan wanita itu akhirnya
menyandarkan tubuh beristirahat, bercucuran air mata namun tak ada keluhan atau sedu-sedan terdengar.
Dan ketika dua gadis itu juga terlelap dalam samadhinya, mereka juga mengusir rasa ngeri dari dentuman
atau letusan Naga Merah maka wanita inipun akhirnya terpulas dan.... tidur!
-0- "Bangun, semua bangun. Kita akan keluar dari sini!"
Cao Cun dan lain-lain terkejut. Tiga wanita itu tersentak ketika tiba-tiba ujung jubah bergetar. Mereka
sadar dan Soat Eng maupun Shintala membuka mata, Cao Cun berseru tertahan karena dia dipukul-pukul
benda lembut. Itulah permukaan jubah yang membuatnya terbangun dan sadar. Dan ketika semua melompat
bangun dan Thai Liong yang duduk bersila sudah berdiri di situ, wajahnya kemerah-merahan dan mencorong
maka Thai Liong mengebutkan jubahnya lagi dan tiga wanita itu terlompat keluar, keluar dari balik Bengtau-sin-jin.
"Kita tak perlu lagi tinggal di sini. Naga Merah sudah tidak meletus lagi!"
"Hm, benar," Soat Eng berseri dan tak mendengar gelegar atau gemuruh gunung berapi, tanda letusan
sudah selesai. "Naga Merah sudah tak marah lagi, Liong-ko. Kau benar. Mari keluar dan biarkan aku
menjebol mulut guha ini!"
"Kau tak akan dapat...." tapi Soat Eng sudah bergerak dan berkelebat menghantamkan sepasang
lengannya. Dengar pukulan sakti wanita itu coba akan menjebol mulut guha, tahu bahwa guha itu tertutup
dari luar oleh batu-batu atau muntahan lahar. Tapi ketika pukulannya membalik dan guha tergetar seakan
runtuh Cao Cun terpekik karena hal itu mengejutkan maka Soat Eng terlempar dan kaget berseru tertahan.
"Aih, terlalu tebal!"
Wanita itu berjungkir balik. Soat Eng kaget dan penasaran tapi ia mencoba lagi, menghantam dengan
menambah tenaga tapi mulut guha tak apa-apa. Bahkan di luar terdengar suara hiruk-pikuk dan berdebumnya
batu besar. Dan ketika tiga kali wanita itu menghantam namun kali itu pula guha bergetar dan lantainya
berderak, Soat Eng pucat maka wanita ini menghentikan perbuatannya dan gentar memandang kakaknya itu.
"Kita terkubur hidup-hidup. Guha ini seperti makam berongga!"
"Benar," Shintala juga meloncat maju, pucat dan gelisah melihat kegagalan temannya tadi. "Kita
terkubur hidup-hidup, in-kong. jangan-jangan tak dapat keluar. Timbunan batu amatlah tebal!"
"Hm, jangan menyebutku in-kong (tuan penolong)," Thai Liong tersenyum, melihat gadis itu
semburat. "Kau telah mengenal namaku lewat adikku, Shintala, seperti juga aku telah mendengar percakapan
kalian tadi. Sebut saja namaku Thai Liong, tak apa."
"Ah, maaf, aku... aku menyebutmu saudara Thai Liong saja. Aku masih sungkan!"
"Hi-hik!" Soat Eng tiba-tiba tertawa, geli. "Kau dan aku sudah cukup akrab, Shintala. Panggil saja
kakakku seperti aku memanggilnya, Liong-ko, atau Liong-twako!"
"Benar," Thai Liong mengangguk, melihat gadis itu semakin merah, gugup. "Kau boleh memanggilku
seperti adikku, Shintala. Atau cukup Thai Liong saja karena itulah namaku!"
"Baiklah, aku... aku menyebutmu seperti adikmu saja. Terima kasih, Liong-twako. Dan sekarang
bagaimana kita dapat keluar dari sini!"
Soat Eng tersenyum. Dia melirik kakaknya karena saat itu kakaknya juga melirik dirinya. Ada saling
lirik di situ dan masing-masing sama tahu apa yang dipikirkan lawan. Dan ketika Thai Liong agak semburat271 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
karena lirikan atau kerling adiknya sungguh penuh arti, Shintala telah menguasai kegugupannya kembali
maka pemuda ini menekan degup jantungnya dan berkata pada adiknya itu, bukan kepada Shintala.
"Aku akan membuka mulut guha ini tapi kalian harap membantuku sedikit. Ada dua batu besar
menghalang di depan dan kalian memegang seorang satu supaya dua batu itu tidak merapat kembali.
Sanggup?"
"Sanggup, tapi bagaimana kau tahu?"
"Benar," Shintala juga heran, tak melihat pemuda itu keluar. "Dari mana kau tahu ada dua batu besar
di luar, Liong-twako? Bukankah sejak tadi kau di sini?"
"Aku melihatnya dengan Beng-tau-sin-jinku. Batu itu sebesar bukit, tak mungkin roboh biar dihantam
seratus orang. Aku akan mendorongnya minggir dan kalian menahannya agar tidak kembali lagi ke posisi
semula."
"Ah, kalau begitu lakukan. Biar aku membantumu!"
"Dan aku juga," Soat Eng kagum, berseri karena Shintala tampak begitu bersemangat, cantik kemerah

Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merahan. "Shintala sudah tak sabar melihat dunia luar, Liong-ko. Dorong batu itu dan pisahkan seperti katakatamu."
"Baik, awas...!" dan Thai Liong yang berkelebat dan berseru keras tiba-tiba menyentuh atau meraba
mulut guha. Pekerjaannya seperti orang melakukan yang biasa saja tapi begitu mulut guha tersentuh
mendadak terdengar derak dan getaran hebat. Shintala terbelalak karena hawa yang amat kuatnya tiba-tiba
meluncur dari lengan pemuda itu, angin dingin yang dahsyat di mana deru atau sambarannya membuat Cao
Cun terpelanting! Dan ketika gadis itu juga berteriak kaget karena kakinya tahu-tahu terangkat naik dan
hendak terlempar, Soat Eng juga berseru yang sama karena mengalami hal yang juga sama maka Thai Liong
berseru agar semua merapat ke dinding.
"Jangan panik, jangan kacau. Merapat ke dinding dan kalian berdua cepat ke sini menahan dua batu
besar itu!"
Soat Eng terbelalak. Kakaknya mengeluarkan teriakan panjang dan mulut guha tiba-tiba terbuka.
Lapisan setebal satu meter hiruk-pikuk bermuncratan ke sana ke mari dan saat itulah tampak bahwa dua buah
batu sebesar bukit benar-benar saling berhimpit di sana, di luar guha. Dan ketika Thai Liong berseru agar dua
temannya bergerak cepat, pemuda itu menahan di kiri kanan maka Soat Eng bergerak tapi Shintala tetap
bengong oleh takjub!
"Krasakk... bummm!"
Soat Eng tak kuat. Wanita ini berkelebat dan bergerak di sebelah kanan kakaknya tapi batu yang lain
jatuh kembali. Batu itu seharusnya ditahan Shintala tapi gadis itu bengong. Dan karena Thai Liong menahan
di tengah tapi tergencet, tak ada bala bantuan maka pemuda itu melepaskannya kembali dan Soat Eng
berseru kecewa karena batu saling berhimpitan kembali.
"Ah, gagal. Bagaimana kau ini, Shintala. Kenapa diam tak membantu!"
"Maaf," gadis itu merah padam, terkejut. "Aku bengong, Eng-cici. Aku terkesima melihat mulut guha
tiba-tiba terbuka!"
"Ah, kau terkesima oleh kekuatan kakakku, oleh sinkangnya yang luar biasa. Hayo coba lagi dan
jangan terlambat!"
"Hm, sudahlah," Thai Liong juga agak menyesal, tapi memarahi adiknya. "Kita semua belum
seperasaan, Eng-moi. Mari coba lagi dan minggir dahulu!"
Soat Eng menggeser. Sekarang dia di sebelah kiri kakaknya dan Shintala di sebelah kanan. Thai Liong
mundur dan mengambil posisi kuda-kuda, setengah jongkok. Lalu ketika dia berkelebat dan mengeluarkan272 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
bentakan nyaring, angin menderu dari kedua lengannya maka pemuda itu menghantam dua batu di depan dan
terdengar ledakan keras ketika batu di depant guha menyibak, lubang kecil kembali terlihat.
"Awas, cepat tahan!"
Soat Eng dan Shintala bergerak berbareng. Kini mereka bersamaan meloncat dan masing-masing
sama-sama mengeluarkan teriakan panjang. Untuk menambah kekuatan dua wanita itu sama-sama berseru
keras. Dan ketika dua batu besar itu ditahan dan Thai Liong menambah tenaganya lagi, menggeser dan
mendorong maka batu itu berderak dan Thai Liong berseru agar bibinya keluar lebih dahulu lewat celah kecil
yang kian melebar itu.
"Cepat, bibi Cao Cun harap keluar!"
Cao Cun, yang terbelalak dan kagum oleh kehebatan pemuda ini tiba-tiba sadar. Tadi ia terpelanting
dan menggigil di sudut guha, terbawa oleh angin sambaran Thai Liong. Tapi begitu Thai Liong mampu
membuka mulut guha dan dua batu raksasa yang berhimpitan itu ditahan tiga pasang lengan yang kokoh
perkasa dari lengan Thai Liong keluar uap putih kemerah-merahan maka wanita itu berseru tertahan dan
meloncat keluar, bergegas dan tersandung tapi bangun lagi dengan jerit atau keluhan kecil. Lolos!
"Bagus, sekarang kau, Eng-moi. Dan Shintala!"
Soat Eng ragu-ragu. Dia sedang menahan batu di sebelah kiri tapi kakaknya membentak agar cepat
melepaskan itu. Thai Liong mengerahkan sinkangnya hingga terdengar suara berkeratak. Dan ketika pemuda
itu membentak lagi dan Soat Eng meloncat, berseru agar kakaknya berhati-hati maka wanita itu lolos tapi
Shintala tertegun tak mau mengikuti, menahan batu di sebelah kanan.
"Eh, giliranmu, Shintala. Cepat!"
"Tapi... tapi batu ini berat. Dia akan jatuh dan berhimpitan lagi!"
"Aku menahannya!" Thai Liong berseru, muka mulai berkeringat. "Cepat dan jangan lama-lama,
Shintala. Aku akan menahan dengan kedua lenganku dan selamatkan dirimu!"
Namun gadis ini bimbang. Shintala kembali ragu-ragu karena dua batu itu bergerak dan kembali
mengeluarkan detak-detak mengerikan. Thai Liong ada di tengah-tengah dan pemuda itu dalam posisi
terhimpit. Thai Liong telah maju dan kedua lengannya terkembang ke kiri kanan. Batu raksasa yang
tingginya sebesar bukit dan beratnya jelas ratusan ton itu tentu amatlah hebatnya. Sekali tergencet tentu
pemuda itu akan lumat! Dan ketika Shintala menggeleng dan berseru agar Thai Liong keluar lebih dulu, dia
belakangan maka Thai Liong terkejut dan membelalakkan matanya.
"Apa? Kau gila?"
"Tidak, aku juga dapat menahan batu ini, Liong-twako. Asal dalam posisi begini tentu aku sanggup.
Kau keluarlah dulu dan setelah itu aku!"
"Tapi kau tak dapat menahan dua batu sekaligus. Ini terlampau berbahaya!"
"Hm, belum dicoba, Liong-ko. Tapi aku yakin bisa. Kau keluarlah dulu, dan aku menyusul!"
Thai Liong pucat. Debat dan tanya jawab ini membuat tenaganya berkurang batu berderak dan
kembali menekan. Dan ketika dia berseru agar gadis itu tak usah membantah, keluar dulu maka batu
menggencet dan Shintala tiba-tiba berseru menggerakkan tangannya yang lain menahan batu yang sebelah.
"Cepat, aku kira sanggup!"
Thai Liong menjadi pucat. Dia harus memusatkan perhatiannya lagi untuk menahan dua batu raksasa
itu, hal yang membuat Shintala ringan dan merasa mampu menahan beban. Dan melihat gadis itu nekat serta
mengira gampang, Thai Liong tiba-tiba ingin memberi pelajaran maka pemuda itu membentak dan melepas
kedua tangannya.
"Baiklah, coba kau tahan!"273 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Shintala terkejut. Begitu Thai Liong melepaskan tangannya mendadak batu ratusan ton itu menekan
berat. Begitu beratnya hingga tiba-tiba ia berseru keras, kaget dan mengerahkan tenaga tapi sepasang batu itu
tetap bergerak menekan, kian lama kian ke dalam hingga gadis itu menjadi berobah karena begitu
ditinggalkan Thai Liong mendadak ia tak sanggup! Dan ketika Shintala menjadi pucat sementara Thai Liong
cukup memberi pelajaran maka pemuda itu membentak dan menggerakkan sepasang lengannya lagi
menahan batu raksasa itu.
"Nah, sekarang keluarlah dan jangan menawar-nawar lagi... krek!" sepasang lengan Thai Liong
berbunyi, seluruh ototnya menggembung dan uap putih kemerahan itu muncul dengan cepat. Shintala
menjadi ringan dan percayalah gadis itu bahwa ia tak sanggup menahan sendirian, dua batu raksasa itu
benar-benar berat. Hanya orang seperti Thai Liong inilah yang sanggup! Dan ketika ia terisak dan meloncat
keluar, merah padam, maka Thai Liong bingung bahwa sekarang ia harus sendirian "mengganjal" batu
raksasa ini, tak dapat keluar!
"Aih, Liong-ko terjepit!" Soat Eng juga sadar dan berseru kaget. Tadi semuanya lupa akan
kemungkinan ini, menganggap satu per satu dapat keluar padahal orang terakhir bakal menjadi korban.
Shintala juga tertegun dan teringat itu. Tapi begitu Soat Eng kebingungan dan gadis itu berkelebat ke depan
mendadak ia mengangkat batu sebesar orang ke arah dua batu besar itu.
"Liong-twako, kuberikan pengganjal. Cepat keluar!"
Thai Liong berseri. Inilah cara yang tepat dan batu melayang ke tengah-tengah batu raksasa itu, ia
mengerahkan tenaganya sejenak dan cepat lolos begitu pengganjal tiba. Dan begitu terdengar suara keras
karena batu pengganjal terjepit di tengah-tengah batu raksasa maka batu sebesar orang itu hancur tergencet
menggantikan Thai Liong.
"Krasakk!"
Soat Eng pucat. Batu dapat hancur digencet seperti itu, apalagi manusia! Namun ketika Thai Liong
tertawa mengusap keringat, mengucap terima kasih kepada Shintala maka Soat Eng juga sadar.
"Benar, terima kasih, Shintala. Aku lupa akan cara seperti ini!"
"Sudahlah," gadis itu lega, berseri-seri "Liong-twako amat mengagumkan, Eng-cici. Setelah aku
sendirian menahan beban ternyata aku tak kuat. Aku juga berterima kasih karena disuruh keluar lebih dulu!"
"Ah, kau wanita," Thai Liong tertawa. "Sudah sepantasnya laki-laki mengalah kepada wanita,
Shintala. Itu sudah wajar dan lihat kita semua sudah selamat!"
"Benar, dan sekarang kita mencari kakek iblis Poan-kwi dan si buntung itu!"
"Hm, aku ingin mencari Beng An!" Soat Eng tiba-tiba berseru. "Adikku tadi di puncak sana, Shintala.
Jangan-jangan ia tewas dan bagaimana bisa membawa kepala Poan-jin!"
"Benar, anak itu... ah, dia adikmu? Bagaimana bisa di atas sana dan membawa Poan-jin yang
berlumuran darah? Adikmu itu mengejutkan sekali, tawanya melengking dan nyaring menggetarkan bukit!"
"Hm, ada sesuatu padanya," Thai Liong tiba-tiba berseru. "Kita harus mencarinya sekaligus mencari
Togur atau Poan-kwi. Mari, kalian ikut aku dan biar bibi Cao Cun masuk kembali!" dan ketika Thai Liong
mengebutkan lengan jubahnya dan Cao Cun tersedot masuk, lenyap dan kembali terlindung di balik Bengtau-sin-jin maka Thai Liong sudah berkelebat dan menuju puncak.
"Hei, tunggu kami!" Soat Eng berteriak, melihat kakaknya terbang ke atas dan bukan main cepatnya.
Jubah yang berkibar di kiri kanan benar-benar membuat kakaknya itu seperti seekor rajawali yang meluncur
ke atas, sekejap kemudian sudah jauh meninggalkan mereka dan wanita ini berseru mengejar kakaknya. Dan
ketika Shintala juga berkelebat dan ngeri melihat batu-batu besar atau lumpur panas di kiri kanan mereka
maka gadis itupun berteriak dan mengejar. Thai Liong tak memperdulikan dan teringat adiknya. Benar, tadi
adiknya itu muncul di puncak Naga Merah dan membawa kepala seseorang. Soat Eng menyebut bahwa
itulah Poan-jin, saudara atau pasangan Poan-kwi. Dan karena adiknya sudah lebih dulu mengenal dua kakek
iblis itu dibanding dirinya, Thai Liong baru pertama kali ini bertemu maka pemuda itu bergerak cepat ke274 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
atas. Thai Liong melewati lumpur-lumpur mendidih yang masih kemerah-merahan, lahar atau muntahan
lahar dari puncak Naga Merah. Dan ketika ia juga melewati batu-batu besar yang kemerah-merahan, batubatu panas yang menyala oleh api maka Thai Liong tiba di puncak dan tertegun tak melihat apa-apa di situ,
disusul oleh Soat Eng dan Shintala yang berkelebat mengejar.
"Mana adik kita!"
"Tak ada," pemuda ini berseru lirih, heran dan khawatir. "Di sini hanya tumpukan bara-bara raksasa,
Eng-moi, juga lumpur-lumpur mendidih. Aku tak melihat di mana Beng An!"
"Atau terkubur hidup-hidup," Soat Eng ngeri, tiba-tiba menangis. "Hayo kita cari dia, Liong-ko. Aku
tak mau adikku mati!"
"Sabar," Thai Liong mencekal adiknya ini. "Aku akan melihat dengan mata batinku, Eng-moi. Aku
merasa Beng An masih hidup. Tapi entah di mana dia!"
"Kalau begitu cepat kau cari, aku tak sabar!"
"Hm, baik," dan Thai Liong yang bersedakap dan memejamkan mata tiba-tiba berdiri tak bergeming
memusatkan kekuatan batinnya. Dengan kesaktiannya yang tinggi pemuda ini melepas "radar",
mempergunakan ilmunya yang disebut Hun-kong-pat-siang-li (Memencar Sinar Ke Delapan Penjuru Mata
Angin). Dan ketika dari tubuh pemuda itu memancar delapan sinar putih yang memancar ke delapan penjuru
mata angin mendadak Thai Liong membuka mata karena satu dari delapan sinarnya itu berkedip-kedip ke
satu arah, tepat di belakang sebuah batu besar, batu yang juga merah marong karena masih panas oleh
semburan api Naga Merah!
"Dia di situ, di balik batu itu!"
Soat Eng berkelebat mendahului. Ia tak tahan oleh pemberitahuan ini dan cepat menggerakkan
kakinya ke batu besar itu. Banyak batu di puncak Naga Merah dan semuanya rata-rata mengepulkan uap
panas, merah menyala karena puncak Naga Merah memang masih belum dingin. Tapi ketika ia tiba di sini
dan tak melihat apa-apa, kosong, maka wanita itu tertegun dan Thai Liong sudah berkesiur di sebelahnya.
"Tak ada siapa-siapa, tak ada apa-apa."
Thai Liong juga tertegun. Isyarat Hun-kong-pat-siang-linya jelas menunjukkan ke situ namun di sini
ternyata tak ada apa-apa. Lumpur panas masih mendidih dan heranlah dia oleh itu. Apakah Hun-kong-patsiang-linya keliru? Tak mungkin! Dan ketika Shintala juga berkelebat dan tak melihat siapa-siapa di situ
maka Thai Liong memejamkan matanya lagi dan mengerahkan ilmu kesaktiannya itu lagi, penasaran.
"Tit-tit-tit...." sinar putih itu tiba-tiba muncul lagi, berbunyi dan terbelalaklah Soat Eng karena tibatiba sinar atau cahaya Hun-kong-pat-siang-li ini menyambar ke bawah. Dan ketika terdengar suara "ces"
seolah api bertemu es maka Thai Liong membuka mata dan menuding ke situ.
"Dia di bawah, di bawah batu ini!"
Soat Eng terkejut. Kakaknya tiba-tiba mengibaskan lengan dan batu besar yang merah marong itu
mencelat. Dan ketika Shintala tertegun karena Thai Liong benar-benar hebat sekali, batu itu jatuh menimpa
teman-temannya yang lain maka semua terbelalak karena terdapat sebuah lubang kecil di situ. Dan suara tittit-tit semakin keras!
"Awas, kalian minggirlah!" Thai Liong mendorong dua temannya. Soat Eng dan Shintala terhuyung
karena Thai Liong sudah menggerakkan tangannya dengan cepat sekali. Lubang kecil itu digali dan sekejap
kemudian sudah melebar. Dan ketika lubang itu menganga dan Soat Eng berseru tertahan karena seseorang
tengkurap di situ, tampak punggung dan lengannya maka Thai Liong menarik dan.... tubuh tanpa kepala
terlempar ke atas.
"Poan-jin!"275 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Thai Liong tertegun. Soat Eng berteriak karena itulah kakek iblis Poan-jin. Shintala juga berseru
tertahan karena mengenal tubuh tanpa kepala itu. Tapi ketika mereka terkejut dan berteriak kaget, Thai Liong
juga membelalakkan mata tiba-tiba terdengar kekeh tawa dan seseorang meloncat dari lubang yang tadi
menjadi tempat tengkurap mayat itu, disusul oleh menyambarnya sebuah kepala bermisai panjang.
"Hi-hik, kalian semua mampus!"
Shintala berseru mendahului. Gadis inilah yang pertama melihat meloncatnya bayangan itu, bayangan
seorang anak laki-laki yang melemparkan sebuah kepala sambil menghantam Thai Liong, karena kebetulan
Thai Liong membalikkan tubuh memperhatikan mayat Poan-jin itu, mayat yang sudah tanpa kepala. Dan
begitu gadis ini berkelebat dan menerima hantaman itu, menangkisnya untuk melindungi Thai Liong maka
benturan keras menggetarkan tempat itu dan Shintala mencelat berjungkir balik.
"Aihh... dess!"
Shintala terkejut bukan main. Gadis ini terkejut karena serangkum angin yang amat dahsyat
menyambarnya. Hal itu tak diduga karena yang menyerang hanyalah seorang anak kecil. Maka begitu
menerima dan dia terlempar, tinggi berjungkir balik maka cucu Drestawala ini berseru tertahan karena anak
itu terkekeh-kekeh dan tidak bergeming, padahal tangkisannya tadi amatlah kuat!
"Iblis, anak ini gila!"
Soat Eng dan Thai Liong menoleh. Mereka membalikkan tubuh dan segera melihat siapa itu, bukan
lain adalah Beng An, adik mereka. Tapi begitu Shintala berseru tertahan dan kaget melayang turun, Soat Eng
berteriak karena bertemu adiknya kembali mendadak adiknya itu tertawa dan berkelebat menghantamnya,
pakaian compang-camping sementara rambut riap-riapan bagai bocah edan.
"Kaupun mampus!"
Soat Eng kaget. Dia melompat ke depan menubruk adiknya itu, tak tahunya disambut pukulan dan
angin pukulan yang menyambarnya ini amatlah hebatnya. Beng An, adiknya itu, tiba-tiba memiliki kekuatan
luar biasa yang angin pukulannya menderu, Dan ketika dia terkejut dan tentu saja berteriak, menangkis,
maka Soat Eng pun terpental dan terlempar berjungkir balik.
"Ha-ha, sekarang kau!" anak ini menyambar Thai Liong, tidak banyak bicara dan berkelebat lagi dan
Thai Liong berseru perlahan. Thai Liong terkejut karena tiba-tiba melihat tindak-tanduk yang aneh dari
adiknya ini, mata yang liar namun mencorong penuh tenaga sakti. Dan ketika ia berkelit namun sang adik
tetap mengejar, melepas pukulan sambil terkekeh-kekeh maka ia menangkis dan terdengar suara pendek
yang mengakibatkan batu di sekeliling meloncat ke atas oleh getaran atau adu pukulan itu.
"Dukk!"
Beng An terhuyung. Shintala, yang tertegun dan bengong di tempat tiba-tiba dapat merasakan betapa
kuatnya adu pukulan tadi. Jantung seakan dipukul palu godam dan Soat Eng sendiri juga menahan napas
karena jantung terpukul kuat. Benturan atau suara bertemunya dua pukulan tadi benar-benar
mengguncangkan tempat itu, meskipun pendek dan singkat. Tapi begitu Beng An terhuyung dan terbelalak
lebar, Thai Liong merupakan lawan terkuat mendadak anak ini berkelebat dan menyerang Shintala, rupanya
tahu bahwa lawan yang lebih lemah harus dihancurkan lebih dulu.
"Heh-heh, kau belakangan saja. Biar kubunuh dulu gadis ini!" dan Beng An yang berkelebat dengan
amat cepatnya dan tahu-tahu telah menyerang Shintala mendadak membuat gadis itu terdesak karena dengan
cepat dan bertubi-tubi anak itu melepas serangan-serangannya. Shintala mengelak dan menangkis namun
tetap saja ia terhuyung. Pukulan-pukulan aneh menyambar dan setiap beradu lengan tentu ia menjerit, karena
ia tentu terpental. Dan ketika anak itu berkelebatan cepat dan bajunya yang compang-camping melecut atau
meledak-ledak persis gaya serangan Poan-jin-poan-kwi maka gadis itu berseru pucat karena lawan yang
dihadapi benar-benar seolah Poan-jin-poan-kwi sendiri.
"Iblis, anak ini memiliki tenaga Poan-jin. Ia mempergunakan ujung bajunya sebagai misai!"276 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Benar saja, baju yang compang-camping itu melecut atau menyambar-nyambar seperti gerakan misai
panjang. Poan-jin maupun Poan-kwi memang memiliki kepandaian yang khas ini, meledak-ledakan atau
melecutkan misainya itu. Dan ketika Shintala kelabakan karena sinkang anak itu amatlah kuatnya, ia selalu
terpental maka Beng An terkekeh-kekeh dan Soat Eng tiba-tiba berkelebat dan membentak, mencengkeram
adiknya itu.
"Beng An, jangan kurang ajar. Mundur!"
Namun wanita ini berteriak kaget. Pundak Beng An tiba-tiba menjadi panas, jari-jari yang
mencengkeram bagai disengat api dan Soat Eng tentu saja melepaskannya, berjengit dan berteriak. Dan
ketika. anak itu membalik dan menyerangnya, terkekeh-kekeh maka Beng An ganti-berganti menyambar dua
wanita ini.
"Kau curang, licik. Heh-heh, boleh mengeroyok tapi harus bilang dulu!"
Soat Eng kelabakan. Sama seperti Shintala iapun mengelak dan menangkis. Tapi ketika ia terpental
dan berjungkir balik terlempar, tenaga Beng An amatlah hebatnya maka sang cici tiba-tiba menangis dan
berteriak pilu.
"Beng An, jangan gila. Aku encimu sendiri Soat Eng!"
"Heh-heh, gila? Kau menganggapku gila? Kurang ajar, kaulah yang gila, siluman cantik. Kau dan
temanmu ini yang edan... des-dess!" dan Soat Eng yang berjungkir balik menerima sebuah serangan tiba-tiba
disusul Shintala yang juga berteriak dan terlempar ke atas. Beng An menggerakkan kedua lengannya ke kiri
kanan dan dua wanita itu sama-sama mencelat. Khi-bal-sin-kang, yang biasanya hebat dan amat diandalkan
itu mendadak teredam oleh sebuah tenaga lunak, amblas dan tiba-tiba membalik begitu anak itu menolaknya
ke atas. Dan ketika Soat Eng berjungkir balik sementara Shintala juga terlempar bergulingan, kaget berteriak
marah maka Thai Liong yang terbelalak dan memperhatikan semua itu tiba-tiba melihat kepala Poan-jin
bergerak, mata yang tertutup itu tiba-tiba membuka, melotot.
"Beng An, pergunakan Hwi-gan-san-hui-tokmu. Bunuh mereka dan kunyah otaknya mentah-mentah!"
Thai Liong terkejut. Mayat yang sudah tak berdaya itu mendadak dapat "hidup" kembali, berseru tapi
bukan melalui mulut melainkan melalui roh! Dan ketika Thai Liong terkejut karena adiknya di sana
terkekeh-kekeh, mata yang mencorong itu mendadak tak berkedip sekonyong-konyong terdengar bentakan
atau seruan penuh pengaruh, pengaruh iblis.
"Anak-anak, kalian tak dapat melawai aku. Menyerah dan lihatlah bahwa kalian tak bertenaga. Lihat
bahwa kalian lemas!"
Soat Eng dan Shintala terkejut. Mereka terbelalak ketika tiba-tiba dari sepasang mata anak itu timbul
kekuatan sihir yang amat kuat, hidup dan berpijar-pijar dan warnanya seperti mata setan, merah bagai api.
Dan ketika mereka tersentak dan tak mampu melepaskan diri, sorot mata itu menghisap mereka mendadak
keduanya merasa lemas dan benar-benat tak bertenaga.
"Ha-ha, sekarang kalian roboh. Robot karena lemas!"
Shintala dan Soat Eng mendeprok. Mereka kena pengaruh Hwi-gan-san-hui-tok (Mata Api Pembuyar
Ingatan) dan tiba-tiba mengeluh tanpa daya. Mata api Beng An menembus pikiran mereka dan jatuhlah
keduanya dengan posisi terduduk. Dan ketika keduanya tertegun dan bengong, Beng An berkelebat dengan


Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kesepuluh jari mencengkeram ubun-ubun dua wanita itu maka Thai Liong bergerak dan tiba-tiba meledakkan
telapak tangannya, bunyi menggelegar bagai guntur melenyapkan pengaruh Hwi-gan-san-hui-tok.
"Beng An, jangan membunuh!"
Dua wanita itu sadar. Mereka terpekik ketika tiba-tiba sepuluh jari Beng An sudah di atas kepala,
sekali mencoblos tentu kepala mereka bolong dan otaknya diambil. Bukan main mengerikannya. Tapi begitu
Thai Liong berkelebat dan dengan suaranya yang dahsyat pemuda itu membuyarkan pengaruh Hwi-gan-sanhui-tok, Beng An tertegun dan terhenti gerakannya mendadak kakaknya itu sudah menyambar pundaknya
dan melempar anak laki-laki itu sampai terguling-guling, menampar pundaknya dua kali.277 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Bres-bress!"
Beng An seolah disambar petir. Anak ini berteriak karena gerakan dan bentakan Thai Liong sungguh
mengejutkannya. Terhadap Thai Liong memang dia jerih, selalu menyerang dua wanita ini dan tak
menyerang pemuda itu. Maka begitu Thai Liong membentak dan bentakannya melenyapkan pengaruh Hwigan-san-hui-tok, Thai Liong mempergunakan Thian-jong-sin-imnya (Suara Menembus Langit) sehingga
langit seolah-oleh terbelah, bentakan atau seruan pemuda itu memang dahsyat maka anak laki-laki ini
tertegun dan saat itu. dicengkeram dan dilempar. Beng An tak mampu berkelit karena tujuannya adalah
Shintala dan encinya, anak ini liar dan ada tanda-tanda tak waras. Poan-jin dengan keji telah
menjungkirbalikkan pikiran anak ini hingga gila. Dan ketika Thai Liong bergerak dan adiknya dilempar,
Soat Eng dan Shintala berteriak melempar tubuh maka pemuda itu sudah mengejar dan tidak memberi
kesempatan adik laki-lakinya bangun.
"Kau kemasukan roh Poan-jin. Maaf dan biarkan aku menampar kepalamu!"
Beng An bergulingan. Cepat dan luar biasa anak ini mengelak dan melengking, tepukan atau tamparan
Thai Liong luput. Dan ketika Thai Liong terkejut karena gerakan adiknya sungguh luar biasa, gerakan itu
bukan gerakan seorang anak kecil melainkan gerakan seorang ahli silat tingkat atas, tanah meledak terkena
tamparannya maka adiknya itu memaki-maki dan suara parau terdengar dari situ, suara Poan-jin!
"Bocah jahanam, pergi dan jangan dekati aku. Atau nanti kau kubunuh!"
"Hm!" Thai Liong berkelebat, marah. "Kau jangan mengganggu adikku, Poan-jin Rohmu tak layak
menyusupi tubuhnya dan pergilah!"
"Augh, kau nekat. Awas kubunuh!" namun ketika Thai Liong mengibas dan berkelebat menghilang,
mempergunakan Ang-tiauw-ginkangnya yang luar biasa maka tangannya tahu-tahu menepuk atau mendarat
di ubun-ubun adiknya itu.
"Plak!"
Terdengar jeritan tinggi. Beng An terlempar namun Thai Liong masih mengejarnya juga, membentak
dan menghilang dan tahu-tahu muncul di belakang adiknya lagi. Dan ketika tiga tamparan kembali berturutturut mengenai atas kepala, pekik atau lengking itu berubah keluhan maka Beng An terbanting namun tibatiba kepala di sana menggelinding dan mencelat menyambar pemuda ini.
"Liong-ko, awas....!"
Thai Liong membalikkan tubuh. Dia terkejut namun menggerakkan ujung lengan jubahnya. Kepala
Poan-jin mendadak hidup dan melayang menghantam dirinya. Sungguh tak masuk akal. Namun karena
pengaruh ilmu hitam memenuhi tempat itu dan Soat Eng maupun Shintala terhuyung-huyung mau muntah
maka kepala itu disambut dan pecah bertemu jubah pemuda ini.
"Prakkk!"
Jerit atau pekik kesakitan terdengar dari mulut Beng An. Anak laki-laki itu mengaduh dan memegangi
kepalanya sendiri, padahal yang dihantam dan dipecahkan itu adalah kepala Poan-jin. Dan ketika Thai Liong
mengerutkan kening karena harus memukul hancur sebuah mayat, hal yang tak disenangi maka Beng An
roboh dan pingsan di sana, mulut dan hidungnya mengeluarkan darah dan saat itu terdengar jerit atau pekik
lain. Sesosok asap hitam menyambar. Dan ketika Shintala ganti menjerit karena asap itu menyerang Thai
Liong, yang sedang tertegun dan memandangi kepala Poan-jin maka ledakan memenuhi tempat itu disusul
awan tebal yang bergulung-gulung.
"Blarrr!"
Thai Liong terpelanting. Poan-kwi, dalam ujud halus, tiba-tiba datang dan memekik di balik ilmu gaib.
Kakek itu melihat kematian adiknya dan mengeluarkan teriakan menyeramkan. Tapi karena dia menyambar
dalam ilmu hitam dan Shintala tak melihat kakek itu, begitu pula Soat Eng maka Thai Liong tersentak ketika
ratusan asap hitam menyambar atau menyerangnya dari segala penjuru.Cepat dan bertubi-tubi dan tahu-tahu
pemuda inipun lenyap tergulung. Thai Liong melihat ratusan wajah-wajah setan berkelebatan di278 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
sekelilingnya, mulut dibuka lebar-lebar dan taring-taring yang amat tajam mengangga siap mencaploknya.
Bau busuk juga menyambar dan puncak Naga Merah tiba-tiba menjadi gelap-gulita. Tapi ketika pemuda itu
membentak dan meledakkan kedua tangannya, mengeluarkan kesaktiannya maka di tangan pemuda ini tibatiba memancar sebatang sapu lidi yang terang-benderang, menyerang atau menghancurkan asap-asap hitam
yang bergulung-gulung amat tebal itu.
"Poan-kwi, tak perlu berbuat curang. Aku dapat menghancurkan ilmu hitammu!"
Ledakan atau guntur kembali terdengar Puncak Naga Merah disambar cahaya terang-benderang ini
dan awan tebal yang bergulung-gulung mendadak lenyap. Poan-kwi tiba-tiba tampak dalam ujud aslinya dan
kakek itu terhuyung-huyung memegangi misainya yang nyaris pendek, terbabat atau putus ketika dalam
pertandingannya pertama melawan pemuda ini. Dan ketika Shintala dapat melihat kakek itu dan berteriak
panjang tiba-tiba gadis ini menerjang dan mengeluarkan tongkatnya.
"Kakek keji, kau mampuslah!"
Namun tongkat meledak sebelum mengenai sasarannya. Poan-kwi meniup dan sinar kebiruan
menyambar, seperti lidah naga, membuat gadis itu terpekik dan Shintala terbanting terguling-guling. Dan
ketika gadis itu meloncat bangun dan memaki kalang-kabut, marah tapi juga gentar maka Thai Liong
bergerak dan melepaskan pukulannya ke arah kakek itu, berseru agar gadis itu mundur dan menyambarlah
sinar merah ke arah Poan-kwi. Dan ketika Poan-kwi membentak dan menyambut dengan sinar biru maka
lagi-lagi kakek itu terpental.
"Dess!"
Poan-kwi kalah kuat. Untuk kesekian kalinya lagi kakek itu merasa kalah tenaga, terhuyung dan
menerima lagi serangan-serangan Thai Liong namun kini tiba-tiba ia mengelak dan berkomat-kamit. Dan
ketika tangannya berkerotokan dan satu per satu, sungguh mengejutkan maka tiba-tiba sepuluh jari-jari kaku
menyambar dan menyerang Thai Liong, disusul oleh siku dan pangkal lengan dan mendadak tubuh kakek itu
sudah lepas sendiri-sendiri, menyambar dan kepala ataupun kaki beterbangan menyerang Thai Liong.
Sungguh ini ilmu siluman yang belum pernah dihadapi Thai Liong seumur hidupnya! Dan ketika pemuda itu
terperanjat karena lawan mengeluarkan ilmunya yang paling mengerikan, rupanya juga paling rahasia maka
jari atau potongan-potongan tubuh menghajar pemuda ini dari segala penjuru.
"Heh-heh, kau tak dapat mengalahkai aku, Thai Liong. Coba hadapi ilmuku Hek-kut-kang ini!"
Thai Liong pucat. Dia beterbangan namun potongan-potongan tubuh itu juga beterbangan
mengikutinya. Jari atau potongan-potongan tangan menghantam seluruh tubuhnya hingga sakit-sakit, dipukul
tapi terpental dan menyerang lagi. Dan karena dia belum tahu ilmu apa itu Hek-kut-kang (Melepas Sendi)
maka pemuda ini jatuh bangun dan Shintala maupun Soat Eng juga berteriak karena ngeri, melihat kakaknya
itu matang biru!
"Liong-ko, biar kubantu kau!"
"Benar," Shintala juga berseru, menghilangkan rasa ngerinya. "Biar kubantu kau, Liong-twako. Atau
kita sama-sama mampus menghadapi kakek siluman ini!" Shintala maupun Soat Eng sudah menerjang maju,
memberanikan diri dan menghadapi kakek itu. Namun ketika potongan-potongan tubuh itu juga menghantam
atau menyerang mereka, bahkan kepala Poan-kwi melesat dan meninggalkan tubuhnya maka Soat Eng
berteriak ketika dibentur pipinya.
"Aihhh... plak!"
Soat Eng terbanting. Kaget dan ngerinya bukan main dan kepala itu menyambar-nyambar lagi,
beterbangan di sekelilingnya dan misai yang ada di janggut tiba-tiba juga lepas satu per satu, melesat dan
menyambar-nyambar wanita itu maupun Shintala. Dan ketika Shintala juga terpekik karena lawan sungguh
iblis yang amat mengerikan sekali maka Thai Liong terhuyung dihantami potongan-potongan tangan atau jari
kaki, pucat dan mengebut namun bagian-bagian tubuh Poan-kwi itu pasti datang dan menyerang lagi,
sungguh membuat tengkuknya merasa seram! Tapi ketika pemuda ini bingung dan pucat menghadapi lawan
tiba-tiba terdengar bisikan lembut yang menyusup di telinganya.279 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Thai Liong, lepas jubahmu. Tangkap dan masukkan potongan-potongan tubuh Poan-kwi ke dalam
jubahmu. Incar kepala kakek itu dan ikat dengan misainya!"
Thai Liong girang. Tiba-tiba sesosok asap putih muncul di sana, bergoyang tapi kemudian lenyap. Dan
ketika ia berseru keras dan melepas jubahnya, jari atau potongan-potongan tubuh Poan-kwi beterbangan
menyambar-nyambar maka Thai Liong sudah membentak dan meraup semua bagian-bagian tubuh itu, cepat
dan luar biasa dan tahu-tahu sepuluh jari tangan sudah masuk atau terjebak di dalam jubahnya, disusul
kemudian oleh siku atau paha lawan. Dan ketika semua akhirnya masuk dan meronta-ronta tak dapat keluar,
tinggal kepala Poan-kwi yang berkelebatan menyambar-nyambar maka kakek itu berteriak, mata melotot.
"Heii, apa yang kau lakukan, anak muda. Mana bagian-bagian tubuhku. Keluarkan mereka!"
"Hm," Thai Liong jijik. "Kau iblis yang keji dan tak berperasaan, Poan-kwi. Tubuh sendiri kau lepaslepas dan tidak kau hargai. Maaf, aku menangkapnya dan sekarang tiba giliran kepalamu... plak!" dan kepala
Poan-kwi yang dikebut dan terpental tiba-tiba disusul oleh jerit kakek itu yang tak dapat menyatu dengan
tubuhnya. Kakek ini pucat karena Thai Liong telah memasukkan semua bagian-bagian tubuhnya ke dalam
jubah, berarti dia tak dapat normal lagi sebagai manusia dan memekiklah kakek itu oleh amarah yang sangat.
Dan ketika ia coba merampas namun Thai Liong selalu menolaknya, bahkan pemuda itu meraup ribuan
misai yang bergerak melalui ilmu hitam tiba-tiba misai kakek itu juga telah digenggam pemuda ini dan
sekarang meledak-ledak siap at menangkap tuannya.
"Augh, keparat. Kau dibantu gurumu, Thai Liong. Kau diberi tahu gurumu. Ah, Bu-beng Sian-su
kakek jahanam!" Poan- kwi kalang-kabut, benar-benar tak dapat merampas bagian tubuhnya sendiri dan
kelabakanlah kakek itu bagai kambing kebakaran jenggot. Hek-kut-kang akan lumpuh kalau dijadikan satu.
Bagian-bagian tubuh itu tak boleh tertangkap atau ilmu hitam ini bakal tak berdaya. Dan ketika benar saja
tinggal kepala itu yang sendirian menyambar-nyambar, tak ada lagi bagian tubuh yang membantu atau
mengikuti maka Poan-kwi menjerit ketika tiba-tiba misainya sendiri melecut pipi.
"Augh!" kakek itu berteriak. "Kau licik, Thai Liong. Kau curang. Kembalikan tubuhku ke asal!"
"Hm," Thai Liong mengejek. "Aku akan mengembalikanmu ke asal kalau kau masuk ke sini, Poankwi. Ayo kutangkap dan jangan bergerak!"
"Keparat, aku tak mau!" dan kakek itu yang berteriak dan melengking-lengking akhirnya kebingungan
menyerang Thai Liong, tertolak atau terpental dan setiap kali harus mengelak cepat ketika misai menggubat
atau mau melilitnya. Kakek ini bingung karena tinggal dua pilihan baginya, ditangkap dan menyatu dengan
tubuhnya tapi seketika itu juga menjadi tawanan atau bebas dan melayang-layang namun hidup hanya
dengan sebuah kepala saja. Tinggal mana yang dia pilih! Dan karena menjadi tawanan Thai Liong juga
terasa berat, pemuda itu benar-benar amat lihai dan luar biasa akhirnya kakek ini mengeluh karena ingin
bebas meskipun hanya dengan sebuah kepalanya saja, hidup sebagai mahluk tak normal!
Baiklah, kakek itu menjerit. "Aku menyerah kalah, Thai Liong. Tapi adikmu juga mengalami nasib
buruk. Biar aku pergi dan lihat siapa yang lebih menderita.... darr!" Poan-kwi meledakkan asap mulutnya,
hilang dan lenyap dan Soat Eng serta Shintala terlempar di sana. Dua wanita itu terjatuh karena mereka ngeri
oleh kejadian menyeramkan ini. Poan-kwi tinggal kepalanya saja yang beterbangan bagai siluman. Thai
Liong melumpuhkan lagi Hek-kut-kang dan menanglah pemuda itu menghadapi lawan yang amat luar biasa.
Dan ketika puncak Naga Merah menggelegar oleh tabrakan kepala Poan-kwi, yang marah dan kecewa maka
tempat itu menjadi sepi lagi dan awan hitam yang memenuhi tempat itupun sirna.
"Hebat, kakek itu luar biasa sekali. Ia benar-benar iblis!"
"Tapi kau membawa potongan-potongan tubuhnya, Liong-ko. Untuk apa benda seperti itu!"
"Benar," Shintala tiba-tiba juga berseru. "Aku jijik melihatnya, twako. Buang saja atau lempar ke
jurang!"
"Hm, kakek itu akan menyatu," Thai Liong mengerutkan kening, menggeleng. "Hek-kut-kang ilmu
yang mengerikan sekali, Shintala. Sekali aku melepas maka tubuh itu akan mencari kepalanya dan Poan-kwi280 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
muncul lagi sebagai manusia biasa. Tidak, sementara ini biarkan kepala dan tubuhnya memisah, toh bukan
aku yang melakukannya melainkan kakek itu sendiri!"
"Jadi kau akan membawa-bawa potongan tubuh itu?"
"Aku akan menyimpannya di tempat aman. Selama Poan-kwi tak mau datang dan menyerahkan
kepalanya maka selama itu pula aku membawa bagian tubuhnya ini sebagai tawanan. Kakek itu bukan
manusia biasa, kakek itu iblis!"
"Ihh, aku ngeri dan jijik sekali. Sungguh kakek itu iblis!"
"Ya, iblis yang membuat perutku serasa mau muntah-muntah!" Soat Eng juga berseru, jijik
memandang tubuh Poan-kwi yang bergerak-gerak di dalam jubah kakaknya, mau keluar tapi tak dapat.
"Kalau begitu cepat simpan seperti katamu, Liong-ko. Dan bagaimana sekarang dengan adik kita Beng An.
Lihat, ia pingsan di sana!
"Hm," Thai Liong teringat dan melihat adiknya itu, kening berkerut tebal. "Aku akan menolongnya,
Eng-moi. Dan kebetulan Sian-su tadi menengok kita. Mari menghadap dan minta petunjuknya!
"Sian-su?" Soat Eng terkejut. "Maksudmu gurumu kakek dewa Bu-beng Sian-su itu?"
"Ya, siapa lagi? Dialah yang memberiku petunjuk menghancurkan Hek-kut-kang itu. Tanpa Sian-su
mungkin aku tetap bingung!"
"Ah, kalau begitu mari. Di mana dia!" dan ketika Soat Eng berkelebat dan menyambar adiknya,
terbelalak mencari-cari maka Shintala tertegun dan bertanya gugup.
"Bu-beng Sian-su ada di sini? Liong-twako ini muridnya? Ah, pantas begini lihai, Eng-cici. Kiranya
Liong-twako adalah murid kakek dewa itu. Aduh, sungguh tak kusangka!"
"Hm, Sian-su tak mau menyebut diriku sebagai murid," Thai Liong menggeleng menghela napas,
mulut tersenyum getir. "Siapa saja bisa dianggap muridnya Shintala. Dan siapa saja bisa menyebut atau
menganggapnya guru. Kakek itu tak mau menjadi milik orang per orang. Dia milik semuanya!"
"Ah, kalau begitu aku ingin bertemu. Sudah lama kudengar nama kakek luar biasa ini dan harap twako
tunjukkan kepadaku!"
"Aku memang akan mencarinya. Mari, jangan-jangan dia sudah pergi jauh!"
Shintala mengangguk. Dia berseri-seri begitu mendengar nama ini. Bu-beng Sian-su adalah nama yang
dikenal di seantero jagad dan hanya orang-orang tolol saja yang tak mendengar kakek ini. Maka begitu Thai
Liong berkelebat dan Soat Eng juga menyusul kakaknya, terbang menyeberangi puncak maka gadis inipun
Pedang Kunang Kunang 6 Lembah Berdarah Karya Tjan Rahasia Pulau Biru 1

Cari Blog Ini