Rajawali Merah Karya Batara Bagian 13
pukulan dingin, bukan hanya pukulannya saja melainkan tubuhnya juga selalu dingin dan seperti es! Dan
ketika ia menyuruh dua wanita itu menotok semua jalan darah, mencari atau menemukan kelemahan Beng
An maka Soat Eng maupun Shintala juga sudah melakukan itu dan totokan-totokan gencar bertubi-tubi
mengenai tubuh si anak lelaki. Namun alangkah kaget dan herannya dua wanita ini karena jalan darah Beng
An tak bergerak. Anak itu benar -benar seperti manusia es dan ke manapun totokan diketukkan ke situ pula
jari mereka tergetar, mental. Anak ini tak mengalir jalan darahnya dan karena itu tak dapat ditotok. Dan
ketika Soat Eng maupun Shintala kebingungan, Beng An tertawa-tawa maka anak itu tiba-tiba membalas dan
sebuah cengkeraman tepat sekali mengenai pergelangan Shintala.
"Aihhh!"
Pergelangan gadis ini beku. Shintala terpekik karena tiba-tiba jari-jari Beng An yang dingin sudah
mencengkeram tangannya, berkerotok dan kagetlah gadis itu melihat tangannya sudah berubah putih seperti
salju, beku. Namun ketika Soat Eng membentak dan menampar tengkuk adiknya dari belakang, Beng An
terpelanting maka cengkeraman itu lepas dan Shintala menggigil terhuyung mundur.
"Ia seperti siluman, iblis!"
Soat Eng merah terbakar. Ia malu dan marah melihat keadaan adiknya yang tidak wajar ini, bergerak
dan menyerang lagi namun semua serangan tak dapat merobohkan adiknya itu. Dan ketika adiknya tertawatawa dan mereka ngeri melihat sorot matanya yang liar maka tiba-tiba muncul asap hitam dan perlahan
namun mengejutkan tubuh anak itu mendadak mulai hilang, seperti asap tipis.
"Bu-siang-sin-kang!"
Thai Liong bergerak dan menyambar ke depan. Ia tahu-tahu berkelebat dan sebelum adiknya itu benarbenar lenyap tahu-tahu ia mengetuk batok kepalanya. Dari telapak pemuda ini muncul getaran tenaga sakti
yang membuat Beng An berteriak, ubun-ubun kepalanya seakan ditimpa palu godam. Dan ketika anak itu308 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
bergetar dan Ping-im-kangnya kacau sejenak, Thai Liong mengerahkan sinkangnya yang luar biasa maka
asap hitam itu buyar dan Beng An tahu-tahu roboh di tanah, kali ini tak dapat bangun berdiri, pingsan.
"Apa yang kau lakukan!" Swat Lian tiba-tiba membentak dan berkelebat marah. Ia menyangka Thai
Liong membunuh anaknya dan cepat sang suami berkelebat mengikuti, nyonya itu dapat melakukan apa saja
yang mengejutkan. Tapi ketika Thai Liong menarik adiknya dan berkata bahwa adiknya tidak apa-apa, hanya
pingsan maka Pendekar Rambut Emas lega dan Swat Lianpun menangis.
"Berikan ia kepadaku. Bagaimana sekarang!"
"Sekarang ia pingsan," Thai Liong memberi keterangan. "Tapi pingsannya ini lain dengan pingsannya
tadi, ibu. Sekarang ia kulumpuhkan dan kulihat bahwa ubun-ubun kepalanya merupakan kunci untuk
melumpuhkannya sejenak. Adik Beng An ternyata memiliki tanda-tanda Bu-siang-sin-kang!"
"Bukan memiliki," Sing Le tiba-tiba berkelebat maju. "Adik Beng An terpengaruh atau kemasukan
Bu-siang-sin-kang, Liong-twako. Dan ilmu itu memang akan bekerja sendiri dalam saat-saat tertentu. Roh
dari Poan-jin rupanya bersembunyi di tubuh anak ini!"
"Apa? Roh kakek iblis itu? Keparat, tak boleh anakku dimasuki roh siapapun Siang Le. Keluarkan
kakek itu dan jangan biarkan ia mengeram!"
"Aku tak dapat melakukannya. Yang jelas roh itu ada di situ karena darah yang kotor itu. Sebelum
darah itu dikuras atau dibuang bersih maka selama itu pula adik Beng An seperti ini!"
Ah, keparat. Sungguh terkutuk kakek iblis Poan-jin. Tapi apa yang dapat kalian lakukan dan
bagaimana dengan anak ini!"
"Kita cari saja Sian-su," Pendekar Rambut Emas tergetar dan melangkah maju. "Kalau kita tunggutunggu ia tak datang juga sebaiknya kita ke Lembah Malaikat, isteriku. Tanya apa yang harus dilakukan dan
bagaimana menyembuhkan Beng An!"
"Benar," Thai Liong juga mengangguk dan putus asa. "Tak ada orang lain selain Sian-su, ibu. Mari
kita ke sana dan temui Sian-su!"
"Tapi kakek dewa itu jarang di tempat," Soat Eng tiba-tiba berseru. "Bagaimana kalau nanti tak ada?
Dan biasanya ia yang menemui kita, ayah. Bukan kita atau orang lain yang menemuinya. Kakek itu aneh!"
"Kita cari dulu ke sana. Dan aku bersama kakakmu akan mengontaknya lagi secara batin agar dia mau
menemui kita!"
"Baiklah, tapi Sian-su sudah berkata bahwa yang dapat menyembuhkan adalah darah seorang ksatria,
dan ada hubungannya dengan ibu. Siapa ksatria yang dimaksud itu dan kenapa aneh benar kakek itu!"
"Kita memang tak tahu gerak-gerik Sian-su, tapi marilah kita berusaha mencarinya di Lembah
Malaikat." dan ketika semua mengangguk dan setuju, tak ada jalan lain maka Swat Lian bercucuran air mata
mendahului suaminya. Ia tahu di mana Lembah Malaikat dan tentu saja ia ke sana. Dan ketika yang lain
bergerak. dan mengikuti wanita ini, Thai Liong tiba-tiba berendeng bersama Shintala karena Soat Eng
bersama suaminya maka dua muda-mudi itu saling lirik secara diam-diam meskipun wajah mereka juga
kelihatan muram dan gelisah.
* * * Pagi itu rombongan ini tiba di sana. Lembah Malaikat adalah lembah yang amat subur dan hijau.
Seluruh pepohonan basah oleh butir-butir embun dan kicau burung demikian riang menyambut pagi.
Sebenarnya, kalau tak ada kegelisahan tentang Beng An tentu Swat Lian maupun yang lain akan kagum dan
nikmat tinggal di situ. Bayangkan, Lembah Malaikat penuh oleh buah-buah yang sedang ranum dan masak.
Warna kuning kemerah-merahan hampir merata di setiap pepohonan besar, juga kelengkeng yang coklat
kehitam-hitaman itu. Ah, betapa suburnya daerah ini. Dan ketika Shintala bergerak dan memetik setangkai,309 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
kelengkeng itu berat dan sarat oleh buah maka gadis ini mendecak merasakan daging buahnya yang tebal dan
manis, segar!
"Aku lapar, makanlah kalau mau," gadis itu berbisik kepada Thai Liong yang berdiri di sebelahnya.
Mereka berhenti di tengah-tengah lembah karena semua memandang ke atas, jauh ke dinding lembah di
mana samar-samar tampak guha kecil di atas sana. Dan ketika Thai Liong tertegun dan menoleh, terkejut,
maka pemuda ini tersenyum dan menggeleng, berbisik pula, lembut,
"Kau makanlah sendiri, aku tidak lapar."
"Tapi dua hari kau tak mengisi perutmu, Liong-ko. Masa tidak lapar. Lihat, kelengkeng ini amat manis
dan segar, daging buahnya tebal!"
"Hm, baiklah," Thai Liong mengangguk, menerima setangkai. "Terima kasih, Shintala. Dan berikan
juga kepada mereka itu. Siang Le maupun isterinya juga sama-sama belum mengisi perutnya!"
"Aku malu," gadis itu tersipu. "Orang lain sedang gelisah aku malah memikirkan makanan!"
"Ah, kamilah yang salah, Shintala. Tak memikirkan orang lain kecuali keperluan diri sendiri.
Sudahlah, kau makan saja dan aku serta ayah akan menghubungi Sian-su dari sini. Kalau ia ada tentu di
puncak lembah akan ada sinar!"
Shintala kagum. Thai Liong sudah bergerak dan duduk bersila, Pendekar Rambut Emas juga sudah
memandang puteranya dan ikut bersila pula. Dan ketika dua orang itu sama-sama memejamkan mata untuk
mengontak Sian-su, pemilik lembah maka Swat Lian tak sabar dan ingin buru-buru ke atas.
"Aku ingin secepatnya menemui Sian-su. Kalian cepat hubungi dan jangan lama-lama!"
Pendekar Rambut Emas menarik napas. Sesuatu yang lain telah ia rasakan, sesuatu yang membuat
kewaspadaannya timbul. Tapi mengangguk dan menyuruh isterinya tenang, Siang Le dan Soat Eng diminta
menjaga lembah maka pendekar ini sudah bersila dan keningnya berkerut-kerut. Biasanya, tak sampai duduk
atau memanggil Sian-su akan sudah di depan mereka. Tapi ini tidak. Guha di puncak tebing itu kelihatan
sunyi dan tak ada apa-apa. Pendekar Rambut Emas berdebar karena jangan-jangan penghuninya sedang
pergi. Ini tentu repot! Tapi karena ia sudah di situ dan Lembah Malaikat bukanlah sembarang tempat yang
boleh dibuat masuk keluar begitu saja maka pendekar inipun memusatkan perhatiannya dan tiba-tiba
keluarlah semacam asap putih dari ubun-ubun pendekar ini, bergerak dan naik ke atas dan tampak pula hal
yang sama dari kepala Thai Liong. Itulah roh atau jasad halus dari dua orang ini. Kim-mou-eng maupun
puteranya hendak ke atas dengan jasad halus mereka, bukan secara fisik karena tentu lebih hormat dengan
cara begitu kalau menghadap Sian-su, hal yang biasa mereka lakukan karena kakek dewa itu juga bukan
sembarang orang karena biasanya muncul kalau ditemui seperti ini. Dan ketika dua asap putih itu
membubung dan menuju ke atas, melayang-layang dengan amat lambatnya maka Shintala merasa ngeri dan
seram!
Kakeknya, Drestawala yang sakti, juga dapat menghilang namun tak mampu mengeluarkan jasad
halusnya seperti Pendekar Rambut Emas maupun puteranya ini. Kalau dapat, tentu tak dapat kembali, alias
meninggal! Dan ketika dua asap putih itu membubung dan semakin tinggi ke atas, Swat Lian tak sabar dan
menunggui puteranya dengan muka gelisah maka Soat Eng dan suaminya yang menjaga di mulut lembah
bercakap-cakap dengan suara perlahan.
"Bagaimana, apakah Sian-su ada di atas atau tidak!"
"Kupikir tidak," Siang Le menggeleng, lemah. "Kalau ada tentu muncul, Eng-moi. Tapi tak ada
salahnya ayah maupun Long-twako mencari ke atas!"
"Ya, aku juga berpikir begitu, Tapi bagaimana pendapatmu tentang Beng An!"
"Adikmu itu kritis. Kalau dalam sebulan ia tak dapat disembuhkan maka watak dan sepak terjangnya
akan benar-benar seperti Poan-jin..."
"Maksudmu ia akan berobah jahat?"310 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Ya, karena Bu-siang-sin-kang telah menyusup di situ. Beng An akan menjadi Poan-jin karena roh
kakek itu agaknya telah bersembunyi di situ. Beng An telah menghirup darah si kakek iblis!"
"Bedebah," Soat Eng menggigil. "Dari pada begitu lebih baik adikku itu mati saja!"
"Hm, nanti dulu, Eng-moi. Llhat gak-hu dan kakakmu sedang berupaya. Mereka naik ke atas. Ah,
kakak dan ayahmu itu benar-benar orang mengagumkan!"
"Ayah mempergunakan Tee-jong-gannya (Ilmu Menembus Dunia), sementara Liong-ko
mempergunakan Beng-tau-sin-jin...!"
"Ya, dan kuharap Sian-su dapat ditemui, Eng-moi. Tapi, he... siapa itu!" Siang Le terlonjak dan
melompat kaget. Sang isteri yang sedang enak-enak diajak bicara tiba-tiba saja dibuat terkejut karena
pemuda ini berteriak dan njumbul. Soat Eng sampai mencelat dari duduknya. Dan ketika nyonya itu
tersentak dan meluncur turun tahu-tahu seorang pemuda telah berada di tengah-tengah antara dirinya dan
suaminya, seorang pemuda bermuka kehijauan yang terkekeh-kekeh!
"Heh-heh, kalian di sini. Kebetulan sekali dan mari ikut aku!"
Siang Le terkesiap. San Tek, bekas sutenya, tiba-tiba muncul dan menyambar dirinya. Tadi pemuda itu
menyambar isterinya tapi karena Soat Eng mencelat dan luput disambar maka dialah yang dijadikan sasaran
dan diterkam. Pemuda gila itu terkekeh-kekeh dan pundak Siang Le tahu-tahu dicengkeram, begitu cepat.
Dan ketika pemuda ini berteriak dan tentu saja kaget, memberontak dan melepaskan diri tahu-tahu San Tek
menotoknya dan Siang Le pun lemas.
"Aihhh...!"
Siang Le dan Soat Eng sama-sama terkejut. San Tek sudah mengangkat suaminya dan si gila itu
memutar korbannya dipukulkan ke Soat Eng. Dan ketika Soat Eng mengelak dan melengking marah, San
Tek tertawa-tawa maka pemuda itu memasuki lembah dan tubuh tangkapannya dibolang-balingkan seperti
mainan anak-anak.
"Ha-ha, mana Kim-mou-eng, Siang Le. Dan mana si Thai Liong itu!"
"Keparat!" Soat Eng mengejar dan tentu saja membentak marah. "Lepaskan suamiku, San Tek. Atau
kau kubunuh!"
"Ha-ha, siapa dapat membunuh aku. Aku sekarang memiliki Im-kang-thai-lek-kang.... dess!" dan
pukulan Soat Eng yang diterima dan ditangkis pemuda ini, tanpa menoleh, tiba-tiba membuat Soat Eng
terpental tinggi dan berjungkir balik dengan kaget. Ia tadi melepas pukulan namun pukulannya itu bertemu
dengan serangkum angin kuat yang menyambar dari telapak lawan. San Tek mengibas dan iapun terpental.
Dan ketika Soat Eng kaget dan berobah mukanya, San Tek sekarang tidak seperti San Tek yang dulu maka
pemuda itu terbang memasuki lembah dan tertawa-tawa memutar-mutar tubuh Siang Le.
"Ha-ha, mana Pendekar Rambut Emas. Ayo, mana Pendekar Rambut Emas!"
Soat Eng berubah mukanya. Ia tentu saja tak tahu akan perobahan hebat yang dimiliki si gila ini, Imkan-thai-lek-kang atau Tenaga Inti Neraka yang dipunyai San Tek. Dan ketika pemuda itu sudah memasuki
lembah dan memutar-mutar suaminya, Swat Lian tertegun dan Shintala juga terkejut maka pemuda itu sudah
melihat adanya dua orang wanita ini.
"Ha-ha, ini Kim-hujin. Baik, kutangkap dulu kau!"
Swat Lian terkejut. Pemuda itu tahu-tahu menyambar dan seperti iblis saja tiba-tiba telah
mencengkeram bahunya. San Tek yang tahu-tahu meluncur dan datang melancarkan serangan sungguh
membuat nyonya itu terkejut. Tapi karena Swat Lian sedang marah dan kedatangan pemuda itu justeru
menambah kemarahannya saja maka begitu dicengkeram begitu pula nyonya ini menangkis, tak tahu akan
adanya Im-kan-thai-lek-kang yang dipunyai si pemuda.
"Kau bocah edan. Pergi!"311 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Namun nyonya ini berteriak. Sama seperti puterinya tadi tiba-tiba ialah yang terpental, bukannya San
Tek. Dan ketika nyonya itu mencelat dan berjungkir balik, dari lengan pemuda itu muncul kesiur angin
dahsyat maka Swat Lian atau Kim-hujin ini kaget dan pucat.
"Iblis, kau bocah tidak genah!"
San Tek tertawa-tawa. Ia sudah membuat Kim-hujin terpekik dan berjungkir balik melayang turun,
tahu-tahu berkelebat sebuah bayangan lain dan meluncurlah sebuah pukulan diiringi bentakan merdu. Dan
ketika ia menangkis tanpa menoleh, tertawa-tawa, maka gadis yang menyerangnya ini juga menjerit dan
terlempar atau terdorong oleh angin pukulannya itu, Shintala yang coba membantu Kim-hujin.
"Des-dess!"
Shintala menjerit dan kaget bukan kepalang. Ia tak mengenal San Tek tapi mendengar pemuda itu
menyebut-nyebut Kim-mou-eng tahulah dia bahwa pemuda ini musuh, apalagi keluarga Pendekar Rambut
Emas itu juga tampaknya mengenal San Tek. Dan ketika ia berjungkir balik dan menyelamatkan diri, kibasan
atau pukulan pemuda itu melemparnya amat kuat maka Soat Eng sudah mengejar dan tiba di situ, langsung
saja memaki-maki dan membentak agar suaminya dilepaskan. Mereka belum menyelamatkan Beng An
ketika tiba-tiba saja kini suaminya dirampas orang, begitu cepat. Namun ketika San Tek menghindar dan
mengelak sana-sini, lincah dan mengagumkan maka si gila itu mengibas dan mendorong si nyonya muda,
dengan angin pukulannya yang amat kuat itu.
"Ha-ha, kau bukan lawanku, Soat Eng. Mana ayahmu dan panggil dia ke mari!"
"Keparat!" Soat Eng melengking. "Kau sombong dan tak tahu diri, San Tek. Mentang-mentang
menjadi murid See-ong sekarang kau banyak tingkah. Awas, aku akan menghancurkanmu!"
Namun pukulan nyonya ini diterima dan membalik. Soat Eng mengeluarkan Khi-bal-sin-kang namun
ia sendiri yang terpental. Ada tenaga panas yang memancar dari tubuh pemuda itu dan sekali mengibas iapun
terlempar. Dan ketika wanita itu terkejut karena San Tek sekarang sungguh luar biasa, bukan seperti San Tek
beberapa bulan yang lalu maka San Tek sudah berkelebat dan ganti menyerangnya, cepat sekali.
"Ayo, aku ingin menangkap semua keluarga Pendekar Rambut Emas. Mana ayah dan kakakmu yang
membuat guruku terbirit-birit itu.... des-dess!" Soat Eng berkelit dan menangkis, kaget karena gerakan lawan
sungguh luar biasa cepat. Tapi ketika ia terpelanting dan terguling-guling menyelamatkan diri, San Tek
mengejar dan lengan bajunya robek menampar pemuda itu maka Shintala bergerak dan sudah mencabut
tongkatnya, menerjang.
"Eng-cici, siapa si gila ini. Bagaimana kau tak dapat menghadapinya!"
"Keparat, ini bekas murid See-ong, Shintala, jelek-jelek bekas sute dari suamiku itu. Tapi dia sekarang
menjadi begini lihai, awas pukulannya yang memancarkan hawa panas.... brett!" dan lengan baju Shintala
yang juga robek dan hancur, bahkan hangus tiba-tiba membuat gadis itu terpekik dan berjungkir balik
menyelamatkan diri. Dua pukulan tongkatnya diterima si pemuda tapi terpental miring, lawan membalas dan
iapun mempergunakan ujung lengan bajunya untuk mengepret. Dan ketika ia terpelanting tapi melempar
tubuh berjungkir balik menjauh, pemuda itu benar-benar lihai maka San Tek sudah terbahak-bahak
menghadapi dua lawannya, berkelebatan menyambar-nyambar dan ternyata pukulan-pukulan Soat Eng
maupun Shintala tertolak balik. Tongkat di tangan gadis itu bahkan patah! Dan ketika Shintala terkejut dan
heran serta kaget, si gila itu benar-benar hebat maka mereka sudah terdesak dan Soat Eng maupun gadis ini
sudah di bawah angin, tertekan!
"Ha-ha, kalian menyerah saja baik-baik. Atau nanti kupukul roboh!"
"Keparat!" Soat Eng melengking-lengking. "Kau dapat dari mana semua ilmumu ini, San Tek. Kau
sudah seperti Poan-jin si kakek iblis!"
"Ha-ha, kakek itupun bukan lawanku. Poan-jin-poan-kwi tak dapat mengalahkan aku sekarang. Hayo,
kalian menyerah atau kubuat kalah!"312 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Soat Eng sibuk dan kaget bukan main. Khi-bal-sin-kang yang dimiliki ternyata membentur hawa panas
yang memancar dari tubuh pemuda ini. Perlahan dan akhirnya cepat tubuh San Tekpun merah membara. Dan
ketika ia memukul pemuda itu namun tangannya seperti menyentuh bara api, panas bukan main maka Soat
Eng berteriak karena telapaknya terbakar!
"Aiihhhh...!" wanita itu menjerit dan melempar tubuh bergulingan. Ia ngeri dan kaget sekali karena
San Tek sekarang berobah seperti manusia api, panas menyala-nyala dan tentu saja membuat yang lain
terpekik dan pucat. Dan ketika Shintala juga terbakar dan melepuh telapaknya, menjerit kaget maka San Tek
sudah bergerak dan tangannya yang merah seperti api itu menyambar leher Soat Eng. Sekali kena tentu
matang!
"Kau tak usah main-main denganku!"
Namun angin dahsyat menyambar dari samping. Swat Lian, sang nyonya, tentu saja tak membiarkan
anaknya dicengkeram pemuda itu. Swat Lian kaget dan ngeri oleh kehebatan pemuda ini, bergerak dan tahutahu menghantam tengkuk pemuda itu dengan angin pukulannya yang dahsyat. Dan ketika pemuda itu
terkejut dan terhuyung, sang nyonya tak berani menyentuh tubuh pemuda itu dengan tangannya maka
sambaran ke Soat Eng luput dan nyonya muda itu meloncat bangun dengan muka kemerah-merahan, marah
tapi juga gentar!
"Si gila ini memiliki tenaga Yang-kang yang dahsyat. Ia siluman api!
"Benar, karena itu jangan sentuh tubuhnya dengan tangan kalian, Eng-ji. Hajar dan cabut saja
pedangmu. Dan kau..!" Swat Lian berseru kepada Shintala. "Ambil tongkatmu yang baru, Shintala. Atau
pakai pedangku dan biar aku sendiri menggunakan pedang cadangan.... wut!" sang nyonya melempar dan
memberikan pedangnya, diterima dan ditangkap dan Shintala tergetar memandang si gila itu. San Tek
tertawa-tawa saja dan sudah membalik menghadapi Kim-hujin itu, membalas dan Swat Lian mengelak lalu
berkelebatan Dan ketika nyonya itu menusuk dan menyambar-nyambar bagai rajawali betina, Soat Eng
menyusul dan menikam atau mempergunakan ilmu pedangnya yang ganas maka ibu dan anak berseliweran
naik turun menghujani San Tek. Namun sungguh mengejutkan. Ilmu Pedang Maut, warisan mendiang Hu
Beng Kui ternyata tak banyak membawa hasil. Pedang yang menusuk atau membacok bertemu kulit pemuda
itu yang merah marong, memuncrat dan berhamburanlah bunga-bunga api yang membuat ibu dan anak
terkejut. Dan ketika pedang mereka sering menyambar tapi juga menjadi kemerah-merahan, terbakar, maka
tak lama kemudian Soat Eng maupun ibunya sudah memegang pedang yang menyala-nyala, terpanggang
atau ikut terbakar oleh tubuh San Tek yang panas!
"Ha-ha, lihat pedang kalian itu. Pedang Api! Bagus dan aku ingin memanggang tubuh kalian dengan
Im-kan-thai-lek-kangku!"
Swat Lian dan puterinya pucat. San Tek mengibaskan lengannya ke kiri kanan dan tiba-tiba tubuhnya
menyala-nyala. Api yang besar membungkus tubuhnya itu dan terpekiklah ibu dan anak ketika mereka
diserang hawa panas, bukan panas sembarang panas melainkan panas yang bergerak dan menyebar ke
seluruh penjuru mata angin. Jarak sepuluh meter saja mereka sudah disambar hawa panas itu. Bukan main
hebatnya! Dan ketika San Tek tak dapat didekati karena mereka harus mundur menjauh, pedang gemeratak
dan akhirnya leleh maka Soat Eng maupun ibunya ngeri oleh ilmu yang dipunyai si gila ini.
"Iblis, San Tek benar-benar iblis!"
Ibu dan anak membuang pedang. Mereka bertarung melawan hawa panas yang membakar seluruh
udara di situ. Pohon-pohon di sekitar juga mulai layu dan menguning dan akhirnya terbakar! Dan ketika
pemuda itu tertawa tergelak-gelak dan Swat Lian maupun Soat Eng mundur dan kian mundur menjauh maka
sosok merah dari tubuh pemuda ini menyambar Soat Eng.
"Kau kutangkap!"
Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Soat Eng mengelak. Ia melempar tubuh ke kiri namun lengan pemuda itu tiba-tiba terulur. Sin-reciang, ilmu karet, tiba-tiba dipergunakan pemuda ini karena jelek-jelek ia murid mendiang See-ong, guru
dari Siang Le itu. Dan ketika Soat Eng terkejut dan terpekik, tangan itu tahu-tahu sudah menjulur di dadanya
maka wanita ini tak dapat lagi mengelak dan tahu-tahu sudah dicengkeram dan roboh.313 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Aduh!"
Soat Eng seketika pingsan. Ia tak kuat lagi oleh pancaran hawa panas yang keluar dari tubuh pemuda
ini. Im-kan-thai lek-kang benar-benar dahsyat hingga begitu menyambar siapapun tak dapat melindungi diri.
Soat Eng telah mengerahkan sinkangnya namun tetap kalah. Dan ketika ia dicengkeram dan San Tek
menotoknya, wanita itu mandi keringat dan lemas dikuras tenaganya maka sekali terkam si gila inipun telah
melumpuhkannya. Swat Lian terkejut tapi tak dapat berbuat apa-apa. Iapun melawan hawa panas yang luar
biasa hebatnya hingga mandi keringat. Dan ketika ia tertegun karena puteri dan mantunya tertangkap, kulit
Soat Eng hangus maka San Tekpun sudah membalik dan kini menyambar dirinya, Soat Eng dipindahkan ke
tangan kiri dijadikan satu dengan suaminya.
"Kaupun robohlah!"
Nyonya ini pucat. Ia mengelak dan menghantam tapi tiba-tiba iapun menjerit. Tubuh San Tek yang
dipukul membuat telapaknya pecah. Nyonya ini lupa bahwa pemuda itu sudah berobah menjadi bara alias
manusia api, benda-benda apa saja akan leleh atau hangus bertemu tubuhnya. Dan ketika nyonya itu terpekik
karena telapaknya pecah, terbakar maka San Tek terbahak dan sekali cengkeram iapun menyambar atau
menangkap nyonya ini.
"Plak!"
Sang nyonya tak sadarkan diri. Hawa panas dari pukulan itu sudah tak kuat ditahannya, apalagi setelah
San Tek yang merupakan sumber api berada begitu dekat dengannya. Sungguh seperti dekat dengan neraka!
Dan ketika nyonya itu roboh dan pingsan seketika, San Tek melempar dan memondongnya di pundak maka
giliran Shintala yang menjadi incarannya.
"Ha-ha, kau cantik dan masih perawan. Ke sinilah, aku tak akan melukaimu!
Shintala pucat pasi. Ia melihat teman-temannya roboh dan tertangkap semua, Betapa hebatnya pemuda
ini! Namun ketika gadis itu mengelak dan terhuyung jatuh, Shintalapun tak kuat oleh hawa panas yang
menyambar itu maka berkelebat bayangan kuning emas dan sebuah bentakan tiba-tiba mendahului sebuah
pukulan dingin.
Jilid XXII
"SAN TEK, lepaskan. anak-isteriku!"
San Tek, si gila itu tertawa bergelak. Ia mendengar sambaran angin pukulan ini dan melepas Shintala.
Angin pukulan itu dahsyat dan iapun tak boleh main-main. Dan ketika ia membalik dan menangkis pukulan
itu, Pendekar Rambut Emas telah berkelebat dan menyerang pemuda ini maka dua pukulan keras beradu dan
menggetarkan lembah.
"Dess!"
Baju dan lengan baju Pendekar Rambut Emas terbakar. Pendekar itu telah kembali ke wadagnya lagi
begitu melihat kejadian di bawah, anak isterinya tertangkap sementara menantunyapun sudah tak sadarkan
diri. Maka meluncur dan masuk lagi ke badan kasarnya, bahaya mengancam di bawah maka pendekar ini
telah bergerak dan menyerang pemuda itu. Namun bukan main kagetnya pendekar ini. Dia yang telah
mengerahkan tenaga dingin untuk melawan pengaruh panas itu masih juga terbakar dan kalah kuat. Baju dan
lengan bajunya terbakar. Dan ketika pendekar itu terlempar dan berjungki balik ke atas, mengebut padam api
yang membakar lengan bajunya maka pendekar ini berseru keras melayang turun. Shintala dibentak agar
mundur.
"Ha-ha, ini Pendekar Rambut Emas. Hayo, maju dan kubunuh kau. Mana Tha Liong pemuda keparat
itu!"
"Hm!" Kim-mou-eng tertegun dan berubah pandangannya. "Kau dari mana, San Tek. Ada apa datang
ke sini dan membuat ribut. Lepaskan anak isteriku atau aku menghajarmu!"314 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Ha-ha, akulah yang menghajarmu. Ayo, maju dan kupukul mampus!" dan San Tek yang berkelebat
dan kini mendahului lawannya tiba-tiba mencengkeram dan mengeluarkan ilmunya yang dahsyat itu, Imkan-thai-lek-kang dan menyambarlah hawa panas disertai api berpijar-pijar. Tubuh pemuda ini sudah merah
membara dan setiap gerakan tangannya akan memercikkan bunga-bunga api ke sana ke mari. Pendekar
Rambut Emas terkejut dan menangkis. Tapi ketika terdengar benturan keras dan untuk kedua kalinya lagi ia
terlempar, Khi-bal-sin-kang bertemu tenaga dahsyat yang membentur dan menolak balik maka pendekar itu
kaget dan terlempar tinggi ke atas.
"Dess!" Pendekar Rambut Emas berseru tertahan. Untuk kedua kalinya lagi ia terpental dan terpukul
kalah kuat, pemuda itu tertawa-tawa dan sudah memburunya lagi. Dan ketika api berhamburan ke sana-sini
dan hawa panas menyambar pendekar itu maka Pendekar Rambut Emas mengelak dan berkelit ke sana ke
mari, menangkis dan mengeluarkan pukulan-pukulannya yang bermacam-macam tapi semua itu bertemu Imkan-thai-lek-kang yang dahsyat. Lui-ciang-hoat, pukulannya yang biasanya diandalkan ternyata masih kalah
hebat dan panas oleh Im-kan-thai-lek-kang yang dipunyai pemuda itu. Dan ketika San Tek bergerak maju
mundur dan pemuda itu seolah menari-nari dengan tiga beban di pundak, betapa hebatnya maka Kim-moueng atau Pendekar Rambut Emas terdesak dan kewalahan oleh angin pukulan si pemuda yang selalu
menghamburkan kembang-kembang api itu.
"Ha-ha, kau tak dapat mengalahkan aku, Kim-mou-eng. Dan aku akan membalas kematian guruku
yang terbunuh!"
"Hm, kau tak dapat mengalahkan aku pula!" sang pendekar membentak dan berkelebatan dengan Jingsian-engnya. "Kau memang hebat tapi belum dapat merobohkan aku, San Tek. Dan dari mana kau dapat
selihai ini!"
"Aku berlatih sendiri. Ha-ha, Im-kan-thai-lek-kang akan membuatku menjadi orang nomor satu di
dunia. Awas!" dan si gila yang berteriak dan menubruk lawan tiba-tiba dikelit ke kiri dan pukulannya
menghantam batu gunung. Batu itu pecah dan seketika menjadi bara api, berkobar dan menjilat-jilat tinggi ke
atas. Dan ketika Pendekar Rambut Emas terkejut karena pemuda itu kini melepas pukulan yang jatuh ke
mana saja, dia terpaksa berkelit dan menghindar ke sana-sini maka Lembah Malaikat tiba-tiba menjadi
lembah neraka karena di mana-mana api tiba-tiba berkobar, kering dan menyala oleh hebatnya Im-kan-thailek-kang yang dipunyai pemuda itu.
"San Tek!" Pendekar Rambut Emas terkejut dan marah sekali. "Ini adalah tempat suci yang menjadi
tempat tinggal Sian-su. Hentikan pukulan apimu atau kukembalikan kepadamu nanti!"
"Ha-ha, kembalikan kalau bisa, Pendekar Rambut Emas. Dan coba lakukan itu kalau kau mampu. Aku
tak perduli siapa itu Sian-su dan apakah ini tempat tinggalnya atau bukan!"
"Ah, kalau begitu aku akan memberimu pelajaran... wut!" dan Pendekar Rambut Emas yang lenyap
mengeluarkan ilmunya tiba-tiba telah berubah menjadi segulung asap putih yang tak dapat lagi diserang
pemuda itu. San Tek tertegun karena lawan telah berubah menjadi badan halus, Pendekar Rambut Emas
mengeluarkan Pek-sian-sutnya, ilmu yang dulu menundukkan Hek-kwi-sut yang dimiliki mendiang See-ong.
Dan ketika pemuda itu tertegun karena lawan menghilang tak diketahui di mana maka asap putih itu tiba-tiba
menyambar di belakangnya dan telaklah sebuah pukulan menghantam tengkuk pemuda ini.
"Dess!"
Kim-mou-eng mempergunakan kesaktiannya yang lain. Dia merasa tak sanggup berhadapan secara
fisik dengan pemuda itu, San Tek benar-benar lihai dengan Im-kan-thai-lek-kangnya. Dan ketika dia lenyap
mempergunakan Pek-sian-sutnya, ilmu sihir putih maka pemuda itu dihantamnya dari belakang, kena dan
San Tek terpelanting namun pemuda itu terkekeh-kekeh bangun berdiri. Pukulannya yang dahsyat tadi tak
berpengaruh apa-apa dan San Tek tak roboh, bangkit dan kini memutar-mutar tubuhnya untuk mencari
dirinya. Dan ketika pendekar itu tertegun namun berkelebat lagi ke belakang, menghantam dan tiga kali
berturut-turut melepas pukulan maka tiga kali itu pula pemuda ini tersungkur namun bangkit berdiri lagi.
"Ha-ha, ayo pukul dan pukul lagi, Kim-mou-eng. Ayo pukul lebih keras dan lihat hebatnya Im-kanthai-lek-kangku!"315 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Sang pendekar terbelalak. San Tek mengejeknya dengan tawa terbahak-bahak dan pemuda itu
terhuyung bangkit berdiri. Pukulan terakhir amatlah keras namun pemuda itu tak apa-apa, meskipun merasa
nanar dan sedikit pusing. Dan ketika pemuda itu melempar-lempar kepalanya membuang pening, lawan
terkejut di balik sihirnya maka pemuda itu tiba-tiba melihat bayangan lawan.
"Ha, ini Pendekar Rambut Emas yang pengecut!"
Pendekar Rambut Emas mengelak. Ia cepat melesat ke kiri ketika tangan pemuda itu menubruk,
hampir saja kena dan hancurlah sebatang pohon dicengkeram pemuda itu. Dan ketika pohon ini roboh
sementara pemuda itu terbahak-bahak, pohon itupun terbakar dan menyala menjilat-jilat maka San Tek
berputaran dengan mata liar, mencari-cari lawannya itu. "Ayo... ayo Pendekar Rambut Emas, Ayo serang
dan pukul lagi, Bagus sekali sikapmu ini. Ha-ha, seorang pendekar berbuat curang!"
Pendekar Rambut Emas tak jadi menyerang. Ia malu dan tersipu dikatakan seperti itu, bergerak ke
sana ke mari dengan Pek-sian-sutnya namun selalu mengurungkan niat kalau hendak memukul. Pendekar ini
bingung. Namun ketika Lembah Malaikat semakin berkobar dan San Tek melampiaskan marahnya dengan
memukul apa saja, lawan tak dapat dilihat karena bersembunyi di balik ilmu sihir maka berkelebat bayangan
merah dan tahu-tahu Thai Liong telah menggantikan ayahnya, menyambar dan menotok si gila itu.
"San Tek, kau memang hebat. Tapi ini bukan tempat main-main untukmu!"
San Tek terkejut. Ia sedang melampiaskan marahnya dengan melepas pukulan-pukulan api ke lembah
itu, yang terbakar dan menyala menjilat-jilat dibakar Im-kan-thai-lek-kangnya. Tapi begitu Thai Liong
bergerak dan menyerangnya, bunyi mencreces mengejutkan pemuda itu maka San Tek membalik dan
gelegar yang amat dahsyat membuat pemuda itu terpental.
"Dess!"
San Tek terlempar dan menjerit keras. Ia menerima pukulan dingin yang dilancarkan lawan dan tibatiba api di tubuh pemuda itu padam. Thai Liong mempergunakan tenaga Im-nya untuk melawan tenaga
Yang, berhasil namun si gila sudah berteriak dan bergulingan meloncat bangun. Dan ketika Thai Liong
muncul di situ dengan pakaian berkibar-kibar, pemuda itu mengeluarkan tenaga saktinya untuk menghembus
semua hawa panas maka api yang menyala di tempat itu tertiup dan padam seketika oleh kibaran jubah atau
pakaian pemuda ini.
"Augh, keparat...!" si gila meraung dan menggebrakkan kedua tangannya. "Kau dapat memadamkan
api di sini namun tak dapat memadamkan api di tubuhku, Thai Liong. Lihat dan saksikan Im-kan-thai-lekkangku.... blarr!" dan api yang kembali menyala dan berkobar di tubuh pemuda itu tiba-tiba disusul oleh
kibasan atau dorongan pemuda itu ke kiri kanan. San Tek membakar lagi lembah itu dengan percikanpercikan bunga api yang ada di tubuhnya, karena tubuhnya tiba-tiba menjadi merah dan marong terbakar.
Tapi ketika Thai Liong membentak dan mengibaskan lengan jubahnya lagi, yang berkibar dan meniup
kencang maka api itu padam lagi dan San Tek melengking.
"Ces-cess!"
Api itu berjatuhan seperti ditimpa benda dingin. San Tek berteriak tapi Thai Liong kembali
mengebutkan jubah merahnya itu, memadamkan percikan api yang menyambar dan kembali hendak
membakar lembah. Dan ketika tujuh kali si gila gagal dan tujuh kali itu pula Thai Liong membentak dan
mengeluarkan kesaktiannya, San Tek benar-benar berbahaya maka pemuda itu memekik dan menerjang Thai
Liong.
"Bocah she Kim, kau keparat jahanam! Thai Liong mengerutkan kening. Ia melihat kemarahan
lawannya itu dan cepat menangkis. Segumpal bola api yang membara menerjangnya bagai gunung meletus.
Im-kan-thai-lek-kang menghantam depan. Dan ketika terdengar ledakan untuk kesekian kalinya lagi dan
Thai Liong terpental, San Tek terlempar dan tertawa terbahak-bahak maka bola api itu sudah menerjang lagi
dan Thai Liong tiba-tiba berseru kepada ayahnya agar menangkap atau menyelamatkan adik dan ibunya, juga
Siang Le.316 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Ayah, bocah ini tak waras. Ia dapat membunuh ibu atau Eng-moi. Awas ia kukecoh dan cepat sambar
Eng-moi dan ibu. Aku menyambar Siang Le!"
Pendekar Rambut Emas terbelalak. Ia sudah melihat San Tek berubah menjadi gundukan api yang
menerjang puteranya. Thai Liong telah memadamkan api itu namun Im-kan-thai-lek-kang terlalu kuat,
muncul dan berkobar lagi hingga Thai Liongpun gagal menembus intinya. Dan ketika pemuda itu berseru
dengan Coan-im-jip-bit atau ilmu mengirim suara dari jauh, tak terdengar San Tek maka Thai Liong
berkelebat dan tiba-tiba lenyap mempergunakan Beng-tau-sin-jinnya.
"Slap!"
Si gila memekik. Ia kehilangan lawan dan kini bergeraklah Thai Liong di belakang pemuda itu,
menampar atau menotok dan San Tek berteriak karena totokan atau tamparan Thai Liong sungguh jauh
dibanding ayahnya. Totokan pemuda itu membuatnya tergetar dan saat itu jaga tiga orang di atas pundak
pemuda itu terlepas. Dan ketika Thai Liong muncul lagi dan menampar telinga maka San Tek terbanting dan
tiga orang yang terlempar dari pundak pemuda ini sudah diterbangkan Thai Liong ke ayahnya.
"Ayah, tangkap!"
Pendekar Rambut Emas girang. Ia harus mengakui bahwa puteranya ini lebih hebat darinya. Thai
Liong memiliki tenaga sakti lebih kuat dan karena itu pemuda itu dapat menghadapi lawannya lebih baik.
Hawa panas dari Im-kan-thai-lek-kang dapat dihadapi sementara dia tidak, terbukti Thai Liong dapat meniup
padam dan baju puteranya itupun tidak terbakar. Dan ketika ia bergerak dan menangkap tiga tubuh itu, isteri
dan anak serta menantunya maka San Tek berteriak panjang dan menerjangnya.
"Serahkan mereka kepadaku!"
Namun Thai Liong bergerak melindungi sang ayah. San Tek terlalu hebat dan tak boleh ibu dan
adiknya itu terampas kembali. Maka ketika ia membentak dan menggerakkan lengannya menangkis, Im-kanthai-lek-kang bertemu tenaga Sin-tiau-kang (Tenaga Rajawali Sakti) maka lembah tergetar dan Pendekar
Rambut Emas terlempar oleh suara benturan itu.
"Dukk!"
San Tek marah-marah dan menerjang Thai Liong. Sekarang ia tidak memperdulikan Pendekar Rambut
Emas karena seluruh kemarahannya tertumpah kepada pemuda ini. Thai Liong berkelit dan segera
mengeluarkan Ang-tiauw-sin-kunnya, silat Rajawali Sakti. Dan ketika pemuda itu bergerak-gerak dan lawan
menghantam atau melepas serangan Im-kan-thai-lek-kang suaranya dahsyat dengan api yang berkobar-kobar
maka dua pemuda itu segera bertanding dengan San Tek sebagai pendesak. Putera San-ciangkun yang lemah
dan tak seberapa pandai itu medadak kini sudah menjadi manusia luar biasa. Ia mendengus-dengus dan dari
dengusan inipun keluar asap atau api, menyambar dan ikut menyerang Thai Liong. Dan ketika pemuda itu
merah terbakar dan sebentar kemudian mandi keringat, keringat yang panas dan memercik ke sana-sini maka
keringat itupun lalu menjadi butiran-butiran api yang menyambar dan berpeletikan menghajar Thai Liong.
"Bukan main!" Pendekar Rambut Emas memuji dan ngeri, takjub. "Lawanmu itu benar-benar hebat
sekali, Liong-ji. Awas dan jangan lengah!"
"Aku tahu," Thai Liong juga kagum dan berseru dari jauh. "Pemuda ini benar-benar telah menguasai
Im-kan-thai-lek-kang, ayah. Dan aku khawatir bahwa tak apa-apa biarpun dipukul. Tenaganya itu lebih hebat
dari Khi-bal-sin-kang!"
"Ha-ha, kau tak akan menang!" San Tek sesumbar dengan wajah beringas. "Im-kan-thai-lek-kangku
sanggup menghanguskan bumi ini, Thai Liong. Dan kau akan kupanggang hangus!"
Thai Liong mengelak dan melesat jauh. Lawan melontarkan pukulan api dan Im-kan-thai-lek-kang
meledak di samping tubuhnya, pecah menjadi gundukan api yang menyambar atau membakar tempat itu.
Tapi ketika Thai Liong mengibas dan angin pukulan kuat meniup padam api itu, San Tek berteriak dan gusar
oleh perbuatan lawannya maka pemuda itu menerjang lagi dan Thai Liongpun sibuk mengebut atau
memadamkan api-api baru.317 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Ha-ha, ayo bertanding dan lihat kesaktianku, Thai Liong. Keluarkan semua ilmumu dan lihat siapa
yang menang!"
Thai Liong bingung. Ia menghilang dan berkelebatan di balik Beng-tau-sin-jinnya namun harus selalu
keluar dan mengebut padam pukulan-pukulan Im-kan-thai lek-kang. Percikan keringat api atau asap yang
keluar dari hidung San Tek amatlah berbahaya bagi sekitar. Butiran keringat atau asap yang keluar dari
dengus pemuda itu sungguh berbahaya bagi Lembah Malaikat. San Tek benar-benar luar biasa. Dan ketika
dia terus berkelebatan sementara San Tek berteriak-teriak karena dengus atau api keringatnya selalu
dipadamkan lawan, Thai Liong sedikit demi sedikit mengebut api yang berkobar di lembah maka tinggallah
dua pemuda itu bertanding mengandalkan inti ilmunya masing-masing. Thai Liong bergerak dengan Bengtau-sin-jinnya sementara lawan bergerak dengan pukulan-pukulan Im-kan-thai-lek-kangnya, masing-masing
sama hebat namun masing-masing tak dapat mengalahkan yang lain. San Tek tak dapat mengikuti gerakan
lawan di balik Beng-tau-sin-jin yang amat luar biasa itu, sedangkan Thai Liong tak mampu menghembus
padam inti bola api yang membungkus lawannya itu. Dan karena Thai Liong hanya mampu meniup padam
api yang menjalar sekitar, tidak atau bukan Im-kan-thai-lek-kang itu sendiri maka masing-masing bertanding
imbang dan San Tek terbahak-bahak.
"Ha-ha, ayo Thai Liong. Mana kesaktianmu yang lain dan bagaimana kau merobohkan aku!"
"Hm," Thai Liong terkejut, mengerutkan kening. "Kau memang luar biasa, San Tek. Tapi kaupun tak
dapat merobohkan aku!"
"Kau curang. Kau bersembunyi di balik Beng-tau-sin-jin!"
"Hm, kaupun murid Poan-kwi. Kau tentu memiliki Hek-kwi-sut pula..."
"Ah, benar. Kau mengingatkan aku, Thai Liong. Ha-ha, sekarang aku ingat.... blar!" dan api yang
menjilat tinggi oleh tepukan si gila tiba-tiba disusul gulungan hitam yang menyambar ke atas. San Tek ingat
itu dan pemuda inipun segera mengeluarkan Hek-kwi-sutnya. Dan ketika ia hilang dan terbahak di balik asap
hitam, api tak terlihat lagi di tempat pemuda itu berdiri maka Thai Liong tersenyum dan melihat lawannya
itu sama-sama mempergunakan badan halus. San Tek telah melihatnya pula.
San Tek, kau memang hebat!"
Si gila terkekeh. Ia menyambut ketika Thai Liong melepas pukulan Sin-tiauw-kang, meledak dan
membuat keduanya terpental tapi San Tek terkejut karena Im-kan-thai-lek-kangnya, tak dapat digunakan di
sini. Ia tak sadar bahwa api tak mudah menyala di tempat dingin, padahal Hek-kwi-sutnya itu mengandung
hawa dingin, karena ilmu hitam selamanya berlindung di tempat-tempat dingin atau gelap. Dan ketika ia
terpekik karena Sin-tiauw-kang menghantamnya dahsyat, Im-kan-thai-lek-kang yang dipunyai tak mau jalan
maka pemuda itu terlempar dan Thai Liong menjadi girang karena jalan keluar tiba-tiba ditemukan.
"Nah, roboh kau sekarang, San Tek. Im-kan-thai-lek-kangmu macet!"
Si gila menjerit. Ia terbanting dan terguling-guling lagi oleh pukulan Thai Liong, berteriak dan
melempar tubuh menghindari serangan Thai Liong yang lain. Dan karena jelek-jelek ia adalah bekas putera
San-ciangkun yang cerdik dan tahu keadaan, meskipun gila namun pemuda ini dapat juga berpikir baik maka
San Tek melepas Hek-kwi-sutnya dan kembalilah ke alam asal, dunia kasarnya.
"Blar!"
Thai Liong kecewa dan kagum juga. Ia mengejar dan telah siap merobohkan lawannya ini dalam satu
kebutan kuat, ia akan menangkap dan "membungkus" si gila itu ke dalam jubahnya. Tapi ketika San Tek
melepas Hek-kwi-sutnya dan tentu saja ia gagal, pemuda telah kembali ke badan kasar dan mengelak
pukulannya maka pemuda itu memaki-maki dan kini mampu mengeluarkan Im-kan-thai-lek-kangnya lagi.
"Keparat, kau licik, Thai Liong. Kau menipu aku!"
"Hm, aku tak menipumu. Kalau kau roboh maka itu adalah kebodohanmu sendiri. Hayo, hadapi aku
dan jangan banyak , bicara lagi, San Tek. Terimalah dan kita keluar dari Lembah Malaikat!"318 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Pemuda itu marah-marah. Ia sekarang menyambut pukulan Thai Liong dengan Im-kan-thai-lekkangnya, menggelegar dan Thai Liong terlempar oleh tenaga tolak lawan. Dan ketika San Tek terbahakbahak menemukan kekuatannya kembali, tak berani lagi mengeluarkan Hek-kwi-sut maka Thai Liong
kerepotan membujuk lawannya ini, menampar dan memukul namun Im-kan-thai-lek-kang terlalu kuat. San
Tek jatuh bangun namun berdiri lagi dengan tegar, pemuda itu benar-benar luar biasa. Dan karena San Tek
juga tak dapat merobohkannya karena Beng-tau-sin-jin selalu melindunginya, keadaan berimbang dan samasama kuat maka sehari semalam dua pemuda itu menghabiskan waktunya hingga Pendekar Rambut Emas
tertegun dan menjublak.
Pendekar ini akhirnya melihat bahwe San Tek memiliki tingkat yang sama dengan puteranya. Thai
Liong tak dapat mengalahkan pemuda itu sementara San Tek pun tak dapat mengalahkan puteranya, masingmasing memiliki kelebihan dan kekurangannya. Dan ketika pertempuran berjalan lebih lambat, masing
Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
masing mulai lelah maka San Tek berputar-putar bola matanya dan tiba-tiba melihat tubuh Beng An yang
masih menggeletak di situ, tubuh yang kaku dingin dan berwarna putih, seperti salju. Si gila ini menyeringai
dan tiba-tiba tertarik. Ia heran bagaimana anak laki-laki itu seperti bongkahan es, dingin dan beku. Dan
karena ia marah kepada Thai Liong yang belum juga dapat dirobohkannya, kesal dan marahnya meledak
tiba-tiba ia ingin membalas kepada tubuh yang membujur kaku itu. Thai Liong maupun ayahnya tak melihat
kilatan buas yang ada pada pandang mata pemuda itu, malam telah berganti pagi dan Thai Liong juga kesal
menghadapi lawannya ini. Mereka sama kuat! Dan ketika Thai Liong mulai geram mengelak pukulan lawan,
San Tek membalik dan tertawa aneh tiba-tiba pemuda itu mengayun dan melepas Im-kan-thai-lek-kang ke
arah tubuh Beng An.
"Ha-ha, tak dapat membunuhmu biarlah membunuh adikmu, Thai Liong. Kau pemuda keparat yang
tak berani berdepan secara jantan!"
Thai Liong terkejut. Ia baru saja melempar tubuh ke atas ketika Im-kan-thai-lek-kang meledak di
bawah kakinya, mengobarkan api namun ia cepat mengebut padam api itu. Sudah ratusan kali ia melakukan
ini hingga lembah selamat dari amukan Im-kan-thai-lek-kang. Tapi begitu lawan menyerang dan menujukan
Im-kan-thai-lek-kangnya kepada adiknya, yang masih membujur dan kaku di sana maka pemuda itu terkejut,
juga ayahnya yang berteriak tak menyangka.
"Heiii...!"
Namun pukulan sudah menyambar. San Tek terkekeh-kekeh karena Im-kan-thai-lek-kang
menghantam tubuh Beng An yang kaku, tak menghiraukan atau melihat bayangan Pendekar Rambut Emas
yang menyambar tubuhnya, membentak dan melepas pit hitam yang menjadi senjata pamungkas paling
akhir. Dan ketika Thai Liong juga membentak dan melepas pukulan jarak jauh, Sin-tiauw-kang yang amat
dahsyat maka tiga pukulan itu berbareng hampir susul-menyusul mengenai sasarannya.
"Des-des-dess!"
Beng An terangkat dan terbanting keras. Anak laki-laki yang mendapat pukulan Im-kan-thai-lek-kang
itu terlempar dan seketika dijilat nyala api, terbakar tapi San Tek juga menerima dua pukulan Pendekar
Rambut Emas dan Thai Liong. Dua orang itu kaget karena San Tek melepas pukulan maut ke arah Beng An
padahal Beng An masih dalam penyakitnya yang aneh. Dan ketika mereka menyerang dan San Tek terpekik
mencelat tinggi, terlempar oleh pukulan Thai Liong yang dahsyat dan juga pit hitam yang menancap di
lehernya, Pendekar Rambut Emas mengerahkan semua tenaga untuk melontar senjata mautnya itu maka San
Tek terbanting dan tiba-tiba melontakkan darah.
"Bruk-huaak...!" si gila itu mengeluh dan mengaduh sejenak. Ia terluka oleh pukulan Thai Liong dan
juga pit hitam. Serangan dua orang itu tak dapat diterimanya dan barulah si gila gentar. Seorang lawan
seorang dia sanggup tapi kalau ayah dan anak maju berbareng tiba-tiba saja dia tak kuat. Pendekar Rambut
Emas terpaksa melakukan serangannya karena San Tek membahayakan puteranya, Beng An yang masih
membujur kaku di sana. Dan ketika si gila itu menyeringai dan kesakitan, terbatuk dan mencabut pit yang
menancap di lehernya maka darah mengucur dan pemuda itu terhuyung-huyung bangkit berdiri. Thai Liong
dan ayahnya berkelebat ke arah Beng An.319 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Heh-heh, hebat kalian, Pendekar Rambut Emas. Pukulan dan pit hitammu telah melukai aku. Ugh,
kalian licik, curang dan pengecut. Biarlah lain kali kita bertemu lagi dan akan kubunuh kalian!"
Pendekar Rambut Emas dan Thai Liong tidak menghiraukan si gila ini. Mereka telah membungkuk
dan memeriksa Beng An, nyala api yang menyambar anak ini tiba-tiba padam karena bertemu gumpalan es
di tubuh Beng An. Anak itu terbungkus hawa dingin yang kuat dan Im-kan-thai-lek-kang ternyata tak
mampu membinasakannya. Bahkan, Kim-mou-eng maupun Thai Liong tiba-tiba tertegun dan terkejut
melihat Beng An menggeliat dan mengeluh. Dan ketika anak itu membuka mata dan tampaklah keajaiban
luar biasa, tubuh Beng An sebelah kiri putih sementara yang kanan kemerah-merahan, anak itu bangkit dan
duduk maka Beng An yang selama berhari-hari ini pingsan mendadak sadar dan bola matanya berputar
memandang ayah dan kakaknya itu. Bola mata yang ganjil namun menunjukkan bahwa ada kesembuhan
yang sudah terjadi, meskipun belum total!
"Beng An, kau sadar? Ah, kau tidak apa-apa?"
Aneh, anak itu tersenyum. Dan ketika ayah maupun kakaknya tertegun, heran, mendadak anak itu
tertawa dan berkelebat melarikan diri.
"Hi-hik, siapa membuat tubuhku sebelah kanan panas dan gatal-gatal begini? Ufh, aku ingin
berendam. Ah, panas dan dingin!"
"Beng An!" Pendekar Rambut Emas terkejut dan mengejar, tentu saja kaget. "Kau mau ke mana? Heii,
ini aku dan kakakmu!"
Namun Beng An tidak perduli. Ia tertawa dan terus melarikan diri, melihat sebuah sungai dan tiba-tiba
mencebur. Dan ketika ia tertawa-tawa namun mendesis mengusap tubuhnya sebelah kiri yang dingin, ia
meloncat dan lari lagi maka anak itu seperti orang kebingungan mencari-cari api.
"Aih, aku kedinginan. Tubuhku sebelah kiri dingin. Api..., aku ingin sumber panas!"
Kim-mou-eng menjublak. Ia melihat puteranya akhirnya berlari ke sana ke mari mencari-cari api.
Bekas pohon-pohon yang terbakar tiba-tiba disambar dan bara apinya diusap-usapkan ke tubuh bagian kiri,
Beng An menggigil dan mendesis-desis menahan dingin yang hebat. Dan ketika api itu mencreces dan
padam bertemu tubuh sebelah kirinya yang putih dingin, Beng An masih terpengaruh oleh Ping-im-kang
yang kuat maka anak itu membanting baranya yang padam bertemu tubuhnya yang dingin seperti es, beku!
"Sial... sial. Aku ingin sumber panas dan jangan buat aku kedinginan. Heii, mana api yang lain dan
buatkan aku api unggun!"
Pendekar Rambut Emas terbelalak. Thai Liong di sana juga terkesima karena adiknya itu tiba-tiba
berlari ke sana ke mari menyambar setiap bara api dari pohon-pohon yang terbakar oleh pukulan Im-kanthai-lek-kang, menggosok-gosok dan mengusapnya kuat-kuat ke tubuh bagian sebelah kiri. Memang tubuh
itulah yang kedinginan namun Beng An selalu berteriak kecewa karena setiap bara api digosokkan maka bara
itu padam kemudian. Bara itu kalah oleh hawa dingin luar biasa yang menghuni tubuhnya, tubuh bagian kiri
itu. Dan ketika anak itu menjerit karena tak ada apapun yang dapat menghangati tubuhnya, semua bara sudah
padam dan tak kuat bertemu tubuhnya maka ia melihat San Tek yang terkekeh-kekeh di sana, keluar lembah,
pemuda yang masih kemerah-merahan oleh sisa Im-kan-thai-lek-kang yang dipunyainya.
"Hei, kau. Aku minta sumber apimu!"
San Tek terkejut. Ia tahu-tahu disambar dan dibentak anak ini. Beng An melejit bagai siluman terbang
hingga Pendekar Rambut Emas maupun Thai Liong tersentak. Anak itu melesat dan tahu-tahu sudah
mencengkeram tengkuk San Tek. Dan karena si gila itu sedang keluar dan gentar oleh pukulan Pendekar
Rambut Emas maupun Thai Liong, yang tadi berbareng memukulnya maka si gila ini menjadi marah oleh
serangan Beng An, membalik dan mengibas dengan Im-kan-thai-lek-kangnya itu.
"Pergi kau, heh-heh....!"
Ledakan api menyambar dan menghantam Beng An. Anak ini sedang bergerak dan mencengkeram
San Tek, dia tertarik oleh tubuh kemerah-merahan dari si gila itu. Maka ketika San Tek mengeluarkan Im-320 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
kan-thai-lek-kangnya dan Pendekar Rambut Emas maupun Thai Liong terkejut, mereka tak dapat menolong
karena Beng An jauh dengan mereka, anak itu mengejar San Tek yang keluar lembah maka mereka hanya
dapat berteriak ketika San Tek membalik dan menghantam dengan Im-kan-thai-lek-kangnya itu.
"Awas...!"
Namun mereka tertegun. Thai Liong dan ayahnya yang berkelebat dan bergerak menghambur tiba-tiba
mendengar Beng An tertawa nyaring. Anak itu riang menyambut Im-kan-thai-lek-kangnya dan tubuh yang
terbungkus atau tersambar api sebesar bukit itu tiba-tiba membuat tubuhnya segar. Inilah yang dicari. Panas
yang menyambar itu benar-benar cocok untuknya. Pas dan membuatnya hangat namun karena pukulan itu
juga membawa angin yang keras, Beng An terangkat dan terlempar tinggi maka anak itu jatuh dan tergulingguling dengan tubuh penuh api. Menjilat-jilat!
"Ha-ha, segar. Ah, segar sekali!"
San Tek dan Pendekar Rambut Emas maupun Thai Liong tertegun. Mereka melihat Beng An
bergulingan ke sana ke mari dengan riangnya. Anak itu seperti seekor ayam yang bergulingan mandi pasir,
segar dan tertawa-tawa gembira karena itu benar-benar mampu membuang rasa dinginnya di tubuh sebelah
kiri. Ping-im-kang yang menghuni anak ini mendapat tandingan setimpal dari pukulan Im-kan-thai-lek-kang.
Namun ketika sebentar saja api itu juga padam dan Beng An berteriak kecewa, tubuhnya kembali menggigil
dan kedinginan maka dia berteriak dan minta dipukul lagi. San Tek terkejut, ngeri!
"Hei, kau pukul aku lagi dengan sumber apimu yang hangat itu. Aku merasa nikmat, ayo!"
San Tek terbelalak. Segila-gilanya pemuda ini tetap juga ia memiliki rasa takut. Im-kan-thai-lekkangnya yang hebat itu ternyata malah membuat Beng An keriangan, bergulingan dan tertawa-tawa seperti
orang mandi dengan air segar. Dan ketika anak itu kini menyerangnya karena api Im-kan-thai-lek-kang telah
padam tak kuat oleh hawa dingin Ping-im-kang yang menghuni cucu Hu Beng Kui itu maka San Tek tibatiba membalik dan melarikan diri. Ketakutan!
"Heii, jangan lari, engkoh (kakak) yang baik. Beri aku sumber apimu itu lagi atau nanti kuhajar kau!"
"Tidak... tidak...!" San Tek lari lintang pukang, gilanya kumat lagi. "Kau bukan manusia, adik kecil.
Biarkan aku pergi dan jangan tangkap aku!"
"Ha-ha, aku tak mau melepasmu kalau tidak kau beri sumber apimu itu lagi. Hayo, atau nanti
kuhajar!"
Thai Liong dan ayahnya terbelalak Beng An yang mengejar lawannya itu tiba-tiba bergerak dengan
amat luar biasa cepatnya, terbang dan mampu menyusul San Tek yang gila. Dan ketika pemuda itu terkejut
karena Beng An tahu-tahu menyambar seperti burung, bergerak dan mencengkeram tengkuknya maka apa
boleh buat San Tek mengibas dan mengeluarkan Im-kan-thai-lek-kangnya itu.
"Bress!"
Api menyembur dan menyambar dahsyat. Si gila ketakutan dan dihantamnya Beng An dengan sekuat
tenaga. Dan ketika anak itu terguling-guling dan mandi api, seluruh tubuh dibungkus warna merah maka
Beng An tertawa-tawa dan riang sekali bermain dengan api yang berkobar-kobar membungkus tubuhnya itu.
Namun Ping-im-kang lagi-lagi bereaksi. Hawa dingin dari tenaga mujijat itu bekerja, melawan hawa panas
dari Im-kan-thai-lek-kang yang berkobar-kobar. Dan ketika sebentar kemudian api juga padam dan Beng An
berteriak kecewa, tubuh yang semula hangat kembali dingin maka anak itu mengejar San Tek lagi yang
berlari-lari ketakutan. San Tek terbelalak dan terkesima ketika tadi anak itu bermain-main dengan apinya,
gila atau konyolnya lagi-lagi kumat, tidak segera melarikan diri melainkan menonton. Edan! Maka ketika
Beng An menggigil lagi karena api padam, anak itu berteriak kepada San Tek maka si gila terkejut dan baru
sadar, buru-buru melarikan diri lagi. Tapi Beng An yang mengejar dan merasa keenakan oleh Im-kan-thailek-kang ini tidak membiarkannya pergi. Anak itu marah-marah dan memaki-maki San Tek, terbang dan
menyusul dan kembali San Tek harus menghadiahi Im-kan-thai-lek-kang lagi. Dan ketika Beng An
bergulingang dan mandi api, riang tertawa-tawa maka San Tek berhenti lagi dan menonton, ikut riang dan
tertawa-tawa pula tapi terkejut dan harus buru-buru melarikan diri lagi begitu api Im-kan-thai-lek-kang321 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
habis. Beng An seolah orang haus yang mengejar-ngejar dan meminta Im-kan-thai-lek-kangnya lagi. Begitu
terus-terusan. Dan ketika San Tek harus berlarian dan berhenti lagi setiap Beng An tertawa riang menerima
pukulan apinya, si gila itu juga menonton dan lari lagi ketika dikejar maka Pendekar Rambut Emas dan
puteranya terbelalak dan kaget serta cemas.
"Beng An tidak waras, adikmu itu gila.!"
"Benar, Beng An terganggu pikirannya ayah. Dan aku khawatir kalau ia terus-terusan mengejar San
Tek. Si gila itu sampai ketakutan!"
"Tapi Im-kan-thai-lek-kang tidak membinasakannya. Adikmu itu mengalami sesuatu yang aneh!"
"Benar, dan aku tidak tahu, ayah. Bagaimana semuanya itu sampai terjadi. Tapi mereka telah keluar
lembah, ayo kita kejar dan lihat tubuh yang ringan dari Beng An itu. Ia seakan tak berbobot dan San Tek
kebingungan!"
Pendekar Rambut Emas tergetar. Ia sampai pucat melihat puteranya yang terbang dan seakan-akan
burung sriti menyambar, begitu cepat dan luar biasa. Tapi ketika ia bergerak dan Thai Liong juga berseru
mengejar, dua orang di depan itu sudah merupakan titik kecil yang naik turun bukit tiba-tiba terdengar batukbatuk kecil dan sebuah seruan lembut terdengar di belakang.
"Biarkan saja. Beng An tak akan sampai celaka di tangan lawannya."
Pendekar Rambut Emas dan puteranya terkejut. Entah bagaimana dan darimana tahu-tahu di situ
muncul sesosok bayangan putih. Bayangan ini seperti kabut dan tahu-tahu telah berdiri di situ, jelas
membentuk seorang manusia namun sama sekali tak dapat dilihat ujudnya. Entah laki-laki atau perempuan.
Tapi begitu Pendekar Rambut Emas tertegun dan Thai Liong juga berseru tertahan, seorang sakti berada di
depan mereka tiba-tiba keduanya serentak menjatuhkan diri berlutut dan memanggil,
"Sian-su...!"
Ayah dan anak girang luar biasa. Setelah berhari-hari mereka mencari ternyata Sian-su, kakek dewa
ini, datang dan muncul! Tapi begitu mereka berlutut dan memanggil namanya, penuh hormat dan beriba
maka kakek itu bergoyang-goyang dan menyuruh mereka bangun.
"Kim-mou-eng, sumber dari semuanya ini adalah isterimu. Tapi dari isterimu pula Beng An akan
selamat atau celaka. Aku tak dapat bicara banyak karena belum waktunya. Nah, bangkit dan berdirilah dan
pergilah ke Sam-liong-to. Di sana titik akhir dari semuanya ini."
"Sian-su.... Sian-su tidak memberi wejangan apa-apa? Bagaimana selanjutnya dengan anakku Beng
An itu?"
"Saksikan kejadian di Sam-liong-to, Kim-mou-eng. Di sana akan kau temui apa yang akan terjadi."
"Tapi... tapi kami masih ingin bicara banyak!" Kim-mou-eng terkejut, bayangan kakek itu bergerak
dan menjauh, kakek dewa itu hendak pergi! "Tunggu, tunggu dulu, Sian-su. Aku masih ingin bertanya!"
"Hm, aku tahu apa yang hendak kau tanyakan. Isi syair akan kukupas di Sam-liong-to, Kim-mou-eng.
Pergi dan cari saja puteramu yang bungsu itu di sana. Nanti kita bertemu lagi!" dan ketika kakek itu bergerak
dan lenyap, hilang seperti asap maka Kim-mou-eng meloncat bangun dan puteranyapun bangkit berdiri, Thai
Liong tertegun.
"Ayah, Sian-su belum mau ditemui!"
"Benar, dan, ah... aku kecewa, Thai Liong. Sian-su tak mau memperlihatkan diri. Aku ingin minta
maaf atas kebakaran di Lembah Malaikat ini!"
"Sian-su lebih tahu. Kebakaran ini bukan kita yang membuat, ayah, melainkan orang lain. Sebaiknya
kita sadarkan ibu dan lain-lain itu untuk diajak ke Sam-liong-to. Ada sesuatu yang akan menggetarkan kita!"322 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Benar, aku jadi berdebar akan kata-kata Sian-su tadi, Thai Liong. Apa yang dimaksud bahwa sumber
dari semuanya ini adalah karena ibumu. Kita sadarkan dia dan mari cepat-cepat ke Sam-liong-to!"
Thai Liong mengangguk. Dia sudah bergerak dan menotok ibu dan saudara-saudaranya itu, yang tadi
diletakkan ayahnya ketika berhenti mengejar San Tek. Tapi ketika ayahnya bergerak menolong ibunya,
memberikan Shintala kepadanya maka Thai Liong semburat namun menyadarkan gadis itu, melirik ayahnya
yang tampaknya sibuk menolong ibu dan adiknya perempuan itu. Dan ketika Shintal lebih dulu sadar karena
ialah yang paling ringan menderita, Thai Liong bersinar matanya maka berturut-turut ibu dan adik-adiknya
itu juga sadar dan membuka mata.
"Mana San Tek si gila itu. Bagaimana di sini!"
"Benar, mana si gila itu, ayah. Dan, ehh.... mana adik Beng An!"
Pendekar Rambut Emas menarik napas dalam-dalam. Ialah yang merasa sedih dengan pertanyaanpertanyaan itu. Ia diberondong dan ditanyai anak isterinya. Tapi ketika ia menjawab bahwa San Tek dan
Beng An telah pergi, anak isterinya tertegun maka Soat Englah yang berseru heran.
"Bagaimana Beng An bisa pergi. Bukankah ia pingsan dan masih bersama kita!"
"Hm, sesuatu yang aneh telah terjadi, Eng-ji. Adikmu itu siuman dipukul Im-kan-thai-lek-kang. Ia
mengalami penyembuhan meskipun separoh...."
"Sembuh? Separoh? Ah, bagaimana ini ayah? Dan bagaimana pula bisa sembuh dipukul Im-kan-thailek-kang!"
"Aku juga tak jelas, tapi Sian-su menyuruh kita membiarkan saja..."
"Sian-su?" sang isteri kini terkejut tampil bicara. "Mana kakek dewa itu, suamiku. Kenapa aku tak
melihat!"
"Ia sudah pergi," sang suami kembali menarik napas dalam. "Dan kita secepatnya diminta ke Samliong-to, niocu. Ada sesuatu yang akan kita temui di sana."
"Sam-liong-to? Ah, itu tempat tinggalku. Aku juga kepingin melihat rumahku itu!" Soat Eng, sang
nyonya muda berseru. Tiba-tiba ia merasa rindu dengan tempat tinggalnya itu. Sudah berbulan-bular ia pergi
dan berbulan-bulan pula ia tak kembali. Kini ayahnya tiba-tiba menyebut Sam-liong-to dan terbersitlah
kerinduan yang dalam di wajah wanita ini. Dan ketika ayahnya mengangguk dan berkata bahwa Sian-su
menghendaki mereka ke sana, nyonya itu berseri gembira tiba-tiba suaminya mencekal lengannya dan
berbisik agar tidak cepat-cepat gembira dulu.
"Aku merasa sesuatu yang tidak enak akan terjadi. Jangan girang dulu dengan kembalinya kita ke
rumah. Isyarat Sian-su memberi petunjuk jelek!"
"Petunjuk jelek?" sang isteri terkejut. "Kau merasa apa, Le-ko? Isyarat apa yang kau tangkap?
"Aku belum jelas, tapi pokoknya jelek. Hm, sebaiknya tak usah kita mengira-ngira dan lihat ibumu
memandang ke mari!" Siang Le mendesis pada isterinya, diam dan tidak mau bicara lagi karena ibu
mertuanya, Kim-hujin, memandangnya. Dan ketika Soat Eng juga mengangguk, dan tak mau bertanya lagi,
ibunya kembali memandang ayahnya maka ibunya itu tiba-tiba berkata,
"Kalau kita disuruh ke Sam-liong-to mari kita cepat-cepat berangkat. Tapi bagaimana dengan tempat
tinggal kita di ke utara. Apakah suku bangsa Tar-tar tidak akan terlalu lama kita tinggal!"
"Hm, aku juga berpikir begitu, niocu. Satu di antara kita pulang sejenak dan setelah itu menyusul.
Siapa yang mau melakukan ini."
"Aku bersedia," Thai Liong tiba-tiba maklum akan permintaan ayahnya. "Aku melihat sejenak
keadaan di sana dan memberi tahu paman Ji Pin. Silahkan ayah berangkat dan aku menyusul belakangan."
"Dan adik Shintala ini?" Soat Eng tiba-tiba berseru. "Ikut siapa dia?"323 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Ah, sebaiknya ikut Liong-twako saja. Tentu dia likat bersama kita atau ayah ibumu. Kita sama-sama
sudah berumah tangga!" Siang Le menjawab dan mendahului yang lain, tepat dan memang benar karena saat
itu Shintala tiba-tiba bingung harus ikut siapa. Sendirian saja di tengah-tengah orang-orang yang sudah
beristeri tentu dia likat, kikuk. Tapi begitu Thai Liong disebut-sebut dan dia diminta berdua dengan pemuda
itu tanpa dikehendak lagi iapun tiba-tiba iapun jengah!
"Ah, biar aku sendirian saja. Aku dapat ke Sam-liong-to mendahului kalian!"
"Jangan," Pendekar Rambut Emas bergerak dan mencegah gadis itu, yang akan berkelebat. "Puteraku
akan kesepian, Shintala, tak punya teman bicara. Biarlah kau temani dia dan kalian sama-sama menyusul
kami di Sam-liong-to!"
"Tapi..."
"Sudahlah," Kim-mou-eng tersenyum dan memberi isyarat puteranya. "Kau bawa gadis ini, Thai
Liong. Lindungi dia dalam perjalanan. Beri tahu Ji Pin bahwa kami pergi agak lama dan setelah itu susul
kami ke sana!" kemudian tidak memberi kesempatan dua orang itu membantah pendekar inipun berkelebat
dan menyabar lengan isterinya. "Niocu, kita berangkat!" dan menepuk Siang Le agar meninggalkan tempat
itu pendekar inipun mengajak menantu dan anak perempuannya pergi. Dan begitu empat orang itu bergerak
dan meninggalkan Lembah Malaikat maka dua muda-mudi itu tertegun dan terbelalak dengan muka merah.
"Liong-ko, jaga baik-baik adik Shintala. Awas kalau kau hanya seorang diri datang ke rumahku!"
"Hm, terima kasih," Thai Liong tersipu menjawab adiknya, Soat Eng sengaja menggoda. "Tanpa kau
mintapun aku pasti akan menjaga Shintala, Eng-moi. Tapi kalau dia meninggalkan aku di tengah jalan harap
kau jangan menyalahkan aku!"
"Aku tak akan meninggalkanmu," Shintala tiba-tiba berkata tanpa sadar, meluncur begitu saja. "Kau
sudah kuanggap pengganti kakekku, Liong-twako. Aku tentu saja senang kalau kau mau melindungiku!"
"Nah," Soat Eng tertawa di sana, "Kau dengar sendiri kata-kata Shintala Liong-ko. Dia senang kalau
kau lindungi. Awas kalau kau lengah!" dan ketika Shintala terkejut dan semburat, sadar bahwa kata-katanya
tadi dipakai Soat Eng untuk menggoda maka gadis inipun mengeluh dan tiba-tiba berkelebat meninggalkan
Thai Liong, tidak ke arah teman-temannya tadi melainkan ke arah lain.
"Heii..!" Thai Liong terkejut. "Mau ke mana, Shintala. Arah kita ke utara, bukan barat!"
"Aku malu kepada adikmu," gadis itu berseru, agak terisak. "Aku gadis tak tahu malu, Liong-twako.
Bicara tanpa diatur dan sembarangan saja!"
"Ah," Thai Liong berkelebat, mengejar gadis itu. "Apa maksudmu, Shintala. Bicara apa yang tidak
Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
diatur. Kau tidak bicara apa-apa!"
"Tidak, aku... aku, ah, sudahlah, Aku pergi sendiri dan kau pergilah ke utara!"
Namun Thai Liong menyergap dan sudah menyambar lengan baju gadis ini. Thai Liong terkejut
karena Shintala tiba-tiba menangis, pergi dan rupanya tak mau kembali. Dan ketika ia menangkap serta
menghentikan lari gadis ini, berseru agar Shintala tidak pergi maka Thai Liong sudah menggigil memandang
gadis itu.
"Shintala, kau marah kepada adikku? Kau marah pula kepadaku? Kau tahu bahwa adikku memang
suka menggoda, maafkan kalau dia menyakiti hatimu. Kita sama-sama tahu bahwa apa yang dikatakan
adalah benar!"
"Benar? Ap.. apa maksudmu?"
"Hm," Thai Liong gemetar dan meremas jari-jari gadis ini, Shintala tak menolak cengkeramannya.
"Ayah ibuku sudah tahu perasaan kita, Shintala, dan kita memang tak perlu sembunyi-sembunyi lagi. Aku
senang kalau kau mau bersamaku, bukan hanya kau saja!"324 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Ah," gadis ini meronta, melepaskan diri. "Apa maksudmu, twako. Senang yang bagaimana!"
"Senang bahwa... bahwa kita berdua. Bahwa kita ingin bersatu!"
"Apa?" gadis itu menjerit. "Kau tak tahu malu, Thai Liong. Kau lancang.... plak!" dan Thai Liong
yang ditampar dan tertegun melihat gadis itu memutar tubuh, berkelebat dan menangis tiba-tiba bengong
karena Shintala mengguguk di sana, tersedu-sedu dan sudah berlari kencang dengan muka ditutupi. Thai
Liong terkejut karena apa yang diterima sungguh tak disangka. Dia kena tampar! Tapi begitu Shintala pergi
dan Thai Liong penasaran oleh sikap ini, hatinya berguncang maka pemuda itu mengejar dan berkelebat
pula, menangkap dan menyambar bahu gadis ini, erat-erat.
"Shintala, tunggu dulu. Kau boleh tampar aku lagi kalau isyarat yang kutangkap salah!"
"Isyarat?" gadis itu terkejut, membalik dan meronta namun Thai Liong tak melepaskannya. "Isyarat
apa lagi, Thai Liong. Kau tak tahu malu dan lancang. Jangan pegang-pegang tanganku, lepaskan!
"Aku akan melepaskah kalau satu pertanyaan yang mengganjal di hatiku kau jawab. Nah, bolehkah
aku bertanya dan maukah kau menjawab!"
"Apa yang hendak kautanyakan. Cepat, dan lepaskan aku!"
"Hm," Thai Liong kebingungan, menggigil dan merah mukanya. "Aku hendak bertanya tentang
pandang matamu, Shintala, apakah aku keliru atau tidak!"
"Ada apa dengan pandang mataku. Kenapa!"
Thai Liong menelan ludah. Tiba-tiba ia tak dapat berkata ketika dua pasang mata mereka saling
beradu. Gadis itu tampak galak dan marah, padahal biasanya lembut dan penuh mesra. Dan ketika ia "gentar"
karena gadis itu berobah, tak seperti biasanya maka pemuda ini malah tertegun dan kembali menelan ludah,
tak bisa bicara.
"Kalau begitu lepaskan tanganku!" Shintala membentak dan meronta, kali ini lepas. "Kau tak bertanya
dan aku tak menjawab, Thai Liong. Selamat tinggal dan jangan ganggu aku lagi!"
"Eh!" Thai Liong terkejut, sadar. "Nanti dulu, Shintala. Tunggu!" dan ketika pemuda itu bergerak dan
berjungkir balik melewati temannya, menghadang dan Shintala berteriak karena hampir menubruk pemuda
itu maka Thai Liong sudah berdiri dan gemetar mengeraskan pandangan.
"Aku hendak bertanya tentang pandang matamu. Yakni apakah benar tidak menerima cinta kasihku!"
"Apa?" gadis itu menggigil, tiba-tiba menurunkan tangan yang hendak menampar Thai Liong, tadi
siap bergerak dar memukul pemuda itu. Marah! Tapi begitu Thai Liong meluncurkan pertanyaan dan ia
harus menjawab, Shintala terkejut dan bingung tiba-tiba gadis itu terhuyung dan meruntuhkan pandang mata
ke bawah, pucat tapi juga malu, sama-sama menggigil seperti Thai Liong.
"Ya, " Thai Liong maju, menangkap dan mencekal erat-erat tangan gadis itu sekali lagi tak mau
melepaskannya. "Aku hendak bertanya tentang itu, Shintala. Apakah keliru getar perasaanku bahwa kau
menerima cintaku!"
"Oohh...!" gadis itu mengguguk, jatuh dan roboh ditangkap Thai Liong. "Aku... tak tahu, Thai Liong.
Aku tak mengerti...!"
"Hm," Thai Liong menangkap dan mengangkat naik dagu itu, dagu yang runcing gemetar. "Jangan
kau bilang tidak mengerti, Shintala. Aku dan kau sama-sama yakin akan apa yang kita rasakan. Bagaimana
kalau aku menyatakan cintaku dengan caraku sendiri!"
"Maksudmu?"
"Kau pandanglah aku!"
"Aku... aku tak kuat. Aku tak berani!"325 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Kalau begitu maaf. Inilah caraku menyatakan cinta!" dan Thai Liong yang menunduk dan mencium
mulut gadis itu tiba-tiba membuat Shintala tersentak dan kaget, membuka mata yang tadi dipejamkan namun
Thai Liong sudah melumat bibirnya dengan lembut dan mesra, panas namun terkendali. Dan ketika gadis itu
mengeluh dan berguncang tersedu, roboh dan terguling di pelukan pemuda ini maka Thai Liong girang
karena kekasihnya itu menerima, tidak marah!
"Ooh, aku... aku malu, Thai Liong. Awas kalau dilihat orang!"
"Ha-ha, tak ada orang di sini, Shintala. Ibu dan ayahku telah pergi, begitu juga Eng-moi. Ah, kau
manis dan menggemaskan!" dan ketika Thai Liong mencium dan melumat bibir kekasihnya lagi, gemas dan
penuh sayang maka Shintala terlena dan tidak menolak, diam memberikan bibirnya dan Thai Liong
mendekap kekasihnya ini erat-erat, melambung dan terayun ke sorga amat tinggi dan Shintalapun ikut
mabok. Sekarang dua muda-mudi ini sudah menyatukan hati mereka. Cucu Drestawala itu menyerah! Dan
ketika Shintala menangis namun derai air matanya adalah derai air mata bahagia, Thai Liong resmi menjadi
kekasihnya maka dua muda-mudi itu akhirnya mereguk bahagia dan manisnya madu cinta. Thai Liong
bertanya kenapa tadi kekasihnya itu marah-marah, dijawab bahwa sesungguhnya Shintala malu oleh godaan
Soat d Eng tadi, malu yang membuat dia kikuk dan bingung. Dan karena tak ada wanita yang mau begitu
saja menyatakan isi hatinya, Thai Liong tertegun namun berseri-seri maka gadis itu menutup,
"Memangnya aku harus duluan menyatakan cinta? Cih, tak pantas dong, Liong-koko. Aku harus tahu
diri dan tadi menyesal kenapa kelepasan bicara. Adikmu menggodaku hingga aku lalu sadar!"
"Ah, coba katakan itu lagi. Betapa manisnya!"
"Katakan apa?"
"Panggilan itu, Liong-koko (kanda Liong). Ha-ha, bukan Liong-twako (kakak Liong) melainkan
Liong-koko... aduh!" dan Thai Liong yang berteriak karena sakit dicubit tiba-tiba tertawa bergelak mengelak
satu tamparan lagi, berkelit dan dikejar dan Shintala tersipu-sipu menyambar kekasihnya ini. Tanpa sadar
iapun sudah memanggil demikian mesra kekasihnya itu. Tentu saja Thai Liong tergelak bahagia. Namun
ketika Thai Liong tertangkap dan dicubit lagi, keras sekali maka pemuda itu menjerit dan minta ampun.
"Adouh... tobaat. Ampun, La-moi... ampoun....!"
"Ampun apa, kau tidak minta ampun!"
"Huwaduh, aku sudah minta ampoun...!"
"Ampun apa, kau tidak minta ampun melainkan ampoun. Nah, apa itu ampoun dan aku tidak mengerti
ampoun!" dan Shintala yang terkekeh-kekeh mencubit sambil memaki, Thai Liong memang bercanda maka
gadis itu membuat Thai Lion, meringis karena dua jari gadis itu menggencet sambil memelintir. Cucu
Drestawala ini gemas karena merasakan sakitpun masih juga Thai Liong main-main. Tapi ketika Thai Liong
mengelak dan menotoknya roboh, terbahak sambil membawa lari kekasihnya maka Shintala berteriak-teriak
karena diputar-putar.
"He.., he! Mau apa kau ini, Liong-ko." Aih, jangan diputar seperti baling-baling. Jatuh aku nanti!"
"Ha-ha, aku ingin membalasmu, moi-moi. Kau sekarang harus minta ampun atau kubawa terbang
sambil berputar-putar. Lihat, kulit tubuhku matang biru!"
"Ah, aku tak mau minta ampun. Kau yang salah!"
"Kalau begitu kulempar-lempar. Ha-hi aku akan melempar tubuhmu sambil berlari kencang!" dan
ketika benar saja pemuda itu melempar-lempar tubuh kekasihnya sambil berlari kencang, Shintala berteriak
dan menjerit-jerit maka Thai Liong menggoda kekasihnya agar minta ampun. Shintala memaki-maki namun
tidak juga minta ampun. Dan ketika pemuda itu kehabisan akal karena kekasihnya keras kepala, Thai Liong
bergerak dan menuju ke utara maka pemuda itu tertawa berseru,
"Baik, kalau tidak minta ampun kau akan kucium. Nah, pilih mana!" dan Thai Liong yang menangkap
dan membebaskan kekasihnya lalu terbahak mencium bibir pujaan hati, dielak namun pemuda ini mengejar326 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
dan tertangkaplah mulut itu. Dan ketika Shintala tak berkutik karena kekasihnya telah melumat maka gadis
itu mengeluh dan berbisik bahwa dia pilih yang ini, bukan minta ampun.
"Ha-ha, kau pilih ini? Tidak minta ampun? Baik, akan kulaksanakan hukumanmu moi-moi. Mulai
sekarang sampai nanti kau menerima hukuman cium!" dan Thai Liong yang terbahak dan mencium
kekasihnya lalu membuat Shintala tertawa-tawa karena pemuda itu membawanya lari sambil berulang-ulang
mengecup bibir, gemas dan penuh bahagia dan melambunglah cucu Drestawala itu untuk kesekian kalinya
lagi. Kalau sudah begini maka hidup serasa milik sendiri, bukan orang lain. Dan ketika Thai Liong juga
tertawa-tawa penuh bahagia, dia bercanda sepanjang jalan maka orang akan heran karena baru kali itulah
putera Pendekar Rambut Emas yang biasanya pendiam dan tak banyak bicara ini tiba-tiba begitu berobah.
Ah, inilah cinta!
* * * Pagi itu Siang Le dan isterinya berlayar menuju Sam-liong-to. Mereka di minta duluan oleh Pendekar
Rambut Emas karena pendekar itu akan beristirahat dulu di tepi laut timur, sebelum menyeberang ke selatan.
Dan karena ini juga atas permintaan Swat Lian, sang isteri, maka Siang Le mengangguk mendahului
mertuanya.
"Kalian jalan saja dulu di depan. Aku dan gak-bomu akan menyusul belakangan. Gak-bomu ingin
beristirahat sejenak, nanti menyeberang."
"Baik," Siang Le mengangguk dan cepat mencari perahu. Ada getar kegembiraan di hatinya bahwa
sebentar lagi dia akan pulang kandang. Sam-liong-to adalah tempat tinggalnya dan justeru pemuda itu
merasa kebetulan dengan begini. Ia akan dapat menyiapkan sambutan kalau gak-hu dan gak-bonya nanti
datang. Soat Eng sudah diberi tahu dan isterinya itupun setuju. Dan ketika mereka berangkat dan Pendekar
Rambut Emas melambai di pesisir, pasangan muda ini sudah bergerak menyeberangi laut maka Swat Lian
atau Kim-hujin itu mengerutkan kening.
"Aku merasa pusing, mengantuk. Badanku tak enak benar hari ini dan entah karena apa!"
"Kau tentu kecapaian," sang suami menghibur. "Mari kupijit, niocu, dan mari bersila mengembalikan
tenaga. Kau kelewat memikiri anakmu bungsu."
"Tentu saja! Mana ada ibu tega membiarkan anaknya hilang, suamiku? Aku khawatir akan Beng An,
dan perasaanku hari ini tak enak benar. Apakah Beng An dapat kutemukan di sini sesuai omongan Sian-su!"
"Hm, aku percaya padanya, dan aku yakin akan kata-katanya. Hanya aku tak mengerti bagaimana
bahwa semuanya ini bersumber dari dirimu. Apa yang telah kau lakukan dan bagaimana bisa begitu!"
"Sian-su bicara apa?" Swat Lian terkejut, muka agak berubah. "Apa yang dikatakan tentang aku?"
"Aku hanya mendengar bahwa kaulah yang akan menjadi kunci dari semuanya ini, niocu. Selamat
atau tidaknya anak kita Beng An!"
"Begitu?"
"Ya, dan apa yang telah kau lakukan?"
"Aku tak merasa melakukan apa-apa, ah, kakek dewa itu membuat aku jadi merasa semakin tak enak
saja. Dan semalam aku bertemu ayah!"
"Ayah?" Pendekar Rambut Emas tertegun. "Bukankah dia telah meninggal?"
"Ya, itulah, suamiku. Dan hari ini aku cemas. Semalam ayah melambaikan tangannya kepadaku,
mengajak ke Ce-bu!"
"Hm, firasat tak baik," Pendekar Rambut Emas menekan detak jantungnya. "Bertemu orang mati
selamanya menandakan firasat buruk, niocu. Tapi bisa juga karena lelah batinmu!"327 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Dan katanya bertemu orang mati seolah diajak ke liang kubur," sang isteri gelisah. "Apakah ini
isyarat kematian bagiku yang harus meninggalkan dunia!"
"Hush!" sang suami terkejut, setengah membentak. "Omongan apa yang kau omongkan ini, niocu?
Jangan bicara yang tidak-tidak, urusan mati di tangan Tuhan. Mari bersila dan pejamkan matamu, kupijit!"
Sang nyonya terisak. Sungguh dia ingin menangis kalau kegelisahan dan kecemasan melanda hatinya.
Saat itu dia merasa tak nyaman dan bayangan ayahnya yang semalam bertemu dengannya membuat ia tak
tenang. Konon, kalau mimpi bertemu si mati katanya juga isyarat untuk masuk ke alam kubur. Dan nyonya
itu ngeri akan ini! Tapi ketika suaminya membentak dan menyuruh dia duduk bersila, kaki dipijit dan getaran
mesra muncul di ujung-ujung jari suaminya itu, Pendekar Rambut Emas menenangkan dan membelai
isterinya mendadak nyonya ini tersedak dan butir-butir air matapun tak dapat di cegah lagi. Puteri Hu Beng
Kui ini menangis!
"Suamiku, kau... kau masih mencintai aku?"
"Hush, omongan apalagi ini?" sang suami terkejut, membelalakkan mata. "Tentu saja aku masih
mencintaimu, niocu. Kau isteriku dan ibu dari anak-anakku. Kau teman hidupku!"
"Tapi semalam aku bertemu ayah..."
"Tak usah dihiraukan itu!"
"Tidak..., tidak. Aku tidak hanya bertemu ayah, suamiku, melainkan juga kakakku Beng An. Ia
mengajakku bercakap-cakap dan kami semalam tertawa riang. Baru kali itu aku bertemu dengannya. Ah,
kakakku masih tampan dan gagah. Ia berkata bahwa dunianya sekarang jauh lebih indah dan
membahagiakan. Tidak ada kerusuhan atau permusuhan. Semuanya damai dan tenteram. Aku diajaknya ikut!
"Sudahlah," Pendekar Rambut Emas jadi tersentak. "Kau jawab bagaimana, niocu, maukah kau atau
tidak.
"Aku tak mau, aku... aku..."
"Bagus, kalau begitu kau masih mendampingi aku atau anak-anakmu!"
"Tidak, tidak suamiku. Ayah tiba-tiba muncul dan memaksaku. Ia menarik-narik tanganku dan berkata
agar aku ikut dengannya. Aku bingung dan ketakutan. Dan... dan ketika..."
"Ketika apa?"
"Ketika.... ketika..." sang nyonya sudah tak dapat meneruskan kata-katanya karena kalah oleh tangis
yang meledak. Kim-hujin ini tiba-tiba menubruk suaminya dan menciumi wajah yang mulai bercambang itu,
Pendekar Rambut Emas terkejut. Namun ketika pendekar itu membelai rambut isterinya dan gagal pula
memijit, yang terpaksa dihentikan maka dia bebertanya bagaimana selanjutnya, kenapa isterinya itu
menangis.
"Kau tahu watak ayah yang keras dan dbengis. Ia membujuk dan memaksaku namun aku tetap
menolak. Dan ketika ia marah-marah dan memaki-maki aku maka dia menampar dan bertanya kepadaku
kenapa aku tak mau ikut dengannya!"
"Hm, kau jawab bagaimana?"
"Kujawab bahwa aku masih mencintaimu, suamiku. Tapi ayah tiba-tiba tertawa terbahak-bahak dan
berkata bahwa kau sekarang sudah tidak mencintaiku lagi seperti dulu. Itulah sebabnya kenapa tadi kutanya
apakah kau masih mencintaiku!"
"Hm," Pendekar Rambut Emas tersenyum, geli. "Ayahmu memang keras dan bengis, niocu. Tapi
kupikir ia benar..."
"Ah, benar bahwa kau sekarang tak mencintaiku lagi? Bahwa kau tak sayang dan kasih kepadaku
seperti dulu?"328 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Hm, duduklah, dan jangan berdiri seperti itu. Pandang matamu membuat aku merasa seram!"
"Tapi kau..."
"Dengarlah," sang suami menarik dengan lembut, sabar. "Aku belum menjelaskannya secara lengkap,
niocu. Jangan buru-buru marah atau apa. Dengarkan yang hendak kukatakan dan kuakui bahwa kata-kata
ayahmu ada benarnya juga."
"Kalau begitu kau sudah tak sayang kepadaku lagi. Kau tak cinta!"
"Ah, cinta seperti dulu memang tidak, niocu. Tapi cinta yang lain dan baru sekarang bersemi. Aku
merasakan suatu perasaan lain yang lebih indah. Duduk dan dengarlah kataku!" dan ketika sang isteri ditarik
dan disuruh duduk, nyonya itu terbelalak dan kecewa maka buru-buru pendekar ini berkata, "Niocu, cinta
yang bagaimana yang kau harapkan sekarang? Apakah sama seperti dulu dan persis cintanya anak muda?"
Sang nyonya tertegun, tak menjawab.
"Kalau seperti itu maka hilang sudah, niocu. Cintaku yang seperti dulu memang sudah tiada lagi,
terganti oleh cinta baru namun yang tak kalah hangat dan mesra!"
"Aku tak mengerti!"
"Kau akan segera mengerti. Nah, jawablah pertanyaanku ini: Apakah kau masih ingin kucumbu dan
kurayu seperti gayanya anak-anak muda sekarang!"
Sang nyonya melengos. "Cih, pertanyaan apa itu?"
"Nah," sang suami tertawa. "Kau jangan melengos, niocu. Jawab dan pandanglah aku. Cinta yang
bagaimana yang kau inginkan itu. Apakah seperti cinta gayanya anak muda!"
"Hm, kau membuat aku bingung, juga malu. Katakan saja ke mana arah kata-katamu dan apa yang kau
kehendaki dari aku!"
"Wah, siapa yang mengharap jawaban. Kau atau aku? Ha-ha, kau tadi bertanya apakah aku masih
mencintaimu, niocu, dan sekarang ingin kujawab tapi terlebih dahulu kau jawablah pertanyaanku itu. Apakah
kau masih ingin gaya cintaku seperti dulu, ketika kita masih sama-sama muda!"
"Hm, aku tak mengerti. Tapi baiklah kujawab juga. Barangkali adalah bukan..."
"Nah, itulah. Jadi kau tak ingin mendapat cintaku seperti semasa kita masih muda remaja, bukan?
Bahwa kau tak mengharap cumbu atau rayuku? Kita sekarang sudah orang-orang tua, niocu, dan sudah setua
begini tentunya bukan cinta fisik yang menonjol, melainkan cinta baru yang lebih menitikberatkan
kebahagiaan batin. Kita tak seberapa memerlukan sentuhan-sentuhan fisik, melainkan sentuhan-sentuhan
rohaniah. Kau tentu dapat merasakan ini dan itulah sebabnya kutanya cinta macam apa yang kau tanyakan
tadi. Kalau seperti anak muda, wah, tentu sudah bukan masanya. Tapi cinta yang seperti inipun tak kalah
indahnya dengan cinta anak-anak muda!"
"Ya-ya, aku juga merasa begitu. Tapi hmm.... apakah kau tak ingin menciumku juga, suamiku?
Apakah hasratmu kendor? Kau tampak lain akhir-akhir ini, kau agak pendiam dan tidak perdulian. Aku takut
tak kau perdulikan!"
"Ah, siapa bilang? Hasratku memang tidak seperti dulu, niocu, tidak menggebu-gebu. Namun tentu
saja aku tak seacuh seperti yang kau kira. Lihat, akupun masih dapat menciummu mesra!" dan Pendekar
Rambut Emas yang tertawa dan meraih isterinya lalu mencium dan memeluk lembut, disambut dan sang
isteripun tertawa lega. Sang nyonya. mengira suaminya dingin, acuh. Tapi ketika hal itu dibuktikan dan
Pendekar Rambut Emas tertawa melepas ciuman, gairah itu masih ada maka nyonya inipun tersipu dan
berbisik untuk balas mencium suaminya.
"Aku takut, aku tadinya khawatir...329 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Ha-ha, sekarang tidak, bukan? Aku masih memiliki gairah, aku masih dapat menjadi suami yang
baik. Tapi, eh... siapa yang menjerit minta tolong itu!"
Jilid XXIII
SWAT LIAN terkejut. Sang nyonya dilorong suaminya dan Pendekar Rambut Emas berdiri meloncat
bangun. Gerakannya cepat dan tiba-tiba nyonya itu mendengar apa yang didengar suaminya. Jeritan orang!
Dan ketika ia terbelalak dan kagum bahwa lagi-lagi ia kalah dulu, suaminya itu lebih tinggi dan lebih tajam
pendengarannya maka Pendekar Rambut Emas tampak menggigil, mukanya berubah.
"Kau tahu siapa yang menjerit itu? Suara siapa?"
"Dari Sam-liong-to. Soat Eng!"
"Benar, dan terdengar teriakan lagi, Sekarang Siang Le. Ah, anak dan mantu kita mendapat bahaya.
Mari ke sana dan jangan membuang-buang waktu lagi di sini!" dan Pendekar Rambut Emas yang berkelebat
dan meluncur ke depan tahu-tahu telah meninggalkan isterinya untuk bergerak di permukaan air laut, Sang
isteri terkejut dan nyonya itupun berteriak, memanggil dan berjungkir balik mengejar suaminya itu. Dan
ketika Pendekar Rambut Emas berhenti dan menyambar lengan isterinya, sang isteri sudah ditarik dan
disendal maka mereka ini sudah terbang dan meluncur di riak buih gelombang laut selatan. Persis iblis atau
siluman di siang hari bolong!
Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Cepat, anak dan mantu kita meminta tolong, niocu. Ada sesuatu di Sam-liong-to!"
"Benar, aku mendengar teriakan mereka, suamiku. Tapi apa yang terjadi. Ada apa di pulau!"
"Siapa yang tahu? Yang jelas tentu kejadian hebat, niocu. Kalau tidak tak mungkin mereka menjerit
sampai ke sini. Ah, bahaya selalu saja ada di depan!" dan Kim-mou-eng atau Pendekar Rambut Emas yang
meluncur dan terbang di permukaan laut selatan lalu menyuruh isterinya untuk tidak bertanya-tanya,
bergerak dan mempergunakan kesaktiannya dan tampaklah hal mengagumkan yang dilakukan suami isteri
ini. Mereka meluncur dan bergerak-gerak di atas permukaan laut dengan amat cepatnya, sebentar kemudian
sudah menjadi titik kecil dan lenyap di kejauhan sana, padahal baru saja mereka itu meninggalkan daratan!
Dan ketika suami isteri itu lenyap dan benar-benar tak tampak lagi, buih atau gelombang laut menghalangi
pandangan maka di sana di tempat kejadian itu terjadi peristiwa mengejutkan.
Siang Le, seperti diketahui, telah disuruh ayah mertuanya untuk pergi duluan. Pemuda itu mengajak
isterinya dan Soat Engpun gembira. Sudah lama Sam-liong-to tak mereka kunjungi dan baru hari itu mereka
datang. Dan ketika mereka berperahu dan menyeberang sambil bernyanyi-nyanyi, Siang-hujin atau nyonya
Siang ini tampak gembira sekali maka Siang Le yang semula berdebar dan mengerutkan kening akan
kembali ke tempat tinggalnya sendiri mendadak terbawa atau terpengaruh oleh keriangan isterinya ini.
"Kenapa tidak harus gembira," sang isteri menjawab sambil tertawa ketika pemuda itu menegur. "Kita
datang untuk kembali ke rumah kita, Le-ko. Dan aku akan melihat serta memeriksa tanaman-tanaman yang
ada di sana. Aku ingin melihat bagaimana tanaman anggrekku dulu, juga bunga-bunga ceplok piring yang
dulu kutanam di gerbang Istana Hantu. Ah, aku rindu melihat mereka. Aku kangen!"
"Hm, dan kau tak ingin melihat hewan peliharaan kita? Kau tak ingat sepasang gorila jantan dan betina
kita?"
"Ah, mereka piaraanmu, Le-ko. Mereka lebih dekat denganmu daripada aku. Aku hanya ingat bungabunga anggrek dan ceplok piringku, bukan sepasang gorila sialan itu, yang sering merusak tanamanku!"
"Hm," Siang Le tersenyum. "Mereka adalah binatang yang tak mengerti perasaan manusia, Eng-moi.
Mereka sebenarnya bukan mau merusak melainkan coba mencium atau merasakan bunga-bunga tanamanmu.
Mereka baik dan sebenarnya malah ingin membantu."
"Ih, membantu? Membantu apa? Ya membantu merusak itu. Sudahlah, mereka urusanmu dan aku
bunga-bunga anggrekku. Awas, kalau ada yang dicabuti mereka itu akan kuhajar!"330 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Ha-ha, mereka tentu akan bersembunyi lebih dulu. Begitu kau datang tentu mereka segera ke lubang
perlindungan. Ah, jangan dihajar, Eng-moi. Kasihan binatang peliharaan kita itu. Dan setahun yang lalu
gorila betina rupanya hamil!"
"Hamil?" sang nyonya tertegun. "Kau yakin itu?"
"Ya, gorila itu akan mempunyai turunan, Eng-moi. Dan mereka tentu bahagia mendapatkan anaknya!"
"Dan aku.... kita..." sang nyonya tiba-tiba mengeluh ditahan, terisak. "Aku kalah dengan binatang kita,
Le-ko. Aku belum juga dapat memberimu keturunan!"
"Hm, sudahlah," sang suami cepat menyambar dan memeluk isterinya ini. "Kita belum lama menikah,
Eng-moi. Sedang sepasang gorila itu sudah bertahun-tahun. Ah, sudahlah. Jangan samakan dirimu dengan
gorila betina itu karena ,manusia tetaplah manusia. Kau isteriku, kita dapat berusaha dan kita masih termasuk
pengantin baru!" dan ketika Siang Le mencium isterinya dan tertawa menghibur riang maka Soat Eng
tersenyum dan dapat menerima hiburan ini. Apalagi ketika sang suami tiba-tiba menuding ke depan. "Lihat,
Sam-liong-to sudah di depan kita!"
Benar saja, tiga gundukan tanah memanjang tiba-tiba muncul di permukaa air laut, tiga buah pulau di
mana yang paling tengah menonjol atau menggunduk bagai punuk seorang raksasa yang tidur telungkup,
masih samar-samar namun akhirnya jelas dan kian menonjol, menggembirakan suami isteri itu karena itulah
Sam-liong-to atau Pulau Tiga Naga tempat kediaman mereka. Dan ketika Soat Eng melepaskan diri dan
menyambar dayung, perahu digerakkan sampai air laut memuncrat maka Siang Le tertawa melihat tingkah
isterinya itu.
"Hei, awas. Jangan kuat-kuat memukul dayung, Eng-moi. Lihat pakaianku basah semua!"
"Hi-hik, biar sajalah. Nanti juga kucuci!" dan ketika Soat Eng memukul atau menggerakkan
dayungnya di permukaan laut yang bergelombang, muncrat dan kembali membasahi baju suaminya maka
Siang Le memaki dan balas memukulkan dayung ke dekat isterinya, muncrat dan ganti isterinya itulah yang
basah oleh air. Suami isteri ini tiba-tiba bergurau dan tertawa-tawa dengan air laut selatan, Sam-liong-to
sudah dekat dan tiba-tiba Siang Le meloncat berjungkir balik mendahului isterinya, mau lebih dulu tiba di
pulau tapi sang isteri terkekeh dan berkelebat meninggalkan perahu, melesat dan lebih dulu menginjakkan
kaki di tanah. Dan ketika Siang Le mengumpat namun tertawa bergelak, mereka sudah tiba di rumah maka
Soat Eng berseru mengejek suaminya itu.
"Hi-hik, gerakanmu lamban. Lihat, aku lebih dulu!"
"Ah, kau nakal. Kau menjejak punggungku, Eng-moi. Kalau tidak tentu aku dulu."
"Ih, siapa bilang. Kau yang bodoh terlalu rendah, Le-ko. Aku hanya melewatimu dan hanya ujung
bajumu yang kena!"
"Ha-ha, sudahlah, kita sudah sampai. Mari adu cepat ke istana!"
"Hei, jangan curang. Kenapa menyiprati air dan lebih dulu lari...!"
"Ha-ha, kau bodoh kenapa kena, Eng-moi. Siapa suruh kau lengah!" dan suami isteri ini yang tertawatawa berlari cepat, Soat Eng memaki karena suaminya tadi menyiprati mukanya lalu balas menyiprati
suaminya dan kejar-mengejar mendahului ke tengah. Di sana ada Istana Hantu dan itulah tempat tinggal
mereka. Siang Le mencuri kesempatan selagi isterinya diajak bicara tadi, lari dan mendahului namun sang
isterinya meloncat dan berkelebat mengejar pemuda ini. Dan ketika keduanya susul-menyusul namun Soat
Eng menang cepat, memang selama ini Siang Le masih di bawah isterinya maka Soat Eng bersorak ketika
gerbang Istana Hantu terlihat di depan, gagah dan garang.
"Aku menang. Horee... kau kalah!" sepasang suami isteri muda ini seperti kanak-kanak saja. Mereka
mengejek dan saling pukul namun jelas keduanya begitu gembira. Siang Le yang tadi berkerut dan menarik
kening tiba-tiba terpengaruh isterinya ini dan lupalah kepada firasat jelek. Tapi ketika Soat Eng tiba di
gerbang Istana Hantu dan bangunan kuno yang megah namun menyeramkan itu menyambut mereka, dingin331 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
dan acuh maka Siang Le tiba-tiba berteriak dan jatuh tersandung sesuatu, benda hitam kecoklatan yang
disangka batu gunung.
"Heiii...!"
Soat Eng membalik dan berhenti. Wanita itu terkejut karena seruan suaminya bukan seruan biasa. Ia
telah melewati tanjakan di depan dan sama sekali tidak memperhatikan batu gunung itu, maklum, ia
berjungkir balik dan jauh di atas batu ini. Dan ketika ia tertegun karena suaminya bergulingan di sana, kaget
dan berteriak tertahan maka Soat Eng tiba-tiba terbelalak karena batu gunung yang menyandung suaminya
itu tiba-tiba bergerak dan.... dapat menguik.
"Gorila kita...!"
Sang nyonya tersentak. Batu gunung itu, yang disangka batu, ternyata adalah gorila jantan yang
tengkurap dan penuh debu. Kulitnya demikian kotor hingga nyaris berubah ujud, bukan sebagai seekor
binatang melainkan sebuah batu besar. Dan ketika nyonya itu terkejut dan berseru tertahan, gorila itu bangkit
namun terhuyung roboh maka ia sudah berkelebat dan Siang Le yang tadi terkejut menendang tubuhnya yang
lunak empuk tiba-tiba juga sudah berteriak dan merangkul binatang itu, yang dadanya ternyata tertancap oleh
tujuh batang anak panah hitam!
"Ah, kau Gosar. Apa yang terjadi!"
"Benar, mana isterimu, Gosar. Apa yang terjadi. Siapa yang melakukan ini kepadamu!" Soat Eng,
yang sudah berkelebat dan berlutut di samping suaminya lalu berseru dan menggigil marah. Ia baru tahu
bahwa gorila kesayangan mereka ini ternyata luka berat. Tujuh panah hitam yang menancap di dadanya itu
bukan main-main. Heran bahwa binatang piaraanya ini masih hidup! Tapi marah dan gusar bahwa seseorang
telah membuat binatangnya sekarat, gorila itu menguik dan mengendus-endus lengan Siang Le maka
binatang itu coba menerangkan dengan lenguhan-lenguhan kecil dan Siang Le maupun isterinya menangkap
dengan perasaan marah. Mereka hapal dan mengerti akan gerak-gerik dan sikap binatang ini dan segera
mereka tahu bahwa Sam-liong-to telah ada pendatang haram. Dan ketika tiga kuikan lemah memberi tahu
suami isteri itu bahwa gorila ini menanti mereka, tak mau ajal sebelum tuannya datang maka gorila jantan ini
tiba-tiba mengejang dan melotot untuk akhirnya ambruk dan mati!
"Gorila kita terbunuh. Ia telah seminggu lebih menentang ajal!"
"Benar, ia menunggu kita, Le-ko, dan hendak memberitahukan bahwa orang yang amat jahat datang
mengacau. Ah, siapa itu dan kenapa mengganggu kita!"
"Yang jelas pasti amat lihai. Tujuh batang panah itu menancap dalam padahal gorila kita kebal!"
"Keparat, aku tak perduli. Dia membunuh binatang kesayangan kita, Le-ko, dan ia memasuki pulau.
Ah, aku akan membunuhnya dan mana gorila kita yang satu!"
"Ha-ha...!" suara tawa tiba-tiba menggelegar, datang atau menyambut kata-kata nyonya itu, membuat
dua suami isteri ini terkejut. "Selamat datang, Soat Eng. Dan selamat bertemu lagi di pulau ini. Ah, Samliong-to sungguh pulau yang memberi keberuntungan!" dan Soat Eng maupun Siang Le yang meloncat dan
membalik ke belakang tiba-tiba dibuat kagat dan merinding karena tak ada siapa-siapa di situ, membentak
dan tawa menggelegar itu terdengar lagi, berat dan bergulung-gulung dan Siang Le tiba-tiba berteriak
menekan dadanya. Pemuda ini mengeluh dan hampir saja roboh. Bukan main kagetnya Soat Eng, sang isteri.
Dan ketika Soat Eng membentak dan serasa mengenal suara tawa itu, menyambar dan menyelamatkan
suaminya maka tawa itu terdengar lagi namun orang atau pemiliknya tak tampak, seolah berada di delapan
penjuru mata angin. Sam-liong-to diguncang-guncang, persis hantu!
"Ha-ha, kau tak dapat mencariku, Soat Eng. Aku di sini. Ah, kau semakin cantik dan mengagumkan,
matang. Kau bagai bunga mekar setelah disentuh lelaki. Ha-ha, selamat datang dan inilah yang kau cari...
bluk!" sebuah benda besar melayang ke arah wanita ini, dari samping dan cepat wanita itu mengelak tapi
alangkah kagetnya ia ketika mengetahui benda apa yang dilempar itu. Dan ketika wanita ini menjerit atau
berseru tertahan, Siang Le juga berteriak dan mengenal itu maka pemuda ini membentak dan memaki,332 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Itu gorila kita. Ia Togur!"
Soat Eng ingat. Tiba-tiba ia tersentak karena sekarang ia tahu dan hapal suara siapa itu. Kiranya
Togur, si binatang keparat. Dan ketika wanita itu memaki dan membentak lawannya ini, sesosok asap hitam
berkelebat dan meledak di depan mereka maka seorang pemuda buntung telah berdiri sambil terkekeh-kekeh.
Siang Le dan Soat Eng terkejut karena tiba-tiba dari tempat lain muncul bayangan-bayangan lain dan tahutahu tigapuluhan wanita telah berdiri dan terkekeh-kekeh mengepung mereka. Wanita yang rata-rata
berwajah cantik dengan potongan tubuh sintal dan berpakaian seenaknya. Persis rombongan kaum penari
atau wanita-wanita penghibur yang sengaja mempertontonkan sebagian tubuh mereka, dada dan pusar.
"Keparat, siapa ini!" Soat Eng melengking dan seketika meradang. Pipi dan mukanya mangar-mangar
karena tigapuluhan wanita itu memandang suaminya dengan pandangan birahi dan kurang ajar. Dan karena
mereka berpakaian seenaknya dan yang di depan malah hanya mengenakan pakaian dalam, rambutnya awutawutan dan seakan orang habis bermain cinta maka Soat Eng naik pitam ketika wanita itu merangkul si
buntung dan terkekeh berkata kepada suaminya, genit meliuk-liukkan pinggang.
"Hi-hik, ini kiranya menantu Pendek Rambut Emas yang gagah dan tampan itu tu. Ih, apakah aku
boleh berkenalan dengannya, siauw-ongya? Kau tak keberatan memberikan pemuda itu untukku?"
"Ha-ha, siapa keberatan? Justeru kau akan kudapatkan untuknya, Ui Kiok. Dan yang wanita itu
untukku. Eh, apakah kau dapat menangkapnya dan nanti main-main di depan mataku!"
"Tentu saja, kalau ongya mau...." tapi Soat Eng yang membentak dan berkelebat maju tiba-tiba
menghantam tak dapat mengendalikan kemarahannya. Dua orang itu bicara kotor.
"Tikus betina, kau tak patut bicara begini di tempatku. Pergi, atau kau mampus!"
Namun Togur bergerak. Pukulan dahsyat menghantam teman wanitanya ini dan wanita itu berteriak
keras. Ia sudah menghindar namun rupanya kalah cepat. Soat Eng bergerak mengandalkan Jing-sian-engnya
dan pukulannyapun bukan pukulan main-main. Itulah Khi-bal-sin-kang yang akan membuat wanita itu
tewas. Tapi karena Togur bergerak dan si buntung itulah yang menyelamatkan wanita ini, melempar dan
membuang temannya kesamping untuk akhirnya menyambut pukulan itu sendiri maka Soat Eng terjengkang
ketika bertemu pukulan si buntung yang juga sama-sama mempergunak , Khi-bal-sin-kang!
"Dess!"
Soat Eng memekik dan melempar tubuh bergulingan. Tangkisan lawan bukan seperti dulu melainkan
lebih hebat lagi. Ia kalah dan terguling-guling meloncat bangun. Dan ketika wanita ini kaget sementara
lawan terbahak-bahak, Siang Le juga kaget karena Togur sekarang lebih hebat daripada dulu maka ia teringat
bahwa pemuda ini sudah menjadi murid Poan-jin-poan-kwi, bukan lagi sekedar menerima ilmu dari gurunya
saja.
"Keparat!" Soat Eng memekik dan pucat ditolong suaminya. "Kau jahanam keparat, Togur. Tapi apa
maumu datang ke sini. Sam-liong-to bukan tempat tinggalmu!"
"Ha-ha," pemuda itu tenang-tenang saja, mengerdip dan memainkan mata kepada belasan wanita
cantik di sana. "Aku datang untuk menjadi raja di sini, Soa Eng. Dan itulah isteri-isteriku yang cantik. Kau
telah datang dan melihat kehadiranku. Nah, kau bergabunglah di sini dan kuangkat dirimu sebagai
permaisuri!"
"Keparat, kau... kau tak tahu aku isteri orang?"
"Ha-ha, isteri atau bukan aku tak perduli Soat Eng. Suamimu itu biarlah menjadi penghibur isteriisteriku yang lain karena di sini kekurangan lelaki. Lihat, isteri-isteriku itu sudah bergairah melihat suamimu.
Dan akupun bergairah melihat dirimu. Ha-ha, kita tentu cocok dan satu sama lain dapat melihat bagaimana
berlain cinta!"
"Keparat, si mulut kotor!" Soat Eng tak dapat menahan dan berteriak lagi. Wanita itu marah bukan
main karena Togur benar-benar merendahkannya. Ia dihina dan dipermainkan di depan begitu banyak orang
sementara suaminya juga tak dipandang sebelah mata. Nyonya itu mendelik dan tentu saja kemarahannya333 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
naik ke ubun-ubun. Dan ketika ia melengking dan berkelebat maju, tangan menampar dan pukulan dahsyat
kembali menyambar, belasan wanita di situ tiba-tiba menjerit dan terlempar oleh angin pukulannya maka
Togur bergerak dan menyuruh teman-temannya itu mundur, tahu bahwa puteri Pendekar Rambut Emas ini
marah besar.
"Mundur.... semua mundur!"
Pukulan Soat Eng meledak dan menghantam tanah. Nyonya itu berteriak kece wa karena Togur tak
mau menangkisnya. Ia ingin pemuda itu menangkis dan suara pukulan mereka tentu bakal membuat wanitawanita itu terlempar. Ia benci dan marah sekali melihat puluhan wanita yang genit-genit itu, para jalang yang
jelas bukan orang baik-baik apalagi dipimpin Togur, si buntung ini. Maka begitu ia gagal namun ia sudah
menerjang lagi, para wanita itu tiba-tiba dikibas Togur agar menjauh, pukulan si nyonya sungguh dahsyat
maka Soat Eng sudah memekik dan menyambar-nyambar lawannya ini dengan pukulan-pukulan cepat.
"Ha-ha, ingin main-main dulu. Bagus, boleh berkeringat sebelum bermain cinta, Soat Eng. Aku akan
memberimu pelajaran bagaimana melayani calon suami yang baru!"
Soat Eng melotot dan merah padam. Ia dilayani dan segera si buntung itu berkelebatan ke kanan kiri
menghindari pukulan-pukulannya. Dan ketika Togur menangkis dan ia terpental, si buntung itu tertawa
menunjukkan kepandaiannya maka wanita muda ini berseru tertahan karena ia merasa kalah kuat dan
akhirnya juga kalah cepat.
"Kau akan kubunuh!" wanita itu memekik dan menerjang lagi. Soat Eng melepas pukulan-pukulan
Khi-bal-sin-kang yang digabung Lui-ciang-hoat. Pukulan ini meledak-ledak dan tempat itu tiba-tiba diserang
hawa panas yang membakar. Dan ketika Soat Eng juga mengeluarkan Cui-sian Gin-kangnya untuk
membantu Jing-sian-eng, tubuhnya menjadi dua kali cepat berkelebatan menyambar-nyambar maka wanita
itu benar-benar lenyap dan puluhan wanita yang ada di situ berseru kagum namun juga menjauh dan menjerit
kaget kalau disambar atau didorong hawa panas.
"Ih, luar biasa. Puteri Pendekar Rambut Emas itu benar-benar hebat sekali!"
"Benar, ia amat lihai. Tapi siauw-ong ternyata lebih lihai. Lihat, ia mengeluarkan Bu-siang-sinkangnya (Ilmu Sakti Tak Berwujud)!"
Seruan kagum tiba-tiba berubah menjadi seruan kaget. Tigapuluh wanita yang tadi memuji-muji Soat
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali 26 Pendekar Pedang Matahari 1 Kelabang Ireng Raksasa Bermata Satu 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama