Rajawali Merah Karya Batara Bagian 7
membentak-bentak mencari pemimpin mereka. Tak ada yang tahu siapa bayangan itu karena Poan-jin
maupun suhengnya bergerak tak dapat diikuti mata. Dua kakek siluman mengobrak-abrik bangsa Tar-tar
sampai tak keruan jadinya. Laki-laki atau pemuda-pemuda tegap dilempar dan dibanting sampai
melengkung-lengkung, banyak di antaranya yang tewas karena tubuh atau pungung mereka patah-patah,
terlipat. Dan ketika kegaduhan itu semakin riuh dengan tangis atau jerit anak-anak dan kaum perempuan,
Poan-kwi dan Poan-jin tak menemukan Pendekar Rambut Emas maka dua kakek itu pergi setelah seluruh
tempat tinggal bangsa Tar-tar diratakan dengan tanah. Kemah atau tiang-tiang besi dicabuti dan tersapulah
ribuan tempat tinggal yang sudah tidak berujud rupa lagi. Bangsa Tar-tar bagai diamuk topan dan ratusan
laki-laki terkapar roboh binasa, malang-melintang tak keruan dan hari itu rakyat Kim-mou-eng betul-betul
menderita. Tapi ketika dua kakek itu berlalu dan tinggallah wanita atau anak-anak yang meratap atau
menjerit di tinggal suami atau ayah-ayah mereka maka lenyaplah "badai" yang menghantui ribuan orangorang ini. Tepekur dan meratapi nasib buruk yang menimpa mereka tanpa mengetahui siapa yang
melakukan. Poan-jin-poan-kwi memang iblis yang tak mungkin dapat dilihat, apalagi oleh orang-orang biasa
ini. Dan ketika semuanya lalu dan Swat Lian maupun Soat Eng masih pingsan di sana, di lembah, maka
keesokannya Pendekar Rambut Emas datang didahului oleh bayangan kuning emasnya yang berkelebat di
tengah-tengah suku bangsanya.155 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
-0- "Apa yang terjadi? Apa ini?"
Pendekar Rambut Emas tertegun dan berobah wajahnya begitu melihat suku bangsanya porakporanda. Kemah-kemah hancur dan tak ada satu pun yang masih berdiri tegak. Pagi itu pendekar ini datang
dan melihat tempat tinggal di situ rata dengan tanah pendekar ini terkejut. Dia mengira ada topan atau badai
yang mengamuk, maklumlah, sekali dua ada juga peristiwa seperti itu, karena bangsa Tar-tar berada di
tempat atau daerah terbuka. Tapi ketika puluhan wanita menjerit dan menangis, kaum laki-laki
bergelimpangan dan menjadi mayat maka pendekar itu tergetar karena isteri maupun puterinya juga tak ada
di situ.
"Kami.... kami didatangi dua siluman. Kami tak tahu apa yang terjadi tapi mereka mengamuk dan
membunuh-bunuhi suami-suami kami!"
"Mereka? Mereka siapa? Dan di mana anak isteriku?"
"Kami juga tak tahu, taihiap. Tapi kami mendengar ledakan dan suara-suara guntur di lembah!"
"Ledakan? Suara guntur?"
"Ya, kami tak tahu apa yang terjadi, taihiap. Dan kami tak berani datang mendekat karena kau
melarang kami datang ke lembah!"
Pendekar ini tersentak. Dia membelalakkan mata dan mendengarkan ratap tangis di situ, dapat
mengerti karena tak satu pun di antara orang-orangnya yang boleh ke lembah. Tempat itu adalah tempatnya
dan hanya pembantu-pembantu dekatnya saja yang boleh ke sana, itupun kalau dia panggil. Dan ketika
wanita dan anak-anak berteriak dan menubruk mayat-mayat di situ, suami atau ayah-ayah mereka maka
pendekar ini berkelebat dan tiba-tiba meluncur memasuki lembah.
"Taihiap, tolong kami dulu. Suamiku tergencet batangan besi!"
"Benar, dan ayahkupun merintih di sana, taihiap. Ah, tolonglah dia dulu karena kakinya terjepit pohon
besar!"
Pendekar Rambut Emas tertegun. Dia sudah mau memasuki lembah. ketika tangis dan jerit minta
tolong itu menusuk telinganya. Sebagai seorang pendekar tentu saja dia harus menolong mereka-mereka itu,
apalagi mereka itu adalah rakyatnya. Dan karena urusan pribadi harus dinomorduakan dan rakyat adalah
segala-galanya maka pendekar ini berhenti dan terbang kembali, mengejutkan wanita-wanita itu karena
seperti siluman atau hantu saja tahu-tahu dia sudah di depan wanita dan anak-anak itu. Dua wanita muda
yang tadi menuding dan menyebut suami atau ayah mereka sudah membuat pendekar ini melihat apa yang
dimaksudkan. Di sana ada seorang laki-laki tergencet batangan besi, sementara ditempat yang lain tampaklah
seorang kakek merintih dan mengerang terjepit sebuah pohon besar yang ambruk. Dan ketika wanita-wanita
yang lain juga menuding dan dahulu-mendahului menunjuk suami-suami yang lain, ada yang tertindih dua
tiga mayat dan ada pula yang terjeblos di lubang dalam tanpa dapat naik keluar maka pendekar itu
berkelebatan dan suami-suami yang luka atau tergencet itu sudah dibebaskannya. Bayangan kuning emas
menyambar-nyambar dari tempat yang satu ke tempat yang lain dan sebentar saja para laki-laki itu sudah
ditolong dan diselamatkan. Mereka yang hanya tertindih atau tergencet batangan besi sudah ditarik keluar,
mereka ini hanya lecet-lecet atau luka ringan saja. Dan ketika yang lain-lain juga ditolong dan diselamatkan,
hampir semua laki-laki bangsa Tar-tar tertimpa kemalangan maka Pendekar Rambut Emas yang sudah
melempar atau menendang batangan-batangan besi itu segera minta yang luka-luka ringan menolong yang
luka-luka berat, sekejap saja ratusan orang itu sudah dibebaskan dari tindihan atau gencetan pohon-pohon
besar.
"Yang tewas kalian kumpulkan, yang luka-luka ringan harap bekerja dan menolong yang lain!"
Pendekar itu kembali terbang ke lembah. Sekarang wanita dan anak-anak dapat berkumpul lagi dengan
suami atau ayah-ayah mereka, yakni yang kebetulan tak menderita luka berat karena tertimpa atau tergencet156 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
batangan besi. Dan ketika tempat itu menjadi hiruk-pikuk karena laki-laki bangsa Tar-tar segera menolong
yang lain, baik yang tewas maupun yang luka-luka berat maka Pendekar Rambut Emas sudah meluncur dan
terbang memasuki lembah. Bagai siluman atau iblis saja pendekar ini sudah masuk ke lembah. Begitu
bayangan kuning emas masuk begitu pula pendekar itu lenyap tak kelihatan dari luar. Pendekar yang
biasanya tenang dan kalem ini mendadak saja berobah mukanya dan menggigil. Satu peristiwa hebat pasti
telah terjadi di situ, entah apa. Karena, isteri dan anak perempuannya tak kelihatan. Dan ketika pendekar itu
masuk dan melihat pohon-pohon yang tumbang, bahkan juga tanah-tanah yang berlubang dan hangus maka
pendekar itu bagai berhenti detak jantungnya melihat dua tubuh menggeletak di tanah.
"Niocu! Eng-ji...!"
Pendekar ini mencelat dan. berlutut. Anak isterinya ternyata ada di situ dan tubuh ibu dan anak samasama tergolek tak bergerak. Pendekar Rambut Emas mengira mereka tewas dan pendekar ini sudah
mengeluarkan teriakan atau bentakan mengguntur. Suaranya begitu dahsyat hingga dua pohon di sebelahnya
roboh, bahkan, kaum laki-laki dan perempuan di luar lembah ikut menjerit dan terlempar roboh, mereka
diguncang oleh getaran suara yang amat dahsyat itu. Tapi ketika pendekar ini melihat anak isterinya masih
bernapas, Swat Lian dan Soat Eng membiru wajahnya maka muncullah Cao Cun yang menggigil dan
merayap di situ, bagai ular kedinginan.
"Twako, anak isterimu bertemu dengan Poan-jin-poan-kwi. Mereka.... mereka bertempur hebat. Aku
sendiri pingsan dan tak tahu apa yang selanjutnya terjadi!"
"Poan-jin-poan-kwi? Mereka datang?"
"Beb.... benar. Ah, tiadakah mereka, twako? Sudah meninggalkah mereka? Ooh ...!" dan Cao Cun
yang terseok dan bangkit terhuyung, berdiri dan menghampiri Pendekar Rambut Emas akhirnya roboh dan
memeluk tubuh Soat Eng. "Ia.... ia masih hidup!" wanita ini terpekik, kegirangan. "Ah, tolong cepat
puterimu ini, twako. Cepat, ia masih hidup!"
Pendekar Rambut Emas sadar. Ia bengong dan kaget melihat Cao Cun ada di situ, tak menyangka
wanita ini ada di sini, di lembah. Tapi begitu Cao Cun berteriak dan menuding puterinya, ia mengangguk dan
tahu bahwa anak isterinya masih hidup maka pendekar itu bergerak dan menotok mereka, coba
menyadarkan.
"Benar, bukan hanya Eng-ji yang masih hidup, Cun-moi, melainkan isteriku juga. Diamlah, aku akan
menolong!" dan ketika totokan dan tiupan diberikan berulang-ulang, Pendekar Rambut Emas menempelkan
lengannya memberikan sinkang maka isterinya mula-mula mengeluh dan membuka mata, disusul kemudian
oleh Soat Eng tapi Pendekar Rambut Emas terkejut melihat pandangan kosong pada anak isterinya itu. Swat
Lian maupun Soat Eng seperti orang hilang ingatan, mereka itu mendelong saja melihat dirinya. Dan ketika
dia menyambar dan menepuk kepala isterinya, meniupkan hawa dingin maka Pendekar Rambut Emas
berseru bahwa ia datang.
"Ini aku. Apa yang terjadi, niocu? Kenapa semuanya berantakan?"
Aneh, Swat Lian bengong dan tak menjawab. Pendekar Rambut Emas mengulang pertanyaannya
hingga tiga kali namun sang isteri malah menjublak, tindak-tanduknya seperti orang bingung, hilang ingatan.
Dan ketika pendekar itu membentak dan sang isteri kaget tiba-tiba Swat Lian melengking dan....
menerjangnya.
"Heii!" sang pendekar terkejut. "Apa-apaan ini, jangan gila.... dukk!" dan lengan isterinya yang
ditangkis dan terpental akhirnya disusul pula oleh Soat Eng yang berteriak dan menyerang ayahnya.
Pendekar Rambut Emas tiba-tiba dikeroyok dan Swat Lian maupun anak perempuannya menerjang
membabi-buta. Pendekar ini terkejut dan marah. Dan ketika dia kembali berkelebat dan menangkis pukulanpukulan isterinya, Swat Lian terbanting karena kalah tenaga maka Soat Eng juga terjengkang karena
tamparan ayahnya lebih kuat daripada dirinya, yang baru siuman.
"Hentikan, ini aku, suami dan ayah kalian!"157 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Dua orang itu mengeluh. Swat Lian dan Soat Eng masih terpengaruh oleh kilatan Hwi-gan-san-hui-tok
dan ibu serta anak perempuannya itu tak mengenal Kim-mou-eng. Tapi ketika mereka roboh dan Kim-moueng menotok mereka, bentakan atau suara pendekar itu menembus ke dalam maka samar-samar mereka
seakan mengenal orang yang mereka serang ini.
"Kau.... kau siapa?"
Pendekar Rambut Emas terkejut. Kalau isterinya sampai bertanya seperti itu dan ini tentu saja
membuat perasaannya teriris maka pendekar itu menggigil. Dia tahu bahwa sesuatu sedang terjadi pada isteri
dan anak perempuannya ini. Poan-jin-poan-kwi rupanya memang iblis-iblis yang amat berbahaya sehingga
anak isterinya kehilangan kesadaran. Tapi begitu pendekar ini mencari sesuatu dan mengeluarkan sebutir pil
merah maka Kim-mou-eng memberikannya kepada anak isterinya.
"Kau telanlah ini, nanti akan tahu!" dan ketika dua orang itu menerima dan menelan obat itu, Kimmou-eng menyalurkan sinkang ke ubun-ubun mereka maka tak lama kemudian bola mata ibu dan anak itu
mulai berputar. Pendekar ini duduk diam dan keringat tampak membasahi mukanya. Cao Cun terbelalak dan
terheran-heran melihat itu, juga kaget. Maklumlah, Kim-mou-eng tak dikenal anak isterinya. Tapi ketika
setengah jam kemudian Swat Lian mengeluarkan keluhan pendek dan Soat Eng juga mengerang dan
berkedip-kedip mendadak mereka meloncat bangun dan tiba-tiba berteriak.
"Poan-kwi, aku belum mampus. Jangan pergi!"
"Poan-jin, aku juga masih hidup. Jangan lari dan mari bertanding lagi!"
Namun ketika dua orang itu berhadapan dengan Kim-mou-eng, Pendekar Rambut Emas bangkit dan
memandang anak isterinya maka mereka tertegun dan Swat Lian berteriak kegirangan.
"Kau... kau di sini? Kau sudah pulang? Ah, mana kakek-kakek iblis itu, suamiku? Di mana jahanam
yang bertanding dengan aku tadi?"
"Dan mana pula Poan-jin?" Soat Eng menyusul, tak membiarkan ayahnya bicara dulu. "Mana
musuhku itu, ayah? Kau mengusirnya?"
"Hm, apa yang terjadi? Kenapa kalian sampai begini?" Pendekar Rambut Emas lega bukan main,
mengerutkan kening tapi tak memarahi anak isterinya itu. Mereka baru dipukul pingsan dan untung tak
sampai terbunuh. Tadi pendekar ini hampir mencelat menyangka mereka tewas, suara pekikannya hampir
menggelegar menggugurkan gunung. Tapi ketika anak isterinya bertanya dan mereka pulih kembali,
meskipun masih pucat dan gemetar kehilangan banyak tenaga maka pendekar itu memeluk dan menyambar
keduanya, penuh haru. "Kalian baru saja kusembuhkan. Ang-tan (Pil Merah) dari Sian-su baru saja
kuberikan. Apa yang terjadi, isteriku? Dan kenapa kemah-kemah roboh seperti disapu badai? Poan-jin-poankwi datang menemui kalian?"
"Benar, dan.... ah, mana kakek itu?"
"Tidak ada, aku baru saja datang tapi tak ada siapa-siapa di sini."
"Dan kemah-kemah disapu badai? Apa maksudmu?"
"Aku datang dan melihat jerit tangis di mana-mana. Kemah dan semua yang ada di permukaan tanah
roboh diratakan. Kalau begitu ini perbuatan Poan-jin-poan-kwi?"
"Ah, betul. Kalau begitu keparat. Biar kulihat!" dan ketika Swat Lian berkelebat dan marah
membelalakkan mata maka Soat Eng juga terkejut dan kaget menyusul ibunya, akhirnya mendengar ributribut di luar lembah dan ibu serta anak terbang bagai siluman. Sebentar saja mereka sudah lenyap dan Cao
Cun yang ada di situ membelalakkan mata, kagum tapi juga ngeri. Namun ketika Pendekar Rambut Emas
menarik napas dalam-dalam dan menyambar lengannya, wanita ini dibetot tiba-tiba Cao Cun terpekik dan
sudah dibawa terbang pula, keluar lembah.
"Kita menyusul, mari keluar!"158 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Cao Cun memejamkan mata. Dibawa dan disambar lengannya begini mengingatkan wanita itu akan
kejadian belasan tahun yang lalu, ketika Pendekar Rambut Emas menolong dan menyelamatkannya dari
tangan orang-orang jahat. Tapi ketika terdengar jerit dan ratap tangis, Cao Cun tahu-tahu telah tiba di tengahtengah suku bangsa Tar-tar maka wanita itu tertegun melihat kesaktian Pendekar Rambut Emas, yang
sekejap saja sudah membawanya ke situ, tak sampai sedetik!
"Hujin (nyonya), tolong. Suamiku terbunuh!"
"Dan anakku juga, siauw-hujin (nyonya muda). Dia tewas dan kepalanya pecah!"
Cao Cun terbelalak. Di situ tampak ratusan mayat berjajar-jajar, semuanya mati dengan cara
mengerikan. Ada yang pecah batok kepalanya tapi ada pula yang tinggal lengan dan kaki, kepalanya entah ke
mana, hilang! Dan ketika jerit tangis berhamburan di situ, Swat Lian dan Soat Eng sudah dikerumuni ratusan
wanita dan anak-anak, yang kehilangan suami atau orang tua mereka maka dua orang itu tampak menggigil
sementara Kim-mou-eng memejamkan mata, muka merah bagai dibakar!
"Kami tak tahu apa dosa kami. Tapi kenapa suami dan anak-anak kami dibunuh. Tolong, cari dan
balaskan sakit hati ini, hujin. Atau kembalikan anak kami untuk menghidupi kami!"
"Atau bunuh saja kami sekalian. Biar sama-sama mati dan tinggal di alam baka. Oh, bunuhlah kami,
taihiap. Bunuhlah kami sekalian agar tidak sakit hati melihat mayat suami kami!"
Kim-mou-eng dan isterinya menggigil. Poan-jin-poan-kwi ternyata menyebar maut dan seribu lakilaki muda bangsa Tar-tar atau kakek-kakek dibunuh. Bahkan, sepuluh di antaranya anak-anak! Dan ketika
pendekar itu gemetar karena dua orang ibu minta dibunuh di depan kakinya, berlutut dan menangis maka
Soat Eng melengking dan tiba-tiba terbang meninggalkan tempat itu.
"Poan-jin, kalian iblis-iblis biadab. Hayo, ini ayahku dan kembalilah kalian!"
"Benar," Swat Lian tiba-tiba juga berkelebat dan menyusul puterinya, masuk ke dalam hutan. "Aku
juga siap bertanding lagi, Poan-kwi. Kenapa kau tak membunuhku setelah membunuh dua suhengku pula!"
Kim-mou-eng terkejut. Anak isterinya tiba-tiba menjadi kalap dan mereka itu berteriak-teriak mencari
lawan. Ibu dan anak beterbangan keluar masuk hutan dan Swat Lian bahkan menampar atau menendangnendang isi hutan, pohon dan batu-batu besar mencelat berhamburan sementara suaranyapun hiruk-pikuk
menggaduhkan suasana. Keadaan bukan bertambah tenang melainkan malah runyam, isi hutan dibabat dan
harimau serta srigala melolong-lolong ketakutan. Mereka lintang-pukang dan kalau bukan pada saat seperti
itu tentu bangsa Tar-tar akan sorak dan memburu binatang-binatang buas itu, menangkapnya. Tapi karena
mereka sedang berkabung dan pembunuhan besar-besaran yang dilakukan Poan-jin-poan-kwi sungguh
menyayat perasaan, anak-anak dan wanita sama menangis tak keruan maka mereka malah menjerit-jerit dan
lari ketakutan ketika harimau atau srigala-srigala itu ada yang berhamburan ke arah mereka.
"Tolong..... aduh, tolong.....!"
Kim-mou-eng bergerak. Tiba-tiba pendekar itu membentak dan mengibaskan lengan ketika binatangbinatang buas itu lari ke arah anak-anak dan wanita. Mereka sedang ketakutan dan apa saja bisa diterkam, itu
berbahaya. Maka ketika pendekar ini berseru dan kedua lengannya bergerak ke sana ke mari, menghalau,
maka binatang-binatang itu tunggang-langgang dan Kim-mou-eng berkelebat ke anak isterinya.
"Niocu... Eng-ji, kembali! Mereka tak ada di sini dan percuma menantang-nantang. Nanti kita cari
setelah anak-anak dan wanita kita urus!"
Swat Lian dan puterinya rupanya sadar. Wanita itu menghantam sebuah batu besar yang meledak dan
pecah-pecah, kemarahannya dilepaskan melalui lengkingan, nyaring memekikkan telinga hingga harimau
dan srigala terjungkal, demikian hebatnya suara wanita sakti itu. Tapi ketika suaminya berkelebat dan
mencengkeram lengannya, Soat Eng juga dibawa dan disadarkan ayahnya maka ibu dan anak mendengus
dengan mata berapi-api, muka membara.
"Aku tak akan sudah sebelum bertemu mereka lagi. Aku siap dibunuh atau membunuh. Mereka
menghancurkan dan menewaskan banyak bangsa kita!"159 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Benar, dan Beng An juga dibawanya. Kita harus mencari dan menuntut balas, ibu. Apalagi Hauw
Kam-supek dan Gwan Beng-supek dibunuh!" Soat Eng menyambung.
"Hm, tenanglah," Pendekar Rambut Emas menggigil menahan marah, bola matanya berkilat-kilat, gigi
berketrukan. "Aku juga tak akan mendiamkan ini, niocu. Kalau mereka mencariku maka aku juga akan
mencari mereka. Nanti kita berangkat, setelah mengurus wanita dan anak-anak!"
"Dan kau sudah menemui Sian-su?"
"Sudah."
"Apa katanya?"
"Banyak, tapi aku tak dapat menceritakannya sekarang, niocu. Mari kembali dan kita urus mereka
dulu!" dan ketika Pendekar Rambut Emas mengajak anak isterinya pulang, ibu dan anak sama-sama
berkobar maka Kim-mou-eng mampu membujuk mereka pulang, menemui dan kembali mengurus wanita
dan anak-anak yang kehilangan suami atau anak-anak mereka dan hari itu bangsa Tar-tar benar-benar
berkabung. Seribu lebih terbunuh sementara perkemahan hancur. Yang luka-luka dirawat sementara yang
meninggal dikuburkan. Keadaan menjadi mengerikan karena tangis dan jerit histeris kembali terdengar,
yakni ketika isteri dan anak-anak melihat suami atau ayah mereka dimakamkan. Dan ketika banyak di
antaranya yang roboh pingsan dan Kim-mou-eng gemetar menahan marah maka tiba-tiba pendekar itu
teringat bahwa pembantunya yang utama, Ji Pin, tak ada di situ.
"Ke mana dia?"
"Siapa?"
"Ji Pin! Kenapa dia tak tampak? Apakah tewas juga terbunuh?"
Swat Lian tertegun. Dalam kalut dan kacaunya keadaan maka mereka sama-sama terlupa akan
pembantu mereka itu. Benar, Ji Pin tak ada! Dan ketika mereka menyelidik dan mencari tahu, barangkali saja
di antara mayat-mayat itu ada pembantu mereka maka Kim-mou-eng dan anak isterinya mengerutkan kening
karena laki-laki itu tak ada.
"Aneh, barangkali saja sedang keluar."
"Atau berburu! Hm, kalau begitu dia selamat, suamiku. Aku tak begitu khawatir meskipun
mendongkol kenapa pergi tak memberi tahu!"
"Ah, mungkin begitu, niocu. Tapi sudahlah, nanti tentu tahu kalau benar-benar Ji Pin masih hidup.
Malam ini kita berkumpul untuk meninggalkan pesan kepada orang-orang kita kalau kita tinggalkan. Dan
Cao Cun...." pendekar itu mengerutkan kening. "Bagaimana kalau ditinggal sendirian?"
"Ji Pin memang menyebalkan!" Swat Lian tiba-tiba marah lagi. "Kalau dia ada tentu kita dapat
menitipkan kepadanya. Ah, ke mana keparat itu?"
"Sudahlah, tak periu naik pitam. Aku menerima getaran akan datangnya bala bantuan!" Kim-mou-eng
tiba-tiba terkejut memejamkan mata dan menarik pusat indranya ke dalam karena sekonyong-konyong
semacam "bel" berdering di telinganya. Pendekar itu berkerut kening dan bersedakap bagai arca, tak lama
kemudian wajahnya berseri dan meronalah wajahnya oleh kegembiraan. Dan ketika di membuka mata
kembali dan berkelebat masuk maka pendekar ini duduk bersila di dalam kemah darurat.
"Kita akan kedatangan seseorang yang sudah lama kita tunggu. Mari, semua masuk dan duduk
berkumpul!"
"Siapa?"
"Kau akan tahu. Cobalah, terimalah isyarat itu, niocu. Perhatikan dan dengar baik-baik!"
Swat Lian tertegun. Puterinya terbelalak karena Soat Eng belum mampu melakukan seperti apa yang
diterima ayah ibunya. Itu adalah getaran batin dan hanya orang-orang yang sudah memiliki tingkat batin160 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
amat tinggi saja yang dapat menangkap semacam isyarat atau "bel" yang memasuki telinga. Dan ketika
ibunya bersila dan Soat Eng tertegun maka wajah ibunyapun tiba-tiba berseri.
"Ah, itu Thai Liong. Dia akan datang, pulang!"
Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Liong-koko?" Soat Eng tiba-tiba berseru girang dan seketika ikut berseri-seri. "Dia datang, ibu?
Pulang?"
"Ya, itu ternyata kakakmu. Tapi, ah... apa yang kau lihat itu, suamiku? Kenapa dia begitu berobah dan
mencengangkan? Lihat, wajahnya agung dan bersinar-sinar. Dan pakaiannyapun kemerah-merahan. Ah dia
memakai jubah!"
"Hm, aku juga tak mengerti. Tapi sesuatu yang hebat terjadi pada anak kita itu. Wajahnyapun
bersinar-sinar kemerahan, dan dia mengenakan topi bulu rajawali!"
"Apa yang terjadi, ayah? Apa yang kalian iihat?" Soat Eng tak tahan, bertanya dan berseru tapi ayah
ibunya menggeleng. Mereka hanya melihat itu dan selebihnya tak jelas. Suami isteri itu tampak tertegun dan
takjub. Ada sesuatu yang terjadi pada putera mereka itu, keanehan yang tidak pernah mereka lihat. Dan
ketika Soat Eng berdebar namun girang mendegar kakaknya akan datang, kakak yang lama ditunggu-tunggu
maka malam itu mereka bertiga duduk bersila. Wanita dan anak-anak sudah dibereskan dan bangsa Tar-tar
berkabung. Mereka berpakaian hitam-hitam dan Kim-mou-eng pun juga mengenakan pakaian hitam. Anak
isterinya juga begitu dan Cao Cun ikut menyatakan bela sungkawa dengan berpakaia hitam-hitam itu. Malam
ini keluarga itu akan membicarakan sesuatu, karena besok mereka sudah memutuskan untuk meninggalkan
suku bangsa mereka, Cao Cun kemungkinan besar akan diantar ke tempat ayah kandungnya dulu di kota
Chi-cou, di tempat bupati Wang yang jujur dan keras hati itu. Dan ketika malam itu ayah dan anak serta
isterinya bersila mendengarkan Kim-mou-eng bercerita, yakni tentang pertemuannya dengan kakek dewa
Bu-beng Sian-su maka di pintu kemah tiba-tiba muncul sesosok bayangan merah yang agung dan tegap,
seorang muda berwajah gagah dengan jubah seperti yang biasa dipakai kaum pendeta!
"Ayah, selamat bertemu. Maafkan aku yang pergi demikian lama!"
Swat Lian dan Soat Eng menoleh. Mereka terkejut karena tak mendengar adanya langkah kaki, tahutahu suara dan itupun sudah di depan pintu. Entah karena mereka tertuju pada kata-kata Kim-mou-eng atau
justeru orang yang di depan pintu ini memiliki kepandaian luar biasa, jejak kakinya tak terdengar siapapun.
Tapi ketika mereka menoleh dan tak melihat siapa-siapa, jelas suara itu adalah suara Thai Liong maka ibu
dan anak tertegun karena Pendekar Rambut Emas bangkit berdiri dan menggapai.
"Ah, kau, Liong-ji (anak Liong)? Kenapa lama amat? Masuklah, kami sudah menunggu!"
Bayangan itu, yang tak dilihat Soat Eng maupun ibunya melangkah masuk. Dia adalah Thai Liong dan
Pendekar Rambut Emas tampak gembira menyambut puteranya. Pendekar Rambut Emas sendiri tak tahu
bahwa isteri dan puterinya tak melihat bayangan itu. Mereka justeru terbelalak dan berubah pucat, menoleh
kiri kanan tapi Thai Liong tetap juga tak tampak oleh mereka. Dan ketika Pendekar Rambut Emas memeluk
dan menyambar puteranya, isteri dan puterinya bingung karena tak melihat siapa-siapa maka suami mereka
itu berseru pada mereka,
"Niocu, lihatlah. Bukankah Thai Liong berobah demikian banyak? Aku pangling melihat bentuknya
sekarang. Kalau aku tak mengenal suaranya tentu aku tak menyangka bahwa inilah putera kita yang hilang
berbulan-bulan!"
"Dia.... dia di mana?" Swat Lian dan Soat Eng tiba-tiba melompat bangun, terbelalak memandang
suami atau ayah mereka itu. "Kenapa kau bilang dia ada di sini, suamiku? Mana Thai Liong itu?"
"Eh?" Kim-mou-eng tertegun. "Kalian tak melihatnya? Bukankah ia ada di sini? Lihat, Thai Liong
berlutut di depan kakimu!"
Swat Lian terbelalak. Nyonya itu memandang ke depan tapi akhirnya celingukan. Dia benar-benar tak
melihat apa-apa dan Soat Engpun berseru tertahan. Nyonya muda itu mengira ayahnya main-main, karena
tak ada siapapun di ruangan itu kecuali mereka bertiga. Dan ketika ibunya terkejut dan membentak marah,161 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
ayahnya dikira meledek maka Thai Liong tiba-tiba mengebutkan ujung jubahnya dan tampaklah pemuda itu
di depan ibu serta adiknya, persis di depan kaki Swat Lian.
"Kau!" Swat Lian mencelat kaget, mundur dan berteriak. "Eh, kapan kau muncul, Thai Liong?
Bagaimana aku tak melihat dirimu?"
"Benar," Soat Eng juga berteriak, berseru panjang. "Kau seperti iblis, Liong-ko. Rupanya hanya ayah
yang tahu dan kami tidak!" dan ketika ibu dan anak sama-sama terkejut dan bengong, wajah Swat Lian
berobah maka Pendekar Rambut Emas baru sadar bahwa isteri dan anaknya benar-benar tak melihat
puteranya itu, yang seolah muncul dengan ilmu sihir!
"Thai Liong, kau..?!"
"Maaf," pemuda ini tersenyum mengebutkan ujung jubah. "Aku teringat kesalahanku kepada ibu,
ayah, sengaja tak memperlihatkan diri karena takut kemarahannya. Aku datang dengan perasaan menyesal,
ingin minta maaf dan melepas rindu."
"Itu.... kau, ah!" Pendekar Rambut Emas tiba-tiba membelalakkan matanya. "Bukankah itu ilmu sakti
Beng-tau-sin-jin (Manusia Menembus Roh)? Kau mendapatkannya dan kini memilikinya? Ah, apa saja yang
kau alami, Liong-ji? Kau membuat kami terkejut dan kaget. Ibu dan adikmu sampai pucat!"
"Maaf," pemuda ini membungkuk, wajahnya tiba-tiba mengeluarkan cahaya bersinar, mencorong dan
mentakjubkan. "Aku masih ragu menghadapi ibu, ayah. Aku takut dia marah atas perbuatanku dulu!"
"Ah, kau memang jahat!" Swat Lian tiba-tiba membentak, suaranya mengejutkan. "Kau memang
harus dihukum, Thai Liong. Kebetulan kau datang dan biar kulihat sampai di mana kehebatanmu
sekarang..... haittt!" dan sang nyonya yang menerjang dan melepas pukulan Khi-bal-sin-kang, menghantam
dan berkelebat maju tiba-tiba membuat Soat Eng dan ayahnya terkejut. Mereka tak menyangka serangan itu
tapi Swat Lian mengedip pada suaminya. Soat Eng tak tahu dan Pendekar Rambut Emas tertegun, bingung
tapi segera mengerti maksud serangan itu. Dan ketika Soat Eng berteriak tertahan karena kaget melihat
serangan ibunya, mau meloncat tapi sang ayah mencekal lengannya maka pukulan itu menyambar dan sudah
menghantam Thai Liong.
"Dess!"
Thai Liong lenyap seperti siluman. Khi-bal-sin-kang mengenai angin kosong dan kemahpun berderak
hampir roboh, Soat Eng tertegun karena kakaknya tahu-tahu menghilang begitu saja, entah di mana. Tapi
ketika bayangan merah tampak di luar dan ibunya melengking, mengejar, maka Thai Liong yang sudah ada
di situ dan terkejut melihat pukulan ibunya segera mendapat dampratan dan pukulan lagi, bertubi-tubi.
"Rasakan, kau harus dihajar dulu, Thai Liong. Baru setelah itu boleh minta maaf kepadaku.... blarblarr!" dan Khi-bal-sin-kang yang meledak dan menyambar lagi akhirnya bergabung dengan pukulanpukulan lain, biru dan putih menyambar-nyambar karena itulah Lui-ciang-hoat dan pukulan Bola Sakti. Swat
Lian melengking-lengking dan bergeraklah nyonya itu luar biasa cepat untuk menghujani serangan. Swat
Lian penasaran karena Thai Liong tiba-tiba berkelebat dan lenyap lagi, pukulannya menghajar tanah kosong
Dan ketika pemuda itu berseru pucat untuk tidak diserang, sang ibu marah-marah dan tetap melengking
melepas pukulan maka Soat Eng tak tahan dan memberontak.
"Lepaskan, aku tak dapat melihat ini ayah. Kalau ibu hendak membunuh Liong-ko biarlah dia
membunuhku dulu.... haitt!" dan Soat Eng yang menyerbu dan tak tahu isyarat ibunya tiba-tiba menerjang
dan marah-marah kepada ibunya itu, membela Thai Liong dan pemuda berjubah merah itu tertegun. Thai
Liong tak tahu maksud ibunya ini tapi dia segera terharu ketika adiknya maju. Soat Eng memang selalu
membelanya kalau sang ibu marah-marah. Tapi ketika Soat Eng menangki dan mencelat oleh pukulan
ibunya, Swat Lian terkejut dan memaki puterinya itu maka Pendekar Rambut Emas bergerak dan menyambar
puterinya ini.
"Eng-ji, tak usah takut. Ibumu hanya ingin mencoba dan menjajal kesaktian kakakmu!"
"Apa? Ibu..."162 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Benar," sang ayah memotong, menarik dan membawa puterinya itu ke pinggir. "Ibumu berpura-pura
saja, Eng-ji. Kakakmu sengaja dicoba karena telah memiliki Beng-tau-sin-jin!" dan ketika puterinya tertegun
dan Soat Eng terbelalak, sadar, maka Thai Liong mendengar seruan ayahnya bahwa ibunya penasaran oleh
cara kedatangannya tadi, kesaktian baru yang amat hebat hingga ibu maupun adiknya tak dapat melihat Thai
Liong.
"Jadi ibu main-main? Tidak sungguh-sungguh? Ah, aku sampai terkejut!" dan Thai Liong yang
akhirnya lega dan berkelebatan menghindari serangan ibunya akhirnya mendengar bentakan ibunya yang
merah oleh pemberitahuan suaminya tadi.
"Biarpun aku main-main tapi pukulanku dapat bersungguh-sungguh, Thai Liong. Aku ingin tahu
sampai di manakah kehebatanmu, dan apakah dapat menandingi Poan-jin-poan-kwi!"
"Poan-jin-poan-kwi (Setengah Manusia Setengah Siluman)? Siapakah dia ini?" namun sang ibu yang
tak memberi kesempatan untuk bertanya atau menjawab sudah mendesak pemuda itu sampai ke sudut.
Kemah akhirnya roboh karena tak kuat menerima pukulan-pukulan Swat Lian. Thai Liong tak
mempergunakan lagi ilmunya Beng-tau-sin-jin dan pemuda itu hanya bergerak ke sana ke mari menghindari
pukulan-pukulan ibunya. Sesekali Khi-bal-sin-kang atau Lui-ciang-hoat diterima dan setiap kali itu pula
ibunya terdorong. Swat Lian terkejut karena dari telapak tangan puteranya itu muncul hawa dingin yang
meredam pukulan panas, akhirnya penasaran dan melengking-lengking dan Thai Liong kemudian mainkan
ujung jubahnya yang meletup-letup. Mula-mula perlahan namun akhirnya nyaring dan memekakkan telinga.
Itulah ilmu silat baru yang belum pernah diajarkan oleh Kim-mou-eng, entah pemuda itu mendapatkannya
dari mana. Dan ketika kedua tangan pemuda itu bergerak-gerak cepat dan kakinyapun maju mundur atau
bergeser dengan geseran-geseran aneh maka Thai Liong mampu membuat ibunya terhuyung-huyung karena
semua pukulan-pukulan itu tak ada yang mengenai tubuhnya, luput atau paling keras tertahan dan tertolak
oleh kebutan-kebutan ujung jubah yang berkibasan bagai sepasang sayap burung!
"Iblis, ini bukan ilmu silat ayahmu!"
"Benar," pemuda itu tertawa. "Ini ilmu silat baruku, ibu. Kudapatkan dari bertapa di puncak
pegunungan Himalaya!"
"Kau ke Himalaya? Bertapa bagai pendeta? Awas, ini pukulanku terakhir, Thai Liong. jangan
dihindarkan dan coba malah.... dess!" dan Swat Lian yang melengking dan berkelebat cepat, mendahului
puteranya tiba-tiba sudah melepas Khi-bal-sin-kang dan Lui-ciang-hoat ke tengkuk pemuda itu, melakukan
jurus yang disebut Awan Hitam Menyambar Bianglala, cepatnya bukan main dan Thai Liong pun
kelihatannya tak sempat menghindar, atau, barangkali, pemuda itu memang tidak menghindar karena ibunya
menghendaki keras lawan keras. Betapapun ibunya itu rupanya mendongkol karena selama ini selalu dia
terhuyung-huyung dan kalah tenaga oleh puteranya itu, padahal dia lebih tua. Dan ketika Thai Liong
menerima dan kedua lengan pemuda itu tiba-tiba memutar menggerakkan jubahnya, angin dingin berkesiur
dan menyambar maka terdengarlah ledakan mengguncangkan yang membuat Soat Eng terpental dari tempat
berdirinya.
"Blarr!"
Swat Lian berjungkir balik terlempar. Thai Liong hanya tertunduk sedikit dan lengan jubahnya itu
mengembang di kanan kiri tubuhnya, kepala sedikit mendongak bagai rajawali mementang sayap. Hebat dan
luar biasa sekali tangkisan pemuda itu. Dan ketika Swat Lian terlempar namun berjungkir balik melayang
turun, wajahnya pucat dan batuk-batuk maka wanita itu tak dapat berdiri tegak dan roboh, tak kuat oleh
tenaga tolak yang demikian besarnya!
"Aduh, kau memiliki sinkang ajaib!"
Pendekar Rambut Emas berkelebat dan menahan isterinya. Pertandingan itu cukup dan isterinya jelas
tak dapat menghadapi puteranya itu. Thai Liong tidak mengeluarkan Beng-tau-sin-jinnya dan ini saja sudah
membuat isterinya terpental, berkali-kali tertolak dan kagumlah pendekar itu oleh gerak tubuh dan kaki
puteranya. Dan ketika isterinya ditahan kuat sementara Thai Liong terkejut tapi lega melihat ibunya tak apa-163 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
apa, wanita itu batuk-batuk dan sesak dadanya maka Pendekar Rambut Emas memandang dan kagum
memandang puteranya itu.
"Liong-ji, kau telah menguasai gerakan-gerakan seekor burung? Kau mainkan Ang-tiauw Sin-kun
(Silat Sakti Rajawali Merah)?"
"Benar," pemuda itu tertegun. "Kau tahu, yah? Kau mengenal gerakan-gerakan ini?"
"Ah, dulu Sian-su hendak menurunkan ilmu silat itu kepadaku, tapi aku tak sempat mempelajari.
Kiranya benar kalau dia sekarang menurunkannya kepadamu. Kau tentu mendapatkannya dari Sian-su!"
"Benar, aku menghilang dan pergi atas suruhan Sian-su. Dia bilang bahwa ilmu silatku perlu
ditambah. Aku akan menghadapi lawan yang amat berbahaya dan masih di atas ayah!"
"Ah, kalau begitu semua yang kudengar adalah benar. Dan kau telah memiliki kepandaian batin untuk
mengirim tanda kedatanganmu. Kau memiliki pula ilmu sakti Thian-jong-sin-im (Suara Batin Menembus
Langit). Ah, ilmumu sungguh luar biasa, Liong-ji. Tapi betapapun aku penasaran dan ingin coba-coba
denganmu, menguji sendiri!" lalu ketika puteranya terkejut dan mengerutkan kening, Pendekar Rambut
Emas tak perduli dan sudah menggosok kedua telapak tangannya maka muncullah sinar kemerah-merahan
yang tiba-tiba berasap dan memercikkan api, bagai dua lempeng besi diadu!
"Liong-ji, Sian-su yang terhormat telah bercerita sekilas tentang dirimu, tapi aku belum puas. Kalau
sekarang kau dapat mengatasi ibumu maka marilah coba-coba main dengan aku. Bersiaplah, akupun gatal
tangan!"
"Ayah mau bertanding? Padahal Liong-ko baru saja datang? Ah, tidak. Aku tak ingin menyambut
seperti ini, ayah. Biar dia masuk dan beristirahat!" Soat Eng tiba-tiba berseru dan marah kepada ayahnya itu,
meloncat dan menghadang di tengah dan Pendekar Rambut Emas tertawa. Dan ketika dia mengedip dan
mendorongkan lengan ke kiri maka puterinya itu terpelanting dan hampir jatuh.
"Kami hanya main-main saja. Tak usah kau khawatir, Eng-ji. Kalau kakakmu sudah sehebat ini
dikeroyok bertigapun tak mungkin dia capai!" dan ketika puterinya berteriak tapi disambar ibunya, Swat
Lian kagum dan mengangguk-angguk maka nyonya itu mencekal anak perempuannya.
"Ayahmu benar. Poan-jin-poan-kwi yang akan kita hadapi ini bukanlah iblis sembarang iblis. Kalau
Thai Liong memiliki Beng-tau-sin-jin dan dapat menghilang dan masih ditambah lagi dengan Ang-tiauw
Sin-kun dan Thian-jong-sin-im segala maka biarpun ibumu membantu agaknya dia tak akan roboh. Diamlah,
lihat ayahmu menguji!"
Soat Eng terbelalak. Tadinya dia ragu dan mau marah karena kakaknya akan menghadapi
pertandingan berat. Pertama dengan ibunya dan kini dengan ayahnya. Tapi mendengar kata-kata ibunya dan
bahwa ibunya tak mampu merobohkan kakaknya, bukan dengan ilmu-ilmu keluarga mereka melainkan
dengan ilmu-ilmu aneh yang didapatkan kakaknya itu maka Soan Eng bengong dan akhirnya malah tertarik!
Beng-tau-sin-jin dan Thian-jong-sin-im adalah ilmu-ilmu yang hanya didengarnya sebagai dongeng. Konon
hanya para dewalah yang mampu memiliki ilmu itu. Yang pertama dapat menghilang dan lenyap seperti roh
halus sedangkan yang kedua dapat mengirim gelombang-gelombang pikiran dalam jarak yang ribuan li
jauhnya. Bahkan, Thian-jong-sin-im katanya dapat dikirim dari kutub selatan ke kutub utara, atau, dari langit
yang paling tinggi sampai ke dasar bumi yang paling dalam. Dengan Thian-jong-sim-im para dewa mampu
mengisiki (memberi tahu) orang baik yang akan dicelakakan orang jahat. Bahkan, beberapa nabi atau orang
suci ada yang memiliki ilmu ini untuk berhubungan dengan roh-roh luhur atau para malaikat. Ilmu itu jarang
dimiliki manusia karena tinggi dan sukarnya, menuntut kebersihan batin atau kesucian hati. Maka ketika
kakaknya tiba-tiba dinyatakan memiliki ilmu itu dan Beng-tau-sin-jin sekaligus, dua ilmu yang sudah
bersifat bukan ragawi lagi melainkan rohani, kebatinan tingkat tinggi maka Soat Eng bengong dan melihat
wajah kakaknya tiba-tiba memancarkan sinar kemilau yang terang-benderang, amat terang tapi tidak
menusuk atau menyakitkan mata!
"Ibu, Liong-ko..... Liong-ko memiliki ilmu-ilmu yang hanya diwarisi para dewa? Liong-ko memiliki
Beng-tau-sin-jin dan Thian-jong-sin-im?"164 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Hm, bukan hanya itu, Eng-ji, melainkan juga silat sakti Ang-tiauw Sin-kun! Kakakmu itu dapat
terbang kalau benar-benar sudah mencapai taraf sempurna!"
"Terbang? Seperti burung?"
"Ya, seperti rajawali, Rajawali Merah!" dan ketika puterinya tertegun dan takjub, membelalakkan
mata maka Swat Lian berkata bahwa dalam pertandingan tadi pemuda itu belum mengeluarkan semua
kepandaiannya. "Sekarang ayahmu akan memaksa kakakmu mengeluarkan semua kepandaiannya. Dan kita
lihat apakah dia benar-benar dapat terbang seperti burung!"
Jilid XII
SOAT ENG tergetar hebat. Menyaksikan manusia terbang seperti burung, tanpa sayap, adalah seperti
dongeng saja baginya. Sebenarnya ibu dan ayahnya, juga dirinya, mampu terbang dan bergerak seperti
burung. Namun itu adalah berkat ilmu meringankan tubuh Jing-sian-eng dan Cui-sian Gin-kang. Dengan
ilmu meringankan tubuh ini mereka memang dapat berkelebatan dan terbang seperti burung. Namun karena
mereka bukanlah burung dan suatu ketika harus hinggap di tanah, tidak seperti burung yang hinggap dan
dapat beterbangan dari pohon yang satu ke pohon yang lain maka apa yang akan diperlihatkan kakaknya ini
adalah lain dari yang lain. Ang-tiauw Sin-kun dikabarkan dapat membuat pemiliknya seperti burung,
entahlah bagaimana itu. Tapi ketika kakak dan ayahnya sudah sama-sama berhadapan dan kakaknya tampak
mengerutkan kening, bingung, maka ayahnya tertawa membentak,
"Liong-ji, siapkan dirimu sepenuhnya. Aku akan menghadapimu tanpa tanggung-tanggung lagi.
Siap?"
"Nanti dulu," Thai Liong mundur mengulapkan lengan. "Kenapa harus bertanding ayah? Bukankah
ibu sudah mencobaku tadi?"
"Aku kurang puas. Belum semua kepandaianmu kaukeluarkan. Nah, sekarang hadapi aku dan kalau
perlu ibumu juga!" dan ketika puteranya terbelalak dan sang ayah membentak, melepas pukulan maka angin
menderu dan menyambar pemuda itu. Khi-bal-sin-kang dikeluarkan dan Thai Liong mengelak. Tapi ketika
sinar putih kembali menyambar dan mengejar, ledakan kedua terdengar lebih keras maka Pendekar Rambut
Emas mengajak adu tenaga.
"Tangkis.... dukk!"
Thai Liong tak diberi kesempatan mengelak. Ayahnya sudah menyerang bertubi-tubi dan pukulan
Bola Sakti mengejar dan menghantam dengan dahsyat. Thai Liong mau berkelit tapi pukulan ayahnya sudah
mengurung dari delapan penjuru. Dan ketika apa boleh buat dia harus menangkis dan itu satu-satunya jalan
maka Pendekar Rambut Emas terpental sementara puteranya terhuyung!
"Bagus!" sang ayah memuji dan berseru tertawa. "Sinkangmupun hebat sekali, Thai Liong.
Kemajuanmu pesat. Tapi hati-hati, aku akan merangsek dan mendesakmu terus.... wut-blarr!" dan sang
pendekar yang sudah bergerak dan lenyap mengelilingi puteranya akhirnya terbang berputaran mendesak
lawannya itu. Pukulan-pukulannya menggelegar bertubi-tubi dan lain Pendekar Rambut Emas lain pula
isterinya. Setiap pukulan mengeluarkan sinar bercuit dan menggelegar. Tanah seketika berderak dan nyatalah
banwa pukulan-pukulan pendekar itu memang lebih hebat dari isterinya. Thai Liong berkali-kali terhuyung
dan berseru kaget. Sudah lama dia tidak berlatih dengan ayahnya ini dan sekarang tahu-tahu sekali "berlatih"
sudah mendapat serangan ayahnya yang hebat. Pendekar Rambut Emas bersungguh-sungguh karena tak lama
kemudian bayangan kuning emas sudah berkelebatan dan terbang menyambar-nyambar mengelilingi pemuda
ini. Thai Liong didesak dan dipaksa menangkis berkali-kali. Dan ketika pemuda itu terhuyung tapi ayahnya
juga terpental, hal yang mengejutkan pendekar itu maka Kim-mou-eng atau Pendekar Rambut Emas ini
bergerak lebih cepat lagi.
"Sekarang aku akan mengeluarkan Lui-ciang-hoat pula!"165 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Seruan itu sudah dibarengi dengan ledakan seperti petir. Suara dahsyat pecah di situ dan sinar kebiruan
bercampur merah menyambar Thai Liong. Thai Liong mengelak tapi pohon di belakangnya segera hancur,
roboh dan tumbang. Dan ketika ayahnya membentak dan menyerang lagi, sinar biru dan merah bergantiganti dengan sinar putih dari pukulan Bola Sakti maka tempat itu sudah tak dapat diinjak manusia lagi karena
sudah hancur dan berlubang-lubang, debu dan pasir berhamburan. Gelap!
"Ayah jangan terlalu bersungguh-sungguh. Aku tak tahan!"
"Tidak, kau harus mengeluarkan semua kepandaianmu, Thai Liong. Dan perlihatkan Ang-tiauw Sinkun sepenuh hatimu. Hayo, aku ingin melihat kehebatanmu!"
"Tapi.... tapi aku tak ingin bersungguh-sungguh. Aku tak ingin bertanding mati-matian!"
"Kalau begitu kau mati, Thai Liong. "Aku bersungguh-sungguh dan terserah kau mau bersungguhsungguh atau tidak....... blarrr!" dan sepercik api yang meledak dan membakar pemuda ini tiba-tiba
membukit dan sudah bergumpal-gumpal, mengejutkan Thai Liong yang tentu saja melempar tubuh
bergulingan. Khi-bal-sin-kang dan Lui-ciang-hoat sudah dikerahkan ayahnya sepenuh tenaga dan telapak
ayahnya pun berasap. Api itu timbul dari situ dan Thai Liong tentu saja pucat mukanva. Dan ketika ayahnya
mengejar dan pukulan itu kembali menyambar, pukulan maut yang akan menghanguskan dan
menghancurkan siapa saja maka pemuda itu membentak dan kedua tangannya bergerak merentang jubah,
persis sayap rajawali.
"Des-dess!"
Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dua pukulan Pendekar Rambut Emas terpental. Pendekar itu bahkan terhuyung dan membelalakkan
matanya. Puteranya tak bergeming! Dan ketika pendekar itu terkejut namun matanya berkilat gembira, Thai
Liong mulai mengeluarkan kepandaiannya yang diharap maka pendekar itu membentak lagi dan Thai Liong
mulai meliak-liuk sambil mengibas-ngibaskan jubahnya, bergeser maju mundur.
"Bagus, ha-ha. Ini yang kutunggu-tunggu, Liong-ji. Coba kita lihat siapa yang menang di antara Khibal-sin-kang dan Ang-tiauw Sin-kun!"
Dua orang itu bertanding lagi. Sekarang Thai Liong tak dapat tinggal di tempatnya lagi karena tanah
yang diinjak sudah hancur dan berlubang-lubang. Tanah itu juga panas sehingga tak dapat ditinggali. Orang
biasa yang menginjak tanah ini tentu terbakar kakinya dan mungkin hangus. Dan ketika ayah dan anak
bertanding lagi, dahsyat dan hiruk-pikuk maka pertempuran sudah bergeser dan menuju sebuah bukit. Kim mou-eng mengeluarkan pukulan-pukulan panas dan ganti-berganti Khi-bal-sin-kang dan Lui-ciang-hoat
menyambar puteranya. Bahkan, digabung lagi dengan Tiat-lui-kang atau Pek-sian-ciang (Pukulan Dewa
Putih), ilmu yang menjadi andalannya dulu sebelum mendapat Khi-bal-sin-kang dan Lui-ciang-hoat. Tapi
ketika Thai Liong tak bergeming dan pemuda itu mampu menahan atau mementalkan pukulan-pukulannya
dengan kebutan jubah merah itu, yang bergerak dan mengibas-ngibas bagai sepasang sayap rajawali maka
Kim-mou-eng tertegun kaget karena dengan gerakan itu puteranya mampu mendorong dan bahkan
membuatnya terhuyung-huyung! Thai Liong seakan tembok baja yang tak terpengaruh sedikitpun oleh
pukulan-pukulan panasnya, bahkan, tak terpengaruh pula oleh ledakan atau guncangan yang dibuatnya. Dan
ketika semua pukulannya membalik dan Khi-bal-sin-kang yang dipunyai juga membalik, luar biasa sekali,
maka Pendekar Rambut Emas terbanting ketika tubuhnya terangkat dan tertolak tinggi.
"Bress!"
Kim-mou-eng terkejut bergulingan melompat bangun. Thai Liong memandangnya dan tampak
tertegun, diam, tak bergerak. Tapi ketika ayahnya melompat bangun dan membentak lagi, ayahnya itu tak
apa-apa maka Pendekar Rambut Emas melengking dan mengeluarkan senjatanya, pit hitam, senjata yang
hampir tak pernah dipergunakan kalau tidak betul-betul perlu!
"Thai Liong, kau luar biasa sekali. Hebat. Tapi aku masih mempunyai pit ini dan coba tahan kalau
bisa... cuittt!" dan pit hitam yang menyambar dan dilepas pendekar itu, terbang dan mengelilingi Thai Liong
tiba-tiba seakan benda hidup yang melakukan totokan atau pagutan-pagutan seperti ular. Thai Liong sibuk
menangkis atau mengelak tapi pada saat itu ayahnya bergerak, menyerang dan berkelebat lagi dan jadilah
pemuda itu diserang oleh dua lawan. Satu pukulan atau tamparan-tamparan ayahnya sedang yang lain adalah166 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
gerakan pit hitam yang beterbangan itu. Dengan ilmunya yang tinggi pendekar ini mampu menggerakkan
senjatanya dari jauh, sepintas, seperti sihir. Dan ketika Thai Liong sibuk dan repot serta kewalahan maka pit
hitam mematuk tubuhnya sekali.
"Tak!"
Namun pit itu patah. Bertemu tubuh Thai Liong yang keras dan atos seperti besi tiba-tiba benda itu
runtuh, patah menjadi dua. Tapi begitu Pendekar Rambut Emas membentak dan menggerakkan tangannya ke
bawah tiba-tiba pit hitam yang patah menjadi dua itu "berdiri" dan..... menyambar Thai Liong lagi.
"Eiihhhh....!" Thai Liong terkejut. "Kau hebat, ayah. Seperti siluman!"
"Ha-ha, belum semua, Thai Liong. Aku akan membuat pit itu menjadi beratus-ratus.... tak-tak!" dan
pit yang kembali runtuh dan patah bertemu Thai Liong tiba-tiba menjadi banyak karena setiap patah tentu
bergerak dan "hidup" lagi. Patah dua menjadi empat, patah empat menjadi delapan. Dan ketika tak lama
kemudian ratusan pit hitam menyambar-nyambar maka Thai Liong benar-benar terkejut dan kaget sekali,
belum pernah melihat ilmu seperti yang dikeluarkan ayahnya saat ini.
"Haiittt..... plak-plak-plak!"
Namun celaka. Seperti tadi ketika patah menjadi dua tiba-tiba pit hitam itu menjadi berganda. Kalau
tadi ratusan maka sekarang ribuan, kecil-kecil dan beterbangan dan Thai Liong tentu saja kaget karena
seluruh tubuhnya disambar pit-pit hitam ini. Dari kaki sampai ke kepala tak ada yang terlewatkan. Dan
karena saat itu ayahnya juga berkelebatan dan menyerang di balik ribuan pit-pit hitam ini, yang entah
bagaimana berobah begitu banyak maka Thai Liong tiba-tiba mengeluarkan pekikan dan mendadak pemuda
itu lenyap.
"Wushh!"
Kim-mou-eng kehilangan lawan. Puteranya lenyap seperti siluman dan saat itu pit-pit hitam
bertabrakan sendiri. Mereka hancur dan runtuh, menjadi serpihan-serpihan yang tak mungkin dipergunakan
lagi, nyaris menjadi debu. Tapi ketika sebuah bayangan merah bergerak dan menyambar di belakangnya,
kibasan angin pukulan menghantamnya dahsyat maka Pendekar Rambut Emas membalik dan menangkis.
"Dess!"
Pukulannya mengenai angin kosong. Thai Liong puteranya telah berpindah ke lain tempat lagi dan
dari situ puteranya tertawa melepas pukulan. Kim-mou-eng membalik namun puteranya lenyap lagi. Dan
ketika pendekar itu tertegun namun sadar bahwa puteranya tak berbentuk badan kasar lagi, lenyap dengan
ilmunya Beng-tau-sin-jin maka pendekar itu berseru nyaring dan tertawa gembira.
"Bagus, kau mengajak bertempur tanpa jasad, Liong-ji. Aku tak dapat melihatmu tapi pasti dengan ini
kita sama-sama di alam halus.... blarr!" letupan kecil terdengar dari telapak pendekar itu. Kim-mou-eng
menggerakkan kedua kakinya menjejak tanah, mulut berkemak-kemik dan tiba-tiba terdengar ledakan itu.
Dan ketika asap putih muncul dari dalam bumi dan mengangkat naik pendekar ini tiba-tiba Kim-mou-engpun
menghilang karena telah mempergunakan Pek-kwi-sutnya (Ilmu Bersatu Dengan Dewa), yakni tandingan
Hek-kwi-sut (Lebur Bersama Iblis) yang dulu dipunyai See-ong!
"Ha-ha, sekarang sama-sama, Liong-ji. Coba kalahkan ayahmu atau aku tak akan puas kalau belum
roboh!"
Swat Lian dan Soat Eng terbeialak. Ibu dan anak sama-sama menyaksikan pertandingan itu sejak
mula, mulai dari kemah darurat sampai kini ke puncak bukit. Api dan asap yang sambar-menyambar
membuat mereka tak berani mendekat. Mereka sama-sama tahu kedahsyatan pendekar itu. Tapi ketika Thai
Liong menghilang sementara Pendekar Rambut Emas juga lenyap mempergunakan ilmu batinnya, Pek-kwisut bertemu dengan Beng-tau-sin-jin (Manusia Menembus Alam Roh) maka Swat Lian maupun puterinya tak
dapat mengikuti jalannya pertandingan lagi.
"Sialan," sang ibu mengumpat. "Ayah dan kakakmu ini sama-sama gila, Eng-ji. Masa tak mau dilihat
dan mempergunakan jasad halusnya!"167 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Tapi inipun tak kalah menarik. Lihat, asap putih melawan asap merah, ibu. Kita dapat menyaksikan
mereka itu!"
"Benar, tapi bentuk tubuh mereka tak kelihatan, Eng-ji. Kita hanya bengong saja memandang dua asap
yang bergulung saling desak!"
"Tapi itu sudah cukup. Orang lain tak mungkin dapat melihatnya. Ah, asap merah mendesak dan
memukul asap putih. Asap putih itu tentu ayah!"
Swat Lian melebarkan bola matanya. Pertandingan memang sudah tidak bisa dilihat lagi dengan mata
biasa. Kalau mereka ingin melihat, maka harus bersamadhi dan memasuki alam batin. Yang mereka lihat
hanyalah gulungan asap putih dan merah, itupun sering lenyap karena pertandingan batin tak dapat diikuti
secara lahiriah. Dan ketika asap putih tampak terdorong dan terdesak, teriakan puterinya membuat nyonya
ini penasaran untuk melihat jelas maka Swat Lian tiba-tiba melompat dan duduk bersila di balik sebuah batu
hitam. Dan begitu nyonya itu memejamkan mata dan mengerahkan tenaga batinnya, sang puteri tertegun
maka Swat Lian sudah tenggelam dan mampu menyaksikan pertandingan aneh itu.
"Ah, aku juga ingin melihatnya. Biar aku bersama ibu!"
Namun baru Soat Eng berkelebat dan duduk di sisi ibunya, ingin melakukan hal yang sama tiba-tiba
terdengar ledakan dan guncangan yang dahsyat. Ibunya terpental dan Soat Eng sendiri terlempar berjungkir
balik, kaget dan berteriak dan tahu-tahu asap putih dan merah itu sudah menghilang. Sebagai gantinya
tampaklah Pendekar Rambut Emas roboh terbanting, muncul dan muntah darah. Dan ketika Thai Liong juga
tampak dan muncul di tengah asap yang membuyar maka pemuda itu mandi keringat dan berseru memanggil
ayahnya, berkelebat dan cepat berlutut.
"Ayah terluka. Ah, ini tak boleh terjadi!"
Swat Lian dan Soat Eng tertegun. Soat Eng berjungkir balik melayang turun ketika melihat kakaknya
itu berteriak dan berseru tertahan, wajah kakaknya pucat. Namun ketika ibunya meloncat bangun dan
berkelebat datang, mencengkeram ayahnya maka ayahnya itu tampak membuka mata tapi tertawa, aneh
sekali.
"Ouhh, aku tak dapat menghadapi anak kita ini. Thai Liong.... dia.... dia hebat sekali!"
"Tak perlu ayah bicara!" Thai Liong bergerak dan menekan pundak ayahnya, langsung menyalurkan
sinkang. "Kau terluka, yah. Dan ini karena kekerasan kepalamu sendiri. Aku menyesal, jangan ayah bicara
lagi dan cepat telan obat dari Sian-su ini!"
Pendekar Rambut Emas bersinar-sinar. Pertempuran telah selesai dan dia tadi terlempar dari gulungan
asap putih. Adu tenaga di antara mereka membuat pukulannya membalik, Thai Liong luar biasa kuat dan
pemuda itu tak apa-apa, bagai tembok atau dinding baja yang tak bergeming. Dan ketika pemuda itu
memberikan obat dan cepat dia menelan ini, tersenyum tapi batuk-batuk melontakkan darah maka Thai
Liong menyuruh ayahnya memusatkan konsentrasi dan meminta ibunya mundur pula.
"Ini dapat kuselesaikan sendiri, harap ibu duduk saja menjauh."
Swat Lian terbelalak dan khawatir. Ia tahu kekerasan hati suaminya ini tapi tak tega membiarkan.
Iapun ingin memberikan sinkangnya namun Thai Liong berkata bahwa sinkang mereka bisa bertolak
belakang, itu berbahaya. Dan karena pemuda itu menolong ayahnya sendiri dan Kim-mou-engpun memberi
tanda agar dia mundur, Swat Lian bingung tapi juga gelisah maka Thai Liong sudah menyalurkan sinkang di
pundak ayahnya itu. Tadi ayahnya mendesak dan berseru berulang-ulang agar dia mengeluarkan semua
kepandaiannya. Bertubi-tubi pukulan Tiat-lui-kang atau Pek-sian-ciang menyambar, dibantu pula oleh Luiciang-hoat dan Khi-bal-sin-kang. Tapi karena dia mengenal ilmu-ilmu silat ayahnya itu sementara ayahnya
tak mengenal Ang-tiauw Sin-kun, Silat Rajawali yang dahsyat itu maka berkali-kali pukulan ayahnya
terpental balik. Thai Liong terpaksa mempergunakan Beng-tau-sin-jinnya karena tak mampu menghadapi
ribuan pit-pit hitam. Benda kecil-kecil itu benar-benar merepotkannya dan setiap dikebut patah tentu
patahannya itu menyerang kembali. Inilah keistimewa an ayahnya di mana selama ini belum pernah dia
melihatnya. Maka begitu dia terdesak dan apa boleh buat mengeluarkan Beng-tau-sin-jinnya itu, berkelebat168 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
dan menghilang di balik cahaya merah tidak tahunya ayahnya mengejar dan menghilang pula dalam ilmu
Pek-kwi-sutnya. Di sini mereka bertemu dan Thai Liong dikejar dan dihujani pukulan, ayahnya tak mau
sudah kalau dia tidak berhasil merobohkan. Dan ketika apa boleh buat dia harus memperlihatkan
kepandaiannya dan Ang-tiauw Sin-kun dimainkan dalam alam halus, luar biasa sekali, maka pemuda itu
terbang dan menyambar-nyambar di balik kebutan jubahnya. Ayah dan anak bertanding tiada ubahnya dua
ekor naga sakti yang sama-sama mengeluarkan kecepatannya. Tapi ketika anaknya beterbangan dan mampu
menindih kecepatannya, Jing-sian-eng kalah cepat dibanding gerakan sayap sepasang jubah merah itu maka
Kim mou-eng terbelalak melihat puteranya menyambar-nyambar bagai rajawali sakti. Di sini pendekar itu
melihat kelebihan puteranya. Thai Liong mampu terbang dan benar-benar tidak menginjak tanah lagi.
Cahaya merah bergulung naik turun membungkus cahaya putih, kian lama kian lebar hingga cahaya atau
asap putih menciut. Dan ketika dia terdesak dan Thai Liong melepaskan pukulan aneh, sepasang tangannya
bergerak seperti cakar maka pendekar itu menangkis tapi Khi-bal-sin-kang atau Lui-ciang-hoatnya
membalik! Tadi ketika mereka belum sama-sama mengeluarkan kesaktian menghilang, masih bertempur dan
mempergunakan jasad kasar pemuda itu sudah tak mampu disentuh lagi oleh pukulan-pukulannya. Swat Lian
mampu mengikuti jalannya pertandingan ini sementara Soat Eng kabur. Gadis atau nyonya muda itu kalah
setingkat dengan ibunya, apalagi gerakan Thai Liong pun luar biasa cepat hingga kakinya tak menginjak
tanah lagi, melayang atau menyambar-nyambar seperti burung. Dan karena jubah merah itu selalu meledakledak dan mengibas atau mendorong, persis sayap rajawali yang membentang maka pukulan atau serangan
suaminya tak pernah sampai. Yang sampai justeru pit-pit iitam itu, benda-benda kecil yang berseliweran
demikian banyaknya karena runtuh satu menjadi dua, runtuh dua menjadi empat. Tapi karena Thai Liong
mengerahkan sinkangnya dan tenaga sakti pemuda itu merontokkan benda-benda itu, kecuali bagian-bagian
lemah seperti mata atau hidung maka Thai Liong kewalahan dan mempergunakan ilmunya menghilang tadi.
Dan Swat Lian duduk bersila, mengikuti secara batin, tertarik dan luar biasa tegangnya karena suaminyapun
sudah mengejar dan mempergunakan Pek-kwi-sutnya. Dulu Pek-kwi-sut mampu menandingi Hek-kwi-sut
dan See-ong akhirnya roboh, kalah. Tapi setelah kini Pek-kwi-sut menghadapi Beng-tau-sin-jin, ilmu
menembus roh maka Swat Lian terbelalak karena pukulan-pukulan suaminya itu tak ada yang menyentuh
lawannya, tembus dan lewat begitu saja dan tentu saja suaminya terkejut. Baru kali ini Kim-mou-eng
menghadapi peristiwa luar biasa, lawan tak dapat dipukul! Dan karena semua itu menjadikannya penasaran
dan gemas hebat, pendekar ini lupa diri maka Swat Lian yang menonton jalannya pertandingan itu ternganga
dan membuka mulutnya. Di sini wanita itu benar-benar melihat kesaktian Thai Liong. Suaminya, tokoh tanpa
tanding tiba-tiba saja tak mampu merobohkan puteranya itu. Thai Liong benar-benar seperti roh atau mahluk
yang tembus dipukul, dan pemuda itupun bergerak-gerak seperti burung. Ujung jubahnya itu merentang
lebar-lebar dan dengan gerakan jubah inilah pemuda itu menolak semua pukulan ayahnya. Dan ketika
Pendekar Rambut Emas kebingungan karena tak mampu memukul, justeru dipukul dan ditolak balik maka
akhir dari pertandingan itu membuat Pendekar Rambut Emas terlempar dan terbanting dari udara. Buyar
Pek-kwi-sutnya dan muntah darah, terlalu bernafsu mengalahkan puteranya namun sang putera benar-benar
terlampau hebat. Bagai rajawali sakti! Dan ketika pendekar itu roboh dan Swat Lian tertegun, sempat
menyaksikan bagian akhir dari pertandingan yang dahsyat itu maka Soat Eng terpekik dan terkejut ketika
terlempar oleh guncangan atau ledakan yang menggetarkan puncak bukit, melihat ayahnya dan kakaknya
sama-sama keluar dari alam halus namun ayahnya roboh muntah darah. Gadis itu tertegun dan tak sempat
melihat apa yang terjadi. Hanya ibunyalah yang tahu dan tentu saja Kim-mou-eng sendiri, orang yang
bersangkutan! Tapi ketika Thai Liong menolong dan menempelkan lengannya, ayahnya menelan obat maka
tak lama kemudian ayahnya membuka mata dan tertawa melompat bangun, agak terhuyung.
"Cukup!" seruan itu melegakan. "Sekarang aku benar-benar yakin, Liong-ji. Kau sudah menjadi
pemuda luar biasa dengan gemblengan Sian-su. Aku tak mampu menghadapimu!"
Thai Liong mengusap keringat. Dia telah mengeluarkan banyak tenaga untuk menolong ayahnya ini.
Pertandingan tadi terlampau mendebarkan. Tapi melihat ayahnya pulih, mukapun sudah kemerahan maka
Thai Liong lega dan berlutut.
"Maafkan aku," pemuda itu berkata lirih. "Kau mendesak dan membuatku bingung, ayah. Tidak
dilawan aku celaka tapi kalau dilawan kau yang celaka. Ah, aku mohon ampun dan maaf!"
"Tak apa," sang ayah berseri dan tertawa. "Aku ingin mengujimu sampai habis, Liong-ji. Kalau begitu
benar apa yang dikatakan Sian-su dan aku girang!"169 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Ayah bertemu Sian-su? Apa katanya?"
"Banyak sekali. Tapi mari ke lembah dan kita bicara di sana. Kemah kita hancur!"
Thai Liong tertegun. Ayahnya berkelebat dan benar-benar sudah tak apa-apa lagi, itulah berkat
sinkangnya tadi tapi juga obat pemberian Sian-su. Dan ketika dia berdiri dan Soat eng berkelebat,
menyambar lengannya maka Swat Lian bergerak dan sudah mengejar suaminya pula. Thai Liong lega bahwa
ayahnya tak apa, juga ibunya tak marah dan Soat Eng pun bersikap biasa. Tapi teringat kenapa adiknya
sendiri, Siang Le tak ada di situ maka pemuda ini bertanya ketika adiknya mengajak ke lembah, mengejar
sang ayah.
"Aku.... aku sedang sial. Suamiku diculik gurunya!"
"Apa? See-ong membawa Siang Le? Bagaimana ini?"
"Bukan hanya itu, Liong-ko. Adik kita pun, Beng An, juga diculik penjahat dan dibawa lari. Dan kami
tak mampu menghadapi penjahat itu!"
"Ah!" dan Thai Liong yang terkejut tapi tak berani bertanya lagi, adiknya ini menangis maka sudah
bergerak dan tiba di lembah. Ini adalah tempat ayahnya setelah kemah di perkemahan bangsa Tar-tar itu,
kemah yang hancur dan diam-diam membuat pemuda itu tertegun karena tak tahu apa yang terjadi. Tapi
ketika mereka sudah masuk dan ayah mereka duduk di situ, menunggu, maka Thai Liong mengambil tempat
sementara ayahnya bersinar-sinar kagum memandangnya, pandangan yang membuat pemuda itu kikuk dan
jengah tapi Soat Eng sudah duduk dan menariknya. Dan ketika semua duduk dan ibunya memandangnya
pula, aneh dan penuh selidik maka sang ayah bertanya dulu bagaimana tiba-tiba dia datang.
"Aku sudah selesai. Sian-su membangunkan tapaku."
"Hm, jadi selama ini kau di Himalaya, Liong-ji? Kau bertapa dan memperdalam kesaktianmu di
sana?"
"Benar, Sian-su yang menyuruhku begitu, ayah. Dan aku disuruh bertapa di sana sambil diberinya
ilmu-ilmu baru itu, Beng-tau-sin-jin dan Thian-jong-sin-im serta Ang-tiauw Sin-kun!"
"Hebat, dan aku tak mampu mengalahkanmu!"
"Bukan begitu. Aku telah mengenal ilmu-ilmu yang kau punyai, ayah. Jadi aku dapat menghadapinya
jauh lebih baik daripada orang-orang yang tidak mengenal Khi-bal-sin-kang dan Lui-ciang-hoat!"
"Tapi betapapun aku tak mampu mengalahkanmu. Dan keistimewaanmu agaknya di ujung jubahmu
itu. Kau seperti pendeta!"
"Sian-su yang memberikan jubah ini," Thai Liong agak tersipu. "Aku hanya menerima dan
melaksanakan perintahnya, ayah. Coba sekarang ceritakan kepadaku kenapa tiba-tiba semuanya berobah
begini!"
"Kami ditimpa musibah...."
"Ya, aku tahu. Kemah-kemah di sini hancur dan banyak gundukan tanah kuburan!"
"Itulah, aku hendak menceritakannya kepadamu, Liong-ji. Dan kaulah yang agaknya paling dapat
kami andalkan! Kami kedatangan dua kakek iblis luar biasa bernama Poan-jin-poan-kwi!"
"Poan-jin-poan-kwi? Siapa mereka ini?"
"Aku juga belum tahu siapa mereka, namun mereka adalah paman-parnan guru See-ong!"
"Ah, hebat kalau begitu. Kepandaian mereka tentu luar biasa dan amat mengerikan!"
"Bukan hanya mengerikan!" Soat Eng tiba-tiba berseru. "Melainkan juga menjijikkan dan
memuakkan, Liong-ko. Mereka itu siluman yang tubuhnya busuk dan amis, membuat orang ingin muntah!"170 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Benar," ibunya, Swat Lian, mengangguk membenarkan. "Poan-kwi masih lebih mengerikan dan
menjijikkan dibanding , sutenya, Thai Liong. Kakek itu busuk baunya melebihi nanah!"
"Ibu pernah bertanding?"
"Ya, dan aku kalah!"
"Dan aku juga kalah, tak sanggup menghadapi Poan-jin!"
"Hm-hm, luar biasa kalau begitu. Kalau begitu agaknya untuk urusan ini aku disiapkan Sian-su!" Thai
Liong mengangguk-angguk, mengerutkan kening dan mendengarkan ibu dan adiknya bercerita tapi akhirnya
sang ayah menarik perhatian untuk masalah lain. Dan ketika Swat Lian maupun puterinya tak bicara lagi
maka Pendekar Rambut Emas itu menerangkan.
"Banyak hal-hal yang tidak kusangkai. Pertama adalah tentang kakek-kakek iblis itu, lalu tentang
Ituchi dan Togur!"
"Togur?" Thai Liong terkejut, membelalakkan mata. "Bukankah sudah tewas, ayah? Ada apa dengan
pemuda itu? Dan ada apa lagi tentang Ituchi?"
"Hm, Ituchi tewas, Thai Liong. Dan Togur masih hidup!"
"Apa?" Thai Liong mencelat. "Ituchi terbunuh? Dan Togur masih hidup?" lalu ketika ayahnya
mengangguk dan pemuda itu turun kembali maka Pendekar Rambut Emas menerangkan bahwa semuanya itu
benar.
"Ituchi tewas, terbunuh. Dan yang membunuh justeru adalah si Togur itu. Pemuda ini masih hidup dan
kini kakinya buntung sebelah. Tapi di samping semuanya itu maka adikmu Beng An juga diculik dan dibawa
musuh. Dan penculiknya adalah Poan-jin-poan-kwi ini. Aku tak dapat menghadapi semuanya kalau
berbarengan begini. Kita harus membagi tugas, dengarlah..." dan ketika Thai Liong tertegun dan mukanya
berobah, sejenak saja karena setelah itu wajahnya kembali seperti biasa kecuali sinar matanya yang
bercahaya dan mencorong maka keluarlah semacam perbawa yang menggetarkan Swat Lian dan Soat Eng.
Thai Liong tak berkedip memandang ayahnya karena begitu ayahnya bercerita dan bicara tentang semuanya
itu semua perhatiannya tertuju ke sini. Dari tubuh pemuda itu memancar semacam cahaya merah yang kian
terang, jubahnya menggelembung dan Swat Lian terkejut karena itulah tanda pemuda ini menahan marah.
Hawa saktinya bergerak dan tiba-tiba jubah di bagian punggung meledak! Dan ketika semua terkejut
sementara Thai Liong sendiri sadar, ayahnya bercerita pada bagian Beng An diculik maka pemuda itu
menghapus semua getaran-getaran sinkang yang meluap tadi, terpengaruh oleh emosinya.
Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Maaf," pemuda ini tersipu. "Aku terbawa ceritamu, ayah. Tapi sekarang lanjutkanlah lagi dan aku tak
apa-apa."
"Astaga, bukankah itu pengaruh Ang-tiauw Sin-kang (Tenaga Sakti Rajawali Merah), Liong-ji?
Apakah setiap marah tubuhmu tiba-tiba menggembung begitu?"
"Aku... aku tak sadar. Tapi barangkali begitu. Sudahlah, teruskanlah, ayah. Aku akan mendengarkan
lagi."
Pendekar Rambut Emas tertegun. Bahwa puteranya ini tiba-tiba menggelembung besar di waktu
marah, kian lama kian besar kalau jubahnya tidak meledak tadi barangkali di situ akan muncul seorang Thai
Liong raksasa. Dia teringat semacam kekuatan mujijat yang timbul dari tenaga sakti seseorang yang telah
mencapai kepandaian seperti dewa, atau, minimal, setengah dewa. Bahwa seseorang yang telah memiliki
kepandaian sehebat ini akan mampu menggembung dan terus menggembung. Tenaga sakti bergolak di tubuh
dan kalau sudah begitu maka orang ini dapat menjadi setinggi bukit, tentu saja mengerikan. Bagai raksasa!
Dan ketika Thai Liong mampu melakukan itu namun puteranya tidak menyadari, barangkali karena baru
turun gunung dan belum banyak tahu maka diam-diam Pendekar Rambut Emas itu kagum dan ngeri akan
kesaktian puteranya ini. Kalau sudah begitu puteranya ini dapat menjadi raksasa. Siapapun tak akan mampu
menandingi! Tapi teringat ceritanya lagi maka dia kembali pada persoalan semula.171 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Beng An dibawa atau diculik dua kakek iblis ini. Sementara Ituchi tewas dibunuh Togur yang masih
hidup. Dan karena beberapa hari yang lalu aku tak ada di rumah karena mencari Sian-su maka ibu dan
adikmu ini yang bertemu Poan-jin-poan-kwi. Sekarang bagaimana pendapatmu setelah semuanya ini kau
ketahui, Liong-ji? Dapatkah kau menolong kami membagi tugas?"
"Maksud ayah?"
"Musuh terlalu banyak, juga tempatnya berlainan. Dan karena tak mungkin aku atau ibumu mencari
mereka semua maka hendak kuminta pertolonganmu untuk mencari atau menemukan musuh-musuh kita ini.
Aku hendak mencari Beng An bersama ibumu dan kau pergi mencari Togur dan See-ong, yang membawa
Siang Le! Sanggupkah?"
"Dan aku bersama Liong-ko!" Soat Eng tiba-tiba mendahului, berseru. "Kalau ayah dan ibu mencari
Beng An biarlah aku menemukan suamiku, ayah. Dan aku tak akan sudah sebelum membunuh kakek iblis
itu!"
"Sabar," ayahnya mengangguk-angguk tanda mengerti. "Aku dapat memahami perasaanmu, Eng-ji.
Tapi See-ong bukanlah kakek sembarangan yang dapat kau bunuh begitu saja. Dan di situ juga ada Togur,
pemuda yang licik dan amat berbahaya. Kalau kau main hantam saja justeru nanti dapat mencelakakan
dirimu sendiri. Tidak, kau harus taat dan berlindung di balik kakakmu. Thai Liong inilah yang dapat
menghadapi mereka dan kupercaya. See-ong tetap kakek iblis yang culas meskipun ilmunya Hek-kwi-sut
sudah kuhancurkan!"
"Baiklah, aku akan tunduk kepada kata-katamu, ayah. Dan aku juga percaya kepada Liong-ko. Apakah
boleh sekarang juga kami berangkat!"
"Hm, nafsumu besar. Tapi agaknya cukup kita bicara. Baiklah, apakah kakakmu sendiri siap
berangkat?"
"Aku. siap, ayah. Tapi barangkali aku ingin bertemu bibi Cao Cun sejenak. Siapa nanti yang akan
mengantarkannya ke Chi-cou?"
Pendekar Rambut Emas tertegun. "Dan ke mana pula Ji Pin? Aku tak melihatnya!"
"Hm," sang ayah gelap mukanya. "Aku juga tak melihat orang she Ji ini, Liong-ji. Entah ke mana kata
ibumu dia juga tak ada. Barangkali...."
"Dia ke bangsa U-min!" sesosok bayangan tiba-tiba muncul, terisak. "Aku dilarang
memberitahukannya kepada kalian, Kim-twako. Tapi sekarang terpaksa kukatakan agar kalian tidak
menyalahkannya!" dan ketika di situ muncul Cao Cun dan wanita itu menangis, menutupi mukanya maka
Pendekar Rambut Emas terkejut tapi puterinya sudah berkelebat dan menyambar wanita ini.
"Bibi, kau datang? Ada apa?"
"Aku.... aku merasa merepotkan kalian. Aku hendak ke Chi-cou sendiri ke tempat ayahku!"
"Ah!" Soat Eng terkejut. "Gila, bibi. Itu tidak mungkin. Mari duduk!" dan ketika Soat Eng menarik
dan mengajak duduk wanita ini maka Cao Cun tersedu teringat nasibnya.
"Aku memang tak pernah jauh dengan penderitaan. Aku selalu merepotkan banyak orang. Ah, aku
ingin pamit meninggalkan kalian, Kim-twako. Aku mau pergi dan tak usah diantar!"
Kim-mou-eng dan lain-lain terkejut. Cao Cun sudah menangis mengguguk dan tangisnya yang begitu
sedih membuat Kim-mou-eng dan anak isterinya terharu. Soat Eng bahkan mencucurkan air mata. Tapi
ketika Pendekar Rambut Emas menarik napas dalam-dalam dan Thai Liong tertegun melihat wanita itu,
wanita yang malang dan kehilangan putera tersayangnya tiba-tiba bangkit berdiri dan menggenggam lengan
Cao Cun.
"Bibi, tak usah sedih. Ada kami di sini yang akan membela dan melindungimu. Itu kewajiban kami,
tak ada kata merepotkan. Kalau kau kehilangan puteramu biarlah kau anggap aku sebagai penggantinya.172 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Ituchi adalah sahabatku dan kami seperti saudara. Tanpa kau mintapun pasti aku akan mencari pembunuhnya
dan menuntut tanggung jawab. Harap bibi tak usah berduka dan pandanglah aku sebagai puteramu sendiri."
"Thai Liong, ah, kau.... ohh!" dan Cao Cun yang tersedu dan menubruk pemuda ini tiba-tiba
mengguguk dan menangis di situ, mencengkeram dan meremas-remas pemuda ini karena melihat Thai Liong
membuat dia seperti melihat mendiang puteranya sendiri. Ituchi dan pemuda ini memang sebaya dan masingmasing merupakan sahabat karib. Kini mendengar kata-kata pemuda itu bahwa Thai Liong minta dianggap
sebagai puteranya sendiri, pengganti Ituchi tiba-tiba Cao Cun tak kuat dan menangis serta meremas-remas
pemuda itu. Untuk sejenak semua kedukaan dan keharuannya ditumpahkan di sini. Dia tak menyangka Thai
Liong ada di situ dan hadirnya pemuda ini mengingatkan dia akan puteranya sendiri. Tapi ketika sedu dan
sedan itu tiada habisnya dan Thai Liong menitikkan air mata pula maka Kim-mou-eng batuk-batuk dan
berkata menghentikan tangis itu.
"Cun-moi, apa yang dikata anakku adalah benar. Anggap saja dia puteramu dan pengganti Ituchi. Thai
Liong tentu akan membantu dan melindungimu. Sudahlah, Thai Liong memang ingin menemuimu dan
kebetulan kau datang. Barangkali kalian dapat bicara karena mereka segera akan pergi melaksanakan tugas!"
"Kalian.... kalian mau mencari Togur?"
"Benar," Soat Eng menjawab, memeluk dan terharu memandang wanita ini. "Kami sudah
memutuskan untuk mencari Togur, bibi, dan bukan hanya Togur melainkan juga See-ong. Kami akan segera
berangkat!"
"Dan kau akan diantar ke Chi-cou," Pendekar Rambut Emas tiba-tiba menyela. "Barangkali Thai
Liong tak keberatan Cun-moi. Tentunya dia akan mengamankanmu sampai di sana."
"Tidak," Thai Liong tiba-tiba berkata. "Aku sudah berkata bahwa aku adalah puteranya pula, ayah,
pengganti Ituchi. Kalau bibi diantar ke Chi-cou tentu dia akan berjauhan denganku. Kupikir, sebaiknya bibi
ikut saja dan bersama kami berdua!"
"Oouh!" wanita itu terpekik, girang tapi segera sadar. "Kau... kau akan membawa aku, Thai Liong?
Merepotkan kalian berdua di tengah jalan?"
"Tidak," Thai Liong berkata tegas. "Aku tak merasa repot membawamu, bibi. Itu tak usah dipikirkan.
Yang jelas, apakah bibi mau bersama kami saja. Di Chi-cou tentu bibi akan kesepian, aku tak menghendaki
itu!"
"Ouh, aku.... ah, terima kasih!" dan Cao Cun yang terharu dan memejamkan mata memeluk pemuda
ini tiba-tiba menahan tangis karena Thai Liong benar-benar memperhatikan kedukaannya. Semula dia
memang ingin ke ayahnya di Chi-cou dan siap menghadapi kesepian yang mencekam. Di sana tentu dia
merana hebat teringat anak-anaknya. Maka ketika Thai Liong bicara seperti itu dan berada di samping
pemuda ini tentu merupakan jaminan keamanan yang hebat maka tentu saja dia lebih merasa senang bersama
pemuda itu daripada di tempat ayahnya. Lagi, ayahnyapun pasti sudah tua, tak mampu melindungi dirinya
seperti dulu-dulu. Dan karena keluarga ayahnya di Chi-cou juga sudah berobah, kedudukan ayahnya akan
segera diganti yang muda maka Cao Cun girang bukan main mendengar penawaran Thai Liong tadi. Diamdiam terharu dan bangga bahwa pemuda ini ingin memperhatikan nasibnya, membuatnya bahagia. Dan
ketika selanjutnya Thai Liong berkata bahwa dia tak merepotkan pemuda itu, Kim-mou-eng juga
menyerahkan kepada puteranya sendiri maka Thai Liong bangkit berdiri menutup pembicaraan.
"Kalau begitu tak ada masalah lagi. Biarlah malam ini juga kami berangkat dan kami mohon diri."
"Benar," Soat Eng melompat bangun, bersinar-sinar tapi agak ragu memandang kakaknya. "Aku juga
siap, Liong-ko. Mari berangkat tapi urusan bibi Cao Cun harap kau yang lebih memperhatikannya
kepandaianmu jauh di atas kepandaianku!"
Thai Liong tersenyum. Dia tahu apa yang menjadi pikiran adiknya itu dan mengibaskan lengan jubah.
Cao Cun berkedip-kedip memandang pemuda ini, pakaiannya yang gerombyongan dan seperti pendeta. Tapi
ketika Pendekar Rambut Emas bangkit berdiri dan menyentuh pundak puteranya, berpesan agar pemuda itu
berhati-hati maka Swat Lian bangkit pula dan memeluk Cao Cun, matanya berlinang.173 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Cun-moi, maafkan kalau selama ini sikapku kurang baik kepadamu. Aku kurang memperhatikan
dirimu. Biarlah Thai Liong yang mengobati kecewamu dan pergilah hati-hati. Kalau saja anakku Beng An
tak diculik orang tentu aku juga akan menghajar Togur dan mencari pemuda itu!
"Tak apa," Cao Cun memeluk dan menangis di pundak nyonya ini, hatinya sama sekali tak merasa
sakit diperlakukan tak acuh, selama dia di situ. "Aku hanya menumpang, Lian-cici. Aku sudah senang bahwa
kalian mau menerimaku di sini. Aku tak merasa apa-apa denganmu, sikapmu cukup baik!" dan ketika Swat
Lian memejamkan mata karena kata-kata itu justeru menusuk hatinya, mengiris, maka Soat Eng menarik dan
berkelebat.
"Ibu, kami pergi. Harap kalian juga berhati-hati karena lawan amatlah lihai!"
Nyonya itu mengangguk. Swat Lian sudah membuka mata melihat puterinya menyambar Cao Cun, tak
lama kemudian disusul Thai Liong yang berseru pada ayah ibunya pula. Dan ketika tiga orang itu lenyap di
luar sementara sang nyonya masih tertegun maka Pendekar Rambut Emas yang melihat sesuatu pada gerakgerik puteranya tiba-tiba berseru dan berkelebat keluar.
"Mari kita lihat, bagaimana Thai Liong membawa bibinya!"
Swat Lian tak mengerti. Dia tertegun tapi sudah ditarik sang suami, berkelebat dan menyusul pula dua
muda-mudi itu. Dan ketika mereka melihat bahwa Thai Liong sudah keluar lembah, cepat sekali, maka
mereka melihat pemuda itu mengebutkan jubah.
"Eng-moi, serahkan bibi Cao Cun kepadaku. Biar aku yang menyimpannya!"
"Menyimpan?" Soat Eng dan Swat Lian yang mendengarkan kata-kata itu dari jauh tampak terkejut,
membelalakkan mata. "Menyimpan bagaimana, Liong-ko? Memangnya bibi Cao Cun barang mainan?"
"Sudahlah," pemuda itu tersenyum. "Berikan dia kepadaku, Eng-moi, agar perjalanan kita lebih cepat
dan aman. Mari!" dan ketika jubah meledak dan menyambar wanita itu, Cao Cun berpindah tangan tiba-tiba
Soat Eng berseru kaget karena bibinya menghilang, lenyap dan terbungkus gulungan jubah dan entah
bagaimana tiba-tiba bibinya itu sudah "tersimpan" baik-baik. Cao Cun sendiri terpekik ketika disambar Thai
Liong, masuk dan lenyap ke dalam ujung jubah. Tapi ketika wanita itu merasa aman dan tak ada apa-apa,
Thai Liong dan Soat Eng dapat dipandangnya sementara dia tak sadar bahwa tubuhnya sudah mengecil,
sebesar jari kelingking maka Soat Eng takjub dan terheran-heran.
"Ah, begitu caramu membawa bibi Cao Cun, Liong-ko? Kau menyimpannya dengan ilmu siluman?"
"Bukan ilmu siluman," Thai Liong tertawa. "Aku mempergunakan Beng-tau-sin-jin. Dengan begini
tentu bibi Cao Cun aman dan perjalanan kita lancar!"
Soat Eng terkagum-kagum. Apa yang diperlihatkan kakaknya ini sungguh membuatnya takjub.
Bayangkan, seorang manusia dapat "disimpan" kakaknya seperti orang menyimpan barang mainan kecil.
Dan ketika kakaknya berkata bahwa dua atau tiga orang sekaligus juga dapat disimpan dengan ilmunya
Beng-tau-sin-jin itu maka ketakjuban wanita ini memuncak.
"Kau dapat menyimpan dua tiga orang sekaligus? Kau dapat menyembunyikannya di balik ilmumu
itu?"
"Ah, Beng-tau-sin-jin yang kupunyai masih tak seberapa, Eng-moi. Sian-su yang memiliki bahkan
mampu menyimpan ratusan orang!"
"Luar biasa!" Soat Eng terpekik. "Ilmu itu sungguh luar biasa, Liong-ko. Aku jadi ingin memilikinya
kalau saja kau mau menurunkannya!"
"Hm, harus seijin Sian-su," Thai Liong tersenyum menolak keinginan adiknya. "Aku tak berani
memberikannya tanpa sepengetahuan beliau, Eng-moi. Lain kali saja kita temui dan kau katakan
keinginanmu." lalu ketika dua muda-mudi itu terbang melanjutkan perjalanannya maka Pendekar Rambut
Emas dan isterinya yang mendengarkan dan melihat itu dari jauh sama-sama menggelengkan kepala dan
berseru kagum.174 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Ah, Pek-kwi-sut yang kupunyai tak sehebat Beng-tau-sin-jin yang dipunyai anakku itu. Thai Liong
benar-benar luar biasa setelah mendapat gemblengan Sian-su sendiri!"
"Dan pantas kalau dia tak merasa repot membawa Cao Cun. Kiranya dia mampu membawanya dengan
Beng-tau-sin-jin!"
"Ya, dan kepandaiannya benar-benar mengagumkan, niocu. Ah, aku merasa tua dan kalah segalagalanya. Mari, kita juga pergi dan melaksanakan tugas kita sendiri!" dan ketika Pendekar Rambut Emas
berkelebat dan membawa isterinya lagi, kagum dan takjub akan kepandaian puteranya tadi maka Swat Lian
mengangguk dan mengikuti suaminya. Dan begitu mereka berangkat sementara bangsa Tar-tar ditinggalkan
kepada lima pembantu mereka setelah Ji Pin maka anak dan orang tua telah sama-sama mencari musuh
mereka.
* * * Mari kita ikuti perjalanan Thai Liong bersama Soat Eng, kita tinggalkan dulu kisah perjalanan
Pendekar Rambut Emas bersama isterinya, Swat Lian.
Seperti diterangkan di atas, pemuda ini menyimpan Cao Cun dalam ilmunya Beng-tau-sin-jin. Cao
Cun sendiri tak merasa bahwa tubuhnya sudah seperti disihir, kecil dan berlindung aman di balik gulungan
jubah Thai Liong. Dan ketika Thai Liong bergerak dan mendampingi adiknya, Soat Eng mengerahkan Jingsian-eng dan Cui-sian Gin-kangnya sekaligus, ingin menguji sang kakak, maka pemuda itu bergerak tenangtenang di samping adiknya. Beberapa kali Soat Eng melirik namun kakaknya seolah berlari demikian enak.
Dulu, setahun dua yang lalu kalau mereka berdua berlari cepat maka dia kalah sedikit saja dibanding
kakaknya ini. Kalau dia sudah mandi keringat maka kakaknya juga mandi peluh, paling tidak, muka
kakaknya akan berkeringat. Akan tetapi setelah sekarang dia mengerahkan seluruh ilmunya, terbang dan
bergerak luar biasa cepat ternyata kakaknya itu sama sekali tak kelihatan berkeringat apalagi letih! Muka
yang dulu pasti akan bergelantungan butir-butir keringat itu ternyata sekarang bersih dan kering. Justeru, dia
sendirilah yang mandi peluh! Dan ketika Soat Eng kagum dan malam itu perjalanan dilakukan luar biasa
cepat, kakak dan adik tak pernah istirahat maka menjelang pagi mereka sudah sampai di wilayah bangsa Umin! "Jangan cepat-cepat, berhenti dulu di sini," Thai Liong berkata dan mengulapkan lengannya. Soat Eng
tertegun dan ingin meneruskan langkah namun tiba-tiba tubuhnya tersedot ke belakang. Kakaknya
tersenyum. Dan ketika Soat Eng terkejut dan mau marah, kakaknya menariknya dengan sinkangnya tadi
maka kakaknya itu buru-buru menjawab.
"Hari masih terlalu pagi, mataharipun belum muncul. Kalau kita datang dan ribut-ribut sekarang tentu
dianggap tak sopan karena semua sedang tidur!"
"Ah, perduli amat!" Soat Eng membentak, melotot bersinar-sinar memandang perkampungan bangsa
U-min itu, daerah yang luas dan penuh kemah atau tenda, seperti bangsanya. "Mereka juga bukan orangorang sopan, Liong-ko. Apalagi si Togur itu. Aku ingin melihat tampangnya!"
"Hm, bukan hanya kau. Akupun juga ingin tahu dan melihatnya lagi," Thai Liong tak berkedip,
tampak juga tak sabar namun lebih dapat menahan diri dibanding adiknya. Dan ketika pemuda itu
membungkuk dan memunguti kayu-kayu kering, adiknya bertanya untuk apa maka pemuda itu tersenyum
dan menjentikkan ujung jarinya ke dalam hutan. "Kau dan aku boleh tak lapar, tapi bibi Cao Cun tentu ingin
sarapan.... nguik!" dan ketika seekor kelinci terlempar dan roboh menjerit, kepalanya pecah maka Soat Eng
sadar bahwa mereka harus memperhatikan bibi mereka itu, Cao Cun.
"Kau benar," Soat Eng berkelebat dan menyambar bangkai kelinci itu. "Bibi tentu lapar, Liong-ko.
Tapi keluarkanlah dia agar kita dapat bercakap-cakap!"
"Sudah keluar," sang kakak tertawa dan mengebutkan jubah. "Bibi juga baru bangun, Eng-moi.
Agaknya lelap benar ia tidur!" dan ketika Cao Cun terhuyung dan kaget berseru tertahan, Thai Liong175 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
menahan pundaknya maka wanita itu baru sadar bahwa semalam dia keenakan dan tidur di bawah gulungan
jubah si pemuda.
"Thai Liong, kau.... ah, bagaimana menyimpan aku di balik jubah seperti itu? Masa seorang manusia
mampu muat digulung jubah?"
"Liong-ko mempergunakan kesaktiannya," Soat Eng berseru, mendahului menjawab. "Tanpa itu tak
mungkin bisa, bibi. Kakakku sekarang ini luar biasa sekali!"
"Ah, benar. Dan aku benar-benar takjub. Rasanya seperti mimpi!" dan ketika Thai Liong tersenyum
dan membuat api unggun, dari ujung jubahnya menyambar angin panas di mana percikan api tiba-tiba
membakar kayu-kayu kering itu, menyala, maka Soat Eng sudah diminta untuk menguliti bangkai kelinci.
"Sudahlah, bibi perlu sarapan dan setelah itu kita memasuki bangsa U-min."
Cao Cun tertegun. Untuk kedua kali ia melihat bahwa mereka sudah tiba di tapal batas bangsa U-min.
Dia yang bertahun-tahun tinggal di situ segera mengetahui bahwa mereka sudah memasuki wilayah musuh,
padahal semalam dia masih berada di tengah-tengah bangsa Tar-tar, di tempat Pendekar Rambut Emas. Dan
takjub bahwa hanya dengan beberapa jam perjalanan saja Thai Liong telah sampai ke situ maka wanita ini
mendecak dan memuji tak habis-habisnya.
"Luar biasa, kalau begitu kalian berdua bergerak seperti terbang. Padahal aku sendiri harus seminggu
lebih baru tiba di tempat ini, itupun bersama pengawal!"
"Sudahlah, kau duduk dan beristirahat, bibi. Nanti setelah itu kau masuk kembali karena kami akan
segera mencari Togur."
"Dan berikan kesempatan kepadaku untuk mengerat jantungnya," wanita itu tiba-tiba menggigil,
berkeretuk. "Aku juga ingin membunuhnya, Thai Liong. Aku benci dan sakit hati atas kematian puteraku!"
"Dan dua puteri bibi juga belum ditemukan," Soat Eng menyambung, tiba-tiba mengingatkan. "Kalau
nanti kita bertemu dengannya lebih baik tanyakan dulu dua anak perempuan bibi itu sebelum dia dibunuh!"
"Betul, korek keterangan darinya, Soat Eng. Aku gemas dan terkutuk sekali pemuda itu!"
"Sebaiknya bibi tak perlu marah-marah. Musuh belum kita temukan dan mari menikmati daging
kelinci ini dulu. Lihat, sudah ada yang matang!" Thai Liong menyambar dan memberikan sepotong paha,
kelinci sudah terpanggang dan Cao Cun dialihkan perhatiannya. Dan ketika Soat Eng diberi kedipan agar
tidak bicara itu dulu, kematian Ituchi hanya membangkitkan kesedihan dan kedukaan belaka maka Soat Eng
mengangguk dan mengerti maksud kakaknya. Diapun menyambar dan segera menikmati daging kelinci itu,
matahari sudah mulai memerah di ufuk timur. Dan ketika tak lama kemudian hari benar-benar terang dan
Thai Liong mengebutkan jubahnya maka Cao Cun diminta bersiap untuk "disimpan" lagi dalam ilmu Bengtau-sin-jin.
"Sekarang kita akan berangkat, harap bibi masuk!"
Seperti sihir saja tahu-tahu ujung jubah sudah menggulung dan membungkus wanita ini. Cao Cun tak
lagi terpekik karena sekarang dia sudah tahu, aman dan senang dan justeru bahagia terlindung di balik jubah
Thai Liong ini, kesaktian yang membuatnya kagum dan tak habis-habisnya berpikir. Lalu ketika Soat Eng
terbelalak dan juga kagum, kakaknya sudah menyimpan bibinya itu maka Thai Liong mengajak mereka
berangkat.
"Sudah cukup, mereka sudah bangun. , Mari pergi dan cari Togur."
Soat Eng mengangguk. Kakaknya berkelebat dan iapun sudah mengikuti. Bekas api unggun diinjak
padam dan kakak beradik itupun memasuki wilayah musuh. Dan begitu mereka tampak oleh para penjaga,
Thai Liong memang tidak takut dan tidak ingin bersembunyi maka kontan saja mereka dibentak dan puluhan
penjaga tiba-tiba berlompatan dengan senjata di tangan.
"Berhenti, kalian siapa. Mau ke mana!"176 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Soat Eng tak sabar. Sebelum kakaknya menjawab tiba-tiba dia melengking dan balas membentak
penjaga-penjaga itu, tubuh bergerak dan kaki tanganpun melempar ke sana ke mari. Dan ketika belasan
Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
orang itu terpekik dan mencelat ke sana-sini, gerakan Soat Eng luar biasa cepat dan tentu saja bukan lawan
orang-orang itu maka para penjaga itu roboh terbanting dan semuanya patah-patah tulangnya.
"Aku mencari Togur. Di mana pemuda siluman itu dan jangan kalian banyak tingkah!"
Belasan orang itu pucat. Empat di antaranya pingsan, yang lain merintih-rintih dan dua di antaranya
mengenal wanita ini, puteri Pendekar Rambut Emas. Dan ketika mereka terbelalak dan tentu saja tutup
mulut, menggigil, maka kebetulan Soat Eng menyambar seorang di antaranya dan menghardik.
"Mana bedebah itu, mana raja kalian Cucigawa dan antek-anteknya!"
"Ampun....!" laki-laki itu merintih. "Aku.... aku tak tahu, lihiap. Tapi tentunya di kemah besar...!"
"Kau dapat memberitahukannya? Kau masih ingin hidup atau mati?"
"Aku, ah.... aku ingin hidup, jangan bunuh! Aku dapat memberitahukannya tapi dengan mengirangiranya saja!"
"Bagus, itu sudah cukup. Tapi jangan panggil teman-temanmu!" dan ketika Soat Eng mendepak dan
membuat penjaga ini jungkir balik, menjerit dan berteriak kesakitan maka penjaga satunya tiba-tiba bangkit
berlari dan terhuyung terseok-seok.
"Awas, puteri Pendekar Rambut Emas datang... kita kedatangan musuh.... awas..!"
Soat Eng melotot. Baru saja dia melempar dan mengancam penjaga untuk tidak memanggil-manggil
temannya mendadak penjaga yang satu itu terpincang dan berlari-lari memberi tahu kawan-kawannya. Di
situ memang banyak penjaga lain yang saling meronda, terdiri dari beberapa regu dan tiap-tiap regu ada
belasan orang. Tentu saja mereka itu muncul dan berkelebatan ke tempat ini. Dan ketika mereka terkejut
melihat belasan teman mereka malang-melintang, yang seorang itu berteriak-teriak memberi tahu adanya
musuh mendadak Soat Eng menggerakkan tangannya dan penjaga itu roboh terjungkal, punggungnya
ditembus sebutir batu hitam.
"Keparat, anjing-anjing busuk. Disuruh diam malah menggonggong!" dan ketika penjaga yang baru
tertegun dan terbelalak melihat Soat Eng, Thai Liong berkelebat dan lenyap entah ke mana maka nyonya
muda itu sendirian menghadapi musuh, bergerak dan menampar serta menendang mereka bergantian. "Hayo,
ini aku, musuhmu. Mana Cucigawa dan Togur.... des-des-dess!" dan penjaga yang berteriak dan mencelat
terbanting ke sana-sini akhirnya membuat Soat Eng naik darah dan beringas. Penjaga-penjaga yang lain
berdatangan dan tak lama kemudian tanda bahaya dibunyikan, suaranya teng-teng-teng dan tentu saja orangorang U-min terkejut. Mereka baru saja bangun dan sedang menikmati kopi panas atau teh manis, tahu-tahu
para penjaga berteriak bahwa tempat mereka kedatangan musuh. Dan ketika musuh yang datang itu
dikatakan sebagai puteri Pendekar Rambut Emas, bangsa U-min berjengit dan lari menyambar senjata
masing-masing maka di sana Soat Eng sudah dikepung dan dikeroyok ratusan orang!
"Jaga, awas jangan terlalu dekat. Wanita ini mencari Siauw-ongya!"
"Dan dia akan membantai kita. Awas, panggil teman-teman kita, kawan-kawan. Kepung dan jangan
sampai wanita ini lolos.... cring-crang-dess!" dan mereka yang menjerit dan terpekik oleh tendangan Soat
Eng tiba-tiba menghentikan seruannya karena nyonya muda itu berkelebatan dan menyambar-nyambar,
membentak dan mengangkat tinggi-tinggi lawan yang ditangkap untuk kemudian dibanting hancur. Soat Eng
tak dapat menerobos kepungan karena roboh satu maju dua, roboh dua maju empat. Dan ketika belasan
orang sudah menjadi ratusan dan tak lama kemudian sepasukan besar sudah datang, seribu lebih dengan
kuda-kuda mereka maka bentakan dan seruan menggegap-gempita di pagi yang masih hangat itu.
"Berikan jalan, biar kuhadapi wanita itu!"
"Yang lain harap waspada dan menjaga di empat penjuru. Awas kalau ada lagi musuh yang lain!"177 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Soat Eng mendengus. Dirintangi dan dihalangi seperti itu tiba-tiba saja kemarahannya berkobar. Dia
tak melihat kakaknya namun Soat Eng yakin kakaknya itu tak jauh di situ, mungkin mencari Togur di tempat
lain, mempergunakan kesempatan selagi semua orang tertarik perhatiannya ke sini untuk menerobos atau
mencari kelemahan lawan. Dan ketika dia berkelebatan dan tangan atau kaki membagi-bagi pukulan, lawan
banyak yang roboh binasa maka empat panah besar tiba-tiba menyambarnya dari samping kiri.
"Wher-wher!"
Soat Eng tak mengelak. Di sela-sela amukannya menghajar ratusan orang itu dia menggerakkan
tangan ke kiri, mata melirik dan seketika empat panah itu patah-patah, hancur bertemu dengannya. Dan
ketika dia melihat seorang tinggi besar berseru keras di sana, kecewa, maka matanya berkilat karena itulah
Cucigawa, raja yang curang!
"Licik!" Soat Eng mengincar lawannya itu, membentak, melihat Cucigawa memasang lagi enam
panah di gendewa yang dipentang, diam-diam mengerahkan sinkang di ujung-ujung jarinya. "Kalau kau
berani jangan menyerang dari jauh, Cucigawa. Maju dan mendekatlah ke mari!"
"Ha-ha, rupanya sudah kau kenal," raja tinggi besar itu tertawa bergelak, terbahak tapi menjepretkan
enam panahnya itu, panah yang besar-besar dan berat. "Kalau kau berani justeru kaulah yang mendekat dan
maju ke mari, Kim-siocia (nona Kim). Lihat aku mengirim lagi hadiah-hadiah manis untukmu!"
"Keparat, aku bukan lagi Kim-siocia, aku Siang-hujin (nyonya Siang). Buka telinga dan matamu baikbaik, Cucigawa. Meskipun kau mengeroyok bersama ribuan orangmu tapi aku tak takut.... pratt!" dan enam
panah yang ditampar sekaligus tiba-tiba membalik dan tidak patah seperti tadi, menyambar dan menuju
Cucigawa sendiri dan raja itu tentu saja kaget bukan main. Soat Eng mengerahkan Khi-bal-sin-kangnya
hingga panah-panah itu bertemu jari-jari tangannya yang seperti karet, terpental dan membalik menyambar
raja itu sendiri dan sang raja terkejut berseru keras, mau menangkis namun tidak sempat. Dan karena satusatunya jalan hanya mengelak dan raja itu sudah melempar tubuhnya dari atas kuda maka binatang
tunggangannya itulah yang menjadi korban dan meringkik serta roboh. Enam panah menancap di tubuhnya,
berjajar-jajar!
"Keparat, jahanam bedebah!" raja itu memaki-maki dan bergulingan meloncat bangun. "Serang dan
serbu lagi wanita itu, kerbau-kerbau dungu. Jangan biarkan ia menyerang aku sementara kalian di sini!" dan
pucat serta memaki-maki anak buahnya sendiri, yang terkejut dan kagum akan kehebatan Soat Eng maka
Soat Eng sudah dikeroyok dan dihujani senjata-senjata tajam. Wanita itu kecewa karena lawan mampu
menyelamatkan diri, jarak memang cukup jauh hingga lawan sempat melempar tubuhnya. Dan ketika
melihat Cucigawa tak berani menyerang lagi, bersembunyi dan menyelinap di balik pasukannya maka
muncullah dua orang lain menggantikan raja itu.
"Kiranya kau!" dua orang itu membentak, muncul dari depan dan belakang, juga terlindung di balik
puluhan orang yang mengeroyok. "Kau mencari mati, bocah she Kim. Meskipun ayah ibumu ada di si sini
tak mungkin kau selamat..... sing-siut!" dan dua pisau belati yang dilepas dari dua arah tiba-tiba menyambar
Soat Eng yang menerjang dan menerobos kepungan. Lawan yang ada di depan roboh binasa sementara yang
lain mundur-mundur, memberikan kesempatan untuk maju tapi muncullah dua orang itu, yang melepas
senjata secara gelap. Tapi ketika Soat Eng menengok dan meniup, dua pisau belati itu sudah tiba di mukanya
maka pisau-pisau itu runtuh sementara dia melihat siapa yang datang.
"Hm, panglima-panglima curang!" Soat Eng membentak. "Kiranya kalian, Horok. Ayo maju dan
serahkan nyawa kalian ke mari. Aku mencari Togur tapi tak apa kalau kalian juga muncul.... serr!" dan Soat
Eng yang menendang dua pisau yang runtuh tiba-tiba membuat dua lawannya kaget karena pisau-pisau itu
menyambar mereka, dikelit tapi menyambar dua orang di belakang mereka, dua di antara pasukan
pengeroyok. Dan ketika dua orang itu terjungkal dan tentu saja berteriak, tewas, maka dua laki-laki ini
terkejut dan menyelinap di balik pasukan yang lain, sama seperti Cucigawa.
"Bunuh wanita itu. Tusuk atau panggang tubuhnya dengan tombak atau panah!
Soat Eng mendapat hujan serangan lagi. Setelah Horok dan Ramba, pembantu-pembantu Cucigawa
gentar oleh kehebatan Soat Eng maka mereka mencari tempat aman untuk melancarkan serangan lagi. Empat178 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
panah besar kembali menyambar namun Soat Eng menyampok dan mementalkannya ke kanan. Cucigawa
secara licik menyerang lagi, namun gagal. Dan ketika pisau-pisau belati juga menyambar namun runtuh
bertemu jari-jari Soat Eng, yang gemas dan kini meretournya balik hingga mengenai para pengeroyok maka
Cucigawa dan pembantunya pucat menjauhkan diri tetapi mulut berteriak-teriak agar pasukan lebih hebat
menyerang wanita muda itu. Dan Soat Eng juga menjadi lebih marah. Mereka yang berani mendekat segera
dihajar jatuh bangun, wanita ini mulai mengerahkan Jing-sian-engnya hingga tubuhnya berkelebatan lenyap.
Dan ketika lawan menjadi panik karena wanita itu tak dapat diikuti lagi, menyambar-nyambar bagai rajawali
betina maka seratus lebih roboh mandi darah dan tumpang tindih. Hal ini membuat Cucigawa mengerutkan
alis dan Horok serta Ramba tak berani dekat-dekat. Mereka berbisik dan membicarakan sesuatu, Cucigawa
mengangguk tanda setuju. Dan ketika Horok meninggalkan pertempuran dan Soat Eng terus mengamuk
hingga mendekati kemah pusat, di sana juga terjadi ribut-ribut maka muncullah seorang pemuda bermata
dingin.
"Mundur, semua mundur. Biarkan siluman betina ini menjadi bagianku!"
Soat Eng terkejut. Entah dari mana datangnya tahu-tahu muncul seorang pemuda bermuka kehijauan
di mukanya, membentak dan melempar-lempar para perajurit hingga mereka berhamburan menjerit-jerit.
Pemuda itu tidak membunuh karena agaknya memang bukan musuh, bahkan, agaknya pembantu atau orang
andalan Cucigawa. Karena begitu pemuda itu muncul dan mendekati Soat Eng, melempar-lempar para
perajurit maka raja tinggi besar itu berani menampakkan diri dan berseru, menyambut.
"Bagus, selamat datang, San-kongcu. Mana gurumu dan kenapa hanya kau seorang!"
"Hm, kau merendahkan aku? Tak perlu banyak mulut kalau tak mampu menghadapi lawan, Cucigawa.
Mundur dan jangan pentang bacot di situ!"
Soat Eng tertegun. Cucigawa dimaki dan muka raja itu agak merah. Namun karena pemuda ini
rupanya ditakuti dan raja itu menyeringai, mundur, maka pemuda ini sudah berhadapan dengan Soat Eng dan
langsung berkelebat.
"Kau puteri Pendekar Rambut Emas, musuhku. Mampuslah dan jangan banyak lagak di sini!"
Soat Eng terkejut. Serangkum angin dingin menyambarnya dan sebelas orang tiba-tiba terangkat naik,
terbanting dan menjerit. Mereka itulah orang-orang yang berada di sekitarnya tapi terkena pukulan angin
dingin itu. Dan ketika angin ini terus menyambarnya dan Soat Eng berdetak karena angin itu amatlah
kuatnya, sinkang pemuda bermata dingin ini rupanya tak boleh dibuat main-main maka wanita itu
membentak dan langsung menggerakkan tangan kiri menangkis, lupa-lupa ingat melihat wajah pemuda itu.
"Dess!" dan Soat Eng terlempar. Pemuda itu tertawa dan Soat Eng kaget bukan main karena dia
terpental, berjungkir balik tapi sudah dikejar lagi oleh pukulan kiri dan kanan. Pemuda itu kini
menyerangnya dengan dua pukulan sekaligus. Dan ketika Soat Eng melayang turun dan kaget serta
penasaran, membentak dan menangkis lagi maka dia terjengkang sementara pemuda itu hanya terhuyung dan
tertawa-tawa saja.
"Des-dess!"
Jilid XIII
SOAT ENG bergulingan meloncat bangun. Dia berteriak karena benar-benar tak menyangka tenaga
sakti pemuda ini. Tapi ketika pemuda itu mengejar dan menyerangnya lagi, tangan kiri dan kanannya
bergerak saling susul maka Soat Eng memekik mengeluarkan Khi-bal-sin-kangnya.
"Dess...!" dan.... pernuda itulah yang terpental. Soat Eng membelalakkan mata karena pemuda itu
tidak apa-apa, terbanting dan menyeringai dan bola matanya berpijar-pijar seperti api yang hidup, bangkit
dan terhuyung lagi terkekeh-kekeh. Sungguh Soat Eng ngeri! Pemuda itu seperti orang tidak waras! Tapi
ketika terdengar sorak dan tepuk tangan riuh, Cucigawa dan pasukannya berjingkrak melihat itu maka Soat
Eng berkelebat dan kini mendahului lawan mengeluarkan pukulan-pukulan saktinya.179 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Kau manusia sinting, kalau tidak kubunuh tentu tidak kapok!"
Selanjutnya nyonya ini beterbangan mengelilingi lawan. Cucigawa yang semula bersorak-sorak karena
pemuda muka hijau itu tak apa-apa, hanya terbanting dan sudah bangun berdiri lagi tiba-tiba menghentikan
tepukannya ketika Soat Eng menyerang bertubi-tubi. Pukulan demi pukulan mendarat di tubuh pemuda itu
namun anehnya pemuda ini hanya terpelanting dan terjungkal saja, terkekeh dan kembali menghadapi
lawannya meskipun terdesak hebat. Dan ketika semua menonton karena pertandingan terpusat di sini, Soat
Eng menghadapi si gila yang tidak waras tapi rupanya hebat sekali, tubuhnya kebal dan pukulan-pukulan
Bola Sakti tak dapat menewaskannya sekali pukul maka Soat Eng bekerja keras menghantam lawannya itu,
memukul dan menendang tapi lawan hanya terbanting untuk kemudian bangkit berdiri lagi. Betapa kuatnya
pemuda ini. Dan ketika Soat Eng marah karena semua pukulan-pukulannya tak mampu merobohkan lawan,
pemuda itu hanya mendesis atau menyeringai kesakitan saja maka mulailah wanita ini mengarahkan
pukulannya ke tempat-tempat berbahaya, seperti misalnya ulu hati dan tenggorokan, juga mata dan beberapa
bagian lain yang lemah, Di situlah biasanya sinkang tak dapat melindungi sepenuhnya, benar saja pemuda itu
tampak sibuk dan mengelak atau menghindar sana-sini. Tapi karena Soat Eng terus mendesak dan lawan
diteter hebat, nyaris tak dapat membalas maka pemuda itu membentak dan tiba-tiba kedua lengannya mulur
panjang seperti karet.
"Sin-re-ciang (Tangan Karet Sakti)!" Soat Eng terkejut, tiba-tiba berseru keras karena tentu saja dia
mengenal ilmu silat ini. Kedua lengan si pemuda sudah mulur sepanjang dua meter dan tahu-tahu
menangkap lengannya sendiri. Itulah, tak disangka. Dan ketika Soat Eng tertegun karena inilah warisan Seeong, bahkan suaminya juga mempunyai ilmu silat itu maka tubuhnya diangkat dan tahu-tahu dibanting.
"Brukk!" Soat Eng mendengar sorak atau tepuk tangan riuh. Para penonton yang tadi berdebar dan
tidak menyoraki jagonya tiba-tiba kini meledak lagi dalam pekik gegap-gempita. Soat Eng terkejut karena
sepak terjang pemuda itu sungguh tidak diduganya sekali. Namun ketika ia bergulingan meloncat bangun
dan tangan lawan memanjang lagi hampir empat meter, hal yang selama ini belum mampu dilakukan
suaminya sendiri maka tubuhnya tahu-tahu sudah ditangkap dan dibanting lagi.
"Bress!"
Soat Eng benar-benar kaget. Dua kali dibanting dan diangkat seperti itu membuat nyonya ini merah
padam. Pasukan bersorak-sorai dan tentu saja dia gusar sekali. Dan ketika ia bergulingan menjauh tapi
tangan itu menyambar lagi, seperti tangan-tangan gurita yang menerkam dan mengerikan sekali maka Soat
Eng mencabut pedang dan secepat kilat menetak.
"Crak!"
Tangan itu lenyap. Sebagai gantinya api berpijar karena tetakan Soat Eng menghajar batu. Kiranya
meskipun gila tapi pemuda itu tahu bahaya dan cerdik, menarik lengan-lengannya yang panjang dan tak
Rahasia Dara Ayu 3 Pendekar Rajawali Sakti 177 Siluman Pemburu Perawan Sepasang Ular Naga 44
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama