Ceritasilat Novel Online

Rajawali Merah 8

Rajawali Merah Karya Batara Bagian 8


berani membiarkan jari tangannya dibabat pedang, karena dengan kemarahan luar biasa tentu tenaga nyonya
itu hebat sekali. Dan ketika dia terkekeh sementara Soat Eng melompat bangun, pucat dan terbelalak maka
Soat Eng dapat menduga bahwa kiranya pemuda ini adalah murid See-ong, entah kapan dan di mana karena
selama ini See-ong memang merahasiakannya.
"Keparat, kau kiranya murid si kakek jahanam See-ong, berarti kau adalah sute suamiku sendiri Siang
Le! Bedebah, siapa namamu, pemuda iblis? Mana gurumu dan kenapa hanya kau seorang diri?"
"Ha-ha-heh-heh, aku San Tek. Guru adalah benar See-ong yang lihai dan sakti luar biasa. Eh, mana
suhengku Siang Le yang tidak tahu diri itu, bocah? Kenapa kau datang sendiri?"
"Kau.... kau San Tek?" Soat Eng tiba-tiba terbelalak, mendadak ingat bahwa inilah kiranya putera Sanciangkun itu, panglima yang dulu terbunuh oleh Togur. "Kau... kau putera San-ciangkun?"
"Ha-ha-heh-heh, benar... ayahku adalah mendiang San-ciangkun. Hayo tak usah banyak cakap lagi dan
kau menyerah..... wut!" dan San Tek yang kembali bergerak dan mengulurkan lengan-lengan karetnya,
panjang dan melejit tahu-tahu menyambar dan akan menangkap Soat Eng lagi. Nyonya ini seketika ingat dan
tertegun karena tiba-tiba nama itu diingatnya sebagai nama seorang pemuda yang dulu mendadak hilang dan
dinyatakan tewas, kini mendadak ada di situ dan lihai bukan main. Ternyata masih hidup dan menjadi murid180 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
See-ong! Dan ketika pemuda itu menyambarnya lagi dan tentu saja dia tak sudi ditangkap, pemuda ini
berbahaya dan gila maka Soat Eng mengelak dan berkelebat menampar pemuda itu.
"Plak!"
San Tek terhuyung. Pemuda ini marah dan menyerang lagi, tangan karetnya bergerak-gerak dan maju
mundur untuk menangkap lawan. Namun karena Soat Eng berkelebatan dan sekarang tahu dengan siapa ia
berhadapan, kiranya murid See-ong yang berbahaya tiba-tiba lenyap dengan J ing-sian-engnya dan
mendaratlah bertubi-tubi tamparan-tamparan Khi-bal-sin-kangnya. Sekarang nyonya ini tak ragu-ragu karena
San Tek adalah murid See-ong, dulu kawan tapi sekarang lawan. Dan ketika ia mendahului gerakan pemuda
itu untuk melayangkan pukulan-pukulannya, perajurit kembali tak berani bersorak karena nyonya itu
menyambar-nyambar bagai garuda betina yang mematuk atau menendang maka si pemuda kewalahan dan
Soat Eng berhasil memperbaiki posisinya.
Tadi nyonya ini tertangkap karena tak hati-hati. Lagi pula ia tak tahu bahwa lawannya adalah murid
See-ong. Pantas begitu lihai. Tapi begitu ia tahu dan tak ragu mengeluarkan semua kepandaiannya, Soat Eng
akhirnya mengeluarkan pula pukulan-pukulan Lui-ciang-hoatnya untuk digabung dengan Khi-bal-sin-kang
maka lawan terhuyung-huyung dan jatuh bangun karena tamparan wanita itu seolah geledek menyambar di
siang bolong.
"Plak-plak!"
Dua kali tamparan ini membuat San Tek terpelanting dan menjerit. Tidak seperti tadi di mana pemuda
itu masih dapat menahan dan tertawa-tawa maka sekarang pemuda itu terjengkang dan berteriak. Pukulan
Soat Eng memang mulai panas dan ledakannya membuat penonton terdekat menjerit, tersambar hawa panas
dan mereka itupun terjatuh. Dan ketika Soat Eng menang angin dan mengelilingi pemuda itu dengan ilmu
meringankan tubuhnya Bayangan Seribu Dewa (Jing-sian-eng), San Tek pening dan tak dapat mengikuti
dengan mata tiba-tiba pemuda itu terbanting ketika sebuah pukulan mengenai kepalanya.
"Aduh!"
Cucigawa dan pasukannya terkejut. Sekarang San Tek merintih bangun dan tak dapat segera berdiri.
Tangan karetnya maju mundur namun sia-sia, Soat Eng selalu menghindari kedua lengannya ini. Dan ketika
pemuda itu berteriak karena pukulan atau tendangan berikut kian keras saja, juga gencar, maka Cucigawa
dan pasukannya tiba-tiba mundur untuk menyelamatkan diri.
"Jangan takut!" namun San Tek tiba-tiba berseru. "Aku belum kalah, Cucigawa. Tak usah kalian
pergi!" dan membentak mirip raungan srigala, San Tek menerima sebuah pukulan lagi hingga mencelat
terguling-guling tiba-tiba pemuda itu berkemak-kemik menepuk kedua tangannya sendiri. Dari telapak
tangan pemuda itu muncul segulung asap hitam, meledak dan tiba-tiba San Tek menghilang, Dan ketika
terdengar suara tawa parau dan Soat Eng tertegun, berhenti menyerang maka tampaklah bayangan aneh
meluncur di belakangnya.
"Ha-ha, aku di sini, Soat Eng. Awas.... dukk!"
Soat Eng berteriak. Tiba-tiba dia terpelanting ketika lawan muncul menghantam tengkuknya, tak
terdengar karena pemuda itu sudah berobah ujud, bukan lagi badan kasar melainkan badan halus. Dan ketika
bayang-bayang pemuda itu mengikuti dan mengejar ke mana dia bergulingan, San Tek berobah menjadi asap
hitam seperti siluman maka Cucigawa dan pasukannya kembali berteriak-teriak karena Soat Eng menjadi
bulan-bulanan pukulan.
"Duk-dukk!"
Soat Eng mengeluh. Dikejar dan diserang macam ini, lawan menghilang dalam ilmu hitam segera
nyonya itu tahu bahwa dia berhadapan dengan Hek-kwi-sut. Soat Eng terkejut karena ilmu hitam andala Seeong itu ternyata sudah diwarisi pemuda ini. Jadi, dia seolah berhadapan dengan See-ong sendiri dan tentu
saja nyonya itu tak berdaya. Yang mampu menhadapi Hek-kwi-sut hanya ayahnya, karena ayahnya memiliki
tandingan ilmu hitam itu, yakni Pek-sian-sut (Lebur Bersama Dewa). Dan ketika Soat Eng jatuh bangun
diserang lawan dan kejadian ini mirip pertandingan ibunya dulu dengan See-ong, tak dapat membalas kecuali181 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
menerima pukulan-pukulan itu sambil melindungi diri dengan Khi-bal-sin-kang maka San Tek sekali dua
berteriak juga karena pukulannya tertolak balik. Akibatnya bayangan atau asap hitam itu mental, kembali
dan menyerang lagi untuk kemudian mental lagi. Hal ini terjadi berulang-ulang tapi para perajurit yang
melihat itu justeru bersorak-sorak. Mereka menganggap nyonya itu di pihak yang terdesak karena terus
menerima pukulan-pukulan, tak tahu bahwa San Tek melotot marah karena setiap kali memukul tentu dia
tertolak. Kalau saja dia tak bersembunyi di balik ilmu hitamnya itu tentulah dia yang akan terjengkang dan
disoraki penonton, bukan lawannya itu yang hanya terhuyung-huyung maju mundur saja, kuat menerima
pukulan karena dilindungi Khi-bal-sin-kangnya yang luar biasa. Dan ketika San Tek menjadi kagum dan
membenarkan omongan gurunya, bahwa Khi-bal-sin-kang memang ilmu luar biasa yang akan mementalkan
setiap pukulan lawan maka pemuda itu melotot sambil memaki-maki sementara Soat Eng merah padam
disoraki lawan. Nyonya ini panas dan terbakar, Maka ketika satu saat dia mampu meloncat bangun dan San
Tek menghilang entah ke mana, pemuda itu juga jerih karena pukulan-pukulannya membalik maka Soat Eng
melengking dan.... menerjang Cucigawa dan pasukannya yang ratusan orang itu.
"Kalian pengecut, tak berani maju. Hayo hadapi aku dan jangan bersorak-sorak saja!"
Kagetlah Cucigawa dan pasukannya itu. Mereka sedang asyik dan gembira menyoraki wanita ini, tak
tahunya sekarang diterjang dan tentu saja mereka mawut. Dan ketika tujuh orang terlempar roboh dan
belasan yang lain mencelat dipukul wanita muda itu, Soat Eng ingin menumpahkan kemarahannya kepada
orang-orang ini maka bangsa U-min terpekik dan tunggang-langgang diserbu wanita itu. Soat Eng bergerak
bagai seekor banteng kalap, siapa yang ada di depan itulah yang dihantam dan kontan saja pasukan itu ceraiberai. San Tek yang bersembunyi di balik ilmu hitamnya terkejut, dia jadi kaget dan marah juga melihat
amukan wanita muda itu. Namun karena setiap dia mengejar Soat Eng tentu berkelebat dan
menyembunyikan diri di tengah-tengah pasukan besar, merepotkan dirinya yang tentu saja tak dapat
memukul maka pasukan itulah yang menjadi korban karena pukulan-pukulan San Tek yang dilancarkan jatuh
ke tempat pasukan besar ini.
"Heii... jangan seperti harimau kelaparan, mereka bukan lawanmu. Ayo hadapi aku dan jangan
cecunguk-cecunguk itu!"
"Keparat, kaupun licik dan pengecut, San Tek. Kau menyembunyikan dirimu di balik Hek-kwi-sut.
Ayo, serang aku dan lihat berapa anak buahmu yang bakal roboh binasa.... des-dess!" pukulan Soat Eng
bercampur dengan pukulan San Tek, menghajar orang-orang itu dan tentu saja pasukan besar ini terpekik.
Mereka terlempar dan terbanting roboh seperti pohon-pohon pisang ditebang, Soat Eng meneruskan
gerakannya sementara San Tek membayangi di belakang. Dan ketika hal itu menggegerkan bangsa U-min
karena mereka bisa roboh binasa semua, Cucigawa dan pembantunya berteriak-teriak maka raja itu
menyuruh mundur dan pasukanpun lalu cerai-berai.
"Mundur..... mundur.... kembali ke tengah kota!"
Namun Soat Eng mendengus. Dihajar dan dijadikan bahan sorakan ketika tadi dia dihajar San Tek
membuat nyonya muda ini kalap dan menyerbu seperti kesetanan. Puluhan tubuh tergelimpang dan
mayatpun tiba-tiba sudah menumpuk di sana-sini. Itulah akibat pukulan-pukulal Khi-bal-sin-kang tapi juga
San Tek yang selalu luput mengenai wanita muda ini. Dan ketika San Tek juga terkejut karens seratus orang
tiba-tiba terkapar mandi darah, nyonya itu terus mengamuk dan menghambur ke tengah-tengah pasukan
maka saat itu dari pusat kota terdengar pekik dan jeritan tinggi.
"San Tek, tolong...!"
Pemuda itu terkejut. Bersamaan dengan itu tiba-tiba berkelebat dua bayangan ke arahnya, yang satu
berteriak-teriak dan memanggil dirinya sementara yang lain berteriak dan memaki-maki ke belakang. Entah
siapa yang dimaki namun San Tek tertegun karena itulah Togur dan gurunya. Dua orang itu terbang ke
arahnya dan gurunya pucat bermandikan peluh, Togur juga mandi keringat dan pasukan yang ada di depan
tiba-tiba mencelat ke sana ke mari. Mereka dilempar atau diangkat oleh gurunya, juga Togur. Dan ketika dua
orang itu berteriak-teriak dan Soat Eng juga terkejut melihat See-ong, karena kakek iblis itu rupanya juga ada
di situ maka See-ong menendang seorang perajurit untuk kemudian membentak menyambar muridnya.
"Pergi, ada Thai Liong di belakang!"182 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Soat Eng berseri. Begitu See-ong menyambar dan menarik muridnya, pucat menoleh ke belakang
maka saat itu juga tampak sebuah bayangan merah berkelebat dan meluncur di situ. Bayangan inipun terbang
secepat setan dan terlemparlah para perajurit ketika dikibas atau didorong bayangan itu, yang bukan lain
memang kakaknya, Thai Liong. Tapi ketika Soat Eng berteriak girang dan membentak See-ong, yang
berkelebat dan melarikan diri maka sebuah pukulan Togur tiba-tiba menghantamnya dari samping, hal yang
kurang diwaspadai nyonya ini.
"Dess!"
Soat Eng mencelat. Kaget dan marah karena diserang secara licik membuat wanita ini sadar bahwa di
situ memang ada Togur, yang diam-diam menyerangnya dan menghantam dengan pukulan Khi-bal-sin-kang.
Tapi karena nyonya itu juga memiliki pukulan yang sama dan Khi-bal-sin-kang ini tentu saja tak melukainya
maka begitu bergulingan meloncat bangun Soat Eng sudah memaki lawannya ini.
"Togur, kau jahanam keparat!"
Namun Togur melarikan diri. Begitu pukulannya tak membawa hasil dan Soat Eng meloncat bangun
maka pemuda itu tertawa dingin dan berkelebat menyusul See-ong. Soat Eng tertegun karena pemuda itu
ternyata buntung, benar seperti kata bibinya Cao Cun. Dan kaget serta marah bahwa pemuda itu masih hidup,
dan kini melarikan diri karena rupanya tak mampu menghadapi kakaknya maka nyonya ini membentak dan
menerjang puluhan perajurit yang tiba-tiba dibentak Togur agar mengepung dirinya.
"Jaga perempuan itu, awas, jangan sampai dia mengejar aku!"
Para perajurit kebingungan. Ternyata mereka lebih takut kepada si buntung itu daripada Soat Eng,
karena meskipun ragu namun mereka menghadang juga, melihat nyonya ini mengejar Togur. Dan karena
Soat Eng sudah marah dan hal itu semakin membuatnya gusar, para perajurit ini dinilainya tak tahu diri maka
begitu dia bergerak dan melepas pukulan maka tamparan-tamparan Khi-bal-sin-kang langsung memecahkan
kepala orang-orang itu.
"Bedebah, des-des-dess....!"
Orang-orang itu berteriak. Mereka terpelanting dan seketika tewas dengan keadaan mengerikan. Soat
Eng timbul ganasnya dan diterjanglah yang lain-lain ketika mereka itu diancam Togur. Dan ketika duapuluh
tubuh roboh dengan otak berhamburan, baru kali ini puteri Pendekar Rambut Emas itu melakukan hal yang
kejam maka yang lain tiba-tiba menyibak dan bayangan merah bagai rajawali menyambar tahu-tahu
menangkap lengan nyonya ini, menyergapnya.
"Eng-moi, jangan menurunkan tangan kejam. Orang-orang yang kita cari melarikan diri!"
Soat Eng mencelat disendal kakaknya Thai Liong yang datang dan berseru menyambar adiknya tahutahu telah membawa adiknya ini terbang melewati kepala puluhan orang. Bagai rajawali raksasa pemuda itu
bertiup di atas kepala, turun dan tahu-tahu sudah di luar ratusan orang. Gerakannya luar biasa dan tentu saja
orang-orang itu ternganga, Thai Liong tahu-tahu sudah di luar kepungan. Dan ketika orang-orang itu pucat
dan berseru tertahan, Thai Liong menyentak dan membawa lari adiknya maka pemuda itu terbang mengejar
See-ong, benar-benar terbang karena jubahnya mengelepak-ngelepak bagai sayap rajawali sakti!
"Iblis, pemuda itu bukan manusia!"
"Astaga, ia tak menginjak tanah lagi mengejar pemimpin kita!"
Soat Eng juga tertegun. Ditegur dan disambar kakaknya diajak melewati kepala puluhan orang, bahkan
mungkin ratusan membuat nyonya ini terbelalak. Dia, dengan ilmunya Cui-sian Gin-kang atau Jing-sian-eng
juga dapat melewati kepala orang-orang itu, tapi kalau sudah tiba di luar tentu akan menginjak tanah lagi dan
bergerak seperti manusia biasa. Tapi ketika kakaknya ini tidak begitu karena begitu keluar dan meluncur di
luar kepungan tahu-tahu tetap seperti itu, terbang dan jubah merahnya mengelepak-ngelepak maka wanita ini
takjub dan kagum bukan main, sadar bahwa inilah tentu bagian dari ilmu silat sakti Ang-tiauw Sin-kun (Silat
Rajawali Merah).
"Liong-ko, ini.... ini Ang-tiauw Sin-kun?"183 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Benar, bagian dari Ang-tiauw Sin-kun, Eng-moi. Sian-su menamakannya Ang-tiauw-ginkang (Ilmu
Meringankan Tubuh Rajawali Merah)!"
"Astaga, dan kau tak menginjak tanah. Terbang! Ah, manusia atau dewakah kau ini, Liong-ko?
Mampu seperti burung dan membawaku tak menginjak tanah?"
"Diamlah, bukan waktunya kita bicara ini, Eng-moi. Togur dan See-ong melarikan diri dan harus kita
tangkap. Aku diajak berputar-putar hingga nyaris kehilangan jejak!"
"Dan See-ong mempunyai murid baru, San Tek namanya, putera mendiang San-ciangkun. Apakah kau
juga melihat pemuda itu, Liong-ko? Dia hebat dan seperti gurunya, memiliki Hek-kwi-sut!"
"Hm, aku melihatnya, tapi perhatianku tertuju kepada Togur dan kakek iblis ini. Mereka licik
membawa-bawa pasukannya."
"Aku juga!" Soat Eng gemas. "Cucigawa dan pembantunya mengerahkan perajuritnya itu, Liong-ko.
Mereka berlindung dan bersembunyi di balik pasukannya, kuhajar dan akhirnya muncul si San Tek itu!"
"Hm, dan kau ganas," sang kakak menegur, mengerutkan kening. "Tak seharusnya kau membunuhbunuhi mereka, Eng-moi. Betapapun musuh kita bukanlah mereka-mereka itu!"
"Benar, tapi cacing-cacing busuk ini menyerangku habis-habisan, Liong-ko. Kalau tidak dibunuh tak
mau mundur. Kau jangan menyalahkan aku, merekalah yang tak tahu diri!"
"Hm, baiklah. Kita percepat perjalanan karena mereka masuk hutan. Awas!"
Soat Eng kaget. Kakaknya tiba-tiba menjejak ke atas dan sekonyong-konyong tubuh mereka terbang
tinggi di atas puncak-puncak pohon. Jubah di belakang kakaknya berkibar lebih kencang dan mengelepakngelepak lebih kuat. Soat Eng terpekik. Tapi ketika dia melihat See-ong dan Togur memasuki hutan, benar
seperti kata kakaknya maka dua orang itu tiba-tiba berpisah, yang satu ke kiri yang lain ke kanan.
"Keparat!" Soat Eng berseru marah. "Mereka berpencar, Liong-ko. Togur dan kakek iblis itu
memisahkan diri!"
"Tak apa!" kakaknya turun dan menyambar ke bawah. "Kita membagi tugas, Eng-moi. Biarlah kau
mengejar pemuda itu sementara aku See-ong dan muridnya. Sanggup?"
"Sanggup!" dan begitu Thai Liong menghentikan gerakan dan mengebutkan jubah, mereka sudah
menginjak tanah maka Soat Eng terbengong karena tahu-tahu sudah di tengah hutan, mencegat. Jadi, leluasa
untuk membagi tugas ke kiri atau ke kanan!
"Nah, kau ke kiri," sang kakak mendorong. "Cepat dan berhati-hati, Eng-moi. Pergunakan gabungan
Khi-bal -sin-kangmu dengan Lui-ciang-hoat, juga Jing-sian-eng dan Cui-sian Gin-kang!"
Soat Eng tak dapat dibuat bengong lagi. Mulut hutan yang sudah dilampaui kakaknya membuat dia
bekerja tinggal sedikit. Kakaknya sudah membagi tugas dan masing-masing akan mendapatkan seorang. Dan
karena Togur lebih ringan baginya, pemuda itu tak sehebat See-ong atau San Tek yang memiliki ilmu hitam
Hek-kwi-sut maka Soat Eng mengangguk dan kakaknya berkelebat mendahului, menghilang.
"Hati-hati, Eng-moi. Ingat pesanku!"
Wanita itu bergerak. Setelah kakaknya berkelebat dan mereka harus menghadang musuh maka tak ada
kesempatan lagi untuk membuang-buang waktu. Thai Liong sudah lenyap dan Soat Eng pun berkelebat ke
kiri. Dan ketika nyonya itu melengking ke kiri dan benar saja dilihatnya bayangan Togur, pemuda itu
bergerak mencari tempat persembunyian maka wanita ini membentak dan mengejutkan si buntung itu.
"Togur, kau bedebah jahanam. Jangan lari!"
Togur, pemuda lihai ini, tertegun. Dia tak menyangka bahwa secepat itu dirinya diketemukan. Dia tak
tahu bahwa Thai Liong telah bergerak dan terbang di atas pohon-pohon yang tinggi, dari sana dapat melihat
bayangan musuh-musuhnya dan karena itu turun di dalam hutan, tidak lagi di mulut hutan. Maka ketika Soat184 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Eng disuruhnya ke kiri dan Thai Liong sendiri ke kanan, Togur dicegat jalannya maka pemuda itu terkejut
tapi tiba- tiba menyeringai, tak takut.
"Ha-ha, kau sendiri, Soat Eng? Tidak bersama kakakmu?"
"Jahanam!" Soat Eng berkelebat dan sudah berdiri di depan pemuda ini, bersinar-sinar. "Kau keji dan
tak tahu malu, Togur. Di samping membawa-bawa bangsa U-min kau juga masih bersekongkol dengan Seeong si kakek iblis, tidak segera menebus dosa setelah Yang Mahakuasa memberimu umur panjang!"
"Ha-ha, omongan apa ini? Kau mau berkhotbah atau bertempur? Lihat, aku di sini, benar masih hidup.
Tapi itu adalah atas usahaku sendiri yang memperjuangkan hidup.... wut!" dan Togur yang mencabut tongkat
dan segera menyambar ke depan tiba-tiba telah menotok dan menyerang dada wanita itu. Togur tertawa-tawa
tapi mata dan sikapnya sama sekali tidak menunjukkan itu. Bahkan, mata pemuda ini mengancam ganas. Dia
melihat Soat Eng memandang kakinya dan justeru kebuntungan kakinya itulah yang membuat pemuda ini
naik darah. Maka begitu dia bergerak dan tongkat menyambar ke depan, langsung menotok dada maka
tangan kirinyapun juga menghantam dan langsung mengeluarkan Khi-bal-sin-kang.
"Dess!"
Soat Eng mengelak dan menangkis. Wanita itu melengking dan tangan mereka beradu, keras sama
keras karena nyonya muda itu juga mengerahkan Khi-bal-sin-kangnya. Dan ketika masing-rnasing sama
terhuyung dan Soat Eng marah karena Khi-bal-sin-kang yang dipunyai pemuda itu mengingatkan dia akan
kematian kakeknya, mendiang Hu Beng Kui yang dicuri kesaktiannya maka Soat Eng memekik dan kali ini
menyambar maju, mendahului.
"Kau masih hidup tapi sekarang aku akan membunuhmu.... haiittt!" dan si nyonya yang berkelebat
mengerahkan Jing-sian-engnya tiba-tiba menghantam dan membalas lawannya, dikelit dan tongkat
menyambar untuk akhirnya mengeluarkan ledakan keras. Togur mempergunakan tenaga saktinya pula untuk
menangkis serangan lawannya itu. Dan ketika masing-masing terpental namun Soat Eng sudah maju
kembali, bergerak dan menyambar seperti walet menemukan mangsa maka wanita itu sudah beterbangan
melepas pukulan-pukulan maut, tamparan atau tendangan dan si buntung itu tampak kewalahan. Tapi karena
Togur juga memiliki ilmu-ilmu kesaktian tinggi dan pernah mempelajari warisan dari Enam Iblis Dunia,
seperti pukulan Tee-sin-kang ataupun Cam-kong-kiang (Pembunuh Petir) maka bergeraklah pemuda itu
melayani lawan dengan gerakan-gerakan cepat pula. Bayangan Soat Eng yang menyambar-nyambar seperti
walet terbang sudah diikutinya dengan gerakan-gerakan yang sama. Pemuda itupun mengeluarkan Jing-sianengnya dan dengan pukulan digabung-gabung dia menghadapi amukan puteri Pendekar Rambut Emas itu.
Dan karena pada dasarnya pemuda ini memang bukan orang lemah, jauh sebelum memiliki Khi-bal-sin-kang
maupun Jing-sian-eng dia sudah merupakan pemuda yang hebat maka Soat Eng mengutuk habis-habisan
melihat lawannya itu mempergunakan ilmu-ilmu keluarganya sebagai inti pertahanan, terutama Khi-bal-sinkang yang dikerahkan dalam pukulan-pukulan Tee-sin-kang (Pukulan Bumi) atau Cam-kong-ciang.
"Terkutuk!" Soat Eng menyumpah serapah. "Jangan pergunakan ilmu-ilmu keluargaku, Togur.
Keluarkan ilmu kepandaianmu sendiri yang murni!"
"Ha-ha, orang hidup mencari pandai. Kalau kau takut atau tak tahan melihat ilmu-ilrnuku ini pergi
saja, Soat Eng. Jangan ganggu diriku!"
"Pergi'? Membiarkan jahanam terkutuk seperti tampangmu ini bebas? Huh, jangan harap, Togur. Kau
tefah membunuh Ituchi dan menculik adik-adik perempuannya. Kembalikan mereka itu atau kau kubunuh...
blarr!" dan dua letupan kilat yang memuncratkan bunga api tiba-tiba membuat Togur terhuyung karena Soat
Eng melepas pula Lui-ciang-hoatnya, menggabungnya dengan Khi-bal-sin-kang dan untuk ini si buntung itu
harus mengeluh, Sekarang Soat Eng tak mau lagi mengandalkan satu ilmunya melainkan semua, yakni
gabungan Khi-bal-sin-kang dan Lui-ciang-hoat. Dan ketika tubuh wanita itu berkelebatan kian cepat karena


Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengeluarkan pula Cui-sian Gin-kangnya (Ginkang Pengejar Dewa) maka Togur berseru tertahan karena
tiba-tiba saja sudah terdesak hebat.
"Buk-plak-dess!"185 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Togur menjerit kesakitan. Untuk pertama kalinya dia pucat. Memang, untuk Lui-ciang-hoat ataupun
Cui-sian Gin-kang tak pernah dia pelajari. Mendiang Hu Beng Kui tak memiliki ilmu-ilmu itu karena ini
warisan Pendekar Rambut Emas khusus, ayah mertuanya itu hanya Jian-sian-eng dan Khi-bal-sin-kang. Dan
ketika Togur mulai mendapatkan pukulan-pukulan cepat dan tak mampu berkelit lagi, Jing-sian-eng
ditambah Cui-sian Gin-kang sungguh bukan ulah-ulah hebatnya maka pemuda itu segera menjadi bulanbulanan pukulan dan mulailah dia mengeluh atau mengerang.
"Keparat, kau licik dan curang, Soat Eng. Tak malu menyerang orang cacat!"
"Perduli! Cacat atau tidak salahmu sendiri, Togur. Kau terlalu banyak dosa dan menumpuk hutang!"
"Kau benar-benar akan membunuhku? Tak malu jika aku menyerah kalah?"
"Apa maksudmu?"
"Hentikan pukulan-pukulanmu, Soat Eng. Aku menyerah dan menyatakan kalah. Aku siap mematuhi
perintah-perintahmu!" tapi ketika Soat Eng tertegun dan menghentikan serangannya, lawan tiba-tiba
menangis dan beriba mendadak tongkat itu bergerak dan menyambar ke ulu hatinya, bagai senjata terbang.
"Aiihhhh.... ha-ha-ha!"
Soat Eng kaget dan melempar tubuh bergulingan. Apa yang dilakukan pemuda itu sungguh di luar
dugaan dan amat curang sekali. Dia tak menyangka dan tahu-tahu diserang, padahal jarak demikian dekat
sementara pemuda itu menjatuhkan diri bertutut seperti layaknya orang yang benar-benar hendak menyerah.
Maka begitu tongkat menyambar ulu hati dan Soat Eng terkejut bukan main, gugup tak ingat Khi-bal-sinkangnya yang sudah ditarik lemas maka saat itulah bahaya mengancam keselamatan jiwa nyonya muda ini.
Tongkat menyambar terlalu dekat dan juga dilempar oleh seorang macam Togur, yang mempergunakan
kekuatan saktinya untuk membunuh lawannya itu. Dan ketika Soat Eng tampak terlambat dan lawan
terbahak-bahak, ujung senjata sudah mendekati ulu hati nyonya ini mendadak terdengar suara bersiut dan
sebutir batu hitam menghantam tongkat itu hingga terpental, patah.
"Togur, tak usah melakukan kecurangan. Kalau penasaran bilang penasaran, boleh bertanding lagi.
Jangan melakukan perbuatan pengecut dengan cara yang begini hina.... takk!" dan tongkat yang hancur
berkeping-keping, menyelamatkan nyonya itu sudah membuat Togur pucat dan kaget menoleh ke kanan,
melihat bayangan merah dan teriakan See-ong yang parau. Tiga bayangan berkelebat dari situ dan tampaklah
kakek iblis ini terbirit-birit bersama muridnya, San Tek. Dan ketika kakek itu melengking dan berteriak
padanya agar datang menolong, padahal Soat Eng saat itu sudah mendelik dan marah bukan main oleh
kecurangan Togur, si buntung ini terbelalak maka saat itulah si nyonya berkelebat dan menghantam Togur.
"Kau benar-benar licik dan jahanam!"
Togur berteriak. Pukulan Soat Eng telak mengenainya dan tentu saja si buntung itu terlempar. Khi-balsin-kang, juga Lui-ciang-hoat, menghantamnya bagai petir. Suara berdebum mengiringi pemuda itu yang
terlempar dan terbanting. Dan ketika Soat Eng melengking dan mengejar lawannya, si buntung merintih
maka saat itu See-ong di dekatnya dan menghantam nyonya ini.
"Dess!"
Soat Eng mencelat dan ganti terguling-guling. Wanita itu berteriak karena perbuatan See-ong sungguh
di luar dugaannya. Perhatiannya sedang tertuju kepada si buntung itu dan karena itu lengah mendapat
pukulan. Tapi karena di belakang See-ong menyusul bayangan merah, Thai Liong mengejar dan membentak
kakek ini maka See-ong dipukul dan kakek itu menjerit terguling-guling, ganti terbalas.
"Jangan licik dan curang, hadapi aku.... dess!"
Tiga tubuh sama-sama menderita di tanah. Togur maupun Soat Eng dan See-ong sama-sama
mengeluh. Tapi, karena mereka juga sama-sama memiliki kekebalan dan pukulan itu dapat ditahan,
meskipun kesakitan maka ketiganya bergulingan meloncat bangun dan See-ong tiba-tiba meledakkan kedua
tangannya mengeluarkan Hek-kwi-sut.186 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Lari, kita pergi!"
Soat Eng membelalakkan mata. See-ong, kakek hebat itu tiba-tiba menghilang dan lenyap di balik
gulungan asap hitam. San Tek muridnya disambar dan Soat Eng selanjutnya tak tahu di mana kakek iblis itu.
Tapi ketika Togur merintih di sana dan ia ingat, kemarahannya menggelegak lagi maka wanita itu berseru
dan menerjang lawannya ini, yang juga sudah melompat bangun.
"Kau akan kubunuh, harus kubunuh!"
Namun, Togur tiba-tiba juga meledakkan kedua tangannya. Sama seperti See-ong yang memiliki Hekkwi-sut mendadak pemuda ini mengeluarkan ilmu hitam. Entah kapan dan bagaimana mendadak saja si
buntung itupun memiliki Hek-kwi-sut. Soat Eng berteriak ketika lawannya itu tiba-tiba lenyap, berobah
menjadi segulung asap hitam. Dan ketika dia mendengar suara terbahak dan si buntung itu menghilang bagai
siluman, pukulannva amblas menghantam tempat kosong maka Soat Eng terhuyung dan pucat mukanya.
"Ha-ha, kau tak dapat mencari aku. Selamat tinggal, Soat Eng. lain kali kita bertemu lagi!"
"Iblis!" nyonya muda itu tertegun, "Kau memiliki Hek-kwi-sut, Togur. Kau sekongkol dengan Seeong!"
"Ha-ha, betul. Dan untuk itu See-ong juga memiliki Khi-bal-sin-kang!"
Soat Eng kaget dan pucat. Togur yang lenyap meninggalkan tawanya yang penuh kegembiraan
membuat nyonya ini gemetar dan marah. Segera dia teringat kepada kakaknya itu dan tiba-tiba sebuah benda
melayang ke arahnya. Soat Eng terkejut tapi itu kiranya sebuah saputangan merah, mau ditangkap tapi tibatiba benda ini melejit. Dan ketika bersamaan dengan itu terdengar seruan kakaknya dari jauh bahwa dia
diminta mengikuti sapu tangan itu, benda itu tiba-tiba terbang dan membalik ke arah selatan maka Soa Eng
terbengong tapi sadar dan girang.
"Togur benar, See-ong memiliki Khi-bal-sin-kang. Tapi ikuti saputanganku ini Eng-moi. Kau nanti
akan dapat mengejar mereka bersama-sama aku. Bergeraklah!"
Soat Eng bergerak. Seperti memasuki sebuah mimpi yang aneh ia melihat saputangan merah itu
terbang dan meluncur seperti barang bernyawa, diikuti dan akhirnya membawanya keluar hutan. Dan ketika
tiba-tiba ia melihat bayangan kakaknya bersama See-ong, juga Togur, maka kakaknya mengebutkan lengan
dan sekonyong-konyong asap hitam yang membungkus dua orang itu berantakan.
"See-ong, Togur, tak perlu main-main lagi. Ilmu hitam kalian tak berguna di sini!"
Dua orang itu terpelanting. Soat Eng yang kaget bagaimana See-ong tiba-tiba mendapatkan kembali
ilmu hitamnya, padahal dulu ayahnya sudah menghancurkan ilmu hitam kakek itu mendadak dibuat girang
karena lawan utamanya, Togur, terguling-guling ke arahnya. Si buntung itu berteriak karena tak kuat
menerima kebutan kakaknya, Thai Liong mempergunakan kesaktiannya untuk menghancurkan ilmu hitam
orang-orang ini. Dan karena Togur kelihatan lagi dan kebetulan terguling-guling ke arahnya, Soat Eng
terbelalak dan melengking tinggi tiba-tiba bergerak dan sudah menyerang pemuda itu.
"Nah, kau datang lagi. Ular mencari gebuk!"
Togur terkejut. Saat itu dia sedang mengeluh oleh kibasan Thai Liong yang membuat dadanya sesak.
See-ong juga terpelanting dan terguling-guling di sana, Namun karena kakek itu ada San Tek, yang selalu tak
jauh dari gurunya dan membantu gurunya maka See-ong disambar dan diselamatkan muridnya sementara dia
harus menerima dan menghadapi Soat Eng sendirian.
"Dess!"
Togur menjerit tertahan. Dia hanya mampu mengerahkan Khi-bal-sin-kangnya dan pukulan Soat Eng
di terima tanpa dapat dibalas. Dia terlempar dan terbanting lagi tanpa tongkat. Senjatanya itu sudah hancur
diremukkan Thai Liong. Dan ketika Soat Eng mengejar dan melengking marah, si buntung melindungi diri
dengar Khi-bal-sin-kang milik keluarganya maka nyonya muda itu sudah menjatuhkan pukulan dan
tamparan bertubi-tubi, tak mampu dibalas dan Togur mengeluh bergulingan ke sana-sini. Celaka pemuda itu.187 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Namun ketika mereka menjauhi Thai Liong, yang dikeroyok dan menghadapi See-ong serta muridnya maka
tiba-tiba pemuda ini mengeluarkan lagi Hek-kwi-sutnya.
"Darr!"
Soat Eng tertegun. Dia tiba-tiba kehilangan lawan dan lenyaplah si buntung di ilmu hitam. Dan ketika
dia menghentikan serangannya dan otomatis melotot, Togur lenyap melarikan diri maka di sana terdengar
jeritan See-ong yang roboh terlempar. Soat Eng menoleh dan saat itu kakaknya berkelebat mengejar
lawannya, dibentak oleh San Tek yang menyerang Thai Liong. Tapi ketika Thai Liong mengebutkan jubah
dan pemuda itu juga terlempar, terbanting seperti gurunya maka See-ong sudah ditangkap dan dicekik
kakaknya.
"Berhenti, menyerahlah. Tak guna kau melawan lagi, See-ong. Sudah waktunya kau menebus dosa!"
"Keparat!" kakek itu memaki, gentar. Kau luar biasa, 'Thai Liong. Kau melebihi ayahmu. Tapi aku tak
akan menyerah biarpun kau cekik mampus.... blub!" si kakek tiba-tiba meniupkan mulutnya, hawa busuk
menyambar dan Thai Liong terkejut, tentu saja mengelak namun si kakek tiba-tiba meronta, lepas dan
menerjangnya. Sungguh nekat! Tapi ketika Thai Liong menampar dan menangkis pukulan kakek itu, Seeong menghantam sambil menyeruduk tiba-tiba kepala kakek itu menancap di perutnya.
"Heii...!" Thai Liong berseru keras. "Kau mencari mati, See-ong. Tarik mundur atau kepalamu
meledak!"
Namun si kakek menggeram. Memukulkan kedua tangannya yang ditangkis Thai Liong membuat Seeong nekat melepas serangan dengan kepala. Seluruh kekuatan ditarik ke sini dan kepala kakek itu tiba-tiba
seperti sebongkah besi, keras dan atos. Dan ketika uap kehitaman juga muncul di situ dan kepala kakek ini
menancap kuat, See-ong mengerahkan semua sinkangnya untuk merusak isi perut perut pemuda itu maka apa
boleh buat Thai Liong mengerahkan tenaga saktinya untuk bertahan. Dia telah memperingatkan namun si
kakek mendesak. Dan ketika segumpal hawa dingin menyambut hawa panas dari kepala kakek itu, See-ong
melotot dan membelalakkan matanya seakan mau pecah maka San Tek yang melihat gurunya dalam bahaya
tiba-tiba membentak dan menyerang Thai Liong.
"Dess!"
Thai Liong sedang penuh tenaga sakti. Tancapan kepala See-ong yang membawa hawa panas dan
sinkang mujijat disambut pemuda ini dengan tenaga saktinya sendiri, akibatnya di tubuh pemuda itu ada dua
tenaga sakti yang sedang berlawanan. Maka begitu San Tek menyerangnya dan pemuda itu melepas pukulan
ke arah tengkuk. Thai Liong membiarkan maka justeru tenaga sakti inilah yang menerima pemuda itu dan
akibatnya San Tek terpekik, terbanting mengeluh tertahan dan seketika itu pingsan. Pemuda itu mendelik dan
dari mulut serta hidungnya keluar darah segar. San Tek terlalu sembrono dengan melakukan serangan itu dan
See-ong hampir berteriak kaget. Kakek itu sudah terbuka mulutnya tapi ditelan lagi, dia ingat akan
serangannya kepada Thai Liong itu. Tapi karena pukulan San Tek berarti juga memasukkan tenaga ke tubuh
Thai Liong, dan ini celakanya, maka begitu pemuda itu terlempar dan roboh pingsan maka See-ong merasa
gempuran dari muridnya sendiri.
"Augh!"
See-ong muntah darah. Kakek itu salah tingkah dalam saat seperti itu. Tenaga dingin Thai Liong
meredam tenaga panasnya, masih ditambah lagi dengan tenaga muridnya yang masuk ke tubuh Thai Liong.
Dan karena Thai Liong pandai "mengoperkan" tenaga ini, See-ong mendelik dan kejang-kejang tiba-tiba
terdengar suara berkeratak ketika batok kepala kakek itu retak. Thai Liong membelalakkan mata karena
kakek ini nekat, sudah terluka namun masih juga mengerahkan tenaganya. Dan ketika dia berseru agar kakek
itu cepat-cepat menarik kepala, atau kakek itu akan binasa maka See-ong mendelik dan menggerakkan kedua
tangan untuk menusuk atau menancapkan jari ke pinggang lawannya itu.
"Cepp!"
Namun kakek ini mengeluh. Thai Lion yang sedang penuh tenaga dingin tiba-tiba membuat jarinya
beku. Dan karena kepalanya juga masih menancap dan tak mau ditarik, padahal Thai Liong sudah188 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
memberikan peringatan maka begitu kakek itu mengeluh dan terkejut, batok kepalanya berkeratak lagi tibatiba dia terkulai dan See-ong tewas. Kakek ini roboh ke tanah berbarengan dengan jari-jarinya yang beku
kehitaman. Seluruh tubuhnya hitam kebiruan karena urat-uratnya pecah, kakek ini terialu memaksa diri. Dan
begitu See-ong terkulai dan Thai Liong bebas dari serangan maka saat itu juga adiknya tak ada di situ.
Thai Liong tertegun menarik napas dalam-dalam. Dia sedih memandang mayat kakek itu karena Seeong harus tewas di tangannya, mati olehnya. Dan ketika pemuda ini terharu oleh kematian lawan, aneh
sekali, maka terdengar lengkingan dan pekik adiknya di luar hutan.
"Togur, kau laki-laki pengecut. Kau manusia tak jantan. Hayo perlihatkan dirimu dan jangan lari. Ini
aku!"
Thai Liong berkelebat. Begitu mendengar seruan dan lengking adiknya segera dia meninggalkan
mayat lawannya. Bagai siluman tahu-tahu dia lenyap di situ, hanya bayangan merah yang tampak di sana.
Dan ketika pemuda itu melihat adiknya berkelebatan mengelilingi hutan, mencari-cari lawannya yang lenyap
maka pemuda ini bergerak dan tahu-tahu menangkap adiknya itu.
"Sudahlah," Soat Eng terkejut. "Musuh sudah melarikan diri, Eng-moi. Kita cari nanti dan kembali
dulu ke hutan. See-ong sudah tewas."
"Tewas? Kau membunuhnya? Bagus bawa mayatnya, Liong-ko. Tunjukkan kepada ibu agar puas
dendamnya. Tapi Togur menghilang dengan Hek-kwi-sut!"
"Kita tak usah sedengki ini, mayat orang tak perlu dibawa-bawa. Kalau Togur pergi biarlah nanti kita
cari, Mari masuk!" dan Thai Liong yang menarik atau menyendal lengan adiknya tiba-tiba membawanya ke
dalam hutan. Di sana dia menunjuk mayat kakek iblis itu dan termangu, Soat Eng berseru girang dan tibatiba menendang mayat kakek ini. Dan ketika mayat itu terlempar dan berdebuk, Thai Liong kaget maka Soat
Eng berkelebat dan mencekik mayat itu.
"See-ong, kau telah membunuh kong-kong. Rasakan, aku akan menggantung mayatmu dan
membiarkannya untuk makanan harimau buas!"
Soat Eng melompat dan menyambar tali. Benar seperti kata-katanya tadi maka mayat itu digantung
dan diikat di sebuah dahan, kepala di bawah kaki di atas. Soat Eng melakukannya dengan mata berapi-api,
sikapnya buas dan kejam sekali. Dan ketika dia menggebuki mayat itu, mematah-matahkan kaki tangannya
maka Thai Liong berkelebat dan menyambar mayat itu, memutuskan tali ikatannya.
"Eng-moi, tak boleh. Orang yang sudah mati tak boteh diganggu. Kau tidak berperikemanusiaan!" dan
ketika adiknya terkejut dan terbelalak, mau membantah maka Thai Liong sudah menekan tengkuk adiknya
itu menyesapkan hawa dingin, menyadarkan yang bersangkutan. "Ingatlah, kita bukan orang-orang kejam.
Kita adalah keturunan pendekar. Tak pantas rasanya menyiksa mayat seperti itu. Nah, kita justeru harus
menguburnya baik-baik, Eng-moi, dan bagaimana sekarang dengan pemuda ini!"
Soat Eng tertegun. Kakaknya menunjuk San Tek dan sadarlah dia akan semuanya itu. Tadi dia
kehilangan kontrol diri akibat dendam dan kemarahannya dengan kematian kakeknya, mendiang Hu Beng
Kui. Tapi begitu kakaknya mengusap tengkuknya dan dia sadar, memandang putera San-ciangkun yang
pingsan itu maka wanita ini terisak dan menutup mukanya.
"Maaf, aku lupa, Liong-ko. Aku tak ingat...."
"Sudahlah, tak apa, aku mengerti. Kau periksa pemuda itu dan biar aku membuat lubang untuk jenasah
kakek ini!"
Soat Eng mengangguk. Kakaknya sudah bergerak dan menusuk-nusukkan jari ke tanah. Hebat sekali
cara pemuda itu mernbuat lubang karena sebentar kemudian tanah sudah dicongkel-congkel keluar.
Ketajaman atau kekerasan jarinya bak mata cangkul, tak lama kemudian sudah tersedialah sebuah lubang
yang cukup untuk mengubur mayat See-ong. Dan ketika Soat Eng bergerak dan menghampiri tubuh San Tek,
pemuda itu pucat dan mulut serta hidungnya mengeluarkan darah maka Soat Eng tahu bahwa pemuda ini
menderita luka berat, luka dalam.189 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Dia terluka, apakah diobati atau dibiarkan saja..."
"Tidak , kita justeru harus mengobatinya, Eng-moi. Berikan obat ini dan jejalkan ke mulutnya."
"Tapi dia murid See-ong, sudah jahat!"
"Jahat atau tidak tapi kita wajib menolong yang luka, Eng-moi. Sekarang ini dia merupakan
penderita!"
"Baiklah, tapi aku tak mau menolong selanjutnya, biar olehmu!" dan ketika obat itu dijejalkan ke
mulut si pemuda, kasar, maka Thai Liong sendiri sudah menyelesaikan pekerjaannya dan memberi tanda
makam kakek itu dengan sebuah batu besar, mengguratkan nama pemiliknya agar mudah dikenal, kalau mau
dicari.
"Untuk apa itu? Siapa sudi berkunjung dan sembahyang di sini?"
"Hm, kau mungkin tidak, Eng-moi. Tapi suamimu, Siang Le, pasti akan menanyakan dan mungkin
mencarinya!"
Soat Eng tertegun. Tiba-tiba dia teringat dan terisak. Bicara tentang Siang Le mendadak membuat dia
ingin menangis. Benar, suaminya itu amat mulia dan tentu menanyakan di mana makam gurunya itu, kalau
memang terbunuh. Dan ketika ia benar-benar menangis dan tersedu oleh bayangan suaminya, kakaknya
sudah memeluk dan merangkul pundaknya maka Thai Liong berbisik,
"Tak ada yang perlu ditangisi, Eng-moi. Apa yang terjadi adalah kehendak Tuhan. Aku sebenarnya tak
sengaja membunuhnya, dia menerima pukulan muridnya sendiri yang masuk ke tubuhku. Sudahlah, aku
ingin menolong San Tek dan kau diam di sini." dan Thai Liong yang melepaskan pelukan menuju lawannya,
meriksa dan melihat keadaan San Tek segera meletakkan tangannya di punggung si pemuda. San Tek luka
dalam dan karena itu dia menyalurkan sinkang, obat telah dijejalkan adiknya ke mulut pemuda itu. Dan
ketika tak lama kemudian pemuda itu membuka mata dan melompat bangun, terhuyung dan jatuh maka Thai
Liong menekan pundaknya dan berkata,
"Kau harus beristirahat, lukamu belum sembuh benar!"
"Kau?" pemuda itu terkejut, jerih. "Mana guruku? Kau apakan dia?"
"Hm, gurumu tewas, San Tek, secara tidak langsung karena pukulanmu juga. Sadarlah, kau masih
dapat memperbaiki diri asal tidak mengikuti jejak gurumu!"
"Atau kau kubunuh!" Soat Eng berkelebat dan mengancam, matanya berapi-api. "Kau jahat dan tak
pantas menjadi putera San-ciangkun, San Tek. Ayahmu pasti malu di alam baka kalau melihat puteranya
seperti ini!"
"Sudahlah," Thai Liong mengibaskan ujung jubahnya. "Kau bukan anak kecil, San Tek. Kau tahu
mana buruk mana baik. Kau kulepaskan dan kuberi kesempatan untuk merobah kelakuan. jangan tiru
gurumu!"
"Atau kami tak akan memberi ampun lagi!" Soat Eng berseru ulang, masih marah dan geram karena
pemuda itu memiliki Hek-kwi-sut, benar-benar seperti See-ong! "Ingat dan camkan kata-kata kakakku, San
Tek. Atau kau akan mengalami nasib seperti gurumu dan mati dengan kepala pecah!"
Pemuda ini menggigil. Berhadapan dengan Thai Liong yang luar biasa hebat dan sakti membuat murid
See-ong yang satu ini gentar. Betapapun, dia telah merasakan kelihaiannya dan Thai Liong yang mampu
mengejar dan menghilang pula dalam ilmu putih, menandingi Hek-kwi-sut membuat pemuda itu ketakutan
dan pucat. Dia tak tahu bahwa lawannya memiliki Beng-tau-sin-jin (Manusia Menembus Roh), satu
tandingan dari Hek-kwi-sut yang mungkin sejajar atau setingkat lebih tinggi dari Pek-sian-sut, ilmu yang
dimiliki Pendekar Rambut Emas Kim-mou-eng. Dan karena berkali-kali Thai Liong mampu mengejar dan
menghentikan perlawanan mereka, karena ketika Soat Eng berhadapan dengan Togur pemuda ini
mengeroyok Thai Liong bersama gurunya, kalah dan terdesak maka San Tek yang melihat betapa lawannya
ini memiliki ilmu menghilang yang lain yang jauh lebih hebat dari Hek-kwi-sut tiba-tiba menjadi gentar dan190 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
takut menghadapi Thai Liong. Namun pemuda ini sama sekali tidak gentar atau takut terhadap Soat Eng!
Melihat Soat Eng mengancam dan berkali-kali mengeluarkan kata-kata pedas, hal yang tidak menyenangkan
hatinya diam-diam pemuda ini marah dan sakit hati. Kalau saja tak ada Thai Liong di situ tentu dia sudah
menerjang wanita ini, karena Soat Eng akhirnya tunggang-langgang menghadapi Hek-kwi-sutnya yang tak
dapat dilihat, meskipun dia juga harus menyeringai berkali-kali karena pukulannya juga ditolak oleh Khi-balsin-kang. Dan ketika wanita itu melotot namun dia diam saja, diam tapi matanya diam-diam menahan marah
maka Thai Liong yang menggamit dan mencekal lengan adiknya itu memotong agar dia segera pergi.
"Kami tak ada urusan denganmu, pergilah."
San Tek terhuyung. Diam tak bersuara dan juga tak berterima kasih iapun lalu memutar tubuhnya dan
pergi. Soat Eng mengerutkan kening dan tiba-tiba berkelebat, membentak pemuda itu untuk berhenti dulu.
Dan ketika San Tek terkejut dan berhenti, Soat Eng berdetak karena mata pemuda itu tiba-tiba mencorong
dan berkilat kepadanya, penuh dendan maka dia menjadi marah dan menampar.
"Kau manusia tak tahu sopan santun. Diberi kebebasan tak juga berterima kasih. Hayo ucapkan terima


Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kasih kepad kakakku dulu atau aku terpaksa menghajarmu di sini!"
Thai Liong terkejut. "Tak usah," katanya, berkelebat dan melindungi pemuda itu dari kemarahan
adiknya. "Dia sedang terpukul, Eng-moi, cukup merasakan hukumannya ini. Kalau dia tak berterima kasih
akupun tak mengapa. Sudahlah, biarkan ia pergi dan jangan ganggu lagi!"
"Kau tak ingin memberinya adat agar tahu sopan sedikit? Kau mau dihina begini saja?"
"Aku tak merasa terhina," Thai Liong tersenyum, lembut dan menarik napas dalam-dalam. "Lain
orang lain cara berpikirnya, Eng-moi. Karena bertahun-tahun dia sudah hidup dengan See-ong maka sopan
santun atau segalanya itu tak pernah diajarkan. Sudahlah, biarkan ia pergi dan kita tak usah mengganggu!"
San Tek tertegun. Sinar matanya yang tadi berkilat berapi-api mendadak padam dan hilang.
Mendengar kata-kata Thai Liong ini rupanya ia tercengang juga, heran, tapi juga kagum. Tapi ketika Thai
Liong mempersilahkannya pergi dan memberi jalan, Soat Eng melotot tapi tak diperdulikan maka pemuda ini
tertawa aneh dan melangkah pergi, menggoyang
"Dess!"
Soat Eng menendang pantatnya. Gemas dan marah karena pemuda itu melenggang seenaknya, di
depan kakaknya tiba-tiba dia tak tahan untuk memberi hadiah tendangan itu. Pemuda itu terjungkal dan
terkejut, bangkit terhuyung dan menoleh kepadanya. Tapi ketika San Tek tertawa aneh dan pergi, tidak
membalas maka pemuda itu lenyap dan menghilang di luar hutan. Soat Eng mengepal-ngepal tinju dan kalau
saja kakaknya tidak mencegah tentu dia sudah berkelebat dan menendang lagi. Kalau perlu, akan dihajarnya
pemuda itu jatuh bangun, mumpung ada kakaknya di situ. Namun karena kakaknya jelas tak setuju dan
kakaknya ini amat welas asih, persis ayahnya yang lembut dan pemurah maka Soat Eng melepar
kejengkelannya dengan membanting kaki.
"Kalau bertemu lagi tentu kuketok batok kepalanya itu. Dia memandang rendah kita!"
"Hm, kau selalu marah-marah. Satu di antara musuh-musuh kita sudah terbunuh, Eng-moi. Kita harus
puas sedikit meskipun aku menyesal dengan membunuh See-ong tadi."
"Menyesal? Kau ingin kakek itu hidup lagi?"
"Tidak juga begitu. Tapi, ah, sudahlah. Aku tak sanggup menghilangkan nyawa orang lain, Eng-moi.
Karena nyawa adalah pemberian Tuhan. Aku rasanya berdosa!"
"Tapi kong-kong dibunuh kakek itu! Kau tidak menyesal?"
"Hm, tentu saja menyesal. Tapi semua sudah terjadi. Sudahlah, tak perlu kita berdebat ini dan apa
yang selanjutnya hendak kita lakukan. Apa yang kau maui."
"Aku ingin mengobrak-abrik Cucigawa dan pasukannya itu, lalu mencari Togur!"191 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Datang lagi ke sana? Menghancurkan bangsa U-min?"
"Menghancurkan pemimpin-pemimpinnya yang jahat, Liong-ko. Melenyapkan mereka. Untuk ini biar
kau tak usah ikut dan aku sendiri.... wut!" dan Soat Eng yang berkelebat dan tahu kakaknya tak setuju,
kakaknya lemah hati dan amat pemurah tiba-tiba sudah terbang dan menuju ke bangsa U-min itu. Thai Liong
terkejut dan tentu saja berseru mencegah, bergerak dan mengejar adiknya itu. Tapi ketika adiknya ditangkap
dan disambar lengannya, Soat Eng melepaskan diri dengan mengipatkan lengan kakaknya maka wanita ini
berseru bahwa untuk urusan ini biarlah kakaknya tak ikut campur.
"Lihat dan rasakan penderitaan bibi Cao Cun. Ingat itu. Aku ingin membunuh Cucigawa dan pengikutpengikutnya. Atau kau boleh bunuh aku dan kita bertempur di sini!"
Thai Liong tertegun. Adiknya seperti gila dan sudah meluncur lagi keluar hutan, diikuti dan tak lama
kemudian sudah sampai di tempat bangsa U-min itu. Tapi ketika Soat Eng berkelebatan dan mencari-cari,
tempat itu kosong tiada orangnya ternyata Cucigawa dan pengikutnya bersembunyi entah di mana, melarikan
diri.
"Heii, keluar, Cucigawa. Serahkan kepalamu dan jangan bersembunyi. Atau aku akan membakar
kemahmu dan rakyatmu kuratakan!"
"Jangan!" Thai Liong bergerak, pucat. Rakyat tak bersalah apa-apa, Eng-moi. Kalau kau mengganggu
mereka aku tentu menghalangimu!"
Soat Eng tertegun. Kakaknya menghalang-halangi dan kemah yang hendak dibakar dirampas apinya.
Thai Liong mengingatkan bahwa itu bukan tindakan ksatria, kemah itu adalah tempat tinggal penduduk dan
tak layaklah Soat Eng membakarnya. Kalaupun hendak membakar, maka boleh kemah di tengah-tengah itu,
kemah paling besar dan menjadi tempat tinggal raja. Dan ketika Soat Eng mengangguk dan sadar, bergerak
dan menyerbu kemah itu maka dirobohkannya kemah ini, selanjutnya isinya ditendangi dan meja kursi
berantakan. Tiang penyangga roboh dan Soat Eng sudah melepaskan kemarahannya dengan melempar api ke
situ, kemah terbakar dan meledaklah kayu-kayu penyangga, tak lama kemudian api membubung tinggi dan
berkobarlah jago merah di tempat itu. Dan ketika kemah yang berdekatan juga menjadi korban karena itu
adalah tempat tinggal Horok dan Ramba, pembantu-pembantu dekat Cucigawa maka Soat Eng sudah
melampiaskan kebenciannya dengan menghancurkan tempat itu. Sang kakak memandang dengan kening
berkerut-kerut tapi Thai Liong tak menghalangi. Betapapun pemuda ini menyadari bahwa kemarahan
adiknya harus mendapat jalan keluar, atau adiknya itu bisa nekat dan gila tak mau tahu apa-apa lagi. Dan
ketika adiknya membakar dan memaki-maki lawannya. Cucigawa lenyap dan tak berani muncul, akhirnya
Thai Liong melihat tiga kemah besar yang hancur dimakan api. Jago merah yang hendak merambat ke
tempat-tempat penduduk dikebut pemuda ini, api tak menjalar dan hanya sampai di situlah kebakaran yang
terjadi. Dan karena adiknya sudah puas dan dapat melampiaskan kemarahannya, Soat Eng tak bertindak
lebih jauh lagi maka pemuda ini bertanya apa lagi yang hendak dilakukan, setelah itu.
"Kita mencari Togur, jahanam itu melarikan diri!"
"Dan tempat ini?"
"Mau diapakan lagi?" Soat Eng tertegun, membelalakkan mata. "Bukankah kau tak memperbolehkan
aku membakarnya? Ini tempat tinggal penduduk, Liong-ko. Kau sendiri bilang begitu!"
"Betul, tapi kau rupanya tidak mengerti. Maksudku apakah penduduk yang tak berdosa harus
dibiarkan lagi begitu saja, Eng-moi. Apakah mereka harus kehilangan pemimpin dan tak tahu apa yang harus
dikerjakan."
"Aku tak mengerti!"
"Aku akan memberimu mengerti. Maksudku adalah bagaimana jika bangsa ini jago dipimpin oleh
pemimpin lain yang cakap dan muda. Cucigawa dan pasukannya tentu tak berani lagi datang ke sini, mereka
pasti sudah melarikan diri. Nah, aku hendak kembali ke tempat ayah mengambil seseorang. Kau tentu ingat
putera panglima Sudi yang tinggal di sana itu!"192 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Oh Lisan?"
"Ya, benar. Bagaimana pendapatmu?"
Soat Eng tertegun. Mendengar kakaknya bicara seperti itu tiba-tiba saja dia kemerah-merahan.
Semula, dia akan menghancurkan bangsa ini, tempat ini. Tapi karena kakaknya benar, rakyat atau penduduk
tak berdosa tak selayaknya menerima hukuman, yang salah adalah Cucigawa dan para pembantunya itu
maka Soat Eng mengangguk melihat kakaknya ini benar-benar memperhatikan rakyat kecil, meskipun itu
bukanlah suku bangsanya sendiri.
"Baiklah," katanya kagum. "Kau dapat membedakan yang jahat dan tidak, Liong-ko. Aku menurut
saja apa kata-katamu. Tapi kenapa kau sendiri hendak pulang." Apakah aku kau biarkan sendiri di sini?"
"Hm, kau kuberi kesempatan untuk mencari dan mengumpulkan penduduk, Eng-moi. Betapapun
kitalah yang menjadi gara-gara hingga mereka berlarian. Syukur kalau dalam pencarianmu itu Cucigawa
ketemu!"
"Ah, baik. Aku akan melaksanakan perintahmu. Kapan kau segera datang!"
"Tentunya tak lama. Satu atau dua jam tentu aku sudah kembali!"
"Apa? Melebihi perjalanan kita semalam?"
"Aku mempergunakan Beng-tau-sin-jin bukan perjalanan biasa. Nah, kau tunggu di sini dan jangan
merusak apa-apa lagi!" dan ketika pemuda itu berkelebat dan lenyap, Soat Eng melihat kakaknya berobah
sebagai asap merah tiba-tiba terkejut dan kagum karena kakaknya itu tahu-tahu sudah ada di kejauhan sana,
hanya sekejap saja karena selanjutnya asap merah itu tak tampak lagi. Thai Liong mempergunakan
perjalanan roh dan bukannya perjalanan biasa, seperti misalnya ilmu meringankan tubuh Jing-sian-eng -atau
Cui-sian Gin-kang itu. Dan karena gerakan roh seperti gerakan asap, hilang dan lenyap dalam sekejap maka
Soat Eng termangu-mangu tapi kemudian sadar akan pekerjaannya sendiri. Kakaknya memerintahkan agar
dia mencari dan mengumpulkan penduduk. Bangsa U-min memang telah cerai-berai dan berlarian ke sana ke
mari. Datang dan mengamuknya nyonya muda itu benar-benar telah membuat kegemparan, apalagi ketika
Thai Liong menghajar dan mendesak Togur, juga See-ong yang ternyata ada di tempat itu bersama
muridnya, kalah dan melarikan diri keluar hutan. Dan karena Cucigawa akhirnya melihat bahwa orang-orang
andalannya dibuat jatuh bangun, tentu saja dia tak mungkin harus tetap di situ maka raja ini melarikan diri
bersama pengikutnya. Tempat itu ditinggalkan kosong dan rakyat atau bangsa U-min berlarian, berpencar
dan tentu saja ketakutan karena ratusan mayat yang bergelimpangan di situ sungguh mengerikan sekali. Soat
Eng telah mengamuk dan membabat lawan habis-habisan, apa boleh buat karena mereka itu adalah anjinganjing suruhan Cucigawa, padahal Cucigawa sendiri melarikan diri dan secara licik meninggalkan
pertempuran setelah mengetahui keadaan bahaya. Dan ketika Soat Eng bergerak dan mencari orang-orang
ini, masuk keluar hutan membujuk untuk kembali maka dua jam kemudian kakaknya kembali bersama
Lisan, pemuda gagah putera panglima Sudi itu. Dibantu pemuda inilah nyonya itu dapat membujuk bangsa
yang cerai-berai ini, mengumpulkannya dan akhirnya menyuruh mereka tenang lagi di tempat semula. Dan
ketika Lisan tertegun melihat bangsanya, wanita dan anak-anak yang menangis tak keruan maka pemuda itu
berkata bahwa semuanya ini adalah berkat kesalahan Cucigawa yang bergaul dengan orang-orang jahat.
"Kalau saja Siang-hujin diterima dan disambut baik-baik tentu tak akan terjadi semuanya ini. Kalian
lihat bahwa Cucigawa menjadi boneka Togur, kalian mempunyai raja tapi raja kalian sesungguhnya tak
berfungsi. Nah, aku datang untuk memimpin kalian, sahabat-sahabat. Aku akan meneruskan cita-cita ayahku
dulu yang tak membiarkan bangsa U-min dikuasai orang-orang jahat. Siapa tak setuju boleh menyatakan
pendapat dan aku jamin bahwa Cucigawa tak berani lagi datang ke sini. Ada dua pelindung kita yang gagah
perkasa!"
Semua berlutut. Kalau saja tak ada putera panglima Sudi itu barangkali mereka ragu dan akan kurang
percaya. Maklumlah, Soat Eng baru saja memusuhi mereka dengan membunuh-bunuhi perajurit. Tapi ketika
Lisan memberi tahu bahwa Soat Eng tidak memusuhi mereka, melainkan Cucigawa dan pengikutnya maka
mereka percaya dan lega. Semua setuju bahwa Lisan menjadi pemimpin di situ, dilindungi dan dibayangi
kegagahan dua orang kakak beradik ini, yang telah mereka saksikan kehebatannya. Dan ketika hari itu193 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
bangsa U-min dirobah nasibnya, dari pemimpin yang buruk ke pemimpin yang dapat dipercaya dan jujur
maka seorang kakek maju dan berlutut, berkata.
Jilid XIV
"AKU percaya kepadamu, Lisan-cu. Kami mengharap bahwa benar-benar kami dapat hidup tenteram
setelah ini. Cucigawa memang telah membawa kami kepada kerusuhan-kerusuhan, apalagi setelah ada si
buntung Togur itu. Kalau ji-wi lihiap dan siauw-hiap ini benar-benar melindungi kami dari tangan orangorang jahat tentu kami dengan senang hati menerimamu!"
"Hm, tentu. Siang-hujin dan Kim-kongcu inilah yang menolong dan berkali-kali menyelamatkan aku,
lopek. Tanpa mereka tentu aku sudah tak ada di dunia. Ingat kematian ayahku panglima Sudi, dan ingat
betapa liciknya Cucigawa dan para pembantunya. Sudahlah, kalian percaya kepadaku, lopek, karena ji-wi
lihiap dan siauw-hiap ini tak mungkin membiarkan kita dicelakai musuh!" dan membalik menghadapi Thai
Liong tiba-tiba pemuda itu menjatuhkan diri berlutut. "Kim-kongcu, budimu sangat besar. Terima kasih atas
semua bantuan dan pertolonganmu selama ini. Apa yang dapat kami lakukan untuk membalas budi baikmu."
"Tak ada yang diperlukan," Thai Liong tersenyum, menggerakkan tangannya menyuruh pemuda itu
bangun. "Bangkitlah, saudara Lisan. Dan pimpin suku bangsamu ke arah kebaikan. Aku dan adikku harus
segera pergi dan tolong mayat-mayat itu dikuburkan."
"Ji-wi (kalian berdua) mau pergi?"
"Ya, masa harus tinggal di sini? Kami, hendak mencari Togur, Lisan. Dan adikku sudah tak sabar
untuk melakukan itu. Atur baik-baik suku bangsamu ini dan pimpin sebuah pasukan perang kalau-kalau
Cucigawa datang mengganggu!" lalu ketika pemuda itu membelalakkan mata dan ingin bicara Thai Liong
sudah mengedip pada adiknya. "Eng-moi, kukira tak perlu lagi kita di sini. Lisan telah mengatur bangsanya.
Mari pergi dan mencari Togur!"
"Heii...!" Lisan terkejut. "Jangan buru-buru, Kim-siauwhiap. Kami ingin menjamumu!"
"Tak usah," Thai Liong sudah menghilang, lenyap membawa adiknya. "Lakukan itu untukmu sendiri,
Lisan. Adakan pesta syukur dengan rakyatmu!"
"Ah!" dan Lisan yang termangu dan tak melihat pemuda itu lagi, lenyap seperti. iblis akhirnya
mengajak seluruh sukunya untuk berlutut ke arah perginya Thai Liong, membentur-benturkan kepalanya tiga
kali sebagai ucapan terima kasih namun Thai Liong sendiri sudah tak melihat itu. Pemuda ini tak suka
sambutan orang dan pertolongannya adalah bebas pamrih. Lisan ditinggalkannya dan terbanglah dia bersama
adiknya meninggalkan suku bangsa itu, yang sudah morat-marit tapi akan diatur lagi oleh pemuda itu, putera
panglima Sudi yang jujur dan berhati bersih. Tapi ketika pemuda itu ingat akan sesuatu dan berhenti
mengerahkan ilmunya, Soat Eng terkejut dan bertanya apa yang ketinggalan maka pemuda itu tersenyum
mengebutkan lengannya.
"Bibi Cao Cun harus kutanya, ikut aku atau kembali ke bangsa U-min, bersama Lisan!"
"Oh, itu?" dan ketika Soat Eng juga mengangguk dan merasa setuju, kakaknya mengeluarkan ilmunya
agar bibinya itu keluar maka Cao Cun meluncur dari ujung lengan jubah, seperti sihir, langsung saja berseru,
"Tidak, aku tak mau ikut siapa-siapa, Thai Liong. Aku hanya ingin ikut dirimu. Ingat, aku boleh
menganggapmu sebagai pengganti puteraku Ituchi!"
Soat Eng tertegun. Seperti ilmu siluman saja kakaknya ini mengeluarkan bibinya itu, meluncur dan
kini sudah ada di atas bumi. Sungguh takjub dia. Tapi ketika kakaknya tersenyum dan mengangguk-angguk,
memandangnya, maka kakaknya itu bertanya kepadanya bagaimana dengan keputusan bibinya itu.
"Bagiku baik-baik saja, akupun setuju. Di tanganmu bibi memang aman, Liong-ko. Biarlah dia
bersamamu apalagi kau juga sudah berkata bahwa dirimu pengganti Ituchi!"194 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Jadi bibi tak kembali ke bangsa U-min?"
"Tidak, tugasku sudah selesai, Thai Liong. Sebenarnya kaisar tak memerlukan tenagaku lagi untuk
mengendalikan bangsa itu. Apalagi setelah Lisan ada di sana, tentu dia tak akan membujuk suku bangsanya
untuk memberontak seperti Cucigawa dulu!"
"Baiklah, kalau begitu mari masuk, Tinggallah di dalam jubahku dan kau boleh ikut ke manapun aku
pergi.... wut!" dan Thai Liong yang mengebutkan ujung jubah menyambar wanita itu lagi tiba-tiba telah
menyedot dan menariknya masuk ke dalam. Kejadian ini seperti sulap dan Soat Eng kagum bukan main.
Kalau tidak melihat sendiri tentu ia tidak percaya. Tapi karena kakaknya memang sakti dan hal ini
menggembirakan hatinya, kakaknya tersenyum dan menariknya tiba-tiba tubuhnyapun sudah disendal dan
diangkat naik.
"Eng-moi, mari!" dan begitu Thai Liong mengerahkan ilmunya lagi, terbang keluar hutan maka Soat
Eng tiba-tiba berkeinginan untuk tinggal dan "bersembunyi" di balik jubah kakaknya itu, seperti bibinya.
Barangkali nikmat!
"Liong-ko, nanti dulu! Apakah aku juga bisa kau simpan di dalam jubah? Bolehkah aku tinggal
bersama bibi Cao Cun?
"Kau mau merasakan ilmuku Beng-tau-sin-jin?"
"Benar, kalau boleh, Liong-ko. Betapapun aku jadi kepingin karena rasanya kok begitu nikmat, enak!"
"Ha-ha, boleh, Eng-moi. Aku sanggup memasukkan lima orang sekaligus ke dalam jubahku ini,
dengan Beng-tau-sin-jin. Masuklah, dan hati-hati.. klap!" dan sinar merah yang berkelebat menyambar Soat
Eng tiba-tiba membuat wanita itu terpekik karena tubuhnya tersedot ke dalam jubah. Entah bagaimana
sekonyong-konyong jubah kakaknya itu membesar, atau -- mungkin -- dirinyalah yang mengecil dan tahutahu tersedot masuk. Dan
ketika Soat Eng terkejut tapi terkekeh geli, dilihatnya bibinya duduk di situ maka diapun berlindung
dan sudah bersembunyi di balik jubah kakaknya ini. Thai Liong sendiri sudah terbang dengan caranya yang
tidak lumrah manusia.
"Hi-hik, kita ketemu di sini, bibi. Ah, ternyata nikmat dan mengasyikkan!"
"Kau mengganggu kakakmu untuk bersama-sama aku? Ah, kakakmu memang mengagumkan, Soat
Eng. Kalau tak merasakan sendiri tak mungkin ada orang percaya!" dan ketika Cao Cun juga tersenyum dan
menyambut nyonya muda itu, duduk dan sama-sama terbungkus di dalam Beng-tau-sin-jin maka dua wanita
ini akhirnya bercakap-cakap sementara Thai Liong tersenyum-senyum saja di luar.
* * * "Hm, kita tak menemukan Pendekar Rambut Emas," dua kakek bermisai panjang, yang satu
memanggul seorang bocah tampak menghentikan perjalanan di sebuah hutan. Kakek kedua menganggukangguk sementara kakek pertama tampak geram dan marah. Mereka itulah Poan-jin poan-kwi yang baru
meninggalkan bangsa Tar-tar setelah menghajar Soat Eng dan ibunya, Swat Lian. Dan ketika pagi itu mereka
berhenti di hutan, Poan-kwi, sang kakak, melempar bocah di panggulannya maka anak laki-laki itu
terbanting dan mengeluh.
"Bocah keparat ini mau diapakan. Sebaiknya dibunuh saja!"
"Hm, tidak. Sudah tujuh hari dia kulumpuhkan, sute. Tapi selama ini kelihatannya masih sehat dan
segar-segar saja. Bocah ini hebat, tubuh atau fisiknya kuat!"
"Tentu saja, dia putera Pendekar Rambut Emas, suheng. Dan mau kau apakan dia karena selalu kau
bawa-bawa saja!"195 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Aku ingin menguji ketahanannya. Sebelum See-ong kutemukan aku belum menetapkan keputusan
untuk apa bocah ini kubawa."
"Jadi bagaimana?"
"Biar sajalah. Aku ingin menyiksa perasaan ayah ibunya dengan menculik anak ini. Kalau dia tidak
berguna, nanti kubunuh. Eh, dia sudah sadar!" Poan-kwi, si kakek iblis, tiba-tiba menoleh. Erangan Beng
An, anak itu, membuat mereka berdua menghentikan percakapan. Seminggu ini Beng An seperti patung
karena ditotok Poan-kwi, sejak meninggalkan Sam-liong-to itu. Dan karena anak ini tak diberi makan atau
minum, Poan-kwi memang keji menyiksa anak itu maka ketika dibanting dan sadar tiba-tiba saja kakek itu
kagum karena tubuh anak ini masih kelihatan sehat dan kuat, biarpun sedikit lemas.
Beng An sadar karena pengaruh totokan memang sudah mulai lenyap. Totokan Poan-kwi memang
bukan sembarang totokan karena baru pada hari kedelapan anak ini memperoleh ingatannya. Sebelum itu,
Beng An seperti patung karena tak tahu apa yang terjadi. Meskipun mata melihat tapi pikiran anak ini
kosong, begitu juga indera pendengarannya. Meskipun dengar narnun tak ada yang masuk ke otak. Poan-kwi
melumpuhkannya luar dalam. Tapi ketika pagi itu dia siuman dan ingatannya bekerja lagi, Beng An
mendengar percakapan itu maka anak ini terhuyung melompat bangun.
"Kalian... keparat-keparat jahanam! anak itu langsung marah. "Kalian apakan diriku hingga ada di
sini? Kalian, eh... ada dua orang? Kalian kembar atau aku yang pusing tak dapat membedakan?"
Beng An bingung, tertegun. Dia sudah mau menyerang ketika tiba-tiba dia melihat dua kakek yang
sama baik pakaian maupun mukanya. Masing-masing tersenyum dingin tapi kakek di sebelah kanan
mendengus. Seingat Beng An musuh yang datang di Sam-liong-to hanyalah satu orang, kakek bermisai
panjang. Tapi karena di situ ada dua orang kakek yang sama-sama bermisai, tinggi merekapun sama maka
Beng An bingung karena kepalanya tiba-tiba pusing. Tapi Beng An menggigit bibir. Melihat kakek di
sebelah kanan mendengus, dengus itu membuatnya marah tiba-tiba anak ini membentak dan menerjang
kakek itu. Tak perduli pada pusing atau lemas tiba-tiba dia menyerang kakek ini, tangannya melepas pukulan
Khi-bal-sin-kang, langsung saja ilmu yang sudah dipelajarinya itu, ilmu yang hebat dari ayah ibunya. Tapi
ketika kakek itu tertawa dan hilang, entah bagaimana tiba-tiba Beng An terjerembab dan jatuh karena
pukulannya menghantam angin kosong.
"Ha-ha!" Beng An mendengar suara tawa yang menyakitkan. "Jangan sombong, anak kecil.
Kepandaianmu belum apa-apa dibanding kami. Bangunlah, dan serang lagi!"
Beng An menggigil. Sekarang dia bangun dan melihat kakek itu hanya satu, padahal baru saja jelas
ada dua orang. Dan ketika dia pucat dan mengira berhadapan dengan siluman, di Sam-liong-to pun juga
begitu maka Beng An gemetar menahan perasaannya.
"Mana temanmu yang satu itu? Kenapa bersembunyi seperti pengecut?"
"Ha-ha, kau salah lihat, anak pongah. Sejak tadi hanya aku di sini. Ayo, serang lagi!"


Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Beng An terbelalak. Dia segera ingat kejadian-kejadian di Sam-liong-to, peristiwa-peristiwa yang tak
mungkin dapat dilupakannya, peristiwa mengerikan namun harus dia hadapi. Maka ketika kakek itu tertawa
sementara kakek yang lain hilang, Beng An jadi ragu apakah dia yang salah lihat atau kakek ini bohong,
karena dia juga baru saja sadar tiba-tiba membentak dan menyerang kakek itu. Beng An marah dan menindas
rasa takutnya. Betapapun dia di tangan musuh. Maka begitu dia menghantam dan berkelebat ke depan,
menyerang dengan Khi-bal-sin-kangnya lagi maka kakek itu tak menangkis.
"Dess!"
Beng An terpelanting. Anak itu kaget karena bukan lawan yang roboh melainkan dirinya sendiri, tentu
saja dia berteriak dan terguling-guling meloncat bangun. Dan ketika Beng An terbelalak dan pucat mukanya,
kakek itu terkekeh-kekeh maka Beng An naik pitam dan maju lagi. Khi-bal-sin-kang dilepaskan tapi lagi-lagi
dia yang terbanting, bangun dan menyerang lagi tapi kakek itu tak bergeming. Dan ketika sepuluh kali dia
menyerang tapi sepuluh kali itu pula dia yang terlempar roboh, Beng An kesakitan mendesis-desis maka
kakek itu tiba-tiba berkelebat dan menangkap lehernya.196 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Cukup, Khi-bal-sin-kang tak dapat kau pakai untuk mengalahkan aku. Sekarang aku ingin
menendangmu.... dess!" dan Beng An yang benar-benar mencelat dan ditendang kakek ini akhirnya
mengeluh dan tak dapat bangun berdiri, seluruh tulang-tulangnya serasa remuk.
"Kakek jahanam, kakek keparat, kau bunuhlah aku dan jangan kira aku takut. Hayo, bunuh dan
tendang aku lagi!"
"Eh, kau minta ditendang? Baik, nih..... bluk-bluk-bluk!" dan Beng An yang terlempar tiga kali dan
terguling-guling jatuh bangun di sana akhirnya semakin menderita namun maki-makiannya juga semakin
nyaring dan keras. Beng An memaki-maki kakek itu sebagai anjing atau siluman tak berjantung, bahkan
mengancam akan mencabut atau menarik putus misai kakek itu karena dua kali Beng An menerima
lecutannya. Dan ketika kakek itu melotot karena anak ini tak mau diam, disuruh diam tapi malah nyaring
memaki-maki, itulah sebabnya dia menghajar lagi maka kakek ini tiba-tiba menggerakkan misainya yang
panjang menotok tenggorokan anak itu.
"Plak!"
Beng An tak dapat memaki-maki. Suaranya seketika berhenti di situ dan yang keluar hanya gerengan
seperti babi cilik, kakek itu terkekeh-kekeh. Tapi ketika Beng An melotot dan memaki-maki dengan pandang
matanya, yang menyala dan berapi-api maka kakek itu penasaran juga karena anak ini tak mampu dibuat
takut.
"Jangan mendelik, atau kucungkil matamu nanti!"
Namun Beng An melebarkan mata. Di bentak seperti itu justeru dia malah melotot selebar-lebarnya.
Pandang matanya tak kalah tajam dengan maki-makiannya tadi, karena dengan pandang mata itu seolah dia
hendak menelan kakek ini bulat-bulat, seperti orang hendak menelan bulat-bulat sebutir bakso! Dan ketika
kakek itu marah dan tentu saja melaksanakan ancamannya, misainya bergerak dan melecut ke biji mata si
anak yang bundar tiba-tiba Poan-kwi muncul dan mencegah adiknya ini, karena yang ada di situ memang
adiknya, Poan-jin.
"Sute, tak perlu membutakan anak ini. Aku justeru ingin mengambilnya sebagai murid..... plak!"
Poan-jin terkejut, tersentak dan terhuyung mundur dan suhengnya sudah muncul di situ, setelah
menghilang dengan ilmunya tadi mengawasi Beng An dari alam halus. Dan ketika kakek itu terkejut dan
Beng An juga tertegun, matanya tidak salah bahwa ada dua kakek di tempat itu maka kakek ini bergerak dan
membebaskan totokannya.
"Bangunlah, dan jangan membuat marah kami!"
Beng An meloncat bangun, terhuyung. Dan belum hilang rasa kagetnya oleh hadirnya kakek ini, yang
mampu menghilang dan muncul seperti siluman maka kakek itu mengebutkan lengan jubahnya dan....
berjatuhanlah buah-buahan segar di situ, tertawa.
"Kau tentu lapar, makanlah. Pisang dan apel ini kukira cukup untuk memadatkan perutmu!"
Beng An tertegun. Lain tadi lain sekarang, aneh, si kakek tiba-tiba bersikap manis dan luar biasa. Tapi
ketika anak itu ingat bahwa kakek-kakek ini adalah iblis yang amat berbahaya, telah membuat Sam-liong-to
berantakan dan bukan orang baik-baik tiba- tiba Beng An mundur dan mengedikkan kepalanya, gagah.
"Aku tak mau. Meskipun lapar tapi aku tak sudi menyentuh makanan yang diperoleh oleh iblis-iblis
macam kalian. Makanlah sendiri!" dan Beng An yang menendang serta marah menolak buah-buahan itu,
jijik membuat Poan-kwi mengerutkan kening tiba-tiba disusul oleh gerakan Poan-jin yang mencengkeram
dan membanting anak ini.
"Haram jadah, sombong benar kau, bocah. Kalau begitu biar kau mampus dan jangan memanggilmanggil kami.... bress!" Beng An tak tahan menerima bantingan kakek ini, langsung kelengar dan pingsan,
tak sempat lagi menjerit. Namun ketika Poan-kwi menggerekkan tangan dan menyuruh sutenya mundur,
Poan-jin terbelalak dan marah maka kakek itu menyadarkan anak ini, begitu cepat.197 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Dia calon muridku, jangan dibunuh. Kalau dia besar kepala tentu dengan Hwi-gan-san-hui-tok kita
dapat mempengaruhinya!" dan ketika kebutan lengan baju itu menyambar kepala Beng An, meniupkan hawa
dingin dan seketika Beng An sadar maka kakek itu tersenyum dan tahu-tahu sudah berdiri di depan anak ini,
matanya mencorong mengeluarkan getaran-getaran aneh.
"Anak baik, kau tentu akan menurut setiap kata-kataku, bukan? Kau tentu tak akan melawan dan
menyerang kami? Lihatlah, kami bukan orang jahat. Kami orang baik-baik. Buah-buahan yang kuberikan itu
adalah bukti kebaikan kami. Kau telah menendangnya, sekarang ambil dan punguti satu demi satu!"
Beng An tertegun. Begitu berhadapan dan memandang kakek ini, bertemu sepasang mata yang
mencorong dan berkilat-kilat tiba-tiba saja dia ditembus semacam kekuatan amat dahsyat yang tak dapat
dilawannya. Otaknya tiba- tiba kosong dan saat itu pengaruh yang luar biasa kuatnya membungkus
kesadarannya, terganti oleh kesadaran atau rasa takut terhadap kakek ini. Beng An menggigil dan gemetar.
Dan ketika dia mengangguk dan menjatuhkan diri berlutut, tanpa sadar, maka tiba-tiba dia sudah menangis
dan minta maaf.
"Aku.... aku salah. Maafkan, locian-pwe. Buah pemberianmu memang tak seharusnya kutendang dan
aku akan memungutinya...!" dan bangkit dengan sikap bingung, terpengaruh dan berjalan seperti robot tibatiba anak itu sudah mengambili buah-buahan yang tadi di lemparnya. Beng An memunguti itu satu per satu
dan menyerahkannya lagi kepada si kakek. Tapi ketika Poan-kwi berkata bahwa buah-buahan itu miliknya,
harus dimakan maka Beng An mengangguk dan memakannya.
"Perutmu lapar, kau tentu lahap menikmati buah-buahan itu. Benar, bukan?"
Beng An seperti tidak sadar. Kakek yang tadi dimusuhi dan bahkan diserangnya kini seolah bukan
musuhnya lagi, bahkan, dianggap sahabat karena memberinya makanan. Dan ketika dua buah apel habis
digeragoti dan sesisir pisang juga tinggal sedikit maka Poan-kwi minta agar dia berlutut untuk diambil
murid, sumpah setia.
"Aku gurumu, calon gurumu. Kau harus menyatakan sumpah bahwa mulai detik ini kau akan menuruti
semua kata-kataku, perintahku. Nah, sebut dulu siapa namamu dan dari mana kau berasal!"
"Teecu.... teecu Beng An. Sedang dari mana teecu berasal teecu tidak tahu!"
"Kau tidak tahu ayah ibumu?"
"Tid... tidak!"
"Bagus, kalau begitu kuberi tahu, Beng An. Kau berasal dari Langit. Ayah ibumu adalah gurumu juga,
Poan-jin-poan-kwi. Nah, camkan baik-baik dan hari ini juga kau murid sekaligus anak kami!" Poan-kwi
menepuk kepala anak itu, mengusapnya tiga kali dan tiba-tiba Beng An merasa otaknya berputar, pening tapi
setelah itu dia melihat gurunya ini bersinar-sinar seperti dewa. Poan-kwi yang semula tampak beku dan
dingin sekonyong-konyong penuh senyum dan welas asih. Beng An tertegun dan menggigil di depan
gurunya itu, atau calon guru karena mereka baru saja menjadi guru dan murid. Dan ketika Poan-kwi tertawa
dan surut mundur, anak itu mencium kakinya maka Beng An diminta untuk mengingat-ingat nama-nama
orang yang harus dimusuhi.
"Sekarang ingat dan tanamkan baik-baik nama-nama yang akan kusebut ini. Mereka adalah musuhmusuhku, berarti juga musuh-musuhmu. Pertama adalah Pendekar Rambut Emas...."
"Ya-ya, Pendekar Rambut Emas..."
"Kedua adalah isterinya, Hu Swat Lian."
"Ya-ya, Hu Swat Lian..."
"Dan ketiga adalah orang yang selama ini belum dapat kami kalahkan, yang memaksa kami turun dari
alam kedewaan!" dan ketika Beng An tertegun karena gurunya tak meneruskan pembicaraan, berhenti dan
tampak berkerot-kerot mengepal tinju maka anak itu terkejut ketika tiba-tiba malah dibentak, ditanya,198 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Kau tahu siapa orang ini?"
"Ti.. tidak!"
"Hm, dia adalah jahanam Bu-beng Sian-su, Beng An. Kalau kau bertemu dengannya maka kau harus
ekstra hati-hati terhadap kakek yang satu ini. Dia lawan yang paling hebat di antara yang terhebat!" dan
ketika Beng An tertegun dan mengangguk-angguk, semua nama itu seolah dikenalnya tapi lupa-lupa ingat,
Beng An telah dipengaruhi oleh Hwi-gan-san-hui-tok (Mata Api Pembuyar Ingatan) maka Poan-kwi minta
agar dia bersumpah untuk membunuh orang-orang itu.
"Pendekar Rambut Emas atau isterinya boleh dibuntungi kaki tangannya saja. Tapi Bu-beng Sian-su,
hmm... kakek itu harus dibunuh, Beng An. Dia harus dibinasakan atau kau yang kami bunuh kalau gagal!
Mengerti?"
Beng An pucat, mengangguk-angguk, Tapi ketika dia gentar dan ngeri oleh ancaman gurunya itu,
Poan-kwi tampak bengis memandang tiba-tiba meloncat sesosok bayangan yang memekik,
"Tidak, kau diperdayai iblis-iblis ini, Beng An. Lari dan selamatkan diri.... bress!" dan seorang
pemuda yang muncul dan menyerang Poan-kwi, mengejutkan kakek itu karena muncul dengan tiba-tiba
mendadak dikibas dan Poan-kwi mendengus melihat pemuda itu terlempar, jatuh dan terguling-guling tapi
sudah menyerang lagi dengan kalap dan berteriak-teriak. Beng An tertegun karena pemuda itu mengenalnya,
padahal dia serasa juga mengenal namun lupa-lupa ingat. Itulah Siang Le, yang dulu dibawa dan diculik Seeong. Dan ketika pemuda itu membentak dan berlumuran darah, tak perduli dan menyerang lagi maka Poanjin yang melihat dan mengenal pemuda itu tiba bergerak dan mendahului suhengnya.
"Ini bocah dari Sam-liong-to itu, biar kubereskan... plak!" dan Siang Le yang mencelat ditampar kakek
ini, mengelit tapi kalah cepat tiba-tiba terbanting dan tak dapat bangun berdiri, merintih-rintih dan mulut
serta hidungnya bocor. Siang Le mengejutkan dua kakek itu dengan kedatangannya yang tiba-tiba.
Maklumlah, Poan-jin-poan-kwi sedang menguasai Beng An untuk tunduk kepada kata-kata mereka, bahkan,
anak laki-laki itu telah masuk dalam pengaruh Hwi-gan-san-hui-tok hingga seluruh semangat atau
kesadarannya ada di tangan kakek iblis itu. Maka begitu Siang Le muncul dan berteriak-teriak,
kedatangannya tak diketahui kakek-kakek itu maka Poan-kwi berkelebat dan tahu-tahu telah menangkap dan
mengangkat naik pemuda itu, bagai kelinci di gigitan seekor harimau ganas.
"Kau, bocah dari Sam-liong-to? Kalau begitu kau murid See-ong?"
"Benar, aku murid See-ong. Tapi aku tak ada sangkut-pautnya dengan kalian, kakek-kakek iblis yang
ganas!"
"Hm, omongan melantur. Kau cucu muridku, bocah. Gurumu See-ong adalah murid keponakan kami.
Hayo, mana gurumu itu dan bagaimana tahu-tahu kau ada di tempat ini!"
"Aku tak mengakui kalian sebagai kakek guru. Kalian kakek-kakek iblis yang jahat. Hayo lepaskan
adikku itu dan kalian bunuh aku sebagai gantinya!"
"Hm, kau kakaknya? Jadi bocah itu..."
"Dia menantu Pendekar Rambut Emas, suami nyonya muda yang dulu kau robohkan itu. Jadi dia
adalah bocah yang katanya paling bandel terhadap See-ong itu. Ini kiranya anak itu!" Poan-jin, yang
mendahului dan mengenal Siang Le segera menerangkan kepada suhengnya. Dulu di Sam-liong-to memang
dialah yang lebih dulu memperlihatkan diri, baru setelah itu suhengnya. Maka begitu pemuda ini muncul dan
segera dia kenal, Siang Le akhirnya diketahui sebagai murid See-ong maka kakek itu bersinar-sinar dan
Poan-kwi, suhengnya, tiba-tiba melepaskan tawanannya dan mengangguk-angguk, berseri.
"Kalau begitu lengkap, kau dan aku sama-sama mendapat murid!"
"Maksudmu?" Poan-jin terbelalak, kurang mengerti.
"Kau ambil bocah ini sebagai muridmu, sute. Dan aku ambil bocah itu sebagai muridku. Lalu kita
didik keduanya untuk menghancurkan atau melawan murid-murid Bu-beng Sian-su, ha-ha!"199 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Poan-jin terkejut. Tiba-tiba dia tertawa melihat suhengnya tertawa. Dua kakek itu tiba-tiba terpingkal
tapi Siang Le maupun Beng An tak melihat mulut dua orang itu bergerak-gerak. Mereka tertawa tapi mulut
tetap tertutup. Jadi, tentu saja membuat tengkuk tiba-tiba meremang. Tapi ketika Siang Le melotot dan
memaki-maki dua orang itu, tubuh tak dapat digerakkan namun mulut dan matanya dapat menyatakan isi hati
maka kontan anggauta tubuh inilah yang dipakai melampiaskan marah.
"Keparat jahanam, aku tak sudi kalian jadikan murid, Poan-jin. Biarpun diberi kesaktian setinggi
langit tak sudi aku menerimanya. Bah, lebih baik kalian membunuh aku!"
"Hm!" Poan-jin mendapat isyarat suhengnya."Kau sombong dan besar mulut, bocah. Tapi pandang
aku baik-baik apakah benar kau tak menginginkan ilmu-ilmu kesaktian dariku. Lihat, aku dapat memecahkan
gunung mengeringkan lautan.... blarr!" dan si kakek yang mendemonstrasikan kepandaiannya, menghajar
dan merobohkan sebuah batu besar tiba-tiba meledak dan jatuh berguguran di dekat Siang Le. Pemuda itu
terkejut dan saat itu juga dia beradu pandang dengan lawannya. Poan-jin tertawa aneh dan dari sepasang
matanya tiba-tiba mencorong hawa merah seperti api. Dan ketika pemuda itu terkejut tapi terlambat untuk
lengos, Siang Le tersedot dan dibawa masuk ke dalam pusaran api yang panas sekali mendadak pemuda itu
pusing dan otaknya kosong.
"Ha-ha, lihat baik-baik. Kau adalah murid Poan-jin. Lihat tubuhku membesar setinggi raksasa.
Gunungpun dapat kutelan!"
Siang Le terperangkap oleh Hwi-gan-san-hui-tok. Dia bukanlah tandingan kakek ini dan Poan-kwi
yang telah memberi isyarat agar sutenya mengeluarkan kesaktiannya, cepat-cepat menguasai pemuda itu
dengan Mata Api Pembuyar Ingatan tiba-tiba sudah membetot sukma lawannya tanpa banyak cakap lagi.
Pada dasarnya memang Siang Le masih jauh di bawah kakek itu, apalagi kalau diingat bahwa dalam uruturutan dia hanyalah cucu murid. Di Sam-liong-topun dia telah menjadi bulan-bulanan kakek ini, bersama
isterinya sendiri dan yang lain-lain. Maka begitu si kakek mengerahkan kekuatan matanya dan Siang Le
terjebak, bertemu dengan sepasang mata yang mencorong bagai api tiba-tiba pemuda itu tak dapat
melepaskan diri dan Poan-jin telah menguasai jiwanya. Untuk selanjutnya pemuda itu merasa takut dan
gentar. Si kakek berobah setinggi gunung dan Siang Le tiba-tiba menggigil, merasa diri sendiri demikian
kecil dan mengeluhlah pemuda itu menjatuhkan diri berlutut. Dan ketika dia menangis dan minta ampun,
aneh sekali, maka Poan-jin tertawa dingin dan menyusut setinggi manusia biasa, cepat sekali.
"Heh, ceritakan kepada kami bagaimana tahu-tahu kau ada di sini. Bagaimana kau datang dan dengan
siapa!"
"Teecu.... teecu datang sendiri. Sejak tadi.... sejak tadi sudah ada di sini...!"
"Apa?"
"Beb... benar. Aku... aku di sini sebelum kalian datang, locianpwe. Aku melepaskan diri dari guruku
See-ong!"
"Hah, ceritakan itu. Dan mana See-se ong!"
"Dia... dia tak ada. Teecu... teecu dibawa dari Sam-tiong-to dan pagi tadi melarikan diri!" Siang Le
segera bercerita, otaknya tak sepenuhnya disedot agar dapat mengingat-ingat apa yang terjadi. Poan-jin
mendengarkan dan suhengnyapun mengerutkan kening. Dan ketika pemuda itu berkata bahwa dia diculik
gurunya, di sepanjang jalan terjadi ketidakcocokan dan sering ribut-ribut maka pemuda itu mengakhiri
bahwa gurunya menghajar dia sebelum terlepas.
"Suhu... suhu menyiksaku sepanjang malam. Aku dihajar dan dipukuli. Aku diminta memusuhi isteri
dan ayah mertuaku namun aku tidak mau!"
"Hm, begitukah? Dan di mana sekarang gurumu itu?"
"Aku.... aku tak tahu, locianpwe. Mungkin ke utara!"
"Baiklah, nanti kita cari. Tapi sebut aku sebagai suhu, bukan locianpwe. Mulai sekarang kau adalah
muridku. Kau tunduk?200 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Tun.... tunduk!"
"Kalau hegitu sembah kakiku, jilat jarinya tujuh kali!"
Ba...baik!" dan Siang Le yang berlutut dan mencium kaki si kakek, aneh dan luar biasa karena sukma
dan pikirannya dikuasai Hwi-gan-san-hui-tok akhirnya melakukan seperti apa yang diperintahkan Poan-jin.
Pemuda itu seperti orang bingung dan Poan-kwi menggumam sesuatu kepada sutenya, Poan-jin mengangguk
dan menepuk ubun-ubun kepala pemuda itu. Dan ketika Siang Le terpelanting dan tak ingat apa-apa lagi,
ceritanya tentang Sam-liong-to sudah lenyap bersama tepukan itu maka pemuda ini sudah merupakan robot
hidup yang dipandang sambil menyeri-ngai oleh kakek iblis itu.
"Sebutkan siapa gurumu sekarang!"
"Poan-jin-poan-kwi yang sakti!"
"Ha-ha, suhengku memilih bocah itu, Siang Le. Kau adalah murid Poan-jin!"
"Ya-ya, aku murid Poan-jin..."
"Dan siapa musuh-musuhmu!"
"Aku... aku tak tahu..."
"Goblok! Musuhmu adalah Pendekar Rambut Emas dan anak isterinya, Siang Le. Dan juga Bu-beng
Sian-su. Mulai sekarang kau harus mengenal bahwa siapa saja yang pernah menjadi murid atau ada
hubungan murid dengan Bu-beng Sian-su maka dia adalah musuhmu! Ingat?"
"Ya-ya, teecu ingat...!"
"Kalau begitu kau dan sutemu itu..."
"Tidak," Poan-kwi tiba-tiba menggeleng. "Muridmu itu kalah dulu, sute. Muridku adalah suheng
baginya. Bocah itu sute (adik seperguruan) muridku. Dia harus tunduk dan menghargai muridku. Beng An
adalah suheng (kakak seperguruan) pemuda ini!"
"Hm, begitukah?" Poan-jin menyeringai, tak marah, bahkan tertawa. "Boleh-boleh saja, suheng. Kita
berdua akan menjadi susiok (paman guru) dan supek (pakde) dari murid-murid kita ini. Baiklah, sekarang
kita mencari See-ong karena siapa tahu dia masih di sekitar sini!" lalu bertanya pada Siang Le kapan pemuda
itu melarikan diri maka Siang Le menjawab semalam.
"Baru saja, malam tadi...."
"Bagaimana, suheng? Kita cari keponakan kita itu?"
"Kukira ada baiknya. Mari, kita bawa murid kita masing-masing!" dan Poan-kwi yang berkelebat
menyambar Beng An tiba-tiba menghilang dan sudah lenyap dari tempat itu. Poan-jin juga mengikuti dan
dua orang ini sudah sama-sama mernbawa murid mereka. Dan ketika dua bayangan berkelebat bagai
siluman-siluman kesiangan, Poan-jin mengikuti suhengnya yang meluncur di depan maka mereka akhirnya
mendengar sumpah serapah dan kutuk caci seseorang di luar hutan.
"Jahanam, kubunuh kau, Siang Le. Kucari nanti sampai ketemu!"
Poan-jin dan suhengnya tertegun. Mereka tak melihat siapa-siapa di situ tapi maki-makian itu jelas
terdengar, bahkan, mereka segera mengenal bahwa itulah See-ong, suaranya masih mereka kenal. Dan ketika
maki-makian itu disusul oleh robohnya pohon-pohon di sekitar dan sesosok bayangan kecil berkelebatan di
bawah maka Poan-jin terbelalak dan suhengnyapun mengeluarkan suara geraman yang tiba-tiba membuat isi
hutan bergetar.
"See-ong, siapa yang melakukan ini, Kenapa tubuhmu tiba-tiba menjadi kerdil!"201 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
See-ong, orang yang memaki-maki itu mendadak terkejut. Dia sedang mencari muridnya ketika tibatiba sesosok bayangan berkelebat dan berdiri di depannya, Seorang manusia yang tinggi menjulang, karena
See-ong sekarang menjadi manusia kerdil dan amat kecil tiba-tiba telah membungkuk dan menangkapnya.
Kakek ini melejit namun bayangan tinggi menjulang itu meraupnya. Sepasang tangan yang panjang tahutahu menerkamnya dari segala penjuru. Dan ketika kakek itu terkejut dan tentu saja membentak, langsung
melepas pukulannya yang dahsyat maka lengan lawan ditangkisnya namun See-ong terpekik karena dia
terpelanting dan tahu-tahu dijepit batang lehernya.
"Heh, ini aku, See-ong. Paman gurumu... plak!" dan See-ong yang terbeliak dan memandang ke atas
tiba-tiba telah melihat seorang bermisai panjang yang bersinar-sinar memandangnya.
"Ah, susiok...!" dan See-ong yang kaget berteriak girang tiba-tiba dilepas dan langsung menjatuhkan
diri berlutut, tentu saja di telapak tangan yang lebar dan luas karena dirinya hanya sebesar telunjuk. "Susiok,


Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kapan kau datang? Bagaimana tiba-tiba di tempat ini? Dan kau, Poan-jin susiok ataukah Poan-kwi susiok?"
"Hm, aku Poan-jin, See-ong. Suhengku ada di belakangmu!" dan ketika See-ong menoleh dan terkejut
tahu-tahu sebungkus asap putih ada di belakangnya, membentuk bayang-bayang samar dari seorang kakek
bermisai panjang.
"Poan-kwi-susiok!" See-ong berseru tertahan dan semakin gembira saja. Melihat dua susioknya ada di
situ dan muncul hampir berbareng, dia tentu saja girang dan terpekik maka See-ong pun berlutut dan
memanggil susioknya yang pertama itu. Poan-kwi mendengus dan tiba-tiba menjentikkan kukunya, See-ong
mencelat dan sudah diterima jari susioknya yang sakti ini. Dan ketika See-ong menggigil di ujung jari susiok
pertamanya, persis boneka atau mainan anak-anak di tangan seorang dewasa maka Poan-kwi bertanya
bagaimana dia sampai begitu, apa yang terjadi.
"Siapa yang membuatmu begini. Kenapa tubuhmu sebesar telunjuk!"
"Am... ampun!" See-ong menangis. "Semua ini gara-gara Pendekar Rambut Emas, susiok. Dia
mencelakakan aku dan memusnahkan Hek-kwi-sut yang kupunyai!"
"Hm, begitu? Jadi kau dikutuk ilmumu yang membalik?"
"Benar, susiok, dan tolonglah aku. Ini juga karena gara-gara muridku!"
"Siang Le? Bocah ini?"
See-ong tiba-tiba terkejut. Susioknya mengebutkan lengan dan tiba-tiba muridnya itu ada di tangan
paman gurunya ini. Tadi Siang Le disembunyikan dalam ilmu hitam bersama Beng An, kini dikeluarkan dan
See-ong tentu saja terbelalak, seketika membentak dan menyambar muridnya itu, melepas pukulan. Tapi
ketika susioknya mendengus dan mengibaskan lengan baju, pukulannya membalik dan See-ong terpelanting
maka Poan-jin, susioknya nomor dua mencengkeram tengkuknya.
"See-ong, muridmu sekarang menjadi muridku. Jangan bunuh dia!"
See-ong tertegun. Bangkit terhuyung memandang dua susioknya ini segera kakek itu menjublak. Seeong merah mukanya, marah, tapi juga tak mengerti. Dan ketika susioknya kembali mengebutkan lengan dan
muncullah Beng An, anak laki-laki itu maka kakek ini kebingungan.
"Susiok, eh, apa yang kalian lakukan? Bukankah bocah itu adalah putera Pendekar Rambut Emas?
Bagaimana tiba-tiba di tangan kalian? Bunuh saja, dia juga musuhku!"
"Hm, bocah ini adalah muridku!" Poan-kwi berkata dingin. "Kau tak boleh sembarangan bicara, Seeong. Justeru aku akan mendidik anak ini untuk membunuh Pendekar Rambut Emas dan anak isterinya itu.
Dia adalah sutemu!"
"Apa?"202 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Benar," Poan-jin kini mendahului suhengnya. "Anak-anak ini kami angkat sebagai murid, See-ong.
Beng An menjadi murid twa-susiokmu (paman guru pertama) sedang Siang Le menjadi muridku. Jadi, kau
memiliki dua orang sute (adik seperguruan)!"
See-ong tertegun. Apa yang dikatakan paman-paman gurunya ini sungguh mengejutkan sekali. Siang
Le, yang dulu menjadi muridnya tiba-tiba saja menjadi adik seperguruannya. Kalau bukan orang-orang sesat
tak mungkin akan terjadi saling tumpuk begitu, kejadian tak beraturan. Tapi karena See-ong juga tahu dan
tiba-tiba tersenyum lebar maka dia menjatuhkan diri berlutut dan dapat menerima itu, melihat dua anak-anak
itu tak bergerak seperti arca dan mendengarkan tanpa bola mata bergerak-gerak.
"Ah, begitukah, susiok? Ha-ha, bagus. Aku dapat menerimanya dan gembleng mereka agar dapat
membunuh ayah ibunya sendiri!"
"Dan kau, apakah tak ingin membalas dendam?"
"Hm, tentu saja. Tapi aku telah dibuat tak berdaya oleh kesaktian Pendekar Rambut Emas!"
"Aku dapat memulihkanmu," Poan-kwi tiba-tiba menampar keponakan muridnya ini. "Kembalilah
kepada keadaanmu semula, See-ong. Tapi untuk mendapatkan Hek-kwi-sut kernbali kau harus bertapa
sebulan. Telan ini!" dan seekor ulat hitam yang menggeliat-geliat di tangan Poan-kwi tiba-tiba dijejalkan ke
mulut See-ong dan hampir kakek itu muntah-muntah namun tubuhnya tiba-tiba mernbesar, kian lama kian
besar dan ketika paman gurunya meniup mendadak dia sudah seperti See-ong yang lalu, tinggi besar dan
gagah. Dan ketika kakek itu tertawa bergelak dan mengibaskan lengannya ke kiri, kekuatan dan kesaktiannya
pulih maka See-ong sudah merobohkan sebuah batu gunung sebesar gajah.
"Terima kasih, susiok.... terima kasih.... blarr!" dan batu itu yang hancur berkeping-keping, roboh
mengeluarkan suara gemuruh akhirnya menunjukkan kesaktian dan kehebatan kakek ini seperti dulu. Seeong mencoba meledakkan kedua tangannya mengerahkan Hek-kwi-sut, gagal dan belum bisa dan paman
gurunya mendengus agar dia bertapa dulu, baru setelah itu Hek-kwi-sut akan datang. Dan ketika See-ong
berseri-seri dan berlutut di depan gurunya, mengucap terima kasih maka kakek itu bertanya apa yang harus
dilakukan.
"Aku sebenarnya hendak menambah ilmu-ilmumu, ketika mendengar kau dikalahkan Pendekar
Rambut Emas itu. Tapi karena sekarang ada dua anak ini yang akan kudidik dan kugembleng maka niatku
kucabut dan biarlah mereka yang muda-muda ini menjadi wakil kami. Kau bertapalah dulu memanggil Hekkwi-sut, setelah itu beberapa tahun lagi boleh mencari kami!"
"Susiok merasa mereka akan mampu mengalahkan Pendekar Rambut Emas dan anak isterinya itu?"
"Mereka bukan kau, See-ong. Pasti mampu!"
"Baiklah, kalau begitu aku akan bertapa dan setelah itu mencari susiok lagi. Aku juga ingin melakukan
pembalasan!" dan ketika See-ong bangkit berdiri dan bersinar-sinar memandang bekas muridnya dan Beng
An, iri, maka Poan-kwi mengebut hingga keponakan muridnya itu terpental.
"Pergilah, cukup!"
See-ong kaget. Seketika dia sadar dan tertawa aneh, meloncat bangun dan memandang susioknya itu
tapi Poan-jin-poan-kwi tiba-tiba menghilang. Mereka telah lenyap di saat See-ong bergulingan tadi, Poankwi menyambar Beng An sementara Poan-jin menyambar Siang Le. Dan ketika See-ong tertegun dan gemas
kepada muridnya, Siang Le yang kini diambil murid oleh susioknya sendiri maka dua kakek siluman itu
menghilang entah ke mana. Yang jelas mereka tak mencari See-ong lagi karena sudah ketemu, bahkan
sekalian membawa Siang Le untuk dijadikan murid. Dan karena Beng An menghilangkan kesaktian Poan-jin
untuk berbadan halus, tanpa sengaja anak laki-laki itu menarik putus kolor wasiat kakek ini maka Poan-kwi
tak membiarkan anak itu di tangan sutenya. Poan-kwi melihat bakat besar dan kecerdikan luar biasa pada diri
anak laki-laki ini, diam-diam tertarik dan kagum karena bentuk kepala dan tulang anak itu menunjukkan
bakat sebagai orang besar. Dididik dan digembleng beberapa tahun pasti anak itu akan hebat, dia harus
menjaganya hati-hati dari balas dendam sutenya, karena Poan-jin tentu sakit hati dan marah kepada anak itu
yang telah memutuskan hubungannya dengan alam halus. Itulah sebabnya Poan-jin tak dapat berubah ujud203 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
lagi sebagai mahluk roh, lain dengan Poan-kwi yang masih mempergunakan ilmu hitamnya untuk
menghilang. Dan ketika kebetulan mereka menemukan Siang Le dan Poan-kwi memberikan pemuda itu
sebagai murid sutenya, agar sutenya melupakan sakit hatinya terhadap Beng An maka dengan cerdik kakek
iblis ini menawarkan duka adik seperguruannya untuk tidak membenci Beng An.
Dua kakek siluman ini akhirnya sama-sama gembira. Mereka telah mendapatkan masing-masing
seorang murid dan kebetulan mereka juga sama-sama merasa suka kepada murid mereka masing-masing itu.
Siang Le dengan kegagahan dan keberaniannya yang luar biasa sementara Beng An adalah keturunan
seorang pendekar kelas atas, Kim-mou-eng atau Pendekar Rambut Ernas yang menjadi murid Sian-su, kakek
dewa yang kesaktiannya amat tinggi itu. Dan ketika mereka menghilang dan meninggalkan See-ong, See-ong
sendiri berkelebat dan akhirnya menuju utara maka dua kakek siluman itu tak tahu akan kejadian di bangsa
U-min. Bahwa See-ong yang telah mendapatkan kepandaiannya akhirnya tewas di tangan Thai Liong.
Bahwa kakek iblis yang telah bertapa dan mendapatkan kembali Hek-kwi-sutnya itu tetap saja bukan
tandingan pewaris ilmu-ilmu Bu-beng Sian-su, Dan karena telah terjadi tukar-menukar di situ, See-ong
menurunkan Hek-kwi-sutnya kepada Togur sementara Togur memberikan Khi-bal-sin-kangnya maka Seeong yang mengalami nasib sial di tangan Thai Liong akhirnya harus binasa dengan mengerikan.
Setelah bertemu dengan paman-paman gurunya itu memang See-ong bangkit lagi semangatnya. Dia ke
bangsa U-min karena dikenalnya raja Cucigawa yang dulu ditundukkannya itu, bermaksud untuk memimpin
bangsa itu membuat kekacauan, tak tahunya sudah ada Togur di sana dan tentu saja kakek ini tertegun. Togur
adalah lawan berat yang seimbang dengannya. Kejadian itu bisa terjadi setelah pemuda ini mencuri Khi-balsin-kang yang dipunyai Hu-taihiap. Dan karena mereka tak akan ada yang kalah atau menang kalau
bertempur menurutkan nafsu amarah maka kakek itu akhirnya berhasil dibujuk dan bahkan saling menukar
ilmunya hingga masing-masing bertambah lihai. Menurut perhitungan tentunya dapat mengimbangi
Pendekar Rambut Emas dan anak isterinya tapi sungguh celaka Thai Liong tiba-tiba menjadi begitu amat
sakti. Pemuda itu memiliki pula ilmu menghilang hingga ke manapun mereka pergi ke situ pula putera
Pendekar Rambut Emas itu dapat mengikuti. Di alam rohpun Thai Liong mampu mencipta ilmu-ilmu
kesaktian tinggi, padahal ini sungguh di luar dugaan dan See-ong serta Togur yang semula mengira akan
dapat mengalahkan lawannya itu justeru terdesak dan harus melarikan diri. Dan ketika pemuda itu dapat
terbang mengejar mereka, ilmu-ilmunya bukan hanya Khi-bal-sin-kang melainkan juga ilmu lain yang mirip
rajawali terbang, mereka terhenyak dan terbelalak kaget maka pukulan-pukulan atau tamparan Thai Liong
selalu membuat mereka jatuh bangun dan terpelanting. Kesaktian pemuda itu sungguh luar biasa dan Seeong kecelik kalau mengira dapat mengalahkan pemuda ini. Karena Pendekar Rambut Emas sendiri, ayah
pemuda itu, juga menyatakan kalah dan menyerah kepada puteranya ini. Maka ketika terjadi pertarungan
mati hidup di dalam hutan itu di mana Soat Eng menyerbu dan menghabisi ratusan pengikut Cucigawa maka
See-ong menemui ajal dan Togur sendiri lenyap mempergunakan Hek-kwi-sutnya, tak dapat dikejar Soat
Eng karena wanita itulah yang menjadi lawannya, Togur memang cerdik dan licik dengan mencari lawan
yang lebih lemah, sementara See-ong dibiarkannya menghadapi Thai Liong dibantu muridnya, San Tek. Dan
ketika kakek itu tewas sementara San Tek roboh pingsan, si buntung ini sudah melarikan diri maka Poan-jinpoan-kwi tak tahu nasib murid keponakannya itu, bergerak dan lenyap ke selatan karena mereka segera akan
menggembleng dua anak-anak muda itu. Beng An dan Siang Le berada di kekuasaan kakek-kakek siluman
yang tak dapat mereka tandingi. Maka begitu Hwi-gan-san-hui-tok, melumpuhkan mereka dan dua anakanak muda ini seperti robot, sikap dan gerak gerik mereka di bawah Poan-jin-poan-kwi maka bahaya besar
membayangi putera dan menantu Pendekar Rambut Emas ini. Agaknya, kalau mereka tak tertolong maka
iblislah yang akan menguasai mereka. Beng An dan Siang Le yang jelas orang baik-baik ini akan dirobah
dan dibentuk seperti kakek-kakek siluman itu. Di dunia kang-ouw akan muncul dua pemuda yang amat
mengerikan. Tapi ketika baru enam bulan kakek-kakek itu menggembleng murid mereka maka pertolongan
ternyata datang. Dan ini dimulai pada malam hari ketika dua sosok tubuh berkelebatan di Laut Selatan!
* * * "Berhenti, getaran itu kutangkap di sini!" seorang laki-laki tinggi tegap, berambut keemasan
menghentikan temannya ketika debur ombak Laut Selatan menyambut garang. Mereka adalah suami isteri
dan kita tentu dapat menduga siapa gerangan karena di dunia kang-ouw tak ada orang berambut keemasan
kecuali Pendekar Rarnbut Emas, Kim-mou-eng. Dan ketika benar saja bayangan wanita itu berhenti dan204 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
memandang pria di sebelahnya, yang bersinar-sinar dan memandang ke tengah laut maka wanita itu bertanya
apakah suaminya itu melihat sesuatu.
"Kenapa berhenti di sini, apa yang kau lihat!"
"Hm, tidakkah sesuatu menyentuh radar perasaan kita, niocu? Apakah kau tak melihat sinar
kemerahan itu? Di atas laut ada ribuan kunang-kunang, dan ini aneh karena tak biasa!"
Wanita itu terkejut, tiba-tiba berdebar. "Benar, aku melihat itu. Bagaimana di Laut Selatan ada ribuan
kunang-kunang yang bersatu dengan gulungan ombak!"
"Itu tandanya ada pengaruh hitam di sini. Aku mencium bau amis dan semacam jala-jala hitam yang
dipasang orang. Lihat, aku akan melempar baju ini....... bret!" dan Pendekar Rambut Emas yang melempar
bajunya tapi sobek seperti tertusuk kawat, mengejutkan dan diulang lagi tetapi sama akhirnya menyadarkan
isterinya bahwa ada semacam guna-guna dipasang orang, guna-guna pembatas wilayah!
"Aku akan memeriksa!" Pendekar Rambut Emas berkelebat tak menunggu reaksi isterinya. Cepat
bagai kilat sekonyong-konyong tubuhnya lenyap, sang isteri terbelalak tapi suaminya itu tak memberi
kesempatan padanya untuk bicara. Dan ketika bayangan kuning emas meluncur di tepi laut Lam-hai (Laut
Selatan) maka Swat Lian juga tak mau kalah dan berkelebat ke arah yang berlawanan dengan suaminya tadi.
"Akupun akan memeriksa!" sang nyonya sudah meluncur seperti bayangan iblis. Dua tiga bulan ini
mereka mencari jejak namun Poan-jin-poan-kwi menghilang entah ke mana, suaminya lalu mempergunakan
Pek-sian-sut untuk memeriksa, melempar empat batu hitam ke empat penjuru dan batu yang ke arah selatan
yang kembali, membalik karena ditolak oleh suatu kekuatan gaib dan itu menunjukkan bahwa lawan ada di
sana. Kini mereka datang dan mencari dan benar saja di Laut Selatan itu mereka merasa adanya getarangetaran pengaruh hitam. Swat Lian menangkap itu setelah diberi tahu, diam-diam kagum karena suaminya
lebih dulu tahu dibanding dirinya. Memang suaminya ini sekarang bertambah hebat setelah mempertinggi
atau memperkuat tenaga batin, memperoleh apa yang disebut Tee-jong-gan (Menembus Dunia) dan dengan
inilah suaminya itu menggerakkan "radar", mencari jejak musuh dan akhirnya ketemu. Dan karena suaminya
juga memiliki Pek-sian-sut atau ilmu menghilang aliran putih, lawan atau tandingan dari Hek-kwi-sut yang
dimiliki See-ong maka begitu suaminya lenyap dan bergerak di atas laut Lam-hai maka nyonya inipun tak
mau kalah dan bergerak di atas daratan, tanda-tanda atau jejak lawan tampaknya ada di situ.
Tapi ketika nyonya ini meluncur dari satu tempat ke tempat lain, mulai melihat adanya guha-guha
hitam di daerah bukit karang tiba-tiba dia dibentak oleh seorang gadis yang berkelebat dan tahu-tahu
menghadangnya agar berhenti.
"Stop, siapa kau dan mau apa keluyuran di malam gelap begini!"
Swat Lian terkejut. Mempergunakan ilmunya Jing-sian-eng, berkelebat dari satu tempat ke tempat lain
agaknya ada seseorang yang mampu mengikuti atau melihat bayangannya. Dan orang ini adalah gadis ini,
gadis elok yang membuat Swat Lian tertegun karena gadis itu berkulit putih dan berhidung mancung, ada
setitik tahi lalat di bawah hidung. Cantik bukan main, layaknya bagai dewi. Dan karena gadis itu juga
memiliki rambut yang indah berombak, diikat tapi sebagian diurai di kedua bahu maka Swat Lian kagum
karena gadis ini benar-benar cantik luar biasa. Barangkali, sama-sama muda, iapun masih kalah cantik!
"Hm, siapa kau? Ada apa menghadang orang di tengah jalan?" Swat Lian tak menjawab, balas
Tujuh Tumbal Perawan 1 Wiro Sableng 005 Neraka Lembah Tengkorak Pendekar Pedang Dari Bu Tong 5

Cari Blog Ini