Rencana Sederhana A Simple Plan Karya Scott Smith Bagian 5
Jacob. Aku tahu. Kau tidak bisa menanggung semua
ini seumur hidupmu."
"Hank," katanya, memohon. "Aku kakakmu."
Aku mengangguk. Kueratkan genggamanku pada
senapan, mengangkatnya sedikit, menyesuaikan bidikanku. Tapi aku tidak menembak. Bukannya raguragu aku tahu sekarang aku tidak bisa mundur lagi,
segalanya telah berakhir aku sekadar merasa telah
melupakan sesuatu, meloncati satu langkah penting.
Tapi sesuatu masih harus terjadi.
Mary Beth tiba tiba muncul dari kegelapan, membuat kami berdua terlonjak. Kalungnya berdencing,
ekornya bergoyang gila gilaan. Ia mendekati Jacob
dan menempelkan tubuhnya ke kaki Jacob, minta
dielus-elus. Kemudian ia mendekatiku.
311 Jacob, melihat aku memandang anjingnya, bergegas
mengangkat senapan dan menarik picu. 'Derdengar
ceklikan. Senapannya kosong. Hanya ada satu peluru
di dalamnya, peluru yang diisikannya pada malam
Tahun Baru ketika semua ini berawal, ketika kami
bersiap memasuki hutan untuk mengejar mbah. Kakakku tersenyum sedih. Ia hampir, tapi tidak benarbenar, mengangkat bahu.
Kutembak dadanya.
Sebelum memanggil polisi, aku buang air kecil dulu.
Lantai kamar mandi tertutup air menetes ke langitlangit pada beberapa tempat, seperti shower miniatur.
Akibatnya plestemya terkena noda cokelat muda.
Kuambil pakaian Sonny dari serambi dan memba
wanya ke kamar tidur. Aku jatuhkan di air di sebelah
ranjang. Kuambil pistolnya, mengeringkannya dengan
jaket, dan mengembalikannya ke laci.
Kembali di bawah kuambil sisa peluru dan men
jejalkannya ke saku Lou. Kuletakkan senapan di
samping bahunya. Ekspresinya belum berubah. Ge
nangan darah telah mencapai batas kamar duduk dan
menetes tanpa suara ke karpet bulunya.
Sonny meninggalkan lampu trailer-nya menyala,
jadi aku harus cepat cepat ke sana dan memadam
kannya. Sementara berada di sana, kugantung jubah
Nancy di lemari kamar tidur dan meletakkan lipstiknya
di wastafel kamar mandi.
Saat melaju kembali ke rumah Lou, kucari an
jingnya, tapi ia telah menghilang, lari ketakutan men
dengar letusan senapan.
Kupanggil pelisi dengan radio Lou. Aku mengguna
312 kannya hanya sebentar saja, berusaha terdengar panik.
Kuberikan alamatnya, memberitahu kalau telah terjadi
tembak tnenembak. Aku tidak menjawab pertanyaan
penerima panggilanku. "Kakakku," kataku, memaksa
isakan ke dalam suaraku. Kemudian radio kumatikan.
Aku tahu kedengarannya bagus dan meyakinkan. dan
tiba-tiba aku merasakan embusan kepercayaan diri.
Bisa dipercaya, kataku sendiri. pasti berhasil.
Kuambil [ape recorder dari saku kemeja dan tne
mutarnya untuk terakhir kali. Mengerikan, duduk da
lam truk seperti itu mendengarkan suara mereka, dan
mengetahui mereka telah tewas. Kuhentikan sebelum
rekaman selesai, menghapus seluruhnya, dan menyem
bunyikan mesin tersebut di bawah kursi.
Sejenak aku menunggu dalam truk, kemudian turun
dan kembali tnenyusuri jalur masuk. Aku ingin ber
sama kakakku ketika ambulans tiba, berjongkok di
sana, memeluknya.
Kucoba memanggil Mary Beth tapi ia tidak muncul.
Aku berdiri di jalur tnasuk selama beberapa menit,
tnenggigil kedinginan, mendengarkan dencing kalung
anjing tersebut. Kusembunyikan sarung tangan bersama
rape nacorder dan berharap kalau angin akan meniup
bau mesiu dari jaketku.
Aku hampir dapat melihat sorot lampu atnbulans
jauh di seberang padang mendekat dengan cepat dan
berkedip kedip merah-putih di kaki langit, ketika Jacob
mencengkeram pergelanganku. Cengkeramannya erat
dan menyakitkan. Aku harus menyentak kakiku dua
kali untuk melepaskannya.
Dari dalam dadanya terdengar suara menggelegak
yang sangat samar. Begitu mendengarnya aku sadar
313 suara tersebut telah terdengar selama beberapa waktu
lamanya.
Aku membungkuk agak jauh di sebelahnya. Ja
ketnya sobek dan basah oleh darah. Kulihat lampu
ambulans mendekat. Ada tiga pasang lampu, tanpa
sirene mendekati rutnah Lou. Dua pasang tnendekat
dari timur, masih jauh, dan satu dari selatan, yang
lebih dekat.
Jacob berusaha mengangkat kepalanya tapi tidak
bisa. Matanya berputar meneariku; kemudian terfokus
sejenak, memudar, terfokus'lagi. Kacamatanya ter
geletak di sebelahnya.
Sekarang aku bisa tnendengar mesin ambulans,
berlomba.
"Tolong aku," kata Jacob tersentak.
Ia mengatakannya dua kali,
Ketnudian ia pun pingsan.
314 ESOK paginya sesaat setelah pukul 0800, aku duduk
di ruang kosong lantai dua Rumah Sakit Delphia Municipal, menyaksikan diriku dalam TV. Pertama-tama seorang penyiar berbicara dari studio, membaca sehelai
kertas. TV nya rusak sehingga aku tak bisa mendengar
apa yang diucapkannya. Tapi aku tahu pasti ada hubung
annya dengan peristiwa semalam, karena dari studio
mereka ganti tnenayangkan diriku, singkat, tnungkin lima
detik, saat aku berjalan dari mobil polisi ke rumah sakit.
Aku membungkuk, bergegas sambil menunduk. Aku ti
dak mirip diriku, dan ini menenangkanku. Aku tampak
terguncang dan shock seperti selayaknya.
Berikutnya muncul seorang wartawan wanita berbicara ke mikrofon di depan rumah Lou. Ia mengena
kan jaket dan sarung tangan ski hijau tebal. Saat
berbicara rambutnya yang cokelat panjang terangkat
sendiri sekitar dua setengah senti dari bahunya dan
bergetar ditiup angin. Sejumlah tnobil polisi diparkir
di belakangnya di jalur masuk. Halaman dihiasi jejak
roda yang simpang siur. Pintu depan rumah Lou ter .
buka lebar, dan bisa kulihat dua pria berjongkok me
motret di ambang pintu.
315 Wanita tersebut bicara sebentar. Wajahnya serius
dan berduka. Penyiamya kembali tampil setelahnya,
dan ia tampaknya mengucapkan sesuatu yang menghibur rekannya. Kemudian berita selesai.
Berikutnya iklan, dan setelahnya film kartun. Ehner
Fudd mengejar Daffy Duck. Aku berpaling dari layar.
Aku tengah duduk bersama Sarah dan Amanda dalam
ruangan yang semula adalah kamar semiprivate dengan
dua ranjang. Untuk sejumlah alasan ruang tersebut
telah dikosongkan. Ranjang, meja, segalanya, lenyap.
Kecuali dua kursi lipat yang kududuki bersama Sarah, ruang tersebut kosong melompong. Lantainya
biru cerah. Bisa kulihat tempat ranjangnya dulu ber
ada. Lantai di sana sedikit lebih gelap, dua persegi
panjang sempurna yang menempel ke dinding seperti
bayangan. Ada satu jendela kecil berupa celah di sisi
bangunan, ukuran dan bentuknya sama seperti yang
ada di puri yang digunakan untuk melontarkan anak
panah. Jendela tersebut menghadap ke tetnpat parkir
rumah sakit.
TV nya tergantung pada siku s'iku yang ditancapkan
ke langit langit. Sekalipun "membuatku muak, sulit
bagiku untuk tidak melihatnya. Benda tersebut satusatunya penghuni tempat ini selain aku dan Sarah,
dan aku tak ingin memandangnya. Kalau memandang
nya, aku tahu aku akan mulai bicara, dan kurasa
tempat ini bukan tempat yang aman untuk berbicara.
Katni diizinkan menunggu di sini agar tidak ter
ganggu. Di ruang tunggu terdapat wartawan. Aku
telah terjaga sepanjang malam dan belutn makan
sejak kemarin. Aku belum bercukur, kotor, terguncang.
FBI belum dihubungi. Baru Departemen Sheriff
316 Provinsi Fulton. Aku berbicara dengan mereka selama
dua jam dan hasilnya cukup baik. Mereka orang
orang biasa seperti Carl Jenkins, dan mereka melihat
situasinya sama seperti dugaan Sarah dan diriku: Lou
pulang dalam keadaan mabuk, menemukan Sonny dan
Nancy bersama di ranjang, mengambil senapannya
dan menetnbak mereka. Jacob dan aku mendengar
tembakan 'saat kami mundur, Jacob lari ke rumah
membawa senapannya, Lou membuka pintu, menga
cungkan senapannya, dan dua letusan merobek keheningan malam.
Deputy sheriff memperlakukanku dengan sangat
hati-hati dan ramah, lebih mirip korban daripada
tersangka. Ia salah tnengartikan perasaan tertekanku
yang tidak' tersembunyikanwkhawatiran Jacob sadar
kembali sebagai kedukaan seorang adik.
Jacob telah dibperasi tiga jam lamanya.
Sarah dan aku menunggu di mangan ini.
Tidak seorang pun ingin bicara. Sarah menenangkan
Amanda. Menyusuinya, berbisik padanya, bermainmain sedikit dengannya. Ketika bayinya tidur, Sarah
juga memejamkan mata, merosot di kursi lipatnya. Aku
menyaksikan TV bisu: kartun, acara permainan, tayangan
ulang The Odd Couple. Selama siaran iklan aku pergi
ke jendela dan menatap tempat parkir. Tetnpat tersebut
luas seperti lapangan aspal. Mobil-mobil bergerombol
di sekitar bangunan, menyisakan daerah tepinya dalam
keadaan kosong. Di luar tempat parkir adalah lapangan
sebenarnya, yang terbenam dalam salju. Ketika angin
bertiup.butiran salju turut tertiup menyeberangi aspal
dalam gelombang kecil yang setengah terlihat, melon
tarkannya menimpa rumah sakit.
317 Sarah dan aku terus menunggu. Dokter, perawat,
dan polisi lalu lalang di luar, detak sepatu mereka
bergema di sepanjang lorong berubin, memancing
mata kami untuk memandang setiap kali mereka lewat,
tapi tidak ada yang berhenti. '
Setiap kali Amanda menangis, Sarah menggimamkan lagu baginya, dan Amanda pun akan berhenti
menangis. Setelah beberapa saat, aku mengenali lagu
itu: Franz Jacques. Mendengar Sarah melantunkannya
membuat lagu itu memenuhi kepalaku dan tetap tinggal
di sana, bahkan setelah ia berhenti.
SeSaat setelah pukul 11.00, seorang deputy sheriff
datang ke ruangan. Aku tengah duduk di kursiku dan
segera beranjak bangkit untuk menyalaminya. Sarah
tersenyum dan mengangguk, lengannya memeluk bayinya.
"Aku tidak mau mendesak dalam keadaan seperti
ini," kata deputy itu memulai. Kemudian ia berhenti
sejenak, seakan lupa tujuannya. Ia menatap TV yang
sedang menayangkan iklan Toyota, dan mengerutkan
kening. Ia bukan orang yang kuajak bicara sebelumnya.
Ia tampak terlalu muda untuk menjadi polisi, tampak
seperti kanak kanak berseragam. Seragamnya sedikit
kebesaran, sepatu hitamnya terlalu mengilat, lekuk
topinya sedikit terlalu sempurna. Ketika ia mengerutkan
kening ke TV, seluruh wajahnya berkerut, bahkan
matanya. Wajah yang bulat sempurna sedikit berbintik
bintik. Wajah anak petani, datar dan pucat mirip bulan.
"Aku sungguh menyesal atas peristiwa yang menimpa kakakmu." katanya memulai lagi. Ia melirik
Sarah malu malu, melirik bayinya lebih singkat lagi,
kemudian kembali memandang TV.
318 Aku menunggi, waspada.
"Kanti menemukan anjingnya," katanya. "Kanti menemukannya di lokasi kejahatan." Ia membersihkan tenggorokannya, mengalihkan pandangannya dari TV dan memandangku ragu ragu. "Apa kan mau memeliharanya "
Ia memindahkan berat tubuhnya dari satu kaki ke
kaki yang lain. Sepatu hitam mengilatnya berdetak.
"Kalau kau tidak mau," katanya cepat-cepat, "kalau
kau tidak bisa memikirkannya untuk sementara ini,
kami bisa menitipkannya di_ penitipan anjing untuk
sementara." Ia melirik Sarah. "Sampai situasinya te
nang kembali."
Aku juga memandang Sarah. Ia mengangguk padaku.
"Tidak," kataku. "Kami akan memeliharanya."
Deputy tersebut tersenyum. Ia tampak lega. "Kalau
begitu nanti kuantar ke rumahmu," katanya.
Ia menyalamiku sebelum pergi.
Empat puluh menit kemudian seorang dokter muncul
untuk memberitahu bahwa Jacob telah selesai di
operasi. Ia telah dipindahkan ke ICU dan tercatat
dalam kondisi kritis. Dokter memberitahu bahwa sem
buran senapan berburu telah merusak kedua paruparu, jantung, aorta, tiga tlmracic vertebrae, diafragma, kemngkangan, hati, dan perut Jacob. Ia membuka
tabel yang memperlihatkan pada Sarah dan aku tempat
pesisi semua organ itu dalam tubuh. Sambil menyebut
kan namanya, ia melingkarinya dengan pena merah.
"Kami sudah berusaha semampunya," katanya.
Ia memberitahu bahwa Jacob punya kesempatan
hidup satu banding sepuluh.
'319 *** Beberapa waktu kemudian ketika aku di jendela lagi,
Sarah berbalik padaku dah berbisik, "Kenapa tidak
kaupen'ksa apa dia masih hidup atau tidak "
Dari suaranya dapat kutebak ia hampir menangis.
"Kalau dia hidup...," katanya.
"Shhh." Aku melirik ke pintu.
Kami saling mengawasi sejenak sambil membisu.
Kemudian aku berbalik kembali ke jendela.
Tepat sebelum pukul 1500, seorang dokter baru mun
cul. Ia seakan mengendap endap mendekati kami;
Sarah dan aku tidak mendengar kedatangannya, "ia
muncul begitu saja di ambang pintu. Ia tinggi kurus
dan tampan, dengan rambut kelabu pendek dan labjas
putih. Di balik labjas-nya, ia mengenakan dasi merah
manyala yang mengingatkan pada darah.
"Namaku Dr. Reed," katanya.
Jabatan tangannya mantap, cepat, dan erat seperti
serangan ular. Ia berbicara dengan cepat, seakan
Rencana Sederhana A Simple Plan Karya Scott Smith di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
khawatir akan mendadak dipanggil dan ingin meng
utarakan semua yang ingin disampaikan sebelum hal
itu terjadi.
"Kakakmu sadar."
Kurasakan gelombang panas menyerbu tenggorokan
dan wajahku. Aku tidak memandang Sarah.
"Dia menceracau, " kata dokter tersebut, "tapi me
manggil manggil namamu.
Kuikuti ia ke luar ruangan, meninggalkan Sarah
bersama bayinya. Karni menyusuri lorong dengan
langkah sigap. Langkah dokter tersebut panjang dan
320 efisien, dan aku harus ber'lari-lari kecil untuk meng
ikutinya. Kami menuju lift. Tepat ketika kami tiba,
salah satunya membuka seakan disihir. Dr. Reed
menekan tombol lantai 5, bel berdentang, dan pintunya
menutup. '
"Dia mengatakan sesuatu " tanyaku sedikit menahan
napas. Rasanya mencurigakan mengajukan pertanyaan
tersebut dan membuang muka.
Dokter itu tengah mengawasi angka di atas pintu.
Ia memegang clipboard di balik punggungnya. "Tidak
juga," katanya. "Dia antara sadar dan tidak. Yang
dapatkami dengar dengan jelas cuma namamu."
Aku memejamkan mata.
"Biasanya kami tidak akan mengizinkanmu menjenguknya," katanya. "Tapi sejujurnya, mungkin ini
kesempatan terakhirmu."
Pintunya bergeser membuka dan Kami melangkah
ke lantai 5. Cahaya di sini lebih suram. Sekelompok
perawat tengah berbisik bisik di balik m'unter besar
tepat di seberang lift, dan mereka melirik ketika kami
muncul, memandang dokter itu, bukan kepadaku. Aku
bisa mendengar bunyi bip lembut di belakang mereka.
Dr. Reed mendekat dan berbicara pada salah
seorang di antaranya, kemudian kembali dan memegang sikuku, membimbingku cepat sepanjang lorong
ke kiri. Kami melewati pintu pintu terbuka tapi aku
tidak memandang ke dalamnya. Aku bisa menebak
yang mana kamar Jacob. Paling ujung di koridor sisi
kiri. Carl Jenkins tengah berdiri di depannya, berbicara
dengan deputy berwajah anak petani tadi. Mereka
berdua mengangguk padaku saat dokter membimbingku
masuk.
321 Kakakku terbaring di ranjang tepat di balik pintu. Ia
tampak sangat besar di balik selimut, seperti beruang
mati, tapi pada saat yang sama tampak gepeng, seakan
telah mengering dan yang tersisa sekarang hanyalah
kulitnya. Tubuhnya tidak bergerak. Di mana mana
terdapat selang terikat di dekat pagar ranjang, malangmelintang di lantai. Tubuh Jacob dipasangi selang
selang itu, seperti boneka pada talinya.
Aku mendekati ranjang.
Di seberang ranjang terdapat seorang pemuda berambut warna gelap yang sangat pendek tengah
mengotak atik selangnya. Ia' tidak mengacuhkan kehadiranku. Sebuah mesin besar menyerupai kotak dengan
layar video kuning mungil terletak pada kereta di
belakangnya, mengeluarkan bunyi bip secara teratur.
Ruangan tersebut luas, persegi empat panjang, dan
ada beberapa ranjang di dalamnya, tersembunyi di
balik tirai putih. Aku tak tahu apakah ada penghuninya
atau tidak.
Mantri tersebut mengenakan sarung tangan karet
tembus pandang. Terlihat bulu di punggung tangannya,
hitam dan mirip kabel, tertekan rapat ke kulit.
Dr. RCed berdiri di kaki ranjang.
"Waktumu cuma semenit," katanya. Kemudian ia
berpaling pada mantri itu, dan mereka bercakap
cakap dengan berbisik. Sementara mereka berbicara,
dokter tersebut mencatat dalam clipboard nya.
Sambil menahan napas kupegang tangan kakakku.
Terasa dingin, berat, lembap, seperti sepotong daging.
Rasanya tidak mirip tangan Jacob lagi. Menjijikkan.
Aku harus mencengkeramnya erat erat agar tidak membuangnya.
' 322
Matanya berkedip saat tangannya kutekan. Ketika
terbuka sedetik kemudian, pandangannya langsung ja
tuh padaku,_ kemudian tidak bergerak sama sekali.
Sebatang pipa menancap di hidungnya. Wajahnya
pucat pasi. begitu pucat hingga seakan tembus pandang. Aku bisa melihat pembuluh darah di pelipisnya.
Dahinya berkeringat.
Ia menatapku sedetik dan kemudian bibirnya ber
gerak, seakan secara naluriah membentuk senyuman.
Bukan senyum Jacob yang biasanya, aku tidak pernah
melihatnya tersenyum seperti itu sebelumnya. Bibirnya
terentang lebar hingga mirip anjing yang memamerkan
giginya. Matanya tidak bergerak sama sekali.
"Aku di sini, Jacob," bisikku. "Aku di sini."
Ia berusaha bereaksi tapi tidak mampu. Ia mengeluar
kan suara serak yang tersentak dari belakang tenggorokannya, dan bunyi bip pada mesinnya semakin cepat.
Dokter dan mantri itu berpaling dari percakapan mereka.
Jacob memejamkan mata. Bunyi bip kembali melambat.
Aku terus memegang tangannya sekitar semenit
lagi sampai dokter itu menyuruhku pergi.
Dr. Reed tetap tinggal dalam kamar bersama mantri
itu, jadi aku kembali ke lift seorang diri. Carl sekarang
tengah berada di seberang lorong, berbicara dengan
perawat. Deputy berwajah anak petani itu telah lenyap.
Saat melangkah masuk ke dalam lift kulihat dari
sudut mataku, Carl berpaling dari perawat dan ber
gegas melangkah ke arahku. Tanpa pikir panjang
kutekan tombol penutup pintu, lebih dikarenakan keinginan untuk sendirian daripada takut padanya. Tapi
begitu kulakukan, aku segera menyadari bagaimana
kelihatannya; aku seperti orang bersalah yang mencoba
323 menghindari interogasi lebih lanjut. Kudorong jariku
ke tombol pembuka pintu, tapi terlambat; liftnya
telah mulai menurun.
Ketika pintu kembali terbuka aku melangkah ke
luar dan berbelok ke kiri. Aku telah berjalan sekitar
sepuluh langkah sebelum sadar bahwa aku berada di
tempat yang salah. Dalam ketergesaanku untuk menghindari Carl, aku telah menekan tombol lantai 3,
bukannya lantai 2. Ini bangsal kelahiran; aku menge_nalinya dari kunjunganku pada Sarah. Aku berbalik,
tapi ketika tiba kembali di deretan lift, lift yang
kugunakan tadi telah menutup dan menghilang.
Tepat di seberang lift terdapat tempat jaga perawat
berupa meja panjang berbentuk L, dicat oranye cerah,
tepat seperti yang ada di lantai tempat Jacob berada.
Tiga perawat duduk di baliknya. Mereka menengadah
saat aku keluar dari lift, dan kurasakan mereka sekarang menatapku. Aku berdiri memunggungi mereka,
penasaran apakah mereka tahu tentang diriku, apakah
mereka telah melihatku di TV atau mendengarkan isu
yang beredar di rumah sakit, "Itu orang yang kakaknya
ditembak semalam," begitu bisikan mereka menurut
bayanganku sementara mereka menatapku untuk men
cari tanda tanda kedukaan.
Jauh di sebelah kiri seorang bayi menangis.
Lift di kanan membunyikan bel elektriknya dan
pintunya bergeser membuka. Di dalamnya terdapat
Carl Jenkins. Wajahku memerah ketika melihatnya,
tapi memaksa agar suaraku terdengar tenang.
"Halo, Carl." kataku sambil melangkah maju.
Ia menatapku. "Apa yang kaulakukan di sini, Hank
Kau mau punya bayi lagi "
324 Aku balas tersenyum lalu menekan tombol lantai
2. Pintunya bergeser menutup. "Terlalu terbiasa mengunjungi Sarah sampai keliru menekan tombol."
Ia tertawa singkat dan lembut, tawa sopan. Kemu
dian wajahnya berubah serius. "Aku turut menyesal
atas semua yang terjadi," katanya. Ia memegangi
topinya, memainkan pinggirannya, dan menatapnya
sementara bicara.
"Aku tahu," kataku.
"Kalau ada yang bisa kubantu..."
"Kau sangat baik, Carl."
Belnya berdenting, pintunya terbuka. Kami tiba di
lantai 2. Aku melangkah ke luar. Carl menahan pintu
dengan lengannya. "Dia mengatakan sesuatu sementara
kau di sana "
"Jacob "
Carl mengangguk.
"Tidak," kataku. "Tidak ada."
Aku memandang ke kiri dan kanan lorong. Jauh di
kanan terdapat dua dokter yang bicara perlahan. Di kiri
kudengar tawa wanita. Carl tetap menahan pintunya.
"Omong omong, apa yang kalian lakukan semalam " tanyanya.
Aku memandangnya lekat Iekat, mencari tanda kecurigaan di wajahnya. Ia ada di sana ketika para
deputy menanyakan pertanyaan yang sama padaku,
dan mendengar jawabanku. Liftnya berusaha menutup,
mendesak lengannya, tapi bertahan.
"Kami merayakan kelahiran bayiku. Jacob menga
jakku keluar." '
Carl mengangguk. Ia tampaknya menunggu jawaban
lain lagi.
325 "Aku-'sebenamya tidak ingin pergi," kataku. "Tapi
dia begitu gembira menjadi paman. dan aku khawatir
akan menyinggung perasaaannya kalau kutolak."
Lift kembali berusaha menutup.
"Apa Dou mengatakan sesuatu pada Jacob sebelum
dia tertembak "
"Mengatakan sesuatu "
"Apa dia mcmakjnya, menyebutnya macam-macam "
Aku menggeleng. "Dia cuma membuka pintu, mengangkat senapannya, dan menarik picu."
Di lorong kedua dokter berpisah, dan salah satunya
berjalan ke arah kami. Sepatunya menjetit saat meng
injak lantai berubin.
"Turun " teriaknya. Carl mencondongkan kepalanya
ke luar dan mengangguk.
"Bagaimana dengan malam malam sewaktu kute
mukan kalian di cagar alam "
Jantungku melonjak mendengarnya. Sebenarnya aku
berharap ia telah melupakannya. "Maksudmu "
"Apa yang kalian bertiga lakukan "
Aku tidak bisa memikirkan jawabannya. Aku tidak
ingat apa apa, kalau ada, yang kukatakan" padanya
waktu itu. Aku terus berusaha tapi benakku terlalu
capek. Doktemya sudah dekat. "Saat itu malam Tahun
Baru," kataku, berusaha mengulur waktu. Cuma itu
yang terpikir olehku.
"Kalian berjalan jalan "
Aku tahu aku salah, tapi tidak bisa mencari alasan
lain, jadi aku mengangguk pelan padanya. Kemudian
dokter tersebut tiba dan menyelinap masuk ke lift.
Carl melangkah mundur.
"Jangan ragu meneleponku kalau kau memerlukan
326 sesuatu, Hank," katanya saat pintu bergeser menutup.
"Kau tahu aku senang bisa membantu."
Sekalipun dokter menyarankan sebaiknya aku pergi,
aku tetap tinggal di rumah sakit sepanjang sore.
Jacob terus berada antara sadar dan tidak, tapi aku
tidak diizinkan menemuinya lagi. Para dokter merasa
pesimis. .
Sekitar pukul 17.00, saat cuaca mulai gelap,
Amanda mulai menangis. Sarah mencoba menyusuinya,
kemudian bernyanyi baginya dan mondar mandir dalam
ruangan, tapi Amanda menolak untuk diam. Tangisan
nya semakin keras. Suaranya membuat kepalaku sakit
dan mulai membuat ruangannya seakan mengecil.
Kuminta Sarah membawanya pulang.
Ia memintaku ikut. .
"Tidak ada gunanya kau di sini, Hank," katanya.
"Ini sudah di luar kemampuan kita sekarang."
Amanda terus menangis, wajah mungilnya memerah.
Kuawasi ia menangis sambil berusaha berpikir, tapi
aku terlalu lelah. Akhirnya dengan perasaan payah
yang mengerikan, seakan ada benda berat lepas dari
genggamanku, aku mengangguk pada Sarah.
"Baiklah." kataku. "Ayo pulang."
Kurasakan kelegaan yang luar biasa ketika naik ke
mobil. Sepanjang hari aku telah menyimpan rahasia
hanya untuk diriku sendiri, hal-hal yang hanya bisa
kuceritakan kepada Sarah.
Sekarang aku bisa menceritakan apa yang terjadi
padanya. Kemudian pulang, makan, dan tidur. Dan
sementara itu, sementara aku tidur, tubuh Jacob yang
327 berantakan yang sedang dalam perjuangannya antara
hidup dan tnati akan menentukan nasibku.
Sarah meletakkan bayinya di kursi pengaman di
belakang, kemudian naik ke balik kemudi. Aku duduk
merosot di sebelahnya. Tubuhku terasa lemas, tenagaku
terkuras. Otot ototku sakit karena kelelahan. Aku me
rasa-mual. Di luar, matahari telah tenggelam; langit
berwarna biru tua, setiap detik semakin mendekati
hitam. Bintang mulai bermunculan satu demi satu.
Bulan belum terbit.
Kutempelkan kepalaku ke jendela, tnetnbiarkan di
nginnya membuatku tetap terjaga. Aku tidak berbicara
hingga katni keluar dari tempat parkir dan melaju
menuju mmah. Kemudian kuceritakan segalanya pada
Sarah. Kucen'takan tentang bar dan minum-minumnya,
tentang perjalanan kembali ke rumah Lou, dan bagaimana kami menipunya untuk mengaku. Kuceritakan
tentang Lou mengambil senapannya, tentang Jacob
menembaknya, dan aku menembak Nancy. Kuceritakan
perjalananku ke trailer Sonny, menelanjanginya di
serambi, dan kemudian mengejarnya ke kamar tidur
di lantai atas. Ia mendengarkan ceritaku dengan hatihati, kepalanya dimiringkan ke arahku dari kursinya
dalam kegelapan. Sesekali ia tnengangguk, seakan
untuk tneyakinkanku bahwa ia menaruh perhatian.
Tangannya memainkan kemudi, mengantar kami
pulang. .
Rencana Sederhana A Simple Plan Karya Scott Smith di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Amanda, terikat di kursinya di belakang kami,
terus menangis.
Ketika tiba pada bagian di mana Jacob mulai
runtuh, aku berhenti sejenak. Sarah memandangku
sekilas, kakinya terangkat sedikit dari pedal gas.
328 "Dia mulai menangis," kataku, "dan aku sadar
harus melakukannya. Kusadari dia tidak akan bertahan,
kalau saat polisi dan wartawan tiba dia akan meng
aku."
Sarah mengangguk, seakan telah menduganya.
"Dia tak tnungkin menenangkan diri," kataku. "Jadi
kutembak dia. Kuputuskan dan kulakukan. Dan rasanya benar. Selagi melakukannya, aku tahu tindakanku
benar."
Aku menatap ke luar jendela, menunggu reaksinya.
Kami tengah melewati SMA Delphia. Bangunan modern besar yang terang benderang. Ada sesuatu yang
berlangsung di sana malam ini, permainan, drama,
atau konser. Mobil mobil tengah melaju memasuki
jalur tnasuknya yang melingkar. Remaja remaja ber
gerombol di sana sini di tepi aspal dengan rokok
membara. Para orangtua menyeberangi tempat parkir
menuju pintu kaca besar.
Sarah tetap diam.
"Tapi kemudian," kataku, "sesudah memanggil polisi
dan menyadari bahwa dia masih hidup aku sangat
terkejut. Bahkan kalau bisa memikirkan cara untuk
tnenghabisinya, aku tidak akan melakukannya."
Aku menatap Sarah.
"Aku tidak mau dia mati."
"Dan sekarang "
Aku mengangkat bahu. "Dia kakakku. Rasanya
seperti aku telah memaksa diriku untuk melupakannya,
dan kemudian ingatan itu muncul kembali mengejutkanku." '
Sarah tidak mengatakan apa apa dan aku memejam
kan mata, tnembiarkan tubuhnya tertidur. Kudengarkan
329 tangisan Amanda, mendengarkan iramanya, lantunan
nya. Tampaknya seakan makin menjauh.
Ketika kubuka tnataku lagi, kami tengah memasuki
Fort Ottowa. Tiga anak lelaki muncul dari balik
dinding tanaman rambat dan menghujani mobil katni
dengan bola salju. Mereka terjatuh, meluncur melintasi
aspal di depan kami, yang tampak kuning tertimpa
cahaya lampu depan.
Sarah mengurangi kecepatan. "Kalau dia selamat,
kita berdua masuk penjara."
"Aku ingin melakukan tindakan yang benar," kataku, "tapi tidak bisa tnenentukan apa. Aku ingin
melindungi kita dan aku ingin menyelamatkan Jacob.
Aku ingin melakukan keduanya." '
Aku memandang Sarah sekilas untuk memperoleh
jawaban, tapi tak ada ekspresi di wajahnya.
"Tapi aku gagal," kataku. "Aku harus memilih
salah satu."
Sarah merendahkan suara hingga menyerupai bisikan. "Tindakanmu sudah benar, Hank."
"Menurutmu begitu "
"Kalau dia membayarkan semuanya, kita sekarang
sudah dipenjara."
"Dan menurutmu dia akan membayarkan semuanya "
Aku membutuhkan jawaban ya darinya. Aku membutuhkan penguatan sederhana ini tapi ia tidak mem
berikannya Yang ia katakan hanyalah, "Dia kakakmu.
Kalau menuruttnu dia berbahaya, mungkin benar."
Aku mengerutkan kening memandang tanganku. Ke
duanya sedikit gemetar. Sejenak kucoba menghentikannya, tapi tidak bisa.
330 "Ceritakan selanjutnya," kata Sarah.
Kuceritakan bagaimana akku tnenembak Jacob dan
kembali ke rumah Sonny, lalu memadamkan lampu.
Kuceritakan bagaimana aku memanggil polisi, dan
bagaimana kakakku mencengkeram tumitku. Saat kami
memasuki jalur masuk ke rumah kami, aku tengah
menjelaskan wawancaraku dengan para deputy sheriff.
Sarah tnetnasukkan mobil ke garasi dan katni tetap
duduk di dalam mesin mati, udara di sekitar kami
semakin dingin hingga aku selesai. Atnanda terus
menangis, suaranya sekarang lebih terdengar lelah
daripada marah, seperti sebelumnya. Aku meraih ke
belakang dan melepaskannya dari kursinya, kemudian
menyerahkannya pada Sarah yang berusaha menenangkannya dengan mengayun ayunkannya di pangkuannya
dan menciumi wajahnya tapi sia-sia, setnentara aku
berbicara.
Kuceritakan saat menemui Jacob.
"Dia tersenyum padaku, seakan memahami," kataku,
walau tidak mempercayainya. Aku memandang Sarah
untuk melihat kalau ia percaya, tapi ia tengah menggoda Amanda. "Seakan dia memaafkan aku."
"Dia mungkin shock," kata Sarah. "Dia mungkin
tidak ingat apa yang telah terjadi."
"Apa nanti dia ingat " Aku ingin sekali ia tidak
ingat; aku bertahan pada gagasan tersebut. Aku ingin
ia tetap hidup dan melupakannya tentang uangnya,
penembakan, segalanya.
"Entahlah."
"Kalau dia buka mulut, kita mungkin tidak sempat
menyadarinya sebelum mereka menangkap kita."
Ia mengangguk kemudian menundukkan kepala dan
331 mencium kening Amanda. Putri kami masih terus
menangis, tapi tidak sekeras tadi, sedikit terisak.
Sarah membisikkan namanya.
"Kita harus menyingkirkan uang itu dari rumah,"
Ujarku, kata kataku seakan meluncur mendahuluiku,
kepanikan menyatukannya, menyingkirkan celah di
antara kata. "Kita harus mengubumya "
"Shhh, " Sarah menenangkan. "Tenang, Hank. Kita
akan baik- baik saja."
"Kenapa kita tidak lari saja " tanyaku cepat cepat,
gagasan tersebut melintas dalarn benakku ketika aku
mengucapkannya.
"Lari "
"Kita bisa berkemas sekarang. Mengambil uangnya
dan kabur."
Ia menatapku dingin. "Lari cuma akan menunjukkan
pengakuan. Kita akan tertangkap dengan cara itu.
Kita sudah melakukan apa yang sudah kita lakukan;
sekarang kita cuma bisa mengharapkan yang terbaik."
Sebuah mobil melintas di jalan; Sarah mengawasinya melaju dari spion tengah. Ketika kembali bicara,
suaranya terdengar sangat lembut.
"Para dokter menduga dia akan meninggal."
"Tapi aku tidak ingin dia meninggal," kataku,
lebih dikarenakan aku memang menginginkannya daripada karena lebih mudah mengatakannya.
Ia berpaling dan menatapku lurus lurus. "Kita bisa
melewati ini, Hank, kalau kita berhati hati. Kita tidak
bisa membiarkan perasaan bersalah atas apa yang
sudah kita lakukan, tidak sesaat pun. Ini kecelakaan,
semuanya. Kita tidak punya pilihan."
"Jacob bukan kecelakaan."
332 "Tidak. Dia'juga kecelakaan. Sejak Lou keluar
mengambil senapannya, seluruhnya menjadi kecelakaan. Ini bukan lagi kesalahan kita."
Ia menyentuh Amanda, dan bayinya, akhimya, diam.
Tanpa tangisannya, mobil tiba tiba terasa kosong.
"Apa yang sudah kita lakukan memang mengeri
kan," kata Sarah. "Tapi tidak berarti kita jahat, dan
tidak berarti kita tidak berhak melakukannya. Kita
harus menyelamatkan diri. Segala yang kaulakukan,
setiap tembakan yang kaulepaskan merupakan pem
belaan diri." ,
Ia berpaling memandangku, menyingkirkan rambut
dari mata menunggu reaksiku. Dan kusadari ia benar.
Inilah yang harus kami yakinkan pada diri senditi,
perbuatan kami bisa dipahami, dimaafkan. Kebrutalan
tindakan kami telah timbul bukan dari rencana dan
keinginan kami tapi semata dari situasi yang bukan
karena kesalahan kami, telah menjebak kami. Itulah
kuncinya: kami harus memandang diri bukan sebagai
penjahat dalam tragedi ini tapi sebagai dua orang sial
yang menjadi korban. Hanya itu satu-satunya cara
kami dapat mengatasinya.
"Oke " bisik Sarah.
Aku menatap Amanda. kepalanya yang bulat;
putriku.
"Oke," balasku.
Saat kami turun dari station wagon, garasi tiba-tiba
dibanjiri cahaya. Sebuah mobil telah berhenti di jalur
masuk. Aku berbalik dan memicingkan mata me
mandangnya.
"Polisi," kata Sarah.
333 Mendengarnya berkata begitu, kurasakan kelelahan
menyelimutiku. Kalau aku panik, itu sepenuhnya intelektual. Jacob buka mulut, bisik suara dalam benakku.
Mereka datang untuk menangkapmu. Pemikiran tersebut menari nari dalam benakku bagai burung, tapi
tidak meresap, tidak menyentuh perasaanku. Aku terlalu lelah untuk bisa terpengaruh; aku hampir men
dekati akhir perbuatanku.
Cahaya tersebut padam dan mobil polisi muncul
berupa bayangan dalam kegelapan jalur masuk. Pintunya membuka.
Kudengar diriku mengerang.
"Shhh," kata Sarah. Ia menyentuhku dari atap
mobil, tangannya terentang sejajar dengan atap. "Me
reka cuma datang untuk memberitahu" bahwa dia
meninggal."
Tapi ia kelim.
Kupaksa diriku kembali ke jalur masuk dan men
dapati deputy berwajah anak petani tengah menungguiku di samping mobil.
Ia mengantarkan anjing Jacob.
Di dalam, Sarah memanaskan sisa lasagna. Aku
menyantapnya di meja dapur dan ia duduk di hadap
anku. Ia menaruh lasagna ke mangkuk untuk Mary
Beth, tapi tidak dimakan sedikit pun. Anjing tersebut
hanya mengendus endusnya, kemudian berbalik dan
pergi dari dapur sambil merintih. Sementara aku
makan, kudengar ia berkeliaran dalam rumah.
"Dia mencari Jacob, bukan " tanyaku.
Sarah menengadah dari lasagna nya. f'Sttt, Hank,"
katanya. "Jangan."
334 Kuambil makananku. Memandangnya membuatku
teringat makan malam terakhirku dengan kakakku.
Kurasakan gelombang emosi saat mengingatnya, bukan
kesedihan maupun perasaan bersalah, tapi lebih merupakan gelombang kehangatan yang membanjiri dadaku. Aku terlalu lelah untuk menangis, dan tidak ingin
membuat Sarah khawatir.
Ia beranjak bangkit dan membawa piringnya ke
wastafel.
Amanda mulai melolong lagi. Kami berdua tidak
mengacuhkannya.
Anjingnya muncul kembali di dapur, merintih.
Kutatap makananku sejenak; kemudian meletakkan
kepala di tangan. Ketika kupejamkan mata, aku me
lihat tabel dokter yang menggambarkan tubuh Jacob.
Sarah membuka keran wastafel.
Di mana mana terdapat lingkaran merah.
Aku terbangun di ranjang, merasa sakit dan kelelahan.
Tubuhku terasa berat, seakan dijahitkan ke kasur.
Mungkin Samh lah yang membawaku ke ranjang,
tapi aku tidak ingat. Aku telanjang; pakaianku
ditumpuk rapi di kursi di sebeiang kamar.
Menilai cahaya kelabu yang menerobos dari balik
tirai, kuputuskan hari telah pagi. Aku tak ingin ber
paling melihat jam. Aku tidak kacau; aku tidak ke
sulitan mengingat semua yang telah terjadi. Di rusukku
terdapat memar, tempat senapan betburu menendangku
ketika kutembakkan.
Perlahan lahan aku sadar telepon tengah berdering.
Kudengar Sarah menerimanya di bawah. Kudengar
3'35 gumaman Suaranya, dan tak bisa kutebak apa yang
dikatakannya.
Anjingnya masih merintih, sekalipun sekarang kede
ngarannya jauh, seakan ia berada di halaman.
Aku mulai melayang, masih kelelahan, tapi segera
terjaga begitu mendengar suara Sarah menaiki tangga,
Setengah tertidur dengan mata hampir tidak terbuka,
kuawasi ia memasuki kaluar.
_ Aku bisa menebaknya dari caranya bergerak bahwa
ia mengira aku masih tidur. Mula mula ia pergi ke
jendela, membawa Amanda ke tempat tidurnya. Kemudian ia mendekati ranjang dan mulai; dengan sangat
perlahan, melepas pakaiannya. Kuawasi tubuhnya dari
balik bulu mataku saat ia perlahan menampilkannya.
Pertama ia melepas kausnya, kemudian BH nya, kaus
kakinya, kemudian jins nya, dan celananya.
Buah dadanya penuh air susu, tapi berat tubuhnya
telah turun banyak setelah melahirkan. Tubuhnya langsing, padat, indah.
Amanda kembali menangis, menirukan suara anjing
di luar jendela, rintihan lembut yang lambat.
Sarah melirik dari diriku ke tempat tidur Amanda
kemudian kembali pada diriku. Ia tampaknya raguragu; kemudian melepas anting-antingnya satu per
satu dan meletakkannya di meja. Keduanya berbunyi
ketika menyentuh kayu meja.
Dalam keadaan telanjang ia menyelinap ke balik
selimut. Ia menekankan tubuhnya ke tubuhku, kaki
kanannya melintang di atas selangkanganku, lengannya
memeluk leherku. Aku berban'ng tanpa bergerak. Kulitnya terasa lembut dan berbedak, membuatku merasa
336 kotor. Ia mencium "pipiku, kemudian membawa
bibirnya ke telingaku.
Aku tahu apa yang akan dibisikkannya bahkan
sebelum ia mengatakannya, tapi aku tetap menunggu,
tegang, seakan semuanya merupakan kejutan.
"Dia meninggal."
337 MEDIA massa membutuhkan waktu 36 jam untuk
menemukan rumahku. Kurasa mereka pasti mengira
Rencana Sederhana A Simple Plan Karya Scott Smith di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
aku tinggal di Ashenville, bukan Delphia, atau mungkin mereka menahan diri sedikit demi adat kuno.
Tapi pada Minggu sore mereka *datang dengan kekuatan penuh. Terdapat van dari ketiga stasiun TV
Toledo Saluran ll, 13, dan M sebagaimana juga
satu dari Saluran 5 Detroit. Ada juga wartawan dan
juru potret Blade Toledo, Free Press Detrqit, Plain
Dealer Cleveland.
Mereka semua, herannya bersikap sopan. Mereka
tidak mengetuk pintu kami, mengintip melalui jendela,
atau mengganggu tetangga. Mereka sekadar menunggu
hingga Sarah atau aku muncul, baik saat kami datang
atau akan meninggalkan rumah. Mereka akan berke
rumun di sekimr mobil sambil memotret dan mengajukan pertanyaan. Karni melewati mereka sambil menun
duk. Aku tak yakin apa lagi dugaan mereka.
Jumlah mereka berkurang pada hari berikutnya.
Malam itu juga, kru TV pergi lebih dulu, kemudian
wartawan koran pergi satu per satu, pindah ke cerita
lain yang lebih menarik. Akhirnya, seminggu kemu
338 dian, halaman tiba tiba kosong dan tenang, jejak bot
berbentuk oval kehitaman di salju dan sisa sisa cangkir
kopi dan pembungkus .i'andwiclz di sepanjang tepi
jalan menjadi satu satunya bukti yang mengingatkan
kami akan kehadiran mereka.
Pemakaman berlangsung susul-menyusul dengan cepat, satu setelah yang lainnya Nancy hari Selasa,
Sonny Rabu, Lou Sabtu, Jacob Senin berikutnya.
Semua digelar di St. Jude, dan aku hadir pada setiap
upacara.
Berita di media massa juga menyiarkannya, dan
aku sekali lagi melihat diriku di TV. Setiap kali aku
terpesona menyaksikan penampilanku. Aku tampak
murung dan bersedih, lemas oleh duka; lebih serius,
lebih bermartabat daripada yang kurasakan dalam
kehidupan sehari-hari.
Jacob tidak memiliki setelan, jadi aku harus mem
belikan satu untuk dikenakan padanya dalam peti.
Sekalipun tampak salah ia takkan pernah mengguna
kannya dalam kehidupan nyata aku tetap saja senang
dengan hasilnya. Setelan tersebut membuatnya tampak
muda bahkan sehat. Dasi cokelat paisley di bawah
dagunya, saputangan mencuat kaku dari saku dada
jasnya. Semua peti mati ditutup selama pemakaman
tapi aku harus melihat Jacob sebelum pemakaman
Pelias mayat lelah membereskannya; kau takkan dapat
menebak penyebab kematiannya Matanya terpejam
dan mereka telah mengenakan kembali kacamatanya.
Aku menatapnya beberapa detik, kemudian mencium
keningnya dan mundur, membiarkan seorang pemuda
dengan anyelir di kelepak jasnya maju dan menyekrup
tutupnya.
339 Sarah membawa Amanda ke upacara pemakaman
Jacob, dan bayinya terus menangis hingga upacara
selesai, merintih pelan di dada ibunya. Sesekali ia
tiba tiba melolong dan suaranya akan bergema dalam
kubah gereja yang rendah, merentangkan suaranya
seperti jeritan dalam penjara bawah tanah. Sarah
mengayun ayunkannya, melantunkan lagu dan berbisik
padanya, tapi tak satu pun membantu. Amanda menolak untuk ditenangkan.
Gereja cukup penuh, walau tak satu pun dari
antara yang hadir itu teman Jacob. Mereka orangorang yang besar bersama kami, orang-orang yang
kukenal melalui Raikley, orang orang yang sekadar
penasaran. Satu satunya teman Jacob hanya Lou, dan
ia telah dimakamkan, menunggu Jacob dalam tanah
di belakang gereja.
Pendeta bertanya apakah aku ingin menyampaikan
beberapa kata perpisahan tapi kutolak. Alasanku tidak
siap; aku akan menangis bila melakukannya, dan itu
mungkin benar. Ia mengerti dan menyampaikannya
sendiri, berputa pura dengan cukup berhasil, seakan
mengenal Jacob secara akrab dan menganggapnya
sebagai putranya sendiri.
Setelah upacara kami berjalan ke pemakaman, tempat makamnya telah disiapkan bempa lubang persegi
di salju. '
Pendetanya menyampaikan beberapa patah kata lagi.
"Tuhan yang memberi," katanya. "Tuhan yang meng
ambil. Diberkatilah nama Tuhan."
Salju mulai turun sedikit saat mereka menurunkan
peti mati ke dalam tanah. Kulemparkan segenggam
tanah beku di atasnya, yang mendarat cukup keras.
340 Potretku saat melakukannya muncul di The Blade
malamnya; menggambarkan diriku terpisah beberapa
meter dari para pelayat lainnya, mengenakan setelan
gelap, membungkuk di atas makam terbuka. Tanah
berjatuhan dari tanganku, bintik bintik putih berjatuhan
di sekitarku. Mirip gambar dalam buku sejarah.
Sarah maju dan menjatuhkan setangkai mawar ke
atas peti. Amanda terisak isak dalarn pelukannya.
Saat kami pergi aku berpaling untuk memandang
makam terbuka tersebut terakhir kalinya makam. Se
orang pria tua dengan backhoe telah siap untuk
menutupnya. Ia tengah bersantai di mesinnya. Enam
meter di_ belakangnya ada seorang wanita bermain
petak umpet dengan dua bocah lelaki kecil di antara
nisan. Ia berlari dan berjongkok di balik salib marmer
besar, dan kedua anak lelakinya, sambil cekikikan
menembus salju untuk mendekatinya dan berteriakteriak gembira saat menemukannya. Wanita tersebut
berdiii dan lari ke nisan berikutnya, tapi kemudian,
setengah jalan menuju ke sana, ia melihatku menga
wasinya lalu membeku. Kedua putranya mengelilinginya sambil nergelak gelak. _
Aku tak ingin membuatnya mengira aku tersinggung
karena sikapnya yang tidak menunjukkan kedukaan,
jadi aku melambai. Kedua bocah tersebut melihatku,
dan balas melambai, tangan mereka tinggi di atas
kepala, seperti orang dalam kapal yang akan ber
angkat. Tapi wanita tersebut membisikkan sesuatu,
dan seketika mereka berhenti.
Kurasakan kehadiran Sarah di belakangku, menunggu
untuk pergi. Kudengar Amanda merengek dalam pelukannya. Tapi aku tidak berbalik; aku berdiri tak bergerak.
341 '
Hari itu aku hampir saja menangis. Aku tak tahu
penyebabnya mungkin kedua bocah lelaki tersebut
mengingatkanku pada diriku dan Jacob sewaktu kanak
kanak tapi aku merasa terguncang, dada dan kepalaku terasa sesak, telingaku berdengung. Bukan
duka, perasaan bersalah, atau penyesalan. Sekadar
kebingungan; gelombang kebingungan mendadak yang
luar biasa atas perbuatanku. Kejahatanku menyebar
di depanku dan aku tak bisa menemukan hal-hal
yang masuk akal di dalamnya. Kejahatanku terasa
misterius, dan asing, 'seakan dilakukan orang lain.
Sarah mengembalikanku ke alam sadar dengan
sentuhan tangannya.
"Hank " katanya, suaranya lembut dan waswas.
Perlahan aku berbalik padanya.
"Kau tidak apa-apa "
Aku menatapnya dan ia tersenyum tenang padaku.
Ia mengenakan mantel wol hitam panjang dan bot
musim dingin. Tangannya terbungkus sarung tangan
kulit tipis; syal putih melilit Iehemya. Ia tampak
sangat cantik. _
"Amanda kedinginan," katanya, memeluk lenganku.
Aku mengangguk dan kemudian, seperti orang tua
sinting, membiarkan diriku dibimbing ke mobil.
Saat kami naik, kudengar mesin backhoe berdemm
hidup.
Hari berikutnya berita tentang kami telah menyebar.
Para tetangga meninggalkan casserole di tangga depan,
selai buatan sendiri, roti buatan sendiri yang baru
saja dipanggang atau pyrex berisi sup. Kenalan dan
rekan sekerja meneleponku, menyatakan simpati. Orang
342 asing yang tergerak oleh kisah kami, menulis surat,
mengutip Mazmur dan buku buku tentang mengatasi
kedukaan, menawarkan saran dan penghiburan. Keramahan mereka mengagumkan dengan semua bela
sungkawa sukarela ini, tapi semuanya membawa peng
aruh yang tidak menyenangkan bagiku, menunjukkan
kekosongan dalam kehidupan Sarah dan aku yang
sebelumnya tidak kami sadari, bahwa kami tidak
punya teman.
Aku tidak_bisa mengatakan bagaimana hal ini bisa
terjadi. Kami punya teman di akademi, Sarah bahkan
punya sepasukan. Tapi entah bagaimana, setelah kami
pindah ke Delphia, mereka menghilang, dan kami
tidak mencari gantinya. Aku tidak merasa kehilangan aku tidak merasa kesepian hanya terkejut. Rasa
nya seperti pertanda buruk bahwa kami bisa hidup
dalam sistem tertutup seperti ini, di mana tak satu
pun dari kami ingin berhubungan dengan dunia luar.
Tampaknya tidak normal, tidak sehat. Dapat kubayangkan apa kata tetangga kalau kami tertangkap.
Mereka tidak begitu terkejut, sebab kami begitu menyendiri, begitu antisosial, begitu rahasia. Selalu orang
yang kesepianlah yang membunuh, dan label. yang
mungkin sesuai bagi kami ini membuatku mempertimbangkannya lebih jauh. Mungkin kami bukan orang
orang biasa yang terjebak dalam situasi luar biasa
seperti anggapan kami selalna ini. Mungkin kami
telah melakukan sesuatu yang menciptakan situasi ini.
Mungkin kami bertanggung jawab atas apa yang
terjadi.
Aku hanya setengah mempercayainya. Dalam benakku aku masih bisa mengingat rangkaian panjang
343 kejadian yang mencapai puncaknya pada pemakaman
Jacob. Secara logis aku bisa menjelaskan bagaimana
setiap kejadian menyebabkan kejadian lainnya, bahwa
tidak ada alternatif lain, tidak ada jalan lain, tidak
ada kesempatan untuk kembali dan membatalkan apa
yang telah kami lakukan. Jacob kutembak karena ia
akan mengacaukan semuanya karena aku telah menembak Sonny karena aku membutuhkan samaran
atas penembakan Nancy yang akan menembakku ka
rena Jacob telah menembak Lou karena mengira Lou
akan menembakku karena Lou mengancamku dengan
senapannya karena aku telah menipunya hingga ia
mengaku telah membunuh Dwight Pedersen karena
Lou telah memerasku karena aku tidak mau mem
berikan bagiannya sebelum musim panas karena aku
ingin meyakinkan tidak ada yang mencari pesawat
terbang tersebut...
Rasanya aku bisa terus begitu sampai selamanya.
Setiap alasan menyingkirkan kebutuhanku untuk menerima tanggung jawab atas akibatnya. Tapi kenyataan
bahwa aku merasakan kebutuhan untuk melakukannya dan aku cukup sering melakukannya, terobsesi
olehnya, mengulanginya seperti mantra dalam kepala
ku tampaknya cukup memberi alasan untuk merasa
khawatir. Aku mulai sedikit meragukan diriku. Aku
mulai meragukan motivasi kami.
Seminggu setelah pemakaman Jacob perhatian publik
tiba-tiba memudar.
Aku kembali bekerja pada hari Senin, dan kehidupanku cepat kembali ke rutinitas-sehari-hari. Sesekali
aku mendengar orang orang di kota membicarakan
344 petistiwa tersebut, dan mereka menggunakan kata
seperti tragedi, mengejutkan, mengerikan, tidak masuk
akal. Tak seorang pun mencurigai sesuatu. Aku tidak
bisa dicurigai: tidak ada motif. bahkan membicarakan
kemungkinannya saja merupakan tindakan yang kejam
dan sembrono. Lagi pula akulah yang kehilangan
kakak.
Mereka menemukan jubah dan lipstik Nancy di
trailer Sonny. Kusaksikan wawancara dengan salah
satu rekan kerja Nancy yang mengatakan telah menduga penyelewengan tersebut sejak beberapa waktu
yang lalu. Ia tidak mengatakan alasannya sampai
berpikiran begitu, dan wartawannya juga tidak menanyakannya; kecurigaannya yang retroaktif sudah
cukup. Orang orang membicarakan bagaimana pema
rahnya Lou malam itu di The Wrangler, bagaimana
ia menuduh seorang pemuda telah mencoba menjegal
nya. Mereka ingat ia berubah emosional, siap berkelahi, pemabuk yang sesaat lagi pasti akan bertindak
kejam. Dan akhimya, untuk menambahkan penutup
dalam cerita kami, Blade Toledo menerbitkan artikel
mengenai utang judi Lou. Kehidupannya tengah hancur
berantakan, katanya, musnah. Ia telah menjadi born
waktu, kehebohan yang siap meledak sewaktu waktu.
Amanda terus bertambah besar. Ia belajar berguling,
yang menurut ibunya merupakan bakat. Sarah memulai
lagi pekerjaan paro waktunya di perpustakaan Delphia
Ia membawa Amanda bersamanya dan meletakkannya
di lantai di balik Checkout counter sementara bekeija.
Februari perlahan berlalu.
*** 345 Aku terus menunda nunda membersihkan apartemen
Jacob. Akhirnya, menjelang akhir bulan, pemilik apar
temennya mengirimiku pesan ke toko makanan, mengatakan apartemen Jacob harus dibersihkan paling
lambat tanggal 1 Maret.
Aku terus menunda hingga tanggal 29. Saat itu
hari Senin, dan aku pulangkerja lebih awal. Aku
mampir di toko palen untuk membeli beberapa kardus.
Kubawa kardus tersebut dan segulung selotip tebal
dari Raikley, lalu menuju toko besi dan menaiki
tangga curam ke kamar Jacob.
Di dalamnya segalanya kudapati persis seperti yang
kuingat, 'Baunya masih sama, kotornya juga, masih
tetap berantakan. Debu yang sama masih melayang
di udara, kaleng kaleng bir kosong yang sama masih
tergeletak di lantai, seprai kotor yang sama masih
setengah tertarik _tertumpuk tak berbentuk di kaki
ranjang.
Aku mulai dengan pakaiannya, karena tampaknya
itulah yang paling mudah. Aku tidak melipatnya,
langsung menjejalkannya ke kardus. Pakaiannya tidak
banyak: enam celana panjang jins dan khaki sete
ngah lusin kemeja flanel, kaus berleher kura-kura
merah manyala, kaus besar bertopi, berbagai T shirt,
kaus kaki, dan pakaian dalam. Di gantungan terdapat
satu dasi biru, bergambar rusa meloncat yang terbordir
Rencana Sederhana A Simple Plan Karya Scott Smith di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
di depannya; ada dua sepatu karet dan satu 'bot; ada
topi topi dan sarung tangan, topeng ski hitam, celana
renang, jaket untuk berbagai musim. Ada celana pan
jang kelabu dan sepatu kulit cokelat yang dikenakannya pada pagi ketika ia meminta bantuanku membeli
kembali pertanian. Setiap kali satu kardus penuh, aku
346 membawanya turun dan memuatnya di bagian belakang
mobil.
Dari pakaian aku pindah ke kamar mandi: peralatan
mandi, handuk, alat cukur, pistol air, setumpuk majalah
Mad. Dari kamar mandi ke ceruk kecil yang digunakan Jacob sebagai dapur kubereskan dua'panci,
penggorengan, sebaki penuh berisi peralatan rumah
tangga yang tidak punya pasangan, empat gelas, setengah lusin piring, sapu yang telah hancur, dan kaleng
kosong' Comet. Segalanya berminyak dan kotor. Kubuang makanannya sekaleng mvi'oli, sekotak Frosted
Flakes, sekarton susu. kantung donat cokelat yang
belum dibuka, roti, tiga in's keju Amerika, apel yang
telah berkerut.
Berikutnya kubersihkan sampah yang isinya botol
bir dan koran tua, pembungkus permen dan kotak
makanan anjing yang sudah kosong. Kemudian aku
pindah ke ranjangnya. Kutarik seprainya, membungkus
jam radionya dengan dua pakaian dalam hangat, dan
menjejalkannya ke kardus Kulempar bantalnya ke
luar pintu. Segalanya samar samar berbau Jacob.
Perabotan dalam apartemen adalah milik pemilik
bangunan, jadi ketika kukemasi seprai dan bantalnya,
tidak ada lagi yang tersisa kecuali petinya. Peti
tentara tua milik Paman selama Perang Dunia kedua,
dan ia telah memberikannya pada Jacob pada hari
ulang tahunnya yang kesepuluh. Rencanaku membawanya turun tanpa memeriksanya, tapi kemudian, pada
saat terakhir, pikiranku berubah. Kuseret peti itu ke
ranjang dan membukanya.
Bagian dalam peti ternyata rapi dan itu mengejut
kan. Di kiri terlipat dan ditumpuk rapi, terdapat
347 seprai dan handuk-mandi cadangan. Dari rumah orangtua kami; aku segera mengenalinya; handuk biru
muda. tampak usang, dihiasi inisial nama Ibu. Spreinya
bermotif mawar. Di sisi kanan peti terdapat kotak
kail merah, Alkitab tua, sarung tangan bisbol, sekotak
peluru senapan Jacob, dan machete. Machete tersebut
milik Paman yang sama' dengan yang memberikan
peti tersebut kepada Jacob. Ia membawanya dari
Pasifik. Madiun) itu panjang dan menakutkan. Bilah
nya tebal dan melengkung. Tangkainya berlapis kayu
cokelat muda. Mac/iate itu seperti benda di museum,
pn'mitif dan berbahaya.
Di bawah muclnzte terdapat buku besar yang tampak kuno. Karena penasaran kukeluarkan buku itu
dali peti dan kuletakkan di tepi ranjang Jacob. Matahari sudah tenggelam saat aku tiba dan apartemen
berubah gelap. Ada cahaya dari kamar mandi, tapi
hanya itu, jadi aku harus berusaha keras untuk bisa
membaca judul bukunya yang tercetak dengan tinta
emas di sisinya. Manajemen Pertanian dari A sampai
Z. Kuhuka sampulnya. dan di dalamnya, pada bagian
halaman yang kosong, kudapati tertulis dengan pensil,
nama Ayah. Di bawahnya, Jacob telah menuliskan
namanya sendiri dengan tinta. Kuanggap ini pasti
salah satu warisan Ayah, pengganti yang menyedihkan
bagi pertaniannya sendi1i. Tapi ketika aku mulai membuka buka halamannya, kulihat Jacob telah memperlakukan warisannya yang satu ini dengan perhatian
khusus. Banyak bagiannya yang digarisbawahi, bagian
tepi tepinya dipenuhi catatan. Ada bab tentang irigasi,
saluran pembuangan, perawatan peralatan, pupuk, pa
348 sar biji bijian, peraturan pemerintah, harga pengapal
an semua hal yang kukatakan Jacob tidak mema
haminya. .
Ia telah belajar menjadi petani.
Aku membalik halaman kembali ke depan dan
memeriksa tanggal hak ciptanya. Buku itu diterbitkan
tahun 1936, lebih dari lima puluh tahun yang lalu.
Tidak ada pembahasan tentang pestisida maupun her
bisida dan pemupukan tanah. Peraturan pemerintah
yang didiskusikan panjang lebar telah diubah beberapa
kali. Kakakku berjuang mempelajari buku yang sudah
ketinggalan zaman.
Kutemukan lembaran kertas terlipat di bagian belakang buku. Kertas tersebut berisi denah pertanian
Ayah, digambar melihal dari hasilnya oleh Jacob
sendiri. Denah itu menunjukkan tempat lumbung seha
msnya berada, tempat mesin, lumbung biji. Gambar
tetsebut menunjukkan batas ladang dengan perhitungan
tepat titik demi titik dan panah kecil untuk menggambarkan pola saluran pembuangan. Foto rumah
kami dijepitkan dengan penjepit kertas di sudut kanan
atas kertas, diambil terlihat dari tidak adanya tirai
di jendela sebelum dimnluhkan. Mungkin Jacob bah
kan ke sana untuk menyaksikan penghancurannya.
Sulit bagiku untuk menyampaikan apa yang kurasakan saat memandang foto, diagram, dan Buku
penuh catatan tersebut. Kurasa muIa mula timbul
penyesalan, harapan sederhana seandainya peti tersebut
kubiarkan tertutup, dan kuikuti rencanaku semula,
membawanya ke mobil tanpa terusik oleh isinya. Aku
mereneakan hanya sebentar di sini, mengerjakan
semuanya dengan efisien. Aku telah mengantisipasi
349 kemungkinan adanya barang milik kakakku yang membahayakan dirik'u dan karenanya melakukan tugasku
dengan sangat hati-hati, seakan seisi ruangan telah
dipasangi jebakan, benda paling tidak berbahaya seakan telah dihubungkan dengan bom kesengsaraan
dan penyesalan. Aku juga hampir menariknya. nyaris
mencapai akhirnya sebelum ceroboh oleh rasa penasaranku kubuka peti tersebut. Dan sekarang aku
duduk di tepi ranjang Jacob, air 'mata membanjiri
mataku, apartemen kosong dan gelap tersebut menggemakan suara napasku, isakan lembut kedukaanku.
Kedukaan: penjelasan paling dekat yang bisa kugunakan untuk menjabarkan perasaanku. 'Iiba tiba seakan
ada tumor yang merekah di dadaku, menyingkirkan
paru-paruku, mengambil tempat yang diperlukan untuk
bernapas, hingga aku tersengal sengal untuk mengisi
nya dengan udara. Aku masih mempercayai apa yang
dikatakan Sarah. Kami telah melakukan tindakan yang
benar satu satunya tindakan yang bisa kami lakukan,
yaitu menyelamatkan diri kalau seandainya aku tidak
menembak Sonny dan Jacob. kami pasti akan ter
tangkap dan dipenjara. Tapi pada saat yang sama aku
berharap sepenuh hati tidak satu pun dari seluruh
kejadian tersebut benar benar terjadi. Kupikirkan kesakitan yang pasti dirasakan oleh Jacob. Tubuhnya
dijejali selang, bagian dalamnya terkoyak koyak. Aku
teringat kedatangannya untuk menolongku pada akhir
nya, menembak sahabat terbaiknya untuk melindungiku, adiknya. Segalanyapun terlapis kedukaan.
Aku sadar Jacob tidak berdosa, ia seperti kanakkanak. Tidak peduli apa yang dikatakan Salah tentang
kecelakaan, membela diri, dan tidak adanya pilihan
350 lain, aku masih tetap bersalah atas kejadian yang
menimpanya. Aku pembunuhnya, tidak mungkin melarikan diri dari kenyataan tersebut. Itu kesalahanku,
desaku, tanggung jawabku.
Aku duduk menangis di sana selama kurang lebih
sepuluh atau lima belas menit. Dan kemudian, tanpa
benar benar menginginkannya menangis seperti itu
membuatku lega, Aku merasa saleh, bersih, seakan
disucikan aku berhenti, terdiam bagai seseorang yang
terdiam setelah muntah-muntah. Tubuhku, menurut
keinginannya sendiri, berhenti menangis.
Aku menunggu sejenak, menghela napas dalam
dalam untuk melihat apa yang terjadi berikutnya, tapi
tidak terjadi apa apa._,Malam bertambah larut. Kudengar seseorang berjalan mondar-mandir di apanemen
di atasku. Lantai papannya berdetak diinjaknya. Seser
kali, daii-luar jendela, kudengar deru mobil melintas
di Main Street. Letupan lembut terdengar dari dalam
radiatomya.
Kuhapus wajahku dengan tangan. Kulipat kembali
diagramnya dan menyelipkannya kembali ke dalam
buku. Kuletakkan buku di dasar peti dan menutupnya.
Lengan bajuku telah kugulung selama mengemasi,
dan sekarang dengan hati hati kubuka gulungannya
lalu mengancingkan mansetnya
Aku merasa terguncang dan sedikit rapuh, seakan
belum makan seharian. Aku menyadari beratnya baju
yang menekan tubuhku. Wajahku masih basah oleh
air mata, dan kurasakan kulitnya sedikit mengencang
saat air mataku mengering. Bibirku terasa asin.
Bahkan sebelum berdiri aku tahu bagaimana akan
menerima kejadian malam ini. Aku akan memandangnya
351 sebagai anomali, penyimpangan dalam kehidupanku,
keputusasaan kecil di mana aku jatuh dan akhirnya berhasil membebaskan di ri. Aku tidak akan menceritakannya pada Sarah. Aku akan tetap menyembunyikannya,
merahasiakannya. Dan kalau itu terjadi lagi aku tahu
pasti akan terjadi lagi aku akan mengulangi prosesnya. Karena bahkan pada saat aku menangis duduk tersengal sengal menghela napas, kusadari kejadian tersebut
tidak berarti apa-apa, tidak bisa menghapuskan kejahatanku, bahkan mengubah perasaanku terhadapnya Apa
yang kulakukan telah terjadi, dan satu satunya cara
agar aku bisa berfungsi terus dan bisa melewati kematian kakakku, adalah dengan menerimanya. Kalau ti
dak, kalau aku memberi kesempatan kedukaanku per
lahan akan berubah menjadi penyesalan, penyesalanku
menjadi perasaan bersalah, dan perasaan bersalahku
menjadi keinginan yang luar biasa untuk dihukum. Ini
akan meracuni hidupku. Aku harus mengendalikannya,
mendisiplinkannya, membagi-baginya.
Sekitar semenit kemudian aku beranjak bangkit
dan mengenakan jaketku. Aku ke kamar mandi dan
mencuci muka di wastafel. Kemudian kubawa peti
dan kotak seprai ke bawah, mengunci pintu apartemen
Jacob di belakangku.
Kutinggalkan kardus-kardus tersebut di bagian belakang mobilku. Aku tahu kalau kukeluarkan benda
benda itu pasti untuk membuangnya, dan saat itu aku
tengah tak ingin melakukannya.
Tampaknya Mary Beth adalah satu-satunya makhluk
hidup selain diriku yang berduka atas kematian Jacob.
Anjing itu mengalami perubahan kepribadian yang
352 luar biasa dalam minggu minggu setelah tiba di ru
mahku. Ia menjadi pemarah, penyalak. Ia mulai menggeram kepada kami dan memamerkan giginya kalau
kami mau menepuk nepuknya. '
Sarah mengkhawatirkan keselamatan Amanda. Ia
takut anjing tersebut akan menyerangnya, jadi ku
putuskan untuk meletakkannya di luar. Setiap pagi
sebelum berangkat bekerja kuikat anjing tersebut di
pohon hawthame di halaman depan, dan di malam
hari ia kuikat di garasi. Rutinitas baru ini tampaknya
justru memperburuk keadaan. Sepanjang hari ia duduk
di salju di depan dan menyalak pada mobil yang
melintas, pada kanak kanak yang tengah menunggu
bus sekolah di sudut jalan, pada petugas pos yang
tengah berkeliling. Bagian lehernya terluka karena ia
menyentak nyentak tali pengikamya. Pada malam hari
ia melolong di garasi, berulang kali untuk waktu
yang lama,-dan Suaranya akan bergema di sepanjang
jalan. Di antara kanak kanak di jalan tersebut, telah
beredar isu bahwa rumah-kami berhantu. Mereka
menyatakan lolongan di malam hari itu bukan berasal
dari anjingnya, tapi dari roh kakakku yang tersiksa.
Amanda, seakan terinfeksi, juga menjadi pemarah,
keras kepala, sulit untuk disenangkan maupun-di
tenangkan. Ia lebih sering menangis dan suaranya
sekarang lebih tinggi, seakan mengeluh tentang sakit
yang nyata dan bukannya sekadar merasa tidak nyaman. Ia menjadi semakin lekat dengan ibunya dan
mulai menjerit jerit kalau tidak melihatnya, merasakan
sentuhannya, atau mendengar suaranya. Yang lebih
mengerikan, beruang Jacob lah yang paling bisa menenangkannya. Begitu suara pria dalam dada boneka
353 tersebut mulai menyanyi, ia membeku, seluruh tubuh
nya seakan mendengarkan, mengikuti nadanya:
Frere Jacques, Franz Jacques.
Darmez-vaus Donna ,-v0us
Sannez les marines, Sonnez les marines.
Ding, dang, dang. Ding, dang, dang.
Aku cuma bisa menenangkannya di waktu malam.
kalau hari telah gelap dan ia sudah terlalu mengantuk.
Setelah berdebat beberapa kali, kujual truk Jacob
pada toko makanan. Sekarang, setiap kali aku masuk
kantor kulihat truk tersebut diparkir di jalan, bagian
belakangnya _menurun dibebani berkarung karung biji.
Seminggu setelah apartemen kakakku kubersihkan,
sheriff datang mengunjungiku di kantor. Ia menanyakan
apa yang akan kulakukan dengan senapan Jacob.
"Sejujurnya, aku belum memikirkannya, Carl," kata
ku. "Kurasa akan kujual."
Ia duduk di kursi di sebelah mejaku. Ia mengenakan
seragamnya dan jaket polisi berwarna hijau tua. Topi
nya terletak di pangkuannya. "Sudah kuduga kau
mungkin akan menjualnya," katanya. "Dan kuharap
kau mengizinkan aku menjadi penawar pertama."
"Kau mau membelinya "
Ia mengangguk. "Sudah lama aku mencari senapan
berburu yang baik."
Membayangkan ia memiliki senapan Jacob mem
buatku merasa tidak enak. Bagaimanapun rasanya
seperti sepotong bukti, dan aku tak ingin ia memilikinya. Tapi aku tidak tahu bagaimana menolaknya.
354 "
"Kurasa bukan masalah tawar menawarnya, Car ,
kataku. "Tentukan saja berapa dan kau boleh meng
ambilnya."
"Bagaimana kalau empat ratus dolar "
Aku melambai sedikiL "Kujilal tiga ratus."
"Kau bukan penjual yang baik, Hank." Ia tersenyum.
"Aku tidak mau mengambil keuntungan darimu."
"Empat ratus harga yang layak. Itu senapan berkualitas." "
"Baik kalau begitu. Terserah padamu. Tapi aku
tetap menjualnya tiga ratus."
Ia mengerutkan kening. Kulihat sekarang ia ingin
membayar lebih murah tapi merasa telah menjebak
diri sendiri untuk membayar empat ratus.
"Bagaimana kalau kuantarkan ke kantormu besok
pagi," tawarku, "dan kau bisa mengirimiku cek kalau
sudah memeriksanya lebih teliti "
Rencana Sederhana A Simple Plan Karya Scott Smith di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ia mengangguk lambat. "Kedengarannya boleh
juga."
Kemudian kami membicarakan hal hal lainnya:
cuaca, Sarah, bayinya. Tapi ketika ia beranjak bangkit,
ia kembali membicarakan senapannya. "Kau yakin
mau menjualnya " tanyanya. "Aku tidak mau men
desakmu."
"Aku tidak begitu memerlukannya, Carl. Tidak
pernah berburu seumur hidup."
j'Ayahmu tidak pernah mengajakmu berbum sewaktu
kanak kanak " Ia tampak terkejut.
"'Tidak," kataku. "Aku tidak pernah menembakkan
senapan."
"Sekali pun tak pernah "
355 Aku menggeleng.
Ia berdiri di depan mejaku, menatapku selama beberapa detik. Ia memegang topinya, dan memainkan pinggirannya. Sejenak ia tampak ingin duduk kembali.
"Tapi kau tahu bagaimana caranya menembak, bukan "
Aku tiba tiba waspada, dan memikirkannya baik
baik. Suaranya berubah, jadi tidak begitu santai. Kini
ia tidak menanyakannya sekadar untuk bercakap cakap.
Ia menanyakannya karena menginginkan jawabannya.
"Kurasa," kataku.
Ia mengangguk, berdiri di tempatnya seakan mengharapkan lebih banyak. Aku berpaling, menatap mejaku, pada tanganku yang terpentang di atasnya. Dalam
cahaya terang lampu baca bulu punggung jemariku
tampak kelabu Aku mengepalkannya.
"Seberapa baik kau mengenal Sonny " tanyanya
tiba-tiba.
Aku menengadah memandangnya, jantungku berdebur lebih cepat. "Sonny Major "
Ia mengangguk.
"Tidak begitu baik. Aku tahu siapa dia, dia tahu
siapa aku. Itu saja."
"Kenalan biasa."
"Ya," aku menyetujui. "Kami menyapa kalau berpapasan di jalan, tapi tidak berhenti untuk bercakap
cakap."
Carl membutuhkan waktu sedetik untuk memahaminya, kemudian ia mengenakan topinya. Ia beranjak
pergi.
"Kenapa " tanyaku.
Ia mengangkat bahu. "Cuma penasaran." Ia terse
nyum singkat.
356 Aku percaya padanya. Dapat kutebak ia sekadar
penasaran dan bukannya curiga. Ketika perasaannya
terhadap karakterku mungkin telah membuatnya menutup mata dari kemungkinan aku yang membunuh
Jacob, Sonny, dan Nancy, perasaannya terhadap Lou
sebaliknya membuatnya sulit untuk menerima cerita
kami. Kurasa ia merasa ada yang tidak beres, tapi
tidak bisa memperkirakan apa tepatnya. Ia bukannya
menyelidiki, tapi sekadar mengulangi peristiwanya,
mencari-cari kepingan yang hilang. Aku mengetahui
hal itu, melihat bahwa ia bukan ancaman. Tapi per
cakapan tersebut masih tetap membuatku tidak tenang.
Setelah kepergiannya aku bemlang kali mengulangi
semua yang kukatakan, semua gerakan yang kulakukan, mencari kesalahan, pengakuan bersalah yang
tidak kentara. Tentu saja tidak ada apa-apa, cuma
sekadar kegelisahan biasa yang semakin lama semakin
menyeruak setiap kali aku berusaha menekannya.
Kuberitahu Sarah senapannya telah kujual pada
sheriff tapi tidak tentang pertanyaannya.
Setelah kunjungan Carl ke kantorku, malamnya
Amanda membuat kami terjaga hingga larut dengan
tangisannya. Kami berbaring di ranjang bersamanya,
lampu dipadamkan, kamar gelap, Sarah memeluk bayinya sementara aku tems menerus memutar teddy bear
Jacob. Lewat tengah malam baru Amanda tertidur.
Sarah dan aku duduk dalam kesunyian setelahnya,
seakan terpesona, takut kalau gerakan sekecil apa
pun akan membangunkan bayi'yang terlelap tersebut.
Kaki kami bersentuhan di balik selimut, kurasakan
kulit Sarah, sedikit kehangatan di sepanjang betisku.
357 "Hank " bisiknya.
"Apa "
"Kau bersedia membunuh demi uangnya " Nadanya
bergurau, tapi bisa kudengar nada dalam suaranya
bersungguh sungguh.
"Aku tidak membunuh mereka demi uangnya,"
kataku.
Kurasakan Sarah berpaling memandangku dalam
kegelapan.
"Aku melakukannya agar kita tidak tertangkap.
Aku melakukannya untuk melindungi kita."
Amanda mendesah dan Sarah menggoyang goyang
kannya. "Kalau begitu kau akan membunuhku agar
tidak tertangkap " bisiknya. Kesungguhan dalam suara
nya semakin menyingkirkan gurauannya.
"Tentu saja tidak," kataku kembali menyandar.
Kuletakkan kepalaku di bantal, sengaja menunjukkannya, berusaha untuk mengakhiri pembicaraan. Aku
tidak memandangnya ke arahnya.
"Bagaimana kau tahu kau bisa lolos, dan kalau
tidak, aku yang akan menyerahkanmu "
"Kau tidak akan menyerahkanku."
"Katakan saja perasaanku berubah. Aku mau meng
aku."
Aku menunggu sejenak, kemudian berbalik meman
dangnya. "Apa katamu "
Sarah tampak seperti sosok gelap pada langitlangit di atasku. "Cuma permainan. Situasi hipotesis."
Aku tidak mengatakan apa apa.
"Kau akan dipenjara," katanya.
"Aku membunuh'mereka demi kau, Sarah. Demi
kau dan Amanda."
358 Ranjang berderak saat ia memindahkan berat tubuhnya. Kurasakan kakinya bergerak menjauhiku.
"Katamu kau membunuh Pedersen demi Jacob."
Kupikirkan kata katanya sedetik. Benar, tapi tampaknya keliru. Aku berusaha mencari jalan keluar
"Aku tidak bisa melakukannya," kataku. "Aku lebih
baik dipenjara. Cuma kalian berdua yang kumiliki."
Kuulurkan tanganku untuk menyentuh tapi ternyata
mengenai Amanda. Ia terbangun dan mulai menangis.
"Sttt," kata Sarah. Kami berdua mendengarkan,
menahan diri agar tidak bergerak. hingga bayinya
tenang.
"Kau tidak berpikir kalau bisa membunuh Jacob
sebelum membunuhnya. bukan " bisik Sarah.
"Itu lain. Kau tahu."
"Beda "
"Aku" bisa mempercayaimu. Aku tidak bisa memper
cayainya." Begitu mengatakannya, kusadari bagaimana
kedengarannya. Hanya setengah dari yang kumaksudkan, tapi aku tidak mengatakan apa apa lagi. Tam
paknya cuma memperburuk keadaan dengan mengungkitnya lagi.
Sarah duduk berpikir.
"Kau paham maksudku," bisikku.
Ia mengangguk, sulit bagiku untuk melihatnya. Se
telah beberapa saat ia turun dari ranjang dan mem
bawa Amanda ke tempat tidurnya. Ketika kembali ia
menempelkan tubuhnya padaku rapat rapat. Aku bisa
merasakan napasnya pada leherku, dan itu membuatku
menggigil.
Aku berdebat sejenak sebelum berbicara. Kemudian
kataku, "Kau akan membunuhku "
359 "Oh, Hank." la menguap. "Kurasa aku tidak bisa
membunuh siapa pun." '
Di luar, di garasi, seakan lebih dekat dari yamg
sebenarnya, kudengar anjing tersebut mulai melolong.
Hantunyu Jacob, pikirku. '
Sarah mengangkat kepala dan mencium pipiku.
"Selamat malam," katanya.
Rabu malam aku pulang kerja dan mendapati tiga
koran tergeletak di meja dapur. Fotokopi artikel dari
Blade Toledo. Yang pertama bertanggal 28 November 1987, dan hmdlinc nya berbunyi: '
Duet Maut Membunuh Enam Kurban,
Menculik Sung Pewaris
Tebusan Besar Dituntut
Artikel tersebut bercerita tentang Alice McMartin, putri
miliuner Detroit Byron McMartin yang berusia tujuh
belas tahun. Pada malam tanggal 27 November, Alice
diculik di bawah todongan pistol dari rumah ayahnya di
Bloomfield Hills, Michigan. Para penculiknya
mengenakan seragam polisi, membawa lencana. revolver resmi, dan tongkat polisi, masuk dengan paksa
beberapa menit setelah pukul 20.00. Kamera keamanan
merekam saat mereka memborgol keenam karyawan
rumah McMartin cmpat satpam, pelayan, dan sopir
dengan lengan di belakang punggung sebelum memaksa
mereka berlutut menghadap dinding. Para penculik
kemudian bergantian menembak bagian belakang kepala
korban dengan, menggunakan revolver satpam.
Byron McMartin dan istrinya menemukan bahwa
360 putri mereka bilang, sebagaimana juga enam mayat,
saat pulang dari perjamuan sosial lewat pukul 22.00.
Artikel tersebut mengutip sumber tanpa nama yang
mengatakan bahwa penculik telah meninggalkan pesan
menuntut tebusan sebanyak 4,8 juta dolar dengan
uang yang tidak ditandai.
Artikel kedua, seperti yang pertama, berasal dari
halaman depan Toledo Blade. Headlinc-nya berbunyi:
Mayat Pewaris Diidcntrflkari Agen Federal
Ayah Kehilangan Putri & Tebusan
Artikel tersebut diberi tanggal Sandusky, OH, 8
Des., dan menceritakan bagaimana mayat Alice Mc
Martin yang disumpal dan diborgol telah diangkat
dari Danau Erie tiga hari sebelumnyaoleh nelayan
setempat. Mayat tersebut dibiarkan di air beberapa
waktu lamanya, karena FBI memerlukan catatan gigi
wanita muda tersebutuntuk mengkonfirmasikan iden
titasnya. Ia telah ditembak di kepala bagian belakang
sebelum dibuang ke danau, mungkin sekitar 24 jam
setelah diculik.
Tebusan lelah dibayarkan, kata artikel tersebut,
setelah FBI memberitahu ayah Alice bahwa pemba
yaran akan membantu menangkap para penculik.
Artikel terakhir dari halaman tiga Toledo Blade
dimulai dengan:
FBI Mengidentifikasi Pam Penculik McMartin
Detroit, 14 Des. (AP) Dcngan menggunakan
361 rekaman kamera keamanan pada penculikan Alice
McMartin, putri miliuner dan mantan produsen
gelas kertas Byron McMartin, pada tanggal 27
November Keenam karyawan rumah McMartin
dibunuh, sementara FBI berhasil menentukan idmtitas kedua tersangka dan memulai perburuan
manusia secara nasional atas keduanya.
Kedua pria tersebut, yang diidentiikasi sebagai
Stephan Bokovsky. 26, dan Vernon Bokovsky. 35,
berasal dari Flint, Michigan, merupakan kakak adik.
FBI, bertindak atas dasar firasat bahwa salah
satu dari kedua penculik adalah mantan karyawan
Mr. McMartin, meneliti ribuan arsip pribadi, berusaha mencocokkan foro karyawan dengan foto
samar-samar bermutu rendah yang diambil dari
kamera keamanan.-K_ccacokan ditemukan ketika
mereka membuka arsip Bokavsky muda. Ia pemah
menjadi tukang kebun di rumah McMartin selama
musim panas 1984.
Vernon Bakovsky, yang lebih tua, diidentifikasi
setelah agcn-agcn FBI mewawancarai orangtua
mereka, Georgina dan cyms Bokovsky, di Flint.
Kedua tersangka dilaporkan tinggal bersama kedua orangtua mereka sepanjang bulan November:
Cyrus Bakovsky yang dihubungi lewat telepon,
memberitahu wartawan Blade bahwa ia tidak pernah bertemu dengan kedua putranya sejak 27
November; malam penculikan.
Vernon dibebaskan bersyarat dari Lembaga Pe
masyarakatan Milan tahun 1986 setelah menjalani
tujuh dari 25 tahun hukuman karena pembunuhan
362 terhadap tetangganya di tahun 1977 setelah bertengkar
masalah penjualan mobil. FBI yakin mampu melacak
dan menangkap para tersangka. "Sekarang sesudah
kami mengidentifikasi mereka," kata salah seorang
agen, "hanya masalah waktu untuk menangkapnya.
Mereka bisa melarikan diri sesukanya, tapi cepat
atau lambat, entah minggu depan atau tahun depan,
kami akan menangkap mereka."
Artikel tersebut berakhir dengan kutipan dari agen
yang sama, yang menyatakan kemarahan atas kebru
talan kejahatan kedua kakak-beradik tersebut:
"Sangat metodis dan kejam, " kata Agen Teil.
"Jelas sekali keduanya telah merencanakan dengan sangat hati hati. Mereka bukan membunuh
karena panik Bira Anda lihat sesudah menyaksikan betapa renangnya mereka dalam kamera. Mereka tahu persis apa yang dilakukan."
Teil berspekulasi bahwa mereka membunuh ke
enam karyawan McMurtin untuk menyingkirkan
kemungkinan mereka akan mengenali Stephen
Bakovsky.
"Mereka menmndangnya sebagai menghapus
kemungkinan, " katanya. "Untungnya mereka lupa
tentang kameranya."
Aku kembali membaca artikel pertama, kemudian
membaca ulang kedua artikel lainnya. Dalam artikel
ketiga terdapat tiga foto. Yang pertama pasfoto Stephen
Bokovsky dari kartu karyawan pada McMartin Estate. Ia kecil, rambutnya hitam, dan bibirnya tipis.
Matanya cekung dan tampak kelelahan.
363 Foto kedua adalah foto Vernon sewaktu ia di
penjara. Ia berjanggut lebat, rahangnya terkatup rapat
seakan kesakitan. Ia jauh lebih besar daripada Stephen.
Mereka tidak mirip.
Foto ketiga merupakan pembesaran dari kamera
keamanan yang menunjukkan Stephen membidik ke
belakang kepala pria yang berlutut.
Aku memandang ke sekeliling dapur. Di atas tungku
terdapat panci yang memperdengarkan gelegak air
Rencana Sederhana A Simple Plan Karya Scott Smith di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mendidih. Baunya seperti setup daging. Sarah di lantai
atas bersama bayinya. Aku bisa mendengarnya, gumaman rendah suaranya. Kedengarannya seperti ia
tengah membaca keras keras. Rajutannya tergeletak
di meja, ditumpuk begitu saja dengan jarum pan
jangnya yang mencuat ke atas bagai jebakan.
Aku membaca ulang artikel tersebut. Setelah selesai,
aku naik ke lantai atas.
Sarah tengah di kamar mandi, mandi bersama
Amanda. Ia menengadah saat aku masuk, sekilas
memandang fotokopi di tanganku. Tampaknya ia se
nang melihatnya. Wajahnya cerah penuh kemenangan.
Ia menyeringai padaku.
Kamar mandi penuh uap. Kututup pintu di bela
kangku dan duduk di toilet yang tertutup, mengendurkan dasiku.
Amanda tengah telentang di air hangat, tersenyum
lebar, tetap mengambang ditahan oleh paha Sarah.
Sarah tengah condong ke depan, tangannya menahan
belakang kepala bayi. Salah satu kaki mungil Amanda
menekan buah dadanya membuatnya melekuk sedikit.
Sarah tengah mengarang cerita untuk Amanda. Ia
364 hanya berhenti sejenak saat aku muncul, kemudian
melanjutkan ceritanya.
"Ratu sangat marah," katanya, menggoyangkan
bayinya di air. "Dia menghambur keluar dari ruang
dansa, menatap ke kiri dan kanan penuh kemarahan.
Raja berlan' mengejarnya, seluruh istana mengikutinya.
"Kekasihku!" teriaknya. 'Maafkan aku!" Ia lari ke
jalan, sambil terus memandang ke sana kemari. 'Ke
kasihku!" teriaknya. "Kekasihku!" Ia mengirim'prajurit
untuk mencan' Ratu di kota. Tapi Ratu sudah lenyap."
Amanda tertawa kecil. Ia menamparkan salah satu
tangannya ke air, dan menimbulkan bunyi yang keras.
Ia menendang buah dada Sarah. Sarah juga tertawa.
Aku tidak tahu apakah ceritanya telah selesai atau
belum, jadi kutunggu beberapa saat sebelum berbicara.
Fotokopinya berada di pangkuanku samar samar me
nebarkan bau kimia di udara yang lembap.
Sarah mengangkat pahanya, kemudian menjatuhkan
nya, membuat bayinya tersentak. Mereka berdua tampak merah muda oleh air. Ujung rambut Sarah kusut
dan lembap.
"Kau menemukannya di perpustakaan " tanyaku.
Ia mengangguk.
"Kurasa itu pasti uang kita, bukan "
Ia mengangguk lagi, membungkuk untuk mencium
kening Amanda. "Kau mengenali salah seorang dari
mereka " tanyanya.
A'ku berpaling memandang halaman belakang dan
menatap fotonya. "Sulit mengatakannya, wajahnya su
dah habis termakan burung."
"Pasti ini uang kita."
" "Dia pasti yang lebih muda. Orangnya kecil." Aku
365 mengulurkan foto itu ke arahnya. "Yang satunya
besar."
Ia tidak memandang fotonya. Ia tengah mengawasi
Amanda, "Aneh, bukan, kenyataan bahwa mereka
bersaudara "
"Maksudmu "
"Maksudku, kau dan Jacob."
Kubiarkan benakku memikirkannya sejenak, tapi
kemudian kuhenlikan. Ini bukan sesuatu yang ingin
kupikirkan. Kuletakkan fotokopi tersebut di tepi wastafel.
"Bagaimana kau menemukannya " tanyaku.
Ia mencabut sumbat saluran pembuangan dan ter
dengar suara berdesir keras dan' bawah lantai kamar
mandi saat air mencari jalan keluar. Amanda berbaring
tidak bergerak. la mendengarkan.
"Kucari koran-koran lama sejak kau menemukan
pesawatnya. Aku tidak perlu mencari terlalu lama.
Ada tepat di halaman depan. Waktu kulihat, aku
bahkan ingat pernah membacanya."
"Aku juga."
"Tapi waktu itu cuma artikel biasa. Tidak tampak
penting."
"Tapi sekarang berbeda. Benar "
Ia memandangku sekilas. "Bagaimana "
"Cara kita meyakinkan diri untuk menyimpan uangnya karena itu uang yang hilang dan bukan milik
siapa pun, tidak ada yang mencarinya."
"Lalu " '
"Lalu sekarang kita tahu ada yang mencarinya.
Kita tidak bisa lagi mengatakan ini bukan mencuri."
Ia menatapku kebingungan dari bak mandi. "Dari
366 dulu ini memang mencuri, Hank," katanya. "Cuma
sebelumnya kita tidak tahu dari siapa. Mengetahui
asalnya tidak mengubah apapun."
Tentu saja ia benar. Aku mengerti begitu ia menga
takannya,
"Kurasa ada baiknya sekarang kita tahu dari mana
asalnya," katanya. "Aku mulai khawatir itu uang
palsu atau ditandai. Kalau semua yang telah kita
lakukan sia sia, kita takkan pernah bisa menghabis
kannya"
"Masih ada kemungkinan uang itu ditandai," kataku.
Kurasakan jantungku berdenyut menyakitkan mende
ngar gagasan tersebut. Uang itu tidak berharga; kami
membunuh mereka semua hanya untuk satu tas kertas.
Benakku berputar pada pemikiran tersebut, semua
perjuangan dan pilihan kami yang mengerikan sekarang
tidak ada artinya, seperti ini.
Tapi Sarah mengenyampingkannya. "Mereka me
nuntut uang tak bertanda. Itu disebutkan dalam artikelnya." .
"Mungkin itu sebabnya mereka menembak sandera.
Mungkin mereka mendapat tebusannya dan mendapati " '
"Tidak," potongnya. "Disebutkan bahwa mereka
membunuhnya seketika. Mereka menembaknya bahkan
sebelum melihat uangnya." _
"Apa kita tidak bisa menebak hanya dengan me
mandangnya Bisakah kau mengacungkannya ke lampu
ultraviolet atau apa "
"Mereka tidak zdcan memberikan uang bertanda.
Risikonya terlalu besar."
"Cuma rasanya "
"Percayalah, Hank. Uang itu tidak bertanda."
Aku tidak mengatakan apa-apa.
"Kau terlalu ketakutan. Kau cuma mencari-cari
alasan untuk khawatir."
Pusaran air kecil terbentuk di dasar bak. Kami
berdua mengawasinya berputar. Saluran pembuangan
menimbulkan bunyi mengisap yang keras di bawahnya.
"Ini membuatku ingin kembali ke pesawat," kataku.
"Memeriksa apakah benar dia orangnya atau bukan."
"Apa dia membawa dompet "
"Aku bahkan tidak berpikir untuk memeriksa."
"Kembali adalah perbuatan bodoh, Hank. Iru sama
-saja dengan menyerahkan diri." '
Aku menggeleng. "Aku tidak akan kembali."
Sarah mengangkat Amanda dari kakinya, air hampir
lenyap dari bak. "Ambilkan handuk," katanya.
Aku beranjak bangkit, menarik handuk dari rak.
Kuangkat bayinya dari tangan Sarah, membungkusnya,
dan kemudian membawanya kembali ke toilet. Setelah
aku duduk, kuletakkan Amanda di pangkuanku, meng
guncang guncangkannya sedikit. Ia mulai menangis.
"Yang membuatku takut," kataku sambil mengawasi
Sarah mengeringkan diri, "Ada orang di luar sana
yang tahu tentang uangnya."
"Dia ketakutan, Hank, mereka tahu namanya."
"Kata FBI mereka yakin akan menangkapnya. Dia
akan menceritakan lenyapnya adiknya dan uang itu
dalam pesawat."
"Lalu "
"Hubungannya mudah sekali terlihat, Sarah. Tak
sulit untuk menyatukan segalanya. Carl tahu aku
mendengar pesawat yang mengalami kerusakan mesin
368 di cagar alam. Dia tahu tentang penembakan Jacob,
Lou, Sonny, dan Nancy. Kalau mereka menemukan
pesawatnya dan tahu sehamsnya pesawat tersebut
membawa empat juta dolar..." Aku tidak menyelesaikan kalimatku. Mendengar diriku mengatakan semua
nya ini, membuatku tersentak panik. Kurasakan getaran
otot di punggung leherku. Aku melambai ke fotokopi
di atas wastafel. "Seperti mereka sudah melupakan
kamera keamanan, kita pasti sudah melupakan se
suatu."
Ia meletakkan handuknya ke gantungan pakaian.
Jubah mandinya tergantung di balik pintu; ia mengambil dan mengenakannya, kemudian mengambil
Amanda dari pangkuanku.
"Hanya kita yang melihat hubungannya dengan
jelas," katanya tenang. "Tidak ada yang akan melihatnya." Perlahan Amanda berhenti menangis.
Aku beranjak bangkit. Aku mulai berkeringat'di
balik kemejaku, jadi kulepas jasku dan kulampirkan
di lengan. Kemejaku menempel di punggung. "Bagaimana kalau Jacob atau Lou atau Nancy meninggalkan
sesuatu, buku harian atau lainnya Atau kalau salah
satu dari mereka sudah menceritakan sesuatu entah
apa pada orang lain" .
. "Kita tidak apa apa, Hank," katanya menenangkan
diriku. "Kau membiarkan dirimu berpikir terlalu banyak." Ia melangkah maju dan memelukku dengan
satu lengan, bayinya masih tetap merengek sedikit
teijepit di sela tubuh kami. Kubiarkan pipinya menempel pada pipiku. Kulitnya berbau bersih, lembap.
dan segar.
"Pikirkan bagaimana orang orang memandangmu,"
369 katanya. "Kau cuma pria normal. Pria normal yang
ramah dan menyenangkan. Tidak akan ada yang per
caya bahwa kau mampu melakukan apa yang sudah
kaulakukan."
Ulang tahun Sarah jatuh pada hari Sabtu, tanggal 12
Maret. Aku ingin menjadikannya hari yang mengesankan. Bukan cuma karena ini ulang tahunnya yang
ketiga puluh, tapi juga karena uang dan bayinya, jadi
ia kuberi dua hadiah besar keduanya jauh melebihi
kemampuan ekonomiku yang sebenarnya
Yang pertama adalah kondominium di Florida. Menjelang akhir Februari aku membaca iklan di koran
tentang lelang pemerintah atas benda-benda yang disita
dalam penggerebekan obat bius. Mereka mengumumkan semua benda yang akan dijual: perahu, mobil,
pesawat, sepeda motor, parabola, rumah, kondominium,
perhiasan, bahkan peternakan kuda. Barang barang
itu bisa dibeli kurang dari sepuluh persen nilai perkira
annya. Lelang diselenggarakan Sabtu berikutnya, tanggal 5 Maret, di Toledo. Kukatakan pada Sarah bahwa
aku harus bekerja hari itu dan berangkat ke kota
sekitar pukul 09.00 waktu lelang akan dimulai.
Alamat yang ada dalam iklan itu merupakan gudang
kecil yang terletak di dekat pelabuhan. Di dalamnya
terdapat kursi kursi lipat disusun menghadap podium
kayu. Barang yang dijual tidak ada di sana. Mereka
cuma menyediakan fotonya dan penjabaran panjang
lebar yang semuanya ditempelkan pada katalog yang
diberikan begitu memasuki tempat parkir. Sekitar empat puluh orang telah hadir saat aku tiba, semuanya
pria, dan beberapa lagi datang setelah aku.
370 Pelelangan dimulai terlambat, jadi aku punya ke
sempatan setengah jam untuk membaca katalog. Aku
datang untuk mencari perhiasan yang bagus, tapi,
saat membuka buka halaman yang mengilap tersebut,
pikiranku mulai berubah. Barang keempat yang dijadwalkan untuk dilelang adalah kondominium tiga
kamar yang menghadap ke laut di Fort Myer, Florida.
Ada dek, bak mandi air panas, dan solan'um. Ada
foto-foto berwarna interior dan eksteriornya. Kondominium tersebut bangunan putih dengan atap merah
seperti rumah Spanyol. Cantik, mewah, dan segera
kuputuskan untuk membelikannya bagi Sarah.
Nilai perkiraannya tercatat 335 ribu dolar. tapi
lelang dimulai dengan 15 ribu dolar. Sarah dan aku
punya tabungan 35 ribu dolar lebih sedikit di Bank
Ashenville, yang merupakan persiapan dana untuk
kepindahan yang telah kami rencanakan dari Fort
Ottawa. Lalu kuputuskan, dengan cukup tiba-tiba,
bahwa aku bisa menghabiskan tiga puluh ribu kalau
perlu. Kalau yang terburuk terjadi dan kami terpaksa
membakar uangnya, aku bisa menjual kondonya dan
mungkin bahkan mendapat keuntungan darinya. Aku
memandangnya sebagai investasi cerdik dan penuh
perhitungan.
Aku belum pernah mengikuti pelelangan, jadi ketika
dimulai, kuawasi bagaimana orang orang membeli.
Mereka sekadar mengangkat tangan saat harga di
sebutkan, dan kalau ada yang memenangkannya, seorang wanita pembawa clipboard mengajaknya ke
samping dan menuliskan sejumlah informasi.
Hanya ada tiga orang lain selain diriku yang
mengambil bagian dalam pelelangan kondo. Harganya
371 terus meningkat hingga mencapai dua puluhan. Saat
mendekati tiga puluh ribu, aku mulai gelisah, mengira
kalau tidak akan mendapatkannya. Tapi kemudian
tiba tiba yang lainnya mundur dan aku memenangkannya seharga 31 ribu.
Wanita pembawa clipboard tersebut mengajakku
ke tepi. Ia masih muda, wajahnya tipis dengan ram
butnya hitam pendek. Di dadanya terdapat plat nama,
bertulisan Ms. Hastings; Ia bicara sangat cepat dengan
nada rendah, menjelaskan padaku apa yang harus
kulakukan.
Ia memberiku kartu nama. Aku harus mengirim
cek ke alamat tersebut paling lambat minggu depan,
dan harus menunggu sepuluh hari kerja setelah membayar agar mereka bisa memproses surat-suramya.
Setelah itu, tapi tidak sebelumnya, aku bisa datang
langsung ke alamat yang sama dan menerima rumahku
dalam bentuk surat kepemilikan kondominium. Setelah
ia selesai dan aku selesai mengisi nama, alamat, dan
nomor telepon, ia meninggalkanku, pindah ke orang
berikutnya.
Rencana Sederhana A Simple Plan Karya Scott Smith di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aku kembali ke kursiku, berusaha mengendalikan
perasaanku. Aku baru saja menghabiskan 31 ribu
dolar, hampir seluruh tabungan kami. Rasanya bodoh
sekali. Tapi kalau dibandingkan dengan uang yang
kami sembunyikan di bawah ranjang jumlah tersebut
tidak ada artinya. Dan aku juga beruntung karena
"membeli tempat tersebut kurang dari sepersepuluh
nilainya. Semakin lama duduk di sana, semakin kuat
perasaan yang terakhir mendominasi benakku. Aku
seorang miliuner; empat kali lipat; rasanya aku harus
r_nulai bersikap seperti miliuner. Pada saat beranjak
372 bangkit, aku merasa senang dengan transaksiku hingga
gaya jalanku sedikit meloncat loncat, dan saat melangkah ke pintu keluar, aku bahkan berharap memiliki
tongkat, supaya bisa memutar mutamya sambil me
langkah. *
Hadiah keduaku bagi Sarah adalah sebuah piano
besar. Ini sesuatu yang selalu diinginkannya sejak
kecil, Ia tidak tahu bagaimana memainkannya, tapi
tidak ada hubungannya. Kurasa piano baginya hanya
semacam perlambang, bukti nyata akan kesejahteraan
dan status, dan tampaknya sekaranglah waktu yang
tepat untuk memberinya sebuah.
Aku berkeliling. menelepon toko aJat-alat musik
dari kantor, terpesona akan harga piano. Aku tidak
punya bayangan sama sekali; ini adalah sesuatu yang
bahkan tak pernah kupertimbangkan. Akhirnya kutemukan piano dengan harga miring karena ada pemisnya
sedikit cacat, bernoda besar berbentuk tangan pada
penutupnya. Harganya 2.400 dolar, dan boleh dikatakan ini adalah seluruh sisa tabungan kami.
Aku meminta piano itu dikirimkan ke rumah pada
tanggal 12 Maret pagi. Sarah masih bekerja di perpustakaan, jadi ia tidak ada di rumah ketika pianonya tiba.
Ketika dikirim kaki piano itu dilepas. Tlga pria bersusah
payah membawanya. Mereka kemudian memasangnya
kembali di kamar duduk. Piano itu tampak aneh dan
besar, membuat perabotan yang lain tampak kerdil, tapi
aku senang. Piano tersebut adalah sesuatu yang istimewa,
sesuatu yang disukai Sarah, dan aku tahu akan tampak
lebih bagus di rumah kami yang baru kelak.
Kurekatkan sebuah busur merah kecil di piano.
Halaman katalog berisi kondominium telah kusiapkan,
373 dan kuletakkan di sebelah busur. Kemudian aku duduk
menunggu kepulangannya.
Sarah tampaknya lebih terkesan dengan pianonya dari
pada kondominiumnya. Mungkin karena pianonya telah
ada di ruangan, nyata dan tidak bisa diingkari, sesuatu
yang tutsnya bisa disentuh dan dibunyikan, bukannya
gambar benda yang ribuan kilo meter jauhnya Piano
ini merupakan kenyataan, sementara kondominiumnya
tak lebih dari sepotong janji.
"Oh, Hank," katanya begitu melihatnya, "kau membuatku sangat bahagia."
Ia memainkan When the Saints Go Marching In,
satu satunya lagu yang dikuasainya. Ia membuka penutupnya dan memandang bilahnya. Ia menekan pedal
dengan kakinya, menyusuri tutsnya dengan jemari. Ia
berusaha memainkan Frere Jacques untuk Amanda
tapi tidak bisa, dan setiap kali ia melakukan kesalahan,
putri kami langsung menangis. '
Malamnya setelah membuka hadiahnya; setelah
makan malam istimewa dengan ayam comish isi,
kacang polong, serta kentang tumbuk, yang semuanya
kumasak sendiri; dan setelah menghabiskan dua botol
anggur kami bercinta di atas piano.
Itu gagasan Sarah. Aku khawatir pianonya patah
akibat beban kami, tapi ia membuka pakaiannya dan
langsung naik ke penutupnya.
"Ayo." Ia tersenyum padaku.
Kami berdua sedikit mabuk.
Aku sendiri segera melepas pakaianku dan perlahan,
sambil terus mendengarkan derakan penanda kakinya
patah, naik ke atasnya.
374 Pengalaman yang luar biasa. Ruang kosong dalam
piano menggemakan desahan dan erangan kami, memantulkannya dengan sedikit perubahan menambahkan resonansi aneh dan kemantapan, menambahkan
getaran lembut kawat kawatnya yang terentang tegang.
"Inilah awal hidup baru kita," bisik Sarah di
tengah-tengah piano, mulutnya menempel rapat di
telingaku, membuat napasnya kedengaran seperti napas
penyelam yang dalam, bernafsu, dan anehnya terasa
jauh.
Saat mengangguk sebagai balasan tak sengaja aku
menghantamkan lututku pada penutup piano, dan seluruhnya seakan mengerang sejenak. Gema panjang
penuh kedukaan meresap keluar dari kayunya, memancarkan getaran, menggetarkan tubuh kami yang telanjang.
Setelah kami selesai bercinta Sarah mengeluarkan
pemoles perabotan dari lemari ruang depan dan meng
hapus keringat kami.
Hari Senin pada saat aku makan siang, aku menyem
patkan diri berziarah sejenak. Aku melangkah dari
satu makam ke makam yang lain, membaca nisan
nya Jacob, orangtuaku, Pederson, Lou, Nancy, Sonny.
Siang itu mendung kelabu tergantung rendah di
langit, menekan bagai terpal. Pemandangannya muram,
kosong. Di balik gereja dan nisan nisan yang berse
rakan, tidak terdapat apa pun kecuali kaki langit
yang membentang berkilo kilo jauhnya._Seikat bunga
tergeletak di samping makam Pederson, krisan kuning
dan merah yang warna celahnya tampak meriah dalam
keremangan, lebih mirip cipratan cat dari vandal
375 yang melintas daripada simbol duka yang tulus seperti
tujuan semula. Di dalam St. Jude ada yang berlatih
organ. Samar samar kudengar suaranya dari balik
dinding bata, sederetan nada rendah yang diulang
terus-menerus.
Sejak pemakaman salju tidak tumn, 'tidak lebih
dari siraman tipis saat pemakaman Jacob. Kesegaran
makamnya menonjol di tanah pemakaman, beberapa
persegi hitam besar, masing masing sedikit tenggelam.
Ketika aku masih kanak-kanak kubayangkan kematian sebagai kolam air yang tampak mirip genangan,
lebih gelap mungkin, lebih dalam dari biasanya. Ketika
kau melangkahinya, genangan tersebut akan menjulurkan dua lengan cair dan menariklnu ke sana, menelanmu. Aku tidak tahu dari mana aku peroleh bayangan
tersebut, tapi aku mempercayainya untuk waktu yang
lama, mungkin sampai aku berusia sepuluh atau se
belas tahun. Mungkin bayangan itu kuperoleh dari
cerita ibuku; caranya menjelaskan pada kanak kanak.
Kalau benar Jacob pasti memiliki bayangan yang
sama.
Makam baru itu mirip genangan.
Sebelum pergi aku berdiri beberapa menit di sam
ping makam keluarga. Nama Jacob telah dipahatkan
ke nisannya, tepat di bawah nama Ayah. Aku tahu
tempat kosong di sudut kanan bawah nisan menungguku, dan sungguh menyenangkan menyadari bahwa
kecuali aku meninggal dalam beberapa bulan yang
akan datang hal itu tidak akan pernah terjadi. Aku
akan dimakamkan jauh dari sini, dengan nama lain,
dan memikirkannya membuatku bahagia. Perasaan terbaik yang pernah kurasakan setelah penembakan ter
376 sebut adalah hal yang paling pasti dalam perjalanan
hidup kami. Bahwa mungkin untuk pertama kali dan
satu satunya, apa yang kami peroleh tampaknya sesuai
dengan harga yang kami bayar. Kami telah melarikan
diri dari kehidupan kami. Kotak granit yang merupakan nasib dan tujuanku telah menjadi bagian dari
masa laluku. Dalam beberapa bulan aku akan pergi,
bebas dari semua yang dulu mengikatku. Aku akan
mencipta ulang diriku, mengukir jalanku sendiri. Aku
akan menentukan nasibku.
Kamis malam aku pulang kantor dan mendapati Sarah di dapur, sedang menangis.
Mulanya aku tidak begitu yakin. Yang kurasakan
adalah kekakuan, formalin yang dipaksakan, seakan
ia marah padaku. Ia tengah berdiri di dekat wastafel,
mencuci piring. Aku masuk, masih mengenakan kemeja
dan dasi, lalu duduk di meja untuk menemaninya.
Kulontarkan sejumlah pertanyaan mengenai pengalamannya hari ini, dan ia menjawabnya dengan satu
suku kata berupa geraman singkat dari tenggorokan
nya. Ia tidak memandangku. Kepalanya menunduk
menempel ke dadanya, dan ia mengawasi tangannya
mencuci dalam air bersabun.
"Kau baik baik saja " tanyaku akhirnya.
Ia mengangguk tanpa berpaling. Bahunya membung
kuk, membuat punggungnya tampak bulat. Piring.
piring dalam wastafel saling beradu.
"Sarah "
Ia tidak menjawab, jadi aku beranjak bangkit dan
mendekatinya. Ketika kusentuh bahunya, ia tampak
membeku seakan ketakutan.
377 "Ada apa " tanyaku, dan ketika mencondongkan
tubuh untuk memandang matanya, kulihat air mata
bergulir perlahan di wajahnya.
Sarah bukan orang yang mudah menangis, bisa
kuhitung dengan sebelah jari berapa kali aku melihat
nya menangis. Ia hanya menangis kalau terjadi tragedi
besar, jadi reaksi pertamaku melihatnya menangis
adalah panik dan ketakutan. Seketika aku teringat
Amanda.
"Mana Amanda " tanyaku cepat cepat,
Ia terus mencuci piring. Ia memalingkan wajah ke
satu sisi, sambil tersedu-sedu. "Di atas."
"Dia tidak apa apa "
Sarah mengangguk. "Tidur."
Kumatikan airnya. Tanpa suara cucuran air, dapur
terasa sunyi sekali, dan'saat itu tampaknya menambah
keanehan, yang membuatku ketakutan.
"Ada apa " tanyaku. Kuselipkan lenganku dari
belakangnya hingga setengah memeluknya. Ia diam
sedetik, tangannya bersandar pada tepi wastafel, se
akan pergelangannya telah patah. Kemudian ia menyandarkan tubuhnya padaku, terisak isak. Kupeluk
ia dengan kedua lengan.
Ia menangis sejenak lalu membalas pelukanku, ta
ngannya yang basah meneteskan air sabun ke leher
dan punggung kemejaku
"Sudahlah," bisikku. "Sudahlah."
Setelah ia tenang kembali, kuajak ia ke meja.
"Aku tidak bisa bekerja di perpustakaan lagi,"
katanya, sambil duduk.
"Mereka memecatmu " Aku tidak bisa membayangkan bagaimana mungkin ia dipecat dari perpustakaan.
378 Ia menggeleng. "Mereka memintaku untuk tidak
membawa Amanda lagi. Orang orang mengeluhkan
keributannya." Ia menghapus pipinya. "Katanya aku
bisa kembali setelah dia tidak sering menangis lagi."
Aku mencondongkan tubuh ke depan dan memegang
tangannya. "Sekarang kaukan tidak membutuhkan pekerjaan itu lagi."
"Aku tahu. Cuma..."
"Kita punya cukup uang tanpanya" Aku tersenyum.
"Aku tahu," katanya lagi.
"Rasanya tidak layak untuk ditangisi."
"Oh, Hank. Aku bukan menangisi itu."
Aku memandangnya terkejut. "Kau menangisi apa "
Ia menghapus wajahnya lagi, kemudian memejam
kan mata. "Ini rumit, seperti segalanya jika disatukan."
"Tentang apa yang sudah kita lakukan "
Suaraku pasti terdengar aneh mungkin gugup, atau
ketakutan vkarena ia membuka mata mendengarnya.
Ia memandangku lurus lurus, kemudian menggeleng.
"Bukan apa apa," katanya. "Aku cuma kelelahan."
Akhir minggu itu salju mulai mencair.
Pada hari Sabtu suhu naik hingga 50"F dan se
galanya, seluruh dunia, mulai mencair dengan tiba
tiba, menetes, meluncur, meresap. Awan putih sempurna dan besar mengambang di langit sepanjang
siang, dengan lembut terdorong ke utara oleh sentuhan
angin selatan. Samar samar udara berbau musim semi.
Hari Minggu malah lebih hangat lagi; termometer
meningkat hingga hampir enam puluhan, mempercepat
pencairan. Menjelang siang tanah mulai bermunculan
dalam bentuk peisegi kecil dan bercak bercak seukuran
379 jejak kaki, berwarna hitam pada putihnya salju yang
mulai menghilang. Pada malamnya, ketika aku keluar
untuk melepaskan Mary Beth dan meletakkannya di
garasi, kudapati anjing tersebut duduk dalam genangan
lumpur sedalam satu inci. Bumi mulai menampilkan
diri.
Malamnya aku sulit tidur. Air menetes keras dari
bingkai atap di luar jendela dengan tetesan yang
tiada putus putusnya. Rumah berderak derak dan mengerang. Udara bagai bergerak, benda benda membebaskan diri, terlepas. '
Aku berbaring di ranjang, berusaha agar tubuhku
merasa lelah. Secara sadar aku mengendurkan ototototku, berusaha keras memperlambat dan memperdalam napasku. tapi setiap kali memejamkan mata,
bayangan pesawat tersebut dengan jelas muncul di
depanku. Perut pesawat itu tergeletak di perkebunan,
sayap dan tubuhnya terbebas dari salju, kulit logamnya
berkilau tertimpa cahaya matahari, seperti pemancar
sinyal, menarik perhatian. Memandangnya dalam
benakku, dapat kurasakan pesawat itu tengah menunggu. Aku bisa merasakan ketidaksabarannya. Pesawat
tBrSEbut sangat berharap untuk ditemukan.
Pada hari Rabu minggu yang sama, terjadi hal yang
aneh pada diriku. Aku tengah duduk di mejaku,
mengerjakan perhitungan yang tidak cocok ketika kudengar suara Jacob di lobi.
Tentu saja aku tahu itu bukan suara Jacob, tapi
nada dan tinggi suara itu begitu mirip hingga mau
tidak mau aku beranjak dari kursi, melangkah diam
diam ke pintu, membukanya, dan mengintip keluar.
380 Ada pria gendut di sana, pria yang belum pernah
kulihat sebelumnya. Ia bukan pembeli, hanya sekadar
masuk untuk menanyakan arah jalan.
Ia tidak mirip Jacob. Tua, botak, berkumis tebal.
Saat aku mengawasi sikap tangannya yang asing
bagiku, cara wajahnya bergerak di atas mulutnya,
ilusi bahwa ia menggunakan suara Jacob perlahan
menghilang. Suaranya mulai terdengar terlalu serak,
Rencana Sederhana A Simple Plan Karya Scott Smith di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terlalu kasar. Suara orang tua.
Tapi kemudian aku memejamkan mata dan suara
itu seketika berubah menjadi suara kakakku lagi. Aku
berdiri tak bergerak. memusatkan seluruh pikiranku
pada suara tersebut. Mendengamya, kurasakan gelom
bang kesedihan dan kehilangan bergulung gulung dalam diriku. Luar biasa, kali ini perasaan itu lebih
kuat daripada yang kurasakan sebelumnya, begitu
kuat hingga berpengaruh nyata padaku, seperti gelombang mual. Aku sedikit membungkuk, perutku seakan
terpukuL
'TWL hdhchen " aku1nendengarsebuah suant
Kubuka mataku, lalu kutegakkan tubuhku. Cheryl
tengah berdiri di balik meja kasir, menatapku dengan
somt mata dalam. Pria gendut tersebut berdiri di
tengah lobi, tangan kanannya menyentuh ujung kumisnya
"Kau tidak apa apa " tanya Cheryl. Ia seakan mau
lan" ke arahku.
Tergesa gesa aku mencoba mengingat kembali apa
yang telah kulakukan, memeriksa kalau kalau aku
mengatakan sesuatu; erangan atau embusan napas,
tapi segalanya kosong. "Aku baik baik saja," kataku.
Kubersihkan tenggorokanku, tersenyum pada pria
3131"
gendut tersebut. Ia mengangguk ramah, dan aku membalasnya.
Kemudian aku kembali ke kantorku dan menutup
pintu.
Malam itu aku membaca artikel di surat kabar tentang
penipuan yang baru baru ini dibuka di Midwest.
Penipuan itu telah menarik jutaan dolar dari para
investor yang'tak menamh curiga. '
Iklan palsu akan dipasang di koran setempat, mengumumkan penjualan pemerintah atas barang-barang
yang diperoleh dari penggerebekan obat bius. Orangorang akan menawar barang tersebut tanpa melihatnya,
percaya bila pemerintah yang melakukan pelelangan
tidak akan ada penipuan. Para penipu tersebut me
nyisipkan beberapa rekan bersama pembeli untuk membantu meningkatkan penawaran. Korban mereka akan
membayar dengan cek, menganggap telah membeli
barang dengan harga kurang dan' sepuluh persen nilai
perkiraannya, kemudian dua minggu kemudian menyadari bahwa barang yang mereka beli tak pernah
ada, hanya berupa foto dalam katalog.
Berita tersebut kutanggapi dengan sangat tenang.
Cekku telah dicairkan kemarin, aku telah memeriksanya di bank. Saldo rekeningku tercatat 1.878,21 dolar.
Aku telah menyerahkan 31.000 dolar, hampir seluruh
tabungan kami, tapi sulit bagiku untuk memper
cayainya. Rasanya terlalu mengerikan peristiwanya
terjadi begitu saja. Telah terjadi kekacauan, dan tak
diragukan lagi ini adalah salah satu kejadian terburuk
yang pernah kualami. Tapi semuanya terjadi nyaris
tanpa kehebohan. Cuma artikel mungil di tengah
382 halaman surat kabar, hingga sulit mempercayainya.
Aku butuh lebih banyak, butuh dibangunkan dari
tidurku di tengah malam oleh dering telepon, butuh
raungan sirene di kejauhan, butuh merasakan sakit
mendadak di dadaku.
Sebenarnya aku terkejut oleh diriku sendiri, karena
lebih merasa yakin daripada sedih. Selama aku mem
pertahankan bayangan tas ransel itu dalam benakku,
aku bisa menganggap 31.000 dolar tidak penting,
cuma kesalahan kecil. kesialan dalam penilaian. 'Aku
mendapat gagasan bahwa ada yang mencurinya, bu
kannya sekadar kehilangan, dan itu sangat menenangkan. Di luar sana ada orang orang yang lebih buruk
keadaannya dibandingkan diriku. Lebih buruk lagi,
mereka berkeliaran di selumh negeri dan merampok]
tabungan orang orang tak berdosa. Ini membuat tindak
anku sedikit bisa dijelaskan, lebih wajar, membuatnya
lebih mudah dipahami.
Tentu saja mau tidak mau ada juga getaran keta
kutan yang bercampur dengan keyakinanku. Jala keamanan yang kubentangkan untuk membantu membe
narkan kejahatan kami gagasan untuk membakar
uang tersebut begitu timbul tanda tanda kesulitan
telah lenyap. Kami takkan dapat menyingkirkan uangnya sekarang, tidak peduli apa yang akan terjadi di
masa dapan, karena tanpa uang tersebut kami tidak
memiliki apa apa. Ilusi terakhirku akan kebebasan
telah dirampas dari tanganku, aku menyadari hal ini
dengan sempurna, dan pemikiran inilah yang melandasi
ketakutanku. Aku terjebak. Dari sini, semua keputusanku tentang uang tersebut akan ditentukan oleh kenyataan bahwa uang itu tak mungkin dimusnahkan.
383 Uang tersebut telah berubah dari keinginan menjadi
kebutuhan.
Setelah selesai membaca artikel tersebut, aku me
robek dan membuangnya ke dalam toilet. Aku tak
ingin Sarah mengetahuinya sampai kami telah aman
dan jauh dari sini.
Larut malam itu, sementara melepaskan ikatan Mary
Beth dari pohon untuk dipindahkan ke garasi, kusadari
bahwa luka di lehernya semakin memburuk. Luka
tersebut sekarang terbuka, berdarah, dan bernanah.
Lumpur mengering pada bulu di sekitarnya
Timbul rasa kasihanku melihatnya. Aku berlutut di
sebelahnya dan berusaha mengendurkan tali lehemya,
tapi begitu menyentuhnya, ia menyentakkan kepala,
dan, dengan sangat cepat dan rapi. seperti orang
membersihkan ranting semak semak, ia menggigit per
gelangan tanganku. _
Aku melonjak, shock, dan ia meringkuk dalam
lumpur di depanku. Aku tidak pernah digigit anjing
sebelumnya, dan tidak yakin bagaimana reaksiku seha
rusnya. Aku bermaksud menendangnya, kembali ke
rumah, dan membiarkan anjing itu menghabiskan ma
lam di halaman tapi kemudian memutuskan sebaliknya.
Aku sadar kalau tidak benar benar marah, aku tahu
hanya merasa seharusnya aku memang marah.
HatiQhati kupen'ksa pergelanganku. Matahari terbenam
dan halaman gelap, tapi dari rasanya, aku menebak
bahwa anjing tersebut tidak melukai kulitku. Hanya
sambaran, lebih mirip tamparan daripada tinju terkepal.
Kuawasi Mary Beth berbaring di lumpur dan mulai
menjilati cakarnya. Aku tahu aku harus melakukan
384 sesuatu terhadapnya. Ia sakit dan tidak bahagia, seperti
hewan di kebun binatang yang terikat sepanjang hari,
terpenjara sepanjang malam.
Lampu depan menyala., Sarah muncul di pintu.
"Hank " panggilnya.
Aku berbalik ke arahnya, sambil masih memegangi
pergelanganku.
"Apa yahg sedang kaulakukan ". tanyanya.
"Anjingnya menggigitku."
"Apa " Ia tidak mendengarku.
"Tidak ada apa apa," kataku. Aku membungkuk
dan dengan hati-hati memegang leher Mary Beth. Ia
membiarkannya. "Kumasukkan anjingnya ke garasi,"
kataku pada Sarah.
Kamis malam ketika sudah larut aku membuka mata
dan duduk di tempat tidur, tubuhku gemetar oleh
kepanikan yang tidak masuk akal. Jauh dalam tidurku
aku telah menyusun rencana, dan sekarang aku mem
bangunkan Sarah untuk menceritakannya.
"Sarah,"'desisku, menggineang bahunya.
Ia berguling menjauhiku. "Hentikan." Ia mengerang.
Aku menghidupkan lampu dan menariknya ke arahku.
"Sarah," bisikku, menatapnya, menunggu matanya terbuka. Setelah ia membuka mata, aku berkata, "Aku tahu
bagaimana caranya menyingkirkan pesawat tersebut."
"Apa " Ia memandang ranjang Amanda, kemudian
mengedipkan mata padaku, masih mengantuk.
"Aku akan menyewa obor las. Kita bawa ke hutan
dan memotong pesawatnya."
"Las "
"Kita kubur potongannya di hutan."
Pendekar Remaja 15 Pendekar Gagak Rimang 9 Dendam Yang Tersisa Pendekar Riang 15
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama