Satu Dua Pasang Gesper Sepatunya Karya Agatha Christie Bagian 3
Sainsbury Seale... dan dia dibunuh juga."
Kata "juga" itu sengaja diucapkan dengan tekanan. Poirot berkata, "Apakah saudara Anda pernah menyebut-nyebut nama Miss Sainsbury Seale secara khusus waktu berbicara dengan Anda?"
"Tidak, saya tidak ingat dia pernah melakukannya,
dia memang bercerita kepada saya bahwa ada pasiennya
yang terlalu menjengkelkan atau menyulitkan, atau jika
pasiennya telah mengatakan sesuatu yang dianggapnya
lucu, tapi kami tidak biasa berbicara banyak tentang
pekerjaannya. Dia sangat senang kalau bisa melupakan
pasien-pasiennya bila praktiknya sudah selesai. Kadangkadang dia tampak sangat lelah."
150 "Pernahkah Anda mendengar tentang Mrs. Chapman
di antara pasien-pasien saudara Anda?"
"Chapman? Tidak, seingat saya tidak. Yang benarbenar dapat membantu Anda dalam hal ini tentu saja
Miss Nevill."
"Saya ingin sekali bisa bertemu dengannya. Di manakah dia sekarang?"
"Dia sekarang bekerja membantu dokter gigi di
Ramsgate, saya yakin tentang hal ini."
"Dia belum menikah dengan pemuda bernama
Frank Carter itu?"
"Belum. Saya harap itu tidak akan pernah terjadi.
Saya tidak menyukai pemuda itu, M. Poirot. Sungguh. Ada sesuatu yang tidak beres padanya. Saya masih merasa dia tidak benar-benar bermoral."
Poirot berkata, "Menurut Anda, mungkinkah dia
yang telah menembak saudara Anda?"
Miss Morley berkata pelan, "Saya benar-benar merasa dia mampu dan mungkin melakukannya... temperamennya sangat tidak terkontrol. Tapi saya tidak melihat dia mempunyai baik motif maupun kesempatan
untuk hal itu. Seperti Anda lihat, Henry tidak berhasil membujuk Gladys agar memutuskan hubungan
dengan pemuda itu. Gadis ini betul-betul lengket dan
setia padanya."
"Menurut Anda, mungkinkah dia telah disuap?"
"Disuap? Untuk membunuh Henry? Sungguh gagasan luar biasa!"
Saat itu seorang gadis berambut berwarna gelap
yang tampak manis masuk menghidangkan teh. Ketika ia menutup lagi pintu di belakangnya, Poirot ber151 kata, "Gadis itu dulu bersama Anda di London, bukan?"
"Agnes? Ya, ketika itu tugasnya mencuci dan membersihkan rumah. Si juru masak berhenti, tidak mau
ikut pindah ke desa... dan Agnes sekarang mengerjakan semuanya. Dia sudah mulai menjadi juru masak
yang pandai."
Poirot mengangguk.
Ia hafal betul seluk-beluk susunan dan isi rumah
di Queen Charlotte Street 58 itu. Ia dan Japp telah
mempelajarinya dengan saksama pada hari ketika tragedi itu terjadi. Mr. Morley dan saudara perempuannya menempati dua lantai paling atas rumah berbentuk maisonette itu. Basement atau ruang bawah tanah
ditutup, kecuali sebuah gang kecil yang menghubungkan halaman depan dengan halaman belakang terdapat semacam keranjang yang bisa dikerek ke lantai
atas. Ini digunakan para penjual untuk menyampaikan
barang-barang pesanan pemilik rumah. Di situ juga
terpasang pipa sampai ke lantai atas. Melalui pipa
itu-lah penjual dan penghuni berkomunikasi. Dengan
kata lain, satu-satunya jalan masuk ke rumah itu adalah melalui pintu depan yang ditunggui Alfred. Inilah
yang memungkinkan polisi memastikan tak ada orang
lain yang masuk ke rumah pagi itu.
Baik juru masak maupun pembantu telah bertahun-tahun bekerja pada keluarga Morley dan telah
terbukti berkelakuan baik. Jadi, meskipun menurut
teori boleh jadi salah seorang dari mereka telah turun
ke lantai tiga dan menembak majikannya, kemungkinan itu tak pernah dianggap serius. Tak seorang
152 pun di antara keduanya tampak gelisah atau tersinggung ketika ditanyai, lagi pula tak ada alasan apa pun
yang mungkin menghubungkan salah satu dari mereka dengan kematian majikannya.
Meski demikian, ketika Poirot akan pulang dan
Agnes mengambilkan topi serta tongkatnya, gadis itu
tiba-tiba bertanya gugup, "Apakah... apakah ada berita
baru tentang kematian majikan saya, Sir?"
Poirot berpaling memandangnya. Ia berkata, "Belum ada."
"Apakah mereka masih betul-betul yakin dia benarbenar bunuh diri karena salah memberi obat?"
"Ya. Mengapa kau menanyakan itu?"
Agnes melipat-lipat celemeknya. Ia tak berani menatap Poirot. Ia separuh bergumam ketika berkata,
"Ma?majikan perempuan saya tidak berpendapat
demikian."
"Dan kau sependapat dengannya, barangkali?"
"Saya? Oh, saya tidak tahu apa-apa, Sir. Saya hanya... saya hanya menginginkan kepastian."
Hercule Poirot berkata selembut mungkin, "Apakah
kau akan merasa lega seandainya dia betul-betul meninggal karena bunuh diri?"
"Oh ya, Sir," Agnes dengan cepat mengiyakan, "rasanya memang demikian."
"Karena alasan tertentu, barangkali?"
Gadis itu terkejut ketika tiba-tiba pandangan mereka bertemu. Ia agak surut ke belakang.
"Saya... saya tidak tahu sedikit pun tentang itu, Sir.
Saya hanya bertanya."
"Tapi mengapa dia bertanya?" tanya Hercule Poirot
153 pada dirinya sendiri sambil berjalan melalui jalan setapak menuju pintu pagar.
Ia yakin pertanyaan itu ada jawabannya. Namun ia
belum bisa menebaknya sekarang.
Bagaimanapun, ia merasa telah selangkah lebih dekat. VI Ketika Poirot kembali ke latnya, ia terkejut karena
seorang tamu tak diundang tengah menantikannya.
Mula-mula hanya kepala botak yang tampak dari
belakang kursi, tapi kemudian sesosok tubuh kecil
namun serasi yang tak lain adalah Mr. Barnes, bangkit berdiri.
Dengan mata berbinar sebagaimana biasa, ia meminta maaf sekadar untuk basa-basi.
Ia datang ke situ, katanya, untuk membalas kunjungan Hercule Poirot.
Poirot mengakui dirinya senang bertemu kembali
dengan Mr. Barnes.
Ia menyuruh George menghidangkan kopi, kecuali
tamunya lebih menyukai teh atau wiski campur
soda.
"Kopi lebih baik," sahut Mr. Barnes. "Saya yakin
pelayan Anda biasa menghidangkan kopi yang lezat.
Kebanyakan pelayan Inggris tidak begitu."
Akhirnya setelah puas berbasa-basi, Mr. Barnes berdeham dan berkata, "Sejujurnya, M. Poirot, keingin154 tahuanlah semata-mata yang membawa saya kemari.
Saya membayangkan Anda pasti mengetahui secara
terperinci segala sesuatu tentang kasus yang agak aneh
ini. Saya membaca di surat kabar bahwa Miss
Sainsbury Seale yang hilang itu telah ditemukan dan
pemeriksaan pengadilan ditangguhkan menunggu pembuktian lebih lanjut. Penyebab kematian yang dinyatakan di situ adalah kelebihan dosis medinal."
"Itu betul," sahut Poirot.
Beberapa saat mereka terdiam, kemudian Poirot
berkata, "Pernahkah Anda mendengar tentang Albert
Chapman, M. Barnes?"
"Ah, suami wanita pemilik lat tempat Miss
Sainsbury Seale ditemukan mati? Dia agak misterius."
"Tapi apakah dia tidak ada?"
"Oh, tidak," sahut Mr. Barnes. "Dia ada. Ya, dia
ada?atau pernah ada. Saya pernah mendengar dia
sudah mati. Tapi Anda tidak dapat memercayai kabar
burung ini."
"Siapakah dia, M. Barnes?"
"Saya kira mereka takkan mengungkapkannya di
pemeriksaan pengadilan, kalaupun mereka berhasil
menyingkapkan siapa dia sesungguhnya. Mereka hanya akan menyajikan kisah tentang perusahaan penyalur senjata itu."
"Dia pernah di Dinas Rahasia kalau begitu?"
"Tentu saja. Tapi dia seharusnya tidak menceritakan
hal itu kepada istrinya?tidak sama sekali. Sebenarnya
dia seharusnya tidak meneruskan kariernya di Dinas
Rahasia setelah perkawinannya. Itu tidak lazim?tidak
155 lazim, yakni kalau Anda sungguh-sungguh agen rahasia."
"Dan Albert Chapman memang agen rahasia?"
"Ya. Q.X.912, itulah kode pengenalnya. Nama asli
hampir tak pernah digunakan. Oh, saya tidak bermaksud mengatakan Q.X.912 orang penting?atau semacam itu. Tapi dia berguna karena termasuk tipe orang
yang sangat umum?orang yang wajahnya tak mudah
diingat. Dia sering ditugaskan sebagai kurir ke seluruh
Eropa. Anda tentu tahu pekerjaan semacam ini. Surat
penghargaan pernah dikirim melalui Duta Besar kita
di Ruritania untuk Agen Q.X.912?yaitu, Mr. Albert
Chapman."
"Kalau begitu dia tahu banyak tentang rahasia negara?"
"Mungkin malah tidak tahu sedikit pun," ujar Mr.
Barnes gembira. "Tugasnya hanyalah keluar-masuk
kereta api, kapal, atau pesawat terbang dan menyusun
cerita yang masuk akal tentang mengapa dia pergi serta ke mana dia pergi!"
"Dan Anda mendengar dia sudah meninggal?"
"Itu kabar yang saya dengar," jawab Mr. Barnes.
"Namun Anda tidak bisa memercayai semua yang
Anda dengar, bukan? Saya tidak pernah."
Sambil menatap Mr. Barnes, Poirot bertanya, "Menurut Anda, apa yang yang terjadi pada istrinya?"
"Saya tak bisa membayangkan," jawab Mr. Barnes.
Dengan mata terbuka lebar-lebar ia memandang
Poirot. "Bisakah Anda?"
Poirot berkata, "Ada yang sudah saya pikirkan?"
156 Ia berhenti, lalu melanjutkan pelan, "Tapi itu sangat
membingungkan."
Mr. Barnes bergumam menyatakan simpatinya,
"Ada sesuatu yang sangat membingungkan Anda?"
Poirot berkata pelan, "Ya. Bukti yang saya lihat dengan mata saya sendiri"
VII Japp masuk ke ruang duduk Poirot dan langsung
membanting topi ke meja begitu keras sampai-sampai
meja itu bergetar.
Ia berkata, geram sekali, "Setan mana yang membuat Anda berpikir demikian?"
"Ya, Tuhan, Japp. Saya tidak mengerti maksud
Anda."
Japp berkata lagi, agak pelan namun masih mengandung tekanan, "Apa yang menyebabkan Anda berpikir
mayat itu bukan mayat Miss Sainsbury Seale?"
Poirot memandang prihatin. Ia berkata, "Wajah itu
yang membingungkan saya. Mengapa wajah wanita
yang sudah mati itu dirusak begitu rupa?"
Japp berkata, "Yah, saya harap Morley masih ada
di suatu tempat sehingga dia mengetahui semua ini.
Mungkin saja, seperti yang Anda duga, dia telah disingkirkan dengan sengaja?sehingga tidak bisa memberi bukti."
"Memang akan lebih baik seandainya dia dapat
memberikan bukti itu sendiri."
157 "Tapi, Leatheran, dokter gigi yang menggantikan
Morley, sama baik dan ahlinya sehingga bukti itu tak
mungkin salah."
Koran-koran sore keesokan harinya muncul dengan
berita menggemparkan. Mayat yang ditemukan di sebuah lat di Battersea, yang semula dikira mayat Miss
Sainsbury Seale, telah dikenali secara positif sebagai
mayat Mrs. Albert Chapman.
Mr. Leatheran, dari Queen Charlotte Street 58,
tanpa ragu menyatakan mayat itu adalah Mrs.
Chapman karena gigi dan rahangnya sesuai dengan
data atas nama Mrs. Chapman dalam dokumen kerja
mendiang Mr. Morley.
Pakaian Miss Sainsbury Seale telah dipakaikan pada
mayat itu dan tas tangan Miss Sainsbury Seale ditemukan bersama mayat itu?tapi di manakah Miss
Sainsbury Seale sendiri?
158 KETIKA mereka keluar dari pengadilan, Japp berkata
Satu Dua Pasang Gesper Sepatunya Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan nada memuji kepada Poirot, "Hebat sekali.
Benar-benar sensasi bagi mereka!"
Poirot mengangguk.
"Kita memang sempat teperdaya," ujar Japp, "tapi
seperti Anda ketahui, saya sendiri sedih memikirkan
mayat itu. Bagaimanapun Anda tidak akan merusak
wajah dan kepala orang yang sudah mati tanpa maksud tertentu. Itu pekerjaan yang mengerikan dan
menjijikkan, karenanya jelas sekali alasan untuk itu
harus ada. Dan satu-satunya alasan yang mungkin
adalah, menyulitkan upaya untuk mengidentiikasikannya." Dengan serius ia menambahkan, "Tapi mestinya
saya tidak teperdaya secepat itu pada fakta bahwa mayat itu sebetulnya mayat wanita lain."
Poirot berkata sambil tersenyum, "Tambahan lagi,
Kawan, ciri-ciri penting kedua wanita itu sangat bertolak belakang. Mrs. Chapman wanita yang terbilang
SEMBILAN, SEPULUH,
AYAM BETINA SEHAT
DAN GEMUK
159 cantik, menarik, pandai bersolek, dan selalu mengikuti
mode. Sedangkan Miss Sainsbury Seale cenderung
berpakaian lusuh dan nyaris tak mengenal lipstik atau
perona pipi. Namun toh masih ada ciri-ciri mereka
yang sama. Keduanya berusia empat puluhan. Perawakan mereka pada dasarnya kurang-lebih sama. Rambut
keduanya mulai kelabu namun sengaja disemir agar
tampak pirang keemasan."
"Ya, tentu saja, kalau Anda membanding-bandingkan mereka seperti itu. Namun ada satu yang harus
kita akui?selama ini kita mendapat kesan Mabelle
wanita yang baik dan jujur. Saya berani bersumpah
memang demikianlah dia."
"Tapi, Kawan, memang begitulah dia. Kita tahu
semua masa lalunya."
"Kita tidak tahu dia mampu membunuh?dan ternyata itulah kenyataannya sekarang. Bukan Sylvia
yang membunuh Mabelle, tapi Mabelle yang membunuh Sylvia."
Hercule Poirot menggeleng seperti orang bingung.
Ia masih kesulitan menghubungkan Mabelle Sainsbury
Seale dengan pembunuhan. Meski begitu di telinganya
ia seperti mendengar suara Mr. Barnes yang melengking dan bernada mengejek, "Lihatlah di antara
orang-orang terhormat itu"
Mabelle Sainsbury Seale memang dikenal sebagai
wanita yang patut dihormati.
Japp berkata penuh tekanan, "Saya akan menyelidiki kasus ini sampai tuntas, Poirot. Wanita itu takkan bisa mengelabui saya."
160 II Keesokan harinya Japp menelepon. Suaranya sumbang. Ia berkata, "Poirot, maukah Anda mendengar
kabar ini? Na Poo, my lad. Na Poo!"
"Pardon? ...sambungan teleponnya mungkin jelek.
Saya tidak dapat menangkap..."
"Tamat, Kawan. T-a-m-a-t. Sekarang duduk dan
bersantailah!"
Tak salah lagi, nada suaranya getir sekali.
Poirot terkejut. "Apa yang tamat?"
"Semua kerepotan ini! Semua ribut-ribut! Semua
publisitas!"
"Saya masih belum mengerti."
"Nah, dengarlah. Dengar baik-baik sebab saya tak
bisa menyebut nama. Anda tahu pemeriksaan pengadilan kemarin? Anda tahu kita mengaduk-aduk seluruh
negeri untuk menangkap ikan yang punya lakon ini?"
"Ya, ya, betul. Saya mengerti sekarang."
"Nah, itulah yang tamat. Dipetieskan?dibiarkan
sampai dilupakan orang. Sekarang mengertikah
Anda?"
"Ya, ya. Tapi mengapa?"
"Perintah Kementerian Luar Negeri."
"Bukankah itu sangat luar biasa?"
"Ya, tapi itu benar-benar terjadi dan bukan hanya
kali ini."
"Mengapa mereka begitu mengalah terhadap
Miss?si ikan yang punya lakon itu?"
161 "Sebenarnya bukan begitu. Mereka tak peduli sedikit pun tentang dia. Tapi mereka tidak menginginkan
publisitas yang bakal muncul. Seandainya wanita ini
sampai diajukan ke pangadilan, apa pun yang berkaitan dengan Mrs. A.C, mayat itu, akan terungkap. Saya
hanya dapat menduga suaminya?Mr. A.C.?Anda
mengerti?"
"Ya, ya."
"Bahwa dia sedang di suatu tempat di luar negeri
dan melakukan tugas penting. Nah, mereka tak ingin
tugas yang diembannya berantakan."
"Tchah!"
"Apa yang Anda katakan?"
"Oh, mon ami, itu hanya ungkapan kesal!"
"Oh! Hanya itu. Saya kira Anda pilek. Kesal? Itu
tepat sekali! Membiarkan wanita itu bebas membuat
saya merasa gagal."
Dengan sangat lembut Poirot berkata, "Dia tidak
bisa lepas begitu saja."
"Tangan kami terikat, Anda harus tahu!"
"Itu tangan Anda?tangan saya tidak!"
"Bagus, Poirot! Jadi Anda akan terus?"
"Mais oui?sampai mati."
"Ah, Anda jangan sampai mati, Kawan! Tapi berhati-hatilah. Kalau urusan ini Anda teruskan, bukan tidak mungkin seseorang akan mengirimi Anda tarantula!"
Begitu menaruh kembali gagang telepon, Poirot
berkata kepada dirinya sendiri, "Hei, mengapa aku
tadi menggunakan ungkapan melodramatik begitu?
sampai mati? Vraiment, itu mustahil!"
162 III Surat itu diterimanya sore hari. Isinya diketik, kecuali
tanda tangannya.
M. Poirot yang terhormat,
Saya akan merasa sangat berutang budi seandainya Anda bersedia menemui saya besok. Mungkin ada sedikit tugas bagi Anda. Saya kira waktu
yang terbaik adalah pukul 12.30, di kediaman
saya di Chelsea. Kalau Anda keberatan tentang
ini, barangkali Anda dapat menelepon sekretaris
saya guna menentukan waktu lain yang lebih
baik. Saya mohon maaf karena hanya dapat
menghubungi Anda melalui surat ini.
Hormat saya,
ALISTAIR BLUNT
Poirot memungut lagi surat itu dan membacanya
untuk kedua kali. Telepon berdering.
Hercule Poirot kadang-kadang merasa heran sendiri
bahwa ia bisa mengetahui dari dering teleponnya, siapa dan apa maksud si penelepon. Dan saat ini pun ia
langsung tahu pasti itu telepon penting. Bukan salah
sambung, tapi juga bukan dari salah satu kenalannya. Ia bangkit dan mengangkat telepon. Ia menyapa
dengan sopan, "Allo?"
163 Sebuah suara datar menyahut, "Maaf, nomor berapakah telepon Anda?"
"Di sini Whitehall 7272."
Hening mendadak, kemudian terdengar bunyi
"klik", baru setelah itu seseorang bicara. Suara wanita. "M. Poirot?"
"Ya."
"M. Hercule Poirot?"
"Ya."
"M. Poirot, Anda mungkin sudah menerima atau
sebentar lagi akan menerima sepucuk surat."
"Siapakah Anda?"
"Itu tidak perlu Anda ketahui."
"Baiklah. Saya sudah menerima delapan pucuk surat dan tiga rekening tagihan sore ini, Madame."
"Kalau begitu Anda tentu tahu surat mana yang
saya maksudkan. Anda akan bertindak bijaksana, M.
Poirot, seandainya menolak tugas yang telah ditawarkan kepada Anda."
"Itu masalah yang akan saya putuskan sendiri,
Madame."
Suara itu terdengar dingin ketika berkata, "Ini peringatan bagi Anda, M. Poirot. Campur tangan Anda
tidak akan kami biarkan lagi. Jangan campuri urusan
ini."
"Kalau saya tetap mencampuri?"
"Maka kami akan mengambil langkah-langkah yang
perlu agar campur tangan Anda tak lagi membahayakan kami."
"Jadi Anda mengancam, Madame!"
164 "Kami hanya meminta Anda bertindak bijaksana.
Ini untuk kebaikan Anda sendiri."
"Anda benar-benar murah hati!"
"Anda tak dapat mengubah urutan kejadian yang
telah sengaja disusun. Jadi jangan mencampuri urusan
yang bukan urusan Anda! Mengerti?"
"Oh ya, saya mengerti. Tapi saya menganggap kematian M. Morley adalah urusan saya."
Suara wanita itu terdengar tajam, "Kematian Morley
hanyalah soal kecil. Dia merusak rencana kami."
"Dia manusia seperti kita, Madame, dan dia terpaksa mati sebelum waktunya."
"Dia tidak penting."
Suara Poirot terdengar tegas ketika berkata, "Dalam
hal ini Anda salah."
"Itu salahnya sendiri. Dia menolak bertindak bijaksana."
"Saya juga menolak bertindak bijaksana."
"Kalau begitu Anda bodoh."
Di ujung lain terdengar suara "klik" ketika pesawat
telepon ditutup.
Poirot berseru, "Allo?" kemudian meletakkan gagang teleponnya. Ia tidak mencoba bertanya ke Sentral Telepon guna melacak nomor telepon tadi. Ia yakin wanita itu meneleponnya dari telepon umum.
Yang membangkitkan rasa ingin tahu sekaligus
membuatnya bingung adalah kenyataan bahwa ia merasa pernah mendengar suara itu entah di mana. Ia
memutar otak, mencoba mengembalikan ingatannya
yang samar-samar ke permukaan. Mungkinkah itu
suara Miss Sainsbury Seale?
165 Seingatnya suara Miss Sainsbury Seale bernada tinggi, agak dibuat-buat, dan gaya bicaranya agak terlalu
ditegas-tegaskan. Suara itu sama sekali tidak seperti
itu. Namun boleh jadi Miss Sainsbury Seale telah
menyamarkan suaranya. Bagaimanapun, ia pernah
menjadi aktris. Ia bisa mengubah suaranya mungkin
dengan cukup mudah. Dalam hal warna nada, suara
tadi tidak berbeda dari yang diingatnya.
Tapi ia tidak puas dengan penjelasannya sendiri
itu. Tidak, suara tadi mengingatkannya lagi pada beberapa orang lain. Bukan suara orang yang dikenalnya
dengan baik... tapi ia yakin pernah mendengarnya
sekali, kalau tidak dua kali.
Pikirnya, mengapa mereka repot-repot menelepon
dan mengancamnya? Mungkinkah orang-orang ini
sangat yakin ancaman akan membuatnya surut? Tampaknya begitu.
IV Koran-koran pagi muncul dengan berita sensasional.
Perdana Menteri telah ditembak ketika meninggalkan
Downing Street No. 10 bersama rekannya semalam,
demikian tulis koran itu. Untunglah pelurunya tidak
mengenai sasaran. Seorang laki-laki, orang India, telah
ditahan.
Setelah membacanya, Poirot naik taksi menuju
Scotland Yard dan langsung diantar ke ruang kerja
Japp. Sang Inspektur menyambutnya hangat.
166 "Ah, jadi berita itu yang membawa Anda kemari.
Adakah surat kabar itu menyebutkan ?rekan? yang bersama dengan Perdana Menteri?"
"Tidak, siapakah dia?"
"Alistair Blunt."
"Sungguh?"
"Dan," sambung Japp, "kami punya alasan untuk
percaya peluru itu dimaksudkan untuk Blunt, bukan
Pendana Menteri. Kebetulan saja tembakannya meleset!"
"Siapa pelakunya?"
"Seorang mahasiswa Hindu. Tapi dia hanya diperalat.
Tindakan itu bukan sepenuhnya gagasannya sendiri."
Japp menambahkan, "Usaha untuk menyingkirkan
Blunt tidak aneh. Sudah biasa sekelompok kecil orang
berkumpul di Downing Street mengawasi rumah No.
10. Begitu tembakan itu dilepaskan, seorang pemuda
Amerika segera mencengkeram seorang pria kecil berjenggot. Sambil menelikung orang itu, si pemuda
Satu Dua Pasang Gesper Sepatunya Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berteriak pada polisi dia berhasil menangkap pelaku
penembakan. Sementara itu diam-diam seorang pemuda India mencoba meninggalkan tempat itu?tapi
agen kami membekuknya."
"Siapakah pemuda Amerika itu?" tanya Poirot.
"Namanya Raikes. Mengapa..." Ia tiba-tiba terdiam
menatap Poirot. "Ada apa?"
Poirot berkata, "Howard Raikes, yang menginap di
Hotel Holborn Palace?"
"Betul. Siapa... oh, ya, tentu saja! Saya pikir nama
itu cukup familier. Dia pasien yang tidak jadi berobat
pada pagi hari ketika Morley bunuh diri" Japp ber167 henti sejenak, kemudian berkata pelan, "Apakah itu
kebetulan juga? Anda masih terus menyelidiki kasus
itu, bukan, Poirot?"
Hercule Poirot menyahut muram, "Ya, saya masih
terus."
V Di rumah Gotik, Poirot disambut seorang sekretaris,
yaitu pemuda tinggi, kurus, dan sangat ramah.
Dengan hangat ia meminta maaf.
"Saya dan Mr. Blunt meminta maaf sebesar-besarnya, M. Poirot. Mr. Blunt dipanggil ke Downing
Street. Sehubungan dengan... hm... peristiwa semalam.
Tadi saya menelepon ke lat Anda, tapi sayang sekali
Anda sudah berangkat." Pemuda itu dengan cepat
meneruskan, "Mr. Blunt menyuruh saya menanyakan
kesediaan Anda untuk berakhir pekan bersamanya di
rumah peristirahatannya di Kent, Exsham. Jika Anda
bersedia, dia akan menjemput Anda dengan kendaraannya besok sore."
Poirot ragu-ragu.
Pemuda itu membujuk, "Mr. Blunt benar-benar
ingin bertemu Anda."
Hercule Poirot membungkuk sedikit. Ia berkata,
"Terima kasih, saya bersedia."
"Oh, syukurlah. Mr. Blunt akan senang sekali. Kalau dia singgah di tempat Anda kira-kira pukul 17.45,
maka... Oh, selamat pagi, Mrs. Olivera?"
168 Ibu Jane Olivera masuk. Dandanannya rapi sekali,
topinya dimiringkan ke depan hampir menutupi alis,
sengaja untuk menonjolkan tata rambutnya yang sangat rumit.
"Oh! Mr. Selby, apakah Mr. Blunt sudah menginstruksikan Anda tentang kursi-kursi taman itu? Saya
memang sudah membicarakan hal itu dengannya semalam, karena tahu kami akan berakhir pekan
dan..."
Mrs. Olivera berhenti, seakan-akan baru menyadari
kehadiran Poirot.
"Ini Mrs. Olivera, M. Poirot," sang sekretaris memperkenalkan.
"Senang sekali bisa bertemu Anda, Madame."
Poirot membungkuk.
Mrs. Olivera berkata acuh tak acuh, "Oh! How do
you do. Tentu saja, Mr. Selby, saya tahu Alistair sangat
sibuk sehingga masalah rumah tangga ini dianggapnya
tidak penting..."
"Itu betul sekali, Mrs. Olivera," potong Mr. Selby.
"Tapi dia sudah menyuruh saya sehubungan dengan
itu, jadi saya sudah menelepon Messrs. Deevers."
"Ah, kalau begitu masalah itu tak lagi membebani
saya. Sekarang, Mr. Selby, dapatkah Anda mengatakan
kepada saya"
Mrs. Olivera berdecak. Pikir Poirot, ia agak mirip
ayam betina. Ayam betina yang besar dan gemuk!
Sambil masih berdecak, Mrs. Olivera berjalan angkuh
menuju pintu.
"Dan apakah Anda betul-betul yakin tak akan
ada orang lain pada acara akhir pekan ini?"
169 Mr. Selby berdeham.
"Mmm... M. Poirot juga akan ikut berakhir pekan."
Mrs. Olivera langsung menghentikan langkah. Ia
berbalik dan mengamati Poirot tanpa menyembunyikan rasa tidak sukanya.
"Apakah betul begitu?"
"M. Blunt telah mengundang saya," jawab Poirot.
"Ah. Aneh... aneh sekali Alistair ini. Maaf, M.
Poirot, tapi Mr. Blunt sendiri telah berkata kepada
saya bahwa dia menginginkan akhir pekan yang tenang, di antara keluarganya saja!"
Selby bergegas menegaskan, "Mr. Blunt betul-betul
sangat mengharapkan kehadiran M. Poirot."
"Oh, benarkah? Dia tidak mengatakan itu kepada
saya."
Pintu terbuka. Jane yang membukanya. Dengan
tak sabar ia berseru, "Ibu, mengapa belum berangkat?
Bukankah acara makan siang kita pukul 13.15?"
"Sebentar, Jane. Sabarlah."
"Ayolah, cepat berangkat... Oh, halo, M. Poirot."
Gadis itu tiba-tiba terdiam?kekesalannya mendadak lenyap. Matanya menunjukkan kecemasannya.
Mrs. Olivera berkata dingin, "M. Poirot akan ikut
berakhir pekan ke Exsham."
"Oh?ya?"
Jane Olivera melangkah mundur agar ibunya bisa
lewat. Tepat ketika ia akan mengikutinya, ia membalikkan badan. "M. Poirot!" suaranya bernada memerintah. Poirot menghampirinya.
170 Ia berkata dengan suara rendah, "Anda ikut ke
Exsham? Mengapa?"
Poirot mengangkat bahu. Katanya, "Ini merupakan
kemurahan hati paman Anda."
Jane berkata, "Tapi dia tidak mungkin tahu. Tidak mungkin Kapan dia meminta Anda? Oh, tidak
perlu?"
"Jane!" Ibunya memanggilnya dari ruang depan.
Jane berkata cemas, "Jangan. Anda... Anda jangan
ke sana."
Jane menyusul ibunya ke luar. Poirot mendengar
suara-suara berbantahan yang keras. Ia mendengar
suara Mrs. Olivera yang tinggi diselingi decakan-decakan lidah. "Aku betul-betul takkan membiarkan kau
bersikap begitu tidak sopan, Jane Aku akan mengambil langkah-langkah yang perlu agar kau tidak
mencampuri..."
Sang sekretaris berkata, "Jadi kira-kira pukul enam
kurang sedikit, besok sore, M. Poirot?"
Poirot mengangguk seperti robot. Ia berdiri seperti
baru saja melihat hantu. Tapi pendengarannyalah, bukan penglihatannya, yang telah membuatnya sangat
terkejut.
Dua kalimat yang baru didengarnya lewat pintu
yang terbuka itu nyaris sama dengan yang didengarnya malam sebelumnya lewat telepon, dan ia sadar
mengapa suara itu cukup familier baginya.
Ketika ia berjalan ke luar, ke bawah terik matahari,
ia menggeleng-gelengkan kepalanya yang terasa kosong.
Mrs. Olivera?
171 Tapi itu tidak mungkin! Pasti bukan Mrs. Olivera
yang telah berbicara lewat telepon itu!
Wanita berkepala kosong?egois, tak berotak, tamak, serakah? Entah apa lagi julukan yang cocok
baginya.
"Si Ayam Gemuk? C?est ridicule!" gumam Hercule
Poirot.
Pendengarannya, pikirnya, pasti telah mengecohnya.
Meski begitu...
VI Rolls Royce itu menjemput Poirot tepat waktu. Pukul
enam kurang sedikit.
Penumpangnya hanya Alistair Blunt dan sekretarisnya. Mrs. Olivera dan Jane agaknya sudah pergi lebih
dulu dengan mobil lain.
Tak banyak yang patut diceritakan dari perjalanan
itu. Blunt jarang bicara, kalau berbicara pun kebanyakan hanya mengenai kebunnya dan pameran hortikultura belum lama sebelumnya.
Blunt menyatakan keberatannya ketika Poirot memberinya ucapan selamat karena dirinya lolos dari usaha
pembunuhan. Ia berkata, "Oh, itu! Jangan beranggapan orang itu bermaksud menembak saya. Bagaimanapun, pemuda malang itu kelihatannya belum tahu
cara membidik! Dia hanya salah satu dari sekian banyak mahasiswa yang kurang waras. Sebenarnya mereka tidak berbahaya. Tindakan mereka hanya didasar172 kan khayalan bahwa dengan menembak Perdana
Menteri, jalan sejarah bakal berubah. Betapa menyedihkan."
"Pernahkah Anda mengalami percobaan pembunuhan yang lain?"
"Kelihatannya melodramatis sekali," ujar Blunt,
matanya sedikit berkilat-kilat. "Seseorang mengirimi
saya bom lewat pos belum lama berselang. Tapi bom itu
sangat tidak eisien. Anda tahu, orang-orang yang ingin
menguasai dunia ini... sebenarnya apa sih yang mereka
pikirkan, kalau membuat bom saja mereka tidak becus?"
Ia menggeleng-geleng.
"Di mana-mana selalu sama... orang-orang berambut gondrong yang idealis... mereka orang-orang tak
berotak. Saya sendiri bukan orang pandai... saya belum pernah jadi orang pandai... tapi saya bisa membaca, menulis, dan berhitung dengan baik. Anda mengerti maksud saya?"
"Saya kira, ya. Tapi coba Anda jelaskan."
"Baiklah. Kalau saya membaca sesuatu dalam bahasa Inggris, saya mampu memahaminya?saya tidak
membicarakan hal-hal ilmiah atau ilosois?hanya
bahasa Inggris bisnis yang sederhana?tapi kebanyakan
orang tidak bisa! Kalau saya ingin menulis sesuatu,
saya mampu menuliskan yang saya maksudkan?tapi
saya telah menemukan banyak orang juga tak mampu
melakukan hal itu! Dan, seperti kata saya, saya bisa
berhitung?berhitung biasa. Kalau Jones mempunyai
delapan pisang dan Brown mengambil sepuluh darinya, berapakah pisang yang masih dimiliki Jones?
Orang cenderung berpura-pura jawaban soal hitungan
173 seperti itu sederhana. Mereka tak mau mengakui, pertama, Brown tidak mungkin melakukannya?dan kedua, dalam hal ini jawabannya negatif!"
"Mereka lebih menyukai jawaban seperti dalam
pertunjukan sulap?"
"Tepat. Para politikus sama buruknya. Tapi saya
selalu berpegang pada pola pemikiran yang sehat. Dengan ini kita tidak akan kalah." Lalu ia menambahkan
sambil tertawa kecil, "Tapi seharusnya saya tidak bicara
soal pekerjaan. Ini kebiasaan buruk. Saya sebenarnya
bermaksud melupakan semua itu kalau sudah keluar
dari London. Lagi pula, M. Poirot, saya sangat berharap
dapat mendengar beberapa kisah petualangan Anda.
Saya senang membaca cerita-cerita detektif atau petualangan. Apakah menurut Anda ada di antara ceritacerita itu yang bisa ditemui dalam kehidupan nyata?"
Setelah itu hampir seluruh sisa perjalanan diisi dengan kisah beberapa kasus spektakuler Hercule Poirot.
Alistair Blunt, dalam meminta penjelasan, hampir tak
berbeda dari anak-anak usia sekolah.
Suasana yang menyenangkan ini langsung sirna
begitu mereka tiba di Exsham. Di balik tubuhnya
yang gemuk, Mrs. Olivera memancarkan rasa tak suka
yang sangat mendalam terhadap Poirot. Ia berusaha
sedapat mungkin mengabaikan kehadiran Poirot. Sambutannya yang ramah jelas sekali hanya ditujukan
pada tuan rumah dan Mr. Selby.
Mr. Selby mengantar Poirot ke kamar yang disediakan baginya. Meskipun tidak luas, rumah ini indah
dan dilengkapi segala sesuatu yang menampilkan kesan tenang, sama seperti yang telah dilihat Poirot di
174 London. Segala sesuatunya mahal tapi sederhana. Bahwa semua itu sangat mahal hanya ditunjukkan lewat
kehalusan barang-barang yang tampaknya sederhana
itu. Hidangan yang disajikan sangat mengagumkan?
betul-betul masakan Inggris, bukan masakan Eropa
daratan?anggur pada acara santap malam itu membuat Poirot tergoda untuk selalu memuji. Supnya
yang bening sangat sempurna, demikian pula panggang daging lidah, kambing guling, serta dessert yang
terdiri atas kacang polong, stroberi, dan krim.
Poirot begitu menikmati semua ini sehingga sikap
Mrs. Olivera yang sangat dingin serta putrinya yang
ketus nyaris tak dihiraukannya. Jane, entah mengapa,
sama sekali tidak menunjukkan sikap bersahabat. Menjelang usainya acara santap malam, akhirnya Poirot
menyadari hal itu membuatnya heran!
Sambil mengamati semua yang hadir di meja makan, Blunt bertanya, "Helen tidak ikut makan?"
Julia Olivera menarik bibirnya sedemikian rupa sehingga membentuk garis tegang. Ia berkata, "Helen,
kupikir, telah bekerja terlalu keras di kebun. Karenanya
Satu Dua Pasang Gesper Sepatunya Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
aku menyarankan dia langsung tidur saja dan beristirahat daripada bersusah-susah berdandan dan datang kemari. Tampaknya dia betul-betul menuruti nasihatku."
"Oh, begitu." Meski begitu, samar-samar kelihatan
Blunt bertanya-tanya. "Kupikir dengan acara akhir
pekan seperti ini dia bisa menikmati suasana yang
agak berbeda dari biasa."
"Helen wanita bersahaja. Dia senang tidur agak
sore," Mrs. Olivera menegaskan.
Sementara Poirot dan kedua wanita menuju ruang
175 duduk, Blunt masih bercakap-cakap sebentar dengan
sekretarisnya. Poirot mendengar Jane Olivera berkata
kepada ibunya, "Paman Alistair betul-betul tidak menyukai tindakan Ibu mengucilkan Helen Montressor
begitu rupa."
"Omong kosong," sambut Mrs. Olivera tegas.
"Alistair terlalu baik. Sudah untung wanita itu boleh
tinggal di pondok tanpa harus membayar sewa, tapi
kalau Alistair juga menghendaki wanita itu ikut bersantap malam setiap akhir pekan, rasanya itu mustahil! Lagi pula dia hanya sepupu jauh atau apa. Kupikir Alistair tidak perlu terlalu menghiraukannya!"
"Kupikir dia sudah puas dengan keadaannya," ujar
Jane. "Dia selalu menyibukkan diri di kebun."
"Memang begitulah seharusnya," sahut Mrs.
Olivera. Kekesalannya mulai reda. "Orang Skotlandia
terutama dihargai karena kemandirian mereka."
Ia duduk tenang di sofa, dan masih tanpa menghiraukan kehadiran Poirot, menambahkan, "Tolong
ambilkan Low Down Review, Jane. Ada tulisan tentang Lois Van Schuyler di dalamnya dan tentang
orang Maroko yang membimbingnya."
Alistair Blunt muncul di ambang pintu. Ia berkata,
"M. Poirot, mari ke kamar saya."
Kamar pribadi Alistair Blunt adalah ruangan yang
memanjang di bagian belakang dan berlantai lebih
rendah daripada rumah utama, dengan jendela-jendela
membuka ke arah kebun. Tempat itu menyenangkan,
dengan kursi-kursi berlengan tinggi serta bangku-bangku yang seolah-olah tidak begitu rapi, namun menimbulkan kesan nyaman.
176 (Tak perlu diungkapkan, Hercule Poirot sebenarnya
lebih menyukai cara penataan yang simetris!)
Sehabis menawari tamunya rokok dan menyulut
pipanya sendiri, Alistair Blunt langsung menuju pokok persoalan yang akan dibicarakan. Katanya, "Banyak hal yang bagi saya tidak memuaskan. Maksud
saya, tentu saja, menyangkut kasus wanita yang bernama Sainsbury Seale ini. Karena alasan mereka sendiri?alasan yang benar-benar bisa dimaklumi?pemerintah memutuskan menghentikan pencarian terhadap
wanita ini. Saya tidak tahu pasti siapa orang bernama
Albert Chapman atau apa yang dikerjakannya?namun agaknya tugas dan peranannya sangat vital bagi
negara ini. Saya tidak mengetahui seluk-beluknya, tapi
Perdana Menteri menyatakan mereka tak berani menanggung akibat yang bakal timbul dari publisitas apa
pun menyangkut kasus ini dan bahwa makin cepat
kasus ini dilupakan orang, makin baik.
"Itu betul-betul bisa dimaklumi. Itu pandangan
resmi pemerintah, dan mereka mengetahui kebijakankebijakan yang perlu dilakukan. Karena itu mereka
memerintahkan agar upaya pengusutan yang dilakukan polisi dihentikan."
Sambil tetap duduk ia membungkuk.
"Tapi saya ingin mengetahui kebenaran, M. Poirot.
Dan Anda-lah orang yang bisa mencarikan kebenaran
itu bagi saya. Dalam kasus ini Anda tidak terikat kebijakan pemerintah."
"Apa yang Anda inginkan, M. Blunt?"
"Saya ingin Anda menemukan wanita ini?
Sainsbury Seale."
177 "Hidup atau mati?"
Alistair Blunt mengernyitkan alis.
"Menurut Anda, mungkinkah dia sudah mati?"
Beberapa saat Hercule Poirot tidak menjawab, kemudian ia berkata, pelan dan dengan tekanan, "Kalau
Anda menginginkan pendapat saya?tapi ini hanya
pendapat, ingat?maka, ya, saya kira dia sudah
mati."
"Mengapa Anda menduga demikian?"
Hercule Poirot tersenyum samar.
Ia berkata, "Anda tidak akan mengerti kalau saya
mengatakan itu karena sepasang stoking yang tersimpan di laci."
Alistair Blunt menatapnya heran. "Anda orang
aneh, M. Poirot."
"Saya memang sangat aneh. Itu menurut orangorang. Sebenarnya saya orang yang metodis, berpikir
secara teratur dan menggunakan logika?dan saya tidak suka membengkok-bengkokkan fakta untuk mendukung suatu teori, meskipun fakta yang saya temukan itu ternyata luar biasa!"
Alistair Blunt berkata, "Saya sendiri sudah bolakbalik memikirkan masalah ini... saya memang selalu
lambat berpikir. Dan semuanya kelihatan tidak masuk
akal! Maksud saya, dokter gigi itu bunuh diri, lalu
ada wanita yang dimasukkan ke koper pakaian bulunya sendiri dengan wajah rusak. Itu menjijikkan!
Betul-betul menjijikkan! Saya tak dapat mengenyahkan
perasaan ada sesuatu di balik semua ini."
Poirot mengangguk.
Blunt berkata lagi, "Dan perlu Anda ketahui?
178 semakin memikirkannya, semakin saya yakin wanita
itu tidak pernah mengenal istri saya. Itu hanya alasan
agar bisa berbicara dengan saya. Tapi untuk apa? Apa
keuntungannya baginya? Maksud saya, apakah itu hanya untuk sumbangan kecil? Lagi pula sumbangan
untuk suatu yayasan, bukan untuk dirinya sendiri.
Meski begitu saya benar-benar merasa... bahwa... itu
telah direncanakan... rasanya bukan kebetulan dia bisa
bertemu saya di depan rumah itu. Saat kemunculannya sepertinya telah diperhitungkan dengan matang!
Pas sekali! Tapi untuk apa? Saya terus bertanya sendiri... untuk apa?"
"Pertanyaan yang sama... untuk apa? Itu pula yang
saya tanyakan pada diri saya sendiri, dan saya tidak bisa
menjawabnya... tidak, saya tidak bisa menjawabnya."
"Apakah Anda tidak punya pendapat tentang masalah ini?"
Poirot mengibaskan tangan.
"Pendapat saya tentang ini rasanya terlalu kekanakkanakan. Saya berkata sendiri, itu barangkali isyarat
untuk menunjukkan Anda-lah orangnya. Tapi lagi-lagi
itu mustahil... Anda betul-betul orang terkenal... dan
bukankah lebih mudah kalau mengatakan, ?Lihat, itulah dia, yang sebentar lagi akan lewat pintu itu.?"
"Bagaimanapun," ujar Blunt, "untuk apa orang harus menunjuk saya?"
"M. Blunt, coba ingat-ingat lagi ketika Anda sedang duduk di kursi periksa pagi itu. Adakah sesuatu
yang dikatakan Morley dengan nada yang lain dari
biasa? Tidak adakah yang dapat Anda ingat yang
mungkin bisa dijadikan petunjuk?"
179 Alistair Blunt mengernyitkan dahi cukup lama.
Lalu ia menggeleng.
"Maaf. Tak ada lagi yang bisa saya ingat."
"Benar-benar yakinkah Anda bahwa dia tidak menyebut-nyebut wanita ini... Miss Sainsbury Seale?"
"Tidak."
"Atau wanita lain... Mrs. Chapman?"
"Tidak?tidak?kami tidak berbicara sama sekali.
Kami hanya bicara tentang mawar, tentang kebun yang
membutuhkan hujan, tentang liburan... lain tidak."
"Dan tak seorang pun masuk ke ruangan itu ketika
Anda di sana?"
"Coba saya ingat... tidak, saya kira tidak. Pada kesempatan lain seingat saya ada seorang gadis di sana,
gadis berambut pirang. Tapi kali itu dia tidak ada.
Oh, dokter gigi lain masuk, saya ingat... yang berbicara dengan aksen Irlandia."
"Apakah yang dikatakan atau dilakukannya?"
"Dia hanya mengajukan beberapa pertanyaan kepada Morley, lalu keluar lagi. Menurut saya, Morley
agak ketus kepadanya. Dia hanya sebentar sekali di
situ, satu menit mungkin."
"Dan tidak ada lagi yang bisa Anda ingat? Tidak
ada sama sekali?"
"Tidak. Dia betul-betul normal."
Hercule Poirot berkata sambil merenung, "Saya,
juga, merasa dia betul-betul normal."
Cukup lama mereka terdiam. Kemudian Poirot berkata, "Apakah Anda kebetulan ingat, Monsieur, pada
pemuda di ruang tunggu di bawah, yang ketika itu
menunggu bersama Anda?"
180 Alistair Blunt mengernyitkan dahi. "Coba saya ingatingat?ya, ada seorang pemuda... agak gelisah kelihatannya. Tapi saya tidak begitu mengingatnya. Mengapa?"
"Apakah Anda akan mengenalinya kalau melihatnya
lagi?"
Blunt menggeleng.
"Saya sama sekali tidak memperhatikannya."
"Dia sama sekali tidak mencoba bercakap-cakap
dengan Anda?"
"Tidak."
Dengan rasa ingin tahu yang polos Blunt memandang lawan bicaranya. "Apa maksud Anda? Siapakah
pemuda ini?"
"Namanya Howard Raikes."
Dengan saksama Poirot menunggu reaksi yang
mungkin muncul, ternyata tak ada apa-apa.
"Mestikah saya mengenal nama itu? Pernahkah saya
bertemu dengannya di tempat lain?"
"Kecuali di dokter gigi, saya kira Anda belum pernah bertemu dengannya. Dia teman kemenakan
Anda, Miss Olivera."
"Oh, salah seorang teman Jane?"
"Ibunya, setahu saya, tidak menyetujui hubungan
mereka."
Tanpa berpikir Alistair Blunt menanggapi, "Saya
kira itu takkan ada pengaruhnya pada Jane yang keras
kepala."
"Begitu serius si ibu melarang hubungan tersebut,
sejauh yang saya ketahui, sehingga dia membawanya
ke sini dari Amerika dengan maksud memisahkannya
dari pemuda itu."
181 "Oh!" Wajah Blunt menunjukkan dirinya mulai
mengerti. "Pemuda itu?"
"Aha, Anda makin tertarik sekarang."
"Saya percaya dalam segala hal dia jauh dari yang
kami harapkan. Dia banyak melibatkan diri dalam
kegiatan-kegiatan subversif."
"Saya tahu dari Miss Oliver, bahwa pagi itu dia
mendaftar untuk berobat di Queen Charlotte Street,
namun maksud sesungguhnya adalah untuk melihat
Anda dari dekat."
"Dan mencoba membujuk saya agar mau menerimanya?"
"Ah... tidak... saya mengerti gagasan sesungguhnya
justru agar dialah yang bisa memperoleh kesan baik
tentang Anda."
"Huh, persetan dengan semua itu!"
Poirot menyembunyikan senyumnya.
"Tampaknya Anda-lah orang yang paling dibencinya."
"Dia juga tipe pemuda yang paling tidak saya sukai! Orang-orang yang bukannya bekerja tapi malah
menghabiskan waktu untuk segala omong kosong!"
Poirot sesaat terdiam, kemudian berkata, "Maukah
Anda memaafkan kalau saya mengajukan pertanyaan
yang agak kurang sopan atau terlalu pribadi?"
"Teruskan."
"Bila Anda meninggal dunia, bagaimanakah isi surat wasiat Anda?"
Blunt menatapnya. Dengan tajam ia bertanya,
"Mengapa Anda ingin tahu?"
182 "Sebab mungkin saja," Poirot mengangkat bahu,
"itu ada kaitannya dengan kasus ini."
"Omong kosong!"
"Mungkin. Tapi mungkin juga tidak."
Alistair Blunt berkata dingin, "Saya kira Anda terlalu mencari-cari sensasi, M. Poirot. Tak seorang pun
pernah mencoba membunuh saya!"
"Bom melalui pos... tembakan di depan rumah
Perdana Menteri..."
"Oh, itu! Siapa pun yang berperan dalam percaturan keuangan dunia akan menerima perhatian semacam itu dari orang-orang fanatik yang sinting."
Blunt menatapnya.
"Ke mana arah pembicaraan Anda?"
"Dalam bahasa sederhana, saya ingin tahu siapa
saja yang beruntung oleh kematian Anda."
Satu Dua Pasang Gesper Sepatunya Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Blunt menyeringai.
"Terutama Rumah Sakit St. Edward, Rumah Sakit
Kanker, dan Yayasan Tunanetra Kerajaan."
"Ah!"
"Sebagai tambahan, saya telah menyisihkan sejumlah uang bagi kemenakan istri saya, Mrs. Olivera; sejumlah yang sama, tapi dalam bentuk trust, bagi
putrinya Jane Olivera, dan juga sejumlah provisi yang
cukup besar bagi satu-satunya kerabat saya yang masih hidup, seorang sepupu kedua, Helen Montressor,
yang hidupnya sangat menderita dan sekarang menempati pondok kecil, masih di tanah ini juga."
Ia berhenti sejenak kemudian meneruskan, "Ini, M.
Poirot, harus betul-betul Anda rahasiakan."
"Tentu, Monsieur, itu sudah pasti."
183 Alistair Blunt menambahkan dengan sinis, "Saya
kira, M. Poirot, Anda tidak berprasangka bahwa baik
Julia, Jane, maupun sepupu saya, Helen Montressor,
sedang merencanakan membunuh saya untuk mendapatkan harta, bukan?"
"Saya tidak berprasangka begitu... sama sekali tidak."
Kekhawatiran Blunt sedikit mereda. Katanya, "Dan
Anda bersedia melakukan permintaan saya yang tadi,
bukan?"
"Mencari Miss Sainsbury Seale? Ya, saya bersedia."
Alistair Blunt berkata ramah, "Anda memang orang
baik."
VII Ketika keluar dari ruangan itu, Poirot nyaris bertubrukan dengan sesosok tubuh tinggi. Ia berkata,
"Maafkan saya, Mademoiselle."
Jane Olivera menyisih sedikit. Katanya, "Tahukah
Anda dugaan saya tentang diri Anda, M. Poirot?"
"Eh bien..., Mademoiselle..."
Gadis itu langsung memotongnya. Pertanyaan itu
memang tidak dimaksudkan untuk dijawab Poirot.
Artinya, Jane Olivera sendirilah yang akan menjawab. "Anda mata-mata, itulah Anda! Mata-mata yang
hina, rendah, dan menjijikkan, serta hanya membuat
onar!"
184 "Saya perlu meyakinkan Anda, Mademoiselle..."
"Saya tahu betul yang Anda cari! Dan sekarang
saya tahu selama ini Anda berbohong! Mengapa Anda
tidak langsung mengaku? Nah, saya akan mengatakan
ini kepada Anda... Anda tidak akan menemukan apa
pun! Tak ada yang harus dicari! Tak seorang pun
ingin mencelakakan paman saya. Dia cukup aman.
Dia akan selalu aman. Aman, tenang, dan tak tergoyahkan kedudukannya! Dia betul-betul seorang John
Bull (julukan bagi orang Inggris) yang tegar, hanya
itu... tanpa imajinasi ataupun visi sedikit pun."
Ia berhenti sejenak, kemudian dengan suara parau
dan dalam serta sengit ia berkata, "Saya muak melihat
Anda... Anda detektif borjuis yang haus darah!"
Gadis itu segera berlalu dari hadapannya.
Hercule Poirot berdiri mematung, matanya terbelalak lebar sekali, alisnya terangkat, dan sambil merenung tangannya memelintir kumisnya.
Diakuinya julukan borjuis itu memang pantas baginya. Pandangannya tentang hidup ini memang borjuis, demikian pula gaya hidupnya, tapi penggunaan
julukan itu sebagai ungkapan rasa jijik oleh Jane
Olivera yang sebelumnya bersikap wajar terhadapnya,
sungguh terasa amat janggal.
Sambil masih berpikir ia pergi ke ruang duduk.
Di situ Mrs. Olivera sedang bermain kartu sendirian.
Ia mendongak ketika Poirot masuk, memandangnya
dingin seperti orang yang ketakutan melihat tawon
hitam, kemudian bergumam seperti orang yang sedang berdoa.
185 "Joker merah sesudah ratu hitam."
Karena merinding Poirot tidak jadi masuk ke situ.
Dengan sedih ia berkata dalam hati, "Ya, Tuhan. Tampaknya tak seorang pun menyukai aku di sini!"
Ia mencoba berjalan-jalan di kebun. Malam itu sangat memesona dan udara dipenuhi aroma bunga
malam. Perasaan bahagia menyeruak ke dalam hati
Poirot ketika ia menghirup udara segar itu dalamdalam. Kemudian ia berjalan tanpa tujuan menyusuri
jalan setapak di antara dua baris pagar hidup. Di tikungan ia berbelok, dan melihat dua sosok di kegelapan langsung memisah. Rupanya ia sudah menyebabkan sepasang insan yang sedang asyik bermesraan
merasa terganggu. Poirot segera berbalik dan bergegas
kembali lewat jalan semula.
Bahkan di luar sini pun, agaknya, kehadirannya tidak dikehendaki.
Ia lewat di bawah jendela kamar Alistair Blunt dan
kedengarannya pria itu sedang mendiktekan sesuatu
kepada Mr. Selby.
Seakan-akan sudah ditentukan bahwa hanya satu
tempat yang diperuntukkan bagi Hercule Poirot, ia
pergi ke kamar tidurnya.
Beberapa saat ia mencoba mencerna berbagai aspek
fantastis yang telah ditemuinya.
Salahkah ia bila ia menduga suara di telepon itu
adalah suara Mrs. Olivera? Ia yakin itu mustahil!
Ia mengingat kembali semua yang pernah diungkapkan Mr. Barnes. Ia berspekulasi tentang hal-ikhwal
Mr. Q.X.912, alias Albert Chapman yang misterius.
Ia ingat juga, diikuti serbuan rasa jengkel, pandangan
186 gelisah pada sorot mata Agnes, pelayan wanita Miss
Morley...
Selalu sama saja, orang cenderung tidak bersikap
terbuka! Biasanya yang mereka sembunyikan itu memang betul-betul tidak penting, tapi sampai semua
itu tersingkir, rasanya tak mungkin mendapatkan jalan
yang lurus.
Saat itu jalan yang ditempuhnya memang sudah
lurus!
Dan rintangan paling besar yang menghalanginya
berpikir secara jelas dan teratur adalah seperti yang
telah diungkapkannya pada dirinya sendiri, yakni
masalah-masalah yang kontradiktif dan mustahil yang
berkaitan dengan Miss Sainsbury Seale. Karena, seandainya fakta-fakta yang teramati Hercule Poirot adalah
fakta-fakta sejati?tak satu pun yang tidak mengandung makna!
Dengan perasaan heran karena telah berpikir begitu, Hercule Poirot bertanya kepada dirinya sendiri,
"Mungkinkah ini karena aku sudah mulai tua?"
187 SETELAH melewati malam yang tidak begitu menyenangkan, keesokan harinya Poirot bangun pagi-pagi
benar. Cuaca pagi itu betul-betul indah, dan ia mencoba menyusuri kembali jalan yang ditempuhnya malam
sebelumnya.
Pagar hidup itu kini bisa menyuguhkan segala keindahan yang dimilikinya, dan meskipun Poirot lebih
menyukai penataan bunga yang lebih teratur?seperti
yang pernah dilihatnya di Ostend?bagaimanapun ia
menyadari ini sudah mewujudkan semangat berkebun
orang Inggris yang paling tinggi.
Dengan santai ia terus berjalan melewati kebun
mawar, yang kerapian pengaturannya membangkitkan
kekagumannya?dan melewati jalan setapak yang berkelok-kelok, hingga akhirnya tiba di dekat pondok
tempat penyimpanan pupuk dan alat-alat berkebun.
Di sana ia melihat wanita bertubuh kekar yang
mengenakan mantel dan rok wol, beralis hitam, dan
SEBELAS, DUA BELAS,
CARI DAN SELIDIKI
188 rambutnya hitam berpotongan pendek. Wanita itu
sedang berbicara dengan logat Skot yang pelan namun
bertekanan. Poirot memastikan lelaki yang diajak bicara wanita itu adalah kepala tukang kebun, dan kepala
tukang kebun itu tampaknya tidak menyukai percakapan tersebut.
Gaya bahasa yang sarkastik memang jelas terdengar
dalam suara Miss Helen Montressor, karena itu diamdiam Poirot menghindar dengan membelok ke jalan
yang lebih kecil.
Seorang tukang kebun yang, menurut pengamatan
Poirot, sedang mencuri-curi waktu untuk beristirahat
dengan cara menopangkan tubuh pada sekopnya, mulai menggali lagi dengan giat ketika Poirot mendekat.
Orang itu, yang ternyata masih muda, menggali dengan bersemangat sambil memunggungi Poirot yang
berhenti sebentar mengamatinya.
"Selamat pagi," sapa Poirot ramah.
Sahutan yang terdengar hanya gumaman, "Pagi,
Sir," tapi ia tidak menghentikan pekerjaannya.
Poirot merasa agak heran. Berdasarkan pengalamannya, betapapun giat seorang tukang kebun bekerja, ia
akan senang dan berhenti sejenak bila ada orang menyapanya.
Yang dilihatnya kali ini, pikirnya, agak tidak wajar.
Beberapa saat ia masih berdiri di situ memperhatikan
sosok tubuh yang baru disapanya. Rasanya, entah
benar atau tidak, ada sesuatu yang tidak asing pada
gerak-gerik bahu pemuda itu. Atau mungkinkah, pikir
Hercule Poirot, ia kini mempunyai kebiasaan untuk
menghubung-hubungkan suara dengan gerak bahu,
189 sehingga yang baru dilihatnya ini seolah-olah tak
asing baginya? Apakah, seperti yang dicemaskannya
semalam, ia mulai beranjak tua?
Sambil terus berpikir, ia meneruskan langkah ke
luar kebun berdinding tembok itu dan berhenti sejenak untuk mencari bukit kecil yang dilindungi semak-semak.
Sesaat kemudian, dari balik semak Hercule Poirot
mengintip ke dalam kebun, ke arah tukang kebun
yang kini sudah berhenti menggali dan mengusap
keringat di wajahnya dengan lengan baju.
"Aneh dan menarik sekali," gumam Hercule Poirot
ketika memperhatikan sekali lagi.
Akhirnya ia keluar dari semak dan mengibas-ngibas
ranting dan dedaunan kering yang telah mengotori
pakaiannya.
Ya, memang, aneh dan menarik sekali, karena
Frank Carter, yang katanya melakukan pekerjaan sekretaris di luar kota, ternyata bekerja sebagai tukang kebun di tanah milik Alistair Blunt. Ketika sedang memikirkan hal itu, Hercule Poirot mendengar bunyi
gong di kejauhan, lalu ia mulai melangkah pulang.
Di tengah perjalanan, kebetulan ia mendapati tuan
rumahnya sedang bercakap-cakap dengan Miss
Montressor yang baru saja muncul dari rumah kebun.
Suara Miss Montressor yang khas terdengar jelas,
"Kau memang baik, Alistair, tapi aku takkan menerima undanganmu selama kerabat-kerabat Amerika-mu
itu ada di sini!"
Blunt berkata, "Julia memang kurang bisa membawa diri, tapi dia tidak bermaksud?"
190 Miss Montressor dengan tenang langsung memotong, "Menurut pendapatku, sikapnya terhadapku sangat kurang ajar, dan aku tidak ingin bergaul dengan
orang-orang yang kurang ajar?termasuk wanita-wanita Amerika-mu atau yang lainnya!"
Miss Montressor langsung pergi. Di mata Poirot,
Blunt tampak tidak berbeda dari laki-laki yang kewalahan ketika berbantahan dengan wanita. Dengan penuh sesal Alistair Blunt berkata, "Perempuan memang
setan semua! Selamat pagi, M. Poirot. Pagi ini indah,
bukan?"
Mereka berjalan menuju rumah dan Blunt berkata
sambil menghela napas, "Saya sungguh merindukan
istri saya!"
Di ruang makan, kepada Julia yang angkuh ia berkata, "Julia, agaknya kau telah melukai perasaan
Helen."
Mrs. Olivera menyahut geram, "Ah, orang Skotlandia
memang selalu mudah tersinggung."
Alistair Blunt tampak sedih.
Hercule Poirot berkata, "Saya lihat, Anda mempunyai tukang kebun yang agaknya belum lama bekerja
di sini."
"Sangat mungkin," sahut Blunt. "Ya, Burton, tukang kebun ketiga berhenti bekerja sejak sekitar tiga
minggu yang lalu, karena itu kami mengambil pemuda itu sebagai penggantinya."
"Ingatkah Anda dari mana dia berasal?"
"Saya benar-benar tidak tahu. Dia bekerja di sini
dengan perantaraan Mac Alister. Entah siapa yang
menyarankan kepada saya agar mencobanya. Tapi bela191 kangan saya agak terkejut, karena Mac Alister mengatakan tukang kebun ini kurang memuaskan. Dia bermaksud memecatnya lagi."
"Siapakah namanya?"
Satu Dua Pasang Gesper Sepatunya Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Dunning?Sunbury?kalau tidak salah."
"Maaf, rasanya kurang sopan kalau saya menanyakan upah yang Anda berikan kepadanya."
Alistair Blunt tampak geli.
"Sama sekali tidak. Dua pound lima belas pence
saya kira."
"Tidak lebih?"
"Pasti tidak... bahkan mungkin kurang sedikit dari
itu."
"Ah," keluh Poirot, "itu mengherankan sekali."
Alistair Blunt menatapnya dengan pandangan menyelidik.
Tapi Jane Olivera, yang datang bergegas sambil
membawa surat kabar, menghentikan pembicaraan
mereka.
"Banyak agaknya orang yang ingin menyingkirkan
kau, Paman Alistair!"
"Oh, rupanya kau juga membaca tentang debat di
DPR. Tidak apa-apa. Hanya Archerton... dia memang
selalu memancing di air keruh. Dan dia mempunyai
gagasan paling gila tentang keuangan. Kalau kita menuruti kemauannya, Inggris bakal bangkrut dalam seminggu."
Jane berkata, "Tidakkah Paman pernah ingin mencoba sesuatu yang baru?"
"Tidak, kecuali itu betul-betul penyempurnaan terhadap yang lama, Sayang."
192 "Tapi Paman tidak pernah berpikir itu akan terjadi.
Paman selalu berkata, ?Ini takkan berhasil?, tanpa sekali pun mencobanya."
"Eksperimentalis bisa mendatangkan hal-hal yang
tidak dikehendaki."
"Ya, tapi bagaimana Paman bisa puas dengan apa
yang ada sekarang ini? Termasuk semua pemborosan,
ketidakadilan, dan sebagainya. Tindakan nyata harus
dilakukan guna mengatasi semua itu!"
"Pemerintah telah melaksanakan tugasnya dengan
baik sekali, Jane. Segala-galanya telah dipertimbangkan
masak-masak."
Dengan bernafsu Jane menanggapi, "Yang dibutuhkan adalah surga dan dunia yang baru! Dan Paman
duduk saja di situ sambil berpangku tangan!"
Ia langsung bangkit dan keluar lewat jendela rendah menuju kebun.
Alistair kelihatan agak kaget dan kecewa.
Ia berkata, "Jane telah banyak berubah akhir-akhir
ini. Dari manakah dia mendapatkan semua gagasan
itu?"
"Jangan pedulikan apa pun yang dikatakan Jane,"
Mrs. Olivera menengahi. "Jane masih sangat lugu.
Kau tahu apa kerja gadis-gadis zaman sekarang... mereka pergi ke pesta-pesta urakan, bergaul dengan pemuda-pemuda yang tidak keruan, dan ketika pulang,
yang mereka ceritakan semuanya omong kosong."
"Ya, tapi Jane biasanya tidak mudah menerima pendapat orang lain."
"Ini hanya mode, Alistair, ini memang masa mereka memberontak!"
193 Alistair Blunt menyahut, "Ya, ini memang sedang
masa mereka memberontak."
Ia tampak agak cemas.
Mrs. Olivera bangkit dan Poirot segera membukakan pintu baginya. Wanita itu berlalu sambil mengerutkan kening.
Tiba-tiba Alistair berkata, "Saya tidak menyukai
semua ini, Anda tahu! Semua orang membicarakan hal
yang sama! Dan semuanya tidak berarti apa-apa! Semuanya omong kosong! Rasanya saya pernah bisa sependapat dengan mereka... surga dan dunia baru. Apa artinya?
Mereka sendiri tidak tahu! Mereka hanya mabuk."
Lalu ia tiba-tiba tersenyum. Meski agak kecut.
"Saya salah seorang Pengawal Orde Lama terakhir,
Anda tentu tahu."
Poirot berkata, "Seandainya Anda... tersingkir, apa
yang akan terjadi?"
"Tersingkir! Bagaimana mungkin?" Namun sekonyong-konyong wajahnya berubah sendu. "Kalaupun
itu terjadi, orang-orang dungu itu akan melaksanakan
eksperimen-eksperimen mereka yang sangat mahal.
Dan itu akan merupakan akhir kestabilan... akhir
masa berpikir sehat, akhir tingkat perekonomian yang
kuat. Dan pada hakikatnya, juga merupakan akhir
Inggris, negara kita ini, sejauh yang saya tahu"
Poirot mengangguk. Pada dasarnya ia menaruh simpati pada bankir ini. Ia juga mengakui kekuatan perekonomian Inggris masa itu. Dan ia mulai menyadari
dengan suatu pemahaman baru, apa tepatnya yang
dipertahankan oleh Alistair Blunt. Mr. Barnes pernah
menceritakan hal itu kepadanya, namun ia nyaris ti194 dak menanggapinya. Kini tiba-tiba saja ia merasa takut II "Surat-surat saya sudah selesai," ujar Blunt ketika kemudian ia muncul lagi. "Nah, M. Poirot, sekarang
saya ingin Anda melihat-lihat kebun saya."
Keduanya keluar bersama-sama dan dengan bersemangat Blunt bercerita tentang hobinya.
Kebun yang tersusun dari batu-batu cadas, dengan
berbagai tumbuhan pegunungan yang langka, adalah
salah satu yang paling dibanggakannya, karenanya mereka cukup lama di sana. Blunt menunjukkan jenisjenis tumbuhan yang menarik tapi langka itu.
Hercule Poirot, yang kakinya terbungkus sepatu
kulitnya yang terbaik, mendengarkan dengan sabar,
sambil sesekali memindahkan berat tubuhnya dari
kaki yang satu ke kaki lain dan agak mengernyit ketika terik matahari rasanya menyebabkan kakinya berubah menjadi sepasang puding raksasa!
Tuan rumahnya terus berjalan, sambil menunjuk
bermacam-macam tumbuhan di sepanjang batas kebunnya. Kumbang dan tawon mendengung-dengung,
dan tak jauh dari mereka terdengar suara monoton
gunting pemangkas semak-semak.
Suasana di situ sangat damai namun mengundang
kantuk.
Blunt berhenti di ujung kebun, kemudian berbalik.
195 Suara gunting pemangkas daun terdengar sangat dekat
tapi tukang kebun yang memangkasnya tidak kelihatan. "Coba lihat pemandangan itu dari sini, Poirot. Bunga William itu memang lebih cantik daripada biasanya tahun ini. Saya tidak ingat kapan pernah melihat
yang sebagus itu... dan yang itu bunga Russell Lupin.
Istimewa sekali warnanya."
Dor! Suara tembakan memecah keheningan pagi
itu. Sesuatu mencicit membelah udara dengan ganas.
Dengan bingung dan waswas Alistair Blunt berpaling
ke segaris asap tipis yang mengepul dari tengah-tengah semak pohon.
Tiba-tiba suara umpatan dan caci maki terdengar.
Semak itu bergoyang-goyang karena ada dua laki-laki
sedang bergumul. Tak lama kemudian suara tinggi
berlogat Amerika terdengar sangat tegas, "Kena kau,
bajingan! Taruh pistol itu!"
Kedua orang itu muncul ke tempat terbuka. Tukang kebun muda yang tadi bekerja begitu giat tampak meronta-ronta dalam telikungan laki-laki yang
nyaris satu kepala lebih tinggi.
Poirot segera mengenali orang yang lebih jangkung
itu. Ia sudah menebak dari suaranya.
Frank Carter menggeram, "Lepaskan aku! Bukan
aku yang melakukannya!"
Howard Raikes membalas, "Oh, bukan ya? Hanya
menembak burung, kalau begitu?"
Howard Raikes berhenti, lalu memandang kedua
orang yang baru datang. "Mr. Alistair Blunt? Orang
196 ini baru saja mencoba menembak Anda. Untung saya
tidak terlambat."
Frank Carter berteriak, "Bohong! Saya sedang memangkas semak. Saya mendengar tembakan dan sepucuk pistol jatuh tepat dekat kaki saya. Saya langsung
mengambilnya, bukankah itu wajar? Kemudian si gila
ini menerjang saya."
Howard Raikes menyahut geram, "Pistol itu ada di
tanganmu dan baru saja ditembakkan!"
Sambil membuat gerak isyarat, ia menendang pistol
itu ke dekat Poirot. "Coba dengar pendapat detektif
ini tentang pistol itu! Untung aku tidak terlambat
menangkapmu. Kukira masih ada beberapa peluru
lagi dalam pistol otomatismu."
Poirot bergumam, "Betul."
"Nah, Dunnon... Dunbury... hei siapa namamu?"
Hercule Poirot menyela, "Nama orang ini Frank
Carter."
Carter berpaling marah kepadanya. "Anda selalu
menguntit saya! Anda memata-matai saya sejak hari
Minggu itu. Tapi itu tidak benar. Saya tidak pernah
menembaknya."
Hercule Poirot berkata lembut, "Kalau begitu, dalam hal ini, siapa yang melakukannya?"
Ia menambahkan, "Tak ada orang lain lagi di sini,
kecuali kita, betul?"
* * *
197 III Jane Olivera datang sambil berlari sepanjang jalan setapak. Saking cepatnya ia berlari, rambutnya tampak
lurus sekali di belakangnya. Matanya lebar ketakutan.
Dengan tergopoh-gopoh ia berkata, "Howard?"
Howard Raikes menyahut tenang, "Halo, Jane. Aku
baru saja menyelamatkan nyawa pamanmu."
"Oh!" Jane terdiam. "Benarkah?"
"Kedatangan Anda rupanya sangat kebetulan,
Mr...." Blunt tidak bisa meneruskan.
"Ini Howard Raikes, Paman Alistair. Dia temanku."
Blunt menatap Raikes, lalu tersenyum.
"Oh!" serunya. "Jadi Anda-lah teman pria Jane!
Terima kasih!"
Dengan napas terengah-engah seperti motor uap
bertekanan tinggi, Julia Olivera muncul di tempat
kejadian. Dengan tersengal-sengal ia berkata, "Aku
mendengar tembakan. Apakah Alistair... Hei..." Seperti
baru melihat hantu ia terbelalak memandang Howard
Raikes. "Kau? Hei, hei, berani betul kau?"
Jane berkata dengan suara sedingin es, "Howard
baru saja menyelamatkan nyawa Paman Alistair,
Ibu."
"Apa? Aku... aku..."
"Orang ini mencoba menembak Paman Alistair,
untung Howard berhasil meringkus dan merebut pistolnya."
198 Dengan marah sekali Frank Carter berseru, "Kalian
pembohong, kalian semua!"
Mrs. Olivera, yang mendadak bengong, hanya bisa
mengeluarkan suara, "Oh!" Namun sesaat kemudian
ia sudah berhasil memperbaiki sikapnya. Ia berpaling
kepada Blunt.
"Alistair sayang! Betapa mengerikan! Puji Tuhan,
kau selamat. Tapi ini tentu sangat mengagetkan.
Aku... aku sendiri rasanya betul-betul hampir pingsan.
Aku heran... apakah menurutmu aku perlu minum
brendi barang seteguk?"
Blunt lekas berkata, "Tentu. Ayo kembali ke rumah."
Sambil berjalan Mrs. Olivera menggayutkan tubuhnya ke lengan Alistair Blunt.
Blunt menoleh kepada Poirot dan Howard Raikes.
"Tolong bawa orang itu!" ujarnya. "Akan kita hubungi polisi dan kita serahkan dia kepada mereka."
Frank Carter membuka mulut, namun tak ada suara yang keluar. Ia pucat seperti mayat, lututnya gemetar. Howard Raikes menyeretnya kasar.
"Ayo, cepat!" perintahnya.
Dengan suara parau dan bernada putus asa Frank
Carter mengerang, "Semua bohong."
Howard Raikes memandang Poirot.
"Tidak adakah yang dapat Anda katakan sebagai
detektif tingkat tinggi? Mengapa Anda tidak membantu sedikit pun?"
"Saya sedang berpikir, M. Raikes."
"Saya kira nanti Anda memang perlu berpikir! Saya
berani mengatakan Anda bakal kehilangan pekerjaan
199 akibat peristiwa ini! Tak ada yang berterima kasih kepada Anda meskipun Alistair Blunt masih hidup hingga detik ini."
"Ini jasa baik kedua Anda, bukan, M. Raikes?"
"Sialan! Apa maksud Anda?"
"Bukankah baru kemarin Anda menangkap orang
yang menurut Anda telah berusaha menembak M.
Blunt dan Perdana Menteri?"
Howard Raikes berkata, "Hm... ya. Rasanya mulai
menjadi kebiasaan."
Satu Dua Pasang Gesper Sepatunya Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tapi ada bedanya," sergah Hercule Poirot. "Kemarin orang yang Anda tangkap dan serahkan kepada
polisi bukan orang yang melepaskan tembakan. Anda
telah salah menangkap orang."
Sambil merengut Frank Carter menyambung, "Sekarang dia juga salah tangkap."
"Diam kau!" bentak Raikes.
Hercule Poirot bergumam pada dirinya sendiri,
"Aneh."
IV Ketika sedang berpakaian untuk acara santap malam,
sambil merapikan dasi, Hercule Poirot mengernyit
memandang bayangannya dalam cermin.
Ia merasa tidak puas... tapi tidak mengerti mengapa
demikian. Karena kasus itu, katanya pada diri sendiri,
ternyata jelas sekali. Frank Carter benar-benar tertangkap basah.
200 Ketidakpuasan itu timbul bukan karena ia tidak
memercayai atau menyukai Frank Carter. Carter, pikirnya kesal, betul-betul seperti apa yang disebut orang
Inggris sebagai "makhluk yang salah diciptakan". Ia
pemuda yang tidak menyenangkan dan berotak kerbau, namun tergolong jenis yang diminati wanita,
karena itu agak sulit untuk percaya ia benar-benar
melakukan usaha pembunuhan itu, betapa pun jelas
bukti yang mendukung fakta tersebut.
Dan seluruh cerita yang diocehkan Carter betul-betul lemah. Menurut ceritanya, ia telah dihubungi
agen-agen "organisasi bawah tanah"?dan ditawari
pekerjaan dengan bayaran tinggi. Ia ditugaskan menyamar sebagai tukang kebun dan melaporkan segala
sesuatu yang didengar serta dilihatnya di antara sesama tukang kebun. Itu cerita yang kebenarannya dapat
dibantah dengan cukup mudah?cerita yang sama
sekali tidak berdasar.
Cerita picisan macam itu memang cenderung dikarang orang seperti Carter.
Carter sendiri pada hakikatnya tidak memiliki apa
pun untuk diungkapkan. Ia tak bisa memberi penjelasan lain, kecuali ada orang lain yang pasti telah
menembakkan pistol itu. Itu yang selalu diulangnya.
Ia merasa telah dijebak.
Tidak, untuk meringankan Carter pun tak ada
yang bisa diungkapkan kecuali, barangkali, kehadiran
Howard Raikes dalam dua peristiwa percobaan pembunuhan beruntun terhadap Alistair Blunt tampaknya
adalah kebetulan yang aneh.
Namun agaknya tak ada sesuatu di balik kehadiran201 nya itu. Raikes sudah pasti bukan orang yang melepaskan tembakan di Downing Street. Dan kehadirannya
di sini pun mempunyai alasan yang betul-betul jelas...
ia datang agar bisa selalu dekat dengan kekasihnya.
Tidak, tidak ada yang tidak mungkin dalam ceritanya. Tentu saja, keadaan telah berubah menjadi sangat
menguntungkan bagi Howard Raikes. Kalau orang
baru diselamatkan nyawanya dari sebutir peluru, ia
tidak mungkin menolak kehadiran si penyelamat di
rumahnya. Minimal ia harus menunjukkan sikap
bersahabat dan ramah. Mrs. Olivera tidak menyukainya, itu jelas sekali, tapi bahkan ia pun terpaksa harus
menerima kehadirannya.
Kekasih Jane yang tidak dikehendaki itu telah berhasil menancapkan kakinya di tengah-tengah keluarga
itu dan ia bermaksud untuk tetap di situ!
Poirot sengaja memperhatikan pemuda itu sepanjang acara makan malam dan sesudahnya.
Howard Raikes memainkan peranannya dengan
segala kecerdikannya. Ia tidak mengemukakan pandangan-pandangan ekstrem. Ia tidak menyinggung
masalah politik sama sekali. Yang diceritakannya hanya kisah-kisah lucu dan menyenangkan tentang petualangan di alam bebas.
"Dia bukan serigala lagi," pikir Poirot. "Tidak, dia
hanya mengenakan kulit domba. Tapi di bawahnya?
Entahlah"
Ketika Poirot baru saja hendak tidur, seseorang mengetuk pintunya. Poirot menyahut, "Masuk," dan
yang masuk ternyata Howard Raikes.
202 Ia tertawa melihat wajah Poirot.
"Kaget? Sejak tadi saya selalu memperhatikan Anda.
Sejak tadi rasanya rupa Anda kurang enak dilihat.
Seperti melamun."
"Mengapa Anda memedulikan hal itu, Kawan?"
"Entah kenapa, tapi nyatanya saya memang memperhatikan Anda. Saya menduga Anda mungkin menemukan sesuatu yang agak sulit dicerna."
"Eh bien? Dan kalau benar demikian?"
"Hmm, saya memutuskan lebih baik saya membuka
kartu. Tentang peristiwa kemarin, maksud saya. Itu
betul ulah saya! Saya memang sengaja menunggu Perdana Menteri keluar dari Downing Street No. 10 dan
kebetulan melihat sendiri Ram Lal menembak pembesar
itu. Saya mengenal Ram Lal. Dia orang baik. Sedikit
pemarah memang, tapi dia sangat prihatin mendengar
kebijaksanaan pemerintah tentang India. Ternyata tembakannya tidak menimbulkan korban... peluru itu meleset sekian meter dari sasarannya... karena itu saya memutuskan melakukan sesuatu guna mengalihkan
perhatian orang dan berharap anak India tadi akan
memanfaatkan kesempatan itu untuk menyingkir. Saya
meringkus seseorang berpakaian lusuh yang kebetulan
berada di dekat saya dan berseru saya berhasil menangkap pelakunya. Namun polisi terlalu lihai. Dalam
sekejap mereka telah menangkap Ram Lal. Nah, begitulah yang sebenarnya terjadi."
Hercule Poirot berkata, "Dan hari ini?"
"Itu berbeda. Hari ini Ram Lal tidak ada. Hanya
Carter yang ada di tempat itu. Dia benar-benar menembakkan pistol itu! Pistol itu masih digenggamnya
203 ketika saya menerkamnya. Saya yakin dia baru saja
hendak melepaskan tembakan kedua."
Poirot berkata, "Anda bersemangat sekali melindungi keselamatan M. Blunt."
Raikes tersenyum lebar... senyum yang menarik.
"Agak aneh, bukan? Terutama setelah mendengar
semua yang saya katakan. Oh, saya mengakuinya. Saya
kira Blunt sudah sepantasnya ditembak?demi kemajuan
dan kemanusiaan?saya tidak memaksudkannya secara
pribadi... sebagai orang Inggris dia tergolong cukup
baik. Saya menyadari hal itu. Karena itu ketika melihat
ada yang mencoba menembaknya, tanpa pikir panjang
saya melompat dan menggagalkannya. Di sini Anda
dapat melihat betapa tidak logisnya makhluk yang
disebut manusia ini. Tidak masuk akal, bukan?"
"Perbedaan antara teori dan praktik memang besar."
"Memang betul!" Mr. Raikes bangkit dari tempat
duduk yang didudukinya.
Senyumnya tampak ramah dan tulus.
"Saya," ujarnya, "memang sengaja ingin menjelaskan semua ini kepada Anda."
Ia keluar dan dengan hati-hati sekali menutup pintu. V "Bebaskanlah kami, Ya Tuhan, dan lindungilah kami
dari yang jahat," demikian salah satu baris yang dinya204 nyikan Mrs. Olivera dengan suaranya yang tegas namun agak sumbang.
Lirik lagu itu diucapkan dengan jelas dan penuh
perasaan sehingga Poirot menyimpulkan yang dibayangkan wanita itu sebagai orang yang jahat tidak
lain adalah Howard Raikes.
Pagi itu Hercule Poirot turun bersama tuan rumah
dan keluarganya untuk menghadiri ibadah di gereja
desa itu.
Howard Raikes sebelumnya telah berkata dengan
nada agak menyindir, "Apakah Anda selalu ke gereja,
Mr. Blunt?"
Dan Alistair samar-samar menjawab bahwa itulah
yang diharapkan bila seseorang tinggal di desa kecil.
Jawaban itu membuat Poirot tersenyum penuh arti.
Mrs. Olivera, agar dianggap pandai membawa diri,
menyertai tuan rumahnya ke gereja dan menyuruh
Jane berbuat serupa.
"Mereka telah menajamkan lidah mereka seperti ular
beludak," demikian nyanyian yang dibawakan kor
anak-anak dengan suara nyaring dan bernada tinggi,
"racun ular berbisa itu ada di bawah bibir mereka."
Suara tenor dan bas menyahut bersemangat, "Lindungilah kami, Ya Tuhan, dari tangan orang-orang tak
ber-Tuhan. Lindungilah kami dari orang-orang jahat
yang bermaksud menganiaya kami."
Hercule Poirot bergabung dengan suara bariton
yang ragu-ragu. "Kecongkakan telah menjadi perangkap
bagi kami," ia bernyanyi, "dan menyebarkan jaring-jaring jala serta merintangi jalan kami"
Mulutnya tetap terbuka.
205 Ia melihatnya... ia melihat jelas perangkap yang
nyaris dimasukinya!
Perangkap yang dipasang dengan cerdik sekali?sebuah jala?lubang yang menganga di bawah kakinya?yang digali rapi sehingga ia bakal terjatuh ke
dalamnya.
Seperti kerasukan Hercule Poirot diam mematung,
mulutnya terbuka, matanya menatap langit. Ia tetap
berdiri seperti itu ketika jemaat lain sudah mulai duduk sehingga Jane Olivera terpaksa menarik lengannya
dan berbisik tajam, "Duduk."
Hercule Poirot duduk. Pendeta tua berjenggot
membuka suara, "Bacaan diambil dari 1 Samuel pasal
15." Dan ia pun mulai membaca.
Tapi Poirot tidak mendengarkan kisah tentang
penghancuran orang-orang Amalek itu. Ia sedang bingung, kebingungan yang luar biasa, karena saat itu
potongan-potongan fakta berputar serentak di dalam
benaknya, berputar begitu cepat sebelum akhirnya
satu demi satu tersusun rapi di tempatnya masingmasing.
Yang tampak di benaknya mirip kaleidoskop yang
terdiri atas gesper sepatu, stoking sepuluh inci, wajah
yang dirusak, selera bacaan Alfred yang rendah, kegiatan Mr. Amberiotis, dan peran yang dimainkan mendiang Mr. Morley, semuanya muncul, berputar-putar,
kemudian tersusun rapi membentuk pola yang bertalian menurut logika.
Untuk pertama kali, Hercule Poirot memandang
kasus yang dihadapinya secara benar.
"Sebab pendurhakaan adalah sama seperti dosa ber206 tenung dan kedegilan adalah sama seperti menyembah
berhala dan teraim. Karena engkau telah menolak
irman TUHAN, maka Ia telah menolak engkau sebagai raja. Demikianlah akhir bacaan pertama."
Seperti dalam mimpi, Hercule Poirot bangkit dan
memuji Tuhan dalam lagu Te Deum.
207 "M. REILLY, betul bukan?"
Pemuda Irlandia itu agak terkejut mendengar suara
dari arah sikunya.
Ia berbalik.
Yang berdiri di belakangnya di loket tempat pembelian tiket kapal itu adalah seorang pria kecil berkumis lebat dan berkepala berbentuk telur.
"Anda tidak mengingat saya lagi, barangkali?"
"Ah, tentu tidak demikian, M. Poirot. Anda bukan
orang yang mudah dilupakan."
Ia berpaling lagi untuk berbicara dengan petugas di
loket yang sedang menunggu.
Suara di sikunya terdengar lagi, "Anda ke luar negeri untuk berlibur?"
"Saya tidak sedang berlibur. Dan Anda sendiri, M.
Poirot? Anda tidak bermaksud meninggalkan negeri
ini, saya harap?"
"Kadang-kadang," ujar Hercule Poirot, "saya pulang
sebentar ke negeri saya?Belgia."
TIGA BELAS, EMPAT BELAS,
GADIS-GADIS MENCARI KEKASIH
208 "Saya akan pergi lebih jauh dari itu," kata Reilly.
"Yang saya tuju adalah Amerika." Ia menambahkan,
"Dan saya kira saya tidak akan kembali lagi."
"Sayang sekali, M. Reilly. Kalau begitu, Anda melepaskan praktik Anda di Queen Charlotte Street."
"Saya kira, justru kebalikannya yang lebih tepat."
"Sungguh? Menyedihkan sekali."
"Tapi itu tidak mencemaskan saya. Saya justru senang karena bisa meninggalkan utang-utang saya." Ia
tersenyum lebar. "Saya bukan orang yang akan bunuh
diri karena masalah keuangan. Tinggalkan saja, dan
mulailah dengan hidup yang baru. Sebagai dokter
gigi, bukankah saya memiliki kualiikasi yang baik?"
Poirot bergumam, "Saya bertemu Miss Morley
beberapa hari yang lalu."
Satu Dua Pasang Gesper Sepatunya Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apakah itu menyenangkan Anda? Tentu tidak. Tidak ada orang lain yang mukanya lebih kecut daripada dia. Saya sering heran sendiri mengapa dia seperti
orang mabuk?tapi siapa tahu?"
Poirot berkata, "Setujukah Anda dengan keputusan
pengadilan tentang kematian rekan Anda?"
"Tidak," sahut Reilly tegas.
"Jadi Anda pikir, dia tidak salah menyuntik?"
Reilly berkata, "Seandainya Morley menyuntik
orang Yunani dengan dosis seperti yang mereka katakan, kalau tidak sedang mabuk tentu dia memang
sengaja membunuhnya. Dan setahu saya, Morley bukan peminum."
"Jadi menurut Anda itu sengaja?"
"Saya tidak ingin berkata demikian. Itu tuduhan
209 yang paling buruk. Dan sekarang, saya sungguh tidak
percaya."
"Tapi alasan untuk itu tentu harus ada."
"Ya memang?tapi saya belum memikirkannya."
Poirot berkata, "Sebetulnya, kapan Anda terakhir
kali melihat M. Morley masih hidup?"
"Coba saya ingat-ingat. Peristiwanya sudah terlalu
lama berlalu. Kalau tidak salah, pada malam sebelumnya?sekitar pukul 18.45."
"Anda tidak melihatnya pada hari pembunuhan
itu?"
Reilly menggeleng.
"Anda yakin?" desak Poirot.
"Oh, maksud saya bukan itu. Tapi saya tidak
ingat... saya..."
"Anda tidak, misalnya, masuk ke ruang praktiknya
kira-kira pukul 11.35 ketika ada pasien di sana?"
"Anda betul sekarang. Saya ingat telah melakukannya. Ketika itu ada pertanyaan teknis yang harus saya
tanyakan kepadanya mengenai beberapa peralatan
yang saya pesan. Polisi sudah berkali-kali menanyakan
hal yang sama. Tapi karena saya di situ mungkin hanya semenit, maka itu terselip dalam ingatan saya.
Dia sedang menangani pasien waktu itu."
Poirot mengangguk. Ia berkata, "Ada pertanyaan
lain yang selalu ingin saya tanyakan kepada Anda.
Pasien Anda, M. Raikes, tidak jadi memeriksakan dirinya, dia pulang. Apa yang Anda kerjakan selama waktu luang yang setengah jam itu?"
"Yang selalu saya kerjakan pada setiap waktu luang
210 adalah minum. Dan seperti telah saya katakan, ketika
itu saya menemui Morley sebentar."
Poirot berkata, "Dan saya juga tahu Anda tidak
menangani pasien dari pukul 12.30 sampai pukul
13.00 setelah M. Barnes pergi. Kapan dia meninggalkan ruang praktik Anda, tepatnya?"
"Oh! Tidak lama setelah 12.30."
"Dan apa yang Anda kerjakan kemudian?"
"Sama seperti sebelumnya. Minum!"
"Dan pergi menemui Morley lagi?"
Mr. Reilley tersenyum.
"Apakah maksud Anda, saya pergi ke atas dan menembaknya? Saya sudah mengatakan kepada Anda,
sudah lama, bahwa saya tidak melakukannya. Tapi
tentu saja Anda hanya bisa berpegang pada kata-kata
saya."
Poirot bertanya lagi, "Apa pendapat Anda tentang
Agnes, gadis pembantu rumah tangga di situ?"
Reilly menatapnya.
"Hei, rasanya itu pertanyaan yang lucu."
"Tapi saya ingin tahu."
"Baiklah, saya jawab. Saya tidak tahu apa-apa tentang dia. Georgina mengawasi pelayan-pelayan itu
dengan ketat?dan itu benar. Gadis-gadis itu tidak
pernah sampai bertatap mata dengan saya?agaknya
itulah hasil didikan Georgina."
"Saya mempunyai irasat," ujar Hercule Poirot,
"bahwa gadis itu mengetahui sesuatu."
Dengan pandangan menyelidik ia menatap Mr.
Reilly. Reilly tersenyum dan menggeleng.
"Jangan bertanya pada saya," ucapnya. "Saya tidak
211 tahu apa-apa tentang itu. Saya tidak dapat membantu
Anda sama sekali."
Diraupnya tiket-tiket di depannya, kemudian berlalu sambil mengangguk dan tersenyum.
Kepada petugas yang tampak bingung, Poirot menjelaskan bahwa ia belum bisa memutuskan untuk
pergi berlayar.
II Poirot sekali lagi berkunjung ke Hampstead. Mrs.
Adams agak terkejut, mungkin, ketika melihatnya.
Meskipun Poirot telah mendapatkan rekomendasi dari
seorang Inspektur Kepala Scotland Yard, wanita itu
bagaimanapun hanya menganggapnya "orang asing
kecil yang kepengin tahu" dan tidak menanggapinya
secara sangat serius. Walaupun demikian, ia sama sekali tidak sulit diajak berbicara.
Setelah pemberitaan pertama yang sensasional tentang identitas korban, hasil pemeriksaan pengadilannya
sendiri hampir tidak dipublikasikan. Tentang itu hanya diberitakan bahwa yang berwajib telah salah
mengenali korban?mayat Mrs. Chapman telah salah
dikenali sebagai mayat Miss Sainsbury Seale. Hanya
itulah yang diketahui masyarakat umum. Fakta bahwa
Miss Sainsbury Seale boleh jadi merupakan orang terakhir yang telah melihat Mrs. Chapman yang malang
ketika masih hidup tidak ditekankan. Media juga tidak menyinggung bahwa Miss Sainsbury Seale mung212 kin dicari polisi karena telah melakukan tindak kejahatan.
Mrs. Adams merasa lega sekali ketika mengetahui
bukan mayat sahabatnya yang telah ditemukan secara
begitu mengenaskan. Ia tampaknya tidak mempunyai
prasangka sedikit pun bahwa kecurigaan mungkin
ditimpakan kepada Mabelle Sainsbury Seale.
"Tapi memang sangat mengherankan mengapa dia
tiba-tiba menghilang. Saya yakin, M. Poirot, bahwa
dia pasti telah kehilangan ingatan."
Poirot berkata itu mungkin sekali. Ia pernah menangani kasus serupa.
"Ya... saya teringat kejadian yang menimpa teman
salah seorang sepupu saya. Sakit dan kecemasan yang
telah lama sekali dideritanya yang menyebabkannya.
Amnesia, begitulah mereka menyebutnya."
Poirot berkata ia yakin memang itulah istilah
ilmiahnya.
Ia diam sejenak dan kemudian menanyakan apakah
Mrs. Adams pernah mendengar Miss Sainsbury Seale
berbicara tentang Mrs. Albert Chapman?
Tidak, Mrs. Adams tidak pernah ingat kawannya
pernah menyebut-nyebut nama itu. Tapi kemudian,
tentu saja, menurut pendapatnya tidak lazim kalau
Miss Sainsbury Seale harus selalu menyebutkan namanama orang yang dikenalnya. Siapakah Mrs.
Chapman ini? Apakah polisi sudah dapat menduga
siapa pembunuhnya?
"Itu masih misterius, Madame." Poirot menggeleng
dan kemudian bertanya kalau-kalau Mrs. Adams-lah
213 yang telah merekomendasikan Mr. Morley kepada
Miss Sainsbury Seale.
Mrs. Adams memberikan jawaban negatif. Ia
sendiri merawatkan giginya pada Mr. French, dokter
gigi di Harley Street, dan seandainya Mabelle dahulu
bertanya kepadanya, maka ia akan menyarankan agar
ia pergi ke situ.
Barangkali, pikir Poirot, Mrs. Chapman inilah yang
telah menyarankan Miss Sainsbury Seale agar merawatkan giginya pada Mr. Morley.
Mrs. Adams mengiyakan kemungkinan tersebut.
Tapi bukankah mungkin juga seandainya mereka justru baru saling mengenal di dokter gigi itu?
Tapi Poirot pernah mengajukan pertanyaan itu kepada Miss Nevill dan Miss Nevill tidak tahu atau tidak ingat. Ia memang masih mengingat Mrs.
Chapman, namun tidak ingat apakah yang belakangan
ini pernah bercerita tentang Miss Sainsbury Seale?
nama ini sendiri cukup ganjil, ia pasti akan mengingatnya kalau pernah mendengarnya.
Poirot dengan tekun terus bertanya.
Apakah Mrs. Adams pertama kali mengenal Miss
Sainsbury Seale di India? Mrs. Adams mengiyakan.
Tahukah Mrs. Adams seandainya Miss Sainsbury
Seale pernah bertemu dengan Mr. atau Mrs. Alistair
Blunt ketika berada di sana?
"Oh, saya kira tidak pernah, M. Poirot. Maksud
Anda bankir terkenal itu? Beberapa tahun yang lalu
mereka memang pernah menginap di istana Raja
Muda, tapi saya yakin seandainya Mabelle sungguh
214 pernah bertemu mereka, dia pasti akan membicarakannya atau menyebut-nyebut tentang mereka.
"Saya kira," tambah Mrs. Adams sambil mengulum
senyum, "siapa pun akan dengan bangga bercerita
tentang orang penting yang telah ditemuinya."
"Dia tidak pernah bercerita tentang keluarga
Blunt?khususnya Mrs. Blunt?"
"Tidak pernah."
"Seandainya dia pernah menjadi teman dekat Mrs.
Blunt, apakah Anda bisa mengetahuinya?"
"Oh ya. Saya percaya dia tidak mengenal orang
semacam itu. Kawan-kawan Mabelle, semua orangorang biasa?seperti kami."
Mrs. Adams terus bercerita tentang Mabelle
Sainsbury Seale seperti bercerita tentang sahabat yang
baru saja meninggal. Ia menuturkan semua yang dikenangnya tentang Mabelle, karya amalnya, keramahannya, kerja kerasnya yang tak kenal lelah untuk Misi,
semangatnya, kesungguhannya.
Hercule Poirot mendengarkan. Seperti telah dikatakan Japp, Mabelle Sainsbury Seale adalah orang yang
sungguh-sungguh ada. Ia pernah tinggal di Kolkata,
mengajar seni deklamasi, dan bekerja di kalangan penduduk asli. Ia orang yang dihormati, baik budi, meskipun agak cerewet dan agak bodoh mungkin, tapi ia
juga patut dijuluki wanita berhati emas.
Dan penuturan Mrs. Adams belum selesai. "Dia
selalu bersungguh-sungguh dalam segala hal, M. Poirot.
Dan dia menemukan kebanyakan orang acuh tak
acuh?tidak memiliki rasa sosial. Orang-orang sulit
sekali dimintai sumbangan?setiap tahun makin sulit.
215 Alasan yang dikemukakan bermacam-macam, pajak
pendapatan yang meningkat, biaya hidup yang makin
tinggi, dan banyak lagi. Dia pernah berkata kepada
saya, ?Kalau orang tahu apa yang bisa kita kerjakan
bila ada uang?sungguh, Alice, kadang-kadang aku
merasa mencuri, merampok, atau apa pun akan kulakukan untuk mendapatkannya.? Bukankah itu menunjukkan, M. Poirot, betapa keras kemauannya?"
"Betulkah dia berkata begitu?" tanya Poirot sambil
berpikir.
Secara sambil lalu ia menanyakan kapan Miss
Sainsbury Seale mengeluarkan pernyataan tersebut. Ia
mendapatkan jawaban itu diucapkan sekitar tiga bulan
sebelumnya.
Ia meninggalkan rumah itu dan berjalan sambil
terus memutar otak. Ia memikirkan karakter Mabelle
Sainsbury Seale.
Seorang wanita yang baik?wanita yang ramah dan
penuh kesungguhan?wanita yang disegani dan dihormati. Di antara orang-orang semacam itulah, menurut
Mr. Barnes, para penjahat dapat ditemukan.
Ia telah berlayar sekapal dengan Mr. Amberiotis
ketika pulang dari India. Tampaknya ada alasan untuk
percaya ia pernah makan siang bersama Mr.
Amberiotis di Savoy.
Ia telah menyapa dan mengaku kenal dengan
Alistair Blunt, bahkan mengaku pernah berteman dekat dengan istrinya.
Ia telah dua kali berkunjung ke King Leopold
Mansions dan di tempat ini sesosok mayat telah ditemukan. Mayat itu mengenakan pakaiannya dan tas
216 tangannya juga terdapat di dekatnya sehingga memudahkan upaya pengenalan.
Agak terlalu mudah, memang!
Ia telah meninggalkan Hotel Glengowrie Court secara tiba-tiba sehabis diwawancarai polisi.
Dapatkah teori yang diyakini kebenarannya oleh
Hercule Poirot menjelaskan semua fakta itu?
Ia beranggapan bahwa itu bisa.
III Renungan ini telah menyita seluruh benak Hercule
Poirot dalam perjalanannya ke rumah sampai ia tiba
di Regent?s Park. Ia memutuskan berjalan melintasi
sebagian taman itu sebelum memanggil taksi. Berdasarkan pengalamannya, ia tahu kapan dan apa yang
harus dilakukannya bila sepatu kulitnya yang bagus
itu mulai menggigit kakinya.
Hari di musim panas itu memang indah dan Poirot
Satu Dua Pasang Gesper Sepatunya Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
merasa maklum ketika melihat gadis-gadis pengasuh
bercengkerama dengan kekasih-kekasih mereka, tertawa
dan saling menggoda, sementara anak-anak yang seharusnya mereka asuh bermain dengan bebas.
Anjing-anjing menyalak dan berkejar-kejaran.
Anak-anak kecil bermain perahu-perahuan.
Dan di bawah hampir setiap pohon terdapat pasangan yang duduk berdekatan...
"Ah! Jeunesse, Jeunesse," gumam Hercule Poirot ketika menyaksikan pemandangan mengasyikkan itu.
217 Manis-manis memang, gadis-gadis London ini, dengan busana mereka yang murah meriah.
Bagaimanapun, pikir Poirot, sungguh disayangkan
karena mereka tampak seperti orang kurang gizi. Di
manakah lekuk-lekuk sempurna dan garis-garis menggairahkan yang dahulu memesona mata setiap pemuja? Ia, Hercule Poirot, teringat pada wanita... seorang
wanita, khususnya?sungguh ciptaan yang mewah?
Burung Cendrawasih?Burung Surgawi-Venus....
Wanita mana di antara gadis-gadis cantik masa
kini, yang pantas membawakan lilin bagi Countess
Vera Rossakoff? Seorang bangsawan Rusia yang murni,
bangsawan sampai ke ujung-ujung jemarinya! Dan
juga, ia ingat, adalah pencuri paling ulung... salah
satu wanita paling genius....
Dengan satu tarikan napas, ia membuang jauh-jauh
khayalannya itu.
Ternyata, ia melihat, bukan hanya gadis-gadis dan
pemuda-pemuda ingusan yang sedang bercengkerama
di bawah pohon di Regent?s Park itu.
Di situ terdapat pula karya cipta Schiaparelli, di
bawah kerindangan pohon jeruk, dengan si pemuda
yang sedang menundukkan kepala begitu dekat pada
gadisnya, dan si gadis menengadah pasrah.
Orang seharusnya tidak terlalu lekas menyerah! Ia
berharap gadis itu menyadarinya. Kesucian seyogianya
dipertahankan selama mungkin....
Tiba-tiba ia sadar ia mengenali kedua sosok itu.
Jadi Jane Olivera datang ke Regent?s Park untuk bertemu pemuda Amerika-nya yang revolusioner?
218 Wajahnya sekonyong-konyong murung dan agak
tegang.
Setelah ragu-ragu sejenak, ia melintasi rumput menuju tempat mereka. Sambi mengangkat topi ia menyapa, "Bonjour, Mademoiselle."
Jane Olivera, pikirnya, tidak merasa terlalu terganggu oleh kedatangannya.
Howard Raikes, sebaliknya, kelihatan kesal sekali.
Ia menggeram, "Huh, Anda lagi!"
"Selamat sore, M. Poirot," sambut Jane. "Kemunculan Anda sungguh tidak kami sangka."
"Dasar usil," gerutu Raikes, matanya masih menatap Poirot dingin.
"Apakah saya mengganggu?" tanya Poirot cepatcepat.
Dengan ramah Jane Olivera menjawab, "Tidak
sama sekali."
Howard Raikes tidak menyahut.
"Menyenangkan sekali tempat itu," ujar Poirot.
"Siapa bilang tidak!" sahut Raikes kasar.
Jane berkata, "Diam kau, Howard. Kau perlu belajar sopan santun!"
Howard Raikes mendengus, lalu berkata, "Buat apa
sopan santun?"
"Kau akan menemukan itu banyak manfaatnya,"
balas Jane. "Aku sendiri belum menguasainya, tapi itu
tidak jadi masalah. Pertama aku kaya, kedua aku cukup punya tampang, dan ketiga aku mempunyai banyak teman berpengaruh. Aku tak akan menemui
kesulitan walaupun tanpa sopan santun."
219 Raikes berkata, "Enggan aku bercakap-cakap tentang itu, Jane. Aku akan pergi."
Ia bangkit, mengangguk seperlunya ke arah Poirot,
dan berlalu.
Jane Olivera menatapnya, sambil bertopang dagu.
Sambil menghela napas Poirot berkata, "Ah, betul
juga kata pepatah. Kalau berpacaran, dua orang itu
cukup. Kalau bertiga? Bubar..."
Jane berkata, "Pacaran?"
"Hm, ya. Bukankah itu istilah yang tepat? Kalau
ada pemuda yang tertarik kepada seorang pemudi,
kemudian mengajaknya ke jenjang perkawinan, bukankah mereka disebut pasangan yang berpacaran?"
"Anda lucu."
Perlahan Hercule Poirot bernyanyi, "Tiga belas,
empat belas, gadis-gadis berpacaran. Coba lihat sekeliling kita, mereka melakukannya."
Jane berkata tajam, "Ya... saya baru saja seperti mereka. Saya kira...."
Tiba-tiba ia menoleh kepada Poirot.
"Saya ingin meminta maaf kepada Anda. Saya bersalah waktu itu?beberapa hari yang lalu. Semula saya
menyangka kehadiran Anda di Exsham adalah untuk
memata-matai Howard. Ternyata kemudian saya mendengar dari Paman Alistair bahwa dia sendiri yang
mengundang Anda karena ingin Anda menjernihkan
kasus wanita yang hilang?Sainsbury Seale. Betulkah
demikian?"
"Betul sekali."
"Jadi, maafkan saya atas kata-kata saya malam itu.
220 Tapi penampilan Anda sungguh mengesankan demikian. Maksud saya?seolah-olah ketika itu Anda memang sedang memata-matai kami berdua."
"Bahkan kalaupun itu betul, Mademoiselle?saya
adalah saksi penting yang melihat M. Raikes secara
berani menyelamatkan nyawa paman Anda dengan
menyergap si penyerang dan menghalanginya melepaskan tembakan berikutnya."
"Anda memang gemar berkelakar, M. Poirot. Saya
jadi tidak tahu apakah Anda serius atau tidak."
Poirot berkata sedih, "Saat ini saya sedang serius
sekali, Miss Olivera."
Dengan agak terpatah-patah Jane berkata, "Mengapa Anda memandangi saya begitu rupa? Seolaholah?seolah-olah Anda prihatin terhadap saya."
"Barangkali memang demikian, Mademoiselle, sehubungan dengan sesuatu yang akan saya lakukan tidak
lama lagi...."
"Nah, kalau begitu?jangan lakukan itu!"
"Alas, Mademoiselle, tapi saya harus..."
Gadis itu menatapnya beberapa saat, kemudian berkata, "Sudahkah?sudahkah Anda menemukan wanita
itu?"
Poirot berkata, "Anggaplah?saya sudah tahu di
mana dia berada."
"Apakah dia sudah mati?"
"Saya tidak mengatakan demikian."
"Dia masih hidup, kalau begitu?"
"Saya juga tidak mengatakan demikian."
Jane memandangnya kesal. Ia berseru, "Nah, kalau
dia tidak mati, tentu masih hidup, bukan?"
221 "Sesungguhnya, masalahnya betul-betul tidak sesederhana itu."
"Saya yakin Anda memang gemar membuat sesuatu
menjadi rumit!"
"Itu telah sering dikatakan orang tentang saya,"
Hercule Poirot mengakui.
Jane menggigil. Ia berkata, "Bukankah ini lucu?
Cuaca hari ini bagus sekali?tapi tiba-tiba saya merasa
kedinginan..."
"Barangkali sebaiknya Anda berjalan-jalan, Mademoiselle."
Jane bangkit. Beberapa saat ia berdiri canggung.
Sekonyong-konyong ia berkata, "Howard bermaksud
menikahi saya. Segera. Dan diam-diam. Katanya...
katanya ini satu-satunya jalan yang harus saya tempuh?karena saya lemah...." Ia berhenti, kemudian
dengan sebelah tangannya ia berpegangan kuat-kuat
pada lengan Poirot. "Apa yang harus saya lakukan,
M. Poirot?"
"Mengapa saya yang Anda mintai nasihat? Bukankah banyak yang lebih dekat?"
"Ibu? Dia pasti memaki-maki gagasan itu gila! Paman Alistair? Tanggapannya pasti menjemukan. ?Masih banyak waktu, Sayang. Pikirkanlah baik-baik.
Agak kurang pantas, pacarmu itu. Tak ada alasan untuk tergesa-gesa.?"
"Sahabat-sahabat Anda?" sela Poirot.
"Saya tidak mempunyai sahabat. Yang ada hanya
teman-teman minum, berdansa, dan beromong kosong! Howard-lah satu-satunya teman yang paling
dekat."
222 "Tapi... mengapa bertanya kepada saya, Mademoiselle Olivera?"
Jane menjawab, "Karena ada sesuatu yang tampak
aneh di wajah Anda?seakan-akan Anda memprihatinkan sesuatu?seakan-akan Anda mengetahui sesuatu
yang?yang?akan terjadi...."
Ia diam sejenak.
"Jadi?" Jane mendesak. "Bagaimana pendapat Anda
Monsieur?"
Hercule Poirot perlahan menggeleng.
IV Ketika Poirot tiba di rumah, George berkata, "Inspektur Kepala Japp ada di sini, Monsieur."
Japp mengeluarkan seringainya yang kecut ketika
Poirot masuk.
"Saya datang, old boy. Seperti biasa, untuk mengatakan, ?Betapa hebat Anda! Bagaimana Anda melakukannya? Apa yang membuat Anda berpikir demikian??"
"Semua itu berarti?? Tapi maaf, Anda perlu menyegarkan diri dulu. Sirup? Atau barangkali wiski?"
"Wiski saya kira cukup baik."
Beberapa menit kemudian ia mengangkat gelasnya
dan berkata, "Untuk Hercule Poirot yang selalu benar!"
"Tidak, tidak, mon ami."
"Mula-mula kasus ini diputuskan sebagai kasus bu223 nuh diri. Hercule Poirot mengatakan ini kasus pembunuhan?itu yang dikehendakinya?dan ternyata benar, ini kasus pembunuhan!"
"Ah? Jadi Anda akhirnya setuju?"
"Hm, tidak ada orang yang bisa mengatakan saya
berotak babi. Saya tidak mengingkari kenyataan. Sulitnya, waktu itu bukti sama sekali tidak ada."
"Tapi sekarang ada?"
"Ya, dan saya sengaja datang kemari untuk memberi selamat kepada Anda, sekaligus menyampaikan berita menarik sebagai hadiah."
"Saya senang sekali, Japp."
"Baiklah. Kita mulai. Pistol yang digunakan Frank
Carter ketika mencoba menembak Blunt pada hari
Sabtu adalah pistol kembaran yang digunakan untuk
membunuh Morley!"
Poirot terbelalak. "Tapi itu luar biasa!"
"Ya, tampaknya ini agak memberatkan Frank."
"Itu belum menentukan."
"Memang, tapi ini cukup sebagai alasan untuk meninjau kembali keputusan tentang bunuh diri. Kedua
pistol itu bukan buatan Inggris dan termasuk jenis
yang cukup langka!"
Hercule Poirot membelalakkan mata. Alisnya tampak seperti bulan sabit. Akhirnya ia berkata, "Frank
Carter? Bukan?pasti bukan!"
Japp menghela napas jengkel.
"Anda ini bagaimana, Poirot? Mula-mula Anda yakin Morley dibunuh, bukan bunuh diri. Sekarang
waktu saya datang dan menyatakan polisi sependapat
dengan Anda, Anda tampaknya tidak menyukainya."
224 "Sungguh yakinkah Anda bahwa Morley dibunuh
Frank Carter?"
"Fakta-faktanya cocok. Carter menaruh dendam
pada Morley?itu sudah lama kita ketahui. Dia datang ke Queen Charlotte Street pagi itu?kepada polisi ketika itu dia berkilah datang untuk memberitahu
kekasihnya tentang pekerjaan yang baru didapatnya?
Kuntilanak 2 Shugyosa Samurai Pengembara 8 Omega Swordsman 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama