Sayap Sayap Cinta Karya Maria A. Sardjono Bagian 3
"Aku yakin mobil itu memang mengikuti kita.
Oleh sebab itulah, aku mengubah rencana semula
untuk memastikannya. Aku ingin tahu apakah mobil itu akan tetap mengekor kita atau tidak."
"Kalau begitu, paculah kecepatan motormu biar
ia kehilangan jejak kita," usul Yulia. Gatot tidak
setuju.
"Kau lupa sandiwara kita? Justru bila Hendra
melihat kemesraan kita, ia akan tahu bahwa perkapustaka-indo.blogspot.com
151 winannya bersamamu memang tidak bisa dipertahankan lagi."
"Oh, iya. Tak terpikirkan olehku." Yulia tersenyum sendiri.
"Jadi, tetaplah bersikap mesra padaku. Aku akan
mengawasi mobil hitam itu melalui kaca spion."
Ketika mereka sudah antre di loket untuk memasuki kawasan wisata Ancol, mobil hitam itu tidak
tampak lagi.
"Entah yang mengikuti kita Hendra atau bukan,
tetapi mobil tadi sudah tidak terlihat lagi," kata
Gatot.
"Syukurlah. Aku lega sekali." Yulia mengembuskan napasnya.
"Jangan merasa senang dulu. Tempat ini kan terang dan agak terbuka. Kalau mobil tadi memang
mobil Hendra, ia pasti tidak akan terang-terangan
berada di dekat kita."
"Mudah-mudahan mobil tadi bukan milik
Hendra."
"Kuharap juga begitu. Malam ini terlalu indah
untuk dinodai oleh ulahnya."
Antrean pengunjung di pintu-pintu loket cukup
panjang malam itu. Pantai Ancol dipenuhi pasangan-pasangan yang tampaknya sedang dimabuk
cinta. Yulia merasa canggung berada di antara mereka. Terlebih ketika ia dan Gatot sudah duduk berduaan menghadap tepi laut. Di sekitar mereka banyak pasangan duduk berpelukan mesra.
Yulia merasa sangat tidak enak berada di tempat
pustaka-indo.blogspot.com
152 itu. Apalagi ketika lengan Gatot tiba-tiba melingkari
punggungnya. Tanpa sadar tubuhnya sedikit menegang. Gatot yang memahami perasaannya, cepat-cepat berbisik.
"Maaf ini kan bagian dari sandiwara kita. Siapa tahu di belakang kita ada mata yang sedang
mengawasi," bisiknya.
Yulia mengangguk. Ia menoleh ke jalan. Cukup
banyak mobil yang berjalan perlahan, mencari tempat parkir. Melihat masih ada beberapa tempat
parkir yang bisa ditempati tetapi mobil-mobil itu
tetap jalan, Yulia yakin mereka mencari tempat
yang nyaman buat berduaan tanpa banyak mata
yang memperhatikan.
"Jangan menatap mobil-mobil yang lewat di belakang kita," kata Gatot, ketika melihat Yulia berulang kali menoleh ke belakang. "Siapa tahu ada
mobil Hendra. Lebih baik kembalikan perhatianmu
ke sini. Tempat ini nyaman, agak gelap, dan terpisah dari orang-orang yang sedang pacaran."
"Tetapi aku... merasa malu. Kita seperti
seperti pacaran betulan," balasnya, juga dengan berbisik. Gatot mendengar getar dalam suaranya. Ia
merasa heran karenanya.
"Kau bukan gadis remaja lagi, kan. Masa begini
saja merasa canggung," kata laki-laki itu sambil
tersenyum. Dengan suaranya yang terdengar ringan
dan santai, ia berharap Yulia bisa mengurangi ketegangan perasaannya.
"Suasananya menyebabkan aku merasa aneh berpustaka-indo.blogspot.com
153 ada di sini. Tempat ini kan terkenal tempatnya
orang berpacaran bahkan juga tempat orang memuaskan nafsu.," jawab Yulia agak terbata.
Gatot tertawa kecil mendengar perkataan Yulia.
Lengannya yang melingkari tubuh Yulia dieratkannya. "Aku tahu, jangan pedulikan apa yang ada di
sekeliling kita. Pikirkan saja persoalanmu dengan
Hendra yang sedang kauhadapi," katanya kemudian.
"Jadi, tetaplah pura-pura sedang pacaran. Siapa
tahu Hendra ada di dekat-dekat sini dan sedang
mengawasi kita."
Yulia malah menggigil, karena menyadari dirinya
sama seperti pasangan-pasangan lain yang asyik bercumbu, sementara mungkin saja mata Hendra yang
tajamnya seperti pisau mengawasinya sedang berpeluk mesra dengan laki-laki lain.
"Sulit untuk tidak memedulikan semua itu..."
katanya. "Keberadaanku di sini menjadi bagian dari
mereka yang... yang sedang memadu kasih. Tanganku jadi dingin begini...."
Mendengar itu Gatot langsung meraih telapak
tangan Yulia. Memang terasa dingin, bahkan agak
gemetar. Namun, ya Tuhan, tangan itu terasa lembut
dan kulitnya begitu halus. Seperti tangan bayi.
"Aku tak pernah menyangka, angsa liar seperti
dirimu bisa menggigil begini," gumamnya dengan
perasaan yang tiba-tiba tergetar. Belum pernah ia
menghadapi gadis dewasa sepolos ini.
Yulia tertunduk dengan sikap canggung. Melihat
pustaka-indo.blogspot.com
154 itu Gatot mencoba menetralisir dengan sedikit melucu.
"Lihatlah pemandangan di hadapan kita. Jangan
menunduk begitu. Laut yang sedikit pasang sedang
bercumbu dengan angin malam sehingga timbul
gejolak di bawahnya, menyebabkan ombak di permukaan laut bergulung-gulung datang silih berganti, kemudian memecah pada tumpukan bebatuan
di sepanjang tepi pantai dengan meninggalkan desahan cinta"
Perkataan Gatot menimbulkan senyum di bibir
Yulia.
"Seperti penyair saja kau," katanya dengan suara
pelan. Namun, gigilan tubuhnya masih belum hilang. Giginya malah terdengar gemeletuk.
Melihat itu Gatot sadar, Yulia benar-benar terlalu
dipengaruhi keadaan. Meskipun cuaca malam yang
agak berangin itu sedikit menurunkan suhu udara
kota Jakarta, tetapi jelas tidak akan menyebabkan
orang menggigil karenanya. Jadi artinya, gigilan
yang dialami Yulia timbul dari dalam dirinya. Bukan disebabkan dari luar.
"Yulia, pakailah jaketmu," kata Gatot, dengan
suara lembut.
Yulia yang semula tidak berpikir untuk mengenakan jaketnya, tersadar. Dilepaskannya tubuhnya dari
pelukan Gatot, kemudian lekas-lekas ia mengenakan
jaketnya. Lumayan hangat jadinya. Karenanya ia
berharap bisa mengatasi perasaannya. Namun sayang, sebelum hatinya mulai tertata lengan Gatot
pustaka-indo.blogspot.com
155 telah melingkari tubuhnya lagi. Bahkan dengan dekapan yang lebih erat. Begitu juga tangannya yang
masih terasa dingin diraih kembali oleh laki-laki itu
kemudian digenggamnya erat-erat. Ternyata, Gatot
tidak berhenti sampai di situ saja. Tangan Yulia
yang berada di dalam genggamannya dibawanya ke
pipinya dan ditekan-tekannya ke permukaan wajahnya dengan gerakan lembut.
"Biar terasa lebih hangat," bisiknya.
Merasakan perlakuan Gatot yang semesra itu,
dada Yulia mulai berdegup keras. Terlebih karena
telapak tangannya menyentuh bulu-bulu halus yang
agak tajam di dagu dan sisi wajah Gatot. Tampaknya laki-laki itu belum sempat bercukur. Sungguh,
belum pernah ia diperlakukan seintim ini oleh lakilaki mana pun. Tidak juga oleh Hendra. Dengan
perasaan membuncah yang ia tidak tahu dari mana
asalnya, Yulia mengangkat wajahnya dan menatap
mata Gatot tanpa berkedip. Bulu-bulu matanya
tampak bergetar dan pelan-pelan bibirnya mulai
merekah tanpa ia menyadarinya.
Melihat pemandangan di depannya, hati Gatot
mulai bergolak. Belum pernah ia melihat kepolosan
seperti yang terpancar dari air muka seseorang seperti
yang terlihat pada wajah Yulia saat itu. Wajah jelita
itu menyiratkan keterpanaan, kebingungan, ketakjuban, dan kepasrahan yang begitu kentara. Laki-laki itu
jadi lupa diri. Wajah Yulia direngkuhnya, kemudian
bibirnya yang terbuka diciumnya dengan gerakan
yang ia tak mampu mengontrolnya.
pustaka-indo.blogspot.com
156 Tanpa sadar tangan Yulia yang telah bebas dari
genggaman tangan Gatot merengkuh tengkuk lakilaki itu, jemarinya langsung meliliti rambut yang
ada di bagian belakang kepala Gatot sambil mendesah penuh perasaan.
Merasakan belaian dan lilitan jemari Yulia, Gatot
semakin kehilangan kesadarannya. Tubuh yang ada
di dalam pelukannya itu didekapnya erat-erat, sementara bibirnya semakin gencar menguasai bibir
Yulia, dan dengan lidahnya yang lembut ia mengulum mulutnya.
Sama seperti Gatot, Yulia juga semakin kehilangan kesadarannya. Rasanya ia seperti dibawa air laut,
bergulung-gulung bersama angin malam di bawah
cahaya rembulan keperakan, menenggelamkannya
ke dalam gejolak asmara yang dibangkitkan oleh
Gatot.
Aneh, pikir Yulia, dengan pikiran melayang-layang bersama awan yang sedang mengiringi rembulan. Telah berpuluh kali ia dicium Hendra. Telah
sering pula bibirnya dikecupi Sahat, kekasihnya di
masa kuliah dulu. Namun, tak pernah ia merasa
dadanya seolah ingin meledak seperti yang dirasakannya saat Gatot menciuminya. Tak pernah pula
laki-laki lain bisa membuatnya kehilangan kekuatan
seperti yang sekarang dialaminya ini.
Lama sekali keduanya saling mengecup, saling
membelai dan saling mendekap sampai akhirnya
Yulia menyadari sesuatu. Ia bukan sedang bercumbu
dengan kekasihnya.
pustaka-indo.blogspot.com
157 Kesadaran itu menyebabkan Yulia pelan-pelan
melepaskan dirinya dari pesona yang dialaminya
bersama Gatot tadi. Dengan gerakan lembut ia
mendorong dada Gatot.
"Cukup," desahnya dengan suara menggeletar.
"Hendra pasti memercayai sandiwara kita sebagai
suatu kenyataan yang sebenarnya."
Gatot mengangguk, sambil melepaskan tubuh
Yulia. Ia tahu betul, bukan seperti itu sesungguhnya
yang baru saja terjadi di antara mereka. Namun, ia
tidak ingin mengusik keadaan yang sudah telanjur
salah kaprah. Tanpa sadar matanya menatap mata
Yulia, yang tampak cemerlang tertimpa cahaya rembulan, dengan pandangan lembut dan mesra. Ketika Yulia balas menatap mata Gatot yang sayu dan
teduh, sekali lagi Yulia kehilangan kesadarannya.
Ada kekuatan yang membuat perasaannya membuncah dengan tiba-tiba dan mendorongnya melakukan
sesuatu. Tanpa ia mampu menguasainya, tiba-tiba
saja bibirnya telah mengecup lembut mata Gatot,
kemudian sambil menarik napas panjang ia menunduk. Dagunya nyaris menyentuh dada. Kemudian
dengan kepasrahan yang menyakitkan, ia mengakui
dalam hati bahwa ternyata ia mencintai Gatot. Apa
yang selama ini ditakutinya, telah terjadi. Memang
terlalu cepat prosesnya, dan nyaris tak terduga. Namun, itulah yang terjadi. Ia merasa terpukul.
Menyaksikan keadaan Yulia, perasaan Gatot semakin tak menentu. Ia sendiri pun tidak menyangka
akan begini jadinya. Jelas terasa olehnya bahwa apa
pustaka-indo.blogspot.com
158 yang tadi terjadi bukan bagian sandiwara mereka,
tetapi suatu kenyataan. Lebih-lebih ketika ia ingat
bagaimana Yulia tiba-tiba mengecup matanya. Sepandai apa pun seorang artis bermain sandiwara,
tidak mungkin ia bisa melakukan perbuatan yang
begitu natural karena dorongan suara hatinya yang
terdalam. Ketika melihat kondisi emosi Yulia, Gatot
sadar bahwa ia merasa terpukul. Sebenarnya Yulia
tidak menginginkan terjadinya kenyataan seperti
itu, namun ia tidak berdaya mengelakkannya. Memahami hal itu, Gatot menyadari ia harus mampu
mengatasi keadaan.
"Maafkan bila sandiwara kita tadi kebablasan
dan mengejutkanmu," begitu ia berkata.
Sayap Sayap Cinta Karya Maria A. Sardjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Yulia mengangguk. Ia tidak tahu apakah rasa panas yang mulai menjalari pipinya terlihat oleh mata
Gatot dalam temaramnya lampu penerangan di dekat mereka. Duh, betapa malang dirinya, keluh
Yulia dalam hati. Ia yang biasanya begitu kuat dan
mandiri dalam menghadapi apa pun, kini tiba-tiba
menjadi lemah, sampai-sampai membiarkan dirinya
hanyut dalam pelukan dan ciuman Gatot. Bahkan,
ia menikmatinya dan terbuai oleh pesona asmara
yang ditebar laki-laki itu, seakan mereka sepasang
kekasih yang sedang dimabuk cinta. Padahal, mereka tidak sedikit pun mempunyai hubungan cinta.
"Sekali lagi maafkan aku." Karena Yulia tidak
menanggapinya, Gatot berkata lagi.
"Ya," akhirnya masih dengan kepala tertunduk,
pustaka-indo.blogspot.com
159 Yulia menjawab. Suaranya nyaris tak terdengar, terbawa terbang angin laut.
"Seperti katamu tadi, dengan melihat... apa yang
terjadi tadi, kurasa Hendra akan percaya bahwa kita
sedang berpacaran secara serius. Itu artinya, sandiwara kita berhasil." Sekali lagi Gatot menenangkan
Yulia.
Yulia mengangguk lagi. Namun, ia masih belum
berani menengadah, takut pandang matanya membentur tatapan Gatot. Ia sungguh marah pada diri
sendiri, karena tiba-tiba saja merasa malu. Bukan
saja kepada Gatot, tetapi juga kepada dirinya sendiri. Meskipun berulang kali Gatot maupun dirinya
mengatakan bahwa percintaan mereka hanya sebuah
sandiwara, namun ia sadar betul bahwa apa yang
baru saja terjadi tadi bukanlah sandiwara. Ia pun
tahu bahwa di dalam hatinya Gatot juga menyadari
kenyataan yang sebenarnya. Mereka memang telah
hanyut terbawa perasaan.
Melihat Yulia masih saja tertunduk dan tampaknya enggan berbicara, Gatot mengangkat dagu Yulia
dengan ujung jemari tangannya.
"Kau marah kepadaku?" bisiknya lembut.
Yulia menggeleng. Meskipun wajahnya telah terangkat, ia tidak mau membuka matanya lebar-lebar,
khawatir Gatot membaca apa yang mungkin tersirat
di matanya.
"Tidak marah? Apakah kau menyesali apa yang
tadi terjadi?"
Yulia menggeleng lagi. Gatot mengeluh di dalam
pustaka-indo.blogspot.com
160 hatinya. Bila terus begini, bagaimana ia mampu
menguasai dirinya? Ia benar-benar tersentuh oleh
sikap, gerak-gerik dan bicara Yulia yang nyata-nyata
memperlihatkan kepasrahan pada kenyataan pahit
yang dihadapinya. Bahkan Gatot luar biasa terpesona, merasakan betapa dalam kepasrahannya terdapat
kejujuran untuk mengakui bahwa sebenarnya sandiwara mereka gagal total, kendati mungkin berhasil
mengecoh Hendra jika ia melihat kemesraan mereka tadi. Gagal, karena mereka terperangkap oleh
sandiwara yang mereka buat. Memikirkan hal itu,
ia menjadi resah.
"Jawablah dengan perkataan. Jangan hanya mengangguk atau menggeleng. Perasaanku tak tenang,
bila kau hanya diam," kata Gatot, berusaha mengatasi perasaannya.
Apa boleh buat, Yulia terpaksa harus bicara. Dengan menguatkan hati, ia terpaksa mengangkat
matanya dan mengarahkan pandangannya ke mata
Gatot dan mencoba menatapnya. Ada kejujuran
pada matanya yang lebar dan bagus itu.
"Seandainya aku harus marah atau menyesal... itu
harus kutujukan kepada diriku sendiri. Bukan kepadamu," sahutnya kemudian, dengan suara berbisik.
"Jadi, kau tidak marah dan juga tidak menyesal,
baik kepadaku maupun pada dirimu sendiri?"
"Untuk apa? Tak ada gunanya."
Gatot menatap kembali mata Yulia, dan lagi-lagi
menangkap kejujuran di matanya. Gatot menjadi
terpukau karenanya.
pustaka-indo.blogspot.com
161 "Kau sangat memesona. Aku... tak tahan melihatmu," cetusnya, tanpa sadar. Ia tak lagi mampu menahan diri. Suaranya yang memasuki telinga Yulia
terdengar menggetar. "Apakah aku boleh menciummu lagi?"
Mendengar perkataan itu, tubuh Yulia langsung
menegang. Ia tidak menyangka akan mendengar
permintaan seperti itu dari Gatot. Apakah karena
laki-laki itu sedang kehilangan kewarasan otaknya,
karena pengaruh suasana malam yang begitu romantis? Ataukah laki-laki itu sedang terbangkit gairahnya karena kedekatan fisik di antara mereka tadi?
Atau karena apa? Apa pun itu, Yulia hanya bisa tertegun-tegun tanpa bisa segera menjawab. Gatot
yang masih menunggu jawaban, mulai kehilangan
kesabarannya.
"Bolehkah aku menciummu lagi, maksudku...
supaya Hendra lebih percaya lagi?" Suara bergetar
itu menyusup lagi ke telinga Yulia.
Yulia menarik napas panjang. Mendengar suara
Gatot yang bergetar dan matanya yang tampak kelam, ia tidak yakin apakah keinginannya untuk
menciumnya betul seperti alasan yang dikatakannya.
Meskipun meragukannya, Yulia tak mampu menahan gejolak perasaannya saat Gatot meminta kesediaannya dicium. Kendati dengan berat hati, ia
mengangguk.
Melihat anggukan itu, tanpa menanti lebih lama
lagi Gatot segera mengecup bibir Yulia. Seperti
tadi, hati Gatot dan Yulia pun tergetar dan detak
pustaka-indo.blogspot.com
162 jantung keduanya mulai meletup-letup, mengguncangkan mereka.
Ketika ciuman Gatot semakin bergelora dan tangannya mulai membelai lengan, punggung dan
tubuhnya, Yulia mulai menggelinjang. Kakinya terasa lemas sehingga kehilangan kekuatan untuk menopang tubuhnya. Tubuhnya yang melemah langsung
menggayut ke tubuh Gatot. Ia tidak lagi peduli
apakah yang mereka lakukan ini bagian dari sandiwara atau karena sesuatu yang lain. Baginya yang
penting adalah merasakan sekali lagi kemesraan
yang rasanya begitu memukau.
pustaka-indo.blogspot.com
163 Seperti gadis remaja yang baru pertama kali dimabuk cinta, Yulia merasa seperti hidup dalam taman
impian penuh bunga warna-warni dengan aroma
semerbak mewangi di sekitar dirinya dan merasuk
ke relung-relung batinnya yang paling dalam. Di
mana saja, ia selalu teringat Gatot. Di kamar tidurnya, di dalam kendaraan umum saat berangkat dan
pulang mengajar, di ruang kelas, bahkan juga ketika
jemarinya sedang menari di atas tuts piano, bayangan Gatot seperti terpatri di pelupuk matanya.
Seluruh kegiatan yang dilakukannya dari hari ke
hari selalu saja didampingi bayangan laki-laki itu.
Ketika laki-laki itu sedang tertawa, ketika sedang
mengendarai motor besarnya, ketika sedang menatapnya, dan terutama ketika dia sedang mencium
dan mencumbuinya. Ada kebahagiaan yang manis
setiap kali ia teringat pada keintiman yang pernah
dirajutnya bersama Gatot.
Lima pustaka-indo.blogspot.com
164 Namun, setiap ia teringat bahwa keintiman yang
manis itu hanyalah bagian dari sandiwara mereka,
Yulia sadar apa yang dikecapnya merupakan lapisan
luarnya saja. Di dalamnya terasa amat pahit melebihi pahitnya empedu. Gatot adalah kekasih gadis
lain. Bahkan cincin pertunangan telah mengikat
pasangan itu.
Jika rasa pahit terasa di dalam mulut dan tak
bisa dimuntahkan kecuali harus ditelannya, Yulia
merasa hidupnya begitu gelap dan tersiksa karena
tidak tahu bagaimana mengatasinya. Apakah ia harus menghentikan saja sandiwaranya? Yulia jadi sering tertegun-tegun sendiri. Sepanjang hidupnya
baru sekali ini dialaminya. Hampir dua tahun lalu
ketika ia mengetahui bahwa Hendra telah mempunyai istri dengan beberapa orang anak, kepahitan
yang dirasakannya waktu itu tidak ada apa-apanya
dibanding yang kini ia rasakan.
Dulu, kepahitan yang ia rasakan lebih disebabkan
harga dirinya yang diinjak-injak oleh lelaki pembohong yang telah membodohinya. Sekarang, hatinya
terasa perih karena sadar betul Gatot ada bersamanya hanya secara fisik, sedangkan hatinya milik
Nuning. Oleh sebab itulah, ia merasa tak nyaman
karena belakangan ini setiap Gatot datang ke rumah, selalu ada saja buah tangan yang dibawanya.
Memang bukan barang-barang mahal, tetapi Yulia
tahu diri. Tidak selayaknya Gatot berlebihan seperti
itu, sehingga lama-kelamaan ia protes keras.
"Kita ini sedang bersandiwara. Masa harus bawa
pustaka-indo.blogspot.com
165 oleh-oleh setiap kali kau datang ke rumahku. Kau
bisa bangkrut. Aku benar-benar tidak suka," katanya. Gatot tidak memedulikan protesnya. Tetap saja
laki-laki itu bertindak seolah-olah Yulia betul-betul
kekasihnya. Bahkan, suatu saat Gatot membawa
dua potong bahan pakaian yang cantik sepulangnya
dari tugas luar kota. Yulia tahu harga kedua bahan
itu amat mahal. Oleh sebab itu, Yulia marah sekali. "Kita memang perlu menunjukkan kemesraan
untuk meyakinkan Hendra. Tetapi, bukan berarti
kau harus memanjakanku dengan macam-macam
barang seolah aku ini betul-betul kekasihmu. Tidak
baik lho. Sungguh!" Begitu ia berkata dengan berapi-api. "Belum lagi uang simpananmu jadi berkurang karenanya. Padahal, seharusnya kautabung
untuk biaya pernikahanmu dengan Nuning."
"Aku hanya ingin menunjukkan pada Hendra
ataupun orang suruhannya bahwa tanganku ini tidak pernah kosong setiap datang mengunjungimu.
Dengan begitu, ia akan percaya hubungan kita sangat serius."
"Aku melihatmu bukan seperti itu. Tetapi, seperti seorang keponakan yang baru mendapat warisan
uang dari pamannya yang kaya tetapi tidak tahu
harus dibelikan apa!" Yulia menjawab dengan ketus. "Wah mulai. Sudah lama aku tidak melihatmu
galak seperti ini," komentar Gatot sambil nyengir.
pustaka-indo.blogspot.com
166 "Aku tidak suka melihat perbuatanmu. Kau sudah
berkorban waktu, tenaga, perasaan, pikiran, dan
sekarang juga uang hanya untuk membantu seorang
perempuan agar bisa segera terbebas dari suaminya.
Pikirkanlah itu!"
"Lho, kenapa?"
"Kok kenapa, pertanyaanmu aneh. Tentu saja
karena aku tidak suka berutang budi terlalu banyak
kepadamu. Prinsip hidupku adalah siapa yang berutang, dalam bentuk apa pun, harus dibayar," sahut
Yulia dengan suara tegas.
"Aku bukan rentenir dan bukan pula pemberi
utang. Aku memang suka membeli sesuatu untukmu, karena aku tak tahu hari ulang tahunmu. Jadi,
bila aku membawa sesuatu untukmu, anggap sajalah sebagai hadiah ulang tahunmu," bantah Gatot.
Yulia menarik napas panjang.
"Kau memang keras kepala. Kaupikir aku merasa
senang? Tidak! Perasaanku sungguh tak enak, karena seharusnya bukan aku yang menerima hadiahhadiah bagus yang sering kaubawa untukku. Ada
orang lain yang lebih berhak menerimanya."
"Maksudmu Nuning? Begitu?"
"Tentu saja. Ia tunanganmu, kan?"
"Bagiku, pertunangan bukan berarti bahwa aku
harus selalu ada di sampingnya. Juga bukan hanya
ia yang harus kuhujani hadiah-hadiah. Aku pun
tidak harus terus-menerus menyenangkan hatinya,"
Gatot membantah lagi. "Aku kan punya keluarga,
teman, dan sahabat yang juga harus kusapa dan
pustaka-indo.blogspot.com
167 kuperhatikan. Bukankah manusia adalah makhluk
sosial?!"
"Aduh, untung saja aku bukan Nuning!" Yulia
mencetuskan pikirannya.
"Kenapa?" Gatot menatapnya dengan dahi berkerut.
Sayap Sayap Cinta Karya Maria A. Sardjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bila aku ini Nuning, tak akan kubiarkan tunanganku menghujani hadiah untuk perempuan lain. Tak
akan kubiarkan pula ia memperhatikan perempuan
lain. Pasti kulabrak dia maupun perempuan lain itu!"
Yulia berkata dengan berapi-api. Memang seperti
itulah dia. Tidak mau berbagi perhatian dengan perempuan lain. Apalagi berbagi kasih.
Gatot tertawa melihat Yulia yang kelihatan berapi-api, sinar matanya tajam berkilat.
"Wah, watak aslimu keluar," katanya kemudian.
Bibirnya tersenyum. "Sinar matamu berkilat-kilat
dan wajahmu tampak berapi-api sampai pipimu
memerah begitu. Dulu, aku kan sering kaulabrak
dengan wajah kemerah-merahan seperti itu."
Mendengar kata-kata Gatot, Yulia tersenyum kemalu-maluan.
"Kelihatannya dulu kesanmu tentang aku serba
jelek-jelek ya," katanya bergumam. "Galak, suka memaki, senang mendamprat, dan liar. Entah apa lagi.
Ya kan?"
"Kau keliru. Bagiku, kau lebih mirip angsa liar.
Cantik, gesit, sehat, dan seolah selalu siap-siaga terhadap orang yang mendekatimu. Prinsipmu, lebih
baik beraksi lebih dulu daripada dijaili orang."
pustaka-indo.blogspot.com
168 Yulia tersenyum lagi.
"Itu penilaian positif atau negatif sih?" tanyanya
"Bagus sekali bila kau tidak bisa menduganya,"
jawab Gatot sambil tersenyum-senyum.
"Memangnya kenapa?"
"Aku tak akan menjawab. Itu rahasia hatiku sendiri," kata Gatot sambil nyengir lagi.
"Brengsek."
"Lho, kok malah mengumpat!"
Begitulah hubungan Yulia dengan Gatot selama
permainan sandiwara mereka belum berakhir. Sering
kali terasa manis, tetapi adakalanya juga terasa amat
pahit, terutama bila teringat pada kenyataan sebenarnya bahwa mereka bukan sepasang kekasih. Bila
sedang terasa manis, betapa ingin ia waktu tak segera berlalu. Hubungan mereka begitu penuh warna.
Yulia ingin terus bermain sandiwara. Bahkan, ia
ingin agar Hendra bisa berlama-lama mengurus perceraian mereka. Semakin lama urusan perceraian itu
berlangsung, akan semakin lama pula sandiwara
mereka berakhir. Sungguh pikiran yang gila. Namun, itulah yang terjadi.
Yulia menyadari bahwa dirinya mungkin sudah
gila. Kalau ia waras, pasti tidak akan membiarkan
dirinya jatuh cinta kepada laki-laki yang sudah
mempunyai tunangan. Tak akan dibiarkan dirinya
dimesrai oleh laki-laki itu. Apalagi yang sedang mereka perankan adalah sandiwara belaka. Betapapun
manisnya itu.
Meskipun terasa amat alot prosesnya, pada akhirpustaka-indo.blogspot.com
169 nya urusan perceraian Yulia dengan Hendra akan
selesai juga. Mereka akan resmi bercerai. Perginya
Hendra dari kehidupan Yulia, berarti pergi pulalah
Gatot dengan pelbagai sandiwara yang diuntainya
bersama Yulia.
Namun, mengingat kemungkinan-kemungkinan
yang bisa saja timbul, Gatot menganggap perlu untuk melanjutkan sandiwara mereka sampai situasinya benar-benar aman.
"Supaya Hendra tidak curiga bahwa hubungan
kita cuma sandiwara," dalih laki-laki itu.
Yulia setuju. Bahkan di dalam hatinya, ia ingin
agar sandiwara mereka tetap berlangsung. Lebihlebih bila nanti ia telah lepas dari ikatan perkawinan dengan Hendra. Jadi, andaikata ada orang yang
kebetulan melihatnya bermesraan dengan Gatot,
orang itu tidak akan menilainya sebagai istri yang
tak setia.
Ketika pemikiran itu semakin dalam memasuki
benaknya, Yulia mendadak tersentak. Benarkah yang
ia lakukan bersama Gatot bukan hal negatif? Lupakah
ia bahwa Gatot milik Nuning, bukan miliknya? Tidak
sadarkah ia bahwa meskipun hubungannya dengan
Gatot hanya sandiwara, pada kenyataannya telah
melangkah jauh dari yang seharusnya. Itu berarti, ia
bisa menjadi penghambat bahkan pengganggu
pertunangan sepasang kekasih. Ia jadi malu sendiri
dan merasa bersalah terhadap Nuning.
* * *
pustaka-indo.blogspot.com
170 Ketika suatu pagi di hari libur Gatot tiba-tiba datang dan mengajaknya jalan-jalan ke luar kota,
Yulia langsung menolaknya.
"Aku merasa itu tidak adil bagi Nuning," katanya memberi alasan. "Ini kan hari libur. Mestinya
hari ini kaulewatkan bersama Nuning. Bukan bersamaku!"
"Rasanya aku pernah bilang padamu, Nuning tidak suka bahkan menolak duduk di jok belakang
motorku," Gatot berdalih.
"Itu bukan alasan. Kau kan bisa memakai mobilnya atau mobil kantor untuk mengajaknya pergi."
"Aku ingin naik motor, sebab lebih asyik rasanya."
"Kau keras kepala!"
"Aku keras kepala?"
"Ya. Karena kau terlalu memanjakan keinginan
hatimu sendiri. Mengalahlah sedikit kepada
Nuning. Kau harus sadar bahwa masa pertunangan
adalah masa di mana kalian sama-sama mencoba
dan berusaha menyatukan perbedaan-perbedaan
yang ada. Jadi, jangan pernah memaksakan kehendak sendiri. Hormati keinginan dan pandangan tunanganmu," jawab Yulia.
"Begitu menurutmu?" Gatot menggoda. "Wah,
aku lupa bahwa kau sudah lebih berpengalaman
daripada aku."
"Aku serius."
"Baik, baik....," Gatot masih saja menggoda.
Yulia tidak memedulikan godaan Gatot. Ia tetap
pustaka-indo.blogspot.com
171 ingin menyadarkan laki-laki itu agar rasa bersalahnya kepada Nuning bisa sedikit terkikis. "Itu kan
gunanya pertunangan."
Melihat keseriusan Yulia, Gatot juga mulai bersikap serius.
"Kau tidak mengenal Nuning dengan baik seperti aku mengenal dia," katanya kemudian dengan
sedikit ketus.
"Wah, kau tersinggung rupanya. Aku terlalu ikut
campur urusan yang bukan urusanku, ya?"
"Bukan begitu. Aku hanya merasa kesal kepadamu."
"Kok kesal kepadaku?" Yulia menaikkan alisnya.
"Ya. Dari kata-katamu tadi, aku menangkap kesan bahwa selama berpacaran aku tidak pernah
mencoba menyamakan persepsi kami. Padahal tak
kurang-kurang usahaku memahami Nuning. Terusterang, itu tidak mudah. Terutama mengingat aku
sudah mengenal dia sejak kami masih sama-sama
kecil. Bahkan demi menghindari pertengkaran, aku
sering kali mengalah. Aku kan bukan pemuda remaja lagi. Bukan laki-laki goblok juga. Aku juga sadar
bahwa masa pertunangan adalah masa-masa untuk
lebih saling memahami dan mengadakan penyesuaian," Gatot berkata dengan ketus.
Yulia tersenyum.
"Bila memang sudah berusaha menjembatani perbedaan dan menguntai persamaan, ya sudah. Bilang
saja begitu. Jangan jadi ketus. Jangan sewot begitu."
pustaka-indo.blogspot.com
172 Gatot akhirnya juga tersenyum.
"Sudahlah, aku tak mau berdebat lagi. Bila kau
memang mau kuajak pergi, ayo segeralah kita berangkat."
"Dengan celana pendek dan kaus tanpa lengan
begini? Sebaiknya aku ganti baju dulu."
"Ya, sudah. Kutunggu kau ganti baju."
Setelah mereka berada di jalan, Gatot berkata
lagi sambil menoleh ke belakang.
"Nuning tidak suka naik motor begini," katanya.
"Kau bagaimana? Suka atau tidak?"
"Bila aku tidak suka, sudah kusuruh kau tadi
pergi sendiri. Bukannya duduk di belakangmu begini," jawab Yulia seadanya.
"Kau memang perempuan yang menyenangkan."
"Itu kan katamu sekarang," Yulia menangkis.
"Dulu, jangankan bilang seperti itu, setiap kita bertemu perkataanmu cuma ejekan dan celaan saja."
Gatot tertawa.
"Lupakanlah masa lalu yang tidak enak. Sekarang
coba rasakan, betapa menyenangkan duduk berboncengan di atas motor besar begini. Entah, di mana
rasa seni Nuning. Ia benar-benar tidak suka duduk
di atas motorku. Padahal, bagi orang yang berpacaran, bisa berpelukan di jalan raya seperti ini kan
romantis. Bila naik mobil mana bisa begini," katanya. Yulia tertawa. Tanpa sadar tangannya yang melingkari pinggang Gatot, mencubit perutnya. Lakilaki itu mengaduh.
pustaka-indo.blogspot.com
173 "Sakit, Bu Guru!" Gatot tertawa.
"Soalnya kau tidak tahu malu sih," sahut Yulia.
"Kenapa harus malu mengakui betapa nyamannya
mengendarai motor dengan lengan empuk dan halus melingkari perutku." Perkataan Gatot terhenti,
karena perutnya dicubit Yulia lagi sehingga ia mengaduh lagi.
"Makanya jangan menggombal." Yulia menggerutu pelan.
"Nah, ini dia kenyamanan lain yang kurasakan.
Dicubit jemari tangan yang melingkari pinggang
seperti ini mana bisa kurasakan bila mengendarai
kendaraan roda empat? Asyik lho rasanya. Rasa
gelinya meresap langsung ke hati. Hei, awas jangan
mencubit perutku lagi. Nanti aku menabrak bus di
depan kita."
Yulia tergelak. Suaranya yang renyah terbawa
angin.
"Kau benar-benar pandai menggombal," gumamnya kemudian.
"Sama."
"Sama apanya?"
"Kau juga pandai menggombal."
"Idih. Apa buktinya?" Yulia menggerutu.
"Menguliahiku seolah aku ini laki-laki goblok,
apa bukannya menggombal?" jawab Gatot. "Aku
tadi sampai menyangka sedang berhadapan dengan
almarhum nenekku. Beliau persis kamu. Suka menguliahi orang."
pustaka-indo.blogspot.com
174 Disamakan dengan nenek-nenek, untuk ketiga
kalinya Yulia mencubit perut Gatot. Namun, kali
itu tangannya langsung ditangkap Gatot kemudian
digenggam erat-erat sehingga jantung Yulia mulai
berdebar-debar keras. Ingin sekali ia membiarkannya, tetapi bayangan Nuning melintas di kepalanya. "Lepaskan! Bahaya memegang kemudi dengan
satu tangan," katanya cepat-cepat. Ya, berbahaya.
Pertama, memang berbahaya mengemudi motor
hanya dengan sebelah tangan. Kedua, berbahaya
karena Gatot akan merasakan betapa bergemuruh
dadanya karena tubuh mereka yang begitu dekat.
Ketiga, bahaya buat sandiwara mereka, sebab tujuannya bisa-bisa melenceng jauh. Keempat, berbahaya
bagi pertunangan Gatot dengan Nuning. Bagaimana
bila ada yang melihat kemesraannya dengan Gatot
lalu mengadu kepada gadis itu?
Gatot tertawa. Namun, permintaan Yulia agar ia
melepaskan tangannya diabaikannya. Tangannya tetap menggenggam telapak tangan Yulia di perutnya. Yulia merasa malu. Tangannya yang ada dalam
genggaman Gatot ditariknya kuat-kuat. Namun, tidak berhasil.
"Sudah kukatakan tadi, lepaskan tanganku. Seperti anak remaja pacaran saja," gerutunya. "Malumaluin."
Gatot tertawa lagi. Tangan Yulia dilepaskannya
dan tangannya kembali memegang kemudi. Laju
pustaka-indo.blogspot.com
175 kendaraan dipercepat sehingga angin nakal menerbangkan bagian bawah rambut Yulia yang tidak
Sayap Sayap Cinta Karya Maria A. Sardjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tertutup helm. Motor besar itu melaju menuju luar
kota. Setelah jauh melewati batas kota, Gatot bersuara lagi.
"Kita istirahat dulu atau jalan terus?" tanyanya.
"Terserah, aku menurut saja."
"Aduh, manisnya jawaban itu."
"Habis mau bilang apa? Bila mau istirahat, memangnya mau di mana?"
"Itu sih gampang. Kita bisa belok masuk ke jalan
kecil di depan sana dan melewati sawah-sawah,"
jawab Gatot. "Di sana pasti ada dangau. Kalau tidak,
aku tahu tempat lain yang lebih menyenangkan. Tak
jauh dari bukit rendah yang kelihatan itu ada sungai
kecil yang airnya bersih. Kau bisa merendam kakimu
di situ sambil beristirahat. Di dekat situ ada pepohonan yang melindungi kita dari terik matahari. Di balik
pepohonan itu ada lapangan rumput tempat orang
menggembalakan sapi atau kambing."
"Kok kau tahu semua itu?"
"Karena keluargaku punya tanah di dekat situ.
Bahkan, kami juga membuat dangau kecil untuk
duduk-duduk kalau kebetulan kami pergi ke sana.
Nah, bagaimana? Mau beristirahat di sana?"
"Apa dangaunya masih ada?"
"Tentu saja, masih. Kuat kok buatannya. Dua
bulan yang lalu aku mengantar ibuku ke sana untuk mengambil rambutan dan nangka."
"Luas ya tanah kalian?"
pustaka-indo.blogspot.com
176 "Sekitar seribu lima ratus meter persegi. Kami
membelinya ketika Bapak masih jaya. Dulu beliau
ingin membangun rumah di situ untuk masa tuanya. Ketika kemudian dibangun jalan tol sekitar
lima ratus meter dari tanah itu, Bapak membatalkannya. Berisik dan polusi. Apalagi sudah tidak ada
uang untuk membangunnya. Bahkan, hampir saja
tanah itu dijual untuk menutupi utang kami. Menjual tanah kan tidak seperti orang jualan pisang
goreng. Jadi, sampai sekarang tanah itu masih menjadi milik kami. Apalagi sampai saat ini kehidupan
kami sudah jauh lebih baik."
"Sekarang tanah itu mau diapakan?"
"Untuk sementara tanah itu cuma ditanami pohon rambutan, nangka, duren, pisang, pepaya, singkong, dan beberapa tanaman lain. Ada orang yang
kami bayar untuk menjaga tempat itu. Bagaimana,
mau istirahat di sana?"
"Lebih baik istirahat di tanah keluargamu saja.
Lebih bebas dan tidak jadi perhatian orang," jawab
Yulia. "Mungkin enak juga melihat-lihat kebun dengan berbagai macam pohon dan tanaman hijau
yang menyejukkan mata."
"Kalau begitu kita mampir dulu membeli nasi
bungkus di rumah makan padang langganan kami.
Rendang dan sayur nangkanya enak sekali. Sudah
begitu sambal hijaunya amat lezat," kata Gatot.
"Meskipun letaknya tak begitu jauh dari Ibukota,
tetapi di sekitar tanah kami suasananya masih menyajikan alam pedesaan. Penuh tanaman. Ada bukitpustaka-indo.blogspot.com
177 nya, ada kali kecilnya dan masih banyak orang beternak ayam, bebek, kambing dan sapi. Makan di
tempat itu pasti terasa lebih sedap rasanya."
"Perutku langsung lapar mendengar iklanmu itu.
Ayolah kita beli dulu nasi bungkus yang kauiklankan itu."
"Siap, Bu Guru." Gatot tertawa lagi.
Sambil tertawa-tawa mereka segera menuju rumah makan padang. Gatot membeli tiga bungkus
nasi dan beberapa botol air mineral, sementara
Yulia membeli jeruk manis ketika kebetulan mereka
melewati penjual buah.
"Kulihat tadi sebungkus nasi isinya banyak lho.
Rupanya sebungkus itu kurang buatmu ya?" Setelah
mereka naik motor lagi, Yulia menggodanya sambil
tertawa. "Sebegitu enaknya ya sampai perutmu bisa
melar seperti karet."
"Bukan untukku, Bu Guru. "
"Kalau begitu, untukku?" Yulia tersenyum.
"Nasi bungkus ini untuk Pak Karmin, Bu Guru,
penjaga kebun kami. "
"Oh, begitu."
Mereka meneruskan perjalanan dalam suasana
keriangan. Gatot yang tidak pernah mengalami keceriaan bersama Nuning, merasa senang sekali. Ia
bisa tertawa keras tanpa khawatir ditegur Nuning.
Gadis itu tidak suka pada orang yang senang tertawa keras atau bersikap kekanakan. Ia ingin melihat
Gatot selalu bersikap sopan, terkendali, dan berwibawa. Setiap kali melihat sang kekasih bersikap sepustaka-indo.blogspot.com
178 dikit ugal-ugalan, Nuning selalu mencelanya. Sekarang bersama Yulia, Gatot benar-benar merasa
bebas. Bahkan mulai memahami kenapa teman-teman lelaki mereka dulu suka bermain dengan Yulia.
Bila teringat masa-masa itu, Gatot merasa sedikit
menyesal. Ada banyak kesenangan masa kecil yang
dulu tak banyak dikecapnya.
Ketika Gatot membawa motornya masuk ke arah
kebun milik orangtuanya, mereka melewati seorang
bocah lelaki yang sedang memotong dedaunan di
tepi lapangan rumput. Melihat Gatot, anak itu
menegurnya.
"Pak Gatot mencari Bapak?" Begitu anak itu menyapa.
Gatot menghentikan motornya.
"Ya. Siapa tahu ada buah atau singkong yang
sudah bisa diambil hasilnya," jawab Gatot. "Bapakmu ada di kebunku, Nang?"
"Bapak sedang mudik, Pak Gatot. Nenek saya
sakit di kampung. Tetapi, Bapak sudah pesan pada
saya, bila ada keluarga Pak Gatot yang datang ke
kebun, saya diminta membantu mengambilkan apa
yang diperlukan."
"Memangnya ada buah yang sudah bisa dipetik,
Nang?" Gatot bertanya pada anak Pak Karmin itu.
"Cuma singkong dan beberapa buah pepaya.
Mau saya ambilkan?"
"Kamu sedang apa sekarang?"
"Sedang mencari dedaunan buat makan kambing
Pak Haji."
pustaka-indo.blogspot.com
179 "Kalau begitu, tolong cabutkan dulu singkong
dua atau tiga batang pohon. Daunnya ambil saja
buat sayur. Kamu juga boleh mencabut singkong
buat emakmu di rumah."
"Kemarin sebelum berangkat, Bapak sudah mengambilkan buat kami kok, Pak. " jawab Nanang. "Malah batangnya juga sudah kami tanam kembali setelah
dipotong-potong. Tadi pagi karena tidak harus ke
sekolah, batang-batang itu saya sirami semua."
"Kamu anak rajin, Nang. Aku ingin menghadiahimu uang untuk beli keperluan sekolahmu. Jangan
buat jajan ya." Gatot mengeluarkan dompetnya,
kemudian mencabut dua helai uang dua puluh ribuan yang langsung diberikannya kepada Nanang.
Wajah Nanang tampak berseri begitu menerima
uang itu.
"Akan saya berikan Emak saja buat beli beras.
Boleh?"
"Tidak. Itu untuk kamu, Nang. Untuk beli beras, nanti saya akan mampir ke rumahmu."
"Terima kasih, Pak Gatot. Kalau begitu, uang ini
akan saya belikan buku tulis dan buku gambar.
Sisanya untuk beli cat air."
"Terserah akan kaubelanjakan apa. Yang penting,
untuk keperluan sekolah." Gatot mulai menjalankan
lagi motornya. "Nah, saya tunggu kau di kebun ya,
Nang."
"Ya, Pak."
Menyaksikan percakapan Gatot dengan Nanang,
Yulia merasa senang karena laki-laki itu memiliki
pustaka-indo.blogspot.com
180 perhatian kepada orang kecil. Seingatnya, dulu Gatot
tidak seperti itu. Atau mungkin karena di sekitar
Jalan Mahoni tidak ada anak-anak seperti Nanang.
"Selain mengerjakan kebunmu, Pak Karmin bekerja sebagai apa?" tanya Yulia ingin tahu.
"Tukang sampah di kompleks perumahan dekat
jalan tol sana. Itu pekerjaan utamanya. Oleh sebab
itu, ibuku mengajarinya cara memilah sampah.
Sekarang ia sudah pandai membuat pupuk kompos
dari sampah rumah tangga dan sampah kebun di
sekitar sini. Selain untuk keperluan sendiri, ia bisa
menjualnya ke kompleks. Dari sampah, kehidupan
Pak Karmin sekarang menjadi lebih baik. Apalagi
anak-anaknya juga diajar mandiri. Kau lihat
Nanang tadi, kan? Ia bekerja pada Haji Mian mencarikan makanan buat kambing-kambingnya."
Gatot dan Yulia mengobrol sampai mereka tiba
di kebun. Yulia langsung turun sambil melepaskan
helmnya, kemudian diambilnya kantong plastik makanan yang tadi dimasukkan Gatot ke dalam bagasi
motornya. Laki-laki itu memandangnya sesaat, kemudian menatap ke arah barisan pohon pepaya
yang berbuah banyak.
"Bawalah ke dangau sana. Nanti kususul. Aku akan
mengambil pepaya-pepaya matang itu. Kasihan
Nanang bila ia yang mengambilnya. Terlalu tinggi."
"Oke.
Dangau yang dibuat keluarga Gatot berukuran
sedang dan di sekelilingnya berdinding pendek dari
anyaman bambu, kecuali sisi bagian depannya. Kapustaka-indo.blogspot.com
181 rena berdiri di antara pohon mangga yang lebat
daunnya dan pohon nangka, gubuk itu tampak teduh dan nyaman. Apalagi di sekitarnya ada serumpun
bambu yang bila tertiup angin akan memperdengarkan musik gesek yang khas dan bisa membuat orang
yang mendengarnya merasa damai.
Yulia meletakkan plastik berisi bungkusan nasi,
jeruk dan botol air mineral di atas lantai dangau
yang terbuat dari papan halus. Diaturnya makananmakanan itu dengan rapi, lalu ia naik ke dangau
dan duduk di sana dengan santai. Ketika Gatot menyusulnya, di tangan laki-laki itu terdapat dua buah
pepaya matang. Keduanya dimasukkannya ke dalam
kantong plastik bekas tempat nasi bungkus tadi.
"Bawalah pepaya ini ke rumahmu. Matang pohon dan manis rasanya."
Dari jauh terlihat Nanang datang menghampiri.
Pemuda tanggung itu langsung mendekati Gatot.
"Saya akan mengambil singkong dan pepaya sekarang," katanya. "Mau dibawa pulang atau dikukus
di rumah saya untuk dimakan di sini?"
"Mau kubawa pulang saja, Nang. Kenapa?"
"Kalau mau dibawa pulang, nanti saya rapikan
supaya mudah digantungkan di motor."
"Oh, begitu. Pepayanya tidak usah. Saya sudah
mengambil sendiri tadi."
Nanang mengangguk kemudian pergi untuk mencabut singkong. Sepeninggal anak itu, Gatot naik
ke dangau kemudian menyandarkan tubuhnya ke
tiang dangau.
pustaka-indo.blogspot.com
182 "Enak ya duduk-duduk di sini," kata laki-laki itu
sambil menatap langit-langit dangau. "Teduh, sepi
dan nyaman seolah berada ratusan kilometer dari
hiruk-pikuknya kota Jakarta. Padahal, paling banter
cuma sekitar dua puluh kilometer saja jauhnya dari
perbatasan."
"He eh." Yulia yang sedang duduk santai sambil memeluk lututnya, mengangguk.
"Suasananya terasa tenang dan damai."
"He eh."
"Udaranya juga segar," sambung Gatot lagi.
"He eh."
"He eh saja yang kaukatakan kepadaku."
Yulia tersenyum.
"Aku sedang menikmati nyamannya suasana di
sini."
"Bagaimana kalau sambil makan?"
Yulia melihat arloji yang melilit pergelangan tangannya. Baru pukul setengah dua belas kurang
sepuluh menit. Pantaslah perutnya belum minta
diisi.
"Aku belum lapar. Nanti sajalah makannya."
Gatot juga belum merasa lapar. Jadi, ia setuju.
Keduanya mengobrol sambil masing-masing menikmati suasana dan kedekatan di antara mereka.
Obrolan mereka baru terhenti ketika Nanang datang membawa keranjang berisi singkong yang sudah dirapikan.
Sayap Sayap Cinta Karya Maria A. Sardjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Perlu dibungkus lagi biar singkongnya tidak kelihatan? Siapa tahu Pak Gatot merasa malu dilihat
pustaka-indo.blogspot.com
183 orang membawa singkong." Nanang bertanya dengan polos. Ibunya pernah memberi singkong untuk teman kakaknya yang datang berkunjung ke
rumah, tetapi teman kakaknya malu membawanya. Sejujurnya, Gatot juga merasa agak malu membawa keranjang berisi singkong. Siapa tahu ada kenalan atau teman bisnis yang melihatnya. Namun, di
depan Yulia, ia tidak mau memperlihatkannya.
"Saya tidak malu, Nang. Tidak tahu kalau Ibu
ini." Gatot menoleh ke arah Yulia, ingin mengetahui apa yang akan dikatakannya.
"Aku merasa malu membawa singkong?" Yulia
menaikkan alisnya. "Ya ampun, dari mana pikiran
itu?"
Gatot hanya tertawa mendengarnya.
Persoalan singkong segera selesai setelah Nanang
meletakkan bawaannya ke lantai dangau. Gatot
mengulurkan bungkusan nasi padang pada anak
itu. "Untukmu, Nang. Semula mau saya berikan
pada bapakmu. Makanlah di sini bersama kami,"
katanya.
"Terima kasih, Pak Gatot. Mau saya makan di
halaman rumah Pak Haji saja. Saya masih punya
tugas memberi makan kambing," sahut Nanang.
"Lebih enak makan bersama kambing-kambing
Pak Haji ya, Nang." Yulia meledek sambil tertawa.
"Ibu ada-ada saja," kata Nanang sambil tersenyum.
Kemudian, ia pamit kepada kedua orang itu.
pustaka-indo.blogspot.com
184 Sepeninggal Nanang, Gatot menoleh ke arah
Yulia.
"Mau makan sekarang?"
"Nanti saja. Kalau kau sudah lapar, makanlah
dulu. Aku masih ingin menikmati suasana pedesaan
ini," sahut Yulia menjawab, sambil menyandarkan
tubuhnya ke dinding dangau.
"Aku juga belum begitu lapar," Gatot menjawab
sambil meniru perbuatan Yulia, menyandarkan tubuhnya ke dinding dangau. Kini, mereka duduk nyaris berdampingan. "Aduh, enaknya... bisa mengistirahatkan tubuh begini. Mmmm kau lebih menyukai
tempat semacam ini atau tempat yang ramai?"
"Tergantung situasinya. Pada dasarnya aku menyukai semua tempat asalkan suasananya menyenangkan dan aman tenteram. Soal tempat, aku jarang sekali pilih-pilih."
"Kau memang gadis yang menyenangkan." Gatot
tersenyum. Tatapan matanya yang semula terarah
ke langit-langit dangau, berpindah ke sampingnya.
Yulia duduk tak jauh darinya.
Yulia yang juga sedang menatapnya, mulai berdebar-debar jantungnya. Wajah mereka hanya berjarak
tak sampai setengah meter jauhnya.
"Kau keliru. Aku ini janda lho. Bukan seorang
gadis," sahut Yulia cepat-cepat, sambil mengusir
debar yang mengganggu dadanya tadi.
"Oke, kuralat. Janda kembang yang jelita."
"Kau jangan berlebihan." Yulia semakin keras
berusaha menguasai dirinya. Dipuji orang, bukan
pustaka-indo.blogspot.com
185 hal aneh bagi Yulia. Ia tak pernah memasukkan
pujian apa pun ke dalam hatinya. Namun, dipuji
Gatot, hatinya jadi berdebar tak keruan.
"Aku mengatakan yang sebenarnya. Tidak berlebihan dan tidak mengada-ada. Kau kau memang
jelita," sahut Gatot. Tanpa sadar tangannya terulur
menjumput pelan sebagian rambut Yulia. Kemudian,
ditatanya di sisi wajahnya. "Apalagi dengan rambut
hitam lebat yang membingkai wajah jelitamu ini...."
Yulia tidak mampu berkata apa pun diperlakukan
seperti itu. Lidahnya menjadi kelu. Belum pernah
ada laki-laki lain berbuat seperti itu terhadapnya.
"Tidak bisa menangkis perkataanku, kan?" Gatot
masih membelai rambut Yulia, enggan melepaskannya. "Hei mana lidahmu yang sering tajam?"
Yulia mencoba tersenyum, tetapi sulit sekali. Sebagai gantinya, ia mencetuskan pertanyaan yang
sebenarnya tidak ingin ia ucapkan.
"Apakah apakah kau juga sering melakukan
hal seperti ini terhadap Nuning?" Selesai bicara seperti itu, Yulia merasa menyesal sekali karena kurang mengendalikan lidahnya. Suasana menjadi terasa tegang.
"Melakukan apa?" Meskipun tidak senang mendengar pertanyaan Yulia, Gatot ingin tahu apa jawaban Yulia. Ia bisa menangkap, Yulia tadi kelepasan bicara.
Merasa bingung harus menjawab apa, Yulia terdiam. Gatot tidak membiarkan Yulia diam.
"Melakukan apa? Jawablah pertanyaanku."
pustaka-indo.blogspot.com
186 "Mempermainkan rambut Nuning seperti ini,"
Yulia terpaksa menjawab.
Gatot terdiam beberapa saat lamanya, mengingatingat apakah ia pernah mempermainkan rambut
Nuning.
"Tidak pernah," sahutnya kemudian agak terbatabata. "Memegang rambutnya waktu kepalanya terantuk meja, pernah. Meraba rambutnya yang lembap
ketika kehujanan, juga pernah. Begitu pula ketika
ia dirawat di rumah sakit rambutnya pernah kuusap
sambil memeriksa panas tubuhnya. Akan tetapi,
mempermainkan rambutnya seperti ini, belum. Belum pernah."
"Kenapa kau tak pernah mempermainkan rambut
Nuning? Sedangkan kita kan ha nya bersandiwara agar bila ada orang yang melihat jadi percaya bahwa kita sedang pacaran," Yulia berkata perlahan. Hatinya bagai diremas-remas. Sandiwara
macam apa ini? Mana mungkin Hendra atau orang
lain ada di sekitar tempat ini mengawasi mereka?
"Kenapa aku tidak pernah mempermainkan rambutnya, begitu maksud pertanyaanmu tadi, kan?"
"Ya. Ia kan kekasihmu. Mendengar apa yang kaukatakan tadi, sepertinya kau kurang bersikap mesra
kepadanya. Begitu, menurutku."
Gatot menarik napas panjang.
"Nuning lebih suka dimanja seperti anak kucing
daripada diperlakukan dengan mesra," jawab Gatot.
"Kau tidak boleh bilang begitu. Tidak baik."
Yulia mulai unjuk gigi.
pustaka-indo.blogspot.com
187 "Itu kenyataan."
"Kenyataan atau bukan, tidak semestinya kaukatakan itu kepadaku. Aku kan orang luar," Yulia berkata tegas dan penuh tekanan. "Sepertinya kau kurang berusaha menjembatani perbedaan-perbedaan
yang ada di antara kalian. Kalian kan telah bertunangan, itu artinya kalian masing-masing bukan
hanya melihat dan menerima kelebihan pihak lain,
tetapi juga harus menerima kekurangannya. Sering
kali cinta menuntut pengorbanan..."
"Cukup, Yulia!" Gatot memotong perkataaan Yulia
yang belum selesai. "Kau tidak tahu banyak tentang
kami. Jangan hanya menyalahkan aku dong."
"Mungkin aku cuma tahu sedikit. Aku memang
tidak ingin tahu. Bukan urusanku. Karena kau dan
Nuning sudah menjadi pasangan tunangan yang
nantinya akan menjadi sepasang suami-istri, aku sebagai teman perlu mengingatkanmu. Bahwa cinta saja
tidak cukup. Cintamu harus dikembangkan seoptimal
mungkin," Yulia bicara dengan berapi-api, lupa bahwa ia tidak sedang mengajar di muka kelas.
"Yulia, kau bicara seolah aku ini amat tergila-gila
pada Nuning sehingga apa pun kata-katanya atau
apa pun kemauannya harus kuturuti," Gatot menukas perkataan Yulia dengan suara jengkel. "Aku
bukan malaikat. Aku masih manusia biasa, yang
lama-lama juga merasa kesal kalau harus terus-terusan mengalah dan membiarkan harga diriku diinjakinjak olehnya."
"Jangan marah. Saranku kan demi kebaikanmu
pustaka-indo.blogspot.com
188 juga. Kau harus memenuhi komitmenmu saat keluargamu melamar Nuning. Apalagi setelah kau dan
dia bertunangan. Jadi, bersikaplah kesatria." Yulia
semakin galak. Matanya yang lebar tampak berkilatkilat.
Gatot terdiam. Dahinya berkerut. Matanya menatap ke kejauhan, ke langit dan pucuk-pucuk pepohonan yang tertangkap oleh pandang matanya.
Suasana hening langsung saja menyergap mereka.
Lama-kelamaan, Yulia tidak tahan berada dalam
keheningan yang menyesakkan itu.
"Kau marah kepadaku, kan?" tanyanya kemudian
sambil menoleh. "Kau harus tahu, aku benar-benar
berkata tulus tadi. "
Mendengar pertanyaan Yulia, Gatot menoleh
sehingga wajah mereka berhadapan. Menatap mata
besar dan bulat yang menyiratkan kepolosan dan
ketulusan hati Yulia, jantung laki-laki itu tersentuh
hingga bergetar. Dengan seketika sinar matanya melembut saat pandang mata mereka bertemu.
"Aku tidak marah kepadamu," sahutnya kemudian. Suaranya juga selembut pandang matanya.
"Kau marah, aku tahu itu. Dapat kurasakan.
Aku maklum bila kau marah karena kelancangan
bicaraku tadi. Seharusnya aku tidak ikut campur
urusan pribadimu. Lidahku yang tak bertulang ini
tidak sempat kulipat. Payah benar aku ini. Jadi,
maafkan aku ya?"
Setelah tadi bersikap galak, perkataan yang baru
saja diucapkan Yulia terdengar polos dan lugas.
pustaka-indo.blogspot.com
189 Hati Gatot tersentuh. Wajah, mata, dan sikapnya
menyiratkan kepolosan. Belum pernah ada gadis
lain yang seperti itu sepanjang pengalamannya bergaul dengan gadis-gadis.
"Sudah kukatakan aku tidak marah kepadamu.
Aku juga tidak keberatan kau mencampuri urusanku, karena aku tahu betul ketulusan hati dan maksud baikmu. Sungguh," katanya kemudian. Suara
Gatot masih terdengar lembut.
"Jangan mengelak. Aku tahu kau tadi marah
kepadaku." Suara galak Yulia terdengar lagi. Matanya juga mulai tampak berkilat-kilat lagi. Lucu
rasanya. Emosi Yulia naik-turun rupanya.
"Tadi aku sudah dua kali bilang, bahwa aku tidak marah kepadamu. Ini yang ketiga kalinya. Kuakui, aku tadi memang sempat merasa jengkel dan
marah. Namun, semua itu tidak kutujukan kepadamu, melainkan kepada diriku sendiri."
Yulia menatap lagi mata Gatot. Kali ini dengan
alis nyaris bertaut.
"Kenapa kau marah pada dirimu sendiri?" tanyanya, sambil berpikir dan mencoba menganalisa.
Belum sempat pikirannya bekerja, tiba-tiba tangan
Gatot terulur ke arahnya dan meraba lagi rambutnya yang terjuntai ke keningnya. Gerakannya terasa
lembut.
"Ada sesuatu yang tak bisa kukatakan kepadamu
mengapa aku tadi marah kepada diriku sendiri,"
gumamnya. "Terhadapmu, aku tidak bisa marah.
Kau memang sering bersikap galak, tetapi hatimu
pustaka-indo.blogspot.com
190 baik dan tulus. Kau juga memiliki kepribadian
yang kuat dan menarik. Jadi, tidak ada alasan yang
membuatku harus marah kepadamu."
Mendengar pujian itu, Yulia menahan napas. Lebih-lebih karena Gatot tidak hanya meraba rambutnya, tetapi juga membelainya dengan mesra. Apalagi ketika dirasakannya tangan laki-laki itu turun,
kemudian mengelusi pipi dan meraba bibirnya.
Bukan hanya dengan sebelah tangan seperti tadi,
tetapi dengan kedua belah tangannya.
Karena Gatot masih belum juga menghentikan
gerak tangannya, Yulia mulai kehilangan akal. Bahkan dirinya terlalu lemah untuk mengingatkan
Gatot bahwa apa yang dilakukannya sudah bukan
bagian dari sandiwara lagi. Semestinya ia meminta
laki-laki itu segera menghentikan perbuatannya. Namun, jangankan peringatan itu diucapkan dengan
suara tegas, menolak atau mengibaskan tangan
Gatot saja pun ia tidak mampu melakukannya. Bahkan tanpa disadari, matanya yang semula membelalak pelan-pelan mulai meredup dan kemudian
terpejam, karena tak tahan merasakan letupan-letup
Sayap Sayap Cinta Karya Maria A. Sardjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
an yang terjadi di balik dadanya. Jantungnya seperti
meloncat ke luar rasanya.
Baru saja matanya terpejam, tiba-tiba saja Yulia
merasa tubuhnya direngkuh Gatot ke dalam pelukan.
Karena tidak berjaga-jaga sementara kekuatan tubuhnya melemah tanpa daya, ia menjadi oleng dan
jatuh menimpa dada Gatot yang langsung memeluknya. Karena Gatot sendiri pun tidak menyangka
pustaka-indo.blogspot.com
191 tubuh Yulia akan menimpa dadanya, ia kehilangan
keseimbangan. Tubuh mereka pun terguling ke lantai
dangau dalam keadaan masih berpelukan.
Keadaan yang tak disangka-sangka itu menyebabkan otak Yulia tak bisa diajak berpikir. Begitu juga
otak Gatot. Merasakan keintiman seperti itu, Gatot
semakin kehilangan akal. Mata Yulia dikecupinya,
kemudian meluncur turun ke bibir, dagu, leher dan
akhirnya ke bahunya. Yulia mengejang. Seluruh tubuhnya mulai terbakar gairah yang meletup-letup
di dada dan perutnya. Tanpa sadar ia mengekspresikan perasaannya yang membuncah itu lewat erangan lembut yang keluar dari bibirnya.
Menyadari gairah Yulia, kepala Gatot seperti gasing berputar-putar dan tubuhnya terasa panas.
"Ya Tuhan ini sungguh gila," erangnya sambil menciumi seluruh bagian wajah Yulia. Tangan
Gatot mengelus rambut dan punggung Yulia. Suaranya terdengar serak. "Aku aku benar-benar tidak bisa menghentikannya."
Yulia juga mulai terbius suasana yang dibangkitkan Gatot. Tanpa sadar tangannya terulur ke leher
laki-laki itu dan menguncinya ke dalam pelukan
lengannya dengan tubuh menggeletar.
Merasakan sambutan Yulia yang hangat, Gatot
semakin lupa diri. Ia tidak ingat apa pun lagi kecuali keinginannya memesrai tubuh yang berada
dalam pelukannya. Ia tidak lagi hanya puas dengan
menciumi pipi, leher, bibir, dan bahu Yulia, tetapi
bibirnya mulai meluncur mengecupi belahan dada
pustaka-indo.blogspot.com
192 Yulia setelah melepaskan beberapa kancing bagian
atas blus wanita itu.
Yulia ingin memprotes perbuatan Gatot, namun
tenaga dan otaknya mendadak lumpuh, tak bisa
diajak bekerja dengan baik. Ia membiarkan perbuatan Gatot yang mulai tenggelam ke dalam gairah
dan semakin berani. Tangannya menelusuri bagianbagian tubuh Yulia sambil sesekali membisikkan
namanya. Napasnya yang tak beraturan menyebabkan Yulia ikut terbawa suasana dan hanyut bersamanya. Mereka saling mengecup, saling membelai, dan
saling memagut.
Namun kemudian, ketika tangan Gatot mulai
meraba pahanya, Yulia seperti disambar petir rasanya. Ia tersentak kaget. Seluruh kesadarannya yang
sempat hilang tadi, kini pulih kembali. Oleh sebab
itu, lekas-lekas ia merenggutkan diri dari pusaran
gairah yang nyaris menenggelamkannya. Takut gairah itu datang lagi dan membuatnya lupa diri, lekas-lekas ia melepaskan tubuhnya dari pelukan
Gatot sambil mendorong dada laki-laki itu.
"Jangan." Suaranya terdengar menggeletar dan
dadanya turun-naik menahan perasaannya yang
kacau-balau. Kemudian, dengan jari-jari gemetar ia
mengancingkan kembali blusnya yang berantakan.
Mendengar perkataan Yulia, Gatot juga tersadar.
Pipinya langsung merona merah. Dengan tangan
yang sama gemetarnya seperti tangan Yulia, ia merapikan kemejanya yang kusut sambil mengatur
napas agar tidak lagi bergejolak.
pustaka-indo.blogspot.com
193 "Maafkan aku, Yulia," bisiknya kemudian, dengan suara terbata-bata. "Aku aku khilaf."
Mendengar permintaan maaf Gatot, Yulia merasa
amat malu. Ia sadar, Gatot tidak mungkin berani
berbuat sejauh itu bila ia tidak memberinya peluang. Semestinya laki-laki itu tidak perlu mengucapkan permintaan maafnya. Ia juga bersalah. Ia
juga ikut bertanggung jawab atas kelakuan Gatot
yang berlebihan.
"Kau tidak perlu... minta maaf," sahutnya,
juga dengan suara terbata-bata. Kemudian, ia melanjutkan perkataannya yang sebetulnya hanya untuk
menutupi rasa malu. "Mungkin kau tadi... mengira
sedang bermesraan dengan Nuning. Bukan denganku."
Gatot menggeleng.
"Tidak. Aku sadar bahwa yang berada dalam pelukanku adalah dirimu. Bukan Nuning. Bukan juga
gadis lain mana pun," Gatot menjawab dengan jujur. "Bahkan terus terang saja, bersama Nuning...
aku tak pernah lupa diri seperti tadi."
Mendengar pengakuan yang diucapkannya dengan
jujur, wajah Yulia memerah lagi. Perasaannya campur
aduk. Marah, malu, dan merasa bersalah. Seperti tadi,
untuk mengatasi perasaannya yang kacau-balau ia
mencoba menutupinya dengan mengucapkan alasan
yang kebetulan melintas di kepalanya.
"Kau terlalu terhanyut oleh sandiwara kita,"
katanya.
Gatot menggeleng lagi.
pustaka-indo.blogspot.com
194 "Tidak," sahutnya dengan suara tegas. "Aku bukan orang seperti itu."
Mendengar jawaban itu, Yulia jadi bingung. Perasaannya yang sudah kacau-balau semakin teradukaduk. Ia masih belum mau menyerah pada kenyataan. Ia ingin mengetahui mengapa Gatot bisa lupa
diri seperti tadi.
"Kalau begitu kau pasti terpengaruh oleh situasi tempat yang sunyi dan romantis ini. Sebagai
lelaki sehat... kau jadi kehilangan kendali karena
faktor tertentu yang ada... dalam fisikmu," katanya
dengan suara terbata-bata. Pipinya yang tadi memerah tampak semakin merah padam, sampai ke telinganya. Namun, begitu perkataan itu selesai diucapkan, Yulia merasa menyesal. Sayang, sesalnya
terlambat. Gatot telah mendengarnya.
"Faktor biologis, maksudmu? " Gatot bertanya
dengan rona pipi yang juga semakin lama semakin
memerah.
"Yyyyaa." Yulia tertunduk.
"Dengan perkataan lain yang lebih gamblang,
menurutmu aku tadi dipengaruhi oleh nafsu karena
terdorong oleh... kebutuhan biologisku?" tanya
Gatot dengan suara tersendat. Perkataan Yulia tadi
menyinggung perasaannya. "Yulia, apakah aku serendah itu di matamu?"
Yulia terpana. Ia tidak menyangka Gatot akan
berkata seperti itu. Ketika Gatot melihat Yulia terdiam tanpa mampu berkata apa pun, tiba-tiba saja
pikirannya diliputi berbagai dugaan. Jangan-jangan
pustaka-indo.blogspot.com
195 Yulia mencetuskan perkataan seperti itu karena merupakan refleksi dirinya sendiri? Itu bukan hal yang
aneh, sebetulnya. Yulia pernah bersuami. Bahwa
tadi Yulia begitu terlena oleh cumbuannya dan pasrah tergolek dalam pelukannya dengan tubuh menggeletar, itu pasti karena gairahnya yang telah bertahun-tahun tak tersulut mulai terbakar. Lalu, ia
menganggap orang lain juga seperti dirinya.
Gatot mengertakkan gerahamnya. Rasa tersinggungnya semakin meluas.
"Kau menuduhku telah terbakar nafsu biologisku.
Hm apakah itu bukan refleksi dirimu?" tanyanya
kemudian.
"Apa maksudmu?" Yulia yang polos tak segera
dapat menangkap maksud perkataan Gatot.
"Sudah berapa lama kau berpisah dengan suamimu? Setahun? Dua tahun? Atau lebih?" Gatot menatapnya dengan mata menyipit. "Rupanya pelukan
dan ciumanku tadi telah membangunkan macan
tidur dalam tubuhmu. Lalu, kebutuhan biologismu
terbangkit dan..."
Plak! Sebelum Gatot menyelesaikan bicaranya,
Yulia telah menampar pipinya keras-keras. Kemarahan dan kekecewaan berbaur dalam air mata yang
tiba-tiba mengalir deras ke pipinya.
"Kau kau menghinaku. Aku bukan perempuan
murahan," bentaknya, campuran antara suara tangis
dan kemarahan. "Bawalah aku ke dokter sekarang
juga. Aku masih perawan meskipun statusku memang janda. Dokter akan memberimu bukti!"
pustaka-indo.blogspot.com
196 Gatot kaget ditampar Yulia. Belum pernah ia
ditampar seorang perempuan. Ia lebih kaget lagi
ketika mendengar pengakuan Yulia yang diucapkan
dengan seluruh perasaannya yang terluka. Melihat
betapa pipi Yulia banjir air mata, ia amat menyesal
telah mengumbar perasaannya. Entah apa alasannya,
rupanya Yulia berhasil mempertahankan keperawanannya dari seorang suami yang membohonginya.
Sekarang Gatot tidak lagi merasa heran mengapa
Hendra begitu mati-matian ingin meraih kembali
Yulia ke dalam pelukannya. Pasti Yulia merasa amat
lega berhasil menyelamatkan diri dari Hendra yang
egois itu. Perceraian mereka merupakan kemenangan
baginya. Oleh sebab itu, tuduhan yang didengarnya
tadi pasti terasa amat menyakitkan. Mengingat itu,
Gatot sungguh luar biasa menyesalnya.
"Tamparlah aku lagi. Aku pantas menerimanya,"
katanya, penuh perasaan. "Ayolah, tampar aku yang
jahat dan kejam ini."
Yulia tidak menjawab. Dengan gerakan kasar ia
menggosok pipinya. Seluruh kelemahan yang diakibatkan cumbuan Gatot tadi lenyap begitu saja ketika mendengar penyesalan Gatot. Harga dirinya
melambung ke atas. Ia merasa tersinggung. Lakilaki itu menyesali perkataannya begitu mengetahui
ia masih perawan. Berarti, bila ia benar-benar janda
yang sesungguhnya, Gatot pasti akan menilainya
lain. Itu adalah penghinaan, menganggapnya budak
nafsu hanya karena lama tak dicumbu suami. Padahal, tanpa perasaan cinta tak mungkin dirinya akan
pustaka-indo.blogspot.com
197 membiarkan Gatot memesrainya sampai sedemikian
lamanya tadi. Baru dipeluk saja ia pasti sudah memberontak.
Sayangnya, Yulia tidak bisa membela diri dengan
mengatakan kenyataan tersebut. Ia tidak ingin rahasia hatinya terbuka. Bahwa sesungguhnya ia mencintai Gatot, tak boleh seorang pun tahu. Terutama
yang bersangkutan. Harga dirinya terlalu tinggi untuk merusak pertunangan Gatot. Terlebih bila itu
dikaitkan dengan masa lalu keluarganya yang kelam. Orang-orang yang pernah tinggal di Jalan
Mahoni pasti masih ingat bagaimana ibunya terpaksa menikah dengan Oom Hardi, dan Mbak Tiwi
terpaksa menikah di usia muda karena kehamilannya. Yulia menahan napas. Apakah karena masa lalunya sehingga Gatot tadi enak saja menuduhnya sebagai perempuan yang mudah terhanyut gairahnya?
Kalau ya, kurang ajar betul Gatot. Marah karena
terpengaruh oleh pikirannya itu, dengan gerakan
kasar Yulia meloncat berdiri sambil meraih tasnya.
"Antarkan aku ke jalan besar dan jangan cobacoba bicara apa pun selama di jalan. Percuma!"
Begitu katanya dengan suara mengancam, yang
langsung saja mengingatkan Gatot pada Yulia kecil
yang galak belasan tahun lalu. "Aku tidak mau
mendengar pembelaan diri apa pun dari seseorang
yang menghargai perempuan hanya dari... keperawanannya."
Gatot terkesiap mendengar perkataan Yulia. Apa
pustaka-indo.blogspot.com
198 yang dikatakan Yulia menusuk telak jantungnya.
Sedikit atau banyak, memang keperawanan itulah
yang menyebabkan ia menyesali tuduhannya tadi.
Kalau Yulia tidak berterus terang mengenai keadaan
dirinya, apakah penyesalan atas tuduhannya tadi
akan sebesar ini? Bukankah itu pelecehan?
Gatot tidak berani membela diri, karena Yulia
langsung turun dari dangau begitu selesai bicara.
Kemudian, dengan langkah lebar-lebar ia menuju
tempat motornya diparkir. Melihat Yulia telah menunggu, segera laki-laki itu mengemasi barang-barangnya, kemudian tanpa berkata apa pun membiarkan Yulia naik ke boncengannya. Ia tahu betul, apa
pun perkataan yang akan diucapkannya akan percuma saja. Yulia tak akan mau mendengarkan sama
sekali. Bahkan ketika mereka sudah berada di atas
Sayap Sayap Cinta Karya Maria A. Sardjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
motor, ia juga tidak berani mengatakan apa-apa
ketika merasa tangan Yulia tidak melingkar di pinggangnya seperti dalam perjalanan menuju dangau
tadi. Padahal, jalan-jalan kampung yang mereka lewati berlubang-lubang.
Dengan hati-hati agar Yulia tidak kehilangan keseimbangan tubuhnya, Gatot mengendarai motornya menuju jalan raya. Sesampai di jalan raya, ia
tetap melarikan motornya sehingga Yulia mengingatkannya.
"Kan sudah kubilang tadi, antarkan aku sampai
ke jalan raya," katanya. Suaranya terdengar dingin.
"Jadi, turunkan aku di sini."
"Aku tadi yang menjemputmu di rumah. Aku
pustaka-indo.blogspot.com
199 juga yang akan mengantarkanmu sampai ke rumahmu kembali," bantah Gatot.
Yulia tidak ingin berlama-lama bersama Gatot,
karena perasaannya yang sedang kacau pasti akan
semakin campur aduk jadinya.
"Aku tidak mau kauantar sampai di rumah. Jadi,
turunkan aku di sini. Ada banyak kendaraan umum
lewat di sini," sahutnya kemudian dengan tegas.
"Aku akan mengantarmu sampai di muka pintu
pagar rumahmu." Gatot tetap menjalankan motornya. "Kalau kau tidak menghentikan motormu, aku
akan meloncat turun." Yulia mengancam.
"Kalau kau nekat, kakimu bisa patah. Atau bisabisa malah mengalami gegar otak," Gatot ganti
mengancam.
"Lebih baik aku mengalami patah kaki daripada
duduk di belakangmu," Yulia tak mau kalah gertak.
"Aku hitung sampai tiga, bila kau tidak segera
menghentikan motormu, aku akan meloncat turun.
Nah satu... dua ti..."
Gatot menghentikan motornya. Mengingat masa
kecil Yulia, bukan tidak mungkin ancaman itu akan
ia buktikan. Setelah melihat Yulia turun, Gatot menatap Yulia dengan pandangan sayu.
"Sekali lagi... maafkan aku....," katanya. "Kau
tadi bilang, aku tidak boleh mengatakan apa pun
karena akan percuma saja. Itu kusadari betul,
karena memang tidak ada kata-kata apa pun yang
bisa menghapus kesalahanku. Jadi, aku tak akan
pustaka-indo.blogspot.com
200 berkata apa pun kecuali menyampaikan betapa
menyesalnya aku atas tuduhanku tadi. Mudahmudahan saja masih ada tempat di hatimu untuk
memberiku maaf."
Sebetulnya hati Yulia tersentuh mendengar perkataan Gatot. Namun, ia tidak ingin menjadi lemah
hati. Apa pun yang ada dalam pikiran Gatot atau
apa yang dikatakannya, sekarang sudah tak lagi penting. Selama berada di atas boncengan tadi, ia sudah menemukan akar permasalahannya. Hubungan
mereka pasti akan tetap baik-baik saja seandainya
peristiwa tadi tidak terjadi. Baik dirinya maupun
Gatot telah melanggar nilai-nilai kewajaran karena
telah bercumbu mesra. Padahal, mereka bukan sepasang kekasih. Itu artinya, kesalahan bukan hanya
ada pada Gatot saja.
Karena pemikiran seperti itu, Yulia tidak ingin
menjawab permintaan maaf Gatot. Akan tetapi,
Gatot tak mau mereka berpisah secara demikian.
"Yulia, aku tadi pasti tidak akan berkata sekejam
itu seandainya kau tidak menuduhku sedang terbangkit gairah...."
"Cukup!" Yulia menukas, dengan mata melebar.
"Sudah kukatakan tadi, aku tidak mau mendengar
apa pun perkataanmu. Jadi, jangan pernah lagi kau
menyinggung-nyinggung apa yang terjadi di antara
kita hari ini. Aku tak akan menanggapinya. Jelas?"
Gatot terdiam. Melihat laki-laki itu kehilangan
kata-kata, Yulia memakai kesempatan itu dengan
melanjutkan bicaranya.
pustaka-indo.blogspot.com
201 "Bagaimanapun juga aku berterima kasih atas
semua bantuanmu sehingga aku bisa lepas dari
Hendra dengan lebih cepat. Karena sandiwara kita
telah usai, maka pintu rumahku hanya terbuka bagimu jika kau datang bersama Nuning. Tidak terbuka
untukmu jika datang sendirian saja. Jelas?"
Masih saja Gatot tak mampu berkata apa pun.
Ia teringat masa kecil mereka dulu. Yulia yang tidak pernah kehabisan kata-kata selalu mengalahkan
dirinya. Belum lagi kelincahannya berlari bila ia
ingin mencubit atau memukulnya. Namun sekarang, saat dengan mata dewasanya ia menatap bibir
Yulia yang gemetar ketika mengucapkan kata-katanya tadi, Gatot merasa hatinya sangat terusik. Dalam keadaan terluka, Yulia telah menunjukkan
kemenangannya dengan caranya yang khas. Khas
Yulia. Anggun, sehingga menimbulkan penyesalan
bagi orang yang menyebabkannya terluka. Terasa
jauh, tak tersentuh, liar, dan sukar dimengerti. Cantik pula, dengan bulu-bulu mata yang saling melekat oleh bekas air matanya. Persis seperti angsa liar
baru keluar dari kolam.
Sebelum Gatot berhasil melemaskan lidahnya
yang terasa kelu, angsa liar itu telah terbang meninggalkannya. Gatot yang sudah kenal seperti apa
Yulia jika marah, tidak berani mengatakan apa pun.
Tidak juga berani mencegah Yulia melambaikan
tangan ke arah taksi kosong yang kebetulan lewat
di dekat mereka. Yang bisa dilakukannya hanyalah
memutar kendaraannya dan pulang. Dengan perasapustaka-indo.blogspot.com
202 an hampa yang tiba-tiba menguasai hatinya, Gatot
menatap ke kejauhan, ke arah taksi yang semakin
lama semakin jauh jaraknya. Angsa liar itu telah
terbang. Tak tergapai oleh tangannya.
pustaka-indo.blogspot.com
203 Sudah lebih dari dua bulan lamanya Yulia dan
Gatot tidak pernah bertemu. Setiap kali Gatot datang berkunjung ke rumah, Yulia tidak mau menemuinya. Ia selalu meminta kepada siapa pun yang
kebetulan ada di rumah untuk mengatakan pada
tamu tak diundang itu bahwa ia tidak ada di rumah. Menghubungi Yulia melalui ponsel, juga selalu gagal. Barangkali Yulia sudah ganti nomor, pikir Gatot dengan jengkel.
Ibu Yulia yang mencium adanya sesuatu yang tak
beres pada putrinya merasa berkewajiban membantunya sekuat tenaga. Sedikit banyak perempuan setengah baya itu mempunyai dugaan, bahwa Yulia
menaruh perasaan istimewa terhadap Gatot dan karenanya selalu berusaha menghindari perjumpaan
dengan laki-laki itu. Rupanya Yulia sadar untuk tidak membiarkan perasaannya berkembang, begitu
pikir sang ibu.
Enam pustaka-indo.blogspot.com
204 Ibu Yulia juga mempunyai dugaan bahwa Gatot
pun menaruh hati kepada Yulia. Berbeda dengan
putrinya, laki-laki itu lebih nekat melakukan pendekatan. Padahal, ia sudah bertunangan dengan
Nuning. Oleh sebab itulah, ibu Yulia mengajak seluruh isi rumah membentengi Yulia dari kehadiran
Gatot demi kebaikan semua pihak. Pikirnya, Yulia
pernah mengalami masalah besar dengan Hendra,
yang ternyata sudah mempunyai istri dan beberapa
orang anak. Jadi, ia tidak ingin peristiwa serupa
menimpa putrinya lagi.
Gatot merasa amat penasaran, karena belum bertemu kembali dengan Yulia sejak mereka berpisah di
tepi jalan dua bulan lebih yang lalu. Setiap kali ia
datang ke rumah Yulia, selalu saja orang lain yang
menemuinya dan mengatakan bahwa Yulia sedang
pergi. Lama-kelamaan ia merasa curiga. Kelihatannya,
orang-orang di rumah Yulia sudah sekongkol tidak
akan mempertemukan mereka. Padahal, ingin sekali
ia menyelesaikan masalah di antara mereka, terutama
menjelaskan tentang ucapannya waktu itu. Ia tidak
bermaksud menghina Yulia. Apa yang dikatakannya
ketika itu didorong amarah, karena Yulia menuduhnya sebagai laki-laki yang mudah terbuai nafsu asmara. Amarah itulah yang menyebabkan lidahnya jadi
tak terkontrol. Sesungguhnya ada sesuatu yang menyebabkannya kehilangan kendali diri. Pokoknya... banyak yang ingin dikatakannya kepada Yulia agar
wanita itu bisa memahaminya dan kemudian memaafpustaka-indo.blogspot.com
205 kannya dengan tulus. Sayangnya, Yulia tidak mau
memberinya kesempatan bertemu barang sedikit
pun. Merasa tak ada gunanya datang lagi ke rumah
Yulia, Gatot mencari upaya lain untuk menjumpainya. Pikirnya, satu-satunya jalan adalah datang ke
sekolah tempat Yulia mengajar. Sayangnya, sebelum
itu dilakukan suatu kejadian yang tak pernah disangka-sangkanya terjadi tanpa sepengetahuannya.
Nuning datang ke rumah Yulia setelah gadis itu
berhasil mencari informasi alamat rumah Yulia.
Ketika itu Yulia sedang berada sendirian di rumah. Ia baru saja sampai dari mengajar. Tahu-tahu
Nuning sudah ada di hadapannya. Yulia langsung
dapat mengenali gadis itu. Nuning masih seperti
dulu, nyaris tidak berubah. Wajahnya tetap cantik
dan penampilannya tetap rapi, bahkan sempurna.
Pakaiannya juga terbuat dari bahan-bahan pilihan
yang pasti mahal harganya. Terutama sikap dan
gayanya yang masih lekat dalam ingatan Yulia, dagunya sering terangkat bila sedang bicara, mata
menyipit dan bibir berlekuk angkuh jika memandang orang. Perbedaan antara Nuning kecil dan
Nuning dewasa hanya ada pada perubahan bentuk
fisiknya.
Berbeda dengan Yulia yang langsung mengenali
Nuning, tidak demikian halnya dengan Nuning. Ia
tidak segera tahu bahwa perempuan yang berdiri di
hadapannya adalah Yulia. Wajah Yulia tampak semakin jelita. Pipinya merah asli akibat suhu panas di
pustaka-indo.blogspot.com
206 dalam mikrolet tadi. Kulitnya kuning mulus, rambutnya yang hitam dan ikal tertata rapi dan pakaiannya
tampak modis meskipun bukan terbuat dari bahan
yang mahal. Padahal, Yulia kecil yang dikenal Nuning
dulu paling suka berpakaian seenaknya sendiri. Yulia
kecil rambutnya sering berantakan. Kaki atau tangan
Yulia kecil sering ditambal plester karena terluka.
Yulia kecil tampak nakal dan liar. Namun, sekarang
gadis yang berdiri di hadapannya kelihatan berbeda
sehingga Nuning merasa ragu. Yulia-kah itu? Ataukah
salah seorang saudara perempuannya?
"Maaf," katanya ragu. "Apakah Anda, Yulia?"
"Betul. Aku Yulia," Yulia menjawab apa adanya,
meskipun ia merasa heran kenapa Nuning datang
tiba-tiba ke rumahnya. Sendirian pula. Tidak bersama Gatot. Padahal, kepada laki-laki itu ia pernah
mengatakan bahwa pintu rumahnya hanya terbuka
baginya bila ia datang bersama Nuning. "Silakan
duduk. Kau Nuning, kan?"
Nuning tidak mau duduk. Pandang matanya semakin tajam menatap Yulia dan meneliti seluruh
penampilannya. Ia sedikit terpana menyadari apa
yang tertangkap oleh penglihatannya. Mata Yulia
yang besar semakin tampak indah. Bulu matanya
juga terlihat lentik. Melihat semua itu, Nuning sadar bahwa tanpa make-up seperti dirinya, tanpa
bulu mata palsu, tanpa pakaian mahal keluaran butik terkenal, Yulia tampak lebih menawan. Rupanya
itulah yang menyebabkan perubahan sikap Gatot
terhadapnya, pikirnya dengan geram. Sejak tunangpustaka-indo.blogspot.com
207 annya menceritakan pertemuannya dengan Yulia di
sebuah pertokoan yang telah tutup, menurut perasaannya laki-laki itu tidak lagi mau menuruti apa
pun kemauannya. Bahkan, Gatot berusaha agar
Nuning mau mengikuti apa yang diinginkannya.
Misalnya duduk di atas boncengan motor besarnya
yang menyeramkan itu. Urakan. Liar. Hih. Yulia
pasti merasa senang duduk di situ.
Begitu pikiran itu melintas di benaknya, hati
Nuning yang sudah dikuasai rasa iri kepada Yulia
sejak mereka masih kecil, kini diterjang gelombang
kecemburuan yang mengaburkan akal sehatnya. Terlebih ketika ingat bagaimana sikap Gatot yang berubah belakangan ini. Bahkan tanpa disadari oleh
yang bersangkutan sendiri, laki-laki itu sering bercerita tentang Yulia dengan suara hangat yang mudah
Sayap Sayap Cinta Karya Maria A. Sardjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tertangkap oleh telinga Nuning yang peka.
Amukan gelombang yang mendera perasaannya
membuat Nuning yang sudah kehilangan akal sehatnya semakin dikuasai rasa dengki yang langsung
mengalir ke tangannya. Tangan itu pun melayang ke
udara, kemudian menampar pipi Yulia sekeraskerasnya.
"Dasar perempuan gatal," bentaknya kemudian.
"Ada banyak pria lain kenapa menggoda dan mengejar orang yang sudah punya tunangan."
Yulia kaget. Sedikit pun ia tidak menyangka
Nuning akan menampar dan memaki semau-maunya sendiri. Perempuan gatal? Perempuan penggoda,
perempuan yang suka mengejar laki-laki? Nuning
pustaka-indo.blogspot.com
208 sungguh keterlaluan. Belasan tahun mereka tidak
bertemu, dan dua bulan lebih lamanya ia berusaha
menjauhi Gatot. Sekarang enak saja Nuning menamparnya, seperti menampar seorang penjahat.
Untung saja tidak ada orang di rumah. Sungguh
memalukan bila ada yang melihatnya ditampar
orang di rumah sendiri.
Merasa tidak terima, Yulia yang sejak dulu tidak
pernah mau mengalah dengan siapa pun jika dirinya benar, segera membalas tamparan Nuning dengan tamparan yang sama kerasnya.
"Sopan sedikit di rumah orang," desisnya. "Penampilanmu yang anggun sama sekali tidak bisa menutupi hatimu yang busuk. Keluar kau dari sini!"
"Kau kau menamparku? Kurang ajar sekali
kau!" Nuning yang tidak pernah mendapat perlakuan kasar dari siapa pun, tidak menyangka Yulia
akan membalas tamparannya. Sambil mengusapusap pipinya yang terasa panas, ia membelalakkan
matanya ke arah Yulia yang tampak galak.
"Ya, aku senang bisa menamparmu. Kaupikir hanya dirimu yang boleh menampar orang?" Yulia
mulai berkacak pinggang. "Mau kutampar lagi atau
segera angkat kaki dari sini?"
Nuning merasa gentar. Apalagi sejak dulu ia tidak pernah memenangkan pertengkaran dengan
Yulia. Namun, karena hatinya masih hangus oleh
api cemburu, ia belum mau mengalah. Ia juga tidak mau keluar dari ruang tamu rumah Yulia kendati sudah diusir sampai dua kali.
pustaka-indo.blogspot.com
209 "Aku akan keluar tanpa kauminta," katanya dengan suara tinggi. "Tetapi nanti, setelah aku puas
mengata-ngataimu. Kau sadar atau tidak sih, bila
latar belakang keluargamu coreng-moreng? Semua
perempuannya penggoda laki-laki dan tak bisa melihat laki-laki menganggur. Ibumu bukannya mengajarkan yang baik, malah memberi contoh jelek bagi
anak-anaknya. Tidak heran bila kau mau mencobacoba menyela di antara diriku dengan Mas Gatot.
Kau ingin supaya..."
Plak! Yulia menghentikan bicara Nuning dengan
tamparan lagi di pipinya. Tidak sekeras tadi, tetapi
cukup menyebabkan Nuning kaget.
"Keluar kau dari rumahku bila kau datang hanya
untuk menghina orang!" kata Yulia dengan wajah
berapi-api. "Ambil tunanganmu itu. Aku tidak berminat!"
Nuning sadar tidak bisa mempertahankan diri
dari makian Yulia yang taringnya sudah keluar semua. Dengan langkah lebar-lebar ia segera keluar
dari rumah Yulia, kemudian masuk ke dalam mobil
mewahnya yang langsung ngebut meninggalkan rumah itu.
Begitu Nuning tidak ada lagi di hadapannya,
Yulia menarik napas panjang. Dalam hati, ia berjanji pada diri sendiri tidak akan menceritakan
peristiwa memalukan tadi kepada siapa pun.
Gatot yang masih penasaran karena tidak bisa
pustaka-indo.blogspot.com
210 menjumpai Yulia, mulai mengubah taktiknya dengan cara datang ke sekolah tempat Yulia mengajar.
Untungnya ketika motor besarnya masuk ke halaman, Yulia yang berada di ruang perpustakaan
sedang menatap ke luar jendela. Melihat itu, ia
segera minta tolong kepada rekan-rekannya untuk
mengatakan apa saja supaya laki-laki itu pergi.
"Jangan tanya kenapa dan apa alasannya, tetapi
tolonglah aku. Aku tidak ingin bertemu dengan
laki-laki itu. Terserah kau mau bilang apa," begitu
katanya dengan tergopoh-gopoh. "Bilang saja aku
sudah pulang, tidak masuk atau apa sajalah."
"Apa ada Hendra kedua?" Salah seorang temannya mencoba menebak-nebak. Semua teman Yulia
tahu mengenai kasusnya dengan Hendra.
"Yah, semacam itulah. Laki-laki itu sudah bertunangan," Yulia terpaksa mengaku agar teman-temannya mau membantunya dengan tulus. "Aku memang sial. Sebelum telanjur, aku tak mau bertemu
lagi dengannya. Ia terus saja berusaha menemuiku.
Semestinya ia menyadari keadaannya. Jadi, sekali
lagi bantulah aku menjauhkan diri dari laki-laki
itu."
Upaya perjumpaan yang dilakukan Gatot melalui
sekolah pun gagal. Satu kali pun ia tidak pernah
berhasil menjumpai Yulia. Apalagi sejak kedatangannya yang pertama ke sekolah itu, Yulia jadi sangat
berhati-hati bila keluar dari halaman sekolah. Gatot
yakin, teman-teman Yulia telah bersekongkol mencegah pertemuannya dengan gadis itu. Namun, ia
pustaka-indo.blogspot.com
211 bukan orang yang mudah menyerah begitu saja.
Tidak bisa menjumpai Yulia lewat rekan-rekannya
sesama guru, ia bisa menanyai murid-muridnya.
Begitu pikirnya. Suatu siang Gatot datang ke sekolah Yulia lagi, tetapi tanpa motor besarnya. Kendaraan yang mencolok itu pasti sudah dikenal temanteman Yulia. Jadi, ia datang dengan mobil sedan
agar tidak ada yang memperhatikan kehadirannya.
Ketika melihat sekelompok anak remaja dengan
seragam putih abu-abu keluar halaman, diam-diam
ia mendekati mereka.
"Selamat siang, Adik-adik. Maafkan saya mengganggu sebentar. Apakah Adik-adik kenal Ibu
Yulia?"
"Kenal, Oom. Di tempat kami ada dua guru bernama Yulia," salah seorang anak menjawab. "Ibu
Yulia yang mana ya?"
"Yulia Anggraini. "
"Oh, Bu Yulia yang itu. Ada, Oom," yang lain
ganti menjawab.
"Belum pulang?"
"Waktu saya keluar tadi, Ibu Yulia masih ada di
ruang guru."
Hati Gatot menjadi gembira.
"Kalau begitu akan saya tunggu di samping pos
jaga," katanya. "Terima kasih ya, Dik."
"Terima kasih kembali."
Gatot menunggu sampai rombongan anak-anak
itu jauh, baru ia mendekati pintu pagar sekolah. Di
belakang pintu gerbang, terdapat pos jaga. Di depustaka-indo.blogspot.com
212 pannya, dekat pagar, terdapat gerobak penjual makanan dengan atap yang agak lebar. Di situ Gatot
bersembunyi dan meneduh dari teriknya sinar matahari. Dengan sabar dan mata ditajamkan, ia menunggu Yulia keluar. Akhirnya, kesabarannya berbuah. Setengah jam kemudian ia melihat Yulia
keluar dari pintu gerbang gedung sekolah dan kemudian menuruni tangga.
Yulia tampak cantik dengan rambut disanggul,
blus putih dan gaun kotak-kotak. Di atas belahan
blusnya, tersemat bros sewarna gaun bawahnya.
Warna bros itu senada pula dengan warna anting
yang dikenakannya. Juga senada dengan warna sepatunya. Sederhana namun modis dan menonjolkan
kecantikan alaminya yang memukau. Gatot merasa
ada yang berdesir di balik dadanya saat melihat
Yulia berjalan menuju pintu pagar sehingga ia memarahi diri sendiri, karena seperti remaja yang baru
pertama kali mengagumi seorang gadis.
Dengan jantung yang berdebar Gatot melihat
Yulia mendekati beberapa bajaj yang mangkal menunggu muatan. Tanpa berpikir dua kali, Gatot
menganggap itulah waktu yang tepat untuk mendekati Yulia. Dengan langkah lebar-lebar ia berjalan
ke tempat Yulia sedang menentukan pilihan bajaj
yang akan ia naiki.
"Halo, Yulia, apa kabar?" sapanya di belakang
Yulia.
Yulia tersentak, kemudian menoleh. Samar-samar
pipinya yang kuning langsat mulai dironai warna
pustaka-indo.blogspot.com
213 merah. Diam-diam ia menyesal tidak segera menentukan bajaj yang akan ia naiki sehingga kepergok
Gatot yang rupanya masih ada di situ.
"Kabar baik....," sahut Yulia, sambil membuka
pintu salah satu bajaj yang paling dekat dengannya.
"Maaf ya, aku buru-buru mau mengajar piano."
"Bila memang buru-buru, ayo kuantar kau sampai di tempat muridmu," kata Gatot. "Bisa lebih
cepat sampainya."
"Aku sedang kurang enak badan. Takut kena
angin."
"Aku tidak naik motor kali ini, tetapi naik mobil," Gatot berkata lembut. "Jadi, ayolah kuantar."
"Tidak. Aku naik bajaj saja."
Gatot mengambil selembar uang sepuluh ribu.
Kemudian, diulurkannya uang itu kepada sopir bajaj yang pintunya masih dipegang Yulia.
"Bang, ibu ini tidak jadi naik bajaj Abang. Jadi,
ini ganti ruginya," katanya sambil menutup pintu
bajaj kembali, sementara tangannya yang lain menarik tangan Yulia. "Ayo, ikut aku."
Sopir bajaj yang mengira Gatot dan Yulia sebagai
pasangan yang sedang bermasalah, menerima uang
itu lalu pergi. Yulia langsung naik darah.
"Kau lancang," desisnya. "Aku tidak mau ikut
kau. Ada banyak kendaraan lain di sana."
"Aku memang lancang. Oleh sebab itu, dengan
kelancangan yang sama, kuajak kau ikut naik ke
mobilku. Aku ingin bicara denganmu."
"Aku tidak mau. Semua yang pernah kukatakan
pustaka-indo.blogspot.com
214 kepadamu waktu itu sudah jelas, kan? Jadi, tidak
ada lagi yang perlu dibicarakan," Yulia mengibaskan
lengannya agar segera terbebas dari pegangan Gatot.
"Sekarang, biarkan aku pergi sendiri."
"Tentunya kau tidak ingin menjadi tontonan murid-muridmu, kan? Lihat, sudah ada beberapa orang
remaja menatap ke arah kita. Kalau kau tetap bersikeras tak mau ikut aku, akan kugendong kau di
hadapan murid-muridmu. Mau?"
Menyadari ia dan Gatot bisa menjadi tontonan
gratis, lalu besok timbul kasak-kusuk di antara murid-muridnya, Yulia terpaksa membiarkan lengannya
dipegang Gatot lagi. Bahkan, dengan terpaksa berjalan di sisinya.
"Pemerasan," desisnya menahan marah. "Memakai
kesempatan dalam kesempitan. Curang!"
Gatot tidak menanggapi gerutuan Yulia. Dengan
langkah pasti ia membawa Yulia ke mobilnya yang
diparkir di seberang jalan. Setelah membuka pintu
mobilnya dan membantu Yulia naik, ia segera memutar dan melarikan mobilnya ke jalan raya.
"Mau mengajar piano di mana, kuantar kau sampai di tempat," katanya kemudian.
"Aku minta diturunkan di muka ruko, sekitar
satu kilometer dari sini jauhnya. Tinggalkan aku di
situ. Seperti yang sudah kukatakan tadi, aku tidak
ingin kauantar."
"Kau benar-benar keras kepala. Padahal, mencari
kesempatan bertemu denganmu sudah bermingguminggu kulakukan tanpa ada hasilnya. Aku ingin
pustaka-indo.blogspot.com
215 menjelaskan kenapa peristiwa di dangau itu terjadi
dan kenapa pula aku mengucapkan kata-kata tuduhan yang sebenarnya cuma didasari amarah karena
ingin membalas penghinaanmu. Aku tersinggung
ketika kau menganggap nafsu biologisku mudah
terbangkit. Kenapa? Karena aku jadi merasa apa
yang telah kita lakukan bersama itu seperti tak bermoral."
Yulia tertegun mendengar pengakuan itu. Perkataan Gatot ada benarnya. Dengan tuduhan seperti
itu, percumbuan mereka waktu itu jadi terdengar
kotor.
Sayap Sayap Cinta Karya Maria A. Sardjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tolong, jangan membahas peristiwa itu lagi.
Aku sudah melupakannya," tukas Yulia kemudian
dengan perasaan tak enak. "Jadi, rasanya tidak ada
lagi yang perlu kita bicarakan."
"Masih ada. Ayolah bersikap dewasa dan mari
kita bahas secara objektif seluruh peristiwa yang
selama ini terjadi di antara kita. Dengan demikian,
bila kau memang tidak ingin melihatku lagi, persoalan yang saat ini masih mengganjal di hati kita
masing-masing bisa kita selesaikan secara baik-baik
sehingga kita sama-sama tidak menyimpan amarah.
Apalagi dendam."
"Aku tidak ingin membahas yang telah telanjur
terjadi. Lebih baik semua dilupakan saja. Jadi, tidak
ada masalah, kan?" Dengan mengedikkan kepalanya, Yulia menjawab perkataan Gatot tadi. "Oleh
sebab itu, sekarang turunkanlah aku di tempat yang
tidak terlihat oleh murid-muridku. Lagi pula, aku
pustaka-indo.blogspot.com
216 juga tidak ingin dipergoki Nuning sedang berduaan
denganmu!"
"Apa kaitannya dengan Nuning?"
"Nuning tidak bercerita padamu bahwa beberapa
hari yang lalu ia datang ke rumahku?" Yulia balas
bertanya.
"Ia datang ke rumahmu?" Gatot kaget mendengar cerita Yulia.
"Ya. Datang hanya untuk menampar pipiku dan
mendampratku dengan kata-kata yang sangat indah
didengar telinga. Ah, kau pasti lebih mengenal dia
daripada aku."
"Ia menamparmu? Ya ampun." Gatot benar-benar
kaget, tidak menyangka Nuning akan bertindak sejauh itu tanpa sepengetahuannya.
"Ya, keras sekali. Aku sudah membalasnya kok.
Dua kali. Ia langsung terbirit-birit pulang." Yulia
mendengus.
Bila tidak sedang dalam keadaan serius seperti
itu, pasti Gatot tertawa mendengar jawaban Yulia.
Terbayang olehnya pertengkaran Yulia dan Nuning
ketika masih sama-sama kecil, lalu ibu Nuning atau
Nuning sendiri memintanya membalaskannya.
"Aku tidak menyangka ia akan datang ke rumahmu. Pasti ia mengatakan hal-hal yang tidak enak
kepadamu," kata Gatot setelah menata hatinya.
"Ya, kata-kata puitis yang sangat indah," Yulia
mendengus. Kemudian ia melirik ke arah Gatot. "Kenapa sih sikapmu berubah terhadapnya? Ia menganggap aku biang keladinya."
pustaka-indo.blogspot.com
217 "Jadi, itu rupanya alasan kedatangannya. Baiklah,
karena ada perkembangan baru yang mengaitkan
Nuning, aku akan membuka semuanya agar kau bisa
memahami apa yang sebenarnya terjadi di antara
kami. Semula aku tidak mau menceritakannya. Namun, apa boleh buat, rencana sering kali tidak sesuai
dengan kenyataan yang kemudian berkembang."
"Apa kaitannya dengan diriku? Kurasa tidak perlu aku mendengar ceritamu," jawab Yulia.
"Aku hanya ingin kau bersikap objektif dan proporsional dalam menilai apa yang akan kuceritakan
kepadamu, sebab ini ada kaitannya denganmu. Nanti setelah semuanya kaudengar, terserahlah kau mau
menilaiku apa atau bagaimana. Yang penting, aku
telah memaparkan suatu kenyataan."
Yulia terdiam. Mungkin ada gunanya juga mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di antara Gatot dan
Nuning. Apalagi ada kaitannya dengan dirinya.
"Baiklah. Ceritakan secara singkat saja."
"Terima kasih atas kebaikan hatimu mau mendengarkan ceritaku. Sebelumnya aku ingin tahu, pukul berapa kau nanti harus mengajar piano?"
Yulia tersipu-sipu.
"Sebetulnya hari ini aku tidak punya jadwal
mengajar musik," sahutnya terus-terang.
"Itu artinya, kau tadi hanya mencari alasan untuk menghindariku," Gatot bergumam. "Nah, sekarang kau mau duduk manis dan mendengarkan semua ceritaku, kan?"
pustaka-indo.blogspot.com
218 "Kaupikir aku belum duduk dengan manis?"
Yulia mendengus lagi.
"Maksudku, aku ingin mengajakmu makan di
luar. Bicara dengan perut kosong kan tidak enak.
Bagaimana?"
"Terserah. Terus terang perutku memang lapar."
Gatot tersenyum. Yulia memang perempuan yang
polos dan lurus-lurus saja pikirannya. Sungguh menyenangkan berada bersamanya.
"Oke, kita makan di restoran lesehan ya? Aku
punya langganan rumah makan yang ikan gurame
gorengnya sangat lezat. Mau?"
"Kan aku sudah bilang terserah."
"Oke. Kita makan di tempat langgananku,"
Gatot memutuskan sambil mempercepat laju kendaraannya. "Aku yakin kau tidak akan menyesal.
Ikan gorengnya lezat, sambalnya sedap, dan gule
kepalanya enak."
Rumah makan yang diiklankan Gatot tadi luas
tempatnya. Di luar juga disediakan sejumlah dangau bagi para tamu yang ingin duduk lesehan.
Gatot mengajak duduk di dangau paling ujung,
menghadap empang yang dipenuhi aneka ikan. Setelah memesan makanan, ia menatap Yulia beberapa
saat lamanya.
"Sudah bisa kumulai ceritanya?" tanyanya kemudian.
"Ya."
"Ceritanya kumulai dari awal perjumpaan kita di
kompleks pertokoan beberapa bulan yang lalu ya."
pustaka-indo.blogspot.com
219 "Oke."
"Sebelum pertemuan kita di emperan toko waktu
itu, kondisi hubunganku dengan Nuning mengalami krisis. Aku sedang jengkel sekali terhadap
Nuning. Kami bertengkar, entah untuk yang keberapa belas kalinya semenjak kami bertunangan. Kali
itu untuk pertama kalinya aku benar-benar serius
memikirkannya. Pada sore hari sebelum kita berjumpa di emperan toko saat berteduh waktu itu, aku
sudah mulai meragukan kelanjutan hubunganku
dengan Nuning. Berjam-jam lamanya sebelum pertokoan tutup, aku hilir-mudik di sana sambil merenung dan menganalisa kembali segala hal menyangkut hubunganku dengan dia. Sejujurnya, saat itu
aku merasa sedih. Semakin lama aku mempelajarinya, semakin aku merasa yakin pertunanganku dengan Nuning suatu kekeliruan besar. Bila dilanjutkan, tidak akan baik jadinya. Bagi dia sendiri
maupun bagiku. Nah, waktu sedang memikirkan
bagaimana caraku memutuskan pertunangan, lampu
di kompleks pertokoan itu mendadak padam. Belum sempat aku berpikir apa pun tiba-tiba tubuhku
ditabrak olehmu. Ingat peristiwa itu, kan?"
"Ya, aku ingat."
"Waktu itu ada beberapa hal penting yang menjadi alasan bagiku untuk tidak melanjutkan pertunangan kami. Pertama, belum lama bertunangan
saja aku sudah capek dan letih karena terus-terusan
menjaga perasaannya. Kedua, aku sadar betul bahwa sebenarnya sifat, kebiasaan, dan kesukaan kami
pustaka-indo.blogspot.com
220 tidak cocok satu sama lain. Ketiga, aku mulai sadar
bahwa di antara kami tidak ada cinta sebagaimana
mestinya, sebab hubungan yang ada lebih banyak
demi kepentingan keluarga. Keempat, pola pikir
dan pola rasa kami terlalu lebar bentangan jaraknya. Kelima..."
"Keluarga kalian kan bersahabat sudah lama sekali, dan hubunganmu dengan Nuning juga amat
dekat," Yulia menyela bicara Gatot yang belum
usai. "Kenapa ketidakcocokan itu baru terpikirkan
belakangan ini?"
"Itu karena sebelum kami bertunangan, masalahmasalah yang ada tidak kurasakan sampai ke hati.
Selama ini aku selalu menganggap Nuning sebagai
adikku sendiri, sehingga aku sering bersabar dan
mengalah kepadanya. Ketika kami sudah bertunangan, situasinya menjadi lain. Sebagai laki-laki normal, aku ingin mempunyai istri yang bisa diajak
bicara, yang bisa memberi dan menerima secara
timbal-balik, saling mengisi dan saling menyempurnakan. Pada kenyataannya, hubungan kami benarbenar timpang."
"Aku jadi tidak enak mendengar ceritamu. Bagaimanapun juga, aku ini orang luar," Yulia menanggapi ucapan Gatot.
"Aku tidak akan bercerita bila kau tidak kenal
siapa Nuning. Kau pasti masih ingat seperti apa dia
dulu."
"Iya sih. Beberapa hari lalu waktu ia datang ke
rumahku, sikapnya yang mau menang sendiri, angpustaka-indo.blogspot.com
221 kuh, kurang menghargai orang, dan maaf... merasa
tak perlu bersopan santun terhadap orang-orang
tertentu masih saja seperti masa kecil dulu," sahut
Yulia terus terang.
"Kau tidak usah sungkan-sungkan mengatakan
kebenaran. Memang seperti itulah Nuning, yang
sangat dimanja oleh orang-orang sekelilingnya. Sifatsifat masa kecilnya nyaris tidak berubah. Kau tadi
bilang Nuning merasa tak perlu bersopan santun
terhadap orang-orang tertentu. Apa maksudmu?"
"Orang-orang yang dianggapnya tidak selevel.
Termasuk aku. Sudah begitu, aku ini dianggap perempuan murahan. Begitu pula keluargaku."
"Aku sudah bisa membayangkan ucapan apa saja
yang dilontarkannya kepadamu. Ia memang keterlaluan. Terhadap keluargaku pun ia memandang
sebelah mata, terlebih ketika aku dan adik-adikku
masih dalam keadaan morat-marit saat sedang mengangkat diri dari kebangkrutan yang dialami perusahaan ayahku. Ia bersikap seolah dirinya paling penting
dalam kehidupanku, sampai hal yang sekecil-kecilnya
pun ia mau mengatur. Padahal, ia belum menjadi
istriku."
"Itu karena ia amat memperhatikanmu."
"Apa pun alasannya, hal-hal semacam itu sering
menimbulkan rasa tidak suka pihak keluargaku.
Terutama ibuku."
"Kalau begitu, isilah sebaik-baiknya masa pertunangan kalian untuk saling mengenal dalam arti
yang lebih mendalam, saling menyesuaikan diri."
pustaka-indo.blogspot.com
222 "Tanpa kaubilang pun aku sudah melakukannya.
Sebaliknya, menurut anggapan Nuning masa pertunangan adalah awal kepemilikannya atas diriku.
Kau pasti masih ingat, sejak dulu orangtua Nuning
sering menitipkan Nuning padaku, baik dalam hal
pengawasan pergaulannya maupun melindunginya.
Nah, setelah kami bertunangan sikap kepemilikan
itu semakin lama semakin berkembang. Begitupun
kemanjaannya berlanjut menjadi sikap dominasi,
aku harus menuruti apa pun kehendaknya. Ia ingin
menguasai, mengatur, dan menjadikan diriku miliknya. Oleh sebab itu, ia mudah sekali cemburu.
Bahkan, terhadap adik-adikku sendiri pun ia merasa
cemburu bila aku memperhatikan kebutuhan mereka. Hal-hal semacam itulah yang menjadi penyebab
pertengkaran demi pertengkaran kami."
"Sudahlah. Aku tidak enak mendengarkan ceritamu. Lagi pula, tak baik menceritakan kekurangan
tunangan sendiri pada orang lain." Yulia semakin
merasa tak enak.
"Aku mengerti perasaanmu. Aku perlu menceritakan ini supaya kau bisa mengerti kenapa ia datang
ke rumahmu dan langsung melabrakmu. Seperti
yang sudah kukatakan tadi, ia cemburu dan iri terhadap siapa saja yang dekat dengan diriku. Kau
masih ingat kan ketika aku menolak usulmu untuk
menceritakan pada Nuning mengenai sandiwara
kita menghadapi Hendra? Nah, itulah jawabannya.
Apalagi setelah ia tahu kau sekarang tidak lagi seperti gadis urakan."
pustaka-indo.blogspot.com
223 "Dari mana ia tahu?"
"Dari aku. Ketika aku bercerita tentang perjum 7 Hari Menembus Waktu 1 Ajal Sang Penyebar Maut Karya Arman Arroisi Yang Paling Oke 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama