Ceritasilat Novel Online

Sepagi Itu Kita Berpisah 4

Sepagi Itu Kita Berpisah Karya Marga T Bagian 4


""Kris, aku perlu ketemu. Ada hal penting yang
harus kuceritakan."
""Mengenai Deni "
""Ya."
""Datanglah ke kantin jam sebelas nanti. Ada ses
uatu yang juga perlu kukatakan padamu!"
264 Setelah menelepon Kris, diputarnya nomor Joko.
Diceritakannya dengan singkat apa yang telah terja
di dan dimintanya agar Deni ditunggui terus atau
para pengunjung yang dilarang masuk kecuali ibu
serta ayahnya. Joko kedengaran terkejut,dan segera
berjanji akan mengambil tindakan dan juga melaporkannya ke atasan.
Mereka ketemu di kantin sekalian makan bersama. Martina hadir juga walau cuma kebetulan,
sebab tiap siang dia memang senang jajan ke sana.
""Gimana perkembangan Deni " tanya Martina.
Triska menghela napas dan menggeleng. ""Tetap
sama. Mungkin ada perdarahan subarachnoid."
""Causa nya "
""Entahlah. Menurut J oko, ayah Deni nggak mau
dia di-OP, jadi mereka juga nggak bisa melakukan
tes apa-apa. Jadi kita nggak tahu apa betul ada aneurysma atau nggak."
""Yang jelas, tak ada tumor atau infeksi," tukas
Kris. ""Jadi, ya kemungkinan besar perdarahan itu
disebabkan pembuluh darah yang melebar, dan
karena adanya trauma di kepala, lalu pecah. Tapi
kau kemari karena ada yang perlu kau katakan, bu
265 kan Ayo, katakan sekarang, sebab aku harus cepat
balik ke sal."
Triska menceritakan apa yang dialaminya tadi
pagi di kamar Deni. Diceritakannya semua yang
pernah didenganya di Depok, ketika dia sedang dalam WC tamu.
Air muka Kris berubah jadi serius mendengar
penuturan adiknya. Berulang ulang dia mengangguk sementara kedua tangannya dikatupkan dan
kedua telunjuknya diletakkannya di atas bibir.
Selang beberapa saat kedengaran dia menghela napas, lalu menoleh pada adiknya. ""Kita harus
menjaga Marco sebaik baiknya. Anak itu dalam bahaya!"
Triska akan tertawa mendengarnya. ""Kris! Aku
baru tahu kau begitu penakut! Marco kan masih
bayi, nggak tahu apa-apa, kenapa mereka mau
mencelakakannya "
Kris rupanya tidak menganggap ucapan Triska
itu lucu. Waj ahnya tetap serius ketika dia menyambung, ""Ini urusan ratusan juta dolar!"
""Apa !" Triska nyaris terloncat dari duduknya.
""Orang bisa menjadi pembunuh untuk ratusan
ribu dolar! Apalagi ratusan juta!"
""Dari mana kau tahu "
""Aku sudah bicara dengan Oom Agus. Warisan
itu jumlahnya sekitar empat, jangan salah, e-m-p
266 a-t, empat ratus juta dolar! Terdiri atas gedung-gedung, bangunan pabrik, saham-saham, real estate
di segala benua, serta kapal-kapal tangki minyak di
Panama, Asia, dan Afrika, koleksi perhiasan, lukisan, dan entah apa lagi."
""Wow!" Martina mendesah sambil menjulurkan
lidah. ""Nggak sangka ya, oom tua yang kelihatan
loyo begitu hartanya bergudang-gudang!"
Triska juga takjub. Rasanya setiap kali mendengar, jumlahnya membengkak terus, dari cuma beberapa miliar rupiah menjadi 400 juta dolar!
""Semula, cuma Deni halangan satu-satunya bagi
mereka untuk menguasai semua itu. Tapi sekarang
sudah ada Marco. Seandainya Deni berhasil disingkirkan, Marco-lah yang akan jadi penghalang
baru. Jadi, kau mengerti sendiri...." Kris membuka
lipatan tangannya, menatap Triska yang kelihatan
menjadi pucat. ""Sekarang urusannya malah terka
tung-katung, sebab Tono dan adik-adiknya menggugat testamen itu. Menurut Oom Agus, Tono rupanya
sudah tahu, selain uang kontan itu ada juga harta
karun ratusan juta dolar!"
""Aku nggak ngerti, kenapa harta itu nggak diba
gi rata saj a, sih Toh dibagi empat juga nggak bakal
habis tiga turunan. Dengan begitu kan semuanya
jadi senang, nggak ada yang sakit hati," ujar Triska
kesal. ""Oom Agus juga sama pendapatnya dengan
267 mu. Dia ingin membagi rata, tapi nggak bisa."
""Kenapa " tanya Martina heran.
""Dia takut durhaka pada orangtuanya! Selain itu
juga tidak bisa."
""Lho " Martina makin bingung.
""Soalnya, ayah Oom Agus, dan kemudian ibunya, sesaat sebelum meninggal mengulangi lagi
pesan yang sudah diulang-ulang ratusan kali dan
dimasukkan dalam testamen agar harta itu jangan
sampai ikut dinikmati oleh adik Oom Agus, Tante
Leila, dan suaminya, Karim Saleh, Sarjana Hukum.
""Tante Leila sudah nggak diakui sebagai anak
karena kawin dengan Oom Saleh yang dituduh
menyebabkan kematian anak laki-laki mereka, adik
Oom Agus dan abang Tante Leila. Bahkan ketiga
anak Tante Leila, semula sama sekali tak mau diberi
sepeser pun, tapi berkat campur tangan Oom Agus,
akhirnya kebagian juga sedikit. Ya, walau dibilang
sedikit, jumlahnya masih 150 juta rupiah lebih seorang!"
""Dan mereka bukannya berterima kasih tapi
malah menggugat!" Martina geleng-geleng kepala.
""Duit kan bisa bikin orang mata gelap! Coba pikir,
apa kita sendiri juga takkan menggugat paman kita
seandainya dia nggak mau membagi harta warisan " ujar Kris menatap keduanya bergantian.
Martina mendecak. ""Ah, kalau aku punya sera
268 tus juta lebih!"
""Nggak usah punya ilham yang bukan-bukan!
Makin banyak duit, makin banyak juga pusingnya,
tahu!" tegur Kris.
""Apa mereka akan berhasil dalam gugatan itu "
tanya Triska.
Kris menggeleng. ""Kakek Deni rupanya sudah
menduga mereka pasti akan menggugat, karena
itu semua hartanya di luar negeri yang di dalam
negeri cuma sepuluh persen sudah didaftarkannya
atas nama Deni," uj ar Kris membuat kedua pendengarnya berseru kaget.
""Harta di dalam negeri, sih, tak seberapa, cuma
puluhan juta dolar, nggak sampai ratusan juta, ya
seperti hotel, pompa bensin, supermarket, real estate, gitu-gituanlah. Dan seandainya Deni kawin
dengan Odi Bobadila, semua harta di dalam dan
luar negeri akan jatuh ke badan amal. Oom Agus
takkan bisa menolong anaknya, sebab dia terikat
oleh perjanjian yang disahkan notaris, menyatakan
tunduk pada surat wasiat orangtua. Tante Leila juga
tak mampu berkutik sebab orangtuanya secara resmi di depan notaris sudah tidak lagi mengakuinya
sebagai anak sejak dia menikah."
"Iiih, ganas!" ujar Martina geleng-geleng kepala.
""Itu namanya pembalasan orangtua!" Kris men
269 decak.
""Apa Tono tahu semua itu atas nama Deni " tan
ya Triska.
""Mungkin belum, tapi akan segera tahu. Oom
Agus bilang, silakan dia mengajukan gugatan ke
pengadilan di Amerika, Panama, Bahama, Eropa,
pendeknya seluruh dunia! Biar sampai rudin pun
Tono takkan bisa menang! Kakek Deni sudah mengatur sampai mendetail. Misalnya, untuk menjaga
kemungkinan Deni, sebagai warga negara Indonesia, tidak diperkenankan memiliki harta benda
serta usaha-usaha di luar negeri, semua real estate,
pabrik, saham, dan lain-lain itu resminya dikuasai
atau dikelola oleh sebuah yayasan trust yang
dikepalai oleh anak tertua dari abangnya kakek
Deni sepupu Oom Agus yang warga negara
Amerika. Untuk mencegah agar sepupu itu takkan
mencaplok semuanya, dia dibelikan rumah sekian
puluh juta dolar serta diberi bagian dua puluh persen dari semua pabrik, sumur minyak Texas, peternakan kalkun, dan lain lain. Pendeknya, sampai
kiamat pun Tono takkan mungkin menyentuh harta
kakeknya! Paling paling yang bisa digugat cuma
uang kontan dan harta tak bergerak di dalam negeri
yang sebagian belum atas nama Deni.
""Menurut Oom Agus, tangannya sendiri "diikat"
supaya jangan sampai j atuh kasihan pada Tante Lei
270 la ayahnya tahu, dia sayang sama adiknya lalu
nanti melanggar pesan orangtua dan membagi rata
warisan itu.
"Pendeknya, kalau aku jadi Tono, pasti aku
akan terima saja jumlah yang ditawarkan, dan tutup
mulut. Menggugat cuma berarti buang duit, sebab
Oom Agus pasti punya pengacara yang j empol juga
dan dia takkan menyerah. Habis, salah siapa bapak
mereka dulu pengecut melarikan diri, membiarkan
kawan yang nggak bersalah dikeroyok gara gara
ulahnya merebut cewek orang!
""Aku tidak menyalahkan kakek Deni. Kalau
aku di posisinya, aku juga akan sakit hati setinggi
Gunung Everest! Oom Jon yang meninggal itu jenius mungkin Deni ketularan gen yang sama
dan rencananya mau disekolahkan ke Amerika, belajar bikin pesawat terbang. Ceritanya, kakek Deni
berangan-angan ingin punya pabrik kapal udara
kayak Nurtanio begitu tapi gedean, buat komersial.
Bayangkan betapa kecewa dan sakit hatinya, anak
mati, proyek mercusuar gagal!"
Martina berulang kali mendesah mendengarkan
kisah orang orang yang bergelimang uang bagaikan
mandi air huj arr.
""Kris, kurasa Deni memang sengaja mau mereka
singkirkan."
""Tapi kita nggak punya bukti, Tris," keluh Kris.
271 ""Apa sih yang sebenarnya terjadi hari Minggu
itu " tanya Martina tapi tidak ditujukan pada siapa
pun, seakan dia cuma sedang berpikir dengan suara
keras.
Triska mengangkat bahu. ""Ibunya pernah bilang
padaku, pagi itu rencananya Deni mau ke Depok .
Tapi rupanya Tante Leila mendadak sakit dan dia
disuruh datang. J adi dia telepon ibunya, mengatakan
tibanya nanti akan tertunda dua-tiga jam, sebab dia
mau menengok Tante Leila dulu. Setelah itu, ibunya
nggak tahu lagi apa yang terjadi. Ditunggu-tunggunya Deni sampai sore, nggak juga muncul. Akhirnya, malam hari lewat jam tujuh ada telepon dari
Tono, dia diminta segera ke rumah sakit. Selebihnya
kita sudah tahu."
""Ya, sama dengan apa yang dikatakan Oom
Agus padaku. Kita takkan tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tapi Oom Agus sudah mendapat laporan
dari polisi, katanya mereka menemukan mobil Deni
remnya blong!"
""Nggak mungkin!" Triska membantah keras.
""Aku tahu Deni orangnya kayak apa! Nggak mungkin dia begitu teledor! Dia selalu ngecek mobiln
ya dan mobilku dengan teratur. Bahkan ban kurang angin pun baginya sudah merupakan masalah.
Apalagi soal rem yang sangat penting! Pasti ini ulah
Tono!"
272 ""Yah, tapi kita tak punya bukti, Prinses," gumam
Kris menarik napas kesal.
""Mungkin Cuma Deni yang dapat menceritakan
kej adian sebenarnya," tukas Martina dengan pelan.
Dan itu yang membuatku putus asa! pikir Triska
pedih. Mungkin kita takkan pernah tahu! Mungkin
orang-orang itu takkan pernah bisa diseret ke pengadilan! Apakah kau harus mati dengan penasaran,
Den Martina mengusulkan agar Marco dipindahkan
ke rumahnya saja. ""Sepupu Deni kan belum pernah
ke sana, nggak ada yang tahu alamat kami," ujarnya.
Tapi segera dibantah oleh Kris. ""Kau pikir mereka tidak punya akal untuk mencarinya Ini masalah
ratusan juta dolar. Bukannya sekadar cari anjing hilang. Kalau kita berdua dinas, anak itu dengan siapa
di rumah Berdua dengan Bobi, ditemani seorang
pembantu Tidak! Jauh lebih baik biar dia di rumah
Papa saja. Mama kan bisa tinggal di rumah terus
menjaganya."
Demikianlah Marco tetap di rumah neneknya,
dan Triska menj elaskan seluruh situasi pada ibunya
273 agar dia mengerti dan selalu waspada menj aga cucunya. Tapi peristiwa dia memergoki Odi di kamar
Deni tidak disebutnya.
""Jangan khawatir, Tris," ibunya meyakinkannya.
""Mama takkan membiarkan Marco hilang dari
pandangan Mama!"
Triska masih dapat pergi kerja dengan tenang,
sebab dia mempercayai ibunya dan yakin takkan
terjadi apa-apa dengan Marco. Dokter Justin juga
sudah memberitahu Pak Melnik tentang semua
kekhawatirannya mengenai Marco, dan Pak Melnik
berjanji akan memberikan peringatan pada Karim
Saleh, SH agar mengendalikan anak-anaknya, jangan sampai melakukan tindak kriminal, sebab dia
pasti akan menyeret mereka ke depan hukum.
Sayang, dalam problem yang menyangkut Deni,
hatinya tidak setenang itu. Sebagai dokter, dia tahu,
bagi Deni sudah tak tersisa harapan. Namun sebagai
istri dan ibu, terutama sebagai manusia yang percaya pada Tuhan, dia tidak mau melepaskan hara
pannya bahwa suatu hari Deni toh akan sembuh.
Karena itu dia tetap setia meneruskan doa novena
itu walau setiap malam hatinya serasa mau menyerah dan tekadnya sudah makin melemah.
Seakan dapat menduga apa yang tengah berkecamuk dalam diri temannya, Sumi meneleponnya
setiap malam, menanyakan perkembangan Deni,
274 serta menguatkan tekadnya agar terus, terus, terus berdoa novena. Sumi minta maaf, sekarang tak
dapat tiap hari menjenguk Deni sebab Linus tak
dapat ditinggal lama-lama, sedangkan perjalanan
pulang-pergi dari rumahnya ke rumah sakit pasti
makan waktu paling sedikit dua jam akibat macetnya lalu lintas.
Akhirnya hari kesembilan pun tiba. Triska merasa lega seakan sudah lulus dari sebuah ujian yang
mahaberat. Novena itu berhasil diselesaikannya.
Hatinya gembira bercampur cemas. Apakah Santo
Antonius akan membantunya Apakah Tuhan akan
mendengarkan permintaannya
Hari kesembilan pun sudah berlalu. Triska


Sepagi Itu Kita Berpisah Karya Marga T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

datang menjenguk, mencukur kumis, membersihkan badan, memutarkan kaset lagu lagu kesayangan mereka berdua, terutama Ave Maria yang di
mainkannya pada anniversary mereka yang kedua,
melaporkan semua ulah Marco yang lucu menggemaskan, mengajaknya berrnonolog, pendeknya
melakukan semua yang dapat dilakukannya. Namun Deni tetap pulas, matanya tetap mengatup,
bulu mata yang lentik itu tak mau menggelepar...
Ah, Den, aku kangen akan matamu yang berbinar
jenaka dan senang menggodaku sampaiaku kewalahan. Tertawalah, Den, aku ingin melihat matamu
berubah jadi bulan sabit, aku ingin menghitung ca
275 kar-cakar ayam di sudut matamu.
Tapi Deni tidak meladeni bisikannya. Semua
kata-katanya lenyap di udara, tidak meninggalkan
kesan. Deni terus tidur....
Triska menjadi takut. Sikapnya sudah seperti
orang gila yang tidak mau menerima akal sehat lagi.
Pendidikan kedokterannya selama bertahun tahun
tidak diacuhkannya lagi. Dia menjadi obsesif dalam
harapan ya bahwa Deni harus sembuh. Dia tahu,
pikiran itu tak masuk akal, namun dia seakan tak
berdaya mengenyahkannya dari kepalanya.
Akhirnya untuk mencegah dirinya benar-benar
menjadi gila, dipaksanya akal sehatnya mengambil
alih. Dia berhenti menghitung hari. Semua kalen
der dan buku agenda dalam kamar disimpannya ke
dalam laci agar dia tak usah tahu lagi hari keberapa
sekarang....
Triska kini hidup dalan penantian. Menanti,
menanti, menanti... Setiap kali telepon berdering
hatinya melonj ak ketakutan, dan menjadi lega kembali bila ternyata itu bukan untuknya.
Pada suatu malam dia tengah membaca jurnal
sambil berbaring di ranjang. Dia tahu, bukan begitu
cara yang efektif untuk konsentrasi sebab pasti dia
akan ketiduran, tapi memang minatnya tidak ada.
Hari hari belakangan ini dirinya tidak mempunyai
minat melakukan apa apa. Satu-satunya yang masih
276 diminatinya adalah bermain dengan anaknya serta mengasuhnya. Bahkan brevet yang dulu begitu
diidam idamkannya, kini sama sekali tidak dipikirkannya, dia masa bodoh saja apakah akan menerimanya tahun ini atau lima tahun lagi. Jurnal ini pun
sebenarnya ingin dilemparkannya ke lantai, tapi
besok ada seminar kecil, mereka akan membicara
kan SID,""""" sedikit-banyak dia harus mengerti
tentang topik itu agar nanti jangan melongo seperti
keledai dungri. Jadi terpaksa dibacanya jurnal itu
sedikit.
Tuk... tuk... tuk... Mula-mula tidak ditangkapnya bunyi itu, tapi mendadak dia sadar, pintunya
diketuk. Lalu terdengar suara ibunya, pelan sebab
takut membangunkan Marco. "Tris, kau sudah ti
dur Ada telepon untukmu."
Matanya yang sudah mengantuk tiba-tiba jadi
membelalak lagi, dadanya terasa nyeri, j antungnya
seakan lari berpacu tanpa kendali, bibirnya mendadak terasa kering, tangan dan kakinya menjadi dingin. Ketika dia ingin turun dari tempat tidur, kedua
lututnya serentak gemetar sehingga dia hampir tersungkur ke lantai. Cepat-cepat disambarnya pinggiran ranj ang, lalu ditenangkannya debur jantungnya. Dipaksanya menjawab ibunya, ""Ya, Mam, saya
akan turun."
Widara Death = Kematian Bayi Mendadak
277 Seakan dalam mimpi, dikenakannya jas kamar
menutupi baju tidurnya. Rambutnya yang terurai
dilemparnya ke punggung, dia sudah tidak ingat
untuk menyisirnya. Kemudian diseretnya kakinya
keluar kamar. Langkahnya terasa berat dan pelan
sekali, persis dalam mimpi. Ketika tiba di bawah
baru dia sadar, kakinya telanjang, dan lantai terasa
dingin. Bella yang mengikutinya turon, kini mere
bahkan diri dekat kakinya, seakan mau memberi
bantuan semangat.
""Dari siapa, Mam " tanyanya setengah berbisik.
""Dari Ibu Melnik," sahut ayahnya. Kedua
orangtuanya duduk berdampingan di sofa, seakan
mau menjaganya.
""Apa katanya " Suaranya sedikit gemetar. Digigitnya bibir untuk menahan emosi.
""Dia nggak mau bilang," jawab ibunya. ""Katanya, dia harus memberitahu kau lebih dulu."
Ulu hatinya mendadak terasa nyeri, tangan-kakinya sudah sedingin es, dia tidak bisa merasakan di
mana j ari j arinya yang tengah mencengkeram tang
kai telepon.
Inilah SAATNYA! Akhirnya kita berpisah juga,
Den! Untuk selamanya! Tidak! Bukan untuk selamanya! Kita akan ketemu lagi di hadapan Tuhan, di
alam abadi! Nantikan aku, Den! Setiap malam akan
kukirimkan bisikan cintaku lewat bintang-bintang
278 di langit lazuardi. Tapi... kenapa kita harus berpisah sepagi ini, Den Kau tidak kasihan pada Mar
co Den, ini kehendak Tuhan. Aku relakan, Den.
Selamat jalan! Aku akan tetap setia....
Diangkatnya tangkai pesawat ke telinganya. Suaranya seakan tak kedengaran ketika dia berbisik,
""Halo..."
"Tris!" Suara Ibu Desi melengking tinggi, rupa
nya dia habis atau masih sedang menangis, sebab
terdengar berusaha menahan turunnya mucus**"**"
dari hidung.
Triska merasakan dadanya nyeri bukan main
seakan dijepit dengan besi penyiksa dari Spanyol
abad pertengahan. ""Ya," katanya, namun suaranya
tidak keluar, sebab bibir dan lidahnya sudah kering
sekali.
""Deni, Tris! Deni, dia... Oh, Tris!" Nyonya Desi
terguguk sehingga tak dapat meneruskan ucapannya. Triska menggigit bibirnya kuat-kuat sampai
tanpa disadarinya sama sekali berdarah, sementara jari-jari yang mencekal gagang telepon sudah
menjadi pucat seakan sudah tidak dialiri darah lagi.
Nyonya Desi terdengar membersit hidung, dan
rupanya dia berusaha mengumpulkan kembali semangatnya untuk bicara. ""Tris! Deni... oh! Tris,
'"
dia... sudah... sadarrr
******** ingus
279 Triska tertegun seakan tidak bisa menangkap apa
yang didengarnya. Bibirnya terbuka, matanya lurus
ke depan tapi tidak melihat apa-apa. Dia berdiri terpaku di tempat, tidak tahu harus bilang apa, bahkan
tidak ingat untuk menanyakan, kapan! bagaimana...
Yang ada dalam pikirannya cuma, Puji Tuhan! Puji
Tuhan!! Puji Tuhan!!!
Tanpa disadarinya, bibirnya kemak-kemik mengucapkan pikiran itu, menyebabkan Dokter Justin
berpandangan dengan istrinya, lalu bangkit.
"Tris, berikan pada Papa teleponnya."
Mendengar suara ayahnya yang pelan seakan
membujuk, barulah Triska menyadari bahwa jarijarinya sudah putih dan terasa kesemutan saking
kerasnya dia mencengkeram pesawat. Seperti orang
linglung, dibiarkannya ayahnya mengambil alih,
dan dibiarkannya ibunya membimbingnya ke sofa.
Dia duduk dalam pelukan ibunya, bengong seperti
hilang ingatan.
Tak lama kemudian terdengar suara telepon diletakkan, dan Dokter Justin menghampiri mereka,
lalu duduk di sebelah Triska.
""Bagaimana, Pa " tanya istrinya, lebih dengan
matanya daripada dengan bibirnya sebab suaranya
tidak lebih keras daripada dengung nyamuk.
""Kira-kira dua jam yang lalu, ketika ibunya mau
pulang, Deni membuka matanya," Dokter Justin
280 menjawab.
""Dia bilang apa " tanya Nyonya Rosa.
""Belum bicara apa-apa. Dia cuma membuka
mata, sambil mengerang seperti orang kesakitan,
memandang ibunya kira kira lima menit, lalu tidur
lagi."
""Bukan pingsan lagi " Triska mendengar ibunya
bertanya.
""Tidak. Dia tidur, bukannya pingsan. Dokter
yang jaga pasti bisa membedakannya."
Terima kasih, Tuhan! Terima kasih, Santo Antonius! Tapi kenapa dia tidak bicara Apakah dia
menderita aphasia
""Mari kita tidur, Tris," ajak ibunya. "Besok kita
jenguk dia."
281 Bab 8
J OKO tidak dapat menj elaskan pada Triska apa
yang sebenarnya terjadi. Dia cuma bisa geleng-geleng kepala seperti bandul lonceng. ""Dokter Omar
juga angkat tangan, tak berani bilang apa-apa,"
uj arnya ketika esoknya ditemui oleh Triska. ""Beliau
bahkan tak berani memastikan apa diagnosis sebenarnya! Masalahnya, orangtua Deni menolak anaknya diperiksa macam macam, jadi kita cuma bisa
menduga-duga. Yang jelas, epidural hematom. Tapi
setelah gumpalan darahnya disedot keluar, harusnya kan ada perbaikan. Ini malah ada kaku kuduk
dan darah dalam cairan otak, sehingga kita menduga ada perdarahan subarachnoid. Tapi kaku kuduk
bukan cuma ditemukan pada perdarahan saja, kan.
Di samping itu, perdarahan semacam itu belum tentu juga karena pecahnya pembuluh darah, mungkin
karena misalnya memar otak yang hebat."
""Yang penting, dia sudah sadar, Tris," ujar Kris
mengalungkan lengan ke bahu adiknya.
""Tapi perdarahan macam itu bisa kambuh, Kris.
Seandainya memang ada aneurysma yang pecah,
282 gimana Mungkin aneurysma nya bukan cuma
satu, aku khawatir bahaya belum lewat!"
""Oh, aku sependapat denganmu," ujar Joko cepat. ""Dia memang masih perlu diobservasi dan
dirawat di sini, masih j auh dari pulang. Kalau orangnya sendiri sudah sadar, mungkin kita bisa minta
persetujuannya untuk melakukan arteriography,
jadi masalah ada-tidaknya kelainan pembuluh darah
bisa diselesaikan dengan tuntas."
""Apa kau sudah melihatnya, Tris " tanya Kris.
""Sudah, tapi dia sedang tidur, tidak kubangunkan. Kucukur saja kumisnya, dan kuseka wajahnya."
"Tris, ada hal lain yang aneh. Anggota geraknya
yang kanan ternyata sekarang tidak lumpuh! Aku
tak dapat menerangkan bagaimana ini bisa terjadi.
Aku yakin, dulu pemeriksaanku tidak keliru. Dokter
Omar mengatakan, dari segi kedokteran, kasus ini
tak dapat dijelaskan. Kami semua sebenarnya sudah
menyerah, karena itu tidak ngotot ketika orangtuanya menolak segala tes serta tidak mengizinkan Deni
dioperasi. Tapi sekarang..." Joko mengangkat bahu
dan menghela napas.
Triska cuma tersenyum menanggapi kebingun
gan rekannya. Aku tahu apa yang terjadi! Doaku
dan doa Sumi dan doa Papa-Mama dan doa KrisMarti dan doa ayah-ibunya dan doa semua orang,
sudah membubung naik ke hadirat Yang Maha
283 Kuasa! Bagaimana aku akan mampu menunjukkan
perasaan syukurku pada Mu
Ketika Triska menjenguk lagi menjelang pulml
dua belas tengah hari, Deni kelihatan tidur dengan
tenang. Triska memutar kaset Ave Maria yang diletakkannya di samping bantal. Lalu dia duduk di
kursi di samping ranjang, sebentar sebentar mengelus lengan Deni. Diperhatikannya wajahnya yang
mengurus dan agak pucat, tapi bibirnya masih tetap
menarik walau kering karena itu seringsering
disekanya dengan saputangan halus yang dicelup
dalam air dan bulu mata serta alisnya yang hitam
masih tetap seperti yang diingatnya.
Tepat pukul dua belas siang, seperti biasa, Tris
ka berdoa Salam Maria sambil menunduk, men
gatupkan tangan di pangkuan. Ketika diangkatnya
wajahnya, dia nyaris berseru kegirangan melihat
kelopak mata Deni bergerak gerak. Dijulurkann
ya lengannya, disentuh dan digenggamnya tangan
Deni, sementara bibirnya tak putus-putus menyerukan namanya.
Pelan-pelan kelopak itu merekah. Mula-mula
Deni tidak melihatnya. Matanya mengejap ngejap
284 seperti orang yang dibangunkan dari tidur nyenyak,
tidak melihat apa apa. Kemudian, kemudian, kemu
dian, bola matanya bergerak dan (Triska menahan napas dengan tegang, menunggu, menunggu,
menunggu) menatapnya!
Bibirnya yang agak pucat itu pun merekah, seny
umnya lemah tapi dikenalinya, masih yang dulu,
yang telah menjerat hatinya. Triska mempererat
genggamannya seakan khawatir Deni akan lolos
dari tangannya.
""Tris... mana Marco Ini Ave Maria Jam berapa ini... Uuuh! Kepalaku sakiiit...!" Lalu seperti
boneka yang baterainya habis, kelopak matanya
mengatup lagi dan Deni kembali tertidur.
Matahari bagaikan bersinar lagi bagi Triska.
Dia seakan menemukan kembali kemampuannya
untuk main piano. Kini berkumandang lagi Nocturne Opus 9 No. 2 serta Etude Op. 10 N0.3 dari
Chopin, Piano Concerto No.] dari Tschaikovsky,
Estudiantina-nya Waldteufel, Saber Dance nya
Khatcliaturian, Puccinz', Verdi, Offenbach, dan lainlain. Setiap ada waktu luang pasti dihabiskannya di
depan piano. Yang paling sering terdengar adalah
285 lagu kesayangan mereka berdua, No Other Love
yang iramanya diambil dari Etude nya Chopin.
Keadaan Deni berangsur membaik. Sejak dia
sudah sadar dan dapat menelan, infusnya dicabut,
demikian juga segala macam kateter yang selama
itu bergelantungan di ujung ujung tubuhnya. Keluhannya sekarang cuma sakit kepala, tapi Deni menolak dilakukan arteriography, yakin dia tak apa
apa. Berkali-kali dia minta pulang, namun masih
ditahan sebab dikhawatirkan perdarahannya bisa
kambuh.
Tapi dua hari sebelum Hari Natal, dia memaksa juga mau pulang, bahkan menawarkan untuk
menandatangani Surat Pulang Atas Permintaan
Pasien. ""Aku sudah kangen sama anakku, Ko!"
keluhnya. ""Aku ingin Natal-an di rumah."
Joko bertukar pandang dengan Triska yang juga
hadir saat itu. Melihat Joko sulit mengambil kepu
tusan, akhirnya Triska berkata, ""Biarlah dia pulang,
J oko. Aku akan menjaganya."
Atas permintaan orangtuanya, Deni pulang ke
Depok. Marco langsung diajak neneknya untuk me
nengok. Walaupun anak itu belum bisa mengutara
kan perasaannya, rupanya dia juga sama kangennya
dengan ayahnya. Begitu melihat Deni, dia langsung
menubruk dengan gembira seraya berseru, ""Deni!
Deni!"
286 Karena selalu mendengar orang menyebut
ayahnya begitu, Marco juga ikut ikutan. Triska su


Sepagi Itu Kita Berpisah Karya Marga T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dah sering kali mengajarinya untuk menyebut Papi,
namun anak itu tak pernah mau. Akhirnya dicobanya mengubah nama itu menjadi Daddy.
""Jangan panggil Deni, Marco. Panggil Daddy!
Ayo, Dad... dy," Triska mengajarinya. Ternyata
anak itu menurut dan mengikuti, "Dad dy."
Rupanya Marco senang dengan sebutan baru itu,
sebab pada pertemuan itu berkali kali terdengar dia
memanggil ayahnya, Daddy ini, Daddy itu. ""Wah,
manja betul anak itu sama ayahnya!" komentar
Nyonya Rosa tersenyum senang.
Seingat Triska, itu adalah Hari Natal yang paling meriah yang pernah dirayakannya. Selain sanak
keluarga, teman-teman juga datang tanpa harus diundang.
Begitu melihat Roy Parega, Deni langsung ter
tawa seraya mengucapkan. ""Terima kasih atas karangan bungamu." Deni menunjuk sebuah buket
yang indah dalam keranjang rotan yang dicat warna
pastel kuning lembut. Tapi Roy malah mengacung
kan kepalannya ke arah Deni, membuat Triska ter
287 cengang. ""Buset kau, Den! Aku sebenarnya sudah
pesan krans untukmu, dan sudah kubayar! Malah
sudah kubeli juga cincin untuk Triska"
""Nggak kusangka kau begitu brilian!" Deni
mendecak, sedangkan Triska menutupi tawanya
dengan tangan.
""Aku lebih senang kalau kau sebut inovatif!"
Roy mengaku tanpa malu malu. ""Kau tahu sendi
ri, aku nggak pernah lulus suma cum laude! Selain
itu, kalau otakku betul cemerlang, mana mungkin
kau kubiarkan menggondol Triska dari depan hidungku!"
""Jangan dendam," bujuk Deni tersenyum. ""Aku
nggak sengaja. Kalau aku tahu sebelumnya, kau
sudah naksir Triska duluan, pasti aku nggak akan
lancang Aku menyesal sekali."
Roy mendelik. ""Kalau kau betul menyesal, ke
napa nggak lewat saja Buat apa masih di sini, bikin
sesak dunia!"
""Aku kasihan, anakku masih kecil!" ujar Deni
sebagai pembelaan.
Wajah Roy menjadi cerah sedikit. ""Kalau alasanmu cuma Marco, berarti lampu hijau, dong,
bagiku untuk mendekati Triska Maukah kau
membujuknya Kau kan tahu, aku nggak terlalu
'"
bejat Nyengir kudanya yang paten terpampang
di wajahnya, sementara kacamatanya merosot tapi
288 dibiarkannya. Tangannya malah digunakan untuk
mengusap usap jambulnya. Triska sempat berpikir
bahwa cowok ini cukup tampan juga, sayang tidak
mau memermak gigi giginya agar lebih rata.
""Triska begitu mandiri, mana mungkin mau
mendengar kata-kataku! Tanyakan sendiri, dong!"
usul Deni melirik Triska yang kontan merasa panas
wajahnya. Dia merasa Deni sedang menyindirnya,
mengingatkannya pada masa-masa sebelum perceraian, ketika dia sama sekali tidak mau menggu
bris bujukan maupun penjelasan Deni.
Roy menoleh pada Triska dan menarik napas
panjang. ""Aku nggak bisa berkutik kalau harus
maju sendiri. Nah, ya karena uangku nggak bisa
dikembalikan, terpaksa bukan mauku ku ubah
krans itu menjadi buket!"
Deni tergelak-gelak. ""Hahaha... betapa dongkolnya hatimu, kan "
""Jangan ditanya lagi! Nggak bisa kau bayangkan!"
Triska geleng geleng kepala mendengar kedua
orang itu bercanda, tak dapat memutuskan siapa
yang lebih sinting. Erik Sigma lebih pintar menyem
bunyikan perasaannya. Seandainya dia merasa kecewa seperti Roy, melihat Deni belum juga mau
berlalu dari arena, hal itu tidak ditunjukkannya.
Perayaan Natal sekali itu sungguh meriah, be
289 lum pernah sebanyak itu orang yang hadir. Biasanya
mereka merayakannya di rumah masing masing,
paling-paling esok lusanya atau pada Tahun Baru
sekalian, mereka saling berkunjung tapi tentu saja
bukan semua sekaligus. Sampai-sampai rumah
yang seluas museum itu pun masih terasa sesak oleh
Triska, sedangkan kolam pun kelihatan seperti bak
mandi kecilnya saking banyaknya orang di situ, pa
dahal biasanya dia cukup kewalahan merenanginya
bolak balik sepuluh kali.
Oom Andi, Tante Beti, Tante Cori, dan Tante
Ema yang datang dengan anak-cucu mereka sudah
terhitung satu kompi, dan semuanya mencebur ke
air. Triska merasa tak ada gunanya bila tak dapat
berenang hilir mudik. Kalau cuma ingin berendam,
terang dia lebih suka melakukannya di rumah sendiri, sambil membaca buku. Tapi tak sampai hatinya
menolak aj akan Marco yang menyeret nyeretnya ke
arah kolam sambil menenteng lumba-lumbanya.
Kira-kira seperempat jam kemudian isi kolam
bertambah dengan tamu tamu yang baru datang sep
erti... Triska tak dapat menahan senyumnya melihat
Sumi, Mirsa, dan Lupita, dengan anakanak mere
ka. Lupita memang pernah ke situ bersama Nero,
tapi Sumi dan Mirsa yang baru pertama kali itu pun
rupanya sudah dibisiki entah oleh siapa bahwa
di situ ada kolam renang. Mereka semua memakai
290 bikini. Ampun! pikir Triska. Heran, air kolam kok
nggak meluap keluar!
""Hai, Tris!" seru mereka. ""Hai!"
Sumi dan Mirsa langsung masuk air, sedangkan
Lupita naik ke atas papan untuk terjun indah. Untung salah seorang sepupu Deni ada yang melihat
dan mereka sempat diperingatkan agar minggir,
sehingga Lupita bisa loncat indah tanpa rintangan.
Memang luwes gerakannya. Triska pun bertepuk
tangan disambut oleh yang lain.
Teman-temannya itu segera asyik hilir-mudik
berenang. Untung Triska cuma ingin mengajari
Marco berenang, j adi dia tak perlu bergerak terlalu
jauh.
Setelah mondar mandir beberapa kali, Sumi
berhenti di dekatnya untuk mengatur napas. ""Enak
punya kolam! Nanti kubujuk Hansa, ah, supaya
membuat kolam juga. Uh, uh, sedapnya berenang!"
desahnya.
""Tahu dari mana "
""Bisa berenang ini "
""Bukan. Bahwa di sini ada kolam."
""Oh, Lupita yang bilang waktu aku cuci rambut
ke tempatnya kemarin dulu. Berapa, ya, biasanya
ongkosnya !"
""Cuci rambut di sana "
""Bikin kolam!"
291 ""Tempatmu susah air, Sum. Mau bikin kolam
kalau kering terus kan percuma!"
""Kalau begitu sebaiknya aku pindah saja."
""Rumah "
""Sumur! Kan sumurku yang sekarang ini memang kurang airnya, sudah lama Hansa berniat
minta bantuan Romo Paulus untuk mencarikan
sumber air. Nanti kalau berhasil kau pasti akan ku
undang!"
""Untuk minum airnya "
""Untuk berenang, dong! Kan maksudku, kalau
berhasil bikin kolam."
Kedua sahabat itu berbincang bincang sambil
masing masing mengajari anak mereka berenang.
Triska merasa berutang budi pada Sumi berkat
doa-doanya serta dorongan semangat agar dia jangan putus asa ketika keadaan Deni gawat. Begitu
Deni sadar kembali, Triska langsung menelepon
Sumi, memberitahukan kabar gembira itu sekaligus
mengucapkan terima kasih. ""Kau betul-betul seorang teman, Sum! Aku nggak tahu bagaimana men
yatakan utang budiku ini!"
""Ah, gampang," sahut Sumi. ""Tolong bantu
mendidik Linus, itu sudah cukup. Aku bantu mendoakan untuk kesembuhan Deni, kan juga demi
anakku supaya nggak kehilangan ayah permandian
,, nya. 292 Selang beberapa saat Sumi berkata, ""Juni nanti
aku akan ke Amerika bersama Hansa."
""Wah, sedap beeng!"
""Habis kakakku mau balik ke sini tahun depan.
Ya mumpung aku belum melendung lagi!"
""Masih punya rencana "
""Jalan-jalan "
""Hamil!"
""Oh, itu sih nggak bisa dihindari, Tris! Malah
kalau nurutin Hansa, aku bisa setengah mati, deh.
Bayangkan, dalam keluarganya menurut dia ada
kebiasaan untuk menamakan anak seperti nama
paman kalau anak laki laki, atau bibi kalau perem
puan, lalu paman atau bibi yang bersangkutan akan
mewariskan sebagian hartanya pada anak tersebut.
Bagian skenario itu, sih, aku setuju. Tapi Hansa
maunya setiap anak diberi nama paman atau bibinya. Jelas aku keberatan, dong. Aku bilang, "Apa kau
mau membunuhku !"
""Alasannya "
""Setiap anak diberi nama. "
""Bukan. Kenapa kau anggap dia mau membunuhmu "
""Tris, dia ingin nama paman dan bibinya bisa diabadikan pada anak-anaknya! Kau tahu berapa jumlah paman dan bibinya " Sumi menegaskan dengan
kening terangkat tinggi.
293 Sekarang gantian Triska yang menaikkan kening, keheranan. ""Lho! Gimana aku bisa tahu Ke
temu mereka pun belum pernah! Kecuali, mungkin
waktu pesta permandian Linus."
""Ya, mereka semua hadir! Sembilan, Tris!"
""Apanya "
""Lima paman dan empat bibi!"
""Ngngng... dan Hansa ingin punya anak..." Tris
ka tak perlu mengucapkannya. Sumi langsung men
gerti.
""Ya!" Dia mengangguk. ""Mampus nggak, tuh!
Pokoknya, kalau nanti lahir perempuan, keempat
nama bibinya akan kutumplekkan semua, biar kami
nggak usah punya anak perempuan lagi. Namanya akan berbunyi Anneke Berta Cindy Deborah,
menurut abjad, biar tak ada yang merasa kurang dihormati."
""Kenapa cuma Hansa yang ketiban tugas itu
Apa maunya sendiri Bagaimana dengan sepupusepupunya "
""Itu masalahnya! Hansa nggak punya sepupu
seorang pun!"
""Sembilan paman dan bibi "
""Dua pamannya menikah, tanpa anak. Tiga bibinya menikah, dua tanpa anak, sedangkan Tante
Cindy punya anak perempuan tapi meninggal waktu
masih remaja."
294 ""Jadi kau diharapkan punya anak sem... bilan Wow! Kelinci aja kalah!" Triska bersiul lalu
tersenyum geli. ""Kau tahu, ada wanita yang bisa
disewa untuk mengandung anak orang lain. Kuharap kau nggak ..."
""Terang ogah!"
""Menyewa surrogate mother "
""Disuruh punya sembilan anak! Makanya mau
kucari akal dengan cara memborong semua nama
untuk satu anak. Kan malah warisannya jadi tambah
banyak. Benar, nggak "
""Kenapa Linus cuma punya satu nama "
""Ya, itu kekeliruanku. Sekarang aku sedang
mencari akal untuk membujuk Hansa agar nama
nama keempat pamannya yang ketinggalan itu bisa
ditambahkan juga dalam surat lahir Linus. Ada ng
gak, ya, j alannya "
""Ratusan ribu paling sedikit!"
""Oh, kau tahu caranya Nggak usah sebut semua,
cukup satu saja, gimana "
""Ongkosnya, maksudku! Ratusan ribu!"
""Rupiah "
""Habis, masa kerang! Memangnya main con
gklak!"
""Biar! Sejuta juga aku bayar! Asal nggak usah
diharuskan punya anak laki laki lagi!"
""Kalau anak kedua ini nanti ternyata juga co
295 wok, gimana "
Sumi tepekur agak lama, rupanya dia tak pernah
berpikir sampai ke situ. Akhirnya dia mengangkat bahu dan menarik napas. ""Tahu, deh. Itu memang akan jadi masalah! Tapi aku pernah dengar,
di Amerika orang bisa memilih j enis kelamin bayi
mereka." Wajah Sumi yang bulat dan manis itu
kembali cerah. ""Akan kuminta kakakku mencari di
mana rumah sakit yang ada fasilitas semacam itu.
Nanti kalau kami ke sana, akan kuajak Hansa kon
sultasi. Ya, ya, itu jalan yang terbaik."
Mirsa dan Lupita datang menggerecoki dan topik
pembicaraan pun berganti ke urusan dapur serta
resep resep terbaru Mirsa yang gemar masak. Ten
gah mereka asyik mendengarkan bedanya bawang
merah dengan bawang spanyol dan bawang bombai,
mendadak langit yang sejak tadi sudah mendung itu
mencurahkan isinya, mula mula hanya rintik rintik,
namun makin lama makin besar.
""Marco, yuk kita balik ke rumah! Hujan bakal
deras, nih," ajak Triska. Untung anak yang cerdas
itu mau menerima logika ibunya dan tanpa membantah langsung menghampiri tangga lalu meman
jat keluar air.
Sumi, Mirsa, dan Lupita juga menggiring anak
anak mereka keluar kolam. ""Aku lapar," keluh
Sumi. ""Soalnya tadi pagi aku cuma minum sari
296 buah, dengan harapan siangnya bisa makan dengan
leluasa."
""Oh, kau juga punya problem timbangan, ya,"
Lupita nyeletuk.


Sepagi Itu Kita Berpisah Karya Marga T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

""Tapi kau begitu langsing!" cetus Mirsa sedik
it iri, maklum bobotnya terakhir ditimbang sudah
hampir tiga perempat kuintal. Itu diakuinya terus
terang di depan mereka tanpa tedeng aling aling.
""Lantaran makannya cuma wortel mentah tok
dan air botol tiga liter!" Triska buka rahasia sambil
tertawa.
""Aku banyak makan sayuran!" Lupita membela
diri.
""Ah, apa kau mau jadi kambing " Mirsa mencibir. ""Aku, sih, nggak akan merasa kenyang kalau
belum diisi sama daging! Gulai kambing, gitu. Atau
kambing guling. Atau sate padang, sate madura,
ayam goreng Mbok Berek, sop buntut Pak Kumis..."
""Dan kau berani mengeluh timbanganmu sudah
melejit ke atas seperti Challenger Mau kunasihati " Triska menawarkan.
Mereka sudah hampir tiba di teras belakang. Tidak semua orang takut hujan. Sebagian besar malah
makin seru berkecimpung dalam kolam ditimpa air
hujan yang makin deras. Langit betul betul pekat.
Burung burung yang tadi pagi asyik bercuitcuit di
kebun, kini tak kedengaran lagi, mungkin semuanya
297 sedang berteduh di balik dedaunan pada pohon-pohon yang banyak tumbuh di situ.
""Asal gratis!" Mirsa menyambut tawaran temannya." Kalau nggak pakai resep, pasti gratis deh!"
Sumi nimbrung.
""Uh, cuaca kok jelek begini, sih!" keluh Lupi
ta kesal, disokong oleh yang lain kecuali Triska.
Walau langit telah menyabot pesta Natal mereka,
Triska tetap merasa gembira, sebab sekali ini yang
namanya Nila dan Odi tidak kelihatan matahidung
nya. Mungkin mereka ngeri menampakkan diri lagi
setelah kecelakaan itu, khawatir disemprot oleh Pak
Melnik. Syukurlah! pikir Triska lega.
""Kau perlu di kir, Mir," ujar Triska serius.
""Eh Kir Memangnya aku mobil tahun lima puluhan Tubuhku sehat, kok!" bantah Mirsa melotot.
"Gemuk itu saja sudah merupakan penyakit, Mir.
Badan yang sehat bukanlah badan yang gemuk atau
kurus. Nggak mungkin tubuhmu sehat, diharuskan
menanggung lemak hampir setengah kuintal. Mun
gkin benar, tubuhmu belum sakit. Itu nggak sama
dengan tokcer. Tapi yang ku maksud harus di kir
adalah mentalmu. Siapa tahu kau makan terus itu se
bagai pelarian, iya, kan Ada orang yang bila mengalami kesulitan justru melarikan diri ke makanan.
Nah, kalau kita makan sementara pikiran kusut,
pencernaan kita nggak bekerja optimal, makanan
298 itu nggak akan diserap seperti seharusnya, tapi tetap
sebagai ampas yang memberatkan kerja liver dan
kemudian juga bisa menjadi sumber penyakit."
Mereka menjejakkan kaki ke atas tangga yang
menuju beranda belakang sementara anak anak sudah berlarian masuk sambil berteriak hiruk pikuk
saling mendahului. Marti yang rupanya baru tiba,
menyongsong mereka.
""Nah, sudah sampai! Sekian dulu kuliahku kali
ini. Kalau kurang jelas, silakan datang ke tempat
praktek!"
""Dan kena sepuluh ribu Mendingan aku tetap
seperti bantal begini! Sayang duit!" Mirsa mendum
al. ""Mentalku nggak sinting, kok!"
""Bisa korting, iya, kan, Tris " hibur Sumi. ""Atau
kau bawakan dia makanan serantang dari restoranmu. Aku biasanya berobat cukup dengan membawa
sebotol sambal tomat." Sumi menjelaskan tanpa re
SCYVC.
Makan siang pun tiba. Untung hujan sudah
berhenti, sehingga mereka yang muda-muda bisa
makan di teras belakang yang luas, sedangkan yang
tua tua makan di dalam bersama tuan dan nyonya
299 rumah.
Rupanya Marco selama itu benar benar kehilan
gan ayahnya, cuma tak mampu mengungkapkannya. Dia lengket terus pada Deni, bahkan menolak
disuapi oleh ibunya. ""Daddy...!" serunya menunjuk
ayahnya.
""Mau disuapi sama Daddy "
Marco mengangguk. Deni menggapai dan Triska
menyerahkan piring Marco padanya, membuat anak
itu melompat kegirangan.
Sambil bersantap mereka ngobrol ke barat ke
timur tentu saja. Suatu kali salah seorang sepupu
Deni (mungkin anak Oom Andi, Triska tidak tahu
pasti) bertanya, ""Apa, sih, yang sebenarnya terj adi
bulan lalu itu, Den "
Semua orang menahan napas, mengarahkan perhatian pada Deni yang saat itu tengah menyorongkan, sendok ke mulut Marco yang menganga leb
ar. Deni mengangkat muka dan menyapu mereka
sekilas dengan matanya.
""Ya, aku juga ingin tahu," tukas Kris sambil
mengangkat paha ayam dari piring dan membawanya ke mulut.
Melihat semuanya demikian terbakar rasa ingin
tahu, Deni tak dapat mengelak. Dia menghela napas
dan menunda makannya. Sambil menyuapi Marco,
dia bercerita.
300 ""Minggu pagi itu sebenarnya aku berniat mau ke
Depok. Ibuku menelepon, rematiknya kambuh lagi.
Aku ingin menengoknya sekalian memberi suntikan
atau obat.
""Sedang aku siap siap mau berangkat, tahu tahu
ada telepon dari Tono, anaknya Oom Karim. Katanya, ibunya Tante Leila, adik ayahku mendadak
kena serangan j antung dan minta dipanggilkan aku.
Kukatakan bahwa aku sebenarnya mau ke luar kota,
apa dia nggak bisa manggil dokter lain yang lebih
dekat dengan mereka! Maklum, tempat mereka kan
sudah mendekati Serpong, dari rumahku ke sana,
dari sana ke Depok, mana kalau lalu lintas macet...
Wah, bayangkan saja makan hatinya! Tapi Tono
ngotot memaksa. Akhirnya terpaksa kusanggupi.
Aku telepon ibuku, memberitahukan aku akan telat
sedikit, mau ke Serpong dulu, nggak usah ditunggu
makan siang.
""Nah, bayangkan bukan main dongkolnya aku
ketika ternyata Tante Leila nggak ada di situ!"
""Hah !" Semua orang terkesiap, ada yang berse
ru tertahan, bahkan Triska sempat berdebardebar
mendengarnya.
""Ibunya ternyata ada di Puncak, di Vila mereka! Tono ngotot, dia sudah mengatakan itu padaku, tapi aku yakin dia bohong. Seharusnya saat itu
aku sudah langsung curiga, ada apa-apa yang ku
301 rang beres. Tapi sekali itu otakku yang cemerlang
rupanya sedang tidur." Deni meringis sementara
Roy nyengir-nyengir kuda. ""Barangkali cum laude
di ijazahmu itu kurang sah!" serunya dengan wajah
penuh harap, mungkin mendoakan dugaannya itu
tidak meleset. ""Nggak mungkin, dong, ada orang
begitu beruntung! Sudah dapat Triska, masa cum
laude-nya juga sah " sambungnya dengan belingsatan melirik sana sini, mau mengumpulkan pengikut.
Sayang rupanya saatnya kurang tepat. Orang lebih
tertarik pada cerita Deni, tak ada yang menggubris
permohonan dalarn matanya. Roy pun terpaksa
menunda mosinya dan menghentikan cengirannya.
""Setengah memaksa, setengah membujuk, Tono
berhasil mengajak aku ke Puncak. Setiba di sana,
ibunya ternyata segar bugar! Aku betul-betul sengit
dan mau segera angkat kaki dari sana. Tapi saat itu
sedang hujan dan perutku kebetulan sudah lapar.
Tante Leila yang selalu ramah padaku itu mengajak aku makan. Perutku nggak bisa menolak. Habis
makan barulah aku diizinkan berangkat. Ternyata
Tono juga mau ikut pulang. Cuma Tante Leila dan
Oom Karim yang tinggal, mereka bilang, mau ting
gal semalam lagi."
""Gimana kau sampai masuk ke jurang begitu "
tanya Roy tidak sabaran.
""Waktu itu jalanan licin sekali. Hujan masih
302 turun meski nggak terlalu deras, tapi lumayan, aku
harus memasang lampu dan menghidupkan kipas
air terus-menerus."
""Kau luka parah begitu, tapi Odi kok cuma lecetlecet!" ujar Kris menyambung Roy.
""Aku sendirian, kok!" seru Deni.
""Hah !" Semuanya lagi-lagi terkesiap, berseru
tertahan.
""Jadi plester itu cuma tempelan saja!" Kris
menggeleng.
""Makin asyik saja nih kedengarannya!" Sumi
menciap.
""Semula, Odi memang ingin ikut mobilku. Tapi
segera ku katakan, aku mau langsung ke Depok.
Jadi terpaksa dia ikut mobil Tono bersama Nila. Sekarang aku ingat, heran juga Odi nggak maksa mau
ikut!"
""Jadi Nila dan Odi sudah lebih dulu ada di Pun
cak Ngapain " tanya Triska mengerutkan kening.
Kedengarannya makin aneh! Ada apa-apa yang busuk, nih! ""Mungkin Odi sebenarnya memang nggak
mau ikut mobilmu!"
Deni mengangkat bahu. ""Entahlah. Mungkin
berakhir pekan biasa. Lalu dijemput oleh Tono. Itu
menjelaskan kenapa istri dan anak-anak Tono nggak ikut. Kalau mereka ikut, pasti mobilnya nggak
muat."
303 ""Cerita embel-embel ini nanti saja!" protes Roy
bertepuk tangan minta perhatian. ""Sekarang lekas
ceritakan gimana kau sampai terjun bebas begitu!"
"Kecelakaan biasa, kurasa. Tono ingin mendahului aku, kebetulan kita sedang di jalan mudun
mendekati tikungan. Sebenarnya dari depan sudah
kelihatan ada truk besar. Aku juga kurang mengerti kenapa Tono gegabah begitu. Tapi barangkali dia
sudah nggak bisa mundur lagi. Rupanya dia malah
tancap gas supaya bisa melewati aku sebelum berpapasan dengan truk itu. Tapi perhitungannya meleset. Truk itu melejit lebih cepat dari perkiraan. Untuk menghindarinya, Tono tentu saj a terpaksa mepet
ke kiri. Dan untuk menghindari tabrakan dengannya, aku buru-buru banting setir ke kiri tapi rupanya
terlalu banyak, ditambah jalanan licin dan mudun,
jadi mobilku terlalu cepat turun, menyenggol batu
pinggiran jalan, terus melaju ke pinggir, makin ke
pinggir, dan akhirnya nggak ada apa-apa lagi! Cuma
kabut putih. Untuk sedetik aku merasa bagaikan
melayang, lalu benturan yang menyakitkan, lalu
aku nggak ingat apa-apa lagi! Setiba di rumah sakit,
Joko bilang, aku sempat siuman dan bicara seben
tar, tapi aku nggak ingat lagi."
""Apa kau nggak ngerem " tanya Nero penasaran.
""Secara reHeks pasti aku injak rem, tapi tahu
304 kenapa, kok mobil itu nyelonong terus! Barangkali
saking paniknya, aku kelupaan ngerem Hm, mun
gkin saja."
""Walaupun kau injak sekuat-kuatnya, kau tetap
akan masuk jurang, Den!" ujar Kris membuat semua
mata menoleh padanya. ""Sebab rem itu blong! Polisi yang bilang!"
""Hah !" mereka berseru tertahan. Triska tiba tiba melihat Deni terbengong seakan melihat hantu,
sampai-sampai tidak diketahuinya Marco sedang
berdiri celangap di depannya menunggu suapan.
""Daddy! Daddy!" serunya mengguncang guncang tangannya. Barulah dia tersadar dan menoleh.
Tapi Triska yang duduk di seberangnya sempat
menangkap rasa takut yang menggelepar-gelepar
dalam matanya. Apakah Deni sudah menduga bahwa ada permainan j ahat di sini Bahwa dia sengaja
mau dienyahkan
""Marco, ayo, Mami yang suapi," panggilnya.
""Lihat, Daddy belum sempat makan, tuh!"
Marco memandang piring ayahnya, lalu menoleh pada ibunya dan mengangguk. Triska mengambil piring anaknya dari tangan Deni.
""Biar ku suapi. Aku sudah selesai makan. Nanti nasimu keburu dingin," katanya pada Deni yang
manggut tanpa komentar. Air mukanya masih keli
hatan seperti orang yang baru saja mendengar ses
305 uatu yang tidak masuk akal.
""Coba ingat-ingat, pernahkah Tono mendekati
mobilmu " tanya Kris.
""Seingatku, nggak. Tapi mungkin saj a nggak kulihat!"
""Waktu kau makan, apa Tono juga ikut makan "
tanya Triska.
""Waktu aku makan..." Deni menatap Triska dengan roman terkejut. Lalu gumamnya, ""Aku juga
heran kenapa dia nggak mau ikut makan. Tapi dia
meyakinkan ibunya, sebelum berangkat dia sudah
makan nasi goreng dua piring, jadi masih kenyang."
""Mungkinkah saat itu diutak atiknya rem itu "
gumam Kris seakan tengah berpikir.
""Pasti!" seru Triska.
Deni menatapnya seraya menggeleng. ""Kita ng
gak bisa membuktikannya, Tris!" keluhnya.
306 Bab 9
"SEHARUSNYA kau biarkan aku mengatakan
pada Deni apa yang terjadi ketika dia di rumah
sakit." Kris menyesali adiknya. ""Dia harus tahu,
Odi telah berusaha membunuhnya! Juga mengenai
pembicaraannya dengan Nila yang pernah kau dengar dalam WC di Depok."
""Aku nggak mau terjadi perang saudara dalam
keluarganya, Kris. Kalau Deni tahu, lalu diteruskan
pada ayahnya, pasti terjadi keributan. Mereka nggak bakal terima main dituduh sembarangan, sebab
kita kan nggak punya bukti. Kris, yang penting kan
Deni sudah tertolong. Buat apa kita bikin dia pusing
memikirkan kemungkinan ini dan itu "
Walaupun kelihatan masih kurang puas, Kris ti
dak mau membantah. Dia cuma menarik napas panjang-pendek.
""Ingat, Kris, Papa Mama juga j angan dikasih
tahu! Kalau Papa tahu, pasti diadukannya ke ayah
Deni! Biar yang tahu cuma kita bertiga, kau, Marti,
dan aku!"
""Huh!" Kris menarik napas berat. ""Aku khawatir
307 ini akan membawa akibat yang nggak diinginkan!
Aku tetap berpendapat, sebaiknya kita beritahu...
Oke, oke, semaumu! Aku takkan berdebat mengenai keputusanmu. Asal kau yakin, memang itu jalan
yang terbaik, ya oke! J angan nanti kau menyesal!"
""Sabar, Kris. Kita pasti akan punya kesempatan untuk memberitahu mereka. Tapi sebelum bisa
membeberkan semua itu, kita harus mengumpulkan


Sepagi Itu Kita Berpisah Karya Marga T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bukti bukti dulu."
""Di mana akan kita cari "
""Aku juga nggak tahu," keluh Triska setengah
putus asa. Dan bukan masalah itu saja yang membuatnya putus asa.
Triska sudah bersiap-siap untuk melaksanakan
kaulnya. Dia akan kembali pada Deni dan melupakan semua yang pernah direncanakan Deni bersama Odi. Sebelum kecelakaan di Puncak itu, Deni
sudah berkali-kali berusaha melakukan rekonsiliasi
dengannya, membujuknya dengan segala macam
cara, dan merayunya setiap ada kesempatan. Selama itu dia selalu mengelak. Pertama, karena men
dongkol mau dijadikan tumbal agar orang lain bisa
mendapatkan warisan, dan kedua, karena khawatir
Odi akan nekat menjelek-jelekkannya ke koran.
Tapi sekarang semua itu akan berubah, pikirnya
tegas. Aku takkan peduli lagi apa yang mau dilaku
kan Odi. Dan aku yakin, aku sudah bisa memaafkan
308 Deni. Ketika dia dalam keadaan antara mati dan hidup, baru aku sadar bahwa aku sangat, sangat, sangat
mencintainya, lebih dari cukup untuk memaafkan
segala perbuatannya di masa lalu.
Kini Triska tinggal menunggu isyarat belaka.
Begitu Deni mendekati dan membujuknya, dia pasti
takkan menghindar lagi. Aku akan menerimanya!
Aku akan kembali ke rumah kami bersama Marco!
Ah, alangkah bahagianya kalau semua itu terlaksana.
Sayang, angan-angan itu belum juga terlaksana,
bahkan tampaknya jauh dari kenyataan. Masalahnya
cuma satu. Deni. Sejak dia keluar dari rumah sakit
dan tinggal di Depok, tingkah lakunya agak berubah, paling sedikit terhadap Triska. Mungkin orang
lain kurang memperhatikan, tapi yang bersangkutan
merasakannya.
Deni memang masih suka mengeluh sakit kepala
atau terkadang pusing tujuh keliling, sehingga dia
dianjurkan untuk mengambil cuti panjang selama
tiga bulan. Joko memberitahu Triska, ""Enam bulan
mendatang ini masa kritis. Kalau tidak terjadi apaapa, barulah kita bisa bernapas dengan lega."
Triska tahu, pasien yang mengalami trauma
kepala yang berat memang terkadang menunjukkan
perubahan kepribadian. Mungkinkah Deni sedang
dalam fase ini Ataukah dia memang sengaja mau
309 menghindari aku Masa begitu mendadak Kuperhatikan, terkadang dia sama sekali tidak memedu
likan aku, seakan aku tidak hadir di dekatnya. Masa
sudah berubah hatinya terhadapku
Triska tak bisa menerima penjelasan itu. Jadi
satu-satunya alasan yang masih mungkin adalah
memar otak yang berat itu. Ya, Deni agak berubah
gara gara kecelakaan yang dialaminya. Tapi itu pasti akan berlalu, lambat atau cepat, hiburnya dalam
hati.
Ketika dia berulang tahun pada bulan Februari,
Deni masih cuti, namun sudah mulai membawa mobil lagi. Ia dibelikan mobil yang baru oleh ayahnya,
gaya terbaru dan termahal, model sport, warna putih
bergaris-garis hitam, dengan tambahan ekstra komputer khusus yang dapat memberi peringatan kalau
ada kerusakan, sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan, misalnya karena rem tak bekerja.
Seminggu sekali ia menemui Marco. Anak itu sering kali diboyongnya ke Depok, esoknya baru diantarkan kembali. Triska tidak punya alasan untuk
mencegah, dan Deni juga selalu minta persetujuan
nya dulu. Marco tentu saja senang sekali sebab di
Depok ada kolam renang. Yang agak mengecilkan
hati Triska adalah, kenapa Deni tak pernah mengajak atau menawari agar dia ikut serta bukankah
dengan begitu Deni tak usah capek capek mengan
310 tarkan kembali anak itu esoknya
Terkadang Deni cuma datang dan main sehar
ian di tempat Dokter Justin, sorenya pulang. Tapi
bahkan pada saat-saat seperti ini pun Triska merasa
bahwa Deni mulai menjauhinya. Hal pertama yang
disadarinya adalah gitar yang selalu dibawanya bila
datang ke tempatnya. Sejak kecelakaan itu, Deni
tak pernah lagi membawa bawa gitarnya, bahkan
di Depok pun Triska belum pernah mendengarnya
memetik alat musiknya kembali.
Karena keadaannya, Deni menolak ulang tahunnya dirayakan. Masih belum tahan mendengar
kegaduhan dan gegap gempitanya sebuah pesta,
kilahnya. Tapi konco-konconya yang tidak butuh
undangan seperti Nero, Kris, dan Roy, ya tetap
muncul tak bisa ditolak.
""Tahun ini aku prei dulu, nggak mau ulang ta
hun. Ngapain kalian ke sini " tegurnya.
""Alasan pertama, tentu saja mau memberimu
selamat ulang tahun," ujar Nero mengiming iming
dengan bungkusan kado dalam tangannya. ""Nggak
peduli kau nggak mau merayakan, sang waktu tetap
nggak bisa ditahan."
""Bukan begitu caranya mau awet muda," sindir
Roy membuat Triska nyaris meledak tertawa.
""Umur tetap mesti ditambah, dengan atau tanpa
pesta ulang tahun."
311 ""Alasan kedua," sambung Nero Toma, ""ya kami
sudah kangen sama kepandaian masak ibumu!"
Semua nyengir sambil merabai perut masingmasing.
""Tapi karena hari ini nggak pesta, ibuku nggak
bikin apa-apa. Dan aku kan sedang diet, jadi cuma
ada sayur bening. Gimana kalau kalian ke Kentucky
saja, makan ayam goreng "
""Seorang SATU ayam " Kris menegaskan.
""Aku nggak melarang!"
Mereka saling pandang sambil bergumam, ""Daripada cuma sayur bening, mendingan ayam, dong!"
""Iya, daripada cacing cacingku dibiarkan nganggur
seharian...."
""Oke, deh!"! seru Nero yang rupanya sudah
mengangkat diri sebagai juru bicara. ""Kau mau
ikut Atau cukup memberi kita uangnya "
""Lho!" Deni mendelik berlagak heran. ""Kok aku
yang harus bayar Yang lapar siapa Yang mau siapa Nah, bayar dong masing-masing, cara Belanda!
Aku sih cukup sayur bening saja."
""Buset! Kalau sudah bisa cecuitan kau jadi bertingkah, ya!" Roy mendumal. ""Sayang kenapa saat
itu aku nggak nekat saja! Coba kumasukkan udara
ke dalam jantungmu Sssh!" Roy menggores lehernya dengan telunjuk.
""Pemerasan!" gumam Deni. ""Aku kan sedang
312 cuti, nggak ada penghasilan, mana mungkin nraktir,
makan juga ngemis sama ibuku. Sudahlah, kalian
makan sayur bening saja, nanti aku minta ibuku
mengeluarkan seekor ayam yang sudah lama mati
dari kulkas. Cukup kan satu untuk semua "
""Pelitnya!" Nero ngomel. ""Kau ini ulang tahun
tiap bulan atau setahun sekali, sih Jangan bikin
malu aku di depan istriku, dong! Mana rasa persahabatan kita Masa makan saja nggak dikasih! Aku
sudah menyuruh Lupita puasa sejak tengah malam,
nggak makan, nggak minum, maksudku biar di sini
bisa diisi buat jatah tiga harian, lumayan kan bisa
irit ongkos dapurku. Tapi sekarang... Sayur bening!
Sama ayam! Ayam mati lagi!"
""Matinya sudah lama lagi!" sambung Kris.
""Eh, kulihat kepalamu nggak ada rambutnya.
Kau mulai botak, ya " seru Roy dengan lagak mensyukuri.
""Wah, botak kan justru menunjukkan kejantanan!" tiba-tiba terdengar suara merdu dari samping,
kiranya Lupita, sang ahli rambut, yang bersabda.
""Kan berarti androgen atau apa, Tris Horman yang
dijual Tabib Fachrudin untuk menguatkan syahw...
Ehem! Pokoknya, hormonnya tinggi, tenaganya..."
""Hei, rupanya diam-diam kau suka membaca
buku-buku di lemariku, ya!" Nero berlagak menghardik. ""Aku mesti hati-hati," sambungnya pada
313 diri sendiri. ""Lama-lama nanti dia bisa lebih pintar
dari aku."
""Ini kan bekas pengeboran yang dilakukan si
Joko!" ujar Deni merabai kepalanya.
Saat itu muncul Nyonya Desi menyalami mereka. Nero langsung mengadu dengan suara memelas.
Dia memang bekas pemain sandiwara di sekolah,
dan selalu kebagian peran kacung, tapi terha dap
Lupita dia mengaku selalu jadi pangeran, bahkan
pernah dicalonkan untuk jadi Hamlet, itu pangeran
dari Denmark. Sayang tonilnya dibatalkan sebab
kurang biaya, tapi dia masih ingat kalimat yang
harus diucapkan oleh Hamlet, To be, or not to be.
""Tan, mohon keadilan, nih. Kami semua sudah kelaparan, Lupita sudah puasa sejak tengah malam,
tapi Deni bilang..."
""Oalaa, kenapa kalian diam diam saja Ayo, sini
ikut! Makanan sudah lama menunggu, kok!" ujar
ibu Deni menggiring mereka bagaikan induk ayam
dengan anak-anaknya.
Tak usah disebut lagi betapa hiruk pikuknya
mereka berteriak ketika melihat makanan berlimpah, serba lezat dan menarik untuk dipandang.
Walaupun Deni kurang mengacuhkannya, Triska juga terhanyut arus gembira tamu-tamu tak diundang itu. Hatinya baru merasa kecut ketika dia
beramprokan dengan Odi di belakang, dekat dapur
314 kotor. Triska langsung teringat pada Kris yang tidak
setuju perbuatan Odi didiamkan saj a.
""Sedang apa kau di sini " tegurnya betul-betul
heran. Triska menyangka, setelah kepergok begitu, Odi pasti akan jera dan takut, dan takkan berani
muncul lagi dalam radius sekilometer dari Deni. Tidak dinyana, sekarang dia malah berani datang lagi
ke kandang macan!
Bukan saja berani, tapi juga agak kurang ajar.
""Apa aku harus permisi dulu padamu sebelum ke
sini " dia balas bertanya dengan menantang. ""Ini
bukan rumahmu! Kau nggak bisa mengusirku!"
""Pasti kau kebetulan main ke rumah Nila, terus
diajaknya kemari, sebab dia mau mengurut tanten
), ya. ""Bukan urusanmu!" uj arnya ketus dengan wajah
nyureng, lalu mengentakkan kaki dan meninggalkannya.
Triska mengawasi Odi berlalu ke kebun belakang. Tiba-tiba ditepuknya dahinya seakan baru
sadar. Tentu saja! pikirnya. Selama orangtua Deni
tidak tahu mengenai persekongkolan Odi dan Nila,
mereka takkan mempersonanongratakan Nila. J adi
selama Nila masih dianggap persona grata di sini.
Keduanya tahu, rahasia mereka belum terbongkar.
Dan selama akal bulusnya belum ketahuan, Odi
rupanya tidak melihat alasan untuk menghilang dari
315 lingkungan Deni.
Triska mulai merasa menyesal, kenapa tempo
hari tidak dibebernya niat Odi untuk membunuh
Deni. Dia tidak menyangka sama sekali bahwa
kedua orang itu Nila dan Odi masih cukup tegar
untuk datang ke sini Kalau begitu, apakah mereka
juga akan punya keberanian untuk nekat sekali lagi
Apakah Deni masih dalam bahaya
Triska makin menyesal ketika beberapa saat
kemudian sempat dilihatnya Odi sedang tertawa ta
wa bersama Deni. Sayang dia berdiri cukup jauh,
sehingga tak dapat menangkap apa yang dianggap
mereka lucu, tapi tidak syak lagi Deni menikmati
betul kebersamaan itu.
Bel alarm dalam kepalanya mulai berdering
beberapa bulan kemudian, menjelang ulang tahun
Marco yang kedua, ketika anak itu kembali dari libur akhir pekannya bersama ayahnya di rumah Ne
nek Desi.
""Mami! Mami!" serunya berlari ke dalam pelukannya. ""Daddy mengajak Marco makan ayam
Kentucky! Enak, deh!"
""Berdua saja Nenek nggak ikut " tanyanya
sambil mengecup pipinya. Baru ditinggal nginap
semalam saja, rasanya sudah kangen banget! pikir
Triska.
""Nggak, Mam. Bertiga, sama Tante Odi!"
316 Kring... Sesuatu dalam kepalanya langsung
menyetrum seakan peringatan ada bahaya. Pikiran
nya segera mengkaji semua yang telah terj adi selama ini.
Sejak kecelakaan itu, Deni memang lebih sering
mengajak Marco menginap ke Depok daripada dia
sendiri yang bertandang seharian di rumah Dokter
Justin. Alasannya, Marco sekarang sudah besar, bisa
dibiarkan sendiri, tak perlu dijagai terus. Juga karena Nenek Desi kangen. Setiap akhir pekan Deni tak
pernah absen, tapi sekarang sudah jarang main lama-lama di tempatnya. Paling-paling datang hanya
untuk menj emput anaknya. Dia juga tak pernah lagi
meminta Triska untuk main piano, sedangkan gitar
kesayangannya pun tak pernah lagi dibawanya.
Kira-kira sebulan yang lalu Deni sudah mulai
dinas lagi. Biasanya, sebelum kecelakaan, tiap hari
dia tak pernah absen berkunjung ke Bagian Anak
atau menelepon. Kalau tak ada yang akan dibicarakan, katanya, ya sekadar mau bilang ""apa kabar".
Tapi sekarang, sudah empat minggu dia masuk lagi,
namun belum SEKALI PUN menghubunginya,
apalagi mengajak makan seperti biasa!
Kenapa aku tidak mendusin dari dulu Kenapa
aku tenang-tenang saja padahal tanda tanda bahaya sudah muncul berkali kali Seandainya Odi
memang mencintai Deni dan Deni ingin kembali
317 padanya, mungkin aku terpaksa merelakan walau
hatiku sakit. Tapi, setelah aku tahu dari pengakuan
nya sendiri bahwa dia sama sekali tidak peduli akan
Deni, bahwa yang diincarnya hanyalah semata-mata warisannya, bagaimana aku bisa berdiam diri melihat Deni diseret masuk ke dalam jaring laba-laba
black Widow" yang ganas itu ! Tapi bagaimana aku
akan mampu mengisiki Deni tentang bahaya yang
mengancamnya tanpa menimbulkan dugaan padanya bahwa tindakan itu semata mata disebabkan oleh
rasa cemburu belaka Deni bukan orang bodoh. Dia
pasti akan berpikir, kalau memang Odi pernah kupergoki dalam situasi seperti yang kukatakan, kena
pa bukan sejak dulu kuadukan pada orangtuanya
Kenapa aku diamdiam saj a Masa karena aku merasa harus melindungi Odi serta menutupi kebusukannya
Kalau Deni sampai berpikir begitu, pasti dia tak
kan percaya padaku! Lalu apa yang harus kulakukan
untuk menyadarkannya Hampir pecah kepalanya
mencari jalan, namun semua terasa buntu. Semen
tara itu tiap minggu Marco melaporkan diaj ak daddy nya ke sana, ke sini, dan hampir selalu menyelip
Tante Odi ! Huh! Triska mulai panik. Apakah Deni
sedang membiasakan Marco dengan Odi
Betulkah bisa terjadi keajaiban seperti ini Su


Sepagi Itu Kita Berpisah Karya Marga T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

* Sejenis laba-laba beracun
318 dah berusaha membunuh tapi berbalik malah berhasil mendapatkan cintanya
Triska berpikir-pikir untuk melarang Deni mengaj ak Marco menginap di tempatnya. Deni sekarang
sudah kembali ke rumahnya sendiri, bekas rumah
mereka bersama, sebab Depok terlalu jauh dengan
tempat dinas. Tapi setelah mengkaji bolak-balik,
Triska terpaksa membatalkan rencana itu. Marco
sudah begitu lekat dengan ayahnya, tak mungkin
memisahkan mereka berdua, apalagi melarangnya
jalan-jalan dengan daddy-nya. Selain itu, tidak adil
rasanya menghalangi Deni mencintai anaknya dua
hari dalam seminggu, sedangkan aku mempunyai
kesempatan sebanyak lima hari! Tambahan lagi,
Marco berguna sebagai ""mata-mata"! Bila dia melaporkan, ""Nggak, Mam! Tante Odi nggak datang!"
senang rasanya hatiku!
Demikianlah hari berganti hari, minggu berganti
minggu, sebulan pun berlalu lagi, dan Triska masih belum menemukan j alan untuk mendekati Deni.
Waktu malahan kurasakan menyeret hatinya sema
kin menjauhi diriku! Ketika pada suatu hari dike
nakannya celana jeans untuk mengantarkan Marco
ke pesta ulang tahun seorang anak tetangga, baru
disadarinya bahwa tubuhnya memang betul sudah
lebih kurus seperti yang dikatakan ibunya serta
Marti. Kenapa Deni tak pernah memberi komentar,
319 padahal dulu dia selalu memperhatikan keadaannya. Kalau sekarang dia memperhatikanku, pasti dia
akan melihat bahwa aku sudah semakin kurus!
Namun sia-sia ditunggunya perhatian dari Deni.
Terkadang dia malahan tidak merasa perlu untuk
masuk ke rumah. Cukup ditekannya bel, pintu ter
buka, dan dibawanya Marco pergi. Anak itu tak
perlu dibekali pakaian sebab ayahnya juga banyak
membelikannya baju serta mainan dan buku yang
ditaruhnya di sana. Triska pernah berpikir, mungkin
itu taktik Deni agar Marco tetap bergairah untuk
datang ke tempatnya, memakai lagi bajubaju bagusnya, bermain main dengan mainan kesayangan, dan
jalan-j alan ke mana-mana.
Akhirnya Triska memberanikan diri untuk
menghadapi Deni dengan masalah ini. Sudah cuk
up lama dibiarkannya situasi itu makin lama makin
lepas dari kontrolnya. Waktu itu sekitar pertengah
an Juni, Sumi sudah berangkat ke Amerika bersama
Hansa dan Linus, dan kartu posnya yang pertama
pun sudah tiba.
Ketika Deni datang mengantarkan Marco kembali, Triska menghadangnya. ""Jangan pulang dulu,
Den. Ada yang perlu kubicarakan."
Deni menaikkan keningnya seakan baru kali itu
melihatnya atau seakan heran, kok tumben ditahan
pulang.
320 ""Yuk, kita ke belakang," ujar Triska mengajaknya ke gazebo.
""Ada urusan apa, Tris " tanyanya setelah duduk
berhadapan.
Biasanya kau selalu ingin duduk di sebelahku!
Sekarang kau tak mau lagi bersentuhan!
""Apa kau sudah serius lagi dengan Odi "
""Wow! Datang datang kok ditodong!" sanggah
Deni mencoba tertawa.
""Aku serius! Kau harus menjawab!"
Deni malah jadi menunduk seakan tak berani
membalas tatapannya. Melihat yang diajak bicara
kelihatan tidak mau menjawab, Triska menerus
kan, ""Nggak apa-apa kalau kau serius dengannya.
Kan perpisahan kita tujuannya memang supaya kau
kembali padanya."
Uh, aksi, berlagak nggak apa-apa, padahal hatiku merintih kesakitan! Den, kau biasanya pintar
menebak isi hatiku, kenapa sekarang kau tidak bisa
tahu apa yang kuinginkan
""Tapi aku keberatan kalau kau membawa bawa
anak kecil dalam kencanmu. Kalau kau ingin kencan serius, pasti kau ingin berduaan saja, bukan
Masa mengajak bocah, kan kasihan cewekmu, nggak leluasa misalnya mau... ehem... ngomong atau...
atau ..."
Keren! Terus saja pura pura nggak apa-apa ka
321 lau dia mau balik sama Odi. Kasihan cewekmu
Matamu, kasihan! Rasanya tak ada yang lebih
menggembirakan hatiku daripada mendengarnya
kecebur dalam adonan dodol yang bergolak-golak...
Iiih, gurihnya!
Deni mengangkat kepala dan menatapnya. ""Sebelum kujawab, aku ingin tahu dulu, betulkah kau
nggak keberatan aku pacaran dengan ... "
""Oh, nggak, nggak!" Triska memotong cepat,
tidak sanggup rasanya mendengar nama itu keluar
dari bibirnya. "Bukankah perpisahan kita tuju ..."
""...annya memang supaya aku kembali padanya!"
Deni menyerobot kalimatnya dengan senyum
getir. ""Kau belum juga mau memaafkan aku,"
keluhnya.
Dasar laki laki! Tarik muka sedih, berlagak ingin dimaafkan, padahal pacaran di luaran begitu
gencar!
""Bukan itu yang jadi isu sekarang, Den. Aku
ingin kau jangan menyeret nyeret Marco ke dalam
kencanmu!"
"Justru karena aku sudah serius, jadi anak itu
kuajak," tukas Deni pelan. ""Bukankah dia harus
dibiasakan dengan kehadiran... Odi bersamaku "
Triska merasakan hatinya ditusuk-tusuk sembilu, tapi dipaksakannya tetap tenang. Kalau bisa,
322 usahakan tersenyum sedikit! Perlihatkan padanya
bahwa jantungmu tidak ngamuk, saluran air mata
mu sudah tak berfungsi dan hatimu sudah kau jual
di tukang loak! Ya, senyum begitu! Bagus! Sekarang tampilkan sikap profesionalmu di kamar prak
tek, anggaplah Deni seorang pasien belaka.
""Den, bolehkah aku mengajukan permohonan "
""Tentu, tentu!"
""Jangan ajak-ajak Marco lagi bila kau sedang...
ngngng..." Triska tak berhasil menyelesaikan kali
matnya. Untung Deni masih bisa mengerti maksudnya. Dia mengangguk serius berkali-kali, dan malahan minta maaf.
""Kalau memang begitu kehendakmu, akan kuperhatikan. Maafkan aku, Tris. Apakah aku menyakiti hatimu "
Triska nyaris tertawa. Hatiku sudah j adi barang
loakan, mana mungkin bisa disakiti lagi!
""Tentu saja nggak!" sahutnya mantap.
Dan Deni menepati j anj inya. Sej ak itu Marco tak
pernah lagi melapor ada Tante Odi bila dia tengah
bersama ayahnya. Untuk seminggu-dua minggu
Triska memang merasa tenteram. Namun lama
lama dia justru jadi resah. Marco tak dapat lagi di
andalkan sebagai mata-mata, sebab itu permintaannya sendiri. Sekarang aku takkan tahu bagaima
na perkembangan hubungan Deni dengan Odi!
323 Jangan jangan nanti tahu-tahu aku disodori kartu
undangan! Mati aku! Betulkah laki laki itu selain
buta warna juga cenderung buta cinta Masa kau
tak dapat membedakan cinta sejati dengan kepurapuraan Masa kau tak dapat menyadari bahwa yang
dirindukan oleh perempuan itu adalah uangmu dan
bukan kecupanmu Masa calon profesor seperti kau
bisa keblinger begini Aku harus berusaha men
yadarkannya sebelum terlambat!
Tapi hal itu lebih mudah diucapkan daripada
dilaksanakan. Waktu terus berlalu bagaikan sungai yang tak kenal lelah, mengalir sepanjang masa,
mencari muara. Tak disadarinya, ulang tahunnya
yang ketiga puluh satu sudah tiba, dan berlalu. Musim huj an pun bertamu lagi. Cuaca sering mendung,
kebun basah, pepohonan dan bunga-bunga tampak
segar, ikan-ikan di kolam masih sibuk hilir-mudik
dalam kebisuan, dan bunga teratai sudah bertambah
sekuntum lagi.
Sumi sudah balik dari Amerika, membawa oleh
oleh banyak, termasuk perutnya yang gendut. Kisahnya cukup menegangkan. Ternyata dia benar
benar melaksanakan apa yang diinginkannya. Dia
324 berhasil hamil dengan memilih j enis kelamin anaknya, yaitu perempuan. Wajahnya makin berseri, se
bab katanya Hansa semakin memanj akannya.
Triska juga ikut gembira, sebab dia terpilih lagi
untuk menjadi ibu permandian. Hatinya senang
membayangkan akan ikut merawat seorang bayi
perempuan yang mungil. Dia tahu, dengan keadaan
fisiknya serta situasi hidupnya, dia takkan mungkin
bisa melahirkan lagi. Dia sebenarnya ingin juga punya anak perempuan. Karena tak mungkin mempu
nyai anak biologis, ya anak permandian punjadilah,
hiburnya.
Ketika Deni diberitahu mengenai hal ini, ko
mentarnya singkat saja, "Sumi dan Hansa yang beruntung!" Triska tidak tahu apakah mereka disebut
beruntung karena akan punya anak perempuan ataukah karena masih bersama....
Bulan April pun tiba dan berlalu. Marco sudah
merayakan ulang tahunnya yang ketiga. Anak itu
makin tampan, makin cerdas, makin kritis, makin
tegap, makin tinggi, dan makin pintar memikat hati
terutama merayu ibunya bila dia ingin sesuatu.
Setahun lebih sudah lewat, dan Deni dinyatakan
325 sudah bebas dari bahaya. Triska merasa gembira
bercampur cemas. Gembira sebab Deni selamat.
Cemas karena laki-laki itu tampaknya semakin
acuh saja padanya. Ketika Triska berpikir-pikir untuk membuatnya cemburu, tiba tiba Erik mengundangnya untuk merayakan ulang tahunnya di Pulau
Bidadari.
""Kalau kau takut berduaan denganku, jangan
khawatir! Sumi dan Mirsa sudah ku undang, begitu
juga teman teman klik kita seperti Bagelen, Kopro,
dan lainnya. Kris, Roy, Nero, semua akan kuundang. Kupikir nggak ada salahnya mengikat persahabatan dengan dokter dokter ahli, siapa tahu kelak
aku butuh bantuan mereka, kau kan tahu tarif mereka mencekik leher. Kalau kenaikan lumayan, bisa
gratis separo!" Erik tertawa dalam telepon. ""Kau
datang, ya! Aku punya surprise untukmu!"
""Tentu saja!" serunya gembira.
""O, ya, Deni akan kuundang juga, kuharap kau
nggak keberatan. Ajaklah Marco, ini pesta keluarga, kok. Juga biar dia membiasakan diri denganku."
Kalimat yang terakhir sempat membuat darah Triska mengguruh bagaikan air terjun. Hm. Apa tangga
pan Deni bila dilihatnya Erik dan aku kasak-kusuk
Mereka berangkat ke pulau dengan yacht milik
Erik. Kapal pesiar itu warnanya putih, nama ber
warna biru di lambungnya, Trenyuh Isi Kalbuku.
326 ""Nama yang nggak biasa buat kapal," komentar
Triska ketika dia sempat berduaan dengan Erik se
belum naik ke kapal. ""Tapi kapalmu ini cantik sekali, Rik!"
""Secantik orangnya!"
""Eh " Triska menoleh bingung.
Erik tertawa, membuat hati Triska Omega menggelepar gelepar dipecut sejuta emosi yang tumpang
tindih bagaikan benang kusut. ""Mari kuberitahu se
buah rahasia," bisiknya menggamit lengan Triska.
""Coba baca nama kapal ini."
Triska menurut.
""Sekarang baca suku kata pertama saja!"
""Tre i kal." Triska mengerutkan kening.
""Coba lagi!" Erik menganjurkan. ""Pakai sedikit
imajinasimu!"
""Tre-i-is-kal-ka... Tr-is-ka...." Tiba-tiba bibirnya
gemetar, dia tak sanggup menatap laki laki paling
ganteng dalam jagat ini yang masih juga menggenggam tangannya, dan kini berbisik, ""Ini rahasia kita
berdua, Tris. Orang lain tak perlu tahu! Surprise ku
bagimu!"
Cuaca cerah pagi itu, langit biru dengan awanawan putih yang membuat matahari terasa tak terlalu menyengat, angin sejuk yang membelai pipi dan
mengipasi hati yang gerah, ditambah dengan bu
rung burung yang terbang kesana kemari, sungguh
327 pemandangan yang sempurna, pikir Triska ingin
melukis. Namun rupanya dia terlalu cepat membuat
kesimpulan, sebab tak lama kemudian dirasakannya pemandangan itu mulai kacau, dirusak oleh sepotong tubuh langsing dipalut celana hitam yang
ketat dengan blus merah manyala, dari belakang
pun rambut keriting panjang serta bahasa tubuh
yang gemulai itu sudah dikenalinya, milik... siapa
lagi yang bisa berpose segemulai itu selain... Ratu
ASEAN, Odi Bobadila! Heran, siapa yang menga
jaknya Pasti bukan Deni, sebab Deni menjemput
Marco dan aku.
Kegembiraannya jadi ciut sebagian. Triska
mendapati dirinya diam-diam menjadi sibuk memperhatikan beberapa orang tertentu. Yang agak
menghibur hatinya adalah Marco. Anak itu rupanya tidak begitu lekat dengan Odi. Buktinya, tidak
sekali pun dia mendekati T ante Odi atau memanggil
namanya. Kalau Deni menyadari bahwa anaknya
tidak cocok dengan calon yang dipilihnya, mungkin dia akan berpikir dua kali sebelum mengambil
keputusan. Mudah-mudahan.
Yang membingungkannya adalah kedua orang
yang bersangkutan itu sendiri. Sampai pegal lehernya memperhatikan, ternyata Deni dan Odi tak pernah saling menghampiri. Bila yang seorang berdiri
di geladak sebelah kiri, yang lain pasti ada di kanan,
328 jauhnya seperti antara Jakarta dan Surabaya, dari
ujung ke ujung! Triska tak dapat menerka apakah
mereka sedang bersandiwara ataukah itu semacam
taktik baru....
Untuk menghilangkan kekesalan hatinya, Tris
ka pindah, berbelok ke sebelah kiri, dan berdiri di
geladak membelakangi Deni serta Odi. Di bagian
tengah geladak terdapat sebuah bangunan panjang,
rendah, mirip kabin, yang memisahkan mereka dari
dia. Kapal tengah berhenti di tengah laut, untuk
memberi kesempatan pada mereka agar menjadi pawang ikan alias mancing. Triska melihat tadi
betapa antusiasnya Marco menerima pelajaran dari
ayahnya. Bukan main eratnya dia dengan ayahnya!
Melihat Deni demikian mencintai anak itu, Triska
sungguh sukar mempercayai bahwa dia pernah tega
menyuruh bunuh anaknya bersama Odi Yah, kalau dipikir-pikir, hal itu bukannya mustahil buktinya dia mau mengorbankan Marco seandainya
timbul komplikasi, bukan Untung Dokter Kamal
sudah banyak pengalaman, sehingga komplikasi
bisa dihindari.
Triska membiarkan pikirannya menerawang
jauh, sementara matanya mengawasi laut dan daratan nun samar samar yang baru saj a mereka ting
galkan. Dibiarkannya rambutnya bercanda dengan
329

Sepagi Itu Kita Berpisah Karya Marga T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

angin, dibolak-baliknya semua kenangan yang tersimpan dalam ingatan, dilepaskannya dirinya dari
kungkungan masa kini yang menyesakkan.
Tengah dia membenamkan diri dalam arus
masa lalu, mendadak telinganya menangkap suara
harmonika yang merdu. Pemainnya pasti ahli seperti... ah! Aku kenal lagunya! Itu kan Let Me Call
You Sweetheart! Serta merta lembaran kenangann
ya dibalik sampai ke tepi Danau Michigan, malam
terang bulan musim panas. [ am dreaming dear, of
you day by day, Dreaming When the skies above are
blue, when they're grey... Let me call you sweetheart, ] "m in love with you, Let me hear you Whisper
thatyou love me too....
Triska mengej ap-ngej apkan matanya yang membasah. Rasanya baru kemarin dulu mereka berbulan
madu ke sana, dan Deni begitu memukau dengan tiupan harmonikanya sehingga orang orang di sekitar
mereka terdiam semua, mendengarkan. Triska terkenang, betapa dia terhanyut dalam perasaan yang
melambungkannya ke langit ketujuh, sehingga tan
pa malu-malu diiringinya melodi dengan syairnya.
Dan Deni seakan tak puas puasnya mendengarnya
mengatakan ""Let me call you sweetheart," sehingga lagu itu diulangnya berkali kali. Ketika akhirnya
bibirnya capek, dan dia terpaksa berhenti, mereka
dihadiahi tepuk tangan membahana, di malam mu
330 sim panas itu, seabad yang lalu....
Kenapa Deni sekarang meniup kembali harmon
ikanya yang sudah jarang dimainkannya itu Mau
mengajari Marco Kenapa justru dipilihnya lagu
itu Apakah itu merupakan kata sandi bagi si dianya Semacam kode-kode morse yang dipakai oleh
agen agen rahasia
Dia terkejut ketika tahu tahu sebuah tangan
mendarat di bahunya. ""Kau kelihatan murung,"
bisik Erik mempererat sentuhan di pangkal lengan
nya. Triska cuma menanggapi dengan senyum, tak
tahu harus bilang apa.
""Hari yang bagus!" Erik menghela napas seakan
kenyataan itu tidak sesuai dengan harapannya.
""Ya. Untung nggak terlalu panas."
""Takut hitam " Erik tertawa, menunduk memandangnya. ""Aku justru ingin menjadi cokelat. Setiap
minggu aku berjemur di pantai. Waktu di Amerika,
aku sering ke solarium, tapi cokelatnya nggak tahan
lama."
""Hati-hati dengan matahari! Bisa kanker kulit,
lho!"
""Aku tahu. Trims untuk peringatanmu." Erik
menariknya ke dalam pelukan dan Triska membiarkannya. Dia tak kuasa dan juga tak bergairah
untuk menolak, sebab hatinya menjadi lemah, si
331 buk menyesali Erik. Kenapa kau dulu tak pernah
menyurati aku dari Amerika Sehingga kukira kau
sudah lupa padaku. Kenapa kau biarkan aku sendiri di sini Seandainya aku tidak mengenal Deni...
Marco bisa menjadi anak kita, Rik. Pasti lebih ganteng lagi! Dan aku tak usah merana seperti ini, sebab terpaksa menyerahkan suami ke tangan orang
lain.
Seakan bisa merasakan kecamuk dalam pikiran
Triska, Erik juga lebih banyak berdiam diri, menga
lungkan lengannya ke bahu Triska, menghangatkan
tubuhnya, dan sesekali menyapu rambutrambutrrya
yang diacak acak angin. Triska memang tidak men
yanggul rambutnya, melainkan mengikatnya saja
dengan karet berpita biru menjadi buntut kuda.
Sebentar-sebentar buntut itu menyapu wajah Erik
seakan mengajaknya bercanda.
Mereka begitu tenggelam dalam keasyikan ber
pelukan, sehingga lupa waktu dan tidak menyadari
bahwa kapal sudah bergerak lagi. Tahu tahu Triska
seakan tersadar dari mimpi, diseret kembali ke alam
nyata oleh teriakan Marco. ""Mami! Mami! Daddy
mendapat ikan! "
Rupanya harmonika sudah lama berhenti. Suasana terasa hening ketika dia menoleh dan melihat
Marco berlari menghampirinya sambil menunjuk
kan ikan kecil yang menggelepar gelepar di ujung
332 kail. ""Kasihan, Marco! Ikan itu kesakitan, lepaskan
lagi! Terlalu kecil buat dimakan."
Marco menoleh ke belakang. ""Daddy," panggilnya minta bantuan.
Tiba tiba jantungnya berdebar kencang. Matanya yang mengikuti Marco, kini menangkap sosok
yang tengah bersandar di terali Sudah berapa
lamakah dia mengawasi kami Air mukanya keli
hatan tenang apa yang tengah dipikirkannya Seandainya aku diperkenankan menjenguk ke dalam
hatinya, berapa pun kubayar! Hei, kenapa hatiku
jadi gundah Berdosakah aku dipergokinya dalam
pelukan Erik Dia sendiri... ke sana kemari bersama
Odi, begitu bebasnya, dan tidak kelihatan merasa
bersalah sedikit pun! Hei, Tris, bangun! Dunia kan
sudah bukan daerah kekuasaan mutlak laki-laki!
Deni membantu Marco melepaskan kembali
ikan kecil itu. Erik melepaskan pelukannya, dan
mereka semua diundangnya turun ke ruang duduk
untuk makan.
Triska senang melihat Marco sudah lincah
kembali. Sejak beberapa minggu terakhir, anak itu
sempat membuatnya khawatir, sebab sering menge
luh sakit kepala. Tapi diperiksa sana-sini, tak ada
kelainan yang ditemukan. Akhirnya dia terpaksa
menarik kesimpulan bahwa anak itu mungkin ingin
menarik perhatian orang-orang di sekitarnya. Anak
333 yang kesepian atau merasa takut ditinggalkan, biasanya suka menderita keluhan keluhan bayangan
seperti itu.
Triska memutuskan untuk bersikap dewasa dan
tidak akan merusak pesta Erik dengan memperli
hatkan permusuhannya terhadap Odi. Ketika berduaan tadi, dia sempat menanyai Erik kenapa Odi
bisa ada di situ. Erik bilang, diajak oleh Roy. Jadi,
mudah-mudahan kedua insan itu bisa saling setrum,
dan dia serta Deni bisa
""Hei, j angan ngelamun! Nanti duri ikannya tertelan!" seru Sumi tiba tiba di kupingnya. Triska ter
kejut, tapi cepat mengulum senyum melihat teman
nya yang sudah gendut banget, sebab sudah hampir
jalan delapan bulan.
""Sejak kapan ikan punya duri!" Hansa tertawa
menyalahkan sang istri. Sungguh aneh pasangan
ini, pikir Triska. Hansa sering kali menunjukkan
kesalahan istrinya di depan umum, tapi menurut
pengamatannya, laki-laki itu sebenarnya sangat
mencintai pasangannya. Hal itu pun dibenarkan oleh
cerita-cerita Sumi yang suka blak-blakan padanya.
Terlebih sekarang, Linus akan punya adik. ""Wah,"
kata Sumi," sayangnya padaku berlipat ganda!
Hansa tahu diri banget, dia nggak bisa hamil sendiri, jadi bukan main rasa terima kasihnya padaku!"
Sumi membongkar rahasia.
334 ""Rik, kapan sih kau menyusul kita " tiba tiba
Mirsa buka topik. ""Lihat, kita semua sudah punya
buntut, bahkan Sumi mau mengalahkan aku. Kudoakan semoga kembar empat, deh! Biar kewalahan kau ngurusnya, Sum. Apa kau nggak kepingin,
Rik "
Erik tertawa lebar sambil mendecak. ""Ah, daripada pusing pusing kawin, mendingan aku pesan
saj a dari laboratorium. Sepuluh anak sekaligus juga
bisa! Dan persis sama dengan diriku! Kan di Ameri
ka orang sudah bisa bikin bayi dengan cara cloning!
Cuma karena khawatir menghebohkan dunia, mereka nggak mau gembar gembor dengan publikasi.
Ada yang punya delapan anak sekaligus dengan
cara itu, lho!"
""Astaga!" seru Sumi. ""Untung nggak dipublikasikan! Kalau Hansa tahu, bisa-bisa pamorku
langsung turun j adi tukang masak tok!"
""Kau bilang kawin itu pusing " Roy menegaskan seakan tak percaya.
""Betul, kan " Erik memandang Triska dan Deni
bergantian.
""Kau nyindir aku " gertak Triska, dan Erik
lekas-lekas mengibarkan sehelai kertas putih tanda gencatan senjata, gerakannya lucu seperti badut
sirkus, menyebabkan anak anak tertawa.
""Ngomong ngomong soal cloning, boleh nggak
335 aku pinj am Triska buat di clone, Den Aku sudah
telanjur beli cincin habis semua orang yakin kau
bakal pulang ke rumah kita di surga, menjadi malaikat nggak bisa dikembalikan lagi. Sebut, deh,
berapa balas jasanya! Erik juga pasti mau!" ujar
Roy pada Deni.
""Jelas dong! Sebutkan hargamu, Den!"
Nero nimbrung, ""Eh, dia kan anak raja kapal!
Mana butuh duit!"
""Ah, setiap orang pasti punya harga," bantah
Bagelen yang sarjana hukum. ""Dalam kamusku,
nggak ada istilah "nggak mau"! Kalau orang menolak, itu cuma berarti yang ditawarkan kurang tinggi
baginya. Biarpun raj a seribu satu malam, pasti bisa
dibeli!"
""Aku setuju dengan Bagelen," ujar Deni manggut.
""Nah, gimana kalau separo dari Sigma Enter
prise "
""Buset! Bisa-bisa aku dicincang ayahku!"
""Ya kalau pelit, ngidamnya jangan terlalu mu
luk!" sindir Sumi.
""Kelihatannya memang aku ini seperti bergeli
mang duit!" keluh Erik. ""Tapi sebenarnya aku dijatah oleh ayahku! Waktu kuliah di Amerika, aku
pernah coba-coba memperbanyak uangku di Las
Vegas, eh, tahunya malah ludes! Wah, ayahku
336 ngamuk, hampir hampir nggak mau membayari
uang pondokan! Den, kalau aku sanggup, seluruh
hartaku kurelakan untuk barter dengan Tris. Tapi
masalahnya, aku sungguh nggak punya apa-apa.
Kapal ini misalnya, memang atas namaku, tapi itu
cuma taktik untuk mengelabui Jawatan Paj ak!"
""Sudah kuduga!" dengus Kopro yang ahli perpajakan.
""Sayang!" keluh Deni. ""Nasib kita rupanya sama.
Bapak kaya, anaknya jembel. Ibuku bilang, di pasa
ran sedang ditawarkan kalung asli Marie Antoinette
yang dihadiahkan oleh Kardinal de Rohan padanya.
Nah, harganya sekitar separo dari kekayaan ayah
mu. Aku sebenarnya naksir ..."
""Mau kau beli untuk siapa " tanya Kris.
""Jelas untuk cewek! Masa mau dipakainya
sendiri " Nero yang menjawab. ""Tapi siapa orang
yang mau kau umpani semahal itu "
Triska merasa semua orang menoleh padanya, tapi dia sendiri melihat Odi tersenyum penuh
kepuasan. Bel alarm untuk kedua kalinya berbunyi.
Apakah kedua manusia ini tengah bersandiwara,
pura pura sudah tak ada hubungan apa apa lagi
Bukankah itu hanya taktik belaka
""Jadi boleh nggak aku minjam Triska... " Roy
menegaskan.
""Hei, memangnya aku sapi! Main di cloning
337 cloninl Aku perempuan merdeka, nggak punya wali
ataupun sipir! Kalau ada permohonan apaapa, si
lakan berurusan langsung denganku!"
""Lebih bagus lagi!" gumam Roy kegirangan.
Lalu, ""Tris, maukah kau kawin denganku " tanya
Roy dan Erik berbarengan.
Grrr. Suasana bukannya menjadi syahdu, tapi
malah gegap gempita, semua tertawa terbahak.
""Roy! Kau sebenarnya maunya dengan siapa,
sih !" tegur Erik sambil melontarkan pandangan ke
arah Odi yang duduk agak ke ujung. Sebagai tuan
rumah rupanya dia merasa tidak enak melihat ada
tamu yang dikucilkan semua orang, jadi mau diikut
sertakannya sebisa mungkin.
""Kalau yang kau maksud Odi, aku angkat tangan, deh. Gelombang dan frekuensinya nggak bisa
kutangkap ! "
""Memangnya aku siaran radio!" Odi mendum
al tapi Triska melihatnya melirik tajam ke kiri, dan
ketika diikutinya arah lirikan itu, Triska terbentur
pada sepasang mata yang dikenalnya dengan
baik yang juga tengah membalas lirikan maut itu.
Bel alarm berdering untuk ketiga kalinya.
""Aku saja, gimana " Sumi menawarkan diri.
""Harganya bisa berunding."
""Aku sih nggak menganjurkan," ujar Hansa seak
an mau memboikot istrinya. ""Biar harga beli lebih
338 rendah, tapi ongkos maintenance nya akan tinggi.
Sebab Sumi termasuk species yang doyan makan!
Hobinya cuma tiga: makan pagi, makan siang, dan
makan malam. Lihat saja dia makin gemuk, bahan
pakaiannya nggak cukup tiga meter!"
""Ini kan yang disebut hamil, monyet!" bantahnya nyureng. ""Ini bukan gendut! Kukorbankan ke
langsingan pinggangku demi egomu, supaya bisa
jadi bapak!"
Hansa menggaruk garuk kupingnya yang kena
sentil.
""Makanan ini enak-enak, lho! Aku ingin ketemu
sama kokimu, Rik," puji Mirsa yang selalu berusaha
mendapatkan resep baru dari segala penjuru angin.
""Aku nggak punya koki khusus. Ini kan pesan
dari catering nya Ibu Munir di Menteng. Karena itu
aku tuliskan R.S. VP." di kartu undangan, maksudku
supaya tahu berapa yang akan hadir, jadi pesanan
makanan bisa disesuaikan, jangan sampai kekurangan atau kelebihan."
""Sori, Roy," ujar Deni serius. ""Kalau aku tahu
dari dulu, hatimu ada di mana..."
""Dari dulu juga masih di dada kiri!" potong Roy
penasaran.
'59 ""...aku pasti nggak bakal nyerobot
** responde: S'il vouse pldit = mohon jawaban (bila berhalangan)
339 ""Ah, nggak usah pakai sori. Kurasa Triska memang alergi sama aku. Buktinya, setelah jadi janda
kembang pun dia tetap ogah."
""Apa Kurang ajar! Jadi kau coba-coba mau
memukul aku dari belakang " Deni berseru sambil
melotot, bola matanya nyaris copot.
""Lho, lho, lho! Waktu itu kan Triska sudah bukan istrimu lagi! Kita kan penganut pasaran bebas!
Pernah belajar ekonomi nggak, sih Wah, runyam


Sepagi Itu Kita Berpisah Karya Marga T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

punya teman cemburuan begini." Roy menggeren
deng membuat Marti melirik Triska dengan menahan geli.
Sambil guyon begitu, sejam kemudian mereka
mendarat di pulau. Rencananya, mereka akan bermalam di hotel bertingkat lima yang dikelola bersama oleh Pak Agus Melnik serta Pak Petrus Sigma.
Nanti malam mereka akan merayakan ulang tahun
Erik, dan esoknya kembali pulang. Ayah, ibu dan
adik perempuannya serta anaknya sudah lebih dulu
ke sana dua hari yang lalu.
Di samping kompleks gedung tinggi itu terdapat
juga beberapa pesanggrahan dari bambu. Antara
pondok yang satu dan yang lain saling dihubung
kan dengan jembatan kayu, di bawahnya terdapat
air laut.
Triska merasa lega mendengar mereka akan
tinggal di pondok-pondok, tidak jadi dalam hotel
340 yang dingin dan gersang. Karena pondok itu cukup
luas, Triska menyatakan ingin nginap bersama Kris
dan Marti. Juga agar Marco ada temannya. Bobi dan
Marco memang sudah menj adi sahabat.
Saat itu sudah menjelang senja, langit lem
bayung tak terkira indahnya. Burung-burung camar
pun mulai terbang pulang, mengingatkan Triska
pada anniversary mereka yang pertama. Mereka
juga kemari, tinggal di Vila keluarga Melnik, agak
ke utara sedikit dari hotel ini. Dia masih ingat ke
nangan itu.... Mereka duduk-duduk di luar, memandangi burung burung yang cecuitan Kata Deni,
mencari pasangan mereka yang ketinggalan....
Kris dan Marti sedang di dalam pondok, mungkin mau istirahat. Triska keluar dan berdiri di j em
batan, berpegangan pada terali bambu, memandang
ke dalam air di bawah kakinya. Ikan-ikan kelihatan
jelas berenang kian kemari dalam air yang jerih.
Wah, betapa senangnya Marco kalau melihat mereka! Diangkatnya kepala, lalu menoleh kalau-kalau
Marco ada di dekat situ. Tadi anak itu keluar dengan
Bobi, katanya mau ke tempat Daddy.
Triska langsung tertegun dan kaget melihat mer
eka. Deni dan Odi sedang berdiri berdampingan di
depan pondok sebelah kiri. Astaga! Apakah mereka
sepondok berdua Hatinya langsung berdebar kencang. Dilihatnya Deni mengangguk berkalikali se
341 mentara Odi kelihatan ngoceh terus, memuntahkan
kata katanya seperti senapan mesin kaum Sandinis
ta. Jadi selama di kapal itu mereka cuma pura-pura
nggak saling kenal
Triska tidak mendapat kesempatan untuk mencari jawabannya, sebab telinganya langsung diterkam oleh lengking suara Marco yang menerjang
dan menubruknya dari belakang. ""Mami! Mami!"
pekiknya seperti kesakitan. Deni juga mendengar
dan langsung berlari melalui jembatan yang meng
hubungkan kedua pondok mereka.
Triska langsung berlutut dan memeluk anaknya.
""Kenapa anak Mami "
Marco memegangi kepalanya. ""Kepalaaa...
',, sakiiit, Mam keluhnya menangis menjerit j erit.
Deni juga ikut jongkok memeluknya. ""Bilang
dimana sakitnya, Co," pintanya, tapi anak itu tak
dapat menunjukkan di mana yang sakit. Dia me
megang seluruh kepalanya. Tangisnya yang melengking lengking membuat Kris dan Marti tergopoh
gopoh keluar, begitu juga yang lain-lain.
""Marco memang sudah beberapa minggu ini ter
kadang suka pusing atau sakit kepala," Triska men
jelaskan pada abangnya dan semua yang ada di situ.
""Ku kira cuma ulah anak anak ingin dimanj a ...."
Tapi melihat anak itu sekarang betul betul ke
sakitan, Triska tahu Marco memang tidak pura-pu
342 ra. Deni mengangkat dan mendukungnya, dibawan
ya duduk ke atas kursi. ""Jangan takut, Mami sama
daddy akan menyembuhkan sakitmu."
Triska masuk ke kamarnya mencari senter kecil
dari tas, lalu keluar lagi dan memeriksa mata anaknya. Reaksi pupil masih normal. ""Mar, kau bawa
analgesic "
Martina menggeleng. ""Tapi aku punya sedative
untuk anak anak." Dia berlari ke dalam dan balik
dengan kotak berisi suppositoria. Triska mengambil satu, merobek pembungkus timahnya, dan me
masukkannya ke dalam anus. Tangis Marco mere
da setelah obat bekerja. Dia menjadi ngantuk. Tapi
Triska tetap belum tenang. Anak itu masih men
gangkat tangannya sebentar sebentar ke kepala. Dia
berpandangan dengan Deni, lalu mengangguk.
""Ku rasa sebaiknya kita bawa pulang." Deni
juga mengangguk setuju.
""Ada apa " seru Erik yang kelihatan baru muncul, tergopoh-gopoh mendekati kerumunan orang.
Triska menceritakan apa yang terjadi.
""Aku ingin membawanya pulang, Rik. Adakah
kapal yang berangkat dari sini "
""Aku akan mengantarkan kalian," katanya dan
dengan sigap mengambil tindakan. ""Kalian tenang
tenang saja di sini, pesta nggak dibatalkan. Kalau
343 malam ini aku nggak sempat kembali, j atahku biar
dibagi rata saja. Yang pasti, besok kapal ini akan
kembali untuk menjemput kalian bersama orangtuaku. J adi j angan takut, kalian bukan ditinggalkan di
sini."
Kris juga mau ikut pulang, tapi Triska bilang, tak
usah. Cukup Deni bersamanya.
Malam itu juga Marco dimasukkan ke rumah
sakit. Pada pemeriksaan pendahuluan tidak ditemukan kelainan apa-apa kecuali pembengkakan di
bagian belakang bola mata. Triska minta bantuan
Bos Rahwana yang ahli di bidang neurology anakanak. Bos segera datang dan memeriksa cairan otak.
Ternyata tekanannya yang normalnya berkisar antara tujuh puluh sampai dua ratus milimeter air, se
karang melejit sampai ke langit.
Triska kaget sekali dan takut. Berbagai diagnosis berkilat dalam kepalanya. Salah satu yang paling
menakutkan adalah tumor. Anak yang semanis ini
kena tumor di otak
""Bahaya utama dari tekanan yang begini tinggi adalah kebutaan," uj ar Bos tepekur. ""Kita harus
mengeluarkan sedikit cairan otak ini, lalu memberi
cortison. Papilledema ini bukan gejala yang baik."
Begitu ada kesempatan, Triska langsung menelepon orangtuanya. Dokter Justin dan istrinya
segera tiba tak lama kemudian, sebab rumah mereka
344 di Menteng memang tak berapa jauh dari situ. Deni
juga memberitahu ke rumahnya. Walaupun Depok
letaknya jauh sekali, kakek dan nenek itu menyatakan akan segera datang menjenguk cucu tersayang mereka. Deni meminta mereka mampir dulu ke
rumahnya, mengambilkan Snoopy, boneka anjing
yang selalu dibawa tidur oleh Marco bila menginap
di sana.
""Besok akan kita lakukan tes yang lebih terperinci," kata Bos. ""Untuk sementara, cukup ini dulu.
Yang penting anak ini bisa istirahat, sakit kepalanya
dihilangkan untuk saat ini."
Malam itu baik Triska maupun Deni tidak ada
yang ingat makan. Untung Erik keluar membelikan
mereka hamburger serta air botol, dan memaksa keduanya agar mengisi perut. Marco mendapat
makanan ringan dari dapur rumah sakit. Triska
menungguinya, tidak semenit pun ditinggalnya. Bila
dia harus ke WC, barulah dipanggilnya Deni yang
sedang duduk di luar bersama Erik dan orangtuaorangtua mereka berdua, untuk menggantikannya.
Kemudian, disuruhnya Deni keluar lagi, biar dia
sendirian di dalam, sebab kamar itu sempit.
Marco sudah tenang. Matanya sudah berkedapkedip tanda mulai mengantuk, tapi masih dipaksanya untuk melotot seakan khawatir ibunya akan
pergi. Sambil memeluk Snoopy yang disebutnya
345 temannya, didengarkannya ibunya mendongeng
Kancil dan Buaya.
Marco sudah tiga tahun lebih, cerdasnya bukan
main dan cerita dongeng adalah nyamikannya yang
utama. Dia betah mendengarkan berjam jam sampai dipaksa harus tidur.
""Nah, sang Kancil sudah selamat menyeberan
gi sungai dengan melompati buaya-buaya itu, sekarang kau harus tidur, ya. Lihat, temanmu sudah
ngantuk juga!"
""Mami jangan tinggalkan Marco, ya."
Triska mengecup pipi anaknya, kiri lalu kanan.
""Tentu saja nggak. Mami akan menunggui kamu
sampai kamu bangun besok pagi."
""Janji, Mam " pintanya manja.
""Janji!"
""Daddy juga "
""Daddy juga."
Marco mengatupkan matanya, tapi sesaat kemudian sudah terbuka lagi. Ditatapnya Triska dengan
mata setengah mengantuk. ""Mam, apa Oom Erik
akan tinggal bersama kita "
Triska tertegun mendengarnya. ""Kenapa kau
tanya begitu, Marco "
""Sebab Daddy tanya, apa Marco suka sama Oom
Erik, apa Oom Erik sayang sama Marco. Mam,
Oom Erik sayang nggak sama Marco "
346 ""Tentu saja, Sayang."
""Jadi dia akan tinggal sama kita, Mam "
""Apa kamu ingin Oom Erik tinggal bersama
kita "
""Marco mau Daddy yang tinggal sama kita,
Mam. Oom Kris juga tinggal sama Bobi, Mam.
Sama maminya Bobi. Kenapa Daddy nggak mau
tinggal sama kita Apa Daddy nggak sayang sama
Marco, sama Mami "
Triska menggigit bibir seraya mengelus-elus
kepala anaknya. Hatinya trenyuh sekali, tapi apa
yang dapat dilakukannya selain menghibur Marco
""Tentu saja sayang, Marco. Apa kamu ingin sekali
tinggal dengan Daddy "
""Iya. Tapi sama Marni juga! Dua duanya, Mam!"
Triska mengecup kembali anaknya, sekaligus
menyembunyikan air matanya yang mengancam
akan turun. Dipeluknya anak itu erat-erat. ""Oke,
Marco. Mari kita bikin perjanjian. Kamu harus cepat sembuh, dan Mami akan mengajakmu pulang ke
rumah Daddy. Kita berdua akan tinggal bertiga dengan Daddy seperti Bobi dengan papinya. Setuju "
Triska mengulurkan tangan.
Wajah Marco serentak cerah, senyumnya merekah, dan tangan ibunya dijabatnya. ""Setuju!"
""Nah, sekarang tidur, ya."
Marco mengangguk, memeluk temannya lebih
347 erat, lalu mengatupkan matanya. Triska memandangnya sejenak. Untuk saat ini masih oke, pikirnya.
Entah besok... Apa yang akan diberitahukan oleh
tes-tes selanjutnya Apakah biji matanya ini akan
selamat Ataukah...
Triska berdiri dari duduknya di pinggir ranjang
dan berbalik. Dia berjengit melihat siapa yang berdiri di ambang pintu dengan kedua tangan dalam
saku. Waj ahnya serentak terasa panas. Sudah berapa
lama Deni berdiri di situ Apakah dia sempat nguping Ataukah baru saj a masuk
""Sudah tidur," ujarnya tanpa ditanya, sekadar
mau menutupi gejolak dalam dadanya. Kenapa dia
menatapku seperti orang mau menagih utang
Deni melangkah masuk, menghampiri tempat tidur. Dibetulkannya selimut Marco, lalu dia menunduk untuk mengecupnya. Anak itu mendesah kecil
walau sebenarnya sudah terlelap.
Triska memperhatikannya sejenak, dan lagi-lagi pikiran yang sama menerjangnya. Betulkah Deni
mencintai Marco, tapi sanggup pula membunuh
anaknya yang dikandung oleh Odi Manakah Deni
yang asli, yang sekarang atau yang dulu Apakah
aku sudah mengenalnya luar dalam Atau baru kulitnya saj a Sungguhkah dia mencintai anak ini,
Empress Orchid 3 Lima Sekawan 10 Rahasia Harta Karun Murka Sang Nyai 2

Cari Blog Ini