Ceritasilat Novel Online

Sepagi Itu Kita Berpisah 5

Sepagi Itu Kita Berpisah Karya Marga T Bagian 5


yang dulu akan dikorbankannya seandainya timbul
komplikasi
348 Bab 10
TAK putus-putusnya Triska mengacap syukur kepada Tuhan, sebab Marco ternyata tidak menderita
penyakit yang fatal. Setelah dilakukan pemeriksaan
secara tuntas, tim dokter yang menangani anak ini
membuat diagnosis: pseudotumor cerebri, suatu
keadaan tekanan cairan otak meninggi, penyebabnya tidak diketahui. Gejala ini cukup gawat sebab
dapat menyebabkan kebutaan bila terlambat ditangani. Selain bahaya untuk penglihatan, rupanya
penyakit ini tidak menimbulkan gangguan pada
saraf saraf otak lainnya.
Marco sempat dirawat selama dua minggu.
Pada minggu pertama, setiap hari dia di LP* untuk
mengeluarkan cairan otak, sehingga Triska merasa
kasihan sekali.
""Mam, masa ditusuk terus-terusan " keluh anak
itu. Triska merasakan hatinya pedih teriris. Akhirnya diserahkannya tugas itu pada rekannya, Husein,
yang pintar bercanda dengan anak-anak untuk men
* lumbal punksi
349 galihkan perhatian mereka. Dan Deni dimintanya agar hadir pada saat LP sehingga anak itu bisa
melihat wajah yang dikenalnya dan tidak ketakutan. Triska sendiri tidak tega menyaksikan, jadi dia
menghindar, tapi segera masuk begitu LP selesai.
Setelah pulang, Marco masih dibawa untuk LP
seminggu sekali selama sebulan. Setelah itu ma
sih diobservasi. Triska merasa bahagia bukan main
ketik ternyata penglihatan anak itu sama sekali tidak terganggu. Dan pada bulan Agustus ia kembali
melihat Marco sebagai anak yang lincah dan penuh
dinamik.
Ibu Deni ingin selamatan dengan nasi tumpeng
untuk merayakan sembuhnnya Marco. Sudah tentu
ibu Triska juga tak mau ketinggalan. Mereka ber
embuk lalu memutuskan bergabung untuk menyelenggar pesta syukuran bagi cucu mereka. Karena
rumah keluarga Melnik lebih luas, sehingga dapat
menampung lebih banyak tamu, selamatan itu pun
diadakan di Depok. Selain sanak keluarga kedua
belah pihak, Triska serta Deni mengundang kawan
kawan mereka yang memang biasa meramaikan setiap pertemuan yang ada acara makan makan.
Marco tidak memedulikan semua keramaian itu.
Dia malah kelihatan kesal diciumi oleh setiap tamu
yang baru datang atau yang kebetulan melihatnya.
Triska mengerti, tentu saja tujuan utama Marco ke
350 rumah Oma Desi adalah untuk berenang serta main
dengan Dona dan Tolstoy, induk dan abang Bella.
""Mam, ayo dong!" ajaknya menarik-narik tangan ibunya.
Triska juga merasa sumpek di dalam rumah yang
penuh orang itu, jadi diturutinya kehendak anaknya. Sambil menjinjing ban, digandengnya Marco ke
kolam di kebun belakang. Saat itu baru permulaan
September, udara masih hangat tapi diperkirakan
tak lama lagi musim hujan akan tiba. Kebun yang
terawat itu sangat memikat, penuh dedaunan hijau
yang rindang menyejukkan mata serta perasaan.
Di sana-sini juga terdapat petakpetak bunga aneka
warna, dan di pojok dekat dapur ada petak sayur
serta bumbu bumbu seperti jahe, kunyit, serai, dan
lainnya.
Marco berjalan sambil menari-nari saking gembiranya mau berenang. Di dekat kolam renang
terdapat beberapa pohon mangga yang rindang.
Dibawahnya terdapat sebuah bangku kebun berwarna putih dengan tempat duduk dari karet busa dilapis plastik merah tua. Pemandangan yang memikat,
pikir Triska, mengenali objek yang bagus untuk
dilukis. Hijaunya dedaunan, putih dan merahnya
perabot, hijaunya rumput... Ah, menarik sekali...
apalagi kalau ada gadis muda berambut panjang,
bergaun kuning, asyik membaca di atas bangku!
351 Ah, aku sudah lama tidak menyentuh palet dan kanvas, pikirnya rindu. Aku terlalu sibuk dengan urusan lain. Akhir-akhir ini aku ketiban banyak problem! Dimulai dari saat Deni kecelakaan. Aku batal
ke Calcutta, batal ketemu dengan Mother Theresa,
batal mengambil air zamzam, batal melihat Taj Mahal! Aku bahkan melalaikan permainan pianoku,
melalaikan murid muridku, dan kurang mengawasi
latihan piano Marco. Ke mana perginya semangatku
yang biasanya menggebu-gebu
Triska mendadak terkejut ketika Marco menarik
tangannya dari genggamannya, dan tahu-tahu sudah
lari sambil berteriak, ""Tante Odi!"
Triska mengikuti anaknya dengan matanya, tapi
dia tidak melihat Odi dekat dekat situ. Dia bahkan
tidak melihat ada perempuan lain kecuali gadis
yang tengah asyik di bangku.
Marco justru berlari ke arah pohon mangga! Dia
tiba di situ dan langsung memeluk gadis itu sehingga bukunya hampir terjatuh ke rumput. Triska juga
mempercepat langkahnya dan tiba sesaat kemudian.
Dengan keheranan dipandangnya gadis manis itu.
Wajahnya mirip dengan Nyonya Desi. Bukankah ini
Audrey, anak Tante Ema
""Mami! Ini Tante Odi!" seru Marco tertawa lebar sambil mengguncang-guncang sebelah tangan
gadis itu.
352 ""Odi " Triska membeo dengan ragu.
Gadis rupawan berambut panjang itu tertawa
memandangnya. ""Hai, Tris! Tahu tuh, Deni sedang
angot apa! Sebenarnya Marco bisa menyebut Odri,
tapi olehnya disuruh memanggil aku Tante Odi !"
Triska merasa bahwa Audrey menyembunyikan
sesuatu, namun dia tak dapat menerka apa itu. Dia
lebih bingung memikirkan kenapa Deni menyuruh
Marco memanggil Odi, bukannya Odri.... Apakah
ini berkaitan dengan taktik taktik lainnya Tenna
suk dalam rencana besarnya Rencana apa Jadi
yang selama ini yang diajak oleh Deni ""kencan"
bersama Marco adalah anak Tante Ema Kenapa
Deni jadi aneh begitu
Belum sempat Triska memecahkan teka-teki ini,
Deni sudah memoj okkannya dengan persoalan baru.
Karena pikirannya berputar terus, sekali ini Triska kurang bergairah untuk berenang lama lama. Dia
keluar dari kolam setelah memesan Audrey agar
mengawasi Marco. Anak itu sudah bisa berenang,
jadi tak terlalu mengkhawatirkan bila dibiarkan
sendiri dalam air, cukup diawasi, tak perlu dipegan
gi terus.
353 Triska menggelar handuk pantai yang
dibawanya,di bawah deretan pohon pinus yang rin
dang kira-kira empat meter dari kolam. Lalu dia
berbaring menelungkup. Maksudnya hanya sekadar mau beristirahat sampai Marco puas main air,
kemudian mereka akan makan tumpeng di dalam.
Tapi dia lupa memperhitungkan angin segar yang
mengipasi punggungnya yang telanjang, membuat
nya rileks sekali sampai mengantuk dan pikirannya
yang penat itu pun mengalah
Entah berapa lama dia terlena, tahu-tahu dia terjaga dan dirasakannya sekelilingnya hening. Tidak
kedengaran orang teriak teriak dari kolam, tidak
kedengaran suara air... Marco! Di mana dia
Triska serta-merta mengangkat bagian atas
tubuhnya dan memandang berkeliling. Hatinya
mencelos. Kolam sudah kosong. Kenapa Audrey
dan Marco tidak membangunkan aku !
""Mencari Marco "
Triska terperanjat mendengar suara itu dan menoleh ke belakangnya. Deni sedang duduk bersila di
atas rumput, seakan tengah menjagainya tidur.
""Dia sudah kusuruh makan ke dalam," sambung
Deni tersenyum kecil.
Triska menggerakkan tubuh untuk duduk, lalu
disambarnya blus tunik di atas handuk dan dike
nakannya.
354 ""Aku nggak berniat tidur sebenarnya," katanya seakan menjelaskan sesuatu, sambil menyisiri
rambutnya yang sudah setengah kering dengan jarijarinya. ""Sudah kupesan, dia harus memberitahu
kalau sudah puas berenang."
""Aku yang melarangnya membangunkanmu.
Kau kelihatan begitu nyenyak, nggak tega mau
menyuruhmu bangun. Kau tidur seperti bayi."
Jadi kau memperhatikan aku tidur Triska serentak merasakan waj ahnya panas membara. Untung
aku telungkup, jadi wajahku nggak kelihatan! Siapa
tahu, aku tidur celangap
""Berapa lama aku tidur " tanyanya sedikit malu.
Deni tersenyum lebih lebar. ""Nggak lama, cuma
tiga perempat jam."
""Tiga perempat... Jam berapa sekarang "
Deni melihat arlojinya, lalu mengangkat bahu
seakan menyatakan tak jadi soal pulml berapa seka
rang. ""Jam satu lewat."
""Wah, bisa-bisa aku sudah kehabisan tumpeng!"
Triska bergerak mau bangkit, tapi dicegah oleh
Deni dengan ulapan tangan.
""Jangan kesusu. Aku sudah membawakanmu
makan siang," ujarnya menunjukkan sebuah termos
seraya bangkit dari bersilanya dan menghampiri tikar handuk yang lebar itu, lalu ikut duduk di depan
Triska.
355 ""Makan, Tris," undangnya membuka termos itu
dan menyendokkan tumpeng ke atas piring plastik
yang disediakannya. Dari termos lain yang disulapnya dari bawah pohon pinus, dituangnya teh ke dalam tutup termos.
Triska tersipu sipu mendapat perlakuan seperti itu. Rasanya seperti bertemu dengan alien yang
kesasar dari ruang angkasa. Yang disebut perhatian
itu kan sudah lama tak dikenal lagi oleh Deni, bukan Sudah berapa abad berselang, ya, ia tak pernah
lagi mengucapkan sepatah pun kata manis padaku
Kenapa mendadak dia memperlakukan aku seperti
ratu Apa yang diinginkannya
Triska tak perlu menunggu terlalu lama. Begi
tu dia selesai makan, Deni langsung menembakkan
serangan pertama yang demikian mengguncangkan
perasaan Triska, sehingga tutup termos dalam tangannya tumpah dan teh panas menyengat kulitnya.
""Tris, aku telah mengambil keputusan mantap
untuk menikah lagi."
Hah ! Teh panas itu terasa menggigit di paha.
""Dengan atau tanpa persetujuanmu."
""Kau menunggu aku bangun cuma untuk mem
beritahukan ini padaku "
""Nggak. Masih ada lagi yang mau kukatakan."
Dan ditembakkannya serangan kedua yang lebih
mematikan. ""Aku ingin membeli piano di rumah
356 untuk istriku. "
""Grand piano itu kan hadiah perkawinanku dari
Papa-Mama. Kalau..."
""Hadiah kita! Aku juga berhak separo!"
""...Kau mau kawin lagi, aku ingin mengangkutnya balik!"
""Kan di rumah ibumu sudah ada grand, malah
pianonya dua, gimana mau kau pindahkan piano se
besar itu ke sana "
Betul juga. Mama belum tentu setuju. Ruang
keluarga itu akan terasa sesak bila ada dua grand
berjejer di situ. Salah-salah piano itu akan disuruh
jual!
""Calon istriku ini suka sekali main piano, Tris.
Buat apa aku beli yang baru, kalau sudah ada satu
di sana "
Buat apa matamu! Itu pianoku! Mau main kau
berikan saja pada... Oh! Hatiku berdarah! Lancang
betul kau! Sampai hatimu melukai perasaanku separah ini!
""Kau tahu sendiri, piano baru lebih jelek suaran
ya daripada yang sudah lamaan."
CUKUP !!! Piano ibarat barang suci bagiku!
Apalagi piano milikku sendiri! Pantang dijamah
orang lain, terlebih is tri-MU!
""Kau nggak beratan dengan permintaanku ini,
kan "
357 Langkahi dulu mayatku! Bila aku belum keburu
membunuhmu duluan! pikirnya ganas.
""Sebutkan saja berapa harga yang kau inginkan."
Suara Deni lembut seakan tengah membujuk anak
kecil, tapi hati Triska malah makin terluka parah.
Mentang-mentang ayahmu raja kapal, ya! Huh!
Aku nggak butuh uangmu! Oh, Tuhan, bagaimana
caranya menolak permintaan orang yang kita cin
tai Ibarat aku diminta menyerahkan anakku ke tangan maduku!
""Aku nggak bakal menjualnya! Kau boleh menawar dua-tiga ratus juta, aku tetap nggak akan melepasnya!"
""Lalu mau kau apakan " Deni menatapnya seakan mau tertawa, tapi ditahan-tahan.
Triska makin panas melihatnya. Untuk istri-MU,
katamu Kau tak ada tempat di rumah ayahku, lebih
baik kujadikan kayu bakar saja! Pokoknya istri MU
takkan memperolehnya, titik!
""Aku belum tahu. Yang j elas, pasti akan ku angkut dari sana sebelum... Kapan kau akan... ngngng...
kawin " tanyanya berusaha menunjukkan bahwa
dia tidak tertarik dengan berita itu.
""Tanggalnya belum pasti. Tergantung dia, maunya kapan."
Oh, Tuhan, inikah orang yang mengaku sangat
mencintai diriku Yang selama dua tahun lebih tak
358 pernah bosan membujuk agar aku mau kembali
padanya Betulkah ini orang yang sama yang kini
begitu antusias mau memasuki hidnp baru dengan
""Tris, kau pasti akan berubah pikiran kalau sudah kau dengar penjelasanku," bujuk Deni dengan
suara sabar.
Aku takkan berubah pikiran! Simpan saja penjelasanmu untuk pengarang antobiograhmu!
""Ku akui, sekarang baru aku sadar, wanita yang
kucintai itu sebenarnya berhati emas."
Ampun! Odi, hatinya emas ! Apa perlunya kau
memuji mnji calonmu di depanku Belum cukup
kah kau tusuk hatiku dengan niatmu itu Masih
perlukah kau tambahi dengan tusukan belati di
punggung Ataukah kau tak menyadari bagaimana perasaanku sebenarnya Bagaimana perasaanku
SAAT INI Kalau Odi berhati emas, lantas hatiku
dari apa Rasanya aku tidak lebih jelek dari dia!
Yang pasti, aku takkan pernah punya aspirasi untuk merebut suami orang hanya demi mendapatkan


Sepagi Itu Kita Berpisah Karya Marga T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

uangnya!
""Memang dari luar kelihatannya dia tegar, tapi
sebenarnya di dalam dia selembut kapas."
Amin!
""Apa pun yang terjadi, aku takkan melepaskannya! Dialah satu satunya orang yang kucintai, aku
takkan bisa hidup tanpa dia!"
359 Tabahkan hatiku, oh, Tuhan!
Deni mengulurkan tangan mau memegang len
gan Triska, tapi dielakkan dengan halus. Kalau kau
pikir sentuhanmu bisa lebih membujuk daripada
ucapanmu, kau keliru besar! Kata katamu sudah
menelanjangi pribadimu bulat bulat! Semua ucapanmu palsu! Begitu juga sentuhanmu. Mungkin
juga sikapmu terhadap Marco sama palsunya. Be
gitu kawin lagi dengan wanita berhati emasmu itu
pasti tak lama lagi kau akan dikerumuni oleh selusin
bayi, semoga semuanya seperti monyet tampangnya! Nah, nah, pikiranku jadi jahat! Tapi apakah
Deni juga tidak jahat Pasti Marco akan segera
dilupakannya seperti dia melupakan diriku! Kami
berdua akan dicampakkannya seperti sampah ke
dalam keranjang! Marco akan dilupakannya! Oh,
betapa akan hancurnya hati anakmu! Anak yang
semanis itu mungkin akan berubah jadi pemberon
tak, pembangkang, dan gagal dalam hidup karena
ditelantarkan dan kecewa pada ayahnya... mungkin
padaku juga, mungkin dia menyalahkan aku kenapa
membiarkan ayahnya meninggalkannya!
""Percuma kau bicara, sampai mulutmu berbusa
pun, putusanku nggak bakal berubah. Tidak! Tidak!
Tidak! Aku takkan memberikan piano itu pada... istri M U ! Kau boleh terus ngomong sampai magrib,
aku sih mau balik ke dalam!" Dengan ucapan itu
360 Triska mengentakkan kaki, lalu bangkit berdiri.
""Kau akan menyesal," tukas Deni perlahan.
""Oh, yaaa !" Triska berbalik dan pergi ke ka
mar ganti pakaian.
Itu adalah masa yang paling berat dalam hidup
Triska. Setiap menit dia teringat bagaimana Deni
memuji muji si HATI EMAS yang akan menjadi
miliknya itu. Begitu terjaga di pagi hari, pikiran itu
langsung menusuk hatinya. Deni akan segera kawin! Dengan Odi! Dan malam hari, sebelum jatuh
tertidur, pikiran itu pula yang menemani dan menu
suk-nusuk kalbunya. Aku akan segera kehilangan
Deni! Buat selamanya!
Tak habis-habisnya Triska menyesali dirinya,
kenapa dulu tidak membeberkan saja kebusukan
Odi, dan menceritakan apa yang mau dilakukannya terhadap Deni ketika dia coma. Kalau dulu
aku berterus terang, mungkin sekarang dia masih
menghendaki diriku. Mungkin dia akan betul betul
melupakan perempuan itu! Kalau aku dulu berha
sil meyakinkannya bahwa Odi cuma menghendaki
uangnya, bahkan berkomplot mau rumahnya, pasti
dia takkan sudi mencintai perempuan itu lagi! Tapi
361 sekarang...
Belum pernah Triska merasa begitu kacau, tak
tahu apa yang harus dilakukannya. Dia berjalan
bagaikan orang tidur, setengah dari pikirannya entah ada di mana. Dia sama sekali tidak peduli lagi
akan hal hal lain yang tidak menyangkut urusannya
dengan Deni. Sampai-sampai ketika ibunya pada
suatu pagi mengingatkan agar dia jangan pulang
terlalu malam dari praktek, Triska tercengang.
Sebelum bibirnya sempat bergerak mengucapkan ""ada apa" tahu-tahu Marco sudah didorong oleh
Dokter Justin ke hadapannya.
""Mam, selamat ulang tahun!" serunya sambil
memeluk erat erat.
Sedetik dia betul-betul merasa tercengang, sebab
sama sekali tidak ingat bahwa ini sudah bulan Oktober, sudah waktunya lagi untuk menambah umur.
Kemudian pikirannya pulih sebentar (sebelum kem
bali menerawang memikirkan masalah Deni akan
segera kawin lagi), dan dia meratap dalam hati. Ah,
usiaku sudah tambah lagi. Aku sudah 32 hari ini!
Aku takkan semakin muda! Dan aku akan kehilangan dia untuk selamanya!
""Oh, terima kasih, Marco," sambutnya dengan
senyum terharu. ""Oke, Mam, jangan khawatir,
malam ini akan saya usahakan pulang nggak terlalu
malam."
362 Siang itu Triska melaksanakan tugasnya dengan
pikiran ruwet. Dia ngeri akan bertemu dengan Deni
lagi dan mendengar bahwa dia sudah menentukan
tanggal pernikahannya dengan... Odi! Bagaimana
dengan janjiku pada anakku Yang ditakutinya adalah pertanyaan Marco. Sej ak keluar dari rumah sakit
sudah dua kali dia bertanya,,"Mam, kapan dong kita
pindah ke rumah Daddy Di sana kan banyak main
an Marco, Mam."
Triska mengerti, masalahnya bukan soal main
an, sebab di rumah Nenek Rosa pun mainan Marco
sepeti besar. Dia tahu, anak itu merindukan ayahnya.
Triska menggigit bibir kalau sudah berpikir sampai ke situ. Bagaimana mengatakan pada seorang
anak bahwa ayahnya sudah tidak mencintai ibunya
dan akan kawin dengan wanita lain
Sumi meneleponnya sekitar pukul sebelas,
mengabarkan ia tidak bisa datang nanti malam.
Malah kebetulan, pikir Triska. Aku sedang tidak
bergairah menghadapi tamu.
""Aku terpaksa cuma bisa mengirimkan bunga,
Tris. Bayiku nggak bisa ditinggal, sih. Sedang su
363 meng."
Anneke Berta Cindy Deborah memang mer
upakan tophit terbaru dalam keluarga Karundeng.
Anak perrnandiannya ini sangat cantik, gemuk, serta lucu. Tidak mengherankan bila Hansa (menurut
pengakuan Sumi pribadi) makin melimpahi Sumi
dengan kasih sayang, saking besarnya rasa terima
kasih padanya. Bahkan Triska sendiri sudah jatuh
cinta pada si Upik yang disebutnya ""anakku" , dan
dijenguknya hampir tiap Minggu bersama Marco.
""Nggak apa-apa, Sum. Aku juga sedang malas
pesta pesta. Nambah umur, nambah uban, kok mau
dirayakan, gimana sih Ibuku saja keisengan ingin
mempraktekkan kumpulan resepnya yang ratusan
itu, sedangkan ayahku ingin mencari alasan supaya
bisa makan enak tanpa harus pusing memikirkan
kadar kolesterol. Eh, Minggu sore ini mungkin aku
akan menengok anakku. Marco akan kuaj ak kalau
dia kebetulan nggak nginap di tempat ayahnya."
""Eh, kenapa nggak kau ajak Deni sekalian "
Ah, kau tidak tahu sih, dia sudah mau kawin
dengan Odi!
""Coba nanti ku usulkan padanya," ujarnya se
cerah mungkin. Mendengar suara Sumi yang penuh
kebahagiaan membuat Triska lupa sejenak pada
problemnya sendiri. Sumi memang teman yang
baik. Dia bahkan sudah berjanji, bila Anneke Berta
364 Cindy Deborah atau Ani, panggilannya, sudah agak
besar, Triska boleh mengajaknya nginap di rumahn
ya. Bayangkan, aku akan punya anak perempuan
juga! Uh, aku tak sabar menunggunya besar!
Kira kira sejam kemudian datang telepon dari
Mirsa. Setelah mengucapkan selamat ulang tahun, Mirsa menyatakan penyesalannya takkati bisa
datang nanti malam.
""Aku juga kebetulan nggak merayakan, kok,"
ujar Triska, dalam hati merasa lega, berkurang satu
lagi tamunya.
""Salah seorang juru masakku sakit, Tris. Terpaksa aku harus turun tangan membantu. Tapi ming
gu minggu depan akan kutagih, lho! Traktir ke
Lembur Kuring, ya. Sumi juga pasti mau!"
""Rebesss!" serunya tertawa. Untung aku masih
punya teman-teman, jadi masih bisa tertawa juga
sekali sekali. Kalau nggak, mungkin aku bisa gila!
Memikirkan kapan Deni akan kawin lagi!
Siangnya datang tiga kasus akut abdomen", dan
Triska harus melakukan appendectomym mendadak. Pukul empat baru dia sempat makan, pukul
** Keadaan gawat darurat di bagian perut
*** operasi usus buntu
365 lima tiba di rumah, mandi sebentar, lalu berangkat
lagi ke tempat praktek.
Tanpa disadarinya, dia j adi berlama-lama di sana.
Pasien memang lumayan banyak, tapi sebenarnya
dia bisa lebih gesit sedikit. Yang terjadi malah sebaliknya. Setiap pasien ditanyainya lebih mendetail, diajaknya ngobrol mengenai hal-hal yang tidak
langsung menyangkut penyakitnya, sehingga Mbak
Tuti sudah dua kali permisi masuk untuk mengingatkan bahwa pasien masih cukup banyak dan be
berapa orang mulai kelihatan resah.
Setelah pasien habis, ternyata hari baru pukul
delapan. Ah, masih terlalu siang untuk pulang! Biar
kutunggu Mbak Tuti berbenah. Dua puluh menit
kemudian Tuti sudah beres, rupanya tak banyak
yang harus dikerjakannya kali itu. Triska terpaksa
bangun juga meninggalkan tempat itu, tapi diantarkannya dulu asistennya itu ke pangkalan bus yang
agak jauh, bukan yang biasa. Sematamata agar jaraknya lebih panjang dan bisa mengulur waktu.
F irasatnya mengatakan, Deni akan mencoba meng
gunakan kesempatan malam ini untuk memaksanya
agar melepaskan pianonya serta memberitahukan
tanggal pernikahannya.
Namun akhirnya tak ada lagi yang dapat dilakukannya selain memutar kendaraannya dan melun
cur pulang. Dia tahu, hari sudah cukup larut untuk
366 makan, tapi tidak disangkanya bahwa orang-orang
sudah begitu resah menunggu sampai-sampai ada
yang sudah siap berdiri di belakang pintu. Triska
baru saja memutar gerendel itu sedikit, ketika daun
pintu sudah terdengar dibuka dari dalam dan dalam sekejap sudah terpentang lebar. Dia menduga
itu ibunya atau Marco. Triska tertegun. Orang yang
berdiri di depannya bukanlah yang diharapkannya.
""Malam amat, Tris," ujar Deni tanpa nada menegur.
""Banyak pasien," kilahnya dengan senyum terpaksa, lalu cepat-cepat melejit ke samping untuk
menghindarkan diri. Tapi ternyata bekas juara judo
itu gesit sekali, dan sebelum dia sempat menarik
napas berikutnya, tangannya sudah dicekal dan ditahan. Triska terpaksa menghentikan langkahnya
dan memandang Deni sedikit heran. Mau apa, sih
Mengucapkan selamat ulang tahun kan cukup den
gan mulut, nggak usah pakai pegang-pegang segala!
""Selamat ulang tahun, Prinses," bisik Deni
meminjam panggilan kesayangan Kris terhadap
adiknya.
Hm. Kaupikir hatiku akan melunak bila aku
dinaikkan pangkat Biar aku dijadikan Presiden
Amerika pun, piano itu takkan kujual padamu!
""Terima kasih," sahutnya dingin. Melihat Deni
belum mau melepaskan tangannya, tapi malah
367 an memajukan wajahnya ke depan, Triska kontan
menggerakkan kepalanya ke samping sehingga ke
cupan itu cuma menyapu cuping telinganya sekilas.
Aku nggak butuh ciuman Judas! pikirnya sengit,
lalu menarik tangannya dengan paksa dan melangkah ke dalam.
""Hai, Prinses, apa mobilmu mogok Aku sudah
hampir ketiduran menunggu kau pulang!" keluh
Kris dari depan TV, lalu bangun, menghampiri adiknya, memeluk, mengecup, serta mengucapkan se
lamat ulang tahun. Dari sudut matanya Triska sempat melihat seseorang berdiri mengawasi. Mau apa
kau datang malam ini, merusak suasana Aku TI
DAK AKAN memberikan piano itu padamu, titik!
Masih juga belum mengerti
""Hai, Tris, aku sudah hampir semaput kelaparan!" tukas Marti yang menggantikan Kris memeluknya. ""Sori, banyak pasien!" kilahnya sekali
lagi.
""Tapi kami sudah menelepon ke sana sejam yang
lalu, sudah nggak ada yang angkat!" seru Kris pe
nasaran.
Triska menggigit bibir, tak mampu mengangkat
muka sebab tahu orang yang pertama kali dibohonginya, juga sedang menunggu j awabannya.
""Aku mengantarkan Mbak Tuti dulu."
""Kan cuma sampai tempat bus, masa satu jam "
368 Kris mendesak.
Pada saat Triska sudah mulai kewalahan, un
tung muncul ibunya menolong. ""Sudah! Yang penting Triska sudah pulang dengan selamat! Ayo kita
makan saja!"
Triska maklum mereka semua sudah kelaparan,
karena itu dia tak berani marah pada abangnya.
Merekalah yang pantas marah padanya, tapi untung
tidak. Triska menyesal telah menuruti hati, berputar putar di jalanan, membiarkan orang di rumah
makan angin.
Syukurlah hidangan Nyonya Rosa yang lezat itu
berhasil melipur kekesalan Kris, dan setelah perut
masing masing terasa nyaman, tak ada lagi yang
mengomel. Tapi karena hari sudah menjadi larut,
Kris dan Marti pun terpaksa minta diri tak berapa
lama setelah makan kue ulang tahun dan pembukaan kado. Ketika mereka hampir bubar, bel pintu
berdering. Nyonya Rosa sendiri yang pergi membukakannya, sebab Inem sedang di loteng bersama
Marco dan Bobi, kedua pembantu lainnya jauh di
belakang.
Triska hampir tidak percaya melihat siapa yang
diantar ibunya masuk. Dia sempat melirik dan melihat Deni mengecilkan matanya serta mengerutkan
kening. Huh! Kau pikir cuma kau saja yang dapat
memperoleh pasangan baru Lihat nanti tanggal
369 mainku!
""Aduh, Juragan KL!" seru Triska dengan kegem
biraan yang dilebih lebihkan. Roy memamerkan
nyengir kudanya yang paten, menaikkan kacamatanya ke tempat yang lebih terhormat, menoleh,
dan menyapa semua orang, lalu mengulurkan tangan dan nyaris membuat pergelangan tangan Triska
lepas dari sendi kena renggutannya. Kris rupanya
juga melihat Triska meringis. Lumayan sakitnya
oooiii, pikir Triska. ""Ei, ei, kira kira sedikit pakai
tenaga! Luxatidw juga, tuh, tangan kau jambret begitu!"
Tapi Elvis bayangan itu betul-betul sudah buta
dan tuli, perhatiannya seluruhnya dicurahkan pada


Sepagi Itu Kita Berpisah Karya Marga T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Triska.
""Aku dengar kau ke Kuala Lumpur," ujar Triska
setelah mengucap terima kasih atas bingkisannya.
""Aku memang baru balik. Dari airport langsung ke
sini."
""Malam amat! Kau pasti belum makan," kata
Nyonya Rosa.
""Terima kasih, Tante. Saya sudah makan di pesawat. Ada kerusakan teknis, jadi take 0/7 nya ter
tunda tiga j am! Sudah, ya, saya permisi dulu, cuma
ingin mengantarkan kado saja, kok."
""Lho, masa kesusu begitu " seru Nyonya Rosa.
* * * * keseleo
370 ""Paling sedikit, minum teh dulu, ya."
""Terima kasih, lain kali saja, Tante. Sudah capek
banget sih, mana besok harus dinas. Dan taksinya
nunggu."
Dandanan Roy berupa celana jeans ketat serta j aket denim biru dan ikat leher merah, sungguh
mirip sekali dengan gaya Elvis sungguhan, nyengir
kudanya melebar sampai bibirnya hampir terbelah
dua, ketika Triska mengatakan apa yang dilihatnya
itu. Dokter berjambul itu pun permisi pulang diikuti
Kris dan Marti. Bobi dibiarkan nginap sebab sudah
lelap di atas. ""Besok sore saya jemput, Mam," kata
Marti pada ibu mertuanya.
""Ah, nggak usah besok. Biar saja dia di sini, ada
teman mainnya, Marco dan Bella," ujar Nyonya
Rosa. ""Bolos sekolah dua hari tak mengapa, baru
kelas satu."
Setelah mereka berlalu, yang tertinggal cuma
Deni. Triska berusaha mengirim telepati padanya,
menyilakannya pulang. Tapi kepandaian telepatinya
mungkin tak ada atau Deni yang radarnya sedang
mogok. Pendeknya, dia masuk lagi setelah men
gantarkan yang lain keluar, dan duduk lagi, tanpa
kelihatan ada tanda-tanda bahwa dia bisa membaca
lonceng sudah jam berapa.
""Aku mau ke atas dulu melihat Marco," katan
371 ya pada Triska ketika mereka cuma berdua di ruang
keluarga. Dokter Justin menyatakan perlu membaca
jurnal, dan istrinya mengikuti, mengatakan harus
menyelesaikan rajutannya untuk salah seorang cucunya.
Triska mengawasi Deni berjalan ke arah tangga,
dan menarik napas lega. Ah, bebas sebentar. Tapi
tak boleh senang dulu. Kalau dia memang datang
untuk menuntut piano itu, pasti dia takkan pulang
sebelum mereka terlibat dalam argumen lagi, yang
lebih panjang dan lebih seru dari tempo hari!
Malam itu terang bulan, dan suasana di kebun
menyeret kakinya ke gazebo. Direbahkannya tu
buhnya di atas dipan lengkung yang terdapat di situ,
diletakkannya kedua lengannya di bawah kepala,
ditatapnya bulan cemerlang di langit kelam. Sungguh indah ciptaan Mu, Tuhan. Aku merasa demikian kecil dibandingkan dengan alam semesta. Cuma
setitik pasir di seluruh jagat raya. Tak ada artinya
dibanding dengan seluruh hasil karya-Mu. Biarpun
ku rasakan problem hidupku mahabesar, di ma
ta-Mu itu hanyalah setetes air dalam lautan.
Malam ini Deni pasti akan memberitahukan
tanggal pernikahannya. Dia juga akan berusaha
membujuk aku agar melepaskan piano itu. Oh, hatiku, kau harus tabah, tabah, tabah.
Sinar bulan bagaikan mengelus dedaunan dan
372 pepohonan, melapisi semua itu dengan selendang
perak sehalus tenunan labah labah. Air di kolam
pun seakan berkilat bagaikan kaca, dan ikan-ikan
aneka warna kelihatan jelas hilir-mudik, ada juga
yang diam saja, mungkin tidur. Apakah ikan perlu
tidur Aneh, aku tak pernah tahu apakah mereka
bisa tidur atau tidak.
Demikianlah dibiarkannya pikirannya mener
awang ke angkasa, entah berapa lama, dia tak tahu.
Kemudian timbul niatnya untuk main piano. Sudah
cukup lama aku di sini, Deni pasti sudah pulang.
Kalau belum, dia pasti sudah mencariku kemari!
Lebih baik aku masuk dan main beberapa lagu se
belum tidur.
Benar saja, rumah sudah sepi. Ibu dan ayahnya
mungkin masih di kamar kerja ayahnya, tapi mereka takkan terganggu bila dia main piano, asal ditutupnya pintu ke ruang keluarga ini.
Triska duduk dan langsung main. Tanpa berpikir lagi jari-jarinya sudah bergerak lincah, dan
baru semenit kemudian dia mendadak sadar bahwa
lagunya adalah Ave Maria gubahan Bach-Gounod.
Triska ingin menggantinya dengan irama yang lebih
ceria, tapi j ari-jarinya tak mau berhenti, seakan tak
bisa disetir lagi oleh otaknya. Yang lebih gawat lagi,
matanya pun ikut ikutan minta otonomi, tak sudi
lagi dilarang-larang olehnya, dan tetap berkeras
373 mau menangis. Untung tanpa bersuara. Tetes demi
tetes bergulir jatuh membasahi pangkuannya. Lama-lama hidungnya pun penuh air sehingga napasnya terganggu, tapi tangannya tetap tak mau berhenti
sehingga sebentar-sebentar terdengar bunyi ingsrek ingsrek bila dia mencoba melegakan hidungnya.
Triska main sambil menunduk, begitu tenggelamnya dia dalam permainannya sehingga sama
sekali tidak disadarinya keadaan sekelilingnya.
Tidak diketahuinya bahwa pintu yang memang
tidak berderit dibuka pelan-pelan, dan seseorang
melangkah masuk tanpa bunyi, karena memang ruang itu diberi karpet sebab ada piano. Triska tidak
menyadari sama sekali, ketika orang itu berdiri diam
memperhatikannya beberapa saat sebelum meng
hampirinya, lalu mengulurkan tangan dengan ragu
namun menariknya kembali sebelum menyentuh
bahunya.
Akhirnya menegurnya dengan halus, ""Kenapa
nangis, Tris "
Suaranya lembut sekali, tapi Triska toh masih
terkejut juga. J ari-j arinya mengej ang di atas tuts, dia
menoleh dan berbisik parau, ""Kok belum pulang "
Melihat wajah yang keheranan itu, Deni berkata, ""Jadi kau kira aku sudah pulang! Kau belum
melupakan arti lagu itu, bukan, Tris Artinya bagi
kita Tapi kenapa kau nangis " Deni mengeluarkan
374 saputangan dan mau menyusut pipinya yang basah,
tapi oleh Triska ditepiskan. Dia beranj ak dari piano
dan meraih kertas tisu dari meja di dekatnya, lalu
disekanya mata serta dibersitnya hidungnya.
Rumah terasa sepi seakan cuma mereka berdua
penghuni di situ. Triska tidak bergairah untuk berduaan dengan ""Judas Iskariot" pada saat itu, jadi cepat-cepat dikeluarkannya alasan yang ampuh.
""Sori, aku ngantuk sekali. Kau bisa keluar sendiri, kan " Tanpa menunggu j awaban dia berbalik dan
mau melangkah ke arah tangga. Tapi lagi-lagi Deni
mengerahkan tenaga dalamnyawpaling tidak begitu menurut dugaan Triska sebab gesitnya melebihi
ukuran normal dan berhasil menyambar lengannya sebelum langkah pertamanya dimulai.
""Kita perlu bicara, Tris. Ada yang harus kukatakan." Suaranya masih tetap lembut.
Tentu saja! Bila dia menghendaki grand piano Steinway-ku, dia harus mengerahkan seluruh
kelembutan yang mampu diciptakannya. Dan tidak
sulit menciptakan barang palsu, bukan
""Kalau mengenai piano, lebih baik kukatakan
saja sekarang, keputusanku nggak akan berubah. Kalau kau mengira akan bisa membujuk aku,
baiklah kutambahkan, aku lebih suka melihat benda itu jadi rongsokan atau jadi abu, daripada kus
erahkan ke tangan istrimu!" desisnya dengan mata
375 berapiapi.
Tapi Deni tidak kelihatan ngeri, kecil hati, atau
marah. Suaranya tetap sabar ketika dia membujuk,
""Ini bukan soal piano, tapi mengenai Marco dan
kita berdua. Yuk, kita ke belakang."
Marco ! Mendengar kata yang ampuh itu Triska
langsung melupakan semua kejengkelannya (untuk sementara) dan seluruh perhatian disiapkannya
untuk mendengar apa yang mau dikatakan Deni.
Tapi Deni tak mau bicara di situ. Dan Triska juga
berpikir, seandainya mereka harus bertengkar (misalnya memperebutkan anak itu), lebih baik di belakang, jauh dari Papa-Mama.
Dia mengangguk dan mereka berjalan ke kebun
menuju gazebo. Deni melingkarkan lengannya ke
pinggang Triska, tapi dielakkannya dengan berj alan
menjauh sedikit. Setiba di sana, Deni menjatuhkan diri di sampingnya di atas sofa. Triska tak bisa
melarang, jadi dia berusaha mepet ke pinggir.
""Nah, keluarkanlah apa yang mau kau katakan,
aku sudah ngantuk."
""Pertama, aku ingin memastikan, kau sama
sekali nggak keberatan bila aku menikah kembali."
Oh, topik yang menyakitkan ini lagi! Bukan soal
Marco kiranya!
""Aku nggak ingin menyakiti hatimu, Tris. Kuli
hat wajahmu mendung seperti sedih mendengar aku
376 akan kawin lagi. Betulkah kau nggak keberatan "
Astaga! Apakah aku memberi kesan begitu
Disangkanya aku tak bisa hidup tanpa dia ! Malumaluin!
""Tentu saja nggak!" bantahnya, suaranya lebih
keras dari yang diperlukan sehingga Deni malah kelihatan kurang percaya.
""Kenapa aku harus keberatan Kau juga nggak
bakal keberatan, bukan, seandainya bulan depan
aku akan kawin dengan Roy "
""Tentu saja nggak," sahut Deni gagah dan ksatria. Tapi sedetik kemudian keningnya berkerut.
""Eh, ini cuma perumpamaan atau sungguhan "
""Bukan urusanmu lagi. Sebenarnya aku bahkan
nggak perlu minta izinmu kalau mau kawin dengan
siapa juga! Tapi kita ke sini bukan mau berdebat
soal kawin lagi, kita mau membicarakan Marco, bukan Nah !"
Deni mengangkat kedua tangannya. ""Oke, oke.
Karena kau nggak keberatan dengan rencanaku, sekarang akan kuperlihatkan sesuatu padamu. Anu,
aku perlu mendapat kepastian dulu bahwa kita nggak akan bermusuhan bila aku sudah..."
Karena hilang satu ""Judas" dari peredaran, kenapa aku harus keki lalu menjadi musuhmu Seorang
""Judas" masa begitu berharganya sampai membuat
aku kurus kering GR juga orang ini! Disangkanya
377 aku takkan dapat melupakan dirinya! Bah!
""Aku akan datang ke pesta kawinmu dan menjadi dayang-dayang mempelaimu, kalau kau mau!"
uj arnya sengit.
""Oh, nggak usah begitu ekstrem. Cukup berdiri
diam di sebelahku!"
Untuk menyaksikan kau memasukkan cincin
mu ke dalam jarinya, lalu kau bisikkan ""my love"
padanya My love matamu! Ucapan yang tidak lebih berharga daripada ""... kucing"! Bau dan palsu!
Deni mengeluarkan sebuah kotak kecil dari saku
celananya. Dibukanya tutupnya yang terbuat dari
bahan velour berwarna biru tua, dan diperlihatkannya isinya pada Triska. ""Pantaskah ini untuk calon
istriku " bisik Deni.
Triska menahan napas sej enak. Jauh lebih bagus
dari cincin yang diberikannya padaku! Cincinku
cuma mempunyai anggur sebatang dengan daundaunnya, tapi cincin ini memperlihatkan seorang
dewi tengah bersiram di kolam, dikelilingi bunga
mawar.... Mungkinkah ada orang yang bisa menciptakan benda seindah itu Tapi disahutinya dengan
suara acuh tak acuh, agar perasaannya jangan sampai ketahuan, ""Cukup bagus!"
Deni tidak tampak kecil hati melihat sambutan yang dingin itu. Habis, kau harapkan aku akan
jingkrak jingkrak kegirangan melihat cincin kawin
378 mu yang akan kau berikan pada... Oh! Dunia sudah
terbalik. Orang yang hampir saja membunuhmu,
kini akan kau gandeng ke altar! Dunia sudah gila!
""Ceritanya, ibuku punya koneksi di Roma.
Cincin ini kupesan dari sana. Aslinya adalah karya
Cellini, pandai emas dan pemahat termasyhur abad
keenam belas dari Florence, yang membuatkan mata
uang untuk Paus Clement Ketujuh. Bukan anti Paus
Clement Ketujuh, ini orangnya lain. Bagus, ya "
Triska terpaksa mengangguk sebab tak bisa berbuat lain. ""Sekarang mengenai Marco," katanya
mengingatkan.
Tapi Deni tidak kelihatan ingin cepat-cepat
membicarakan soal anaknya. Dia bahkan seperti
tak mendengar teguran itu. Dikeluarkannya cincin
itu dan diserahkannya pada Triska untuk dikagumi.
Triska tak dapat menolak, tapi cuma semenit dibolak-baliknya lalu diserahkannya kembali.
""Bagus sekali!" pujinya. Pasti Odi akan kegirangan setengah mati.
""Coba, Tris."
Eh ! Ini sudah keterlaluan! Apa kau sangka aku
tidak punya perasaan sudah bermenit-menit diharuskan mendengarkan ocehanmu mengenai urusan
yang tidak menyangkut diriku Kau kira aku gem
bira menyaksikan engkau begitu bergairah mempersiapkan hari besarmu dengan... Kau kira hatiku tak
379 bisa berdarah Kau kira aku terbuat dari batu atau
perunggu
""Aku nggak berhak," tolaknya dengan halus.
""Ah, cobalah! Kan kau bilang bagus."
""Nggak baik! Pamali! Bisa menyebabkan... sial
pada pemiliknya nanti." Dia coba menakut nakuti.
""Ah, aku nggak percaya takhayul. Di samping
itu..." Deni tidak meneruskan kata-katanya. Sebaliknya, ditatapnya Triska sebulat matanya. Triska tak
mau disebut pengecut atau cengeng, jadi dibalasnya
tatapan itu tanpa berkedip, tanpa menunjukkan bahwa jantungnya di dalam sudah hancur berantakan.
Betulkah aku sebenarnya belum mengenal Deni
sedalam dalamnya Siapakah kau Siapakah orang
yang hidup bersamaku selama tiga tahun Siapakah
laki-laki yang pernah mengaku cinta padaku Siapakah suami yang selalu memanj akan diriku Siapakah kau Ke mana humormu, kebaikan hatimu,
kasih sayangmu Ada berapa Deni sebenarnya
Deni yang hidup bersamaku Deni yang disenangi
pasien-pasiennya Deni yang mencintai Odi Deni
yang sanggup membunuh anaknya Deni yang tak
segan-segan menikam bekas istrinya
Oh! Pergilah! Pergilah sebelum kenangan manis
yang kusimpan ini kau cemari dengan sikap dan kata katamu yang menusuk hatiku. Pergilah! Oh, per
gilah sebelum aku kehilangan kendali atas diriku!
380 Pergi, pergi, pergi...demi cinta kita yang sudah jadi
sejarah, pergilah, Deni! Aku takkan mengutukmu,
takkan mensyukuri yang jelek-jelek, takkan dendam... bahkan Odi takkan kumusuhi. Pergilah, pergilah, pergilah, pergilah, per... gi... lah... tinggalkan
aku sendiri...!
Tapi bekas juara judo yang juga ahli taekwondo
itu seakan tidak mengerti isyarat yang dipancarkan
oleh mata jelita di depannya, atan bahkan tak mau
tahu derita apa yang tengah berkecamuk dalam hati


Sepagi Itu Kita Berpisah Karya Marga T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sanubari Triska.
Deni mengambil cincin yang disorongkan
padanya, lalu... semuanya terjadi lebih cepat dari
kilat! Presto! Deni meraih tangan kirinya, dan sebe
lum Triska sempat menolak, cincin itu sudah masuk
ke dalam jari manisnya! Lalu Deni melipat semua
jari-jarinya sehingga tangannya terkepal dan cincin
itu tak dapat diloloskannya.
Triska menggigit bibirnya kuat-kuat, menarik
napas dalam dalam untuk menahan luapan emosin
ya, memejamkan serta mengerutkan matanya seakan tengah menahan nyeri yang luar biasa.
""Pantas sekali!" Didengamya Deni mendecak.
Belum pernah Triska menemui kesulitan yang
demikian besar untuk mencegah air matanya j angan
sampai keluar. Cukup penghinaan ini saja! Jangan
beri dia kesempatan untuk laporan pada Odi bahwa
381 aku menangis!
Kau paksakan cincin ini padaku! Semata-mata
untuk melihat bagaimana pantasnya, untuk kemudian kau bandingkan dengan jari istrimu! Siapakah
kau Siapakah manusia yang kucintai ini Mungk
inkah kau sekejam itu Demi cinta kita yang sudah
jadi barang antik, tak dapatkah kau bebaskan aku
dari penghinaan Aku sudah dihina Odi, aku sudah
kalah terhadapnya... Masih haruskah kau juga menyiksaku
Tanpa membuka mata, Triska berusaha melepaskan cincin itu. Namun sepasang tangan yang kuat
mencegahnya. Ketika dia mau berontak, sebab hatinya mengisiki ada yang tidak beres, tangantangan
itu malah mendekapnya. ""My love."
Hatinya menggelepar panik. Didengarnya dengan j elas bisikan di telinganya itu sebelum dekapan
dilepas. Kelopaknya bergetar dan matanya terbuka
tanpa bisa ditahan. Dia menatap tak percaya.
Sebelum Triska mengerti jelas apa yang terjadi,
dilihatnya harmonika itu entah kapan disulapnya
benda itu keluar dari kantongnya sudah menempel di bibrnya, dan lagu itu membawanya kembali
ke tepi Danau Michigan, api unggun dalam terang
bulan di musim panas, enam tahun yang lalu, ketika
dia bersandar ke bahunya, dan suara banjo mengan
tarkan Carolina Moon, lalu harmonikanya mem
382 bawakan Let me call you sweet heart, I'm in love
With you, Let me hear you Whisper that you love
me fOO...
Triska menggigit bibir. ""Betulkah ini " gumamnya dengan suara bergetar. ""Aku bukan sedang
mimpi " bisiknya pada diri sendiri, dan digigitnya
bibirnya lebih keras seakan mau memastikan bahwa
ini memang realita. Ditatapnya Deni tanpa berkedip.
Deni menurunkan harmonika itu dari bibirnya
dan balas menatapnya. Untuk beberapa saat keduanya saling memandang.
""Kau nggak mimpi, Tris," bisiknya penuh
kelembutan.
Bibirnya tremor ketika dia membuka mulut.
""Kalau begitu kenapa kau harus pura pura mau
membeli pianoku Kenapa Audrey dipanggil Odi
oleh Marco Kenapa, kenapa, kenapa Kenapa mau
kau hancurkan hatiku " Digigitnya bibirnya kuat
kuat untuk mencegah jangan sampai air matanya
meleleh.
"Maafkan aku, Tris. Leluconku memang keterlaluan, tapi kalau kau tahu apa yang sudah kualami, mungkin kau rela mengampuni semua kelancanganku selama ini. Aku cuma ingin membuatmu
cemburu!"
""Apa yang sudah kau alami " tanyanya
mengerutkan kening.
383 Deni meraih kedua tangan Triska dan menangkupnya dalam kedua tangannya. Matanya menatap
tanpa kedip, Triska pun membalas sama.
""Setelah aku pulang ke Depok dari rumah sakit,
Odi pernah menelepon..."
Hah !
""Dia mene eritakan bagaimana dia memergokimu
di kamarku..."
Oh, Tuhan! Triska membelalak dengan mulut
setengah terbuka, bibir dan tenggoroknya terasa
kering.
""...Kau sedang berusaha mencabut infus... Kau
akui padanya, kau ingin membalas dendam pada
ku... Kau sakit hati dan tidak rela bila aku kembali
padanya..."
Oh, Tuhan! Karena itu kau, menjauhi aku! Mungkinkah kau mempercayainya Tidakkah intuisimu
memberitahu bahwa semua itu bohong
""Aku tidak tahu apa yang harus kupercayai, Tris.
Tapi aku sempat berpikir, seandainya itu betul, aku
takkan sakit hati. Sebab aku tahu, aku sudah bersalah padamu. Aku relakan kau membalas dendam
padaku bila kau mau"
Triska menggigit bibirnya kuat-kuat untuk
mencegah turunnya air mata, namun dia tidak
menyadari bahwa pipinya sebenarnya sudah basah
kuyup. Hatinya serasa terajam, pedih dan menya
384 kitkan. Jadi kau lebih percaya Odi dari aku! Betapa
menyakitkan!
"Maafkan aku, Tris, bila aku pernah meragukanmu. Tapi sekarang aku sadar, sebabnya bukanlah
kau, melainkan aku! Rasa bersalahku menyebabkan
aku merasa tidak berhak dicintai olehmu, bahwa sudah sepantasnya bila kau sakit hati dan ingin membalas dendam...."
Oh, Deni! Kalau begitu kau belum mengenal di
riku!
""Ketika Marco diopname, aku kebetulan mendengar kau berjanji akan mengajaknya tinggal bersamaku... Aku kurang percaya waktu itu...."
Sebab kau sudah termakan dustanya!
""Tak dapat kubayangkan betapa sedihnya hatiku mendengar orang yang kucintai ternyata... Oh,
Tris, maafkan aku mencurigaimu tanpa alasan! Untung suatu hari secara kebetulan Kris menceritakan
semua yang pernah kau adukan padanya juga pesanmu agar orangtuaku jangan sampai tahu. Oh, bukan
main bahagianya aku saat itu! Barulah aku yakin,
apa yang kau janjikan pada Marco memang keluar
dari lubuk hatimu. Dan aku bangga akan kebesaran
jiwamu, melindungi Nila dan Odi demi menjaga
keutuhan keluargaku. Tris, semua itu membuat aku
semakin mencintaimu, seandainya mungkin orang
mencintai lebih dari apa yang selama ini kurasakan
385 !! Triska menunduk memandang cincin berwarna
putih yang melilit di jarinya. Perlahan lahan tangannya bergerak mau melepaskan benda itu. Aku
kecewa! Aku sungguh kecewa! Kiranya apa yang
kau sebut cinta itu cuma kulit belaka! Sedikit saja
mendengar fitnah, kau langsung menghakimi aku!
Cinta tidak mungkin bertahan tanpa kepercayaan.
Sebaiknya kau ambil kembali cincin ini, sebab aku
tak mau menerimanya!
""Tapi, Tris, tak dapatkah kau maafkan aku sekali
lagi " seru Deni dengan suara panik. Triska terper
anjat. Rupanya dia bukan cuma berpikir, tapi men
gucapkan semua itu dengan suara jelas!
Dilepasnya cincin itu dan diserahkannya kemba
li. ""Tidak, tidak, tidak! Kau tak boleh mengem
balikannya! Oh, maafkan aku! Aku khilaf! Sebe
narnya bukan Odi yang kupercaya, tapi perasaanku
sendiri yang menuding diriku, membuat aku merasa
memang mungkin dan sepantasnya bila kau mem
balas... Tapi sekarang aku sudah sadar, masa kita
harus berpisah lagi karena ketololanku
""Tris, kau tidak tahu betapa suram rasanya
hidupku ketika kusangka kau betul betul mem
benciku. Setelah mendengar penuturan Kris, aku
begitu bahagia sampai sampai timbul ide gila untuk
386 menggodamu, pura pura mau kubeli piano itu untuk
istriku! Maafkan, maafkan aku!"
Triska menyorongkan cincin itu tanpa berkatakata. Deni menerima benda itu, tapi tiba-tiba diangkatnya tangan Triska dan dimasukkannya cincin itu
kembali ke j arinya.
Uh! Triska bagaikan tersedak sebab kaget. Tidak! Aku tidak sudi cintamu yang kurang keper
cayaan! Tidak! Aku tidak mau! Aku tidak mau kembali padamu! Aku tidak mau! Aku tidak mau! !!
Triska berusaha melepas kembali cincin itu, namun Deni memegangi tangan kanannya sehingga
niatnya tak dapat dilaksanakan. Dia meronta ronta
ingin melepaskan diri, namun Deni tak mau mele
pas cekalannya. Saking kesalnya Triska tersedusedan. Dia mencoba berontak dan mengibaskan
lengannya yang dicengkeram, tapi tahu tahu Deni
malah merangkum waj ahnya dengan kedua tangan
nya, dan memagut bibirnya.
Uh!!! Triska menggeleng sekeras kerasnya un
tuk menghindari kecupan itu, namun Deni bertahan.
Triska menggunakan kedua tangannya yang kini be
bas itu untuk mendorong Deni sekuat kuatnya.
""Jangan sentuh aku!" desisnya sambil mengisak.
Cincin itu diloloskannya dan dilemparkannya ke
lantai. ""Pergi! Pergi! Pergi!!! Dan jangan kembali
lagi!"
387 ""Tidak! Aku takkan pergi! Kau akan menjadi
istriku kembali, dan kau takkan bisa menolak! O,
ya, kau takkan bisa mengelak!" bisik Deni dengan
gemas. ""Aku sudah menunggu tiga tahun, Tris. Sekarang sudah saatnya kau kembali! Aku menuntut
agar kau kembali! ! !"
Triska menggigit bibir, menatapnya dengan
waswas sementara dia bersiap-siap untuk melarikan diri. Tapi Deni rupanya dapat menebak niatnya.
Begitu Triska menggerakkan tubuhnya, Deni juga
menyambarnya dan tahu-tahu sudah mendekapnya
dengan erat sekali sampai hampir-hampir dia tak
dapat bernapas. Triska berontak sambil mengertak
kan gigi dan berulang ulang mendesis, ""Lepaskan
aku! Lepaskan aku!"
""Katakan dulu kau bersedia kembali padaku,
baru akan kulepas."
""Nggak bakal!" desisnya sengit.
""Kalau begitu kita akan berdekapan terus sampai
pagi!
Triska dongkol sekali meudengar ancaman itu,
tapi apa daya tenaganya berkurang. Pikirannya berputar mencari jalan keluar tapi tak ada.
""Apa kau nggak mau memaafkan aku, Tris "
""Nggak!" semburnya sambil mengisak.
""Jadi kau selamatkan aku untuk apa Kau rawat
aku untuk apa Kau cukur kumisku setiap pagi un
388 tuk apa Kau putarkan aku Ave Maria setiap hari
untuk apa Aku akan lebih bersyukur dibiarkan
mati daripada harus hidup sengsara begini. Tanpa
cintamu, hidupku akan lebih miskin daripada gem
bel di kolong jembatan. Buat apa aku hidup kalau
cuma untuk melewatkan hari Apa kau ingin aku
sembuh hanya untuk kau siksa seperti ini Jawab,
Tris! J awab aku! Untuk apa semua itu kau lakukan
Kenapa nggak kau biarkan saja aku mati, kan engkau jadi bebas, untuk kawin lagi dengan Roy atau
Erik J awab aku!"
Tapi Triska tidak sanggup menjawab, sebab
tangisnya sudah meledak lagi, air matanya deras
membasahi kemeja Polo berwarna gading yang
dikenakan oleh Deni.
Bulan di atas bergerak tenang, mengawasi pergulatan sepasang hati, dan dedaunan pun berdiam
diri menunggu... Berhasilkah Deni memaksa Triska
agar kembali padanya
Ketika suara tangis agak mereda, Deni mengen
durkan dekapannya seolah khawatir Triska akan
sesak napas. Begitu dirasakannya kelonggaran itu,
Triska langsung berontak lagi untuk melepaskan
diri, tapi dengan sigap dapat dihalangi oleh Deni
yang kembali mempererat pelukannya.
""Tris, aku sungguh mencintaimu," bisiknya
sambil mengelus elus punggungnya, namun Triska
389 tidak kelihatan tergugah oleh deklarasi itu, bahkan
tidak ada tanda tanda bahwa dia telah mendengar
nya. Lama keduanya berdiam diri begitu, cuma disaksikan bulan. Akhirnya kedengaran Deni menarik
napas panj ang.
""Oke, aku menyerah. Mungkin tanpa kau sadari
kau sebenarnya masih mencintai Erik dan ingin
kembali padanya. Ya, aku melihat kalian waktu di
kapal, berduaan bercakap cakap begitu dekat, bah
kan mesra... Erik memang cocok untukmu, tampan
dan gagah, serta pasti belum pernah coba-coba menipumu seperti yang telah kulakukan. Aku yakin,
ia ksatria sejati, nggak seperti aku yang bloon dan
brengsek! Sekali lagi aku minta maaf bila aku telah
menyakiti hatimu, dan aku yakin, itu sudah sering
kali terj adi. Cuma satu penasaranku: Kenapa kau ingin aku hidup kalau kau memang berniat mencam
pakkan diriku Kenapa Kenapa nggak kau biarkan
aku mati JAWAB, Tris! Aku menuntut jawaban!
Kenapa, kenapa, kenapa kau selamatkan aku "
Deni melepas pelukannya dan mencekal kedua
pangkal lengan Triska, lalu menatapnya dan me
maksa Triska agar membalas tatapannya.
""Pandang aku, Tris," perintahnya. ""Dan beri aku
jawaban!"
Triska memandangnya dengan mata sembap. Bi
390 birnya bergetar namun tak ada suara yang terdengar.
Tahu tahu air matanya menetes lagi. ""Tinggalkan
aku!" bisiknya. ""Kembalilah pada Odi!"
""Sungguh Kau betul betul ingin aku kembali
padanya "
Triska tidak menj awab. Deni tiba tiba memeluknya lagi dan mengecupi kepalanya. ""Oh, Prinses, kau
kelihatan tidak bahagia! Semua gara gara aku! Tapi
aku berjanj i akan membahagiakanmu bila kau beri
aku kesempatan. Aku tahu kau mencintaiku. Karena
itu kembalilah, Tris. Besok kita akan meresmikan
lagi hubungan kita yang terputus ini. Besok kau
dan Marco akan pulang ke rumah kita.... Mau, kan,
Tris "
Triska tidak bergeming sama sekali, kedua len
gannya lurus kaku di sampingnya. Dia juga tidak
bersuara kecuali sesekali membersihkan hidung,
isaknya sudah reda.
Deni melepaskan pelukannya, meletakkan kedua


Sepagi Itu Kita Berpisah Karya Marga T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tangannya di atas bahu Triska dan menatapnya
penuh kehangatan. ""Hei, aku sudah berhasil diter
ima di Mensa!" serunya riang. Tapi Triska masih
tetap membisu.
""Nggak mau memberi aku selamat "
""Selamat!" ucap Triska seperti robot.
Deni tidak berkecil hati melihat reaksi yang di
paksakan itu. Dia malah menunduk dan mendekat
391 kan wajahnya ke depan, sehingga Triska dapat
melihat mata yang hitam bening itu dengan pupil
nya yang lebar, bagaikan sebuah kolam sejuk yang
tenang, dan dia serasa ditarik... amblas sampai ke
dasar... hangat, tenteram...
""Jangan bohongi aku, Tris! Lebih-lebih lagi, jangan dustai dirimu sendiri," bisik Deni, begitu dekat
sehingga napasnya yang hangat menyapu wajah
Triska. ""Akuilah bahwa kau mencintaiku! Akuilah,
Tris! Akuilah! Akuilah, akuilah, akuilah...."
...Damai, hening, cerah... Akuilah... hatiku yang
malang... sudah terlukai, namun tetap tak bisa membantah... akuilah... Sentosa, sejuk, tenang... Aku
terbenam... Dalam matanya kulihat... Oh, aku tak
dapat menyangkal...!
""Oke! Kuakui!" sahutnya setenang mungkin
seakan tengah menjawab pertanyaan ujian seorang
profesor. ""Tapi nggak berarti aku akan bersedia
kembali padamu!" sambungnya melempar granat.
Danau yang tenang itu tampak bergelora sesaat,
namun sesaat kemudian riaknya sudah menghilang
lagi.
""Jangan tolak keinginan hatimu sendiri, Tris,"
bisik Deni mengembalikan granatnya dengan tembakan maut.
""Oh, yaaa Jadi kau yakin begitu isi hatiku "
Deni tidak menggubris sindiran dan senyum dingin
392 yang terpampang di depannya. ""Mungkin aku dapat
membantumu menerima kenyataan," ujarnya sam
bil mengeluarkan sebuah recorder mini dari kantongnya, lalu menekan tombol yang paling ujung.
Tidak! Ini tidak sah! Curang! Pemerasan!
Pikirannya memekik panik, namun hatinya tertawa....
Ave Maria... Kau di sampingku, aku di samping
mu... Romo Yohanes bertanya... kau menj awab, aku
menjawab... Organ mengalun sendu, agung... Seberkas keharuan melilit hati... setiap serat di tubuh
menggetar, kejang, fibrilasi, fasikulasi, grand mal,
petit mal... Karena telah kau nyatakan cintamu pa
daku di depan Allah, dan cintaku padamu! Cintaku
padamu Cintaku... Cin-ta-ku...
Triska demikian asyik dalam kenangan sehingga tidak disadarinya sesuatu telah terjadi. Ave Maria telah berakhir, diganti dengan... Have ] told you
lately that I love you, Could ] tell you once again
somehow Have I told With all my heart and soul
how [ adore you, Well, darling, I'm telling you
now... T his heart would break in two ifyou refuse
me, I'm no good without you anyhow, This world
Will end today ifl should lose you, Well, darling,
I'm telling you now... Have I told you lately When
1 "m sleeping, Every dream [ dream is you somehow,
Have ] told you WhO [ like to share my lifeforevet;
393 Well, darling...
Triska menggigit bibir dan mengej ap ngejapkan
matanya yang mengancam mau banjir lagi. Apakah
aku harus menyerah kalah Hatiku yang brengsek!
Pengkhianat kau! Kenapa tak dapat kau tolak, kenapa tak mau kau lupakan !
""Tris," bisik Deni dekat sekali sehingga bibirnya
nyaris menyentuh waj ahnya, ""kita dapat mengulang
lagi semua itu. Tapi kali ini aku berjanji, kau takkan kecewa padaku! Tegakah kau merampas hak
Marco untuk memiliki masa kanak-kanak yang
bahagia bersama kedua orangtuanya Apakah mau
kau hancurkan hatinya seperti kau hancurkan hati
ku dan hatimu sendiri Anak itu sudah berkalikali
menanyakan aku, kapan Mami akan mengajaknya
pindah! Dan tadi sore ketika kau belum pulang, dia
mendesak lagi. Kalau kau tidak mau kembali untukku, kembalilah untuk Marco, dia membutuhkan
kita berdua!"
Triska mengisak lagi. Tembakan Deni jitu sekali. Dia sanggup menolak Deni, ia dapat menyangkal
keinginan hatinya sendiri, tapi dia tak mampu membiarkan Marco merana
""Nggak usah pura-pura sangat mencintai anak
itu!" desisnya sambil memandangnya dari balik tirai air mata. ""Bukankah kau berpesan pada Dokter
Kamal agar mengorbankannya bila terjadi komp
394 likasi Ingat !"
Deni menghela napas berat. ""Waktu itu
perasaanku kacau, Tris. Aku bukan berniat membunuhnya, tapi bila aku diharuskan memilih, terpaksa kau yang harus kupilih! Bukan karena aku tidak
menghendakinya atau kurang mencintainya, tapi
karena tanpa kau, aku tahu aku akan merana, mati,
atau bunuh diri! Dan akhirnya anak itu akan telantar
serta menderita. Mungkin dia takkan kekurangan
materi, tapi itu tak dapat menggantikan kasih say
ang orangtua, Tris. Dapatkah kau sayangkan betapa
kosongnya hidup seorang anak yatim-piatu, betapa
gersangnya hatinya Aku tidak tega menj erumuskan
anak kita ke jurang derita seperti itu. Aku memilih,
membiarkannya kembali ke pangkuan Tuhan... tapi
tak berarti aku takkan meratapi kepergiannya. Aku
mencintai Marco, Tris, sama besar seperti cintamu
padanya. Kau percaya, bukan Kau percaya, Tris "
Deni mengguncang bahunya perlahan.
Bagaimana dengan j anin yang kau suruh gugurkan Apa alasanmu Apakah kau juga akan mencin
tainya seandainya dia dibiarkan lahir Percaya ! O,
ya, aku percaya! Aku sangat ingin mempercayaimu,
tapi...
""Mengangguklah! Katakan kau percaya!"
Triska memandangnya seperti orang hilang in
gatan, namun selang beberapa saat lambat-lambat
395 kelihatan kepalanya mengangguk. Deni langsung
menarik napas lega seperti orang yang baru lulus
ujian Bedah Otak.
""Oh, Tris!" Serta-merta ditariknya Triska kembali ke dalam pelukannya, diletakkannya dagunya
ke puncak kepalanya, dibelai-belainya kuduknya,
dikecupnya dahinya, dan dibisikkannya, ""Kembalilah, Tris. Katakan, kau akan kembali, demi Mar
co. Biarpun bukan demi aku, aku rela. Yang penting, kita bisa bersatu lagi demi kebahagiaan Marco.
Kita bertanggung jawab atas kebahagiaannya, Tris.
Jangan sampai Marco jadi anak broken home yang
kesepian. Mau, ya, Tris. Tak usah kau jawab seka
rang, pikirkan tenang-tenang besok bila kau segar
kembali setelah tidur nyenya ."
Triska membiarkan dirinya didekap begitu sampai... entah berapa lama. Ketika Deni memandang
ke atas, dilihatnya bulan sudah condong ke barat.
Cepat-cepat dilihatnya arloji. ""Wow! Sudah setengah dua! Sebaiknya aku pulang sekarang supaya
kita masih bisa tidur beberapa jam." Dirangkumn
ya wajah Triska dalam kedua tangannya dan dikecupnya bibirnya, ringan tapi hangat.
Triska memandangnya, lalu tahu-tahu tercetus
dari bibirnya tanpa direncanakan, ""Nginap saja."
Sejenak Deni bengong seakan tidak yakin tel
ah mendengarnya. Kemudian dia menegaskan,
396 ""Boleh "
Triska mengangguk. ""Di kamar tamu."
""Kamarmu "
""Sudah penuh dengan Bobi dan Marco."
""Kalau begitu, ikutlah ngungsi ke kamar tamu!"
""Ngngng..."
""Aku dengar kau suka gembar-gembor, kau sudah menjadi istriku, masih, dan selalu akan..."
""Tapi ini kan negara hukum! " potongnya dengan
wajah panas. ""Aku dengar, pastor di J erman bahkan
nggak mau memberi Sakramen Perkawinan kalau
kita belum punya Surat Kawin!"
""Uuuiii!" Deni bersiul. ""Bikin hidup tambah su
sah saja!"
Deni memungut cincin yang tadi dibuang ke lan
tai, lalu diraihnya tangan kiri Triska, tapi ditepiskan.
""Besok saj a," kilahnya.
""Bangun tidur "
""Di Catatan Sipil!"
""Jadi besok kita berdua mendadak sakit, nggak
bisa dinas " seru Deni tertawa lebar.
""Kau memang pantas menjadi anggota Mensa!"
Deni terbahak bahak. ""Heran, walau sindiran,
kalau keluar dari mulutmu, rasanya kedengaran sep
erti pujian bagiku!" Dia mendecak, membuat Triska tersipu. Lalu tanpa sirene peringatan, tahu tahu
Deni sudah menunduk dan mengecup pucuk hidun
397 gnya.
Mereka kembali ke rumah, dan kali ini Triska
membiarkan pinggangnya dilingkari lengan yang
hangat. Triska menyandarkan kepala ke bahunya.
Keduanya melangkah pelan dalam sinar bulan,
diiringi Ave Maria yang syahdu. Diam-diam Triska mengucap syukur ke hadirat Ilahi, berterima
kasih karena dia sudah diantarkan pulang ke oase
hidupnya.
398 Bab 11
SEMINGGU setelah Triska resmi kembali ke ru
mah mereka berdua, telepon berdering dari Odi.
Seperti biasa, pada saat Deni sedang jaga malam.
Selama dia tinggal di rumah orangtuanya, Triska
tak pernah diganggu telepon. Mungkin Odi tak tahu
nomornya, tapi seandainya tahu pun pasti Odi tak
kan bisa menembus penjagaan ibunya yang selalu
menerima telepon yang masuk.
Saat itu Marco sudah lelap dalam kamarnya
yang indah, memeluk Snoopy, sementara Bella melingkar dalam keranjangnya di dekat sandal anak itu
di depan ranjang.
Triska langsung mengenali elegy itu dan jantungnya mulai berdebar kencang. Sesuai dengan
kehendak Deni, ditekannya tombol untuk merekam
percakapan itu.
Tanpa basa basi ""halo" atau ""selamat malam",
Odi langsung membentak, ""Kurang ajar sekali kau,
Tris! Tak tahu malu! kalau kau pikir aku nelepon
mau memberi selamat padamu, kau akan kecewa.
Sebab aku justru mau memperingatkan, aku akan
399 membalas dendam! Pengkhianatanmu bersama
Deni harus kau bayar! Dengan mahal!" Di antara
alunan musik yang membuat kuduknya merinding
itu, Triska mendengar napas yang memburu dipacu
kemarahan yang meluap.
Triska menarik napas jengkel. Tapi sekarang
dia tidak mau mengelak atau membujuk. Dia sudah
tahu j elas persoalannya. Dan itu dikatakannya terus
terang pada Odi.
""Kau katakan aku kurang ajar, tak tahu malu,
dan pengkhianat Heran sekali aku mendengar
kata-kata itu dari kau, yang sudah menyampaikan
pada Deni bahwa kau memergoki aku sedang men
cabut infus, mau membunuhnya!"
Terdengar Odi menarik napas cepat seakan kaget, tapi Triska tidak memberinya kesempatan untuk membela diri, sendainya dia mau menyangkal.
""Odi, aku sudah memberimu waktu tiga tahun! Apa
belum cukup Kalau kau nggak berhasil mendapatkan Deni kembali, itu urusanmu. Jangan salahin
aku! Aku sama sekali tidak merasa berdosa pada
mu. Aku nggak menghasut Deni agar menolakrnu.
Aku bahkan menganjurkan supaya dia kembali
padamu. Dia sendiri yang tidak mau. Dia kembali
padaku atas kemauannya sendiri. Aku nggak pernah
mengambil Deni dari sampingmu, sebab dia belum
pernah menjadi milikmu! Betul, kan Terimalah
400 kenyataan ini, Odi. Lupakanlah Deni, carilah yang
lain saja..."
""Nggak usah kau nasihati aku!" hardik Odi
memotongnya.
""Aku kasihan melihatmu menyia nyiakan masa
mu"
""Aku nggak butuh kasihanmu!" potongnya dengan murka. ""Pendeknya, nantikan pembalasanku!"
""Odi, dekatilah Roy! Aku tahu, kau pernah
mencintainya dan dia"
""Tahu Kau tahu apa tentang aku ! Huh!" Odi
mendengus. Suara tawanya yang melengking nyaring kedengaran lebih mirip suara rintihan sinis dari
orang yang sudah putus asa. Dan sebelum Triska
sempat memberi dorongan semangat, tahutahu...
Brukkk! Pesawat di sana sudah dibanting.
Malam itu tanggal dua November. Triska ingat,
sebab sore tadi dia mengajak Marco ke pesta ulang
tahun Rana, putri kedua Lupita. Ketika dia bersiap siap akan tidur, pesawat telepon berdering lagi.
Kali ini dari Deni. Triska melaporkan kej adian tadi.
""Pasang alat penerima telepon, Tris. Dengan begitu
kau tak perlu meladeninya lagi."
Triska menuruti anjuran itu. Betul saj a, dua hari
kemudian datang lagi telepon. Kali ini Deni ada di
rumah. Mereka sudah di kamar, tapi belum tidur.
Deni masih di belakang meja, mengetik makalah,
401 sedangkan Triska tengah membaca jurnal di sofa.
Begitu mendengar suara Odi, keduanya langsung
menghentikan kegiatan masing-masing, tertegun,
terpaku di tempat, jari-jari Deni seakan membeku
kaku di atas mesin tik, dan jurnal dalam pegangan
Triska terlepas ke pangkuan. Keduanya mendengar tanpa bersuara, dengan wajah mengerut tegang
seakan itu instruksi dari seorang penculik yang
melarikan Marco.
""Hari pembalasanku sudah tiba! Kau harus
membayar untuk semua yang telah kuderita! Garagara kau aku jadi kehilangan Deni!"
Huk! Tanpa kehendaknya, Triska sudah menge
jang mendengar tuduhan itu. Deni cepat cepat kel
uar dari belakang meja, menghampiri, dan duduk
di sebelahnya. Dipeluknya Triska erat erat seakan
mau melindunginya terhadap serangan verbal yang
menyakitkan itu. Suara Odi memang pedas dan
jelas sekali penuh dengan kebencian.
""...Kalau aku mati, kau juga akan kuseret ke dalam lembah kenistaan! Sebentar lagi! Tunggu saja!"


Sepagi Itu Kita Berpisah Karya Marga T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lalu seperti tempo hari, pesawat digabrukkan
dengan keras. Triska tiba tiba menggigil seperti
orang kena malaria. Deni bangun, mengambilkannya air panas dari termos, dan membuatkannya cokelat yang bisa menenangkan.
Setelah meneguk minuman itu Triska merasaa
402 lebih tenang. ""Trims," bisiknya menyerahkan kembali gelas yang kosong. ""Apa maksudnya barusan,
Den Kedengarannya seperti ancaman."
Deni menggeleng dan melenguh. ""Aku nggak
tahu. Bukankah setiap kali menelepon, dia memang
selalu memberi ancaman Tenang saja. Dia pasti
nggak berani nekat." Deni mencoba menghibur dan
mengajaknya pergi tidur. ""Biarlah makalah itu di
tunda dulu, toh masih ada waktu seminggu," ujarnya ketika Triska menyatakan khawatir, makalahnya
takkan selesai.
Esoknya, mereka tengah sarapan bertiga ketika
Triska mendadak menj erit kecil menatap koran pagi
di atas bufet. Matanya membelalak ngeri seakan
melihat kalaj engking merayap di situ...
Deni langsung bangun menghampiri. Dan dia
juga ikut tertegun. Di halaman depan bagian bawah
terdapat huruf besar besar, tebal, dan hitam yang
seakan menusuk mata mereka berdua: OD] BOBADILA TEWAS B UNUH DIRI!
Mereka berpandangan, dan dalam mata Triska
menggelepar gelepar kengerian yang tak terucapkan. Apakah dia mengirimkan surat surat ke ko
ran-koran untuk mencemarkan namaku Apakah
sudah dilaksanakannya ancamannya Dapatkah
dicegah jangan sampai dipublikasikan
""Aku harus memberitahu Papa!" bisiknya. Deni
403 mengangguk dan memutarkan nomor telepon, lalu
menyerahkannya pada Triska.
Marco yang memperhatikan mereka sejak tadi,
kini turun dari kursi dan bertanya, ""Ada apa, Mam
Daddy, ada apa "
Triska memaksa untuk tersenyum. ""Nggak ada
apa apa. Sana, ajak Bella makan di kebun bersama
Atun."
Untung Marco cukup penurut. Deni memban
tu membawakan piring rotinya, Atun mengangkat
mangkuk susu Bella.
Triska melaporkan apa yang dibacanya di koran
(ayahnya belum melihatnya) serta mengutarakan
kekhawatirannya sehubungan dengan ancaman Odi,
dilaporkannya juga mengenai kedua telepon yang
diterimanya.
""Tenang, Tris. Papa akan menghubungi Oom
Karim Saleh, minta dia menyelidiki soal ini. Kalau
ternyata ada surat yang memhtnahmu, Karim Saleh,
S.H. akan bisa mengatur supaya jangan sampai di
publikasikan. Jangan khawatir, serahkan semua
sama Papa. Kau tetap biasa saja, pergi tugas."
Walaupun Dokter Justin sudah meyakinkan
anaknya bahwa dia tak perlu takut, Triska toh tetap
merasa waswas. Terlebih ketika siangnya Roy Parega datang menemuinya.
""Sudah baca mengenai Odi " tanyanya tanpa
404 kata pengantar.
Triska mengangguk dengan bibir terkancing.
Tapi matanya yang kuyu mengatakan banyak,
dan Roy rupanya mengerti ketakutan Triska, sebab
dia terus menghibur, ""Jangan takut, namamu takkan
masuk ke koran!"
""Dari mana kau tahu " tanyanya, walaupun Tris
ka tidak merasa heran sebab semua teman dan keluarga sudah tahu apa penyebab dia dulu berpisah
dengan Deni. Karena Odi mengancam akan memfitnahnya ke koran-koran.
Roy sudah membuka mulut, tapi entah kenapa
dibatalkannya. Triska merasa bahwa iparnya ini
menyembunyikan sesuatu. Sikapnya seperti orang
yang resah.
""Walaupun nggak masuk koran, aku tetap merasa nggak enak, Roy. Aku merasa seperti yang ber
salah, seakan akulah yang telah membunuhnya! Oh,
aku tahu, secara logika aku tak bersalah. Tapi hati
kecilku tetap menuduh seakan aku penyebabnya.
Seandainya aku nggak ketemu Deni, seandainya
kami nggak kawin, seandainya Deni nggak kembali
padaku, seandainya... Ah, rasa bersalah ini sangat
menyiksaku!" Triska mengeluh. Waj ahnya memang
tampak lesu dan agak pucat.
Roy kelihatan salah tingkah. Ada dua tiga kali
Triska memergokinya seperti orang mau bicara, bi
405 birnya sudah terbuka, tapi tampak j elas dia raguragu
seakan tengah berperang batin, dan akhirnya ditut
upnya kembali mulutnya.
""Mungkin inilah yang dimaksud Odi dengan
pembalasannya! Aku akan dibebaninya dengan rasa
bersalah seumur hidup! Sekarang pun aku sudah
punya firasat, hidupku akan menjadi kacau, mun
gkin hubunganku dengan Deni juga akan tegang...."
Bibir Roy lagi-lagi kelihatan merekah, matanya
menatap ragu. Triska menunggu. Tapi setelah beberapa detik bibir itu pun terkatup lagi.
""Roy, adakah sesuatu yang mau kau katakan "
""Aku... Ah, eh... nggak, nggak ada!" sahutnya
terbata-bata.
""Kalau ada yang kau ketahui mengenai Odi, apa
saja, sekecil apa pun, yang kira-kira bisa meringankan beban mentalku, tolong katakan."
""Misalnya "
Triska menggeleng. ""Aku nggak tahu," keluhnya.
""Apa yang kau harapkan akan bisa menolongmu "
""Aku nggak tahu apa yang kuharapkan."
Roy mengepal dan membuka kepalannya berkali-kali, lalu cepat-cepat permisi ketika mendadak
teringat olehnya, ada pasien menunggunya.
Keesokan harinya Triska tetap masuk kerj a sep
406 erti biasa, tapi wajahnya makin kusut. Semalaman
dia tak berhasil tidur walaupun sudah menelan obat
tidur (untuk pertama kali dalam hidupnya). Dia
waswas, setiap saat matanya bisa tertumbuk pada
judul berita yang mengerikan atau dicari wartawan
sehubungan dengan surat yang dikirim ke redaksi,
atau... Uh! Bahkan perceraianku tidak menyebab
kan aku begini gelisah!
Pagi-pagi Roy sudah datang ke kamarnya. Dia
tak perlu menanyakan bagaimana keadaan Triska.
Wajahnya sudah menjelaskan bagaimana. Sekali ini
dia cuma bertamu lima menit, dan Triska juga tidak punya bahan untuk dipercakapkan. Pikirannya
tersita seluruhnya oleh peristiwa yang diberitakan
kemarin.
Pada hari ketiga, Triska mengalami sakit kepala hebat yang belum pernah dikenalnya selama
dia hidup. Dia terpaksa tidak pergi dinas. Deni
menyuruhnya istirahat saja dan memesan Marco
agar menelepon ke rumah sakit bila maminya perlu
apa-apa. Marco senang sekali main telepon berbentuk Miki Tikus itu, dan sudah bisa menirukan uca
pannya dalam bahasa Inggris, ""Telepon untukmu...
Telepon untukmu ...."
""Jangan sampai nervous break down, Tris," ujar
Deni menguatkan semangatnya. ""Bukankah Papa
semalam sudah nelepon, mengatakan semua beres,
407 sejauh ini nggak ada koran yang menerima surat apa
pun."
""Tapi rasa bersalah ini, Den. Ah, kau nggak bisa
merasakan kayak apa rasanya kalau ada yang bunuh
diri gara-gara kita!"
Hari itu Almarhumah Odi Bobadila akan dikebumikan Di mana mana berita itu menyergap
kepalanya. Mula-mula dari radio, warta berita pagi
pukul tujuh. Lalu dari koran yang tergeletak di bufet
ruang makan. Lalu agak siang, kembali dari radio,
kali ini radio di dapur yang sering disetel oleh Bi
Rinai untuk menghiburnya selama dia menyiangi
sayuran dan memasak. Kalau menuruti hati, Triska
ingin menyuruh Atun mematikan radio itu, untung
akal sehatnya mencegahnya. Jadi terpaksa dia ma
suk lagi ke kamar agar tak usah mendengar apa-apa.
Untung ada Marco yang dapat membuatnya
sibuk bersama Bella yang disayangnya. Deni menelepon tiap satu atau dua jam, diterima oleh Marco
yang melaporkan pada ibunya apa pesan ayahnya.
Dokter Justin juga telepon dari rumah sakit, rupanya diberitahu oleh Deni mengenai keadaan Triska.
Dokter Justin mencoba memberi pengertian
bahwa Triska sama sekali tidak perlu bertanggung
jawab atas kematian Odi, tapi yang bersangkutan
tampak tidak tergugah mendengarnya.
Nyonya Rosa datang berkunjung siang hari,
408 membawakan makanan kesukaan anak-cucunya.
Triska tahu, ibunya datang atas kisikan ayahnya
yang pasti telah meneleponnya. Hatinya gembira
ditemani ngobrol, namun keruwetan pikirannya ti
dak juga terpecahkan oleh senyum hangat dan pelukan mesra ibunya.
""Saya merasa menjadi penyebab bunuh dirinya,
Mam. Ini yang mengganggu pikiran, Mam."
Nyonya Rosa kelihatan khawatir melihat
keadaan anaknya, sebab Triska biasanya tegar dan
tidak gampang ketakutan, sedih, atau mengasihani
diri sendiri. Bahkan setelah diberitahu dokter bahwa
dia takkan mungkin hamil, keadaannya masih tidak
segawat sekarang. Ya, Triska ingat sendiri saat itu.
Aku tak pernah begini depresi! pikirnya khawatir.
J angan j angan aku akan memerlukan bantuan psikiater! Celaka! Aku paling benci psikiater! Apalagi
kalau sampai harus menelan belasan pil aneka warna, lebih baik aku mati daripada pikiranku jadi berkabut, tak bisa membedakan siang dan malam, tak
dapat menikmati indahnya awan dan laut, menjadi
beban bagi diriku sendiri....
Nyonya Rosa menunggu sampai Deni pulang,
baru dia permisi. Sebelumnya, Triska sempat melihat keduanya kasak-kusuk, begitu dia muncul,
keduanya langsung menghentikan percakapan. Tapi
Triska terlalu depresi sehingga tidak peduli lagi
409 dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Dia tahu,
semua orang khawatir mengenai dirinya, tapi dia
sendiri acuh saja.
""Tris, Roy akan menengokmu nanti sore sep
ulang dari praktek," ujar Deni setelah menanyakan
bagaimana keadaannya seharian.
""Apa dia bilang mau mengatakan sesuatu pada
ku " tanyanya penuh harap.
Deni menggeleng. ""Dia cuma bilang mau men
jenguk." Harapannya musnah dan hatinya kembali
harus menanggung beban rasa bersalah....
Untung hari itu Deni tidak praktek sore, sehing
ga dapat menemani dan mengaj aknya main halma
bertiga dengan Marco, main catur Marco cuma
menonton, atau menyaksikan Video anak anak.
Apa saja, pokoknya asal bisa membuat Triska sibuk
memutar otak, sehingga takkan sempat menyesali
apa yang telah terjadi.
Roy datang sudah malam, pukul sepuluh lewat
Marco sudah tidur.
""Maaf, begini malam. Pasienku banyak dan aku
sudah sangat lapar, jadi makan dulu ke atas," ka
tanya menjelaskan. Triska tahu, Roy praktek dalam
410 kompleks pertokoan, sehingga gampang mencari
makanan, tinggal naik ke tingkat atas.
""Aku sebenarnya nggak merasa sreg mengatakan apa yang harus kukatakan nanti. Tapi aku telah memikirkannya selama tiga hari. Aku khawatir
melihatmu, Tris. Apalagi setelah kutanyakan pada
Deni tadi pagi bagaimana perkembanganmu. Aku
merasa wajib menolongmu."
""Kalau kau tahu bisa menolongku, kenapa ditunda-tunda Aku sungguh merasa tersiksa dengan
perasaanku," keluh Triska.
Roy mengangguk, menangkupkan kedua tan
gannya di atas lutut, memajukan tubuh ke depan,
dan menghela napas panjang. Kopi yang disuguh
kan Bi Rinai tidak diacuhkannya. Matanya menunduk menekuri lantai dan suaranya pun setengah berbisik seperti orang takut ketahuan.
""Apa yang akan kukatakan ini adalah rahasia j abatan."
Huk! Triska dan Deni serentak tertegun. Deni
mempererat pelukannya ketika dirasakannya Triska
mengejang dan mengeluarkan bunyi seperti orang
tersedak.
Roy mengangguk. ""Ya, betul. Karena itu aku
ragu mengatakannya. Bagiku rahasia jabatan adalah tabu, dan belum pernah kubeberkan pada siapa
pun. Tapi setelah menimbang nimbang, aku ber
411 pendapat, lebih baik menolong yang hidup daripada
melindungi yang sudah meninggal. Singkatnya, aku
mau bilang, kematian Odi bukanlah garagaramu!
Dan aku punya bukti!"
Oh! Triska tertegun untuk kedua kalinya. Tapi
kali ini wajahnya langsung kelihatan lega, agak
berseri lagi, ketegangan di sekitar mata dan bibirnya mereda.
""Kalau begitu kenapa. "
Roy mengulapkan tangan. ""Akan kuceritakan
semua!" Dipandangnya Triska dan Deni bergantian.
""Odi menderita herpes genitalis yang sangat men
jengkelkannya bila sedang kambuh!"
Oh! Triska menutup mulutnya dengan telapak
tangan dan menoleh, menatap Deni dengan membelalak.
""Kenapa kau pandang aku begitu " tegur Deni
mengernyitkan kening.
""Kau dengar apa kata Roy!"
""Ya! Lalu "
""Odi kena herpes, dan kau tenang-tenang saj a !"
""Lho! Aku harus gimana " Deni tertawa.
Tapi Triska malah mengerutkan kening. ""Kau
nggak mau check up ! Yakin nggak ketularan "
""Lho!" Deni melongo.
Triska tersenyum. ""Kau nggak menyangka aku
tahu, bukan "
412 ""Mengenai... "
""Anakmu! Odi menggugurkannya, bukan Atas


Sepagi Itu Kita Berpisah Karya Marga T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

suruhanmu "
Deni tertawa. ""Oh, itu! Ya, dia memang mau
abor... Eh, nanti dulu! Kau bilang aku yang suruh "
""Dia yang bilang!"
""Tris, apa kau serius Aku... menyuruh dia...
me... Kenapa "
""Karena waktu itu kalian belum bisa kawin! J adi
anakmu itu kau suruh enyahkan! Bohongkah aku "
""Kau nggak, tapi Odi!" Deni tiba-tiba menjadi
serius. Dipandangnya Triska dengan nanar seakan
tak ada orang lain di situ. ""Jadi kau mempercayainya "
""Apa kau sendiri nggak " Diingatkan begitu,
Deni menggaruk-garuk kepala sambil menggeleng.
""Tris, dengar baik baik! Aku belum pernah terlibat
hubungan intim dengannya atau perempuan mana
pun! Ketika kita kawin, bukan kau sendiri yang
masih perawan, tahu! Ketika aku melihat Odi pertama kali, perutnya sudah gendut. Dia diantarkan
oleh Nila yang mengira bisa membujukku agar mau
menggugurkan kandungan temannya. Tentu saja
aku nggak mau!"
""Dan kau kirim dia padaku!" Roy mendecak.
""Sori, mek! Habis cuma kau yang kuingat saat
itu! Tapi kan nggak kau kerjakan "
413 ""Terang nggak! Akhirnya dia ke dukun, tapi ti
dak kutanyakan di mana. Setelah itu dia malah balik
padaku untuk penyakitnya yang lain!"
Roy Parega menghela napas. ""Pacar yang menghamilinya itu kemudian dibawanya padaku dan
menjadi pasienku sampai meninggal tahun lalu."
Roy menggeleng. ""Orang luar biasa! Semua penya
kit diborongnya!"
""Sakit apa " tanya Triska ingin tahu.
""GASH !"
""Syndrome apa itu "
"'Gonore, AIDS, sifilis, herpes!"
""Astaga! Dan dia plus karena ... "
""Tebak sendiri!"
Triska menoleh pada suaminya. ""Dan dia lantas
pacaran denganmu."
Deni geleng geleng kepala. ""Aku nggak tahu
gimana aku sampai kecantol dengannya! Mungkin
waktu itu aku masih ingusan, lihat cewek cakep
langsung kesetrum!"
""Kalian pacaran itu memang sudah diatur oleh
mereka," tukas Roy.
Deni berjengit mendengarnya. ""Eh, bagaima
na "
""Odi bilang, Nila yang memberitahu soal warisanmu itu. Dia memang sengaja mengatur agar kau
pacaran dengan Odi, lalu bila nanti berhasil kawin,
414 Odi akan membujukmu agar memberikan bagian
yang lebih banyak pada mereka. Tapi Nila tidak
menyangka, nenek kalian nggak suka sama Odi."
""Rasanya sudah pernah kudengar skenario semacam ini! 0, ya, Tris! Eh, itu kan yang kau dengar di
WC tempo hari, Tris "
Triska mengangguk. ""Jadi Odi bunuh diri karena
herpes "
""Orang memang sengsara sekali kalau kena herpes, tapi dengan Acyclovir, serangan bisa diredam
dari tiap bulan menjadi dua atau tiga bulan sekali. Odi bukan bunuh diri karena itu. Sebulan yang
lalu dia ketahuan menderita kaposi sarcomaf" Aku
langsung menduga jelek. Dan betul saja. Tiga hari
yang lalu dia dinyatakan positifAIDS !"
""Ah!" seru Triska tertahan.
""Petualangan yang berbahaya!" tukas Deni
menggeleng.
""Dan ia mengatakan padaku, dia tidak mau sampai ketahuan umum mendapat penyakit itu. Dia bil
ang, lebih baik dia mati sebelum penyakitnya mera
jalela. "Aku nggak mau jadi kurus kering dan jelek!"
katanya. "Aku ingin dikenang seperti aku sekarang
ini, cantik dan beken. Aku toh akan mati gara-gara
penyakitku, dipercepat sedikit kan nggak j adi soal!"
Kukira dia cuma guyon, sebab ngomongnya sambil
thmsi dari AIDS)
415 ketawa-ketawa. Dia minta obat tidur, tapi nggak kuberi, sebab dia nggak menderita insomnia. Mungkin
dia mencarinya di pasar gelap."
""Dia menelan pil tidur " tanya Triska.
""Ya."
""Dan bagaimana kau bisa yakin, dia nggak bakal
ngirim surat ke koran "
""Sebab aku sudah mengancamnya, kalau dia
sampai berani menjelek-jelekkan kamu ke koran,
aku bersumpah, walaupun sampai dikeluarkan dari
IDI," aku akan membeberkan rahasia penyakitnya
pada wartawan, dan menceritakan apa sebenarnya
yang menyebabkan kematiannya! Yang kumaksud,
bila dia plus karena penyakitnya. Waktu itu aku nggak menduga dia akan berani nekat menghabiskan
nyawa sendiri! Nah, kubilang padanya, riwayat
penyakitnya pasti akan lebih menarik sebagai bahan
sensasi daripada tuduhan merebut pacar yang mau
dilontarkannya pada seorang dokter. Odi mengerti
dan takut. Dia berj anj i akan membatalkan niatnya."
""Roy, bolehkah aku berterus terang Tempo hari
kau mengaku, kau pernah mencintainya, dan dia
juga pernah mencintaimu. Ketika kutanya kenapa
kau nggak nikah saja dengannya, kau ragu menjawab, apa karena masalah rahasia j abatan ini Apa
kau putus dengannya gara gara herpes Waktu itu
** Ikatan Dokter Indonesia
416 kan dia belum ketahuan kena AIDS "
Roy nyengir kuda dan berdehem. ""Seharusnya
kujawab ya. Sebab aku memang ngeri sama Virus
yang satu itu, amit amit j angan sampai nular. Tapi
kurasa, kalau aku sangat mencintainya, aku takkan
peduli dia sakit apa pun, akan kulakoni juga hidup dengannya. Masalahnya, kalau kau izinkan aku
berkata sejujurnya, terpaksa kuakui bahwa cintaku
padanya tidak cukup besar untuk melupakan..."
Pancaran matanya yang menatap Triska membuat
dia segera siaga dan buru-buru mengulapkan tangan.
"Cukup! Cukup! Sekali ini kau nggak usah
berkata sejujurnya, kuizinkan!" ujar Triska sedikit
panik, khawatir ""Duli, Tuanku, Junjungan, Paduka
yang Mulia" Deniano Melnik nanti merasa kurang
senang dan memaklumkan perang terhadap kelancangan Dokter Parega.
Nyengir kuda di wajahnya makin melebar ketika dia bertanya, ""Apa kau takut dipentung oleh "tuan mu' "
Deni yang menolong jawab, ""Dia takut KAU
yang akan kupentung!"
417 Esok paginya sebelum sarapan, keduanya membaca berita penguburan Odi Bobadila. Kerandanya
panjang dan langsing, pada tutupnya terdapat tulisan R.I.P., karangan bunga bertimbun di pinggir
liang, pelayat berjubel. Triska menunjuk seseorang
yang berdiri di baris depan, berkacamata hitam.
Deni juga mengenalinya, Nila.
Wajah Nila jelas sekali sebab kena fokus.
""Air mukanya seperti orang yang mau mem
bunuh," tukas Triska bergidik.
Deni menghela napas. ""Habis, rencananya berantakan sama sekali! Yah! Akan kucoba membujuk
ayahku agar melipatgandakan warisan bagian mere
ka. Ayahku takut, kalau dibagi rata, berarti mendurhakai pesan orangtua, tapi kalau cuma menambah
kan nggak berarti durhaka Hitung-hitung ngasih
kado sama keponakan Atau karena itu atas namaku, ya ngasih sama sepupu-sepupu Aku sudah
memiliki semua yang pernah kudambakan, kau dan
Marco. Aku tidak memerlukan apa-apa yang lain."
Deni berdiri dan memutar piringan hitam. Lagu
merdu langsung mengalun menyapu hati mereka
dengan sapuan lembut warna cinta yang diracik di
atas palet yang tak pernah kering dengan gairah.
Deni mengikuti musik itu dengan berdendang pe
lan, You belong to my heart, now and forever... And
our love had its start, not long ago... We were gath
418 ering stars while a million guitars played our love
song... When I said "I love you", every beat Ofmy
heart said it too... 'Twas a moment like this do you
remember ...Andyour eyes threw a kiss When...
Triska menghela napas dan menggigit bibir sam
bil melipat koran. Yah! Semoga sakit hati mereka
bisa dicairkan! Ah! Semuanya gara-gara uang!
Tamat
419 SEPAGI ITU
KITA BERPISAH
Triska memaksa berpisah dengan Deni. Deni meyakinkannya
bahwa ia takkan kembali pada Odi, sehingga Triska sempat
berharap mereka akan bersatu lagi. Namun Odi ternyata terus
mengejar Deni dengan gencar, dan ketika Triska melihat
dalam koran gambar mereka yang mesra di sebuah klub
malam, harapannya luluh dan ia menjauh dari mantan suaminya. Sangkanya cintanya untuk laki-Iaki itu sudah lenyap,
dan ia pasti sanggup hidup tanpa Deni.
Pada suatu malam Deni kecelakaan berat. Triska pun terlontar kembali ke alam nyata.... Cintanya ternyata belum padam
sama sekali! Sudah tak ada harapan bagi Deni, namun Triska
masih mengharapkan mukjizat. Ia berjanji akan kembali
kepada Deni bila ia selamat.
Deni memang akhirnya selamat, namun memar otaknya
membuat kepribadiannya berubah! Ia kini malah menjauhi
Triska! Triska mulai menyesal kenapa bujukan Deni dulu untuk
rujuk kembali selalu ditolaknya berulang kali. Kini kesempatan
itu sudah hilang...
Belum sempat dia mencari jalan untuk mendekati Deni
kembali, musibah lain menyusul. Marco, anak mereka, diduga
terserang tumorotak dan kemungkinan besar akan buta! Dan
seakan tidak punya perasaan, Deni malah menusuk hatinya
dengan pemberitahuan bahwa dia akan segera menikah!!!
Betulkah ada orang setega itu Mungkinkah !
Keributan Sesama Kawan 2 Si Penakluk Dewa Iblis Karya Lovely Dear Pendekar Lembah Naga 24

Cari Blog Ini