Ceritasilat Novel Online

Gembong Kartasura 2

Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo Bagian 2


si Kunyuk-sakti ..... hebat-hebat......... dalam asuhan guru sakti, tak
ada murid yang lemah, teranglah dia ini pasti murid Kunyuk tua itu.
Bagus-bagus . . . . . memgapa tak kucoba kemampuannya, untuk
dinilai sekaligus."
65 Dari jauh denmas Purbaya melihat seorang tua bertongkat jatuh
tergelincir masuk ke dalam jurang yang dalamnya tidak kurang dari
lima meteran. Sayang ... sekalipun ia dapat terbang benar, tidaklah
ia dapat mencegah omng tua itu terperosot jaiuh, karena jaraknya
masih terlalu jauh dari tempat orang itu berada.
Celaka-teriak pemuda itu itu, saking ngeri melihat tubuh
seorang kakek terjatuh dari tempal yang cukup tinggi, untuk
memdapat luka parah. Dan dalam beberapa loncatan saja sampailah
ia pada tebing curam tersebut. Ternyata dasar jurang luas juga, kirakira 4-5 meter. Disilulah orang tua tadi tedihat terlemtang tanpa
gaya lagi layaknya. Terjunlah demmas Purbaya demgan gaya yang
entemg sekali kedalam jurang untuk segera dapat memberi
pertolongan kepada si celaka.
Tetapi siapa tahu ..... baru ia mengulurkan tangan hendak
memjamah orangnya, kakek itu sudah melenting ringgi sambil
menampel tangan yang hendak menolongnya, demgan mata melotot
bengis. Setelah kakinya menginjak tanah, segera ia mengambil
sikap memusuhi si pemuda.
Demmas Purbaya yang sekarang itu, bukanlah pemuda yang
baru datang dari Kartasura dulu ...... bagaimana cepat orang
menyererangnya, dalam keadaan tak berjaga-jaga, mustahil orang
dapat menyentuhnya, hanya karema kepekaan prrasaannya yang
terlatih baik sekali itu. Maka tampelan kakek itupun lewat tanpa
memyentuh tangan yaing dijulurkan walaupun hanya selisih
setemgah senti saja
Sudah barang tentu kakek tua itu memuji demgan perasaan
kagum dalam hatinya, karema pemuda itu dapat menghindar dari
tampelan tangannya yang digerakkan gesit luar biasa.
Denmas Purbaya-pun tak luput dari perasaan kaget, tiba-tiba
merasakan samberan angin keras sekali kearah lengan yang
66 diulurkan. Baiknya jurus palwaranu telah menjadi darah dagingnya,
dapat bekerja otomatis dan cepat hingga dapat mengikuti, arah
samberan anginnya beberapa senti untuk kemudian mengelak,
dengan memiringkan lengan itu maka bebaslah ia. Kini pemuda itu
sudah berdiri berhadapan dengan orang yang menyerangnya secara
aneh tadi.
"Hai .... mengapa dia masih dapat bergerak secepat ini pikir
pemuda itu setengah tidak percaja .... Menilai gerakannya, dialah
seorang sakti sekali ... Mengapa bisa terjatuh dijurang? Meloncat
dari keadaan celentang, hanya dengan melenggangkan badan,
sambil menampel tangan orang masakan dapat dikerjakan orang
biasa? Hmm .... agaknya orang ini mempunyai kehendak tertentu
apakah itu?"
Kakek itu membentak keras dengan menudingkan tongkatnya :
"Kau mau apa .... huhhh, pemuda tak tau malu .... , Kau mau
rampas barangku ...... kau kira aku sudah mampus, bukan? Wah,
kok enak ya, menghendaki barang orang tanpa keluar uangpokok,
alias merampok. jangan kira aku takut padamu, Ya!"
Jawab pemuda itu sambil membelalakkan mata tidak mengerti,
"Tidak pak, tidak ... ak-ak ... aku tidak hendak merampas
barangmu, aku bukan perampok, Sebenamya .... eh, sebenamya .
eh ....!"
"Eh, eh- apa kalau tidak mau mengambil barangku, Huu-uh,
memalukan anak muda jaman sekarang, pengecut tanpa guna.
Jangam bersikap pura-pura ya, terhadap aku si orang tua. Masakan
aku tidak tahu kehendakmu itu ?"
"Kakek, jangan menuduh orang sembarangan saja. Yang benar
aku hendak menolong bapak ini. Dari jauh aku melihat bapak
67 terjatuh kedalam jurang. ltulah sebabnya aku juga berada disini.
Tetapi temyata bapak tidak mendapat luka, maka sebaiknya aku
melancutkan perjalananku saja,
"Nah, sel ... "
"Hei .... tidak - tidak bisa begitu mudah selesai urusan kita ini.
Kalau kamu kulepaskan begitu saja mana kamu tidak akan menjadi
momok masarakat, merampas disini, merampok disana, berbuat
sewenang-wenang menuruti kehendakmu sendiri saja!"
"Tidakkah bapak ini aneh sekali, apanya yang masih harus
diselesaikan . atau, adakah kehendak bapak yang tertentu
terhadap diriku!?"
"Huh .... maksud apa-apaan .... yang benar ... saja, aku ingin
memberi pelajaran kepadamu, supaya jangan sok suka bertanganpanjang, menginginkan milik orang lain!"
"Terima kasih, pak tua ... , pelajaranmu itu pasti akan
kupedomani selalu."
"Mana bisa pemuda sepertimu dapat mengingat-ingat pelajaran
orang tanpa iringan yang mengesankan bagimu!"
"Lalu .... bagaimanakah bentuk iringan mengesankan yang pak
tua maksud itu?"
"Ha-ha-haa .... apa lagi kalau bukan tiga kali tamparan dan tiga
kali gamparan keras, untuk merekatkan pelajaran itu pada
tubuhmu!"
"Ah, agaknya itulah maksnd pak tua yang tertentu kepadaku.
Nah .... baiklah, silahkan kakek melalukannya. Hanya ketahuila,
bahwa aku akan mempertahankan diri sedapat mungkin secara
orang-laki-laki, aku merasa tidak bersalah."
"Boleh-boleh.... kalau kau mampu saja berbuat begitu."
68 Habis berkata demikian orang tua tersebut yang sebenamya
Kyai Harga Dumilah atau HARGA-BELAH bemama ajar
HADISUKSMA, lalu mengibaskan kedua lengan bajunya ?but-but?
cepat sekali berturutan. Angin santer sekali menyambar kearah
denmas Purbaya yang nampak melangkah surut selangkah lalu
mengegoskan badannya kekiri dan kekanan mengikuti arah dan
gaya pukulan tadi, Bebaslah ia dari inti samberan angin pukulan,
sedang kedua tangannya yang melindungi dada dan lambung, sudah
bergerak otomatis menghantam dan menindih serangan lawan dari
samping blang berbenturanlah kedua angin pukulan sakti itu,
maka gempurlah kedudukan kaki kedua pelakunya.
"Bagus ...... seru HADI SUKSMA, . . . temagamu hebat sekali,
apakah kau dapat mengimbangi kecepatan ini juga?!"
Berka ta demikian sambil melancarkan pukulan berantai yang
cepatnya sebagai air bah melanda dataran berupa jotosan gebahansabetan tangan miring-cengkeraman-rangsangan tusukan jari
kesegala arah yang sangat berbahaya. Jangankan hingga tersentuh
jari orang sakti itu ...... baru terserempet anginnya saja cukup
memberi kesan sebagai disajat pisau tajam.
Terapi jurus PALWA RANU pemuda gemblengan itu,
bukanlah jurus yang terlatih biasa saja, melainkan sudah menjadi
ilmu seurat sedaging dengan pemudanya, maka ajar Hadisuksma
boleh mempercepat gerakannya bila masih dapat neningkatkan
kecepatannya . pastilah tidak akan menjadi halangan bagi
pemuda luar biasa ini.
Semakin lama bertempur, semakin menjadi kagumlah orang tua itu.
Sudah berkali-kali ia menggunakan jurus istimewanya.
Srikatan menyambar walang (burung srikatan menyambar
belalang), namun jurus inipun tiada berguna, karena ditimpali nya
dengan jurus Prenjak tinaji oleh lawannya.
69 Sudah lebih dari satu jam mereka mengadu tiasa, keras lawan
keras, gesit lawan cepat tipu lawan siasat, maka pertempuran itu
kian menjadi seru demgan kecepatan yang mengaburkan pandangan
mata. Keduanya berusaha keras untuk menindih kekuatan lawan,
namun hingga sekarang mereka masih berhautam seimbang.
Perbedaannya hanya nampak pada sikap masing-masing setelah
bertanding lama iiu, Denmas Purbaya kian menjadi bersemangat,
mantap gagah dan garang berseri-seri, sedang dipihak lain kian
nampak tenang, penuh semangat tetapi juga sangat berhati-hati dan
cermat menghemat tenaga dalam pertahanan gigih.
Hingga disitu sebenamya tahulah ajar Harga Belah, bahwa
pemuda ini sekurang-kurangnya dapat mengimbangi kekuatannya
sendiri, malahan masih mempunyai segi-segi keunggulan. Tetapi ia
belum lagi mau menghentikan percobaannya... ingin benar ia
tahu hingga manakah pumjak kemampuan pemuda asuhan
sahabatnya, si Kunyuk Sakti itu, Masih ia memancing-mancing
serangan atau pertahanan denmas Purbaya.
Maka celakalah tebing-tebing jurang dimana mereka bertempur
itu, terpaksa mengalami perubahan tergempur di beberapa tepinya,
batu-batu gunung wadas-wadas yang terdapat di dinding relung itu,
banyak yang terbongkah dan pecah berhamburan karena pukulanpukulan istimewa. Lebih hebat lagi kerusakan dinding jurang waktu
denmas Purbaya mulai mengunakan jurus. BUMl GENJOT
GONJANG-GANJlNG jang tidak tanggung-tanggung kehebatannya
...... biarpun pemuda itu hanya mengunakan dua jurus saja, yaitu
jurus Bumi Genjot dan Bumi Gonjng Bagaikan hujan batu besarbesar dari mulut jurang tadi yang melurug kebawab membawa serta
batang-batang pohon yang berada dijalanan.
Repotlah Kyai Harga-belah, menyelamatkan diri dari pukulanpukulan geledek pemuda itu, yang anginnya meajesakkan napasnya,
menindih tenaganya bagaikan menahan tubuhnya tugu-baja. Dengan
70 meloncat jauh-jauh, baru ia merasa agak bebas dari gangguan
tenaga sakti lawanya.
Benar benar ia menjadi sibuk sekali, karena dengan menghindar
sejam demikian, pastilah segera ludas kekuatannya, dipergunakan
berlehih lebihan itu. Hampir saja ia hendak berseru mengaku kalah
saja, tetapi terdengar teriak orang mendahulumja: "Tahan
seranganmu, denmas."
Tahulah Purbaya, bahwa yang datang menyela itu, gurunya
sendiri. "Ah. paman guru pasti tahu, siapa lawanku bertempur ini,"
demikianlah ia berpikir. Kini muncullah ki Ajar Cemara-Tunggal
dari balik batu menonjol, dalam jurang itu, entah bagaimana
datangnya.
Dengan senyuman lebar berkatalah ia: "Heh-heh-heh sudab
puas menjajagi kekuatan muridku, kakek pikun Harga-belah ..... Hah.a, untung kamu hanya diberondong dengan pukulan Bumi genjot
dan bumi gonjing, saja .... heh-heh-heh, kalau disertakan pukullan
gabungannya .. bumi genjot-gonjang-ganjing, dimana kamu
dapat menaruhkan kepalamu yang sudah botak itu, pikun ... ?"
"Aih, hebat, ... hebat, kau benar Kunyak-tua, muridmu itu
bukan tandinganku, tetapi dalam jangka waktu setengah tahun lagi
saja . , huh-huh-huh . . jangan harap, kau masih tahan akan
terjangannya, jya ...."
"Tak usah lama-lama, sekarang saja aku sudah kalah tenaga
kalah luwes dan cekatan. Hmm .... sekarang kembali kepada kau,
apakah perlumu berkeliaran sampai disini, pikun.... Tidakkah aku
sudah berjanji akan membawa muridku kerumahmu?"
"Yaaaah, aku ingin menyengukmu, Kunyuk .... sudah lama
sekali kita tidak bertukar pikiran. Kecuali itu aku ingin juga melihat
pemuda asuhanmu yang di-puji-piji oleh si Jaka Bluwo, si bisu,
Sumber Pustaka : Gunawan Aj
Pdf image : Gunawan Aj
https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
71 Nah, sekarang puaslah hatiku .... dan, jaaah .....mana dapat muridmuridku merendengi pemuda ini. Eh, Kunyuk-tua, coba
perkenankanlah aku kepadanya!"
"Aih, pikun .... kau, benar sudah menjadi amat tua, sampai
bertempur hampir copot semua anggota badanmu, kamu belum
mengenal lawan, bagaimana sih kamu ini? Murid-tunggalku itu
bemama denmas Purbaya, putera Pangeran Puger, yang menjadi
sahabatku. Sebelum denmas berguru kepadaku, sudah mendapat
dasar kuat sekali dari ayahandnya sendiri ... asuhanku hanya bersifat
tambahan dan memperkokoh dasaran saja."
"Bagaimana kau sudah berhasil, Kunyuk-tua, baguslah!"
Purbaya hanya tersenyum saja seraya membongkok hormat
kepada bekas lawannya, yang temyata sahabat karib gurunya itu.
Berkatalah ajar Hadisuksma: Terima-kasih denmas ..... kau
benar-benar hebat. Tidak lama lagi, denmaslah jago nomor satu
diantara gembong-gembong para sakti di bawah bentangan langit
ini. Sertakanlah kebijaksanaan dalam segala tindakanmu nanti,
pastilah peri kemanusiaan mendapat manfaat besar dari tokoh
sepertimu ini."
"Terima kasih alas petunjukmu paman Hadisuksma!"
"Heii, Kunyuk-tua .... sudahkah muridmu itu mempunyai nama
julukan? Apakah gerangan yang pantas sekali, baginya. yang
semuda ini, tetapi sudah memiliki kemampuan yang sudah sulit
diukur lagi itu .... Bila saja sudah agak tua dikit, PANEMBAHAN
lah gelarnya!"
"Eh, jangan sekarang disebut begitu nanti bila usianya
sudah 40 kesana, baru boleh. Sebaiknya sekarang memakai gelar
PUTUT dulu, julukannya PUNUNG, singkatan dari EMPU (ahli /
nenek-mojang kesaktian) dan GUNUNG (dari gunung dan bukit
72 bukit) Jadi utuhnya gelar muridku sejak hari ini adalah: PUTUT
PUNUNG ..... yang kemudian setelah berumur 40 tahun menjadi
PANEMBAHAN-PUNUNG.."
"Bagus-bagus julukan itu .... aku menjadi saksinya.
Nah, denmas .... jaga baik-baiklah nama besarmu yang kau
terima dari monyet?monyet pemunggu-gunuug seperti kita-kita,
supaja jangan temoda. nama pemberian kami ini.
"Terima kasih paman berdua, demi kehormatan paman berdua,
akan kujaga nama itu baik-baik, legakanlah hatimu!"
Kini majulah ajar Cemara Tunggal dengan wayah berkerut
angker: "Muridku yang baik, sekali paman memesan ...... apapun
yang terjadi, baik atau buruk dalam pemilaianmu itulah
kehendak Maha Agung, yang pasti paling baik baik, bagi
semua orang, juga baik untuk denmas. Mungkin manusia tidak
segera dapat mengerti kehendak Tuhan itu. Justru tidak segera
mengerti itulah maka orang t1dak boleh lekas berputus asa, atau
memikir yang tidak-tidak. Hanya kesabaran dan ketahanan hatilah
yang dapat mendekatkan kita kepada kebenaran sewajamya!"
"Terima kasih paman, semoga aku tidak mengecewakan
harapanmu. Sekarang, restuilah aku melanjutkan perjalanan kekota,
menemui keluargaku!" Menyembahlah ia kepada gurunya,
kemudian membongkok hormat kepada ajar Harga Belah terus
melesal pergi dari depan mereka, meluncur pesat menuruni leremg
gunung
Masih terdengar gumam ajar Hadisuksma lirih.
"Aih ... semuda ini, sesakti .itu ...bila sampai bertindak
menyeleweng, apakah jadinya dunia ini ..... siapakah tandinganya.
Kunyuk-tua, hal itu banyak sangkut?pautnya dengan gemblengan
serta asuhanmu."


Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

73 "Hmm .... semoga saja, muridku keluar dari kancah
perjuangannya sebagai kesatria sejati, berpedoman kepada Tuhan
Maha bijaksana, berpegang teguh pada azas kemanusiaan amin
amin-amin "
"Amin .!" kata kyai Harga Belah juga.
Berkatalah ajar Cemara Tunggal: "Tahukah kamu, bahwa jagad
Mataram dewasa ini sedang dibayangi kabut yang membahayakan?"
"Kunyuk tua .... tidakkah kamu sedang melihat hantu disiang
hari bolong dengan ucapanmu itu?"
"Pastilah aku tidak sedang mengigau dalam soal yang segawat
ini, Tahukah kau tentaug perangai dan kebiasaan calon yang akan
mengganti raja Mataram nanti? Peernhkah kau mendengar tindakantindakannya yang selalu menyimpang dari kebijaksanan?"
"Biarpun tidak banyak akupun mendengar juga bisik-bisik
orang menembus asrama pertapaanku. Kau ..... yang sok suka
datang dikota, apakah ramalanmu mengenai soal tersebut?"
"Selagi raja yang sekarang ini masih hidup ... masih ada pula
tali-kekang yang dapat mengekang penyelewengan besar, Tetapi
raja wafat nanti ..... pastilah segera terjadi hal-hal yang sangat
mengerikan, karena berpangkal kepada dendam kesumat dan
kebecian yang sudah lama terkandung!"
"Apa atau siapakah yang akan menjadi sasaran utama
penyelewengan itu, kunyuk?"
"Itulah mudah sekali dimengerti .... siapakah yang sangat
dipandang-pandang orang .... siapakah GEMBONG KARTASURA,
yang pemah berani bertahan terhadap terjangan kraman jaman
Trunajaja ... yang tak sudi minta bantuan Kumpemi dulu?"
"Bukankah itu pangeran PUGER?"
74 "Tidak usah kau sebut-sebut namanya ...... siapapun tahu
orangnya."
"Apakah ?kiranya yang akan terjadi kemudian ... ?"
"Pikun.. jangan lancang mulut, mendahului kejadian ....
diamlah kau, sukur suka berdoa, supaya tidak terjadilah hal-hal
yang pasti membawa kerusakan negara."
"Baik-baik . mari kita pergi kepertapaanmu saja, boleh kita
melanyutkan bertukar pikiran ini, sambil menikmati singkong
bakaranmu nanti!"
**** BAGIAN VI
Siapakah yang tidak tahu bahwasanya Kartasura dan seluruh
negara MATARAM, pada waktu itu, yakni kira-kira 20 bulan dari
permulaan pengembaraan denmas Purbaya .... tengah diliputi
suasana gawat, karena sikap Baginda melindungl orang buruan
Kump em, ialah Un tung Surapati.
Musuh yang dikejar-kejar oleh Belanda itu, dibiarkan masuk ke
Kartasura, malahan mengungsi untuk memulihkan kekuatau dan
melegakan nafas, Apalagi pelarian dari Jawa Barat itu mendapat
penghormatan dan penghargaan dari sri Sunan. Tidakkah itu berarti
membanru musuh Kompeni yang menjadi sahabat Mataram? Sikap
yang demikian ini pasti saja mrrenggangkan persahabatan Kartasura
demgan pihak Kompeni.
Karena Sri Sunan Amangkurat II (Amang Amral) tidak mau
memangkap dan menyerahkan Untung Surapati
75 kepada? Kumpe.ni itu, adalah memjalahi pereljanjian
persahabatan Mataram, dengan Kompeni Belanda, sejak sri Sunan
didudukkan kembali sebagai raja Mataram, setelah Trunajnya dapat
dikalahkan. Perjanjian saling membantu menghadapi itu sudah
dilanggar oleh pihak Kartasura.
Lebih nyata lagi sikap Kartasura, waktu utusan Kompeni yang
dipimpin oleh kapten Tak, datang di ibu kota untuk menangkap
Untung .... Karena bekas perwira Belanda itu melawan laskar
utusan, maka terjadilah pertempuranan antara pemgikut Untung
demgan pihak Beelanda. Pada waktu kacau itu, laskar Kartasura
pura-pura ikut bertempur juga, namun kerjanya malahan menjadi
penghalang kelancaran serangan-serangan Bedanda melulu.
Berkali-kali regu-regu Belanda menjadi rusak berantakan,
karena memghadapi musuh dari depan dan musuh dalum selimut
itu, berupa terjangan orang-orang Kartasura, yang katanya salah
hantam karena kacau kiblatnya.
Dalam pertempuran itu, gugurlah kapten Tak, yang membawa
akibat tidak baik kepada laskar utusan terpaksa gagal dalam
tugasnya ..... Untung berserta pengikutnya dapat meninggalkan
Kartasura dengan selamat, melanjutkan petualangan mereka kearah
Timur, (Patut disebuikan disitu, bahwa kaptin TAK adalah salah
seorang perwira yang pemah mendirikan jasa dalam peperangan
Trunajaja.) Maka dapat dimengerti tentang kejengkelan pihak
Kompeni terhadap Mataram.
Dengan kejadian itu, sudah .pasti terembetlah Kartasura
menjadi kian hangat buminya, kian terasa menyesaklah udara jang
merungkup bumi Mataram ..... membuat perasaan kurang tenang
dan bimbang.
Bersikap sangat waspadalah yang paling benar bagi anggota
pemerintah ... Untuk menjaga segala kemungkinan, dipanggil dan
76 diaktifkanlah pasukan-pasukan cadangan negara. Menjadi
bertambah ramailah keadaan di Ibukota karena tambahnya
penduduk baru, anggota laskar, Penjagaao kota lebih diperkuat dari
biasanya, Sampai ditempar- tempat yang dimasa damai tidak
diperhatikan dan tidak pula dijaga, kini selalu disambangi oleh
regu-regu berkeliling, dipimpin oleh punggawa berpangkat ngabehi
atau kliwon.
Dapat pula dibajangkan kesibukan para pembesar praja, lebihlebih mahapatih, raden adipati KUSUMABRATA ..... jang memikul
tanggung-jawab terbesar diantara para pembesar itu. Demikian pula
para pembantunya: LIMA-SERANGKAI, yang biasanya disebutPancaniti-ialah:
Pembesar bagian Keamanan dan Ketenteraman.
Pembesar bagian Pembiajaan.
Pembesar urusan Kedalam dan Keluar.
Pembesar urusan Kebudajaan dan Agama.
Pembesar urusan Keluarga Kraton dan Kepegawaian.
Sebenamya orang yang paling tepat untuk menjabat Pembesar
bagian Keamanan dan Ketenteraman .... adalah pangeran PUGER,
tokoh terbesar di Kartasura, yang sangat disegani dan disukai orang
banyak dan para ksatria yang kebanyakan, dimulai kemampuannya
dalam kalangan para sakti- manraguna. Bukankah orang tahu,
bahwa pangeran Puger lah satu-satu putra Sunan Amangkurat
Tegal-Arum (Amangkurat I) yang berani bertahan mati-matian,
melindungi gengsi keluarganya, karena terpaksa leres dari KRETA
dulu? Sunan Tegal Arum lari beserta pengikut-pengikutnya,
termasuk pangeran dipati Anom (sekarang Amangkurat II). Dikejarkejar oleh. Trunajaya dan kawan-kawan ..... lari kepada Belanda
untuk mmta bantuannya kemudian Sri Sunan Amangkurat I. malah
77 wafat ditengah perjalanan lalu dimakamkan disuatu tempat yang
berbau harum. Pangeran dipati Anom yang kini menjadi raja,
bergelar Amangkurat II (Amral) setelah mendapat bantuan
Kompeni, lalu kembali me musuh1 Trunajaja. Sebelum itu adalah
Pangeran Puger seorang yang berani berdiri pada kaki sendiri
menghadapi keraman. Hampir pangeran itu berhasil menghalau
lawan ....... datanglah pangeran dipati Anom beserta laskar
Balandanya, melanjutkan pekerjaan Puger.
Musuh dapat dilenyapkan ... dipati Anom diangkat menjadi
Sunan Amangkurat II (Amral) ... dari perkataan ADMIRAAL =
perwira tinggi sebangsa LAKSAMANA.
"Jadi pantaslah apabila pangeran Puger diserahi pimpinan
keamanan dan keprajul'itan itu, tetapi justru karena keadaan dan
kemampuannya itulah ia tidak diangkat dalam jabatan yang
terlampau besar kekuasaannya. Pangeran yang gagah-perkasa itu
sekarang ini menjabat Penasehat-Agung dan Pantia-Niti tersebut.
Mungkin didalam peperangan yang sangat berbahaya ia baru boleh
diangkat menjadi senopati laskar Mataram. Pangeran itupun tahu
maksud siasat-licik orang terhadapnya, namun ia tidak berkecil-hati
karenanya. Sebagai adik jang berbakti kepada kakaknya. la
mencurahkan segala daya pengabdiannya. Seujung rambutpun tidak
ada niatnya yang bukan-bukan. Memang pada dasamya ia tidak
kemaruk akan akan kegemerlapan dunia yang toh tidak abadi ini, ia
lebih mengutamakan hal-hal yang bemilai keluhuran jiwa
keagungan, ambeg welas-asih-paramarta dan lain sebagainya ..
yang bermutu tinggi...
Demikianlah sifat tokoh yang kini sedang k1ta centerakan itu
.. seorang tokoh masih setengah tua berawakan tegap kuat,
berwajh angker-segar, terhias kumis tipis terpelihar~. Wajah yang
berwibawa itu kini sedang diliputi awan hihatam, kaenna keadaan
negara dan keadaan Baginda yang terserang penyakit lumpuh pada
78 kaki kirinya, Baru saja pangeran itu datang dari keraton, menghadap
raja untuk merundngkan soal-soal kesulitan negara dikamar
Baginda, sekaligus untuk melihat keadaan geringnya.
Waktu itu sudah Jewat tengah malam .... malam seram tanpa
bulan, malam yang hanya diterangi oleh bintang-bintang melulu
Pangeran Puger nampak dari pintu samping, terus berjalan
lambat menuju kekebun bunga dibelakang dalem ka-Pugeran, yang
meliputi setemgah halaman bagian belakang Kebun bunga yang
cukup luas, itulah tempat kesayangan sang pangeran diwaktu
menanggung duka. Bau harum bunga-bungaan selalu membuat
tenang rasa hatinya, menjernihkan pikirannya. Biasanya ia lalu
terhibur sebagian dari rasa beratnya itu.
Terdengar guman lirihnya waktu sudah berada ditemgah kebun
tersebut: "Hmmm .... keadaan negara kian menjadi ruwed-kakaprabu entah dapat sembuh dari geringnya atau tidak-sudah lebih dari
satu bulan beliau tidak dapat menghadiri pasewakan, sedang
pangeran dipati-anom makin suka menuruti kehendak sendirr, yang
selalu kurang bijaksana. Aih-aih, Mararam ... apakah yang akan
terjadi atas dirimu diwakru dekat ini? Aku harus herusaha sekuat
renaga, mencari obat yang dapat menyembuhkan kaka prabu dari
lumpuh kaki kirinya .. kemana aku hendak mencarinya itu.
Cukup hebatlah penderitaan dunia ini. Tambahan pula nasib buruk
anak ajeng Alit yang tinggal menunggu saat kematiannya saja
sayang seribu sayang mati dalam usia muda karena lebih suka mati
daripada menuruti kehendak kakaknya Dipati Anom yang
mengharuskan denajeng Alit bersuamikan salah satu dari dipati
manca-praja dengan dalih kepentingan negara..
Hemm benar-benar sulit hidup di dunia ini. bagaimanakah sikap
Purbaya nanti setelah mendengar dan mengerti keadaan yang
sebenamya Iyaaa . Apa jadinya kemudian terserah padamu
ya Tuhantidak sesuatu akan terjadi diluar kehendakMu.
79 Tiba-tiba pangeran setemgah tua itu memasang telinga kearah
utara, Indera pendeuguranya yang tajam itu lapat lapat memangkap
bunyi derap kuda banyak memdekat lalu menyebar-berkumpul lagi,
lalu menyauh pergi entah kemana.
Dimasa yang gawat, hal semacam itu sering saja terjadi,
mungkin peronda berkuda gerak-cepat atau regu-regu pemghubung
berkuda, yang membawa perintah dari markas pusat ke penjaga
penjagaan, atau sebaliknya membawa 1aporan dari pos-pos
penjagaan maka kurang menjadi perhatian Puger lagi.
Namun in memjadi agak gugup karena kagetnya, melihat
berkelebatnya sesosok tubuh manusia meloncati pagar tembok
cepuri ka Pugeran, terjun didalam taman itu.
Menilai tinggi loncatan tubuh itu, dengan gaya keakhlian tiada
bercacad, cara terjunnya yang enteng sekali, tanpa mengeluarkan
suara sedikitpun...... pastilah tamu malam ini seorang yang
berkepandaian tinggi sekali. Pikir orang- setengah tua itu, "Apakah
kehendak orang ini, datang dirumah orang pada waktu malam pekat
semacam ini...... Kawan, atau lawankah dia itu ...... Mustahillah ia
seorang kawan, datang berkunjung dengan cara demikian, waktu
lewat tengah-malam.
Pastilah maksudnya kurang baik. Hmm, hingga manakah
kemampuan tamu tak diundang ini, berani gegabah memasuki
cepuri orang tanpa ijin!?"
Kedua lengan Puger yang sejak tadi bersilang dimuka dadanya,
tahu-tahu sudah dikibaska kemuka. Maka menderulah angin
pukulan sakti menerjang sang tamu malam. Biar kaget sekalipun,
karema baru saja kakinya menyentuh bumi angin pukulan hebat
sudah menyambar datang mengancam dada, tidaklah berakibat
suatu apa bagi putut PUNUNG, atau demmas Purbaya yang
sekarang ini. Gerak naluri reflek jurus Palwa ranu sudah berreaksi
80 otomatis, selalu mengimbangi kecepatan arah pukulan lawan dan
menindih kekuatannya, hanya dengan melenggakkan badannya
sedikit saja ...... punahlah pukulan lawan bagai ditelan angkasa-raya.
Senyum haru menghias wajah muda yang berkumis tebal itu,
karema segera tahulah putut Punung siapakah yang menyerangnya
...... ialah ayahnya sendiri. Sebenamya ingin sekali ia hendak
berlutut menyembah dan mencium lutut orang tua itu kanena rindukasihnya ...... juga karena ingin sekali lekas mendengar kabar
keadaan kota yang sebenarrija, lebih-lebih tentang ia memberi
gambaran kepada sang ayah, apa yang telah dicapainya dalam
berpisahan kira-kira duapuluh bulan itu. Dibiarkan saja sang ayah
belum mengenalnya lagi.
Dan ...... anehnya, tiada terlintas dalam gagasan orang setengah
tua yang biasanya sangat cerdik ini, bahwasannya tamu malam yang
mampu dengan se-enaknya saja meloncat masuk kedalam halaman,
sebagai telah paham saja keadaan di situ .... pastilah seorang yang
tidak terlalu asing. Juga tak terpikirkan, menghubungkan orang
yang seolah-olah tahu seluk-beluk rumahnya, dengan puteranya
yang telah lama tidak berada didalam kota, Maka bersikap sungguhsunguhlah pangeran tua itu. Kakinya menggeser sedikit dalam
kuda-kuda jurus Gineng-jalasengara, jurus Naracabala ...... yang
segera pula dapat di-ubah memjadi kuda-kuda pukulan sakti
Guntur-geni, aji andalan ka-Pugeran. Gembong Kartasura itu
agaknya tahu benar, bahwa lawannya sekarang ini tangguh sekali,
melihat caranya memberi perlawanan sebagus tadi.
Tidak sembarang orang dapat memghadapi jurus Neraca bala
yang baru saja dilancarkan. Orang ini dapat memusnahkannya tanpa
memggeser kedudukan kakinya, itulah hebat.
Segera pula Puger menyerang gemcar sekali dengan jurus
Gineng-dialasengara, diselingi pukulan berondongan Neraca-bala,
81 yang cepat lagi dahsyat namun, semua pukulan sakti itu lenyapmusnah tidak berbekas. Seperti masuk kedalam gaib bila hampir
menyentuh sasarannya.
Malahan ajian Guntur geni yang panas membara, ampuh luar
biasa itu, juga amblas tanpa guna terhadap lawan ini.
Gerakan-sakti apakah yang dipergunakan tamu malam ini.
Nampaknya ia hanya menggeraakan tangannya membuat lingkaran

Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lingkaran besar-kecil, ..... lurus miring-condong-disebelah badannya
yang akan terkena pukulan saja, kemu udian punahlah segala
macam pukulan dibuatnya, Benar-benar pangeran Puger memjadi
kagum sekali mengalami kenyaraan ini, mau tidak mau ia menjadi
kuwatir .... lebih-lebih karena musuhnya hingga demikian jauh
belum hendak melancarkan pukulan pembalasan, Adakah sikapnya
itu berupa tantangan untuk mempergunakan pusaka Baiklah kalau
demikian. Baru pangeran itu meraba ukiran kerisnya, kjai
Gringsing, terdengarlah suara lawannya :
"Ayah, .... aku, Purbaya menyembahmu." Berlututlah tokoh
muda itu didepan ayahnya, memdekap lutut orang serta dicimnnya
wanti-wanti
Haru dan kekaguman, meliputi hati pangeran Puger, maka
selintasan kilat ia tak sanggup berkata sepatah juapun.
Bagaimana ia tidak menjadi kagum dibuatnya, karena orang
dengan kemampuan tingkatannya saja tidak lagi mampu melihat
bagaimana Purbaya bergerak, hingga tahu-tahu orangnya sudah
memyelonong maju mendekap lutumya. Misalkan yang
menyelonong secepat kilat itu musuh yang hendak membuat celaka
orang, apakah jadinya dengan lawan orang itu?
Jang dapat dilakukan oleh pangeuan tua itu baru memgelus-elus
rambut putera kesyangannya, yag mengombak-ombak disekitar
82 pundak dan leher pemuda gagah tadi, serta mendekap-dekap
kepalanya. Setelah agak reda harunya, berkatalah Puger dengan
suara masih agak memggemtar : "Anak Purbaya kaulah
kiranya yang datang ini? Anak kau banyak berubah dari waktu
kepergianmu, hampir aku tidak memgemalmu lagi. Aih ... Purbaya,
badanmu menjadi padat-paseg, kuat demikian bagus bentuknya ..
sudah kau biarkan tumbuh lebat kumis dan jengotmu, pastilah itu
akibal dinginnya udara tempat yang kau diami. Ah, aku hanya dapat
bersyukur kehadirat Tuhan, dan berterima kasih kepada gurumu atas
jerih-payahnya meningkatkan kemampuanmu. Ternyata kau hebat
sekali sekarang ...Aih?aih, aku menjadi puas, sepuas-puasnya, nak."
"Rama, anak menyampaikan salam dau bakti paman guru
kepadamu yah,"
"Terima kasih, nak ... Adik Cemara Tunggal agaknya baik-baik
saja. Belum lama ini dia bermalam beberapa hari disiini. Dan dari
gurumulah aku banyak sedikitnya mengetahui temtang keadaanmu
didekat puncak sana." Berkata demikiau sambil mengacungkan
telunjuknya ke arah gunung Lawu.
"Ayah, bolehkah kini anak menanyakan keadaan ibukota yang
sebenamya?"
"Hmm ...... serba kurang menyenangkan, Purbaya. Renggang
dengan kompemi, karena sikap kurang tegas dari Kartasura pihak
Surapati juga tidak puas karenanya uwakmu baginda sedang
menderita sakti lumpuh kaki kiri, yang keadaannya kian
menyedihkan .. .. .. .. . dipati anom hanya suka memuruti kehemdak
semdiri saja, yang sering tidak bijaksana sama sekali, hinggn
banyak orang memgeluh karema tindakannya itu.
Kau sendiri akan langsung terkena siasat liciknya ...... Agaknya
pangeran dipati-anom sudah mencium baunya, bahwa telah ada
hubungan erat antara Alit dengan kau ... maka memdekat datang
83 siasat-kejinya, memaksa Alit harus diterimakan kekepada salah
seorang dipati mancapraja melewati kekuasaan uwakmu baginda.
Inilah yang sebenamya sangat kukuatirkan, Bagaimana tanggapanmu terhadap akal picik ini ...... lebih-lebih, karena anak Alit sudah
menjadi putus asa, tidak berani membantah perintah ayahnya, yang
terkena siasat putra sulungnya. Ketahuilah Purbaja, bahwa anak Alit
sudah menderita sakit demikian payah hingga dewa suralajapun tak
munzkin dapat menyembuhkannya lagi ... malah kini orang tinggal
menanti saat ajalnya anak manis itu . . .. .. Iya -aaa ...... apa mau
dibicarakan lagi, bila sudah harus demikianlah kejadiannya kuatkan
dan tabahkan hatimu, jangan kau berbuat yang tidak-tidak, yang
pasti hanya menambah keruwetan negara saja, Ingat anakku seorang
ksatria, hanya mengutamakan pengabdiannya terhadap rakyat dalam
keseluruhan negaranya, pengabdian kepada peri kemanusiaan dan
kepada bentuk-bentuk keluhuran yang lain bila perlu dengan
memyampingkan kehendak dan keiuginan pribadinya"
"Yaaah ..... haruskah kangmbok Alit dikorbankan, tanpa
pembalasan? Bila Alit berani membuang jiwanya karena cinta
kepada aku, masakan aku tidak berani berbuat yang sepadan dengan
pengorbanannya itu!"
"Nah ...... nah, itulah nak yang aku takut-takutkan. Jangan salah
talsir nak, aku tidak menakutkan kematianmu, lalu kematian kita
bersama ... melainkan menyayangkan negara jang temgah
menghadapi keruwetan ini. Coba pikirlah, bila terjadi sengketa
keluarga dalam negara, pastilah musuh negara jang lain mendapat
keuntungan yang tidak temilai harganya ..... Mereka tinggal duduk
bertepuk tangan bergenderang lutut, menggosok disini menggosok
disana, achimya usanglah yang digosok-gosok itu ...... dan dengan
mudah saja akan putus diiinjak orang.
84 Itulah belum yang paling cilaka coba, apakah yang akan
dialami oleh orang-orang dalam negara kita? Peperangan selalu
membawa korban banyak, siapakah yang akan terbunuh berserakan
itu ...... ? Pasti bukan tokoh-okoh utama ...... kalau toh ada hanya
satu-dua, dapat dihitung dengan jari saja ...... Tak urung yang
dikorbankan adalah orang-orang kebanyakan, rakyat negara.. ....
maka, bila masih dapat dicegah semgketa demikian itu harus
dijauhkan dari alam pikiran kita?"
"Ayah, bagaimanakah keadaan Alit yang pasti itu? Tidakkah
kiranya aku diijinkan melihat kangmbok sekali lagi saja ......
Bukankah aku ini saudara sepupunya?!"
"Tidak mungkin mbokayumu itu dapat ditolong lagi. Sulitlah
kiranya kau hendak. melihatnya sekali lagi itu karena keradenayon
kini dijaga orang banyak, istimewa tempat Alit beserta bibinya.
Itulah kehendak dipati-Anom sedang para pemjaga diharuskan
melaporkan siapa saja yang mengunjungi sisakit.
Aku, menjadi pamannya saja ditolak ...... masakan kau yang dimatamatai dapat menerobos penjagaan mereka, tanpa mempergunakan
kekerasan.
Pendeknya habislah hubunganmu dengan putri itu karena dihalang
halangi kakaknya."
Sekali lagi denmas Purbaya bertanya kepada ayahnya dengan
suara tandas sekali dirasa. "Yah, harus matikah kangmbok Alit itu?"
"Hmmm ...... Purbaya, penyakit Yayumu sudah kelewat parah,
itulah yang disebut orang ?kemlurusen? atau rusak demi sedikit.
yang rusak lebih dahulu itu hatinya, maka kacaulah semua tata-kerja
keseluruhan bagian dalamnya, hanya karena hati tidak lagi beres
kerjanya. Sudah lama ia tidak dapat makan apa-apa dan segala yang
masuk perut demgan dipaksakan, pasti dimuntahkan lagi. Oleh
85 karema itu habislah badan serta kekuatannya. Sudah barang tentu ia
tidak akan tahan hidup lama lagi ...... Purbaya, kau harus
menguatkan hatimu sendiri. jangan kau turuti bisikan setan dalam
segala macam bentuknya. Tabahlah menghadapi tantangan dunia
ini, berbuatlah yang lajak sebagai laki-laki sejati, yang berpedoman
kepada TUHAN yang Maha Kuasa dan Maha Agung. Jangan
sekali-kali kau berani merusak hidupmu sendriri, karena ituluh
pemberian Tuhan. Bila harus rusak, biarlah karena kehendakNYA.
Bagian manusia ini, adalah hanya membaktikan segala-galanya
kepada Tuhan seru-sekalian alam beserta mahluknya ..... Kau
mengerti, bukan ...... Purbaya?"
"Hanya sedikit, Yah, Ingin anak mengetahui dimanakah ada
keadilan itu." katanya dengan muka muram.
"Didunia ini sulitlah dicari keadilan yang mutlak ...... karena
yang dirasakan adil bagi seseorang, belum tentu dianggap adil oleh
orang lain. Itulah karema manusia sok suka mengetrapkan segalagalanya terhadap perasaannya sendiri. Yang dirasakan
menyenangkan dan menguntungkan itulah adil baginya ...... dan
yang tidak menyemangkan untuknya, dikatakan tidak adil. ltulah
yang sering kita Iihat didunia ini, maka dimanakah keadilan itu
harus dicarinya, kecuali kepada Tuhan Yang Maha ADIL."
Baru sampai disitu pembicaraan ayah dan anak tadi, tiba-tiba
terdengar bunyi genta dipukul satu ... satu satu, dengan nada tunggal
yang sangat menyedihkan sekali dari arah keraton, Itulah pertanda
ibukota, bahwa ada keluarga agung jang -berpulang-Suara genta itu
segera ditimpali dan di-iring! oleh segala macam tetabuhan yang
ada dalam kota Kartasura maka menggemalah lagu memilukan
diaugkasa. Seluruh isi kota segera ikut berkabung, biarpun belum
jelas siapakah keluarga keraton yang meminggal itu.
86 Sudah barang tentu ramai dengan mendadak ibukota yang
tengah tertidur-lelap itu karenanya.
Siapakah mau ketinggalan untuk mengetahui, siapakah dari
keluarga keraton yang meninggal itu. Maka orang t idak usah
menunggu lama ..... regu-regu penjagaan penghubung pos-pos
penjagaan membawa kabar-duka dari kedaion .... yang meninggal
adalah putri raja, yang disebut putri ratu ALlT ..... sebab menderita
gering sudah lama, hampir tujuh bulan.
Kabar itu pulalah yang sampai kepada kedua orang laki-laki
didalam taman ka Pugeran tadi. Waktu kabar itu diumumkan
dijalan-jalan ...... tak ampun lagi jatuh tersungkurlah demmas
Purbaya menerimanya. Sampai dipuncak penderltaan jiwanyalah
kabar kematian ratu ALIT itu baginya.
Maka guguplah sang ayah, berusaha menyadarkan puteranya,
baru kira-kira setengah jam komudian, setelah digosok dipijit-pijit
uluhatinya, pemuda itu menjadi sadar lagi. Bercucuranlah
air?matanya setelah ingat segalanya. Demikian pula pangeran
setengah tua itu terpaksa meruntubkan air matanya karena sedih
melihat putra yang masih semuda ini, sudah menerima pukulan
batin sebesar itu.. sulit untuk dihibur.
"Yah, .. sejak hari ini, aku hanya memakai julukanku saja
PUTUT PUNUNG, maka berikanlah namaku Purbaya kepada
adikku. Relakan anakmu mengabdi kepada rakjat negara pada
umumnya. Bosanlah aku hidup sebagai bangsawan itu." Setelah
menyembah, melesatlah Punung bagai kilat lenyap dari depan
ayahnya.
**** 87 BAGIAN VII
Denajeng ratu Alit, adalah keluarga keraton, tingkat puteri raja.
Maka jenazahnya harus dikebumlkan dimakam agung, di Imagiri,
yang letaknya tidak terlalu jauh dari ibu kota Mataram lama
(Jogjakarta ). lbu-kota itu kini telah lama dipindah kearah Timur,
kira-kira 60 km .....
Kartasura, sejak penobatan sunan Amangkurat II, yang juga sering
dijuluki sunan Mangkurat AMRAL.
Maka jarak itu pulalah yang harus dirempuh orang membawa
jenazah ajeng Alit. Sebagian besar jarak itu masih berwujud hutan
belukar terseling dengan adanya desa dan dukuh-dukuh lengnng
yang masih berjauhan satu dengan yang lain. Bila sudah ada jalandarurat, ....
Yang mudah ditempuh dengan kereta atau semacam pedatiangkutan, tidak pula berarti jauhnya. Halangan terbesar adalah
sungai dan kali yang cukup lebar, karema orang terpaksa
menyeberanginya. Jembatan yang lebar dan cukup kuat, belumlah
ada waktu itu. Dapat dibayangkan betapa sulitnya perjalanan iringiringan-duka itu. Karena sifatnya dan keburukan jalannya, tidak
mungkin lancar majunya, hingga terpaksa harus bermalam ditemgah
perjalanan.
Kecuali itu, bepergian jarak-jauh.. orang terpaksa harus
memperhitungkan pringga-baya perjalanan, lebih-lebih bagi iringiringan, yang selalu jadi incar-incaran para durjana. Bila mereka
cukup merasa kuat, pastilah mereka mencoba untungnya, Dasar
orang-orang tidak tahu malu bila kalah dalam mengadu nasib ..
paling-paling hanya angkat langkah seribu, apakah ruginya?. yang
lebih berbahaya, itu, kalau bertemu dengan musuh pribadi, yang
sengaja menghadang dijalan.
88 Oleh karenanya, rombongan jenazah ratu Alit, dikawal oleh
satuan laskar bersenjata lengkap, dipimpin oleh seorang laskar
dipati yang tergolong tokoh utama ibukota malah kepercajaan raja,
ialah tumenggung WIRJAPRAJA, dibantu oleh kliwon
PRAJATARUNA dan dua orang panewu Harjadikara dan
Jajaleksana. Banyak prajurir pengawal itu kira-kira seratus lima
puluh orang .. .. . . bersenjata tombak dan pedang, yang diberi ciri
duka berupa bebat putih, Karena masih belum baiknya jalan yang
harus ditempuh itu, maka kemajuan iring-iringan tersebut terpaksa
harus lambat-lambat pula, dengan irama jalan kaki orang menarik
kereta layon menempuh jalan pegunungan. Itupun ada baiknya,
karena banyak keluarga kraton keputrian yang mengiringkan sampai
dimakam nanti. Diantaranya ada yang menunggang kuda tetapi
yang kebanyakan berjalan kaki ...... bersama-sama dengan para
emban dan inya, dayang dan biti-biti perwara yang bekerja pada
putri itu serta bibinya.
Hari yang pertama ini mereka terpaksa berkemah didekat candi
Prambanan, karena sudah lewat waktu Azar. Segera mereka
mendirikan kemah darurat, untuk beristirahat. Ditengah-tengah
perkemahan yang mereka dirikan, dibuat kemah terbuka beratap
persegi, untuk menempatkan kereta jenazah.
Pemempatan prajurit dalam perkemahan itu, dibagi atas tiga
bagian. Lima puluh orang ditempatkan dibelakang kemah jenazah
..... lima puluh disamping kanan dan yang lima puluh lagi
disamping kiri. Kemah para pemimpin dibuat dimuka kemah yang
dilindungi itu. Maka kini selesailah mereka mengatur penjagaannya.
Ki Tumenggung WIRJAPRAJA menitahkan beristirahat sambil
menikmati perbekalan mereka dari kota ...... sebelum rangsum dari
pemerintah selesai diselenggarakan.
Itulah waktu yang diharap-harapkan oleh orang banyak,
melepas lelah dan menangsal perut yang sudah lapar sekali.
89 Tetapi benar-benar sial rombongan-duka ini kiranya...... Baru
terlengah seejenak saja, tengah menikmati bawaannya dari
Kartasura, datanglah gangguan yang merusak ketentraman mereka.
Mungkin sekali hal yang semacam itu termasuk siasat musuh, yang
tepat sekali, datang waktu orang sedang tidak memikirkan bahaya
sama sekali, tahu-tahu sudah datang dari gelap sangat mengejutkan
hati.
Tiga orang bertubuh kuat lagi tegap, berpakaian serba hitam
nila, sudah berdiri didepan teratag ki dipati Wirjapraja. Berkatalah
pemimpinnya dengan lagak sombong sekali :
"Hei siapakah pemimpin rombongan ini, hayo keluar
menemui aku!"
Serentak berdirilah keempat orang bertanggung jawab iringiringan, untuk menghadapi segala kemungkinan. Majulah dipati
Wirja sambil menebak-nebak dalam hati rentang asal-usul ketiga
orang didepannya karena tidak mungkin mereka itu berani


Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

datang sendirian, pasti membawa kekuatan yang cukup untuk
menghadapi laskar bawaannya sendiri, lalu menyawab:
"Akulah ... penanggung jawab iring-iringan duka ini."
"Ha ....!" kata pemimpin itu pula dengan mengangkat bibir
atasnya mengejek: "Ha, jadi kaulah yang dikatakan orang dipati
Wirjapraja, bupati mandung yang sakti itu. Konon Mangkurat
Amral, pengecut dan begundal Belanda itu sangat percaya
kepadamu hah .. Aku kira besarmu sama dengan gajah, hingga
digolongkan orang istimewa di Kartasura, ha-ha-haaaak .... tidak
tahunya hanya sebegini saja macam orangnya- ha-ha-ha-aak.."
(Bersambung jilid 2)
0 1 GEMBONG KARTASURA
KARYA:
Pak Sri Hadijojo
Gambar Luar dan & Dalam
H. Wibowo BA
JILID
2 (Empat Jilid Tamat)
Dicetak dan diterbitkan oleh :
Percetakan Penerbit
SINTA ? RISKAN
Jl. Judonegaraan 22 Jogja
HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANG
NO/POL/6 Be 009/Intel/68 Jogja 10-8-1968
2 GEMBONG KARTASURA
PRAKATA.
Raja Salomo atau nabi Suleiman, pernah dihadapkan dengan tiga
pihhan besar, yakni:
1. merniliki kekuasaan yang terbesar,
2. merniliki kekajaan yang terbesar didunia,
3. memiliki kebijaksanaan yang ter besar didunia .
Tetapi raja yang baik itu menyatuhkan pilihannya kepada nomor
tiga ialah: KEBIOJAKSANAAN,... maka dengan sendirinya,
kekajaan dan kekuasan dunia datang mengerurnuninya.
Silahkan anda memilih,
Hormat penulis.
3 GEMBONG KARTASURA
JILID 2
BAGIAN I
SEBENARNYA dipati Wiryapraja sangat terkejut mendengar
perkataan orang itu, pastilah orang ini mempunyai mata-rnata
dldalam kota, hingga nampaknya ia tahu banyak keadaan disana.
Tetapi sekaligus ia menjadi marah, karena orang itu terlalu lancang
dalam ucap-ucapannya. Berkatalah ki-dipati dengan maju setindak
lagi: "Siapakah kamu ini tuan Baru kita bertemu sekali ini, sudah
berani mengumbar suara yang tidak pantas didengar orang. Adakah
permusuhan diantara kita ...... bilanglah, supaya jelas!"
"Waduh-waduh lagaknya orang kota ini .. tidak ?suka
mengalah dalam berebut bicara. Ha-ha, kau mau tahu siapa aku
dengan teman-temanku ini! ..... mungkin persoalannya juga
ditanyakan, bukan?. Baik-baik, akan aku jelaskan dengarlah, Aku
ini bernama Wiradiwangsa, dari gunung Sewu, temanku yang depan
itu bernama Wiradrana ...... satunya lagi bernama Marutala, kedua
orang itu dahulu perompak laut, pengikut Montemerano dan Daeng
Galesung, pemban tu perjuangan keraman Trunajaja. Dapatkah
karnu menghubungkan dendam kita terhadap Mangkurat Amral itu!
Nah .. tahulah kau sekarang, bahwa pekerjaanku sekarang ini
mengacau kerajaan orang yang kami benci tujuh turunan
Amangkurat II, si pengecut.!"
"Celaka ..!" pikir dipati Wiryapraja. "Sama sekali tidak
kuperhitungkan brandal gunung Sewu ini. Hmm, lengah benar
pemerintah Kartasura terhadap orang-orang macam Wirawangsa itu.
Sudah lama mengetahui adanya pergerakan brandal di gunumg
4 Sewu, mengapa diantap saja, malah dianggap sepi lagi inilah
jadinya. Pastilah sergapan Wirawangsa ini lebih berbahaya dari
gangguan sambang jalan biasa. Tetapi apa hendak dikata musuh
tidak dicari, sudah datang didepan mata, pantang ditolak. Maka
jawab ki dipati.
"O, begitulah kiranya, dan kaulah kiranya pemimpin brandal
Gunung-Sewu, jelaslah kiranya persoalan kita ini, tetapi sekarang
ini kau melihat sendiri, aku sedang mengawal iring-iringan-duka,
membawa mayit. Masakan kamu juga tidak tahu akan waril, atau
kutukan sesama hidup kepada yang berani merusak dan
menyusahkan iring-iringan jenazah, Maka dapatkah kamu
mempertangguhkan sergapanmu ini, hingga selesai tugas suci yang
aku pikul sekarang, mengubur jenazah putri raja?"
"Heh-heh-heh pandai juga kau menggoyang lidah mas
menggung, hendak mengulur waktu mendatangkan bala bantuan
dengan diam-diam, o-ho-hooo Hanya orang segoblok kerbau busuk
sepertimu saja dapat kau kelabui mata dan pikirannya dengan segala
macam waril dan tabu segala, heheh-heh ...... Kapan aku nanii dapat
kesempatan sebaik sekarang ini, untuk sekali-sekali dapat membalas
menggebug keparat Sunan yang sangat terhormat itu, bah?"
"Wirawangsa kalau kau masih mempunyai hati perwira
sedikit, aku akan bersumpah untuk menghadapi kamu berserta
rombonganmu tanpa minta bala-bantuan. Hanya aku minta
dipertangguhkan sampai aku selesai menunaikan tugasku ini,
sergaplah kami dalam perjalanan pulang kami!"
"Ha? ha-haak enak benar bicaramu tuan,
sekurang-kurangnya kamu sudah tahu bakal bertempur dijalan
pulang, hingga kamu dapat bersiap siap, mana lucunya dalam hal
semacam itu? Pendeknya hadapilah kami sekarang juga . Atau
kita atur demikian saja. Jenazah boleh kau tanam sekarang dan
5 disini, toh sama saja masuk kedalam tanah suci. Kemudian
wakililah gustimu itu bertahan terhadap sergapan brandal
Wirawangsa dengan teman-temannya dari Gunung Sewu. Eh.. eh ....
dipati Wirapraja, jangan kau mimpi dapat melanjutkan perjalanan
lagi, lihat itu barisan orang-orangku, tidak kurang dari dua-ratus
orang bersenjata lengkap, yang pasti tidak dibawah persenjataan
laskarmu. Segera mereka akan menyerang bila mendengar abaabaku,!"
"Bagus ...!" kata dipati Wiryapraja yang sudah habis sabar .
Terangnya aku berhadapan dengan orang-orang tanpa hati-nuran,
pula agaknya sudah direncanakan hendak menghina dan
merendahkan Baginda sejadi-jadi . Hai, brandal hina-dina jangan
lancang mulut keterlaluan, ... kau kira takut matikah para prajurit
Kartasura dibawah pimpmanku ini?, Hanya kalau kepala dipati
Wiryapraja sudah menggelindmg ditanah saja, kalian boleh banyak
bertingkah dibumi Mataram ini.!"
"Bagus-bagus tumenggung, kiranya kau .. adalah pemberani
juga. Baiklah, kita ini adalah kunci-kunci menang-kalah rombongan
masing-masing. Mari-mari ...... sambutlah seranganku ini, mewakili
rombonganku!"
Dengan berkata demikian menyeranglah kepala brandal itu
deugan kedua belah tangannya. Tangan kanan menghantam kepala,
tangan kiri menyambar dada lawan dengan jambakan
membinasakan .. Angin yang mendahului serangannya berkesiur
tajam, hingga dapastikan bahwa pukulannya mengandung tenaga
sakti yang berat,
Kidipati Wirya cepat menggeser kesampmg sambil
membungkukkan badannya sedikit, meluputkan kepalanya dari
jotosan, sedang tangan kirinya menangkis jambakan orang ... dugg
. Terdengar suara lengan heradu, keras lawan keras. Kedua orang
6 itu meloncat dua langkah kebelakang, untuk membetulkan
kedudukan kaki masing masing, karena sama-sama tergempur kudakuda mereka. Kini tahulah mereka akan kekuatan lawan melalui adu
tenaga tadi.
Segera tahulah ki dipati bahwa kekuatanya. kalah seurat dari
musuh maka dia harus mempertinggi kelincahan dan kegesitan
untuk mengimbangi lawan kuat ini. Sebaliknya, ki Wirawangsa ....
dia menjadi lega sekali dalam hati karena musuh yang dikabarkan
sangat sakti itu, ternyata tidak perlu dikuatirkan lagi .... rasa-rasanya
sangguplah ia merobohkan orang Kartasura ini.
Maka tanpa memberi kesempatan kepada lawan, ia terus
mendesak dengau serangan-serangan, dengan serangan-serangan
yang makin seram dan deras,. mengajak adu tenaga selalu. Tetapi
dipati Wiryapraja memang prajurit pilihan lagi sudah kenyang
pertempuran . biarpun terdesak hebat, tidaklah mudah
merobohkannya. Malah masih berbahaya sekali serangan-serangan
pembalasannya, biarpun hanya sekali-sekali saja Puluhan jurusjurus hebat dan cepat telah lewat, dipergunakannya untuk
menyerang dan bertahan.
Hanya bila terpaksa bertangkisan, nampak selalu kerugianlah ki
dipati Wiryaptaja, karena selalu mental surut heberapa tindak
dengan agak menyeringai kesakitan. Memang ia kalah tenaga, maka
akhirnya ia menjadi kuwatir untuk melanjutkan bertempur dengan
tangan kosong. Hendak ia mempergunakan senjata ampuh ...... baru
tangannya meraba keris pusakanya, tibalah jotosan keras musuhaja,
bersarang kepada bahu ? kanannya ..... dugg ...... "Hayaaaa"
terdengar sesambat dipati itu, sedang orangnya mental kesamping
lalu jatuh miring memegang bahu-kanannya sambil meringis
kesakitan.
7 Sekalipun tumenggung itu berilmu kebal, tetapi jotosan
Wirawangsa bukanlah jotosan biasa... tulang bahu ki dipati masih
utuh, namun lengan tidak dapat digerakkan entah untuk berapa
lama.
Ha-ha-ha-haak hanya sebegini saja jago kota yang disohorkan
sakti itu, ha-ha-ha-ha..ebbb ........ mendadak terdiamlah ketawa
seram pemimpin berandal itu,
Semua orang yang ada disitu memandangnya dengan keheranheranan, Dari mana datangnya tulang-tulang cakar ayam tiga
potong, menelusup kedalam mulutnya, hingga orangnya menjadi
kelabakan, seperti polong kena sembur ... Baru setelah pecicilan
setengah mati, dengan tangan serabutan mengenyahkan tulangtulang cakar yang memenuhi mulutnya dapatlah isi mulutnya
dimuntahkan sernua. Tetapi berikut isi perut terkuras habis ...
dimuntahkan semua.
Walaupun orang menjadi geli setengah mati melihat kepala
berandal tersumbat mulutnya itu tidak seorangpun berani ketawa,
yang terlanjur dibalik jadi batuk keras mendadak, jang pasti saja
terdengar kurang wajar. Habis muntah-muntah itu.
Wirawangsa segera menarik pedang panjangnya. memaki-rnaki
kotor menjerit-jerit tetapi tidak berani membuka mulutnya lebarlebar lagi. "Babi buduk, anjing liar dari mana berani
mempermainkan Wirawangsa. Hayo, unjukkan cucurmu bila bukan
pengecut!"
Dengan mata melotot membara-merah, ia memandang kesegala
arah, menantikan reaksi tantangarmja. Siapakah berani menandingi
pemimpin brandal yang sudah nyata sekali amat kuat itu sedang
kalap saking marahnya. Lagi pula ia memegang pedangnya
berkeredapan disinar obor perkemahan. Sekali lagi ia berseru
menantang. "Mana tampang busuk orang yang sudah berani berbuat
8 tetapi tiadak berani bertaaggung jawab. Mungkinkah ini perbuatan
roh mayat yang dipersemaikan dikemah tengah itu ...... Baiklah
supaya putri itu menjadi lebih murka lagi, akan kurusak sama sekali
jenazahnya .......!"
Itulah siasat keji Wirawangsa, untuk memaksa orang keluar
kedalam gelanggang pertempuran. Lalu ia maju selangkah hendak
mendekati kemah jenazah muncullah sesosok tubuh orang
berperawakan tinggi besar, entah dari mana sangkan-parannya.
Tahu-tahu ia sudah menyelonong maju, menempatkan dirinya di
tengah-tengah mereka, membelakangi kemah majat. Pastilah orang
ini masih muda, menilik badannya yang padat-pepat, otot-otonya
yang paseg serasi penuh gaya hebat lagi ulet. Sayang pakaiannya
acak-acakkan, dibeberapa bagian, kecuali celana hitamnya yang
masih cukup kuat. Rambut gondrong bergulung-gulung
dipundaknya, hanya diikat dengan ikat kepala terlipat saja. Kumis
dan jenggot nya nampak bagus sekali, membuat mukanya menjadi
angker sebada. Apabila kumis serta jenggot itu dicukur tandas,
pastilah wajah pemuda ini sangat ganteng menarik.
Pemuda itu berjalan secara ogah ogahan, seenaknya sendiri,
hanya memperhatikan dua potong, tulang cakar ayam yang berada
ditangan kirinya. Nampaknya ia tidak menghiraukan keadaan
sekitarnya menggumam dengan nada menyayangkan sesuatu yang
hilang "Heeii ...... sayang- sayang tadi ada lima batang sekarang
hanya tinggai dua saja ...... yang tiga untuk menyumbat mulut setan,
berwajah anjing."
Semua yang hadir disitu mendengar gumam yang cukup keras
itu. Maka tahulah mereka siapa yang membuat lelucon ini. Siapakah
gerangan pendatang ini. Agaknya ia, adalah pembela pihak iringiringan-duka. Tetapi tak seorangpun kenal akan pemuda berbadan
tegap ini. Demikian pula bagi kepala bradalnya, pemuda itu belum
dikenal .... tetapi baginya sekarang sudah teranglah orang yang
9 berbuat tidak senonoh terhadapnya. Tanpa ampun lagi
mendesinglah pedang wirawangsa menyambar tenggorokan pemuda
ugal-ugalan tersebut ciungciuunng
Hampir orang yang melihat gerakan Wirawangsa menyabetkan
pedangnya keleher orang itu hendak menjerit menginsyafkan yang
diserang, karena masih saja mengagumi tulang cakar ayamnya tadi.
Pasti putuslah leher pemuda itu dengan sekali babat saja . tetapi
nyatanya Wirawangsa kehilangan musuhnya . pedangnya
menyambar angin.
Nampaknya pemuda itu hanya kebetulan membungkuk sedikit,
tahu-tahu sudah berada dibelakang yang menyerangnya ..
malahan masih saja ia cengar-cengir membanding-bandingkan
Cakar ayamnya, seolah-olah urusan jagad ini tak ada jang lebih
penting dari ceriteranya tentang lima batang cakar ayam sisa paha
panggang yang sudah ludea dagingnya.
Terdengar ia melanjutkan omonpnnya tanpa lawan bicara,
"Waaah, sudah tidak berguna lagi, karena sudah tidak leagkap, Nah,
biarlah dimakan serigala-serigala dari Gunung Sewu saja, tidak
kepalang tanggung."
Secepat kilat Wirawangsa membalikkan arah serangannya.
Sekali lagi pedangnya mendesing' seram, menyambar orang
dibelakangnya sambil memutar badan seratus-delapan puluh derajat.
Sekali lagi orang yang melihat menjadi terrjengang akan keajaiban
yang terjadi didepan mata sendiri. Pemuda itu tiba-tiba nampak
memutar badannya juga, bahkan lebih cepat dari penyerangnya ...
kedua tangan berserta cakar ayamnya, bergerak bersamaan.


Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Terlihat tangan kiri pemuda itu menyinggung lambung kanan
Wirawangsa yang terbuka sama sekali karena tengah mengangkat
pedang . sedang tangan kanan pemuda awut-awutan tadi
mencengkeram tangan kiri lawan. Kini terjadilah peritiwa sangat
10 mustahil itu Tangan memegang pedang pemimpin brandal itu,
tidak lagi mau diturunkan, lengannya tetap melonyor condong
keatas, tangan masih menggenggam pedang erat-erat, Tangan
kirinya yang hendak meneljambak lambung musuh, kini
mencengkeram tulang cakar kuat-kuat, karena kelima djarinya sulit
dikembangkan kembali. yang mengerikan sekaligus menggelikan
itu lelucon atas diri kepala brandal Wirawangsa. Ia tidak dapat
mencegah berjalannya sendiri jalannya yang tidak wajar,
karena ... mengangkat kaki-kanan tinggi-tinggi dan menempatkan
kakinya agak serong kekanan juga . Terus berjalanlah ia, tanpa
dapat dicegah sendiri, jalan "bering" (arahnya serong), tak dapat
diluruskan menurut kehendaknya.
"Bagus-bagus..!" kata pemuda aneh itu. "Jalan bering terus
selama enam jam dulu, ya! .... baru boleh beristirahat. Itulah
hukuman mulut lancang terhadap Baginda raja!"
Kini majulah dua teman brandal pengikut Wangsa itu .
Dengan suara bengis bertanyalah Marutala. "Siapakah kamu,
yang nampak seperti orang gila ini? Apakah hubunganmu dengan
orang Kartasura, maka kamu membantunya, kunyuk!"
"Pastilah aku penghuni kota pula, biarpun pakaianku tidak
terlalu mewah . . . tidakkah itu cukup ada hubungan mesra antara
aku dengan penghuni kota keseluruhannya? Mana aku boleh
membiarkan orang membuka mulut keterlaluan terhadap sesarnaku,
lebih-lebih terhadap baginda."
"Orang sinting .... siapakah namarnu?, berani mencampuri
urusan karai ini!"
11 Nampaknya ia tidak enghiraukan keadaan sekitarnya menggumam
dengan nada menyayangkan sesuatu yang hilang. "Heei sekarang hanya
tinggal dua saja.."
12 "Namaku sebenarnya tidak ada gunanya disebut, tetapi kalau toh
kalian ingin mengetahuinya, aku Putut Punung, urusanku adalah
mengabdi kepada keadilan dan kebenaran umum. Nah ... , kau mau
apa, Marutala? Bukankah itu namamu waktu diperkenalkan
lurahmu tadi, dan yang satunya itu Wiradana .... ?"
"Hai .. .. .. baik juga ingatanmu Punung, jadi sebenarnya kau
bukanlah pemuda datnyeng (sinting), tetapi kau tahu apa tentang keadilan dan kebenaran yang kau ucapkan tadi?"
"Sekurang-kurangnya sama dengan pengertian orang kebanyakan,
misalnya hal orang yang sengaja hendak merusak jenazah, pastilah
itu tindakan iblis yang terkutuk, bukan?"
"Tetapi kamu merugikan pihak, kami terpaksa kami menghajarmu,
hayo hadapilah kerojokan kami berdua, untuk membalas sakit hati
kjai lurah."
"Masihkah kamu bertanya-tanya, tidakkah karnu sudah lama
berhadapan dengan saya. Mulailah saja dengan pembalasanmu itu,
habis perkara. Hanya saja aku berpesan, jangan sekali-kali berani
mencoba menghalangi perjalanan pemimpinmu itu, supaya sernbuh
kernbali tanpa celaka sererusnya, karena bila ada yang mencoba
menyembuhkan celakalah dia, pasti otot penggerak lengannya akan
putus, lengan menjadi lumpuh selama-lamanya, dibiarkan ia
berjalan bering selama enam jam, pastilah ia sembuh sendiri .... nah,
silahkan sekarang bergerak."
Kedua orang itu menerjang ganas, menggunakan senjata golokgolok besar. Cepat sekali kedua golok itu menyarnbar, karena
digerakkan oleh tangan ahli yang kuat pula, Hanya orang belum
tahu bahwa yang terancam golok maut itu, adalah Putut Punung,
nenek-mojang segala kecepatan gerak manusia. Maka setelah golok
hampir tiba menyentuh tubuhnya, berhentilah samberannya, karena
13 pergeiangan tangan pemegangnya lebih dulu tercengkeram oleh
Punung.
Dasar suka berbuat ugal-ugalan ... kedua penyerangnya diajak lari
bersama kira-kira sepuluh tindak lalu satu demi satu diayun arah
kelangsungan gerakannya maju tadi.
Keruan saja mereka melesat seperti terbang mengarungi angkasa,
jatuh bergelimpangan dimuka rombongan mereka sendiri .... tak
sadarkan diri lagi.
Biarpun kelompok besar, tetapi telah kehilangan pimpinan, yang
satu djalan bering terus menerus-menerus, entah sudah sampai
dimana sekarang, sedang kedua wakilnya semua pingsan mungkin
terluka parah ..... maka bagi rombongan itu yang paling benar
adalah menjauhkan diri dari bahaya terjangan musuh. Dengan
mengangkut kedua wakil-pemimpin jang terluka tadi, mundurlah
para brandal Gunung Sewu, menghilang dimalam gelap, menuju
kesarangnya kembali.
**** BAGIAN II
Munculnya Putut Punnng, seoagai penolong iring-iringan duka
pada waktu yang genting sekali, tidaklah secara tiba-tiba saja.
Kejadian itu karena denmas Purbaya yang sudah bosan sekali
menjadi dan hidup dalam lingkungan para bangsawan, lagi salalu
mendapat kecewa dari golongan itu, bertekag meninggalkan
lingkunganya, hendak hidup secara orang kebanyakan, Setelah
minta izin dari ayahnya, serta mewariskan nama-besarnya
14 PUJRBAYA, kepada adiknya denrnas Sasangka ... , .
menghilanglah ia dari depan ayahnya hanya dalam beberapa
loncatan saja.
Narnun ia belum hendak pergi jauh dari kota. Sebenarnya ia
ingin sekali melihat layon ratu Alit, kekasihnya itu, tetapi takutlah
berlaku nekad masuk ke keraden-ayon dalam keraton, karena mau
tidak mau ia harus memperegnakan kekerasan untuk dapat
menerobos masuk itu, hingga akan menimbulkan kegegeran saja.
Terpaksa ia harus menahan sabar, menanti iring-iringan layon ratu
Alit dibawa ke Imagiri.
Tidak melihat jenazabnya, yang juga pasti sudah rusak dalam
peti-mari, pun jadilah, asal dapat ikur serta dalam penguburan
mayatnya, sebagai penghormarannya kepada sang kekasih, Juna
tidak tegalah rasa harinya un tuk membuka peri-layon. yang sud ah
tertutup rapat bura hingga tidak memarnyar keluar bau busuk
mayat. rusak, yang akan memuakkan orang kebanyakan saja.
Purbaya, yang sudah berubah menjadi Putut Punung, si-jernbel
rakyat biasa itu, menantikan iringan-duka di perbatasan kota
Kartasura, karena ia tahu benar tabiat para pembesar yang ikut
menghormat layon, hanya sejauh perbatasan saja. Itupun hanya
demi mengunjuk muka saja, guna membebaskan diri dari
pertanyaan pembesarnya yang sok suka bertanya-tanya pula.
Jang melanjutkan perjalanan dengan segala suka-dukanya, kini
tinggal para petugas khusus beserta para waris terdekat dari yang
meninggal. Leluasalah Putut Punung ikut serta melenggang
dibelakang, dengan hati pilu-rnerindu, sebagai disajat sernbilu.
Dengan dernikianlah ia mernuaskan dukanya yang berlebih-lebihan
itu. 15 Dan akhirnya ia dapat menyumbangkan tenaganya guna
keselamatan romboogan tersebut, hingga terhiburlah hatinya yang
penuh duka itu,
Malam itu, Putut Pununglah yang menjadi perhatian semua
orang pengiring layon. Biarpun ia berpakaian agak kurang pantas
dalam lingkungan para pernbesar, tetapi tak seorangpun berani
meremehkannya, atau memandang dengan mata serong kepadanya:
demi jasanya yang sangat besar terhadap rombongan mereka.
Malahan dipati Wirjapraja juga disembuhkan dari terluka pukulan
sakti pemimpin brandal itu. Selelah beberapa kali dipije:t-pijet dan
diusap-usap oleh pemuda awut-awutan tadi, lenyaplah bengkakbengkak-bengkaknya berikut rasa sakitnya. Keruan pula kidipati
menjadi sangat kagum dan suka kepada orangnya.
Katanya dengan menepuk?nepuk pundak padat pemuda sakti
itui, "Hei ...... saudara Punung, tadi kau mengaku pemuda dari kota
dimanakah rumahmu sebenarnya anak siapakah?"
"Aku anak seorang garnet (tukang kuda) ndara menggung
Nama ayahku ki Gerpu, berumah dikampung Minggiran."
"Tahukah kamu, bahwa kau ini sebenarnya seorang perwira
sekali, pantas menjadi tamtama inti, dalam barisan pengawal
Baginda? Apabila kau suka mengabdi kepada pemerintah, aku
sanggup membawamu menghadap raja ..... bagaimana Punung?"
"Hai, jangan.. jangan ndara menggung, aku mengucap terima
kasih banyak atas kehendak baik ndara menggung itu, tetapi aku ini
tidak berbakat untuk mengabdi. Kesukaanku sekarang ini masih
berkeluyuran mencari pengalaman hidup dulu mana dapat aku
mengikat diri dengan tugas yang tertentu. Maka lebih baik aku
dibiarkan bebas saja, asal perbuatanku pantas. Biar keadaanku
nampak melarat, narnun aku sudah biasa hidup demikian dan
merasa bahagia ...... mengabdi kepada masyarakat umum!"
16 "Ya, memang ada benarnya kata-katamu itu, hanya pasti tidak
ditiru oleh orang banyak. Sudahlah kalau pendirianmu memang
demikian, ingat saja bila kemudian kau menghendaki bantuanku,
boleh kamu setiap waktu menemui aku. Sekarang aku hendak
bertanya kepadamu, adakah kamu tahu tentang tata nadi
seseorang.?"
"Benar, ndara ...... aku memang tahu serba sedikit tentang nadi
yang besar-besar saja, juga tak sedikit tentang pukulan-pukulan
sakti misalnya pukulan yang mengenai bahu ndara menggung itu,
disebut orang pukulan "Rajak beling" yang tergolong pukulan
ampuh, maka syukur yang terkena pukulan ndara menggung sendiri,
yang mempunyai ilmu weduk, semacam ilmu kekebalan .... hingga
tidak sampai patah-patah tulang."
"Hmm ... hebat-hebat ... tahulah aku sekarang, mengapa kau
dapat segera menyembuhkan rasa sakitnya ..... karena kau sendiri
agaknya nenek-mojang pukulan semacam itu. Betul-betul sayang,
kau tidak suka menjadi prajurit."
Tumenggung Prajataruna kini ikut bertanya : "Saudara Punung,
sakti apakah yang kau pergunakan untuk membuat Wiradiwangsa
menjadi patung melek, berjalan bering mengerikan tadi?"
"Itulah juga, mengapa kidipati tadi menanyakan tentang otot
dan rata nadi kepadaku...... Jawab sederhana sekali. Karena kupelesetkan sedikit letak otot besar kakinya maka kacaulah
bekerjanya, tak mau manurut perintah majikannya terpaksa
menurutkan arah tertentu melulu. Namun itu hanya bersifat
sementara. Setelah menjadi lemas lagi pulih dengan sendirinyalah
ditempat semula, dan jalan biasa seperti sedia-kala."
"Hai ...... itulah bagus sekali. Mudahkah ilmu itu dipela jari?"
17 "Dimana ada ilmu yang sulit dicapai orang yang benar benar
hendak memilikinya. Jika orang tidak mernyapai maksudnya itu,
pastilah kesalahan orang itu sendiri, dalam memenuhi sarat-sarat
nya yang tertentu."
Sumber Pustaka : Gunawan Aj
Pdf image : Gunawan Aj
https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Apakah saratnya itu?""Sarat yang umum sekali tuan, ialah: l. temen 2. mantep ......
3. berani menjalankan latihannya dengan tekun 4. tidak mudah
menyeleweng karena pengaruh lain. Itulah sarat mutlak, tentang tata
nadi dan otot-otoi, mudah dihafal. Tetapi untuk memiliki tenaga
saktinya yang dibutuhkan dalam ilmu itulah yang menjadi agak sulit
dan rumit!"
"Ya-ya .... itulah soalnya, harus mencari guru berwenang
mengajarkannya, dan setelah guru didapat, itulah yang menjadi
halangan besar. Terbanglah segala maksud baik yang diinginkan
orang."
Asjik benar orang-orang bertukar pikiran tentang segala ilmu
dan kesaktian dijaman itu. Maka banyak yang terbuka matanya tahu
benar bahwa pemuda awut-awutan ini, seorang digjaya
mandraguna, yang kesakiiannya tak mungkin di raba-raba lagi luas
dan tinggi dalamnya. Dialah orang serba tahu dan mumpuni pantas
disebut empu kesaktian dari jamannya jaman Kartasura awal. yang
mengagumkan itu, karena orangnya masih semuda ini, baru lepas
urnur 24 tahun. Calon aulikah pemuda gagah perkasa ini?
Diantara waris yang ikut menyampaikan layon kemakam agung
Imagiri, ada seorang pemuda yang ganteng luar biasa malahan
hampir dapat dikatakan cantik, hitam-hitam manis seperti gadis.
Nampalmja pemuda bagus itu sangat mengagumi Putut Punung.
Dengan mata sayu jarang berkedip, pemuda pesolek, dandanannya
selalu rapi dan bersih tadi terus memanndang kepada penolong sakti
itu, biar pemudanya berdandan awut-awutan juga. Nama pemuda itu
18 Bagus Suwarna, konon masih saudara sepupu mendiang ratu ,\lit. la
datang dikota memang sengaja mengunjungi uwaknya, mas ayu
Widasari, sekaligus disusul ayahnya melihat keadaan denajeng ratu
Alit, jang tengah menderita sakit payah, hingga sekarang itu, ikut
serta dalam rombongan duka kemakam lmagiri.
Dialah diantara orang-orang dalam rombongan itu jang paling
tertarik kepada penolong sakti tadi, hingga segala gerak-gerik
orangnya tak ada yang luput dari matanya, segala tutur kata dan
keterangan orangnya, tak ada yang tidak langsung masuk dalam
pengertiannya. Kian lama mengikuii segala keterangan Putut
Punung, mengenai ilmu pembela diri pada jarnan itu, kian menjadi
kagumlah bagus Suwarna.
Kecuali keheranannya, agaknya pemuda ganteng itu nampak
memikirkan sesuatu yang meragukannya. Apakah yang tengah
sibuk dipikirkan itu, pastilah hanya dia seorang yang dapat
menerangkan, namun pasti ada hubungannya dengan pemuda awutawutan yang sakti tersebut. Beberapa kali ia memandang tajam
sekali wajah dan bentuk badan pemuda iiu.
Satu malam suntuk, seluruh anggauta rombongan tidak ada
yang tidur, mempertinggi kewaspadaan, meronda bergatian sampai
agak jauh disekitar perkemahan. Paginya, berangkatlah iringanlayon itu ke Irnagiri, menyelesaikan tugas, mengubur putri-raja itu.
Tujuh hari berturutan makam raru Alit dijaga, dituguri oleh 40
perajurit, bergiliran.
Selarna itu pula, tak kurang dari 21 alim ulama, bergan'ian
membaca sura-surat Al Kur-an, dikemah darurat yang didirikan
dimuka makam tadi.
Selesailah upacara pemakaman seluruhnya, baru para petugas
kembali pulang ke Kartasura, dalam bentuk barisan yang setiap
waktu bersiaga menghadapi segala kemungkinan, dan gangguan
19 perjalanan. Tetapi justru dalam keadaan berwaspada penuh itu,
biasanya selalu tidak ada yang mengganggu.
Mereka datang di Ibu kota dengan selarnat, mernbawa berita
yang simpang-siur tentang sergapan Wiradiwangsa disekitar


Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Prambanan, yang jauh meleset dari yang sebenarnya.
Lebih dari seratus orang yang menceritakan pengalaman
mereka ditengah jalan ... walaupun berjudul satu, pastilah makin
berjauhan isi beritanya, karena berbeda-beda tanggapannya dan
penghayalannya dalam menyerarn-seramkan cerita masing-masing,
lebih-lebih mengenai penolong sakti yang digambarkan sebagai
malaikat utusan Tuhan.
Diantara ratusan pembesar yang sibuk membirjarakan
Wirawangsa sampai kepada tokoh sakti awut-awutan, yang
mengaku anak ki Gerpu dari kampung Minggiran . hanya
Pangeran Puger seoranglah yang tidak ikut meributkannya. Malah
tersenyum-senyum gelilah dia, katanya dalam hati sendiri :
"Hmm .... kalau kalian mau memutar balik nama Gerpu, jadi Ki
Puger . tidaklah kalian terlalu jauh dari sebenarnya. Aih, anak
Purbaya . eh salah salah: bukan lagi Purbaya, Putut Punung .
syukur kau sudah lepas dari cemas dan bahaya putus asa, semoga
Tuhan tetap melindungi kau, dalam pengabdianmu kepada rakyat
seluruh negara!"
Sepi . Ya, sepi-seram mengerikan malam tanpa bulan
dimakam Agung Imagiri, setelah tidak ada lagi orang-orang penjaga
dan para ulama yang membaca Kur-an. yang kini nampak samarsamar dicahaya bintang?bintang dilangit dan ratusan kunang?
kunang yang memancarkan alat penerangannya adalah nisan. nisan
besar-kecil, terserak lebar dipuncak bukit itu. Orang- orang beriman
tipis dan para pengecut .. jangan harap berani memasuki makam
wingid tersebut, tanpa ditemani kawan tiga-empat orang, sukur
20 lebih. Namun nyatanya sejak lepas Isja tadi sudah ada orang yang
duduk bersimpuh dimuka makam ratu Alit, dengan wajah duka,
pilu-saju. Itu lah pemuda pesolek yang ganteng langsing, peserta
iringan-layon dalam kelompok waris. Ia tidak ikut kembali kekota.
Entah masih ada urusan yang bagaimana. Nampaknya ia tidak
gentar duduk sendirian dimakam sepi itu. Kadang-kadang ia
menoleh kebelakang sambil mempertajam pendengaran. Ternyata
dalam sikapnya hu, bahwa ia mengharapkan sesuatu yang tnungkin.
segera terjadi.
Berbisiklah pemuda itu kepada gundukan tanah, kubnran ajeng
Alit, seolah-olah berkata kepada roh orang yang telah meninggal.Kangmbok-ayu kau menitahkan kepada bekas, kekasihmu, denmas
Purbaya bawalah dia kemari, karena aku belum mengenal orangnya.
Mungkinkah denmas Purbaya itu sedang menyamar sebagai
pemuda awut-awutan yang sangat sakti, penolong iringanmu, waktu
disergap berandal gunung Sewu minggu yang lalu itu. Itulah
terkaanku belaka kangmbok . maka aku masib ada disini, karena
ingin sekali membuktikan rabaanku itu.
Legakan hatimu roh yang tersunyi dari segala asap didunia ini,
aku pasti akan mernenuhi pesanmu, menyampaikan tiitip-titip
perkataanmu itu, hanya sangat sulitlah bagiku untuk menjadi
gantimu, mengarnbil alih kekasih itu darirnu. Bukankah Ind cinta
kasih iru tergantung k epa da orang bersangkutan sendiri. Kedua
pihak harus setuju, karena paduan hatinya seudiri-sendiri, bukan ....
Nah, bagaimana bila dia atau aku, atau kedua-duanya tidak dapat
bertemu hati? Maaf, kangmbok ... dalam hal pesan bagian terakhir
itu, serahkan sajalah kepada kehendak Tuhan, sulit bagis u untuk
mengatakannya kepada bekas kekasihmu itu, Aku hanya dapat
mengucap terima kasih banyak-banyak kepadarnu yang berrnaksud
baik sekali terhadapku dan terhadap orangmu.
21 Nampalk pernuda bagus itu terperanjat, lekas-lekas ia
menyelinap dibalik nisan besar yang terletak disebelah utara
kuburan Alit, lalu mendekam disitu, karena lapat lapat ia mendengar
tindakan enteng sekali tengah mendatang. Biarpun sarnar-samar,
waktu ia mengintip mernpertandakan yang datang sekarang itu,
pastilah sipemuda berpakaian tak keruan, penolong mereka dulu.
Berdebar keraslah jantung pemuda ganteng tadi ... mungkin karena
jitu benar terkaannya, mernastikan kedaiangan seseorang yang
bersangkut-paut erat dengan makam baru iui ... setelah ditinggalkan
semua petugas negara. Betul inikah denmas Purbaya, kekasih
kangmbok Alii? demikian pikir penginrai tadi,
Dimuka makam baru yang masih bertaburkan bunga-bunga
layu itu, Putut Punung berlutut dengan hati penuh duka. Tak sepatah
juapun keluar dart mulumja, hanya getaran-geraran pundaknya yang
bidang-padat itu menandakan bahwa ia sedaug menangis- bungkam.
Air matanya menguyur deras sekali, membasahi kumis dan
jenggotnya yang masih awut-awutan ini.
Kira-kira satu jam ia bersikap demikian, barulah puas hatinya,
baru ia mau duduk bersila. Berkata dengan suara lirih, seperri
berbisik kepado roh putri malang itu, seolah-olah didengarkan oleh
rah ratu Alit, "Alit .... kau mernaafkan aku, bukan? Aku tidak
menyangka sama sekali, bahwa kangmas dipati-anon tega
memisahkan kau dariku, malah dengan kekuasaan uwak Baginda
karena usulnya juga, kau akan diterimakan kepada orang lain,
sekalipun orang itu pemegang wlayah kabupaten. Kau tahu, betapa
penderitaanku bila hal itu terjadi, bukan? Hanya sayang
mengapa kau selekas ini berputus asa . tidak memperhitungkan
kemungkinan-kemungkinan lain yang dapat terjadi, yang bercorak
lain sekali. Sebenarnya kangmbok harus bertemu dengan aku sekali
lagi, untuk menetapkan sikap tekad kita bersama ... Aih, kangmbok
22 ... haruskah aku mengikuti saja jejakmu ini . mati dalam usia
muda tanpa perjuangan yang bernilai dimasarakat . ?"
"Tidak, tidak boleh kau mengikuti jejak kangmbok Alit jang
sudah terlanjur mati konyol, hanya karena Putri raja, yang sempit
sekali tempat bergeraknya." Tiba?tiba terdengar orani berkata
demikian sebagai jawaban roh Alit.
Pasti saja Putut Punung terkejut sekali, karena tidak mengira
ada orang lain kecuali ia sendiri dimakam itu. Waktu ia meluruska-n
sikap duduknya, matanya langsung berpandangan dengan sepasang
mata yang bagus sekali bentuknya. Orang itu ternyata sudah duduk
tiiseberang gundukan kuburan baru tadi, berhadap-hadapan dengan
Punung, hanya berjarak sepanjang nisan?tanah Alit, entah kapan
datangnya. Mungkin waktu Punung sedang menangis dengan kepala
ditundukan tadi.
"Ah-kata pemuda awut-awutan itu mengenal orang."
Kaulah pemuda ganteng dalam rombongan kerabat mendiaag
ajeng Alit, bukan? Mengapa belum kembali kekota seperti jang lain
... apakah hubunganmu dengan mendiang ratu Alit?"
"Saudara Punung ketahuilah, aku ini masih terhitung
saudara-sepupunya, dari pihak ibu. Mas-ayu Wida1ari, adalah
kakak perempuan ayahku, bekel desa Samakaton. Bila aku belum
pulang kekota, itulah karena aku membawa pesan mbokayu
denajeng Alit, untuk disampaikan kepada bekas kekasihnya, yang
bernama Denmas Purbaya. Maka dimana aku akan mencarinya,
kecuali menantikan kedatangannya di1ini, ia belum mau kembali
kekota betulkah itu?"
"Tidak salah jalan pemikiranmu saudara. Pastilah yang kau
nanti-nantikan itu akan datang kemari, mengunjungi makam ini."
"Betulkah ia datang sekaraug ini?"
23 "Maksudmu . . . . . kawan?"
"Bukankah aku sekarang sudah berhadap-hadapan dengan
denmas Purbaya sendiri, biarpun ia mengaku bernama Putut Punung
segala?"
"Jadi saudara tidak meragukan keadaan saya yang sekarang
macam begini?"
"Hmm orang lain mungkin meragukannya, tetapi aku
tidak. Sejak pertempuran anda dengan kelompok brandal gunung
Sewu, sebenarnya aku sudah mulai meraba-raba kekasih kangmbok
Alit, tinggal membuktikan saja. Dan kini bukti itu sudah ada, sikap
dan segala pertanyaan adalah yang menjelaskan segala sesuatunya."
"Ya .... demikianlah kiranya, saudara mengatakan sendiri
dengan yakin. Baiklah, aku mengaku ... Akulah Purbaya adapun
Putut Punung, adalah julukanku yang sejak sekarang kupakai
sebagai pengganti namaku semula, yang sudah kurelakan dipakai
adikku. Maka dengan itu, hilanglah Purbaya yang sekarang ini,
Putut Punung sirakyat jembel, abdi rakyat jelata yang benar dan
adil."
"O, demikianlah ketetapanmu. Bagiku malahan lebih leluasa
lagi berurusan dan bergaul dengan anda daripada dengan denmas
Purbaya, sibangsawan tinggi. Kata pemuda pesolek itu dengan
tersenyum-senyum manis.
"Siapakah namamu saudara-kecil? Sejak aku melihatmu dalam
rombongan-duka itu, aku sudah merasa tertarik kepadamu karena
bentuk mata dan bibirmu sangat mirip ajeng Alit.-.
"Namaku Suwarna .. sayang bukan?24 "Apakah yang disayangkan adik kecil? Nama Suwarna adalah
nama yang baik sekali, dan pasti tidak menjadi suatu halangan
dalam pergaulan kita, kecuali adiklah yang menampik berdekatan
dan bergaul dengan aku, Bila adik suka berdandan rapih, suka
bersolek .... seperti wanita, itulah karena pernbawaanrnu, sesuai
dengan badanmu yang langsing kial, tidak kasar seperti badanku
ini.""Bukan demikian maksudku kak Punung .... aku mengatakan
sayang tadi, menghubungi pernyataanmu, bahwa ada titik-titik
persamaan antara kangmbok Alit dengan aku, tetapi aku seorang
prija."
"Itulah malahan lebih baik adik Suwarna"
"Mengapa lebih baik begitu kak . . . Misalkan aku seorang
wanita, yang mirip sekali mendiang kangmbok Alit... apakah
salahnya? bertanya pemuda pesolek itu dengan mata berkilatkilat
penuh selidik.
"Pasti tidak ada salahnja dik mana orang dapat
menyalahkan wujud dan bentuk orang lain. Hanya saja .... apabila
adik itu seorang wanita yang benar-benar mirip ratu Alit .... Uwahuwah ... akan celakalah dia itu. Pastilah dia tidak akan lepas lagi
dari rangkulanku, kemana aku pergi, karena takut terulangnya
kejadian yang tengah kualami ini. Wajarlah kiranya kalau aku
menganggap wanita itu pasti penyelmaan putri Alit, yang
ditakdirkan oleh Tuhan Maha Rachim untuk aku cintai dengan
keseluruhan jiwa-ragaku."
Syukur gelap sang malam mengubah segala tata-warna menjadi
hitam-kelabu, hingga tidak nampak wajah bagus Suwarna menjadi
merah bersemu dadu mendengarkan ujar Putut Fu nmg demikian
itu, Terpaksa pula ia belum berani membuka mulutnya, melanjutkan
pembicaraan mereka, takut terdengar getaran suaranya yang kurang
25 wajar. Lebih aman membisu dulu, hingga lewatlah rasa harunya
yang diiringi debaran jantung deras, lebih dari biaianya.
Angin malam yang lunak dingin milir halus menyentuh tubuh
mereka, memainkan rambut bergoyangan lirih, seperti dibelai
tangan menyajang roh putri ratu Alit. Kedua pemuda yang duduk
berhadapan, hanya terpisah sebujur kaburan baru iLu terdiam
sejenak kelelap dan hanyut dalam alam pikiran masing-masing.
Hanya yang berkepentingan sendirilah yang tahu apa isinya ...
Yang mendahului membuka mulut lagi, adalah Putut Punung.
"Adik Suwarna, mengapa kita terdiam begini, macam ada setan
melintas jalan, maukah adik sekarang mengatakan pesan putri
malang itu kepadaku?"
"Pasti kak . Dengarlah! Sebagian dari pesan kangmbok Alit,
sudah kakak dengar tadi, aku serukan kepadamu, bahwa kakak tidak
boleh mengikuti jejak puteri Alit, mati konyol dalam usia muda,
tanpa berjasa terhadap siapapun, tidak kepada umum, tetapi juga
tidak terhadap orang tua sendiri. Dalam pesan kangmbok wantiwanti .... supaya kakak berbuat baik terhadap sesama hidup ....
mendirikan jasa, berbuat sesuatu untuk keselamatan rakyat dan
negara. Tinggalkan segala kemewahan hidup sebagai bangsawan,
yang sering hanya mementingkan diri sendirl Jadilah abdi
rakyat yang sederhana, penegak keadilan dan kebenaran yang, tidak
palsu, Ambillah wanita cantik dari kalangan rakyat biasa, sebagai
ganti kangmbok Alit, Kernudian hiduplah bahagia dan tenteram
sentausa."
Pada waktu itu pula berdirilah Putut Punung, terdengar
suaranya yang mantap tetapi penuh haru : "Dengarlah kangmbok
. rohrnu, yang sudah di sucikan dari segala noda dan dosa didunia
ini .... Jadilah saksi atas ucapanku ini : Putut punung menerima baik
segala pesanmu tanpa kecuali, Legakan kuburmu, istirahatlah
26 dengan tenteram abadi didalam Nikmat Tuhan. Selamat tinggal roh
yang sudah disucikan .... restuilah kami jang masih hidup ini."
**** BAGIAN III
Baru saja Putut Punung selesai mengucapkan janji sucinya,
yang dtsaksikan juga oleh bagus Suwarna ...... cepat laksana kilat
pemuda awut-awutan itu memandang tajam sekali kearah Timur
sambil berseru, "Siapa yang datang hendak menemui kami ini, tak
perlu bersembunyi dibalik semak-semak!"
Terdengarlah orang melepas ketawanya yang seram ....... "Hehheb-heh ...... orang muda kau sudah melihat kami, baiklah kami
muncul dimukamu. Lihatlah, ini tiga orang penjaga khusus makamagung lmagiri."
Bagus Suwarna menjadi terkejut mendengar tegur temannya
tadi, karena sebenarnya ia tidak tahu bahwa ada orang mendekati
mereka, Mula-mula ia menyangka, akan segera berurusan dengan
tiga orang brandal, sisa-sisa teman Wirawangsa yang kesasar datang
disini ...... atau yang sengaja menguntit Punung hendak menuntut
balas. Tetapi nyatanya tidak demikian menurut pengakuan mereka,
sebagai penjaga makam agung, yang berarti punggawa negara, jadi
masih tergolong awak-sendiri.
"Ada keperluan apakah kisanak datang menemui kami pada
malam seperti ini?" tanya Pucut Punung.
Memang, yang datang bermunculan dari tempat gelap dibalik
sernak itu, adalah tiga orang laki-laki berperawakan kuat-kuat, yang
27 pasti berkepandaian, hanya dengan melihat loncatan mereka
melampaui semak itu.
Narnpaknya mereka menjadi kecewa sekali waktu berhadapan
dengan penegurnya, karena yang mereka lihat adalah seorang
pemuda yang berpakaian tak keruan, Jawab orang yang ada dirnuka,
"Wadu-uuh mateng aku, kami berurusan dengan orang sinting, atau
paling banter dengan orang pengemis-jernbel. Hei kunyuk busuk,
akulah yang berhak bertanya disini. Kalau kau mernakai nama,
siapakah namamu itu, Katakan juga mengapa ma]am-malam begini
masih bergentajangan dipekuburan, menakuti orang?"
Majulah bagus Suwarna, karena menjadi marah sekali, tidak
kuat mendengarkan tegur pemirnpin penjaga makam, yang pasti
salah tafsir, hanya melihat orangnya melulu, "Husss, ...... mengapa
sekoror ini mulutrnu. Tanpa menyelidiki orang dahulu, suaramu
sudah seperti guntur menyemberet sember, tidak keruan. Penjaga
makam macam apakah kalian ini ...... mulutmu lancang sekali, asal


Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyeplak saja, huh-hu-u-uh."
Terdiarnlah pemimpin itu karena kalah omong, tetapi
kemarahannya makin menjadi-jadi, Maka serelah dapat berkata lagi,
menjerit-jeritlah ia ......
"Setan-alas ...... babi-babi budug, kau kira tidak tahukah kami,
Redipraja dengan kedua temanku Ki Redikarja dan Ki Rediharja
...... akan maksudmu yang menjijikkan itu?"
"Kau tahu apa, Redipraja, tentang maksud kami ini?" bentak
pernuda ganteng itu.
"Apa lagi kalau bukan hendak membongkar kuburan baru, guna
mengambil benak majar, untuk melatih ilmu sihirrnu ...... huh,
jangan berpura-pura. Sigila inilah jang kau suruh membongkar
makamnya dan mengarnbil benak mayat yang kau perlukan itu ......
28 ba-ah, perbuatan hina-dina mernuakkan. Minggat kalian dari sini
kalau tidak hendak suka merasakan gebugan-gebugan dan belenggu
besi, untuk dibawa kepada yang berwajib!"
Kini bagus Suwarnalah yang terdiam sejenak, saking jengkel
dan kagetnya mendengar fitnah orang yang keterlaluan ini ...... dalih
yang dibuat mempersalahkan sudah klewat dicari cari. "Ihh .....
mulutmu benar-benar berbahu neraka dan mayat membusuk . . . . . .
Siapa mau membongkar makam ...!"
"Kamu dan teman setanrnu itu, siapa lagi orangnya?"
"Gila ..... gila benar ucapanmu itu. Tidakkah kau tahu, aku
salah seorang dari 'rombongan dipati Wiijapraja?"
"Jawab Redipraja seraja membentang mulut lebar: "Ha-ha-ha
itulah bukti yang tak mungkin disangkal lagi ..... mengapa kamu
masih keluyuran disini...... mengapa justru melihat waktu sesepi ini,
setelah para petugas pralenan sudah pulang semua. Ho .. hooo......
jangan harap, kalian dapat lolos dari sergapan kami ini, Hayo,
jangan banyak rewel lagi, menyerah sajalah, dari pada kuperkosa.
Kuncupkan kedua tanganmu, untuk dibelenggu!"
Kini terdengarlah suara tegas-nyaring Putut Punung: "Adikcilik, kau mundurlah. Tak berguna Lagi kita berdebat sampai
bertele-tele ..... sudah terang sekali mereka tidak mau
mendengarkan alasan kami itu, mungkin karena selalu melirik
pakaianku yang agaknya tidak terlalu membangkitkan rasa seninya.
Biar sekarang aku merasakan saja gebugan mereka untuk
melegakan hati mereka. Eh. penjaga barang busuk ...... kalian
bertiga sebenarnya hendak berbuat apa terhadap kami.
Membelenggu orang katamu tadi? wah mudah amat diucapkan,
tetapi mampukah kalian berbuat demikian cobalah ingin aku
melihatnya."
29 Tangan mereka sudah menjadi gatal-gatal, otot-ototnya sudah
menegang kencang mendapat tantangan pula, keruan ketiga
puoggawa pilihan itu, melurug pukulan dahsjat-jotosan-jotosan
menggeledeg, cengkeraman maut beserta tendang-tendangan
membinasakan, datang gencar dari segala erah seperti hujan gerirnis
saja. Pemuda gagah berpakaian aciak-acakan itu nampak berdiri
tegak laksana tugu baja. Nampak kedua tangannya bergerak
membuat lingkaran ruwet kesegala arah, melindungi badannya ..
Lenyaplah segala macam serangan yang tertuju kepalanya, bila
pukulan-pukulan itu, menyentuh garis pertahanannya, lenyap bagai
ditelan angkasa-luas sirna tanpa bekas. Bila musuh berani
gegabah memasuki garis pertabanannya, mentallah penyerang itu
seperti tertolak oleh tenaga raksasa lebih dari dua landeyan tombak,
jatuh terbalik-balik kepala menjadi pujeng mata menjadi kabur
karena sernuanya nampak be.rputeran, sedang napas terergah-engah
serasa tertindih tenaga yang hebat sekali, seperti ombak samodra
bergulung-guluug menerjang pantai tiada putusnya.
Maka sebentar saja ketiga penjaga ganas tersebut tanpa kecuali,
sudah terduduk-numprah sambil megap-rnegap hampir keputusan
napas berarti : hilang lenyuplah semua kekuatannya. Jangankan
bergerak untuk mengulangi serangan, tangan sendiri-pun mereka
tidak mampu mengangkatnya.
Bagus Suwarna yang menjadi jengkel-jengkel bercampur gelimangkel .. mendekati mereka satu demi satu, memberi hadlah
satu tamparan, yang berbunyi nyaring. Katanya: "Coba ..... dengan
cara bagaimana kalian akan menghalangi tindakan kami berbuat
sekehendak kami, biar tindakan itu liar dan keji, kau dapat dapat
berbuat apakah? Andaikan kami ini orang djahat ..... tidaklah mudah
sekali untuk memenggal kepala kalian..
30 Pernuda gagah berpakaian acak-acakan itu nampak berdiri tegak laksana
tugu baja. Nampak kedua tangannyya bergerak membuat lingkaran ruwet
kesegala arah, melindgagi badannya .. . ....
31 Hmm, sayang kami bukan orang liar seperti tuduhanmu, maka kami
tidak dapat berbuat yang tidak senonoh, namun lubang hidung
kalian harus dikili-kili dulu, supaya kemudian dapat berhati-hati
sedikit dalam segala tindakanmu."
"Adik cilik, jangan mencelakai orang. Mari kita tinggalkan
saja mereka itu, supaya menginsjafi kesalah-fahamannya dulu."
Ujar pemuda gagah itu sarnbil meraih lengan ternan hendak diajak
pergi.
Narnpak terkejutlah kedua pernuda itu tiiggi. Lengan teman
yang baru dipegangnya, segera dilepaskan lagi, karena Punung
mengira salah mernegang orang. Lengan yang dipegang itu, berkulit
halus lumer, kijal tetapi lunak seperti lengan wanita. Terpaksa ia
melirik kearah ternan, unruk mejakinkan bahwa yang dipegang itu,
adalah teman prija.
Sudah benar, pernuda Suwarna-lah yang dipegang tadi ......
maka tenteramlah hatinya, Narnun hal itu pasti saja menarnbah
pikiran Punung yang masih ruwed karena duka-nya ...... karena
lapat-lapat ia melihat lirikan ratu Alit dalam kerlingan mata ternan
pria ini. Mengapa dapat dernikian? "Ah .... masih saja aku dimabuk
bayangan roh kangmbok Alit .. liai, nasibku yang belum mau
baik." demikian pikir pernuda itu.
Sentuhan Putut Punung tadi, bagi hagus Suwarna dirasakan
sebagai sentuhan barang yang rengah membara maka sangat
mengejurkannya, sekaligus mendebarkan jantungnya lebih keras,
Otomatis lengan itu digerakan sedikit, bebaslah ia, juga karena lima
jari yang memegangnya megar seketika setelah bersenruhan ....
mustahil ada orang dapat membebaskan diri dari genggaman
pemuda sakti ini, tanpa dikehendakinya. Berkatalah bagus Suwarna
dengan suara. agak gugup: "Ih, . kak Punung, kau mau apa ya?"
32 "Tidak apa-apa dik .... hanya hendak mengajakmu pergi dari
sini, tanpa mengganggu mereka lagi."
"O, aku kira ada apa-apa .... sampai mengejutkan orang dengan
tangan bawelan itu, sih, Nab mari kita pergi saja."
Berdua mereka Ialu meninggalkan istana-layu Irnagiri.
"Merasa jijikkah adik karena sentuhan tanganku yang kotor lagi
kasar ini? Maafkan aku dik, sebenarnya tidak kusengaja
mengejutkan kau."
"Wah . celaka .... bukan demikian maksudku kak. Mengapa
menjadi sangat perasa demikian. Salah-salah dapat bersehsih faham
antara kita sendiri nanti,
"Tidakkah aku cukup tahu, siapakah Putut Punung itu
sebenarnya. Adu uuuh kak, jangan sok begitu lagi, ya. Kalau hanya
mau pegang orang saja, hayo .... peganglah dengan kedua tanganmu
sekali, jangan kepalang tanggung sih, Asal jangan berpikir yang
tidak!"
Mulut pemuda pesolek itu berkata demikian, tetapi hatinya
kelabakan tidak keruan, takut-takut Punung benar-benar akan
melakukan perintahnya itu, Masih untung sekali lagi gelap malam
melindunginya, hingga wajah bsgus Suwarna yang menjadi merah
padam, badan menggigil tegang, penuh kekhawatiran itu tidak
nampak nyata bagi siapapun.
"Syukurlah dik, bila dernikian. Nab ... setelah menyampaikan
pesan ratu Alit kepadaku, adik lalu hendak pergi kernana?"
"Haij ... akulah yang berhak bertanya disini, bukan kau jang
harus bertanya dahulu pernuda ugal ugalan." kata bagus Suwarna
menirukan lagak dan nada pemimpin penjaga makam tadi, .
dengan meringis memarnerkan giginyajang putih mengkilat.
33 Pikir denmas Putut Punung ... Benar-benar pemuda ini mirip
sekali ajeng Alit, aih . . . . manis sekali dia, maka agak lambat
dijawabnya yang terdengar! "Baik-baik ... aku suka mengalah kali
ini. Bertanyalah sesukamu asal tanpa mengancam dengan
belenggu."
Keduanya tertawa geli teringat lelakon mereka dengan ketiga
penjaga gunung lmagiri iiu. Terus saja mereka berjalan sambil
beromong-omong. Bertanyalah Suwarna! "Kak Punung ..... kau
sekarang ini hendak pergi kemana. Dari kang bok Alit aku tahu ...
kau pasti tidak pergi kekota untuk sementara waktu, karena
menghindari terjadinya sengketa keluargamu dengan pihak Keraton
bukan?"
"Sebagian besar memang demikian dik, adapun yang paling
betul .. aku tidak akan kembali kelingkungan bangsawan dan
kotanya untuk selama-lamanya, .. kecuali bila aku dipariggil
karena soal-soal gawat, atau aku merindukan keluargaku saja.
Sekarang ini aku akan kelereng gunung Lawu lagi, untuk
menyeesaikan latihanku yang belum masak sama Sekali."
"Kak Punung, kau ini sebenarnya murid guru-sakti siapakah .
Maaf lho kak, bila tak suka mendjawab tidak apa-lah. Isengku ini,
karena aku melihat gerakan jurus Palwaranu dari kakak, hingga aku
mengira, kau juga murid Kjai Hadisuksma. "Aku bukan murid Harga-belah dik . tetapi murid ajar
Cemara Tunggal, atau ki Kunyuk sakti. Oleh karena itu jurus
Palwa-ranuku agak berbeda sedikit dari ajaran asli Hargabelah.
Kenalkah adik perguruan Hargabelah?...
Tidak hanya kenal saja, malahan aku sendiri murid kyai ajar
Hargabelah itu, tetapi aku ini murid yang paling bebal, tertinggal
34 jauh dari yang lain lainnya, mungkin aku hanya dapat menyamai
kakak jaka BLUWO, sibisu."
"Aih .... aku pernah bertempur dengan dia, kakak se
perguruanmu itu, hampir saja aku roboh ditangannya."
"Hajaaa . . . tidak mungkin, kau dengan kekuatanmu itu dapat
dirobohkan oleh siapapun. Aku sebenarnya sangat kagum, mengapa
kau dengan sekali meraih saja dapat menangkap tanganku,
sekalipun aku bergerak dengan jurus Palwaranu juga."
"Mengapa kau ini terus memujiku dik ... sedang menjual obat
manyurkah adik ini . atau sedang membuat pengumuman tentang
kakakmu yang awut-awutan ini untuk dilihat orang-orang banyak.
Ha ha, adik . kita ini sudah menyeleweng dari pembicaraan kita.
Aku sekarang bertanya, kemanakah adik hendak pergi? Adakah
tujuan tertentu bagi adik?"
"Akupun akan pergi kelereng Lawu, kedesa Sarnakaton, tempat
ajahku ... bekel didesa itu. Tetapi aku harus kekota dulu, untuk
menghibur uwakku dan memberi tahukan kepada beliau segalagalanya tentang penguburan kangmbok Alit. Kak Punung, biarpun
kita nanti terpaksa berpisah, namun hingga beberapa jauh, kita bisa
berjalan bersama-sama, bukan?"
"Pasti dik . . . sampai disekitar Tembayat."
"Ada perlu disana kak?"
"Tidak, hanya untuk mengawani adik saja."
Berujarlah bagus Suwarna dengan suara sungguh -sungguh.
"Sukakah kak Punung selalu berdekatan dengan adikmu ini?"
"Mengapa tidak adik, asal adik membawaku kelingkungan
bangsawan lagi saja, pastilah bukan soal aku selalu bersama dengan
adik.
35 "Kau lupa kak Punung, bahwa aku ini bukan bangsawan. Kalau
aku kedalem keraden ajon di kraton itu karena mengunjungi
uwakku den aju Widasari, ibu ratu Alit alrnarhum, Ajahku hanya
seorang Bekel saja didesa Samakaton, daerah Matesih. Aku juga
kurang suka bergerak didalam lingkungan para ningrar itu. Paling
banter aku hanya harus melajani mereka saja. Maka pasti aku lebih
suka bergaul dengan sesamaku sendiri yang pasti lebih bebas dan
leluasa.
"Lamakah adik nanti di Kartasura itu?"
"Entahlah kak , mudah mudahan saja tidak usah terlalu lama,
aku diperkenankan kembali kedesa, Maukah kemudian kakak
mengunjungi aku dirumah orang tuaku didesa Samakaton iiu?"
"Ja, aku akan mencarimu didesa orang tuamu, setelah aku dapat
menyelesaikan latihanku nanti . . . kira-kira satu tahun lagi.
"Baiklah kak, waktu itu kita pedomani, Sejak kira berpisah
nanti atau kapan saja, dalam jangka setahun kita barus hertemu Jagi
tanpa sarat-saratan, selesai atau tidaknya berlatih ilmu segala,
setuju?"
"Boleh-boleh ..... demikianpun baik juga."
Dengan berornong-omong dernikian datanglah mereka disuatu
perdesan yang cukup besar. Disitutah mereka hendak beristirahat
menantikan sang pagi. Mudah diketernukan sebuah langgar, dirnana
mereka dapat leluasa merebahkan diri. Bagus Suwarna terus saja
masuk kedalam langgar itu, lalu merebahkan diri pada alas tikar
pandan seteuaah bedol. Berkatalah ia kepada temannya: "Kak
Punung, kau terpaksa mengalah, disini hanya ada tikar bodol
sempit, tidak bisa untuk beristirahat orang dua .... maka kau harus
menerima nasib duduk diluar saja, ya?"
36 Sebenarnya bagus Suwarna sudah sangat ketakutan dalam
hatinya untuk beristirahat bersama-sama dengan Punung didalam
satu rumah atau sama ruang,. karena sekalipun ia berpakaian
menyamar seorarg pria, nyatanya dialah seorang gadis yang cantik
molek, hampir kembar dengan ratu Alit. Waktu melihat keadaan
sanggar tersebut hanya ada tikar bodol selembar saja .... maka.
segeralah ia kangkangi sendiri untuk memiasah temannya, supaya
tidak ikut merebahan diri disisinya.
Jawab Putut Punung: "Silahkan adik saja yang tidur didalam
langgar, aku sudah biasa duduk hersamadi diluar. Tidurlah dik
kalau bisa masih, ada waktu kira-kira sepenanak nasi unt:uk
beristirahat. Dengan datangnya sang Surya nanti aku bangunkan
kau."
Karena tidak ada jawaban dari dalam langgar lagi, Punung
mengira bahwa temannya sudah ketiduran karena sangat ldah. Dia
seodiri la]u duduk bibawah pohon sawo dimuka lang~ar, untuk
bereiamadi. Na mun kali ini .... pikirannya selalu menyeleweng
kepada teman. barunya ini.
Biarpun nampak wajar dalam segala-galanya, mengapa rasarasanya dia itu seperti mrnyimpan suatu rahasia ..... Dia adalah
seorang pernuda, mengapa ia takut bersentuhan badan dengan orang
lain. Mungkinkah itu disebabkan karena dia mirip sekali orang
wanita-mamis, hingga perangainya meniru lagak perempuan.
Adapun yang sangat menjadi perhatiannya, ialah wajahnya .....
karena mirip sekali wajah mendiang ratu Alit, hingga Putut Pummg
sekali melihatnya merasa tertarik sekali kepadanya. Sudah barang


Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tentu Punung suka sekali menjadi sahabatnya.
Tidak hanya Putut Punung sendiri yang berpikir-pikir
demikian, tetapi bagus Suwarna juga tidak luput dari pemikiran
yang melantur-lantur, Makin lama bergaul dengan bekas kekasih
37 saudara sepupunya yang malang itu, makin pula terbuka rasa
hatinya, malahan lalu menyukai sekali pemuda ini.
Tetapi untuk membicarakan pesan Alit yang berkenaan dengan
soal warisan kekasih. itulah sulit. Lebih hebat perasaan suka
seorang gadis terhadap seorang pria lebih rapat ia
menyembunyikannya, sebelum pemuda itu menyatakan lebih
dahulu perasaan harinya terhadap sigadis. Dernikian pula pendirian
Bgus Suwarna yang sebenarnya bernama Sasanti, niken SUWARNl
..... nama barunya yang diberikan oleh raden ayu Widasari, karena
Sasanti serupa benar dengan (sawarni) dengan ajeng Alit, yang
menmggal dunia.
Malam. itu dia tidak dapat memejarnkan mata karena
pikirannya yang melantur, juga agak kuatir, bila Punung dekat ikut
tidur didekatnya. Beberapa kali ia mengintai dari celah-celah
dinding kepada pemuda yang duduk diluar, dibawah pohon sawo
itu. Agaknya pemuda itu benar-benar tidak akan masuk kedalam
langgar, maka legalah rasa hati Suwarna, Dalam hatl ia berkata
sarnbil menyengir-geli : "Kalau kau berani masuk kemari, segera
akulah yang akan keluar duduk dibawah sawomu. Mana aku dapat
duduk tenterarn terlalu dekat denganmu lagi. Aih, celakalah hatiku
ini, karena sudah terpikat sama sekali oleb mu denmas .... karena
gagah-perkasarnu, karena keluhuran budirnu, karena kedigdajaan
dan kesaktiar mu, ya .... karena kau sebagai kau yang sekarang ini.
Hingga ayam jantan berkokok bersahut-sahutan tiada
berkeputusan, Putut Punung duduk melamun hingga bertele-tele
tentang sahabat-barunya itu tanpa menemukan titik terang tentang
keadaannya yang sebenarnja, Mungkin sekali karena pikirannya
masih sangat terpengaruh oleh kesedihannya tentang ratu Alit,
hingga ia tidak berpikir sarnpai kepada peraturan dalam keraton,
38 bahwa yang diperkenankan masuk kedalam keradenajon itu hanya
para putri belaka. Apabila itu terlintas dalam pikirannya .... ,
masakan ia tidak segera tahu, bahwa Suwam a itu tidak mungkin
seorang pria ... dan, wajarlah kiranya selubung rahasia yang,
merungkup pernuda pesolek yang cantik seperti gadis ini, karena
dia memang seorang wanita.
Tetapi agaknya malah lebih baik demikian saja hingga belum
petlu ada perubahan dalam pergaulannp secara hebat-hebatan
dengan mendadak. Kini berdirilah Punung dari duduknya. Nampak
ia meregang tubnhnya heberapa kali hingga terder;gar otot-ototnya
gemeretuk yang melenyapkan segala rasa kaku-kaku dan lain
sebagainya.
Belum lagi ia mendekati langgar, muncul dipintu yang tetap
setengah terbuka itu, bagus Suarna yang masih mengkucak-kucak
mata, biarpun hanya pura-pura!. Katanya mendahului teman. "Hai
... enak benar aku tidur semalam. Dapatkah kakak tidur barang
sebenta semalam?"
"Ya .... boleh juga dikatakan dapat tidur sebentar, namun cukup
enak, hingga badan merasa segar kembali. Nah mumpung masih
agak petang dik, mari kita pergi kesungai untuk berenang-renang
Piano Di Kotak Kaca Karya Agnes Jessica Dewa Arak 96 Malaikat Tanpa Wajah Sherlock Holmes - Petualangan Tiga Pelajar

Cari Blog Ini