Ceritasilat Novel Online

Hari Ibu 1

Hari Ibu Kisah Seri Misteri Friday The 13th Karya Eric Morse Bagian 1


Kisah Seri Misteri "Friday the 13'",'Hari Ibu
9 1997 Dian Rakyat
Diterbitkan oleh Dian Rakyat ?Jakarta
Anggota IKAPI
Alih Bahasa : Amalia Th.
Editor : Totok Waluyatmoko
Dicetak oleh PT. Dian Rakyat ?]akarta
Cetakan pertama 1997
Originally published under the title:
Friday the 13"' Camp Crystal Lake Novels, Mother's Day
Copyright C 1994 by New Line Productions, Inc.
Pendahuluan
A Kuburan Misterius
Di hutan lebat yang sunyi, seekor kijang tampak
asyik makan rumput segar. Tiba?tiba, binatang itu
mendongakkan kepalanya yang berbulu halus dan
memasang telinganya, seakan?akan dia menangkap
suara. Mata kijang yang lembut dan berwarna coklat,
menatap nanar ke arah pepohonan.
Sesaat kemudian, binatang yang anggun ini
kembali merundukkan kepalanya dan merumput
lagi.
Di kejauhan, terdengar suara ranting patah.
Kaki kijang itu menegang. Disentakkan kepalanya
ke arah suara itu. Dia mengerenyitkan hidungnya
yang hitam dan basah, seakan mencium bahaya.
Tetapi nampaknya, kijang itu tidak mendengar suara
apa-apa lagi, dan juga tidak mencium adanya bahaya.
Dia kelihatan santai kembali.
Sayang sekali.
Sebab kekhawatiran si kijang tadi benar.
Sekitar seratus meter dari tempatnya, seorang
pemburu sedang bergerak pcrlahan?lahan
mendekatinya. Pemburu itu menjejakkan sepatu bot
hitamnya dengan hati-hati ? sambil mengendapendap ? mencoba untuk tidak menimbulkan suara
sedikit pun.
Pemburu itu bertubuh tinggi dan berotot.
Wajahnya kasar nyaris tertutup dengan janggut
hitamnya. Matanya kelam dan tak berperasaan,
tertuju hanya pada si kijang. Keempatjari tangan kanannya menggenggam erat tangkai kayu senapan
berlaras dua. Pelatuknya siap ditarik. Dia terus
melangkah ke depan.
Mendekati buruan adalah pekerjaan yang sulit.
Meskipunbelum musim panas, hari terasa panas dan
lembab, walau dia berada di bawah pohon yang
rindang. Pemburu itu terengah?engah saat dia
menarik nafas lewat mulutnya.
Agar bau badan tak tercium mangsanya, pemburu
itu bergerak melawan arah angin. Baju dan topi
samarannya membuat dia tampak menyatu dengan
alam. Dan sekarang, dia bisa melihat kijang itu
dengan jelas. Kijang itu tampak berdiri di semak yang
tidak terlalu lebat. Target yang sempurna. Sebentar
lagi dia akan mencapai jarak yang cukup dekat untuk
menembak kepala kijang itu.
Sebenarnya dia tahu menembak kijang itu
dilarang. Bahkan sekarang pun bukan musim
berburu. Jadi sama-sama melanggar hukum kan,
menembak mati binatang yang dilindungi saat musim
berburu atau tidak?!
Hari Ibu
Saatini dia sudah bisa mendengar suara gemerisik
kunyahan rumput maupun ranting yang dimakan si
kijang. Jaraknya tinggal beberapa langkah lagi, dan ??
Tiba?tiba sepatu bot hitam si pemburu menabrak
benda keras. Dia menggerutu karena terjengkang dan
senapannya terlepas dari tangannya.
Wajahnya mendarat di atas tanah. Dia mengangkat
kepalanya, saat si kijang terlihat melompat?lompat
menjauh dan menghilang ke dalam hutan.
Dengan penasaran, pemburu itu memukul
timbunan dedaunan dan buah cemara yang
menyelimuti tanah di tempat dia jatuh. Lalu dia berdiri dan berbalik untuk melihat benda sialan apa yang
membuatnya terjungkal.
Dia menatap ke bawah dengan terpana.
Di atas tanah, agak di tengah, terpancang sebuah
batu putih setinggi lima belas senti. Kenapa batu itu
seakan?akan ada di situ cuma untuk membuatnya
teq'ungkal dan menyelamatkan si kijang menyebalkan
itu? Si pemburu lalu menendang batu itu sekuat
tenaga.
[_Intung sepatu boot hitamnya cukup tebal,
sehingga jari-jari kakinya tidak terasa sakit. Tetapi
batu itu sama sekali tidak bergerak. Dan hal ini,
membuatnya makin kalap.
Perlu enam kali tendangan lagi sebelum hati si
pemburu kembali tenang; lalu perasaan ingin tahunya
pun muncul. Batu apa sih, ini?
Dengan segera si pemburu itu tersenyum,
memperlihatkan sederetan gigi yang tidak beraturan.
Eric Mor5e
Kini dia tahu batu itu pasti ditanam di sini dengan
sengaja. Dan itu berarti dia sedang melihat batu ??
Batu nisan tanda kuburan.
Seketika itulah sebuah ingatan muncul di
kepalanya. '
Seorang anak laki?laki berusia remaja, sebuah pisau
berdarah di tangannya, wajah buruk yang tersembunyi di
balik topeng hoki putih.
Tentu saja, dia telah mendengar cerita tentang ]ason Voorhees dan serangkaian pembunuhan yang
sangat mengerikan yang dilakukan si Jason ini. Tetapi
sampai sekarang dia menganggap semua itu cuma
isapan jempol. Sebenarnya sih, dia sendiri juga ikut
menyebar?luaskan gosip ini. Kalau orang?orang
percaya ada kutukan kematian di Danau Kristal, maka
hal itu akan membuat para pemburu jadi lebih asyik.
Hutan akan jadi sepi, dan dia akan bebas berburu
dengan liar. '
Tapi sekarang, dia menemukan kuburan ini. Si
pemburu tiba?tiba merasa sangat penasaran. Siapa
tahu dia terjerembab di atas barang?barang korban
pembunuhan yang dilakukan si Jason?! Bayangkan
berapa nilai benda?benda itu?!
Manusia jangkung ini lalu berlutut. Dia
mengeluarkan pisau berburu dari sarungnya dan
mengayunkan pisau perak itu ke dalam tanah yang
lembek. Dia mulai menggali.
Setelah beberapa menit, dia melemparkan
pisaunya ke samping dan mulai menggali tanah becek
itu dengan tangan. Tak lama kemudian tangannya
Hari Ibu
menyentuh sesuatu . . . sesuatu yang lembut dan
basah, dan berwarna abu-abu.
Setelah dibersihkan kotorannya, dia tahu apa yang
ditemukannya. Benda itu ternyata sebuah kotak
kardus berukuran lima puluh kali lima puluh senti.
Dia menggali lebih dalam lagi hingga berhasil
mengangkat kotak itu. Kotak itu ternyata berat sekali.
Dengan perlahan pemburu itu mengangkat penutup
kardusnya yang terasa basah. Dan kemudian dia
melihat isinya.
]antungnya serasa berhenti berdetak.
Mulutnya terbuka lebar dan matanya mendelik.
Cuma sedetik dia mampu melihat isinya.
Sebab kakinya mulai bergerak otomatis,
melangkah mundur secepat kilat, sampai dia
terjengkang dengan posisi telentang.
Kira-kira selama hampir satu menit kemudian,
barulah dia bisa berhenti menjerit.
Erin: Morse
1 A UNDANGAN BUAT CARLY
Telepon warna pink berdering kencang hingga
meja di bawahnya tampak bergetar. Carly
mengangkat telepon itu pada saat deringan ke dua
terdengar.
" Ha..., halo?"
"Hai, Carly." Suara menawan dari seorang cowok.
"Boone?"
"Baru tidur, ya? Sekarang baru jam lima sore, kan.
Masa sih, ibumu menyuruh kamu tidur sesore ini?"'_'3
Carly tertawa, meluruskan punggungnya dan
menggeliat. "Kamu nggak ngebangunin aku, kok.
Aku cuma ?" Dia tak bisa memberi alasan yang
pantas. "Aku cuma ketiduran," akunya.
Dia duduk sambil menggosok-gosok matanya
yang berwarna hijau berbentuk buah almond yang
masih mengantuk. Sinar matahari masuk ke
kamarnya melalui celah tirai berenda jendela kamar.
Sekarang Kamis sore. Dia mengatakan itu pada
dirinya sendiri untuk menjernihkan kepala. Dia selalu
jadi agak linglung sesudah tidur sore-sore. Saat
Hari Ibu
telepon berdering, dia sempat berpikir ada orang yang
sedang menjerit-jerit.
Dia melihat ke bawah. Di sisinya, di atas tempat
tidur, ada sebuah buku biru, seukuran buku telepon.
Dia menatap buku itu beberapa saat sebelum dia bisa
mengingat buku apa itu.
"Kamu tahu, Boone," katanya, "aku ini sebetulnya
nggak ngantuk. Tapi buku sejarah yang lagi kubaca,
benar?benar membosankan sampai aku ?" dia
menguap _ "Eh, sori, ya."
Boone tertawa kecil. "Carly, kamu betul-betul
cewek menggairahkan, kamu tahu nggak?"
Carly tertawa lagi, tapi kali ini dia merasa sedikit
tersinggung. Dia tahu reputasinya. Cewek mungil
yang alim banget.
Suara cemas seorang wanita ikut nimbrung di
telepon. "Halo? Siapa ini?"
"Aku sudah mengangkatnya, Bu," kata Carly.
Sambil mengerutkan dahi, dia menunggu bunyi klik
tanda ibunya sudah menutup telepon yang ada di
ruang bawah. Kenapa sih, ibunya selalu bersikap
seolah-olah setiap telepon bakal membawa kabar
buruk? Kalau Carly keluar malam dan menelepon ke
rumah (yang memang diwajibkan ibunya), lbu
McDonnell pasti langsung bertanya dengan gugup,
"Ada apa Carly? Ada masalah?"
"Nah, Boone," kata Carly setelah dia yakin tak ada
gangguan lagi, "apa kabar, nih?"
Ibu Carly kurang suka melihat Carly dekat dengan
Boone. Carly sendiri tak bisa menyalahkan ibunya.
Eric Mursc
Billy Boone sudah berumur dua puluh tahun, drop
out alias dikeluarkan dari SMU, rambut coklatnya
yang gondrong sering diikat model ekor kuda, dan
dia sering ngebut dengan motornya. Dia kerja ?? kalau
lagi mau ? di teko alat-alat pertukangan milik
bapaknya. Dan dia tinggal di garasi rumah orang
tuanya. Ambisi Boone dalam kehidupan ini kayaknya
cuma ingin bersenang-senang. Dan bagi Boone
bersenang?senang berarti pesta gila-gilaan dan
mabuk?mabukan.
Tentu saja, apa yang dibenci ibu Carly pada diri
Boone justru yang membuat Boone ini sangat populer
di antara remaja di kota mereka. Boone dianggap
hebat. Cerita tentang Boone cukup melegenda di
seantero SMU Parker Memorial.
Sekalipun dia belum pernah tertangkap basah
karena ulahnya, Boone adalah orang luar yang bisa
"meminjam" baju maskot beruang besar dan
berputar?putar mengelilingi stadion sekolah selama
acara pertandingan sepak bola. Boone jugalah orang
yang mendapatkan kunci duplikat ruang senam
sekolah dan menggelar acara yang dia sebut "Pesta
Dansa Asli." _
Acara itu dilakukan beberapa jam setelah pesta
dansa anak senior. Waktu itu Carly masih SMP,
dengan kawat gigi; dia bahkan tidak tahu tentang
pesta rahasia itu. Tetapi gosip mengatakan bahwa
Boone menyuguhkan minuman keras dan memimpin
acara dengan dandanan mirip kepala sekolah, mirip
Ibu Merriam.
Hari Ibu
Ketika orang-orang muncul di sekolah keesokan
harinya, mereka kaget melihat ruang senam kotor luar
biasa. Pengurus sekolah yakin pelakunya pasti Boone.
Tetapi Boone sudah keluar dari sekolah, dan mereka
tidak mempunyai bukti kuat. Jadi, pihak sekolah
tidak bisa berbuat apa?apa terhadapnya.
"Coba tebak, apa acara kita akhir pekan ini?" tanya
Boone.
Theo, kucing tua berwarna abu?abu milik Carly,
meloncat ke atas tempat tidur dan menatapnya
dengan sorotan marah. Carly menggaruk-garuk dagu
si kucing. "Aku menyerah. Apa, sih?"
"Kita akan pergi berkemah."
"Berkemah? Maksud kamu, nginap?" Pikiran yang
pertama muncul di kepala Carly adalah reaksi ibunya.
Pulang malam saja, Ibu McDonnell sudah tak suka.
"Tepat sekali, Carly. Pakai acara nginap." Ada nada
menyindir pada suaranya, seperti saat dia berbicara


Hari Ibu Kisah Seri Misteri Friday The 13th Karya Eric Morse di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pada anak kecil. Carly membuat mimik aneh di
cermin lemari bajunya. Ada apa sih, dengan dirinya?
"Kedengarannya bagus, tuh!" katanya. Luar biasa.
Sekarang dia terlihat seperti anak kecil yang kelokan.
"Tempatnya jauh," kata Boone dengan suara cuek.
"Kita akan berangkat besok jam sembilan pagi dan ?"
"Boone."
"Apa?"
"Besok masuk sekolah, kan."
"Jadi?"
"Jadi, aku harus pergi ke sekolah."
Mereka terdiam sejenak. "Kenapa?" akhirnya
Eric Morse
Boone bertanya. Lalu dia tertawa terkekeh?kekeh.
"Baiklah, jadi kita akan berangkat jam empat sore,
setelah kamu pulang sekolah." Cara dia mengatakan
hal ini, seolah-olah cuma berbicara dengan anak yang
berumur dua tahun yang bakal protes. "Jaraknya
sekitar dua setengah jam, jadi kita akan ?"
"Dua setengah jam?" _
"Carly, Carly, Carly," kata Boone. Dia
menambahkan sambil memperolok. "Coba lihat ke
luar jendela. Ada arena perkemahan, nggak? Danau
besar yang indah, mungkin? Atau pepohonan yang
hijau dan lebat? Atau, apakah kamu blsa mellhat
tempat di mana kita bisa melakukan apa sa)a yang
kita mau, tanpa ada orang yang mengganggu? Nggak,
kan? Pasti kamu nggak bisa melihatnya. Yang kamu
lihat cuma kota tua Newkirk di Massachusetts yang
membosankan. Itu sebabnya kita harus pergi jauh ke
utara. Tempat kemah yang 'benar-benar menawan.
Danau Kristal." _ _ _
Carly sudah yakin kalau dia ingin pergi. Tapi
bagaimana caranya mendapatkan ijin, itulah yang ]adl
masalah. Ibunya ? ' . _ "
"Lagian apa sih, yang bisa kamu kerjakan di sini?
desaknya. Boone lalu menjawab pertanyaannya
sendiri. "Kamu nggak bakal melakukan apa-apa:
Habis, coba apa sih: yang bisa kita kerlakan dg
Newkirk ini? Kota ini kota mati, Carly. Kota mati."
Itu memang benar. Newkirk adalah kota kecil yang
letaknya sekitar 40 menit dari Boston. Boleh dibilang
termasuk kota pinggiran. Kota ini sepertinya
10 Hari Ibu
memang diciptakan untuk tempat orang-orang tua
untuk beristirahat setelah seharian bekerja.
Akibatnya, setiap akhir pekan tak ada kegiatan yang
bisa dinikmati di Newkirk ini. Semua anak?anak
muda pergi nonton, jalan?jalan ke pertokoan, mabuk?
mabukan, nenggak obat kalau mereka bisa
mendapatkannya, lalu bikin onar. Setiap hari Senin
di sekolah selalu ada cowok yang membual soal adu
keberanian mereka di akhir pekan. Setiap bulan
beberapa anak menabrakkan mobilnya. Konyol.
Membosankan.
"Siapa lagi yang ikut?" tanya Carly.
Boone tidak langsu ng menjawab. Wow, pikir Carly.
Barangkali ?? ah, masa, sih? ? ya, barangkali saja
Boone ini merencanakan perjalanan ini hanya untuk
mereka berdua? '
Pikiran itu membuat Carly merinding, sekalipun
dia tahu kemungkinan ibunya mengijinkan adalah
nihil. Dia mengangkat teleponnya yang berwarna
pink itu lalu berjalan mengitari kamarnya.
Mengagumkan memang, kehidupan begitu cepat
berubah. Sekitar empat bulan lalu, Boone tak pernah
memperhatikan Carly. Carly pun yakin bahwa Boone
bahkan tidak tahu jika dia ada di dunia ini. Lalu dia
bergabung dengan regu basket cewek yang top di
sekolahnya. Kapten timnya adalah Kelly Boone,
cewek tomboy yang keren ? yang kebetulan adalah
adik perempuan Boone yang paling kecil.
Carly mulai sering main ke rumah Kelly, sambil
mengajarinya Matematika. Gratis, hanya untuk
mengisi waktu saja. Lalu pada suatu hari saat mereka
11 E ric Murse
di dapur, Boone masuk lewat garasi, hanya memakai
celana pendek. Dia kelihatannya tidak mengacuhkan
mereka. Dia cuma berdiri di sana, telanjang dada.
Sambil makan sepotong pizza dan meneguk soda
langsung dari botol, dia bercanda dengan Kelly.
Setelah bilang halo saat Kelly memperkenalkan
Carly padanya, dia tak ngomong apa-apa lagi. Tetapi
dua hari kemudian, dia menelepon Carly dan
mengundangnya untuk datang, nongkrong dan
mendengarkan grup band?nya yang beraliran'rock
bernama The Rotting Corpses, berlatih.
Sejak itu dia sering menelepon Carly dan
mengajaknya jalan?jalan dengan sepeda motornya ?
Carly nggak bilang soal ini pada ibunya. Dia juga
mengundangnya ke beberapa pestanyayang terkenal.
Dia harus meyakinkan ibunya berkali?kali bahwa
dia tidak pacaran dengan Boone. Sialnya, itulah
kenyataannya. Biarpun sering berdua?duaan, Carly
selalu merasa yakin sekali kalau ibunya tak perlu
mengkhawatirkan hubungannya dengan Boone.
Memang, mereka sering ngobrol serius berdua. Tapi
Boone tidak pernah berbuat lebih jauh. Di pesta,
Boone selalu terlihat bersama cewek genit yang
memang suka bersikap di luar batas.
Menurut teman Carly, Suzanne, Boone tidak akan
macam-macam sebab Carly bersikap cukup tegas,
sikap yang menunjukkan kalau dia cewek baik?baik.
Dan itu adalah senjata melawan keisengan para
cowok. Carly sebetulnya ingin mengetok kepala
Suzanne karena mengatakan hal itu, tapi dia merasa
12 Hari Ibu
Suzanne memang benar.
"Siapa lagi yang ikut?" ulang Boone. "Yah,
bagaimana kalau ? sekelompok orang?orang keren.
Aku kasih tahu deh, Carly, ini bakal jadi pesta yang
paling menarik di abad ini. Semua ini berkat si jenius
guru pesta, Billy Boone."
"Boleh tahu siapa lagi yang ikut?" Carly bicara
berdasarkan pengalaman. Dia sudah paham kalau
Boone pergi dengan salah satu ceweknya, pestanya
bakalan bikin Carly kesepian.
"Yang jelas, aku pasti ikut," katanya.
"Selain kamu."
"Yah, ada berita buruk, Kelly lagi flu berat, jadi
dia nggak bisa ikut. Terus siapa lagi, ya ?" Dia bicara
dengan datar. "Ernrn, Monique."
Jantung Carly serasa seperti disambar petir.
Monique adalah murid pindahan dari Paris. Dengan
rambutnya yang panjang, berombak, kemerah?
merahan, dia membuat semua cowok terkesima. Dia
benar?benar mencerminkan sikap tegas dalam artian
lain. Sikap tegas yang mengundang cowok untuk
berbuat iseng padanya!
"Monique Dufy?" tanya Carly.
"Dufy," kata Boone, "ya, Monique yang itu."
Wajah Carly memerah dan terasa panas. Un?
tunglah teleponnya bukan telepon video, telepon
yang ada layarnya! Dan, kemudian dia mengutarakan
pikirannya ? "Boone," katanya dengan hati?hati agar
suaranya tidak terkesan kecewa, "kamu ini benarbenar mengagumkan, tahu nggak? Gimana cara
13 Eric Morse
menggaetnya? Dia kan, baru tinggal di sini satu se?
mester."
"Siapa bilang aku menggaetnya? Dia cuma mau
ikut berkemah sama kita."
"Tapi aku bahkan nggak tahu kalau kamu kenal
dia. Gimana kamu bisa ketemu dia?"
"Yaaah," kata Bone, "zeperti khamu tau" ? dia
berbicara dengan logat Perancis yang jelek ?
"Zaya zelalu zhadi murid teladhun untuk pelazhamn
buhaza Perancis. Zhadi ghuru?ghuru minta zaya
mengazhar bahaza Inggris padha zi Monique ini. "
"Oh, begitu." Padahal kenyataannya Boone
hampir selalu dikeluarkan dari kelas setiap ada
pelajaran bahasa Perancis.
"Aku bertemu dengannya di toko pizza," kata
Boone, tanpa aksen Perancisnya lagi. "Hei,"
tambahnya tiba-tiba, "tebak siapa lagi yang ikut?"
"Siapa?" '
Boone tak menjawab. Carly membayangkan bisa
melihat Boone lagi nyengir saat menggodanya. Lalu
Carly mendengar dia tertawa kecil. "Siapa?"
ulangnya, rasa penasarannya menggelitik.
"Paul Sexton."
Carly berhenti mendesak. "Ayo, ah, Boone. Serius
dikit, dong."
Boone tertawa lebih keras. "Aku tahu hal ini bakal
bikin kamu kaget."
Ya, itu memang membuatnya kaget. Paul Sexton!
Paul, yang lulus tahun lalu, adalah cowok yang paling menarik di kota ini. Rambutnya pirang dan
14 Hari Ibu
lembut (begitu lembut sampai kamu ingin membelainya), rahangnya kuat, punggungnya bidang dan
ototnya tampak menonjol. Dia adalah kapten segala
macam klub olah raga. Dan orang tuanya kaya raya.
Semua cewek cekikikan saat menyebut nama
belakang Paul. Bukan kenapa-kenapa sih, mereka
cuma merasa pas betul nama itu dengan penampilan
fisik si Paul. Dan setiap cewek di Parker setengah mati
ingin membuktikan sendiri bagaimana nama
belakang si Paul ini cocok dengan orangnya.
"Boone," kata Carly, "Paul Sexton itu lagi di Brown.
Dan itu letaknya di Pulau Rhode, tahu nggak?"
"Trim's buat informasinya. Kebetulan saja Paul dan
teman sekamarnya mau datang ke pesta kita ini.
Mereka akan ke sini besok pagi, dan kita semua akan
pergi bareng."
Carly tak bisa bertahan lagi. Pikiran untuk pergi
berkemah di hutan dengan Paul Sexton hampir
membuatnya pingsan. Ini rupanya alasan qune
mengajak Monique ?? ide yang luar biasa!
Carly memperhatikan dirinya di kaca. Masa
canggungnya sudah lewat. Dia kini memakai celana
pendek model baggy dan T?shirt warna merah tua
khas universitas Harvard, yang dibelinya sama
Suzanne saat mereka pergi ke Cambridge. Bukan baju
yang 11872311 Sih, tapi cukup membuat tubuhnya yang
ramping tampak jelas ? dan kelihatan bagus. Dengan
rambut pendeknya yang berwarna hitam dan
lehernya yang panjang, akhir-akhir ini Carly
mendapat banyak sorotan dari para cowok. Tapi Paul
15 Eric Morse
Sextdn? Bisa nggak ya, dia menarik hati Paul Sexton?
Dia berusaha agar suaranya tetap terdengar tenang
saat dia bertanya, "Lantas siapa lagi yang ikut?"
:'Ah, kayak kamu peduli aja, ah."
_ 'Aku peduli, dong. Kalau aku minta ijin sama
lbuku, seandainya berani lho, aku harus bilang siapa
saja yang ?"
"Kyledansuzanne. "
Carly nyengir. Kyle dan Suzanne selalu lengket
berduaan, sampai orang terbiasa untuk menyebut
nama mereka berdua sekaligus. Kyledansuzanne
dlanggap seperti satu nama. Carly sempat kesal juga
sama Suzanne karena berduaan terus sama Kyle.
Suzanne jadi susah ditemui. Kayaknya ada jarak di
antara mereka dan akibatnya acara mereka juga jadi
sering batal gara-gara Suzanne melupakannya. Tapi
toh, dia senang Suzanne bakalan ikut.
"Jadi gimana pendapatmu?" tanya Boone.
Sebetulnya Carly sudah ingin sekali pergi. Tapi dia
gengsr untuk mengakuinya. "Aku nggak bisa
berenang," katanya.
"Aku ajari, deh."
"Bener, nih?" EBUKULAVVASBLOGSPOTCOM
"Betul, nanti kuajari kamu bercnan . Gam a
kok. Aku punya sistem mengajar yang bgisa langrsulfgl
terlihat hasilnya. Aku lempar kamu ke danau, kamu
pasti langsung belajar berenang atau ?? tenggelam."
"Aduuuh, lucu banget." Carly memutar?mutar tali
telepon yang juga berwarna pink. Terdengar suara
ber1s1k waktu Theo melompat ke karpet putih berbulu
16 Hari Ibu
lembut dan menyergap kabel telepon yang bergerak?
gerak, bak seekor harimau kecil.
"Dengar Carly, boleh nggak aku mengatakan
sesuatu? Kamu ini nggak bisa berenang, nggak bisa
nyupir ? kalau selalu menuruti apa kemauan ibumu,
kamu nggak bakalan pernah keluar dari rumah.
Makanya kamu harus ikutan acara ini. Kamu harus
belajar menikmati hidup ini."
Carly merona. Boone betul. Dia melirik sekeliling
kamarnya. Wajahnya makin merah karena mendengar
pendapat Boone. Kamarnya tampak kuno, tidak
seperti kamar anak remaja yang lain. Semuanya


Hari Ibu Kisah Seri Misteri Friday The 13th Karya Eric Morse di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berwarna putih atau pink, dan hampir semua
barangnya dihiasi renda -? seprei tempat tidurnya,
gorden jendela bahkan hiasan bagian atas pigura
posternya dan tempat rak bukunya. Ibunyalah yang
menjahit hiasan itu semua.
Yah, pikir Carly, dia nggak boleh mengangkat
masalah ini untuk menentang ibunya. Banyak teman
Carly yang justru ingin punya ibu yang penuh
perhatian seperti itu. Lagipula Carly ini anak semata
wayang. Ayahnya meninggal karena kecelakaan
mobil saat Carly baru berusia dua tahun. Sejak itu
ibunya hidup menjanda. Dia pantas untuk
mencemaskan kesehatan dan keselamatan Carly.
"Carly, kamu harus ikut," kata Boone. "Aku sudah
janji sama Paul kalau kamu pasti ikut. Dia ikutan
karena ada kamu, lho."
"Billy Boone, kamu ini memang tukang bohong."
"Aku nggak bohong."
17 Eric Morse
]antungnya mulai berdegup keras. Lihat dirimu,
katanya dalam hati. Semenit yang lalu, dia sama sekali
tidak tertarik untuk ikut. Sekarang dia begitu tertarik
sama acara ini, bahkan dia ragu apa dia bisa tidur
nyenyak nanti malam.
"Bagaimana?" tanya Boone. "Aku sudah capek nih,
meyakinkan kamu. Apa keputusanmu? Kamu mau
ikut atau nggak?"
"Aku nggak tahu, deh," kata Carly. "Hari Minggu
- kan, hari Ibu. Aku dan ibuku selalu punya acara
khusus."
"Woala." Suara Boone terdengar sangat jengkel.
"Dengar, aku janji deh, kita pasti kembali Minggu
malam, oke? ]adi kamu tetap masih bisa
bersamanya."
Carly merasa jantungnya berdegup keras. Dia
nggak punya alasan lagi. Dan itu berarti ? dia
termasuk yang bakal ikutan. ."Oke, deh," katanya
sambil tertawa. "Aku ikutan, deh."
Boone bersorak.
"Tapi," tambah Carly cepat, "Aku nggak tahu
gimana minta ijinnya. Benar?benar nggak ada
bayangan, deh."
"Entar aku beresin."
"Gimana caranya?"
"Nanti aku telepon ibumu."
"Aih, trim's ya," kata Carly sambil memutar bola
matanya.
"Pokoknya beres, deh," kata Boone.
Carly menarik nafas dalam?dalam. Masalahnya,
18 Hari Ibu
' an mem erca ai Boone. Lagian sekarang
(tid; aligncarg untuk meilnbatalkannya. Bpone pasu
tahu bagaimana suasana hatinya, sebab dia berkata,
"Carly, kamu nggak bakal menyesal. Aku ]anll. Kamu
bakal merasakan pengalaman terindah dalam
hidupmu ."
19 IIARTA T ERPENDAM
Suara itu. Suara itu memerint '
itu tak berkutik. Dia harus patuhfihnya. Sl Pemb"
Pertama, dia membawa kotak kard us itu ke
pondoknya. Lalu diletakkannya kotak itu di atas meja
fermika putih kecil. Kemudian dia duduk lekat?lekat
Cll kursr goyangnya, menunggu hari gelap.
_ Malam itu langit menjadi mendung ? tak ada
bintang, tak ada bulan. Pukul delapan, hutan tampak
sangat gelap. Si pemburu merasa malam ini bakal
turun hujan.
. Inilah saatnya untuk mengikuti perintah pertama.
Dia kenakan sarung tangan kuning, memanggul
sekop, mengepit kotak kardus dengan tangannya
yang lain dan berangkat menuju ke kegelapan.
Rick Perkins sedang menyelesaikan pekerjaan
konstruksi beberapa kilometer dari jalan raya. Dia
sedang menggali pondasi agar dapat membuat rumah
yang lebih besar. Pemburu itu tahu dia dapat menemukan apa yang dibutuhkannya di tempat itu.
Hari Ibu
Dia berjalan kaki, menyusuri jalan becek, seakan
siap bersembunyi di semak?semak begitu mendengar
ada mobil datang.
Tapi ternyata sikap jaga-jaga itu tak perlu
dilakukan. Dia tidak melihat dan mendengar suara
orang kecuali beberapa binatang. Itu saja.
Mengagumkan, betapa ramainya suasana hutan di
malam hari. Jangkrik mengerik, kodok mengeluarkan
bunyi krok-krok?krok, burung hantu berteriak keras.
Dan sepatu bot hitamnya sendiri, berbunyi kecipakkecipak karena menginjak tanah yang berlumpur.
Perlu satu jam untuk sampai di tempat konstruksi
bangunan. Di sana ada kendaraan berat berwarna
kuning, mobil penuh tanah yang memiliki sekop
raksasa.
Gudang penyimpanan barang-barang bangunan
digembok. Tapi pemburu itu telah siap dengan obeng
dan lampu senter. Dengan memakai kedua alat itu,
membuka kaitan besi yang berkarat dan melepaskan
gembok dari pintunya adalah hal yang mudah.
Di dalam gudang, dia menemukan kunci mobil
keruk tergantung di paku, dengan tanda kecil warna
putih, seakan untuk memudahkan pemburu itu
menemukannya. Ketika dia menyalakan mobil keruk
itu, mesin dieselnya meraung dan bergemuruh seperti
suara pesawat. Si pemburu tidak perduli dengan
kebisingan itu. Perjalanannya menuju ke sini
meyakinkannya bahwa tak ada satu orang pun yang
ada di sekitar tempat itu. Tak ada orang yang akan
melihat, tak ada yang akan mendengar.
21 Eric Morse
Dia bebas mengendarai mobil itu melewati jalan
desa. Kotak kardusnya tergeletak di tempat duduk
sebelah, terpental-pental di atas kursi berlapis kulit
hitam. Pemburu itu merasa hebat duduk di belakang
setir kendaraan berat. Mesinnya berdentum. Kakinya
terasa panas. Lempengan besi penutup knalpot
terbuka-tertutup saat mengeluarkan asap. Dan selama
itu pula, suara dari kotak di sebelahnya yang
membimbingnya ke arah mana dia harus menuju.
Dia menjalankan mobil itu sampai tiba di rumah
kosong tak jauh dari danau Kristal. Rumah tua itu,
berlantai dua, berhalaman luas yang memisahkannya
dengan jalan. Pemburu itu membawa mobil raksasa
itu melintasi halaman rumput. Roda kendaraannya
membuat jejak yang dalam pada rumput?rumput
yang sudah tinggi. Sekitar seratus meter dari
bangunan rumah, beberapa batu nisan tersembul di
antara rerumputan. Tampaknya seperti kuburan
keluarga. Setelah berada di belakang kuburan yang
kecil, suara itu memberi perintah untuk berhenti. Dia
menginjak rem seketika itu juga.
Lalu suara itu menyuruhnya untuk menggali.
Dia perlu waktu beberapa menit untuk
mempelajari tongkat gigi persenelingnya. Ada empat
yang besar dan tiga yang kecil, semua itu yang
mengatur tangan mesin hidraulik. Akhirnya dia
menemukan tongkat yang tepat dan menurunkan
mesin sekop raksasa itu sampai menghujam ke tanah.
Malam itu cukup sejuk, tetapi menggali adalah
pekerjaan berat ?? sekalipun dibantu dengan mesin
22 Hari Ibu
itu. Pemburu itu mandi keringat. Tumpukan tanah
hasil kedukannya makin lama makin tmgg1. k d
Suara itu tidak memberinya keringanan. 'Iida a la
erintah berhenti atau istirahlat. D1a harus mengga 1
' lam dan lebih dalam ag1. _
leblSlekiiiar tengah malam, langit yang gelap gulita
berubah. Kilatan geledek menerang1 padang mmlpu ,
mengungkapkan pemandangan yang mengeii Clan.
Pemburu dan mesinnya ma51h terus mengga an
me-i-figdll'iujan turun, lebat sekali dan bergemuruh.t
Suara itu memberi perintah baru.. Pemburu 1_u
memarkir mobil buldozemya di pinggir lubanglyattig
digalinya. Dia menarik keluar sekopnya dan gn 211
mobil, dan di bawah curahan huJan yang sangat eras
dia turun ke dalam lubang gahannya. Sebentar saga
curahan hujan itu membuat lubang 1tu menla 1
kubangan lumpur. Dia terpeleset dan meluncur terus
ke tllaievtilikisampai di dasar lubang, dia mulai menggali.
Meskipun sudah lelah, dia tetap menggali ieggan
pasti. Tanah hitam yang baunya menusuk ir ung
melayang terus?menerus melewat1 bahunyar ini?
berlumpur itu membuat beban sekop dua ka 1 et)-a
berat, namun pemburu itu tidak menjad1 loyo. 1
' erhenti. _
tlClileegjentar saja baju samaran yang melelLat _di
kulitnya basah kuyup. Hujan menghantam 381122
depan tutup kepalanya. Dia tak tahu sudah se a; 1; at
apa galiannya. Malam sangat gelap. Saat dia me
23 Eric Morse
ke atas ke arah kilat, dia tidak mampu lagi
membedakan batas tanah di atas dan langit.
Barangkali dia sedang mengubur hidup?hidup
dirinya sendiri. Barangkali dia akan tertimbun hiduphidup.
Itu bukan masalah. Dia tak punya pilihan. Dia
harus mengikuti perintah. Saat dia menggali lebih
dalam, dia mulai mendengar suara?suara aneh.
Mulanya suara itu sayup-sayup. Tapi kemudian
menjadi lebih jelas. Dia tak dapat mengenali suarasuara itu. Kedengarannya seperti suara jeritan lirih
dari tempat yang jauh.
Kemudian udara berubah menyengat. Seperti bau
telur busuk, tapi sangat menusuk hingga ke tulang
rawan hidung. Rasanya ada uap yang melingkari
sepatu but hitamnya, kabut kuning yang bergerak di
antara kakinya, seperti mahluk hidup.
Lalu ada ular. Ular itu merayap meliuk-liuk
melalui air berlumpur ke arah kakinya. Dia merasa
ular itu merayap ke atas melalui celananya, dia merasa
kulit ular itu mengelus kulit kakinya sendiri. Dia pasti
hanya merasa "melihat" sesuatu, merasa "merasakan"
sesuatu, katanya sendiri. Dia terus menggali dan
menggali.
Sekopnya terlepas dari tangan. Dan saat dia
membungkuk untuk mengambilnya, dia melihat
tanah yang basah itu bergerak. Dia memperhatikan
lebih dekat. Ada banyak cacing di lubang ini. Ada
seiibu cacing yang sangat putih. Cacing-cacing yang
pasti tidak pernah tersentuh sinar matahari. Cacing
24 Hari Ibu
yang gemuk dengan perut buncit. .
Dia berteriak kaget dan ketakutan. Tapi cuma
sebentar saja. Teror berlalu, dan dia memberarukan
dirinya kembali untuk mengambil sekopnya dan
menggali lagi. _
Tak lama kemudian, sekopnya mengenai benda
keras. Dia mengangkat sekopnya sehingga air hulan
membersihkan lumpur yang menempel dan
terlihatlah benda temuannya itu. _
Benda itu tipis putih dengan dua lubang hitam
kecil. Seandainya itu dirinya sendiri, di kegelapan
seperti ini, pemburu itu tak akan pernah tahu benda
apa itu dan untuk apa. Tetapi suara itu mengatakan
dia akan menemukan barang itu di sini.
Benda itu sebuah topeng. Topeng hoki yang
dipakai Iason Voorhees untuk menutupi wajahnya
yang buruk. .
Beberapa cacing gemuk keluar?masuk dan lubang
mata topeng. Pemburu itu mengibaskan topeng 1tu
ke arah kaki untuk mematikan cacing?cacing itu. Lalu
dia menyingkirkan topi samarannya. Dengan tangan
bersarung kuning, pemburu itu hati?hati memasang
en itu di wa'ahn a.
tOPBeggitu terpasang,)dia merasakan kekuatan aneh
merasuk ke dalam tubuhnya, membuatnya bergetar
dan menggigil, karena rasa nikmat sekahgus rasa
duka yang merobek jiwa. Dia merasa seperti baru
saja mendapat darah segar, kekuatan baru dan
kekuasaan lebih. Tetapi darah itu juga terasa ped1h
menyayat tubuhnya. Mulutnya meringis menahan
25 Eric Morse
jeritan.
Pada saat itulah kilat menyambar lagi. Kalau ada
orang yang melihat (tapi kebetulan tak ada) sinar
kilat telah cukup menerangi si pemburu yang berada
dl dasar lubang. Tangannya terangkat ke udara.
Topengnya di arahkan ke curahan hujan. Di balik
lubang mata topeng itu, mata hitam si pemburu
tampak bersinar penuh kebencian.
Pesta bakal segera dimulai.
26 SIAP?SIAP
"Baju hujan?" seru Carly. "Bu, aku ini mau


Hari Ibu Kisah Seri Misteri Friday The 13th Karya Eric Morse di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkemah."
Ibu McDonnell berdiri di anak tangga paling
bawah, tangannya penuh dengan barang-barang yang
baru saja diambil dari gudang di atas rumah. '"Yah,
kuharap kamu memang pergi berkemah," katanya
cemberut. "Aku merasa lebih tenang dengan semua
barang ini." Dia membawakan baju-bajunya ke teras
tempat koper Carly ? yang sudah padat?
menunggu.
"Bu," kata Carly. "Aku kan, cuma mau nginap
selama dua malam. Cuma dua malam."."Yah, tapi lebih bagus kan, kalau persiapan kita
sempurna." l'bu McDonnell menggerutu saat dia
berlutut dan mulai mengisi tas terpal yang ke dua.
Carly melihat ke bawah, ke arah kepala Ibunya.
Rambut ibu McDonnel telah dicat pirang (eksperimen
baru, gara-gara didesak Carly), tapi pangkal
rambutnya tampak berwarna abu?abu. Carly merasa
Eric Morse
pilu. Ibunya sudah mulai tua.
Carly melirik jam tangan Swatchnya yang
berwarna pink dan hitam. Iam setengah lima. Pesan
terakhir Boone, Paul Sexton (Paul Sexton!) dan teman
sekamarnya (Albert atau siapa deh, namanya) akan
menjemput dan mengantarnya ke rumah Kyle.
Mereka semua akanberangkat dari sana. Carly sama
sekali tak bisa menebak, bagaimana caranya Boone
mendapatkan ijin dari ibunya. Dia sendiri tak berani
bertanya pada ibunya, takut kalau ibu McDonnel
berubah pikiran.
"Jangan lupa menelepon, kalau kamu sudah
sampai," kata ibu McDonnell sambil berusaha
menutup risleting koper.
"Bu," kata Carly. "Kami akan pergi berkemah. Di
hutan mana ada telepon."
"Tidak lucu," ibu McDonnell berkata lesu,
setengah tersenyum, pada Carly.
"Bu, aku pasti baik?baik aja."
"Aku doakan semoga begitu."
Carly menghela nafas.
Terdengar bunyi klakson di luar. Dia segera
menengok. Melalui tirai berenda jendela depan, dia
dapat melihat mobil Porsche merah model kap
terbuka, berhenti di depan rumah. ]antungnva
seketika itu juga berdebar kencang. "Baiklah, Bu,"
katanya sambil mencoba menahan diri agar tak
kelihatan terlal u riang karena mau pergi. "Aku harus
berangkat."
"Ibu bawakan buah dan roti pakai ?"
28 Hari Ibu
Carly memeluk ibunya, untuk menghentikan
ibunya, dan mencium pipinya. Ibunya membalas
pelukan Carly dengan kuat. "Aku berangkat, Bu"
kata Carly lembut.
Dia sudah tahu apa yang bakal dikatakan ibunya.
Kata?kata yang selalu dipakai ibunya kalau Carly mau
pergi. "Hati-hati, ya," kata ibu McDonnell.
Carly merasa konyol berjalan membawa dua tas
besar, seperti orang mau bepergian selama sebulan.
Cowok tinggi bule yang berambut halus keluar dari
pintu pengemudi dan mengambil kedua tasnya.
"Carly, ya?"
Dengan mulut terkunci dia mengangguk bisu. Dia
tahu ibunya sedang mengawasi mereka dari jendela,
dan ini membuatnya semakin malu.
"Aku Paul Sexton," kata si cowok yang luar biasa
ganteng itu.
Lagaknya seperti Carly ini belum tahu siapa dia.
Seperti belum ada seorang pun yang mengenalnya!
Dengan mudah Paul menjinjing tas Carly ke arah
mobil. "Kamu mau bepergian jauh, ya?" candanya.
Untuk pertama kali, Carly menyadari ada sebuah
wajah berkacamata lebar mengerling padanya lewat
jendela mobil. Saatitu dia pikir ada anjing pudel besar
di kursi belakang.
"Carly," kata Paul begitu mereka masuk ke mobil.
"Ini Albert Harris. Albert ini Carly. Carly ini Albert.
Albert ini Carly. Carly ini Albert."
Carly mendadak terkekeh-kekeh seolah?olah baru
saja mendengar canda yang lucu sekali. Albert ini
29 E nc Morse
cowok montok ? kata "gembmt" segera muncul di
benaknya ? dengan rambut hitam keriting dan
tatapan mata yang berkesan gugup. Dia menjulurkan
tangannya di antara dua kursi depan. Tangannya
lembek dan berkeringat.
"Senang berkenalan denganmu," katanya malumalu. Dia tak melepaskan tangan Carly. "Emm, kamu
suka nonton? Kamu sudah nonton film Jurassic ?"
"Albert," ka ta Paul enteng, "kita bakalan bersamasama sepanjang akhir minggu. Santai saja, bos."
Carly tertawa kecil lagi, cuma kali ini dengan
perasaan agak prihatin, sebab dia tahu Albert
tersinggung.
Lalu Paul tersenyum padanya yang membuat
Carly lupa segalanya. Soalnya senyum Paul penuh
arti, seperti senyum yang dilempar di antara orangorang yang punya suatu rahasia. Dia menyalakan radio dan terdengarlah suara Mariah Carey
melantunkan lagu cinta yang berkumandang di
dalam mobil kecil itu. Lagu cinta, Carly merasa
tegang. Mariah baru saja menjabarkan romantisnya
cinta.
Ialan-jalan di sepanjang Newkirk nyaris sama, di
kiri?kanannya terdapat hamparan rumput dengan
papan nama besar. Tapi yang membuat kota Newkirk
ini indah adalah barisan pohon yang ada di sepanjang
jalannya. Hampir semua jalan diberi nama pohon ?
Maple, Elm, Cedar. Kyle tinggal di jalan Cypress.
Saat mereka tiba di rumah Kyle, dia tampak
sedang duduk bersila di rumput di halaman depan
30 Hari Ibu
rumahnya. Di sampingnya tergeletak tas gitar yang
berwarna hitam dan koper alumunium yang besar.
Kyle bertubuh pendek dan agak gemuk, tapi tetap
termasuk kakak kelas yang keren dengan rambut
coklatnya yang gondrong dan disisir ke belakang. Dia
sedang memejamkan matanya.
"Kayak orang mati," komentar Albert.
"Mungkin lagi meditasi," Carly menjelaskan. Kyle
ini termasuk kaum hippies, tapi setelah dia kencan
dengan Suzanne, mereka berdua lantas bergaya
remaja tahun enam puluhan. Mereka bahkan sudah
bikin kelompok cinta lingkungan di sekolah. Mereka
juga mulai makan biji-bijian.
Paul menekan klakson mobilnya. Kyle tampak
membuka matanya dan tersenyum.
Lalu pintu depan rumah Kyle terbuka dan
Suzanne, si jangkung dan ramping, keluar sambil
melambaikan kedua tangannya. Rambut merahnya
tampak seperti tembaga terkena sinar matahari. Dia
memakai T?shirt celupan warna ungu, kalung dari
bulatan kayu, dan celana super pendek yang
membuat kakinya terlihat panjang sekali, seperti kaki
jerapah.
"Apa informasi yang kudapat salah?" gerutu
Albert dari kursi belakang. "Kamu bilang kita mau
berkemah, betul kan, Paul? Bukannya mau nonton
festival musik di Woodstock?"
Carly tak bisa menanggapinya, jadi dia buru?buru
keluar dari mobil. Paul juga ikut keluar. Albert tetap
tinggal di mobil.
31 Eric Morse
Suzanne melompat menghampiri Carly dan
memeluknya erat?erat. "Suzanne," kata Carly, "sejam
yang lalu aku masih melihatmu di kelas bahasa
Inggris." .
"Yah, pelukan yang cukup untuk menghapus
rindu," kata Suzanne.
Suzanne telah memakai anting-anting di hidung
sekitar satu bulan, tapi Carly masih belum terbiasa
melihat ada besi di cuping hidung. Dia melengos
membuang muka "Eh, ini Paul Sexton," kata Carly,
sekalipun dia tahu Paul tak perlu diperkenalkan.
"Wauw," kata Suzanne, dengan mulut ternganga.
Lalu dia menutup mulutnya, terkekeh dan berkata,
"Uups." Paul tersenyum. Carly melirik Kyle, untuk
melihat apakah Kyle cemburu atas reaksi Suzanne.
Ternyata tidak. Dia sudah menutup matanya lagi.
Pintu depan rumah Kyle terbuka untuk kedua
kalinya. Keluarlah Monique. Kedua tangannya
dimasukkan ke kantong belakang celana jeans merek
Guess? yang dipakainya. Dan itu membuat gaya
jalannya seperti berkelak-kelok, dengan dada
membusung. Dadanya cukup besar juga. Dia berjalan
ke beranda dengan sikap anggun, seperti model yang
berjalan di panggung. Carly merasakan bahwa Paul
yang ada di sisinya menjadi tegang. Persaingan bakal
berat, nih.
"Kamu nggak bawa barang?" tanya Carly pada
Monique agak tajam. Kata-kata itu meluncur begitu
saja. Tiba-tiba dia merasa telah bersikap seperti ibu
Monique.
32 Hari Ibu
Monique tersenyum sinis. "Aku bawa banyak
barang," katanya ketus dengan bahasa Inggrisnya
yang kaku. "Kyle membantuku mengangkat dan
menaruhnya di mobil kombi."
"Aku Paul." Kali ini, Carly lupa untuk
memperkenalkannya. Tapi Paul tidak lupa. Dia
menjulurkan tangannya. Monique menjabatnya
sambil mengedipkan matanya. Aksi genit in1
dilakukannya dengan indah, termasuk permainan
bola mata dan lesung pipitnya. Bagaimana mungkin
Carly berharap bisa menyainginya?
Suasana kaku sebentar. "Nah, kayaknya kita semua
sudah berkumpul," akhimya Suzanne berkata.
"Kecuali Boone," kata Kyle. Dia masih duduk di
rumput dan matanya juga masih tertutup. _
"Oh, iya," kata Suzanne sambil memukul dahinya.
"Aku melupakan si Boone." Dia tertawa. "Bagus
sekali. Dia nggak cuma bertugas mengatur acaranya
saja, kan."
Seperti ada telepati, tiba?tiba suara ribut luar biasa
memecah kesunyian. Semua orang menengok ke arah
motor Kawasaki Ninja yang meraung dan memasuki
jalan Cypress. Boone mengarahkan motornya
langsung ke arah halaman rumput rumah Kyle, lalu
berputar kembali ke jalan setelah menikung tajam.
Dia turun dari motornya seperti koboi yang turun
dari kuda setelah menang acara rodeo. Lalu
melepaskan helm hitamnya dan melemparkannya ke
udara. "Yiiiha!" teriaknya. "Mari kita pesta!"
33 Eric Morse
Biasanya Carly cemas kalau orang yang lagi nyupir
melihat ke arahnya terlalu lama. Dia yakin hal itu
bisa menyebabkan kecelakaan. Tapi waktu Paul
melakukannya, dia terbuai. Aduh matanya! Mata itu
berwarna biru-dan bercahaya persis seperi air yang
berkilat-kilat.
"Bagaimana perasaanmu?" tanyanya.
"Nggak terlalu buruk," kata Albert dari kursi
belakang. Dia sedang tiduran telentang sementara
tangannya yang gempal ditaruh di atas keningnya
yang berkeringat. " Kamu tahu," katanya. "Aku pikir
kali ini aku nggak akan mabuk."
"Aku bukan ngomong sama kamu, gendut," tutur
Paul. "Aku ngomong sama Carly."
Perjalanan sudah hampir dua jam. Mereka juga
sudah jauh meninggalkan Newkirk. Sekarang
mereka ada di jalan luar kota. Mereka membuat iring?
iringan yang aneh, pikir Carly. Boone dan Monique
di depan naik motor besar. Mobil Paul yang berwarna
merah mengkilap di barisan ke dua. Dan mobil VW
kombi yang penuh dengan grafiti dan tulisan Kyle
dan Suzanne ada di belakang.
Paul menjulurkan tangannya untuk memindahkan
gigi. Karena mobilnya kecil, dia sedikit menyenggol
lutut Carly. "Sori," katanya sambil melempar senyum
menawan.
"Nggak apa?apa," kata Carly. Sejujurnya Carly tak
keberatan lututnya bertukar tempat dengan tongkat
perseneling mobil. Dia membalas senyumnya dengan
kedipan mata mengundang.
34 Hari Ibu
Tenang, Carly, katanya memperingatkan dirinya
sendiri. Kalau dia tetap bersikap begitu, pada hari
Minggu nanti, dia pasti sudah kelenger di kaki Paul.
Paul mengendarai mobilnya dengan kecepatan
tinggi. Udara segar terasa nyaman di kulit. Tapi
sekalipun dia memasang sabuk pengaman, d1a
merasa seperti mau melayang ke luar mobil.
"Paul?" teriak Albert, suaranya melawan angin.


Hari Ibu Kisah Seri Misteri Friday The 13th Karya Eric Morse di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apa?" _
"Bisa nggak kita temukan telepon umum har1
Minggu nanti?"
_ Paul menarik nafas dan menengok ke arah Carly.
"Albert sangat kuatir kalau dia nggak bisa menelepon
ibunya pada hari Ibu besok," jelasnya. "Dia sudah
meributkan soal ini sejak dua hari lalu."
"Aduh, itu manis sekali," kata Carly sambil
melempar senyum pada Albert.
Albert tertawa senang, lalu mengerutkan dahi
kembali. "]anji ya, aku bisa menelepon."
"Ya, Albert," kata Paul. " Untuk yang ke?
seribukalinya, iya! Memangnya kamu pikir kita ini
mau ke mana, sih? Mau ke hutan belantara? Ini kan,
cuma danau Kristal. Masih bagian dari New England.
Nggak jauh dari kota."
Albert duduk dan melihat ke luar. "Kalau masih
dekat kota, nggak bakal ada pohon di kiri-kanan
jalannya," dia merajuk. "Nggak ada banyak pohon
merambat dan beruang liar."
"Albert memang bukan tipe orang yang suka ke
luar rumah," jelas Paul pada Carly. "Dia lebih pantas
35 Eric Morse
disebut cowok super alim. Dia bahkan nggak bisa
nyupir."
Carly tersenyum pada Albert lagi. "Aku juga
punya masalah yang sama," katanya. "Maksudku,
aku punya SIM, sih. Tapi ibuku selalu kuatir kalau
aku nyupir, jadi aku nggak pernah nyupir. Akhirnya
aku lupa dan nggak berani nyupir lagi, de ."
Albert menjulurkan tangannya,"Selamat
bergabung di klub penakut."
Carly menjabat tangannya dan tertawa. Albert
mulai akrab dengannya. Namun demikian tangannya
masih berkeringat.
"Apa kamu takut air?" tanya Albert.
"Apa?"
Dia membuat coron den an k
"Apa kamu takut air?" 8 & edua tangannya.
"Takut sekali!"
"Sakit kanker kulit?" '
"Aku selalu mimpi buruk setiap malam."
"Wauw," kata Albert. "Kita cocok sekali!"
Ketika Carly kembali melihat ke depan, tampang
kaul yang keren tampak cemberut tegang. Apakah
ini karena dia tak suka Carly ngobrol dengan Albert?
Perasaan itu membuat Carly senang, sampai-sampai
sekarang tangannya berkeringat.
Lalu Albert memanggil dengan suara lemah
"Paul?" '
"Apa?"
"Kayaknya, aku bakalan mabuk. Kalau lihat
tempat pemberhentian, berhenti sebentar, ya?"
36 Hari Ibu
Carly menunjuk ke depan. "Kayaknya Boone
membaca pikiranmu deh, Albert. Dia ke pinggir." Dia
menjulurkan tangannya melalui atap mobil yang
terbuka untuk memberi tanda kepada Kyle dan
Suzanne. Tentu saja sulit buat mereka untuk
kehilangan jejak, soalnya yang ada di jalan cuma
mobil mereka. Tapi kemudian, dilihatnya posisi
duduk kedua orang itu terlalu merebah ke belakang.
]adi Carly merasa dia harus memberi tanda kepada
mereka.
Paul melambatkan mobilnya dan menepi. Carly
akhirnya melihat tempat pemberhentian itu,
seandainya itu memang bisa dibilang tempat
pemberhentian. Di situ cuma ada dua pompa bensin
yang sudah tua, pondok kecil, dan tanda arah panah
bertuliskan: POMPA BENSIN NED.
Tempat itu betul?betul kelihatan terbengkalai. Tapi
setidaknya ada telepon umumnya. Carly merasa
punya uang receh di kantong. Akh, akhirnya dia bisa
menelepon ibunya .
Dan barangkali, barangkali saja, dia juga bisa
meyakinkan ibunya bahwa tak perlu ada yang
dikuatirkan.
37 4 A KEKHAWATIRAN YAN G
BERALASAN
Tujuh kilometer dari pompa bensin Ned, di luar
pondok kecil yang terletak jauh di dalam hutan . . .
Seorang wanita dengan daster merah lusuh sedan
mengangkat baju dari jemuran untuk dimasukkan
ke dalam keranjang baju. Lalu dia mendengar suara
mobil.
Dla menengok untuk melihat mobil Land Rover
warna biru milik suaminya mengerang-erang
melintasi jalanan yang berpasir. Suaminya
melambaikan tangan dan tersenyum lebar saat keluar
dari mobil. Wanita itu terlihat kuatir. Dia tahu arti
senyuman itu. Senyuman khas suaminya di saat ingin
menenangkan dirinya justru membuatnya lebih
kuat1r.
"Ada apa?" tanyanya saat suaminya mendekat.
Suarrunya tetap tersenyum. "Kamu selalu bisa
membaca pikiranku, kamu tahu itu tidak?"
Wanita itu tidak peduli pada pujian suaminya.
"Ada apa? Apa yang terjadi?"
Hari Ibu
"Ah, mungkin bukan apa-apa," katanya dengan
suara yang menandakan memang telah terjadi
sesuatu. "Sebetulnya, aku yakin tak ada apa?apa."
Lelaki itu melepas topi dan menggaruk kepalanya.
Wanita itu menunggu. "Ini Cuma -? yah, aku sedang
mencoba menemukan ]oe Travers beberapa hari ini,"
katanya. "Tapi tidak berhasil."
"Oh," kata wanita itu, agak lega. "Yah, kamu tahu
Joe, kan. Si pemburu liar yang nekat itu."
Suaminya tidak begitu yakin, tapi dia tampak
mengangguk?angguk.
"Maksudku," kata wanita itu, "]oe pun bisa
menjaga dirinya sendiri kalau orang lain bisa. Kamu
tahu kenapa? Soalnya hal yang paling buruk yang
pernah terjadi padanya adalah saat dia kehilangan
jarinya. Dan itu semata-mata karena jebakannya
sendiri."
"Aku tahu, aku tahu," kata suaminya. "Tapi ada
yang lain. Aku baru saja pergi ke pondoknya. Di sana
ada kartu ucapan untuk hari Ibu milik Joe, tergeletak
di meja dapur."
"Jadi, apanya yang salah?" tanya wanita itu sambil
tersenyum karena kaget.
Suaminya menatap wanita itu dengan pandangan
menerawang. "l'bu Ioe sudah meninggal lima tahun
yang lalu."
Suami istri itu saling menatap untuk sesaat,
akhirnya istrinya menggigil dan membuang muka.
"Yah, emm," katanya sambil menyibukkan diri
dengan cuciannya, "barangkali kartu itu untukku."
39 Eric Morse
Wanita itu mengedipkan mata. "Tolong bantu aku."
Dia menyodorkan salah satu ujung seprei untuk
dilipat.
Suaminya memegang ujung seprei, dia sendiri
memegang ujung yang lain; waktu dia mendekatinya,
dia berkata, "Sudah ah, jangan mencemaskan hal itu
lagi. Dia pasu' muncul. Lagipula tampang cemasmu
membuat aku jadi gugup."
"Ini cuma karena ?" Dia terdiam, jelas sekali dia
kehilangan kata-katanya.
"Cuma karena apa?"
"Yah, kamu tahu ? di sini sering ada kejadian
seram, rasanya aku jadi punya indera ke-enam. Dan
?" Dia tersenyum gugup, sepertinya dia merasa
bahwa apa yang bakal diucapkannya terdengar
konyol. "Kamu tahu, perasaan itu muncul lagi.
Kelihatannya peristiwa itu akan terulang lagi."
"Jangan konyol, ah," kata wanita itu. Tapi tentu
saja dia tidak benar-benar menganggap itu konyol.
Dia tahu pasti apa yang dimaksud suaminya. Dan dia
juga punya perasaan seperti itu seharian ini. Ada
sesuatu yang membuatnya cemas, yang
dirasakannya sejak bangun tidur tadi pagi. Dia
berhenti untuk mengambil keranjang, lalu berjalan
ke pintu belakang rumah.
"Aku akan menemui Sherif Delaney," kata
suaminya datar ketika wanita itu sudah berbalik.
"Terserah kamu, deh," sahut wanita itu.
Dia hampir tiba di pintu ketika suaminya berseru,
"Tunggu!"
Hari Ibu
Dia melangkah cepat mendahuluinya sehingga dia
bisa membukakan pintu pondok. _
"Wauw," kata istrinya, "Ternyata gaya pria
bangsawan dalam dirimu belum hilang.
Lalu suaminya membuka pintu dan ? .
Sebuah dentuman keras dari sebuah senapan 51
pemburu tepat mengenai wajahnya. _ _
Dan itulah gaya pria bangsawan terakhlr dari
suaminya. . _ .
Lelaki itu mati seketika sebelum kerna t1an istrinya.
41 5 A KETEGANGAN DI POMPA
BENSIN
Monique dengan kesal menendangi tanah berdebu
saat Carly keluar dari mobil. "Boone, ini yang kamu
sebut Pompa Bensin?" protesnya keras. Boone
mengetuk pintu pondok. "Lagi ngapain kamu?" tanya
Monique lagi. "Menurutku nggak ada orang di sini.
Tempat ini betul-betul tak berpenghuni." .
"Terpencil," Boone membetulkan sambil
tersenyum simpul. "Hei." Dia melambai ke arah Carly
dan Paul.
_Carly balas melambai. Lalu dia menengadahkan
wajahnya ke atas dan menarik nafas dalam-dalam.
Luar biasa. Udaranya bersih dan segar hingga terasa
di paru-paru.
Dengan perlahan, karena kesulitan, Albert
menarlk tubuh gendutnya keluar dari mobil yang
terlalu kecil untuk ukuran tubuhnya. Dia menekan
perutnya yang buncit dengan salah satu tangannya
llalu melepaskan sabuk pengaman. "Wauw," katanya.
Rasanya habis melakukan perjalanan panjang. Coba
Hari Ibu
lihat tempat ini. Kita serasa kembali ke tahun 1930an. Menyedihkan!"
"Hei!" Teriak Boone tiba?tiba. Dia berlari ke arah
jalan dan melambaikan kedua tangannya. "Hei!
Kyle!"
Terlambat. Mobil VW kombi yang unik itu telah
melewati pompa bensin.
"Heran," kata Albert sambil tertawa dan gelenggeleng kepala. "Mereka bisa sampai nggak melihat!"
Beberapa saat kemudian, mobil kombi tua itu
terlihat memutar kembali. Pintu VW terbuka dan
terdengarlah gelegar suara ]imi Hendrix dari tape
mobil.
"Kita lagi dengerin musik keras," jelas Kyle malu
setelah dia dan Suzanne bergabung dengan mereka. "Kami keasyikan," tambah Suzanne.
"Aih," kata Boone, "Lagi asyik?asyikan."
Paul bertanya, "Jadi gimana, nih? Kita tersesat?"
"Kita baik-baik aja," kata Boone. "Sebetulnya kita
sudah bisa jalan ke area perkemahan dari sini. Cuma,
Monique mau ke kamar kecil dulu."
"Tapi di sini ternyata nggak ada," kata Monique
sambil memonyongkan bibirnya yang merah.
"Masa, sih?" Boone berputar sambil merentangkan
kedua tangannya. "Monique, lihat sekelilingmu.
Nggak ada apa?apa kecuali pepohonan. Sepanjang
mata memandang, cuma pepohonan."
Carly tersenyum. Dia belum pernah melihat Boone
sebahagia itu. Di Newkirk, Boone selalu terlihat
muram, sekalipun sedang di pesta. Di sini dia terlihat
43 E ric Morse
betul?betul merasa bebas.
"Aku serius," lanjutnya. "Kita lagi di alam bebas
sekarang. Kamu bisa pergi ke kamar mandi di mana
pun kamu suka. Ayolah. Nggak bakal ada yang
ngintip." '
"Boone benar," kata Kyle bijak. "Maksudku, kita
ini apa sih, sebenarnya? Kita bagian dari alam juga,
kan? Bagian dari rantai makanan."
"Asyik, kan," kata Albert.
Monique menonjok dada Boone. "Kamu nyebelin,
deh," katanya.
"Dengar," kata Albert pada Boone. "Kalau kita
nggak tersesat, kurasa kita harus cepat sampai di area
kemah, iya nggak? Maksudku, kita harus siap?siap
sebelum gelap, kan?"
Boone menjulurkan tangannya untuk memeluk


Hari Ibu Kisah Seri Misteri Friday The 13th Karya Eric Morse di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pundak Albert yang lebar. "Albert," katanya dengan
suara kayak bapak?bapak, "aku jelaskan sesuatu, ya?
Kita di sini ini untuk berpesta pora dan bersenang?
senang. Tolong deh, tahan dirimu. ]angan selalu
khawatir."
Semuanya tertawa. Carly menahan diri, dia tidak
mau perjalanan ini berubah menjadi ajang untuk
mengganggu Albert.
"Teman?teman, aku jelaskan, deh," kata Boone.
"Kali ini aku telah mempersiapkan segalanya sendiri.
Kalian nggak akan percaya betapa indahnya tempat
kemah ini. Asal kalian tahu, area kemah ini seratus
persen nggak ada penghuninya."
"Tanpa penghuni?" Albert terlihat mulai cemas
44 Hari Ibu
lagi. "Kenapa? Apa ada yang nggak beres dengan
tempat ini?"
Boone mengerenyitkan dahi. "Emm, Paul, kamu
nggak bilang ya, sama mereka?"
"Aduh, mak," kata Paul sambil memukul
punggung Albert. "Aku lupa."
"Apanya yang lupa?" tanya Carly tanpa sadar.
"Yah, ceritanya begini," kata Boone. Dia
melemparkan pandangannya ke ma tahari yang nyaris
tenggelam untuk mengambil jeda sesaat. "Ada cerita
seram tentang tempat ini. Katanya di sini ada kutukan
kematian."
Mulut Albert terbuka lebar penuh kengerian.
"Kutukan kematian? Aku nggak mau di sini."
"Adududuuh," Carly mengejek. "Mana ada yang
namanya kutukan kematian, sih." Meskipun
sebenarnya dia takut juga.
"Ya, Albert, masa sih, kamu nggak lihat kalau dia
itu menggodamu?" tambah Monique. "Jangan kayak
anak kecil, ah." Monique sendiri kelihatan agak takut.
"Memang betul," kata Paul. "Nggak ada yang
perlu kita takutkan. Kecuali ?" Secara dramatis dia
berhenti bicara.
"Kecuali apa?" tanya Suzanne dengan mata
membelalak.
"Kecuali kamu percaya pada arwah gentayangan,"
sambung Paul.
"Arwah gentayangan?" tanya Kyle. Dia bersiul.
"Asyik!"
Monique menutup kedua telinganya. "Ini nggak
45 Eric Morse
lucu, aku jadi takut, nih."
"Oke, teman-teman," kata Carly. "Kalian jangan
coba-coba menakuti kami lagi." Pada Monique dia
menambahkan. "Jangan dipedulikan, deh."
"Tentu saja aku nggak peduli," Monique
mencemooh, merasa lebih hebat. "Aku tadi cuma
bercanda."
Paul dan Boone saling bertatapan. "Jadi, kamu
yang akan menceritakannya atau aku saja?" tanya
Paul.
"Kamu, deh," kata Boone.
"Baiklah," Paul memulai, "tempat yang bakal kita
datangi, sebetulnya dulu sekali memang area
perkemahan. Namanya Perkemahan Danau Kristal.
Tapi kemudian seorang anak ? Jason ? tenggelam.
Sementara itu para pengawas pendamping, kamu
tahulah, lagi pada asyik pacaran."
Suzanne tertawa gugup.
"]adi ibunya, Ibu Voorhees, mengamuk dan
membunuh semua pengawas pendamping yang
bertanggung jawab. Dia sendiri sampai sekarang
nggak bisa ditangkap."
"Nggak tertangkap?" tanya Albert bego.
Paul tidak mengacuhkannya. "Tetapi kematian itu
mengacaukan acara kemah di sini. Nah, akhirnya
mereka menutup tempat ini."
"Tapi kemudian," kata Boone, melanjutkan cerita
itu dengan perlahan sampai semua kepala berpaling
ke padanya. "Beberapa tahun kemudian, beberapa
orang mencoba membuka kembali perkemahan ini.
46 Hari Ibu
Dan semua pengawas pendamping mengadakan
persiapan sebelum acara kemah. Tapi rupanya ibu si
anak yang tenggelam tadi, ibu Voorhees, masih marah
dan masih juga mau menuntut balas. Maka dia
membunuh semua pengawas pendamping yang baru
itu."
"Semuanya?" tanya Monique dengan suara
bergetar.
"Semua, kecuali satu orang," kata Boone. "Seorang
cewek selamat karena dia" ? Boone tertawa histeris
? "Dia memenggal kepala wanita tua itu!"
"Aih, itu lucu sekali, Boone," kata Carly. "Dewasa
banget." Dia jengkel atas beberapa hal. Pertama,
Boone ini telah berhasil membuatnya takut, dan dia
benci sekali akan hal itu. Alasan lainnya, kalau Boone
memang mengatakan hal yang sebenarnya, dia marah
karena Boone tidak menceritakan cerita itu
sebelumnya.
Semakin dia cemberut, semakin keras tawa Boone.
"Gantian kamu yang cerita, dong," katanya pada Paul
di antara nafasnya yang tersengal-sengal dan
terkekeh?kekeh. '
"Lalu?" Paul terlihat bingung. "Oh, iya. Setelah itu
ceritanya semakin menyeramkan."
"Ceritanya semakin seram?" tanya Albert dengan
suara meninggi. "Cerita yang tadi apa bisa dibilang
belum cukup seram?"
"Kamu tahu," tutur Paul santai, "konon, kepala
ibu Voorhees belum diketemukan. Yang ada cuma
tubuhnya." Tawanya meledak dengan keras.
47 1.1]?
nf Eric Morse
"Tapi bagian yang paling seru," kata Boone, "cerita
tentang anak ibu Voorhees, si Jason. Orang-orang di
sekitar sini percaya bahwa cowok itu selalu bangkit
kembali dari kematiannya. Arwahnya gentayangan.
Dan menurut mereka, dia seperti monster yang
berburu di sekitar danau."
Carly melirik ke teman?teman satu grupnya.
Albert, Suzanne dan Monique tampak sangat tegang.
Tetapi buat Carly, kemarahan telah melawan rasa
takutnya. "Apa cerita ini benar?" tanyanya penasaran
sambil menatap tajam mata Paul.
Ketika akhirnya Paul berhenti tertawa, dia berkata,
"Sebenarnya semua cerita ini betul." Dia mengangkat
bahunya seakan minta maaf.
Untuk beberapa saat, semua orang diam tercekam.
Lalu Carly menoleh ke arah Boone dan berkata
terbata. "Kenapa kamu nggak bilang soal ini kemarin
malam?"
"Aku tahu. Aku seharusnya mengatakan ini lebih
dulu. Tapi lalu apa kamu mau ikutan. Iya, nggak? Dan
satu hal yang penting, tempat ini sekarang sudah
benar?benar arnan. Itu sebabnya tempat ini cocok untuk
tempat pesta yang asyik. Nggak bakal ada orang yang
datang ke sini. Nggak bakal ada. Mereka terlalu
ngeri."
"Semua ini juga kan, terjadi beberapa tahun yang
lalu," tambah Paul.
Boone ini betul-betul nggak bisa dipercaya, pikir
Carly. Dia menarik nafas dalam. Yah ? nggak ada
cara untuk pulang sekarang. Dia cuma bisa berharap
48 Hari Ibu
yang terbaik.
Dan kemudian muncul kejadian yang membuat
suasana menjadi lebih baik. Paul memeluk
pinggangnya. "Jangan takut," katanya. "Aku nggak
bakalan ke mari kalau aku pikir di sini nggak arnan.
Dan kalau ada apa?apa, aku akan melindungimu."
Sentuhan tangannya yang menekan blusnya serasa
memberi setruman nyaman.
Monique mulai memukuli lengan Boone. "Nanti
kubunuh kamu," katanya.
Boone mengangkat kedua tangannya seakan mau
menyerah. "Aduh, jangan," katanya. "Ini dia rupanya
yang dibilang kutukan kematian!"
Setiap orang mulai tertawa yang membuat
ketegangan mereda. Kemudian Kyle mulai melolong
seperti serigala. Hal itu membuat semua orang
tertawa semakin keras. Tawa kelompok anak?anak
itu makin lama rasanya makin keras dan keras,
sampai ?
Paul berkata, "Hei."
Dia mengatakannya dengan suara perlahan. Tapi
nada suaranya yang memburu membuat rasa takut
Carly kambuh lagi. Dia segera menoleh ke arah Paul.
Tampang Paul membuat jantungnya berdebar.
Cara Paul menatap, seakan dia melihat sesuatu
tepat di belakangnya.
"Ada orang datang," katanya.
49 SEBUAH PERINGATAN
"Itu!" seru Paul.
Dia menunjuk ke arah pepohonan di kejauhan.
Untuk pertama kali, Carly melihat ada jalan setapak
menuju ke atas bukit. Di atas bukit terlihat sebuah
atap pondok di antara pepohonan yang besar?besar.
Dan seorang lelaki besar dengan baju kerja warna biru
bergerak di antara dedaunan dan bayangan pohon,
bergegas turun lewat jalan setapak.
"Kamu melihat hantu, ya?" tanya Boone pada Paul
dengan nada mengejek.
"Oh, ya? Emm, rasanya aku juga melihat!" kata
Albert. Dia mundur beberapa langkah, bersiap?siap
kabur. Carly merasa ingin melakukan hal yang sama,
tapi tak mampu bergerak.
Orang asing itu bergegas menuruni jalan setapak.
"Apa kabar, anak-anak?" Orang itu bertubuh besar
tetapi agak pendek, tampangnya seperti berusia lima
puluhan, dengan rambut cepak. Senyuman ramah
terpampang di wajahnya. "Biar aku tebak. Kalian
Hari Ibu
pasti sedang mencari Iason Voorhees, bukan?"
Saat orang itu menyebut nama Iason, Carly merasa
kaget sekali. Sebelum orang itu datang dan menyebut
nama Iason, dia yakin Boone dan Paul tadi cuma
membual.
"Yap. Itulah yang aku katakan pada diriku sendiri
saat aku lihat kalian masuk ke sini tadi," jelas orang
itu. Matanya berbinar senang. "Aku bilang pada
diriku sendiri, Ned, inilah orang?orang yang gila
tantangan yang ingin melihat monster tersohor itu.
Yah, kalian terlambat, ternan?teman. Kalian tak bakal
ketemu Iason Voorhees. Setidaknya, dia tak akan
ditemukan di sekitar sini. Anak laki-laki itu sudah
mati."
"Aku patah hati, deh," gumam Albert.
"Ya," kata orang itu. "Mati dan hilang. Dan cara
menghilangnya, menurutku, sangat hebat. Mengapa,
apa kalian tahu kegiatan anak laki?laki gila itu di
sekitar sini? Membunuh, ya begitulah. Membunuh
anak?anak remaja dengan cara menikam tepat di
jantung korbannya."
"Emm, Bonne," kata Albert. "Barangkali kita
harus?"
"Maksudku," sela orang itu, "siapa sih, orang
waras yang mau tinggal di sekitar sini, apakah kalian
sempat berpikiran seperti itu? Setelah air danau
Kristal tercampur darah? Tidak, tidak seorang pun.
Orang yang tinggal di sini sekarang ini adalah orang?
orang yang tak punya pilihan. Orang seperti aku,
yang tidak punya uang untuk pindah. Ya, orang
51 % Eric Morse
seperti aku dan ibuku tersayang."
Orang itu maju dengan tibavtiba, Albert
mengambil langkah lebar untuk mundur. Orang itu
tertawa. Dia mengulurkan tangannya yang besar dan
berotot kepada mereka untuk bersalaman. Tidak ada
yang bereaksi. "Namaku Varner. Ned Varner. Ini
adalah pompa bensinku."
"Indah sekali," Suzanne berkata sambil tersenyum
gugup.
"Terima kasih. Aku kira apa yang kujalankan ini
tidak ada artinya. Tapi tentu saja aku terima pujianmu.
Oh ya, aku tinggal di atas sana." Dia menunjuk ke
atas bukit. "Dengan ibuku tersayang yang sudah tua.
Tapi kurasa aku tidak terlalu sibuk akhir?akhir ini.
Tahu kenapa? Karena mobil kalian adalah mobil
pertama yang datang ke sini hari ini. Mobil yang
benar?benar pertama."
Dia menatap hiasan'unik kendaraan mereka.
"Kalian ingin aku periksa olinya? Maksudku ? ha,
ha ? nggak mungkin mobil kalian mogok saatberada
di tempat ini, bukan ?"
"Ah, tidak," jawab Paul, "mobil itu baik?baik saja,


Hari Ibu Kisah Seri Misteri Friday The 13th Karya Eric Morse di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kami ?"
Ned Varner tertawa keras, namun suaranya
berubah menjadi parau, lalu dia terbatuk?batuk. "Aku
cuma menggoda kalian. Sebenarnya sih, tak ada vang
perlu ditakutkan lagi oleh kalian atau oleh siapalsaja.
Dan akan kukatakan kenapa."
"Ah, jangan, deh," pinta Albert.
Tapi Varner terus saja bicara. "Mungkin ini
52 Hari Ibu
kedengarannya gila. Maksudku, aku sendiri tidak
terlalu percaya. Tetapi inilah yang dikatakan banyak
orang. Kata mereka Jason ada di neraka."
Aneh sekali, Carly merasa agak lega. Orang ini
gila, simpulnya, salah satu orang hutan tergila yang
sering dibicarakan orang. Dia yakin bisa tidak
mempedulikan apa pun yang dikatakan orang itu.
Satu?satunya yang ada di pikiran mereka adalah
bagaimana cara terbaik kabur dari pompa bensin
orang gila ini! Dia menangkap mata Boone. Wajahnya
bergairah. Boone ini memang agak gila, dia suka hal?
hal menegangkan semacam ini.
"Itu benar," ulang Ned Varner. "Iason Voorhees
ada di neraka. Semoga dia membusuk dan terbakar.
Kalian tahu, dia punya kebiasaan buruk, tidak pernah
mau mati. Kalian boleh saja tertawa kalau mau" ?'?
tak ada yang tertawa ? "kenapa, karena aku sendiri
juga suka mentertawakan Cerita ini. Tapi aku sudah
melihat begitu banyak pembunuhan dan darah. jadi
aku tidak tertawa lagi. Anak laki?laki itu tetap bangkit
dari kuburnya, dan itu benar. Dia kembali untuk
membalas dendam."
Ned, menunduk ke bawah, seperti mau melihat
kalau-kalau si Jason itu dikubur di situ. "Tapi itu
semua sekarang sudah berlalu," katanya. Dia
mengambil tusuk gigi dari belakang kupingnya ?'?
yang sudah tidak baru lagi ? dan memasukkannya
ke mulut. Dia mengunyah sambil berpikir sejenak,
lalu katanya, "Kabarnya, setelah pembunuhan
terakhirnya tersebar, Jason ditarik ke dalam perut
53 Eric Morse
bumi."
Ned Vamer mengepalkan salah satu tangannya
yang gempal dan menggerakkan tangannya ke
bawah. "Maksudku, dia ditarik ke dalam menembus
batu?batuan'dan akar-akaran, seakan roh jahat
sendirilah yang menarik kakinya dan membawanya
ke perut bumi. Dan di mana tempat Iason
menghilang? Di pintu neraka atau semacam itulah.
Semacam pintu ke bawah ke tempat para roh jahat.
Suatu kejadian yang tak pernah kalian bayangkan.
Tapi ada kabar yang baik."
" "Ya," kata Albert. "Kami sudah menunggu itu dari
tadi." Albert terlihat pucat ?? bahkan lebih pucat dari
pada saat dia mabuk di mobil.
"Orang-orang bilang pintu itu sudah tertutup
rapat sekarang. Jadi sekarang ini Iason telah hilang.
Aku juga percaya hal ini. Sebab keadaan mulai tenang
akhir?akhir ini. Terlalu sepi. Bahkan bisa dibilang ?
mati."
"Memang terlalu sepi," dukung Suzanne.
Suaranya terdengar agak bergetar.
"Tapi, hei." Ned Vamer tersedak lagi lalu terbatuk.
"Ini lebih baik daripada yang sebelumnya, kan? Aku
rasa begitulah. Dan siapa tahu? Barangkali danau
Kristal akhirnya menjadi tenang dan damai." Dia
berhenti sejenak sambil memutar?mutar tusuk gigi
yang ada di dalam mulutnya. "Mudah-mudahan,"
tambahnya ragu.
Carly meremas?remas tangannya, agar aliran
darahnya tetap lancar. Dia selalu menganggap dirinya
54 Hari Ibu
orang yang cukup berani. Tapi sekarang ini, rasanya
dia ingin mengajak Boonepiemutar motornya dan
pulang ke rumah. _ _
"Dan seandainya," kata Varner, "kalian mau
mendengarkan saranku, ada roh jahat gentayangan
di sekitar danau. Kalau kalian tinggal di slm agak
lama, penngaruhnya akan terasa pada aliran darah
kalian. Dan akan membuat kalian jadi punya pikiran
yang tidak-tidak." Dia menjulingkan matanya sambil
memiringkan kepalanya. "Tahu maksudku, kan.
"Oh, iya. Tentu," Paul berkata pada Ned dengan
suara mengejek. "Boleh tahu berapa kali Anda betulbetul melihat si Iason ini?" .
"Berapa kali aku melihatnya?" ulang Ned, ma51h
dengan senyum bego khasnya. "Aku belum pernah
melihatnya. Belum beruntung. Tentu saja,.kalau aku
telah melihatnya, mungkin aku sudah mau sekarang,
bukan? "
"Aku mau pulang," kata Albert.
Lelaki berbaju kerja itu mendongakkan kepalanya
ke belakang dan tertawa. "Aku nggak
menyalahkanmu, nak." _
"Boone," Suzanne berkata cepat, "kamu mau pergi
ke area perkemahan itu, bukan?" _
"Apa?" kata Boone. "Oh, iya. Emm, kartu mau
berkemah di daerah danau Kristal." _
Ned Vamer mengerenyit. "Kalian mau pergi ke
sana?" "
"Kenapa?" tanya Monique. "Apa ada masalah?
"Yah," kata Ned, "di sana ada sesuatu yang
55 Eric Morse
membuat sial, tahu maksudku, kan. Ini sebuah
peringatan kecil. Jangan sekali-sekali mendekat ke
tempat itu. Iblis, setan dan semacamnya ada di sana.
Kalian mengerti?"
Kyle menepuk kedua belah tangannya. "Cukup."
Tahun lalu Paul Sexton menjadi juara gulat seAmerika. Sekarang dia melintangkan tangannya di
dadanya yang bidang sehingga otot-ototnya
menonjol. Dalam keadaan begini, Carly merasa
senang berdiri di dekatnya. Dia maju ke depan,
mengambil alih pembicaraan.
"Sebetulnya, pak," kata Paul sambil tersenyum,
"kami cuma mau ke kamar kecil dan barangkali mau
membeli beberapa botol coca cola dingin kalau Anda
menjualnya. Kami tidak ingin ditakut-takuti kalau
Anda tak keberatan. Oke?"
Senyum Ned tak pernah hilang. Dia berkata, "Nak,
kamu betul sekali. Ibuku tersayang yang sudah tua
selalu mengatakan hal yang sama. Dia bilang aku
menghilangkan mata pencaharian yang mungkin
masih bisa didapat karena membicarakan soal
pembunuhanvpembunuhan itu. Ayo, biar aku
bukakan tokonya."
Seperti mau melupakan hal?hal menyeramkan
yang baru saja mereka dengar, Paul membeli
setumpuk coca cola untuk semuanya. Botolnya
tampak kuno dan Carly menyukainya. Setelah
menerima pembayaran dan memberikan
kembaliannya, Ned Vamer duduk di tokonya dan
tidak menghiraukan mereka lagi. Jelas sekali Paul
56 Hari Ibu
berhasil menegu rnya. Carly melihat orang itu melalui
jendela toko. Dan dia tidak suka melihat orang itu
tersenyum terus.
Di sana ternyata ada kamar kecilnya. Monique
mengeluh, mengatakan tempat itu kurang bersih dan
semacamnya, tapi toh akhirnya dia tetap
memakainya. Paul duduk di atas pagar kayu pompa
bensin sambil minum coca colanya. Carly
memberanikan diri duduk di sampingnya. Apakah
ini hanya imajinasinya atau Paul memang perlahan?
lahan bergeser mendekatinya sehingga kini kaki
mereka yang tanpa alas saling menempel? Dia dapat
merasakan bulu kaki Paul yang keriting dan pirang
menggelitik kuli tnya.
Albert tampak menghabiskan waktunya di tempat
telepon.
"Aku harus berbohong pada ibuku," katanya pada
teman-temannya saat dia kembali. Dia tampak
cemberut dan berkeringat seakan itu adalah saat
pertama kali dia berbohong pada ibunya, seumur
hidupnya. Carly merasa simpati padanya. Dia tahu
persis bagaimana perasaan Albert. Dia masih tetap
merasa bersalah karena tidak mengatakan pada
1bunya soal dia naik motor dengan Boone. Tapi
bagaimana dia bisa mengatakannya? Ibu McDonnell
sangat takut pada motor setakut terkena penyakit
kanker atau penyakit lain yang mematikan.
"Kamu bohong soal apa?" tanya Paul.
"Aku nggak bilang sedikit pun soal kutukan
kematian itu," kata Albert.
57 Eric Morse
"Bagus," kata Paul. Dia meneguk terus minumnya
sampai sodanya habis dan kemudian berdiri. Semua
orang ikut berdiri. Carly merasa kalau Paul sekarang
telah menjadi semacam wakil pemimpin perjalanan
mereka, wakil' Boone. Barangkali karena dia telah
berhasil menegur Ned Varner. Apapun alasannya,
yang jelas hal ini membuat Carly semakin
memujanya.
Boone betul. Area kemah tampak setelah sepuluh
menit perjalanan. Sekarang mereka menelusuri jalan
tanah, menerobos di antara pepohonan yang tebal;
semakin masuk ke dalam jalan semakin sempit.
Lalu Carly melihat papan tua dengan tulisan:
SELAMAT DATANG DI PERKEMAHAN DANAU
KRISTAL. Papan kayu itu sudah tertutup pohon,
semak dan alang?alang. Jelas sekali terlihat bahwa
sudah lama tak ada orang berkemah di tempat ini.
Mereka berjalan ke tempat terbuka yang tanahnya
berumput cukup tebal. Di hadapan mereka ada
sederetan pondok membentuk setengah lingkaran.
Pondok itu tampak tua dan usang. Tampaknya di sini
baru saja turun hujan. Pepohonan di sekitar tempat
ini tampak lebat, gelap danberlumut. Terdengar suara
tetesan air yang jatuh secara teratur dari dedaunan.
Karena berpikir bahwa mereka sedang berdiri di
tempat terjadinya kejahatan yang sangat tersohor,
Carly jadi ketakutan sendiri. Dia mencoba menghapus
pikiran itu dari kepalanya.
"Ini luar biasa fantastis," cetus Kyle begitu dia
melompat ke luar dari mobilnya.
58 Hari Ibu
"Tempatini jadi milik kita sendiri?" tanya Suzanne.
"Wauw!"
Kedua orang itu barangkali sudah melupakan soal
pembunuhan, pikir Carly.
"Ini belum apa?apa," kata Paul dengan bangga _saat
mereka mulai menurunkan ransel, tas dan persediaan
makanan dari motor maupun dari kedua mobil
mereka. "Tempat kernahnya ada di dalam sana. Masrh
ada banyak pondok jauh di dalam hutan."
"Indah sekali," kata Carly berdusta. Dia tersenyum
pada Boone. Dia tak bisa marah lama?lamapadanya.
"Kita bakal punya acara super seru!" Teriak Boone
keras dan bergema di pepohonan. _
"Emm, ada yang tahu kayak apa slh pohon
merambat yang beracun itu?" tanya Albert. Dia
membungkuk untuk mengamati rumput.
"Itu sih, gampang mengatasinya," kata Paul.
"Kalau kamu tidak mau kena racunnya, nggak usah
bernafas saja?" _
"]adi sekarang kita mau ngapain?" tanya Monique
dengan cemberut khas gayanya. . _
"Pertama," kata Boone, sambil mengangkat jarinya
ke udara, "kita memilih pondok. ]elas kan, untuk
tempat tinggal kita. Kedua, aku akan memandu kahan
untuk melihat tempat kemah mengagumkan dan
pusat pesta?ria milik Boone. Ketiga, bikin ap1 unggun
dan menyiapkan makanannya," ?? dia menarik kotak
pendingin berwarna merah putih yang
dimasukkannya ke dalam mobil kombi Kyle ? dan
biiiiir!"
59 Eric Morse
Mereka bersorak.
"Emm, Paul? Pondok mana yang akan kita pilih?"
ltu suara Albert; dia memegang siku Paul.
"Dengar, Al," kata Paul sambil menarik
tangannya. "Aku ingin sendiri, tahu? Menyatu
dengan alam! Jadi aku akan memilih pondok yang
agak masuk ke hutan."
Paul menatap mata Carly dan berkedip. Lutut
Carly gemetar. Barangkali Paul sama sekali tidak
ingin sendirian!
"Oh, tentu saja, terserah," kata Albert, tampak
tersinggung sekali.
Monique lagi bergelut dengan ransel birunya.
"Sini," kata Paul, "aku bantu." Dia menuju bagasi dan
mengangkat ransel itu. Dia lalu menggerutu karena
berat tas itu. "Waduh," katanya, "apa sih, isinya? Batu


Hari Ibu Kisah Seri Misteri Friday The 13th Karya Eric Morse di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bata?"
"Cuma beberapa barang," kata Monique. Dia
mengibaskan rambut berombak warna kemerahan
yang mengganggu ma tanya, yang kemudian terjatuh
lagi di matanya.
Paul menaruh ransel itu di punggung Monique.
Dia menepuk bahu Monique untuk memberi tanda
siap, tapi kemudian dia tetap meletakkan tangannya
di bahu Monique untuk beberapa saat. Carly mencoba
untuk tidak melihat, tapi dia tak bisa berpaling saat
melihat Paul memijat lembut bahu Monique. Dia
langsung cemburu dan bingung. Ada apa, sih,
sebenarnya? Apakah dia telah salah sangka? Atau
apakah Paul memang mencoba menggoda mereka
60 Hari Ibu
berdua?
"Kamu siap?" tanya Paul.
"Ya, aku sudah siap, terima kasih," kata cewek
Perancis itu. Lalu dia terhuyung?huyung menuju ke
pondok yang terdekat.
Paul berbalik dan melihat Carly sedang
menatapnya. Dia tersenyum lebar yang membuat
Carly lega.
Bunyi keras terdengar saat Monique membuka
pintu kabin yang berkarat. Suaranya berderlt
melengking. .
Carly menoleh tepat saat Monique menghilang
ke dalam pondok yang gelap.
Untuk beberapa saat suasana hening.
Dan kemudian ?
Ada suara teriakan yang mendirikan bulu roma
vang baru pertama kali ini didengar Carly, seumur
hidupnya.
61 Pondok Perkemahan
_ Suzanne-lah yang paling dekat dengan pondok itu.
D1a berlari dengan susah payah karena beban
_ranselnya yang berat. Carly juga berlari. Demikian
juga orang?orang yang lain.
Lalu jeritan berhenti.
Suzanne meloncat masuk melalui intu
terbuka. Carly memburu tepat di belakarijgnya.yang
Pondok itu kotor dan penuh sarang laba?laba serta
bau kayu lapuk. Tiga ranjang besi bertingkat, tanpa
cat seperti tempat tidur di penjara ? terlihat
keperakan di kegelapan. Saat mata terbiasa dengan
keremangan ruangan, Carly melihat Monique
meringkuk di pojok, salah satu tangannya menutup
mulut, matanya melotot ketakutan.
"Ada apa?" teriak Suzanne. "Ada apa, sih?"
Monique tidak menjawab. Cuma menunjuknunjuk. Sekelebat pikiran seram muncul di kepala
Carly. Monique menunjuk ke arah seberang pondok,
ke tempat yang belum dilihat Carly. Dan itu berarti,
Hari Ibu
ada alasan kenapa Monique berteriak ?
Tepat di belakangnya.
Dia melompat dan memeluk Suzanne, sehingga
ransel di punggungnya terlempar menghantam salah
satu ranjang. Suzanne terhuyung?huyung, kehilangan
keseimbangan, dan jatuh terjengkang, tangan dan
kakinya menggapai-gapai serabutan.
Tepat saat ?
Kyle menerobos masuk. "Aaad . . .?" dia menarik
nafas dalam.
Dia diikuti Boone, lalu Paul, ketiga cowok
berbadan besar itu berdesakan di pintu masuk.
Mereka menatap pondok yang kosong itu dengan
penuh keheranan.
"Ngapain tiduran di lantai, Suzanne," akhirnya
Kyle bertanya.
Suzanne buru-buru duduk. "Jangan tanya."
Carly merasa bego.
"Monique?" tanya Boone. "Tadi kamu kan, yang
berteriak. Memangnya ada apa, sih?"
Monique akhirnya melepaskan tangannya dari
mulut. "Coba lihat pondok ini," katanya. "Kayak
penjara. Apa aku disuruh tidur di sini?"
Paul menggeleng?gelengkan kepala dengan heran,
lalu dia bersiul. "]adi karena itu kamu berteriak?"
Kyle menolong Suzanne berdiri dan menepuknepuk punggungnya. "Nah, sekarang," kata
Suzanne, "Dia nggak perlu bantuan lagi, Boone.
Nggak apa?apa kok, Monique," katanya pada cewek
Perancis itu. "Aku tahu bagaimana perasaanmu. Aku
63 Eric Morse
dulu juga merasa canggung tinggal di pedesaan,
sebelum Kyle memperkenalkan aku dengan
kehidupan di alam terbuka. Tunggu saja. Aku jamin
hari Minggu nanti kamu justru nggak mau pulang."
"Aku mau'pulang sekarang juga," kata Monique
menuju ke luar pondok.
Boone menghalanginya di pintu. "Gimana
Caranya?" Dia menyeringai.
"Kamu dong, yang antar," jawab Monique nyaris
menangis.
Boone menggelengkan kepala sambil tersenyum.
"Apa sih, yang kamu harapkan, Monique?" tanya
Paul sambil tertawa. "Sebuah kamar hotel di tempat
perkemahan?"
Monique mulai menangis. "Masa ngga....ngga...
nggak ada colokan untuk alat pengering rambutku."
"Waduh," kata Boone. "Ngeri banget."
"Sudah, deh! ]angan ganggu dia lagi," kata Carly.
Dia merangkul Monique untuk membujuknya.
Cewek ini mungkin memang berengsek, tapi Carly
tak sanggup melihat ada orang yang menangis.
"Jangan kuatir, Monique," kata Carly. "Kalau kamu
mau pulang, kamu bisa pulang. Kalau perlu nanti
aku antar sendiri."
Dia merasa lega mengatakan hal ini, tetapi dia juga
was-was atas motif sebenarnya dari tawaran ini.
Apakah dia ingin menyingkirkan Monique? Atau dia
sendiri ingin kabur dari semua situasi ini?
"Trim's," kata Monique.
Kyle menarik tangan Suzanne. "Ayo," katanya,
64 Hari Ibu
"kita cari pondok."
Kepala Carly mendongak kaget. Tak terlintas di
kepalanya kalau Suzanne dan Kyle bakal tinggal
sepondokan. Bisa jadi mereka ? dia tak bisa
memikirkannya lebih lanjut. Dia malu sendiri.
"Tunggu," kata Suzanne. Dia melihat ke arah
Carly. "Kamu nggak keberatan?"
Paling tidak, dia minta ijin ? hal ini membuat
Carly takjadi sebal pada Suzanne. "Tentu saja nggak,"
jawabnya sambil tersenyum. Pada Monique Carly
menambahkan, "Nah, sekarang tinggal kita berdua.
Bagaimana kalau kita tinggal sama?sama di pondok
ini? Kita bereskan sedikit lalu kita keluarkan barangbarang kita. Nanti pasti serasa tinggal di rumah
sendiri, deh."
Monique mengangguk dengan sedih. Gara?gara
air mata, maskaranya belepotan, membuatnya seperti
monyet yang sedih. Tapi karena dia begitu cantik,
tata rias yang berantakan hanya membuat dirinya jadi
lebih menawan.
"Hei, teman?teman?" Sebuah suara nyaring
terdengar dari luar pondok. "Ada kejadian apa sih,
di situ? Keadaan sudah aman belum?"
Albert. Carly telah benar?benar melupakannya.
"Kami semua sudah mati," teriak Paul.
"Ayo, ah, serius," Albert mengeluh. "]angan
ganggu aku. Apa ini _? Ya, Tuhan!"
Semua orang saling bertatapan, tapi sekarang
mereka sambil tersenyum.
"Ada apa, Albert?" teriak Boone. "Nggak bisa
65 Eric Morse
nemu telepon umum?"
Monique menutup mulutnya saat dia ingin
tertawa.
"Bukan. Ini nih, ada Cacing, kalian harus
melihatnya. Cacingnya betul?betul putih dan gemuk.
Aku belum pernah melihat cacing yang seperti ini."
"Kedengarannya dia lagi melihat dirinya sendiri
di cermin," Boone menggerutu agar suasana menjadi
lebih lucu.
"Dengar, Monique," kata Suzanne, "nanti agak
malaman kuajari kamu cara bernafas model Yoga, itu
akan membuatmu merasa lebih santai." Lalu dia
mengiku ti Kyle ke luar.
"Kyle," panggil Boone, "sebentar lagi kalian akan
aku antar berkeliling. Jangan pergi terlalu jauh."
"Oke, bos."
"Dan setelah itu, aku perlu bantuan untuk
membuat api unggun, oke?"
"Bgeslah," jawab Kyle.
Tetapi dua puluh menit kemudian, Kyle dan
Suzanne belum juga kembali.
66 KEASYIKAN BERAPI UNGGUN
Di atas pintu pondok tergantung papan dengan
sebuah tanda. "Dan ini, seperti yang kamu lihat ?"
tunjuk Boone, "_ pondok nomor enam."
"Nomor yang baik," canda Albert.
"Aku nggak suka tempat ini," Monique mengeluh
saat Boone mengantar mereka ke jalan setapak yang
lain.
"Makanya aku antar, Monique," kata Boone.
"Makanya aku antar."
"Hei, Carly," kata Paul yang berjalan di
belakangnya.
Carly menghentikan langkahnya.
"Hutan ini hidup banget, ya nggak?" tanya Paul.
"Coba dengar."
Mereka berdua pasang kuping.
Kalau dia kembali ke Newkirk saat ini, dia akan
mendengar dengung suara lampu penerangan jalan
saat menyala. Di sini, Carly dapat mendengar suara?
suara jangkrik, suara tikus mengerat, suara kicauan
Eric Morse
burung dan suara cicitan serta suara dengungan. Di
sekitar mereka banyak mahluk hidup. Rasanya
nyaman sekali.
Ada rasa nyaman yang lain saat Paul berdiri di
dekatnya sementara yang lain sudah jauh di depan.
Dan ?? tiba?tiba ? dia sadar Paul akan menciumnya.
Sepertinya mereka sedang melakukan gerakan slow
motion. Mata mereka saling bertatapan. Pelan tapi
pasti wajah Paul mulai mendekati wajahnya. Dia
berlalu tegang untuk bergerak. Matanya terbuka lebar.
"Oh, kalian di sini," kata Albert. Kepala Carly
mendongak ke arah suara itu. Begitu juga kepala Paul.
"Ayo dong, sobat," rengek remaja gendut itu. "Jangan
sampai ketinggalan jauh lagi. Aku jadi kuatir. Kupikir
kalian hilang."
Kalau pandangan mata bisa membunuh, tatapan
tajam Paul pasti sudah membunuh Albert. Tapi
kayaknya Albert tidak memperhatikan hal itu. Dia
berbalik dan mulai menelusuri jalan setapak kembali.
Mereka terpaksa mengikutinya.
Carly sedang dalam keadaan linglung. Dia tak
pernah berpikiran bakal mau dicium sama orang yang
baru saja dikenalnya. Tapi dia justru hampir
melakukannya.
Jauh di depan, Boone sedang berdiri dekat pondok
besar berwarna coklat yang dibangun dengan batu
bata dengan alat pemanas dan pipa?pipa lain di
bagian luar. "Dan ini," kata Boone, "kamar mandi para
cewek."
"Aku nggak mau pakai ini," desak Monique saat
68 Hari Ibu
mereka masuk ke dalam. "Aku benci seluruh acara
perjalanan ini, titik."
Bau WC sangat menusuk hidung. Bukan bau
kamar mandi seperti biasa. Ada bau lain di udara d1
tempat itu ? baunya seperti tubuh manus1a yang
membusuk. Lampunya tidak menyala, sudah pasti
?- karena tak ada aliran listrik di seluruh pondok di
Sana. Lalu Albert membuka salah Satu keran yang
ada. Tak ada air, tak ada suara, tak ada apa?apa.
"Terang aja, mana ada air," kata Boone. _
Albert terlihat panik. "Gimana caranya k1ta
mendapatkan air?" _
"Boone mengangkat bahu dan tersenyum. "Siapa
yang butuh air kalau kita punya bir?"
"Boone," kata Monique. "Aku benci sama kamu,
tahu. Apa sih, yang bikin kamu berpikiran kalau
tempat ini bagus untuk ditinggali?"
"Boone, aku rasa aku terpaksa setuju dengan
pendapatnya," kata Paul.
"Aku juga begitu," kata Albert.
Boone menggelengkan kepalanya perlahan. Carly
dapat merasakan bahwa Boone mulai tampak kesal.
"Ada apa sih, kalian ini?" katanya kesal. "Maksudku,


Hari Ibu Kisah Seri Misteri Friday The 13th Karya Eric Morse di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kalian ini kok, jadi kolokan seperti ini. "
"Kolokan sekali," kata Albert.
"Dengar," lanjut Boone dengan wajah tegang.
"Minggu lalu aku, adikku dan Kelly melacak daerah
ini. Kami cuma makan apa yangbisa kami dapatkan.
Kami tidur beralaskan tanah. Waktu kami
menemukan tempat ini kami betul-betul senang. Ini
69 Eric Morse
adalah tempat kemah yang bagus. Sukar dipercaya,
kalian tak bisa menikmatinya."
Sambil berkata begitu, dia angkat kaki
meninggalkan mereka dan membanting pintu
pondok. Mereka saling bertatapan, merasa sedikit
bersalah dan tak tahu harus berbuat apa.
Sekalipun Boone masih kelihatan marah, perasaan
mereka lega juga ketika dia membuka pintu kembali
dan menjulurkan kepalanya ke dalam. "Bantu aku
menyalakan api unggun," katanya singkat, "sekarang
juga."
Tempat untuk menyalakan api unggunnya berupa
onggokan batu melingkar di tempat yang agak
terbuka, kira?kira berjarak seratus meter di belakang
pondok utama. Monique menempel di belakang
Boone saat Boone mengangkut alat pemanggang dan
perlengkapan lainnya dari dalam mobil kombi.
Monique tampak jelas bukan mau membantunya, dia
cuma membututi Boone saja. Carly dan Paul
menyusun kayu bakar itu sambil duduk berdempetan
sedekat mungkin. Sayangnya, Albert ikut?ikutan
nimbrung duduk berdempetan dengan mereka.
Mereka cukup kesulitan untuk mencari kayu bakar
yang tidak basah. Tapi Boone berhasil membuat api
unggun yang menyala indah. Pijarannya berwarna
oranye menerangi senja yang mulai gelap. Dan begitu
setumpuk burger mulai dipanggang, semangat anak?
anak mulai berkobar. Kecuali si Albert.
"Aku kuatir sama Suzanne dan Kyle," katanya
dengan gelisah.
70 Hari Ibu
"Aku tahu mereka ada di mana," kata Boone. Dia
melihat ke arah Paul. _
"Lagi asyik?masyuk," mereka berdua menjawab
berbarengan. Lalu keduanya pun tertawa dan
menepukkan salah satu tangan mereka di udara.
Tiba?tiba, Albert berdiri. "Aku mendengar suara
orang datang," katanya dengan tampang betul?betul
anik. _
P Mereka semua pasang kuping. ]elas sekali ada
suara langkah-langkah kaki mendekat melalm semak?
* n ber emerisik.
ben'Tak-didi,"gkatagBoone, sambil berlagak ketakutan.
"Itu ...si Jason."
Langkah kaki itu terus mendekat. "
"Ka... kamu pikir itu Kyle dan Suzanne? tanya
Albert. Mata kanannya berkedip-kedip senewen.
"He?eh," desah Paul.
Kemudian ?? _ __
Kyle dan Suzanne muncul dari hutan. "5051, kata
Kyle malu?malu. "Tadi kami sedikit kesasar.
Kedua orang itu tampak bahagia dan acak?acakan;
Carly merasa dugaan asyik masyuk Boone dan Paul
l"ethiimpukan burger pertama terasa nikmat sekali
seperti aromanya. Lalu Boone membuka kotak
pendingin dan mulai membaghbaglkan b1r. Sesaat
kemudian semua orang mulai minum, termasuk
Albert. Kepala Carly mulai terasa berdenyut?denyut.
"Apa nggak ada minuman soda?" _tanyanya samb1l
melongok ke dalam kotak pendmgm.
71 "1
Eric Morse
"Waduh," celetuk Boone. "Aku lupa membawa
coklat susu buat Carly."
Dia memukul pahanya sendiri dan berteriakteriak. Lalu Paul mengocok sebotol bir dan
membukanya sehingga isinya menyemprot ke arah
Boone. Lalu keduanya berkejar?kejaran mengelilingi
api unggun seperti anak kecil sambil masing?masing
berusaha menyemprot lawannya. Mereka berdua
terus menerus saling berteriak untuk tidak
membuang?buang bir yang berharga itu. Tapi sesaat
kemudian, mereka sendiri menyemprotkan bir itu
kembali.
Bagi Carly sih, sebaiknya kedua orang itu
menyemprotkan semua minuman biryang ada. Inilah
salah satu hal yang sungguh tak perlu dikuatirkan
ibunya ? Carly tidak bisa minum bir. Setiap kali dia
mencoba mencicipi bir, saat itu juga secara otomatis
akan diludahkannya kembali.
Yah, kini dia tak bisa cuma berdiri di sana dan
melotot ke tempat pendingin minuman untuk
selamanya. Akhirnya dia mengambil satu kaleng
yang dingin. Kalengnya tinggi sekali seperti kaleng
tempat bola tenis. Dia membukanya dan mulai
meminumnya. Dia menjaga agar mulutnya jangan
terlalu terlihat meringis, tapi dia tidak berhasil. Rasa
minuman ini seperti air kencing kuda ? setidaknya
menurut bayangannya seperti itulah rasa air kencing
kuda.
"Aku tahu," Suzanne berkata padanya dengan
penuh simpati. "Pertamanya memang terasa nggak
72 Hari Ibu
enak, tapi setelah itu, kamu akan merasa mabuk dan
rasa bir itu sudah bukan masalah lagi."
"Bagus," kata Carly. "Tapi aku tetap bakalpunya
masalah." Ibunya yang malang akan mati kaku
seandainya tahu dia melakukan perbuatan 1r11._
Tetapi Suzanne benar. Saat dia telah memlnum
setengah kaleng, bir itu tak lagi terasa tidak enak._ _
Boone mulai menambah makanan. Mungkin ini
karena udara pedesaan, Carly memakan dua burger
dan sepotong hot dog. Dan pada saat mereka mulai
membakar jamur, dia telah ?? untuk pertama kali
dalam hidupnya ? minum tiga kaleng bir.
Kepalanya berputar. Dia merasa tak. karuan,
merasa nikmat sekaligus mual. Anak?anak 1tu bolakbalik masuk ke dalam hutan untuk kencing. Tapi
Carly takut untuk berdiri, takut akan sempoyongan
dan membuatnya malu.
Yah, ini bagus, putusnya. Dia selalu penasaran
bagaimana rasanya mabuk. Sekarang dia tahu, dan
dia tak ingin minum barang memuakkan 1 lagi
selamanya.
Saat ini, semua orang menjadi kasar. Boone dan
Monique saling memukul. Suzanne dan Kyle juga
sama. _
"Hei," kata Monique, "aku punya permainan.
Bagaimana kalau setiap orang harus menceritakan
rahasianya." __
Ada yang setuju tapi ada juga yang protes. Kamu
duluan deh, Monique," sambut Boone. _
Monique menggigit ujung rambut pirang
73 Eric Morse
kemerahannya dan mengedipkan matanya malumalu. "Pacar terakhirku, ]ean-Claude, meneumbuku
sebelum aku meninggalkan Paris."
"Heboh," kata Boone. "Sekarang aku?" Boone
berdiri. Dia tersenyum pada Carly. Cara Boone
tersenyum padanya membuatnya sangat tak enak.
"Rahasiaku," katanya, "aku sudah berbohong
pada ibu Carly."
Anak?anak bersuara uuh dan iih. Wajah Carly
merah padam. EBL'KL'LAWASBLOGSPOTL'ON
"Waktuaku meneleponnya, aku pura?pura jadi
Pak Patrini." Pak Patrini adalah salah satu guru di
Sekolah Menengah Umum Paker. Dengan cara itulah
Boone bisa membawa Carly bergabung dengan
mereka sekarang ini!
Boone tertawa senang. "Aku bilang padanya kalau
aku akan ikut berkemah sebagai pengawas. Dia terusmenerus mengatakan, 'Oh, Pak Patrini, saya senang
Anda ikut!"
Mereka semua tertawa histeris. Carly sebel setelah
tahu bahwa anak-anak itu berbohong pada ibu
mereka. Tapi yang paling tidak bisa dimakluminya
adalah saat mereka mentertawakan kebodohan
ibunya. Dia meloncat berdiri. "Boone, kamu betulbetul berengsek! Berani betul kamu melakukan hal
seperti itu? Memangnya siapa sih, kamu ini?"
"Aku kan, malaikat pelindungmu," kata Boone
tersenyum lebar. "Aku ingin menunjukkan hal yang
menyenangkan padamu."
Carly melangkah hilir mudik di sekitar api
74 Hari Ibu
unggun. Ingin sekali rasanya berlari menerobos ke
dalam hutan. Tapi lantas dia mau pergi ke mana?
Paul berdiri dan menarik tangannya. "Ayolah,"
katanya dengan suara perlahan. "Lupakan saja. Dia
memang berengsek, tapi kamu terus mau apa? Kamu
sekarang toh, sudah ada di sini."
Carly mulai agak tenang. Paul memang benar.
Sekarang ini, dia tak punya pilihan lain.
"Ini belum seberapa dibandingkan dengan
kebohongannya padaku," kata Monique. "Dia
mengatakan di sini ada hotel."
Semua orang tertawa. Tapi tak ada yang tertawa
sekeras Boone. Carly merasa ingin sekali meninjunya.
Tapi Paul tetap tersenyum padanya dalam
kegelapan. "Ayolah," katanya lagi. "Duduk lagi, deh."
Matanya yangbiru berbinar karena sinar api unggun.
Carly pun lalu duduk. _
Sekarang gelap gulita kecuali kilatan bara api dan
percikan api unggun yang sudah hampir padam. Tap1
masih cukup berasap untuk mengusir nyamuk. Kyle
memetik gitar. Dia mulai menyanyikan lagu
kesukaannya ? lagu?lagu the Doors, Beatles dan
Rolling Stones. _
"Apa nggak ada lagu?lagu yang lebih baru?' tanya
Boone padanya. "Lagu-lagu itu sudah ketinggalan.
"Ini yang terbaik," Kyle berkata sambil tersenyum
santai, dan dia terus memainkan lagu itu dengan
perlahan. _
Mereka semua meringkuk di dekat ap1. Bukan
cuma untuk merasakan kehangatan api, pikir Carly.
75 Eric Morse
Udara di sini tak terlalu dingin. ]adi bukan untuk
itu. Tapi, ini lebih karena malam makin pekat. Mereka
semua mulai merasa sedikit takut.
"Nah," kata Boone. "Aku mungkin sudah
menceritakan pada kalian kenapa aku membawa
kalian kemari." Dia mengambil tusukan jamur,
mengacungkannya tinggi?tinggi, dan menurunkannya
dengan cepat dan keras, ditujukan tepat ke Albert.
Albert berteriak sekeras-kerasnya. Monique juga
ikut berteriak, gara?gara mendengar teriakan Albert.
Lalu semua orang tertawa.
Carly masih agak kesal. "Kekanak?kanakan,"
katanya. "Apa hal itu membuatmu merasa kuat dan
jantan?"
"Betul sekali," kata Boone menyetujui perkataan
Carly, sambil tertawa. Lalu wajahnya mulai serius
lagi. "Dengar, ada hal lain yang harus kukatakan
tentang pembunuhan-pembunuhan itu."
Kyle berhenti memetik gitarnya.
"Kamu yang mau menceritakan atau aku saja?"
tanya Boone pada Paul.
"Boone, aku rasa ?," Paul protes.
"Boone," kata Monique," jangan mulai menakutnakuti lagi. Atau aku bakal marah, nih."
"Oke, oke," kata Boone. "Sori, deh! Kalau kamu
tidak mau tahu soal itu, kamu nggak perlu tahu."
Tapi tak lama kemudian semua orang memaksanya untuk mengatakannya. Dia merendahkan
suaranya. "Ingat soal Jason? Anak laki-laki yang
tenggelam itu?"
76 Hari Ibu
Wajah?wajah para remaja itu menatap lekat pada
Boone dengan seksama. Carly benci pada dirinya
sendiri yang juga ikut mendengarkan. Tapi dia tak
bisa berbuat apa-apa. "Yah, setiap kali si ]ason ini
datang kembali, tahu kan, bangkit dari kuburnya.
Wajahnya membu suk dan bengkak, karena bertahuntahun di dalam air. Jadi dia memakai topeng hoki
putih untuk menutupinya, dan ?-"
Boone kembali mengacungkan tusukan jamumya
lagi dengan perlahan?lahan. Semua mata menatap
lekat padanya. Tetapi sebelum dia sempat
menikamkan tusukan itu ke bawah sekali lagi, tawa
Carly meledak.
"Apanya yang lucu?" tanya Albert padanya
dengan bingung. "Kamu pikir ini semua lucu?"
Tawa Carly justru makin keras. Mungkin ini garagara bir, tapi dia merasa tidak takut apa?apa lagi.


Hari Ibu Kisah Seri Misteri Friday The 13th Karya Eric Morse di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Semua ketakutannya sirna, seperti kabut yang hilang
ditelan angin. Dan setelah Boone memperdaya
ibunya, Carly merasa sangat nyaman bila kini dia
mentertawakannya. "Oh, Boone," katanya. "Sori, apa
kamu cuma bisa menakut?nakuti saja? Wajah yang
kembung dan topeng hoki?"
"Kamu pasti ketakutan," kata Boone tersinggung.
"Nggak usah membohongi diri sendiri."
Carly tidak menjawab. Dia malah tertawa lagi. Dan
sekarang semua orang mulai ikut tertawa.
Setiap orang, kecuali Albert. Tiba-tiba, cowok
gembrot penuh lemak itu meloncat berdiri dan
berteriak, "Diam! Diam! Diaaam!"
77 Eru: Morse
Semua orang terdiam.
"Ada apa?" tanya Monique, matanya yang bulat
sekali lagi memperlihatkan rasa takut.
Butiran keringat tampak memenuhi wajah bulat
Albert. "Aaku mendengar sesuatu suara
seseorang. Ada orang datang ke arah sini."
Semua orang pasang kuping ? baik-baik. Ada
banyak suara yang terdengar dari hutan di sekeliling
mereka, tapi tak ada suara yang mirip langkah sebuah
kaki.
"Albert," kata Boone, "Apa kamu nggak pingin
sedikit dewasa? Coba santai sedikit, dong."
"Dia benar, tuh," dukung Kyle. "Santai sajalah."
"Aku sedang mencobanya," janji Albert. "Tapi aku
mendengar sesuatu, sungguh. Tapi ? nggak tahulah"
? dia duduk kembali pcrlahan-lahan ? "Aku cuma
merasa sedikit takut. Sementara kita duduk di sini,
rasanya di luar sana ada yang mengawasi kita, tahu
nggak?"
"Boone," kata Paul, "kamu ingat bawa jaket
pengaman, kan?" Dia menepuk pahanya sambil
tertawa atas candaannya sendiri.
"Aku serius," desak Albert. "Sepertinya kita ini jadi
umpan ikan hiu atau semacamnya. Kalian tahu, aku
merasa ada sesuatu di sebelah sana, selalu mengitari
kita, sambil menunggu kesempatan untuk
menyerang ..."
"Barangkali itu ibumu," Boone mcnganggunya.
"Iya, dia marah karena kamu pergi saat hari Ibu,"
Paul ikut mengejek. "Dan dia ingin balas dendam."
78 Hari Ibu
Ucapan itu membuat semua orang mulai tertawa
lagi yang berarti semua orang sudah santai kembali.
Sedang asyik-asyiknya tertawa, tlba-tiba Carly
menyadari kalau dia sudah tak bisa menahan diri lagi
untuk kencing. Dia berdiri. "Aku pergi sebentar,"
gumamnya. Lalu dia berjalan dengan hati?hati agar
tidak terlihat sedang mabuk. Dia masuk ke hutan
untuk buang air kecil.
Beruntunglah dia memilih arah yang benar ?? dia
berjalan ke arah timur dari tempat api unggun. Sebab
kalau dia mengambil arah sebaliknya, dia mungkin
akan bertemu dengan si Iason.
Sejauh dua puluh meter dari tempat itu, di sisi
lain dari tempat api unggun, seseorang bersembunyi
di kegelapan hutan ?
Pemburu itu berdiri mengawasi kelompok kecil
para remaja itu. '
Salah satu tangannya membawa kotak kardus
yang berat. Tangannya yang lain ? tangan dengan
empat jari ? menggenggam erat senapan.
Dia bernafas dengan susah melalui topengnya.
79 SELAJIIAT T IDUR N YEN YAK
Kelompok anak remaja itu berkumpul di dekat api
unggun sampai hampir tengah malam. Lalu Kyle dan
Suzanne pergi, seperti biasa, sambil bergandengan
tangan. Kemudian Boone menguap sangat keras dan
berkata dia mau tidur. Monique menatapnya dengan
penuh tanda tanya. "Akan kuantar kamu sampai ke
pondokrnu," katanya.
Bagus, pikir Carly. Kayaknya aku bakal tidur
sendirian malam ini.
"Hei." Itu suara Paul yang berdiri di sampingnya
dalam kegelapan. Dia berdiri begitu dekat. "Siap
pergi?"
Carly mengangguk. Dia merasa "ketegangan"
yang sama pada dirinya seperti saat mereka berduaan
di hutan tadi sore.
"Bagus," kata Albert menyela di antara mereka.
Dia menggigil. "Ayo, kita pergi dari sini."
Albertlah yang banyak bicara saat mereka kembali
Hari Ibu
ke pondok. Dia juga bernyanyi?nyanyi. Dia bilang,
dia pernah membaca buku yang mengatakan kalau
kita ribut?ribut, maka beruang bakal menjauh.
Setibanya di pondok nomor 1, Carly berhenti di
anak tangga ke dua dan melihat ke arah Paul. "Yah,"
katanya gugup. Kata?katanya seakan tersangkut di
tenggorokan.
"Yah," kata Paul. Dia kelihatannya belum mau
pergi, tapi Albert yang berdiri tak jauh dari mereka
berkata, "Paul, ayo, dong!"
Paul tersenyum padanya, memberi salam
perlahan, lalu berbalik sambil berjinjit dan
membuntuti Albert menuju ke kegelapan.
Pipi Carly memerah. Sialan si Albert. Kalau dia tak
ada, Paul pasti sudah memberi ciuman selamat
malam. Dia yakin hal itu.
Dia menutup pintu pondok, membantingnya agak
keras sebagai pelampiasan frustasinya. Dia berharap
bisa mengunci pintu itu agar dia lebih aman saat
berada di dalam. Tapi bagaimana mungkin mengunci
pintu yang cuma ditutup kawat nyamuk saja?
Malam yang benar?benar luar biasa. Kepalanya
terasa berputar, dan itu bukan karena kenikmatan
bermesra?mesraan tadi. Dia merasa begitu karena
sudah empat kali kencing; bir itu mulai mengerjai?
nya. Dia sama sekali tidak menikmati mabuknya lagi.
Sampai kapan penderitaan ini berlangsung? Apakah
dia akan mengalaminya sampai minggu depan. "
Lalu dia berbalik.
Dan dia segera tahu, dia tidak sendirian.
. 81 J Eric Morse
Saat matanya sudah terbiasa dengan kegelapan
yang ada, dia melihat Monique, duduk di tempat
tidur bagian bawah.
"Mana Boone?" tanya Carly, terkejut.
"Dia ingin sendirian." Suara Monique terdengar
kesal.
"Ah, memang begitulah si Boone." Dari dulu
begitu. Kalau lagi jengkel dia bisa pergi berjam?jam.
Yah, biar saja dia uring-uringan dan tidak pernah
kembali ke sini, doa Carly jahat.
Sambil meraba-raba Carly berjalan perlahan
menuju ke tempat tasnya ? dan tempat lampu senter
merahnya yang besar.
"Aku benci pondok ini," Monique bersungut?
sungut.
Carly menyorotkan lampu sentemya ke seluruh
dinding pondok yang kotor. Tempat ini memang
terlihat buruk sekali.
"Aku punya usyul," kata Carly. Lho, omongan
Carly mulai kacau, bikin malu saja. Untung Monique
kayaknya tidak memperhatikan. "Kenapa nggak kita
hias saja tempat ini?" Carly memberi saran, sambil
mengeja dengan benar ucapannya.
"Menghiasnya?" ejek Monique. "Kamu bego amat.
Ini kan, gelap gulita."
"Jadi?"
Carly membuka tasnya dan mengeluarkan T-shirt?
nya. Lalu dia memeriksa jendela. Salah satu jendela
ada rel tirainya, meskipun sudah berkarat. Dia
menyangkutkan salah satu ujung T-shirt itu di rel tirai
82 Hari Ibu
dan membiarkan bagian lainnya menjuntai ke bawah.
"Nah, lihat," katanya pada Monique. "Sekarang kita
punya tirai, biarpun cuma pada satu jendela."
Kemudian Carly memanfaatkan salah satu seprei
yang dibawakan ibunya, untuk menutupi kedua
tempat tidur besi yang mirip tempat tidur penjara.
Paling tidak seprei itu bisa menutupi tempat tidur
besi buruk itu. Tak lama kemudian, Monique pun
ikutan kerja. Dia membuka ranselnya dan mulai
mengatur berbagai peralatan di pinggiran jendela ??
alat pengering rambut, rol rambut, seterikaan, cermin
dan kotak perhiasan. Pantas Paul keberatan waktu
mengangkat ranselnya!
Kedua gadis itu tertawa riang saat mereka hampir
menyelesaikan tugasnya. Tawa mereka terdengar
sampai keluar pondok, di mana seseorang sedang
mendekati tempat mereka dari kegelapan. Siapa pun
orang itu, dia melangkahkan sepatu bot hitamnya
dengan sangat hati?hati ? berjingkat?jingkat ?
dengan harapan suaranya tak terdengar.
Ketika mereka sudah siap dengan kasur tidurnya,
Monique cepat?cepat minta tempat tidur yang di
bawah. Carly tidak keberatan. Bagaimanapun dia
merasa lebih aman di atas, jauh dari lantai yang kotor.
Dia tidak harus memikirkan binatang-binantang
yang bakal hilir?mudik di lantai saat dia tidur.
Carly naik ke tempat tidur bagian atas dan
rebahan. Dia mencoba menutup matanya, tapi
mangan itu terasa berputar sehingga dia membuka
mata kembali. Dia berpikir apakah besok adalah hari
83 Eric Morse
pertama telernya karena minum bir. Ah, jadi anak
nakal ternyata nggak cocok buat dirinya.
Suara Monique yang serak terarah padanya. "]adi
kamu naksir si Paul, ya ?"
Carly melong'okkan kepalanya melewati pinggiran
tempat tidur dan tersenyum pada Monique di
kegelapan. Dia senang Monique tak dapat melihat
wajahnya yang merah padam. "Aku memang naksir
Paul."
"Dia keren. Tapi aku rasa Boone lebih menawan,
iya nggak? Dia lebih binal."
"Iya," kata Carly dengan perasaan sakit hati.
"Terlalu binal."
"Yah," kata Monique, "kurasa kita harus tidur?"
Dia mulai melorotkan celana jeansnya yang ketat.
Tiba-tiba dia berhenti."Apa kamu dengar sesuatu?"
"Nggak. Memang kenapa?"
Mereka berdua pasa'ng kuping. Akhirnya,
Monique mendengus."Aku nggak bakal bisa tidur
nyenyak, kayaknya."
"Aku tahu apa maksudmu." Carly duduk di
pinggiran tempat tidur. Dia membuka tali sepatu
ketsnya dan menjatuhkannya ke lantai dengan bunyi
gedebum. "Aku rasa Suzanne benar. Kita nggak
terbiasa" ?? Gedebuk! Dia menjatuhkan sepatu yang
lainnya ? "tinggal di tempat seperti ini."
Untuk beberapa saat, mereka berdua duduk
terdiam di tempat tidur mereka, mencoba
mendengarkan suara-suara malam.
Lalu Monique bertanya, "Boleh nggak aku
84 Hari Ibu
merokok di dalam sini?"
Carly benci asap rokok. Dia pernah membaca buku
bahwa kita bisa terkena penyakit paru-paru cuma
karena berdekatan dengan orang yang merokok.
Carly nyaris mau bilang tak boleh, tapi dia lalu
teringat pada ucapan Boone, tentang dirinya yang
terlalu alim. "Silakan aja," katanya sambil berharap
nada suaranya terdengar tak acuh.
Korek api dinyalakan. Dia mencium asap rokok.
Dia mencoba untuk tidak terbatuk.
"Carly?"
Dia melongok ke bawah. Monique sedang
mengamati ujung rokoknya yang menyala. "Apa?"
tanya Carly.
"Kalau aku tidur dengan boneka beruang, kamu
nggak bakal bilang?bilang sama orang, kan?"
Carly tercengang. Monique? Tidur dengan boneka
beruang? Tapi dia menjawab, "Tentu saja nggak,"
tanpa nada mencela. Setelah dilihat dengan jelas,
Monique tampak sudah memeluk erat boneka
beruang berbulu coklat.
"Ibuku yang memberinya waktu aku
meninggalkan rumah akhir tahun lalu," aku gadis
Perancis itu. "Supaya aku bisa tidur."
Carly tersenyum. Dan pikirannya tiba?tiba
melayang ke Monique yang sangat anggun. "Nah,"
katanya dengan senyum manis, "selamat tidur
nyenyak."
"Trim's," kata Monique lembut. "Kamu juga,
semoga tidur nyenyak, ya?"
85 Am.!- 'f'


Hari Ibu Kisah Seri Misteri Friday The 13th Karya Eric Morse di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Eric Morse
Carly tertawa. Dia memeriksa jamnya. Iam
setengah dua belas. Dia melepaskan sabuk kulitnya
dan menggantungkannya di paku yang dia temukan
menempel di dinding kayu pondok itu. Dia baru saja
mau mematikan lampu senter ketika terlihat pahatan
kasar di kayu di atas kepalanya. ]ami dan Mick,
selamanya, 1953. Tulisan itu diukir di dalam gambar
hati.
Dia menggerakkan senternya ke sepanjang balok,
membaca lebih banyak coretan?coretan yang ada di
sana. Ada begitu banyak nama. Dan kalau apa yang
dikatakan Boone betul, tentang si ]ason dan lainlainnya, maka cinta Iami dan Mick tidak berlangsung
selamanya. Pasti sangat singkat. Carly menggigil, dia
mencoba mengenyahkan pikiran itu dari kepalanya.
Carly memutuskan untuk tetap menyalakan
lampu sentemya beberapa saat lagi, sementara dia
membuka bajunya. Dia telah meletakkan kotak plastik
besar di samping tempat tidurnya. Lalu dia mengarubil kotak itu dan mulai membuka kancing bajunya.
Tetapi dengan posisi lampu senter seperti itu, sinarnya
langsung mengarah ke jendela yang belum mereka
tutup.
Sinar itu menerangi sebuah wajah lelaki yang
sedang melongok ke dalam.
86 10 A KEDATANGAN TAM U
Carly nyan's jatuh dari tempat tidur. Dia terengah?
engah.
Monique menjerit.
Lalu Carly menyadari siapa orang itu.
"Hai," kata Paul dengan senyum menawannya.
"Aku nggak bermaksud untuk mengagetkan kalian,
lho."
"Sudah berapa lama kamu berdiri di situ?" selidik
Monique.
"Baru saja sampai," kata Paul sambil menyeringai.
"Kenapa?" tanyanya. "Aku kehilangan adegan apa?"
"Kami cuma ingin tahu, nggak ada urusannya
sama kamu," rajuk Monique.
Cukup sampai di sini persahabata nnya dengan
Monique, pikir Carly. Sekarang Monique menggoda
l'aul, sekalipun dia tahu aku naksir Paul.
"Nah, Paul," kata Monique, "ada apa, sih?"
"Nggak ada apa?apa ? belum ada apa-apa," jawab
Paul usil. Tapi kemudian dia menengok ke Carly. "Di
E ric Morse
luar cuacanya bagus sekali, Carly. Bulan purnama
dan bintang terang benderang. Aku berharap kamu
mau keluar untuk jalan-jalan. Itu, jalan-jalan di dekat
danau."
Carly merasakan ketegangan yang nyaman yang
menyusup di sekujur tubuhnya. ]antungnya berdebar
keras, seperti ada seseorang sedang memukuli
dadanya. Paul Sexton ingin jalan?jalan di bawah sinar
bulan _? dengan dirinya.
"Tunggu sebentar," kata Carly. Dia melompat dari
tempat tidurnya dan menginjak sepatunya, jarijarinya tiba-tiba terasa besar dan berkeringat. Dia
sudah siap pergi ketika dia teringat Monique. Carly
tidak bisa menahan diri. Berbuat baik adalah kebiasaan lamanya, dan ini susah diubah. Dia mendekati
tempat tidur Monique. "Monique, bisiknya," apa
kamu nggak apa-apa kalau aku tinggal sendirian,
sebentar aja? ]awab yang jujur. Kalau kamu keberatan,
aku nggak akan pergi."
"Aku cuma keberatan kenapa dia ngajak kamu,
bukannya aku," bisik Monique, dan sekalipun di
kegelapan, Carly bisa melihat dia tersenyum nakal.
"Pergi, deh," tambahnya sambil meraih tangan Carly.
Pintu kawat nyamuk sekali lagi terbuka. Lalu
sekali lagi tertutup dengan keras. Carly melangkah
ke luar.
Dan kemudian sebuah tangan yang kuat
menariknya dari kegelapan dan menangkap dirinya.
"Kena kamu!" kata Paul.
Dia menatap mata Paul, terlalu kaget untuk bisa
88 Hari Ibu
bicara. Dia hampir saja menjerit.
Paul menggandeng tangannya. "Ke sini jalannya."
Sendirian di pondok nomor enam, Albert
membaringkan tubuhnya di kantung tidurnya yang
besar dan berwarna oranye. Dia telah memilih tempat
tidur bagian bawah. Tanpa kasur, kawat-kawat besi
terasa menusuk-nusuk punggungnya.
Aku betul-betul konyol, kata Albert pada dirinya
sendiri. Aku sengaja datang ke sini cuma untuk
sendirian di tengah malam dan di tengah hutan.
"Rasanya aku ingin mati," gerutunya agak keras.
Bosan dan merasa tak nyaman, dia menyalakan
senternya, mematikan, menyalakan, mematikan. Lalu
?? dengan buru?buru ? dia menyalakannya lagi.
Sebelum pergi tidur, dia pergi ke danau dengan
tas perlengkapan mandinya. Kumur?kumur dengan
hati?hati, lalu menyikat giginya dengan air danau. Dia
Rebal menyeruput air berlumut itu, tapi dia tak bisa
tidur tanpa sikat gigi dulu. Bisa?bisa dia bakal merasa
sakit gigi semalaman.
Sewaktu dia berjalan kembali ke tempat
perkemahan, Paul melompat ke arahnya dari
helakang pohon dan dia takut setengah mati. Manis
sekali dia, memang. Teman sekamar yang sangat baik
dan sangat suka menolong. Barangkali nanti, waktu
Albert kembali ke sekolah, dia sebaiknya menghadap
kepala sekolah untuk ke dua kalinya dan meminta
:| untuk pindah ke kamar lain. Kamar untuk satu
orang. Barangkali kalau kali ini dia memintanya
89 E rif: Morse
sambil menangis, kepala sekolah akhirnya akan
mengijinkan juga.
Tapi, Paul ini setiap malam selalu membawa cewek
yang berbeda-beda. Dan itu membuat Albert terpaksa
tidur di sofa di ruang tamu. Paul ]uga sering bikin
gaduh sepanjang malam, hingga Albert selalu
bangun dan frustasi.
Albert membayangkan senyum kemenangan Paul.
Ketika dia mendekatinya tadi, Paul berkata, "Tebak
aku mau pergi ke mana?" Lalu dia mengerling dan
berkata, "Carly, Carly, ini aku datang!" Dia menjilati
bibirnya seakan dia sedang menikmati makanan yang
lezat.
Paul Sexton ? benar?benar petualang cinta ?
Tentu saja, Albert ingin sekali bertukar tempat
dengannya. Itu sebabnya dia mau ikut dalam
perjalanan ini, dia mengingatkan pada dirinya sendiri.
Dia ingin bertemu dengan cewek?cewek. Dia mengeluh. Kenapa sih, dia nggak bisa jadi petualang cinta
untuk sehari saja?
Sebab, dia tak punya rasa percaya diri atau
keberanian, jawabnya pada dirinya sendiri. Dengan
senyum sedih, dia tambahkan, "Ada begitu banyak
cewek, begitu sedikit kesempatan, begitu sedikit
keberanian."
Albert mematikan lampu senternya dan
meletakkannya dengan hati?hati di lantai. Baru
sebentar saja, dia sudah mengambilnya lagi,
menyalakannya kembali dan menyorot seluruh
ruangan. Seakan ada seseorang pengganggu yang
90 Hari Ibu
bisa menyelinap ke dalam pondok dalam waktu
sekejap! Dia mengeluh atas sikapnya yang pengecut
itu. Lalu dia mematikan senter untuk terakhir kalinya.
Dia mendengkur saat dia berubah?ubah posisi
karena tak nyaman di dalam kasur tidurnya. Tapi
dia cuma punya satu pilihan. Dia cuma bisa miring
sedikit ke kanan atau ke kiri.
Betul?betul pilihan bagus.
Dia sedang berganti posisi kembali untuk yang ke
seratus kalinya ketika ?
Dia mendengar langkah kaki.
Sekujur tubuhnya menegang. Dia menengok agak
menyentak sehingga otot lehernya terasa tertarik.
Albert selalu merasa ngeri dengan perampok. Dulu
sewaktu kecil tiap malam dia ketakutan setengah
mati, sehingga di pagi harinya dia baru bisa tidur
nyenyak. Tapi itu waktu kecil, suara yang
didmgarnya di malam hari tak lebih dari suara kucing
atau ranting pohon yang tertiup angin atau juga ?
Ya, Tuhan. Kali ini tak ada keraguan ? langkah
kaki itu benar?benar jelas.
Dan langkah itu datang langsung ke arah
pondoknya.
Ya, Tuhan. Ya, Tuhan, pikir Albert.
Dan kemudian si penyusup berjalan perlahan
menaiki anak tangga di samping pintu pondok.
Pintu berderit terbuka.
"Boone?" ucap suara merdu seorang gadis.
Albert perlu waktu beberapa saat untuk merasa
lega, untuk sesaat, Albert tetap diam karena terlalu
91 E ric Morse
takut untuk menjawab.
Pintu terbuka dengan kencang dan bersuara keras,
lalu tertutup dengan keras. "Aku cari?cari," kata
cewek itu sambil masuk ke dalam pondok. "Semua
pondok kosong. Sangat menakutkan. Carly pergi
sama Paul, kamu tahu kan, dan aku ? aku ketakutan
sendiri. Kamu belum tidur kan, Boone?"
"Apa? Oh, belum, belum."
Ada keheningan mencekam. Lalu sebuah senter
dinyalakan, tepat menerangi wajah Albert. Albert
mencoba untuk tertawa puas, "Hai, Monique,"
katanya.
Dia bisa melihat gadis Perancis cantik itu dalam
keremangan akibat pantulan bias lampu sentemya.
Albert merasa melayang karena suka cita memikirkan
Monique ada di pendeknya, sekalipun karena tak
sengaja. _
"Di mana Boone tidur?" tanyanya.
"Aduh," kata Albert. "Seandainya aku tahu. Aku
nggak lihat sih, waktu dia memilih pondoknya. Tapi
kamu tahu kan, tempat perkemahan di sini luas
sekali? Dia bisa di pondok yang mana saja. Eh, aku
rasa kamu jangan mencarinya malam-malam begini,
deh. Aku rasa itu nggak aman." Dia berhenti sejenak,
kayak lagi mikir. "Eh, dengar," katanya lagi. "Aku
punya ide! Di sini ada banyak tempat tidur, barangkali
kamu mau tinggal di sini."
]antungnya berdetak keras saat dia mengatakan
hal itu. Tapi seburuk apakah yang bisa dilakukan
Monique padanya karena memberi usulan itu?
92 Hari Ibu
Menembaknya?
Jawaban Monique ternyata membuat jantungnya
berdetak semakin keras. "Aduuuh," katanya, "kamu
baik sekali. Kenapa ya, orang yang gendut seperti
kamu selalu berhati baik?"
"Aku nggak tahu," kata Albert sambil tersenyum
panik sendiri.
Monique bergerak mendekatinya. Dia duduk di
pinggiran tempat tidur. Sekarang jantung Albert
berdetak semakin cepat. Ayo, mudah?mudahan,
mudah?mudahan ?? Albert berdoa dalam hati sambil
merasakan detak jantungnya. Mudah?mudahan aku
bisa menciummu!
"Kamu tahu, aku merasa kesepian kalau malam,"
ka ta Monique lembut sambil mengedipkan matanya.
"Sudah pasti begitu," ka ta Albert. " Siapa sih,yang
nggak merasa seperti itu?" Dengan sedikit
keberuntungan, kata Albert pada dirinya sendiri, dia
bakal setuju untuk menciumku. Tetapi jangan?jangan
karena terlalu senang aku kena serangan jantung dan
mati, sebelum menciumnya.
"Oh, Albert," kata Monique, sambil membelai
rambutnya yang hitam kaku. "Setiap orang selalu
mengganggumu tapi aku ? aku suka kamu. Aku rasa
kamu orang yang baik."
"Memang," kata Albert segera.
"Kamu juga sangat baik hati."
"Dan kamu," kata Albert. "Kamu adalah cewek
paling cakep yang pernah kulihat,"
"Nah, kamu dengar sendiri, kan?" kata Monique.
93 | E rn: Morse
"Ini dia yang aku maksud, tentang bagaimana
baiknya kamu ini."
"Monique?" Suaranya meninggi dan nyaris seperti
bisikan yang bergetar.
"Ya, Albert?"
"Boleh nggak aku ...aku ....aku...ernm..."


Hari Ibu Kisah Seri Misteri Friday The 13th Karya Eric Morse di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Monique tertawa. "Kamu mau menciumku?"
Dia terpana. Begitu terpana sampai tak bisa bicara'.
Dia cuma mengangguk.
Perlahan?lahan, perlahan-lahan sekali dia
menundukkan kepalanya yang indah ke arah kepala
Albert. Bibir Monique yang merah penuh kelezatan
cuma tinggal beberapa senti dari bibirnya
Tiba?tiba dia mendongak kembali.
"A...ada apa?" Albert tergagap.
"Cacing!" teriak Monique. Dia mundur agak jauh,
sambil menunjuk ke arah dahi Albert.
Dengan bingung dan linglung, Albert memega ng
keningnya. Dia tidak berharap meraba kulit yang
halus. Dia tahu dia keringatan. Dan dia tahu
keningnya selalu penuh dengan jerawat. Tapi apa
yang tidak dia harapkan adalah rasa lunak, tebal dan
basah.
Lunak? Dalam waktu sekejap dia menyadari
bahwa benda yang lunak itu bukan bagian dari
tubuhnya. Dia menggosok benda bertubuh buncit
itu dan mencabutnya. Terdengar suara yang agak
keras saat cacing itu lepas dan jatuh ke tangannya.
Monique menyalakan senternya ke arah binatang
yang gendut itu yang menjalar perlahan di telapak
94 Hari Ibu
tangan Albert. Binatang itu persis seperti cacing yang
dilihatnya tadi sore, yang meluncur di rerumputan.
Cacing itu putih dengan perut buncit. Dan di bibirnya
ada taring yang setajam pisau cukur. "
Monique menjerit. "Kamu berdarah! _ _
Betul. Albert bisa merasakan darah mengahr'dl
keningnya. Tapi dia seakan lumpuh. Dia tak bisa
bergerak sedikit pun. _ _ _
Mulut Monique terbuka seakan lngm menangis.
Tapi tak ada suara yang keluar. Dia cuma menunyuk.
"Ada satu lagi!" akhirnya dia tergagap. "Dan satu lagi!
Albert! Lihat di sana! Lihat!"
Dengan sikap tenang yang membuatnya heran
sendiri, Albert membungkuk dan membuka kasur
idum a.
t Nail], bagaimana dengan ini, pikir Albert dengan
suara yang nyaris gila tanpa alasan. Momque benar.
Ada banyak cacing. Ternyata, sekuyur tubuhnya pun
dipenuhi cacing. _ _
Albert melihat lebih dekat. Cacmg itu sedang
mengisi perut dengan lahap. Dan bagaimana kamu
merasakannya? Rasanya yang tinggal cuma tulang
saya.
95 11 A MANDI IIIALAM
"]angaaaaan!!"
Albert terbangun sambil berteriak. Dia basah
kuyup, nafasnya tersengal?sengal.
Setelah beberapa saat dia baru bisa tenang, dan bisa
ngleyakinkan dirinya kalau cacing itu sama sekali tidak
a a. Wauw! Mimpi yang benar-benar menyeramkan!
Cacing itu tidak ada! Berulang?ulang dia katakan
pada dirinya sendiri bahwa cacing itu tidak ada!
Tapi setelah tenang, dia mulai sadar bahwa ada
hal lain yang tidak ada ? kunjungan Monique.
Cewek Perancis yang cakep dengan matanya yang
bulat hitam itu sama sekali tidak mampir ke
pondoknya. Dia juga tidak mengatakan kata-kata
manis padanya. Barangkali sampai kapan pun dia
tak akan mengatakan hal seperti itu.
Albert mengerang dan memukul kantung tidurnya
dengan tinjunya. Memang lagi apes. Kawat yang
tajam di bawah kantung tidurnya menggores
Hari Ibu
tangannya seperti penjepit besi. Dia menangis kesaki?
tan, tapi tangisannya sebetulnya lebih sebagai
Wiro Sableng 082 Dewi Ular Kau Aku Dan Sepucuk Angpau Merah Karya Tere Liye Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira

Cari Blog Ini