MICHAEL RIDPATH
KOLUSI
BURSA
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
Jakarta, 1997
FREE TO TRADE
by Michael Ridpath
Copyright C 1995 by Michael Ridpath
All rights reserved.
Published by mangement with Blake Friedman Literary Agency.
bondon through Electm Media Group. Sidney.
KOLUSI BURSA
Alihbahasa: Anthony R. Nugraha
GM 402 97.022
Hak cipta leljernahan lndonesia:
Penerbit PT Gmmedia Pustaka Ulama
Il. Palmerah Selatan 24?26, Jakarta 10270
Diterbitkan pertama kali oleh,
Penuhi! PT Gramedia Pustaka Utama.
anggota 1KAP1, Jakarta. Februari 1997
Perpuslakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT)
RIDPATH, Michael
Kolusi Bursa/Michael Ridpath; alihbahasa. Anthony &
Nugraha. ? Jakana: Gramedia Pustaka Utama, 1997
528 hlm. ; 18 cm.
Judul Asli : Free lo Trade
ISBN 979?655?022-9
1. Judul 11. Nugraha. Anthony R.
823 Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia. Iakana
Isi di luar tanggung jawab percetakan
Untuk Candy
A KU rugi setengah juta dolar dalam kurang dari
setengah jam dan mesin kopi tidak jalan. Hari
ini berubah menjadi hari yang sial. Setengah juta
dolar adalah uang yang banyak. Dan aku setengah
mati butuh secangkir kopi. '
Hari ini sebenarnya dimulai dengan cukup baik.
Selasa yang tenang di bulan Juli, di perusahaan
manajemen investasi De Jong & Co. Bosku, Hamilton
McKenzie, sedang pergi. Alm menguap sembari membaca ulang Financial Times yang berisi ulasan membosankan tentang hari kemarin yang berlalu tanpa
kejadian apa?apa. Meja?meja transaksi di sekitarku
lebih dan' setengahnya kosong; orang-orang sedang
pergi bisnis atau pergi liburan. Telepon dan kertaskertas berserakan di atas barisan desktop yang sepi.
Kekacauan sedang beristirahat. Kantor terasa seperti
perpustakaan, bukan ruang transaksi.
Aku memandang ke luar jendela. Gedunggedung
tinggi kelabu di City of London menjulang hening di
atas derap lesu jalanan di bawahnya. Kulihat seekor
7 rajawali melayang mengelilingi puncak gedung Mercantile Union Insurance beberapa ratus meter dl aebelah barat. Gedung pusat keuangan yang besar itu
tampak terlelap. Sulit dipercaya sesuatu tengah berlangsung di sana. _
Sebuah lampu berkedip di telepon di hadapanku.
'Kuangkat gagang telepon. "Ya?" .
"Paul? Di sini Cash. Sudah jalan. Kami sedang
men e 'akann a."
Aid] mengenali aksen New York kental Cash
Callaghan, "producer top" di Bloomfleld Weiss, bank
investasi besar Amerika. Suaranya yang terdengar
mendesak membuatku duduk tegak di kursiku.
"Apa yang sudah jalan? Apa yang sedang kaukerjakan?"
"Dalam sepuluh menit kami akan membawa yang
baru dari Swedia. Kau mau keterangannya?"
"Ya, tolong."
"Oke. Jumlahnya lima ratus juta dolar, dengan
ampun sembilan seperempat persen. Jatuh tempo sepuluh tahun. Ditawarkan pada sembilan puluh sembilan. Yzeld sembilan koma empat?satu. Jelas?"
"Jelas."
Pemerintah Swedia meminjam 500 juta dolar melalui penerbitan eumbond. Mereka memakai Bloom?
field Weiss sebagai underwriter. Bloomfield We1ss
bertugas menjual obligasi ini kepada para penanam
modal; istilah euro berarti obligasi ini akan dijual
kepada investor di seluruh dunia. Tugaskujah untuk
memutuskan apakah mau membelinya atau tidak.
"Sembilan koma empat-satu adalah yield yang bagus," lanjut Cash. "Obligasi Italia yang jatuh temponya
8 juga sepuluh tahun mempunyai yield sembilan koma
tiga puluh delapan, padahal Italia tidak sebaik Swedia.
Kanada dapat menjadi pembanding yang lebih baik,
dengan yield sembilan koma dua puluh lima. Jadi tak
perlu pikir?pikir lagi. Ini bakal meroket sampai ke
bulan, mengerti yang kumaksud? Apa akan kucatat
kau untuk sepuluh juta?"
Semangat menjual Cash sangat ekstrem di saatsaat terbaik. Bila ia punya obligasi 500 juta dolar
untuk dijual, antusiasmenya menjadi tak ada batasnya.
Walau demikian ia punya alasan yang bagus. Aku
menekan beberapa tombol di kalkulatorku. Kalau yield
obligasi baru ini memang turun menyamai Kanada
sebesar 9,25 persen, berarti harganya akan bergerak
naik dari sembilan puluh sembilan ke seratus. Keuntungan yang besar bagi' setiap investor yang cukup
gesit untuk membeli obligasi pada harga penawaran
perdana. Tentu saja, jika obligasi ini gagal, Bloomfield
Weiss akan harus menurunkan harga sampai yieldnya cukup tinggi untuk menarik pembeli.
"Tunggu sebentar. Harus kupikirkan dulu."
"Oke. Tapi cepat. Dan kau harus tahu kami sudah
menjual tiga ratus juta ke Tokyo." Telepon ditutup
dan Cash bergegas menelepon yang lain.
Waktuku hanya sedikit untuk mengumpulkan informasi dan membuat keputusan. Kutekan nomor telepon
David Banau, salesman di Harrison Brothers. Kuulangi apa yang telah kudengar dari Cash dan kutanyakan pendapat David tentang transaksi ini.
"Aku tidak suka. Kedengarannya bernilai bagus,
tapi ingat bagaimana buruknya obligasi World Bank
yang diluncurkan dua minggu lalu? Tidak ada yang
9 membeli eumbund sekarang ini. Kukira klienku di
UK tidak ada yang mau melir'iknya." Nada suara
David yang tenang dan tidak tergesa-gesa jelas menunjukkan pengalaman dan kemampuan analisis yang
mantap. Analisisnya yang hampir selalu tepat membuat
pelanggan?pelanggannya setia.
"Kau sangat membantu. Terima kasih,"
lalu menutup sambungan.
Sebuah lampu lagi menyala. Ternyata dari Claire
Duhamel, wanita Prancis yang jago membujuk. Ia
menjual obligasi untuk Banque de Lausanne et
Geneve, biasa disebut BLG.
"Halo Paul, bagaimana kabarmu? Kau mau membeli
beberapa obligasiku hari ini?" Aksen suaranya yang
dalam sudah dirancang sedemikian rupa untuk menarik
perhatian pelanggan, bahkan yang berhati paling keras
sekalipun.
Pagi itu aku tidak punya waktu mendengarkan
cumbuan Claire. Meski berusaha keras menyembunyikannya, ia mempunyai penilaian yang hebat, dan aku
butuh pendapatnya segera. "Bagaimana menurutmu
obligasi Swedia yang baru itu?"
"805? Kelas anjing. Anjing yang berkaing?kaing.
Aku benci pasar itu sekarang. Begitu juga pelangganku. Dan para trader?ku. Sebenarnya, kalau kau
mau, aku yakin mereka akan menawarkan obligasi
itu dengan sangat murah."
Maksudnya adalah, para trader?nya begitu tidak
menyukai obligasi itu sehingga mereka akan bemsaha
menjualnya secepat mungkin setelah diluncurkan, dengan harapan kemudian dapat membelinya kembali
dengan lebih murah.
ujarku,
10 ___- *_*
"Bloomfield Weiss menyatakan sebagian besar transaksi sudah dibeli oleh Tokyor"
Jawaban Claire bernada marah, "Aku baru percaya
kalau sudah melihatnya. Hati?hati, Paul. Banyak orang
kehilangan banyak uang karena percaya pada Cash
Callaghan."
Selama beberapa menit kemudian telepon dihadapanku terus menerus menyala, dan" para salesman
yang menelepon untuk membicarakan penawaran itu.
Tak seorang pun menyukainya.
Aku perlu berpikir. Kuminta Karen, asisten kanti,
untuk menangani semua telepdn yang masuk. Aku
suka penawaran ini. Memang benar bursa sedang
amat tenang. Juga benar bahwa obligasi World Bank
dua minggu lalu tidak bagus. Walau demikian, sejak
saat itu belum ada lagi "emisi obligasi baru, dan aku
punya perasaan bahwa para investor dengan uang
tunai mereka sedang menunggu-nunggu obligasi yang
tepat. Dan obligasi ini mungkin tepat. Yield?nya benarbenar menarik.
Yang paling mengusik adalah pembelian oleh pihak
Jepang itu. Kalau Cash tidak membual dan mereka
benar?benar sudah menjual 300 juta dolar di Jepang
dari total obligasi berjumlah 500 juta dolar, berani
penawaran obligasi ini berjalan sangat baik. Tapi
bisakah aku mempercayai Cash? Apakah ia tidak
hendak menipuku; seorang anak muda dua puluh
delapan tahun dengan hanya enam bulan pengalaman
di bursa obligasi? Apa yang akan dilakukan Hamilton
bila ia ada di sini?
Aku melihat ke sekitarku. Kukira seharusnya aku
membicarakannya dengan Jeff Richards. Ia adalah
11 wakil Hamilton dan bertanggung jawab atas pandangan
strategis yang dijalankan perusahaan dalam nilai valuta
dan suku bunga. Tapi ia suka melakukan sesuatu
berdasarkan analisis ekonomi keseluruhan. Memperdagangkan obligasi baru sama sekali bukan mainannya.
Kulihat ke mejanya. Ia sedang mengetik angka?angka
dari buku statistik ke dalam komputernya. Lebih baik
tidak mengganggunya.
Selain Karen, satu-satunya orang lain yang ada di
kantor adalah Debbie Chater. Sebelumnya ia berkecimpung dalam administrasi investasi yang dikelola perusahaan ini. Bam dua bulan terakhir ia pindah ke
ruang transaksi dan pengalamannya lebih sedikit dan"?
padaku. Tapi ia gadis yang cerdas, aku sering bertukar
pikiran dengannya. Ia duduk di meja di sampingku
dan sedang memperhatikan apa yang tengah terjadi
dengan penuh minat.
Kutatap gadis itu dengan pandangan ragu, mencoba
membuat keputusan.
"Aku tak tahu apa masalahmu, tapi bunuh diri
bukanlah jalan keluarnya," ujar gadis itu. "Kau kelihatan seperti mau meloncat dari jendela." Wajahnya
tersenyum menyeringai.
Aku balas tersenyum. "Hanya sedang berpikir,"
ujarku. Dengan ringkas kujelaskan apa yang dikatakan
Cash tentang obligasi Swedia baru itu dan kurangnya
semangat para pesaing Cash dalam penawaran ini.
Debbie mendengarkan dengan serius. Setelah berpikir sesaat ia berkata, "Yah, kalau Cash menyukainya,
aku tidak akan berurusan dengan iru.'6'Ia menyodorkan
satu edisi koran The Mail. "Kalau kau benar-benar
ingin mempertaruhkan uang klienmu, kenapa tidak di
12 tempat yang aman saja, seperti di pacuan kuda
Kempton Park pukul setengah lima?"
Kubuang koran itu di keranjang sampah. "Bicara
senus nrh, kupikir ada sesuatu yang bagus di sini."
. Bucara serius nih, kalau Cash terlibat, jangan
ikquut," tandasnya. _
"Seandainya Hamilton ada di sini, aku yakin ia
pasti ikut," Ujarku.
"Yah, tanyalah padanya. Sekarang ia pasti sudah
kembali ke hotelnya."
Ia benar. Hamilton berada di Tokyo untuk berbicara '
dengan lembaga-lembaga yang uangnya dikelola perusahaan kami. Sekarang pasti ia sudah menyelesaikan
pertemuannya.
Aku menoleh pada Karen, "Hubungi Hamilton. Ia
menginap di Imperial, kukira. Cepatlah."
Aku masrh punya beberapa menit. Karen hanya
butuh satu menit untuk melacak Hamilton di hotelnya.
Halo, Hamilton. Maaf mengganggu istirahat malam
Anda," ujarku.
"Tidak apa?apa. Aku hanya sedang membaca laporan. Aku malah tidak tahu buat apa aku repotrepot seperti ini. Riset-riset ini omong kosong semua.
Ada apa?"
Kujelaskan garis besar penawaran itu dan kuulangi
kementar?komentar negatif David, Claire, dan yang
lainnya. Lalu kuberitahu apa yang dikatakan Cash
tentang pembeli dari Jepang.
Setelah hening beberapa detik, kudengar suara tenang dan kalem Hamilton dengan intonasi Skotlandianya yang ringan. Bagaikan wiski malt yang bagus,
suara itu menenangkan sarafku. "Sangat menarik.
13 Kita mungkin bisa mendapat sesuatu di sini, Paul,
laddie. Aku sudah berbicara dengan dua perusahaan
asuransi jiwa pagi ini. Mereka semua berkata bahwa
mereka kuatir dengan bursa saham di Amerika dan
telah menjual saham besar-besaran. Mereka. punya
beberapa rattis juta dolar untuk'd'itanam dl pasar
ppiigasi. tapi sedang menunggu emisi baru yang besar
sehingga mereka dapat membeli sebanyak yang mereka
kehendaki. Kau tahu seperti apa orang Jepang, kalau
dua berpikir seperti ini, maka mungkin ada setengah
lusin berpikiran sama." "
"Jadi mungkin Cash mengatakan yang sebenarnya?
"Kedengarannya luar biasa, tapi mungkin itu yang
terjadi."
"Jadi apakah aku beli sepuluh juta?"
"Jangan." _
"Jangan?" Aku tidak mengerti. Dan apa yang
dikatakan Hamilton, sepertinya transaksi ini akan
menguntungkan.
"Beli seratus."
"Seratus juta daar? Anda yakin? Itu jumlah yang
sangat banyak untuk ditanam pada transaksr yang
Kolusi Bursa Free To Trade Karya Michael Ridpath di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tidak disukai semua orang. Bahkan sangat banyak
untuk ditanam di transaksi apa pun. Aku yakin kita
tidak punya uang tunai sebesar itu." . 4
"Yah, kalau begitu juallah beberapa obligasr lain.
Begini, Paul. Kita hanya sekali?sekali mendapat ke?
sempatan meraup keuntungan yang benar?benar besar.
Ini salah satunya. Beli seratus." '
"Baiklah. Apakah Anda akan ada di hotel sepanjang
malam?"
"Ya, tapi aku punya pekerjaan yang harus dilaku
14 kan, jadi jangan ganggu kecuali benar-benar perlu."
Lalu Hamilton menutup telepon.
Membeli 100 juta dolar adalah risiko besar. Risiko
raksasa. Kalau keliru, kerugian kami akan merusak
kinerja sepanjang tahun. Tentu sangat sulit menjelaskannya kepada lembaga yang mempercayakan uangnya
kepada kanti. Di pihak lain, jika Jepang benar?benar
membeli 300 juta dolar, dan kami membeli 100 juta
dolar, berani hanya tersisa 100 juta dolar untuk
seluruh dunia. Hamilton mempunyai reputasi untuk
terkadang mengambil risiko besar yang sudah diperhitungkan dan berhasil.
Sebuah lampu telepon menyala. Dari Cash.
"Kami akan meluncurkannya sekarang. Apa pendapatmu, kawan? Apa kau mau sepuluh? Aku men?
cium keberuntungan kali ini. Mari kita mencetak
dolar!"
Tenggorokanku terasa mengejang ketika aku berkata
tenang dan perlahan?lahan, "Kuambil seratus."
Bahkan Cash terdiam karenanya. Aku hanya dapat
mendengar bisikan "Wow!" Ia membuatku menunggu
lima detik.
"Kanti tidak bisa jual seratus dengan harga sembilan puluh sembilan. Kami bisa jual lima puluh
padamu dengan harga sembilan puluh sembilan, tapi
yang lima puluh berikut terpaksa kami jual sembilan
puluh sembilan koma dua puluh?"
Terkutuklah aku kalau kubiarkan mereka berhasil
menipuku.
"Begini. Kita semua tahu tak seorang pun menyukai
penawaran ini. Kebetulan saja aku menyukainya, tapi
hanya pada harga sembilan puluh sembilan. Seratus
15 dengan harga sembilan puluh sembilan atau tidak
sama sekali."
"Paul. kau tidak mengerti bagaimana cara kerjanya.
Kalau kau hendak membeli obligasi sebanyak itu,
tentu kau harus membayar lebih banyak."
Suara Cash yang licik membuatku sebal.
"Seratus dengan harga sembilan puluh sembilan
atau tidak sama sekali."
Hening sejenak. Lalu, "Oke, beres. Kami jual
padamu seratus juta dolar obligasi Swedia baru dengan
harga sembilan puluh sembilan."
Tanganku gemetar saat menaruh gagang telepon.
Tak disangkzd lagi, inilah transaksi terbesar yang
kubuat sepanjang hidupku. Mempertaruhkan seratus
juta dolar pada sesuatu yang dianggap tak menguntungkan membuatku lebih dari sekadar gugup. Aku
membayangkan kemungkinan?kemungkinan yang mengerikan. Bagaimana jika kami salah? Bagaimana
jika kanti rugi ratusan ribu dolar beberapa menit
kemudian? Bagaimana kami menjelaskan kepada Mr.
De Jong? Bagaimana kami menjelaskan kepada lembaga-lembaga yang mempercayakan uang mereka pada
kami?
Ini tidak baik Aku harus membuang semua pengandaian ini dari pikiranku. Aku harus mengubah isi
otakku dari campuran dugaan kacau yang emosional
menjadi mesin penghitung yang sangat dapat diandalkarr. Aku harus rileks. Kuperhatikan btdcu?buku
jariku memutih ketika menggenggam gagang telepon.
Kupaksa jari?jariku melonggarkan cengkeramannya.
Semua sambungan telepon berkedip?kedip. Kuangkat
satu. Ternyata Claire. '
'16 .F ' 'r' ! ! | IX ) "Benar kan apa yang kubilang padamu. Anjing
yang berkaing. Apa kau membelinya?"
"Ya, kami membeli beberapa."
"Aduh." la terdengar bersimpati. "Kau betul?betul
harus berhati?hati dengan Cash. Tapi, kalau mau lagi,
kau tahu ke mana harus datang. Kami menawarkan
obligasi itu dengan harga sembilan puluh delapan
koma sembilan puluh."
"Tidak, terima kasih. Bye."
Jadi BLG sudah mulai menawarkan obligasi di
bawah harga penawaran perdana sembilan puluh sembilan. Tapi Claire berkata bahwa mereka akan berusaha
menjual obligasi jangka pendek yang tidak mereka
miliki, dengan harapan akan membelinya kembali
kemudian. Tidak heran penawaran mereka lebih rendah.
Kuangkat saluran lain.
"Hai Paul, ini David. Apakah kau membeli obligasi
Swedia yang baru ini?"
"Beberapa."
"Yah, nilainya ambruk. Kami menawar sembilan
puluh delapan koma tujuh puluh lima dan memasang
harga obligasinya sembilan puluh delapan koma delapan puluh. Pelangganku tidak ada satu pun yang
benninat."
Oh, Tuhan. Ini semua salah. Harganya merosot
dengan cepat. Dengan harga penawaran 98,75, aku
sudah rugi 250.000 dolar. Apakah aku harus menerima
kerugian itu dan menjualnya sekarang? Kuingat sebuah
pepatah tua, "Cari untung sebanyak?banyaknya, jangan
sampai rugi." Lalu kuingat lagi pepatah lain, "Kalau
punya pendapat, pertahankanlah!" Apa guna semua
pepatah itu? Pikir, Paul, pikir.
17 Satu lampu lagi berkedip. Claire lagi. "Situasinya
tidak bagus. Kami sekarang menawar dengan harga
sembilan pultdt delapan koma lima puluh. Ada penjual
obligasi di mana?mana. Obligasi ini hanya akan turun
terus. Apakah kau mau melakukan sesuatu?"
Penawaran pada harga 98,50! Kerugianku kini setengah juta dolar. Sebuah suara dalam hatiku menjerit,
"Jual!" Untungnya, aku berhasil menjawab dengan
suara serak yang tenang, "Tidak, belum sekarang,
terima kasih."
Kutelepon Bloomfield Weiss. Cash yang menjawab.
"Apa yang salah dengan penawaran ini? Kukira
kau telah berhasil menjual sebagian besar?" tanyaku,
berjuang keras tidak berteriak.
"Rileks, Paul. Kanti sudah menjual tiga ratus juta
ke Jepang, padamu seratus juta, pada seorang Amerika
lima puluh juta Dan kami membeli dari dealer lain
sekitar lima puluh juta. Semua berjumlah lima ratus
juta. Tidak ada lagi obligasi di pasar."
Aku ingin berteriak padanya. Aku ingin memakimaki di telepon. Tapi tidak. Aku hanya menggumamkan terima kasih.
Aku merasa diperdaya, dikhianati. Yang paling
parah, aku merasa tolol. Setiap orang bisa salah
menerka pasar. Hanya orang tolol yang akan mempercayakan seratus juta dolar kepada Cash Callaghan. Ia
bahkan tidak mengakui kebohongannya saat obligasi
itu jatuh. Kucoba menelepon Hamilton di Tokyo, tapi
tidak dapat menghubunginya. Kusumh Karen agar
tetap mencoba, sementara aku memikirkan jalan keluar
terbaik untuk membatasi kemgian transaksi ini.
Dari tadi aku memusatkan perhatian pada telepon.
18 1. Untuk pertama kali aku mengangkat wajah dan melihat
Debbie memandangiku. Ia mengikuti semua yang terjadi. Senyum yang biasanya selalu siap tersungging
di bibirnya kini sama sekali tidak kelihatan. Wajah
gadis itu tampak cemas.
"Apa katamu tadi tentang loncat dari jendela?"
Ujarku, bemsaha agar Suaraku tetap tenang.
la memaksakan sedikit senyum lalu pandangan cemas itu muncul kembali.
"Ada ide?" tanyaku.
Debbie mengerutkan kening. beberapa saat. Salah
besar bertanya padanya. Tidak ada pemecahan ajaib
untuk problem ini, dan aku tidak dapat melemparkan
beban tanggung jawab kegagalan yang demikian hebat
kepadanya. Tapi ketika ia terdiam, kudapati diriku
berani berharap ia dapat memberikan sebuah pemecahan sederhana yang mungkin tak kusadari.
"Kau dapat menjualnya," ujarnya.
Aku dapat menjualnya. Dan kehilangan setengah
juta dolar. Dan mungkin kehilangan pekerjaanku. Atau
aku tidak perlu melakukan apa?apa dan mengambil
risiko rugi lebih banyak.
Mendadak aku sangat mendambakan secangkir kopi
untuk membantuku berpikir, atau paling tidak untuk
membuat tanganku sibuk dengan sesuatu. Aku berdiri
dan melangkah ke sudut ruang transaksi, tempat mesin
kopi yang "'benar?benar" sudah tersan'ng. Rasanya
lebih tidak enak daripada kopi instan, tapi kafeinnya
kuat. Kutekan sebuah tombol dan menarik tuas. Tidak
bergeming. Kugedor mesin itu dengan sisi tanganku.
Masih tidak bergeming. Kutendang keras?keras bagian
bawah mesin sehingga menimbulkan sedikit lekukan,
19 lalu dengan perasaan puas aku berjalan kembali 'ke
mejaku.
Pikir! Jika Cash berbohong?dan hampir pasti dia
berbohong?maka ada banyak obligasi tak laku untuk
dijual, dan untuk sementara harga tidak akan bergerak
naik. Tapi dengan harga 98,50, obligasi itu kini
mempunyai yield 9,49 persen, berarti lebih dari semua
eurobond lain dengan kualitas yang sama. Pada saatnya nanti harganya akan membaik. Bila Cash berbohong, aku tidak boleh menjualnya, tapi harus bertahan.
Kalau sabar, aku akan dapat menutup kerugianku dan
mungkin bahkan dapat memetik keuntungan.
Bagaimana jika Cash tidak berbohong? Bagaimana
jika semua dealer lain keliru? Bagaimana jika Bloomfreld Weiss benar?benar menjual 300 juta dolar obligasi itu ke Jepang? Maka, begitu para dealer itu
menyadari kesalahan mereka, semua akan harus berusaha menutupi kerugian mereka, dengan kata lain
membeli kembali obligasi yang telah mereka jual
dengan harga murah. Harga akan meroket tajam.
Bakal ada rezeki besar bagi setiap orang yang berani
membeli obligasi lagi sekarang.
Makin kupikirkan, makin masuk akal bahwa Cash
mengatakan yang sebenarnya. Aku tidak percaya padanya, tapi aku percaya pada Hamilton. Kalau Hamilton
percaya Jepang akan membeli obligasi baru yang
menarik, kemungkinan besar mereka memang melakukannya. Bagaimana dapat kutahu siapa yang benar?
Aku mendapat ide. Risikonya memang luar biasa,
tapi imbalannya akan sangat besarjika berhasil. Aku tidak punya waktu untuk mengeceknya dengan Hamilton.
Jika mau berhasil, aku harus bertindak sekarang juga.
20 Kutelepon Cash. Jantungku berdetak setengah lusin
kali dalam satu detik sebelum ia menjawab telepon
itu. "Aku mau membeli lima puluh juta lagi jika harganya cocok." Aku terkesima mendengar betapa tenangnya suaraku.
Cash tenawa. "Hebat, Paul! Ayo mencetak uang di
sini! Tunggu sebentar."
Kata?kata itu tidak memberi petunjuk apaAapa. Makin banyak penjualan berarti makin banyak komisi
bagi salesinan?nya. Cash, paling tidak, dapat menghasilkan uang. Ujian sebenarnya adalah saat Cash
kembali dengan harga penawaran. Kalau masih ada
jutaan obligasi yang hendak dijual, maka ia akan
segera kembali dengan penawaran murah. Bila demikian, aku harus berusaha mati?matian agar dapat
menutupi kerugianku. Kalau mereka benar?benar telah
menjual seluruh obligasi, maka Cash akan memberikan
berbagai alasan dan harga yang semakin mahal.
Aku menunggu, mungkin hanya satu menit, tapi
rasanya bagai sepuluh menit. Akhirnya terdengar kembali suara Cash.
"Aku minta maaf. Rasanya kanti hanya dapat
menyediakan sepuluh juta, dan hanya dengan harga
sembilan puluh sembilan."
Dapat kutebak dari nada suara Cash bahwa ia
sudah siap kuprotes karena menawarkan obligasi lebih
sedikit daripada yang kuminta, dan karena menawarkan
dengan harga setengah poin di atas penawaran para
pesaingnya. Ia tidak mendapat protes apa?apa. Aku
tidak marah, Ini sebuah kesempatan dan aku akan
memanfaatkannya sebisa mungkin.
21 "Oke, kuambil sepuluh dengan harga sembilan puluh
sembilan." '
Aku harus bergerak cepat. Berikutnya, telepon
Claire.
"Apakah kau masih ingin menjual obligasi Swedia
baru itu?" tanyaku.
"Oh, tentu saja," desahnya, "Aku bisa memberimu
harga sembilan puluh delapan koma lima puluh."
"Baik. Kubeli dua puluh."
Setelah kembali menelepon sebanyak dua kali, aku
berhasil membeli 15 juta dolar lagi pada harga 98,60.
Jadi aku sekarang memegang total 145 juta dolar.
Aku duduk kembali dan menunggu. Aku masih merasa
tegang, tapi ini adalah ketegangan sang pemburu,
bukan buruannya.
_ Ternyata tidak lama. Dalam dua menit lampu telepon mulai berkedip?kedip?para dealer berebut menawar obligasi itu. Penawaran mereka naik dari 98,60
ke 98,75 ke 98,90. Lalu David Barrat menelepon.
"Aku mau membeli dua puluh juta obligasi Swedia
itu seharga sembilan puluh sembilan koma sepuluh,"
ujarnya.
"Harga yang tinggi untuk sebuah obligasi dengan
prospek terbatas," godaku, tidak dapat menyembunyikan kegirangan dalam nada Suaraku.
"Memang aneh," ujarnya. "Harganya turun sebagaimana kuperkirakan. Lalu ada sesedrang, entah di
mana, membeli beberapa obligasi. Sejak itu para
dealer berebut menutup kerugian mereka dengan berusaha membelinya kembali, tapi tidak bisa mendapatkan
obligasi itu di mana?mana. Jadi mereka menaikkan
harga. Yang paling lucu adalah beberapa klien Inggris
Kolusi Bursa Free To Trade Karya Michael Ridpath di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
22 Jawa t l.. ku yang telah duduk diam berbulan?bulan, mendadak
hendak membeli. Mereka pikir obligasi itu bernilai,
dan kenaikan tajam harganya membuat mereka takut
kehilangan kesempatan."
Kujual 20 juta dolar pada David dan 75 juta dolar
lagi sepanjang sisa hari itu. Claire memohon?mohon
dengan amat sangat. BLG rugi banyak. Aku memutuskan untuk menahan 50 juta dolar dengan perhitungan harganya kembali naik satu?dua minggu lagi,
dan menjual beberapa obligasi lain untuk mengumpulkan uang tunai guna pembelian itu. Aku menghitunghitung keuntunganku. Aku sudah mencairkan keuntungan hampir 400.000 dolar dalam sehari dan mempunyai keuntungan tidak cair sebesar 300.000 dolar
dalam 50 juta dolar obligasi yang masih tersisa.
Aku mengempaskanxpunggungku di kursi. Tenagaku
habis. Rasanya seperti habis dipukuli. Ketegangan,
adrenalin, keringat dari beberapa jam terakhir telah
membuatku lumpuh. Tapi aku berhasil membereskannya. Dengan cara yang hebat. Apa pun yang akan
dikatakan Hamilton, ia tidak akan dapat menyangkalnya. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku tahu
bagaimana rasanya menerima tantangan pasar dan
menang. Dan itu rasanya betul?betul hebat. Aku telah
membuktikan pada diri sendiri bahwa aku dapat menjadi trader yang hebat, sehebat yang terbaik. Kuharap
aku telah membuktikannya juga padaJ-lamilton.
"Ayo, makhluk sombong," potong Debbie. "Kalau
kau beruntung lagi, beri tahu aku. Aku yakin bisnis
mobil bekas akan memberi apa saja untuk memperoleh
orang berbakat sepenimu. Sementara itu, bagaimana
kalau kau mentraktirku minum."
23 "Kenapa harus selalu aku yang mentraktir? Apa
mereka di sini tidak memberimu gaji?" Ujarku, sembari
mengenakan jas.
Sesuatu terlintas dalam benakku. "Sebentar, aku
harus menelepon sekali lagi."
Aku menghubungi Imperial Hotel. Ketika kutanyakan tentang Hamilton McKenzie, si operator berkata
bahwa ia berpesan dengan jelas agar tidak diganggu.
Aku takjub dengan ketenangan laki?laki itu. Begitu
banyak yang dipertaruhkan, dan dengan sengaja ia
menghindar tak mau mendengar hasilnya. la mempunyai kepercayaan cukup besar untuk membiarkanku
mengatasinya sendiri. Sebagaimana biasa, ia benar.
Dengan wajah masih puas diri, kumatikan mesinmesin itu dan kuikuti Debbie ke lift, meninggalkan
Jeff yang masih tenggelam dalam statistiknya.
> > >BAB
2 ERETA itu berhenti di stasiun Monument. Tanpa
bersuara, sekitar seperempat penumpang berdiri
dan mencari jalan menuju pintu. Aku salah satu di
antara mereka. Kami turun di landasan dan menaiki
tangga melalui portal tiket dan keluar ke hamparan
sinar matahari bulan Juli. Di sana para pekerja kantor
memisahkan diri dan bergabung dengan batalion yang
lebih besar yang berbaris menyeberangi London
Bridge. Aku bergabung dengan sebuah kontingen yang
berjalan di Gracechurch Street menuju kantorku di
Bishopsgate. Beberapa orang berjuang melawan arus
pasukan itu, berusaha berjalan ke arah berlawanan.
Mereka didesak-desak dan didorong ke sana kemari.
Sejak "Big Bang", arus pekerja makin lama makin
pagi, karena para salesman, trader,_dan settlement
stajf tak mau ketinggalan melakukan transaksi dengan
Tokyo, Australia, atau Bahrain.
Walau pasukan itu tampak memiliki satu tujuanhendak bekerja dan menghasilkan uang?setiap orang
mempunyai perhatian, kekuatiran, dan tanggung jawab
25 sendiri?sendiri. Kadang?kadang aku menyerbu masuk
ke dalam kerumunan, sangat bersemangat untuk segera
sampai di mejaku dan mengerjakan masalah yang
sudah kupikirkan semalaman. Kadang aku akan menyeret kakiku, didorong?dorong dari belakang, saat
aku berusaha menunda konfrontasi dengan transaksi
merugikan yang kulakukan kemarin. Sering kali aku
hanya mengikuti arus dengan pikiran masih terlelap,
menutup mata terhadap semua kejadian tak terduga
hati itu sampai aku telah duduk tenang dengan se<
cangkir kopi di tangan.
Hari ini aku berjalan mendahului mereka semua.
Aku telah mencetak 400.000 dolar dalam dua puluh
empat jam terakhir; siapa tahu berapa yang dapat
kuhasilkan berikutnya? Aku mempunyai keyakinan
tak masuk akal bahwa semua transaksi yang kulakukan
akan menghasilkan lebih banyak lagi uang. Aku tahu
ini semua takkan berlangsung selamanya. Tapi aku
harus menikmatinya selagi ada kesempatan. Pada saatnya keberuntungan akan meninggalkanku. Transaksi
dengan kemungkinan jifty?jifty akan mengalahkanku.
Kepastian akan habis tertiup sesuatu yang tak terduga.
Komputerku akan terkena gangguan yang tak terdeteksi. Pekerjaanku bagai obat yang kearnpuhannya
tidak menentu. Apakah itu mencandu? Mungkin.
Jelas ini lebih menggairahkan daripada di bank
besar Amerika di mana aku bergabung setelah lulus
dari Cambridge. Aku menghabiskan enam tahun di
bagian kredit, menganalisis perusahaan yang meminjam
uang dari bank. Aku harus memutuskan apakah peru<
sahaan-perusahaan itu mampu mengembalikan pinjamannya. Pekerjaan itu sebenarnya menarik dari segi
26 intelektual, tapi pihak bank berusaha keras menjadikannya membosankan. Rasanya seperti pabrik suram
berisi pekerja muram yang mempunyai kuota mingguan
berupa sejumlah halaman analisis.
Walau demikian pekerjaan itu cocok denganku.
Pihak bank penuh pengertian terhadap waktu yang
kupergunakan. Mereka jelas berpikir itu merupakan
citra humas yang baik. General manager kantor
cabang London adalah orang Amerika, seorang mantan
pemain sepak bola universitas, dan penggemar olahraga yang setia. Ia membiarkan aku datang terlambat
ke kantor atau pulang lebih awal. Hari?hari libur
tidak dihitung dengan ketat; aku dapat mengambil
absen tak dibayar sebanyak yang aku mau. Seluruh
kantor bangga padaku, peraih medali perunggu lari
delapan ratus meter di Olimpiade.
Mereka tidak mengerti kala aku berhenti lari. Tak
seorang pun mengerti. Sang general manager merasa
tersinggung. Tak ada yang salah dengan diriku. Aku
masih muda. Dalam Waktu empat tahun medali emas
dapat kuraih. Bagaimana mungkin aku mengecewakannya seperti itu?
Pekerjaan suram itu makin kelabu saja. Aku diharapkan bekerja sehari penuh. Dengan tak adanya hal
lain untuk mengalihkan perhatian, kebosanan *menjadi
tak tertahankan. Aku butuh sesuatu yang baru, suatu
tantangan, sesuatu untuk dimenangkan.
Jadi ketika aku melihat iklan di Financial "mes,
lowongan sebagai trader junior, aku membuat CV
dan mengirimkannya. Iklan itu menyatakan sebuah
perusahaan manajemen investasi kecil, De Jong &
Co., mencari orang yang paham seluk?beluk kredit
27 yang dapat mereka latih untuk menjadi seorang manajer partfolio. Setelah dua minggu lagi dalam kejenuhan, aku mendapat jawaban. Mereka ingin bertemu
denganku! Aku suka orang?orang yang mewawancaraiku. Menurutku mereka cemerlang dan ramah, aku
dapat belajar banyak dari orang?orang seperti itu
Secara khusus aku terkesan pada calon pimpinanku,
Hamilton McKenzie. Ia seorang Skotlandia yang rapi,
bertubuh ramping dengan tinggi sedang, berusia akhir
tiga puluhan. Rambutnya yang beruban sebelum waktunya selalu bagaikan baru saja dipangkas, dan ia
mempunyai janggut yang dicukur pendek sekalLMata
birunya terkesan dingin dan tenang sampai ia memusatkannya padamu. Lalu mata itu akan tampak menembus ke dalam pikiranmu, memaparkan semuanya, menilai apa yang terlihat. Hamilton memang selalu terlihat seperti sedang berpikir, menimbang?nimbang,
menghitung-hitung. Semula hal ini menggangguku
sehingga aku merasa tidak nyaman dengan kehadirannya. Tapi ia guru yang hebat. Ia dapat melihat dan
menerangkan segala hal dengan jelas. Ia sering membuatku merasa seperti seorang idiot karena tidak
dapat mengikuti jalan pikirannya. tapi ia selalu menjelaskan bagaimana ia bisa berpikir seperti itu. Kritikkritiknya, walau keras, selalu bersifat membangun,
dan ia bertekad mengajariku semua yang ia ketahui
tentang manajemen portfolio.
Dan ia tahu banyak Ia mempunyai reputasi sebagai
pengambil risiko yang penuh inspirasi. Kebanyakan
teori porfolio modern menyatakan mustahil mengalahkan bursa yang efisien. Banyak manajer porg'olia
modem berusaha menyamai, atau sedikit mengungguli
28 bursa. Menurut Hamilton ini menggelikan. la berpendapat bahwa lembaga yang memberikan uangnya kepada De Jong untuk dikelola berhak memperoleh ideide cemerlang. la yakin bahwa kewajibannya adalah
menghasilkan uang bagi mereka sebanyak mungkin,
dengan segala cara yang dapat ia lakukan. Ini berarti
ia mengambilrisiko, berbagai risiko besar. Tapi ia
tidak asal ambil risiko. la cenderung menunggu hingga
sebuah kesempatan menarik muncul, lalu menganalisis
semua risikonya, menghindari atau menahan sebanyak
ia mampu, dan ketika yakin keberuntungan berpihak
padanya, ia melakukan transaksi. Klien?klien De Jong
& Co. menyukai hasilnya, dan memberinya lebih
banyak uang.
Perusahaan ini didirikan oleh George De Jong, dua
puluh tahun lalu. Pada awalnya perusahaan ini mengatur dana dari sejumlah lembaga sosial terkemuka.
Dalam delapan tahun sejak Hamilton bergabung, pemsahaan ini telah menarik klien dari luar negeri, khususnya Jepang, sehingga jumlah total dana yang dikelola mencapai 2 miliar poundsterling. Selama lima
tahun terakhir, Mr. De- Jong, yang kini berusia di
penghujung enam puluhan, hanya datang ke kantor
tiga kali seminggu pada pagi hari. Ia masih memegang
seluruh kontrol perusahaan dan dapat hidup enak dari
hasilnya. Dana perusahaannya ditanamkan dalam obligasi dalam berbagai valuta, dan manajemennya berada
di tangan Hamilton. Enam orang bekerja padanya,
termasuk aku.
Jeff Richards adalah yang paling senior dari kami
semua, dengan dua dekade pengalaman investasi. Tugasnya menentukan ke arah mana gerakan nilai tukar
29 valuta asing dan suku bunga serta mengambil langkah
yang sesuai. la pria berpenampilan tenang dengan
pendekatan pasar yang amat akademis, dan pada
umumnya ia cukup berhasil. Pembantunya, Rob Greenhalgh, juga bertanggung jawab menangani posisi obligasi nondolar. Usianya sebaya denganku dan sudah
bekerja di perusahaan ini selama dua tahun. Kami
juga mempunyai seorang chartis, pakar grafrk?Gordon l-lurley. Ia menggunakan analisis teknis berdasarkan sejarah harga untuk meramalkan harga yang
akan datang. Menurutku ini hanya sedikit lebih akurat
daripada meramal dari daun teh, tapi Gordon lebih
banyak tepat daripada salah.
Tugasku menangani porg'olio dolar, yang mewakili
lebih dari setengah dana kami. Ini adalah bidang
yang diminati Hamilton, dan ia masih aktif mengambil
bagian. Pada saatnya, aku harus berbagi tugas dengan
Debbie, yang masih lebih hijau lagi dibanding aku.
Sekarang ini ia menghabiskan sebagian besar waktunya mengurus administrasi dan dokumentasi hukum
serta beberapa transaksi perdagangan yang tidak berbahaya. .Seorang asisten membantu kami semuawanita muda berusia dua puluh tahun yang pendiam
namun sangat efisien bernama Karen.
Aku telah menjadi bagian dari tim ini selama
enam bulan, dan aku menyukainya.
Kuteruskan melangkah di Bishopsgate hingga mencapai kantor pusat Colonial Bank yang tinggi dan
berkaca hitam. Seiring berkurangnya keberuntungan
Colonial Bank, penggunaan kantor pusatnya juga ber<
kurang, sehingga mereka kini menyewakan setengah
gedung bagian atasnya. De Jong mendapat lantai dua
30 puluh, dua lantai dari puncak. Aku memasuki lift
menuju ke atas dan memasuki ruang tamu yang
mewah. Semua perlengkapan terbuat dari kayu mahoni
mengilap, buku?buku bersampul kulit yang mahal,
dan gambar jalur perdagangan abad kedelapan belas
dengan kapal pengangkut teh yang sedang berlayar.
Ruangan itu memberi kesan kemapanan dan kehormatan, dari kekayaan yang didapat para penyandang
dana melalui perdagangan antar kerajaan, serta dari
keputusan?keputusan investasi konservatif seabad yang
lalu. Padahal kenyataannya perusahaan itu baru berusia
dua puluh tahun, dan uang para pelanggannya setiap
hari dipertaruhkan oleh Hamilton dan anak buahnya
di balik pintu kayu ek?nya.
Aku berjalan melalui pintu ek itu, dan memasuki
ruang transaksi De Jong & Co. Ruangannya jauh
lebih kecil daripada ruang transaksi di bank investasi
atau kantor para broker yang jual?beli sekuritas selama
24 jam. Sebagai lembaga investasi yang relatif kecil,
De Jong tidak mempunyai banyak pegawai. Walau
lebih aktif daripada lembaga investasi lainnya, perusahaan ini tidak bertransaksi sepanjang waktu. Kami
hanya menjual atau membeli obligasi secara seleku'f.
Meski demikian, bahkan dalam saat?saat yang paling tenang, ruangan itu memancarkan ketegangan
terpendam, yang menurutku menggairahkan. Di sini
nasib 2 miliar paundsterling dipertaruhkan. Infomasi
mengalir masuk dari seluruh dunia, entah melalui
telepon, layar?layar kaca, atau kertas. Informasi itu.
kemudian dianalisis, diperdebatkan, dipilah?pilah, dan
disatukan kembali. Sebuah keputusan diambil: membeli
sekuritas tertentu, menjual yang lain, atau sama sekali
31 tidak melakukan apa?apa. Setiap keputusan berujung
pada pergerakan jutaan pound. Jika kanti melangkah
dengan benar, klien kami beruntung puluhan atau
ratusan ribu pound. Jika keliru... Tanggung jawabnya
menjadi beban kami semua.
Ruangan itu mempunyai dua dinding luar yang
keseluruhannya terdiri dari jendela kaca tebal, menghadap ke tenggara dan barat daya. Dari lantai dua
puluh ini terlihat seluruh kota London hingga perbukitan rendah _setelah Upminster di timur, puncakpuncak tiang Crystal Palace di selatan, dan blok?blok
menara Middlesex di sebelah barat. Tembok bagian
dalam polos, hanya ada jam?jam dinding yang memang
merupakan keharusan, menunjukkan waktu di Tokyo,
Frankfurt, London, dan New York. Juga terpampang
sebuah papan putih besar penuh tertutup coretan biru
yang mencatat perdagangan bulan?bulan lalu.
Dalam ruangan itu terdapat delapan meja. Masingmasing dilengkapi peralatan yang diperlukan untuk
mentransfer uang ke seluruh dunia: layar?layar Reuter
dan Telerate yang memberikan informasi menit terakhir
dalam masalah harga, berita, dan bursa; komputer
pribadi untuk menganalisis portfolio dan data harga
berdasar sejarah; sistem telepon rumit dengan selusin
lebih deretan lampu pengganti dering telepon; keranjang sampah besar untuk membuang sebagian besar
tumpukan setinggi setengah meter lebih dari hasil
riset yang diterima setiap hari melalui pos.
Salah satu meja tampak lebih besar daripada yang
lain, lebih rapi, dan lebih jauh dari yang lain. ltulah
Kolusi Bursa Free To Trade Karya Michael Ridpath di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tempat Hamilton mengontrol kegiatan di mangan itu
dan merumuskan strategi berikutnya untuk mengalah
32 kan bursa. Cukup dekat untuk tetap tahu banyak hal,
cukup jauh untuk tetap menjaga kontrol.
Sekarang sudah pukul 8.05, dan aku yang terakhir
datang pagi ini, karena kukira aku berhak sepenuhnya.
Ruangan ini menjadi lebih penuh, dan lebih aktif
daripada hari sebelumnya. Rob sudah kembali dari
liburannya dan Gordon dan" seminamya. Keduanya
sedang menelepon, dan suara Rob yang tinggi menandakan ia sedang mengerjakan sesuatu. Jeff tenggelam
dengan komputernya, dalam posisi yang persis sama
seperti kutinggalkan kemarin.
"Pagi," sapaku sambil lewat. Sebagai balasannya
aku mendapat gumaman.
Aku berjalan menuju mejaku dan menyalakan sede<
retan tombol di atas dan di bawahnya. Sementara
mesin mulai berdengung hidup, Debbie menyambutku,
"Pagi, jagoan. Terima kasih atas minumannya kemarin
malam."
"Sudahlah," ujarku. "Semua orang kadang?kadang
beruntung."
Kubuka tas kerja dan kulemparkan bacaan kemarin
sore ke atas meja.
"Jangan bilang kau benar?benar menyukai barang itu,"
ujar Debbie, menunjuk pamflet kuning berlogo Bloomfreld Weiss. Ia berjalan mendekati mejaku dan mengambilnya. '"Volatilitas Perubahan: Proses Kedaluwarsa
Informasi, oleh George Feuchtwanger, Ph.D. Kedengarannya seperti setumpuk lelucon." la membuka halaman
yang penuh berisi persamaan panjang yang masingmasing diselingi kalimat berbelit?belit. "Oke, apa artinya
ini?" tanya gadis itu, sambil menunjuk seuntaian panjang
huruf?huruf Yunani dan angka?angka Arab.
33 "ltu artinya, "Selamat pagi, Paul, bolehkah aku
memberi Anda secangkir kopi, sahutku.
"Dan yang ini artinya, "Pergi dan ambil kopimu
sendiri, berandal malas,," ujarnya, sembari menunjuk
persamaan yang hampir sama rumitnya di bagian
bawah. Tapi ia melemparkan kertas riset_itu ke atas
meja dan berbalik melangkah ke mesin kopi.
Aku suka Debbie. Kami baru bekerja bersama
selama dua bulan, tapi kami telah dapat saling mengerti. Menurutnya aku terlalu berdedikasi pada pekerjaanku. menurutku ia tidak cukup berdedikasi pada
pekerjaannya. Tapi ia menyenangkan. Ia memiliki
pandangan tersendiri terhadap turun
dekatnya.
la berusia pertengahan dua puluhan, mungil, dengan
rambut cokelat muda yang diekor kuda. Ia mungkin
agak kelebihan berat, walau hal itu memberinya kelembutan yang menarik. Senyum lebar tidak pernah
jauh dari bibirnya, dan matanya yang cokelat berbinar
tak pernah diam, selalu menarimari dari satu obyek
ke obyek' lain.
Ia seorang ahli hukum. Setelah beberapa tahun
menekuni pasal?pasal pada firma pengacara kelas
menengah, ia menjadi jenuh dengan semua yang berkaitan dengan hukum, dan bergabung dengan De
Jong & Co. Di sini ia tidak bisa sepenuhnya lolos,
karena ia menghabiskan beberapa tahun pertamanya
di "kantor belakang", menangani struktur hukum inves
tasi kami dan undang?undang baru, untuk memastikan
kami tidak mencuri uang klien kami. Perlahan, ia
berhasil membujuk Hamilton untuk memindahkannya
34 menjadi broker junior. Walau seolah tidak melakukan
kerja apa pun, ia cepat belajar.
la berhubungan baik dengan semua orang di perusahaan. Bahkan Jeff Richards menyambut hangat senda
gurau gadis itu. Hanya l;lamilton yang tampak kurang
suka padanya. Hamilton tidak bisa menerima sikap
santai.
Kutatap kertas?kertas riset yang berserakan di atas
mejaku. _Debbie kebetulan membuka bagian artikel
Dr. Feuchtwanger yang tak kumengerti. Aku sudah
bergulat selama satu setengah jam kemarin malam,
sebelum akhirnya menyerah. Meskipun artikel itu tidak
mempunyai hubungan langsung dengan yang kami
kerjakan, aku ingin mempelajari bursa obligasi sebanyak yang aku mampu. Tentu terbatas pengetahuan
yang didapat dengan mempelajari perdagangan saham
melalui bacaan, tapi aku ingin mencapai batasan itu.
Betapa pun rumit atau membingungkannya artikel itu,
aku akan mempelajarinya dalam usahaku mengejar
pengetahuan semua trader dan manajer investasi di
pasar modal.
Debbie segera kembali, membawa dua cangkir plastik berisi cairan hitam kasat. Ia memberikan satu
padaku dan lalu duduk di mejanya, kolom ulasan
televisi di Financial Fmes terbentang di hadapannya.
Sepanjang hari, ia akan melalap habis FT; Times,
dan Mail.
Salah satu lampu telepon berkedip. Ternyata Cash.
"Wow, kalian di De Jong benar-benar beruntung,"
ia memulai, "Kemarin kuberi kau transaksi yang
paling menguntungkan. Sekarang kuangkat kau keluar
dari lubang."
35 "Dan lubang apakah itu?" tanyaku, sedikit kuatir.
Aku tidak tahu kami ada dalam lubang. Aku mencarieari dalam pikiranku berbagai obligasi yang kami
miliki, berusaha menduga apa maksud oleh Cash.
"Aku mendapat tawaran untuk Gypsum," ujar Cash,
secercah nada kemenangan terdengar dalam suaranya,
"aku akan menawar delapan puluh untuk semua obligasimu."
"Tunggu sebentar," sahutku. Awalnya aku tidak
terlalu yakin apa yang ia maksudkan. Lalu. setelah
membolak-balik halaman di atas mejalar, aku menemukan salah satu daftar portfolio klien kanti. Di antara
sekelompok obligasi terdapat "Gypsum Company of
America 9% 1995." Tanggal pembelian tiga tahun
yang lalu, dan harga pembelian 96.
Kututup corong telepon dengan tanganku, lalu aku
bersandar dan berseru, "Hei, Jeff!"
Jeff mengangkat wajahnya dari komputer, sedikit
terusik karena diganggu saat menganalisis. "Ya?"
sahutnya.
"Apakah kau tahu sesuatu tentang setengah juta
dolar dari Gypsum of America? Kelihatannya kita
membelinya tiga tahun yang lalu."
Ied mengerutkan kening beberapa saat. "Ya, rasanya aku tahu apa yang kaumaksud. Bukan posisi
Hamilton yang terbaik. Kukira ia membelinya mendekati par. Lalu perusahaan itu mendapat masalah, dan
terakhir obligasi mereka diperdagangkan dengan harga
enam puluhan."
"Aku dapat penawaran delapan puluh." ujarku.
"Kalau begitu terima saja."
Aku berpikir beberapa saat. Jika Cash mendadak
36 menawar delapan puluh untuk sebuah obligasi yang
pernah diperdagangkan dengan harga enam puluh,
pastilah ia mengetahui sesuatu yang tidak kuketahui.
"Apakah ada sesuatu yang perlu kuketahui tentang
Gypsum?" tanyaku pada Cash.
"Setahuku tidak. Hei, sepanjang tahun lalu Hamilton
membuatku sakit perut karena terus memintaku mencari pembeli untuk obligasi ini. Yah, akhirnya ada
juga yang berniat beli Ia akan senang mendengarnya."
Ini taktik lama yang digunakan para salesman
pada manajer portfolio junior kala bos mereka sedang
pergi. Katakan pada si junior apa yang akan dilakukan
si bos dalam keadaan yang sama, dan membuatnya
berpikir ada risiko lebih besar jika ia tidak melakukan
perdagangan itu. Aku sudah pernah terjebak dalam
keadaan ini sekali atausdua kali dalam bulan?bulan
pertamaku. Hamilton sudah memberiku kuliah tentang
bagaimana aku harus selalu percaya pada penilaian
diri sendiri, dan tidak pernah pergaya pada pandangan
orang lain.
"Hmm," ujarku, "Aku perlu beberapa waktu untuk
berpikir. Kau akan kutelepon kembali."
"Well, hubungi aku kembali sore ini juga. Penawaran ini mungkin sudah tak ada lagi besok," ujar Cash.
"Oke. Aku akan menghubungimu sore ini," sahutku
dan menutup telepon.
Aku harus mendapat lebih banyak keterangan tentang Gypsum Company of America. Kutinggalkan
mejaku dan berjalan ke balik pintu di belakang ruang
transaksi, menuju perpustakaan.
Perpustakaan sebenarnya nama yang terlalu hebat
untuk kamar kecil tak berjendela itu. Di sana hampir
37 tak ada buku. Dinding dipenuhi tumpukan tinggi ber<
kas?berkas, dan ada.sebuah komputer di tengah ruangan, yang berhubungan dengan beragam rangkaian
database informasi. Allison, petugas perpustakaan
pQX'OAWka, sedang tidak di tempat, tapi aku sudah
tahu cara mendapatkan informasi. Dalam dua puluh
menit aku telah mendapatkan prospektus obligasi Gypsum milik kami dan laporan dari pemegang saham
perusahaan itu. Aku juga mencetak laporan keuangan
lima tahun terakhir dan laporan pers sepanjang tahun
lalu dari komputer.
Kubawa setumpuk kertas itu kembali ke mejaku.
Debbie mengangkat Wajah dari Times yang sedang
dibacanya. "Di sini tidak terlalu dingin kok. Tak
perlu buat api unggun."
"Aku hanya ingin lihat apa ada sesuatu dengan
perusahaan ini," jawabku.
"Khas Paul," ujar Debbie. "Orang lain cukup
membaca Value Line terakhir, lalu menjual obligasi
1tu."
Aku tersenyum. Mungkin Debbie benar. Tapi, seperti yang sudah ia tahu pasti, aku tidak akan puas
sebelum menganalisis laporan lima tahun terakhir dan
membaca semua komentar analitis serta laporan media yang bisa kud rpat.
Tiga jam berikutnya aku habiskan untuk memeriksa
bahan?bahan itu, hanya berhenti seperempat jam untuk
membeli sandwich dari toko kecil di seberang jalan.
Sembari membaca, aku mulai mendapat gambaran
tentang sebuah perusahaan yang pada awalnya kelas
menengah dan selama dua tahun terakhir telah menjadi
kelas keranjang sampah. Sebenarnya itu bukanlah
38 semata?mata kesalahan perusahaan. Permintaan terhadap produk utamanya, papan dinding, berkurang karena
pembangunan perumahan menurun tajam. Dan Nat
Morrison, pimpinan serta pemilik 30 persen saham
perusahaan, mengambil langkah keliru. la meminjam
sejumlah besar uang untuk membangun pabrik yang
kini beroperasi dengan setengah kapasitas. Ia juga
memecat sederet pimpinan direksi karena perbedaan
"kebijaksanaan". Dan ketika perusahaan rugi, harga
saham dan obligasi Gypsum merosot tajam. Pasar
menduga kemungkinan besar perusahaan itu takkan
dapat bertahan. .
Beberapa konglomerat besar hendak membeli
pabriknya yang modern dengan harga murah, untuk
mengantisipasi bergerak naiknya ekonomi yang pasti
akan terjadi. Tapi Nat Morrison tidak bersedia menyerahkan kepemimpinannya. Dan tak ada pembeli berakal
sehat menginginkan perusahaan itu kalau Nat Morrison
masih sebagai pimpinan. Karena Nat tidak mau bekerja sama bagi keberhasilan pengambilalihan, maka
posisi perusahaan itu makin memburuk.
Lalu ketika aku memeriksa laporan media massa,
terbaca sebuah judul berita tertanggal sebulan yang
lalu: "Raja Papan Dinding meninggal dalam kecelakaan helikopter." Raja Papan Dinding mungkin hanya
gelar pujian bagi Nat Morrison, tapi ternyata yang
dimaksud memang dia. Ia meninggal dalam helikopternya ketika sedang mengunjungi salah satu pabriknya.
Kubaca dengan teliti laporan beberapa hari berikutnya.
Tidak mengejutkan, harga sahamnya naik 10 persen
akibat berita itu. Tampaknya ia meninggalkan uangnya
pada suatu lembaga perwalian. Putranya, seorang
. 39 pengacara sukses Chicago yang sama sekali tak tertarik dengan bisnis papan dinding, adalah komisaris
perwalian bersama seorang direktur bank lokal.
Aku berdiri dari mejaku yang berantakan dan memandang ke luar jendela. Kutatap untaian keperakan
sungai Thames memotong jalan di antara gedunggedung pencakar langit berwarna hitam dan kelabu,
melalui St. Paul's Cathedral dan House of Parliament
yang lebih tenang, terus menuju daerah Battersea
Power Station. Kenapa Cash menawar begitu tinggi
untuk obligasi ini? Siapa pembeli utamanya? Dan
mengapa? .
Dengan kepergian si tua Morrison, besar kemungkinan terjadi pengambilalihan, khususnya karena seorang pengacara dan seorang bankir akan lebih banyak
melihat keuntungan Finansial penjualan sebuah perusahaan keluarga. Kukira kalau Gypsum diambil alih
oleh perusahaan yang lebih kuat, maka harga obligasinya akan naik. Tapi pengambilalihan itu belum pasti,
dan sementara menunggu, perusahaan itu dapat saja
bangkrut. Bila seorang spekulator mau berjudi akan
adanya pengambilalihan, maka lebih masuk akal. untuk
membeli saham?sahamnya, yang akan dengan mudah
berlipat ganda. Sedangkan, kalau dibandingkan, betapa
pun kuatnya perusahaan yang mengambil alih, obligasinya akan tetap dilunasi seharga 100, yang hanya
merupakan keuntungan 25% dari harga 80?harga
yang ditawarkan Cash.
Jadi siapa yang menginginkan obligasi Gypsum?
Mungkin perusahaan itu sendiri yang hendak membeli
murah obligasinya sendiri? Tidak mungkin, Gypsum
tidak punya dana.
40 Kupandang sebuah tongkang yang melaju di bawah
jembatan Blackfriars.
Tentu saja! Hanya ada satu calon pembeli yang
masuk akal! Seseorang akan mengambil alih Gypsum. Tapi sebelum mengumumkan rencana mereka
pada publik, mereka akan mengumpulkan obligasi
Gypsum dengan harga diskon sebanyak mungkin. Ada
100 juta dolar obligasi Gypsum tersedia di bursa.
Jika mereka dapat membeli rata?rata seharga 80,
maka keuntungan 25% sewaktu obligasi itu dilunasi
akan mencapai 20 juta dolar, jumlah yang cukup
besar. Semakin kupikirkan, semakin aku yakin bahwa
ini adalah penjelasan yang paling masuk akal. Dan
Kolusi Bursa Free To Trade Karya Michael Ridpath di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
akan berhasil!
Aku kembali ke mejaku. Kuhubungi David Baratt.
"Han-ison Brothers," sahutnya.
"David, pernah dengar obligasi Gypsum Company
of America?" aku memulai.
David mempunyai ingatan yang luar biasa dan
mengetahui semua detail sebagian besar obligasi yang
masih ada.
"Tentu pernah," ujarnya. "Sembilan persen tahun
1995. Terakhir kulihat, mereka perdagangkan dengan
harga enam puluh lima, tapi itu enam bulan yang lalu."
"Kira?kira bisakah kau membeli lima juta untukku?"
tanyaku.
"Agak sulit," sahut David. "Obligasi itu hampir
tidak pernah diperdagangkan. Akan kucoba."
Kutaruh gagang telepon. Debbie, sepeni biasa,
mendengar semuanya. "Kusangka kau disuruh menjual
obligasi itu, bukan malah membelinya. Hamilton pasti
kesal kalau tahu."
41 Kujelaskan apa yang kutemukan tentang Gypsum
dan kesimpulan yang kudapat. "Kalau aku benar, dan
obligasi itu memang sedang dibeli oleh seseorang
yang akan mengambil alih perusahaannya, maka mereka akan memperdagangkan sampai harga par. Kalau
aku bisa beli dengan harga delapan puluh, itu berarti
keuntungan dua puluh poin."
Debbie mendengarkan dengan saksama. "Kedengarannya ide yang bagus. Tapi aku masih berpendapat
Hamilton bakal kesal."
Aku mengedipkan mata. Ia mungkin benar. Secara
teknis, aku tidak berwenang meningkatkan penanaman
De Jong pada perusahaan yang tidak mendapat penilaian top AAA atau AA tanpa izin Hamilton. Tapi
aku yakin apa yang kulakukan masuk akal.
Telepon menyala kembali. Ternyata Cash. "Sudah
ada keputusan tentang Gypsum?"
"Belum. Beri aku setengah jam lagi."
"Oke. Tapi penawaranku tidak berlangsung selamanya. Kau hanya punya setengah jam." Cash menutup
teleponnya. la terdengar sedikit lebih tegang daripada
biasa. Tidak ada kelakar seperti biasanya. '
Dua puluh lima menit berlalu sebelum David kem?
bali menelepon. "Ada sesuatu yang sedang terjadi.
Ada penawaran seharga delapan puluh untuk barang
ini, entah kenapa. Apa kau tahu apa yang sedang
terjadi, Paul?"
"Aku tidak tahu, tapi bisa menebaknya," Ujarku.
"Jadi?"
"Maaf, David, aku tidak bisa bilang. Kau dapat
obligasinya?"
"Hanya dua juta. Kami tawarkan delapan puluh
dua."
42 Harrison Brothers mungkin paling sedikit mengambil
satu poin harga, tapi sekarang bukan saat untuk
ribut. "Aku ambil," ujarku.
"Kau beli dua juta Gypsum of America sembilan
persen tahun sembilan puluh lima, seharga delapan
puluh dua," ujar David. "Terima kasih atas pembeliaunya."
"Terima kasih," sahutku. "Kalau ada lagi, beri
tahu aku."
"Pasti," balas David. "Tapi kukira sulit. Kami
sampai harus mencari di Switzerland untuk yang dua
ini. Seseorang sudah menyapu bersih obligasi yang
ada. Semua yang kami ajak bicara sudah menjualnya
satu?dua hari yang lalu."
Meski demikian, paling tidak aku sudah mengumpulkan 2 juta dolar. Cu-kup untuk membuat keuntungan
yang bagus. Kuingat janjiku untuk kembali menelepon
Cash.
"Jadi?" tanyanya.
"Maaf, Cash. Terima kasih atas penawarannya,
tapi kukira lebih baik kutahan."
"Hey, Paul temanku. Pikirkan dulu. Hamilton bisa
kesal sekali kalau'ia dengar kau tidak menerima
tawaranku." '
Dan kalau ia dengar aku membeli dua juta lagi,
pikirku.
"Maaf, Cash, tapi kanti tidak dapat membantumu."
Hening sesaat. Lalu terdengar kembali suara Cash
di telepon, kecewa, tapi tetap akrab. "ltu pilihanmu.
Asal jangan kau lupakan kesulitan yang aku hadapi untuk mengeluarkanmu dari keadaan buruk. Kapankapan kita bicara lagi."
43 Sambil menaruh telepon itu, aku terheran?heran
pada kemampuan Cash membuat orang merasa bersalah, bahkan saat ia berusaha merampoknya.
"Dapat?" tanya Debbie.
"Hanya dua juta," jawabku.
"'lldak buruk. Kau bisa dapat keuntungan lumayan."
la bersandar di kursinya. "Sayang kita tidak bisa
membeli obligasi itu untuk kita sendiri," ujarnya.
"Kelihatannya bisa dapat uang dengan mudah."
"Tentu saja bisa," jawabku. "Yang perlu kaulakukan
hanyalah mengambil beberapa jum dari rekening building society."
"Kita bisa coba membeli jumlah yang lebih sedikit,"
ujarnya.
"Etis tidak ya?"
"Wah, aku tidak tahu."
"Yah, kau harus tahu, bagaimanapun kaulah compliance ojficer?nya," ujarku. Setiap perusahaan mana?
jemen dana menunjuk seorang compliance omcer
untuk memastikan tidak terjadi insider trading??transaksi berdasar informasi orang dalam?dan konflik
kepentingan. Dengan latar belakang pendidikan hukumnya, Debbie menjadi compliance ajftcer.
"Begitulah kira?kira." la terdiam. "Kalau dipikirpikir, hampir pasti terjadi konflik kepentingan."
"Sayang. Itu bukan ide yang jelek," ujarku.
"Tapi kita bisa membeli sahamnya," ujar Debbie.
"Sahamnya akan naik tajam bila perusahaannya diambil alih."
"Kenapa tidak?" sahutku. "Menurutku itu ide yang
bagus." Aku punya 10.000 pounds di rekening building society. Kelihatannya saham Gypsum merupakan
44 investasi yang bagus untuk setengahnya. "Tapi bagaimana caranya membeli saham Amerika?"
Debbie dan aku memikirkan masalah itu beberapa
menit. Lalu Debbie tertawa, "lni konyol! Kita punya
sepuluh sambungan langsung ke broker saham terbesar
di dunia. Salah satu pasti tahu!"
"Tentu saja!" ujarku. "Aku akan telepon Cash. la
pasti tahu hal?hal seperti itu."
Aku berhasil menghubunginya. "Berubah pikiran
soal Gypsum?" tanyanya.
"Tidak, " sahutku. "Tapi bisakah kau membantuku?"
"Tentu," jawab Cash, mungkin sedikit kurang antusias daripada biasanya.
"Bagaimana aku bisa membeli saham di Bursa
Saham New York?"
"Oh, itu mudah. Aku bisa membuka rekening untukmu di sini. Yang perlu'kaukerjakan tinggal menghubungi Miriam Wall di bagian klien privat kami. Beri
aku lima menit dan akan kuberitahu Miriam bahwa
kau akan menghubunginya."
Sepuluh menit kemudian Debbie dan aku dengan
bangga menjadi pemilik saham Gypsum of America
seharga 7 dolar per saham.
45 > > >BAB
3 T AP. Tap. Tap.
Sekarang aku melaju secepat?cepatnya. Kakiku
membuat suara sesedikit mungkin saat menyentuh
jalan setapak di Kensington Gardens. Aku memusatkan
perhatian pada Round Pond di kejauhan, senang melihatnya sead
Tubuhku hanya bergerak lurus ke depan, didorong
oleh laju teratur kaki?kakiku. Setiap langkah pendek,
setiap berlambat?lambat, berarti hilangnya energi. Dan
kehilangan energi berarti kehilangan kecepatan.
Aku menikmati disiplin dalam berlari. Bukan hanya
kemauan keras yang dibutuhkan untuk memaksa diri
agar tetap bergerak saat tubuh menyumh berhenti.
Namun juga disiplin untuk memastikan bahwa setiap
otot di tubuh bergerak sebagaimana harusnya, saat
diharuskan.
Para pengamat memuji gaya lariku. Tapi gayaku
tidak alamiah. Aku telah mempelajarinya bertahuntahun dengan konsentrasi penuh. Frank-lah gurunya.
47 Aku pertama kali bertemu Frank saat berlari di
Cambridge. Ia melatih lari jarak menengah di klub di
sebelah utara London. Terkadang'ia datang ke Cam?
bridge untuk melatih beberapa dari kami. Lebih sering
aku yang menemuinya pada hari Minggu untuk belajar.
Memang aku mempunyai bakat alami. Aku bahkan
menikmati lari lintas alam sejak berusia sebelas tahun.
Dengan suka rela aku akan berlari bemtil?mil melintasi
bentangan padang di Yorkshire, sesuatu hal yang
sulit dimengerti kawan?kawanku. Setelah masa puber,
aku sudah mantap. Otot kakiku telah berkembang
besar dan kuat, dan aku telah mendapat kecepatan
yang diperlukan untuk menjadi pelari jarak menengah
yang baik. Di Cambridge, aku menceburkan diri dalam
atletik dan mendapat medali di tahun pertamaku.
Tapi Frank?lah yang benar?benar mengajariku cara
berlari. Bukan hanya secara fisik, namun juga dalam
pikiran. Aku mempunyai tekad yang dibutuhkan; ia
tahu bagaimana menyalurkannya. Kami lama bekerja
susah?payah untuk memperbaiki teknikku. Selama la?
tihan kecepatan, ia memaksaku mengerahkaii 100%
tenagaku pada tiap kaki, sementara tubuhku menyuruh
hanya 90% saja. Dan ia- mengajariku bagaimana
berlomba, bagaimana membagi bukan hanya energi
fisik, namun juga energi mental.
Dan ternyata berhasil. Pada awalnya sukar dan
lambat, namun kecepatanku bertambah setiap tahun.
Setahun setelah meninggalkan Cambridge, untuk pertama kalinya aku berlari membawa nama Inggris.
Musim berikutnya aku tidak lolos seleksi untuk Olimpiade. Selama enam tahun berikutnya, kecepatan dan
konsistensiku membaik, cukup untuk memenangkan
sebuah tiket ke Olimpiade.
48 Tahun itu Frank dan aku melakukan segalanya
untuk membawaku ke puncak kebugaran mental dan
fisik. Pihak bank sangat membantu, pekerjaanku sering
menjadi paro?waktu.
Tekanan itu berjalan baik. Aku berhasil mengalahkan pelari lain sehingga berhasil masuk final semen?
tara persediaan tenagaku masih banyak.
Di hari final, aku merasa sangat siap. Aku sangat
bugar, dan penuh tekad. Ada empat pelari lain yang
telah mencatat waktu lebih baik dariku, tapi aku
akan mengalahkan mereka semua. Rencanaku sederhana saja. Aku akan mulai lomba itu dengan cepat
dan memimpin di depan. Ada dua atau tiga pelari
yang lebih cepat dariku saat menjelang finis. Aku
harus memastikan mereka kalah di seratus meter
terakhir.
Aku menjalankan rencanaku, tapi dalam enam ratus
meter pertama, pelari lain tetap berada di sampingku.
Setlap kali aku melesat, yang lain dapat mengejar.
Lalu, pada dua ratus meter terakhir, aku panjangkan
langkahku sedikit dan perlahan mulai melewati yang
lain. Selama seratus lima puluh meter aku berlari
lima meter di muka para pelari terbaik dunia. Massa
d1 stadion Olimpiade yang besar itu memberi semangat
padaku?aku yakin mereka memberi semangat hanya
padaku seorang. Itu adalah lima belas detik terbaik
dalam hidupku.
"Lalu, lima puluh meter sebelum garis akhir, dua baju
h1jau melesat melewatiku, yaitu pelari dari Kenya dan
Irlandia yang berjuang mencapai garis akhir. Kuperintahkan kakiku untuk bergerak lebih cepat, melangkah
lebih jauh, tapi mereka tidak menurut. Mendadak,
49 massa memberi semangat bagi dua pelari yang berada
satu?dua meter di depanku, bukan untukku. Seakan aku
dengan perlahan?lahan beggerak mundur.
Aku akhirnya berhasil menyentuh garis finis di
tempat ketiga dan memenangkan medali perunggu.
Selama beberapa bulan sesudahnya, aku tenggelam
dalam perhatian yang kuterima. Dari media massa,
dari teman?teman di kantor, orang?orang yang kutemui
dalam bisnis, bahkan dari orang?orang di jalan. Tapi
di samping kegembiraan itu, aku tidak dapat menyembunyikan sebuah fakta sederhana dari diriku sendiri.
Aku telah gagal. Aku telah mencurahkan segalanya
untuk lomba itu, setahun dalam hidupku dibaktikan
untuk saat selama satu setengah menit itu. Dan aku
gagal.
Catatan waktuku saat lomba itu adalah yang terbaik.
Saat aku melanjutkan berlatih dan berlomba untuk
musim berikut, catatan waktuku tidak pernah sebagus
itu lagi. Aku mulai depresi. Aku semakin yakin aku
takkan dapat memperbaiki hal yang satu itu. Dan
untuk mendekati prestasi itu akan menyerap semua
energiku. )
Aku butuh waktu untuk berbagai hal lain. Untuk
teman?teman. Aku ingin pekerjaan yang dapat
mengembangkan diriku. Aku ingin tantangan baru.
Maka aku berhenti.
Ketika kuberitahu Frank mengenai hal ini, kukira
ia akan marah padaku. Tapi ia menerimanya dengan
sangat baik. Pada kenyataannya, ia sangat mendukung.
"Aku sudah terlalu banyak melihat anak muda
mengorbankan hidup mereka pada atletik," ujarnya.
"Masukilah dunia nyata dan lakukan sesuatu."
50 Diam?diam, kukira ia tahu, seperti aku juga, bahwa
aku telah mencapai puncak tujuanku. Ia tidak ingin
aku kehilangan benahun?tahun dalam hidupku hanya
Kolusi Bursa Free To Trade Karya Michael Ridpath di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk menggapai medali emas yang tidak akan pernah
kucapai.
Jadi aku menyerah. Dan aku memasuki dunia nyata
untuk memenangkan sesuatu yang baru. Transaksi.
Aku melesat menuju danau, melewati pasangan
paro-baya, pejoging terengah?engah yang berlari dengan kecepatan jalan kaki. Seekor anjing setter berlari
menuju ke arahku, tidak memedulikan teriakan pemiliknya untuk berhenti. Ia melonjak-lonjak di sampingku
sejauh beberapa meter sebelum pergi ke arah seekor
terrier yang sedang menggonggongi tupai di pohon.
la meloncati pasangan ymg sedang berpelukan, yang
sama sekali tidak ambil peduli.
Aku masih ingin berlari. Aku berlari tiga?empat
kali seminggu, sekitar tiga atau empat mil mengitari
Hyde Park secepat mungkin. Aku perlu gemuruh
adrenalinku, kertikmatan masochistic dari rasa lelah
yang amat sangat.
Aku berpikir tentang transaksi obligasi Swedia
kemarin. Seulas senyum tersungging di bibirku saat
kuingat kembali perasaan manis ketika tahu bahwa
aku benar dan bursa salah. Atau tepatnya, Hamilton
dan aku benar. Aku telah bekerja dengan baik sebagai
seorang trader pemula. Itu adalah pertama kalinya
aku berada di bawah tekanan, tekanan yang benarbenar berat, dan aku berhasil mengatasinya dengan
baik. Memang pada suatu titik aku merasa takut, tapi
aku dapat mempertahankan keberanianku. Rasa takut
adalah bagian penting dari kegembiraan itu. Bagaikan
51 seorang pelari yang harus mengatasi rasa sakit untuk
mendapatkan gemuruh adrenalin, maka seorang trader
harus merasa takut.
Aku ingin tahu apa yang akan dikatakan Hamilton
saat ia kembali. Ini adalah kesempatan sejatiku yang
pertama untuk membuktikan diri padanya, dan aku
telah berhasil melakukannya. Kuharap ia akan menghargainya.
Aku menghindari serombongan wanita Arab yang
sedang asyik mengobrol dalam pakaian berkerudung
hitam dan penutup wajah berwarna emas, lalu membelok ke kiri menuju ke luar taman. Kupanjangkan
langkahku saat berlari beberapa ratus meter menuju
apartemen tempat tinggalku.
Kuambil kunci masuk gedung dari kantong celana,
dadaku terasa lega, keringat membasahi otot?ototku
yang lelah. Kubuka pintu, melangkahi tumpukan surat
tak berharga yang tak sempat dibuka, dan naik tangga
menuju lantai dua.
Aku memasuki apartemenku, segera meregangkan
otot?otot, dan terduduk di sofa. Kupandang sekitarku,
terlalu lelah untuk bergerak. Tempat kecil itu cukup
nyaman. Satu kamar tidur, ruang tamu dengan dapur
kecil di sampingnya, dan sebuah lorong. Aku menjaganya agar tetap rapi; harus begitu, karena tempat
ini sangat kecil. Perabomya sederhana, praktis, dan
murah. Di rak terdapat kumpulan piala lomba lari
yang merupakan milikku paling berharga, dan foto
hitam?putih ayah dan ibuku yang sedang bersandar
pada dinding batu. Mereka tampak tersenyum padaku
dengan kebahagiaan dua puluh tahun lalu yang sudah
hilang.
52 Tidak berlebihan, tapi aku menyukainya. Sarang
mungil yang nyaman.
Sambil mengerang, kuangkat diriku dari sofa dan
melangkah dengan otot kaku ke kamar mandi untuk
berendam.
Segera setelah aku bekerja kembali di hari berikutnya, kurenggut The Wall Street Journal dari meja
Karen, tempat surat kabar itu ditaruh setiap pagi.
Dengan terkejut kusadari koran itu bergetar sedikit
ketika aku me_ncan' kolom saham dengan tanda GYPS.
Itu dia. 11 "4 dolar. Saham itu naik lebih dari
50% dalam semalam! Aku berbalik melihat Debbie
memasuki ruang transaksi sambil memegang secangkir
kopi. Ia melihat halaman yang sedang kubaca.
"Jadi?" tanyanya.
"Sebelas seperempat," sahutku tersenyum menyenngar.
"Aku tak percaya!" katanya, merenggut koran itu
dariku. Ia berteriak, dan melemparkan koran ke udara.
Semua memalingkan wajah untuk melihat apa_yang
terjadi.
"Aku kaya raya!" teriaknya.
"Tidak sangat kaya," ujarku. "Hanya beberapa
ribu dolar."
"Oh, diamlah kau, orang pelit," ujar gadis itu.
"Aku akan langsung pergi membeli champagne. Kita
punya orange juice di lemari es. Buck's Fizz untuk
semua." Aku agak ragu?ragu, tapi Gordon dan Rob
berdecak. Bahkan Jeff mengusap?usap tangannya penuh
harap. la punya alasan tersendiri untuk bergembira.
Dalam semalam, model ekonomi kepercayaan Jeff
53 melakukan tugasnya, mengubah beberapa dolar menjadi ribuan.
Gadis itu kembali dalam waktu seperempat jam
sambil membawa ember es berisi sebotol champagne.
Aku tidak tahu dari mana ia mendapatkannya sepagi
ini. Gelas dan orange juice diambil dari lemari es,
dan dalam beberapa menit kami semua memberi toast
bagi Gypsum Company of America.
"Seharusnya kita melakukan ini setiap pagi," ujar
Rob, memandang senang pada gelembung yang bermunculan dalam gelasnya.
"Tuan dan penguasa kita bisa kesal," ujar Gordon.
"Tidak akan," sahut Debbie. "Aku tak bisa membayangkan dia kesal dengan apa pun. Lebih mungkin
hanya pandangan dingin dan ceramah singkat, "De
Jong and Company membanggakan diri dengan profe
sionalismenya, dan kau, Robert, tidak bertingkah laku
profesional, ujarnya dengan aksen Skotlandia kental,
yang berhasil menyerupai gaya khas Hamilton.
Rob tertawa. "Yah, sebaiknya kau buang itu,"
ujarnya, menunjuk botol kosong di meja Debbie.
"Oh, ia tidak akan masuk sebelum jam makan
siang," ujar Debbie. '
"Oh begitu," terdengar suara dalam yang tenang dari
pintu ruang transaksi. Mendadak, mangan langsung
hening. Jeff kembali ke kertas?kertas print out
komputernya dan Rob, Gordon, serta Karen menyusut
kembali ke meja masing?masing. Seperti murid kelas
lima yang ketahuan bertindak nakal oleh kepala sekolah.
ini konyol. Kanti bukanlah anak sekolah, dan
Hamilton bukan kepala sekolah.
Setelah lama tak ada suara, kuangkat gelasku pada
Hamilton, "Selamat datang kembali. Cheers."
54 Hamilton hanya menatapku.
Sapaanku menimbulkan keberanian Debbie. la
menghampiri Hamilton dengan botol dari gelas. "Anda
mau segelas?" tanyanya.
Pandangan Hamilton berpindah ke arahnya. Ia tidak
mengacuhkan tawaran gadis itu. "Pesta untuk apa?"
tanyanya.
, "Aku baru berhasil!" jawab Debbie, semangatnya
masih menyala?nyala.
"Senang mendengarnya," ujar Hamilton, "Transaksi
apa?"
Debbie tertawa. "Oh bukan, bukan De Jong yang
berhasil, tapi aku. Aku membeli beberapa saham
kemarin, dan hari ini harganya naik lima puluh
persen."
Hamilton menatap Debbie dengan tajam selama
beberapa detik. Lalu ia berkata dengan suara tenang
dan dalam, tanpa tanda_tanda marah, "Beri aku waktu
untuk menaruh tas dan setelah itu kita akan ke ruang
rapat."
Debbie mengangkat bahu, menaruh kembali gelasnya, dan mengikuti Hamilton ke mejanya. lalu bersama
pria itu keluar dari ruang transaksi.
"Wah," ujar Rob, "Aku tak mau ada di dalam
sana."
Sepuluh menit kemudian Debbie keluar. la memusatkan perhatian ke satu titik di mejanya dan langsung
menuju ke sana, tanpa melihatkiri?kanan. Pipinya
memerah sedikit. Mulutnya terkunci rapat?rapat. Tidak
ada tanda?tanda air mata, tapi tampaknya ia takut,
kalau melonggarkan satu otot saja di wajahnya, maka
air matanya akan tumpah. Gadis itu duduk, menatap
55 layar komputernya, dan mulai menghitung yield obligasi di kalkulatomya dengan penuh amarah.
Hamilton memasuki ruangan dan berjalan di tengah
keheningan menuju mejanya sendiri. Ia mengambil
beberapa kertas dari tumpukan di kotak pesan dan
mulai membaca. Ketegangan itu hanya dipecah o_lehx
suara Rob, yang menjawab telepon dari seorang broke'r dengan sikap riang yang berlebihan. .
Setelah setengah jam atau lebih, Hamilton datang
ke mejaku dan duduk di kursi di samping meja.
Debbie sengaja tidak mengacuhkannya, terus mengetikkan angka?angka ke dalam kalkulatomya. Walaupun
sudah bekerja dengan Hamilton selama enam bulan,
aku selalu merasa gelisah kalau berbicara dengannya.
Rasanya sulit berbicara santai; ia tampak mendengarkan semua yang kukatakan dengan sangat saksama
sehingga aku takut mengucapkan sesuatu yang bodoh
atau salah.
Ia tetap duduk di sana, membolak?balik laporan
yang berisi garis besar transaksi yang kami lakukan
saat ia pergi.
"Anda kembali lebih cepat dari yang kami kira,"
ujarku, untuk memecahkan keheningan.
Hamilton tersenyum tipis."Ya, aku dapat penerbangan lebih awal."
"Bagaimana perjalanannya?"
"Bagus. Sangat bagus. De Jong mulai membangun
nama di Jepang. Aku mempunyai harapan besar pada
sebuah pemsahaan asuransi, Fuji Life. Kemungkinan
mereka akan memberi kita sejumlah uang untuk dikelola, dan kalau benar, jumlahnya pasti besar." _
"Hebat." ltu berita yang bagus. Sebuah perusahaan
56 manajemen investasi seperti De Jong dinilai dari
jumlah dana yang dikelolanya. Investor baru yang
besar benar?benar dapat membuat kami diperhitungkan.
"Bagaimana kabar pekerjaanmu di sini?" tanya
Hamilton, jarinya terus membolak?balik lembaran
laporan.
"Yah, kami bersenang?senang sedikit dengan obligasi baru, seperti yang sudah Anda ketahui."
"Ah ya. Bagaimana kabar obligasi Swedia itu?"
tanyanya.
"Bergerak naik perlahan namun pasti," sahutku,
berusaha menahan kebanggaan dalarn nada suaraku.
"Yah, jangan 'terlalu cepat menjualnya, jalannya
masih panjang."
"Oke."
"Dan waspadai obligasi baru lain. Setelah keberhasilan obligasi Swedia itu, orang akan membeli apa pun
asalkan harganya pantas. Sekarang bagaimana dengan
dua juta Gypsum of America yang aku lihat kita beli
ini? Aku sudah berusaha menjualnya selama setahun."
Aku terdiam sejenak, kecewa dan sedikit kesal.
Tidak ada ucapan "kerja yang bagus." Bahkan tidak
ada senyum. Kusadari aku telah menunggu kembalinya
Hamilton dan penghargaan yang menurudkuterima. Makin bodoh saja aku. Dalam dunia Hamilton, mengambil risiko dan mencapai keberhasilan
adalah hal yang tak perlu disyukuri.
Aku berusaha menahan kejengkelan dalam suaraku,
dan kujelaskan tawaran Cash pada obligasi Gypsum
serta keputusanku untuk tidak menjualnya. Aku lalu
memberitahu Hamilton mengapa aku memutuskan untuk membeli lebih banyak.
57 "Hmm," sahut Hamilton. "Dan sekarang berapa
harganya?"
"Masih sama dengan harga pembelianku, delapan
puluh dua," jawabku. "Tapi harga sahamnya naik ke
sebelas seperempat. Obligasinya akan segera ikut naik."
"Ya. Debbie memberitahuku bahwa kau juga telah
membeli saham untuk rekeningmu sendiri." Hamilton
menatap tajam padaku. "Hati?hati, Paul. Kau takkan
terus?menerus beruntung. Dan kalau kau tak beruntung,
pastikan hal itu tidak akan membuatmu bangkrut."
Aku dapat merasakan wajahku menjadi panas. Aku
telah menghasilkan keuntungan besar dari obligasi
Swedia itu dan tampaknya aku juga akan mendapat
lebih banyak lagi dari Gypsum. Aku berhak atas
penghargaan, demi Tuhan! Seharusnya Hamilton merupakan orang terakhir yang mengkritikku karena telah
berani mengambil risiko.
"Terima kasih," kataku. "Akan kuingat itu."
"Bagus." ujar Hamilton. "Sekarang, apa kau punya
yang menarik untuk minggu ini?"
"Sebenarnya, ya," jawabku. "Cash sore ini akan
datang dengan tangan kanannya untuk menawarkan
sebuah transaksi."
"Jangan lagi," sahut Hamilton. "Kukira satu sudah
cukup untuk seminggu." '
"Tidak, yang ini lain. Ini sebuah junk bond, untuk
Tahiti, sebuah hotel baru di Las Vegas. lni transaksi
yang penuh risiko, karena hampir seluruh ongkos
pembangunan kasino dibiayai dengan pinjaman. Tap1
memberi yield empat belas persen."
"Nah, itu jumlah yang banyak. Kuharap kita bisa
mengatasi risikonya. Dari sini kau bisa dapat untung."
58 Aku juga berharap demikian. Junk bond, atau
secara halus disebut sebagai obligasi ber?yield tinggi,
dapat menjadi sangat menguntungkan. Dan juga dapat
sangat berbahaya. Sebutan yield tinggi berasal dari
coupon berbunga tinggi yang dibayar obligasi ini.
Nama junk datang dari risiko tinggi yang ditanggung.
Biasanya junk bond dikeluarkan oleh perusahaan yang
Kolusi Bursa Free To Trade Karya Michael Ridpath di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dibebani u'ngkat pinjaman tinggi. Kalau semua berjalan
lancar, maka semua orang bahagia; investor junk
bond mendapat coupon berbunga tinggi mereka, dan
pemilik perusahaan dapat mengeruk keuntungan dari
investasi awal yang terkadang hanya kecil saja jumlahnya. Sebaliknya bila tidak lancar, maka perusahaan
itu tidak mampu mendapat cukup dana untuk membayar tagihan bunganya dan bangkrut, membuat pemegang dan pemilik jdnk band itu hanya memiliki
kenas tak bernilai. Rahasia untuk berinvestasi dengan
sukses dengan mencari perusahaan yang dapat bertahan. Di sinilah pengalamanku sebagai analis kredit
dipakai. Hamilton ingin mulai membeli junk band,
dan ia telah khusus menyewa seseorang dengan keahlian kredit untuk membantunya. Aku sudah menantinanti kesempatan pertama untuk menunjukkan keahlianku, walaupun aku tidak tahu apa?apa tentang kasino
dan lebih daripada sekadar curiga pada transaksi
baru Bloomtield Weiss.
"Yah, beri tahu aku bagaimana hasilnya," ujar
Hamilton. Lalu ia berdiri dan pergi kembali ke mejanya sendiri. _
Debbie menggumamkan sesuatu yang terdengar sangat mirip dengan "Bajingan!"
"Ada apa?" tanyaku.
59- la menengadah sejenak, wajahnya masih tegang
dengan usaha menguasai perasaan.
"Tidak ada apa-apa," sahutnya dan kembali menekuni kalkulator. Kemarahan terpancar dari mejanya.
Kulihat arlojiku. Sudah pukul 11.45. _
"Hei, sudah hampir jam makan siang. Bagaimana
kalau kita keluar dan makan sandwich?" ujarku.
"Masih terlalu pagi," jawab Debbie.
"Ayolah," Ujarku tandas.
Debbiemengeluh pendek dan membuang penanya
ke meja. "Oke, ayo pergi."
Kanti mengabaikan toko sandwich Italia langganan
kami di seberang jalan, dan berjalan ke Birley's di
Moorgate. Sambil menggenggam sandwich kalkun dan
sandwich avokad yang harganya selangit, kami berjalan ke Finsbury Circus.
Hari itu sangat indah. Matahari bersinar dan angin
lembut berembus membelai gaun para sekretaris yang
sedang berjalan di lapangan rumput di tengah?tengah
Circus; mereka ingin berjemur saat jam makan siang.
Kami menemukan sepetak rumput kosong dengan pemandangan ke arah lapangan cricket. Para pemuda
dengan kemeja bergmis-garis biru cerah dan bretel
merah sedang bermain di sana. Gumaman samar
perbincangan santai terdengar mengambang di antara
pekerja kantor yang duduk menyebar di lapangan itu,
tubuh dan wajahipucat mereka menghadap ke matahari
bulan Juli.
Kami mengunyah sandwich dengan diam, memandang orang lalu lalang.
"Jadi?" tanyaku.
"Jadi, apa?" ujar Debbie.
60 T "Kau mau menceritakannya padaku?"
Debbie tidak menjawab. la bersandar dengan sikunya dan mengangkat wajahnya ke langit, matanya
tertutup. Akhimya, ia membuka matanya kembali dan
berpaling ke arahku.
"Kukira aku harus mengundurkan diri," ujarnya.
"Hamilton benar, aku tidak cocok di sini."
"Omong kosong," ujarku, "Kau cepat sekali belajar.
Kau punya bakat alami."
"Amatir alami, begitu menurut Hamilton. Aku mempunyai sikap yang keliru. Trader sepertiku dianggap
berbahaya. Mereka ceroboh. Mereka menghilangkan
uang. Kecuali kalau memperbaiki tingkah laku, aku
tidak punya masa depan. Dan tahukah kau, aku tidak
peduli. Terkutuklah aku kalau mau menjadi robot
pengikut si Skotlandia itu, hanya untuk memberi
klien De Jong keuntungan ekstra setengah persen.
Tapi semuanya oke buatmu. Dia suka padamu. Semua
dedikasi dan kerja kerasmu. Matahari menyinari semua
tindakanmu. Tapi aku tak bisa seperti itu. Maaf
saja."
Ia mengalihkan wajah dariku ketika berusaha menghapus air matanya.
"Lihat sekelilingmu," kataku, menunjuk pada kerumunan tubuh yang lalu lalang. "Apa kaukira semua
orang ini gagal? Kota ini tidak dipenuhi orang seperti
Hamilton atau bahkan seperti aku. Ada ratusan orang
sukses yang menikmati tawa ceria dan menghabiskan
jam makan siangnya dengan berbaring di bawah
sinar matahari."
Debbie melihatku dengan bimbang. .
"Dengar," ujarku, "Otakmu tajam, pekerjaanmu se
61 lalu selesai, kau sembilan puluh sembilan persen
akurat, mau apa lagi?" aku menaruh tanganku di atas
tangannya. "Kuberitahu apa yang kaupunyai dan tidak
dimiliki kanti semua," ujarku. "Orang suka bekerja
denganmu. Mereka suka berurusarLdenganmu. Mereka
menceritakan segala hal padamu?termasuk yang
mungkin seharusnya tidak boleh mereka katakan. Mereka memberimu perlakuan khusus. Jangan menganggap remeh pentingnya hal ini dalam bisnis."
"Jadi aku sebaiknya jangan menikah, jangan mempunyai dua koma dua anak dan makan es krim
sambil nonton Neighbours setiap sore? Pasti cocok
untukku. Khususnya dalam hal makan es krim." _
"Bisa kalau kau mau, tapi kau akan menyianyiakan bakatmu," ujarku.
"Yah, mungkin itu bukan keputusanku," ujarnya.
"Kalau bulan depan tidak bisa mengubah sikap, aku
harus keluar."
"l-larnilton berkata begitu?"
"Hamilton berkata begitu. Dan terkutuklah aku
kalau mau mengubah kepribadian hanya untuknya."
Gadis itu menaruh kepala di atas lutut, memeriksa
setangkai bunga daisy yang berada enam puluh senti
di mukanya.
"Apa yang ia katakan padamu tentang pembelian
saham Gypsum?" tanyanya.
"Dia tidak terlalu senang," ujarku. "Dia tidak
jelas?jelas berkata bahwa aku salah. Ia hanya berkata
aku seharusnya berhati?hati. Kalau dipikir?pikir, tidak
jelas apakah ia membicarakan saham yang kubeli
untuk rekeningku sendiri atau obligasi yang 'kubeli
untuk perusahaan. Apa pun juga, agak berlebihan
62 'l"
baginya mengkritik seseorang karena berani mengambil
risiko."
"Kau menyukainya, kan?" tanya Debbie.
"Yah, ya, kukira begitu," sahutku.
"Kenapa?"
"Sulit dijelaskan. *Ia memang bukan orang yang
hangat dan menyenangkan. Tapi dia adil. Dia jujur.
Dia profesional. Dan ia mungkin manajer investasi
terbaik di kota ini."
Kupandang sepasang pria?wanita yang perlahan bangun dari bangku di seberang kami. Bangku itu
langsung diambil alih dua bankir muda, mereka duduk
di sana untuk cuci mata. Ada banyak yang bisa
dilihat, bertebaran di atas rerumputan.
"Aku ragu ada orang lain seperti dia di kota ini,"
lanjutku. "Sungguh suatu kehormatan dapat bekerja
dengannya. Bila melihatnya sedang bekerja, aku jadi
terkesima. la selalu dapat melihat sisi yang terlewat
oleh orang lain. Dan ia punya cara untuk menarikmu
ke _dalam proses berpikirnya, membuatmu menjadi
kak1 tangannya dalam transaksi sebrilian apa pun
yang sedang ia kerjakan. Kau mengerti apa maksudku?"
Debbie mengangguk. "Ya, kukira aku mengerti."
la memandangku lekat?lekat. "Mengapa kau masuk
kerja setiap hari?" tanyanya.
"Untuk sesuap nasi," sahutku.
"Bukan hanya itu, kan?"
Aku merenung sesaat. "Tidak, aku ingin belajar
menjadi trader. Aku ingin belajar menjadi trader
yang lebih baik daripada yang lain."
"Mengapa?"
63 "Apa maksudmu mengapa? Bukankah sudah jelas?"
"Tidak, tidak terlalu."
"Ya, kurasa memang belum jelas." Aku bersandar
kembali dan bertelekan pada siku, memicingkan mata
menghindari sinar matahari yang menyorot tajam.
"Aku perlu memacu diri sepanjang waktu, sekeras
mungkin. Dan lalu sedikit lebih keras lagi. Aku
selalu seperti itu, bahkan sejak masih anak?anak.
Saat b'erlari, aku ingin menjadi yang terbaik. Bukan
yang kedua atau ketiga, tapi yang terbaik. Kukira
kebiasaan itu belum hilang."
"Aku iri denganmu. Dari mana kau dapat semangat
itu?" '
"Oh, aku tidak tahu," sahutku. Tapi sebenarnya
aku tahu. Ada alasan di balik siksa diri yang kuderita
ketika muda, tekad yang membuat Debbie cemburu,
yang membuatku tak bisa santai menikmati hidup
seperti orang lain yang "normal". Tapi aku tak ingin
mengungkapkan alasan itu pada Debbie atau siapa
pun di De Jong.
Debbie memandangku dalam?dalam. Lalu wajahnya
tersenyum lebar. "Kau aneh. Tidak, tidak aneh, kau
gila. Kau seharusnya langsung mencari psikiater sebelum berakhir menjadi Hamilton Mark ll. Kaulah
yang mempunyai masalah kepribadian."
Ia berdiri dan mengibaskan rumput dari bajunya.
"Lagi pula aku harus kembali ke kantor untuk mencat
kuku, dan kau harus berjuang di medan pertempuran
demi tuan dan penguasamu. Yuk, kita pergi."
Kami berjalan kembali ke kantor dengan semangat
yang jauh lebih baik. Sulit bagi Debbie untuk depresi
terlalu lama.
*** Aku berhenti di mesin kopi untuk mengisi kadar
kafein dalam tubuhku. Ketika cairan cokelat kasat
mengalir ke dalam cangkir plastikku, Rob datang ke
sampingku. "Kau sudah lihat Reuters?"
"Belum," sahutku, keingintahuanku timbul.
"Lihatlah," ia menyeringai. Kabar buruk, pikirku.
Aku kembali ke mejaku dan melihatnya. Tertayang
berita bahwa Kongres sedang mempertimbangkan suatu
perubahan dalam perjanjian pajak ganda antara Amerika Serikat dan Netherlands Antilles, tempat perlindungan pajak dan domisili favorit pihak?pihak yang
menerbitkan obligasi. IBM, General Electric, dan
AT&T semua menerbitkan obligasi melalui cabang
mereka di Netherlands?Antilles, seperti banyak peminjam lain yang kurang terkenal.
Aku menghela napas. Kami harus menganalisis
perubahan pajak ini. Seseorang harus memeriksa seluruh prospektus penerbit obligasi Netherlands Antilles
dalam portfolio kami. Benar?benar pekerjaan tidak
menyenangkan.
"Debbie? Situasi yang sangat menarik baru saja
muncul..."
Debbie menyela. Dengan latar belakang hukumnya,
dan waktu yang ia habiskan di bagian administrasi
De Jong, ia menjadi berkualitas dengan cara yang
unik, dan ia tahu itu. "Aku tahu apa keinginanmu.
Kau ingin aku membaca semua prospektus Netherlands Antilles yang pernah dicetak."
"Yah, eh..."
"Tak usah menyangkal. ltu tugas yang harus kula
65 kukan untuk perusahaan. Idiot seperti kalian membuang
sekeranjang uang dalam transaksi aneh, dan tinggal
aku yang harus mengerjakan hal?hal yang benarbenar glamor."
Tapi sepertinya suasana hati gadis itu sedang gembira ketika ia pergi untuk mengambil prdspektus.
Rob mengikutiku ke meja dan duduk di atasnya,
dengan secangkir kopi di tangannya. la menyeringai
pada Debbie yang melangkah pergi dan dengan iseng
melihat?lihat tumpukan riset di mejaku. Barang?barang
membosankan. la punya tumpukan sendiri yang bisa
dilihat?lihat kalau memang itu yang ia inginkan.
"Bisa kubantu?" tanyaku. _
'Tidak. Oh, tidak. Hanya melihat-lihat," sahut Rob.
Setelah satu?dua menit, ia berkata, "Sibuk mengerjakan sesuatu?"
"Tidak terlalu. Hanya ini?itu. Kau?"
"Tidak banyak." _
"Apa kau akan mengerjakan sesuatu yang menank
hari ini?" tanyanya."
"Biasa saja," aku tidak mau membantunya.
Hening. Rob terus membolak?balik berkas. la batuk
perlahan. "Kudengar kau berkata Cash Callaghan
hari ini akan datang bersama tangan kanannya?"
tanyanya.
Jadi itu maksudnya. "Ya," jawabku.
"Tangan kanannya itu maksudmu si Cathy Lasenby?"
"Kukira itulah namanya. Mengapa?"
Aku tersenyum. Aku tahu persis mengapa Rob
menanyakannya. la punya gairah besar terhadap wanita. Bukan sejenis nafsu seperti yang dimiliki kebanyakan laki?laki muda bujangan. Bukan seluruhnya
66 bersifat fisik. Rob selalu jatuh cinta. Makin tak dapat
diraih obyek cintanya itu, makin baik baginya. Pada
kenyataannya, setiap kali keinginannya hampir ter?
wujud, gairahnya jadi dingin, dan ia akan mencari
yang baru. Ia baru saja sembuh dari kegagalannya
dengan Claire Duhamel. Setelah akhirnya berhasil
membujuk Claire untuk makan malam bersama, Rob
jadi cemburu setengah mati karena Claire terus?menerus bercerita tentang seorang kawan pria di Paris.
Claire mengatakan bahwa Gaston adalah satu?satunya
pria baginya. Selama dua minggu tak ada yang bisa
menghibur Roh.
Ia juga membawa energi dan semangatnya ke bidang di luar kehidupan cintanya. Ia seorang trader
yang sangat emosional. Ia mempunyai feeling dalam
perdagangan. Ia mengatakan pandangannya berdasarkan logika, namun itu hanyalah pembenaran dirinya.
Kolusi Bursa Free To Trade Karya Michael Ridpath di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tak soal apakah ia menyukai pasar atau membencinya.
Ia tidak selalu tepat, dan kalau ia keliru, maka dunia
berubah menjadi tempat yang sangat kelam._ Bagaimanapun, seperti Gordon, chanis kami, ia lebih sering
tepat daripada salah, dan itulah yang penting.
Kalau memandang Rob, tak seorang pun akan
menduga ia punya emosi yang begitu kuat. Ia tampak
sangat biasa; rambut cokelat muda biasa, wajah bulat,
tinggi sedikit di bawah sedang. Tapi kejujurannya
dalam menyatakan perasaan mempunyai karisma tersendiri. Kaum wanita menganggapnya "manis" dan
tertarik padanya, paling tidak pada saat pertama kali
kenal. Harus kuakui dalam beberapa bulan terakhir
ini aku mulai menyenanginya. la menyenangkan saat
berhasil mencetak uang, dan aku telah belajar untuk
67 menghindarinya saat ia gagal. Harus kukatakan bahwa
menurutku pergumulan romantisnya selalu menarik,
selalu ada krisis baru untuk diceritakan.
Rob tidak mengacuhkan ekspresi wajahku. "Aku
selalu terpesona pada junk bond. Kedengarannya akan
menjadi rapat yang menarik. Tidak keberatan kalau
aku ikut?" "
Aku tertawa. "Tidak, tentu saja tidak. Nanti pukul
tiga siang. Masih banyak waktu untuk ke toko bunga
di seberang jalan."
Rob merengut mendengarnya tapi tidak dapat menahan senyumnya yang berubah menjadi tawa lebar
ketika ia pergi. Aku sudah menunggir?rrunggu rapat
itu. Sebagian karena aku ingin kembali menancapkan
kuku di dunia analisis kredit. Sebagian lagi karena
aku ingin melihat wanita yang begitu membangkitkan
minat Rob.
Mereka tiba pukul tiga tepat. Sulit membayangkan
dua orang yang begitu kontras seperti mereka. Cash
memimpin di depan, melenggangkan tubuh pendeknya
yang agak kelebihan berat melalui pintu ruang rapat,
dan meneriakkan halo dengan suara Brooklyn?nya
yang serak dan keras. Cash Callaghan, aslinya beri
nama Charles Callaghan, telah membangun reputasr
di New York sejak ia pindah ke London. Ia adalah
producer top di Bloomtield Weiss, yang berarti ia
telah menjual obligasi lebih banyak daripada seratus
lebih salesman lain di perusahaannya. Gaya hidupnya
mencerminkan kesuksesannya. Nama Cash menunjukkan sejumlah besar uang cash yang didapatnya, dan
juga yang dihabiskannya. Ia adalah tokoh legendarrs.
68 ...1 -"4-0
Kepribadiannya seolah memenuhi tiap ruangan di
mana ia berada. Selera humor dan gelak tawanya
membuat orang tertarik padanya. ia membuat orang
merasa sebagai teman istimewanya yang mendapat
kehormatan menjadi kawan seseorang yang demikian
populer?membuat orang merasa penting. Orang jadi
ingin menyenangkan hatinya, menunjukkan penghargaan pada persahabatannya. Orang mau berbisnis
dengannya.
Semua orang merasakan daya tarik itu, termasuk
aku. Aku berusaha keras melawannya. Aku tidak
percaya padanya. Sebagian karena mata kecilnya yang
berwarna blm pucat seakan terpisah dari senyumnya
yang lebar dan giginya yang putih cemerlang. Saat ia
dan semua orang di sekitarnya tersenyum" dan tertawa,
mata kecil itu memandang tajam ke mana-mana, menilai mereka yang berada di sekitarnya, mencari calon
pembeli. Sebagian lagi karena aku curiga ia pernah
beberapa kali berusaha menipuku. Tak diragukan ia
berhasil melakukannya dengan klien lain, dan tak
diragukan mereka masih datang kembali padanya untuk
melakukan bisnis.
Di belakang tubuh Cash tampak Cathy. Tubuh
wanita itu tinggi semampai, dan_ia berjalan memasuki
ruangan dengan keanggunan yang kaku dan canggung.
Rambutnya yang hitam diikat erat ke belakang lehernya. la mengenakan blus putih licin di balik jas biru
yang tampak mahal, dan sepasang anting-anting mutiara kecil yang cantik. Ia mempunyai tubuh yang
ditakdirkan untuk mengenakan pakaian elegan, ramping
dengan lekukan tajam. Tapi aku selalu tertarik pada
matanya yang besar dan cokelat, yang dengan hati-hati
69 menghindari kontak dengan siapa pun dalam mangan.
Aku dapat mengerti apa maksud Rob. Wanita 1
mempunyai campuran kecantikan dan kerapuhan yang
tak tersentuh, yang pasti memberi Rob berbagai masalah.
Ketika kami duduk, Cash mulai berkata, "Paul,
aku perkenalkan kolega baruku, Cathy Lasenby. Cathy,
ini Paul Murray, salah satu klien kita yang lebih
berhasil daripada yang lain." Pria itu tersenyum lebar
ke arahku. "Aku rasa kau sudah pernah bertemu
dengan Rob." .
Cathy memberi kami sebuah senyum tipis, hampir
tak mengangkat ujung bibirnya. Aku mengangguk ke
arahnya, dan Rob tersenyum konyol serta menggumamkan sesuatu yang tak dapat dimengerti pada wanita itu.
"Tidak banyak pelanggan kita yang mampu melihat
kesempatan sebagus transaksi Swedia yang baru itu,
dan yang punya nyali untuk mempertaruhkan sebanyak
yang dilakukan Paul," lanjut Cash. "Bahkan orang nekat pun kadang?kadang benar,"
ujarku. "Ada pembeli lain lagi, dari Amerika, yang
membeli lima puluh juta. la pasti mendapat uang
banyak. Siapa ya, kira?kira."
"Oh, itu bank simpan?pinjam kecil dari Phoenix,
Arizona," jawab Cathy. Gaya lnggris?nya yang jernih
sangat kontras dengan celoteh New York Cash yang
kasar. Suara wanita itu terdengar dalam, dari sedikit
angkuh, menunjukkan latar belakang pendidikan yang
, mahal. Aku punya kelemahan pada suara semacam
itu; suaranya bagiku terdengar sangat seksi. "Ia sering
mengambil risiko semacam itu. Bahkan ia cukup ahli
melakukannya."
Sesaat dahi Cash berkemyit, menunjukkan ketidak
70 setujuannya. Seorang pembeli seharusnya tidak mengetahui apa yang dilakukan pembeli lainnya. Menurut
teori, hal itu untuk melindungi kerahasiaan klien.
Dalam prakteknya kurasa hal itu untuk mencegah
para pembeli bersekongkol mengeroyok bank investasi.
Cathy menunjukkan kekurangpengalamannya dengan
melanggar aturan itu.
Ia menyadari ketidaksetujuan Cash dan wajahnya
memerah. "Tapi aku yakin kau bisa menyimpan informasi itu untukmu sendiri," tambahnya, memandang
ke depan, namun tidak tepat padaku.
"Oh, tentu," sahutku.
Seringai Cash kembali lagi di bibirnya. la berdeham. "Seperti kalian ketahui, hari ini kami datang
untuk berbicara tentang obligasi baru ber?yield tinggi
yang akan kami luncurkan untuk Tahiti Hotel. Cathy
akan memberikan garis besar perincian transaksinya.
Sebelum mulai, aku ingin kalian tahu bahwa kami di
Bloomtleld Weiss berpendapat ini penawaran yang
hebat. Akan terjadi kelebihan permintaan. Dan bakal
sukses besar. Ada banyak uang yang dapat dihasilkan
dari sini bagi Orang?orang cerdas yang dapat memutuskan dengan cepat." ,
Aku bertanya?tanya apa ada transaksi yang dijual
Cash yang bukan sukses besar. "Silakan lanjutkan,"
ujarku.
Cathy mulai. "Kalian mungkin berpikir investasi di
kasino sangat berisiko. Kalian sudah mendengar tentang 'Orang yang membobol Bank di Monte Carlo'.
Dalam hati kalian bertanya: Buat apa membiayai
operasi yang sewaktu?waktu bisa dibangkrutkan oleh,
seorang pemabuk beruntung? '
71 "Nah, bila kalian berada di pihak rumah judi,
maka kemenangan bukan lagi bergantung pada keberuntungan, melainkan pada persentase yang dapat diandalkan. Dalam jangka panjang, proporsi taruhan total
yang dimenangkan kasino terbukti sangat konstan.
Permainan yang berbeda?beda mempunyai persentase
yang berbeda?beda pula. Mesin jackpot memberi
keuntungan tipis namun bervolume tinggi. Keuntungan
terbesar datang dari sekitar seribu lebih penjudi kelas
kakap dunia yang benaruh, dan kalah, dalam jumlah
besar. "Jadi, rahasia menjalankan kasino yang sangat
menguntungkan adalah dengan memastikan agar para
pemain kelas kakap ini menghabiskan waktu sebanyak
mungkin di kasinomu. Dengan pemikiran inilah Tahiti
dibangun dan dikelola. Tempat ini akan rnenjadi
kompleks hotel dan perjudian paling menarik dan
mewah di Las Vegas. Hotelnya bertema laut selatan
dengan dekor pohon kelapa, laguna, dan iklim dalam
ruangan yang diatur khusus agar menambah efek
keseluruhan." _
Ia memberi Rob dan aku seberkas foto mengilat
yang memperlihatkan model kasino baru itu. Bangunannya sendiri tampak mengesankan. Dua yang
paling menonjol adalah gedung putih tinggi dan sebuah
atrium kaca yang berisi pohon dan air. Rob, kuperhatikan, hanya sekilas menatap berkas itu tapi terusterusan memandang Cathy. _
"Lokasi yang bagus sangat penting untuk memastikan bahwa kasino akan menarik perhatian sebanyak
mungkin orang yang hanya iseng lalu lalang," lanjutnya, memberi kami peta Las Vegas. "Tahiti terletak
72 _di daerah Strip, di antara The Sands dan Caesar's
Palace. Keduanya adalah kasino paling populer di
Las Vegas, dan kami berharap banyak pengunjung ke
daerah ini ingin singgah untuk melihat seperti apa
Tahiti itu.
"Kasino itu mempunyai dua ribu lima ratus kamar
hotel, termasuk dua belas kamar suite imperial mewah
yang tersedia gratis bagi para pemain judi terbesar
dunia. Ada pula tempat parkir untuk empat ribu
mobil dan ruang pertunjukan dengan seribu tempat
duduk, di mana para penghibur kenamaan akan tampil
setiap malam. Tujuan dari semua ini bukanlah untuk
menghasilkan uang, melainkan untuk menarik orang
pergi ke meja judi.
"Seluruh kompleks akan memerlukan biaya tiga
ratus juta dolar. Sekarang sedang dalam taraf penyelesaian, dan menurut rencana akan buka bada permulaan September. Silakan lihat perhitungan finansial yang
kubawa ini," Cathy memberi Rob dan aku dua buah
dokumen. "Sebagaimana yang kalian lihat, arus pendapatan neto diharapkan sebanyak dua kali biaya bunga
dalam tahun pertama. Dengan memandang ke masa
depan, maka akan kalian lihat rasio ini meningkat
seiring dengan makin banyaknya keuntungan kasino.
"Obligasi baru ini akan mempunyai coupon empat
belas persen dan jatuh tempo sepuluh tahun. Dijamin
dengan hipotek tingkat pertama atas kasino tersebut,
sehingga kalau tempat itu tidak mendapat cukup uang
untuk membayar kembali pinjaman ini, maka Anda
kalian menjadi pemilik lahan properti yang sangat
menarik.
"Ada pertanyaan?" kesan angkuh dalam suara Cathy
73 menaik ketika ia melemparkan pertanyaan ini bagai
menantang.
Beberapa menit suasana hening ketika aku dengan
cepat memetiksa angka?angka di hadapanku. Penawaran ini memang kelihatan sangat menarik, tapi
masih banyak yang harus kuketahui terlebih dulu.
"Harus kuakui aku tidak tahu banyak tentang bisnis
kasino," ujarku. "Dan ada banyak riset yang masih
harus kulakukan. Tapi aku punya beberapa pertanyaan
dasar. Pertama, apa yang akan terjadi dengan perhitungan muluk ini bila terjadi resesi?"
"Sudah umum diketahui bahwa industri jenis ini
kebal resesi," sahut Cathy. "Kenyataannya, tingkat
hunian meningkat dalam resesi di awal 1980?an.
Alasannya, orang justru menjadi ingin bertaruh lebih
.banyak pada masa susah." la memandangku, menantangku untuk menyanggahnya.
Aku membalas tatapannya dan tidak berkata apa
pun untuk beberapa saat. Aku tidak suka dianggap
rendah, tidak peduli oleh orang secantik apa pun.
Aku tidak akan melepaskannya begitu saja. "Bisa
kulihat bahwa itu mungkin benar," ujarku. "Tapi
bukankah banyak pembangunan di Las Vegas tahuntahun terakhir ini didesain sebagai tempat tujuan
liburan keluarga?"
"Ya. Bahkan selain untuk menarik para penjudi
kaya raya, pada dekade berikut Tahiti diharapkan
menjadi salah satu tujuan utama bagi liburan keluarga."
"Si kecil harus punya tempat untuk belajar main
poker," ujar Cash tertawa. '
"Begitu," ujarku. "Tapi bukankah pengeluaran untuk
74 liburan keluarga merupakan hal pertama yang dihentikan saat masa susah?"
""Mungkin."
"Dalam hal itu bukankah akan lebih sedikit orang
yang datang ke Las Vegas selama resesi, dan bukankah keuntungan akan merosot tajam?"
Sesaat hening ketika Cathy menyusuri deretan angka _
di depannya dengan gelisah. "Seperti yang kaukatakan
sendiri, kau masih baru dalam bidang usaha ini. Para
analis sependapat bahwa efek resesi dalam industn'
perjudian dapat diabaikan. Sudah diketahui umum
bahwa, selama Depresi tahun 1930?an, perjudian malah berkembang."
Ia agak ragu?ragu, tapi jelas ia tidak mau mengakui
sanggahanku, maka kubiarkan saja. "Aku punya pertanyaan kedua. Setiap kali meminjamkan uang pada seseorang, tak peduli ia pengusaha apa, kita harus mengetahui
sesuatu tentangnya. Siapa pemilik Tahiti itu?"
Cathy dengan sigap menjawab, kembali percaya
diri. "Seorang pengusaha bernama lrwin Piper. la
investor terkenal di Wall Street. Reputasinya bagus,
pembeliannya atas Merton Electronics sepuluh tahun
lalu adalah salah satu sukses besar di tahun 1980? an;
Kolusi Bursa Free To Trade Karya Michael Ridpath di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ia melipatgandakan uangnya dalam tiga tahun. Ia
juga terlibat berbagai proyek pariwisata di masa lalu,
dan ia berhasil mendapat banyak uang dari sana. Ia
orang yang hebat sampai ke dalam?dalanmya, percayalah."
"Begitu." Aku ajukan pertanyaan lain. "Bukankah
Las Vegas punya reputasi dihuni kelompok kejahatan
terorganisir? Bagaimana aku tahu orang ini bersih?"
"Hanya karena ia memiliki kasino, tidak berarti ia
75 seorang penjahat," sahut Cathy mendengus. "Memang
benar ada kasus kejahatan terorganisir di Las Vegas
pada tahun '50 dan "60, tapi sekarang ini Komisi
Eerjudian Nevada menjalankan pemeriksaan sangat
ketat pada para pengusaha sebelum mereka diberi
izin mengelola atau memiliki kasino. Jika seorang
pengusaha pernah terlibat atau dicurigai terlibat dalam
aktivitas kriminal apa pun, maka komisi itu tidak
akan memberinya izin. Aku dapat memastikan bahwa
lrwin Piper bersih "
"Walaupun demikian, aku merasa tidak enak meminjamkan uang jika tidak pernah bertemu orangnya,"
ujarku.
"Begini, jika penyelidikan menyeluruh dari Komisi
Perjudian Nevada tidak cukup bagimu. maka kau
takkan pernah puas." bentak Cathy.
Ini menjadi sangat menjengkelkan. Bagaimanapun
juga, aku adalah pembeli. Dan aku tidak akan membeli
obligasi itu sampai "aku merasa mantap sepenuhnya
dengan si pemilik, kasino, dan industrinya.
Cash dapat merasakannya. Ia tidak akan menjadi
producermtop di Bloomfield Weiss hanya dengan
modal otot. Emisi junk bond baru memberikan komisi
penjualan tertinggi, dan ia bersedia bersusah payah
supaya mendapat pembeli, meski tingkat keberhasilannya sangat kecil.
"Begini saja, Paul. Jika kita bisa mendapat jawaban
memuaskan untuk semua pertanyaanmu, apakah kau
akan membeli obligasi ini?"
"Yah, aku perlu memikirkannya lebih lanjut. Tapi
besar kemungkinan aku bersedia," ujarku.
"Oke. Kalau begitu aku punya dua saran. Pertama,
76 Irwin Piper beberapa minggu lagi akan singgah di
London. Aku sudah bertemu dengannya. Ia seorang
yang menyenangkan. Aku mungkin bisa mengatur
agar kau dapat bertemu dengannya. Minum?minum
santai. Bagaimana?"
"Itu akan sangat membantu. Terima kasih.? _
"Oke, aku akan meneleponmu besok pagi untuk
memberitahu waktu dan tempatnya. Hal lain yang
ingin kukatakan adalah konferensi tahunan obligasi
ber?yield tinggi akan diselenggarakan di Phoenix awal
September. Kau bisa mengunjungi Tahiti di Las Vegas pada akhir konferensi. Kau juga berkesempatan
melihat manajemen sejumlah perusahaan lain yang
menerbitkan obligasi ber-yield tinggi. Kau bersedia
datang? Pasti menyenangkan. Cathy dan aku akan
pergi ke sana.
"Wah terima kasih banyak," ujarku. "Aku harus
membicarakannya dahulu dengan Hamilton, tetapi
kedengarannya menarik. Kuharap aku akan mendapat
kesempatan melihat bank simpan-pinjam yang disebut
Cathy tadi."
Sesaat mata Cash yang kecil biru menatapku bertanya-tanya. Lalu ia batuk?batuk kecil dan memandang
tangannya yang terlipat di depannya.
"Maafkan aku, kerahasiaan klien. Aku mengerti."
ujarku, walau sebenarnya aku tidak terlalu mengerti.
Setelah itu rapat selesai.
Segera setelah pintu lift menutup, Rob berbalik
memandangku. "Wow! Bukankah dia sangat cantik?
Kakinya bukan main!"
Aku tidak bisa berdebat mengenai kaki C&y
Lasenby. Tapi aku bisa berdebat tentang pribadinya.
77 "Dia milikmu seluruhnya, Rob. Sikap sombongnya
membuat Cash tampak semanis anak kucing."
"Kau hanya kesal dia membuatmu mati kutu," ujar
Rob. "Ia benar?benar tahu seluk?beluk dagangannya.
Cantik dan cerdas pula. Aku yakin ia melihatku terus
selama rapat tadi. Kupikir aku akan meneleponnya
dan menanyakan apa aearanya nanti malam."
"Kau gila, ya? Dia akan memakanmu hidup?hidup,"
ujarku. Tapi aku tahu tak ada gunanya. Kalau soal
wanita, Rob jelas bersikap tak waras,_dan ia mungkin
senang dimakan hidup?hidup.
Ketika kami berjalan kembali ke kantor, Hamilton
memanggilku. "Bagaimana?" tanyanya.
' "Lumayan baik," ujarku. "Aku masih perlu melakukan beberapa pemeriksaan, tapi kurasa kredibilitasnya
akan bisa dibuktikan. "Kuceritakan padanya diskusi
kami. "Jelas perlu bertemu dengan sang pemilik. Cash
juga mengundangku mengikuti konferensi yield tinggi
mereka di Phoenix. Menurutnya akan hadir sejumlah
perusahaan yang menerbitkan junk bond. Bagaimana
menurut Anda?" Hamilton bisa ketat dalam hal
pengeluaran, dan aku takut jawabannya adalah tidak.
Tapi aku keliru. "Kau harus pergi. Aku ingin
mulai membeli beberapa junk bond dalam waktu
dekat, dan akan jauh lebih mudah jika kau sudah
pernah bertemu pihak manajemennya. Kau mungkin
Pengelana Rimba Persilatan Jiang Hu Lie Ren Karya Huang Yi Candika Dewi Penyebar Maut I V Pendekar Rajawali Sakti 36 Penari Berdarah Dingin