Ceritasilat Novel Online

Lima Djago Luar Biasa 1

Lima Djago Luar Biasa Sia Tiauw Gwa Toan Karya Chin Yung Bagian 1


SIA TIAUW GWA TOAN
Jilid I
LIMA DJAGO LUAR BIASA
( I )
Dibagian barat In-lam, ada sebuah kerajaan Lam-tjo, yang menjadi raja ialah orang she
Toan, ibu kotanya adalah Dalih. Adapun yang menjadi raja pada saat itu ialah Toan Seng,
tetapi lebih lazim pula disebut siraja tua atau Lo-ong-ya.
Radja tua ini bukan saja sangat gagah tetapi djuga sangat bijaksana. Sehinga didalam
kerajaan yang kecil itu rakyat dapat hidup dengan tenteram dan damai. Sampai pada saat
itu raja tersebut hanya mempunyai seorang putera mahkota yang diberi nama Toan Tjeng.
Pada suatu tahun dibulan dua, kala itu sedang musim semi. Bunga-bunga pada mekar dan
,,memamerkan" keindahan mereka masing-masing, ?yang se-akanakan mereka (bungabunga itu) sedang berlomba untuk memperlihatkan ,,kecantikan" mereka sehingga keadaan
didalam negeri yang kecil itu se-olah-olah dibalut oleh sekumpulan bunga-bunga, sangat
indah dan menarik bila dipandang dari kejauhan.
Toan Tjeng adalah seorang anak yang lincah dan suka bergerak. Dengan membawa
beberapa orang pengiringnya ia pergi bertamasya ke Hwie Tjoei Ouw untuk menikmati
temasa indah yang ada disekeliling telaga itu.
Hwie Tjoei Ouw terletak dibagian barat kota Dalih dan berjarak lebih kuranq 10 li.
Toan Tjeng beserta pengiring-pengiringnya yang begitu sampai lantas hendak melompat
kedalam telaga. Ketika ia memerintah pesuruhnya untuk membukakan bajunya, pesuruhpesuruhnya jadi terkejut, kemudian mereka menasihati:
? Yam-hee (paduka tuan yang mulia) hendak mandi disini ? Tidak bisa. Orang-orang yang
mandi di Hwie Tjoe Ouw ini tiada satu yang kembali lagi.
Mendengar keterangan ini Toang Tjeng jadi sangat heran, ia lantas bertanya kepada salah
satu pengiringnya:
--- Ada Yauw-koay (jejadian )-kah disini ?
--- Yam-hee tidak mengetahui, bahwa disini sejak seabad yang lalu telah ditinggali oleh Koay
Liong (ular naga yang aneh). Setiap bulan bundar, ia pasti akan memperlihatkan diri,badannya bersinar. Banyak sudah orang-orang yang berada disekitar tempat ini yang
menyaksikan kejadian itu. Sehingga akhirnya tiada seorangpun jua yang berani mendekati
tempat ini. Pada beberapa saat yang lalu ada beberapa orang anak bangsa Biauw yang
mandi disini, tetapi akhirnya hanya nama mereka yang kembali. Konon kabarnya mereka
telah kena dilahap oleh ular naga yang aneh itu.
Tetapi Toan Tjeng adalah seorang yang sangat teguh akan pendiriannya, sehingga
walaupun ia mendengar keterangan pengiringnya itu, namun ia masih tetap berkata:
--- Didalam dunia ini mana ada Liong (ular naga) dan segala siluman, itu hanya omong
kosong atau dongeng belaka. Sampaipun kalau ada, aku juga hendak melihat dan
membunuhnya sekali, untuk menghilangkah malapetaka bagi masyarakat.
Mendengar perkataan Toan Tjeng ini, tentu saja membuat para pengiringnya jadi repot,
karena itu bukanlah suatu hal yang dapat diremehkan. Maka mereka lantas memohon
dengan sangat kepada Toan Tjeng supaya membatalkan maksudnya itu. Tetapi yang
dinasihatkan masih tetap berkeras, malah kemudian ia mengeluarkan sebilah kris, yang
kemudian berkata:
-- Siapa yang berani menghalangi aku mandi ? Akan kubikin berlobang tubuhnya dengan alat
ini. Mendengar ia berkata demikian, para pengiringnya tiada satu yang berani membuka
mulut lagi untuk mencegahnya. Karena mereka mengetahui bahwa Toan Tjeng Tay -tjoe
beradat sangat keras, apa yang telah dikatakan pasti akan dikerjakannya. Namun begitu
mereka merasa khawatir akan keselamatan jiwa Tay-tjoe (putera mahkota) itu, tetai apa
daya .. Sehingga akhirnya mereka hanya bisa menghela napas saja.
Melihat ini Toan Tjeng jadi tersenyum lebar, kemudian ia melompat ke dalam telaga.
Harus diketahui bahwa Toan Tjeng adalah seorang yang walau masih kanak-kanak, tapi
sangat pandai berenang. Sedangkan para pengiringnya yang melihat tuan jungjungan telah
sekian lama bermain diair masih tidak terjadi suatu apa, hati mereka jadi agak lapang,
mereka mengira bahwa cerita mengenai Koay Liong itu hanya merupakan dongeng belaka!
Dalam pada itu Toan Tjeng karena saking gembiranya, makin lama ia jadi makin menuju
ke tengah-tengah telaga. Sampai disuatu waktu mendadak terasa ada benda licin yang
melekat dikakinya. Toan Tjeng mengira bahwa ia bersua dengan ikan yang besar, dasar
seorang anak yang nakal, Toan Tjeng bermaksud hendak menangkap ikan besar itu, maka
lantas ia menyelam. Tetapi siapa sangka mendadak kakinya terasa gatal dan sakit, seakanakan ditusuk oleh sebuah benda tajam. Kejadian ini membuat siputera mahkota menjadi
sangat terkejut, cepat-cepat ia menarik kakinya dan kemudian ia muncul lagi kepermukaan
air. Ketika ia berpaling, tiada suatu bendapun yang tampak olehnya. Keadaan demikian tidak
berjalan lama, karena sekoyong-koyong dari jarak lebih kurang 8 langkah, terdengar gejolak
air yang disusul dengan tersembulnya sebuah benda belang yang berwarna hitam kekuningkuningan, bersamaan dengan itu tampak pula sebuah kepala yang aneh. Dalam pada itu
para pengiring yang sedan menantikan junjungan, yang begitu melihat benda itu mereka
lantas berteriak :--- Celaka Yam-hee, Koay Liong sedang mendatangi, lekas menyingkir ! Lekas menyingkir!
Toan Tjeng yang mendengar teriakan itu, ia bukannya menyingkir, tetapi malah
sebaliknya tetapi diam disitu. Karena menurut pendapatnya bahwa binatang yang berdiam
didalam telaga itu bukannya binatang Liong. Walau ia belum pernah bersua dengan Liong,
tetapi dari buku-buku cerita ia mengetahui bahwa Ular naga (Liong) itu bisa terbang dan
Malihwarna (merobah bentuk ; Pian-hoa), napasnya adalah awan sedang ludah (liur)-nya
adalah hujan lebat. Tetapi kini Liong itu mengapa bisa bersembunyi didalam telaga dan
menggigit kakinya lagi. Ini pasti adalah semacam binatang air yang aneh. Toan Tjeng
walaupun masih kecil usianya, tetapi ia menginsyafi bahwa ia bertenaga besar, disamping
itu ia juga sangat pandai berenang, ditambah pula kini dibadannya terselip sebilah kris.
Sekonyong-konyong Toan Tjeng merasa bahwa kaki kena dilibat oleh ekor binatang aneh
itu, yang kemudian menariknya kedasar telaga.
Bila saja yang dilibat lain orang, orang itu pasti akan gugup. Tetapi sebaliknya dengan
Toan Tjeng. ia masih tetap tenang, setelah bernapas dalam-dalam. ia lantas menyelam yang
kemudian menusukkan krisnya sampai beberapa kali kebadan binatang aneh itu, sehingga
binatang tersebut jadi terluka dan kesakitan, darahnya mulai memerahi air telaga.
Binatang aneh itu tidak dapat menahan rasa sakitnya, libatannya jadi agak longgar dan
badannya ber-lompat-lompat ke-atas permukaan air, sehingga para pengiring raja muda itu
pada berteriak:
Ikan besar, ikan besar, sungguh seekor ikan yang luar biasa !
Binatang aneh itu bentuknya bila dikatakan seperti ikan tidak mirip dan bila dikatakan
seperti ularpun idem. entah binatang apa itu. Panjang tubuh binatang itu lebih kurang ada
tiga meter lebih dan badannya sangat kasar, sekujur badannya terdapat belang-belang
hitam kekuning-kuningan. Begitu ia melompat tingginya lebih kurang 1 meter dari
permukaan air dan sisik-sisiknya jadi bersinar terkena cahaja matahari. Begitu jatuh pula
kepermukaan air lantas terdengar suara gaduh dan dibarengi dengan muncratnya air kesana
kemari. Walaupun binatang itu telah terluka parah dibeberapa bagian badannya. tetapi
semua ini tidak membahayakan jiwanya, malah?sebaliknya kini ia jadi sangat murka,
sehingga lambat laun Toan Tjeng jadi agak berada dibawah angin melawan binatang yang
aneh itu. Sampai suatu saat binatang aneh itu mengarahkan giginya jang tajam
ketengorokan dan jalan darah ?Tai Yang Hiat--nya Toan Tjeng, maksudnya hendak
menghabiskan nyawa manusia kecil yang berbahaya itu.
Tetapi Toan Tjeng juga bukan seorang anak yang tolol, tangannya lantas memegang leher
binatang aneh itu dan bertepatan dengan itu terlihat olehnya bahwa didekat kepala
binatang aneh tersebut terdapat sebuah titik putih, dibagian itu tidak bersisik.
Melihat itu Toan Tjeng se-akan-akan rnendapat suatu ilham, ia lantas menggigit bagian
titik putih, kemudian mulutnya di-tempeli terus dan menghisap darah binatang yang aneh
itu. Terasalah olehnya bahwa darah binatang tersebut manis rasanya dan enak sekali. Maka
makin bersemangatlah ia untuk menghirup darah itu. Semakin ia hirup. semangatnya terasa
semakin penuh. Tapi sebaliknya binatang aneh itu kian lama tampaknya kian lemah danakhirnya ia rupanya mengumpulkan tenaga yang terakhir dengan melibatkan ekornya
kebadan si-penyerang dan kemudian melompat sampai setinggi 2 meter. lalu jatuhnya
didaratan. Sehingga membuat para pengiring putera raja itu pada lari kalang kabut dan ada
yang saking ketakutan dan kaget jadi ter-kentjing-kencing..
Tapi berlainan dengan Toan Tjeng, yang begitu jatuh ketanah dengan tanpa menunggu
pertolongan para pengiringnya sudah lantas melepaskan diri dari libatan ekor ular itu.
namun badannya telah basah-kujup, sedang bajunya telah compang-camping tidak keruan.
Sesaat kemudian ia lantas memperdengarkan tertawa panjangnya sambil berkata :
---- Mana yang disebut Koay Liong, inikah macam Koay Liong itu ? Dengan tanpa banyak
membuang tenaga aku telah berhasil membunuhnya. Ha ha ha ha ha
Belum habis suara tertawaannya badan Toan Tjeng tiba-tiba jadi terkulai dan roboh
dengan tak sadarkan diri lagi.
Melihat keadaan itu para pengiring Toan Tjeng jadi semakin gaduh. Mereka cepat-cepat
mengangkat raja mudanya dan kemudian terus dibawa masuk kekota Dalih sambil
memerintahkan beberapa orang untuk menjagakan mayat binatang aneh itu.
Sesampainya diibu kota Lam-tio mereka lantas meminta beberapa orang rekannya untuk
mengambil mayat binatang aneh yang mereka tinggalkan diluar kota itu.
Kejadian ini sebentar saja telah tersiar luas, sehingga banyak rakjat ber-bondongbondong melihat mayat binatang ajaib yang tadinya mereka kira Koay Liong itu. Rata-rata
mereka pada memuji raja mudanya :
--- Raja muda kita sungguh gagah ?Koay Liong" telah seabad lebih berdiam didasar telaga,
walau ia belum bisa ?Malihwarna", tetapi sedikitnya, badannya sudah kebal (tak dapat
dilukai oleh senjata tajam), namun akhirnya dapat djuga dibunuh oleh Siauw-ong-ya (raja
muda) kita.
Demikianlah rakyat tak henti-hentinya memuji dan mengaguminya. Sampai-sampai ada
yang karena percaya kepada takhayul mengatakan bahwa Siauw-ong-ya mereka adalah
titisan dewa..
Hatta Toang Tjeng yang telah dibawa pulang kekeraton masih tetap tak sadarkan diri.
Keadaan itu berjalan terus sampai malam, malah kemudian badannya menjadi sangat panas.
Walau Lo-ong-ya (radja tua, dimaksudkan kepada ayah Toan Tjeng) telah mengundang
beberapa orang tabib kenamaan untuk mengobati penyakit anaknya itu, tetapi mereka
semuanya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya dan tidak berani membikin resep,
karena setelah mereka memeriksa nadi putera raja keadaannya tetap normal, tapi anehnya
mengapa badannya bisa demikian panasnya ?
,,Penyakit" yang diderita oleh raja muda itu sekali lagi menggemparkan ibu kota
keradjaan Lam-tio itu. Disamping itu kini pihak keraton telah mengundang kepada tabibtabib yang berada dikota Dalih itu untuk datang keistana. Tetapi tiada satu dari mereka yangdapat menentukan/mengobati penyakit raja muda mereka itu. Kejadian ini membuat raja
tua menjadi gunda dan gusar. Pada saat itu ada seorang menteri yang memberi saran:
---- Paduka tidak perlu merasa gunda ataupun gusar, baik kita menempelkan pelakat untuk
mengadakan sayembara dan siapa yang bisa mengobati penyakit Siauw-on.g-ya akan diberi
hadiah besar.
Sedangkan raja jang pada saat itu se-akan-akan sudah kehilangan akal, ia menerima usul itu.
Demikianlah dari pihak keraton lantas membuat pengumuman bahwa siapa yang bisa
mengobati penyakit raja muda, ia akan diberi hadiah yang besar. Pengumuman itu ditempeli sampai ke-sudut-sudut dan lorong-lorong kota.
Tak lama kemudian ada seorang Tosoe (iman) yang berpakaian hijau muda yang mengojak
pengumuman itu, sehingga membuat pihak yang menjaga pengumuman itu jadi bergembira
dan mengajaknya masuk kedalam istana.
Sebelum baginda radja berkata telah didahului oleh Todjin itu :
--- Pinto (membasakan diri) adalah Giok Tong Tjtn-djin, berasal dari Sie Tjoan Tjeng Seng
San. Tetapi hamba adalah seorang yang suka berkelana dan ketika sampai disini kebetulan
hamba mendengar kabar bahwa Tay-tjoe (putera mahkota) mendapat suatu penyakit aneh.
maka hamba sengaja datang kemari untuk melihat Tay-tjoe dan sedapat mungkin hamba
akan mengobatinya!
Mendengar perkataan siiman itu, baginda raja jadi sangat gembira, ia lantas membawa
Giok Tong Tjin-djin masuk. Setelah memeriksa nadi putera mahkota, tiba-tiba Giok Tong
Tjin-djin mengeluarkan suara heran, kemudian ia bertanya kepada para pengiring yang
berada disekitarnya:
--- Mana binatang yang telah berhasil dibunuh oleh Yam-hee ? Sudah dibuangkah ?
Salah satu pengiring putera mahkota lantas berkata:
-- Mayat binatang itu kini disimpan didalam taman bunga, sudah hampir menjadi lapuk dan
baunya busuk sekali.
--- Coba kamu antarkan aku kesana!
Para pengiring raja muda itu yang ketika melihat siiman yang bukannya mengobati
Tjoekong (junjungan: majikan) mereka, malah sebaliknya hendak melihat mayat binatang
yang sudah busuk dan tak sedap baunya itu. Walau mereka tidak mengetahui apa maksud
yang dikandung didalam hati iman itu, tetapi mereka patuh akan perintah orang suci itu.
Setibanya ditaman bunga, Giok Tong Tjin-djin yang melihat panjang binatang itu ada
beberapa meter dan yang begitu dibalik bau busuk terus ?menusuk hidung'', sehingga orang
yang menciumnya jadi susah untuk bernapas. Giok Tong Tjin-djin cepat-cepat memasuki
tangannya kedalam juba yang kemudian mengambil sebuah toples kecil yang terbuat dari
batu Giok (batu kumala), kemudian memborehi obat yang ada didalamnya kehidungnya.
Setelah itu ia baru berani mendekati bangkai binatang yang aneh untuk memperhatikannyaterlebih teliti pula. Se-konyong-konyong ia mengunjukkan perasaan yang gembira,
kemudian ia mencabut sebilah pedang pendek yang terus ditusukkan kearah kepala
binatang tersebut dengan sepenuh tenaganya. Tapi ia tidak tancapkan pedang pendeknya
kekepala binatang itu, karena begitu ujung pedang pendek tersebut mengenai kulit kepala
binatang, ia lantas mencongkel sesuatu benda yang menempel diatas kepala binatang
tersebut. Ternyata benda yang di-congkel itu adalah sebutir mutiara. Giok Tong Tjin-djin
cepat membungkus mutiara itu dengan sehelai sapu tangan yang kemudian dengan roman
gembira ia masuk kembali kedalam istana. Begitu ia bersua dengan raja ia lantas berkata :
--- Selamat paduka raja, penyakit Siauw-ong-ya itu bukan saja tidak membahayakan
jiwanya, tetapi sebaliknya ia akan menjadi seorang yang luar biasa.
Pada saat itu hati raja sedang risau, begitu mendengar keterangan Giok Tong Tjin-djin
yang tak berujung-pangkal itu, hatinya jadi terkejut bercampur gembira.
Dengan wajah yang sungguh-sungguh Giok Tong Tjin-djin berkata
--- Baginda harus mengetahui bahwa putera paduka bukannya membunuh seekor Koay
Liong, tetapi itu adalah seekor binatang sebangsa ikan yang telah berumur lebih kurang 2-3
abad, namanya Kim San Ong atau siraja Kim San. Pada umumnya ikan San ini sifat dan
seqalanya menyerupai ikan biasa, tetapi setelah berumur ratusan tahun, sifatnya jadi sangat
berbeda. Yam-hee yang dengan tiada sengaja menemui tempat kelemahannya dan
menghisap darahnya. Setiap orang yang menghisap darah itu akan menjadi pingsan sampai
tiga hari lamanya. Tetapi bila diurut pada tempat yang tepat. niscaya Yam-hee (putera
baginda) akan tersedar dari pingsannya. Disamping itu Yam-hee akan mempunyai tenaga
yang tiada taranya dan tubuhnya akan dilindungi oleh sisik- semacam sisik ikan, tapi sisik itu
bukan saja tebal namun juga tidak dapat ditembusi oleh senjata tajam !
Toan Lo-ong-ya yang mendengar keterangan itu, hatinya agak terhibur dan kini ia baru
tahu apa sebabnya beberapa tabib keraton maupun tabib yang diundang dari dalam kota
semuanya tidak berani membuka resep.
Dalam pada itu Giok Tong Tjin-djin telah menghampiri Toan Tjeng, yang begitu sampai
lantas membukai baju putera mahkota itu dan sambil meraba-raba badan anak raja yang
tunggal itu. Setelah lewat sepemakan nasi (sesaat kemudian), mendadak perut Toan Tjeng
berbunyi tak hentinya. Giok Tong Tjin-djin lantas mengambil mutiara yang ia dapat dari
kepala ikan tadi, kemudian diolesi kebagian dada Toan Tjeng, sampai ber-ulang-ulang.
Demikianlah setelah lewat lebih kurang setengah jam, tiba-tiba Toan Tjeng menjerit:
--- Aduh !
Kemudian kulit matanya mulai bergerak dengan disusul dengan terbuka matanya ! Lo-ongya yang sangat sayang sama anaknya sudah lantas memajukan diri dan bertanya :
- Anak, bagaimana perasaanmu sekarang ?
Toan Tjeng yang begitu sadar lantas mengunjukkan perasaan heran. Masih terbayang
dipelupuk matanya bagaimana pertempuran yang baru ia alami itu, ia se-akan-akan berada
di-alam khajal, kemudian ia baru bertanya :--- Hoe-ong (ayah baginda)! Anakda mengapa bisa berada disini ? Mana binatang aneh itu ?
Toan Lo-ong-ya yang menglihat keadaan anaknya yang demikian itu, hatinya jadi terasa
amat pedih, kemudian ia baru menjawab:
- Ikan aneh itu telah mati. Anak, Lo-to-tiang ini yang menolongi jiwamu ! --- Setelah
berkata demikian ia lantas menuturkan cara bagaimana Giok Tong Tjin-djin menolong
anaknya dan seterusnya.
Setelah selesai mendengar penuturan ayahnja. Toan Tjeng sebagai seorang anak yang
pintar lantas hendak merayap. Siapa tahu baru saja ia hendak bangkit, badannya merasa
sangat sakit sehingga menusuk tulang sumsum, dan tulangnya se-akan-akan sudah tidak
menyambung satu sama lain, maka tak dapat ditahan pula badannya jadi terkulai jatuh. Giok
Tong Tjin-djin lantas menggunakan tangannya untuk memegangi bahu putera mahkota itu
dan membaringkannya kembali ketempat asalnya. Dengan wajah yang menunjukkan
perasaan welas-asih ia lantas berkata : --- Anak baik, sekarang engkau sangat lelah, tidak
usah engkau mengucapkan terima kasih kepadaku, lekas engkau memelihara semangatmu !
Setelah berkata demikian Giok Tong Tjin-djin lantas memandang baginda raja dengan sudut
matanya, kemudian ia meninggalkan ruang itu. Dipandang demikian raja tua itu jadi tidak
mengerti apa yang dimaksud dengan pandangan itu ? Maka setibanya diluar ia lantas
bertanya :
---- Bagaimana keadaan anakku ? Betulkah ia telah sembuh seluruhnya. To-tiang 7
--- Baginda tidak usah khawatir, nanti pinto akan beri ia sebungkus obat untuk dimakan, tiga
hari kemudian putera baginda pasti akan sehat kembali dan mengenai hadiah
Sebelum mendengar habis perkataan Giok Tong Tjin-djin itu Toan Lo-ong-ya lantas
memotong:
--- Mengenai seribu tail emaskah ? Tentu saja akan kuberikan kepadamu, harap To-tiang
lapangkan hati, hai menteri lekas ambilkan hadiah itu!
Baru saja menteri itu hendak menyuruh pesuruh untuk mengambilkan hadiah itu, telah
keburu divegah oleh Giok Tong Tjin-djin :
--- Saya harap baginda jangan salah menafsirkan perkataan saya tadi. Pinto sebagai seorang
petapa, tidak memerlukan segala uang emas. Tetapi disini pinto ada sedikit permintaan,
entah dapat atau tidak diluluskan oleh baginda ?
Baru saja habis mendengar perkataan Giok Tong Tiin-djin itu, baginda raja telah bertanya
-- Mungkin seribu tail emas kedikitan untuk kamu, apakah engkau hendak memilih batu
permata lainnya ?


Lima Djago Luar Biasa Sia Tiauw Gwa Toan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sambil tersenyum pahit Giok Tong Tjin-djin menjawab:
--- Sebagaimana telah saya terangkan tadi bahwa saya tidak mau segala kemewahan
jasmani itu. Pinto bermaksud hendak memungut murid kepada putera mahkota, entah
permintaan saya ini dapat diluluskan oleh baginda atau tidak ?Baru kini baginda raja sadar, maka cepat-cepat ia menjawab:
--- Bagus! Dengan segala senang hati aku meluluskan permintaan To-tiang itu. Maka mulai
hari ini aku harap To-tiang dapat berdiam didalam keraton. Setelah berkata demikian ia
lantas memerintah satu pesuruh untuk membersihkan sebuah kamar besar
Mulai hari itu Giok Tong Tjin-djin menetap didalam istana Lam-tjo. Tiga hari kemudian
kesehatan putera mahkota telah pulih sebagaimana biasa.
Toan Tjeng sekarang merasa bahwa tenaga jadi sangat besar, terutama dibagian kakinya.
Sebagaimana biasa ketika ia baru bangun tidur, Kiong-lie melayani ia berpakaian dan
menurut kebiasaan Toan Tjeng, ketika ia sedang berpakaian kedua tangannya selalu ia
sandarkan kebahu Kiong-lie itu. Berlainan dengan biasa, kali ini begitu kedua tangan melekat
dibahu Kiong-lie, Kiong-lie tersebut lantas berubah wajahnya menjadi pucat-pasi dan
kemudian tak dapat mempertahankan dirinya lagi, dengan mengeluarkan teriakan ?aduhterus jatuh terkulai dan tak sadarkan diri lagi.
Melihat kejadian ini Toan Tjeng djadi sangat heran.
Kemudian setelah diadakan periksaan oleh Sinshe yang berdiam diistana, baru diketahui
sebab-musababnya. Ternyata Kiong-lie itu tidak tahan akan tekanan kedua telapak tangan
putera mahkota, sehingga putus sambungan tulang dibahunya.
Tetapi Toan Tjeng tidak mempercajai keterangan ini. Maka ia lantas memukul sebuah
perabot, sehingga terdengarlah suara gaduh dengan dibarengi pecahnya perabot itu. Baru
kini Toang Tjeng sadar bahwa semua itu adalah hasil yang ia capai setelah meminum darah
ikan aneh itu..
Tetapi tak lama kemudian ia lantas merasa bahwa badannya pada gatal-gatal, lewat pula
sebentar, mendadak dikulitnya timbul titik-titik merah. Dengan adanya titik-titik merah
tersebut badannya jadi semakin gatal. Saking tak tertahan lagi Toan Tjeng lantas menggaruk
dengan tangannya. Begitu ia garuk kulitnya berobah menjadi tebal dan kemudian berobah
menjadi seperti sisik yang dibagi berkelompok-kelompok dan kian keras. Walau akhirnya
Toan Tjeng mencoba menggunakan pisau untuk memotongnya tetapi tidak mempan.
Lewat pula beberapa hari, baginda raja lantas memerintah puteranya untuk menjalankan
penghormatan yang sebagaimana lazimnya dilakukan oleh murid terhadap gurunya. Dan
mulai saat itu pula Toan Tjeng memanggil guru kepada Giok Tong Tjin-djin.
Dengan menggunakan kesempatan ketika Toan Tjeng menyembah kepadanya. Giok Tong
Tjin-djin lantas memberikan sedikit nasihat:
--- Engkau telah berhasil membunuh ikan San dari telaga Hwie Tjoei dan telah berhasil
meminum darahnya sekali, sehingga badanmu kini akan menjadi kebal dan engkau
mempunyai tenaga yang besar. Tetapi aku harap engkau tidak menjadi congkak dan tinggi
diri karenanya. Karena congkak dan rasa tinggi diri itu adalah pangkal kehancuran.
Disamping itu engkau harus rajin dan tekun mempelajari segala macam ilmu yang aku
turunkan kepadamu.Demikianlah mulai saat itu Toan Tjeng diajari macam ilmu yang dimiliki oleh Giok Tong
Tjin-djin. salah satu ilmu yang harus dipelajarinya ialah ilmu meninju 36 bola besi berduri.
Setiap besi berduri itu diikat oleh sehelai benang dan kemudian benang itu --- yang dibuat
dari baja --- diikatkan kesebuah benda yang berbentuk bulat panjang. Disamping itu ia juga
mempelajari pelbagai macam ilmu yang aneh-aneh serta luar biasa.
Hatta tersebutlah pada suatu hari, raja bermaksud hendak pergi berburu ke Dji-hai,
tempat itu adalah sebuah tempat oleh hutan lebat dan banyak terdapat binatang buas dan
aneh-aneh.
Demikianlah mereka lantas mendirikan tenda-tenda dipinggir hutan. Baru pada keesokan
harinya mereka memburu dihutan, sebentar saja mereka telah berhasil menangkap dan
membunuh beberapa binatang liar penghuni hutan itu.
Mendadak dari suatu sudut dari hutan itu ada yang berteriak :
--- Tolong, ada binatang aneh !
Toan Tjeng yang mendengar nama binatang aneh, tanpa terasa ia jadi agak terkejut. tetapi
ia tetap dapat mengendalikan diri. Ketika ia tiba disudut hutan itu, tampaklah olehnya
bahwa ada serombongan tentera pengawal pada lari tunggang-langgang, sedang dibelakang
mereka tampak seekor binatang buas yang aneh bentuknya.
Bentuk binatang itu menyerupai Singa dan sedikit mirip dengan kuda, belang pun seperti
Sapi. Selturuh badannya penuh dengan belang dan garis-garis belang itu berwarna kuningkehitam-hitaman, keempat kakinya panjang-panjang, sungguh suatu binatang aneh !
Binatang aneh itu terus mengejar para tentera pengawal. Sri Bagincla lantas
mernerintahkan melepaskan anak panah. Harus diketahui bahwa sebagian besar pengawal
yang ikut berburu itu adalah orang yang telah mahir dalam hal memanah. Tak heran setiap
mereka menyerang pasti akan mengenai tubuh binatang aneh itu, tetapi sungguh aneh,
setiap serangan yang mengenai tubuh binatang aneh itu lantas jatuh kebawa tanah.
Binatang aneh itu bukannya kabur malah jadi bertambah buas. ia terus menerjang
kearah putera mahkota. Tinggallah kini jarak antara binatang buas itu dengan putera raja
hanya berjarak lebih kurang 20 meter. Para pengawal telah berusaha sekuat tenaga mereka
untuk membinasakan binatang tersebut, tetapi usaha mereka tidak membawa hasil
sedikitpun, sehingga akhirnya mereka mengawatirkan keselamatan putera mahkota, tetapi
untuk maju menolongi mereka tidak berani melakukannya.
Kini binatang aneh itu telah saling berhadapan dengan Toan Tjeng, malah ia telah
membentangkan mulutnya untuk memperlihatkan taringnya jang panjang dan tajam itu.
Binatang itu mengira dengan berbuat demikian lawan pasti akan ketakutan, tetapi ia tidak
menginsyafi bahwa kini ia sedang berhadapan dengan Toan Tjeng.
Harus diketahui bahwa binatang ini adalah pemakan besi, sehingga kulitnya kebal (tak
"termakan" senjata tajam) pun atos (tak ?termakan" oleh api), maka tidak heran tadi, ketikapara pengawal menyerang dengan senjata yang bagaimana tajam sekalipun takkan bisa
melukai kulitnya.
Toan Tjeng yang melihat binatang itu menerkam dirinya, ia juga tidak berlaku ?shedji"
(sungkan) lagi, tangannya diangkat yang kemudian dipukulkan kearah batok kepala binatang
tersebut sampai dua kali. Serangan itu disamping keras pun dilakukan dengan cepat sekali,
kalau binatang biasa yang mendapat serangan itu, pasti akan mati seketika itu juga. Tetapi
kali ini lain, binatang itu bukan saja tidak binasa, terpentalpun tidak. Malah kemudian
dengan cepatnya ia menyerang kebagian pinggang Toan Tieng, kemudian ?melahap" kris
yang tergantung dipinggang putera mahkota itu (ingat binatang itu adalah pernakan besi
dan logam lainnya).
Melihat kejadian ini Toan Tjeng jadi sangat gusar, ia lantas menerkam ketubuh binatang
dan sepasang kakinya ia lingkar diantara perut binatang aneh itu. Walau tenaga kaki Toan
Tjeng sangat luar biasa besarnya, tetapi kini ia tidak berdaya menghadapi binatang yang
aneh itu. Kejadian ini membuat dia jadi tidak habis pikir :
Mengapa binatang ini begitu kuat, pukulanku seperti juga sedang menggarukinya,
sungguh aneh !
Selagi Toan Tjeng berpikir demikian, mendadak binatang aneh itu menundukkan
kepalanya dan kemudian menerjang pangeran itu. Melihat keadaan ini, mendadak Toan
Tjeng mendapat suatu akal, ia bermaksud hendak memeluk leher binatang itu, tetapi usaha
tersebut tidak dapat dijalankan, karena tubuh makhluk aneh itu licin bagaikan belut.
Namun Toan Tjeng tidak putus-asah karenanya, gagal usahanya yang pertama ia
praktekkan usaha yang selanjutnya. Dengan menggunakan gaya ?Lee Hese Hoan Sin" ia
lantas menerjang maju, sebelah tangan berusaha menang-kap ekor makhluk aneh tersebut
dan achirnya ternyata usahanya yang kali ini membawa hasil yang memuaskan. Dengan
sekali ajun saja binatang itu telah dilempar jauh keatas dan kemudian ?gedebuk".
Sedangkan para tentera pengawal yang menyaksikan pertarungan ini rata-rata jadi menahan
napasnya.
Toan Tjeng yang dengan tidak sengaja menemukan cara ini sehingga membikin sibinatang
aneh mendapat sedikit hajaran, tanpa terasa semangatnya jadi bertambah banyak.
Ia lalu membentangkan salah satu ilmu yang pernah dipelajarinya dari Giok Tong Tjindjin, yaitu seperangkap ilmu Pat-kwa Liong Poan Tjiang. Ilmu Pat-kwa Liong Poan Tjiang ini
cara-caranya menurut petunjuk dari jalan-jalan Pat-kwa. Tampaknya ilmu ini seperti seorang
yang sedang main kelit/ egos, tetapi sebenarnya ia mempunyai cara yang khusus untuk
memperhatikan cara lawan menyerang, sehingga kemudian dengan mudahnya dapat
menyerang kearah kelemahan lawan. Ilmu ini sekarang digunakan oleh Toan Tjeng untuk
menghadapi makhluk aneh tersebut, sehingga akhirnya binatang itu jadi mati kutu dan tak
segalak tadi !
Keadaan demikian terus berlangsung sehingga 3 - 40 ?jalan'', se-konyong konyog Toan
Tjeng menampak dibagian bawah perut binatang aneh itu terdapat sebuah titik putih. ToanTjeng adalah seorang anak yang cerdas. sehingga ia yang begitu melihat lantas menginsjafi
bahwa tempat itu ada-lah titik kelemahan dari simakhluk.
Demikianlah Toan Tjeng lalu memusatkan serangannya disekitar tempat kelemahan
lawannya itu. Dalam pada itu makhluk tersebut jadi makin gusar bahwa lawannya belum
juga dapat dibinasakan, sampai pada suatu waktu ia menerkam dengan buasnya. Toan Tjeng
tidak keburu menghindari terkaman itu dan ?blukkk" keduanya jadi bergulingan ditanah dan
saling mempertahankan diri. Sipangeran dengan menggunakan waktu diantara mereka
jatuh itu lantas menyelesap kebawah binatang tersebut dan kemudian dengan cepat ia
lantas melompat dan menyepak bagian hawah perut simakhluk. Binatang aneh itu yang
menyangka bahwa Toan Tjeng hendak melukai tenggorokannya, ia lantas mundur setindak.
Tetapi ia tidak menyangka bahwa sipangeran bisa berlaku demikian lincah dan cepat,
sehingga tak ampun lagi titik lemahnya dapat ditendang oleh raja muda dan ......... tak lama
kemudian binasalah makluk yang aneh, kebal, serta buas itu!
Sejak mulai saat itu nama Toan Tjeng bukan saja terkenal didalam negara sendiri, bahkan
kini sampai meluas sampai ?ke-negeri-negeri'' yang berada disekitarnya.
Patut kami menerangkan disini, bahwa pada saat itu Giok Tong Tjin-djin telah
meninggalkan negara Lam-tjo itu ? walaupun ia diminta dengan sangat supaya jangan
meninggalkan negara tersebut tetapi ia berjanji bahwa tiga tahun kemudian ia akan kembali
lagt kenegara itu ..
===================
( II )
Waktu berlalu dengan cepatnya, semenjak berlalunya Giok Tong Tjin-djin hingga pada
saat itu telah memakan waktu tiga tahun lamanya. Tetapi iman suci (Tjin-djin) Giok Tong itu
belum lagi tampak datang mengunjungi kota Dalih. Kejadian ini membuat risau hati Toan
Tjeng.
Pada suatu malam Toan Tjeng duduk seorang diri diberanda istana untuk memandangi
ber-juta-juta bintang yang menaburi Cakrawala, angin bertiup sepoi-sepoi basah, hati
pangeran itu jadi bertambah ?sepi" dan ada suatu perasaan lagi yang sukar dilukiskan
dengan kata-kata, sehingga akhirnya putera raja ini jadi ter-manggu-mangu seorang diri.
Bertepatan dengan itu samar-samar ia melihat bagaikan ada seorang yang bergelinding
jatuh dan ketika pangeran tersebut telah melihat tegas siapa yang jatuh itu ia jadi sangat
terperanjat. Ternyata orang yang jatuh itu tak lain tak bukan adalah Giok Tong Tjin-djin yang
pada tiga tahun yang lalu telah meninggalkan kota Dalih. Pada saat itu rambut siiman tidak
teratur rapih lagi seperti tiga tahun yang silam, badannya mandi keringat dan bajunya
compang-camping sehingga hampir menyerupai pengemis !
Wajahnya pucat, kedua matanya tidak bercahaya lagi seperti tempo hari, hanya
ditangannya yang masih menggenggam sebilah pedang yang bersinar. Tadi ketika iamelompat keatas rumah yang terdapat didalam istana negara Lam-tjo itu, karena ia telah
kehabisan tenaga, maka dengan tanpa dapat dikendalikan pula ia jadi jatuh ketanah. Sedang
Pokiam (pedang pusaka)-nya terbentur batu sehingga mengeluarkan lelatu api. Dalam pada
itu Toan Tjen,g telah memayang gurunya sambil bertanya :
--- Guru, kenapa 'kau ?
Setelah menenangkan dirinya Giok Tong Tjin-djin lantas menjawab :
Muridku, pajang, pajang ............ lekas kau pajang aku kedalam !
Toan Tjeng mentaati perintah itu, ia baru saja hendak memanggil pesuruh, tapi telah
keburu dicegah oleh Giok Tong Tjin-djin yang menasihatkannya supaya jangan ribut.
Demikianlah setelah berbaring dipembaringan iman itu lantas menutup sepasang
matanya. wajahnya melukiskan bahwa pada saat itu jiwanya sedang menahan suatu derita.
Kemudian dengan nada yang terputus-putus ia berkata:
---- Lekas kau membuka lengan baju sebelah kananku bila bertemu dengan tanda hitam
dan bengkak, lekas engkau gunakan pisau untuk memotong bagian itu .. lekas, lekas ..
Dengan tanpa diperintah untuk kedua kalinya Toan Tjeng lantas merobek lengan baju
bagian kanan Giok Tong Tjin-djin, maka tampaklah kini dibahu gurunya itu terdapat sebuah
tanda yang telah menghitam dan besarnya seperti cangkir teh, dibagian tengah luka itu
terdapat dua buah liang kecil dan dari kedua dua lobang kecil itu tidak hendaknya
mengeluarkan cairan yang berwarna kuning. Melihat ini Toan Tjeng jadi menyebut ?celaka",
ini membuktikan bahwa luka gurunya itu disebabkan oleh gigitan ular berbisa atau sebangsa
kelabang lainnya.
Giok Tong Tjin-djin adalah seorang yang berkepandaian tinggi, tetapi mengapa ia bisa
dilukai oleh ular.
Dalam pada itu Giok Tong Tjin-djin telah berkata lagi dengan nada yang rendah:
--- Muridku, tolong kau ambilkan obat pemunah. ---Kemudian ia terangkan satu persatu
yang akan digunakan untuk memunahkan bisa yang menyerang dirinya.
Sedangkan Toan Tjeng yang mendengar permintaan gurunya semuanya adalah obat-obat
yang sukar didapat dan mahal harganya, namun begitu ia lebih mementingkan jiwa
gurunya, maka ia lantas memerintahkan pengawaInya untuk mengambil obat-obat tersebut.
Tak lama kemudian pengawal itu lantas balik kembali dan berkata :
--- Siauw-ong-ya. Obat-obat itu semuanya termasuk obat yang dilarang untuk sembarang
dipergunakan, saya harus menanya kepada Sri baginda terlebih dahulu, baru
Tetapi sebelum pengawal itu habis berbicara telah keburu dipotong oleh si pangeran :
--- Sudah jangan banyak omong, lekas kau ambilkan semua apa yang kuperintah, segala
akibatnya adalah menjadi tanggung djawabku.
Setelah memakan obat tersebut, sambil menghela napas Giok Tong Tjin-djin berkata:--- Sungguh berbahaya ! Hampir saja jiwaku terbuang di Tjang Tiang-san secara percuma.
Mendengar nama Tjang Tiang-san ini diam-diam Toan Tjeng jadi terkejut, karena letak
antara gunung itu dengan kota Dalih berjarak lebih kurang 600 li (1 li = 576 meter).
Mungkinkah gurunya dari jarak yang sejauh itu lari sampai kekota Dalih, sedangkan
tubuhnya sedang terluka. Maka saking herannya ia lantas bertanya:
--- Guru, bahaya apa yang engkau ketemui di Tjang Tian-san ? Mengapa bisa datang kemari
? --- Bila diceritakan sungguh panjang sekali, maka nanti saja setelah lukaku agak sembuh,
akan kuceritakan apa yang pernah kualami digunung itu.
Mendengar perkataan gurunya itu Toan Tjeng juga tidak berani mendesak lagi, walaupun
hatinya sangat ingin mendengar perihal bahaya yang menimpah diri gurunya itu.
Demikianlah setelah lewat beberapa hari, luka Giok Tong Tjin-djin kian lama jadi kian
baikan. Pada suatu saat Giok Tong Tjin-djin lalu memanggil Toan Tjeng, yang begitu
muridnya duduk dihadapannya ia lantas berkata:
--- Muridku, aku telah berjanji kepadamu bahwa bila lukaku sudah agak sernbuh, aku akan
menceritakan kejadian digunung Tjang Tiang-san itu. Maka kini dengarlah baik-baik,
mungkin dari ceritakan ini bisa kau jadikan pedoman bagi dirimu. Nah dengarlah ceritaku ini.
Sebelumnya aku menceritakan kejadian di Tjang Tiang-san ada baiknya bila aku
menceritakan terlebih dahulu orang yang mencelakai diriku itu, orang itu bernama Ouw
Yang Hong, adapun kepandaian yang paling ia andalkan ialah memelihara ular untuk
diperintah menyerang dan mencelakai orang, Untuk jelasnya baik kucerita serba sedikit
riwayatnya. cerita mengenai riwayat Ouw Yang Hong ini hanya berdasarkan apa yang aku
tahu dan mendengar cerita dari kawan-kawanku.
Maka mulailah Giok Tong Tjin-djin bercerita :
Ayah Ouw Yang Hong adalah seorang buangan dari jaman Song, ia dibuang kedaerah Sinkiang. Disana ia nikah dengan seorang puteri dari bangsa Hwie (islam) dan lahirlah Ouw
Yang Hong dan Ouw Yang Lieh. Walaupun mereka memakai she dan nama Han (Tionghoa),
tetapi sebenarnya didalam tubuh mereka mengalir darah Hwie (islam).
Ketika mereka telah meningkat kemasa Pancaroba (dewasa), mereka lantas
menggabungkan diri dengan begal-kuda, Pada suatu saat rombongan mereka membegal
hadiah raja Hwie di Turkestan (ibu kotanya Urumtsji) yang sebetulnya diperuntukkan hadiah
pernikahan puterinya. Kejadian ini membuat Hwie-ong menjadi sangat gusar, ia lantas
mengirim bala-tentera untuk membasmi begal-kuda dengan tidak mengenal ampun,
sehingga para begal-kuda itu dapat dibunuh semuanya, diantaranya ada beberapa yang
"beruntung" dapat meloloskan diri. Ouw Yang Hong dan Ouw Yang Lieh termasuk
didalamnya.
Untuk menghindari kejaran dari tentera Hwie-ong itu. kedua saudara Ouw Yang itu lantas
memasuki sebuah pegunungan yang menurut mereka takkan panjang letaknya. Tetapisetelah lewat beberapa hari, mereka jadi kesasar dan untuk mengambil jalan yang semula
sudah tidak mungkin !
Demikianlah kedua orang bersaudara itu lantas jadi kacau pikirannya, pada saat itu
mereka se-akan-akan sudah tidak bisa menggunakan otak untuk berpikir dan berjalan
menuruti langkah kaki. Pendek kata mereka seperti sibuta yang kehilangan tongkat.
Selama lebih kurang 8 hari mereka terus berputar-putaran didaerah itu, sehingga
akhirnya bekal yang mereka bawa habislah ! Kehidupan mereka kini hanya mengandalknn
hasil berburu saja. Tetapi kesialan mereka tidak sampai disitu saja, karena pada saat itu
adalah musim gugur. Sedangkan di Thian-san ini bila musim gugur telah tiba, saljupun
turunlah. Sehingga seluruh hutan pegunungan Thian itu se-akan-akan ditutupi oleh kain
putih. Dengan demikian mata pencarian pokok mereka juga turut hilang. Sedangkan mereka
berdua segera mencari goa untuk menetap disini, tetapi hawa dingin dan rasa lapar mereka
tak henti-hentinya melakukan ?serangan".
Bila dilihat keadaan mereka pada saat itu sudah dapat diramalkan bahwa tak lama lagi
mereka pasti akan menjum-pai Giam-lo-ong untuk mencatatkan nama mereka masingmasing. Tetapi rupanya Allah adalah maha pengasih dan pemurah walau terhadap orang
jahat sekalipun. Karena ketika kedua orang hersaudara itu sedang kebingungan untuk
mencari makan, se-konyong-konyong terdengar "seeer" "seeer" dengan dibarengi
tertampak sebuah barang yang putih warnanya sedang merayap masuk, Ouw Yang Hong
yang melihat ini lantas berteriak :
--- Kanda, Peh-tjoa, Peh-tjoa (Ular putih). kita ada harapan untuk hidup lebih lama lagi !
Ternyata benda yang merayap masuk kedalam goa itu adalah seekor ular putih,
panjangnya lebih kurang empat depa. Kalau binatang biasa bila musim dingin tiba, mereka
akan tidur untuk melewatkan musim salju itu dengan tanpa makan dan bergerak. Tetapi
berlainan dengan Ular putih ini, dia malah sebaliknya.
Dalam pada itu Ouw Yang Lieh telah berkata :
--- Lekas kau tangkap dik!
Cepat-cepat Ouw Yang Hong menggunakan belakang golok untuk menyerang ular itu.


Lima Djago Luar Biasa Sia Tiauw Gwa Toan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mengapa Ouw Yang Hong tidak menggunakan ujung golok yang tajam malah sebaliknya
menggunakan belakang golok ? Tentu ada sebabnya bukan ? Nah untuk jelasnya baik kami
jelaskan disini.
Bila kita menggunakan ujung golok untuk memotong badan ular, ular yang kita serang itu
bukan saja tidak mati, malah badan-badan yang tinggal setengah itu bisa melarikan diri.
Karenanya Ouw Yang Hong tidak mau berlaku demikian, ia hanya mengetok kepala ular itu
dan kemudian dengan menggunakan kesempatan ketika ular itu sedang kesakitan ia lantas
menggunakan tangan untuk menangkapnya, sehingga ular putih itu tak dapat berkutik lagi.
Kedua saudara Ouw Yang itu ketika melihat seluruh badan ular itu putih bagaikan salju,
hanya dari bagian leher sampai keekor binatang itu berdapat garis-garis merah, rupanya ituadalah pompa-pompa pembuluh-pembuluh darah mereka. Dengan tanpa terasa Ouw Yang
Lieh berkata :
---- Bukankah itu Thian-san Peh Liong ? (Peh Liong = Ular naga putih).
Ternyata Peh Liong adalah hasil Thian-san yang ternama, Peh Liong itu sebenarnya adalah
semacam ular putih yang nyalinya disebut "Peh Liong Tan" atau ?Nyali ular naga putih'',
sangat mahal harganya, gunanya untuk obat. Konon kabarnya orang yang sudah tidak
harapan untuk hidup, bila memakan nyali itu bisa sembuh lagi. Kini dengan tidak disengaja
kedua saudara Ouw Yang itu mendapat ular yang langka dan sukar didapat ini. Dalam pada
itu Ouw Yang Lieh telah berkata :
--- Dinda, jiwa kita ketolonganlah sudah. Mari lekas kita mencongkel hatinya, khasiatnya
ialah untuk menahan dingin, sedang dagingnya bila dimakan mentah dan darahnya juga bisa
menahan serangan hawa dingin. Sungguh Allah adalah seorang yang pengasih dan pemurah,
lekas turun tangan !
Dengan menggunakan kris, Ouw Yang Hong lantas mengoyak perut ular dan kemudian
mengeluarkan nyali ular tersebut dan dipotong menjadi dua. kemudian dengan begitu saja
mereka melahapnya. Setelah itu mereka masing-masing lantas menggigit sebagian dari
badan ular putih itu untuk menghisap darahnya. Sesaat kemudian matilah ular putih
tersebut !
Tak lama kemudian terasalah ada hawa panas dari Tan-tian (pusar, pusat) terus
?menyerang- kebagian atas badan mereka, sehingga mereka tidak merasa dingin lagi.
Melihat ini Ouw Yang Hong jadi girang sekali, lalu katanya
--- Kanda, mari keluar dari goa itu !
Begitulah kedua orang bersaudara itu lantas keluar dari goa dan melakukan perjalanan
dibawah hawa yang sedingin itu, tapi untuk mereka hawa sedingin itu sudah tidak menjadi
soal. Setelah melakukan perjalanan selama sehari-semalam, namun mereka tetap tidak
merasa lapar apalagi dahaga.
Dalam keadaan yang demikian itu mendadak mereka menampak adalah sebuah kok
(lembah) yang dalam. Mereka lantas menurun lembah itu dan kemudian terasalah bahwa
,didalam kok itu masih terdapat rumput, sehingga sangat berbeda keadaannya dengan
diluar lembah tersebut.
Didalam kok itu masih terdapat sebuah rumah gubuk, tetapi rumah atap itu sudah tidak
berpenghuni lagi. sunyi-senyap keadaannya.
Ketika Ouw Yang Hong mendorong dengan tangannya. ?Braakk" pintu rumah itu atap itu
sudah lantas terbuka. Berbareng dengan itu ada angin dingin yang menyambar mereka,
sehingga membuat kedua saudara itu jadi melompat kesisi.
Pada saaat itu mereka telah mencabut senjata masing-masing, guna menjaga segala
kemungkinan, tetapi setelah diam pula sejenak, masih juga belum tampak ada manusia yang
muncul dari rumah itu. Rumah tersebut tetap dalam keadaan sunyi-sepi.Dengan membesarkan hati Ouw Yang Hong lantas menghampiri rumah atap itu sambil
mengangkat obornya tinggi-tinggi, begitu obor tersebut menerangkan ruang muka dari
rumah tersebut saudara itu jadi kaget setengah hidup. Sebabnya ?
Ternyata didalam rumah itu tersebut terdapat sebuah meja yang empat persegi,
diatasnya terdapat kulit-kulit kambing yang bertulisan, abu disitu telah menebal. Disudutnya
terdapat sebuah pembaringan, diatas duduk seorang tosoe yang telah mati, tetapi anehnya
badannya tidak lapuk dan busuk.
Dikulit dari lembaran itu pertama ditulis ?Ngo Tok Kie Keng" empat huruf yang besarbesar, lembaran berikut berisikan rahasia melatih ilmu silal berikut petunjuk-petunjuk
dengan disertai gambar. Lembar berikutnya ada tertulis nama seorang yaitu San Tai Sie.
Setelah selesai membaca tulisan-tulisan yang tertera diatas kulit kambing itu, barulah Ouw
Yang Lieh mengetahui bahwa tulisan itu adalah peninggalan Ngo Tok Tjin-djin San Tai Sie.
Dalam pada itu Ouw Yang Hong setelah membaca habis Ngo Tok Kie Keng itu, lantas saja
memukul meja sambil berkata :
---- Kanda, buku ini besar gunanya bagi kita .. mungkin
Sebelum habis ia mengucapkan perkataan, se-konyong-konyong terdengar "gedubrak"
meja yang kena pukulan Ouw Yang Hong karena tuanya sudah lantas roboh. Berbareng
dengan itu diluar terbit angin besar, angin itu tidak lama, tetapi cukup membikin
berterbangan kulit-kulit kambing yang telah pada berhamburan ditanah, diantara sepuluh
lembar lebih telah tertiup angin sampai keluar gubuk itu. Saking gugupnya Ouw Yang Lieh
jadi berteriak :
--- Celaka, mari kita mengejar lembaran yang tertiup angin !
Demikianlah kedua saudara itu dengan langkah yang tidak teratur mengejar kulit-kulit
kambing tersebut. Namun pada saat itu angin bertiup dengan kencangnya. sehingga
akhirnya mereka hanya bisa memperoleh kembali 7 helai dari sepuluh lebih kulit-kulit
kambing itu, selebihnya telah sirna "dimakan angin". Sehingga ketika mereka mempelajari
ilmu yang terdapat didalam ?catatan" itu terdapat banyak kelemahan-kelemahan, namun
begitu ilmu mereka telah terhitung salah satu ilmu kelas wahid.
Mulai dari saat tersebut kedua orang itu mempelajari ilmu-ilmu berikut petunjukpetunjuk yang terdapat didalamnya. Salah satu ilmu yang mereka pelajari adalah cara dan
memelihara ular beracun dan lain lagi.
===================
Sebelas tahun kentudian, dibarat daya daratan Tiongkok muncul dua orang begal besar,
mereka selain merampok pun menganiaya dan menculik orang-orang yang mereka ingini,
terutama kaum wanitanya. Dan tak lama kemudian tersiar kahar bahwa dilembah Peh Tosan muncul sebuah istana yang mewah dan megahnya. Didalamnya bukan saja terdapat
barang permata dan uang yang pula terdapat banyak sekali wanita cantik, diantaranya dari
suku India. Yang memiliki istana yang baru lagi megah itu tak lain tak bukan adalah kedua
saudara Ouw Yang itu, tetapi mengenai sepak terjang Ouw Yang Hong yang akhirnya turun,,tahta". aku tidak mengetahui dengan jelas. Demikian Giok Tong Tjin-djin mengakhiri
ceritanya mengenai riwajat Ouw Yang Hong beserta saudaranya itu.
--- Baik kini kulanjutkan ceritaku ini, dengan cara bagaimana aku hisa sampai terluka
demikian. Ceritanya begini :
--- Bahwa tiga tahun semenjak aku meninggalkan kota Dalih ini, aku berjanji akan balik lagi
kesini. Pada suatu hari aku tiba di Tjang Tiang-san, aku bersua dengan Ouw Yan,g Hong.
Pada saat itu aku sering mendengar namanya itu, tetapi belum pernah bersua dengan
orangnya begitupun dia. Maka begitu berhadapan muka, dia bertanya :
--- Siapa namamu ? Apa maksudmu datang kemari ?
Aku lantas memberitahukan namaku yang sejujurnya dan menerangkan bahwa aku
hendak pergi ke kota Dalih.
Mendengar namaku, wajahnya lantas mengunjukkan roman yang gembira, ia lantas
berkata lagi :
--- Kalau begitu anda adalah orang yang sering di-sebut-sebut dikaIangan Kang-ouw sebagai
seorang suci yang berkepandaian tinggi. Kebetulan aku ada satu soal yang belum bisa
kupecahkan sendiri, maka sudilah kiranya anda memberikan kepadaku.
--- Siapa kau ? Tanyaku kemudian.
---- Ouw Yang Hong.
Ketika mendengar nama itu, aku lantas menjawab, bahwa aku adalah seorang iman biasa
dan tidak mempunyai kepoensoean (kebisaan) apa-apa. Selanjutnya aku berkata :
-- Mungkin saudara salah melihat dan mendengar cerita orang.
--- Tidak mungkin, jawabnya pasti, kemudian ia melanjutkan, tak mungkin aku bisa salah
dengar, sudahlah, To-tiang tidak usah merendah diri. Aku juga tidak minta banyak darimu,
hanya memohon untuk diajari cara mempelajari ilmu bathin tingkat atas, lain tidak.
--- Sudah kukatakan tadi, bahwa aku adalah seorang iman biasa yang tak berkemampuan,
apa yang saudara hendak peroleh dariku ?
--- Sekarang bukan soalnya mampu atau tidak mampu, yang penting To-tiang sudi atau tidak
? --- Kalau aku tidak sudi, saudara hendak berbuat apa terhadapku.
--- Akan kupaksa 'kau sampai mau mengajariku.
---- Dengan apa ? Tanyaku lagi.
--- Dengan ini, jaga ! Setelah berkata demikian, tangan kanannya lantas menyerang,
serangannya itu bagaikan menggunakan gaya daun rontok dan terus diarahkan kekepalaku.Aku lantas menggerakan pernapasan di Tan-tian, setelah itu segera menggunakan posisi
?Kian Tjian Tjoei- atau "menekan ribuan emas" kuarahkan angin pukulan itu ketangan
lawan. Maka begitu serangan Ouw Yang Hong tiba, aku jadi bisa mempertahankan diriku.
Dalam pada itu Ouw Yang Hong tidak melakukan serangan yang kedua, hanya katanya :
--- To-tiang, aku dengan sejujurnya hendak belajar ilmu kepadamu, bila anda sudi
mengajarkan aku. aku disini ada sebuah barang yang tak berharga ..
Setelah berkata demikian ia lantas memasukkan tangannya kedalam jubahnya, yang
kemudian menarik keluar serenceng mutiara itu seluruhnya berjumlah 20 butir, setiap
butirnya sebesar ?mata ular naga". Bila orang biasa yang memiliki barang ?antik" itu, niscaya
ia akan bisa membiayai diri seumur hidupnya dengan hasil penjualan mutiara itu. Kemudian
Ouw Yang Hong sambil menyodorkan rencengan mutiara berkata sambil memperlihatkan
senyumannya :
--- To-tiang bila sudi mengajarkan aku, ini serenceng mutiara kuserahkan kepada To-tiang
sebagai tanda hormatku. Dissmping itu kita juga bisa pergi ke Peh To-san untuk menemui
kawan-kawan, disana ada arak, wanita cantik dan kenikmatan dunia
Setelah mendengar habis perkataannya itu, aku jadi sangat gusar, namun begitu aku
masih dapat mengendalikan diri dan berkata :
---- Pinto sebagai seorang petapa tidak mengingini segala kesenangan yang bersifat
keduniawian itu. Disamping itu aku juga tidak banyak tempo lagi untuk berdiam disini, nah
selamat tinggal !
Setelah berkata demikian, baru saja aku hendak berlalu dari tempat itu, mendadak terasa
olehku bahwa dibelakang ada angin dingin menyambar dan ketika aku berpaling, tampaklah
olehku sebuah alat yang semacam gada tapi berduri menyambar diriku. Untuk menghindari
serangan itu sudah tidak keburu lagi, maka aku lantas menggunakan Hoed-tim (kebutan
yang biasa dipakai oleh iman, kadang-kadang padri juga memakainya) untuk menghalaukan
serangan itu, tetapi siapa sangka. Ouw Yang Hong adalah seorang yang sangat keji, Hoedtim-ku ketika mengenai benda itu, alat tersebut lantas pecah dan dari dalamnya keluar dua
ekor ular buatan, kedua ular palsu ini dibuat dari baja yang telah diolah demikian rupa
sehingga menyerupai ular asli. Dimulut ular itu terdapat beberapa gigi yang beracun, rahang
atas dan rahang bawahnya disambung oleh semacam jarum, dengan demikian ular buatan
itu dapat seperti ular asli untuk menggigit orang.
Aku yang tidak menyangka Ouw Yang Hong bisa berlaku demikian kejinua. dengan tanpa
dapat menghindari pula bahuku sudah kena digigit oleh salah seekor ular buatan itu.
Disamping merasa sakit bahuku terasa gatal.
Aku lantas menginsyafi bahwa aku telah dilukai oleh racun yang amat berbisa. Maka aku
segera membentak :
---- Manusia keji, Pinto hendak mengadu jiwa dengan dikau !
Setelah berkata demikian aku lantas menjerang Ouw Yang Hong.Sedangkan Ouw Yang Hong yang melihat serangannya berhasil, sambil tertawa besar ia
menghindari serangan itu dan kemudian melarikan diri menuju kehutan yang berada
didepannya.
Aku jadi semakin mendongkol dibuatnya, cepat-cepat aku mengejarnya dan menjodokkan
Hoed-tim-ku kebelakangnya, Pada saat itu Ouw Yang Hong telah tiba dipinggir hutan,
dengan mengegoskan diri kekiri, Hoed-tim itu jadi ambles (melesak) kedalam pohon. Dalam
pada itu Ouw Yang Hong yang telah herhasil masuk kedalam hutan mengejekku :
--- Hai To-djin hidung kerbau. masih penasarankah engkau ? Sejam kemudian, niscaya
engkau sudah takkan dapat melihat dunia lagi!
Terpikir olehku bahwa perkataannya itu benar juga. Bila saja aku bertempur dengannya,
melompat dan menggunakan tenaga, maka saat kematian untukku jadi bertambah cepat,
karena bisa itu akan mengikuti darah yang deras jalannya sampai kepelbagai anggota
penting dari tubuh dan akhirnya aku pasti akan menemui ajalku.
Sehingga akhirnya aku hanya bisa memaki :
--- Hai bangsa,. aku dengan dikau tidak bermusuhan, mengapa engkau begitu keji melukaiku
? Pantaskah orang yang semacam engkau ini disebut salah satu pemimpin dari suatu
perkumpulan di See le? Sungguh tidak tahu malu!
Dari dalam hutan Ouw Yang Hong sambil mengeluarkan tertawa aneh lantas mendjawab:
--- Walaupun aku telah menurunkan tangan jahat padamu, tetapi aku ada sedia obat
pemunahnya. Bila engkau masih menghendaki djiwamu, lekas engkau ajarkan aku ilmu
bathin yang kumaksudkan tadi. Aku lantas mengobatimu dan kita juga boleh dari lawan
menjadi kawan, terserah kepadamu, mau mati atau masih menyayangi jiwamu, haa haaa
haaaaa!
Pada saat itu aku jadi semakin mendongkol, tetapi apa mau dikata luka yang kuderita
terasa semakin melebar dan rasa sakit dan panas makin hebat menyerang bahu kananku.
Namun begitu aku tetap berkeras, malah kemudian aku berkata dengan dingin :
--- Orang she Ouw Yang, engkau kira dengan jalan ini engkau bisa memaksa aku untuk
menunjukkan cara-cara beladjar ilmu bathin tingkat tinggi. Lebih baik aku mati daripada
mengajar seorang yang keji. Aku juga masih dapat mencari obat pemunah.
Sambil tertawa besar Ouw Yang Hong berkata :
--- Engkau hendak mencari obat pemunah ? Baiklah aku beri tahu bahan-bahannya,
kemudian 'kau boleh mencarinya sendiri.
Kemudian Ouw Yang Hong lantas menyebutkan satu persatu obat yang dapat
memunahkan racun yang sedang bersarang ditubuhku itu. Tentu engkau sudah mengetahui
bukan bahwa obat-obat itu adalah persis sebagaimana yang kuminta kepadamu tempo hari.
Sesudah menyebutkan satu per-satu, Ouw Yang Hong masih menambahkan :--- Sebelumnya perlu kiranya aku memberi tahukan kepadamu bahwa bahan-bahan' obat
yang kusebut tadi sangat sukar didapat. Lebih baik engkau menuruti saja segala kehendakku
tadi, segalanya akan beres dengan segera.
Mendadak aku mendapat suatu ilham setelah mendengar Ouw Yang Hong menjebutkan
bahan-bahan obat itu. Dengan tanpa memperdulikan segala ejekannya aku lantas berlalu
dari situ.
Dalam pada itu Ouw Yang Hong menggumam seorang diri :
--- Dasar To-djin hidung kerbau yang tidak tahu diri. Sayang ketika aku baru bertemu dengan
Ngo Tok Kie Keng telah tertiup angin lima ?pagina" dari ?buku" peladjaran itu. Semua
pelajaran yang kuingin sekarang rupanya semuanya tertulis didalamnya, tetapi kelima
lembar kulit kambing yang bertulis kini berada dimana ? ---Setelah menggumam begitu ia
lantas mengambil tongkat bambunya dan berlalu dari Tjang Tiang-san dan pulang ke See Ie.
Dan untungnya aku bisa sampai kekota Dalih ini dalam tempo dua hari satu malam dan
didalam keratonmu ternyata menyimpan obat-obat yang disebutkan Ouw Yang Hong itu
seperti yang kuduga semula,
Demikianlah Giok Tong Tjin-djin mengakhiri ceritanya.
Toan Tjeng yang mendengar kisah gurunya itu menjadi sangat gusar, ia bermaksud
hendak pergi ke Tjang Tiang-san pada saat itu juga, untuk mencari Ouw Yang Hong, guna
membalaskan sakit hari gurunya. Tetapi ketika ia balik berpikir, bahwa perjalanan antara
kota Dalih dengan Tjang Tiang-san itu berjarak sangat djauh, bila hendak pergi kesana paling
cepat dua hari baru bisa sampai disana, belum tentu Ouw Yang Hong masih berada disana,
bukankah menurut penuturan gurunya tadi Ouw Yang Hong telah kembali ke See Ie ? Maka
Toan Tjeng memutuskan bahwa nanti saja membalaskan sakit hati itu, juga belum
terlambat.
Mulai dari saat itu Giok Tong Tjin-djin berdiam dikota Dalih untuk memelihara luka. Kini
keadaannya sudah tidak mengawatirkan lagi, ia hanya memerlukan waktu beberapa saat
guna memelihara semangatnya, disamping itu ia menggunakan ilmu bathin untuk
menggempur bisa yang masih terdapat didalam tubuhnya. Sehingga dalam tempo tiga bulan
saja ia telah berhasil membersihkan diri, sedangkan menurut perkiraan Ouw Yang Hong,
Giok Tong Tjin-djin harus mengasoh paling sedikitnya dalam tempo tiga tahun.
Pada suatu hari sri baginda berkata kepada Giok Tong-Tjin-djin:
--- Dengan tanpa terasa telah sepuluh tahun lamanya anakku mengikuti To-tiang belajar
silat, aku rasa kebisaannya pasti lebih dari cukup.
Sambil menggeleng-gelengkan kepalanya Giok Tong Tjin-djin berkata :
Kepandaian silat tidak berbatas, bila seorang hidup sampai tua ia harus belajar sampai
saat itu juga. Yang penting ialah untuk menambah pengalaman. Untuk ini orang itu harus
pergi mengembara kesana-kemari, dari situ orang akan mendapat pengalaman. Demikian
pula halnya denqan Yam-hee (putera paduka), bila ia hendak mendjadi satu jago yang tiada
taranya, ia mesti pergi mengembara untuk ?mempraktek"kan apa yang dipeladjarinyasekarang. Entah bagaimana pendapat Sri baginda ? Dapatkah putera paduka ikut hamba
untuk pergi mengembara ?
Mendengar perkataan Giok Tong ini Sri baginda jadi terdiam sejenak. Sedangkan wajahnya
memperlihatkan roman yang susah. Sebagaimana telah diterangkan diatas bahwa kaum
ningrat dari kerajaan Lam Tjo itu dilarang meninggalkan kota sejarak seratus li. Karena
ketika Giok Tong Tjin-djin mengajukan persoalan ini kepada raja itu, raja jadi sukar untuk
menjawab. Karena ia tidak mau melanggar tradisi dari negaranya itu.
Dalam pada itu Giok Tong Tjin-djin yang melihat Sri baginda tidak memberi jawaban atas
pertanyaannya itu, ia juga tidak mau mendesak dan berlalu dari situ.
Sampai pada malam harinya, ketika Giok Tong Tjin-djin sedang mengajari Toan Tjeng ilmu
bathin. sekonyong-koyong Toan Tjeng bertanya :
--- Soe-hoe, bukankah tadi engkau berkata kepada Hoe-ong (ayah baginda) untuk mengajak
aku pergi mengembara ?
Mendapat pertanyaan itu Giok Tong Tjin-djin hanya meng-angguk-anggukkan kepalanya.
Dalam pada itu Toan Tjeng telah berkata :
---- Engkau Lo-djin-kee ( == orang tua) tidak mengetahui bahwa leluhurku telah mengadakan
peraturan bahwa setiap kaum ningrat dilarang meninggalkan kota Dalih sejarak 100 li.
Ayahku kini berfungsi sebagai raja, jadi tidak dapat melanggar peraturan itu, bila beliau
berani melanggarnya. ningrat lainnya bukan saja akan mentjemohkannya, bahkan mereka
juga mungkin akan melanggar peraturan yang telah ditentukan itu. Bila aku yang
memohonnya beliau pasti akan menolaknya juga.
Mendengar keterangan ini Giok Tong Tjin-djin jadi terdiam sedienak, baru kemudian ia
berkata:
---- Bila menurut peraturan leluhurmu, walaupun engkau belajar lagi selama dua puluh


Lima Djago Luar Biasa Sia Tiauw Gwa Toan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tahun. belum tentu engkau akan memperoleh kemajuan.
Dalam pada itu Toan Tjeng yang melihat disekelilingnya tidak ada orang, dengan nadanya
rendah ia lantas berkata :
---- Guru, aku boleh secara diam-diam meninggalkan kota ini untuk mengikutimu pergi
mengembara.
Mendengar perkataan muridnya ini Giok Tong Tjin-djia jadi terperanjat, kemudian katanya :
--- Engkau hendak ikut aku pergi dari sini ? Tidak mungkin. Nanti amuyah akan
memarahimu.
Sambil tertawa Toan Tjeng mendjawab:
--- Ayahku hanya mempunyai aku seorang putera,mungkinkah ia akan membunuhku
karena aku berbuat demikian ? Didalam peraturan leluhurku itu hanya disebutkan bahwa
setiap ningrat dilarang meninggalkan kota, tetapi tidak dicantumkan bahwa seseorang
ningrat dilarang melarikan diri.Mendengar perkataan muridnya itu Giok Tong Tjin-djin jadi tersenyum pahit. Toan Tjeng
walaupun masih berusia demikian muda, tetapi perkataannya sangat tajam.
Sehingga akhirnya Giok Tong Tjin-djin hanya bisa membisikkan muridnya beberapa
perkataan yang dibarengi pula dengan mengangguknya kepala sipangeran itu.
Pada keesokan harinya keraton keradjaan Lam Tjo itu jadi gempar dengan lenyapnya sang
pangeran beserta gurunya. Dalam pada itu terlihat seorang menteri yang melaporkan
kejadian itu kepada raja :
---- Celaka Sri baginda, pangeran telah melarikan diri!
Mendengar lenyapnya putera yang dicintai itu, radja jadi sangat terperanjat. Ia lantas
menuju ketempat kediaman sipangeran guna menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri.
Barang-barang yang ada didalam keraton itu masih tetap seperti biasa, hanya kurang
beberapa stel baju dan sedikit uang. Melihat ini sambil menghela napas Toan Lo-ong-ya
berkata :
--- Duhai anakku, sampai hati engkau meninggalkan aku seorang diri.
Dalam pada itu ada seorang menteri berkata:
--- Sri baginda, Yam-hee ternyata pada kemarin malam perginya, malah ia masih
meninggalkan secarik surat.
Setelah berkata demikian, menteri itu lantas mengangsurkan surat tersebut yang segera
disambuti oleh raja.
Didalam surat itu dikatakan, bahwa sebelum Toan Tjeng memohon be-ribu-ribu ampun
atas kelancangannya meninggalkan istana tanpa pamitan terlebih dahulu. Disamping itu ia
berjanji pada suatu saat ia pasti akan kembali kekota Dalih. Dibawahnya dicantumkan nama
Toan Tjeng. Demikianlah kira-kira bunyi surat itu.
Melihat isi surat itu Toan Lo-ong-ya sambil menghela napas panjang berkata :
Tjeng-dji, Tjeng-dji, mengapa engkau berbuat sesembrono itu ? Setelah berkata demikian
ia lantas memasuki surat itu kedalam jubanya dan kemudian berkata kepada pengawalpengawal dan menteri-menteri yang berada disitu :
---- Kamu semuanya harus memegang rahasia perihal larinya putera mahkota dari keraton.
Mulai hari ini kamu boleh mengumumkan bahwa pada saat ini pangeran sedang diserang
oleh semacam penyakit aneh dan harus mengasoh selama tiga tahun lamanya dan setiap
orang tidak diperkenan-kan melihatnya. Siapa saja yang membikin bocor rahasia ini, hatihati dengan kepalanya. Tahukah kamu ?
Semuanya berjanji akan mentaati perintah itu.
Maka mulai saat itu Toan Tjeng tidak lagi terlihat wajahnya dikota Dalih.
Kini baik kita menilik kepada Toan Tjeng yang mengikuti Giok Tong Tjin-djin berlalu dari
keraton. Dengan masing-masing menggunakan ginkang (ilmu mengentengi tubuh) sebentarsaja mereka telah sampai ditempat yang berjarak dua puluh li dari kota Dalih, sehingga
setelah fajar menyingsing mereka baru menghentikan langkahnya. Pada waktu itu Toan
Tjeng telah menukar pakaian dengan pakaian yang lazim dipakai oleh rakyat jelata. Ia terus
mengikuti gurunya melintasi Tiam Tjong-san, Lan Tjong-san, sepuluh hari kemudian
sampailah mereka diatas Ta Koan Louw. Ta Koan Louw adalah bangunan yang terkenal
diluar kota Koen Beng. Loteng atau Louw itu ber-tingkat-tingkat, sehingga puncak loteng itu
se-akan-akan menembusi awan. Loteng itu terletak dilamping gunung. Dari atas loteng
tersebut orang akan dapat memandang jelas seluruh keadaan kota Koen Beng. Toan Tjeng
yang baru kali ini keluar dari keraton, membuat ia terpaku ketika melihat pemandangan ini.
Se-konyong-konyong Giok Tong Tjin-djin berkata :
--- Muridku, engkau lihat disebelah sana ada seorang pemuda pelajar, ia tampaknya sedang
merenungkan sesuatu.
Toan Tjeng dengan mengikuti jari gurunya melihat, ternyata antara jarak dua puluh
tindak dari mereka tertampak seorang pemuda peladjar, umurnya ditaksir belum sampai
tiga puluh tahun. Walaupun pada saat itu telah mulai musim rontok, tetapi anehnya ia
hanya memakai juba yang tipis dan pada saat itu ia rupanya sedang merisaukan sesuatu
dengan diselingi oleh helaan napasnya.
Toan Tjeng yang melihat keadaan pemuda pelajar itu jadi berpikir, bukankah dibadannya
membawa sedikit bekal, biarlah aku memberikannya beberapa tail emas kepada pemuda itu
sebagai ongkos untuk ia membeli baju tebal ?
Setelah berpikir demikian ia lantas menghampiri peladjar itu sambil kemudian berkata:
- Hai saudara, rupanya anda sedang menohadapi krisis keuangan, aku disini ada beberapa
tail emas, silakan anda pakai dulu, tidak usah pusingkan mengenai pengembahannya.
Setelah berkata demikian ia lantas memasukkan beberapa tail emas itu kedalam juba
sipemuda pelajar itu.
Mendadak wadjah pemuda peladjar itu berubah. kemudian sambil menggelengkan
kepala ia berkata:
--- Kekesalanku ini bukan disebabkan oleh uang !
Mendengar ini diam-diam Toan Tjeng jadi merasa heran. Bila kesalnya bukan disebabkan
oleh uang. habis oleh apa ? Sedang merindukan seorang gadiskah ?
Dalam pada itu pemuda peladjar itu setelah berkata demikian ia lantas berlalu dari situ.
Se-konyong-konyong dari samping Toan Tjeng terdengar suara tertawa yang amat nyaring
dengan dibarengi terdenganya perkataan orang itu :
---Tjan Siu-tjai, tiga hari telah terlampau, sudahkah engkau berpikir masak-masak ? Lekas
berikan jawabmu kepadaku! Perkataan itu amat menusuk pendengaran. Cepat-cepat Toan
Tjeng berpaling dan tampaklah olehnya bahwa pada saat itu sedang jalan mendatangi
seorang Ang Ie Lama, atau Lama berbaju merah. Lama itu mempunyai kepala yang besar.
mukanya seperti kwali besi, hidungnya seperti hidung singa dan bersemu merah. Dilehernyatampak tergantung serencengan tengkorak. Tengkorak kepala yang direnceng itu ditaksir
lebih kurang ada 18 buah dan benda itu bukanlah benda asli, tetapi dibuat dari bahan perak
yang mengkilap, sehingga bila terkena cahaja matahari benda itu (tengkorak buatan) akan
mengeluarkan cahaja putih. Lama itu bertubuh tinggi besar, ditangannya menggenggam
sebatang Sian-tiang (tongkat yang biasa dibawa oleh seorang pendeta).
Sedangkan pemuda pelajar she Tjan itu yang begitu melihat Lama tersebut wajahnya jadi
pucat-pasi, bagaikan ia sedang berhadapan dengan ular yang paling beracun. Dia lantas
mundur tiga langkah dan kemudian menerjunkan diri kebawah.
Dengan tanpa terasa Toan Tjeng jadi mengeluarkan teriakan tertahan --- Ce1aka!
Bila saja sipelajar she Tjan itu djatuh sampai kebawah, badannya sudah dapat
dibayangkan dengan pasti bahwa anggota tubuhnya pasti akan ?brantakan". Siapa tahu
begitu pemuda pelajar itu terjun kebawah loteng, sambil mengeluarkan tertawa yang tak
enak didengar Lama itu lantas mengulurkan Sian-tiangnya dan menggaet ikat pinggang
sipemuda, yang kemudian diangkat kembali keatas loteng tersebut. Kejadian ini membuat
sipemuda peladjar yang hendak minta mati tak dapat dan hendak hidup pun idem itu jadi
menangis, kemudian ia berteriak:
---- Sampai matipun aku tidak akan mengerjakan pekerjaan yang tidak patut itu.
Mendengar perkataan itu Lama tersebut kembali mengeluarkan tertawanya yang tidak
enak didengar itu, baru kemudian ia berkata :
---- Engkau tidak mau mengerjakannya ? Baik, sekarang aku hendak bertanya kepadamu,
apakah engkau sudah tidak mengingini jiwa ibumu lagi ?
Mengucapkan sampai beberapa patah yang terakhir itu Lama tersebut sengaja
meninggikan nadanya. Sehingga perkataan tersebut yang begitu didengar oleh pemuda she
Tjan itu jadi menghentikan tangisnya. Dalam pada itu si Lama baju merah sambil tertawa
dingin telah berkata kembali :
--- Tjan In Hoan, engkau harus mengerti. Bila saja engkau mengerjakan pekerdjaan ini, bukan
saja jiwa ibumu akan tertolong, tetapi engkau juga akan memperoleh seribu tail emas,
mengapa engkau masih tidak mau mengerjakannya ? Dengarlah nasihatku yang terakhir ini,
sekarang engkau boleh pulang dulu, aku pasti akan mengobati penyakit ibumu itu.
perkataan Lama itu, Tjan In Hoan rupanya sudah hendak menuruti segala kehendak si
Lama baju merah. Dalam pada itu Toan Tjeng yang sejak tadi mendengarkan dari samping,
sedikit banyak ia telah dapat menerka, bahwa Lama baju merah itu sedang mendesak
kepada sipemuda untuk melakukan sesuatu pekerjaan yang tidak patut, dengan
menggunakan ibu sipemuda yang sedang sakit itu sebagai alat untuk mendesak sipemuda.
Maka setelah berpikir demikian Toan Tjeng djadi menghadang didjalan dan membentak :
--- Hai kepala botak, engkau hendak memaksa seseorang untuk mengerjakan suatu
kejahatan. Lekas katakan ! Bila tidak hmmmmmm, jangan harap kamu bisa turun dari loteng
ini.Mendengar ini Lama baju merah tersebut kembali memperdengarkan tertawa anehnya
itu, kemudian baru berkata :
--- Hai anak yang masih ingusan, tahukah kau berapa tinggi langit dan tebalnya bumi ?
Sungguh berani kau mengurusi diriku, sekarang aku hendak bertanya, sudah bosan
hidupkah engkau ? Sayang kalau mati muda-muda, belum cukup engkau menikmati
kesenangan dunia.
Ketika Toan Tjeng berpaling kepada gurunya yang berjarak lebih kurang sepuluh tindak
dari dirinya, ia rupanya tidak melarang muridnya untuk berkelahi dengan Lama baju merah
itu. Melihat keadaan itu hati Toan Tjeng jadi bertambah besar, maka ia juga tidak mau kalah
gertak dengan si Lama, maka ia lantas balas membentak :
- Hai kalde, engkau jangan omong besar didepan tuan besarmu, lebih baik sekarang
engkau berlalu dari sini. Dan saudara Tjan ini bila engkau ?titipkan" kepadaku.
Lama baju merah tersebut bernama Loeikatien, ia adalah salah seorang jagoan dari partai
Agama Merah di Tibet ( == See Tjong). Perangainya selain keji pun jahat sekali. Kali ini
maksud kedatangannya ke Ta Koan Louw itu ialah hendak memaksa pemuda she Tjan itu
untuk melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Pada mulanya pemuda tersebut
menyanggupkannya, tetapi kemudian ia meninggalkan pekerjaan tersebut hanya sampai
setengah jalan, kejadian ini membuat Lama itu menjadi sangat gusar, tetapi dengan
kekerasan ia tidak berhasil memaksa pemuda tersebut. Sampai akhirnya ia menggunakan
ibu pemuda yang sedang sakit sebagai barang tanggungan, dengan jalan ini pemuda she
Tian itu rupanya baru hendak menurut perintahnya itu. Tetapi tiba-tiba muncul Toan Tjeng
sebagai penghalang. Kejadian ini membuat ia gusar sekali, maka ia lantas membentak:
--- Siauw-tjoe, rupanya engkau sudah tidak sayang kepadanya jiwamu lagi!
Setelah berkata demikian, ia lantas mengarahkan kepalannya kebahu Toan Tjeng.
Serangan Loeikatien ini disebut gerakan tunggal dari "Hek Soan Thie Tjiang", disamping itu ia
karena melihat diloteng itu terdapat banyak kaum touris, ia jadi tidak berani membunuh
orang ditempat umum. Ia hanya menggunakan tujuh bagian tenaganya untuk menyerang
Toan Tjeng, maksudnya hanya hendak membikin patah tulang bahu pangeran itu. Supaya
Toan Tjeng mendapat sedikit pengajaran unuk selanjutnya jangan suka usil mencampuri
urusan orang lain.
Sedangkan Toan Tjeng yang melihat bahunya diserang, ia tetap tidak mau menyingkir,
sehingga sampai disatu saat serangan itu tepat mengenai bahunya dan terdengarlah suara
"Buuukkk", tangan Loeikatien itu seakan-akan tertumbuk dengan lempengan besi yang
tebal. Sedangkan Toan Tjeng tetap berdiri dengan tenangnya, tetapi sebaliknya Loeikatien,
tangannya terasa pedas dan panas.
Sebagaimana telah diketahui bahwa setelah Toan Tjeng meminum darah ikan yang telah
berumur ratusan tahun itu, badannya jadi bersisik dan kebal. Disamping itu kini ia telah
digembleng oleh Giok Tong Tjin-djin selama lebih kurang 8 - 9 tahun. Maka pukulan
semacam yang diberikan oleh Loeikatien itu jangan harap bisa melukainya.Dalam pada itu Toan Tjeng telah berkata sambil mengejek :
- Toa Soe-hoe, seranganmu itu sebagai juga sedang menggaruki aku.
Mendengar ejekan itu Loeikatien jadi murka. Sambil mengeluarkan suara dari hidung ia
kembali menyerang sambil menggunakan lima jari dari tangan kanannya, kelima jari itu
dibuat demikian rupa sehingga merupakan semacam kailan. Ketika tangan itu tiba diatas
kepala Toan Tjeng mendadak jadi berobah hitam, yang kemudian diteruskan sehingga tepat
mengenai kepala Toan Tjeng .
Ilmu serangan Loeikatien ini sangat dahsyat, serangan itu diberi nama ?Hek Soan Sin
Djiauw" atau "Kuku dari malaikat hitam ",bukan saja dasyat pun berbahaya sekali. Tidak
perduli orang yang diserang itu mempunyai ilmu Kim Tjiong Tjo Lo Han Kong (salah satu ilmu
kebal) yang sempurna, tetapi bila diserang memakai ilmu Hek Soan Sin Djiauw itu, ilmu
kebal Kim Tjiong Tjo itu pasti akan pecah dan tiada berguna lagi, malah orangnya pasti akan
menemui bencana. Namun sungguh aneh, serangan Hek Soan Sin Djiauw itu kini walaupun
tepat mengenai kepala sipangeran, tetapi hanya pembungkus kepalanya saja yang
berlobang, sedangkan orangnya tetap berdiri dengan tenangnya.
Pada saat itu Toan Tjeng mulai mengejek kembali :
--- Bangsat kalde, lekas 'kau keluarkan semua serangmu yang kamu kira boleh diandalkan.
bila tidak Siauw-ya (tuan muda) mu hendak mulai melakukan penyerangan.
Sedangkan Loeikatien yang melihat bahwa musuh tidak dapat dilukai dengan Hek Soan Sin
Djiauw-nya, mukanya jadi berobah. Mendadak ia mendapat suatu akal yang keji sekali,
maka dengan memaksakan diri ia berkata :
Adik kecil, kepalamu sungguh keras sekali, aku hendak mencobanya sekali lagi ..
Belum lagi habis ia mengucapkan perkataan itu tangannya sudah dimajukan lagi dan
kembali ia menyerang kepala Toan Tjeng dengan mempergunakan Hek Soan Sin Djiauwnya, serangan itu dilakukan cepat sekali. Disamping itu ia juga menggunakan sebelah
kakinya menjepak bagian bawah perut Toan Tjeng. Sedangkan sipangeran yang hendak
mengandalkan kekebalan tubuhnya tetap berdiri ditempatnya semula dengan keadaan
yang tetap tenang. Tetapi siapa serangan Loeikatien kali ini mengandung maksud yang
kedji sekali. Begitu badan Toan Tjeng kena disepak dan terangkat naik, ia lantas mendorong
pangeran itu sampai diluar batas loteng itu sambil membentak:
---- Enyah kau dari sini !
Toan Tjeng yang tidak menyangka bahwa Lama baju merah ini bisa berlaku demikian, ia jadi
tidak keburu mengegoskan diri dan jatuh kebawah !
Pada saat itu Giok Tong Tjin-djin lantas mengeluarkan seruan panjang dan kemudian
menutulkan kakinya dengan dibarengi melayangnya sang tubuh kebawah guna menolongi
muridnya. Dengan cepat ia telah berhasil memegang baju Toan Tjeng, sambil menggunakan
kesempatan itu ia senggol badan Toan Tjeng dengan dibarengi melayangnya tubuh guru
rnurid itu keloteng tingkat tiga. Maka dengan demikian pula tertolonglah jiwa pangeranyang jujur itu. Giok Tong Tjin-djin tidak berhenti sampai disitu saja. setelah ia menurunkan
sang murid diloteng ketiga itu. badannya lantas melompat lagi keloteng yang lebih tinggi,
yaitu loteng dimana Ang Ie Lama itu berada.
Begitu sampai Giok Tong Tjin-djin lantas berkata:
---- Saudara adalah seorang yang memeluk agama, tetapi mengapa kelakuanmu begitu keji
dan rendah.
Loeikatien yang telah menyaksikan kepandaian iman itu dengan mata kepala sendiri,
begitu dihampiri ia djadi agak jeri (takut). Tetapi karena hendak menjaga nama. ia berusaha
untuk menenangkan dirinya. Malah kemudian de-ngan memaksakan diri untuk bersenyum
ia berkata:
---- Ternyata To-yoe adalah guru dari Siauw-tjoe itu. Sungguh kebetulan. Tadi aku sudah ajar
adat sama muridnya, kini gurunya aku hendak beri sedikit pelajaran untuk selanjutnya tidak
membiarkan muridnya suka usil mencampuri urusan orang lain lagi.
Setelah berkata demikian ia kembali mengulurkan kelima jari tangannya dengan
menggunakan kebiasaannya yang tunggal, yaitu Hek Soan Sin Djiauw.
Melihat dirinya diserang, Giok Tong Tjin-djin lantas mengulurkan kedua tangannya
sambil mengerahkan tenaga dalamnya dikedua telapak tangannya dan begitu tangan dari
kedua orang itu bentrok satu sama lain, Giok Tong Tjin-djin tetap tenang berdiri
ditempatnya yang semula. Sedangkan Loeikatien jadi mundur beberapa tindak dan
kemudian dibarengi dengan muntah-muntah darah.
Ang Ie Lama itu rupanya telah menginsjafi bahwa kini ia telah terluka didalam, untuk
melanjutkan pertempuran ia pasti akan berada didalam posisi yang tidak menguntungkan.
Maka ia segera berkata :
--- Untuk kali ini aku mengaku kalah, sampai bersua dikemudian hari.
Setelah berkata demikian ia lantas berlalu dari loteng itu. Bertepatan dengan itu Toan
Tjeng yang sedang menaik tangga loteng jadi berhadapan muka dengan Lama baju merah
itu. Dengan tanpa mengatakan sesuatu apa ia lantas memukul musuh yang keji itu.
Sedangkan Loeikatien yang mengetahui bahwa lukanya pada saat itu cukup berat, tak berani
ia sambuti serangan itu, ia hanya main egos saja, sehingga setiap serangan Toan Tjeng itu
selalu mengenai tempat kosong. Kejadian ini membuat hati sipangeran jadi bertambah
panas. Tetapi mendadak gurunya, Giok Tong Tjin-djin, mencegahnya untuk turun tangan
terlebih jauh. Sehingga Toan Tjeng yang memangnya selalu patuh akan perintah gurunya itu
jadi menghentikan serangannya. Sehingga Loeikatien dapat turun dari loteng tersebut
dengan aman.
Kini baik kita menilik kepada pemuda pelajar itu, ia yang begitu melihat Loeikatien dapat
dikalahkan orang, bukannya mengunjukkan wajah yang gembira, malah sebaliknya
romannya tetap bermuram-durja.
Maka ketiga guru murid itu menanyakan apa sebabnya, pemuda itu lantas mendjelaskan:--- Sebelumnya aku mengucapkan diperbanyak terima kasih kepada Djiwie yang telah begitu
rela membantuku untuk mengusir Lama itu. Tetapi Djiwie (saudara berdua) harus
menginsyafi, bahwa pada saat ini ibuku sedang sakit dirumah, sehingga begitu Lama itu
berlalu dari sini, siapa lagi yang mau mengobati ibuku itu, haiiiiii.
Demikian pemuda itu mengakhiri penjelasannya sambil menghela napas panjang.
Mendengar keterangan itu Giok Tong Tjin-djin lantas berkata :
----Pin-to dahulu karena pernah belajar sedikit mengenai ilmu pengobatan, maka bila
saudara tidak merasa berkeberatan, dengan semua tenaga dan kebisaan yang ada padaku,
Pin-to akan berusaha untuk mengobati penyakit ibumu itu.
Tjan In Hoan, sipemuda pelajar itu, yang begitu mendengar perkataan Giok Tong Tjin-diin,
wajahnya lantas berobah jadi ber-seri-seri. Maka ia lantas memimpin kedua orang itu turun
loteng. Disepanjang jalan tak hentinya mereka ber-cakap-cakap, dari percakapan itulah Giok
Tong Tji, djin beserta muridnya mengetahui jelas riwajat pemuda malang itu
( III )
Ternyata leluhur Tjan In Hoan tadinya tinggal di In Lam Tjo Tong-sian, tetapi ketika
sampai kepada kakeknya, keluarganya lantas pindah kedesa Tong Hian Lie yang terletak
diluar kota Koen Beng.


Lima Djago Luar Biasa Sia Tiauw Gwa Toan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sejak kecil Tjan In Hoan sudah tidak berayah lagi, hidupnya hanya mengandalkan mata
pencarian ibunya, sehingga akhirnya Tjan In Hoan ini dapat memperoleh gelar Siu-tjay.
Berapa kali sudah ia menempuh ujian kekelas yang lebih tinggi, tetapi usahanya itu sia-sia
belaka. Sampai akhirnya ia membuka sebuah sekolah kecil atau lebih tepat disebut sebagai
tempat les (pelajaran tambahan). Demikianlah dengan mengandalkan penghasiian yang
kecil itu, ibu-anak bisa melewati hari-hari yang penuh dengan derita. Sampai pada tiga bulan
jang lalu, disuatu pagi mendadak ibu Tjan In Hoan tidak dapat bangun dari pembaringan.
Menurut ceritanya, pada tengah malam antara sadar tidak sadar, ia (ibu Tjan In Hoan)
melihat sebuah bayangan hitam mendekati tempat tidur, baru saja ia hendak berteriak,
bayangan tersebut telah keburu turun tangan dan mereka belakang badannya, bersamaan
dengan itu ia lantas merasa seluruh badannya menjadi kaku, sedangkan mulutnya bagaikan
disumbat oleh sesuatu barang sehingga ia tidak dapat mengeluarkan suara, apa lagi
berteriak. Dalam pada itu bayangan hitam tersebut yang setelah membaringinya lantas
berlalu dari kamar itu.
Semalaman Seng-sie (nama ibu Tjan In Hoan) tidak dapat tidur dan merasa dahaga sekali.
Sampai ketika fajar sudah mulai menyingsing ia bagaikan seorang yang baru tersadar dari
tidurnya dan dapat bergerak seperti biasa lagi.
Kejadian ini lantas diceritakan kepada anaknya. Sedangkan Tjan In Hoan mengira bahwa
ibunya pada siang hari karena berpikir yang bukan-bukan, jadi malamnya mendapat suatu
impian itu. Maka setelah memberi hiburan kepada ibunya, ia tidak menaroh dihati kejadian
itu. Namun siapa sangka, setelah mengalami kejadian itu, mulai dari saat tersebut Seng-sie
jadi jatuh sakit, pada mulanya ia merasa kepalanya pening dan tulang-tulangnya terasasakit. Keadaan itu terus berlangsung sampai tujuh hari lamanya. Malah pada hari yang
ketujuh mendadak dibelakang tubuh Seng-sie timbul srmacam bisul yang aneh. Bisul aneh
itu semuanya berjumlahnya lebih-kurang empat buah dan masing-masing sebesar ujung
djari tangan, disekeliling bisul itu bersemu merah dan sangat sakit bila tersentuh.
Lewat pula 3-4 hari, bisul tersebut pecah dan mengeluarkan sematjam cairan yang
berwarna kuning-kehijau-hijauan, baunya busuk sekali. Disamping itu Seng-sie merasa
sakitnya sampai keulu-hati, sehingga ia tidak dapat tidur terlentang, ia mesti tidur tengkurup
(bertiarap).
Pada mulanya Tan In Hoan telah memanggil tabib kota Koen Beng untuk mengobati
penyakit ibunya yang aneh itu. Tetapi penyakit ibunya itu anat memusingkan tabib yang
dipanggil, karena mereka tidak mengetahui penyakit apa yang diderita oleh perempuan tua
yang malang itu. Rata-rata mereka akhirnya hanya menuliskan ?resep obat yang khusus
memunahkan ratjun. Tetapi nyatanya obat tabib-tabit itu sia-sia belaka untuk
menghilangkan penyakit bisul yang aneh itu.
Dalam pada itu Seng-sie saking, tak tertahan, ia sudah bermaksud hendak mengambil
jalan pendek, yaitu membunuh diri. Tetapi setelah In Hoan memohon dengan sangat dan
menasihatinya, akhirnya Seng-sie menurut juga perkataan anaknya. Disamping itu kini
keadaan mereka jadi semakin melarat, sampai suatu saat sudah tiada satu barangpun yang
dapat digade. Keadaan yang sedemikian terus berlangsung sampai tiga bulan lamanya, maka
dapat kita bayangkan sendiri, betapa melaratnya Tjan In Hoan.
Sampai pada suatu hari ketika ia telah berputus asah dan kehabisan akal, sekonjongkonyong datang seorang Lama baju merah datang kedesa itu. Ang Ie Larna tersebut
mengaku bernama Loeikatien, berasal dari perbatasan Sin Tjoun. Kepandaiannya yang
khusus ialah mengobati suatu penyakit kulit yang aneh. Sedangkan Tjan In Hoan yang
mendengar Lama tersebut dapat mengobati penyakit aneh, dengan tanpa terasa ia jadi
sangat gembira. Ia lantas mengundang Lama itu untuk mengobati penyakit ibunya.
Loeikatien setelah melihat penyakit bisul yang aneh itu lantas berkata kepada Tjan In Hoan,
bahwa ia dapat mengobati penyakit tersebut dalam tempo dua hari saja. Namun Tjan In
Hoan harus memenuhi syarat yang dikemukakannya. Tjan In Hoan yang bercerita sampai
disini, ia lantas mengunjukkan roman yang malu-malu dan ia tidak melanjutkan ceritanya
lagi.
Sedangkan Toan Tjeng yang merasa tertarik dengan cerita pemuda she Tjan ini, ketika
melihat Tjan In Hoan memutuskan ceritanya setengah jalan, cepat-cepat ia bertanya :
--- Kemudian bagaimana ? Apa Lama itu hendak meminta banyak uang emas dari anda ?
Sambil menundukkan kepalanya Tjan In Hoan berkata :
--- Tidak. Lama ini mengatakan bahwa setelah ia menyembuhkan penyakit ibuku itu, bukan
saja ia tidak mau menerima sepeserpun jua, malah sebaliknya ia akan memberikan aku
seribu tail emas.Mendengar keterangan ini dengan tanpa terasa Toan Tieng jadi merasa heran, maka ia
lantas bertanya lagi:
--- Sungguh suatu kejadian yang aneh dan langka terdapat didalam dunia ini. Pada umumnya
tabib yang setelah mengobati orang pasti akan meminta uang jasa. Tetapi sebaliknya
dengan Lama baju merah ini. Mungkin ada sesuatu yang diminta oleh Lama itu, dapatkah
anda memberitahukannya ?
--- Tak kuasa untuk aku menyebutkan syaratnya itu. Pendek kata syaratnya itu sangat
rendah dan memalukan. Lama itu mengasih tempo tiga hari kepadaku untuk memberi
jawaban yang positif mengenai hal itu. jika aku menolak syaratnya itu, niscaja ibuku akan
menemui ajalnya, karena didalam jagat ini, katanya tiada orang yang dapat mengobati
penyakit itu lagi. Dalam tiga hari itu perasaanku tidak menentu, sampai hari ini, ketika aku
berada di Ta Koan Louw, Lama itu lantas menagih jandji dan seterusnya dji-wie( saudara
berdua) tentunya telah menyaksikan sendiri. Toan Tjeng yang karena terdorong oleh rasa
ingin tahu, ia mendesak terus kepada Tjan In Hoan supaya menuturkan apakah yang
mendjadi syarat Loeikatien itu. Tetapi bertepatan dengan itu mereka telah tiba disebuah
desa kecil, dalam pada itu Tjan In Hoan telah berkata :
--- Gubukku berada disebelah depan, silakan masuk !
Setelah mengiakan Giok Tong Tjin-djin dan muridnya lantas mengikuti Tjan In Hoan
memasuki desa kecil tersebut. Setelah melewati lebih kurang 20 rumah, tampaklah disitu
terdapat sebuah rumah batu. Begitu mereka tiba dipekarang rumah itu, Iantas terdengar
rintihan seorang wanita tua. Begitu mendorong pintu Tjan In Hoan lantas berteriak :
--- Ibu! Aku telah mengundang seorang sinshe.
Dari dalam terdengarlah helaan napas dari wanita tua itu, rupanya itulah sebagai
jawabannya. Begitu mereka berada didalam kamar, tampaklah seorang wanita tua jang
bertiarap diatas pembaringan, sambil tak hentinya mengeluarkan rintihan. Disampingnya
duduk seorang wanita setengah tua yang sedang menungguinya. Wanita setengah tua itu
yang begitu melihat Tjan In Hoan lantas berdiri dan berkata:
--- Tjan Siang-kong (Tuan Tjan), sekarang aku hendak pulang untuk memasak nasi dan sayur.
---- Sungguh rnemberabekan kau Tjoe-Toa-nio (nyonja Tjoe), silakan !
Orang yang dipanggil Tjoe Toa-nia itu adalah tetangga Tjan In Hoan, ia karena merasa iba
hati melihat keadaan ibu anak itu, dengan tanpa diminta ia bantu mengurusi rumah tangga
Tjan In Hoan. Kini ia (Tjoe Toa-nio) yang begitu mendengar pemuda she Tjan itu berkata
demikian lantas berlalu dari situ. Dalam pada itu sambil menghela napas Seng-sie berkata :
--- Kau baru pulang anakku. Ibumu sungguh sangat menderita. Tadi kembali mengalir cairan
yang kental serta sangat busuk baunya.
Giok Tong Tjin-djin lantas maju kedepan, kemudian membuka belakang baju Seng-sie
untuk memeriksanya. Begitu melihat tegas ia amat terperanjat dan berkata :--- Celaka! ini bukannya bisul beracun, tetapi ini adalah luka akibat dari pukulan Hek Soan
Sin Sah (pasir dari dewa muka hitam).
Toan Tjeng yang mendengar gurunya rnenjebut Hek Soan Sin Sah, segera bertanya :
- Soe-hoe, apa yang disebut Hek Soan Sin Sah, mungkin Lama baju merah itu yang
menyamar sebagai setan ?
Sambil tertawa Giok Tong Tjin-djin berkata :
--- Tepat dugaanmu. Tadi dalam gerakan kedua dari serangan Loeikatien ketika
menyerangmu disebut Hek Soan Sin Djiauw, ilmu itu adalah salah satu ilmu yang paling
berbahaya dan paling sukar dipelajari. Kedua ilmu ini adalah ilmu yang paling diandalkan
oleh Soat San Lo-koay selama ia berkelana didalam kalangan Kang-ouw. Ilmu itu selain sukar
dipelajari pun bersifat sangat keji, satu waktu bila yang mempelajari berlaku kurang hatihati, akhirnya senjata bisa makan tuan.
--- Ilmu yang demikian kejinya masih dipelajari oleh manusia. Demikian kata Toan Tjeng
sambil tertawa.
Dalam pada itu Tjan In Hoan rupanya sudah tidak sabar menantikan jawaban Giok Tong
Tjin-djin :
--- To-tiang, dapatkah Kee-boe (membasakan ibu sendiri kepada orang lain) sembuh dari
penyakit yang aneh ini ?
--- Dapat, tetapi kini aku belum dapat turun tangan s-belum berhasil menangkap seratus
ekor kawa-kawa.
Mendengar keterangan itu Tjan In Hoan sambil menelan ludah bertanya lagi :
---- Seratus ekor kawa-kawa ? Dalam tempo yang singkat mana bisa menangkap kawa-kawa
sebanyak itu ? (kawa-kawa == laba-laba).
Sambil tertawa Giok Tong Tjin-djin berkata :
--- Bukannya aku mengejekmu, orang yang seperti engkau ini menangkap ayam saja belum
tentu bisa, apa lagi untuk menangkap seratus ekor kawa-kawa, engkau tentu merasa untuk
menangkapnya akan lebih sukar bila engkau naik kelangit, bukan ? Tetapi berlainan dengan
muridku, ia adalah seoranq ahhli menangkap kawa-kawa. Setelah berkata demikian Giok
Tong Tjin-djin lantas berpaling kepada muridnya dan berkata:
--- Lekas 'kau pergi ke Pit Kee-san, aku beri tempo sampai senja ini engkau harus sudah
dapat menangkap 100 ekor kawa-kawa, bila kurang satu saja engkau jangan balik lagi
kemari.
Sambil tersenyum Toan Tjeng mengiakan. Kemudian ia meminjam kepada Tjan In Hoan
sebuah topi buluh dan tong kaju dan kemudian berlalu.Dalam pada itu Giok Tong Tjin-djin sambil mengajak omong kepada Tjan In Hoan
tangannya tak henti-hentinya terus menguruti badan Seng-sie supaya yang diraba itu
menjadi agak kurang sakit yang dideritanya.
Tak lama kemudian senjapun tibalah. Dalam pada itu Toan Tjeng dengan ber-seri-seri
bertindak masuk sambil mengangkat sebuah tong kayu yang dipinjamnya siang tadi dan
diatasnya ditutupi oleh topi buluh.
Begitu melihat Toan Tjeng masuk Tjan In Hoa lantas bertanya :
? Saudara, kawa-kawakah isinya?
Sambil tersenyum Toan Tjeng menjawab :
? Apa lagi, mari aku perlihatkan kepadamu!
Setelah berkata demikian ia lantas mengangkat topi penutup tong itu dan apa yang
tampak ? Didalamnya ternyata penuh dengan binatang berkaki berwarna hitam yang tak
lain tak bukan adalah kawa-kawa. Melihat keadaan itu Tjan In Hoan lantas berkata dengan
gugupnya :
? Saudara Toan, 'kau 'kau dari mana engkau menangkap demikian banyak kawa-kawa
? ? Mudah saja, begitu aku melihat sarang kawa-kawa aku lantas menangkapnya, dan ini
adalah hasilnya.
Sebagaimana telah diketahui bahwa badan Toan Tjeng kebal, jangan kata kawa-kawa,
ularpun takkan dapat melukai tubuhnya, maka dengan mudahnya ia dapat menangkap
demikian banyak kawa-kawa.
Pada saat itu Giok Tong Tjin-djin lantas menotoh dua buah jalan darah Seng-sie guna
menutup peredaran darahnya. Setelah itu ia lantas memerintah Toan Tjeng menangkap tiga
ekor kawa-kawa dari tong kayu yang kemudian ditaroh kebisul yang terdapat dibelakang
Seng-sie itu.
Sungguh mengherankan, kawa-kawa itu begitu menampak Koay-tjang atau bisul aneh itu
seperti juga semut bersua dengan gula, dengan lahapnya ia menghisap cairan kental yang
terdapat didalam bisul itu. Tetapi tak lama kemudian se-konyong-konyong ketiga ekor kawakawa itu menggigil dan mati.
Giok Tong Tjin-djin lantas mencongkel mayat kawa-kawa itu dengan jarum perak dan
kemudian ditarohnya keatas daun Setelah itu ia lantas menjuruh Toan Tjeng untuk
mengambil tiga ekor kawa-kawa lagi dan ditaroh kembali keatas bisul tersebut. Tetapi kawakawa mengalami nasib yang sama dengan ?kawan-kawanya"-nya yang terdahulu.
Begitulah keadaan ini berlangsung sampai 30 kali lebih, sehingga akhirnya tewaslah
keseratus kawa-kawa itu. Namun bisul itu malah jadi bertambah bengkak, sedangkan kini
yang mengalir dari bisul itu tidak lagi cairan kental yang berwarna kuning ke-hijau-hijauan,
tetapi adalah darah merah yang segar.Melihat ini dengan tanpa terasa Giok Tong Tjin-djin jadi mengunjukkan roman yang
gembira. kemudian berkata :
----Selesai, racunnya telah habis dihisap, Tuan Tjan, jiwa ibumu telah ketolongan.
Kemudian ia lantas menulis dua resep dan menyerahkannya kepada Tjan In Hoan sambil
menjelaskan bahwa resep yang satu untuk luar dan satunya lagi untuk dimakan.
Kemudian Giok Tong Tjin-djin menyuruh Toan Tjeng memberikan uang kepada Tjan In
Hoan yang diperuntukkan membeli obat. Pada malamnya Seng-sie dapat tidur dengan
nyenyaknya, disamping itu, ia juga tidak merintih lagi. Peristiwa ini membuat hati Tjan In
Hoan selain bersjukur pun berterima kasih sekali kepada tuan penolongnya.
Pada keesokan harinya Seng-sie merasa lapar. Giok Tong Tjin-djin lantas memberikan
bubur yang telah dicampur obat. Tiga hari kemudian bisul Seng-sie telah sembuh
seluruhnya. Tetapi oleh karena ia baru sembuh, badannya masih terasa lemah sehingga
masih diperlukan beberapa saat untuk mengasoh dan memelihara semangatnya.
Sampai pada hari yang keempat, dengan wajah sungguh-sungguh Giok Tong Tjin-djin
berkata kepada Tjan In Hoan
----Keadaan ibumu sudah tidak mengawatirkan lagi. la hanya memerlukan waktu beberapa
hari ini untuk mengasoh.
Eloklah kiranya kini engkau menceritakan cara bagaimana Loeikatien memaksamu ?
Ditanya demikian merahlah wajah Tjan In Hoan, sambil menundukkan kepala ia
menjawab:
Tidak patut kiranya saya mencerita hal itu kepada To-tiang, karena perbuatan itu selain
amat memalukan pun tidak berpri-kemanusiaan, maka sebaiknya tidak saya sebutkan disini.
--- Mana boleh begitu. Malah kini Pin-to teringat sesuatu. Lama baju merah itu pasti adalah
murih dari Soat San Lo-koay. Tetapi Lo-koay (orang tua aneh itu) telah dua puluh tahun
lamanya tidak muncul lagi didalam kalangan Kang-ouw. Entah dengan cara apa Ang Ie Lama
itu dapat mempelajari Hek Soan Sin Djiauw beserta Hek Soan Sin Sah itu, untuk mencelakai
orang. Aku hendak menyelidiki keadaannya se-jelas-jelasnya. Maka eloklah kiranya engkau
menceritakannya sekarang. --- Desak Giok Tong Tjin-djin.
--- Bila itu juga kehendak To-tiang, maka aku hanya bisa menuruti saja. Sebetulnya Lama
baju merah itu hendak menikahkan aku. --- In Hoan menjelaskan.
Mendengar penjelasan itu Toan Tjeng tanpa dapat ditahan lagi jadi tertawa berkakahan,
malah kemudian berkata :
---- Bila melihat umur Tuan Tjan. meniang sudah seharusnya anda menikah. Mengapa anda
risaukan itu ?
? Tidak semudah yang anda kira. Walaupun ia rela mengorbankan uang sedemikian
banyak, tetapi aku harus memenuhi syaratnya, yaitu menyamar sebagai seorang saudara
besar pergi ketempat yang berdekatan dengan Koen Beng, yakni ketempat suku Peh-ie. Dankemudian harus menikah dengan wanita dari suku itu dan membawanya pulang. Kemudian
--- Berkata sampai disitu Tjan In Hoan tidak lagi dapat meneruskan penuturannya.
Toan Tjeng adalah seorang yang anti kepada bangsa Ie (suku minoritet dari Tiongkok
daratan), karena ia menginsyafi bahwa sejak dahulu kala bangsa Han (Tionghoa) dan bangsa
Ie itu mempunyai suatu permusuhan yang mendalam. Diantara Ie itu yang paling mendekati
orang Han ialah suku Peh-ie atau Ie putih. Maka tak heran kadang kala wanita dari suku Ie
putih itu menikah dengan seorang pemuda Tionghoa, sedangkan pemuda itu akan
mendapat hinaan yang besar dari bangsanya sendiri. Begitu mendengar Tjan In Hoan
disuruh menikah dengan suku Peh-ie itu. Toan Tjeng segera bertanya:
--- O000h. setelah itu bagaimana ?
Didesak demikian mau atau tidak Tjan In Hoan jadi meneruskan penuturannya:
Ia (Lama baju merah) memerintah supaya aku dalam tempo tiga tahun harus membawa
Dewi Ular 76 Tamu Dari Alam Gaib Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen Pedang Ular Mas Karya Yin Yong

Cari Blog Ini