Ceritasilat Novel Online

Lima Djago Luar Biasa 2

Lima Djago Luar Biasa Sia Tiauw Gwa Toan Karya Chin Yung Bagian 2


pulang 18 wanita Ia yang sehat-sehat, setiap dua bulan harus menikah sekali. Pada
prinsipnya aku menjadi mempelai laki-laki, tetapi sebetulnya tidaklah demikian. Pada malam
pertama aku harus meloloh pe-ngantin wanita dengan obat bius sampai ia hilang
kesadarannya. Setelah itu Ang Ia Lama lalu memecahkan kegadisannya, katanya untuk
memetik Im (wanita) memelihara Yang (semangat lelaki). Rupanja Lama itu sedang
mempelajari sesuatu ilmu yang harus menggunakan kegadisan seorang wanita, entah ilmu
apa itu. Baru sesudah itu wanita Ie diserahkan kepadaku. Tetapi tidak sampai sebulan
wanita Ie tersebut pasti akan menemui ajalnya secara mengerikan. Pikir saja mana aku
tegah mencelakai wanita walau mereka dari suku Ie sekalipun. Itulah sebabnya mengapa
aku jadi termenung-menung di Ta Koan Louw dan menerjunkan diri dari atas loteng itu.
Baru kini Toan Tjeng dan gurunya jelas akan perihal syarat yang dimajukan oleh Loeikatien
kepada Tjan In Hoan.
Giok Tong Tjin-djin jadi menggumam seorang diri
---- Sungguh aneh, dengan menggunakan kegadisan seorang wanita melatih ilmu Lok Ang
Tjoe atau jatuhnya mutiara merah itu hanya Soat San Lo-koay seorang saja yang bisa
mempelajarinya. Tetapi mengapa Loeikatien juga ikut-ikutan ? Disamping ia dengan
mengandalkan kepandaian yang sekarang ini, ia pasti takkan susah untuk Tjay-hoa (=
memetik bunga ; merusak kegadisan atau wanita dengan paksa). Namun mengapa ia
hendak meminjam ?tangan" Tuan Tjan itu sebagai tamengnya. Sungguh suatu peristiwa
yang ruwet sekali. Setelah menggumam begitu ia lantas berkata kepada In Hoan :
--- Engkau harus segera berlalu dari sini, bila tidak cepat atau lambat, jiwa kamu ibu dan
anak pasti susah ?dipertahankan" lebih djauh. Mengerti tidak ?
Begitu mendengar perkataan Giok Tong Tjin-djin, Tjan In Hoan jadi mengeluarkan keringat
dingin. Kemudian tanyanya :
--- Bukankah Lama itu telah dilukai oleh Lo-tjianpwee ?---- Engkau hanya mengetahui sebagian saja, Ang Ie Lama itu pasti adalah murid dari Soat
San Lo-koay. Lo-koay adalah seorang yang masyhur akan kekejamannya. Aku kira Loeikatien
masih mempunyai suatu tujuan lagi. Kini rahasianya engkau bocorkan kepadaku, ia mana
mau melekaskanmu lagi. Demikian Giok Tong Tjin-djin menjelaskan.
Mendengar perkataan itu Tjan In Hoan jadi semakin gugup, dengan nada terputusputus ia berkata:
----- Ini ini ini bagaimana baiknya ? Harus pindah rumahkah aku ? Pindah kemana ?
Giok Tong Tjin-djin merasa iba hati ketika melihat In Hoan berlaku demikian, maka ia lalu
berkata : --- Dikota Koen Beng anda mempunyai sanak saudara tidak ? Koen Beng adalah
sebuah kota besar yang padat penduduknya, sehingga dalam waktu singkat Lama itu pasti
tidak akan dapat mencarimu. Maka untuk sementara engkau dapat bersembunyi disana.
Dengan wajah sedih Tjan In Hoan berkata:
-- - Memang disana aku mempunyai beberapa famili. Tetapi mereka memandang rendah
kami dan malah menghina kami. Pada beberapa bulan yang lalu ketika ibuku baru menderita
sakit, aku pernah pergi kesana untuk meminta pertolongan mereka, mereka bukan saja
tidak memberi pertolongan malah aku diusirnya seperti binatang ..
? Sekarang aku baru mengerti, kini anda tentu sedang membutuhkan uang bukan ?
Muridku, lekas kau keluarkan lempeng uang emas dan serahkan kepada Tuan Tjan ! ?
Demikian Giok Tong Tjin-djin.
Dari dalam buntalannya Toan Tjeng mengeluarkan dua lempeng uang emas yang
kemudian diselesapkan kedalam juba Tjan ln Hoan.
Dalam pada itu In Hoan sambil memberi hormat berkata :
? Budi Lo-tjianpwee akan kuingat terus, entah dengan apa aku hendak membalasnya ?
? Tidak usah anda berlaku demikian, shedjie. Lebih baik anda sekarang mencari rumah
didalam kota dan membawa Leng-hoe-tong (ibu saudara uang mulia) kesana.
? Walau Loeikatien telah dilukai oleh Lo-tjianpwee, tetapi ia sering mundar-mandir disini,
bila saja nanti ditengah jalan aku bersua dengannya, saya bisa berbuat apa ? ? Kata In Hoan
dengan sikap yang ragu.
Setelah mendengar perkataan itu Giok Tong Tjin-djin berpendapat bahwa orang
semacam In Hoan ini, menangkap ayam saja ia belum tentu bisa, apa lagi disuruh melawan
orang semacam Loeikatien itu. Maka akhirnya ia berkata :
? Begini sadja, besok pagi Pin-to akan menemani anda pergi kekota.
Mendengar ini kembali Tjan In Hoan mengucapkan terima kasihnya. Pada malam itu Giok
Tong Tjin-djin beserta muridnya kembali menginap semalaman lagi.Keesokan harinya Tjan In Hoan melihat semangat ibunya semakin bertambah, dengan
tanpa terasa hatinya agak terhibur, kemudian ia mengikuti Giok Tong Tjin-djin pergi ke-kota
Koen Beng.
Tinggallah kini Toan Tjeng seorang diri menjagai Seng-sie. Pada tengah harinya ia
memberi semangkok obat kepada wanita tua yang harus dikasihani itu. Toan Tjeng adalah
seorang putera raja, selama hidupnya ia selalu dilayani oleh para pesuruh dan dayang,
tetapi kini sebaliknya ia harus melayani seorang wanita tua, pekerjaan itu terasa amat
menggembirakan hatinya.
Setelah minum obat Seng-sie tidur kembali. Sedangkan Toan Tjeng yang karena tidak
betah tinggal seorang diri lantas ber-djalan-jalan diluar kampung, kemudian ia duduk ditepi
sebuah rimba. Sekonyong-konyong terasa olehnya didalam rimba Itu berkelebat sebuah
bayangan merah, tapi dengan cepatnya bayangan itu sirna kembali.
Toan Tjeng lantas menduga bahwa bayangan tersebut adalah Loeikatien, karena
bukankah Loeikatien seorang Lama baju merah ? Maka ia segera bangkit dan kemudian ia
memperhatikan keadaan didalam rimba itu. Tiba ada dua buah benda kuning yang bersinar
terkena cahaja matahari menyambar mukanya. Dengan berdongko Toan Tjeng mengasi
lewat benda itu, ternyata benda yang menyambar wajahnya adalah bor terbang yang
terbuat dari kuningan, kini Toan Tjeng lebih pasti bahwa orang yang bersembunyi didalam
rimba itu adalah Loeikatien, dengan gusarnya ia lantas membentak :
--- Andjing tidak tahu mampus, dulu kami karena kasihan jadi melepaskan engkau berlalu.
Tetapi engkau hendak berbuat seperti air susu dibalas dengan air tuba. Hari ini niscaja aku
tidak akan mengampuni jiwamu lagi. Setelah berkata demikian ia lantas menerjang kedalam
rimba kecil itu.
Ternyata dugaan Toan Tjeng itu tidak meleset, bahwa orang yang berada didalam hutan
itu adalah Loeikatien. Ia (Loeikatien) yang begitu melihat Toan Tjeng bukannya lantas
menyerang, malah setelah mengeluarkan tertawa aneh lantas hendak berlalu dari situ.
Namun Toan Tjeng yang sifatnya paling membenci kepada orang jahat, mana ia mau kasi
Ang Ie Lama itu berlalu dengan begitu saja. Sambil mengeluarkan seruan ia lantas
menerkam. dan disamping itu ia juga hendak mencakar Loeikatien. Tetapi anehnya
Loeikatien se-akan-akan tidak bernafsu untuk bertempur dengannya. ia hanya main egos
kesana-kemari. Walaupun Toan Tjeng telah menyerang sampai beberapa puluh kali, tetapi
semuanya tetap mengenai tempat kosong. Pada suatu saat serangan Toan Tjeng se-olaholah akan mengenai sasaran, tetapi begitu hampir mengenai sasaran, mendadak Loeikatien
sambil mengeluarkan tertawa aneh sirna dari tempatnya yang semula, namun kemudian
muncul lagi ditempat yang berjarak dua meter dari tempat dia berdiri tadi.
Diam-diam Toan Tjeng merasa heran, ia tidak menginsyafi bahwa lawannya menggunakan
Yoe Sin. Pat Kwa Tjang.
Lama-kelamaan Toan Tjeng jadi habis sabar, ia lantas membentak :
--- Bangsat anjing, apakah engkau hanya mempunyai kepandaian main ?petak-petakan" itu ?
Kalau betul-betul jantan. lekas maju.--- Anak kecil yang masih ingusan, hari ini aku tidak bernafsu untuk bertempur melawanmu,
bila engkau mempunyai kepandaian lekas tangkap aku. Ejek Loeikatien.
Diejek demikian hati To Tjeng jadi semakin panas dan mendadak ia mendapat suatu akal.
Ia lantas memeluk sebuah dahan yang kasar lagi besar untuk kemudian menarik dahan itu
keatas sambil membentak : --- Naik ! --- Berbareng dengan terangkatnya pohon itu beserta
akar-akarnya. Ke-mudian pohon tersebut lantas dilemparkan kearah Loeikatien.
Loeikatien yang tidak menyangka bahwa dirinya bisa di-serang demikian, cepat-cepat ia
melompat kepinggir, sehingga pohon yang dilempar itu mengenai pohon dimana Loeikatien
tadi berdiri dengan dibarengi robohnya pohon yang ketimpah. Keadaan demikian membuat
Lama baju merah itu jadi agak tergoncang hatinya. Dengan menggunakan kesempatan itu
Toan Tjeng menerjang maju sambil mengirimkan tinjunya kebebokong lawan. Loeikatien
yang merasa bahwa dibelakangnya menyambar angin dingin, ia tidak berani menyambuti,
dengan menggunakan gerakan ,,Tjit Seng Poh" atau ,,Langkah bintang tujuh" menghindari
serangan itu. Dengan demikian serangan Toan Tjeng itu bukannya mengenai orang tetapi
mengenai dahan pohon sehingga pohon tersebut jadi tergoncang keras. mengakibatkan
rontoknya daun-daun dan sebagian dahan dari pohon itu.
Loeikatien yang melihat lawannya mempunyai tenaga yang demikian, ia kembali menjadi
sangat terkejut.
Dalam pada itu Toan Tjeng yang melihat serangannya kembali menemui kegagalan, ia
meneruskan mengejar Loeikatien untuk diberi pengajaran. Dalam pada itu Loeikatien sambil
tertawa berkakahan berkata:
---- Anak kecil, termakan rupanya tipuku ini kepadamu. Bila engkau masih penasaran,
engkau boleh terus mengedjarku, tetapi Lo-po-tjoe (= nenek tua itu ; yang dimaksud disini
ialah ibu Tjan In Hoan) telah dibunuh oleh kawanku.
Mendengar perkataan itu barulah Toan Tjeng menginsyafi bahwa dirinya telah berlaku
sembrono sehingga masuk dalam perangkap musuh yang menggunakan cara memancing
harimau meninggalkan gunung. Maka ia tidak bernafsu untuk mengejar Loeikatien terlebih
djauh. Ia cepat-cepat lari kekampung Tonghian, disepanjang jalan hatinya jadi memukul
keras. Begitu Toan Tjeng tiba didepan pagar rumah Tjan In Hoan, tampaklah olehnya bahwa
disitu terdapat sepasang paha orang yang berlumuran darah. Tanpa terasa ia jadi menteriak
: ? Celaka, aku masuk perangkap bangsat itu.
Dengan tidak memperdulikan suatu apa ia lantas melompati pagar dan begitu masuk
kedalam rumah hidungnya lantas mencium bau amis yang amat memuakkan. ia lantas
menutup hidungnya. Disamping itu kini tampak pula olehnya sepasang bahu orang terletak
diatas meja, melihat ini dengan tak terasa ia jadi menteriak :
? Pek-boe, Pek-boe ! Tjan Pek-boe ! ? (Pek-hoe = bibi).Tetapi tidak terdengar sahutan Seng-sie, maka ia lantas membuka pintu kamar Seng-sie
dengan paksa, begitu masuk tampaklah olehnya suatu pemandangan yang disamping amat
mengerikan pun sangat menyedihkan.
Seluruh tubuh Seng-sie terbaring dipembaringan dengan tanpa sepasang kaki, sepasang
tangan dan kepalanya. Didalam kamar itu terdapat banyak lalat yang berterbangan disitu.
Ketika Toan Tjeng mengangkat kepalanya, tampaklah olehnya bahwa kepala Seng-sie
digantung diatas tiang penglari dengan rambut yang awut-awutan (tidak teratur). Toan
Tjeng walaupun seorang yang bernyali besar, tetapi tak kuasa ia menatap lebih lanjut
pemandangan yang amat mengerikan serta menyedihkan itu. Sehingga sampai suatu saat
Toan Tjeng jadi seperti orang yang kehilangan akal, ia lari menuju ,,kemulut" kampung,
sampai suatu saat didepannya tampak sebuah kereta kalde. Diatasnya duduk seorang Siutjay yang tak lain tak bukan adalah In Hoan. Sedangkan disebelahnya duduk gurunya sendiri,
Giok Tong Tjin-djin.
Guru datang terlambat, bibi Tjan telah kena dianiaya Lama baju merah. Kata Toan Tjeng
sesaat kemudian.
Kedua orang yang berada diatas kereta ketika mcndengar berita itu, Giok Tong Tjin-djin
lantas menahan kekang kuda. Dalam pada itu Tjan In Hoan telah melompat dari atas kereta
sambil bertanya :
--- Saudara Toan, benarkah kata-kata anda tadi ?
Toan Tjeng yang melihat dikedua pelupuk matanya telah mengembang air mati, ia jadi
tidak tegah untuk menyebutkan kematian ibu In Hoan yang begitu seram dan menyedihkan
ia hanya bisa menganggukkan kepala.
Dalam pada itu Giok Tong Tjin-djin telah berkata kepada muridnya :
--- Mengapa engkau begitu sembrono ?
Baru saja Toan Tjeng hendak menjelaskan kejadian yang sebenarnya, In Hoan bagaikan
seorang yang telah setengah gila terus lari menudju kedalam kampung. Begitu tiba didepan
rumah pemuda malang itu lantas menerjang pintu sehingga terpental dan begitu melihat
keadaan ibunya In Hoan tak dapat mengendalikan perasaannya pula dan terus jatuh pingsan
! Dalam pada itu Giok Tong Tjin-djin besrrta muridnya telah tiba pula, Giok Tong yang
begitu melihat pemandangan itu, sambil menghela napas. ia berkata dengan nada yang
dalam :
--- Tidak kusangka ada orang yang demikian keji. Muridku, lekas kau tolongi Tuan Tjan !
Toan Tjeng segera memajang In Hoan kepembaringan. Tjan In Hoan yang begitu siuman
segera menangis ter-sedu-sedu. Dalam pada itu Giok Tong Tjin-djin mengumpuIkan kembali
anggota tubuh mayat wanita yang malang itu. Kemudian iman suci lantas menyuruh Toan
Tjeng mengubur jenazah ibu In Hoan dipekarang rumah pemuda yang sedang dirundung
malang itu.--- Muridku. kita tidak usah berdiam lama-lama disini. mari kita sama-sama pergi kekota
Koen Beng. Kata Giok Tong kemudian.
----Baik. ----jawab Toan Tjeng. setelah itu ia lantas mengendong pemuda she Tjan itu keatas
kereta yang dibawa dari kota tadi. Begitu mereka sampai dikota Koen Beng, kota itu telah
bermandikan cahaja lampu.
Tadi Giok Tong dan In Hoan telah menyewa sebuah rumah kecil untuk ditempati selama
setengah tahun, disamping itu mereka membeli sedikit perabot rumah tangga, baru
kemudian mereka menyewa sebuah kereta untuk menjemput Seng-sie. Tidak tahunya
dirumah In Hoan telah mengalami suatu perobahan yang menyedihkan.
Setelah tiba didepan rumah yang disewanua siang tadi. Toan Tjeng lantas menggendong
(memanggul) In Hoan ke-dalam rumah. Pada waktu itu kesadaran In Hoan boleh dikata agak
pulih, begitu masuk ia lantas menyembah kepada Giok Tong sambil memohon :
---- To-tiang, aku hendak memohon sesuatu!
Giok Tong Tjin-djin lantas membanguni Siu-tjay yang malang itu, kemudian dengan
ramahnya ia berkata
---- Tuan Tjan tentunya hendak meminta supaya aku dapat membalaskan sakit hati ibumu
ini, pinto berjanji bahwa dengan segala tenaga yang ada aku akau membalaskan dendam ini.
Sebagaiknya sekarang tuan Tjan pergi mengasoh.
--- Bukan itu yang tee-tjoe (saya) maksudkan, baru sekarang aku insyaf bahwa takkan dapat
melakukan sesuatu apa melakukan pembalasan terhadap lawan. Maka saja bermaksud
mulai sekarang bila sekiranya To-tiang tidak merasa berkeberatan, saya hendak mengangkat
To-tiang sebagai guruku. Untuk nanti pada suatu hari saya pasti akan membalaskan sakit
hati ibuku ini. ---Demikian kata Tjan In Hoan.
Mendengar perkataan itu hati Giok Tong Tjin-djin jadi tergerak, baru saja ia hendak
menyahuti, sekonjong-koyong dari atas genting ada seorang yang tertawa dingin, berbareng
lenyapnya tertawa dingin itu tertampak melayang masuk dua benda kuning yang terus
menudju ke Tjan In Hoan yang sedang menyembah itu.
Dengan lincahnya Toan Tjeng menyambuti serangan itu. Namun tiba-tiba Giok Tong
memperingati --- Lekas lemparkan, barang itu tidak boleh disentuh ! Sebelum peringatan itu
habis diucapkan, kedua barang yang berwarna kuning itu telah merekah menjadi dua
potong, dari dalamnya menyembur cairan racun. Ternyata barang itu adalah sebuah senjata
rahasia yang aneh, diluarnya tampak seperti bundaran uang tembaga, tetapi begitu
dilontarkan, dengan secara otomatis benda itu dapat membela diri jadi dua bagian, yang
satu akan menudju kekiri dan satunya lagi menuju kearah yang berlawanan. Benda ini selain
dapat dipergunakan untuk menimpuk jalan darah orang, disamping itu juga dengan
menggunakan orang sedang tidak bersiaga, dari dalam benda itu karena terdapat sebuah
liang kecil -- yang didalamnya diisi oleh cairan racun -- begitu tersentuh menyemburlah
cairan bisa yang terdapat didalamnya. Cairan itu begitu mengenai tubuh orang, orang
tersebut akan merasa panas pada kulitnya dan tak lama kemudian kulit yang terkena cairtersebut akan menjadi busuk. Toan Tjeng karena tidak mengetahui kedahsyatan bisa yang
dikandung oleh senjata itu, begitu tersentuh dan menyembur cairan racun baru ia menjadi
gugup, baiknya Giok Tong Tjin-djin dapat berlaku cepat, dengan menggunakan angin
pukulan ia bikin pecah benda itu, maka dengan demikian Toan Tjeng baru terhindar dari
semburan cairan berbisa itu.
Dalam pada itu In Hoaii jadi ketakutan. Sedangkan Giok Tong Tjin-djin lantas
menghiburnya
? Djangan takut, lekas bangun ! Musuh telah berlalu dari sini.
Baru setelah itu In Hoan berbangkit, sedangkan Toan Tjeng hendak mengejar lawan
tetapi keburu dicegah oleh gurunya :
--- Sudahlah muridku, yang datang pasti adalah komplotan Loeikatien. -- Kemudian Giok
Tong Tjin-djin berpaling kepada In Hoan dan berkata :
? Mulai hari ini engkau menjadi murid akuanku. Ini disebabkan peraturan dari partaiku
sangat keras dan teliti dalam hal menerima mttrid. Tetapi aku karena merasa kagum akan
tekadmu untuk melakukan pembalasan terhadap musuhmu. Aku hendak membawamu
kesuatu tempat yang tenang, dimana engkau boleh mulai tekun belajar.
Pada keesokan harinya Giok Tong besarta kedua muridnya lantas meninggalkan kota Koen
Beng menuju kebarat. Sampai akhirnja mereka tiba didataran tinggi In Lam. Tempat itu
karena tinggi letaknya sehingga suhu disana amat rendahnya membuat hawa disitu sangat
dingin. Giok Tong jang mengetahui bahwa In Hoan berbadan lemah, mungkin ia takkan
tahan hawa sedingin itu. Disamping itu Giok Tong juga berpendapat bahwa didaerah itu
terdapat banyak hawa racun dan binatang berbisa, maka ia lantas mengeluarkan pil anti
toksin dan diserahkan kepada In Hoan untuk dimamah.
Lewat pula lima hari, dengan tanpa terasa mereka kini telah berada dipegunungan In
Leng jaiig terletak dibagian barat In Lam. Dipegunungan ini terdapat banyak sekali petakpetak sawah, tempat itu adalah daerah bangsa Biauw. Giok Tong yang sering lewat ditempat
tersebut, sedikit banyak ia juga mengetahui adat istiadat dan bahasa mereka. Menjelang
malam mereka tiba disuatu tempat yang diberi nama Oey-yong-tong, Giok Tong lantas
menemui kepala desa untuk memohon supaya mereka dapat diterima untuk menginap
semalam disitu. Permohonannya itu diterima dengan senang hati.
Disetiap rumah bangsa Biauw itu mempunyai suatu ,.Kek Peng" atau ?ruang tamu", dan
biasanya rumah mereka tinggi-tinggi, dibagian bawah rumah mereka disediakan untuk
binatang ternak. Pada umumnya rumah mereka itu didirikan dari bambu-bambu atau
potongan kayu, hanya kepala kampung serta kepala agama yang diperbolehkan
membangun rumah dari batu.
Balik kini kita menilik kepada Giok Tong beserta kedua muridnya itu, sebagaimana
lazimnya mereka ditempatkan diruang tarnu.
Ketika hendak tidur Toan Tjeng bertanja :--- Guru, perlu tidak kita mengadakan penjagaan pada malam ini ?
Sebagai pernyataan setuju Giok Tong menganggukkan kepala. Setelah menjuruh In Hoan
tidur, Toan Tjeng beserta gurunya melakukan pendjagaan secara terpencar.
Waktu telah menunjukkan tengah malam, pada saat itu Toan Tjeng sudah merasa agak
ngantuk, tetapi sebaliknya dengan Giok Tong yang masih tetap penuh semangatnya. Tiba

Lima Djago Luar Biasa Sia Tiauw Gwa Toan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tiba dari atas rumah itu terdengar ?krakkk" mernbuat Toan Tjeng melompat bangun dan
hendak menerjang keluar, namun telah keburu dicegah oleh gurunya :
--- Kita jangan masuk perangkap lawan yang hendak menggunakan tipu memancing harimau
meninggalkan gunung (sarang). Mendengar perkataan gurunya itu, Toan Tjeng jadi teringat
kejadian yang tempo hari.
Dugaan Giok Tong tepat sekali, karena sesaat kemudian sepi lagi. Namun tak lama
kemudian kembali terdengar suara ,,krekkk", dalam pada itu Giok Tong lantas berkata:
--- Kawan, tak guna engkau menggunakan tipu yang telah lapuk itu. Bila ada omongan
silakan katakan.
--- To-djin hidung kerbau, engkau ternyata cukup cerdik. Malam ini biarlah aku melepaskan
jiwamu, tetapi ingat besok. Esok tengah hari kami menunggu kedatangan kalian di Peh Bwee
Kok atau lembah bunga Bwee putih.
Dengan tanpa berpikir panjang Giok Tong Tjin-djin lantas menyatakan baik. Setelah itu
keadaan diluar kembali sunyi..
Pada keesokan harinya, dengan menuruti peraturan yang berlaku didaerah itu, Toan Tjeng
lalu memberikan bahan-bahan cita dan garam kepada kepala suku itu. Melihat ini kepala
suku itu menjadi sangat gembira. Dengan menggunakan kesempatan itu Giok Tong Tjin-djin
lalu bertanya:
---- Tong-tjoe (memanggil kepada kepala sesuatu suku didaerah Biauw), dari sini bila kita
meneruskan perjalanan menuju kebarat, akan sampaikah kita ke Peh Bwee Kok ? jauhkah
dari sini ?
Tong-tjoe itu bernama Oelima, yang begitu mendengar Giog Tong menanyakan Peh Bwee
Kok ia jadi sangat terkejut dan segera berkata:
--- To-tiang, mengapa engkau tidak mengambil jalan yang lain ?
--- Bukankah Peh Bwee Kok suatu tempat yang indah panoramanya ? Tanya Giok Tong lagi.
--- Bukan, tempat itu sekali-kali tidak dapat dikundjungi oleh manusia.
-- Mengapa ? ? Tanya Giok Tong.
Oelima lantas menerangkan riwajat singkat dari Kok atau lembah itu.
Ternyata lembah tersebut terletak dibagian barat dari desa itu, jaraknya lebih kurang 5-16
li, Peh Bwee Kok ini bukan saja merupakan sebuah lembah mati pun dalam sekali. Konon
kabarnya pada beberatus tahun yang lampau, didalam lembah itu dijadikan sarangpenyamun yang bukan saja ganas pun lalim sekali. Sedemikian hebat pengaruh serta
keganasan para penyamun yang mendiami lembah itu, sehingga orang tiada berani
membicarakan keadaan tempat itu. Pada suatu tahun entah mengapa didalam lembah itu
terjadi suatu peristiwa aneh, penyamun-penyamun yang menempati tempat itu dalam
semalam saja telah meninggal seluruhnya.
Akhirnya tersiar kabar bahwa didalam lembah itu terdapat harta karun, keras dugaan
oraug bahwa yang disebut harta karun itu adalah bekas peninggalan para penyamun yang
mati secara misterius itu. Banyaklah orang yang datang kesitu, ada yang secara perseorang
dan ada juga yang berkelompok datang kesana, tetapi tiada satu dari mereka yang ketnbali
lagi.
Toan Tjeng menjadi sangat tertarik mendengar cerita Oelima itu, maka begitu melihat
kepala suku itu menghentikan penuturannya, ia lantas bertanya :
? Apa sebabnya ? Mungkin didalam lembah itu terdapat banyak sekali binatang buas
semacam ular beracun dan sebagainya, sehingga setiap orang jang masuk kesana pasti akan
dianiayai sehingga tewas.
Sambil tertawa besar Oelima menerangkan :
? Setiap orang tang berani memasuki lembah itu tentunya adalah orang-oorang yang
sedikit mempunyai kepandaian lumayan, disamping itu mereka juga membawa senjata
pelindung. Mereka semuanya dibunuh oleh hantu-hantu penyamun yang telah mati
beberapa lama berselang.
Mendengar cakap orang itu hati Toan Tjeng jadi merasa geli, namun begitu ia tidak
utarakan perasaannya itu.
Dalam pada itu Oelima telah meneruskan perkataannya:
--- Mungkin anda berdua merasa ragu-ragu akan keteranganku ini. Tetapi yang pasti bahwa
aku tidak omong kosong, apa yang kukatakan tadi ialah segala yang kudapat dengar dari
orang bawahanku yang dapat dipercaya. Sehingga akhirnya pada tiga puluh tahun
belakangan ini tiada seorang pun yang berani menjejakkan kakinya kesana. Maka aku
menasihati kepada dan, lepaskanlah segala maksud yang hendak menjadi kaya itu. ---- Perlu
kiranya diterangkan disini bahwa pada saat itu In Hoan sedang pergi keluar.
---- Saja ucapkan diperbanyak terima kasih atas nasihat Tong-tjoe. Bukan maksud kami
pergi kesana untuk memperoleh kekajaan, tetapi untuk mencari seorang kawan. Demikian
Giok Tong Tji-djin menerangkan.
Mendengar perkataan iman suci itu dengan tanpa terasa Oelima djadi tertawa besar,
kemudian ia berkata:
Mungkinlah kini didalam Peh Bwee Kok itu terdapat tempat ditinggali oleh manusia ?
Dibagian mana anda hendak menemui orang itu, mungkin nanti anda bersua dengan hantu
yang memangnya banyak berkeliaran disitu.Giok Tong menginsjafi bahwa Tong-tjoe itu adalah seorang tahayul, walau ia bagaimana
menjelaskan sekalipun takkan dihiraukan olehnya, maka begitu mendengar perkataan
terakhir dari kepala suku itu, ia hanya tersenyum saja dan tiada mengatakan suatu apa lagi.
Dengan membawa kedua muridnya Giok Tong Tjin-djin lantas menuju ke Peh Bwee Kok.
*** RALAT:
Perkataan (she) Ouw Yang Hong.
Semestinya ditulis Ouwyang Hong.
Jaga munculnya : LIMA JAGO LUAR BIASA
Jilid ke -2
Pasti lebih menarik dan lebih tegang!Kolektor E-Book adalah sebuah wadah nirlaba bagi para
pecinta Ebook untuk belajar, berdiskusi, berbagi
pengetahuan dan pengalaman.
Ebook ini dibuat sebagai salah satu upaya untuk
melestarikan buku-buku yang sudah sulit didapatkan di
pasaran dari kepunahan, dengan cara mengalih mediakan
dalam bentuk digital.
Proses pemilihan buku yang dijadikan objek alih media
diklasifikasikan berdasarkan kriteria kelangkaan, usia,
maupun kondisi fisik.
Sumber pustaka dan ketersediaan buku diperoleh dari
kontribusi para donatur dalam bentuk image/citra objek
buku yang bersangkutan, yang selanjutnya dikonversikan
kedalam bentuk teks dan dikompilasi dalam format digital
sesuai kebutuhan.
Tidak ada upaya untuk meraih keuntungan finansial dari
buku-buku yang dialih mediakan dalam bentuk digital ini.
Salam pustaka!
Team Kolektor E-BookSIA TIAUW GWA TOAN
(Lima Djago Luar Biasa)
Jilid 2
Ditutur : Indradjaja
Penerbit : Setia Kawan Djakarta
Pustaka Koleksi : pak Gunawan AJ
Image Source : Awie Dermawan
Converter to EYD : Eddy Z
@ Des 2018, Kolektor - EbookSIA TIAUW GWA TOAN
(IV) Ditengah perjalanan Toan Tjeng lalu bertanya kepada Giok Tong Tjin-djin:
---- Guru, mereka hegitu takut pergi ke Peh Bwee Kok, mungkinkah disana betul-betul berpenghuni
hantu-hantu ?
---- Muridku, percayakah engkau akan setan ? --- Balik tanya Giok Tong Tjin-djin.
- Tidak. Tetapi dari perkataan Tong-tjoe itu aku dapat menarik kesimpulan bahwa ditempat itu pasti
didiami oleh sebangsa binatang buas yang amat berbisa. atau menjadi sesuatu sarang penyamun. --Menjelaskan Toan Tjeng.
---- Pendapatmu sungguh sangat cocok dengan dugaanku. --- Kata Giok Tong Tjin-djin kemudian
sambil mengangguk-kan kepalanya.
Tak lama kemudian sampailah mereka dimulut lembah bunga Bwee putih itu. Yang terdapat disitu
hanyalah batu-batu tinggi dan berserakan disana sini.
Baru saia inereka hendak menuruni lembah itu, sekonyong terdengar sebuah tertawa panjang
yang menyeramkan. Berbareng dengan itu tampaklah dua orang Ang Ie Lama, diantaranya tidak
terdapat Loeikatien. Roman kedua Lama itu sangat aneh, Lama yang disehelah kiri mempunyai
kepala seperti kelenengan, hidungnya bagaikan hidung singa, mukanya merah seperti warna darah.
Dibelakangnya mengikuti seorang Lama yang mempunyai jenggot seperti kawat, tampaknya amat
garang dan menakutkan. Ditangannya menggenggam sebilah tongkat yang biasa dipergunakan oleh
para pendeta. Mereka setelah memperhatikan Giok Tong beserta kedua muridnya, salah satu
diantaranya sambil mengeluarkan tertawa besar lantas berkata:
--- janji To-tiang sungguh dapat dipercaya !
Wajah Giok Tong tetap tenang, kemudian dengan nada yang perlahan ia berkata :
--- Tidak usah anda mengeluarkan pujian itu. Kalau boleh aku bertanya siapa nama dan gelaran
anda berdua ?
Simuka merah lantas menjawab dalam logat bahasa Tionghoa yang agak kaku :
--- Aku bernama Hoatlituma dan yang ini adalah sutee (dinda seperguruan)-ku yang bernama
Oelotu. Nanti bila To-tiang telah sampai ketanah barat (? alam baqa) harap jangan melupakan
nama kami.
Diejek demikian Giok Tong masih dapat mengendalikan perasaan gusarnya, ia hanya bersenyum
dan tiada berkata lagi.
Berlainan dengan Toan Tjeng yang sudah tak dapat mengendalikan amarahnya yang sudah lantas
membentak :
---- Bangsat anjing yang harus marnpus, Tjan Siu-tjay karena tiada mau menuruti kehendak ,,konco"
(kawan seperjuangan)-mu, dengan kejinya serta hinanya kamu membunuh seorang tua yang tiada
berdosa. Perbuatan seorang gagahkah itu ? Hari ini jangan hrap kamu bisa lolos lagi dari tanganku.Kedua Lama itu menunggu sampai Toan Tjeng hahis mengucapkan perkataannya, kemudian
Oelotu berkata dengan dinginnya :
--- Tidak patutkah kami membunuh seorang penghianat yang telah membocorkan rahasia kami
kepada orang luar ? Mengenai jiwa kamu, guru dan murid, jangan harap hari ini dapat lolos dari
lembah ini
Tanpa menunggu orang habis berkata, Toan Tjeng telah lompat menerkam sambil menggunakan
tangannya memukul kearah belakang lawannya.
Hoatlittuna adalah salah seorang tokoh dari See Tjong Ang Kiauw atau Agama Merah yang
berkedudukan di See Tjong (Tibet), ia dengan diikuti oleh Oelotu, Loeikatien dan Poktotu berempat
pergi merantau ke See Tjoan. See Tjong, See Kong dan masih banyak lagi tempat yang telah
dikunjunginya. Sehingga orang-orang dari kalangan Kang-ouw memberikan julukan kepada mereka
Tjoan Pian See Ok atau empat jagoan dari perbatasan See Tjoan. Gelaran itu diberikan kepada
mereka disebabkan oleh karena tingkah-laku mereka selain aneh pun kejam sekali. Disamping itu
mereka kebanyakan berada diperbatasan antara See Tjoan dan sekitarnya.
Selain itu orang tidak boleh berbuat salah terhadap mereka ataupun mencari setori dengan
mereka, seumur hidup mereka akan mencari orang itu, karena mereka berpedoman bahwa bila tidak
lawannya mati merekalah yang akan musnah. Itulah sebabnya sesudah Tjan In Hoan membocori
rahasia Loeikatien, mereka lantas hendak memusnahkan keluarga Siu-tjay rudin itu, tapi dalam
usaha mereka hanya berhasil membunuh ibu pemuda she Tjan itu. Sedangkan Tjan In Hoan sendiri
mereka belum lagi dapat mengambil jiwanya karena ada Giok Tong Tjin-djin beserta muridnya yang
menjadi penghalang. Kebencian mereka kini bukan lagi terbatas pada diri Tjan In Hoan tapi
melingkupi Giok Tong guru dan murid. Maka akhirnya mereka menjanjikan kepada Toan Tjeng
beserta gurunya untuk datang Peh Bwee Kok.
Harus diketahui bahwa didalam lembah Peh Bwee Kok itu terdapat banyak sekali gas-gas beracun.
OIeh sebab itulah orang-oran yang mencari harta karun didalarn lembah itu tiada satu yang kernbali
lagi. Namun mengenai diri keempat jagoan galak dari Tjoan Pian itu, didalam tubuh mereka karena
tersedia pelbagai macam obat-obat pemunah racun. sehingga mereka dapat menetap didalam
lembah itu tanpa mengorbankan jiwa mereka. Walaupun mereka telah lama berada disitu, tetapi
sampai saat itu mereka belum lagi berhasil mencari harta karun yang sangat digembar-gemborkan
dikalangan Kang-ouw itu. Baik kita balik menilik kepada Toan Tjeng yang sedang menyerang
Hoatlituma.
Lama itu ketika melihat dirinya diserang, ia bermaksud hendak melukai kepada pemuda yang
tidak tahu diri itu. setelah itu ia baru hendak melayani Giok Tong Tlin-djin ber-jurit dan dilain pihak
kawannya dapat menangkap Siu-tjay yang telah membikin gagal rencana mereka. Maka ketika
melihat dirinya diserang, karena memandang enteng ? ia jadi tidak mengegoskan diri. Disamping itu
masih mempunyai suatu maksud tertentu. Begitu dirinya kena diserang, Hoatlituma merasa sakit
sekali, tapi dengan mengandalkan Lwee-kang (ilmu bathin)-nya yang tinggi ia masih dapat
mempertahankan diri. Berbareng dengan itu Hoatlituma lantas memajukan tangan kanannya dan
membentangkan kelima jarinya yang ditujukan langsung kebatok kepala Toan Tjeng.
Toan Tjeng mengenali bahwa serangan itu adalah serangan yang lazim dipergunakan oleh
Loeikatien. yaitu Hek Soan Sin Djiauw. Sehingga Toan Tjeng ?apal" benar bagaimana cara
menghindari serangan itu. Begitu serangan tiba ia lantas memajukan bahunya, sehingga Hoatlituma
merasa mencakar sebidang baja, yang membuat tangannya jadi merasa sakit sekali.Berbareng dengan itu dadanya kembali kena diserang oleh Toan Tjeng, membuat matana jadi
berkunang'-kunang. Namun begitu Hoatlituma masih dapat mempertahankan diri, kemudian dengan
menggunakan ,,Tjeng Kian Tjoan In" atau ?Panah kaget menembusi awan" ia melompat sampai 7-8
rneter tingginya dan jatuhnya digundukan batu yang kedua.
Toan Tjeng diwaktu yang hampir bersamaan telah berhasil menyerang Hoatlituma sampai dua
kali pula ia menggunakan tenaga penuh, tetapi ia merasa sangat heran bahwa lawannya tidak
menjadi roboh karenanya. Pada sangkanya bahwa lawannya pasti telah melatih ilmu urat kawattulang besi, sehingga Toan Tjeng jadi tertegun sejenak. Bila Hoatlituma diberi satu pukulan lagi, ia
pasti akan roboh seketika.
Maka ketika ia hendak menyerang kembali telah keburu dihadang oleh kawan Hoatlituma, yaitu
Oelotu. Kemudian dengan menggunakan sebuah Kim Kian To atau gunting emasnya ia menyerang
wajah Toan Tjeng. Harus diketahui bahwa Toan Tjeng walaupun seorang yang berkulit tembaga dan
bertulang besi. tetapi mata adalah yang menjadi tempat kelemahannya. Maka begitu diserang
wajahnya ia lantasmendongkol dan kemudian membarenginya menyerang dada Oelotu.
Tetapi Oelotu juga bukanlah seorang anak kemarin, dengan mudahnya ia mengegoskan serangan
itu, kemudian orang beserta senjatanya lantas melompat kesisi kiri Toan Tjeng sambil terus
menyepak sipangeran itu sambil menggunakan serangan berantai, yaitu dengan menggunakan gaya
?Sian Hong Sau Yap" atau ?Angin kencang menyapu daun" terus diarahkan ketiga bagian badan Toan
Tjeng. Dengan melompat keatas Toan Tjeng berhasil menghindari diri dari serangan itu. Oelotu tidak
berhenti sampai disitu kembali ia mengeluarkan serangan berantainya yang kali ini khusus diarahkan
kebagian Tan-tian atau pusat Toan Tjeng.
Dalam pada itu Toan Tjeng hendak mengandalkan kulitnya yang telah kebal itu untuk menahan
serangan tersebut, karenanya ia tidak menyingkir. Begitu serangan atau sepakan Oelotu itu tepat
mengenai perutnya, badan Toan Tjeng tetap tidak bergerak dari tempat asaInya. Kejadian ini
membuat Boluto menjadi amat terperanjat, baru saja ia hendak memajukan gunting emasnya
kearah mata lawan, tetapi telah keburu dibentak oleh Toan Tjeng dan berbareng dengan itu ia
merasa badannya melajang keangkasa dan kemudian jatuh.
Namun Oelotu adalah seorang yang lincah, begitu badannya menyentuh tanah ia lantas
menggunakan ?Djin Houw Hoan Sin" atau ?Macan tidur membaliki tubuh" dan kembali ia menerkam
Toan Tjeng.
Dalam pada itu sambil tertawa besar Toan Tjeng berkata dengan nada yang mengejek :
--- Bangsat anjing, masih tidak puaskah kau ?
Tetapi Oelotu tidak memperdulikan cakap pangeran itu, badannya tetap menyerang maju sambil
mengarahkan guntingnya kedua belah mata lawan. Bertepatan dengan itu Hoatlituma mencegah
dinda seperguruannya :
Sudahlah Su-tee, mari kita pancing ia supaya memasuki kebagian dalam dari lembah ini. Begitu
mendengar peringatan Su-heng (kanda seperguruan)-nya Oelotu lantas melompat keluar ciari
kalangan pertempuran dan terus lari. Oelotu tidak lari terus hanya kemudian memalingkan
kepalanya dan berkata :
--- Siauw-tjoe (kurcaji), beranikah engkau masuk terlebih dalam untuk mengantarkan jiwamu ?
Panas hati Toan Tjeng mendengar cacian itu, ia segera hendak mengejar Lama yang enteng mulut
serta kurang ajar itu.Tetapi perbuatannya itu keburu dicegah oleh Giok Tong Tjin-djin :
--- Jangan engkau kena diperdaya lagi oleh mereka.
Toan Tjeng lantas menghentikan langkahnya dan kemudian berkata :
--- Mereka sangat kurang ajar, hendak aku mengajar mereka supaya tahu adat dan disamping itu
sekalian untuk membalaskan sakit hati dari Tjan Pek-boe.
? Engkau tidak mengetahui bahwa segala batu-batu yang ter-dapat disini semuaa diatur secara Pattjen-kie-boen atau Pintu-aneh yang berbentuk delapan. Engkau tidak boleh sembarang masuk, bila
salah langkah sedikit engkau akan kehilangan arah dan akan berada disitu untuk seterusnya.
Menjelaskan Giok Tong Tjin-djin. Baru kini Toan Tjeng menginsyafi akan kelicikan akal lawan.
Dalam pada itu Giok Tong Tjin-djin sambil menarik tangan Tjan In Hoan berkata :
--- Mari ikut aku, jangan takut !
Demikianlah dengan diiring oleh kedua muridnya itu Giok Tong Tjin-djin terus berjalan melintas
batu-batu yang aneh bentuknya. Dengan tanpa terasa mereka berjalan lebih kurang I li.
Toan Tjeng yang mengetahui bahwa gurunya bisa memecahkan jalan yang aneh itu, hatinya jadi
bergembira, saking gembiranya ia lantas berteriak :
--- Hai para kalde, lekas kamu enyah dari tempat ini !
Belum habis ia berkata tiba-tiba terasa disekehlingnya menjadi berobah herwarna warni, langit
bagaikan telah berobah dan mega bitam terasa merendah bagaikan hendak menindih kepalanya.
8Toan Tjeng menjadi sangat terperanjat, kemudian berkata
--- Guru, mengapa keadaan disini begitu cepat berobahnya. Bukankah ini semua adalah tipumuslihat yang sengaja diatur oleh sekawanan Lama itu ?
Dalam pada itu Giok Tong Tjin-djin mencium semacam bau wangi yang sedang dirasa, terpikirlah
olehnya sesuatu hal. kemudian berkata :
--- Celaka ! Ini semua bukan ilmu sihir yang diatur oleh sekawanan Lama itu. tetapi adalah gas racun
yang paling dahsyat bisanya ialah To Hoa Tjang.
Toan Tjeng memang pernah mendengar bahwa gas yang berbisa diantaranya yang paling
berbahaja ialah To Hoa Tjang dan Kim Tjian Tjang. Gas racun To Hoa Tjang ini berwarna merah kehitam-hitam an dan berbentuk seperti kabut. Baunya harum tapi tak enak untuk dicium terlebih
lama, karena tak lama kemudian bau harum itu akan berobah menjadi bau busuk dan amat
memusingkan kepala setiap penghisap gas itu dan tak lama kemudian orang yang menyedotnya akan


Lima Djago Luar Biasa Sia Tiauw Gwa Toan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menemui ajalnya secara mengerikan sekali.
Mengenai gas racun Kim Tjian Tjang, bau gas itu amat busuknya dan warnanya kuning kehijauhijauan pun berbentuk seperti kabut. Warna kuning yang dicampur hijau bila dipandang dari jauh
seperti juga warna uang tembaga, maka gas itu diberi nama Kim Tjoan Tjang atau gas uang logam
kuning. Setiap orang yang menghisap gas itu dalam enam jam pasti akan menemui ajalnya.
Maka kini Toan Tjeng yang begitu mendengar gurunya menyebut To Hoa Tjang tiga surat, ia jadi
amat terperanjat. Disamping itu ketika ia ingat akan diri Tjan Iin Hoan, dengan tanpa terasa ia jadi
berteriak:--- Celaka, jiwa Tuan Tjan takkan dapat ditolong lagi !
Giok Tong Tjin-djin tetap tenang, dari dalam bajunya dikeluarkan tiga helai sarung muka dan
menyerahkannya kepada Toan Tjeng dan Tjan berdua masing-masing sehelai untuk dikenakan
diwajah mereka. Tutup muka itu dibikin oleh suatu bahan sutera yang halus. sehingga begitu
dikenakan terasa enteng sekali. Benda itu dibuat oleh suatu bahan khusus yang tak dapat ditembusi
oleh gas apapun jua. Disamping itu Giok Tong lalu mengeluarkan beberapa butir pil dan kemudian
dibagikan kepada kedua muridnya. Adapun khasiat dari pil itu ialah untuk menahan masuknya gas
racun atau barang-barang berbisa lainnya.
Tjan In Hoan karena sebelumnya sudah menghisap gas racun itu, kini walaupun ia telah diberi
penutup muka dan pil anti toxin, namun karena kelewat lemah, ia jadi tetap tidak dapat
mempertahankan diri lagi. Berlainan halnya dengan Giok Tong Tjin-djin dan Toan Tjeng, mereka
karena telah mempunyai dasar ilmu Lwee-kang (ilnu bathin) yang kuat, disamping itu kini mereka
telah menelan pil dan mengenakan penutup muka itu, jadi keadaan mereka tetap sebagaimana
biasa.
Toan Tjeng yang melihat Tjan In Hoan pingsan dengan tiba-tiba tanpa terasa ia jadi amat
terperanjat. Sambil memayang Tjan In Hoan ia lantas berteriak :
--- Guru! Guru!
Jangan berteriak, Hati-hati dengan gas berbisa itu. Bila gas itu agak banyak memasuki tubuhmu,
ijwamu pasti takkan dapat ditolong walau dengan obat dewa sekalipun Demikian Giok Tong Tjin-djin
mencegah.
Mendengar keterangan itu Toan Tjeng lantas diam.
Dalam pada itu Giok Tong Tjin-djin lantas mengulurkan tangannya dan menguruti belakang Tjan In
Hoan untuk mencegah gas beracun itu naik kebagian atas dari tubuh pemuda she Tjan itu. Kemudian
ia lantas mengeluarkan obat yang kemudian diborehi diatas perut In Hoan.
Sedangkan Toang Tjeng yang berdiri disamping mereka lantas menampak semacam barang yang
berwarna-warni sedang menembus kabut To Hoa Tjang dan mendekati kepala Tjan In Hoan. Kejadian
itu msembuat Toan Tjenc jadi sangat terperanjat dan ia mengira bahwa binatang itu pasti adalah
sejenis Tok Tjoa atau ular berbisa. Dengan tanpa berpikir panjang ia lantas menghampiri benda yang
berwarna-warni itu. Siapa tahu dugaanToan Tjeng itu ternyata meleset.
Toan Tjeng yang mengira bahwa binatang itu adalah ular berbiasa, ternyata adalah Tou-suo
(semacam tambang) yang dibuat campuran antara kulit dengan barang logam, sehingga benda itu
bukan saja susah diputuskan, kuat pun disekujur Tou-suo itu jadi berwarna-warni. Maka bila dilihat
sepintas lalu, benda itu seperti juga seekor ular yang berbisa.
Toan Tjeng yang begitu menarik Tou-suo itu segera merasa badannya kena dikait oleh sesuatu.
Ketika ia tegaskan ternyata sebagian sisiknya (ingat badan Toan Tjeng seluruhnya bersisik bagaikan
ikan) telah dikait oleh semacam kailan yang berwarna hitam gelap, keadaan itu membuktikan bahwa
kailan itu telah direndam dalam air racun. Melihat ini ia menjadi sangat gusar, dan segera berontak,
namun aneh, benda itu tak mau lepas dari tubuhnya.
Walaupun ia telah berusaha sekuat tenaga. namun usahanya itu tiada berhasil. Sampai akhirnya
Toan Tjeng meneriaki gurunya:
--- Su-hu aku telah kena diperdaya musuh. Lekas kau bukakan ikatan ini !Giok Tong Tjin-djin lalu menghampiri muridnya dan kemudian berkata dengan nada yang rendah:
---- Muridku, ternyata engkau belum mengetahui perobahan dari Ngo-heng Patkwa sehingga engkau
dapat diperdaya lawan.
Sambil berkata demikian Giok Tong Tjin-djin lantas mengulurkan tangannya dan memegang Tousuo itu kemudian dia entah menggunakan ilmu apa Tou-suo itu dengan mudahnya dapat diputuskan
sehingga menjadi ber-keping-keping. Kejadian ini membuat Toan Tjeng disamping merasa terperanjatpun kagum akan kepandaian gurunya yang tinggi, karena tadi ia (Toan Tjeng) walaupun
telah menggunakan sekuat tenaga guna memutuskan ikatan itu, namun usahanya itu tak membawa
hasil sedikitpun jua.
Setelah berhasil menolongi muridnya, Giok Tong Tjin-djin segera berkata kepada Toan Tjeng
--- Jagai In Hoan ! aku hendak bertempur dengan mereka.
Ternyata yang memancing Toan Tjeng dengan Tou-suo adalah dua diantara keempat jagoan galak
dari pinggiran See Tjoan itu yaitu Hoatlituma dan Poktotu. Tetapi mereka tidak menyangka bahwa
usaha mereka akan dibikin gagal malah kini lawannya telah menerkam kearah mereka, maka tanpa
terasa mereka jadi amat terkejut.
Sedangkan Giok Tong Tjin-djin --- yang kalah itu sedang berlompat keatas telah melihat tegas
kedudukan lawan, maka begitu turun ia lantas mengarahkan pukulannya kebatok kepala Hoatlituma.
Kali ini Giok Tong Tjin-djin turun tangan dengan tidak mengenal kasihan lagi, ia menyerang dengan
menggunakan Kim Kong Keng.
Melihat dirinya diserang, Hoatlituma tidak berani berlaku ayal dan mengegoskan diri kesisi,
sehingga serangan Giok Tong Tjin-djin mengenai tepat batu sehingga hancur dan ,,krikil" jadi
berterbangan kian kemari.
Hoatlituma dan Poktotu menginsyafi babwa mereka tidak akan berhasil menggunakan ilmu Kie
Boen Sek (Tjiok) Tjen atau ilmu pintu aneh yang diatur dari batu itu. Sehingga dihati mereka timbul
suatu maksud yang amat rendah serta keji. Hoatlituma dengan mengangkat tangan kirinya
melontarkan Putiteng (semacam senjata gelap, bentuknya seperti paku), disamping itu Poktotu juga
melontarkan Kim-hoan (gelang emas), dengan demikian disaat yang bersamaan Giok Tong Tjin-djin
diserang oleh kedua senjata musuh.
Giok Tong Tjin-djin tidak tinggal diam, dengan mengangkat dan menggoyangkan tangan kanannya
ia menyapu kedua senjata itu sehingga terlontar kesana kemari. Iman sutji itu tidak berhenti sampai
disitu, begitu berhasil menghalau senjata-senjata gelap itu, ia lantas menyerang kedua lawannya.
Sedangkan Hoatlituma dan Poktotu yang melihat dirinya balik diserang oleh lawan, mereka lantas
melompat kesisi yang berlawan. Dengan demikian kembali serangan Giok Tong Tjin-djin mengenai
batu sehingga berhamburan bak hujan yang turun dari langit.
Dalam pada itu kedua lama itu masing-masing telah mencabut senjata masing-masing. Senjata
yang dipergunakan oleh Hoat-lituma ialah Djit Goat Ngo Heng Tjien. yang berbentuk seperti papan
roda serta didalam lingkungannya terdapat bundar-bundar yang besar kecil serta mengait satu sama
lain. Sedangkan Poktotu menggunakan sebatang Tjiang Liong Po Tiang yang bentuknya agak mirip
dengan Sian Tiang yang biasa dipergunakan oleh padri. Kemudian dengan saat yang bersamaan
mereka menyerang Giok Tong Tjin-djin dengan hebatnya, dalam pada itu Giok Tong Tjin-djin dengan
menggunakan ujung baju menghalau serangan lawan malah kemudian ia masih sanggup balas
menyerang. Kepandaian yang dipergunakan oleh Giok Tong Tjin-djin itu tidaklah sembarang orang
dapat mempergunakannya.Mereka bertempur dalam posisi segi tiga yang terbuat dari batu itu. Demikianlah dengan tanpa
terasa mereka bertempur telah sampai dalam babak yang kelima puluh. Dalam pada itu Giok Tong
Tjin-djin dengan kecepatan yang luar biasa membuka baju luarnya, kemudian ia menggulung baju itu
sehingga merupakan sebuah cambuk yang panjang, ,,cambuk" itu dapat dilembutkan pula dapat
ditegangkan, dengan adanya senjata yang istimewa itu Giok Tong Tji- djin akhirnya berada diatas
angin.
Sampai pada suatu saat ketika Giok Tong Tjin-djin menginjak posisi Likiong atau meninggalkan
istana, badannya lantas melompat dan menerkam serta dibarengi pula dengan mengarahkan
cambuk panjang- kejurusan Hoat-lituma.
Kebetulan pada saat itu Hoatliturna sedang berdiam didalam posisi Sie-kiok atau sudut mati, ia tidak
dapat menyingkir dan untuk mengegoskan serangan itu juga sudah tidak mungkin dilakukan, maka ia
terpaksa menangkis serangan itu dengan Ngo Heng Tjien nya, setelah itu Hoatlituma baru
bermaksud hendak menghindari dan mengegos kesamping. Namun siapa sangka gerakan Giok Tong
Tji-djin ternyata sangat cepat dan lincah, dengan menggunakan suatu gerakan yang indah cambuk
panjangnya dililitkan ke Ngo Heng Tjien lawan. Tetapi Giok Tong-Tjin-djin tidak menyangka bahwa
didalam senjata Ngo Heng Tjien itu tersembunyi suatu senjata gelap yang amat berbahaya. Kalau
tadi Hoatlituma tidak menggunakannya bukanlah ia bertempur secara lelaki sejati, tetapi
tidak/belum ada kesempatan karena jauh jarak antara mereka (ingat: Giok Tong Tjin-djin
menggunakan cambuk panjang, sehingga senjata gelap Hoatlituma akan sia-sia bila dilepaskan
kearah iman suci itu karena jaraknya kelewat jauh).
Demikianlah begitu senjatanya hampir kena dilibat cepat-cepat Hoatlituma menekan knop dan
keluarlah sembilan buah senjata gelap yang denan cepatnya terus menuju ketubuh Giok Tong Tjindjin, sehingga membuat iman itu tidak dapat mengegoskan diri dan roboh seketika.
Kejadian ini membuat jagoan galak dari perbatasan See Tjoan itu jadi terkejut bercampur girang,
dalam pada itu Oelotu telah berkata:
--- Tidak kusangka iman hidung kerbau ini begitu mudah diberesi.
--- Kau seperti juga belum mengetahui keliehayan senjataku itu. Bila sebuah saja mengenai tubuh
orang, jiwa manusia itu pasti takkan dapat tertolong lagi, apa lagi kini kesembilan senjataku telah
bersarang ditubuh iman hidung kerbau itu. Baiklah kini kita penggal dulu kepalanya dan kemudian
baru kita beresi jiwa muridnya.
Setelah berkata demikian Hoatlituma lantas menghampiri tubuh Giok Tong Tjin-djin dengan
diiringi oleh Oelotu serta Poktotu.
Ketika jarak antara mereka dengan tubuh Giok Tong Tjin-djin terpisah lebih kurang 2 meter,
Hoatlituma lantas menampak bahwa tubuh iman suci itu sedikitpun tak berkutik, sampai
napasnyapun tampak sudah berhenti. Dengan tanpa terasa Hoatlituma merasa bangga akan hasilnya
kemudian berkata dengan sombongnya :
--- Hmmm hmmm, bangsat hidung kerbau, hari ini jatuh juga kau ditangan Hoed ya-ya (tuan
Buddha)!
Baru saja ia hendak mencabut kesembilan senjata rahasia dari ?jenazah- iman suci itu, tetapi tak
disangka bahwa bertepatan dengan itu sekonyong-konyong Giok Tong Tjin-djin membentak
dibarengi pula dengan bangkit tubuh iman suci itu, sambil kemudian menyepakkan kakinya kebatu
gunung dan terdengar suara gaduh dengan disusul oleh batu-batu gunung pada berterbangan. Batu-batu itu bagaikan hujan layaknya menuju dimana Toan Pian Sam Ok. Berbareng dengan itu tubuh
Giok Tong Tjin-djin dengan mengikuti hujan batu itu terus menerkam kekepala Hoatlituma.
Kejadian ini berada diluar dugaan Hoatlituma beserta kambrat-kambratnya, karena mereka tidak
menyangka bahwa tubuh Giok Tong Tjin-djin yang telah ditancapi oleh kesembilan senjata berbisa,
malah yang paling dahsyat bisanya masih bisa hidup sampai pada saat itu.
Ternyata kematian Giok Tong Tjin-djin hanya merupakan tipu belaka, tadi ketika dirinya diserang
oleh kesembilan jarum berbisa siang-siang ia telah bersiaga dengan mengempos Tjin-kie atau hawa
aslinya sehingga badannya menjadi keras seperti besi. Tok Tjin atau jarum berbisa itu walaupun
telah berhasil menembusi bajunya, namun sedikitpun tidak dapat melukai kulitnya, malah sebaliknya
jarum-jarum itu kena disedot oleh hawa yang dikerahkan oleh iman suci itu. sehingga tampaknya
jarum-jarum itu seperti menancap dikulit iman suci itu.
Sedangkan Hoatlituma adalah seorang yang sembrono disamping itu ia juga mengira bahwa
kepandaiannya dalam hal melempar senjata rahasia telah mencapai tingkat yang boleh dikatakan
sempurna, sehingga dengan tidak pikir panjang pula ia menghampiri ,,jenazah"" lawan untuk menabut kembali jarum-jarum yang melekat ditubuh musuh serta hendak memenggal kepala si-iman
sekali.
Tetapi ia tidak menyangka bahwa begitu dekat ia lantas diserang oleh gerakan Tai Pek Pi
Tjiangnya Giok Tong Tjin-djin yang terkenal dahsyat itu. Sehingga Hoatlituma tidak mempunyai
kesempatan untuk mengegoskan diri, ia hanya bisa mengerahkan tenaga kesepasang tangannya
guna menangkis serangan-serangan lawan. Namun tenaganya kalah jauh bila dibandingkan dengan
tenaga yang dikeluarkan dari serangan iman suci itu, sehingga tak ampun pula sambungan tulang
dibahunya jatuh patah, sakitnya tak usah dikata.
Tapi Giok Tong Tjin-djin tidak menghentikan serangannya sampai disitu saja, ia barengi pula
menyerang dada lawan dengan serangan lebih dahsyat dan serangan yang kali inipun mengenai
sasaran dengan tepat sekali, sehingga tak ampun pula tulang-tulang yang terdapat didada Lama baju
merah itu pada ?rontok", sedangkan dari mulutnya lantas memuntahkan darah segar dan tak lama
kemudian Hoatlituma menghembuskan napas yang terakhir.
Sudah lama Giok Tong Tjin-djin belum pernah melakukan pertarungan yang dahsyat seperti yang
ia alami hari ini, disamping itu dalam sepuluh tahun belakangan ia boleh di-kata belum pernah
membunuh orang. Tetapi kali ini ia terpaksa melakukan pekerjaan yang sebetulnya enggan ia
kerjakan. Sebabnya karena ia sangat membenci kepada orang, yang melakukan kejahatan yang
melewati batas dan tak berprikemanusiaan, disamping itu ia juga tahu bahwa kambrat-kambrat dari
Toan Pian Sie Ok atau empat jagoan galak dari perbatasan Sie Tjoan suka Tjay Im Poh Yang atau
memetik wanita untuk mengisi lelaki. Pekerjaan itu adalah satu larangan/dosa besar dari kalangan
sungai telaga, karenanya hari ini ia turun tangan dengan tanpa mengenal kasihan lagi.
Dalam pada itu Oelotu dan Poktotti yang melihat kambratnya dibunuh oleh iman suci itu, sambil
membentak Oelotu lantas menerkam Giok Tong Tjin-djin sambil memajukan Kim Tjian atau gunting
emasnya yang terus ditusukkan ke Tai Yang Hiat atau jalan darah matahari dari tubuh si-iman suci.
Sedangkan Poktotu telah mencabut sepasang Tjeng Kong Ngo Mei Tjee yang kemudian juga turut
menerkam dan mengarahkan ketulang kering Giok Tong Tjin-djin.
Walaupun dirinya diserang dari kedua belah pihak, namun Giok Tong Tjin-djin tetap tenang. Malah
kemudian ia membentak sambil mengulurkan sepasang tangannya dengan dibarengi terpentalnyaOelotu sampai dua meter lebih, begitupun Poktotu seperti juga kawannya terpental sampai semeter
jauhnya sedangkan senjata Ngo Mei Tjee-nya terlepas dari genggamannya.
Kedua Lama itu menginsyafi bahwa mereka takkan ungkulan melawan musuh, mereka segera lari
menuju ketengah Kok atau lembah. Baru saja Giok Tong Tjin-djin hendak mengejar mereka. Tiba-tiba
tercium oleh gas To Hoa Tjang dan dengan tanpa dapat ditahan iman suci itu jadi bebangkis (bersin).
Baru kini ia menginsyafi bahwa obat yang diborehi dihidungnya karena lamanya telah habis
khasiatnya. Karenanya ia jadi khawatir terhadap diri muridnya serta Tjan In Hoan, sikutu buku. Oleh
sebab itu ia jadi membatalkan maksud yang semula, yaitu untuk mengejar kedua lama itu.
Giok Tong Tjin-djin lantas menuju ketempat dimana muridnya sedang bersembunyi. Pada saat itu
ia melihat Toan Tjeng setengah memayang Tjan In Hoan. sedangkan Toan Tjeng sendiri rupanya
hampir tidak dapat mempertahankan diri terkena serangan gas racun itu.
Melihat keadaan ini Giok. Tong Tjin-djin lantas meneriaki muridnya :
--- Mari muridku kita berlalu dari sini !
Demikianlah ketika oranq sanibil bahu membahu terus berjalan menuju kemulut lembah Peh
Bwee Kok.
Setelah berjalan 5 li jauhnya barulah gas racun itu agak kurang, sedangkan Giok Tong Tjin-djin
sambil menghela napas berkata:
--- Sungguh gas racun yang amat dahsyat.
Dalam pada itu Toan Tjeng telah merebahkan Tjan In Hoan diatas rumput. Seluruh tubuh In Hoan
terasa lernah lunglai dan se-konyong-koyong kepala kutu buku itu terasa berat dan pusing dibarengi
dengan muntahnya sipelajar. Muntah itu berupa cairan yang berwarna kuning bercampur hijau,
sangat bau dan tak sedap dicium. Dengan secara otomatis Toan Tjeng menutup hidungnya.
Sedangkan Giok Tong Tjin-djin yang melihat ini lantas memperlihatkan wajah yang gembira
kemudian berkata :
--- Bagus, bagus, kali ini jiwa In Hoan dapat ditolong. In Hoan setelah memuntahkan cair sekian
banyaknya, dengan nada yang rendah serta parau ia berkata :
--- To-tiang, To-tiang, aku aku, kenapa aku ?
In Hoan karena masih menjadi murid akuan dari Giok Tong Tjin-djin, ia jadi belum memanggil guru
kepada iman suci itu.
Toan Tjeng yang melihat wajah In Hoan, ia jadi terkenang kepada ibu sipemuda pelajar yang
malang itu yang telah mati secara ?ngeri" sekali. Maka tanpa terasa ia jadi sangat terharu.
Dalam pada itu si-iman suci yang setelah melihat sikutu buku memuntahkan cair berwarna sekian
banyaknya, dengan wajah ber-seri-seri ia berkata :
--- In Hoan, kini bukan saja keadaanmu tidak usah di-khawatirkan Iagi, malah sebaliknya engkau
mendapat suatu keuntungan yang tak disangka dari semula.
--- Guru janganlah engkau berkelakar didalam saat ini, apa sebabnya maka kau katakan bahwa
saudara Tjan ini mendapat keuntungan yang tak terduga semula ? ---Tanya Toan Tjeng.
--- Begini, seperti kau ketahui bahwa In Hoan adalah seorang kutu buku yang lemah badannya, maka
dalam keadaan itu ia tidak mungkin mempelajari ilmu silat dengan baik, kecuali ia dapat berkorbanuntuk selama tiga tahun secara terus-menerus serta tekun mempelajari dasar-dasar ilmu bathin
untuk ?mengkuras" (mencuci) segala kotoran yang terdapat ditubuhnya. Tetapi kini dengan tidak disangka-sangka ia telah memuntahkan cairan yang berwarna, ini membuktikan bahwa segala kotoran
yang terkandung didalam tubuhnya telah ikut keluar beserta muntahnya tadi. Mengertikah engkau
sekarang ! --- Giok Tong Tjin-djin menjelaskan.
Toan Tjeng walaupun mengerti apa yang dikatakan gurunya tadi, tetapi ketika ia melihat keadaan
In Hoan yang lemah lunglai. Baru saja ia hendak menanyakan sesuatu kepada Giok Tong Tjin-djin,
tetapi keburu didahului gurunya :
--- Begitu kebetulan, kini To Hoa Tjang telah tersapu bersih, mari kita mulai memasuki Peh Bwee Kok.
(ingat tadi mereka hanya menuruni tebing guna mencapai lembah itu). Mendengar perkataan
gurunya Toan Tjeng jadi memonyongkan mulutnya dalam hatinya berkata, mengapa gurunya bisa
berlaku begitu tolol dan sembrono. Bukankah pada saat itu keadaan In Hoan masih tetap lemah
lunglai serta bila membawanya masuk kelembah Peh Bwee atau bunga Bwee putih itu akan lebih
merepotkan mereka saja. Sebelum ia menyampaikan maksudnya itu kepada gurunya, ia menampak
bahwa pada saat itu Giok Tong Tjin-djin dari dalam bajunya telah mengeluarkan tiga buah pil yang
merah bagaikan sinar api yang kemudian dimasukkan kedalam mulut In Hoan dan menjuruhnya
untuk menelan. Lewat pula beberapa saat wajah In Hoan yang tadinya pucat-pasi perlahan-lahan
berobah menjadi dadu dan semangatnyapun tampak pulih kembali. Lewat pula sepemakan nasi In
Hoan telah bisa berbangkit. Melihat ini dengan tanpa terasa Toan Tjeng merasa gembira, sambil
majukan dirinya ia berkata:
--- Saudara Tjan, bagaimana perasaanmu sekarang ?
--- Baik. Kini aku merasa perasaanku sangat legah dan entah ada suatu perasaan apa yang enak yang
tak dapat kulukiskan dengan kata,,seperti juga telah berobah menjadi seorang ang lain.
---- Tepat kata-katamu tadi, engkau memang seperti menjadi seorang baru yang lain dengan
keadaanmu yang dahulu. --- Sela Giok Tong Tjin-djin yang pada kala itu beridiri dipinggir mereka.
Tjan In Hoan mengucapkan diperbanyak terima kasih kepada guru akuannya itu.
Dalam pada itu Giok Ton,g Tjin-djin menenggadah dan kemudian berkata :
--- Hari masih siang, mari kita melanjutkan perjalanan, supaya sebelum senja kita telah tiba di Peh
Bwee Kok.
Disepanjang jalan Giok Tong Tjin-djin lantas memberi petunjuk dan menjelaskan tentang jalan
mana yang berbahaya serta pintu yang bagaimana dapat dijalani. Sampai pada suatu saat mereka
telah tiba di-tengah-tengah barisan batu. Tiba-tiba angin bertiup kearah mereka, sedangkan Toan
Tjeng cepat2 menekap hidupnya. Ternyata diantara siliran angin itu tercium bau darah amat
memuakkan.
Walau Toan Tjeng merasa heran tetapi ia terus maju kemuka, setelah melewati dua buah
tumpukan batu, tertampaklah sebuah mayat, mayat itu ternyata tak lain tak bukan adalah mayat
Hoatlituma yang tadi kena dihantam hingga binasa oleh serangan gurunya. Tetapi entah mengapa
kawan-kawannya membawa jenazahnya kesitu ?
Toan Tjeng yang ketika melihat kematian Hoatlituma begitu menyedihkan, dadanya ternyata
terdapat sebuah liang, disamping itu kepalanya pun telah terbelah, ia jadi menghela napas dalam
benaknya berkata, sayang kepandaian Hoatlituma yang begitu tinggi digunakan dalam jalan yangsalah, bila tidak kebisaannya itu akan berguna bagi masyarakat. Namun mendadak Toan Tjeng


Lima Djago Luar Biasa Sia Tiauw Gwa Toan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

teringat sesuatu, ia lantas berdongko untuk memeriksa tubuh mayat itu.
Sedangkan Giok Tong Tjin-djin yang berada dibelakangnya lantas menyapa:
--- Kau hendak mencari apa muridku ? Kau lihat seluruh tubuh jenazah itu telah bermandikan darah,
'kan kotor tanganmu nanti.
--- Guru, Lama semacam ini tentu banyak tipu muslihatnya, aku hendak mencari sesuatu dari
badannya, mungkin mendapat barang-barang aneh serta berharga. --- Toan Tjeng menjelaskan
maksudnya.
Ternyata dugaan Toan Tjeng tidak meleset, dari dalam tubuh itu terdapat pelbagai macam barang.
Selain pisau, batu api pun dari padanya terdapat beberapa botol obat. Disamping itu masih terdapat
sehelai kertas yang bertulisan suatu pelajaran, juga bukan merupakan surat perintah, namun
diatasnya tertera empat surat
---- Siok Lie Noei (Lwee) Pian.
Yang dimaksud dengan Siok Lie adalah dizaman Oey-tee yang lazim disebut Siok Lie Keng.
Anehnya tulisan itu kini jatuh ditangan Hoatlituma, tidak dapat disangkal pula bahwa buku ini
adalah buku maksiad serta amat merugikan kaum wanita.
Giok Tong Tjin-djin yang begittu melihat buku itu sudah hendak mengoyaknya, tetapi kemudian
terlintas sesuatu didalam pikirannya, sehingga akhirnya ia memasukkannya kedalam jubanya.
Mereka melanjutkan Iagi perjalanan sampai setengah jam lebih, sampai akhirnya Peh Bwee Kok
sudah terbentang dihadapan mereka. Mereka masih terus melanjutkan perjalanan, sehingga
akhirnya mereka sampai disebuah goa yang didepannya ditutupi oleh air terjun. Melihat keadaan itu
tanpa berpikir lagi Toan Tjeng berkata :
--- Lama bangsat, lekas kamu keluar untuk mengantarkan jiwa anjingmu, tuan mudamu telah tiba.
Namun keadaan didalam goa itu tetap sunyi, yang terdengar ialah gemercik air yang turun dari
atas itu.
Toan Tjeng menjadi panas hatinya, setelah tiba dimulut goa kembali ia berteriak :
--- Hai bangsat, bila kamu tidak berani keluar, tuan muda akan menerjang masuk guna mengambil
jiwa anjing kamu sekalian.
Tetapi perkataannya itu tetap disambut oleh gemerciknya air terjun, malah kini ditambah pula
dengan gema suara sipangeran itu.
--- Muridku, kau jagai Tjan In Hoan, aku hendak masuk kedalam. --- Demikian kata Giok Tong Tjindjin ketika tiba disamping muridnya. Namun biar bagaimanapun Toan Tjeng tidak mau, kemudian
berkata :
--- Biar aku yang mewakilimu. Lebih praktis kukira bila engkau yang menjagai Tjan Toa-ko, aku yang
masuk kedalam goa untuk mencari Lama bangsat itu.
Giok Tong Tjin-djin karena menginsyafi bahwa Toan Tjeng adalah seorang yang suka menang
sendiri, disamping itu juga iman sutji itu memaklumi bahwa kulit Toan Tjeng kebal serta tenagapunsangat besar, sehingga tak sembarang orang yang dapat melukainya. Maka akhirnya ia
menanggukkan kepalanya menyatakan setuju.
--- Engkau boleh mewakiliku masuk kedalam goa itu, tetapi engkau harus hati-hati ! Menasehati
iman itu kemudian.
Setelah memperhatikan keadaan air terdjun, Toan Tjeng lantas menerobos dari sebelah kiri air
terjun itu, ketika sampai kedalam goa bajunya agak basah terkena air terjun itu.
Ia karena takut diperdaya oleh Lama-Lama yang busuk itu, ia segera memakai Thian Tjan Ong
atau jala penutup muka guna menutup mukanya. Didalam goa itu ternyata dirembesi juga oleh air.
Tanah yang terdapat disitu terlihat amat mengkilap dan licin, di-tengah-tengah goa itu terdapat
sebuah Tjio-tay, diatas tay itu ternyata ada seorang yang agaknya lagi bersemadhi. (Tjio-tay adalah
sebuah tempat yang kedudukannya terlebih tinggi dari tanah yang beradatarnya dan dibuat dari
batu).
Ketika Toan Tjeng menegaskan bahwa orang itu berjuba merah, terlintas dalam pikirannya bahwa
orang itu bila bukan Oelotu pasti adalah Poktotu. Maka ia lantas membentak :
---- Hai, engkau sedang berbuat apa disitu ? Tipumu takkan dapat memperdayaku lagi. Sebaiknya
engkau menyerah saja.
Tetapi orang yang berada diatas Tjio-tay itu tetap bungkam dalam seribu bahasa dan tidak
bergerak.
Melihat ini Toan Tjeng menjadi amat gusar.
--- Kalde, engkau kira dengan belaga berlaku dernikian engkau bisa menghindarkan diri dari
kernatian. --- Setelah berkata demikian badannya lantas rnenerjang kemuka. ia lalu merangkapkan
sepasang tangannya dan tepat mengenai tubuh Lama itu, membuat tubuh orang yang disebut
belakangan itu jadi terguling dari atas Tjio-tay dan yang aneh bahwa badan Lama itu tetap tidak
bergerak.
Baru kini Toan Tjeng merasa agak terperanjat. Ketika melihat seorang berjubah merah itu tak lain
tak bukan adalah Loeikatien, entah apa sebabnya kini ia bisa mati disini.
Pada setengah bulan yang lalu Loeikatien masih segar bugar, ia masih bisa menggunakan tipu
memancing macan untuk meninggalkan gunung dan main ,,petak-petakan"an dengan dirinya, tetapi
kini suatu hal yang tak dapat disangkal bahwa Lama itu telah mati.
Karena sakitkah matinya itu ? Tidak mungkin, karena seba,gai seorang yang telah melatih ilmu luar
dalam semenjak kecil, sehingga badannya dapat disamakan dengan kuatnya badak, maka kecil
kemungkinan untuk ia mati karena sakit.
Ketika Toan Tjeng memperhatikan terlebih lanjut, dengan tanpa terasa ia jadi keluarkan teriak.
Ternyata dibelakang kepala Loeikatien telah ditancapi oleh tiga batang Potiteng yang melesak
kedalam kulitnya sampai kira-kira empat dim lebih, tidak heran bila kematian Loeikatien itu
disebabkan oleh senjata itu.
Tetapi kini satu soal baru lagi terbentang didalam otak Toan Tjeng. bahwa siapakah yang
membunuh Loeikatien ini? Walaupun Toan Tjeng adalah seorang yang cerdik, tetapi dalam waktu
singkat tak dapat ia memecahkan teka-teki itu.Dalam pada itu se-konyong-konyong ia melihat diatas tanah berserakan sekumpulan kulit
kambing, ia lantas menduga bahwa didalam kulit itu pasti dituliskan surat-surat rahasia, maka ia
lantas memungutnya, setelah itu baru keluar dari goa itu.
Toan Tjeng lantas menuturkan apa yang pernah di alami selama berada didalam goa itu kepada
Giok Tong Tjin-djin.
Giok Tong yang mendengar perihal kematian Loeikatien yang misterius itu, ia juga jadi agak
terperanjat.
Karena menurut dugaannya bahwa walaupun Lama baju merah itu diatas loteng Ta Koan telah
merasai pukulannya, dengan mengandalkan kepandaiannya, Loeikatien dapat menahan sehingga
tidak membahayakan lagi jiwanya. Dan menurut keterangan Toan Tjeng selanjutnya yang mengatakan bahwa kematian Loeikatien itu mungkin disebabkan oleh karena kena diserang oleh tiga paku
rahasia itu.
--- Pegang aku erat-erat untuk ikut masuk kedalam goa itu. --- Kata Giok Tong kemudian kepada Tjan
In Hoan.
--- Pergi ! Bentak Giok Tong kernudiah, dan terasalah oleh In Hoan bahwa tubuhnya dengan
ringannya melayang menuju dan masuk kedalam goa. Dalam pada itu Giok Tong Tjin-djin ternyata
juga telah berada didalam goa itu. Ia terus memeriksa ketiga paku yang menancap dibelakang kepala
Loeikatien.
--- Paku rahasia ini sehenarnya dipakai oleh Hoatlituma. Tetapi telah binasakan tadi. Aku rasa-rasa
kawan-kawannya yang dua lagi. yaitu Oelima dengan Poktotu yang melihat keadaan mereka tidak
menguntungkan lagi, disamping itu pada saat tersebut Loeikatien tengah terluka parah, maka untuk
membawa Loeikatien sungguh sangat memberabekan mereka.
Mungkin dengan adanya sebab itu mereka segera turun tangan keji kepada temannya yang
sedang terluka. Coba kamu pikir. Giok Tong Tjin-djin berkata lebih lanjut kepada kedua muridnya,
terhadap kawan mereka sendiri mereka bisa berlaku demikian keji, apa lagi terhadap orang lain atau
musuh mereka misalnya, dapat kamu bayangkan sendiri. Demikian Giok Tong mengakhirkan
perkataannya.
Dalam pada itu Tjoan In Hoan yang berdiri disebelahnya hanya bisa menghela napas.
Pada saat itu Toan Tjeng telah mengeluarkan kulit kambing yang telah pecah menjadi berpotongpotong dan kemudian diserahkan kepada gurunya sambil berkata :
--- Entah apa isi surat ini ?
Giok Tong Tjin-djin segera menghampiri mulut goa guna menelitikannya, dengan khimatnya ia
mengatur lembaran surat kambing yang telah di-koyak-koyak sehingga menjadi beberapa potong itu
dan akhirnya pekerjaannya itu ternyata membawa hasil yang memuaskan. Surat yang terdapat didalam kulit itu kini telah dapat dibaca. Tulisan itu tidak mirip dengan surat Hwie (arab), juga tidak
seperti huruf Tjong (Tibet) tetapi persis seperti surat bangsa Biauw. Giok Tong Tjin-djin karena tidak
bisa membaca surat itu, ia lantas memanggil Tjan In Hoan untuk menerangkannya.
Harus diketahui bahwa kampung asal In Hoan adalah diluar kota Koen Beng, ia sedang
berhubungan dengan bangsa Biauw, saking seringnya, sedikit banyak ia jadi mengetahui arti dari
tulisan, dari bangsa Biauw.Kini ketika disuruh oleh Giok Tong Tjin-djin untuk membaca tulisan itu, maka sambil menggoyanggoyangkan kepala ia mulai membaca :
--- Ular naga terbang diangkasa, ular tenggelam dibawah tanah, segala harta, masih berada didalam
goa ini, bila orang yang berjodoh pasti akan menemukannya, sedangkan orang yang tak berjodoh,
janganlah engkau mencoba mencarinya, karena akan sia-sialah usahamu itu.
--- Sungguh lucu bunyi surat ini, mungkinlah harta karun itu masih terdapat didalam goa ini. Barang
kali Tjoan Pian Sie Ok yang hendak mempermainkan kita, --- Demikian kata Toan Tjeng setelah
mendengar habis bunyi surat itu.
Dengan roman sungguh Giok Ton,g Tjin-djin berkata :
--- Engkau harus mengetahui, muridku, hahwa goa itu tadinya juga menjadi sarang perampok
bangsa Biauw.
--- Ya, sekarang baru aku ingat akan penuturan Tong-tju dulu. ---- Kata Toan Tjeng kemudian.
---- Nah itulah. Aku rasa keempat Lama itu belum dapat mencari tempat dimana menyimpan harta
karun itu. -- - Kata Giok Tong lebih jauh, kemudian ia melanjutkan perkataannya :
---- Aku rasa dengan adanya tulisan yang terdapat diatas kulit kambing ini, kita akan lebih mudah
untuk mencari harta karun itu, tetapi susahnya sampai kini kita tidak bisa memecahkan arti yang
terkandung didalamnya.
Dalam pada itu Tjan In Hoan yang dari tadi tinggal diam saja, mendadak berkata :
--- Totiang, Boanseng (saya) mempunyai sedikit pendapat, benar tidaknya saya masih belum dapat
memastikan.
--- Tjan Toa-ko, kau kau kau, engkau tahu dimana harta karun itu disimpan ? --- Toan Teng kata
dengan ter-gesa-gesa.
--- Ini hanya tebakanku sayja. Didalam surat itu dituliskan bahwa sang naga terbang dilangit.
menurut ceritanya bahwa naga bersemayam diawan, sedangkan awan bila bertemu dengan hawa
dingin akan berobah menjadi hujan, jadi perkataan itu dapat diartikan bahwa sebagian harta itu
ditimbun didalam air. Seterusnya ditulis, Tjiauw atau sebangsa ular berada didalam tanah, jadi yang
disebagian lagi ditanam didalam tanah, yaitu didalam goa ini, sedangkan kata-kata yang berikutnya
tidak menyangkut dengan letak harta itu.
Mendengar perkataan itu Toang Tjeng menjadi sangat bergembira.
---- Tjan Toako, betul, betul, betul, engkau seperti juga seorang titisan dari Kong Beng ! --- Kata Toan
Tjeng kemudian.
Sedang Tjan In Hoan hanya mengunjukkan roman puas.
Giok Ton,g Tjin-djin juga memuji kepintarannya, karena dengan tidak usah membuang banyak
tenaga serta pikiran, teka-teki yang terdapat didalam tulisan itu telah dapat dipecahkan, baru
kemudian ia berkata :
--- Aku rasa dugaanmu itu benar, tetapi sayang kini cuaca telah berobah menjadi gelap. Lebih baik
kita besok saja mencari hulu air terjun ini. Tetapi mengenai yang sebagian lagi yang menurut
dugaanmu masih berada didalam goa ini, itu masih kusangsikan. Bukankah Tjoan Pian telah lamatinggal didalam goa ini ? Maka mengenai hal itu perlu kita bahas lagi besok. --- Setelah berkata
demikian, ia lantas duduk bersila dan memejamkan matanya.
Toan Tjeng tidak berani mengganggu gurunya lagi.
Tetapi tak lama kemudian mendadak Giok Tong Tjin-djin membuka matanya kembali dan berdiri,
ia seperti seorang yang baru mendapat suatu inspirasi. Lalu ia menyalakan obor, menjuluhi suatu
Tjio-tay atau sebuah batu datar yang agak aneh bentuknya, kemudian dengan suara yang keras ia
berkata :
--- Disini !
--- Naik ! --- Seruh Giok Tong Tjih-djin lagi.
Bertepatan dengan itu terlihatlah batu yang beratnya 4 -- 500 kati itu, telah terangkat naik. Maka
tampaklah sebuah liang yang dalam. Toan Tjeng beserta In Hoan yang melihat kejadian ini menjadi
sangat gembira.
--- Sungguh tepat dugaan Suhu. --- Kata Toan Tjeng kemudian dengan nada yang gembira.
Belum lagi habis perkataan Toan Tjeng itu, se-konyong-koyong terlihat dua buah benda merahkehijau-hijauan telah menyambar kedua bagian dari tubuh Giok Tong Tjin-djin.
Ternyata kedua benda itu adalah dua ekor ular yang seluruh tubuhnya berwarna merah. Kedua
ular itu telah lama tinggal dibawah batu itu. Kini ketika batu tersebut diangkat oleh Giok Tong Tjindjin, kedua binatang itu, satu jantan dan yang lainnya betina, mengira bahwa orang sengaja hendak
mengaduk sarang mereka, maka mereka segera menyerang diri Giok Tong Tjin-djin. Tapi serangan
itu dengan mudahnya dapat dielakkan oleh si-iman suci itu. Belum lagi Giok Tong Tjin-djin keburu
turun tangan guna memberesi kedua binatang itu, telah didahului oleh muridnya, Toan Tjeng, yang
dengan mudahnya dapat menangkap kedua binatang itu. Kemudian ia beluh tubuh kedua ular itu
sampai beberapa belas bagian. Tapi rupanya Toan Tjeng masih belum juga puas dengan apa yang
dikerjakan tadi, kemudian ia menimpahkan beberapa buah batu, masing-masing ditujukan kearah
kepala serta ekor kedua ular merah itu sehingga tak ampun lagi habislah sudah riwayat kedua ular
itu. Toan Tjeng segera menghampiri liang yang baru dibuka oleh gurunya tadi.
Lobang itu ternyata separoh buatan alam dan sebagian lagi dibuat oleh tangan manusia.
Didalamnya penuh berisi peti-peti yang ditumpuk demikian rupa.
Baru saja Toan Tjeng hendak mengangkat peti-peti besi tersebut, tapi telah keburu dibentak oleh
Giok Tong Tjin-djin:
--- Awas, jangan sembarang menggeraki peti-peti itu!
Toan Tjeng jadi merasa heran, kemudian tanya-nya
--- Kenapa Suhu ?
--- Segala harta karun ini telah lama terpendam didalam tanah, maka bila hendak mengangkatnya
harus hati-hati, --- Meneruskan Giok Tong Tjin-djin.
Baru sekarang Toan Tjeng insyaf, ia segera memungut dua keping batu, yang kemudian
dilemparkan kedalam liang.Begitu batu-batu itu mengenai peti-peti besi, dari dalam tumpukan peti lantas terlihat sebuah sinar
perak yang terus menyerang muka Toan Tjeng.
Pada saat itu Toan Tjeng karena tidak bersiaga, ketika mengetahui dirinya diserang sesuatu ia
menjadi sangat terkejut. Baiknya sebelumnya Toan Tjeng telah diperingati oleh gurunya, maka
dalam kagetnya ia masih kuasa untuk menghindari serangan itu dengan melompat kebelakang
sampai beberapa meter.
Ketika Toan Tjeng menegaskan, ternyata benda yang menyerang dirinya itu juga binatang ular,
tapi kini hanya seekor, dan diseluruh tubuh berwarna kuning dan bersinar.
--- Muridku, lekas kau tangkap Kim Tjoa (ular emas) itu, dibelakang hari akan ada gunanya, tapi kau
harus berlaku untuk menangkapnya. --- Perintah Giok Tong Tjin-djin kepada Toan Tjeng.
Toan Tjeng terima perintah itu, ia segera menerkam ular itu. Sekali terkam saja ia sudah dapat
menangkap sang ular. Dalam pada itu Giok Tong Tjin-djin telah menyediakan kantong.
? Lekas masukkan kemari! --- Perintah Giok Tong Tjin-djin kepada muridnya.
Baru setelah itu mereka mengangkat peti yang berada didalam liang itu. Selain sepuluh peti yang
berisi emas, masih terdapat dua peti yang isinya melulu perak. jumlah seluruhna diktaksir mendekati
80 laksa tail.
Setelah memeriksa sesaat lamanya, Giok Tong Tjin-djin beserta muridnya lantas menaroh kembali
harta karun itu kedalam tempatnya yang semula, yang kemudian ditutup lagi dengan batu penutup
yang telah diangkatnya tadi.
--- Besok aku akan pergi ke Oey Yong Tong (tempat orang Biauw dimana mereka menginap pada
kemarin malamnya), untuk memanggil orang kernudian dibagikan ke pada fakir miskin. Baik kini kita
mengasoh dulu.
Baru habis Giok Tong Tjin-djin berkata demikian, sekonyong-koyong kupingnya yang tajam itu
mendengar suara tindakan.
Dengan tanpa bersuara Giok Tong Tjin-djin segera melompat keluar goa, dari penerangan sang
bathara Candra dan ditambah pula dengan matanya yang tajam, ia lantas melihat dikejauhan sedang
jalan mendatangi dua byah bayangan. Dalam pada itu Toan Ceng telah menyusul gurunya keluar.
Hanya Tjan In Hoan seorang, atas permintaan Toan Tjeng demi keselamatan jiwanya, ia tetap
berdiam ditempatnya yang semula. yaitu didalam goa.
Kedua bajangan manusia itu kian mendekat, sampai akhirnya Giok Tong Tjin-djin beserta
muridnya dapat mehhat siapa sebenarnya mereka.
Ternyata kedua sosok tubuh manusia itu adalah dua orang sisah dari Tjoan Pin Sie Ok yaitu
Poktotu dan Oelotu berdua. Pada siang harinya mereka ketika melihat Hoatlituma kena dibunuh
lawan dan mereka karena menginsyafi bahwa mereka takkan ungkulan melawan musuh, mereka
seqera melarikan diri. Tetapi kemudian teringat oleh mereka akan Loeikatien yang pada saat itu
masih terluka parah, tak leluasa untuk mengajak kawannya itu. Mereka bersepakat guna
melenyapkan jiwa kawan yang satu itu demi keselamatan mereka berdua.
Setelah selesai melakukan rencana mereka, mereka segera melarikan diri untuk keluar dari clalam
lembah itu.Sedangkan akhirnya sebagaimana telah saudara pembaca ketahui bagian atas dari cerita ini, yaitu
mayat Loeikatien dapat diketemukan oleh Giok Tong Tjin-djin beserta kedua muridnya.
Balik kini kita menilik Poktotu dan Oelotu yang sedang melarikan diri, tetapi ditengah jalan,
mereka jadi menyesal dan kecewa meninggalkan goa itu tanpa mendapat harta karun yang mereka
idam-idamkan selama itu. Tak rela mereka bila harta karun itu jatuh ketanqan lawan. Namun akhirnya mereka jadi balik berpikir bahwa mereka yang sudah sekian lama tinggal dan berusaha sekuat
tenaga mencari harta besar itu, walaupun mereka telah mengetahui pasti bahwa harta itu disimpan
didalam goa itu, tapi sampai pada saat itu mereka belum juga berhasil.
Apa lagi Giok Tong Tjin-djin beserta kedua muridnya itu yang baru saja pada hari itu masuk
kedalam lembah, belum tentu ia dapat mencari goa yang ditinggali oleh Tjoan Pian Sie Ok selama ini,
apa lagi hendak mendapatkan harta karunnya.
Namun begitu Poktotu dan Oelotu masih merasa sangsi akan hal itu. Maka setelah berunding,
mereka lantas mengambil keputusan untuk kembali kegoa.
Tapi oleh karena mereka berlaku sembrono, maka sebelum mereka berhasil mencapai goa, telah
diketahui oleh lawan mereka.
Ketika melihat kedua Lama (Lhama) keji itu. Toan Tjeng tak dapat mengendalikan amarahnya lagi.
Dengan tidak menunggu sampai lawannya datang dekat. ia telah menerkam.
Toan Tjeng menerkam dengan mengambil posisi dari kiri. Dalam pada itu Giok Ton,g Tjin-djin juga
telah melompat dengan mengambil posisi sebelah kanan. Dengan demikian Poktotu dan Oelotu jadi
terkurung ditengah.
Poktotu beserta Oelotu menginsyafi bahwa mereka tak-kan dapat menghindari atau melarikan
diri lagi. Tak ada lain jalan bagi mereka selain bertempur mati-matian sambil menunggu suatu ketika
yang baik untuk melepaskan diri dari kurungan lawan. Dengan tidak menunggu sampai dirinya
diserang, Poktotu telah mulai melakukan penyerangan dengan menggunakan tipu ?Oe Liong Sin
Djiau" atau ?Ular naga memperlihatkan kukunya" yang terus diarahkan ke ,,Kie Boen Hiat"--nya Giok
Tong Tjin-djin, serangan itu mengandung tenaga dalam Hek Soan Sin Djiauw. Tapi serangan itu


Lima Djago Luar Biasa Sia Tiauw Gwa Toan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan mudahnya dapat dielakkan oleh si-iman suci. Malah kemudian Giok Tong Tjin-djin balas
menyerang, tapi serangannya itu dapat dieiakkan oleh Poktotu. Maka diantara mereka berdua
terjadilah suatu pertempuran yang dahsjat.
Dilain pihak Oelottt telah mencjontoh tindakan kawannnya, ia segara papaki (menyambuti)
kedatangan Toan Teng, ia insyaf bahwa tubuh pemuda itu kebal, tak mau ia menggunkan senjata
tajam untuk menghadapi pemuda itu. Dengan menggunakan Ngo Kang. Khin kelima jari tangan yang
tinggal sebelah itu diarahkan kemuka Toan Tjeng.
Toan Tjeng yang melihat kelima jari dari lawan yang selain kasar pun berwarna merah. Walaupun
ia tahu bahwa serangan itu takkan dapat membawa malapetaka pada dirinya. tapi ia tidak mau
menyambutinya secara keras lawan keras, karena kejadian itu biarpun tidak sampai melukakan
dirinya, tapi sedikit banyak akan menyakitkan dirinya.
Maka ketika serangan hampiri mengenai tubuhnya, Toan Tjeng lantas mengegos kesamping, tapi
kemudian ia balas menyerang.
Pertempuran didalam lembah itu jadi terbagi dalam dua rombongan.Dalam pada itu Poktotu bukanlah menjadi tandingan dari Giok Tong Tjin-djin. Ia kian lama kian
berada dibawah angin, sampai akhirnya belakangnya tubuhnya harus merasai, pukulan Giok Tong
Tjin-djin yang hebat itu, sambil melompat kesisi Poktotu segera memuntahkan darah segar.
kemudian ia bergulingan diatas rumput.
Poktotu karena menginsyafi bahwa jiwanya takkan dapat ditolong lagi, ia tak rela mati seorang
diri, maunya, sedikitnya ia hendak mati bersama dengan musuhnya yang sekarang. Giok Tong Tjindjin.
Maka ketika badannya bergelinding diatas rumput, tangannya segera melontarkan beberapa
pisau terbang yang diarahkan kebadan iman suci itu.
Walaupun Giok Tong Tjin-djin tidak menyangka bahwa lawannya bisa berlaku demikian rendah
dan busuk, namun ia tidak menjadi gugup karenanya. Dengan tenangnya ia menyampok jatuh semua
senjata gelap yang diarahkan kedirinya. Berbareng dengan itu ia lantas menggunakan angin pukulan
untuk menghantam Jawan dan tepat mengenai batok kepala Poktotu sehingga tak ampun lagi Lama
keji itu menghembuskan napas yang terakhir.
Dalam pada itu Oelotu yang tengah melawan Toan Tjeng itu, ketika mengetahui kawannya telah
diberesi oleh Giok Tong Tjin-djin, ia jadi tidak bernafsu untuk bertempur terlebih lama. maka ia
berusaha sekuat tenaga untuk meloloskan diri dari situ.
Bila ia berlaku tenang mungkin masih ada harapan baginya untuk meloloskan diri, tapi sebaliknya
Oelotu tak dapat berbuat demikian.
Dalam pada itu Toan Tjeng yang melihat lawannya berusaha hendak melarikan diri, ia tidak
memberi ketika untuk lawannya berbuat demikian, serangannya kian lama kian ia perhebat. Sampai
disuatu saat dada Oelotu kena ditinju oleh Toan Tjeng, sehingga badannya terpental kebelakang dan
jatuhnya tepat disebuah batu cadas dan menembusi tubuh Oelotu, sehingga tak ampun lagi jiwanya
segera melayang disaat itu juga.
Dengan demikian tamatlah sudah riwayat Tjoan Pian Sie Ok itu.
Biar bagaimanapun Giok Tong Tjin-djin adalah seorang beribadat, maka walaupun bagaimana
jahatnya seseorang dikala hidupnya, tak tegah untuknya meninggalkan mayat kedua orang itu
dengan begitu saja. Maka ia segera meminta kepada muridnya membantu dia guna menggali lobang
untuk menanam mayat kedua orang itu.
Dalam pada itu In Hoan yang sedang menunggu didalam goa itu. ia rupanya sudah tidak sabar dan
cemas menanti guru akuannya itu beserta Toan Tjeng. Tapi kecemasannya itu tidak berjalan lama,
karena sesaat kemudian ia lantas melihat kedua orang itu masuk dengan tidak kurang suatu apa, ia
menjadi sangat gembira setelah inengetahui bahwa Giok Tong Tjin-djin guru murid telah berhasil
membunuh sisah Tjoan Pian Sie Ok itu. In Hoan segera berlutut dihadapan guru akuannya itu untuk
menyampai rasa syukur dan terima kasihnya yang tak terhingga.
Giok Tong Tjin-djin segera mengangkat bangun In Hoan seraya berkata :
Sudahlah tidak usah engkau menjalankan penghormatan, asal saja engkau bisa belajar dengan
rajin. Yang menjadi harapanku yang terutama adalah bila nanti engkau telah mempunyai kepandaian
yang lumajan, bila tidak mau dikatakan tinggi, hendaknya engkau menolong fakir miskin dan
menindas yang kaya tapi jahat bila engkau bisa melakukan hal itu, aku yang menjadi guru akan
merasa senang dan bangga melihatnya. Baik sekarang kita mengasoh dulu.Pada keesokan harinya pagi-pagi benar Giok Tong Tjin-djin beserta kedua muridnya segera pergi
kesumber air mancur, tetapi dugaan In Hoan kali ini ternyata meleset, walaupun mereka telah
bekerja setengah hari untuk menggali sana dan menggali sini, tetapi hasilnya tetap nihil. Sampai
akhirnya mereka habis daya dan balik kedalam goa.
Pada hari itu juga, setelah memesan kepada Toan Tjeng untuk menjagai harta besar, seorang diri
Giok Tong Tjin-djin berangkat menuju Oey Yong Tong.
Pada hari yang berikutnya tampak mendatangi Giok Tong Tjlit-djin dengan memimpin
serombongan orang Biauw yangg berasal dari Oey Yong Tong, berikut kepada sukunya.
Ketika ia hendak menjerahkan sebagian dari peti-peti yang berisi logam-logam mulia itu, dengan
roman sungguh-sungguh ia berkata kepada orang Biauw itu :
--- Sebagaimana saudara-saudara telah mengetahui, bahwa harta besar ini adalah peninggalan dari
perampok-perampok bangsa Biauw dulu. Aku bermaksud menyerahkan sebagian dari harta ini
kepada saudara-saudara, tapi ini tidaklah berarti bahwa harta ini telah menjadi milik saudara
sekalian. Bila saja saudara menjadi seorang hartawan, akibatnya bukan saja harta ini tidak
menguntungkan saudara-saudara, tetapi malah sebaliknya akan merugikan saudara sekalian dimasa
yang akan datang, juga keturunan anda semuanya. Mengapa? Karena bila saja harta yang besar ini
saya bagi rata kepada saudara semuanya. betul sekarang anda sekalian dapat hidup senang dan
mewah dengan adanya uang pembagian itu, tetapi saudara-saudara harus ingat, dengan adanya
kehidupan yang demikian itu. lambat laun saudara akan malas bekerja. Akan anda kemanakan
semua sawah dan ladang serta ternak ?
Karenanya kuanjurkan disini, seterimanya harta ini, pergunakanlah harta ini untuk membangun
desa saudara dan disamping itu sebagian lagi boleh saudara, sumbangkan kepada kampongkampung tetangga anda, supaya kita dapat mengecap kesenangan bersama, janganlah hendak
senang sendiri saja, karena senang yang berkelebihan akan merusak semangat bekerja saudarasaudara, karenanya dapatkah saudara-saudara menerima usul saya tadi ?
--- Dapat ! --- Setuju! --- Demikian teriak mereka dengan suara yang hampir bersamaan.
--- Baik, aku akan menyerahkan sebagian besar harta ini kepada Tong-tjoe untuk kemudian baru
sebagian digunakan membangun kampung saudara, sebagian disumbangkan Kepada kampongkampung yang berada disekitar saudara sedangkan sebagian tolongkan saudara berikan kepada
orang-orang yang sedang memerlukan pertolongan uang atau orang yang baru tertimpa oleh
sesuatu bencana alam. Berhubung kini aku masih mempunyai urusan lain. maka sekarang aku
bermaksud hendak berlalu dari sini.
Tong-tjoe Oelima segera mengantarkan Giok Tong Tjin-djin beserta kedua muridnya itu sampai
sepotong perjalanan.
============(V)
- Suhu, mengapa engkau demikian percaya kepada orang-orang Biauw ? --- Tanya Toan Tjeng
ditengah perjalanan.
--- Harus engkau ketahui muridku, bahwa walaupun tingkah-laku bangsa Biauw itu kasar. tapi
perangai mereka sangat jujur. Sudahlah, sekarang kita tidak usah mempersoalkan mereka. Sekarang
kau lekas keluarkan kantong yang berisikan ular emas itu. --- Kata Giok Tong pada muridnya.
Baru kini Toan Tjeng ingat akan ular emas yang ia tangkap dulu.
---- Hampir saja aku melupakannya, selama dua hari ini ular itu ditaroh didalam kantong yang
berisikan belerang, menurut dugaanku pada saat ini ular itu mungkin telah mati. --- Toan Tjeng
mengutarakan pendapatnya.Mendengar perkataan muridnya itu, sambil tertawa Giok Tong Tjin-djin berkata :
--- Ular emas ini tidak dapat disamakan dengan ular kebanyakan, mana bisa mati dengan demikian
rnudahnya ?
Setelah berkata demikian, ia lantas menggoyangi kantong itu, dengan dibarengi jatuhnya sang ular
emas yang kecil itu.
--- Lihat Suhu, ular itu hendak melarikan diri ! Kata Toan Tjeng kepada gurunya.
Tapi Giok Tong Tjin-djin hanya tersenyum ketika mendenqar perkataan muridnya itu.
Memang Siatiw Kim Tjoa atau ular emas kecil itu ketika melihat cahaya matahari sudah hendak
menggerakkan badannya untuk berlalu dari situ. Tapi disebabkan oleh karena ia telah kelewat lama
berdiam didalam kantong yanq ada belerangnya itu, maka begitu hendak menggerakkan badannya,
ia segera terkulai lagi.
Setelah lewat sesaat kemudian ular itu segera mengangkat kepalanya dan terus memandang
kepada ketiga orang itu dengan sorot mata yang minta dikasihani.
Dalam pada itu Giok Tong Tjin-djin telah mengeluarkan serunai (seruling)-nya, yang terus
ditiupnya.
Terlihatlah kini Siauw Kim Tjoa itu ber-lompat-lompat dan tubuhnya seakan sedang menari dengan
mengikuti suara s-runai itu, tapi gerakannya itu tidak terlalu cepat.
Sedangkan Toan Tjeng dan In Hoan merasa lucu ketika melihat keadaan itu.
Begitu suara serunai itu berhenti, badan ular itupun segera terkulai lagi ditanah.
Baru pada saat itu Giok Tong Tjin-djin mengeluarkan sebuah bumbung yang berisikan obat, dari
dalamnya ia lantas mengeluarkan sebutir pil, yang terus ia hancurkan dengan menggunakan
tangannya. Baru kemudian ia menaroh bubuk obat itu kehadapan Siauw Kim Tjoa.
Ular emas kecil itu yang begitu mencium bau harum dari obat tersebut, semangatnya jadi
bertambah, ia segera mengangkat kepalanya untuk melahap obat bubuk itu. Setelah memakan habis
obat itu, sekujur badannya lantas mengeluarkan cahaya emas, disamping itu tubuhnya telah menjadi ?lincah" kembali.
Dalam pada itu Giok Tong Tjin-djin yang telah membuang belerang yang masih tertinggal didalam
kantong itu. Setelah itu ia meniup serunainya kembali, Siauw Kim Tjoa itu lantas masuk kedalam
kantong yang telah disediakan oleh Giok Tong Tjin-djin itu. Kejadian ini berada diluar dugaan Toan
Tjeng serta In Hoan.
Mulai hari ini ular emas ini akan menurut segala perintah kita. Kita mesti memperlakukannya
dengan baik, ia pasti takkan mau melarikan diri. Maka dikemudian hari kita akan mendapat satu
pembantu yang boleh diandalkan. ? Demikian kata Giok Tong Tjin-djin dengan riangnya. Kemudian
ia menjelaskan mengenai faedah dari Siauw Kim Tjoa ini.
Ternyata selain dari hati serta daging ular itu dapat dibuat obat, tapi ular emas itu juga mempunyai
daya pencium yang tajam. Maka ia dapat disuruh menjaga pintu untuk menjagai majikannya,
Disamping itu bila seseorang yang tak beruntung kena dibokong oleh senjata gelap lawan yang
berbisa, dapat menyuruh ular ini menggigit dimana luka itu berada. Dengan demikian karena ularitupun sangat berbisa, jadi dengan menggunakan cara Tok Kong Tok atau dengan racun
menggempur racun, maka dengan demikian jiwa orang itu baru bisa tertolong dari keracunan.
--- Pantas dulu engkau orang tua tidak mau membunuh ular berbisa ini, tidak tahunya ada maksud
lain. --- Kata Toan Tjeng setelah mendengar penuturan gurunya itu.
Demikianlah ketika orang itu terus melakukan perjalanan menuju kebarat. Disepanjang jalan
mereka selalu menolong kepada fakir-fakir miskin dan orang-orang yang sedang tertimpah oleh
bencana alam. Akhirnya mereka tiba ditempat yang dituju, yaitu Tjay In Tjang, yang terletak
dibelakang gunung Tjeng Sung, Disitu terdapat banyak panorama yang indah-indah, tapi gunung itu
tidak semasyhur gunung Ngo Mei.
Tjan In Hoan beserta Toan Tjeng jadi terpesona keadaan disitu. Giok Tong Tjin-djin kemudian
mengajak mereka masuk kesebuah gubuk yang disekelilingnya ditanami oleh perbagai macam
bunga, begitu memandang, tahulah kita bahwa tempat itu biasa digunakan untuk orang yang hendak
menjauhi keramaian kota-kota.
=======================
Mulai dari hari itu In Hoan dengan resmi telah menjadi murid Giok Tong Tjin-djin. Maka gurunya
segera mengajari In Hoan ilmu silat, serta ilmu Lwee-kang. Sedangkan Toan Tjeng tetap dititik
beratkan pada ilmu Gwa-kang.
Demikianlah dengan tanpa terasa enam tahun telah dilalui.
Disuatu pagi, ketika Toan Tjeng sedang melatih ilmu tangan Kim Kong, ketika sampai pada puncak
latihan Toan Tjeng segera memukul batu besar sehingga terbelah dua, Toan Tjeng merasa puas
dengan hasil yang ia capai itu. Mendadak dibelakangnya terdengar ada orang berkata :
--- Bagus sih bagus, tapi hanya berisi diluar sedang didalamnya kosong, sungguh sayang !
--- Ketika Toan Tjeng berpaling, entah dari kapan dibelakangnya telah berdiri seorang todjin
berpakaian serba kuning.
Terang perkataan si Todjin tadi ditujukan kepada dirinya. Maka tanpa terasa Toan Tjeng menjadi
agak mendongkol, tapi semakin dipikir rasa dongkolnya itu jadi berobah jadi suatu kegusaran, maka
kemudian Toan Tjeng berkata :
--- Hai Todjin, mengapa engkau hendak mencampuri urusan orang lain, aku yang sedang berlatih
disini tidak ada sangkut-pautnya dengan dikau. Ilmu yang engkau pelajari mungkin ilmu Lwee-kang,
coba engkau perlihatkan kepandaianmu untuk memukul batu itu.
--- Memukul batu tiada gunanya, memukul orang hidup baru berguna. Tapi baiklah sekarang aku
hendak memperlihatkan sebuah permainan yang menarik. Setelah berkata demikian. Tojin itu segera
membuka topi bambunya, yang kemudian ditaroh diatas tangannya. Baru setelah itu ia berkata
kepada Toan Tjeng :
--- Hai anak kecil yang masih ingusan, coba kau arahkan pukulanmu kearah topi ini, bila engkau
dapat memukul sehingga pecah topi ini, aku akan memberi hormat kepadamu sampai tiga kali,
sebagai tanda bahwa aku menyerah kalah, bagaimana ?
--- Betulkah katamu tadi ? --- Tanya Toan Tjeng.
--- Seorang laki-laki sejati takkan menarik segala perkataannya yang pernah diucapkannya.Dengan tidak berkata lagi Toan Tjeng segera mengangkat kepalannya, kemudian dipukulkan keatas
topi itu. Tapi anehnya, ketika tangannya mengenai topi itu, ia bagaikan sedang memukul baja,
membuat Toan Tjeng jadi sangat terperanjat. Tak puas dengan hasil yang pertama itu. Toan Tjeng
segera susulkan dengan serangan yang kedua, tapi kali ini malah sebaliknya, begitu pukulannya itu
tepat mengenai atas topi buluh itu, mendadak topi tersebut mendjadi lembut, selembut kapas. Tapi
keadaan itu tidak berjalan lama, karena sesaat kemudian mendadak Toan Tjeng merasa badannya
telah terdorong oleh suatu tenaga yang maha besar, membuat ia jadi mundur beberapa tindak
kabelakang.
Kejadian ini membuat Toan Tjeng jadi merasa malu, dari malu lantas berobah menjadi gusar. Maka
kembali ia menyerang dengan menggunakan Kim Kong Koen, tapi serangannya tidak lagi ditujukan
ketopi bambu itu, tapi kini langsung diarahkan kediri Todjin itu. Oey Ie Todjin atau sipendeta juba
kuning itu, begitu serangan Toan Tjeng itu hampir mengenai dirinya, se-konyong-koyong Todjin itu
lenyap dari pandangan Toan Tjeng.
Malah kemudian Toan Tjeng merasa bahwa sebagian dari tubuhnya jadi kesemutan, disusul pula
dengan kakunya bahu kanannya.
Dengan adanya kejadian ini membuat Toan Tjeng jadi terperanjat. Ia se.gera membalikkan
Pendekar Mata Keranjang 18 Tembang Maut Alam Kematian Parker Pyne Menyelidiki Parker Pyne Investigates Karya Agatha Christie Pendekar Mabuk 056 Pembantai Raksasa

Cari Blog Ini