Ceritasilat Novel Online

Lima Djago Luar Biasa 3

Lima Djago Luar Biasa Sia Tiauw Gwa Toan Karya Chin Yung Bagian 3


tubuhnya dan terus Iari naik keatas gunung, sambil berteriak :
--- Tjan Toako lekas kemari, ada orang yang menghina aku.
Saudara pembaca yang kami hormati, perlu sekiranya saudara mengetahui bahwa walaupun Toan
Tjeng terlebih dahulu mengangkat Giok Tong Tjin-djin sebagai gurunya, tapi usia In Hoan lebih tua
dari Toan Tjeng. Disamping itu Toan Tjeng kebiasaan memanggil Toako kepada In Hoan ketika orang
she In ini masih menjadi murid akuan dari Giok Tong Tjin-djin, maka biarpun kini In Hoan sudah
secara resmi mengangkat Giok Tong Tjin-djin sebagai guru, Toan Tjeng masih tetap memanggil In
Hoan sebagai Toako (kakak).
Biasanya Toan Tjeng agak memandang rendah kepada diri In Hoan, tetapi hari ini lain, karena pada
saat itu ia sedang berhadapan dengan lawan yang kuat. Maka mau atau tidak ia harus memanggil In
Hoan untuk mernbantunya guna menghadapi lawannya yang kosen (gagah) itu.
Suara Toan Tjeng itu amat nyaring, disamping itu didaerah pegunungan memang agak berbeda
dengan didaerah kota, didaerah pegunungan itu suara dapat didengar sampai ketempat yang agak
jauh. Tak heran bila sebentar saja suara itu sudah dapat didengar oleh Tjan In Hoan. Maka cepatcepat In Hoan memburu ketempat asal teriakan Toan Tjeng itu.
Begitu bertemu dengan Toan In Hoan segera bertanya :
--- Tjeng-tee, ada kejadian apa? Siapa yang menghinamu ?
--- Seorang pendeta hidung kerbau, tua dia sedang naik mendatangi ! Kata Toan Tjeng kemudian
dengan napas yang ter-engah-engah (memburu).
Ketika Tjan In Hoan memandang kebawah gunung. terlihatlah olehnya bahwa dibawah gunung
ada seorang Todjin setengah tua yang sedang mendaki gunung itu. Melihat wajah dan dandanan
(cara berpakaian) Todjin itu. In Hoan jadi teringat kepada seseorang, maka ia segera bertanya
kepada Oey Ie Todjin itu
--- Maafkan saya yang agak terlambat menyambut To-tiang, bukankah Totiang bergelar Giok Sie
Todjin, Supek kami ?Ternyata Giok Tong Tjin-djin masih mempunyai dua orang saudara seperguruan, satu Suheng
(kakak seperguruan) sedangkan satu lagi Sutee (adik seperguruan)-nya.
Suheng Giok Tong itu bergelar Giok Sie. Adapun permulaan gelaran dari ketiga saudara
seperguruan itu dimulai oleh huruf Giok. sehingga orang-orang dari kalangan Kang-ouw menggelari
mereka sebagai Eng Boen Sam Giok atau sitiga Giok (batu kumala) dari Eng Boen. Giok Tong Tjin-djin
sering memperbincangkan kedua orang saudara seperguruan ini dihadapan murid-muridnya,
sampaipun wajah serta kebiasaan dan pakaian mereka ia lukiskan dengan jelas sekali. Namun Toan
Tjeng tidak begitu memperhatikan penuturan gurunya itu, sifat Toan Tjeng itu amat berbeda dengan
sifat In Hoan. Karenanya tadi karena saking gusarnya, ia tidak perduli siapa yang berada
dihadapannya itu, ia segera turun tangan. Berlainan dengan In Hoan yang dapat berlaku lebih teliti
dan hati-hati. Maka begitu ia melihat cara berpakaian serta tampang (raut muka) dari todjin itu,
maka ia lantas teringat akan Supeknya. Dan ternyata dugaannya itu tidak meleset.
Dalam pada itu sambil tertawa Giok Sie Todjin berkata :
? Oh kiranya kamu adalah murid, dari Giok Tong Sutee !
--- Tak berani, kami baru enam tahun belajar dibawah penilikan In-sot (guru yang berbudi,
membasakan kepada guru sendiri). Supek silahkan masuk !
Diam-diam Toan Tjeng jadi mengeluh, tak ia sangka bahwa Todjin hidung kerbau itu sebenarnya
adalah Supeknya. Maka ia jadi jengah (agak tersipu,) sendiri, dengan tidak terasa lagi wajahnya jadi
berobah merah.
Dalam pada itu Giok Sie Todjin yang melihat keadaan Tjeng itu, sambil tertawa ia ia berkata :
? Anak muda memang selalu begitu, sedikit-sedikit hendak memukul orang. Baiknja hari ini engkau
bertemu dengan daku. Coba bila engkau bertemu dengan orang lain, entahlah.
Sehabis berkata begitu tangan Giok Sie lantas digerakkan dan menepuk bahu kanan Toan Tjeng.
Sedangkan Toan Tjeng segera dapat menggerakkan bahunya itu sebagaimana biasa.
Toan Tjeng segera berlutut dihadapan Supeknya untuk menyatakan terima kasihnya dan
menghaturkan maaf kepada paman gurunya itu atas kelakuannya yang sembrono tadi.
--- Kejadian yang telah lewat biarkan berlalu, asal saja dikemudian hari engkau bisa sabarkan diri,
jangan sedikit-dikit hendak menjotos, mentang-mentang kepalanmu itu seperti palu besi.
Dikatai begitu Toan Tjeng jadi semakin malu. tapi kini ia tidak marah lagi.
--- Nah itu gurumu telah kembali. Kata Giok Sie To-djin kemudian.
Harus diketahui bahwa pada saat itu guru mereka, Giok Tong Tjin-djin tengah pergi kekota guna
membeli barang-batang keperluan se-hari-hari. Maka ketika mereka mendengar Giok Sie berkata
begitu, mereka menjadi sangat heran, karena pada saat itu mereka belum lagi melihat gurunya.
Namun begitu In Hoan segera lari keluar, kemudian ia memandang kebawah gunung, maka
terlihatlah olehnya ada seorang ber-juba biru yang sedang mendaki gunung sambil memikuI sesuatu.
In Hoan yang melihat cara orang itu mendaki demikian lincah, ia lantas mengenali bahwa orang itu
tak lain tak bukan adalah gurunya sendiri.
Sambil memapaki In Hoan berteriak : --- Suhu ! Suhu !Begitu sampai In Hoan lantas memindahkan pikulan itu keatas bahunya, sambil kemudian ia
memberi tahu, bahwa Giok Sie Todjin sedang menanti diatas.
--- Siapa ? Suhengku ? Kedatangannya kali ini pasti membawa suatu kabar mengenai keadaan di
Tionggoan (Tiongkok daratan) yang pasti telah terjadi suatu perobahan besar disana.
Dalam pada itu dari kejauhan telah terlihat Giok Sie Todjin bersama Toang Tjeng sedang
mendatangi.
Giok Tong Tjin sudah lantas maju dan demikian pula halnya dengan Giok Sie, kemudian mereka.
Sheng dan Sutee itu saling berpelukan, sambil dari mata mereka mengalir air mata, keadaan mereka
seperti dua orang kekasih yang baru bersua setelah lama berpisah.
Sesaat kemudian baru mereka melepaskan pelukan masing-masing. Giok Tong Tjin-djin lantas
memimpin Suhengnya masuk kedalam gubuk.
Giok Tong Tjin-djin memperkenalkan kedua muridnya serta menyuruh mereka memberi hormat
kepada Supeknya.
--- Kiranya muridmu yang ini adalah seorang pangeran, pantas ia mudah tersinggung. --- Kata Giok
Sie Todjin kemudian sambil menunjuk kearah Toan Tjeng.
Wajah Toan Tjeng kembali menjadi merah.
Kedua saudara seperguruan itu lantas menuturkan pengalaman mereka masing-masing, yaitu
sejak mereka mulai berpisah pada dua puluh tahun yang lalu.
Ternyata kedatangan Giok Sie Todjin ketempat Suteenya itu adalah untuk meminta kepada adik
seperguruannya itu untuk ikut bersamanya membantu kepada kaisar Kong Ong untuk merebut
kembali wilajah utara Tiongkok.
Ternyata pada saat itu Khin Ong atau kaisar Khin telah kena ditawan oleh pihak Kim. Untuk
kemudian Kong Ong dapat melarikan diri keselatan, menetap dikota Lin An (Hang-tjioe) dan
mengangkat dirinya sebagai kaisar dengan gelar Koh Tjong.
Adapun maksud kedatangan Giok Sie Todjin ketempat Suteenya itu ialah hendak mengajak adik
seperguruannya tersebut membantu Kaisar Koh Tjong guna menggempur tentara Kim. Sampai
akhirnya Giok Sie mengisahkan pada beberapa tahun yang lalu ia pernah bertemu dengan seorang,
yaitu Tjioe Tong.
--- Siapa Tjioe Tong ? Tanya Giok Tong Tjin-djin kepada Suhengnya.
--- Sutee, nyata setelah engkau mengasingkan diri selama dua puluh tahun lamanya, engkau jadi
tidak begitu mengetahui akan keadaan didalam kalangan Kang-ouw. Tjioe Tong adalah murid dari
Toa Supek kita, Leng Tjin Tjin-tjoe. Ia adalah seorang yang sangat pandai dalam ilmu peperangan,
disamping itu ilmu silatnya pun tinggi. Konon kabarnya, dengan seorang diri ia dapat menghadapi
ribuan tentara lawan. Tapi sungguh disayangkan bahwa pada saat itu Kaisar sangat mempercayai
dorna Tjoa Tjeng dan dorna-dorna lainnya. Sampai akhirnya Tjioe Tong dipecat. Tjioe Tong lantas
merobah cara hidupnya dengan menjadi seorang pengajar ilmu surat. Namun begitu cita-citanya
hendak memperbaikan keadaan negara masih melekat pada dirinya.
Pada beberapa tahun yang silam ia menerima seorang murid, Oey Ko namanya. Tjioe Tong bukan
saja mengajarkan muridnya itu ilmu surat, pula ilmu silat. Sifat Oey Ko berlawanan dengan perangai
gurunya, maka ketika gurunya meminta padanya untuk menyumbangkan tenaganya, ia menolak.Kejadian itu membuat Tjioe Tong menjadi sangat marah. setelah memaki muridnya, ia lantas berlalu
dari tempat itu.
Lewat pula dua tahun, mendadak Tjioe Tong menerima seorang murid lagi, Gak Hwie namanya.
Gak Hwie adalah seorang yang berasal dari salah satu tempat dikeresidenan Holam. Walaupun pada
saat itu usia Gak Hwie masih muda, tapi cita-citanya besar dan luhur. Karenanya Tjioe Tong jadi
menyukai murid barunya itu, Tjioe Tong segera menurunkan segala kepandaiannya, baik ilmu surat
maupun ilmu silat. Sampai akhirnya Tjioe Tong memberikan satu nama alias dari Gak Hwie yaitu Eng
Kie. --- Bercerita sampai disitu Giok Sie Todjin berhenti sebentar.
--- Sungguh satu nama yang baguss! --- Giok Tong Tjin-djin memuji sambil tersenyum.
Dalam pada itu Giok Sie Todjin meneruskan penuturannya :
--- Malah kemudian Tjioe Toako menyerahkan beberapa perangkap buku yang mengenai teori-teori
peperangan kepada Gak Hwie. Tapi sungguh sayang, pada tahun ini aku mendapat kabar bahwa
Tjioe Tong telah meninggal dunia akibat sakit. Disamping itu Gak Hwie juga sudah lantas
meninggalkan kampung itu, sampai sekarang tidak ada kabar berita mengenai diri orang she Gak itu.
--- Demikian Giok Sie mengakhiri ceritanya.
Pada saat itu telah lewat senja, yang tak lama kemudian disusul dengan datangnya sang malam.
Dalam pada itu Giok Tong Tjin-djin lantas berkata :
--- Suheng, lama sudah kita tidak bertemu. maka sudilah kiranya engkau menginap disini untuk
beberapa hari lamanya. Dengan tidak usah ditawarkan untuk kedua kalinya Giok Sie Todjin telah
menganggukkan kepalanya tanda ia menerima tawaran itu.
Pada malam itu Toan Tjeng tidak dapat tidur, pikirannya sangat kacau. Se-bentarsebentar teringat
olehnya akan peristiwa siang tadi, seketika lagi pikirannya dilayangkan kearah kepandaian si-iman
yang menjadi Supeknya itu, yang dengan mudahnya dapat menjatuhkannya, entah ilmu apa yang
diyapelajarinya. Ia (Toan Tjeng) selama sepuluh tahun Iebih mengikuti Giok Tong Tjin-djin belajar
silat, sehingga ia dapat membunuh binatang buas dengan mudahnya. Tapi anehnya ia tidak berdaya
menghadapi Supeknya itu, entah ilmu apa yang dipergunakan oleh Supeknya itu ?
Ia sangat ingin menanyakan hal itu kepada Soepeknya, tapi kemudian ia menjadi ragu-ragu.
Namun ke-raguan-raguannya itu tidak lama menyelubungi dirinya. Per-lahan-lahan Toan Tjeng
bangun dari pembaringan, kemudian dengan ber-jingkat-jingkat ia keluar dari kamarnya untuk
menghampiri kamar Supeknya. Begitu sampai didepan kamar paman ngurunya itu. Toan Tjeng tidak
segera masuk, ia hanya mengintai keadaan didalam dengan melalui celah-celah dinding.
Penerangan dikamar itu masih belum dipadamkan, sehingga Toan Tjeng memjadi sangat
terperanjat.
Ternyata pada saat itu Giok Sie Todjin sedang ber-semadhi diatas pembaringan kayu, kemudian
per-lahan-lahan tubuhnya terangkat naik, yang makin lama makin sampai akhirnya tubuh Giok Sie
Todjin itu terpisah lebih kurang setengah meter dari pembaringannya. Terlihat nyata bahwa Giok Sie
Todjin berusaha keras untuk menaikkan tubuhnya terlebih tinggi lagi, tapi usahanya itu sia-sia
belaka. Malah kemudian tubuhnya jatuh kembali keatas pembaringan. Kemudian sambil menghela
napas Giok Sie Todjin berkata :Aku ternyata gagal dalam hal melatih ?Sin Tjiang Kong" atau ?ilmu turun-naik". Tak salah kata Tjioe
Tong Toako, bila hendak mempelajari ilmu ini harus berpedoman ,,Kioe In Tjin Keng," dengan itu
orang baru bisa berlatih ,,,Sin Tjiang Kong ini dengan sempurna.
Toan Tjeng tidak tahu apa yang dimaksud dengan ,,Kioe ln Tjin Keng" itu ? Sehingga membuatnya
berdiri terpaku disitu.
--- Siapa diluar ? Bentak Giok Sie Todjin kemudian.
--- Saya Supek !- Jawab Toan Tjeng.
Setelah berkata demikian Toan Tjeng lantas membuka pintu itu dan masuk. Giok Sie Todjin ketika
melihat Toan Tjeng malam-malam datang kekamarnya, sebagai seorang yang arif-bijaksana, ia
segera dapat menduga akan maksud kedatangan keponakan muridnya itu.
? Anak Tjeng. hari sudah larut malam. mengapa engkau belum tidur ? Tanya Giok Sie Todjin.
? Maafkan saya mengganggu Soepek. ada satu soal yang hendak saya tanyakan dan mohon Supek
suka memberi penjelasan !
--- Coha katakan !
--- Selama sepuluh tahun lebih Tee-tjoe telah mengikuti Suhu belajar Silat. betul dalam hal ilmu
Gwa-kang saya boleh dikatakan telah mencapai tingkat yang lumajan. Tapi tadi begitu turun tangan
Supek telah dapat menjatuhkan saya. Tolong Soepek jelaskan apa sebabnya
--- Anak, ilmu yang kau pelajari sekarang hanyalah bagus rupanya dan indah dipandang, tapi tidak
berisi. Karenanya bila engkau bertemu dengan seorang akhli Lwee-kang, kepandaianmu masih jauh
dari memuaskan. Gurumu tentu mempunyai alasan tersendiri. yang menyebabkan ia hanya
mengajarkan ilmu Gwa-kang saja padamu. Sekarang aku hendak bertanya kepadamu. benarkah
engkau dulu pernah meminum darah dari suatu makhluk aneh yang telah berumur ratusan tahun,
yang menyebabkan tubuhmu itu jadi bersisik?
--- Betul Soepek.
--- Nah itulah sebabnya mengapa gurumu tidak menurunkan ilmu Lwee-kang pada dirimu, karena
badanmu setelah memintim darah binatang aneh itu akan menjadi kebal, mengertikah engkau
sekarang ?
--- Terima kasih atas penjelasan Soepek tadi. Tapi masih ada satu hal yang ingin saya ajukan disini,
tapi kali ini bukan berupa pertanyaan, tapi merupakan suatu permintaan, entah sudi tidak kiranya
Supek meluluskan permohonan saya itu ? --- Kata Toan Tjeng kemudian.
--- Sebutkanlah, apa yang engkau ingini dari aku ?
--- Sudilah kiranya Supek memberi petunjuk cara-cara mempelajari ilmu Lwee-kang kepada saya.
--- Apa ? Memberi petunjuk mengenai ilmu Lwee-kang ? Tidak mungkin ! Kata Giok Sie Todjin
dengan segera.
Mengapa Supek ? Tanya Toan Tjeng.
? Karena aku sendiri tidak mempunyai kebisaan apa-apa.
--- Saya harap Supek jangan suka merendah diri. Desak Toan Tjeng.? Sesungguhnya. untuk apa aku merendah diri ?
Demikianlah antara paman guru dengan keponakan murid itu segera terjadi desak-mendesak.
sampai akhirnya Giok Sie Todjin berkata :
? Bila memang itu juga yang menjadi kehendakmu, akan kuperkenalkan engkau pada seseorang.
bila engkau bisa berguru dengannya. aku berani pastikan bahwa ilmu Lwee-kangmu akan herada
diatasku. Tapi orang itu kini entah berada dimana, entah ia masih hidup atau sudah tiada lagi
didalam dunia ini. Sedangkan namanya tiada seorang yang tahu, tapi rupanya yang menjadi utama
untuk mengenalnya. Macam orang itu seperti orang mabok. sehingga orang-orang dari kalangan
Kang-ouw pada memanggilnya sebagai Kwai Tjoei Hian atau si-pendekar aneh tukang mabok. Baik
kuterangkan sekali khusus yang terdapat di-diri orang itu. Dimata sebelah kirinya selalu tampak tahi
mata. entah tahi mata sesungguhnya ataukah hanya sebagai salah satu tanda pengenal saja.
Disamping itu rambutnya selalu agak terurai lepas. Pada umumnya dimana ia berada. disitu pasti ada
cawan arak. Hanya itu yang dapat kuberikan padamu.
--- Terima kasih atas petunjuk Supek tadi. Masih ada satu soal lagi yang hendak saja tanyakan disini.
Soal itu bila Supek merasa berkeberatan untuk menjelaskan saya juga tidak mau memaksa. Tadi
ketika saja tiba didepan kamar ini. lampu kamar Supek ternyata masih belum dipadamkan.
Kemudian karena terdorong oleh rasa ingin tahu, saya lantas mengintip dengan melalui celah-celah
dinding. Dan saya segera menampak Supek sedang melatih sesuatu. Sekarang yang menjadi
pertanyaan saya ialah, apakah yang dimaksud dengan Kioe In Tjin Keng itu ?
Giok Sie Todjin yang tidak menyangka bahwa Toan Tjeng bisa menanyakan hal itu, maka wajahnya
segera berobah. Tapi sesaat kemudian Giok Sie Todjin dapat menenangkan dirinja lagi.
--- Baik kuterangkan disini. Bahwa yang aku maksud dengan Kioe In Tjin Keng adalah nama sebuah
buku. Didalam buku itu terdapat bab-bab yang berisikan petunjuk-petunjuk mengenai cara-cara
melatih pernapasan, menjaga Goan. Disamping itu didalamnya juga dicantumkan cara bagaimana
seseorang yang hendak belajar Lwee-kang serta Gwa-kang dan masih banyak lagi bab-bab khusus
lainnya. Buku ini diciptakan oleh Hoat Hian. Tapi setelah Hoat Hian meninggal, kitab ini juga
rnendadak lenyap, entah sekarang berada dimana. Kini aku yang sedang berlatih, seperti yang
terlihat olehmu tadi adalah suatu ilmu yang bila orang hendak melatih mesti ada kitab ini disamping
kita, gunanya ialah untuk memberikan petunjuk se-waktu-waktu bila engkau tertumpuk oleh suatu
soal yang rumit. Bila tidak ada kitab itu, ilmu yang sedang kulatih ini tidak akan sempurna. Jelaskah
engkau ?
--- Terima kasih atas penjelasan Supek.
--- Sekarang engkau iekas kembali kekamarmu, karena hari sudah jauh malam.
Setelah mengiakan Toan Tjeng lalu berpamitan pada paman gurunya itu.
==================
Pada keesokan harinya ketika Toan Tjeng terjaga dari tidurnya. Begitu keluar ia lantas menampak
In Hoan sedang duduk termenung seorang diri, ditangannya memegang sehelai kertas.
? Toako, apa yang engkau renungkan ? ?Tanya Toan Tjeng kemudian.
In Hoan tidak segera menjawab, ia hanya mengangsurkan kertas yang sedang ia pegang itu.
Ketika Toan Tjeng habis membaca surat itu, mendadak wajahnya jadi berobah.Ternyata surat itu adalah surat yang ditulis oleh guru mereka, yang mengatakan bahwa
kepergiannya kali ini ialah hendak membantu Kong-ong guna berdaya-upaya untuk merebut
kerajaan Song sebelah utara dari tangan kerajaan Kim. Selanjutnya dikatakan dalam surat itu, bahwa
Tjan In Hoan harus menjagai tempat itu, sedangkan Toan Tjeng dianjurkan pulang kekerajaannya,
yaitu Lam-tjo.
Bilakah Suhu berangkat? --- Tanja Toan Tjeng kemudian.
--- Aku juga tidak tahu. Begitu aku bangun, kudapatkan surat ini telah berada diatas meja, yang
ditindih oleh dua buntalan. Ketika kuperiksa buntalan itu, ternyata didalamnya berisi uang. Menurut
hematku hahwa kedua buntalan uang itu sengaja ditinggalkan oleh Suhu untuk engkau dan aku,
masing-masing jadi dapat sebuntalan. --- In Hoan menerka. Tak ada jalan lain bagi Toan Tjeng, selain
ia menuruti anjuran gurunya itu.
Setelah memberesi bekal untuk diperjalanan, Toan Tjeng lantas berpamitan kepada In Hoan dan
segera meninggalkan gunung itu untuk pulang keibu kota kerajaannja.
Ber-hari-hari Toang Tjeng melakukan perjalanan, sampai akhirnya ia sampai kesebuah kota Siang
Tjoen, nama sebuah kota kecil.
Kota itu walaupun kecil, tapi amat strategis letaknya. Maka tak heran bila keadaan disitu amat
ramainya. Kala itu musim panas, membuat orang-orang yang melakukan perjalanan jadi mandi
keringat dan se-bentar-sebentar merasa dahaga. Tak terkecuali dengan Toan Tjeng, yang selain
hauspun merasa lapar, maka ia lalu masuk kesebuah rumah makan yang agak besaran, maklum
seorang pangeran.
Ia baharu saja selesai memesan makanan, tiba-tiba dari luar terlihat masuk seorang yang
beroman bengis, muka orang itu hitam bulat, tak berlebihan kiranya bila dikatakan wajah orang itu
persis seperti pantat kwali. Dagu orang itu ditumbuhi jenggot pendek dan tegak, setegak kawat,
demikian pula kumisnya, sama halnya dengan sang jenggot.
Orang itu yang begitu duduk lantas memukul meja dengan kepalannya, sehingga menimbulkan
suara gaduh.
Dengan roman yang agak takut jongos lantas menghampiri orang itu, lalu dengan hormatnya ia
bertanya :
--- Tuan Ie perlu hidangan apa ?
--- Mengapa kamu tidak menyambut kedatanganku ini. Nah kau rasai tinjuku ini sebagai hadiah
kelalaimu itu. ? Kata orang itu sambil kemudian entah bagaimana, mendadak jongos itu jadi
terpental jatuh, beberapa gigi jongos itu menjadi rontok karenanya, sedangkan ?ketjap" tampak
mengalir dari hidung jongos itu.
Toan Tjeng tidak senang kepada orang yang berlaku se-wenang-wenang itu, tapi ia tetap sabarkan
diri, guna melihat perkembangan selanjutnya.
Dalam pada itu sambil menutupkan muka jongos itu bangun dan terus masuk.


Lima Djago Luar Biasa Sia Tiauw Gwa Toan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bertepatan dengan itu jongos lain telah mengantarkan makanan serta minuman yang telah
dipesan oleh Toan Tjeng tadi.
Tapi sebelum jongos itu ketempat tujuannya, orang itu telah merebutnya. Dengan adanya
kejadian itu Toan Tjeng tidak dapat mengendalikan sabarnya, ia segera menghampiri orang itu.--- Tuan, maafkan saya, makanan itu telah saya pesan tadi.
--- Kata Toan Tjeng, yang sedapat mungkin menindas perasaan mendongkolnya itu.
--- Tak perduli siapa yang pesan, tapi akulah yang terlebih dahulu mengambilnya. Sekarang engkau
mau apa ? ? Kata orang itu dengan kasarnya.
Toan Tjeng tidak dapat mengendalikan hawa amarahnya pula, maka ia lantas menjotos kepada
lawannya dengan menggunakan gaya ?Hek Houw Touw Sin- atau ?Macan hitam mencuri hati. Tapi
anehnya orang itu tetap berdiam ditempatnya yang semula, malah tangan masih memegang arak
yang kemudian diminumnya sekali.
Begitu tinju Toan Tjeng hampir mengenai tubuh orang itu, dengan kecepatan luar biasa dan entah
kemudian ia menggunakan ilmu apa, Toan Tjeng merasa dirinya kesemutan yang disusul dengan
lemasnya sang tubuh, sehingga tak kuasa untuknya berdiri terlebih jauh, tubuhnya segera jatuh
terkulai.
Orang itu ternyata sangat keji, begitu melihat Toan Tjeng terkulai, ia tidak berhenti sampai disitu,
kembali ia susulkan pukulannya yang diarahkan kebatok kepala Toan Tjeng.
Sebelum serangan itu mengenai sasaran, anginnya telah mendahului. Tak kuasa untuk Toan Tjeng
mengelakkan serangan itu.
--- Tak sangka bahwa jiwaku terbuang secara kecewa. Kata Toan Tjeng dalam hati.
Namun suatu keanehan segera terjadi, ketika kepalan orang itu hampir mengenai sasarannya,
sekonyong-koyong terasa olehnya ada suatu tenaga yang mendorong dirinya, yang membuat orang
itu mau atau tidak jadi melangkah mundur. Ketika ia melihat kepada Toan Tjeng, tampaklah olehnya
bahwa tubuh Toan Tjeng masih tetap terkulai ditanah. Kejadian ini membuat orang itu jadi merasa
sangat aneh.
--- Mungkinkah budak ini sengaja hendak mempermainkan diriku, atau ada orang lain yang secara
diam-diam membantu pada budak ini. -- Pikir orang itu kemudian. Tapi setelah ia melihat keadaan
Toan Tjeng, orang itu segera berkata dalam hati:
---- Tidak mungkin budak ini mempermainkan aku, karena tadi tubuhnya telah kena kutotok.
Setelah berpikir demikian, orang itu hendak melihat siapa sebenarnya orang yang membantu
Toan Tjeng secara diam-diam itu. Maka kembali ia mengarahkan pukulannya kearah Toan Tjeng,
namun kali ini ia selalu memperhatikan keadaan di-sekitarnya.
Begitu serangannya hampir mencapai tujuan, mendadak ada angin, yang datang dari sebelah
depan tubuhnya, yang begitu sampai terus mendorong tubuhnya, membuat ia mau atau tidak
kembali jadi mundur.
Kali ini orang itu hanya mengetahui arah orang yang membantu Toan Tjeng secara diam-diam, tapi
ia tidak mengetahui letak yang pasti.
Sekali lagi ia mengirimkan pukulannya kerah yang sama, begitu pukulannya hampir sampai,
matanya lantas mengawasi kesebelah depan, maka segera terlihat olehnya, bahwa sudut ruang itu
duduk seorang --- yang pada saat itu tampaknya sedang ?asyik- memakan bakmi kua, --- tapi begitu
pukulannya hampir mengenai kepala Toan Tjeng orang itu segera meniup ia bukannya meniup
bakmi, tapi malah meniup kearah orang yang hendak membunuh Toan Tjeng itu, maka terasalah ada
sebuah angin dingin yang menyanggah pukulan itu.Melihat itu orang yang hendak memberesi jiwa Toan Tjeng menjadi sangat marahnya, ia segera
menghampiri orang yang berada disudut itu.
--- Hai bangsat, jangan engkau suka mencampuri urusan orang lain, akibatnya takkan mengenakkan
dirimu ! --- Orang itu mengancam.
Orang yang disudut itu tetap duduk ditempatnya, malah kemudian ia menyuap bakminya, ia
bagaikan tidak mendengar bentakan orang itu.
--- Budekkah (Tulikah) engkau ? --- Bentak orang itu lagi.
Bentakan itu membuat siorang yang sedang memakan bakmi itu menjadi kaget, saking kagetnya
tangannya jadi memukul meja. Dibarengi dengan terlihatnya muncratnya kua bakmi itu. Namun
anehnya, kua itu tidak tumpah ke-bawah, malah merupakan sebuah ranting kecil yang lurus, yang
kemudian menuju langsung kemuka siorang yang membentak.
Sedangkan orang itu karena tidak menyangka bahwa bisa ada kejadian yang demikian, maka tak
ampun lagi sebagian dari kua itu mengenai wajahnja dan sebagian lagi menyiram bajunja.
Kejadian ini membuat si-orang galak itu jadi bertambah marah.
Sedangkan orang yang duduk itu kini telah melahap bakminya pula.
Melihat ini si-orang galak jadi semakin gusar, ia segera mengirimkan tinjunja kearah orang yang
sedang duduk. Dalam pada itu orang yang diserang tetap memakan bakmi dengan lahapnya. Sampai
ketika tinju lawannya mengenai tubuhnya. orang itu masih tetap menundukkan kepalanya guna
memakan bakmi kuanya.
Sedangkan sipenerang yang melihat serangannya, yang walaupun mengenai tepat, tapi tak
berhasil melukai orang yang diserang, ia jadi penasaran, maka ia hendak menarik kembali
kepalannya. Tapi anehnya biar orang itu Menarik tinjunya bagimana kerasnya juga, tapi kepalannya
itu seperti juga besi yang kena disedot oleh besi berani, tak mau pisah dari tubuh orang itu, kejadian
tni membuatnya disamping merasa heran pun membuatnya jadi sangat terperanjat.
Dalam pada itu orang yang sedang makan tahadi segera mengibaskan tangannya sambil berkata :
? Rupanya tadi ada bangsat yang menggigitku.
Baharu setelah itu orang yang menyerang dapat menarik kembali tangannya. Tapi rupanya orang
itu tidak tahu diri, walaupun tahadi ia telah mendapat pelajaran yang cukup pahit, tapi ia bukannya
menjadi kapok, malah kegusarannya bertambah. Perbuatan orang yang sedang makan itu, dianggap
sebagai penghinaan besar oleh si-orang kasar itu. Maka orang galak itu kembali menyerang dengan
menggunakan dua buah jarinja, maksudnya ialah hendak menotok jalan darah si-orang sedang
duduk itu.
Begitu serangan tersebut hampir sampai, mendadak ia jepit kedua jari sipenyerang tanpa
lawannya dapat berbuat suatu apapun. Yang disusul dengan terdengarnya teriakan dari orang yang
menyerang dirinya tahadi.
? Kenapa tuan menjerit ? ? Tanya orang itu setelah membaliki badannya. Harus diketahui bahwa
orang itu menjepit kedua jari si-orang kasar dengan tanpa berpaling. Setelah berkata demikian
matanya diarahkan kesumpit yang masih menjepit kedua jari tangan sipenyerang. Baharu setelah itu
ia menarik sumpitnya kembali dan berkata :? Oh maaf tuan, tadi kukira ada dua ekor tawon yang hendak mengantuk kepalaku. Tidak tahunya
dua buah kaki kerbau yang hendak mencelakaiku. Mengapa tuan dengan tanpa sebab menyerang
diriku, apa salahku ?
Dipermainkan demikian orang itu jadi bertambah marah.
Tapi biar bagaimana sekarang ia agak jeri menghadapi orang yang berada dihadapannya.
--- Mengapa engkau mentjampuri urusanku ?
? Apa ? Engkau jangan sembarang menuduh orang, buruk akibatnya bagi orang yang suka
menyangka buruk kepada orang. Tidak lihatkah engkau bahwa sejak tahadi aku makan bakmi ? Mana
buktimu untuk menuduh aku sebagai seorang yang mencampuri urusanmu ?
--- Mau bukti ? Engkau kira aku tidak tahu, tadi ketika pukulanku hampiri mengenai sasaran, engkau
sengaja meniup kearahku, untuk menghalangi aku turun tangan, masih mau mungkirkah kau ?
--- Sungguh lucu, tidak bolehkah aku meniup bakmi yang panas itu ? Lagi pula masakan angin yang
begitu kecil bisa menggagalkan pekerjaanmu. Katakan saja terus terang bahwa engkau tidak mampu
menghadapi orang itu!
Dikatai begitu orang kasar itu jadi tidak dapat membuka mulut karena malunya, dari malu
kemudian jadi berobah ,gusar. Maka tanpa mengatakan suatu, kembali ia mengarahkan kedua jari
tangan kanannya kerah mata lawan, serangan itu dilakukan dengan cepat sekali.
Orang yang diserang tetap duduk ditempatnya yang semula. Begitu serangan tersebut hampir
mengenai dirinya, orang itu segera memiringkan kepalanya kekiri, dengan cara itu ia kasi lewat
serangan tersebut. Berbareng dengan itu terdengar suara ?Haaaiiiikkk" yang disusul dengan
terdengar pula suara ?Tjuee."
--- Terlihatlah sekarang orang yang menyerang tadi sedang menekap matanya yang sebelah kanan,
dari selah-selah tangannya mengalir darah.
--- Hai bangsat, bila engkau seorang laki. coba tunggu sampai aku kembali. Aku hendak melayani
sampai tiga ratus jurus untuk mengetahui siapa sebenarnya yang lebih kosen (gagah). --- Kata orang
kasar itu, tak menunggu sampai yang ditantang menjawab, orang tersebut telah berlaku dari situ.
Sedangkan orang yang ditantang hanya tersenyum saja dan ia tetap duduk ditempatnya yang
semula. Baharu kemudian ia menghampiri Toan Tjeng yang pada saat itu masih terkulai lemah.
--- Bangunlah budak kecil. Engkau tadi berlaku kelewat sembrono, lain kali kalau mau menyerang
orang, hendaknya jangan melalaikan penjagaan diri sendiri. --- Kata orang itu sambil menepuk bahu
Toan Tjeng.
Ditepuk begitu Toan Tjeng segera merasa darahnya mulai mengalir seperti biasa. Per-lahan-lahan
ia merayap bangun. Tapi Toan Tjeng segera menjatuhkan diri untuk paykoei (menyembah) orang itu
guna menyampaikan rasa terima kasih dan syukur yang tak terhingga.
--- Bangun budak kecil, aku paling benci kepada orang yang melakukan penghormatan yang
berlebih-lebihan. Tahukah kau siapa yang hendak menghabisi jiwamu tadi ? ? Tanya orang itu.
Toan Tjeng segera menggelengkan kepalanya. baharu sekarang ia dapat melihat tegas tampang
orang itu.Usia orang itu ditaksir telah setengah abad Iebih, rambutnya bagaikan tak pernah kenal sisir,
walaupun rambut itu , acak-acakan (tak teratur) tapi tidak panjang. Dipinggir matanya ada tanda
putih yang samar-samar, bila dipandang sepintas lalu seperti tahi mata. Melihat wajah orang ini
Toan Tjeng jadi teringat akan seseorang yang pernah dilukiskan oleh Giok Sie Todjin, yaitu Kwai Tjoei
Hiap --- Kalau boleh saya bertanya, bukanlah Lootjianpwee ini adalah Kwai ? --- Tanya Toan Tjeng
ingin memastikan.
----- Ssssttttt ! --- Mencegah orang itu. Sehabis itu ia segera menarik Toan Tjeng kesudut. yaitu bekas
tempat duduk orang itu tadi.
Perlu diketahui bahwa ketika terjadi kegaduhan tadi. Orang-orang yang berada disitu telah pada
menyingkir semua, sehingga keadaan dirumah makan itu jadi kosong-melompong.
--- Engkau tahu dari siapa gelaranku itu ? --- Tanya orang itu atau lebih tepat lagi Kwai Tjoei Hiap,
setelah mereka mengambil tempat duduk masing-masing. Dengan sejujurnja Toan Tjeng
menjelaskan bahwa ia tahu nama sipendekar aneh tukang mabok itu dari Supeknya Giok Sie Todjin.
Mendengar perkataan itu Kwai Tjoei Hiap hanya menganggukkan kepalanya.
Siapakah Kwai Tjoei Hiap itu ? Nama asli dari Kwai Tjoei Hiap adalah Tong Kim Soei, waktu ia masih
duduk dibangku sekolah, ia ternyata adalah seorang anak yang ber-otak ?udang", sehingga ia sering
diejek oleh kawan-kawannya.
Kejadian itu membuat ia disamping merasa marah pun menjadi sedih sekali.
Sampai disuatu saat, ayahnya karena sesuatu penyakit jadi meninggal dunia. Tak lama kemudian
ibunyapun menyusul ayahnja pulang kealam baqa.
Tak lama kemudian Tong Kim Soei lantas meninggalkan kampung halamannya, sampai disuatu saat
ia bersua dengan seorang gaib. Mulai dari saat itu ia terus mengikuti orang gaib itu belajar ilmu silat.
Baharu setelah gurunya meninggal dunia, ia turun gunung untuk pergi mengembara kesana
kemari. Kelakuannya sangat aneh, tapi ia adalah seorang yang budiman, disamping itu ia sangat
gemar minum arak, bila belum mabok ia belum mau berhenti minum, sampai akhirnja orang-orang
pada menggelarinya sebagai Kwai Tjoei Hiap atau sipendekar aneh tukang mabok.
Tapi saat-saat belakangan ini ia jarang muncul dikalangan Kang-ouw, sampai pada suatu saat orang
tidak melihat dia lagi, sehingga orang-orang menduga bahwa ia telah meninggalkan dunia yang fana
ini. ? Tahukah engkau siapa orang yang kulukai matanya dengan riak tadi ? ? Tanya Kwai Hiap lagi.
Toan Tjeng menggelengkan kepalanya.
? Ia adalah jagoan keliber besar dari tempat ini. Namanya adalah Ie Hoan Seng, ia mempunyai
kepandaian yang tunggal ialah menotok jalan darah orang. Dengan mengandalkan kepandaiannya
itu ia sering melanggar ketertiban umum dan berlaku se-wenang-wenang. Ia mempunyai banyak
tukang pukul. Demikian luas pengaruhnya dikota ini, sehingga setiap orang yang berniaga ditempat
ini, selain harus membayar sama pemerintah, pula diwajibkan untuk membayar jaga keamanan,
uang itu khusus untuk le Hoan Seng cs. Namanya saja kawan-kawan orang she le menjaga
keamanan, namun sebenarnya kadang-kadang merekalah yang membikin kacau. Kejadian ini
walaupun telah diketahui oleh yang berwenang, tapi mereka tidak berbuat suatu apa. Karenanyalama kelamaan ia jadi kepala besar dan berlaku lebih se-wenang-wenang Iagi. Sudah beberapa hari
aku mengintai gerak-geriknya, tapi aku belum mempunyai alasan yang teguh untuk memberi
pelajaran padanya. Dengan adanya kejadian tadi, aku jadi se-akan-akan mendapat suatu ketika yang
baik untuk turun tangan guna mengajar adat padanya. Hatimu tentu bertanya bahwa mengapa tidak
kumatikan saja ia tadi, ini semua disebabkan karena aku hendak mengajar adat kepada semua konokonco (teman-teman seperjuangan)-nya, supaya mereka juga mendapat bagian. Mengertikah
engkau ?
Toan Tjeng segera menganggukkan kepalanya.
Mendadak diluar terdengar suara berisik. Dalam pada itu terlihat seorang jongos dengan roman
cemas menghampiri mereka.
--- Celaka tuan, rombongan Ie Looya telah mengurung tempat ini. Bagaimana baiknya ? --- Katanya
cemas.
--- Engkau tidak perlu merasa takut. Urusan ini akan beres dengan sendirinya. --- Kata Kwai Tjoei
Hiap kemudian.
Walaupun sijongos masih ragu-ragu terhadap keterangan tetamunya itu, tapi ia mengundurkan
diri juga.
Dalam pada itu diluar terdengar ada orang menantang :
--- Hai orang yang berada didalam, lekas keluar untuk terima kematian !
Dengan langkah yang tenang Kwai Tjoei Hiap bertindak keluar.
Toan Tjeng juga tidak mau ketinggalan. Begitu sampai diluar terlihatlah olehnya bahwa rumah
makan itu telah di-kurung oleh konco-konco orang she Ie. Ie Hoan Seng sendiri juqa terlihat sedang
berdiri di-tengah-tengah rombongan itu. Mata kanannya telah dibalut oleh kain putih. Dikiri kanannya berdiri beberapa orang tinggi besar, roman mereka rata-rata mengunjukkan kegarangan.
Salah seorang yang berdiri disisi kanan Hoan Seng, begitu melihat Kwai Tjoei Hiap keluar, ia lantas
majukan diri. Lalu dengan tanpa mengatakan suatu apa ia lantas menyerang dengan goloknya.
Diserang begitu sipendekar tukang mabok yang aneh itu tetap melangkah maju. ia se-akan-akan
memasang diri untuk dijadikan umpan golok.
Tetapi ketika golok itu hampiri mengenai batok kepalanya, mendadak Kwai Tjoei Hiap menghilang
dari pandangan orang itu.
Kejadian itu membuat Him Sin Sen. demikian nama sipenyerang itu menjadi sangat terperanjat.
Bertepatan dengan itu mendadak bahunya kena ditepuk orang dari belakang, tapi ketika ia
berpaling, tiada seorangpun yang ada dibelakangnya. Kejadian itu terulang terus. sehingga akhirnya
ia jadi pusing dibuatnya. Sampai disuatu saat saking bohwatnya, ia sabetkan goloknya kian kemari
dengan tiada tujuan. Untuk melihatnya saja ia sudah tidak dapat, apa lagi membunuh Kwai Hiap.
Maka biar bagaimana cepat ia main goloknya itu, tapi hasilnya tetap nihil. Malah anehnya kemudian
goloknya yang sedang digenggam itu juga turut sirna (lenyap). Kejadian itu membuat ia jadi tambah
terperanjat.
Se-konong-koyong ada angin dingin yang lewat dimukanya. berbareng dengan itu, mendadak
pantat Sim Seng telah kena disepak orang, sehingga tak kuasa untuknya berdiri lebih lama lagi, yang
membuatnya jadi jatuh terjungkel.Kawan-kawannya segera menolongnya dan terus dibawa kedalam rombongan mereka. Rupa
orang she Him ini masih penasaran, maka matanya ditujukan kearah lawan, yang ternyata kini Kwai
Tjoei Hiap telah berdiri ditempatnya yang semula ditangannya mencekal (menggenggam) sebilah
golok. yaitu golok yang dapat direbutnya dari tangan Sim Sen tadi.
Kemudian ketika Sim Sen berpaling kepada salah seorang kawannya, untuk mengatakan sesuatu,
ia segera menampak bahwa kawannya itu sedang memandang wajahnya sambil memperlihatkan
senyuman, agaknya ia sedang mentertawakan dirinya. Kejadian ini membiiat Sim Sen menjadi heran.
Maka kemudian ia lantas bertanya kepada seorang kawan yang lainnya, ada apa diwajahnya.
Sedangkan kawan yang ditanya itu juga segera memperlihatkan senyuman, baharu kemudian
kawannya itu menjelaskan, bahwa alis Sim Sen telah hilang sebelah. yaitu yang kanan, begitupun
kumisnya telah terbabat sebagian yang sebelah kanan, sehingga lucu dipandang.
Mendengar keterangan kawannya itu Sim Sen jadi merasa sangat malu dan berbareng ia jadi
semakin membenci kepada Kwai Tjoei Hiap.
Dalam pada itu Ie Hoan Seng sudah hendak memajukan dirinja, tapi perbuatannya itu telah
dicegah oleh seseorang bawahannya yang menggunakan Poan Koan Pit :
? Tidak usah mencapekan diri. Membunuh ayam tidak usah menggunakan golok pemotong
kerbau. Serahkan orang ini kepada hamba!
Sehabis berkata demikian orang itu segera menghampiri Kwai Tjoei Hiap.
Begitu sampai dengan tanpa membuka suara ia segera menyerang dengan Po. Koan Pit (senjata
yang berbentuk alat tulis Tionghoa) kearah jalan darah ?Tay Yang Hiat" nya sipendekar aneh tukang
mabok itu.
Serupa halnya dengan tadi, sipendekar aneh tetap berdiam diri, begitu serangan tersebut hampiri
mengenai dirinja, mendadak tubuh Kwai Tjoei Hiap lenyap dari hadapan Lim Sim Heng, begitulah
nama orang yang menggunakan Poan Koan Pit itu. Malah kemudian pantat Sim Heng kena ditepok
orang, tak ada ketika lagi Sim Heng segera berpaling, tapi tiada seorang pun yang berdiri
dibelakangnya. ?Pookkkk", kini muka Sim Heng yang mendapat bagian. Saking malunya Sim Heng
jadi bertambah marah, maka ia segera membentak :
? Hai bangsat bila engkau betul-betul seorang laki-laki, perlihatkanlah dirimu.
? Engkau saja yang goblok, gentong nasi, dari tadi aku terus berada dibelakangmu, bila engkau
tidak percaya, boleh kau tanya kepada kawan-kawanmu ! ? Suara itu memang betul berasal dari
belakang tubuhnya. Maka Sim Heng cepat-cepat membalikkan tubuhnya, namun sekonyong-koyong
mukanya kembali kena ditampar orang, malah kini kumisnya terasa ada yang mentjabut. Sampai
akhirnja kumis yang tadinja lebat ? yang sering Sim Heng bangga-banggakan kepada kawankawannya ? kini telah berobah menjadi jarang, sampai akhirnja kumis Sim Heng itu menyerupai
kumis kucing, jarang-jarang.
Kejadian itu membuat kawan-kawannya yang sedang menyaksikan dari samping jadi merasa lucu,
tapi mereka tidak berani membuka suara, apa lagi membantunya.
Sedangkan semakin lama keadaan Heng jadi semakin payah, mukanya telah matang biru, yang
kena ditampar pulang pergi itu. Walaupun hatinya merasa malu dan bercampur gusar, tapi tak kuasa
untuknya melakukan serangan balasan, sampai akhirnja ia jadi jatuh pingsan.Pada saat itu Ie Hoan Seng telah meneriaki sekalian t-kang pukulnya untuk mengerubuti Kwai Tjoei
Hiap. Maka sebentar saja Kwai Hian telah dikurung di-tengah-tengah oleh beberapa ratus orang.
Melihat keadaan yang ticlak adil itu, Toan Tjeng segera hendak menerjunkan diri kedalam medan
pertempuran, tapi telah keburu dicegah oleh sipendekar aneh itu :
--- Budak kecil, tidak usah engkau membantuku, diam saja disana. Aku hendak memberi pengajaran
pada se-kalian semut-semut ini.
Dalam pada itu orang-orang Hoan Seng sudah mulai menerjang, tapi entah bagaimana, mendadak
satu persatu dari tubuh mereka jadi kaku.
Setiap tubuh Kwai Hiap melompat kesatu tempat, disitu pasti akan ada orang yang roboh ataupun
segera merasa dirinya jadi kesemutan, yang disusul dengan kakunya sang tubuh, yang membuat
mereka tidak berdaya untuk menggerakkan badan mereka, apa lagi untuk menyerang.
Demikianlah sebentar saja ratusan orang ?tukang pukul" Ia Hoan Seng telah dibikin kaku atau
dirobohkan.
Melihat kejadian itu hati Hoan Seng jadi ciut, ia segera hendak mengambil langkah seribu. Tetapi
mendadak Kwai Hiap telah berada didepannya. Hoan Seng segera membalikkan diri untuk melarikan
diri dari arah lain, namun sipendekar aneh itu kembali mengadang dimukanya.


Lima Djago Luar Biasa Sia Tiauw Gwa Toan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Saking bohwatnya dan didesak secara begitu. Hoan Seng berbalik menjadi gusar. Maka ia segera
menggerakkan sepasang kakinya untuk menyerang ketiga bagian dari tubuh lawannya dengan
menggunakan tendangan berantai. Tapi sebelum serangannya berhasil, mendadak ia merasai bahwa
kakinya jadi kesemutan. Yang membuatnya tak kuasa lagi untuk mengendalikan dirinya. Tubuhnya
segera jatuh dan jatuhnya persis didepan tubuh Hwai Hiap. Yang aneh jatuhnya itu tidak bertiarap
ataupun terlentang, tapi berlutut, sehingga ia se-akan-akan sedang menyembah kepada sipendekar
aneh.
--- Tak usah engkau berlaku begitu hormat kepadaku. ? Kata Kwai Hiap kemudian.
Walaupun hati Ie Hoan Seng merasa amat panas, tapi ia tak berdaya untuk melakukan
pembalasan, malah kini jiwanya boleh dikata herada didalam genggaman lawannya.
Dalam pada itu Kwai Hiap telah menepuk bahu Hoan Seng. yang mengakibatkan sepasang tulang
bahu orang she Ia itu jadi remuk seketika. Kwai Hiap tidak berhenti sampai disitu, karena didalam
tempo yang hampir bersamaan ia telah menepuk tulang kering dari kaki Hoan Seng.
--- Mulai dari saat ini engkau tidak dapat herbuat sewenang-wenang lagi. --- Kata Kwai Hiap
kemudian.
Sedangkan Hoan Seng tidak dapat menahan rasa sakitnya, ia segera pingsan.
=================
(VI) Dalam pada itu Kwai Hiap telah berkata kepada para tukang pukul orang she Ie, Yang semuanya
telah kena ditotok itu :--- Hari ini aku hanya mengadar adat kepada kamu sekalian. Dan sekarang baik aku mengampuni
jiwa kamu, tapi ingat hanya kali ini. Tapi nanti bila aku ketahui bahwa kamu masih berlaku
sewenang-wenang lagi, takkan kuampuni jiwa kamu atau sedikitnya akan kupunahkan kepadaian
kamu, contohnya adalah pemimpinmu ini.
Sehabis berkata demikian ia lantas melangkah maju, sebentar saja ia telah membebaskan sebagian
besar dari tukang pukul Hoan Seng dari pengaruh totokan.
Mendadak ada seorang pembantu Hoan Seng yang bernama Liauw Peng sedang
membelakanginya, Liauw Peng segera turun tangan, serangannya itu ditujukan langsung ketengkuk
lawan.
Sedangkan sipendekar aneh seperti juga orang yang tidak sadar bahwa dirinya tengah dibokong
(diserang secara gelap oleh lawan).
Begitu serangan Liauw Peng tepat mengenai sasaran, untuk keheranannya, lawannya tetap berdiri
ditempat, sedikitpun tidak bergerak. Malah sebaliknya tangan kanannya bagaikan kena disedot
sesuatu, sehingga Liauw Peng tidak dapat menarik tangannya dari tengkuk Hwai Hiap.
Baharu sesaat kemudian Kwai Hiap membaliki tubuhnya, yang disusul dengan menderitnya Liauw
Peng dan roboh seketika. Dari mata dan hidung orang she Liauw itu lantas mengalir darah.
Melihat kejadian ini teman-teman Liauw Peng jadi sangat terperanjat, ada sebagian dari mereka
yang menghampiri tubuh Liauw Peng, yang ternyata pada saat itu telah hilang nyawanya.
? Siapa lagi yang tidak puas terhadapku ? --- Kata Kwai Hiap kemudian.
Tiada seorang dari rombongan Hoan Seng yang berani membuka suara. Beberapa diantara mereka
lantas menghampiri pemimpin mereka, yang kemudian dipajang dan berlalu dari situ.
? Budak kecil, mari temani aku minum arak ! ? Kata Kwai Hiap pada Toan Tjeng, kemudian sambil
melangkah masuk ia berkata lagi :
? Budak kecil engkau sebenarnya hendak pergi kemana.?? Tanya sipendekar aneh.
Toan Tjeng segera menuturkan maksud yang sebenarnya, ialah hendak pulang kenegerinya, jaitu
Lam-tjo.
? Siapa ? Toan Tjeng. Rupanya engkau belum mengetahui bahwa ayahmu telah ditawan oleh
pamanmu! ? Menerangkan Kwai Hiap.
? Apa ? ? Tanya Toan Tjeng dengan tidak sabar.
? Sabar budak kecil, baik sebentar sehabis minum akan kuceritakan dengan jelas peristiwa yang
mengenai diri ayahmu itu. ? Kata Kwai Hiap lagi, yang masih memangl Toan Tjeng sebagai budak
kecil, walaupun pada saat itu ia telah mengetahui bahwa Toan Tjeng adalah seorang pangeran.
Kwai Hiap lantas memesan dua kati arak berikut teman arak.
Sesaat kemudian barang yang dipesan telah dihidangkan diatas meja.
Namun pada saat itu pikiran Toan Tjeng selalu merisaukan keselamatan jiwa ayahnya, yang
menurut Kwai Hiap telah ditawan pamannya, Toan Ie. Karenanya ia jadi tidak bernafsu untuk minum.
Kwai Hiap terus minum sepuas hatinya dengan tanpa hiraukan Toan Tjen,g lagi.Sesaat kemudian arak yang dua kati itupun habislah. Kejadian ini membuat Toan Tjeng disamping
merasa heran juga jadi terperanjat.
? Hai budak kecil, lekas bayar rekening yang telah kita makan ini. ? Kata Kwai Hiap setelah puas
minum arak.
Toan Tjeng menurut.
--- Hendak kemana kita sekarang ? --- Tanya Toan Tjeng setelah mereka berada diluar rumah makan
itu. --- Mari ikut aku ! Setelah berkata demikian Kwai Hiap segera lari kedepan. Toan Tjeng terpaksa
harus mengejarnya, karena ia ingin tahu peristiwa yang menimpah diri ayahnya itu. Ia berusaha
keras untuk mengejar Kwai Hiap. tapi usahanya itu tidak berhasil, malah akhirnya ia jadi tertinggal
jauh dibelakang.
Kwai Hiap menghentikan Iangkahnya.
--- Budak kecil, baik engkau kugendong saja, supaya kita bisa lekas sampai ketempat yang dituju.
Toan Tjeng tidak menyahut, hanya menganggukkan kepalanya tanda ia setuju.
Maka Kwai Hiap sambil menggendong Toan Tjeng terus membentangkan langkahnya untuk maju
kedepan.
Langkah itu demikian tjepat, sehingga Toan Tjeng merasa bagaikan sedang dibawa terbang oleh
sipendekar aneh.
Tak selang lama tibalah mereka disebuah kampung.
Kwai Hiap lantas membeli kue kering dalam jumlah yang agak banyak. Tak tahu Toan Tjeng apa
maksud Kwai Hiap
(BERSAMBUNG).Kolektor E-Book adalah sebuah wadah nirlaba bagi para
pecinta Ebook untuk belajar, berdiskusi, berbagi
pengetahuan dan pengalaman.
Ebook ini dibuat sebagai salah satu upaya untuk
melestarikan buku-buku yang sudah sulit didapatkan di
pasaran dari kepunahan, dengan cara mengalih mediakan
dalam bentuk digital.
Proses pemilihan buku yang dijadikan objek alih media
diklasifikasikan berdasarkan kriteria kelangkaan, usia,
maupun kondisi fisik.
Sumber pustaka dan ketersediaan buku diperoleh dari
kontribusi para donatur dalam bentuk image/citra objek
buku yang bersangkutan, yang selanjutnya dikonversikan
kedalam bentuk teks dan dikompilasi dalam format digital
sesuai kebutuhan.
Tidak ada upaya untuk meraih keuntungan finansial dari
buku-buku yang dialih mediakan dalam bentuk digital ini.
Salam pustaka!
Team Kolektor E-BookSIA TIAUW GWA TOAN
(Lima Djago Luar Biasa)
Jilid 3
Ditutur : Indradjaja
Penerbit : Setia Kawan Djakarta
Pustaka Koleksi : pak Gunawan AJ
Image Source : Awie Dermawan
Converter to EYD : Eddy Z
Des 2018, Kolektor - EbookSIA TIAUW GWA TOAN
(V) itu. Namun begitu Toan Tjeng diam tak berkata. Ia hendak buru-buru sampai ketempat yang dituju
oleh sipendekar aneh, guna kemudian minta kepadanya untuk menuturkan peristiwa yang
menimpah diri ayahnya.
Kwai Tjoe Hiap mulai melanjuti perjalann.
Sampai suatu ketika tibalah mereka disebuah pegunungan. Kwai Hiap masih tetap meneruskan
langkahnya.
Akhirnya setelah mereka tiha didepan sebuah air terjun, baharulah Kwai Hiap menghentikan
langkahnya, yang kemudian lantas menghampiri batu yang terdapat dipinggir air terjun itu.
Tampaklah sipendekar aneh menyodorkan tangannya dan terlihatlah bahwa batu yang berada
dipinggir air terjun itu bergerak, walau dengan perlahan. Sehingga akhirnya disitu tertampak ada
sebuah goa.
---- Mari budak kecil ! Ajaknya pada Toan Tjeng. Toan Tjeng mengikuti.
Kwai Hiap segera menyodorkan tangannya kembali, yang disusul dengan tertutupnya pintu goa
itu kembali. Keadaan didalam goa itu amat gelapnya.
Tapi rupanya Kwai Hiap telah hafal dengan keadaan disitu. Sambil menuntun Toan Tjeng ia
berjalan kemuka dengan melalui lorong-lorong yang gelap, keadaan tanah disitu amat lembabnya.
Demikianlah mereka berjalan terus, sampai suatu ketika, setelah mereka melewati beberapa
lorong yang ber-kelok-kelok, mendadak mata Toan Tjeng menjadi silau.
Ternyata mereka telah tiba diluar terowongan gunung itu. Didepan mata Toan Tjeng segera
terbentang sebuah taman bunga yang ditanami oleh pelbagai macam bunga. di-tengah-tengah
kebun terdapat sebuah gubuk. Tempat itu amat cocok untuk orang yang mengasingkan diri. Baharu
sekarang Toan Tjeng mengerti mengapa tahadi Kwai Hiap membeli kue kering dalam jumlah yang
agak besar.
Kwai Hiap lantas menuju kerumah itu. - Rupanya pikiranmu sedang risau, betulkah ? --- Tanya Kwai
Hiap kemudian.
--- Benar Lootjianpwee, karena saya selalu merasa khawatir akan keselamatan jiwa Hoe-ong. --Toan Tjeng menjelaskan.
--- Engkau tidak usah chawatir, asal saja ayahmu berkeras menolak kehendak pamanmu, untuk
mensahkan adik sepupu (tongtee) mu menjadi putera mahkota, pamanmu takkan dapat berbuat apa
terhadap diri ayahmu itu. Dan akhir-akhir ini aku mendapat kabar bahwa ayahmu memang berkeras
menolak permintaan pamanmu itu. Jadi selama keadaan tetap begitu, keadaan ayahmu tidak usah
dikhawatirkan. Baik sebentar kututurkan sejelas-jelasnya kejadian itu kepadamu.
Setelah berkata demikian, Kwai Hiap lantas menyerahkan sepotong besi runcing kepada Toan
Tjeng, seraya kemudian berkata kembali :
--- Coba tolong kau galikan tanah yang terletak disudut sebelah sana, ya betul disitu !Walapun Toan Tjeng tidak tahu apa maksud Kwai Hiap itu, tapi Toan Tjeng menurut juga. Ia segera
menggali, sampai akhirnya besi penggalinya itu tertumbuk sesuatu benda yang agak keras. Ketika ia
menegaskan benda itu, ternyata adalah sekeping papan.
--- Sudah tertumbuk papankah ? - Tanya Kwai Hiap.
Toan Tjeng mengiakan.
--- Coba engkau angkat papan itu! Perintah sipendekar aneh.
Dengan tidak usah membuang banyak tenaga Toan Tjeng telah berhasil mengangkat papan itu.
Untuk keheranannya. yang ditanam itu hanya sebuah kendi. Hidung Toan Tjeng segera dapat
mengendus (mencium) bau arak yang keras tapi wangi.
--- Tolong kau bawakan kendi itu kemari ! --- Lagi situkang mabok memerintah.
Perintah itu juga diturut oleh Toan Tjeng.
Rumah itu hanya terdiri dari sebuah kamar. Alat-alat yang terdapat disitu amat sederhana. Disitu
hanya terdapat sebuah meja dengan sepasang kursinya dan sebuah pembaringan. Tapi yang sangat
menarik hati, disitu terdapat bagai macam cawan dalam bentuk yang berlainan.
Kwai Tjoei Hiap lantas menuangkan arak yang berada didalam kendi itu kedalam pelbagai cawan
yang telah tersedia disitu. Lagi suatu keanehan terbentang dihadapan Toan Tjeng, karena begitu
cawan yang terachir telah terisi penuh, maka habis pulalah isi kendi itu. Keadian ini membuat Toan
Tjeng jadi berdiri terpaku, tanpa ia dapat mengeluarkan suara.
Sipendekar tukang mabok yang aneh itu rupanya menginsyafi keheranan orang, maka ia segera
menerangkan :
--- Aku setiap minum arak dirumah ini, mesti diukur oleh kesepuluh cawan besar kecil yang tak tentu
ukurannya ini. Bila tidak demikian arak itu akan kurang nikmat diminumnya.
Toan Tjeng mengangguk tanda mengerti.
--- Budak kecil, arak ini hanca cukup untuk aku seorang, jadi untuk kali ini engkau tidak mendapat
bagian. Bila engkau telah merasa lapar, engkau boleh makan kue kering yang kubeli didesa tadi ! --Setelah berkata demikian Kwai Hiap mulai minum araknya, yang dimulai dengan cawan yang terkecil.
Sesaat kemudian sepuluh cawan arak itupun telah pindah kedalam perutnya.
Se-konyong-koyong Kwai Hiap menguap. lalu menelungkupkan kepalanya keatas meja dan
memejamkan matanya, sebentar saja ia telah tidur dengan nyenyaknya.
Tak berani Toan Tjeng mengganggu padanya. Maka ia lantas duduk dihadapan situkang mabok itu.
Toan Tjeng menunggu terus, sehingga akhirnya senja-pun tibalah. Tapi yang ditunggui tetap tidur.
Pada saat itu perut Toan Tjeng telah merasa lapar, maka ia lantas mengambil beberapa potong kue
kering untuk menahan perasaan lapar.
Sampai ketika sang Bathara Candra (bulan) menampakkan dirinya diufuk timur, situkang mabok
masih belum juga mendusi dari tidurnya. Sehingga akhirnya Toan Tjeng sendiri jadi mengantuk, ia
segera menelad (mencontoh) Kwai Hiap menengkurepkan (menidurkan) kepalanya keatas meja.
Sinar sang Surya telah menyoroti kamar itu dengan menerobosi celah-celah dinding, burungburungpun telah mulai berkicauan.Ketika Toan Tjeng mendusi, Kwai Hiap masih tetap tidur. Kejadian ini membuat Toan Tjeng jadi
merasa khawatir, ia takut kalau-kalau sipendekar aneh ini telah meninggal dunia.
Cepat-cepat Toan Tieng mengulurkan tangannya kedekat hidung Kwai Tjoei Hiap, tapi orang yang
disangka mati itu masih bernapas. Sungguh suatu kejadian yang luar biasa.
Dalam pada itu perut Toan Tjeng telah menagih lagi, kembali ia makan kue kering yang masih
tersedia diatas meja. Sebagai ganti lapar, rasa haus mulai menyerang dirinya. Toan Tjeng segera
rnenuju ketepi sungai kecil yang terletak dibelakang rumah itu.
Setelah puas minum Toan Tjeng kembali kedalam. Anehnya Kwai Hiap masih tetap tidur
ditempatnya yang semula.
Untuk membanguninya Toan Tjeng tidak berani. Satu waktu ia hendak meninggalkannya, tapi
kemudian ia terpaksa membatalkan maksudnya itu, sebabnya ialah ke-1. ia kurang paham akan
jalan-jalan yang terdapat disitu. yang ke-2 adalah disebabkan bahwa ia hendak mendengar peristiwa
yang menimpah diri ayahnya dari Kwai Hiap.
Demikianlah Toan Tjeng mau atau tidak jadi menunggu sipendekar aneh.
Sampai malamnya Kwai Hiap masih belum juga terjaga dari tidurnya. Sampai akhirnya Toan Tjeng
juga jadi turut tidur.
Ketika Toan Tjeng mendusi pada keesokan harinya, si-pendekar aneh itu masih belum mendusi
juga. Ketika Toan Tjeng sedang ter-manggu-mangu melihat keadaan itu, mendadak kupingnya
mendengar diluar kamar itu terbit suara berisik.
Toan Tjeng segera memburu keluar.
Tampaklah olehnya bahwa diluar ada seekor burung raj wali yang sedang bertempur dengan
seekor ular yang besar. Sebentar-bentar, terlihat burung itu menukik sambil membentangkan
kukunya yang tajam, tapi sang ularpun tidak kalah garangnya, ia segera menjuluri lidahnya, keadaan
itu membuat siburung rajawali jadi batal menyerang. Sampai disuatu ketika burung rajawali itu telah
kena disantok sayapnya, kejadian ini membuat rajawali itu jadi berlaku nekat. Sehingga sirajawali
jadi sembarang menyerang, sampai akhirnya kakinya kena dilibat oleh sang ular.
Begitu ular tersebut berhasil melibat kaki burung, binatang tak berkaki itu segera menyantok paha
lawannya. Sang rajawali juga tidak tinggal diam, ia segera terbang tinggi, sambil tak henti-hentinya
menggunakan patoknya yang tajam itu mematoki kepala ular itu. Namun begitu sang ular tetap melibatkan tubuhnya kekaki burung dengan kencangnya, sambil tak hentinya menyantoki paha burung,
sampai akhirnya sang burung menjadi lemah dan tak dapat mengendalikan tubuhnya, jatuh pula
keatas bumi.
Bertepatan dengan itu ada sebuah bayangan melesat. ketika Toang Tjeng memperhatikannya,
terlihatlah olehnya bahwa kwai Hiap tengah menanggapi tubuh burung rajawali itu. yang ternyata
sudah tidak bernyawa lagi, akibat serangan ratcun ular yang amat dahsyat itu.
Sedangkan sang ular masih bergerak lemah.
Entah mengapa Kwai Hiap menjadi sangat gusar, ia segera mengulurkan keduajarinya yang
kemudian dijepitkan ke-kepala ular. itu. Anehnya ular itu tidak segalak tadi, malah tampaknya seakan-akan ular itu tidak berdaya . Kemudian dengan gemasnya Kwai Hiap merenggut tubuh ular
itu dari kaki burung, yang terus dibanting dengan kerasnya, membuat tubuh ular itu menjadi hancur
Dengan pandangan yang sayu Kwai Hiap memandangi terus kearah burung rajawali.--- Him-dji, rupanya sudah saatnya engkau dipanggil pulang . --- Kata Kwai Hiap seorang diri.
Him-dji adalah nama burung rajawali itu.
Baharu sesaat kemudian Kwai Hiap berpaling kepada Toan Tjeng seraya berkata :
--- Budak kecil, lekas kau tanam mayat burung rajawali ini ! --- Setelah berkata demikian Kwai Hiap
lantas mengangsurkan jenazah burung piaraannya itu kepada Toan Tjeng.
---- Baik Lootjianpwee ! --- Kata Toan Tjeng sambil menyambuti.
Dalam pada itu Kwai Hiap telah bertindak masuk.
Setelah Toan Tjeng selesai menanam mayat sang rajawali, baharu saja ia hendak masuk,
mendadak ia mendengar suara tangisan.
Ternyata Kwai Hiap menangis diatas meja. tapi begitu mendengar langkah kaki, ia segera
menghentikan.
--- Sudah selesai budak kecil ? --- Tanyanya kemudian sambil memandang Toan Tjeng dengan mata
yang merah dan basah.
Toan Tjeng menganggukkan kepalanya.
---- Kemari kau! ----- Kata Kwai Hiap sambil melambaikan tangannya.
--- Pada beberapa hari yang lalu aku telah berjanji bahwa aku akan menceritakan cara bagaimana
sehingga ayahmu kena ditawan oleh pamanmu sendiri. Nah kau dengarlah !
Ternyata sepeninggal Toan Tjeng, Toan Lo-ong-ya selalu bermuram durja. Namun pada saat itu
beliau masih mencoba mengeraskan hati untuk menunggu sampai puteranya pulang pada tiga tahun
yang akan datang, sebagaimana yang telah diterangkan didalam surat Toan Tjeng ketika putera
mahkota ini hendak mengikuti gurunya meninggalkan kota Dalih.
Tapi setelah lewat tiga tahun, Toan Tjeng masih tetap belum kembali. Kejadian ini membuat raja
tua Toan itu menjadi sangat sedih, sampai akhirnya ia jatuh sakit. Maka pekerjaan se-hari-hari beliau
serahkan kepada adik kandungnya.
Tapi siapa tahu adik kandung raja ini, yaitu paman Toan Tjeng, adalah seorang yang tamak.
Sehingga setelah ia merasakan betapa enaknya menjadi raja, ia jadi ingin se-lama-lamanya
menduduki takhta kerajaan Lam Tjo itu. Namun secara terang-terangan ia belum berani, sebab 90%
menteri-menteri setia kepada raja tua. Karenanya ia menggunakan akal yang halus, yaitu meminta
kepada kakaknya, supaja anaknya yang baru berumur 4 tahun diangkat jadi putera mahkota. Dengan
sendirinya bila raja tua itu, atau lebih tepat kakaknya wafat, anaknya yang akan menggantikannya.
Sedangkan anaknya masih dibawah umur 4 tahun, jadi dengan sendirinya paman Toan Tjeng itu
hendak main dibelakang layar. Tapi maksudnya itu rupanya telah dapat diselami oleh ayah Toan
Tjeng. Karenanya beliau jadi menolak secara halus.
Tapi penolakan itu dianggap sebagai suatu hinaan besar bagi Toan Kin, paman Toan Tjeng,
membuatnya dari malu menjadi gusar, maka secara diam-diam ia menyuruh orang bawahannya


Lima Djago Luar Biasa Sia Tiauw Gwa Toan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang sangat dipercaja untuk menangkap Toan Lo-ong-ya secara diam-diam.
Sebagaimana diketabui bahwa pada saat itu Lo-ong-ya masih dalam keadaan sakit, sehingga
akhirnya ia kena ditawan.Bila ada menteri yang menanyakan keadaan raja tua atau hendak menyambanginya, Toan Kin
lantas mengatakan, bahwa baginda berpesan bahwa beliau belum bersedia menemui seseorang. Bila
ada urusan penting hendaknya disampaikan pada adiknya.
Pada mulanya memang tidak terjadi apa-apa, tapi lama ke-lamaan ada sebagian menteri merasa
curiga atas sepak terjang Toan Kin pada akhir-akhir itu.
Dalam pada itu Toan Kin sendiri tidak tinggal diam, disatu pihak ia kakaknya untuk memberi
pengakuan kepada anaknya sebagai putera mahkota. Dilain pihak satu persatu menteri yang pro
pada baginda tua, dicopoti pangkatnya, sedangkan kedudukannya itu segera diganti oleh orang
kepercayaannya.
Akhirnya peristiwa penangkapan raja tua oleh adiknya sendiri sudah bukan merupakan suatu
rahasia lagi, hampir setiap warga kota Dalih mengetahui itu, tapi mereka tetap bungkem.
Dalam pada itu Toan Lo-ong-ya tetap menolak permintaan adiknya yang berhati binatang itu
Setelah habis mendengar penuturan itu Toan Tjeng menjadi sangat gusar, saking marahnya ia jadi
memukul meja sehingga ambruk (roboh). Baharu kemudian dengan roman menyesal ia memandang
Kwai Hiap, yang pada itu juga sedang memandang dirinya.
---- Loo tjian pwee, maafkan tindakan saya tadi yang berlaku kurang sopan itu. --- Kata Toan Tjeng
kemudian sambil menundukkan kepalanya.
? Sudahlah, sekarang kau ikut aku kepelataran.
Toan Tjeng mengikuti, tak tahu ia apa maksud Kwai Hiap mengajaknya keluar.
? Tahukah engkau mengapa aku mengajakmu kemari ?
Toan Tjeng menggelengkan kepala.
--- Pamanmu sekarang teiah mernanggil beberapa jagoan dari kalangan Hek-to (penjahat).
Kepandaian mereka pada umumnya lumayan. Setelah aku melihat caramu memukul meja, aku
lantas mengetahui bahwa engkau mementingkan ilmu Gwa-kang. sedangkan ilmu Lweekang seakanakan tidak engkau pelajari, mengapa ?
Toan Tjeng segera menuturkan riwajatnya secara singkat.
--- Pantas gurumu yang dulu tidak menurunkan Lweekang kepadamu. Tapi aku berpendapat lain,
engkau harus meyakini Lweekang.
Mendengar perkataan itu, sebagai seorang yang cerdik Toan Tjeng segera menjatuhkan diri
menyembah Kwai Hiap sambil kemudian berkata :
--- Sudilah kiranya Loo tjian pwee mengambil saya sebagai muridmu. --- Toan Tjeng memohon.
--- Bangun, bangun ! Sekarang baik kita tidak usah bicarakan soal itu. Nanti aku menyusulmu kekota
Dalih. Tapi sebelum engkau berangkat pulang. aku akan mengajari ilmu mengentengi tubuh.
Disamping itu aku juga akan menurunkan jurus pertama dari ilmu ,,In Hoan Tjiang" yang bernama ?It
Hoa Seng Loe" atau ?Setangkai bunga yang selam timbul". Nah kau perkatikanlah !
Setelah berkata demikian, Kwai Hiap mulai memainkan ilmu-ilmu itu. Pada mulanya ia bergerak
perlahan, tapi kian lama tubuhnya menjadi tambah cepat, sampai akhirnya hanya bayangannya saja
yang berkelebat kesana kemari dengan cepatnya.Toan Tjeng memperhatikan dengan sungguh-sungguh ilmu entengi tubuh yang tengah ditunjukkan
Kwai Hiap kepada dirinya.
Kwai Hiap mengulangi lagi permainannya sampai beberapa kali. Sehingga akhirnya Toan Tjeng jadi
apal diluar kepala. Setelah itu baharulah Kwai Hiap menyuruh Toan Tjeng memainkan sendiri.
Pada mulanya Toan Tjeng merasa agak kaku, tapi tambah lama ia jadi merasa semakin leluasa dan
tambah semangatnya. Pula tubuhnya tambah lama seakan, jadi bertambah ringan, kejadian itu yang
membuat Toan Tjeng jadi bergirang hati. Sehingga Toan Tjeng merasa tak cukup bila memainkan
ilmu itu hanya sekali saja, maka ia terus mengulangi.
--- Cukup ! --- Kata Kwai Hiap dari samping. --- tidak usah engkau berlatih sampai lelah betul. karena
sebentar engkau masih hendak mempelajari ?It Hoa Seng Loe".
Toan Tjeng segera berdiri disamping sipendekar aneh.
---- Sekarang engkau perhatikan bhesi, posisi dan caraku memukul, nah lihatlah !
Setelah itu Kwai Hiap mulai menggerakkan tangannya. terasalah olehnya ada angin yang
menyamber, membuat beberapa pohon yang berada didepannya jadi roboh seketika itu juga. Kwai
Hiap rnengulangi gerakannya itu sampai tiga kali. Setelah itu ia lantas memerintah Toan Tjeng untuk
mencobanya.
Sedikitpun Toan Tjeng tidak menyangka bahwa gerakan tangan dengan mengambil posisi dan
memasang bhesi yang demikian bisa demikian liehay. Karenanya ia juga hendak rnencoba. Tapi ia
segera menjadi kecewa, karena begitu tangannya dipukulkan kedepan. -jangan kata pohon yang
berada di-hadapannya roboh beberapa, goyangpun tidak.
Kejadian itu membuat Toan Tjeng jadi masygul sekali, Disamping itu ia juga menjadi sangat
penasran. Maka kembali ia memukul kedepan tapi hasilnya idem.
--- Budak kecil, engkau jangan putus-asa, engkau harus banyak berlatih. Sekarang karena aku masih
mempunyai urusan penting, maka mau atau tidak besok aku harus meninggalkan tempat ini.
Disamping itu engkau juga mesti segera pulang untuk menolongi ayahmu. --- Berkata sampai disitu
Kwai Hiap berhenti sebentar, kemudian ia melanjutkan : --- Aku melihat tanganmu bersisik, apakah
sisik-sisikmu itu tumbuh sejak engkau dilahirkan ?
--- Bukan. Toan Tjeng menerangkan.
--- Maukah engkau menghilangkan sisik-sisikmu itu ? Tanj\ya Kwai Hiap.
--- Mau. Kata Toan Tjeng dengan girang.
--- Tapi dapatkah engkau menahan suntu derita jasmaniah ?
--- Akan saya coba. --- Toan Tjeng memberikan janjinya.
--- Mari kau ikut aku! Toan Tjeng segera mengikuti.
Dari dalam kotak yang berbentuk empat persegi panjang Kwai Hiap mengeluarkan sebuah benda
panjang lagi rucing serta bersinar. Benda itu entah terbuat dari logam apa.
Kwai Hiap tidak berhenti sampai disitu, dari bawah pembaringan ia mengeluarkan sebuah anglo
batu yang besar. Anglo itu atau lebih tepat disebut perapian kecil tersebut amat aneh bentuknya.Disekelilingnya terdapat lobang-lobang yang kecil. sedangkan dibagian atasnya hanya terdapat
sebuah liang yang ketjil.
---- Coba kau cari kayu bakar ! ---- Perintah Kwai Hiap. Toan Tjeng menerima perintah itu.
Sesaat kemudian Toan Tjeng balik kembali dengan membawa banyak ranting-ranting kering. Kwai
Hiap lantas mengambil beberapa ranting, yang kemudian dinyalakan. Entah bahan apa yang diisikan
kedalam anglo itu, karena begitu ranting-rating yang menyala itu dimasukkan kedalamnya, segeralah
terlihat sinar putih.
Baharu setelah itu dengan perlahan-lahan, Kwai Hiap memasukkan benda panjang serta runcing
itu kedalarn liang satu-satunya yang terdapat dibagian atas anglo itu.
--- Coba engkau buka bajumu! --- Perintah Kwai Hiap, kepada Toan Tjeng, setelah ia berdiam sesaat
lamanya.
Walau Toan Tjeng tidak tahu apa maksud Kwai Hiap itu, tapi ia menurut juga.
Perlahan-lahan sipendekar aneh itu mencabut benda runcing itu, yang ternyata kini telah berobah
warnanya menjadi merah.
--- Nah inilah percobaan yang terberat untukmu, tahanlah. --- Kata Kwai Hiap kemudian. Sambil
berkata begitu pendekar aneh itu lantas menusukkan benda runcing itu kehampir semua jalan darah
Toan Tjeng. Anehnya Toan Tjeng bukan saja tidak merasa sakit, tapi malah semakin ditusuk,
badannya jadi terasa lebih segar.
Setengah jam kemudian baharulah Kwai Hiap berhenti menusuk. Dari sebuah kotak ia
mengeluarkan sebotol yang berisi pil yang berwarna hijau, yang kemudian diangsurkan kearah Toan
Tjeng.
--- Dalam perjalananmu pulang kekota Dalih, setiap hari engkau harus menelan 2 butir pil ini. Insya
Allah sisik-sisikmu itu akan copot dari tubuhmu. Sekarang boleh kau telan 2 butir. Besok engkau
boleh segera berangkat.
Walaupun pada saat itu tubuh Toan Tjeng terasa amat gatal, namun ia segera paykoei
(menyembah) dihadapkan Kwai Hiap guna menyatakan rasa terima kasihnya
* * * Pada keesokan harinya ketika Toan Tjeng hendak berpamitan, Kwai Hiap ternyata telah tiada lagi.
Maka terpaksa ia turun gunung seorang diri.
Toan Tjeng tidak melupakan pesan Kwai Hiap, setiap harinya ia menelan dua butir pil. Tapi rasa
gatal diseluruh tubuhnya masih tetap tidak mau hilang.
Disamping itu Toan Tjeng tidak lalaikan pelajarannya, baik ajaran dari Giok Tong Tjin-djin ataupun
ilmu yang ia peroleh dari Kwai Hiap, tapi yang ia titik beratkan adalah ilmu ajaran Kwai Hiap itu.
Sampai pada suatu malam Toan Tjeng tiba dikota In-tjin, sebuah kota ketjil, yang terletak dibagian
barat daya Tiongkok. Karena hari telah malam, tak leluasa untuk Toan Tjeng melanjuti perjalanan. Ia
lantas menyewa sebuh kamar.Pada keesokan harinya ketika Toan Tjeng mendusi, terasalah olehnya bahwa diseluruh tubuhnya
amat gatal, begitu gatalnya, sehingga memaksa Toan Tjeng jadi garuk sana dan garuk sini. Suatu
keanehan terjadi, ketika ia menggaruk suatu bagian dari tubuhnya, sisik yang terdapat disitu lantas
pada copot. memhuat Toan Tjeng jadi bertambah semangat untuk menggaruki seluruh tubuhnya.
Setengah jam kemudian baharulah Toan Tjeng berhenti menggaruk. Dengan demikian pula sisiksisik yang terdapat tubuhnya telah copot seluruhnya.
Saking girangnya Toan Tjeng jadi melompat-lompat. Kemudian ia menggerakan jurus ,,It Hoa Seng
Loe", tak ia sangka begitu ia menggerakkan tangannya itu, pintu kamar yang berada dihadapannya
jadi ?ambruk" (roboh). Bertepatan dengan itu terdengar suara minta tolong yanq disusul dengan
terdengarnya rintihan seseorang.
Ternyata pada saat itu ada seorang jongos yang rnembawakan air cuci muka kekamar Toan Tjeng,
tapi baharu saja Tiam Siauw-djie (jongos) itu tiba didepan kamar Toan Tjeng, dengan tidak ada hujan
tidak ada angin (= entah apa sebabnya mendadak pintu kamar itu roboh. Sehingga tak ampun lagi
sijongos jadi kena tertimpah oleh daun pintu yang roboh, dalam pada itu waskom yang sedang
dipegang olehnya, terlontar dan tepat mengenai jidat (kening)-nya
Orang-orang yang berada disekitar tempat itu, begitu mendengar teriakan jongos itu, mereka
segera datang menghampirinya. Kemudian be-ramai-ramai mereka menolongi jongos yang malang
itu. Ketika mereka memandang sijongos, disamping merasa lucu mereka pun jadi merasa kasihan.
Ternyata pada saat itu selain dilengan sijongos terdapat luka-luka ringan, sebagian bajunya telah
basah. Disamping itu dikeningnyapun timbul ?telur-.
Dalam pada itu dengan lenggang kangkung Toan Tjeng berjalan keluar. Maka banyak orang lantas
menanyakan sebab peristiwa itu. Toan Tjeng segera menjelaskan duduk perkara yang ,,sebenarnya"
yang semuanya adalah isapan jempol belaka.
Toan Tjeng mengatakan bahwa tadi ada semacam makluk aneh yang hendak menyerang dirinya.
Tapi ia tidak menjadi gentar karena, ia segera mengeluarkan sebuah benda pusaka yang dibawanya
dari rumah, sehingga saking takutnya makhluk gaib itu menerjang pintu dan lari keluar.
Harus diketahui bahwa pada zaman itu umumnya orang masih sangat percaya kepada tachajul,
maka begitu mende-ngar penuturan Toan Tjeng itu, mereka mengira benar, yang membuat mereka
menjadi sangat kagum kepada sianak muda she Toan itu. Ada sebagian dari mereka yang hendak
melihat ?pusaka" Toan Tjeng yang dapat menakutkan makhluk gaih itu. Toan Tjeng yang karena tidak
berdaya menolak permintaan publik itu, ia lantas mengeluarkan sebuah batu permata biasa dan
mengatakannya bahwa dengan batu itulah ia berhasil mengusir si makhluk gaib.
Banyak diantara orang yang terdapat disitu yang hendak membayarkan batu permata itu, tapi
oleh Toan Tjeng di-tolak setjara halus. Akhirnya Toan Tjeng karena merasa kasihan kepada jongos
yang tertimpah pintu itu, maka batu tersebut diserahkan kepada Tiam Siauw-djie yang malang itu.
Bukan main girangnya sijongos, membuat ia jadi melupakan sakitnya dan terus menyembah
dihadapan Toan Tjeng, sambil tak henti-hentinya menganggukkan kepalanya sehingga beradu
dengan batu
Setelah Toan Tjeng memberesi Pauwhok atau buntalannya dan membereskan rekening ia segera
berlalu dari hotel itu.Se-kali-kali Toan Tjeng tidak menyangka bahwa ilmu ?In Hoan Tjiang" itu bisa demikian hebat,
sedangkan pada saat itu ia hanya diajari sejurus saja dari ilmu itu. coba andai kata ia dapat
mempelajari seluruh ilmu ,.In Hoan Tjtang"itu, betapa jagonya ia.
Maka tak heran disepandang jalan Toan Tjeng menjadi sangat girang, bukan kini ia ?It Kie
LiangTek" atau ?Sekali merangkul dua tiga pulau terlampaui"? Karena selain memperoleh ilmu silat
yang hebat, pula sisik-sisik yang terdapat didalam tubuhnya telah pada rontok semua.
Tapi yang menjadi pertanyaannya kini, masih tetap kebalkah ia ? Tapi keraguannya itu tidak
sampai ber-larut-larut, karena pada suatu saat ia bertemu dengan sebuah batu yang runcing, ia
segera mengarahkan tinjunya kearah itu. Akibatnya bukan tangannya yang terluka, tapi batu itulah
yang menjadi hancr luluh. Dengan demikian jelaslah sudah bahwa tubuhnya masih tetap kebal.
Manusia hidup didalam dunia ini seperti juga roda yang berputar, ada kalanya kita berada
disebelah atas, kadang kala berada dibawah. Satu waktu kita merasa senang dan bahagia, tapi dilain
waktu kita akan merasa sedih, begitupun sebaliknya. Keadaan itu tidak luput menimpah diri Toan
Tjeng, karena begitu ia tiba dikota Dalih, ia segera mendapat kabar, bahwa rada tua, ayahnya. telah
wafat akibat serangan dari suatu penyakit. Disamping itu putera mahkota juga akibat serangan suatu
penyakit aneh yang telah lama diderita, dengan tak beruntung telah meninggal juga. Maka sebelum
raja tua itu mati, ia pernah meninggalkan surat wasiat yang berbunyi dan menyeruhkan supaya
keponakannya, anak Toan Kin, diangkat sebagai raja, tapi oleh karena pada saat raja yang baharu
diangkat itu masih sangat muda usianya, maka diangkat ayahnya, Toan Kin. sebagai penasehatnya.
Sehingga dengan demikian praktis tampuk pimpinan kerajaan Lam Tjo berada ditangan Toan Kin,
paman Toan Tjeng itu.
Mendapat berita itu disamping sedih Toan Tjeng menjadi sangat gusar sampai akhirnya ia jadi
mata gelap. Maka dengan tidak memperhitungkan terlebih dahulu, Toan Tjeng segera menuju
keistana. Sampai didepan istana Toan Tjeng ditahan oleh seorang tentara. Tapi demi dilihatnya
bahwa yang datang adalah putera mahkota yang dikabarkan telah mati. Pada mulanya si-tentara
menjadi sangat terkedjut, tapi kemudian tentara itu dapat menguasai dirinya.
Dalam nada itu Toan Tjeng telah mendapat suatu fikiran, ia memberi isyarat kepada sitentara,
yang kebetulan pada saat itu hanya seorang diri saja.
Tentara itu lantas mengikuti junjungan mudanya.
Sampai disuatu tempat yang sepi, Toan Tjeng lantas meminta kepada tentara untuk
menceritakan perihal kematian ayahnya.
Sitentara segera menceritakan apa yang ia ketahui.
Cerita tentara itu tepat dengan apa yang telah diduga oleh Toan Tjeng. Ternyata sebegitu jauh
raja tua she Toan tetap berkeras menolak permintaan adiknya. Dalam pada itu Toan Krh telah
berpengaruh didalam kerajaan Lam Tjo itu. Banyak menteri yang karena tumpukan uang emas dan
pangkat yang disodorkan menjadi tergerak hatinya. Ada pula menteri yang takut dicopoti
pangkatnya, jadi apa boleh buat memihak dan mendukung pemerintahan Toan Kin. Ada lagi, tapi
sebahagian kecil. menteri yang contra pemerintah Toan Kin, tapi mereka ber-pura-pura patuh, guna
menantikan suatu kesempatan yang terbaik untuk menghancurkan kekuasaan Toan Kin. Ada pula
sebagian menteri yang fanatik kepada ayah Toan Tjeng, seluruhnya telah dipecat atau dihukum oleh
Toan Kin. Dengan demikian Toan Kin se-akan-akan berkuasa dinegara Lam Tjo itu.Karenanya, saking bohwatnya Toan Kin menghadapi kakaknya yang keras kepala itu, ia lantas
menyuruh orang untuk membunuh siraja tua. Tapi disamping itu ia memerintahkan beberapa orang
kepercayaannya, untuk menyebarkan kabar bahwa Lo-ong-ya telah wafat akibat serangan dari suatu
penyakit. Demikian pula halnya mengenai diri Toan Tjeng. Tapi kemudian kejadian itu tidak lagi
menjadi rahasia, tapi sudah menjadi rahasia umum.
Mendengar cerita tentara itu Toan Tjeng menjadi sangat gusar. ia segera menyuruh sitentara
melukiskan tempat kediaman pamannya. Setelah mendapat petunjuk dari tentara itu. dengan
seorang diri Toan Tjeng masuk kedalam istana. Toan Tjeng sangat apal dengan jalan-jalan disitu.
Anehnya disitu tidak terdapat seorang penjagapun, membuat Toan Tjeng jadi bercuriga.
--- Mungkinkah tentara tadi sengaja hendak menjebak diriku ? --- Pikir Toan Tjeng.
Se-konong-koyong Toan Tjeng mendengar langkah orang, untuk melompat ketiang penglari
ataupun menyingkir dari tempat itu. Maka tak ada lain jalan bagi Toan Tjeng selain merapat kiri
kearah dinding yang agak gelap. Siapa sangka begitu badannya menyentuh dinding, dirinya se-akanakan telah kena dipegang oleh sebuah benda yang selain keras pun dingin sekali, membuat Toan
Tjeng jadi tidak dapat bergerak. Dalam gugupnya Toan Tjeng segera mengerahkan seluruh
tenaganya, tapi ia tak berhasil melepaskan diri dari ikatan itu. Perbuatan Toan Tjeng itu
menimbulkan suara gaduh, membikin terkejut orang yang sedang mendatangi tadi, ia segera
menghampiri Toan Tjeng.
--- Engkau rupanya seorang mata-mata musuh yang hendak membunuh Tjoekong (majikan,
junjungan)-ku. --- Kata orang itu begitu sampai.
Orang itu ternyata adalah seorang Lhama, yang sehabis berkata begitu, lantas mengangkat Siantiangnya, yang kemudian dipukulkan kekepala Toan Tjeng.
--- Rupanya sudah menjadi nasibku, bahwa aku tidak dapat membalaskan sakit hati ayahku,
malahan aku sendiri harus mati secara kecewa.
Tapi sebelum Sian-tiang itu mengenai sasaran, se-konjong-koyong Lhama itu menjerit dan mati
seketika. Bertepatan dengan itu terlihatlah melesat sebuah bayangan ketempat dimana Toan Tjeng
terikat. Terlihat kemudian orang itu menekan sebuah benda yang disusul dengan bebasnya Toan
Tjeng.
Baharu saja Toan Tjeng hendak mengucapkan terima kasihnya kepada orang itu, mendadak orang
itu menimpuk sebuah benda putih kearah pemuda she Toan itu. Mau atau tidak Toan Tjeng jadi
menanggapi benda putih itu, yang ternyata adalah sehelai surat yang bunyinya menyuruh Toan
Tjeng harus segera meninggalkan tempat itu dan langsung pergi ketempat yang ditunjuki oleh
sitentara penjaga istana tadi. Selanjutnya dikatakan bahwa Toan Tjeng tidak perlu ragu-ragu/takut
lagi, karena penjaga disekitar tempat itu telah kena totokannya semua.
Toan Tjeng amat bersyukur serta berterima kasih kepada orang yang tak dikenal itu.
Sesuai dengan petunjuk itu, Toan Tjeng segera menuju ketempat pamannya yang berhati
binatang itu. Begitu Toan Tjeng tiba ditempat yang berdekatan dengan kamar Toan Kin, disitu
ternyata ada beberapa orang pengawal, yang membuat Toan Tjeng tidak berani maju lebih jauh.
Tetapi setelah ia berdiam sekian lama, para tentara pengawal itu tetap tidak bergerak.
Untuk mendapat kepastian, Toan Tjeng segera memungut beberapa buah batu yang kernudian
ditimpukkan keseberangnya. Namun anehnya tentara itu tetap tidak bergerak dari tempat mereka
yang semula. Saking ingin tahu pasti, Toan Tjeng segera menimpuk pula, tapi kali ini timpukannya di-arahkan kekepala salah seorang tentara pengawal itu dan tepat mengenai sasaran. Tetapi anehnya
tentara yang kena diserang jangan kata berteriak bergerakpun tidak. Baharu kini Toan Tjeng
menginsyafi bahwa tentara-tentara itu juga telah kena ditotok orang.
Maka dengan tak ragu-ragu lagi Toan Tjeng maju kemuka. Ketika ia sampai dikamar pamannya, ia
segera mendengar suara tertawa genit dari seorang wanita. Toan Tjeng merasa kenal akan suara itu.
Dengan membesarkan hati Toan Tjeng menhampiri jendela, dengan ujung lidahnya ia pecahkan
kertas jendela. Kemudian ia memandang kedalam dengan melalui lobang yang dibuatnya itu. Begitu
melihat Toan Tjeng yadi sangat gusar, saking marahnya Toan Tjeng jadi mata gelap. Maka dengan
tidak memperdulikan sesuatu. ia ?dobrak" (membuka dengan paksa) jendela.
Ternyata pada saat itu Toan Kin, paman Toan Tjeng, sedang memeluk seorang wanita yang pada
saat itu pakaiannya sudah tidak menentu lagi. Begitu melihat Toan Tjeng lantas mengenali bahwa
wanita itu adalah ibu angkatnya sendiri. yang selama ini sangat ia hormati itu. Tidak sangka bahwa
martabatnya begitu rendah dan tak bermoral, karenanya Toan Tjeng jadi tidak dapat menahan
kemarahan lagi. Harus diketahui bahwa sejak umur 1 tahun Toan Tjeng sudah tak beribu lagi.
Kedua orang yang sedang asyik-masyuk itu, begitu melihat ada orang masuk dari jendela, yang
ketika mereka tegaskan adalah Toan Tjeng, maka tanpa terasa wajah mereka jadi pucat.
Sedangkan Toan Tjeng dengan tiada mengatakan suatu apa sudah lantas mencengkuk
(memegang) leher kedua orang itu, yang kemudian mengadukan kepala mereka sehingga hancur


Lima Djago Luar Biasa Sia Tiauw Gwa Toan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

luluh, tak ampun lagi mereka jadi mati seketika.
Tiba-tiba diluar terdengar ribut-ribuat, Toan Tjeng mengira bahwa mereka adalah orang-orang
Toan Kin yang hendak mengurung diri. namun Toan Tjeng tidak menjadi gentar karenanya. Dengan
langkah yang tenang ia bertindak keluar. Sedang para tentara begitu melihat yang keluar bukannya
Toan Kin, tapi Toan Tjeng yang selama ini telah dikabarkan mati. Sehingga ada diantara tentara yang
berhati kecil, saking takutnya lantas melarikan diri. Sedangkan sebagian dari mereka lantas
menyembah.
--- Bukankah paduka adalah Toan Yam-hee yang dikabarkan mati pada beberapa waktu berselang ? --- Tanya seorang tentara tua, yang rupanya pemimpin dari rombongan itu.
Sambil menganggukkan kepalanya Toan Tjeng menjawab :
---- Betul. Selama ini kamu telah kena ditipu oleh pamanku itu. Kematian ayahkupun sebetulnya
bukan disebabkan oleh suatu penyakit, tetapi telah dianiayai oleh adiknya sendiri yang berhati
binatang itu. Tapi kini orang itu telah dapat kubunuh berikut ,,gula-gula"nya sekali.
Begitu mendengar penuturan Toan Tjeng itu, para tentara menjadi sangat marah kepada Toan Kin.
Dalam pada itu Toan Tjeng telah berkata lagi : --- Aku minta diantara kamu lekas membawa anak
Toan Kin beserta bibiku, tapi ingat, se-kali-kali kamu jangan melukai mereka.
Para tentara itu patuh akan perintah Toan Tjeng, ketika mereka hendak berlalu dari situ, Toan Tjeng
telah berkata lagi : --- Satu diantara kamu aku harap tinggal disini.
* * *---- Tadi ketika kamu baru datang kemari mengapa begitu gaduh ? --- Tanya Toan Tjeng kepada
sitentara.
--- Baik hamba ceritakan kejadian ini dari bermula. Sejak beberapa hari belakangan ini, setiap hari
didapur terjadi suatu keanehan. Karena setiap sayur yang diperuntuk raja, bila sayur itu hendak
dihidangkan, kalau sayur itu tidak tinggal separoh tentunya habis seluruhnya. Kejadian itu oleh koki
diraporkan kepada baginda raja, pada saat itu adalah paman Yam-hee. Begitu mendengar berita itu,
Sri baginda lantas menyuruh beberapa tentara untuk menjaga dapur itu. Tapi kejadian itu bukan saja
tidak dapat ditumpas pun malah makin menjai-jadi. Karena bila ada sayur yang enak, sekarang bukan
lagi sayurnya saja yang ludes (habis), tapi berikut tempatnya sekali. Sedangkan kami yang ditugaskan
untuk menjaga dapur itu tidak tahu siapa sebenarnya yang berbuat begitu. Baharu pada pagi tadi
kami melihat seorang pengemis yang dengan enaknya menggeragoti ayam panggang. Walaupun
kami telah mengusirnya. tapi pengemis itu tetap tak mau pergi. Sampai akhirnya kami kerubuti dia.
namun anehnya badan pengemis itu se-akan-akan, dilindungi oleh semacam selaput tipis, sehingga
begitu senjata kami hampir mengenai tubuhnya, se-konjong-konyong senjata itu se-akan-akan
dihalau oleh semacam tenaga gaib, rupanya sipengemis bisa ilmu gaib. --- Demikian sijongos
mengakhiri ceritanya.
--- Mari kita pergi kesana. --- Ajak Toan Tjeng.
Tentara itu berjalan dimuka dengan diikuti oleh Toan Tjeng. Sesampainya didapur Toan Tjeng
lantas menampak seorang pengemis yang sedang asyik menganyam sebuah paha ayam.
Dibelakangnya tampak tergantung sebuah Shio-lo.
Sipengemis begitu melihat Toan Tjeng masuk dengan langkah yang lincah serta tetap, disamping
itu mata Toan Tjeng juga bersinar, maka ia lantas mengetahui bahwa orang yang sedang mendatangi
itu tentunya mempunyai kepandaian silat yang lumajan, kalau tidak mau dikatakan tinggi. Maka
pengemis itu lantas bangun, sambil bangun tangannya digerakkan dan terlontarlah sebuah benda
putih yang terus menuju kemuka Toan Tjeng.
Raja muda Toan itu tidak berani berlaku ajal, ia segera menyanggapi benda itu, yang ternyata
adalah sepucuk surat. Isinja singkat saja, yaitu menyatakan terima kasihnya kepada sipemilik
makanan. Selain itu tidak terdapat apa-apa lagi.
Dalam pada itu sipengemis dengan lincahnya telah melompat pergi dengan melalui jendela,
sebentar saja tubuhnya telah sirna dari pandangan umum. Toan Tjeng tidak mengejarnya.Tiba-tiba
Toan Tjeng teringat seseorang, bukanlah tadi ketika pengemis itu sedang mengangkat tangan
kirinya, bahwa tangannya itu hanya berjari empat. Jadi jari dikedua tangannya berjumlah sembilan
buah.
Toan Tjeng pernah mendengar, bahwa di Kay-pang atau perserikatan pengemis ada seorang yang
bergelar ?Kiu Tjie Sin Kay" atau ?Sipengemis sakti berjari sembila"-. Nama sebenarnya adalah Ang
Tong, tetapi menurut urutan dari perserikatannya ia adalah yang ketujuh, sehingga teman-teman
sekumpulannya memanggil Ang Tjhit Kong.
Ang Tong adalah seorang anak dari seorang miskin, orang tuanya tidak sanggup membiayainya
untuk masuk kesekolah. Ketika ia baharu berumur 9 tahun ajah bundanya meninggal dunia didalam
waktu yang hampir bersamaan, yang membuatnya jadi seorang anak yang yatim piatu. Ang Tong
adalah seorang anak yang sangat rakus, sehingga sering ia merampas makanan anak lainnya. Pada
suatu waktu ketika Ang Tong sedang berjalan disebuah jalan, ia menampak seorang anak yang
sedang memakan semacam makanan dengan enaknya, melihat itu Ang Tong jadi ,,ngiler", maka iasegera merebutnya. Tapi apa celaka anak itu berteriak, sehingga ia dikejar oleh orang banyak dan
akhirnya tertangkap. Umum karena mengetahui bahwa Ang Tong adalah seorang anak yang yatim
piatu, tak tegah mereka menyakiti anak kecil, maka ada diantaranya yang mengusulkan supaya Ang
Tong dijual kepada orang kaya. Usul itu lantas diterima dengan suara bulat. Tapi Ang Tong berkeras
menyatakan tidak sudi dirinya dijadikan budak belian.
Namun umum tetap pada putusan mereka semula, maka be-ramai-ramai mereka menyeret Ang
Tong. Kejadian itu membuat Ang Tong takut dan sedih, sehingga akhirnja ia jadi menangis dengan
sedihnya, tapi ia tak kuasa melepaskan diri.
Dalam keadaan yang gawat itu mendadak ada sebuah bayangan yang melesat yang disusul
dengan lenyapnya Ang Tong dari tempat itu.
Mulai dari saat itu orang ditempat itu tidak lagi mendengar perihal Ang Tong.
Baharu pada beberapa saat berselang di Kay-pang muncul seorang yang bernama Ang Tong, ia
bukan saja seorang periang, tapi kelakuannya juga tak dapat dicelah, tapi Ang Tong mempunyai
suatu kelemahan, bahwa ia tidak boleh melihat makanan yang enak, karena begitu tampak makanan
enak timbullah rakusnya.
Walau kemudian Ang Tong berusaha hendak menghilangkan sifatnya itu. tapi ia tak berhasil,
sampai pada suatu kali, saking gemas pada kerakusan dirinya sendiri. ia lalu memotong sebuah jari
dari tangan kirinya. Namun begitu kerakusannya tetap tidak mau hilang.
Toan Tjeng pernah mendengar cerita mengenai diri Ang Tong itu. karenanya begitu melihat
tingkah-lakunya ia lantas mengenali.
Selagi Toan Tjeng beridam diri. se-konyong-koyong diluar terdengar suara gaduh, Toan Tjeng
segera keluar dan tampaklah olehnya bahwa tentara yang ia suruh menangkap keluarga Toan Kin
tadi, telah balik kesitu. Tapi bukannya keluarga Toan Kin yang mereka bawa, tapi pembesar negeri
yang tadinja telah memihak kepada Toan Kin.
Sebelum Toan Tjeng sempat bertanya, ada seorang tentara tua yang telah mendahuluinya :
---- Maafkan kami Yam-hee, karena ketika kami tiba digedung pman Yam-hee itu, hampir semua
orang yang terdapat disitu telah mati. Rupanya mereka telah meminum racun, termasuk bibi Yamhee beserta adik sepupu paduka. Maka kami hanya berhasil menangkap beberapa pembesar ini yang
pada saat itu sedang berada disana.
Wajah para pembesar pengikut Toan Kin itu berobah menjadi putjat. Mereka segera berlutut
sambil menyatakan bahwa terpaksa mereka menakluk kepada Toan Kin. Tapi Toan Tjeng juga
bukannya seorang anak kecil, maka kemudian katanya :
Mulai hari ini kamu semua aku pecat dari jabatanmu yang sekarang. Hai penjaga, bawa mereka
dan ?hadiah"- kan setiap orangnja 30 pukulan rotan. --- Perintah Toan Tjeng.
Semua menteri' itu digiring keluar.
Daiam pada itu Toan Tjeng segera kembali keistana.
Para menteri yang setia yang tadinya telah dipecat oleh Toan Kin, ber-bondong-bondong mereka
menemui Toan Tjeng. Sebagian besar dari mereka dinaikkan pangkatnya sedang sebagian lagi diberi
hadiah dan pensiun, karena sudah tua ..*
* * Pada suatu malam. ketika Toan Tjeng sedang memeriksa surat,, mendadak diluar jendela
terdengar suara orang tertawa dingin, kejadian itu membuat Toan Tjeng jadi merasa terkejut, ia
segera menggunakan pukulan ,,It Hoa Sen Loe'', sehingga tak ampun lagi jendela itu jadi ter-pecah
menjadi ber-keping-keping. Namun diluar jendela tiada seorangpun. Kejadian itu membuat Toan
Tjeng jadi merasa heran.
Kemudian Toan Tjeng sengaja kembali duduk ditempatnya yang semula, tapi kini ia telah ber-siapsiap. Tak salah dugaannya. begitu ia duduk. kembali terdengar orang tertawa dingin. Maka Toan
Tjeng mengirimkan kembali pukulan ..It Hoa Seng Loe" , kali ini terdengar orang berteriak kaget yang
disusul dengan terdengarnya orang tertawa besar.
Begitu mendengar Toan Tjeng lantas dapat mengenali suara itu, yang tak lain tak bukan adalah
suara Kway-hiap yang ia sedang tunggu, selama ini.
Maka dengan girangnya ia bertindak keluar guna menyambut kedatangan gurunya yang belum
resmi itu. Tapi sebelum ia sampai diluar, tampak Kway-hiap telah melompat dengan melalui jendela
yang telah pecah akibat angin pukulan Toan Tjeng tahadi.
--- Nyata kepandaianmu telah banyak maju! Kata Kway-hiap begitu masuk. Toan Tjeng segera
berlutut dihadapan sipendekar aneh itu.
--- Bangun, bangun. Lebih baik engkau lekas-lekas menyediakan arak untukku. --- Kata Kway-hiap
pula.
Toan Tjeng segera memerintahkan beberapa pesuruhnya untuk lekas mengambil arak..
Baharu kemudian Toan Tjeng mengetahui bahwa Kway-hiapiah yang menotok para pengawal yang
berada diistana Toan Kin tempo hari. Maka ia jadi semakin menaroh simpati dan hormat kepada
Kway-hiap.
Mulai dari saat itu, dengan resmi Toan Tjeng menjadi murid Kway-hiap.
-------------------o--------------------------(VII)
Diluar kota Hang-tjioe yang terkenal akan keindahan alamnya itu, terdapat sebuah desa, Ban Keetjung namanya.
Didesa itu hidup sekeluarga Ong yang amat miskin. Adapun yang menadi kepala keluarga itu
adalah Ong Sie Tjoen. Sampai pada saat itu ia hanya mempunyai seorang putera tunggal, yang
diberinama Ong Tiong Yang. Ong Tiong Yang adalah seorang anak yang cerdas. Tapi oleh karena
keadaan mereka itu, jangan kata Tiong Yang itu dapat disekolahkan, untuk makan saja mereka telah
terasa sukar untuk mencarinja. Ketika Tiong Yang berumur sepuluh tahun ibunya meninggal dunia.
Maka kini setiap hari Tiong Yang mengikuti ayahnya menggembala kambing kepunyaan Tan
Wangwee atau hartawan she Tan. yang terkenal akan ke-kikiran serta kekejamannya. Walaupun Sie
Tjoen mengetahui keadaan majikannya itu, tapi biar bagaimana ia harus melakukan pekerjaannya
itu, bila tidak ia pasti tidak akan mendapat bayaran, ini berarti -bakul nasinya akan terbalik. Untuk
Sie Tjoen sendiri hal itu masih dapat menahan, tetapi bagaimana dengan anaknya yang masih sekecil
itu ?Sampai pada suatu saat, Sie Tjoen tiba-tiba jatuh sakit, payah sakitnya itu. Tiong Yang telah
beberapa kali pergi ke-rumah Tan Wangwee, sang majikan untuk memohon bantuannya. Tetapi oleh
penjaga rumah dikatakannya, bahwa pada saat itu Tan Wangwee sedang tiada dirumah. Berapa kali
sudah Tiong Yang datang kerumah bangsawan she Tan itu, tetapi hasilnya tetap nihil. Sedangkan
keadaan ayahnya semakin mengawatirkan, sampai akhirnya membawa ke-ajalnya.
--- Ayah, sampai hati engkau meninggalkan anakmu seorang diri, ayah, tunggulah anakmu, aku akan
segera menyusulmu. -Ratap Tiong Yang dengan sedihnya, setelah meratap begitu, ia sudah hendak
membenturkan kepalanya ke-batu. Tapi keburu dicegah oleh orang-orang yjang kebetulan berada
disekitar itu.
--- Biarkan aku mati, biarkan aku mati, aku ingin mati bersama ayahku. --- Teriak Tiong Yang.
---- Jangan nak, kalau engkau mati, siapa yang akan menguruskan jenazahmu serta ayahmu ? --Menasehati salah seorang yang, telah berusia agak lanjut.
Akhirnya setelah dinasehati kanan-kiri, Tiong Yang jadi batal membunuh diri.
--- Tapi kepada siapa aku harus meminta tolong guna membeli peti untuk jenazah ayahku ? Kata
Tiong Yang.
---- Coba engkau meminta pertolongan Tan Wangwee !? Salah seorang mengusulkan.
Tiong Yang yang pada saat itu walaupun baharu berumur 13 tahun. tapi ia adalah seorang anak
yang cerdik. Begitu mendengar usul itu, ia segera menuju ketempat Tan Wang-Wee. Kali ini ia
dipersilakan masuk oleh penjaga rumah hartawan she Tan itu.
---- Kabarnya engkau kemarin telah beberapa kali mencariku, betulkah ? ----Tanja Tan Wangwee
begitu bertemu.
---- Betul. --Jjawab Tiong Yang dengan hormat.
--- Apa maksudmu mencari aku ? ? Tanya lagi sibang-sawan.
--- Adapun maksud kedatangan saja kemarin ialah hendak meminta pertolongan tuan, tetapi tuan
kabarnya sedang tiada dirumah. Sampai pagi ini, ayah saya telah meninggal dunia. Dan maksud
kedatangan saja sekali ini adalah untuk meminta belas kasihan Tuan, guna membelikan sebuah peti
mati untuk jenazah ayah saya.
Tan Wangwee jadi mengerutkan keningnya ketika mendengar habis perkataan Tiong Yang.
--- Untuk menolongmu aku tidak berkeberatan, tetapi ada syaratnya, yaitu selanjutnya sanggupkah
engkau menggantikan pekerjaan ayahmu Almarhum untuk menggembala kambingku ? r Tanja Tan
Wangwee setelah ia berdiam sesaat kemudian.
Dengan tanpa berpikir panjang lagi Tiong Yang menjawab :
--- Sanggup ! Baik. mengenai jenazah ajahmu serahkan saja padaku. mulai besok engkau boleh
tinggal dirumahku.
Setelah mengucapkan terima kasihnya Tiong Yang segera kembali kerumahnya. Ia lantas
menceritakan kejadian itu kepada tetangganya. Ada beberapa tetangga yang menasehati supaya
Tiong Yang membatalkan janjinya itu. Tapi Tiong Yang walaupun seorang yang masih sangat muda
usianya, tapi ia adalah seorang yang menjunjung tinggi kepada ke-percayaan, maka tak dapat
untuknya menarik kembali perkataannya.Betul saja, sesaat kemudian datanglah orang-orang suruhan dari T. Wangwee untuk mengurusi
Warisan Masa Silam Karya V. Lestari Si Tolol 4 Perebutan Patung Dewi Kalingga Pendekar Slebor 59 Cinta Dalam Kutukan

Cari Blog Ini