Ceritasilat Novel Online

Lima Djago Luar Biasa 4

Lima Djago Luar Biasa Sia Tiauw Gwa Toan Karya Chin Yung Bagian 4


jenazah ayah Tiong Yang. Mulai keesokan harinya Tiong Yang menggantikan kedudukan ayahnya,
yaitu menggembala kambin,g. Tapi tak beruntung bagi Tiong Yang, bahwa baharu saja 2 bulan ia melakukan pekerjaannya itu, mendadak ada seekor karnbing yang hilang, maka tak ampun lagi
sepulangnya kerumah Tan Wangwee. Tiong Yang harus merasai 40 pukulan rotan. Kemudian Tiong
Yang diberi peringatan keras. kalau lain kali ia berbuat lalai begitu. ia bukan saja akan dipecat malah
akan diadukan kepada pihak yang berwajib.
Ditempat gembala Tiong Yang menangis sedih sekali. Lama Tiong Yang berbuat begitu. sampai
akhirnya ia mendengar ada seorang yang menegor : --- Anak, kenapa kau ?
Ketika Tiong Yang mengangkat kepalanya,. terlihat olehnya bahwa didepannya berdiri searang
Todjin tua. Tapi anehnya tangan kanan Todjin itu hanya berjari satu. tapi dari romannya orang sudah
dapat mengetahui bahwa Todjin itu adalah seorang yang pengasih.
Pada mulanya Tiong Yang tidak mau membuka mulut, tapi kemudian setelah didesak. baharu ia
menceritakan peri-hal yang menimpah dirinya, malah kemudian ia menuturkan riwajat hidupnya
sekali.
Iman itu rupanya merasa iba terhadap nasib Tiong Yang.
---- Engkau rupanya orang yang sedang ku-cari'-cari selama ini. sekarang aku hendak bertanya
kepadamu, maukah engkau belajar silat ? --- Tanya imam itu kemudian.
Sebagai seorang anak yang cerdik Tiong YaRg lantas berlutut didepan imam itu sambil memanggil
?Suhu"-.
Siiman hanya tertawa lebar. Setiap hari kita akan bertemu disini. Sekarang karena aku masih
mempunyai sedikit urusan, baik kita bertemu lagi besok. --- Kata iman itu kemudian, yang kemudian
dengan sekali lompat saja iman itu telah sirna dari pandangan Tiong Yang. Tiong Yang hampir saja
tidak mempercacai lagi penglihatannya tadi
Mulai dari saat itu Tiong Yang mendapat pelajaran dari seorang iman yang walaupun telah menjadi
gurunya, tapi sampai pada saat itu Tiong Yang masih belum mengetahui siapakah gerangan gurunya
itu ? Karena ia telah beberapa kali menanyakan hal itu kepada gurunya, tapi ia hanya di-ganda
mesem saja. Namun begitu Tiong Yang belajar dengan rajinnya.
Sedangkan siguru yang melihat Tiong Yang adalah seorang anak yang cerdik, sehingga pada suatu
hari ia berkata kepada Tiong Yang : --- Muridku, kepandaianmu sekarang boleh dikata lumayan.
Sekarang aku hendak menurunkan ilmu tingkat tinggi kepadamu, yang pada masa ini boleh dikata
belum ada taranya dijagat ini. Ilmu itu bernama It Yang Tjie, tapi bila seseorang yang hendak
mempelajari ilmu ini, haruslah mempuniai ketabahan. keuletan dan ke-tekunan belajar. Pula untuk
melatih ilmu ini harus memakan waktu sampai ber-tahun-tahun lamanya. Iman itu menerangkan,
setelah berkata begitu. Todjin itu mulai mengajari tingkat permulaan dari iman itu. Waktu berlalu
dengan cepatnya, dengan tanpa terasa tiga tahun sudah Tiong Yang berguru dengan iman itu.
Pada suatu saat kembali kambing yang dijaga oleh Tiong Yang itu lenyap 2 ekor.
Tiong Yang tahu bila ia pulang. ia pasti akan merasai rangketan. Namun ia adalah seorang jujur dan
bertanggung jawab, maka walau ia menginsyafi hal itu, tapi biar bagaimana ia harus kembali.
Benar saja. begitu ia pulang ia segera ditangkap oleh tukang pukul Tan Wangwee, yang terus
membawanya sampai ketempat siksaan.Kali ini Tan Wangwee juga tampak berada dikamar itu.
--- Hai bangsat, rupanya engkau tidak boleh dikasi hati, dulu ketika pertama kali engkau
menghilangkan kambingku. aku karena merasa kasihan kepadamu, aku hanya menyuruh pesuruhku
menghadiahkan 40 sabetan rotan. Tapi engkau rupanya bukan menjadi kapok, malah sengaja
menjual kambingku 2 ekor kepada orang
--- Tidak tuan, memang sebenarnya kambing yang saya jaga itu hilang dengan tak tentu rimbanya.
Tiong Yang membantah.
--- Diam .kau ! Rupanya sebelum aku mengunjuki bukti engkau masih belum mau mengaku bersalah.
Hai pembantuku, lekas engkau panggil orang yang membeli kambing curian itu!
Tak lama kemudian orang itupun masuklah. Tiong Yang lantas mengenali bahwa orang yang
dikatakan membeli kambing darinya adalah orang Tan Wangwee sendiri. Melihat itu Tiong Yang
menjadi sangat gusar, namun begitu ia coba menahan kemarahannya itu.
---- Rupanya tuan hendak bergurau dengan saya ! Kata Tiong Yang.
---- Engkau jangan coba mengelakkan diri. Kata Tan Wangwee dengan gusarnya, kemudian ia
berpaling keorang yang dikatakannya sebagai tukang tadah itu :
--- Tadi engkau membeli 2 ekor kambing dari dia ? Sambil bertanya begitu Tan Wangwee lantas
menunjuk kediri Tiong Yang.
--- Betul tuan, dialah orang yang menjual kedua ekor kambing itu kepada saya. Saya karena tidak
mengetahui bahwa itu adalah ?barang gelap" jadi membelinya. Orang itu membenarkan.
--- Bila aku menjual kambing kepadamu ? Tanya Tiong Yang dengan marahnya.
--- - Ah sudah engkau tidak usah ber-pura-pura, lebih baik mengaku saja. Mungkin nanti Tan Cukong
bisa memberi pertimbangannya. Kata salah seorang tukang pukul hartawan she Tan itu.
--- Apa yang harus kuakui ? Dengan sebenarnya aku tidak pernah berbuat begitu rendah. Tiong Yang
tetap membantah.
--- Sungguh keras kepala kau ini ! Kata Tan Wang-wee. ---- Hai para pengawalku, lekas kamu tangkap
orang ini.
Tiong Yang sudah tidak dapat mengendalikan sabarnya, ia lantas dengan sikap yang menentang.
Dalam pada itu orang-orang Tan Wangwee telah melakukan penyerangan, malah situkang tadah
juga ikut menyerang Tiong Yang.
Melihat keadaan itu Tiong Yang menjadi sangat gusar.
--- Inilah kesempatan untukku mempraktekkan ilmu silat yang pernah kupeladjari selama tiga tahun
ini. Pikir Tiong Yang.
Beberapa pengawal Tan Wangwee yang maju itu tak berdaya untuk menangkap Tiong Yang yang
lincah gerakannya. Kejadian itu membuat mereka menjadi penasaran dan malu, dari perasaan itu
kemudian beralih menjadi kegusaran. Demikianlah sampai akhirnya ada diantaranya yang mencabut
dan mengeluarkan senjata tajam dan pentungan, yang kemudian menyerang lagi kediri Tiong Yang.Tapi Tiong Yang tetap main kelit sadja. Namun karena ruang itu tidak begitu besar, akhirnja Tiong
Yang kena didesak sampai ditembok. Maka mau atau tidak Tiong Yang jadi mengeluarkan
kepandaian It Yang Tjie. yang baharu ia pelajari sepersepuluh dari pelajaran seluruhnya.
Tapi ia tidak menyangka, karena baharu saja ia menggerakkan jarinja itu, orang yang berada paling
dekat dengannya lantas menjerit. yang disusul dengan terpentalnya sang tubuh.
Begitulah Tiong Yang terus menggunakan ilmu It Yang Tjie-nja. Maka dalam sekejap sadja 90% dari
para tukang pukul Tan Wangwee telah menjadi babak belur. Ada yang giginya copot. ada yang
hidungnya keluar kecap, ada juga yang kakinya patah dan lain sebagainya.
Kini malah Tiong Yang yang menjadi semangkin galak, ia segera melompat kearah Tan Wangwee.
yang pada saat itu hendak melarikan diri. Walau ada beberapa pengawal Tan Wangwee yang coba
menghalangi maksud Tiong Yang itu. tapi dengan sekali mengangkat tangan saja, mereka semuanya
telah terpental pergi. Sehingga akhirnya dengan mudahnya Tiong Yang dapat menangkap Tan
Wangwee. Pada saat itu Tan Wang-wee jadi ketakutan setengah hidup. Saking takut badannya jadi
menggigil dan giginya saling beradu.
--- Tiong Yang ampunilah aku. Tolong engkau jangan menyiksa aku, aku berjanji mulai dari saat ini
aku tidak berani berlaku se-wenang-wenang lagi. --- Ratap Tan Wangwee.
--- Baik. kululusi permintaanmu itu, tapi ada siaratnya .--- Kata Tiong Yang.
---- Apa syaratnya ? Tanya Tan Wangwee dengan cepat.
--- Engkau harus membagi-bagikan sebagian besar dari harta kekayaanmu kepada rakyat setempat, --- Tiong Yang menyebutkan syaratnya.
Mendengar syarat Tiong Yang itu, Tan Wangwee tidak segera menjawab, hanya mengerutkan
keningnya.
---- Memang telah kuduga bahwa engkau lebih menyayangi harta dari pada jiwarnu. ---Ancam Tiong
Yang. Sehabis mengancamkan begitu Tiong Yang segera hendak membuktikan ancamannya itu.
--- Ya, ya, aku setuju usulmu itu. --- Kata Tan Wangwee yang telah ketakutan setengah mati itu.
---- Nah sekarang engkau boleh menyuruh para pesuruhmu untuk mengumpulkan rakyat kedepan
rumahmu! Perintah Tiong Yang.
Keadaan Tan Wangwee pada saat itu seperti juga kerbau yang telah dicocok hidungnya, ia
menurut segala apa yang dikatakan oleh Tiong Yang.
Sebentar saja orang-orang, terutama orang-orang miskin, telah ber-bondong-bondong menuju ke
Tan-hoe atau gedung keluarga Tan.
Tiong Yang segera menyuruh Tan Wangwee untuk memisahkan sebahagian kecil dari harta
simpanannya. yang sebagian besar kemudian dibagikan kepada rakyat jelata.
Disamping itu Tiong Yang segera meminta kepada beberapa orang yang ia kenal, untuk memeriksa
keadaan rumah Tan Wangwee. Sebagai hasilnya mereka menemukan 1 peti besar uang perak dan
surat-surat hutang.
Pada saat itu semua tukang pukul Tan Wangwee tidak berani berkutik lagi, karena mereka telah
mengetahui ke-lihaian sipemuda she Ong itu.Dalam pada itu Tiong Yang segera menyuruh orang mem-bakar segala surat hutang itu. Sedangkan
uang perak dibagi dalam 3 bagian. Sebagian di-bagi-bagikan kepada rakyat yang terdapat disitu.
Sebagian lainnya untuk didermakan ke-rumah-rumah berhala yang terdapat disekitar tempat itu.
Baharu akhirnya sebagian kecil diperuntukkan kepada Tan Wangwee. Rakat didesa itu menjadi
sangat bersyukur dan berterima kasih kepada Tiong Yang.
Kemudian Tiong Yang menuuruh mereka bubar.
Seberlalunya rakjat itu, Tiong Yang lantas berkata lagi kepada Tang Wangwee : --- Nah ini baharu
pelajaran pertama untukmu. Kalau nanti engkau masih belum juga bisa merobah kelakuanmu, aku
takkan memberi ampun lagi.
Setelah mengancam demikian, dengan langkah yang tenang Tiong Yang segera hendak berlalu dari
situ. Tapi baharu saja ia berjalan beberapa tindak, se-konyong-konyong Tiong Yang merasa
dibelakangnya menyamber angin dingin. Tapi Ong Tiong Yang tidak menjadi gugup karenanya.
sambil membaliki tubuhnya ia barengi menggunakan ilmu It Yang Tjie. Segera terdengar jeritan
orang yang amat mengerikan. Nyata orang yang hendak membokong Tiong Yang telah mati terkena
It Yang Tjie-nya pemuda she Ong itu.
---- Siapa lagi yang belum puas ? Tantang Tiong Yang.
Tiada satu dari para pengawal Tan Wangwee yang berani rnadju, karena mereka insyaf bahwa
mereka bukan tandingan pemuda she Ong yang gagah itu ..
Setelah berada diluar gedung Tan Wangwee, Tiong Yang jadi kebingungan sendiri. sekarang ia
harus pergi kemana ? Maka untuk seketika lamanya ia tak dapat mengambil suatu keputusan. Tibatiba Tiong Yang merasa bahwa bahunya di-tepuk orang. Ketika ia berpaling, tiada seorangpun yang
terdapat disitu, Tiong Yang menjadi sangat heran. Mendadak kembali bahunya ditepuk orang, tapi
Tiong Yang tetap tidak dapat mengetahui siapa sebenarnya orang yang sedang mempermainkan
dirinya itu ?
--- Bagus perbuatanmu budak kecil !
Tionq Yang segera dapat mengenali suara itu, yang tak lain tak bukan adalah suara gurunya. Maka
dengan tanpa terasa ia jadi memanggil, --- Susu, suhu, dimana 'kau ?
--- Disini ! Jawab guru Tiong Yang itu, suara itu berasal dari belakang tubuh Tiong Yang. Tapi ketika
Tiong Yang membaliki tubuhnya, ia tetap tidak menampak bayangan gurunya, apa lagi orangnya.
Setelah Tiong Yang merasa pusing. baharu gurunya itu menampakkan diri.
--- Muridku, lekas engkau ikut aku ! Kata siiman, guru Tiong Yang itu.
Tiong Yang menurut.
Setelah tiba dipinggir hutan, iman itu lantas berkata : --- Bagus perbuatanmu budak kecil, tapi
dengan begitu engkau juga telah membuat suatu pelanggaran dari cabang kita, yaitu Tjoan Tjin Kauw
! --- Apa ? Aku telah melanggar cabang kita ? Tanya Tiong Yang.
--- Ya. 'kau telah sembarang menggunakan It Yang Tjie. Dahulu aku juga sepertimu, sampai akhirnja
aku jadi kehilangan empat jari kiriku ini akibat dari hukuman tjouw-soemu terhadapku. --- Iman itu
menerangkan.Wajah Tiong Yang jadi pucat seketika, tak ia sangka bahwa hukuman sembarang menggunakan It
Yang Tjie begitu hebat.
---- Tapi aku tidak sependapat dengan Tiouwsoemu, karenanya aku takkan menghukummu. Tapi aku
harap untuk selanjutnya engkau jangan sembarang menggunakan ilmu itu. Tahukah engkau, bahwa
kau baharu berhasil mempelajari sepersepuluh dari ilmu It Yang Tjie itu. Engkau mesti lebih tekun
dan rajin belajar. disamping itu ketabahan hatipun sangat diperlukan. Mengertikah engkau ? ?
Tanja iman itu lebih jauh.
Tiong Yang menganggukkan kepalanya.
Baik untuk menghemat waktu aku akan menggendongmu guna pergi kesatu tempat. --- Siiman
berkata lagi.
Tiong Yang menurut.
Dengan menggendong Tiong Yang, iman itu segera melakukan perjalanan. Setelah melakukan
perjalanan beberapa hari lamanya. tibalah mereka dipegunungan Siong-san. Tapi iman itu tidak
berhenti disitu, ia masih berjalan terus, sampai akhirnya ketika sampai di Peh Souw kok atau lernbah
ratusan binatang, yang termasuk kedalam wilayah atau lingkungan pegunungan itu juga, iman itu
baharu menghentikan langkahnya. Kemudian ia menuju kesebuah gubuk yang terdapat disitu
Mulai hari itu Ong Tiong Yang menetap dilembah itu dan memperdalam ilmu It Yang Tjie.
Baharu kemudian Tiong Yang mengetahui bahwa gurunya adalah Tjeng In Loo-djin, murid tunggal
yang merangkap menjadi ahli waris dari partai Tjoan Tjin Kauw.
Dalam pada itu Tjeng In Loo-djin jarang berdiam didalam lembah, sebagian besar waktunya
diperuntukkan mengembara kesana kemari. Sekali pergi 3-4 bulan ia baharu kembali kelembah. Tapi
sebelum berangkat ia menurunkan dahulu sebuah pelajaran baharu kepada Tiong Yang.
Pada suatu kali, ketika Tjeng In pulang kelembah Pek Souw-kok, ia membawa seorang anak kecil
yang umurnja ditaksir baharu mencapai 8 tahun. Namun dari romannya saja orang segera dapat
mengetahui, bahwa anak itu adalah seorang yang judjur, tetapi nakal.
--- Tiong Yang, ini adalah Suteemu, Tjioe Pek Tong. ? Tjeng In Loo-djni memperkenalkan.
Tiong Yang jadi merasa girang. ia segera mengangkat tubuh Tjioe Pek Tong, yang kemudian
dilemparkan keatas, baharu kemudian disanggapnya kembali.
Tjioe Pek Tong bukan saja tidak menjadi takut. tapi sebaliknya ia malah tertawa ha ha he he.
saking girangnya.
Mulai dari saat itu Tjeng In Loo-djin jadi mendidik dua orang murid. Tapi dalam kenyataannya
bahwa Tjioe Pek Tong tidak secerdik kakak seperguruannja, maka Tjeng In Loo-djin hanya
menurunkan ilmu silat hebat yang lain dan mennakjubkan kecuali It Yang Tjie.
Tjioe Pek Tong adalah seorang anak yang sukar bergerak serta nakal sekali. Tak betah ia tinggal
terus didalam lembah itu, maka kadang-kadang ia pergi kerumah berhala Siauw Lim. Tapi untuk
masuk kedalam rumah berhala itu ia tidak berani. maka ia hanya ber-main-main diluar rumah
berhala yang ter-masyhur itu.Saking seringnya Tjioe Pek Tong bermain akhirnya ia jadi kenal dengan murid-murid Siauw Lim
yang usianya sebaya dengannya. Namun dasar sifat Tjioe Pek Tong yang jahil dan suka menggoda
orang, maka tak heran bila akhirnya ia bentrok dengan murid-murid Siauw Lim-sie itu.
Tapi dasar seorang anak yang jahil serta bandel, sekarang walaupun tidak berkawan lagi, ia masih
suka bermain disitu. Kadang-kadang ia membuang air besar dan kencing dipohon Siong yang
terdapat didepan rumah berhala itu. Perbuatan itu ia ulangi terus, sehingga akhirnya ia dikeroyok
oleh murid-murid Siauw Lim yang berumur sebaya dengannja. Untuk 1 lawan tiga Pek Tong masih
sanggup melawan, tapi kini ia dikeroyok oleh sepuluh murid Siauw Lim, maka tak heran bila akhirnya
kepalanja pada ?bertelur", sedang bajunya menjadi compang-camping, hingga kemudian sambil
melarikan diri ia menangis
Tiong Yang yang melihat adik seperguruannya pulang dengan menangis, disamping kepalanya
benjol disana-sini, ditambah pula dengan bajunya yang sudah koyak disana-sini.
Tjioe Pek Tong walaupun seorang anak yang nakal, tapi jujur. Maka ketika ditanya, ia lantas
menceritakan kejadian yang sebenarnya.
--- Tak dapat disalahkan mereka, kesalahan memang berada dipihakmu.
--- Mengapa ? Bukankah aku kencing diluar rumah berhala mereka ? --- Tanya Pek Tong.
---Betul. tapi tempat itu masih termasuk didalam wilayah mereka. Berlainan halnya bila engkau
berbuat itu disini, mereka tak berhak untuk menuntutmu. jelaskah engkau ?
Tjioe Pek Tong menganggukkan kepalanja.
Setelah ada kejadian itu, Tjioe Pek Tong tidak lagi suka bermain didepan Siauw Lim-sie, kini ia
lebih rajin belajar dari pada memain. Maka ilmu silatnya pun memperoleh kemajuan yang lebih
cepat, bila dibandingkan dengan waktu-waktu yang lalu. Waktu berlalu dengan cepatnya, dengan
tidak terasa setengah tahun telah lewat pula.
--- Muridku, ilmu It Yang Tjie-mu telah selesai 6-7 bagian, sekarang aku hendak menyuruhmu pergi
mengantarkan surat kesalah seorang sahabatku. --- Demikian kata Tjeng In Loo-djin pada suatu hari
kepada Tiong Yang.
Tiong Yang terima perintah itu dan berangkat pada keesokan paginya.
Disepandjang jalan Tiong Yang terus menikmati panorama indah. Sampai akhirnya Tiong Yang tiba
di Yam-khia. Begitu memasuki kota. Tiong Yang lantas melihat banjak orang memakai pakaian
tambalan dan membawa sebuah mangkok, begitu melihat Tiong Yang lantas mengetahui mereka
adalah pengemis-pengemis. Tapi anehnja mengapa mereka jalan berkelompok dan disepanjang jalan
mereka selalu bergurau.
Saking ingin tahu Tiong Yang segera bertanya kepada orang tua yang kebetulan ada disitu : --Loopek, mengapa disini terdapat begitu banyak pengemis. disamping itu wajah mereka sangat
berserti-seri. Tampaknja mereka hendak merajakan sesuatu !
--- Betul, menerangkan siorang tua, hari ini adalah hari besar perkumpulan para pengemis.
Disamping itu mereka hendak rnemilih Pang-tjoe (kedua perserikatan) baru!
---- Oh ternyata para pengemis itu mempunyai suatu perkumpulan dan berpemimpin. ---- Kata Tiong
Yang dengan nada yang heran.--- Walau para pengemis itu lebih rendah kedudukannya dengan rakyat biasa, tapi mereka kan
orang juga. Disamping itu tidak setiap anggota pengemis itu adalah betul-betul seorang pengemis,
ada diantara mereka yang mempunyai kepandaian yang tinggi. Tuan mengapa tidak pergi ke See-san
untuk menonton keramaian ? --- Tanja orang itu kemudian, yang segera menyambungi lagi :
--- Bila seorang yang hendak menjadi pang-tjoe dari perkumpulan itu, harus mempunjai
kepandaian silat yang tinggi, karenanya disana pasti terjadi suatu adu kepandaian silat.
Mendengar perkataan terakhir dari orang tua itu, Tiong Yang jadi tertarik.Maka setelah
mengucapkan terima kasihnya kepada siorang tua, ia segera menuju ke See-san.
Ketika Tiong Yang sampai di See-san, dibawah gunung itu sudah penuh sesak dengan para
pengemis, tapi disamping itu juga terdapat banyak orang yang hendak menonton keramaian, tak
ketinggalan para pedagang ..
Setiap pengemis tampak duduk diatas sebuah kantong kain kasar, sedang ditangan mereka masingmasing memegang sebuah pentungan pendek yang berwarna merah.
Ong Tiong Yang bukan saja seorang yang cerdik pun teliti sekali, ia yang melihat cara duduk
beberapa ribu pengemis itu, yang bila dipandang sepintas lalu tampaknja tidak teratur, tapi
sebenarnya mereka duduk menuruti cara salah satu posisi Thay-khek yang berbentuk hurtif z itu.
Di-tengah-tengah para pengernis itu duduk enam belas orang. mereka rupanya adalah tokohtokoh Kay-pang dari selatan dan utara. Sedang di-tengah-tengah ke 16 orang itu terletak sebatang
tongkat bambu yang berwarna hijau. entah apa gunanya tongkat hidjau itu ?
Sesaat ketnudian ke 16 tokoh Kav-pang itu berdiri, lalu dengan rapihnya mereka berbaris,
kemudian dengan penuh hormat mereka lantas menganggukkan kepalanya sampai tiga kali kearah
See-san atau gunung barat itu. Baharu setelah itu ada seorang pengemis tua berkata dengan suara
keras : --- Saudara-saudara sependerita, hari ini adalah hari pemilihan seorang Pang-tjoe baru,
saudara-saudara dari 16 propinsi baik dari utara maupun dari selatan telah tiba disini. Pemilihan
Pang-tjoe kali ini tetap diselenggarakan secara Boe. jadi siapa yang mempunjai kepandaian silat yang
tinggi, ia dapat duduk sebagai ketua dari perkumpulan pengemis ini, disamping itu ia akan


Lima Djago Luar Biasa Sia Tiauw Gwa Toan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memperoleh tongkat bambu hijau ini.
Perkataan pengemis tua itu mendapat sambutan dan tepukan yang riuh rendah.
Baharu sekarang Ong Tiong Yang mengetahui akan kegunaan tongkat bambu hidjau itu. Baik kita
mulai acara kita. Maka silakan seorang saudara kita datang kemari untuk menunjukkan
kemahiranna. --- Kata pula sipengemis tua. Pengemis tua itu bernama Kie Kim Tjiong. bergelar Thie
Hang Kiok.
Baru saja Kie Kim Tjiong habis berkata, mendadak dari pinggir ada beberapa pengemis yang
berkata : --- Sam Kong-kong, engkau saja yang menjadi Pang-tjoe kami !
--- Mana boleh begitu, aku sekarang sudah tua dan tak berguna lagi. --- Kata Kie Kim Tjiong. Walau
mulutnya berkata demikian, tapi wajahnya menunjukkan roman puas dan berseri-seri.
Se-konyong-koyong maju seorang, yang begitu sampai lantas berkata : --- Sam Kongkong, aku
bukan temaha (tamak) akan kedudukan Pang-tjoe itu, melainkan ingin meriahkan pertemuan kita ini
saja.
Pengemis itu bernama Tjoe A Sie. Ia sehabis berkata begitu lantas memindahkan 3 buah batu
besar, sebesar batu penggilingan, beratnya ditaksir mencapai 4-50 kati.Terlihatlah sekarang bahwa Tjoe A Sie dengan kedua tangannya mengangkat sebuah diantara batu
itu yang kemudian dilemparkan keatas sampai 3 meter tingginya. Ketika batu itu mulai turun, A Sie
segera menyambuti dengan kepalanya. Orang-orang Kay-pang rata-rata mengunjukkan roman kaget
dan mengeluarkan teriakan tertahan.
Lalu terdengarlah pecahnya sesuatu, ternyatalah batu yang begitu besar rdan berat itu telah dapat
dipecahkan oleh kepala A Sie.
Dalam pada itu roman A Sie tetap tidak berobah. Kini tampak ia mulai mengangkat batu yang
kedua dengan cara yang sama, yang kemudian melontarkan keatas serta menyambutinya dengan
cara yang serupa pula. Hasilnya ? Sama keadaannja dengan batu yang pertama. Disusul A Sie mulai
mengangkat batu yang ketiga. Batu itu juga segera dilontarkan keatas udara, namun kali ini A Sie
tidak lagi menyambuti dengan kepalanya, tapi sebelum batu itu jatuh, ia segera menggerakkan
tangannya, aneh, begitu kena angin pukulan A Sie, batu itu segera menjadi hancur ditengah udara
itu juga dan berhampuran kesana kemari.
Kejadian itu membuat para pengemis yang berada disekitar tempat itu jadi bersorak-sorai,
sampai-sampai ada beberapa pengemis yang menyuruhnja untuk lekas mengambil tongkat bambu
hijau itu.
Dengan mengunjuki roman bangga A Sie lantas memandang kearah para tokoh Kay-pang lainnya.
Baharu saja ia hendak berkata, se-konyong-koyong ada seorang bermata segi tiga datang
menghampiri. Orang itu adalah Kim Sam Goan, yaitu seorang jago Kay-pang dari cabang Kam-siok.
--- Kim Sam-ya, rupanya anda hendak memberi pengajaran kepadaku. silakan !
? Tak berani saya memberi pengajaran kepada saudara. Kepandaian anda tadi ternyata sangat
hebat, tapi saya hendak meminta sedikit petunjuk dari saudara. --- Setelah berkata begitu Kim Sam
Goan lantas berpaling kepada para anggota pengemis lainnya dan kemudian berkata : --- Apakah
diantara anda ada yang mempunjai mangkok yang agak jelek. Coba tolong pinjamkan dua buah
mangkok yang berisi air kepadaku!
Sebentar saja terlihat 2 orang pengemis muda yang berasal dari Kam Siok menghampiri Kini Sam
Goan sambil membawa 2 mangkok yang berisi air.
Kim Sam Goan segera menyambuti.
--- Saudara Tjoe, bila engkau dapat menubruk (menerjang) badanku sehingga air yang kupegang ini
tumpah setetes saja. aku mengaku kalah. --- Kata Kim Sam Goan kemudian.
--- Oh kiranya Kim Sam-ya hendak memberikan pelajaran kepadaku dengan menggunakan kedua
mangkok itu. Bagus, kalau itu juga kehendakmu, aku hanya dapat mengiringi. --- Kata Tjoe A Sie.
Setelah berkata begitu ia lantas menerjang kearah pinggang Kim Sam Goan.
Kim Sam Goan tetap tenang, sampaipun ketika kepala A Sie mengenai tepat pada sasaran, badan
Sam Goan tetap tak bergerak.
Dalam pada itu A Sie lantas merasa bahwa kepalanya seperti juga membentur kapas saja, maka
mau atau tidak ia menjadi sangat terperanjat berbareng merasa heran, namun disamping itu A Sie
menjadi sangat penasaran, maka ia segera menyerang lagi. Tapi kali ini kepalanya menyeruduk
kedada lawan, serudukan (serangan) A Sie itu sedikitnya mempunjai kekuatan 800 kati, karena
serangannya yang kali ini ia menggunakan ilmu Thie Touw atau kepala besi.Namun Kim Sam Goan tetap berdiri ditempatnya yang semula, malah sebaliknja, cepat-cepat ia
mengecilkan dadanya, sehingga A Sie jadi menyerang tempat kosong, tak ampun lagi badannya djadi
terjerumus kedepan, membuat orang yang menonton jadi mentertawakannya.
Muka A-Sie segera berobah menjadi merah padam, dengan menundukkan kepalanya ia segera
balik ketempatnya yang semula.
Berturut-turut Kim Sam Goan telah berhasil mengalahkan beberapa tokoh Kay-pang, sampai
akhirnja karena kesombongan dirinya dan suka memandang rendah kepada orang lain.
kesudahannya ia dapat dikalahkan oleh Bwee Loe.
Ber-turut-turut, Bwee Loe berhasil menjatuhkan beberapa tokoh Kay-pang lainnya.
--- Siapa diantara saudara-saudara yang hendak mengadu kepandaian dengan daku ? --- Tantang
Bwee Loe dengan sombongnya.
Baharu saja Bwee Loe berkata begitu, tiba datang menghampiri seorang. Bwee Loe lantas
mengenali bahwa orang yang datang itu adalah Ang Tong, sisaudara angkat yang ketujuh.
--- Bagus Loo Ang, memang engkau yang ku-tunggu-tunggu, mari kita mengadu .
--- Mengadu apa ? --- Potong Ang Tong, mengadu makankah ataukah mengadu siapa yang lebih
cepat membuang air besar ? --- Sehabis berkata begitu Ang Tong lantas tertawa besar.
Diejek begitu Bwee Loe tidak dapat mengendalikan amarahnya, ia segera memajukan sepasang
tangannya kearah Ang Tong.
Tapi anehnya Ang Tong tetap berdiri ditempatnya yang semula, begitu serangan tersebut hampir
mengenai dadanya. se-konjong-koyong, ia melesakkan dadanya itu, dengan demikian serangan
Bwee Loe itu jadi mengenai tempat kosong. Bwee Loe jadi semakin mendongkol, maka ia segera
mengirimkan lagi serangan yang kedua, namun serangan yang kali itupun menemui kegagalan.
Dalam pada itu entah dengan menggunakan tipu apa Ang Tong telah berhasil mengusap muka Bwee
Loe, sambil kemudian mengejeknya : --- Gelaranmu saja yang Thie Tjiang Sian Yuan atau si monyet
dewa yang bertangan besi, tapi nyatanya tanganmu hanya sebegini saja, barangkali tahu juga tidak
akan terbelah kena tanganmu ini !
Diedjek pulang pergi Bwee Loe jadi semangkin gusar, tapi disamping itu ia menginsyafi bahwa
kepandaian siorang she Ang tidak boleh dipandang rendah. Maka mau atau tidak Bwee Loe jadi
paksakan diri untuk tertawa dan kemudian berkata : Loo Ang, aku Iihat engkau juga tidak
mempunyai apa-apa yang istimewa. Maka baik kini kita bertempur lagi untuk mengetahui siapa
sebenarnya yang patut menjadi Pang-tjoe!
--- Bwee Loo-djie, ternyata engkau mau menjadi Pang-tjoe. Apa enaknya menjadi Pang-tjoe. 'Kan
lebih enak seperti aku ini, bebas, tiada pekerjaan yang membebani aku. Kalau sampai kesuatu
tempat aku lantas bisa mencari makanan yang serta lezat, sesudah kenyang aku boleh segera tidur. -- Olok Ang Tong lagi.
--- Ang Tong, siapa yang hendak bergurau denganmu. bila hendak turun tangan lekaslah ! --- Bentak
Bwee Loe.
? Siapa yang bergurau denganmu ? Sekarang aku hendak bertanya kepadamu, masih beranikah
engkau bertarung dengan daku ? --- Lagi-lagi Ang Tong mengedjek.Bwee Loe menginsyafi bahwa bila ia melawan Ang Tong dengan menggunakan kepalan atau
tendangan, kemungkinan besar ia berada dibawah angin. Maka kemudian dengan coba menahan
kemarahannya ia berkata : --- Bagus, bagus. Baik kita mengambil cara lain untuk lebih memastikan,
siapa sebetulnya diantara kita yang mempunyai kepandaian yang tinggi. Bagaimana kalau kita
mengadu hawa asli dari tubuh , kita atau menggunakan angin pukulan.
--- Sesukamu ! --- Jawab Ang Tong.
Terlihatlah kemudian Bwee Loe mengambil 5 buah rantang, yang kemudian digantung diatas
seutas tambang. Setelah itu Bwee Loe mengambil pula 5 batang lilin, yang setelah dinyalai lantas
ditaroh diatas rantang itu.
--- Lihatlah orang she Ang, akan kutiup mati lilin ini zatu persatu ! --- Kata Bwee Loe dengan
sombongnya. Sehabis berkata demikian ia lantas meniup dan betul saja satu persatu lilin itu kena
ditiup mati.
Pada saat itu hari telah menjelang senja.
---- Itu apa susahnya, anak kecil juga dapat berbuat begitu. ---- olok Ang Tong lagi.
Setelah mengolok begitu Ang Tong madju kemuka. Begitu telah menjalakan lilin lagi dan Ang Tong
kemudian berlalu ditempat yang sama jauhnja. Dari tempat itu Ang Tong lantas menguap seraya
menggoyangkan sedikit tangannya kemuka. Tapi aneh, lilin-lilin yang berada diatas rantang lantas
padam seluruhnya. Kejadian itu mernbuat orang-orang yang menjaksikan djadi pada berteriak
memudji serta bersorak-sorai.
--- Orang yang mempunyai kepandaian demikian baharu patut menjadi Pang-tjoe kami ! --- Teriak
salah seorang dari mereka.
Bwee Loe menjadi sangat malu, dari malu kemudian berobah menjadi gusar : --- Hai orang she
Ang, dalam hal ini aku mengaku kalah. tapi itu tidak merupakan kekalahan total bagiku. Maka
sekarang kita mengadu senjata saja! --- Tantang Bwee Loe. Sehabis menantang begitu, ia lantas
mengeluarkan cambuk yang dibikin dari untaian tengkorak orang, panjang cambuk itu kira-kira 7 elo,
tetapi ternyata bahwa tengkorak itu bukanlah tengkorak orang betul-betul, melainkan dibuat dari
perak.Namun anehnya Ang Tong begitu melihat keadaan lawannya ia jadi tertawa berkakahan.
- Mengapa kau tertawa ? Lekas keluarkan senjatamu! Bentak Bwee Loe dengan marahnya.
---- Mau apa engkau mengurusi diriku. Dengan mengandalkan senjata walaupun engkau dapat
mengalahkan lawan, tapi itu tidak terhitung sebagai seorang gagah. Tapi untuk tidak
mengecewakanmu. baik kulayani engkau dengan ini. Setelah berkata demikian Ang Tong lantas
mengeluarkan sebuah pentungan bambu. Bwee Loe yang melihat bahwa Ang Tong berani
menggunakan sebatang pentungan bambu untuk menghadapi cambuk tengkoraknya, ia menjadi
sangat marah. Karena itu merupakan suatu hinaan terhadap diri Bwee Loe.
--- Orang she Ang, sungguh besar nyalimu, nah kau sambutlah ! --- Setelah berkata demikian Bwee
Loe segera menyerang kearah kepala Ang Tong.
Namun anehnya Ang Tong tetap berdiam diri ditempatnya yang semula, baharu setelah cambuk
itu hampir mengenai dirinya, dengan menundukkan sedikit kepalanya. ia kasi lewat serangan itu,
malah kemudian ia sodokkan tongkat bambu itu kemuka Bwee Loe, sedangkan itu membawa angin
yang kencang.
Melihat itu Bwee Loe jadi sangat terkejut, sambil menggoyangkan sedikit pinggulnya dan
disamping itu ia juga lantas menggunakan gerakan ?Tjian Niu Ong Goat- atau ?badak memandang
rembulan", dengan begitu baharulah Bwee Loe dapat mengegoskan diri dari serangan Ang Tong.
Tapi Ang Tong ternyata liehay sekali. begitu serangannya yang pertama gagal. ia segera memberikan
serangan susulan, serangan itu tak kalah hebatnya dengan serangannja yang pertama. Tapi Bwee
Loe juga bukan anak kemarin, dengan melompat kebelakang ia hindari serangan itu. Namun
sebelumnya ia dapat berdiri tetap. Bwee Loe sudah merasakan lagi bahwa dibelakangnya telah
menyambar angin dingin, demikian cepat serangan itu, sehingga tak ampun lagi ,,Kie Koe Hiat"--nya
kena ditotok, yang membuat Bwee Loe menjadi jatuh seketika .
Ong Tiong Yang yang menjaksikan pertempuran itu. selain kagum iapun merasa heran sekali. Tak
ia sangka bahwa didalam kumpulan pengemis ada orang-orang yang berkepandaian demikian tinggi.
Mungkin pula kepandaian Ang Tong itu berimbang dengan kepandaiannya sendiri.
Dalam pada itu Ang Tong telah berdiri di-tengah-tengah lapangan, guna menantikan teman-teman
yang lainnya yang hendak menempati kedudukan Pang-tjoe. Tetapi setelah ia menunggu begitu lama
belum juga ada seorang yang datang.
Pada saat itu Kie Kim Tjiong sudah lantas berkata kepada orang banyak :
--- Saudara-saudara sependerita, bila diantara saudara tidak ada yang maju, maka mulai dari saat ini
Ang Tong-lah yang berhak menjadi Pang-tjoe dari perserikatan kita.
Walaupun Kie Kim Tjion telah berkata begitu. tapi tetap tiada seorangpun yang berani maju.
--- Kalau demikian halnya, aku atas nama Tjouw-soe kita, maka hari ini aku mengangkat Ang Tong
sebagai Pang-tjoe kita. --- Kim Tjiong berkata lagi.
--- Setuju. ---- Seruh para pengemis.
--- Tapi saya tidak berani memegang jabatan sepenting dan seberat itu --- Ang Tong merendah.
--- Sudahlah, sekarang bukan masanya untuk engkau main shedjie-shedjie-an. Lekas kau terima
tongkat ini ! --- Kata Kim Tjiong.Pada mulanya Ang Tong terus menolak, tapi setelah di-desak disana-sini, akhirnja ia menerimanya
juga.
Maka mulailah dijalankan peradatan pengangkatan Ang Tong sebagai Pang-tjoe baru dari
perserikatan pengemis.
Setelah upacara selesai, tokoh-toko Kay-pang lantas memberi hormat kepada Ang Tong. Dan mulai
dari saat itu panggilan terhaciap diri Ang Tong dirobah menjadi Ang Tjhit Kong ..
Ong Tiong Yang yang menduga tidak ada keramaian lainnya, ia lantas balik kekota Yam-khia dan
bermalam disana.
Pada keesokan harinya Tiong Yang lantas melanjutkan perjalanannja. Sampai pada suatu hari ia
tiba ditempat yang dituju, yaitu In Kee-tjoen.
Setelah bertanya kepada salah seorang penduduk disitu, tahulah Tiong Yang bahwa rumah yang
terpencil disudut kampung itu, adalah rumah kawan gurunya.
Sebelum Tiong Yang berhasil mencapai depan pintu rumah itu, mendadak ia merasakan ada
sebuah angin dingin yang menyamber dengan hebatnya, walaupun Tiong Yang cepat-cepat
mengegos kesamping, tapi tak urung pundaknya kena juga sambaran angin itu. Sebelum sempat
Tiong Yang berpaling, ia merasa dirinya telah diserang lagi oleh orang, tapi Tiong Yang tidak menjadi
gugup karenanja, malah ia menjadi sangat mendongkol diserang secara gelap. Maka begitu serangan
tersebut hampir tiba, ia tidak mengegos, tapi sebaliknya begitu membalikkan tubuh ia balas
menyerang dengan menggunakan ilmu It Yang Tjie-nya. Segera terdengar teriakan aneh dari
sipenyerang. Tetapi anehnya. biar bagaimanapun Tiong Yang tidak juga dapat melihat bayangan
sipenyerang, apalagi orangnya. Berbareng dengan itu kembali Tiong Yang merasa ada angin yang
menyamber dirinya, kali inipun Tiong Yang berbuat seperti tadi, hasilnya ia dapat melihat sebuah
bayangan yang melesat melewati kepalanya, namun ia tetap tidak tahu siapa sebenarnya
sipenyerang itu ? Demikianlah Tiong Yang terus dipermainkan, sehingga akhirnya ia menjadi sangat
pusing, saking pusingnja Tiong Yang jadi habis sabar, maka ia segera berteriak : Aku harap Tjianpwee
suka memperlihatkan diri.
Walaipun telah berulang kali Tiong Yang berteriak begitu, tapi orang yang sedang mempermainkan
dirinya tetap tidak mau memperlihatkan dirinya.
Tapi dasar Tiong Yang seorang yang cerdik serta teliti, maka setelah ada pengalamannya tadi,
ketika diserang, maka kini ia tidak berlaku seperti tadi, hanya ketika dirinya diserang. ia lantas
melompat kedepan. dari tempat yang baru itu ia segera membaliki tubuhnya sambil mengangkat
tangannja keatas guna menjambret badju sipenjerang. usahanya itu ternyata membawa hasil.
Karena begitu tangan Tiong Yang diangkat, walau ia tak berhasil menangkap tubuh si-penyerang.
tapi ia dapat sehelai sobekan baju lawannja itu. Dalam itu sipenyerang jadi mengeluarkan teriakan
aneh.
Baharulah pada saat itu Tiong Yang dapat melihat tegas wajah sipenyerang yang ternyata adalah
seorang tua yang bertubuh cebol, demikian ceboinya sehingga menyerupai seorang anak yang baru
berumur 11-12 tahun, wajahnyapun sangat aneh dan lucu dipandang, sebelah atas kepalanja agak
menonjol, matanya agak melesak kedalam.
---Siapa kau ? Hendak apa engkau datang kerumahku ini ? Tanya empe cebol itu dengan kasarnya.
-- Rupanya Lootjianpwee adalah orang yang sedang saya cari, bukankah Lootjianpwee bergelar In
Hong Loodjin ?? Tanya Tiong Yang, dengan tanpa menghiraukan pertanyaan sicebol.--- Betul, engkau mencari aku ada urusan apa ? Tanya Ing Hongdjin.
Tapi Tiong Yang tetap tidak menjawab. Ia hanya mengeluarkan surat gurunya, yang kemudian
diangsurkan kehadapan In Hong, Sehabis membaca surat itu In Hong Loodjin tanpa mengatakan
suatu apa segera menyerang Tiong Yang. Sedang Tiong Yang yang tidak menyangka bahwa dirinya
bisa diserang demikian, maka tak ampun lagi ia jadi telah kena pukulan itu, maka tak ampun lagi
tubuhnya jadi terpental beberapa meter jauhnya, ketika jatuh badan Tiong Yang menimpah pohon,
yang membuat batang pohon itu patah dua dan roboh.
Sedangkan Tiong Yang sendiri merasa amat pening, sehingga untuk sementara waktu ia tak dapat
bangun. Setelah agak hilang peningnya. Tiong Yang menjadi sangat gusar, maka dengan tidak
mengatakan sesuatu ia lantas menyerang In Hong dengan menggunakan It Yang Tlie-kongnya. Tapi
nampaknya Loodjin itu atau siorang tua tidak takut akan ilmu yang hebat itu. ia tetap berdiri
ditempatnya yang semula dengan tenangnya. Namun, begitu serangan tersebut hampir mengenai
tubuhnya, In Hong lantas melakukan sebuah pergerakan aneh, yaitu berjumpalitan dengan kepala
dibawah dan kaki diatas. Dengan adanya kejadian itu serangan It Yang Tjie Tiong Yang jadi mengenai
paha In Hong. sedang serangan Tiong Yang tadinya ditudjukan kearah dada lawan. Kalau pada
biasanya bila ilmu It Yang Tjie ini mengenai diri seseorang, orang itu sedikitnya pasti akan ter-pental.
tapi sekarang It Yang Tjie-nya Tiong Yang itu se-akan-akan tidak mujidjat lagi. Kejadian itu membuat
Tiong Yang menjadi sangat heran berbareng merasa kagum akan kehebatan serta tingginya ilmu
lawannya. Se-kali-kali ia tidak menyangka bahwa semacam ilmu yang dapat memunahkan
kemujijatan ilmu It Yang Tjie yang sangat ia bangga-banggakan itu, malah menurut gurunya bahwa
ilmu It Yang Tjie itu sudah tiada taranya lagi didalam jagat ini. Tapi Tiong Yang tidak menginsyafi
bahwa pada saat itu ia baharu berhasil mempelajari 6-7 bagian dari ilmu It Yang Tjie seluruhnya,
ditambah pula Tiong Yang masih kurang latihan dan pengalaman, bila gurunya yang memakai ilmu
itu, siang-siang siempe sudah dapat ?diberesi".
Tapi Tiong Yang tidak menjadi putus-asa karenanya, ia mengulangi lagi serangannya itu, tapi kali
ini Tiong Yang berlaku agak pintar, begitu melihat siempe merobah posisi-nya, yaitu kepala dibawah
kaki diatas, ia juga merobah serangannya, sehingga kini serangannya tepat mengenai In Hong
Loodjin, mau atau tidak tubuh siempe jadi tergetar keras, namun In Hong ternyata sangat tangguh,
walaupun begitu, badannya tidak terpental ataupun roboh. Tapi dengan adanya kejadian itu siempe
jadi sangat terperanjat, tak ia sangka dalam usia semuda itu Tiong Yang mempunyai kepandaian
yang demikian hebat, tapi dasar In Hong yang walaupun telah berusia lanjut, namun perangainya
tidak mau kalah dan keras. Walaupun didalam keadaan jungkir-balik ia kena diserang orang dengan
It Yang Tjie-kong, tapi tidak sampai melukai dirinya, keadaan itu akan berlainan kalau saja In Hong
berdiri seperti biasa.
Ternyata In Hong memang sengaja melatih ilmu jungkir-balik yang khusus untuk menghadapi ilmu
It Yang Tjie itu. Mengenai sebabnya, kami harap saudara pembaca suka bersabar sebentar. Baik kini
kita balik kepada Tiong Yang yang sedang melawan in Hong Loodjin itu. Lama kelamaan In Hong
rupanya jadi habis sabar, dengan tidak memperdulikan sesuatu ia menyerang dengan serangan
berantai yang membuat Tiong Yang ber-turut-turut harus mundur kebelakang. Tapi Tiong Yang juga
tidak mau kalah, setelah mundur, ia balas menyerang dengan menggunakan It Yang Tjie-kongnya,
sehingga sampai pada suatu kali tepat mengenai dada In Hong Loodjin, membuat empe itu jadi
tergetar mundur kebelakang sampai beberapa tindak. Namun anehnya mendadak Loodjin itu jadi
tertawa besar dan kemudian sambil meng-gape ia berkata : ?Kemari k. bocah ! --- Sehabis berkata
begitu In Hong segera membuka pintu rumahnya dan masuk. Walaupun Tiong Yang bingung dengan
kelakuan siempe In Hong, tapi ia mengikutinya juga.Begitu Tiong Yang masuk, ia menjadi sangat kaget, karena pada saat itu In Hong telah terbaring
diatas tanah, tapi kelihatannya, ia masih bernapas. Tiong Yang segera menghampirinya.
---- Kenapa kau Lootjianpwee ? --- Tanya Tiong Yang begitu tiba didepan siempe.
In Hong segera membuka matanya, kemudian ia melihat Tiong Yang dengan pandangan yang sayu.
Baharu sesaat kemudian ia berkata : Tjeng In apamu ?
--- Guru saja ! --- Tiong Yang menerangkan.
--- Pantas engkau bisa menggunakan It Yang Tjie, malah kelihatannya lebih hebat dari gurumu ketika
ia masih semudamu ini. Dahulu kami pernah berjanji, nyata gurumu sekarang telah menepati
janjinja. Aku suka menerima kekalahanku yang sekarang ini, aku rela. --- Setelah berkata sampai
disitu. In Hong lalu memasukkan tangannya kedalam jubahnja, ternyata ia hendak mengambil sejilid


Lima Djago Luar Biasa Sia Tiauw Gwa Toan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

buku. Setelah itu empe itu lantas melanjutkan perkataannya.
--- Tolong kau sampaikan buku ini kepada gurumu! --- Setelah berkata begitu, tangan In Hong jadi
tergetar, yang disusul dengan terkulainya sang tubuh. Dan ternyata In Hong sudah tidak bernapas
lagi.
Kejadian itu membuat Tiong Yang jadi ter-mangu-mangu, dengan pandangan yang sayu ia lantas
memandang kepada jenazah siempe. Tiong Yang segera menyesali dirinya berlaku kelewat
sembrono dan kejam, tak semestinya ia menggunakan ilmu It Yang Tjie untuk menghantam empe
itu. karena tidak/belum mengetahui siapa sebenarnya empe itu, malah menurut keterangan
gurunya, In Hong adalah kawan beliau.
Tapi sesal kemudian tak berguna.
Tak ada lain jalan bagi Tiong Yang selain memakamkan jenazah In Hong Loodjin ..
Setelah selesai menanam jenazah siempe, Tiong Yang lantas memperhatikan buku pemberiannya
yang diperuntukkan kepada gurunya. Satu suratpun Tiong Yang tak dapat mengenal huruf-huruf
yang terdapat didalamnya, sampai judulnya juga ia tak diketahui apa. (ingat : Tiong Yang sedjak kecil
belum pernah masuk kesekolah). Terpaksa akhirnja Tiong Yang memasukkan buku itu kedalam
jubahnja.
Setelah memberi hormat kemakam siempe, Tiong Yang lantas berlalu dari tempat itu dan pulang
ke Peh Souw Kok.
-------------------------------------o-----------------------------------(VIII)
---Akhirnya ia juga mesti mengakui keunggulan It Yang Tjie-ku. --- Kata Tjeng ln Loodjin setelah
mendengar penuturan muridnya. Baharu setelah itu Tjeng In menuturkan sebab ia mengirimkan
Tiong Yang pergi kerumah In Hong, pada hal In Hong adalah musuhnya.
Ternyata dulu mereka, Tjeng In dan In Hong, sama-sama mencintai seorang wanita, Touw Sian
Lian, demikianlah nama wanita itu. Nona Touw ini bukan saja cantik pun perasah. Si-nona tak dapat
memutuskan siapa yang patut menjadi suaminya. Maka akhirnja ayah nona Touw, seorang Boesoe,
mengusulkan supaya antara Tjeng In dan In Hong mengadu kepandaian, siapa yang menang, dialah
yang akan memperoleh Sian Lian.
Berkat adanya ilmu It Yang Tjie. Tjeng In jadi memperoleh kemenangan. Sedangkan ln Hong yang
berada dipihak yang kalah, lantas menantang Tjeng In bahwa dalam tempo 40 tahun ia akan
mendidik seorang murid yang dapat memunahkan kemujijatan ilmu It Yang Tjie. In Hong juga meminta kepada Tjeng In untuk mendidik seorang murid. Bila telah tiba waktunya, murid dari kedua
belah pihak akan diadu, untuk mengetahui ilmu silat dari cabang siapa yang terlebih tinggi. Dan bila
salah satu pihak kalah, ia harus memberikan sebuah benda pusaka kepada sipemenang.
Dengan tidak pikir panjang lagi Tjeng ln menerima baik tantangan itu.
Mulai dari saat itu Tjeng In bersama nona Touw Sian Lian hidup sebagai suami isteri yang rukun
serta bahagia.
Tapi tak beruntung pada 11 tahun yang lalu, karena serangan suatu penyakit menular, Sian Lian
jadi meninggal dunia. Saking sedih ditinggalkan oleh isteri yang sangat dicintai itu, Tjeng In lantas
mengembara, sampai akhirnja ia tiba di Bee Kee-tjoen, didesa itu ia melihat Tiong Yang yang sedang
sedih. Setelah mendengar penuturan Tiong Yang yang mengharukan, disamping itu dari wajah anak
she Ong ini Tjeng In mengetahui, bahwa anak she Ong itu adalah seorang anak yang cerdik. maka ia
lantas membawa Tiong Yang balik ke Peh Souk Kok.
Setelah Tiong Yang berhasil memahami 6-7 bagian dari ilmu It Yang Tjie, mendadak Tjeng In ingat
akan janjinya terhadap In Hong, maka ia lantas menulis sepucuk surat dan menyuruh Tiong Yang
yang mengantar. Isi surat itu antara lain Tjeng In mengingatkan kembali kepada kejadian padabeberapa puluh tahun yang telah lalu, disamping itu Tjeng In mengharap supaya In Hong berlaku
jujur dan menepati janji, andaikata pihak In Hong yang kalah, orang she In itu harus menyerahkan
sebuah benda pusaka. Tapi kalau sebaliknya. In Hong boleh ikut Tiong Yang datang ke Siong-san Pek
Souw Kok.
Akhirnya, sebagaimana telah dituturkan dibagian atas. In Hong ternyata kalah ditangan murid
musuhnya. Demikianlah Tjeng In lalu mengakhirkan ceritanya. Tapi kemudian ia berkata lagi : --- Tapi
heran, mengapa sampai pada saat ini In Hong masih belum mempunyai seorang murid ? Aneh !
Dalam pada itu Tiong Yang segera mengeluarkan buku In Hong, seraya berkata :
---Suhu, buku apakah ini ? Mengapa tulisannya begitu berbelit ?
---Muridku, buku ini adalah buku yang sampai pada saat ini belum ada tandingannya didalam jagat
ini, buku ini diberi nama ?Kioe In Tjin Keng". Tapi sekarang karena usiaku telah lanjut, maka buku ini
sudah tidak berguna lagi bagiku. Tapi baik untuk sementara aku simpan dulu, guna nanti setelah
sampai waktunya, aku akan menurunkannya kepadamu. Karena sebelum engkau mempelajari isinya,
engkau harus mengenal suratnya terlebih dahulu.
Mulai dari saat itu, disamping memperdalam ilmu It Yang Tjie. Tiong Yang juga mulai diajari ilmu
surat untuk memecahkan makna dari kata-kata yang terdapat didalam Kioe In Tjin Keng itu.
Pada suatu hari, Tjeng In menjuruh Tjioe Pek Tong turun gunung untuk mengembara dikalangan
Kang-ouw. Perintah itu bagi Tjioe Pek Tong adalah seperti pucuk dicinta ulam tiba. Maka pada
keesokan harinya ia segera berpamitan kepada Suhu serta Suhengnya.
Tapi begitu turun gunung Pek Tong jadi kelabakan. sebab segalanya serba asing baginya, Pada hari
itu ia tiba di-sebuah kota kecil yang terletak dikaki gunung Sion,g-san itu. Begitu sampai Pek Tong
lantas masuk kesebuah rumah makan, didalamnya ternyata telah penuh sesak, hanya ada sebuah
bangku kosong disudut sebelah kiri dari ruangan itu. Cepat, PeK Tong menuju kesitu, sampai pada
suatu ketika, karena kurang hati-hati badannya jadi menyenggol (menyentuh) meja seseorang yang
sedang makan. Hebat sentuhan itu, sehingga sayur yang terdapat dimedja itu jadi tumpah dan
mengenai baju orang yang sedang makan itu.
Orang itu jadi naik darah, ia segera mencengkeram tubuh Tjioe Pek Tong. Pek Tong yang melihat
dirinya diserang, dengan hanya memiringkan sedikit tubuhnya. kasi lewat serangan itu.
Melihat serangannya tidak membawa hasil, sipenyerang jadi lebih panas hatinya, ia segera
menyerang lagi dengan menggunakan tipu ?Thay-san Ap Teng- atau ?Gunung Altai menindih
puncak", tapi serangan itupun dengan mudahnya dapat diegosi oleh lawannya dengan hanya
menundukkan sedikit kepalanya saja.
--- Kawan, mengapa engkau begitu marah kepadaku ? Aku toch tidak sengaja menyenggol mejamu,
kalau engkau merasa dirugikan, sebutkan saja. berapa engkau hendak meminta ganti rugi ? --- Kata
Pek Tong kemudian.
Orang itu, yang ternyata adalah seorang buaya darat, begtu mendengar Pek Tong berkata begitu,
ia jadi dapat hati, ia merasa bahwa dirinya diberi kesempatan. maka segera berkata : --- Sobat,
rupanya engkau masih mempunyai liang-sim. Kau dengarlah biar terang, bajuku ini seharga 100 tail
perak, sedang makanan yang kumakan tadi seharga 50 tail perak, jadi jumlah seluruhnya 150 tail
perak !Dalam pada itu orang-orang yang berada disitu tidak puas dengan perkataan bajingan itu, namun
mereka juga tak berani banyak mulut
Sedikit benar, mari kau ikut aku keluar, disana aku akan memberikan .. --- Berkata sampai disitu,
sengaja Pek Tong menghentikan perkataannya, sedang kakinya terus melangkah keluar.
Si-bajingan lantas mengikuti, sedang dari mulutnya ia menggumam : --- Kau kira aku takut
padamu.
--- Kau kira aku jerih sama kau ? --- Kata Pek Tong mengolok.
Olokan Pek Tong itu tentu saja membuat sibajingan jadi mendongkol, tapi demi diingatnya uang
sebanyak 150 tail itu. yang seperti dijanjikan itu, ia coba menekan perasaannya itu.
Sesampainya diluar badjingan itu segera menagih : ? Mana uangnya ?
--- Kapan aku pernah menjanjikanmu ? Pek Tong balas bertanya.
--- Tadi didalam rumah makan itu. --- Jawab badjingan itu dengan tak sabar.
--- Hi hi lucu, tadikan aku hanya suruh engkau menyebutkan saja !
Kini sibajingan tidak dapat menahan sabarnya lagi. ia segera menjerang Pek Tong dengan
menggunakan tendangan berantai yang masing-masing ditujukan ketiga bagian dari tubuh lawan.
Tak kecewa Pek Tong menjadi murid dari Tjeng In Loodjin, karena bukan saja ia dapat memunahkan
ketiga serangan itu, ia juga masih sempat mempermainkan musuhnya sambil berseru : --- Kupegang
hidungmu.
Sebelum sempat si-bajingan melakukan pendjagaan. Tiba-tiba ia merasa hidungnya telah kena
dipegang.
Pada saat itu orang-orang yang berada didalam rumah makan telah keluar semua untuk
menyaksikan pertempuran itu.
Kala itu terdengar Tjioe Pek Tong telah berkata lagi : --- Sekarang akan hendak mencabut kumismu
! Biar bajingan itu melakukan penjagaan yang bagaimanapun, tak urung kumisnya kena dicabut.
Tapi dasar Pek Tong seorang jail, ia tidak mencabut seluruhya. tapi sedikit-sedikit. Sehingga akhirnya
kumis bajingan itu jadi pitak disana-sini seperti kumis kucing sungguh lucu dipandanq.
Walaupun Thio Hie, demikian nama bajingan itu, sangat marah, tapi ia tak berdaya untuk balas
menyerang, sampai akhirnya ia segera melarikan diri.
Pek Tong tidak mengejarnja, ia hanya masuk kembali kedalam rumah makan untuk mengisi
perutnya.
Setelah melunasi rekening. Pek Tong lantas melanjutkan perjalanan.
Sesampai diluar kota, tiba-tiba ia terserempet sehingga jatuh terjungkel kemuka. Ketika Pek Tong
berpaling, tampaklah olehnya bahwa ada dua orang yang memegang tambang, yang sambil
memperlihatkan senyuman mengejek terus menghampirinya. Dibelakang mereka mengikuti
beberapa puluh orang, sedang orang yang berdjalan paling belakang adalah Thio Hie yang ia
mempermainkan tadi. Melihat keadaan itu, mendadak Pek Tong mendapat satu akal, ia tetap duduksambil memegang dengkulnya, tampaknya se-akan-akan dengkulnya itu luka, yang membuat ia jadi
tidak dapat bangun.
Orang-orang Thio Hie terus menghampirinya, ketika sampai didepan Pek Tong mereka jadi
menjerit dan berlutut di-hadapan Pek Tong.
Kejadian itu berulang terus, sehingga akhirnya tiada seorang dari konco-konco bajingan she Thio
itu yang berani maju lagi. Malah Thio Hie sendiri yang melihat konco-konconya dengan tanpa sebab
pada berlutut dihadapan Pek Tong, ia segera menginsyafi bahwa kini ia tengah berhadapan dengan
seorang yang mempunyai kepandaian tinggi. maka Thio Hie segera hendak cauw (kabur) dari situ.
Tapi baharu sadja kakinya hendak melangkah, tiba-tiba ia merasa dibelakang bajunya telah kena
dicengkeram orang, berbareng dengan itu kupingnya mendengar : --- Anak manis, hendak pergi kemana ? Mari ikut aku kesana!
Berbareng dengan itu badan Thio Hie segera merasa terangkat dan kemudian jatuh dihadapan
konco-konconya. Dalam pada itu tampak Tjioe Pek Tong duduk disampingnya.
--- Budak busuk, kemari kau! --- Perintah Pek Tong kemudian.
Seperti juga kerbau yang telah dicocok hidungnya. Thio Hie meranqkak madju kedepan. Tapi dasar
Thio Hie seoranq yang licik dan kejam, maka begitu sampai dihadapan Pek Tong, ia segera
menusukkan kedua djari kanannya kearah kedua mata lawan, disamping itu tangan kirinya
disodokkan kearah lambung Pek Tong. Tapi Pek Tong yang walaupun tidak menyangka orang she
Thio itu bisa berlaku begitu licik, tapi ia tidak menjadi gugup karenanya. dengan menggunakan jari
kanan ia balas menjepit jari lawan, sedang tangan kirinya digerakkan kesamping guna menyampok
tangan lawannya lagi. Dan segera terdengar jeritan yang memilukan dari Thio Hie. Ternyata kedua
jari tangan kanan serta tulang tangan kirinya itu telah remuk.
--- Cukup belum ? Ejek Pek Tong kepada Thio Hie.
Sedang si-buaya darat she Thio itu hanya meringis saja.
Dalam pada itu Pek Tong telah berkata : --- Aku harap kamu sekalian suka merobah kelakuanmu,
karena dengan mengandali jumlah yang besar untuk mengalahkan pihak yang sedikit, itu bukan lakilaki namanya, tetapi pengecut dan .. wauuwww
Sehabis berteriak begitu ia segera melarikan diri tanpa berani menengok kebelakang.
Ternyata ketika Pek Tong berkata sampai perkataan dan . mendadak dari atas pohon jatuh
seekor ular, Tjioe Pek Tong adalah seorang yang paling takut kepada binatang-binatang yang berbisa,
maka tak heran begitu ular jatuh didepannya, ia jadi berteriak dan lari .
Setelah lari kira-kira 1 li, ia baharu berani memalingkan kepalanya. Ketika mengetahui ular itu tidak
mengejar, ia baharu berani menghentikan larinya.
Pek Tong terus melanjutkan perjalanannya, akhirnya tibalah ia didepan sebuah rimba. Pek Tong
segera duduk dibawah sebuah pohon yang rimbun daunnya. Tapi begitu duduk, mendadak
kupingnya mendengar suara berkeresekan, begitu ia memalingkan kepalanya, terlihatlah olehnya
ada serombongan ular yang sedang menuju kedirinya. Pek Tong segera bangun dan lari lagi.
Sesaat kemudian ia baru berani menghentikan langkah, disamping itu ia segera mengoceh : Hari
ini aku kenapa bisa begitu sial, baru saja hendak mengasoh. telah muncul lagi binatang yang sial
dangkalan itu. --- Baru saja ia mengoceh begitu, didepannya telah tampak lagi seekor ular, maka Pek
Tong segera lari lagi. Begitu ia balik, ia segera melihat didepannya kembali ada segerombolan ularyang sedang berjalan maju. Pek Tong segera hendak kabur kebagian kirinya, tapi disitupun terdapat
serombongan ular, sama pula halnya dibagian sebelah kanan Pek Tong.
Jadi praktis kini Pek Tong telah terkurung di-tengah-tengah rombongan ular itu. Pikiran Tjioe Pek
Tong jadi semangkin kacau, tak lain ia harus berbuat bagaimana. Rombongan ular itu makin lama
makin mendekati tubuhnya.
Akhirnya setelah dapat menenangkan diri, Pek Tong segera menggerakkan tangannya digerakkan
kemuka, disusul dengan terpentalnya beberapa ular yang berada paling depan. Pek Tong segera
mengulangi perbuatan itu sampai ber-kali-kali, tapi akhirnya ia jadi kewalahan sendiri, sebab kalau ia
menggerakkan tangannya kedepan, ular yang berada dikedua sisinya serta yang berada
dibelakangnya makin maju mendekati tubuhnya. Sehingga akhirnya ia segera menotolkan kakinya
dan tubuhnya segera melayang kesebuah dahan. Namun, untuk kekagetannya, begitu tubuhnya
duduk, ia lantas merasa bahwa sebagian dahan itu lembut, ketika ia merogoh dan mengambilnya, ia
menjadi sangat terkedjut dan segera melemparkan benda yang sedang dipegangnya itu ternyata
benda itu adalah seekor ular, baiknya pada saat itu ular tersebut sedang hendak bertukar kulit dan
kebetulan pula Pek Tong memegang leher ular pula. Coba kalau tidak, ia pasti telah kena disantok
oleh ular itu. Saking kagetnya, Tjioe Pek Tong jadi ter-kencing-kencing. Air kencingnya itu segera
turun kebawah, sungguh aneh, gerombolan ular itu begitu kena kecipratan air kencing, lantas pada
lari ketakutan. Baru-baru Pek Tong merasa heran, tapi setelah ia tahu sebabnya, ia segera melompat
turun.
Baharu saja tubuh Pek Tong sampai ditanah, ia segera mendengar ada seorang yang berkata
demikian : ----Siapa janq bikin ular-ularku pada lari ketakutan ?
Bertepatan dengan itu, dari dalam rimba segera keluar seorang yang memegang Tjoa Tiang atau
tongkat ular. Orang itu yang begitu melihat Tjioe Pek Tong lantas membentak :
---Enqkau rupanya yang membikin takut kepada sekalian ular-ularku itu, siapa kau ?
--- Siapa kau ? ---- Pek Tong balas bertanya dengan tidak mengacuhkan pertanyaan orang itu.
---- Aku Ouwyang Hong ! ---Jawab orang itu.
---- Aku Ouwyang Hong, eh bukan .. Aku Tjioe Pek Tong ! Pek Tong menyebutkan namanya.
---- Apa maksudmu datang kemari ? --- Tanya Ouwyang Hong lagi.
--- Apa pula tujuanmu datang ketempat ini ? --- Balas tanya Pek Tong.
---- Menggiring ular ! Kata Ouwyang Hong dengan tak sabar.
? Kalau aku menggiring kaki ! Kata Pek Tong.
Dipermainkan begitu Ouwyang Hong jadi habis sabar, ia segera menyodokkan Tjoa Tiangnya
keulu-hati Pek Tong. Tapi serangan itu dengan mudahnya dapat diegosi oleh Pek Tong, sambil dari
mulutnya tetap meng-olok-olok : --- Tidak kena, serangan macam begitu masih dipergunakan untuk
menyodok orang.
Diejek begitu Ouwyang Hong jadi sangat gusar, tapi anehnya ia tidak melakukan serangan lagi,
namun hanya berdongko, kemudian mengambil posisi seperti kodok. Sambil memajukan tangannya,
dari mulutnya tak hentinya mengeluarkan suara ?Kok" ?Kok" ,,Kok" dan kemudian berseru : ---kau
rasai Ha-mo Kong-ku!Pek Tong merasa heran akan perbuatan Ouwyang Hong itu, tapi begitu melihat Ouwyang Hong
memajukan tangannya dan berbareng dengan itu ada sebuah samberan angin yang amat kencang,
cepat-cepat Pek Tong berjumpalitan, tapi tak urung kepalanya terkena angin pukulan itu, sehingga
kepalanya menjadi sangat pusing.
Baiknya pada saat itu Ouwyang Hong hanya hendak memberi sedikit pengajaran kepada Tjioe Pek
Tong, sehingga ia tidak menggunakan sepenuh tenaganya. Disamping itu pada saat itu Ouwyang
Hong baharu berhasil mempeladjari 2/3 dari seluruh pelajaran ilmu Ha-mo atau kodok buduk itu.
Sehingga walaupun kepala Tjioe Pek Tong terkena samberan angin dari ilmu Ha-mo Kong itu,
namun Pek Tong hanya merasa pusing untuk sementara, sesaat kemudian pusingnya itu telah hilang.
Tapi ia ber-pura-pura tengkurep (meniarap) diatas tanah, Kemudian dengan per-lahan-lahan ia
merangkak, tapi Pek Tong tidak lantas bangun, hanya dari mulutnya ia memperdengarkan suara
?keok" ?keok", sambil kemudian sambil menggerakkan sepasang tangannya ia berseru : --- Ouwyang
Hong, kau rasai Kee-kong-ku!
Ouwyang Hong yang sedang memperhatikan tingkah laku yang aneh dari Tjioe Pek Tong, tahutahu terasa olehnya ada sebuah tenaga yang mendorong tubuhnya, sehingga tak kuasa baginya
untuk berdiri tetap, tubuhnya segera mundur kebelakang sampai beberapa tindak jauhnya.
Ternyata yang dinamakan Kee Kong (ilmu ayam) oleh Tjioe Pek Tong hanyalah kepandaian Lweekang se-mata-mata. Tadi ia senga-dja merangkak, kemudian ketika ia pukulkan tangannya kemuka,
ia barengi menggerakkan tenaga Lwee-kang kesepasang telapak tangannya.
Sedangkan Ouwyang Hong mengira benar bahwa Tjioe Pek Tong melatih ilmu Kee Kong. maka ia
jadi tidak berani memandang hina pada lawannya lagi dan disamping itu timbullah maksud kedjinya.
Ouwyang Hong segera memberi isyarat kepada ular-ularnya untuk menyerang diri Tjioe Pek Tong.
Ular-ular itu bagaikan juga serombongan tentara, begitu mendapat isyarat dari Ouwyang Hong,
mereka segera berpencar, yang kemudian mengurung diri Pek Tong.
Sedangkan Pek Tong yang mengetahui kelemahan ular-ular itu. ia berusaha hendak membuang air
kecil. Tetapi apa celaka air kecilnya tidak mau keluar. sedangkan ular-ular itu makin lama makin
mendekati dirinya. Keadaan itu membuat Pek Tong jadi gugup, dari gugup kemudian berobah
menjadi ketakutan. Ular-ular itu bertambah dekat djua. Demikian takutnya. sehingga akhirnya Pek
Tong kembali ter-kencing-kencing. Dengan sendirinya ular-ular yang tadinya sudah hampir mencapai
sasaran, mendadak mereka mencium sesuatu bau-bauan, sehingga tak kuasa mereka berdiam
terlebih lama disitu, maka mereka segera mundur dengan tak teratur.
Dalam pada itu Tjioe Pek Tong yang masih dikuasai oleh perasaan takut, dengan menggunakan
ketika ular-ular itu sedang kalut, ia segera melompat keluar dan lari Sampai disuatu saat Pek Tong tiba sesudah menaroh Pauw-hoknya, Pek Tong lantas
menceburkan diri guna membersihkan diri.
Melihat kejadian itu Ouwyang Hong jadi tertawa ter-bahak-bahak. tapi ia tidak mengejar.
* ** Ternyata dulu Ouwyang Hong setelah tak dapat memaksa Giok Tong Tjin-djin untuk mengajarinya
inti dari ilmu Lweekang, ia menjadi masygul sekali. Waktu ia tiba dipegunungan Ai Lo-san, mendadak
ia melihat setumpukan telur ular, dengan tak pikir panjang lagi ia segera mengeluarkan sehelai kain
dari dalam buntalanny guna membungkus telur-telur itu. Kemudian cepat-cepat ia membawanya ke
Peh To-san.
Sesampainya di Peh To-san Ouwyang Hong mendapat kabar dari pembantunya bahwa kakaknya,
Ouwyang Lieh, telah mati akibat serangan dari suatu penyakit menular. Di-samping Ouwyang Lieh
juga ada beberapa pembantu Ouw-yang Hong yang terkena serangan penyakit itu, sehingga
sebagian besar dari mereka telah meninggal dunia. Mendengar berita sedih itu Ouwyang Hong jadi
menangis ter-seduh-seduh.
Baharu setelah lewat agak lama Ouwyang Hong berhenti menangis.
Sedangkan telur-telur ular yang didapatnya dari Ai Lo-san itu, disimpannya kedalam sebuah goa
batu yang ditutup rapat.
Tak selang beberapa hari, Ouwyang Hong segera membuka pintu goa itu, maka terlihatlah bahwa
didalam goa itu terdapat banyak anak ular, tapi tampaknya anak-anak ular itu bukanlah terdiri dari
sejenis saja.


Lima Djago Luar Biasa Sia Tiauw Gwa Toan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mulai dari saat itu Ouwyang Hong melatih ular-ular itu, sehingga binatang-binatang itu sangat
menurut perintahnya. Pada suatu waktu ketika ia sedang mem-balik-balik Ngo Tok Tjin Keng,
rnendadak ia melihat dibelakang tiap-tiap lembar dari kitab itu terdapat suatu keanehan. Karena
dihalaman itu juga se-akan-akan terdapat tulisan. Ketika ia melihatnya dengan memutar balikan Tjin
Keng itu, segera terlihatlah sebuah judul ?Ha-mo Kong'', dibawah judul itu segera tertera cara-cara
untuk mempelajari ilmu itu. Disamping itu disitu juga tertera cara bagaimana menggunakan sebuah
Tiang atau pentungan.
Sejak saat itu Ouwyang Hong mempelajari kedua macam ilmu.
Adalah pada beberapa tahun kemudian waktu ia sedang menggiring ular, ketika tiba dikaki
pegunungan Siong-san, ia lantas beristirahat. Kebetulan pada saat itu Tjioe Pek Tong tiba disitu.
Manakala ia melihat mendadak ular-ularnya pada lari ketakutan, ia segera menyelidiki sebabsebabnya dan kemudian terjadilah peristiwa sebagaimana telah dituturkan dibagian atas dari cerita
ini. Ketika Ouwyang Hong melihat sepak-terdjang Tjioe Pek Tong, yang walaupun ilmu silatnya tinggi,
tapi kelakuannya seperti orang tolol-toloan, ia jadi ingin mempermainkannya lagi .
Tjioe Pek Ton,g yang setelah selesai menukar pakaian, rasa takutnyapun telah mulai hilang. Tapi
kini sebagai gantinya tubuhnya terasa agak lemas, maka sambil menenteng buntalan, ia menuju
kesebuah pohon yang agak rindang daunnya, kemudian mengasoh dibawahnya. Tapi mendadak
pohon yang ia senderi itu roboh, Pek Tong segera melompat ke-samping. Tak tahu ia mengapapohon itu roboh tanpa sebab. Tapi dasar Pek Tong seorang yang tidak mau berpikir, ia kembali
senderkan dirinya kesalah sebuah pohon lainnya. Namun tak lama kemudian pohon itu juga roboh
secara mendadak.
Setelah berhasil menyingkirkan diri, Pek Tong sekarang mulai merasa curiga, kalau-kalau ada
orang yang sedang menggoda dirinya.
Tiba-tiba didalam hutan yang berada dihadapannya terdengar orang tertawa dingin, cepat-cepat
Pek Tong membentangkan ilmu mengentengi tubuhnya menuju ketempat dimana suara itu berasal.
Tapi begitu dirinya sampai ketempat itu. Pek Tong segera mundur kembali, hampir saja ia lari.
Ternyata begitu sampai didepan hutan, Pek Tong bukannya melihat orang yang mengeluarkan
tertawa dingin tadi. tapi ia menampak serombongan ular.
--- Aneh. mungkinkah ular dapat tertawa dingin seperti manusia ? --- Diam-diam Pek Tong berpikir ---- Ah tak mungkin, kalau binatang sudah dapat bicara, dunia ini benar-benar sudah terbalik.
Selagi Pek Tong berpikir begitu, tiba-tiba kembali ia mendengar suara orang tertawa dingin lagi.
Dan suara itu kali ini berasal dari hutan disebelah kiri dirinya.
Dengan adanya pengalaman seperti tadi, Pek Tong tidak mau menghampiri lagi.
---- Seram benar tempat ini, rupanya disini terdapat siluman ! Baik aku cepat-cepat berlalu dari sini.
--- Setelah berpikir demikian, Pek Tong cepat berlalu dari tempat itu.
Tetapi hutan itu bukan saja sangat luas daerahnya pun panjang sekali. Disepanjang jalan beberapa
kali Pek Tong mendengar suara tertawa dingin. Untuk menghampiri asal suara itu ia tidak berani,
sebab ia takut bertemu dengan rombongan ular lagi. Maka Pek Tong segera mempercepat
langkahnya. tapi anehnya suara tertawa dingin itu se-akan-akan bayangan dirinya saja, terus
mengikutinya. Sampai akhirnya Pek Tong saking bohwatnya ia menjadi sangat marah : ? Hai kamu
mengikuti aku mau apa ? Kamu sebenarnya orang atau setan ?
---- Huem-huem, aku adalah Yauwkoay, sekarang aku sedang lapar, aku hendak memakan
dagingmu. Pek Tong, Pek Tong, akan kukeset kulitrnu, kuhirup darahmu, sisah dagingmu akan
kusembahkan kepada ular-ular ..... huem . Huem .
Begitu mendengar nama ular di-sebut-ular, rasa takut segera menyerang diri Pek Tong lagi, maka
ia segera melarikan diri lagi.
Tapi ?Yatiwkoay- itu tetap mengikuti terus. Pek Tong jadi semakin takut, larinya bertambah cepat,
tapi keadaan itu tak berjalan lama, karena sesaat kemudian suara ter-tawa dingin itu sudah tidak
terdengar lagi. Kini baharulah hati Pek Tong menjadi agak legah, ia segera perlahankan langkahnya.
setelah ia berdjalan sesaat lagi. tibalah ia disebuah pohon yang bukan saja rindang daunnya, Pek
Tong mengasoh dibawah pohon itu. Namun ia baru saja duduk, kembali ia mendengar orang tertawa
dingin. Saking khekienya Pek Tong lupa akan rasa takut, ia segera berteriak :
--- Hai Yauwkoay, lekas kau perlihatkan diri !
--- huem, huem, Pek Tong, Pek Tong, rupanya engkau sudah bosan hidup, oi betapa senangnya ularular ikut padaku ketika melahap dagingmu, sekarang kebetulan aku sedang haus, akan kuhirup
darahmu. Huem, huem ..
Pek Tong kembali terkejut ketika mendengar perkataan ular, baru saja ia hendak melarikan diri
lagi, mendadak pikiran lain : --- Barang kali Yauwkoay itu sengaja hendak menakut-nakuti akudengan, ular itu ! --- Setelah berpikir begitu Pek Tong lantas berteriak: --- Hai Yauwkoay, kalau
engkau mau minum darahku, lekas kemari !
--- Huem, huem, Pek Tong, Pek Tong, kalau engkau mau mati, lekas keniari ! ---- Kata ?Yauwkoay"
itu lagi.
Walau hati Pek Tong merasa sangsi, tapi karena didorong oleh rasa ingin tahu yang amat sangat.
per-lahan-lahan ia menghampiri juga. Begitu
ia melihatnya, muka Pek Tong segera berobah menjadi pucat, cepat ia membalikkan tubuhnya dan
lari ..
----- Huem, huem, Pek Tong, Pek Tong mengapa kau lari ?
Rupanya engkau masih sayang dengan djiwamu .. huem . huemmm .
Ternyata begitu Pek Tong melongok, segera terlihat olehnya bahwa didepannya berdiri seorang
?Yauwkoay'', lidah ?Yauwkoay" itu menjulur keluar, sedang mata jejadian tersebut tampak meletos
seperti mata ikan mas-koki, disamping itu rambutnya awut-awutan, dimukanya terdapat sebuah luka
seperti bacokan. Sehingga romannya amat menakutkan. tapi yang paling ditakuti oleh Tjioe Pek Tong
adalah bahwa dibelakang Yauwkoay itu ada serombongan ular, sehingga begitu melihat Pek Tong
segera melarikari diri.
Sambil membuka kedoknya ?Yauwkoay" itu telah berkata lagi : --- Pek Tong, Pek Tong, kenapa kau
begitu tolol. Pek Tong, Pek
Ternyata Yauwkoay itu bukan jejadian yang sebenarnya, itu hanya samaran Ouwyang Hong saja.
Pek Tong masih terus lari
* ** PARA pembaca yang kami hormati, sebelum meneruskan cerita ini, baik kita menengok agak
kebelakang sebentar.
Pada 20 tahun yang lalu, dipesisir propinsi Kwan-tong terdapat sebuah desa, Sam In-tjoen,
demikian nama desa itu.
Tak heran kiranya bahwa penduduk disitu kebanyakan menuntut penghidupan sebagai orangorang nelayan.
Adapun yang menjadi Tjoen-tjoe atau kepala kampung didesa itu bernama Oey Tjian Tong. Ia
mempunyai seorang putera tunggal yang diberi nama Oey Yok Soe. Pada saat itu Yok Soe telah
berusia 10 tahun. Anak ini bukan saja sangat nakal, bandel, adatnyapun keras sekali. Oey Tjian Tong
paling bohwat menghadapi anaknya yang cuma satu-satunya itu.
Pada suatu hari ketika Yok Soe sedang ber-main-main dengan kawan-kawannya dipesisir, tiba-tiba
dari kejauhan tampak menda-angi seorang Todjin (iman). Ketika tiba didepan anak-anak itu, Todjin
tersebut se-akan-akan tertarik kepada permainan anak-anak itu, ia lantas menghentikan langkahnya
dan memperhatikan tingkah-laku mereka. Ia melihat diantara sekian banyak anak-anak itu adalahseorang yang rupanya menjadi pemimpin dari rombongan anak-anak itu, sehingga matanya terus
ditujukan didiri anak itu.
Satu waktu ketika anak itu berpaling, ia segera melihat bahwa dirinya sedang diperhatikan oleh
seorang iman, yang masih asing baginya. Ia mengira bahwa iman itu hendak mencari orang, maka
anak itu Iantas mendekatinya.
--- Totiang hendak mencari siapa ? --- Demikian tanya anak itu setelah berada dihadapan siiman.
---- Tidak, aku hanya kebetulan lewat disini. Karena aku
(Bersambung)Kolektor E-Book adalah sebuah wadah nirlaba bagi para
pecinta Ebook untuk belajar, berdiskusi, berbagi
pengetahuan dan pengalaman.
Ebook ini dibuat sebagai salah satu upaya untuk
melestarikan buku-buku yang sudah sulit didapatkan di
pasaran dari kepunahan, dengan cara mengalih mediakan
dalam bentuk digital.
Proses pemilihan buku yang dijadikan objek alih media
diklasifikasikan berdasarkan kriteria kelangkaan, usia,
maupun kondisi fisik.
Sumber pustaka dan ketersediaan buku diperoleh dari
kontribusi para donatur dalam bentuk image/citra objek
buku yang bersangkutan, yang selanjutnya dikonversikan
kedalam bentuk teks dan dikompilasi dalam format digital
sesuai kebutuhan.
Tidak ada upaya untuk meraih keuntungan finansial dari
buku-buku yang dialih mediakan dalam bentuk digital ini.
Salam pustaka!
Team Kolektor E-BookSIA TIAUW GWA TOAN
(Lima Djago Luar Biasa)
Jilid 4 (TAMAT)
Ditutur : Indradjaja
Penerbit : Setia Kawan Djakarta
Pustaka Koleksi : pak Gunawan AJ
Image Source : Awie Dermawan
Converter to EYD : Eddy Z
Des 2018, Kolektor - EbookHarga Rp. 17,50
S I A T I A U W G W A T O A N
(VIII)
,,Tidak, aku hanya kebetulan lewat disini. Karena aku merasa tertarik akan permainan kamu, aku
jadi berhenti sebentar. Apa yang sedang kamu cari ?"
?Kulit Keong." Jawab anak itu dengan cepat.
?Ohhh, siapa namamu ?" Tanya iman itu lagi.
?Oey Yok Soe !"
?Sukakah engkau akan permainan sulap ?"
?Suka, suka." Jawab Yok Soe tanpa berpikir lagi.
?Mari ikut aku !" Ajak iman itu.
Dengan tanpa curiga Yok Soe mengikuti iman itu.
Dalam pada itu teman-teman Yok Soe yang lainnya, ketika melihat Yok Soe mengikuti seorang
iman asing, mereka jadi curiga, beramai-ramai mereka menguntit dari belakang.
Sedangkan si-iman yang melihat dirinya diikuti oleh sekian banyak anak-anak, ia jadi tak sabar,
dengan kecepatan luar biasa ia samhbr tubuh Yok Soe, kemudian sambil rnengempitnya ia lari
kedepan.
Melihat keiadian itu teman-teman Yok Soe sambil mengejar terus berteriak : ?Ada culik, ada
culik."
Ketika itu Yok Soe baharu mendusi bahwa iman ite tidak bermaksud baik terhadap dirinya, ia
segera berontak, tapi biar bagaimanapun, tubuhnya tetap tidak bisa lepas dari kempitan si-iman
asing itu.
Langkah si-Toodjin ternyata amat cepat, sebentar saja ia telah lenyap dari pandangan anak-anak
yang mengejarnya.
Walaupun telah berada diluar kampung, namun Too-djin itu masih tetap lari kemuka. Sampai
kira-kira waktu lohor, mereka tiba diluar kota Siang-tjin, salah sebuah kota kecil yang terletak
dibagian tenggara dari propinsi Kwan-tong.
Sebelum memasuki kota, Toodjin itu segera menotok jalan darah ?Ah Hiat" atau ?Jalan darah yang
menggagukan" dan ?Djoan Ma Hiat" (jalan darah yang melemaskan)-nya Yok Soe.
Baharu setelah itu dengan pura-pura menggendong Yok Soe ia memasuki pintu kota. Ketika
ditanya olrh penjaga kota itu, Toodjin itu segera mengatakan bahwa anak yang digendongnya itu
adalah anak kenalannya yang meminta tolong kepadanya untuk membawa keseorang sinshe yang
tinggal didalam kota tersebut Sesampainya didalam kota, Toodjin itu segera nyewa sebuah kamar.
Sehabis mengikat kaki tangan serta menyumpal mulut Yok Soe dengan sebuah kain, ia segera
membebaskan anak she Oey itu dari pengaruh totokan.
Setelah menyalakan lampu, si-Toodjin keluar kamar, seraya mengunci pintu kamar dari luar.
Hati Yok Soe disamping gunda, cemas iapun menjadisangat takut, maklum ia adalah seorang anak
yang baharu berumur sepuluh tahun, tapi ia tidak menangis. Walau ia berontak bagaimanapun,
namun tali pengikat dirinya demikian kuatnya, sehingga ia tak berdaya untuk memutuskannya.
Malam kian larut juga, tapi Yok Soe tetap belum dapat melepaskan diri. Hati Yok Soe semakin lama
jadi semakin bingung. Pada suatu ketika mendadak matanya melihat lampu minyak yang letaknya
dekat dengan pembaringan. Ia segera bergulingan, ketika tubuhnya telah dekat dengan lampu
minyak itu, ia lalu mengangkat kedua kakinya, sehingga dengan demikian tambang pengikat kakinya
putus, tapi tak urung kaki Yok Soe terbakar sedikit.
Setelah kakinya bebas, Yok Soe segera turun dari pembaringan dan menghampiri pelita, dengan
cara yang sama tali pengikat tangan Yok Soe itupun terlepaslah.
Tapi kini yang menjadi persoalan bagi Yok Soe ialah, cara bagaimana ia harus keluar dari kamar
itu. Dari pintu terang tidak mungkin.. Mendadak Yok Soe ingat akan jendela, tapi ketika ia melihat
kearah itu, ia segera melihat bahwa jendela itu juga tertutup.
Dengan adanya hal itu hati Yok Soe kembali menjadi cemas, malah kini lebih cemas dari yang
semula. Bagaimana kalau Toodjin itu keburu kembali ? Ia pasti akan kena ditawan lagi.
Selagi Yok Soe bingung dan cemas, mendadak pintu kamar itu terbuka dan masuklah Toodjin yang
membawa Yok Soe tadi.
Yok Soe begitu melihat si-Toodjin telah kembali lagi, hatinya jadi memukul keras.
Dengan tidak ber-kata-kata Toodjin itu segera duduk. Kemudian dengan wajah yang menyeramkan
ia pandang bocah she Oey itu sambil memperdengarkan tertawa dinginnya.
Tubuh Yok Soe jadi menggidik saking takutnya.
Sesaat kemudian Toodjin itu bangkit dan per-lahan-lahan menghampiri Yok Soe. Setindak demi
setindak bocah she Oey ini mundur, sampai akhirnya ia kepepet ditembok.
SiToodjin terus saja menghampiri Yok Soe, makin dekat makin dekat.
Setelah jarak mereka, antara 2 depa lagi, si-Toodjin mengulurkan tangannya, maksudnya ialah
hendak mencekek leher Yok Soe. Tapi mendadak terdengar pintu berdejit dan berbareng dengan itu
terlihat seorang jongos masuk kedalam kamar sambil membawa baki makanan.
Ternyata tadi ketika Toodjin itu masuk kedalarn kamar, ia hanya merapatkan pintu saja, lupa
menguncinya.
Untuk sementara waktu terpaksa Toodjin itu membatalkan niatnya, ia segera menghampiri
jongos. Ketika Toodjin itu hendak mengambil baki makanan itu, mendadak tubuh si jongos limbung
kedepan sedang baki yang, sedang dipegangnya jadi terlepas, sehingga sayur yang masih panas itu
jadi menyiram muka si-Toodjin.Kejadian itu membuat si-Toodjin jadi gelagapan, cepat-cepat ia menyekah mukanya. Ketika
menengok kearah dimana Yok Soe tadi berdiri, si-anak she Oey itu ternyata sudah tiada lagi didalam
kamar itu.
Kejadian itu membuat si-Toodjin jadi menyesal berbareng mendongkol, maka kemudian dengan
tidak mengatakan suatu apa, ia segera menggaplok si-jongos. Kasihan jongos itu yang begitu kena
ditampar, tubuhnya jadi terjengkang jatuh dan giginya rontok empat buah. Baharu sesaat kemudian
dengan per-lahan-lahan si-jngos merayap bangun sambil memegang pantatnya.
Ternyata Yok Soe dengan rnenggunakan kesempatan ketika Toodjin itu menghampiri si-jongos
guna mengambil baki makanan, Yok Soe segera menarik kaki kanan jongos itu seraya membarengi
menjoroki tubuhnya. Lalu cepat-cepat ia lari keluar kamar.
Adapun si-Toodiin setelah menggaplok jongos itu, segera lari keluar guna mengejar Yok Soe, tapi
Yok Soe sudah tidak terlihat batang hidungnya lagi.
Si-Toodjin jalan terus keluar hotel, maksudnya ialah hendak menangkap kembali anak she Oey itu.
Toodjin itu berasal dari partai Kong Tong, bergelar Tan Thong Toodjin. Pada saat yang terakhir ini,
ia hendak membuat semacam obat mujarab, jaitu bila seseorang yang memakan obat itu, orang
tersebut bisa hidup sampai ber-abad-abad lamanya. Untuk merampungkan obat itu, diperlukan
sebuah hati anak kecil.
Yok Soe adalah anak pertama didapatnya, tapi sebelum ia berhasil membawa ke Leng In To, yaitu
pulau dimana Tan Thong menetap, Yok Soe telah herhasil melarikan diri, maka kejadian itu membuat
si-Toodjin jadi sangat gusar. Ia bertekad biar bagaimana juga ia harus dapat menangkap anak itu,
yang telah menyiram mukanya dengan kua panas.
Tapi setelah ia mengejar sesaat, masih juga belum berhasil menemui Yok Soe, hatinya jadi
semakin khekie.
Dilain pihak, Yok Soe setelah berhasil lari keluar dari kamar itu, ia tidak langsung lari keluar
rumah penginapan itu, hanya bersembunyi dibelakang sebuah tiang. Baharu setelah melihat siToodjin mengejar sampai keluar rumah penginanan. Yok Soe baru beranikan dirinya dan melarikan
diri dengan mengambil j-lan yang berlawanan dengan jalan yang diambil oleli si-Toodjin.
Kala itu telah menjelang senja. Yok Soe masih saja meneruskan perjalanan dengan tak bertujuan.
Tak lama kemudian malampun tibalah. Pada saat itu Yok Soe telah tiba ditepi sebuah rimba. Yok
Soe segera mengasoh dibawah sebuah pohon. Saking lapar dan cape, sesaat kemudian Yok Soe jadi
ketiduran dibawah pohon itu.
Entah telah Iewat beberapa lama, mendadak anak she Oey itu mendusi dari tidurnya, sebab
kupingnya mendengar bahwa ada semacam teriakan aneh yang menyeramkan serta bunyi lainnya
lagi, entah bunyi apa.
Terdorong oleh rasa ingin tahu, Yok Soe segera menghampiri asal suara itu.
Suara itu terdengar bagaikan berasal dari tempat yang berdekatan dengan tempat Yok Soe
mengasoh, tapi ketika Yok Soe menghampiri, biar ia telah berjalan beberapa jauh, tapi belum juga
dapat mencapai asal suara itu. Setelah ia berjalan kira-kira seperempat jam, ia baharu bisa sampai
ketempat yang dituju.Yok Soe lalu mengintai dari sela-sela daun, segera terlihat olehnya bahwa didepan matanya
terbentang sebuah lapangan yang agak luas. Disana-sini lapangan itu terdapat banyak sekali batubatu yang menonjol.
Di-tengah-tengah lapangan itu terdapat sebuah batu besar yang datar. Diatas batu itu terdapat
beberapa tengkorak kepala manusia. Sedang disamping batu besar itu berdiri seorang yang beroman
aneh. Kepala orang itu botak di-tengah-tengah, sedang rambut yang berada disekitarnya dibuat
demikian, seperti juga serat halus yang menyocoki kepalanya.
Hidung orang itu sangat besar dan mulutnya tonggos. Diatas bibirnya ditumbuhi oleh kumis yang
jarang-jarang, seperti kumis kucing. Sedang didagunya ditumbuhi jenggot yang jarang-jarang pula,
entah seperti jenggot apa?
Pakaiannyapun aneh, karena pakaian itu hanya ber-lengan sebelah, yaitu bagian kiri saja. Tapi
mata orang itu sangat bersinar.
Mendadak sambil mengeluarkan bentakan yang menyeramkan, orang aneh itu segera
menusukkan kelima jali tangan kirinya kesalah satu batok kepala yang berada didepannya.
Sungguh kuat jari-jari tangan orang itu serta hebat gerakannya, karena begitu kelima jari tangan
sampai, segera menembusi batok kepala itu.
Tapi rupanya orang aneh itu belum puas dengan hasil yang telah dicapainya itu. Kembali ia
mengeluarkan teriakan yang menyeramkan, kali ini kelima jari tangan kanannya diarahkan salah
sebuah tengkorak yang lainnya dan kembali tembus !


Lima Djago Luar Biasa Sia Tiauw Gwa Toan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sesaat kemudian si-orang aneh itu baharu mencabut jari-jarinya dari batok kepala manusia itu.
Diatas batok kepala itu segera terdapat lima liang.
Yok Soe jadi kesimah ketika melihat kejadian yang aneh serta mengerikan itu.
Terlihat sekarang bahwa batok kepala orang yang sudah dibolongi diletakkan dipinggir, lalu siorang aneh itu mengambil pula dua buah tengkorak yang baharu.
Kemudian si-orang aneh mengulangi lagi perbuatannya. Kali ini malah terdengar keretekan tulang,
maka dapat dibayangkan bagaimana tingginya Gwakang orang itu.
Yok Soe jadi semakin terpaku ketika menyaksikan keadaan itu.
?Hai orang yang sedang bersembunyi didalam rimba, lekas perlihatkan dirimu. Bila tidak akan
kuhantam kau biar mampus !" Baharu saja anak she Oey ini hendak keluar dari tempat sembunjinya,
mendadak telah ada sebuah bayangan orang yang dengan ringannya melesat dan turunnya tepat
didepan orang aneh yang sedang berlatih itu.
?Sudah lama aku mencarimu, tapi baharu sekarang aku berhasil menemui jejakmu. Lekas kau
kembalikan patung yang kau rampas dulu !" Kata orang yang baru datang itu begitu sampai.
Pada mulanya si-orang yang sedang berlatih agak terkejut ketika melihat kedatangan orang itu,
tapi ia segera dapat menenangkan dirinya kembali. ?Itu bukan urusanmu !" Katanya kemudian
dengan suara lantang.
?Hmm berani kau berkata begitu. Aku selaku Sutee dari gurumu, ? yang telah kau bunuh dengan
menggunakan cara yang rendah dan keji ? aku berhak menuntut balas akan sakit hati Suhengku itu
terhadap seorang muridnya yang murtad !" Kata orang itu dengan gusarnya.?Tak malukah orang semacammu ini mengaku sebagai Susiokku; sedangkan kepandaianmu belum
tentu bisa menandingi kebisaanku !" Ejek orang itu.
?Dasar orang rendah !" Bentak orang yang baru datang dengan gusarnya.
Rupanya orang yang sedang melatih itu tidak mau orang mengatakan bahwa dirinya adalah
seorang yang rendah, maka begitu mendengar perkataan itu, ia jadi sangat gusar dan segera
menerjang kediri musuhnya seraya membuka kelima jari tangannya guna dicengkeramkan ketangan
orang yang baharu datang itu.
Sedang orang yang diserang tetap berlaku tenang. Sampaipun ketika serangan itu hampir
mengenai kepalanya, orang itu tetap berdiam diri.
Si-penyerang jadi sangat terperanjat mana kala ketika merasa cengkeramannya bagaikan
mengenai kapas. Kejadian itu membuat ia heran berbareng terperanjat.
?Cengkeraman macam begitu saja berani kau pertunjukkan dihadapanku. Kalau mau
mencengkeram orang seharusnya begini !" Ejek orang itu. Sehabis mengejek begitu orang itu segera
menggerakkan tangannya, segera terdengar suara keretekan, suara itu terdengar lebih tajam dan
lebih membisingkan pendengaran. Lalu dengan kecepatan luar biasa ia cengkeramkan ke-diri lawan.
Orang yang diserang ternyata dapat berlaku lincah, dengan sekali melompat kepinggir, dengan
begitu ia berhasil meloloskan diri dari cengkeraman.
Si-penyerang rupanya tidak mau mengasi hati, begitu melihat cengkeramannya yang pertama
tidak dapat membinasakan keponakan muridnya, ia susulkan cengkeraman yang berikutnya.
Serangan itu dilakukan cepat luar biasa, walau orang yang diserang telah mencoba sedapat mungkin
untuk meloloskan diri, tapi tak urung kepalanya kena ditoblosi oleh kelima jari tangan orang yang
menjadi Soesioknya. Darah bercampur dengan otak segera mengalir keluar dari batok kepala
manusia yang malang itu. Maka tak ampun lagi orang yang kena di-cengkeram itu jadi mati seketika
itu juga.
Sedang orang yang satu lagi, setelah berhasil membunuh lawannya, lantas perdengarkan tertawa
besar yang mengerikan dan membisingkan setiap orang yang mendengarnya.
Dalam pada itu Yok Soe segera menutup kupingnya, tapi tak urung suara itu masih terdengar juga.
Baharu sesaat kemudian orang itu menghentikan tertawanya. Lalu menghampiri mayat orang yang
baru di-bunuhnya tadi dan memeriksa seluruh tubuh mayat itu. Sebagai hasilnya ia menemukan
sebuah patung, jaitu patung Djielayhoed atau Sang Buddha.
Orang itu segera membulak-balik tubuh patung itu, rupanya ia bermaksud hendak membuka
patung itu, tapi tak dapat. Begitulah orang tersebut berbuat demikian untuk sesaat lamanya, namun
tetap ia tak dapat membuka patung itu.
Mendadak rupanya ia ingat akan suatu hal, cepat-cepat ia simpan patung itu kedalam jubahnya
dan membentak : ?Siauw-tjoe, lekas keluar !"
Yok Soe yang menginsyafi bahwa dirinya telah phoa-tang (diketahui) oleh orang itu, ia terpaksa
keluar dari tempat sembunyi, walau hatinya agak takut. Tapi ia tidak berani menghampiri orang itu,
?Bocah, kemari kau !'' Panggil orang itu.
Terpaksa Yok Soe menghampiri si-pemanggil walau dengan hati ragu-ragu dan takut.?Apa maksudmu datang kemari ?" Tanya orang itu.
Yok Soe segera menceritakan pengalamannya kepada orang itu.
?Bohong !" Bentak orang itu.
?Bila Lootjianpwee tidak mau percaya, ya sudah."
Kata Yok Soe agak mendongkol karena orang tidak mau percaja ceritanya.
?Siapa yang mau percaya akan obrolanmu. Terang tadi engkau sedang mencuri lihat permainan
keponakan muridku yang murtad itu."
,,Sudah kukatakan tadi, bahwa selagi aku tidur pules didepan hutan ini, mendadak aku mendengar
suara ke-retekan tulang dan bentakan tajam yang membising-kan kuping. Didorong oleh rasa ingin
tahu, aku jadi datang ketempat ini." Kata Yok Soe lagi.
Orang itu ketika melihat cara bicara serta roman Yok Soe yang sungguh-sungguh, ia jadi mau
mempercayai ke-terangan anak she Oey itu.
?Menurutmu, ilmu silat siapa yang lebih hebat, aku atau keponakan muridku yang murtad itu !"
Tanya orang itu kemudian.
Walaupun usia Yok Soe masih sangat muda, tapi ia adalah seorang anak yang cerdik, maka begitu
ditanya demikian, ia segera mengetahui maksud sipenanya.
?Tampaknya kepandaian Lootjianpwee lebih tinggi beberapa ratus kali lipat dari orang itu." Yok
Soe secara ber-lebih-lebihan.
Orang itu ketika mendengar kepandaiannya dipuji, walaupun pujian itu agak ber-lebih-lebihan,
tapi hatinya menjadi suka kepada anak itu.
Orang yang dipuji oleh Yok Soe itu berasal dari Tjeng Shia Pay, salah sebuah cabang persilatan
yang agak menyeleweng dan kejam dalam melakukan sesuatu. Maka tak heran, ilmuilmu yang
berasal dari cabang itu bersifat keji. Nama orang itu adalah In Kong Loei. Sedang orang yang dibunuh
olehnya memang benar keponakan muridnya.
Kira-kira pada beberapa waktu berselang, keponakan muridnya itu dengan cara yang rendah serta
keji membunuh gurunya sendiri, jaitu Soeheng In Kong Loei. Soeheng Kong Loei itu mati diracuni
oleh muridnya sendiri.
Adapun maksud keponakan murid Kong Loei membunuh gurunya se-mata-mata hanya untuk
mendapatkan patung Djielahoed.
Tapi apa lacur, Hoan In Tjeng, demikian nama keponakan murid Kong Loei itu, walaupun akhirnya
mendapatkan patung itu, tapi ia tidak berdaya untuk mendapat catatan yang di-idam-idamkannya.
Biar bagaimana In Tjeng berusaha sekeras tenaga, tapi ia tetap tidak ber-daya untuk membuka
patung itu, yang ternyata dibuat dari bahan-bahan yang keras dan ulet.
Ketika Soehengnya dibunuh, Kong Loei sedang pergi mengembara. Adalah kemudian ketika ia
mengetahui hahwa Soehengnya telah mati terbunuh oleh keponakan muridnya sendiri, ia segera
mencari In Tjeng. Berkat usahanya yang keras dan tak kenal apa arti cape, akhirnya ia berhasil juga
menemui jejak In Tjeng dan membunuhnya sekali.Kong Loei adalah seorang yang paling suka dirinya disanjung dan dipuji orang, maka kini ketika
mendengar kepandaiannya dipuji setinggi langit oleh Yok Soe, ia jadi suka terhadap anak itu.
Kemudian setelah mengobrol kebarat dan ketimur, ia jadi semakin suka kepada si-anak she Oey yang
bisa mengambil hati itu.
Dimana rurnahmu ?" Tanya Kong Loei pada akhirnya.
Walaupun Yok Soe seorang bocah, tapi ia seorang yang tajam ingatannya, maka ia segera
menyebutkan desanya kepada Kong Loei.
"Mari kuantar pulang !" Kata Kong Loei.
Yok Soe manggut tak berkata.
Begitulah dengan menggendong Yok Soe, Kong Loei melakukan perjalanan sambil ber-Iari-lari.
Ccpat lari orang she In ini, karena sebentar saja Sam In-tjeen didepan, ketika mereka hendak masuk
ke-dalam kampung itu, mendadak dari belakang ada yang membentak : ?Saudara yang berada
didepan berhenti !"
Kong Loei segera menghentikan langkahnya dan membalikkan tubuhnya. Yok Soe yang berada
digendongan Kong Loei segera melihat bahwa orang yang membentak adalah Toodjin yang pernah
menculik dirinya. Ditangan Toodjin itu penuh dengan darah, sedang dibajunya juga terdapat nodanoda darah.
,,Lootjianpwec, orang inilah yang menculik aku !" Yok Soe membisiki Kong Loei.
Ketika mendengar keterangan itu, Kong- Lori tiada berkata, hanya rnenganggukkan sedikit
kepalanya.
?Ada apa Too-ya ?" Tanya Kong Loei begitu Toodjin itu telah datang dekat.
?Masih belaga menanya lagi, lekas kau serahkan anak itu kepadaku !" Kata Toodjin itu dengan
kasarnya.
Si-Toodjin tak lain adalah Tan Thong Toodjin.
?Mau kau apakan anak ini ?" Tanya Kong Loei.
?Engkau tidak perlu tahu ! Sekarang engkau mau menyerahkan tidak ?" Tanya Tan Thong Toodjin
dengan gusarnya.
?Bila aku tidak mau menyerahkan engkau mau apa ?" Tantang Kong Loei.
?Akan kurebut dengan kekerasan !" Jawah si-Too-djin dengan gusarnya.
?Coba kalau bisa !" Tantang Kong Loei lagi.
Ditantang begitu Tan Thong Toodjin jadi sangat gusar, ia segera menyerang kejalan darah Tayyang-hiatnya Kong Loei dengan menggunakan tipu ?Djie Liong Siauw Djit" atau ?Dua naga merebut
matahari".
Kong Loei yang masih menggendong Yok Soe tak gentar ketika melihat dirinya diserang oleh
Toodjin itu. Ia geser kakinya kesebelah pinggir, dengan begitu serangan lawannya dapat dipunahkan.
Berbareng dengan itu Kong Loei mengangsurkan kelima jari tangan kanannya. Jari-jari itu begitu
hampir mengenai sasaran segera berobah seperti gaetan yang runcing.Tan Thong yang melihat serangannya dapat digagalkan oleh lawannya, malah kemudian ia melihat
dirinya diserang, cepat-cepat ia egoskan diri dengan melompat ke-belakang. Tapi baharu saja ia
menginjakkan kakinya ketanah, mendadak ia merasa ada angin dingin menyamber dirinya. Sebelum
keburu berkelit, mendadak kepalanya sudah ditembusi oleh kelima jari lawannya. Maka tak ampun
lagi Tan Thong jadi mati seketika.
Dalam pada itu Kong Loei setelah berhasil membunuh lawannya, ia segera memperdengar
tertawa besar yang menyeramkan, sehingga Yok Soe yang berada digendongannya jadi penang dan
segera menutup kupingnya dengan menggunakan kedua tangannya. Tapi dengan begitu bocah she
Oey ini hampir saja jatuh, bila tubuhnya tidak keburu dipegang oleh Kong Loei.
Sesaat kemudian Kong Loei baharu menghentikan tertawanya.
Pada saat itu Yok Soe sudah melompat turun dari gendongan si-orang she In. Ternyata Yok Soe
sangat kagum akan kepandaian Kong Loei yang tinggi itu, ingin ia mempelajari ilmu semacam itu,
supaja dirinya tidak mudah diculik orang.
Demikian keras keinginannya itu, maka ia segera melompat turun dan berlutut dihadapan Kong
Loei seraya berkata : ?Terima kasih atas pertolongan Lootjianpwee, sudilah kiranya Lootjianpwee
mengambil diriku sebagai muridmu !"
Kong Loei segera membanguni diri Yok Soe, tapi ia berdiam diri. Sesaat kemudian baharu
berkata: ?Baik soal ini kita tunda dulu sampai aku menemui orang tuamu. Bila kedua orang tuamu
mengijinkan, aku juga tidak berkeberatan untuk menerimamu sebagai muridku.
Yok Soe tidak ber-kata2-kata lagi, ia biarkan dirinya digendong lagi.
Sebentar saja mereka telah tiba didepan rumah Yok Soe. Begitu sampai mereka jadi sangat
terkejut, karena didepan rumah kepala kampung itu telah berkerumun orang banyak. Orang-orang
itu rata-rata mengunjukkan roman sedih.
Melihat keadaan itu disamping terkejut hati Yok Soe jadi tak enak. Cepat-cepat ia lari masuk.
Begitu masuk Yok Soe segera menampak tubuh ayah-bundanya telah mandi darah, rupanya mereka
bekas dianiaya orang sehingga mati. Yok Soe segera menubruk mayat mereka sambil nangis dengan
sedihnya. Saking sedihnya akhirnya Yok Soe jadi jatuh pingsan. Ketika ia tersedar kembali, dirinya
telah berada disebuah pembaringan. Sedang-kan Kong Loei duduk dipinggir pembaringan itu sambil
memijit-mijit tubuh Yok Soe.
Begitu teringat akan nasib ibu bapaknya yang malang itu Yok Soe diadi menangis lagi.
?Sudahlah Yok Soe, engkau tidak usah begitu sedih. Orang yang telah mati takkan bisa hidup
kembali." Kong Loei menasehati.
Tapi Yok Soe tidak mau menghentikan tangisnya.
Akhirnya setelah dinasehati sana-sini, baharu Yok Soe menghentikan tangisnya. Kong Loei segera
bertanya kepada salah seorang yang berkerumun disitu, sebab-sebabnya sampai kcdua orang tua
Yok Soe itu dibunuh orang.
?Kami juga tidak mengetahui, hanya tadi, belum lama berselang? rumah Tjhung-tjoe telah
dikunjungi oleh seorang Toodjin, entah apa maksud kedatangan Toodjin itu. Tak lama kemudian
mendadak kami mendengar jeritan dari Tjhung-tjoe, maka beramai-rarnai kami menuju kernari.
Begitu sampai didepan rumah ini, Toodjin itu baharu keluar dari dalam rumah. Ditangan serta baju
Toodjin itu belepotan dengan darah. Kami coba menahannya. Tapi iman itu ternyata sangat lihaydan ganas sekali. Walau kami berjumlah banyak, tapi tak dapat menahannya, sehingga akhirnya dia
Mawar Merah Roses Are Red Karya James Patterson Joko Sableng Kitab Serat Biru Setannya Kok Beneran Karya Dyah Ratna

Cari Blog Ini