Masih Ada Kereta Yang Akan Lewat Karya Mira W Bagian 2
rokok. Dan menyelipkannya di bibirnya. Lalu tapustaka-indo.blogspot.com
90 ngannya meraba-raba meja kecil di dekatnya
mencari korek api.
Ingin Arini menyalakan korek itu seperti yang
selalu dilihatnya di ilm-ilm. Tetapi dia tidak
berani. Dia hanya diam menyaksikan bagaimana
Helmi menyulut rokoknya. Mengisapnya dalamdalam. Dan mengembuskan asapnya.
Sebagian asap itu masuk ke hidung Arini.
Menggelitik tenggorokannya. Dan merangsang
batuk biarpun Arini sudah mati-matian menahannya. Helmi menoleh. Meletakkan rokoknya di
asbak. Dan mengulurkan tangannya membelai
rambut istrinya. Dia sama sekali tidak marah.
Padahal Arini sudah sangat ketakutan.
"Nggak tahan asap?"
"Tidak apa-apa!" sahut Arini secepat suaranya
bisa keluar.
Dia marah sekali kepada dirinya sendiri. Norak betul! Masa mencium asap rokok saja batuk?
Sebagai istri yang baik, dia harus rela mencium
bau apa pun kalau suaminya yang menerbitkan
bau itu!
Tetapi malang sekali. Releks batuk memang di
luar kendali nalar. Arini batuk lebih hebat lagi
sampai Helmi terpaksa memadamkan rokoknya.
"Maaf," desah Arini dengan air mata berlinang. Bukan cuma karena kesal tapi karena
menahan batuk.
Tetapi permintaan maafnya itu malah menyentuh hati Helmi. Menoreh luka yang lebih
dalam lagi.
pustaka-indo.blogspot.com
91 Istri yang sebaik ini yang hendak dikelabuinya?
Perempuan yang begini lugu yang harus ditipunya? Rasanya dia tidak sanggup! Tidak tega!
Tak sadar Helmi merangkul Arini untuk meredakan rasa bersalah di hatinya. Dan Arini menyelusupkan kepalanya di dada suaminya. Belum
pernah dia merasa begini damai. Begini tenteram.
Begini bahagia.
Dan merasakan hangatnya kepala perempuan
yang melekat di dadanya, merasakan kebahagiaan
istrinya walaupun Arini tak pernah mengungkapkannya, Helmi semakin merasa berdosa.
Sementara Ira tidak bosan-bosannya menelepon
dari Jakarta. Mencecar terus apa yang sedang dilakukannya di Paris. Pergi ke mana saja mereka.
Sudah berapa kali dia mencium Arini.
Pertanyaan-pertanyaan yang membuat Helmi
tambah pusing.
Mula-mula dia sendiri tidak mau berbulan
madu ke Paris. Tetapi Ira mendesak.
"Kalau tiketnya tidak dipakai, Mas Hadi bisa
curiga!"
Memang kurang ajar si Hadi itu! Rupanya dia
tidak sebodoh yang Helmi duga. Dia sudah mencium hubungan gelap istrinya. Barangkali dia
juga sudah bisa menerka, perkawinan HelmiArini hanya perkawinan pulasan. Mustahil lelaki
seganteng Helmi menikahi perempuan sederhana
seperti Arini! Memang ke mana matanya?
Seperti mengejek, dia memberikan dua tiket ke
Paris sebagai hadiah perkawinan untuk Helmi.
"Tiket apa?" Ira hampir menjerit ketika Hadi
pustaka-indo.blogspot.com
92 memperlihatkan hadiahnya hanya sesaat sebelum
berangkat ke resepsi pernikahan Helmi.
"Tiket pesawat ke Paris," Hadi tersenyum
pura-pura bodoh. Padahal dia sudah melihat betapa pucat paras istrinya. Bagaimana matanya
menggelepar panik dan kaget. "Hadiah bulan
madu untuk pengantin baru."
"Mas!" pekik Ira tertahan. Matanya terbelalak
menahan geram.
Bulan madu ke Paris! Helmi dan Arini! Astaga!
Hadi benar-benar pintar membuatnya shock!
Hadi puas sekali melihatnya. Senyumnya merekah makin lebar.
"Memangnya kenapa? Paris romantis sekali
untuk berbulan madu, kan? Kalau mengandalkan
gajinya sendiri, sampai kapan Helmi baru sanggup mengajak istrinya ke Paris?"
"Kenapa Mas lancang sekali, tidak bilang aku
dulu?" geram Ira sengit.
"Kupikir tidak perlu pendapatmu. Kamu pasti
setuju. Mereka teman baikmu, kan? Pantas dong
kalau kita beri mereka hadiah kejutan?"
Dia pasti sedang menyindir! Sampai sejauh
mana Hadi mengetahui hubungan gelapnya dengan Helmi?
"Kita sendiri belum pernah ke sana!"
Tentu saja bukan itu alasan Ira. Hadi juga
tahu. Makanya dia menjawab tenang.
"Kalau kamu mau, kapan saja kita bisa ke
sana. Kamu tinggal bilang."
?? pustaka-indo.blogspot.com
93 Hari-hari belakangan ini benar-benar menyiksa
untuk Ira. Dia harus membantu sahabat karibnya
menyiapkan pernikahannya dengan kekasih gelapnya. Kadang-kadang Ira merasa hampir tidak
tahan lagi. Lebih-lebih Arini hampir selalu minta
pendapatnya. Bahkan untuk baju pengantinnya
saja dia minta Ira yang memilihkan!
"Kenapa sih kamu nggak bisa milih sendiri?"
Kalau kejengkelannya sudah mencapai puncaknya, sering Ira membentak Arini.
Tetapi Arini bukannya marah, malah minta
maaf!
"Kupikir kamu pakarnya, Ir. Apa saja aku kan
selalu tanya kamu!"
Memang susah marah kepada Arini. Dibentak
saja dia malah minta maaf!
Padahal dada Ira sudah hampir meledak. Dia
marah. Frustrasi. Tidak tahu ke mana harus menumpahkan kemarahannya kalau tidak kepada
Helmi.
"Ke Paris, Helmi!" Ira tidak tahu dia harus marah atau menangis. "Bulan madu ke Paris! Bersama Arini!"
"Ya, suamimu memang sengaja!" geram Helmi
yang tidak kalah bingungnya. Mau dikemanakan
tiket itu? Dipakai salah. Tidak dipakai juga salah.
"Kurang ajar dia! Kalau kamu izinkan, aku ingin
meremukkan hidungnya yang seperti Bozo!"
"Aku tidak tahan lagi, Helmi!" Ira tersedu menahan tangis. "Aku bisa gila!"
"Aku harus bagaimana lagi, Ira? Kamu yang
menyuruhku melakukan semua ini! Kamu kira
pustaka-indo.blogspot.com
94 aku tidak tersiksa menipu perempuan sebaik
Arini?"
"Kamu sadar tidak sih? Kamu mau ke Paris
bersama perempuan lain!"
"Dengan kamu mungkin Paris amat romantis,
Ira. Tapi dengan Arini, apa bedanya Paris dengan
Jakarta?"
"Jadi kamu juga ingin pergi?"
"Kalau tidak usah katamu, aku tidak pergi!"
"Kamu harus pergi!"
"Kamu yang bikin aku bingung, kan? Jadi
bagaimana maumu?"
"Mas Hadi tahu penyelewenganku kalau kamu
tidak pergi!"
"Oke, aku pergi. Apa artinya sepuluh hari berpisah untuk menutupi afair kita?"
"Minggu depan aku ulang tahun! Tiap tahun
kita rayakan bersama. Tapi tahun ini? Kamu jauh
dariku. Di sisi orang lain!"
pustaka-indo.blogspot.com
95 SEJAK semula Nick tahu ada masa lalu yang
amat kelam dalam hidup Arini. Masa lalu yang
membuat perempuan ini seperti terlontar dari
dunianya. Tersisih dari komunitasnya.
Tetapi justru karena perempuan ini agak aneh
dan misterius, Nick menyukainya. Karena sulit
djangkau, Arini menjadi semakin menarik untuk
dikejar.
Dia sosok yang berbeda dibandingkan dengan
teman-teman gadisnya selama ini. Nick sudah
bosan mengejar mereka. Sekarang dia punya
objek baru. Objek yang lebih menarik.
Pertama kali bertemu, Arini tampak begitu
garang. Begitu sulit didekati. Sekarang setelah
dia tampak lebih jinak, Nick masih tetap belum
dapat memahami dirinya.
Mula-mula dia seperti menikmati wisata
10 pustaka-indo.blogspot.com
9 mereka. Tetapi pada saat-saat tertentu, pada
tempat-tempat yang tak terduga, dia seperti dilemparkan kembali kepada kenangan masa
lalunya yang pahit.
Seperti saat ini. Arini tidak menolak dibimbing
menyusuri taman istana residen yang romantis
itu. Bahkan belakangan tidak menolak bahunya
dirangkul. Tetapi mendadak dia seperti disihir
jadi batu. Tubuhnya mengejang. Parasnya murung.
"Ingat masa lalu?" bisik Nick penuh pengertian. Bukannya menumpahkan isi hatinya, Arini malah minta pulang.
"Sudah hampir gelap," katanya kaku.
Tentu saja dia berdusta. Pada musim panas
begini, jam sembilan malam saja masih terang!
"Bikin foto dulu!" Nick meminta Arini berpose
di puncak tangga di depan istana. "Akan kutunjukkan pada teman-temanku di asrama. Judulnya,
Perempuan Paling Baik yang Pernah Kukenal."
"Bukan Pesan Sponsor?" Arini mencoba menimpali gurau Nick. Tetapi mengapa hatinya
masih terasa sakit?
Nick meletakkan kameranya di atas tripod.
Menyetelnya supaya menjepret secara otomatis.
Lalu berlari-lari ke samping Arini.
"Lekas!" seru Arini melihat lampu berwarna
jingga di kamera itu berkedip makin cepat.
"Tunggu! Tunggu!" seru Nick sambil melompati dua anak tangga sekaligus.
Dia tiba di samping Arini tepat ketika lampu
pustaka-indo.blogspot.com
97 jingga itu tidak berkedip lagi. Dirangkulnya bahu
Arini dengan sebelah tangan. Sementara tangannya yang lain melambai ke udara. Dibusungkannya dadanya. Tetapi belum sempat dia memamerkan senyum yang paling komersil, kameranya
telah menjepret.
"Wah!" keluh Nick kecewa. "Moga-moga mulut gua nggak lagi celangap!"
Komentarnya memang ada-ada saja. Mula-mula
Arini pusing. Tetapi lama-lama dia jadi biasa
juga.
Nick selalu riang. Dalam suasana apa pun.
Bahkan ketika tripodnya ketinggalan, dia masih
tetap santai. Seperti tidak kehilangan apa-apa.
"Biarin, uang Bokap kok!" katanya setengah
bergurau. "Yang penting kameranya masih ada
nih!"
Dan mau tak mau keriangannya mulai menular.
?? Ada lorong yang menghubungkan kota Wurzburg
dengan Festung Marienburg. Jaraknya lumayan
jauh. Dan letaknya tinggi di atas bukit.
Jika mereka tidak mau naik mobil, mereka bisa
menelusuri lorong itu untuk sampai ke sana.
Asal masih cukup sisa napas untuk dihabiskan
di atas sana.
Ternyata Nick bukan saja masih punya sisa
napas. Dia malah masih bersemangat mengajak
pustaka-indo.blogspot.com
98 Arini memanjat ke atas tembok benteng tua itu.
Padahal di sana tertera tulisan besar-besar: Dilarang memanjat ke atas.
"Nggak mau ah!" bantah Arini takut. Memanjat ke atas tembok? Perempuan seumur dia?
Masih Ada Kereta Yang Akan Lewat Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Gila apa?
"Nggak apa-apa!" bujuk Nick tanpa rasa takut
secuil pun. "Jatuh paling-paling ke bawah!"
"Kamu tahu jadi apa kalau kita jatuh ke bawah?" belalak Arini gemas.
"Hot dog?" Nick tertawa terbahak-bahak.
Dia menghampiri Arini. Memegang pinggangnya sampai Arini berteriak dan menggeliat geli.
Lalu mengayunkan tubuhnya ke atas seperti memindahkan sehelai kertas.
"Pegang pinggir tembok itu!" seru Nick sambil
melepaskan cengkeramannya di pinggang Arini.
"Injak telapak tanganku. Ayunkan tubuhmu ke
atas! Bagus begitu. Huup!"
Arini memegang tepi tembok itu dengan ketakutan. Menginjak telapak tangan Nick. Dan
berusaha mengayun tubuhnya ke atas ketika
Nick mendorongnya dari bawah.
Selagi dia masih menelungkup ketakutan di
atas tembok, Nick telah melompat ke sisinya.
"Hebat, Bu Utomo!" pujinya sambil tertawa
terpingkal-pingkal. "Anda sedang membuat sejarah!"
"Kalau aku tahu kamu sinting" desis Arini
sambil mengatur napasnya. "Kamu tahu berapa
umurku?"
pustaka-indo.blogspot.com
99 "Berapa?" desak Nick bersemangat. "Harus
kucatat dalam agenda!"
"Kita turun saja, Nick! Aku takut!"
"Kalau ada aku, nggak usah takut!" Nick mengulurkan tangannya.
Arini segera menangkapnya seperti menemukan tali penggantung hidupnya. Ketika merasakan betapa eratnya tangan Arini yang basah berkeringat menggenggam tangannya, Nick
tersenyum lebar. Ditariknya Arini bangun dengan
hati-hati. Lalu dibimbingnya perempuan itu melangkah di atas tembok yang lebarnya hanya
setelapak kaki.
Setapak demi setapak Arini melangkah mengikuti Nick. Keringat dingin membasahi sekujur
tubuhnya. Belum pernah dia merasa setakut ini
seumur hidupnya.
Tetapi Nick malah tertawa geli. Tanpa merasa
gentar sedikit pun, dia membimbing Arini melangkah sampai ke tepi bukit yang terjal.
Di sana dia tegak berkacak pinggang, memandang jauh ke bawah.
Beberapa ratus meter di bawah sana, senja
telah menyelimuti kota Wurzburg. Pemandangannya sangat indah. Panorama sebuah kota tua
yang menyambut malam, dilihat dari atas bukit
dengan mata telanjang sungguh sensasi yang
amat memukau.
"Bukan main!" Nick berdecak kagum. "Tidak
percuma kita mengadu nyawa kemari!"
Tetapi bagi Arini, panorama yang demikian
mencekam sudah tidak dapat dinikmati lagi.
pustaka-indo.blogspot.com
100 Rasa takut sudah mendominasi dirinya. Menutup
semua indra yang dapat disentuh keindahan.
Alam tidak berbicara lagi kepada hatinya.
Dia berlutut di dekat kaki Nick. Tidak berani
tegak di tempat securam itu. Sekujur lengan dan
kakinya terasa dingin.
Menatap ke bawah saja sudah terasa ngilu
tulang-tulangnya. Apalagi tegak tanpa pegangan
di tempat setinggi itu. Untung saja dia tidak
mengidap vertigo!
"Lihat, itu jembatan yang tadi kita lewati!"
Nick masih sibuk sendiri mengabadikan keindahan alam dengan kameranya. "Itu puncak menara
Katedral Killian?s Dome! Dan itu di kejauhan
sana kamu lihat? Itu Wallfahrtskirche, kan?
Aduh, bagusnya! Kamu benar! Jerman bukan
cuma Heidelberg!"
"Masih banyak yang lebih indah dari ini,"
Arini menelan kemengkalannya. Jangankan melihat ke bawah. Mengintip saja dia tidak berani.
"Asal kita masih hidup, akan kuperlihatkan padamu!"
"Betul?" Nick memutar tubuhnya menghadap
Arini. Begitu santai. Seakan-akan dia sedang berdiri di atas sebidang tanah datar. Bukan di pinggir bukit. Di ketinggian antara langit dan bumi.
Arini-lah yang merasa ngeri. Tidak sadar dia
mengulurkan tangannya. Hendak memegang
tangan Nick. Khawatir dia jatuh ke belakang. Tergelincir ke bawah.
Tetapi ketika dilihatnya Nick tidak apa-apa,
buru-buru ditariknya kembali tangannya.
pustaka-indo.blogspot.com
101 Melihat Arini salah tingkah begitu, senyum
kembali menghias bibir Nick. Diulurkannya tangannya. Diraihnya tangan Arini. Ditariknya sampai berdiri.
Ketika dilihatnya Arini gemetar ketakutan, dipeluknya erat-erat.
"Takut?" bisiknya separuh mengejek.
Arini mengerut ngeri. Kakinya terasa lemas.
Lebih-lebih ketika dia mengintai ke bawah dan
tiba-tiba saja dia merasa pusing. Buru-buru dipejamkannya matanya rapat-rapat.
Dan tiba-tiba dia merasa sesuatu yang lembut sesuatu yang basah dan hangat, menyentuh
bibirnya.
Arini tersentak. Dia membeliak kaget. Dan melihat wajah Nick begitu dekat. Bibirnya masih
melekat di bibirnya.
Releks Arini meronta. Melepaskan bibirnya.
Tetapi ketika dirasanya badannya bergoyang
hebat, buru-buru dia memeluk Nick kembali.
Sambil tersenyum Nick mengetatkan dekapannya. Dan mencium bibir Arini sekali lagi. Kali ini
dengan ciuman yang lebih hangat. Lebih mesra.
Dan kali ini Arini tidak meronta. Mula-mula
karena takut jatuh. Belakangan karena ada perasaan lain yang merambah dari bibirnya ke hatinya. Sudah hampir tiga belas tahun tidak ada lelaki
yang mencium bibirnya. Bahkan memeluknya seperti ini. Rasanya ganjil. Seperti menemukan
mainan tua yang sudah lama hilang.
Arini merasa hangat. Sekaligus takut. Lebihpustaka-indo.blogspot.com
102 lebih ketika Nick bukan hanya mencium. Dia
mengulum bibirnya sampai tak sadar Arini mengerang.
"Hentikan, Nick," rintihnya tak berdaya.
"Please!"
"Oke," Nick melepaskan ciumannya. Ditatapnya Arini dalam-dalam. Sekarang matanya tidak
tersenyum lagi. Mata itu bersorot lembut. Amat
lembut. Arini merasa dadanya berdebar-debar.
Mata itu bukan lagi mata anak muda yang dua
hari yang lalu dikenalnya di kereta api. Tatapan
itu milik seorang laki-laki yang serasa sudah begitu dekat dengan dirinya. "Kita turun."
Tetapi ternyata turun pun sama ngerinya. Malah menuruni bukit dalam suasana yang sudah
hampir gelap lebih berbahaya lagi.
Kalau Nick masih sanggup melompat-lompat
sambil berpegangan dari satu batang pohon ke
batang lain yang terletak di bawahnya, Arini sudah merosot begitu saja di atas pantatnya. Tidak
peduli celana jinsnya rusak atau robek sekalian.
Sebentar-sebentar dia berteriak minta ditunggu.
Dan Nick akan mengulurkan tangannya sambil
tersenyum. Menunggu Arini yang sedang meluncur turun sambil mencengkeram akar, batang,
batu, atau apa saja yang bisa dipegang.
Beberapa kali dia tergelincir ke bawah. Sekali
malah tangannya yang menggerayang ke sana
kemari gagal menangkap sesuatu untuk dipegang. Sambil memekik ketakutan Arini merosot
tak tertahankan ke bawah. Untung Nick yang selalu menunggu di bawah dengan sigap mepustaka-indo.blogspot.com
103 nangkap tubuhnya. Dan Arini jatuh ke dalam
pelukannya.
Belum pernah dalam tiga belas tahun terakhir
ini Arini merasa begitu aman dalam pelukan seorang laki-laki. Biasanya dekat seorang teman
pria saja sudah membuatnya resah.
Dan tampaknya bukan hanya Arini yang merasa aman dalam pelukan Nick. Pemuda itu
pun kelihatannya enggan melepaskannya lagi.
Lebih-lebih ketika malam itu hujan turun dengan lebatnya. Sambil memegang payung dengan sebelah tangannya, lengan Nick yang lain
merangkul Arini. Seakan-akan hendak melindunginya dari hujan dan dari apa saja yang
mengganggunya.
Dan untuk kesekian kalinya hari itu, Arini
merasa ganjil. Karena kalau biasanya dia merasa
gelisah di dekat seorang pria, sekarang dia malah
merasa nyaman dalam pelukan Nick.
Bersama-sama mereka menuju ke apartemen
Arini. Setengah berlari menerobos hujan lebat,
menyeberang jalan untuk sampai di depan bangunan berwarna merah bata itu.
"Mana kuncinya?" tanya Nick sambil membetulkan letak jaketnya yang menyelubungi
kepala Arini. "Cepat! Kamu basah kuyup!"
"Aku tidak apa-apa. Kamu yang basah!" Arini
mencari-cari kunci dari dalam tasnya. Dan menyerahkannya kepada Nick.
Ketika sedang menunggu Nick membuka pintu, tiba-tiba saja perasaan itu menyeruak ke hati
kecilnya.
pustaka-indo.blogspot.com
104 Seandainya setiap kali pulang ke latnya ada
seseorang yang membukakan pintu untuknya.
Seandainya ada seseorang yang begitu memperhatikan dirinya seperti anak muda ini.
Dan sebuah perasaan lain mengaduk-aduk
hatinya. Mengubah dirinya. Membuat dia berbeda dengan Arini yang tadi siang keluar dari
apartemen ini.
"Masuk," perintah Nick tegas. Tiba-tiba saja
dia juga berubah dari anak muda urakan yang
selalu bercanda menjadi lelaki dewasa yang memegang kendali. "Lekas tukar bajumu. Nanti
masuk angin!"
Tak terasa dua tetes air mata mengalir diamdiam ke pipi Arini. Dia bersyukur karena air
hujan yang membasahi wajahnya membaurkan
air matanya.
Dia sungguh merasa terharu. Setelah ibunya
meninggal, siapa lagi yang pernah memberikan
perhatian yang begini besar kepadanya? Bahkan
Helmi tidak pernah memperhatikannya! Hanya
Ira yang ada di kepalanya!
"Taruh saja payung itu di sana." Arini berusaha menutupi perasaannya. Dia menggantung
jaket Nick yang basah kuyup di rak topi. "Aku
bikin kopi dulu."
"Ganti baju dulu!" perintah Nick tegas. Tidak
bisa ditawar lagi.
Sekali lagi perasaan aneh itu menjalari hati
Arini. Menyusup ke relung hatinya yang paling
dalam. Aneh rasanya ada orang yang berani menyuruhnya. Meski dalam nada khawatir. Sudah
pustaka-indo.blogspot.com
105 berapa lama hanya dia sendiri yang berhak mengatur dirinya?
"Bajumu juga basah. Masih punya baju ganti?"
"Jangan khawatir! Aku tidak semelarat itu.
Boleh numpang mandi?"
"Ambil saja handuk bersih di laci kamar
mandi. Keran air panasnya rusak. Hati-hati memutarnya. Aku tidak mau latku bau daging
hangus."
Nick tertawa geli.
"Punya tool box?"
"Kalau cuma obeng, ada di dapur."
"Kamu menyimpan obeng di dapur?"
"Di mana lagi? Itu pun sudah hampir jadi barang antik."
"Perempuan!" gurau Nick sambil pura-pura
mengeluh dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
Masih Ada Kereta Yang Akan Lewat Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sana, bikin kopi saja. Selesai mandi nanti, keran
air panasmu sudah kinclong!"
"Taruh saja baju kotormu di depan pintu kamar mandi. Malam ini kucuci."
"Maksudmu malam ini aku boleh tidur di
sini?"
"Di luar hujan lebat sekali. Kamu mau tidur di
mana lagi?" suara Arini tidak mengandung perasaan apa-apa. Datar saja.
Tetapi Nick menatapnya dengan tatapan tidak
percaya.
"Betul kamu mengundangku tidur di kamarmu? Rasanya apartemen ini cuma punya satu
kamar, kan?"
pustaka-indo.blogspot.com
10 "Kata siapa kamu boleh tidur di kamarku?"
Arini pura-pura membeliak kesal. "Kamu tidur
di sofa!"
"Kemarin kamu malah melarangku tinggal di
sini!"
"Aku tidak punya maksud apa-apa," desah
Arini jengah.
"Tentu. Aku percaya kamu perempuan baikbaik."
"Aku ingin menganggapmu anakku."
"Aku sudah punya ibu. Satu sudah cukup."
"Kalau ibumu tahu kamu bergaul dengan perempuan seumurku, janda, lagi, dia pasti tidak
bisa tidur."
"Ibu tidak pernah memikirkan apa aku bisa
tidur kalau dia bergaul dengan temannya yang
seumur denganku."
"Jangan ngomong begitu, Nick! Seorang anak
harus menghormati ibunya."
Begitu saja kata-kata itu meluncur dari mulut
Arini. Ketika dia sadar apa yang baru saja diucapkannya, mendadak dia terdiam.
Apa anaknya bisa menghormati ibu semacam
dia? Kalau anaknya masih hidup, apa dia bisa
menghormati ibu yang membuangnya begitu
saja?
Ketika melihat wajah Arini berubah, Nick tidak
jadi melangkah. Dia malah menghampiri Arini.
"Ceritakanlah tentang dirimu."
"Apa yang harus kuceritakan?" balas Arini
lirih.
"Apa saja. Suamimu. Anakmu. Keluargamu."
pustaka-indo.blogspot.com
107 "Buat apa?"
"Supaya aku tahu lebih banyak tentang dirimu."
"Tidak perlu. Lupakan saja." Arini lekas-lekas
berbalik dan melangkah masuk ke kamarnya.
?? "Berapa umurmu?" tanya Nick ketika mereka
sedang duduk minum kopi di meja dapur. Di
luar hujan masih turun dengan derasnya. Sekalisekali diiringi sambaran petir.
"Buat apa tanya-tanya umur segala?"
"Cuma kepingin tahu. Masa nggak boleh?"
"Pasti dua kali umurmu."
"Berapa kamu pikir umurku? Lima belas tahun?"
"Pasti belum lebih dari dua puluh."
"Siapa bilang? Aku sudah seperempat abad!"
Lalu dengan suara perlahan disambungnya sambil tersenyum. "Dua tahun lagi."
"Sudah kusangka. Kamu masih brondong!"
"Aku sudah dewasa!"
"Kadang-kadang sifatmu masih seperti anakanak!"
"Kamu belum jawab pertanyaanku."
"Kamu tanya apa?"
"Umurmu."
"Aku lima belas tahun lebih tua. Kamu pantas
jadi keponakanku."
"Kenapa masih sendirian?"
pustaka-indo.blogspot.com
108 "Aku janda."
"Tidak mau kawin lagi?"
"Buat apa?"
"Tidak kesepian?"
"Kadang-kadang."
"Kalau kamu punya suami, punya anak, punya
keluarga, kamu tidak bakal kesepian lagi."
Ya, pikir Arini sambil menghela napas berat.
Aku memang tidak kesepian kalau punya suami.
Tapi buat apa tidak kesepian kalau harus menderita, ditipu, dihina?
"Suamimu menyakiti hatimu?" desak Nick
sambil mengamat-amati paras Arini dengan cermat. "Dia meninggalkanmu?"
"Aku yang meninggalkannya."
"Bukan berarti kamu tidak bisa memperoleh
seorang suami lagi. Kamu masih bisa punya keluarga. Punya anak!"
Kata siapa aku masih bisa punya anak lagi?
Tuhan telah memberikan seorang anak kepadaku.
Aku sendiri yang telah menyia-nyiakannya!
pustaka-indo.blogspot.com
109 ANAK itu hadir hanya sebulan setelah mereka
menikah. Ketika Arini menyadari kandungannya
telah berisi benih suaminya, dia merasa begitu
bahagia.
Rasanya kejutan indah yang mewarnai hidupnya datang beruntun. Tidak ada habis-habisnya.
Mula-mula Helmi. Lalu pernikahan. Bulan madu
ke Paris. Dan kini seorang anak!
Air mata Arini berlinang-linang ketika menerima kenyataan itu. Telah hadir seorang anak
di rahimnya. Anaknya dengan Helmi. Suami
yang dicintainya!
Rasanya Arini tidak sabar lagi menyampaikan
berita istimewa itu kepada Helmi. Kepada Ira.
Kepada ibunya. Kepada semua orang!
Dia langsung menghubungi Helmi. Tetapi telepon genggamnya dimatikan. Arini sudah meninggalkan pesan. Sudah mengirim sms.
11 pustaka-indo.blogspot.com
110 "Cepat pulang, Mas. Ada berita gembira."
Tetapi sampai malam dia menunggu, suaminya
tidak membalas teleponnya. Tidak menjawab smsnya. Helmi seperti menghilang entah ke mana.
Memang sudah biasa Helmi pulang sampai
larut malam. Lembur, katanya. Dan Arini tidak
berani bertanya mengapa dia harus lembur tiap
hari.
Sesudah menikah, mestinya Helmi lebih banyak menghabiskan waktu bersama istrinya di
rumah. Tetapi Arini mana berani protes? Bertanya
saja tidak berani!
Mendapat seorang suami sekualitas Helmi saja
sudah merupakan berkah baginya. Mana berani
dia meminta lebih?
"Kamu beruntung!" komentar Ira berkali-kali.
Akhir-akhir ini malah lebih sering. Dengan nada,
yang kalau Arini lebih cermat memperhatikan,
iri. Tetapi Arini terlalu lugu untuk menafsirkan
kecemburuan sahabatnya. Dan dia juga tidak
berani bertanya mengapa Ira tidak membandingkannya dengan kebahagiaannya sendiri. Bukankah dia juga sudah memiliki segalanya?
Aku akan segera memberitahu Ira, pikir Arini
gembira. Tetapi sebelumnya, tentu saja Helmi
yang harus mendengarnya lebih dulu!
Arini sudah menyiapkan makan malam istimewa untuk suaminya. Dia akan menyampaikan
kabar gembira itu di meja makan. Tetapi ketika
Helmi pulang pukul dua belas malam, dia sudah
makan.
pustaka-indo.blogspot.com
111 "Makan malam bersama Bos," kata Helmi tanpa meminta maaf, meskipun dia sudah melihat
meja yang sudah ditata rapi dengan makanan
yang tersaji lengkap. "Ada tamu dari Jepang. Bos
mendadak mengajakku menemaninya."
Tidak dapatkah dia menelepon? Kenapa ponselnya dimatikan?
Tetapi bukan Arini kalau dia berani bertanya.
Berani mengeluh. Dia hanya menyimpan kekecewaannya. Membereskan meja makan dengan
membisu.
Selesai menyimpan makanan yang bisa disimpan dan membuang yang sudah tidak bisa
diselamatkan, Arini masuk ke kamar. Helmi sudah selesai mandi. Sudah mengganti pakaian.
Dia sedang duduk di tempat tidur. Asyik menonton bola di televisi.
Helmi sama sekali tidak menegur istrinya. Apalagi mengajak ngobrol. Padahal mereka sudah
seharian tidak bertemu. Tidak rindukah dia pada
istrinya?
"Matikan saja lampunya kalau mau tidur,"
kata Helmi ketika dengan hati-hati Arini duduk
di sampingnya. Dia tidak tahu istrinya suka
nonton bola atau tidak. Tetapi dia lebih suka
kalau tidak ditemani. Lebih baik nonton sendiri.
"Ada yang ingin saya sampaikan, Mas," cetus
Arini hati-hati. Takut mengganggu konsentrasi
suaminya.
"Tidak bisa besok saja?" tanya Helmi tanpa
mengalihkan tatapannya dari layar TV. "Lagi ramai nih."
pustaka-indo.blogspot.com
112 "Penting, Mas."
"Soal apa?"
Soal apa? Arini tertegun. Seperti menanyakan
ada masalah apa di rumah. Atap bocor. Kompor
rusak. Lemari es tidak dingin. Dan perhatian
Helmi sudah tumplek blek lagi ke layar televisi.
Sama sekali tidak mengacuhkan kebingungan
istrinya.
Arini harus menunggu sampai pertandingan
selesai baru dia berani menyampaikannya.
"Kok belum tidur?" cetus Helmi seperti baru
sadar, istrinya masih duduk di sampingnya. Bengong seperti patung. Tidak berani mengeluarkan
suara sedikit pun.
"Ada yang harus saya sampaikan, Mas."
"Oke, soal apa?" Helmi mematikan TV sambil
menguap. Dia merosot di tempat tidur. Bersiapsiap memadamkan lampu dan memejamkan
mata.
"Saya hamil."
Tangan Helmi yang sedang terulur ke tombol
lampu mengejang di udara. Sesaat dia mengira
telinganya salah dengar.
Hamil? Arini hamil? Secepat itu? Ira pasti
ngamuk! Bagaimana menyampaikan kabar buruk
ini padanya?
Arini menunggu dengan dada berdebar-debar.
Dia menunggu reaksi suaminya.
Bagaimana reaksi seorang laki-laki kalau mendengar dia akan segera menjadi seorang ayah?
Melompat gembira? Matanya berkaca-kaca kapustaka-indo.blogspot.com
113 rena terharu? Memeluk istrinya sambil mengecup
pipinya dengan penuh kebahagiaan? Membelai
perut istrinya dengan bangga karena di dalamnya
telah hadir sampelnya?
Tetapi sampai letih Arini menunggu, tidak satu
pun dari tindakan itu dilakukan oleh suaminya.
Helmi malah melongo bengong seperti orang sakit ingatan. Dia menatap istrinya dengan tatapan
tidak percaya. Bibirnya bergetar mengembuskan
tanya,
"Hamil?"
"Mas tidak gembira?" tanya Arini sambil menyembunyikan kekecewaannya. Mengapa Helmi
tidak gembira? Mengapa dia kelihatan kaget malah cenderung takut?
"Secepat itu?" menggagap Helmi. "Kamu tidak
keliru?"
"Keliru bagaimana? Sudah tiga kali tesnya selalu positif, Mas."
Celaka, keluh Helmi bingung. Bagaimana menyampaikannya pada Ira?
"Kita belum siap punya anak," keluh Helmi
bingung.
Belum siap punya anak? Kalau begitu mereka
Masih Ada Kereta Yang Akan Lewat Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seharusnya juga belum siap menikah!
"Saya janji kehamilan ini tidak akan menyusahkan, Mas," gumam Arini lirih. "Saya akan mulai
menabung supaya bisa mengumpulkan biaya persalinan."
Kehamilan ini mungkin tidak akan menyusahkanmu, pikir Helmi resah. Tapi pasti menyusahkan aku dan Ira!
pustaka-indo.blogspot.com
114 Dan reaksi Ira memang sudah bisa diduga.
Dia berteriak histeris sambil memukuli dada
Helmi.
"Katanya kalian tidak pernah bercinta! Bagaimana dia bisa hamil? Kamu bohong! Kamu
khianati aku, Helmi!"
Helmi sampai kewalahan menenangkan Ira.
Kenapa dia yang selalu disalahkan? Ira yang menyuruhnya menikahi Arini. Sesudah menikah,
masa dia tidak boleh menggauli istrinya?
Tetapi kemarahan Ira tidak bisa dibendung.
Sesudah marah-marah dia menangis.
"Gugurkan saja anak itu, Helmi! Aku tidak
mau melihatmu punya anak dengan Arini! Aku
tidak rela!"
"Yang mau kamu bunuh itu anakku juga, Ira!"
protes Helmi menahan marah.
"Aku tidak peduli! Anak itu tidak boleh lahir!
Mula-mula kamu jadi suami Arini. Kini kamu
jadi ayah anaknya!"
"Kamu tidak adil, Ira! Kamu suruh aku menikah dengan Arini karena tidak mau kehilangan
anak-anakmu! Sekarang kamu suruh aku mengenyahkan anakku sendiri!"
"Aku tidak tahan lagi, Helmi! Penderitaan ini
terlalu berat! Aku tidak menginginkan anak itu
lahir!"
"Tapi aku menginginkannya, Ira," Helmi mengatupkan rahangnya kuat-kuat.
Dia tidak tega melihat Ira menangis. Selama
ini dia selalu mengabulkan apa pun permintaan
Ira kalau melihat air matanya. Tetapi kalau dia
pustaka-indo.blogspot.com
115 menangis untuk meminta Helmi membunuh
anaknya, itu soal lain!
"Kamu tidak bisa memiliki anak Arini, Helmi!
Kamu sudah punya Marga!"
"Marga mungkin anakku," desis Helmi getir.
"Tapi cuma kita yang tahu. Semua orang menganggapnya anak suamimu. Tapi anak Arini berbeda, Ira. Anak ini anakku. Dia akan menyandang
namaku. Dan semua orang mengakui dia anakku."
Sebenarnya Helmi sudah mengambil keputusan. Dia ingin bermain dobel seperti Ira. Punya
istri dan anak yang sah. Sekaligus memiliki kekasih dan anak gelap. Jika Ira bisa melakukannya
selama bertahun-tahun, mengapa Helmi tidak?
Jika Hadi saja bisa dikelabui, mengapa Arini tidak? Jika Ira boleh melakukannya, mengapa
Helmi tidak?
Dan semuanya berjalan seperti kehendak Helmi
kalau saja peristiwa itu tidak terjadi. Peristiwa
yang membuyarkan semua keinginannya. Peristiwa yang terjadi ketika Arini hampir melahirkan.
Ketika kandungannya berumur sembilan bulan.
?? Tiba-tiba saja air ketubannya pecah dini.
Arini panik sekali. Seperti biasa, Helmi tidak
bisa dihubungi. Ponselnya dimatikan.
Katanya malam ini dia lembur. Jadi Arini menelepon ke kantornya.
pustaka-indo.blogspot.com
11 Tetapi satpam yang bertugas mengatakan sudah tidak ada orang di kantor. Tidak ada yang
lembur.
Karena tidak tahu lagi harus menghubungi siapa, Arini menghubungi ponsel Ira.
Celakanya, bukan Ira yang menerima telepon
itu. Tetapi Arman, anaknya yang kedua. Yang
baru berumur lima tahun.
Susah payah Arini membujuk Arman agar
membawa ponsel itu kepada ibunya. Dari memohon dengan sabar akhirnya Arini sampai berteriak saking kesalnya. Dibentak-bentaknya anak
itu agar memanggil ibunya.
"Mama lagi lepot," kata Arman santai seperti
semula. Tidak peduli ada yang teriak-teriak. Dia
malah kelihatan tambah gembira. Ada yang mau
melayaninya bicara di telepon. "Lagi ngomong
sama Oom Helmi."
Arini sampai tidak memercayai pendengarannya. Helmi ada di rumah Ira? Sedang apa dia di
sana? Lembur? Sampai mematikan ponsel
segala?
Dia berusaha keras menenangkan dirinya. Meredakan kemarahannya. Dia harus bisa membujuk
Arman. Menanyakan lebih jelas lagi.
"Mama ada di sana?"
"Ada," sahut Arman mantap.
"Sama siapa?"
"Oom Helmi."
"Papa mana?"
"Ke Bandung."
pustaka-indo.blogspot.com
117 Perut Arini bertambah mulas. Kakinya gemetar. Hadi pergi ke Bandung. Dan Helmi ada di rumah Ira. Ada masalah apa? Mengapa dia berbohong?
Tiba-tiba saja kesadaran itu menyeruak ke
benaknya. Otaknya yang bebal selama ini tibatiba bisa berpikir jelas. Tirai yang menyelubungi
hubungan Ira dengan Helmi mendadak tersibak.
Sudah lama sebenarnya hubungan mereka
patut dicurigai. Hanya saja Arini terlalu lugu untuk menafsirkannya.
Helmi tahu persis ukuran sepatu Ira. Merek
tas favoritnya. Bahkan ukuran BH-nya. Model
celana dalam yang disukainya.
Ketika mereka pergi ke Paris, Helmi memerlukan belanja seharian untuk Ira. Tas. Sepatu. Baju
tidur. Bahkan pakaian dalam!
Belanjaan untuk Ira memenuhi hampir tiga
perempat koper mereka. Harganya menguras
kartu kredit Helmi dan seluruh uang saku
mereka.
"Ira titip," katanya asal saja ketika melihat kebingungan Arini. "Dia kan seleranya tinggi."
Aneh, kan? Mengapa Ira tidak minta tolong
pada Arini? Mengapa mesti kepada Helmi?
Sekarang baru Arini menyadari, ada yang
tidak beres dalam hubungan mereka!
"Tolong ya, Man," Arini mencoba menyabarkan
diri. Dia harus membujuk anak itu sedapat-dapatpustaka-indo.blogspot.com
118 nya. "Bawa HP-nya pada Mama ya. Tante Rini
mau ngomong."
"Kenapa nggak ngomong sama Eman aja,
Tante?"
"Karena Tante perlu ngomong sama Mama.
Nanti kalau Tante datang lagi ke rumah Arman,
Tante bawain handphone buat Arman ya?"
"Enpon benelan?"
"Ya dong, masa bohongan?"
"Enpon yang bisa bunyi? Bisa ngomong!"
Sekarang kesabaran Arini habis. Dia marah
karena merasa dibohongi suaminya. Sekaligus
takut karena sakit di perutnya semakin kerap.
"Bawa HP-nya ke Mama!" teriak Arini kalap.
Dengan suara paling kasar yang pernah dimilikinya. Entah karena kaget, entah karena takut, tergopoh-gopoh Arman berlari-lari membawa ponsel
itu kepada ibunya. Dan karena ponsel itu belum
ditutup, Arini masih bisa mendengar jelas suara
seorang laki-laki. Suara yang sangat dikenalnya.
Suara Helmi.
"Harus berapa kali lagi kukatakan padamu,
Ira, aku mencintaimu! Tapi aku menginginkan
anak itu!"
Helmi mengucapkannya dengan suara keras.
Dalam nada tinggi. Nada marah. Dalam bahasa
Inggris. Mungkin supaya anak-anak Ira tidak mengerti. Supaya pembantunya tidak paham. Tetapi
Arini mengerti.
pustaka-indo.blogspot.com
119 ARINI melahirkan dengan susah payah. Walaupun air ketubannya sudah pecah, hisnya tidak
akurat.
Dokter memerlukan memberi suntikan dan
infus untuk membantu persalinan Arini. Tetapi
proses persalinannya tetap tidak berjalan lancar.
Karena seolah-olah Arini tidak menginginkan
anaknya. Tidak ingin melahirkannya. Tidak mau
melihat mukanya.
Dokter sudah hampir memutuskan untuk melakukan operasi Caesar. Tetapi pada saat terakhir,
ada kemajuan.
Ketika akhirnya anak itu lahir, Arini terkapar
dalam keletihan yang amat sangat.
Selama dia menjalani proses persalinan, Helmi
selalu mendampinginya. Tetapi justru kehadiran
suaminya menambah sulit kelahiran anaknya.
12 pustaka-indo.blogspot.com
120 Arini seperti melawan kemauannya sendiri untuk
melahirkan anak itu.
Lebih baik dia mati, geramnya dalam hati dengan air mata berlinang-linang. Lebih baik aku
tidak usah melihatnya! Anak yang lahir dalam
dosa! Dosa perselingkuhan suaminya. Suami
pulasan. Kekasih gelap sahabat karibnya!
Helmi memang tidak berkata apa-apa. Seperti
biasa, dia tidak pernah minta maaf. Tetapi sorot
matanya sudah menyatakan penyesalannya. Kalau mata itu bisa bicara, isinya pasti lebih dari
seribu kali permintaan maaf!
Helmi dan Ira terperanjat sekali ketika Arman
memberikan ponselnya kepada ibunya. Mendadak
mereka dapat irasat jelek.
Ira langsung menoleh kepada Helmi dengan
wajah pucat pasi. Matanya menggelepar panik.
Mata itu seperti memekik,
Jangan-jangan Mas Hadi!
Tetapi ketika Ira mendengar suara Arini, dingin dan gemetar, kecemasannya tidak berkurang.
"Bilang Mas Helmi, ketubanku pecah. Aku
akan segera melahirkan anak yang tidak kamu
inginkan."
Sesaat Ira tertegun. Ketika mulutnya sudah bisa
dibuka kembali, dia meneriakkan nama Arini.
Tetapi telepon telah ditutup.
"Arini?" desis Helmi antara kaget dan bingung.
"Dia dengar apa yang aku bilang?"
"Nggak apa-apa," bujuk Ira seperti membujuk
pustaka-indo.blogspot.com
121 Arman kalau mainannya rusak. Nanti Mama belikan lagi yang baru. "Bukan cuma dia kok perempuan! Aku bisa mencarikan kamu sepuluh perempuan lagi yang lebih cantik dari dia!"
Tentu saja Ira juga terkejut. Takut. Tidak menduga. Tetapi melihat reaksi Helmi, kemarahannya
meledak. Cemburunya berkobar lagi.
Mengapa Helmi seperti begitu takut kehilangan
Arini? Lihat bagaimana paniknya dia! Janganjangan dia sudah jatuh cinta!
Tentu saja Helmi tidak mencintai Arini. Belum.
Dia hanya mencintai Ira.
Tetapi hampir setahun menikah, ada perasaan
lain yang mulai tumbuh makin kuat di hati
Helmi. Ini pasti bukan cinta. Mungkin cuma
rasa iba. Tetapi perasaan apa pun itu, dia tidak
tega menceraikan Arini! Tidak bisa lagi. Apalagi
setelah Arini mengandung anaknya!
Tanpa dapat dicegah Ira lagi, Helmi berangkat
saat itu juga ke rumah sakit. Dan Arini yang ditemuinya di sana tambah membuat hatinya semakin trenyuh.
Arini sangat menderita. Dia sedang mempertaruhkan nyawanya untuk melahirkan anak me
Masih Ada Kereta Yang Akan Lewat Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
reka. Anak yang mula-mula tidak diinginkan
ayahnya.
Ketika melihat perjuangan Arini, Helmi berjanji
kepada dirinya sendiri, dia tidak akan pernah
meninggalkan Arini.
Cinta atau tidak, perempuan itu telah menjadi
ibu anaknya. Istrinya yang setia. Yang tidak pernah menuntut apa-apa. Yang selalu melayaninya
pustaka-indo.blogspot.com
122 dengan sabar, seperti apa pun perlakuan suaminya. Helmi berjanji, akan mengubah sikapnya kepada Arini. Dan kalau sudah ada waktu nanti,
kalau Arini sudah melewati masa-masa yang berat ini, dia akan menjelaskan semuanya.
Mungkin mula-mula Arini hanya istri pulasan.
Tetapi sekarang, Helmi akan menjadikannya istri
sungguhan. Lebih-lebih setelah mereka punya
anak.
Dan melihat anak perempuan yang dibungkus
selimut merah muda itu, hati Helmi berdebar
dalam kebanggaan yang belum pernah dirasakannya. Tiba-tiba saja naluri kebapakannya lahir.
Itulah anaknya! Anak yang tak pernah diragukan siapa pun, lahir dari benihnya!
Aku akan melindungimu, Sayang, bisik Helmi
tanpa memindahkan tatapannya sekejap pun dari
wajah bayinya yang sedang tidur pulas. Tidak seorang pun bisa mengganggumu. Tidak juga Ira!
Tetapi yang mengganggu bayinya ternyata bukan Ira. Malah ibunya sendiri.
Arini mengidap Psikosis Masa Nifas. Tingkahnya seperti orang gila. Dia memerlukan perawatan seorang psikiater. Dan setiap kali melihat
anaknya, kegilaannya kambuh. Dokter harus menjauhkan bayinya agar tidak dicelakakan ibunya
sendiri.
"Bu Arini tidak sadar apa yang dilakukannya,"
kata psikiater yang merawatnya kepada Helmi.
"Lebih baik anaknya djauhkan dulu. Sampai dia
sembuh."
pustaka-indo.blogspot.com
123 "Penyakitnya bisa sembuh, Dok?" tanya Helmi
sedih. Perasaan bersalah semakin mencekam hatinya. Arini jadi gila karena perbuatannya! Sungguh keji menipu seorang perempuan selembut
Arini!
"Biasanya Psikosis Masa Nifas hanya kegilaan
sementara. Tetapi lama tidaknya kesembuhan tergantung banyak faktor."
Sehari setelah melahirkan, Arini minta Helmi
memanggil Ira. Dia tidak mau berkata apa-apa
pada Helmi. Tetapi dia ingin bicara dengan sahabatnya.
Mula-mula Ira tidak mau datang. Dia tidak
mau mengakui, sebenarnya dia juga takut. Menyesal. Merasa bersalah.
Ira hanya berusaha keras menyembunyikan
ketakutannya di depan Helmi. Tentu saja dengan
marah-marah.
"Buat apa dia memanggilku?" geramnya sengit. "Mau mengadiliku? Punya hak apa dia menuntutku? Sudah kuberi suami seperti kamu saja
sudah bagus! Seharusnya dia berterima kasih
padaku! Tidak tahu diri!"
"Kamu tidak takut dia mengadu pada suamimu?"
Dan amarah Ira mendadak reda. Kata-kata
Helmi menyadarkannya. Arini belum mati. Saat
itu dia malah belum gila. Dan dia punya mulut.
Dia tinggal menelepon Hadi. Dan Hadi pasti
percaya. Sudah lama memang dia mencurigai
hubungan istrinya dengan Helmi.
Akhirnya Ira terpaksa datang. Dan Arini yang
pustaka-indo.blogspot.com
124 ditemuinya di rumah sakit bukan Arini yang dikenalnya selama ini.
Sorot matanya sedingin air mukanya. Ira sampai hampir tidak mengenalinya lagi. Dia tidak
percaya sakit hati bisa mengubah orang sedrastis
itu! Kapan pernah dilihatnya Arini menatapnya sedingin ini? Tatapan itu sedingin es sampai rasanya dapat membekukan jantung Ira!
Kata-katanya singkat. Datar. Tapi nadanya sangat mendesak.
"Ceritakan semuanya padaku. Kamu berutang
penjelasan."
"Kamu salah ngerti, Rin!" Dengan gugup Ira
duduk di kursi di samping tempat tidur. Tidak
sadar tangannya terulur meneyentuh lengan sahabatnya.
Tetapi Arini menarik tangannya dengan segera.
Dia masih lemah. Tetapi saat ini rasanya dia
mampu menampar Ira.
"Masalahmu dengan Helmi biar aku yang menyelesaikan. Dari dulu aku selalu membantumu,
kan?"
"Aku bisa menyelesaikannya sendiri," potong
Arini kaku. "Aku hanya ingin pengakuanmu."
"Pengakuan apa?"
"Kenapa aku yang kamu pilih?"
"Kamu salah mengerti!"
"Karena aku bodoh? Naif? Atau karena aku
sahabatmu? Yang tak pernah meragukanmu.
Yang selalu percaya padamu. Yang sejak dulu
selalu kamu tolong."
pustaka-indo.blogspot.com
125 "Antara aku dan Helmi tidak ada hubungan
apa-apa! Kami cuma berteman!"
"Dan kamu memaksa temanmu menyingkirkan
anaknya? Teman yang mengaku sangat mencintaimu?"
Sesaat Ira terdiam. Dia merasa percuma membela diri lagi.
Arini sudah tahu semuanya. Dia bisa mendengar jelas semua kata-kata Helmi. Ponselnya
sangat bagus. Ponsel baru yang canggih. Dan
Arman memasang speaker. Tidak perlu punya
telinga harimau untuk menangkap suara Helmi
yang sekeras itu.
"Maakan aku, Rin," Ira memegang tangan
Arini dengan panik. Air matanya langsung menjebol keluar. Meleleh deras membasahi pipinya.
"Aku khilaf. Tidak tahu lagi harus berbuat apa.
Kamu satu-satunya teman yang kupercayai."
Tetapi air mata Ira tidak menyentuh hati Arini.
Malah semakin membangkitkan kebencian.
"Untuk menutupi perselingkuhanmu?" sela
Arini jjik. Ditariknya tangannya dengan kasar.
"Aku janji akan mengembalikan Helmi padamu!"
"Tidak perlu. Aku masih punya harga diri. Tak
kan kubiarkan kalian atau siapa pun menghina
diriku lagi!"
"Itu hakmu! Tapi tolong, hargai hakku juga,
Rin!"
"Aku tidak akan mengganggu hakmu. Ambil
saja lelaki itu kembali!"
"Bukan Helmi, Rin! Hadi!"
pustaka-indo.blogspot.com
12 "Aku tidak punya urusan dengan suamimu!"
"Tapi kata-katamu bisa merusak rumah tanggaku!"
Arini menatap Ira dengan benci. Inikah sahabat yang sangat dihormatinya? Yang suatu waktu
dulu pernah amat disayanginya? Ternyata dia
cuma perempuan egois yang tega melakukan apa
saja untuk menyelamatkan dirinya sendiri!
"Tolong aku, Rin," sekarang Ira sudah setengah
meratap. "Jangan bocorkan rahasia ini pada Hadi!
Aku tidak sanggup berpisah dengan anak-anakku!"
"Jadi kamu juga mempermainkan Helmi!"
desis Arini muak.
"Aku sangat mencintainya!"
"Kenapa tidak kawin saja?" bentak Arini jjik.
"Kenapa mesti menyodorkannya kepada teman
baikmu?"
"Karena aku tidak mau bercerai!"
"Sekarang saatnya kamu harus memilih."
Suara Arini terdengar sangat kejam. Seperti bukan suara Arini.
Dan Arini yang kemudian mereka temui pada
masa nifas memang bukan Arini lagi. Dia sudah
berubah.
"Bu Arini menderita kegilaan sesaat pasca melahirkan. Namanya Psikosis Masa Nifas. Dia
memerlukan perawatan dan obat-obatan. Karena
saat ini keadaannya sangat membahayakan bagi
anaknya, lebih baik bayinya disingkirkan untuk
sementara waktu."
pustaka-indo.blogspot.com
127 ?? Sejak itu Arini tidak pernah melihat anaknya
lagi.
Setelah sembuh, dia dibawa ibunya ke Bogor.
Karena dia menolak djemput Helmi.
"Saya ingin bercerai."
Hanya seuntai kalimat itu yang berulangulang diucapkan Arini. Padahal Helmi sudah
tidak sabar menunggu kesembuhan istrinya.
Sudah tidak sabar membawa anak mereka padanya. Dia ingin menempuh hidup baru. Bersama
anak-istrinya.
Tetapi rupanya sudah tidak ada maaf baginya.
Arini sudah berubah total. Dokter memang menyatakan psikosisnya sudah sembuh. Tetapi selama beberapa bulan, tingkahnya masih tetap
aneh. Kadang-kadang tak terduga.
"Lebih baik kamu singkirkan bayi itu," pinta
ibu Arini kepada Helmi. "Ibu khawatir penyakit
Arini kambuh kalau melihat anaknya."
"Saya ingin membawa Arini pulang ke rumah,
Bu."
Ibu Arini menggeleng sedih.
"Bagaimana kamu bisa membawa Arini kalau
melihatmu saja dia sudah muntah-muntah?"
"Izinkan saya bicara padanya, Bu."
"Buat apa? Penyakitnya akan bertambah parah
kalau melihatmu. Arini hanya ingin bercerai."
Helmi menunduk sedih.
"Tidak adakah jalan lain, Bu? Apa Arini tidak
pustaka-indo.blogspot.com
128 mau memberikan kesempatan kedua pada saya?
Kami sudah punya anak!"
"Ibu kenal sekali anak Ibu," sahut ibu Arini
lirih. "Belum pernah Ibu melihat dia seperti ini.
Arini seperti sudah menjelma menjadi orang lain.
Dan semua itu gara-gara perbuatanmu."
Akhirnya Helmi terpaksa meninggalkan Arini
di rumah ibunya. Dan merawat sendiri bayinya.
Untuk membantu penyembuhan Arini, ibunya
mengatakan bayinya sudah meninggal. Sudah
saatnya dia membuka lembaran hidup baru.
Memang keputusan yang berat untuk ibu
Arini. Sering dia menyesali keputusannya setelah
rasa marahnya pada Helmi surut. Dan beban
mental itu menjadi stres berkepanjangan yang
membuat hidupnya bertambah sulit. Dan kerja
jantungnya semakin berat.
Tetapi dia harus bagaimana lagi? Dia ingin
mendamaikan rumah tangga anaknya. Mengembalikan Arini kepada anak dan suaminya. Tetapi
bagaimana menjamin penyakit Arini tidak akan
kambuh kalau dia melihat lagi Helmi dan anaknya? Trauma itu terlalu berat untuk ditanggung
Arini. Ditipu oleh suami yang dicintai dan sahabat yang sangat dipercaya. Djadikan istri pulasan
sungguh menghina dan merendahkan derajat.
Mentang-mentang dia bodoh dan jelek!
Jadi ibu Arini tidak bisa berbuat apa-apa lagi.
Walaupun hampir setiap hari dia meragukan keputusannya sendiri. Dia hanya bisa merawat
anaknya sambil menghiburnya. Menabahkannya.
pustaka-indo.blogspot.com
129 Tetapi Arini yang berada bersamanya saat itu
bukan lagi anaknya yang selama ini dikenalnya.
Dan kenyataan itu membuat hatinya semakin tertekan.
Enam bulan kemudian, Arini menerima surat
Masih Ada Kereta Yang Akan Lewat Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
cerai. Dan dua bulan sesudah itu, ibunya meninggal karena serangan jantung.
Nasib telah membawa Arini kembali ke kehidupannya sebelum bertemu Helmi. Seorang
diri.
Hanya saja sekarang dia telah berubah menjadi
Arini baru. Arini yang tidak sudi dihina orang
lagi.
Dia menempa dirinya menjadi seorang wanita
karier. Rela ditempatkan di mana saja asal bisa
meraih kedudukan yang lebih tinggi. Rela bekerja
keras sampai di perusahaannya dia mendapat
julukan wanita mesin.
Dan wanita mesin itu bekerja dari pagi sampai
petang. Belajar lagi dari petang sampai malam.
Tidak ada kata istirahat untuk Arini. Tidak ada
kata tidak bisa. Dia mengambil semua kesempatan yang ditawarkan untuk maju. Menempuh
jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Bahkan
sampai ke luar negeri.
Prestasi kerjanya sangat mengagumkan. Atasannya sangat terkesan. Ketika dia menjabat manajer
bidang promosi, perusahaan menawarkan tugas
belajar tiga tahun di Jerman.
Arini langsung menerimanya. Dia tidak tahu
lagi untuk apa hidup ini selain untuk belajar dan
bekerja.
pustaka-indo.blogspot.com
130 Dua bulan lagi studinya selesai. Dia harus
pulang ke Indonesia. Kedudukan yang lebih tinggi telah menunggu. Atasannya telah menjanjikan
akan mempromosikannya ke jenjang CEO.
Sekarang Arini telah membuktikan, tidak ada
lagi orang yang bisa menghina dirinya. Tetapi
kepada siapa mau dipamerkannya kebanggaan
itu? Dua orang yang paling dibencinya sudah
tidak pernah ditemuinya lagi.
Mereka hanya tinggal bayang-bayang. Yang
tiap malam masih menghantui mimpinya. Seperti
sekarang.
?? Arini masih belum terlelap. Dia masih berbaring
di ranjangnya sambil melamunkan bayangan
yang hampir setiap malam menghampirinya. Menyapanya sesaat sebelum tidur.
Di luar hujan masih turun. Tetapi tidak sederas
tadi. Kilat pun sudah berhenti menyambar. Makanya Arini tahu bukan kilat yang menerangi
kamarnya ketika seleret cahaya terang menerobos
kegelapan kamarnya.
Dia menoleh ke pintu. Dan terkesiap.
Nick tegak di ambang pintu. Cahaya lampu dari
luar kamar menyoroti tubuhnya dari belakang.
Membentuk siluet. Tinggi. Kokoh. Memesona.
Gelagapan Arini mencari tombol lampu ketika
kesadaran menyentakkannya. Nick masuk ke kamarnya!
pustaka-indo.blogspot.com
131 Napasnya berbau alkohol. Dia pasti minum
setelah Arini masuk ke kamar tidur. Arini memang tidak minum. Tetapi dia punya sebotol
wiski yang selalu disimpannya untuk ditawarkan
kalau ada teman yang mengunjunginya. Dan
karena jarang yang berkunjung, wiski itu masih
utuh.
Nick menghampirinya. Dia membiarkan pintu
terbuka supaya kamar tidak terlalu gelap. Dan
dia menghalangi Arini menyalakan lampu.
Dengan gugup Arini duduk di tepi tempat
tidur. Nick merengkuhnya ke dalam pelukannya.
Dan bibirnya menggerayangi bibirnya.
Serentak Arini mendorongnya.
"Jangan, Nick!" pintanya sambil meredam rasa
mual karena bau alkohol yang keluar bersama
embusan napas pemuda itu.
Tetapi Nick memaksa. Dan dia tidak bisa dicegah lagi. Lengannya mendekap tubuh Arini
dengan kuat. Bibirnya memagut dengan hangat.
Sesaat Arini terbius dalam pesona yang tibatiba melumpuhkan tubuhnya. Dia merasa lemas.
Sekaligus bergairah.
Ciuman Nick yang membara mengingatkannya
kepada ciuman-ciuman Helmi di Paris dulu. Sekejap kenangannya melayang ke malam yang
paling indah dalam hidupnya.
Tak sadar Arini membalas ciuman Nick ketika
secercah kenikmatan yang mulai dirasakannya
menguasai dirinya. Mendorong tubuhnya bereaksi. Menanggapi rangsangan yang menyapa
dengan geliat penuh gairah.
pustaka-indo.blogspot.com
132 Tetapi ketika tangan Nick bergerak lebih jauh
lagi, tiba-tiba Arini sadar. Yang digelutinya bukan
Helmi, suaminya. Yang berada dalam pelukannya
seorang anak muda yang baru dua hari dikenalnya! Anak muda yang pantas jadi keponakannya! "Jangan, Nick!" Sekuat tenaga Arini meronta.
Melepaskan dirinya sambil mendorong tubuh
Nick yang mulai menindihinya.
"Aku tahu kamu menginginkannya," desah
Nick sambil meraih tubuh Arini kembali ke pelukannya.
Tetapi Arini cepat-cepat berdiri. Merapikan
baju tidurnya. Dan menyalakan lampu. Ditatapnya Nick yang masih setengah berbaring di ranjangnya dengan marah.
"Keluar!" bentaknya dengan wajah merah padam. "Munaik!" geram Nick sambil beringsut duduk. "Aku tahu kamu merindukannya!"
"Tidak dari lelaki yang pantas jadi anakku!"
"Lupakan moral! Aku tahu kamu kesepian!"
Dengan geram Nick bangkit hendak menerkam
Arini.
Tetapi Arini buru-buru menyingkir.
"Keluar!" bentaknya tegas. "Kamu mabuk!"
"Ini bukan yang pertama untukku! Aku pernah
melakukannya dengan teman gadisku!"
"Aku tidak mau djadikan objek pengalamanmu dengan wanita yang lebih tua!"
"Objek? Begitu kamu menganggap lelaki yang
pustaka-indo.blogspot.com
133 menginginkan dirimu? Pantas saja kamu tidak
laku!"
"Bukan kamu yang berhak mengadiliku!"
"Aku tahu kamu kesepian!"
"Aku tidak perlu pertolonganmu!"
"Aku bukan anak kecil lagi! Aku bisa memuaskanmu!"
"Jangan anggap sebagai balas budi!"
"Balas budi?"
"Karena aku pernah menolongmu."
"Juga kalau aku benar-benar menginginkannya?"
"Saatnya akan tiba untukmu. Dan bukan dengan aku."
"Karena kamu lima belas tahun lebih tua?"
"Karena kamu pantas jadi anakku."
"Apa salahnya? Kita sama-sama menginginkannya!"
"Aku pernah berdosa pada anakku. Aku tidak
mau dosa melumuri seseorang yang kuanggap
sebagai anakku! Sekarang keluarlah. Kumohon
padamu."
"Kamu munaik seperti Mama!" geram Nick
sambil membanting kakinya. Ditinggalkannya kamar Arini dengan marah.
?? Ketika Arini terjaga keesokan harinya, apartemennya sepi. Tidak ada siulan Nick. Tidak ada suara
pustaka-indo.blogspot.com
134 nyanyiannya. Tidak ada kelakarnya. Dia sudah
pergi.
Perlahan-lahan Arini membuka pintu kamarnya. Dan melongok ke luar. Sofanya kosong.
Barangkali Nick tidak tidur di sana.
Ranselnya sudah tidak ada. Tetapi bajunya
masih dalam mesin pengering. Nick mungkin
lupa mengambilnya. Atau dia meninggalkannya
untuk Arini. Dia juga meninggalkan jaketnya tergantung di rak topi. Ketika melihat jaket itu,
mata Arini berkaca-kaca.
Mereka memang baru dua hari berkenalan. Tetapi mengapa keberadaan pemuda itu menimbulkan kesan yang sangat mendalam?
Kepergiannya meninggalkan rasa kehilangan
di hati Arini. Dia sudah biasa kesepian. Sudah
biasa sendirian. Tetapi kehilangan? Bagaimana
bisa kehilangan jika tak pernah memiliki?
Dirabanya sofa itu dengan telapak tangannya.
Dingin.
Jadi Nick benar-benar tidak tidur di sana. Dia
langsung pergi. Dalam keadaan separuh mabuk.
Lewat tengah malam. Hujan pula.
Dan Arini merasa sangat khawatir. Padahal
siapa anak muda itu? Kenal saja baru dua hari!
Mengapa kepergiannya bisa begitu mencemaskan
hatinya?
Malam itu hujan turun lagi mengguyur
Stutgart.
Arini merasa hatinya kosong ketika sedang
mencari-cari kunci di tasnya. Membuka pintu
apartemennya. Dan masuk ke dalam.
pustaka-indo.blogspot.com
135 Kenangannya ketika berpayung berdua Nick,
menerobos hujan lebat dalam rangkulannya dengan jaket pemuda itu menudungi kepalanya,
menimbulkan perasaan pedih yang sulit djelaskan. Juga ketika sedang minum kopi seorang diri di
dapurnya. Memandangi bunga yang masih bermekaran dengan segarnya. Sementara mawar
merah mulai meredup. Tetapi kendatipun tidak
sesegar rekannya, mawar tetap memperlihatkan
superioritasnya.
Dan tatkala sedang menatap mawar itu, tibatiba saja Arini sadar, dia membutuhkan seseorang
seperti Nick. Seseorang yang dapat menyemarakkan hidupnya. Mengusir kesepian. Mengisi kehampaan. Tetapi orang itu pasti bukan Nick. Karena dia masih terlalu muda. Dia bukan
diciptakan untuk Arini.
Pemakamanmu nanti pasti sepi!
Kata-kata Nick kembali terngiang di telinganya.
Kamu sengaja menutup diri. Atau pura-pura tidak
membutuhkan orang lain.
Nick memang masih muda. Tetapi dia sudah
dapat memahami Arini. Ah, seandainya saja dia
lima belas tahun lebih tua!
Dan Arini merasa pipinya panas. Mengapa
pikiran seperti itu mampir di kepalanya?
Apakah dia juga menginginkan Nick? Membutuhkannya? Merindukannya?
Lalu ingatan Arini melayang ke kejadian di
kamarnya. Nick mendekapnya. Mencium bibirnya. Menginginkan dirinya.
pustaka-indo.blogspot.com
13 Benarkah Nick menginginkannya? Bukan karena dia mabuk?
Kita sama-sama menginginkannya!
Dan Arini tersentak kaget. Ponselnya berdering.
Dia melihat ke layar ponselnya. Dan tidak mengenali nomor yang tertera di sana.
"Halo," sapanya ragu-ragu.
Dia mengharapkan akan mendengar suara
dalam bahasa Jerman. Tapi yang sampai di telinganya justru bahasa ibu.
"Selamat malam, Bu Utomo! Di Stutgart hujan
lagi?"
"Nick," Arini menghela napas lega. Tidak tahu
harus cemas atau gembira. Cemas karena dadanya mendadak berdebar-debar. Gembira karena
mendengar suara yang diam-diam dirindukannya.
"Jaket dan bajumu ketinggalan."
"Ini undangan untuk mampir ke latmu?" suara
Nick terdengar ringan dan riang seperti biasa.
"Pulanglah secepatnya ke London, Nick. Selesaikan studimu. Aku juga akan pulang ke Jakarta."
"Kita bertemu lagi di tanah air?"
Arini tidak menjawab. Dia tidak ingin menjanjikan apa-apa. Tidak ingin memberikan harapan
Masih Ada Kereta Yang Akan Lewat Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
palsu. Karena itu dia tidak pernah menjawab telepon Nick lagi. Bahkan sms-nya yang datang
hampir tiap hari tak pernah dibalasnya.
Arini sadar, antara mereka ada jurang yang tak
mungkin diseberangi. Perbedaan umur yang demikian besar.
pustaka-indo.blogspot.com
137 PAK REKSO HANDOYO, presiden direktur
sekaligus pemilik perusahaan farmasi tempatnya
bekerja, menyelenggarakan resepsi makan malam
untuk menyambut kedatangan Arini. Sekaligus
memperkenalkannya kepada beberapa orang
kepala bagian baru.
"Hampir semuanya orang lama," kata Pak
Rekso kepada Arini. "Hanya ada satu-dua orang
baru yang masuk waktu Bu Utomo di luar negeri."
Pak Rekso mengundang anak buahnya masuk
ke ruang resepsi. Mereka semua mengenakan
pakaian rapi. Yang pria mengenakan kemeja dan
dasi. Atau kemeja batik lengan panjang. Yang
wanita juga memakai gaun koktail yang semarak.
Beberapa mengenakan jas atau bolero.
Berbondong-bondong mereka masuk. Menghampiri meja panjang dengan sikap hormat.
13 pustaka-indo.blogspot.com
138 Pak Rekso tegak di kepala meja. Di sisinya
tegak Bu Utomo. CEO mereka yang baru.
"Saudara-saudara, saya perkenalkan CEO kita,
Ibu Arini Utomo. Beliau akan segera menempati
jabatan barunya. Mari kita mengangkat gelas untuk beliau."
Bersama-sama mereka mengangkat gelas dan
mengucapkan selamat kepada Arini.
"Sebelum menikmati makan malam, saya ingin
memakai kesempatan ini untuk memperkenalkan
dua orang kepala bagian baru, yang masuk waktu Bu Utomo sedang tugas belajar di luar negeri.
Pak Helmi Kartanegara, manajer bidang promosi.
Pak Helmi mengisi jabatan yang Ibu tinggalkan
selama tiga tahun."
Arini hampir tidak memercayai matanya sendiri. Lelaki tinggi tegap yang mengenakan kemeja
putih, dasi kuning, dan jas biru itu benar-benar
mantan suaminya!
Helmi masih tetap setampan dan segagah
dulu. Hanya wajahnya yang semakin bertambah
dewasa. Tetapi kematangannya justru menambah
pesona yang dipancarkannya. Kalau saja wajahnya tidak sedang setegang dan semurung
sekarang.
Helmi sendiri seperti sudah tahu siapa yang
bakal dihadapi. Tetapi dia tidak punya alasan
untuk menghindar. Dia hanya mengulurkan tangannya dengan hormat. Berusaha menyembunyikan parasnya yang galau dan tatapannya yang
bersorot serbasalah.
Tentu saja dia sudah dapat merasakan panaspustaka-indo.blogspot.com
139 nya tatapan Arini. Bengisnya dendam yang berkobar di balik tatapan itu.
Arini benar-benar sudah berubah. Kalau tidak
melihat sendiri, Helmi tidak menyangka, yang
tegak dengan anggun di hadapannya itu benarbenar Arini, bekas istrinya yang lugu dan sederhana!
Betapa waktu telah mengubahnya!
Ah, barangkali bukan hanya waktu. Begitu banyak faktor. Nasib. Pendidikan. Karier. Dan
dendam.
Tak ada lagi Arini yang dikenalnya. Mantan
istrinya yang polos dan gampang dikelabui!
Kini yang tegak di hadapannya Arini Utomo.
S2 bidang marketing lulusan Jerman. CEO di perusahaannya. Atasannya.
Sikapnya begitu berubah. Dingin. Berwibawa.
Arogan.
Dandanannya juga berbeda. Mengesankan
wanita karier kelas atas. Tas tangannya dari merek
terkenal. Sepatunya yang bertumit tinggi juga
bukan merek sembarangan. Bajunya dari bahan
yang mahal. Potongannya rapi dan berkelas.
Pendeknya dilihat dari sudut mana pun, tak
ada yang tercela. Arini seperti tahu sekali memamerkan dirinya sekarang. Dan dia tahu bagaimana harus menampilkan wibawanya di depan
bawahannya.
Kalau tidak mengenal baik Arini belasan tahun
yang lalu, Helmi tidak percaya dialah yang tegak
di depannya kini! Bagaimana dia bisa bermetamorfosis begitu sempurna?
pustaka-indo.blogspot.com
140 Sebaliknya Arini juga sedang dibius oleh kejutan. Kemarahan, dendam, dan sakit hati berbaur
mengaduk perasaannya.
Di depannya tegak mantan suami yang dibencinya. Yang sekali waktu dulu pernah menipunya.
Menghina dirinya. Menjadikannya istri pulasan.
Untuk menutupi perselingkuhannya dengan
sahabat karibnya sendiri.
Api dendam yang masih membara berkobar
lagi. Menghanguskan semua logika di kepala
Arini.
Dia memang atasan yang terkenal cakap. Punya gelar master dari luar negeri. Memiliki prestasi kerja yang mengagumkan. Kenaikan jenjang
pangkatnya seperti meteor. Kisah suksesnya
hampir jadi legenda di perusahaannya.
Tetapi di balik semua itu, dia tetap seorang
wanita. Yang punya perasaan. Punya dendam.
Punya luka yang tak pernah sembuh.
Dua belas tahun dia memendam dendamnya.
Sekarang orang yang dibencinya tegak di
hadapannya. Bukan sebagai suaminya lagi. Bukan
lelaki yang harus dihormati dan djunjung tinggi. Dia kini cuma seorang bawahan! Arini bisa
memerintahnya. Bahkan bisa menggesernya
kapan saja dia suka!
Akhirnya keadilan datang juga menjenguknya.
Pintu untuk membalas dendam terbuka lebar.
Arini bertekad untuk membuat neraka di tempat kerja Helmi. Sampai dia tidak betah bekerja
di perusahaan itu lagi!
pustaka-indo.blogspot.com
141 ?? Dan yang menderita memang bukan hanya Helmi.
Yang harus memendam perasaannya kalau dibentak tanpa sebab. Kalau laporannya dikritik
habis-habisan. Bahkan ditolak mentah-mentah.
Kalau semua programnya dicela. Proposalnya dikembalikan dengan coretan tinta merah.
Arini benar-benar membalas dendam dari segenap penjuru. Di dalam maupun di luar
meeting.
Kadang-kadang sekretarisnya saja sampai mengernyitkan dahi. Tentu saja di belakang Arini.
Di depannya, dia mana berani?
Ibu Utomo terkenal galak. Keras. Judes.
Kadang-kadang sadis.
Dia memang perfeksionis sejati. Tetapi memperlakukan seorang manajer sekelas Helmi seperti
memperlakukan seorang oice boy, rasanya keterlaluan.
Kadang-kadang dia dan semua staf yang ikut
meeting, merasa iba melihat Helmi dimarahi
habis-habisan seperti itu. Hanya karena laporannya dianggap cacat. Proposalnya ditolak mentahmentah.
Herannya, Helmi tidak membantah. Tidak berusaha membela diri. Dia seperti menerima saja
perlakuan atasannya. Pasrah diperlakukan sekejam itu.
"Mau apa lagi," keluhnya murung ketika rekanrekannya menyatakan simpati mereka. Tentu saja
di belakang Arini. "Dia yang bos."
pustaka-indo.blogspot.com
142 "Tapi dimaki-maki untuk kesalahanmu yang
tidak seberapa, rasanya keterlaluan, Hel!" gerutu
Murad, manajer bidang pemasaran. "Dulu juga
dia judes. Galak. Tanpa kompromi. Tapi rasanya
tidak sesadis sekarang."
Kamu tidak tahu apa yang kulakukan padanya, desah Helmi dalam hati. Dibandingkan
dengan apa yang kulakukan dulu, perlakuan
Arini padaku sekarang tidak ada artinya!
Tetapi sebenarnya, bukan hanya Helmi yang
merasa tidak enak. Arini juga tidak senang. Menekan Helmi, memperlakukannya dengan kejam,
tidak membuat hatinya puas. Tidak menenangkan
hatinya yang selalu resah. Lebih-lebih melihat
reaksi Helmi. Dia seperti pasrah menerima hukuman. Dan sikap itu membuat Arini bertambah
tidak nyaman.
Dalam keadaan seperti itu, dia butuh seorang
teman. Seseorang yang dapat diajaknya bertukar
pikiran. Seseorang tempat mencurahkan isi hati.
Tetapi sejak sahabatnya menodai kepercayaannya,
Arini memang sudah tidak punya teman lagi.
Pemakamanmu nanti pasti sepi!
Heran. Setiap kali sedang pengap begini, Arini
sering teringat Nick. Satu-satunya orang yang
memahami dirinya. Satu-satunya teman yang pernah dimilikinya selama dua belas tahun terakhir
ini. Meskipun hanya dua hari!
Nick sudah menempati sudut hatinya yang paling gelap. Yang dibiarkannya kosong selama
ini. Tiga belas tahun yang lalu, Helmi pernah
pustaka-indo.blogspot.com
143 menempatinya. Tetapi tidak lama! Karena dia sudah berubah menjadi belatung! Dan Arini mencungkilnya keluar!
Beda dengan Nick. Arini juga sudah mencoba
mengeluarkannya dari sudut hatinya. Tetapi dia
masih bertahan di sana. Arini masih sering mengenangnya. Bahkan kadang-kadang merindukannya! Sering dia membaca kembali sms-sms yang
dikirim Nick. Cerita-cerita lucu yang dikirimnya.
Kata-kata kocak yang menjadi ciri khasnya. Arini
sering tertawa sendiri membacanya. Dan dia
tidak menghapus semua sms Nick. Dia menyimpannya.
"Ada tamu, Bu," kata Bi Ipah dari ambang pintu ruang keluarga. Mukanya tegang seperti mengabarkan ada rampok di depan pintu.
Arini mengangkat mukanya. Tamu? Tamu
siapa malam-malam begini? Dia jarang menerima
tamu. Keluarga tidak ada. Teman tidak punya.
Rekan bisnis tidak pernah diterima di rumah.
Jadi siapa tamu yang mengunjunginya?
"Siapa?" tanya Arini sambil mengerutkan dahi.
Karena sedang membaca sms Nick, dia memakai
kacamata. Dan kacamata putihnya merosot sampai ke pangkal hidung.
"Lelaki," sahut Bi Ipah.
Lelaki? Bercekat hati Arini. Lelaki? Helmi?
Berani benar dia datang ke rumah atasannya! Siapa dikiranya dirinya? Masih orang penting di
mata Arini? Bah!
Arini benci Helmi. Dia jjik melihatnya. Tetapi
pustaka-indo.blogspot.com
144 kapan ada satu malam saja dalam hidupnya dia
tidak membayangkan Helmi? Mengenangnya
sekali sebelum tidur?
Bahkan setiap kali melihat ranjang, Arini selalu
teringat kepada satu-satunya lelaki yang pernah
tidur seranjang dengannya.
Jadi ketika mendengar Helmi datang, Arini
tidak tahu apa arti debar jantungnya yang tidak
keruan begini. Masihkah dia mengharapkan kedatangan lelaki itu ke rumahnya? Benarkah dia
tidak menginginkan pertemuan di luar kantor?
Yang jelas, kalau benar Helmi yang datang, dia
tidak mau terlihat tolol seperti dulu. Perempuan
sederhana dan lugu yang pernah menjadi istrinya! Arini memerlukan memilih baju yang sesuai
dengan kedudukannya sekarang. Biar Helmi
tahu, bukan cuma Ira yang bisa memilih baju de
Masih Ada Kereta Yang Akan Lewat Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ngan selera tinggi!
Arini juga tidak lupa memoles mukanya dengan make-up. Cukup tipis saja. Asal anggun dan
berkelas. Dia tidak mau menjumpai Helmi tanpa
sentuhan make-up sama sekali. Nanti dia kelihatan
tua! Setelah mematut-matut dirinya sekali lagi di
hadapan cermin lebar di kamarnya, baru Arini
melangkah anggun ke ruang tamu. Sengaja dia
menjaga langkahnya. Supaya tampil anggun dan
intelek.
Kalau Helmi mengharapkan bertemu dengan
Arini yang dulu, dia harus menggali liang kuburnya! Karena Arini yang dulu sudah mati!
pustaka-indo.blogspot.com
145 Tetapi kalau Arini mengira akan menemui
mantan suaminya yang duduk tepekur dengan
kepala tertunduk lesu seperti pesakitan, dia kecewa. Karena yang ditemui di ruang tamu rumahnya bukan Helmi!
"Hai, Ibu Utomo!" sapaan lantang dan riang
itu sudah menerpa telinga Arini sebelum dia sadar tidak bermimpi. "Masih kenal?"
"Nick?!" gumam Arini keheran-heranan.
Dia hampir tidak memercayai matanya sendiri.
Baru saja dia merindukan pemuda itu. Sekarang
dia sudah tegak di depannya!
Arini tidak tahu mengapa dadanya berdebar
sehangat ini. Mengapa jantungnya berdegup secepat ini. Mengapa bahkan matanya terasa panas
mengekang keharuan. Dia bahkan hampir kewalahan meredam gejolak kegembiraan di hatinya. Aduh, pertanda apa pula ini? Mengapa seluruh tubuhnya seolah-olah bersorak seperti menyambut Pangeran Tampan yang menunggang
kuda putih memasuki istananya?
Hampir empat bulan dia tidak melihat Nick.
Tidak ada yang berubah dalam dirinya. Dia masih tetap Nick yang dikenalnya dalam kereta api
terakhir menuju Stutgart.
Senyumnya masih tetap miliknya. Tatapannya
masih seinosen ketika Arini pertama kali melihatnya. Keriangannya seolah-olah tidak mengenal
pergantian musim.
Nick langsung membuka lengannya lebar-lebar
dan merangkul Arini.
pustaka-indo.blogspot.com
14 Ada secercah kehangatan yang sulit dilukiskan
membelai hati Arini. Tiba-tiba saja matanya basah. "Kaget?" bisik Nick sambil tersenyum lembut. "Tentu." Arini segera melepaskan pelukan Nick
begitu ekor matanya melihat Bi Ipah masuk.
"Kamu datang seperti hantu! Kok tahu alamatku?"
"Ingat Mbak Hartati yang baik?" Nick menyeringai kocak.
"Maaf, Bu," sela Bi Ipah takut-takut.
"Ada apa, Bi?" Arini menoleh.
"Ada taksi nunggu di luar."
"Saya tidak pesan taksi. Salah alamat, kali."
"Itu taksiku," sahut Nick santai. "Tolong bawa
masuk kopernya ya, Bi."
"Kopermu ada di luar?" belalak Arini bingung.
"Aku langsung kemari."
"Dari London?"
"Tidak," Nick tertawa geli. "Dari airport."
"Tolong bawa masuk kopernya, Bi," kata Arini
gemas.
"Bawakan uangnya juga, Bi." Nick menyeringai
jenaka ketika Arini menoleh dan membeliak jengkel. "Buat ongkos."
"Kehabisan duit lagi?" Arini tambah gemas.
"Memang aneh tuh. Duit nggak pernah betah
di dompetku."
Sambil menghela napas panjang Arini memutar
tubuhnya.
pustaka-indo.blogspot.com
147 "Tidak menemui ibumu dulu?" tanya Arini
sambil melangkah ke ruang keluarga. "Tidak kangen?"
"Hari begini Mama ada di rumah?" Nick tertawa mengejek. "Pasti sudah mau kiamat! Lagi
pula aku lebih rindu padamu."
"Kamu masih tetap konyol seperti dulu."
"Aku memang tidak berubah. Makanya aku
kemari."
"Atau kamu tidak punya uang lagi. Kalau tidak kehabisan duit, kamu pasti tidak ingat padaku."
"Aku ingat siang-malam padamu. Kukirim sms
setiap hari."
"Aku sudah tua. Tidak sempat sms-sms-an."
Nick menyambar lengan Arini dari belakang.
Dan memutar tubuhnya. Arini terpaksa berbalik.
Dan sesaat mata mereka bertemu.
"Kamu tidak kangen padaku?"
"Kupikir kamu pasti sudah lupa," Arini membuang tatapannya ke tempat lain. Menghindari
matanya membocorkan rahasia hatinya. "Masa
sih kamu masih ingat sama nenek-nenek kalau di
sekitarmu banyak cewek cakep?"
"Justru karena kamu, aku pulang."
"Ibumu pasti senang." Arini melepaskan
cengkeraman Nick di lengannya. Dan duduk di
sofa.
"Mama malah belum tahu." Nick ikut duduk
di sebelahnya. Agak terlalu dekat sampai Arini
menggeser menjauh. Karena di pintu Bi Ipah
sedang tertatih-tatih menggotong koper Nick.
pustaka-indo.blogspot.com
148 "Ditaruh di mana kopernya, Bu?"
"Biar di situ saja. Tolong minumannya, Bi.
Kamu mau minum apa, Nick?"
"Apa saja asal manis," sahut Nick penuh arti.
"Apa saja asal manis," Bi Ipah berpikir keras.
"Teh gula? Es sirop? Atau madu?"
"Seratus buat Bibi!" sorak Nick mengejutkan
pembantu separuh baya itu.
"Ambilkan jus jeruk saja di lemari es, Bi," kata
Arini sabar. Dia harus bagaimana lagi? Di depan
Nick dia memang harus punya kesabaran ganda.
"Tolong kupaskan mangga juga."
Sambil bersungut-sungut Bi Ipah melangkah
mengambil minuman. Majikannya jarang menerima tamu. Sekalinya ada, tamu yang model
begini!
"Tidak mau menelepon ibumu dulu?" Arini
mengambil ponselnya yang masih terhantar di
atas meja. "Kamu pasti belum punya pulsa."
Sesudah menyodorkannya kepada Nick, dia
baru kaget sendiri. Sms Nick belum dihapus.
Masih terpampang di layar. Buru-buru dia menarik kembali ponselnya dan menyembunyikannya. "Pengagum gelap?" Nick tersenyum lebar melihat Arini salah tingkah begitu.
"Ah, siapalah yang mengagumi nenek-nenek."
"Salah satunya ada di hadapanmu."
"Aku menganggapmu anakku."
"Berhentilah menganggapku anakmu!"
"Kamu memang pantas jadi anakku!"
"Tapi aku tidak mau jadi anakmu! Aku rindu
pustaka-indo.blogspot.com
149 kepadamu. Tapi bukan kerinduan seorang anak
kepada ibunya!"
"Nick, kamu masih capek," gumam Arini sabar.
"Dan aku tidak mau bertengkar denganmu."
"Aku juga tidak. Bagaimana kalau kita makan
saja?"
"Makan?" desis Arini bingung. Kenapa pikiran
anak ini melompat-lompat begitu? "Di mana?"
"Di mana saja. Asal kamu yang bayar."
"Lebih baik kita makan di rumah saja."
"Bibi gemukmu bisa masak?"
"Kita tidak bisa makan di luar. Nanti orang
mengira aku tante girang."
"Masa bodoh amat. Emangnya gua pikirin?"
"Tapi aku peduli, Nick! Kamu tidak tahu bagaimana tidak enaknya jadi janda."
"Aku tahu. Tidak enak dan kesepian!"
"Bagaimana studimu?" Arini cepat-cepat mengganti topik. Takut Nick melantur lebih jauh lagi.
"Biar Papa yang tanya, ya? Itu jatahnya."
"Jadi aku tidak boleh tahu?"
"Belum saatnya."
"Kamu gagal?"
"Kalau aku lulus jadi insinyur pun, kamu masih menganggapku belum pantas mendampingimu!"
"Lebih baik kamu memikirkan studimu. Belum
pantas memikirkan yang lain."
"Di kampung lelaki seumurku sudah punya
selusin anak."
"Tapi kamu tidak tinggal di kampung. Kamu
harus punya pegangan untuk masa depanmu."
pustaka-indo.blogspot.com
150 "Siapa bilang cuma sarjana yang bisa kaya?
Papa SD saja nggak lulus!"
"Nick," desah Arini sabar.
"Sekali lagi, Arini!"
"Apa?" cetus Arini terkejut.
"Panggil namaku sekali lagi. Aku baru tahu
betapa indahnya namaku kalau kamu yang memanggilnya!"
"Nick"
"Lebih lembut."
"Nick, aku serius!"
"Siapa bilang aku main-main? Jangan kira
cuma lelaki seumurmu yang bisa serius!"
"Umur kita berbeda, Nick."
"Apa sih artinya umur? Yang penting kamu
masih bisa beranak!"
"Kamu mesti ke psikiater."
Sekarang Nick menatap Arini dengan marah.
"Begitu kamu memperlakukan orang yang
betul-betul menginginkan dirimu? Pantas saja
semuda ini kamu sudah jadi janda!"
"Kamu sakit!" sergah Arini sama marahnya.
"Kamu pikir aku menderita Oedipus
Complex?"
"Aku cuma memikirkan yang terbaik untukmu!"
"Dengar, Arini," Nick bangkit dengan sengit.
Matanya tidak tersenyum lagi. Mata itu kini menyala seperti bola panas yang terbakar. "Sampai
sebesar ini aku belum pernah jatuh cinta pada
ibu guruku, tanteku, atau ibuku sendiri! Aku
cuma mencintaimu!"
pustaka-indo.blogspot.com
151 Dengan marah Nick meninggalkan Arini.
Bi Ipah yang sedang menanting nampan tidak
sengaja disenggolnya. Nampan terlepas dari tangannya. Gelas dan piring jatuh ke lantai. Pecah
berderai.
Tanpa menghiraukannya, Nick menyambar
kopernya dan melangkah ke luar tanpa menoleh
lagi.
"Edan!" gerutu Bi Ipah sambil melirik Arini
dengan ketakutan.
Tetapi majikannya yang biasanya galak itu
tidak mengomel. Menoleh saja tidak. Dia seperti
mendadak kena sihir.
Ada sebongkah penyesalan di hati Arini. Tapi
dia harus bagaimana lagi?
Dia sendiri merindukan Nick. Membutuhkannya. Tetapi Arini tidak mau mengungkapkan perasaannya. Kalau Nick sampai tahu, penyesalan
lebih besar akan mengaduk-aduk hidupnya!
Lebih baik dia menyingkir. Sebelum gelombang
besar menenggelamkan mereka. Tetapi membiarkan Nick pergi dengan rasa marah begitu
membangkitkan penyesalan Arini. Seharusnya dia
bisa bicara baik-baik. Nick masih terlalu muda.
Dan dering pintu menyentakkannya.
Nick! Diakah yang kembali?
Tanpa menghiraukan Bi Ipah yang sedang berjongkok memunguti pecahan gelas, Arini terburuburu bangkit. Melompati beling yang berserakan.
Dan bergegas membuka pintu.
Masih Ada Kereta Yang Akan Lewat Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bi Ipah sampai melongo heran. Kapan pernah
pustaka-indo.blogspot.com
152 dilihatnya majikannya tergesa-gesa begitu membuka pintu? Siapa sekarang yang edan?
"Nick!" sapa Arini sambil membuka pintu.
Dan giliran Arini yang tertegun bengong.
Yang tegak di depan pintu bukan Nick.
"Selamat malam, Arini."
"Maaf," desis Arini dingin setelah mulutnya
bisa dibuka kembali. "Urusan pekerjaan di kantor. Bukan di sini."
Sesaat Helmi terenyak. Dia sudah menduga
akan mendapat sambutan yang tidak ramah. Tetapi ketika melihat betapa dinginnya tatapan
mantan istrinya, mendengar betapa bekunya
suaranya, tak urung dia merasa sedih.
Inikah wanita yang dulu pernah dimilikinya?
Wanita sederhana, lugu, dan pasrah?
Alangkah berubahnya dia sekarang! Alangkah
kejam penderitaan telah mengubah pribadi yang
lemah lembut itu!
"Aku cuma ingin melihatmu," cetus Helmi
lirih.
"Kamu sudah sering melihatku." Arini mengucapkannya dengan nada lebih dingin lagi. Biar
beku seluruh persendiannya. Biar beku semua
racun di tubuhnya! "Di kantor. Masih ada yang
perlu dilihat?"
"Aku ingin melihatmu sebagai Arini yang kukenal. Bukan sebagai Bu Utomo, atasanku."
"Arini yang kamu kenal sudah mati!"
Bukan kata-kata itu yang melukai hati Helmi.
Tetapi cara Arini mengucapkannya.
pustaka-indo.blogspot.com
153 Jadi Arini memang sudah berubah total! Dia
yang mengubahnya!
"Selamat malam," kata Arini sambil bergerak
menutup pintu.
Tetapi Helmi menahan pintu itu dengan kakinya. "Tidak dapatkah kita bicara baik-baik?"
"Masih ada yang perlu dibicarakan?"
"Aku harus menjelaskan semuanya," kata
Helmi lirih. "Dulu kamu tidak memberiku kesempatan untuk menjelaskan."
"Sekarang juga tidak! Aku tidak mau melihatmu lagi di rumahku!"
"Jangan kamu kira aku datang kemari karena
urusan pekerjaan, Arini!" tukas Helmi menahan
perasaannya. "Karierku memang tergantung tanda
tanganmu. Tapi aku tidak mencampurkan urusan
pribadi dengan bisnis!"
"Aku juga tidak. Kalau masih ada masalah,
selesaikan besok di kantor!"
"Kamu sombong, Arini," geram Helmi gemas.
"Jangan kamu kira karena kamu sekarang atasanku, aku datang melata untuk mencium kakimu.
Aku masih punya harga diri!"
"Kamu tidak ada harganya sama sekali!" meledak kemarahan Arini. "Dirimu sudah kamu jual
kepada perempuan yang telah membayarmu!"
Helmi merasa tersinggung. Sakit hati. Tetapi
dia tidak punya kesempatan lagi untuk mengungkapkannya. Arini sudah membanting pintu
sampai tertutup.
pustaka-indo.blogspot.com
154 Dia hanya bisa melangkah lunglai ke mobilnya. Di dalam, Arini juga merasa hatinya sakit sekali. Padahal dia telah membalaskan sakit hatinya
dengan menghina orang yang pernah merendahkannya. Tetapi mengapa hatinya malah bertambah sakit?
pustaka-indo.blogspot.com
155 MULA-MULA Nick hanya main-main. Hidupnya memang penuh dengan permainan. Tidak
ada yang serius. Kecuali mungkin, kuliahnya.
Dia punya banyak teman gadis. Dari yang
paling jelek sampai yang paling cantik. Dari yang
lebih muda sampai yang lebih tua. Dari yang
normal sampai yang kurang waras.
Tetapi tidak ada yang bisa mengaduk emosinya
seperti Arini.
Pada mulanya, memang hanya canda. Iseng.
Ingin tahu.
Dia belum pernah pacaran dengan perempuan
yang hanya lima tahun lebih muda dari ibunya.
Apalagi perempuan misterius yang mungkin
kalau malam menjelma jadi serigala.
Tetapi entah mengapa, ketika kembali ke
kampus setelah dua hari bergaul dengan Arini,
14 pustaka-indo.blogspot.com
15 Nick merasa ada yang berbeda. Dia merindukan
wanita itu. Rindu sikapnya yang kadang-kadang
dingin tak berperasaan. Tetapi di saat lain hangat
melindungi seperti seorang ibu.
Dia tergugah ingin menyelami masa lalunya
yang kelam. Tergugah ingin membongkar pribadinya yang asosial. Tergugah ingin tahu mengapa
dia lebih suka menyendiri, meskipun Nick sadar
sebenarnya dia perlu teman.
Kepribadiannya tidak sekuat yang selalu ingin
ditampilkannya. Sebenarnya di balik sosok yang
tampak tegar itu, dia cuma seorang perempuan
yang rapuh. Masa lalunya yang menempa dirinya
menjadi sosok yang seakan-akan kejam. Dingin.
Tak berperasaan. Padahal setelah dua hari berada
di dekatnya, Nick yakin, Arini sebenarnya punya
sepotong hati yang lembut. Paling tidak, waktu
hati itu masih berada di tempatnya.
Bukan itu saja. Setelah beberapa hari berpisah,
Nick tidak mampu mengusir bayangan wanita
itu dari kepalanya. Kenangan wisata mereka ke
Heidelberg dan Wurzburg terus-menerus tampil
di benaknya.
Akhirnya Nick mengirim sms. Tentu saja dia
tahu nomor ponsel Arini. Ponsel itu pernah jatuh
di dekat kakinya.
Memang tidak ada balasan. Tetapi Nick tidak
putus asa. Ada sesuatu yang diwarisinya dari
ayahnya. Kegigihan.
Kegigihan itu pula yang membawanya ke apartemen Hartati. Dan akhirnya membawanya ke
rumah Arini.
pustaka-indo.blogspot.com
157 Tetapi yang ditemuinya di rumah wanita itu
memang bukan sambutan yang diharapkan.
"Aku cuma memikirkan yang terbaik untukmu."
Nick percaya, Arini sungguh-sungguh dengan
ucapannya. Dia memang hanya memikirkan kebaikan Nick. Karena Arini merasa dirinya bukan
pasangan yang sesuai.
"Umur kita berbeda lima belas tahun."
Memang bukan perbedaan umur yang sedikit.
Tetapi apa salahnya kalau mereka bahagia?
"Ma, Nick mau tanya," cetusnya ketika sedang
makan malam bersama ibunya. "Kalau umur
Mama dan Papa beda lima belas tahun, apa
Mama-Papa akan menikah juga?"
"Ya, iya dong," sahut ibunya mantap. Tanpa
ragu sedikit pun. "Apa artinya lima belas tahun?
Umur eyangmu beda dua puluh tahun sama
Eyang Putri!"
"Jadi nggak salah kan kalau Nick kawin sama
perempuan yang umurnya beda lima belas
tahun?"
"Pacarmu pasti masih di sekolah dasar!" Ibu
Nick tertawa gelak-gelak menyambut kelakar
anaknya. Dasar si Niko! Kerjanya bercanda melulu! "Atau jangan-jangan masih balita!"
Nick tersenyum membalas canda ibunya.
Kalau saja Mama tahu!
"Kejutan buat Mama," katanya santai. "Tunggu
saja tanggal mainnya."
?? pustaka-indo.blogspot.com
158 Arini masih sibuk di depan komputernya ketika
telepon di atas meja kerjanya berdering.
"Selamat siang, Bu," terdengar suara sekretarisnya. Sangat sopan dan hati-hati. "Ibu ditunggu
di ruang meeting."
"Saya ke sana."
Arini meletakkan telepon. Menjangkau laptopnya dan berjalan ke ruang meeting. Sekretarisnya
yang sudah menunggu di luar pintu kamar kerjanya mengikuti dari belakang.
Begitu Arini masuk, semua stafnya yang sudah
berada di dalam ruangan langsung mengucapkan
selamat siang.
Arini melangkah anggun ke kepala meja. Purapura tidak melihat Helmi yang juga sedang purapura sibuk dengan laptopnya.
Bukan kebetulan kalau Helmi duduk di sebelahnya. Sampai selama hampir dua jam, Arini
tersiksa karena mencium bau yang sangat dikenalnya. Bau yang khas. Campuran bau tembakau
dan harumnya atershave lotion.
Tidak sengaja ingatan Arini kembali ke ranjang
mereka di Paris. Ketika dia mencuri-curi lihat ke
arah Helmi yang sedang merokok di sampingnya.
Dan berkali-kali konsentrasinya buyar.
Dia baru tersentak ketika ponselnya berdering.
Arini langsung meraih ponselnya. Dan rapat
terhenti.
Murad yang sedang memaparkan strategi
pemasaran yang baru, berhenti sejenak. Dia
menoleh ke arah Arini. Ketika Arini mengisyaratpustaka-indo.blogspot.com
159 kannya untuk terus, dia baru melanjutkan pemaparannya.
"Halo," sapa Arini dengan suara datar berwibawa.
Siapa yang berani menelepon ke ponselnya?
Pada jam kerja pula!
"Halo, Arini! Masih marah?"
Hampir tersedak air liur Arini. Tidak menyangka mendapat telepon dari Nick di tengahtengah rapat kerja.
Terpaksa dia keluar dari ruang rapat.
"Kamu mau apa, Nick? Aku sedang meeting."
"Sampai jam berapa?"
"Bukan urusanmu."
"Aku ingin menjemputmu."
"Tidak perlu! Aku diantar mobil kantor."
"Sore ini suruh sopirmu cuti. Aku yang menjemputmu."
"Ke mana?"
"Aku ingin mengajakmu makan malam."
"Tidak bisa! Aku sibuk!"
"Tapi tetap harus makan, kan? Nah, jam berapa aku harus menjemputmu?"
"Jangan jemput aku di kantor, Nick!" pinta
Arini bingung. Aku bisa ditertawakan karyawankaryawanku!
"Jadi di mana? Di pinggir jalan?"
"Malam ini aku ada acara."
"Kalau begitu kita makan siang. Makan sore.
Atau apa pun istilahmu. Dalam sepuluh menit
aku sudah berada di depan kamar kerjamu."
pustaka-indo.blogspot.com
10 "Jangan bikin yang aneh-aneh, Nick!" geram
Arini gemas. "Di kantor aku tidak bisa diganggu!"
"Aku cuma ingin menjemputmu! Apa aku
harus menunggu di tempat parkir bersama sopirmu?"
"Nick, kamu mau menunggu di restoran?"
"Oke, sebut saja nama restorannya!"
"Janji tidak mengganggu aku lagi? Aku sedang
meeting!"
Nick memang tidak mengganggu lagi. Dia menunggu di tempat yang djanjikan. Dan ketika
melihat anak muda yang sedang menunggunya
di sana, mau tak mau Arini terenyak.
Tidak ada lagi pemuda urakan dengan jaket
dan jins kumal yang sudah tidak ketahuan apa
warnanya.
Yang tegak di hadapannya kini seorang lakilaki muda dengan kemeja lengan panjang dan
Masih Ada Kereta Yang Akan Lewat Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dasi!
Mukanya bersih. Rambutnya dipotong rapi.
Cambangnya sudah dibabat habis.
"Mudah-mudahan aku sudah pantas makan
malam bersama seorang CEO," Nick menyodorkan seikat mawar merah. "Lebih indah dari mawar di Jerman, ya? Lebih murah, lagi."
"Terima kasih," sahut Arini rikuh.
Tidak sengaja ingatannya kembali ke Jerman.
Ketika untuk pertama kalinya Nick memberinya
seikat mawar merah lambang cinta kasih.
"Kamu pasti sedang ingat trem di Stutgart,"
Nick tersenyum sambil membimbing tangan
pustaka-indo.blogspot.com
11 Arini memasuki restoran. "Dan nenek yang kakinya kamu injak."
Pelayan menyapa mereka dengan ramah. Dan
membawa mereka ke tempat yang sudah dipesan
Nick. Sebuah ruang tertutup yang terpisah dari
tamu-tamu lain.
Arini berusaha mengusir kesan itu dari benaknya. Tetapi bagaimanapun dia berusaha tidak
memikirkannya, perasaan itu kembali dan kembali lagi mengusiknya.
Benarkah pelayan sedang menertawakannya di
balik punggungnya? Wanita tidak tahu diri.
Pacaran dengan anak muda yang pantas jadi
anaknya!
"Berapa lama liburanmu, Nick?" tanya Arini
ketika mereka sedang menunggu makanan.
"Selamanya," sahut Nick santai.
"Studimu sudah selesai?" Arini mengangkat
alisnya. "Makan malam ini merayakan kelulusanmu?"
"Aku gagal," Nick menghirup minumannya
dengan tenang. "Dan tidak mau mengulang
lagi."
"Nick!" sergah Arini kecewa.
"Bukan cuma kamu yang kecewa."
"Aku tahu. Orangtuamu pasti kecewa sekali."
"Bukan cuma orangtua yang bisa kecewa."
"Ayahmu sudah mengeluarkan begitu banyak
uang untuk membiayai studimu."
"Salahnya sendiri. Kenapa aku dikirim ke luar
negeri."
"Dia ingin kamu jadi insinyur."
pustaka-indo.blogspot.com
12 "Di sini juga bisa jadi insinyur."
Arini menghela napas. Dia memang tidak pernah menang kalau berdebat dengan Nick. Tetapi
kadang-kadang, jawabannya ada benarnya juga.
Masuk akal. Walaupun diucapkan seenak perutnya sendiri.
"Kenapa kamu tidak mau kembali ke
London?"
"Supaya bisa selalu dekat kamu."
Sekali lagi Arini menghela napas. Kali ini dengan gemas sampai Nick tertawa.
"Kamu persis Mama. Nggak suka kalau aku
ngomong blak-blakan."
"Kamu tidak cerita sama ibumu, kan?" sela
Arini gugup.
"Soal apa?"
"Kita."
"Mama ingin melihatmu."
"Kamu gila!"
"Lho, apa salahnya? Wajar kan kalau Mama
ingin lihat seperti apa calon menantunya?"
"Kamu bilang umur kita beda lima belas tahun?"
Nick mengangguk sambil tersenyum lebar.
"Kata Mama nggak apa-apa. Kakek-nenekku
juga beda umurnya dua puluh tahun!"
Arini mengawasi Nick dengan tatapan tidak
percaya. Nick tertawa geli melihat cara Arini menatapnya.
"Tidak percaya?"
"Aku tidak percaya ibumu tidak pingsan kalau
tahu aku lima belas tahun lebih tua!"
pustaka-indo.blogspot.com
13 "Apa sih artinya umur? Yang penting kita hepi.
Dan kamu masih bisa beranak! Belum menopause,
kan?"
?Nick," Arini mencoba sabar. Mencoba meredakan denyut jantungnya yang berdegup tidak
keruan. "Mari kita bicara."
"Lagi apa sih kita sekarang?"
"Serius."
"Soal apa? Umurmu yang lima belas tahun
lebih tua? Nggak mau! Bosan!"
"Ada sesuatu yang harus kuceritakan."
"Anakmu? Suamimu? Mereka sudah mati
semua, kan?" Nick menyeringai lebar. Seringainya
memudar ketika melihat belalakan Arini.
"Kamu bisa serius nggak sih?"
"Aku tidak peduli masa lalumu! Kalau aku
harus mati juga"
"Nick!"
"Oke! Oke! Kamu mau ngomong apa?"
"Kamu masih muda. Masa depan terbentang
cerah di hadapanmu."
"Cuma kamu yang bilang begitu! Papa selalu
bilang masa depanku suram!"
"Kalau kamu menikah, orangtuamu pasti mengharapkan gadis yang sebaya. Atau lebih muda.
Bukan janda yang lebih tua lima belas tahun!"
"Yang mau kawin aku. Bukan mereka!"
"Tapi yang punya uang mereka, bukan
kamu!"
"Kamu CEO pabrik obat, kan? Aku juga masih
laku jadi kuli bangunan. Pasti kita nggak bakal
kelaparan!"
pustaka-indo.blogspot.com
14 "Aku tahu kenapa kamu memilihku. Karena
aku mirip ibumu."
"Siapa bilang kamu mirip Mama? Kalian bagai
bumi dengan langit! Tentu saja kamu langitnya!"
"Kamu belum kenal aku, Nick."
"Makanya aku tidak mau balik ke London.
Aku mau lebih mengenalmu."
"Dari luar saja aku tampak bersih. Diriku tidak
lebih dari seonggok sampah!"
"Aku juga tidak bersih kok! Sebelum menikah,
kita harus periksa lab!"
"Nick, aku serius. Aku sayang padamu."
"Aku juga sayang padamu, Arini." Canda lenyap dari bibir Nick. Sekarang matanya menatap
dengan sangat lembut.
"Kuanggap kamu anakku sendiri."
"Tidak mau! Aku mencintaimu dengan cinta
seorang lelaki dewasa kepada kekasihnya! Bukan
kepada ibunya!"
"Kamu salah alamat."
"Biar saja. Sudah telanjur."
"Cintamu datang terlalu pagi."
"Tapi sudah terlambat untuk distop."
"Kamu pernah jatuh cinta?"
"Sekali. Kepadamu."
"Aku juga. Tapi bukan kepadamu."
"Aku tahu. Tapi dia tidak mencintaimu."
"Dia mencintai perempuan lain. Temanku sendiri."
"Aku bukan seperti dia!"
"Aku juga tidak mau seperti dia, Nick. Aku
tidak mau merusak hidupmu."
pustaka-indo.blogspot.com
15 "Tanpa kamu, hidupku malah lebih rusak
lagi!"
Saat itu makanan datang. Pembicaraan mereka
terhenti. Nick makan dengan begitu lahapnya
sampai Arini mengira dia sudah lupa topik pembicaraan mereka.
Apa saja yang terhidang di depannya disikatnya dengan rakus. Bahkan yang tersisa di piring
Arini ikut dihabiskannya.
"Cuma perasaanku saja atau memang benar,
ya? Kok rasanya makanan di tanah air lebih
enak?"
"Memang lebih enak," sahut Arini sambil menghirup minumannya. Agak mual melihat cara Nick
makan. Kalau mereka sudah menikah, barangkali
dia harus masak dua kali lebih banyak. Dan
mukanya memerah. Kenapa ingat pernikahan?
"Kita tidak mungkin menikah, Nick," Arini
mengembuskan napasnya perlahan-lahan. "Aku
tidak bisa membawamu ke lingkunganku.
Malu."
"Karena aku bukan sarjana? Bukan CEO?"
"Karena kamu jauh lebih muda. Mereka akan
mencemoohkanku."
"Cuek aja."
"Kamu juga tidak mungkin membawaku ke
depan teman-temanmu. Mereka pasti menertawakanmu!"
"Kita bisa pindah ke Inggris. Atau ke Jerman.
Di sana mereka tidak peduli kamu istriku atau
ibuku!"
Arini merasa percuma berdebat lagi. Apalagi
pustaka-indo.blogspot.com
1 setelah Nick minum begitu banyak. Dia sudah
setengah mabuk sampai Arini ngeri sekali naik
mobil bersamanya. Dia menyesal menyuruh sopirnya pulang.
"Taruh saja mobilmu di sini, Nick. Kita pulang
naik taksi. Kamu mabuk."
"Ayahku bisa ribut! Dia lebih sayang mobil ini
daripada istrinya!"
"Dia bisa lebih ribut lagi kalau kamu masuk
rumah sakit!"
"Siapa bilang aku bakal masuk rumah sakit?"
"Kalau kamu nyetir mobil dalam keadaan
mabuk, kamu lebih dekat ke rumah sakit daripada ke rumahku!"
"Kalau lagi begini, kamu kayak Mama! Khawatir terus!"
"Orangtua memang selalu khawatir!"
"Tapi kamu belum tua, Arini!"
Nick hendak memeluknya. Arini buru-buru
mengelak. Tetapi karena Nick sempoyongan hampir jatuh, Arini buru-buru balik merangkulnya.
Dia benar-benar sudah separuh mabuk. Langkahnya sudah kacau. Tubuhnya terhuyunghuyung seperti dilanda angin topan. Arini harus
separuh memapahnya ke lapangan parkir.
"Berhentilah menganggap dirimu tua, Arini!"
Lalu Nick mulai menyanyi. Syair dan lagunya
berbeda.
Arini membawa Nick ke mobil. Tetapi ketika
beberapa kali Nick gagal memasukkan kunci mobil ke lubangnya, Arini mengambil kunci itu.
Dan meraih ponselnya.
pustaka-indo.blogspot.com
17 ?? Dia lagi, gerutu Bi Ipah dalam hati ketika melihat
Nick dipapah masuk oleh Arini dan sopirnya.
Lebih baik disuguhi minuman pakai gelas plastik
saja!
"Tolong bikin kopi, Bi," perintah Arini tanpa
menghiraukan tatapan gemas Bi Ipah.
Lalu dia minta sopirnya membantu membawa
Nick ke kamarnya. Membaringkannya di ranjang.
Dan menyuruh sopirnya mengambil mobil
Nick.
"Taruh saja di garasi," katanya sambil melepaskan sepatu Nick. Lalu membuka dasinya yang
sudah dilonggarkan sejak di mobil. "Berikan kuncinya kepada Bi Ipah."
"Baik, Bu," sahut sopirnya sopan.
Dia berusaha menyembunyikan kebingungan
di matanya.
Siapa anak muda ini? Keponakan Bu Utomo?
Belum pernah dilihatnya Bu Utomo sedekat ini
dengan seseorang. Biasanya dia selalu menjaga
jarak. Dengan siapa pun.
"Nggak tahu," sahut Bi Ipah sambil mengangkat bahu. Tentu saja di luar rumah. Di dalam,
dia mana berani! "Dua hari yang lalu datang naik
taksi. Nggak punya duit buat bayar ongkos!"
Cerita yang bagus buat di kantor, pikir sopir
Arini. Atasan sebengis Bu Utomo pasti banyak
musuhnya! Banyak yang nggak suka!
pustaka-indo.blogspot.com
18
Masih Ada Kereta Yang Akan Lewat Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
?? Arini membantu Nick duduk di tempat tidur.
Dan melekatkan cangkir kopi ke bibirnya.
"Minum sedikit, Nick," pintanya lembut.
"Hati-hati. Masih panas."
Nick menghirup kopi itu. Dan merasa bidadaribidadari yang sedang bernyanyi sambil menari di
sekitarnya mulai terbang kembali ke swargaloka.
"Sebenarnya mabuk itu enak," Nick mulai
mengoceh lagi. "Asal tidak terlalu mabuk."
Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 2 Karya Marshall Wiro Sableng 050 Mayat Hidup Gunung Klabat Joko Sableng 1 Pesanggrahan Keramat
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama