Merpati Tak Pernah Ingkar Janji Karya Mira W Bagian 1
MERPATI TAK PERNAH INGKAR JANJI
Oleh Mira W.
GM 401 01 09. 0038
Foto dan desain sampul: Delia Marsono
(email: design@bubblefish.com.au
website: www.bubblefish.com.au)
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
Jl. Palmerah Barat 29?37
Blok I, Lt. 4?5
Jakarta 10270
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang
Diterbitkan pertama kali oleh
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,
anggota IKAPI,
Jakarta, Desember 1984
Cetakan kedelapan: Desember 2009
192 hlm; 18 cm
ISBN: 978 ? 979 ? 22 ? 5196 ? 8
Merpati Tak Pernah...- Vorwerk.i4 4 11/17/2009 8:11:31 AMMerpati yang terbang lepas itu
kini telah kembali ke sarang.
Menjelang petang,
dia pulang memenuhi janjinya.
Karena
Merpati Tak Pernah...- Vorwerk.i5 5 11/17/2009 8:11:31 AM
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 6 11/17/2009 8:15:52 AM
"ROMO boleh memercayakan Maria pada kami,"
kata Suster Cecilia tegas. "Pada tahun sembilan pu
luhan ini, sekolah kami termasuk satu di antara
sedikit SMA putri yang tidak memiliki siswa putra.
Guru dan pegawai tata usahanya pun wanita se
mua."
"Saya percaya ini sekolah yang baik," sahut Pak
Handoyo puas. "Saya dengar sepuluh tahun di ba
wah pimpinan Suster Cecilia, tidak pernah ada skan
dal di sekolah ini. Tapi tolong, Suster, jangan panggil
saya Romo. Saya sudah bukan seorang pastor lagi."
"Maaf," tidak ada nada mengejek dalam senyum
Suster Cecilia. Senyumnya begitu tulus. "Dalam
pakaian apa pun, Pak Handoyo tidak berubah. Apa
lagi jenggot itu masih melekat di sana. Saya seperti
melihat Pak Handoyo mengenakan jubah putih,
Bab 1
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 7 11/17/2009 8:15:52 AM
mengajar kami para calon biarawati dua puluh tahun
yang lalu."
Pak Handoyo menghela napas panjang. Sekilas
Suster Cecilia melihat wajahnya mengerut sedih.
"Saya tidak ingin sejarah hitam hidup saya me
nimpa Maria juga," katanya perlahan. "Selama ini
saya didik Maria di rumah. Homeschooling. Suster
lihat sendiri, nilai-nilainya tidak mengecewakan."
"Nilainya memang gemilang. Maria pasti murid
yang rajin dan pandai."
"Sebenarnya Ende lebih cocok untuk Maria. Tapi
saya ingin dia menjadi biarawati setelah lulus SMA.
Saya ingin dia bisa menggantikan ibunya, menyerah
kan dirinya untuk Tuhan di biara ini."
"Keinginan yang luhur sekali," gumam Suster Cecilia
sambil mengerutkan dahi. "Tapi apa Bapak tidak lupa
menanyakan kehendak Maria sendiri?"
"Begitu dia lahir, saya telah menyerahkannya ke
pada Tuhan," sahut Pak Handoyo tegas. "Barangkali
dengan demikian, saya dapat mohon ampun pada
Kristus karena telah mencuri mempelai-Nya."
Suster Cecilia tertegun. Tatapannya beralih kepada
gadis remaja yang sedang duduk di samping Pak
Handoyo dengan kepala tertunduk dalam. Sejak tadi
dia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Jangankan
bicara, mengangkat mukanya saja tidak pernah.
Penampilannya teramat sederhana. Wajahnya ti
dak jelek. Tapi menampilkan kesan duka. Tertekan.
Depresi.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 8 11/17/2009 8:15:52 AM
Matanya yang redup dan selalu bersorot resah,
dibingkai kacamata yang minta ampun kunonya.
Sama purbanya dengan sepatu kets putih yang di
pakainya. Sementara rambutnya yang panjang sam
pai ke pinggang, dijalin dua begitu saja.
Sikapnya rikuh. Serbasalah. Seolah-olah dia takut
menggaruk hidungnya saja sudah melanggar hu
kum. Dia melangkah seperti dayang di belakang ayah
nya. Langkahnya tertatih-tatih. Kepalanya tertunduk
seperti mencari kutu di lantai. Dan semua gerakan
nya serbagugup.
Lebih-lebih ketika Suster Cecilia membawanya
ke kelas. Memperkenalkannya kepada teman-teman
nya. Mereka semua melotot seperti melihat hantu.
"Gile!" cetus Nurul heran. Tentu saja dengan
berbisik kepada teman sebangkunya. "Monster dari
planet mana tuh?"
"Suster harap kalian bisa menjadi teman yang baik
untuk Maria. Ingat, dia berbeda. Dia calon biara
wati."
"Hah?" hampir separuh isi kelas mendengus ka
get. "Pantesan tampangnya antik!" bisik Tina.
Suster Cecilia menepuk bahu Maria dengan lem
but. "Duduklah, Maria. Itu ada bangku kosong di
sebelah Endang."
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 9 11/17/2009 8:15:52 AM10
Maria menoleh sekilas dengan ragu-ragu ke arah
ayahnya. Ketika ayahnya mengangguk dengan man
tap, dia baru berjalan terseok-seok menuju bangku
yang ditunjukkan Suster Cecilia. Langkahnya sangat hati-hati seperti sedang melangkah di atas te
lur. "Bapak lihat sendiri," kata Suster Cecilia setelah
meninggalkan kelas. "Mereka gadis-gadis yang baik.
Murid-murid yang bermoral dan berdisiplin ting
gi."
"Kelas yang tertib," Pak Handoyo menganggukanggukkan kepalanya. "Pada zaman maksiat ini,
sungguh sulit menemukan gadis-gadis alim yang
terdidik baik seperti murid-murid Suster Cecilia.
Saya serahkan Maria ke tangan Suster. Didiklah dia
sebaik teman-temannya."
Ada bunyi gedebuk dari arah kelas. Sekejap Pak
Handoyo menoleh. Tapi ketika dilihatnya Suster
Cecilia tidak berhenti melangkah, disusulnya segera
kepala sekolah itu.
"Masih ada yang ingin saya bicarakan, Suster,"
katanya setelah berhasil merendengi langkah Suster
Cecilia. Cepat juga dia berjalan. "Tentang apa yang
tidak boleh Maria lakukan di sini."
"Mari kita bicarakan di kantor, Pak," sahut Sus
ter Cecilia sabar.
??? Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 10 11/17/2009 8:15:52 AM11
Maria merayap bangun dengan wajah merah pa
dam. Pantatnya yang menghantam lantai terasa
nyeri. Tapi lebih nyeri lagi hatinya.
Dia sudah duduk di kursi kosong di samping
Endang ketika seorang gadis cantik berambut pen
dek menghampiri mejanya.
"Bangun!" bentak Nurul galak. "Berani-beraninya
lu duduk di bangku gue!"
Kaget dan takut, Maria bergegas bangun. Kebi
ngungan dia meraih tasnya dan mencari bangku
kosong. Tapi semua bangku sudah penuh. Satu-satu
nya kursi kosong terletak di sudut paling bela
kang.
Tertatih-tatih Maria melangkah ke sana. Tetapi
selangkah lagi sebelum sampai, gadis yang duduk di
depannya tiba-tiba menjulurkan kakinya dan men
jegalnya. Maria terhuyung menabrak meja di depan
nya. Dan gadis montok yang duduk di belakang
meja itu dengan gesit mendorongnya.
"Idiiihh, lu apa-apaan sih?" teriaknya berlagak
marah.
Tanpa ampun Maria jatuh terduduk. Dan tawa
meledak di seluruh kelas. Gadis yang menjegalnya
itu malah tertawa terbahak-bahak. Begitu gembira
nya seolah-olah dia mendapat piala kejuaraan bulu
tangkis antar-SMA.
"Kalau mau jadi warga kelas ini, mesti kenalan
dulu sama lantainya!" ejek Rena sambil mencibir.
"K ebetulan baju lu emang cocok buat ngepel!"
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 11 11/17/2009 8:15:52 AM12
"Eh, lu nggak pake bra, ya?" Tina menarik ram
but Maria yang panjang.
"Aduh, itu mata apa sinar-X sih?" Nurul mengi
kik geli.
"Soalnya gue belum pernah lihat anak SMA nggak
pake bra!"
"Emang si Norman pake bra, Tin?"
"Dia cowok, Rul! Heran, otak lu error terus!"
Dengan susah payah Maria merayap bangun. Menghindari tangan iseng teman-temannya. Memungut
tasnya dan duduk di bangkunya. Digigitnya bibirnya
menahan tangis.
Mengapa Ayah sampai hati mengirimnya ke ne
raka seperti ini? Mengapa Ayah justru menjeblos
kannya ke tengah-tengah kawanan serigala?
"Halo!" sapa teman sebangkunya. Wajahnya can
tik. Tapi senyumnya bengis seperti iblis. "Siapa
namamu?"
"Maria."
"Bukan begitu caranya memperkenalkan diri,"
ada seringai di bibir gadis itu. Seringai yang meng
ingatkan Maria pada seringai Lucifer. "Kelas kita
punya aturan baku. Kamu harus berlutut sambil
menyebutkan namamu di depan setiap temanmu.
Baru kamu dibaptis menjadi salah seorang di antara
kami."
"Tidak mau!" protes Maria antara marah dan ta
kut. "Saya hanya mau berlutut di hadapan Tuhan!"
Meledak tawa teman-temannya.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 12 11/17/2009 8:15:52 AM13
"Gue bilang apa!" cetus Nurul sambil terpingkalpingkal. "Orang suci yang dikirim ke kelas kita
hari ini!"
"Lu udah kelewat bejat sih, Luna! Makanya
Maria dikirim ke bangku lu! Supaya lu bertobat!"
"Sebentar lagi lu ikut sinting kayak dia, Dang!"
"Dan ikut-ikutan mencopot bra!"
Sekali lagi tawa meledak di kelas itu. Dan selama
hampir lima menit Maria menjadi bahan olok-olok
teman-temannya. Bukan dirinya saja. Tasnya juga.
Tas itu diaduk-aduk. Isinya bertebaran dari meja
ke meja. Bahkan nasi goreng buatannya sendiri un
tuk bekal makan siang, sudah berpindah ke meja
guru.
Siksaan itu baru berhenti ketika Bu Tari da
tang.
"Apa ini?" Bu Tari mengerutkan dahi melihat
kotak makanan di mejanya.
"Nasi goreng bikinan anak baru, Bu!" sahut Nurul
lantang. "Buat Ibu sebagai salam perkenalan!"
"Hus! Jangan jail kamu!" belalak Bu Tari. "Yang
mana anak baru? Coba berdiri."
Sambil menghapus air matanya, lambat-lambat
Maria berdiri.
"Lho, mengapa kamu menangis?" tanya Bu Tari
heran. "Teman-temanmu nakal?"
"Ini hari pertama Maria masuk sekolah, Bu!"
cetus Rena menahan tawa. "Dia sedih karena harus
pisah sama bokapnya!"
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 13 11/17/2009 8:15:53 AM
14 "Diam kamu, Rena! Ibu tidak tanya kamu!" Lalu
kepada Maria, Bu Tari bertanya lunak, "Siapa nama
mu?"
"Namanya menjiplak Bunda Maria, Bu!" sambar
Endang sambil tersenyum.
"Sekali lagi kalian kurang ajar begini, Ibu suruh
keluar!"
Seluruh kelas mendadak sepi. Rupanya ancaman
Bu Tari ampuh juga.
"Siapa namamu?" ulang Bu Tari sambil menoleh
lagi ke arah anak baru itu.
"Maria Puspitawati, Bu."
"Baik, Maria. Kamu boleh duduk. Jangan takut
mengadu pada Ibu kalau teman-temanmu nakal!"
Ka lau teman-temanmu nakal! Bukankah kata ayah
nya ini sekolah yang baik? Bagaimana sekolah yang
baik menghasilkan anak-anak yang nakal?
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 14 11/17/2009 8:15:53 AM15
KALAU saja teman-temannya tidak nakal, sebenar
nya Maria suka bersekolah di sana. Guru-gurunya
baik, sabar, pintar. Pengetahuan mereka luas. Dan
mereka bisa menjawab semua keingintahuan Maria.
Dengan cepat pengetahuan Maria bertambah. Lebihlebih bila dia mengikuti praktikum dan ekskul. Rasa
nya dia mendapat pengetahuan dan pengalaman
baru yang menakjubkan. Yang bahkan selama ini
Merpati Tak Pernah Ingkar Janji Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
belum pernah dibayangkannya.
Bukan itu saja. Ada sebuah mata pelajaran yang
kini menjadi kegemarannya. Olahraga. Pelajaran yang
praktiknya tidak pernah diperolehnya selama ini.
Ternyata olahraga sangat menyenangkan. Bukan
saja tubuhnya yang terasa segar, pikirannya lebih
lapang, olahraga juga membangkitkan semangatnya.
Memang mula-mula dia menjadi bahan olokBab 2
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 15 11/17/2009 8:15:53 AM
16 olok teman-temannya. Soalnya dia tidak mau meng
ganti seragamnya dengan baju olahraga di depan
mereka. Dia malu.
Maria menjadi belingsatan salah tingkah ketika
semua temannya langsung mencopot baju mereka.
Dada, perut, dan paha mereka terpampang polos di
hadapannya. Mukanya tiba-tiba saja terasa panas.
Dan dia memejamkan matanya rapat-rapat.
Kata Ayah, tidak boleh memamerkan dada dan
paha di depan orang lain. Dia baru boleh membuka
baju di tempat tertutup. Dalam kamar. Di kamar
mandi bukan di depan begini banyak orang!
"Astaga, Maria!" cetus Nurul ketika kebetulan dia
melihat Maria sedang memejamkan matanya dengan
paras merah padam. "Lu kenapa?"
Terpaksa Maria membuka matanya lagi. Dan
tatapannya bersorot jengah.
"Idiiihh dia malu lihat kita telanjang!" Rena
tertawa geli.
"Siapa bilang telanjang?" Endang mengikik sam bil
menutup mulutnya. "Kita cuma separuh bugil!"
Bagi mereka ganti baju dalam satu ruangan su
dah bukan merupakan hal yang memalukan. Kan
sama-sama perempuan. Malu dengan siapa?
Mereka sibuk dengan pakaian masing-masing.
Tidak ada yang memperhatikan teman di sebelah.
Lagi pula siapa yang tertarik? Milik mereka sama
kok! Serupa. Walau tak sama.
Tapi hari ini muncul makhluk aneh di tengahMerpati Tak Pernah...-1-10.indd 16 11/17/2009 8:15:53 AM17
tengah mereka. Dia malu melihat teman-temannya
setengah bugil!
"Nggak usah malu-malu deh!" Sengaja Tina men
copot baju olahraganya lagi. Dibusungkannya dada
nya ke depan Maria. Begitu dekatnya sampai Maria
bisa melihat betapa bagusnya bra Tina. Dan betapa
indahnya bukit yang terlindung di baliknya.
"Sakit lu, Tin!" Nurul menggebuk punggung
Tina dari belakang. "Bisa teler dia lihat susu sapi
lu!"
"Ah, dia cuma belum biasa aja!" dengan lancang
Tina meraih tangan Maria. Dan meletakkannya di
dadanya. "Raba deh, Mar! Biar lu nggak norak la
gi!"
Tetapi Maria menarik tangannya seperti terse
lomot api. Parasnya bertambah merah. Matanya menggelepar panik sampai teman-temannya tertawa antara
geli, heran, dan iba.
"Anak enam tahun dalam tubuh cewek enam be
las tahun!" komentar Elita sambil menggeleng-geleng
kan kepalanya.
"Ah, dia cuma kuper!" tukas Luna, yang paling
gila di antara mereka. "Gue tahu cara paling tokcer
buat menyembuhkannya! Lu pada ikutin aksi gue
deh."
Luna langsung melepas seluruh pakaiannya.
??? Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 17 11/17/2009 8:15:53 AM18
Cuma Maria yang tahu apa yang terjadi di kamar
ganti hari itu. Ketika guru olahraganya masuk ke
sana, dia menemukan Maria sedang berlutut sambil
menangis di sudut ruangan.
"Maria! Kenapa nangis? Kamu sakit perut? Tidak
bisa ikut olahraga?"
Tidak ada jawaban. Sia-sia Bu Harti berusaha
mengorek pengaduan Maria. Dia begitu shock sam
pai tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun.
Hari itu dia memang dibebaskan tidak ikut pel
ajaran olahraga. Tetapi semalam-malaman Maria ti
dak bisa tidur. Di depan matanya terpampang tubuh
polos teman-temannya. Mereka bergantian memamer
kan diri di depannya.
Memang memalukan. Tapi Maria tidak bisa meng
usir kesan itu. Betapa indahnya tubuh mereka. Be
tapa bagusnya bra mereka betapa menariknya berbagai macam celana dalam yang mereka pakai.
Dia sendiri tidak punya bra. Ayah tidak pernah
menganjurkan untuk membelinya. Celana dalamnya
juga bukan seperti milik mereka. Celana kaus kom
prang sampai ke pinggang yang dibelinya sepuluh
ribu tiga di pasar.
Meskipun jengah membayangkannya, tiba-tiba
saja Maria ingin punya bra seperti teman-temannya.
Payudaranya memang belum tumbuh seranum mi
lik mereka. Tapi juga sudah tidak serata papan.
Sudah ada daging yang membukit. Agak sakit kalau
terguncang-guncang.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 18 11/17/2009 8:15:53 AM19
Tidak sadar Maria meraba-raba dadanya sendiri.
Ada sensasi aneh yang belum pernah dirasakannya.
Mukanya terasa panas meskipun kamarnya gelap
dan dia berada seorang diri di kamar itu.
Lalu dia teringat paha mereka. Paha mulus yang
terpampang menantang ketika mereka berparade di
depannya.
Tak sadar Maria mengelus pahanya sendiri. Se
mulus itu jugakah pahanya?
Dan suara nyanyian ayahnya terdengar dari ka
mar sebelah. Mengisi keheningan malam.
Bukan baru sekali Maria mendengar ayahnya me
nyanyi. Tiap malam Ayah bersenandung. Melantun
kan kidung-kidung rohani yang syahdu. Sekarang
Ayah sedang melantunkan Ave Maria. Suaranya be
gitu merdu. Syahdu. Melankolis.
Dan tiba-tiba Maria merasa berdosa. Dia telah
meraba-raba dada dan pahanya sendiri! Memuja
dan menikmati tubuhnya sendiri!
Padahal Ayah selalu berpesan, tubuh adalah milik
Tuhan yang harus selalu dijaga dan dihormati. Ti
dak boleh dinodai oleh pikiran dan perbuatan!
Tak tertahankan lagi Maria melompat dari tem
pat tidurnya. Berlutut dan berdoa. Minta ampun
pada Tuhan.
??? Hari-hari pertama teman-temannya memang tidak
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 19 11/17/2009 8:15:53 AM20
henti-hentinya mengolok-olokkannya. Tetapi lamakelamaan mereka jadi terbiasa juga. Orang aneh itu
memang sering menimbulkan bahan tertawaan. Se
tiap hari ada-ada saja tingkahnya yang lucu meng
gelikan.
Tapi lambat laun mereka mulai menyukainya. Me
rasa iba padanya. Malah ingin membantunya ber
adaptasi dengan lingkungan.
Ada lagi yang membuat mereka makin menyukai
nya. Maria hebat sekali di lapangan basket. Walau
pun dia belum pernah main basket sebelumnya.
Rupanya dia punya bakat alam. Dia jago sekali
mendribel bola. Gesit. Tangguh. Sedikit nekat.
Tembakannya juga jarang meleset. Teman-teman
nya sering terperangah kalau melihat dia sedang
memasukkan bola ke jaring. Dari mana dia bisa
menembak setepat itu kalau belum pernah latih
an? Tubuhnya memang lebih tinggi dari rata-rata te
mannya. Tapi itu bukan jaminan. Luna saja yang
seperti pohon kelapa tidak mahir mencetak gol.
Lebih banyak kecolongan daripada menembak. Se
kalinya dapat peluang, bolanya malah membentur
tiang.
"Lu duduk di bangku cadangan aja deh, Na!"
gerutu Elita, kapten tim basket mereka, jengkel.
"Biar Maria aja yang masuk!"
"Masuk ke mana?" tanya Maria bingung.
"Bulan depan tim basket kita bertanding di ke
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 20 11/17/2009 8:15:53 AM21
juaraan antar-SMA Jakarta Selatan. Kalau lu mau,
Mar, gue mau usulin sama Bu Har."
"Tentu saja saya mau," mata yang selalu resah itu
tampak bercahaya. "Tapi apa saya bisa terpilih?"
"Bu Har pasti sudah lihat bakat lu. Asal mau
latihan, gue yakin lu lebih bisa diandalin."
"Tapi Luna kan lebih pengalaman."
"Ah, pengalaman apa! Cuma bisa teriak-teriak!"
Elita mengajak Maria ke pinggir lapangan. Mencari
tukang es serut. "Duduk aja, Mar. Di sini duduk
nggak bayar, minum baru bayar!" sambung Elita
ketika dilihatnya temannya bengong saja.
"Eh, di sini ngumpetnya kunyuk gue!" dengan
gemas Nurul memukul bahu Elita. "Gue kira udah
hilang lu dibawa tsunami!"
"Sejak kapan lu nyariin gue?" ejek Elita.
"Lagi pada ngapain di sini?" Tina ikut nimbrung
tanpa diundang. Dia sudah langsung duduk. Menye
robot bangku yang baru saja hendak diduduki Maria.
"Pake nanya, lagi! Ya mau minum! Masa mau
nyerut es?"
"Ada rezeki diam-diam aja! Es serutnya satu,
Bang! Jangan pake susu! Lagi diet nih!"
"Bayar sendiri-sendiri!" peringatkan Elita judes.
"Gue cuma nraktir Maria!"
"Masa lu cuma nraktir cewek baru lu doang?"
melotot Tina.
"Emang sejak kapan lu jadi cewek gue?" Elita
menahan tawa. "Error terus tu otak!"
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 21 11/17/2009 8:15:53 AM22
"Mendingan lu traktir gue aja, Ta," sambar Nurul
gesit. "Ntar sore gue temenin deh berenang!"
"Nggak usah! Nggak perlu pengawal!"
"Tapi lu pasti perlu temen! Nggak takut ditem
bak Dedi? Dia udah lama tuh cari kesempatan!"
"Sialan, gue diperas!"
"Lu pelit sih! Percuma bokap lu menyandang
gelar koruptor!"
"Ntar sore gue pergi sama Maria."
Yang terkejut bukan cuma Nurul. Maria juga.
Tina malah sampai terbatuk-batuk.
"Maria?" mereka menjerit berbareng seperti padu
an suara. "Berenang? Pake apa?"
"Saya tidak bisa berenang, Ta," sahut Maria lirih.
Agak menyesal karena mengecewakan Elita. Padahal
selama ini, dia yang paling baik.
"Nggak apa-apa. Ntar gue ajarin. Berenang me
latih fisik kita menjelang pertandingan."
"Tapi kalau kelelap, dia malah ikut pertandingan
lari ke sorga, Ta!"
"Lu mau suruh dia berenang pake apa?"
"Pada diem kenapa sih?"
"Gue ikut ah!"
"Ke mana?"
"Ke mana lagi? Ya ke kolam renang! Mau lihat
Maria berenang pakai rok!"
"Waduh, pada ngerumpi di sini!" cetus Endang
yang baru datang bersama Rena dan Luna. "Ada
apa nih? Pembagian jatah es serut?"
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 22 11/17/2009 8:15:53 AM23
"Jatah nenek lu! Heran, lu pake satelit apa sih,
Mar? Di mana aja lu ngorbit, pasti pada nyetrum!"
"Gue mau nraktir nih!" sela Luna sambil menye
ringai ke arah Maria yang duduk saja belum kebagi
an. Soalnya baru saja dia mau meletakkan pantat
nya, sudah datang lagi angin puyuh lain. "Tapi
cuma Maria!"
"Huuu, cuma yang baru aja yang diservis!" du
mal Endang.
"Untung tahu juga, lu udah termasuk yang karat
an!"
"Mi bakso ya, Mar? Apa lebih doyan pangsit?"
bujuk Nurul ikut-ikutan, seolah-olah dia yang mau
bayar.
"Oh, tidak usah." Maria menggagap.
"Rezeki jangan ditolak, Mar!" Luna memukul
bahu Maria. Lumayan kerasnya sampai dia terdo
rong duduk di dekat Nurul. Untung tidak sampai
terguling ke tanah.
"Lu ultah ya, Na?"
"Iya, yang ketiga tahun ini!"
"Pantesan lu cepet tua!"
"Traktir kita dong, Na! Katanya ultah!" Rena
mulai mengeluarkan rayuan mautnya.
"Oke, buat lu bakso dua biji! Lebihnya bayar
sendiri!"
"Tapi ekstra bihun, bonus tahu, ya? Lumayan,
bonbin gue udah pada heboh nih!"
Mau tak mau Maria tersenyum tipis mendengar
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 23 11/17/2009 8:15:53 AM24
kelakar teman-temannya. Dan melihat senyum itu,
biarpun masih dibayangi kesedihan, Nurul sampai
memekik gembira.
Merpati Tak Pernah Ingkar Janji Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Nah, gitu dong, Mar! Senyum! Jangan mendung
terus!"
"Ini baksonya, Mar," Luna menyodorkan semang
kuk bakso. "Buat merayakan senyum lu yang per
tama!"
"Terima kasih," sahut Maria terbata-bata, terharu
oleh kebaikan teman-temannya.
"Lho, jangan nangis, Mar!" cetus Tina ketika me
lihat mata Maria berkaca-kaca. "Yang di tangan lu
tuh cuma bakso! Bukan berlian!"
"Ayo makan, Mar!" perintah Luna ketika dia
juga sudah mendapat semangkuk bakso.
"Teman-teman yang lain belum," kata Maria raguragu.
"Yang ditraktir emang cuma lu doang kok!" beru
ngut Rena kesal. "Emang lu mau bagi jatah lu sama
kita-kita nih?" Dengan gesit Rena menghampiri gero
bak bakso. "Mangkok kosong empat, Bang! Pakein
kuah setengah mangkok ya!"
"Tuh, ambil aja di ember, Ren! Air buat ngeren
dem mangkok!"
Ketika Rena kembali dengan mangkuk kosong,
Maria menyendok bakso dari mangkuknya. Tetapi
bakso itu tidak sendirian.
"Jangan semua, Mar!" teriak Luna panik.
"Banyak kok," sahut Maria lugu. Ada dua bakso
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 24 11/17/2009 8:15:53 AM25
lagi yang dipindahkan. Dan ada bakso besar di ba
wahnya. Terendam kuah. Tertutup bihun.
"Udah! Udah!" Rena pura-pura berbaik hati. Me
nolak rezeki nomplok. Padahal dalam hati dia ber
teriak-teriak seperti tukang parkir, Terus, terus! "Ntar
lu nggak kebagian."
Dan kata-katanya belum selesai. Maria yang se
dang mengangkat bakso besar itu ke permukaan
memekik ngeri. Mukanya memucat. Dan terkulai
lemas sebelum teman-temannya menyadari apa yang
terjadi.
Maria jatuh terduduk di tanah. Mangkuk terle
pas dari tangannya.
Nurul-lah yang mengangkat tikus kecil dari karet
itu. ??? "Kelewatan lu, Na!" geram Elita ketika mereka se
dang dihukum jemur di halaman sekolah.
"Iya, bercanda lu sadis!" sambung Nurul sama
jengkelnya.
Tapi Luna cuma menyeringai santai. Sama sekali
tidak terlihat menyesal.
"Sejam lagi disuruh ngadep Batara Surya begini,
muka gue bakal hangus kayak kuli panggul!" dumal
Tina sambil menyeka peluhnya.
"Yang gue pikirin justru si Maria," gerutu Elita
murung. "Dia masih shock. Nggak bisa ikut pel
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 25 11/17/2009 8:15:54 AM26
ajaran. Disuruh pulang sama Suster. Kalian tahu
apa yang menunggu dia di rumah?"
"Pocong?" Endang melongo bengong.
"Sapu lidi?" sambar Nurul cemas.
"Bakso?" gumam Rena yang otaknya masih error
gara-gara gagal melahap bakso yang sudah di depan
mata.
"Bokapnya!"
Dan apa yang ditakuti Elita memang terbukti.
Ketika melihat Maria pulang sebelum waktunya,
ayahnya sudah menyambut dengan bentakan di
sertai belalakan ganas.
"Tidak mungkin sepagi ini kamu disuruh pulang
kalau tidak punya salah! Sekolah sebaik itu tidak
akan membubarkan murid-muridnya sebelum wak
tunya, biarpun tidak ada guru! Lagi pula Ayah tahu
sekali, guru-guru di sana jarang bolos!"
Maria membalas tatapan ayahnya dengan ketakut
an. "Saya sakit, Ayah" suaranya menggeletar.
"Sakit apa?" tangan ayahnya menyentuh dahinya
dengan geram. "Kepalamu tidak panas! Lekas bi
lang, kenapa kamu disuruh pulang! Tidak buat PR?
Nyontek? Pura-pura sakit? Awas kamu ya, Ayah
mau telepon Suster Cecilia!"
"Maria tidak apa-apa," sahut Suster Cecilia sabar.
"Dia hanya kurang enak badan. Tadi dia istirahat
di klinik sekolah. Tapi saya pikir sebaiknya dia pu
lang saja. Istirahat di rumah."
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 26 11/17/2009 8:15:54 AM27
"Ayah yakin kamu tidak sakit!" geram Pak Handoyo
jengkel sepulangnya dari wartel. "Kamu cuma malas!
Lekas masuk ke kamar! Mengaku dosa dan men
jalani hukuman. Lima puluh kali Doa Bapa Kami
dan lima puluh kali Salam Maria!"
Tapi aku betul-betul shock, pikir Maria sedih.
Aku kaget sekali melihat tikus dalam kuah bakso!
Kenapa Luna begitu jahat? Dia memang teman
yang paling tidak menyukainya. Sejak semula. Te
tapi Maria tidak menyangka dia sejail itu!
Suster Cecilia marah sekali ketika tahu apa yang
dilakukan Luna kepada Maria. Tetapi mengapa bu
kan hanya Luna yang dihukum? Elita dan temanteman lain yang tidak bersalah, ikut dihukum!
Padahal akhir-akhir ini mereka mulai baik kepa
danya. Kadang-kadang masih jail sedikit. Mengolokolok. Bercanda. Tapi tidak keterlaluan.
Mereka lebih banyak menolong. Membantunya
beradaptasi. Lebih-lebih Elita. Dia yang paling baik.
Kasihan sekali dia ikut dihukum!
"Nggak apa-apa, Mar," hibur Elita ketika Maria
menyatakan penyesalannya. "Bukan salah lu kok! Si
Luna emang konyol!"
"Dia ngiri karena lu yang dipilih jadi anggota
tim basket kita," sambung Tina.
"Ah, Luna sih cuma jual tampang, bukan main
basket!" sambar Nurul.
"Tapi masukin tikus karet di baksonya si Maria
sih kelewatan, Rul!" gerutu Endang.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 27 11/17/2009 8:15:54 AM28
"Dan gue nggak jadi makan bakso!" dumal Rena,
yang paling jengkel di antara mereka. "Awas si Luna!
Lain kali gue balas!"
"Lu mau masukin apa di baksonya?" menyeringai
Nurul.
"Lihat aja nanti!"
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 28 11/17/2009 8:15:54 AM29
BEGITU tim basket mereka memasuki lapangan,
Nurul yang menjadi pemimpin cheerleader sekolah
nya langsung mengomando teman-temannya untuk
mengelu-elukan mereka.
Mereka melompat-lompat. Berjumpalitan. Ber
sorak. Gerakan mereka yang lincah, seragam mereka
yang menyala, menyemarakkan lapangan. Membuat
tim basket sekolah yang dipimpin Elita bertambah
semangat.
"Ayo, Lita! Ayo, Maria! Ayo, Tina!" seru Rena
yang duduk di bangku penonton sebagai suporter.
"Kita pasti menang! Kita sang juara!"
"Ngotot amat sih, Ren," Johan yang duduk di
sampingnya menyeringai geli. "Simpan dong napas
mu buat nanti!"
"Jangan takut," sambar Dedi bersemangat. "Rena
punya napas kuda!"
Bab 3
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 29 11/17/2009 8:15:54 AM30
Biarpun sekolahnya sudah masuk kotak, Dedi
tetap memerlukan datang untuk menonton Elita
memimpin teman-temannya bertanding.
Sudah lama memang dia naksir Elita. Di lapang
an, gadis itu memang tampak keras dan dingin.
Tapi di luar, sebenarnya hatinya lembut dan baik.
Sayang, dia tidak membalas perhatian Dedi.
Penampilan sekolah Rena segera ditandingi regu
pemandu sorak sekolah lawan. Tidak kalah hebat
nya mereka menampilkan gerakan-gerakan yang
menawan. Menyemangati tim sekolah mereka yang
memasuki lapangan.
Di bangku penonton, Rena mengejek mereka
dengan mengeluarkan suara huuu panjang. Tidak
puas, dia malah bangkit dan menunggingkan pantat
nya yang berukuran XL.
Tindakannya segera diikuti teman-teman sekolah
nya. Suasana jadi panas.
Johan dan Dedi tertawa geli melihat lagak lagu
nya. Rena memang lucu. Ditambah lagi, badannya
memang jatah pelawak.
Ketika kedua regu memberi hormat pada pe
nonton, seorang pemuda yang duduk di belakang
Rena nyeletuk mengejek.
"Eh, ada yang pakai celana panjang tuh, Ren!
Coach kok ikut main sih?"
"Itu jagoan baru tim kami!" Rena menoleh de
ngan bersemangat. "Namanya Maria. Dribelnya
maut. Tembakannya jarang gagal!"
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 30 11/17/2009 8:15:54 AM31
"Taruhan, kakinya pasti palsu!" ejek pemuda yang
senyumnya selancang tatapannya itu. "Mestinya dia
ikut pertandingan para penyandang cacat!"
Maria memang dilarang ayahnya memakai celana
pendek. Dia boleh ikut bertanding. Tapi syaratnya
dia harus memakai celana panjang. Meskipun kesal,
Bu Harti terpaksa menyetujui.
Dan beginilah akibatnya. Dia jadi bulan-bulanan
lawan selama pertandingan.
"Cuek aja, Mar," bujuk Elita resah. "Jangan sam
pai konsentrasi lu buyar!"
Tapi bertanding di depan begitu banyak penon
ton, separuhnya memusuhinya, tidak sama dengan
bertanding di lapangan olahraga sekolah. Sampai
setengah pertandingan, Maria tidak bisa menghasil
kan sebuah gol pun. Setiap kali dia mau melempar
bola ke keranjang, semua mulut musuhnya berbu
nyi nyaring. Membuyarkan konsentrasinya.
Dan tambah diejek karena kegagalannya, tambah
ambruk mentalnya, tambah sering juga dia gagal.
"Mana jagoanmu, Ren?" ejek Johan sinis. "Mana
tu dribel yang maut?"
"Dia mau main apa cuma jual tampang?" Dedi
ikut-ikutan kesal karena tim ceweknya kalah.
"Lha, kakinya aja kayu disuruh main basket!"
Guntur yang senyumnya selancang tatapannya ber
suit-suit mengejek.
"Maria, ini kesempatanmu satu-satunya untuk me rebut simpati teman-temanmu," kata Bu Harti se
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 31 11/17/2009 8:15:54 AM32
telah kewalahan memompa semangat Maria saat
jeda. "Jangan dengarkan penonton. Pokoknya kamu
main sebagus mungkin! Minta pertolongan Tu
han."
Tiba-tiba saja Maria menatapnya. Bu Harti sam
pai tertegun. Tidak bisa membuka mulutnya lagi.
Tatapan Maria begitu ganjil. Belum pernah ada
murid yang menatapnya seperti itu.
"Apa Tuhan sempat mengurusi hal-hal kecil be
gini, Bu?"
"Hal-hal kecil katamu? SMA kita sudah di am
bang juara! Kamu anggap kecil kegagalan jerih payah
Ibu dan teman-temanmu hanya karena kepandiran
mu? Tidak bisa mengatasi emosi diteror lawan?"
"Tapi kenapa Tuhan mendengar doa saya, Bu?
Bukankah tim lawan juga berdoa?"
Astaga, Bu Harti menghela napas panjang. Se
mua salahku. Lain kali aku harus lebih memperhati
kan pembinaan mentalnya. Jangan cuma fisiknya
saja. Karena anak ini benar-benar istimewa! Dia
berbeda. Lain dari yang lain!
"Berdoalah pada Tuhan, Maria," kata Bu Harti
mantap. "Siapa pun yang menang, itu terserah Tu
han."
"Bukan karena usaha kita, Bu?"
"Kita berusaha, Tuhan yang menentukan!" po
tong Bu Harti gemas. "Dengan Tuhan di samping
mu, lupakan siapa lawanmu! Lupakan teriakan pe
nonton. Pokoknya serang! Serang! Gol!"
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 32 11/17/2009 8:15:54 AM33
Dan Maria yang kemudian masuk kembali ke
lapangan, bukan Maria yang tadi dicemooh habishabisan. Dia main begitu bersemangatnya sampai
tak pelak lagi, dialah bintang lapangan hari itu.
Dribelnya tak tertahankan. Lompatannya melam
bung tinggi. Tembakannya jitu. Sampai jangankan
Rena, Johan, Dedi, bahkan Guntur pun sampai
bersorak riuh memuji.
"Wah, PD banget dia, Ren!" cetus Guntur ka
gum. "Gue jadi tambah ngebet pengin lihat kaki
nya!"
"Lihat aja kaki gue nih!" Rena mengangkat kaki
nya. "Nggak bayar kalau sekali-sekali mampir di
mulut lu!"
"Walah, cewek dari SMA putri emang galak-ga
lak, Tur!" Johan menyeringai geli. "Nggak pernah
lihat cowok sih!"
Dan ketika Maria berhasil menyarangkan bola ke
sarang lawan yang membawa timnya menyabet ke
Merpati Tak Pernah Ingkar Janji Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menangan, teman-temannya langsung memeluknya
dan mengecupnya. Tidak peduli mukanya masih
basah bersimpah peluh.
Bahkan Rena dan regu pemandu sorak menyerbu
ke lapangan untuk menggendong Maria dan me
lakukan victory lap ke seputar lapangan.
Maria hampir kewalahan melayani spontanitas
teman-temannya yang sedang mabuk kemenangan.
Tetapi pengalaman baru itu membawa sensasi yang
belum pernah dirasakannya.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 33 11/17/2009 8:15:54 AM34
Dia merasa haru. Bangga. Gembira. Entah apa
lagi. Perasaannya campur aduk. Emosinya melonjaklonjak tidak keruan. Dia tersenyum. Tapi air mata
nya berlinang.
"Lu hebat, Mar!" bisik Elita sama terharunya.
Dia memeluk Maria yang baru saja diturunkan dari
gendongan teman-temannya di pinggir lapangan.
"Terima kasih karena telah membawa sekolah kita
ke jenjang juara!"
"Hidup Maria!" teriak Rena seperti kesetanan.
"Hidup! Hidup! Hidup Maria!"
"Selamat, Mar!" Tina tidak mau kalah menciumi
pipinya berulang-ulang dengan gaya si Doggie. "Per
mainan lu maut banget!"
Dan yang memberi selamat bukan hanya temantemannya. Guntur dan Dedi ikut-ikutan mendesak
ke depan.
"Selamat, Ta!" Dedi langsung menyalami cewek
idamannya.
Sementara Guntur yang tubuhnya tinggi tegap
sudah mendobrak kerumunan dengan mudah dan
tiba di depan Maria yang masih repot dikerumuni
teman-temannya.
"Selamat, Maria," sapa Guntur sambil mengobral
senyum lancangnya. "Boleh lihat kakimu?"
Maria tertegun. Tapi tidak lama. Karena tangan
pemuda itu langsung menyentuh pahanya. Memang
masih tertutup celana. Tapi sentuhannya yang kasar
cukup memerahkan paras Maria. Bahkan membuat
nya shock.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 34 11/17/2009 8:15:54 AM35
"Jangan gila lu, Tur!" Rena mendorong Guntur
dengan marah.
Dan teman-temannya langsung mengeroyok Guntur.
Ketika Guntur lari menyelamatkan diri sambil ter
tawa terpingkal-pingkal, mereka baru sadar, Maria
hilang.
"Ke mana dia?" cetus Nurul bingung.
"Ta!" teriak Endang dari kejauhan. "Lekas ke ka
mar ganti! Banjir air mata tuh!"
"Sialan lu, Tur!" maki Rena sesaat sebelum dia
mengejar teman-temannya ke kamar ganti. "Maria
cewek pilihan Tuhan! Dia calon biarawati, tahu
nggak? Dikutuk Tuhan, jadi monyet lu!"
"Calon biarawati?" Guntur tersenyum geli. "Pan
tas aja bajunya kayak orang kedinginan! Mestinya
dia pake jubah aja, Ren!"
"Jubah jidat lu! Ngegelinding lu sono! Sebelum
batok lu rengat digetok teman-teman gue!"
"Ren, piaraan di bonbin lu masih doyan bak
so?"
"Mau nyogok ya? Jangan mimpi, Tur! Lu mah
bukan tipenya dia!"
"Lu tinggal pilih mau apa, Ren! Asal lu bisa ajak
dia."
"Huuu, kalau Maria yang lu mau, sogokannya
bukan bakso lagi! Steik! Wagyu beef!"
"Pilih aja di Ragunan lu mau yang mana, Ren!
Besok dia sudah jadi steik di piring lu!"
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 35 11/17/2009 8:15:54 AM36
"Wah, tambah banyak binatang piaraan di perut
mu, Ren!" Johan tertawa geli.
"Kapan, Ren?" sela Guntur penasaran.
"Kapan apanya?"
"Maria."
"Sejak kapan gue jadi germo?"
"Serius nih!"
"Udah gue bilang nggak bisa! Lu mau saingan
sama Tuhan?"
"Gue bukan mau jadian sama dia, Ren!"
"Trus lu mau ngapain?"
"Cuma mau lihat kakinya!"
"Tungguin aja besok di depan sekolah!"
"Waduh, si Onta galak!" Guntur memang kurang
ajar. Dia selalu menjuluki Suster Cecilia si Onta.
Soalnya lehernya panjang.
"Emangnya lu mau ngapain? Cuma mau lihat
kakinya, kan? Nah, besok dia pakai seragam! Pelo
totin deh kakinya sampe keluar tuh biji mata lu!"
??? Malam itu Maria benar-benar tidak bisa tidur. Dia
sudah hampir dua jam berdoa. Sudah mengulangulang Doa Bapa Kami dan Salam Maria sampai
seratus kali. Tetapi perasaan berdosa itu tetap tak
mau hilang juga dari sudut hatinya.
Pemuda tak dikenal itu sudah menyentuh paha
nya. Memang masih terhalang celana. Tapi Maria
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 36 11/17/2009 8:15:54 AM37
bisa merasakan sentuhannya. Dan dia merasa tegang.
Bulu romanya meremang. Keringat dingin mengucur.
Jantungnya seperti hendak melompat keluar dari
dadanya.
Kalau saja Ayah tahu dia pasti sudah dibu
nuh! Tetapi Ayah tidak tahu! Tuhan yang tahu. Tu
han tidak bisa dibohongi. Tuhan melihat semua
nya! Maria merasa takut. Pemuda itu kurang ajar se
kali. Datang-datang dia langsung menyentuh paha
nya. Apa katanya tadi?
"Boleh lihat kakimu?"
Memang ada apa kakinya? Dia penasaran hendak
melihat kakinya karena dia mengenakan celana pan
jang? Kurang ajar.
Tidak sadar Maria meraba kakinya. Ada apa kaki
nya? Sama seperti kaki teman-temannya. Tidak ca
cat. Tidak ada korengnya. Mulus. Putih. Bersih.
Cuma Ayah melarangnya pakai celana olahraga
yang sempit dan menurut Ayah sangat pendek itu.
Kata Ayah, tidak boleh memamerkan paha. Dosa.
Cuma itu. Kenapa pemuda itu penasaran hendak
melihat pahanya? Sampai menyentuhnya segala! Ku
rang ajar.
Maria mencoba mengingat-ingat wajahnya. Ha
nya sekilas dia sempat memandang mukanya. Tidak
ada waktu lagi. Dan dia sedang terperanjat.
Tapi sekilas sudah cukup. Maria ingat matanya
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 37 11/17/2009 8:15:54 AM38
yang lancang. Senyumnya yang kurang ajar. Wajah
nya yang tampan tubuhnya yang tinggi tegap.
Ah, panas muka Maria membayangkannya. Ini
lah pertama kali dia membayangkan wajah seorang
laki-laki!
Dan kata Ayah itu dosa! Dia tidak boleh mem
bayangkan wajah seorang laki-laki! Tidak boleh!
Tapi mengapa wajah itu selalu muncul lagi di
depan matanya? Senyumnya memang kurang ajar.
Tapi menarik. Matanya memang lancang. Tapi me
mikat. Lain dari yang lain. Diam-diam Maria me
ngaguminya. Dia memang beda. Siapa namanya
tadi?
"Guntur mencolek pahanya," kata Elita gemas.
"Kurang ajar emang tu cowok! Tangannya nggak
pernah disekolahin!"
"Itu sih biasa, Mar," bujuk Tina. Seperti temantemannya yang lain, dia sedang repot menghibur
Maria yang sedang menangis di kamar ganti. "Co
wok emang begitu! Dijailin cowok artinya lu me
narik! Kalau nggak tertarik, ngapain juga dia jailin
lu? Kayak si Nurul tuh, siapa juga yang repot-repot
mau jailin dia?"
"Lho, kok lu jadi nyasar ke gue, Tin?" belalak
Nurul kesal.
"Emang betul, kan? Lu kalau nggak dijailin ma
lah marah, minta dijailin!"
"Ngaco lu!"
"Ta, udah dipanggil Bu Har tuh!" teriak Endang
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 38 11/17/2009 8:15:55 AM39
dari ambang pintu. Dia memang seperti penjaga
mercu suar. "Piala udah mau dibagiin! Juaranya hi
lang!"
Mendapat piala, dielu-elukan penonton, disalami
guru dan teman-teman, diarak keliling lapangan
memang pengalaman baru yang menyenangkan
Maria. Tapi dicolek pahanya itu juga pengalaman
baru yang menggetarkan!
Dan suara ayahnya terdengar di ambang pintu.
Rupanya Ayah membuka pintu perlahan-lahan. Dan
Maria tidak mendengarnya karena asyik melamun.
"Belum tidur?" Ayah menyalakan lampu. Dan
matanya yang tajam melihat keresahan yang meng
gelepar di mata anaknya.
"Baru selesai berdoa, Ayah." sahut Maria gu
gup. "Ada apa?" tanya Ayah curiga. Dia melangkah
menghampiri dan duduk di sisi tempat tidur.
Padahal Maria ingin sekali ayahnya cepat-cepat
menyingkir. Khawatir ketahuan.
"Tidak ada apa-apa" Tapi celaka. Mukanya te
rasa panas.
Dan mata ayahnya yang tajam bersorot makin
curiga.
"Kamu berdusta." Suara ayahnya begitu dingin.
Begitu menyeramkan. "Kamu pasti berbuat dosa!"
"Saya sudah mengaku dosa dan mohon ampun
pada Tuhan," sahut Maria ketakutan. "Saya sudah
menjalani hukuman."
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 39 11/17/2009 8:15:55 AM40
"Kamu bikin apa?" mengguntur suara ayahnya.
Matanya membeliak marah. Penuh tuduhan. Mem
buat Maria bertambah panik.
"Tadi siang saya bertanding basket"
"Ayah tahu," potong Pak Handoyo tidak sabar.
"Regu saya menang."
"Lalu?"
"Permainan saya bagus sekali."
"Jangan sombong! Sombong itu dosa!"
"Mula-mula saya main jelek sekali, Yah. Lalu
saya minta pertolongan Tuhan."
"Tidak sepatutnya merepotkan Tuhan dengan
hal-hal kecil begitu! Jangan menyebut nama Allah
Tuhanmu dengan tidak hormat."
"Tapi Tuhan menolong saya, Ayah!" desis Maria
dengan mata bersinar-sinar. "Kami menang!"
"Hm," Pak Handoyo mendengus tanpa memper
lihatkan kegembiraan sedikit pun. "Lalu?"
"Kami diberi piala juara, Ayah. Penonton meng
elu-elukan saya" senyum Maria memudar. Per
lahan-lahan parasnya memerah. "Teman-teman bah
kan memeluk saya" mukanya bertambah merah.
Matanya mulai lagi berkeliaran dengan gelisah.
"Perempuan?" mendelik mata ayahnya. Napasnya
tertahan sekejap.
Maria mengangguk dengan ketakutan.
"Hm," Pak Handoyo mengembuskan napasnya
yang sempat tertahan tadi. Tapi kecurigaannya be
lum pupus. "Tidak ada anak laki-laki di sana?"
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 40 11/17/2009 8:15:55 AM41
"Ada"
"Mereka tidak memelukmu?"
"Tentu saja tidak, Ayah!" cetus Maria spontan.
"Jangan berdusta! Itu perintah Allah yang kesem
bilan!"
"Tapi saya tidak berdusta, Ayah!"
"Kalau begitu, apa kesalahanmu?"
"Saya merasa bangga dosakah itu, Yah?"
"Jangan memuja dirimu sendiri," suara ayahnya
melunak. "Hanya Tuhan yang boleh kamu puja.
Sekarang tidur. Besok jangan sampai kesiangan ba
ngun. Sudah bikin PR?"
"Hari ini tidak ada PR. Kami tidak ada pelajaran
karena ada pertandingan."
Tetapi ayahnya tidak langsung keluar. Dia me
meriksa tas Maria lebih dulu. Membolak-balik setiap
lembar bukunya. Membaca semua tulisan anaknya.
Lalu dia masih memeriksa isi lacinya. Seolah-olah
takut Maria menyembunyikan sesuatu.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 41 11/17/2009 8:15:55 AM42
"HAI!" sapa Guntur begitu Maria melewati tem
pat persembunyiannya. Sudah hampir setengah jam
dia menunggu Maria di situ. Sabar seperti harimau
menunggu mangsanya. Padahal sms Dedi entah su
dah berapa kali mampir di ponselnya.
"Lu dmn, Tur? Sbtr lagi grb ttp!"
Tapi Guntur cuma membalas sekali. Santai.
"Gw msh tgu cw gw."
Dan begitu Maria lewat, Guntur langsung me
lompat keluar dari tempat persembunyiannya. Maria
sampai tersentak kaget. Mukanya langsung memu
Merpati Tak Pernah Ingkar Janji Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
cat. "Kaget, ya?" Guntur menyeringai geli.
Tapi bukannya menjawab, Maria malah memutar
tubuhnya. Dan kabur secepat-cepatnya. Lari ter
birit-birit masuk ke halaman sekolah. Dia ingat se
Bab 4
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 42 11/17/2009 8:15:55 AM43
kali siapa pemuda itu. Dan belum lupa sentuhan
di pahanya.
"Sialan," gerutu Guntur jengkel. "Ditegur malah
kabur!"
Tergopoh-gopoh Maria berlari ke kelas. Sampai
menabrak Nurul yang sedang parkir di depan pin
tu. "Mariaaa!" teriak Nurul heran. Sempoyongan
sedikit. Untung tidak jatuh. "Ngapain sih lu? Ada
yang mau memerkosa?"
Tapi Maria sudah kabur ke bangkunya. Mem
buang tasnya. Menelungkup di meja. Menutupi
mukanya dengan ketakutan.
"Waduh, ada apa sih?" gerutu Endang sambil
pura-pura mengurut dada. "Saban hari lihat tingkah
lu yang sinting, lama-lama gue bisa ketularan nih!"
"Guntur lagi pdkt!" Rena yang baru masuk ke
kelas tersenyum-senyum sendiri. "Dari pagi dia nung
guin Maria!"
"Bilang dia jangan ganggu Maria lagi, Ren!" ser
gah Elita kurang senang.
"Emang apa salahnya kalau dia naksir Maria?
Bolehnya lu yang cembokur! Tuh, si Dedi bagian
lu!"
"Maria bukan seperti kita."
"Ah, siapa bilang? Dia juga punya hati kok! Ce
wek tulen kayak kita! Emang cuma lu doang yang
butuh cowok?"
"Ingat pesan Suster Cecilia, Ren!"
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 43 11/17/2009 8:15:55 AM44
"Kita kan nggak gangguin dia lagi, Ta. Kita cu
ma mau bikin dia normal kayak kita-kita!"
"Dan cewek normal menurut Rena mesti punya
cowok!" sindir Tina sambil menyeringai pahit. "Nggak
peduli dapat mesin giling kayak si Guntur!"
"Terang aja, Rena kan disogok!" sambar Elita
gemas.
"Disogok!" berungut Rena. "DP aja belum te
rima!"
"Kalau sampai Guntur nggak serius, awas lu,
Ren!" ancam Nurul.
"Makanya dia lagi pdkt, Rul! Masa datang-da
tang langsung nembak?"
"Tapi cowoknya jangan yang kualitet si Guntur,
Ren! Gue dengar dia ganti cewek kayak ganti se
patu!"
"Lu mau yang kayak apa, Rul? Yang kayak si
Johan? Idih, itu mah jatah gue!"
"Demi solidaritas, korbanin dong cowok lu!"
"Lu yakin si Johan oke buat Maria?"
"Lu bilang dia alim!"
"Tapi nggak tahan banting!"
"Mau pacaran apa yudo?"
"Pacaran sama Maria mesti kuat mental, Rul!
Salah-salah bisa ikut sinting!"
"Gue setuju kita cariin cowok buat Maria," sam
bar Endang bersemangat. "Biar dia jangan jomblo.
Tapi jangan yang model si Guntur!"
Tetapi Guntur tidak bosan-bosannya mengejarMerpati Tak Pernah...-1-10.indd 44 11/17/2009 8:15:55 AM45
ngejar Maria. Kalau urusan cewek, dia memang
gigih.
Tidak peduli Maria selalu lari terbirit-birit setiap
kali melihatnya.
"Kenapa dia takut banget sih sama gue?" gerutu
Guntur jengkel.
"Tampang lu kayak pocong kali," Johan terse
nyum geli.
"Lu ajak dia keluar dong, Ren," bujuk Guntur
ketika siang itu mereka bertiga sedang melahap ru
jak. Tentu saja Guntur yang bayar. Katanya.
"Nggak berani. Malaikat pelindungnya banyak."
Mulut Rena menciut-ciut kepedasan. Karena dia
minta ekstra cabai, Guntur harus bayar ekstra un
tuk rujaknya.
"Masa ngajak ngobrol aja nggak boleh? Ini seko
lahan apa biara?"
"Udah gue bilang, surat kelakuan baik lu meragu
kan."
"Lu kasih rekomendasi dong."
"Gue aja nggak percaya kok sama lu."
"Jadi gue mesti jalan sendiri nih? Oke, lihat aja
nanti!" Guntur bangkit dengan gagah. "Tapi ngo
mong-ngomong, bayarin rujak gue, ya?"
??? Guntur anak tunggal. Kedua orangtuanya sibuk be
kerja. Ayahnya eksekutif puncak di perusahaan se
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 45 11/17/2009 8:15:55 AM46
kuritas. Ibunya wanita karier yang kreatif dalam
mengelola barang sisa yang tampaknya tidak ber
harga. Perusahaannya bergerak dalam daur ulang
sampah plastik. Sandal jepit dan aksesoris buatan
nya sudah merambah pasar dunia ketiga.
Guntur diberi semua kebebasan yang dibutuhkan
nya. Kebebasan bergaul. Dan kebebasan membelanja
kan uang. Tidak heran kalau dalam usia yang ter
bilang muda, dia sudah menjelajahi aneka ragam
corak pergaulan remaja.
Tipe gadis yang bagaimanapun sudah pernah di
cicipinya. Tapi kalau sekarang dia tertarik kepada
seorang calon biarawati yang kurang bergaul, bukan
cuma teman-temannya yang takjub. Guntur sendiri
heran.
Ah, aku kan cuma ingin cari pengalaman baru,
hiburnya kepada dirinya sendiri. Bukan gila.
Memang kali ini saingannya berat. Dia harus
bersaing dengan Tuhan. Tapi siapa takut?
Guntur tidak percaya pada apa yang namanya
Tuhan. Menurut pendapatnya, itu diturunkan dari
ayahnya, Tuhan itu cuma tempat pelarian buat
orang-orang lemah dan bodoh.
Orang pintar seperti ayahnya, tidak percaya Tu
han. Tidak percaya ada hidup yang kedua. Tidak
percaya ada surga dan neraka.
"Itu cuma hiburan buat orang yang hampir ma
ti," senyum ayahnya begitu melecehkan.
Tidak heran kalau Guntur tidak pernah mendapat
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 46 11/17/2009 8:15:55 AM47
pelajaran agama. Dan tidak heran kalau Guntur
tidak takut merampas milik Tuhan. Kalau benar
Maria milik-Nya!
Semakin jauh gadis itu berlari, semakin bersemangat
Guntur mengejarnya. Bukankah memang seperti itu
kodrat seorang laki-laki? Mereka dilahirkan sebagai
pemburu!
Sudah tiga hari Guntur menguntit Maria. Dia
tahu sekali jalan yang harus dilewatinya. Setelah tu
run dari bus, dia harus berjalan kaki ke sebuah gang
sempit. Kebetulan gang itu sepi. Agak rawan pula.
Jadi Guntur tidak perlu susah-susah mencari
akal. Otaknya memang kriminal. Gampang saja dia
mencetuskan ide itu. Ide yang pasti tidak pernah
lahir di benak gadis superlugu seperti Maria.
Dia hanya perlu minta tolong pada kedua orang
temannya. Sengaja dipilihnya yang tampangnya pa
ling rusak. Dan belum pernah dilihat Maria.
Mereka memainkan perannya dengan sempurna.
Yang satu mencekal lengan Maria sambil meng
acungkan pistol. Yang lain merampas tasnya.
Tepat pada saat Maria berteriak minta tolong,
Guntur muncul entah dari mana. Tiba-tiba saja dia
datang menolongnya. Menghajar kedua bajingan itu
sampai jatuh tunggang langgang dan terbirit-birit
kabur.
"Sialan si Guntur!" geram Gatot sambil meludah.
Dia lebih sengit lagi ketika melihat ludahnya ber
campur darah. "Berlagak jadi pahlawan, kita yang
bonyok!"
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 47 11/17/2009 8:15:55 AM48
"Bah! Waktu ngasih duit, dia nggak bilang kita
mesti ancur-ancuran begini!" dumal Tiar sama kesal
nya. Dia menyeka darah yang meleleh dari hidung
nya. "Keras sekali pukulan si Guntur! Nggak purapura dia!"
"Beraninya sama cewek!" geram Guntur sambil
berlagak hendak mengejar penjahat-penjahat yang
kabur itu.
Untung Maria mencegahnya. Karena sebenarnya
Guntur juga tidak mau mengejar mereka. Buat apa?
Tunggu saja di sekolah besok!
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Guntur berlagak
cemas.
Matanya masih bolak-balik memandang ke ujung
gang tempat para penjahat itu kabur. Seolah-olah
dia masih penasaran. Ingin mengejar dan menghajar
mereka lagi.
Maria menggeleng ketakutan. Tidak berani mem
balas tatapan Guntur. Mukanya pucat. Bibirnya
menggeletar.
"Jangan" rintihnya lirih ketika Guntur meme
gang tangannya.
Guntur tertegun.
"Jangan apaan?" desisnya heran. Lho, aku kan
pahlawannya. Bukan orang jahatnya! Boro-boro di
peluk kayak di film! Dipegang tangannya saja tidak
mau! "Jangan ganggu saya!" Maria melepaskan tangan
nya dengan ketakutan.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 48 11/17/2009 8:15:55 AM49
"Lho! Aku justru menolongmu!"
"Saya takut." Maria menyingkir menjauhi Guntur
seolah-olah dia mengidap penyakit menular.
"Takut apa? Aku Guntur, teman Rena!"
"Jangan!" Maria mundur-mundur menjauh ketika
Guntur masih berusaha mendekatinya.
"Aku cuma mau mengantarmu pulang!" gerutu
Guntur gemas.
"Jangan!" teriak Maria panik.
Matanya menggelepar-gelepar ketakutan sampai
Guntur agak ngeri melihatnya. Tatapannya liar se
perti binatang jalang terjebak dalam perangkap.
Gilakah gadis ini? Guntur sering melihat orang
yang ketakutan. Tapi tidak ada yang seperti ini!
"Aku tidak akan mengganggumu!" keluh Guntur
antara iba dan jengkel.
Tetapi Maria sudah tidak mendengarnya lagi.
Dia lari lintang pukang. Menerobos masuk ke ru
mahnya sampai ayahnya terperanjat.
"Ada apa, Maria?" tanyanya bingung melihat pu
catnya paras anaknya.
Dia melongok ke depan lebih dulu. Takut ada
orang yang mengejar anaknya. Tetapi tidak ada siapasiapa di sana. Mengapa Maria lari seperti dikejar
hantu?
Tetapi Maria belum dapat menjawab. Dia ter
engah-engah mengatur napasnya.
"Lekas bilang, ada apa!" bentak ayahnya tidak
sabar.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 49 11/17/2009 8:15:55 AM50
"Ada ada orang jahat!" menggagap Maria de
ngan suara menggeletar.
"Tukang copet?"
Maria mengangguk.
"Kamu ditodong?"
Pak Handoyo melirik tas yang masih dipeluk
anaknya erat-erat.
"Kamu berhasil kabur?"
Sekali lagi Maria mengangguk.
"Pasti di ujung gang," geram Pak Handoyo. "Di
sana memang rawan. Nanti Ayah laporkan pada
Pak RT. Keamanan lingkungan harus lebih diper
hatikan."
Sampai malam Maria masih ketakutan. Dia ma
sih membayangkan wajah kedua penjahat itu. Dan
membayangkan Guntur.
Betapa gagahnya dia. Berkelahi seorang diri me
lawan dua orang bajingan sekaligus. Tapi dia bisa
mengalahkan mereka. Membuat penjahat-penjahat
itu lari terbirit-birit.
Kalau tidak ada Guntur Maria menggigil. Apa
yang terjadi?
Mereka merampas tasnya. Mungkin menyeret
nya dan
Sekali lagi Maria menggigil. Lebih hebat. Lebih
ngeri.
Kalau tidak ada Guntur
Dan semalam-malaman wajah pemuda itu meng
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 50 11/17/2009 8:15:56 AM51
isi benaknya. Wajahnya demikian tampan. Tubuh
nya begitu tegap. Dan gaya berkelahinya begitu
mengagumkan. Sikapnya gagah. Penampilannya jan
tan. Ah, Maria sangat mengaguminya. Kalau saja dia
Merpati Tak Pernah Ingkar Janji Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
boleh mengagumi seorang laki-laki tapi bukan
kah kata Ayah laki-laki itu makhluk yang berba
haya? Dia harus menjauhi laki-laki!
Tidak boleh berada di dekat mereka. Tidak boleh
berteman dengan mereka sungguhpun mereka
baik hati dan telah menolongnya?
??? Sambil menoleh-noleh Maria mengendap-endap
mendekati pintu gerbang sekolah. Hari masih pagi.
Sengaja memang dia datang lebih awal. Untuk
menghindari Guntur.
Tetapi pagi ini rupanya dia tidak datang.
Dan sebuah perasaan kosong menerpa hatinya.
Aneh. Dia takut melihat pemuda itu. Tetapi kehi
langan kalau tidak melihatnya! Gila. Perasaan apa
ini? Sekali lagi dia menoleh ke sana kemari dengan
gelisah. Tidak ada siapa-siapa. Tidak ada yang se
dang mengintai. Tidak ada yang menunggu. Tidak
ada Guntur.
Bergegas Maria masuk. Melewati pintu gerbang.
Banyak anak sekolah sedang berbondong-bondong
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 51 11/17/2009 8:15:56 AM52
masuk. Tidak ada yang menegurnya. Mereka ber
celoteh sendiri.
Sekali lagi Maria menoleh ke belakang. Tidak
ada siapa-siapa. Tidak sadar dia melangkah lebih
perlahan. Menoleh lagi. Tetapi yang dicarinya tidak
ada di sana. Padahal biasanya setiap pagi dia me
nunggunya. Dan segurat perasaan kecewa meng
gores hatinya.
"Tunggu siapa, Mar?" tegur Endang heran. Dan
ikut-ikutan menoleh ke belakang.
Dari jauh dia sudah melihat Maria melangkah
perlahan sambil menoleh-noleh. Padahal biasanya
jalannya seperti meteor. Lurus dan cepat.
"Elita," sahut Maria gugup.
Sesudah menyahut baru Maria tertegun. Dia su
dah dapat berdusta! Alangkah mudahnya! Begitu
lancarnya lidahnya mengarang dusta! Ya, Tuhan,
ampuni dosanya!
Endang tersenyum bijak.
"Sudah cari di kelas? Siapa tahu dia udah di
sana." Tanpa menunggu Maria lagi, Endang men
dului berjalan ke kelas. "Duluan ya!"
Tetapi Maria buru-buru menyusulnya.
"Lho, katanya tunggu Elita?" gurau Endang.
Maria tidak menjawab. Dia hanya menunduk
tersipu-sipu. Parasnya memerah.
"Bergaul sama cowok bukan dosa, Mar."
Heran. Setiap anak tiba-tiba jadi nenek-nenek
kalau bicara dengan dia. Setiap anak ingin menasi
hatinya. Mewariskan ilmunya.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 52 11/17/2009 8:15:56 AM53
"Ah," desah Maria jengah.
"Guntur, kan?" senyum Endang memudar. "Ka
yaknya sih dia nggak cocok jadi cowok lu, Mar.
Dia brengsek."
"Boleh pinjam PR, Dang?" potong Maria gelagap
an. "Ah, jangan pura-pura! PR lu pasti udah kom
plet! Ngapain malu ngomongin cowok?"
"Nah, diajarin tipu apa lagi dia?" songsong Elita
begitu mereka masuk kelas.
"Katanya dia nungguin lu, Ta. Tapi gue yakin,
bukan lu yang ditunggu. Emangnya lu punya apa
an?"
"Guntur nggak nongol pagi ini!" Rena menyeri
ngai lebar. "Udah kapok kali dia!"
"Saya tidak menunggu siapa-siapa!" protes Maria
kemalu-maluan. Mukanya merah padam.
"Di sekolah kita emang nggak ada cowok, Mar,"
Nurul langsung nimbrung tanpa diundang. "Tapi
nggak berarti kita nggak boleh gaul sama cowok!"
"Betul, Mar! Kalau nggak percaya, tanya aja Sus
ter Cecilia! Pacaran bukan dosa!"
"Tapi dia kan calon biarawati!" sela Luna sambil
tersenyum sinis.
"Sekarang kan belum!" sambar Tina tidak mau
kalah. "Apa salahnya dia mencicipi dulu manisnya
cinta?"
Tidak tahan Maria mendengar gunjingan temantemannya. Dia menaruh tasnya dan buru-buru pergi
ke WC.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 53 11/17/2009 8:15:56 AM54
"Pasti dia muntah," ejek Luna. "Dasar kuper!"
Tapi Maria tidak sampai muntah-muntah. Dia
hanya bingung. Pusing. Kacau.
Cowok. Pacaran. Cinta. Semua itu tidak pernah
ada baginya!
Kadang-kadang Maria iri pada teman-temannya.
Mengapa mereka boleh begitu bebas? Tidak ada
yang mereka takuti. Hidup begitu indah bagi me
reka. Merah muda dan manis. Seperti sirop.
Lain benar dengan dirinya. Apa isi hidupnya ke
cuali doa?
Sejak lahir Ayah telah menyerahkan dirinya ke
pada Tuhan. Sejak lahir hidupnya telah ditentukan.
Nasibnya telah diatur. Jalannya telah digariskan.
Dan semua itu menuju ke satu titik. Biara.
Benarkah dia tidak punya hak untuk memilih?
Benarkah tidak ada pintu lain untuknya?
Tentu saja Maria mencintai Tuhan. Tetapi benar
kah Tuhan sekejam itu merampas masa remajanya?
Melarangnya bergaul dengan pria. Mencegahnya
jatuh cinta.
Sebelum bertemu teman-temannya, Maria me
mang tidak pernah memikirkannya. Tetapi bergaul
dengan mereka, membuka cakrawala baru hidup
nya. Dia jadi banyak bertanya. Dan pertanyaan-per
tanyaan itu seperti godaan yang semakin meresah
kan pikirannya.
Kepada siapa dia harus bertanya?
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 54 11/17/2009 8:15:56 AM55
"Bergaul sama cowok bukan dosa, Mar." Itu kata
Endang.
"Kamu tidak boleh bergaul dengan anak lakilaki." Itu perintah ayahnya.
"Kalau nggak percaya, tanya aja Suster Cecilia!"
Suster Cecilia! Barangkali Tina benar. Kepadanya
lah dia harus bertanya!
Suster Cecilia bijaksana dan sabar. Dia juga orang
suci. Mengabdikan seluruh hidupnya untuk Tuhan.
Tapi dia jarang marah. Jarang main hukum sem
barangan. Tidak seperti Ayah!
Dia lembut. Sabar. Penuh pengertian. Seperti
Yesus. Dia pasti tempat yang tepat untuk bertanya.
??? "Saya mengerti, Maria." Suster Cecilia menghela
napas panjang setelah terdiam sesaat. "Saya memang
sudah menduga, suatu hari kamu akan datang de
ngan pertanyaan ini. Dan saya hargai keberanianmu
untuk bertanya kepada saya."
"Maafkan saya, Suster." Maria tunduk kemalumaluan. "Saya tidak tahu lagi ke mana harus ber
tanya."
"Kamu gadis baik, Maria. Jujur. Lugu. Tapi ku
rang gaul. Dan itu bukan salahmu. Sejak kecil ayah
mu mendidikmu dengan keras."
"Betulkah saya tidak boleh bergaul dengan anak
laki-laki, Suster?"
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 55 11/17/2009 8:15:56 AM56
"Tidak, Maria. Satu hal teman-temanmu benar.
Kita tidak dilarang bergaul dengan laki-laki."
Maria tertegun. Melongo menatap kepala sekolah
nya. Benarkah apa yang didengarnya?
"Tuhan menciptakan dua jenis manusia. Laki-laki
dan wanita," sahut Suster Cecilia sabar. "Bukan un
tuk saling benci. Tapi untuk saling bantu dan sa
ling mencintai. Dari prialah wanita mendapat benih
untuk melanjutkan keturunan, melanjutkan karya
Ilahi mengisi dunia ini. Jadi semua itu bukan dosa,
Maria. Semua itu merupakan karya Allah yang lu
hur."
Suster Cecilia menghentikan kata-katanya seje
nak. Setelah menghela napas panjang, dia melan
jutkan dengan lebih hati-hati.
"Tetapi untuk beberapa wanita, ada tugas lain
yang tidak kalah luhurnya selain menikah dan me
lahirkan anak. Yaitu tugas mengabdi kepada Tuhan
dan sesama manusia. Jalan inilah yang diinginkan
ayahmu untuk dirimu, Maria."
"Karena itu saya berbeda? Saya tidak boleh ber
gaul dengan anak laki-laki, Suster?"
"Kamu boleh bergaul dengan siapa saja. Tapi ka
rena jauh-jauh hari kamu telah disiapkan ayahmu
untuk mempersembahkan hidupmu seutuhnya un
tuk Tuhan, kamu harus menjaga kesucianmu baikbaik. Kamu tidak akan memberikan sisa kepada
Tuhan, kan?"
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 56 11/17/2009 8:15:56 AM57
Maria menggeleng patuh. Matanya menatap ke
pala sekolahnya dengan tatapan paling polos yang
pernah dilihat Suster Cecilia.
"Boleh tanya, Suster?"
"Tanyalah apa saja yang ingin kamu tanyakan."
"Kalau kami boleh bergaul dengan siapa saja,
kenapa di sini tidak ada anak laki-laki?"
Suster Cecilia tertegun lagi. Pertanyaan yang ba
gus. Yang cukup kritis. Yang ditanyakan oleh se
orang gadis yang sangat lugu.
"Karena pada mulanya, seperti ayahmu juga, pim
pinan kami khawatir pergaulan bebas akan merusak
akhlak generasi muda."
"Dan yang merusak akhlak itu anak laki-laki?"
"Bukan semuanya salah anak laki-laki. Dalam
pergaulan bebas yang melewati batas, anak perem
puan juga ikut bersalah."
"Lalu kenapa cuma anak laki-laki yang tidak bo
leh ada di sini?"
"Karena kami menganggap, adanya anak laki-laki
menimbulkan godaan yang lebih besar. Karena itu,
dulu hampir semua sekolah Katolik memisahkan
sekolah untuk putra dan putri. Lebih-lebih setelah
mereka menginjak masa akil balig."
"Sekarang tidak lagi?"
"Banyak sekolah Katolik yang sudah menghilang
kan aturan itu. Karena kami berpendapat, pemisahan
itu bukan cara yang terbaik. Dalam era kemajuan
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 57 11/17/2009 8:15:56 AM58
teknologi dan komunikasi seperti sekarang, pergaul
an muda-mudi dalam lingkungan sekolah yang baik,
justru tidak perlu terlalu dikhawatirkan lagi."
"Jadi Suster juga tidak khawatir pada saya?"
"Saya percaya padamu."
"Terima kasih, Suster."
"Saya senang kamu datang pada saya. Kalau ada
masalah lagi, kamu janji mau datang kepada saya
lagi, Maria?"
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 58 11/17/2009 8:15:56 AM
59 BEGITU Maria masuk ke dalam kelas, serentak
teman-temannya menyerbu dan menyanyikan
Happy Birthday sambil bertepuk tangan.
Terkejut dan bingung, Maria mundur kembali.
Bersiap-siap untuk kabur.
"Eh, mau ke mana?" Endang cepat-cepat meme
gang tangannya. "Dinyanyiin kok malah kabur?"
Maria mengawasi teman-temannya dengan heran.
Apa lagi ini? Permainan baru? Olok-olok baru?
Maria sudah bersiap-siap mengambil langkah se
ribu ketika lagu berakhir. Dia menatap curiga Nurul
yang menghampiri dengan sebuah bungkusan di ta
ngan.
"Selamat ulang tahun, Maria!" ujar Nurul sambil
mencium pipinya.
Buru-buru diserahkannya hadiah yang dibungkus
Bab 5
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 59 11/17/2009 8:15:56 AM60
dengan kertas warna-warni itu. Takut Maria kabur.
Atau lebih celaka lagi, pingsan di tempat.
Sejenak Maria tertegun mengawasi bungkusan
itu. Lalu dia menoleh ke arah Nurul dengan raguragu.
Ulang tahun? Dari mana mereka tahu dia ber
ulang tahun hari ini? Buat apa mereka memberi
hadiah pada hari ulang tahunnya?
Selama enam belas tahun, baru kali ini ada yang
memberi hadiah ulang tahun. Mengucapkan sela
mat. Pakai nyanyi segala.
Biasanya ulang tahunnya lewat begitu saja. Tidak
ada bedanya. Sama seperti hari-hari lainnya. Tidak
ada yang peduli. Ayah tidak. Dia sendiri juga tidak.
Apa istimewanya hari ulang tahun?
"Yaaa. Malah bengong!" cetus Rena sambil
menghela napas. "Buka dong hadiahnya! Jangan di
pelototin aja!"
"Jangan takut, Mar!" Luna menyeringai meng
ejek. "Dijamin nggak ada tikusnya!"
Karena Maria masih tertegun kaku seperti kena
Merpati Tak Pernah Ingkar Janji Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sihir, terpaksa Elita maju. Meraih bungkusan itu
dan meletakkannya di meja yang paling dekat.
"Kita buka sama-sama ya, Mar?" katanya sabar.
"Nggak usah bingung. Ini hadiah ulang tahun dari
kita semua. Tanda kita ikut bahagia."
Maria menoleh pada Elita. Matanya menatap ga
dis itu dengan bengong. Mula-mula dengan tatapan
heran. Bingung. Ragu. Akhirnya berubah haru.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 60 11/17/2009 8:15:56 AM61
Air mata mulai menggenangi matanya. Tapi bibir
nya merekahkan senyum keharuan.
"Wah, mulai lagi acara nangis!" cetus Endang
menahan tawa. "Kayak film India! Sedih-senang
nangis!"
"Lu sabar kenapa sih!" Tina menyodok rusuknya.
"Namanya juga cewek kuper!"
"Tapi gue belum pernah ketemu yang nyentrik
begini!"
"Justru di situ seninya!"
"Selamat ulang tahun, Mar," Elita mengecup pipi
nya dengan lembut.
Tindakannya segera diikuti oleh semua temannya.
"Kalau bisa nangis, nangis deh tu pipi!" Rena
tertawa mengikik. "Seumur hidup belum pernah
dicocor begitu banyak bibir!"
"Terima kasih." desah Maria gemetar menahan
keharuan.
"Buka kadonya, Mar!" teriak Nurul tidak sabar.
Tetapi Maria bukannya membuka hadiahnya ma
lah lari keluar kelas.
"Astaga!" pekik Tina tertahan. "Mau ke mana
lagi dia?"
"Mau ke mana, Mar?" Elita lekas-lekas menyusul
nya. "Ke WC," menyeringai Luna. "Muntah!"
"Ke kapel," sahut Maria lugu. "Mengucapkan te
rima kasih pada Tuhan!"
"Ampun!" Nurul terkulai lemas. "Kita yang kasih
kado, terima kasihnya untuk Tuhan!"
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 61 11/17/2009 8:15:56 AM62
"Hus!" Tina menginjak kakinya. "Kafir lu! Kita
mesti meniru Maria! Mengucap syukur kalau dapat
berkat!"
"Tapi apa nggak bisa ditunda dulu? Hadiahnya
belum dibuka. Ntar Bu Ning keburu nongol!"
Dan memang pagi itu mereka tidak keburu me
lakukan acara buka hadiah. Harus menunggu sam
pai waktu istirahat. Mereka membawa Maria dan
hadiah ulang tahunnya ke kantin.
"Ke mana?" tanya Maria bingung ketika temantemannya beramai-ramai menyeretnya ke kantin.
"Ke kantin!" sahut Rena gesit. "Ada acara tra
disional yang lu mesti tahu juga! Yang ultah mesti
nraktir!"
"Hah?" sekilas wajah Maria memucat. Traktir enam
orang teman? Pakai apa? Dari mana uangnya?
"Nggak usah takut, Mar," bisik Elita iba. "Kita
beli kerupuk aja seorang satu. Murah meriah!"
Tapi kerupuk juga harus dibeli dengan uang,
kan? Dan harganya tidak murah kalau untuk ukur
an kantong Maria!
"Uang saya cuma dua ribu, Ta," bisiknya gugup.
"Apa cukup buat beli kerupuk?"
"Ntar gue tambahin. Sekarang yang penting, bu
ka hadiahnya!"
Ragu-ragu Maria membuka bungkusannya. Be
gitu hati-hati seolah-olah bungkusan itu berisi ba
han peledak.
"Wah, keburu ngamuk cacing-cacing piaraan gue
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 62 11/17/2009 8:15:57 AM63
kalau nunggu dia buka kado," keluh Rena tidak
sabar. "Nggak mendingan gue aja yang buka, Rul?"
"Sabar kenapa sih?" Nurul menepiskan tangannya
menampar lengan Rena.
Maria mengawasi bungkusan yang sedang dibuka
nya dengan dada berdebar-debar. Apa isinya? Kejut
an lagi seperti dulu?
Dia masih ingat tikus karet dalam kuah bakso
nya. Dan sudah bersiap-siap melemparkannya jauhjauh kalau ada tikus kali ini siapa tahu tikus
sungguhan, melompat keluar hiii.
Tapi tidak ada yang melompat keluar. Tidak ada
benda lunak yang menjijikkan. Cuma sehelai kartu
ulang tahun yang sangat indah. Bergambar bunga
mawar berwarna merah muda aduh, bagusnya!
Terpesona Maria melihatnya.
"Bukan itu hadiahnya!" sergah Rena tidak sabar.
"Heran, lu!" Nurul membelalakkan matanya.
"Nggak sabaran banget sih!"
"Habis lihat kartu ultah aja kayak baca surat cin
ta!"
Hati-hati Maria merobek bungkusan yang kedua.
Dan dia terperangah. Hampir memekik kaget. Se
buah apa ini?
Maria sendiri tidak tahu. Baju? Tapi kecil amat?
Warnanya hijau royo-royo.
Ragu-ragu Maria membukanya sambil menahan
napas. Dan ternyata yang menahan napas bukan
cuma dia.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 63 11/17/2009 8:15:57 AM64
"Semenit lagi nahan napas, gue bisa mati, Rul!"
sergah Rena tersengal-sengal.
Tapi Nurul tidak menjawab. Dia juga sedang
menunggu dengan tegang. Maria sedang membuka
lipatan baju itu sebuah bikini!
Tina dan Endang bertepuk tangan sambil tertawa
geli.
"Buat berenang minggu depan, Maria!" cetus
Tina sambil bertepuk tangan.
"Saya saya tidak berani memakainya." desah
Maria dengan muka merah padam.
Ah, teman-temannya pasti mengolok-oloknya
lagi. Masa dia harus memakai bikini? Bisa pingsan
ayahnya!
"Emang juga nggak disuruh pake di sini, Mar!"
Endang tertawa geli. "Di kolam renang!"
"Satu bungkusan lagi, Mar!" seru Nurul tegang.
Dengan tangan gemetar Maria membuka bung
kusan yang satu lagi dan parasnya tambah me
rah. Teman-temannya bersorak riuh ketika Maria me
megang bra berukuran cup A dan thong warna me
rah menyala.
Maria memejamkan matanya dengan tersipu-sipu
sementara teman-temannya tertawa geli.
"Lu tahu di mana dipakenya, Mar?" ejek Luna
sambil menyeringai.
"Pake besok, Mar," pinta Elita sambil tersenyum.
"Biar lu jadi cewek bukan balita lagi!"
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 64 11/17/2009 8:15:57 AM65
"Pake! Pake! Pake!" Nurul mengomando temantemannya berseru-seru sambil bertepuk tangan.
"Kerupuk! Kerupuk! Kerupuk!" sorak Rena ham
pir putus asa. Kerupuk aja susah amat sih!
??? Hati-hati Maria mengunci pintu kamarnya. Pelanpelan sekali dia memutar kunci. Supaya ayahnya tidak mendengar. Karena biasanya pintu kamarnya tidak pernah dikunci.
Tadi dilihatnya Ayah sedang berdoa. Pasti lama.
Dia punya banyak waktu sebelum Ayah masuk ke
kamarnya mengontrol sedang apa dia. Menggeledah
tasnya. Memeriksa buku-bukunya.
Hati-hati dibaliknya patung Bunda Maria yang
selalu mengawasinya sambil tersenyum. Sekarang
patung itu menghadap ke dinding.
"Maafkan saya, Bunda," bisik Maria sambil mem
buat tanda salib.
Lalu dengan ekstra hati-hati, Maria menurunkan
gambar Tuhan Yesus yang sedang mengangkat sebe
lah tangannya. Ditelungkupkannya gambar itu di
tempat tidur. Sekali lagi Maria membuat tanda sa
lib. Terakhir dia menurunkan salib kayu dari gan
tungannya. Didekapnya di dada sebelum disimpan
nya di dalam laci, bersama kitab Injil yang selalu
diletakkannya di meja.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 65 11/17/2009 8:15:57 AM66
Selama hampir satu menit, Maria menoleh-noleh
ke seluruh kamarnya. Tidak ada apa-apa lagi. Tidak
ada yang melihat.
Lalu dia membuka tasnya. Mengeluarkan bung
kusan hadiah dari teman-temannya.
Dibukanya sepelan mungkin. Supaya tidak ada
yang mendengar suara kertas yang dibuka.
Ditatapnya benda-benda itu dengan ragu-ragu.
Sesaat dia bimbang. Mukanya panas. Akan dipakai
nya? Atau jangan?
Sekejap dipandangnya gambar Tuhan Yesus yang
tertelungkup di ranjang. Disentuhnya dengan bim
bang. Dibaliknya sekejap.
Ditatapnya mata Tuhan Yesus. Marahkah Dia?
Tetapi mata itu tetap menatapnya selembut biasa.
Mata yang tak pernah marah. Mata yang penuh
pengertian. Penuh kasih sayang.
"Maafkan saya, Tuhan Yesus" bisik Maria ge
metar. Diletakkannya kembali gambar itu tertelung
kup di atas tempat tidur.
Lalu cepat-cepat Maria membuka bajunya. Di
kenakannya bra dan thong itu mula-mula dia ti
dak berani menatapnya dalam cermin. Dia meme
jamkan matanya rapat-rapat.
Lambat-lambat dia mengintai dari balik bulu
matanya ketika dilihatnya betapa memikatnya
bayangan dalam cermin itu, baru dia berani mem
buka matanya lebar-lebar dan dia tersenyum ma
lu. Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 66 11/17/2009 8:15:57 AM67
Bolehkah dia memakainya? Marahkah Bunda
Maria? Gusarkah Tuhan Yesus?
Cepat-cepat Maria membukanya kembali. Dan
matanya terbentur kepada bikini hijau itu.
Apa salahnya mencobanya? Cuma di kamar! Ti
dak ada yang melihat.
Bergegas Maria memakainya. Duh, hijaunya kon
tras sekali dengan kulitnya yang putih.
Walaupun lekak-lekuk tubuhnya tidak begitu in
dah, belum tumbuh bukit memesona di dada dan
pinggulnya, tak urung Maria mengagumi dirinya.
Rasanya dia tidak ingin melepaskannya lagi.
Apa salahnya memakai bikini semalam-malaman?
Di tempat tidur. Bukan di kolam renang. Tidak
ada yang melihat!
Dan suara nyanyian ayahnya menerpa telinganya.
Sebentar lagi Ayah pasti masuk ke kamarnya. Me
meriksa barang-barangnya.
Tapi Ayah tidak pernah menggeledah tubuhnya.
Jadi dijejalkannya bra dan thong itu ke balik bikininya.
Dikenakannya daster longgar. Yang bahannya tebal.
Yang ramai motifnya. Dan jantungnya memukul
keras seperti hendak melompat keluar dari dadanya.
Patung Bunda Maria sudah menengok kembali
ke ranjangnya. Gambar Tuhan Yesus sudah kembali
ke tempat semula. Matanya yang penuh kasih mena
tap Maria dengan penuh pengertian.
Salib sudah tergantung di tempatnya. Maria ma
sih berusaha merapikannya supaya jangan miring.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 67 11/17/2009 8:15:57 AM68
Maria lalu berlutut di hadapannya. Dia menun
duk berdoa. Mohon ampun atas dosa-dosanya.
Tapi berdosakah memakai bikini? Dosakah
memperlihatkan lekak-lekuk tubuhnya kepada
orang lain? Dosakah memamerkan keindahan tubuh
nya? Dosakah untuk terlihat lebih cantik?
Sia-sia Maria memohon jawaban. Yang membi
ngungkan itu masih tetap rahasia bagi dirinya.
??? "Udah nyerah, Tur?" Rena menyeringai geli ketika
mereka bertemu di kafe. "Kapok nguber-nguber
biarawati? Kok nggak pernah nongol lagi?"
"Break dulu deh," Guntur menyeringai masam.
"Cakepnya nggak seberapa, lagak lagunya kayak
cewek nggak waras!"
"Justru itu seninya!" Johan tersenyum lebar.
"Yang model begitu kan nggak sepuluh tahun sekali
produksinya, Tur!"
"Emang lu udah bosan sama cewek model si
Luna?"
"Ah, pacaran sama si Luna sih kayak sakit ma
laria. Dua minggu panas-dingin terus adem!"
Johan dan Rena tertawa geli.
"Gue ultah minggu depan, Tur. Lu datang ya?"
"Ulang tahun lagi, Ren? Kan dulu udah!"
"Udah lima belas kali. Tapi yang keenam belas
belum."
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 68 11/17/2009 8:15:57 AM69
"Malam Minggu?"
"Malam Senin juga boleh. Tapi udah nggak ada
makanan. Tinggal jatah si Bleki."
"Ada acara bebas?"
Merpati Tak Pernah Ingkar Janji Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Huuu, rusak tu otak!"
"Udah dari sononya, Ren!" sambar Johan. "Ke
lainan bawaan!"
"Biarawati lu hadir, Ren?"
"Nggak jamin. Tapi sohib-sohib gue yang ekstra
keren hadir komplet! Pake telor dan ikan asin."
"Emang teman-temanmu masih ada yang jomblo,
Ren?" sambar Johan. Dasar cowok. Satu tidak per
nah cukup.
"Si Nurul sih belum punya gebetan. Tapi kalau
kamu berani pdkt sama dia, hidungmu yang kayak
jambu itu bakal hilang!"
"Piaraan lu doyan jambu juga, Ren?" Guntur
tertawa terkekeh-kekeh. "Gue kira cuma doyan bis
tik!"
"Bener lu datang ya, Tur?"
"Boleh gue yang antar-jemput biarawati lu, Ren?"
"Wah, itu sih mesti tanya Elita! Dia kan udah
jadi walinya si Maria!"
"Elita?" Guntur tersenyum tipis. "Gue tau cara
menjinakkannya, Ren!"
"Jangan GR dulu, Tur! Setau gue, cuma dia yang
nggak pernah ngelirik lu!"
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 69 11/17/2009 8:15:57 AM70
"HARI Minggu depan Ayah sudah kembali," pe
san Pak Handoyo sebelum berangkat. Dia harus ke
Ende satu minggu. Ada yang berminat membeli
rumah mereka. "Jangan ke mana-mana. Kunci pin
tu baik-baik. Jangan lupa berdoa."
"Ya, Ayah," sahut Maria patuh.
Hatinya berdebar-debar. Bilang? Jangan? Minta
izin? Tidak usah?
Rena mengundang ke rumahnya. Nanti malam
dia ulang tahun. Elita sudah bersedia menjemput
nya. Dan mengantarkannya pulang juga.
Tapi Maria masih bingung. Dia ingin pergi. Ini
pengalaman baru yang mendebarkan. Menantang
keingintahuannya.
Cuma dia takut. Takut Ayah tidak memberi izin.
Pesta ulang tahun! Acara apa itu? Pasti banyak anak
laki-laki di sana!
Bab 6
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 70 11/17/2009 8:15:57 AM71
Tetapi kemarin Maria sudah bertanya kepada
Suster Cecilia. Dan tampaknya kepala sekolahnya
yang bijak itu tidak keberatan.
"Dengan siapa kamu pergi?" tanya Suster Cecilia
setelah terdiam sejenak.
"Elita mau menjemput dan mengantarkan saya
pulang, Suster."
Maria memang selalu datang dengan pertanyaan
yang aneh-aneh. Tapi Suster Cecilia insaf, muridnya
yang satu ini memang serba-istimewa. Dia menun
tut perhatian yang lebih besar.
Problem Maria memang banyak. Sebaliknya peng
alamannya amat sedikit. Dia seperti rusa hutan yang
masuk kota metropolitan. Serbacanggung dan bi
ngung.
Hari ini dia datang dengan pertanyaan yang te
rasa aneh bila ditanyakan gadis berumur enam be
las tahun.
"Saya boleh menghadiri pesta ulang tahun di ru
mah Rena, Suster?"
"Jangan pulang terlalu malam." Cuma itu pesan
Suster Cecilia. "Jangan lupa minta izin ayahmu.
Dan ingat, Maria. Jaga dirimu. Sekali kamu ter
noda, kamu akan menyesal seumur hidup."
Jadi Maria sudah bilang Elita, dia ikut. Mereka
malah sudah merencanakan pergi ke mal nanti sore.
Mencari baju yang cocok untuk Maria.
Tetapi problemnya sekarang, minta izin atau ja
ngan kepada ayahnya?
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 71 11/17/2009 8:15:57 AM72
Jangan ke mana-mana, kata Ayah tadi. Pasti Ayah
melarangnya pergi.
"Jangan lupa minta izin ayahmu," kata Suster
Cecilia kemarin.
Izin. Mana pernah Ayah memberi izin pergi ke
pesta? Ayah selalu melarang! Percuma ditanya! Ja
wabnya pasti tidak!
Hati Ayah keras seperti batu granit. Air mata pun
tidak dapat meluluhkannya. Dia bengis. Emosinya
sudah mati. Ayah pasti melarang biarpun Maria me
mohon sambil menangis!
Jadi apa gunanya ditanya lagi? Permohonannya
pasti ditolak!
Ayah sudah keluar ke halaman. Maria masih me
natapnya dengan ragu. Sesaat dia ingin mengejar
nya. Ingin minta izinnya. Tetapi kakinya tidak mau
digerakkan. Mulutnya tidak mau dibuka. Dan Ayah
keburu hilang di luar pagar.
Satu jam kemudian, ketika Maria masih diliputi
kebingungan, Elita datang bersama Nurul, Endang,
dan Tina.
Mereka membawanya ke mal. Mencarikan baju
yang cocok. Dan hampir dua puluh gaun dicoba,
belum ada yang pas dengan selera mereka.
Yang bagus menurut teman-temannya, terlalu
berani bagi Maria. Yang bagus menurut Maria, ku
no kata teman-temannya. Yang sama-sama mereka
sukai, harganya mahal.
Akhirnya setelah hampir putus asa, mereka mene
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 72 11/17/2009 8:15:57 AM73
mukan baju yang sesuai model maupun harganya.
Itu pun setelah mereka patungan. Kalau pakai uang
tabungan Maria sendiri, sampai kapan baru cukup?
Karena sepatu tidak terbeli, dia meminjam sepatu
Tina. Untung ukuran kaki mereka cocok. Dan tu
mit sepatu itu tidak terlalu tinggi. Itu saja pun
masih merepotkan Maria untuk melangkah. Lang
kahnya mula-mula jadi seperti penguin. Perlu latih
an dulu.
Dari mal mereka pergi ke rumah Tina. Bergotong
royong mendandani Maria. Repotnya bukan main.
Masing-masing merasa jadi pakar. Tiba-tiba merasa
paling mahir. Paling tahu. Paling pengalaman men
dandani orang.
Mereka mencopot kacamatanya. Dan terbengongbengong melihat tampang Maria tanpa kacamata.
"Kenapa sih mesti pakai kacamata? Tampang lu
jadi minus kalau pakai kacamata, Mar," kata Nurul
terus terang.
"Saya tidak bisa baca kalau tidak pakai kaca
mata."
"Nah, pakailah kalau baca aja!"
Mereka juga menyuruh Maria mencuci rambut
nya. Melepaskan jalinannya supaya rambutnya ter
gerai bebas ke punggung. Tina malah meminjamkan
bando supaya Maria tampil lebih modis.
Ketika mereka melihat hasil akhir karya mereka,
Nurul yang sedang jongkok kecapekan pun sampai
berdesah kagum.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 73 11/17/2009 8:15:57 AM74
"Duh, cantiknya!"
Endang yang sudah duduk setengah terkapar di
sebelahnya juga langsung memberi komentar me
muji.
"Lu sebetulnya cakep, Mar! Asal tau caranya!"
"Betul saya cantik?" gumam Maria tersipu-sipu.
"Nggak percaya?" sergah Tina bersemangat. "Nih,
lihat tampang lu di cermin! Nggak kenalin, kan?"
Malu-malu Maria menoleh ke cermin. Dan dia
hampir tidak mengenali siapa yang dilihatnya di
sana.
Wajahnya terlihat lebih segar. Matanya lebih ber
cahaya. Lebih cemerlang. Bibirnya merah menan
tang. Rambutnya yang tergerai bebas begitu meme
sona, hitam, lebat. Oh, kalau saja sejak dulu dia
menyadari, betapa indah sebenarnya rambutnya.
Tubuhnya juga tampil beda dalam balutan gaun
merah muda yang menawan. Tidak terbuka. Tidak
terlalu ketat. Tidak terlalu pendek. Tapi pas. Sesuai
dengan citranya.
Ketika Rena melihat Maria muncul di rumahnya,
dia sampai melolong setengah histeris.
"Mariaaaa." diguncang-guncangnya tubuh te
mannya dengan tatapan tidak percaya.
"Nah, gilanya muncul!" tersenyum Nurul yang
melangkah di samping Maria. "Pas hari ulang ta
hun, penyakitnya kumat!"
"Lu cakep bangeeeett!" Rena mencium pipi Maria
dengan kagum.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 74 11/17/2009 8:15:58 AM75
"Hei, hati-hati!" Tina menggebuk bahu Rena de
ngan cemas. "Ntar make up-nya luntur! Hasil karya
empat make up girl top nih!"
"Jerih payah dua jam lebih!" Endang menyeringai
bangga.
"Hai, Maria!" sapa Luna yang baru muncul. "Ba
ru sehari dada lu udah tumbuh, ya?"
Ketika Maria sedang terseok-seok ditarik-tarik
teman-temannya ke sana kemari, beberapa kali ter
huyung hampir jatuh karena tidak biasa memakai
sepatu hak, Guntur muncul di depannya.
"Halo, Maria," tegurnya sambil tersenyum lebar.
"Masih kenali penolongmu?"
Tiba-tiba saja dada Maria bergemuruh ketika
matanya bertemu dengan mata Guntur. Malam ini
dia tampil sangat menawan. Lebih tampan, lebih
gagah dari biasanya. Membuat Maria harus buruburu mengusir kekaguman yang sekejap bersorot di
matanya.
Tetapi Elita sudah melihatnya. Dan entah meng
apa dia merasa cemas.
"Kita cari minuman yuk, Mar," katanya sambil
menyeret Maria menjauh.
Tetapi Guntur mengejarnya.
"Ta, nggak mau lihat siapa yang lagi nungguin
lu?" Guntur melirik ke kiri sambil menyeringai le
bar. Dan ketika Elita ikut menoleh, dia melihat Rusman
sedang memandangnya sambil tersenyum.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 75 11/17/2009 8:15:58 AM76
"Apa kabar, Ta?"
Sekarang Maria yang melihat perubahan di wajah
Elita. Temannya yang selalu tenang itu kelihatan
agak gugup sekejap.
"Baik," sahut Elita singkat. Berusaha menutupi
perasaannya.
"Nah, lu ngobrol deh berdua," sela Guntur sam
bil menyimpan senyumnya. "Biar gue yang ambilin
Maria minuman. Boleh kan, Ta?"
Tanpa menunggu jawaban, Guntur membawa
Maria ke bar.
Maria masih menoleh-noleh ke belakang. Tetapi
Elita sudah pergi bersama Rusman.
"Udah lama Elita naksir Rusman," kata Guntur.
"Malam ini Rusman mau nembak dia. Jadi jangan
diganggu, ya? Biar malam ini mereka jadian."
"Bukannya Elita sama Dedi?" cetus Maria tidak
sadar. Karena bingung, dia jadi lupa siapa yang di
ajaknya bicara.
Guntur senang sekali ketika untuk pertama kali
nya gadis itu mau mengobrol dengan dia. Apalagi
penampilannya malam ini luar biasa. Beda sekali
dengan gadis kuper setengah sinting yang dikenal
nya selama ini.
Gaun pestanya mungkin yang paling sederhana.
Dandanannya juga tidak mencolok. Tapi karena dia
tidak pernah berhias, selalu tampak kusam dalam
seragam kumalnya, malam ini Maria jadi tampil
beda. Apalagi tanpa kacamata superkunonya.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 76 11/17/2009 8:15:58 AM77
"Elita naksir Rusman," sahut Guntur sambil min
ta dua gelas minuman ringan. "Dedi yang ngejarngejar dia."
Diberikannya segelas minuman kepada Maria.
Dia sendiri langsung mengeringkan isi gelasnya. Sam
pai Maria melongo melihatnya. Guntur tersenyum
melihat tatapan gadis itu.
"Haus," katanya sambil minta segelas minuman
lagi. "Ayo, minum. Jangan malu-malu. Mumpung
nggak bayar."
Maria menghirup minumannya. Tapi cuma se
teguk. Sodanya membakar kerongkongannya. Tajam
sekali.
"Kamu cantik," dengus Guntur tiba-tiba.
Maria menatap Guntur dengan tatapan jengah.
Tetapi hatinya berdebar gembira.
Semua orang bilang begitu. Rena. Elita. Nurul.
Tina. Endang. Entah siapa lagi. Tapi Guntur! Ke
napa rasanya beda kalau dia yang bilang?
Hati Maria berdegup bukan hanya karena gem
bira. Bangga. Tapi ada yang lain! Ada yang beda!
Perasaan yang sulit dilukiskan. Perasaan apa?
"Betul, kamu cantik."
Guntur tersenyum melihat cara gadis itu mena
tapnya. Parasnya yang memerah malah menambah
daya tariknya. Membuat Guntur semakin penasaran
ingin mendekatinya.
Merpati Tak Pernah Ingkar Janji Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dia mengajak Maria duduk. Agak ke sudut su
paya tidak diganggu teman-teman lain. Tapi per
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 77 11/17/2009 8:15:58 AM78
cuma. Mereka semua memang sedang sibuk sendiri.
Sebagian besar sedang berdansa.
"Kalau kamu bisa begini tiap hari, kamu nggak
bakal jadi benda asing lagi."
"Saya ingin seperti teman-teman," sahut Maria
terbata-bata. "Tapi saya beda."
"Karena cita-citamu masuk biara?"
"Ayah telah mempersembahkan saya kepada Tu
han. Sejak lahir."
Ada pukulan halus meninju dada Guntur. Tibatiba saja dia bersimpati pada gadis ini. Dan benci
kepada ayahnya.
"Dia tidak berhak mendikte nasibmu!"
"Bukan mendikte. Ayah memilihkan untuk saya
jalan hidup yang harus saya tempuh."
"Tapi kamu bisa berontak kalau nggak mau!"
Heran, pikir Guntur bingung. Kenapa jadi aku
yang ngotot? Kenapa jadi aku yang kesal?
"Saya mencintai Tuhan," suara gadis itu terdengar
amat tulus. "Saya rela menyerahkan seluruh hidup
saya untuk-Nya."
"Wah, pusing!" dengus Guntur. "Kamu nggak punya saudara? Biar adikmu saja yang dikorbankan?"
"Saya anak tunggal. Ibu meninggal ketika me
lahirkan saya."
Setitik perasaan yang dia sendiri tidak tahu apa
namanya, merayap di sudut hati Guntur. Selama
ini dia tidak kenal perasaan semacam itu. Dia sen
diri merasa aneh.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 78 11/17/2009 8:15:58 AM79
"Kita dansa, yuk." Guntur berusaha mengusir pe
rasaan itu dari hatinya.
"Dansa?" Maria terperangah. Dia langsung meng
geleng seolah-olah Guntur mengajaknya terjun ke
laut.
"Kenapa?"
"Saya tidak bisa dansa."
"Nggak usah kuatir. Goyang aja."
"Malu."
"Malu apa? Kamu belum pernah pergi ke pes
ta?"
Maria menggeleng.
"Semua pesta? Pesta anak-anak yang pakai balon
dan panggil badut juga belum?"
Sekali lagi Maria menggeleng. Guntur mengeluh
bingung.
"Ajaib!" dengusnya. "Berapa umurmu?"
"Enam belas."
Jawaban spontan. Jujur. Tanpa ditutup-tutupi.
"Waktu kecil nggak ada teman yang ngundang
ke pesta ulang tahunnya?" desak Guntur tidak per
caya.
"Saya tidak punya teman."
"Teman sekolah?"
"Saya tidak sekolah."
"Hah?"
"Homeschooling."
Guntur tertegun bingung. Sampai tidak bisa me
lanjutkan pertanyaan lagi.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 79 11/17/2009 8:15:58 AM80
"Ayah melarang saya sekolah."
"Ayahmu benar-benar sadis!"
"Ayah melarang saya bergaul dengan anak lakilaki. Takut mereka merusak jiwa saya."
"Ibumu pasti laki-laki!"
"Ibu saya perempuan!" desis Maria tersinggung.
"Ayahmu melarang anaknya bergaul dengan le
laki! Nah, dia pasti menikah dengan lelaki juga!
Tidak suka bergaul dengan cewek! Cowok model
begitu namanya gay!"
"Ayah ingin saya tetap utuh dan suci seperti wak
tu saya dilahirkan."
"Maksudnya, lelaki itu pembawa polusi?"
"Ayah cuma ingin saya masuk biara. Godaan
laki-laki bisa membatalkan niat itu."
"Kenapa sekarang kamu dikirim ke SMA itu?"
"Ayah ingin saya pandai seperti Ibu. Dulu Ibu
sekolah di sana juga. Dan Ayah ingin saya meng
abdikan diri pada Tuhan di biara itu."
"Kejam menjadikan kamu duplikat ibumu!"
"Tapi saya tidak merasa tersiksa."
Makanya kamu jadi orang aneh!
"Karena ini kesempatanmu yang pertama, mung
kin yang terakhir belajar dansa, saya akan menyeret
mu ke lantai dansa!"
Maria ingin protes. Tapi Guntur sudah menceng
keram lengannya. Dan menariknya ke lantai dansa.
Teman-temannya sedang asyik berdansa mengikuti
irama lagu.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 80 11/17/2009 8:15:58 AM81
"Udah selesai wawancaranya?" sindir Luna yang
sedang berdansa di dekat mereka.
"Udah!" sahut Guntur sambil tersenyum tipis.
"Semuanya masih orisinil!"
"Awas pecah, Tur!" goda Johan yang sedang ber
dansa dengan Rena. Ternyata gemuk-gemuk dia
mahir dansa. "Barang antik tuh!"
"Beres! Pokoknya barang kembali dengan utuh!"
"Siapa bilang barang yang sudah dibeli boleh di
kembalikan?" mendelik Rena. "Lu bertanggung jawab
penuh, Tur!"
"Iyalah. Gue yang tanggung, lu yang jawab,
Ren."
Guntur membungkuk sedikit ke arah Maria.
Lalu dia melingkarkan lengannya di pinggang gadis
itu dan membawanya melantai.
Maria hampir melonjak geli ketika lengan Guntur
melingkari pinggangnya. Dia bukan cuma kaget.
Sekaligus malu. Salah tingkah.
Untung Guntur yang sudah mengantisipasi reaksi
Maria, langsung memeluknya. Membuat Maria ti
dak bisa melonjak. Menjauh. Bahkan kabur.
Lagi pula entah mengapa, begitu Guntur meme
luknya, Maria bukan hanya tidak ingin melepaskan
diri. Dia malah ingin berada lebih lama lagi dalam
rangkulan lengan-lengan pemuda itu.
Mukanya memang terasa panas. Matanya dipe
jamkan karena malu. Tapi hatinya berdebar baha
gia. Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 81 11/17/2009 8:15:58 AM82
Desah napas pemuda itu terasa hangat membelai
pipinya. Kehangatan yang merambah sampai ke da
da. Ke jantung. Ke hati. Membuat perasaan Maria
terombang-ambing dalam kenikmatan yang belum
pernah dirasakannya.
Guntur sudah sangat berpengalaman. Jam terbang
nya bergaul dengan tipe gadis yang bagaimanapun
sudah tidak terhitung lagi. Ketika merasakan tubuh
Maria melembut dalam pelukannya, dia sadar, gadis
itu membalas responsnya. Dan reaksinya normal.
Sama dengan gadis-gadis yang selama ini digauli
nya. Jadi dia bukan gadis aneh. Dia cewek normal.
Bapaknya yang tidak.
Dan sejak saat itu, Guntur jadi tergugah. Ingin
menolong Maria. Mengeluarkan merpati itu dari
sangkarnya.
Maria sendiri amat tersentuh dengan sikap Guntur
malam itu. Dia tidak begitu menakutkan lagi. Dia
malah mau mengambilkan minuman. Makanan. Apa
saja yang dibutuhkan Maria.
"Terima kasih," gumam Maria, senang meskipun
masih canggung. "Kamu baik sekali."
"Apanya yang baik?" tanya Guntur heran. Dia
nggak ngapa-ngapain kok!
"Mengambilkan saya minuman. Makanan."
"Itu sih biasa! Cowok emang mesti begitu!"
"Terhadap setiap wanita?"
"Ya nggak dong! Sama ceweknya doang!"
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 82 11/17/2009 8:15:58 AM83
"Tapi saya kan bukan gadismu," bantah Maria
rikuh.
"Malam ini kamu jadi cewekku."
"Cuma malam ini?" desis Maria ragu.
"Terserah kamu. Kalau mau jadian untuk seterus
nya, aku nggak nolak."
"Tapi saya tidak bisa!"
"Karena kamu mau jadi Ibu Theresa?" Guntur
tersenyum tipis. "Udah deh, jangan pikirin besok!
Kita nikmati aja hari ini!"
Guntur sadar, dia sudah harus mulai belajar me
nyesuaikan diri kalau menghadapi cewek nyentrik
ini. Juga ketika jam sembilan dia sudah minta pu
lang. Padahal pesta justru sedang ramai-ramainya.
"Di mana Elita?" cetus Maria gelisah setelah un
tuk kesebelas kalinya dia melihat jam.
"Pergi sama Rusman," sahut Guntur santai. "Nga
pain sih nanyain dia melulu?"
"Saya mau pulang. Sudah malam."
"Ini sih masih sore, Mar! Masa hari gini udah
mau bobok?"
"Saya harus pulang" desah Maria dengan mi
mik hampir menangis.
"Ya udah, jangan nangis!" sergah Guntur kesal.
"Aku anterin kamu pulang!"
"Kamu?" mata Maria yang setengah membeliak
berlumur kengerian.
"Kenapa?" dengus Guntur tersinggung. "Takut?"
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 83 11/17/2009 8:15:58 AM84
"Kata Suster Cecilia, saya harus pulang dengan
Elita."
"Kenapa?"
"Karena dia bisa dipercaya."
Hampir meledak tawa Guntur.
"Malam ini kamu tahu, nggak ada yang bisa di
percaya! Elita ninggalin kamu begitu aja!"
"Tapi saya percaya Tuhan."
"Nah, minta tolong deh sama Tuhan! Buat apa
takut?"
"Kamu nggak percaya Tuhan?"
"Aku percaya Tuhan cuma bikinan manusia le
mah dan penakut seperti kamu!"
"Guntur!" untuk pertama kalinya Maria mence
tuskan nama itu. Didesak rasa kaget dan bingung.
"Kamu tidak boleh ngomong begitu!"
"Kenapa?" tantang Guntur lantang. "Takut Tu
han marah? Aku dikutuk jadi monyet?"
"Kamu menyakiti hati-Nya!"
"Tuhan bisa sakit hati?" Guntur tersenyum me
lecehkan. "Kayak kita-kita? Aku tambah yakin, Tu
han cuma imajinasimu! Karena kamu perlu seorang
pelindung. Tempat curhat. Tokoh panutan."
Maria gemetar didera perasaannya sendiri. Belum
pernah dia mendengar orang menghujat Tuhan se
perti Guntur. Dia harus diselamatkan! Harus dile
paskan dari cengkeraman iblis!
"Kamu berdosa" rintih Maria dengan bibir
pucat menggeletar.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 84 11/17/2009 8:15:58 AM85
"Kalau begitu, tolong selamatkan saya," Guntur
tersenyum sinis. "Saya harus dibaptis? Bagaimana
kalau di kolam renang besok?"
"Benar-benar kursus kilat!" ejek Luna yang ke
betulan mendengar kata-kata Guntur. "Dari lantai
dansa ke kolam renang!"
"Nggak kayak kamu, kan?" balas Guntur sambil
menyeringai santai. "Dari lantai dansa ke tempat
tidur?"
"Kurang ajar!" Luna hendak menggebuk Guntur
dengan gemas. Tapi Guntur malah menangkap ta
ngannya. Dan meremasnya dengan lembut.
Dulu mereka memang pernah pacaran. Tapi cu
ma sebulan. Guntur sudah menemukan cewek ba
ru. Luna membelalak pura-pura marah. Tapi dia ti
dak menepiskan tangan Guntur. Dia tidak berniat
menarik tangannya. Justru Guntur yang langsung
melepaskannya.
"Lain kali reuninya ya," bisik Guntur sambil ter
senyum penuh arti. Lalu dia menoleh kepada Maria
yang masih tertegun bengong. "Pulang sekarang?"
Sebenarnya Maria masih menunggu Elita. Tetapi
ketika dia tidak muncul-muncul juga, dia menye
rah. Rela diantarkan pulang oleh Guntur. Walaupun
masih waswas.
"Kalau dia nggak sampe ke rumah, siap-siap aja
dikeroyok malaikat-malaikat pelindungnya, Tur!"
ancam Rena separuh bercanda.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 85 11/17/2009 8:15:58 AM86
"Heran, pada takut amat sih sama gue?"
"Reputasi lu jelek sih! Korban lu udah bertum
puk-tumpuk di Bantar Gebang!"
"Yang satu malah masih ada di tempat sampah di
rumahmu, Ren," bisik Johan sambil melirik Luna.
"Lagi nunggu didaur ulang!"
??? "Betul kamu masih takut sama aku, Mar?" tanya
Merpati Tak Pernah Ingkar Janji Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Guntur ketika dia sudah berhasil membawa Maria
dengan mobilnya.
"Sekarang tidak terlalu," sahut Maria polos.
"Dulu?"
"Dulu saya selalu ketakutan kalau melihatmu."
"Karena tampangku kriminal?"
"Karena kamu laki-laki."
"Sekarang kamu masih takut laki-laki?"
"Masih."
"Tapi sama aku, nggak terlalu takut lagi?"
Maria menggeleng.
"Kenapa?"
"Karena kamu baik," sahut Maria jujur. "Sayang
nya kamu atheis."
Guntur tertawa geli. Dan heran. Dia semakin
menyukai gadis ini. Dia lucu. Aneh. Setengah gila.
Jenis yang belum ada dalam koleksinya.
"Besok kujemput ya," kata Guntur ketika dia
menghentikan mobilnya di depan rumah Maria.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 86 11/17/2009 8:15:59 AM87
"Ke mana?"
"Ke mana lagi? Ke kolam renang! Atau kamu
lebih senang ke bonbin?"
"Besok saya harus ke gereja."
"Aku jemput pulang gereja. Kamu nggak harus
sehari-semalam di sana, kan?"
Sesaat Maria tertegun. Tidak tahu harus men
jawab apa. Dan Guntur menggunakan kesempatan
itu untuk meraihnya ke dalam pelukannya. Dan
mencium bibirnya.
Cuma sedetik. Bagi Guntur tidak terasa apa-apa.
Tapi bagi Maria, kepalanya seperti meledak. Dia
tersentak kaget. Matanya membelalak antara bi
ngung dan takut.
Tergesa-gesa dia melepaskan diri. Membuka pin
tu mobil. Dan bergegas lari ke depan pintu rumah
nya. Guntur menggeser tubuhnya ke sebelah kiri. Me
longok ke luar melalui pintu yang masih terbuka.
"Maria!" serunya. "Jam berapa harus kujemput
besok?"
Maria menoleh sekilas. Tapi dia tidak menjawab
juga.
"Aku belum mau pergi kalau kamu belum ja
wab!"
Jendela sebelah rumahnya terbuka. Pak Udin me
longokkan kepalanya yang beruban dari jendela
itu. Maria jadi bertambah gugup. Tetapi Guntur ti
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 87 11/17/2009 8:15:59 AM88
dak peduli. Sama tidak pedulinya ketika sebuah
bajaj menderu-deru minta lewat. Gang sempit itu
sudah dipenuhi badan mobil Guntur yang berhenti
seenaknya.
"Minggir, Mas!" seru tukang bajaj itu gemas.
"Jam berapa, Mar?"
"Jam sebelas," sahut Maria serbasalah.
Buru-buru dia masuk ke rumah. Menutup pintu.
Menguncinya. Dan bersandar ke pintu dengan dada
berdebar-debar. Napasnya tersengal-sengal seperti
habis olahraga. Tapi hatinya membuncah hangat.
Bibirnya masih dapat merasakan kecupan Guntur.
Memang hanya sedetik. Hanya sekilas sentuhan. Ta
pi sensasinya luar biasa.
Maria merasa takut. Merasa gugup. Tetapi sekali
gus senang. Bahagia. Nikmat.
Dia sampai tidak mengenal lagi perasaan apa
yang sedang merambah ke jantungnya. Semua te
rasa ganjil. Terasa asing. Tapi yang ganjil dan asing
itu mengapa justru terasa sangat nyaman?
Dan sebuah perasaan bersalah menggedor hati
kecilnya.
Dia telah memberikan bibirnya kepada seorang
laki-laki! Seorang atheis! Seseorang yang menghujat
Tuhan!
Maria berlari ke kamarnya. Menjatuhkan dirinya
di depan salib. Memohon ampun.
Tuhan pasti murka. Yesus pasti sedih. Tetapi ti
dak ada yang berubah. Tatapan Yesus masih tetap
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 88 11/17/2009 8:15:59 AM89
selembut kemarin. Dan kemarinnya lagi. TatapanNya masih seperti itu. Penuh pengertian. Penuh
kasih sayang.
Bunda Maria pun masih tetap tersenyum. Sabar
dan agung.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 89 11/17/2009 8:15:59 AM90
MARIA terkejut sekali. Begitu dia pulang dari
gereja, teman-temannya telah menunggu di depan
rumah.
"Ada apa?" desisnya gugup.
"Katanya lu mau berenang, Mar?" cetus Nurul
tidak sabar.
"Hah?"
"Luna bilang, dia dengar Guntur ngajak lu be
renang!" sambung Rena.
"Boleh ikut, Mar?" sambar Endang.
"Kenapa tidak?" sahut Maria dengan wajah ber
seri-seri.
"Kalau gitu, kita ikut semua!" Elita tersenyum
puas. "Sori tadi malam gue salah janji, Mar."
"Nggak apa-apa, Ta." Suara Maria sama sekali
tidak terdengar kesal. Dia malah kelihatan gem
bira.
Bab 7
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 90 11/17/2009 8:15:59 AM91
"Kelihatannya lu hepi, Mar. Guntur nggak iseng?"
"Ah," paras Maria memerah. Ingat ciuman curian
ke bibirnya.
Teman-temannya bersorak melihat reaksinya. Ke
cuali Elita dan Luna.
"Nyesel gue nggak anterin lu pulang," desah
Elita cemas. "Guntur pasti jail, ya?"
"Ah, pura-pura lu!" semprot Nurul. "Tadi malam
lu ditembak Rusman, kan? Masa nyesel?"
"Emang lu diapain, Mar?" desak Luna curiga.
Sudah lama dia ingin kembali pada Guntur. Tapi
cowok pilihan yang satu itu tidak pernah membalas
sinyalnya lagi.
"Mau tau aja sih!" potong Endang. "Lu kan pa
karnya, Na! Masa masih nanya anak TK?"
"Pengalaman pribadi lu sama si Guntur boleh
diwarisin tuh sama Maria!" menimpali Tina sambil
tertawa menyindir. "Biar dia nggak gampang-gam
pang ditransfer ke recycle bin!"
"Emang betul lu mau didaur ulang sama si
Guntur, Na?" desak Rena penasaran.
"Mendingan lu mikirin ngurangin bobot lu dari
pada ngurusin orang lain, Ren!" bentak Luna ke
sal. "Kita masuk, yuk," sela Maria sebelum teman-te
mannya ribut di depan rumah. "Ngobrol di dalam."
"Lu punya apa, Mar?" cetus Rena.
"Nggak punya apa-apa. Tapi kalau mau, saya
bisa goreng nasi pakai telor."
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 91 11/17/2009 8:15:59 AM92
"Ada ikan asin? Udang? Sate?"
"Kalau itu sih cari aja di restoran, Ren!" potong
Nurul geli. "Yang ada cuma telor! Lu mau
nggak?"
"Okelah. Daripada angin."
"Perut lu emang nggak bisa nganggur ya, Ren!"
Tina mengikik geli.
"Ngomong-ngomong, mobil si Guntur muat
nggak ya ngangkut kita semua?" tukas Endang. "Ki
ta kan bertujuh!"
"Mudah-mudahan dia bawa mobil yang seven
seater!"
"Kalau nggak?"
"Naik mobil gue aja!" potong Tina bersemangat.
"Sekelas juga muat!"
"Bus kota ya, Tin?" nyeletuk Nurul sambil ter
tawa geli.
??? Guntur terbelalak bingung melihat siapa yang me
nunggunya di depan rumah Maria. Melihat gadis
sebanyak itu, matanya sampai silau.
"Mau demo ke mana?" tanyanya sambil mem
buka kaca dan melongok ke luar.
"Ikut Maria berenang!" sahut Nurul, seperti bia
sa, yang paling gesit.
"Ampun!" Guntur menggaruk-garuk kepalanya.
"Kolamnya juga nggak muat!"
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 92 11/17/2009 8:15:59 AM93
"Gantian juga boleh," Elita tersenyum puas. Tadi
malam kamu sodorkan Rusman supaya kamu bisa
menggaet Maria. Kalau sekarang kamu pikir bisa
menggaetnya lagi, kamu boleh gigit jari!
"Tapi gue cuma ngajak Maria!"
"Kalau Maria pergi, semua malaikat pelindungnya
harus ikut!"
"Wah, gawat nih!"
"Cabut, guys!" Elita mengomando teman-teman
nya. "Tunggu apa lagi?"
Berebut mereka naik ke mobil Guntur. Luna ma
lah sudah buru-buru melompat ke bangku depan.
Justru Maria masih tertinggal di luar!
"Tunggu! Tunggu!" seru Guntur panik. "Mobil
gue kecil! Nggak muat nih! Asnya bisa patah!"
"Biar gue naik mobil bokap gue aja," cetus Tina
santai. "Siapa yang mau ikut?"
"Saya ikut, Tin," sahut Maria sabar.
"Tapi gue datang mau jemput Maria!" gerutu
Guntur penasaran. "Masa malah dia yang naik bus?"
"Walah, walah, Tuan Besar Guntur murka!" ejek
Elita puas. "Sini, Mar! Lekas naik! Desak-desakan
malah asyik!"
"Nggak apa-apa, saya naik bus saja!" Tanpa bisa
dicegah lagi, Maria mengejar Tina.
"Game deh gue!" geram Guntur gemas. "Sebentar
lagi gue pasti ikut gila!"
"Nguber cewek kayak dia aja, kepalamu emang
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 93 11/17/2009 8:15:59 AM94
udah mesti disetrum, Tur," Luna tersenyum meng
ejek. "Emang stok cewekmu udah habis?"
"Yang kayak gitu langka, tau nggak? Masih orisinil!
Ban serepnya aja belum turun!"
"Tukang tukar-pinjam cewek kayak kamu aja
masih cari tangan pertama!"
"Cari cewek gaul kayak kamu sih nggak susah,
Na! Nggak dipanggil aja datang sendiri!"
??? Sudah hampir seperempat jam Maria mengurung
diri dalam kamar ganti. Teman-temannya sudah resah menunggu.
"Mar!" Nurul menggedor-gedor pintu dengan ti
dak sabar. "Lu masih hidup?"
"Ngapain di dalam lama banget?" Tina ikut me
nimpali. "Cd lu hilang?"
"Lu doa dulu, Mar?" sambar Elita gelisah. "Bo
leh kita masuk?"
"Saya malu." terdengar rintihan lirih Maria
dari dalam.
"Aduh, Mar! Kalau malunya sampai besok, kita
semua mesti nginep di sini!"
"Ada apa nih?" tanya Rena yang baru datang.
Biasa. Dia isi perut dulu baru ganti baju. "Dia teler
di dalam? Perlu didobrak pintunya?"
"Mentang-mentang buldoser!"
Dan pintu terbuka sebelum Nurul sempat meng
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 94 11/17/2009 8:15:59 AM95
gedor lagi. Semua mata yang sedang menatap pintu
dengan tegang menjadi kecewa.
Maria memang sudah keluar. Tapi tanpa bikini.
Dia sudah mengenakan roknya lagi. Matanya me
natap teman-temannya dengan kecewa.
"Mana bikininya, Mar?" cetus Nurul bingung.
"Maaf" desah Maria perlahan. "Saya tidak
bisa."
"Tidak bisa memakainya?"
"Kata Suster Cecilia, memakai baju yang memper
tontonkan sebagian besar tubuh di depan umum
dapat memancing nafsu. Dan itu dosa."
Teman-temannya tepekur lemas.
"Jadi kita nggak jadi berenang nih?" sambar Tina.
"Nggak apa-apa," sela Elita sabar sambil meraih
lengan Maria. "Kita makan bakso tembak aja yuk."
Guntur yang sudah mengenakan celana renang
dan sedang menunggu di tepi kolam melongo he
ran melihat mereka.
"Mau pada berenang pake pakaian lengkap?"
"Maria malu," sahut Tina lesu. "Katanya pake bi
kini dosa."
"Jadi dia mau berenang pakai rok?" dumal Guntur
gemas.
"Kita ceburin aja!" usul Luna sadis. Dia sudah
memakai baju renang. Sedang duduk berjuntai di
samping Guntur. Baju renangnya juga bikini. Tapi
Guntur cuma melirik sekali. Dia jadi gemas. "Ber
lagak amat sih!"
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 95 11/17/2009 8:15:59 AM96
Merpati Tak Pernah Ingkar Janji Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kita mau makan bakso aja deh," tukas Elita
santai.
"Lu juga nggak jadi berenang?"
"Kita kan cuma mau ngawal Maria!"
"Huuu! Nyempit-nyempitin mobil gue aja!"
Terus terang Maria sedih melihat tampang Guntur
saat itu. Dia takut Guntur marah. Dan cemas dia
tidak mau berteman lagi.
Dan yang cemas ternyata bukan hanya Maria.
Rena juga.
"Lu marah sama Maria, Tur?" tanyanya ketika
mereka bertemu kembali beberapa hari kemudian.
"Ah, sama balita mana bisa marah sih?" sahut
Guntur asal saja.
"Lu betul-betul naksir dia?"
"Pdkt dulu deh. Cakepnya nggak seberapa. Tapi
adatnya aneh. Takut ketularan gila gue!"
"Jangan mainin dia kayak cewek-cewek lu yang
lain, Tur! Dia beda. Hatinya belum ada solderan
nya!"
"Justru karena dia masih tangan pertama, gue
jadi penasaran."
"Cari cewek lain aja deh, Tur. Yang tahan ban
ting!"
"Nggak dibanting-banting deh, Ren. Cuma di
bolak-balik. Pelan-pelan aja."
"Jangan main-main, Tur! Dia kan orang. Bukan
martabak!"
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 96 11/17/2009 8:15:59 AM97
"Siapa bilang gue main-main? Emang tampang
gue kayak badut?"
"Bukan badut! Bajul! Makanya kita curiga te
rus!"
"Heran, kenapa sih jadi pada budiman sosiawan
dermawan begini? Sakti banget tu anak!"
"Kita cuma mau bikin dia senang. Tapi nggak
mau cuma untuk nyenengin lu, Tur."
"Kalau mau bikin dia senang, bantuin gue ya,
Ren?"
"Otak lu bener-bener udah error, Tur. Kan gue
udah bilang, pintu dosa ke tempat lu udah ter
tutup."
"Hari Minggu kan bokapnya pulang. Artinya,
Maria bakal masuk penjara lagi."
"Gue heran, kenapa ya orang jahat tuh selalu
bisa ngorek info."
"Malam Minggu kesempatan terakhir buat Maria,
Ren."
"Maksud lu, kesempatan terakhir buat lu nem
bak?"
"Lu juga mau kan gue jadian sama dia?"
"Dia yang nggak mau, Tur. Dia kan mau masuk
biara. Bukan mau jadi gebetan lu."
"Tapi dalam hati, lu juga senang kalau Maria
bisa jadi cewek normal kayak lu, kan?"
"Emangnya dia nggak normal kalau nggak jadi
cewek lu?"
"Pengalaman gue udah segudang, Ren."
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 97 11/17/2009 8:15:59 AM98
"Percaya!"
"Gue tahu, dia juga mendambakan kebebasan.
Dia tertekan hidup dalam dunia yang penuh larang
an dan kungkungan. Kalau memang dia harus ma
suk biara, kenapa kita nggak kasih dia mencicipi
dunia remaja yang bebas ceria? Dongeng itu bisa
kita wujudkan hari Sabtu ini, Ren! Cuma ini ke
sempatannya satu-satunya!"
"Emang mau lu bawa ke mana dia?"
"Pasti nggak bakal gue jual ke Malaysia!"
"Lu janji mengembalikan dia dengan selamat?"
"Keringatnya yang netes juga bakal gue tampung
dan gue kembaliin, Ren!"
"Tapi lu mesti janji nggak bakal merusaknya,
Tur!"
"Oke! Oke! Apa gue mesti sumpah? Teken kon
trak?"
"Kalau sampe ada apa-apa, lu bakal dikemplang
rame-rame, Tur!"
"Heran, nggak ada bokapnya, malaikat pelindung
nya sekompi!"
"Kita mau Maria tetap bersih!"
"Oke! Nggak bakal gue kotorin biarawati kalian!
Pulangnya, gue cuci dulu pake detergen!"
"Kalau nggak, lu mesti beli helm antipeluru,
Tur!" Johan tertawa terbahak-bahak.
"Lu mau jemput dia ke rumah?" sela Rena se
rius.
"Ke mana lagi? Nggak ada satpamnya, kan?"
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 98 11/17/2009 8:15:59 AM99
"Tetangganya katanya bawel."
"Kakek tua sebelah rumahnya? Yang suka nongol
di jendela? Gampang! Cuma satu orang begitu."
"Satu juga orang, Tur! Punya mulut komplet
satu set. Kalau dia ngadu"
"Mendingan lu aja yang jemput, Ren. Bawa ke
mal. Di sana lu boleh pilih deh, di restoran mana
lu mau nunggu!"
Tetapi ketika Rena menyampaikan permintaan
Guntur, teman-temannya mula-mula keberatan.
"Kayak ngasongin daging ke mulut buaya!" ge
rutu Elita.
"Iktikad baiknya diragukan," sambung Tina. "Bisabisa si Maria masuk rumah bersalin, bukan biara!"
"Iya, gue juga nggak percaya sama si Guntur!"
sambar Endang. "Paling-paling si Rena disogok ham
burger empat biji!"
"Ini bukan soal sogok-menyogok!" dumal Rena
gemas. "Kita mau bikin Maria hepi nggak? Hari
Sabtu tuh hari terakhirnya dia bisa melanglang bua
na!"
"Bener juga sih," cetus Nurul. "Mulai minggu
depan dia bakal dipingit lagi sama bokapnya. Apa
salahnya kasih kesempatan dia mencicipi pengalam
an baru?"
"Emangnya Guntur mau bawa dia ke mana?"
desak Tina curiga.
"Katanya sih dia mau diajak nonton."
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 99 11/17/2009 8:16:00 AM100
"Oke juga sih kalau cuma nonton. Paling tidak,
dia udah pernah masuk teater."
"Yakin si Guntur nggak macam-macam?"
"Di bioskop macam-macam gimana sih?" gerutu
Rena. "Kan banyak orang!"
"Gimana, Mar?" desak Nurul. "Lu mau pergi
nonton sama si Guntur?"
"Saya takut," desah Maria gugup.
"Artinya dia mau!" sela Rena gembira. "Cuma
takut!"
"Mungkin ini kesempatan terakhir untuk pergi
sama Guntur, Mar."
"Mungkin juga kesempatan terakhir untuk ber
malam Minggu!"
"Dan kesempatan terakhir buat keluar rumah!
Begitu bokap lu pulang, lu bakal dipingit lagi,
kan?"
"Tapi cowok tetap cowok, Mar," potong Elita
khawatir. "Mereka selalu cari-cari kesempatan!"
"Lho, lu kok malah nakut-nakutin, Ta?" belalak
Rena gemas. Hamburger hampir lenyap dari mata
nya. "Jangan mau dibawa ke tempat sepi, Mar," sam
bung Elita tanpa memedulikan intervensi Rena.
"Kalau dia maksa, menjerit!"
"Anak kecil ditakut-takutin begitu ya tambah
nangis!"
"Pokoknya gue nggak percaya sama si Guntur! Si
Luna tuh buktinya!"
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 100 11/17/2009 8:16:00 AM101
"Kalau begitu Maria nggak usah pergi sama dia,"
sela Nurul. "Malam Mingguan sama kita-kita aja!"
"Ya beda dong!" bantah Rena gigih. Jalan-jalan
sama kalian, aku tidak dapat jatah hamburger!
Elita juga diam saja. Padahal tadi dia yang paling
khawatir. Dia sedang memikirkan Rusman. Apa dia
tidak kesal kalau malam Minggu pertama mereka
dipakai untuk menemani Maria?
"Gue absen deh," Tina yang membuka mulut
duluan. "Cowok gue mau dikemanain?"
"Gue juga nggak bisa," sambung Endang. "Si
Teddy bisa langsung kirim surat cerai!"
"Oh, cowok lu sekarang si Teddy? Capung jarum
sohib abang lu, kan?"
"Bukan! Itu mah cowok masa lalu gue. Udah
jadi sejarah!"
"Jadi kalian semua repot, kan?" sela Rena buruburu. Takut hamburger makin menjauh. "Gimana
nih? Kita kasih peluang terakhir buat Maria?"
"Tapi lu mesti janji hati-hati, Mar!" gumam Elita
murung.
"Suruh dia bawa golok deh!" Rena tertawa lega.
Kalau Elita sudah mengizinkan, artinya mulus jalan
ke Roma. Soalnya dia yang paling khawatir. Paling
peduli pula pada Maria.
"Lu kan masih jomblo, Rul," sela Tina. "Kenapa
lu nggak ikut aja?"
"Jadi kambing congek, gitu?" protes Nurul. "Enak
aja! Pada mau bayar berapa?"
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 101 11/17/2009 8:16:00 AM102
"Heran, semuanya jadi komersil banget sih!" ge
rutu Endang.
"Penyakit keturunan!" Rena tertawa puas. "Kapan
kita mulai dandanin si Maria lagi?"
??? Kali ini, mereka memilih T-shirt dan jins untuk
Maria. Rambutnya dijepit. Kacamatanya disimpan.
Dan dia memakai sandal santai. Sampai Guntur melongo heran.
"Tumben!" cetusnya kagum. Ditatapnya Maria
sampai yang ditatap menjadi salah tingkah. "Sampai
nggak kenalin!"
"Ah," Maria menunduk kemalu-maluan. "Temanteman bilang, saya harus pakai baju santai supaya
jangan dikira tukang karcis."
"Keren kan, Tur?" Rena tersenyum-senyum di
sampingnya. "Santai tapi tetap oke!"
"Oke?" Guntur pura-pura mengerutkan dahi sam
bil menatap cermat sampai Maria harus menahan
napas menunggu penilaiannya. "Ini sih bukan oke
lagi, Ren! Oke banget!"
Maria menarik napas lega. Rena juga.
"Kita makan dulu, Tur? Maria belum makan
tuh!"
"Saya belum lapar." Maria menggagap gugup.
"Aku tahu," Guntur tersenyum lebar. "Piaraannya
si Rena yang udah kelaparan!"
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 102 11/17/2009 8:16:00 AM103
"Kita start dari hamburger, ya?"
"Maria doyan?"
"Oh, saya suka apa saja."
"Apaan tuh makanan ?apa saja?, Ren?" nyeletuk
Johan. "Belum pernah denger!"
"Artinya satu hamburger, satu cheeseburger, satu
chickenburger, satu fish and chips"
"Pesan semuanya deh, Ren," potong Guntur.
"Biar Maria milih sendiri kalau udah di meja!"
Karena disebutkan pun dia bakal tidak tahu ma
kanan apa yang muncul. Daripada dia bengong di
depan kasir, mendingan disediakan saja semuanya
di atas meja! Selama ada Rena, mereka tidak usah
khawatir makanan bakal tersisa!
"Kamu tidak marah, Tur?" tanya Maria hati-hati
ketika mereka sudah duduk berempat.
Rena dan Johan sudah langsung bekerja member
sihkan meja. Tapi Maria belum menyentuh apaapa. "Marah? Sama kamu?" Guntur tersenyum sabar.
"Karena saya tidak jadi berenang."
"Aku ngerti kok."
"Betul kamu ngerti?"
"Nggak apa-apa. Lain kali kita berenang ya. Aku
tidak peduli kamu mau pakai jubah dari leher sam
pai kaki juga."
Tapi apakah ada lain kali? Besok ayahnya pu
lang. Dan seperti kata teman-temannya, dia akan
masuk penjara lagi.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 103 11/17/2009 8:16:00 AM104
Guntur membaca kesedihan di mata gadis itu.
Dan dia tahu apa sebabnya.
"Jangan takut," hiburnya mantap. "Aku pasti bisa
menyelundupkanmu keluar dari pingitan."
Maria menggeleng getir.
"Saya tidak mau menyakiti hati Ayah."
"Tapi kamu perlu hiburan! Perlu pelepasan! Ka
lau perlu, biar aku yang bicara pada ayahmu!"
"Jangan!" sergah Maria antara kaget dan takut.
"Kamu tidak mengerti."
"Tentu saja aku tidak mengerti! Kalau ayahmu
mau jadi pastor, kenapa anaknya yang disuruh jadi
suster?"
Maria begitu sedihnya sampai dia tidak bisa ma
Merpati Tak Pernah Ingkar Janji Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kan. Diam-diam Guntur menyesal juga.
"Sudahlah," katanya sambil menyentuh tangan
Maria yang terkulai di atas meja.
Johan pura-pura tidak melihat. Rena melihat
yang lain. Burgernya tinggal dua.
"Kita makan di tempat lain aja, yuk," sambung
Guntur sambil menarik tangan Maria.
"Makan apa lagi, Tur?" sambar Rena bersemangat.
"Masih ada babak kedua?"
"Lu habisin yang di meja aja, ya?" Guntur me
nyeringai lebar. Lalu dia buru-buru menghela Maria
pergi.
Rena mendumal panjang-lebar. Johan hanya ter
senyum kecut sambil menggeleng-gelengkan kepala
nya. Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 104 11/17/2009 8:16:00 AM105
"Sebetulnya, berapa ekor sih piaraanmu, Ren?"
"Kamu yang keempat!"
??? Guntur membawa Maria mengelilingi mal itu. Dari
lantai dasar sampai lantai paling atas. Keluar-masuk
toko yang memajang barang yang memikat mata.
Dia menawarkan untuk membelikan Maria sesua
tu. "Buat kenang-kenangan," katanya.
Tapi Maria menolak. Dia memang tertarik kepada
Gerbang Nasib Postern Of Fate Karya Agatha Christie Pendekar Mata Keranjang 33 Mustika Naga Hitam Gaung Keheningan Eloquent Silence Karya Sandra Brown
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama