Ceritasilat Novel Online

Merpati Tak Pernah Ingkar 2

Merpati Tak Pernah Ingkar Janji Karya Mira W Bagian 2


baju yang bagus-bagus. Tas yang menawan. Sepatu
yang memikat. Perempuan mana yang tidak?
Tapi Maria cuma mengaguminya. Tidak berniat
memiliki. Ketika Guntur memaksa hendak mem
belikan sesuatu, Maria menolak dengan halus.
"Kenang-kenangan kan tidak perlu dengan ba
rang yang mahal-mahal," katanya sederhana sekali.
Membuat Guntur mau tak mau jadi tersentuh.
Maria tidak berpura-pura. Penolakannya halus.
Tapi sungguh-sungguh. Bukan cuma pura-pura. Se
kadar tahan harga. Atau malu-malu kucing. Di
mulut tidak, di hati mau.
Akhirnya Guntur membawanya ke bilik foto.
Dan menjepret mereka berdua dengan kamera oto
matis. Diberikannya foto itu untuk Maria.
Maria tersenyum melihat foto mereka berdua.
Alangkah lucunya. Guntur sedang membeliak sambil
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 105 11/17/2009 8:16:00 AM106
menjulurkan lidahnya seperti sedang dicekik hantu.
Di sampingnya, Maria tersenyum malu-malu.
Lalu Guntur mengajaknya makan pizza. Maria
menurut saja. Walaupun kalau boleh memilih, dia
lebih suka makan gudeg.
"Kok makannya dikit banget?" goda Guntur.
"Diet ya? Takut gemuk? Baju biarawatimu nanti
nggak ada yang muat?"
"Ah," Maria tersenyum tersipu-sipu.
Guntur jadi tambah gemas ingin meremasnya.
Tapi sama cewek model Maria dia harus ekstra
hati-hati. Sembarangan meremas dia bisa semaput.
"Kamu senang jalan-jalan begini?"
Maria mengangguk.
"Karena pergi sama aku?"
Sekali lagi Maria mengangguk. Meskipun agak
tersipu.
"Kalau begitu jangan pulang dulu, ya? Mau dong
nonton sama aku?"
Dan Guntur memang cuma berbasa-basi. Dia
tidak perlu jawaban Maria. Selesai makan, mereka
langsung nonton.
Filmnya cukup romantis. Sampai Guntur punya
peluang untuk merengkuh tangan Maria dan mere
masnya dengan lembut.
Tentu saja mula-mula Maria terkejut. Refleks hen
dak menarik tangannya. Tapi ketika Guntur meng
genggam tangannya dan tidak mau melepaskannya
lagi, dia tidak memaksa menariknya. Dia diam saja.
Membiarkan jantungnya berdegup ekstra keras.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 106 11/17/2009 8:16:00 AM107
Dan Maria tidak tahu lagi apa yang ditontonnya.
Semuanya menghilang bersama kenikmatan yang se
dang mengaduk-aduk perasaannya.
Belum pernah ada laki-laki yang menggenggam
tangannya. Kecuali Ayah. Dan genggaman Guntur
begitu berbeda! Begitu hangat. Begitu nyaman. Be
gitu mengasyikkan. Memancing ketagihan.
Maria tidak berniat lagi menarik tangannya. Bah
kan kalau Guntur melepaskannya sekalipun, mung
kin Maria malah minta dipegang lagi. Kalau saja
dia berani!
"Bagus ya filmnya?" cetus Guntur ketika mereka
keluar dari teater.
Sejak tadi mereka sama-sama membisu. Bukan
hanya Maria yang seperti dibius. Bahkan Guntur
yang biasanya cerewet pun jadi gagu. Dia juga se
dang merasakan kenikmatan yang tidak disangkanya
akan diperolehnya dari gadis yang mula-mula dile
cehkannya!
Kalau saja ada kesempatan lain, pikir Guntur
dengan penyesalan yang tiba-tiba mengharu biru be
naknya. Aku pasti bisa memilikinya!
Tapi benarkah kini aku ingin memilikinya? Bu
kan hanya mempermainkannya?
??? Kalau Maria mengira dia akan duduk santai di da
lam mobil Guntur seperti minggu lalu, dia kecewa.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 107 11/17/2009 8:16:00 AM108
Kali ini Guntur tidak membawa mobil. Dia naik
motor. Dan sekejap Maria kebingungan. Tidak tahu
bagaimana harus duduk.
"Saya harus duduk di mana?"
"Terserah," sahut Guntur separuh bergurau. "Di
depan boleh, di belakang juga boleh. Tapi kalau di
depan, kita bakal jadi tontonan di sepanjang ja
lan."
"Maksud saya, bagaimana saya harus duduk."
"Biasa. Dengan pantatmu." Masa pakai kepala?
"Menyamping atau"
"Lebih baik jangan. Takut jatuh. Duduk saja de
ngan kaki mengangkang. Peluk pinggangku eraterat. Dijamin sampai dengan selamat!"
"Saya belum pernah naik motor."
"Sekarang udah. Dan sebentar lagi kamu udah
mencicipi semua yang selama ini belum pernah ka
mu bayangin!"
Hati-hati Maria naik ke boncengan motornya.
Begitu hati-hati seolah-olah takut motor itu bisa
menggigit.
Sabar, kata Guntur dalam hati. Sabar. Mau jadi
an sama cewek kuper yang ekstra norak, kan? Nah,
ras ain deh lu! Naik motor aja repotnya kayak naik
onta!
"Nih, helmmu," kata Guntur sambil menyodor
kan sebuah helm.
"Dipakai di kepala?" desis Maria ragu.
Masa di pantat, keluh Guntur sambil menghela
napas.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 108 11/17/2009 8:16:00 AM109
"Udah siap?" tanya Guntur setelah dia duduk di
atas motornya. Dan setelah empat belas kali meng
hela napas panjang.
"Saya harus pegangan ke mana?" tanya Maria
gugup.
"Kan udah aku bilang, peluk pinggangku."
"Tapi saya malu."
"Kalau kamu jatuh terjungkal ke jalanan, lebih
malu lagi!"
Terpaksa Maria meraba pinggangnya. Dan Guntur
menggeliat geli.
"Auw! Jangan gelitiki pinggangku dong!"
Maria terlonjak kaget. Hampir jatuh terjungkal.
Untung Guntur gesit menangkap lengannya. Di
letakkannya lengan gadis itu di pinggangnya.
Refleks Maria menariknya kembali. Tetapi saat
itu motor menderu maju. Dan tubuhnya tersentak.
Hampir terempas ke belakang.
Tidak ada pilihan lain. Buru-buru Maria merang
kul pinggang Guntur. Bukan cuma lengannya yang
mencapit erat seperti kepiting. Tubuhnya pun me
lekat rapat di punggung Guntur seperti lintah. Dan
dia menggigil ketakutan sambil memejamkan mata
nya. "Lagi ngapain," cetus Guntur di sela-sela deru mo
tornya. "Berdoa?"
Tidak ada jawaban. Ketika sekejap Guntur me
noleh, dia melihat mata gadis itu terpejam rapat.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 109 11/17/2009 8:16:00 AM110
"Buka dong matamu. Kamu kan lagi naik motor,
bukan jetcoaster!"
"Jangan cepat-cepat" rintih Maria gemetar. "Sa
ya takut."
"Oke, kita merayap kayak keong."
Sambil mengurangi kecepatan motornya, Guntur
membelai tangan halus yang melekat di pinggang
nya. Dan yang kaget bukan cuma Maria. Guntur
juga.
"Waduh! Yang kupegang ini tangan orang apa
kuntilanak? Kok dingin banget!"
Tetapi setelah Guntur melambatkan lari motor
nya, Maria mulai dapat menikmati panorama yang
ditemuinya di sepanjang jalan. Guntur membawa
nya ke mana-mana sampai tiba-tiba saja Maria sa
dar, jam tangannya sudah menunjukkan pukul se
belas malam. Tapi Guntur belum memperlihatkan
tanda-tanda hendak mengantarkannya pulang.
"Pulang yuk," pinta Maria letih. "Sudah ma
lam."
"Baru jam sebelas. Ke rumahku dulu, ya?"
"Ke rumahmu?" Maria berjengit kaget. "Mau apa
ke sana?"
"Ada yang ingin kuperlihatkan padamu."
"Jangan," Maria memohon dengan ketakutan.
"Saya mau pulang."
Tetapi Guntur tidak menghiraukannya. Dia tetap
membawa Maria ke rumahnya. Percuma Maria me
mohon sampai mengiba-iba.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 110 11/17/2009 8:16:00 AM111
Teman-temannya sudah menunggu di sana. Ka
lau dia bisa membawa Maria ke depan mereka, dia
akan memenangkan taruhan itu.
Lima juta bukan uang yang terlalu banyak untuk
Guntur. Tetapi harga dirinya. Prestasinya. Kalau
membawa seorang gadis seperti Maria dapat disebut
prestasi.
Tentu saja dia dapat menduga sedang apa gadis
itu sekarang. Guntur memang tidak dapat mende
ngar isaknya. Deru motornya terlalu berisik. Tetapi
dia dapat merasakannya.
Maria sedang menangis. Mungkin dia ketakutan.
Dia belum pernah keluar sampai selarut ini. Se
orang diri. Dengan laki-laki yang baru saja dikenal
nya. Ke tempat yang asing baginya.
Bukan itu saja. Mungkin dia bukan cuma takut.
Dia sedih. Kecewa. Laki-laki yang dikiranya baik
hati, mau menjadi temannya, ternyata musang ber
bulu domba!
Guntur tidak tulus mau menjadi temannya. Dia
hanya ingin mempermainkannya. Seperti dia mem
permainkan gadis-gadisnya yang lain selama ini.
Ketika Guntur turun dari motornya, dia melihat
air mata gadis itu. Dan tiba-tiba saja dia merasa tere
nyuh.
Gadis ini sungguh berbeda. Dalam kesederhanaan
nya, Guntur menemukan sesuatu yang lain. Yang
tidak pernah ditemukannya dalam diri gadis-gadis
nya yang lain.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 111 11/17/2009 8:16:01 AM112
Dia boleh kuper. Dia memang norak. Tapi kemur
nian hatinya memancar dari matanya. Dan melihat
cara gadis itu menatapnya, tiba-tiba saja Guntur me
rasa lemas.
Benarkah ada sesuatu di atas sana yang lebih ber
kuasa dari manusia? Apa pun namanya kekuatan
itu, Dia telah mengalahkan Guntur yang perkasa.
"Aku antarkan kamu pulang," kata Guntur datar
sambil naik kembali ke motornya.
Ketika mendengar bunyi deru motornya, pintu
rumahnya terbuka. Teman-temannya berloncatan keluar.
"Mau ke mana, Tur?" tanya Gatot sambil menye
ringai lebar. "Mau lu garap sendiri?"
Guntur tidak menjawab. Karena dia memang ti
dak perlu menjawab. Dia akan mengantarkan Maria
pulang. Tidak peduli teman-temannya akan meleceh
kannya.
"Halo, Maria!" sapa Tiar sambil memegang le
ngannya. "Ingat aku?"
Maria terbelalak ketika mengenali penjahat yang
merampas tasnya itu. Apalagi ketika Gatot ikut men
dekati sambil masih menyeringai lebar.
"Sekarang kamu tahu tidak ada yang bisa diper
caya di dunia ini," katanya separuh mengejek. "Bah
kan cowokmu yang baik hati ini ternyata cuma tu
kang tipu laknat! Dia membayarku lima ratus ribu
untuk memenangkan hatimu. Dan malam ini, dia
memenangkan lima juta karena bisa membawamu
kemari!"
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 112 11/17/2009 8:16:01 AM113
"Minggir lu!" Guntur mendorong dada Gatot
dengan kasar. Ditepiskannya tangan Tiar yang ma
sih mencengkeram lengan Maria. "Jangan ganggu
dia! Maria bukan cewek buat kita!"
"Nggak jadi masuk, Tur?" geram Tiar penasaran.
"Kita mau ajak dia pesta putauw, kan?"
Tetapi Guntur sudah menekan gas motornya. Dan
motor itu melonjak kasar. Melaju meninggalkan
tempat itu.
Selama perjalanan, Guntur tidak berkata apa-apa.
Dia baru membuka mulutnya lagi setelah motornya
sampai di depan rumah Maria.
"Maria," sapanya pelan ketika gadis itu turun
dari motornya.
Maria menoleh. Dalam keremangan, Guntur me
lihat air mata membasahi pipinya. Tetapi tidak ada
kemarahan di matanya.
"Maaf." Cuma itu yang bisa diucapkannya.
Maria hanya mengangguk. Dan dia memutar tu
buhnya. Melangkah lunglai ke depan pintu rumah
nya. Sesaat sebelum melangkah masuk, dia menoleh


Merpati Tak Pernah Ingkar Janji Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekali lagi. Ingin dilihatnya pemuda itu untuk ter
akhir kalinya.
Hatinya terasa pedih. Bahkan laki-laki yang men
jadi satu-satunya temannya ternyata membohongi
nya! Dia seorang penipu. Laki-laki memang seperti
kata ayahnya, makhluk berbahaya yang harus di
jauhi!
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 113 11/17/2009 8:16:01 AM114
Tetapi mengapa berat sekali rasanya untuk ber
pisah? Guntur mungkin jahat. Nakal. Licik. Penipu.
Tapi dialah laki-laki pertama yang dikenalnya selain
ayahnya. Dialah yang memperkenalkan kebebasan
dan keceriaan dunia remaja. Dengan dialah Maria
pernah merasakan pelukan. Bahkan ciuman.
Sesaat mereka saling pandang. Sama-sama merasa
kan getaran yang aneh itu. Ingin rasanya Guntur
memeluk Maria. Menciumnya. Mungkin untuk ter
akhir kalinya. Tetapi entah mengapa, saat itu dia
tidak mampu melakukannya.
Dia merasa bersalah. Merasa telah mengecewakan
Maria. Membuatnya sedih. Meskipun tetap tidak
mampu memancing kemarahannya.
Guntur merasa tidak berhak lagi memeluk gadis
itu. Karena dia bukan teman yang dapat dipercaya!
Dia tidak pantas memeluk gadis sesuci itu!
Maria sudah buru-buru memutar tubuhnya dan
masuk ke dalam sambil menahan tangis. Tetapi se
saat sebelum tubuhnya lenyap di balik pintu rumah,
dia mendengar Guntur memanggil lagi. Perlahan.
Maria menoleh.
"Kapan kita ketemu lagi?"
Suara Guntur begitu perlahan. Begitu penuh ha
rap. Tetapi Maria hanya menggelengkan kepalanya.
Dia menutup pintu. Menyandarkan tubuhnya di
balik pintu itu. Dan menangis.
Lalu dia mendengar suara deru motor Guntur.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 114 11/17/2009 8:16:01 AM115
Makin lama makin jauh. Kemudian semuanya men
jadi sepi. Sesepi hatinya.
Pergilah satu-satunya lelaki dalam hidupnya. Se
lamat tinggal masa remaja!
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 115 11/17/2009 8:16:01 AM116
MARIA sudah selesai berdoa. Dia sudah bersiapsiap naik ke tempat tidur. Badannya terasa kurang
sehat. Mungkin karena banyak pikiran. Mungkin
juga masuk angin. Naik motor malam-malam. Se
suatu yang belum pernah dilakukannya.
Kalau cuma masuk angin, pusingnya pasti tidak
seberapa. Tapi pusing kali ini lebih berat dari biasa.
Karena ada yang lain yang dipusingkannya.
Dia tidak dapat mengenyahkan Guntur dari pi
kirannya. Semua kejadian tadi malam silih berganti
merasuki benaknya. Yang senang. Yang sedih. Yang
mengecewakan.
Betapa bahagianya bisa pergi berkeliling kota Ja
karta. Melihat-lihat pemandangan. Toko-toko yang
ditata mewah. Baju yang bagus-bagus. Mencicipi
makanan yang asing bagi lidahnya. Nonton film.
Dan semua itu ditemani oleh Guntur! Ah.
Bab 8
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 116 11/17/2009 8:16:01 AM117
Maria masih dapat merasakan hangatnya geng
gaman tangannya. Mesranya tatapan matanya. Ma
sih dapat mengenang kenikmatan yang membuncah
di dada ketika tangan Guntur meremas jari-jemari
nya. Lalu semuanya lenyap. Berganti kengerian itu.
Ketika Guntur membawanya ke rumahnya. Ketika
melihat siapa yang ada di sana! Kedua penjahat
itu ah, ternyata mereka bukan orang jahat! Me
reka teman Guntur! Yang dibayarnya untuk meng
ganggunya!
"Sekarang kamu tahu tidak ada yang bisa diper
caya di dunia ini," kata-kata itu tidak mau hilang
dari telinga Maria. Mengusiknya terus sepanjang
hari. "Bahkan cowokmu yang baik hati ini ternyata
cuma tukang tipu laknat! Dia membayarku lima
ratus ribu untuk memenangkan hatimu. Dan ma
lam ini, dia memenangkan lima juta karena bisa
membawamu kemari!"
Jadi dia cuma objek taruhan! Bagi Guntur, dia
cuma permainan! Bahan olok-olok! Padahal dia me
ngira Guntur benar-benar menyukainya. Dia meng
anggap Guntur-lah satu-satunya teman prianya!
Air matanya meleleh setiap kali dia teringat hal
itu. Dan Maria terlambat menghapusnya. Ayah ke
buru masuk ke kamarnya. Padahal dia belum lama
pulang.
Maria mengira ayahnya mau mandi dulu. Makan
dulu. Berdoa dulu. Tapi rupanya semua itu bisa di
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 117 11/17/2009 8:16:01 AM118
tunda. Yang tak bisa ditunda, memeriksa anaknya.
Menggeledah barang-barangnya. Sudah seminggu
Maria lolos dari pengawasannya. Ayah pasti sudah
curiga sekali.
"Sudah berdoa?" Pertanyaan yang sama. Diucap
kan dalam nada yang sama. Keras. Dingin. Datar.
Mengapa Ayah menganggap doa sebagai keharus
an? Tugas rutin yang harus dikerjakan seperti PR
sekolah?
Bukankah seharusnya doa itu komunikasi dengan
Tuhan? Dengan yang kita cintai? Jadi tidak perlu
dipaksa! Karena berkomunikasi dengan yang kita
cintai bukan keharusan, tapi keinginan!
"Sudah," sahut Maria sambil buru-buru mengha
pus air matanya.
Beringsut dia bangkit dari ranjang. Pindah ke
meja tulisnya. Batuk-batuk sedikit. Lehernya mulai
terasa gatal. Hidungnya berair. Bukan karena tangis.
Tapi karena pilek.
"Sudah bikin PR?" Ayah sama sekali tidak me
nanyakan kesehatannya.
"Sudah." Sekali lagi Maria batuk. Kali ini lebih
panjang.
Ayah membongkar tasnya. Mengaduk-aduk isi
nya. Membolak-balik buku-bukunya.
Maria menghela napas. Kalau Ayah mengira dia
akan menyimpan rahasianya di sana Ayah keliru!
Dia menyimpan semuanya dalam hatinya! Karena di
sana sekarang ada seorang laki-laki ada Guntur!
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 118 11/17/2009 8:16:01 AM119
"Kamu harus belajar dengan giat. Jangan pikir
kan apa-apa kecuali pelajaran. Jangan terganggu
oleh pergaulan yang tidak baik. Ingat, lulus SMA,
kamu harus masuk biara."
Ayah mengatakannya seolah-olah dia harus ma
suk penjara! Padahal benarkah biara identik dengan
penjara?
Dia mencintai Tuhan. Mencintai Yesus. Mencin
tai Bunda Maria. Dia rela mengabdikan dirinya
untuk Mereka. Seumur hidup. Tapi haruskah de
ngan cara begini?
Ayah mengatakannya seolah-olah dia sendirilah
yang akan masuk biara. Bukan putrinya!
Padahal setiap manusia diberi kehendak bebas
oleh Tuhan. Begitu kata Suster Cecilia dalam pelajar
an agama.
Tidak ada paksaan untuk masuk biara. Banyak
jalan lain untuk mengabdi pada Tuhan. Bahkan me
nikah dan melahirkan anak-anak yang akan menerus
kan karya Ilahi di dunia, termasuk tugas yang mulia.
Malah seorang Suster Cecilia menghormatinya!
Tapi mengapa Ayah justru begitu memaksa? Mengapa dia begitu terobsesi ingin anaknya masuk biara?
Tidak sayangkah Ayah padanya? Masuk biara ber
arti harus berpisah dengannya. Padahal Maria juga
ingin merawat ayahnya di hari tua. Dengan siapa
Ayah harus tinggal kalau dia sudah tidak ada di sam
pingnya?
Kata siapa Maria tidak dapat berbakti kepada
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 119 11/17/2009 8:16:01 AM120
Tuhan kalau tidak masuk biara? Ada tugas yang
sama pentingnya, kewajiban yang sama luhurnya,
kata Suster Cecilia. Menikah dan memiliki anak.
Kalau dia boleh memilih jalan yang kedua itu
bolehkah dia bersahabat dengan Guntur? Bergaul
dengannya. Mencintainya. Ya Tuhan! Mengapa
pikiran seperti itu mampir di benaknya?
Lalu Ayah melakukan sesuatu yang jarang sekali
dilakukannya. Dia menuju ke ranjang Maria. Dan
mengangkat kasurnya.
Padahal sudah beberapa tahun dia tidak pernah
menggeledah ranjang. Dia alergi. Mengangkat kasur
membuatnya bersin berkali-kali.
Tetapi kali ini dia memeriksa seprai. Memeriksa
kasur. Bahkan mengangkatnya.
Dan Maria terlambat menyadari, bikininya masih
disembunyikannya di sana! Dia benar-benar lupa!
Sejak acara renang yang gagal itu, dibenamkannya
bikini itu begitu saja di bawah kasurnya. Dan dia
tidak ingat lagi pada benda itu. Karena terus terang
dia ingin melupakannya. Ingin melupakan kejengkel
an Guntur waktu mereka tidak jadi berenang.
Sekarang Ayah melihat bikini itu. Dan dia me
raihnya. Mula-mula dengan heran. Sebelum kema
rahannya meledak. Dan Maria memejamkan mata
nya. Karena dia tahu, kiamat sudah datang!
"Apa ini?" Pak Handoyo menyorongkan benda
itu ke depan matanya.
Maria terpaksa membuka matanya dengan keta
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 120 11/17/2009 8:16:01 AM121
kutan. Dia ngeri sekali melihat mata ayahnya yang
membelalak marah. Betapa panasnya sorot matanya.
Sepanas itukah neraka?
"Kurang ajar!" Pak Handoyo menampar muka
anaknya dengan sengit. "Baru setengah tahun seko
lah, kamu sudah rusak! Sudah berani bikin malu
Ayah!"
Pak Handoyo mengoyakkan bikini itu dengan
geram. Menginjak-injaknya seolah-olah benda itu
barang laknat pembawa sial.
Maria merasa mukanya pedih. Matanya pedih.
Hatinya pedih.
Dia merasa takut. Tapi lebih menyesal lagi ka
rena telah mengecewakan ayahnya.
Sayang Ayah tidak memberinya kesempatan un
tuk membela diri. Dia tidak pernah bertanya dari
mana benda itu. Dan apakah Maria pernah mema
kainya.
Ayah hanya mencabik-cabik bikini itu seolaholah dia harus meremukkan sumber dosa terbesar
di rumahnya. Lalu dia menampar Maria sekali lagi.
Tapi bukan itu yang paling menyakitkan Maria.
"Tidak usah sekolah lagi!" bentak Pak Handoyo
gusar. "Buat apa sekolah kalau jadi rusak begini? Le
bih baik kamu secepatnya masuk biara! Kalau umur
mu belum cukup, Ayah akan mengurungmu di ru
mah! Supaya jangan berbuat dosa lagi!"
Lama sesudah ayahnya meninggalkan kamarnya,
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 121 11/17/2009 8:16:01 AM122
Maria masih menangis di tempat tidur. Pipinya te
rasa sakit. Tapi lebih sakit lagi hatinya.
Tentu saja dia tidak pernah menolak keinginan
ayahnya untuk menjadikannya seorang biarawati.
Tetapi tidak sekarang! Dia masih ingin sekolah.
Masih ingin bergaul dengan teman-temannya. Masih
ingin bertemu Guntur.
"Tidak usah sekolah lagi!" Itu vonis ayahnya. Ti
dak bisa diganggu gugat lagi.
Ayah tidak pernah menanyakan kehendaknya.
Padahal kata Suster Cecilia, semua manusia punya
kehendak bebas. Semua manusia. Kecuali Maria!
Lama Maria terisak sendirian di tempat tidurnya.
Bantalnya sudah basah kuyup.
Tengah malam baru dia bangkit. Mengumpulkan
serpihan koyakan bikini di lantai. Air matanya meng
alir lagi ketika dia melihat sisa-sisa cabikan itu. Ini
lah hadiah ulang tahun dari teman-temannya. Ha
diah ulang tahun pertama, mungkin juga terakhir
untuknya. Dan sekarang Ayah menghancurkannya!
Maria menyimpan koyakan itu di lacinya. Ketika
menengadah, dia melihat Yesus sedang memandang
nya. Tatapannya lembut. Penuh kasih sayang. Pe
nuh pengertian.
Tak tahan lagi Maria menjatuhkan dirinya ke
lantai. Dia bersujud sambil menangis dan merin
tih. "O, Yesus! Saya tidak tahan lagi! Ambillah saya,
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 122 11/17/2009 8:16:01 AM123
Tuhan. Saya ingin berada bersama-Mu. Di tempat
di mana tidak ada lagi penderitaan!"
Tetapi malam itu Tuhan tidak datang mengambil
nya. Tuhan hanya datang menghibur dalam mimpi
nya. Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 123 11/17/2009 8:16:01 AM124
"ITU hadiah ulang tahun dari kami, Suster!" pro
tes Nurul menahan marah.
Sekarang mereka tahu mengapa hari ini Maria
tidak masuk sekolah. Mula-mula mereka kira Maria


Merpati Tak Pernah Ingkar Janji Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sakit. Masuk angin karena malam Minggu pergi
dengan Guntur.
"Guntur bawa motor," kata Rena tadi pagi. "Pas
ti Maria masuk angin!"
"Wah, kemasukan dua macam virus tuh!" gurau
Tina.
Tetapi ketika Suster Cecilia masuk ke kelas dan
menjelaskan mengapa ayah Maria datang, mereka
tahu apa yang terjadi.
Pak Handoyo masih menunggu di kantor kepala
sekolah. Karena Suster Cecilia ingin bertanya ke
pada teman-teman Maria dulu sebelum ikut meng
Bab 9
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 124 11/17/2009 8:16:02 AM125
hukum gadis itu. Dia tidak percaya Maria membeli
bikini. Itu pasti ulah teman-temannya.
"Maria nggak pernah minta, Suster!" desis Tina
bernafsu sekali. "Namanya aja dia nggak tahu!"
"Kami yang beli, Suster!" sambar Endang panas.
"Hadiah ulang tahun!"
"Dan Maria tidak pernah memakainya, Suster,"
sambung Elita lirih. Dia dapat membayangkan
bagaimana penderitaan Maria. "Dia bilang Suster
melarang gadis-gadis memakai baju yang terlalu ter
buka memamerkan tubuh"
"Dosa katanya, Suster!" sela Rena sambil menye
ringai.
Ada keharuan menyelinap ke hati Suster Cecilia.
Matanya langsung berkaca-kaca. Dia dapat memba
yangkan apa yang terjadi semalam. Betapa mende
ritanya gadis itu! Padahal dia tidak bersalah!
Melihat sikap Suster Cecilia, melihat air yang
menggenangi matanya, kegaduhan di kelas mereda
dengan sendirinya. Mereka terdiam. Terenyak meng
awasi kepala sekolah yang tegak mematung dengan
wajah muram itu.
"Kenapa ayah Maria seperti itu, Suster?" tanya
Elita dengan suara basah. "Maria normal seperti kami.
Kenapa dia tidak boleh mengecap kebebasan dan
kegembiraan masa remaja?"
"Tidak semua yang menggembirakan itu dosa
kan, Suster?" sambar Nurul penasaran. "Kenapa Maria
selalu dikekang?"
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 125 11/17/2009 8:16:02 AM126
"Dia berbeda dengan kalian," sahut Suster Cecilia
lambat-lambat.
"Dia sama seperti kami, Suster!" bantah Tina ber
semangat. "Suster yang bilang, dia juga punya hati.
Punya perasaan seperti kami! Karena itu kami tidak
boleh mengganggunya!"
"Kalau begitu mengapa kalian masih mengganggu
nya dengan memberikan bikini itu?"
"Kami hanya ingin membuat dia gembira, Sus
ter!" serempak Nurul, Rena, dan Endang menjawab.
"Kami ingin dia kelihatan cantik!"
"Kami mengajak Maria ikut dalam setiap kegiat
an kami, Suster!" sambung Tina. "Kami ingin dia
menjadi salah satu dari kami!"
"Kami ingin Maria tidak minder lagi," menim
pali Elita.
"Dan tidak kelihatan seperti orang aneh!" potong
Rena. "Makanya dia kami ajari berpakaian seperti
kami, berdandan seperti kami, bergaul seperti ka
mi!"
"Saya mengerti maksud kalian," sahut Suster
Cecilia sabar. "Maksud kalian mungkin baik. Tapi
caranya keliru."
"Keliru apanya, Suster?"
"Sejak kecil Maria sudah ditempa ayahnya untuk
menjadi biarawati. Cara kalian memperlakukannya
justru menjerumuskannya ke dalam konflik batin
yang hebat. Juga konflik dengan ayahnya."
"Kami hanya ingin menolongnya, Suster," kata
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 126 11/17/2009 8:16:02 AM127
Elita sedih. "Kata Suster dulu, tidak ada wanita yang
dilahirkan sebagai biarawati, kan? Kita semua diberi
kehendak bebas oleh Tuhan."
"Kamu benar, Elita. Tapi apa kamu sudah per
nah menanyakan apa kehendak Maria?"
Elita menggelengkan kepalanya.
"Saya sudah," sambung Suster Cecilia tenang.
"Dia sendiri ingin menjadi biarawati."
"Tapi dia juga masih ingin sekolah, Suster," cetus
Nurul. "Maria pintar. Sayang kalau tidak sekolah."
"Dan basketnya jago, Suster," sambung Elita. "Dia
yang membawa sekolah kita ke pintu juara!"
"Dia boleh sekolah lagi kan, Suster?" tanya Rena
harap-harap cemas. "Masa harus dikurung di ru
mah?"
"Saya akan berusaha melunakkan hati ayahnya.
Tapi kalau Maria sekolah lagi, maukah kalian mem
bantu dia untuk mencapai cita-citanya?"
Gadis-gadis itu saling pandang sebelum perlahanlahan menganggukkan kepala mereka.
??? "Bikini itu hadiah ulang tahun dari teman-teman
nya." Sepanjang perjalanan pulang hanya kata-kata
Suster Cecilia yang berdengung di telinga Pak
Handoyo. "Maria tidak pernah memintanya. Dan
dia belum pernah memakainya."
Ada segurat penyesalan menggores hati Pak Han
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 127 11/17/2009 8:16:02 AM128
doyo. Dia telah terburu nafsu menghukum dan
menuduh anaknya. Padahal dia tidak bersalah! Ka
sihan.
Bergegas Pak Handoyo pulang ke rumah. Saat
itu hujan mulai turun. Agak sulit mencari bajaj ko
song. Padahal dia ingin cepat-cepat menemui anak
nya. Tentu saja bukan untuk minta maaf. Tidak per
nah dilakukannya selama ini.
Tetapi dia tidak akan marah lagi. Dan melihat
sikapnya saja, Maria pasti tahu, ayahnya sudah ti
dak marah lagi.
Pak Handoyo memang tidak pernah bersikap
manis. Memanjakan hanya akan merusak jiwa anak.
Itu prinsipnya.
Dia juga akan berpikir ulang. Memperbolehkan
Maria sekolah lagi. Atau mengurungnya saja di ru
mah sampai dia cukup umur untuk masuk biara.
Pak Handoyo takut pengaruh buruk temantemannya akan merusaknya. Berenang pakai bikini!
Bah! Itu bukan modern. Tapi binal!
Suster Cecilia juga bilang Maria jago main bas
ket. Tapi apa gunanya pintar main basket? Tidak
ada manfaatnya untuk seorang biarawati!
Dia cerdas, kata kepala sekolahnya. Sayang kalau
pelajarannya tidak dilanjutkan. Tetapi untuk apa
dilanjutkan kalau dia malah terpengaruh kebiasaan
buruk remaja di sekitarnya?
Teman-temannya mungkin baik. Mereka gadisMerpati Tak Pernah...-1-10.indd 128 11/17/2009 8:16:02 AM129
gadis sopan. Terpelajar. Terdidik baik. Tapi tidak
dapat menghindari kebebasan yang dianut remaja
pada umumnya.
Mereka sudah tersentuh polusi kemajuan zaman.
Terpapar kecanggihan teknologi. Jadi mereka bisa
merusak jiwa Maria. Memengaruhinya.
Jadi lebih baik kalau Maria tinggal di rumah
saja. Belajar menjahit. Belajar Alkitab. Baca bukubuku rohani. Melatih kidung-kidung rohani. Itu
yang penting untuk kehidupannya di biara nanti.
Main basket? Bah! Untuk apa biarawati pintar main
basket?
Pak Handoyo berjanji tidak akan marah-marah
lagi. Dia akan menemui anaknya. Dan menjelaskan
rencananya.
Tetapi sesampainya di rumah, Pak Handoyo ter
cengang. Maria tidak ada di rumah. Padahal biasa
nya Maria tidak pernah ke mana-mana!
Kalau ada keperluan penting, dia akan pamit le
bih dulu. Tidak pergi begitu saja!
Apalagi hujan-hujan begini. Ada keperluan pen
ting apa sampai dia tidak bisa menunggu hujan
reda? Tidak bisa menunggu sampai ayahnya pulang?
Pak Handoyo langsung pergi ke telepon umum.
Menelepon Suster Cecilia. Melaporkan Maria hi
lang.
Tentu saja sambil tak lupa marah-marah. Seolaholah Suster Cecilia-lah yang salah. Padahal dia tidak
tahu apa-apa.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 129 11/17/2009 8:16:02 AM130
"Hilang bagaimana, Pak?" tanya Suster Cecilia
sabar.
"Hilang! Tidak ada di rumah!"
Hilang? Hilang ke mana? Suster Cecilia juga bi
ngung. Bedanya dia tidak cepat marah. Tidak pu
nya pikiran jelek sebelum terbukti.
"Suster tahu di mana Maria?"
"Tidak, Pak. Tapi coba saya tanya teman-teman
nya. Barangkali mereka tahu."
Dan kepala sekolah itu sekali lagi menemui mu
rid-muridnya.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 130 11/17/2009 8:16:02 AM131
"ADA yang tahu di mana Maria?" tanya Suster
Cecilia sabar.
"Biar gue tau juga nggak bakalan gue bilangin,"
bisik Nurul kesal. "Biar aja bokapnya yang sinting
itu kelabakan!"
"Kalau Maria minta suaka ke rumah gue, nggak
bakal gue izinin dia pulang!" sambung Elita sambil
berbisik pula.
"Abang lu kan banyak, Ta!" menyeringai Luna.
"Bisa gagal dia jadi biarawati!"
"Emang gue pikirin? Gue juga lebih seneng ka
lau dia nggak jadi biarawati!"
"Saya minta kalian membantu ayah Maria men
carinya," pinta Suster Cecilia murung. "Saya per
caya kalian lebih tahu ke mana dia pergi."
"Emangnya gue paranormal!" bisik Tina.
Bab 10
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 131 11/17/2009 8:16:02 AM132
"Jangan-jangan diculik si Guntur," bisik Rena.
"Coba deh gue telepon dia!"
Tapi Guntur juga tidak tahu di mana Maria. Dia
malah ikut bingung. Dan ikut terjun mencari Maria
bersama teman-temannya.
Mereka berpencar ke tempat-tempat yang mung
kin didatangi Maria. Guntur dengan Nurul. Elita
dengan Rusman. Rena dengan Johan. Tina dengan
Norman. Dan Endang dengan Teddy.
Mereka saling berhubungan terus dengan ponsel.
Suster Cecilia sudah hampir meminta bantuan po
lisi ketika pukul delapan malam, dia mendapat te
lepon dari murid-muridnya. Mereka sudah menemu
kan Maria.
"Di depan biara, Suster," lapor Elita. "Hampir
pingsan kedinginan di bawah emper. Bajunya basah
kuyup. Batuknya tidak mau berhenti. Kami bawa
ke Unit Gawat Darurat."
"Jangan tinggalkan dia," pinta Suster Cecilia. "Sa
ya akan minta ayahnya ke sana."
Lalu Suster Cecilia mengutus Bu Harti menemui
Pak Handoyo.
??? Nurul punya sepasang mata elang. Dari balik kaca
mobil Guntur yang melaju perlahan-lahan menyu
suri sepanjang jalan di dekat sekolahnya, dia bisa
melihat seseorang meringkuk kedinginan di bawah
emper di depan biara.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 132 11/17/2009 8:16:02 AM133
"Itu Maria!" cetusnya mengejutkan.
"Bener, Rul?" Guntur separuh tidak percaya. "Lu
nggak salah lihat? Jangan-jangan gembel!"
"Masa sih lu nggak bisa bedain cewek lu dari
gembel?" gerutu Nurul. "Itu Maria! Stop! Stop!"
Guntur langsung menginjak rem. Menepikan mo
bilnya.
"Lu yakin, Rul?"
"Seribu persen! Mana payung? Lu punya payung
nggak?"
"Masih di toko!"
Guntur langsung mematikan mesin. Membuka
pintu. Dan berlari-lari ke depan biara. Sambil meng
gerutu, Nurul ikut berjibaku. Menerobos hujan le
bat. "Maria!" teriak Guntur cemas. Suaranya hilang
ditelan suara hujan.
Dia berlari-lari menghampiri sosok yang sedang
m eringkuk kedinginan itu. Makin dekat dia makin
yakin, Nurul yang benar. Itu memang Maria!
"Ngapain kamu di sini?" Guntur meraih lengan
gadis itu. Membantunya berdiri.
Maria tidak menjawab. Dia malah batuk-batuk
hebat. Badannya menggigil. Bibirnya gemetar. Ram
but, muka, dan bajunya basah kuyup.
"Ampun, Mar! Kalau mau bunuh diri jangan di
sini!" sergah Nurul yang baru tiba.
"Bawa ke mobil, Rul," kata Guntur sambil men
coba memapah Maria.


Merpati Tak Pernah Ingkar Janji Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 133 11/17/2009 8:16:02 AM134
Nurul cepat-cepat mengulurkan tangannya. Te
tapi Maria keburu rubuh. Tidak mampu melangkah
setindak pun.
Buru-buru Guntur menangkap tubuhnya. Tubuh
gadis itu terkulai lemas dalam pelukannya. Tanpa
berpikir lagi, Guntur menggendongnya dan berlarilari ke mobil.
"Buka pintu belakang, Rul," katanya pada Nurul
yang berlari-lari di belakangnya.
Tapi Nurul terpeleset. Dia jatuh terduduk. Baju
nya kotor kena lumpur.
"Sialan!" maki Nurul kalang kabut.
"Rul! Cepetan!" teriak Guntur yang sudah sam
pai di samping mobil.
"Iya! Iya!" sahut Nurul sambil beringsut bangun.
"Lama banget sih!" gerutu Guntur tidak sabar.
"Lu lari apa jaipongan?"
Nurul menyumpah-nyumpah. Dia berlari-lari ke
samping mobil Guntur.
Nurul membuka pintu mobil sambil mengomel.
Guntur memasukkan tubuh Maria ke dalam mo
bil. "Tuh ada kotak tisu di belakang, Rul. Keringin
deh muka sama rambutnya!"
"Iya, iya!" sahut Nurul kesal. Nyuruh aja! Emang
gue babu lu?
Guntur naik ke balik kemudi. Mengeringkan
mukanya. Dan mengambil ponselnya. Memberitahu
teman-temannya.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 134 11/17/2009 8:16:02 AM135
Saat itu Maria batuk-batuk hebat. Batuknya ti
dak mau berhenti.
Buru-buru Guntur duduk di sampingnya. Me
raba dahinya. Pipinya.
"Badannya panas, Rul," desahnya khawatir.
Tetapi Maria justru menggigil. Guntur memeluk
nya. Seolah-olah ingin menghangatkannya. Ingin
melindunginya. Mengurangi penderitaannya.
"Mar," panggilnya lembut. "Kenapa kamu ka
bur?"
Tetapi Maria diam saja. Matanya terpejam rapat.
"Kalau kamu nggak mau pulang, aku antar ke
sekolah aja, ya?"
"Suster Cecilia masih nunggu di sana, Mar. Biar
dia yang ngomong sama bokap lu."
Bukannya menjawab, Maria malah batuk lagi.
Dia memegangi dadanya seperti kesakitan.
"Rasanya kita mesti bawa dia ke dokter, Rul,"
kata Guntur cemas. Dia masuk kembali ke balik
kemudi. Dan menghidupkan mesin.
"Ke UGD aja, Tur," usul Nurul. "Tuh, nggak
jauh! Tapi gue ambil baju ganti dulu ya!"
"Ke rumah lu dulu? Nggak bisa! Maria batuk
terus!"
"Tapi gue kayak kambing kecebur, Tur!"
"Suruh Rena aja ambil baju di rumah lu!"
Tanpa bisa ditawar lagi, Guntur melarikan mobil
nya ke rumah sakit.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 135 11/17/2009 8:16:02 AM136
Di jok belakang, Nurul sedang berusaha menge
ringkan rambut dan wajah Maria sedapat-dapatnya
sambil mengomel terus.
"Kenapa cari penyakit sih, Mar?"
Tetapi Maria cuma mengeluh. Matanya terpejam
rapat. Dan dia batuk-batuk lagi.
Guntur melirik melalui kaca spion dengan ce
mas. ??? Ketika Pak Handoyo muncul hampir dua jam ke
mudian, Maria sudah selesai diobati. Dia sudah boleh pulang. Guntur sudah membayar semua tagih
annya.
"Ntar kita ganti, Tur," kata Rena mewakili temantemannya. "Kita patungan berlima."
"Nggak usah," sahut Guntur sungguh-sungguh.
Hari ini tidak ada yang bercanda. Mereka semua
tampak serius. "Gara-gara gue, dia sakit."
"Dia sakit karena kehujanan, Tur!"
"Malam Minggu gue ajak dia muter-muter naik
motor sampai jam dua belas, Ren!"
"Tur, mendingan lu ngumpet," cetus Nurul tibatiba.
Dia sudah ganti baju. Rena yang membawakan
baju ganti. Baju miliknya. Yang tentu saja kebesar
an. Kaus maupun celananya XXL.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 136 11/17/2009 8:16:03 AM137
Tentu saja mula-mula Nurul tidak mau.
"Kenapa sekarang gue yang jadi Suster Cecilia,
Ren?"
"Daripada kayak kambing kecebur begitu, Rul?
Udah deh, pake aja! Jangan bertingkah!"
Akhirnya terpaksa Nurul ganti baju. Dan dia
menunggu di depan UGD bersama teman-teman
nya. Hanya Guntur dan Elita yang diperbolehkan
masuk menemani Maria.
Tepat ketika Guntur keluar, Bu Harti datang ber
sama Pak Handoyo. Suster Cecilia yang minta Bu
Harti mewakili sekolah.
"Tuh, Bu Har datang," sambung Tina. "Kayak
nya sama bokapnya si Maria!"
"Idih, tampangnya serem banget," desis Rena nge
ri. "Iya, mendingan cowok-cowok tunggu di kantin
aja," usul Endang.
"Malam, Bu!" sapa Nurul kepada gurunya.
"Di mana Maria, Rul?"
"Masih di dalam, Bu. Tapi sudah boleh pulang."
"Sudah diperiksa dokter?"
"Sudah, Bu. Sudah disuntik. Diberi resep juga.
Sudah kami tebus obatnya."
"Bagus," puji Bu Harti lega. "Kalian anak-anak
yang baik."
Dengan bangga dia menoleh kepada Pak Handoyo.
"Ini murid-murid saya, Pak. Teman-teman Maria."
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 137 11/17/2009 8:16:03 AM138
Pak Handoyo hanya melirik sekilas sambil mende
ngus. Lalu dia buru-buru masuk ke dalam ruang
gawat darurat.
Hidung Nurul yang sudah mengembang karena
dipuji gurunya, mendadak mengempis kembali me
lihat sikap ayah Maria.
Boro-boro dapat ucapan terima kasih, senyum
saja tidak diberi!
Dan yang kecewa bukan hanya Nurul. Bu Har
juga.
"Ayah Maria sedang bingung," Bu Har menepuk
bahu muridnya dengan bijaksana. "Tapi kalian telah
melakukan hal yang terpuji."
Bukan terpuji lagi, Bu, dumal Nurul gondok.
Nekat! Tidak kena bronkitis saja sudah bagus!
Ketika Bu Harti menyusul ke dalam, Pak Handoyo
sudah sampai ke ranjang Maria. Dia sedang berba
ring ditemani Elita.
Elita buru-buru bangun ketika melihat pria yang
masuk seperti alap-alap itu. Tetapi Pak Handoyo
tidak memandangnya sama sekali. Seolah-olah Elita
tidak ada bedanya dengan kursi yang sedang didu
dukinya.
"Bandel kamu!" itu kata-kata pertama yang ter
cetus dari mulut Pak Handoyo. Padahal wajahnya
bukan hanya marah. Cemas juga. Kenapa dia tidak menyapa anaknya dengan, Kamu nggak apa-apa, Maria?
"Maaf, Ayah," desah Maria lemah. Dan dia batuk
lagi.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 138 11/17/2009 8:16:03 AM139
"Mau apa kamu berkeliaran di luar rumah hujanhujan begini?"
Berkeliaran, pikir Maria sedih. Tahukah Ayah
apa yang dicarinya di sana?
Dia pergi ke biara untuk mencari Tuhan. Men
cari ketenangan. Mencari kedamaian yang tak per
nah diperolehnya di rumah!
Bukankah Ayah selalu mengatakan di sanalah
tempat yang paling damai?
Tetapi biarawati itu malah menyuruhnya pulang.
Padahal Maria sudah bertekad untuk tinggal di
sana.
"Kamu masih terlalu muda. Datanglah lagi kalau
umurmu sudah cukup. Dan pilihanmu sudah man
tap. Biara bukan tempat pelarian."
Maria memang terpaksa pergi. Tapi dia tidak
mau pulang.
Saat itu kebetulan hujan turun. Dia meneduh di
emper di depan biara.
Tetapi hujan tidak mau berhenti. Malah tambah
lebat. Sementara batuknya mulai menghebat. Pilek
nya mengucur terus. Akhirnya dia duduk di sana.
Meringkuk kedinginan sampai ditemukan Guntur.
Tiba-tiba saja pemuda itu muncul seperti dikirim
dari surga. Mula-mula Maria mengira dia sudah
mati. Tak mungkin Guntur datang kemari!
Dia merasakan sentuhan tangan pemuda itu di
lengannya. Dia merasa Guntur mencengkeramnya
erat-erat. Membantunya berdiri.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 139 11/17/2009 8:16:03 AM140
Maria mencoba melangkah. Tapi dia sudah ter
lalu lemah. Ketika dia hampir tersungkur, Guntur
memeluknya. Langsung menggendongnya. Dan
membawanya berlari-lari menerobos hujan lebat.
Masih hidupkah aku, keluh Maria dalam hati.
Inikah perjalanan ke surga?
Lalu dia melihat Nurul. Mencoba mengeringkan
wajahnya dengan berlembar-lembar kertas tisu. Dia
mengomel terus. Tapi Maria sudah tidak begitu
memperhatikannya.
Dia batuk-batuk hebat. Dadanya sakit sekali.
Tiba-tiba Guntur memeluknya. Dan heran. Maria
merasa lebih baik. Masih batuk. Masih kedinginan.
Masih tidak keruan. Masih pusing. Tapi lebih enak.
Hanya karena Guntur memeluknya.
Lalu mereka membawanya entah ke mana. Dia
hanya merasa dibaringkan di atas brankar. Didorong
cepat-cepat. Dipindahkan ke tempat tidur yang bau
obat.
Lalu ada dokter yang memeriksanya. Ada pera
wat yang menyuntiknya.
Guntur menunggu di samping ranjangnya. Wajah
nya tampak cemas.
"Jangan takut, Mar," hiburnya dengan suara pe
lan tapi mantap. "Kamu udah nggak apa-apa."
Inikah saat terakhir aku bisa melihatnya, pikir
Maria sedih ketika matanya yang redup berair ber
temu dengan mata yang tajam itu. Mata yang ku
rang ajar dan selalu menatap lancang itu kini sudah
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 140 11/17/2009 8:16:03 AM141
berubah. Sorotnya lembut dan penuh perhatian. Di
bibirnya juga tak ada lagi senyum. Tapi melihat bibir itu, Maria merasa sakit di dadanya berkurang.
Lalu Elita masuk. Merangkulnya dengan cemas.
Tidak peduli Maria batuk lagi. Dan dia bisa me
mindahkan kuman-kuman ke paru-parunya.
Ketika Elita datang, Guntur harus keluar. Sesaat
sebelum meninggalkan Maria, dia masih menatap
sekali lagi. Dia tidak berkata apa-apa. Tetapi mata
nya seolah-olah berkata, Jangan takut. Kita akan
bertemu lagi.
Tetapi Maria tidak percaya. Dia sudah merasa,
itulah pertemuan terakhir mereka. Itulah saat ter
akhir dia bisa melihat Guntur.
Lalu ayahnya datang.
??? "Kita pulang aja, yuk," cetus Elita begitu menemu
kan teman-temannya di luar. "Sebel gue lihat tam
pang bokapnya."
"Mendingan kita ke kantin dulu," usul Rena.
"Cowok-cowok ada di sana."
"Toko lu belum tutup juga, Ren," gurau Endang.
"Ini kan udah malam. Gue lebih aman kalau di
antar cowok."
"Rasanya terbalik, Ren," goda Tina. "Si Johan
lebih aman kalau ada lu!"
"Kok lu udah keluar, Ta?" sapa Guntur begitu
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 141 11/17/2009 8:16:03 AM142
melihat gadis-gadis itu masuk ke kantin. "Maria
gimana?"
"Udah ada bokapnya. Nggak betah gue di sana.
Alergi."
"Kita pulang aja deh," usul Norman. "Kemalam
an lagi, pas masuk gue di rumah si Tina bisa di
cabut!"
"Rasanya Rena mesti diservis dulu, Man," Johan
tersenyum lebar. "Lu pulang duluan deh."
"Makanya aku suka sama kamu," Rena menepuk
bahu pacarnya dengan manja. "Soalnya kamu tuh
penuh pengertian."
"Maria gimana?" sela Guntur. "Kita tinggal aja?
Bokapnya kan nggak punya mobil."
"Mana dia mau dianterin lu, Tur? Kalau udah
habis aja taksi se-Jakarta, belum tentu dia mau!"


Merpati Tak Pernah Ingkar Janji Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"He-eh, Tur. Di matanya, lu tuh iblis dari ne
raka!"
"Gue serius nih!"
"Tapi rasanya emang percuma, Tur," sela Elita.
"Mendingan kita pulang aja."
"Bu Har gimana?" potong Tina. "Masa dia pu
lang sendiri malam-malam begini?"
"Katanya dia bisa pulang sendiri."
"Kalau begitu, kita cabut aja yuk!"
"Pada pulang dulu deh," kata Guntur sambil bang
kit meninggalkan bangkunya. "Gue di sini dulu."
Ketika melihat Guntur keluar dari kantin, Rena
menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum
pahit.
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 142 11/17/2009 8:16:03 AM143
"Gue heran bagaimana cinta bekerja!"
"Mana bisa sih dia saingan sama Tuhan?"
"Guntur bilang, dia nggak peduli saingan sama
siapa pun!"
"Terang aja, Guntur kan nggak percaya Tuhan!"
"Lucu ya. Orang suci ketemu atheis!"
"Kata nyokap gue, jalan Tuhan kadang-kadang
kita tidak tahu di mana ujungnya!"
??? Guntur duduk di depan UGD sampai Maria me
ninggalkan rumah sakit itu. Dia didorong dengan
kursi roda. Lalu dinaikkan ke dalam taksi.
Guntur tegak di dekatnya. Tetapi dia tidak meno
leh. Mulut Guntur sudah terbuka untuk memanggil
nya. Tetapi tidak ada suara yang keluar.
"Maria," desahnya ketika taksi meluncur mening
galkan halaman rumah sakit.
Hujan masih turun rintik-rintik. Unit Gawat Da
rurat masih ramai dikunjungi pasien. Tetapi Guntur
masih tepekur seorang diri di sana.
"Belum pulang, Tur?" tegur Rena ketika dia dan
Johan menghampiri. "Maria masih di dalam?"
"Udah pulang," sahut Guntur lesu.
"Jadi mau ngapain lu di sini? Donor darah?"
"Bilang Maria, gue mau ketemu pulang sekolah,
Ren."
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 143 11/17/2009 8:16:03 AM144
Tapi Maria sudah tidak sekolah lagi.
"Masih sakit?" tanya Guntur cemas.
"Maria belum tentu sekolah lagi," suara Rena di
telepon terdengar lesu. "Katanya bokapnya tidak
mengizinkannya lagi sekolah."
"Langsung masuk biara?" desak Guntur kaget.
"Kalau udah cukup umur. Tapi dia nggak boleh
sekolah lagi. Dikurung di rumah aja."
"Bokapnya sakit, Ren!" geram Guntur gemas.
"Lu jangan ikut sakit, Tur. Cari cewek yang bo
kapnya waras aja deh!"
Tetapi Guntur tidak putus asa. Dia tetap berusaha
untuk menemui Maria. Dan berharap dia masih bo
leh sekolah lagi. Mudah-mudahan saja ayahnya tibatiba berubah pikiran. Atau pikun. Mendadak kena
Alzheimer?s!
Tidak bosan-bosannya dia datang ke bekas seko
lah Maria. Tetapi gadis yang ditunggunya tidak per
nah muncul lagi.
Bukan hanya Rena yang iba melihatnya. Elita
dan teman-temannya yang tadinya meragukan kese
riusan Guntur pun, kini malah berbalik kasihan.
"Tolong dong, Ren, pergi ke rumahnya. Ajak dia
pergi. Supaya gue bisa menemuinya lagi," pinta
Guntur sungguh-sungguh.
"Emang gue punya jimat apa, Tur? Mana bisa
gue bawa si Maria keluar? Apa mesti gue culik?"
"Emang udah pasti dia nggak boleh sekolah la
gi?"
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 144 11/17/2009 8:16:03 AM145
"Kata Suster Cecilia, dia udah coba melunakkan
hati bokapnya si Maria. Tapi hatinya keras dan di
ngin kayak es batu."
Merpati Tak Pernah...-1-10.indd 145 11/17/2009 8:16:03 AM146
MARIA tidak diizinkan sekolah lagi. Itu keputus
an ayahnya. Tidak dapat diganggu gugat lagi.
Ketika Suster Cecilia menyampaikan kabar itu,
seluruh kelas gempar. Teman-temannya sedih. Elita
sampai menitikkan air mata.
"Boleh kami menjumpai Maria sekali lagi, Sus
ter?" tanyanya lirih.
Heran. Ketika gadis itu pertama kali masuk ke
kelas mereka, dia jadi bulan-bulanan seluruh kelas.
Tetapi kini ketika dia hampir meninggalkan sekolah
nya, mereka sedih.
"Kami kehilangan Maria, Suster!" seru Rena frus
trasi. Sebagian karena benar-benar dia kehilangan
seorang teman. Sebagian lagi karena kehilangan ham
burger gratis.
"Saya rasa ayahnya tidak mengizinkan kalian da
tang ke rumah," kata Suster Cecilia murung.
Bab 11
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd146 146 11/17/2009 8:59:32 AM147
"Bagaimana kalau Maria datang ke sekolah un
tuk terakhir kalinya, Suster?" pinta Nurul yang pa
ling kreatif. "Kita bikin pesta perpisahan!"
"Barangkali tidak usah pesta," sahut kepala se
kolah itu lambat-lambat. "Kalau sekadar mengucap
kan salam perpisahan kepada guru-gurunya, mung
kin ayahnya mengizinkan."
Usul itu segera disambut para guru. Bu Harti
malah menyokong dengan bersemangat.
"Biar saya yang minta, Suster," katanya memo
hon. "Barangkali Pak Handoyo masih ingat saya.
Saya yang menjemput beliau ke UGD."
"Tolong minta Pak Handoyo menemui saya, Bu
Har," ujar Suster Cecilia sambil menghela napas.
"Mungkin saya bisa melunakkan hatinya."
"Saya minta jaminan Suster dan para guru," sa hut
Pak Handoyo datar. "Jangan sampai Maria membuat
ulah lagi."
"Percayalah, Pak," sahut Bu Harti menahan ma
rah. "Kami akan menjaga Maria baik-baik."
"Pak Handoyo boleh memegang janji saya," sam
bung Suster Cecilia sabar.
"Ketika saya memutuskan untuk menyekolahkan
Maria di sini, saya juga memercayai kata-kata Sus
ter," dengus Pak Handoyo ketus. "Ternyata sekolah
ini mengecewakan saya!"
Bu Harti sudah hendak membantah. Tapi Suster
Cecilia mengedipkan matanya. Terpaksa Bu Harti
menahan diri.
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd147 147 11/17/2009 8:59:32 AM148
"Kami hanya minta Maria datang untuk meng
ucapkan salam perpisahan kepada guru-guru dan
teman-temannya. Saya kira permintaan itu wajar,
Pak. Saya berjanji akan minta Bu Harti mengantar
kan Maria pulang."
Saya akan menyerahterimakan Maria ke tangan
mu, gerutu Bu Har dalam hati.
"Baik. Tapi hanya satu jam," tukas Pak Handoyo
tegas. "Lebih dari itu, saya yang akan kemari men
jemputnya!"
??? Ketika Maria datang dua hari kemudian, guru-guru
dan teman-temannya menyambutnya dengan ter
haru.
Dalam baju biasa berwarna putih yang sangat
sederhana, bukan lagi seragam sekolah putih-abuabu, dia tampak pucat dan jauh lebih kurus.
Elita langsung memeluknya. Air matanya menitik
tanpa dapat ditahan lagi.
Maria ikut meneteskan air mata. Dan melihat
dia menangis, mata teman-temannya langsung ber
kaca-kaca.
Luna yang biasanya sinis juga terdiam. Meskipun
tidak ada air di matanya.
Nurul sengaja membawa kue. Tina memborong
minuman di kantin. Biarpun tidak diizinkan meng
adakan pesta perpisahan, mereka membuat acara perpisahan dengan cara mereka sendiri.
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd148 148 11/17/2009 8:59:32 AM149
Maria sangat terharu melihat sambutan mereka.
Rasanya air matanya tidak mau kering. Ternyata bu
kan hanya dia yang merindukan teman-temannya.
Mereka juga merindukannya.
Selama dua minggu terkapar sakit, Maria me
mang selalu membayangkan sekolahnya. Merindu
kan teman-temannya dan Guntur.
Usai jam sekolah, ketika murid-murid yang lain
sudah pulang, Elita dan teman-temannya membawa
Maria ke lapangan olahraga. Di sana mereka dudukduduk sambil mengobrol dan bergurau. Seolah-olah
mereka belum mau berpisah dengan Maria.
Sering tawa mereka berbalut air mata kalau ingat
kelucuan Maria dan kekonyolan mereka pada harihari pertama. Maria malah sudah menangis ketika
melihat tempat yang paling disukainya itu. Untung
teman-temannya yang kocak bisa menghiburnya.
Ketika Maria sedang duduk di lapangan olahraga
sambil makan kue dan minum soft drink bersama
teman-temannya, tiba-tiba dia merasa perutnya mu
las sekali.
"Maaf," keluhnya menahan sakit. "Rasanya saya
mesti ke WC dulu."
"Wah, kebanyakan minum soda, kali!" cetus Rena.
"Mencret deh dia!"
"Keracunan kue si Nurul tuh!" sela Luna. "Beli
yang murah sih! Yang udah kedaluwarsa!"
"Siapa bilang?" melotot Nurul. "Buktinya yang
lain nggak ada yang sakit perut!"
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd149 149 11/17/2009 8:59:32 AM150
"Gue anterin lu, Mar," kata Elita cemas. "Muka
lu pucat tuh!"
"Ah, nggak apa-apa, Ta. Muka saya memang ma
sih pucat. Kan baru sembuh." Bergegas Maria me
langkah ke WC. Elita mengikutinya. Tidak bisa di
larang.
"Kalau pingsan, teriak-teriak ya, Mar!" serunya
dari luar WC.
Tentu saja Elita cuma bergurau. Tetapi ketika
Maria benar-benar berteriak, dia sampai terlonjak kaget. "Lu kenapa, Mar!" teriaknya sambil menggedor
pintu.
Pintu terbuka dari dalam. Paras Maria pucat
pasi. Matanya terbelalak ketakutan.
"Tolong saya, Ta!" desahnya lirih.
"Lu kenapa?" sergah Elita bingung.
Maria menunjukkan tangannya yang bebercak
darah dengan ketakutan. Elita terkejut sekali me
lihatnya.
"Aduh, Mar! Lu batuk darah?"
Tergopoh-gopoh Elita membawa Maria ke kantor
kepala sekolah.
Dia masih berkerumun di depan kantor bersama
teman-temannya ketika beberapa menit kemudian
Suster Cecilia keluar.
"Tidak apa-apa," katanya tenang. "Maria tidak
sakit. Dia hanya mendapat haidnya yang pertama."
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd150 150 11/17/2009 8:59:32 AM151
??? "Kamu sudah diberi pembalut haid oleh Bu Har,
Maria?" tanya Suster Cecilia lembut.
Maria mengangguk. Tampaknya ada sesuatu yang
membuat pikirannya kalut.
"Kenapa kamu kelihatan bingung? Tidak ada yang
perlu dikhawatirkan. Haid hanya menyatakan tubuh
mu sudah menjelma menjadi wanita dewasa."
"Apa apa yang harus saya katakan pada Ayah,
Suster?" keluh Maria bingung.
Ayah! Cuma itu yang dipikirkannya!
"Biar saya yang bicara dengan ayahmu. Kamu
mau pulang sekarang, Maria?" tanya Suster Cecilia
sabar. "Bu Har akan mengantarkanmu pulang."
"Saya takut, Suster."
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kamu cu
ma mendapat haid. Bukan perdarahan. Sudahlah,
kita tunggu saja ayahmu datang menjemputmu. Per
gilah ngobrol dengan teman-temanmu."
Pak Handoyo datang setengah jam kemudian.
Wajahnya merah padam.
"Mengapa Maria belum pulang?" tanyanya ma
rah. "Di mana dia?"
"Maria baru mendapat haidnya yang pertama,
Pak," sahut Suster Cecilia sabar. "Karena itu dia ter
lambat pulang. Bu Har sudah memberinya pembalut
wanita."
"Hah?" Pak Handoyo terbelalak kaget. SeolahMerpati Tak Pernah...-11-14.indd151 151 11/17/2009 8:59:32 AM152
olah dia baru saja mendengar anaknya ketularan
AIDS. Padahal apa istimewanya seorang gadis re
maja mendapat haid? Itu masalah biasa. Normal.
"Wajar anak gadis mendapat haid kan, Pak?"
"Dia terlalu cepat dewasa!" sergah Pak Handoyo
kecewa.
"Tapi itu bukan salah Maria, Pak. Umurnya su


Merpati Tak Pernah Ingkar Janji Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dah enam belas tahun. Semua temannya sudah men
dapat haid."
"Artinya dia memang harus segera masuk biara."
Suster Cecilia berusaha keras tidak menampakkan
kejengkelannya.
"Beri dia kesempatan untuk memilih, Pak," pinta
Suster Cecilia. "Kita tidak boleh memaksanya. Se
mua manusia punya kehendak bebas. Kita harus
menghargai hak Maria."
"Dia juga menginginkannya," sahut Pak Handoyo
mantap. "Sejak lahir, saya telah mengembuskan te
kad itu dalam setiap helaan napasnya!"
"Saya sudah bertanya kepada Maria tadi. Benar,
dia ingin masuk biara. Tetapi sesudah lulus SMA.
Dia masih ingin sekolah. Masih ingin bergaul de
ngan teman-temannya."
"Maksud Suster dengan lelaki ini?"
Di luar dugaan, Pak Handoyo melemparkan se
buah foto ke atas meja tulis kepala sekolah itu. Foto
Maria dengan Guntur di bilik foto. Maria sedang
tersenyum kemalu-maluan. Guntur sedang menjulur
kan lidah dengan kocaknya.
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd152 152 11/17/2009 8:59:32 AM153
Bukan itu saja. Maria dalam foto itu sungguh
berbeda. Suster Cecilia sendiri hampir tidak menge
nalinya. Karena wajahnya tidak sepolos biasa. Maria
memakai make up! Dan dia tidak memakai kaca
mata.
Ketika melihat kepala sekolah itu tertegun, tidak
mampu mengucapkan sepatah kata pun, kemarahan
Pak Handoyo tambah berkobar.
"Suster juga tidak tahu, kan? Tidak menyangka
Maria sebinal itu? Dia pergi dengan lelaki! Ber
dandan seperti pelacur!"
"Bukan cuma pelacur yang berdandan, Pak Han
doyo," Suster Cecilia menghela napas panjang. "Gadisgadis biasa memakai make up di luar jam seko
lah."
"Dan biasa pacaran dengan lelaki konyol seperti
ini?"
"Mereka cuma anak-anak remaja, Pak."
"Karena itu boleh berbuat dosa?"
"Ini kan cuma foto, Pak."
"Suster mau bukti apa lagi? Anak saya jadi bejat
sejak sekolah di sini!"
"Maria kan belum terbukti melakukan kesalah
an."
"Belum terbukti?" belalak Pak Handoyo sengit.
"Dia punya bikini! Kabur dari rumah! Dan seka
rang menyembunyikan foto ini! Dia pergi dengan
lelaki! Entah apa lagi yang mereka lakukan selain
membuat foto konyol seperti ini! Saya harus me
maksa Maria mengatakannya!"
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd153 153 11/17/2009 8:59:32 AM154
"Biarkan saya yang bertanya, Pak," buru-buru
Suster Cecilia memohon. Khawatir Maria dipukul
lagi. Dipaksa mengaku.
"Tidak usah!" Suara Pak Handoyo terdengar ke
ring. "Mulai hari ini, Suster tidak perlu lagi mendi
diknya! Suster sudah gagal! Saya yang akan mendi
diknya kembali. Seperti dulu."
"Tapi mengurung Maria di rumah bukan solusi
yang bijaksana, Pak Handoyo."
"Saya akan mengurungnya sampai cukup umur
nya masuk biara! Saya tidak mau kecolongan lagi!
Hari ini dia sudah mendapat haid. Artinya dia su
dah berdiri di ambang pintu dosa!"
Suster Cecilia menghela napas berat. Dahinya
berkerut.
"Mengapa Pak Handoyo begitu takut?"
"Karena saya tidak mau jatuh dua kali dalam
dosa, Suster. Dulu saya telah mengambil milik Tu
han. Saya telah bersumpah untuk mengganti apa
yang telah saya ambil. Saya ingin memberikan milik
saya yang paling berharga untuk Tuhan."
"Kalau begitu, tidak ada lagi yang dapat saya
lakukan, Pak. Saya akan memanggil Maria."
??? "Dua puluh tahun yang lalu, ayahmu seorang pas
tor yang berwibawa, Maria." Suster Cecilia tidak segansegan duduk di tribun penonton di lapangan olah
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd154 154 11/17/2009 8:59:33 AM155
raga sekolah bersama murid-muridnya. "Dia terkenal
keras, ortodoks, tak kenal kompromi. Dia ditugasi
mengajar bahasa Latin kepada kami, para biarawati,
di biara sekolah ini."
Maria dan teman-temannya mengerumuni kepala
sekolah mereka dengan tertib.
"Tiba-tiba, ayahmu mengundurkan diri sebagai
pastor. Dan menikah dengan salah seorang di an
tara kami. Mereka pindah ke Ende. Di sana ibumu
melahirkanmu, Maria."
"Maksud Suster?" Rena ternganga heran. "Ibu
nya Maria biarawati?"
"Mantan," bisik Elita. "Kan dia menikah sama
bokapnya! Heran, komputer lu hang terus!"
"Ketika melahirkanmu, ibumu meninggal. Ayah
mu merasa sangat berdosa. Dan dia telah bersum
pah, akan menyilih dosanya dengan mempersembah
kan bayinya kepada Tuhan. Kamulah bayi itu, Maria.
Ayahmu bilang, dia telah mengambil milik Tuhan.
Dia telah bersumpah untuk mengganti apa yang
telah dia ambil."
"Kalau dia yang salah, kenapa Maria yang harus
menanggung hukumannya, Suster?" protes Nurul penasaran.
"Masuk biara bukan masuk penjara, Nurul. Bu
kan hukuman dosa."
"Tapi ayah Maria tidak berhak memaksa anaknya
menggantikan ibunya, Suster!" sergah Elita marah.
"Saya mau masuk biara, Ta," sela Maria tulus.
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd155 155 11/17/2009 8:59:33 AM156
"Saya memang ingin jadi biarawati. Tapi saya juga
masih ingin sekolah." Maria menoleh ke arah Suster
Cecilia. Tatapannya yang redup sarat dengan permo
honan. "Boleh, Suster?"
"Kalau begitu temui ayahmu. Katakan kehendak
mu, Maria. Mengenai haidmu, sudah saya ceritakan
kepada beliau. Kamu tidak usah takut lagi. Tapi
ada hal lain yang ingin ditanyakan ayahmu."
Maria menatap kepala sekolahnya dengan tegang.
"Ayahmu menemukan fotomu bersama seorang
laki-laki."
"Guntur?" cetus Rena heran. Dia saling pandang
dengan Tina.
"Kapan lu motret, Mar?" sela Nurul bingung.
"Waktu lu" Dan mendadak dia terdiam. Dia
baru ingat, di sana ada Suster Cecilia!
"Suster." Maria merintih ketakutan. "Saya cu
ma berfoto."
"Dengan teman priamu? Kamu pergi waktu ayah
mu tidak ada di rumah?"
"Mampus deh si Maria!" cetus Rena cemas.
"Tolong Maria, Suster!" pinta Elita sungguh-sung
guh. "Tolong bilang ayahnya, dia pergi bersamasama kami!"
"Kalau harus bersumpah di depannya juga kami
mau, Suster!" potong Nurul berani.
"Hus!" Endang menginjak kakinya dengan ge
mas. "Sembarangan lu main sumpah-sumpahan se
gala! Kalau jadi kodok baru rasa lu!"
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd156 156 11/17/2009 8:59:33 AM157
"Tolong, Suster." rintih Maria separuh mena
ngis. Dia meraih tangan kepala sekolahnya dan men
ciumnya.
Melihat betapa takutnya Maria, hati Suster Cecilia
tersentuh.
"Siapa lelaki itu?"
"Teman kami, Suster!" Rena yang menjawab pa
ling cepat. "Anaknya baik. Sopan. Alim. Bisa diper
caya."
"Udah! Kecapnya jangan kebanyakan!" bisik
Nurul.
"Betul kalian pergi bersama-sama?" desak Suster
Cecilia.
Semua kepala mengangguk cepat. Walaupun me
reka tidak tahu kapan Maria sempat berfoto dengan
Guntur. Tidak semua dusta itu dosa, kan? Itu pen
dapat mereka.
"Kalian langsung pulang setelah berfoto?"
Sekali lagi mereka mengangguk.
"Kalian pergi siang hari?"
Serempak murid-muridnya mengangguk.
"Pulang sekolah?"
Mengangguk lagi.
"Baik. Akan saya katakan kepada ayahmu, Maria.
Kamu tunggu saja di sini dulu."
Rena mengangguk lagi. Nurul menggebuk bahu
nya. "Kok jadi keterusan lu? Mengangguk terus kayak
burung pelatuk?"
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd157 157 11/17/2009 8:59:33 AM158
"Saya takut, Ta," Maria memeluk sahabatnya se
telah Suster Cecilia berlalu. "Saya tidak bisa ber
bohong."
"Suster Cecilia juga tidak," Elita menghela napas.
"Makanya dia memancing kita untuk berbohong!"
"Dia baik banget ya," gumam Endang. "Padahal
dia tahu kita bohong."
"Saya takut, Ta Ayah pasti menampar saya
lagi mengurung saya."
"Bokap lu emang kelewatan, Mar," geram Elita
gemas. "Kita aduin aja ke polisi, yuk!"
"Ini kan bukan perkara kriminal!" bantah Tina.
"Emangnya bokapnya nyolong ayam!"
"Tapi dia menindas anak perempuannya!"
"Mendingan kita ke LBH!" usul Rena.
"Mendingan ke rumah gue aja," cetus Elita.
"Ngumpet di rumah gue!"
"Tapi abang lu banyak, Ta!" Rena tertawa geli.
"Ntar ada yang duel!"
"Pokoknya Maria aman di rumah gue! Asal ka
lian bisa jaga rahasia!"
"Tapi sampai kapan?" keluh Tina bingung.
"Sampai kita punya cara untuk menolong Maria!"
"Nekat," gerutu Rena sambil menggaruk-garuk
telinganya.
"Ayah saya bisa ngamuk, Ta! Ayah pasti mencari
saya!"
"Lu kan nggak berani pulang?" kilah Elita. "Men
dingan biarin dulu bokap lu nenangin dirinya!"
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd158 158 11/17/2009 8:59:33 AM159
"Atau tambah ngamuk!" sambung Endang.
"Pokoknya kita harus melindungi Maria!" ber
keras Elita. "Dengan cara apa pun!"
"Kasihan kalau ayah saya mencari saya ke manamana, Ta" desah Maria bingung.
"Gampang! Tulis saja sms!"
"Ayah tidak punya HP."
"Tulis surat!"
"Saya tidak bisa"
"Gue yang tulis!"
"Tapi Suster Cecilia bisa marah, Ta!" protes Tina
gentar. "Masa kita culik Maria?"
"Lu tega dia dikerjain bokapnya?" melotot Elita.
"Ayo deh, cepetan! Kita cari bajaj! Pergi ke rumah
gue, Mar. Ntar gue telepon ke rumah. Udah ada
yang nunggu lu di sana. Nggak usah takut!"
"Nekat," keluh Rena sekali lagi. "Cari mati."
??? Suster Cecilia marah sekali ketika tidak menemukan
Maria.
"Dia kabur, Suster," jawab Elita gagah. "Takut
sama ayahnya."
"Tidak mungkin," desis Suster Cecilia menahan
marah. "Ini pasti ulah kalian!"
Tetapi karena kelima gadis itu tidak ada yang
mengaku, mereka diancam akan diskors.
"Sampai kalian mengembalikan Maria," kata Sus
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd159 159 11/17/2009 8:59:33 AM160
ter Cecilia tegas. "Saya tahu kalian kasihan kepada
nya. Tapi bukan begini caranya! Kalian membuat
malu saya. Membuat malu sekolah kita!"
Hati-hati Elita menyodorkan surat Maria.
"Untuk ayahnya, Suster," katanya takut-takut.
Suster Cecilia merampas surat itu dengan kasar.
Langsung dibacanya.
"Suatu hari saya akan kembali, Ayah. Saya akan
menepati janji saya."
"Ini bukan tulisan Maria," geram Suster Cecilia
kesal. "Dan bukan kata-katanya. Suruh Maria kem
bali ke rumah sore ini juga. Lebih dari itu, bukan
hanya Maria yang menyesal. Kalian juga."
"Mati gue," keluh Rena setelah Suster Cecilia
pergi dengan marah. "Kenapa jadi gue yang dihu
kum?"
"Demi Maria," kata Elita tegas. "Kita mesti ber
korban!"
"Tapi bokap gue bisa ngamuk kalau tahu gue
diskors, Ta!" gumam Tina ketakutan.


Merpati Tak Pernah Ingkar Janji Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Gue mau nyerah aja, Ta," menimpali Endang.
Sama takutnya.
"Nyerah gimana? Lu mau ngadu? Awas ya!"
ancam Elita galak.
"Kita mau ngumpetin Maria sampai kapan, Ta?"
desah Nurul. "Gue rasa lu terlalu emosi."
"Gue mau minta pendapat bokap gue."
"Pasti bokap lu suruh kembaliin. Dia kan nggak
mau dituduh nyulik anak perawan orang?"
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd160 160 11/17/2009 8:59:33 AM161
Dan dugaan Tina tidak meleset. Ayah Elita tidak
mengusir Maria. Dia mengizinkan teman anaknya
yang agak aneh itu bermalam di rumahnya. Tetapi
besok dia harus dikembalikan kepada orangtua
nya. "Segalak-galaknya ayahnya, dia tidak bakal mem
bunuh anak kandungnya sendiri, Elita. Dia pasti menyayangi anaknya. Dengan caranya sendiri. Kadangkadang, orang lain tidak mengerti."
"Jadi cuma malam ini lu bisa tinggal di rumah
gue, Mar," keluh Elita penuh sesal sore itu. "Nggak
apa-apa, ya?"
"Nggak apa-apa, Ta," sahut Maria sabar. "Tidak
adil membawa kalian ikut susah dalam masalah pri
badi saya."
"Lho! Itu gunanya teman, Mar!"
"Saya tahu," Maria tersenyum lirih. "Persahabatan
kalian adalah anugerah besar dari Tuhan untuk sa
ya."
"Lu nggak takut ketemu bokap lu besok? Kalau
lu mau, kita bisa ikut."
"Tidak usah. Saya memang takut. Tapi saya tidak
bisa melarikan diri terus."
"Udah deh, itu urusan besok! Malam ini lu bisa
tidur di kamar gue. Kita ngobrol semalaman. Lu
bisa telepon Guntur juga. Pokoknya malam ini, lu
bisa kerjain apa aja yang lu mau."
Tetapi sebelum malam tiba, terjadi hal yang ti
dak disangka-sangka.
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd161 161 11/17/2009 8:59:33 AM162
"ANAK muda itu bernama Guntur," kata Suster
Cecilia kepada Pak Handoyo yang masih menunggu
di kantor dengan marah. "Dia anak yang baik. Ter
pelajar. Sopan."
"Saya tidak peduli! Saya tidak suka Maria pergi
dengan lelaki!"
"Mereka pergi bersama-sama teman-teman Maria.
Pulang sekolah."
"Maria tidak boleh pergi ke mana-mana! Apalagi
tanpa minta izin saya lebih dulu!"
"Waktu itu Bapak tidak ada."
"Dia harus menunggu saya pulang! Sekarang di
mana Maria?"
"Saya mengizinkan dia pergi sebentar bersama
teman-temannya. Mereka akan mengantarkan Maria
pulang ke rumah nanti sore."
Bab 12
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd162 162 11/17/2009 8:59:33 AM163
"Tidak bisa begitu! Suster lancang memberi izin
tanpa bertanya kepada saya lebih dulu!" geram Pak
Handoyo sengit.
"Sampai hari ini, Maria masih murid saya."
"Saya benar-benar kecewa! Ternyata sekolah ini
tidak sebaik yang saya sangka!"
"Mungkin hanya Pak Handoyo yang berpendapat
demikian."
"Saya minta Maria pulang sekarang juga!"
"Saya berjanji akan mengembalikannya. Kalau
perlu, saya minta Bu Harti ikut mengantarkan
nya."
"Suster yang bertanggung jawab kalau ada apaapa!"
"Baik. Saya yang bertanggung jawab. Pak Handoyo
pulang saja. Tunggu Maria di rumah. Tapi saya min
ta, dia jangan dimarahi lagi. Percayalah, dia tidak
berbuat salah."
"Saya harus tahu siapa teman prianya ini! Dari
selokan mana dia berasal!"
"Guntur anak baik-baik. Anak sekolah yang so
pan. Bukan kejahatan kalau dia bergaul dengan
gadis-gadis."
"Saya perlu alamatnya!"
"Kalau alamatnya saya tidak tahu, Pak Handoyo."
"Semua ini kesalahan Suster! Suster Cecilia harus
bisa memberikan alamatnya kepada saya! Saya harus
tahu pria macam apa yang pergi dengan anak saya!
Jangan-jangan dia lelaki bejat yang tidak bermoral!"
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd163 163 11/17/2009 8:59:33 AM164
"Saya percaya pada kata-kata murid-murid saya.
Guntur pemuda baik-baik. Anak sekolah yang alim
dan sopan. Pak Handoyo boleh membuktikannya
sendiri. Tapi Bapak harus janji."
"Janji apa?"
"Kalau terbukti anak muda itu baik, alim, dan
sopan, Bapak tidak boleh memarahi Maria."
Pak Handoyo hanya mendengus. Apa hakmu
menyuruh saya berjanji? Bagaimana saya mendidik
anak saya, itu bukan urusanmu lagi!
Tetapi Suster Cecilia sudah menganggap dengus
an itu sebagai janji.
"Kalau Pak Handoyo berjanji tidak akan meng
hukum Maria, akan saya carikan alamat anak muda
itu."
Lalu Suster Cecilia mencari buku alamat muridmuridnya. Dan menghubungi Elita. Menanyakan
alamat Guntur.
"Wah, saya tidak tahu, Suster!" sanggah Elita ke
takutan.
"Mustahil kamu tidak tahu! Kamu pasti tahu
nomor HP-nya!"
"Rena yang tahu, Suster. Guntur itu teman pacar
nya."
Tapi Rena jadi kelabakan sendiri ketika melihat
nama sekolahnya di layar ponselnya.
"Mampus gue!" desisnya sambil buru-buru me
matikan HP-nya. "Kenapa jadi gue yang dicari-cari
Interpol? Emang gue punya dosa apa?"
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd164 164 11/17/2009 8:59:33 AM165
Gagal menelepon Rena, sambil menahan kesal,
Suster Cecilia menelepon Luna.
"Guntur?" desis Luna heran. Apa bukan Guntur
yang itu? Tapi Guntur yang mana lagi?
"Guntur teman kalian," sambung Suster Cecilia
tegas. "Yang pergi bersama Maria. Saya minta alamat
nya."
??? Mendengar suaranya saja Guntur sudah tahu siapa
yang datang. Siapa lagi kalau bukan Gatot dan
Tiar. Naik motor dengan knalpot terbuka. Bising
nya bukan main. Seolah-olah orang lain tidak pu
nya telinga. Atau tidak berhak menikmati ketenang
an. Padahal jam lima sore saja belum.
Guntur masih asyik di depan TV. Sedang main
game seorang diri. Dia tidak bangkit walaupun sua
ra Gatot sudah mengguntur di depan pintu.
"Ayo cabut, Tur! Tunggu apa lagi?"
Belum hilang gemanya, suara rusak Tiar sudah
menimpali di sela-sela deru motornya.
"Ada bapak-bapak cari lu nih, Tur! Lu ngutang
putauw belum bayar, ya?"
Sudah kuduga, pikir Pak Handoyo geram. Pe
muda-pemuda berandal seperti inilah teman-teman
Maria!
Jadi anak-anak muda seperti ini yang disebut
Suster Cecilia baik, alim, dan sopan?
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd165 165 11/17/2009 8:59:33 AM166
Begitu Guntur muncul di pintu, Pak Handoyo
langsung membentak.
"Kau yang bernama Guntur? Di mana Maria?"
"Galak amat!" Gatot terbelalak sambil menahan
tawa. "Lu nyulik biarawati, Tur?"
"Maria pergi lagi?" desah Guntur tanpa meng
hiraukan seloroh teman-temannya.
"Jangan pura-pura!" bentak Pak Handoyo sambil
menghampiri Guntur dengan gusar. "Lekas bilang
di mana kausembunyikan anak saya!"
"Saya tidak tahu di mana Maria, Pak," sahut
Guntur bingung. "Saya malah tidak tahu dia kabur
lagi."
"Bohong! Kau berandal yang merusak anak sa
ya!"
"Gila!" Tiar tertawa terkekeh-kekeh. "Siapa yang
lu rusak, Tur? Rupanya lu udah balik ke kebiasaan
lama, ya? Suka merusak barang?"
"Jangan main-main!" bentak Pak Handoyo sam
bil membeliak sengit ke arah Tiar. "Kalian bisa di
hukum karena menculik!"
"Saya tidak tahu ke mana Maria pergi, Pak,"
Guntur coba menenangkan Pak Handoyo. "Tapi
saya berjanji akan ikut mencarinya."
"Tidak perlu!" geram Pak Handoyo ganas. "Bi
lang saja di mana dia!"
"Saya betul-betul tidak tahu, Pak" dan Guntur
belum sempat menyudahi kata-katanya. Tinju Pak
Handoyo telah bersarang di wajahnya.
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd166 166 11/17/2009 8:59:34 AM167
Jotosannya cukup keras. Dan Guntur tidak mam
pu mengelak karena dia tidak menyangka ayah Maria
akan memukulnya.
Melihat Guntur terhuyung-huyung, Gatot tidak
dapat menahan dirinya lagi. Siapa sih orang gila ini?
Datang-datang marah-marah begitu? Memang dia
siapa? Enak saja menuduh dan memukul orang!
Gatot langsung mencabut pistol ayahnya yang
sering dibawanya ke mana-mana. Dikokangnya pe
latuknya. Dibidiknya ke arah Pak Handoyo.
Tentu saja maksudnya cuma untuk menggertak.
Kalau sedang bergaya begini, dia sering merasa diri
nya tiba-tiba menjadi Arnold Schwarzenegger.
Tetapi Pak Handoyo tidak bisa ditakut-takuti.
Apalagi oleh seorang bocah. Bukannya mundur, dia
malah maju menghampiri Gatot.
"Tembak kalau berani!" tantangnya sengit. "Biar
ada alasan untuk menjebloskan kalian ke penjara!"
Sekejap teman-temannya melihat pancaran ber
bahaya keluar dari mata Gatot.
"Jangan, Tot!" seru Tiar cemas.
Tetapi jari Gatot yang memeluk pelatuk telah
bergerak. Dan pada saat yang kritis itu, Guntur
nekat melompat menerjang Pak Handoyo.
Hanya terdengar sekali letusan. Sesudah itu se
muanya menjadi hening.
Gatot dan Tiar sama-sama terpaku di tempat.
Guntur jatuh tersungkur bersama Pak Handoyo.
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd167 167 11/17/2009 8:59:34 AM168
SENYUM Maria langsung hilang begitu dia ma
suk ke kamar Elita. Dia belum pernah melihat ruangan yang lebih berantakan dari kamar itu. Baju, bu
ku, majalah, CD, bertebaran di mana-mana.
Bukan itu saja. Dindingnya sudah hampir tidak
kelihatan lagi apa warna catnya. Penuh dengan pos
ter penyanyi, pemain band, dan bintang film. Ada
yang memakai jaket kulit. Ada yang bertelanjang
dada. Malah ada yang hampir tidak memakai apaapa. "Ta, saya boleh membersihkan kamarmu?" tanya
Maria hati-hati.
"Buat apa?" Elita tersenyum geli. "Lu kan cuma
semalam nginep di sini!"
"Tidak apa-apa. Mana sapunya?"
Bab 13
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd168 168 11/17/2009 8:59:34 AM169
"Nggak betah tidur di kandang kuda, ya?" Elita
tertawa tanpa rasa malu sedikit pun.
Maria tidak menjawab. Begitu diberi sapu, dia
langsung bekerja.
Ketika Maria sedang membersihkan kamar, se
ekor kerbau tiba-tiba menyeruduk masuk tanpa
menguak lagi.
Mereka sama-sama terperanjat.
"Astaga, Ta! Lu punya babu baru?"
"Hus!" bentak Elita sambil membeliak. "Maria
teman sekolah gue!"
"Ngapain nyapu di sini?"
"Malam ini dia tidur di kamar gue."
"Hah? Udah segede lu masih perlu nanny?"
"Jangan peduliin dia, Mar," kata Elita pada
Maria yang masih tertegun di samping ranjang. "Si
Gareng emang usil. Dia abang gue. Tapi kalau dia
usil, boleh lu cubit tuh!"
"Gue juga boleh balas cubit dia, Ta?"
"Boleh kalau mau dikemplang sapu! Udah, ke
luar sana!"
"Mana jins yang lu pinjem malam Minggu ke
marin? Pulangin dong kalau minjem!"
"Udah jadi hak milik! Siapa suruh nggak diam
bil? Udah lewat dua puluh empat jam!"
"Enak aja! Gue aduin sama Nyokap lu!"
"Idih! Cowok delapan belas tahun masih nyusu
sama Mama!"


Merpati Tak Pernah Ingkar Janji Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Boneka lu masih kurang ya, Ta?" Gareng menye
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd169 169 11/17/2009 8:59:34 AM170
ringai mengejek ke arah Maria yang sudah mulai
lagi membereskan barang-barang yang berserakan di
lantai.
Elita belum sempat menjawab ketika ponselnya
berdering. Lekas-lekas dia menyambarnya. Dan wa
jahnya berubah melihat nama Dedi tertera di la
yar. Elita sudah ingin mematikan ponselnya. Dia su
dah minta pada Dedi agar tidak meneleponnya
lagi. Sekarang dia sudah pacaran dengan Rusman.
Mau apa lagi Dedi meneleponnya?
Tetapi pada saat terakhir, Elita tidak tega. Jadi
dengan suara dingin dia menyahut malas-malasan.
"Halo, Ded."
Dan apa yang disampaikan Dedi membuat Elita
jatuh terduduk. Parasnya memucat.
??? "Guntur sedang dioperasi," kata Dedi yang sudah
menunggu mereka di ruang tunggu. "Kata dokter,
peluru terbenam di hatinya."
"Dan bokapnya si Maria?" gumam Elita li
rih. Dia melirik Maria yang sedang duduk sambil
menangis.
"Di polsek bersama Gatot dan Tiar."
"Saya harus melihat Ayah, Ta" rintih Maria ge
tir. Merpati Tak Pernah...-11-14.indd170 170 11/17/2009 8:59:34 AM171
"Bokap lu nggak apa-apa, Mar," hibur Elita se
dih. Secercah perasaan bersalah merambah ke hati
nya. "Guntur yang gawat!"
"Tapi saya harus melihat Ayah dulu, Ta. Lalu
saya akan secepatnya kembali kemari."
"Tunggu, gue telepon teman-teman dulu."
Satu per satu teman-teman mereka berdatangan
setelah ditelepon Elita. Semuanya terkejut. Semua
nya sedih. Dan semuanya memaksa Maria tinggal
di sana.
"Bokap lu nggak apa-apa," kata Rena serius. Hari
ini dia tidak bercanda. Dan lupa pada peliharaan
di perutnya. "Guntur yang mesti lu tungguin. Ka
lau lu nggak ada pada saat-saat terakhirnya, lu ba
kal nyesel seumur hidup!"
"Hus!" Johan menyenggol lengannya. "Kok ngo
mong gitu sih!"
"Rena betul, Mar," desah Elita murung. "Kayak
nya lu emang mesti tunggu di sini sampai operasi
nya si Guntur selesai."
"Dan kita tahu bagaimana nasibnya," sambung
Nurul tanpa nada bergurau.
Dan operasi itu lebih lama dari yang mereka
sangka.
"Peluru sudah berhasil dikeluarkan," kata Dokter
Suryadi dengan wajah murung. Melihat wajah dok
ter yang baru selesai mengoperasi Guntur itu saja,
Elita dan teman-temannya sudah putus asa. "Tapi
keadaannya masih kritis."
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd171 171 11/17/2009 8:59:34 AM172
"Kami boleh melihatnya, Dok?" gumam Nurul
cemas.
Dokter Suryadi menggeleng.
"Dia belum sadar. Masih di ruang pemulihan."
"Bagaimana kemungkinannya, Dok?" Johan mem
beranikan diri bertanya. "Guntur bisa sembuh,
kan?"
"Saya tidak bisa menjanjikan apa-apa. Jika dia
tidak bisa melewati masa kritisnya malam ini, tidak
ada harapan lagi."
Maria menutup wajahnya sambil menangis. Elita
dan teman-temannya saling pandang dengan mata
berkaca-kaca.
"Semua salah kita," desah Elita dengan penuh
penyesalan.
"Bukan salahmu, Ta," hibur Rusman. "Guntur
mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan ayah
Maria. Pada saat-saat terakhir, dia telah membukti
kan kejantanannya."
"Iya," gumam Rena pahit. "Guntur nggak mati
percuma."
"Rena!" Nurul melotot kesal.
"Gue cuma ngomong apa adanya!" Rena mem
bela diri.
"Tapi jangan ngomongin mati melulu dong! Apa
lagi di depan Maria!"
Maria memang sedang menangis. Elita merangkul
nya dengan mata berkaca-kaca. Dia menyesal sekali.
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd172 172 11/17/2009 8:59:34 AM173
Kalau bukan karena usulnya kalau bukan karena
ulahnya Guntur tidak mati!
"Maafin gue, Mar" bisiknya lirih.
Tetapi Maria seperti tidak mendengar apa-apa.
Dia sedang membayangkan pemuda tampan itu. Pe
muda ganteng yang belum lama mengisi hidupnya,
tapi yang keberadaannya sudah sangat berarti.
"Selamat, Maria!" terngiang kembali di telinganya
kata-kata Guntur yang pertama. "Boleh lihat kaki
mu?"
"Kamu cantik!" katanya di pesta ulang tahun Rena.
Anak muda yang periang. Gesit. Energik. Seka
rang dia terkapar dalam bayang-bayang kematian!
O, maut! Mengapa kaucengkeramkan kukumu
justru pada saat keinsafan hampir menyapa?
Guntur memang pemuda berandal. Dia gemar
mempermainkan gadis-gadis. Termasuk Maria. Di
jadikannya Maria objek taruhan. Penipuan. Tapi
pada saat terakhir, dia kelihatannya menyesal.
"Jangan ganggu dia!" bentaknya kepada temantemannya. Saat itu Maria sudah ketakutan sekali.
Dia merasa tidak berdaya dalam cengkeraman tiga
orang cowok berandal. "Maria bukan cewek buat
kita!"
Kalau saat itu Guntur mau, Maria tidak bisa mem
bayangkan apa yang terjadi! Tetapi pada saat ter
akhir, dia mengubah rencananya. Dia membatalkan
niat jahatnya. Dia tidak tega mengganggu Maria.
Dan mengantarkannya pulang.
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd173 173 11/17/2009 8:59:34 AM174
Hari ini, dia membuktikan dirinya bukan pemu
da berandal yang tidak berguna. Dia mengorbankan
dirinya untuk menyelamatkan orang lain!
"Pada saat-saat terakhir, dia telah membuktikan
kejantanannya," kata Rusman.
Dan sekarang Guntur berada dalam keadaan an
tara hidup dan mati!
"Jika dia tidak bisa melewati masa kritisnya ma
lam ini, tidak ada harapan lagi."
Guntur mengorbankan dirinya untuk menyelamat
kan ayahnya. Justru pada saat Ayah hendak meng
hajarnya. Menghukumnya untuk sesuatu yang tidak
pernah dilakukannya!
O, Ayah! Ayah! Belum puaskah Ayah memorak
porandakan hidupku? Mengapa harus Ayah renggut
satu-satunya pria dalam hidupku?
"Tiar bilang, bokapnya si Maria menuduh Guntur
menculik anaknya," kata Dedi muram. "Dia memu
kul Guntur. Makanya Gatot menembaknya."
Mengapa Ayah tidak bertanya secara baik-baik?
Mengapa Ayah selalu bertindak impulsif? Mengapa
Ayah tidak pernah memercayai orang lain?
Biasanya dia hanya menyiksa Maria. Mengatur
nya. Menuduhnya. Menghukumnya. Itu yang di
lakukannya sejak Maria kecil. Seolah-olah Maria
adalah tempat pelariannya untuk menghukum diri
nya sendiri.
"Kalau dia yang salah, kenapa Maria yang harus
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd174 174 11/17/2009 8:59:34 AM175
menanggung hukumannya, Suster?" pertanyaan Nurul
terngiang kembali di telinganya.
Dan untuk pertama kalinya jiwa Maria memberon
tak. Justru pada saat dia hampir kehilangan laki-laki
yang diam-diam dicintainya.
Nurul benar. Jika ayahnya yang bersalah, jika
Ayah yang merampas milik Tuhan, mengapa dia
yang harus membayar utangnya?
Dan Ayah tidak pernah memintanya secara baikbaik. Ayah memaksanya! Bahkan Ayah tidak pernah
menjelaskan alasannya sama sekali. Tidak menjelas
kan mengapa dia harus membayar utang ayahnya
kepada Tuhan!
Tiap orang diberi kehendak bebas, kata Suster
Cecilia. Mengapa dia tidak?
Jika Tuhan saja memberikan hak itu kepadanya,
Ayah atau siapa pun tidak berhak merampasnya!
Jika kamu sembuh, aku akan menemanimu se
umur hidup, Guntur, bisik Maria kepada dirinya
sendiri. Ayah atau siapa pun tidak berhak lagi me
nentukan jalan hidupku! Kata Suster Cecilia, me
nikah dan mempunyai anak sama luhurnya dengan
menjadi biarawati. Dalam kedua tugas itu, wanita
sama berharganya! Dan wanita berhak memilih!
Dalam keheningan dan kedukaan menunggu na
sib Guntur, remaja enam belas tahun itu akhirnya
menemukan identitasnya. Untuk pertama kalinya
gadis itu memiliki dirinya sendiri. Memiliki kemau
an. Memiliki tekad.
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd175 175 11/17/2009 8:59:34 AM176
??? Guntur dapat melewati malam itu. Tetapi keadaan
nya tidak membaik. Malah bertambah buruk. Dia
sudah jatuh dalam koma. Dan dipindahkan ke
ICU. Teman-temannya bergantian menungguinya. Ka
rena mereka tidak diizinkan masuk. Hanya dari ayah
Guntur mereka dapat mendengar bagaimana kondisi
terakhirnya.
"Tekanan darahnya menurun terus," gumam ayah
Guntur sedih. "Dokter khawatir ada perdarahan ba
ru di perutnya. Tapi untuk membuka lagi perutnya
dokter tidak berani. Keadaan umum Guntur sudah
sangat jelek. Kita hanya diminta menunggu."
Ayah Guntur tak dapat menahan tangisnya lagi.
"Mungkin hanya tinggal beberapa saat lagi. Dok
ter Dokter sudah sudah minta keluarga
berkumpul."
Saat itu Elita dan teman-temannya tidak dapat
menahan air matanya lagi.
"Sekarang yang penting menghibur Maria," bisik
Johan kepada Rena. "Di mana dia?"
Rena mengangkat wajahnya. Dan menoleh ke
sana kemari. Tetapi Maria sudah tidak ada.
Tidak seorang pun tahu ke mana dia pergi. Dia
menyelinap diam-diam ketika semua temannya se
dang shock mendengar nasib Guntur.
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd176 176 11/17/2009 8:59:35 AM177
??? Maria berlutut di depan altar gereja. Air mata mengalir deras ke pipinya. Tangannya disusun memben
tuk sembah di depan dadanya.
"Tolong, Tuhan," pintanya khusyuk. "Selamatkan
nyawanya! Kembalikan hidupnya!"
Tak tahu Maria sudah berapa lama dia berdoa
sambil menangis di sana. Gereja itu sepi. Tidak ada
orang pagi itu. Hanya dia. Dan Tuhan.
Maria memohon ampun karena telah berpikir
untuk menyangkal janji ayahnya. Jika dia telah di
persembahkan untuk membayar utang Ayah, dia
rela melunasinya. Dia rela masuk biara sekarang
juga.
Lalu dia melihat salib.
"Kupersembahkan seluruh hidupku sebagai ganti
hidupnya, Tuhan," bisik Maria syahdu. "Mulai de
tik ini, seluruh hidupku adalah milikmu."
Lalu dia tersungkur di kaki salib.
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd177 177 11/17/2009 8:59:35 AM178
SELESAI berdoa, Suster Maria keluar dari kapel
kecil di samping biara. Dia melangkah anggun me
nelusuri jalan setapak yang menuju ke koridor ru
mah sakit. Kerudung putihnya sekali-sekali melam
bai-lambai diterbangkan angin malam yang nakal.
Untuk memotong jalan dari biara ke rumah sa
kit, Suster Maria harus menerobos kebun yang ge
lap. Hanya dengan bantuan lampu senter di tangan
nya, dia bisa menelusuri jalan setapak itu. Memang
gelap. Sunyi pula. Tetapi Suster Maria tidak takut.
Dia sudah biasa berjalan dalam gelap. Tidak ada
yang menakutkan lagi.
Setiap malam sebelum tidur, Suster Maria akan
mengontrol sekali lagi rumah sakit yang dikelolanya.
Rumah sakit kecil tipe D. Milik sebuah yayasan Ka
tolik yang dipercayakan kepadanya. Memiliki lima
Bab 14
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd178 178 11/17/2009 8:59:35 AM179
puluh tempat tidur. Enam orang dokter, empat dok
ter spesialis, dan dua puluh lima tenaga perawat
yang bertugas bergantian.
Memang bukan rumah sakit yang komplet per
alatannya. Bukan rumah sakit yang hebat. Tidak
pernah masuk koran. Tidak pernah mendapat kun


Merpati Tak Pernah Ingkar Janji Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jungan pejabat.
Tetapi bagaimanapun, untuk penduduk miskin di
sekitarnya, rumah sakit itu telah menjadi berkat
tersendiri. Sesuai dengan doa Suster Maria setiap
malam.
"Jadikanlah aku alat damai sejahtera-Mu, Tuhan.
Agar di tempat keputusasaan aku membawa harap
an. Di tempat kesakitan aku membawa kesembuh
an. Di tempat dukacita aku membawa sukacita."
Selama dua belas tahun makna doa itu telah me
nyatu dengan perilaku Suster Maria sehari-hari. Bu
kan hanya pada saat dia mengabdi Tuhan di biaranya
yang sepi. Tapi juga pada saat dia merawat dan men
dampingi pasiennya di rumah sakit yang sibuk.
"Selamat malam, Suster Maria!" sapa Pak Matias
yang punya pos tetap, di ranjang paling ujung de
kat pintu bangsal.
Sudah berminggu-minggu Pak Matias dirawat di
sini. Sejak keluarganya tidak mampu lagi membiayai
pengobatan penyakit TBC-nya yang sudah parah.
Puskesmas memang memberikan pelayanan dan
obat-obatan gratis. Tapi untuk pasien TBC parah
dengan komplikasi abses paru seperti Pak Matias,
diperlukan perawatan di rumah sakit.
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd179 179 11/17/2009 8:59:35 AM180
Dan setelah mengantarkan Pak Matias ke sana,
istrinya tidak pernah muncul lagi. Rumah mereka
jauh. Biaya transportasi ke rumah sakit cukup be
rat. Belum lagi kalau harus membayar ongkos pe
rawatan.
Jadi bersama beberapa orang pasien telantar lain,
Pak Matias sudah menjadi inventaris rumah sakit
itu. Setiap kali Suster Maria lewat, Pak Matias-lah
yang pertama kali melihatnya. Dan pertama kali
pula menyapanya.
Suster Maria akan meluangkan waktu untuk ber
henti sebentar di sana. Mengobrol dan menghibur
pasien sebatang kara yang semangat hidupnya sudah
tidak sepadan lagi dengan kondisi fisiknya itu.
"Anginnya kencang sekali ya, Suster. Nanti ma
lam pasti hujan lebat."
"Pak Matias kedinginan?"
Suster Maria menatap dada tipis yang hanya ber
balut selembar sarung itu dengan iba. Seandainya
saja dia punya uang untuk membelikan orang tua
ini sehelai baju hangat!
Ah, jangankan pakaian, untuk membeli obatobatan pun rumah sakit ini sudah hampir kewalah
an! Bahkan beberapa bagian bangunan rumah sakit
sudah rusak dan perlu perbaikan. Tidak jarang ka
lau turun hujan lebat, perawat harus menempatkan
ember di bawah atap yang bocor.
Biaya renovasi sangat besar. Sudah beberapa kali
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd180 180 11/17/2009 8:59:35 AM181
Suster Maria mengajukan proposal yang dibuat
dokter kepala rumah sakit untuk perbaikan. Tetapi
sampai sekarang belum ditanggapi. Padahal rumah
sakit itu cukup potensial. Banyak korban kecelakaan
yang diangkut ke sana. Bukan hanya orang sakit.
"Tidak apa-apa, Suster," sahut Pak Matias dengan
ketabahan yang kadang-kadang membuat Suster
Maria terharu. "Sudah biasa. Suster sendiri tidak
kedinginan?"
"Ah, baju saya kan panjang. Pakai kerudung, la
gi."
"Dulu Suster punya mantel. Sudah lama saya ti
dak lihat Suster memakainya."
Suster Maria cuma tersenyum. Dia sudah lupa
kepada siapa mantel itu diberikannya.
"Suster Maria!" seru Suster Veronika dari pintu
bangsal. "Pak Zacharias, Suster!"
Cepat-cepat Suster Maria mengikuti Suster Veronika.
Langkahnya amat tergesa-gesa.
Dia sudah tahu arti panggilan semacam itu. Se
orang pasien telah bersiap-siap untuk mengucapkan
selamat tinggal kepada dunia. Kepada penyakitnya
juga.
Dan Suster Maria harus berada di sisi pasien itu.
Harus menemaninya sampai suatu saat dia tidak
mungkin ditemani lagi.
Si pasien harus berjalan seorang diri ke suatu
tempat yang tidak dikenalnya. Hanya doa Suster
Maria yang dapat menyertainya. Karena pastor yang
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd181 181 11/17/2009 8:59:35 AM182
dipanggil kadang-kadang terlambat datang untuk
memberikan sakramen terakhir.
??? Malam itu benar-benar malam yang amat sibuk.
Hujan turun dengan lebatnya seperti yang telah diramalkan oleh Pak Matias. Begitu derasnya arus air
sampai membobolkan tanggul. Dan banjir yang
mengganas itu merobohkan sebuah jembatan yang
baru selesai diperbaiki siang tadi.
Sebuah bus yang kebetulan lewat terjerumus ke
dalam sungai. Hampir tiga puluh orang penumpang
yang terluka diangkut ke rumah sakit terdekat.
Unit Gawat Darurat menjadi luar biasa sibuk.
Ranjang yang tersedia hampir tak mampu menam
pung pasien sebanyak itu. Dokter yang tidak ber
tugas pun coba dihubungi. Tetapi dalam keadaan
hujan badai, hanya sedikit yang bisa datang.
Akhirnya terpaksa tenaga medis dan paramedis
yang ada bahu-membahu berjuang menolong dan
menyelamatkan pasien sedapat mungkin.
Suster Maria ikut sibuk. Membalut luka. Mem
berikan obat sesuai instruksi dokter. Dan memanjat
kan doa untuk pasien yang tidak tertolong lagi.
Salah seorang dari mereka adalah seorang lakilaki tua bertubuh tinggi kurus dengan kumis dan
jenggot lebat, yang sudah koma.
Ketika Suster Maria sedang membersihkan darah
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd182 182 11/17/2009 8:59:35 AM183
yang melumuri wajahnya, dia baru mengenali kor
ban itu. Sekejap dia tertegun kaku.
"Ayah?" bisiknya dengan bibir gemetar.
Benarkah korban itu ayahnya? Dua belas tahun
Maria tidak pernah melihat Ayah. Sejak dia me
larikan diri dari rumah sakit ketika Guntur hampir
menemui ajalnya.
Setelah berjanji akan menyerahkan diri seutuhnya
kepada Tuhan, Maria mengembara seorang diri. Mencari biara yang mau menerimanya. Mula-mula me
mang bukan sebagai biarawati. Dia bekerja di sana.
Mula-mula sebagai pembantu juru masak biara se
lama hampir dua tahun.
Setelah dianggap dewasa dan mampu menentu
kan pilihan, dia diterima sebagai calon biarawati.
Tiga tahun kemudian dia mengucapkan kaul per
tama. Lalu setelah melalui tahun-tahun penggem
blengan yang berat, akhirnya Maria menyatakan
kaul kekal enam tahun kemudian.
Setelah menjadi biarawati, Maria ditempatkan di
sebuah biara kecil dan mengelola rumah sakit yang
sudah hampir tutup karena tidak terurus akibat mi
nimnya biaya pengelolaan. Berkat keterampilan dan
kerja keras Suster Maria, dalam enam bulan rumah
sakit itu sudah mulai berfungsi lagi. Dan pasien
mulai berdatangan dari lingkungan sekitarnya.
Selama dua belas tahun lebih, Suster Maria tidak
pernah menghubungi ayahnya. Tidak pernah meng
hubungi siapa pun. Dia seperti menghilang begitu
saja di balik dinding biara.
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd183 183 11/17/2009 8:59:35 AM184
Baru malam ini dia dapat menjumpai ayahnya
lagi. Justru pada saat Ayah sudah tidak dapat me
nyapanya lagi. Saat matanya sudah terpejam rapat.
Saat napasnya tinggal satu-satu.
Tetapi Suster Maria percaya, Ayah masih dapat
mendengar suaranya. Merasakan sentuhan tangan
nya. "Bukalah matamu, Ayah," bisik Suster Maria, le
bih menyerupai sebuah permohonan. "Tataplah anakmu sekejap saja, supaya Ayah dapat melihat, janjimu
telah menjelma menjadi kenyataan."
Dan sesaat sebelum mengembuskan napasnya yang
terakhir, pelupuk mata Pak Handoyo terbuka. Tidak
ada lagi sinar kehidupan di mata itu. Tapi bola mata
nya yang sudah tidak bergerak lagi itu menatap
anaknya. Tanpa sorot kemarahan.
Dokter menyorotkan senter ke mata Pak Handoyo.
Melihat pupilnya telah melebar dan tidak ada lagi
reaksi terhadap cahaya, dia menggeleng. Dan pindah
ke pasien lain.
Suster Maria mengatupkan pelupuk mata ayah
nya dengan lembut.
"Selamat jalan, Ayah," bisiknya tenang. "Pergilah
dalam damai menghadap Tuhan. Utang Ayah telah
saya lunasi."
Diambilnya kedua belah tangan ayahnya. Dilipat
nya baik-baik di atas perutnya. Saat itulah Suster
Maria baru melihat benda yang berada dalam geng
gaman tangan ayahnya.
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd184 184 11/17/2009 8:59:35 AM185
Hati-hati Suster Maria membuka genggaman ta
ngannya. Dan melihat liontin itu. Fotonya dua be
las tahun yang lalu berada di balik kacanya.
Itu fotonya bersama Guntur. Hanya saja Ayah
sudah menggunting bagian yang ada Guntur-nya.
Guntur memang telah menyelamatkan nyawanya.
Tetapi sampai saat terakhir, Ayah tidak mau me
lihat pemuda itu. Tidak mau mengabadikan dirinya
bersama anaknya.
Tetapi apa pun yang telah dilakukan Ayah, secer
cah keharuan merambah ke hati Suster Maria. Se
umur hidup Ayah tidak pernah menyatakan kasih
sayangnya. Tetapi pada saat kematian datang men
jemputnya, hanya foto anaknya yang berada dalam
genggamannya.
Mengapa Ayah berada di sini? Mungkinkah Ayah
sedang mencarinya? Mungkin sudah dua belas ta
hun dia mencari anaknya ke mana-mana. Pada saat
dia ha mpir menemukannya, maut keburu mengham
piri.
??? Ketika sedang mengurus jenazah ayahnya, seorang
biarawati menghampirinya.
"Suster Maria, Pak Prasetyo ingin menjumpai
Ibu Kepala Biara di sini."
"Pak Prasetyo?"
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd185 185 11/17/2009 8:59:36 AM186
"Insinyur yang membangun jembatan yang ro
boh itu. Dia sedang menunggu di depan kantor."
Suster Maria meninggalkan kesibukannya. Meng
ikuti Suster Fransiska yang sedang melangkah cepat
ke kamar kerjanya.
"Ini Suster Maria, Pak," katanya kepada seorang
pria berjaket hitam yang sedang membelakangi me
reka.
Jaket kulitnya penuh dengan bintik-bintik air hu
jan. Rambutnya pun basah meskipun di tangannya
ada sebuah topi proyek.
Penerangan di sana tidak terlalu terang. Hanya
lampu TL delapan belas watt yang menyorot dari
dalam kantor. Pemuda itu berbalik. Wajahnya mem
belakangi cahaya.
Tetapi bagaimanapun gelapnya, Suster Maria ma
sih dapat mengenalinya.
Sejenak mereka sama-sama terenyak diam. Jarak
tiga langkah di antara mereka seakan-akan menjadi
jembatan ke masa silam.
Dua belas tahun telah lewat. Tetapi Guntur ma
sih dapat mengenali gadis polos dan lugu yang kini
terbungkus dalam jubah putih yang penuh berlu
muran darah itu.
Sekejap dia ingin sekali menghambur memeluk
nya. Menumpahkan segenap kerinduannya. Tetapi
ada sesuatu yang mencegahnya. Sebuah kekuatan
yang tidak kelihatan. Tapi amat terasa memancar
dari balik jubah biarawatinya.
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd186 186 11/17/2009 8:59:36 AM187
Sesaat Guntur tidak mampu melakukan apa pun.
Dia hanya tertegun. Menatap lirih dengan rahang
terkatup rapat.
Sebaliknya Suster Maria pun langsung teringat
kepada satu-satunya pria dalam hidupnya. Pria yang
hampir saja membatalkan janji ayahnya kepada Tu
han. Hampir tiga puluh detik suasana hening mence
kam mereka. Suster Fransiska telah pergi. Bergegas
kembali ke ruang gawat darurat. Tidak ada orang
lain di sana kecuali mereka berdua.
Di luar, hujan tinggal rintik-rintik. Tak ada lagi
gelegar halilintar yang memekakkan telinga. Tak ada
lagi desau angin yang mendirikan bulu roma. Tak
ada lagi hujan deras yang mengundang petaka.
Malam telah sunyi kembali. Alam telah kembali
ke peraduannya yang temaram. Ketenangan telah
menyelimuti bumi. Dan menyelimuti hati Suster
Maria yang malam ini diguncang oleh dua pertemu


Merpati Tak Pernah Ingkar Janji Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

an yang tidak disangka-sangka.
"Tuhan menyertaimu, Guntur," sapa Suster Maria
lembut. Matanya yang tenang bagai telaga yang da
lam, menyorotkan kehangatan dan kasih Ilahi.
"Maria!" desis Guntur tidak percaya. "Berbulanbulan aku membangun jembatan di sini. Tidak ku
sangka jarak yang memisahkan kita hanya tinggal
belasan langkah!"
"Ada jarak yang tidak mungkin terseberangi lagi
di antara kita sekarang, Guntur."
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd187 187 11/17/2009 8:59:36 AM188
"Mengapa menyembunyikan dirimu, Maria? Ti
dak tahukah kamu, aku dan ayahmu masih terus
mencarimu?"
"Aku menemukan hidupku di sini."
"Dan meninggalkan aku hidup dalam kekosongan
dan kesepian di luar sana?"
"Kamu telah menemukan dirimu sendiri, Gun
tur. Aku bangga padamu."
"Kamu merawat orang sakit di sini, tapi mem
biarkan aku seorang diri ketika hidupku tinggal
dalam hitungan detik?"
"Ketika aku jatuh tersungkur di bawah kaki Tu
han," mata Suster Maria bersinar-sinar ketika mem
bayangkan janjinya dua belas tahun yang lalu, "aku
percaya Tuhan mendengar doaku."
"Kamu menukar hidupku dengan hidupmu sen
diri? Kamu mengorbankan dirimu untuk menye
lamatkan nyawaku?"
Guntur menatap biarawati itu dengan tatapan
tidak percaya. Sekarang dia tahu mengapa Maria
tiba-tiba menghilang. Mengapa dia tidak menemu
kan gadis itu ketika dia dapat membuka matanya
kembali setelah sadar dari koma.
"Hidup untuk Tuhan dan sesama manusia bukan
pengorbanan, Guntur. Itu hidup yang sangat indah."
"Dan kapan keindahan itu mewarnai hidupku
juga?"
"Jika kamu bagi hidupmu untuk orang lain."
"Kenyataannya aku telah gagal. Jembatan per
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd188 188 11/17/2009 8:59:36 AM189
tama yang kubangun ambruk. Memakan banyak
korban. Mungkin kesalahan anak buahku. Tapi aku
tetap harus bertanggung jawab."
"Masih banyak waktu untuk memperbaikinya,"
kata Suster Maria lembut. "Tuhan akan membuka
matamu. Dan kamu akan melihat apa yang bisa
kamu lakukan untuk menebus kesalahanmu."
Tidak ada lagi gambaran gadis salah tingkah
yang selalu ketakutan itu. Sebagai gantinya, tegak
di hadapannya kini sosok wanita yang anggun dan
mandiri.
Seluruh pribadinya hangat bermandikan kasih
Ilahi. Sorot matanya lembut tapi penuh kepercayaan
diri dan kasih sayang.
Ketika Guntur diantarkan meninjau keadaan ru
mah sakit itu, dan melihat apa artinya seorang Maria
bagi pasien-pasien di sini, tiba-tiba saja dia sadar,
Maria terlalu mahal jika hanya diciptakan untuk
nya. Bukan cuma Guntur seorang yang membutuhkan
dirinya. Banyak orang yang ingin berbagi penderita
an mereka dengan dia.
Ketika melihat kondisi rumah sakit yang menge
naskan itu, Guntur langsung mengajukan diri un
tuk merenovasi bangunannya.
"Terima kasih kalau Tuhan telah mengetuk pintu
hatimu."
Sebenarnya bukan Tuhan yang mengetuk pintu
hatiku, keluh Guntur dalam hati. Kamu, Maria.
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd189 189 11/17/2009 8:59:36 AM190
"Tapi kami tidak punya uang untuk membayar
jasamu."
"Aku tidak perlu dibayar."
"Kami juga tidak punya uang untuk membiayai
renovasi."
"Tidak usah dipikirkan. Akan kuusahakan se
dapat mungkin."
"Suster Maria!" panggil Suster Fransiska gugup.
"Persediaan darah golongan A kita habis!"
Suster Maria menoleh ke arah Guntur sambil
tersenyum.
"Golongan darahmu pasti A, Guntur," katanya
mantap. "Karena itu malam ini kamu dikirim Tu
han kemari."
Bukan untuk menemuimu? Guntur tersenyum pa hit. Tetapi golongan darahnya memang A. Dan kalau
Maria yang memintanya, dia rela menyumbangkan
seluruh darahnya sekalipun!
??? Sambil menunggu giliran diambil darah, Guntur
mengawasi Maria dari kejauhan. Kesibukannya ti
dak pernah berkurang. Seakan-akan dua puluh em
pat jam sehari tidak pernah cukup untuknya.
Diam-diam Guntur teringat kepada Pak Handoyo.
Di mana dia sekarang? Tahukah dia di mana anak
nya? Merpati Tak Pernah...-11-14.indd190 190 11/17/2009 8:59:36 AM191
Guntur tidak pernah melihatnya lagi sejak sore
yang naas itu. Dia menghilang setelah perkara pe
nembakan itu selesai disidangkan. Gatot memang
harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Te
tapi Pak Handoyo dibebaskan dari segala tuntut
an. Seandainya saja dia tahu, merpatinya yang dikira
nya sudah terbang lepas itu kini telah kembali ke
sarang!
Merpati memang tak pernah ingkar janji, pikir
Guntur sambil menghela napas. Menjelang petang,
dia pulang memenuhi janjinya.
Ketika mengetahui masih dibutuhkan beberapa
orang donor darah lagi, Guntur menelepon anak
buahnya. Meminta mereka datang ke rumah sakit
untuk menyumbangkan darah mereka.
"Terima kasih," Suster Maria tersenyum letih ke
tika mengetahui apa yang dilakukan Guntur. "Jika
tenagamu sudah pulih, mau melakukan satu perto
longan lagi?"
"Sebutkan saja apa permintaanmu," sahut Guntur
tegas.
"Kami hanya memiliki sebuah ambulans dan dua
mobil unit kerja. Salah satu mobil itu sudah rusak
sejak dua bulan yang lalu."
"Besok bisa kukirim montir kemari."
"Tapi kami memerlukan mobil tambahan malam
ini. Masih ada dua orang pasien yang membutuh
kan perawatan intensif yang tidak dapat dilakukan
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd191 191 11/17/2009 8:59:36 AM192
di sini. Mobilmu bisa membawa mereka ke rumah
sakit yang lebih besar?"
"Bawa saja ke mobilku."
"Kamu butuh istirahat sebentar setelah diambil
darah."
"Ada sopir yang akan menyetir mobilku. Tapi
kalau aku ikut, barangkali mereka bisa ditolong le
bih cepat."
"Betul kamu tidak keberatan?"
Apa pun akan kulakukan untukmu, sahut Guntur
dalam hati.
Dari dalam mobilnya yang sedang bergerak me
ninggalkan halaman rumah sakit, Guntur menoleh
ke belakang sekali lagi.
Bayangan putih itu masih di sana. Kerudung pu
tihnya melambai-lambai, seakan-akan mengajaknya
kembali. Dan Guntur telah bertekad untuk kembali
kemari.
Dia akan mendampingi Maria seumur hidupnya
dalam menunaikan tugasnya. Ada banyak pekerjaan
yang dapat dilakukannya di tempat terpencil ini.
Mereka memang tidak akan pernah menikah.
Tetapi Guntur percaya, tidak semua cinta harus di
akhiri dengan perkawinan.
Merpati Tak Pernah...-11-14.indd192 192 11/17/2009 8:59:36 AMMerpati Tak Pernah...-11-14.indd192 192 11/17/2009 8:59:36 AMPenerbit
PT Gramedia Pustaka Utama
Kompas Gramedia Building
Blok I, Lantai 4-5
Jl. Palmerah Barat 29-37
Jakarta 10270
www.gramedia.com
"Sialan lu, Tur!" maki Rena.
"Maria cewek pilihan Tuhan!
Dia calon biarawati, tahu nggak?
Dikutuk Tuhan, jadi monyet lu!"
Tapi Guntur tidak percaya Tuhan itu ada.
Menurut pendapatnya, Tuhan cuma imajinasi
orang-orang yang lemah dan bodoh.
Karena itu dia tetap mengejar Maria,
ke mana pun dia lari. Sampai suatu saat dia
berhasil membawa Maria ke rumahnya.
"Sekarang kamu tahu tidak ada yang bisa
dipercaya di dunia ini," kata teman Guntur
separuh mengejek. "Guntur membayarku
lima ratus ribu untuk memenangkan hatimu.
Dan malam ini, dia memenangkan lima juta
karena bisa membawamu kemari!"
Namun janji tak dapat diingkari.
Di ujung tragedi yang membalikkan
kehidupan remaja mereka, akhirnya Maria
menemukan dirinya sendiri.
Tamat
Merpati.indd 1 Merpati tak ingkar.indd 1 11/16/09 8:56:23 PM 11/17/08 5:51:09 PM
Pendekar Rajawali Sakti 153 Pemuas Nafsu Iblis Kisah Sepasang Bayangan Dewa 8 Jurus Lingkaran Dewa 2 Karya Pahlawan Tamu Aneh Bingkisan Unik Karya Qing Hong

Cari Blog Ini