Ceritasilat Novel Online

Musuh Dimalam Kabut 1

Musuh Dimalam Kabut Oei Eng Si Kenari Kuning Karya Opa Bagian 1


OEI ENG ? Si Kenari kuning
dalam
MUSUH DIMALAM KABUT
Dituturkan oleh: O.P.A.
Illustrasi oleh: SIAUW.
Diterbitkan oleh : Penerbit Merapi ? Djakarta Kota
Sumber buku : Aditya Indra Jaya
Kontributor : Awie Dermawan
OCR ? convert pdf : Andy Mull
DISCLAIMER
Kolektor E-Book adalah sebuah wadah nirlaba bagi para pecinta
Ebook untuk belajar, berdiskusi, berbagi pengetahuan dan
pengalaman.
Ebook ini dibuat sebagai salah satu upaya untuk melestarikan
buku-buku yang sudah sulit didapatkan dipasaran dari kpunahan,
dengan cara mengalih mediakan dalam bentuk digital.
Proses pemilihan buku yang dijadikan abjek alih media
diklasifikasikan berdasarkan kriteria kelangkaan, usia,maupun
kondisi fisik.
Sumber pustaka dan ketersediaan buku diperoleh dari kontribusi
para donatur dalam bentuk image/citra objek buku yang
bersangkutan, yang selanjutnya dikonversikan kedalam bentuk
teks dan dikompilasi dalam format digital sesua? kebutuhan.
Tidak ada upaya untuk meraih keuntungan finansial dari bukubuku yang dialih mediakan dalam bentuk digital ini.
Salam pustaka!
Team Kolektor Ebook
Andjing jang bertugas sebagai pendjaga malam rumah gedung itu. Andjing itu lantas
keluar dari gubuknja dan menggonggong tak henti2nja
Dari suara gonggongan itu, dapat dikenali andjing itu adalah seekor andjing herder
jang ; tinggi besar serta galak. Orang berbadan tegapitu segera mentjabut sebilah pisau
belati dari pinggangnja, untuk mendjaga serangan andjing itu.
Sekalipun kabut dimalam itu sangat tebal1 nja, andjing herder itu masih dapat
melihatorang memasuki gedung, dan orang itupundapat melihat bahwa ia sedang
berhadapan dengan seekor andjing herder jang tinggi be?sar dan galak, kemudian
terdjadilah perkelahian sengit antara andjing dengan manusia. Dengan mengandal
kepada tenaganja jang beI sar dan sebilah pisau belati ditangannja, achirnja andjing
herder itu dibikin tamat riwajatnya.
Dengan demikian, ia telah dapat memasuki gedung tanpa rintangan. Lama sekali
barulah ia keluar dari gedung dengan melompati temJ bok pagar pula, lalu berdjalan
pergi, akan ke- mudian menghilang dalam kabut jang tebal itu. Kira2 dua djam kemudian,
sebuah mobilberwarna biru muda jang mentereng, dengan berdjalan pelahan memasuki
pintu pagar ge- dung mewah itu. dan berhenti dimuka rumah. Dari dalam mobil keluar
seorang laki2 nendekgemuk jang umurnja kira2 baru 30 tahun. Iaadalah madjikan
gedung mewah itu, Tia Lok Tjie namanja, djuga mendjadi madjikan ke- nja.
bun buah2an jang terbesar dipulau Huma ini; ia berdiri disamping mobil, dengan
sangat hati2 memimpin isterinja turun dari mobil.
Isterinja itu, Ngo Gie Ling, badannja tinggi kurus, apalagi memakai sepatu tungkak
tinggi, maka sedikitnja lebih tinggi dari suaminja 2 dim lebih. Soal sepatu lungkak tinggi
ini, sering membuat suami-isteri itu ribut mulufc, ia sangat menentang sang isteri
memakai sepatu tungkak tinggi; hanja setiap kali ribut mulut, achirnja selalu fihak isteri
jang menang. Sekarang ia sudah dibikin tunduk sama sekali, bahkan mendjadi sangat
takutnja, ssperti djuga tikus ketemu kutjing.
Orang ke-3 jang keluar dari mobil jalah anak perempuan mereka, Yung Yung, jang
baru berusia kira2 12 tahun.
Ketiganja mereka memasuki gedung, setelah menjalakan lampu listrik didepan pintu,
lantas laki2 itu mementjet bel ber-ulang2.
Seorang pelajan wanita jang tidur berbaring dibangku, telah dibikin kaget oleh bunji
bel jang berde^ing njaring itu, ia mengutjak-ngutjak matanja jang masih setengah
meram, tjepat2 menghampiri madjikannja.
"Ko-ma, lajanilah nona Yung Yung supaja ia lekas tidur," perintahnja Ngo Gie Ling
de?ngan suara jang agak njaring, "Tee-ma, buatkan kami 2 tjangkir susu, dan ambilkan
biskuit jang berlapiskan gula sepiring." katanja kepada lain pelajan.Yung Yung mengikuti Ko-ma naik keatas loteng, masuk kekamarnja sendiri. Dan
Teema masuk kedapur menjeduh susu.
Suami-isteri Tja nampaknja sangat letih, mereka rebah disofa, membitjarakan soal2
remeh jang barusan mereka alami diperdjamuaii makan ulang tahun bibinja.
"Masakan a la Hok-kian jang dihidangkan malam ini sungguh enak " kata Tja Lok
Tjie, mulutnja mengunjah, seolah-olah masih merasakan lezatnja hidangan tersebut.
"Enak ? Kepalamu jang enak !" djawabnja Ngo Gie Ling, agak gemas, "masakan jang
tidak keruaii matjamnj?a, bukan seperti masakan Canton, djuga tidak mirip masakan
Hokkian, lebih2 tidak sama dengan masakan Sutjoan, membikin seleraku membual
sadja."
"Apa ija ?" dengan sorot mata jang agak tak pentjaja Tja'Lok Tjie mengawasi isterinja.
Karena ia telah saksikan sendiri bahwa isteri?nja makan lebih banjak daripada tamu2
lainnja.
"Apakah aku perlu membohongi kau ?" Ngo Gie Ling menundjukkan roman kurang
puas. "lagi pula bibimu djuga keliwat kikir, kalau man mengadakan pertundjukan wajang,
seha-_ rusnj-a dia keluarkan uang agak lebihan, untuk memanggil beberapa pemain jang
terkenal, sebaliknja dia panggil segala pemain rosokan; menonton pertundjukan
demikian, tjuma2 me-' rusak mataku sadja !"
"Mengapa kau tidak mengatakannja tadi ?" tanja Tja Lok Tjie jang agak menuruti
kehendak isterinja, "kita sebetulnja boleh pulang siang2, tak perlu menonton sampai
pertundjuk?an habis !"
"Kau sudah mau mampus ? Apakah kau sengadja menentang aku ?" kata Ngo Gie
Ling, dari kurang puas berobah mendjadi marah, malah sudah me-maki2nja.
"Tidak, isteriku jang baik, apa perlunja aku menentangi kau ? Kau djangan marah,
karena salah paham," Tja Lo'k Tjie buru2 meminta maaf. Ia bermaksud hendak baiki
isterinja, tapi hasilnja malah sebaliknja. "Aku maksudkan pertundjukan itu kurang
memuaskan." "Bukan hanja kurang memuaskan, bahkan sangat hiendjemukan !
Meskipun seumur hidupku belum pernah menonton wajang, aku tidak kepingin menonton
wajang jang demikian. Tapi Yung Yung tidak mau pulang, aku tidak dapat berbuat lain
daripada turuti kehendaknja !"
Tidak perduli siapa jang tidak mau pulang, baik anaknja maupun isterinja,
pertundjukan wajang itu toh ditonton djuga sampai achir, dan semua urusan djuga sudah
berlalu, tidak ada perlunja dipersoalkan pula. Tapi karena hendak meredakan amarah
isterinja, mau ti?dak mau ia harus pura2 meladeninja.
"Ja, ja, anak itu memang terlalu mandja, apa jang dia kehendaki harus menurutinja,betul2 kita tidak bisa berbuat apa2 "
Pada saat itu, sopir lari masuk ter-gesa2 dengan suara gemetar ia berkata :
"Tuan, rumah ini ku ku-lihat telah terdjadi sesuatu !"
"Apa telah terdjadi ?" tanja Tja Lok Tjie dengan sikap masih tenang. "Da1am rumah
ini tak mungkin terdjadi sesuatu ?"
"Andjing kita telah dibunuh orang !"
,Betulkah ? Dimana bangkainja ?"
"Didekat tembok pekarangan sebelah selatan."
"0, itu artinja ada maling masuk kegedung ini. Lekas kita periksa seluruh gedung !"
perintahnja Tja Lok Tjie kepada sang sopir.
Hasilnja penjelidikan, tidak nampak bajangannja si maling. Sampaipun dalam kamar
tidur jang paling mewah diloteng tingkat ke-2, tempat tidurnja suami lsteri Tja Lok Tjie,
pusat tempat menjimpan harta kekajaan suami isteri Tja, diperiksanja dengan teliti,
keadaannja tetap tidak berobah, sedikitpun tidak ada tanda2 telah dimasuki maling.
"Kelihatannja, maling itu meski dapat membunuh mati andjing kita, tapi diapun telah
mendapat luka dan kabur sebelum sempat melakukan pentjurian", kata sopir itu.
"Mungkin djuga," kata Tja Lok Tjie, "kau boleh pulang dulu kegarasi untuk beristirahat.
Djika perlu, aku bisa panggil dengan bel." Setelah sopir itu berlalu, Tja Lok Tjie minta
kuntji kepada isterinja, ia memeriksa harta bendanja jang disimpan dalam lemari besi,
hatinja mendjadi lega menampak harta ben-danja raiasih tetap ada ditempat.
"Masih baik apa," kata Ngo Gie Ling sambil menguntji lemari besinja, "apapun tidak
ada jang kurang, kita sungguh2 masih beruntung!" "Masihbaik kentut," kata Ngo Gie Ling
sambil merampas kuntji lemari besi dari tangan suaminja, suaranja agak gugup, "apakah
kau tidak lihat diatas tembok kurang 3 buah pigura ?"
Tja Lok Tjie menengok keatas tembok dan betul sadja, 3 buah pigura telah hilang.
Pigura2 itu ada terisi potretnja sendiri, isterinja dan anak perempuannja. Sekarang
ternjata sudah lenjap ! Jang sangat mengherankan, maling itu sudah datang dan
memasuki kamar tidur itu, tetapi tidak mengambil barang2 jang berharga, melainkan
mentjuri pi?gura dan potret jang tidak ada harganja itu.
"Betul2 mengherankan !" Tja Lok Tjie berdiri terpaku bagaikan patung sambil memikir.
Tapi Ngo Gie Ling telah bertindak, dan dari dalam kamar mandi ia ketemukan tiga
buah katja pigura jang sudah kosong, kemudian ia berteriak dengan suara keras gemetar
seperti orang ketakutan."Lok Tjie, Lok Tjie, lekas kemari !"
Tja Lok Tjie dengan tersipu-sipu lari kekamar mandi, tampak wadj ah isterinja putjat
pasi, bibirnja masih gemetar, sepasang tangannja menekap dada, tubuhnja tidak bisa
berdiri dengan tetap.
"Kau kenapa ?" tanja sang suami.
"Pisau pisau pisauuuu "
"Pisau ?"
"Pisau ini menantjap diulu hatimu "
"Pisau menantjap diulu hatiku ?" kata Tja Lok Tjie ketakutan, "aku tidak melihat pisau,
djuga tidak melihat darah "
"Pisau ini menembusi ulu hatimu, ulu hatiku, djuga anak perempuan kita Yung Yung,
kita bertiga semua akan mati !" serunja Ngo Gie I.ing dengan ketakutan.
Tja Lok Tjie melihat-lihat dadanja sendiri,
melihat dada isterinja, tetapi tidak ada pisau jang menantjapnja, tidak sekalipun
bajangannja, ia kerutkan dahinja dan berkata :
"Isteriku jang baik, dimana ada pisau jang kau katakan itu ?"
"Itu dia jang menantjap dipintu kamar mandi !"
Tja Lok Tjie membalikkan badannja, benar sadja ia tam'pak sebilah pisau belati jang
mengkilap berkeredep menantjap dalam sekaii diatas pintu jang ditjat putih dengan
menembusi ulu hatinja potret mereka bertiga isteri dan anak.
Meskipun pisau itu menantjap diatas 3 helai potret, tapi udjung pisau berlepotan
darah'. Tja Lok Tjie seperti djuga isterinja, kedua tangannja menekap dadanja, seolaholah pisau belati itu benar2 sudah menembusi dadanja, dan darahnja sedang mengalir
keluar, wadjahnia mulai putjat, sepasang kakinja menggigil.
Achirnja, ia dapat djuga msnekan ketegangan hatinja itu, ia mendongakkan kepala
dan mengangkat dada, lalu djalan mendekati pintu dan mentjabut pisau belati jang
menantjap dipintu itu, sekarang ia dapat lihat di-tengah2 potret itu ada terselipkan
sepotong kertas jang tertulis. Itu adaLah sobekan kertas buku harian tahun jang lalu,
diatasnja masih tertjetak tanggalnja 27 Djuni, diatas kertas itu ditulis beberapa baris
huruf dengan tinta hitam jang berbunji :
,Makvm jang dViputi oleh kabut tebal.
Karena aim hcndak menepaM djandjikuMereka raelihat sebilah pisau belati jang bertjahaja menantjap dalam sekali diatas
pintu jang ditjat putih
pacta malaman berkabut jang fjetaka pada beberapa tahun jang lampau jang sama
keadaannja sep&rti wiilam ini, maka sengadja ajm datang untuk men gambit djiwa kalian
serumah tangga. Kebetidam ka?lian Udak ada dirumah, ini adalah untungmu Tebapi
nmib baik itu tidak akan bertahan lama, dalam waktu satu bulan, kalian akan satu parsatu
mati diudjuyig pisau belatiku, seperti djuga andjingmu itu "
Tertanda rrmsuhmu dimalam kabut.
"Musuh dimalam kabut "musuh dimalam ka?but " mata Tja Lok Tjie menatap
kertas
jang ada tulisannja itu dengan bengong, mulutnja tampak ber~gerak2 tap] tak
bersuara.'
Ngo Gie Ling mendekati, ia ambil kertas tu~ lisan itu dari tangan suaminja, dengan
suarajang lantang ia membatja bunjinja tulisan itu. "He, siapa itu musuh dimalam kabut
?" iaJ njanja sembari menekan perasaan takutnja."Apakah kau kenal padanja ?"
"Mungkin kenal." djawab Tja Lok T'jie,"tapi mungkin djuga tidak","."
"Sebetulnja kenal atau tidak ?" kata Ngo Gie Ling agak marah, hampir sadja ia djiwir
telinga suaminja. "Asal kau tahu dia siapa, lantas kau bisa beritahukan sahabat karibmu,
kepala detektive To Tie An untuk melakukan penangkapan dan menghukum dia".
"Ja, aku sedang memikirkan siapa orangnja tapi otakku bagaikan petjah, masih djuga
aku belum dapat menerkanja." djawab Tja Lok pint jang tak mungkin dapat melawan
andjing kita itu."
Ber-turut2 Ngo Gie Ling mengadjukan na' ma2 or.ang2 jang mungkin ada hubungannja
dengan ?malam kabut? atau pernah tersangkutatau dianiaja oleh suaminja itu, jang ia
korek2 dari ingatannja sehingga ada 10 nama2 lebih jang sudah diadjukan, tapi Tja Lok
Tjiemasih geleng2 kepalanja. Kesemuanja dianggap bukan.
"Kalau bukan mereka itu, siapakah lagi ?" tanja Ngo Gie Ling jang lantas keluar dari
kamar mandi dan kembali kekamar tidurnja sambil berpikir pulang pergi dengan hati get
lisah.
"Satupun bukan." djawab Tja Lok Tjie dan mengikuti isterinja keluar dari kamar mandi,
lantas djatuhkan dirinja diatas sebuah kursi, sepasang matanja kesap-kesip untuk
mengingat-ingat musuh jang menakutkan itu.
,Lok Tjie, aku ingat sekarang, tak salah lagi tentu dia !" berseru Ngo Gie Ling setjara jtiba2, "untung aku " ia tarik kembali kata2
?aku? itu, "untung untung Yung Yung memaksa tidak mau pulang, sehingga menonton
sampai habis pertundjukan wajang jang tidak karuan itu, djika kita pulang siang2 tentulah
djiwa kita sudah melajang semuanja "
"Siapa jang kau maksudkan dengan ?dia? itu ?"
"Oh Beng Hui, dia adalah musuh kita dima} lam kabut !"
"Oh Beng Hui ? Aku tidak kenal padanja," kata Tja Lok Tjie sambil mengawasi isterinja
dengan sorot mata bingung. "Siapa dia ?"
"Ingatanmu betul2 sudah rusak," kata Ngo Gie Ling, "dia adalah seorang jang
berbadan tegap dan tinggi besar, pemain sirkus jang baru pulang dari luar negeri. Kita
bentrok de-ngan dia diatas kapal. Apakah kau ingat sekarang ?"
"Oh ja, aku ingat sekarang," Tja Lok Tjie alihkan pandangan matanja kearah djendela,
memandang kabut tebal diluar djendela.
ITU adalah peristiwa diatas sebuah kapal pada 3 tahun jang lalu, dikala suami isteri
Tja Lok Tjie dan iparnja, Pheng Sik Lok baru pulang dari negeri Matahari terbit, ketika
ka-pal bertolak dari pelabuhan dan berlajar baru kira2 10 djam, tiba2 kabut tebal meliputi
seluruh lautan. Kapal itu tetap berlajar dengan pelahan dalam malam kabut tebal itu,
para penumpang jang duduk2, atau ngobrol diatas geladak pada bubai*an ke-masing2
kamarnja, tinggal sedikit mereka jang masih berada digeladak, untuk menikmati
pemandangan kabut tebal jang ber-gulung2 itu, memandang seluruh lautan jang diliputi
oleh kegelapan.
Suami-isteri Tja dan Pheng Sik Lok adalah 3 diantara penumpang2 jang masih berada
digeladak itu. Mereka be-rebah2an dikursi kain terpal sambil mendengarkan kisah jang
dituturkan oleh seorang penumpang setengah umiir.
Penumpang itu berbadan tegap, mengenakan badju djas flanel berwarna tjoklat, dari
warnanja dan sesaknja, dapat diduga djas itu
sudah agak tua umurnja, tjelananja kain wol warna hitam, memakai dasi kuning muda
jang disulam gambar 2 ekor matjan. Njata sekali bahwa djas dan tjelana itu dapat
dibelinja dari pendjual barang tua, dan itu dasi djuga sudah sangat kumal, sama sadja.
seperti kain lap.
Ia memperkenalkan dirinja sebagai Oh Beng Hui, seorang pemain sirkus, tengah
mengikuti sirkus jang mengadakan pertundjukan dimaj na-mana, sudah 12 tahun
lamanja ia merantau, meningalkan tempat kelahirannja, meninggalkan keluarganja. Kaliini ia mendapat perkenan madjikannja mengambil tjuti bulan, ia dalam perdjalanan
kekampung halamannja untuk tengok keluarganja.
Sikap dan pembitjaraarmja orang itu sangat lutju, ditambah pula kisah jang dituturkan
itu semua berdasar pengalamannja sendiri, makasuami-isteri Tja dan iparnja jang turut
mendengarnja djuga merasa ketarik.
Setelah selesai menuturkan pengalamannja,pembitjaraannja beralih kepada suksesnja
dii rinja sendiri.
"ketika aku turut main sirkus, keadaanku sangat miskin, hanja membawa
satubungkusan jang berisi '4 potong pakaian untuk salin hari2, setelah 12 tahun aku
bekerdja kej ras, dari pesuruh aku telah djadi pemain tetap, inilah satu2nja jang aku
dapat banggakan "
"Tuan Oh Beng Hui, kalau begitu kau seka| rang sudah mengantongi nama baik serta
membawa pulang banjak harta!" tiba2 msnjeletuk
Ngo Gie Ling memotong, suaranja njaring garing.
"Ja, semula perginja aku hanja membawa satu buntalan dan 4 potong pakaian, dan
sekarang aku membawa pulang satu tas dan 8 po?tong pakaian, diantaranja malah ada
sepotong jang masih baru sekali." Oh Beng Hui jang sudah bekerdja keras 12 tahun
lamanja, tapi keadaannja masih tetap seperti sedia kala, tetap mi skin, seperti tiidak
merasa apa2, malahan masih bisa ketawa optimises. "Terus terang sadja, kali ini aku
pulang kekampung, kartjis kelas II kapal ini, adalah merupakan sumbangan dari kawan2
sedjawat jang dibeli setjara beramai !"
"Apakah sirkus itu kurang madju, atau su-dah mengalami kerugian ?" tanja Ngo Gie
Ling dengan sorot mata ter-heran2 dan agak memandang rendah.
Setiap pertundjukan sirkus itu selalu penuh penonton, ramainja bukan main, tapi
keuntungan jang didapat, telah ditukarkan dengan daging sapi untuk binatang2 buas
jang sangat kuat makannja itu. Binatang2 buas itu gemuk2 badannja, tapi kami jang


Musuh Dimalam Kabut Oei Eng Si Kenari Kuning Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendjadi pemain hanja tinggal tulang-tulang kering sadja/? djawab Oh Beng Hui sambil
melirik beberapa kali kepada Tja Lok Tjie jang berbadan gemuk dan Pheng Sik Lok jang
berbadan tinggi dan ge?muk pula itu.
Lirikan Oh Beng Hui itu dirasakan sangat tidak enak bagi Tja Lok Tjie dan Pheng Sik
Lok. Mereka tahu benar bagaimana tjaranja mereka bisa sampai gemuk demikian rupa.
Tjie. "Terlalu banjak orang2 jang pernah ribut dengan aku "
"GobIok kau," kata Ngo Gie Ling dengan sorot mata agak masgul memandang
suaminja, "asal kau tjari kata2 , malam kabut" atau jang mempunjai sangkut pant dengan
itu, tentu kau akan ketahui orangnja."Tja Lok Tjie memikir sedjenak, kembali terbenam dalam kebingungan.
"Dalam malani kabut dimusim semi tahun jang lalu, bukankah kau pernah memukul
secrang petani jang men tjari pisang dan kemudian diusirnja dari kebunmu ? Kau lupakah
akan hal itu !"
,;Hm, tua bangka itu namanja Lo Djie, umurnja sudah 66 tahun, meski ia tidak mentjuri
makan pisang, akupun akan mengusirnja djuga. Kebetulan pada malam kabut itu ia
men?tjuri makan 3 pisang jang besar2, terpaksa aku memukul padanja dan usir dia
sekalian," kata Tja Lok Tjie, "apa kau kira tulisan diatas kertas itu jang menjebutkan
namanja ,musuh dimalam kabut" adalah si Lo Djie'itu? Tidak, tidak, tak mungkin dia. Dia
sudah tua dan hampir mati, tentu tidak mempunjai itu kekuatan untuk membunuh
andjing kita "
"Apa bukannja itu anak muda jang karena minta tambah gadji sehingga ribut mulut
de?ngan kau pada 2 tahun jang lalu, djuga diwaktu malam kabut ?"
"Anak muda itu aku sudah hadjar kakinja sehingga pintjang," djawab Tja Lok Tjie
sambil geleng2 kepalanja, "seorang jang kakinja
gaannja sendiri. "Mungkin, la sudah mengambil barang2 berharga kita dari koper kita,
kalau kita nanti kembali kekamar, harus periksa dengan teliti."
,Tak mungkin sampai begitu djauh." Pheng Sik Lok tidak sependapat.
"Loo Te, orang miskin pikirannja pendek," kata Tja Lok Tjie jang menjetudjui pikiran
isterinja, "Ku-lihat, orang itu ada kemungkinan bisa mentjuri barang kita."
"Lek Tjie," kata Ngo Gie Ling dengan tiba2, tarigannja menarik lengan suaminja,
suaranja agak tegang, "kau lihat, disana ada 2 benda berkeredepan, benda apakah itu ?"
Tja Lok Tjie memandangkan matanja kearah kemana isterinja menundjuk, tanpa
berasa ia berseru :
"Oh, Tuhan ! 2 butir berlian "
Ngo Gie Ling buru2 dengan tangannja menekap suaminja.
"Djangan ribut2 !" katanja pelaban.
,^Dua butir berlian !" Tja Lok Tjie menekan suaranja, "aku belum pernah melihat
berlian jang demikian besarnja !"
"Barangkali sebutirnja ada kira2 20-30 ka-rat !" kata Pheng Sik Lok. "Kita harus pungut
dan serahkan kepada kapten kapal, agar kapten kapal dapat mengembalikan kepada
pemiliknja ""Tolol, aku belum pernah ketemu orang setolol kau ini !" Ngo Gie Ling melihat-lihat
kedua udjung lorong kapal itu, mulutnja dimonjongkan kepada suaminja.
Tja Lok Tjie mengerti maksud isterinja, ia
membungkukkan badannja, aeolah2 sedang membetulkan tali sepatunja, matanja
menjapu kedepan dan bekelakang, menampak dalam lorcng itu ketjuali mereka bertiga,
tidak ada lain ! ?rang lagi, ia buru2 memungut 2 butir berlian itu dan dimasukkan dalam
sakunja, lalu berdij ri lagi se-olah2 tidak terdjadi apa2, akan ke] mudian berdjalan
menudju kekamarnja.
Pada saat itu, dilorong dalam kapal itu tetap sunji tidak tarnpak bajangan orang,
denganhati lega mereka satu persatu memasuki kamar11 nja dan lantas menutup
pintunja.
Pemain cirkus miskin itu tidak ada dikamarI nja, ini memberikan mereka keleluasaan
untuk bitjara.
"Kak Lok Tjie," kata Pheng Sik Lok kepada iparnja dengan suara pelahan, "meskipun
21 butir berlian itu ada benda berharga,
"Kau djangan begitu penakut^ ini adalah harta njasar, mengapa tidak diambil ? Esok
pagi kapal ini sudah akan berlabuh," kata Ngo Gie Ling dengan suara jang ditekan
serendahI rendahnja, "setelah kita mendarat, selamatlah kita !"
"Djika pemiliknja nanti mentjari sebelumnja kapal ini berlabuh, atau melaporkan
kepada kapal, bukankah berabe ?" kata Pheng Sik Lok setelah memikir sedjenak. "Kurasa lebih baik dikembalikan sadja kepada kapten kapal !"
"Djika pemiliknja mentjari, biarlah dia men?tjari, tapi djangan harap dia akan dapat
ambil kembali berlian ini." kata Ngo Gie Ling. "Lok
Tjie, serahkan barang itu kepadaku, biar aku nanti jang mengurusnja !"
Terhadap perintah isterinja, Tja Lok Tjie anggap seperti perintah Nabi, sedikitpun tidak
berani menentangnja, maka ia buru2 mengeluarkan bencla jang berkeredepan itu dari
sakunja dan diserahkan kepada isterinja.
Ngo Gig Ling sesapkan 2 butir berlian itu kedalam kondenja jang berbentuk huruf ?S?
miring, lalu ditambah dengan rupa2 tusuk konde untuk variasi, agar tidak menimbulkan
ketjurigaan, wadjahnja memperlihatkan akan kebanggaannja.
"Kalau pemiliknja mau tjari, dimana dia mau mentjarinja 7"
,Pheng Sik Lok memudji akan ketjerdikan adiknja itu, ia anggukkan kepalanja. "Bagus
betul ! Bagus betul ! Aku minta bagian sama rata dengan kalian !" katanja."Apa ? Bagian sama-rata ? Kau djangan mimpi !" djawab Ngo Gie Ling jang tamak,
barang ini aku jang ketemukan, ada hubungan apa dengan kau ?"
"Aku jang dapat lihat lebih dulu daripada kalian/? Pheng Sik Lok tjoba berkeras,
"apakah aku sudah begitu tolol, tidak bisa membungkukkan badan untuk mengambilnja
?"
"Kalau begitu mengapa tidak kau ambilnja sen dir ?"
"Sudah didahului oleh Lok Tjie, tidak perlu aku merebut dari tangannja. Biar
bagaimana kalian harus bagi separuh kepadaku !"
"Hah, barusa/n njalimu begitu ketjil tidak berani ambil, malah hendak dikembalikan
kepada kapten kapal," kata Ngo Gig Ling sambil tertawa dingin, "sekarang setelah kau
melihat aku bisa sembunjikan dengan sempurna, kau lantas mau minta bagian. Terus
terang sadja, kau djangan mimpi djangan mimpi sepuluh ribu kali djangan mimpi!"
*) "Loo-te, ini adalah harta jang dihadiahkan oleh Tuhan kepada kami," Tja Lok Tjie
ikut berdebat, ,tapi kau berkeras minta bagian, ini apa artinja ?"
Suami isteri Tja Lok Tjie memang sangat tamak, tapi Pheng Sik Lok djuga rakus,
karena 2 butir berlian itu, telah timbul perdebatan seru diantara mereka, ketika
berdebatan sampai dipuntjaknja, lantas berobaii mendjadi saling memaki, masing2 pihak
memaki pihak lawannja tidak tahu malu, serakah dsb" hampir sa?dja terdjadi
perkelahian. Achirnja, adalah Tja Lok Tjie jang mengusulkan satu tjara pemetjahan :
"Lo-te, kau mau minta bagian sama-rata, ini tidak mungkin. Karena mengingat kau
masih terhitung panr'li, baik kita bagi mendjadi 3 bagian sadja !"
Pada saat itu, dari lorong sajup2 terdengar suara orang tertawa. Mereka lantas
berhenti bertengkar, malah lantas membuka pintu kamar, menengok keluar, mereka
tampak pemain sirkus miskin, berdiri ditikungan lorong, sedang bitjara dengan seorang
penumpang setengah tua.
Tidak lama kemudian, pemain sirkus miskin
*) Loo Te ? Adikku
itu dengan masih tertawa-tawa, masuk kekamarnja.
"Apakah kalian belum tidur ?" tanja pemain sirkus itu kepada mereka.
Suami-isteri Tja itu melengos, sedikitpun tidak mau meladeni. Pheng Sik Lok masih
mau pura2 omong beberapa patah.Oh Beng Hui merasa bahwa suami-isteri Tja itu berlaku sombong dan sangat menghina
ter hadap dirinja, lantas djuga ia tidak mau ambil perduli, ia naik ditempat tidurnja untuk
tidur. Tidak lama kemudian sudah terdengar suara dengkurnja.
Mendadak, pengeras suara dilorong kapal menjiarkan pengumuman :
"Perhatian untuk semua penumpang ! Seorang Njonja penumpang kapal kami pada
sedjam jang lalu telah kehilangan 2 butir berlian. Siapa sadja jang menemukan dan
mengembalikan kepada kapten kapal pada sebelum djam 9, pemilik barang tersebut akan
menjediakan hadiah uang tunai sedjumlah 1. dolar. Djika ada orang jang menemukan
tapi tidak mengembalikannja, selewatnja djam tersebut, bila terdapat padanja dalam
penggeledahan jang akan dilakukan, akan dianggap sebagai pentjurinja."
Siaran pengumuman itu dilakukan berulang2, sehingga masuk dalam telbiganja setiap
penumpang, termasuk djuga Oh Beng Hui jang lantas terbangun dari tidurnja. Tapi dia
merasa belum pernah menemukan apa2, sudah tentu pengumuman itu tidak ada
sangkut-pautnja dengan dirinja, setelah membalikkan badannja beberapa kali, achirnja
ia tidur lagi.
Suami-isteri Tja dan Pheng Sik Lok pura2 tidak dengar, mereka saling berpandangan,
dengan senjum bangga menghadapi siaran itu.
Setengah djam telah lewat, siaran pengeras suara itu kiranja sudah bosan, sehingga
bungkam sendirinja. Tapi tidak lama kemudian, lain suara jang sangat riuh terdengar
pula dilorong kapal itu.
Ngo Gie Ling monjongkan mulutnja kepada suaminja, Tja Lok Tjie anggukkan
kepalanja, lantas keluar dari kamarnja.
Ia menampak dikedua udjung lorong kapal itu sudah diblokkir oleh polisi kapal,
siapapun dilarang lewat, ia malah dap,at lihat ada bebe?rapa anggota polisi pria dan
wanita sedang melakukan penggeledahan dikamar setiap penumpang, satu pemeriksaan
jang sangat teliti, sampaipun rambut atau konde wanita djuga diperiksa.
Sudah terang, mereka sedang mengadakan penggeledahan untuk mentjari dua butir
berlian jang hilang itu. Tja Lok Tjie berlagak bersikao atjuh tak atjuh, ia kembali
kekamarnja. Padahal sebenarnja ia tidak begitu tenang, hatinja sedang dak-dik-duk
memukul keras.
Ngo Gie Ling menampak suaminja kembali, lantas menanja dengan sorot matanja,
seperti hendak kata : "Dilorong itu ribut2 ada kedjadian apa ?"
"Urusan djadi runjam/? berbisik Tja Lok Tj?'e ditelinga isterinja, agak gelisah. "Mereka
sedang melakukan penggeledahan setiap penumpang, lekas djuga akan tiba dikamar kita
!""Biarlah mereka geledah," djawab Ngo Gie Ling dengan bisik2 pula, "mereka toh tidak
akan geledah gelungku."
"Semua anggota tubuh digeledah," kata Tja Lok Tjie, "ketjuali djika kau telan berlian
itu!"
"0, tjelaka ! Dan sekarang bagaimana ?" Ngo Gie Ling mulai bingung djuga
"Lekas serahkan padaku!" suatu pikiran kedji terlintas dipikirannja Tja Lok Tjie.
Dari kondenja Ngo Gie Ling keluarkan 2 butir berlian itu dan diserahkan kepada
suaminja. Dengan ketjepatan seperti kilat Tja Lok Tjie membuka serotan tasnja Oh Beng
Hui, dimasukkannja 2 berlian itu kedalam tas itu. Setelah ditutup rapi, lalu Tja Lok Tjie
kembali kekamarnja, membuka badjunja dan pura2 tidur. Ngo G-e Ling dan Pheng Sik
Lok djuga meniru teladannja.
Penggeledaban dilandjutkan terus, achirnja tiba gilirannja dikamar Tja Lok Tjie suamiisteri. Anggota2 polisi itu membangunkan 4 penumpang jang sedang tidur njenjak itu.
3 diantaranja sebetulnja belum tidur, mereka pura2tidak senang digeledah, mereka
protes perbuatan polisi itu. Anggota2 polisi itu sambil meminta maaf, mengutarakan
maksudnja, kemudian mulai melakukan peperiksaan.
Penggeledahan ini achirnja berhasil baik, 2 butir berlian itu diketemukan dalam tasnja
pemain sirkus jang miskln itu.
"Ah," Ngo Gie Ling jang pertama-tama berlagak berdjingkrak dan berseru dengan
suaranja jang njaring, "betul2 aku tak sangka kau jang mentjurinja ! Kami berada dalam
satu kamar dengan seorang pentjuri, benar2 sial dangkalan !"
"Aku sudah dapat lihat sedjak siang2 bahwa orang ini bukannja prang baik2,!"
membubuhi Tja Lck Tjie.
Oh Beng Hui merasakan seluruh badannja seperti dibakar api, karena ia insjaf telah
difitnah dan dianiaja orang. Dengan sangat murka ia membantah kepada polisi :
"Aku tidak menemukan atau mentjuri berlian ini "
"Kau tidak menemukan atau memungut, He? Tapi 2 butir berlian ini mengapa bisa
berada didalam tasmu ?" seorang polisi berkata sambil ketawa dingin. Menurut
penggeledahan selandjutnja ia tahu barang2 jang dibawa oleh penumpang ini sangat
sedfkit, maka ia tahu orang ini keadaannja memang sangat miskin, maka dalam batinja
sudah lantas menjangka pasti orang ini sebagai pentjurinja.
"Tadi aku kembali kekamar hendak tidur. aku tampak mereka kasak-kusuk sedang
merundingkan sesuatu agaknja. Tidak salah lagi. 2 butir berlian ini tentu mereka jang
menemukannja. Kemudian, melihat kalian mengadakan peperiksaan dengan teliti, makalantas menggunakan tempo selagi aku sedang tidur njenjak, 2 butir berlian itu
dimasukkan kedalam tasku"
"Kau maling jang tidak tahu malu, djangan sembarangan menuduh orang," kata Ngo
Gie Ling dengan suara njaring, sambil ulurkan
tangannja didepan polisi, seperti djuga hendak mengundjukkan bahwa didjari
tangannja dju?ga ada pakai 3 buah fcjintjin berlian janr meski tidak sebesar 2 berlian
jang barusan diketemukan itu, tapi djuga masih berharga. "Kami sendiri mempunjai
berlian, berapa banjaknja, aku sendiri sampai tidak dapat menghitungnja. Ada orang
hendak memberi berlian kepadaku, aku telah menolaknja, mustahil aku mentjuri barang
orang lain ?"
"Aku adalah pemilik dari kebun buah Tay Hoat dipulau Huma ini," Tja Lok Tjie
menambahkan seraja mengeluarkan surat keterangan tentang dirinja diperlihatkan
kepada polisi. "Dia adalah isteriku, dan ini tuan Pheng Sik Lok adalah hartawan besar
jang mempunjai beberapa ribu bau sawah. Kami adalah orang2 berada dan mempunjai
kedudukan baik. Kali?an tanja dia, dia orang apa ? Butir berlian ini kalau bukan dia jang
tjuri, siap.a lagi ?"
Setelah melihat keterangan mereka, polisi tahu bahwa 3 penumpang ini memang betul
orang hartawan dari pulau Huma, maka sudah tidak memberikan ketika untuk pemain
sirkus jang miskin itu membela dirinja lagi.
Pada saat itu, sekelompok penumpang jang sedang berkerumun menonton diluar
kamar, terdapat satu penumpang muda jang merasa agak kurang senang melihat sikap
jang sombong dari orang2 kaja itu.
"Siapa sebetulnj-a jang mentjuri 2 butir ber?lian itu, seharusnja dilakukan penjelidikan
jang teliti dan mendalam, tidak boleh hanja memandang dari sudut kaja dan miskin untuk
memutuskan begitu sadja setjara serampangan"
kata pemuda itu.
"Tangkap maling harus disertai barang buk tinja, sekarang barang bukti sudah
terdapat dibadannja, apa lagi jang dapat disangkal ?" Pheng Sik Lok melepas kata2 jang
tadjam.
"Kami telah ketemukan barang bukti didalam tasnja, ini sudah tjukup untuk
membuktikan dia sebagai pentjurinja." berkata sang polisi sambil mengetuarkan borgolan
untuk memborgol tangannja Oh Beng Hui, dan dibawa menghadap kep-ada kapten kapal.
"Minum air dingin dimusim saldju, setetes setetes terasa diulu hati" pepatah ini
sungguh tepat untuk menggambarkan kepedihan Oh Beng Hui diwaktu itu, sekalipun ia
meronta berteriak djuga tidak ada gunanja sama sekali, maka achirnja ia mengertek gigi,
dengan perasaan gemas ia menoieh dan berkata kepada Tja Lok Tjie suami-isteri danPheng Sik Lok : "Djika aku tidak dapat membalas sakit hati ini, aku bersumpah tidak mau
mendjadi orang lagi !"
Keesokannja tengah hari, kapal telah berlabuh dikota Nouse. Polisi kapal menjerahkan
Oh Beng Hui kepada kantor polisi setempat supaja diurus sebagaimana mestinja.
Tja Lok Tjie suami-isteri dan Pheng Sik Lok dengan lenggang naik kedarat.
Sorot m'atanja Tja Lok Tjie dari luar djendela beralih kewadjah isterinja, alisnja
dikerutkan, dengan suara lesu ia berkata :
lah main matjiok semalam suntuk, tadi pagi kami baru bisa pulang. Tak kusangka
setibanja dirumah, lantas menampak surat gertakan jang lertantjap dengan pisau belati
diatas pintu kamar tidur. Kemudian kami telah ketemukan A Tjhay dilorong sudah
mendjadi majat. Djika tadi malam Ie-ie tidak menahan kami, mungkin kami serumah
tangga sudah dihabiskan djiwanja oleh orang jang menamakan dirinja ?musuh dimalam
kabut? itu !"
"Sik Lok, apakah kau dapat menerkanja siapa gerangan jang mengaku ?musuh di
malam kabut? itu ?"
"Aku tidak mempunjai musuh, meski seorangpun, ?musuh dimalam kabut? itu dugaanku
tentulah pemain sirkus jang namanja Oh Beng Hui, jang pada 2 tahun berselang berlajar
bersama kita disatu kapal," kata Pheng Sik Lok, "aku sudah minta pertolongan To Tie An
untuk interlokal kepada kepala pendjara dikota Nouse untuk menanjakan tentang dirinja
Oh Beng Hui, telah terbukti dia betul sudah habis mendjalani hukumannja, dan telah
keluar dari pendjara setengah bulan jang lalu."
"Kala.u begitu, ?musuh dimalam kabut? itu tidak salah lagi Oh Beng Hui," kata Tja Lok
Tjie, "bangsat itu bisa menundukkan mat jam, mendjinakkan singa, malah .bisa perintah
biruang untuk membuat rupa2 pertundjukan. Selain dari itu, diapun bisa berlompatlompatan diatas udara, memang sebetulnja dia mem-punjai kepandaian tinggi dan
menakutkan. Andjingku jang galak itu, masih bukan tandingannja, apa lagi aku dan kau
? Maka kau
ingin pergi kekantor polisi untuk menemui To Tie An, minta dia supaja berusaha
menangkap bangsat itu".
"Kau tidak perlu pergi kekantor polisi lagi, dia sekarang ada dirumahku sedang
mengadakan peperiksaan. Dia telah menjanggupi dalam beberapa hari ini tentu sudah
bisa dapat menangkap Oh Beng Hui jang segera akan diusut seperlunja. Apakah kau mau
datang kemari untuk ketemui padanja ?"
"Kalau ia sudah ada dirumahmu, baiklah tolong kau sampaikan kepadanja tentang apa
jang terdjadi dirumahku, 2 peristiwa ini toh perbuatannja satu orang. Asal dalam 2-3 hari
ini'dia dapat menangkap Oh Beng Hui, maka djiwa kita akan terdjamin."Tetapi kita djangan terlalu optimis, sebelum To Tie An dapat menangkap Oh Beng
Hui, djiwa kita semuanja masih dalam keadaan bahaja "
"Loo-te, apakah kau mempunjai rentjana jang sempurna ?" tanja ja Lok Tjie.
"Paling selamat kita berdiam diri didalam rumah" kata Pheng Sik Lok, untuk sementara
akupun belum dapatkan akal jang sempurna."
MBaiklah," kata Tja Lok Tjie sangat masgul, untuk sementara kita tidak akan ke-mana2
dulu, djika ada urusan penting, kita berhubungan dengan tilpon sadja
"Baik, sampai ketemu !"
"Sampai ketemu !" balas Tja Lok Tjie.
Suami-isteri Tja setiap hari sangat berkewatir, pintu rumahnja selalu ditutup rapat2,
meski dimulutnja Ngo Gie Ling berkata demikian, tapi dalam hatinja serupa sadja
dengan anaknja, tsrhadap penghidupan jang tegang dan menjiksa batin ini. hampir sadja


Musuh Dimalam Kabut Oei Eng Si Kenari Kuning Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ia tidak tahan.
,Gie Ling," kata Tja Lok Tjie tiba2 dengan suaranja jang agak tegang, ,Apakah kau
dapat. lihat orang jang membawa pajung itu jang bendiri diudjung djalan ?"
Mata Ngo Gie dan Yung Yung ditudjukan keudjung djalan melalui katja djendela.
Mereka dapat lihat seorang laki2 berbadan tegap, mengenakan badju tua berwarna
tjoklat dan tjelana wol hitam, kepalanja memakai topi veld jang sudah tua, tangannja
memegang pajung jang sudah tua pula, mundar-mandir diudjung djalan. Topi jang
dipegangnja djuga membiki.n tertutup wadjahnja ,sehinggg, tidak dapat dilihat dengan
tegas. Bagaimana pandainja ia menutupi mukanja, tapi Ngo Gie Ling suidah lantas dapat
mengenalinja, sehingga mengeluarkan seruan tertahan :
"Aku kenal dia, pemain sirkus jang miskin Oh Beng Hui !"
"Akupun mentjurigai dia sebagai orang jang menamakan dirinja ?musuh dimalam
kabut? itu!" kata Tia Lok Tjie, "Hania aku masih beIum dapat melihat tegas wadjahnja
"
"Badju sepan berwarna tjoklat dan tjelana wol hitam serta itu dasi kuning jang
bergambar dua matjan terbang, pakaian jang dipakai dalam kapal pada 3 tahun jang lalu,
telah memberikan aku kesan jang mendalam," kata Ngo Gie Ling, "maka sekarang tidak
perlu melihat
wadjahnja, tjukup lihat dandanannja sadja, segera aku mengenali siapa orangnja.
Tjoba Kau lihat dengan teliti, badju jang dipakai itu apakah bukannja badju jang dipakai
pada 3 9 tahun berselang ?""Aku tidak dapat lihat njata," kata Tja Lok Tjie, "Apakah kau dapat lihat itu dasi kuning
jang bergambar 2 matjan terbang ?"
"Pertanjaan jang tidak masuk diakal !" dja1 wab Ngo Gie Ling, agak mendongkol dan
kua1 tir, "terpisahnja begitu djauh, bagaimana aku ? bisa lihat tegas dasinja
bergambarkan matjan atau tidak ?" II
"Ibu, apakah orang jang membawa pajung itu bukannja itu orang djahat jang hendak
membunuh kita ?" tanja Yung Yung, kedua matanja mongundjukkan rasa takutnja.
"Kau djangan takut, dia tidak berani mener1 djang masuk Tumah kita ini." Ngo Gie
Ling M menghibur anaknja. Tapi ia sendiri merasa tidak begitu pertjaja akan utjapannja
itu. Tja Lok Tjie bangun dari tempat duduknja, berdjalan menudju kelemar.i, mengambil
satukatja teropong, lalu fa kembali kedjendela dan meneropong orang jang memegang
pajung 11 jang ditjurigai itu.
Ia lihat orang itu masih tetap mundar-manI dir diudjung djalan, matanja sebentar2
melo| ngok kearah gedungnja. Achirnja ia dapat lihat orang itu menjusur djalan menudju
kea?] rah gedungnja, makin lama kelihatan makin dekat. j I
"Gie Ling, ia berdjalan kemari. Sekarang aku dapat lihat dengan tegas, orang itu
memang benar Oh Beng Hui !"
"Apakah kau dapat lihat wadjahnja ?" suara Ngo Gie Ling mulai gemetar.
"Tidak, aku hanja lihat dasinja jang bergambar sepasang mat jan terbang."
"Aku dengan memakai teropong, sudah bisa tahu bahwa dia adalah Oh Beng Hui."
"Aku malah lihat dipinggangnja ada menjelip pisau beLati dalam sarung dari kulit
hitam." "Orang tolol, apa perlunja kau melihati dia sadja ? Bukannja lekas menilpon
detektip To Tie An'!"
"Dia sudah membalik badan dan berlalu-, agaknja dia sudah berobah tndjuannja."
De?ngan teropongnja Tja Lok Tjie mengamatamati orang jang mempengaruhi djiwanja
sangat besar sekali itu.
"Kita sudah lihat dia, seharusnja memberitahukan kepada To Tie An, supaja mengirim
polisi untuk menangkapnja"
"Ia sudah membelok disatu tikungan, sekarang aku sudah tidak lihat lagi padanja," Tja
Lok Tjie se-olah2 berkata sendirian, tidak menghiraukan kata2 isterinja. "Mungkin ia
su?dah lihat semua pintu dan djendela rumah kita ditutup rapat, pendjagaan sangat
keras, tidak dapat ketika buat masuk, inaka lalu mengundurkan diri !""Dia toh bisa kembali pula," kata sang isteri jang sudah mendjadi sangat murka, ia
rampas teropong dari tangan suaminja, "mengapa kau tidak menilpon kepada "
"Ibu, Paman Sik Lok mendatangi!" Yung Yung tiba2 memotong.
Matanja suami-isteri Tja kembali ditudjukan kearah djalan, betul sadja mereka tampak
sebuah mobil Baby Austin mendatangi dari 'djalan sebelah timur. Tidak salah lagi, itu
adalah mobilnja Pheng Sik Lok.
Mobil model ketjil itu berhenti didepan rumahnja Tja Lok Tjie.
Suami-isteri Tja singkirkan semua penghalang pintu itu, dan menjilahkan Pheng Sik
Lok masuk.
?,Dalam dua hari ini apakah disini ada terdjadi apa2 lagi ?" tanja Pheng Sik Lok, jang
agaknja sangat memperhatikan.
"Tidak terdjadi apa2, tapi ?musuh dimalam kabut? kembali menampakkan diri didepan
mata kita !" djawab Tja Lok Tjie.
"Apa ija ? Dimana kalian melihatnja ?"
"Didjalan ini, dia.mundar-mandir lama se~ kali baru berlalu."
"Apakah kalian tidak salah lihat ?"
"Sedikitpun tidak bisa salah," djawab Ngp Gie Ling, tampaknja sangat djengkel, "Lok
Tjie malah memakai teropong untuk menelitinja setengah harian."
"Kalau begitu, perkara ini tjukup genting," kata Pheng Sik Lok dengan suara kurang
tenang, "tadi To Tie Ap menilpon padaku, dia telah kirim sebawahannja jang sangat
tjerdik, Pit Khing; namanja, menjaru sebagai seorang pemain akrobat, pergi kekampung
halamannja Oh Beng Hui untuk mentjari keterangan tentang dirinja. Menurut keterangan
keluarganja Oh Beng Hui, pada 10 hari berselang setelah Oh Beng Hui keluar dari
pendjara, pernah berdiam dirumah 2 hari lamanja, pada hari ketiga sudah pergi lagi tanpa
pamitan, tidak ta?bu kemana perginja. Pit Khing dapat keterangan pula, bahwa
sekeluarnja dari pendjara, Oh Beng Hui tetap mengenakan pakaian jang sepan, idjas
flanel berwarna tjoklat dan tjelana wol hitam, katanja, memang itu hanja pakaian
satu2nja."
,;.Sek-alipun dibakar sehingga mendjadi abu, badju warna tjoklat dan tjelana wol
hitam itu, aku masih dapat merigenalinja," kata Ngo Gie Ling dengan suara jang biasa
njaring, "tadi meski ia memakai pajung untuk menutupi wadjahnja tapi begitu aku dapat
lihat. lantas aku dapat kenali bahwa dia adalah Oh Beng Hui.""Pit Khing, jang tel ah menggunakan temponja jang berharga beberapa hari lamanja,
hanja dapatkan keterangan tentang pakaian jang dipakainja dan tidak dapat
menangkapnja ?" tanja Tja Lok Tjie.
"Soalnja adalah disini, oleh karena Pit Khing tidak dapat menangkap padanja, maka
antjaman bagi kita bertambah besar," kata Pheng Sik Lok, "tadi kalian tampak dia muntjul
didjalan ini, mengapa tidak lantas menilDOn kepada To Tie An ?"
"Aku djuga tidak mengerti apa maksudnja Lok Tjie," kata Ngo Gie Ling, "aku sudah
mendesak supaja dia lekas menilpon kepada To Tie An, tap! dia berlaku seperti seorang
sardjana jang sedang mempeladjari ilmu bintang, de-ngan menggunakan teropong, dia
memandang kepadanja tak henti2nja."
"ltu karena karena aku hendak dapat
kepastian dulu, dia betul2 Oh Beng Hui atauS bukan," Tja Lok Tjie mendjelaskan
sebab-mu-B sababnja mengapa ia tidak burn2 menilpon* kepada To Tie An "Tapi ketika
aku mendapatB kepastian bahwa orang itu benar Oh Beng Hui
adanja, dia sudah angkat kaki "
Ketika mereka sedang memperbintjangkan* soal itu, Yung Yung telah meninggalkan
kamar* tidur jang mewah itu, kembali kekamarnja sen-* diri hendak mengambil beberapa
djilid buku ]| batjaan.
Ia berdjalan keudj.ung lorong, setelah tiball didepan pintu kamarnja, ia lantas
mengeluar-il kan kuntji dan membuka pintu kamar, baru ll sadja ia melangkahkan kakinja,
ia dapat lihafcdjendela kamar jang menghadap ke utara, II jang tadinja tertutup rapat,
telah terbuka lebar2, angin dan air hudjan telah masuk keda-ll lam kamar. Dipinggir
djendela ada berdiri se|l orang tinggi besar jang menjeramkan, tangan orang itu
memegang pisau pendek jang meng11 keredap, kedua bidji matanja memandang paII
danja dengan buas.
Karena kagetnja, Yung Yung seperti hilang semangatnja, ia berdiri terpaku didepan
pintu sambil memandang dengan kekkna. Ia mau 4 berteriak, tetapi tidak dapat
membuka mulut;mau lari, kakinja tak mau bergerak.
"Ha ha ha " suara tertawa jang
menusuk telinga, "kau toh Yung Yung, betultidak ? Apakah kau kenal aku siapa ?"
Tjuatja sudah mulai gelap, keadaan dalamkamar sangat remeng2, Yung Yung tidak
da1 pat melihat tegas wadjahnja orang itu. Tapi ia tahu bahwa orang didepannja itu adalah
orang jang membawa pajung diudjung djalan, jang hendak membinasakan seisi rumah
tangganja.Ia berdiri menggigil, sehingga seluruh anggota tubuhnja bergontjang.
Orang tinggi besar itu memandang sebentar kepada Yung Yung, lalu madju beberapa
tindak, lantas berhenti dengan mendadak.
Pada saat .itu, angin jang agak keras meniup masuk, dan torus meniup pintu kamar
jang setengah terbuka itu, hampir tertutup, angin itu se-olah2 mendorong Yung Yung
supaja segera melarikan diri. Dengan kekuatan jang tiba2 datangnja, ia melangkahkan
kakinja keluar pintu dan lantas raenguntjinja, kemudian ia berteriak dengan suara njaring
: "Ibu ajah ! lekas kemari? Ada
orang djahat idikamarku !"
Mendengar teriakan itu, suami-isteri Tja dan Pheng Sik Lok segera menjusul. Setelah
mereka menanjakan Yung Yung sebab-sebabnja mengapa berteriak, dari lobang anak
kuntji mereka mengintip kedalam kamar. Betul sadja mereka dapat Iihat seorang jang
tinggi besar, dengan tenang dan enteng sekali melontjat djendela lalu menghilang.
Mereka menilpon kekantor polisi, To Tie An lantas membawa beberapa orang polisi
mengurung gedung keluarga Tja, tentu sadja orang tinggi besar itu sudah tidak kelihatan
bajangannja, hanja bekas kaki sadja jang masih ketinggalan.
III. DUA PENGCHIANAT DALAM RUMAH-TANGGA KELUARGA TJA
Tja Lok Tjie mengemudikan sendiri mobilnja. jang berwarna biru muda, kendaraan lari
seperti terbang didjalan umum.
Kedua tepi djalan umum itu tampak ladang jang luas tapi gundul, tidak ada
tanamannja, tidak kelihatan sebuah rumahpun, djuga tidak menampak bajangan orang.
"Lok Tjie, masih berapa lama lagi kita sampai kepesanggrahan , Penglipur Lara ?" tanja
Ngo Gie Ling jang duduk dibelakang mobil.
"Kira2 seperdja'lanan 7 atau 8 pal lagi." djawab Tja Lok Tjie.
"Kalau begitu, mobil kita, sudah berdjalan tiga ratus pal lebih."
"Ja"
"Djalan ini ada jang tinggi ada jang rendah tidak rata, perutku di-kotjok2 mobil sampai
sakit," Ngo Gie Ling mulai menggerutu, "kalau bukannja itu orang jang namakan dirinja
?musuh dimalam kabut? sedang mengantjam djiwa kita ,aku betul2 tidak sudi berkundjung
kepesanggrahan Penglipur Lara !"
"Pesanggrahan itu meski merupakan tempat kelahiranku, tapi aku lebih suka pergi
kekuburan daripada pergi kesana !" kata Tja Ik Sie jang duduk disamping Ngo Gie Ling.Ia dengan kakaknja, Tja Lok Tjie, sama2 pendek dan gemuk, wadjahnja pun mirip sat.u
sama lain, seolah2 pinang dibelah dua.
"Bu, mengapa kau tidak suka Pesanggrahan Penglipur Lara ?" tanja Liang Liang kepada
Ik Sie, ibunja. ,Liang Liang adalah seorang anak jang nakal, usianja baru 10 tahun. "Aku
dan Yung Yung paling suka kesana. Disana ?kita dapat memain dengan tidak
membosankan. Tidakkah kau sependapat dengan aku, kak Yung Yung ?" dari tempat
duduknja ia berdirl, tangannja menarik kuntjir Yung Yung jang duduk didepan bersama
ajahnja.
"Mengapa kau tarik kuntjirku ?" Yung Yung memutarkan kepadanja, merasa kurang
senang agaknja.
"Aku tcch tidak menarik kuntjirmu." Liang Liang tjoba mungkir.
"Kau tarik kuntjirku sampai kepalaku sakit bukan main/? kata Yung Yung, "kau masih
menjangkal ?"
"Aku tidak tarik, hanja menjentuh sadja." Liang Liang masih membantah.
"Kau benai'2 satu anak jang nakal, kalau tidak mau diam lagi, aku nanti petjuti kau
sampai setengah matil" Ik Sie tjomeli anaknja.
Anak nakal itu monjongkan mulutnja, tidak ber.suara lagi.
M)3bil itu didalam suasana sunji meneruskan perdj.alanannja.
"Kakak," tiba2 Ik Sie memetjahkan suasana sunji itu," setelah kita tiba dipesanggrahan
Penglipur Lara, apakah kita benar2 tidak usah merasa kuatir lagi ?"
"Tjobalah kau pikir," kata Tja Lok Tjie, orang jang menamakan dirinja ?musuh dimalam
kabut? itu, dia bisa keluar masuk idirumah kita demikian leluasanja, djiwa kita benar2
tidak terdjamin, dan orang2 polisi itu untuk
sementara masih belum dapat menyingkap padanya, maka tadi malam setelah aku
berunding bulak-balik dengan Sik Lok, ketjuali dengan setjara diam2 menjingkirkan diri
kepesanggrahan Penglipur Lara, tidak ada djalan lain jang lebih selamat lagi. Selain
daripada itu, setiap tahun dimusim kemarau memangnja kita harus kepesanggrahan itu
untuk turut sembahjang. Hanja sekarang kita datang lebih. beberapa hari sadja, maka
boleh djuga dikatakan kedatangan kita kali ini sekali gus dapat menjelesaikan dua maksud
"
"Aku sudah beberapa tahun tidak turut upatjara sembahjang, setiap kali hanja diwakili
sadja oleh Sik Lok." kata Ik Sie masih tetap dengan penjesalannja, "kalau aku melihat
biruang jang menakutkan itu dan orang biruang, dalam hatiku selalu merasa takut dan
kurang aman ""Bir.uang dan orang biruang itu toh dikera'm dalam rumah batu jang kuat," kata Tja
Lok Tjie, "mereka tidak akan membahajakan."
"Tapi aku suka tjaranja biruang berdjalan itu." Liang Liang malah sebaliknja dengan
pikiran ibunja.
Diwaktu sendja, mobil Tja Lok Tjie itu su-dah memasuki pekarangan pesanggrahan
Peng?lipur Lara.
Rumah pesanggrahan ini telah dibangun oleh ajahnja Tja Lok Tjie, Tja Lian Hu pada
30 tahun berselang, letaknja idisuatu daerah pegunungan jang mempunjai pemandangan
alam indah permai. Tja Lian Hu semasa hidupnja senang sekali berdiam dipesanggrahan
itu. Tapi anak2nja jang sudah pa'da dewasa waktu itu, tidak ada satu jang suka berdiam
ditempat jang sunji ini. satu persatu pada pindah kekota jang ramai. Maka achirnja idalam
rumah pesanggrahan itu hanja tinggal Tja Lian Hu seorang dengan beberapa pelajannja.
Dimusim kemarau pada 4 tahun berselang, Tja Lian Hu sakit keras. Ia insjaf bahwa
harta bendanja tak dapat dibawa keliang kubur, maka ia minta satu pengatjara membuat
tes-tament, sem'ua harta bendanja jang djumlahnja sangat besar itu dibagikan kepada
anak2nja, dart rumah pesanggrahan itu dengan harga murah didjual kepada kawan
karibnja, Kha Tay Siang.
Penjakitnja Tja Lian Hu kian hari bertambah berat akan achirnja meninggal idunia.
Hak milik rumah pesanggrahan itu dari tangannja Tja Lian Hu lantas berpindah
ketangan Kha Tay Siang. Tapi djenazahnja Tja Lian Hu tetap dikubur ditaman bunga
pesang?grahan tersebut, sebelumnja meninggal, ia tetapkan setiap tahun supaja
keturunannja pada berkumpul kepesanggrahan itu untuk. bersembahjang. Anak2nja
meski tidak begitu suka datang kepesanggrahan tersebut untuk menepati pesan orang
tuanja, tapi selama beberapa ta-hun itu tidak ada satu jang berani melanggar pesan itu.
Sebabnja jalah, djika tidak mau me-nepati pesan itu, tidak akan dapat bagian har-ta
peninggalannja.
Sekarang marilah kita perkenalkan siapa adanja Kha f ay Siang. Ia adalah kawan
karib?nja Tja Lian Hu. 30 tahun berselang.
Diluar dugaan telah diketemukan satu goa persemDunjian Di- ruang dan seorang
sematjam biruang jang bertubuh tegap. berkumpul dengan 5 ekor binatang itu.
Siang membawa isterinja, Yu Hui Khim, berlajar kekepulauan selatan untuk mentjari
nafkah, ia sudah tlnggal 32 tahun lamanja. mendjadi .seorang pemburu binat.ang buas
jang berpengalaman.
Pada sualu hari, anaknja Khie Leng, jang baru berusia 2 tahun, ketika sedang bsrmain
didepan rumahnja, mendadak dibawa lari oleh seekor biruang besar kedalam rimba.Kha Tay Siang dan isterinja jang berada didalam rumah mendengar suara djeritan dan
tangisan anaknja, segera lari keluar, tapi binatang buas itu sudah membawa anaknja lari
kedalam rimba.
Sang ibu berteriak-teriak dan menangis.
Sang ajah dengan tjepat masuk kedalam ru-mah untuk mengambil senapan, kemudian
lari mengedjar, tapi biruang itu sudah lari djauh, dan sebentar kemudian sudah
menghilang didalam r'mba jang lebat.
Selandjutnja, Kha Tay Siang dengan hati pedih, setiap hari keluar masuk rimba untuk
mentjari anaknja dan. biruang jang membawa lari anaknia itu, tapi sudah 2 tahun ia
mentjarinja masih beTim ketemukan djedjaknja bi-ruang itu atau tulang2 anaknja.
Sang waktu berdjalan dengan tjepatnja, ha?ri bergant: bulan, bulan berganti tahun,
tak terasa lagi 13 tahun telah berselang.
Dipermulaan tahun itu, Kha Tjay Siang de-ngan beberana kawan. membawa alat2
nemburu masuk dalam rimba jang djarang didatangi oleh manusia, untuk memburu.
Diluar dugaannja, telah diketemukan satu goa persembunjiannja biruang dan seorang
sematjam biruang jang tubuhnja tegap, bertjampuran dengan 5 ekor biruang.
Supaja tidak membikin kaget mereka, Kha Tay Siang dan kawan2nja tidak melepaskan
tembakan, dan berlalu dengan diam2 Kemudian, ia memasang djebakan disalah satu
tempat jang tersembunji. Ia bersama kawan2 menanti ditempat jang agak djauh. Dalam
tempo beberapa hari lamanja, orang serupa biruang itu benar sadja telah masuk
perangkap bersama induk biruangnja. Dipaha kaki orang biruang itu Kha Tay Siang telah
ketemukan bekas suntikan, maka ia tidak sangsikan lagi orang bi-ruang itu adalah
anaknja sendiri, Khie Leng, jang dibawa lari oleh seekor biruang pada 13 tahun berselang.
Setelah diperiksa dengan teliti, telah terbuktf benar bahwa orang biruang ini adalah Khie
Leng, dan Induk biraung itu adalah biruang jang pada 13 tahun berselang membawa lari
padanja, dan kemudian memelihara sehingga dewasa. Induk biruang itu nampaknja
sangat sa/ang kepada Khie Leng.
Kha Tay Siang telali dapat ambil kembali dari tangannja induk biruang itu, anaknja
jang telah hilang pada 13 tahun berselang, dapat dibajangkan berapa besar kegirangan
hatinja. Ia lantas bebanah' dan pulang kerumahnja de?ngan membawa Khie Leng dan
induk biruang.
Setelah kembali kekampung halamannja, Kha Tay Siang lantas pergi kepesanggrahan
Penglipur Lara untuk menemui sahabat karipnja Tja Lian Hua. Pada waktu itu Tja Lian
Hu sedang sakit keras, ia tahu bahwa anak2nja


Musuh Dimalam Kabut Oei Eng Si Kenari Kuning Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak senang bendiam dipesanggrahan itu maka lantas didjual kepada Kha Tay Siang.Sedjak itu Kha Tay Siang lantas tinggal di-pesanggrahan tersebut. Dengan sabar ia
mendidik Khie Leng, supaja bisa kembali mendjadi manusia biasa. Tapi sudah 4 tahun ia
mendiidik, hasilnja sedikit sekali, Khie Leng masih menuntut hidup seperti binatang
biruang, tidak dapat membiasakan dengan penghidupan ma?nusia biasa. Hal ini
membuat ketjewa dan sengsara hati suami-isteri Kha Tay Siang.
Suami-isteri itu meski dirundung kedukaan jang sangat besar, lagi tempat kediamannja
dan keadaan rumah tangganja itu tidak tjotjok untuk melajani sesuatu tetamu, tapi ketika
mereka tahu kedatangannja keturunan Tja Lian Hu, masih memaksakan diri untuk ketawa
dan menjambut mereka setjara selajaknja. Itulah suatu kewadjiban jang harus dan jang
telah ditetapkan oleh kedua fihak ketika membuat perdjamdjian djual beli pesanggrahan
tersebut.
Maka Tja Lok Tjie suami-isteri dan anaknja serta Pheng Sik Lok sekeluarga, dapat
berdiam dipesanggrahan itu dengan tenang dan tenteram melewatkan hari2 mereka, dan
tidakusah keluar ongkos; lagi pula berdiam ditempat jang sunji dan mempunjai
pemandangan alam jang indah permai itu, djiwa mereka djuga tidak takut ter ant jam
lagi.
Waktu satu minggu telah berlalu dengan tjeHari ke 8 tengah hari, dalam pesanggrahan
Penglipur Lara itu kembali kedatangan seorang tamu laki2 dan 4 tamu wanita. Mereka
datang
dengan berkendaraan sepeda, dalam perdjalanan ratusan pal itu, membikin mereka
nampaknja sangat letih, dan debu tebal memenuhi badju setiap orang.
Tamu laki2 itu adalah adik Tja Sam Ho, adiknja Tja Lok Sie, seorang pemuda tampan
dan gesit gerak geriknja. Satu diantara tamu warilta itu adalah anggota keluarga termuda
dari keluarga Tja, Tja Ik Tjian namanja. Ia ki.ranja kakak beradik itu sangat berbeda deJ
ngan Tja Lok Tjie dan Tja Ik Sie, mereka sa-1 ngat sederhana, tidak suka mengagulkan
keka-'; jaannja, mereka lebih suka menuntut hidup dari keringat dakinja sendiri, dan
harta peninggalan ajahnja mereka selalu gunakan untuk kexentingan amal. Maka setiap
tahun mereka datang turut bersembahjang idikuburan ajah?nja. Mereka mengambil
harta bagiannja, sebetulnja bukan untuk kepentingan mereka sen?diri.
Perbuatan mulia kedu-a saudara paling ketjil ini, selalu mendapat edjekan dari Tja
LokTjie, Tja Ik Sie dan terutama Ngo Gie Ling. Tapi asal sadja mereka datang turut
sembahjang, sudah tentu mereka dapat bagiannja. Sementara soal menggunakan uang
itu, apa jang mereka suka, siapapun tidak berhak melarangnja.
Djustru karena itu, maka Tja Lok Tjie, Tja Ik Sie dan Ngo Gie Ling s&ngat bentji sekali
terhadap kedua saudaranja itu, dianggapnja ?pengrusak keturunan? orang kaja, setiap
hari mereka menjumpahi kedua saudara itu supaja lekas mati. Sudah tentu dengan
harapan supajaharta bagiannja kedua saudara itu terdjatuh kepada mereka.
Satu tamu wanita jang lainnja jalah Tio Djie Kiok, seorang gacfis remadja,
tunangan'nja Tja Sam Ho.
Masih ada 2 tamu wanita lagi, mereka adalah Ouw Ga dan Hiang Kat kawan karibnja
Tja Ik Tjian, 2 diantara 3 pendekar wanita jang terkenal itu. Mereka dapat dengar dari
Tja Ik Tjian halnja orang biruang dirumah pesanggrahan itu, mereka sangat tertarik,
maka hari itu mereka ikut Tja Ik Tjian turut datang kepesanggrahan tersebut. Sementara
itu, In Hong jang merupakan ?otak? dan ?djiwa? dari 3 pen-dekar wanita itu, karena sesuatu
urusan, tidak dapat turut. Kha Tay Siang madjikan rumah pesanggrahan jang biasanja
mendlak kundjungan siapa pun, dihari itu, karena mesti menepati djandji, mau tidak man
harus menerima kedatangan keluarga Tja dan tamu2nja.
Seperti biasa, suami-isteri Kha Tay Siang lantas repot menjediakan hidangan untuk
pa?ra tamunja jang muda belia itu.
Hiang Kat adalah seorang gadis jang lintjah. Meskipun Tja Sam Ho dan Tja Ik Tjian
belum pemah mentjeritakan keadaan dalam rumah tangganja keluarga Tja, tapi dalam
waktu jang singkat, ketika makan Bengali hari, Hiang Kat sudah dapat tahu bahwa
mereka bertentangan paham idengan Tja Lok Tjie, Tji Ik Sie dan Ngo Gie Ling. Iapun
dapat ketahui bahwa antara tuan rumah, suami isteri ada pe'rtentangan pikiran pula
dengan keluarga Tja. Walaupun suami-isteri itu diluarnja mengudjukkan keramahan dan
wacfjah ITer-seri2, tapi keramah-j an dan tertawa jang dipaksa itu njata benar? bukan
dari hati jang wad jar.
Suami-isteri Kha sudah berusia, kurang lebih 60 tahun. Yu Hui Khim seluruh rambutnja
suJ dah putih, badannja bijngkuk, tampak njata] sekali akan ketuaannja. Kha Tay Siang
kare-1 na berbadan kuat tegap, semangatnja masihl seperti anak muda, pada lengan dan
mukanjal tanda2. tjakaran kuku binatang buas. Mungkirffl dalam bagian anggota badan
lainnja masih ter^ dapat tanda2 bekas tjakaran kuku itu, jang ti-1 dak kelihatan karena
pakaiannja. Karena ba-l njaknja bekas2 tjakaran kuku binatang wa-l djahnja nampaknja
sangat menakutkan, sam-J paipun diwaktu ketawa seram djuga nampak-1 nja.
Dalam perdjamuan makan, Ouw Ga jangj adatnja tidak sabaran suidah beberapa kali
hen-i dak buka mulut menanja Kha Tay Siang ten-1 tang halnja orang jang seperti
binatang itu, tapi setiap kali selalu ditjegah oleh Hiang Kat. 1
Setelah selesai makan, suami-isteri Kha kembali kekamarnja untuk tidur siang,
pekerdjaan melajani para tamunja diserahkan kepada pe\ lajan Tua ? Tje ma.
Rombongan tamu itu pada minum teh dan kue2 disatu kamar jang terhias indah. Tje
ma berdiri disamping untuk melajani.Disuatu sudut kamar itu ada berdiri seekor ; singa, dan seekor matjan tutul disudut
lainnja. Sudah tentu, binatang2 itu adalah barang tjontoh jang sudah tidak berdjiwa, jang
terus ber?diri tak bergerak. Tapi, bagi orang jang tidak
tahu kalau masuk kedalam kamar itu mungkin akan mendjadi kaget dan ketakutan,
atau pingsan seketika.
Ouw Ga dan Hiang Kat duduk diatas kursi dikedua samping mat jam tutul sambil
menikI mati pemandangan dalam kamar jang idihiasi cleh benda2 luar biasa itu. Dari
semua tjonI toh2 binatang buas itu, mereka dapat'tahu bah| wa Kha Tay Siang adalah
seorang pemburu , binatang buas jang berhasil.
Ngo Gie Ling jang berdandan sangat mewah,
Ia duduk menjender disuatu kursi malas, pada ! djari tangannja terselip sebatang
sigaret, ma. tanja mengawasi langit2 kamar, tampak tegas sifatnja jang sombong, jang
tidak memandang mata kepada siapapun djua.
Tja Lok Tjie mengisap sebatang lisong, berdiri disisi djendela, matanja memandang
pe-mandangan alam diluar djendela.
Tja Ik Sie jang djuga dandanannja mewah minum teh wangi sambil membatja
madjalah, ia tidak ambil perhatian kepada orang2 lainnja, se-olah2 idalam kamar itu
hanja ia seorang sadja.
"Kakak," Tja Ik Tjian achirnja memetjahkan kesunjian dalam kamar itu, "mengapa
suamimu belum djuga datang ?"
Ia masih banjak urusan jang belum diselesaikan, mungkin besok atau lusa, tentu
datang." djawab Ik Sie agak segan, setelah menghirup teh dan membalik lembaran
madjalahnja.
"Kakak, kau dan emso sudah berapa tahun tidak turut sembahjang, maka kami
djuga"."
1 "Dua tahun lalu kakak Lok Tjie dan Sik Lok turut sembahjang," Ik Sie memotong kata2
adiknja, "bukankah sama sadja ?"
"Sudah tentu sama, maksudku jalah, karena kalian tidak datang, maka kami djuga
sudah lama tidak bertemu !" Ik Tjian burn mendje- laskan.
"Kau dan Sam Ho tinggal dikota Te-ing dja- wabnja antara kota Sia-sik hanja 70 pal.
Apa- kah kalian tidak bisa datang menengok kami?"
"Ja, sering aku kepingin menengok kalian, tetapi aku repot dengan pekerdjaan, tidak
da- pat ketika ""Sudah, sudahlah, diantara saudara sendiri, tidak usah bitjarakan soal itu !" Ik Sie tjebirkan bibirnja. "Sebaliknja aku hendak tanja kau, kapan kau berkenalan dengan 2 kawan
wanitamu jang terhormat itu ?" ketika meng- utjapkan kata2 itu, sorot matanja meTalui
ping- gir madjalah jang dipegangnja memandang rendah kearah Ouw Ga dan Hiang Kat,
jang satu pakaiannja sudah agak dekil, dan jang lainnja dandanannja serba hitam.
Dari sorot matanja Tja Ik Sie jang meman- dang rendah tetamunja itu, Hiang Kat
menger- ti apa jang dikatakan ?terhormat? oleh Ik Sie itu, jalah kebalikan daripada arti
jang sebenar- nja, karena ia dan Ouw Ga mengenakan pa- kaian sangat sederhana,
bahkan dapat dikata- kan letjak dan kotor, dimatanja Tja Ik Sie dipandangnja orang2
jang sangat rendah. Ta- pi Hiang Kat adalaK seorang jang mempunjai sifat sabar, ia tidak
hiraukan hinaan itu, se- dikitpun tidak mau membela dirinja.
Sebali^ nja Ouw Ga jang berangasan itu hendak membalas dengan perkataan pedas,
tapi kembali diS tjegah oleh Hiang Kat.
"Setengah tahun jang lain, aku sudah kenalkepada mereka" kata Tja Ik Tjian dengan
sungguh2, "aku mempunjai kawan jang tinggimartabatnja sematjam mereka ini, betul2
me] rasa sangat bangga."
"Hm, tinggi martabatnja, baiklah kau tjari lagi sebanjak kau suka," suara tertawa
dingindan menghina keluar dari hidungnja Tja Ik Sie, "Kurasa, kau akan lebih bangga lagi
!"
"Ik Tjian," menjelak Tja Sam Ho, "kau tej mani nona Ouw Ga, nona Hiang Kat dan Tio
Djie Kiok pesiar ketaman bunga sambil menikmati pema;ndangan alam disekitar
pesanggrahan ini, aku hendak omong2 dengan kakak2 sekalian."
Tja Ik Tjian lalu mengadjak Ouw Ga, Hiang Kat dan Tio Djie Kiok meninggalkan kamar
tamu.
"Eh-he" eh-he" Tja Sam Ho berdehem-dehem untuk mengeringkan
tenggorokannja, lantas berkata dengan suaranja jang tidak lantjar : "kakak2 sekalian aku
ada sedikit kabar hendak disampaikan kepada kalian""""
Matanja Ngo Gie Ling masih tetap memandang lelangit kamar, dibibirnja mengisap
sigaret, seperti tidak dengar apa^.
Sang entji Tja Ik Sie pun masih mem-buka2 Iembaran maidjalah bergambar,
sedikitpun ti-dak memperdulikan adiknja, jang dianggapnja sebagai pemberontak dari
keluarganja.
Tja Lok Tjie pura2 tuli berdiri didekat djendela, mulutnja mengisap sebatang tjerufri.
"Kakak2" Sam Ho mengulangi, "aku ingin kawin dengan nona Tio Djie Kiok !""Apa ?" Tja Lok Tjie jang berlagak tuli, tidak bisa terus berlagak lagi, ia membalikkan
tubuh, dengan mata membelalak ia memandang adiknja.
"Apa kau kata ?" sang kakak Tja Ik Sie dju-: ga tidak bisa pura2 membatja madjalah
lagi "Kau betul2 sudah gila !" teriak Ngo Gie Ling dengan suara jang sudah terkenal
njaringnja, "aku nasehati kau supaja buang pikiranmu jang melantur itu, kalau kau kawin
dengan Tio Djie Kiok, betul2 tidak sepadan,jj tidak sederadjat. Dia orang apa ?" kata Tja
Lok Tjie dengan napas memburu. "Dia adalahperempuan Kangouw, pemain akrobat,
tidak berbeda banjak dengan perempuan pengemis !" "Dia seorang akrobat jang
mempunjai kepandaian tinggi, tidak seharusnja kalian memandang rendah padanja." kata
Sam Ho mendjelaskan.
"Hm, ia memasang tenda ditanah lapangan untuk mendjual lagak, tidak pantas
mendjadi seorang akrobat," sang kakak berkata dengan suara njaring, "aku menentang
kau kawin de-ngan perempuan rendah seperti dia."
"Tidak perduli dengan tjara bagaimana ia membuat pertundjukkannja, toh ia tetap
seorang akrobat, jang hidup dengan tenaganja sendiri, belum pernah memeras lain
orang, apa jang dibuat tjelaan ?" Tja Sam Ho membela dengan berbagai alasan.
"Kita orang2 dari keturunan terhormat, biar bagaimana tidak bisa mengidjinkan kau
kawin dengan perempuan tukang akrobat," dengan sengit Ngo Gie Ling berkata dengan
suaranja jang tetap njaring, "aku memprotes se-keras2nja. Kalau ajahmu masih hiidup,
beliau pun tidak akan mengidjinkan kau kawin dengan perempuan hina itu."
Mereka bertiga jang mempunjai alam pikiran setali-tiga uang itu, menteriak dan
mendjerit2 didepannja Tja Sam Ho.
Mengapa mereka begitu kalap ? Ini bukan tidak ada sebabnja. Karena Tja Lian Hu
didalam kota ada mempunjai banjak rumah dan tanah, penghasilan dari sewaan rumah
dan tanah itu sang-at besar djumlahnja. Dalam testamennja telah ditetapkan, semua
rumah dan tanah diurus oleh adpokat Siek Pek Sin setiap tahunnja akan dibagikan kepada
4 ahli-warisnja dipesanggrahan Penglipur Lara dengan sbb : Tja Lok Tjie dan Tja Ik Sib
jang sudah kawin mendapat bagian making2 30%; Tja_ Sam Ho dan Tja Ik Tjian jang
belum kawin mendapat bagian masing2 20%. Djika nanti Sam Ho kawin, maka bagiannja
Lok Tjie dan Ik Sie masing2 dikurangi 2,5% untuk bagian?nja Sam Ho. Djika Ik Tjian
pun menikah, ma?ka bagiannja Lok Tjie idan Ik Sie harus dipotong lagi masing2 2,5%
untuk Ik Tjian. De?ngan demikian, maka setiap keturunannja, ma?sing2 mendapat
sama-rata 25%,
Oleh karena penetapan diatas, maka baik Sam Ho maupun Ik Tjian, siapa sadja jang
kawin, berarti mengurangkan bagiannja Lok Tjie dan Ik Sie. Djika kedua orang itu kawin
semuanja, maka kerugian itu bertamfiah lagi.Maka mereka menentang keras perkawinannja Sam Ho. Hal jang sebenarnja, dengan
siapapun Sam Ho hendak kawin, tetap akan dirintangi oleh mereka.
"Apakah soal perkawinanku sendiri aku tidak berhak sama sekali ?" kata Sam Ho.
"Kau masih sangat muda, tidak mengerti urusan, soal perkawinan harus ditetapkan
oleh saudara2mu jang lebih tua, sekarang keidua orang tua sudah meninggal dunia, maka
harus ditetapkan oleh kakak2mu !" kata Ngo Gie Ling sambil mengundjukkan lagaknja
se-olah2 su?dah berhak mendjadi walinja Sam Ho.
"Kalian meski orang2 jang hidup dalam abad ini, tapi kata2 kalian itu seperti djuga
orang2 didjaman abad ke-19,?, kata Sam Ho idengan suara dingin, "terus terang aku
beritahukan kalian, aku sudah memuat. iklan didalam surat2 kabar tentang pernikahanku
dengan Tio Djie Kiok, bahkan aku sudah mehetapkan pada nanti hari Iusa, Djum?at, hari
wafatnja ajah, aku minta advokat Siek Pek Sin suka mendjadi saksi akan perkawinanku
disini, dengan upatjara jang sjah tapi sederhana "
Bagaikan disambar geledek, seketika itu Tja Lok Tjie, Ngo Gie Ling dan Tja Ik Sie
merasakan kepalanja pujeng, matanja ber-kunang2; mereka sudah membajangkan
berapa banjak nanti uangnja akan mengalir kekantongnja Sam Ho.
Setelah otak mereka sudah djernih kembali, lantas mereka berteriak lagi :
"Kau, sampah dari keluarga ja !" teriak Ngo Gie Ling jang segera lompat bangun dari
tempat duduknja, ,djika kau tetap hendak kawin dengan p-erempuan hina itu, kami tidak
akan mengakui kau sebagai keturunannja keluarga Tja, tidak akui kau sebagai ahli
warisnja Tja Lian Hu. Menger'ti ?"
"Kau pemberontak idalam rumah tangga Tja, aku djuga tidak mau akui kau sebagai
adik." kata Ik Sie dengan sangat murka, sampai badannja gemetaran.
"Kau sampah ! kau pengchianat !" Tja Lok Tjie menggebrak medja dengan tangannja,
matanja mendelik, hampir sadja semaput karena gusarnja. "Djika kau tidak batalkan
maksudmu jang merusak nama baik keluarga kita, aku akan usir kau dari keluarga Tja."
Tja Sam Ho mengerti mereka tidak bisa diad jak bitjara setjara aturan, maka ia lantas
tinggalkan mereka ididalam kamar, untuk pergi ketaman bunga mentjari tunangannja.
IV. BIRUANG JANG LEPAS DARI KURUNGAN
SINAR matahari sendja dimusim kemarau jang kuning ke-emas2an, telah menjinari
setiap pelosok taman bunga pesanggrahan Penglipur Lara. Bunga2 beraneka warna jang
mekar dimusim semi se-olah2 saling bersaing, sekarang sudah pada laju. Hanja pohon
Siong dan beberapa djenis pohon jang dapat bertahan sampai musim dingin, masih hidup
subur de?ngan daun2nja jang hidjau tua, menambah kesegaran jang tidak sedikit. Tapikadang2 djika ada angin barat menghembus, hawa dingin agaknja menembus kulit
menusuk tulang, membuat orang ingat kalau waktu itu sudah hampir dekat miisim dingin.
Mereka ber-djalan2 seluruh taman jang mempunjai djalan2 darr batu pualam jang
berliku2; dikedua sisi djalan2 itu ditanami pohon2 Go-Tong jang rindang.
"Rumah pesanggrahan ini seputarnja dikelilingi tembok jang tinggi dan tebal, malah
diatas tembok dipasangkan kawat berduri," kata Hiang Kat. ^Sebuah pesanggrahan
apakah perlu mesti diadakan pendjagaan demikian buat?"
"Ketika ajahku membuat rumah pesanggra?han ini, hanja dikitari tembok, tanpa
kawat berduri," djawab Ik Tjian, "terus sampai Kha Tay Siang mengoper rumah ini,
karena untuk mendjaga supaja biruang dan orang biruang itu djangan sampai lolos,
barulah dipasangkan kawat berduri. Kabarnja, biruang dan orang biruang itu telah berkali2 hendak lari dari ru?mah pesanggrahan ini, tapi belum pernah berhasil."
Begitu menjebut halnja orang biruang, matanja Ouw Ga lantas mengeluarkan sinar
jang tidak puas, dengan suara jang agak kasar ia berkata :
"Hiang Kat, tadi aku ingin tanja2 Kha Tay Siang tentang keadaannja orang biruang itu,
mengapa kau selalu meng-halang2i ?"
"Aku telah merasa bahwa orang tua itu ti?dak senang ada orang mengungkat-ungkat
persoalannja orang biruang itu," kata Hiang Kat,
Biruang betina jang berbulu tjoklat itu sedang mundar-mandir didaiam rumah batu itu,
kadang' berdiri se-olah2 hendak menerkam.
"maka pikirku lebih baik djangan membikin dia marah."
"Ja," kata Tja Ik Tjian, "orang tua she Kha itu adatnja sangat aneh, asal ada orang
mempersoalkan orang biruang itu, dia lantas ma?rah. Ketjuali djika dia sendiri sedang
senang membitjarakan soal itu."
"Bekas luka2 diwadjah dan lengannja, mem-bikin wadjahnja tampaknja sangat
seram," kata Tio Djie Kiok, "aku sampai tidak berani memandang langsung padanja !"
"Maksud, kedatanganku kepesanggrahan ini adalah untuk melihat orang biruang.
bukan untuk menikmati pemandangan alam," kata Ouw Ga, agaknja sangat ketjewa,
"apakah, setelah kita melalui perdjalanan ratusan pal ini belum dapat lihat orang biruang
lantas pulang begitu sadja ?"
"Kalau bisa lihat, kita boleh lihat, kalau ti-dak bisa, ja sudah sadja." kata Hiang Kat.
"Bisa atau tidak, aku tetap hendak melihatnja." kata Ouw Ga jang berkeras dengan
kemauannja sendiri."Nona Ouw, kau djangan terburu napsu," sambil ketawa Ik Tjian berkata, "meski Kha
Tay Siang tidak senang seorang melihat anaknja jang berupa biruang itu, tapi sekarang
orang tua itu sedang tidur tengah hari, kita baik gunakan kesempatan ini untuk melihat2." "Kalau begitu kita hams djalan tjepat sedikit," kata Ouw Ga jang lantas mendjadi
bersemangat, "dimana adanja orang biruang itu?" "Dibelakatog rimba pohon siong
udjung timur utara taman bunga ini." djawab Ik Tjian,
jang segera adjak mereka berdjalan mengitari empang jang sangat luas, dipinggir
empang itu ada sebuah perahu jang ditambat dengan tambang kawat jang sangat
pandjang. Kemudian mereka melalui rimba pohon Siong jang lebat, baru tiba ditempat
jang ditudju.
Disitu ada sebuah gunung2an jang terbuat dari batu karang dan rupa2 kaju, dan 2
buah rumah batu jang besar. Disekitarnja dikelilingi oleh tiang2 kaju besar jang kekar
dan tinggi, antara tiang2 itu diikat dengan 2 lapis kawat berduri, sehingga daerah itu seolah2 terkurung rapat.


Musuh Dimalam Kabut Oei Eng Si Kenari Kuning Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tampak sebuah pintu menghadap kearah selatan dari kurungan kawat berduri itu.
Pintu itu tidak terkuntji, malahan tidak tertutup ra?pat. Dari pintu itu mereka satu persatu
masuk, menudju kekamar batu.
Ketika mereka mengitari bagian utara rumah batu itu, lantas menampak anak laki2
jang sa?ngat bengal, Liang Liang dan anak perempuan jang berkepang, Yung Yung,
sedang berada diidepan pintu rumah batu, dengan rupa2 akal mereka mengganggu
biruang betina itu supaja mengadat.
Seorang lain lagi adalah kakek2 jang berumur kira2 60 tahun, memakai tudung
rumput, sedang ber-tjakap-tjakap dengan kedua anak itu, entah apa jang mereka
pertjakapkan. Kakek2 itu berbadan tinggi tegap, tapi punggungnja sudah membungkuk,
sebelah tangannja tak henti2nja mengurut-ngurut pinggangnja jang tidak bisa lempang
itu, wadjahnja mengundjukkan dia sedang menahan penderitaan sakitnja.
"Liang Liang, kau berani ganggu lagi biru ang itu ?" tegor Ik Tjian.
"Tidak bibi," Liang Liang menoleh dan mendjawab kepada bibinja, tapi diwaktu Ik Tjian
tidak lihat padanja, ia lantas tjengirkan mukanja, lalu menarik tangannja Yung Yung
diadjak berlalu dari situ.
"Nona Sie," kata kakek2 itu dengan sangat hormatnja ketika melihat Ik Tjian, "apa kau
baik ?"
"Baik2 sadja, apa kau djuga baik ?" djawab ? Ik Tjian, ia lalu perkenalkan kakek tua
itu kepada Ouw Ga : "dia adalah Liong Ah King,Kha Tang Siang jang mempekerdjakannja,
se| pesial mengurus biruang dan orang biruang itu. Djika kalian ingin tahu keaaaannja
orang biruang itu, tidak perlu tanja tuan Kha, tanja kakek ini pun sudah tjukup."Ouw Ga buru2 lari mendekati rumah batu : itu, matanja memandang kesana-kesini
seperti kilat, ia dapat lihat biruang betina jang berj bulu tjoklat itu sedang mundar-mandir
didalam . rumah batu itu, kadang2 djuga bendiri seolaholah hendak menerkam. Tapi Ouw
Ga tidak begitu ketarik dengan biruangbetina itu, mata?nja beralih kelain kamar, dimana
orang biruang itu dikerangkengkan.
Di-tengah2 2 kamar batu itu dipisah dengan palangan besi. Orang biruang itu tidak
mengenakan pakaian sama sekali, seperti djuga tjaranja biruang betina itu, dia pun
sedang mun-dar-mandir dengan kedua kaki dan kedua tangannja, kadang2 djuga berdiri
dan berdjalan dengan kedua kakinja jang sebenarnja, tapi kebanjakan berdjalan dengan
merangkak.
Ouw Ga tjoba mengamati dengan teliti, ia tampak telapak tangannja, dengkul clan
tela?pak kakinja orang biruang itu tumbuh bulu jang lebat; malah telapak kaki dan
telapak ta?ngannja suidah berobah sama sekali, sudah tidak merupakan tangan dan kaki
manusia. Kulit seluruh badannja djuga karena tidak berpakaian dan sering ter-gosok2,
sudah berobah kasar dan tebal.
,Dia dapat berdiri lebih baik dari pada ma-nusia srigala atau manusia harimau", kata
Hiang Kat jang berdiri dibelakang Ouw Ga, "dari madjalah bergambar aku sudah pernah
melihat gambarnja manusia srigala atau ma?nusia harimau, mereka kalau berdiri, tidak
begitu baik seperti manusia biruang ini. Sudah tentu, itulah disebabkan karena kebiasaan
penghidupan srigala dan harimau, jang tidak biasa berdiri, baji2 jang digondolnja dan
kemudian ditetei, selama dibesarkan itu, tidak pernah me?lihat tjaranja berdiri, sama
sekali tidak mengerti bahwa manusia2 srigala atau manusia harimau jang berasal dari
baji manusia benar itu masih bisa berdjalan dengan kedua kakinja kalau mau.-Lain lagi
dengan biruang ini, jang sering menggunakan kedua kaki belakangnja untuk berdiri,
maka baji jang disus-uinja, waktu beladjar berdiri dan berdjalan dengan ke?dua kakinja
djuga lebih banjak."
"Binatang2 buas itu setelah membawa lari baji2 manusia, mengapa tidak menerkam
dan dimakannja, bukankah hal itu sangat mengheirankan ?" tanja Ouw Ga jang kurang
begitu paham.
"Menurut pendjelasan ahli ilrnu Biologi, itu ! disebabkan binatang betina jang
kehilangan 1 anaknja, perasaan kasih dari djiwa keibuan-1 nja jang begitu besar telah
merangsang pada- nja, sehingga anak2 baji jang ditangkapnjatelah dianggap sebagai
anak sendiri, dipeliha- ra dan ditetei sehingga dewasa." kata HiangKat, kemudian
menoleh menanja kepada Liong Ah King, "kau dengan tuan Kha sudah men, didik anaknja
ini, apakah ada hasilnja ?"
Itulah merupakan tjerita jang pandjang se: .kali !" kata Licng Ah King sambil urut2
ping- gangnja, "Tuan Kha telah menggunakan 4 tahun lamanja untuk mendidik anaknja
itu, ia berikan peladjaran cmong supaja bisa bitiaraseperti manusia umumnja, lalu diberipeladjar1 an adat istiadat kebiasaan manusia, tapi anak jang sudah menjerupai biruang
ini, jang kmi sudah berusia 19 tahun, meskipun sudah bisamengutjapkan kata2 ?papa?
dan ?mama?, tapi tidak mengerti apa maksudnja.
Dan mengenai adat istiadat manusk, d?a sama sekali tidak bisa atau tidak mau
membiasakan dirk ia t?dak suka bernakaian, dimusim dingm ia djuga tidak mau memakai
badiu, badju jang dikenakan ke- padanja, dibuka dan di-robek2. Selain dari itu, ia suka
sekali tinggal ber.sama, dengan b;ruang betma jang merunakan ibunia itu. makh se- ring
berusaha untuk melarikan diri kembali kealam rimba, menuntut penghidupannja ; bebas
dan merdeka. Maka kini hati tuan sudah sangat tawar, tidak mau mendidik lagi padanja,
ia sekarang menganggapnja sebagai binatang aneh belaka, dipelihara dalam rumah batu
ini."
"Ada anak 2 baji jang dibawa lari oleh sriga? la atau harimau, jang dibesarkan dan
hidup bersama selama 4-5 tahun, setelah dibawa kembali kemasjarkaat dan dididik
sebagai manusia, ketjerdasannja tumbuh sangat perlahan, hasil peladjarannja sangat
djelek, sehingga dalam masa 7-8 tahun hanja dapat mengeluarkan perkataan jang
sederhana sadja, sama sekali ti?dak bisa d'ibanding dengan anak manusia biasa," kata
Hiang Kat, "namun masih dapat djuga dididik, sekarang manusia jang dibesarkan oleh
biruang ini sudah hidup bersama dengan biruang selama 13 tahun, ketjerdasannja sudah
tentu banjak mundur, hingga lebih susah diberi didikan seperti manusia !"
"Tapi kita harus kembali kepada soal pokok," kata Liong Ah King, "orang biruang ini
adalah darah daging tuan Kha sendiri, kalau ia lihat ada orang jang menggoda atau
menghina padan ja, ia bisa murka dan membentji orang jang menggoda atau' menghina
anaknja itu. Semula anak jang .sudah seperti biruang ini ditutup dalam kamar batu ini,
djarang sekali bisa bergerak dengan bebas, sehingga kesehat annja sangat mundur,
maka tuan Kha lantas kurung taman ini dengan kawat berduri, setiap hari sekali atau dua
kali ia keluarkan anak?nja itu dari kamar tutup batu ini, supaja dapat bergerak dengan
lebih leluasa dan tidak selalu ingin merat "
"Ia keluarkan anak biruang itu, apakah ti-dak takut lari ?" tanja Ouw Ga.
,Djika anak biruang dan biruang betina itu dikeluarkan berbareng, maka mereka lantas
berdaja hendak melarikan diri. Kemudian, ia telah mendapat pengalaman, kalau ia
mengeluarkan anaknja, biruang betina itu tertinggal dalam kamar batunja; dan kalau ia
lepaskan biruangnja, ia tinggalkan anaknja dalam kamarnja ssndiri; dengan demikian,
biruang dan anak itu tidak ingin kabur, malah setelah bergerak atau ber-djalan2 didalam
taman, mereka bisa pulang sendiri kekandangnja.
Ketika mereka sedang bitjara dengan Liong Ah King, Tja Sam Ho idatang untuk
mentjari tunangannja. Maka semua lantas pulang de?ngan ambil djalan sernula.Ketika mereka sedang berada disudut taman bunga melihat orang biruang, Ngo Gie
Ling dan suaminja sedang dikamar tidur mereka tengah merundingkan sesuatu.
"Ki.ta harus mentjari daja upaja untuk menggagalkan perkawinan Sam Ho dengan
anak perempuan tukang djalan diatas kawat itu." ka?ta NQ-O Gie Ling dengan suara
pelahan.
"Ja, kita harus gagalkan perkawinan mereka," sambung. Tja Lok Tjie, air mukania
diliputi kedjengkelan, kemasgulan dan kemurkaan jang hebat. ,Tjuma. aku sedikitpun
tidak dapatkan suatu daja jang sempurna !"
"Kau benar2 bodoh, mereka berdua sama2 ada. barn b'sa kawin. Diika salah satu
diantara mereka tidak ada, biar bagaimana mereka tidak bisa kawin lagi, betul tidak ?"
kata Ngo
Gie Ling, dengan satu senjuman kedjam tersungging dibibirnja.
Tja Lok Tjie diam sedjenak, tiba2 ia mendjadi gembira, suaranja pun lantas berobah
mendjadi njaring tanpa disadarinja, "kita boleh gunakan obat ratjun tikus, dengan diam2
dimasukkan dalam air minumnia Tio Diie Kiok "
Ngo Gie Ling buru2 menutupi mulut suaminja dengan tangannja, menegur dengan
suara pelahan :
"Tolol, mau apa mesti ribut2 ?"
Setelah mendapat peringatan isterinja, Tja Lok Tjie lantas berdiam dan memandang
iste?rinja jang ternjata lebih tjerdik.
Dengan berindap Ngo Gie Ling berdjalan kepinggir djendela, lalu melongok keluar,
diluar rumah sangat sunji, satu orangpun tidak tertampak. Ia kembali berdjalan kedekat
pintukamar, dengan gerakan tjepat luar biasa, ia menarik pintu kamar itu, matanja
melihat tjelingukan kedalam lorong. Dalam lorong jang pandjang itu, ternjata djuga tidak
kelihatan bajangan orang.
Ia menarik napas lega, lalu menutup pintu, kembali kesamping suaminja, akan
meneruskan pembitjaraannja dan mentjari daja upaja untuk menjingkirkan djiwa bakal
iparnja.
Waktu akan malam, pemilik rumah pesanggrahan sudah tidak seperti diwaktu siang
tadi jang masih mau undjukkan sikap ramah dan wadjah senjum. Meskipun itu hanja
dilakukan karena keadaan terpaksa sadja; malam itu kelihatannja sudah hilang sama
sekali kegembiraannja.
Ia tetap bungkem dalam seribu bahasa, dimatanja tersembunji sorot mata kebentjian
jang sudah agak meluap.Ngo Gie Ling jang paling dojan makan, mulutnja masih mengunjah tak hentinja sambil
se-bentar2 mengotjeh tentang masakan apa jang paling enak, masakan apa kurang asam
atau kurang manis, hampir semua hidangan diatas medja itu tidak ada satu jang
menjotjoki seleranja, tapi achirnja, hidangan
jang di-tjela2 itu toh habis djuga masuk kedalam perutnja.
Selesai santap malam, semua tamu pada ma-suk kekamar masing2 untuk mengaso
Tio Djie Kiok jang tidur dikamar paling udjung lorong, sedang menjenderkan kepalanja
diatas sofa, memikirkan seal perkawinannja dengan Tja Sam Ho. Meskipun Sam Ho sudah
menjatakan dengan tegas, bagaimanapun kakak-kakaknja hendak menentang atau
merintanginja ia akan tetap melakukan upatjara perkawinan dirumah pesanggrahan itu
menurut rentj ana semula. Tapi toh ia masih kuatirkan per?kawinannja dengan Sam Ho
itu akan mengalami kedjadian atau perobahan jang tidak menjenangkan. Bahkan kuatir
akan terdjadi peristiwa darah.
Ia terbenam dalam rupa2 lamunan dan pL kiran, setelah sekian lama berlalu tanpa
merasa, achirnja ia rasakan tenggorokannja sangat kering, ia lantas berdiri dan menuang
segelas air dari termosnja, air itu ternjata panas sekali, ia tidak bisa lantas milium, kembali
ia melamun, teringat soal perkawinannja pula.
Hiang Kat, Ouw Ga dan Ik Tjian tidak suka tidur seorang diri ididalam kamar, maka
mereka bertiga menempati satu kamar. Hiang Kat dan Tja Ik Tjian sudah masuk dulu
kekamarnja, tinggal Ouw Ga jang melihat Yung Yung tidak begitu pandai main tjatur,
diadjak kekamar jang diperlengkapi dengan mat jam2 binatang buas, untuk bermain
tjatur; tapi ia tak sangka setelah main tiga kali, kesemua tiga kalinja ia mengalami
kekalahan, sampai djidatnja bermandikan keringat, dan sebentar2 repot mengelap
keringatnja idengan sapu tangannja.
"Bibi Ik Tjian apa tidur sekamar dengan ka~ lian*?" tanja Yung Yung, "aku hendak
bitjara dengan dia."
"Ja, mari ikut aku!" Ouw Ga lantas njenarik tangannja Yung Yung, meninggalkan kamar tamu itu, berdjalan menudju kekamarilja.
Didalam kamar, Hiang Kat sedang mengobrol dengan Ik Tjian. Hiang Kat mentjeritakan
semua pengalamannja jang seram2.
"Bibi Ik Tjian/? memanggil Yung Yung se-telah masuk kamar, "apakah kau tahu
mengapa tadi engkong Kha nampaknja begitu marah ?"
"Tidak tahu," djawab Ik Tjian, "apa kau tahu ?"
"Sudah tentu aku tahu," kata Yung Yung. "Tadi sore Liang Liang mengadjak aku melihat orang biruang, dengan batu ketjil ia menimpuki kepalanja biruang itu. Kemudian
kalian pun datang, dia iantas tarik aku pergi. Tidak lama kemudian, setelah melihat kalian' sudah berlalu, Liang Liang kembali adjak aku kekamar batu itu untuk menggoda biruang
supaja marah, kali ini bukan sadja dengan batu jang agak besar ditimpukkan keatas
kepalanja biruang itu, bahkan memakai bandringan un?tuk membandring orang biruang.
Kebetulan perbualannja itu dapat dilihat oleh Engkong Kha, dia marah bukan main, Liang
Liang telah didjambret dan di-maki2, lalu diusirnja pergi. Siapa tahu Liang Liang kembali
dengan diam2 membandring engkong Kha dari belakang dan mengenai kepalanja,
sampai engkong kesakitj an. Setelah itu Liang Liang lalu kabur mengatjir. Liang Liang
memberikan aku 10 lembargambar2 indah, minta aku supaja djangan memberitahukan
kepada ibunja, djuga tidakkepada ajah dan ibuku. Aku menjanggupkan tapi aku tidak
berdjandji tidak akan memberij tahukan kepada bibi Ik Tjian."
"Huh," Ik Tjian kerutkan alisnja, ,lain kali kau djangan ikut-ikutan anak nakal itu meng.
goda orang biruang !"
"Lain kali biar bagaimana aku tidak mau main2 lagi dengan dial"
Selagi Yung Yung mentjeritakan pengalamannja kepada Ik Tjian idikamarnja, Tio Djie
Kiok sedang melamun didalam kamarnja. Ia seperti merasakan ada firasat jang seram,
jang membajangi dikanan kirinja.
Ia ulur tangannja merabah gelas, panasnja air dalam gelas sudah menurun, ia Iantas
angkat gelasnja dan ditempelkan dibibirnja, selagi
hendak diminum, tlba2 ditempat gelap diluar djendela seperti ada bajangan orang
berkelebat dan lantas menghilang.
"Siapakah orang itu ? Mungkin bajangan itu hendak mendjalankan maksud djahat !"
pikirnja.
Ia memandang keluar djendela dengan perasaan tidak.gembira, kemudian gelas itu
ditempelkan dibibirnja dan diminum airnja.
Suara ?prang? telah memetjahkan suasana jang sunji itu, satu katja djendela telah
petjah berarakan ditanah, segumpal benda putih telah melajang dari luar djendela, djatuh
dipinggir tembok.
Rasa takut dan kaget telah meliputi sanubari nona itu. Ia masih berlaku tenang sebisa2nja, berdjalan menudju ketembok, memungut ben?da putih jang dilemparkan dari
luar djendela it!u.
Ternjata benda itu adalah sebuah batu jang dibungkus dengan kertas putih, diatas
kertas putih itu terdapat sebaris tulisan jang tidak be gitu rapi dan ditulis dengan potlot.
Ia batja tu?lisan itu dibawah sinar lampu. Tiba2 wadjahnja berobah mendjadi putjat pasi,
badannja lemas dan djatuh duduk diatas sofa.
"Sam Ho Ik Tjian Sam Ho IkTjian " dengan suara njaring ia memanggil-manggil, suaranja terputus2.
Kamar Tja Ik Tjian dan Tja Sam Ho tidak berapa djauh letaknja dengan kamarnja T'io
Djie Hiok, maka tidak ada 2 menit, Sam Ho, Ik Tjian, Ouw Ga dan Hiang Kat sudah pada
masuk ?" tanja pula Sam Ho.
"Djie Kiok, kau kenapa ?" tanja Sam Ho.
"Akii kemasukan ratjun !" djawab Tio Djie Kiok.
"Kemasukan ratjun apa ? Bagaimana bisa maduk ?" tanja pula Sam Ho.
"Ratjun tikus, aku minum air panas itu, termos plesnja dimasuki obat untuk meratjuni
tikus."
"Tempat ini sangat mentjil, tidak ada rumah sakit, tidak ada dokter, bagaimana
baiknja?" Sam Ho mengepal-ngepal tangannja, tidak tahu apa jang mesti diperbuatnja.
Tja Ik Tjian mundar mandir didalam kamar kebingungan. Ouw Ga berdiri bengong, ia
tidak tahu apa jang harus idiperbuat.
Hiang Kat meniru sikapnja In Hong jang tetap tenang dan tidak takut meski
menghadapi kosulitan apapun djua, dengan tenang ia memeriksa keadaannja kamar itu.
Per-tama2 ia dapat lihat gumpalan kertas jang ada disamping sofa, ia lantas
memungutnja dan membatja isinja :
"Termosples dalam kamarmu ada orang jang tjcmplungi ratjun tikus, sekali-kali kau
djangan minum airnja."
"Nona Tio, tulisan peringatan ini orang melemparkannja'dari luar djendela bukan ?"
ta?nja Hiang Kat dengan kalm.
"Ja."
"Berapa banjak kau minum air dari termos jtu ?" mata Hiang Kat memandang
termosples, kemudian memandang wadjahnja Tio Djie Kiok.
"Kira2 3-4 tjegukan, aku sudah tidak ingat lagi -"
"Sudah berapa lama V*
"Baru sadja, lantas ada orang melemparkan batu ini "
,Kau sekarang ada merasa apa2 jang tidak enak atau tidak ?"
"Aku tidak merasakan apa2, kurasa, aku su-dah hampir mati."
,Minum 3-4 tjegukan air jang tertjampur ratjun tikus, mungkin tidak apa2," kata Hiang
Kat, "djika kau masih kuatir, tumpahkan sa?dja !""Aku tidak bisa tumpah !"
"Disini tidak ada obat untuk bikin orang tumpah," kata Hiang Kat, "tjuma kau bisa
menggunakan djari tanganmu, dimasukkan kedalam tenggorokanmu, kau lantas bisa
tum?pah.
"Sekarang sudah tidak usah kuatir lagi, kau boleh mengaso dengan tenang !" kata
Hiang Kat, lantas mengambil termosples jang ada diatas medja dan air jang ada didalam
gelas, lalu mengadjak Ouw Ga berlalu dari kamar Tio Djie Kiok.
Hiang Kat kembali kekamarnja, ia berkata kepada Ouw Ga :
"Kau ada akal apa untuk membuktikan air panas ini ada ratjunnja atau tidak ?"
"Kirim kelaboratorium untuk diperiksa." djawab Ouw Ga tanpa pikir lagi. Ia adalah
seorang jang segan berpikir.
"Ditempat jang terpentjil seperti ini, dimana ada laboratorium ?" Hiang Kat ketawa.
"Aku lihat didapur ada 4-5 ekor anak kutjing,tjoba kau tangkap 2 ekor.
Tidak berapa lama, Ouw Ga sudah kembali dengan membawa 2 ekor anak kutjing.
Hiang Kat ambil air dari termos itu, ditjampuri de- ngan susu bubuk, dibuat semangkok
air susu. 2 ekor anak kutjing itu dengan lahapnja minum air susu itu sampai tidak ada
sisanja sama sekali, tapi mereka sedikitpun tidak ada tanda2 terkena ratjun.
Hiang Kat kembali membuat semangkok, 2 ekor anak kutjing itu kembali minum habis.
Sang waktu berlalu agak lama, anak2 kutjing itu tetap tidak ada tanda2nja terkena ratjun.
"Ini berarti bahwa air dalam termos dan air dalam gelas itu, tidak mengandung ratjun."
kata Hiang Kat.
"Kalau benar dalam air itu tidak ada ratjun- nja, mengapa ada orang melempari kertas
peringatan ?" kata Ouw Ga, "siapa gerangan jang memperingatkan itu ?"
"Ini ada suatu hal jang sangat menggirang- kan, aku akan mengabarkan kepada Tio
Djie Kiok bahwa air minum itu tidak ada ratjun- nja." kata Hiang Kat, lalu berdjalan


Musuh Dimalam Kabut Oei Eng Si Kenari Kuning Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menudju keruangan luar.
Ouw Ga menggoda anak kutjing itu dengan gumpalan kertas, sehirigga bermandikan
keri- ngat. Ia merogoh sapu tangan tapi segera ia ingat bahwa sapu-tanganja ketinggalan
diatas medja kamar tamu. Maka, ia lantas berdjalan menudju kekamar tamu.
Lampu didalam kamar tamu itu sudah dipa- damkan, dengan sedikit penerangan
lampu jang
menjorot masuk dari kamar lain2nja, ia masih dapat lihat barang2 dalam kamar
tersebut dengan djelas.Ia bertindak kedekat medja, untuk mengambil sapu taiiganja, 4 bidji mata idari
sepasang kepala matjan jang berada ditembok se-olah2 mengawasi padarija dengan
tidak berkesip, matjan tutul jang berada dipodjok tembok djuga memandang dengan
mata mentjorong, begitupun singa jang ada dilain sudut; masih ada lagi seekor biruang
jang se-olah2 hendak menerkam padanja sambil memantjarkan sorot matanja jang buas.
Ouw Ga meng-kutjak2 matanja, memandang ?=ebentar kepada biruang itu, tidak
salah lagi, memang itu seekor biruang. Sekarang ia ingat benar bahwa dalam kamar itu
tadi siang tjuma ada 3 ekor binatang buas (jang sudah ti?dak berdjiwa), ialah singa,
matjan dan matjan tutul. Sekarang bagaimana bisa. tambah seekor biruang ? Mungkinkah
biruang dari kamar batu itu jang melarikan diri dan kemudian sembunji idisini ?
Pikiran Ouw Ga itu hanja sepintas sadja untuk segera lenjap tanpa bekas. ia djuga
ti?dak mau memikir lebih mendalam. Ia keluar dari kamar tamu, belum lagi ia sampai
kekamarnja sendiri, mendadak ia dengar suara djeritan anak jang tadjam, ia memutar
tubuhnja, lapat2 ia dapat lihat biruang itu sudah berada dilorong ,dan sedang menubruk
seorang anak, hingga terguling ditanah. Anak ketjil itu kalau bukannja Yung Yung,
tentulah Liang Liang.
Ouw Ga hendak mentjari palang pintu atau pentung?an untuk menghadjar biruang itu,
tapi didalam keadaan bingung, apa djuga tidak diketemukan.
Biruang itu telah menggondol anak tersebut dan melarikan diri ketempat gelap.
"Hiang Kat, ada biruang masuk menggon-dol anak ketjil, lekas kembali !" Ouw Ga
berteriak sambil lari mengedjar biruang itu de-ngan tangan kosong.
Dua pelajan wanita Han Ma dan Tjee Ma, sedang menanak nasi didalam dapur sambil
mengcbrol, mereka dapat lihat biruang itu dengan menggondol anak lari keluar melalui
pin-tu dapur, mereka bukan main, dengan ketakutan mereka menerobos masuk
ketumpukan kaju untuk sembunji.
Ouw Ga mengedjar sampai d:luar rumah, de?ngan sembarangan ia mengambil
sebatang galah bambu peranti djemur pakaian jang pandjangnja kira2 10 kaki, seperti
seorang pelcmpat galah tinggi, ia ber~lari2 sambil membawa galah. Biruang itu sudah
lari djauh, tapi Ouw Ga lihat biruang itu lari kearah taman kembang sebelah timur utara.
Ouw Ga ber-lari2 sambil berteriak : "kedjar kearah timur uta?ra ! Kedjar kearah timur
utara !"
Semua orang jang ada dirumah itu sudah tahu tentang biruang menggondol anak
ketjil. Hiang Kat dari dapur mengambil sebilah pisau untuk memotong kaju dengan tjepat
lari ketamnn kembang kearah timur utara.
Kha Tay Siang membawa senapan burunja, wadjahnja mengundjukkan kemarahan
janghebat, dan lari dibelakang Hiang ICat.
Ouw Ga mengedjar sampai didekat kebun pohon Siong, dari djauh ia tampak suatu
benda hitam diatas tanah, ketika ia tiba didekatnja, dan melihat dengan teliti, ternjata
adalah Liang Liang jang telah digondol oleh biruang dan kemudian dilemparkan ditanah.
Anak itu sudah tidak ingat orang.
Tidak lama kemudian, Hiang Kat, Kha Tay Siang dan lain2nja pada datang ditempat
tersebut, kakek bungkuk Liong A King djuga ti-dak ketinggalan, ia membawa lampu
batere dan satu tjambuk kulit.
Hiang Kat djongkok ditanah memberi pertolongan kepada Liang Liang jang pingsan
itu, tidak lama kemudian, Liang Liang sudah mulai siuman. Hiang Kat suru Ouw Ga bawa
anak itu kedalam rumah. Lain bersama Kha Tay Siang dan Liong A King ia memeriksa
kamar batu kediamannja biruang.
Menampak keadaannja kamar batu mereka mendjadi tjuriga. Biruang itu sudah
kembali ditempatnja. Pintu kawat berduri tertutup tak terkuntji, pintu kamarnja djuga
tidak dikuntii. Hanja pintu kamar orang biruang itu sadja jang terkuntji rapat.
"Tuan Kha, dugaanku mungkin ada orang jang sengadja melepaskan, biruang ini untuk
menimbulkan panik." kata Hiang Kat, matanja mengawasi Kha Tay Siang.
"Akupun menduga demikian," kata Kha Tay Siang dengan sikap dingin. wadjahnja
tampaknja tambah menjeramkan. ,Tapi siapa jang melepaskannja ? Kamar biruang ini
dibawah pengawasan Liong A King, dia harus bertanggung djawab akan hal ini !"
"Tuan Kha, aku berani sumpah, bukan aku jang melepaskan biruang ini.?? Liang A King
buru2 menerangkan.
"Kuntji kamar ini dan idjuga kuntji pintu kawat berduri kau jang simpan," kata Kha Tay
Siang, "kalau bukan kau, siapa jang melepaskannja ?"
"Kuntji2 kamar batu dan pintu luar meski besar dan kuat, tapi pembuatannja sangat
sederhana, orang tidak usah menggunakan anak kuntjinja, dengan kawat ketjil sadja
dapat membukanja. Apalagi aku tidak selamanja, siang hari malam terus mendjaga
kamar ini. Aku perlu kedapur .untuk makan, aku pun harus tidur." kata Liong A King,
"maka sesuatu orang jang ada dirumah pesanggrahan ini, semuanja tidak lepas dari
tuduhan."
"Nona Hiang Kat, perkataan Liong A King djuga mengandung kebenaran, soal ini kita
perlu peladjari dan periksa se-dalam2nja." ka?ta Kha Tay Siang.
"Tuan Kha, kau benar," kata Hiang Kat, "hanja, sekarang ini bisakah kau mengganti
kedua anak kuntji jang lebih kuat, untuk mentjegah terulangnja kedjadian serupa ini ?"
"Anak kuntji jang kuat dan baik, disini tjuma ada satu, tapi sudah dipakai untuk menguntjipintu besar rumah pesanggrahan." kata Kah Tay Siang, wadjahnja tetap" dingin kaku,
"untuk satu malam ini biarlah pakai anak kun?tji itu sadja dulu, barangkali tidak akan
terSO
1 djadi apa2. Besok pagi aku suruh orang kekota ; untuk membeli lagi I"
Malam itu sebelum tengah malam betul sal dja ticiak ada kedjadian apa2, semua crang
t jang ada dirumah pesanggrahan itu hampir dapat tidur dengan njenjak. Tapi selewatnja
tengah malam, suasana lantas berubah.
Ouw Ga dalam keadaan setengah tidur setel ngah melek msrasakan hembusan hawa
panas menjambar mukanja. Ket'ka ia ter-djaga dari { tidurnja dan membuka mata, ia
dapat kenjat taan bahwa hembusan hawa panas itu keluar dari hidungnja seekor biruang.
I Pembaringan Ouw Ga jang tjuma berukurl an 3.5 meter itu, sebelah berada didekat
temu bok, sebelah lagi berdiri biruang tersebut, jang kedua kaki depannja sudah ada
dipinggir pem-baringan, sedangkan mulutnja sudah berada dekat sekali dengan mukanja
Ouw Ga. Walau? pun Ouw Ga mempunjai kepandaian tjukup 8 tinggi, mempunjai
kepandaian lontjat jang tjufj kup sempurna, tapi dibawah keadaan demikian, ia sama
sekali sudah kehilangan kedudukannjajang menguntungkan; asalkan biruang itu meJ
njerang padanja, ia segera tergigit lehernja,
' atau terpidjak dadanja. Umpama ia mentjoba" nja setjara nekat dengan tiba2
melontjat dan melarikan diri, djuga sudah tidak ada harapan l' bi?a loVs dari
tiengkeramannja biruang itu.
Ouw Ga mengerti dirinja sudah berada da* lam keadaan kepepet, bukan kepalang
kagetnja, I) keberaniannja telah lenjap sama sekali. Tapi i' ia bcrdaia untuk berlaku
tenang. ia tidak berr gerak, djuga tidak bersuara, matanja melirik
kepembaringan Hiang Kat, ia mengharapkan Hiang Kat segera terbangun dari tidurnja
dan memberikan pertolongan diwaktu jang tepat. Tapi ia tampak Hiang Kat maupun Ik
Tjian ! ke-dua2nja masih tidur njenjak.
Dalam keadaan tidak berdaja sama sekali, Ouw Ga sangat gelisah, terpaksa rebah
diam ' diatas pembaringan tidak berani berkutik. Biruang itu agaknja sudah tidak sabaran,
dengan : kaki depannja ia membalik-balikkan tubuhnja Ouw Ga, dan memandangnja
dengan tadjam.
Hiang Kat jang tidur didepan Ouw Ga, telah tersadar oleh hembusan angin malam jang
di~ ngin menusuk tulang2nja, ia membuka mata| nja, ia dapat lihat rembulan diatas
langit Jang memantjarkan sinarnja melalui djendela lerus masuk kedalam kamar,
terbukanja daun djen1 dela jang tadinja tertutup dan sekarang terpentang lebar2 telah
membikin ia terkedjut, seketika itu djuga iapun dapat lihat peman| dangan jang
mengerikan itu.Untung ia sudah menduga bahwa malam ini ; mungkin akan terdjadi apa2, maka ia
tidur dengan pakaian biasanja, untuk ber-djaga2 setiap kemungkinan. Sefelah berpikir
sedjenak, dengan tidak mengeluarkan suara sedikitpun ia turun dari pembaringan,
setelah memakai : sepatunja, ia lantas menjambar selembar selimut, dengan apa ia
gulung kepalanja biruang itu, kemudian melompat kesamping tubuh binatang itu dan
menendang dengan sekuat tenaga, agar bi ruang itu terguling. Tidakkira -bahwa tubuh
biruang itu sangat berat, tendangannja se-olah2 membentur tembok batu diruang induk
dengan manusia biruang telah dan bergumul. saling terdjang.
Tapi Ouw Ga dilain pihak sudah mengunakan kesempatan itu, dari pembaringan
melompat turun, menjingkir dari ,tempat jang berbahaja itu.
Biruang itu menggerakkan kaki depannja, menarik selimut jang mengurung kepalanja.
Saat itu, Hiang Kat sudah membuka pintu dan balik menjerang biruang itu. Hal mana
membikin binatang buas itu sangat murka, dengan buas ia menubruk Hiang Kat. Hiang
Kat keluar dari kamar dan terus lari, binatang buas itu mengedjar dari belakang.
Ouw Ga melihat Hiang Kat sudah dapat memantjing binatang buas itu keluar dari
kamar,lantas membangunkan Ik Tjian jang masih njenjak mendengkur, kemudian
dengan tjepat ia berpakaian dan menjambar sebuah kursi jang dipentangnja sekuah
tenaga, untuk mematahkan ked.ua kaldnja, dengan kaki kursi itu dibuat sendjata, ia
keluar dari kamar, terus mengedjar untuk memberi bantuan lcepadaHiang Kat.
Hiang Kat dengan tjepat lari keluar melalui ' lorong dalam rumah, ia hendak pantjing
biru?ang itu kembali kesarangnja, tapi baru sadja ia keluar rumah, ia dapat lihat manusia
biru?ang sudah berdiri disitu, mentjegaK perdjalanannja, malah segera menjerangnja.
Diserang dari depan dan belakang tidak bedanja dengan keadaannja Ouw Ga tadi,
bahkan lebih berbahaja lagi, karena dikedua sisi lorong itu berdiri tembok, didepan ada
manusia biru?ang jang mentjegat djalan, dibelakang ada bi?ruang iniduk jang
mengedjar, tiada djalan unI
tuk dapat mengelakinja, clan tangannjapun
t aak bersenajaia, dengan mengandel sepasang kepalannja untuk melawan manusia
biruang dan binatang biruang itu, tidak bedanja seperti , tjari kematian sendiri. Tapi tidak
melawan sama sekali berarti mempertjepat kematiannja.
Disaat itu, Ouw Ga berada dilain udjung dalam lorong itu, terpisahnja masih kira2
seratus kaki djauhnja dengan biruang induk. Ia tampak manusia biruang itu dengan tiba2
menerdjang Hiang Kat, begitu pula biruang induknja.
Ouw Ga ternganga diam terpaku, ia membajangkan bagaimana tubuh Hiang Kat jang
ketjil langsing telah diterkarn dan akan mendjadi mangsanja binatang biruang itu.V. SOBEKAN KAIN DIATAS POHON
Tapi kenjataan sebaliknja. Biruang ii^duk dengan manusia biruang telah saling tubruk
dan saling bergumul, setelah bergelimpangan ditanah sekian lamanja ,kembali mereka
lari keluar rumah.
Dan Hiang Kat ? Ternjata lebih dulu sudah lari laksana terbang menudj.u ketaman
kembang. Ia lolos dari serangan dua fihak, sebahagian menganclal ketjerdikan dan
ketenangannja, sebahagian pula mengandal kegesitan, kelintjahan dan kepandaian
mengentengkan tubuh serta kemudjurannja.
Ketika manusia biruang itu menerkam patdanja, ia telah ambil putusan tidak akan
berkelit, ia hendak melakukan perlawanan, ini adalah siasatnja untuk menghindarkan la
wan jang berat dan memilih jang ringan. Tapi ketika ia dapat lihat binatang biruang itupun
hendak menjerangnja dari belakang, ia lantas robah siasatnja; ketika'kedua machluk itu
menjerang berbareng dari muka dan belakang, ia lantas setjepat kilat berkelit kesamping,
maka terdjadilah benturan hebat antara binatang biruang dengan manusia biruang,
sehingga bergumullah ditanah. Hiang Kat menggunakan kesempatan jang baik itu
,dengan tjepat meninggalkan lorong dan lari keluar rumah.
Binatang biruang dan manusia biruang itu setelah tahu apa jang telah terdjadi, mereka
bertambah murka, mereka segera mengedjar Hiang Kat.
Ouw Ga jang menjaksikan bagaimana kawannja meloloskan diri dari bahaja maut itu
merasa sangat kagum, seketika itu iapun bertam?bah besar semangatnja, maka segera
menge?djar binatang biruang tersebut.
Keadaan dalam taman masih sunji, hanja suara binatang djangkrik dan kodok jang
memenuhi telinga, kadang2 djuga diseling dengan suara burung kukuk-^beluk dan lain2
burung malam. Sinar bulan menjinari taman jang su?nji sen jap itu.
Ouw Ga mempertjepat larinja, sebentar sadi'i ia sudah dapat menjandak binatang itu,
dpn dergan sekuat tenaga ia menjerang belakansr binatang biruang.
Tapi sepasang kaki kursi itu ternjata telah patah. Binatang buas itu menoleh untuk
segera ^menjerang Ouw Ga.
U) Ouw Ga tidak berani berlaku ajal, ia buru2 berkelit kesamping, ia menendang perut
Fear Street Akhir Segalanya Fearhall The Conclusion Sherlock Holmes - Dokumen Angkatan Laut Runner Up Girl Karya Hanna Natasha

Cari Blog Ini