Ceritasilat Novel Online

Rose 5

Rose Karya Sinta Yudisia Bagian 5


perbuatan dan kata-kata yang akan membongkar kejadian perih itu,
pasti tidak hanya akan memalukan Cempaka. Tetapi juga sangat
melukai Yasmin. ltulah yang sangat ia jaga. Mawar mencintai Yasmin.
Lebih dari yang sanggup Cempaka berikan, menurutnya.
Tetapi, apa yang Mawar duga sebetulnya tak terlalu tepat
jauh di lubuk hati Cempaka, ia mulai merasakan kerinduan,
kecemburuan, dan kemarahan yang bertumpang tindih. Entah pada
apa dan siapa. Melihat Yasmin pulang menyerbu Mawar dan
menghujaninya dengan segudang cerita. Pulang membawa oleh-oleh
yang tampak sepele seperti es buah atau donat yang sengaja
disisihkan ketika jam istirahat Mawar menciuminya dan Yasmin
memberati lehernya dengan pelukan kedua lengan mungilnya.
Melihat Yasmin tumbuh manis membangkitkan penyesalan yang tak
dimengerti. Mungkin lain seandainya ia tumbuh liar tak terkendali,
akan ada rasa puas di hati Cempaka. Salah siapa dulu tak
263 264 mengenyahkan? Tetapi, melihatnya bersenandung lagu lslam,
melantunkan sholawat Badar dan sholawat Nariyah, melihatnya
berjamaah bersama Mama dan Mawar, mendengarkan hafalan
Qur'annya yang lancar, membuat Cempaka tak mengerti dengan haru
biru batinnya. Melihat bahwa ia pandangan yang menyejukkan hati
bagi yang tiap melihatnya, membuat Cempaka berkhayaL Andai ia
miliknya, tentu Cempaka akan menjadi ratu bagi Andi dan
kebanggaan Mama di Solo! Yasmin memang miliknya, tapi tak pernah
dimilikinya!
Mawar bukannya tak menangkap pendar-pendar aneh di mata
Cempaka.
la sadar, sebenarnya cepat atau lambat, Yasmin akan segera
kembali ke yang lebih berhak. Walau ia benci memikirkan
kemungkinan itu! Tapi, perang batin sering tampak dalam
pandangan Cempaka. Sekilas, ia tak acuh dengan kehadiran Yasmin.
Namun kemudian berubah tersentuh melihat gadis kecil itu
membuatkan segelas teh hangat Andai saja ia hadir di saat yang
tepat, bukan delapan tahun yang silam
Cempaka tak lebih dari seminggu di Yogya. la mencium kening
Yasmin begitu lama ketika hendak berangkat.
"Kapan-kapan Yasmin ke jakarta, ya."
Ajakan yang pertama kali didengar Mawar. Yasmin memandang
dengan wajah sedih.
"Tante sering kemari, ya. Tante Melati, kan, sebentar lagi dibawa
ke Inggris, Bude Dahlia mau melahirkan. Yasmin kesepian."
Cempaka mengacak rambutnya. Tak mengiyakan, namun juga
tak membantah. Mawar memeluknya. Walau bagaimanapun, ia
adalah kakaknya.
"Beri tahu aku kalau Mbak ada kesulitan."
" Te n tu."
Suasana yang sepi makin menggigit ketika Cempaka pergi.
Mawar benar-benar memutuskan untuk konsentrasi kuliah
kembali. Ia mengurus transkrip nilai agar tak perlu mengulang apa
yang pernah didapat, lalu mendaftar di universitas swasta yang baik
untuk jurusannya. Rasanya malu bila kembali ke UGM setelah cuti
sekian lama. Mawar berjanji belajar sebaik-baiknya agar segera
lulus dengan nilai memuaskan. Mama sangat mendukung.
Melati sering menelepon mereka dan mengabarkan keadaannya.
Dua bulan lagi, mereka akan berangkat ke London, lnggris. Sekali?
sekali Melati suka datang ke rumah dan bernostalgia bersama Mawar
sebelum kepergiannya. la senang Mawar kembali melanjutkan kuliah
sekaligus perih dengan duri-duri yang menghunjam hati. Mengapa
tiba?tiba Mawar begitu bersemangat? Karena ia menganggap Melati
lebih berhasil memperoleh jodoh disebabkan status pendidikannya?
Atau karena dulu ia terlalu sibuk mengurusi adiknya hingga tak
sempat berpikir tentang dirinya sendiri?
"Nggak usah berpikir macam-macam, deh, Mel," Mawar
menegurnya, menangkap gurat bersalah di wajah itu. "Kamu nggak
usah merasa terlalu bersalah dan menjadi penyebab. Bila sesuatu
sudah terjadi, itulah takdir, kan? Doakan aku segera sukses dalam
studi hingga lebih tenang memikirkan langkah selanjutnya."
Melati tersenyum. Selalu Mawar yang berhasil mendongkrak
semangatnya dan memulihkan rasa percaya diri.
Ketika saat perpisahan itu tiba, tak ada yang sanggup menahan
jatuhnya air mata. Terlebih Mama. Anak bungsu yang sering
dianggap masih kecil, kini akan dibawa pergi merantau jauh. jauh
dari tanah air, jauh dari sanak saudara yang mengasihi. Hidup di
negeri orang yang masih asing yang hanya dikenal lewat literatur
dan media massa. Melati sesenggukan. Mawar mengusap matanya
yang selalu segera basah. Berkelebat semua bayangan manis dan
pahit yang dilalui bersama-sama.
265 266 "jaga dia, ya, Haris," pesannya dengan bibir bergetar. "Dia belum
pintar memasak, belum pintar mengurus keilangan dan rumah
tangga. Dia baru pintar mendiagnosis orang dan mengobatinya."
"Tentu, Mbak," jawab Haris tulus. "Doakan kami selalu dilindungi
Allah. Studiku cepat selesai sehingga cepat pulang ke tanah air."
Dahlia yang baru melahirkan, membawa serta bayi mungilnya
ke airport.
"Beri tahu kami kalau ada apa?apa di sana," pesannya khawatir.
"Kamu belum punya pengalaman menjadi istri dan ibu. Kalau kamu
hamil, segera beritahu kami juga."
Melati mencium kedua pipinya dan bayinya yang mungil
"Ya, insya Allah."
Yasmin memeluk keduanya dengan sedih.
"jangan lupa kirim sms dan email, ya, Tante?"
Haris dan Melati balas memeluk dan menciuminya. Mereka
melambaikan tangan dengan berat hati ke arah keluarga Melati
dan keluarga llaris yang mengantar. Ketika burung besi itu
mengangkasa, Mawar merasa separuh hatinya ikut terbang
bersama. Pesawat itu makin lama makin menghilang dari
pandangan, hilang di balik gumpalan mega dan kilau cahaya
matahari. Mawar membiarkan wajahnya yang basah mengering
oleh terpaan angin.
12! 4, Episode 15
Mawar menenggelamkan diri dalam kesibukan
bisnis.
Ia memulai kuliah kembali setelah mengurus
transkrip nilai. Rasanya, sungguh berbeda menapaki
kampus bersama rekan-rekan yang jauh lebih muda.
Awalnya sempat merasa malu, terpikir untuk mundur
dan berkata bahwa ia berada dalam kondisi finansial
mapan. Toh, tak perlu lulusan sarjana untuk mampu
mengoperasikan perusahaan. Intuisi dan pengalaman,
juga jaringan, jauh lebih penting.
Berkutat dengan uang sepanjang waktu, membuat
Mawar merasa bosan. Ada hal?hal yang tak dapat (1 iukur
dengan kemapanan. llmu adalah pencapaian yang tak
setara dengan harta. Setelah mampu menepis rasa malu,
Mawar mulai menikmati kuliahnya kembali. Bahkan,
ia memahami betul seluk beluk teori setelah memiliki
latar belakang jatuh bangun dengan bisnis ternak ayam
dan katering Mama.
E-Booh by syuuqy_urr
267 268 Menimba ilmu sekarang, jauh berbeda. Dulu, untuk sekadar
fotocopy harus berhitung betul sisa rupiah, kadang harus memangkas
ongkos pulsa atau bensin. Sekarang, Mawar mampu melayani dirinya
sendiri dengan referensi terbaik. Membeli buku yang diinginkan.
menambah keterampilan bahasa Inggris agar lebih mudah
menyerap jurnal-jurnal terbaru.
Melati rajin berkirim kabar via email, menceritakan flat kecil
mereka dan musim yang berbeda dengan lndonesia. Merindukan
gudeg, sambal terasi sampai singkong goreng yang biasa menemani
malam-malam mereka saat harus lembur menghitung keuangan
atau menyiapkan pesanan dalam jumlah besar.
Dahlia bahagia dengan kelahiran bayinya, rutin berkunjung
ke Mama, menyemarakkan rumah dengan tangis bayi. Mama mulai
mengomel kembali, satu kebiasaan yang sudah lama ditinggalkan.
Maklum, Dahlia belum terbiasa merawat bayi dan lebih banyak
berpegang pada teori majalah?majalah parenting. Bedong, masuk
angin, tak ada dalam kamusnya, sementara Mama bersikeras dengan
semua pengetahuan jawanya.
Kadang, Mama bersitegang dengan Dahlia, tetapi tak
menimbulkan perselisihan memuncak. Urusan cucu seringkali
menjadi bahan rebutan sang ibu dan nenek. Yasmin senang sekali
dengan kehadiran bayi mungil yang diberi nama Najma, si bintang.
Cempaka rutin berkirim kabar.
Sedikit aneh karena mulai terselip pertanyaan seputar Yasmin.
Kadonya untuk Najma muncul, dan ada titipan untuk Yasmin di
situ. Barang-barang mahal tentu saja. Anehnya, tak cukup sekali
Cempaka mengirimkan hadiah ke Yogya, terutama kepada Yasmin.
"Mbak nggak bisa membeli Yasmin dengan kemewahan," suatu
ketika Mawar menegur lewat telepon.
"Aku salah lagi?" suara Cempaka meninggi di seberang.
"Bukan begitu. Untuk apa memberi Yasmin barang?barang yang
belum pantas dipakai? jam tangan mahal, boneka panda raksasa,
tas-tas. Kamar Yasmin bahkan berisi hadiah Mbak yang sebagian
belum dibuka."
"Kamu marah, cemburu, aku mampu membelikan Yasmin
barang bagus?"
"Bukan itu intinya! Mbak mulai menyayangi Yasmin?"
Cempaka terdiam di seberang, menutup telepon tanpa basa?
basL Marah? Cemburu? ltukah yang ada dalam benak Mawar? Segala
yang tinggal bersama dirinya mulai pergi jauh. Dahlia, Melati,
akankan Yasmin pun pergi? Mawar menggertakkan geraham. Tidak!
Seenaknya saja mengambil hak asuh Yasmin. Dibuang bertahun?
tahun, dipelihara susah payah, ketika tumbuh menjadi gadis kecil
yang cantik dan pintar, akan direbut! Oho, tunggu dulu.
Apa Cempaka pernah mengerti, setidaknya bertanya,
bagaimana rasa menunggu seorang anak kecil di rumah sakit karena
muntaber? Tak hanya sekali Yasmin menjalani rawat inap. Demam
berdarah dan typus, beberapa kali terjadi. Apa Cempaka pernah
mengurus popok Yasmin, mencuci ompol dan kotorannya? Tak
pernah. Membelikan susu? Tak sekalipun. Menimang, menidurkan,
bertahan dalam kesabaran saat rewel minta ampun? Menimhnya di
usia setahun, menjaganya dari bahaya akibat rasa ingin tahu balita
yang kelewat besar?
Melahirkan iya. Merawat, bahkan sekadar menyapa pun tak
pernah.
jangan berharap Yasmin akan kembali!
Mama mencium gelagat tak baik dalam perseteruan Mawar
dan Cempaka yang mulai meruncing kembali. Halus Mawar
mengingatkan Yasmin untuk tak membuka lagi kado-kado dari
269 270 'Tante' Cempaka, kalau bisa dihadiahkan saja kepada anak-anak
panti asuhan. Yasmin tentu menolak! Alangkah sayangnya tas
Barbie warna pink, lengkap dengan tempat minum diberikan pada
orang lain.
"Bunda bisa membelikan seperti itu," bujuk Mawar.
"Tapi, Yasmin mau punya Tante Cempaka."
Ketika bujuk rayu tak mempan, Mawar mulai bersikap.
"Bunda nggak suka!"
Hanya itu yang mampu diucapkan, di antara tangis
sesenggukan Yasmin.
Mama memanggilnya bicara berdua, ketika malam Yasmin telah
terlelap dalam selimut patchwork, buatan Mawar sendiri.
"Kamu terlalu keras sama Yasmin, Nduk, akhir-akhir ini."
"Mawar cuma mencoba mendidiknya. Mama sendiri yang
mengajarkan, anak lebih baik dibesarkan dalam keadaan prihatin.
Dia lebih mawas diri, Iebih tangguh nanti. Kalau sejak kecil dijejali
barang-barang mewah, apa jadinya seandainya saat besar nggak
mampu punya penghasilan besar? Bisa collapse, down, nggeblak,
kan?" Mawar menjawab berapi.
"iya, tapi ini, kan, bukan Yasmin yang meminta. Cempaka yang
ngasih."
"Mama nggak merasa sesuatu yang aneh terjadi? Seolah Mbak
Cempaka berusaha merebut perhatian Yasmin?"
Mama menatap Mawar, tepat di manik mata.
"Apa itu salah?" Mama berucap hati-hati. "Yasmin memang anak
Cempaka. Cepat atau lambat, kamu harus punya kehidupanmu
sendiri, Mawar."
*** Mawar menangis.
Menangisi ucapan Mama, pun kebenaran yang terkandung di
dalamnya. Segala kasih yang besar untuk Yasmin tak akan pernah
sepadan dengan kesempatan melahirkan yang dialami Cempaka.
Padahal, Cempaka bahkan tidak sekalipun mengejan! Sekarang,
setelah badai berlalu dan kehidupan membaik, setelah semua berjalan
lebih tenang, Cempaka akan mengambil keuntungan! Siapa yang
dulu menganggap Yasmin sebagai anak haram jadah?
Secara hukum, Mawar tak tahu pihak mana yang lebih berhak
atas Yasmin. Ketika berbincang dengan Lies, Mawar pun tak mendapat
pembelaan. Saat?saat buntu menghadapi masalah, sejak dulu hingga
bertahun kemudian. Mawar selalu menjadikan Lies sebagai teman
berbagi. Mereka masih sama-sama sendiri hingga sekarang. Lies sibuk
dengan aktivitasnya menjadi dosen dan diundang sebagai pemateri
ke sana kemari. Agak kesulitan bertemu dengannya sekarang, tetapi
Lies tak pernah menyembunyikan diri ketika memang tersedia waktu
untuk berbagi bersama teman-temannya.
"Apa yang dilakukan Mbak Cempaka di masa lalu adalah salah
satu kesalahan yang dianggap lazim sekarang, War. Hubungan
melampaui batas, cinta lelaki perempuan yang tidak ditempatkan
pada porsinya. Bangsa Timur berbeda dari bangsa Barat," Lies
memberikan pendapat
"Aku tahu, Mbak Cempaka sudah berbuat nista. Fian tak
diketahui keberadaannya, Mbak Cempaka terlibat dalam
kebohongan besar dari waktu ke waktu," Mawar menandaskan. "Dia
menikah dengan status 'gadis' di buku nikah. Belum lagi dalam
sekian banyak pembicaraan, tentu dia nggak pernah mengatakan
pernah punya anak. Orang dengan kondisi seperti ini, apa pantas
menjadi ibu bagi Yasmin?"
Lies tersenyum.
271 "Memang, sih, banyak orang merasa aman hamil di luar nikah,
melanjutkan hidup, tutup mulut dan mata."


Rose Karya Sinta Yudisia di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Begitupun Mbak Cempaka!"
"Kamu kelihatan marah sekali?" Lies mengerutkan kening.
"Seolah semua berlalu baik-baik saja," Mawar getas berkata.
"Tidak ada dosa, tidak ada karma, tidak ada balasan."
"Kamu berniat menghukumnya?"
"Aku ingin dia menyadari kesalahannya."
"Kamu nggak ingin ngasih kakakmu kesempatan kedua?"
"Kesempatan macam apa?"
"Dengan dia mengasuh Yasmin, dia akan belajar banyak dari
kesalahannya di masa lalu."
"Tidak," Mawar menggeleng. "Aku tidak akan memberi dia
kesempatan seperti itu."
"Kenapa?"
"Apa jadinya kalau Yasmin tinggal sama Mbak Cempaka?
Kehidupan hedonis, jauh dari ketenangan. lngar bingar materi
semata."
"Siapa tahu dengan hadirnya Yasmin, semua berubah dalam
kehidupan Cempaka."
"Enak sekali!"
"Kamu sangat membenci kakakmu."
Mawar terenyak. lengah tiba-tiba. la menarik napas panjang,
melapangkan rongga dada seluas-luasnya. Menundukkan kepala,
menekuri jari kaki. Segelas sirup warna merah, berembun, dengan
campuran selasih dan nata de coco yang dihidangkan Lies, tak
menarik dahaga.
272 Benci? Dendam? Apakah itu yang menjadi dasar segala perilaku
Mawar selama ini? Perkataan Lies menyakitkan, nyaris Mawar tak
sanggup menghadapi ucapan-ucapan lembumya yang menohok.
Mawar kecewa dan tersinggung, anehnya, berulangkali perkataan
Lies terngiang. Selama berhari-hari, terutama ketika merenung di
sepertiga malam, ucapan Lies menyapa benak.
"Ketika seorang gadis hamil di luar nikah, seluruh komposisi
hidupnya berubah. Dirinya, keluarganya. llal-hal yang terjadi
kadang di luar kesadaran, seolah menggugurkan kandungan atau
menikahkan dengan seorang lelaki?demi menutupi aib?mampu
mengembalikan kehidupan kembali seperti sediakala. Padahal
tidak, sama sekali tidak."
Mawar sepakat dengan Lies untuk hal ini.
"Kebohongan demi kebohongan, tipuan menutup dusta. ltulah
yang menyebabkan kehidupan mereka yang hamil di luar nikah
berlarut?larut dalam kerumitan. jika saja bertobat, mengakui
kesalahan, jujur, bertanggung jawab menerima konsekuensi, baik
dari hukuman Tuhan maupun hukuman sosial masyarakat,
mungkin akan jauh lebih baik."
Mawar setuju.
Baginya, Cempaka melarikan diri dari kenyataan. Melarikan diri
dari tanggung jawab. Apapun alasannya, berhubungan dengan Fian
dahulu?cinta sejati, cinta mati, cinta mabuk?semua berdampak
dengan terjadinya kehamilan. Seharusnya, sejak semula Cempaka
mengakui bahwa ia salah, ia harus mau men anggung semua risiko akibat
kesenangan sesaat Tapi, Cempaka seolah tak mau susah, ingin tetap
senang dengan kondisi 'baik?baik saja', kuliah, berkarir, berumah tangga.
Seakan ia mampu mendesain kehidupan sesuai keinginannya sendiri.
Dalam banyak hal, Mawar sependapat dengan Lies, kecuali satu
hal Perkara Yasmin.
273 274 "Sudah saatnya Mbak Cempaka belajar dari kesalahannya. Bila ia
mengakui dan mengasuh Yasmin, pasti ada perubahan dalam hidupnya.
Suaminya, keluarga suami, mertua, akan serentak menjadi ujian
kesungguhan Mbak Cempaka dalam melakukan perbaikan-perbaikan.
N gak mungkin, kan, Yasmin tinggal di tengah keluarga Mbak Cempaka
tanpa konflik apapun? Nah, (bngan kamu mengembalikan Yasmin, Mbak
Cempaka akan membuka mata insya Allah: inilah buah perbuatanku
dulu Siapa tahu pula di tangan Mbak Cempaka, Yasmin tak sama. Di
tanganmu ia menjadi baik, bersama Mbak Cempaka, Yasmin akan
tumbuh menjadi gadis yang penuh ujian bagi ibunya: nakal, tak mau
diatur. Perilaku Yasmin akan menguji keteguhan iman Mbak Cempaka.
Dan, kupikir itulah yang bernama karma."
Apapun itu, Yasmin tak akan kembali ke pangkuan Cempaka.
ltulah janji Mawar.
Saat Mawar bersikeras mengungkapkan pendapat, Lies
menatapnya lembut
"Mawar, apakah kau yakin ikhlas mengasihi Yasmin?"
Tentu saja! teriak Mawar.
"Apakah itu bukan wujud dendammu pada Mbak Cempaka yang
telah merebut sekian banyak kesempatan baik dalam hidupmu:
kamu harus berkorban banyak sehingga kehidupanmu berbeda
dari orang-orang normal yang lain? Kalau dasar perbuatanmu
hanya ingin membalas, ingin menghukum, ingin menyakiti Mbak
Cempaka alangkah sayangnya!"
Mawar marah di atas sajadahnya.
Marah atas ucapan dan tuduhan Lies yang tidak mendasar. la
mencintai Yasmin tulus, sejak bayi itu masih meringkuk di
inkubator! Tahu apa Lies tentang semua puzzle kehidupannya?
Tapi nasihat sahabat, meski dibenci, tetap meninggalkan bekas.
Mungkin ia tulus mencintai Yasmin. Tapi, tak pernah tulus
menghadapi Cempaka. Ya. Jika jujur, sejak menikah dan berkarir di
jakarta, Mawar seringkali menepis serangkaian kelebatan: lihat saja
nanti. Waktu demi waktu, ketika Cempaka terus bahagia dengan
karir dan keluarga, Mawar sesekali bertanya: kapan? Kapan
Cempaka tertimpa suatu masalah yang akan membalik dunia gelak
tawanya?
Ah. ltukah yang dinamakan dendam? ltukah yang dinamakan
ketidakikhlasan, ketidaktulusan?
Mawar memejamkan mata. Sebulir air bergulir.
Mencoba jujur itu menyakitkan, apalagi jujur pada diri sendiri.
Apakah ia ikut resah ketika Cempaka merokok malam hari, di
halaman luar, tampak galau memandang langit hitam berkelip?
Ataukah sebetulnya hati kecil bersorak: Mbak Cempaka, tiba masa
karmamu datang! Apakah ia sedih atau bahagia, mendengar Cempaka
tak kunjung hamiL sementara Dahlia sudah melahirkan bayi lucu?
Benarkah ia berniat menolong keluarga ini atau sesungguhnya tengah
menunjukkan pada dunia: siapa yang paling berjuang?
Ingin dilupakan pertemuan dengan Lies. Tetap saja, sebuah
celah terbuka di rongga dada.
*** Rasyid datang suatu ketika, membawa dua kotak berkat nasi
dan sekotak bolu keju legit Syukuran atas kepindahan keluarga
kecilnya ke rumah mungil yang dicicil dari tetes keringat sendiri.
Tanpa lntan, Mawar sempat merasa canggung. Rasanya, aneh berdua
seperti ini, padahal dulu mereka sering menghabiskan waktu di ruang
mahasiswa pecinta alam. Untungnya, Mama dan beberapa pekerja
lalu lalang di halaman. Pun, Rasyid hanya ingin berbicara sebentar.
275 276 Maka Mawar menyediakan waktu berbincang, meski kepalanya
pening memikirkan Yasmin dan Cempaka.
"Kuharap aku tidak mengganggu."
"Nggak, kok."
"Kamu lagi kondisi prima?"
"Heh?"
"Maksudku nggak banyak pikiran, nggak banyak beban?"
Mawar tersenyum bingung.
"Ada apa, sih, Syid? Aku jadi nggak ngerti."
Rasyid pun tampak gugup. Mawar menundukkan kepala. Dulu,
Melati sering meledek lelaki di depannya. Pasangan serasi, ramal
Melati. Yang satu tukang omong dan suka shortcut; yang satu pandai
menyimpan bahasa dan senang jalur lambat Meski sekadar olokan,
Mawar sempat membayangkan memiliki suami seperti Rasyid
Ketika Rasyid menikah, ia bahagia, meski sempat terselip kecewa.
Wajar, tak banyak stok lelaki macam Rasyid di bumi bulat ini. Lelaki
yang akan memuliakan perempuan, melindungi perempuan,
menjaga keluarganya dengan baik dan melimpahkan kasih sayang.
Aih, Mawar merasa terpojok dengan pikirannya baru saja.
Ketika Mawar menegakkan kepala, Rasyid terlihat sibuk
mencari sesuatu dari dalam tas ransel. Sekotak kecil bingkisan
muncul, dengan pita merah maroon dan kotak manis warna merah
bata. Mawar mengerutkan kening, tak mengerti. Kotak kecil itu
diletakkan hati?hati oleh Rasyid di atas meja.
"Maaf... ini mungkin nggak sopan Ah, ya aku harus bicara
bagaimana, ya?"
"Ya ...?"
ya, sebut saja ini lamaran untukmu .."
Mawar seketika tersedak. Kepalanya terlontar ke belakang,
matanya membundar. Telinganya pasti salah! Melamar? Melamar
siapa? istri ke berapa?
Ya. Jumlah perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Beristri
lebih dari satu diizinkan. Poligami banyak ditentang perempuan.
Alasan apapun, perempuan tak sanggup membagi cinta. Loncatanloncatan pemikiran muncul begitu saja.
"lntan tahu?"
"Tahu, tentu saja."
"Ia nggak kemari?"
"Intan sibuk."
Mawar memijit kening. la orang rasional Selalu mengajukan
kemampuan nalarnya terlebih dahulu sebelum perasaan
bergelombang-gelombang. Poligami apa salahnya? Pastinya,
memang tak ada perempuan yang bisa akur. Cakar-cakaran apa
pula yang salah? istri Rasul pun pernah bertikai. Poligami tidak
mesti rukun selalu, justru perseteruan adalah hal manusiawi! Jadi,
kalau nanti ia dan Intan beradu mulut atau bahkan fisik, wajar saja.
Mereka tak akan pernah akur untuk menjadi yang terbaik di mata
Rasyid.
Mawar menggeleng-gelengkan kepala.
Rasanya terkejut Belum siap. Rasyid memandangnya hatihati.
"Apa pendapatmu?"
"Aku bingung
"ltu wajar. Semua orang mengalaminya."
Tentu saja! Semua orang bingung jika harus menikah lagi!
"Aku harus bagaimana?" Mawar terbata.
277 278 "Pikirkan saja dulu hati-hati. Tapi, jangan lama-lama. Aku harus
segera mendapatkan kepastian jawaban."
"Harus kubicarakan dengan Mama."
"Pasti," Rasyid mengiyakan.
Mereka merasa kaku hingga Mawar merasa perlu beranjak
menyiapkan minuman. Meski Rasyid berkata hanya sebentar,
tampaknya ia tak segera beranjak. Terbukti, tak menyanggahnya
ketika Mawar izin ke belakang. Di belakang, Mama menyapa dengan
tanya jawab singkat seputar Rasyid yang ditanggapi Mawar penuh
galau. Ah. Mama. Apa pula pendapatnya bahwa putrinya yang
terakhir menikah, menjadi istri kedua?
Rasyid meneguk minuman segera. Seperti seharian berkelana
di gurun pasir tanpa oase, bahkan menuang segelas lagi sirup dari
teko yang disediakan. Mawar menangkap kegugupan itu.
Tiba-tiba, Mawar ingin mengatakan sesuatu.
"Andaikan aku menolak?"
Wajah Rasyid pias. Mengeras.
"Ya aku kecewa."
Mawar menahan napas. Menggelengkan kepala, "Aku nggak bisa
memberi kepastian, ya. Kalau jawabannya iya apa langkah
selanjutnya?"
Nada dering berbunyi. Rasyid meminta izin sejenak, menjawab
panggilan. Wajah kakunya terlihat santai dan mesra. Mawar
seketika membaca bahwa suara samar di seberang, renyah dan
lembut, adalah suara lntan. Rasyid keluar sebentar untuk
mendapatkan area pembicaraan yang lebih lapang. Mungkin ia
berdiskusi, mungkin bernegosiasi, tebak Mawar. Apa yang ada di
kepala laki-laki ketika menyiapkan pernikahan kedua? Melihat
Rasyid mematikan telepon, nyala di matanya, suara intan yang
ceria nyaris tak dapat dibayangkan. ia akan menyela kebahagiaan
itu dan hidup di antara mereka!
Rasyid berdehem, tersenyum, kembali duduk di depan Mawar.
"jadi ...?" mereka nyaris bersamaan mengumbar tanya.
Rasyid tertawa kecil.
"Kalau iya, segera kabari aku. Supaya disiapkan acara lamaran
yang lebih resmi."
Mawar menelan ludah. Bergidik atau bahagia? Sedih atau
bersorak?
Sebelum terlambat, sebelum semuanya berlangsung lebih jauh,
ada satu hal penting yang ingin dilontarkan Mawar.
"Apa pendapatmu tentang Yasmin?"
Yasmin?"
"Ya."
Rasyid mengerutkan kening.
"Anak yang cantik, salihah."
"Kamu tidak keberatan?"
"Maksudmu ...?"
"Kalau Yasmin ikut denganku."
"Tentu saja tidak!" Rasyid berseru. "Kamu bunda yang baik,
War."
Rasyid termenung cukup lama. Mawar meraih gelas, mengaduk
es, meminumnya lambat?lambat
"Tapi kamu perlu bertanya langsung," Mawar lamat
mendesah.
"Hm maksudmu?" Rasyid mengerutkan dahi.
"Ya tentang Yasmin. Apakah ia akan ."
diterima?"
279 280 "Y a...
Mawar meletakkan gelas. Menarik tubuh agar duduk lebih
tegak.
"Baik. Aku akan bicara dengan Intan," Rasyid memutuskan.
"Oh? Ya, Intan bisa diajak berdiskusi insya Allah."
Mawar mengangguk.
"Segera jawabannya, ya. Agar kami siapkan lamaran yang
pantas. Oh, ya, satu lagi. Apa kamu siap dibawa tinggal jauh dari
keluarga? Apa Mama ada yang mengurus nanti?"
Mawar melengak, tak mengerti. Rasyid menangkap
ketidakpahaman itu.
"Kamu, kan, mau diajak pergi cukup jauh. Nggak di Yogya."
"Bukan di Yogya?"
Rasyid mengembangkan kedua tangannya, ingin memberikan
informasi lebih banyak.
"Kan lto tinggal di Surabaya?" Rasyid mencoba mengingatkan,


Rose Karya Sinta Yudisia di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

suatu hal yang semula tampak samar dan salah, tetapi makin jelas
perlahan.
Tanpa sadar, Mawar menatap sepasang mata Rasyid. Ada
kejujuran di sana. Kesungguhan. Kebaikan hati.
"Maaf, ya, War ..., semua serba mendadak. Bukannya tanpa
rencana. lto sudah berkali-kali kirim email, curhat Membutuhkan
pendamping. ia selalu bentrok dengan Papanya yang sering melihat
segala sesuatu dari sudut koneksi dan benefit perusahaan. Kamu
ingat, kan, masa-masa dulu ketika kita masih bersama? lto tahu
Papanya korupsi dan nggak ingin hidup di tengah keluarga seperti
itu. Ketika Melati menikah, aku tnengajak lto untuk datang, sekaligus
menemuimu. la terkejut kamu banyak berubah, lebih dewasa dan
tidak seseronok dulu."
Rasyid tersenyum tulus.
Sebaliknya, Mawar tertawa terbahak. Tawa lepas setelah sekian
lama tak mampu melepaskan energi psikis. Ia bahkan nyaris pingsan
tadi!
"lto lelaki baik. Mungkin, kalian punya watak sama-sama
petualang. Kadang nggak bisa menahan diri, demikian fair dan
spontan. Tapi, ada satu kecocokan yang kulihat dapat digabungkan:
kalian berdua orang yang sama-sama selalu ingin mencari jawaban
kebaikan."
lto. Ya. Sekilas, sosoknya muncul di pernikahan Melati. Mereka
tak sempat berbincang lama. Hanya tersenyum. Tak ada chemistry
apapun. Tiba-tiba, Mawar ingin sekali membuka kotak kecil yang
dibawa Rasyid. Ketika Rasyid berpamitan dan menghilang dari
pandangan, Mawar menyentuh lembut kotak merah bata berpita
tersebut.
Isinya sebuah kotak lagi, berlapis beludru warna senada.
Di dalamnya bertahta sebuah cincin dengan permata kecil
berkelip. Ah. Mawar tak suka warna ungu, warna perempuan
melankolis mendayu dan kebanyakan berurai air mata. Ito mungkin
tak tahu. Cincin itu bermata kecubung, berbentuk oval mungil.
Warna ungunya berubah lebih tua ketika tertimpa cahaya,
cemerlang ketika berada di tempat lebih temaram. Mawar
menutupnya lagi. Ia tentu belum berani mengenakannya di jemari.
Satu yang dilakukannya segera.
Tertawa sepuasnya hingga berguncang di sofa. Sosok Rasyid
yang tadi gugup di sofa depan, membuatnya malu setengah mati
kini.
*** 281 282 Kepada siapa harus bertanya?
Kepada Lies, jelas tak mungkin. Ia juga masih sendiri, tak
sanggup Mawar memandang matanya terluka ketika tahu salah
seorang sahabat Lies kembali melepas masa lajang. Meski lamaran
lto belum ditetapkan pasti, Mawar tak ingin menggurat luka di hati
sahabatnya.
Lewat email, Mawar mengontak Melati.
Tentu saja Melati bersorak. Mereka Chatting seru.
"Bingung," itu ungkapan Mawar pertama kali.
"Pasti," ketik Melati.
"Nanti kalau aku dibawa jauh, Mama bagaimana?"
"Aku tahu, Mama pasti sedih. Dan aku nggak mau bilang 'nggak
usah pikirkan Mama'. Tapi, Mama pasti bahagia ketika Mbak Mawar
menikah. Beliau akan kesepian, kehilangan. Akan kita pikirkan cara
supaya Mama tidak menderita empty nest."
Mawar merasakan kesedihan luar biasa. Tak sanggup
membayangkan wajah Mama yang berlinang airmata. Ketika Melati
pergi ke negeri Pangeran William pun, Mama sembab berharihari. Meski sekarang dengan ceria Mama bercerita kepada ibu-ibu
arisan atau pengajian, "Oh anakku di sini, anakku di sana. Cucuku
sudah lahir ...."
Mungkin semua perlu adaptasi.
"Yogya-Surabaya dekat, insya Allah Mbak. Kalaupun ingin
menunggu Mama sementara waktu, Mbak bisa negosiasi ke Mas lto
untuk tetap tinggal bersama Mama selama beberapa bulan sebelum
boyongan ke Surabaya."
Dahlia pun bersuka cita.
Ketika berkunjung ke Kotagede, Mawar menyempatkan
berbicara rahasia.
"Sstt ini masih rahasia, Mania belum kukasih tahu. Aku nggak
ingin melukainya. Nanti kalau Melati, Mbak Dahlia, dan Mbak
Cempaka oke, aku akan bicara ke Mama."
"Ngawur kamu! Harusnya Mama tahu lebih dulu."
"Aku khawatir, Mbak," Mawar berbisik. "Aku khawatir kalau
tiba-tiba lto membatalkan niat."
Mawar semakin tersungkur sujud di antara shalat malam.
ia tak ingin mengecewakan Mama, terutama. Melihat Mama
tersenyum bahagia, jauh lebih berharga daripada pernikahannya
sendiri. Tetapi menikah, bukan perkara ringan yang dapat disesali
semudah orang menyesal membeli barang discount?an. Ia tak mungkin
gonta-ganti pasangan seperti artis yang lima tahun membina
mahligai, lalu retak tanpa rekonsiliasi. la ingin jika pun nanti suami
menimbulkan banyak perselisihan, mereka masih punya kekuatan
untuk menyelamatkan bahtera rumah tangga bersama.
Mawar lebih banyak bertanya kelanjutan rencana lamaran
dengan Rasyid dan Intan. Saat Rasyid sibuk, Intan menyediakan
diri sebagai tempat berbagi.
"Nggak ada pernikahan yang happily ever after, War. Kayak
Cinderella. Kalau pernikahan William-Kate Middleton dianggap
menyamai kisah dongeng, itu karena perhelatannya saja yang
semegah kisah-kisah princess. Sesudah menanggalkan gaun
pengantin, setiap pasangan diuji cinta mereka. Aku dan Mas Rasyid
juga banyak berselisih. Dia banyak merenung sebelum memutuskan,
aku lebih memilih moment yang tepat dan cepat. Kadang kami
bertengkar; aku menangis dan dia marah. Nggak nyangka, kan, Mas
Rasyid yang cool ternyata tinggi hati? Dia lebih suka jika aku
mengalah dan meminta maaf, sebelum kemudian dia juga menyesal
lebih dalam."
Mawar menaikkan alis.
283 284 "Di belakang punggung kita ada orang tua, saudara, ekonomi,
dan seribu satu masalah kompleks. Tapi, ketika niat menikah kita
benar, insya Allah selalu ada jalan keluar. Percaya, deh. Kalau niat
kamu menikah dengan lto dengan landasan ingin menjaga diri, ingin
menyempurnakan setengah agama, ingin memiliki ibadah yang
berlipat kali lebih bernilai semua terasa manis. Kelak jika
tersandung kesulitan ekonomi, kamu akan merasakan saat?saat
berpuasa ketika kalian tidak punya uang sebagai puasa paling ajaib.
Aku sendiri pernah menangis bersama Mas Rasyid ketika kami
hanya punya uang untuk membeli satu mie dan sebutir telur.
Rasanya ketika berbagi dan lapar, demikian indah dan mengunci
cinta kami berdua untuk sepakat selamanya."
Mawar mencoba turutberbahagia,1nencecap manis kehidupan
sahabatnya yang tak semulus dugaannya semula.
Mama pada akhirnya mendengar pemberitahuan secara
langsung dari Mawar. Anehnya, beliau tidak terkejut.
"Mama sudah tahu, Mawar."
Mawar terbengong.
"Rasyid menelepon Mama beberapa waktu lalu. lto juga. Mereka
berdua membahas rencana melamarmu."
Meski kesal dengan jalur kucing-kucingan macam begini, tak
urung Mawar merasa lega. Menyembunyikan rahasia sepenting
itu demi tidak melukai Mama, membuatnya tak enak tidur dan
makan.
"Siapa yang sudah kamu ajak bicara? Mbak Dahlia?"
"Ya. Melati juga."
"Cempaka?"
Mawar terdiam.
Mama menahan napas.
"Kamu nggak berpikir untuk terus memusuhinya, kan?"
"Aku nggak pernah memusuhi Mbak Cempaka, Ma!" suara
Mawar meninggi, melunak kemudian. Ia sudah hampir
meninggalkan Mama jika nanti menikah. Tak pantas meninggikan
suara di depan wajah yang mulai keriput itu. "Asal Mama tahu
aku nggak ingin memberi tahu Mbak Cempaka lewat telepon. Aku
ingin ketemu langsung."
"Mbakmu sibuk sekali, pasti."
"Aku yang akan ke sana, Ma."
*** Apartemen Cempaka terletak di Jakarta Selatan, bernuansa
etnik Bali dengan sentuhan-sentuhan artistik. Nuansa kamboja dan
kotak-kotak hitam putih menyambut.
Cempaka memilih sendiri selera tempat tinggalnya.
Bergaya minimalis, furnitur dengan dominasi cokelat tanah
berpadu kuning gading. Cahaya masuk tak sekadar berlimpah
seperti rumah mereka di Kotagede, siluete artistik jatuh menimpa
dinding.
Dari jendela apartemen, bukan hanya lalu lintas jakarta yang
tampak ruwet; juga rimbun pepohonan dan biru kolam renang,
taman bermain dan seperangkat fitur serta fasilitas yang tersedia.
Memasuki apartemen Cempaka, Mawar melupakan gerutuannya
di taksi yang berkali-kali harus mengerem mendadak akibat
pengendara sepeda motor yang memotong jalan. Meski kesal bukan
main, Mawar seperti berkaca pada dirinya sendiri yang seringkali
'menghemat' waktu saat memakai jalan raya: seolah leluhurnya
satu-satunya pewaris jalanan, semua wajib minggir kecuali dirinya.
Meski berjilbab rapi pun, kebiasaan berlaku efisien di atas sadel
kendaraan bermotor tak mudah dihilangkan. Melati sering menjerit
285 286 di belakang punggung, Dahlia lebih memilih naik becak jika harus
memilih apakah harus dibonceng Mawar.
Cempaka?
Ingatan Mawar melayang tiba-tiba. Kapan terakhir kali ia
membonceng Cempaka, berada satu ranjang dengannya, satu meja di
warung bakso, atau berdampingan menonton televisi? Satu-satunya yang
teringat hanyalah ketika ia menolongnya menjelang kelahiran Yasmin.
Cempaka dan Yasmin, dua makhluk itu akhir-akhir ini bagai bayangan
mengendap-endap di benak. jika berita lamaran lto adalah sebuah
kebahagiaan, Mawar tetap enggan melepas Yasmin begitu saja. Ia
menyayangi gadis kecil itu, entah wujud cinta tulus ataukah cinta dendam.
Mawar tak menyangka Cempaka membukakan pintu lebar
apartemennya.
Kikuk, tentu saja. Di telepon, sambutannya datar.
"Hi," Cempaka mencoba tersenyum.
Mawar meletakkan rempeyek kacang, makanan yang dibuat
Mama susah payah dan tampaknya tak sesuai dengan selera
kalangan apartemen berkelas macam ini. Kehidupan ekonomi
keluarga mereka membaik, tetap saja tak sepadan dengan
pencapaian yang diraih Cempaka.
" D uduklah"
Mawar sangat lelah. Ia tak berharap banyak dari pertemuan
mereka, bahkan telah memesan tiket pesawat kembali hari itu juga.
Meski mempersiapkan diri akan sambutan paling dingin, diusir
sekalipun, rasa gugup masih menyerang ketahanan dirinya.
"Ada apa?"
Ada banyak cerita sebetulnya, kalau saja Cempaka tak
menanyakan hal itu sembari melihat ke arloji di pergelangan tangan.
Kegugupan Mawar berubah menjadi rasa marah.
"Apa aku mengganggu?" Mawar bertanya tegas.
Cempaka tersenyum lebar, angkat bahu.
"Biasa saja."
Seperti menyambut tamu asing. Seperti menghadapi tamu tak
penting. Seperti hanya duri pengganggu, begitu Mawar menganggap
Cempaka menerima dirinya. Mawar menarik napas panjang, fokus
pada tujuan dan berusaha berbesar hati. Tidak Bukan apartemen
ini, posisi Cempaka, kekayaan kakaknya, status, atau apapun yang
boleh menjadi ukuran. ia orang terhormat, sama seperti orang
manapun yang dibesarkan dengan kecukupan fasilitas. ia pernah
seatap dengan Cempaka, mengetahui seluk-beluk dirinya, jadi tak
perlu merasa rendah diri.
Mawar tersenyum, menegakkan dagu.
"Aku ingin berdiskusi dengan Mbak Cempaka."
"Tentang apa? Yasmin?"
"ltu salah satunya."
Mereka berdiam diri.
"Kalau tidak ada halangan, insya Allah lto akan melamarku juni
bulan depan."
Mata Cempaka terbelalak, memperlihatkan pagar bulu mata
yang menawan. Asli. Bukan tempelan.
" That's great. "
Hanya itu. Mawar tak menyerah. jauh di lubuk hati, ia
menyayangi Cempaka dan ingin memiliki kesempatan memperbaiki
semua hubungan mereka.
"Mbak punya libur panjang?"
"Cutiku hampir habis. Mau kupakai untuk Lebaran."
Mawar mengangguk.
287 288 "Aku mau minta nasihat Mbak Cempaka
"Nasihat? Bukannya kamu tahu lebih banyak dari aku?"
Mawar menggeleng.
"Kakak selalu punya pengetahuan lebih dibanding adiknya,"
Mawar jujur mengaku. "Aku takut memasuki gerbang pernikahan,
sebetulnya
"Kalau gitu, tolak saja calonmu. Siapa tadi
"lto."
"Ya, Ito."
"Beres, kan?" Cempaka menekankan usulnya.
Mawar mengerutkan kening, menatap tak mengerti.
"Ketakutan itu wajar, kan, Mbak? Tapi, bukan berarti aku tak
mau mengalaminya. Setiap perempuan, setiap gadis pasti ingin
menikah. jika tidak menikah
"Dianggap tidak laku?"
Wajah Mawar memerah. Saat remaja dulu, ia bisa berang hanya
karena adu mulut (lengan Cempaka. Sekarang, mereka telah samasama dewasa. Tak baik jika tak ada yang berubah dari diri mereka.
Fisik tentu berubah, apakah karakter buruk tak perlu diubah sedikit
demi sedikit?
"Bukan begitu Mbak," Mawar menggeleng. "Seperti Mbak
Cempaka yang menikah dengan Mas Andi, kurasa faktor kuat
pendorongnya bukan hanya ingin menuntaskan masa gadis. Kita
ingin ada pendamping, orang yang mengayomi, orang yang
memberikan arahan di saat bingung. Tempat berbagi dan bertukar
pikiran. Saling menggenggam tangan untuk menguatkan."
"Puitis sekali."


Rose Karya Sinta Yudisia di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mawar sendiri heran dengan kemampuan berbahasanya! la
menatap dalam wajah cantik di depannya. Wajah dengan kulit halus,
sepasang mata hitam memukau.
"Aku ingin seperti Mbak Cempaka yang bahagia dengan
pendamping seperti Mas Andi."
Wajah di sana memucat sesaat, lalu tenang.
"Aku ingin punya pendamping yang baik seperti Mas Danu,
Mas Andi, dan Haris," Mawar melanjutkan.
Mawar mencoba mencairkan kekakuan dengan banyak
bercerita, menyelipkan canda, menebalkan telinga akan sentilansentilan Cempaka. Meski hubungan mereka belum sebaik yang
diharapkan, setidaknya Mawar telah mencoba.
Waktu berlalu.
Mawar tahu diri untuk tak menghabiskan waktu Cempaka
terlalu banyak. ia belum paham jakarta sebaik Cempaka, jika harus
menunggu saat keberangkatan pesawat, lebih baik di bandara
sembari membaca buku dan makan sepuasnya. Lebih baik
menghabiskan kesendirian dalam kenyamanan, dibanding tinggal
di tempat Cempaka dalam perasaan serba tak enak.
Rasanya aneh memiliki kakak tetapi menghabiskan dalam
pertengkaran dan perselisihan. Mawar ingin, jika lto memang
benar menjadi pendampingnya, pertikaian mereka selesai hingga
di sini. Apa jadinya bila Mawar dan Cempaka tak akur, berimbas
pada suami?suami mereka dan kelak pada anak?anak mereka?
Mawar menghela napas panjang.
Baru teringat ia sama sekali belum pernah mengontak lto
kecuali lewat Rasyid.
Ah, pusing. Urusan Yasmin lebih menyita dibanding koordinasi
masalah lamaran lto. Mama dan Mbak Dahlia sepertinya telah
mengambil alih urusan, Rasyid dan intan sibuk membantu. Pepe
289 290 yang lama menghilang juga muncul. Ada yang masih menyisakan
kebahagiaan dalam hidup ini: teman-teman setia.
*** Mungkin Cempaka bukan kakak yang baik.
Lama ia tak mengontak Mawar, tak menanyakan pula
perkembangan rencana lamaran lto. Mama dan Mbak Dahlia
menyimpan tanda tanya, tetapi Mawar mencoba berlapang dada.
Akan tiba masanya Cempaka kembali pada mereka, memperbaiki
keretakan masa silam. Tak perlu dipaksa. Jika acara Mawar tidak
menjadi moment perbaikan, semoga tersedia moment lain untuk
memperbaiki hubungan.
Secara khusus, Cempaka tidak mengontak Mawar, tetapi lebih
sering berhubungan dengan Mama dan Mbak Dahlia. Entah apa
yang mereka bicarakan, Mawar tidak ingin menyinggung. Segalanya
sensitifjika terkait Cempaka.
Secara mengejutkan, Rasyid mengabarkan bahwa lto tak jadi
melamar Mawar.
Penggantinya bukan kabar buruk, tapi akselerasi. lto
menginginkan pernikahan segera setelah mantap dan yakin. Ya,
apa gunanya ditunda? Baik lto maupun Mawar telah memasuki
usia matang, masing-masing memiliki pertimbangan sendiri yang
jauh dari getar-getar puppy love. Pernikahan untuk menggenapkan
apa yang kurang dari diri masing-masing.
Tentu Mama kalang kabut:
Mbak Dahlia juga mengaku belum punya cukup tabungan untuk
membantu penyelenggaraan pernikahan. Melati tentu tak dapat
dimintai. Sebagai adik bungsu, secara adat istiadat ia tak mendapat
beban.
Di telepon, lto bertanya tegas.
"Apa kamu menginginkan pernikahan yang megah, Mawar?"
"Tidak," Mawar menolak.
"Kalau maharku, uang tabunganku cukup untuk syukuran
tetangga dan kerabat dekat, apa Mama tidak keberatan?"
Mama tentu menangis.
"Mama ingin pernikahan terakhir putri Mama diadakan spesial
Nggak mesti megah. tapi yang sesuai standar."
"Banyak, kok, Ma, orang menyelenggarakan pernikahan
sederhana. Hanya mengundang tetangga kiri kanan. Orang juga
mengerti sekarang zaman berhemat. Tak pernah lagi ada orang
yang complain, kok, si ini menikah mewah, kok. ini hanya di rumah."
"Tapi, nanti orang menyangka kamu
"MBA? Married by/lccident?"
Mama terdiam.
"Mungkin begitu. Meski pakai kerudung, banyak juga gadis
sekarang yang belum bisa menjaga diri. Ma, nanti orang, kan, akan
melihat dan menghitung: tanggal berapa menikah. Tanggal berapa
melahirkan. Mama nggak perlu khawatir, ya
*** Pernikahan Mawar tidak semegah perhelatan Cempaka, Dahlia,
bahkan Melati.
Melati tentu tak dapat hadir. Dahlia sibuk membuat kue-kue,
Cempaka tiba sehari menjelang acara. Wajah cantiknya pias. ia
membawa berkota-kotak bingkisan. Bukan hanya untuk Mawar,
bagi Yasmin pun tersedia.
Hanya ijab qabuldi rumah, disaksikan jamaah pengajian Mama,
rombongan PKK, teman-teman terdekat Mawar dan Ito. Intan
meneteskan airmata. Dahlia pun demikian. Lies, meski masih
291 292 sendiri, tak dapat menahan keharuan. Meski orangtua lto terlihat
kaku, Mawar mencoba seramah mungkin menjadi bagian dari
keluarga baru lto.
Sekilas, Mawar melihat ke arah Rasyid dan Intan, sepasang
sahabat yang tulus mencintainya. Masih terselip kegelian
mengingat penggal?penggal kehidupannya bersama Rasyid, lelaki
yang pernah ia bayangkan menjadi imam. Yang pernah ia sangka
ingin memperistrinya sebagai istri kedua!
Sejak dahulu, Mawar tidak pernah kecewa dan membenci
kehidupan yang memiliki corak beragam. Ia tak pernah iri kepada
Cempaka yang memiliki kecantikan sempurna, tak pernah iri pada
Dahlia. tak pernah iri pada Melati yang seakan mendapat kesempatan
hidup jauh lebih baik dari dirinya. Ia tak pernah merasa Yasmin
adalah bagian penghambat kehidupannya sebagai perempuan.
Kata orang, ia gadis metal, cuek. gadis nalaria yang menjauhi
hitungan perasaan.
Ah, tidak juga.
Di hadapannya, di kamar tidur yang dipenuhi bunga melati
dengan tata ruang sederhana, bersimpuh lto.
"Kita punya masa lalu yang sama-sama keras dan sulit," Ito
memulai. "Aku bukan lelaki sebaik Rasyid Perusahaanku juga masih
berkembang. Aku bukan ustadz, bukan pula direktur. Apa yang
membuatmu menerimaku?"
Mawar tersenyum.
"Ketika aku shalat lstikharah dan pasrah, entah dari mana
keyakinan itu datang. Aku yakin, niat baik, sekalipun dipenuhi aral
melintang. akan tiba sampai tujuan. Insya Allah
"Sekalipun tadi aku sudah mengucapkan ijab qabul, aku ingin
mendengar janji setiamu. Apakah kamu mau bersamaku dalam
suka dan duka?"
Mawar tak mampu menjawab.
la membimbing lto duduk di tepi pembaringan, dan ganti
bersujud di pangkuannya.
Ada banyak hal yang tidak bisa dijawab.
Ada banyak pertanyaan yang kadang tak memiliki penjelasan.
Di pangkuan lto, Mawar menumpahkan airmata.
Mungkin bahagia, mungkin sedih.
Seketika, Mawar teringat surat Cempaka dalam salah satu
bingkisannya.
"Aku tidak tahu seperti apa Ito. Apa ia seperti Mas Danu, seperti
MasAndi, atau seperti Haris. Katamu, kau ingin nasihatku. Nasihatku
sederhana. Married is a gambling. Pernikahan itu perjudian. Kadang
menang, kadang kalah. ]angan berharap terlalu banyak, itu saja. Kau
akan kecewa. Selamat menempuh hidup baru"
Sejahat apapun Cempaka, ia kakaknya.
Kakak yang telah menistakan keluarga dengan perzinaan. Kakak
yang mencoreng kehormatan. Tapi, ia kakaknya, yang lebih dahulu
mengenyam pahit getir bahtera rumah tangga. Pedih Mawar
menerima surat Cempaka, seolah isyarat bahwa pernikahannya
sendiri terlalu membumbungkan harapan sehingga ia menjadi orang
yang kalah.
ia tak berharap banyak dari lto.
lto memang baru mengenal Islam lebih dalam, seperti dirinya.
Tetapi, mereka ingin merekatkan diri dalam kebaikan.
"Satu yang kuhargai dari dirimu: kau orang yang jujur, sekalipun
kata-katamu bisa setajam pisau. Jangan lakukan itu pada suamimu
kelak.
Mawar,
293 294 Aku berutang budi padamu karena membesarkan Yasmin.
Selama ini, aku tak pernah merasa berdosa terhadap semua yang
kulakukan. Aku merasa baik?baik saja hamil di luar nikah,
mengabaikan Yasmin, menempuh hidupku sendiri. Aku bahkan
melihat kaulah si pecundang: gadis yang belum menemukan tujuan
hidup hingga di usia seperti ini.
Sampai kau menem ukan Ito.
Di situlah aku menyadari, betapa naifdiriku.
Merasa sukses dengan semua pencapaianku.
Lihatlah dirimu. Meski kau terlambat kuliah, terlambat menikah,
tapi kau meraih kebahagiaan yang sejati. Kau temukan temanteman baik, kau temukan pendamping yang baik ?semoga?dan
kaupun memiliki Yasmin, anak yang tak kumiliki. Aku memiliki karir,
suami, kecukupan, tapi kehidupan kami tak secemerlang karir kami.
Percayalah, apa yang terlihat mata seringkali bukan yang tampak
sebenarnya."
Mawar tak ingin bersorak atas kepedihan Cempaka, apalagi
berteriak lantang: nikmati aibmu sekarang dalam jurang panjang
kekecewaan! Manusia tempat salah dan lupa, tetapi yang terburuk
adalah melupakan kesalahan yang pernah diperbuatnya.
Mawar tak ingin membandingkan lto dan Mas Andi,
membandingkan kehidupan Cempaka dan dirinya yang bertolak
belakang. la bersyukur atas semua keterlambatan dalam hidupnya,
rasa manis yang dihadirkan dalam persahabatannya dengan Rasyid,
Intan, Lies, Pepe, dan lto. lto yang kemudian menjadi suaminya,
baru saja.
Mawar belajar satu hal kecil
Hal kecil yang membuatnya berani menantang sulitnya
kehidupan.
Bukan hal kecil sebetulnya, tapi kunci kecil yang dapat
membuka pintu cakrawala lebih luas.
Tuhan ternyata tak pernah melupakan doa-doa. Bahkan ketika
manusia sudah melupakan apa yang pernah dimintanya.
%! 295 296 Episode 16
Tahukah kau, saat menggantungkan gaun
pernikahan usai perhelatan sehari maka mulailah
tanggungjawabmu sebagai istri?
Mawar mengutip sebuah kata bijak dalam
undangan pernikahan. Sisa kartu undangan terselip
di antara album foto pernikahan, buku harian,
tertempel di pintu kamar. Masa-masa romantis
bulan madu memang pantas dinikmati, tetapi ia ingin
secepatnya hidup di alam realitas.
Ah, ya, lucunya.
Ketika Dahlia dan Melati usai menikah dulu,
Mawar bertugas mengurusi kado dan sumbangan
uang. Bersama Mama. mereka menghitung
sumbangan dari kerabat, mensyukurinya, mencatat
nama-nama penyumbang agar kelak mampu
membalas kebaikan (lengan kebaikan serupa. Masih
teringat jelas, bagaimana ketika Dahlia dan Melati
menikmati keindahan berdua, Mawar sibuk
mengkalkulasi biaya pernikahan mulai katering
hingga sewa kursi. Tak berlebih banyak, cukuplah sisanya diberikan
kepada Dahlia dan Melati sebagai tabungan hari-hari pertama
memasuki mahligai pernikahan. Adat timur yang kental dalam nuansa
persaudaraan memang mengharuskan silaturahim ke sana kemari.
Seringkali, membawa bingkisan menjadi satu kelaziman. Maka,
pengantin muda justru membutuhkan uang saku lebih banyak.
Mawar tak ingin merepotkan Mama.
la mengurus sendiri semua keperluan dan tak meninggalkan
utang piutang sekecil apapun, mengingat Mama pun semakin tua.
Sementara waktu lto harus segera ke Surabaya, mengurus
beberapa keperluan. Mawar meminta izin agar diperbolehkan
mendampingi Mama sementara waktu dan tentu saja menuntaskan
perihal Yasmin.
"lto nggak pa?pa, War?" Mama memancing suatu ketika.
"Nggak pa-pa, Ma."
Mama menghela napas, "Tapi kamu harus sadar, ya, Nduk.
Apapun bisa berubah dan kamu harus siap. Yasmin akan semakin
besar, lto dan kamu nanti akan punya anak sendiri. Ujian semakin
banyak. Boleh jadi, Yasmin akan membawa penyesalan."
"Ma!" Mawar berseru, terkejut. "Nggak akan terjadi!"
"Insya Allah," Mama mengingatkan satu kata yang kadang sering
dilewatkan Mawar karena kekuatan tekadnya, "... bilang insya Allah,
War! "
Mawar beristighfar dan menuruti perkataan Mama. la
mencintai Yasmin, mulai pula mencintai lto, tak ingin hatinya
hancur karena kehilangan salah satu. Membayangkannya tak mau,
apalagi mengalaminya. Namun, seiring kedewasaan. Mawar
menyadari, sikap menentangnya terhadap Mama kadangkala
membentur tembok. Bagaimanapun, sepintar apapun seorang
297 298 anak, ia masih kalah pengalaman dibanding orang tua. Bahkan,
perkataan orang tua yang paling dibenci sekalipun, seringkali
terbukti di kemudian hari.
"Satu yang Mama pesankan," Bu Kusuma mengingatkan, "...
jangan bosan-bosan membahas perihal Yasmin dengan Cempaka.
la ibu kandungnya. Suatu saat, Mawar, kamu akan merasakan
bagaimana ikatan hati seorang ibu. Mama membenci perbuatan
Cempaka yang membuang Yasmin, tetapi yakin suatu ketika ia akan
menderita karena tindakannya sendiri.
Mama salah, kurang membekali kalian dengan agama. Kasih
sayang saja tak cukup ternyata. Itu suatu pelajaran berharga dalam
hidup Mama. Mama harap, kamu juga, Nduk. Sayangi Yasmin, tapi


Rose Karya Sinta Yudisia di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jangan lupakan apa yang agama katakan.
Kelak, ketika Yasmin mulai mengerti, ia harus menyadari peran
dan takdirnya. Sebagai anak perempuan yang tak punya nasab ayah,
Yasmin tak berhak atas warisan apapun. ia juga harus menikah
dengan wali hakim, Ita tak berhak menjadi wali.
Bisa kamu bayangkan, perih dan hancurnya Yasmin suatu masa
kelak?
Maka, kamu dan Cempaka punya tanggung jawab besar
menjadikan Yasmin mampu menghadapi dunia realitas dengan
ketahanan mental yang baik atau justru meracuninya hingga ia
labil dan merusak dirinya sendiri.
Tugas Mama, Nduk, sudah selesai sampai menganiarkanmu ke
gerbang pernikahan."
Mawar tergugu, menangis, menyadari ujung perjuangan Mama.
*** Cempaka menyempatkan diri ke Yogya di akhir pekan, dua
bulan sekali. Ia terlihat lebih berani mengambil kesempatan berdua
dengan Yasmin, mengingat Mawar telah menikah. Dalam benak
Cempaka, pastilah Mawar ingin membangun mahligainya secara
utuh. Yasmin bukan anak kandungnya. akan berbeda kasih sayang
jika kelak Mawar memiliki anak-anak dari rahimnya sendiri.
Semula Mawar bersikap antipati. Demi mengingat perkataan
Mama bahwa ia harus berbaik-baik dengan Cempaka dalam urusan
Yasmin, Mawar mencoba melunak dan menurunkan standar
kemarahan. Lagi pula. bila direnungkan. perkataan Mama banyak
mengandung kebenaran. Bukan dalam perihal bahwa kelak rasa
sayangnya akan berkurang, sama sekali tidak! Sepuluh tahun ke
depan, saat Yasmin beranjak gadis dan ia menyadari dirinya anak
yang lahir di luar nikah, Mawar yakin gejolak demi gejolak akan
muncul. Tak mungkin bukan, hati seseorang baik?baik saja
menyadari ia tak punya ayah dan ibunya hamil tanpa ikatan sah?
Ngeri membayangkan kebaikan-kebaikan Yasmin luruh
berganti pemberontakan jati diri. Ngeri membayangkan ia menjadi
pembangkang, menjadi duri dalam daging keluarga. Kecantikanya
sama persis dengan Cempaka, ia punya kesempatan menjadi buruk,
sebagaimana punya kesempatan menjadi baik. Ah, di masa kecil,
saat seusia Yasmin, Cempaka pun senang pergi ke masjid bersama
teman-teman. Mengaji tadarus di masjid, berpuasa Ramadhan
penuh, menghafal cerita nabi. Siapa sangka di kemudian hari ia
menjadi gadis yang mencoreng martabat?
Tidak, Mawar tak ingin Yasmin pun begitu.
Ia telah belajar banyak dari pengalaman Mama yang lalu. Mama
seorang ibu yang baik, berusaha mencukupi kebutuhan anak-anak.
Namun sebagai tiang utama keluarga, beliau tak cukup
menanamkan nilai-nilai agama. Orang tua mereka berdua merasa
cukup dengan shalat lima waktu, bisa mengaji, berlaku sederhana
dan lurus. Tak menyadari bahwa kehidupan yang demikian rumit
membutuhkan lebih dari sekadar shalat. Pemahaman agama harus
299 300 ditambah dari waktu ke waktu, berikut pelaksanaannya. Mawar
takut mengakui diri lebih baik daripada Cempaka, kesombongan
hanya akan melahirkan kehancuran dan penyesalan. Tapi, dalam
urusan Yasmin, ia harus tampil berani mengambil risiko. Tak akan
diserahkan urusan Yasmin kepada ibu yang bahkan, shalat lima
waktunya pun masih morat?marit tidak karuan. Cempaka mungkin
akan berjanji memperbaiki diri, tetapi memperbaiki diri tak
semudah mengucapkan, "Ya, aku janji!"
Mawar mempersilakan Cempaka menemui Yasmin, kapanpun
ia menginginkan. Dua bulan sejak pernikahan, Cempaka datang ke
Yogya. Membawa bingkisan, seperti biasa. Gaun cantik berbahan
halus warna pink yang memantulkan kulit cemerlang Yasmin. Yang
membuat Mawar menahan diri dengan geram adalah potongan
tanpa lengan dan ukurannya yang pas di atas lutut Sepasang sepatu
kanvas berbunga warna senada juga diberikan. Ketika
mengemukakan protes, Cempaka keheranan.
"Anak sekecil itu belum wajib pakai jilbab, kan?"
Benar memang, tapi bukankah nilai-nilai baik ditanamkan sejak
kecil?
"Seingatku, kamu dulu suka pakai celana pendek," Cempaka
mengingatkan. "Baru kamu pakai jilbab ketika merasa sudah
seharusnya."
MaWar mencoba bicara jujur saat mereka punya kesempatan
berdua.
"Aku nggak punya penghasilan sebesar Mbak Cempaka,"
akunya. "Aku nggak bisa membelikan Yasmin barang-barang bagus.
Kalau dia terbiasa dengan barang mewah sejak awal, bagaimana
nantinya?"
"Dia, toh, nggak harus ikut kamu selamanya."
Mawar ingin meloncat.
Malam itu, Mama tertidur memeluk Yasmin di kamarnya. Mawar
sengaja menyiapkan diri memulai perbincangan dengan Cempaka.
Meski letih dengan pembahasan yang bolak-balik kembali ke titik
ruwet, Mama benar. Suatu ketika, pembahasan Yasmin harus tuntas.
"Mbak Cempaka benar-benar berniat mengambil Yasmin?"
"Kenapa nggak?"
Cempaka mengisap rokok menthol, mengembuskan asap
perlahan.
"Mas Andi setuju?"
"Nggak butuh persetujuannya," sahut Cempaka ringan. Ada
sedikit nada ketus di sana.
"Tapi, Mas Andi suamimu, kan, Mbak?"
"Kalau tiba masanya aku siap mengambil Yasmin, aku akan
mengambilnya. Terserah Mas Andi setuju atau nggak. Dia boleh
pergi dari kehidupanku, kalau mau."
"Mbak!"
"Kenapa?"
Kepala Mawar berdenyut. Andi tentu tak mau menduda untuk
kedua kalinya. Kalaupun mau, tentu tak semudah bayangan
Cempaka.
"Banyak kok single parent, single mother sekarang," Cempaka
menambahkan.
"Mbak Cempaka berniat membesarkan Yasmin tanpa figur
seorang ayah?" Mawar membelalakkan mata.
"Lho? Bukannya selama ini dia memang nggak punya ayah?
Yasmin tahu, kan, kalau di sekelilingnya perempuan semua?"
301 302 Mawar menatap dalam siluet Cempaka dari samping. Rambut
hitamnya diikat tinggi, memperlihatkan leher bersih yang jenjang.
Hidung yang pas lekuknya, dagu dan kelopak mata yang saling
menyempurnakan. Tubuh yang ramping padat, kulit yang sehat langsat
Jika diperhatikan lebih jauh, wajah Cempaka yang selalu berlapis make
up pilihan, mulai menyimpan kerutan halus di ujung mata. Mereka, putriputri Bu Kusuma memasuki usia matang, usia ranum perempuan
dewasa yang penuh vitalitas dan mulai meraih pencapaian-pencapaian
tertentu Tapi, mereka juga tak berada di usia remaja, apalagi kanakkanak. Harusnya, ada yang berubah. Ke arah baik atau sebaliknya.
"Apa nggak sayang, Mbak," Mawar mencoba melempar pilihan,
"... melepas Mas Andi?"
"Maksudmu, lebih baik aku melepas Yasmin, gim?"
Mawar menarik napas panjang. Dalam.
"]ujur, Mbak Cempaka aku nggak akan melepas Yasmin
Cempaka melempar batang rokok, masih separuh,
menginjaknya kuat?kuat dengan sandal Memutarnya, menyisakan
batang tembakau dan bara yang rata dengan lantai.
"Kayaknya, selama ini aku cukup bersabar, deh. Aku nggak perlu
pakai jalur hukum, kan?"
"Mak sud Mbak?"
"Apa aku harus sewa pengacara untuk memastikan Yasmin
kembali ke tangan ibunya?!"
Mawar ternganga. Ia tak yakin Yasmin akan benar?benar
memilih tinggal bersama Cempaka. Tetapi, Mawar cukup tahu,
seberapa besar Cempaka mampu nekat bila berhasrat besar. Bukan
pengacara itu yang menakutkan Mawar, tapi porak porandanya
dunia Yasmin yang akan diliputi banyak kesulitan yang tak
dimengerti. la menggeleng-gelengkan kepala.
"Mbak betul?betul sayang sama Yasmin?" pelan Mawar bertanya.
ia sendiri heran mendengar nada sendu di sana.
"Kenapa memangnya?"
"Mbak nggak ingin hanya menjadikan Yasmin alat untuk
menyakiti Mas Andi?"
"Oh, itu, kan, yang mau kamu dengar?" Cempaka bangkit
berdiri. "Ya. Aku mau pakai Yasmin buat bukti ke Mas Andi, buat
menyakiti dia, kalau yang mandul bukan aku, tapi dia. Aku mau
pakai Yasmin untuk membuktikan kesempurnaan perempuan yang
nggak dimiliki Iaki-laki. Silakan saja menceraikanku, aku bisa hidup
bahagia dan mandiri, punya keturunan lagi. Gitu, kan?"
"Kalau Mbak sayang sama Yasmin, kenapa dulu ninggalin dia
"
Cempaka berdiri di hadapannya, menyilangkan tangan di depan
dada.
"Kamu itu nggak berubah, ya, War? Rasio, nalar, sebab akibat
selalu itu yang kamu pakai dalam kehidupan kamu. Kalau aku
menginginkan, menyayangi Yasmin sekarang, terus kenapa?"
Pintu kamar terbuka perlahan, Mama beranjak keluar.
Tidurnya pasti tak nyaman mendengar adu urat leher yang
meskipun diusahakan selirih mungkin, tetap ada intonasi yang
lepas kendali. Cempaka mendekat, lebih tak berjarak dengan Mawar,
hingga mata mereka saling mengerjap.
"Kamu percaya karma?" Cempaka mendesis.
"Apa ?"
"Karma. Orang akan medapat balasan setimpal. Aku akui, aku
dapat bagian terburuk dalam hidupku Apa kamu nggak takut, War,
kamu berusaha memisahkan ibu dan anak kandung, maka kamu
juga kelak akan begitu atau lebih parah lagi kamu berusaha
303 304 merebut Yasmin maka dia jadi satu-satunya anak kamu dan kamu
malah nggak bisa punya anak sendiri?"
Tenggorokan Mawar kering. Matanya memanas. Ingin menelan
ludah, hanya udara kosong yang meluncur turun dari pangkal lidah
menuju kerongkongan. Betapa jahatnya, teriak Mawar dalam hati.
Tapi juga, ucapan itu menyimpan kebenaran. Mawar masih punya
kalimat?kalimat yang dapat diteruskan untuk perdebatan mereka,
tapi demi melihat wajah Mama yang menatap mereka berdua dalam
tanda tanya, ia urung. Apalagi Mama membisu, tak berhasrat tahu
lebih panjang, kecuali beranjak ke belakang mengambil air wudhu.
*** Ada tempat favorit Mama, terletak bersebelahan dengan ruang kecil
yang biasa digunakan sebagai mushala keluarga. Sepetak tanah sisa,
dipenuhi tanaman obat keluarga dan sayur-mayur yang meski tak
membuahkan hasil berlimpah, sangat memuaskan ketika memetiknya
di kala matang. Tomat dan cabai, juga terung ungu Nikmat sekali saat
masak berbarengan, memetik langsung dari pekarangan sendiri dan
memasaknya di dapur, disantap bersama anggota keluarga. Mawar
mampu menghabiskan dua piring nasi penuh hanya berlauk sambal
dan terung bakar, yang katanya jauh lebih nikmat daripada restoran
mana pun yang menawarkan menu penyetan, yang pemah ia kunjungi.
Sebuah balai bambu panjang diletakkan di bawah atap yang menjorok
keluar. Meja bambu dan dua kursi bambu dipajang Mawar. Sebab, bukan
hanya Mama yang suka berleha-leha menepis udara panas siang di sini,
tapi juga mereka semua.
Antara mushala dan kebun kecil itu dilindugi oleh dinding
tembok berlubang?lubang sebagai ventilasi udara. Udara segar yang
hilir mudik menyebabkan pikiran jauh lebih dingin dan tenang
saat bermunajat.
Pagi hari, usai Yasmin sekolah, Mama mempersilakan putriputrinya ke balai bambu. Menikmati teh hangat dan pisang goreng
yang baru saja ditiriskan dari wajan. Baik Mawar atau Cempaka
sadar, jamuan istimewa Mama pagi itu bukan sekadar memanjakan
pertemuan mereka. Hal penting pasti ingin disampaikan.
Cangkir warisan Mbah Putri masih disimpan, kali ini
dikeluarkan. Warnanya cokelat muda. Gadis berbaju longgar,
rambut gelap disanggul tinggi, jembatan, rumah bertingkat, dan
pepohonan berikut bunga-bunga terlukis manis. Cangkirnya masih
utuh sejumlah enam buah, tetapi tekonya telah pecah bagian ujung
dan pegangannya; menjadi hiasan di lemari kaca di ruang tamu.
Dulu, Mbah Putri meyeruput teh yang wangi dan kental setiap pagi
sebelum beraktivitas. Sekarang, Mama mewarisi kebiasaan yang
sama. Pagi belum lengkap tanpa secangkir teh tubruk.
Cempaka sungguh menikmati pagi tenang tanpa kegilaan kerja
macam ini. jika bukan permasalahan Mawar, ingin ia berlama-lama
menemani Mama dan Yasmin. Mawar terlihat tegang, berusaha
mengendurkan urat sarat dengan meneguk secawan teh. Lalu,
menuang lagi dari teko kuningan yang disiapkan Mama beserta
gula batu. Mama sepertinya memaklumi dan memiliki gambaran,
kedua putrinya membutuhkan penenang derajat tinggi.
"Mama sudah tua," itu pembukaan Bu Kusuma. "Kalian sudah
dewasa, sudah memiliki pasangan hidup masing-masing."
Cempaka membutuhkan tegukan besar saat Mama berkata di
titik ini.
"Ayah di alam kubur, juga Mama kelak, akan tenang kalau kalian
hidup rukun. Itu saja. Mendoakan orang tua, menempuh jalan lurus,
taat pada agama. Mama memang belum jadi perempuan yang
salihah sekali," beliau mengaku.
Mawar menatap Mama. Wajah keriput, pipi yang mulai
menggantung. Garis senyum yang terlihat jelas. Beberapa gigi telah
305 306 tanggal Dahi berlipat dan rambut yang beruban di sana sini. Mama
bukan jenis perempuan tangguh, bukan perempuan yang mampu
memenuhi kebutuhan hidup anak-anaknya dengan layak, sesekali
juga beliau keras kepala dan jauh dari bijaksana. Sesekali beliau
otoriter dan mau menang sendiri, atas nama orang tua. Tapi, Mama
tetap mendampingi mereka semua menempuh jalan berliku. Mama
sesekali mengeluh, sesekali marah dan melepaskan kata penyesalan
atas apa yang terjadi; tapi Mama tak pernah membenci mereka.
Cempaka pernah menorehkan malu dan luka, Mama tetap
menerimanya tanpa syarat. Mama memaafkan, tentu. Tapi mulai
merasakan bahwa Cempaka, bagaimanapun tak bisa lari dari
tanggung jawab yang sekian lama dihindarinya.
"Mama ingin bicara tentang Yasmin."
Mawar dan Cempaka tak ingin membantah.
"Kalian sudah dewasa," Mama mengingatkan, berulang kali.
Beliau memulai kisah ketika empat putrinya lahir satu demi
satu. Tentang pepatah dan nasihat para pinisepuh yang seringkali
diabaikan, tentang perjalanan hidup manusia yang sulit, tak
terhindarkan, kadang mengundang rasa putus asa. Mama berkata
bahwa semula ia menyangka hidupnya baik-baik saja. Menikah,


Rose Karya Sinta Yudisia di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

punya suami, punya anak, hidup tua sejahtera. Ternyata, waktu
dipenuhi kejutan.
Yasmin yang cantik memikat, akan pula memenuhi dunia
mereka dengan kejutan.
Ia anak manis sekarang, tapi bagaimana lima atau sepuluh
tahun ke depan? Sekarang, Cempaka dan Mawar merasa memiliki
kekuatan penuh untuk arogan, merasa paling mampu mengasuh
Yasmin. Apakah mereka akan tetap bertengkar sepuluh tahun
kemudian, manakala Yasmin tumbuh mejadi gadis remaja yang
penuh cobaan bagi orang tuanya dan lingkungan sekitar?
"Apa Mama pernah menyangka Mawar jadi seperti laki-laki?
Apa Mama pernah menyangka Cempaka akan hamil di luar nikah?"
"Oh, Ma, kenapa harus diungkit lagi?" Cempaka memekik.
Cangkir dan piring tatakan beradu.
Mama menatap tajam
"Apa bisa kali ini kalian hanya mendengarkan saja? Mama ndak
tahu sampai kapan mampu mendampingi kalian terus!"
Cempaka meneguk tehnya hingga tuntas. Mawar menjumput
dua butir gula batu dan menuangkan minuman ke cangkir
Cempaka. Nasihat?nasihat Mama mengalir deras, disertai intonasi
melonjak, kadang terengah mengumpulkan napas. Berikutnya
lembut, melemah, hingga seakan suaranya menghilang. Baik Mawar
atau Cempaka tak menyela, meski sesekali hati mereka ingin
memberikan penyangkalan atas beberapa kalimat Mama yang
seolah praduga tak tepat.
"Apa kalian pernah bertanya apa sebetulnya yang Mama
inginkan?" Mama menatap wajah putri-putrinya. "Apa kalian pernah
tanyakan sama Yasmin, apa sebetulnya yang dia inginkan?"
*** Tidak mudah memang, menanyakan pada orang lain, apa yang
diinginkan setelah sekian lama terbiasa mendahulukan kepentingan
diri sendiri. Melihat Mama yang semakin bertambah usia, tak mungkin
Mawar dan Cempaka mengabaikan apa yang menjadi pandanganpandangan beliau. Setidaknya, ungkapan Mama yang menyatakan
tentang batas usia beliau mengingatkan putri-putrinya bahwa tak
selamanya seorang ibu akan mendampingi laju langkah anak?anaknya.
Demi menghormati beliau, Mawar mencoba mengoreksi apa
yang selama ini menjadi keputusan-keputusan besarnya. Ketika Ito
mengunjungi mereka di Yogya, sempat canggung dan berat hati saat
307 308 memikirkan pertanyaan, apa sebenarnya yang ia kehendaki?
Bagaimana jika keinginannya berbeda jauh dari hasrat Mawar?
Bagaimana bila ternyata, ia tak setuju dengan pilihan-pilihan Mawar?
Mereka berdua menyepi, di halaman belakang, tempat balai
bambu diletakkan Mama untuk menikmati kesejukan udara.
Kedamaian malam. Kedamaian bersahabat dengan sekian banyak
permasalahan.
"Ayam-ayammu?" goda lto, ketika Mawar menanyakan
beberapa perkara yang membutuhkan persetujuan.
"Mama mau ambil anak karangtaruna buat jadi tangan kanan,"
Mawar menjelaskan. "Kalau aku mau ikut ke Surabaya, biar Mama
nggak kecapekan."
Sulit sekali menggunakan kata Mas Ito setelah bertahun lalu
terbiasa berucap kata kamu, elo, kowe padanya! Sebisa mungkin
Mawar menghindari kata sapaan.
lto mengangguk, "Mama nggak capek masih ngurusi ayam?"
"Buat kesibukan," Mawar menegaskan.
Mereka menikmati bergelas?gelas teh dalam cawan warisan
Mbah Putri sembari mengobrol ke sana kemari. Bukan main, keluh
Mawar dalam hati, sulitnya menanyakan pendapat orang lain. Lebih
mudah mengatakan apa yang kita maui!
Mawar mengamati lto dalam diam. Pemuda yang dulu
dikenalnya telah berubah menjadi lelaki dewasa. Lebih berisi, lebih
berkulit terang. Dulu, gunung menjadi tempat bermainnya. Rokok
dan kopi tak henti. Sekarang, lto lebih menjaga kesehatan. la
menghindari rokok, menjaga pola makan, lebih sering minum air
putih. Tak heran, penampilannya jauh lebih segar dari masa
mudanya. Bicara tak ceplas-ceplos lagi, lebih sering tersenyum dan
memperhatikan orang lain. Tersipu Mawar mengakui, Ito
sebetulnya lelaki yang sangat menarik. la pasti disukai banyak
perempuan dengan alis tebal, hidung mancung, dan postur yang
tinggi.
"Kenapa lihat?lihat?" lto mengejutkan.
Mawar hampir saja melepaskan cangkir dalam genggaman,
tertawa lepas demi mengalihkan rasa malu. la menunduk,
merasakan pandangan lto menatapnya dalam-dalam. Di balik
perasaan bahagia dan geletar aneh jatuh cinta, terlintas pikiran
lain. Wajah seseorang.
lto menyentuh jemarinya.
"Kamu ingat apa?"
Mawar menaikkan alis, membuang napas, mengucap nama
Cempaka kemudian. lto mengangguk.
"Kamu masih seperti Mawar yang dulu," akunya, " selalu
memikirkan orang lain."
"Oya?" Mawar terbelalak. " Nggak aneh, kan? Mereka
saudaraku."
Perlahan, Mawar bercerita tentang pernikahan Cempaka yang,
meski belum retak, mulai menunjukkan tanda-tanda siaga bencana.
Keinginan Mas Andi, keluarga Solo, karier Cempaka, kehidupan
masa lalu; lancar dikisahkan Mawar. Anehnya, mulutnya tersendat
tiap kali ingin mengucap nama Yasmin. Menjelang malam, saat lto
terlihat lelah, mau tak mau Mawar harus menuntaskan
pembicaraan.
"Apa, sih, yang Mas lto mau dari aku?"
Ditanya lugas seperti itu, lto tentu tak punya jawaban baku. la
bertopang dagu, menatap Mawar dalam-clalam hingga salah tingkah
dibuatnya.
"Aku hanya ingin punya keluarga utuh yang bahagia, Mawar,"
309 310 ujarnya sederhana. "Sejak kecil, aku selalu mengimpikannya. Punya
rumah mungil dengan suara-suara ramai penghuninya. Dua orang
tua dan anak-anak yang saling bercengkerama. Rumah Papaku
besar, mewah, ada di mana-mana. Tapi, selalu sepi."
Mawar menatapnya iba.
"Aku punya rumah sendiri sekarang," lto bersyukur. "Kecil, nggak
mewah. Agak di pinggir kota, jauh dari mal Aksesnya masih agak
sulit karena masih lewat jalan berbatu dan berlumpur yang baru
sebagian diaspal Aku ingin rumah itu jadi tempat persinggahan
yang damai."
Mawar mengangguk, setuju. Ia pun bercita-cita demikian, meski
sangat berat meninggalkan Mama di Yogya sendiri.
"Sekarang, Mama masih cukup sehat dan kuat," pancingnya.
"Kalau suatu saat Mama semakin tua, Mas lto setuju kalau aku
ngopeni beliau sampai wafatnya?"
Ito tertawa.
"Mama kamu, kan, Mama aku juga, War. Aku juga mau minta
persetujuanmu, kalau suatu saat Papaku tua dan sakit, kamu mau
merawatnya? Yah, meski Papa dan Mamaku dulu mbuang aku karena
aku bandel minta ampun aku mau memelihara mereka sampai
nggak ada. Aku pingin mereka belajar agama, melihat hidup dari
sisi yang lain bukan cuma materi. Yah, nggak mesti orang tua
yang selalu membimbing anaknya, kan? Suatu saat, ganti anak yang
membimbing orang tuanya yang salah arah. Aku rasa, itu bentuk
bakti seorang anak juga."
Mawar terharu. Tanpa sadar, ia meraih lengan lto. Mereka
berpandangan dan tertawa bersama. Lalu, meluncurlah kalimat
itu begitu saja, "Kalau Yasmin?"
*** Cempaka betul-betul berusaha meraih cinta Yasmin dengan
meluangkan waktu sebaik?baiknya tiap kali ia punya saat senggang.
Bahkan, meski dapat tugas meliput ke Surabaya, Bali, atau bagian
Indonesia Timur lain nya, ia menyempatka n mampir ke Yogya. Mama
bertanya tentang kondisi keuangan dan menyarankan lebih baik
menghemat uang, Cempaka meyakinkan ia baik-baik saja.
Mama tak mendesak Mawar atau Cempaka. Tapi jelas, kedua mata
beliau mengisyaratkan suatu ketegasan. Walau benci dengan keadaan
yang serba tak menguntungkan, Cempaka tampaknya mulai melihat
benang merah semua peristiwa yang menyangkut diri dan keluarga
besarnya: ucapan seorang ibu tak dapat diremehkan. la terlalu
banyak mengabaikan Mama. Dan jelas, kemenangan tak berada di
pihaknya sekarang. Yasmin selalu berbinar tiap kali menatap hadiah?
hadiah pemberiannya. Tapi, tiap kali dihadapkan pada Mawar, gadis
kecil itu selalu berlari, memeluk bundanya dan menghujaninya dengan
ciuman. Dengan bangga, Yasmin menceritakan kegembiraannya
bersama Cempaka. Tetapi, tetap saja, ia selalu kembali dalam pelukan
Mawar.
Cempaka yakin, jika bersaing masalah kemampuan finansial, ia
akan jauh melampaui Mawar yang baru saja menikah dengan lto.
lto, sang adik ipar, tampaknya pengusaha ulet yang kelak akan menuai
banyak keberhasilan. Tetap saja, langkahnya jauh tertinggal di
belakang Cempaka dan Andi yang telah lebih dahulu
mencengkeramkan tangan di beberapa anak perusahaan. Namun,
bila menyangkut hati, Cempaka tak tahu berapa lama lagi
perjuangannya untuk memenangkan seutuhnya cinta Yasmin.
Peringatan Mama tentang kemungkinan kelak Yasmin menjadi
troublemaker, acapkali diabaikan. Toh, ia mampu membayar
psikiatris, psikolog, konselor terkemuka jika memang betul kelak
Yasmin mengalami banyak hambatan perilaku. Sekali lagi, demi
melihat besarnya cinta Yasmin pada Mawar, Cempaka perlu merasa
311 312 kh awati r.
"Seberapa besar sayang kamu sama Tante Cempaka?" suatu
saat, Cempaka menanyakan hal paling esensi ketika mereka berdua
tengah menikmati es krim di cafe.
Yasmin memberikan isyarat dengan kedua tangannya yang
terbentang lebar, membentuk sebuah lingkaran besar yang jauh
melampaui ukuran tubuhnya yang kecil. Cempaka tertawa riang.
Berikutnya, berhati-hati ia berujar, "Kalau sama Bunda Mawar?"
Yasmin terlihat berpikir; memiringkan kepala. Sendok es krim
tergigit keras, dahinya berkerut. la duduk tenang, tak menunjukkan
gerakan tubuh. Lisannya bergumam, "Seberapa ya?"
Yasmin mengulang tanya. "Setruk, kali ...'
Cempaka mengulum bibir, "Setruk?"
Yasmin mengangguk.
"Eeh bukan! Segunung! Emmmm bukan sebumi.
Pokoknya, luaaas banget!"
Cempaka membuang jauh-jauh senyum manisnya. Menghela
napas, tanpa sadar menampilkan ekspresi marah yang tak dipahami
Yasmin. Ia betul?betul tak habis pikir, mengapa semua upayanya
belum membuahkan hasiL
"Kalau Yasmin ikut Tante Cempaka ke jakarta, mau?"
"Mau, dong Bunda ikut?"
"Nggak. Bunda, kan, sudah menikah dengan Om lto."
"Papa lto, Tante ...."
"Ya. Terserahlah."
Yasmin berpikir, lalu menggeleng ragu.
"Kalau Bunda Mawar nggak ikut, Yasmin nggak mau."
"Nanti Tante ajak liburan ke Singapura, Tante belikan boneka
Barbie, boneka panda raksasa berbulu halus. Yasmin mau apa,
Sayang? Tinggal bilang "
Yasmin menyebutkan daftar keinginan. Tiap kali Cempaka
mendesaknya untuk pindah ke Jakarta, jawaban yang ditampilkan
kembali ke awaL
"Kenapa Bunda Mawar harus ikut, Yasmin?" setengah berteriak
Cempaka menghardik, lepas kendali. Di depannya, Yasmin
membelalakkan mata, menatap tak mengerti. Mengkerut,
merapatkan kedua belah tangan ke tubuh, matanya tergenang
selapis tipis air.
"Kan Bunda Mawar ibu Yasmin. Bunda Mawar sayang Yasmin,
Tante Yasmin juga sayang banget sama Bunda ..."
*** Seberapa lama manusia mampu berperang?
Seberapa lama manusia mampu arogan?
Bertubi Cempaka meremehkan Mawar, merasa mampu
mengambil alih kesempatan dengan cara yang dipilihnya sendiri,
semakin kecewa ia dengan hasil yang didapat: Terlalu dini untuk
menuduh Yasmin gadis materialistis yang hanya mau mengejar
kesenangannya sendiri tanpa mempedulikan perasaan orang lain.
Ia bahkan belum berusia sepuluh tahun!
Semakin mengejar bayangan yang seolah merapat ke diri,
semakin tak mampu dipeluk. Sedekat itu Yasmin dengan dirinya,
tampak bagian bayangan yang selalu menguntit, tampak meyambut
lambaian tangan bagai bertaut. Tapi, jemari mereka tak kunjung
benar?benar saling melekat
Cempaka merasakan babak kekalahan. Enggan menyebutnya
sebagai kesalahan. Hingga detik ini, walau airmata mulai mudah
313 314 menghampiri kedua belah mata, tak mudah mengakui babak lalu
dari hidupnya sebagai kesalahan. Siapa orang yang tak pernah
berbuat salah? Kilahnya. Mawar pasti juga pernah, dengan derajat
sama, tapi bentuk berbeda.
Kalaupun Yasmin belum berpihak ke arahnya, semua hanya
masalah waktu.
Pertemuan keluarga, tanpa Melati yang masih berada di lnggris.
terjadi sebulan sebelum kepindahan Mawar ke Surabaya. Mama
dan Dahlia menyiapkan syukuran kecil-kecilan, Cempaka enggan
hadir sebetulnya bila bukan Yasmin sendiri yang menelepon dan
memintanya datang. Mawar merasakan kepedihan Cempaka yang
dalam ketika pada akhirnya ia datang ke Yogya.
Berkali-kali Cempaka memeluk Yasmin dan menciumi pipinya.
"Kami, kan, hanya ke Surabaya, Mbak." hibur Mawar. "Mbak
bisa ke sana kapan saja."
Ito dan Mama tentu berbeda. begitu pendapat Cempaka.
Mengunjungi Mama di Yogya, sedikit banyak akan
mendapatkan pembelaan. Mengunjungi Mawar dan lto di Surabaya,
ia tak akan mendapatkan kenyamanan yang sama seperti
berkunjung ke rumah ibu sendiri.
Beberapa waktu lalu, ia bertekad merebut Yasmin, apapun
caranya, dengan jalur hukum dan membayar pengacara paling andal
jika diperlukan. Memaksa Yasmin tetap tinggal bersama Mama di
Yogya, tak usah pergi bersama Mawar ke Surabaya, itu juga pilihan
lain yang sempat terpikir. Menceritakan secara jujur kepada Yasmin
siapa ibu kandung yang sebenarnya?lengkap dengan segala risiko
termasuk perceraian dengan Andi?juga masuk dalam daftar
perhitungan Cempaka. Ketika Mama menyarankan, sekali saja
dalam hidupnya agar ia menanyakan pada orang lain apa yang


Rose Karya Sinta Yudisia di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terbersit dalam hati mereka, Cempaka tak dapat mengabaikan. la
mungkin akan selamanya mengabaikan perasaan Mawar,
menganggap tak penting perasaan Mama. Bagaimana dengan
Yasmin, cinta sejati dan satu-satunya yang pernah dimilikinya, tapi
dibuang begitu saja? Ia menikmati buaian Fian, enggan memikul
konsekuensi. Dan ketika orang lain memikul apa yang seharusnya
dipikulnya; ternyata arah nasib berkata lain. Yasmin bukan anak
yang pantas dihukum atas kesalahan orang tuanya.
Andaikan.
Andaikan ia tak membuang Yasmin.
Andai ia mengakui kesalahan dan kelemahannya, bersikap jujur
apa adanya, apa yang akan terjadi? Tapi, sanggupkah seorang gadis
memikul rasa malu akibat ternoda oleh kekasilmya sendiri?
Mawar bersiap pindah ke Surabaya, membawa cintanya pergi.
"Mbak ingin mengatakan hal sejujurnya pada Yasmin?" Mawar
tulus menawarkan.
"Aku nggak tolol. War," Cempaka berusaha tak cengeng. "Kalau
ia semakin berpihak padaku, nggak pa-pa. Kalau ia semakin benci
sama aku? Itu yang kamu mau?"
Mawar menggeleng.
"Mbak," Mawar menatap Cempaka. "Aku ingin bicara."
"OW, jangan nasihat lagi. Please."
"Aku cuma mau Mbak jujur. itu saja. Supaya Mbak bahagia.
Jujur sama diri sendiri. sama Mas Andi, sama Yasmin pada suatu
saat nanti."
Cempaka terdiam. Tak berniat menyangkal. la terlalu lelah
memerangi Mawar dan seluruh anggota keluarga. Apa yang
terbayang di benak memang serangkaian ketidakjujuran. Buku
nikah yang masih mencantumkan kata gadis ketika Andi
menikahinya, padahal ia telah melahirkan Yasmin. 'l'erapi
315 316 kandungan yang dijalaninya, padahal ia pernah hamiL Kebohongankebohongan yang bertumpuk, ditutup oleh kisah yang lain,
diselubungi oleh bukti yang dimanipulasi agar Andi tak tahu
peristiwa sebenarnya dari masa lalunya.
Memang. Dusta hanya melahirkan kelelahan. Tapi, ia sudah
bertahun-tahun berdusta. jika jujur, apa yang terjadi? Sanggupkah
memulai hidup dari awal lagi? Andi, keluarga Solo, Yasmin sendiri?
Bahkan Mama dan Dahlia, juga Mawar, Melati, akankah berada di
sisinya jika kesulitan menghantam?
Rangkaian hari, perjalanan manusia, terlalu sulit untuk ditutupi
dengan kebohongan semata. Sebab mata melihat, telinga mendengar,
mulut berbicara yang meski dusta, pastilah tergelincir suatu saat
mengungkapkan kebenaran. Cempaka melihat pendar mata Yasmin
yang belakangan aneh. Melihatnya dalam diam, tampak merenung,
sesekali menyimpan cinta, tapi berikutnya kosong dan berkelebat
kilat misterius yang tak dimengerti. jika Yasmin suatu saat mengenali
ibu kandungnya, akankah ia jatuh iba atau malah membenci?
Sudahlah, Cempaka menghibur diri sendiri.
ia memiliki apa yang tak dimiliki perempuan lain. Karier
cemerlang, kesempatan emas, suami tampan dan mapan. Anak?
Masih terbuka kesempatan memiliki bayi tabung atau mengangkat
anak orang lain sebagai pancingan, demikian kata orang jawa kuno.
Tak perlu merasa bersalah. Tak perlu mengaku kalah.
Semakin menolak kekalahan dan rasa bersalah; semakin
Cempaka merasa kecil tak berdaya. jauh di lubuk hati, bahkan ketika
saat pertama kali dahulu Fian mencium dan memeluknya; ia tahu.
Langkahnya telah salah. Tapi, saat itu cinta demikian memabukkan,
dan Cempaka menolak rasa bersalah. Ketika mengenal Andi dan ingin
memulai hidup yang jauh lebih bermakna, Cempaka ingin berkata
jujur tentang masa lalunya. Nurani dan pikirannya ternyata tak
seiiring sejalan. ia tahu berbohong salah, ia tahu menipu salah. Tapi,
Cempaka mengabaikan rasa bersalah dan memilih mengabaikan
nurani, mengambil bagaimana kerja otak mengambil alih dari sudut
pandang untung rugi. Cempaka tahu, bertahun-tahun mengejar karir
demi menutupi bagian hidupnya yang lain adalah salah, tapi tak
sanggup rasanya menghadapi kesalahan. Serasa lebih baik
bersembunyi dan mengabaikan rasa bersalahnya, menampilkan
bagian lain dari dirinya yang cemerlang.
Tapi ternyata, kesalahan bukan hal yang dapat berlalu begitu
saja. Banyak hal yang tak terselesaikan di masa lalu, bukan berlalu
menguap tanpa bekas. ia menghilang, tapi tak lenyap. Ia pergi, tapi
tak terhapus.
Rahim Cempaka yang tampak demikian perempuan, adalah
cermin benturan dari sekian banyak kesalahan. Andi demikian
bersemangat menjalani serangkaian terapi bagi mereka berdua.
Cempaka yang dinyatakan sehat, tak kunjung memberikan hasil
persemaian. Di saat Andi meragukan kesehamn Cempaka, betapa
sebagai perempuan, Cempaka ingin berteriak bahwa ia mampu
menghasilkan seorang anak! Ia ingin anak, pernah memilikinya di
masa lalu, tapi sangat sulit meraihya kembali. Andi, Yasmin, dan
hidupnya sendiri adalah rangkaian kesalahan yang tak dapat diurai
kecuali dengan kejujuran dan ketabahan.
la mencintai Andi.
la mencintai Yasmin pula.
Mungkinkah merengkuh kehidupannya secara sempurna atau
harus mengorbankan salah satunya?
Pemandangan terakhir yang dilihat Cempaka tentang Yasmin
adalah ketika gadis kecil itu menunaikan shalat. Membaca dalam
doa terparah, sayup melafazkan nama Mawar dalam lantunan
permintaan.
317 318 Di titik ini, pertahanan Cempaka runtuh. la berlari ke belakang,
ke tempat Mama biasa bersantai di balai bambu. Terduduk dengan
kaki menekuk, memeluk lutut Dibenamkan wajah ke paha.
Menyembunyikan sedu di antara helaan napas. Yasmin, Yasmin,
desahnya. Ingin ia memeluknya sebagaimana Mawar bebas
melakukannya.
Saat Cempaka mengangkat kepala. mengusap wajah, dari celah
dinding tembok ventilasi berlubang yang memisahkan antara
mushala kecil dengan kebun kecil ini terlihat babak manis
kehidupan. Usai shalat, Yasmin melipat mukena, Mawar
menghampiri dan mencubit pipi ranumnya. Takzim gadis kecil itu
meraih tangan sang Bunda, menciumnya penuh hormat,
menghambur dalam pelukan.
Tamat
tentang
P E N U L 1 S
jadikan penamu
ibarat penaka tongkat Musa
membelah samudera
[Sir Muhammad Iqbal]
Begitu nama pena yang dipilih. Menulis sejak
kecil di lembar buku harian. SMP menulis
drama untuk radio, SMA dan di bangku
kuliah meneruskan hobi yang sama.
Mulai betul?betul menulis untuk dipublikasikan sejak tahun 2000-an.
Berprofesi utama sebagai istri dan ibu rumah
tangga, profesi yang tidak dapat digantikan
oleh teknologi secanggih apapun. Profesi lain
sebagai guru, trainer, penulis. Sementara ini
masih menuntaskan menimba ilmu di
Fakultas Psikologi Univ. 17 Agustus Surabaya.
Lebih suka menulis historical fiction, meski
harus jungkir balik mencari referensi.
319 320 Mengagumi tulisan Sir Muhammad iqbal. Bercita-eita
menghasilkan karya fenomenal bertema psikologis sebagaimana
lbnu Khaldun menuliskan Bab Sosiologi dan Ibnu Sirrin
menerjemahkan makna mimpi. Aminyaa Rabbal 'alamin.
Menikah (lengan Agus Sofyan SST, Ak. Dikaruniai 4 orang anak
: lnayah, Ayyasy, Ahmad & Nis. Dapat dikunjungi di blog http://
sintayudisia.multiply.com dan http://sintayudisia.wordpress.c0m
Buku yang ditulis dan diterbitkan, alhamdulillah, sekitar 45
judul.
Mohon doa dari semua agar dapat terus istiqomah menulis,
menghasilkan karya.
The Chronicles Of Narnia 5 Kursi Perak The Silver Chair Satu Dua Pasang Gesper Sepatunya Karya Agatha Christie Kisah Dua Kamar Karya Bukanpujangga

Cari Blog Ini