Ceritasilat Novel Online

Kumbang Hitam Bumi Sengketa 2

Kumbang Hitam Dari Bumi Sengketa Karya Widi Widayat Bagian 2


merekahlah sekelumit kisah asmara yang
membara bumi sengketa itu.
Asmara itu pancaran rasa hati. Darah itu
hamburan gelora nafsu. Tangan tangan kotor
dapat membunuh jiwanya tetapi tak kuasa
membasmi bara asmara putera seorang
tumenggung dengan sang dyah Ayu Sekar
Kedaton.
Karena asmara itu azasi Rasa dan Kodrat.
P e n .ngin ia menanyakan lebih banyak lagi, namun
melihat sepasang mata yang berkilauan itu,
kemudian Pabelan memberi hormat, minta diri,
lalu pergi.
Ketika sudah agak jauh, ia palingkan
mukanya dan dilihatnya kakek itu masih berdiri
tak bergerak sambil menundukkan kepalanya.
Namun ia tak menunda langkahnya, lalu bersiul
memanggil kudanya. Tak lama kemudian kuda
putih itupun datang dan Pabelan terus loncat ke
punggung kudanya. Ia meneruskan perjalanan.
Dalam benak Pabelan penuh dengan
pertanyaan, siapakah sebenarnya kakek
Tohraga itu? Mengapa tiba kakek itu
mengusirnya setelah tahu bahwa dirinya putera
Tumenggung Mayang? Ada apakah denganayahnya dan mengapa pula dia mengucap
"untung aku sudah lain dari dulu?"
Pabelan berusaha menebak pertanyaan
dalam hatinya, namun beberapa kali pula tak
memperoleh jawaban. Hingga pertanyaan itu
terus saja memenuhi benaknya.
Kakek Tohraga masih saja berdiri dengan
menundukkan kepalanya dan berkali-kali
menghela napas panjang.
Beberapa saat kemudian kakek itu
mengeluh, dan merebahkan diri duduk di atas
akar pohon yang menonjol. Pertemuannya
dengan Pabelan ini, mengingatkan dirinya
ketika masa muda.
Kakek Tohraga juga termasuk salah seorang
yang terlibat dalam kemelut di Demak, ketika
perjuangan Harya Penangsang merebut
kekuasaan Kerajaan Demak.
Masa itu ia menjadi salah seorang murid
Matahun, Patih Kadipaten Jipang, dimana Harya
Penangsang berkuasa. Sebagai kawula
Kadipaten Jipang, maka sudah selayaknya kalau
ia membantu perjuangan Pangeran Harya
Penangsang dalam merebut kekuasaan di
Demak. Banyak yang telah dilakukan bersama
dengan gurunya, untuk kepentingan perjuangan
itu. Diantaranya ia telah berhasil membunuhPangeran Hadiri, di saat pulang dari Kudus
bersama isterinya, Ratu Kalinyamat.
Dengan terbunuhnya Pangeran Harya
Penangsang oleh Danang Sutawijaya, yang saat
itu umurnya masih di bawah delapan belas
tahun, maka patahlah semangat kakek Tohraga.
Ia menghilang dan melarikan diri dari
Kadipaten Jipang. Adapun terbunuhnya
Pangeran Harya Penangsang oleh Danang
Sutawijaya yang masih berusia kecil itu, karena
kecerdikan siasat Juru Mertani.
Tohraga berhasil menyelamatkan diri,
namun dalam dadanya masih terselip dendam
untuk menuntut balas atas kematian tuannya
itu. Dengan ilmu kesaktian yang ada padanya, ia
bertekad untuk mengacau Kerajaan Pajang dan
membunuh Sultan Hadiwijaya. Tetapi sayang,
usahanya selalu gagal. Disamping kegagalannya
membalas dendam itu, kemudian timbul
peristiwa lain yang membuat Tohpati (yang
kemudian berganti dengan nama Begawan
Tohraga) selalu dikejar-kejar oleh rasa takut.
Seolah-olah Nalawati selalu mengejarnya,
mencaci maki, menyebut dirinya sebagai
seorang pengecut dan seorang yang berdosa
besar kepada calon isterinya.Siapakah Nalawati itu? Nalawati adalah
gadis calon isteri Tohpati sendiri, yang pada
masa kemeludnya kerajaan Demak, bersama
Tohpati melaksanakan tugas atas perintah
Pangeran Harya Penangsang. Namun di saat
bersama mengemban tugas ini, Tohpati tak
kuasa menahan berkobarnya nafsu yang
membakar hati mudanya. Namun Nalawati
selalu menolak, akibatnya Tohpati mata gelap.
Calon isterinya itu dinodai kehormatannya dan
karena kuatir Nalawati marah, maka untuk
menyelamatkan diri telah salah tangan
membunuh Nalawati.
Setelah terjadinya peristiwa itu, Tohpati
merasa selalu tak tenang. Ia selalu merasa
terganggu oleh Nalawati yang menuntut atas
perlakuan dan perbuatannya yang terkutuk itu.
Dan gangguan perasaan itu membuat dirinya
hampir gila.
Bertemulah ia dengan seorang pertapa, yang
mau memberikan bimbingan, penerangan dan
pengarahan kepadanya. Akhirnya ia bertobat
dan berjanji akan menyucikan dirinya dengan
bertapa. Itulah sebabnya ia menjadi kakek yang
bertubuh kurus kering itu dan berganti nama
Tohraga.Setiap senggang, ia sering meninggalkan
tempat pertapaannya, mengembara tanpa
tujuan untuk menolong sesama hidup yang
membutuhkan pertolongannya. Hingga bagi
masyarakat pedesaan yang berdiam di lerenglereng bukit dan di desa-desa sekitarnya, nama
begawan Tohraga amat terkenal dan dan
dihormati. Ia telah mematikan rasa dan raganya.
Ia tak suka dipuji dan disanjung orang dan tak
membutuhkan ucapan terima kasih atas
pertolongannya. Ia selalu datang dan pergi bagai
setan.
Orang2 yang suka melakukan kejahatan,
ketakutan setengah mati kepada kakek ini. Oleh
orang2 golongan ini, begawan Tohraga disebut
dengan nama Kakek Jubah Hijau. Bila menghajar
orang yang berbuat kejahatan biasanya
begawan Tohraga tak mau memberi kasihan
lagi. Mereka tidak dibunuh, tetapi dibuatnya
cacat, sehingga sekalipun masih hidup takkan
lagi dapat sewenang-wenang berbuat kejahatan.
Ketika mendengar pengakuan Pabelan
sebagai anak tumenggung Mayang, kakek ini
terkesiap. Ia tahu bahwa tumenggung Mayang
adalah adik ipar Senopati, Bupati Mataram.
Padahal Senopati ketika mudanya bernama
Danang Sutawijaya itulah yang dahulumembunuh Pangeran Harya Penangsang.
Meskipun ia sudah menjadi seorang petapa,
yang sudah puluhan tahun mematikan rasa dan
raganya, namun mendadak mengalirlah darah
panas ketika berhadapan dengan Pabelan.
Dalam usaha menekan perasaan itu, maka
kemudian ia mengusir Pabelan agar lekas pergi.
Setelah beberapa jenak ia menundukkan
kepala sambil duduk, kesadarannya datang
kembali. Tidak patut apabila persoalan lama itu
diungkat lagi. Ia menghela napas dan bersyukur,
bahwa ia tadi kuasa menahan perasaan. Kalau
tidak, jerih payahnya yang sudah puluhan tahun
menyucikan diri, akan hilang dalam sekejab
saja.
Kemudian ia bangkit berdiri dan melangkah
perlahan. Sambil melangkah ia menggumam ?
Sebaiknya aku menjauhkan diri dari mereka dan
hidup di tempat sepi, bergaul dengan orang2 di
pegunungan. Ternyata hidup di tempat sepi ini,
aku selalu memperoleh ketenangan batin ?ore hari, Bupati Senopati Ngalogo sedang
berbincang dengan juru Mertani. Juru
Mertani mengemukakan rasa gelisahnya, atas
sikap senopati yang sudah cukup lama tidak
datang menghadap ke Pajang. Walaupun ia telah
memberitahukan bahwa Sultan Pajang sedang
gering, senopati tetap saja tidak mau datang ke
Pajang.
? Anakku ? kata juru Mertani ? akupun
tahu maksud anakmas yang sebenarnya. Bahwa
engkau tidak sedia menghadap ke Pajang,
karena engkau tidak senang kepada pangeran
Pangiri dan Adipati Tuban. Tetapi dengan tidak
hadirmu ke Pajang itu, dapat menimbulkan
dugaan dan pendapat yang salah. IngkangSinuhun Kangjeng Sultan dapat salah paham,
beranggapan bahwa engkau tidak mau tunduk
kepada perintah raja ?
Juru Mertani berhenti sejenak, menatap
wajah senopati. Baru kemudian ia melanjutkan
? Orang yang tidak tunduk kepada raja, akan
dapat dituduh membangkang dan
memberontak. Akibatnya hanya akan
menyebabkan pengerahan pasukan Pajang
menggempur Mataram. Apakah engkau sudah
merasa kuat menghadapi kekuatan Pajang yang
sepuluh kali lipat dibanding Mataram itu? ?
? Uwa, akupun menyadari keadaan itu.
Bahwa kekuatan Mataram, apabila
dibandingkan dengan kekuatan Pajang, ibarat
buah mentimun musuh durian ? sahut
Senopati Ngalogo ? Akan tetapi apakah uwa
lupa, ketika uwa bersemedhi di lereng Merapi,
dan aku ke pesisir laut selatan? Telah aku
tuturkan kepada uwa, bahwa kepergianku ke
samodera kidul memperoleh hasil yang
menggembirakan. Bukan saja aku dapat
bertemu dengan Ratu Kidul, tetapi aku malah
sudah berdiam beberapa hari di keraton Ratu
Kidul itu ?
? Ya, karena Ratu Kidul menjadi isterimu
? potong Juru Mertani.? Itulah uwa, walaupun Ratu Kidul itu
lelembut atau jin, tetapi sekarang menjadi
isteriku ? Senopati Ngalogo tersenyum ?
sesuai dengan janjinya, apabila tiba pada
saatnya, Ratu Kidul akan membantu aku
melawan kekuatan Pajang. Prajurit Ratu Kidul
tidak dapat dilihat oleh mata orang biasa, mana
mungkin prajurit Pajang sanggup menghadapi
prajurit Ratu Kidul? Karena itulah uwa, aku
menjadi mantap dan tidak merasa takut
menghadapi kemarahan rama Sultan. Aku
memang tidak rela apabila tahta Kerajaan harus
jatuh ke tangan Pangiri, walaupun itu sudah
termasuk di dalam perjanjian antara rama
Sultan dengan Kangjeng Ratu Kalinyamat ?
Senopati Ngalogo berhenti sejenak.
Kemudian meneruskan ? Apakah uwa Juru
lupa, peristiwa di Jipang waktu itu? Oleh siasat
uwa Juru, maka aku berhasil membunuh Harya
Penangsang yang terkenal sakti mandraguna.
Akulah yang sesungguhnya berjasa besar bagi
rama Sultan. Andaikata Penangsang tidak
terbunuh, dapatkah rama Sultan menjadi Raja
Pajang? ?
? Heh-heh-heh ? Juru Mertani tertawa
lirih ? anakmas, jangan engkau tekebur dengan
jasa-jasamu yang sudah lewat. Itu kurang baikdan dapat merugikan dirimu sendiri. Apakah
engkau lupa kasih sayang Ingkang Sinuhun
Kangjeng Sultan kepadamu semenjak engkau
masih kecil? Walaupun kedudukanmu hanya
sebagai putera angkat, namun engkau dianggap
sebagai anak sendiri. Hingga anakmas diijinkan
memperisterikan Semangkin .... ?
? Uwa ! Sudahlah, aku malu jadinya ?
cepat Senopati Ngalogo memotong.
Tentu saja Senopati Ngalogo malu
diingatkan tentang dirinya. Waktu itu
Semangkin dititipkan pada Pemanahan, oleh
Sultan Hadiwijaya. Akibat pergaulan sehari-hari,
maka terjadilah hubungan cinta, yang kemudian
lahirlah seorang bocah yang diberi nama Raden
Ronggo.
Juru Mertani tertawa lirih, laiu katanya ?
Anakmas, bukan berarti aku tidak setuju dengan
maksud hatimu menghalangi Pangiri menjadi
raja. Tidak ! Tetapi maksudku, engkau harus
dapat menyembunyikan maksud hatimu itu
dengan siasat yang halus. Walaupun dalam hati
engkau benci, namun dalam sikap lahirmu
engkau tutup dengan senyum manis. Maksudku,
walaupun engkau menghendaki begitu, tetapi
kewajibanmu datang menghadap ke Pajang
harus tetap engkau tunaikan ?Juru Mertani batuk2 kecil. Sejenak ia
melemparkan pandang kepada keponakannya
itu dan baru beberapa saat kemudian
meneruskannya ? Anakmas, apabila engkau
sedia datang ke Pajang, setidaknya engkau
dapat memberi keyakinan kepada Ingkang
Sinuhun Kangjeng Sultan, bahwa engkau tidak
melupakan beliau. Hubungan batin antara ayah
dan anak ini harus engkau pelihara demi citacitamu sendiri ?
? Uwa, maafkanlah aku, wa ? sahutnya ?


Kumbang Hitam Dari Bumi Sengketa Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

walaupun selama ini aku selalu menurut saja
petunjuk maupun nasehat uwa, tetapi kali ini
terpaksa tidak. Terserah kepada rama Sultan
sendiri mengenai diriku ini. Kalau rama Sultan
marah dan ingin menggempur Mataram dengan
kekuatan prajurit Pajang, akan kusambut. Aku
yakin akan dapat menghalau dan menumpas
prajurit Pajang, atas bantuan yayi Ratu Kidul ?
? Dengan cara itu, engkau tentu disebut
pemberontak ?
? Terserah saja, apa orang akan
menyebutnya. Memang mulai sekarang,
Mataram tak mau lagi tunduk kepada Pajang ?
Juru Mertani menghela napas dan berdiam
diri. Ia sudah tahu akan watak dan tabiat
Senopati Ngalogo, justeru sejak kecil JuruMertanilah yang banyak mengasuh dan
mendidiknya. Keponakannya yang seorang ini
keras kepala dan tak mau tunduk kepada
siapapun kalau sudah merasa yakin dan benar.
Maka untuk sementara itu iapun mengalah. Ia
percaya bahwa pada suatu ketika Senopati
Ngalogo akan membutuhkan nasehatnya.
Disaat mereka berdiam diri itu datanglah
seorang hamba yang memberitahukan bahwa
Raden Pabelan hendak menghadap. Kabar itu
sangat menggembirakan hati Senopati Ngalogo
maupun Juru Mertani. Dengan gopoh Senopati
itu memerintahkan agar Pabelan segera
menghadap.
Tak begitu lama, datanglah Pabelan. Ia
segera memberikan hormatnya kepadajutu
Mertani, dan kemudian kepada Senopati
Ngalogo. Sebenarnya ia harus memberikan
hormatnya kepada Senopati Ngalogoda dulu,
karena kedudukan Senopati Ngalogo sebagai
Bupati, tentunya lebih tinggi dari Juru Mertani.
Namun karena juru Mertani itu bukan saja
sebagai gurunya, tetapi sekaligus juga kakeknya.
Dari turunan darah, Juru Mertani mempunyai
tataran yang lebih tinggi.
? Aku gembira engkau datang, Pabelan ?
tegur Senopati Ngalogo ? apa kabar ayahbundamu? Kuharap semuanya selamat dan tak
kurang suatu apa ?
? Benar uwa, atas berkat dan do?a restu
dari uwa dan eyang disini. keluarga Pajang
dalam keadaan sehat walafiat ? sahut Pabelan.
? Bagaimana kesehatan Ingkang Sinuhun
Kang-jeng Sultan? ? tanya Juru Mertani.
? Beliau masih saja gering, eyang. Maka
segala kekuasaan Kerajaan Pajang masih
ditangani oleh paman Pangeran Pangiri ?
? Dimas Benowo tentunya selalu
mendampingi dimas Pangeran Pangiri, bukan?
Supaya dimas Pangiri tak dapat semaunya
menjalankan kekuasaan Pajang? ? tanya
Senopati.
? Tentunya demikian, uwa. Namun
sebaliknya beberapa waktu yang lalu, Pangeran
Benowo malah meninggalkan Pajang ?
? Ehh, mengapa begitu? ? Juru Mertani
nampak terkejut mendengar berita itu ?
Mengapa Pangeran Benowo berlaku yang dapat
merugikan diri sendiri? ?
? Kamipun beranggapan demikian, eyang.
Oleh karena itu kami, paman Dadaptulis, dimas
Wahono dan aku sendiri, menghadap ke Jipang,
untuk memohon agar Gusti Pangeran Benowo
bersedia kembali ke Pajang ?? Lalu . . . . ? ? tanya Senopati.
? Beliau bersedia kembali. Malah sekarang
sudah berada di Pajang lagi. Dan akhirnya aku
diutus kemari untuk menyampaikan suratnya
? Segera Pabelan mengunjukkan surat
tersebut dengan hormatnya kepada Senopati
Ngalogo.
Senopati Ngalogo membaca surat yang
diberikan Pabelan itu dengan penuh perhatian.
Beberapa kali kepalanya dianggukanggukkannya dan kemudian terlihat bibirnya
menyungging senyum.
Selesai membaca surat itu, kemudian
diberikannya kepada Juru Mertani, ujarnya ?
silakan uwa membaca surat dimas Benowo ?
Juru Mertani menyambut surat yang
diberikan oleh Ser.opati itu, lalu dibacanya.
Ternyata isi dalam surat itu, pangeran Benowo
mengharap agar Senopati Ngalogo mau
memperbaiki hubungan antara Mataram
dengan Pajang, agar tak semata-mata kelihatan
bahwa Mataram berusaha melawan kekuasaan
Pajang. Bila Senopati Ngalogo mengabaikan
tentang hubungan Mataram dengan Pajang dan
dapat menimbulkan suasana yang gelap, maka
akan mudahlah pangeran Pangiri menanamkankecurigaannya terhadap sikap Mataram kepada
Sultan Hadiwijaya.
Menurut pendapatnya, masih terlalu pagi
bila Senopati Ngalogo waktu sekarang ini sudah
harus menampilkan sikap yang menantang
kepada Pajang. Bukan hasil yang baik akan kita
peroleh, namun sebaliknya akan merugikan diri
sendiri.
Setelah selesai membaca, Juru Mertani
melipat surat kembali dan diserahkannya
kepada Senopati Ngalogo, seraya katanya ?
Ternyata apa yang aku kuatirkan, cocok dengan
kekuatiran pangeran Benowo. Itu dapat
membahayakan kedudukanmu sendiri ?
Senopati itu tidak segera menjawab. Ia
hanya menghela napas panjang. Pabelan tak
berani berbuat apa2, hanya tundukkan kepala,
menantikan apa yang akan diucapkan senopati
Mataram itu. Ucapan Senopati Ngalogo kali ini,
merupakan jawaban dari sikapnya yang
penghabisan, maka tak heranlah kalau hati
Pabelan merasa berdebar juga.
? Uwa, semuanya sudah terlanjur. Apa
saja yang akan terjadi, akan kuhadapi. Sebab
Ronggo telah kuperintahkan, supaya
menghentikan para Mantri Pemajekan yang
akan datang ke Pajang menyerahkan hasilpajaknya. Malu kiranya bila aku menarik lagi
perintah itu. Apa kata mereka kepadaku, wa? ?
Juru Mertani kaget mendengar ucapan
Senopati Ngalogo itu. Tak diduganya kalau sikap
keponakannya itu telah dinyatakan dengan
tindakan yang berani dan sudah sejauh itu.
Berarti para Mantri Pemajekan di wilayah
Banyumas, Kedu, Pekalongan dan di daerah
sekitarnya, sudah tidak memenuhi
kewajibannya membayar pajak ke Pajang.
Peristiwa ini akan menjadi alasan, bahwa
Senopati Ngalogo jelas memberontak Sultan
Hadiwijaya ? Ahh, sudah terlalu jauh dan
berani anakmas bertindak ? desuhnya.
? Uwa Juru kaget, tentunya? ? dengan
tenang-tenang saja Senopati itu berkata sambil
tersenyum.
? Ya, aku memang tidak menduga ? sahut
Juru Mertani yang nampak perihatin.
? Aku memang sudah mengira, kalau uwa
tentu kaget. Dan uwa Juru tentu menganggap,
tindakanku ini terlalu berani. Bahkan rama
Sultanpun bila menuduh aku memberontak, itu
memang tidak salah ? Senopati itu berhenti
sejenak seakan memberikan kesempatan
kepada Juru Mertani memikirkan pendapatnya.
Lalu sambungnya kemudian ? mungkin uwaJuru tak pernah membayangkan. Bila rama
Sultan menuduh aku memberontak, berarti
rama Sultan tidak mau membela keturunan
sendiri ?
? Maksudmu? ?
? Bukankah usahaku ini, kutitik beratkan
untuk memperjuangkan dimas Benowo, agar dia
dapat menggantikan kedudukan sebagai Raja ?
Aku merasa tak senang hati kalau keturunan
rama Sultan tak dapat menggantikan menjadi
Raja ?
Juru Mertani mengangguk-angguk. Teringat
akan janji Ratu Kalinyamat kepada Sultan
Hadiwijaya. Namun janji itu hanya dengan lesan
saja, tentunya sukar untuk dibenarkan. Maka
katanya kemudian ? Ya, aku mengerti apa yang
menjadi tuntutanmu. Namun kalau boleh aku
minta kepada anakmas. Bila anakmas masih
menganggap aku sebagai orang tua, seyogyanya
semua langkah yang akan dilakukan anakmas,
ajaklah aku ikut mempertimbangkan ?
Senopati Ngalogo kali ini tak dapat
menjawab. Ia tundukkan kepala agak merasa
malu mendengar ucapan Juru Mertani yang
menyentuh hatinya itu. Maka kata Juru Mertani
lagi ? Keadaan sudah berkembang demikian.
Baiknya, anakmas segera saja menyusunbalasan surat Pangeran Benowo, agar Pangeran
Benowo dapat menyesuaikan diri dalam
keraton. Dan berusaha supaya ia dapat
bertindak sebagai pimpinan, bila Kangjeng
Sultan mengutus orang memeriksa keadaan
Mataram ?
? Baiklah wa, akan kukerjakan. Dan .... kau,
Pabelan .... ? Pabelan yang sedari tadi tak
berani buka suara apa2, kini berjingkrak kaget
mendengar namanya dipanggil Senopati. Kata
Senopati kemudian ? kau tentunya sudah letih
dan mungkin lapar juga. Baiklah kau mengaso di
sini satu malam. Kuijinkan kau bermalam di
rumah Ronggo
? Terima kasih uwa ? setelah memberi
hormat,
Pabelan meninggalkan Senopati dan Juru
Mertani menuju rumah Ronggo, untuk
bermalam satu malam disitu.
? Ibarat orang menyeberang sungai,
anakmas sudah terlanjur basah. Kembalipun tak
ada artinya ? kata Juru Mertani setelah Pabelan
pergi ? namun anakmas harus berhati-hati,
jangan sampai tenggelam di tengah sungai
karena kelengahan anakmas sendiri ?
? Baik, wa! Semuanya akan kuperhatikan
dan perhitungkan masak-masak. Hanya restuuwa saja, selalu kuharapkan agar dapat
menambah kemantapan bertindak ?
Meskipun demikian, dalam hati Senopati itu
membenarkan dan memuji serta mengakui
kecerdasan pikiran Juru Mertani. Baginya Juru
Mertani masih terpandang sebagai orang yang
berwibawa dan patut menjadi pengayoman
Mataram.
Dalam hati kecilnya, menimang-nimang juga
tentang keadaan yang akan di alami, apabila
Sultan Hadiwijaya mengutus ke Mataram untuk
mengetahui keadaan yang sebenarnya.
Seandainya Pangeran Benowo-pun yang diutus
memimpin utusan itu, apakah Pangeran Pangiri
tidak ikut mendampingi? Setidak-tidaknya,
apakah Pangeran Pangiri tidak berusaha
mengirimkan telik sandi ikut dalam rombongan
utusan itu? Bila demikian yang akan terjadi,
tentu terbukalah dimata Sultan Hadiwijaya akan
rahasia sikap Mataram. Bahkan lebih mudahlah
Pangeran Pangiri mempengaruhi Sultan
Hadiwijaya. Diam-diam ia mengakui juga atas
kegegabahannya bertindak, hanya
mengandalkan Ratu Kidul yang telah berjanji
akan membantu segala usahanya.
Rupanya Juru Mertani dapat mengetahui
juga apa yang menjadi gagasan SenopatiNgalogo saat ini. Setelah "batuk-batuk kecil, Juru
Mertani berkata?Anakmas Senopati. Jangan
menganggap kalau omonganku tadi merupakan
perintang bagi tujuan anakmas. Namun
maksudku supaya anakmas mengurangi
kegiatan yang dimata Pajang dapat dilihat
sebagai persiapan kraman ?
? Eh, mudah-mudahan prajurit yayi Ratu
Kidul yang tangguh dan tak dapat dilihat itu
dapat membantu perjuangan kita, wa! ?
Senopati Ngalogo tak menjawab kata2 juru
Mertani, tetapi ia mengatakan apa yang telah
terkandung dalam gagasannya. Maka katanya
kemudian ? Dan, tercapainya cita citaku ini,
berarti aku dapat mempertahankan kehancuran
nama dan kehormatan rama Sultan. Karena
keturunan rama Sultan dapat menduduki tahta
kerajaan, yaitu dimas Benowo. Sekaligus, dinasti
Pajang tidak terputus ?
? Bagus anakmas Senopati. Aku memuji
atas keluhuran cita2 anakmas. Memang
anakmas putera tertua Kangjeng Sultan. Sudah
menjadi kewajiban, apabila anakmas
mempertahankan nama baik Pajang, maupun
Kangjeng Sultan ?
Mendapat pujian dari Juru Mertani, maka
besarlah hati Senopati Ngalogo. Denganmembetulkan duduknya, berkatalah ia ? Janji


Kumbang Hitam Dari Bumi Sengketa Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tinggal janji, wa ! Lebih lagi saksi dari perjanjian
itu semua sudah tiada. Ayah Pemanahan, paman
Penjawi, Gusti Kangjeng Ratu Kalinyamat,
semuanya sudah wafat. Jadi, kalau
keturunannya tidak mengakui perjanjian itu,
apakah salahnya ? ?
? Salah dan benar, hanya tergantung dari
pihak mana orang memandangnya. Dalam
urusan negara, orang akan menganggap benar,
kalau mereka merasa untung. Tepi sebaliknya,
bila mereka merasa dirugikan, tentu akan
mengatakan salah. Jadi yang penting dalam
perjuangan ini harus mempunyai modal berani
dan tekad yang ulet. Tanpa modal itu,
perjuangan tidak akan terwujud .... ?gak jauh dari ibukota Pajang, terletak
sebuah hutan Cemara Jajar. Dilihat dari
luar, hutan itu sangat menyeramkan
kelihatannya. Pohon-pohon disitu sangat lebat
dan rimbun hingga nampaknya sangat
menakutkan sekali bagi orang yang belum
mengenal hutan itu. Namun bagi orang yang
sudah mengenal hutan itu, tidaklah merasa
takut lagi. Bahkan tempat itu sangat aman dan
baik sekali dijadikan tempat berlindung, serta
tempat mengadakan pertemuan-pertemuan
rahasia. Maka tempat itulah yang dipilihPabelan untuk menghimpun pejuang-pejuang
dinasti Pajang.
Di tengah hutan yang lebat itu, mereka
membangun sebuah perkampungan. Rumahrumahnya beratap ilalang dan berdinding
bambu. Kelihatannya sangat rapi dan seolaholah merupakan perkampungan penduduk
biasa.
Penghuninya sekitar tiga ratus orang.
Semuanya terdiri dari orang-orang muda yang
gagah berani. Mereka memang dipersiapkan
sebagai pasukan di bawah tanah, yang dipimpin
langsung oleh seorang pemimpin yang terkenal
gesit, yang mengaku dirinya bernama Joyo
Kancil.
Mereka dilatih berperang. Ketrampilan cara
menggunakan berbagai macam senjata dan
siasat2 perang sebagai pasukan bawah tanah.
Bila terjadi perang antara Mataram dengan
Pajang, mereka akan disebar disusupkan masuk
ke Pajang untuk mengadakan kekacauan dalam
kerajaan Pajang. Dengan siasat itu, pasukan
Pajang akan terpecahlah pemusatannya
menyerang Mataram. Dan berarti timbulnya
keringkihan dalam tubuh kerajaan Pajang. Oleh
karena itu, mereka terdiri dari orang2 Pajang
sendiri, hingga tak banyak menemukankesulitan untuk masuk ke Pajang pada saat
pecah peperangan.
Hari ini dalam perkampungan nampak
sibuk. Tetapi kesibukan hari ini berlainan
dengan kesibukan hari2 biasanya.
Kalau hari2 biasanya Joyo Kancil yang
sebagai pimpinan pasukan bawah tanah
dibawah komando Pabelan itu sibuk melatih
anakbuahnya dalam ulah krida keprajuritan,
namun hari ini lain dari hari2 yang lalu. Ia
memerintahkan anakbuahnya uniuk menghias
perkampungan itu. Hingga dalam waktu tak
lama, perkampungan itu tampak indah dan
bersih. Beberapa bendera dan umbul2 serta
lambang kerajaan Pajang dipancang di muka
pintu masuk perkampungan. Begitu pula
hiasan2 dari daun kelapa muda.
Semula anakbuah pasukan Joyo Kancil
merasa heran dan bertanya-tanya, apa sebabnya
pemimpinnya memerintahkan menghias
perkampungan mereka itu. Namun tak ada yang
berani bertanya, apa lagi membantah
perintahnya. Akhirnya kabar dari mulut yang
satu kepada yang lainnya kemudian meratalah
kabar itu dan tahulah mereka duduk
persoalannya.Pemimpinnya, Joyo Kancil merasa tak puas
dengan perbuatan Raden Pabelan yang telah
menggagalkan penyergapan anakbuahnya yang
dipimpin oleh Pitoyo, Keto Ribut dan Wongso
Truno, untuk merampas barang hantaran dari
Pajang ke Demak yang dikawal oleh Ki Sindura.
Menurut anggapannya, Pabelan hanya
memikirkan kepentingan pribadi. Dia hanya
untuk mengejar nama saya, tanpa memikirkan
kedudukan anakbuahnya. Dia adalah orang yang
pandai melempar batu sembunyi tangan. Oleh
karena itu Joyo Kancil menjadi lemah semangat.
Dalam kata sepakat Joyo Kancil dengan
beberapa pembantunya yang cukup di segani
oleh anakbuahnya, mereka berbalik haluan.
Mereka akan meninggalkan Pabelan dan
Mataram. Selanjutnya akan berusaha untuk
mendekati Pangeran Pangiri.
Ternyata usahanya itu tidak sia-sia. Mereka
berhasil mendekati orang kepercayaan
Pangeran Pangiri. Melalui orang kepercayaan
Pangeran Pangiri itu, mereka mendapat jalan
lebar untuk mengadakan hubungan baik dengan
Pajang. Bahkan hubungan itu sangat
menguntungkan bagi Joyo Kancil dengan
kawan-kawannya. Untuk meyakinkan hubungan
baik antara Pangeran Pangiri dengan JoyoKancil dan anak buahnya, maka hari itu
Pangeran Pangiri mengutus orang
kepercayaannya menemui Joyo Kancil di
perkampungan mereka. Mereka masing masing
akan mengadakan perundingan dan perjanjian
yang dapat menguntungkan kedua belah pihak.
Bahkan Pangeran Pangiri lewat orang
kepercayaannya itu telah menyampaikan janjijanji kepada Joyo Kancil yang sangat
menggembirakan.
Seorang kepercayaan Pangeran Pangiri yang
diawal delapan orang sakti, telah datang di
perkampungan Joyo Kancil. Kehadiran mereka
disambut dan dihormati oleh semua anak buah
Joyo Kancil. Tak seorangpun yang nampak
bersenjata. Hingga kedatangan para utusan itu
penuh dengan suasana persahabatan.
Kesembilan utusan Pangeran Pangiri itu
datang dengan naik kuda yang tegar dan gesitgesit. Seorang yang menjadi kepercayaan
Pangeran Pangiri, yang memimpin rombongan
itu terus saja masuk ke perkampungan Joyo
Kancil dengan kudanya. Sedang delapan lainnya,
sebagai pengawalnya, tujrun dari kudanya dan
menambatkannya di muka pintu masuk
perkampungan itu.Meskipun nampaknya aman, dan tak
menunjukkan tanda-tanda yang mencurigakan
bagi para utusan itu, namun mereka selalu
waspada dan berlaku hati-hati sekali. Mereka
tak mau meninggalkan perhitungan.
Setelah pemimpin rombongan itu turun dari
kudanya, Joyo Kancil suiah menyambut di muka
sebuah pondok yang agak besar. Pondok itu
memang dibuat agak besar, karena tempat itu
disediakan Joyo Kancil untuk mengadakan
pertemuan-pertemuan atau perundinganperundingan.
Orang kepercayaan Pangeran Pangiri yang
diawal oleh dua omng, masuk kedalam pondok
yang sudah dipersiapkan Joyo Kancil. Demikian
pula Joyo Kancil sebagai tuan rumah, Pitoyo,
Wongso Truno dan Kerto Ribut, juga mengikuti
masuk. Adapun pengawal rombongan utusan
Pangeran Pangiri lainnya, menunggu di luar
pondok.
? Kami gembira sekali kawan-kawan dari
Pajang mau menepati janji, datang kepondok
kami ? kata Joyo Kancil yang pertama keluar
untuk menyambut kedatangan mereka.
? Terima kasih kakang Joyo. Kami juga
merasa gembira karena dapat memenuhi janji
kami ? sahut , utusan Pangeran Pangiri setelahduduk di tempat yang telah tersedia. Lalu
katanya kemudian ? dan kami juga gembira
karena melihat sambutan kakang Joyo Kancil
dengan anak buahnya, yang sangat
menyenangkan ?
? Ohhh! Kukira itu wajar saja, kawan.
Kami selalu berlaku baik bagi orang yang ingin
baik kepada kami. Ehh, kiranya kawan2 baik2
saja dalam perjalanan kemari ini, bukan? ?
kata Joyo Kancil yang disertai dengan senyum
yang menyungging di bibir.
? Ya, tentunya atas doa kakang Joyo, maka
kami dapat selamat sampai di sini. Meskipun
dalam perjalanan kami sering menemui
kesukaran untuk mencapai tempat
perkampungan kakang Joyo ?
? Emm, baiklah. Tentunya kawan2 kemari
ini membawa kabar dari Pangeran Pangiri,
bukan ? ? potong Joyo Kancil, karena lekas
ingin tahu kabar dari Pangeran Pangiri.
? O, ya. Begini, kakang Joyo ? utusan
Pangeran Pangiri beringsut sedikit duduknya.
Lalu katanya kemudian ? Pangeran Pangiri
mengutus kami ke sini, untuk memberikan
ketegasan kepada kakang Joyo ?
? Memberikan ketegasan , . . . ? ? Joyo
Kancil mengerutkan keningnya.? Artinya, Pangeran Pangiri menyetujui
perjanjian persahabatan ini dengan kakang Joyo
Kancil dan kawan-kawanmu .... ?
? Emm . . . . ! Lalu? potong Joyo Kancil
dengan wajah yang belum mengerti.
Utusan Pangeran Pangiri itu melanjutkan ?
bahkan Pangeran Pangiri akan mengangkat
kakang Joyo menjadi lurah prajurit .... ?
Berhenti sejenak utusan Pangeran Pangiri
itu untuk mencuri pandang pada Joyo Kancil.
Joyo Kancil nampak mengangguk-angguk
cerah. Kata utusan itu kemudian.
? Tapi ada saratnya, kakang .... ?
? Apa syaratnya . . . . ? ?
? Pertama, kakang Joyo harus dapat
menangkap Tumenggung Dadaptulis, Pangeran
Pabelan dan Pangeran Wahono, serta
menyerahkannya kepada Pangeran Pangiri.
Kedua, kakang Joyo harus mau menjadi saksi
dalam perkara ini dan memberikan keterangan
bila orang2 itu benar2 berusaha merongrong
kewibawaan Pajang ?
? Ha-ha-ha-haaaah .... ! ? tiba2 Joyo
Kancil tertawa terbahak-bahak sambil menepuk
bahu Kerto Ribut yang dekat duduknya dengan
Joyo Kancil.Kerto Ribut yang sedari tadi duduk agak
mengantuk mendengarkan percakapan itu,
terkejut sekali ditepuk bahunya oleh Joyo
Kancil. Saking terkejutnya hingga ikat kepalanya
terjatuh. Takut ketahuan Joyo Kancil kalau ia
tidak ikut memperhatikan perundingan itu,
maka tidak pikir panjang ia ikut tertawa
terbahak-bahak sambil mengambil ikat
kepalanya yang terjatuh tadi ? Hah-hah haaa ....
? Melihat tingkah laku Kerto Ribut yang
menggelikan itu, kawannya yang lain ikut
tertawa tertahan-ta-han.
? Hi-hi-hi-hik .... ?
? Hu-hu-huk.........?
? Hai .... ! ? tibas Joyo Kancil membentak
? apa yang kalian tertawakan ? ?
Kerto Ribut, Pitoyo dan Wongso Truno tak
ada yang berani menjawab. Mereka hanya
tunduk dan menahan geli atas perbuatan Kerto
Ribut. Wongso Truno yang duduk berdekatan
dengan Kerto Ribut, saking tak tahan menahan
gelinya, hingga dari dalam mulutnya terdengar
suara berkali-kali ? huk-huk .... ?
Sambil mengeluarkan suara huk-huk tadi,
mata Wongso Truno berkeliaran menjelajahi
wajah kawan-kawannya. Lebih tak tertahan lagi,selelah melihat birat-birut wajah kawannya
menahan geli.
Ternyata kawan-kawannya yang mendengar
suara huk-huk tadi juga menahan luapan
tawanya. Pitoyo menyikut Wongso Truno,
supaya menghentikan suara tertawanya yang
ditahan-tahan keluar itu. Namun Wongso Truno
malah tak dapat lagi menahan tawanya. Ia
tertawa mengekeh ? Heh-heh-heh .... ? Karuan
saja, Pitoyo dan Kerto Ribut yang memang
sedari tadi sudah tak tahan lagi menahan
gelinya, serentak meledaklah lawa mereka ?
Hih-hih-hih .... ? huh huh- huh- huh .... ?
Sekali lagi Joyo Kancil menatap wajah ketiga
kawannya dengan pandangan bingung dan
bertanya. Namun kali ini Joyo Kancil tidak
menghiraukan lagi. Ia segera berpaling kepada
utusan Pangeran Pangiri, seraya katanya ?
Kawan. Itu perkara mudah. Kami sanggupi
menangkap raden Pabelan, Dadaptulis maupun


Kumbang Hitam Dari Bumi Sengketa Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Wahono ? ia memalingkan mukanya sebentar
ke arah kawan-kawannya, seakan meminta
persetujuannya. Kawannya mengerti apa yang
dimaksud Joyo Kancil, meskipun tanpa
mengucap apa2 pada mereka. Oleh karena itu,
kawannyapun mengangguk-anggukkan kepala
tanda menyanggupinya.Joyo Kancil merasa puas melihat kawannya
yang menunjukkan kesanggupan sikapnya
untuk menangkap orang2 yang telah
dikehendaki Pangeran Pangiri itu, maka
berpalinglah lagi Joyo Kancil kepada utusan
Pangeran Pangiri, seraya katanya ? Nah! Kau
melihat sendiri, kawan2 juga menyanggupi
permintaan Pangeran Pangiri. Maka dari itu,
sebagai imbalan, tentuya kawan-kawanku ini
juga mendapat tempat yang baik di kerajaan
Pajang, bukan? ?
? Ya, usul kakang Joyo itu akan kami
sampaikan kepada Pangeran Pangiri. Tentunya
akan diterima baik oleh Pangeran ?
Selesai perundingan itu, utusan Pangeran
Pangiri segera minta diri. Pulangnya para
utusan itu, mendapat sambutan iringan yang
meriah sekali dari anakbuah Joyo Kancil. Hingga
lenyap suara deru kuda lari yang dinaiki para
utusan, barulah Joyo Kancil mengajak Kerto
Ribut, Pitoyo dan Wongso Truno masuk ke
rumah persidangan lagi untuk merundingkan
sesuatu langkah yang akan diambilnya.
Persiapan2 telah direncanakan baik2. Pitoyo
mendapat tugas untuk memimpin pasukannya.
Sedang Wongso Truno dan Kerto Ribut
tugasnya mendampingi Joyo Kancil.Mereka percaya, bahwa Pabelan, Dadaptulis
serta Wahono, seperti biasanya akan masuk ke
markas itu tanpa ada kecurigaan, apa2. Dan
seperti biasanya, mereka akan dihadapi oleh
Joyo Kancil, Kerto Ribut dan Wongso Truno.
Dengan isyarat Joyo Kancil, mereka akan segera
bertindak membekuk ketiga pangeran itu. Bila
Joyo Kancil dengan kawan-kawannya itu
mendapat kesukaran, maka Pitoyo yang sudah
mempersiapkan pasukannya di luar markas
secara diam2 itu, akan segera bergerak dengan
ketat mengepung pangeran2 itu. Dengan
demikian ketiga pangeran itu tentu tak akan
mampu lagi menghadapi sekian banyak pasukan
itu. Mau tidak mau, tentu memaksa dirinya
untuk menyerah dalam keadaan hidup, maupun
mati.
Dugaan dan perhitungan mereka itu tepat.
Ketika matahari pagi sepenggalah tingginya,
dari kejauhan tampak dua penunggang kuda.
Kedua penunggang kuda itu berjalan beriringan,
dengan cepatnya melarikan kudanya menuruti
jalan di tengah padang ilalang, Tak lama
kemudian kuda itu menuruni sebuah jurang
yang tertutup oleh gerumbul pohon2 liar,
hingga kuda itu tak tampak lagi. Derap kaki
kuda semakin kedengaran.Ketika muncul ternyata kuda itu sudah
dekat dengan markas Joyo Kancil.
Joyo Kancil, Kerto Ribut, Wongso Truno dan
Pitoyo sejak dari kejauhan sudah
memperhatikannya. Mereka sudah siap-siap
menjalankan tugasnya masing-masing.
Joyo Kancil agak terkejut, melihat kedua
penunggang kuda itu adalah Pabelan dan
Tumenggung Dadap-tulis. Wahono tak tampak
ikut serta. Sedang maksud dalam hatinya, agar
Wahono ikut serta, hingga ketiganya dapatdiringkusnya. Berarti sekali jerat, selesailah
urusan mereka. Namun hal itu tak akan
dipikirnya panjang. Situasi sudah mendesaknya.
Perlu mengambil langkah cepat. Perkara yang
satunya dapat dipikirkan kemudian.
Ia segera memberikan isyarat kepada
Pitoyo. Kemudian kepada Kerto Ribut dan
Wongso Truno.
Tanpa merasa curiga apa apa, Pabelan dan
Tumenggung Dadaptulis menuju maskas Joyo
Kancil. Kedatangan mereka ke markas tersebut
kali ini, untuk menjelaskan perkara harta benda
yang dibawa ki Sinduro ke Demak. Dan untuk
memberi bantuan beaya buat pasukan Joyo
Kancil sebagaimana biasa dilakukannya.Tumenggung Dadaptulis dan Pabelan terus
saja masuk ke perkampungan itu. Dilihatnya tak
ada perubahan apa-apa. Setiap pasukan yang
bertemu dengannya memberi hormat dengan
disiplinnya. Setelah sampai di muka balai
tempat pertemuan itu Tumenggung Dadaptulis
dan Pabelan turun dari kudanya. Dua orang
prajurit Joyo Kancil menyambut kuda mereka
Kemudian menyusul Joyo Kancil, Kerto Ribut
dan Wongso Truno menyambut dengan penuh
hormat.
Joyo Kancil mempersilahkan tamunya
masuk kedalam balai pertemuan itu. Sebelum
duduk, Pabelan dan Dadaptulis sempat
memperhatikan tempat sekelilingnya. Ternyata
dalam ruang itu tak menunjukkan tanda-tanda
yang mencurigakan. Memang sebelumnya sudah
diatur oleh Joyo Kancil serapi-rapinya hingga
tak ada yang menimbulkan kecurigaan.
Kemudian mereka duduk berhadapan dengan
tenang.
? Aku datang kemari ini ada dua maksud,
Joyo ? Dadaptulis membuka percakapan ?
pertama, seperti biasa, aku memberikan beaya
untuk pasukanmu di sini. Yang kedua, rupanya
aku perlu memberikan penjelasan tentangperistiwa perampasan harta benda yang dibawa
Ki Sinduro ?
Dadaptulis berhenti sebentar, mencari
kesan pada Joyo Kancil dan kawan-kawannya.
Tampak mereka mengangguk-angguk tanda
mengerti apa yang dimaksud Dadaptulis. Lalu
katanya kemudian ? cara pencegatan dan
perampasan harta benda itu, kurang dibenarkan
untuk menjalankan siasat yang telah kami atur
sebelumnya. Oleh karena itu Pabelan terpaksa
menggagalkannya ?
? Hamba kurang mengerti Raden
Dadaptulis ? sahut Joyo Kancil ? hamba sudah
memperhitungkan masak-masak tentang kami
merampas harta benda yang dikirim Pangeran
Pangiri ke Demak itu. Pangeran Pangiri
mengirimkannya dengan secara tidak terangterangan. Itu dapat merugikan Pajang, bukan?
? ? Ya, betul ? sela Tumenggung
Dadaptulis.
? Kalau harta benda itu dapat kami
rampas, mau apa Pangeran Pangiri. Tetapi buat
kami, harta itu sangat besar sekali artinya untuk
kekuatan pasukan kita ?
? Kalau kita pikir sepintas lalu, memang
benar pendapat kang Joyo ? sahut Pabelanmenukas. ? Tetapi menurut jalan pikiranku,
tidak demikian. Biarlah Pangeran Pangiri
mengirimkan harta itu ke Demak. Kalau
demikian lebih jelaslah perbuatan Pangeran
Pangiri itu. Dapatlah kami menuduh bila
Pangeran Pangiri memang benar-benar berbuat
sengaja melumpuhkan Pajang dengan jalan
mengalirkan harta benda ke Demak ?
? Alasan Raden memang benar. Dan
menguntungkan buat Raden. Tetapi Raden tidak
memikirkan nasib kami yang berjuang untuk
kepentingan Raden, Kami sudah beberapa lima
tinggal di hutan yang jauh dari keramaian,
untuk memperjuangkan dan membela
perjuangan Raden. Dengan penggagalan ini,
Raden mendapat nama baik di Pajang. Tetapi
kami mendapat sasaran berat bagi Pangeran
Pangiri ?
? Aku mengerti kang Joyo. Tetapi caramu
memandang jangan terlalu sempit. Engkau
memandang dari segi kepentingan kita sendiri.
Tanpa kau ingat kepentingan Kerajaan Panjang
yang perlu kita selamatkan. Musuh yang perlu
kita singkirkan adalah Pangeran Pangiri.
Bagaimana dapat menyingkirkan Pangeran
Pangiri dari Kerajaan Pajang kalau tidak ada
tuduhan tuduhan yang beralasan ? ??Memang kang Joyo. Semua perjuangan
memerlukan pengorbanan. Akan tetapi apabila
cita-cita dan perjuangan itu sudah selesai dan
berhasil, tentunya jasa-jasa kalian sebagai
pejuang-pejuang Pajang, tentu tak akan
dilupakan! ?
? Hmmm! Memang pandai Raden
mengulas kata. Menutup diri dengan kata-kata
yang muluk-muluk. Tetapi Raden tidak
menyadiri, betapa keluh kesah anak-buah kita.
Akulah yang langsung menghadapi dan
mendengar itu. Kebanyakan mereka masih
muda-muda. Dan mereka juga mempunyai
kepentingan pribadi. Bila pemimpinnya
membuta akan kepentingan mereka itu dapat
berakibat timbulnya kerugian besar ?
Terkejut Dadaptulis dan Pabelan melihat
perobahan sikap Joyo Kancil terhadap mereka.
Kata-katanya kedengaran semakin lancang dan
berani. Belum sempat Dadaptulis berucap, Joyo
Kaacil telah barkata lagi ? Di dalam markas ini,
akulah yang berkuasa penuh. Dan akulah yang
tanggung jawab atas segala persoalan. Maka
terus terang saja, aku merasa menyesal dan tak
puas atas perbuatan kalian..........?
? Ehh, Joyo ! Nada suaramu sudah lain,
Joyo ? Dadaptulis kaget.? Mengapa tidak ? ? sahut Joyo Kancil
getas.
? Apa maksudmu, kang Joyo? ? tanya
Pabelan heran.
? Ya .... ! Hanya orang yang pernah hidup
seperti kami ini yang dapat merasakan, bagai
mana rasanya hidup di tengah belantara.
Semula tidak kusesali hal itu. Bahkan kami
berusaha menghibur diri kami sendiri dengan
berbagai macam cara kami sendiri. Namun
ternyata, ahh.......orang yang kami bela tidak mau
mengerti keadaan kami. Malah menyakiti hati
kami. Meletakkan kami di mulut harimau ... ?
? Kancil..........? Dadaptulis tak sabar lagi
mendengar ucapan Joyo Kancil yang tak mau
diajak berunding. Semula ia menyabut Joyo
Kancil dengan sebutan Joyo, sekarang ?Kancil?.
Namun ia masih berusaha memberikan
pengertian kepada Joyo Kancil, katanya
kemudian.
?Kami datang kemari ini akan memberikan
pengertian padamu atas kejadian yang telah lalu
itu. Tetapi ternyata kau sudah berbuat tanpa
mengajak berunding dengan kami terlebih
dahulu......?
? Berunding..........? Ha-ha-ha-ha...........??Tak ada gunanya berunding dengan
kalian sekarang. Bukankah Pabelan telah
mencelakai kami tanpa perundingan lebih dulu
? ? Jawaban Joyo Kancil yang dibarengi dengan
tertawa nyaring itu, ternyata juga merupakan
isyarat, agar Pitoyo segera menyiapkan
anakbuahnya mengepung tempat pertemuan
mereka.
Pabelan dan Dadaptulis terkejut.
Pendengaran mereka sempat menangkap
kesibukan di luar. Mereka semakin curiga.
Dirasakan ada gelagat lain yang bakal terjadi.
Oleh karena itu mereka masing-masing
meningkatkan kewaspadaan. Pabelan masih
sempat bertanya.
? Apa kehendakmu sekarang.........? ?
? Kehendakku ! Sejak hari ini hubungan
kita putus ... ! Dan tangkap kedua pemberontak
Pajang ini........! ? Dengan suara lantang, Joyo
Kancil memberi isyarat kepada Wongso Truno
dan Kerto Ribut supaya bertindak menangkap
kedua orang tersebut.
? Wut .... wut . . . siuuut.......ah . . . .?
Wongso Truno dan Kerto Ribut, ternyata
sudah siap dengan serangannya secara gelap
dengan senjata mereka masing-masing. Merekamengeluh karena senjata mereka tak menemui
sasarannya.
Dadaptulis dan Pabelan dengan gerak yang
cekatan dan gesit sekali menghindari serangan
gelap dari kedua orang tersebut. Mereka berdiri
tegak dan tegang. Mata mereka dengan tajam
meuatap Joyo Kancil.
? Kancil . . . . ! Apa artinya ini semua, hai
pengecut .......! ? Bentak Dadaptulis.
? Heh-heh-heh......! Kalau kalian masih
ingin menikmati dunia, baiklah menyerah saja
kami belenggu. Sebab di luar anak buahku
sudah mengurung tempat ini. Jauh sekali bila


Kumbang Hitam Dari Bumi Sengketa Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kalian memikirkan lolos dalam keadaan masih
hidup ?
?Jangan bermulut lebar, bangsat..........
Tangkaplah kami secara kesatria ! Jangan
seperti tikus berit.......kau Kancil ....! ? bentak
Pabelan dengan geram.
? Bedebah ! Yang seperti tikus berit itu
aku atau engkau sendiri. Ayo, tetapkan
pendirianmu. Melawan berarti mati. Menyerah
berarti selamat. ?
Sambil berkata Joyo Kancil menggerakkan
tanganya, mencabut pedang yang tergantung
dipinggangnya. Lalu katanya kemudian ? Akubukan pengecut. Kuhadapi kalian secara jantan
? Belum sempat Pabelan, Dadaptulis
membuka mulut. Muncullah delapan orang lakilaki gagah. Mereka masing-masing membawa
jaring baja di tangan kiri, dan pedang panjang di
tangan kanan.
Terkesiap Pabelan dan Dadaptulis. Tak
menduga bila hari ini ia harus berhadapan
dergan pasukan yang telah dibina dan
dilatihnya. Memang pasukan yang bersenjata
jaring baja itu adalah ciptaan Pabelan sendiri.
Pasukan ini sangat berbahaya. Bila orang
terjaring didalamnya orang akan lumpuh dan
tak dapat memberi perlawanan.
Keadaan sudah semakin gawat bagi Pabelan
dan Dadaptulis. Perkelahian tak dapat dihindari
lagi. Kedua Pangeran itu berpandangan sejenak.
Kemudian saling menggerakkan kepalanya,
isyarat tanda siap melawan.
Terjadilah perkelahian sengit di dalam
markas. Dadaptulis melompat menghadapi Joyo
Kancil dengan pedang. Sedang Pabelan
menghadapi pasukan jaring. Kerta Ribut dan
Wongso Truno.
Dadaptulis menggerakkan pedangnya
dengan cepat sekali. Pedang berkelebat-kelebatmenimbulkan cahaya yang sukar diikuti dengan
mata. Ilmu pedang Dadaptulis memang hebat
sekali. Pedangnya menyambar-nyambar
dahsyat menghujani serangan-serangan yang
berbahaya.
Joyo Kancil agak kewalahan juga
menghadapi serangan pedang Dadaptulis,
meskipun ia tahu juga sampai dimana
kepandaian Dadaptulis. Namun ia tak berani
berbuat gegabah. Serangan Dadaptulis cepat
tepat dan mantap hingga ia harus berhati-hati
sekali dalam menghadapi serangan itu.
Berkali-kali benturan senjata terdengar
nyaring sekali. Dan berkali-kali pula Dadaptulis
maupun Joyo Kancil terpaksa meloncat mundur
untuk mengatur siasat. Dalam hati kecil
Dadaptulis, memang tidak gampang
merobohkan Joyo Kancil. Ia harus memerlukan
waktu yang lama.
Namun seberat berat yang dihadapi
Dadaptulis, masih berat yang dihadapi Pabelan.
Dia harus waspada dan berhati-hati sekali agar
tidak terjaring oleh pasukan jaring. Disamping
itu ia harus pula menghadapi serangan dari
Wongso Truno dan Kerto Ribut.
Selain ia harus mengerahkan tenaga, juga
harus menggunakan kelincahan bergerak. Makagerakan Pabelan kali ini bagaikan burung
srikatan, menyambar-nyambar mangsanya.
Meskipun demikian, berkali-kali Pabelan
mengeluh. Sebab bila diteruskan keadaan
demikian, ia dapat mati konyol. Tempatnya
terlalu sempit untuk menghadapi serangan
keroyokan seperti itu. Sedang mereka tak
memberi kesempatan sedikitpun.
Berkali-kali ia berusaha lolos dari kepungan
itu namun usahanya sia- sia saja.
Dentangan senjata terus-menerus
terdengar, antara pedang Pabelan yang beradu
dengan njaring.
Ternyata keluhan itu tidak hanya Pabelan
saja. Dadaptulis demikian pula. Sebab tenaga
manusia ada batasnya. Bila perkelahian ini
diteruskan demikian, mereka akan kehabisan
tenaga. Dan .... apa yang akan terjadi atas diri
mereka ?
Berusaha keluar dari kepungan ini saja
sudah sulit, sedang di luar, Pitoyo dengan
pasukannya sudah siap pula menunggu
komando dari pimpinannya.
Kedua Pangeran itu semakin lemah
tenaganya. Hingga berkali-kali ia terkejut dan
cepat-cepat menghindar karena datangnya
serangan yang hampir merenggut jiwanya.Namun sebagai satrya ia lebih baik mati dari
pada menyerah.
Pitoyo yang memimpin pasukan di luar dan
mengurung markas, merasa tak sabar
menunggu perintah. Sekian lamanya mereka tak
juga dapat menangkap kedua orang itu.
Anak buah Pitoyopun tak berani berbuat
apa-apa sebelum mendapat perintah dari
pemimpinnya. Akhirnya Pitoyo berusaha
mendekati balai pertemuan yang kali ini untuk
gelanggang perkelahian menangkap kedua
Pangeran itu.
Tiba-tiba Pitoyo menjadi terkejut ketika
berhasil dapat mengetahui tempat perkelahian
itu. Lehernya sebelah kanan terasa ada benda
tajam yang dingin menempel. Sedang kedua
tangannya ditelikung kebelakang
?Kalau kau ingin merasakan senjataku ini
menancap di lehermu, bergeraklah! ?
kedengaran suara orang mengancam dirinya.
Pitoyo tak dapat berbuat apa-apa. Badannya
gemetar. Ia hanya sempat mengeliarkan
matanya. Ternyata sebuah pasukan wanita lelah
mengancam pasukkannya dengan senjata
panahnya. Beberapa anak buah pasukan Pitoyo
melemparkan senjatanya ke tanah. Merekamenjadi tawanan pasukan wanita yang gagah
perkasa itu.
Jelaslah bagi Pitoyo, bahwa pasukan wanita
yang di pimpin oleh Wahono putera
tumenggung Dadaptulis dan Kusumasari telah
datang menggagalkan rencana mereka.
? Lekas diajeng masuk ke balai! Ajaklah
beberapa orang dari pasukan kita untuk
membuat perhitungan bangsat-bangsat itu. Dan
aku dengan beberapa pasukan lainnya akan
membereskan cecunguk-cecunguk ini ?
Tanpa menunggu lama, Kusuma Sari yang
diiringi beberapa pasukan wanita itu segera
menyerbu ke markas.
Kedatangan pasukan Kusuma Sari itu
menyebabkan anak buah Joyo kancil menjadi
kacau-balau. Selain perhatiannya terpecah
dengan adanya serangan dari belakang, juga
beberapa pasang mata dari pasukan Joyo Kancil
yang mengepung Pabelan dan Dadaptulis,
melotot karena melihat bahwa pasukan yang
menyerang dari belakang terdiri dari gadisgadis cantik.
? Awas kangmas Pabelan . . . . ! ? Tiba-tiba
Kusuma Sari berteriak sambil meloncat ke arah
penyerang dari belakang Pabelan yang telah
mengarahkan jaringnya kepada Pabelan.Dengan gerak bagaikan burung srikatan menyambar
mangsanya, Pabelan berusaha meloloskan diri dari
kepungan serangan anakbuah Joyo Kancil........Dengan gerak yang cepat Pabelan segera
merebahkan diri ke tanah dan bergulingan ke
samping. Jaring tak mengenai sasaran.
Namun berbareng dengan itu sebuah
teriakan telah menggema dalam ruangan.
Penyerang dari belakang itu berhasil ditusuk
pedang oleh Kusuma Sari pada lambungnya.
Hampir bersamaan pula dengan dua
peristiwa itu, suara teriakan yang tertahan ?
Hauuup ....?Ternyata ketika Kerto Ribut sedang
terlongong-longong melihat pasukan wanita
yang cantik-cantik itu, jarring yang sedianya
mengancam Pabelan, namun karena
ketangkasan Pabelan hingga jaring lepas tak
menemui sasaran yang diharapkan, tetapi
menjaring Kerto Ribut.
Kerto Ribut meronta-ronta dalam jaring besi
sambil berteriak ? Aduuh .... kiamat ! ?
Dalam sekejab saja, anak buah Joyo Kancil
telah dapat di bekuk.
Tinggal Joyo Kancil dengan Dadaptulis.
Mereka masih saja saling mengadu kedigdayaan
dan keterampilan berkelahi. Dan memang
kepandaian mereka seimbang. Saling balas
membalas serangan. Hingga peluh mereka
tampak membasahi sekujur badan mereka
masing-masing.Dengan kedatangan Wahono dan Kusuma
Sari beserta anak pasukannya itu, Pabelan
merasa lega.
Musuh-musuhnya telah dapat diselesaikan.
Ia sempat memalingkan mukanya ke arah
Wahono dan tersenyum ? selamat datang
dimas Wahono dan diajeng Kusuma Sari.
Untung kalian datang tepat pada waktunya.
Jangan buang waktu dimas, mari kita bantu
paman Dadaptulis ?
Kedatangan mereka ke tempat
perkelahiannya Dadaptulis dengan Joyo Kancil,
seolah-olah tak dihiraukannya oleh Joyo Kancil.
Maka berteriaklah Pabelan memperingatkan
Joyo Kancil.
? Hai Kancil! Lihatlah! Semua anak buahmu
sudah tak berdaya! Menyerahlah kalau kau
ingin selamat?
Tanpa mengurangi semangat berkelahinya
Joyo Kancil menjawab sambil mengejek ?
Seorang laki laki sejati, berani berbuat harus
berani menanggung akibatnya! Huh, jangan
dianggap begitu saja aku menyerah. Joyo Kancil
baru menyerah sesudah nyawa meninggalkan
badan . . . . Hayo, jangan kepalang tanggung,
Majulah kalian! Keroyoklah Joyo Kancil! ?Mendengar ucapan Joyo Kancil yang
sombong itu Kusuma Sari tak sabar. Ia
melompat maju dan berteriak.
? Rama . . . . ! Berikan manusia busuk itu
pada hamba. Hamba yang akan
membereskannya! ?
Melihat yang meminta Kusuma Sari,
mundurlah Dadaptulis sambil berkata
mengejek.
? Memang pantas Kancil bila musuhmu itu
seorang wanita. Bukan seorang laki-laki ?
? Huh.........! Kau menghina aku Dadaptulis!
Majulah berbareng ! Jangan perempuan
hingusan ini kau suruh menghadapi aku ! Dapat
berbuat apa dia! ?
? Hai, bajul butung . . . . ! ? kata Kusuma
Sari sambil tersenyum lincah ? sombong benar
kau ?
? Bajul buntung .... ? Yang tidak buntung
apa seperti engkau itu anak manis . . . hah-hah
hah . . .?
? Setan! Tutup mulutmu yang kotor itu ... !
? Kusuma Sari agak tersinggung.
? Tak dapat..........tak dapat! Tolong
tutupkan.........?
? Ini untuk menutup mulutmu selamalamanya ?Dengan mengucap itu Kusuma Sari sudah
ayunkan pedangnya. Seleret sinar putih seperti
kilat, menyambar kepala Joyo Kancil.
Joyo Kancil terkesiap. Sambaran pedang
Kusuma Sari itu hampir melukai mukanya. Bila
lambat sedikit Joyo Kancil mengelakkannya,
terbelahlah kepalanya.
Semula ia memandang rendah kepada
Kusuma Sari. Tetapi setelah ia mengetahui
permainan gadis cantik itu ia mengakui
kepandaiannya. Kelihatannya gerakan gadis itu
lamban dan ringan. Tetapi mantap dan penuh
sambaran pedang yang membahayakan. Cepat
cepat ia gunakan pedangnya untuk menangkis
serangan Kusuma Sari.
Joyo Kancil sempat melihat wajah Kusuma
Sari. Memang dia seorang gadis muda belia yang
cantik jelita. Diam-diam dalam hati ia merasa
sayang bila gadis ini sampai celaka dalam
tangannya. Mendadak timbul kelicikannya.
Gadis ini akan ditangkapnya saja, dan akan
dijadikan sandera. Dan dengan sandera gadis ini
tentu ia akan mendapat kemenangan. Akan
bebaslah ia dengan anak buahnya.
Dalam waktu singkat perkelahian itu sudah
menjadi sengit. Tumenggung Dadaptulis
mengangguk-anggukkan kepala melihatpermainan Kosuma Sari. Ia kagum. Ternyata
gerak gerik Kusuma Sari lincah sekali. Ia dapat
merobah arah serangan secara tak terduga.
Sedari Kusuma Sari meminta padanya untuk


Kumbang Hitam Dari Bumi Sengketa Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meng-gantikan menghadapi Joyo Kancil, ia
sudah menduga bila Kusuma Sari tentunya
sanggup menghadapinya, meskipun masih
harus dibantu.
Menurut pertimbangan Dadaptulis, siasat
itu lebih baik Kusuma Sari yang mengganti
melawan Joyo Kancil dari pada Pabelan atau
Wahono. Dengan demikian Joyo Kancil akan
merasa tersinggung, dan tak dapat membual
lagi.
? Trang.........! ?
? Menyerahlah sekarang anak manis ....
hah-hah-hah ?
Joyo Kancil tertawa mengejek, setelah
berhasil merampas pedang Kusuma Sari hingga
pedang itu terlepas dari genggaman tangannya
dan terlempar menancap pada dinding kayu.
Dadaptulis, Pabelan dan Wahono terkejut
melihat kejadian itu. Mereka siap-siap
membantu bila keadaan Kusuma Sari terancam.
Itu. Dengan tertawa mengekeh Joyo Kancil
melangkah maju akan menangkap Kusuma Sari.Tapi niatnya terpaksa dibatalkan, karena
bersamaan dengan bentakan keras, Kusuma Sari
telah ayunkan tangan kirinya?Terimalah ini ....!
? Tiga larik cahaya kemilau telah keluar dari
tangan kiri Kusuma Sari menyambar ke arah
leher, lambung dan kaki Joyo Kancil.
Benda yang mengeluarkan cahaya kemilau
itu adalah senjata rahasia Kusuma Sari yang
berbentuk kupudari baja tipis. Senjata itu
berbahaya sekali. Dapat menembus lambung,
memutuskan leher dan mematahkan tulangtulang paha dan lengan.
Lagipula keistimewaan senjata itu bila tak
mengenai sasarannya, dapat melayang kembali
menyambar berputar putar.
Maka dengan gugup Joyo Kancil apungkan
tubuhnya ke udara dengan putarkan pedangnya
untuk menangkis serangan kupu-kupu itu.
Agak terlambat sedikit Joyo Kancil
menghindari serangan itu hingga kakinya
tergores juga oleh sayap kupu-kupu yang
ternyata tajam sekali, hingga mengalir kan
darah. Dan dirasakannya nyeri sekali.
? Niih . . . . ! Terimalah lagi kunyuk . . . . ! ?Kusuma Sari menghujani beberapa buah
lagi, hingga Joyo Kancil disibukkan oleh senjata
yang dilancar kan Kusuma Sari.
? Anak sundal.......! ? gumam Joyo Kancil
sambil menahindar dan menangkis senjata kuku
kupu dengan pedangnya.
? Trang .... tring .... ! ? Beberapa senjata
kupu kupu itu dapat dipapis hingga patah
sayapnya dan jatuh ke tanah. Yang tidak jatuh,
masih saja menyambar nyambar Joyo Kancil.
Hingga Joyo Kancil harus terpaksa memutar
mutar pedangnya untuk meiin dungi badannya.
? Hih hih-hih . . . . ! ? ketawa Kusuma Sari
melihat tingkah laku Joyo Kancil yang seperti
Kunyuk diserang lebah. Kesempatan itu
digunakan Kusuma Sari untuk mencabut lagi
pedangnya yang tertancap di dinding papan.
Bukan main marah Joyo Kancil dibuat bulanbulanan oleh Kusuma Sari. Gerakannya sudah
mulai terganggu oleh nyeri, karena luka di
kakinya.
? Perempuan sundal yang tak tahu
disayang ... ? Geram Joyo Kancil. Tiba ia tak
menghiraukan bahaya yang mengancam dirinya
lagi. Ia menyerang Kusuma Sari. Tekadnya, biar
ia mati ditembus senjata rahasia itu. NamunKusuma Sari harus bersama-sama mati dengan
dirinya.
Serangan yang tak diduga dan nekad itu tak
dipikirkan Kusuma Sari. Dengan gerakan yang
cepat dan tajam, mata pedang Joyo Kancil
meluncur mengarah dada Kusuma Sari.
? Triiiing....aaaaah . . .. ! ? dua jeritan
ngeri yang berlainan nada suaranya itu
mengumandang di sekitar hutan itu, Dua sosok
tubuh rubuh di tanah. Disusul jerit Dadaptulis
Pabeian dan Wahono.
? Sariii . . . . ! ?
? Diajeng Sari .... ! ? Wahono yang
menyaksikan kejadian itu segera lari menubruk
Kusuma Sari yang jatuh ngelumpruk di tanah.
Lengan kanannya mengeluarkan darah.
? Diajeng Sari apa yang telah terjadi . . . . ?
? kata Wahono setelah memberi pertolongan
kepada Kusuma Sari.
Wajah Kusuma Sari kelihatan agak pucat.
Namun ternyata tak menderita berat. Hanya
lengan kanannya sedikit tergores oleh pedang
Joyo Kancil yang tiba-tiba menyerang dengan
nekad itu.
? Aku tidak apa-apa kangmas ? kata
Kusuma Sari dengan senyum yang menawan ?
hanya lenganku yang kanan, terluka karenakelambatanku menangkis serangan Joyo Kancil
yang memang tak kuduga bila ia akan berbuat
senekad itu. Tetapi kiranya serangan itu tak ada
artinya lagi, karena badannya telah
dibiarkannya ditembus oleh beberapa buah
senjata rahasiaku. Seandainya ia masih
mempunyai tenaga penuh, dengan gerakanku
yang separoh itu, dadaku tertembus juga oleh
pedangnya.......?
? Diajeng Sari........! Kau hebat.............desis
Wahono lirih memujinya.
? Karena bimbinganinu juga, kangmas ?
? Oh . . . Sari. Kau pandai membesarkan
hatiku ?
Kusuma Sari tidak menjawab. Ia hanya
mengerlingkan mata ke arah Wahono dengan
senyum yang pe nuh kebanggaan,
Sebenarnya ingin Wahono lebih merapatkan
tubuhnya ke tubuh Kusuma Sari yang saat ini
sudah dalam pelukannya. Dan ingin pula
mengecup bibir Kusuma San yang berada dekat
bibirnya itu. Tak ada saat yang lebih bahagia
dari pada seperti saat ini.
Namun keadaan tak mengijinkan mereka
berlarut-larut. Tugas memanggilnya. Dan luka
dilengan Kusuma Sari harus cepat dirawat.Cepat Wahono melumurkan obat penawar
racun ke lengan Kusuma Sari, la menyobek kain
bajunya untuk membalutnya.
Mereka segera berdiri. Menghampiri
sejenak tubuh Joyo Kancil yang terkapar ditanah
dan tak bernyawa lagi. Tubuhnya berlumuran
darah. Dan penuh dengan luka-luka dari
serangan senjata kupu-kupu.
Dari arah yang agak berjauhan, terlihat
Dadaptulis dan Pabelan melihat mereka dengan
senyum. Mereka bangga dan terharu melihat
kedua orang muda itu.
Mereka sengaja menjauhkan diri, setelah
tahu bahwa Kusuma Sari tak kurang suatu apa,
dan hanya luka ringan saja, Sedang Joyo Kancil
ternyata sudah tak bernyawa. Ia membiarkan
kedua orang muda itu saling menumpahkan
perasaannya. Namun sebaliknya bagi Wahono
dan Kusuma Sari agak kelihatan tersipu-sipu
malu.
? Aku memuji kepandaianmu Sari. Tapi
ingatlah...! Tugas kita belum selesai. Tugas itu
lebih berat Sari, dan kau Wahono? kata
Tumenggung Dadaptulis setelah kedua pemuda
itu datang mendekatinya.
? Eh, dimas Wahono dan diajeng Sari. Aku
merasa heran, sebenarnya. Mengapa kaliantahu? Bahkan datang kalianpun, tepat pada
waktunya kami mendapat bencana yang
sebenarnya tidak kami duga sebelumnya....? ?
kata Pabelan.
? Ini semua hanyalah suatu kebetulan saja,
kangmas ? Wahono mulai menceritakan?
Beberapa hari yang lalu, setelah kami
mengetahui pasukan di bawah tanah yang di
himpun oleh kangmas Pabelan, dan dipimpin
Joyo Kancil itu, kami bermupakat. Alangkah baik
bila pasukan kami dapat bergabung dengan
pasukan Joyo Kancil. Tentunya akan bertambah
kuat.
Maka kami datang kemari ini, sebenarnya
ingin mengadakan hubungan dengan Joyo
Kancil.
Kami tidak mengerti bila kangmas Pabelan
bersama Rama sudah berada dalam markas.
Tetapi ketika kami datang secara diam-diam itu,
setibanya diluar markas melihat gelagat yang
tidak baik, maka pasukan kami perintahkan
untuk menyembunyikan diri di dekat markas.
Saya bersama diajeng Sari berusaha
menyelidiki, apa sebenarnya yang terjadi di
dalam markas itu. Sebab kami curiga adanya
semua pasukan Joyo Kancil berada di luar
markas dengau menghunus senjata.Kemudian saat yang baik tiba-tiba datang.
Salah seorang prajurit memisahkan diri agak
jauh dari kawannya. Maka saya melompat dari
persembunyian dan menghadang orang itu.
Dengan ancaman senjataku maka orang itu
ketakutan dan tidak berani berteriak. Dari
orang itulah saya mendapat keterangan...........?
? Emmm..........! Rupanya Joyo memang
sudah merencenakan memasang jala untuk
mengurung kita, Pabelan ! ? sela Tumenggung
Dadaptulis sambil menganguk-anggukkan
kepalanya.
? Iya, paman ? Pabelan membenarkan ?
Untung dimas Wahono dan diajeng Sari
datang.........?
? Tetapi umumnya pasukan Joyo Kancil
itu hanya menuruti perintah Pemimpinnya saja.
? Kusuma Sari menambahkan keterangannya
? Sebab bila ditanya, ia hanya mengatakan
kalau diperintahkan untuk mengurung markas.
Dan kalau ditanya maksud mengurung markas
itu, mereka tidak tahu......?
? Kalau demikian kalian tidak tahu, bahwa
yang di kurung itu sebenarnya aku dan paman
Dadaptulis . . . . . ? ? Tanya Pabelan.
? Tahu Kangmas. Karena orang itu
mengatakan bahwa sesudah Rama dan kangmasmasuk ke markas mereka di perintahkan untuk
mengurung markas....... ?sambung Wahono.
? Ehh, bagaimana lukamu Sari ? ? potong
Tumenggung Dadaptulis mengalihkan
pembicaraan.
? Ttdak apa-apa, Rama. Hanya luka sedikit
saja? sahut Kusuma Sari sambil tersenyum
dan menunjukkan lukanya.
? Paman . . . ! ? Pabelan teringat tugasnya
belum selesai, maka ia memotong pembicaraan
itu. Katanya kemudian ? Apa tidak lebih baik
kalau Wongso Truno maupun Kerto Ribut
disuruh membawa masuk untuk diminta
keterangannya ? ?
Tumenggung Dadaptulis, tanpa menyahut
berpaling ke arah pasukan wanita, pengawal
Kusuma Sari.
? Bawa dua tawanan itu kemari ?
Pengawal itu segera membawa Wongso
Truno dan KertoRibut menghadap Tumenggung
Dadaptulis,dalam keadaan terikat,
? Hai, Wongso Truno.........dan kau Kerto
Ribut ! Terangkan yang benar ! Siapa yang telah
menghasut kalian ? ? tanya Dadaptulis.
? Tak perlu .... eh. Tak ada ! ? jawab Kerto
Ribut gugup dan lantang ? Perlu apa tanya
macam-macam ! ?Wongso Truno memotong ? Sebenarnya
pertanyaan itu kami yang harus bertanya pada
kalian. Siapa yang sudah menghasut kalian
hingga kalian berkhianat kepada kesatuan kami
? ? Maksudmu penggagalanku, kalian
merampas barang itu........? ? sahut Pabelan
tersenyum ? Aku sudah berusaha memberi
penjelasan. Namun kalian tak juga mau
mengerti...........?
? Sudahlah . . . ! bentak Kerto Ribut ? Tak ,
ada gunanya mambicarakan soal itu lagi. Bisa
pening kepalaku. Aku masih banyak urusan,
tahu ! Kalau di bebaskan, cepat bebaskan. Tetapi
kalau hendak kau bunuh..........?
? Hah-hah-hah...........? Dadaptulis tertawa
melihat tingkah laku Kerto Ribut yang gelisah
itu ? soal membebaskan dan membunuh itu
mudah, Kerto Ribut. Namun semua perkara,
harus dicari dulu sebabnya. Itu namanya
hukum...........?
? Tak perlu ... ! Tak ada gunanya ....?
teriak Kerto Ribut.
? Jadi kalian tak mau memberikan


Kumbang Hitam Dari Bumi Sengketa Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keterangan ..... ? ? kata Dadaptulis kemudian
memberikan keterangan. Namun kedua orang
itu tak ada yang membuka mulut.Dadaptulis berpaling ke arah Pabelan,
kemudian kepada Wahono dan Kusuma Sari.
Bawalah kedua orang ini, dan jangan
ketinggalan Pitoyo, ke Mataram ....enopati Ing Ngalaga, Bupati Mataram, secara
diam-diam telah menggunakan segala
kesempatan untuk memperkuat diri. Baik dalam
usahanya memperluas daerah secara diamdiam, maupun melatih prajurit yang tangguh
apabila diperlukan sewaktu-waktu.
Pembantu utama dalam usaha membangun
kekuatan Mataram dalam bidang keprajuritan
ini, putera Senopati yang sulunglah yang amat
besar jasanya. Putera sulung ini bernama raden
Ronggo, yang lahir dari isteri tertua, Semangkin.
Wanita yang kemudian melahirkan Raden
Ronggo yang bernama Semangkin ini, dahulukala adalah hadiah ratu Kalinyamat untuk
Hadiwijaya, yang saat itu masih berpangkat
Adipati. Tetapi sebelumnya, Semangkin adalah
calon selir Sunan Prawoto. Hanya karena Sunan
Prawoto keburu meninggal akibat dibunuh oleh
orang suruhan Harya Penangsang, maka
kemudian Semangkin diboyong oleh Ratu
Kalinyamat bersama-sama dengan Pangeran
Pangiri.
Hadiah gadis cantik itu diberikan kepada
Hadiwijaya, sebagai imbalan kesediaan
Hadiwijaya yang sanggup membunuh Harya
Penangsang. Ketika itu, Semangkin, gadis cantik
yang diberikan kepada Hadiwijaya sebagai
hadiah, belumlah cukup dewasa. Masih
merupakan gadis cilik. Maka untuk mengasuh
sehingga menjadi gadis dewasa, dipercayakan
kepada Pemanahan. Justeru dalam asuhan
Pemanahan yang hidup serumah dengan
Senopati, maka kemudian timbullah kisah
asmara antara dua insan remaja tersebut.
Jalinan kasih dua hati yang sedang bercinta,
tiada tembok yang bagaimana tebalnyapun yang
mampu menghalanginya.
Ketika melihat terjadinya hubungan cinta
antara Danang Sutawijaya dengan Semangkin
ini, pada mulanya Pemanahan berusahamenggagalkan. Pemanahan takut apabila
Hadiwijaya marah, maka kemudian apa yang
terjadi itu dilaporkan terus terang. Namun
ternyata kekhawatiran Pemanahan itu tidak
berbuah apa-apa. Kasih sayang Hadiwijaya
kepada Danang Sutawijaya melebihi segalanya.
Oleh sebab itu bukannya Hadiwijaya marah,
sebaliknya malah memberi ijin, Sutawijaya
kawin dengan Semangkin. Dan atas perkawinan
inilah kemudian Raden Ronggo lahir.
Ternyata kemudian raden Ronggo menjelma
sebagai seorang pemuda perkasa, pilih tanding.
Ia seorang pemuda sakti mandraguna. Dan
sebagai pembuktian kesaktian raden Ronggo ini,
sampai sekarangpun masih ada. Di Kotagede
masih terdapat pohon beringin tua, Dan pada
dahan pohon beringin itu, terdapat batu hitam
yang cukup besar terjepit diantara dahan.
Memang dahulu menjadi kesukaan raden
Ronggo bermain-main dengan batu-batu besar
itu, yang dilemparkan ke atas,
Rencana memperkuat diri bagi Senopati Ing
Ngalaga ini kemudian berkembang. Ia kemudian
menghadang Mantri Pemajegan ( petugas pajak
Pajang ) yang bertugas di daerah Kedu dan
Banyumas. Dan biasanya mereka lewat di
Mataram. Mereka yang bermaksud pergi kePajang untuk setor hasil pajak, diminta oleh
Senopati untuk singgah di Kadipaten. Dengan
ramah Senopati menerima mereka. Disambut
dengan pesta-pesta dan diberi hadiah-hadiah
pula.
Dalam usahanya menarik mereka ini,
Senopati cukup cerdik. Ia tidak segera
membujuk dan mempengaruhi. Namun ia hanya
memberi gambaran tentang perbedaan antara
Pajang dan Mataram. Walaupun mempunyai
hubungan ikatan batin tetapi berbeda sikap
terhadap kawula.
Kata Senopati kepada mereka ?Saudarasaudaraku mantri pamajegan, kiranya kalian
tahu juga siapakah aku ini. Aku adalah putera
angkat rama Sultan Hadi-wijoyo. Dengan begitu
hubungan antara Mataram dengan Pajang
merupakan hubungan antara anak dan ayah.
Tetapi walaupun hubungan batin amat dekat,
cara Mataram dan Pajang jauh berlainan
tentang sikapnya terhadap para kawula ?
Senopati berhenti dan mengamati mereka
untuk mencari kesan. Ketika melihat diantara
mereka tidak seorangpun membuka mulut, ia
melanjutkan pula ? Tahukah apa sebabnya
sampai terjadi perbedaan itu? ?Pancingan pertanyaan ini membuat para
Mantri Pemajegan itu saling pandang dan
kemudian memandang kearah Senopati. Secara
terus terang mereka memang tidak mengerti
maksud Senopati itu. Maka mereka tidak
membuka mulut memberi jawaban. Ada
diantara mereka yang saling berbisik.
Senopati tersenyum. Kemudian ia memberi
jawaban sendiri atis pertanyaannya ? Baiklah,
aku terangkan apabila kalian tidak dapat
menjawab pertanyaanku itu. Sebetulnya
jawabannya sangat mudah. Ialah karena
penguasa di Mataram tidak hanya memikirkan
kepentingan diri peribadi. Sebab aku sadar
bahwa aku takkan dapat bekerja tanpa bantuan
para ponggawa dan sekalian kawula Mataram.
Tetapi lain halnya dengan Pajang. Akhir-akhir
ini rama Sultan sering menderita sakit. Sehingga
untuk mengatur jalannya pemerintahan
diwakilkan kepada putera menantunya, adimas
pangeran Pangiri. Karenanya dia tidak begitu
peduli, kepada para ponggawa maupun kawula.
Yang penting bagi dia ialah, pajak harus masuk
dengan beres, tak peduli orang harus memeras
tenaga dan berpayah-payah.! Maka apabila
terjadi, seorang petugas pajak menderita
kekurangan dalam setor jumlah pajak, dia takmau tahu dan peduli. Pokok jumlah itu harus
dipenuhi, sekalipun kekurangan itu bukan
kesalahan petugas. Berbeda dengan cara
Mataram. Masalah demikian dapat dibicarakan
dan dicari sebab-sebabnya ?
? Tuan benar ? tiba-tiba seorang di antara
mereka berteriak ? Kami telah bekerja matimatian mengumpulkan pajak, kemudian kami
setorkan ke Pajang. Tetapi kami sering
mendapat cacimaki dan ancaman manakala
jumlah setoran kurang, sekalipun dalam jumlah
yang tidak berarti. Sesungguhnya kami sangat
menyesal. Tetapi apa mau dikata, kami tak
dapat berbuat apa-apa ?
Ucapan orang ini sebagai pembuka jalan
terhadap rekan-rekannya yang lain. Beberapa
orang segera menyatakan keluh kesahnya pula.
Ungkapan perasaan yang dicetuskan beberapa
orang tersebut seirama dengan apa yang
disampaikan oleh pembicara pertama. Bertolak
dari semua pendapat dan pernyataan perasaan
dari para mantri Pemajegan itu, dapat ditarik
kesimpulan bahwa mereka rata-rata sudah
tidak puas lagi dengan kebijaksanaan
pemerintahan Pajang. Pengabdian yang tulus
ikhlas dalam wujud penarikan pajak, pekerjaan
yang membutuhkan ketelatenan dan kalau perluharus bertindak menyimpang dari hati
nuraninya, melelahkan, tetapi masih tidak
mendapat kepercayaan.
Senopati sangat gembira mendengar
pernyataan para mantri Pemajegan ini, katanya
kemudian ?Antara aku dan kalian
sesungguhnya sama saja. Kalau ada perbedaan,
perbedaan itu hanya terletak pada soal jabatan.
Aku menjabat sebagai Bupati dan kalian sebagai
penarik pajak. Namun kedua-duanya
mempunyai beban tanggung jawab yang sama
pentingnya. Baik Raja maupun Bupati takkan
dapat melaksanakan kewajibannya, takkan
dapat mengatur jalannya pemerintahan kalau
tak ada sarana yang dibutuhkan. Sarana ini
berwujud hasil pendapatan, antara lain
pemasukan pajak. Jadi, mantri Pemajegan itu
merupakan jabatan yang penting. Pemegang
andil yang besar dalam kelancaran dan
kekuatan sesuatu pemerintahan. Hanya yang
membuat aku heran, mengapa kalian menyerah
begitu saja diperas tenagamu untuk Pangiri?
Mengapa kalian betah mengabdi di kerajaan
Pajang yang justeru penguasa kerajaan itu
bertindak tidak adil, tidak menghargai jerih
payah para ponggawanya ? Coba renungkan,
camkan dalam-dalam apa yang kuungkapkanini. Aku berbicara ini bukan bermaksud hendak
mempengaruhi kalian, melainkan semata-mata
hanya ingin membuka mata-hati kalian. Tetapi
semua ini hanya tergantung pada kebijaksanaan
kalian masing- masing ?
Dalam hati para mantri Pemajegan memang
mengakui bahwa dalam kedudukan mereka
sebngai penarik pajak, apabila ditimbang antara
suka dan dukanya, lebih berat duka daripada
sukanya. Masing-masing harus mengumpulkan
pajak sedikit demi sedikit. Dari rumah ke
rumah, dari tempat satu ke tempat yang lain. Itu
saja belum, kalau nasib lagi sial, hasil penarikan
yang disertai jerih payah itu dirampok orang
sebelum disetor. Kalau sampai terjadi demikian,
mau atau tidak mereka harus mati-matian
mencari uang untuk menukar.
Justeru dalam menjalankan tugas mereka
yang berat dan untuk menyelamatkan hasil
pajak ini, maka manakala mereka hendak
menyetorkan uang hasil penarikan pajak ke
Pajang, mereka telah bersepakat melakukan
perjalanan bersama-sama. Hal ini mereka
lakukan untuk menghindarkan bahaya
perampokan yang sering terjadi dalam
perjalanan. Pekerjaan ini memang tidak mudah,
karena mereka harus mengadakanpersepakatan lebih dahulu untuk berkumpul di
suatu tempat tertentu dan pada waktu yang
telah ditentukan pula. Tidak jarang mereka
harus saling menunggu dalam waktu yang
cukup lama karena ada satu dua kawan yang
belum usai menjalankan tugasnya.
Maka atas ucapan Senopati itu tergeraklah
hati mereka. Namun walaupun demikian karena
merasa kedudukan mereka yang rendah, maka
sukarlah dibayangkan pidana apa yang akan
dijatuhkan kepada mereka apabila mereka
berani membangkang perintah kerajaan Pajang.
Senopati mengamati mereka dengan
pandang menyelidik. Ia menjadi gembira setelah
mengetahui bahwa ucapannya berhasil
mempengaruhi para mantri Pemajegan itu.
Maka dengan halus ia berkata lebih lanjut ?
Saudara-saudaraku, seperti telah kukatakan
tadi, bahwa sesungguhnya hubungan antara
Mataram dan Pajang, terikat oleh hubungan
antara anak dan orang-tua. Tetapi dengan terus
terang aku kemukakan, bahwa hubungan
Mataram dengan Pajang sekarang ini telah
terjadi perobahan. Perobahan ini terjadi
semenjak rama Sultan sering jatuh sakit,
sehingga tidak dapat lagi menangani urusan
pemerintahan. Dan sebagaimana kalian jugamengetahui bahwa semenjak saat itu urusan
pemerintahan diserahkan kepada adimas
pangeran Pangiri. Sejak adanya perobahan itu
aku jarang sekali menghadap ke Pajang. Apalagi
setelah mengetahui sepak terjang adimas
pangeran Pangiri dalam menjalankan tampuk
pemerintahan. Kasihan rama Sultan ... ! Beliau
telah berjuang lahir batin untuk kesejahteraan
kerajaan Pajang. Tetapi akhirnya, semua yang
telah dirintis, diperjuangkan dan hasilnya dapat
dirasakan oleh semua kawula, jatuh ke tangan
orang yang tidak mampu memegang kemudi
pemerintahan, bahkan cenderung dikatakan
hanya memikirkan kepentingan peribadinya
sendiri ?
Mendengar pernyataan Senopati ini mereka
kembali berisik lagi dan bertanya-tanya. Apa
sebab Bupati ini tidak memenuhi kewajibannya
sebagai seorang Bupati ? Dan mengapa pula
masalah ini diberitahukan kepada mereka?
Mempunyai maksud apakah Bupati Mataram ini.
bahwa ia tidak menyetujui kalau mereka datang
ke Pajang untuk setor pajak ini? Apakah karena
yang berkuasa di Pajang sekarang bukan Sultan
Hadi-wijoyo, melainkan menantunya?
Diam-diam hati para Mantri Pemajegan itu


Kumbang Hitam Dari Bumi Sengketa Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

heran tetapi pun tergerak juga. Lalu timbulsuatu pertanyaan, apa sebabnya yang mewakili
Sultan Hadiwijoyo di saat gering ini bukan
Putera Mahkota Pangeran Benowo, melainkan
malah menantunya ? Bukankah perkara ini aneh
dan mencurigakan? Timbul dugaan dan reka
dalam hati mereka, bahwa yang menjadikan
sebab Bupati Mataram tidak mau datang
menghadap ke Pajang, mungkin karena
Pangeran Benowo yang sudah diangkat sebagai
putera Mahkota yang tidak diserahi kekuasaan
kerajaan ini. Dengan anggapan demikian,
mereka dapat menerima bahkan membenarkan
sikap Bupati Mataram ini terhadap Pajang.
Lebih jauh mereka menganggap pula bahwa apa
yang terjadi di Pajang itu tak berkembang
menyimpang dari kewajaran, menyimpang dari
keadilan.
Kalau para mantri Pemajegan ini
terpengaruh, memang tidaklah mengherankan.
Karena mereka tidak mengetahui perihal
perjanjian yang telah sama-sama disepakati
antara Ratu Kalinyamat dan Sultan Hadidiwijaya dan direstui pula oleh Sunan Giri.
Memang peristiwa itu tidak banyak orang yang
mengetahui, kecuali hanya mereka yang
bersangkutan saja. Justeru ketidak-ketahuannya
inilah maka timbul anggapan di dalam hatimereka bahwa apa yang terjadi di Pajang itu
tidak adil, tidak pada tempatnya.
Seperti pernah diceritakan di depan, bahwa
Ratu Kalinyamat bersedia mengakhiri "tapa
matiraga dengan telanjang" di pesanggrahan
Danaraja, setelah Hadiwijoyo menyanggupkan
diri untuk membunuh Haryo Penangsang.
Namun di dalam kesanggupannya ini
Hadiwijoyo mengajukan sebuah syarat, apabila
perkara ini dapat diselesaikan, dia menuntut
agar dia diangkat menjadi raja. Untuk maksud
ini memang bukanlah suatu hal yang mudah
dilaksanakan. Oleh karenanya perlu mengatur
siasat yang tepat. Satu-satunya siasat yang
paling jitu untuk dapat meraih hak waris
kerajaan ini, yalah dengan jalan menjodohkan
puterinya dengan pangeran Pangiri. Perkawinan
ini dimintakan persetujuan Ratu Kalinyamat.
Justeru saat itu pangeran Pangiri masih belum
lagi dewasa, maka untuk kelangsungan jalannya
pemerintahan, tampuk pimpinan kerajaan
dijabat oleh Hadiwijoyo. Pejabat bukan sekedar
menjabat selama pangeran Pangiri belum
dewasa, tetapi lebih jauh dari itu. Sesuai dengan
syarat yang telah diajukan, bahwa Hadiwijoyo
menghendaki menjadi raja sampai akhir
hayatnya, selama hidupnya. Barulah setelahHadiwjoyo surut, pemerintahan kerajaan
diserahkan kembali kepada yang berhak, hak
waris, yaitu pangeran Pangiri.
Itulah sebabnya pada saat Sultan
Hadiwijoyo sedang gering sehingga tak dapat
melakukan tugasnya, pangeran Pangiri-lah yang
menerima penyerahan mewakilinya. Hal itu
sudah semestinya demikian karena memang
pangeran Pangiri-lah yang mempunyai hakwaris kerajaan. Sedang pangeran Benowo yang
diangkat sebagai Putera Mahkota Pajang itu,
sesungguhnya tidak mempunyai hak apapun
atas kerajaan. Sultan Hadiwijoyo menjadi raja,
hanyalah raja-wakil. Jadi tidak mempunyai hak
untuk mewariskan kepada keturunannya
sendiri.
Namun para mantri Pemajegan itu tidak
tahu tentang rahasia itu. Justeru karena tidak
tahu itulah maka kemudian terdengar salah
seorang dari mereka berkata, "Perkenankanlah
hamba bertanya. Mengapa di Pajang bisa terjadi
seperti itu? Mengapa malah putera menantu
yang mewakili, yang berkuasa ? Mengapa bukan
Gusti Pangeran Benowo yang berkedudukan
sebagai Putera Mahkota?"
"Pertanyaan yang bagus," sahut Senopati
sambil tersenyum, "tetapi terus terang akusendiripun tidak tahu apa alasan rama Sultan,
mengapa membiarkan kekuasaan kerajaan
Pajang diserahkan kepada anak menantu. Tetapi
akupun tak membutuhkan segala macam alasan.
Oleh karena itulah aku bersikap lebih baik tidak
usah datang ke Pajang saja ?
? Ah, kalau demikian halnya hambapun
dapat memahami sikap Gusti, bahkan
hambapun bersidia bersikap sama dengan Gusti.
Lebih baik hamba tidak datang ke Pajang untuk
setor hasil pajak yang telah hamba kumpulkan
ini, selanjutnya hamba serahkan kepada Gusti
Senopati saja ?
? Aihh, mengapa begitu ? ? Senopati
pura- pura terkejut.
Diluar dugaan sebagian besar Mantri
Pemajegan itu riuh dan mempunyai pendapat
yang sama. Mereka menganggap bahwa apa
yang telah terjadi di Pajang benar-benar
menyeleweng dari keadilan. Mereka menjadi tak
senang, dan kemudian membulatkan tekad
menyokong sikap Senopati. Bukti sudah ada.
Senopati lebih menghargai mereka kalau
dibanding dengan penerimaan penguasa Pajang
manakala mereka datang menyetor pajak.
Selama ini kalau mereka datang ke Pajang
untuk setor pajak, sesudah uang hasil pajakditerima, mereka tidak mendapat penghargaan
yang pantas. Berbeda jauh sekali dengan pestapesta dan sikap yang sedemikian ramah.
Disamping itu mereka masih memperoleh
hadiah! pakaian dan benda dari emas murni
pula.
Karena mereka telah sependapat dan
bertekad hendak menyetor pajak kepada
Senopati, maka walaupun Senopati menolak,
tetapi pendirian mereka tetap. Mereka
menyatakan tidak mau lagi menyetor hasil
pengumpulan pajak ke Pajang tetapi disetor ke
Mataram. Sudah barang tentu merekapun
mengharapkan perlindungan keselamatan
mereka kalau dibelakang hari sampai terjadi
sesuatu dari penguasa Pajang.
Diantara mereka semua ini terdapat seorang
Mantri Pemajegan yang mempunyai pendirian
lain. Orang itu bernama Ki Bocor, seorang
Mantri Pemajegan asal Begelen. Semenjak tadi
dia tak berbicara sepatah kata-pun. Akan tetapi
sepasang matanya selalu mengawasi Senopati
dengan penuh selidik. Dalam hati selalu
bertanya, benarkah Senopati ini seorang yang
sakti mandraguna ataukah hanya seorang yang
pandai berlagak saja?Ki Bocor memang seorang yang selalu
bersikap berhati-hati, disamping terkenal
seorang yang sakti mandraguna. Ia sadar dan
dapat memperhitungkan bahwa apabila para
mantri Pemajegan Kedu, Begelen dan Banyumas
ini tidak setor ke Pajang, tentu akan berekor
peristiwa yang besar. Dan salah-salah, para
mantri Pemajagan ini akan ditangkap dan
dituduh memberontak. Kalau sampai terjadi
seperti ini, dapatkah Senopati bertanggung
jawab? Oleh karenanya ia tidak segera
memberikan persetujuannya dan tunduk
kepada Senopati sebelum memperoleh bukti
yang meyakinkan.
Karena sikap ki Bocor yang berlainan
dengan kawan-kawannya, bahkan cenderung
dikatakan mencurigakan, maka kemudian
sengaja Senopati memanggilnya menghadap
seorang diri. Setelah ki Bocor menghadap,
bertanyalah Senopati dengan suara halus, ?
Sesungguhnya apa sajakah yang menyebabkan
kakang Bocor ragu2 dan bersikap lain dalam
perkara ini.? Bukankah sudah jelas bahwa di
Pajang telah terjadi hal2 yang tidak semestinya,
oleh karenanya kita perlu mengambil sikap
yang tepat ? ?? Hm, ? ki Bocor mendengus. Lalu
sahutnya dingin ? Senang atau tidak, baik aku
maupun tuan mau tidak mau adalah kawula
Pajang. Orang yang berani melawan kekuasaan
raja, disebut sebagai pemberontak. Apa yang
akan terjadi kalau Pajang marah dan
mengerahkan pasukannya? Bersediakah tuan
bertanggung jawabatas keselamatan semua
orang? ?
? Ha, ha, ha, ? Senopati tertawa lirih, ?
bagi seorang yang selalu berhati-hati, aku
mengerti alasan pertanyaanmu, kakang.
Kemungkinan semacam itu memang bisa saja
terjadi. Tetapi sebaliknya, sebagai seorang
jantan akan selalu mempertanggung jawabkan
apa yang telah ia rencanakan dan diperbuat.
Andaikata kemungkinan itu menjadi kenyataan,
artinya Pajang sungguh-sungguh marah atas
sikap kalian, kiranya Mataramlah yang paling
dulu akan merasakan, bukan kalian. Mengapa
demikian ? Karena kesemuanya ini, akulah yang
menjadi biang keladinya. Akulah yang
menyebabkan kalian sampai tidak menyetorkan
hasil pajak ke Pajang ?
Mendengar jawaban Senopati tersebut
hampir saja timbul niat ki Bocor untuk
menantang berkelahi dengan Senopati untukmenjajagi sampai dimana kedigdayaannya.
Dengan suatu pertaruhan, apabila dia kalah
melawan Senopati maka ia bersedia tunduk apa
saja perintah Senopati termasuk tidak setor
pajak ke Pajang.
Namun kemudian ia mempunyai pikiran
lain. Bilamana sampai terjadi perkelahian,
salah-salah ia bisa dikeroyok oleh ponggawa
Mataram. Kalau sampai terjadi hal yang
demikian dialah yang akan menanggung rugi.
? Hm, engkau menganggap dirimu sendiri
sebagai pemimpin yang bertanggung jawab, ?
kata ki Bocor menyindir ? apakah masalah itu
dapat diselesaikan dengan ucapan saja ? ?
Walaupun ucapan ki Bocor itu cukup pedas
dan tersisip pula sindiran, tetapi Senopati tidak
marah. Jawabnya sambil tersenyum, ? Tentu
saja tidak cukup dengan ucapan melulu.
Terlebih lagi kalau sampai terjadi Pajang
mengerahkan kekuatannya .... ?
? Nah, apakah Mataram mampu
menghadapi ? sela ki Bocor.
? Mampu atau tidak, tidak perlu
dibicarakan sekarang ?Senopati tersenyum,
sebab memang belum terjadi. Namun ki sanak
boleh percaya dan tidak, bahwa Mataram akan
keluar sebagai pemenangnya ?? Engkau sombong ! ? Ki Bocor mencela.
? Pajang negara besar, bagaimana mungkin
dapat menghadapi kekuatan besar itu ? ?
? Benar, tetapi manusia mempunyai akal
dan pikiran. Jumlah besar tidak selamanya
mesti harus menang ?
? Huh, omong kosong! ? kata ki Bocor
sambil mendelik. ? Apakah yang menjadi
andalanmu sehingga tuan dapat berkata seperti
itu? ?
? Belum waktunya aku memberitahukan
? sahut Senopati tetap sabar ? Tetapi tidak
seorangpun dapat menghalangi maksudku itu
? Wajah ki Bocor menjadi merah. Bibirnya
bergerak-gerak tetapi tiada sepatah katapun
yang keluar. Ini membuktikan bahwa ki Bocor
marah sekali tetapi masih berusaha sekuatnya
untuk menahannya.
Sebagai seorang yang banyak pengalaman,
Senopati dapat menduga apa yang sedang
berkecamuk di dalam dada orang Begelen ini.
Maka sambil tersenyum ia berkata ? Jika ki
sariak menghendaki pembuktian ucapanku ini,
aku undang engkau hadir di saat aku makan
malam nanti. Sediakah engkau datang? ?Walaupun ucapan Senopati ini halus, tetapi
mengandung maksud yang keras, ialah
merupakan suatu tantangan kepada ki Bocor,
apakah orang ini berani masuk ke dalam
keraton atau tidak. Timbul niat Senopati untuk
membuat orang sombong dan keras kepala ini
kapok dan bertekuklutut di depan kakinya.
Maka ia telah merencanakan sesuatu yang
kiranya tepat untuk membuat mantri
Pemajegan asal Begelen ini tahu diri.
? Jangan kawatir ? katanya masih tetap
diiring senyum ? engkau akan dapat masuk
dalam keraton ? tanpa gangguan siapapun.
Sebab engkau merupakan tamu agung,
selayaknya pula memperoleh penghormatan
khusus ?
? Baik, nanti malam aku pasti datang! ?
sahut ki Bocor mantap. Dalam hatinya memang
belum merasa puas sebelum berhasil


Kumbang Hitam Dari Bumi Sengketa Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengetahui kesaktian Bupati Mataram ini. Dan
kesempatan ini akan datang jua, nanti malam.
Senopati tersenyum. Sedang ki Bocor
longgar kesesakan dadanya, karena apa yang
diinginkan akan terlaksana. Nanti malam ia
akan dapat mencoba sampai seberapa tinggi
kesaktian Senopati. Apabila ternyata benar
bahwa Senopati itu seorang sakti mandragunadan dapat membuat dirinya takluk, barulah ia
mau percaya dan bersedia mengikuti jejak
Senopati.
Sebaliknya, sikap ki Bocor yang tidak mudah
tunduk dan menurut perintahnya ini, membuat
Senopati senang. Walaupun ki Bocor tampak
sekali kesombongannya, tetapi jelas sekali
sikapnya yang hati-hati. Yang tidak cepat
terpengaruh walaupun ia telah memberikan
janji bahwa para mantri Pamajegan itu akan
dinaikkan pangkatnya.
Dalam usahanya menundukkan ki Bccor ini,
Senopati tidak bekerja kepalang tanggung. Ia
telah merencanakan tidak akan melawan
serangan ki Bocor. Ia mempunyai pertimbangan
bahwa orang mungkin masih penasaran kalau
dikalahkan dalam per kelahian. Sebaliknya
orang yang dapat menghargai kesaktian, akan
segera bertekuk lutut kalau serangannya tidak
dibalas, Karena orang segera tahu bahwa
lawannya bertempur itu memang bukan
tandingannya.
Begitulah, kemudian Senopati segera
memberi perintah kepada para pengawal rumah
Kabupaten, agar membiarkan ki Bocor masuk
dalam keraton, dengan alasan bahwa ia telah
mengundang ki Bocor untuk makan malam.Malam yang menentukan itu akhirnya
datang juga. Senopati sengaja menunggu ki
Bocor di kamar makan, duduk di atas kursi yang
membelakangi pintu. Dengan begitu, akan
memberi peluang kepada ki Bocor untuk
menyerang dari belakang. Senopati tidak akan
merasa kawatir sedikitpun atas serangan dari
belakang itu. Sebab ia telah berhasil mewarisi
ilmu kesaktian ayah angkatnya Sultan
Hadiwijaya. Ilmu yang diwarisi itu bernama
"Lembu Sekilan". Dan oleh perlindungan Aji
kesaktian tersebut, setiap serangan takkan
mempan.
Ki Bocor meninggalkan pondok
penginapannya. Keris pusakanya yang bernama
Kebo Dengen dipersiap. kannya. Pusaka yang
ampuh, yang berkali-kali telah berjasa terhadap
dirinya apabila berhadapan dengan lawan. Oleh
karena itu, pada malam ini dia akan
menggunakan keris pusaka tersehut untuk
mencoba kesaktian Senopati. Keiis itu
diselipkan dibagian depan tubuhnya sedemikian
rupa hingga akan mudah mencabutnya apabila
sewaktu-waktu dipergunakan.
? Huh, engkau akan mampus di tanganku!
?desisnya sambil melangkah cepat menuju
rumah kabupaten ? Dan sesudah engkau mati,aku akan segera pergi ke Pajang untuk memberi
laporan, bahwa Senopati telah membujuk dan
menghasut para mantri Pemajegan agar tidak
menyetorkan pajak ke Pajang. Dan hasutan itu
berhasil mampengaruhi orang banyak, kecuali
aku seorang. Karena hasutan Senopati itu amat
berbahaya bagi kerajaan Pajang, maka aku
bertekad membunuh Senopati. Ha, ha, ha, gusti
Pangeran Pangiri tentu akan menyambut
gembira apa yang telah kulakukan itu. Dan
sebagai imbalan dan tanda terimakasihnya,
kemudian beliau akan mengangkat diriku
sebagai bupati Mataram. Heh, heh, heh, apa
bukan suatu hal yang menggembirakan? ?
Hatinya bertambah mantap setelah
mempunyai pikiran seperti itu. Maka langkah
kakinya menjadi semakin ringan sehingga
selang beberapa saat ia telah tiba di rumah
kabupaten. Penjaga gedung kabupaten
membuka pintu lebar-lebar dan tidak menegur
ketika ia lewat masuk. Untuk sejenak ki Bocor
heran, mengapa penjaga itu membiarkan
dirinya masuk dengan mudah. Tiba saja
jantungnya berdegup. Apakah semua ini bukan
perintah Senopati? Dan dengan membiarkan
dirinya masuk dengan mudah ke rumah
kabupaten ini, apakah Senopati tidak lebih dulusudah mengatur jebakan untuk mencelakakan
dirinya? Dengan bayangan ini, ia menjadi ragu.
Siapa tahu kalau apa yang dibayangkan ini
benarku benar akan terwujut? Apakah ini tidak
berarti akan mengantar nyawa ke Mataram?
Tetapi keraguannya ini segera terusir dari
rongga di dadanya setelah ia ingat akan
kesanggupannya datang ke rumah kabupaten.
Harus berani. Janji harus ditepati, walau apa
yang akan terjadi. Sebab kalau ia membatalkan
maksudnya, tentu akan mendapat cemohan dari
Senopati. Ia akan dianggap laki-laki pengecut.
Huh, ia malu kalau sampai dituduh sebagai
seorang penakut. Di dalam wilayah
kekuasaannya, ia terkenal sebagai seorang sakti
mandraguna, pilih tanding. Di Mataram inipun
ia akan menunjukkan kepada Senopati bahwa ia
seorang jantan perwira.
Tiada kesulitan sedikitpun ki Bocor masuk
ke rumah kabupaten. Tiada seorang penjagapun
yang menegur atau melarang, seakan para
penjaga itu tidak melihat kedatangannya.
Sambil berjalan, jari-jari tangan kanannya
mengusap-usap hulu keris yang terselip diikat
pinggang bagian depan. Bibirnya mengulum
senyum. Ia merasa pasti bahwa sekali tikam,
tubuh Senopati akan berlubang, lalu darahmerah akan membanjir membasahi lantai yang
licin mengkilap. Kemudian apabila ia telah
berhasil membunuh Senopati, akan segera
mengumumkan bahwa Senopati telah berusaha
mempersiapkan pemberontakan kepada Pajang.
Dan dengan berlindung kepada nama pangeran
Pangiri, tentu orang tidak berani menentang
dirinya.
Tak selang beberapa saat kemudian tibalah
ki Bocor di halaman yang tidak begitu luas.
Siang tadi Senopati telah memberitahu jalan ke
kamar makan. Senopati akan menunggu
kehadirannya di ruang makan ini. Sedang letak
kamar makan itu, ialah melalui sebuah pintu
yang menghubungkan dengan halaman sempit
penuh tanaman bunga
Setelah ki Bocor sampai pada tempat itu ia
mendapat kenyataan bahwa apa yang dikatakan
Senopati memang benar. Kemudian ia melihat,
di dalam kamar itu Senopati sedang duduk di
sebuah kursi membelakangi pintu yang terbuka
lebar. Tangan kanan sedang bergerak-gerak,
membuktikan bahwa saat itu Senopati sedang
bersantap malam. Wajah ki Bocor beringas
mendadak. Inilah kesempatan yang baik sekali
untuk melenyapkan nyawa Senopati. Dalam
keadaan sedang asyik menikmati hidanganmalam, tentu akan berkurang kewaspadaannya,
akan lengah. Dan dalam keadaan lengah,
tidaklah sulit untuk membunuhnya.
Dengan langkah pelahan-lahan dan sangat
hati-hati, ia berinda-indap menahan perasaan
menghampiri Senopati. Ia tidak ingin
maksudnya gagal. Sekali tikam harus berhasil
melubangi tubuh Senopati. Namun demikian
jantungnya berdenyut keras dah berdebaran
pula. Ia berusaha menekan guncangan jantung
itu. Jarak menjadi semakin dekat. Ketika
diperhitungkan bahwa tikamannya tidak akan
meleset lagi, ki Bocor melompat sambil
menikamkan kerisnya ke punggung Senopati.
? Mampus kau malam ini! ? hentaknya
pelahan.
? Craak ....! ? bilah keris itu mengenai
sasaran dengan telak. Tetapi Senopati tidak
bergerak sedikitpun. Mulutnya masih bergerakgerak mengunyah makanan yang baru saja
disuap.
Sepasang mata ki Bocor membelalak lebar.
Tadi ia merasa pasti bahwa sekali tikam, bilah
keris pusakanya akan terbenam di tubuh
Senopati dan darah segar akau muncrat dari
tubuh itu. Namun apa yang terjadi saat itu
berbeda dengan apa yang diharapkan. Kerispusaka yang telah membantu mengangkat nama
pemiliknya sehingga meraih julukan sebagai
orang yang sakti mandraguna, saat ini tak
mampu berbuat apa-apa. Ujung keris pusaka itu
seakan membentur sekeping papan baja hingga
menimbulkan bunyi mendencing nyaring dan
menggetar. Tidak menghasilkan apa2. Tidak
nampak tubuh terluka dan tidak kelihatan pula
darah merah mengalir. Namun ia belum puas.
Secepat kilat ia mengulang tikamannya. Ia tidak
memberi kesempatan kepada Senopati untuk
menghindar atau memberi perlawanan. Lima
kali berturut-turut dengan cepatnya keris
ditusukkan, hingga menimbulkan serentetan
dencing yang panjang. Tetapi sial, lagi2 ujung
keris pusaka yang tajam itu tidak berhasil
melukai punggung Senopati. Lagi ia mengulang
kembali tikamannya, namun Senopati sedikit
bergerak-pun tidak.
Napas ki Bocor memburu keras, keringat
dingin mengucur membasahi sekujur badannya.
Tangan kanan yang dipergunakan untuk
menikam terasa kesemutan. Sebaliknya orang
yang ditikam tetap duduk dengan santai seakan
tidak terjadi apa-apa. Tidak keruan perasaan ki
Bocor menderita kegagalan ini. Mengkal,
penasaran, malu dau juga gentar bercampuraduk menjadi satu sampai sampai tak terasa
lututnya menggigil dan akhirnya tak sanggup
lagi menyangga tubuhnya. Dia jatuh berlutut,
sedang keris terlepas dari genggamannya.
Melihat peristiwa itu Senopati tersenyum.
Tetapi ia pura-pura terkejut dan cepat-cepat
bangkit dari kursinya ? Aihh, hati-hatilah ki
sanak, mengapa engkau sampai jatuh? Ah,
maafkan aku yang tidak sabar menunggu
kehadiranmu maka aku telah mendahului
makan. Cepatlah bangkit dan marilah kita
makan malam bersama ?
Pucat wajah ki Bocor. Lalu sambil duduk
bersila di atas lantai, ia tidak malu-malu lagi
minta maaf ? Gusti, ampunilah hamba yang
kurang tata ini .... ? Lain sekarang lain tadi
siang. Kalau siang tadi sikapnya terhadap
Senopati tidak menghormat, sekarang
sebaliknya.
? Hei, mengapa aku engkau panggil gusti?
? Senopati berjingkrak, malu dipanggil seperti
itu ? Bangunlah dan mari duduk di atas
bersama dengan aku ?
Tetapi ki Bocor yang benar-benar sudah
takluk kepada Senopati, masih tetap duduk di
lantai.?Maafkan hamba meanggap bahwa gusti
seorang sombong. Tetapi sekarang hamba
percaya bahwa gusti seorang perkasa. Maka
kalau diperkenankan hamba bersedia
mengabdikan diri kepada gusti. Apapun yang
gusti perintahkan akan hamba laksanakau
dengan senang hati. Dan hamba akan puas kalau
dapat mengorbankan nyawa hamba demi
kejayaan Mataram ?
Senopati tersenyum. Hatinya sangat
gembira mendengar pernyataan ki Bocor ini.
Ternyata walaupun seorang angkuh dan tidak
mudah percaya, tetapi dia seorang jantan yang
tidak mau mengakui kekalahannya. Kepada
orang semacam inilah Senopati berkenan hati.
Orang semacam inilah yang akan berguna di
saat keadaan membutuhkan.
? Terima kasih atas kesediaanmu membela
diriku, yang berarti pula membela Mataram.
Tetapi sekarang belum tiba waktunya. Untuk
sekarang aku akan berterima kasih sekali bila
engkau dapat mempengaruhi semua mantri
Pemajegan membatalkan maksudnya pergi ke
Pajang ?
? Hamba tentu dapat mempengaruhi
mereka, gusti. Dan hambapun dapat
memastikan bahwa mereka semua akan tundukkepada gusti. Tetapi perkenankanlah hamba
mohon keterangan, kapankah kiranya gusti
memukul Pajang? ?
Senopati tertawa pelahan. Katanya
kemudian ? Belum terpikir olehku untuk
berbuat sejauh itu. Namun cepat atau lambat
akan terjadi juga. Hanya kita harus berpikir
rangkap. Bukankah engkau sendiri tahu bahwa
kekuatan Pajang jauh lebih besar dibandingkan
dengan kekuatan Mataram? ?


Kumbang Hitam Dari Bumi Sengketa Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

? Tetapi gusti, hamba dan para mantri
Pemajegan akan sanggup mengerahkan
kekuatan dari daerah kami masing-masing.
Percayalah gusti, bahwa kekuatan kami tidak
boleh diremehkan oleh Pajang ?
? Aku juga percaya. Tetapi semuanya
memerlukan persiapan, agar tidak sampai
menderita kegagalan. Nah, sekarang aku ijinkan
engkau kembali ke pondokmu. Jangan
membicarakan apa yang baru terjadi di sini.
Apabila mereka bertanya, jawablah bahwa aku
mengajak engkau berunding masalah penting.
Mereka belum masanya mengetahui perkara ini.
Untuk sementara aku sudah puas apabila
mereka tidak ke Pajang ?
? Semuanya dalam tanggungan hamba,
gusti. Dan hasil pajak itu tentu hamba haturkankepada gusti untuk kepentingan perjuangan
kawula Mataram ?
? Terima kasih atas kesediaanmu. Aku
percaya bahwa engkau akan menjadi tulang
punggung Mataram ?
Demikianlah apa yang terjadi dalam rona
hidup ini. Tidak pasti bahwa rencana atau
harapan itu akan terwujut, akan tercapai. Kalau
sernula ki Bocor masuk ke rumah kabupaten
dengan maksud hendak membunuh Senopati,
tetapi apa yang terjadi menjadi kebalikannya.
Bukan saja tidak berhasil membunuh,
kebal.kannya bahkan menyerahkan jiwa
raganya mengabdi kepada Senopati.
Lain lagi Senopati. Setelah ki Bocor pergi, ia
tersenyum-senyum karena apa yang
direncanakan dapat berjalan dan berkesudahan
yang menggembirakan. Sekarang terbukti
bahwa usahanya mempengaruhi para mantri
Pemajegan Kedu, Begelen dan Banyumas telah
berhasil. Hal ini akan menambah kemantapan
dalam usahanya menyusun kekuatan untuk
menghadapi Pajang dinaana perlu. Di samping
itu, iapun percaya sepenuhnya akan pembantupembantunya yang bekerja di Pajang dalam
keadaan selalu siaga. Baik Pabelan maupun
yang lain, mengumpulkan kekuatan di sana.Namun sekalipun persiapan-persiapan dan
penyusunan kekuatan sudah semakin
meyakinkan, Senopati belumlah puas. Ia tidak
pernah melupakan nasehat pak tuanya, ki juru
Mretani. Bahwa setiap cita cita itu baru dapat
berhasil, apabila manusia mau menempuh jalan
dengan cara lahir batin. Dalam bentuk lahir,
harus membentuk kekuatan yang dapat
diandaikan dalam peperangan. Sedang dalam
bentuk batin, ia harus berperihatin, sebagai
sarana permohonan kepada Tuhan agar
dikabulkan apa yang menjadi maksud dan
tujuannya.
Teringat akan nasehat Juru Mertani ini, tibatiba saja timbullah niatnya untuk memulai
perihatinnya. Bukan saja mengurangi makan
dan tidur, melainkan masih lagi setiap malam,
secara rahasia meninggalkan Mataram pergi ke
tempat sepi dan ke tempat-tempat keramat.
Bahkan terpikir olehnya untuk pergi ke laut
selatan.
Mengapa ke laut Selatan? Sejak ia masih
kecil, masih kanak-kanak, sering sekali ia
mendengar cerita dari orang-orang tua, bahwa
di alam dunia ini, di samping manusia, hidup
pula mahluk halus yang biasa disebut
"lelembut" Mahluk halus ini tidak kasatmata(tidak terlihat oleh pandang mata). Tetapi
dapat tampak oleh orang waskita. Para lelembut
itupun ceritanya mempunyai raja. Dan raja
lelembut itu bersemayam di laut selatan.
Sekarang timbullah niatnya untuk
membuktikan cerita itu. Kalau memang ada
lelembut dan rajanya, inginlah ia bersahabat
dengan para lelembut itu. Terpikir oleh
Senopati, betapa kuat dan perkasanya angkatan
perang Mataram bilamana mempunyai pasukan
yang kasat mata dan tidak kasat mata. Dengan
demikian pasukan Mataram akan bertambah
kuat. Sebab para lelembut dapat melihat
pasukan Pajang, sebaliknya pasukan Pajang
tidak dapat melihat para lelembut.
Demikianlah, setelah bulat tekadnya
datanglah Senopati ke pesisir kidul. Kemudian
mencari tempat yang sesuai di tepi laut yang
luas, dan memulailah bersemadi. Tidak peduli
tiupan angin yang keras susul-menyusul, yang
kuasa membuat orang menggigil kedinginan.
Tiba-tiba datang angin ribut bergemuruh
menderu-deru. Langit yang semula membiru
berhiaskan sejuta bintang gemerlapan, tiba tiba
berubah menjadi gelap pekat diselimuti awan
hitam tebal. Gelombang laut mengganas
bergulung gulung sebesar anak bukit,menggelegar dahsyat mendebur pantai karang
dan air-pun pasang. Suasana saat itu akan
membuat orang yang kecil hati pingsan
ketakutan.
Tetapi bagi Senopati yang memang telah
bertekad besar, tetap tak bergerak dalam duduk
semadinya. Ia sudah masuk dalam kelelapan
semadinya sehingga lepas dari pengaruh
keadaan sekelilingnya.
Keadaan alam yang ribut itu berlangsung
beberapa saat. Kemudian bersama dengan
redanya angin ribut, lautpun menjadi tenang
dan udarapun kembali cerah membiru.
Bersamaan dengan ketenangan alam itu,
muncullah seorang wanita muda yang cantik
jelita secara tiba-tiba. Tidak seorangpun dapat
menerangkan dengan pasti dari arah manakah
wanita cantik itu muncul di tepi laut. Untuk
sejenak wanita cantik itu berdiri tegak sambil
mengamati Senopati yang masih memejamkan
mata dalam semadi. Nampaknya seperti orang
yang sedang meragu dan menaksir. Namun
akhirnya melangkah jugalah ia dengan yang
lemah gemulai menghampiri Senopati yang
masih tenggelam dalam semadinya.
Diam-diam wanita cantik itu heran ketika
menyaksikan seraut wajah yang terangbercahaya dan tampan luar biasa. Setelah
sejenak menghentikan langkah dan meneliti,
lebih seksama, ia manggut-manggut dan
tersenyum.
? Tampan luar biasa ? katanya lirih ?
Ternyata ketampanan wajah Senopati bukan
hanya isapan jempol belaka. Hm, kalau aku
melihat ketampanannya, tak sampai-hati aku
marah. Tetapi, huh, dia telah membuat aku
kaget dan laut bagai mendidih. Aku tak dapat
membiarkan orang berbuat sesuka hati di
tempat ini ?
Sesudah menetapkan hati, ia menghardik ?
Hai manusia! Siapah engkau dan apa pulakah
kerjamu di tempat ini? ?
Yang diajak berbicara tidak menjawab.
Masih tenggelam dalam semadinya, hingga tak
melihat kehadiran wanita itu dan tak
mendengar pula ucapannya.
Karena tidak ada jawaban, wanita tersebut
menjadi penasaran. Ia merasa dihina. Maka
bentaknya lebih keras ? Hai, apakah engkau
tuli? Katakan siapa engkau dan apa pula
kerjamu di tempat ini? ?
Gerak-gerik, tingkah laku wanita ini halus
lemah gemulai. Tetapi bentakannya yang kedua
ini keras sekali hingga mampu menerobos keliang telinga yang sedang bersemadi, bagai
Pedang Asmara Karya Kho Ping Hoo Pendekar Mabuk 027 Keris Setan Kobra Untuk Orang Orang Pemberani Karya Alfred Hitchcock

Cari Blog Ini