Kumbang Hitam Dari Bumi Sengketa Karya Widi Widayat Bagian 5
prajurit ini akan segera menggunakan
senjatanya apabila utusan pangeran Pangiri itu
berani melompati tembok menyerbu ke dalam.
Sikap para hamba sahaya Dadaptulis ini
sudah pantas, karena mereka merasa hidup dan
memperoleh penghasilan dari tumenggung
Harya Dadaptulis. Mereka berusaha membalas
budi dan kesetiaan mereka kepada
junjungannya. Mereka telah berprasangka
buruk lebih dahulu kepada setiap yang berbau
pangeran Pangiri.
Laporan pimpinan prajurit penjaga gerbang
itu mengejutkan pimpinan prajurit penjaga
rumah. Namun ia ragu untuk membangunkan
tumenggung Dadaptulis. Waktu sudah dini hari.Ia kuatir kalau hal ini membuat marah
Dadaptulis.
? Tetapi apa yang akan terjadi kalau
sampai utusan itu masuk lewat tembok? ?
desak pimpinan prajurit penjaga ? karena itu
secepatnya harus engkau laporkan datangnya
utusan gusti pangeran Pangiri itu. Keadaan telah
mendesak sekali, tentunya bendara tumenggung
takkan marah ?
? Ya, aku tahu ? sahut pimpinan prajurit
penjaga rumah sambil menghela napas pendek
? Hem, kamu saja bendara Wahono ada,
tidaklah sulit aku melaksanakan tugas ini lewat
beiiau. Tetapi kalau aku harus membangunkan
dan memberi laporan pada dini hari seperti ini,
engkau tentu tahu kesulitanku. Aku . . . . ?
Tiba-tiba kata katanya itu terputus oleh
suara orang mendeham dan berbareng dengan
itu terbukalah pintu.. Dari dalam tampak kepala
orang menyembul ke luar dan langsung
bertanya ? Apa yang kalian bicarakan pada
hari sepagi ini, he!? ?
Yang membuka pintu itu tak lain yalah
Harya Dadaptulis sendiri. Secara kebetulan,
sejak sore tidak dapat tidur. Benaknya dipenuhi
beberapa macam persoalan yang membuat
dirinya tidak tenteram. Dan beberapa macampersoalan itu bukan lain karena ia melihat
keadaan yang semakin memburuk, lebih lebih
tentang hubungan antara Pajang dan Mataram.
Siang tadi ia menerima surat dari Wahono.
Dalam surat itu Wahono menganjurkan agar
mulai saat ini segera mempersiapkan diri
meninggalkan Pajang berpindah ke Mataram.
Sebab apabila terlalu lama menetap di Pajang,
akan kurang terjamin keamanannya. Sebagai
alasan Wahono mengemukakan bahwa
sekalipun Mataram berusaha menutup rahasia,
namun rahasia itu akhirnya akan didengar juga
oleh pangeran Pangiri lewat orang-orang
kepercayaannya yang disebar di Mataram. Di
samping itu oleh Wahono dikemukakan pula
tentang laporan ki Gedong yang telah diterima
oleh bupati Senopati. Baik pangeran Pangiri
maupun adipati Tuban, setiap hari selalu
berusaha menyebar pengaruh dan membujuk
sultan Hadiwijaya untuk merobah sikapnya
kepada Mataram.
Nyi Dadaptulis menjadi amat kuatir
mendengar isi surat anaknya itu. Ia pun
kemudian ikut mendesak suaminya agar
secepatnya meninggalkan Pajang, untuk
berpindah ke Mataram. Cepat atau lambat, tidak
urung pangeran Pangiri akan melibatkan pulaorang-orang yang mempunyai hubungan
saudara dengan bupati Mataram itu.
Tumenggung Harya Dadaptulis mengerti
perasaan anak dan isterinya. Tetapi sebaliknya
ia pun tidak mau bertindak gegabah dalam hal
ini, justeru karena ia terikat oleh kewajiban
sebagai seorang hamba Pajang. Sebagai hamba,
untuk berbuat sesuatu harus mendapat
persetujuan raja, apalagi kalau sampai pindah
ke Mataram. Tetapi kalau minta ijin kepada raja,
kuatir kalau parmohonannya akan ditolak
bakkan salah-salah bisa dipersalahkan dan
dijatuhi pidana. Untuk pergi secara diam-diam,
juga akan menimbulkan akibat yang perlu
dipertimbangkan masuk-masuk.
Itulah sebabnya ia tidak dapat tidur
semalam-malaman.
Ia sedang mempertimbangkan bagaimana
harus bertindak. Duduk tak enak, tidur tak
dapat, hilir mudikpun lelah.
Teguran Harya Dadaptulis yang tiba-tiba itu
membuat mereka terkejut, tetapi juga
menggembirakan. Maka cepat mereka laporkan
tentang datangnya utusan pangeran Pangiri
yang ingin menghadap kepada Harya
Dadaptulis.? Ahh, mengutus orang pada dini hari
seperti ini? ? Dadaptulis terkejut ? Dan
sudahkah engkau tanyakan maksud utusan itu?
? ? Hamba belum sempat bertanya ? sahut
prajurit itu ? karena hamba terkejut dan gugup
mendengar bahwa utusan itu ingin bertemu
dengan bendara. Maka hambapun tidak berani
membuka gerbang sebelum memperoleh
persetujuan bendara ?
? Hmm ? dengus Dadaptulis ? Pangiri
menghina aku ? Esok hari masih banyak waktu,
mengapa suruhan orang datang pada dini hari
begini ? ?
Untuk sejenak Harya Dadaptulis berhenti
sambil memilin kumisnya. Sedang prajurit itu
berdiam diri, menundukkan kepala.
? Sekarang cepat siapkanlah prajurit! ?
katanya kemudian, ditujukan kepada lurah
prajurit yang sedang dinas jaga rumah ?
Siapkan secepatnya! ?
? Sendika dawuh ? sahutnya.
? Heh, nanti dulu! Sesudah siap dengan
perlengkapannya, perintahkan bersiap diri
disamping pendapa sebelah timur, mengerti ? ?
? Mengerti, bendara ?
? Lekas kerjakan ! ?Setelah menyembah, lurah prajurit itu
cepat-cepat pergi. Ia sudah tahu apa yang harus
dikerjakan lebih dulu. Ia harus membangHnkan
anakbuahnya yang berdiam di rumah ini.
Kemudian kepada prajurit yang berdiam di luar,
harus segera dipanggil lewat pintu belakang.
? Dan kau, buka pintu gerbang! ? katanya
kemudian kepada lurah prajurit penjaga pintu
gerbang ? Silakan utusan itu masuk dan
menunggu di pendapa. Tetapi eh, banyakkah
prajurit yang datang menyertai utusan itu ?
? Cukup banyak. Hamba tadi telah
mengintip ke luar lebih dulu untuk menyelidik
? ? Berapa kira-kira ? ?
? Sekitar seratus orang ?
? Ha, ha, ha, seratus orang? Prajuritku
kiranya cukup untuk menakut-nakuti mereka
walaupun jumlahnya lebih kecil. Hmm, aku
ingin melihat apa maksud kedatangan Wirotanu
dan Surokarti membawa prajurit sebanyak itu.
Sangkanya Dadaptulis takut kepada prajurit
Tamtama itu? Kerjakanlah sekarang, aku akan
bersiap diri menyambut kadatangan mereka ?
Lurah prajurit itu mengiakan sambil
menyembah, lalu pergi. Tumenggung Harya
Dadaptulis sendiri masuk kembali ke dalamrumah, berganti pakaian dan mempersiapkan
diri. Ia seorang yang sudah banyak makan asam
garam pengalaman. Barang tentu cepat curiga
dan menduga buruk dengan datangnya utusan
yang membawa prajurit dalam jumlah banyak
itu. Bukan hanya karena jumlah prajurit, tetapi
juga panggilan pada waktu yang tidak pada
tempatnya.
Di samping itu itu semua, iapun sadar
bahwa pangeran Pangiri membenci dirinya.
Terbukti pangeran Pangiri sudah pernah
berusaha menangkap dirinya lewat Joyo Kancil.
Keadaan ini lalu dihubungkan dengan surat dari
anaknya yang siang tadi ia terima. Jelaslah
sekarang bahwa hubungan antara Pajang dan
Mataram makin tambah meruncing. Maka
apabila benar pangeran Pangiri bsrmaksud
tidak baik, tiada alasan lagi untuk terus berdiam
di Pajang.
Diam-diam terjadi kesibukan di rumah
tumenggung Dadaptulis. Para prajurit cepatcepat mempersiapkan diri dengan segala
perlengkapan tempurnya dan segera
menempatkan diri pada tempat yang telah
ditentukan. Sedang para prajurit yang berdiam
di luar, masih dihubungi oleh petugas.Lurah penjaga pintu gerbang itu ternyata
cukup cerdik. Walaupun telah mendapat
perintah membuka pintu gerbang, ia tidak
cepat-cepat melaksanakan, tetapi berusaha
mengulur waktu. Maksudnya agar prajurit
sudah bersiap semuanya pada saat pintu
gerbang dibuka.
? Aku lurah prajurit bernama Setro Riban !
? teriaknya ? Siapa di luar? ?
Wirotanu yang merasa lebih tinggi
kedudukannya menjadi marah, lalu menjawab
dengan bentakan ? Hai lurah prajurit. Buka
telingamu lebar-lebar bahwa aku tumenggung
Wirotanu dan tumenggung Surokarti. Hayo
cepat buka pintu ! ?
? Oh ? Setro Riban pura-pura terkejut ?
Jadi yang datang, bendara tumenggung
Wirotanu dan Surokarti? Tetapi sebelum hamba
membuka pintu, perkenankanlah hamba
bertanya, apakah maksud bendara datang ke
mari? ?
? Cerewet kau! Huh, aku tempeleng
kepalamu jika tidak segera membuka pintu! ?
ancam Wirotanu.
? Ampun, bendara ? pinta Setro Riban
pura-pura ketakutan ? Salahkah hamba mohonketerangan yang jelas sebelum hamba
membuka pintu ! ?
? Cerewet kau, huh! ? teriak Wiiotanu
sambil membanting-banting kakinya ke tanah
? Nama Wirotanu dan Surokarti sudah terkenal
merupakan pimpinan Tamtama! Apakah
telingamu sudah tuli? Seperti tadi sudah
kukatakan, bahwa aku datang memenuhi
perintah gusti pangeran Pangiri, untuk bertemu
dengan tumenggung Harya Dadaptulis ?
? Ohh Setro Riban pura-pura terkejut
lagi ? Pada dini hari begini, mau bertemu
dengan bendara tumenggung? Aihh ....
bagaimana bisa jadi ? Bagaimana hamba dapat
memberitahukan kepada beliau? Hamba takut
kalau bendara tumenggung marah ?
? Kurang ajar! ? bentak Surokarti tibatiba, yang menjadi marah juga mendengar
alasan lurah prajurit itu ? Katakan bahwa
utusan gusti pangeran Pangiri yang datang.
Mana bisa dia marah kalau ini perintah gusti
pangeran Pangiri sebagai calon pengganti raja?
Hayo lekas buka pintu! Atau, pintu ini harus
kujebol dari luar? ?
Tak mengherankan kalau Surokarti maupun
Wirotanu bersikap kasar macam itu. Semua ini
pengaruh hati mereka yang tidak tenteram,melaksanakan tugas kali ini. Namun begitu,
tentu saja mereka takkan berani berbuat
keterlaluan merusak pintu gerbang.
? Jangan bendara, jangan .... ! ? ratap
Setro Riban yang pura-pura ketakutan ? Ya,
akan segera hamba buka. Tetapi untuk bendara
tumenggung Harya Dadaptulis .... eh, sudilah
bendara memberi petunjuk bagaimana cara
hamba melaporkannya! ?
Untuk sejenak Wirotanu dan Surokarti
saling pandang. Mereka sendiri berkedudukan
sama dengan Dadaptulis. Kalau tidur, tentu di
kamar rumah besar. Padahal rumah besar itu
masih dikelilingi oleh bangunan lain, yang
ditempati oleh hamba sahaya. Untuk mencapai
kamar itu, harus melalui pintu yang berlapislapis.
? Jangan banyak cakap ! ? bentak
Wirotanu ? Tak peduli bagaimana caramu
membangunkan dia. Pendeknya perintah gusti
pangeran Pangiri tak boleh dibantah ?
Diam-diam Setro Riban tertawa, karena
berhasil mempermainkan dua orang
tumenggung itu. Maka jawabnya kemudian ?
Sudilah bendara memberi petunjuk agar beliau
tidak marah ?? Terlalu kau ! ? teriak Surokarti ?
Bangunkan dia habis perkara! Lalu beritahukan
bahwa utusan gusti pangeran Pangiri datang.
Hayo cepat buka pintu! ?
? Baiklah bendara, segera hamba buka ?
Kumbang Hitam Dari Bumi Sengketa Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tetapi Setro Riban tidak juga segera
membuka pintu itu. Dengan berbisik ia
memerintahkan kepada anakbuahnya untuk
mempersatukan diri dengan prajurit yang
sudah siap di sebelah timur pendapa. Di sebelah
barat pendapa dibiarkan kosong memang
mempunyai maksud tertentu. Di tempat itu
memang tidak perlu ada penjagaan, karena
daerah itu sudah merupakan daerah berbahaya.
Di tempat itu telah dipasang jebakan-jebakan
maut berupa lubang maupun jebakan lain berisi
senjata yang dapat bergerak sendiri! Orang yang
tidak mengenal daerah itu niscaya akan celaka
dan nyawa bisa melayang.
Jebakan itu dipersiapkan setelah menderita
pengalaman pahit, ketika hampir celaka
ditangkap Joyo Kancil. Kemudian timbul
kekuatiran Harya Dadaptulis kalau kalau orang
masih akan berbuat jahat lagi. Dengan disiapkan
jebakan itu, tetidak tidaknya akan dapat
menghambat musuh yang datang menyerbu.Pintu gerbang baru dibuka orang setelah
semua prajurit sudah siap beserta alat
senjatanya di sebelah timur pendapa. Sebagian
menempatkan diri di tempat terlindung.
Ketika Surokarti dan Wirotanu bersama
prajuritnya masuk, kedua orang pimpinan
Tamtama ini terkejut. Mereka baru tahu
sekarang, mengapa pintu gerbang tidak segera
dibuka. Agaknya mengulur waktu untuk
mempersiapkan prajurit. Melihat keadaan itu,
sadarlah Wirotanu dan Surokarti, bahwa
tugasnya kali ini bakal menghadapi perlawanan
sengit. Namun sebagai pemimpin prajurit
Tamtama, mereka tidak boleh menunjukkan
rasa kuatir dan takut di hadapan lawan. Maka
dengan dada mengembang dan langkah yang
tegap dua orang itu memimpin prajuritnya
masuk dan menempatkan diri di depan
pendapa.
Tetapi yang membuat Wirotanu dan
Surokarti heran, mengapa sebabnya prajurit
Dadaptulis telah bersiap diri? Apakah
Dadaptulis sudah tahu lebih dahulu bahwa
malam ini ia harus menyerah untuk ditangkap?
Di luar tahu Wirotanu dau Surokarti
maupun para prajuritnya, bahwa ada sebagian
prajurit Dadaptulis yang menempatkan diri dikiri-kanan pintu gerbang sebelah luar. Prajurit
yang sudah bersiap di luar pintu gerbang ini
akan cepat menghujani serangan apabila nanti
terjadi pertempuran dan lawan akan ke luar lewat pintu gerbang itu. Sementara itu masih ada
lagi belasan orang prajurit yang menempatkan
diri di atas tembok. Prajurit-prajurit ini
bersenjata panah dan telah siap menghujani
anak panah kepada lawan.
Tidak terlalu lama Wirotanu dan Surokarti
menunggu. Pintu besar yang menghubungkan
pendapa dan rumah besar terbuka. Lalu
muncullah tumenggung Harya Dadaptulis,
dengan langkah yang tegap dan gagah berjalan
menuju ke pendapa.
? Mari, mari silakan masuk kakang
Surokarti dan kakang Wirotanu ? katanya
dengan ramah dan menghormat,
mempersilakan tamunya ? Waktu begini kakang sekalian datang berkunjung, adakah
keperluan yang amat penting? Mari, silakan
duduk di dalam!?
? Kiranya sudah cukup di sini saja ?
sahut Wirotanu ? Kami datang atas perintah
gusti pangeran Pangiri, sebagai wakil Ingkang
Sinuhun Kangjeng Sultan. Gusti pangeran
Pangiri menghendaki bicara dengan adi padamalam ini juga. Dan diharapkan pula, berangkat
menghadap beliau bersama kami ?
? Bicara tetang apa ? ?
? Gusti pangeran Pangiri tidak
memberitahukan kepada kami tentang apa yang
akan dibicarakan. Namun menurut dugaanku,
tentu amat penting dan tidak bisa ditunda ?
? Hmm ? Dadaptulis mendeham pelahan
? Tidak dapat ditunda? Aneh! Bukankah lebih
enak orang berbicara di saat mata ini tidak
mengantuk? Maka maafkan aku. Katakan
kepada beliau bahwa aku tidak dapat
menghadap sekarang, tetapi esok pagi ?
? Apa ? ? Surokarti menghardik ?
Engkau berani membantah perintah beliau ? ?
Dadaptulis tersenyum ? Sabarlah, kakang.
Aku tidak membantah perintah itu. Hanya aku
mohon bisa ditangguhkan sampai esok pagi.
Beliau calon pengganti raja, tentunya bijaksana
dan mengerti alasanku ini ?
? Adi Dadaptulis! ? kata Surokarti ?
Kapankah seorang hamba berani membantah
perintah junjungannya ? ?
? Tidak perlu kapan-kapan, tetapi
sekarang aku membantah perintah itu, karena
tidak pada tempatnya ! ?? Ah, mengapa engkau bersikap begitu ?
? Surokarti mengeluh ? Inginlah aku memberi
nasehat kepada adi, agar tidak kepala batu
sehingga berani membantah perintah calon raja
? ? Tetapi sebaliknya, calon raja yang
bijaksana takkan berbuat sewenang-wenang,
memanggil orang tidak ingat waktu ! ? bantah
Dadaptulis.
? Adi Dadaptulis ! ? teriak Wirotanu ?
Kalau seorang hamba berani membantah
perintah wakil dan calon raja, tahukah engkau
akan akibatnya? ?
? Tentu saja aku tahu ? sahut Dadaptulis
sambil terteDyum ? Terutama beliau tentu
marah sekali. Yang kedua, tentu menganggap
dan menuduh diriku tidak setia. Yang ketiga,
seorang hamba yang tidak setia akan
mendapatkan hukuman. Untuk melaksanakan
hukuman itu, kemudian dilakukan penangkapan
dengan kekerasan. Bukankah begitu ? ?
? Jika engkau sudah tahu mengapa
membantah ? Apakah engkau tidak takut kalau
ditangkap dengan kekerasan ? ? ancam
Wirotanu.
? Heh, heh, heh ? Dadaptulis terkekeh ?
Jika aku takut ditangkap dengan kekerasan,kiranya keadaan menjadi lain, kakang. Hmm,
aku bukan anak kecil. Aku ingin bertanya
kepada engkau, kapankah utusan wakil dan
calon raja memanggil orang disertai prajurit
tamtama begitu banyak ? Bukankah ini
merupakan tanda pula, bahwa kalian telah
membawa wewenang dan kekuasaan untuk
menangkap aku ? ?
Terhenyak beberapa saat lamanya Wirotanu
dan Surokarti mendengar ucapan Dadaptulis ini.
Sebab ucapan itu amat tepat, sehingga tidak bisa
dibantah.
Tetapi Dadaptulis tidak memerlukan
penjelasan. Ia sudah mempunyai keputusan
yang bulat. Ia takkan menyerah kepada
pangeran Pangiri. Dan sebagai akibat dari
sikapnya ini, hanya ada satu jalan saja yang
dapat ditempuh. Bumi Pajang sudah tidak lagi
mau menerima dirinya sebagai penghuni. Maka
jalan satu-satunya, cepat-cepat pergi.
? Tangkaplah aku kalau memang kalian
menghendaki, toh kalian sudah mendapat
kekuasaan dari pangeran Pangiri! ? kata
Dadaptulis dengan tandas, tanpa tedeng aling aling dan menghilangkan sebutan Gusti ?
Tetapi harap kalian ketahui, bahwa prajurit
yang telah siap itu, takkan membiarkan kalianmencelakai aku. Dan jangan salahkan aku kalau
pedang dan tombak yang tidak bermata itu
salah masuk ke dalam jantung. Aku tidak tahu
siapa yang bakal ke luar sebagai pemenang dan
selamat dari pagutan maut. Namun kalian perlu
tahu, bahwa kemungkinan besar nyawa kalian
bersama prajurit akan melayang di tempat ini
juga. Lihatlah baik-baik di atas tembok itu.
Pasukan pemanah telah siap dengan busur dan
anak-panahnya. Sekali kuberi perintah, akan
segera terjadi hujan anak panah. Akan meneduh
kemana kalian? ?
Mau tak mau Wirotanu dan Surokarti
memutar tubuh mengarahkan pandang ke arah
yang ditunjuk oleh Dadaptnlis. Apa yang
dilakukan dua orang ini diikuti pula oleh anak
buahnya. Melihat itu tergetarlah hati mereka.
Dalam keadaan itu, berarti harus menghadapi
musuh dari dua arah. Ini perlu diperhitungan
pula sebelum terjadi.
Dadaptulis tertawa terkekeh lagi, kemudian
berkata keras dengan maksud agar dapat
didengar oleh para prajurit yang telah disiapkan
di kiri dan kanan pintu gerbang ? Dan kalian
perlu tahu juga, agar tidak menyesal. Bahwa
disamping pasukan pemanah yang telah siap di
atas tembok, di luar pintu gerbangpun telah siapprajurit-prajuritku, yang menyambut di kala
kalian mengundurkan diri ?
Mendengar teriakan Dadaptulis itu semua
prajurit yang berada di luar tembok dapat
menanggapi maksud tuannya. Kemudian
dengan senjata terhunus para prajurit itu telah
berlompatan memenuhi pintu gerbang.
Wirotanu, Surokarti dan semua prajuritnya
terkesiap. Mereka tidak pernah mimpi bahwa
dalam waktu singkat, tumenggung Harya
Dadaptulis mampu mempersiapkan prajuritnya
sedemikian rupa.
Dalam hati Wirotanu maupun Surokarti
marah sekali. Jelas bahwa tugas untuk
menangkap Dadaptulis tidak mudah
dilaksanakan. Dan apabila menggunakan
kekerasan, jelas segera akan pecah
pertempuran sengit. Lalu kedua belah fihak
akan berjatuhan korban. Melihat gelagat yang
tidak menguntungkan ini, sudah tentu baik
Wirotanu maupun Surokarti tidak berani
gegabah. Kemudian timbul pertimbangan,
bahwa lebih baik mengundurkan diri, kemudian
memberi laporan kepada pangeran Pangiri.
Dalam hati timbul kepercayaan mereka, bahwa
tidak urung tumenggung Dadaptulis takkanberani berlagak, apabila prajurit Pajang yang
berjumlah besar menyerbu rumah ini.
? Hmm, baiklah ! ? akhirnya Surokarti
berkata setelah menghela napas panjang ?
Demi persahabatan yang telah kita jalin sejak
lama, malam ini aku mengalah. Tetapi aku
berharap, agar esok pagi adi Dadaptulis
memenuhi panggilan gusti pangeran ?
? Ya, memang tiada keuntungan apabila
kita berkelahi ? Wirotanu menimpali ? Maka
akupun berharap, agar engkau tidak mencoba
melawan perintah gusti pangeran. Esok pagi
engkau harus menghadap ke sana dan nanti aku
akan memberi laporan ?
Dadaptulis tersenyum mengejek, berhasil
membuat dua orang utusan calon raja
ketakutan. Jawabnya kemudian ? Mudahmudahan saja aku dapat memenuhi panggilan
itu ?
Akhirnya Wirotanu, Surokarti dan seluruh
prajuritnya mengundurkan diri. Kepergian
mereka dibekali oleh ejekan dan cemohan dari
mulut para prajurit Dadaptulis. Namun baik
Wirotanu, Surokarti dan seluruh prajurit tidak
seorangpun yang membalas. Hanya di dalam
hati mereka mengancam untuk membalas
dendam esok pagi.? Engkau sudah tahu maksudku
mengurungkan menangkap dia malam ini? ?
tanya Surokarti.
? Belum ? sahut Wirotanu.
? Tapi mengapa engkau tadi ikut
menganjurkan esok pagi menghadap gusti
pangeran ? ?
? Karena aku memperhitungkan,
kedudukan kita amat sulit ?
? Heh, heh, heh, sesungguhnya bukan
hanya itu. Lupakah bahwa kita mempunyai
tugas rangkap malam ini? Kitapun harus
menangkap tumenggung Mayang. Hmm, aku
berpendapat bahwa lebih baik berhasil salah
satu dari pada gagal seluruhnya ?
? Engkau percaya bahwa kita akan
berhasil menghadapi Mayang? ?
? Ya. Ada perbedaan watak antara Mayang
dan Dadaptulis, di samping perbedaan
persoalan. Di samping itu, adi, pengalaman tadi
menyadarkan aku untuk merobah sikap .... ?
? Ehh, merobah sikap bagaimana
maksudmu ? _____
? Begini. Apabila kita langsung
Kumbang Hitam Dari Bumi Sengketa Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memberitahukan, bahwa kita datang atas
perintah gusti pangeran, bisa jadi peristiwa
akan terulang. Oleh sebab itu setujukah engkau,bahwa kita datang dengan maksud memberi
kabar tentang Pabelan? ? Surokarti
menjelaskan siasatnya.
? Ahh, engkau cerdik. Ya, alasan itu tepat
sekali, kakang. Tetapi dengan sejumlah prajurit
kita ini, dapatkah dia percaya? ?
? Tentu saja aku tidak setolol itu. Prajurit
kita perintahkan untuk bersembunyi. Hanya
kalau keadaan memerlukan saja, kita
perintahkan mereka untuk bertindak ? sahut
Surokarti dengan bangga.
? Bagus ! Aku percaya siasatmu pasti
berhasil. Heh, heh, heh, dengan begitu kita akan
dapat menebus kegagalan kita. Hingga gusti
pangeran tidak terlalu marah kepada kita ?
sambut Wirotanu mantap.
Demikianlah, dengan gerak cepat mereka
semua menuju ke rumah tumenggung Mayang.
Letak rumah tumenggung Mayang memang
cukup jauh, di luar ibu kota Pajang sebelah
selatan. Maka memerlukan perjalanan yang
agak lama. Itulah sebabnya ketika mereka
mencapai desa Mayang, waktu sudah fajar
pagi......... ,
Bersambung Jilid 4Sumber Pustaka : Ko Aditya Indra Jaya
Sumber Image : Koh Awie Dermawan
first share in Kolektor E-book
Pringsewu 2/1/2019 22:59 PMP e n e r b i t :Karya :
W i d i Wi d a y a t
Terdaftar :
KEJARI No. 274/1.3. Slo. I / VII / 1979
No. Pol. 163/ Sen / Intel Pam / VII / 1979hiasan gambar :
Hak cipta dilindungi undang-undangerajaan Pajang merupakan mata rantai
kesinambungan kerajaan Demak dan
Mataram. Di mana bumi menjadi sengketa dari
keinginan dan nafsu-nafsu kekuasaan maka
merahlah bumi itu dengan darah para pejuang
penegak keadilan, pandu-pandu kebenaran dan
insan-insan pemburu kekuasaan, keduniawian.
Diantara gejolak perebutan kekuasaan,
gemerin-cing senjata dan gelimang darah,
merekahlah sekelumit kisah asmara yang
membara bumi sengketa itu.
Asmara itu pancaran rasa hati. Darah itu
hamburan gelora nafsu. Tangan tangan kotor
dapat membunuh jiwanya tetapi tak kuasa
membasmi bara asmara putera seorang
tumenggung dengan sang dyah Ayu Sekar
Kedaton.
Karena asmara itu azasi Rasa dan Kodrat.
P e n .ebagai orangtua, tumenggung Mayang dan
isterinya sulit tidur sejak tengah malam,
karena putera tunggalnya belum juga kunjung
pulang. Bagi nyi tumenggung ada dua masalah
yang selalu memenuhi benaknya. Yang pertama,
diam-diam ia agak kuatir juga apabila anaknya
menemui halangan. Karena bagi seorang lakilaki, masuk ke Keputren merupakan larangan
keras. Pelanggaran atas larangan itu,
hukumannya cukup berat. Sedang yang kedua,
sesungguhnya apabila Pabelan sudah pulang, ia
ingin sekali mendapatkan keterangan dari
anaknya. Apa sajakah yang dibicarakan dengan
Ratu Sekar Kedaton! Ingin sekali ia memperoleh
jawaban dari anaknya, tentang harapannya.
Adakah perhatian istimewa dari puteri ituterhadap Pabelan? Sungguh, betapa bahagia
hatinya yang sudah tua ini, bilamana anaktunggalnya itu pada akhirnya bisa
mempersunting puteri raja. Bukankah dengan
terlaksananya perkawinan itu akan berarti
mengangkat derajad orangtuanya?
Berkali-kali nyi tumenggung Mayang ke luar
dari kamarnya. Ia bertanya kepada para dayang
yang bertugas jaga di rumah besar, apakah
Pabelan sudah pulang. Tetapi jawaban yang
diberikan selalu sama, belum pulang. Dan ketika
sudah dini hari, ibu ini menjadi gelisah. Tidur
tak dapat, duduk tak enak dan hilir-mudikpun
akhirnya lelah. Semuanya serba tak enak.
Untung tumenggung Mayang belum juga
tidur. Memang telah menjadi kebiasaan
tumenggung Mayang, selalu tidur terlambat.
Malah kadang pula, dini hari baru tidur dan fajar
pagi telah bangun lagi. Mendengar suara
langkah kaki di luar kamarnya, ia bergegas
keluar. Ketika melihat isterinya masih hilirmudik belum tidur, ia menegur ? Mengapa
engkau belum tidur, bu? ?
? Hatiku gelisah terus ? sahutnya resah
? Mengapa Pabelan belum juga pulang? ?
? Dia sudah bukan anak kecil lagi, bu ?
hiburnya ? kalau sekarang belum juga pulang,tentu ada kepentingan lain yang harus
diselesaikan. Mungkin sekali, sesudah pulang
dari Keputren, dia terus pergi menghadap, gusti
pangeran benowo ?
? Tetapi perasaanku berbeda dari harihari biasa ? kata isterinya ? Aku berdebaran
terus dan merasa kuatir. Apa yang terjadi
apabila kehadirannya ke Keputren itu diketahui
orang lain? ?
? Ah, engkau jangan berpikir yang tidaktidak ? nasehat suaminya ? Pabelan sudah
biasa menghadap gusti Kangjeng Ratu, dan
dapat membedakan keadaan aman atau
membahayakan. Di samping itu, tentunya
Kangjeng Ratupun akam berusaha melindungi
keselamatannya ?
Tetapi walaupun ia mengucapkan kata-kata
seperti itu, sesungguhnya timbul pula rasa
kuatir dalam hatinya. Memang kenyataannya,
keadaan sekarang berlainan dengan hari-hari
yang telah lalu. Jangan-jangan Pabelan benarbenar berhadapan dengan bahaya.
? Sesungguhnya, apa sajakah yang ingin
dibicarakan Kangjeng Ratu? Bukankah Kangjeng
Ratu bisa berkirim surat saja dan memberikan
perintah-perintahnya. Mengapa harus
memanggil Pabelan ke sana? ?? Aku sendiri kurang tahu ? sahut
tumenggung Mayang sambil mengangkat bahu.
? Hmm ? isterinya menghela napas
pendek ? Apakah tidak sebaiknya kangmas
pergi ke Pajang, untuk melihat-lihat? Ahh ....
walaupun aku sudah berusaha, tetapi mengapa
terus kuatir saja? ?
? Aku mengerti perasaanmu, justeru
anakmu hanya seorang saja ? sahut suaminya
? tetapi anakmu bukan anak kecil lagi.
Percayalah engkau, bahwa Pabelan akan pandai
mengenal keadaan. Sekarang mengasolah,
tenangkan hatimu dan berdoalah agar anakmu
selamat ?
? Tetapi bagaimana aku dapat mengaso
dan tidur ....?_
? Cobalah sekali lagi dan mohonlah
kepada Tuhan agar hatimu tenang. Serahkanlah
semuanya kepadaNYA ?
Sesungguhnya nyai tumenggung ingin
membantah lagi, tetapi ia merasa sungkan.
Maka kemudian dengan lesu ia masuk ke
kamarnya. Namun sampai penat berbaring tak
juga dapat tidur. Perasaannya selalu dikejarkejar kekuatiran dan kecemasan.
Biasanya dalam hubungan keluarga,
perasaan wanita lebih tajam dibanding denganpria. Kalau saja tumenggung Mayang mau
memperhatikm keluh kesah isterinya, serta dia
bersedia pula pergi ke Pajang melihat-lihat,
mungkin ia dapat menolong anaknya dalam
kesulitan dikeroyok prajurit Tamtama.
Setelah melihat isterinya masuk ke kamar,
tumenggung Mayang membuka pintu besar
yang menuju ke pendapa. Ada dorongan hatinya
untuk menjenguk keadaan di luar, apakah para
prajurit jaga melaksanakan tugasnya dengan
baik ataukah sebaliknya.
Secara kebetulan ke luarnya tumenggung
Mayang ke pendapa ini bersamaan dengan
kedatangan Wirotanu dan Surokarti beserta
prajuritnya. Tumenggung Mayang terkejut
ketika mendengar pintu gerbang diketok orang
dan terdengar pula teriakan orang dari luar
pintu ? Tolong, buka pintu! Aku tumenggung
Surokarti, ingin bertemu dengan adi
tumenggung Mayang
Mendengar itu tumenggung Mayang
terkejut. Mengapa sepagi begini sudah ada
orang datang iugin bertemu dengan dia? Tetapi
ia cukup mengenal, siapakah tumenggung
Surokarti. Di samping itu ia menduga bahwa
kedatangan orang sepagi ini tentu membawa
berita amat penting.Ia menghampiri prajurit jaga di pendapa
lalu katanya ? Aku mendengar kangmas
tumenggung Surokarti datang. Perintahkan
kepada prajurit penjaga pintu untuk
membukanya dan persilakan tamu itu langsung
ke mari ?
? Sendika dawuh ? sahut prajurit itu
sambil memberi hormat, kemudian dengan
langkah cepat menuju ke rumah jaga.
Pada mulanya para prajurit penjaga pintu
gerbang ragu untuk membuka pintu. Namun
setelah mendapat perintah langsung dari
tumenggung Mayang, tanpa ragu lagi pintu
gerbang segera dibuka.
? Silakan bendara tumenggung langsung
ke pendapa ? ujar prajurit penjaga pendapa
dengan sikap amat menghormat ? Kebetulan
sekali bendara tumenggung sudah bangun ?
Bergegas tumenggung Surokarti dan
Wirotanu menuju ke pendapa, sedang delapan
orang prajurit yang mengawal berhenti di
depan pendapa. Prajurit yang lain, seperti
rencana semula bersembunyi di tempat-tempat
yang gelap di luar tembok.
Tumenggung Mayang menyambut tamunya
dengan ramah ? Ah, pagi-pagi begini kangmas
Surokarti dan kangmas Wirotanu memerlukanberkunjung kemari, entah apakah ada berita
yang amat penting. Mari, mari silakan duduk ?
? Terima kasih ? sahut Wirotanu dan
Surokarti hampir berbareng sambil tersenyum
ramah.
? Perkenankanlah saya bertanya, berita
penting apakah yang harus saya dengar dari
kangmas berdua ? tanya tumenggung Mayang
setelah duduk berhadapan dengan tamunya.
Surokarti batuk-batuk beberapa kali
sebelum menjawab Sesudah mengamati tuan
rumah sejenak barulah ia berkata ? Lebih dulu
maafkat lah kami datang pada hari sepagi ini.
Tetapi dimas kedatangan kami kemari ini tak
lain atas perintah Ingkang Sinuhun Kangjeng
Sultan ?
? Ah .... ! ? Tumenggung Mayang berseru
kejut mendengar disebutnya nama raja itu.
Kalau hari sepagi ini raja mengutus orang
menemui dirinya, tentu ada persoalan yang
amat penting. Tiba-tiba jantungnya berdegup
keras dan rasa kuatir menyesak dadit.
Teringatlah ia akan Pabelan yang pergi kc
keraton menemui Ratu Sekar Kedaton dan
sampai sekarang belum juga pulang.
Mungkinkah kehadiran Surokarti dan Wirotanu
ini sehubungan dengan Pabelan yang masuk keKeputren ? Kalau begitu .... ahh .... ia menghela
napas. Mungkinkah kehadiran Pabelan ke Keputren tadi malam diketahui orang? Dan
mungkinkah Pabelan tertangkap oleh Tamtama
? ? Bagaimana .... bagaimanakah isi perintah
Ingkang Sinuhun Kangjeng Suitan ? ? tanya
tumenggung Mayang dengan nada tak lancar.
? Ingkang Sinuhun Kang jeng Sultan
memerintahkan kami untuk memanggil dimas
Mayang beserta isteri datang ke Pajang
sekarang ini juga! ? sahut Wirotanu
mendahului kawannya, hingga membuat
Surokarti agak terkejut dan kurang senang.
? Menghadap ke Pajang sekarang juga? ?
tumenggung Mayang minta ketegasan.
? Benar ? sahut Surokarti ? Dan atas
titah Ingkang Sinuhun, di saat dimas sekalian
menuju ke Pajang harus dengan "kalung cinde".
Maaf, dimas Mayang hendaknya tidak menduga
buruk. Sebab kehadiran kami ke mari hanyalah
melaksanakan titah raja ?
Betapa kejut tumenggung Mayang
mendengar "kalung cinde" ini, sulit dilukiskan.
Ia berdiam mematung beberapa saat, sepasang
matanya merah membara. Setiap hamba raja
tahu belaka apa arti "kalung cinde" ini. Kalungcinde berarti tertuduh melakukan kesalahan
Kumbang Hitam Dari Bumi Sengketa Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terhadap raja atau kerajaan. Maka kalau
menurutkan perasaan hatinya, inginlah ia
segera menghunus keris dan menyerang utusan
itu sampai mati daripada harus menyerah
sebagai seorang hukuman. Namun sepercik
kesadaran masih menghuni di dalam relung
hatinya. Bahwa sebagai hamba raja, tidak
selayaknya melawan perintah junjungannya.
Mata yang semula merah membara, kembali
padam dan tenang lagi. Hatinya sudah paserah
apa yang akan diterima dari raja.
? Dimas Mayang, kami datang hanya
sebagai pelaksana titah raja ? kata Wirotanu
yang agak kuncup hatinya ketika melihat
perobahan mata tuan rumah tadi ? Karena
Pabelan berbuat dosa masuk ke dalam Keputren
dan bercengkerama dengan gusti Kangjeng Ratu
Sekar Kedaton ?
? Ahh ... hemm ? tumenggung Mayang
berseru juga, kemudian menghela napas
pendek, sekalipun sudah menduga sebelumnya
? Ya, sudah aku duga .... ?
Surokarti dan Wirotanu melengak kejut
mendengar ucapan tumenggung Mayang ?
Kalau demikian, dimas tahu apa yang dilakukan
Pabelan malam ini? ? tukas Surokarti.Tumenggung Mayang menghela napas
panjang. Ia tidak segera menjawab. Timbul
kekuatiran dalam hatinya. Orang tentu mengira,
bahwa pertemuan antara laki-laki dan
perempuan, apa lagi yang dibicarakan selain
soal cinta? Ia kuatir kalau orang menuduh
seperti itu. Tetapi sebaliknya ia pun tidak
mungkin berterus terang kepada orang lain, apa
yang sebenarnya dilakukan Pabelan. Kata sudah
terlanjur diucapkan, maka kemudian ia
menjawab ? Ya, memang aku tahu ... ?
Surokarti manggut-manggut, katanya ?
Sekarang secepatnya dimas bersiap diri dan
segera bersama-sama dengan kami menghadap
Kangjeng Sultan ?
? Hmm baiklah. Nah terimalah kerisku
sebagai tanda menyerah. Sekarang berilah
kesempatan untuk memberitahu kepada
isteriku ?
Tumenggung Mayang menyerahkan
kerisnya kepada Surokarti, kemudian ia berdiri
dan bergegas masuk ke rumah meninggalkan
tamunya.
Betapa kaget nyai tumenggung Mayang
mendengar kabar dari suaminya. Pecahlah
tangisnya meratap-ratap, membuat iba bagi
yang mendengarkan. Tumenggung Mayangmenguatkan hatinya, menghibur dan membujuk
isterinya agar segera mempersiapkan diri untuk
bersama menghadap raja ke Pajang.
Agak lama juga Surokarti dan Wirotanu
menunggu, tetapi tumenggung Mayang dan
isterinya belum juga muncul. Wirotanu menjadi
kuatir, jangan-jangan tumenggung Mayang
melarikan diri lewat pintu belakang ? Mengapa
Mayang terlalu lama ? ? gerutunya tak sabar ?
Hah, jangan-jangan dia menipu kita dengan pura
pura menyerahkan keris pusakanya ?
Surokaiti cepat berkata menyabarkan ?
Sabarlah, jangan cepat menduga buruk. Aku
telah mengenal watak Mayang sejak lama. Dia
seorang ksatrya sejati dan pantang berbuat
seperti pengecut. Maka percayalah dia takkan
melarikan diri ? berhenti sejenak untuk
menyelidik kesan Wirotanu, lalu lanjutnya ? Di
samping itu engkau harus ingat bahwa anaknya
hanya seorang. Dia belum tahu kalau Pabelan
telah mampus. Sebagai orangtua, dia tentu
berusaha keras menolong anak tunggalnya
walaupun harus mengorbankan dirinya.
Percayalah engkau bahwa dugaanku ini tentu
benar ?
Wirotanu hanya mengangguk-angguk.
Dalam hatinya masih timbul rasa sangsi.Menunggu adalah pekerjaan yang
membosankan. Apalagi bagi Wirotanu. Untuk
mengisi waktu yang membosankan ini, ia
pergunakan merancang sebuah rencana untuk
mencari muka kepada anakbuahnya. Ia berniat
akan menyenangkan hati anakbuahnya yang
sudah lemah semangatnya karena kelelahan.
Kemudian ia minta persetujuan kepada
Surokarti ? Kakang, aku mempunyai sebuah
rencana ? katanya ? tetapi aku minta
persetujuanmu lebih dahulu ?
? Rencana apa ? ?
? Aku ingin menghibur hati anakbuah kita.
Tentunya kakang sendiri tahu bahwa para
prajurit kita sudah lesu, lelah dan mengantuk.
Untuk membesarkan hati dan semangatnya,
apakah salahnya kalau kita menghiburnya ? ?
? Ehh, aku tidak tahu apa maksudmu.
Katakan terus terang bagaimana rencanamu! ?
? Menurut pendapatku, para prajurit akan
merasa gembira, semangatnya bangkit,
gairahnya menyala-nyala kalau diberi umpan.
Apabila seorang pimpinan prajurit pandai
menyenangkan hati anakbuahnya, aku percaya
mereka semua akan setia dan tunduk. Maka ...
?? Engkau jangan menggurui aku, huh! ?
tukas Surokarti kurang senang ? Sangkamu
aku tidak becus memimpin prajurit? ?
Wirotanu tersenyum katanya ? Maaf,
kakang. Bukan maksudku menggurui kakang.
Menurut pendapatku, Mayang itu telah
dianggap berdosa kepada raja karena tak pandai
mendidik anaknya. Sudah merupakan kelajiman
bahwa seseorang hamba yang ditangkap karena
berdosa kepada kerajaan, harus dibuat tak
berdaya sama sekali. Sedang cara yang lajim
dilakukan, merampas habis harta kekayaannya
dan kemudian membakar rumahnya. Sekarang
aku ingin tanya kepada kakang, setujukah
kakang apabila prajurit kita diberi kesempatan
menyerbu isi rumah Mayang, kemudian
membakar rumah ini ? ?
Untuk beberapa jenak Surokarti berdiam
diri. Ia mempertimbangkan lebih dulu sebelum
menyetujui usul itu. Betapapun, hubungannya
dengan Mayang begitu akrab. Sampai hatikah ia
melihat para prajuritnya merampok harta
benda Mayang, kemudian membakar rumahnya
sekali? Namun kemudian timbul pengakuan
dalam hatinya bahwa malam ini ia dapat
menyelesaikan sebagian tugasnya berkat
bantuan para prajuritnya. Mereka telah payahdan mengantuk. Kiranya usul Wirotanu ini akan
menjadi obat mujarab untuk membangkitkan
semangat dan kesetiaan mereka, baik kepada
dirinya sendiri maupun kepada kerajaan Pajang.
Tetapi kemudian timbul lagi rasa ragu.
Bagaimana kalau diminta pertanggungan
jawabnya atas perbuatan anak buahnya itu ?
? Pada pokoknya aku menyetujui ?
akhirnya ia memberikan keputusannya ? tetapi
bagamanakah aku harus mempertanggung
jawabkan kalau gusti Pangeran menanyakan
masalah ini? ?
? Jawabnya tidak sulit. Aku dan kakang
memberi alasan tidak kuasa lagi menahan
kemarahan para prajurit karena penghinaan
Pabelan terhadap kerajaan. Tak dapat
dikendalikan lagi mereka bertindak membakar
rumah tumenggung Mayang. Kita tidak usah
menyebut-nyebut tentang harta benda yang
disita untuk mereka sendiri ?
? Kalau begitu baiklah, aku setuju. Tetapi
semua ini harus kau atur sebaik-baiknya, agar
tidak terjadi pertengkaran diantara mereka ?
Tidak lama kemudian tumenggung Mayang
bersama isterinya keluar ke pendapa. Mereka
telah siap memenuhi titah raja dalam
kedudukan sebagai orang pesakitan. Walaupundemikian, nyai tumenggung masih terus
menangis di sepanjang jalan. Ia mengeluh,
mengapa anaknya kurang hati-hati sehingga
tertangkap dan melibatkan kesalahannya
kepada orangtua.
Sesuai dengan rencana Wirotanu, semua
prajurit tidak meninggalkan tempat. Sedang
tumenggung Mayang dan isterinya,
meninggalkan rumah hanya dikawal oleh
Surokarti dan Wirotanu. Belum jauh
tumenggung Mayang dan isterinya
meninggalkan rumah, para prajurit sudah
menyerbu rumah untuk menggasak harta benda
milik tumenggung Mayang. Pada mulanya
prajurit tumenggung Mayang berusaha
menghalangi perbuatan orang-orang tak
bertanggung jawab itu, tetapi karena jumlahnya
lebih kecil, mereka dengan mudah dapat dihalau
sehingga melarikan diri membawa lukalukanya.
Setelah semua barang-barang berharga
ludes berpindah ke kantong para prajurit
tamtama, terakhir yang dikerjakan yalah
membakar rumah. Kemudian mereka cepatcepat meninggalkan kobaran api itu menyusul
sang pimpinan untuk mengawal tumenggung
Mayang dan isterinya.elah menjadi kebiasaan Sultan Hadiwijaya,
bangun menjelang fajar dan kemudian
melemaskan kaki berjalan-jalan mengitari
pelataran keraton, setelah menderita gering
beberapa lama. Untuk memulihkan
kesehatannya hanyalah dengan mengeluarkan
sedikit tenaga yalah berjalan-jalan menjelang
fajar, sampai pagi tiba.
Sedang enak-enak berjalan jalan sambil
berbincang-bincang dengan isterinya, tiba-tiba
muncullah kedua orang menantunya. Sultan
Hadiwijaya dan isterinya agak heran, karena
tidak biasanya putera-putera menantunya ini
menghadap pada saat seperti ini. Kemudian
Sultan melambaikan tangan ke arah dua orang
menantunya itu sambil menyapa ? Ada apakahsepagi ini puteraku berdua datang menemui
aku? Apakah ada sesuatu yang amat penting ? ?
Seperti mendapat aba-aba dua orang
menantu itu menghaturkan sembah bersamasama. Kemudian dengan sikap sangat
menghormat, pangeran Pangiri menjawab ?
Ampunilah hamba, rama, karena sepagi ini
hamba telah berani mengganggu rama sekalian.
Tetapi karena telah terjadi peristiwa yang amat
penting, sehingga hamba tidak berani menundanunda terlalu lama ?
Sultan Hadiwijaya mengerutkan kening ?
Peristiwa penting? ? tanyanya ? Mari kita
bicara di dalam agar lebih tenang ! ?
Dengan bimbingan tangan isterinya, sultan
Hadiwijaya melangkah pelahan masuk ke
pendapa diiring oleh kedua orang putera
menantunya. Setelah semuanya duduk, sultan
Hadiwijaya bertanya ? Peristiwa apakah itu?
Coba ceritakan. Ah, selama aku sakit, bertambah
banyak masalah yang harus kuhadapi ?
Raja berpaling kepada isterinya dan
perintahnya ? Istirahatlah diajeng, dan tiliklah
kebutuhanku setiap pagi apakah telah siap
semuanya? ?? Sendika, kangmas ? sahut isterinya ?
sebentar akan hamba suruh seorang dahyang
mengantar teh panas ke sini ?
? Rama, ampunilah hamba yang telah
lancang, sepagi ini mengganggu rama ? kata
pangeran Pangiri sesaat setelah ibu mertuanya
meninggalkan tempat itu ? Tetapi hamba tidak
dapat menunda-nunda waktu berhadapan
dengan masalah ini, yang bersangkut paut ...
dengan diajeng Ratu Sekar Kedaton.........?
? Aihh ....ada apa dengan Sekar Kedaton? ?
Sultan Hadiwijaya amat terkejut sampaisampai membelalakkan matanya.
? Rama, semalam hamba memperoleh
laporan bahwa diajeng Ratu Sekar Kedaton
menerima seorang pria dalam kamarnya.........?
? Apa ? Laki-laki ? Kurang ajar !!! Apakah
Sekar Kedaton sudah menjadi perempuan tanpa
harga, menjadi kurang ajar berkencan dengan
laki-laki ? Huh, ulah perempuan seperti itu
menodai keraton dan mencemarkan nama
keluarga. Uh, uh, uh .... uh, uh, uh .... ? Tiba-tiba
raja terbatuk-batuk, mukanya pucat dan
napasnya sesak. Batinnya terpukul, karena apa
yang dilakukan Sekar Kedaton sungguhsungguh mencemarkan derajat Pajang.Sambil masih terbatuk-batuk, raja berusaha
meneruskan katanya ? Uh, uh, uh ... siapakah
laki-laki itu? Katakan, siapa ! ?
? Laki-laki itu bernama Pabelan, anak
tumenggung Mayang ? pangeran Pangiri
menerangkan.
Kumbang Hitam Dari Bumi Sengketa Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
? Ahhh . . . Pabelan? ?
? Benar, rama ?
? Sudah kau tangkapkah dia? ?
? Dia melawan. Dan akhirnya mati
terbunuh ?
? Ahhh ... ! Mengapa selancang itu kau
lakukan, Pangiri? Sultan Hadiwijaya
mengerutkan alis dan menatap wajah Pangiri
dengan tajam ? Betapapun besar kesalahan
orang, tidak pada tempatnya dibunuh tanpa
pemeriksaan lebih dahulu. Apa kata orang kalau
mendengar perkara ini! Justeru raja Pajang
terkenal sebagai raja yang bijaksana. Salahsalah orang akan cepat salah faham hingga
beranggapan, bahwa aku sekarang telah
berobah menjadi seorang raja yang kejam. Ah,
Pangiri. Mengapa engkau lakukan tindakan
seperti itu? ?
Adipati Tuban yang sejak tadi tidak
membuka mulut, kini mulai bersuara ? Rama,
ampunilah hamba mencampuri masalah ini.Sesungguhnya semalam telah diusahakan agar
Pabelan menyerah. Tetapi harapan itu tidak
terwujut karena Pabelan keras kepala. Bukan
saja tidak mau menyerah, tetapi juga telah
mengucapkan kata-kata yang menyakitkan hati
? ? Apa yang dikatakan ? ?
? Pabelan menyombongkan diri sebagai
pemuda yang perkasa, sebagai kemenakan
kangmas Senopati dan anak tumenggung
Mayang. Kesombongannya itu menyebabkan
kemarahan prajurit tamtama. Dia dikeroyok dan
akhirnya mati terbunuh ?
? Lalu jenasahnya ? ?
? Dibuang dan hanyut di sungai
Laweyan?
? Hemm ... ? Sultan Hadiwijaya menghela
napas dalam dan untuk beberapa saat tidak
berkata apa-apa.
Sebagai seorang tua yang bijaksana dan luas
pengalaman, mendengar jawaban adipati Tuban
ini, malah menjadi curiga. Antara adipati Tuban
dengan Senopati telah terjadi ketegangan dan
perselisihan. Kiranya bukan hal yang mustahil
kalau adipati Tuban berusaha memburukburukkan nama Senopati.? Pangiri ! Mengapa sekejam itu
tindakanmu ? ? tegur Sultan Hadiwijaya ?
Tidakkah kau perhitungkan lebih dahulu
kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi ?
Bagaimanapun Pabelan kemenakan Senopati.
Apakah engkau dapat
mempertanggungjawabkan kalau Senopati
menyesalkan peristiwa ini? ? Sultan
Hadiwijaya menyesal sekali dengan terjadinya
kekejaman atas diri Pabelan itu. Pabelan adalah
kemenakan Senopati. Bagi Sultan Hadiwijaya,
kasih sayangnya kepada Senopati sulit diukur
lagi. Kasih sayang yang tidak bedanya dengan
putera sendiri ... Itu pula sebabnya pendiriannya
tidak mudah digoyahkan dalam menghadapi
Mataram. Ia belum juga mau percaya bahwa
Senopati telah mempersiapkan diri melawan
Pajang. Satu hal yang diaaggap mustahil oleh
raja. Apa kekurangannya Senopati sampai
melawan Pajang? Sebaliknya tidak demikian
pendapat pangeran Pangiri dan adipati Tuban.
Kalau peristiwa Pabelan itu membangkitkan
kemarahan Senopati, itulah yang diharapkan.
? Rama, ampunilah hamba ? sembah
pangeran Pangiri ? Apa yang terjadi semalam
memang tidak terduga-duga. Keadaan menjadi
amat panas oleh sikap Pabelan yang sombong.Hamba sendiripun ikut panas dan terhina, maka
hamba tidak mencegah ketika dengan
kemarahan meluap-luap prajurit-prajurit
menyeret tubuh Pabelan dan dilempar ke sungai
Laweyan ?
? Semuanya telah terjadi ? katanya
melanjutkan ? sesal tiada berguna. Kalau
sampai kangmas Senopati marah, hamba takkan
lari dari tanggung jswab. Malah semalam hamba
telah memerintahkan uniuk menangkap
tumenggung Mayang dan Dadaptulis ?
? Ah, sudah berhasil? ? tanya Sultan
Hadiwijaya terkejut.
? Hamba masih menunggu Surokarti dan
Wirotanu ?
? Apa alasanmu menangkap mereka ? ?
? Hamba berpendapat bahwa peristiwa
semalam tidak berdiri sendiri. Jelas tidaklah
mungkin Pabelan berani bertindak sekurang
ajar itu tanpa bantuan yang tua. Itu pula
sebabnya menurut pendapat hamba, kesalahan
bukan hanya Pabelan seorang yang harus
bertanggung jawab, tetapi juga harus menjadi
tanggung jawab dua orang tua itu ?
? Sayang, engkau telah bertindak terburu
nafsu, hanya menurutkan hati yang panas ?raja mencela, kemudian menghela napas
panjang.
Untuk beberapa saat lamanya keadaan
hening. Tidak seorangpun membuka suara,
agaknya belum tahu apa yang harus diucapkan.
Biru beberapa jenak kemudian raja berkata lagi
? Hemm .... semuanya terjadi. Dan semua ini
tidak cukup hanya disesalkan. Hai ........apa itu
,,,,,? ?
Pangeran Pangiri dan adipati Tuban
memalingkan kepala. Tampak seorang hamba
bermaksud datang menghadap. Pangeran
Pangiri segera melambaikan tangan memberi
isyarat agar hamba itu datang mendekat. Hamba
itu melaporkan bahwa tumenggung Surokarti
dan Wirotanu telah tiba dan ingin menghadap
pangeran Pangiri.
? Suruh menunggu di bangsal, sebentar
aku datang perintah pangeran Pangiri.
? Sendika, gusti ? sahut hamba itu sambil
menghaturkan sembah, kemudian
mengundurkan diri.
? Ada apa? ? tanya raja.
? Rama, seperti telah hamba laporkan tadi
bahwa hamba telah memerintahkan kepada
Surokarti dan Wirotanu untuk menangkap
tumenggung Mayang dan Dadaptulis ? sahutpangeran Pangiri ? Sekarang Surokarti dan
Wirotanu telah datang, maka perkenankanlah
sekarang hamba mohon titah rama. Apa yang
harus hamba lakukan kepada kedua orang
berdosa itu? Tepatlah kiranya kalau mereka
dihukum mati? ?
Adipati Tuban menyela kata ? apabila
hamba diperkenankan untuk mengusulkan,
kiranya akan lebih tepat kalau tumenggung
Mayang maupun Dadaptulis dihukum gantung
saja di alun-alun. Menurut pendapat hamba,
hukuman gantung itu lebih tepat. Agar dengan
hukuman tersebut dapat membuat kawula
Pajang takut, sehingga tidak akan berani
mencoba atau meniru apa yang telah dilakukan
oleh Pabelan ?
Sultan Hadiwijaya menghela napas dalam
dan tidak segera memberi jawaban. Diam-diam
ia terkejut mendengar usul dua orang
menantunya itu.
Karena raja tidak segera memberi jawaban,
maka adipati Tuban mengedipkan matanya
memberi isyarat kepada pangeran Pangiri, Atas
isyarat itu pangeran Pangiri mengangguk. Ia
masih ingat rencana semalam.
Adipati Tuban terbesar hati mendapat
persetujuan pangeran Pangiri itu. Maka sebelumraja dapat menentukan sikap, ia harus
mendahului.
? Rama, ampunilah hamba. Memang ada
sebabnya hamba lancang mengusulkan seperti
itu. Maksud hamba, ingin memancing sikap
kangmas Senopati. Kalau benar dia masih tetap
setia kepada Pajang seperti dugaan rama dan
dimas Benowo, kangmas Senopati akan
menerima kenyataan itu. Sebaliknya apabila
dugaan hamba dan kangmas Pangiri yang benar,
masalah ini akan mempercepat matangnya
keadaan. Ibarat bisul, selama masih belum
pecah akan selalu terasa sakit. Maka menurut
hamba, lebih tepat apabila bisul itu segera
dibuat pecah, daripada selalu memberi rasa
sakit ?
Sebelum raja sempat memberi tanggapan,
pangeran Pangiri menyambung ? Rama,
pendapat dimas adipati itu cocok dengan
pendapat hamba. Sebab apa yang telah
dilakukan kangmas Senopati, hamba
berpendapat telah bertindak keterlaluan. Dia
lelah berani mempengaruhi para mantri
Pemajegan, sehingga tidak menyetorkan hasil
pajag ke Pajang. Bukankah jelas sikap kangmas
Senopati itu bertentangan dengan
wewenangnya? Sekarang secara tak terdugapintu telah terbuka. Tergantung kepada
kangmas Senopati sendiri, sedia masuk atau
tetap di luar. Apabila dia tetap di luar, itu suatu
bukti bahwa kangmas Senopati bermaksud
melawan rama. Sebaliknya apabila mau masuk
ke rumah, itu berarti tetap sebagai keluarga ?
Kata-kata yang diucapkan adipati Tuban
pangeran Panpiri, rasanya seperti menggurui
Hadiwijaya. Mereka telah terbakar oleh rasa
benci dan penasaran kepada Senopati, sehingga
kata-katanya meluncur tanpa disadari. Namun
demikian ia belum puas, maka sambungnya ?
Pabelan telah menebus dengan nyawanya
sendiri atas dosa perbuatannya. Menyusul pula
orang orang yang tersangkut. Bukankah ini
sudah sewajarnya? ?
Sultan Hadiwijaya benar benar tersudut.
Apabila teringat akan ulah Senopati yang telah
menghasut para mantri Pemajegan tidak
menyetorkan hasil pajaknya ke Pajang,
kekuatiran dua orang menantunya ini memang
beralasan. Tetapi sebaliknya kalau mengingat
laporan anaknya sendiri, pangeran Benowo.
tiada alasan untuk mencurigai Mataram.
Menghadapi pendapat yang saling bertentangan
ini, tidaklah mudah untuk segera mengambil
sikap. Pangeran Pangiri merupakan pewariskerajaan, dan mempunyai kepentingan langsung
atas negara. Sebagai seorang pewaris tidaldah
mengherankan kalau mudah curiga. Sebaliknya
pangeran Benowo. Meskipun sebagai seorang
putera mahkota Pajang, tetapi tidak mempunyai
kesempatan untuk menjadi raja, sehingga
sikapnya sembrono dan kurang perhatiannya
terhadap urusan yang menyangkut negara.
Raja menghela napas dalam, kemudian
berkata dengan sabar ? Anakku, hendaknya
kita tidak terpancing oleh perasaan hati, tetapi
pantas mempertimbangkan setiap masalah
dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
Tahukah engkau bahwa peristiwa semalam,
Pabelan dibunuh tanpa pemeriksaan terlebih
dahulu itu, membuat hatiku amat masygul dan
menyesal. Nah, aku tidak menghendaki
terulangnya kembali peristiwa semacam itu.
Maka apabila engkau minta pertimbangan dan
keputusanku, hukumlah saja mereka. Tetapi
untuk mencegah hal-hal yang tidak aku
harapkan, orang-orang itu singkirkan saja dari
Pajang. Buanglah mereka ke Semarang.
Laksanakanlah secepatnya, jangan engkau
membantah ?Mendengar titah raja ini, baik pangeran
Pangiri maupun adipati Tuban amat kecewa.
Tetapi apa harus dikata, walaupun kecewa
mereka segera minta diri untuk melaksanakan
titah itu.
Tak lama kemudian tibalah dua orang
bangsawan ini di bangsal. Tetapi baik pangeran
Pangiri maupun adipati Tuban mengerutkan alis
ketika tidak melihat tumenggung Harya
Dadaptulis. Yang tampak duduk bersimpuh
dengan muka pucat, hanya tumenggung
Mayang, sedang isterinya menyandarkan tubuh
sambil terisak-isak menangis.
? Hai Surokarti! ? tegur pangeran Pangiri
? Apakah engkau tidak mendengar titah rama
semalam ? Hayo, mana Dadaptulis? ?
? Ampun gusti, hamba telah
melaksanakan titah ? sahut Surokarti hati hati
? Tetapi Dadaptulis melawan. Hamba beserta
prajurit terperangkap. Apabila hamba nekad
melawan, kemungkinan besar kami tak dapat
lagi menghadap gusti. Untuk menghindari hal
hal yang membahayakan itu, hamba urungkan
menangkap Dadaptulis kemudian pergi ke
Mayang. Sikap Dadaptulis berbeda dengan
tumenggung Mayang. Kalau Dadaptulismelawan, sebaliknya Mayang ikhlas menyerah
Kumbang Hitam Dari Bumi Sengketa Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
? ? Bedebah busuk! Ternyata engkau
hanyalah gentong kosong berisi tai! ? bentak
pangeran Pangiri ? Huh, prajurit macam apa
engkau ini. Takut mati melaksanakan titah raja!
Engkau sekeluarga hidup enak berkat
kedudukanmu sebagai ponggawa Pajing. Tetapi
ternyata melaksanakan perintah semacam itu
saja gagal. Huh, kalau Dadaptulis sekeluarga
sampai lolos, awas! Engkau sekeluarga gantinya.
Sekarang pergi bersama Wirotanu. Siapkan
seluruh prajurit tamtama. Kerahkan seluruh
kekuatan untuk menangkap Dadaptulis. Engkau
harus pulang membawa Dadaptulis, hidup atau
mati. Mengerti?! ?
? Sendika, gusti ? Surokarti menjawab
dengan bibir gemetar.
Surokarti dan Wirotanu segera mengunjuk
sembah lalu mengundurkan diri.
Setelah Surokarti dan Wirotanu pergi
pangeran Pangiri mengamati tumenggung
Mayang tajam2. Tumenggung Mayang duduk
bersimpuh dengan kepala tunduk.
? Paman Mayang! ? bentaknya ?
Tahukah engkau akan kesalahanmu ? ?? Hamba tidak paham maksud gusti ?
sahut tumenggung Mayang.
? Apa ? Tidak paham ? Huh, engkau tidak
mengaku bersalah? ? bentak pangeran Pangiri
makin keras ? Anakmu Pabelan telah
menghina keraton, tahu? Anakmu berani
mengganggu diajeng Sekar Kedaton. Mengapa
engkau tidak dapat menghalangi perbuatannya
yang kurang ajar itu ? ?
? Gusti, ampunilah hamba. Sesungguhnya
hamba tidak tahu apa yang dilakukan Pabelan
? tumenggung Mayang membantah.
? Tidak tahu ? Tidak tahu ? Mudah saja
engkau menyangkal! Huh, karena anakmu
mengganggu diajeng Sekar Kedaton, maka
sudah pantas kalau dia mampus! ?
? Aihhh . . . nyai tumenggung Mayang
memekik nyaring, kemudian roboh pingsan di
pangkuan suaminya.
Tumenggung Mayang menghela napas sarat.
Seakan dadanya tertindih batu yang amat berat.
Tetapi tidak kuasa untuk mengelak. Berita
kematian Pabelan merupakan berita yang amat
mengejutkan. Tewasnya anak-tunggal itu
menghancurkan seluruh harapannya. Ia amat
sedih, tetapi tidak bisa menangis.Pandang matanya kabur. Napasnya
memburu. Sedang bibirnya bergerak-gerak,
giginya gemeretak. Siapakah yang tidak
penasaran kalau anak-tunggalnya dibunuh
orang? Ia tidak dapat menerima tuduhan itu,
bahwa Pabelan mengganggu Sekar Kedaton. Ia
tahu belaka akan peristiwa itu, bahwa
kehadiran Pabelan ke dalam keputren, karena
memenuhi panggilan Ratu Sekar Kedaton
sendiri.
Namun rasa marah dan penasaran itu sirap
seketika manakala teringat isteririya sedang
pingsan. Bagi dirinya sendiri tidak peduli akan
nyawanya. Ingin sekali sekarang juga
mengamuk dan kalau perlu membunuh
pangeran Pangiri dan adipati Tuban. Tetapi
isterinya? Bagaimana akan jadinya! Ia tak
sampai hati melihat isterinya tercinta lebih
menderita lagi. Maka dengan sekuat tenaga ia
berusaha memadamkan kemarahannya.
? Heh, heh, heh ? Adipati Tuban terkekeh
mengejek ? Pabelan telah menebus dosanya.
Apakah engkau merasa penasaran? ?
Tumenggung Mayang berdiam diri,
menundukkan muka mengamati isterinya yang
masih pingsan.Tetapi justeru sikapnya ini memancing
kemarahan adipati Tuban ? Hai. Mayang!
Apakah engkau tuli? Jawab pertanyaanku!
Apakah engkau penasaran dengan tewasnya
Pabelan? ?
Tumenggung Mayang mengangkat kepala
sekilas, mengamati adipati Tuban. Kemudian ia
menggelengkan kepala tanpa membuka mulut.
Tetapi hal ini bahkan menambah kemarahan
adipati Tuban. Ia merasa tidak dihargai.
Bentaknya serentak ? Kurang ajar kau. Apakah
engkau sudah bisu, tidak bisa bicara? Sekali lagi
aku bertanya, apakah engkau penasaran? ?
Agak lama juga belum terdengar suara
jawaban dari tumenggung Mayang. Karena
dalam dadanya sedang terjadi perang batin
yang hebat, antara harga diri dan kenyataan
yang tak dapat dibantah lagi. Akhirnya ia
mengangkat tangan mengunjuk sembah dan
menjawab tersendat ? Tidak .... gusti .... ?
? Heh, heh, heh.... Sebenarnya pertanyaan
ini tidak perlu. Karena, penasaran atau tidak
engkau akan bisa berbuat apa di sini? Tak urung
hanya akan mampus menyusul anakmu! ? ejek
adipati Tuban.
Sesungguhnya ucapan adipati Tuban itu
sangat menyakitkan hatinya. Tetapi apa harusdikata, isterinya pingsan di pangkuannya. Ia
menyesal percaya saja kepada Surokarti dan
Wirotanu membujuk untuk menyerah.
Semuanya telah terjadi, dan masih ada yang
akan terjadi yang harus dihadapi. Semua itu
hanya ia serahkan kepada Tuhan ....
? Tetapi rama Sultan bijaksana ?
pangeran Pangiri berkata ? Walaupun berat
dosa kesalahan Pabelan, dan walaupun berat
dosa paman, masih pula ingat akan jasa dan
kesetiaan paman Mayang kepada Pajang. Oleh
sebab itu menurut titah rama Sultan, sejak
sekarang juga paman harus meninggalkan
Pajang, pindah ke Semarang dengan
pengawalan prajurit ?
? Sendika gusti, apapun titah Ingkang
Sinuhun hamba terima dengan senang hati ?
sahut tumenggung Mayang dengan hati sedih.
Memang tiada jawaban lain yang harus
diberikan kecuali menyerah semua kehendak
pangeran Pangiri. Sekalipun dalam hatinya
timbul rasa kurang percaya, apakah benar
semua itu titah raja atau kehendak pangeran
Pangiri dan adipati Tuban sendiri.
Demikianlah akhirnya tumenggung Mayang
dan isterinya digiring menuju ke Semarang
dengan pengawalan prajurit yang kuat sekali.Seorang hamba pangeran Benowo, bergegas
pergi menghadap junjungannya ketika melihat
tumenggung Mayang dan isterinya diarak
prajurit. Hamba itu tidak sempat bertanya ke
mana tumenggung Mayang dibawa pergi. Tak
bisa lain yang dilakukan kecuali cepat-cepat
memberitahukan hal itu kepada pangeran
Benowo.
? Gusti, celaka.... ? teriak hamba itu
ketika tiba di hadapan pangeran Benowo.
Saking gugupnya, hamba itu lupa tidak berjalan
jongkok waktu masuk ke pendapa, tetapi
berlarian sambil berteriak. Tata santun telah
dilanggarnya tanpa disadari.
Beberapa hamba yang melihat tingkahnya
itu terkejut dan kuatir sekali. Mereka kuatir
kalau putera mahkota itu marah atas kekurangajarannya.
Pangeran Benowo sendiri pun terkejut.
Untuk sejenak membelalakkan mata melihat
hamba itu berlarian masuk ke pendapa. Tetapi
karena mendengar teriakan dengan kata kata
celaka itu, maka cepat-cepat ia bertanya ?
Celaka bagaimana .... ? ?
? Gusti, ampun ... ? tiba-tiba hamba itu
sadar lalu menjatuhkan diri dan mengunjuk
sembah ? Karena gugup hamba menjadi takkenal adat kesopanan. Tetapi ... tetapi gusti ...
hamba kuatir akan bendara tumenggung
Mayang ... ?
? Kenapa paman Mayang? ? teriak
pangeran Benowo.
? Gusti, hamba tidak tahu apa sebabnya.
Tetapi .... hamba tadi melihat, bendara
tumenggung Mayang bersama isterinya
dibelenggu tangannya ... dikawal prajurit dalam
jumlah banyak .... ?
? Apa?Apakah engkau tidak salah lihat? ?
? Tidak, gusti. Memang semula hamba
tidak percaya ... tetapi setelah hamba
perhatikan, tidak salah lagi, benar bendara
tumenggung Mayang dan isterinya ?
? Dibawa ke mana? ?
? Ampun gusti, hamba tidak tahu dan
tidak berani bertanya ... Hamba segera berlari
lapor ke hadapan gusti ini . . . ?
? Gila! ? desis pangeran Benowo ?
Biarlah aku pergi untuk mengurusnya! ?
Pangeran Benowo segera masuk ke rumah.
Tidak lama kemudian putera mahkota itu sudah
duduk di atas punggung kuda dan melarikannya
dengan pesat meninggalkan rumah. Ia langsung
menuju ke keraton hendak menghadap raja.
Perasaan pangeran Benowo gelisah sekali pagiini. Belum lama berselang, ia menerima sepucuk
surat dari Ratu Sekar Kedaton yang
memberitahukan bahwa semalam Pabelan
memenuhi panggilannya ke keputren. Tetapi
agaknya rahasia itu diketahui orang, sehingga
datang prajurit tamtama untuk menangkap
Pabelan. Namun berkat ketangguhan Pabelan,
malam itu ia bisa meloloskan diri dengan
selamat. Mungkinkah peristiwa tumenggung
Mayang itu ada hubungannya dengan Pabelan?
Sultan Hadiwijaya menghela napas sebelum
menjawab pertanyaan puteranya. Setelah
kesesakan dadanya agak longgar, baru
menjawab ? Apakah engkau tidak tahu tentang
peristiwa semalam di tempat. Sekar Kedaton?
? ? Hamba tahu sedikit, rama ? sahut
pangeran Benowo ? Pagi tadi seorang suruhan
yunda telah datang mengantar surat.
Ringkasnya isi surat yunda itu memberitahukan
bahwa semalam yunda memanggil Pabelan
datang ke keputren. Dan .... ?
? Jadi engkau sudah tahu? Huh, apakah
engkau setuju deegan ulah Sekar Kedaton
macam itu? ? Sultan Hadi wijaya memotong
kata-kata pangeran Benowo dengan nada keras
? Dia seorang gadis, mengapa diwaktu malammengadakan pertemuan dengan seorang
pemuda? Juga lupakah engkau bahwa ada
larangan, setiap orang laki-laki tidak
diperbolehkan masuk ke keputren ? Dengan
begitu kurang ajar Pabelan berani melanggar
larangan itu. Tahukah engkau bahwa ulah Sekar
Kedaton itu dapat mengakibatkan cemarnya
Pajang ? ?
Pangeran Benowo tergugu. Agak lama tak
dapat mengucapkan kata kata setelah
tertumbuk pada larangan itu. Disamping itu,
tentu saja ia tidak dapat berterus terang
memberitahukan, bahwa pertemuan antara
Pabelan dan Ratu Sekar Kedaton itu bukanlah
urusan cinta kasih, melainkan membicarakan
masalah perjuangan yang sejalan dengan
keinginan Senopati.
Namun demikian pangeran Benowo
berusaha membela Sekar Kediton, katanya ?
Namun demikian rama, belum tentu pertemuan
antara Pabelau dan yunda Sekar Kedaton itu ... .
? ? Hih, engkau akan membela Sekar
Kedaton? ? bentak sultan Hidiwijaya ? engkau
ingin mengatakan bahwa belum tentu antara
Pabelan dan Sekar Kedaton berbicara urusancinta kasih? Benowo, apakah engkau sudah
tidak punya otak lagi? ?
Kaget juga pangeran Benowo mendengar
ucapan ayahandanya yang kasar ini. Selama ini
ayahandanya belum pernah mengucapkan katakata kasar kepadanya.
Sultan Hadiwijaya rupanya tidak peduli,
sambungnya? Larangan kepada semua lakilaki masuk keputren itu, termasuk pula menjadi
tanggung jawabmu, tahu? Agar wibawa keraton
tidak diinjak-injak orang ! ?
Pangeran Benowo menundukkan kepala tak
berani membuka mulut. Setelah menghela
napas berat, sultan berkata lagi Kali ini nadanya
agak sabar ? Anakku, memang yang terjadi
sungguh keterlaluan. Sehingga aku tadi marahmarah kepada Pangiri ?
Pangeran Benowo mengangkat kepala agak
kaget, kemudian bertanya ? Apa yang
keterlaluan, rama? ?
? Tindakan Pangiri. Hm, tanpa minta ijin
Kumbang Hitam Dari Bumi Sengketa Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan persetujuanku telah membunuh Pabelan ?
? Aihh . . . Pabelan mati? ? saking kaget,
pangeran Benowo berteriak dan berjingkrak.
Dalam surat tadi Ratu Sekar Kedaton
memberitahukan bahwa Pabelan bisamenyelamatkan diri. Tetapi mengapa sekarang
Pabelan mati ?
? Itulah yang terjadi, anakku ! Apa mau
dikata, semuanya telah terjadi ! ?
? Tetapi hal ini apakah tidak
membahayakan Pajang, rama ? Bagaimanakah
jadinya kalau kangmas Senopati tidak dapat
menerima kenyataan ini? Di samping itu, apa
yang terjadi dengan paman Mayang? ?
Sultan Hadiwijaya menghela napas sarat,
baru kemudian menjawab ? Tanpa
sepengetahuanku, Pangiri telah memerintahkan
penangkapan atas Mayang dan isterinya, karena
dianggap ikut berdosa atas perbuatan Pabelan.
Semula Pangiri menghendaki nyawa Mayang,
tetapi kutolak. Untuk itu maka aku perintahkan
agar Mayang dibawa saja ke Semarang ?
Pangeran Benowo mengeluh mendengar
keterangan ini. Diam2 ia memuji kecerdikan
kakak-iparnya itu dalam mengatur daya untuk
menjebak Senopati. Jelas Senopati takkan dapat
berdiam diri atas terjadinya peristiwa itu.
Senopati tentu penasaran atas kematian
Pabelan Tetapi kalau Senopati membela
Pabelan, berarti rahasia Mataram tak dapat
dipertahankan lagi. Ini berarti pula akanpecahnya peperangan antara Pajang dan
Mataram.
? Namun apakah rama yakin, bahwa
paman tumenggung Mayang tersangkut dalam
urusan Pabelan itu? ? tanya pangeran Benowo.
Raja tidak segera dapat menjawab.
Pertanyaan puteranya itu memang tidak bisa
disalahkan. Yang bersalah Pabelan, mengapa
orangtuanya ikut dipersalahkan pula? Dalam
hati memang tidak setuju atas tindakan
pangeran Pangiri yang ceroboh itu. Malah tadi
pun raja terkejut ketika mendengar Pabelan
terbunuh tanpa pemeriksaan lebih dahulu.
Tetapi sebaliknya kalau dia tak sedia
mempertanggungjawabkan semua yang telah
terjadi, wibawanya sendiri akan berkurang.
Bukankah pangeran Pangiri diangkat sebagai
wakil selama dia sakit? Tindakan wakil harus
menjadi tanggung jawabnya pula.
Dengan alasan iiu, sultan Hadiwijaya
menyahut ? Anakku, yakin atau tidak, wibawa
keraton tidak boleh berkurang. Orang tua tidak
dapat mencuci tangan apabila anaknya berbuat
salah. Maka wajarlah kalau Mayang dilibatkan
kesalahan anaknya. Tentang Senopati, mengapa
engkau kuatir? Mataram termasuk wilayah
kekuasaan negara Pajang. Seorang bupati harustunduk kepada raja. Tahukah engkau, bahwa
raja harus bertindak tegas menghadapi bupati
yang tidak tunduk kepada raja? ?
Mendengar jawaban ayahandanya ini,
pangeran Benowo mengeluh. Semuanya serba
salah. Maka tidak lagi banyak bicara, ia segera
mohon diri.
Setiba di rumah, buru-buru ia menulis surat
untuk Senopati di Mataram.
Di luar tahu pangeran Benowo, ada orang
lain yang telah mendahului memberitahukan
tewasnya Pabelan dan dibuangnya tumenggung
Mayang ke Semarang, kepada bupati Mataram.
Orang ini bukan lain ki Gedong, seorang
kepercayaan sultan Hadiwijaya yang mengurusi
keraton atau kepala rumah tangga.
Di pihak lain, pangeran Pangiri dan adipati
Tuban tampak merah wajahnya karena
menahan marah. Tentu saja, karena usahanya
menangkap tumenggung Dadaptulis gagal.
Dadaptulis sekeluarga telah pergi tanpa bekas.
Rumahnya diketemukan kosong.
Surokarti dan Wirotanu sekali lagi
menerima tumpahan kemarahan pangeran
Pangiri dan adipati Tuban. Mereka dianggap tak
becus melaksanakan tugas yang dipercayakan,
sehingga buruan itu lolos. Setelah kenyangmemaki-maki kedua orang tumenggung itu,
pangeran Pangiri lalu mengusir Surokarti dan
Wirotanu beserta prajuritnya.
Tidak seorangpun berani membantah
perintah itu. Bergegas mereka pergi agar tidak
tambah disemprot lagi.
* * *Senopati Ing Ngalogo, bupati Mataram
sangat terkejut ketika menerima surat dari ki
Gedong yang isinya menyatakan bahwa
tumenggung Mayang dan isterinya ditangkap
dan saat ini dengan pengawalan kuat sedang
menuju ke tempat pembuangan di Semarang.
Menerima berita ini, pikiran Senopati kalut
maka segera memerintah seorang hambanya
memanggil ki Juru Mertani.
Ia ingin berbicara dan minta nasehat kepada
orang tua itu.
? Gila ! ? desis Senopati sambil
membanting-banting kaki ? Apa maksud
Pangiri sesungguhnya?! Sudah membunuh
Pabelan tanpa pemeriksaan terlebih dahulu,
sedang jenasahnya disia-siakan seperti anjing.Dan sekarang orangtuanya yang tak berdosa
juga ditangkap lalu dibuang ke Semarang.
Dadaptulis-pun akan ditangkap pula. Untung
dapat meloloskan diri. Tetapi sampai saat ini
belum ketahuan entah di mana. Hem, apakah
aku hanya akan berpangku tangan saja dengan
peristiwa semacam ini? Tidak! Aku harus
mengirim orang untuk merebut Mayang dan
isterinya ? Senopati sangat gelisah. Ia berjalan
mondar-mandir dan sebentar-sebentar
menjenguk keluar. Namun sayang, yang
dinantikan, ki Juru Mertani belum juga tampak.
Tengah dia sibuk berpikir, siapakah yang
akan diserahi tugas merebut tumenggung
Mayang dan isterinya tiba-tiba muncullah raden
Ronggo. Tanpa dipanggil pemuda itu datang
menghadap, lalu sembahnya ? Rama, hamba
tadi melihat seorang Pajang menghadap rama.
Ada berita apakah, rama ? ?
Senopati tersenyum. Sebagai orangtuanya,
ia mengerti tabiat anaknya. Apabila tahu kalau
Pabelan dibunuh, kemudian tahu pula paman
dan bibinya ditawan dan sekarang dibawa ke
Semarang, tidak mustahil akan terangsang
hatinya, kemudian tanpa pertimbangan akan
mencegat memberi pertolongan pamannya.
Bukan hanya begitu saja. Dia menguatirkankalau anaknya yang berangasan dan merasa
sakti itu akan bertindak lebih jauh, pergi ke
Pajang untuk membalas dendam kepada
Pangiri. Apabila hal itu sampai terjadi, salah
salah rencana yang selama ini dipersiapkan
akan berantakan.
? Yang datang tadi orang suruhan ki
Gedong ? jawabnya ? Dia mengabarkan
bahwa kesehatan eyangmu Sultan sudah
semakin baik. Ki Gedong minta kepada rama,
agar rama bersedia menjenguk ke Pajang. Sebab
sering kali eyangmu Sultan mengharapkan rama
datang kesana ?
? Rama akan memenuhi permohonan ki
Gedong itu? ?
Senopati menggelengkan kepala
? Tidak ! ?
? Bagus! ? puji raden Ronggo dengan
wajah cerah ? Hambapun tidak setuju kalau
rama pergi ke sana ?
? Kenapa kau tak setuju? ? pancingnya.
? Karena sikap paman Tuban
menyebalkan sekali. Kalau di Mataram saja
sikapnya sudah begitu, apalagi di Pajang.
Merasa berdekatan dengan paman Pangiri,
sikapnya tentu akan lebih congkak lagi.
Bagaimanakah hamba dapat berdiam diri kalauada orang yang bersikap begitu di hadapan
rama ? ?
Senopati tertawa pelahan dan manggutmanggut, katanya ? Rama sependirian dengan
engkau, tidak akan pergi ke sana ?
Belum juga raden Ronggo sempat berkata
lagi, sudah terdengar ayahnya berkata ?
Ronggo, kakekmu sudah datang. Rama ingin
membicarakan masalah penting dengan
kakekmu. Sebaiknya engkau tidak usah ikut
mendengar ?
Raden Ronggo mengangguk, kemudian
mohon diri dari hadapan ayahnya. Ia menyadari
maksud ayahnya, oleh sebab itu tidak
membantah atas perintahnya.
Senopati Ing Ngalogo menyongsong ki Juru
Mertani di halaman. Kemudian sambil berjalan
menuju ke pendapa, Juru Mertani bertanya ?
Adakah masalah penting yang akan engkau
bicarakan dengan aku? ?
? Benar, uwa. Terjadi sesuatu yang tak
terduga. Sebuah kabar buruk telah disampaikan
olah orang suruhan ki Gedong ?
? Kabar buruk apa yang disampaikan itu ?
? ? Marilah kita duduk dulu, uwa. Perkara
ini amat penting, oleh karenanya saya memohonkedatangan uwa ke mari untuk mohon nasehat
? Setelah keduanya duduk di pendapa,
Senopati mulai membuka pembicaraan ? Uwa,
orang suruhan ki Gedong mengantarkan surat.
Inilah suratnya, uwa! ?
Juru Mertani menerima surat itu kemudian
dibaca di dalam hati. Tak lama kemudian
selesailah sudah surat itu dibacanya. Sebelum ki
Juru mengutarakan pendapatnya, cepat2
Senopati bertanya ? Bagaimana menurut
pendapat uwa dan apa yangharus saya lakukan
? ? Ki Juru Mertani tersenyum, tidak menjawab
pertanyaan Senopati, sebaliknya malah ganti
bertanya ? Apa saja kiranya yang akan engkau
lakukan menghadapi masalah ini? ?
? Lebih dulu saya akan merebut Mayang
dan isterinya dari tangan prajurit pengawal.
Setelah berhasil barulah melanjutkan langkah
untuk membalas dendam kepada adimas
Pangiri ?
? Dengan jalan apakah engkau akan
membalas dendam? ?
? Uwa, saya malu kalau harus bertindak
secara curang, seperti pembunuhan yang
pernah dilakukan oleh Harya Penangsang. Sayaharus bertindak secara jantan. Saya akan datang
ke Pajang untuk menantang dimas Pangiri
bertanding. Siapapun yang berani membela
dimas Pangiri atau menghalangi maksudku,
berarti memusuhi Mataram ! ?
? Heh, heh, heh ? Juru Mertani terkekeh
pelahan ? Tentu pangeran Pangiri gembira
sekali apabila terjadi seperti itu ?
? Gembira? Bagus! Itulah yang
kuharapkan ?
? Anakku, jika engkau mau mendengarkan
pea-dapatku, rencanamu yang demikian itu
keliru! ?
? Keliru ? Bagaimana maksud uwa ? ?
? Karena memang kemarahanmu itulah
yang diharapkan oleh pangeran Pangiri. Dengan
kata lain, semua peristiwa yang telah terjadi itu
memang telah direncanakan oleh mereka ?
? Ahh . . . direncanakan bagaimanakah ? ?
? Direncanakan untuk memancing
kemarahanmu. Dengan kemarahanmu, mereka
mengharapkan engkau datang ke Pajang untuk
membalas dendam. Engkau harus menyadari
kedudukan pangeran Pangiri. Dia calon raja dan
sekarang juga telah mewakili tugas sebagai raja.
Jadi Kalau rencanamu itu kau lakukan, apakah
itu bukan berarti melawan kerajaan Pajang ?Dengan kata lain orang yang terang-terangan
melawan raja, berarti memberontak. Apakah
dalam keadaan sekarang ini engkau sudah
merasa kuat melawan Pajang ? ?
? Dengan bantuan diajeng Ratu Kidul, saya
merasa kuat melawan Pajang ? Senopati
menjawab dengan mantap.
? Heh, heh, heh ?Juru Mertani terkekeh
? Sebaliknya aku berpendapat belum masanya
engkau bertindak sejauh itu, anakku. Mengapa?
Begini alasanku. Engkau harus menyadari
bahwa sultan Yusuf, raja Banten, perlu pula
engkau perhitungkan dalam perkara ini,
disamping pula Sunan Giri yang masih
mempunyai kekuasaan mengesahkan
kedudukan raja ?
? Tetapi uwa, diajeng Ratu Kidul
mempunyai ribuan prajurit siluman. Musuh
Kumbang Hitam Dari Bumi Sengketa Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tidak akan dapat melihat, sehingga dengan
mudah akan dapat dihancurkan ?
Ki Juru Mertani mengangguk-angguk, sambil
mengurut-urut jenggotnya yang memutih perak,
tersenyum. Sesudah menghela napas pendek dia
memberikan ulasannya ? Dalam usaha orang
memenangkan perang, merebut sesuatu negara,
yang penting hanya sekedar menguasai negara
saja ataukah negara berikut isinya? ?? Sudah barang tentu negara berikut
isinya ! ?
? Nah, engkau harus ingat bahwa isi
negara itu adalah manusia. Kalau dalam perang
itu banyak yang jatuh menjadi korban, berarti
orang hanya akan mendapatkan negara yang
kosong. Negara yang hancur sama sekali, untuk
membangun kembali memerlukan waktu
panjang, disamping tenaga, pikiran dan beaya
yang tidak sedikit jumlahnya ?
Juru Mertani berhenti sejenak, mengamati
Senopati untuk mencari kesan, lalu sambungnya
? Anakku, apabila engkau mau mendengar
nasehatku, hendaknya engkau hindarkan
pancingan pangeran Pangiri. Padamkan kobaran
hatimu untuk melakukan balas dendam seperti
itu. Belum tiba saatnya engkau terang-terangan
melawan Pajang. Selama Ingkang Sinuhun
Kangjeng Sultan Hadiwijaya masih hidup,
engkau harus dapat menghindarkan diri dari
sikap memusuhi ?
Senopati menundukkan kepala. Dalam hati
timbul rasa masygul. Akan tetapi telah berkalikali terbukti bahwa pendapat dan nasehat Juru
Mertani itu selalu benar. Maka setelah ia
mengendapkan pikirannya beberapa saat,
kemudian ia berkata ? Baiklah, uwa. Sayamenurut. Sekarang, berilah petunjuk apa yang
harus saya lakukan ?
Ki Juru Mertani manggut-manggut senang.
Ia mengurut-urut jenggotnya lagi beberapa kali,
lalu berkata
? Bagus, anakku. Senang hatiku
mendengar pernyataanmu itu. Sebab semua ini
bukanlah kepentingan Juru Mertani, melainkan
demi kepentinganmu dan keturunanmu sendiri
di kemudian hari ?
Juru Mertani batuk-batuk kecil lalu katanya
lagi ? Anakku, aku dapat menyetujui
maksudmu hendak membebaskan Mayang dan
isterinya. Tetapi apakah engkau sudah
mempunyai rencana, siapakah kira2 yang cocok
engkau serahi tugas berat itu? Sebab usaha ini
sekali harus berhasil. Apabila sampai gagal,
untuk mengulang lagi akan lebih sulit. Karena
pihak sana tentu akan melipat gandakan
penjagaan dan kewaspadaan ?
? Menurut uwa, dapatkah saya
mempercayakan tugas ini kepada Ronggo?
? Hm, keperkasaan cucuku Ronggo
memang tidak tercela. Walaupun masih muda
telah berkali-kali berhasil menyelesaikan tugas
dengan baik. Tetapi dalam hal ini, hemm ....?Juru Mertani berhenti dan tampak berpikir
keras. Tak lama kemudian ia meneruskan
? Anakmu Ronggo terlalu muda untuk
melaksanakan tugas ini. Salah salah bisa
menimbulkan hal-hal yang tidak kita harapkan.
Terpikir olehku, agar engkau menggunakan
tenaga para mantri Pemajegan saja ?
? Ahh .... ? Senopati berteriak kaget ?
Mengapa mereka, uwa? Apakah Mataram sudah
tidak ada tenaga lain yang pantas diandalkan?
? ? Memang banyak tenaga yang dapat
diandalkan, itu aku sudah tahu. Tetapi aku
mempunyai pikiran lain. Aku ingin menguji
kesetiaan para mantri Pemajegan itu kepada
Mataram. Di samping itu sekaligus untuk
menjajagi sampai di manakah ketangguhan
mereka menghadapi lawan. Bukankah dengan
jalan ini sekaligus dua maksud dapat diraih ? ?
Senopati mengangguk-angguk ? Baiklah
uwa, saya setuju. Tentunya ki Bocor yang harus
menjadi pimpinannya ? ?
? Tepat ! Besarkanlah hati ki Bocor juga
yang lain. Mereka merupakan pendukung
kekuatan Mataram. Maka pandai-pandailah
engkau membuat mereka kerasan menjadi
kawula Mataram ! ?? Baiklah, uwa. Akan saya laksanakan
secepat mungkin ?
Akhirnya pendapat ki Juru Mertanilah yang
dijadikan dasar langkah Senopati. Senopati
segera memerintahkan orang untuk memanggil
para mantri Pemajegan. Dalam waktu singkat
orang-orang yang dimaksud telah terkumpul,
yang kemudian mendapat penjelasan dari
Senopati maupun dari Juru Mertani.
Yang paling bahagia adalah ki Bocor, setelah
ia mendapat perintah untuk memimpin pasukan
mereka merebut tumenggung Mayang dan
isterinya dari tangan prajurit Pajang yang
mengawal ke Semarang.
? Hamba akan melaksanakan perintah
sebaik-baiknya ? Ki Bocor berjanji ? Hamba
rela mengorbankan jiwa raga hamba untuk
kejayaan Mataram ?
? Heh, heh, heh ? Senopati tertawa ?
aku tidak menghendaki kalian mengorbankan
nyawa. Kalian pergi tidak untuk mati, tetapi
untuk membawa pulang adikku Mayang dan
isterinya dengan selamat. Oleh karena itu,
dalam melaksanakan tugas ini hendaknya kalian
berhati2. Perhitungkan masak2 dahulu sebelum
bertindak, agar mencapai hasil sebaik-baiknya
?? Sendika, gusti. Akan hamba laksanakan
dengan baik ? ki Bocor berjanji.
? Satu hal yang ingin kupesankan kepada
kalian ? ki Juru Mertani menyela ? dalam
melaksanakan tugas ini, hendaknya kalian mau
menyamar, eh maaf .... pura2 sebagai perampok.
Jangan sekali-kali engkau mengaku sebagai
orang Mataram. Tahukah kalian akan maksudku
supaya menyamar seperti itu? ?
Juru Mertani menebarkan pandang kepada
semua orang. Tetapi tidak seorangpun diantara
mereka yang membuka suara Mereka memang
tidak mengerti maksud Juru Mertani, mengapa
harus menyamar sebagai perampok.
? Kalau kalian belum tahu, baiklah
kujelaskan ? kata Juru Mertani ? Apabila
kalian mengaku terus terang sebagai orang
Mataram, ini akan berbahaya kalau dilaporkan
oleh mereka yang dapat menyelamatkan diri.
? Untuk menghindari hal itu tiada jalan
lain yang lebih baik kecuali menyamarkan diri
sehingga mereka tidak tahu pasti siapakah
sebenarnya yang menyerang mereka itu.
Dengan demikian, Pajang, teristimewa Pangiri
tidak berani gegabah melemparkan tuduhan ke
alamat tertentu termasuk pula Mataram. Sebab
kalau terang-terangan mereka tahu bahwapencegatnya itu orang Mataram, Pajang segera
akan menjatuhkan tuduhan bahwa Mataram
sudah memulai pemberontakannya. Ini tidak
boleh terjadi, belum sampai masanya ?
? Tetapi kemudian hari orang tentu akan
tahu, bahwa Mayang dan isterinya berada di
Mataram ? Senopati menyela tiba-tiba ?
Apakah hal ini tidak sama saja akibatnya? ?
? Tidak ! ?Juru Mertani menjawab
tegas? Engkau tahu bagaimana watak dan
tabiat perampok. Mereka serakah, yang terpikir
hanyalah memperoleh keuntungan pribadi
sebanyak-banyaknya. Maka setelah tahu bahwa
Mayang itu adikmu, para perampok
mengantarkan ke mari untuk mendapat hadiah
besar dari engkau. Ini suatu alasan yang masuk
akal, hingga sulit dibuktikan bahwa engkau
sengaja mengirimkan orang untuk
membebaskan Mayang ?
Baik Senopati maupun para mentri
Pemajegan baru jelas setelah mendapat
keterangan dan alasan ki Juru Mertani. Tiba-tiba
ki Bocor naenyelutuk ? Setuju, gusti. Hamba
bersedia menjadi perampok sementara waktu,
ha, ha, ha ! Tidak apa mengaku sebagai
perampok, justeru untuk kepentingan Mataram.
Sekalipun perampok tetapi bukan perampoksembarangan. Kami perampok pilihan. Tidak
sembarang orang kami rampok. Bukankah
begitu saudara-saudara?! ?
? Betul, betul ! ?
? Kita bukan perampok sembarangan ! ?
? Kita hanya perampok sementara ! ?
Macam-macam jawaban para mentri
Pemajegan, yang semua membesarkan hati
Senopati dan Juru Mertani.
Tak selang lama kemudian empat puluh
mantri Pemajegan barlomba-lomba naik kuda
meninggalkan gedung Kabupaten.........
Setelah menempuh perjalanan setengah
hari, mereka beristirahat di hutan kecil yang
banyak tumbuh rumput. Mereka melepas kuda
masing-masing untuk merumput sementara
mereka sendiri membuka bekal masing-masing
siap mengisi perut. Sambil istirahat itu mereka
berunding, merencanakan siasat untuk
menyerang rombongan prajurit pengawal nanti.
Keputusan telah diambil, mereka akan
mendahului datang dan mempersiapkan diri di
jembatan sungai Tuntang.
Sementara itu rombongan prajurit pengawal
tumenggung Mayang baru akan mencapai
jembatan sungai Tuntang pula. Mengapa begitu
lambat? Ya, karena sebentar sebentar nyitumenggung Mayang minta istirahat. Untung
sekali sikap prajurit pengawal ini baik sekali.
Kalau tidak, tumenggung Mayang dan
isterinya akan lebih menderita lagi.
Tetapi perlu diketahui bahwa sikap para
prajurit yang baik seperti itu bukan merupakan
sifat atau watak pembawaan mereka yang
sesungguhnya. Semua itu karena usaha
pangeran Benowo. Bukan saja karena nama
putera mahkota itu dihargai dan dihormati
orang, tetapi juga pengaruh uang yang sudah
memadati kantong masing-masing prajurit.
Pangeran Benowo telah mengutus delapan
orang kepercayaannya, menyusul rombongan
pengawal tumenggung Mayang dengan
membawa sejumlah pundi pundi berisi uang.
Delapan orang ponggawa ini bertugas
menyampaikan pesan pangeran Benowo dan
sekaligus memberikan pundi-pundi berisi uang
sebagai hadiah. Pesan pangeran Benowo itu
merupakan permintaan kepada pemimpin dan
seluruh prajurit pengawal, agar bersikap
hormat dan memperlakukan baik kepada
tumenggung Mayang dan isterinya selama
dalam perjalanan menuju ke Semarang.
Bagi manusia yang masih melekat pada
gemerlap isi dunia dan tajam pendengarannyaakan gemerincingnya uang, uang di tempatkan
di atas segala-galanya. Seperti pula pimpinan
prajurit pengawal beserta anak-buahnya,
mereka tidak kuasa mempertahankan
damparan gelombang dunia ini. Mereka
menerima pesan pangeran Benowo yang
disertai imbalannya dengan senang hati.
Pada saat terjadinya peristiwa ini, jarak
yang ditempuh sudah sampai pertengahan
antara Pajang dan Semarang. Cukup jauh, apa
lagi bagi seorang wanita seperti nyi Mayang.
Perjalanan lebih banyak masuk ke luar hutan
daripada lewat pedesaan. Belum lagi kalau
terhalang hujan. Oleh karena itu beberapa kali
tumenggung Mayang minta istirahat untuk
memberi kesempatan mengaso kepada
isterinya.
Ketika rombongan pengawal ini hampir
mencapai jembatan kayu yang melintang di atas
sungai Tuntang, rombongan paling depan
berhenti melihat sesuatu yang mencurigakan.
Mereka melihat lima orang bersenjata
menghadang di tengah jembatan. Orang yang
paling depan segera memberi aba2 supaya
pasukan berhenti. Kemudian lurah prajurit
rombongan terdepan bergegas memberilaporan kepada tumenggung Wiroyuda,
pimpinan pasukan pengawal itu.
? Hai, mengapa berhenti, Tanjung ? ?
tegur tumenggung Wiroyuda kepada lurah
prajurit yang baru menghadap.
? Ada orang menghadang di tengah
jembatan ? sahut lurah prajurit Tanjung.
? Berapa jumlahnya? ?
? Lima orang bersenjata, gusti! ?
Kumbang Hitam Dari Bumi Sengketa Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
? Heh, heh, heh ? tumenggung Wiroyuda
terkekeh
? hanya lima orang saja mengapa engkau
takut, Tanjung ? Usir mereka ! ?
? Tetapi gusti .... ? lurah prajurit itu agak
gugup ? hamba kuatir kalau yang lain
bersembunyi di dalam hutan ?
? Pengecut, engkau! ? hardik
tumenggung Wiroyuda ? sekalipun jumlah
mereka seratus orang, peduli apa! Jumlah kita
masih jauh lebih banyak. Hem, mereka tentu
hanyalah perampok-perampok kecil saja. Hayo,
lekas perintahkan tiga puluh orang untuk
mengusir mereka!
Lurah Tanjung tak berani membantah
perintah atasannya. Disamping itu, dalam
hatinyapun dapat menerima pendapatatasannya. Gerombolan perampok tak mungkin
berjumlah melebihi seratus orang.
Lima orang penghadang bergerak maju ke
ujung jembatan, berdiri berjajar menutup jalur
jembatan dengan tenang tenang. Ketika
rombongan prajurit terdepan sudah dekat,
seorang dari lima penghadang yang berjambang
segera melintangkan pedangnya di muka dada
sambil membentak ?Berhenti di sini! Beritahukan siapa kalian ini! ?
Lurah Tanjung tertawa mengejek dan
jawabnya
? Ha, ha, ha, butakah matamu? Kami
prajurit Pajang yang sedang melakukan
perjalanan menuju Semarang. Karena itu demi
kebaikanmu, menyingkirlah ?
Mendengar jawaban bahwa rombongan itu
prajurit Pajang, si brewok yang bernama Kreta
Godeg tertawa bekakakan ? Ha, ha, ha,
sungguh kebetulan kami bertemu dengan
prajurit Pajang. Kami berlima saudara
merupakan orang-orang celaka yang hidup
beratapkan langit, berselimutkan mega. Kami
hidup tergantung dari pembayaran pajak
perjalanan bagi orang yang lewat jembatan ini
?? Apa? Jangan membuka mulut seenakmu
sendiri. Bumi ini berikut isinya adalah milik
Pajang?bentak lurah Tanjung ? Sedang kami
adalah prajurit-prajurit Pajang. Mengapa kamu
lancang mulut, bahkan akan menarik pajak
kepada kami ? Siapa yang membuat aturan tak
keruan itu? Lekas enyah dari sini sebelum aku
memerintahkan prajurit untuk mencincang
tubuh kalian ! ?
Semula lurah Tanjung menduga, bahwa
dengan memperkenalkan diri sebagai prajurit
Pajang, perampok ini akan lari terbirit-birit
ketakutan. Tetapi dugaannya meleset. Bukan
saja perampok itu lari ketakutan, sebaliknya
malah menantang.
? Heh, heh, heh, justeru kalian prajurit
Pajang, maka kalian harus membayar pajak jauh
lebih banyak dibandingkan dengan orang
kebanyakan. Karena bukan saja jumlahnya
banyak, tetapi kalian tentu membawa harta
benda dan barang-barang berharga. Pendek
kata, tidak peduli raja sekalipun, kalau lewat
jembatan ini harus membayar pajak kepada
kami. Menolak berarti tidak punya hak untuk
lewat ?
? Kurang ajar! ? bentak lurah Tanjung
sangat marah. Kalian tidak pandai melihatgelagat. Hari ini kalian harus mampus! Prajurit,
hajar perampok busuk itu ! ? Dan lurah
Tanjung memberi contoh menyerang lebih dulu.
Si brewok dan teman-temannya
membendung serangan itu dengan senjata
masing-masing. Tetapi karena jembatan itu
sempit, gerakan mereka tidak leluasa. Lebih lagi,
jumlah lawan lebih banyak, maka pertempuran
hanya berlangsung beberapa saat saja, setelah
terdengar si Brewok berseru memberi aba-aba
? Air pasang, mundur! ? Maka larilah si
Brewok beserta teman temannya langsung
masuk hutan di kaki bukit.
Yang dimaksud si Brewok dengan istilah ?air
pasang?, ialah kekuatan musuh yang jauh lebih
besar, tidak kuasa dilawan.
? Heh, heh, heh ! ? lurah Tanjung terkekeh
mengejek ? Perampok pengecut. Belum juga
lecet kulitnya, sudah lari terbirit-birit. Kejar ! ?
Tidak sampai menunggu perintah untuk
kedua kalinya, mereka berbondong-bondong
berlari melintasi jembatan. Lalu disusul oleh
rombongan di belakangnya. Jembatan yang
dibuat dari pokok kelapa itu berderak-derak
menderita muatan yang berat, seakan-akan mau
runtuh.Perhitungan ki Bocor ternyata tepat.
Tumenggung Mayang dan isterinya ditempatkan
di tengah tengah pasukan. Sedang tumenggung
Wirayuda berjalan di belakangnya.
Sepuluh orang penghadang yang
bersembunyi di bawah jembatan mengamati
dengan penuh kewaspadaan. Mereka sudah siap
akan meruntuhkan jembatan. Tinggal
menunggu perintah dari ki Bocor, dengan
pertandaan salak anjing tiga kali.
Kesempatan yang ditunggu-tunggu telah
tiba. Salak anjing tiga kali telah terdengar.
Kemudian disusul suara gemeretak runtuhnya
jembatan yang sebelumnya telah dipotong tiang
penyangganya. Ratusan prajurit yang sedang
meniti di atas jembatan itu ikut terbawa
tercebur ke dalam sungai yang dalam. Pekik dan
teriakan terdengar saling susul. Celakanya lagi
para prajurit itu tak pernah dilatih berenang.
Maka tak heran kalau mereka mololong-lolong
minta tolong, termasuk tumenggung Wiroyuda
sendiri. Keributan segera terjadi, baik yang
tenggelam dalam sungai maupun yang berada di
darat. Para prajurit yang tidak tercebur
berusaha menolong kawan-kawannya dengan
melemparkan tali ke air. Tetapi sepuluh orang
yang berada di surgai tidak tinggal diam. Disamping memotong tali-tali yang dilemparkan
dari atas, dengan tangkas mereka menyerang
prajurit yang sedang gelagapan timbul
tenggelam di dalam air. Seperti membabat
rumput di ladang mudahnya, prajurit-prajurit
Pajang yang kecebur dalam sungai itu disikat
oleh jago-jago renang rombongan pencegat.
Keadaan menjadi kacau balau. Kesempatan
yang baik ini tidak disia-siakan oleh rombongan
pencegat yang bersembunyi di kaki bukit.
Dengan berteriak riuh ya mereka keluar dari
persembunyiannya, menyerbu prajurit yang
mengawal tumenggung Mayang dan isterinya.
Dengan amukan hebat mereka berusaha
merebut tumenggung Mayang dan isterinya dari
tawanan. Sedang para prajurit yang sedang
sibuk dipinggiran sungai untuk menolong
kawan-kawannya juga menemui nasib sial.
Tidak disangka sebelumnya, tiba-tiba
berkesiuran anakpanah menghujani mereka.
Keadaan makin kacau, kalang kabut. Juga
pikirannya. Mereka tidak mengira kalau
perampok itu telah menyusun rombongannya
sedemikian rapi berlapis lapis dan entah masih
ada lagi atau tidak. Yang jelas, ini saja sudah
sukar dilawan. Mereka berpendapat lebih baik
menghindarkan bahaya yang lebih besardaripada harus mengambil resiko
mempertaruhkan nyawa. Keputusan segera
dijalankan, Mereka melarikan diri. Tetapi
terlambat. Jalan keluar sudah terkepung rapat,
kecuali melewati sungai. Saking gugupnya,
tanpa pikir panjang mereka terjun ke dalam
sungai, tidak ingat jika sungai itu dalam dan
mereka tidak bisa berenang. Lolos dari maut di
darat, mereka menemui ajal di dalam sungai.
Sesungguhnya prajurit pengawal
tumenggung Mayang ini adalah prajurit-prajurit
pilihan. Tetapi karena mereka memandang
ringan kepada lawan dan membanggakan
kekuatan sendiri, akibatnya menderita kerugian
besar. Nyawa mereka yang menjadi tebusannya,
Demikianlah atas kecerdikan dan
ketangkasan para mantri Pemajegan,
tumenggung Mayang dan isterinya dapat
dibebaskan dari tangan prajurit Pajang.
Kemudian mereka mengiringkan tumenggung
Mayang dan isterinya menuju ke Mataram.
Setiba di halaman rumah kabupaten
Mataram mereka disambut Senopati beserta
keluarga dan para ponggawa. Begitu melihat
Senopati, nyi tumenggung Mayang langsung
menubruk saudara tuanya ini sambil menangis
mengguguk. Senopati memapah adiknya masukke pendapa dan mempersilakan tumenggung
Mayang mengikutinya.
? Sudahlah, jangan menangis ? hibur
Senopati ? hidup manusia di dunia ini tak
dapat lepas dari takdir. Apa mau dikata kalau
Tuhan meughendaki demikian! ?
? Tapi ... tetapi ? ratap nyi tumenggung
Mayang ? ... mengapa Kangjeng Sultan begitu
kejam kepada anakku ... ? Kepada kemenakan
kangmas Senopati ... ? Kalau memang bersalah,
tak apalah dihukum ... tetapi mengapa
jenasahnya dilempar ke sungai? Sia-sia sekali!
Dan aku maupun bapaknya ... yang tak tahu apaapa, juga dijatuhi hukuman buang .... ?
? Tetapi sekarang engkau dan suamimu
sudah selamat bukan ? Mulai sekarang hiduplah
dengan tenang di Mataram? ?
? Ya, karena kebetulan kangmas tahu.
Kalau tidak ... siapakah yang akan menolong?
Tetapi kangmas, adikmu sudah dipermalukan
begini. Apakah kangmas membiarkan begitu
saja perlakuan Kangjeng Sultan kepada kami ... ?
? ? Jangan kuatir ? hibur kakaknya ? Ada
saatnya pembalasan datang! ?? Tidak! ? jerit nyi tumenggung ?
Kangmas harus mau berjanji membalaskan sakit
hati ini dalam waktu singkat ?
? Baiklah adikku, tapi berhentilah
menangis ? Senopati memberi kesanggupan
untuk menghibur adiknya ? Sekarang
masuklah ke dalam bersama yunda-mu.
Mengasolah dahulu! ?
Lega hati Senopati setelah adik
perempuannya meninggalkan tempat itu.
Kemudian ia memandang adik iparnya yang
masih menundukkan kepala sejak tiba dan
duduk bersimpuh di pendapa.
? Ceritakanlah apa yang terjadi, jangan
engkau tambahi dan jangan engkau kurangi! ?
Senopati mulai membuka pembicaraan.
Tumenggung Mayang mengangkat kepala,
beradu pandang sekilas dengan kakak iparnya,
baru mulai menceritakan apa yang telah terjadi
secara singkat. Senopati Ing Ngalogo
mendengarkan dengan penuh perhatian dan
berkali-kali menganggukkan kepala. Setelah
cerita tumenggung Mayang selesai, Senopati
bertanya ? Apa sebabnya engkau tidak
melawan, seperti yang telah dilakukan oleh
Dadaptuiis? ?Tumenggung Mayang terkejut. Ia tidak
menjawab pertanyaan itu, sebaliknya malah
bertanya ? Kenapa dengan dimas Dadaptulis ?
? Senopati Ing Ngalogo tersenyum, lalu
katanya
? Rumah Dadaptuiis diserbu prajurit
tamtama pada waktu malam hari. Tetapi
Dadaptulis telah mempersiapkan prajuritnya.
Surokarti dan Wirotanu tidak berani nekat
menghadapi prajurit Dadaptuiis yang telah
mengepung mereka. Dengan hati mendongkol
Surokarti dan Wirotanu beserta prajurit
tamtamanya mengundurkan diri. Kuatir kalau
prajurit Pajang kembali dengan kekuatan lebih
besar, Dadaptuiis sekeluarga lolos dari
rumahnya dan sekarang sudah ada di sini
dengan tak kurang suatu apa ?
? Oh, mengapa dimas Dadaptulis mau
ditangkap ? sahut tumenggung Mayang
menanggapi peristiwa itu.
? Mungkin sekali dimas Pangiri telah
gelap mata. Sehingga peristiwa Pabelan telah
dipergunakan sebagai dalih menangkap
Dadaptulis ?
Tumenggung Mayang menghela napas sarat.
Baru sekarang ia tahu, bahwa Dadaptulis pundianggap tersangkut atas kesalahan Pabelan. Ini
tindakan yang patut disesalkan.
? Mayang, pertanyaanku tadi belum kau
jawab ? sela Senopati ? Apa sebabnya engkau
tidak melawan seperti Dadaptulis ? ?
Kumbang Hitam Dari Bumi Sengketa Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tumenggung Mayang tergagap dan
kemudian timbul rasa malu. Tetapi ia perlu
memberi penjelasan, agar kakak iparnya tidak
salah paham dan menganggap dirinya seorang
pengecut.
? Saya telah tertipu oleh kelicikan
pangeran Pangiri?sahut Mayang, yang tidak
lagi menyebut gusti kepada pangeran Pangiri ?
Di samping pula tipu muslihat Surokarti dan
Wirotanu. Ketika Surokarti dan Wirotanu
datang ke rumah, mereka mengatakan sebagai
utusan Ingkang Sinuhun Kangjeng Sultan. Dan
mereka mengatakan bahwa Pabelan ditangkap,
sedang saya dan isteri saya dianggap ikut
menanggung dosanya. Kangmas .... karena titah
Ingkang Sinuhun maka saya tidak berani
membantah. Jika saya tahu bahwa perintah itu
dari pangeran Pangiri, tentu saya takkan mau
menyerah sebelum nyawa melayang. Itulah
sebenarnya yang telah terjadi, kangmas.
Sehingga saya tertipu oleh kelicikan pangeran
Pangiri ?Mendengar jawaban tumenggung Mayang
ini, Senopati tidak jadi marah dan menganggap
adik iparnya sebagai seorang pengecut. Ia dapat
menerima alasan adik iparnya itu.
? Sungguh kurang ajar ! ? desis Senopati.
Ia pun dapat merasakan apa yang diderita adik
iparnya ini setelah mengetahui duduk
perkaranya, dan tahu pula bahwa Pabelan telah
dibunuh ? Mayang, aku tahu bahwa engkau
lelah sekali saat ini. Tetapi aku belum
mengijinkan engkau mengaso. Karena sebentar
lagi paman Juru Mertani dan Dadaptulis akan
datang ke mari ?
Tumenggung Mayang mengangguk sambil
tersenyum. Senang hatinya akan segera dapat
bertemu muka dengan Juru Mertani, pamannya
yang sangat dihormati. Telah lama nian dia tak
bertemu.
? Saya sudah rindu sekali dengan uwa
Juru Mertani ? katanya ? Tetapi
bagaimanakah sekarang dengan Wahono ? ?
? Wahono dan isterinya Kusuma Sari telah
kerasan hidup di Mataram. Dan akupun
berterima kasih sekali kepada Kusuma Sari.
Sebab berkat jasanya, ia sekarang telah berhasil
membentuk pasukan khusus terdiri dari wanita
? Senopati menerangkan.? Hebat, sayapun turut bersyukur! ?
sambut tumenggung Mayang.
? O ya, aku hampir lupa. Menurut cerita
Ronggo, isteri Wahono itu di samping cantik
jelita, juga berilmu tinggi. Ilmu pedangnya hebat
sekali. Ketika Ronggo mencobanya bertempur,
hampir saja Ronggo kewalahan ?
? Sungguh menggembirakan, kangmas.
Mudah-mudahan pada saatnya kelak, kita dapat
mencapai cita-cita tanpa banyak kesulitan ?
? Ya, mudah- mudahan. Oh, itu uwa Juru
dan Dadaptulis sudah datang. Mari kita
songsong ! ?
Begitu bertemu, Mayang segera dipeluk oleh
Juru Mertani lama sekali sambil ucapnya ?
Syukur engkau tertolong anakku ?
? Ya, berkat pertolongan kangmas
Senopati ? sahut tumenggung Mayang.
Baru setelah itu, antara Mayang dan
Dadaptulis berpelukan erat sekali. Berkatalah
Dadaptulis ? Kangmas saya menyesal sekali ?
? Apa yang kau sesalkan ? ? tanya
Mayang.
___ Karena lengah, tidak buru-buru memberi
kabar ketika Surokarti dan Wirotanu menemui
kangmas! ?? Ah, sudahlah. Yang telah lewat biarlah
berlalu. Yang penting kita telah dapat bertemu
dengan selamat ?
Kemudian mereka berempat masuk ke
pendapa.
Setelah mengambil tempat duduk masingmasing, barulah Senopati mulai membuka
pembicaraan ? Uwa, kehadiran uwa sangat
gaya nantikan, karena akan saya ajak
merundingkan luatu masalah penting. Masalah
yang bersangkutan dengan peristiwa Pabelan,
Mayang maupun Dadaptulis ?
Ki Juru Mertanl mengangguk-angguk,
selanjutnya bertanya ? Apa yang engkau
maksudkan anakku ? Bukankah Mayang dan
Dadaptulis telah selamat dan aman di Mataram?
? ? Justeru Mayang dan Dadaptulis di
Mataram ini yang ingin saya rundingkan dengan
uwa ? Senopati menjelaskan ? Bukankah
rama Sultan akan marah dengan peristiwa
pencegatan rombongan prajurit pengawal
Mayang? Dan juga lolosnya Dadaptulis
sekeluarga dari Pajang ? ?
? Ya, kekuatiranmu memang beralasan ?
jawab ki Juru setelah batuk-batuk kecil ?
Bebasnya Mayang merupakan tamparan hebatbaik bagi pangeran Pangiri maupun adipati
Tuban. Tentu saja mereka akan berusaha sekuat
tenaga untuk mempengaruhi Ingkang Sinuhun
? ? Dan menurut dugaanku ? sambung
Juru Mertani ? kali ini Ingkang Sinuhun sendiri
yang akan datang di Mataram ?
? Untuk meninjau ? ? tukas Senopati.
Juru Mertani menggeleng ? Tidak ! Karena
persoalannya telah bertumpuk, sehingga
engkau dianggap sengaja memusuhi Pajang.
Oleh karena itu, Kanjeng Sultan datang dengan
seluruh kekuatan untuk memukul Mataram ?
? Bagus, ha, ha, ha! Sorak Senopati sambil
menepuk pahanya ? Inilah yang kutunggu
tunggu. Pajang pasti hancur ? ?
? Sudah tetapkah rencanamu itu, anakku ?
? tanya Juru Mertani.
? Wa, kalau memang rama Sultan datang
ke Mataram untuk memukul perang, mengapa
saya tidak boleh melawan ? Lagi pula diajeng
Ratu Kidul telah bersedia menbantu saya untuk
mengalahkan Pajang ? sahut Senopati.
? Tetapi aku mempunyai pendapat lain ?
sambut Ki Juru Mertani ? Aku menganggap
kurang pada tempatnya apabila sampai terjadi
perang antara Pajang dengan Mataram ?? Mengapa kurang pada tempatnya, uwa ?
? ? Anakku, ingatlah. Bagaimanapun juga
engkau adalah putera Kangjeng Sultan.
Pantaskah apabila antara ayah dan anak saling
bermusuhan? ? Ki Juru memberi nasehat ?
Seorang anak yang tidak pandai menghormati
orangtuanya, oleh para leluhur yang waskita
dikatakan anak durhaka. Anak yang tidak
berbakti .... ?
? Tetapi wa, saya hanyalah anak-angkat
saja ! ? potong Senopati.
Ki Juru tertawa kecil ? Benar, memang
engkau hanyalah putera-angkat. Hm, tetapi aku
ingin memberi penjelasan sedikit kepadamu ?
Ia berhenti sejenak, mengamati Senopati,
Mayang dan Dadaptulis. Agaknya ia sedang
menyelidiki, apakah ketiga orang itu
memperhatikan atau tidak ? Aku tidak
bermaksud menggurui engkau. Tetapi aku
hanya ingin meletakkan dasar untuk
melempangkan pengertianmu yang tidak pada
tempatnya, tentang kedudukan anak-angkat dan
orang-tua angkat. Anakku, kiranya merupakan
hal yang sudah lumrah kalau ayah ibu
kandungnya. Tetapi sebaliknya orangtua-angkat
yang mengasihi dan mencintai anak-angkatnyatidak bedanya dengan anak-kandung sendiri,
adalah lain. Betapa kasih sayang Kangjeng
Sultan terhadap dirimu, tak lagi dapat
dikatakan. Sejak dulu sampai sekarang, engkau
belum memperoleh kesempatan membalas budi
Kangjeng Sultan. Pantaskah kalau balas budimu
itu engkau wujudkan melawan ayah-angkatmu
dengan peperangan? ?
Sela Dadaptulis dengan tiba-tiba ? Tetapi
wa, buktinya Kangjeng Sultan begitu mudah
sekali dipengaruhi oleh pangeran Pangiri dan
adipati Tuban. Yang akibatnya mencelakakan
saya sekeluarga dan kangmas Mayang
sekeluarga
? Itu tak mengherankan, justeru pangeran
Pangiri dan adipati Tuban mempunyai banyak
kesempatan bertemu dan berdekatan dengan
Kangjeng Sultan. Seseorang dapat dipengaruhi,
karena selalu berdekatan. Karena itu kurang
pada tempatnya kalau Kanjeng Sultan kau
persalahkan ?
Senopati menghela napas panjang. Apa yang
telah dikemukakan Juru Mertani tadi berkesan
dalam batinnya. Ia menyadari betapa kasih
sayang raja Pajang itu kepada dirinya. Malah
walaupun pangeran Benowo itu merupakan
putera mahkota dan putera satu-satunya,kepada dirinya selalu hormat dan menganggap
dirinya sebagai saudara kandung yang lebih tua.
Setelah teringat kepada pangeran Benowo,
iapun tambah sadar. Apakah pandangan dan
sikap pangeran Benowo tidak akan berobah
kalau dirinya melawan ayah-angkatnya dalam
peperangan?
? Lalu bagaimanakah menurut pendapat
uwa Juru ? ? akhirnya Senopati minta nasehat.
? Baiklah jika engkau minta pendapatku
? sahut Juru Mertani ? Sekarang sebaiknya
Pendekar Pulau Neraka 31 Lima Setan Dari Barat Wiro Sableng 115 Rahasia Perkawinan Wiro Menggapai Impian Tertinggi Karya Ono Musfilar
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama