Ceritasilat Novel Online

Kumbang Hitam Bumi Sengketa 6

Kumbang Hitam Dari Bumi Sengketa Karya Widi Widayat Bagian 6


engkau tidak perlu merencanakan sematu yang
tidak pada tempatnya. Kita tunggu saja apa yang
akan terjadi, baru kita menentukan sikap ?
? Tetapi bagaimana andaikata rama
Sultan minta kembali Dadaptulis dan Mayang ?
? ? Dan bagaima pendirianmu ? ? Juru
Mertani tidak menjawab sebaliknya malah
bertanya.
? Akan saya pertahankan ?
? Bagus! Itu jantan namanya. Namun
jawaban itu janganlah kaku. Kita harus
menggunakan dalih ?
? Menurut uwa Juru, bagaimanakah saya
harus memberi alasan ? ?? Sekarang belum saatnya. Tetapi
percayalah bila saatnya tiba, aku akan dapat
mengajukan dalih ! ?
? Tetapi wa, andaikata rama Sultan datang
dengan pasukan dan bermaksud memukul
Mataram, apakah yang harus saya lakukan kalau
tidak boleh melawan? ?
? Langkah yang engkau ambil, tidak jauh
bedanya dengan ketika engkau menerima
kedatangan pangeran Benowo dan adipati
Tuban waktu yang lalu ?
? Jadi mereka harus kita sambut sebagai
tamu agung ? ?
? Benar ?
? Kalau mereka sampai menyerang tibatiba ? ?
? Tentu saja lain soalnya. Namun aku
setengah dapat memastikan, bahwa Kangjeng
Sultan takkan memberi perintah seperti itu.
Beliau kasih dan sayang kepadamu. Apabila
sikapmu tidak bermusuhan, percayalah bahwa
kemarahan raja akan reda ?
? Baiklah uwa, saya menurut. Tetapi
kapankah Mataram berterus terang memusuhi
keturunan Demak untuk membela keturunan
Pajang ? ?? Saat itu kiranya akan datang tidak lama
lagi ? sahut ki Juru ? Hidup manusia ini
dibatasi oleh umur, Padahal Kangjeng Sultan
sudah lanjut usia dan sakit-sakitan. Kemana
lagikah kalau tidak kembali ke tempat asal? Nah,
itulah saatnya Mataram unjuk gigi. Tetapi aku
ingin bertanya kepadamu. Kelak apabila engkau
berhasil mengalahkan Demak, tahta kerajaan itu
untuk dirimu sendiri ataukah untuk keturunan
Pajang? ?
? Saya tidak serakah, wa ? sahut Senopati
? Perjuangan ini sesungguhnya demi dimas
Benowo sebagai putera mahkota. Saya sebagai
putera tertua sudah sepantasnya mengalah
untuk kepentingan dimai Benowo ?
? Bagus! Aku bergembira sekali mendengar
pernyataanmu ini. Ini membuktikan kebesaran
jiwamu, anakku. Nah, Kalau begitu lebih kuat
lagi alasanku, bahwa engkau tidak boleh
melawan Kangjeng Sultan. Engkau harus dapat
menempatkan dirimu sebagai seorang anak
yang berbakti kepada orangtua ?
? Demikianlah, kalau Mataram
membicarakan masalah yang berhubungan
dengan peristiwa kematian Pabelan maupun
keadaan keraton Pajang, sebaliknya di Pajang
terjadi kegemparan. Para prujurit pengawaltumenggung Mayang yang berhasil
menyelamatkan diri, telah tiba di Pajang. Begitu
tiba mereka langsung menghadap pangeran
Pangiri, memberi laporan tentang lepasnya
tumenggung Mayang. Prajurit pengawal banyak
yang tewas karena serangan mendadak dari
prajurit Mataram.
? Apa? ? pangeran Pangiri terkejut ?
Orang Mataram telah menghadang dan berhasil
merebut Mayang? ?
? Benar gusti, mereka sendiri yang
memperkenalkan diri sebagai prajurit Mataram
? ? Kurang ajar! Nyatalah sekarang bahwa
Mataram memang ingin melawan Pajang.
Baiklah, sekarang pulanglah kalian ?
Setelah prajurit yang melapor pergi,
pangeran Pangiri memerintah seorang hamba
untuk memanggil adipati Tuban.
Adipati Tuban sangat terkejut setelah
diberitahu oleh pangeran Pangiri, bahwa
tumenggung Mayang dapat direbut oleh prajurit
Mataram.
? Bagaimanakah pendapat dimas tentang
peristiwa ini ? ? tanya pangeran Pangiri.
? Sekarang makin jelas, bahwa Mataram
sengaja menentang Pajang. Huh, sejak dahulusaya telah menduga demikian, namun rama
Sultan tidak juga mau percaya. Sekarang apa
yang harus kita lakukan?? Adipati Tuban
menundukkan kepala. Kemudian sambil
mengamati pangeran Pangiri, ia melanjutkan ?
Kangmas, sebaiknya kita cepat-cepat
melaporkan peristiwa ini kepada rama Sultan ?
? Aku pun berpikir begitu ? sahut
pangeran Pangiri ? Tetapi sebelum kita
menghadap rama, lebih baik kalau kita
bicarakan dan rencanakan lebih dahulu
tindakan apa yang harus kita usulkan. Tanpa
kita rencanakan lebih dulu, aku kuatir apabila
rama Sultan terpengaruh oleh pendapat dimas
Benowo ?
? Tetapi kali ini keadaannya lain, kangmas.
Apa yang dilakukan Mataram Sekarang ini
sudah jelas, hingga tak ada alasan lagi untuk
bersabar ?
? Dimas benar. Namun demikian apakah
salahnya kalau kita merundingkan secara
matang ? ?
Setelah diam beberapa saat, akhirnya
adipati Tuban mengeluarkan pendapatnya ?
Menurut pendapat saya, Mataram harus dipukul
dengan kekuatan yang ada ?? Itu pasti! ? sahut pangeran Pangiri ?
Tetapi kalau ada orang lain mencampuri
masalah ini, pelaksanaannya akan menjadi lain.
Maka menurut pendapatku, kita nanti harus
dapat mempengaruhi rama Sultan.
Bahwa prajurit Pajang yang berangkat
untuk memukul Mataram nanti, harus kita
pimpin sendiri. Artinya, aku dan dimas sajalah
yang menggerakkan prajurit ke Mataram ?
? Benar! ? sambut adipati Tuban ?
Sayapun kuatir kalau rama Sultan
mempercayakan masalah ini kepada dimas
Benowo. Tentu bukan berhasil seperti yang kita
harapkan, sebaliknya bahkan merugikan Pajang
? ? Akupun berpikir begitu. Lalu
bagaimanakah me-nurut pikiran dimas? ?
? Menurut pikiran saya, tidak perlu
berunding lagi. Kita kerahkan pasukan Pajang
untuk menggempur Mataram habis-habisan.
Dosa kesalahan Mataram sudah semakin jelas
? ? Aku sependapat!? sahut pangeran
Pangiri
? Memang tak ada gunanya lagi berunding.
Perundingan hanya akan memberi kesempatan
kepada Mataram untuk mengemukakan dalih.Kalau perang lidah dengan mereka, tidak urung
kita yang kalah. Oleh sebab itu yang paling tepat
kalau kita pukul saja sampai ludes ?
? Pasukan kita pecah menjadi dua bagian.
Sebagian dipimpin kangmas, menyerbu dari
timur, sedang yang sebagian saya bawa
menggempur dari utara. Mereka tentu akan
kerepotan karena tidak menduga kalau akan
diserang dari dua jurusan ?
? Baiklah. Mari kita berangkat menghadap
rama Sultan ?
Sultan Hadiwijaya agak terkejut melihat dua
orang menantunya datang. Dari wajah mereka
tampak kalau mempunyai keperluan yang amat
penting. Maka tegurnya ? Membawa kabar
apakah kalian datang kemari? ? shine
Setelah menghaturkan sembah lalu
terdengar pangeran Pangiri berkata ? Hamba
membawa kabar yang amat penting dan
mengejutkan, rama ?
? Apa ? Kabar apakah yang amat penting
itu ? ? tanya Sultan Hadiwijaya agak heran.
? Prajurit Pajang yang mengawal
tumenggung Mayang telah kembali .... ?
? Cepat benar mereka melaksanakan
tugas ? Sultan Hadiwijaya menyela, karenamengira prajurit Pajang yang telah kembali itu
sudah berhasil menyelesaikan tugasnya.
? Bukan karena mereka bekerja cepat,
rama ? kata pangeran Pangiri ? tetapi terjadi
peristiwa yang tak terduga ?
? Apa ! Apa yang terjadi ? ?
? Prajurit yang datang melapor kepada
hamba merupakan prajurit Pajang yang berhasil
menyelamatkan diri ... ?
? Ah.........apakah yang terjadi di perjalan ?
? Kemudian diceritakan oleh pangeran
Pangiri sebagai apa yang dilaporkan oleh
prajurit yang menghadap kepadanya.
? Ah . . . mengapa terjadi begitu ? Sultan
Hadiwijaya terkejut ? Tetapi benarkah itu?
Bukan orang lain yang sengaja mengaku sebagai
orang Mataram? ?
Mendengar ucapan Sultan ini, dua orang
menantu itu saling berpandangan. Kemudian
dengan tangkas adipati Tuban menjawab ? Tak
mungkin keliru, rama, Mereka sendiri telah
memperkenalkan diri sebagai utusan Mataram
? ? Hmm ... ? Sultan Hadiwijaya menghela
napas berat dan tiba-tiba dirasakan dadanya
sesak. Ia tidak menduga sama sekali kalau akandemikian jadinya. Apakah benar Senopati sudah
tidak menghargai dirinya lagi dan berani
menentang? Namun ia belum yakin, katanya ?
Adakah bukti bahwa mereka itu orang
Mataram? ?
Agak menyesal juga baik pangeran Pangiri
maupun adipati Tuban mendengar pertanyaan
ini. Kemudian pangeran Pangiri menjawab ?
Bukti itu sekarang belum ada. Tetapi kalau
ternyata tumenggung Mayang berada di
Mataram, kiranya ini merupakan bukti, bahwa
penghadang itu benar orang Mataram ?
? Ya ? sahut raja sambil menghela napas
? Kalau memang begitu, apa boleh buat. Tetapi
janganlah tergesa menuduh. Maka sebaiknya
selidiki dahulu secara cermat! ?
Baik pangeran Pangiri maupun adipati
Tuban tidak puas mendengar jawaban raja.
Tetapi mereka tidak mempunyai alasan untuk
mendesak. Karena menyadari bahwa seorang
raja memang tidak dapat bertindak semau
sendiri, apabila tidak ingin dituduh sebagai
seorang raja yang kejam. Namun mereka sudah
tidak sabar lagi. Maka setelah mereka minta diri,
mereka segera berunding beberapa lama.
Akhirnya mereka bersepakat untuk mengirimutusan rahasia, guna menyelidiki keadaan
Mataram.
Yang terpilih untuk melaksanakan tugas ini
adalah suami isteri sakti dari wilayah kadipaten
Tuban Barat Ketiga dan Pitarukmi nama suami
istari itu. Mereka pasangan yang terkenal sakti
mandraguna di Tuban.
Sudah sejak lama adipati Tuban membujuk
suami isteri ini agar bersedia membantu
pangeran Pangiri, namun selalu gagal. Tetapi
akhirnya suami isteri ini bersedia membantu
pangeran Pangiri karena pengaruh janji adipati
Tuban dan pangeran Pangiri, yang menyatakan
bahwa apabila pangeran Pangiri sudah
dinobatkan menjadi raja, Barat Ketiga akan
dianugerahi kedudukan sebagai adipati di
Pajang yang daerahnya mencakup pula
kabupaten Mataram.
Bagaimanapun juga kedudukan adipati
cukup tinggi. Maka dengan gembira suami isteri
ini menerima tugas berat dalam usahanya
menunjukkan jasa.
Pada hari itu juga terlihat dua orang
menunggang kuda meninggalkan Pajang.
Tujuannya ke Mataram. Mereka memacu
kudanya sccapat terbang, ingin mencapai
Mataram secepatnya. Mereka tak lain adalahBarat Ketiga dan Pitarukmi, pasangan suami
isteri yang sakti mandraguna. Barat Ketiga
mengenakan pakaian seperti orang dusun.
Memakai penutup kepala lebar, seperti caping
bentuknya. Tetapi caping ini bukan sembarang


Kumbang Hitam Dari Bumi Sengketa Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

caping. Luarnya terbuat dari anyaman rotan,
tetapi di dalamnya dilapisi dengan keping baja.
Di bawah terik matahari dapat digunakan untuk
meneduh, sedang dalam menghadapi musuh
dapat digunakan sebagai perisai. Sebaliknya,
Pitarukmi saat ini mengenakan pakaian bagai
seorang puteri bangsawan. Berkilau-kilauan
perhiasan yang dikenakan tertimpa sinar
matahari. Juga bahan pakaian yang dikenakan
sangat halus dan mahal harganya. Pitarukmi
memang seorang wanita yang cantik jelita.
Sayang ia berdandan terlalu berlebihan,
sehingga menimbulkan kesan bahwa ia sebagai
wanita yang senang pelesiran. Tetapi
sesungguhnya tidak demikian, la adalah seorang
isteri yang amat setia kepada suaminya. Maka
apabila ada orang laki-laki yang salah sangka,
berani kurang ajar kepada wanita itu, akan
jungkir balik oleh pukulan maupun
tendangannya yang keras dan cepat bagai
halilintar menyambar.Demikianlah suami isteri itu hidup rukun
dan bahagia. Namun begitu, ada suatu hal yang
menjadi kekecewaan hati mereka. Karena
walaupun mereka telah hidup berumah tangga
sepuluh tahun lamanya, belum juga mereka
memperoleh keturunan. Perkara inilah yang
sering-sering muncul di tengah kebahagiaan
mereka. Sepuluh tahun adalah waktu yang
cukup lama untuk suatu penantian lahirnya
manusia baru sebagai buah perkawinannya.
Mereka gelisah. Kalau sampai pada akhir belum
juga mendapat apa yang sangat diharapkan,
berarti putuslah sejarah hidupnya.
Perjalanan yang mereka tempuh masih jauh.
Maka mereka memacu kuda seperti sedang
berlomba, agar cepat sampai ke tempat yang
dituju. Namun ketika memasuki hutan, mereka
memperlambat lari kudanya, karena jalan tidak
mudah dilalui. Barat Ketiga mempersiapkan
kewaspadaan karena kadang kala di tengah
hutan yang sepi dimanfaatkan oleh orang jahat
mencari rejeki.
? Rukmi, hati-hatilah Bukan tidak
mungkin di dalam hutan ini ada orang-orang
yang suka jahil, mengganggu perjalanan orang
? Barat Ketiga memberi peringatan kepada
isterinya.? Huh, apa yang ditakutkan ! Pedang dan
pisau terbangku tidak akan membiarkan orang
menghina pemiliknya ! ? sahut isterinya.
? Ya, aku percaya, isteriku. Tetapi harus
diingat, bahwa kita sedang mengemban tugas
yang tidak ringan. Salah-salah sebelum sampai
pada tujuan, kita tertumbuk kesulitan karena
terlalu meremehkan keadaan ?
? Aku tidak peduli ? bantah Pitarukmi
getas, pada tujuan, kita tertumbuk kesulitan
karena terlalu meremehkan keadaan ?
? Aku tidak peduli ? bantah Pitarukmi
getas.
? Namun demikian, bertindak hati hati
adalah kewajiban orang yang sedang melakukan
perjalanan jauh. Ingat, para cerdik pandai
pernah memberi nasehat kepada kita, bahwa
merasa diri lebih kuat, hanya akaa
menyebabkan kita lengah. Sebaliknya merasa
lemah itu pun tidak menguntungkan, karena
dapat menghancurkan semangat sebelum
berhadapan dengan musuh. Yang paling
bijaksana, walaupun merasa kuat tetapi tidak
meninggalkan kewaspadaan ? Barat Ketiga
memberi nasehat kepada isterinya.
Baru saja Barat Ketiga berhenti berbicara,
tiba-tiba dikejutkan oleh suara tawa terkekeh,lalu disusul dengan kata-kata menyindir ? Heh,
heh, heh, engkau benar. Orang harus bersikap
hati-hati dalam segala langkah. Tetapi sikap
hati-hatipun belum tentu menjadi jaminan
keselamatan ?
Barat Ketiga dan isterinya saling pandang.
Mereka heran, mengapa telinga mereka yang
sudah terlatih itu tidak dapat menangkap gerakgerik orang. Mereka segera dapat menduga,
bahwa orang yang baru saja berkata-kata itu
adalah orang yang sakti. Untuk meyakinkan
dugaannya, mereka segera menghentikan
kudanya, menunggu apa yang akan terjadi lebih
lanjut.
Hanya sebentar mereka menunggu, lalu
muncullah seorang laki-laki berperawakan
tinggi-besar, berkumis tanpa jenggot.
Pakaiannya indah dan rapi. Usianya sudah
setengah baya, tetapi langkahnya gagah sekali.
Barat Ketiga dan isterinya terkejut. Bukan
karena kegagahan orang itu, tetapi oleh sinar
matanya yang berkilauan tajam. Sinar mata
yang demikian hanya dapat dimiliki oleh orang
yang sudah tinggi tenaga-dalamnya bahkan
sudah hampir mencapai kesempurnaan.
Menyadari bahwa orang yang berdiri di
hadapannya bukan orang sembarangau, bahkantentu lebih tinggi tinggi tingkatnya, maka tanpa
malu lagi suami-isteri ini mendahului memberi
hormat. Tetapi orang itu seakan tidak melihat,
apalagi membalasnya.
Mendongkol sekali Barat Ketiga atas sikap
orang itu. Tetapi ia menyabarkan diri, lalu
katanya ? Saya yang rendah bernama Barat
Ketiga dari telatah Tuban. Beruntung sekali saya
dapat bertemu dan berkenalan dengan tuan di
tempat ini. Perkenankanlah saya mohon tanya,
siapakah nama dan gelaran tuan yang mulia ? "
? Heh, heh, heh, bagus juga namamu ?
sahut si laki-laki itu dengan nada meremehkan
? Barat Ketiga, sama dengan angin kemarau.
Hem, tentunya engkau dapat bergerak seperti
angin di musim kemarau. Karena engkau sudah
memperkenalkan diri, baiklah sekarang
kuperkenalkan diriku. Aku datang dari tempat
yang cukup jauh. Dari Nusakambangan dan
orang menyebut namaku Maha Resi ?
Dari silap dan nada bicara orang yang
bernama Maha Resi ini jelas, bahwa orang ini
berwatak congkak dan suka meremehkan orang
lain. Hal ini dirasakan juga oleh Barat Ketiga. Dia
menyesal. Penghormatan yang diberikan tidak
ditanggapi semestinya. Dia sudah mendahului
menyebut ?tuan?, tetapi orang membalas dengansebutan kau. Apakah ini tidak menyakitkan hati.
Namun, Barat Ketiga masih dapat menekan
kemarahannya. Ia menyadari bahwa saat ini
sedang mengemban tugas penting. Maka
sedapat mungkin diusahakan menghindarkan
diri dari hambatan di jalan.
Tetapi celakanya Maha Resi seperti tidak
peduli. Sekarang ia mengalihkan pandang
matanya ke arah Pitarukmi. Pandang mata yang
penuh gairah setelah dapat meneliti wajah
cantik dari jarak dekat. Kalau tadi terhadap
Barat Ketiga begitu angkuh, kini lain pula
sikapnya terhadap Pitarukmi. Dengan ramah dia
menyapa gadis itu dan menanyakan namanya.
Biasanya Pitarukmi merasa bangsa kalau
orang memandang dirinya dan mengagumi
kecantikannya. Tetapi saat itu lain pula
sikapnya. Melihat orang itu meremehkan
suaminya dan ia tahu bahwa suaminya tak
senang dengan orang itu, maka iapun tidak mau
memberitahukan namanya bahkan terus
meludah ? Cuh ... ?
? Ih, mengapa engkau meludah, nini ?
Apakah engkau membau yang tidak enak ? ?
? Jangan ceriwis ? bentak Pitarulmi ?
aku bukan seorang perawan tetapi aku adalah
isteri kakang Barat Ketiga ini ? sambil berkatadia terus menghampiri dan berdiri disamping
suaminya.
Mata Maharsi berkilat-kilat aneh. Sepasang
payudara yang membukit di dada si cantik itu
telah memikat perhatiannya ? Heh, heh ....
perawan atau bukan, tiada bedanya, sama-sama
wanita. Engkau cantik dan masih muda maka
aku sampai salah sangka. Tetapi eh, apa
sebabnya engkau tak mau memperkenalkan
namamu ? ?
Mendengar kata-kata Maha Resi, serasa
hampir meledaklah dada Barat Ketiga. Ia
mendapat kesan bahwa orang itu selain bukan
tokoh sembarangan, pun juga seorang lelaki
kurang ajar. Jelas kedatangannya tentu tidak
bermaksud baik. Orang itu tertarik dengan
kecantikan Pitarukmi dan sengaja hendak
menggodanya.
Memang orang yang mengenakan dandanan
sebagai pertapa dan menyebut diri sebagai
Maha Resi itu, seorang lelaki yang mata
keranjang. Seorang manusia iblis yang gemar
membunuh dan mempermainkan wanita. Tetapi
karena tak kenal maka Barat Ketiga dan
Pitarukmi pun tidak takut. Bahkan kedua suami
isteri itu marah dan ingin memberi hajaran
kepadanya.? Cerewet benar engkau! ? bentak
Pitarukmi ? lekas enyah dari sini dari jangan
mengganggu kami! ?
? Heh, heh, heh, mengapa engkau marah
wong gayu ? Maha Resi tertawa mengekeh ?
cobalah engkau perhatikan baik- baik. Apakah
sesuai dirimu dengan dia. Bukan aku lebih
tampan dan lebih gagah. Pun dalam hal
kesaktian, aku berani bertaruh, tentu lebih sakti
dari nya ?
? Engkau, engkau berani menghina aku? ?
teriak Barat Ketiga yang tidak dapat menguasai
diri lagi.
Tetapi Maha Resi masih tetap tenang. Ia
terkekeh lalu mengejek ? Heh, heh heh, engkau
marah ? Bagus, mari kita coba, eh, tunggu dulu
? Barat Ketiga menunda gerakannya ? Apa
maksudmu ? ? serunya dengan bengis.
Heh, heh, heh ? Maha Resi terkekeh ? aku
bukan bayi kemarin sore. Aku tak pernah
berkelahi tanpa memperoleh keuntungan.
Bersediakah engkau bertaruh dengan aku? ?
Barat Ketiga yang sudah penasaran, cepat
menjawab ? Hai, apa yang hendak engkau
pertaruhkan ? ? ? Kalau aku kalah ? sahut
Maha Resi dengan mantap ? taruhnya adalahnyawaku. Engkau bebas hendak menyiksa atau
membunuh aku ! ?
? Begitupun aku ? sambut Barat Ketiga
? kalau aku kalah akan kuserahkan jiwaku.
Mau menyiksa atau membunuh, engkau bebas
melakukannya ! ?
? Pasti, itu sudah pasti. Tanpa engkau
minta-pun tentu kubunuhmu. Perlu apa
kuberimu umur panjang? Tetapi masih ada yang
lebih penting itu. Jika engkau kalah, engkau
harus rela menyerahkan isterimu kepadaku ?
? Bedebah busuk ? teriak Pitarukmi
serentak ? siapa sudi menjadi isterimu. Akan
kubelah mulutmu yang kotor itu dengan
pedangku ini ? serentak ia mencabut pedang
dan terus hendak menyerang tetapi dicegah
suaminya.
? Mengapa engkau melarang, kakang? biar
kucincang manusia keparat semacam itu ! ?
Barat Ketiga tersenyum, katanya ? Isteriku,
tak baik menurut nafsu amarah. Apakah engkau
tak percaya kepada suamimu ini? Dia
menantang aku dan bukan menantang engkau.
Tidakkah memalukan kalau aku tidak melayani
tantangannya ? ?
J? Tetapi dia minta aku sebagai barang
taruhan. Huh, apakah aku ini dianggap sebuah
benda saya .. . ? Pitarukmi menjawab sengit ?
Biarkan dia mau bicara apa saja. Yang penting,
bukankah engkau tak mau, dan akupun tak
mungkin kalah ? ? Heh, heh, heh ? Maha Resi
terkekeh lagi mendengar pembicaraan suami
isteri itu, dengan sikap yang begitu mesra ?
Apakah dugaanmu aku ini bukan laki laki jantan,
gagah dan pandai merayu? Kamu membuat aku
menjadi iri saja. Ayolah, siapakah yang akan
maju lebih dulu? Atau kalian memang akan maju
berbarengan mengeroyok ?
? Merah wajah Barat Ketiga ? Tantangan
itu terlalu menghina dan merendahkan. Ia
berkata ? Mundurlah ! Biarlah aku yang
menghajar dia. Manusia busuk yang berkedok
sebagai orang suci! ? Gerakan tangannya cepat
sekali. Tahu tahu sebatang pedang telah
tergenggam ditangannya. Ia berteriak uyaring
? Awas pedang! ? Gerakan Barat Ketiga hebat
sekali, dan pedang meluncur ke depan dan
menusuk. Namun sebelum pedang itu me

Kumbang Hitam Dari Bumi Sengketa Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nyentuh tubuh lawan, gerakannya telah
berobah menjadi babatan tak terduga.
? Heh, heh, heh, bagus sekali! ? Maha
Resi berkata ketawa terkekeh. Sikapnyamerendahkan seperti tadi. Dan atas serangan itu
pun, sikapnya tenang sekali.
Ia hanya menggeser kaki sedikit sambil
miringkan tubuh. Sabatan pedang lewat
disamping kepalanya. Kemudian dengan
gerakan tangannya yang gesit, sudah
menyambar dengan maksud mencengkeram
senjata orang. Untung juga Barat Ketiga sudah
dapat menduga sebelumnya. Usaha Maha Resi
mencengkeram pedang tidak berhasil, sehingga
gerakan itu diteruskan menjadi serangan
balasan. Maha Resi memang tokoh sakti dari
Nusakambangan yang angkuh. Ia selalu
melawan dengan tangan kosong, walaupun
lawan bersenjata. Ia menggunakan senjata,
kalau benar-benar memang bahaya. Dan
biasanya, ia selalu keluar sebagai pemenangnya,
sehingga semakin menambah keharuman
namanya saya. Yang kemudian membuat
orangpun tunduk kepada dirinya sebelum
berhadapan sebagai lawan berkelahi. Tetapi
sikap Maha Resi yang bertangan kosong itu,
Barat Ketiga malu.
Di Tuban, dirinya seorang yang dihormati,
pilih tanding, mengapa sekarang dirinya
bersenjata melawan orang yang tak bersenjata?
? Gunakan senjatamu! ? bentaknya,? Tak usah kau perintah ? sahut Maha
Resi. ? Aku akan menggunakan senjata pula,
mengapa engkau ribut sendiri? Bukankah kita
ini bertempur bertaruh? Apakah engkau rela
isterimu ke tanganku? ?
? Jangan sombong! ? teriak Barat Ketiga
sambil melancarkan serangannya lagi. Ia sudah
memperingatkan, agar dirinya tidak disalahkan.
Terhadap lawan yang tak bersenjata, bukankah
ini kebetulan? pikirnya. Oleh sebab itu sambil
berteriak timbul semangatnya, ia telah
melancarkan serangan gencar. Pedang
menyambar bagaikan badai, membatasi gerak
lawan dan tak memberi kesempatan lawan
untuk membalasnya.
Kaget juga Maha Resi, menghadapi serangan
yang gencar dan cepat itu. Apabila dianya
lengah niscaya dirinya sendiri menjadi korban..
Namun sebagai seorang tokoh yang sudah luas
pengalaman, ia tidak gentar dan kuatir.
Menggunakan kecepatan dan kegesitannya ber gerak, dengan mudah ia dapat menghindari
bahaya. Dan mencari kesempatan lawan untuk
merebut pedangnya. Kemudian membuat lawan
tak berdaya.
Biasanya Maha Resi dengan cepat dapat
merobohkan lawan dan lebih cepatmengalahkan lawan. Akan tetapi hari ini Maha
Resi memang bersikap lain. Ia tahu bahwa
perempuan cantik yang menarik itu, bukan
perempuan sembarangan. Karena itu ia ingin
menunjukkan ketinggian ilmunya, agar wanita
itu dapat tertarik dan tunduk akan
kegagahannya. Dan mempermudah mengurus
persoalannya, tanpa perkelahian.
Akan tetapi di luar tahu Maha Resi sendiri,
sikapnya menyombongkan kepandaian dan
merendahkan Barat Ketiga, bukannya menarik
perhatian Pitarukmi, sebaliknya menambah
penasaran. Melihat seperti itu, Pitarukmi
menjadi kuatir jika suami kalah dan terbunuh
mati.
Ia memutuskan untuk membantu suaminya.
? Mampus engkau! ? seraya taburkan
tangannya. Beberapa batang pisau kecil secepat
kilat melayang ke arah muka Maha Resi. Dalam
hal ilmu menabur pisau, Pitarukmi memang
mahir sekali. Dia yakin, lawan tentu terluka.
Tetapi sayang sekali. Yang dihadapinya itu
seorang sakti mandraguna, seorang tokoh hitam
dari pulau Nusakambangan. Walaupun sedang
menghadapi serangan gencar dari Barat Ketiga,
namun matanya tetap dapat menguasai keadaan
di sekeliling. Cepat dia dapat melihat sinarkemilau dari tujuh batang pisau kecil yang
dilontarkan Pitarukmi. Maka cepat pula dia
terus bertindak. Dengan jari tangan kiri dia
menyentil pedang Barat Ketiga ke samping,
kemudian dia melambung ke atas menghindari
pisau yang menyambar ke kakinya. Disaat
melayang di udara, dia sudah mencabut ikat
kepala dan menyambut empat barang pisau
yang terus dililitnya. Targan kiri menyentil
sebatang pisau agar berputar menuju kearah
Barat Ketiga.
? Celaka ? Pitarutmi memekik tertahan
karena kuatir tuaminya akan terkena sambaran
pisau.
Tetapi Barat Ketiga juga bukan jago
sembarangan. Ia lanjutkan gerak pedangnya
untuk membabat lawan yang sedang meluncur
turun sementara tangan kiri membuka
capingnya untuk menangkis sambaran pisau
tadi, cak .... pisau itu menancap pada caping.
? Bagus ? seru Maha Resi memuji. Tetapi
karena diserang, diapun tak berani lengah.
Empat batang pisau yang dililit dalam ikat
kepalanya tadi segera dikibaskan kearah Barat
Ketiga, diteruskan untuk berganti melibat
batang pedang lawan.Barat Ketiga terkejut. Sambil
mempertahankan pedangnya, dia gerakkan
caping di tangan kiri untuk menangkis, cak, cak,
cak, cak .... keempat batang pisau itu menancap
pada caping.
Kedua lawan itu sekarang sama tegak
berhadapan lagi. Barat Ketiga berusaha
melepaskan pedangnya dari libatan ikat kepala
lawan tetapi tak berhasil. Malah ia merasa
seperti ditarik sebuah gelombang tenaga yang
amat kuat sehingga telapak tangannya bergetar.
? Heh, heh, heh, lepaskan pedangmu! ?
bentak Maha Resi seraya mengerahkan tenaga.
Tetapi saat itu kembali tujuh batang pisau
melayang ke arahnya. Terpaksa dia harus
melepaskan libatan ikat kepalanya dan loncat
menghindar ke samping. Selekas ke tujuh pisau
itu melayang jatuh, Barat Ketigapun sudah
menyerang lagi. Terpaksa Maha Resi menyabat
dengan ikat kepalanya lalu dilanjutkan
memukul pergelangan tangan lawan. Tetapi
Pitarukmi cepat menghujani taburan pisau lagi.
? Kurang ajar ? teriak Maha Resi ?
sangkamu pisau itu dapat melukai aku ? ?
Ikat kepala adalah kain yang lemas. Tetapi
di tangan Maha Resi, kain itu berobah menjadi
benda keras yang mampu menangkis pisau danpedang. Barat Ketiga dan Pitarukmi heran dan
penasaran. Pitarukmi terus hendak maju
menerjang. Dia tak sabar lagi hanya
menaburkan pisau. Tetapi sebelum kaki
bergerak, tiba-tiba terdengar suara halus
menyusup ke telinganya ? Jangan Sembrana !
Jika engkau maju, engkau mencelakai dirimu
sendiri ! ?
Pitarukmi heran. Ia tertegun dan
memandang ke sekeliling tetapi tak melihat
barang seorangpun juga. Godaan iblis, pikirnya.
Maka tanpa peduli lagi, ia terus loncat ke muka
? Kakang, jangan takut, aku akan membantumu
? Memang saat itu Barat Ketiga sedang sibuk.
Satelah Maha Resi menggunakan ikat kepala,
keadaan menjadi terbalik. Kalau semula Barat
Ketiga yang menyerang, kini dia berbalik
diserang dan terpaksa harus main mundur
berloncatan menghindar. Ia tak berani
membenturkan pedangnya pada ikat kepala.
Karena takut akan dililit dan direbut lawan.
Mendadak dia kaget dan memutar
pedangnya untuk menangkis ? Trang . . .
auwww .... ? ia menjerit tertahan ketika
lengannya serasa seperti lumpuh dan
pedangpun terlepas jatuh.Ternyata secepat kilat Maha Resi tadi telah
mencabut sebatang tombak kecil dari
pinggangnya dan dibenturkan pada pedang
Barat Ketiga. Akibatnya pedang Barat Ketiga
terpental jatuh.
? Heh, heh, heh .... ? ejek Maha Resi.
Saat itu Pitarukmi maju menerjang dengan
pedang.
Karena gugup melihat pedang suaminya
jatuh, dia tak berpikir lagi untuk melontarkan
pisau.
? Aihhh .... mengapa engkau menyerang
aku? ? seru Maha Resi seraya menghindar ?
suamimu telah kalah, aku berhak memiliki
engkau sebagai taruhannya ?
? Keparat! Rasakan pedangku ? teriak
Pitarukrni sambil menyerang lagi. Kesempatan
itu tak disia-siakan Barat Ketiga untuk
menjemput pedang lalu bantu isterinya
menyerang lawan.
? Bagus, bagus, heh, heh, heh . . . . ? Maha
Resi mengejek ? sudah kuberi ampun malah
minta mati. Baik, sekarang engkau harus
mampus dan isterimu harus jadi milikku ?
? Tiba-tiba dia merobah tata serangannya.
Kini dia menyerang secepat angin prahara
sehingga suami isteri itu terkejut dan tak dapatmengikuti gerak lawan. Mereka bingung,
sekalipun hanya uutuk membela diri saja.
? Trang .... aduhh .... ? tiba-tiba terdengar
benturan senjata yang keras dan disusul suara
teriak Barat Ketiga yang kesakitan dan
tubuhnya terhuyung-huyung ke belakang
sambil mendekap bahu kanannya. Ternyata
bahunya terluka berlumur darah tertikam Maha
Resi.
Pitarukrni terkejut sekali. Baru saat itu
sepanjang hidupnya dia harus menghadapi
kenyataan yang menyakitkan hati. Dia marah
dan nekad. Lebih baik mati daripada harus
serahkan diri pada siluman itu ? Wut, wut, wut
.... ? secepat kilat ia ayunkan tangan kiri,
menabur beberapa batang pisau kearah lawan
lalu loncat maju menikam dengan pedang.
Serangan pisau dari jarak yang begitu dekat,
benar-benar membuat kejut dan kelabakan
Maha Resi ? Hai, engkau berani menyerang aku
? ia terus bersiul nyaring lalu Memutar ikat
kepalanya sederas hujan, plek, plek, plek ....
semua pisau yang ditaburkan Pitarukmi
tergulung dalam ikat kepala.
? Heh, heh, heh ? ia tertawa mengekeh
ketika Pitarukmi menyerang ? eman-eman
wong ayu. Percayalah engkau tentu akan hiduplebih bahagia disampingku yang lebih gagah dan
lebih sakti dari suamimu itu ?
? Tring .... ? pedang Pitarukmi disentil
jari Maha Resi hingga berkisar ke samping.
Pitarukmi rasakan tangannya kesemutan
seperti lumpuh. Namun ia tetap nekad dan
menikam ke arah uluhati lawan.
? Eh, mengapa engkau begitu nekad, wong
ayu ? seru Maha Resi merayu. Dia diam saja
seolah tak melihat pedang yang mengancam
uluhatinya. Pitarukmi mengira kalau Maha Resi
benar-benar tak melihat ancaman itu maka
diapun menikam dengan sekuat tenaga cret ....
uh, Pitarukmi mendesuh kaget karena tahu-tahu
pedangnya tebh dijepit jari kiri Maha Resi.
Pitarukmi menarik pedangnya tetapi tak
mampu. Kedua jari Maha Resi itu seperti jepitan
besi kuatnya.
Pitarukmi bergidik ketahutan ketika melihat
sepasang mata Maha Resi menatap tak berkedip
kearah dadanya ? Lepaskan ? ia berteriak.
? Baik, kulepaskan ? sahut Maha Resi
seraya gerakkan tangan kiri dengan disertai
tenaga yang kuat. Akibatnya Pitarukmi
terdorong hampir jatuh dan pedangnyapun
terlepas jatuh.? Ihh .... engkau jatuh .... ? seru Maha Resi
seraya loncat kemuka dan menyambar dada
Pitarukmi.
? Anjing keparat ? teriak Pitarukmi marah
dan malu sekali ketika dadanya dicomot.
? Aduhhhh .... ? tiba-tiba ia terkejut
mendengar sebuah teriakan ngeri. Dan ketika
berpaling ia makin terkejut karena melihat
suaminya roboh dan muntah darah.
Ternyata Barat Ketiga marah sekali melihat
isterinya dipermainkan orang. Maka tanpa
menghiraukan lukanya dia menyambar pedang
dengan tangan kiri lalu menikam punggung
Maha Resi.
Barat Ketiga bergerak dengan hati-hati dan


Kumbang Hitam Dari Bumi Sengketa Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cepat, agar maksudnya berhasil. Tetapi di luar
dugaan ternyata punggung Maha Resi seperti
bermata. Sebelum tutukan pedang Barat Ketiga
tempat mendarat, tiba-tiba Maha Resi berputar
tubuh dan mengirim tendangan, plak ... Barat
Ketiga terpental beberapa langkah dan roboh
muntah darah.
? Kakang ... ? Pitarukmi menjerit dan
terus lari memeluk suaminya yang sudah
pingsan itu.
? Heh, heh. heh . . . ?Maha Resi terkekeh
gembira ? aku masih bermurah hati takmembunuhnya. Sekarang jangan rewel lagi,
engkau harus ikut aku ? ia terus melangkah
menghampiri Pitarukmi. Tetapi tiba-tiba ia
terkejut ketika merasakan suatu gelombang
angin keras menyambar dari belakang. Cepat ia
berputar tubuh dan crek ... ia menyambar
sebuah benda yang melayang ke arahnya. Tetapi
benda itu terasa panas dan lunak. Cepat ia
membuka telapak tangannya dan seketika
merahlah wajahnya ? Bedebah ... ? ia memaki
ketika mengetahui bahwa benda itu sebuah batu
kerikil yang berlumuran tahi.
Tetapi iapun cepat menyadari bahwa orang
yang menyabitkan batu kerikil itu tentu seorang
yang sakti. Hal itu terbukti dari kerasnya tenaga
lontaran batu itu tadi. Cepat ia membalikkan
tubuh terus loncat ke muka. Maksudnya dia
akan menyambar Pitarukmi untuk dibawa lari.
? Ahhh ... ? tiba-tiba Maha Resi berteriak
kaget ketika merasa bertubrukan dengan
seseorang sehingga dia terhuyung ke belakang.
Ketika dapat berdiri tegak memandang ke
muka, ia terbelalak kaget. Ternyata di depannya
telah muncul seorang kakek tua yang berdiri
bersedekap tangan dan tersenyum penuh
wibawa.
? Siapa engkau ? ? bentak Maha Resi.? Aku? ? kakek itu tertawa ? aku
seorang manusia seperti engkau ?
? Setan alas ! ? teriak Maha Resi marah
? aku menanyakan namamu, sebelum kubunuh
? Heh, heh, heh ? kakek itu terkekeh-kekeh
? apakah engkau ini Yamadipati dewa
pencabut nyawa itu ? Aku sudah tua dan tentu
akan mati. Tetapi sebelum mati, haruslah
manusia itu mencari bekal mati yang baik agar
kelak dapat mati dengan meram dan tenang ?
? Jangan banyak cakap! Aku tak butuh
obrolan-mu! ? teriak Maha Resi marah ? lekas
beritahukan namamu! ?
? Hemm ? kakek itu mendengus lalu
mengurut-urut jenggotnya yang memanjang
putih ? nama hanya sekedar untuk tanda
pengenal. Tetapi nama bukanlah ukuran
kedudukan dan kehormatan. Kedudukan dan
kehormatan seseorang itu adalah hasil daripada
perbuatannya sendiri. Seorang yang mempunyai
nama seram dan mentereng, Maha Resi
misalnya, apakah gunanya? Maha Resi artinya
pertapa besar dan sudah tentu seorang suci.
Akan tetapi apakah orang mau menghormati
kalau perbuatannya tidak baik? Heh, heh, heh
malah ... ?? Tutup mulutmu, babi tua ? Maha Resi
makin marah karena merasa disindir ? engkau
mau memperkenalkan namamu atau tidak?
Kalau tidak mau, hari ini engkau pasti akan mati
secara sia sia ?
Wut, wut, wut .... tiba-tiba pisau milik Pitarukmi yang masih tergulung dalam ikat
kepalanya itu melayang kearah kakek itu. Maha
Resi yakin, kali ini pasti dapat membunuh si
kakek.
Tetapi dugaannya ternyata meleset. Kakek
itu tetap tenang. Ia gerakkan kedua tangannya
berputar melingkar-lingkar dan pisau-pisau
yang menyambar itupun seperti tersedot oleh
kekuatan yang tak kelihatan. Ketika dia berhenti
bergerak maka pisau pisau itupun telah
berkumpul dalam telapak tangannya semua.
Maha Resi kaget bukan kepalang. Selama
malang melintang berkelana, belum pernah ia
bertemu dengan orang yang mampu
menyelamatkan diri dari sambutannya, apalagi
dalam jarak yang begitu dekat. Jelas kakek itu
tentu seorang yang sakti. Belum tentu ia
menang, atau paling tidak harus membutuhkan
waktu yang lama untuk menghadapinya.
Dasar manusia licik, setelah menyadari
gelagat yang tak menguntungkan diapun segeramerobah sikap. Tidak lagi membentak- bentak
melainkan bertanya dengan ramah ? Siapakah
sesungguhnya anda ini ? Mengapa anda
mencampuri urusanku ? ?
? O, jangan salah faham ? sahut kakek itu
dengan tetap dalam nada halus dan ramah ?
aku takkan mencampuri urusamu apabila
engkau tak mengganggu kedua suami isteri itu
? ? Huh ? desuh Maha Resi ? tetapi
siapakah anda ini sesungguhnya? ?
? Heh, heh, heh ? kakek itu tertawa
mengekeh ? rupanya engkau masih penasaran
sebelum mengetahui namaku. Baiklah, aku si
tua yang telah pikun ini bernama Juru Mertani
? ? Aih ... ? Maha Resi berjingkrak kaget
dan wajahnya serentak berobah pucat dan serta
merta dia terus menjatuhkan diri di kaki Juru
Mertani ? Ampunilah hamba yang buta ini.
Hamba merasa bersalah dan hamba rela
menerima hukuman apapun juga ?
Ada dua sebab yang membuat Maha Resi
merobah sikapnya. Pertama, ia telah
membuktikan sendiri bahwa kemasyhuran
nama Juru Mertani itu ternyata bukan suatu
nama yang kosong. Kedua, Juru Mertani adalahpak tua Bupati Mataram yang amat dihormati
rakyat. Kalau berani bermusuhan dengan Juru
Mertani, dia tentu akan dicari oleh Bupati
Mataram dan ponggawanya.
Juru Mertani tersenyum ? Bangunlah dan
dan silakan pergi. Tetapi ingat, jangan sekalikali engkau mencemarkan nama Maha Resi yang
engkau sandang itu. Berbuatlah amal kebaikan
untuk sesama manusia ?
? Terima kasih. Kata-kata tuan pasti akan
hamba perhatikan dan ingat ? ia terus lari
meninggalkan tempat itu dan tak lama
kemudian lenyap di balik bayang bayang daun
pohon yang rimbun.
Sepeninggal Maha Resi, muncullah dua
orang lelaki setengah baya menghampiri Juru
Mertani. Keduanya adalah tumenggung
Dadaptulis dan tumenggung Mayang. Ternyata
yang menyambitkan kerikil berlumur kotoran
manusia tadi adalah tumenggung Mayang. Hal
itu lekedar untuk memberi peringatan kepada
Maha Resi bahwa hendaknya janganlah
dilanjutkan juga : perjalanan hidupnya yang
berbahu busuk seperti tahi itu pun dialah yang
mengirim suara untuk mencegah tindakan
Pitarukmi. Kalau wanita itu menurut, suaminya
tentu tak sampai terluka parah. Karena saat itusebenarnya Juru Mertani sudah memberi
perintah kepada Tumenggung Mayang supaya
menghalau Maha Resi apabila Barat Ketiga
sampai terancam bahaya. eh Tetapi karena
Pitarukmi nekat maju, keadaanpun menjadi lain.
Kalau tumenggung Mayang keluar menghajar
Maha Resi, tentulah suami isteri itu akan salah
sangka. Kemudian setelah Barat Ketiga roboh,
terpaksa Juru Mertani muncul.
? Mengapa uwa membiarkan dia pergi ?
tanya Mayang.
? Ah, yang penting sekarang tolonglah dia
?sahut Juru Mertani sambil menunjuk Barat
Ketiga.
Jika Barat Ketiga masih pingsan adalah
Pitarukmi juga tertegun. Dia kagum akan
kesaktian Juru Mertani tetapi pun terkejut
ketika mendengar nama Juru Mertani. Dia dan
suaminya dilugaskan untuk menyelidiki.
tentang tumenggung Mayang ke Mataram tetapi
sekarang dia malah ditolong orang Mataram.
Apakah ini tidak memalukan?
? Nini jangan takut. Bahaya telah lewat
dan sekarang aku ingin menolong suamimu.
Kebetulan aku bersama puteraku lewat di hutan
ini. Maha Resi selamanya tak pernahmembiarkan lawannya hidup ? kata Juru
Mertani.
Pitarukmi seperti orang yang kehilangan
faham. Tak tahu bagaimana harus Menjawab
kecuali hanya mengangguk saja.
Juru Mertani segera memeriksa Barat
Ketiga. Ia menghela napas lega karena luka
Barat Ketiga tidak berbahaya. Luka itu hanya
luka luar. Apabila sudah beristirahat cukup,
tentu cepat sembuh.
? Bagaimana keadaan suamiku? ? tanya
Pitarukmi
? Tidak apa-apa ? jahut Juru Mertani ?
Dalam waktu singkat akan sembuh ?
? Terima kasih atas pertolongan gusti .... ?
? Ihh, siapakah yang kau sebut gusti itu?
? ? Siapa lagi kalau bukan paduka? ? jawab
Pitarukmi.
? Apa sebabnya? ?
? Karena paduka merupakan paman dari
bupati Mataram ?
? Heh, heh, heh, engkau tahu? Tetapi
walaupun begitu aku bukan seorang gusti, lebih
baik panggil saja aku paman Juru Mertani ?
? Tapi .... tapi .... ?? Tidak ada tetapi, anak. Memang
begitulah seharusnya. Hanya secara kebetulan
saja, aku mempunyai seorang kemenakan
menjadi bupati. Tetapi itu bukan berarti pula
pamannya lalu dapat menuntut kemuliaan.
Bupati itu jabatan dalam menunaikan tugas
pekerjaan, karena mendapat kepercayaan dari
raja. Kalau raja masih butuh dan percaya, orang
itu masih dapat menjabat sebagai bupati. Tetapi
kalau pada saatnya tidak dibutuhkan hgi, diapun
hanyalah manusia biasa ?
Juru Mertani berhenti sejenak menelan
ludah. Kemudian ia meneruskan ? Contohnya
tidak perlu jauh-jauh. Ini .... ?
Juru Mertani menunjuk Mayang dan
Didaptulis ? Dia ini beberapa waktu yang lalu
masih seorang tumenggung di Pajang dan
berumah di Mayang .... ?
? Ahh ... dia ... ? Pitarukmi kaget,
sehingga tidak kuasa menahan mulutnya.
Untung ia segera sadar, bahwa tugas yang
dipikul saat ini merupakan tugas rahasia.
Untung Juru Mertani yang terkenal cerdik
itu tidak buruk. Ia tersenyum, sahutnya ? Ya,
dia tumenggung Mayang. Dan yang satunya itu
Tumenggung Dadaptulis ?Pitarukmi tidak mau sembarangan
membuka mulut. Kemudian ia berkata dengan
hati-hati ? Sungguh, hamba berterima kasih
sekali atas pertolongan bendara .... ?
? Paman ....! jangan bendara atau gusti ?
cegah Juru Mcrtani ? Dan kepada dua orang
kemenakanku ini engkau sebut saja kangmas,
adi, saudara dan apalagi, yang kiranya patut ?
Pitarukmi mengangguk dan menelan ludah
agak sulit. Jantungnya berdebar, karena yang
terjadi saat ini di luar dugaan dan harapannya.
? Mengapa anak berdua berada di hutan?
? tanya Juru Mirtani. Sedang tumenggung
Mayang maupun Dadaptulis merasa kikuk untuk
membuka mulut dan berbicara dengan
perempuan cantik ini.
? Kami dalam perjalanan pulang, dari
mengunjungi seorang sahabat ? sabut
Pitarukmi membohong ? Kami beristirahat di
tempat ini, tahu tahu orang tadi datang
mengganggu ?
? Siapakah nama anak? ?
? Pitarukmi, dan suamiku ini Barat Ketiga
? ? Untuk kepentingan kesehatan suamimu,
sebaiknya anak beristirahat di Mataram saja ?Juru Mertani menawarkan ? Agar aku dapat
ikut menilik kesehatannya ?
? Terima kasih ? sahut Pitarukmi ?
Akan tetapi kami tergesa pulang, maka
maafkanlah kami tidak dapat memenuhi saran
paman ?
? Ahh, berbahya kalau meneruskan
perjalanan dalam keadaan seperti ini kuatir
kalau anda berhadapan dengan bahaya lagi ?


Kumbang Hitam Dari Bumi Sengketa Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kata Mayang sambil mengamati wajih Pitarukmi
yang cantik ? Sebaiknya anda beristirahat
dahulu di Mataram. Rumah paman Juru cukup
luas untuk menerima anda bersama suami ?
? Terima kasih atas perhatian kalian,
tetapi berilah ampun, aku terpaksa meneruskan
perjalanan ? sahut Pitarukmi dengan nada
mantap.
? Tetapi aku berjanji, apabila memperoleh
kesempatan, ingin berkunjung kepada kalian ke
Mataram ?
? Kalau begitu, biarlah kubantu menjaga
keselamatan kalian dalam perjalanan ? Mayang
menawarkan diri.
Dadaptulis mempergunakan siku untuk
menyentuh saudaranya. Mulutnya tidak
mengucap apa-apa, tetapi sepasang matanya
memberi isyarat. Dalam hati Dadaptulismencela tawaran Mayang. Belum cukup lama
dapat membebaskan diri dari tawanan,
mengapa tanpa pikir panjang Mayang
menawarkan diri seperti itu? Kemudian dalam
hati Dadaptulis timbul dugaan kurang baik.
Mungkinkah watak Mayang ini sudah berobah
setelah kehilangan putera tunggalnya ?
Sehingga mudah tertarik pada setiap wanita
cantik ? Ataakah karena isterinya tidak mungkin
dapat memberi anak lagi?
Mayang tersenyum, jawabnya ? Tetapi
tidakkah engkau kasihan kalau dia terancam
bahaya lagi ? ?
Ucapan Mayang ini tulus dari hati murni.
Sesungguhnya dugaan Dadaptulis itu keliru.
Benar Pitarukmi cantik, tetapi tawaran
pertolongannya tidak ada hubungannya dengan
wajah cantik. Yang terpikir oleh Mayang, merasa
kasihan terhadap orang yang perlu memperoleh
perlindungan.
Kalau saja Pitarukmi tidak merasa
berhutang budi kepada Juru Mertani, mungkin
sekali ia menerima tawaran Mayang itu dengan
senang hati. Bukankan ini merupakan
kesempatan yang baik sekali? Kalau saja ia
dapat menangkap Mayang, bukankah akan
besar artinya bagi tugas itu ? Tetapi untungPitarukmi cukup dapat mengenal budi orang.
Maka jawabnya kemudian ? Terima kasih atas
perhatian anda. Tetapi maafkanlah, kami tidak
ingin banyak merepotkan kalian. Aku akan
berusaha menghindari bahaya demi
keselamatan suamiku yang sakit ini ?
Juru Mertani mengangguk-angguk,
katanya?Baiklah nak, aku hanya dapat
menyertakan harapan, semoga engkau selalu
ielamat dalam perjalanan ?
Bersambung Jilid 6
Sumber Pustaka : Ko Aditya Indra Jaya
Sumber Image : Koh Awie Dermawan
first share in Kolektor E-book
Pringsewu 22/1/2019 22:59 PMP e n e r b i t :Karya :
W i d i Wi d a y a t
Terdaftar :
KEJARI No. 274/1.3. Slo. I / VII / 1979
No. Pol. 163/ Sen / Intel Pam / VII / 1979hiasan gambar :
Hak cipta dilindungi undang-undangerajaan Pajang merupakan mata rantai
kesinambungan kerajaan Demak dan
Mataram. Di mana bumi menjadi sengketa dari
keinginan dan nafsu-nafsu kekuasaan maka
merahlah bumi itu dengan darah para pejuang
penegak keadilan, pandu-pandu kebenaran dan
insan-insan pemburu kekuasaan, keduniawian.
Diantara gejolak perebutan kekuasaan,
gemerin-cing senjata dan gelimang darah,
merekahlah sekelumit kisah asmara yang
membara bumi sengketa itu.
Asmara itu pancaran rasa hati. Darah itu
hamburan gelora nafsu. Tangan tangan kotor
dapat membunuh jiwanya tetapi tak kuasa
membasmi bara asmara putera seorang
tumenggung dengan sang dyah Ayu Sekar
Kedaton.
Karena asmara itu azasi Rasa dan Kodrat.
P e n .angeran Pangiri melangkah hilir mudik di
pendapa rumah kediamannya, dan
sebentar-sebentar memandang keluar,
kemudian menghela napas panjang. Sedang
adipati Tuban duduk bertopang dagu, matanya
tak berkedip memandang kesuatu arah yang tak
tentu. Ada sesuatu yang membebani hatinya.
? Mereka sepasang suami isteri yang sakti
mandraguna ? Tiba-tiba adipati Tuban
memecah kesunyian yang mencekam saat itu
dengan suara gumamnya sambil mengurai
tangan yang menopang dagu ? Tetapi sungguh
aneh. Mengapa sudah sepuluh hari, mereka
belum juga kembali? ?
? Mungkinkah mereka tertangkap oleh
orang Mataram? ? Pangeran Pangiri menduga-duga ? Kalau tidak tertangkap, seharusnya
mereka sudah kembali ?
Kiranya kegelisahan dua orang priagung itu
disebabkan belum munculnya suami-isteri
Barat Ketiga dan Pitarukmi yang mereka utus
menyelidiki benar tidaknya tumenggung
Mayang bersembunyi di Mataram.
? Kalau benar mereka ditangkap oleh
orang-orang Mataram, berarti usaha kita kali ini
gagal ? sahut adipati Tuban disertai helaan
napas sarat, lalu katanya lebih lanjut ? Apakah
tidak lebih baik kalau kangmas mengutus lagi
beberapa orang sebagai pengganti utusan yang
gagal ini ? ?
? Hmm, sudah jelas Mayang diboyong ke
Mataram, tetapi mengapa rama Sultan belum
percaya sebelum ada buktinya? ? gumamnya
? Menurut pendapat dimas, berapa orang
lagikah yang kita utus mencari bukti ke
Mataram ? ?
? Kukira tidak perlu banyak ? sambut
adipati Tuban ? Apabila kangmas setuju, kita
kirim empat orang saja. Tetapi mereka tidak
boleh bergerak bersama-sama. Mereka harus
membagi tugas menjadi dua kelompok. Ini
untuk menjaga kalau mungkin yang satukelompok tertangkap lagi, yang lain masih dapat
menyelamatkan diri dan memberi laporan ?
Pangeran Pangiri mengangguk setuju, lalu
katanya ? Siapakah orang-orang itu menurut
pendapat di-mas ? ?
? Kalau kangmas setuju, biarlah orangorangku saja yang berangkat ? adipati Tuban
menawarkan ? Satu kelompok dipimpin
Ronggo Kuning, dan kelompok yang lain
dipimpin Jati Ngarang ?
? Tetapi dimas, bukankah Ronggo Kuning
dan Jati Ngarang telah dikenal oleh orang-orang
Mataram? ?
? Kalau mereka menyamar bukankah
orang-orang Mataram tak mengenal lagi?
Dahulu mereka hanya beberapa hari di
Mataram. Orang tentu sudah lupa ?
? Mengapa tidak kau pilih yang lain? ?
? Orang Tuban tak ada yang lebih cerdik
dari mereka berdua. Baik Ronggo Kuning
maupun Jati Ngarang sudah biasa melakukan
tugas sebagai penyelidik. Dan selama ini
hasilnya tak pernah mengecewakan ?
? Kalau begitu baiklah! Tetapi mereka
harus diberi petunjuk secukupnya ?
? Baik, kangmas ? adipati Tuban
menyanggupkan diri, kemuiian ia melambaikantangan kearah seorang hamba yang duduk
disudut pendapa.
? Siapa namamu ? ? tanya adipati Tuban
setelah hamba itu menghadap.
? Hamba bernama Martotami, gusti ?
sembah hamba itu.
Adipati Tuban mengangguk ? Baik,
Martotami. Sekarang juga pergilah ke markas
prajurit Tuban. Temuilah lurah prajurit yang
bernama Jati Ngarang dan Ronggo Kuning.
Katakan bahwa mereka kupanggil menghadap
kemari sekarang juga ?
? Sendika, gusti ? sembah hamba itu dan
kemudian meninggalkan adipati Tuban untuk
menjalankan perintah.
Adipati Tuban melambaikan tangan ketika
melihat Ronggo Kuning dan Jati Ngarang sudah
muncul di halaman. Dua orang itupun segera
masuk ke pendapa.
? Ada tugas amat penting yang harus
kalian lakukan ? adipati Tuban berkata.
Dua orang hamba itu mengangguk sambil
menghaturkan lembah, tanpa membuka mulut.
? Kalian harus segera menyiapkan diri
untuk pergi ke Mataram.
? Mataram? ? dua orang itu terkejut.? Ya, ke Mataram ! Segera carilah
keterangan dan bukti bahwa tumenggung
Mayang berada di Mataram. Kalian harus dapat
menunjukkan di manakah rumah Mayang
sekarang dan bagaimana pula keadaan Mataram
saat ini! Mengerti? ?
? Mengerti, gusti ? sahut Ronggo Kuning
dengan jantung berdegup.
? Bagus ! ? puji pangeran Pangiri sambil
tersenyum ? Tugas ini amat penting, maka
tidak perlu terlalu banyak orang. Untuk
kepentingan penyelidikanmu ini kalian hanya
boleh membawa masing masing seorang
pembantu. Dan dalam melakukan tugas itupun
kalian harus bergerak sendiri-sendiri. Gunanya
kalau salah satu fihak berhadapan dengan
bahaya, masih ada satu fihak vang dapat
meneruskan tugas penting ini. Mengerti? ?
? Mengerti, gusti ! ? sahut dua orang itu
hampir bersamaan ? Akan hamba laksanakan
tugas ini sebaik- baiknya ?
? Bagus! Kapan mereka harus berangkat,
dimas? ? tanyanya kepada adipati Tuban.
? Makin cepat makin baik. Hari ini
berkemas-kemaslah sambil merencanakan
langkah yang tepat. Esok, pagi-pagi kalian harus
sudah berangkat melaksanakan tugas ini. Akupercaya kalian telah tahu apa yang harus kalian
lakukan. Yang penting tugasmu kali ini mencari
keterangan tentang Mayang dan sekaligus
tentang persiapan Mataram saat ini ?
? Sendika, guiti ?
? Sudah cukup. Kembalilah untuk bersiapsiap menghadapi tugas esok pagi ?
Setelah menghaturkan sembah, Ronggo
Kuning dan Jati Ngarang mengundurkan diri.
Keesokan harinya, pagi-pagi benar mereka
sudah berangkat. Ronggo Kuning bersama
seorang lurah prajurit yang terpilih,
meninggalkan Pajang. Dalam wilayah Pajang,
mereka belum menyamar. Baru satelah tiba di
wilayah Mataram, dua orang ini bersepakat
untuk menyamar sebagai pedagang kuda.
Jati Ngarang juga berangkat bersama
seorang lurah prjaurit yang dapat diandalkan.
Mereka berkuda. Akan tetapi setelah tiba di
wilayah Mataram, Jati Ngarang dan
pembantunya akan menyamar sebagai
pedagang bahan pakaian.
Setelah masuk di wilayah Mataram, dua
kelompok penyelidik Pajang ini keheranan,
karena disepanjang perjalanan mereka tidak
pernah menjumpai penjagaan. Oleh karena itu
perjalanan mereka lancar, tidak ada gangguan.Sebagai pedagang kuda, Ronggo Kuning
dapat sampai di Mataram lebih cepat. Kecuali
berkuda, kuda dagangan yang dibawa bukan
kuda-kuda pilihan. Tetapi harga yang
ditawarkan amat mahal. Maka dalam perjalanan
kudanya tak pernah laku. Inilah yang membantu
kelancaran perjalanan mereka.
Ronggo Kuning dan pembantunya gembira
sekali dapat mencapai Plered tanpa gangguan.
Kemudian mereka bertanya dimana letak pasar
Kuda. Sesudah mendapat petunjuk, merekapun
bergegas ke pasar kuda. Di pasar kuda,
dagangannya tidak ada yang mau menawar
karena tidak menarik. Namun bagi Ronggo
Kuning hal itu tidak menjadi soal, karena bukan
berdagang kuda tujuan utamanya. Yang penting
ia dapat bertemu dengan orang banyak dan
dapat bertanya-tanya tanpa dicurigai orang.
Tetapi sedemikian jauh dia belum memperoleh
keterangan dimana tumenggung Mayang
tinggal. Setiap orang yang ditanya tidak dapat
memberi keterangan yang dimaksudkan. Kalau
toh ada orang yang memberi keterangan, itupun
dirasa aneh, karena menurut keterangan orang
itu bahwa tumenggung Mayang tinggal di PajangDari jawaban banyak orang itu jelas, bahwa
masalah tumenggung Mayang tidak diketahui
oleh orang biasa.


Kumbang Hitam Dari Bumi Sengketa Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

? Sayang ? kata Roaggo Kuning setelah
tiba di rumah pemondokannya ? tidak
seorangpun dapat memberi keterangan tentang
tumenggung Mayang ?
? Rupanya masalah ini dirahasiakan ?
sahut lurah prajurit Kasidin yang menyertai
Ronggo Kuning mengajukan pendapatnya ?
Lalu bagaimanakah menurut pertimbangan
bendara untuk memperoleh keterangan itu ? ?
? Kalau memang dirahasiakan, tidak
mungkin bertanya kepada orang biasa.
Setidaknya kita harus mencari keterangan pada
ponggawa Mataram sendiri. Hem, tetapi
mengorek keterangan dari seorang ponggawa
juga tidak mudah ?
? Kalau kita gunakan akal yang halus,
kiranya takkan dicurigai. Oya, bendara, hamba
menemukan akal .... ?
Ronggo Kuning menatap Kasidin, lalu
tanyanya ? Akal bagaimana? ?
? Apabila bendara setuju, esok kita
membeli seekor kuda yang bagus ? sahutnya
? Kemudian membawa kuda tersebut, dengan
alasan sebagai utusan pangeran Benowo untukmemberi hadiah kuda kepada tumenggung
Mayang. Bukankah dengan akal ini orang tidak
curiga? Karena nyatanya secara diam-diam gusti
pangeran Benowo berpihak kepada Mataram ?
Ronggo Kuning diam sejenak. Ia
mempertimbangkan usul pembantunya ini.
Tetapi akhirnya ia pun menyetujui. Sebab
dengan dalih mengantarkan hadiah kuda dari
pangeran Benowo, tanpa curiga orang akan
menunjukkan dimana rumah tumenggung
Mayang.
? Tepat, bagus sekali usulmu ? Ronggo
Kuning gembira ? Tetapi ah, bukankah
tumenggung Mayang akan merasa heran kalau
penyerahan hadiah kuda itu tanpa disertai
surat? ?
? Kita tidak akan mengantarkan kuda itu
sungguh-sungguh ? sahut Kasidin ? Yang
penting kita mendapat keterangan dimana letak
rumah tumengguug Mayang. Kalau akal ini
berhasil, untuk masalah lain akan lebih lancar
? ? Baiklah, esok pagi kita membeli kuda
yang bagus, sedang kuda-kuda kita dijual saja
semurah-murahnya ?
Mereka merasa longgar dadanya setelah
dapat menemukan cara yang, dianggap tepat,untuk mencari tempat kediaman tumenggung
Mayang. Mereka masih tertawa-tawa ketika
terdengar pintu diketuk orang dari luar.
? Masuk! ? ujar Ronggo Kuning.
Lalu masuklah seorang pelayan pondok,
memberitahukan kalau makanan telah siap.
? Bawalah masuk saja! ? perintah
Ronggo Kuning.
? Baik, tuan ? sahut pelayan itu sambil
membungkuk lalu pergi.
Tak lama kemudian, pelayan tadi telah
kembali, membawa senampan masakan yang
telah dipesan. Uap masih mangepul,
menebarkan bau sedap. Selera dua orang ini
tergugah. Setelah pelayan selesai mengatur,
mereka segera duduk menghadap meja yang
penuh masakan, antara lain sambal goreng,
gudangan, lalapan, ikan belut dan lele goreng,
juga telur mata sapi. Karena lapar, mereka
melahap makanan itu tanpa bicara. Tetapi
ketika Ronggo Kuning tambah nasi kemudian
menyenduk sambal goreng dari pinggan, tibatiba matanya terbelalak. Rasa mual memenuhi
perut secara mendadak. Masih untung tidak jadi
muntah. Kasidin heran melihat atasannya itu,
maka iapun ikut mengamati ke arah piring
Ronggo Kuning.? Uk ... uk . . . ? tiba-tiba perut Kasidin
mual dan hampir muntah juga, melihat apa yang
terdapat dalam piring Ronggo Kuning.
Bercampur dengan sambal goreng itu,
tergeletak seekor cicak yang sempal mulutnya,
seperti bekas dirobek orang. Jelas bahwa cicak
ini bukan terjatuh dari atas dan secara tak
sengaja masuk ke dalam sayur itu, tetapi
sengaja ditaruh oleh orang yang suka usil.
? Bedebah busuk! Jahanam! ? umpatnya
marah ? Siapa berani mempermainkan aku ?
? ia menebarkan pandang matanya
kesekeliling kamar. Tetapi tidak ada tandatanda orang dapat mengganggu dari luar.
Karena itu ia segera menjatuhkan tuduhan,
bahwa orang pondok itulah yang maui kurang
ajar.
? Hai pelayan ! ? teriaknya lantang ?
kemari cepat! ?
? Baik tuan ? sahut seorang pelayan dari
luar dan tergopoh masuk ke dalam kamar.
Begitu tiba, pelayan ini bertanya ? Mau pesan
apa lagi, tuan? ?
? Apa ? Pesan lututmu itu apa ! ? bentak
Ronggo Kuning ? Kemari, lihat ini! ? sambung
Ronggo Kuning sambil menyodorkan piringnya
yang penuh berisi nasi dengan tambahan laukseekor bangkai cicak bermulut robek. Melihat
itu pucat wajah si pelayan. Saking takutnya, tak
terasa ia melangkah mundur.
? Mau kemana kau ? Hayo kemari, makan
ini! ? perintah Ronggo Kuning.
? Tidak...........saya tidak ... ? pelayan itu
makin takut dan berusaha ke luar dari tempat
itu. Tetapi Kasidin dengan cekatan sudah
melompat, kemudian meringkus pelayan itu dan
diseret ke meja.
? Jangan ... ! Tolonggg ... tidak ... ! Tolong ...!
? teriak pelayan itu sambil meronta-ronta
berusaha melepaskan diri dari sekapan Kasidin
yang berpangkat lurah prajurit itu.
? Hayo makan !!! ? perintah Ronggo
Kuning.
Untung sebelum pelayan itu sempat dipaksa
makan, tersusul kedatangan para pelayan dan
pemilik rumah pondok.
? Ada apa? ? tanya laki-laki setengah tua,
pemilik rumah pondok setiba di dalam kamar.
Kemudian dengan nada halus ia berkata
ditujukan kepada Ronggo Kuning dan Kasidin ?
Tuan, mengapa dia tuan sakiti? Kumohon
pelayan itu dilapaskan. Kalau ada soal dapat
diurus secara baik ?? Apa? Kau pemilik pondok ini? Buka
matamu lebar-lebar! Pantaskah engkau
menyajikan untuk tamu macam ini? ? bentak
Ronggo Kuning dengan kasar.
? Tetapi bukankah tuan sendiri yang
memesan ? ? bantah pemilik pondok.
? Ya. Tetapi aku tidak memesan sambal
goreng bangkai cicak macam ini! ? sahut
Ronggo Kuning sambil menyodorkan piring
berisi nasi yang di atasnya menggeletak bangkai
cicak.
Seketika pucatlah wajan pemilik pondok itu
demi melihat bangkai cicak dengan mulut robek
di atas nasi ? O ... kami tidak ... ?
? Jangan banyak alasan! bentak Ronggo
Kuning sambil mendelik. Sekarang aku bertanya
kepadamu. Maukah engkau makan bangkai
cicak ini ? ?
? Oh ... tuan ... , maaf ... ? pemilik pondok
itu kebingungan sehingga mandi keringat
dingin. ? Baiklah akan kuganti dengan
masakan yang baru. Kami sungguh tidak sengaja
? ? Hemm, mudah saja kau minta maaf ?
ujar Ronggo Kuning dengan garang ? tetapi
apakah aku suruh diam saja mendapat
penghinaan semacam ini ? Aku baru dapatmenganggap persoalan ini selesai kalau kau
sudah dapat menyerahkan orang yang berbuat
sekurang ajar ini, tahu ? ?
? Mana mungkin .... ! Kami semua tidak
bersalah ? sahut pomilik pondok tersendat dan
tubuh menggigil ? Tuan ... kami mohon perkara
ini dianggap tidak ada saja .... Dan kami rela,
semua rekening tuan .... kami bebaskan . . . . ?
Tiba-tiba terdengar suara nyaring dari luar
? Hai, jangan ribut-ribut di dalam. Akulah yang
menaruh bangkai cicak itu. Kalau memang
orang itu tidak mau makan bangkai cicak,
suruhlah dia keluar! ?
Untuk sejenak Ronggo Kuning dan Kasidin
berpandang-pandangan. Suara itu jelas suara
wanita. Tetapi mengapa segarang itu dan
nadanya menantang? Dalam keadaan marah,
merasa dihina dan penasaran, Ronggo Kuning
lupa keadaan. Ia segera melompat keluar.
Kasidin pun tak mau ketinggalan, lari keluar
mengikuti tuannya.
Pemilik rumah pondok itu pun cepat cepat
keluar ingin tahu, siapakah wanita itu. Ketika
tiba diluar, ia melihat dua orang wanita sedang
berhadapan dengan tamunya ia meajidi gugup.
Karena ternyata bahwa dua orang wanita itu
ialah pembantu juru masaknya sendiri.? Hai Minten! Apakah engkau sudah gila?
? teriaknya sambil memburu ke halaman, ingin
melerai agar tidak dihajar oleh tamu itu.
? Jangan campur tangan! ?hardik wanita
muda yang bernama Minten tadi ? Aku
bersama Sumi sedia mempertanggungjawabkan
tentang bangkai cicak. Mau apa lagi ? ?
? Tapi ... tapi ... ?
? Diam dan menyingkir! Sejak saat ini aku
bukan pembantu juru masakmu lagi! ?bentak
Minten garang.
Pemilik rumah pondok tidak membantah. Ia
melangkah mundur. Namun sepasang matanya
masih tetap mengawasi Minten dan Sumi
dengan penuh rasa kuatir.
Sebaliknya baik Ronggo Kuning maupun
Kasidin berdiri terlongong-longong, setelah
ternyata yang dihadapi adalah dua orang wanita
muda yang berparas cukup cantik.
? Benarkah engkau yang berbuat? ?
tanya Ronggo Kuning ragu.
? Benar ? jawab Minten tingkat.
? Lalu apa maksudmu sesungguhnya? ?
? Tidak ada maksud apa-apa. kecuali ingin
menghidangkan bangkai cicak sebagai lauk yang
lezat ? sahut Minten acuh tak acuh.? Hemm ? geram Ronggo Kuning.
Jawaban perempuan ini keterlaluan dan jelas
mengandung maksud tak baik. Sesungguhnya ia
tak ingin berurusan dengan perempuan. Tetapi
kalau dalam persoalan ini harus mengalah, ia
merasa malu. Maka katanya kemudian ?
Engkau menghina aku? ?
? Kalau sudah merasa terhina, mau apa ?
? tantang Sumi yang sejak tadi belum
membuka suara.
Kasidin panas. Ia tidak kuasa iagi menahan
marahnya ? Aku ingin menghajar setiap orang
yang berani menghina kami. Apakah orang itu
doyan juga makan bangkai cicak! ?
? Hihik, bagus ! ? sambut Sumi ?
Buktikanlah ucapanmu. Tetapi bukan di sini
tempatnya ! Kami tunggu di timur kota, dekat
sungai ?
Tanpa menunggu jawaban, dua orang
wanita muda ini sudah melangkah seenaknya
meninggalkan halaman rumah pondok dan
orang-orang yang berada di situ. Ronggo Kuning
dan Kasidin memandang kepergian
pengganggunya tanpa berkedip. Timbul rasa
bimbang. Haruskah ia melayani tantangan
kedua wanita muda itu? Kalau dilawan, mereka
merasa malu karena hanya berhadapan dengandua orang wanita dan masih muda. Tetapi kalau
tidak dilayani, merekapun malu terhadap
pemilik pondok dan pelayan-pelayannya,
karena tadi tudah sesumbar akan menghajar
bagi siapa yang berani menghina mereka.
Akhirnya Ronggo Kuning mengambil keputusan,
katanya kepada Kasidin ? Mari kita ikuti
mereka ?
? Bagus, heh, heh, heh, hamba senang
sekali ? sambut Kasidin.
? Mengapa? ? tanya Ronggo Kuning
heran.
? Mereka masih muda dan cantik! ?
sahut Kasidin sambil tertawa.
Ronggo Kuning tahu apa yang terkandung
dalam hati pembantunya itu. Tetapi ia
mempunyai pikiran lain. Ia menaruh kecurigaan
terhadap dua wanita muda itu. Bukan tidak
mungkin kalau dua orang wanita itu berilmu
tinggi. Atau kemungkinan lain, mereka hanya
sebagai alat untuk memancingnya oleh orang


Kumbang Hitam Dari Bumi Sengketa Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang ingin berurusan dengan dia. Memperoleh
pikiran demikian, ia lalu berkata?Kasidin!
Sebaiknya kita urungkan saja maksud kita ! ?
? Hah, ada apa? ? Kasidin keheranan.
? Aku curiga ? kata Ronggo Kuning ragu
? Naluriku mengatakan bahwa dua orangperempuan tadi hanya sebagai alat orang yang
ingin berurusan dengan kita. Dan mungkin pula
penyamaran kita telah diketahui orang ?
? Hamba tidak percaya! ?sanggah
Kasidin ? penyamaran kita cukup rapi. Lalu
jika bendara tidak melayani tantangan mereka,
apakah tidak malu? ?
? Hemm ? Ronggo Kuning mendeham. Ia
tidak menanggapi pertanyaan Kasidin.
Pikirannya masih bercabang, antara batal atau
terus.
Mereka berjalan terus tanpa berbicara. Tibatiba muncullah Jati Ngarang dan Lumintu yang
menyamar sebagai pedagang bahan pakaian.
? Ehh . engkau .... ? tegur Ronggo
Kuning ? Bagaimana, sudah berhasil? ?
Jati Ngarang gelengkan kepala ? Sulit! Lalu
bagaimana engkau? ?
? Juga belum. Bahkan boleh dikata sial ?
? Sial? ? tanya Jati Ngarang heran.
? Ya. Aku ditantang berkelahi oleh
perempuan ?
? Ha, ha, ha ? meledaklah tawa Jati
Ngarang ? Mengapa bilang sial hanya ditantang
perempuan saja? Engkau takut? ?? Siapa yang takut? Tetapi apakah tidak
malu kalau harus berkelahi dengan perempuan?
? ? Berapa orang mereka? ?
? Dua orang ?
? Bagus! ? sorak Jati Ngarang ? Antar
aku kesana. Jika engkau tidak berniat melawan
perempuan, serahkan saja kepadaku ! Tetapi
apakah mereka cantik? ?
? Cantik lagi muda ? selutuk Kasidin
cepat.
? Heh, heh, heh ... Mari kita layani
tantangannya ?
? Tetapi aku kuatir kalau perempuan itu
hanya sebagai alat ? Ronggo Kuning tetap ragu
? Kalau benar demikian, apakah tidak
berbahaya ? ?
? Ah, brengsek! Jangan suka mereka-reka.
Lebih baik kita layani tantangan perempuan itu,
hitung- hitung sebagai hiburan di sela kesulitan
tugas ? Jati Ngarang berdalih.
? Tetapi lupakah engkau, bahwa kita
sedang mengemban tugas penting? ? Ronggo
Kuning mengingatkan.
? Jangan sok suci! Setiap kesempatan
patut digunakan. Hayo berangkat !! ?Ronggo Kuning terpaksa mengikuti
sekalipun hatinya masih tetap ragu.
Akhirnya tibalah mereka di tepi sungai.
Mereka celingukan mencari ciri sebab di tempat
itu tidak terlihat seorangpun.
? Aku sudah menduga ? Jati Ngarang
menggerutu ? perempuan itu tentu hanya
menipu saja. Buktinya batang hidung mereka
tidak tampak ?
Belum kumandang suara Jati Ngarang
lenyap, tiba-tiba terdengar suara nyaring ?
Jangan asal buka mulut! Sudah lama kami
menunggu di sini. Sangkamu kami hanya
menipu ? ?
Empat orang utusan pangeran Pangiri ini
terkejut. Dengan serempak mereka
mengarahkan pandaag ke arah datangnya suara
nyaring tadi. Kemudian tampak oleh mereka,
dua orang wanita duduk dengan santai di atas
sebuah batu besar, di tepi sungai. Padahal
mereka tadi telah mengamati ke arah batu itu,
tak terdapat apa-apa. Jati Ngarang gembira
sekali. Ia mendahului kawan-kawannya,
berjalan ke arah dua orang wanita muda itu
duduk, seakan takut kalau kalah dulu dengan
yang lain.Dua orang wanita itu masih tetap enak saja
duduk di atas batu. Baru setelah jaraknya tidak
jauh lagi, barulah mereka meloncat turun.
Melihat cara dua orang wanita itu melompat
turun dari batu yang cukup tinggi dengan
gerakan ringan dan geiit, diam-diam mereka
terkejut. Lebih-lebih Ronggo Kuning. Dia makin
yakin bahwa dua orang wanita yang bernama
Minten dan Sumi itu bukan perempuan
sembarangan. Lalu teringatlah ia akan berita
yang sampai ke Pajang, bahwa Mataram
memiliki pasukan wanita yang cukup tangguh,
di bawah pimpinan Kusuma Sari. Kalau benar
Minten dan Sumi itu anggauta pasukan wanita
Mataram, jelas sekarang bahwa penyamarannya
telah terbongkar.
Menduga demikian, cepat ia menggamit
lengan Jati Ngarang sambil berbisik ? Lebih
baik kita urungkan saja maksud kita ! ?
? Hai, kenapa? ? Jati Ngarang heran.
? Ingat, kita ke Mataram bertugas sebagai
penyelidik ? Ronggo Kuning menjelaskan ?
Sebagai penyelidik kita harus dapat mengekang
kemauan demi keberhasilan tugas. Terus terang
aku curiga melihat gerakan perempuan itu. Jelas
mereka anggauta pasukan wanita yang
dipimpin Kusuma Sari .... ?Jati Ngarang cepat memotong ? Dan kau
takut menghadapi pasukan perempuan yang
dikabarkan orang amat tangguh itu? ?
? Hemm, aku tidak bicara soal takut atau
tidak takut. Tetapi aku bicara tentang tugas
yang sedang kita pikul. Bukankah lebih tepat
kalau kita menghindarkan diri dari keributan?
? ? Huh, engkau ini laki-laki macam apa ?
ejek Jati Ngarang tidak senang ? Engkau
sendiri yang menceritakan, telah dihina
perempuan itu. Apakah hinaan itu engkau telan
begitu saja? Kau tidak malu? ?
? Hinaan itu hanya terhadap diriku
seorang. Sebaliknya tugas ini menyangkut soal
negara. Kalau sampai gagal .... ?
? Pengecut! ? tukas Jati Ngarang kasar.
Disebut sebagai pengecut, Ronggo Kuning
marah ? Jangan sembarang membuka mulut.
Siapa yang pengecut. Ronggo Kuning boleh
dihina atau dibunuh, tetapi jangan lancang
menuduh sebagai pengecut! ?
Jati Ngarang sadar bahwa telah melukai hati
temannya. Maka ia tersenyum sambil minta
maaf ? Ah, maafkan aku! Maksudku bukan
begitu. Yang kumaksud, mengapa engkau takut
melawan mereka dengan dalih demi tugassebagai penyelidik? Aku berpendapat
sebaliknya. Mereka hanya dua orang, kita empat
orang. Kalau kita dapat menawan mereka,
bukankah ini baik sekali? Kita akan dapat
mengorek keterangan dari mulut mereka
tentang keadaan Mataram sebenarnya dan di
mana tumenggung Mayang berada. Nah, apakah
ini tidak mempermudah tugas kita? ?
Mendengar alasan Jati Ngarang ini,
tergeraklah hati Ronggo Kuning. Ia dapat
menerima alasan rekannya itu walaupun masih
ada setitik kecemasan. Lalu mereka
melanjutkan langkah mendekati lawannya.
? Hihik. Aku sudah menduga bahwa matamata Pajang itu hanyalah manusia penakut ?
ejek Sumi setelah mereka berdiri berhadaphadapan.
? Apakah alasanmu? ?tanya Minten.
? Mudah saja! Buktinya, walaupun tahu
kita hanya dua orang, tetapi dia datang dengan
tiga orang kawannya. Hik..hik, bukankah dengan
begini, kita masing-masing harus melawan dua
orang? ?
Panas telinga Jati Ngarang mendengar
sindiran Ini. Jelek-jelek dia sebagai hamba
Kadipaten Tuban berpangkat tumenggung. Dan
sedikit banyak telah berjasa pula untukkadipaten Tuban. Maka sahutnya dengan suara
keras ? Jangan sombong ! Marilah kita coba.
Lebih baik lagi majulah berbareng. Akan kulihat,
sampai dimana tenagamu, perempuan! ?
? Hih..hebat! ? ejek Minten? menurut
anggapannya, setiap perempuan harus kalah
dengan laki-laki. Sekarang aku atau engkau yang
menghadapi laki-laki sombong ini?! ?
Sumi tersenyum, lalu jawabnya ? Aku yang
lebih muda mengalah. Hajarlah laki-iaki yang
suka merendahkan wanita itu. Tetapi aku punya
sebuah permintaan ?
? Apakah yang kau minta ? ? tanya
Minten.
? Tolong ambilkan sebelah daun telinga
dan ujung hidungnya! Hi hik ... ku mgin melihat.
Kalau dia sudah tidak berhidung lagi, dan
telinganya tinggal satu, masihkah berani
sombong dan merendahkan wanita? ?
Sepasang mata Jati Ngarang menyala.
Giginya gemeretak saking marahnya. Hinaan itu
keterlaluan. Ia dianggap seorang tolol, yang
dengan mudah saja telinga dan hidungnya
dipotong orang. Maka dia lalu berteriak ? Baik!
Ambillah kalau dapat. Tetapi sebelum engkau
sempat berbuat, tombakku ini akan lebih dulu
mencongkel dadamu yang montok itu ?? Jahanam. Mulutmu kotor! ? teriak
Minten tersinggung. Kemudian, srinnng ....
pedang sudah keluar dari sarungnya. Seiring
dengan lompatan yang ringan, pedang sudah
menyambar ke depan. Sekaligus tiga sasaran
yang dituju. Pusar, uluhati dan leher.
Trang .... trang . . . , trang .... Terdengar tiga
kali benturan senjata tajam. Sambaran pedang
Minten dapat tepat ditangkis oleh Jati Ngarang.
Oleh benturan senjata itu Minten sadar bahwa
tenaganya kalah kuat dibanding dengan tenaga
lawan, pun senjatanya kalah panjang. Maka ia
segera merobah gaya permainannya. Tidak mau
lagi ia adu tenaga, melainkan mengandalkan
kelincahan gerak.
Jati Ngarang terkejut. Ia tidak menduga
sama sekali kalau gadis ini dapat bergerak
segesit burung srikatan. Sambaran
pedangnyapun bersiutan disertai sinar yang
menyilaukan.
Menyadari bahayanya serangan ini, Jati
Ngarang tidak berani gegabah. Cepat-cepat ia
melindungi diri dengan memutar tombaknya
bagai baling-baling, hingga pedang Minten sulit
sekait menerobos benteng pertahanannya.
Perkelahian seorang lawan seorang ini
berjalan sangat seru dan kelihatan berimbang.Melihat ini Ronggo Kuning merasa cemas.
Bukan saja Jati Ngarang belum mampu
mengalahkan lawan secara cepat, kebalikannya
bahkan sering terdesak. Mengingat tugas yang
sedang dipikul, ia memutuskan untuk segera
menyelesaikan pertempuran ini dengan cepat.
Maka tidak lagi mengingat ksatrya atau tidak, ia
segera memerintahkan pembantunya untuk
membantu Jati Ngarang ? ujarnya ? Lumintu,
bantulah dia ! ?
? Hamba takut kalau bendara Jati Ngarang
marah ? sahut Lumintu ragu-ragu.
? Tidak! Dia takkan marah ? desak
Ronggo Kuning ? Aku dan Kasidin-pun akan
segera mengeroyok perempuan yang satunya
itu ?
? Baiklah ? sahut Lumintu sambil
melompat maju serta melolos senjatanya.
Ronggo Kuning dan Kasidinpun segera
bergerak maju ? Hai perempuan busuk. Hayo
lawanlah aku! ? _______ Hi, hi, hik ? Surni
menyambut tantangan itu dengan tertawa
cekikikan ? Yang busuk aku atau mulutmu?
Hati-hati! Jika engkau lengah, engkau akan
kehilangan daun telinga ? Jawaban Sumi ini
menambah kemarahan Ronggo Kuning dan
Kasidin.? Jangan sombong. Cabut senjatamu dan
mari kita coba! ? tantang Ronggo Kuning
sambil mencabut goloknya. Kasidin pun cepat
melolos goloknya pula.
Sumi tak mau membuang waktu. Ia sadar
bahwa saat ini sudah rembang petang. Sebentar
lagi malam tiba. Ini akan menyulitkan
menghadapi keroyokan lawan. Sring ..., , pedang
telah keluar dari sarungnya.
Sambil bersiul nyaring, Sumi bergerak maju
dan menikamkan pedangnya ke arah Kasidin.
Karena tidak menduga mendapat serangan
mendadak, Kasidin jadi kelabakan. Saking
gugupnya ia cepat-cepat. menjatuhkan
tubuhnya dan bergulingan di tanah untuk


Kumbang Hitam Dari Bumi Sengketa Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghindar dari ujung pedang Sumi.
Melihat adegan itu Ronggo Kuning kaget
sekali, Goloknya secepat kilat terayun
membacok tubuh Sumi dari belakang, untuk
menolong pembantunya itu ? Trangbenturan
senjata tak dupat dihindarkan lagi ?
? Hi, hi hik ? Sumi tertawa mengejek ?
Belum apa-apa sudah kelabakan .... ?
Kasidin marah sekali. Dengan sepasang
mata merah menyah, ia melompat maju lagi
sambil membacok disertai bentakan ?Perempuan hina. Jika aku dapat menangkapmu
hidup-hidup, jangan salahkan aku jika... aihhh ....
Belum lagi selesai ucapannya, disusul
dengan teriakan kejut karena pedang Sumi
berkelebat menyambar tenggorokannya. Kalau
tidak cepat membuang diri ke belakang, jalan
nasinya tentu akan bocor. Sekali lagi Kasidin
harus berguling-guling di tanah.
Pakaiannya makin tambah kotor. Dan lagilagi Ronggo Kuning yang menolong nyawa
Kasidin.
Jadilah sekarang enam ofang terlibat dalam
perkelahian yang terbagi menjadi dua
rombongan.
Hari makin gelap. Tetapi perkelahian itu
belum ada tanda tanda akan selesai. Sebaliknya
makin menjadi sengit. Karena kedua belah pihak
dirangsang oleh keinginan untuk menang.
Lebih-lebih Minten dan Sumi yang merasa
mempunyai tanggung jawab keamanan
Mataram. Dua orang wanita muda ini bertekat
untuk dapat menangkap hidup atau mati, empat
orang mata-mata Pajang itu. Sayang harapannya
tidak lekas terkabul. Perlawanan empat orang
itu cukup berat. Walaupun mereka telah
mengerahkan seluruh kepandaiannya, belum
juga berhasil melukai ialah seorang lawan.Diam-diam timbul rasa sesal dalam hati
Minten dan Sumi. Mengapa tadi begitu yakin
sanggup mengalahkan lawan, hingga tidak
berusaha menghubungi dan minta bantuan
kepada kawan-kawannya. Nimun ada pula
perasaan yang agak menghibur. Ketika
menantang tadi lawannya hanya dua orang.
Kalau sekarang menjadi empat orang, ini diluar
perhitungannya. Maka jalan satu-satunya untuk
mengatasi masalah ini hanyalah bekerja lebih
keras untuk dapat menundukkan lawan.
Di saat mereka sedang berkelahi, tiba-tiba
terdengar seruan nyaring ? Tahan! ?
Tetapi dua belah pihak tidak berani
menahan senjatanya, kuatir kalau hal itu akan
merugikan diri sendiri. Maka kemudian
berkelebatlah seseorang ketengah gelanggang.
Tidak diketahui bagaimana orang itu bergerak,
tahu-tahu mereka telah terdorong mundur,
sehingga saat itu juga perkelahian terhenti.
Minten dan Sumi cepat-cepat menyimpan
pedangnya. Kemudian memberi hormat kepada
tiga orang yang baru tiba itu.
Jati Ngarang dan kawan-kawannya
terkesiap.
Mereka berdiri dalam keadaan siaga, karena
sadar bahwa orang-orang yang baru datang initentu pihak lawan juga. Diam diam mereka
mengeluh. Baru menghadapi dua orang wanita
saja sudah kewalahan, apalagi kalau orangorang yang baru datang ini ikut membantu.
? Siapa engkau? ? hardik Ronggo Kuning
? Mengapa mencampuri urusan kami? ?
Terdengar suara tertawa lunak. Kemudian
disusul dengan kata-kata ? Aku memang
mempunyai kepentingan untuk melerai kalian.
Pertama, aku bertiga ini orang Mataram. Yang
kedua, dua orang wanita ini prajurit Mataram
pula, yang perlu kulindungi keselamatannya.
Yang ketiga, kalian empat orang lelaki, mengapa
tidak malu mengeroyok dua orang perempuan!
Nah sekarang aku ingin bertanya kepada kalian.
Sebab apakah kalian berkelahi di sini? ?
Jati Ngarang dan Ronggo Kuning
membelalakkan mata lebar-lebar, berusaha
melihat waiah orang yang baru saja mengajukan
pertanyaan itu. Memang agak sulit untuk
mengenal wajah dalam keadaan cuaca yang sudah gelap.
? Kau ... kau tumenggung Mayang? ?
tanya Ronggo Kuning setelah dapat
menenteramkan perasaannya.
Tumenggung Mayang terkejut. Mengapa
orang itu dapat mengenali dirinya. Iamempertajam pandang matanya untuk
mengetahui siapa gerangan orang itu. Tetapi,
walaupun peristiwa ini terjadi pada siang
haripun, tumenggung Mayang takkan mengenali
mereka karena justeru ia belum pernah
bertemu muka.
Sebaliknya Ronggo Kuning dan Jati Ngarang.
Mereka telah beberapa kali melihat tumenggung
Payang, karena orang ini terkenal di Majang.
? Ya, aku Mayang ? sahutnya kemudian
? Lalu siapakah kalian? ?
Berdebar hati Tati Ngarang dan kawankawannya setelah ternyata mereka berhadapan
dengan orang yang dicari. Jati Ngarang memang
pandai menyembunyikan perasaan, lalu
memberi hormat dan ditiru oleh kawan
kawannya dan katanya ? Hamba berempat ini
adalah pedagang-pedagang kecil yang sedang
mencari nafkah. Hamba tidak tahu kalau mereka
itu prajurit-prajurit Mataram. Maka
perkenankanlah hamba mohon maaf atas
kelancangan hamba ini. Selanjutnya ijinkanlah
hamba meneruskan perjalanan ? Dan tanpa
menunggu jawaban, mereka terus membalikkan
tubuh kemudian akan pergi. Tetapi belum ada
dua langkah mereka berjalan, tiba tiba
berkelebatlah bayangan langsing yang gesitsekali menghadang di depan mereka. Bayangan
langsing ini tak lain yalah Kusuma Sari. Ia
curiga. Keterangan empat orang ini samarsamar. Mereka hanya menyebutkan sebagai
pedagang, tetapi tanpa menyebutkan apa
sebabnya mereka berkelahi. Tak mungkin
berkelahi tanpa sebab. Dan karena lawannya
Sumi dan Minten, timbullah dugaan dalam hati
Kusuma Sari bahwa empat orang laki-laki tadi
tentu bermaksud kurang ajar.
? Tunggu ? katanya halus ? Keterangan
kalian belum lengkap. Kalian datang dari mana
dan apa sebabnya berkelahi dengan Minten dan
Sumi ? ?
Kasidin yang masih muda itu secara lancang
telah maju. Ia yang belum mengenal Kusuma
Sari, menduga kalau perempuan iui hanya
teman Sumi dan Minten. Dibantu keadaan yang
gelap, ia ingin menggunakan kesempatan
melampiaskan penasarannya. Maka Kasidin
mengulurkan tangannya ke arah dada Kusuma
Sari, untuk mendorong.
? Mundur! ? bentak Kusuma Sari seraya
mengibaskan tangan kanannya.
Kasidin terhuyung-huyung sambil merintih
pelahan. Kibasan tangan Kusuma Sari tadi
menyebabkan wajahnya terasa panas sekaliseperti dibakar. Untung Lumintu waspada, yang
cepat dapat menangkap Kasidin sehingga urung
roboh.
Sikap Kasidin itu memancing kemarahan
Kusuma Sari. Suaranya berobah keras dan kasar
? Lekas katakan! Siapa kalian ini? ?
? Sabar! ? tiba-tiba Wahono dan
tumenggnng Mayang maju. Wahono telah
mengenal watak dan tabiat isterinya, yang dapat
bertindak keterlaluan apabila sudah marah.
? Ya, aku masih dapat bersabar apabila
mereka mau mengaku terus terang ? sahut
Kusuma Sari.
? Hai, Sumi, Minten, majulah kemari! ?
teriak Kusuma Sari kepada dua orang muridnya
? Mengapa engkau hanya diam saja? Hayo,
sekarang terangkan apa sebabnya kalian
berkelahi dengan empat laki-laki ini! ?
Jati Ngarang dan kawan-kawannya
terkesiap. Mereka sadar bahwa rahasianya akan
segera terbuka oleh keterangan Sumi dan
Minten. Dan keadaanpun tidak menguntungkan.
Tetapi untuk menghindarkan diri juga tidak
mungkin. Baru berhadapan dengan dua orang
perempuan tadi saja sudah repot, apalagi
sekarang hadir pula tumenggung Mayang,
Kusuma Sari dan Wahono. Oleh karena itu,mereka bisanya berdiam diri tidak bergeser dari
tempatnya dengan jantung berdebaran, Sumi
segera menceritakaa apa yang telah terjadi
sejak awal hingga akhir.
Mendengar cerita Sumi ini, tumenggung
Mayang, Wahono dan Kusuma Sari sangat
terkejut. Mereka serempak menatap pandang
tajam kepada empat orang pedagang gadungan
itu. Ronggo Kuning yang berhasil menguasai
perasaannya lebih dahulu, menyahut ? Ya,
baiklah! Terus terang kami katakan. Kami
datang dari Pajang ! ?
? Dari Pajang? ? seru tumenggung
Mayang.
? Kami hamba gusti adipati Tuban ? kata
Ronggo Kuning melanjutkan ? Terus terang,
kami dating ke Malaram memenuhi perintah
gusti adipati dan gusti pangeran Pangiri, untuk
menyelidiki kebetaran tentang keberadaannya
tumenggung Mayang di Mataram. Itu saja tugas
kami. Dan kini tugas kami telah selesai, karena
secara kebetulan kami sudah dapat bertemu apa
yang kami cari ?
Tumenggung Mayarg tertawa pelahan,
katanya
? Untuk apa menyelidiki diriku? ?? Kami tidak tahu alasannya yang jelas ?
? Aku tak percaya! ? tukas Kusuma Sari
? Kalian tentu mengerjakan yang lain lagi ! ?
Tumenggung Mayang mengerti, apabila
sampai terjadi kesalah pahaman, dapat
menimbulkan akibat yang lebih jauh. Ia selalu
ingat pesan ki Juru Mertani, agar selalu bersikap
hati-hati. Oleh karena itu ia cepat berkata ?
Sari, sabarlah! Biarlah aku yang bicara untuk
menyelesaian perkara ini ?
Kusuma Sari terpaksa mengalah, sekalipun
dalam hati kurang puas, la segera muudur.
? Kalian telah tahu sendiri ? kata
tumenggung Mayang ? bahwa aku benar
berada di Mataram. Tetapi kalian juga perlu
tahu, bahwa tiada salahnya aku berdiam di
Mataram, karena di sini tempat saudara tuaku.
Nah, kalau memang kalian datang ke mari
dengan tujuan menyeliliki aku, sudahlah. Aku
tidak ingin mempersulit kalian. Laporkanlah
kepada kedua gustimu, bahwa tumenggung
Mayang benar-benar berada di Mataram ?
? Terima kasih ? sambut Ronggo Kuning
cepat. Dan setelah memberi hormat lalu
bergegas melangkah pergi.
Tumenggung Mayang memandang
kepergian mereka sejenak. Kemudian iamenghampi Kusuma Sari. Ia sadar bahwa
Kusuma Sari tidak puas atas tindakannya. Maka
katanya ? Kusuma Sari, maaftan aku ?
? Ah, paman ? sambut Kusuma Sari kikuk
? mengapa paman berkata begitu? ?
? Ya, aku memang perlu minta maaf
kepadamu, anakku ? kata tumenggung Mayang
? Tapi memang ada sebabnya aku melepaskan
mereka tanpa minta keterangannya secara teliti.
Mereka jelas orang-orang Pajang. Nah, justeru
itulah maka kita tidak sepantasnya mempersulit
mereka ?
? Tetapi mereka merugikan Mataram ?
bantah Kusuma Sari.
? Mungkin engkau benar, tetapi mungkin
juga salah ? tumenggung Mayang tertawa
perlahan ? Yang jelas kita harus menyadari
kedudukan Mataram pada saat ini. Kabupaten
Mataram merupakan wilayah kekuasaan
kerajaan Pajang. Pantaskah kalau kita sebagai
kawula Pajang, mencurigai secara keterlaluan
kepada utusan Pajang ? Hal itu cepat
menimbulkan akibat yang tidak kita harapkan
? ? Tetapi kalau mereka tadi kita tawan,
dapat berbuat apakah mereka? ? debat
Kusuma Sari.? Itupun benar juga. Kalau mereka kita
tawan, lalu tak dapar lapor ke Pajang. Tetapi
dibalik itu, harus diingat pula bahwa kitapun
pernah melepaskan Barat Ketiga dan Pitarukmi
yang merupakan mata-mata Pajang pula ?
? Tetapi mereka lain, paman. Mereka


Kumbang Hitam Dari Bumi Sengketa Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah insyaf ? jawab Kusuma Sari
? Heh, heh, heh........Kalau kita berbantahan
terus, takkan ada habisnya. Karena engkaupun
mendasarkan alasan untuk kepentingan
Mataram ? kata Tumenggung Mayang sambil
tertawa ? Mari, kiranya lebih baik apabila kita
pulang dulu ?
Demikianlah mereka kemudian
meninggalkan tempat itu. Disepanjang
perjalanan pulang, tidak banyak yang mereka
percakapkan. Tetapi tumenggung Mayang tidak
lupa mengucapkan terima kasihnya kepada
Sumi dan Minten. Justeru oleh jasa dua orang
gadis ini mereka berhasil mengusir mata-mata
dari Pajang..........
* * *angeran Pangiri dan adipati Tuban amat
gembira setelah memperoleh ketegasan
bahwa tumenggung Mayang berdiam di
Mataram. Kemudian mereka mempengaruhi
Sultan Hadiwijaya dengan alasan bahwa bupati
Mataram memang sengaja tidak tunduk kepada
Pajang. Kalau masih tunduk, tidak akan berani
bertindak selancang itu, merebut tumenggung
Mayang yang dianggap berdosa terhadap
kerajaan. Bukan hanya itu Senopati juga
dipersalahkan, mengapa setelah berhasil
memboyong tumenggung Mayang, tidak juga
melapor kepada Pajang.
Kesabaran manusia ada batasnya. Sultan
Hadiwijaya yang terpengaruh oleh bujukan dua
orang menantunya, menjadi marah sekali.
Kemudian memerintahkan, agar dalam waktu
singkat mempersiapkan pasukan Pajang dalam
jumlah besar. Telah tetap keputusan raja Pajang
ini untuk menggempur Mataram. Tidak perduli
bahwa bupati Mataram adalah anak-angkat.
Sebab apabila dibiarkan, bupati yang lainmungkin akan meniru langkah Mataram. Hal ini
amat berbahaya terhadap kerajaan.
Yang menjadi kebingungan atas keputusan
raja ini yalah pangeran Benowo dan
pembantunya. Putera mahkota ini menjadi
kuatir sekali kalau Mataram tidak sanggup
bertahan oleh gempuran pasukan Pajang yang
lebih besar jumlahnya. Ingin sekali ia
membatalkan rencana ayahnya itu, namun tidak
berani berterus terang di hadapan ayahnya.
Akhirnya ia mendapat akal. Ia akan
menumpahkan segala perasaan hatinya kepada
sang ibu, agar manti ibunyalah yang
meneruskan kepada sultan.
? Ibu ? kata pangeran Benowo setelah
berhadapan dengan ibunda ? sudahkah ibu
mendengar rencana rama sultan ? ?
? Rencana apa? ? tanya ibunya.
? Rencana rama yang hendak melawat ke
Mataram, untuk berperang dengrn kagmas
Senopati ?
Ibunya mcuggeleng ? Belum ?
? Apakah ibu setuju dengan rencana dan
langkah rama sultan seperti itu ? ?
? Hemm, semenjak kecil Sutawijaya telah
kuanggap seperti anak-kandungku sendiri ?
sahut ibunda ratu ? Betapa kasihku kepadaDanang Sutawijaya sulit kulukiskan. Tak ada
bedanya kasihku kepadamu. Tetapi anakku, ibu
juga sering mendengar orang membicarakan
ulah kangmasmu Sutawijaya yang disebut-sebut
tidak mau tunduk lagi kepala Pajang, ibupun
menjadi tidak senang. Besar sekali kasih
ramamu dan sejak kecil diharapkan menjadi
penerus sejarah hidup ramamu. Namun
mengapa begitu balasan kangmasmu itu ?
Kalau saja pangeran Benowo tidak ingat,
bahwa ibunya ini salah seorang puteri sultan
Trenggono raja Demak, ia tentu berterus terang
bahwa tindakan bupati Mataram itu tidak
sendirian. Dirinya sendiri terlibat di dalamnya,
justeru hal itu merupakan bagian dari
perjuangannya. Perjuangan untuk
mempertahankan keturunan Pajang. Agar tahta
kerajaan tidak jatuh kembali ke tangan pewaris
Demak. Karena ramandanya menjadi raja di
Pajang hanyalah sebagai wakil pangeran
Pangiri. Dengan demikian perjuangan bupati
Mataram itu bukan untuk kepentingan Mataram
sendiri. Tetapi mewakili kepentingan seluruh
keturunan Pajang. Inilah sebabnya ia ikut serta
di dalamnya.
Pangeran Bcnowo menghela napas. Ia tidak
berani membuka rahasia hubungannya denganSenopati yang diam-diam telah mempersiapkan
kekuatan. Kepada ibunya sekarang ini, ia hanya
ingin minta bantuan agar ramandanya
mengurungkan maksud memukul Mataram.
Terserah cara yang akan ditempuh ibunya.
? Ibu, apakah ibu sudah yakin kalau
kangmas Senopati ingin melawan rama Sultan?
? Permaisuri mengamati anaknya dengan
pandang mata heran. Kemudian jawabnya ?
Mengapa engkau bertanya seperti itu ?
Engkaupun sudah mendengar sendiri bahwa
kangmasmu Senopati telah menghadang para
mantri Pamajegan, sehingga mereka tidak
menyetorkan pajaknya ke Pajang. Kemudian
tentunya engkau sudah mendengar pula tentang
apa yang dilakukan kangmasmu Senopati,
sehubungan dengan Mayang. Menilik semua ini,
bagaimana ibu tidak yakin kalau kangmasmu
Senopati memang sampai hati memusuhi
ramamu? ?
? Hem, kalau begitu ibu percaya dan yakin
pula tentang tuduhan yang tidak-tidak terhadap
kakang-mbok (yunda) Sekar Kedaton? ?
pancing Benowo ? Jadi ibu percaya bahwa
kakang-mbok mengadakan hubungan cinta
dengan Pabelan ? ?Permaisuri tergugu mendengar pertanyaan
putera-nya ini. Sebagai seorang ibu, permaisuri
sudah mengorek keterangan langsung kepada
Sekar Kcdaton. Tetapi Sekar Kedaton menolak
segala tuduhan yang mengatakan bahwa ia
bermain cinta dengan Pabelan. Penolakan ini
disertai tangis dan sumpah. Memang tidak
disangkal bahwa malam itu ia bertemu dengan
Pabelan. Tetapi pertemuan itu bukan berbicara
soal cinta. Para pelayan boleh ditanya
kesaksiannya. Sebaliknya Sekar Kedaton
menuduh pangeran Pangiri berbuat curang,
sengaja membunuh Pabelan tanpa lewat
pemeriksaan pengadilan.
? Hem, ibu memang tidak yakin kalau
Sekar Kedaton sampai hati berbuat sejauh itu ?
jawabnya ? Namun kusayangkan, mengapa
Sekar Kedaton mengadakan pertemuan dengan
seorang pemuda di waktu malam. Hingga sudah
memancing pendapat orang yang tidak pada
tempatnya ?
? Kalau ibu tidak yakin terhadap tuduhan
kepada yunda Sekar Kedaton yang memalukan
itu, sepantasnya ibu juga tidak yakin atas
tuduhan bahwa kangmas Senopati sampai hati
memusuhi ayah-angkatnya sendiri. Maka kalau
terjadi hal-hal yang tidak beres, janganlahcepat-cepat menjatuhkan tuduhan, tetapi
sebaiknya diselidiki dahulu secara cermat,
apakah berita itu benar, ataukah ada biang
keladi yang sengaja menciptakan kekeruhan ?
Ibunya heran dan memandang pangeran
Benowo. Lalu tanyanya ? Apakah maksudmu?
? ? Ibu, bukankah selama rama gering ini,
tugas kewajiban sebagai raja diwakili oleh
kangmas Pangiri? Nah kalau demikian halnya,
mengapa orang tidak berpikir sampai ke situ ?
Bahwa keadaan Pajang yang kacau sekarang ini,
juga hasil kerja kangmas Pangiri? ?
Permaisuri membelalakkan mata
keheranan. Sejenak kemudian berobah tidak
senang, katanya ? Apakah alasanmu engkau
menuduh Pandiri berbuat begitu?. Hati-hatilah
engkau bicara, anakku. Bukan saja Pangiri
sebagai saudara-tuamu, tetapi juga Pangirilah
yang menolong ramamu menjadi raja di Pajang
ini. Kalau saja ramamu tidak mewakili Pangiri,
apakah sangkamu ramamu yang bukan
keturunan Demak itu dapat menjadi raja?
Anakku, semestinya engkau berterima kasih
kepada kangmasmu Pangiri, bukannya malah
menuduh yang tidak-tidak seperti itu. Anakku,
cabutlah tuduhanmu itu! ?Benowo tersenyum ? Sudilah ibu memberi
ampun kepada ananda, tetapi ananda tidak
dapat mencabut tuduhan itu. Ibu, sudah bukan
rahasia lagi bahwa kangmas Pangiri secara
diam-diam telah menguras kekayaan Pajang,
diangkut ke Demak. Oleh perbuatan kangmas
Pangiri ini, bukankah hal itu membahayakan
kerajaan Pajang sendiri ? ?
? Tetapi itu memang sudah haknya,
anakku. Karena sesungguhnya kangmasmu
Pangirilah yang menjadi raja ?
? Ya, memang kangmas Pangiri keturunan
Demak yang sah dan berhak menjadi raja.
Hingga kekayaan Pajangpun adalah haknya.
Tetapi ibu, mengapa kangmas Pangiri
mengangkut harta benda itu secara diam-diam
dan rama sultanpun tidak diberi tahu? Dengan
perbuatannya ini sengaja atau tidak, akan
menimbulkan akibat yang kurang baik bagi
Pajang sendiri. Ibu, apa yang sudah dilakukan
kangmas Senopati, erat pula hubungannya
dengan masalah ini. Kangmas Senopati tidak
rela kalau Pajang dirongrong seperti itu.
Kangmas Senopati menghalangi setoran pajak
ke Pajang, sesungguhnya membela kepentingan
Pajang, agar kekayaan Pajang tidak dikuras oleh
kangmas Pangiri. Menurut pendapat ananda,tindakan kangmas Senopati itu benar. Kepada
rama juga sudah ananda laporkan tentang
maksud kangmas Senopati yang sesungguhnya
? Untuk beberapa jenak permaisuri tergugu
mendengar keterangan Benowo ini. Sebagai
seorang yang kurang mengetahui secara dalam
urusan kerajaan, ia mulai terpengaruh oleh
alasan-alasan yang dikemukakan puteranya ini.
? Ibu ? kata Benowo melanjutkan ?
andaikata ibu, ini andaikata. Andaikata ibu
disuruh memilih satu diantara dua, ibu akan
memilih yang mana? ?
? Maksudmu, ibu suruh memilih apa? ?
? Ibu, ampunilah ananda. Apabila ibu
dipersilakan memilih, lebih berat manakah
antara putera sendiri dengan putera menantu ?
? ? Ah, apakah maksudmu ? Ibu menjadi
bingung ?
? Sesuai peraturan yang berlaku, rama
hanyalah Raja wakil. Apabila rama telah wafat,
maka tahta kerajaan kembali kepada yang
diwakili. Sementara, walaupun ada putera rama
sultan, tidak mungkin puteranya itu diangkat
sebagai penggantinya. Inilah yang ananda
maksudkan. Lalu ibu memilih yang mana? ?Ia belum dapat menduga maksudmu ____
? Ibu, sesungguhnya kangmas Senopati itu
membela dan memikirkan kepentingan ananda
sebagai pewaris Pajang ?
? Hemm ... ? permaisuri menghela napas
berat. Sebagai seorang ibu yang kasih kepada
puteranya, tentu saja akan memilih kepentingan
anak kandungnya sendiri. Tetapi yang membuat
perasaannya berat, sekalipun Pangiri hanya
menantu, tetapi juga kemenakan-sendiri.
Ananda mohon jawaban ibu ? Benowo
mendesak. ?
? Hem ... tentu saja lebih memberatkan
kepentingan anak kandung ... ?
? Terima kasih, ibu. Maka ananda mohon
bantuan ibu, berkenanlah ibu membujuk rama
sultan supaya mengurungkan maksudnya
memerangi Mataram ?
? Apakah alasan yang harus ibu
kemukakan kepada ramamu ? ?
Untuk sejenak Benowo betpikir. Tak lama
kemudian ia telah menemukan alasan yang
kuat. Lalu katanya ? Ibu, alasan yang pertama
bahwa rama telah berusia lanjut dan sakit
sakitan. Tidak baik apabila memaksakan diri
uutuk pergi ke Mataram, bahkan dengan
maksud berperang pula. Kedua, kalau hal inisampai terjadi, apakah rama tidak malu kepada
dunia? Siapakah bupati Mataram itu? Dan
mengapa ayah dan anak sampai hati
bermusuhan? Apakah ini tidak akan menodai
sejarah bangsa? Yang ketiga, sudilah ibu
menjelaskan bahwa kangmas Senopati tidak


Kumbang Hitam Dari Bumi Sengketa Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mungkin sampai hati memberontak. Kangmas
Senopati bukanlah seorang yang tak pandai
membalas budi. Dan ananda yakin pula bahwa
kangmas Senopati adalah seorang anak yang
berbakti kepada orang tuanya. Betapa sakit hati
kangmas Senopati kalau sampai dituduh
merongrong Pajang untuk kepentingan diri
peribadi. Karena yang benar perjuangannya
justeru untuk membela kepentingan keturunan
Pajang. Telah berkali-kali ananda diajak
berbicara, sehingga ananda tahu apa
sebenarnya yang terkandung dalam hatinya
? Tetapi apa yang harus ibu lakukan kalau
ramamu tidak mau mendengar alaian-alasan
ini? Sulit kiranya kalau beliau sudah kokoh
pendirian ?
? Ya, kalau rama memang sudah kokoh
pendirian, tidak seorangpun dapat menghalangi.
Tetapi apabila ibu sempat mengajukan alasanalasan, ananda percaya, sedikit banyak akan
mempergaruhi pendapat rama ?? Hemm ... ? permaisuri menghela napas
dalam ? Baiklah, ibu akan berusaha sedapat
mungkin ?
Tetapi apa yang terjadi kemudian, membuat
pangeran Benowo amat terkejut. Sultan
Hadiwijaya tetap mengerahkan kekuatan Pajang
untuk memukul Mataram. Usaha permaisuri
membujuk raja agar membatalkan niatnya tak
berhasil. Sultan Hadiwijaya lebih percaya
kepada laporan pangeran Pangiri. Maka jauh
sebelumnya, pangeran Pangiri telah berkirim
surat ke Banten. Hingga bantuan pasukan dari
Banten pun telah bersiap sedia di Pajang.
Gabungan antara pasukan Pajang, Banten,
Demak dan Tuban ini merupakan pasukan yang
besar sekali. Oleh karenanya pangeran Pangiri
amat percaya berhasil menghancurkan
Mataram.
Sultan Hadiwijaya sendiri memimpin
pasukan gabungan ini dengan mengendarai
gajah. Hati raja Pajang ini mantap, pasti dapat
mengalahkan putera angkatnya sendiri, bupati
Senopati. Rasa percaya dan kemantapannya ini,
berkaitan dengan kepercayaan akan tuah
pusaka berujut Bende yang dinamakan ki Bicak.
Pada saat bende ini dipukul, mengeluarkan
bunyi nyaring sekali. Ini merupakan penandabahwa dalam peperangan ini akan mencapai
kemenangan. Sebaliknya kalau bende ini tidak
mau berbunyi, maka akan mengalami kekalahan
dalam perang.
Prambanan dipilih sebagai tempat istirahat
bagi pasukan Pajang. Tempat ini
menguntungkan. Karena jarak dengan Mataram
sudah dekat dan di depannya terbentang sungai
Opak yang cukup dalam. Sehingga apabila ada
pihak lawan yang mencoba akan menyelundup,
mudah diketahui.
Akan tetapi walaupun gerakan pasukan
Pajang ini tidak diumumkan terlebih diahulu,
namun Mataram sudah tahu apa yang terjadi.
Semua ini berkat orang orang Pajang yang
berpihak kepada Senopati.
? Ha, ha, ha, sekarang tak dapat dielakkan
lagi ? bupati Mitaram berkata dengan wajah
gembira ? Rama sultan telah mengerahkan
pasukan untuk memukul Mataram. Kita
secepatnya harus bersiap diri untuk melawan
sampai titik darah penghabisan. Aku tidak
takut! Lebih lagi di dalam pasukan Pajang sendri
terdapat orang-orang kita, yang akan berbalik
menjadi kawan seperjuangan apabila terjadi
perang campuh ?? Perkenankanlah aku memimpin
pasukan pelopor, kangmas ? tumenggung
Mayang cepat menyambut penuh semangat ?
Hatiku masih sakit akan ulah Pangiri. Huh,
Pabelan telah difitnah begitu rupa, kemudian
dibunuh tanpa pemeriksaan dan peradilan
sebagaimana layaknya seorang bangsawan.
Yang lebih menyakitkan hati, Pabelan harus
mati dengan tuduhan melakukan perbuataa
yang tidak patut terhadap Ratu Sekar Kedaton.
Nama keluarga tercemar akibat fitnah itu. Maka
aku harus dapat membalas sakit hati ini. Aku
ingin berhadapan langsung dengan Pangiri.
Ingin menyarangkan kerisku ini ke dadanya
sebagai pembalasan ?
? Bagus! ?sahut tumenggung
Dadaptulis?Kalau kangmas Mayang memilih
lawan Pangiri, biarlah aku memilih adipati
Tuban. Aku ingin melihat sampai dimana
ketangguhan orang sombong itu. Dadaku masih
terasa panas oleh ulah dan tipu muslihat
mereka. Hampir saja aku mati terjebak di
tengah pasukan Joyo Kancil kalau saja tidak
segera ditolong Kusuma Sari ?
? Ya, memang engkau berdua adalah
adikku yang menjadi andalan Mataram ?
Senopati mengangguk-angguk ? Bagus, akusetuju! Dimas Mayang memimpin pasuka
pelopor yang bergerak dengan jalan kaki sedang
dimas Dadaptulis lebih tepat memimpin
pasukan berkuda, sekaligus sebagai pelindung
pasukan pelopor ?
Mayang dan Dadaptulis bersorak gembira.
Kemudian Dadaptulis berkata ? Menurut
laporan terakhir, pasukan Pajang telah
beristirahat di Prambanan. Apabila kargmas
mengijinkan, aku ingin menyerbu kubu Pajang
itu pada malam hari. Dalam keadaan lawan
tidak siap itu, aku akan dapat mengobrak-abrik
kubu pertahanan mereka ?
? Benar! ? sambut Mayang ?
Penyerbuan di waktu malam tentu di luar
perhitungan lawan yang sedang enak
beristirahat. Lebih lagi saat mereka kepayahan
sehabis melakukan perjalanan dari Pajang ?
Sebelum Senopati sempat berkata, Juru
Mertani tertawa terkekeh kekeh. Senopati,
Mayang dan Dadaptulis memandang Juru
Mertani dengan pandang bertanya-tanya.
? Heh, heh, heh, sudah tetapkah pendirian
kalian itu ? ? tanya Juru Mertani.
? Apa lagi yaug harus dipertimbangkan
menghadapi kenyataan ini ? ? tanya Senopati
? Rama Sultan sudah tidak ingat lagi akanhubungan antara ayah dan anak. Dalam masalah
ini, walaupun sebagai anak, aku tidak dapat lagi
mengalah. Kekerasan harus dilawan dengan
kekerasan ?
? Ya, agar tidak dituduh sebagai orang
yang lemah ? Dadaptulis menguatkan.
? Semut pun akan menggigit kalau diinjak.
Apakah kita sebagai manusia hanya harus
paserah saja? ? kata Mayang tak mau
ketinggalan.
Juru Mertani mengurut-urut jenggotnya
yang memutih panjang. Kemudian berkata
dengan sabar ? Anak-anakku, sabarlah! Sejak
aku masih muda, aku seorang tukang berkelahi.
Sebabnya tidak lain, karena aku tidak mau
dihina dan direndahkan orang. Lebih-lebih
kalau aku membela kebenaran ?
? Nah, itulah tepat, wa! ? kata Senopati
? Langkahku inipun tak lain karena tidak sudi
dihina dan diremehkan orang. Apa kata orang
apabila Mataram tidak melawan? Lebih lagi
diajeng Ratu Kidul telah menyanggupkan diri
untuk membantu Mataram apabila terjadi pecah
perang dengan Pajang ?
Juru Mertani manggut manggut ? Aku
dapat memahami perasaanmu. Tetapi apa yang
kupikirkan sekarang ini menjangkau masamendatang. Anakku, dengarlah. Aku tidak dapat
menyetujui maksudmu menghadapi kangjeng
sultan ini keras lawan keras ?
? Ahhh ... ! ? seru mereka hampir
berbareng karena terkejutnya.
? Lalu apakah yang harus kulakukan? ?
tanya Senopati.
? Dengarlah dulu apa yang akan
kukemukakan ini. Pertama, seperti yang sudah
berkali-kali kukemukakan, tidak malukah
engkau sebagai salah seorang anak, melawan
kepada ayah sendiri? Jagad ini akan tertawa.
Menertawakan tingkah lakumu yang tidak
pandai menghargai ayahmu sendiri dan tidak
pandai membalas budi ... ?
? Tapi nyatanya rama sultan sendiri yang
memulai ? potong Senopati ? Yang tua malah
sudah memulai, mengapa aku yang muda harus
mengalah? ?
? Mengalah tak apa asal kesudahannya
menang. Tetapi dalam hal ini bukan mengalah,
melainkan mundur satu langkah untuk maju ke
depan tanpa rintangan. Sampai saat ini aku
tidak percaya kalau kangjeng sultan benarbenar-benar tega kepadamu. Aku lebih
cenderung bahwa terjadinya masalah ini
sebagai akibat rongrongan dan bujukanpangeran Pangiri. Anakku, lupakah engkau akan
isi surat pangeran Benowo yang sudah engkau
terima? Dalam surat itu pangeran Benowo
menceritakan usahanya menggagalkan maksud
kangjeng sultan lewat kangjeng Ratu. Namun
agaknya pengaruh kangjeng Ratu kalah kuat
dengan pengaruh pangeran Pangiri .... ?
? Aneh! ? potong Dadaptulis ? Biasanya
pengaruh isteri lebih kuat dari siapapun ?
? Ya, pada peristiwa yang biasa memang
demikian ? sahut Juru Mertani ? Tetapi
lupakah engkau bahwa peristiwa yang kita
hadapi sekarang ini lain dari yang lain. Aku
menduga bahwa dalam masa tua-nya Kangjeng
Sultan menyadari keadaannya, bahwa dirinya
menjadi raja hanyalah sebagai wakil dari
pangeran Pangiri. Beliau sadar bahwa kerajaan
itu hak pangeran Pangiri sepenuhnya. Untuk
tidak dituduh berpihak kepada Mataram, maka
kangjeng Sultan terpaksa memenuhi
permintaan pangeran Pangiri. Tetapi seperti
kukemukakan tadi, sikap kangjeng Sultan itu
tentu berlainan antara lahir dengan batinnya ?
? Alasanku yang kedua ? kata Juru
Dewi Ular 42. Wanita Penjinak Hantu Malam Sejuta Bintang Karya Michelle Saram Tiada Yang Abadi N0th1ng Lasts Forever Karya Sidney Sheldon

Cari Blog Ini