Ceritasilat Novel Online

Putri Es 1

Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara Bagian 1


CP U T R I E S
( Lanjutan Rajawali Merah )
* * * Hasil Karya
B A T A R A
Pelukis
Soebagio & Antonius S.
* * * Percetakan & Penerbit
U.P. DHIANANDA
P.O. Box 174
SOLO-57101DISCLAIMER
Kolektor E-Book adalah sebuah wadah
nirlaba bagi para pecinta Ebook untuk belajar,
berdiskusi, berbagi pengetahuan dan pengalaman.
Ebook ini dibuat sebagai salah satu upaya
untuk melestarikan buku-buku yang sudah sulit
didapatkan dipasaran dari kpunahan, dengan cara
mengalih mediakan dalam bentuk digital.
Proses pemilihan buku yang dijadikan
abjek alih media diklasifikasikan berdasarkan
kriteria kelangkaan, usia,maupun kondisi fisik.
Sumber pustaka dan ketersediaan buku
diperoleh dari kontribusi para donatur dalam bentuk
image/citra objek buku yang bersangkutan, yang
selanjutnya dikonversikan kedalam bentuk teks dan
dikompilasi dalam format digital sesua? kebutuhan.
Tidak ada upaya untuk meraih
keuntungan finansial dari buku-buku yang dialih
mediakan dalam bentuk digital ini.
Salam pustaka!
Team KOLEKTOR EBOOK5
Biarkan riuh burung berkicau
lihatlah ikan di sungai Yang-Ce
riak kecipak berwarna-warni
penuh pesona membuat takjub
Elok amat seisi bumi
sudah berjalan berabad-abad
apakah kita melihat ini
indah nian sepanjang jagad!
(diambil dari : kitab pusaka Bu beng Sian Su)6
---ooOoo--Dipersembahkan buat para pembaca di
manapun Anda berada
---ooOoo--PUTRI ES
(Lanjutan Rajawali Merah)
Karya BATARA
Penerbit & Percetakan UP DHIANANDA SOLO
Credit :
Sumber buku Gunawan Aj
Kontributor Awie Dermawan
Edit OCR Yons
Diunggah pertama kali di Kolektor Ebook
Dari 18 September 2018 - 7 Februari 20197
PUTERI ES
(Lanjutan "Rajawali Merah")
Karya Batara
Jilid I
* * * DINGIN dan beku, itulah kesan perta-rna
memandang gugusan pulau-pulau ,jauh di
selatan Semenanjung Hitam. Dari timur ke barat
maupun selatan ke utara hanya hamparan putih
bersalju yang tampak. Se-keliling-nya, tepian
langit menyatu dengan karang-karang es yang
menonjol di permukaan laut. Selebihnya burungburung pinguin bertebaran memanggang tubuh,
menerima kehangatan matahari yang
menyembul lemah di antara awan-awan tebal,
mata-hari yang sebentar saja menampakkan diri
di tempat itu karena tak lama kemudian sang
dewa surya ini akan bergeser cepat ke barat.
Melihat keadaannya, tempat itu benar-benar8
tiada ubahnya kutub, dingin membeku dan tak
mungkin hewan-hewan berkulit tipis mampu
hidup di sini, apalagi manusia. Dan karena
tempat itu juga sunyi dan sepi, tak ada gerakan
kecuali burung-burung pinguin yang berkecipak
dan mencicit satu sama lain maka Semenanjung
Hitam yang beku dan tak bersahabat rupanya
juga tak ingin didatangi manusia atau mahlukmahluk lain.
Dan hal itu barangkali benar. Dengan
kedinginan di bawah titik beku, dingin yang
sanggup merobah air menjadi es dalam waktu
sekejap mata maka agaknya tak ada mahluk
hidup atau manusia yang ingin tinggal di sini.
Siapa ingin terbujur kaku di permukaan tanah
yang dinginnya bukan alang-kepalang? Baru
menyentuh dengan ujung-ujung jari saja
seseorang langsung dapat menjadi es. Apalagi
tinggal dan tenggelam dalam kedinginan itu,
seperti pinguin-pinguin itu misalnya.
Dan karena tak ada manusia berani
mempertaruhkan nyawanya untuk hidup di sini,
tinggal dan mencari makan maka lembah di9
Semenanjung Hitam ini berabad-abad tak pernah
dijamah manusia luar. Hampir seribu tahun ini
tak pernah ada gerakan. Kalaupun ada, maka itu
adalah gerakan burung-burung pinguin yang
berpindah tempat. Hewan berbulu tebal ini
selalu mencari daerah-daerah es untuk lahan
hidupnya, bertelur dan mencari makan dengan
ikan-ikan es yang segar, sejenis ikan kecil yang
bersirip hitam dengan mata merah. Ikan ini
sering meloncat keluar masuk dari bongkahanbongkahan es yang tebal, di-incar dan menjadi
sasaran burung-burung pinguin itu untuk pengisi
perutnya. Maka ketika ribuan burung berjejer di
Semenanjung Hitam berkuik-kuik, kedinginan
dan mengelepakan sayap di udara yang super
dingin maka matahari yang baru saja
menampakkan sinarnya mendadak surut dan
padam.
Kejadian begini memang bukan hal aneh
di semenanjung itu. Burung-burung pinguin akan
berteriak kecewa. Tapi begitu mereka
mengelepakkan sayap dan bersuara riuh satu
sama lain, udara kembali dingin membeku maka10
ikan loncat-loncat, ikan bersirip hitam dengan
matanya yang merah itu justeru bersorak dan
melompat keluar dari bongkah-bongkah es beku.
Mereka seakan berpesta atau bergembira
dengan lenyapnya sang surya. Udara akan
menjadi super dingin dan itulah saat mereka
keluar, melejit atau mengibas-ngibaskan ekor
mereka yang gatal di dalam. Sengatan matahari,
meskipun lemah, ternyata membuat ikan-ikan
kecil ini kegelisahan. Mereka seakan kepanasan
oleh munculnya dewa surya tadi, tak tahan oleh
hawa hangat di luar. Maka begitu mentari
menghilang dan mereka akan meloncat untuk
menggosok-gosok tubuh atau ekor yang gatal,
mereka tak tahan oleh sedikit saja hawa panas
maka bergeraklah ribuan burung-burung pinguin
menyergap ikan loncat-loncat. "Ngiikk...
ngiiiikkkk !" Suara ribuan burung-burung pinguin
mendadak merobah segalanya. Lembah Es yang
semula dingin dan beku sekonyong-konyong
berubah, hangat dan beringas karena ikan
loncat-loncat segera diserbu atau dipatuk
burung-burung berdada putih ini. Dan ketika11
serbuan besar-besaran ini menjadi semacam adu
cepat, burung-burung itu berlomba dengan ikan
loncat-loncat yang rnasuk dan menyelinap ke
bongkah-bongkah es beku, kaget disergap maka
pinguin yang lambat tak akan mendapat
makanannya. Namun burung-burung ini tak
kehilangan akalnya. Dengan cepat mereka
menguncupkan bulu, paruh menghunjarn ke
dalam dan menyelamlah mereka mencari
sasarannya. Dan ketika ribuan pinguin juga
menukik dan lenyap di balik permukaan es,
berenang di dasar laut maka ikan loncat-loncat
tak dapat melarikan diri disambar burung
berdada putih ini, dikepung dan dari mana-mana
muncul burung-burung pemangsa itu. Mereka
lahap menelan dan kocar-kacirlah ribuan ikan
loncat-loncat di bawah es beku. Namun ketika
sosok-sosok bulat bergerak memecah bongkahbongkah es, sebuah kepala dan misai panjang
tersembul di situ maka singa-singa laut, hewan
gemuk berbadan lebar menyergap dan berenang
rnenangkap pinguin-pinguin ini. Keadaan
berbalik. Ribuan pinguin terkesiap. Mereka12
meluncur dan berenang dengan arnat cepatnya
menuju tepian. Bahaya datang! Dan ketika singasinga laut mengejar dan menjadi pemangsa,
ribuan pinguin kalut maka binatang besar
menjadi korban dari yang lebih besar lagi. Sekali
caplok singa-singa laut itu mampu menelan
sepuluh ekor pinguin sekaligus, tak heran kalau
tubuh mereka demikian gempal dan gemukgemuk. Tapi ketika pinguin lari berserabutan dan
mereka berkuik-kuik, singa laut rnengejar sampai
ke darat maka bergeraklah beberapa bayangan
dan kekeh atau tawa wanita terdengar.
"Hi-hik, tangkap yang gemuk itu, Kaumoi. Kejar dia. Awas, jangan sampai kembali ke
laut!"
"Benar, dan kau yang di sebelah kanan
itu. Heii, jaga, Liok-cici. Mereka membalik!"
Enam wanita berkelebatan dari balik
guha-guha es. Mereka itu tiba-tiba saja muncul
tanpa diketahui, bergerak dan tahu-tahu enam
belati lancip menyambar dari tangan-tangan
mungil. Dan ketika enam singa laut roboh dan
menguak, suaranya dahsyat maka Lembah Es13
menjadi padang perburuan karena yang lebih
besar dan pandai lagi membunuh yang tolol.
"Hi-hik, aku mendapatkannya, Liok-ci-ci.
Lihat, betapa gemuknya!"
"Dan aku mendapat si betina ini. Lihat, ia
menggelepar!"
"Dan aku sepasang anaknya. Hi-hik,
lemparan pisauku tepat menancap di otak, Liokcici. Aku sekarang pandai!"
Enam wanita itu tertawa-tawa. Mereka
telah memperoleh enam singa laut yang besarbesar, hanya dua saja yang kecil karena itu
anaknya. Rupanya yang didapat adalah sebuah
keluarga. Dan ketika enam wanita itu berkelebat
dan sudah menginjak korbannya, masing-masing
gembira maka burung-burung pinguin seolah
tertegun dan berhenti berlari. Mereka menoleh
dan bergerombol rnelihat enam wanita ini,
tertegun karena di Lembah Es tiba-tiba muncul
enam wanita cantik yang demikian hebatnya.
Sekali lempar mampu membunuh seekor singa
laut yang ganas. Tapi ketika satu di antara
wanita-wanita itu kembali menggerakkan14
tangannya, tujuh pisau kecil menyarnbar
gerombolan si dada putih maka tujuh pinguin
berkuik dan roboh, yang tiba-tiba berserabutan.
Lari!
"Jit-moi, jangan. Kita tak boleh membunuh burung-burung itu!"
"Hi-hik, aku hanya mencoba
kepandaianku, cici. Lihat, lemparan tujuh pisau
tepat kena semua!"
"Tapi kau bakal dihukum. Tocu (pemilik
pulau) akan marah kepadamu!"
"Ah, kau jangan melapor. Kita semua
pernah mernbunuh. burung-burung itu untuk
berlatih. Sudahlah, aku hanya coba-coba saja dan
jangan kau marah. Kita telah mendapatkan enam
singa laut!" dan terkekeh menolong cicinya,
mencabut pisau di dada singa laut itu sang Jit-moi
merayu agar tidak dilaporkan, mengembalikan
pisau cicinya dan sang cici menekuk muka. Kalau
bukan karena persaudaraan tentu dia melapor.
Tapi karena semua harus saling tolong dan
mereka tak boleh saling mencelakakan maka
sang cici hanya menegur. "Baik, lain kali tak boleh15
lagi. Kalau semua burung dibunuh tentu singasinga laut tak akan mendapat makanannya lagi.
Dan kitapun tak dapat berburu di sini. Sudahlah,
kau panggul buruanku dan bawa pulang!"
"Eh, aku membawa dua?"
"Sekedar hukuman ringan, Jit-moi.
Bagaimana kalau tocu yang menghukummu
sendiri!"
"Hi-hik, bolehlah. Tak apa dan terima
kasih!" dan bergerak menendang singa laut
jantan itu, yang ditangkap dan diterima dengan


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lengan kirinya maka sang Jit-moi sudah
memanggul dan membawa bebannya di atas
pundak, masih disusul dengan bawaannya
sendiri berupa singa laut betina, ditumpuk dan
dijadikan satu di atas pundaknya itu. Dan ketika
dia melenggang sementara yang lain-lain tertawa
dan memanggul bawaannya, masing-masing satu
maka orang pasti akan terbelalak dan terheranheran oleh gerak atau kehebatan si Jit-moi ini.
Singa laut jantan dan betina itu tak kurang dari
seribu kati masing-masing ekor, jadi kalau dua
ekor adalah dua ribu kati. Hampir tujuh ratus16
kilo! Dan ketika dengan lenggang lemah gemulai
gadis atau wanita ini membawa buruannya,
langkahnya tegap dan pasti maka orang pasti
melongo dan takjub. Manusiakah itu? Atau
sebangsa dedemit!? Dan ketika enam wanita ini
berjalan dan tertawa-tawa, masing-masing
gembira oleh hasil lemparan pisaunya maka Liokcici, kakak keenam berada paling depan
memimpin adik-adiknya.
"Kita hampir terlambat, tapi syukur tidak.
Nah, untuk mempercepat perjalanan sebaiknya
kita lari!"
"Lari?"
"Ya, tocu tentu menunggu kita, Kau-moi.
Ayo lari dan latih ginkangmu!" Sang cici bergerak.
la tiba-tiba berke-lebat dan lima adiknya
terbelalak. Tapi ketika mereka terkekeh dan
berseru menyusul, yang membawa dua beban
tak mengeluh maka sang cici menoleh dan
berseru agar adik-adiknya lari lebih cepati lagi.
"Ayo... ayo. Jangan lamban dan seperti
babi. Cepatan, kita pulang ke istana!"17
Enam wanita itu bergerak. Yang
memimpin sudah memacu dan yang lain-lain
mengikuti. Hebat sekali, mereka tiba-tiba
meluncur dan terbang di permukaan keras. Dan
ketika sang cici berseru agar cepat dan lebih
cepat lagi, mereka mengerahkan ilmu
meringankan tubuh mendadak sernuanya sudah
bergerak-gerak dengan amat cepatnya hingga
telapak kaki seolah tidak menyentuh bumi lagi.
"Ser-srrr...!" Angin di bawah sepatu
mendesis berirama. Mereka enam wanita cantik
ini sudah tidak seperti manusia lagi, terbang dan
meluncur seperti enam dewa-dewi kahyangan.
Dan ketika mereka bergerak dan lenyap di balik
sekelompok guha-guha es, bagai bayang-bayang
siluman yang cepat dan lewat melebihi
kecepatan anak panah maka enam wanita ini tiba
di sebuah gunung es di mana mereka mendaki
lalu menurun lagi dengan amat cepatnya, muncul
dan tampak di gunung yang lain dan di balik
Sernenanjung Hitam ini terdapat karang-karang
atau gunung es yang tinggi. Ada sembilan buah
jumlahnya. Dan ketika delapan gunung sudah18
dilewati dan mereka tiba pada gunung
kesembilan, di sini mereka mulai memperlambat
lari tiba-tiba belasan wanita lain muncul dan
menahan rombongan ini.
"Liok-moi, berhenti. Apa yang dilakukan
Jit-moi dan berapa ekor pinguin yang dibunuh!"
Rombongan itu terkejut. Liok-moi, sang
pemimpin, tertegun dan tiba-tiba pucat. la
menoleh kepada adiknya dan tahu-lah dia bahwa
perbuatan adiknya tadi tak lepas dari pandangan
Tocu. Betapa ngerinya! Dan ketika ia menggigil
dan tak dapat bicara, ia telah melindungi adiknya
itu maka wanita yang membentak melangkah
maju, sikapnya bengis.
"Liok-moi, Tocu memerintahkan aku
untuk menghentikan kalian di sini. Apa yang Jitmoi lakukan dan benarkah kau melindunginya!"
"Tidak... tidak!" sang Liok-moi berlutut,
wanita di depannya mengeluarkan bendera kecil
segi tiga, mengangkatnya di atas kepala.
"Aku tak melindungi siapa-siapa, Sam-cici
(kakak ketiga). Jit-moi telah membunuh tujuh
pinguin tapi itu sudah kutegur!"19
"Tapi kau tak akan melaporkannya
kepada Tocu!"
"Ampun, aku telah menghukumnnya
dengan membawa dua singa laut itu cici. Kalau ini
masih dianggap salah aku siap menerima dosa"
"Tocu memang akan menghukum dirimu.
Tapi karena kau telah mengaku dan ini benar
maka kau dan Jit-moi diharuskan berendam di
salju, sehari semalam. KaIian berdua harap
menjalani hukuman di It-san dan Ji-san!"
"Baik, kami menerima, cici. Terima
kasih!" dan girang bahwa hukumannya hanya itu
saja, sehari semalam berendam di salju maka
Liok-moi berdiri dan memutar tubuhnya. la
hendak bergerak ketika tiba-tiba ujung bendera
dikebut, menengok dan Sam-cici berseru bahwa
hukuman harus di-lakukan tanpa baju. alias
tanpa pakaian. Dan ketika wanita ini tertegun
namun mengangguk, itupun dapat dilakukan
maka ia berkelebat dan adiknya, Jit-moi, juga
memutar tubuh dan pergi, kembali turun
gunung.20
"Kami menerima perintah, Sam-cici. ini
rnemang kesalahan kami. Biarlah kami
berendam tanpa pakaian!" Dua orang itu
meluncur ke bawah lagi.
Sam-cici, yang memegang bendera,
menarik dan menyimpan benderanya lagi.
Semua mengawasi kepergian dua orang itu
dengan mata bersinar-sinar, kecuali Sam-cici,
yang dingin dan beku. Dan ketika dua orang itu
lenyap dan Sam-cici berkelebat ke atas maka
wanita dingin yang berwatak keras ini menyuruh
yang lain - lain kembali. Singa-singa laut itu
kembali dipanggul wanita-wanita adik dari Liokmoi. "Perintah selesai. Kalian kembali ke tempat
masing-masing dan buruan harap dibawa yang
bersangkutan!" Empat wanita bergerak. Mereka
inilah yang dimaksud dan singa laut kembali
disambar. Dan ketika mereka berkelebat dan
naik ke puncak gunung, halimun rnenebal dan
udara semakin dingin maka Liok-rnoi dan Jit-moi
sudah tiba di bawah di tempat hukuman.
It-san (Gunung Pertama) adalah bagian
Jit-moi, sementara Ji-san (Gunung Kedua) adalah21
bagian Liok-moi. Dan ketika mereka itu berpisah
dan masing-masing rnelepas baju, lubang atau
sumur salju telah dibuat maka mengejutkan dan
mengherankan sekali dua wanita ini telah
mengubur diri hidup-hidup di tempat sedingin
itu. Udara yang membeku tampaknya tak dirasa
dan butir-butir salju yang berat dan dingin juga
tampaknya tak dihiraukan. Mereka masuk dan
tidak ragu-ragu berendam diri. Dan ketika dua
wanita itu sama memejam kan mata dan
menjalani hukuman, aneh dan luar biasa maka
Jit-moi maupun Liok-moi sudah membeku
seperti patung batu! Tewaskah mereka? Tidak.
Berhentikah jalan pernapasan mereka? Juga
tidak-. Karena begitu mereka masuk dan
mengubur diri maka ubun-ubun merekalah yang
bergerak naik turun dan dari situlah mereka
bernapas!
"Luar biasa...!" sebuah seruan terdengar
,tak dapat ditahan.
"Hebat sekali mereka itu, Gan-twako.
Dapat berendam dan mengubur diri hiduphidup!"22
"Hm, aku tidak mengagumi kejadian ini.
Aku justeru mengagumi tubuh mereka itu, Song
Kwi. Betapa mulus dan indahnya. Kencang dan
singsat-singsat!"
"Benar," suara ketiga menyambung
gemetar, menggigil.
"Aku juga begitu, Gan-twako. Aihh....
masih terbayang di ingatanku ketika satu per
satu mereka itu melepas pakaian. Dan bukan
main menggairahkannya!"
"Aku juga," suara keempat tak kalah
cepat. "Aku serasa dibakar, Lai-heng. Darahku
tiba-tiba mendidih. Aku tiba-tiba tidak merasa
dingin!"
"Hush, kita berpakaian rangkap. Aku juga
tidak merasa dingin apalagi kalau berhimpitan
begini. Eh, apa yang harus Kita lakukan dan
apakah sekarang kita bergerak!"
"Ya, sekarang kita bergerak. Hadapi dulu
yang pertama itu dan nanti yang kedua. Ah, aku
juga tak dapat menahan diri. Kalau begini
hebatnya wanita-wanita Lembah Es aku ingin
punya anak banyak dengan mereka!"23
"Ha-ha...!" suara tawa memecah. "Bu-kan
hanya kau seorang, Gan-twako. Kami pun juga
begitu. Mari, kita sergap mereka dan bawa
tubuh-tubuh menggairahkan itu ke sini. Ah, aku
jadi ingin menghangati tubuhnya yang berendam
itu. Tentu kedinginan!"
Belasan laki-laki bergerak. Heran dan
mengejutkan mendadak Lembah Es yang amat
dingin ini disatroni orang. Mula-mula adanya
wanita-wanita cantik itu, lalu laki-laki yang
jumlahnya tujuh belas orang ini. Dan ketika
mereka bergerak dan turun dari sebuah bukit,
masing-masing bermantel tebal menahan dingin
maka tempat sunyi yang seribu tahun lebih tak
pernah di-kunjungi orang ini tiba-tiba ramai. Dan
yang meramaikan adalah manusia, mahluk yang
biasanya suka ribut!
"Gan-twako, hati-hati. Tempat ini licin
dan berbahaya!"
"Tak usah khawatir," laki-laki bermuka
merah menjawab, dialah yang paling depan.
"Aku sudah menyelidiki tempat ini berbulanbulan. Lai-te. Kalau sampai terperosok sungguh24
sial!" "Tapi jangan jauh-jauh dari kami. Sepatu
kami lengket dan berat melengket salju!"
"Hah, kalian anak-anak muda seharusnya
lebih lincah. Ayo meluncur dan kalau perlu
bermain ski!"
Teman-temannya terkejut. Gan-twako,
laki-laki itu, mendadak memukulkan
tongkatnya dan terjun dari atas. Semua memang
membawa tongkat untuk menjaga tubuh,
mencocok atau menusuk tanah-tanah keras di
bawah salju. Tempat itu tertutup hamparan salju
putih yang beku dan dingin. Kalau tergelincir atau
terpeleset tentu bahaya. Maka ketika pemimpin
rombongan tak ragu meluncur di bawah, terjun
dan bergerak di permukaan salju tebal maka
bagai seorang akrobat laki-laki bermuka merah
ini meliuk naik turun menuruni bukit. Tak ada
yang lebih cepat dari itu. Berjalan biasa saja tentu
lama. Dan ketika yang lain bergerak dan ikut
terjun ke bawah, tongkat menyangga atau
menahan tubuh maka jadilah tujuh belas orang
ini menuruni bukit bagai bayang-bayang siluman
menuju ke bawah. Tujuh belas orang bermain ski25
dengan cara yang indah dan rata-rata memiliki
kepandaian menga-gumkan. Kalau mereka mau
jatuh atau o-leng ke kiri kanan maka tongkat
menyodok untuk mencari keseimbangan, meluncur dan turun ke bawah dengan sesekali tangan
melepas ke bawah, menghantam pukulan hingga
salju memuncrat dan dengan begitu
keseimbangan tubuh tetap terjaga. Inilah tanda
bahwa orang-orang itu bukan orang-orang biasa.
Dan ketika kecepatan serta ketepatan mereka
juga selalu menga-gurnkan, kalau ada yang mau
terpelanting maka teman di belakang selalu
menjaga maka tak lama kemudian tujuhbelas
laki-laki ini sudah tiba di Gunung Kedua, Ji-san.
"Lai-te, kita sampai!" . Seruan Gan-twako
menyatakan kegembiraannya. Jit-moi, yang baru
saja rnengubur diri tiba-tiba terkejut dan berseru
tertahan ketika tujuh belas laki-laki telah berada
di depannya. Wanita ini terbeliak dan jeritan kecil
terdengar dari mulutnya. Maklumlah, ia tak
mengenakan apa-apa di balik tumpukan salju itu.
la telanjang bulat! Dan ketika laki-laki bermuka
merah itu terbahak dan jelalatan menyambar-26
nyambar, matanya bagai srigala rnenemukan
mangsa gemuk maka ia berseru, "Nona, kami
ingin bertemu Tocu Lembah Es. Dapatkah kau
mengantar dan kenapa mengubur diri!"
"Ha-ha, dan pakaiannya di sini!" satu di
antara rombongan itu rnenyungkit setumpuk
pakaian, melayang dan disambar. "Baunya
harum sekali, Gan-twako. Ha-ha, harum yang
memabokkan!" Jit-moi semakin kaget.
Pakaiannya, yang ditaruh atau ditumpuk di sudut


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tiba-tiba sudah disambar dan dicium berulangulang oleh laki-laki itu, terkekeh dan tertawatawa dnn tentu saja wanita ini menjerit rnarah. la
terganggu tapi lebih-lebih terhina. Tujuh belas
laki-laki rnengelilinginya bak srigala mengurung
kelinci. Kontan ia mendelik! Dan ketika ia berseru
keras namun tidak tampak rasa takut atau
gentar, kecuall rasa jengah maka wanita in
membentak, suaranya melengking tinggi.
"Tikus-tikus' busuk, siapa kalian. Berani
benar datang ke tempat ini. Enyahlah sebelum
kubunuh!"27
"Ha-ha, sudah terkurung tapi masih
mengancam. Eh, bagaimana pendapatmu Gantwako. Apakah wanita secantik ini dapat
membunuh kita!"
"Hm, tak usah takut. Gertak sambalnya
biasa begitu. Wanita suka menakuti. Eh, nona,
bagaimana dengan pertanyaanku tadi. Dapatkah
kau mengantar kami kepada Tocu dan
memperkenalkan diri."
"Keparat!" wanita ini kembali
melengking. "Pergilah kalian, tikus busuk. Jangan
coba-coba memasuki tempat ini. Aku tak sudi
mengantar dan tak dapat mengantar!"
"Karena pakaianmu ini? Ha-ha, kami
membalikkan tubuh, nona. Silahkan rnelompat
dan kami tak akan melihat!" Gan-twako tertawa
bergelak, menyambar pakaian di tangan
temannya itu tapi tidak memberikannya kepada
si pemilik. Teman-temannya tertawa dan jelas
mereka menggoda. Rasa kurang ajar terpancar di
pandangan masing-masing. Semua laki-laki itu
ingin wanita ini meloncat, melihat tubuh
telanjang!.Dan ketika Gan-twako berderai28
melihat wanita itu rnendelik, gusar dan semakin
rnarah maka yang termuda, yang tadi katanya
"mendidih" melompat maju dan merampas
pakaian di tangan laki-laki muka merah ini,
tertawa, mengurainya satu demi satu.
"Ha-ha, jangan dulu, twako. Aku ingin
melihat dulu apa isi pakaian ini. Huwaduh,ini
selampe merah. Dan ini, wah... harum amat.
Celana dan pakaian dalamnya. Ha-ha.., aku ingin
yang ini dan jangan berikan kepadanya... ngok!"
laki-laki itu mencium pakaian dalam si cantik,
tidak malu-malu dan kurang ajar dan merah
padamlah wanita itu. Tujuh belas lelaki terbahakbahak.
Namun ketika ia membentak dan
meludah,air liur kental menyambar muka lakilaki itu maka bagai pelor baja muka laki-laki
pecah.
"Tikus hina, kembalikan
pakaianku....crot! ludah kental itu menghantam
wajah, bagai pelor baja dan si korban pipinya
tembus dan bolong! Dan ketika ia terpelanting
sementara teman-temannya terkejut, pakaian29
itu terlepas maka secepat walet hitam mendadak
wanita ini menjejakkan kaki dan meloncatlah ia
menyambar pakaiannya itu, telanjang bulat.
"Hei..!"
Semua lelaki melotot. Pemandangan ini
luar biasa dan untuk sejenak mereka kehilangan
rasa kaget itu, kaget bahwa teman mereka
terjungkal oleh sambaran ludah, ludah yang
sudah diisi sinkang. Dan ketika wanita itu
bergerak dan meloncat keluar, tubuhnya
berjungkir balik menyambar pakaiannya maka
belasan lelaki tergetar oleh tubuh polos yang
lewat di depan mata ini. Seumur hidup tentu saja
tak mungkin mereka melewatkan pemandangan
selangka ini , Terlalu indah, terlalu
mentakjubkan.
Tapi ketika wanita itu melayang turun
dan di udara sudah mengenakan pakaian
sebisanya, tentu saja sungsang sumbal maka
belasan lelaki ini tertawa dan mereka justeru
semakin bergairah melihat tubuh yang
dibungkus morat-marit itu.,30
"Ha-ha, terbalik, nona. Kancingnya di
belakang!"
"Benar, dan be-ha:nya juga miring.
Ha..ha,,, mari kubetulkan dan biar kurangkapi
dengan mantelku ini!" seorang di antaranya
menubruk, melepas mantel dan bergairah sekali
oleh compang-campingnya gadis ini. Mereka
bukannya kasihan melainkan justeru bernafsu,
birahi menjadi kencang tapi tiba-tiba gadis itu
membalik. la memang sekenanya mengenakan
pakaian, tapi itu bukan berarti laki-laki boleh
kurang ajar. Kemarahannya sebenarnya
sudah menggelegak. Maka begitu ditubruk dan
laki-laki itu menakupkan mantolnya, maksudnya
ingin menutupi kepala gadis ini lalu didekap dan
diciumi maka saat itulah maut datang
menyambar. Gadis ini membalik dan secepat
kilat kakinya menendang, bukan di tempat
sembarangan melainkan justeru di alat kelamin
laki-laki itu, daerah berbahaya di bawah pusar. .
Dan begitu mantol dikelit sementara kakinya
terus melayang, cepat dan tak diduga maka lak?laki itu menjerit dan alat rahasianya hancur.31
"Aduhhh..!" Jeritan ngeri ini bergema di
sepanjang lembah. Gadis berwajah cantik ini
telah membunuh satu jiwa, mata dan wajahnya
terbakar seperti api merah menyala-nyala.
Dan ketika lawan terkejut dan yang lainlain menjadi gempar, Gan-twako membentak
dan mencabut goloknya maka bagai biruang luka
laki-laki ini menerjang.
"Kawan-kawan, bunuh dia. Awas, jangan
main-main lagi!"
Belasan laki-laki terkejut membelalakkan
mata. Mereka tak mengira bahwa gadis
secantik ini punya naluri membunuh begitu
besar. Ganas dan telengas dan tak kenal ampun.
Sungguh berbahaya. Dan ketika mereka
membentak dan maju menerjang, Gan-twako
sudah mendahului dengan putaran goloknya
maka lima belas orang telah mengeroyok
penghuni Lembah Es ini.
Gadis itu mengelak dan membalas sanasini namun pakaiannya yang terlepas membuat
Be-ha yang miring sungsang membuat ia
bingung..sungguh mengganggu gerakan, juga32
baju yang terbalik kancingnya itu. Dan ketika ia
harus melindungi bagian-bagian yang terbuka ini
menyibukkannya, hujan serangan menghambur
dari mana-mana maka bacokan golok Gan-twako
mengenai pundaknya. Gadis itu menjerit dan
darahpun mengucur. la beringas dan tiba-tiba
mencabut ikat pinggangnya, tali hitam yang apa
boleh buat membuat celananya sedikit melorot
dan perhatian lelaki tertuju ke sini.
Kaum hidung belang memang mudah
terpikat kepada hal-hal begini, pemandangan
yang membangkitkan . nafsu kotor. Dan ketika
dua di antaranya tertegun dan rnengawasi
perutnya, karena kulit gadis itu segera tampak
sedikit maka kesempatan seperti itu tak disiasiakan penghuni Lembah Es ini. la meliuk dan
memutar pinggang dengan kencang, mirip gasing
yang berputaran begitu cepat. Dan ketika semua
senjata lewat mendesing di atas kepala, gadis ini
menunduk dan menjeletarkan tali pinggangnya
maka meledaklah otak dua laki-laki itu dihantam
kolor celananya.
"Prak-prak!"33
Gan-twako dan kawan-kawan tersentak.
Mereka sadar namun dua jiwa kembali
melayang. Nafsu yang semula bangkit mendadak
padam. Gan-twako berteriak agar tak satupun
memandang perut gadis itu. Biarlah
pemandangan indah lewat asal mereka selamat.
Dan ketika belasan yang lain mengangguk dan
pucat, tak mau menjadi korban maka tiga belas
orang akhirnya menjadi marah dan menyerang
dengan buas. Gadis itu berkelebatan ke sana-sini
tapi celaka sekali pakaiannya yang kedodoran
amat mengganggu. Be-ha nya akhirnya lepas dan
belasan lelaki itu bersorak bagai srigala
mendapat daging segar. Lelaki memang sungguh
memalukan! Dan ketika gadis itu terkejut
sementara lawan terus menubruk dan
menyerang, ia mengelak dan menendang sanasini maka tali kolor-nya terbabat dan gadis itu
menjerit karena golok Gan-twako memberebet
mengenai selangkangannya.
"Ha-ha, lihat. la seperti tadi!" Tigabelas
lelaki terbahak-bahak. Gadis ini dipaksa berteriak
sambil menutupi bawah perutnya. la merah34
padam. Dan karena gerakannya semakin
terganggu dan justeru ini membuat lawan-lawan
memperoleh kemenangan, gadis itu tertekan
maka golok Gan-twako kembali menyambar dan
kali ini tali be-ha putus.
"Bret!" Gadis itu menjerit. la
kebingungan dan gugup menutupi yang mana.
Lawan bersorak .dan sungguh membuat ia
kelabakan. Bayangkan, mana yang harus lebih
dulu ditutupi, bawah ataukah atas! Dan ketika ia
menangis sementara lawan terbahak dan
berderai-derai, para lelaki itu sungguh kurang
ajar maka gadis ini nyaris mendapat malu lagi
ketika baju depannya robek dan buah dadanya
terkatung-katung.
"Keji, tak berperikernanusiaan!" sebuah
bentakan tiba-tiba terdengar. "Mundur, Jit-moi.
Biarkan aku yang menghadapi.... wher-singsingg!" dan sebatang pedang yang menyambar
menyilaukan mata tiba-tiba membentur dan
menghalau semua serangan laki-laki. Wanita
berbaju kuning muncul di situ, atau Liok-cici. Dan
ketika Jit-moi terhuyung mundur sementara35
Gan-twako dan teman-temannya terbelalak,
kedudukan wanita itu telah diganti ,inilah Llokrnoi atau, Liok-cici ini sudah berkelebat dan
pedangpun mendesing lagi menyambar belasan
lelaki itu.
"Babi-babi pecomberan, kalian mencari
mati. Baiklah, nonamu mengantar kalian ke
akherat dan cepatlah menghadap Giam-lo-ong
(Raja Maut)!"
Gan-twako dan kawan-kawan terkejut
Sinar putih menyambar dan gundukan sebatang
pedang telah menyilaukan mereka dibalik
bayang-bayang kuning. Tusukan atau tikaman
pedang nyaris menyatu dengan pakaian wanita
itu, yang juga tak kalah cantik dengan adiknya.
Dan ketika mereka mengelak sana-sini namun
gerakan pedang sungguh luar biasa, tiga di antara
mereka tergores maka Gan-twako berubah dan
berseru agar kawan-kawannya menjaga jarak.
"Jangan terlalu dekat, awas!" Semua
berhati-hati. Mereka mengangguk dan tanpa
diberi tahu lagi tentu saja mereka waspada.
Pedang menyambar naik turun lagi namun Gan-36
twako memapak, sinar putih dibentur sinar
golok. Dan ketika dua senjata berdentang dan si
laki-laki bermuka merah terkejut karena ia
terpental, tenaga wanita itu hebat bukan main
maka pedang masih terus menyambar dan tahutahu menukik menusuk ulu hati Gan-twako ini.
"Celaka... bret!" Gan-twako masih
terlambat. la melempar tubuh bergulingan
namun ujung pedang mengenai kulit dadanya
juga, menggores dan luka mengucur namun
darah segera beku menetes di salju. Udara begitu
dingin hingga darah pun menjadi es. Luar biasa!
Dan ketika orang-orang itu terkejut sementara
Jit-moi sudah menyambar dan membetulkan
pakaiannya, menyerbu dan memekik nyaring
maka Gan-twako dan teman-temannya pucat
ketika tiba-tiba saja dua penghuni Lembah Es ini
mendesak mereka. Liok-moi sudah melemparkan
pedang cadangannya kepada sang adik.
"Jit-moi, kita bunuh mereka. Terima
pedangku!"
Jit-moi tak banyak bicara. tapi
mengangguk dan bersama saudaranya sudah37
rnenerjang kaum hidung belang ini. Sekarang ia
tak kikuk lagi dengan pakaiannya yang
kedodoran. Semua baju dan ikat pinggang sudah
dikencangkan. la siap mengamuk! Dan ketika
benar saja ia berkelebatan bagai walet betina
haus darah, pedang menyambar-nyambar
dengan amat cepatnya maka Gan-twako, orang
yang paling dibenci menerima tusukan kilatnya.
"Crat-aduh!" Laki-laki itu menjerit.


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lehernya tertusuk dan kontan terjungkal seperti
ayam kena penyakit ayan, berputar namun
roboh lagi tak dapat berdiri. Dan ketika lawan
mengejar dan tak puas dengan satu tikaman,
pedang membacok dari atas ke bawah maka
orang she Gan terbelalak tak mampu
menghindar. la menggerakkan goloknya namun
golok terlepas dari tangan, tak kuat beradu
tenaga dengan Jit-moi yang sedang marah besar
itu. Matanya berkilat-kilat, mulut dan hidung
ditekuk 'membesi' hingga terasa menyeramkan
sekali. Dan ketika laki-laki ini mengeluh karena
pedang terus menyambar juga, tak kenal ampun
maka sebatang kepala .mencelat dari tubuhnya.38
"Crat!" Gan-twako tewas dengan
mengerikan. Jit-moi telah membunuhnya dan
laki-Laki yang amat kurang ajar itu telah
dipenggal putus. Kepalanya menggelinding dan
mata-nya mendelik, ditusuk dan muncratlah
darah gegar dari lubang mata yang sudah tak
berdaya itu. Jit-moi tak puas dengan ini saja
karena kakinya segera bergerak menendang
kepala tanpa tubuh itu, jatuh dan amblas di balik
tumpukan salju. Dan ketika ia berkelebat dan
kembali membantu encinya, menerjang yang lain
maka sisa lelaki hidung belang ini pucat dan
minta ampun.
"Tobaat.... kami menyerah!" Namun dua
wanita itu rnendengus. Mereka terus bergerak
dan dua laki-laki kembali roboh binasa. Yang satu
putus kakinya. Namun ketika mereka hendak
membunuh lagi dan keberingasan mereka jelas
tak dapat diredakan, sisa sembilan orang
menjadi ngeri dan gentar mendadak dari puncak
gunung kesembilan terdengar seruan panjang,
"Jit-bi, Liok-ui.. jangan bunuh mereka.
Tangkap dan robohkan saja!"39
Dua wanita itu tertegun. Suara merdu
namun amat jelas itu membuat keduanya
merubah sikap, tidak membunuh melainkan
menangkap atau merobohkan lawan. Dan ketika
sembilan sinar putih memencar ke sembilan
penjuru, bergerak dan menotol tahu-tahu
sembilan orang ini roboh dan terbanting.
"Bluk-bluk-bluk!" Sembilan tubuh itu
tumpang tindih menjadi satu. Mereka merintih
dan mengerang dan terbelalak memandang
puncak bukit. Dari situlah suara itu terdengar.
Namun ketika tak ada apa-apa dan Jit-bi maupun
Liok-ui menghentikan gerakan, pedang bergetar
dan masih penuh kemarahan di tangan maka dua
wanita itu membalik dan berlutut, berseru
nyaring, menghadap gunung kesembilan.
"Tocu, kami telah melaksanakan
perintahmu. Mohon bertanya apa yang harus
kami lakukan selanjutnya!" "Mereka adalah
bagianmu, terserah kalian berdua. Tapi
bagaimana kalau dikubur hidup-hidup seperti
tadi kalian mengubur diri!"40
"Tocu menghendaki hukuman begitu?"
"Hanya saran saja, Liok-ui. Tapi terserah
kepadamu. Yang jelas jangan mengotori tempat
ini dengan darah. Aku tak mau ada bau busuk!"
"Baik, kalau begitu kami turut perintah,
Tocu. Terima kasih!" dan berdiri memutar
tubuhnya, menghadapi kembali sembilan lakilaki itu maka Liok-ui bertanya kepada adiknya,
Jit-bi.
"Jit-moi, Tocu menyerahkan orang-orang
ini kepada kita. Apa yang hendak kaulakukan."
"Aku akan melakukan seperti apa yang
aku terima. Mereka ini akan kukubur hiduphidup, Liok-cici, telanjang bulat. Biar mereka
beku dan mati tanpa mengalirkan darah!"
"Kau akan menghukumnya seperti itu?"
" Ya.."
"Kalau begitu silahkan. Aku jijik
menelanjangi laki-laki"
Dan ketika Liok-ui membalik dan
menyerahkan tawanan maka Jit-bi sudah
bergerak dan cepat luar biasa ia merobek semua
pakaian laki-laki itu. Satu demi satu ditelanjangi41
dan sembilan laki-laki itu pucat. Mereka
kedinginan, merintih. Antara malu dan juga
takut. Baru sekarang mereka menyesal. Tapi
ketika Jit-bi tak memberi ampun dan berturutturut menendang mereka, sembilan laki-laki ini
memasuki lubang yang telah dibuat, maka bagai
direndam es beku mereka kontan menjerit.
"Aduh... ampun!"
Jit-bi tertawa mengejek. la paling benci
kalau ada laki-laki demikian kurang ajar. Belasan
tahun tak bersua laki-laki dan betul kata Tocu
bahwa laki-laki adalah mahluk jahat. Mereka itu
tak layak menginjak Lernbah Es dan baru kali ini
setelah ratusan tahun ada laki-laki berani datang.
Hukuman paling tepat adalah itu,
rnenjebloskannya ke lubang salju. Dan ketika
sembilan laki-laki menggigil dan berketruk di
dalam lubang, mereka merintih dan kedinginan
dikubur hidup-hidup maka lima belas menit
kemudian mereka membeku.
Angin bertiup dan salju tiba-tiba turun
deras. Sembilan laki-laki tak dapat berkata-kata
kecuali menutup mata kedinginan, mencoba42
melawan hawa dingin namun suhu udara
menurun dengan cepat. Titik beku dilampaui dan
akhirnya sepuluh bawah nol derajat. Celakalah
mereka itu. Dan ketika bibir sudah membiru dan
rambut di atas kepalapun kaku seperti kawat,
salju menirnpa dan mengubur mereka akhirnya
sembilan laki-laki ini tewas kedinginan. Mereka
mengalami siksaan hebat dan menyedihkan
sekali keadaan mereka itu. Inilah ganjaran bagi
mereka yang memasuki Lembah Es. Dan ketika
sembilan tubuh membujur kaku dan tak
bernyawa lagi, Jit-moi dan encinya tertawa
dingin maka sisa mayat di situ ditendang dan
amblas ke dalam tumpukan salju pula.
Tujuhbelas laki-laki akhirnya mengalami nasib
mengenaskan di sini. Mereka berani coba-coba
memasuki daerah terlarang. Dan ketika padang
salju itu kembali sunyi dan dua wanita ini
bergerak maka Liok-ui sudah kembali ke gunung
Ji-san sementara Jit-moi mencari tempat lain di
gunung It-san untuk melanjutkan hukumannya.
Tadi mereka terganggu dan terpaksa keluar dari
lubang hukuman, tak menyangka bahwa di43
tempat itu mengintai belasan pasang mata
melihat gerak-gerik mereka. Maklumlah, padang
es ini sudah lama tak dijamah lelaki. Dan begitu
masing-masing mendapati tempat yang enak
maka Jit-moi maupun encinya sudah terjun lagi
dengan tubuh telanjang bulat di kuburan salju.
Mengubur diri hidup-hidup, melanjutkan lagi
hukuman yang tadi tertunda. Dan ketika mereka
memejamkan mata dan bersamadhi, sehari
semalam berendam salju maka orang tentu akan
merasa takjub karena penghuni-penghuni
Lembah Es ini sungguh tahan dingin, tidak seperti
sembilan lelaki itu misalnya, yang tewas hanya
beberapa menit saja setelah ditelanjangi,
dikubur hidup-hidup. Dan ketika semua kembali
sunyi dan sepi maka Lembah Es, beserta
datarannya yang luas telah memasuki lagi
keheningan-nya yang abadi. Tak bergerak!
*** "Berhenti di sini," seorang Iaki-laki
berseru kepada empat temannya di atas sebuah44
perahu, meluncur dan menabrak tepian es yang
tebal, meloncat turun. "Kita menemukan jejak
mereka, Ma-enghiong. Ada tapak-tapak kaki di
sini. Lihat, ada tigapuluh empat kaki membekas
di salju!"
Rombongan itu, terdiri dari lima laki-laki
yang gagah dan tegap berlompatan. Mereka
mengangguk dan melihat tapak-tapak kaki itu,
menghitung dan jumlahnya benar tigapuluh
empat buah. Berarti tujuh-belas pasang dan
semua menjadi girang menemukan ini. Dan
ketika mereka bicara satu sama lain dan semua
rupanya membicarakan orang hilang, kerabat
atau sanak saudara mereka maka laki-laki
pertama, yang tadi meloncat lebih dulu
mendadak menuding ke satu arah. di sebuah
teluk.
"Heii, itu perahu mereka. Lihat, itu milik
Gan-twako!"
Semua menoleh. Sebuah perahu,
terdampar atau terjepit celah-celah es terlihat
dari situ. Perahu di sana itu besar dan tiga kali
dari perahu yang mereka tumpangi. Diam tak45
bergerak sementara penghuninya tak ada. Mirip
perahu para siluman! Tapi ketika yang berseru ini
bergerak dan berkelebat menuju teluk itu, empat
temannya mengikuti dan susul-menyusul maka
rombongan baru yang datang di tempat dingin ini
tak perduli terpaan salju yang bertiup
mengganggu pandangan. Mereka rupanya
mencari-cari sahabat dan jejak sahabat ditemukan di situ. Pertama dengan melihat tapaktapak kaki di situ dan kedua dengan adanya
perahu tak bertuan itu. lni menguatkan dugaan
bahwa yang dicari ada di situ. Dan ketika semua
mendekat dan tertegun tak melihat siapa-siapa,
perahu itu sendirian tak bergerak maka
kelimanya saling pandang dan laki-laki di tengah,
yang beralis tebal mendesis.
"Thian-kongcu, rupanya terjadi apa-apa
dengan mereka. Tek Gan dan kawankawannya mengalami bencana!"
"Bagaimana Ma-enghiong bisa
menyimpulkan begitu?"
"Hm, mudah, kongcu. Pertama adalah
sebulan ini dia tak kembali. Dan kedua adalah46
karena keangkeran Lembah Es sendiri. Sudah
kutahu sejak ratusan tahun yang lalu bahwa
daerah ini berbahaya. Adikku sudah kuberi tahu
namun dia membandel. Dan melihat betapa
perahu sudah berminggu-minggu di sini maka
kuyakin bahwa adikku itu mengalami celaka!"
"Nanti dulu. Bagaimana Ma-enghiong
tahu bahwa perahu ini sudah berminggu-minggu
di sini!"
"Garnpang saja. Lapisan esnya sudah
demikian tebal, kongcu. Lihat dan bandingkan
dengan lapisan es di pinggir perahu kita sendiri!"
Thian-kongcu, pemuda pertama itu
tertegun. Dia memuji ketelitian temannya itu dan
benar saja lapisan es di perahu ini amatlah tebal,
tak kurang dari delapan in-ci dan itu
mengejutkan. Dan ketika yang lain juga
mengangguk dan memuji Ma-enghiong (orang
gagah Ma) ini maka wajah laki-laki beralis tebal
itu muram "Habislah harapan kita," suara ini
penuh putus asa. "Kita tak perlu melakukan
pencarian lagi, Thian-kongcu. Cukup dan biarlah
kita kembali."47
"Eh, kembali? Tidak rnencari atau
menemukan mayat mereka umpamanya?"
"Hm, percuma, kongcu. Kalaupun ada
maka tentu terkubur salju. Tempat ini putih
melulu, dan kita harus mengerahkan sinkang
kalau tetap ingin bertahan. Lihat, udara semakin
membeku!"
Dua yang lain berketrukan. Baru saja
bicara tiba-tiba orang keempat dan kelima
menggigil. Mereka sudah memakai baju tebal
namun rasanya masih kurang. Dan ketika salju
turun dengan lebih kencang, muka serasa
ditusuki jarum maka dua orang itu berseru agar
mereka mencari tempat perlindungan.
"Ma-enghiong, mukaku sakit-sakit. Salju
meniup bersama angin kencang. Bagaimana
kalau kita mencari guha dan berteduh dulu!"
"Hm, boleh," laki-laki itu berkata. "Aku
juga tak ingin membuat susah kalian, Hao Tong.
Mari mencari perlindungan dan berteduh dulu!"
Kelimanya bergerak. Akhirnya mereka
harus menutupi muka ketika salju turun dengan
kencang, angin menderu dan bukan hanya muka48
saja yang serasa ditusuki jarum melainkan
seluruh tubuh. Pori-pori serasa dicoblos ratusan
jarum dan mereka mengeluh, terutama orang
keempat dan kelima itu. Namun ketika sebuah
guha dapat dan mereka masuk ke sini, melompat
dan berteduh maka hujan salju tertangkis namun
hawa dingin semakin bertambah.
"Aduh, dngin, Ma-enghiong. Celaka, kami
bisa mati beku!"


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hm, kita buat api unggun...."
"Tak ada kayu kering!"
"Kalau begitu biar kuambil obor dan
minyak ikan!" dan begitu laki-laki ini bergerak
dan keluar guha mendadak ia sudah menerobos
hujan salju dan melindungi mukanya dari
serangan butir-butir es.
"Ma-enghiong...!" Laki-laki itu tak
menoleh. la terus berlari dan kawan-kawannya
terbelalak melihat ia kembali ke perahu kecil. Di
situlah obor dan minyak ikan disimpan. Dan
ketika sebuah bungkusan disambar dan laki-laki
ini kembali ke guha, lari menerobos hujan salju
maka empat temannya menyambut dan49
tampaklah bibir Ma-enghiong itu sudah
kebiruan! "Cepat, nyalakan api. Aku tak tahan!"
Thian-kongcu menyambar pria gagah ini. Di
bawah hujan salju lebat dan angin kencang
begitu keluar guha sungguh amatlah berbahaya.
Demi teman, laki-laki ini telah berkorban. Dan
ketika ia roboh dan giginya berketrukan, sudah
mengerahkan sinkang namun tetap juga tak
tahan maka obor dinyalakan dan guha seketika
menjadi hangat.
"Ma-enghiong, mari dekat api. Kita
berkumpul dan berdiang di sini!" Thian-kongcu
menyeret laki-laki ini. Udara yang merasuk
sumsum sungguh terasa menggigit. Tulang
terasa ngilu dan berkerotok. Bukan main! Namun
ketika obor menghangati guha dan hawa dingin
terlawan maka Ma-enghiong maupun temantemannya tak menggigil lagi.
"Luar biasa, tempat ini sungguh amat
dingin. Baju rangkap empatpun masih
juga ditembus!"50
"Benar, padahal ini masih di sini, Hao
Tong. Belum lagi di Lembah Es sana, apa-lagi
puncaknya yang super dingin!"
"Apakah enghiong pernah ke sini?"
"Belum, baru kali ini, sama seperti kalian. Dan
aku takut kalau harus masuk terlalu jauh. Aku
ingat akan dongeng Puteri Es yang beku dan
berhati baja!"
"Dongeng itu? Ah, tadi kau menghentikannya, Ma-enghiong. Coba ceritakan barang
sedikit sekali lagi. Hitung-hitung pembuang sepi
di waktu berdiang!"
"Dan adikmu itu..." Thian-kongcu tibatiba menyambung. "Apakah juga tak tahu,
enghiong? Adalah aneh bahwa ia menempuh
bahaya hanya untuk membuktikan apakah Puteri
Es itu benar ada atau dongeng!"
"Hm, ini semua karena kesombongannya.
Adatnya yang tak baik itu. Berapa kali Membuat
aku susah dan menempuh bahaya.. Saudaraku
sungguh terlalu!" "Ceritakan tentang Puteri Es
itu," orang kelima memotong. "Apa dan bagat-51
mana dia itu, Ma-enghiong. Apakah benar cantik
jelita dan tiada tandingannya!"
"Hm, menurut dongeng begitu. Ada
sembilan gunung di sini, dan sebuah lembah.
Tapi karena puteri itu dikabarkan tinggal di
lembah tersebut, Lembah Es, maka para dayang
atau pengikutnya juga begitu dan tinggal
bersama puteri. Konon katanya adalah pelarian
dari dinasti Han pada seribu tahun lebih yang
lalu. Aku kurang tahu tapi dikabarkan bahwa
keluarga puteri ini adalah orang-orang yang amat
berkepandatin tinggi. Nenek moyangnya sesakti
dewa!"
"Tapi kenapa kalah?"
"Seorang menteri raja membujuknya
untuk pergi, Hao Tong. Bukan kalah. Waktu itu
raja dan nenek moyang Puteri Es lni dikacau
seorang saudaranya, yang ingin menduduki
tahta. Dan karena tak ingin ada pertumpahan
darah di antara sesama rakyat maka raja dan
pangiringnya mengundurkan dIri dan tinggal di
tempat ini.52
"Kalau begitu bukan melarikan diri, tetapi
mengasingkan diri. Aneh benar mau saja dibujuk
untuk menInggalkan semua kemewahan dan
kebesaran!" "Itulah yang membuatku heran
juga," orang she Ma mengangguk.
"Tapi kalau kuingat sebab-sebabnya
mungkin tidak aneh juga, Hao Tong. Sri baginda
nenek moyang Puteri Es ingin memberi pelajaran
kepada saudaranya lewat cara lain."
"Cara lain bagaimana?"
"Bahwa memegang tampuk kekuasaan
bukanlah hal mudah, apalagi kalau hati dipenuhi
iri dan dengki, mabok kekuasaan. Nah, saudara
raja itu juga begitu dan sri baginda sengaja
membiarkannya sampai dua tahun kemudian
pecah perang di antara istana. Gontok-gontokan
antara para pangeran dan keturunan raja baru
Itu, yang akhirnya binasa di tangan puteranya
dari selir!"
"Wah, anak membunuh bapaknya?"
Karena ingin merebut kekuasaan, hasutan
menteri dorna."53
"Hebat, kau banyak tahu, Ma-enghiong.
Rupanya sejarah penghuni Lembah Es melekat di
ingatanmu!"
"Ah, aku hanya mendengarnya dari
orang-orang lain saja, benar tidaknya aku kurang
tahu. Sudahlah, aku tak berani bicara banyak
tentang Puteri Es, Hao Tong. Katanya dapat
didengar dan diketahui olehnya. Lebih baik
bicara lain saja, lihat hujan salju sudah mereda!"
Empat temannya menoleh. Salju di luar
tiba-tiba berhenti, benar saja. Namun karena
hawa dingin masih menyusup tulang dan Hao
Tong menggigil dihembus angin guha maka
orang she Ma bangkit berdiri dan mengerahkan
sinkangnya, melawan hawa dingin.
"Kupikir kita sebaiknya kembali.
Pencarian tak perlu dilanjutkan. Kita bawa saja
perahu itu dan kita ikat bersama perahu kita."
"Eh, begitu saja? Tidak.., jangan, Maenghiong. Cerita tentang Puteri Es itu ingin
kuketahui dan kubuktikan!"
"Apa?"54
"Benar. Kita sudah tiba di sini, Maenghiong. Terlalu sayang kalau dilewatkan begitu
saja. Aku ingin membuktikan kata-katamu tadi!"
"Kata-kata yang mana?"
"Bahwa pembicaraan kita dapat didengar
Puteri Es itu. Aku ingin membuktikannya!"
Ma-enghiong tertegun. Thian-kongcu,
temannya ini, bangkit dan berseru. Yang lain tibatiba mengangguk dan laki-laki gagah itu
mendadak mendesah. la terkejut dan berubah
namun yang lain mendukung. Hao Tong yang tadi
kelihatan gentar sekarang berubah dan berseriseri. Bayangan puteri cantik mengganggu lakilaki ini. la ingin bertemu puteri itu, keturunan
dinasti Han dari raja yang hebat. Dan ketika Maenghiong terkejut dan mengerutkan kening, mau
menolak tapi semua ternannya menghendaki
lain maka sambil menarik napas dalam akhirnya
ia mengangguk.
"Hm, baiklah. Tapi sehari ini saja. Besok,
kalau kita tidak menernukannya harap kembali.
Betapapun padang es ini adalah tempat
berbahaya yang pernah kudengar!"55
"Jangan khawatir, dan kita tambatkan
perahu di sana, Ma-enghiong. Biarkan di situ
sampai besok pagi!"
"Baiklah, mari berangkat. Rangkapkan
baju dan hati-hati berjalan di salju.
Jalanan licin!"
Lima orang itu bergerak. Thian-kongcu
dan kawannya tampak gembira dan orang she
Ma itulah yang menjadi petunjuk jalan. la di
depan dan yang lain-lain mengikuti. Tapi karena
hawa masih juga dingin dan Hao Tong
berketrukan giginya, Ma-enghiong berhenti dan
minta agar semua bergandengan tangan,
menyalurkan sinkang maka laki-laki itu berseru
agar semua saling menghangati yang lain.
"Kita tak dapat berjalan kalau ada yang
tak kuat. Mari bergandengan tangan dan masingrnasing kerahkan sinkang rnenghangati yang
lain!"
Lima orang itu bergandengan. Maenghiong sudah mencengkerarn si Hao Tong ini
dan Hao Tong menyambar Thian-kong-cu, yang
juga disambar atau menyambar dua temannya56
yang lain. Dan ketika mereka saling menyalurkan
sinkang dan hawa hangat melawan hawa dingin
maka lirna orang itu bergerak kembali
melanjutkan perjalanan. Padang es dilalui dan
jalan naik turun juga mulai dilewati. Sebentarsebentar mereka masih harus berhenti juga
untuk mengibas-ngibaskan tangan atau kaki yang
terasa membeku. Sudah dilawan sinkang masih
juga mereka kedinginan. Bukan main hebatnya
hawa di situ. Dan ketika mereka mengikuti jejak
tapak kaki tujuh belas pasang itu, yang diduga
sebagai kaki Gan-twako dan kawan-kawannya
maka sebuah gunung terlihat dan Ma-enghiong
mendadak berhenti di sebuah jembatan bambu.
"Ada orang, tempat ini dihuni manusia!"
Empat yang lain tertegun. Sebuah sungai
kecil, yang tentu saja beku airnya, menjadi
bongkah-bongkah es, terlihat di depan. mereka.
Sungai kecil itu dipasangi jembatan bambu untuk
penyeberangan. Entah slapa yang menbuat. Yang
jelas tak mungkin rombongan Gan-twako karena
bambu-bambu itu sudah tua, juga bukan barang57
baru terlihat dari pinggir-pinggirnya yang sudah
berlumut.
Dan ketika semua tertegun berhenti di
sini, tak melanjutkan perjalanan maka berkesiur
angin dingin dan tahu-tahu tiga wanita cantik
telah berdiri di depan mereka, tepat di ujung
jembatan sana.
"Astaga, bidadari dari kahyangan!"
Thian-kongcu, yang melihat dan terpekik
lebih dulu tiba-tiba berteriak dan berseru kaget.
la membuat empat temannya mendongak dan
lima laki-laki terkejut.
Disitu, di depan mereka, jarak hanya dua
meter saja tahu-tahu telah berdiri tiga wanita
cantik yang wajahnya gilang-gemilang. Mereka
jelas cantik namun raut atau roman mereka
dingin, sedingin es!
Dan ketika semua terkejut dan mundur
satu tindak, Ma-enghiong dan teman-temannya
terguncang maka Thian-kongcu rupanya dapat
menguasai diri dan sadar lebih dulu, menjura dan
berseri-seri. tak perduli sikap atau wajah yang
dingin.58
"Tiga bidadari, siapakah kalian dan dari
mana? Aku Thian Bok ingin belajar kenal. Maaf
kalau kedatanganku tak dikehendaki"
Wanita di depan mendengus. la memakai
sutera biru dan pakaiannya yang tipis
membuat heran lima laki-laki itu. Thian-kongcu
sampai terbelalak. Udara begitu dingin dan
wanita Ini mengenakan pakaian tipis apakah
tidak kedinginan! Namun karena orang nyatanya
tenang dan biasa-biasa saja, wajah yang dingin
itu memandang mereka maka Thian-kongcu
bagai terlonjak ketika mendengar bentakan yang
membuat jembatan bambu tergetar, rasanya
mau patah.
"Orang asing, aku tak butuh kenal dengan
kalian. Kalian telah berani sampai ke sini, tanda
bahwa kalian bernyall juga. Apakah tidak tahu
bahwa tempat ini larangan dan tak boleh
dimasuki? Apalagi laki-laki. Harus dibunuh dan
pilih mati sendiri atau mati di tangan kami"
"Wah!" Thian-kongeu kaget. "Kami
datang bukan sebagai pencuri, nona. Dan apakah
kalian ini manusia atau sejenis peri. Kalian cantik-59
cantik bagai bidadari. Aku tak mau kernbali kalau
sudah begini!"
"Hmm, lelaki rnulutnya beracun, seperti
merayu namun sesungguhnya penuh bau.
Enyahlah, orang she Thian. Kami tak butuh
kedatanganmu atau teman-temanmu ini....
wutt!" Thian-kongcu terpekik, tubuhnya tahutahu terangkat naik dan terbanting ke dalam
sungai kecil Itu ketika si wanita baju biru
mengangkat tangannya. Entah apa yang
dilakukannya namun tahu-tahu angin besar
menyambar, menghantam dan membuat orang
she Thian itu terlempar. Dan ketika Thian-kongcu


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terbanting dan terguling-guling di sana, baju
penuh gumpalan salju maka ia terhuyung dan
hampir jatuh ketika berdiri.
"ini...ini...!" pemuda itu melotot, marah.
Apa yang kaulakukan, wanita diajak bicara baikbaik malah mencelakai orang lain. Keparat,
jangan kira aku takut!"
"Hm, kau mau coba-coba?" wanita itu
menjengek. "Kuperingatkan sekali lagi, tikustikus busuk. Kalian mati dengan tangan sendiri60
atau mati kami bunuh!" "Maaf," Ma-enghiong,
yang terkejut tapi sadar tiba-tiba bergerak
mendahului, cepat-cepat maju ke depan.
"Kami barang kali salah, nona. Tapi
mohon tanya apakah kalian. Apakah... apakah
Puteri Es!"
"Hmm,,nama itu tak boleh disebut
sembarangan. ltu adalah nama ratu kami!'
" Kalau begitu kalian dayangdayangnya.?"
"Kami tak mau memperkenalkan diri.
enyahlah ke akherat dan pilih mati membunuh
diri atau mati dibunuh kami."
Ma-enghiong terbelalak. Sebagai laki-laki
gagah tentu saja ia marah dan tersInggung oleh
sikap ini. Betapa sombongnya, betapa
congkaknya. namun karena gebrakan pertama
tadi jelas rnenunjukkan wanita baju biru ini
sebagai wanita berkepandaian tinggi, padahal
hanya pelayan atau dayang dari Puteri Es maka
orang she Ma ini hati-hati dan menahan marah,
sekali lagi menjura.61
"Nona, kami mungkin telah memasuki
daerah terlarang.. Namun ketahuilah, kami tidak
bermaksud buruk karena kami sedang mencari
teman-teman kami yang hilang. Jejaknya
menunjukkan ke mari, karena itulah kami
datang. Kalau kami diusir pergi bolehkah kmi
bertanya tentang tujuh belas teman kami yang
pernah datang..."
"Hm, kau mencari orang she Gan!" "itulah
saudaraku!"
" Bagus, kau akan dapat menemukannya
situ!"
Ma-enghiong terbelalak. Wanita ini
menunjuk ke samping kanan dan semua
menoleh mengikuti gerakannya. Tapi ketika yang
dillhat hanya padang es melulu dan laki-laki ini
tertegun maka dia rnemandang lagi wanita ini,
dayang Puteri Es.
"Nona menunjuk apa? Di mana yang kau
maksud?"
"Eh, kau mencari saudaramu, bukan?
Seorang laki-laki bermuka merah yang wajahnya
segi empat?"62
"Benar, itu, nona. Tapi di mana?"
"Jalanlah seratus langkah di sini, di
sebelah kanan itu. Dan kau akan menemukan
saudaramu yang kaucari-cari itu, juga enam belas
yang lain!"
"Tapi kami tak melihat apa-apa!"
"Berjalanlah!" bentakan itu ketus. "Lihat
dan cari saudaramu di sana, tikus busuk. Dan kau
akan mendapatkannya!"
Ma-enghiong semburat. Saking heran
dan anehnya mendapat jawaban ini, mendadak
ia melangkah seratus langkah. Kawan-kawannya,
yang gentar dan pucat oleh sikap wanita ini juga
mengiringi tanpa terasa. Mereka merasa seram!
Dan ketika semua sampai di sini namun tak
terlihat sesuatu, tempat itu masih kosong dan
hanya hamparan es melulu yang mereka lihat
maka Ma-enghiong ini berseru, terbelalak.
"Nona, kami tak melihat apa-apa. Kau
jangan mempermainkan!"
"Hm, untuk apa mempermainkan orang
yang akan berangkat ke akherat. Cungkil salju di
depan mu dan kau akan melihat!"63
Ma-enghiong berdetak. Tanpa disuruh
lagi iapun mencungkil sebongkah salju,
memandang dan tiba-tiba berseru kaget. Dan
ketika kawan-kawannya yang lain juga
melakukan hal yang sama dan beberapa kepala
muncul di situ, dari balik gumpalan salju maka
berturut-turut Gan-twako dan teman-temannya
itu terlihat. Sudah menjadi mayat!
"Aiihhhh ?" Lima laki-laki ini berseru
keras. Mereka kontan berjengit dan sesabarsabarnya Ma-enghiong itu ia naik darah juga.
Ternyata tujuh belas temannya itu sudah
terbunuh di situ dan berturut-turut ia
memandang tujuh belas mayat malangmelintang di situ, di balik timbunan salju tebal!
Dan ketika laki-laki ini membalik dan melengking
marah, seketika mencabut senjatanya berupa
golok gergaji maka ia melornpat dan membentak
wanita baju biru itu, lupa akan kengeriannya
terhadap penghuni Lembah Es.
"Nona, kau yang membunuh mereka ?
Kalian pelayan-pelayan Puteri Es demikian keji
dan tak berperikemanusiaan?"64
"Hm, sudah kubilang kalian pilih mati di
tanganku atau mati sendiri, tak usah banyak
cakap. Mereka laki-laki kurang ajar yang patut
dibunuh. Gerakkan golok itu untuk menusuk
dadamu atau aku yang akan menancapkannya di
situ!"
Orang she Ma ini marah bukan main.
Tiba-tiba ia membentak dan golok di tangan
bergerak menyambar. Ia tak kuat lagi menahan
diri. Dayang Puteri Es ini demikian jumawa dan
congkak, harus diberi pelajaran! Tapi ketika
lawan mengelak dan berkelit begitu mudah, kaki
tak bergeser seinci pun maka Ma-enghiong kaget
namun Ia sudah meneruskan gerakannya dengan
menarik dan membabat pinggang lawan dengan
gemas.
"Singgg...!" Golok mengenai angin
kosong. Dua kali luput menyambar sudah
membuat laki-laki she Ma ini terkejut. Ia benarbenar keternu lawan lihai. Namun karena ia maju
kembali dan bentakan serta gerakan goloknya
diputar cepat, membalik dan bertubi-tubi
mengejar lawan maka wanita baju biru65
mendengus dan dengan langkah maju mundur
seperti main petak umpet ia meloloskan diri dari
delapan hujan serangan yang cepat. Hal yang
membuat Ma-enghiong terbelalak!
"Hei, balas aku, nona. Jangan main elak
saja!"
"Hm, kau bukan tandinganku. Sekali aku
bergerak tentu kau mencelat. Baik, jagalah
tubuhmu!" Baru saja seruan ini diucapkan tibatiba lelaki itu berteriak. Lawan, yang gencar
dihujani serangan mendadak lenyap. Ia hanya
melihat bayangan biru berkelebat tapi tak tahu
ke mana, membalik namun sekonyong-konyong
mendapat sebuah tendangan. Dan ketika ia
terlempar dan jatuh terguling-guling, di sungai
kecil itu maka seluruh muka lelaki ini putih dingin
dibalut salju.
"Ahhh... ahh!" orang she Ma bangun
berdiri, terkejut dan berdetak karena kecepatan
serta balasan lawan amatlah cepatnya. la tahutahu sudah terlempar, golokpun terlepas. Dan
ketika ia berdiri dan empat kawannya tertawa
tak dapat ditahan, wajah lelaki ini penuh salju66
maka laki-laki itu marah sekali dan meraup salju
di mukanya, membentak.
"Hao Tong, Thian-kongcu... tak perlu
mentertawai teman sendiri. Lihat, kallan-pun
akan dilemparnya seperti aku!"
Empat lelaki bungkam. Mereka tiba-tiba
sadar dan marah, sebenarnya mentertawakan
lelaki itu karena rupanya tiba-tiba seperti badut,
itu saja. Tapi sadar dan begitu dibentak
mendadak semua mencsbut senjata dan wanita
berbaju biru tertawa dingin, sama sekali tidak
merasa lucu oleh lepotan salju di muka orang she
Ma ini.
"Tikus-tikus busuk, majulah. Beruntung
kalian dapat mati di padang es ini. Setidaktidaknya mayat kalian akan tahan ribuan tahun!"
*** Koleksi Kolektor Ebook67
PUTERI ES
(Lanjutan "Rajawali Merah")
Karya Batara
Jilid II
* * * HAO TONG dan Thian-kongcu marah.
Mereka tak dapat mengendalikan diri lagi dan
secepat kilat membentak menerjang lawan tak
memandang mata dan amat merendahkan
mereka. Tapi begitu mereka membentak dan
lawan berkelebat menghilang, wanita baju biru
itu lenyap entah ke mana maka tawa dingin
terdengar di samping telinga dan tahu-tahu
empat tendangan mengenai pinggang mereka.
"Pergilah... des-des-dess"
Dua orang itu menjerit. Mereka tahutahu terlempar dan bagai layang-layang putus
saja terbanting ke sungai kecil itu, sama seperti
Ma-enghiong yang tadi mereka ketawai. Dan
ketika dua tubuh mencebur ke sungai dan salju68
beku memuncrat ke mana-mana, muka mereka
juga putih bergumpal salju maka dua orang ini
kaget dan berteriak dan bergulingan meloncat
bangun. Dua teman yang lain sejenak terbelalak,
tapi Thian-kongcu dan Hao Tong ini sudah
bergerak lagi, menyerang dan minta agar temantemannya mengikuti. Ma-enghiong mengangguk
dan geli juga melihat dua temannya ini. Muka
yang penuh salju itu memang lucu. Tapi karena
penghuni Lembah Es tidaklah lucu dan mereka
mengancam untuk membunuh, tentu saja
mereka melawan, maka Ma-enghiong
menggerakkan golok gergajinya dan temanteman yang lain mengikuti, susul-menyusul dan
lima orang ini sudah mengeroyok wanita berbaju
biru itu. Dua yang lain diserang namun mengelak,
sengaja menyuruh lima orang itu menyerang
saudara mereka, wanita baju biru. Dan ketika
Ma-enghiong membentak namun lawan berkelit
menghindar, diserang dan ditusuk lagi namun
lenyap berkelebat ke atas maka lima senjata
bentrok sendiri dan Ma-enghiong bersama
kawan-kawannya kaget.69
"Crang-crang-crengg..!
Lima lelaki ini terbelalak. Mereka tak tahu
ke mana lawan menghilang namun ketika
berteriak mendadak bayangan biru turun ke
bawah. Kiranya lawan mencelat ke atas dan
gerakannya yang luar biasa cepat tak dapat
diikuti mata, kini turun ke bawah dan sepasang
sepatu putih bergerak menendang rahang, cepat
lima kali berturut-turut dan Ma-enghiong serta
kawan-kawan tak sempat menghindar. Mereka
baru saja bentrok senjata, masing-masing
tergetar dan terhuyung, jadi belum sempat
memperbaiki diri. Maka begitu kaki kecil itu
bergerak mengenai rahang, cepat dan tak dapat
dielak maka Ma-enghiong dan kawan-kawan
menjerit dan terpelanting roboh. Semua senjata
mencelat dan masing-masing mengaduh. Kaki
indah itu membawa celaka. Dan ketika Maenghiong terbanting dan empat temannya
terlempar ke kiri kanan, rahang mereka retak
maka keempatnya tak bergerak-gerak lagi karena
dari mulut tiba-tiba mengalir darah merah yang
menandakan mereka telah tewas.70
"Keji!" Ma-enghiong kaget bukan main.
"Kau. kau membunuhnya?'
"Hm! tawa dingin itu tetap
menyeramkan. "Sudah kubilang agar kalian
bunuh diri atau kubunuh, orang sbe Ma. Dan
empat temanmu telah mampus. Kau rupanya
lebih kuat dan punya daya tahan. Baik, majulah
sekali lagi dan pungut golokmu itu. Lihat aku akan
membuatmu bunuh diri dengan golok yang kau
tusukkan sendiri di dadamu!'
Orang she Ma ini berteriak. Mula-mula ia
tertegun karena empat temannya tewas begitu
cepat, mudah. Ia sekarang sadar bahwa lawan
yang dihadapi ini benar-benar lihai. Namun
karena ia merasa penghuni Lembah Es ini juga
keterlaluan dan biarlah ia mati menyabung
nyawa, demi teman-temannya itu maka ia
membentak dan memungut golok gergajinya


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lagi. Ia tak mau lari dan tak akan lari menghadapi
bahaya. Ma-enghiong ini ternyata orang gagah.
Dan ketika ia menerjang dan dua wanita lain
berseru kagum mereka melihat kegagahan orang
she Ma itu maka laki-laki ini sudah menerjang71
dan siap mengadu jiwa. Penghuni Lembah Es
dianggap kejam dan mereka keterlaluan. Nyawa
orang dianggap seperti nyawa ayam saja, tak
berharga. Tapi ketika ia menerjang dan lawan
berkelebat lenyap, lagi-lagi menghilang maka
terdengar suara dingin menusuk jantung laki-laki
itu. "Orang she Ma, cekal golokmu erat-erat.
Dan kini tusukkan ke dadamu sendiri.!"
Laki-laki ini kaget. Mendadak ia merasa
siku kanannya kesakitan karena ujung sepatu
sudah menyentuh di situ. totokan lihai mengenai
sikunya. Dan ketika ia berteriak karena siku nya
tahu-tahu bergerak ke dalam, berarti goloknya
juga bergerak ke dalam dan menusuk dadanya
maka laki-laki ini pucat karena secepat kilat ia
sudah akan bunuh diri!
"Jangan bunuh orang ini. la tahu hormat
kepada Dinasti Han. Biarkan ia hidup dan kita beri
ampun... tak!" sebutir salju tiba-tiba melesat dari
atas gunung, menyambar dengan kecepatan kilat
dan golok yang sudah siap menusuk dada
sekonyong-konyong terlepas. Ma-enghiong72
terbanting dan wanita baju biru tiba-tiba
terkejut, terpelanting dan berseru keras. Angin
berkesiur menyambar dan tiga wanita terjungkal.
Dan ketika Ma-enghiong terguling-guling
meloncat bangun namun roboh lagi, sekelebat
saja ia melihat sosok bayangan putih yang lenyap
lagi ke atas gunung maka tiga wanita itu serentak
mengeluh dan bangkit menjatuhkan diri
berlutut.
"Tocu..!"
Ma-enghiong tertegun. Wanita baju biru
yang ganas dan berkepandaian tinggi itu tiba-tiba
menggigil dan pucat, la berlutut dan menunduk
di situ sementara dua temannya yang lain juga
ngeri dan gentar. Tadi ada bayangan lewat
namun setelah itu lenyap lagi. Ma-enghiong
sendiri setengah mimpi setengah sadar. la tak
tahu apakah bayangan yang tadi dilihat itu benarbenar manusia. Tapi ketika tiga wanita di sana
berlutut dan menyebut Tocu, berarti majikan
Lembah Es baru saja datang dan menyambar
maka laki-laki ini gemetar dan iapun ikut gentar.
Seram!73
"Apa.. apa yang harus kulakukan. Siapa
yang menyelamatkan nyawaku tadi!"
"Kau pergilah," sebuah suara dingin
namun merdu terdengar dari kejauhan, entah
dari mana. "Kau orang pertama yang menaruh
simpati pada nenek moyang Dinasti Han, orang
she Ma. Kau kuampuni dan karena itu cepat
pergilah. Lembah Es tak boleh dimasuki orang
luar!"
"Oh, kiranya aku tak bermimpi. Tocu
Lembah Es kiranya menolongku. Terima kasih...
terima kasih, Tocu. Aku pergi tapi aku protes
bahwa dayang-dayangmu kejam!"
"Tak usah banyak mulut!" wanita baju
hijau kini membentak, laki-laki itu dipandangnya
dengan pandangan berapi. "Kau selamat sudah
untung, orang she Ma. Kalau bukan karena Tocu
tentu kau kukubur hidup-hidup di sini!"
Ma-enghiong mengangguk. la marah
namun tahu diri. Penghuni Lembah Es bukan
tandingannya. Dan karena harus pergi karena
telah memasuki daerah larangan, betapapun
harus bersyukur karena diampuni jiwanya maka74
dengan tertatih dan bibir berketruk laki-laki ini
memutar tubuh. Tiga wanita di sana masih
berlutut dan semua memandangnya seperti
musuh. Hanya Tocu dari Lembah Es itu yang
bersahabat, itupun karena dia memuji dan telah
menaruh simpati pada nenek moyang penghuni
Lembah Es ini.
Dan ketika Ma-enghiong tersuruk dan
diam-diam kaget serta tertegun bagaimana Tocu
Lembah Es itu mengetahui simpatinya, tersentak
karena mungkin saja waktu ia bicara di guha,
sadar dan teringat itu maka diam-diam lelaki ini
menghela napas panjang pendek dan kagum
serta gentar bukan main. Benar kata orang
bahwa keturunan Dinasti Han ini adalah orangorang berkepandaian tinggi. Bukt?nya
pembicaraannya di dalam guha saja dapat
diketahui seakan seluruh penjuru padang es itu
bertelinga. Dan ketika laki-laki itu bergidik karena
Tocu dari Lembah Es mengetahui
pembicaraannya, ngeri karena dayangdayangnya saja tak mampu ia hadapi maka lelaki
ini mengambil perahunya dan menyeretnya dari75
bongkahan es terjepit dan melepaskannya di situ
dan sambil menggigil kedinginan Ia pergi
meninggalkan tempat bersejarah itu. la tak
mungkin membawa teman-temannya karena
semua sudah menjadi mayat. Mereka akan
seperti tujuh belas temannya terdahulu,
mengkirik dan ngeri karena mungkin di sekitar
situ sudah banyak timbunan mayat-mayat
pendatang "haram" yakni tamu tak diundang
yang berani memasuki Lembah Es tanpa ijin. Dan
ketika benar saja kakinya terantuk oleh sebuah
kepala di balik timbunan salju beku, tak sengaja
mengangkat perahunya tadi dari onggokan salju
tebal maka orang she Ma ini merasa seram
karena di sana-sini tiba-tiba saja bermunculan
tulang-tulang putih di bawah tumpukan salju.
Angin meniup permukaan padang es dan
kebetulan beberapa di antaranya menguak,
memperlihatkan apa yang ada di dalam dan hati
lelaki ini bergidik. Benar dugaannya. Di bawah
kakinya, entah untuk radius berapa meter
terdongak batang-batang kepala serta lengan
manusia. Semula tak kentara Karena putih76
tertimbun salju, juga karena semula tak
diperhatikan karena ia tak membayangkan itu.
Tapi begitu beberapa rambut atau baju manusia
terlihat sekilas, tempat itu kiranya sudah menjadi
"kuburan" maka laki-laki ini menyurukkan
perahunya di Semenanjung Hitam, cepat-cepat
mendayung dan seumur hidup ia tak akan lupa
itu. Padang atau Lembah Es sungguh
mengerikan. Dan ketika ia bergidik namun sudah
jauh meninggalkan padang beku itu, hamparan
es sudah jauh tertinggal di belakang maka lakilaki ini menumpahkan ngeri dan sesalnya dengan
menangis,
" Hao Tong, Thian-kongcu. maafkan aku.
Kalian dan aku sendiri sedang tertimpa sial. Aku
masih hidup berkat kemurahan Tuhan. Maafkan
bahwa aku tak mungkin membalaskan sakit
hati!"
Lalu mengayuh dan menggerakkan
perahunya meninggalkan semenanjung itu maka
laki-laki inipun lenyap dan padang atau Lembah
Es kembali sunyi. Beku!77
*** Jauh di utara Semenanjung Hitam. Di
antara gugusan pulau-pulau kering dan gersang
yang oleh penduduk dinamai Kepulauan Akherat,
pulau yang setiap malam mengeluarkan tangis
atau lolong siluman, maka di tengah gugusan
pulau-pulau ini terdapat sebuah pulau yang siang
maupun malam selalu merah membara, Pulau ini
disebut sebagai Pulau Api dan tak ada penduduk
atau nelayan yang berani mendekat. Dari
kejauhan pulau itu selalu menyinarkan cahaya
api yang berkobar-kobar.
Sepintas seperti ada kebakaran namun
api itu sudah ada di sana sejak ratusan tahun, tak
pernah padam dan karena itu disebut Pulau Api.
Tak ada kebakaran di pulau ini. Dari tahun ke
tahun cahaya itu selalu menyala kemerahmerahan karena di pulau itu terdapat sejenis
tanaman aneh yang daunnya merah membara.
Dari batang sampai pucuk daunnya tak ada yang
hijau, semua berwarna merah dan hebatnya
pohon atau tanaman ini mengeluarkan gas78
seperti cahaya api, menyala dan kalau malam
menjadi hidup sekali hingga permukaan pulau
terang-benderang. Orang menamakan tanaman
tu sebagai Pohon Api dan karena jumlahnya yang
ribuan ini maka pulau itu selalu kemerahmerahan, bagai terbakar. Namun karena tak ada
yang berani mendekati pulau ini karena cahaya
yang kemerah-merahan itu juga meluas sampai
ratusan meter di atas permukaan laut, menjarah
ke tengah hingga tak ada orang yang kuat
menahan panasnya, maka Pulau Api di antara
Kepulauan Akherat ini tak pernah didatangi
orang. Apalagi karena setiap malam di tengah
Pulau Api ini terdengar lolongan atau jerit-jerit
setan.
Dulu, beberapa tahun yang lalu ada
rombongan nelayan pemberani yang coba-coba
mendekati pulau. Mereka tertarik dan heran
akan suara-suara di Pulau Api itu. Tapi ketika
keesokannya tubuh belasan nelayan itu
mengambang di permukaan laut, sudah menjadi
mayat, maka teman-temannya bergidik dan tak
ada lagi nelayan lain yang berani mendatangi79
pulau itu karena nelayan-nelayan pemberani
yang semalam mendatangi pulau ternyata
keesokanya sudah menjadi mayat-mayat hangus
yang tubuh maupun kulitnya gosong terbakar!
Kena Pohon Apikah? Tak ada yang tahu. Mungkin
saja kena kemarahan. para siluman, begitu kata
penduduk. Dan kini, pulau yang bertahun-tahun
tak pernah didatangi manusia itu tetap menjadi
misteri dan penduduk yang jauh dari pulau itu tak
pernah datang mendekat dan gugusan Pulaupulau di Kepulauan Akherat aman dari gangguan
manusia.
Sebetulnya, rahasia apakah yang ada di
Pulau Api ini? Benarkah ada lolongan atau jerit
setan di pulau itu? Semuanya dapat dijawab
kalau ada yang memasuki pulau. Dan marilah kita
sekarang yang masuk!
Di pulau itu, Pulau Api, pulau yang berada
di tengah di antara Kepulauan Akherat ada
sekelompok penghuni yang menyeramkan. Tak
ada orang lain tahu karena siapapun yang datang
ke pulau itu pasti mati. Pulau ini adalah pulau
maut dan benar bagi para nelayan itu bahwa80
sebaiknya mereka tak usah mendekat. Gas api
yang menyala dari pohon-pohon merah yang
tumbuh dipulau itu cukup berbahaya. Gasnya
menyebar sampai ratusan meter di permukaan
laut dan siapapun yang coba-coba datang
mendekat pasti diserang hawa panas ini.
Jangankan manusia, sedang laut sendiri
mendidih dibakar gas dari pohon-pohon Api itu.
Sinar atau cahaya kemerah-merahan dari pohonpohon Api ini amatlah panasnya. Tepian pantai
tak ada yang dingin dan akibatnya batu-batuan di
tempat itupun merah membara. Pulau Api
benar-benar pulau maut, siapa mendekat dia
akan dibakar. Dan karena hawa panas dari gas api
di tengah pulau itu menyebar ke segala penjuru,
laut mendidih dan tentu saja tak ada ikan-ikan
yang dapat hidup di situ maka pulau ini menjadi
pulau yang gersang dan mati.
Namun jangan dikira tak berpenghuni.
Sekelompok manusia, yang wajahnya merah dan
matanya merah tinggal di pulau ini. Mereka
berkulit merah dan semua juga memancarkan
cahaya api itu. Tubuh mereka seolah hidup81
terbakar dan kalau mereka ini berjalan maka
mirip obor bergerak, menyala dan tentu saja
merupakan mahluk-mahluk menakutkan yang
bakal membuat orang merinding. Siapapun pasti
meremang dan mengkirik. Apalagi 0rang-orang
Api itu, demikian agaknya sebutan bagi mereka
yang tepat, tak pernah tersenyum atau tertawa.
Mereka selalu bersikap bengis dan berwajah
garang. Dagu-dagu yang kaku telah menunjukkan
itu. Dan karena semua penghuni adalah lelaki,
berbeda dengan penghun? Lembah Es yang
semuanya adalah wanita maka orang-orang ini
tak kalah misteriusnya dengan para wanita di
Lembah Es. Masing-masing memiliki
keistimewaan dan keunikan sendiri. Dan karena
masing-masing juga selalu terdiri dari satu jenis,
Lembah Es terisi wanita sedangkan Pulau Api


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berisi penghuni laki-laki maka di sinipun terdapat
larangan bahwa orang luar, terutama wanita, tak
boleh masuk.
Adakah hubungan antara penghuni Pulau
Api dengan Lembah Es? Mengingat jaraknya yang
jauh, ribuan kilometer maka agaknya tidak. Tapi82
sesungguhnya ya! Karena orang-orang dari Pulau
Api itu adalah keturunan dari mendiang saudara
Kaisar Han yang dulu memberontak dan merebut
kekuasaan! Agaknya, untuk mengetahui ini kita
harus balik pada kisah seribu tahun yang lalu.
Marilah kita ikuti sejenak. Dulu, ketika
Dinasti Han berkuasa ada empat saudara kaisar
yang diam-diam saling berebut pengaruh.
Masing-masing mencoba untuk memperbanyak
pengikut. Namun dari empat orang itu ternyata
yang paling kuat adalah saudara pertama dan
ketiga, yakni pangeran Tan Kiong dan adiknya,
pangeran Wan Sut. Dan karena dua pangeran
inilah yang akhirnya sama-sama memiliki
kekuatan berimbang, masing-masing sama kuat
dan mempunyai pembantu-pembantu pandai
maka dua pangeran yang lain akhirnya
bergabung dengan dua orang ini yakni saudara
keempat membantu kakaknya pertama
sedangkan saudara kedua justeru membantu
adiknya ketiga, pangeran Wan Sut.
Perebutan pengaruh ini tak diketahui
kaisar. lstana tetap tenang-tenang saja tapi83
sesungguhnya pergolakan mulai terjadi. Dan hal
itu karena adanya kebijaksanaan kaisar dengan
diangkatnya pangeran Wan Sut sebagai Thaisuma (Menteri Pertama)
Tan Kiong, pangeran pertama, marah dan
gusar oleh keputusan kaisar. Dia merasa sebagai
saudara tertua, kenapa adiknya nomor tiga yang
diangkat sebagai Thai-suma Bukankah kaisar tak
adil? Dan karena ini membawa dendam dan
ketidakpuasan hatinya maka pangeran Tan Kiong
mulai mengadakan macam-macam gerakan
untuk mendongkel adiknya. Dia marah oleh
keputusan sri baginda bahwa adiknya nomor tiga
diangkat sebagai Menteri Pertama. Wan Sut atau
adiknya itu sekarang menjadi orang nomor dua
dia kerajaan, wakil kaisar. Dan karena keduanya
tentu saja kalah oleh adiknya itu, Tan Kiong tak
puas maka dia coba merebut kedudukan secara
diam-diam.
Namun adiknya nomor tiga tahu.
Pangeran ini mengerti bahwa kakaknya nomor
satu itu gusar, ia harus berhati-hati dan tentu
saja waspada. Namun karena pengangkatan itu84
dilakukan oleh kaisar sendiri dan kaisar
melakukan itu karena tahu bahwa adiknya
nomor satu mempunyai watak yang kurang baik,
suka menghambur-hamburkan uang dan main
perempuan, maka kaisar menjatuhkan
pilihannya kepada adiknya nomor tiga itu, Wan
Sut. Dengan kekuasaannya dia membuat
siapapun tak mungkin berkutik, apalagi
keputusan disetujui juga oleh penasihat utama
Kepala Agama, yakni Thio-taijin atau Thio Cai,
seorang laki-laki tua yang oleh kaisar amat
dihormat dan dihargai kata-katanya. Dan karena
keputusan mengangkat Thai-suma ini juga atas
persetujuan Kepala Agama itu, yang dihormat
dan disegani rakyat maka pengangkatan
pangeran Wan Sut disambut gembira oleh
hampir semua orang, kecuali Tan Kiong dan para
pengikutnya.
"Kurang ajar, kanda kaisar tak adil. Ada
aku di sini kenapa mengangkat Wan Sut sebagai
Thai-suma? Apakah aku tak digubris? Keparat
nanti. Kusingkirkan si Wan Sut itu!"
"Benar" seorang pengikut memanasi.85
"Sri baginda rupanya kena pelet,
pangeran. Kudengar bahwa Wan-ongya itu
memiliki seorang ahli kebatinan dari Barat. Ia
tentu minta tolong kakek itu untuk menggunagunai kaisar"
"Siapa dia? Kakek dari mana?"
"Katanya dari Himalaya, ahli pengobatan
dan tukang tenung!"
"Hmm, panggil Kwee Huan. Suruh ia
datang ke mari dan coba kutanya apakah ia tahu
tentang kakek itu atau tidak!"
"Hamba sudah di sini, orang laki-laki
bermuka bulat tahu-tahu berkelebat muncul.
"Hamba sudah tahu tentang itu, pangeran, Dan
dia bukan lain adalah Sun Cek Tojin!'
"Oh, kau sudah di sini? " sang pangeran
terkejut, kagum. "Bagus, Kwee Huan. Aku ingin
tahu lebih jauh tentang kakek itu dan benarkah
ia tukang tenung!'
" Ha..ha., yang benar ia seorang ahli tapa
dan lweekeh. Tenaga batinnya memang kuat dan
ia mampu mencipta mahluk-mahluk jejadian
untuk menipu orang. Hamba tentu saja kenal!'86
"Hm. kau dapat membawa kakek itu ke
sini?
"Untuk apa?" Kwee Huan terkejut,
mengerutkan kening. "Sun Cek Tojin tak
gampang didatangkan, pangeran. la orang yang
amat keras den tinggi hati. Ia sombong!"
"Hm,aku ingin kau membawanya
ke/mari, sebentar saja. Aku ingin kenal!"
"Baik, tapi tanpa surat paduka tak
mungkin kakek itu mau datang. Bagaimana kalau
paduka membekali surat dan pekerjaan hamba
lebih gampang."
"Kau tak dapat memaksanya?"
"Ah, paduka ingin hamba bermusuhan
dengannya? bagaimana kalau Wan-ongya
campur tangan dan hamba diusir? Hamba
berani-berani saja memaksa kakek itu, pangeran.
Tapi tentu repot kalau ia melapor majikannya.
Sekarang Wan-ongya itu sudah menjadi Thaisuma. la dapat memanggil pengawal atau
mengerahkan pasukan untuk menangkap
hamba!"87
"Hm, betul juga," sang pangeran
mengangguk-angguk. "Baiklah, kau bawa surat
ini dan panggil Sun Cek Tojin itu!"
Kwee Huan, orang kepercayaan pangeran
ini lalu berangkat. Dia sudah dibekali surat dan
pekerjaannya itu dianggap lebih mudah.
Langsung saja ia mencari kakek itu tapi Sun Cek
Tojin mengerutkan kening. Kakek itu berkata
kenapa surat ditujukan langsung kepadanya,
bukankah seharusnya kepada Wan-ongya dulu
karena ia adalah pembantu. Jadi majikan
memberitahukan majikan dulu, barulah
bawahan menurut. Dan ketika Kwee Huan tegun
karena itu memang betul, prosedurnya memang
harus begitu maka ia kembali tapi maj?kannya
justeru marah-marah. Pangeran Tan Kiong
mendelik
"Apa? Tua bangka itu menyuruh aku
menyurati dulu adikku Wan Sut? Memangnya dia
terlalu berharga hingga harus diulang
memanggilnya? Keparat, sombong benar kakek
itu, Kwee Huan. Tapi kau juga bodoh melebihi
kerbau. Disuruh kembali juga kembali dan88
disuruh lapor juga lapor.. Kau pembantu tak
berguna. Hayo kembali dan suruh kakek itu
menghadap, atau nanti kulaporkan ia sebagai
mata-mata musuh. la orang asing!"
Pembantu Tan-ongya ini merah padam. Ia
malah dimaki-maki dan dikutuknye habishabisan tua bangka itu. Sun Cek Tojin
dianggapnya jual mahal dan betul juga kata-kata
majikannya ini. Siapa kakek itu yang berani benar
menyuruh Tan-ongya harus "kulonuwun" dulu
kepada Wan- Thai-suma. Terlalu, seorang hamba
sudah berani banyak tingkah. Hamba macam apa
ini! Dan ketika ia kembali dan ganti uring-uringan
memaki kakek itu, Sun Cek terkejut dan marah
memandang lawannya maka kakek ini
membentak, Kwee Huan, kau dan aku adalah
sama-sama pembantu. Kita masing-masing
bekerja di tempat majikan yang berbeda. Kalau
kau sekarang memaki-maki aku dan enak saja
bicara jangan harap aku mau datang,
Memangnya kau Tan-ongya sendiri? Kau seorang
pembesar atau menteri istana? Aku tak mau89
datang kalau kau tak m?u minta maaf, nah.
terserah kau mau ataukah tidak!"
"Eh-eh, kau marah-marah kepadaku?"
Kau jual mahal dan pasang harga? Aku
hanya menjalani perintah majikanku, Sun Cek.
Kalau bukan karena itu aku tak mau datang!"
"Kalau begitu siapa yang perlu, kau
ataukah aku. Kalau kau tak merasa perlu, pulang
dan laporkan saja kepada majikanmu bahwa aku
tak mau datang. Tapi kalau kau mau minta maaf
biarlah kuturuti permintaan majikanmu ini
meskipun tidak melalui prosedur yang benar.
Nah, kau pilih yang mana!"
Lelaki bermuka bulat ini kalah debat. Ia
melotot dan sebutir batu hitam diremasnya
hancur. Itulah pelampiasan kemarannya lewat
tenaga lweekang, tenaga dalam. Tapi ketika
kakek itu tertawa dingin dan balik menginjak
batu di kakinya yang juga hancur lebur, lawan
menggeram maka apa boleh buat Kwee Huan
meminta maaf. Baiklah, aku minta maaf, Sun Cek
Tojin. Dan mari kita sama-sama tak cerewet lagi
menghadap Tan-ongya!"90
Dua orang itu bergerak. Kakek itu
melangkah tenang dan Tan-ongya memandang
tak berkedip laki-laki tua di depannya ini.
Pembantunya telah membawa datang kakek itu,
kakek bertubuh sedang tapi Matanya setajam
elang. Dan ketika Sun Cek Tojin membungkuk
dan memberi hormat, bertanya apa maksud
pangeran menyuruhnya datang tiba-tiba
pangeran ini tertawa dan menepuk kursinya.
"Heh, kaukah Sun CekTojin, orang tua?
Kau dari Himalaya dan seorang ahli tenung?
"Maaf, tenung adealah ilmu hitam,
hamba bukan semacam itu."
"Ha-ha, tapi kau dikabarkan mampu
menampakkan barang-barang ciptaan. Coba kau
tunjukkan kepadaku dan biar kulihat. Aku senang
sulap!"
"Maaf,"kakek ini membungkuk, tetap
hormat, "hamba bukan ahli sulap, pangeran.
Hamba hanya seorang tua yang mampu sedikitsedikit mengobati orang. Hamba seorang
pertapa."91
"Itulah,,,dan kau dikabarkan memiliki
daya linuwih. Coba kau tunjukkan itu dan
kulihat!"
"Hm," kakel ini akh?rnya berdiri tegak,
menghela napas dalam. Hamba memiliki
semuanya itu bukan untuk dipertontonkan
pangeran. Kalau dipertontonkan malah tak mau
keluar. Heamba tak dapat menuruti paduka"
"Kalau begitu bagaimana supaya keluar?
Dan eh, berapa lama kau di tempat adikku, Sun
Cek Tojin? Adakah kau mata-mata?"
Kakek ini terkejut. "Maksud paduka?"
"Hm, gerak-gerikmu mencurigakan. Kau
tidak terbuka. Aku khawatir bahwa kau kesini
sebagai mata-mata. Kau bersikap tertutup!"
"Pangeran..!" kakek ini terkejut. hamba
bukan orang yang seperti paduka tuduhkan.
Hamba sudah lama kenal dengan Wan-ongya.
Hamba orang baik-baik!"
"Kalau begitu kenapa kau
menyembunyikan ilmumu? Orang yang terbuka
tak akan bersikap begitu, Sun Cek Tojin. Dan aku
malah jadi curiga, jangan-jangan kau ini mata-92
mata atau musuh dalam selimut. Kau pendatang
baru di sini"
Sun Cek Tojin berseru tertahan la pucat
dan merah berganti-ganti oleh omongan kasar
pangeran ini. Kalau bukan pangeran itu yang
bicara tentu ia sudah menerjang dan
menghantamkan tongkatnya. Kakek itu memang
bertumpu tongkat. Tapi ketika ia dapat menahan
diri dan sinar matanya tiba-tiba berkilat dan
tajam menyambar pangeran maka kakek ini
terbatuk dan cepat membungkuk.
"Pangeran, masalah ini agaknya Wanongnya lebih tahu paduka tanya dan hamba
tentu rela ditangkap kalau tuduhan paduka
betul. Maaf, agaknya hamba harus kembali dan
terima kasih atas undangan paduka.'"
"He, nanti dulu!" Tan-Ongya meloncat


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan turun dari kursinya. "Aku ingin melihat
kepandaianmu, Sun Cek Tojin. Bagaimana supaya
keluar dan apakah kau begitu sombong untuk
tidak memperlihatkannya kepadaku. Aku berani
membayar berapa saja. Berapa kau minta!"93
Kakek itu merah padam, darahnya
kembali mendidih. Namun karena ia sudah
mendengar tentang tindak-tanduk pangeran ini
dan. sikapnya yang jumawa, mengandalkan harta
dan kedudukan maka kakek itu membalik dan
tersenyum hambar, kemarahannya benar-benar
ditekan.
"Pangeran, ilmu tak dapat dipamerkan.
kalau tidak diperlukan. Hamba tak memliki
kepandaian apa-apa yang patut diperlihatkan
kepada paduka."
"Tapi aku ingin melihat kepandaianmu.
Jangan bersikap congkak. Aku berani
membayarmu berapapun dan nih, sekantung
mas boleh kau terima!"
Kakek itu terkejut. sekantung uang benarbenar dilempar dan gemerincing emas benarbenar menyentak. Kwee Huan dan beberapa
orang yang ada di situ melotot. Betapa
banyaknya! Tapi ketika kakek itu menangkap dan
uang tak sampai jatuh ke tanah, Sun Cek Tojin
tertawa aneh maka kakek ini berseru seraya
mengembalikan pundi-pundi itu.94
"Pangeran, hamba benar-benar tak
hendak memperjualbelikan ilmu hamba.
Kepandaian bukan untuk dibuat pamer. Kalau
paduka ingin tahu biarlah yang sedikit ini hamba
tunjukkan secara cuma cuma. Maaf, uang tak
bakal mempengaruhi hamba... blarr!" seekor
burung tiba-t?ba melesat, datang dan
menyambar Tan-Ongya dan belibis berbulu putih
itu berciap riang. Tan-ongya terkejut dan tak
mungkin pula menghindar. Belibis itu sudah
menyambar. Dan ketika pangeran tertegun
karena burung itu telah hinggap di pundaknya,
berkicau dan berceloteh riang maka iapun gemas
dan riang menangkap burung ini. Tapi begitu
ditangkap tiba-tiba burung ini telah berobah
menjadi hitam berisi uang emas tadi.
"Ah! " pangeran ini kecewa. Kau
menipuku, Tojin. Mana burung belibis putih itu!"
" Inilah yang paduka minta," sang kakek
tertawa. "Hamba telah menunjukkan sulap,
pangeran. Dan sekarang permisi!"
Tan-ongya memanggil. la meminta agar
kakek itu kembali namun Sun Cek Tojin tiba-tiba95
telah menghilang. Pangeran itu tertegun. Dan
ketika ia keluar namun kakek itu benar-benar
lenyap, pulang, maka pangeran ini mendesak dan
menyuruh Kwee Huan agar memanggil lagi.
"Ah-ah, ia kakek hebat. Suruh ia kembali
dan menunjukkan lagi kepandaiannya itu!"
"Ia tak mau datang," Kwee Huan berkerut
kening. "la sudah memenuhi permintaan paduka
dan tak mungkin dipaksa, pangeran. Kecuali
paduka mau menulis surat kepada Wanongya.."
"Benar, benar. Tak apa! Akan kutulis surat
buat adikku itu dan kuminta Cek Tojin di sini
seminggu!"
"Apa? Seminggu?"
"Ha,,ha,,kau goblok tak dapat
menghiburku seperti kakek itu, Kwee Huan.
Kalau kau bisa tentu aku tak usah memanggilnya.
Serahkan surat ini kepada Wan-Suma dan suruh
kakek itu datang lagi!"
Laki-laki ini mendongkol. Kepandaian
begitu memang ia tak dapat karena bersifat sihir.
Sun Cek Tojin memang seorang pertapa, ahli96
batin. Dan karena ia harus melaksanakan
perintah dan dicarinya Wan-thai-suma untuk
menyerahkan surat itu maka Menteri Wan ini
mengerutkan kening, terkejut.
"Untuk apa kanda Tan minta begini?
Apakah ia sudah tahu Sun Cek Tojin?"
"Sudah,' si kekek tiba-tiba muncul. Dan
maafkan hamba bahwa tadi hamba sudah ke
sana, ongya. Hamba diminta datang tanpa
sepengetahuan paduka. Tadinya hamba hendak
menutupi kejadian ini tapi sekarang terpaksa
dibuka karena paduka rupanya mendapatkan
sesuatu dari Tan-ongya."
"Benar" pangeran itu memandang
tertegun. "Aku dimintanya untuk menyerahkan
dirimu seminggu, Sun-totiang. Dan aku tak tahu
bagaimana menjawabnya. terserah dirimu"
"Seminggu?" si kakek terkejut. "Hm,
agaknya berat, ongya. Tapi hamba menyerahkan
kembali kepada paduka. Hamba hanya seorang
pembantu!"
Wan-thai-suma mengerut-ngerutkan
keningnya ia bertanya apa sesungguhnya yang97
telah terjadi dan apa yang diminta nya. Dan
ketika Sun Cek Tojin itu mengatakan bahwa Tanongya ingin permainan sihir, seperti anak kecil
maka Wan-thai-suma menarik napas dan apa
boleh buat "meminjamkan" pembantunya itu
kepada kakaknya , demi menjaga hubungan baik.
"Baiklah, kau ikut Kwee Huan ini dan
tinggallah kau suka. Kalau seminggu terlalu lama
biarlah dua atau tiga hari saja. Bagaimana?"
"Hamba setuju. Biarlah dua hari hamba di
sana dan setelah itu hamba kembali."
"Dan maafkan kakakku itu," Wan-thai
Suma mandang Si kakek. "la meman begitu, Suntotiang. Harap tidak kecil hati dan kau
pandanglah mukaku."
Kakek itu mengangguk. la mengerti dan
telah tahu ini. Maka ketika ia berangkat dan
kembali ke tempat Tan Ongya maka pangera itu
tertawa lebar dan sinar matanya penuh
kemenangan mengejek kakek in?.
"Ha-ha, bagaimana, Sun Cek Tojin.
Bukankah kau kembali lagi ke sini. Ayo, mulailah
lagi ilmu sihirmu itu dan jangan khawatir aku98
mencukupi segala kebutuhanmu lebih dari
adikku!"
Kakek itu tersenyum dipaksa. la menarik
napas dalam dan apa boleh buat mengeluarkan
sihirnya. Belibis putih dikeluarkan lagi dan
burung-burung lain juga dikeluarkan. Tan-ongya
minta agar tidak hanya seekor. la ingin yang lebih
banyak dan kakek itu tinggal menuruti saja. Dan
ketika sebentar kemudian kakek ini telah berhasil
menarik perhatian Tan-ongya, lupa kepada Kwee
Huan dan pembantu-pembantunya yang lain
maka tentu saja Kwee Huan dan temantemannya itu marah. Mereka merasa
disingkirkan oleh hadirnya kakek ini. Kwee Huan
mulai mengganggu dan merusak sihir lawannya.
Caranya adalah memukul pecah sihir si kakek,
dengan pukulan jarak jauh. Dan ketika apa saja
mulai digunakan laki-laki ini untuk
menghancurkan sihir, sumpit atau benda-benda
apa saja dijentikkan secara lihai maka kakek itu
marah dan memandang Kwee Huan. Tapi dari
arah lain menyambar lagi kerikil hitam atau
jarum-jarum rahasia. Itulah perbuatarn Yauw99
Seng adik seperguruan Kwee Huan, tertawa dan
kakek menoleh namun dari arah lain menyambar
senjata-senjata lain lagi. Maklumlah kakek ini
bahwa ia sengaja diganggu, dirusak.
Dan ketika ia menghentikan sihirnya dan
Tan-ongya kecewa kenapa kakek itu berhenti,
ditanya,' maka kakek itu memandang Kwee Huan
dan lain-lainnya itu sambil menuding.
"Pembantu ongya mengganggu hamba.
Kalau mereka tak dapat main sihir sebaiknya
diam menonton, jangan merusak. Kalau ongya
tak dapat mengusir mereka biarlah hamba
berhenti dulu."
"Eh.. eh, mereka melakukan apa?
Tan ongya terheran, tentu saja membela
pembantu-pembantunya sendiri, "Aku tak
melihat mereka melakukan apa-apa, Sun Cek
Tojin. Mereka duduk diam di sana!"
"Benar, tapi mereka melempar sumpit
atau benda-benda lain untuk mengganggu
permainan hamba. Kalau mereka tidak suka
sebaiknya disuruh pergi saja!"100
"Wah , omongan apa ini!" Kwee Huan
melompat bangun, tertawa. "Kami adalah
pengawal-pengawal pribadi pangeran, To-jin.
Kalau kami disuruh pergi lalu bagaimana
keselamatan pangeran. Apakah kau tak akan
bertindak yang macam-macam!"
"Macam- macam. bagaimana? Aku tak
melakukan apa-apa!"
"Ha-ha, kau tak usah mungkir. Tadi
dengan sihirmu kau hendak membunuh
pangeran. Lihat ular naga tadi. Itu adalah pisau
belati yang akan kautancapkan di tenggorokan
pangeran. Kalau kami tak mencegah tentu
junjungan kami kau bunuh. Maaf.. laki-laki ini
membalik menghadapi junjungannya. Benar
bahwa kami mengacaukan permainan sihirnya,
Tapi itu adalah untuk menjaga keselamatan jiwa
paduka. Lihat buktinya pisau belati ini! Kwee
Huan menarik sesatu dari pinggangnya,
memperlihatkan kepada majikannya dan Tanongya terkejut. Wajah pangeran ini berubah tapi
wajah. Sun Cek Tojin lebih berubah lagi. Dia
marah karena difitnah! Dan ketika kakek itu101
melotot dan mencari tahu apa penyebabnya,
tertegun dan sadar bahwa Kwee Huan dan lainlainnya itu kiranya iri kepadanya maka kakek ini
membentak dan cepat membela diri, keadaan
bisa gawat.
"Pangeran, jangan percaya omongan
Kwee Huan. Hamba sama sekali tidak melakukan
itu. Ini fitnah. Pembantu paduka itu iri. la
bohong!"
"Ha-ha, bohong untuk apa? Kau boleh
pandai sihir, Sun Cek Tojin. Tapi dengan
kepandaianku di sini sihirmu tak banyak berdaya.
Dan kau mau membunuh pangeran pula. Hm,
tentu atas suruhan majikanmu. Hayo mengaku
bahwa kau diperintahkan Wan-thai-Suma!"
"Bohong, keparat keji!" sang kakek tibatiba meledak. "Fitnahmu semakin melantur,
Kwee Huan. Atas dasar apa majikanku menyuruh
begitu!"
"Ha-ha, atas dasar takut. Wan-thai-suma
telah menyadari kesalahannya merebut hak Tanongya dan kini diam-diam ingin
menyingkirkannya lewat dirimu!"102
"Keparat, hak tentang apa. Jangan bicara
tak karuan!"
"Ha-ha, hak tentang kedudukan Menteri
Pertama itu, Sun Cek Tojin. Hak tentang apalagi.
Kau tak usah berlagak blo'on dan mengaku saja!"
Kakek ini melengking. Tan- Ongya yang
berubah dan pucat mendengar itu tiba-tiba
marah menganggap betul. la baru saja marahmarah tentang pengangkatan itu dan Kwee
Huan tiba-tiba bicara tentang ini, tentu saja ia
terkejut, gusar.
Dan karena pisau belati itu ditunjukkan
sebagai bukti dan sang pangeran tak mau
membuang-buang waktu maka ia berteriak agar
si kakek ditangkap.Namun Sun Cek Tojin telah
membentak! Kakek ini mendelik karena Kwee
Huan bicara yang tidak-tidak. Rasa iri tiba-tiba
dilampiaskan dengan fitnah. Tentu saja itu tak
dapat diterimanya. Tapi ketika ia menerjang dan
berkelebat ke arah Kwee Huan tiba-tiba
berkesiur angin dingin dan Yauw Seng, adik
seperguruan Kwee Huan menghantamnya
dengan pukulan miring.103
"Pertapa tua, kau robohlah!"
Sang kakek terkejut. Kwee Huan sendiri
sudah melompat jauh dan menghindar dari
kemarahan kakek ini. Sun Cek membalik dan
tentu saja kakek itu menangkis. Dan ketika dua
lengan beradu namun lawan terpental, Yauw
Seng terkejut dan ber?eru keras, maka sang
kakek mengejar lagi Kwee Huan si pembuat garagara itu.
"Kwee Huan, kau harus membayar bersih
namaku!"
"Laki-laki ini tertawa. Sudah gatal
tangannya untuk bertanding. la ingin menguji
dan inilah saatnya yang baik. Kata-katanya sudah
terlanjur dikeluarkan dan tak mungkin ditarik. la
terlanjur mendongkol kepada majikannya dan


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lawannya inilah yang dijadikan korban. Kwee
Huan tak mau berpikir tentang akibatnya nanti.
Yang penting ia ingin adu otot! Dan ketika
kesempatan itu terbuka dan sedetik ini ia
terkejut melihat adiknya kalah kuat. terpental
tapi ia sendiri sudah siap dan tertawa bergelak,104
maka tempat yang tadi di pakai untuk bermain
sihir sudah untuk baku hantam!
"Plak-dess!"
Dua-duanya terlempar. Ternyata kakek
ini maupun lawannya memiliki tenaga
berimbang. Kwee Huan berjungkir baiik dan
tertawa nyaring sementara Sun Cek Tojin
mendelik dan melayang turun. Kakek ini juga
berjungkir balik dan marah kepada lawan.
Namun ketika ia hendak berkelebat dan
menyerang lagi ternyata Yauw Seng sudah
mencabut senjatanya dan dengan sebatang
ruyung berduri laki-laki itu membabatkan
senjatanya ke pinggang si kakek, dikelit dan
menyerang lagi dan Kwee Huan membantu sang
sute. Sun Cek Tojin tiba-tiba sudah dikeroyok!
Dan ketika kakek itu berkelebatan dan Tan-ongya
memanggil pengawal, yang lari dan berdatangan
maka pangeran itu merah padam agar si kakek
dibekuk, mati atau hidup.
"la hendak membunuhku. Keparat. Jaga
jangan sampai lolos dan robohkan dial"105
Pengawal tertegun. Mereka terbelalak
memandang pertandingan itu dan bayangan si
kakek naik turun di antara pukulan-pukulan
dahsyat. Ruyung menderu, mengikuti gerakan si
kakek dan sibuklah pembantu Wan-thai-suma ini
menghadapi. Lawan sungguh licik. Dan ketika ia
harus menangkis pukulan dari kiri kanan dan
ruyung mengenai pundaknya maka Sun Cek Lojin
terpelanting dan untuk pertama kalinya kakek itu
mengaduh,
"Augh!"
Kwee Huan tertawa bergelak. Dua lawan
satu ternyata dapat mendesak, ia mengejar dan
diperintahnya suteya itu untuk melakukan
sapuan-sapuan dari bawah. Dan ketika Sun Cek
harus bergulingan namun dikejar dan tetap
dikejar maka sebuah pukulan ruyung kembali
mengenai bahu, berjengit dan kakek ini menahan
sakit dengan bibir dikatup kuat-kuat. Kalau ia
tidak mengerahkan tenaga dalamnya tentu
kedua pundaknya remuk. Suheng dan sute itu
kejam. Dan ketika sekali lagi ruyung menderu
dan ia mengelak, dikejar tapi ruyung cepat106
ditangkap maka Sun Cek Tojin mengeluarkan
suara bentakan dan ruyung berikut pemiliknya
tiba-tiba diangkat naik, dihantamkan ke tembok!
"Mampus kau.. bress!"
Yauw Seng berteriak keras. Tak sempat
lagi mengelak atau melepaskan senjatanya. la tak
menyangka akan ?ihantamkan ke tembok.
Namun karena ia adalah sute dari Kwee Huan
dan laki-laki ini memiliki sinkang yang melindungi
tubuhnya maka meskipun serasa remuk ia masih
selamat, terbanting dan roboh di dinding dan
saat itu terdengar keluhan tertahan Sun Cek
Tojin. Pukulan Kwee Huan menghantam
punggungnya karena ketika kakek itu
membenturkan tubuh sutenya laki-laki ini
berkelebat dan cepat menolong, terlambat
namun pukulannya mengenai punggung lawan.
Dan karena ia juga ahli lweekang dan kakek itu
dibokong dari, belakang maka Sun Cek terhuyung
dan kakek ini melontakkan darah segar. Yauw
Seng dihajarnya setengah mati namun diri sendiri
juga luka dalam.
"Huakk!107
Kakek ini mendelik. la melotot
memandang lawan namun Kwee Huan tertawa
aneh. Laki-laki itu juga marah melihat sutenya
tersungkur di sudut, untuk sejenak setengah
pingsan dan sutenya itu kelengar. Yang dilakukan
Sun Cek Tojin tadi juga tidak -main. Kalau bukan
Yauw Seng tentu hancur luluh, lumat seperti
perkedel. Namun karena Yauw Seng dilindungi
sinkangnya dan giliran kakek itu yang menerima
hantaman Kwee Huan mendelik dan muntah
darah maka Sun Cek Tojin tiba-tiba melepas ikat
kepalanya dan rambut yang ?igelung tiba-tiba
berurai. Ikat kepala ini dipakai sebagai senjata,
lawan sudah menyerang lagi.
"Kakek bau, kau mampuslah!"
Kakek ini menggereng marah, la sudah
terluka namun bukan berarti menyerah. Ia masih
kuat dan ikat kepala itulah yang dipakai
menyambut pukulan Kwee Huan. Dan ketika lakilaki itu menghantamnya dan ikat kepala ini
meledak terisi tenaga sakti, lurus dan kaku.
menyambut pukulan maka si kakek membentak108
mengerahkan tenaga batinnya. Ikat kepala tibatiba berobah menjadi naga.
"Kwee Huan, kau pemfitnah dan jahat
berwatak keji. Jangan kira aku takut kepadamu.
Cobalah, lawan sihirku secara berdepan!"
Semua orang terkejut. Koak seekor Naga
merah tiba-tiba terdengar menggetarkan tempat
itu. Para pengawal dan Tan-ongya menjerit
berlarian mundur, Tan-ongya jatuh menabrak
kursi sampai tunggang-langgang. Dan ketika
Kwee Huan juga terpekik karena sihir si kakek
berdepan menyerangnya, tadi ia mampu
mengganggu karena Sun Cek Tojin
menghadapkan sihirnya kepada Tan-ongya maka
laki-laki ini kaget bukan main ketika tahu-tahu
mukanya sudah disambar
mulut naga yang terbuka lebar-lebar,
lidahnya menjilat-jilat dan mengeluarkan api.
"Naga jejadian!" Kwee Huan membentak
dan coba menyadarkan diri sendiri. Ia secepat
kilat membanting tubuh dan segenap ingatan
ditujukan untuk mengusir bayangan naga itu.
Tapi karena tenaga batinnya kalah kuat den kini109
ilmu sihir itu juga berhadapan secara langsung,
naga tetap saja berbentuk naga dan terbang
menyambarnya maka laki-laki ini kelabakan dan
jidat atau dahinya tiba-tiba mengeluarkan taring
naga melesat di mukanya.
"Brett..!'
Darah mengalir dan kejadian itu
menggemparkan semua orang. Tan-ongya
sendiri sudah bersembunyi namun saat itu Yauw
Seng sudah bangkit berdiri. Laki-laki ini sudah
hilang pusingnya dan ia terbelalak melihat
suhengnya diserang naga. Sihir sedang diarahkan
ke suhengnya dan ia mengerahkan tenaga batin,
melihat bahwa naga itu sebenarnya adalah ikat
kepala yang beterbangan menyambar-nyambar.
Dan karena Yauw Seng sudah pulih dari
bekas hantaman Sun Cek Tojin, kakek itu tak
memperhatikannya karena sibuk menyerang
suhengnya maka Yauw Seng yang sudah
memperkuat batin melihat naga jejadian tibatiba membentak dan melepas tujuh pisau kecil ke
arah benda yang beterbangan seperti naga itu.110
"Suheng, jangan takut. Itu hanya ikat
kepala si tua bangka.. brett..!" naga ambyar,
hancur menghilang dan sebagai gantinya
terlihatlah ikat kepala si kakek yang jatuh ke
lantai. Ikat kepala itu sudah berlubang oleh tujuh
pisau kecil laki-laki ini, naga lenyap, dan tentu
saja Sun Cek Tojin terkejut. Dan ketika kakek itu
tertegun teringat lawannya yang lain ini, Kwee
Huan sadar dan melihat aga itu hanyalah sebuah
ikat kepala saja maka laki-laki ini melompat
bangun dan menerjang. Sepasang gelang besi
berada ?i tangannya.
"Sun Cek, kau rupanya pertapa penipu
bocah,,,Keparat, rasakan pembalasanku!"
Kakek ini mengelak. Ikat kepalanya sudah
hancur dan ia tak mempunyai senjata lagi. Dan
ketika ia dikejar dan mengelak lagi, dada tiba-tiba
sesak dan menyulitkan gerakannya, mendadak
kakek ini berkelebat dan melarikan diri,
maksudnya mau melapor dan pulang ke tempat
Wan-thai-suma.
"Kwee Huan, kau laki-laki pengecut.
Beraninya mengeroyok!"111
"Berhenti!" laki-laki itu membentak,
gelang di tangan tiba-tiba menyambar, satu
dilepas dan mencegat lari kakek ini, yang
terpaksa menangkis. Kau tak boleh pergi , Sun
Cek. Kecuali kalau kau telah menyerahkan
nyawamu.. "plak! kakek itu terpelanting, kaget
berseru keras namun saat itu Yauw Seng juga
mengejar dan membentaknya. Tujuh pisau kecil
kembai menyambar dan kakek ini sibuk, pucat.
Dan ketika ia mengelak dan berlompatan ke
sana-sini namun Kwee Huan juga menyerangnya
dan melepas gelang-gelang besinya maka
sebatang pisau menancap di pangkal lengan
kakek ini sementara lontaran gelang besi juga
menghantam tengkuknya.
"Crep-dess!"
Kakek ini terbeliak. Lukanya bertambah
dan iapun semakin gusar.. Pengawal bersorak
dan Tan-ongya tiba-tiba Juga muncul kembali.
Pengaruh naga itu telah lenyap. Namun ketika
kakek ini melengking dan suaranya begitu tinggi,
menusuk anak telinga maka kakek ini112
bergulingan, empat buah genting tiba-tiba telah
berada di genggamannya.
"Terimalah ini!"
Pengawal dan Tan-ongya berteriak
Mereka yang baru saja bersorak mendadak
terpekik, genting di tangan kakek itu berubah
menjadi ular-ular hitam yang menyambar
dengan cepat. Dan ketika kakek itu meraih
genting-genting yang lain dan melemparkannya
ke pengawal, berubah menjadi harimau atau
burung-burung raksasa maka semua menjerit
dan tunggang-langgang.
"Plak-plak-plak!"
Harimau atau burung-burung raksasa itu
mengelepakkan sayapnya mengibas pengawal.
Mereka terlempar dan berteriak-teriak.
sementara Tan-ongya yang juga mulai membuat
kakek ini marah menerima terkaman seekor
harimau buas. Pangeran itu terpekik dan roboh
menabrak meja, hiruk-pikuk dan pecah pipinya.
Dan ketika Yauw Seng maupun suhengnya juga
terkesiap disambar ular-ular hitam, sang kakek
mengerahkan kekuatan sih?rnya maka dua orang113
itu menggerakkan tangannya dan ular-ular hitam
dipukul roboh.
"Prak-prak-prakk..!"
Ular-ular itu ternyata adalah gentinggenting yang dilemparkan kakek itu tadi.
Tangkisan dua orang ini membuat sihir lenyap
pengaruhnya namun saat itu Sun Cek Tojin sudah
melompat keluar. Kakek ini terhuyung melarikan
diri. la harus secepatnya Menemui Wan-thaisuma. Namun ketika Yauw Seng dan suhengnya
mengejar sambil melepas serangan- serangan
berbahaya, dua orang itu membentak dan
ruyung atau gelang besi mereka menyambar
kakek ini maka Sun Cek tertahan dan apa boleh
buat harus menangkis, terpelanting dan lari lagi
dan sambil lari ini kakek itu mencopot gentinggenting istana. la melemparkan itu sambil
membentak mengerahkan sihir, merubah
genting menjadi apa saja yang mampu menahan
dua pengejarnya. Istana seketika ribut. karena
pengawal berdatangan dari mana-mana
sementara Tan-ongya berteriak-teriak dan
memaki kakek itu untuk ditangkap atau dibunuh,114
Sun Cek Tojin benar-benar dalam, bahaya maka
kakek yang gagah namun sudah terluka ini coba
menerobos sambil melempar-lempar sihirnya.
Sayang, karena dada dan pangkal lengannya
terluka oleh hantaman gelang besi dan pisau
yang masih menancap, juga kakek ini muntah
darah lagi oleh pukulan sinkang lawan maka
pengaruh s?hir kakek ini tak sekuat biasanya.
Untuk para pengawal memang dia dapat
menakut-nakuti, namun untuk Kwee Huan
maupun sutenya ia tak seberapa berhasil. Dan
ketika ia terus berlari sambil melempar sihirnya,
pecah dan gagal lagi dihantam suheng dan sute
itu maka kakek ini roboh ketika tepat di pintu
gerbang majikannya.
"Tolong... tolong panggil Wan-thai-suma.
Aku... aku harus melapor sesuatu yang
penting..."


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pengawal di tempat Wan-thai-suma
terkejut. Mereka tentu saja mengenal kakek ini
sebagai orang kepercayaan Wan-thai-suma,
pembantu paling dihargai dan amat dihormat.
Tapi ketika mereka terbelalak dan seorang di115
antaranya sudah berlari ke dalam, memanggil
Wan-thai-suma maka Kwee Huan dan sutenya
yang membentak masuk sudah melepas
serangan lagii, gelang besi dan ruyung
menghantam si kakek.
"Sun Cek Tojin, kau mau membunuh Tanongya. Terimalah kematianmu!"
Kakek ini terbelalak. Ia benar-benar
kehabisan tenaga dikejar dan dikeroyok dua
orang ini , matanya mendelik. Dan karena tak
mungkin lagi ia mengelak serangan itu dan kakek
Pendekar Hina Kelana 5 Neraka Karang Hantu Putri Bong Mini 05 Darah Para Tumbal Kutukan Bangsa Titan Percy Jackson And The Olympians 3 Karya Rick Riordan

Cari Blog Ini