Ceritasilat Novel Online

Putri Es 10

Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara Bagian 10


berhasii dan kian lama kian mendekati daratan.994
Kakek dan batu itu juga terbawa. . Dan ketika
Beng An tiba pada hitungan kedua puluh, si kakek
takjub maka batu sebesar gajah itu muncul di
permukaan air dan kini Beng An menyentak tali
sekuat tenaganya agar batu itu bergulir.
"Awas, tiga puluh satu....!"
Dahsyat dan mengagumkan sekali tenaga
sakti pemuda ini. Beng An berseru keras hingga si
kakek terangkat tinggi,begitu tinggi hingga kedua
batu raksasa di bawah kakinya juga ikut
terangkat naik, dua meter lebih. Namun ketika
terdengar suara di depan dan pohon itu
roboh,tali melesak ke dalam dan melukai
tubuhnya maka pohon inilah yang tak kuat dan
ambruk ke tempat Beng An. Pohon itu berdebum
dahsyat.
"Buuummmm..!"
Beng An dan kakek ini tertimpa bagai
gajah menimpa semut. Tali masih kencang di
pinggang Beng An sementara kakek itu tak
melepaskannya. Jadilah mereka tertindih dan
tergencet pohon raksasa ini. T?pi ketika
terdengar suara kekeh riang dan Beng An995
mengeluh di dalam , muncul dan mendorong
ranting atau cabang-cabang raksasa maka kakek
itu tertawa-tawa di sebelah kiri Beng An, selamat
karena sepasang batu itu kebetulan
melindunginya.
"Ha-hah-he-heh.... bebas, sekarang aku
bebas. Heh-heh, aku bebas, We We Moli. Siapa
bilang kau dapat menghukumku seumur hidup.
Ha-ha, aku selamat.
Beng An terhuyung dan keluar dari balik
gerumbul daun. Ia tak apa-apa kecuali sedikit
kesakitan. Kakek itu melepaskan pinggangnya
setelah ia tertimpa, kena duluan dan kini
terkekeh-kekeh bangkit berdiri pula. Tapi ketika
dia tertegun ditahan batu raksasa itu, tak mampu
menyeretnya karena terlalu lama ia disiksa maka
kakek ini mengeluh dan tiba-tiba menangis.
"Hu-huu..... keparat jahanam iblis wanita
. Bedebah terkutuk We We Moli itu. Hu-huu...
kau kejam dan tak berperasaan, We We Moli.
Kau siluman betina keji. Tak berjantung!"
Beng An menarik napas dalam. Setelah ia
berhasil menolong kakek itu keluar dari air maka996
ia ngeri melihat sepasang batu besar yang masih
terikat di bawah kaki kakek ini. Berat dan
besarnya batu itu sudah Ia rasakan. Maka
mendengar kakek itu menangis dan ia tak tahan,
mengebutkan baju dan maju menghampiri maka
ia berkata menepuk pundak kakek ini.
"Locianpwe tak usah sedih. Sekarang kita
dapat melepas semua ikatan itu dengan mudah".
Kakek itu mendongak, teringat Beng An.
Dan lenyap tangisnya terganti tawa girang ia
balas menepuk bahu pemuda itu.
"Ha-ha, benar. Ada kau di sini.
Eh..menolong orang jangan setengah-setengah
anak muda. Putuskan semua ikatan itu biar aku
bebas merdeka!"
"Tak usah khawatir " Beng An tersenyum
"Sekarang batu ini sudah terangkat naik,
locianpwe. Tentu saja aku akan membebaskanm
dan mengerahkan sin-kang menabas putus
ikatan demi ikatan.
Akhirnya Beng An bekerja tak kurang dari
setengah jam untuk membuka belenggu itu.
Dihitung ada sekitar dua ratus ikatan yang saling997
kait-mengait, itu banyak, begitu rapat. Tapi
ketika batu terlepas dan kakek itu bebas
mendadak ia terguling dan.. roboh merintihrintih.
"Aduh, aku tak dapat jalan.
Kakiku...uratnya... uratnya kencang".
Beng An mengerutkan alis. Ia segera
memeriksa dan terkejut mendapat kenyataan
bahwa kaki yang sudah sedemikian lama itu tak
dapat dibengkok-bengkol lagi. Kaki itu hanya
lurus ke depan, persis batang bambu. Dan karena
memang hanya gerakan ke atas ke bawah yang
dapat dilakukan, seperti apa yang tiga puluh
tahun ini dilakukan kakek itu maka si kakek
meloncat-loncat dan itulah caranya bila ingin
berjalan.
"Keparat, terkutuk We We Moli itu. la
membuat kedua kakiku kaku lurus terus".
Beng An menahan tawa. Si kakek
memang, tak dapat berjalan kecuali meloncatloncat lucu. Gerakan ini didapat karena selama
tiga puluh tahun ini ia menjejak naik turun
melawan batu raksasa itu. Kakinya tak dapat998
dibengkokkan lagi seperti orang biasa. la cacad,
Tapi karena gerakan itu membuat si kakek
memiliki daya jejak luar biasa, dalam marahnya
ia sampai tak dapat mengatur diri maka ketika ia
menjerit tiba-tiba tubunya mencelat puluhan
meter, setinggi pohon kelapa!
"Heiii.,,,"
Beng An dan kakek itu Sama-sama
mengeluarkan seruan terkejut. Beng An
kaget karena orang meluncur begitu
tinggi sementara si kakek terkejut kerena
bagaimana jatuhnya nanti.la tak dapat
membengkokkan kaki. Maka ketika benar saja ia
meluncur turun dan kaki itupun lurus ke bawah,
kaku menghunjam maka tanah melesak dalam
dan kakek itu terbenam sebatas pusar.
"Blesss!"
Beng An takjub dan kagum. Kaki itu tak
apa-apa sementara pasir dan tanah
berhamburan. Namun karena si kakek tak dapat
membengkokkan kakinya dan tentu saja tak
dapat keluar maka ia berkaok-kaok karena begitu
dalam terbenam.999
"Keparat, jahanam keparat. Aku tak dapat
mengeluarkan diriku!"
"Jangan khawatir," Beng An berkelebat.
"Aku dapat menolongmu, locianpwe. Tapi jangan
lagi meloncat setinggi itu atau nanti kau terkubur
lagi... rrrttt!'"
Beng An menarik dan mencabut kakek
itu, lepas dari benaman dan si kakek berseri-seri.
Dua kali Beng An menolongnya. Tapi ketika
kakek tertawa-tawa dan Beng An kagum
memandang kakek ini maka suara di bawah laut
itu, Suara marah membelubub lagi, aneh dan
mengerikan.
"Heh, kau telah menolong saudaraku si
Hantu Putih. Datang dan sekarang bebaskan aku,
anak muda. Atau aku mencekikmu mampus.
blub!"
Beng An terkejut. la segera teringat Suara
ini dan memandang ke laut lepas. Tadi ada suara
di balik dua tonjolan batu karang. Tentu di dalam
laut di bawah karang itulah orang aneh kedua
terhukum. Maka bergerak tapi ingat perahunya1000
hancur, merandek dan tertegun lagi iapun
mendenger kakek gundul pelontos ini terkekeh.
"Ah, kau mau menolong saudaraku si
Hitam itu? Awas, ia jahat, anak muda. Salah-salah
kau dicaploknya nanti".
"Omong kosong!" suara itu menyahut,
dari tengah laut. "Dia itulah yang bakal
mencelakaimu, anak muda. Jangan percaya
kebaikannya karena ia baik di luar busuk di
dalam!"
"Ha-ha,tak usah marah. Kau diam dan
tinggal saja di sana, sute. Hukumanmu belum
habis. Biar anak muda ini bersamaku dan besok
atau besok lagi ia menolongmu!"
Beng An terkejut. Tibe-tiba ia disambar
dan dicengkeram kakek ini, entah mau diapakan.
Namun karena ia mengelak dan sambaran itu
luput, si kakek terbelalak tiba-tiba kakek ini
menerkam wajahnya dan berseru beringas.
"Kau anak muda tak tahu sopan. Ikuti
perintehku atau kau mampus!"
Beng An kaget sekali. Si kakek meloncat
dan karena gerakannya kaku namun cepat, tahu-1001
tahu jari itu sudah menyambar mukanya maka ia
menangkis dan tak mungkin mengelak lagi. Dan
begitu menangkis ia maupun kakek itu samasama terpental.
"Duk!"
Si kakek meraung. Bagai srigala kelaparan
mendadak kakek ini bergulingan. la roboh ketika
terpental, tak mampu membengkokkan kaki
namun kini dengan cepat dan luar biasa ia
bersikap seperti trenggiling, maju mendekati
Beng An dari bawah. Dan ketika sepuluh jarinya
mencengkeram dan terdengar suara mendesis di
bawah maka pasir atau tanah di mana kakek itu
mencengkeram menjadi hangus dan terbakar.
Beng An berjungkir balik dan jauh
menyelamatkan diri. Kakek itu melenting dan
akhirnya berhadapan dengan mata melotot.
"Kau.... kau berani melawan aku? Kau
minta mampus"
"Hm " Beng An tergetar, kakek ini jelas
marah sekali, tak ingat segala budi baiknya. "Kau
aneh, locianpwe. Mau menolong orang lain
kenapa tak boleh. Aku tak takut padamu, tapi1002
kalau sekali kau coba-coba menyerangku tentu
kubalas! Heh, kau berani? Bagus, bocah kurang
ajar. Kubunuh kau!" dan si kakek yang mencelat
dan kemudian berpusing mengeluarkan jurusjurus aneh akhirnya mencengkeram dan
berusaha menangkap Beng An dengen sepuluh
kuku jarinya yang panjang. Setelah kakek ini di
darat tampaklah bahwa tubuhnya tinggi kurus,
pakaian compang-camping dan kulitnya yang
putih itu kehijau-hijauan. Tadi ketika menangkis
Beng An merasa kulit lengan yang licin dan kuat,
begitu licin seperti lumut. Dan ketika sekarang ia
mengelak dan berlompatan ke sana-sini,
menangkis maka ia mendapat kenyataan bahwa
sesungguhnya seluruh bagian tubuh kakek itu
licin berminyak! Kulit yang kehijau-hijauan ini
seperti tumbuh jamur mungkin karena begitu
lamanya terendam di laut. Seperti ganggang!
Dan ketika ia berlompatan dan membalas atau
menangkis, mengerahkan sinkangnya maka ia
mendapat kenyataan bahwa sesungguhnya
sinkang atau tenaga sakti kakek ini juga hebat
sekali.1003
"Duk-dukk!"
Beng An tergetar dan terhuyung mundur.
Ia belum mengeluarkan Ping-im-kangnya karena
lawanpun bersifat coba-coba. Kakek itu coba
bergerak cepat untuk merobohkannya. Tapi
karena belasan jurus kemudian Beng An juga
bergerak kian cepat, Jing-sian-eng atau Bayangan
Seribu Dewa dikeluarkan untuk mengimbangi
maka kakek itu melotot karena pemuda ini
bagaikan bayang-bayang yang sudah ditangkap.
"Heh, kalau begitu coba kau rasakan ini"
Beng An terkejut. Kulit yang putih
kehijauan mendadak berobah kemeranan. cepat
kemudian sudah menjadi bara dan
menyambarlah pukulan yang dikenal. Giam-luiciang! Dan ketika kakek itu terbang.
Beng An melempar tubuh bergulingan,
api menyambar dan menjilat belakang akhirnya
Beng An. sadar bahwa ia berhadapan dengan
seorang tokoh Pulau Api, entah yang mana!
"Kau tokoh Pulau Api. Itu ilmumu Giamlui-ciang.. blarr!"1004
Beng An mendengar kakek itu tertawa
bergelak dan membanting tubuh bergulingan.
Tak di sangkanya bahwa kakek yang ditolong ini
adalah orang Pulau Api, agaknya penghuni
istimewa. Dan ketika ia meloncat bangun dan
Giam-lui-ciang kembali meledak dan
menyambar, kakek itu sat-set-sat-set
menggerakkan kaki yang kaku tak dapat
dibengkokkan maka Beng An melihat bahwa
inilah ilmu langkah sakti milik Hwe-sin.
Beng An terbelalak. Apa boleh buat ia
berseru keras melayani kakek itu. Dan begitu ia
membentak dan mengeluarkan Ping-im-ciangnya
maka pukulan dingin itu menghantam pukulan
panas
"Cess!"
Api padam bertemu es. Beng An
membalas dan segera kakek ini terkejut. Pemuda
itu berkelebatan dengan ginkangnya yang
istimewa pula. Dan ketika perlahan tetapi pasti


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Beng An mampu melawan, kakek itu masih akan
mainkan ilmu silatnya, maka kakek ini
melengking-lengking penuh heran dan keget.1005
"Heii, ini seperti Bu-kek-kang. Eh, tidak.
Lain sama sekali. Eh, apa nama ilmumu ini,
bocah. Kau kiranya lihai dan hebat sekali. Kukira
hanya tenagamu yang besar... bres-bress!"
kakek itu terpelanting dan bergulingan
menerima Ping im-kang, menggigil dan
kedinginan namun sejenak kemudian dia
menggeber tubuhnya. Gerakan ini seperti anjing
membersihkan bulu, atau anjing yang
kecemplung kolam. Dan ketika hawa dingin sirna
dengan gerakan itu, kakek ini meloncat dan
menerjang lagi maka Beng An mendapat
kenyataan bahwa sesungguhnya kakek ini lihai
bukan main.
Beng An melihat gerakan yang masih
kaku dan susah tapi setiap angin menderu tentu
menimbulkan hawa pana Menyambar. Ini tentu
karena kekek itu bertahun-tahun tenggelam di
laut. Kakipun hanya dapat meloncat dan
menjejak-jejak Seperti katak. Tapi ketika
pertempuran itu berjalan tiga puluh jurus dan si
kakek mendapatkan kegembiraan,, perlahan
tetapi pasti kelihaiannya juga mulai timbul maka1006
Giam-lui-ciang yang menderu menyambar Beng
An juga kian hebat. Laut di pantai mengering dan
lenyap!
Beng An terkejut, Maklumlah dia bahwa
kakek yang dihadapi ini adalah dedengkot Pulau
Api. Dia mulai bertanya dan berseru apa
hubungan kakek itu dengan Tan-pangcu. Orang
mula-mula melengak dan bertanya siapa Tanpangcu itu. Tapi ketika Beng An memberi tahu
bahwa Tan-pangcu bukan lain adalah ketua Pulau
Api, kakek ini bergelak maka dia mencemooh.
"Ha-ha, Tan Siok itu? Bocah ingusan. Eh,
dia anak kemarin sore dibanding aku, anak muda.
Masih keponakan muridku beberapa tingkat di
bawah. Kalau dia menjadi ketua tentu terlampau
sombong dan biar nanti kuhajar. Giam-lui-ciang
menyambar dan diterima Beng An, tertahan dan
meledak dan sebagai-gantinya tampaklah bunga
api berhamburan. Pukulan Es yang dilancarkan
Beng An mulai tertahan. Kakek itu semakin lihai,
tidak terdesak lagi Dan ketika jur?s-jurus berikut
menunjukan kakek ini semakin kuat, ia mulai
lemas dan hebat sekali mainkan pukulannya1007
maka Beng An ganti terdesak dan dipukul
mundur, bertubi-tubi.
"Ha-ha, hebat juga. Ini anak istimewa, Haha pukulanmu mirip Bu-kek-kang tapi asal
tenaganya lain. Ha-ha, kau bakat alam, rupanya
kebetulan menerima mujijat. Eh, roboh dan
tunduklah kepadaku, bocah. Atau mampus
menerima pukulanku .. blarrr!" Giam-lui-ciang
menyemburkan api dahsyat, jauh belasan meter
dan Beng An melempar tubuh bergulingan. Ia tak
sempat menangkis karena didesak bertubi-tubi.
Hebat sekali kakek gundul pelontos itu. Dan
ketika ia mulai marah bahwa kakek ini jahat
sekali, tak kenal budi maka Beng An berkemakkemik dan digosoklah kedua tangannya
mengeluarkan andalannya, Pek-sian-sut.
"Heiii, pandai sihir. Ha-ha, mau lari ke
mana kau. Ayo, akupun juga dapat dan lihat ini.
klep!" kakek itu me?epukkan kedua tangannya
hingga menggelegar, Asap merah membubung
tinggi dan sebelum Beng An lenyap d?bungkus
asap putihnya tahu-tahu asap merah ini
m?nyambar, cepat sekali. Dan ketika Beng An1008
terkejut dan berseru menangkis maka asap
putihnya terpental dan kakek itu justeru
menghilang, lenyap!
*** Credit
Sumber Buku Bapak Gunawan Aj
Kontributor Bapak Awie Dermawan
Edit OCR Yons
Koleksi Kolektor Ebook1009
PUTRI ES
( Lanjutan Rajawali Merah )
Karya Batara
Jilid XVII
* * * "WUSSHHH!"
Beng An melengak dan heran. Ia hendak
mencari ketika tiba-tiba bayangan kakek itu
muncul lagi, cepat sekali, di belakangnya. Dan
ketika ia membalik dan menangkis maka kakek
itupun terpental dan Beng An ganti menghilang
dengan ilmu sihirnya.
"Dess!" Kakek itu terhuyung-huyung. la
terbelalak melihat lawarn menghilang meniru
dirinya, Beng An lenyap entah ke mana. Tapi
ketika kakek itu mendengar kesiur di
belakangnya dan Beng An muncul membalas,
membalik dan menangkis maka Beng An
terpental den kakek itu tertawa bergelak, ganti
menghilang dan menyambar di belakang Beng
An, ditangkis dan Beng An kembali menghilang1010
dan selanjutnya dua orang ini muncul silih
berganti. Pek-sian-sut bertemu ilmu aneh dan
keduanya segera bertanding hebat. Kakek itu
tertawa-tawa tapi lama-lama tawanya hilang,
anak muda itu mampu mengimbangi semua
kepandaiannya. Dan ketika tangkisan atau
benturan tenaga sakti mereka menunjukkan
kekuatan berimbang, Beng An kagum dan diamdiam kaget sekali maka Beng An mendapat
kenyataan bahwa kakek ini dua tingkat di atas
Tan-pangcu. Giam-lui-ciang atau pukulan Petir
Nerakanya itu nyaris sempurna!
"Ha-ha, ini bocah siluman, tapi kau anak
muda keparat. Wehhh, tak akan kuampuni kau,
bocah. Aku akan membunuhmu dan lihat kali ini
kau roboh.... blarr!" api menyambar dan
mendahului Beng An yang mau ke kiri, terkejut
dan menangkis dan Beng An mengebut dengan
pukulan esnya. Ping-im-kang ditambah
tenaganya namun kali itu dia terhuyung. Dan
ketika si kakek berkelebat dan mengejar serta
melepas pukulan lagi maka Beng An mundur tak
diberi kesempatan, ditekan dan didesak namun1011
anak muda ini tetap bertahan. Kakek itu
melakukan langkah-langkah aneh milik Hwe-sin,
Beng An akhirnya mengimbangi dengan gerakan
Jing-sian-eng atau Cui-sian Gin-kangnya, Peksian-sut tetap juga dipergunakan hingga kakek ini
sering gusar. Anak muda itu lenyap kalau sudah
tak mampu mengelak. Dan ketika pertandingan
berjalan semakin cepat sementara Beng An
sebagai pihak bertahan, pemuda itu tak diberi
kesempatan untuk banyak membalas maka
terdengar tawa serak di tengah lautan itu, tawa
orang kedua.
"Heh-heh, lihat, tidak benarkah katakataku. Hantu Putih itu tak punya budi, anak
muda. Sudah ditolong malah sekarang ingin
mernbunuhmu. Ke sinilah dan aku akan
menolongmu!"
Beng An mengerutkan kening.
Sebenarnya ia tak bersungguh-sungguh
menghadapi kakek aneh ini, dalam arti kata tak
ingin bertempur mati hidup. la tak merasa punya
permusulum serius dan pertemuannya dengan
kakek inipun secara kebetulan saja. Kalau ia tidak1012
berputar-putar dan mencari Tan-pangcu tak
mungkin ia bertemu. Kakek ini memang aneh dan
rupanya kejam, wataknya tidak baik. Maka
mendengar kekeh dan kata-kata itu, tiba-tiba
timbul keinginannya untuk mengetahui kakek
kedua itu mendadak Beng An berseru keras
berjungkir balik tinggi di udara.
"Locianpwe, kau rupanya rnemang orang
sesat. Kau dan aku sebenarnya tak ada
permusuhan apa-apa. Baiklah lain kali kita
bertemu dan sekarang maaf aku pergi!" "Heii...!"
kakek itu marah. "Ke mana kau, anak muda.
Jangan ke sana atau terima dulu pukulanku
bress!"
Beng An menjejakkan kakinya lagi tinggi
ke atas dan tak jadi melayang turun, melesat dan
berjungkir balik lagi untuk kemUdian tiba di atas
laut, turun dan di sini ia mengerahkan ilmu
meringankan tubuhnya hingga sepasang kakinya
menyentuh ringan, bagai kepas melayang-layang
saja.
Lalu ketika ia tersenyum dan
melambalkan tangannya maka iapun sudah1013
bergerak dan meluncur di atas permukaan laut
dengan tubuh tanpa bobot, kedua kaki bergerak
maju mundur dengan cepat meninggalkan kakek
itu. "Heii...!" si kakek melotot, tertegun.
"Kembali, anak muda. Kembali!"
Beng An rnengelak. Dari sana meluncur
pukulan kuat menyarnbar punggungnya, kakek
itu marah dan menghantamnya namun ia
berkelit. Dan ketika Beng An rneluncur dan terus
menjauhi kakek ini, lawan tak berani mengejar
maka Beng An sudah bergerak bebas di tengah
lautan mendekati dua batu karang di mana kakek
kedua terkekeh-kekeh, suaranya di bawah laut.
"Bagus blub-blub.... bagus, anak muda.
Kau pintar. Dia tak mungkin berani mengejar
karena kakinya akan lurus tercebur di air. Ha-ha,
mendekatlah dan terima kesih atas niat baikmu!"
air di tempat itu bergolak dan berputar. Beng An
merasa betapa dirinya tersedot dan cepat dia
berhenti. Dia sudah tiba di tempat ini dan
memandang ke bawah, terbelalak melihat
seseorang sungsang di dalam air, kaki di atas1014
kepala di bawah dan berkali-kali kaki itu bergerak
menendang-nendang, membentuk pusaran air
dan lubang atau pusaran ini memberikan udara
masuk. Dengan udara itulah kakek ini bernapas.
Tapi karena air segera datang lagi dan kakek itu
tertutup lagi, akibatnya hidung atau mulut
mengeluarkan suara "blub-blub" maka Beng An
tertegun karena kakek ini terikat tangannya oleh
sebuah batu besar yang membuat ia tak mampu
naik.
"Ha-ha.... blub... eh, blub.... eh, cepat
tolong aku, anak muda. Tanganku terikat batu
besar yang tak dapat kutarik. Batu itu dikaitkan
ke bawah. Tolong putuskan ikatan itu dan
biarkan kaitnya lepas!"
Beng An menarik napas dalam-dalam. Ia
mendekati kakek ini karena semata ingin tahu,
sekarang sudah tahu dan iapun menjadi ragu.
Seorang kakek berkulit hitam, legam, dengan
matanya yang bulat dan kemerah-merahan
terhukum di situ dengan cara aneh, sungsang.
Beda dengan kakek pertama di mana sepasang
kakinya yang diikat dan diganduli batu besar1015
adalah kakek ini diikat sepasang tangannya. Batu
besar itu membuat dia terjungkir dan masuk ke
laut, sungsang namun hebatnya kakek ini masih
dapat hidup. Beng An teringat bahwa tentu
kakek ini telah menjalani hukuman puluhan
tahun pula, mengingat bahwa kakek berkulit
putih di sana sudah tiga puluh tahun terhukum,
jadi kakek ini tak jauh beda. Tapi berkerut bahwa
kakek ini adalah tokoh-tokoh Pulau Akherat,
sama dengan suhengnya tadi maka Beng An ragu
untuk menolong. Jangan-jangan dia nanti
diserang seperti kakek pertama tadi. Kakek ini
adalah sute dari kakek di sana. Tapi ketika dia
belum bergerak dan masih ragu, Beng An sedang
berpikir apa yang sebaiknya dilakukan mendadak
kakek itu menangis dan berseru padanya.
"Anak muda, cepat tolonglah aku. Atau
bunuhlah aku agar tak menderita seperti
sekarang.. blub!"
Beng An kasihan. Pada dasarnya ia adalah
pemuda lembut hati. Hanya kadang-kadang ia
dapat bersikap keras dan kaku seperti mendiang
kakeknya, kalau orang berlaku kelewatan dan1016
tidak menghargainya. Maka melihat tangis dan
mendengar kata-kata itu tiba-tiba rasa
kasihanpun timbul, tak ingat lagi siapa kakek ini
dan Beng An menarik kuki itu. Tapi begitu ia
mengangkat dan menyentak kuat tiba-tiba ia
malah tertarik ke bawah dan batu besar yang
menahan kakek itu balas membetotnya ke
dalam.
"Heii, jangan begitu. Lepaskan dulu kaitan


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di bawah batu besar itu. Kau tak akan berhasil!"
Beng An terkejut. Ia hampir saja
terjelungup dan cepat melepaskan kakek itu lagi,
lupa bahwa di bawah sana batu besar itu dikait
dengan sesuatu, seperti kata kakek ini. Maka ia
membelalakkan mata namun berseru keras tibatiba ia mencebur dan menyelam di bawah kakek
ini. "Baik, aku akan melihat ke bawah, lo
cianpwe. Akan kuperiksa dan kulepaskan kaitan
itu!"
Kakek itu tertawa senang. Ia menggerakgerakkan kakinya lagi ke atas sementara Beng An
sudah menyelam di bawahnya. Pemuda ini1017
memeriksa dan benar saja terdapat kaitan di situ,
bukan tali melainkan besi! Dan ketika Beng An
tertegun namun mengerahkan sinkangnya,
memegang dan menyentuh besi kaitan itu maka
sekali cengkeram ia membuat patah besi itu. Dan
tubuh si kakek tiba-tiba mumbul ke atas, bagai
terlontar.
"Heii... ah! Terima kasih, anak muda. Haha, sekarang aku bebas!"
Beng An muncul dan keluar lagi. Kakek
hitam ini, yang memiliki kekuatan luar biasa pada
sepasang lengannya tiba-tiba menarik dan
merasa kaitan lepas. Batu sebesar gajah itu
terbawa. Dan ketika ia tertawa bergelak dan
memutar-mutar batu ini, membentak dan
mengayun lengannya maka batu terlempar ke
atas dan jatuh menimpa Beng An yang saat itu
baru muncul keluar. Ikatan di pergelangan
tangannya sudah putus bersamaan dengan
putusnya besi kaitan di bawah air.
"Ha-ha, bebas aahhhh, bebas! Aku dapat
merasakan segarnya udara lagi, We We Moli, kau
tak dapat menghukumku seumur hidup. Ha-ha,1018
kau gagal.... bress!" batu itu muncrat ketika jatuh
menimpa laut, suaranya dahsyat namun untung
secepat kilat Beng An menghindar. Anak muda ini
terkejut mengelak bahaya, berseru keras. Dan
ketika ia menyadarkan kakek itu dan kakek ini
terbelalak, sudah berada di atas permukaan air
dan bergerak-gerak dengan sepasang kakinya
yang telanjang untuk mengatur keseimbangan
maka Beng An juga sudah berjungkir balik dan
turun di permukaan air dengan kedua kaki
bergerak-gerak pula.
"Locianpwe, kau mau membunuh aku.
Kejam!"
"Ah, ha-ha, tak sengaja. Maaf, anak
muda. Aku tak sengaja. Tapi mari sekarang kita
ke sana dan lihat pakaianmu basah kuyup!"
Beng An terkejut. Ia disambar dan di
remas dan tiba-tiba kakek ini dengan ilmunya
yang hebat meluncur ke pulau kecil itu. Ilmu
meringankan tubuh yang dipunyai kakek inipun
luar biasa. Ia mampu pula "berjalan" di atas air,
terbang dan cepat sekali seperti Beng An. Dan
ketika Beng An sadar namun sudah dibawa1019
meloncat ke darat, kakek berkulit putih
menyambut maka Beng An terkejut karena kakek
itu tiba-tiba menyerang.
"Ha-ha, bagus, sute. Kau membawa
kembali anak muda ini. Sekarang aku akan
menangkapnya atau merobohkannya sampai
mampus!"
Beng An mengelak dan mengeluarkan
seruan marah. Ia sadar setelah tiba kembali di
pulau. Kakek hitam itu membuatnya tertegun
kagum. Ilmu meluncur di atas air tadi tak kalah
dengan ilmu yang dimiliki keluarganya, Cui-sian
Ginkang atau Jing-sian-eng. Tapi karena ia sudah
diserang dan kakek hitam tertawa-tawa, ia
mengelak dan berlompatan maka Beng An
berang dan tiba-tiba melompat tinggi berjungkir
balik untuk kabur lagi ke laut, tak mau melayani
kakek ini. Namun kakek hitam tiba-tiba tertawa
panjang. Tahu bahwa Beng An tak mau melayani
saudaranya mendadak ia mendahului dan
berkelebat, menyambar Beng An yang baru saja
melayang turun. Dan ketika Beng An terkejut
karena kakek ini mencengkeram dan1020
melemparnya kembali maka kakek itu berseru
bahwa dia harus bertanding!
"Ha-ha, tak boleh pergi. Ayo kembali dan
hadapi suhengku, anak muda. Tak boleh lari
kalau tidak seijin kami berdua!"
Beng An marah. Akhirnya ia berseru keras
disambut si kakek putih, menangkis dan
berkelebatan dan kakek putih terbahak-bahak. Ia
menyerang dan berkali-kali berusaha
menangkap anak muda ini. Tapi karena Beng An
menangkis dan tak mau ditangkap, Beng An
rnembentak dan membalas lawan maka kakek
hitam terkekeh berjaga-jaga di laut, menonton.
"Bagus, ha-ha.... bagus sekali. Ayo
bertanding dan biar aku menjadi hakim.
Keluarkan semua kepandaianmu, anak muda.
Atau kau mampus dihajar suhengku!"
Beng An marah sekali. Ia sadar bahwa
orang-orang ini memang bukan manusia baikbaik. Kakek hitam itupun sama saja, tepat seperti
dugaannya. Namun karena ia tak takut dan apa
boleh buat harus bertanding sungguh-sungguh,
ia harus melepaskan diri maka Beng An1021
membalas kakek itu dan lawan terkejut ketika
Beng An mengeluarkan Khi-bal-sin-kang, di
samping Ping-im-kangnya. "Dess-plak!" kakek itu
terhuyung dan terbelalak. Khi-bal-sin-kang, yang
dicampur dengan Ping-im-kang memang lain
dengan yang dulu dipakai mendiang ibunya
melawan orang-orang Pulau Api. Waktu itu Kimhujin atau Swat Lian leleh pukulannya
menghadapi Giam-lui-ciang yang dahsyat. Khibal-sin-kang tak tahan panas dan Bola Sakti yang
dipakai ini tembus, lawan tak terpental dan
justeru nyonya itu yang terhuyung-huyung.
Namun karena Beng An memiliki, Ping-im-kang
dan tenaga Inti Es ini mampu menahan pukulan
Giam-lui-ciang, sepanas apapun pukulan Petir
Neraka itu selalu dapat didinginkan kembali
maka ketika pemuda itu mengeluarkan Khi-balsin-kangnya si kakekpun terpental dan
terhuyung-huyung, melotot dan melepas
pukulan-pukulannya lagi namun Khi-bal-sin-kang
membuat dia membalik. Semakin keras dia
menyerang semakin keras pukulannya mental.
Dan karena baru sekarang ini Beng An1022
mengeluarkannya karena marah kepada kakek
tu, kakek ini menjadi penasaran maka Beng An
yang dapat mendesak dan menangkis pukulanpukulan itu dengan Kin-bal-sin-kangnya lalu
membalas dengan Ping-im-kang di mana dua
ilmunya ini isi-mengisi melindungi dan menolak.
Si kakek terkejut dan sadar bahwa anak muda ini
betul-betul hebat. Tadi bocah itu belum
mengeluarkan ini dan sekarang dia maklum
bahwa lawan belum bersungguh-sungguh.
Sekaranglah dia mendapat perlawanan sengit
dan marah. Beng An memang gemas. Dan ketika
tak lama kemudian pemuda ini membuat si kakek
terpental dan terhuyung-huyung, hawa panas
Giam-lui-ciang diredam Ping-im-kang maka
kakek itu melotot karena dia terdesak dan ganti
ditekan!
"Keparat, lihai sekali. Pukulan macam apa
ini. Eh, jangan menonton saja, sute. Anak ini
memiliki pukulan aneh. Majulah, dan lihat
betapa ia memiliki tenaga karet. Pukulanku
mental!"1023
Kakek hitam, yang rnenonton dan
terkekeh-kekeh mendadak menghentikan
kekehnya. Ia tadi berseri dan tertawa-tawa
melihat pertandingan itu, yakin bahwa
suhengnya akan kembali mendesak dan pemuda
itu akan roboh. Kalau Beng An hendak melarikan
diri maka dialah yang menjaga, menyerang dan
memaksa pemuda itu kembali ke tengah. Tapi
ketika pemuda ini mengeluarkan pukulanpukulan hebat yang membuat suhengnya
terpental dan terhuyung-huyung, ia terbelalak
dan kaget serta mengerutkan kening maka
suhengnya berteriak agar ia maju mengeroyok.
Mereka, Sepasang Hantu harus maju
menghadapi seorang pemuda belia, padahal satu
di antara mereka saja biasanya cukup. Hanya
terhadap We We Moli mereka melakukan
kerubutan, tokoh Lembah Es itu amat luar biasa.
Maka melihat betapa dirinya harus maju,
pemuda yang dihadapi suhengnya itu benarbenar membuat suhengnya terdesak dan
terpental terus maka Hantu Putih akhirnya
terlempar bergulingan ketika satu tangkisan Khi-1024
bal-sin-kang membuat ia terjengkang dan
terbanting roboh.
"Sute, bantu aku!"
Hantu Hitam tak berdiam diri lagi.
Suhengnya benar-benar menjerit dan pemuda
yang membuat suhengnya bergulingan itu
mengejar. Beng An tidak lagi berniat
meninggalkan lawan setelah si kakek hitam
berjaga. Dia harus merobohkan kakek ini dan
baru akan keluar kalau bebas. Kalau tidak tentu
ia dihalangi dan ini membuat kemarahannya
bergolak. Maka ketika ia membentak dan
membuat lawan terjengkang, berkelebat dan
melepas Ping-im-kang untuk membuat si kakek
benar-benar roboh mendadak Hantu Hitam
berkelebat dan dari belakang kakek ini
menghantam Beng An dengan pukulan panas,
tanpa peringatan. "Wuttt!"
Beng An membalik dan melepaskan
kakek putih. Ia tak mungkin meneruskan
serangannya kalau bokongan ini tak ditangkis.
Apa gunanya merobohkan lawan kalau diri
sendiri celaka. Maka membalik dan menangkis1025
pukulan ini, membatalkan serangan ke depan
Beng An berseru keras memaki kakek itu.
"Curang.....plak dess!" Dua pukulan
bertemu. Bunyi menggelegar menggetarkan
tempat itu namun si kakek tertawa aneh, lengan
kirinya memanjang ke bawah sementara lengan
kanan menjulur ke atas. Bagai gurita saja tahutahu ia mencengkeram pergelangan Beng An,
membelit. Dan ketika Beng An terkejut karena
pukulannya tertahan, kakek itu tahu-tahu
membelit tangannya maka lawan terkekeh
berseru nyaring,
"Suheng, ia sudah kutangkap.
Robohkan!"
Beng An terbelalak. Lawan tahu-tahu
mengunci pergelangannya tapi tentu saja ia tak
mau menyerah. Kakek putih berkelebat tertawa
dan saat itu ia melepas tendangan. Tapi ketika
lawan berkelit dan Beng An terbawa ke depan, ia
kaget mengerahkan Ping-im-kang maka kakek
putih menyambar dan tahu-tahu menghantam
tengkuknya.1026
"Desss!" Beng An tak mungkin
menghindar dan menerima telak. Ia tergetar
namun tidak roboh, Ping-ini-kang membuat
tubuhnya sedingin es hingga kakek itu terkejut,
mental dan saat itu Beng An meronta
melepaskan diri. Kakek hitam terbelalak karena
begitu kuatnya pukulan suhengnya tadi, diterima
dan secara cerdik disalurkan Beng An kepadanya,
tentu saja ia berteriak. Dan ketika otomatis ia
melepaskan cengkeraman dan Beng An juga
meronta melepaskan diri maka pemuda itu
bebas dan kakek ini menjadi kagum. Beng An
berkelebat dan menyerang mereka berdua.
"Wehhh, luar biasa. Bocah hebat. Kita
harus berhati-hati!"
"Benar, dan jangan gegabah, sute.
Mainkan Silat Guritamu dan biar aku
menyerampangnya dengan sepasang kakiku.
Kerahkan Giam-lui-kang (Tenaga Petir Neraka)!"
Hantu Hitam mengangguk. Silat Gurita,
yang aneh dan pandai membelit itu lalu
menyambut Beng An dengan hebat dan
mengejutkan. Sepasang lengan kakek ini mulur1027
mengkeret bagai karet, menyerang dan menarik
kalau Beng An membalas dengan bahaya. Dan
ketika kakek putih juga melakukan
serampangan-serampangan berbahaya, dari
bawah kakek itu bergulingan dan membabat kaki
Beng An maka pemuda ini terkejut namun
bertahan dengan Ping-im-kang dan Khi-bal-sinkangnya itu. Dan dua kakek itu memuji kagum.


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hantu Hitam, yang ternyata pandai mainkan
sepasang lengannya bagai belalai gurita berkalikali gagal menangkap atau membelit Beng An
lagi. Pemuda ini mengelak dan menangkis dan
Beng An berkelebatan dengan Jing-sian-eng atau
Cui-sian Gin-kangnya itu. Tapi ketika kakek itu
membentak dan mainkan langkah-langkah Jitcap-ji-poh-kun, silat Tujuhpuluh Dua Langkah
Sakti maka kakek ini membayangi dan berhasil
mendekati Beng An, sering melakukan
cengkeraman-cengkeraman berbahaya dan
kalau saja tak ada kakek putih di situ tentu Beng
An dapat seratus persen menujukan perhatian
pada tangkapan atau belitan ini, karena
betapapun itu berbahaya. Dan ketika ia dikacau1028
oleh serangan dari bawah, sementara dari atas
kakek hitam menjulur majukan lengannya
dengan cepat maka satu ketika Beng An
tertangkap dan belitan atau lengan gurita itu
sungguh kuat sekali.
"Ha-ha, kena. Bekuk kakinya!"
Beng An terkejut. Waktu itu ia baru saja
menghindar tendangan berguling dari kakek
putih, meloncat tapi kakek hitam bergerak di
belakangnya. Langkah sakti Jit-cap-ji-poh-kun
itulah yang hebat. Dan ketika Beng An tahu-tahu
terbelit dan belitan ini sungguh kuat, pundak dan
lehernya dibuat terkunci maka kakek putih
tertawa bergelak menubruknya lagi, sepasang
kakinya naik turun menyambar lutut.
"Bagus, jangan lepaskan. Aku akan
merobohkannya!"
Tapi Beng An mengeluarkan Pek-sian-sut.
Secepat lawan menubruk secepat itu pula ia
menyelamatkan diri. Ia meledak dan hilang. Dan
ketika si hitam melengak tak membelit apa-apa
lagi, suhengnya berteriak kecewa maka Beng An1029
muncul di belakang dan ganti menghantam
kakek itu.
"Kalian curang, tapi terimalah ini untuk
pelajaran!"
Hantu Hitam menjerit. la menerima
pukulan dan terbanting, Beng An muncul lagi dan
kini menyerang kakek putih. Tapi ketika lawan
membentak dan meloncat bangun, meledakkan
tangannya maka kakek itu menghilang dan
sebagai gantinya asap merah menyambar Beng
An. "Plak!" Beng An terbelalak dan gemas. Ia
terhuyung dan marah dan kakek hitam
melengking di sana. Dan ketika ia bergulingan
meloncat bangun dan suhengnya berseru bahwa
pemuda itu memiliki tenaga sihir, mampu
menghilang dan muncul lagi maka kakek itu
berseru agar sutenya mengimbangi .
"Keluarkan Ngo-thian-hoat-sut. Hadapi
dengan tenaga sihir pula!"
Kakek itu mengangguk. Ia tak menyangka
bahwa pemuda ini memiliki sihir, mampu
menghilang dan muncul lagi seperti siluman. Tapi1030
ketika ia membentak dan meledakkan
tangannya, menerjang dan membalas Beng An
maka iapun lenyap menjadi asup merah.
"Wusshhh!" Beng An dikeroyok ingi.
Sekarang pemuda ini menghadapi lawan yang
muncul dan menghilang seperti dirinya, asap
putih dan merah sambar-menyambar. Namun
ketika Beng An melihat bahwa percuma
mengeluarkan Pek-sian-sut, dua kakek itu selalu
mengejar maka dia muncul lagi dan membentak
agar bertempur di atas tanah.
"Kalian benar-benar orang-orang tak tahu
diri. Sudah ditolong sekarang ingin membunuh
aku. Baik, aku tak akan menyerah begitu saja,
kakek-kakek siluman. Mari bertanding biasa saja
dan lihat berapa lama aku atau kalian roboh!"
Dua kakek itu mengejek. Mereka tertawa
namun diam-diam kagum akan kelihaian anak
muda ini. Betapapun anak muda itu tak dapat
rneloloskan diri lagi setelah dikeroyok. Dari
depan dan belakang mereka selalu menjaga. Dan
karens Beng An memang mulai kewalahan
menghadapi kakek-kakek ini, Ping-im-kung1031
tertahan oleh Giam-lui-ciang sementara pukulan
Petir Neraka itu juga tak banyak berpengaruh
terhadap dirinya, tenaga Inti Es itu mampu
menghalau uap panas maka pemuda ini
berkelebatan naik turun menghadapi dua
lawannya. Namun Silat Gurita dari si kakek hitam
merepotkan. Melihat lengan yang terulur maju
mundur itu mengingatkan Beng An akan Sin-teciang milik Siang Le. Namun karena kakek ini
bukanlah Siang Le dan langkah-langkah sakti dari
Jit-cap-ji-poh-kun itu luar biasa sekali, itulah
warisan Hwe-sin Malaikat Api maka Beng An
kewalahan dikejar dua kakek yang sama-sama
mengandalkan ilmu langkah sakti ini. Bayangan
Seribu Dewa (Jing-sian-eng) benar-benar
menemui lawan tangguh berhadapan dengan 72
Langkah Sakti itu. Dan karena yang menjalankan
adalah tokoh-tokoh Pulau Api, betapapun Beng
An tak mungkin bertahan saja maka dia mulai
terdesak dan satu dua pukulan mengenai dirinya.
Akan tetapi anak muda ini memang hebat. Khibal-sin-kang yang dimiliki masih bekerja dengan
baik. Gempuran-gempuran kakek itu selalu1032
dipentalkan. Namun karena Beng An juga mulai
berkeringat sementara lawan mempercepat
gerakan mereka dari atas bawah, memotong dan
mencegat jalan lari pemuda itu maka Beng An
terdesak dan terus terdesak sampai akhirnya
sinkangnya tinggal separoh di mana daya tolak
Khi-bal-sin-kang akhirnya tak sekuat tadi juga.
"Ha-ha, tenaganya mulai habis. Pukulanpukulan kita mulai masuk. Bagus, sergap dan
robohkan dari bawah, suheng, dan biar aku
menangkapnya dari atas!"
"Benar, tapi hati-hati. Bocah ini masih
tahan pukulan. Luar biasa, ia memiliki Im-kang
yang serupa dengan We We Moli. Jangan-jangan
dia muridnya!"
"Ah, tak mungkin. We We Moli tak
memiliki ilmu karet yang membuat pukulan kita
selalu mental, suheng. Anak muda ini lain. Entah
siapa gurunya!"
"Kalau begitu kita robohkan saja, jangan
dibunuh!"
"Ya, aku juga berpikir begitu. Jangan
dibunuh dan robohkan saja, apalagi dia telah1033
menolong kita, ha-ha dan kakek hitam yang
terbahak dan maju membelitkan tangan tahutahu telah menangkap pinggang dan melipat
tubuh Beng An, membentak dan berseru keras
sementara kakek putih menendang lutut.
Gerakan Beng An memang mulai lamban dan
pemuda itu terkejut. Akan tetapi karena
semuanya telah terjadi dengan cepat dan tak
mungkin dia mengelak, dia mengerahkan sinkang
namun jari kakek hitam menekan pusarnya,
melumpuhkan aliran tenaga sakti itu maka tak
ampun lagi lutut Beng An kena tendangan kakek
putih.
"Bluk!" Beng An roboh dan mengeluh.
Akan tetapi anak muda ini belum menyerah. Dia
bergulingan bersama kakek hitam yang melekat
dan masih membelit tubuhnya itu, meronta dan
coba melepaskan diri. Tapi ketika kakek putih
terbahak dan menotok pundaknya maka Beng An
roboh dan benar-benar tak berdaya. Dua kakek
itu tertawa-tawa. Si hitam akhirnya melepaskan
pemuda ini. Namun ketika mereka melihat
betapa tubuh Beng An seputih salju, Ping-im-1034
kang menyebar dan mengeluarkan butir-butir es
yang amat dingin maka pemuda itu membujur
kaku dan seperti mati. Berobah seperti manusia
es. "Ah, mampuskah dia. Bagaimana tibatiba begini!"
"Coba kulihat. Kupikir tidak, sute, aku
tidak menotoknya binasa. Ini seperti mati semu!"
dan ketika kakek itu menyambar dan menekan
denyut nadi Beng An, juga mendengarkan bunyi
detak jantung maka kakek ini terbelalak dan
terheran-heran. "Anak ini masih hidup. Detak
jantungnya ada. Ah, luar biasa sekali dan Imkangnya itu hebat bukan main!"
"Mana lebih hebat dengan We We Mo li.
Wanita itu juga memiliki Im-kang luar biasa."
"Ah, We We Moli tentu saja lebih hebat.
Kita berdua mampu dirobohkannya. Sudahlah
kita bawa pemuda ini dan katanya di Pulau Api
Tan Siok sudah menjadi pangcu(ketua)!" "Apa?
Bocah ingusan itu? Ah, kurang, ajar. la tak
menghargai susioknya. Hayo kita labrak dan
pergi ke sana!"1035
"Nanti dulu. Kakiku masih kaku. Aku tak
dapat menyeberang tanpa bantuan!"
"Heh-heh, kau cacad setelah tiga puluh
tahun menjejak naik turun di dalam laut? Naik
saja ke pundakku. Aku membawamu ke sana,
suheng, tapi anak itu bawa di atas pundakmu!"
"Kau mau menolong?"
"Segala pertikaian harus disingkirkan
dulu. Kalau ada anak muda selihai ini janganjangan di tempat lain muncul jago-jago muda
perkasa. Kita harus membalas dendam kepada
We We Moli. Kita dapat mengerahkan anak
murid. Ayo lupakan itu dan naiklah ke pundak!"
Kakek putih terkekeh. Tiba-tiba ia
menjejak dan sudah berdiri di atas pundak
sutenya, Beng An sendiri di atas pundaknya. Dan
ketika kakek hitam terbahak dan berkelebat ke
depan maka kakek ini meluncur ke laut dan
berjalan atau "terbang" menuju Pulau Api.
Pemandangan aneh terjadi secara
mentakjubkan. Dari jauh orang akan melihat
seorang bertubuh tinggi jangkung meluncur
lewat, bergerak dan naik turun di atas1036
gelombang laut bagai siluman. Bagian bawahnya
hitam sementara bagian atas putih,
menyeramkan! Dan ketika "siluman" ini terus
bergerak dan meluncur dengan amat cepatnya,
menuju Pulau Api yang kemerah-merahan maka
mahluk itu membentak merentangkan tangan
untuk kemudian berjungkir balik dan
memecahkan diri. Yang putih lebih dulu tiba di
tanah sementara yang hitam belakangan,
masing-masing terkekeh dengan gembira. Lalu
ketika kakek putih melempar Beng An di pulau
ini, berkelebat dan mencari penghuni maka
kakek hitam juga melakukan yang sama dan
heran karena pulau itu kosong. Sebagai bekas
penghuni lama tentu saja mereka mengenal
keadaan. Wilayah Kepulauan Akherat tidaklah
asing. Maka ketika masing-masing bertemu lagi
dan saling pandang, dua kakek itu maklum apa
yang terjadi maka sang suheng berseru agar
mencari di tempat lain.
"Tempat ini kosong, mereka pergi. Tak
mungkin jauh-jauh dan mari kita temukan!"1037
"Baik, tapi bagaimana anak muda ini, suheng?
Apakah kita bawa?"
"Tak usah, biar saja. Mari kita ke pulaupulau lain dan temukan anak-anak kita!"
Kakek hitam mengangguk. Dia setuju dan
sang suhengpun melompat, berdiri lagi di kedua
pundaknya. Lalu begitu ia berkelebat dan
meluncur di air maka kakek inipun bergerak lagi
mencari anggauta Pulau Api, masuk dan
menyelidiki pulau demi pulau sampai akhirnya
Pulau Hitam geger. Tan-pangcu, yang
kedatangan dua orang ini tentu saja terkejut
bukan main. Dia mengenal betul dua orang itu,
dedengkot atau tokoh-tokoh Pulau Api sebelum
dirinya. Maka ketika dia tertegun tapi cepat
menjatuhkan diri berlutut, semua anak murid
juga melakukan hal yang sama maka dua kakek
ini terkekeh-kekeh dan girang bahwa para murid
mereka ternyata ada di situ, menyembunyikan
diri.
"He, kau, tentu Tan Siok adanya! Ha-ha,
kau menjadi ketua Pulau Api? Kau tak
menghormat paman-paman gurumu? Awas,1038
serahkan kedudukan kepadaku, bocah, dan
mana tongkat ketua itu. Berikan!" tongkat tahutahu disambar dan di-ambil kakek ini, kakek
muka putih. Lalu ketika kakek itu memandang
dan menimang-nimang tongkat, bertanya
apakah tak ada orang Iain di situ maka ketua
Pulau Api yang terkejut melihat kedatangan dua


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

susioknya ini terbata.
"Ampun, ada susiok, tapi tak dapat hadir.
Mereka.... mereka dua suteku Bu Kok dan Kiat
Lam!"
"Bu Kok? Mana bocah itu? Bukankah dia
murid Ji-suheng?"
"Benar, susiok, tapi sute terluka. Kami
bersembunyi karena peristiwa ini juga. Kami baru
saja menghadapi musuh tangguh!" "Ah, orang
Lembah Es?"
"Bukan, melainkan orang dari daratan
besar. Dia bernama Kim-mou-eng dan kami
dikalahkan!"
"Apa? Orang pedalaman berani
mengalahkan murid-murid Pulau Api? Keparat!
Hanya penghuni Lembah Es musuh tangguh kita,1039
Tan Siok. Siapa itu Kim-mou-eng dan bagaimana
rupanya!"
"Dia lihai, dan puteranya juga lihai. Tapi
kami berhasil membunuh isterinya dan
melarikon diri ke sini, takut pembalasan!"
"Ah, orang Pulau Api tak perlu takut
terhadap musuh. Hayo, mana sutemu Itu dan
biar kullhat sampai di mana lukanya".
Tergopoh-gopoh Tan-pangcu ini
menyuruh orangnya membawa Bu Kok dan sutenya yang lain, Kiat Lam. Dua orang itu
dipanggul dan wakil ketua Pulau Api ini terkejut
melihat dua suslok mereka itu, mendengar dari
anak murid bahwa dedengkot mereka datang.
Dan ketika mereka girang tapi mengeluh tak
mampu bangun, kakek hitam berkelebat dan
meraba dada dua orang ini maka terbata-bata Bu
Kok dan sutenya memberi hormat, merangkap
tangan sambil telentang.
"Susiok, kami...dilukai musuh. Ah, jiwi
susiok ternyata masih hidup dan syukur kalian
datang. Kami dilukai Kim-mou-eng!"1040
"Aku sudah dengar," kakek hitam
berseru, menyeringai. "Jangan kalian khawatir,
Bu Kok. Ada kami di sini yang akan membalaskan
sakit hati. lukamu cukup parah tapi ini akan
mempercepat penyembuhan lukamu...plak!"
kakek itu melepaskan sinkang, menepuk dada
sang murid keponakan dan Bu Kok tiba-tiba
dapat menarik napas lega. Tadinya dia sesak dan
batuk-batuk, kini sesak itu hilang. Dan ketika dia
dapat bergerak dan turun dari bahu anggauta
Pulau Api, terhuyung dan menjatuhkan diri
berlutut maka sutenya Kiat Lam juga mendapat
perlakuan sama, bergerak dan turun dari
gendongan.
"Terima kasih.... kami menghaturkan
terima kasih dan selamat datang kepada ji-wi
susiok!"
"Bangunlah!" kakek putih tiba-tibu
berkelebat, kini maju dan berseru nyaring.
"Kalian tak usah takut kepada siapapun, anakanak. Kami sudah bebas dari hukuman Lembah
Es. Apakah We We Moli masih hidup dan ada di
sana!"1041
"Kami tak tahu," Bu Kok terbelalak,
menggeleng. "Kami juga sudah ke Lembah Es,
susiok, tapi tak ada We We Mo-li atau tokohtokoh angkatan tua. Di sana sekarang dipimpin
Puteri Es!"
"Siapa Puteri Es?"
"Han Wei Ling itu, murid We We Mo-li."
"Ah, bocah perempuan yang dulu pernah
dibawa gurunya?"
"Benar, barangkali itu. Lembah Es sudah
berganti orang-orang muda dan kami baru saja
melakukan serbuan ke sana, gagal!"
"Gagal?"
"Benar, susiok. Dan ini gara-gara putera
Kim-mou-eng itu, Beng An!"
"Ah, siapa bocah ini?"
"Dia pemuda yang amat lihai, barangkali
di atas ayahnya. Kami bertandIng dan pemuda
itu membantu Puteri Es!"
"Keparat, bocah itu harus dihajar. Ayo
kita ke Lembah Es dan balas kekalahan kita!"
"Nanti dulu. Kita juga menangkap
seorang pemuda, suheng. Dia juga lihai tapi kita1042
tidak tahu namanya. Lebih baik kembali dulu dan
biarkan Tan Siok ini melihatnya. Siapa tahu anak
muda itu ada hubungannya dengan orang
bernama Kim-mou-eng itu, atau mungkin matamata dari Lembah Es!"
"Ah, benar. Ha-ha, betul! Kau
mengingatkan aku, sute. Tidak salah. Ayo kita.
kembali dulu ke Pulau Api dan jangan
bersembunyi di sini. Hayo, kalian keluar dan
kembali ke tempat semula!"
Tan Siok dan semua orang mengerutkan
alis. Mereka terkejut mendengar susiok mereka
menangkap seorang pemuda. Tapi melihat
susiok mereka berkelebat dan meninggalkan
Pulau Hitam, tak ada takut lagi setelah paman
guru mereka muncul maka ketua Pulau Api ini
bergerak dan memberi isyarat kepada puteranya
iapun mengikuti dua kakek itu melambaikan
tangan kepada semua anak murid. Pimpinan
otomatis dipegang susiok mereka dan Tanpangcu diam-diam menggigit bibir. Sungguh tak
disangka bahwa kedua paman guru yang
menghilang tiga puluh tahun ini muncul begitu1043
tiba-tiba, masih hidup dan kini tentu saja
memegang tampuk pimpinan. Tapi karena dia
tak berani membantah sementara Kim-mou-eng
dan Puteri Es merupakan lawon-lawan
berbahaya, dua sutenya sakit dan tokoh-tokoh
tua ini dapat dijadikan andalan, besar juga hati ini
maka menekan kekecewaan sendiri yang harus
mengalah memberikan kedudukan ketua. lelaki
itu meninggalkan Pulau Hitam untuk kembali ke
Pulau Api. Dan alangkah kagetnya Tan-pangcu
melihat pemuda tawanan itu, kaget sekaligus
girang!
"Ah, ini Beng An. Itu pemuda yang kami
ceritakan. Itulah putera Kim-mou-eng!"
"Apa? Jadi pemuda ini yang
rnenggagalkan kalian di Lembah Es?"
"Benar, dan beruntung sekali kalian
menangkapnya, susiok. Tapi kenapa tidak segera
dibunuh!"
"Benar, bunuh saja!" Bu Kok dan sutenya
berseru hampir berbareng, terbelalak dan girang.1044
"Bocah ini berbahaya, susiok. Dia
berkepandaian tinggi. Kalau sudah di tangkap
mau diapakan lagi. Bunuh saja!"
Namun kakek muka hitarn berkelebat
dan menggeleng. Dia berseru bahwa pemuda ini
berguna sekali. Kalau benar Puteri Es dan Kimmou-eng adalah orang-orang berbahaya maka
justeru adanya pemuda ini dapat dijadikan
pegangan. Sewaktu-waktu amat berguna. Dan
ketika kakek muka putih juga berseru menyetujui
pendapat itu maka dua kakek ini berdiri
berhadapan menghadapi para muridnya.
"Benar, tak boleh dibunuh. Dan aku juga
ingin bertemu dengan pendekar yang namanya
Kim-mou-eng itu. Kalian tak usah ribut karena dia
tangkapanku. Sekarang bersiap-siap saja
melakukan serbuan ke Lembah Es lagi!"
"Ah, kapan berangkat?"
"Tiga empat hari lagi, Tan Siok, aku sudah
gatal tangan menghajar mereka!"
"Tapi Bu-sute dan Kiat-sute masih sakit,
belum sembuh!"1045
"Tak apa, nonton saja. Mereka boleh ikut
tapi tak usuh bertempur. Aku sudah ingin cepatcepat ke sana dan membalas sakit hati tiga puluh
tahun ini!"
"Dan anak muda itu?"
"Kita bawa, lalu kita menyerbu Kim-moueng!"
"Bagus, kalau begitu kusiapkan
segalanya, susiok. Dan aku yakin bahwa kali ini
tak akan gagal!"
Para murid bersorak. Kalau tokoh mereka
sudah bicara seperti itu maka girang bukan main
perasaan mereka. Ini artinya pembalasan
mereka bakal terkabul. Mereka dapat menguasai
dan mempermainkan penghuni-penghuni
Lembah Es! Dan membayangkan bahwa rnereka
dapat berbuat sesuka hatinya terhadap gadisgadis cantik lembah itu, wanita-wanita pilihan
bekas Dinasti Han maka darah mereka bergetar
dan birahipun belum apa-apa sudah naik ke
kepala. Mereka melonjak dan kegirangan. Muridmurid Pulau Api yang kasar dan buas ini serentak
berjingkrak-jingkrak. Dan ketika empat atau lima1046
hari kemudian mereka benar-benar berangkat,
Beng An dibawa dan masih sebagai tawanan
maka pemuda itu ngeri namun tak dapat berbuat
apa-apa. Sudah mencoba untuk membebaskan
diri namun gagal. Dua orang itu selalu
memperkuat totokan sebelum waktunya habis,
mereka terkekeh-kekeh. Dan ketika semua
berangkat dan meninggalkan Pulau Api maka
serbuan kedua kali bakal mengguncangkan
penghuni Lembah Es!
*** Mari kita tengok keadaan lembah ini
sebelum orang-orang Pulau Api itu datang. Puteri
Es, majikan atau pemimpin lembah tampak
mengurung diri setelah serbuan itu. Berkat
bantuan Beng An mereka dapat mengusir orangorang Pulau Api. Tapi ketika Beng An akhirnya
disuruh pergi, betapapun tempat itu tak boleh
dihuni laki-laki maka Wei Ling atau Puteri Es ini
seminggu tak mau keluar. Para murid memberesi
kembali suasana yang kacau. Mayat dan orang-1047
orang yang luka diambil. Khusus untuk orangorang Pulau Api tentu saja mendapat perlakuan
berbeda. Mereka ini, yang luka dan tak sempat
melarikan diri langsung dibunuh. Ada yang
kepalanya dipenggal atau tubuhnya dicincang,
langsung dibuang dan dimasukkan jurang, diuruk
timbunan salju. Dan ketika seminggu kemdian
suasana sudah pulih kembali, para murid bekerja
seperti biasa tapi pembicaraan akan Beng An
masih menjadi bisik-bisik di sana-sini maka Thio
Leng, juga Sui Keng mengetuk pintu kamar
majikan mereka ketika hari kedelapan masih saja
puteri mereka di dalam kamar.
"Maaf, ampunkan kami. Mohon ijin
sebentar, Tocu. Bolehkah kami masuk dan bicara
di dalam."
"Hm, tak kukunci. Silakan masuk, Thiocici. Ada keperluan apa," jawaban dari kamar
terdengar lirih dan pendek, tidak seperti biasa
dan wakil pertama itu masuk. Sui Keng mengikuti
dan mereka membungkuk memberi hormat
ketika di balik tirai tampak puteri rnereka duduk
memberikan punggung, melamun. Dan ketika1048
mereka disuruh maju dan Thio Leng
mengerutkan kening melihat wajah yang pucat
dari puteri mereka maka sang puteri bertanya
apa maksud mereka datang.
"Maaf, kami menunggu Tocu keluar.
Apakah tidak ada perintah atau pesan-pesan lain
untuk kami."
"Hm, pesan apa? Perintah apa? Kau
sudah. dapat mengatur anak buah semua, Thiocici, tak ada yang perlu kuberitahukan!"
"Maaf, tidak seluruhnya benar. Ada
khusus yang tentunya tak dapat kami
laksanakan, Tocu, seperti misalnya apakah kita
membalas serbuan orang-orang Pulau Api itu.
Kami menunggu perintah!"
Puteri Es membalik. Untuk sekejap ia
terkejut, memandang wakilnya namun tiba-tiba
dingin kembali, acuh. Dan ketika ia berdiri dan
berjalan menghampiri jendela maka puteri itu
menarik napas panjang bicara seadanya,
"Aku tak bermaksud ke mana-mana.
Kalau Thio-cici ingin membalas dan pergi ke
Pulau Api silakan saja, aku setuju."1049
"Ah, masa begini? Tadi yang kubicarakan
adalah pengandaian, Tocu, seandainya kita pergi
dan membalas orang-orang terkutuk itu!"
"Benar, dan ada yang lain lagi. Bagaimana
umpamanya kalau kita mulai mencari bantuan di
luar secara resmi. Maksudnya, apakah Tocu tak
keberatan kalau lembah Es terbuka bagi orang
luar!"
Puteri yang memandang keluar jendela
itu tiba-tiba tersentak. Bagai disengat


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kalajengking saja ia membalik, kaget
memandang pembantunya nomor dua itu. Tapi
ketika Sui Keng menunduk dan melipat tangan
maka wanita ini buru-buru berkata,
"Maaf, semua itu hanya pengandaian
saja, Tocu. Bilamana disetujui tentu harus
dengan perkenan Tocu. Beberapa anak murid
ada yang bisik-bisik seperti ini."
"Hm, siapa mereka yang berbisik-bisik itu.
Tidak tahukah bahwa Lembah Es pantang bagi
lelaki!"
"Maaf, bukan lelaki, Tocu, melainkan
wanita. Maksudnya bagaimana kalau kita mulai1050
berhubungan dengan orang-orang gagah di
dunia kang-ouw, di mana saja, para lihiap
(pendekar wanita) yang mungkin dapat
membantu kita."
"Kenapa kau tiba-tiba berpikiran seperti
itu? Bukankah Sui Keng-cici juga menyetujui
bisik-bisik itu?"
"Setuju sih tidak, Tocu. Hanya aku hendak
mengimbangi orang-orang Pulau Api itu. Mereka
juga sudah mulai berhubungan dengan orangorang luar. Lihat umpamanya si gila San Tek itu.
Bukankah mereka juga mulai membuka
pantangan!"
"Hm, Lembah Es tak perlu bantuan orang
luar!" sang puteri tiba-tiba menjawab ketus.
"Beratus tahun kita tinggal di sini tak pernah
meminta bantuan orang kang-ouw, Sui Keng-cici.
Apakah sekarang hendak merendahkan diri.
Tidak, aku tak setuju!"
"Maaf, aku tak bermaksud menyinggung
perasaan Tocu. Kami berdua sebenarnya hendak
melihat kenapakah Tocu tak pernah
menampakkan diri. Apakah sakit. Omong-omong1051
tadi anggap saja sebagai sesuatu yang sifatnya
kosong!"
"Benar, kami hendak melihat keadaan
mu, Tocu. Kenapakah seminggu ini tak
menampakkan diri. Apakah ada sesuatu yang
membuat galau. Kami siap membantu kalau Tocu
memerintahkan!"
Thio Leng kini bicara dan menyela
rekannya. Bukan maksud mereka untuk
membuat marah dan sikap berang itu harus
buru-buru diredam. Sebenarnya mereka
memancing saja apa yang dimurungkan
majikan,apakah junjungan mereka sakit. Dan Sui
Keng yang cepat tanggap akan sikap rekannya ini
mengangguk dan tak berani bicara lagi.
"Hm, aku... aku malas keluar. Entahlah
beberapa hari ini aku merasa tak senang."
"Ada apa, Tocu?" dua wanita itu cepatcepat berseru hampir berbareng. "Apakah
perbuatan jahat orang-orang Pulau Api itu? Kalau
betul tentu saja kami siap membalas. Kami
memang menunggu perintah!"1052
"Hm, aku enggan keluar. Biarkan saja
mereka datang lagi kalau tidak kapok. Nanti kita
bunuh mereka!"
"Kalau begitu apa yang menyebabkan
Tocu tak senang? Apakah tentang putera Kimmou-eng itu? Kalau benar tentang ini biar kami
mencarinya, Tocu. Kami akan menyeretnya ke
mari untuk bertemu Tocu!"
Puteri Es terbelalak. Dia menangkap
suara ketus dalam kata-kata itu namun pandang
mata dan bibir pembantunya tersenyum. Aneh!
Dan ketika dia bersemu dadu dan mendengus
pendek, entah kenapa, tiba-tiba marah tanpa
sebab maka ia membentak dan memutar tubuh
berkelebat pergi.
"Thio-cici, aku tak perduli bocah she Kim
itu. Kita sudah membebaskannya, untuk apa
mencari dan membawanya ke mari. Kalian
pergilah dan jangan ganggu aku lagi. Aku akan ke
taman!"
Dua pembantu itu meleletkan lidah.
Mereka saling pandang namun tiba-tiba
tersenyum. Bentakan Tocu terdengar galak tapi1053
getaran suaranya terkandung isak. Heran! Dan
ketika mereka saling mengangguk namun tak
berani mengganggu, majikan berkelebat dan
menuju taman maka dari kejauhan mereka
mengawasi dan berbisik-bisik sendiri.
"Tepat dugaanku, bocah she Kim itu
mengacau perasaannya. Wah, gawat. Bagaimana
ini, Thio-cici. Apakah kita perlu menghadap Sianli (Dewi). Apakah perlu kita bertanya!"
"Hm, bagaimana menurutmu? Begitukah
orang mulai kasmaran?"
"Sst, jangan keras-keras, cici. Tapi kirakira begitu. Mari kita tanya Sian-li bagaimana
baiknya."
"Nanti dulu. Bagaimana menurutmu
bocah she Kim itu. Apakah pantas!"
"Pantas? Ah, banyak di antara kita yang
tergila-gila, cici. Dan kita berdua agaknya juga
begitu kalau saja diperhatikan! Namun Kimkongcu itu memperhatikan Tocu, ia rupanya juga
kasmaran!"
"Hm-hm, kau bicara begitu blak-blakan.
Kalau bukan kau tentu kutampar! Eh, siapa1054
tergila-gila pada bocah itu, sumoi. Aku pribadi
tidak. Aku pantang didekati lelaki!"
"Aku juga! Tapi ini lain, cici. Dia menolong
kita lebih dari segalanya. Kim-kongcu telah
malepas banyak budi. Bayangkan bagairnana
kalau tidak ada dia sewaktu serbuan itu datang,
terutama sepak terjang si gila San Tek itu.
Bukankah kita bakal menjadi korban, dan tidak
ngerikah hatimu melihat anak-anak murid kita
menjadi mangsa kebiadaban orang-orang Pulau
Api! Tidak, aku pribadi juga pantang berdekatan
dengan lelaki, cici, seperti yang lain di sini. Tapi
Kim-kongcu itu lain. Dia luar biasa, gagah dan
tampan. Dan lihat betapa dia mampu memasuki
Lembah seorang diri, lolos dari tujuh rintangan
kita. Bukankah ini belum pernah terjadi apalagi
sampai berhadapan langsung dengan Tocu.
Bocah itu benar-benar mengagumkan!"
Thio Leng menarik napas dalam-dalam.
Memang tak dapat disangkal bahwa Kim Beng An
itu gagah perkasa, juga lembut dan sopan
terhadap wanita. Dan karena pemuda itu juga
telah menyelamatkan seluruh penghuni Lembah,1055
entah akan bagaimana jadinya kalau orang-orang
Pulau Api sampai berhasil merobohkan mereka
maka wanita ini diam tak menjawab ketika
sumoinya memuji-muji pemuda itu, diam-diam
menahan perasaan sendiri karena entah kenapa
di dalam hatinya ada semacam perasaan perih.
Dia kagum kepada pemuda itu, pemuda yang
dapat mengalahkannya meskipun dikeroyok.
Tapi karena dia membekukan hatinya terhadap
lelaki, betapapun dia lebih kuat daripada
sumoinya ini maka dia tak banyak membantah
ketika sumoinya memuji-muji Beng An, menatap
jauh memandang Tocunya yang sedang bermainmain di kolam, merendam kaki dan menendangnendang ikan mas atau kecebong. Dan ketika
pembicaraan beralih lagi kepada Sian-li, Thio
Leng mengerutkan kening maka wanita itu
menjawab,
"Kupikir boleh saja. Marilah, kita tanya
apa jawabannya.".
Sian-li atau Tung-hai Sian Li adalah
patung yang dikeramatkan penghuni Lembah ini.
Dewi Laut Timur yang menjadi nenek moyang1056
murid-murid Lembah Es selalu menjadi tumpuan
pertanyaan para murid ini, bila mereka
mendapat sesuatu yang dirasa penting. Maka
ketika keduanya pergi dan membiarkan puteri
seorang diri, melamun dan masih menendangnendangi ikan di kolam, dua wanita ini memasuki
Ruang Samadhi di mana patung Itu dipuja. Kim
Kong Sengjin atau dewa pencipta Bu-kek-kang itu
juga dibuatkan patungnya, di tempat tersendiri.
Lalu ketika keduanya berlutut dan sudah
memasang hio, beginilah biasanya mereka
berkomunikasi dengan arwah nenek moyang
maka aneh sekali patung itu bergerak-gerak dan
hidup seolah bicara.
"Kami mohon jawaban tentang Kim Beng
An. Apakah Tocu layak bersahabat dengannya
atau tidak. Ampun, kami terpaksa mengganggu
karena seminggu ini Tocu tak mau keluar, Sian-li.
Mohon petunjuk apa yang harus kami lakukan.
Berilah jawaban sewaktu kami tidur!"
Patung itu meledak kecil. Dua sorot
matanya tiba-tiba mengeluarkan sinar, asap
mengepul dan lenyap. Dan ketika patung tak1057
bergerak lagi dan tenang, arwah Sian-li seolah
pergi maka dua murid itu membungkuk mencium
lantai untuk pamit mundur. Mereka menunggu
malam nanti. Biasanya akan ada jawaban dalam
semacam mimpi. Mimpi ini dipercaya mereka
sebagai hasil kontak batin. Maka ketika malam
itu mereka tidur dan masing-masing akan
mencocokkannya besok, Sui Keng dan sucinya
menunggu dengan perasaan berdebar maka
keesokannya mereka terkejut bukan main.
Mimpi mereka buruk!
"Aku... aku merasa dicekik seorang kakek
hitam legam. Semalam aku tak dapat bernapas!"
"Dan aku diinjak seorang kakek berkulit
putih, tubuhnya anyir. Aih, semalam aku juga tak
dapat bernapas, Keng-moi. Entah apa artinya
mimpi itu. Jawabannya melenceng!"
"Aku juga merasa begitu, tapi ada sesuatu
lagi. Aku bertemu dengan tiga anak laki dan
perempuan. Mereka main-main di tempat ini!"
"Ah, aku juga, Keng-moi, tapi seorang
bayi dan dua wanita serta pria yang amat gagah.
Kepalanya keemas-emasan, aneh sekali. Dan pria1058
inilah yang menolongku dari injakan kakek
putih!"
Dua wanita itu bingung. Mereka
mendapat mimpi tapi tak menyinggungnyinggung sama sekali tentang Beng An. Bahkan
mengurut lehernya seakan bekas di-cekik, Sui
Keng menjadi pucat wanita ini menggigil tak
mengerti arti mimpinya.
"Aneh, aku tak kuasa mencernanya. Aku
bingung. Apa artinya mimpi itu, cici. Aku
selamanya belum pernah bertemu dengan kakek
hitam legam itu, kenalpun tidak!"
"Aku juga begitu. Aku tak tahu siapa
kakek berkulit putih ini, sumoi, tapi ia lihai bukan
main. Ia membantingku roboh, menginjak dan
hendak membunuhku!"
"Ah, siapa mereka ini. Bukankah tak ada
orang-orang seperti itu di Pulau Api!"
"Aku juga bingung, tapi baiklah kita
simpan saja mimpi kita ini. Kita tunggu dan lihat
perkembangannya!"
Dua wanita itu menyimpan rahasia mimpi
mereka bersama-sama. Tocu sudah keluar dan1059
berjalan-jalan tapi masih tak mau diganggu.
Wajahnya masih murung, gerak-geriknya lebih
pendiam. Dan ketika mereka bekerja lagi seperti
biasa, sebulan lewat dengan cepat maka ,
terdengar laporan bahwa di pantai mendarat
sebuah perahu dengan beberapa
penumpangnya.
"Siapa mereka, apakah orang-orang
Pulau Api!"
"Bukan, rupanya seperti sebuah keluarga,
Thio-cici, ada ayah dan ibunya, juga anak-anak!"
Dua wanita ini melengak. "Anak-anak?
Kalian tidak salah lihat?"
"Tidak, mereka anak-anak perempuan
dan lelaki, cici, juga berikut ayah dan ibunya,
begitu tampaknya!"
Thio Leng dan sumoinya saling pandang.
Tiba-tiba mereka tergetar, ingat mimpi itu. Dan
ketika mereka mengangguk dan ingin melihat
sendiri maka keduanya sepakat untuk keluar
lembah.
"Baik, kami akan melihatnya
sendiri.Kalian berjaga dan siapkan semuanya!"1060
Dua wakil Lembah Es itu berkelebat.
Mereka tidak memberi tahu Tocu karena ingin
menangani sendiri. Kaget dan heran juga bahwa
Lembah Es yung begitu dingin didatangi anakanak. Bocah dari manakah gerangan. Apakah
orang tuanya gila, bagaimana kalau sampai anakanak itu mati beku! Maka ketika berkelebat dan
langsung ke pantai, memotong jalan maka benar


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saja rombongan aneh itu, seorang pria dan dua
wanita bersama tiga anak perempuan dan
menuju Lembah Es dan perahu di tepian sana,
dibiarkan sendiri.
"Hm, siapa laki-laki itu. Rupanya bukan
tersesat!"
"Benar, dan eh.... rambutnya keemasan
cici. Lihat berkilau tertimpa kilatan salju!"
Thio Leng mengangguk. Dia juga sudah
melihat itu dan tergetar. Seorang lelaki gagah,
berusia limapuluhan tahun berjalan
menggandeng tiga orang anak. Dua wanita di
belakangnya berjalan bergandengan dan satu di
antaranya membopong bayi. Dan ketika wanita
yang membopong bayi itu terpeleset dan1061
menjerit, ditahan dan dicengkeram wanita di
sebelahnya maka Thio Leng maupun sumoinya
tertegun,
"Ini.... ini seperti mimpi. Pria itulah yang
menolongku dari injakan kakek putih!"
"....Dan tiga anak itu.... ah, persis seperti
mimpiku, cici. Mereka itulah yang kumaksud. He,
apa artinya ini!"
"Cepat suruh anak buah menghadang,
kita lihat saja di sini. Suruh Ing Sim dan Ui Hong
mencegat, juga Yu Pio!"
Sui Keng mengangguk berkelebat pergi.
Sejenak dia meninggalkan sucinya lalu tak lama
kemudian datang lagi, di bawah sana berkelebat
bayangan biru kuning dan hijau. Dan ketika tiga
anak murid sudah membentak orang-orang ini,
itulah anak-anak murid yang kepandaiannya
paling tinggi, tiga gadis gagah bermata tajam
maka rombongan ini, yang berhenti dan tampak
terkejut sudah dipimpin lelaki gagah itu
merangkapkan tangan. Di atas Thio Leng dan
sumoinya mendengar.1062
"Siapa kalian, tidak tahukah larangan
Lembah Es. Berhenti dan sebutkan nama kalian,
orang-orang asing. Dan apa keperluan kalian
datang!"
Rombongan itu, yang bukan lain Kimmou-eng adanya sudah berseri-seri. Tiga anak di
gandengan bersorak, mereka melepaskan diri
dan kagum memandang gadis-gadis cantik ini.
Dan ketika kongkongnya bicara dan menjawab
pertanyaan maka Siang Hwa, juga Siang Lan
meloncat ke dekat tiga wanita itu dan tidak
takut-takut.
"Maafkan kami, aku adalah Kim-moueng, ayah dari Beng An. Tentu kalian muridmurid Lembah Es dan beritahukan Puteri bahwa
kami ingin menghadap."
Ui Hong dan dua saudaranya tertegun.
Tiba-tiba mereka memandang Pendekar Rambut
Emas dengan pandangan agak berubah, tidak
segalak dan sekeras tadi dan masing-masing
saling pandang. Melihat rambut keemas-emasan
itu memang mereka sudah berdebar, teringat
Beng An dan keluarganya karena pemuda itu1063
katanya putera Kim-mou-eng. Dan karena
pemuda itu sudah berjasa besar dan tak mungkin
bersikap kasar, sejenak mereka bingung maka
Siang Hwa, yang bermantol bulu tebal tiba-tiba
memegangi bajunya dan kagum berseru nyaring,
"Eh, hebat sekali kau ini, cici. Hawa
sedingin ini kau memakai pakaian tipis. Apakah
tidak kedinginan!"
"Dan kau juga," Siang Lan tak mau kalah,
kagum dan menyambar lengan Ing Sim, gadis
baju biru. "Kau hebat dan mengagumkan, cici.
Aku Siang Lan dan siapa namamu!"
"Dan aku Bun Tiong, putera ayahku
Rajawali Merah. Pamanku Beng An sudah
bercerita tentang kalian dan semuanya ternyata
benar. Penghuni Lembah Es cantik-cantik!"
"Hush!" sang ibu membentak,
menyambar puteranya. "Ke mari, Bun Tiong,
jangan kurang ajar!"
Bun Tiong dan Siang Hwa serta Siang Lan
ditarik mundur. Shintala, wanita itu membentak
dan berkelebat lalu berdiri di samping ayah
mertuanya lagi. Geraknya amat cepat dan Ui1064
Hong serta rekannya terkejut. Gerakan itu bagai
rajawali menyambar. Tapi ketika mereka
mendengar bisikan bahwa tamu tak boleh
masuk, Lembah Es tak boleh diinjak orang asing
maka gadis baju kuning ini lega menentukan
sikap.
"Usir mereka, jangan boleh meneruskan
langkah. Kita menghormati Kim-kong cu dan
harap ayah atau ibunya kembali!"
Gadis ini mengangguk. Bisikan Thio Leng
lewat Coan-im-jip-bit atau mengirim suara dari
jauh melepaskan himpitan batinnya. Sekarang
perintah tinggal melaksanakan, tanggung jawab
ada di pucuk pimpinan. Maka merobah sikap
menjadi kaku dan dingin Ui Hongpun seakan tak
berekspresi menghadapi pendekar itu.
"Maaf, kami menghormati maksud
kunjunganmu, Kim-taihiap, tapi sayang sekali tak
boleh masuk. Kim-kongcu sendiri telah kami
suruh pergi, Lembah Es tak boleh dimasuki orang
lain. Harap kau kembali dan jangan meneruskan
niat!"1065
"Wah, mana mungkin itu!" Bun Tiong
tiba-tiba berseru. "Kami bukan orang-orang
jahat, cici. Bukan orang-orang Pulau Api. Kami
ingin bersahabat, datang dengan maksud baik.
Masa susah payah ke tempat ini lalu disuruh
pergi begitu saja. Aku ingin bertemu Puteri Es!"
"Benar," Siang Hwa dan Siang Lan berseru
berbareng. "Kami datang ingin berkenalan
dengan kalian, cici, dan tak mungkin pulang kalau
belum tahu tempat ini. Aku ingin bertemu
Puteri!"
"Hm, tidak bisa," Ui Hong memandang
anak-anak itu dengan melotot, kagum.
"Siapapun tak boleh masuk, adik-adik. Kalau
kalian memaksa tentu dihajar!"
"Eh, siapa takut?" Bun Tiong tiba-tiba
melepaskan diri dari ibunya. "Cobalah hajar, cici,
kalau engkau bisa. Biar aku masuk dan siapa
dapat menghalang!" anak itu melompat dan lari
secepat kijang. Dan belum Ui Hong hilang
kagetnya mendadak Siang Hwa dan Siang Lan
juga meloncat dan terkekeh-kekeh, mengejar1066
Bun Tiong. "Bagus, ayo kejar-kejaran, Bun Tiong.
Siapa lebih dulu masuk!"
Tiga wanita ini kaget. Ing Sim dan Yu Pio
tersentak dan mereka merasa ditampar.
Keberanian anak-anak itu sungguh terlalu. Dan
karena orang tuanya diam saja, Pendekar
Rambut Emas bahkan tersenyum-senyum maka
Ui Hong berkelebat dan membentak Bun Tiong,
Ing Sim dan Yu Pio menyambar Siang Hwa dan
Siang Lan.
"He, kalian. Kembali!"
Namun anak-anak itu bukanlah anakanak sembarangan. Mereka adalah cucu
Pendekar Rambut Emas, Bun Tiong malah
keturunan dari Si Rajawali Merah, memiliki Angtiauw Gin-kang atau ilmu meringankan tubuh
Rajawali Merah yang diajarkan ayah ibunya.
Maka ketika dia mengelak dan melejit ke kiri, Ui
Hong luput menyambar maka anak itupun
tertawa-tawa meneruskan larinya, kini berputar.
"Ha-ha, cici luput. Ayo kejar-kejaran dan
bermain petak umpet!"1067
Meledaklah kemarahan Ui Hong. Ia
merasa dipermainkan sementara rekannya juga
menjadi gusar. Dua anak perempuan di sana juga
mengelak dan melejit ke kiri, luput dan
meneruskan lari mendahului Bun Tiong, bukan
mempergunakan Ang-tiauw Gin-kang melainkan
Jing-sian-eng, ilmu meringankan tubuh Bayangan
Seribu Dewa itu. Dan ketika keduanya terkekehkekeh dan meneruskan lari dengan geli, Ing Sim
dan Yu Pio menjadi marah maka mereka
membentak dan menubruk lagi, lebih cepat.
Namun tiga anak ini adalah bocah-bocah yang
gesit bukan main. Tubuh mereka yang kecil dan
lincah mengelit membuat tubrukan kembali
gagal. Dan ketika gadis-gadis itu dibuat naik
pitam maka mereka mencabut senjata dan
membacok dari belakang,ayah ibunya sengaja
diam saja.
"Mampuslah, kalian kelewatan
mempermainkan kami!"
Namun dua bayangan berkelebat.
Pendekar Rambut Emas, yang tentu saja tak
mungkin membiarkan ini terjadi sudah bergerak1068
ke arah Ing Sim dan Yu Pio. Dia berseru
mengibaskan dua tangan ke arah pedang itu dan
murid-murid Lembah Es inipun terkejut,
memekik dan pedang ditampar lepas. Dan ketika
di sana Bun Tiong juga ditolong ibunya, Ui Hong
menjerit ditangkis pedangnya maka ibu dan
kakek itu sudah berdiri gagah, masing-masing
melindungi anak.
"Jangan salahkan mereka, ini tanggung
jawab kami. Maaf kami tak mungkin undur, nona
bertiga. Siapakah kalian dan bolehkah kami tahu
bagaimana caranya masuk. Apakah harus
melewati tujuh rintangan seperti apa yang
dilakukan puteraku."
Ui Hong dan temannya tertegun. Mereka
meringis menahan sakit dan memungut pedang
yang terlempar di atas salju. Mereka terkejut
oleh kelihaian Kim-mou-eng dan wanita cantik
itu, Shintala.
Namun ketika terdengar bisikan lagi.
bahwa mereka harus melawan, Thio Leng
berkata agar dicegah sekuatnya maka gadis baju1069
kuning itu membentak menghadapi Pendekar
Rambut Emas, bangkit semangatnya lagi.
"Kim-mou-eng, kau tak tahu dihormati
orang. Kesabaran kami habis. Tak usah
membawa-bawa nama puteramu karena kami
tetap melarang. Pergi atau kami membunuhmu!"
"Hm, kalian hadapi aku saja. Kalau aku
roboh biar kami semua kembali. Kalau aku
menang kalian tak usah banyak cakap!
Bagaimana?" Shintala, yang tak sabar dan sudah
mengukur kepandaian gadis-gadis ini berseru.
Dia mendapat anggukan dari ayahnya dan
Pendekar Rambut Emas mundur. Memang tiga
gadis ini rupanya akan dapat diatasi mantunya,
meskipun mereka mengerdyok. Dan ketika dia
tersenyum namun Ui Hong dan kawan-kawannya
menjadi marah, merah padam maka mereka
menyambut dan tentu saja tidak banyak cakap
lagi.
"Baik, kau sudah menantang, hujin, dan
lihat serangan pedang..!" gadis itu tak bicara lagi
dan menusuk. Ia melompat dan menyerang
nyonya ini dan Shintala mengelak, dikejar dan1070
diserang lagi dan jari nyonya itu tiba-tiba
menampar. Dan ketika pedang terpental dan Ui
Hong berseru terkejut, membalik dan menyerang
lagi maka nyonya itu sudah berkelebatan dan
mempergunakan Ang-tiauw Gin kangnya yang
hebat bukan main, menyambar dan naik turun
tak dapat disentuh pedang!
"Bocah, maju saja kalian semua. Aku tak
ingin berlama-lama!"
Ui Hong terkejut. Bayangan si nyonya
tiba-tiba tak menginjak tanah lagi dan benarbenar terbang seperti rajawali, demikian cepat
hingga ia pusing! Dan ketika si nyonya
membentak dan menampar pundaknya tiba-tiba
ia terpelanting, menjerit dan bergulingan
meloncat bangun namun rekannya tak mau
tinggal diam lagi, berseru keras dan menerjang.
Dan ketika tiga bayangan biru kuning dan hijau
mengeroyok nyonya ini, Shintala tertawa dingin,
maka ia mengerahkan Khi-bal-sin-kangnya dan
tiga pedang di tangan hadis-gadis itu terpental
dan menyerang mereka sendiri.
"Plak-plak-plak!"1071
Ui Hong dan dua saudaranya berteriak.
Mereka harus melempar tubuh bergulingan
menolak bahaya ini. Pedang seakan tak mau ikut
perintah. Dan ketika masing-masing terbabat
baju pundaknya, seketika wajah mereka menjadi
pucat lalu meloncat bangun. Maka nyonya itu
tertawa dingin menantang mereka kembali.
*** Credit
Sumber Buku Bapak Gunawan Aj


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kontributor Bapak Awie Dermawan
Edit OCR Yons
Koleksi Kolektor Ebook1072
PUTRI ES
( Lanjutan Rajawali Merah )
Karya Batara
Jilid XVIII
* * * "AYO, majulah. Lihat aku merobohkan
kalian dengan mudah"
Tiga gadis itu merah padam. Mereka
adalah murid-murid utama di situ, kepandaian
mereka cukup tinggi. Maka diejek dan melihat
sikap nyonya itu mereka bergerak dan maju lagi,
membentak dan mengayunkan pedang namun
dengan mudah Shintala berkelit ke sana kemari
tertawa dan berkata bahwa gerakan mereka
kurang cepat. Nyonya itu mempergunakan Angtiauw Gin-kangnya untuk mengelak semua
serangan-serangan in?. Dan ketika lawan menjadi
marah dan mempercepat gerakan maka nyonya
itu mengibaskan tangannya dan tiga pedang
ditampar Khi-bal-sin-kang.
"Plak-plak-plak!"1073
Ui Hong dan dua temannya terbanting.
Mereka mengeluh karena untuk yang kedua
kalinya ini wanita itu menambah tenaganya.
Pedang terpental demikian keras hingga
mencelat dan jatuh ke dalam salju, amblas
sampai gagangnya. Lalu ketika mereka terbelalak
dan terhuyung bangun, Bun Tiong dan Siang Hwa
serta Siang Lan bersorak maka tiga anak itu
melompat dan lari memasuki lembah.
"Hore, cici roboh. Kami boleh masuk dan
tak ada yang mencegah lagi!"
Tiga gadis itu terkejut. Mereka berteriak
namun anak-anak itu tak menggubris, Bun Tiong
berlari paling cepat hingga berada paling depan,
Dan ketika dua bayangan juga berkelebat dan
nyonya muda itu serta Pendekar Rambut Emas
melewati mereka maka Shintala berseru bahwa
mereka ingin masuk dan datang secara baik-baik.
Ui Hong bingung dan membelalakkan mata. la
telah dirobohkan dan tak mungkin mencegah
rombongan itu. Tiga anak itu tertawa-tawa
gembira dan lenyap di balik bukit. Mereka
demikian senang dan riang memasuki lembah.1074
Namun ketika Pendekar Rambut Emas bergerak
mengiring cucu-cucunya ini, Shintala tersenyumsenyum melihat kegembiraan puteranya maka
bayangan merah berkelebat dan muncullah gadis
yang gagah dan cantik jelita, juga bayanganbayangan lain yang membuat rombongan kecil
itu berhenti.
"Stop, berhenti dan jangan kurang ajar.
Kalian dilarang masuk dan pulang baik-baik atau
mati di sini!!"
Siang Hwa, yang terkejut tapi gembira
melihat bibinya mampu menghadapi tiga gadis
Lembah tiba-tiba tertawa dan lari memutar. la
terkejut sejenak oleh bayangan merah ini namun
keberaniannya timbul lagi karena Kong-kong dan
bibinya ada di situ. Maka ketika ia tak
menghirauaukan dan lari memutar, disusul oleh
Bun Tiong dan Siang Lan yang terkekeh-kekeh
maka tiga anak ini tak perduli dan memutari
rombongan gadis baju merah itu.
"Hi-hik, kalian tak dapat menghalangi
kami, cici. Dan kamipun tidak takut ancamanmu.
Ayo, tangkap dan kejar kami!"1075
Gadis baju merah ini, Yo Lin, marah dan
terbelalak melihat keberanian anak anak itu.
Sama seperti tiga sumoinya di Sana Iapun
mendapat tugas dari Thio Leng dan Sui Keng
menahan majunya keluarga ini. Akhirnya Thio
Leng melihat robohnya Ui Hong dan Yu Pio serta
Ing Sim, memanggil dan memerintahkan
sumainya terlihai ini menghadapi Pendekar
Rambut Emas. Dan karena tak mau gagal
melaksanakan tugas, Yo Lin akhirnye memanggil
murid-murid Lembah maka Ia menghadang
setelah Ui Hong dan kawan-kawannya roboh.
Kini, Bun Tiong dan dua anak perempuan itu
lewat di depan hidungnya sambil tertawa-tawa.
Meskipun mereka memutar namun tetap saja
hendak memasuki Lembah, anak-anak itu kurang
ajar bukan main. Dan karena Siang Hwa yang
pertama kali mengajak teman-temannya, lari dan
mengejek dirinya maka gadis ini berkelebat
sementara tangannya mengibas Bun Tiong dan
Siang Lan.
"Ke sini kalian, robohlah!"1076
Yo Lin berbeda dengan Ui Hong atau tiga
gadis pertama tadi. Gadis ini adalah Sumoi
langsung dari Puteri Es, tokoh nomor tiga setelah
Thio Leng dan Sui Keng. Dia adalah keturunan
dari Yo-ongya, jelas kepandaiannya tinggi. Maka
ketika Siang Hwa terkejut tak mampu mengelak,
di sana Bun Tiong dan Siang Lan juga terpekik
disambar angin amat kuat maka ketika dua anak
itu roboh terlempar gadis inipun tertangkap dan
dicengkeram pundaknya.
"Aughh!" Shintala dan ayahnya terkejut
mendengar jeritan Siang Hwa. Gadis itu tahutahu telah dicengkeram dan meronta-ronta,
roboh ketika satu totokan mengenai belikatnya.
Dan ketika Yo Lin melempar anak itu pada anak
buahnya maka Shintala berkelebat dan marah
sekali.
"Lepaskan keponakanku!"
Yo Lin mendengus. Gadis baju merah ini
gembira memberi pelajaran. Sekarang lawan tak
akan main-main lagi dan meremehkannya. Maka
ketika nyonya itu berkelebat dan menamparnya,1077
membalik dan menangkis mengerahkan sinkang
maka dua pukulan beradu.
"Dess!" Yo Lin terpental dan kaget. la
membuat lawan tergetar namun diri sendiri
justeru terlempar. la tak tahu bahwa ia bertemu
Khi-bal-sin-kang dan pukulan karet itu membuat
tenaganya membalik.
Maka ketika ia berjungkirb balik namun
Shintala tak berhenti di situ saja, bergerak dan
menyambar ke depan maka anak murid yang
baru saja menerima Siang Hwa tahu-tahu
ditendang dan roboh mencelat, Siang Hwa
sendiri dirampas dan kembali dia tangan bibinya,
membuat semua terkejut oleh kecepatan dan
kelihaian nyonya ini.
"Bagus, terima kasih. Hi-hik, kau telah
menyelamatkan enci, bibi. Sekarang lempar cici
baju merah itu dan hajar dia!"
Yo Lin melotot mendengar Seruan Siang
Lan. Gadis cilik itu menerima encinya tapi sang
bibi berseru agar mereka tak ke mana-mana
dulu. Pendekar Rambut Emas juga bergerak dan
mencengkeram cucu-cucunya ini. Dan ketika Bun1078
Tiong meringis oleh cengkeraman kakeknya,
Pendekar Rambut Emas tak mau cuunya ke
mana-mana maka pendekar ini juga menendesis
agar Bun Tiong tak membuat ulah.
"Gadis baju merah ini lihai, ia agaknya Yosiocia seperti yang diceritakan pamanmu Beng
An!"
"Ah, itu cici Yo Lin, kong-kong? Kalau
begitu biar kau saja yang maju, jangan ibu. Nanti
ibu bersikap keras dan cici itu luka".
"Tidak, ibumu akan berhati-hati," dan
ketika gadis baju merah melotot Bun Tiong
berkata dengan keras maka Pendekar Rambut
Emas berseru pada menantunya agar Shintala
tidak bertangan besi disambut anggukan nyonya
muda itu.
"Aku tahu, tak usah khawatir, gak-hu.
Kalau aku tidak dalam bahaya tak mungkin aku
mencelakai adik manis ini".
"Sombong!" "Yo Lin menjadi marah.
"Siapa namamu, hujin. Sebutkan atau nanti kau
menyesal!"1079
"Hm, aku Shintala, kakak ipar Beng An.
Kau kiranya yang bernama Yo Lin dan aku sudah
mendengar tentang dirimu dari adikku."
"Tak usah menyebut-nyebut nama Kim
kongcu. Kalian datang bukan untuk berpesiar
hujin, dan kau tahu bahwa tempat ini larangan
bagi siapapun. Kembalilah dan sekali lagi
kuperingatkan atau terpaksa kalian dibunuh!"
"Hi-hik, mudahnya. Kami bukan ayam
atau kelinci, Yo-siocia. Coba kau tangkap atau
robohkan kami. Majulah!"
Yo Iin sudah mencabut pedangnya. Sinar
merah berkeredep ketika Ang-kong kiam
dicabut, itu adalah pedang andalannya. Dan
maklum bahwa lawan tak mau kembali, ia
ditantang maka gadis ini melengking dan sudah
meloncat maju, menusuk dan menikam namun
lawan berkelit dan menghindar, dikejar dan
Shintalapun menangkis. Dan ketika telapak
tangan gadis itu tergetar namun pedang tidak
terlepas, Shintala memuji maka sumoi dari Puteri
Es itu bergerak dan sebentar kemudian sinar
merah sudah bergulung-gulung menyambar naik1080
turun, mendesing dan mencicit dan angin dingin
segera tercipta di situ. Shintala kagun namun
nyonya inipun tak mau kalah, berkelebat dan
mengerahkan Jing-sian-eng-nya dan pedang
segera mengejar atau memburu nyonya itu. Akan
tetapi ketika si nyonya menampar dan memukul
badan pedang, lagi-lagi gadis baju merah
tergetar maka Bun Tiong bersorak melihat
ibunya mampu mengatasi lawannya itu.
Pertandingan menjadi semakin seru
karena Yo-siocia menjadi semakin penasaran. Ia
sengit sekali oleh teriakan Bun Tiong. Dan ketika
Siang Hwa dan Siang Lan juga bersorak riuh maka
bayangan Kim-hujin berkelebatan lebih cepat
daripada sambaran pedang.
"Bagus, hi-hik.... tak kena lagi! Eh, luput.
Eh, balas lawanmu itu, bibi. Tampar semakin
keras agar lepas pedangnya".
Yo Lin memuncak kemarahannya. la
sudah mainkan Ang-kong Kiam-sut namun tubuh
si nyonya benar-benar cepat luar biasa. Dengan
Jing-sian-eng saja nyonya ini mampu mengatasi
lawan. Dan ketika Shintala melakukan tamparan-1081
tamparan sambil menambah tenaga, kini Yo Lin
mulai terhuyung. dan pucat maka gadis baju
merah itu mengaku bahwa lawan benar-benar
lihai, masih di atas dirinya namun ia tak mau
mengaku, Betapapun masih belum
mengeluarkan Bu-kek kangnya. Ilmu andalan
Lembah Es itu masih disimpan karena ia masih
mainkan pedangnya dengan hebat dan kuat.
Namun setelah ia terhuyung dan tertolak,
mundur oleh tamparan lawan, Khi-bal sin-kang
membuatnya terbelalak dan kaget serta
penasaran akhirnya ketika ia menusuk perut
nyonya itu tiba-tiba Shintala membentak dan
menggerakkan dua tangannya berbareng.
"Cukup, robohlah!"
Yo-siocia terpekik.. Ujung pedangna tibatiba ditangkap dan ia didorong, begitu kuatnya
dorongan itu hingga ia terjengkang. Dan ketika
gadis itu meloncat bangun namun pedang masih
tetap di tangan, Shintala tak bermaksud
merampas maka gadis itu terbelalak namun tibatiba ia menerjang lagi.1082
"Aku masih belum kalah, kau belum
merobohkan aku!"
Shintala tertawa dingin. la telah
mengukur kepandaian gadis ini dan tenaganya
pula, tak takut dan tetap mengandalkan Khi-balsin-kang dan Jing-sian-eng untuk berkelebat.
Tapi ketika tangan kiri lawan bergerak dan hawa
luar biasa dingin menyambar, ia terkejut maka
gadis baju merah itu membentak agar
menyambut serangannya.
"Bu-kek-kang.. Pendekar Rambut Emas
berseru dari luar memperingatkan menantunya.
Shintala ingat dan segera menyambut dengan
tangan kanannya, Mengerahkan Khi-bal-sinkang. Tapi ketika pukulan karet itu menjadi beku
dan tak dapat didorong keluar, sang nyonya
terkesiap maka Bu-kek-kang menyambarnya
dahsyat dan nyonya ini cepat membanting tubuh
bergulingan.
"Dess!" Tanah di depan mereka beku!
Gumpalan es terjadi di sini dan Pendekar Rambut
Emas cepat menyambar tiga cucunya menjauhi


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tempat itu. Hawa di Sekitar tiba-tiba menjadi1083
dingin, Cao Cun berkeratak dan mengeluh
tertahan. Namun ketika Pendekar Rambut Emas
menepuk pundaknya menyalurkan hawa hangat,
rasa dingin membeku di tubuh wanita itu lenyap
maka Pendekar Rambut Emas menyuruh
semuanya menjauh. Bun Tiong dan Siang Hwa
serta Siang Lan disuruh mengerahkan sinkang
mereka.
"Mundur, jangan terlampau dekat. Biar
ibumu melawan!"
Bun Tiong berubah. Dia segera terbelalak
melihat betapa Bu-kek-kang kini menyambar
ibunya lagi, mengejar namun sang ibu berjungkir
balik menghindar Dan ketika pedang juga masih
terus menyambar dan menusuk atau menikam di
tangan kanan maka sejenak nyonya muda ini
pucat dan berubah.
Namun isteri Rajawali Merah ini bukanlah
wanita sembarangan. la adalah cucu Drestawala
yang sakti, senjatanya adalah tongkat panjang
dengan ilmu silatnya Sing-thian-sin-hoat. Dan
karena setelah ia menjadi isteri Thai Liong
kepandaiannya tentu saja semakin tinggi,1084
menguasai Sin-tiauw-kang di samping Silat
Rajawali maka nyonya ini membentak dan tibatiba berkelebatlah tongkatnya menghadapi
pedang. Shintala tak mau main-main lagi.
"Bagus, kau masih hebat, Yo-siocia. Tapi
betapapun kau tak dapat mengalahkan aku. Lihat
tongkat. , wherrrr!" dan tongkat yang datang
menyambut pedang akhirnya menahan senjata
di tangan gadis itu sementara tangan kiri sang
nyonya bergerak menyambut Bu-kek-kang,
penuh terisi Sin-tiauw-kang dan kini dengan
tenaga Rajawali Sakti itu lawan tergetar.
Yo-siocia memang masih kalah tenaga.
Dan ketika gadis itu tergetar dan mundur,
menyerang namun disambut tenaga Rajawali
Sakti itu maka sumoi dari Puteri Es ini terdorong
dan terdorong lagi, penasaran dan marah namun
Shintala tak mau membuang-buang waktu lagi.
Dengan Ang-tiauw Gin-kangnya yang hebat ia
terbang menyambar-nyambar , naik turun tak
menginjak tanah lagi. Dan ketika gadis baju
merah itu bingung dan pusing maka tongkat si
nyonya menotok dan menggetarkan, maksudnya1085
membuat roboh namun lawan memiliki
kepandaian lain, Tutup Hawa Lindungi Jalan
Darah. Dan ketika empat kali totokan dibuat.
gagal, Shintala terkejut dan marah akhirnya
tongkat menyambar dan menghantam tengkuk
gadis itu.
"Dess!" Yo-siocia terbanting dan
mengeluh kaget. Untuk yang ini ia tak kuat
menahan, tongkat terlampau hebat menghajar.
Namun ketika nyonya itu hendak menyerang dan
mengulangi pukulannya tahu-tahu dua bayangan
berkelebat dan satu diantara dua bayangan ini
menahan tongkat sang nyonya.
"Cukup... plakk!"
Shintala terhuyung dan terkejut
membelalakkan mata. Dua wanita berpakaian
gemerlap berdiri di depannya dengan mata
bersinar-sinar. Rambut mereka digelung tinggi
sementara anting-anting di kedua telinga
bergoyang ke sana ke mari, lembut dan
menambah kecantikan dua wanita ini hingga
mirip bangsawan agung. Namun ketika dia sadar
dan menjadi marah,siap menggerakkan tongkat1086
tiba-tiba ayahnyna melompat dan Pendekar
Rambut Emas buru-buru menjura.
"Maaf, tentu ini Thio-siocia dan Wansiocia adanya. Selamat bertemu, jiwi-siocia,
selamat berkenalan. Aku adalah ayah Beng An
dan datang dengan maksud baik-baik, ingin
menghadap Puteri. Mohon kalian maafkan dan
rupanya baru sekarang kalian turun dari bukit
itu!"
Dua wanita ini terkejut dan tertegun.
Kiranya mereka sudah diketahui Pendekar
Rambut Emas ini dan diam-diam mereka kagum.
Memang benar mereka terpaksa turun setelah
meihat sumoi dan anak buah mereka tak dapat
menahan rombongan pendekar itu. Sejak tadi
tentu saja mereka menyaksikan kelihaian
Shintala dan diam-diam memuji. Namun karena
tak mungkin menerima masuk, Lembah Es tak
boleh dimasuki orang asing maka Sui Keng atau
Wan-siocia itu mengibaskan rambut bersikap
bengis, dingin.
"Kim-taihiap, kami telah mengetahui
maksud kedatanganmu. Tapi maaf, kami tak1087
dapat menerima dan jengan memperlihatkan
kesombongan di sini. Kami masih memandang
Kim-kongcu dan harap kalian mundur,pulang.
Atau kami bersikap keras dan tak melihat muka
puteramu lagi
"Kami ingin bertemu Puteri..".
"Tak bisa!"
"Nanti dulu jangan potong kata-kataku
siocia. Maksudku adalah bahwa cucu-cucuku ini
ingin berkenalan dengan Ratu kalian
sebagaimana pamannya telah datang di sini.
Kami akan pergi setelah semuanya selesai!"
"Hm, tak dapat. Sekali tak dapat tetap tak
dapat, Kim-taihiap. Jangan memaksa atau kami
melempar kalian. Lembah Es tak boleh dimasuki
orang asing!"
"Tapi orang-orang Pulau Api datang
seenaknya!" Bun Tiong tiba-tiba berseru "Kalian
tak adil, cici. Orang-orang Pulau Api juga orang
asing tapi akhirnya masuk juga. Lembah Es
bukan pantang dimasuki orang asing melainkan
hanya pria, laki laki dewasa!"1088
"Betul Siang Hwa tiba-tiba menyambung,
suaranya melengking tinggi. Kami anak-anak
hanya diantar kakek kami, cici. Kalau larangan itu
berlaku maka hanya kakek yang tak boleh. Kami
anak-anak dan wanita boleh!"
Dua wanita itu terkejut. Mereka
memandang kepada Siang Hwa dan Bun Tiong
dan untuk kesekian kalinya lagi Thio-cici dan
Wan-cici ini kagum. Mereka memang bukan
anak-anak biasa. Tapi ketika mereka hendak
menggeleng dan Pendekar Rambut Emas
tersenyum lebar tiba-tiba pendekar itu berkata
dan maju lagi.
"Nah, benar. Yang tak boleh masuk
hanyalah aku nona. Mereka yang lain ini wanita
dan anak-anak. Baiklah, aku mematuhi larangan
Lembah Es dan biar mereka saja yang masuk!"
"Horee. " Siang Lan tiba-tiba melonjak.
"Kalau begitu aku masuk, kong-kong. Lembah Es
tak mungkin menyakiti anak-anak!", dan kongkong boleh tinggal di situ. Kami hendak menemui
Puteri". dan melompat serta masuk ke Lembah
tiba-tiba Siang Hwa dan Bun Tiong tak perduli lagi1089
kepada dua wanita ini, berkejaran dan tertawatewa dan Shintala pun tersenyum bergerak
melindungi. Thio-siocia dan Wan-siocia dijebak.
Tapi ketika tiga anak itu. berlarian dan Shintala
bergerak masuk tiba-tiba Sui Keng menjeletarkan
rambut dan berkelebat menghadang nyonya ini,
Thio-cici menyambar dan menahan anak-anak
itu. "Tahan, tak boleh masuk, anak-anak.
Kalian tak boleh kurang ajar!"
Bun Tiong dan adiknya terkejut. Mereka
bertiga tiba-tiba dihadang sebuah pukulan kuat
bagai dinding baja, tak dapat ditembus namun
tiga anak itu memukul.
Akan tetapi ketika mereka terbanting dan
menjerit satu sama lain maka Shintala sendiri
mengelak dan menangkis pukulan Wan-siocia.
"Dukk!" Dua-duanya tergetar. Sui Keng,
atau Wan-siocia mencengkeram pundak nyonya
ini dalam usahanya menahan lawan. Ia telah
melihat kepandaian Shintala namun belum
merasakan sendiri. Meka ketika ia
mencengkeram namun ditangkis, Sin-tiau-kang1090
bertemu Bu-kek-kang maka gadis itu memuji dan
terhuyung mundur.
"Bagus, tak memalukan sebagai enci Kimkongcu. Tapi larangan tetap larangan, hujin. Yang
bukan keluarga Lembah Es tak boleh masuk!"
"Tapi kami sahabat, bukan musuh!"
"Yang sahabat adalah Kim Beng An,
bukan keluarganya. Kalau kalian hendak
memaksa masuk satu-satunya jalan harus
merobohkan kami. Nah, pergi atau kita
bertanding!"
"Bagus!" Shintala tak sabar lagi, tongkat
bergerak dan memutar, bagai baling-baling.
"Kalau begitu mari main-main, adik manis.
sebutkan apakah k?u Thio-sioc?a atau Wansiocia!"
"Aku Sui Keng, Wan Sui Keng. Kalau kau
mau coba-coba mari bertanding dan
perlihatkanlah kepandaianmu kepadaku!"
Shintala tak menunggu waktu lagi dan
melengking. la sekarang tahu bahwa laWan
adealah Wan-siocia. Beng An telah bercerita
tentang dua wanita ini dan betapa mereka hanya1091
dapat dikalahkan setelah memakai Pek-sian-sut.
Tapi kare ena sekarang yang maju hanyealah
Wan-siocia sementara Thio-siocia bergerak dan
mundur, Bun Tiong dan Siang Hwa serta Siang
Lan disambar kakeknya maka nyonya itu
berkelebat dan langsung mengeluarkan Angtiauw Gin-kangnya. Ginkang atau ilmu adalah
meringankan andalan Thai Liong Rajawali merah.
Begitu bergerak seketika kaki nyonya inipun tak
menginjak tanah lagi. Ginkang ini ledih tinggi
daripada Jing-sian-eng dan begitu dikeluarkan
tubuh wanita itupun menyambar-nyambar bagai
rajawali merah. Begitu cepat gerakannya hingga
Sui Keng atau Wan-siocia ini terkejut juga, Tapi
karena dia adalah kakak seperguruan Yo Lin dan
ilmunya tentu saja lebih tinggi, berkelebat dan
mengelak maka rambut di kepalanya meledak
ketika menghantam dua tangan Shintala yang
menyerang dengan cepat.
"Plak-plak!"
Dua-duanya terhuyung. Shintala menjadi
marah dan tongkat diputar bagai kitiran mainkan
sing-thian-sin-hoat namun tenaganya adalah Sin-1092
tiauw-kang. Dan ketika ia membuat lawan
terdorong sementara diri sendiri hanya tergetar
dan terpental sedikit, lawan menjadi marah dan
balik melengking maka Wan-siocia bergerak dan
mainkan rambutnya disertai pukulan-pukulan
Bu-kek-kang, menyambar dan membalas dan
sebentar kemudian dua wanita ini bertanding
seru. Masing-masing tak mau kalah dan
mempercepat gerakannya. Tapi ketika Ang-tiauw
Gin-kang lebih unggul dan tampak dalam ilmu
meringankan tubuh itu Wan-siocia kalah
setingkat, wakil Lembah Es ini terkejut maka
Shintala menghajarnya dua kali namun tongkat
mental bertemu Bu-kek kang, disusul pukulanpukulan lain akan tetapi semuanya itu ditahan
Bu-kek-kang.
Sang nyonya menjadi penasaran dan
menambah kecepatannya lagi. Dia sekarang
lenyap menjadi bayangan cepat yang
menyambar-nyambar, kelebihan ilmu
meringankan tubuh ini dipergunakan untuk
mencapai kemenangan. Namun ketika lawan
memperkuat Bu-kek-kangnya dan tubuh gadis itu1093
dibungkus hawa dingin maka Shintala penasaran
karena ujung tongkatnya mulai membeku, berat!
"Pergunakan Yang-kang dari Sin-tiaukang, Shintala. Lawan hawa dingin itu dengan
hawa panas!"
Shintala terkejut. Dalam nafsunya
merobohkean lawan ia lupa kepada diri Sendiri
bahwa Sin-tiauw-kang atau Tenaga Sakti Rajawali
itu dapat dipecah menjadi hawa dingin atau
panas. Maka begitu diingatkan dan melengking
merobah gerakan segera tangan kirinya
menampar dengan tenaga Yang-kang, memecah
hawa dingin dan benar saja ujung tongkat yang
berat dan beku itu berhasil dicairkan. Es yang
menempel di tongkatnya perlahan lahan hilang,
menguap. Dan ketika dengan petunjuk ini ia
mendesak lawan, wakil Lembah Es terkejut dan
membelalakkan mata maka Thio Leng atau
rekannya itu berseru padanya, ganti memberi
petunjuk.


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Keng-moi, keluarkan senjatamu.
Lepaskan Siang-lun-jong-san!"1094
Wanita itu mengangguk. Sambaran Sintiauw-kang dielak dan dihindarkan tapi ketika
tongkat menyambar mendadak ia berseru keras,
Sepasang benda putih berkilau tahu-tahu
berkelebat. membentur tongkat di tangan
nyonya itu. Dan ketika tongkat terpental tapi
benda putih berkilau itu terus menyambar
Shintala, nyonya ini kaget maka ia melempar
tubuh bergulingan dan benda itu meledak lalu
kembali kepada majikannya.
"Roda Terbang!" Shintala berubah dan
melihat itu. Kiranya itu adalah sepasang roda
putih yang dilepas dan dilontar pemiliknya,
terbang bagai benda bernyawa dan hampir saja
mencelakainya. Tapi ketika nyonya ini sadar dan
hilang kagetnya, teringatlah Ia bahwa Beng An
dulu pernah bercerita maka nyonya ini bergerak
dan menyerang lagi, membentak dan kini hatihati dan lawan menyambut lagi.
Siang-lun-jong-san atau Sepasang Roda
Menembus Bukit dihadapi menantu Kim-moueng ini, tak gentar dan segera dielak dan balas
menyerang dan serulah kemudian pertempuran1095
itu. Sui Keng telah mendapat petunjuk
saudaranya. Namun karena nyonya muda itu
adalah isteri Thai Liong dan sebagai isteri dari
Rajawali Merah yang lihai ia hanya sebentar saja
terkejut dan kaget oleh perubahan itu maka tak
lama kemudian dengan. Sin-thian-sin-hoat (Silat
Sakti Pengacau Langit) nyonya ini berhasil
menahan roda dan pukulan atau sambaran
tongkatnya menderu-deru, naik turun mengikuti
gerakan Ang-tiauw Gin-kang dan Ginkan Rajawali
ini benar-benar luar biasa. Dengan geraknya yang
cepat dan berpindah-pindah dari satu tempat ke
tempat lain nyonya itu mampu mengelak
sambaran siang-lun (roda sepasang), balik dan
membalas dengan gerakan tongkatnya yang
terisi Sin-tiauw-kang itu. Dan ketika Sui Keng
kembali kewalahan dan Bu-kek-kang ditahan
hawa panas yang keluar dari pukulan atau
sambaran tubuh wanita itu maka lima puluh
jurus kemudian Shintala berhasil mendesak dan
menekan lawannya lagi. Permainan roda
akhirnya dikenal dan dihapal.
"Wut-plak-dess!"1096
Roda menyambar disusul benturan
telapak tangan. Bu-kek-kang, andalan Lembah Es
tertahan Sin-tiauw-kang yang dimiliki si nyonya.
Sui Keng terhuyung sementara lawan tergetar
sedikit, mampu menyerang dan membentak
kembali. Dan ketika dua puluh jurus kemudian
nyonya muda ini juga mengeluarkan Lui-Cianghoat dan pukulan Soan-hoan-ciang (Kibasan
Angin Puyuh) yang diselang-seling dengan
permainan tongkat dan pukulan kirinya maka
lawan terdesak dan semakin tertekan saja. Dan
Thio Leng atau wakil nomor satu dari Lembah Es
itu menjadi marah, pandang matanya kini
berkilat gusar.
"Keng-moi, pergunakan Jit-cap-ji-pohkun dan Pek-hong-koan-jit. Keluarkan Pai-haijiu!"
Pendekar Rambut Emas terkejut. Lawan
tiba-tiba merobah gerakan dan ketika terdengar
seruan keras maka melenggak-lenggoklah
lawannya itu mempergunakan langkah-langkah
aneh. Jit-cap-ji-poh-kun (72 Langkah Sakti) tibat?ba dikeluarkan untuk mengelak dan1097
menghindar dari serangan-rangan cepat.
Shintala memang bagai rajawali
menyambarnyambar dengan tongkat dan tangan
kirinya itu. Dan ketika semua serangan luput dan
Shintala terbelalak, lagi-lagi cerita Beng An benar
maka tahu-tahu lawan menghilang dan Sui Keng
atau Wan-siocia itu sudah berada di belakang
laWan.
"Awas, ibu!"
Sang nyonya terkejut. la tak sempat
membalik oleh teriakan Bun Tiong ini, anak lakilaki itu memberi tahu namun Shintala terlambat
mengelak. Ang-tiauw Gin-kang ternyata
mendapat tandingan Jit-cap-ji-poh-kun, hebat
sekali. Dan ketika roda menyambar dan
mengenai tengkuk, nyonya itu terpelanting maka
Sui Keng mengejar dan Kim-mou-eng berdebar
tegang, jurus demi jurus lewat lagi dengan cepat
dan ia harus mengakui bahwa wakil Lembah Es
itu amat lihai. Lui ciang-hoat dan Soan-hoanciang yang dikeluarkan menantunya tak berdaya
lagi begitu dihadapi ilmu langkah sakti itu. Wansiocia mengelak dengan cepat berdasarkan1098
langkah-langkah saktinya. Dan ketika semua
serangan menjadi kosong dan kini lawan tertawa
mengejek, Shintala terbakar dan marah maka
nyonya ini berteriak dan mata gelap. Tapi inilah
kesalahannya. Sebagai pertandingan kelas tinggi
adalah pantangan bagi seseorang untuk bermata
gelap. serangan-serangan menjadi ngawur dan
kurang terarah lagi. Shintala marah karena Thio
Leng memberi petunjuk-petunjuk kepada
sumoinya, mengelak dan melancarkan serangan
sementara ayah mertuanya tak memberi
petunjuk-petunjuk lagi. Nyonya ini tak tahu
betapa saat itu Pendekar Rambut Emas sedang
mempelajari gerakan langkah-langkah sakti itu,
sudah mendengar dari Beng An tapi satu-satunya
jalan untuk menghadapi itu hanyalah Pek-siansut. Dan karena menantunya tak memiliki ini
karena yang memiliki itu hanya dia dan Beng An
maka ketika Pendekar Rambut Emas menahan
napas dalam oleh satu lontaran roda maka tak
ayal lagi pendekar ini berkelebat menolong
menantunya. Shintala terpelanting oleh satu
tendangan keras.1099
"Cukup, berhenti saja sampai di sini!"
Sui Keng berteriak ketika tahu-tahu
sesosok asap putih menyambar dirinya. La
sedang melontarkan roda di tangan kanannya
ketika roda itu tiba-tiba meledak dan terhenti di
tengah jalan. Dan ketika ia terbelalak dan
mengelak namun kalah cepat maka asap itu
menepuk pundaknya dan iapun roboh,
bersamaan dengan Shintala yang juga terduduk
dan jatuh di sana.
"Bluk!"
Dua wanita itu sama-sama melotot. Sui
Keng, yang melihat asap menyambar dan
menarik Shintala segera menjadi gentar ketika
asap itu meledak dan muncul kembali sebagai
ujudnya semula, Pendekar Rambut Emas. Lalu
ketika pendekar itu tertawa dan mengusap-usap
menantunya, Shintala pulih lagi maka pendekar
itu memandang cucunya dan bertanya dengan
Suara nyaring,
"Bun Tiong, Siang Hwa dan Sian Lan.
Masihkah kalian ingin melihat Puteri Es setelah1100
menyaksikan kelihaian gadis-gadis ini? Tidakkah
kalian takut dan membatalkan niat?"
Tiga anak itu terkejut. Mereka tadi
berseru cemas melihat ibu mereka diserang
roda. Tapi begitu kakek mereka bergerak dan
menolong sang ibu maka Bun Tiong berseru
girang menubruk ibunya ini, gagah dan nyaring.
"Tidak, aku tak takut menghadapi
siapapun kong-kong. Menghadapi iblis dan
silumanpun aku tak takut. Aku masih ingin
bertemu Puteri Es!"
"Dan aku juga!"
"Aku juga.. Siang Hwa dan Siang Lan tak
mau kalah. "Aku juga tak takut kong-kong. Kalau
mereka hendak membunuh aku biarlah paman
Beng An yang membalas!"
"Ha-ha kalau begitu berangkatlah. Tak
percuma kalian menjadi cucu Pendekar Rambut
Emas dan sambutlah bahaya di depan!"
Semua terkejut dan tak mengerti ketika
mula-mula pendekar ini bicara. Tapi begitu
tangannya menangkap Bun Tiong dan melempar
anak itu tinggi-tinggi, jauh melampaui gadis-1101
gadis Lembah Es itu maka secepat kilat dan
berturut-turut pendekar ini melempar Siang Hwa
dan Siang Lan pula, tinggi dan jauh pula dan
terakhir adalah Shintala. Di telinga nyonya itu
Pendekar Rambut Emas berbisik tak usah takut.
Sang nyonya diperintahkan melindungi anakanak sementara dia akan mencegat menghadapi
gadis-gadis itu, Pendekar Rambut Emas telah
mempergunakan Pek-sian-sutnya tadi. Dan
ketika Shintala juga dilempar dan berjungkir balik
tinggi, Bun Tiong dan Sian Hwa serta Siang Lan
terbanting dan berjungkir balik pula maka Thio
Leng dan Wan-siocia kaget bukan main oleh
perbuatan Kim-mou-eng ini.
"Kau.... kau berani memasukkan anakanak?"
"Ha-ha maaf. Jauh-jauh ke sini memang
ingin bertemu Ratu kalian, nona-nona, Kalau
anak-anak itu pulang begitu saja tentu seumur
hidup bakal menggerutui. Ah, sudahlah. Kalian
hebat dan mari main-main sebentar... dan
Pendekar Rambut Emas yang bergerak dan
mendahului mereka tiba-tiba mengibas dan1102
menampar penghuni-penghuni Lembah, tak
memberi kesempatan kepada mereka untuk
mengejar dan mencegah Bun Tiong karena
mereka sudah ?ihempas dan dibanting ke sana
ke mari. Anak-anak murid menjerit. Dan ketika
mereka meloncat bangun akan tetapi pendekar
itu bergerak kembali, tak memperbolehkan
mereka mengejar maka Thio-cici dan Wan Sui
Keng marah sekali.
"Keparat, kau membuat kami naik darah,
Kim-mou-eng. Kami tak perduli lagi kepada
puteramu!"
"ha-ha, majulah. Aku juga tak ingin
menebeng puteraku. Aku ingin menyenangkan
anak cucuku. Majulah..majulah nona-nona .
Hadapi aku dan awas pukulan ini... dess!" Thio
Leng melempar tubuh ke kiri ketika pendekar itu
melepas pukulan sinkang, jatuh menimpa pohon
dan robohlah pohon itu memuncratkan
bongkah-bongkah salju. Tempat itu segera
menjadi ajang keramaian ketika pendekar ini
bergerak ke sana ke sini, berkelebat dan
merobohkan siapa saja tak mau bertumpu pada1103
satu atau dua orang saja. Thio Leng ditinggal
ketika berkelit, menyambar Sui Keng namun
berkelebat ke arah murid-murid yang lain ketika
gadis itu mengelak. Dan ketika yang lain
tunggang-langgang dan gerak cepat pendekar itu
sungguh luar biasa maka Thio Leng tiba-tiba
mencabut roda terbangnya disusul Sui Keng,
membentak dan melontarkannya ke arah
pendekar itu.
"Siuutttt... blar-blarr!"
Pendekar Rambut Emas tertawa bergelak
dan mengelak roda terbang ini. Benda itu
menyambar tanah dan memumcratkan bungabunga salju. Dan ketika dua wanita itu
mengejarnya sambil melepas serangan lagi, roda
membalik dan kembali pada tuannya maka
secara licin pendekar ini menyelinap ke dalam
kepungan anak murid yang berteriak-teriak.
"Bagus, seranglah aku, nona-nona.
Lontarkan roda itu tapi hati-hati mengenai murid
sendiri!"
Thio Leng dan Sui Keng panas. Empat kali
mereka menyerang tapi roda terbang1104
menghantam angin kosong, terakhir malah
mengenai murid sendiri hingga mereka berteriak
dan roboh. Anggauta sendiri malah menjadi
korban! Dan karena pendekar itu menyelinap ke
sana-sini, menampar dan merobohkan anakanak murid akhirnya dua wanita ini menjadi
berang dan menyuruh mereka semua mundur.
"Minggir...pergi dari sini, minggir!.
Tangkap anak-anak itu, dan biarkan kami
menghadapi Kim-mou-eng!"
Anak-anak murid buyar. Yo Lin, yang
menggigit bibir dan gemas oleh kejadian ini lalu
diminta mengejar dan menangkap anak-anak itu.
Mereka sekarang lenyap dan Pendekar Rambut
Emas membiarkannya saja, Bun Tiong dan ibu
serta saudara-saudaranya sudah jauh dari
tempat itu, menghilang. Entah di mana dan
barangkali sudah menuju istana. Maka ketika dua
pimpinan cantik itu mendamprat dan mengejar


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kim-mou-eng, melempar dan membanting
murid yang lamban berkelit maka Pendekar
Rambut Emas segera dikeroyok dan menghadapi
roda terbang yang mendesing-desing.1105
Pendekar ini tertawa-tawa dan
bergeraklah dia mengimbangi dua gadis itu. Thio
Leng mainkan Siang-lun-jong-san lebih hebat
daripada Sui Keng. Roda terbangnya meledak
dan menghancurkan dinding tebing. Apa saja
yang dihantam segera pecah dan berhamburan.
Dan ketika dua gadis itu mengelilingi Kim-moueng dan pendekar itu tak lagi menyelinap di
antara para murid, sengaja menerima dan
melayani dua gadis ini maka pertandingan tak
dapat dihindarkan lagi dan Bu-kek kang
menderu-deru menyambar tubuh pendekar itu.
"Des-desss!" Pendekar Rambut Emas
mengelak dan menangkis. Ia mengeluarkan Jingsian-eng nya sekaligus Cui-sian Gin-kang. Dua
ilmu meringankan tubuh ini sekaligus digabung
untuk menghadapi kecepatan gerak dua
lawannya itu. Dan ketika Thio Leng maupun Sui
Keng marah melengking-lengking, tak sekalipun
senjata mereka mengenai pendekar itu maka
mereka mengeluarkan langkah-langkah saktinya
untuk mengejar dan menandingi dua ilmu
meringankan tubuh itu.1106
"Set-set!" Gerakan cepat Ini sampai
mengeluarkan suara di bawah sepatu. Mereka
Joko Sableng Sekutu Iblis Olga 02 Back To Libur Mas Rara Seri Arya Manggada 2 Karya S H Mintardja

Cari Blog Ini