Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara Bagian 16
menyuruhku pergi. Aku ingin bertemu dan minta1660
penjelasan. Kau pulanglah dan biar nanti
kususul!"
"Hm. kau tak boleh marah-marah begini.
Kalau kaupun masih marah-marah di saat
kekasihmu muncul maka keadaan tak bertambah
baik, Beng An, semua ini harus diselesaikan
dengan kepala dingin. Aku memang hendak pargi
karena tugas-ku selesai. Aku girang bertemu
denganmu tapi jangan marah-marah. Betapapun kita di tempat orang lain."
"Aku tahu, tapi kau tak dapat
membujukku. Kau pulanglah dan nanti kususul
Liong-ko. Biarlah kutemui gadis itu dan kuminta
penjelasannya. Betapapun aku tak mau pergi!"
"Kau jangan menyalahkan kakakmu!"
Soat Eng mulai khawatir, melihat sesuatu yang
tidak enak. "Kalau kami pergi harap jangan
menambah persoalan baru adikku. Betapapun
kakakmu berusaha mati-matian untuk
kebahagiaanmu. Kalau kami pergi kau harus
bicara baik-baik kepada Puteri Es!"1661
"Aku tahu, enci tak usah khawatir.
Sudahlah biarkan aku mencarinya dan tak akan
pergi kalau belum ketemu!"
Beng An yang meloncat dan akhirnya
mencari lagi segera membuat dua kakaknya
menarik napas dalam, maklum bahwa sekali
pemuda itu bicara seperti itu apapun akan
dilakukannya. Beng An adalah cucu jago pedang
Hu Beng Kui, kekerasan dan darah kakeknya
masih mengalir kental. Maka ketika maklum
bahwa sang adik tak dapat dicegah, harus
dibiarkan sendiri akhirnya Thai Liong berkelebat
meninggalkan tempat itu, disusul oleh Soat Eng
dan Siang Le yang sejak tadi diam saja di belakang
isterinya. Sebagai ipar si buntung ini merasa
orang luar, ia tak berani jauh memasuki terlalu
dalam. Dan merasa tak perlu berpamitan lagi
akhirnya tiga orang inipun menuruni gunung
sementara Thai Liong menunjukkan muka
muram , dan khawatir karena firasatnya
memberitahukan sesuatu yang bakal gawat,
mendebarkan!
***1662
Beng An benar-benar pemuda yang keras
hati dan keras kemauan. Begitu saudarasaudaranya pergi meninggalkan Lembah Es
adalah dia berputaran dan mencari kekasihnya.
Sehari itu dia gagal. Tapi ketika hari kedua dan
hari-hari seterusnya dilakukan tak mengenal
lelah akhirnya perasaan gelisah membuatnya
lupa makan minum. sementara di balik sebuah
guha tersembunyi mengintai sepasang mata
basah Puteri Es!
Gadis ini sejak terpukul oleh cerita Samhwa benar-benar di persimpangan jalan yang
berat , Sebagai murid dan penghuni Lembah Es
sudah sewajarnya jika ia membela sesepuhnya
We We Moli. Sudah puluhan tahun ini tak pernah
ada orang mengalahkan Lembah Es. Hadirnya
dedengkot itu membuat segan para lawan,
bahkan orang-orang Pulau Api. Tapi ketika hari
itu supek-bonya dikalahkan orang, yang pantas
sebagai muridnya sendiri maka tak heran kalau
diam-diam penghuni Lembah merasa sakit.
Betapapun harga diri mereka telah tertanam1663
kuat selama ini. Merasa sebagai keturunan
Dinasti Han dan pewaris Kim Kong Sengjin maka
rata-rata penghuni memiliki semacam rasa
super. Kini rasa itu dihancurkan Thai Liong dan
sesepuh mereka dihukum di puncak Himalaya.
Tak ada yang membuat sakit selain menerima
sebuah kekalahan. Tapi karena perasaan itu
ditambah oleh sikap Thai Liong yang dianggap
sombong, begitu Sam-hwa menceritakan maka
gadis ini merasa tertusuk-tusuk dan terhina.
Belum pernah selama ini Lenbah Es menyodornyodorkan muridnya untuk dijodohkan dengan
orang lain, bahkan dirinya sendiri di larang
berjodoh dengan Beng An, jatuh bangun dan
harus mengalami derita!
Puteri Es benar-benar menangis. Di pihak
ini ia merasa terhina, tapi di pihak lain ia teringat
Beng An dan kebaikan pemuda itu. Apakah ia
harus memusuhi pemuda ini gara-gara
kakaknya? Apakah ia harus mengurung diri terusmenerus sementara pemuda itu memanggilmanggil namanya? Dan melihat betapa kian lama
Beng An menjadi kian kurus akhirnya Puteri Es1664
tersedu-sedu dan menutupi mukanya dengan
perasaan luluh. Akan tetapi gadis inipun adalah
gadis keras hati yang sudah digembleng suasana
serba dingin. Betapapun cintanya menggebu
tetap ia tahan. Kalau Beng An berkelebat dan
lewat di depan guhanya maka ia mel?ngos,
menahan segala perasaan. Tapi ketika dua
minggu lewat dengan memendam segala
perasaan bercampur aduk akhirnya Beng An tahu
bahwa di sekitar situ dirinya bersembunyi maka
gemetarlah pemuda itu meratap, roboh
terduduk
"Duh, Ling-moi yang kejam. Masih seperti
itukah sikapmu kepadaku? Kau tak mau keluar
dan menemui aku memberi penjelasan? aku siap
mati di tempat ini, moi-moi. Biarlah aku mati dan
kau lihat kematianku!"
Beng An duduk dan gemetar bersila. Ia
kelihatan kurus dan pucat sementara
pakaianpun compang-camping. Siapapun
melihat pasti terharu. Dan ketika pemuda itu
duduk namun roboh tak kuat, bukan lapar
melainkan oleh batin yang tersayat-sayat maka1665
Puteri Es hampir saja menjerit melihat betapa
wajah Beng An lebam oleh tangis. Pipi itu
bengkak sementara mata itupun cekung dan
redup. Mata orang yang patah hati!
Puteri Es menutupi muka. Secara
kebetulan pemuda itu duduk di depan guhanya,
di depan celah pengintai itu. Maka ketika ia dapat
melihat dan tersayat-sayat, pemuda itu benarbenar tak menghiraukan dirinya sendiri maka
Beng An bangun dan duduk membetulkan
kakinya, bersila. Gadis ini hampir tak tahan. la
melihat betapa pemuda itu gemetar menggigil,
giginya berketrukan dan kebetulan musim itu
musim salju. Bongkah-bongkah es membuat
Beng An kedinginan, tampaknya tak
mengerahkan sinkang dan membiarkan siksa dan
derita menderanya. Agaknya Beng An memang
siap mati! Tapi ketika puteri ini menahan semua
perasaannya dan menyaksikan dari balik guha,
kekerasan hatinyapun dikerahkan maka ia
menggigit bibir ketika Beng An mendesis
kedinginan. Sehari itu Beng An tersiksa lahir
batin. Hari-hari berikut juga dilewati tanpa1666
perduli. Ia membiarkan saja semut dan serangga
menyerbu mukanya, juga ular salju yang
membuat Puteri Es pucat dan hampir berkelebat
keluar. Ular itu amat tajam racunnya,
mematikan. Tapi karena Beng An tak bergerak
seperti arca batu, ular menggeleser dan merayap
pergi maka hewan-hewan lain mulai menggigiti
pemuda ini, tikus dan musang putih. Beng An
membiarkan saja bajunya dikerikiti. la juga
membiarkan tubuhnya di gigit dan dijilat-jilat,
darah mulai mengalir. Tapi ketika pada hari
ketiga kecoa dan burung pelatuk hinggap di
rambutnya, membuat sarang maka Puteri E tak
tahan lagi dan menjerit keluar.
"Beng An...!" Pemuda ini setengah sadar
setengah tidak. la benar-benar telah
menyerahkan jiwa raganya kepada Alam. la telah
putus asa mencari kekasihnya. Maka ketika
jeritan itu seolah terdengar di alam mimpi indah
namun memabokkan maka Beng An tak sadar
kalau dirinya sudah ditubruk dan diremas-remas.
Sang puteri telah keluar dan mengguncang-1667
guncang tubuhnya, kecoa dan tikus hutan diinjak
mampus.
"Aku di sini,.!"
"Tidak, oh tidak...aku cuma mimpi...!"
keluh Beng An dengan lirih.
"Beng An, aku telah datang. Lihatlah dan
hentikan kenekatanmu bunuh diri ini. Lihat
betapa serangga dan semut-semut busuk
mengganggumu. Bangunlah, Beng An. .
bangunlah!"
Beng An serase mimpi. la telah
kehilangan sebagian besar semangat dan
tenaganya. la telah berada di ambang batas maut
antara mati dan hidup. Tapi ketika ia diguncangguncang dan suara itu melengking-lengking,
perlahan-lahan kesadarannya tertarik kembali
maka Beng An membuka mata dan dilihatnya
kekasihnya itu, menciumi mukanya.
"Ooh, tidak... kau tak boleh mati, Beng
An. Kau tak boleh mati. Bangun dan lihatiah aku
dan jangan pergi!"
Puteri Es benar-benar menangis. la pucat
dan ngeri melihat betapa Beng An benar-benar1668
dingin, Tubuh itu seolah kehilangan rohnya dan
beku, tak ada denyut nadi. Namun ketika Beng
An membuka matanya dan perlahan-lahan sadar,
mengeluh dan dipeluk kuat akhirnya sang puteri
mendekap pan menciuminya dengan air mata
bercucuran.
"Lihatlah, ini aku. Kau harus tetap hidup,
Beng An, jangan mati. Aku di sini dan telah
menemuimu!"
Beng An tersenyum. Tadinya ia merasa
mimpi dan diguncang-guncang. Tubuhnya lemah
akan tetapi semangatnya tiba-tiba hidup. Wei
Ling telah di situ, kekasinya telah mau
menemuinya. Namun karena ia terlampau lemas
dan lapar serta haus maka ipun terguling dan
pingsan.
"Beng An!" Sang puteri hampir kalap. la
mengira Beng An mati dan meninggalkan dirinya
selama-lamanya. la menjerit. Tapi ketika
berkelebat sesosok bayangan dan Hwa Seng
muncul di situ, menahan air mata, maka gadis
yang hilang sebelah telinganya ini berkata,1669
"Puteri, Kim-kongcu hanya pingsan, tak
apa-apa. Biarlah kutolong dan harap paduka
tenang!"
Gadis itu tersedu-sedu. Ia melihat
pembantunya membawa Beng An ke dalam
guha, mengurut dan mengambilkan air minum
lalu mencekokinya. Dan ketika pemuda itu sadar
dan membuka mata kembali maka Hwa Seng
menyerahkan kembali kepada majikannya.
Puteri Es bercucuran air mata.
"Puteri lihatlah, ia siuman. la tak apa-apa,
Puteri, hanya kelelahan dan lemas saja. Biarlah
paduka yang mengurusnya sekarang dan hamba
menunggu di luar."
Gadis ini berkelebat membiarkan Puteri
menolong Beng An. Sesungguhnya dialah yang
menunjukkan guha itu kepada Beng An, diamdiam mengawasi dari jauh dan Hwa Seng tentu
saja ikut menangis. la tahu betapa besar cinta
pemuda itu kepada junjungannya, seperti juga
junjungannya terhadap Beng An. Maka ketika ia
lega bahwa sang Puteri akhirnya mau keluar,
berdegup kalau Beng An tewas maka gadis ini1670
muncul dan melakukan pertolongan pertama
ketika junjungannya panik. Beng An telah duduk
bersandar. Seteguk air dingin yang diberikan
Hwa Seng terasa luar biasa. la merasa
kerongkongannya segar dan pulih kembali, Ia
menatap sayu memandang kekasihnya itu. Dan
ketika Wei Ling menubruk ddan memeluknya
erat-erat, diguncang tangis bertubi-tubi akhirnya
pemuda ini bergerak membelai rambut yang
hitam gemuk itu.
"Moi-moi, kau tak membiarkan aku mati?
Kau masih mau menemuiku dan menyelamatkan
aku? Ah, apa artinya semua ini, moi-moi. Kenapa
kau membuatku bingung dan penasaran. Kau
mengusirku pergi!"
"Aku. .. aku benci kepada kakakmu. la
membuatku seperti ini, Beng An, malah
menyusahkan kita. la sombong!"
"Hm-hm, duduklah, apa artinya
omonganmu ini. Kakakku tak pernah seperti itu,
Ling-moi. Kakakku orang baik-baik yang amat
menjaga perasaan orang lain. Kau keliru!"1671
"Apa, keliru? Tentu saja, kau adiknya,
Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Beng An. la kakakmu. Kau tak dapat melepaskan
diri dari ikatan batin seorang saudara. la keji dan
kejam melebihi orang-orang yang kutemui. la
berani menghina Lembah Es!"
"Tidak " Beng An berkerut kening,
suaranya marah. "Kakakku tak pernah menghina
orang lain, Ling-moi. Aku tahu betul wataknya. la
baik seperti ayah!"
"Kalau begitu jangan buat malu supek-bo
ku. Jangan menghina orang tua dan
mengalahkannya dengan kesombongan!"
"Hm, kau terbawa perasaanmu sebagai
murid Lembah Es. Kalau supek-bomu tak
bersikap keterlaluan tak mungkin kakakku
begitu, Ling-moi. Kau tak boleh membela orang
salah, meskipun angkatan tua!"
"Tapi ia membuat supek-boku dihukum!"
"Itu memang salahnya..!"
"Ah, kau tak tahu perasaan orang yang
terluka, Beng An! Kau membela kakakmu sendiri.
Kau terikat hubunganmu sebagai saudara!"1672
"Dan kau sebagei murid. Hm, kaupun tak
dapat melepaskan dirimu secara jujur, Ling-moi.
Aku pribadi menganggap supek-bomu orang
yang kejam. Lihat kelakuannya kepada kita, apa
yang dia perbuat. Kakakku tak mungkin
mengalahkannya kalau ia tahu diri!"
"Kau. .. kau menghina sesepuh Lembah
Es? Kau semakin membela kakakmu? Eh, mati
hidup seorang murid harus setia kepada
atasannya, Beng An. Benar tidak benar rasa
kesetiaan ini tak boleh hilang. Aku menyalahkan
kakakmu karena ia lancang mencampuri urusan
kita. Siapa suruh ia ikut campur hingga akibatnya
begini!"
Beng An terkejut. Kekasihnya
membanting-banting kaki dan menangis
tersedu-sedu. Rasa marahnya berkurang. Tapi
ketika tiba-tiba gadis itu membalik dan
menghadapinya lagi, air mata bercucuran
membasahi muka maka terdengarlah katakatanya yang amat mengejutkan, bagai geledek
di siang bolong.1673
"Beng An, tak ada ampun untuk kakakmu
itu. Kita bakal berselisih terus kalau
membicarakan ini. Nah, sekarang. Aku
kehilangan seorang tetuaku gara-gara kakakmu
itu. Singkirkan dia kalau kau ingin terus
bersamaku atau kita putus sempai di sini.
Lembah Es tak boleh terlampau diinjak-injak!"
Beng An mengeluarkan suara tertahan.
Kerongkongan yang basah tiba-tiba seolah kering
kembali, kata-kata itu mengejutkannya bagai
sengatan seekor lebah. Ia tersentak. Dan ketika
perlahan-lahan pemuda ini bangkit berdiri dan
memandang pucat maka Beng An bertanya
dengan suara tersendat-sendat
"Ling-moi, kau..A.. apa maksudmu
dengan kata-kata menyingkirkan itu. Apa
maumu. Apakah kau hendak menyuruh aku
membunuh kakakku? Apakah kau minta aku
melenyapkannya?"
"Benar!" gadis itu berseru tinggi. "Kalau
kau mencintai aku tentu tak keberatan
melaksanakan ini, Beng An. Tapi kalau kau
mencintai kakakmu pergilah dan jangan temui1674
aku. Syarat untuk perjodohan ini adalah
kakakmu, emas kawinnya ibu jari tangan
kanannya!"
Beng An berteriak histeris. Pemuda ini
tiba-tiba menjadi beringas dan menubruk ke
depan, tangan kirinya menampar gadis itu. Tapi
ketika Puteri Es mengelak dan Beng An roboh
maka pemuda itu terjerumus karena lemas dan
lelah.
"Kau. kau gila. brukk!" Beng An
mengguguk dan meratap lantai. la membiarkan
diri tengkurap di situ dan tersayat-sayat. Ia
merasa betapa hebatnya permintaan gadis ini,
permintaan gila. Tapi ketika gadis itu tersenyum
mengejek dan sama sekali tak menolongnya,
bangkitlah kemarahan Beng An maka pemuda ini
membalik dan gemetar duduk, terhuyung
berdiri. "Wei Ling, kau.. .... kau meminta emas
kawin yang tak mungkin kupenuhi? Kau
menyuruhku membunuh dan mencelakai
kakakku? Ha-ha, tak ada permintaan segila dari
yang namanya cinta, Wei Ling. Kau menyudutkan
aku untuk melakukan sesuatu. Aku masih waras,1675
kau berotak miring. Baiklah kukatakan bahwa
aku lebih mencintai kakakku daripada dirimu.
Kau membela supek-bo mu yang jahat itu. Kalau
kau mengatakan kakakku yang menjadi gara-gara
maka justeru aku menuduh wanita siluman itu.
Supek-bo mu itulah yang keji, dia iblis wanita
jahat!"
"Tutup mulutmu. Jangan menghina dan
memaki-maki sesepuh Lembah Es, Beng An, atau
kuhajar kau nanti!"
"Kau mau membunuhku? Baik,
lakukanlah, Wei Ling. Mari kaubunuh aku dan
biar kematianku menjadi pelajaran bagimu! Beng
An meloncat dan menerkam kekasihnya ini, mata
kemerah-merahan dan kemarahanpun meledak.
la benar benar marah mendengar keputusan itu.
Gadis ini dianggapnya gila. Dan karena ia tak tahu
hasutan Sam-hwa dan betapa gadis itu telah
memasukkan racun, kata- kata yang amat
berbisa maka Puteri Es pun marah karena
diarggapnya Beng An tak setia kepada cintanya,
berani putus dan membuatnya hancur!1676
"Plak-dess!" Beng An terlempar dan
terbanting. Pemuda ini sebagaimana diketahui
telah hampir sebulan tak mengurus ?irinya. ia tak
menghiraukan makan minum. Maka ketika ia
dielak dan menerima tendangan tak ampun lagi
tubuhnya mencelat dan berdebuk keluar guha.
Akan tetapi Beng An tertawa-tawa, masuk lagi. la
terhuyung dan memaki-maki We We Moli
sebagai siluman jahat dan iblis keji, hal yang
membuat Puteri Es semakin marah karena
gurunya dihina. Maka ketika ia menampar dan
Beng An roboh lagi, tertawa dan bangkit lagi
akhirnya Puteri Es mengamuk dan menghajar
pemuda ini.
"Tutup mulutmu, atau kubunuh kau. Heh,
tutup mulutmu, Beng An, jangan memaki dan
menghina sesepuh kami atau kau kubunuh!"
"Ha-ha-heh-heh... . We We Moli memang
iblis keji, Wei Ling. Dia siluman jahat yang tak
punya jantung. Kalau ia punya perasaan tentu tak
akan begini jadinya nasib kita. Ayo, ayo bunuhlah
aku dan hajar sepuasmu.. plak-bik-buk!"1677
Beng An tertawa-tawa menerima
pukulan sementara Puteri Es melengkinglengking. Gadis ini kian marah oleh ocehan Beng
An. Tapi ketika pemuda itu terlempar ke luar
guha dan terbanting amat keras, mengeluh maka
berkelebatlah Hwa Seng menjerit pucat.
"Puteri, jangan bunuh pemuda ini!"
Puteri Es berdiri tertegun. Hwa Seng
menghadang di depan dengan air mata
bercucuran, gadis itu menangis dan melindungi
Beng An namun Beng An akhirnya pingsan.
Pukulan batinnya terlalu berat. Dan ketika gadis
itu mengguguk dan berlutut memeriksa maka
akhirnya pelayan ini mengiba, berlutut
memegangi kaki majikannya.
"Ampun, jangan bunuh dia. Kim-kongcu
pingsan, Puteri. Telah cukup penderitaannya
selama ini. Kalau paduka mengijinkan biarlah
hamba membawanya keluar Lembah Es. Jangan
bunuh dia!"
Puteri ini menggigil. Setelah Beng An
pingsan dan tak memaki-maki maka iapun luluh
dan semakin hancur. Pemuda yang dicintainya1678
itu membujur babak-belur. la telah menyiksa
cukup kejam. Maka ketika pelayannya berlutut
dan memohon ijinnya maka gadis inipun
membalik dan tersedu-sedu.
"Keluarlah, bawa ia keluar. Aku benci
kepadanya, Hwa Seng. Aku benci keluarga
Pendekar Rambut Emas. Bawa ia keluar dan
jangan kembali lagi!"
Kata-kata terakhir ditangkap salah. Hwa
Seng mengira bahwa iapun tak diperkenankan
kembali ke Lembah Es. ialah yang membawa
pemuda itu dan kini membawa sengsara. Maka
tersedu dan mengangkat tubuh Beng An pelayan
inipun meratap terhuyung, diri sendiri dirasa
pembawa dosa paling awal.
"Ampunk?n hamba. Hamba tak sengaja
semuanya ini, Puteri, hamba mengaku bersalah.
Kalau hambapun tak boleh lagi berada di sini
biarlah hamba keluar!"
Gadis itu terseok dan jatuh bangun. Hwa
Seng benar-benar terpukul oleh perintah
junjungannya, keluar dan membawa Beng An
melewati gunung demi gunung. Dan ketika ia1679
keluar Lembah Es dan jatuh di perbatasan maka
Beng Anpun sadar dan mendengar tangis gadis
itu. "Aduh, berat niat cobaan hamba. Hamba
bersalah dan akan menebus dosa, Puteri. Biarlah
hamba menanggung kutuk dan azab ini. Semoga
hamba tabah!"
Beng An membuka mata. la merasa
sekujur tubuhnya sakit-sakit dan mendengar
keluh-kesah itu, tangis yang menyayat hati. Lalu
ketika dilihatnya Hwa Seng di situ iapun tertegun
dan bangkit duduk. Gadis itu sesenggukan
menutupi mukanya
"Hwa Seng... " panggilan itu lirih. "Aku
sudah matikah? Kita di alam kematian?"
"Aduh!" gadis itu terkejut. "Kau sudah
sadar, kongcu? Tak apa-apa Ah, maafkan aku.
Aku yang menjadi biang keladi semuanya ini,
kongcu. Kalau dulu aku tak membawamu ke sini
tentu kau tak akan menderita seperti ini. Kita
sudah diusir, aku tak boleh tinggal di Lembah Es
lagi..!"1680
"Apa?" Beng An tergetar. Kau diusir
juga?"
"Sudahlah, kita memang sial, kongcu, kita
harus pergi. Marilah kupanggul dan biar kuobati
luka-lukamu. Tubuhmu babak belur".
"Tidak, aku dapat berjalan sendiri!" Beng
An bangkit dan memaksa. Aku merasa kuat. Hwa
Seng. Aku.. brukk!"
Beng An roboh, tak sesuai omongannya
dan gadis itu menyambar. Memang pemuda ini
masih lemah dan hanya karena kegagahannya
saja dia bicara seperti itu. Dan ketika ia mengeluh
namun Hwa Seng mengurut kaki tangannya
maka gadis Lembah Es ini terisak namun tak
dapat menahan senyum.
"Kongcu, kau kehabisan tenaga. Tak usah
malu-malu. Marilah kupanggul dan kita mencari
perahu!"
Beng An tak dapat berbuat apa-apa. la
memang lemah dan kehancuran hatinya
membuat segalanya terasa berat. Mengangkat
tubuh sendiripun rasanya tak kuat. Maka ketika
ia menggigit bibir menahan pedih, Hwa Seng tak1681
ragu mengangkat dan memanggulnya di pundak
ia- pun memejamkan mata merasa terharu.
"Hwa Seng, kau benar-benar gadis yang
amat baik. Bawalah aku pulang ke orang tuaku di
utara. Aku merepotkanmu".
"Tidak, aku bangga. Kalau boleh aku
bersamamu tentu saja aku lebih gembira kongcu.
Betapapun kau calon suami Puteri Es. Aku
pelayanmu!"
Beng An terbatuk. Kata-kata gadis ini
justeru menyayat lukanya yang sudah teriris, ia
tersengat oleh sesuatu yang pedih. Tapi ketika
gadis itu meloncat dan lari membawanya turun
naik bukit maka Beng An diam saja sampai
akhirnya mereka tiba di lautan es itu. Hwa Seng
tak banyak bicara. Ia bekerja cepat mencari
perahu, menarik dan mengeluarkannya dari
tumpukan salju yang rupanya disembunyikan.
Itulah perahu milik murid-murid Lembah Es yang
akan bepergian, mencari ransum umpamanya.
Dan ketika Beng An ditaruh di situ dan gadis itu
mendayung perahunya maka benda inipun
meluncur mencari tempat-16821683
tempat lunak menghindari bebatuan es, Beng An
hanya terguncang sana-sini jika sesekali perahu
membentur karang, banyak terdapat gunung
Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
gunung es kecil di situ. Tapi karena gadis ini amat
sabar dan telaten memilih tempat-tempat baik,
perahu meluncur dan akhirnya berada di
samudera luas maka menjauhlah tepian Lembah
sampai akhirnya benar-benar lenyap tak tampak
lagi.
*** Bukan main sedihnya Pendekar Rambut
Emas menerima kedatangan puteranya ini. Bagai
orang linglung dan setengah gila Beng An
tertawa-tawa sepanjang jalan. Rambutnya
dibiarkan memanjang dan kusut, pakaianpun
compang-camping tak keruan. Hanya karena
Hwa Seng menjaganya sedemikian rupa maka
pemuda itu masih mau mandi dan
membersihkan tubuhnya. Beng An masih bersih
meskipun seperti orang gila, rambut acakacakan. Den ketika pagi itu mereka berada di1684
padang rumput bangsa Tar-tar maka di sini
pendekar itu kelusr menyambut. Anehnya Thai
Liong dan Soat Eng serta Siang Le belum datang.
"Ayah..."
Beng An masih ingat dan tiba-tiba
menubruk ayahnya ini. Hwa Seng, yang berada di
belakangnya cepat membungkuk dan menahan
air mata. Tentu saja pendekar itu mengenal gadis
ini. Dan ketika Beng An mengguguk dan tiba-tiba
tertawa aneh, mendorong dan merenggut lepas
dirinya maka pemuda ini bertanya liar di
manakah kakaknya Thai Liong.
"Mana Liong-ko, mana enci Soat Eng. He
mana mereka, ayah. Kenapa tak kulihat!"
Pendekar Rambut Emas mengerutkan
kening.
"Kau kenapa? Apa yang terjadi? Kau tak
wajar sebagaimana biasanya, puteraku. Apa yang
menimpamu dan kenapa dirimu berubah seperti
ini. Kakak-kakakmu belum datang, mereka
mencarimu."1685
"Ha-ha, bagus. Dan mana ibu. Eh, kau
sudah mengambilnya sebagai isteri bukan, ayah?
Mana ibu, aku kangen kepada ibu!"
Kim-mou-eng terbelalak. Pendekar ini
mengerutkan kening melihat puteranya
terhuyung memasuki rumah, memanggilmanggil Cao Cun dan keluarlah wanita itu
memapak Beng An. Bersama dengan wanita ini
keluar pula tiga anak-anak yang bukan lain Siang
Hwa dan Siang Lan serta Bun Tiong. Anak-anak
itu bersorak memanggil pamannya. Namun
ketika Beng An ha-ha-he-he dan menubruk
bibinya maka pemuda ini tak menghiraukan yang
lain dan tangispun tiba-tiba meledak lagi.
"Aduh, kau benar-benar seperti ibuku.
Ah, syukur kau berbahagia dengan ayah, ibu. Aku
senang melihatmu gembira dan bahagia di sini.
Aku iri!"
Cao Cun tertegun. Tentu saja ia tak
mengerti sikap Beng An yang dinilainya luar biasa
ini. la tadinya siap menyambut dan berseru
girang. Tapi ketika pemuda itu mengguguk dan
malah memeluknya e-rat-erat, menyusupkan1686
kepala di bawah lehernya maka Cao Cun tercekik
dan merasa heran kenapa pemuda ini seperti
orang tidak waras. Rambutnya panjang dan
kusut, layaknya seperti orang gila saja!
"Beng An, apa yang terjadi padamu,
kenapa begini, Pakaianmu compang-camping!"
"Ha-ha, hatiku lebih compang-camping
lagi, ibu. Aku terobek-robek. Aku.. aku.. "
Beng An mengguguk. Kalau sudah begini
maka Hwa Seng cepat-cepat menyusulnya dan
menyambar tubuh itu. Beng An limbung. Dan
ketika pemuda itu menangis lalu tertawa lagi,
Cao Cun berdebar maka wanita inipun menangis
dan menjerit menerkam puteranya. Akan tetapi
Pendekar Rambut Emas mendorong tubuhnya. la
memberi isyarat agar wanita itu diam, anak-anak
di sana terbelalak dan kaget. Lalu ketika
pendekar ini bert?nya kepada Hwa Seng maka
gadis itu tersedu mengerti maksudnya.
"Kau yang sudah melayaninya berharihari. Bawalah ia ke dalam dan temui aku sesudah
itu, nona. Ceritakanlah kepadaku apa yang1687
terjadi. Puteraku rupanya menderita pukulan
batin."
Hwa Seng mengangguk. Cepat ia
membawa Beng An ke kamar, diam-diam kagum
bahwa pendekar itu tak begitu goyah, meskipun
ia yakin bahwa sang ayah inipun terguncang dan
kaget melihat keadaan puteranya. Dan ketika
Cao Cun juga dibawa ke kamar dan memeluk
Beng An maka di sini pemuda itu menumpahkan
kecewanya dengan tangis menggerung. Beng An
ternyata masih terpukul hebat. Bukti bahwa
berhari-hari ini selalu merenung dan
menyeringai lalu menangis menunjukkan bahwa
pukulan batinnya berat. Putusnya cinta
membuat pemuda ini seakan gila. Hwa Seng tak
mampu menguasainya karena ia bukan orang
yang tepat untuk itu. Kini mereka sudah di
rumah. Maka ketika pemuda itu dibiarkan
mengguguk dan berkali-kali Cao Cun mengusap
dan mengelus rambutnya akhirnya di bawah
kata-kata lembut dan penuh kasih sayang
pemuda ini tertidur dipangkuan ibu tirinya!1688
Hwa Seng terharu. Dalam perjalanan
Beng An telah menceritakan keluarga ayahnya
itu, termasuk Cao Cun yang dikagumi pemuda ini.
Maka ketika dia bertemu den melihat wanita itu,
cocok dan merasa suka akhirnya Pendekar
Rambut Emas muncul di pintu mengingatkan
pesannya tadi.
"Bisakah kita bicara di depan. Rupanya
kita harus membiarkan puteraku ini nona. Biarlah
dia beristirahat dan kita bercakap-cakap.
Ceritakanlah kepadaku."
Hwa Seng mengangguk. Ia bangkit dan
menyusut air matanya sementara Cao Cunpun
berdiri. Bertiga mereka menuju ruang depan.
Lalu ketika di sini gadis itu tak kuasa menahan
sedu-sedannya maka iapun menceritakan apa
yang telah terjadi
"Kim-kongcu dihajar Puteri. Ia..memakimaki supek-bo kami..!"
"Hm, k?napa memaki-maki. Apa yang
terjadi dan kenapa tubuhnya tak terurus begitu,
Hwa Seng. Ada apa antara dia dan Puteri Es."1689
"Mereka memutuskan cinta. Masingmasing pihak bertengkar dalam kebenarannya
sendiri, taihiap. Kim-kongcu.. Kim-kongcu
membela kakaknya!"
"Astaga, ceritakan yang jelas!"
"Puteri dan Kim-kongcu terlibat
kemarahan masing-masing. Ini dimulai dari
datangnya Liong-siauw hiap ke Lembah Es
" Hmn, Thai Liong sudah tiba di sana?"
"Benar taihiap, dan.. dan mengalahkan
sesepuh kami!"
Ada kilatan girang di wajah pendekar ini.
Sejenak Pendekar Rambut Emas teringat wanita
mengerikan itu, betapa ia tak kuat dan tak
mampu menandingi We We Moli. Tapi sadar
bahwa yang di depannya ini adalah seorang
murid Lembah Es, tak boleh ia menunjukkan
kegembiraannya maka ia pura-pura mengangguk
dan bersikap wajar-wajar saja.
"Lalu apa yang terjadi? Kenapa Beng An
bertengkar dengan kekasihnya?"
"Puteri terpukul oleh kekalahan
sesepuhnya, taihiap, merasa Liong-siauwhiap1690
bersikap sombong. Hamba tak tahu jelas ributribut di antara mereka karena hamba hanya
mendengar dari kejauhan saja. Yang jelas Puteri
tak senang kepada putera talhiap itu, sementara
Kim-kongcu membela kakaknya!"
"Hm, lalu bagaimana dengan wanita itu?
Maksudku bagaimana setelah ia dikalahkan
puteraku?"
"la dibuang ke puncak Himalaya, dihukum
nenek moyang kami Kim Kong Seng jin!"
"Ah, dewa kalian yang seperti dongeng
itu muncul?"
"Benar, taihiap...!"
"Dan hebat sekali tentunya pertempuran
itu. Bagaimana dengan puteraku, apakah ia
menghadapi Kim Kong Sengjin!"
"Nenek moyang kami sudah merupakan
arwah, mana mungkin bertempur dengan Liongsiauwhiap. Tapi ketika ia muncul maka Bu-beng
Sian-supun muncul, melindungi putera taihiap
itu."
"Astaga, Sian-su juga muncul di sana?
Bagaimana akhirnya?"1691
"Akhirnya ya itu tadi, taihiap, sesepuh
kami malah ?ihukum Kim Kong Seng jin. la
disuruh samadhi sampai mati, dibuang di puncak
Himalaya. Kami tak tahu selanjutnya karena kami
terlempar oleh tiupan ahgin dahsyat. Waktu itu
hamba sendiri berada di luar istana sedang
menjalani hukuman sendiri."
Pendekar Rambut Emas tergetar. dapat
membayangkan hebatnya pertempuran itu,
tentu menegangkan. Tapi karena sekali lagi ia tak
mau menonjolkan kemenangan puteranya maka
ia kembali lagi kepada Beng An.
*** Credit:
Sumber Buku Gunawan Aj
Kontributor Awie Dermawan
Edit OCR Yons
First in share Kolektor Ebook
Putri Es-Batara1692
"PUTRI ES"
( Lanjutan Rajawali Merah )
Karya Batara
Jilid XXVIII
* * * "BAIKLAH, lalu bagaimana dengan
puteraku ini."
"Puteri tak mau menemuinya...".
"Mereka bertengkar sebelum itu?"
"Rasanya tidak, taihiap, pertengkaran
terjadi setelah ini."
"Hm , coba ceritakan sekali lagi, aku
merasa ada sesuatu yang aneh."
Hwa Seng menceritakan lagi apa yang
diketahui. Gadis ini tak tahu gosokan Sam Hwa
kepada majikannya, apa yang diketahui sudah
berada di tengah. Maka ketika Pendekar Rambut
Emas mengangguk-angguk dan mengerutkan
kening akhirnya pendekar ini berkata bahwa1693
agaknya dia harus bicara sendiri dengan
puteranya itu.
"Baiklah, terima kasih atas semua
pertolonganmu, Hwa Seng. Biarlah aku bicara
lagi dengan Beng An. Kutunggu ia sampai
bangun, sekarang beristirahatlah." Gadis itu
mengusap air matanya, pergi. "Bagaimana
pendapatmu," pendekar ini memandang Cao
Cun. "Apa yang kau tangkap dan rasakan di sini,
Cao Cun. Adakah sesuatu yang kau lihat."
"Sementara ini belum, tapi rasanya ada
sesuatu yang kurang. Cerita itu tidak lengkap,
sebaiknya memang kita bertanya lagi kepada
Beng An."
"Dan siapa yang bicara, kau dulu atau
aku."
"Ah, kau saja, taihiap. Kau ayah
kandungnya!"
"Baiklah, beri tahu aku kalau dia sudah
sadar."
Cao Cun bangkit dan mengangguk
meninggalkan tempat itu. Sebagai orang-orang
tua yang cukup pengalaman betapapun mereka1694
menangkap sesuatu yang tersembunyi. Cerita
Hwa Seng memang dirasa tidak lengkap. Maka
ketika mereka harus bicara sendiri dengan Beng
An dan ditunggulah pemuda itu sampai bangun
ternyata hampir sehari itu pemuda ini tidur. Beng
An bangun setelah gelap, diikuti keluhan pula.
Dan ketika cepat Cao Cun berlutut dan
memegang lengannya maka yang ditemui adalah
tawa Beng An, aneh dan mirip orang tidak waras,.
"Heh-heh, kau masih di sini, ibu. Apa yang
kau lakukan."
"Aku menjagamu," wanita ini menitikkan
air mata. "Kau belum mandi dan bersihkan dulu
tubuhmu, Beng An. Ayo bangun dan ke
Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
belakang."
"Ibu mau memandikan aku?"
"Apa?"
"Aku tak mau mandi kalau sendiri, ibu
harus memandikan aku."
"Beng An!"
"Heh-heh pemuda itu turun, keluar dan
sempoyongan dan muncullah Pendekar Rambut
Emas mendengar kata-kata ini. Wajah pendekar1695
itu merah namun puteranya tidak sehat, mata
pemuda itu liar mencari-cari. Lalu ketika Hwa
Seng muncul pula maka pendekar ini menangkap
lengan puteranya. "Beng An, mau ke mana kau!"
"Aku mau mandi, ibu memandikan aku.
Heh-heh, mana sumurnya, ayah. Aku mau
mandi." "Hm, mari mandi bersama aku...."
"Tidak, aku mau mandi bersama ibu!"
"Beng An!"
Pemuda itu menangis. Tiba-tiba seperti
anak kecil ia berguling dan tersedu-sedu, hati
pendekar ini terkesiap dan kaget. Tapi ketika Cao
Cun menyentuh lengannya membawa seonggok
dupa maka wanita itu berkata bahwa sebaiknya
pemuda itu dibawa dulu ke makam ibunya.
"Guncangan batin membuatnya tak
sadar, biarlah kau mandikan dia dengan dupa
dan air kembang ini di makam ibunya. Bawalah
dia ke sana, taihiap. Ajaklah dia berdoa. Mungkin
melihat makam ibunya ia akan sadar!"
Kim-mou-eng menerima. Ia merasa malu
oleh tingkah Beng An ini namun maklum
sepenuhnya bahwa puteranya itu sedang1696
mengalami pukulan batin berat. Teringatlah ia
makam isterinya itu. Maka menyambar dan
menarik pemuda ini segera dia berkata bahwa
puteranya itu tak boleh seperti anak kecil.
"Kau sudah dewasa, lihat keponakanmu
di sana itu. Hayo ikut aku ke belakang lembah,
Beng An. Sadarlah dan kita bercakap-cakap yang
baik."
Pemuda ini menolak. Tadinya ia meronta
dan mau melepaskan diri, mencakar seperti anak
kecil. Tapi ketika ayah-nya meringkus dan
mendekap kencang maka berkelebatlah
Pendekar Rambut Emas membawa puteranya itu
ke makam, sebentar, kemudian sudah tiba di sini.
"Nah, siapa itu!" pendekar ini
mengerahkan suaranya, kuat berwibawa. "Siapa
yang kau lihat di sini, Beng An. Berlutut dan
bacalah itu sebagaimana layaknya seorang
gagah!"
Pemuda ini tertegun. Sebuah makam
yang bersih, sederhana tetapi sejuk berada di
depan mukanya ketika sang ayah menurunkan
dirinya. Di situ tertulis jelas MAKAM KIM-HUJIN,1697
ibu kandungnya. Lalu ketika ia tersentak dan
kaget membelalakkan mata, di atas makam tibatiba sesosok asap putih maka pemuda menjerit
dan menubruk. Kim-moung memejamkan mata.
Puteranya tiba-tiba sadar dan lenyaplah semua
kegilaan itu. Suasana makam yang remangremang dan bau kamboja menusuk hidung
membuat Beng An tersentak. Harum dupa yang
dibawa Kim-mou-eng juga berpengaruh, empat
di antara dupa itu telah dibakar. Lalu ketika
pemuda ini menjerit dan menubruk makam itu
maka Beng An mengguguk dan menangis seperti
anak kecil.
"Ibu...ibu...l" Inilah kesempatan yang baik
untuk menyembuhkan puteranya. Di saat Beng
An benar-benar sadar dan tahu bahwa ia berada
di makam ibunya maka Pendekar ini
melemparkan air kembang. Ubun-ubun
puteranya ditiup. Lalu ketika pendekar ini bersila
dan mengerahkan sinkang maka iapun telah
berbisik dan dengan suara penuh pengaruh ia
memasukkan pengertian lewat kepala pemuda
itu.1698
"Kita berada di tempat paling agung. Di
sinilah semua manusia mengakhhiri hidupnya,
Beng An, di bawah tanah. dan hentikan tangismu
karena kelak kita semua juga begitu. Berdoalah
dan minta berkah ibumu agar ia menguatkan
batinmu!"
Hebat pengaruh kata-kata Pendekar
Rambut Emas ini. Beng An yang semula
mengguguk dan meraung-raung mendadak
berhenti. Ia tidak lagi memukul-mukul batu nisan
itu. Dan ketika pemuda Ini sadar melihat sosok
putih itu, ibunya maka asap ini melayang lenyap
melambaikan tangannya.
"Ibu..!"
"Ia telah pergi. Berlutut dan berdoa!ah,
anakku. Sampaikan salam hormatmu dan
mintalah kekuatan batin."
Pemuda ini mengangguk. Bagai sadar dari
mimpi buruk Beng An menerima sebongkok hio
itu, menyulutnya dan sembahyang di makam
ibunya. Lalu ketika ia sudah bersila dengan bibir
berkemak-kemik, mata terpejam sementara bibir
itu digigit menahan tangis maka Pendekar1699
Rambut Emas begitu haru bersila di belakang
puteranya ini, berkejap dan menahan runtuhnya
dua butir air mata dan larutlah keduanya dalam
sila yang khusuk. Beng An mengheningkan cipta
dan membayangkan wajah ibunya itu, tak terasa
malampun semakin gelap dan bulan maupun
bintang menampakkan dirinya. Di bawah kelapkelip benda-benda angkasa itu anak dan ayah
bersamadhi, Pendekar Rambut Emas bersifat
mengiringi. Lalu ketika puteranya tenggelam dan
begitu khusuk, tak dapat diganggu maka
pendeknr inipun semalam suntuk menjaga di
belakang. Beng An membuka matanya setelah
ayam jantan berkokok. Gelap meninggalkan
bumi dan muncullah dewa fajar di keremangan
timur. Lalu ketika pemuda ini menarik napas
dalam dan bangkit berdiri, tertegun melihat
ayahnya di situ maka Pendekar Rambut Emaspun
bangkit dan memandang puteranya ini.
"Ayah...!" Sang ayah memeluk dan
runtuhlah air mata itu. Seruan Beng An, seruan
pemuda yang benar-benar sadar kembali, lenyap
sudah kegilaan dan tanda-tanda tidak waras itu.1700
Dan ketika Beng An memeluk ayahnya dan
menangis tersedak, keduanya berpelukan dan
haru satu sama lain maka Pendekar Rambut
Emas akhirnya mendorong puteranya itu,
menepuk pundaknya.
"Sudahlah, tak sia-sia aku membawamu
ke sini. Kemarin kau seperti orang gila dan tidak
waras, Beng An, kau terguncang pukulan batin.
Sekarang ceritakan kepadaku apa yang terjadi
dan bagai mana kau putus dengan sang Puteri."
"Ayah ayah tahu itu?"
"Hwa Seng menceritakannya kepada-ku,
Beng An, tidak ingatkah kau kepada-nya."
Pemuda ini tersedak, mengangguk.
Sekarang dia ingat semuanya itu dan menggigit
bibir. la merasa terharu kepada murid Lembah Es
itu. Tapi ketika ayahnya mengajak duduk dan
sebongkok dupa tinggal abu di depan makam
maka pemuda ini menguatkan hati berkata
gemetar.
"Gadis itu meminta yang aneh-aneh. Dia..
dia kemasukan iblis, ayah, melukai perasaanku.
Lebih baik begini dan biar putus!"1701
"Jangan seperti anak kecil. Apa yang dia
minta, anakku, ceritakanlah. Apa yang
menyebabkanmu hingga terjadi pertengkaran
ini."
"Semua ini gara-gara nenek jahanam itu,
We We Mo-li!"
"Aku sudah mendengar, tapi ceritakanlah
apa yang diminta gadis itu."
"Aku, ah lebih baik tak usah kuceritakan,
ayah Sakit hatiku ini. Rasa-nya begitu terluka dan
amat tersayat-sayat!"
"Aku cukup tabah mendengarnya, jangan
seperti itu. Ceritakanlah kepadaku, Beng An, aoa
yang dia minta. Mungkin nyawa ayahmu ini yang
diminta, atau mungkin nyawa orang lain."
"Ayah!"
"Aku cukup merasakan getir pahit
kehidupan. Kalau kau dapat terpukul dan segila
itu tentu hebat penderitaanmu, Beng An,
ceritakanlah dan jangan takut. Aku mampu
menerimanya."
Beng An tiba-tiba tertegun. Ia begitu
kagum akan kata-kata ayahnya ini. Ayahnya1702
begitu tenang! Maka tertegun bangkit
kegagahannya, iapun tak sudi cengeng, akhirnya
berkatalah pemuda ini akan permintaan
kekasihnya itu.
"Dia minta nyawa Liong-ko, emas
kawinnya adalah ibu jari kanannya. Mana sudi
aku melakukan ini, ayah. Bukankah gadis itu gila.
Ia kemasukan iblis!"
"Sudah kuduga," Pendekar Rambut Emas
mengangguk-angguk, diam-diam tergetar dan
pucat. "Pantas permintaannya membuatmu
terguncang, puteraku. Kalau tidak tak mungkin
kau semenderita itu. Ah, ada sesuatu yang pelik
di sini, bukankah mula-mula ia tak begitu benci
kepada kakakmu." "Ia marah karena Liong-ko
mengalahkan sesepuhnya."
"Kurasa bukan sekedar ini. Hm,,, ada
sesuatu yang tarnpaknya harus diselidiki,
puteraku. Ada sesuatu yang tidak beres. Baiklah
sekarang apa yang hendak kau kerjakan dan
apakah kau tetap tinggal di sini."
"Aku terluka, hatiku sakit. Aku ingin
bertapa dan menjauhi urusan duniawi, ayah. Aku1703
ingin menghabiskan sisa hidupku disini.
Pendekar Rambut Emas tersenyum, pahit.
"Kau menjadi pertapa? Duh, rupanya tak
mungkin, puteraku. Pertapa adalah seorang yang
ingin menyucikan diri dan jauh dari nafsu dan
sakit hati. Kau sedang bergemuruh, bukan bekal
baik untuk seorang pertapa. Agaknya yang paling
baik adalah hadapi semua ini dengan pikiran
jernih dan lihatlah bahwa semua itu cobaan
bagimu, bukan melarikan diri dengan menjadi
pertapa karena hanya akan membuatmu gagal
saja."
Beng An mengerutkan kening. "Tapi aku
tak ada nafsu untuk memasuki urusan duniawi
lagi."
"Benar, saat ini. Tapi manusia selalu
berobah, anakku. Yang dapat menetapkan
keputusanmu adalah keteguhanmu nanti.
Sekarang marilah pulang dan temui ibumu Cao
Cun dan Hwa Seng "
"Aku tak ingin pulang, "
"Eh?"1704
"Aku ingin di sini saja, ayah, bersamadhi
di makam ibu. Aku ingin bertapa di sini!" "Kau tak
ingin menengok ibumu Cao Cun atau Hwa Seng?"
"Tidak."
"Kau tak ingin melihat keponakankeponakanmu Siang Hwa dan Siang Lan serta Bun
Tiong?"
"Sementara ini aku tak bernafsu bicara
dan bertemu siapapun, ayah, maafkan aku. Aku
ingin menyendiri dan bertapa di sini." "Baiklah,"
pendekar itu mengangguk. "Kalau begitu aku
pulang, anakku. Jaga dirimu baik-baik tapi
berjanjilah bahwa kalau kau hendak pergi
beritahulah kami!"
"Aku tak akan meninggalkan tempat Ini."
Pendekar Rambut Emas memandang puteranya.
Tiba-tiba saja ia melihat sikap keras dan aneh di
wajah puteranya itu. Sesuatu membuatnya
terkejut. Dan ketika dari sepasang mata anaknya
menyorot cahaya dari seorang laki-laki tua
berkepala batu, mendiang mertuanya maka ia
tertegun karena saat itu yang dilihat bukan lagi
puteranya melainkan Hu Beng Kui! Terkejutlah1705
pendekar ini. Tiba-tiba ia tergetar dan mundur.
Teringatlah ia semasa kehamilan isterinya itu,
betapa dulu isterinya bermimpi ketemu ayahnya
itu dan berkata bahwa roh dari ayahnya itu akan
memasuki jabang bayi yang kala itu dikandung.
Dan sekarang sorot mata Beng An begitu persis
dengan mendiang jago pedang yang keras hati
dan keras kemauan itu. Sorot mata Beng An
bukan lagi sorot mata seorang pemuda
melainkan sorot mata kakeknya sendiri, kuat dan
berpengaruh serta tajam berkilat-kilat. Sorot
mata seperti itu adalah sorot mata tak mau
Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kalah, sorot tak mau tunduk dan siap mandi
darah memperjuangkan kebenaran sendiri. Dan
ketika pendekar ini terkejut dan mundur
selangkah, berubahlah wajahnya maka Beng An
tak merasa bahwa dalam pandangan ayahnya ia
adalah seperti mendiang kakeknya itu, teguh
pada pendirian dan siap binasa
mempertahankan kebenaran sendiri! Namun
pendekar ini cepat sadar. Suara berkeresek di
belakangnya membuat ia menoleh, sesosok
bayangan dan muncullah berturut-turut Shintala,1706
dan anak-anak itu, juga Hwa Seng Cao cun. Dan
ketika pendekar ini girang karena menantunya
datang, dua hari ini Shintala mencari pakaian ke
kota maka Beng An terpaku, menatap kakak
iparnya itu.
"Beng An!"
"Enci !"
Shintala menubruk memeluk pemuda ini.
Ia. baru saja datang dan mendengar tentang
Beng An. Ia terkejut dan cepat ke situ sementara
yang lain menyusul Beng An. Dan ketika
dilihatnya Beng An bersila tidak miring otaknya
seperti yang didengar maka wanita ini lega. Bun
Tiong serta, Siang Hwa dan Siang Lan juga girang
memeluk pamannya itu.
"Paman, kau sudah sembuh?"
"Ibu, paman tidak gila lagi"
"Hush!" Shintala membentak puteranya
itu. "Diam kau, Omongan apa itu. Lihat kakekmu
ini menjaga pamanmu semalam suntuk. Hayo
berikan makanan atau minuman segar!"
"Terima kasih," Beng An melepaskan
dirinya. "Kau ternyata datang, enci, kemana1707
selama ini. Dan Bun Tiong, hmm.... biarkan anakanak bebas bicara."
"Aku ke kota, mencari pakaian untuk
anak-anak. Aku baru datang, Beng An, dan syukur
bahwa kau sehat. Aku ke sini karena bibi Cao Cun
memberi tahu, juga Hwa Seng!"
Gadis Lembah Es itu terisak. Hwa Seng
maju dan berlutut namun Beng An menariknya
bangun. Pemuda ini benar-benar sadar dan
hilang gilanya, ia telah menemukan kembali
kekuatannya. Maka ketika ia mengangkat
bangun sementara gadis itu terisak lalu tersedu
maka gadis ini mengguguk memandang Beng An.
"Kongcu kongcu tak usah pikirkan hal-hal
yang berat. Di sini ayahmu dan keluargamu
berkumpul semua, kongcu. Aku girang bahwa
kau sembuh. Aku telah menyerahkanmu kepada
ayahmu dan akan pamit. Aku tak ingin
mengganggu keluargamu di sini."
"Hm, omongan apa ini," Kim-mou-eng
tiba-tiba maju dan memegang pundak gadis itu.
"Kau tak boleh pergi meninggalkan kami, Hwa
Seng. Budimu cukup besar dengan membawa1708
puteraku ke mari. Kami tak merasa terganggu,
justeru akan bingung dan sedih kalau kau pergi.
Tidak, kau tetap di sini saja, Hwa Seng, kecuali
kalau kau hendak kembali ke Lembah Es!
"Aku sudah diusir. Tak berani aku pulang,
taihiap. Aku tak akan ke sana."
"Nah, apalagi itu. Kau tetap di sini
menemani kami, Hwa Seng, paling tidak menjaga
puteraku siapa tahu tenagamu di perlukan.
Kecuali kalau kau tak senang dan menganggap
kami musuhmu."
"Ah, taihiap tak usah bicara begitu.
Lembah Es berkali-kali mendapat bantuan kalian
sekeluarga, kami justeru berhutang budi. Aku
hanya tak enak karena bukan kerabat di sini!"
"Hm, tidak. Kau sahabatku, Hwa Seng.
Orang yang berkali-kali menolong aku. Kalau
ayah sudah bicara seperti itu maka ia benar, kau
harus tinggal di sini, jangan pergi. Atau mungkin
aku, kecewa dan menjadi tak senang kepadamu.
Tinggallah di sini, sekarang kau kerabat kami."
Tersedaklah gadis ini oleh bahagia. Ia
berlutut dan menangis di kaki Beng An,1709
betapapun dirinya merasa sebagai pelayan. Dan
ketika ia mengucap terima kasih sambil tersedusedu, Bun Tiong dan yang lain menariknya
bangun maka anak laki-laki itu dengan suara
nyaring berkata membenarkan, "Benar, enci Hwa
Seng bukan orang lain lagi bagi kami. Kalau kau
pergi siapa yang mengajak main-main kami
bertiga, enci, sepi rasanya tempat ini. Tidak,
paman benar dan kau harus tetap di sini. Kami
ingin main-main denganmu. Hayo, kita mencari
makanan dan minuman hangat buat paman!"
Tersenyumlah gadis itu. Ternyata
Pendekar Rambut Emas dan keluarganya benarbenar menghendakinya, mereka ramah dan
akrab serta balk. Maka bergerak dan mengikuti
anak-anak itu iapun meninggalkan Beng An
setelah pemuda itu juga mengangguk padanya.
Pendekar Rambut Emas merasa haru.
"Gadis yang baik," katanya, " Ia tahu diri!"
Cao Cun juga mengangguk. "Ya, gadis
yang baik, taihiap. Semalam taihiap datang ke
sini menjaga Beng An."1710
"Sekarang mari pulang," Shintala teringat
dan memandang pemuda itu. "Mari bercakapcakap di rumah, Beng An, kangen juga lama tidak
bertemu!"
Akan tetapi Beng An menggeleng. "Aku
ingin di sini, enci, pulanglah bersama ayah. Aku
ingin menyendiri."
Wanita itu terkejut. Akan tetapi ketika
gak-hunya melangkah maju maka Pendekar
Rambut Emas berkata,
"Beng An telah berkata padaku ingin
tinggal di makam ini, ia ingin bersamadhi. Baiklah
kita pulang dan tengok dia kalau ingin bicara."
"Kenapa begini?" Cao Cun tiba-tiba
mengernyitkan kening, terkejut. "Aku ingin
berkumpul di rumah, Beng An, bercakap-cakap di
sana. Masa kau akan menjadi pertapa!"
"Benar," sang ayah, menjawab. akan
bertapa, Cao Cun, menjadi pertapa.
Marilah kita pulang dan biar di rumah ku
ceritakan."
"He...?"1711
"Sudahlah kita tinggalkan sendiri dan
nanti datang lagi. Biar anak-anak membawakan
buah untuknya."
Dan tak memberi kesempatan bicara lagi
pendekar itu menarik dan membawa wanita ini,
disusul oleh Shintala yang mendapat isyarat
ayahnya. Pendekar Rambut Emas mengajak
semua pergi. Lalu ketika dua wanita itu terheranheran namun Beng An menjadi lega, duduk dan
bersila kembali maka di sana Pendekar Rambut
Emas mencerita-kan tekad pemuda itu. Tentu
saja Cao Cun terkejut. Tiba-tiba wanita ini terisak.
Dan ketika Pendekar Rambut Emas menceritakan
pula sebab pertengkaran itu maka jerit lirihpun
tak dapat dicegah, sementara Shintala melompat
bangun dan berapi kedua matanya, pipi itu
kemerah-merahan bagai terbakar.
"Apa, gadis itu meminta nyawa suamiku?
Emas kawinnya ibu jari tangan kanan? Keparat,
iblls dari mana bersemayam di hati gadis itu, gakhu. Tak usah dituruti dan gila benar. Puteri Es itu
tidak waras!"1712
"Duduklah, tenanglah " Pendekar Rambut
Emas berkata sabar "Kuduga ada sesuatu yang
tidak kuketahui, menantu. Aku akan menyelidiki
dan mengetahui ini. Kupikir aku harus ke Lembah
Es sekali lagi. Kalian jaga Beng An dan jangan beri
tahu."
"Gak-hu mau ke sana?" Shintala terkejut.
"Ya, menjernihkan benang kotor ini. Aku
tahu betul watak gadis itu dan aneh ia tiba-tiba
sekejam itu. Ada sesuatu yang agaknya perlu
kuselidiki."
"Tapi Beng An telah memutuskan
hubungannya ."
"Cinta dapat diputus, menantu, tapi kata
batin tidak. Betapapun keduanya kulihat sudah
terikat erat. Aku khawatir ada orang ketiga mainmain di sini."
Shintala terbelalak. Sebagai wanita yang
suaminya terancam tentu saja dia marah dan
gusar sekali. Apa-apaan Puteri Es itu. Setan dari
mana merasuki jiwanya. Tapi ketika ia digamit
dan diminta ayah mertuanya tampak muram1713
wanita inipun tak jadi bicara namun diam-diam ia
menyumpah dan mengutuk Puteri Es itu.
"Keparat awas kau. Sekali kau
mengganggu suamiku kulabrak habis-habisan!"
Cao Cun menghapus air matanya. Ia telah
berhasil menenangkan wanita ini dan Pendekar
Rambut Emas termenung jauh. Percakapan
akhirnya selesai dan timbul niat pendekar ini
untuk ke Lembah Es. Ia merasa ada sesuatu yang
tidak wajar, ia akan pergi dan menyelidiki di sana.
Dan ketika akhirnya pendekar itu memutuskan
untuk berangkat, hari itu juga maka Cao Cun
menasihati agar sebaiknya menunggu Thai Liong
dan Siang Le serta Soat Eng.
"Kupikir tunggu dulu mereka, jangan
buru-buru. Bukankah Beng An sudah ada di sini
dan berkumpul dengan kita."
"Benar," Shintala juga setuju. "Sebaik-nya
tunggu Liong-ko datang, gak-hu. Aku juga ingin
mengetahui kenapa mereka belum pulang. Atau
kita sama-sama ke Lembah Es dan kudamprat
gadis siluman itu!"1714
"Hm-hm, kepergianku bukan untuk
mencari setori, lagi pula sebaiknya sendiri. Kalau
kau ikut hanya untuk mendamprat orang lain tak
usah saja, menantu. Diamlah di sini dan jaga
anak-anak."
"Tapi aku panas sekali!"
"Benar, dan hal-hal begini justeru
sebaiknya diterima secara dingin. Sudahlah
kutunggu suamimu tapi tiga hari saja, selebihnya
aku berangkat."
Shintala menggigit bibir mengepal tinju.
Kalau boleh tentu saja ia ikut, ingin ditemuinya
dan didampratnya Puteri Es itu. Tapi karena sang
gak-hu tak mengijinkan dan betapapun ingin
sendiri, orang tua lebih kalem daripada orang
muda akhirnya, hari itu Kim-mou-eng menunda
kepergiannya menunggu puteranya Thai Liong.
Tiga hari ia menunggu tapi pemuda itu belum
muncul juga. Dan ketika hari terakhir habis dan
cukuplah pendekar ini menunggu maka ia
berangkat tapi tiba-tiba teringat sesuatu kepada
Beng An. Kemarin ia bertemu dan bercakapcakap dengan puteranya itu.1715
"Apakah ayah menerima sesuatu dari
ibu," puteranya itu kemarin bertanya. "Mungkin
pesan atau kata-kata sebelum meninggal, ayah.
Atau sesuatu yang perlu disampaikan untukku."
"Tidak," pendekar ini menggeleng,
"kenapa tiba-tiba kau tanyakan ini, Beng An.
Apakah semalam kau bermimpi ibumu."
Pemuda itu tersenyum, tak menjawab.
Beng An kembali bersamadhi setelah sejenak
keduanya saling pandang, mata pemuda ini
semakin aneh karena mencorong dan berkilat
mirip mendiang kakeknya. Ada sesuatu yang
terjadi secara diam-diam, perobahan yang hanya
dilihat pendekar itu. Dan ketika pendekar itu
pulang kembali dan kini teringat sesuatu, hendak
pergi sebelum meninggalkan puteranya
mendadak ia ingat dua buah surat tinggalan
isterinya itu.
"Ada di bawah bantal, kusimpan untuk
anak-anak. Berikan kepada Beng An dan Soat Eng
kalau mereka datang."
Kim-mou-eng terkesiap. Tiba-tiba ia
berdesir karena sekarang harulah teringat1716
olehnya dua buah surat itu. Maka bergerak dan
menuju kamarnya bergegaslah pendekar ini
mencari peninggalan isterinya itu, dan benar
saja, di bawah bantal, lama tak tersentuh
tampaklah dua surat dari mendiang isterinya,
tertutup rapat! Kim-mou-eng merasa berdosa. Ia
benar-benar tak teringat pesan isterinya ini oleh
peristiwa demi peristiwa. Ia benar-benar lupa itu.
Maka bergegas dan menuju ke tempat puteranya
iapun meminta maaf membangunkan puteranya
ini. Wajah Beng An semakin kurus namun
pandang matanya justeru semakin berkilat.
"Maaf, aku mengganggumu lagi. Ada
sesuatu yang kulupakan selama ini, Beng An,
Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pertanyaanmu kemarin mengingatkan aku.
Benar, ada titipan untukmu, surat dari ibumu.
Maafkan aku kalau selama ini aku lupa!"
Pemuda itu membuka mata, tenangtenang saja, matanya bersinar mencorong
"Jadi ayah sudah menemukan itu? Terima
kasih, ibu memberitahuku lewat mimpi, ayah,
dan ternyata tak salah. Baiklah, letakkan di situ
dan biar besok kubaca."1717
Pendekar ini tertegun. "Kau tak segera
membacanya?"
"Kemungkinan sudah kuketahui. Silakan
ayah kembali dan jangan ganggu aku."
"Maaf," pendekar ini berdetak keras.
"Kalau begitu terserah dirimu, Beng An. Hanya
benar-benar aku lupa oleh kejadian demi
kejadian selama ini. Baiklah aku kembali."
Beng An mengangguk. Ayahnya
berkelebat pergi dan tinggal satu surat di tangan
yang lain, untuk Soat Eng. Dan ketika pendekar
itu bingung akan berangkat, masuklah bayangan
Cao Cun maka pendekar ini bergegas menemui.
"Aku sudah tiga hari menunggu anakanak, cukup. Aku akan pergi tapi titip ini untuk
Soat Eng. Berikan kalau ia datang, Cao Cun.
Katakan bahwa aku lupa titipan ibunya. Suruh ia
memaafkan aku."
"Taihiap hendak berangkat sekarang
juga? Malam-malam begini?"
"Aku ingin cepat pulang, Cao Cun, karena
itu harus secepatnya pula berangkat. Jangan beri1718
tahu anak-anak biarkan mereka tidur, juga Beng
An!"
Wanita ini mengangguk. la masih
terbelalak oleh surat yang diberikan Kim-moueng kepadanya, surat itu agak kekuningan dan
sudah lusuh. Maka ketika pendekar itu
berkelebat dan tidak memberinya kesempatan
akhirnya ia berseru melepas kekhawatiran,
"Taihiap, hati-hati. Cepat kembali dan
jangan lama-lama!"
Kim-mou-eng sudah lenyap. Mengingat
perjalanan begitu jauh menuju Lembah Es iapun
mempergunakan Pek-sian-sutnya. IImu
menghilang ini membuatnya jauh lebih cepat
daripada ilmu biasa. Mungkin tiga empat hari ia
sudah kembali. Maka ketika teriakan wanita itu
tak didengar karena sudah jauh meninggalkan
hutan pendekar inipun melepas penasarannya
menyelidiki Puteri Es. Dan keesokannya
muncullah Thai Liong! Bersama Soat Eng dan
Siang Le pemuda ini memasuki rumah, muram
dan letih dan tentu saja kedatangannya disambut
jerit girang anak-anak, terutama Bun Tiong. Dan1719
ketika anak itu menubruk ayahnya sementara
ibunya juga keluar maka Shintala berseri-seri
melihat suaminya itu.
"Liong-ko!"
"Ayah!" Sekilas Thai Liongpun gembira. Ia
memeluk dan menciumi anak isterinya itu, Bun
Tiong melompat dan naik di atas pundaknya. Lalu
ketika di sana Siang Hwa dan Siang Lan juga
menubruk ayah ibu mereka maka Cao Cun keluar
membawa Hok Gi.
"Ibu !" Siang Le melepaskan dirinya dari
anak-anak itu. Ia menyongsong dan memeluk
ibunya sementara Cao Cun pun begitu gembira.
Wanita ini terisak penuh haru. Lalu ketika Siang
Le menyambar anaknya itu, bermain dengan Hok
Gi maka Soat Engpun teringat dan mendorong
Siang Lan dan kakaknya. "Sudah sudah, sekarang
adik kalian yang kecil. Hi-hik, kau semakin gemuk
saja, Hok Gi, ibu kangen. Ayo, lepaskan ayahmu
dan mari bersama ibu!"
Suami isteri ini berebut, terkekeh dan tak
mau kalah hingga anak itu menangis. Terlalu
lama ditinggal orang tuanya, buat anak ini belum1720
begitu hapal. Tapi ketika ciuman dan kata-kata
Soat Eng mendiamkan puteranya, inilah anak
bungsu mereka akhirnya anak itu tertawa,
apalagi ketika dilempar-lempar ke udara.
"Hayo, hup-hup diam diam!" Kekeh
Siang Lan membuat anak itu tak merasa asing
lagi. Memang bersama kakak-kakaknya inilah dia
kerap bermain. Tapi ketika Hwa Seng muncul di
situ dan tertegun di beranda samping, Soat Eng
terkejut melihat gadis ini maka Hok Gi tiba-tiba
dilemparnya kepada suami dan berkelebat
menuding.
"He, Hwa Seng!" Siang Le dan Thai Liong
terkejut. Mereka juga melihat gadis itu dan Hwa
Seng tiba-tiba menghambur, gadis ini menangis
dan menjatuhkan diri berlutut. Tapi ketika Soat
Eng mengangkatnya bangun dan terheran serta
kaget bagaimana gadis Lembah Es itu tiba-tiba di
sini maka nyonya muda ini berseru,
"Kau, bagaimana tiba-tiba ada di sini.
Dengan siapa kau datang dan mau apa?. juga
gak-hu (ayah mertua), mana dia," Siang Le
berseru dan memandang sekeliling.1721
"Marilah.. mari semua masuk," Cao Cun
mengusap air matanya bahagia, gembira bahwa
anak-anak ini datang. "Kita bicara di dalam, Siang
Le, jangan ribut-ribut di sini. Ayo, semua masuk.
Ada banyak kabar untuk didengar."
Si buntung itu menggendong Hok Gi yang
kini tertawa-tawa. Dasar anak kecil yang tak tahu
kesusahan orang tua maka Siang Lan menggoda
adiknya ini. Tapi ketika ibunya membentak agar
diam, anak-anak itu gaduh akhirnya Siang Le
memberikan puteranya kepada anak-anak itu.
"Sebaiknya kalian bermain sendiri.
Ayolah, nanti bersama kami lagi."
"Dan kapan kita pulang, ayah. Aku kangen
Sam-liong-to!"
"Eh, kong-kong sedang pergi. Masa tidak
pamit!"
"Paman Beng An kita ajak, biar bermainmain dengan kita di sana!"
Siang Le terbelalak mendengar celoteh
anak-anak ini. Lagi-lagi tak mempedulikan
suasana, mereka nyerocos saja bersahutsahutan. Kegembiraan itu yang rupanya1722
membuat anak-anak ini ceplas-ceplos bicara.
Tapi ketika Soat Eng membentak puterinya untuk
keluar, Siang Lan meleletkan lidah maka anak itu
berlari membawa adiknya, dan Bun Tiong tibatiba berseru, mengejar keluar.
"Ibu, paman Beng An menjadi pertapa.
Tolonglah dia agar mau bermain-main lagi
dengan kami!"
Terkejutlah semua orang. Hwa Seng tibatiba mnangis dan Soat Eng berubah. Shintala
mengernyitkan kening. Namun ketika keadaan
menjadi tidak enak maka Cao Cun menarik napas
dalam, mengangkat tangannya.
"Beng An memang telah pulang, gadis
inilah yang membawanya ke mari. Tapi harap
jangan diganggu dulu adikmu itu, anak-anak. Ia
masih terpukul dan baru tenang. Biarlah kita
saling bercerita."
"Dan ayah, ke mana ia pergi?"
"Ayahmu ke Lembah Es "
"Apa?" Soat Eng mencelat. "Lembah Es?
Mau apa"1723
"Tenanglah, duduklah. Sebenarnya ini tak
boleh kuberitahukan kalian, Soat Eng, tapi mau
bagimana lagi. Aku khawatir akan ayahmu itu,
betapapun tak boleh disembunyikan.
"Dan Beng An...!" Siang Le tiba-tiba
menggigil."Di mana anak itu, ibu, kenapa tak
kelihatan...?"
"la di makam, bersamadhi."
"Di makam? Bersemadhi?"
"Coba kulihat!" Soat Eng tiba-tiba tak
Sabar dan berkelebat mendahului, keluar.
"Apa yang dilakukan adikku itu, ibu. Aneh
benar"
Cao Cun terkejut. Soat Eng suduh lenyap
dan yang lain otomatis mengejar pula. Berturutturut Siang Le dan Shintala meleset. Tapi ketika
bayangan merah mendahului dan lenyap di
depan maka Thai Liong inilah yang lebih dulu
melihat Adiknya itu, tak bergeming di nisan
ibunya, bagai arca hidup!
"Beng An-te!" Seruan itu disusu seruan
yang Iain-lain. Soat Eng dan suaminya dan
Shintala hampir berbareng tiba di tempat itu.1724
Masing-msing menggigil dan berseru lirih.
Namun ketika pemuda itu tak bergerak dan Thi
Liong mengangkat tangan mencegah mendekat,
Soat Eng dan yang lain menggigil maka Thai Liong
melihat Sesuatu yang menggetarkan. Ramut
adiknya yang putih tergerai, rambut yang hanya
pantas dimiliki seorang kakek-Kakek.
"Beng An-te!" Entahlah siapa yang lebih
dulu menjerit. Shintala yang juga terkejut
melihat perobahan itu sampai pucat sekali.
kemarin Beng An masih biasa , rambutnya tidak
memutih begini. Dan ketika Soat Eng mencelat
dan memanggil adiknya itu, juga Siang Le maka
dan orang lainnya sudah menubruk dan
menguncang guncang tubuh yang seperti arcea
itu. "Beng An ..Beng An.!" Akan tetapi Beng
An tak bergeming. Benar-benar bagai arca hidup
ia tak tergerak oleh jerit dan tangis , Guncangan
yang dilakukn kakakya juga tidak. ketika Thai
Liong berkelebat dan menarik adiknya maka
pemuda ini tergetar berseru,1725
"Lepaskan..lepaskan dia. Jangan ganggu
Beng An!"
"Akan tetapi rambutnya.. rambutnya ini "
"Dia sedang berada dalam puncak
samadhi, Eng-moi. Beng An tak boleh diganggu,
atau nanti terjadi perobahan hebat yang
membuatnya celaka!"
Soat Eng tersedu-sedu. Kakak perempuan
ini menangis begitu sedih hingga tak dapat
berkata-kata. Rambut Beng An telah memutih
seperti kakek-kakek. Dan ketika Hwa Seng
muncul dan melihat itu, tertegun maka gadis
inipun menjerit lirih dan limbung memegangi
sebatang pohon.
"Kim-kongcu ." Akan tetapi Beng An
benar-benar tak bergeming. Yang membuat Thai
Liong merasa berdebar adalah cahaya kebirubiruan di wajah adiknya ini. Cahaya itu begitu
tipis dan tersamar dan agaknya Beng An sendiri
tak sadar. Adiknya itu tak bergerak bagai arca
hidup, Thai Liong mengerahkan kekuatan
batinnya dan kagetlah pemuda ini melihat wajah
seorabg kakek melapisi wajah adiknya itu, kakek1726
yang tertawa dan seolah mengejek. padanya. Hu
Beng Kui! Dan ketika pemuda itu tertegun dan
berubah pucat, hanya dialah yang mampu
melihat itu maka cahaya kebiruan itu lenyap dan
selanjutnya Thai Liong melihat adiknya ini
sebagai mendiang jago pedang itu, ayah dari
ibunya yang meninggal atau kakek kandung Beng
An yang kini masih tak bergeming dalam samadhi
yang amat dalam! Mundurlah pemuda ini. Apa
yang dilihat Thai Liong sama dengan yang dilihat
Pendekar Rambut Emas dulu, hanya waktu itu
rambut pemuda ini belum memutih dan masih
hitam. Maka ketika pemuda ini menarik bangun
adiknya sementara Hwa Seng juga terpukul dan
tersedu-sedu, gadis itu mengguguk sedih maka
Cao Cun muncul dan seketika menjerit.
"Aiihhhhhh...!" Sama seperti yang lain
wanita inipun mendekap mulut. Cao Cun
tersentak dan kaget menyaksikan perobahan itu.
Rambut Beng An telah memutih. Tapi ketika
Siang Le menyambarnya melihat ibunya ini
hendak roboh, Cao Cun begitu pucat maka Thai
Liong berkelebat mengajak mereka ini pulang.1727
"Kita kembali!" Siang Le mengangguk.
lsterinya telah dibawa Thai Liong dan iapun
mengangkat ibunya ini. Cao Cun tersedu-sedu.
Dan ketika Hwa Seng juga bergerak dan diminta
pulang maka di rumah, di ruangan dalam wanitawanita itu melanjutkan tangisnya.
"Beng An, dia...dia seperti kakek-kakek"
"Dia tak mau ditemui kita. Ah, tapi apa
yang terjadi padanya, ibu. Apa ,yang membuat
Beng An begitu!"
Cao Cun bertangis-tangisan memeluk
Soat Eng. Di dekat pintu Hwa Seng juga
terguncang. Namun ketika Thai Liong menarik
napas dalam dan minta Cao Cun menerangkan,
Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
suara berat pemuda itu menyadarkan yang lain
maka Shintala mendahului dengan kata-kata
penuh benci,
"Ini karena gadis siluman itu. Beng An
putus cinta dengan Puteri Es. Dia minta yang
macarn-macam, Liong-ko, hingga adik kita, itu
terpukul dan gila. Ia baru saja sembuh!"
"Apa yang dia minta "1728
"Nyawamu. Gadis itu menyuruh Beng An
membunuhmu kalau ingin melanjutkan
hubungannya. Emas kawinnya adalah jari tangan
kananmu!"
Terdengar jerit dan bentakan nyaring.
Soat Eng, yang tadinya berpelukan dan tersedusedu dirangkul Cao Cun tiba-tiba berteriak dan
meloncat bangun. Nyonya muda marah sekali
mendengar ini, kaget. Dan ketika ia berkelebat
mencabut pedangnya maka ia berseru akan
membunuh Puteri Es itu.
"Keparat jahanam, tak tahu diri. Biar
kubunuh dia dan kucari untuk mengadu jiwa!"
Namun Thai Liong bergerak menangkap
adiknya ini. Terkejut dan pucat oleh kata-kata
isterinya Rajawali Merah ini masih dapat
menekan marah. Ia tertegun dan terkesiap
namun Soat Eng disambarnya cepat. Wanita itu
meronta-ronta. Namun ketika dia menotok dan
melemparkannya kepada Siang Le maka Soat Eng
pingsan dan Thai Liong bangkit berdiri, gemetar.
"Rasanya tak baik isterimu mendengar
ini. Bawa dia ke dalam dan jaga agar tidak1729
mengamuk, Siang Le. Aku akan bertanya kepada
Shintala."
Si buntung pucat. Siang Le juga gemetar
mendengar itu, mata tak berkedip dan wajah
menegang kaku. Tapi menerima isterinya
mengangguk perlahan lahan bangkit dan masuk
ke dalam.
"Baiklah, kujaga isteriku, Thai Liong. Nanti
kita bicara berdua!"
Si buntung terhuyung masuk. Apa yang
didengar memang sungguh mengejutkan, bagai
geledek di siang bolong saja. Dan ketika pemuda
itu lenyap sementara Thai Liong termangumangu, Hwa Seng tersedu dan menangis di situ
maka pemuda ini duduk lagi. Wajahnya gelap
dan kesedihanpun tak dapat disembunyikan lagi.
"Baiklah, apa yang kau dengar. Ceritakan
dan kudengar secara lengkap."
Shintala tergetar. Ia melihat wajah
suaminya yang berubah-ubah ini, merah dan
pucat berganti-ganti. Namun ketika suaminya itu
duduk kembali dan pandai menguasai perasaan,
tenang meskipun bergemuruh maka tiba-tiba ia1730
merasa menyesal kenapa ia tadi bicara begitu
meletup-letup.
"Maafkan aku " isaknya lirih. "Aku tak
dapat mengendalikan perasaanku, Liong-ko, aku
marah dan sakit sekali mendengar itu. Gadis itu
keterlaluan!"
"Sudahlah, aku tak menyalahkanmu. Aku
hanya sedih memikirkan adikku Beng An itu.
Ceritakan dari mana kau tahu apakah dari Hwa
Seng."
"Tidak, ia tak tahu apa-apa. Ia hanya
membawa Beng An ke sini. Waktu itu An-te tidak
waras, Liong-ko, maksudku terguncang jiwanya
dan seperti gila. Baru setelah ayah mengajaknya
ke makam ibu maka An-te sadar. Tapi kemudian
ia tak mau diganggu dan selanjutnya duduk diam
seperti pertapa."
"Hm, lalu?"
"Ayah yang mengorek keterangan
darinya, dan Beng An menceritakannya sendiri".
Thai Liong menarik napas dalam. "Dan
kau sendiri," wanita itu terisak. "Kenapa tak
segera pulang, Liong-ko, bukankah kau1731
meninggalkan Lembah Es lebih dulu daripada
Beng An."
"Aku ke Sam-liong-to, mencari tempat
enak...."
"Maksudmu?" "Kita harus meninggalkan
tempat ini, Shintala, semua berkumpul saja di
sana."
Wanita ini mengerutkan kening. Sebagai
isteri yang telah lama mendampingi suami maka
Shintala menangkap sesuatu yang
disembunyikan di balik kata-kata suaminya itu.
Dia menangkap sesuatu yang ganjil. Maka
berkerut teringat ayahnya dia menggeleng.
"Agaknya tak mungkin, bagaimana
dengan gak-hu!"
"Akan kuajak sekalian."
"Ah, di sini ada makam ibu, Liong-ko,
mana gak-hu mau. Kukira tak mungkin!"
"Soal itu dapat dibicarakan nanti. Kalau
perlu makam ibu dipindah saja."
"Liong-ko!" Rajawali Merah menggeleng.
Seruan Itu tak disambut lagi dan pemuda ini
minta agar pembicaraan dialihkan lagi masalah1732
Beng An. Shintala tentu saja terkejut dan
terheran-heran olen sikap suaminya ini, tak
biasanya bersikap begitu ganjil, ingin memindah
pula sebuah makam ke Sam-liong-to! Tapi
merasa tak ada baiknya, mendesak di situ, ada
Hwa Seng dan ibunya Cao Cun akhirnya wanita
ini menindas penasarannya yang tiba-tiba
menjadi curiga. Firasatnya menangkap sesuatu
yang tidak enak. Perasaan wanitanya terganggu
semacam khawatir atau cemburu!
"Baiklah, apalagi tentang Beng An?"
"Maksudku apa lagi yang diceritakannya tentang
Puteri Es itu."
"Tak ada," wanita ini bersinar-sinar.
"Cerita yang kuketahui hanya itu, Liong-ko. Dan
masalah ayah agaknya ibu Cao Cun lebih tahu."
"Ayahmu ke Lembah Es," wanita itu lesu.
"Sebenarnya mencoba menunggu kedatangan
kalian selama tiga hari ini, Thai Liong, tapi baru
sekarang kalian muncul."
"Kami memang tidak terus pulang, tapi
coba ibu ceritakan apa yang dikerjakan ayah.
Kenapa ke sana?"1733
Cao Cun lalu mengusap air matanya.
Pukulan tentang Beng An masih bergema, tinggal
isak-isak kecil yang coba ditekannya. Tapi ketika
ia dapat menenangkan diri dan menceritakan
sang ayah akhirnva Thai Liong tertegun karena
ayahnya itu pergi untuk menyelidiki permintaan
Puteri Es ini.
"Ayahmu curiga ada sesuatu yang tidak
beres, mungkin ada orang ketiga. Dan karena ia
tak mau adikmu menderita maka dicobanya
untuk mengetahui itu dengan menyelidiki ke
sana."
Thai Liong menarik napas dalam-dalam.
Teringatlah ia ketika meninggalkan Lembah Es
membiarkan adiknya sendirian menemui gadis
itu, betapa Puteri Es tak mau menerimanya dan
mengusir mereka semua. Ia selanjutnya memang
pergi bersama adiknya Soat Eng dan Siang Le, ke
Sam-liong-to. Bukan apa-apa melainkan rnencari
sebuah tempat untuk tempat tinggalnya nanti,
sesuai pesan Bu-beng Sian-su bahwa sebaiknya
dia dan keluarga tinggal di Sam-liong-to saja. Ada
tiga pulau di Sam-liong-to yang dapat dipilihnya1734
nanti, satu di antaranya sudah dipakai Soat Eng
dan suaminya ini dan dimintanya mereka
memilihkan pula, mana di antara sisa pulau yang
tepat untuk keluarganya nanti. Dan karena Soat
Eng maupun Siang Le mengetahui kejadian
Lembah Es tentang Yo-siocia itu, tentang sakit
hati gadis itu yang tak ingin diketahui isterinya
maka gara-gara perjalanan inilah Rajawali Merah
ini terlambat ke utara. Thai Liong telah
menganggap urusannya selesai dan We We Moli
tak berkutik lagi. Sesepuh Lembah Es itulah yang
menjadi batu pengganjal. Maka tak mengira
Beng An memutus cintanya dengan Puteri Es, hal
yang tentu saja membuat ia terkejut maka yang
lebih mengejutkan lagi adalah permintaan puteri
itu bahwa dirinya harus menjadi "tumbal" bagi
berlangsungnya perjodohan itu. Rajawali Merah
ini tersenyum pahit. la tahu beratnya cinta
karena iapun pernah mengalami. Cinta sungguh
dahsyat menggempur orang-orang muda.
Mereka dapat di jungkir balik oleh cinta. Dan
ketika ia melihat betapa adiknya gagal, Segera ia
maklum mengapa adiknya seperti gila maka1735
diam-diam pemuda ini sudah menetapkan
sesuatu demi kebahegiaan adiknya. la juga akan
ke Lembah Es, memberikan ibu jarinya dan kaiau
perlu nyawanya!
Hari itu tiada kembiraan di tempat ini.
Hwa Seng, yang merasa majikannya bersikap
keterlaluan lalu menghindar. Gadis ini tak enak
mendengar pembicaraan itu. la merasa ikut
bersalah. Dan ketika gadis ini menyingkir dan
diam-diam menjaga Beng An, duduk dan
termenung tidak jauh dari pemuda yang masih
seperti arca itu maka malam harinya dua pemuda
berhadepan di luar , bernaung bintang dan bulan
yang berkedip sedih.
"Sekarang katakan apa yng hendak kau
kerjakan setelah mendengar semuanya ini?"
"Bagaimana menurut pendapatmu dan
apa yang harus kulakukan, Siang Le. Dapatkah
saranmu menyelesaikan urusan ini?"
"Kupikir menunggu gak-hu pulang. Aku
tak berani sembrono melangkah sendiri-sendiri,
Thai Liong, siapa tahu malah semakin kacau.1736
Pendapatku adalah tunggu gak-hu pulang, lalu
kita tetapkan lagi apa yang harus dikerjakan."
"Kau tak ada saran lain?"
"Ada, kita berdua ke Lembah Es, atau kau
sendiri."
"Bagus, tepat. Aku memang ingin kesana
lagi!"
"Tapi harus menunggu gak-hu, Thai Liong,
jangan sekali-ksli sendiri. Aku sudah mempunyai
rencana untuk menyelesaikan urusan ini.
"Katakan apa rencanamu!"
"Aku tak dapat memberitahukannya
sekarang, nanti saja setelah gak-hu membawa
kabar."
Thai Liong bersinar sinar. Wajah si
buntung yang agung tampak memancar di timpa
cahaya bulan. Entahlah kenapa Thai Liong kagum
memandang iparnya ini, mata itu bersorot
lembut, tatapannyapun tenang. Dan ketika ia
menghela napas melihat sorot agung ini, iparnya
begitu lembut dan bersahaja maka ia
menggenggam tangan buntung itu memuji
gemetar.1737
"Siang Le, kau satu-satunya orang yang
dapat kuharapkan. Aku ingin meninggalkan
sesuatu kepadamu di kelak kemudian hari!"
"Hm meninggalkan apa? Aku tak merasa
butuh apa-apa lagi, Thai Liong, aku merasa
cukup".
"Justeru aku yang ingin memberikan
sesuatu kepadamu." Pemuda itu tertawa. "Tidak,
aku serius. Aku ingin meninggalkan sesuatu kalau
nanti diLembah Es terjadi!"
Si Buntung terkejut, menatap tajam. "Kau
mau menyerahkan dirimu? Kau anggap
kematianmu membawa bahagia bagi Beng An
dan orang lain? Hm, jangan bodoh. Kalau kau
melakukan itu maka banyak dampak yang kau
tinggalkan, Thai Liong. Pertama adalah dendam
isterimu kepada Puteri Es. Kalau gadis itu
menjadi isteri Beng An sementara isterimu
menaruh sakit hati maka tak mungkin Beng An
bahagia. Pengorbananmu bakal sia-sia
"Kau tahu?" Thai Liong terkejut.
"Sinar matamu yang memberi tahu.
Tidak, tak boleh itu. Dampak lain adalah isteriku1738
akan marah kepada gadis itu, bisa terjadi
dendam-mendendam, tak bakal ada habisnya!"
Thai Liong tertegun. Tak ia sangka
demikian cerdas si buntung in membaca jalan
pikirannya. Tapi tertawa menutupi getir ia
bertanya,
"Baiklah, kalau begitu bagaimana
menurutnu? Apakah aku harus tinggal diam dan
membiarkan Beng An patah hati? Aku merasa
dirikulah sumber penyebabnya, Siang Le, kalau
aku tak mengalahkan We We Moli dan nenek itu
tak dihukum moyangnya tak akan terjadi
semuanya ini. Aku ingin menebus kesalahanku!"
Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Dan membiarkan orang lain ganti
menderita."
"Maksudmu?"
"Apakah anak isterimu tak akan
kehilangan? Tidakkah kau memikirkan mereka?
Bodoh amat, kali ini pikiranmu bu-tek (keruh),
Thai Liong. Tak biasanya Rajawali Merah seperti
ini. Kau tenggelam dalam perasaanmu sendiri!"
Wajah pemuda ini memerah. Thai Liong
tersentak dan sadar. Tak disangkanya demikian1739
banyak dampak yang diakibatkan. Pertama
adalah isterinya itu, lalu Soat Eng dan anaknya
Bun Tiong. Bagaimana kalau anaknya kehilangan
ayah. Ibunya tentu menanamkan dendam dan
seumur hidup, Beng An bakal celaka. Bukan
kebahagiaan yang didapat melainkan persoalan
baru, penderitaan baru, bakal berkepanjangan.
Dan ketika ia menghela napas merasa bingung
akhirnya ia melepaskan genggamannya itu.
"Baiklah, kau rupanya lebih jernih.
Bagaimana menurut pendapatmu, Siang Le, aku
mohon petunjuk."
"Ah, kau lucu. Tak ada petunjuk dariku,
Thai Liong, kita sama-sama dewasa dan aku
bukan kakek-kakek. Jangan bicara begitu, aku
geli!"
"Hm-hm, baiklah. Bagaimana aku harus
bicara. Betapapun kau harus menyatakan
pendapatmu!"
"Itu tadi, tunggu saja ayahmu datang.
Kalau gak-hu tiba dan memberi masukan barulah
kita bergerak, Thai Liong, aku sendiri sudah1740
punya rencana tapi nanti saja kuberi tahu. Kita
bersabar menunggu ayahmu pulang."
"Jadi tak berbuat apa-apa?"
"Bukan, penantian ini sendiri adalah
pekerjaan. Harap kau sabar dan jangan terburuburu."
Thai Liong menarik napas lagi.
Berhadapan dan bicara dengan si buntung ini
terasa enak dan tepat, tidak salah kalau ia
memilih teman. Dan karena pikirannya memang
kalut sejak Beng An seperti itu, sendiri dan putus
cintanya akhirnya malam itu Thai Liong bersabar.
Siang Le memang benar dan itulah pekerjaan
paling tepat. Kedatangan ayahnya adalah kunci
gerakan berikut. Dan ketika dua pemuda ini
bicara dan bercakap-cakap lagi, mengisi waktu
kosong maka di kamarnya, di tempat lain Soat
Eng berhadapan dengan ibunya yang lembut,
Cao Cun.
"Kau sudah datang, sesuatu harus
kuberikan padamu. Inilah surat yang diberikan
ayahmu, Soat Eng, dari mendiang ibumu dulu.
Bukalah dan baca itu."1741
Soat Eng terkejut, menerima surat lusuh
yang sudah kekuningan itu.
"Dari ayah?"
"Benar, sebelum ia ke Lembah Es.
Bukalah dan bacalah."
Wanita muda ini menggigil. Matanya
tertumbuk kepada tulisan mendiang ibunya itu,
tulisan tangan yang indah rapi. Dan ketika
dengan heran namun gemetar ia membuka itu,
perlahan-lahan mengeluarkannya maka
dibacalah surat itu dan wajah yang pucat
kemerah-merahan ini akhirnya menjerit kecil,
mengguguk dan akhirnya menubruk Cao Cun.
"Ibu minta maaf, ia bersalah kepada Leko!"
Cao Cun tertegun. la sendiri tak tahu isi
surat itu namun melihat Soat Eng menubruk dan
tersedu mendekapnya maka wanita ini lega
karena tak ada tanda-tanda kemarahan di situ.
Soat Eng justeru terpukul dan haru. Dan ketika ia
meramkan mata ikut menangis, wanita adalah
mahluk yang halus perasaannya maka Cao
Cunpun terisak dan tersedu-sedu.1742
"Apa yang dikatakan ibumu, ada apa
dengan Siang Le?"
"Ia sadar dan minta maaf, ibu. la merasa
bersalah. Tapi betapapun mengharap agar aku
mempunyai anak laki-laki."
"Kau sudah mempunyainya. Kau telah
mendapatkan Hok Gi, Soat Eng, ibumu tentu
tahu. Syukurlah kalau ia berbaik lagi". "Tapi ibu
sudah tiada, apa artinya itu bagiku."
"Sudahlah, yang lewat tak perlu disesali,
Soat Eng. Betapapun yang ada adalah karunia.
Marilah terima semuanya ini dengan girang dan
penuh syukur. Lihatlah keadaanku sendiri, aku
kehilangan anak dan buah hatiku."
Soat Eng memeluk dan menciumi ibunya
ini. Baginya wanita separuh baya ini seperti ibu
kandungnya pula, Cao Cun tiada ubahnya ibunya
sendiri. Maka ketika ia terkejut dan sadar
menutup bibir yang berdesah itu, mulut yang
gemetar maka Soat Eng bangkit menghapus air
matanya.
"Aku dan Siang Le tiada ubahnya anakanakmu sendiri. Bun Tiong dan Siang Hwa serta1743
Siang Lan seperti cucu-cucumu sendiri, ibu. Kau
tak usah merasa kehilangan karena kami
penggantinya. Sudahlah aku tahu diri dan tak
usah kau bersedih. Aku memang harus
bersyukur."
Malam itu dua wanita ini bersama. Soat
Eng memberikan surat itu dan Cao Cun
membaca. Ternyata permintaan maaf dan sesal
pribadi. Sebenarnya ditujukan kepada Siang Le
namun mendiang Kim-hujin menyerahkannya
kepada puterinya ini. Dan karena surat itu
mengundang keharuan dan kasih yang besar,
Cao Cun menitikkan air mata akhirnya keduanya
berpelukan dan malam itu dilewatkan dengan
bercakap-cakap dan Soat Eng menanyakan
berapa lama ayahnya pulang.
"Katanya tiga empat hari saja,
bersabarlah. Bukankah kau tak tergesa-gesa
pulang ke Sam-liong-to."
"Hm, aku pribadi tidak, ibu, tapi Liong-ko,
ah..ia ingin secepatnya berada di sana!"
"Benar, kudengar kata-katanya tadi. Dan
aneh bahwa ia bermaksud membawa makam1744
ibumu ke Sam-liong-to. Ada apakah yang
membuatnya begitu, Soat Eng? Apakah ia tak
senang di sini?"
"Liong-ko ingin mendapat suasana baru,
maksudnya agar Bun Tiong selalu berdekatan
dengan Siang Hwa dan Siang Lan." Soat Eng
berbohong.
"Kalau begitu terserah, tapi bagaimana
ayahmu. Mungkinkah dia mau?."
"Nanti dapat dibicarakan, tapi mungkin
sukar dibujuk. Ayah melindungi dan mengawasi
suku bangsanya di sini, ibu, maukah dia
meninggalkan bangsa Tar-tar."
"Itulah, tapi terserah ayahmu. Kalau ia
mau tentu tak sukar, tapi kalau ia menolak tentu
kita harus memaklumi bahwa ia mempunyai
tanggung jawab di sini."
Sout Eng mengangguk. Memang ayahnya
adalah pelindung dan penasihat bangsa Tar-tar.
Meskipun tidak memimpin secara langsung
karena usia lanjut akan tetapi ayahnya itu
dihormat dan diminta melindungi bangsa ini. Tartar adalah bangsa yang besar, dulu ditakuti1745
bangsa Han karena merupakan ancaman dari
depan. Hanya berkat pendekar ini bangsa Tar-tar
menahan diri. Mereka dikendalikan dan akhirnya
bersahabat dengan kaisar di kota raja. Dan ketika
malam itu dua wanita ini bercakap-cakap
membuang waktu, di tempat lain Thai Liong dan
Siang Le juga melakukan hal yang sama akhirnya
empat hari kemudian datanglah Pendekar
Rambut Emas dari Lembah Es. Akan tetapi wajah
pendekar ini murung! Wajah yang kuyu dan
pakaian yang kusut menunjukkan keletihan
pendekar gagah ini. Pertama yang mengetahui
adalah Thai Liong. Pemuda itulah yang
mendengar dan melihat berkelebatnya
bayangan. Dan ketika ayah dan anak berhadapan
dengan wajah gembira sekilas, Thal Liong
berseru menyambut ayahnya itu maka berturutturut Soat Eng dan yang lain berkelebat.
"Ayah..!"
"Gak-hu!"
Siang Le dan Shintala saling mendahului
namun wajah pendekar itu gelap. Justeru adanya
Thai Liong membuat Kim-mou-eng berdesah.1746
Dan ketika berturut-turut ia menyambut anak
menantunya, mengangguk dan melepaskan diri
akhirnya munculah cucu-cucunya itu, Bun Tiong
dan Siang Hwa serta Siang Lan.
"Kong-kong..!"
"Kakek datang!"
Mereka girang melihat orang tua ini.
Pendekar Rambut Emas lagi-lagi menyambut.
Saat itu muncul pula Cao Cun, berseri dan
memandangnya namun wajah muram Pendekar
Rambut Emas membuat wanita ini berdetak. Ia
berdebar. Lalu ketika semua masuk dan anakanak dipersilahkan keluar maka Thai Liong
bertanya bagaimana hasil perjalanan ayahnya
ini. "Kami sudah mendengar semua di sini,
sekarang bagaimana hasil kunjungan ayah di
Lembah Es."
Pendekar Rambut Emas tertegun, dan
Cao Cun terisak memberi tahu. "Anak-anak minta
keterangan tentang dirimu, aku tak dapat
menyembunyikan lagi. Maafkan kalau aku
lancang."1747
"Hm, aku gagal," pendekar itu langsung
berkata, tak perlu lagi menyembunyikan
persoalan. "Karena kalian sudah tahu dan inilah
jawabannya maka gadis itu tak menarik
syaratnya dan rupanya Beng An harus
memutuskan hubungannya. Jodoh bukan
sahabat akrab mereka."
Semua tertegun, kecuali Shintala. Tak ada
yang bertanya karena keterangan singkat itu
cukup. Bagi Thai Liong merupakan pukulan
sendiri, diam-diam pemuda ini mengeluh. Lalu
ketika ayahnya bertanya kenapa ia lama kembali,
dijawab karena ke Sam-liong-to maka Shintala
tiba-tiba berseru bahwa Thai Liong hendak
membawanya pergi, termasuk memindah
makam ibunya itu.
"Liong-ko tak ingin tinggal lagi di sini, ia
hendak menempati satu di antara dua pulau
yang tersisa. Dan kau dimintanya pindah pula,
gakhu, bergabung di sana semua. Makam ibu ikut
pula dipindahkan!"
Pendekar Rambut Emas terkejut. la
memandang puteranya akan tetapi Thai Liong1748
menarik napas dalam, menunduk dan
mengangguk berat. Dan ketika pendekar itu
hendak bertanya sebabnya mendadak tiga anak
itu datang berlari-lari.
"Kong-kong, paman Beng An tak ada!"
"Ayah, enci Hwa Seng juga tiada!"
Berkelebatlah Rajawali Merah itu mendahului.
Seruan anak-anak ini mengejutkan semua orang
dan bergeraklah Pendekar Rambut Emas dan
yang lain-lain. Thai Liong paling dulu di depan.
Dan ketika pendekar itu baru teringat akan Hwa
Seng, yang memang belum dilihatnya maka di
makam, di tempat di mana Beng An biasanya
duduk bersila ternyata sudah kosong dan
pemuda itu tak ada di tempat, juga Hwa Seng
yang biasanya duduk menjaga!
"Astaga, adik Beng An benar-benar telah
pergi!"
Thai Liong tak berhenti di sini karena
secepat itu ia berputar dan berkelebat keluar
lembah. Cepat sekali ia mencari dan ayahnya
serta yang lain-lain juga berkelebatan. Mereka
telah menemukan tempat itu kosong, Soat Eng1749
bahkan menjerit memanggil-manggil adiknya.
Namun ketika seluruh tempat itu tak
menunjukkan tanda-tanda sang adik, Shintala
juga melengking-lengking memanggil nama Beng
An maka pemuda itu tak ditemukan lagi dan
Pendekar Rambut Emas berdebar jantungnya,
pucat.
"Beng An, di mana kau!"
Gagal. Semua orang berteriak-teriak
memanggil nama ini namun Beng An benarbenar lenyap. Siang Hwa menangis dan
Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memanggil-manggil pula pamannya itu. Namun
ketika pemuda itu benar-benar tak ditemukan
dan maklumlah mereka bahwa tak mungkin
pemuda itu kembali, semuanya rupanya
disengaja akhirnya Pendekar Rambut Emas
mengajak pulang. Di sini mereka gemetar. Thai
Liong pucat sementara yang lainpun menggigil.
Cao Cun bahkan tersedu-sedu, hanya Siang Le
yang tampak tenang dan sedikit berubah saja.
Selebihnya sikapnya biasa, tidak begitu panik.
Dan ketika diambil sidang darurat apa yang harus
dilakukan, semua memandang Pendekar Rambut1750
Emas maka pendekar ini memandang anak dan
menantunya, gelisah.
"Jangan-jangan ia ke Lembah Es, apa yang
bakal terjadi. Kita semua harus mencari, Thai
Liong. Bagaimana pendapatmu atau pendapat
yang lain!"
"Mungkin saja An-te ke Lembah Es, tapi
mungkin juga tidak. Kupikir ia tidak ke sana ayah,
untuk apa karena ia memiliki kekerasan hati yang
luar biasa. Sekali putus tetap putus, kecuali gadis
itu merobah permintaannya dan mau menemui
An-te."
"Benar, kupikir tak mungkin. Ke sana
hanya akan merobek-robek hatinya saja ayah.
Beng An tak mungkin ke sana. Mungkin ia
mencari tempat lain untuk bertapa, di sini terlalu
ramai!"
"Barangkali juga, tapi seharusnya ia
memberi tahu kita. Ah, anak itu bikin pusing dan
repot saja. Kalau sudah begini maka semua
bingung!"
"lni gara-gara aku. Kalau aku tak
mencampuri urusannya dengan Puteri Es1751
mungkin semuanya ini tak akan terjadi, ayah, aku
menyesal dan berdosa sekali. Aku menyusahkan
adikku sendiri!"
"Tidak begitu. Kita semua adalah kakakkakak Beng An, Thai Liong. Kalau adik kita
menerima kesulitan apakah kita harus diam saja.
Tidak, hal itu wajar. Kau tak boleh merasa
bersalah apalagi dosa. Akupun akan melakukan
seperti yang kau lakukan apabila aku dirimu!"
"Hm, Siang Le benar. Ini bukan garagaramu, Thai Liong, kalau diusut justeru nenek
sombong We We Moli itu. Kalau ia tidak macammacam dan menghukum anak muridnya sendiri
tak akan terjadi semuanya ini. Sudahlah kita cari
dia dan masing-masing ke delapan penjuru. Kita
berpencar!"
"Atau biar yang perempuan di sini,
menjaga anak-anak. Tak baik mereka sering
berpisah dengan ibunya."
"Enci Shintala di sini, aku ikut. Aku tak
mau diam, Le-ko, aku juga ingin tahu di mana
Beng An!"1752
Siang Le mengerutkan kening. Lagi-lagi
isterinya tak mau diam namun gak-hu nya
ternyata setuju. Pendekar yang baru datang ini
dipaksa untuk angkat kaki lagi, Thai Liong
mencegah namun ayahnya menolak. Pendekar
Rambut Emas ikut mencari. Dan ketika
diputuskan bahwa masing-masing keempat
penjuru, seminggu harus kembali dan berkumpul
melapor maka bergeraklah empat orang ini
sesuai keputusan. Pendekar Rambut Emas ke
timur sedangkan Soat Eng ke barat. Siang Le ke
selatan sedangkan Thai Long ke utara. Diamdiam si buntung ini memberi isyarat kepada
Rajawali Merah itu. Dan ketika semua sudah
bergerak dan meninggalkan tempat itu, Siang Le
berkelebat keluar lembah maka Thai Liong
terbelalak ketika si buntung menyuruhnya
mengikuti dan berhenti di luar hutan, jauh dari
tempat mereka.
"Nah, janjiku hendak kupenuhi. Harap
kau ke Lembah Es, Thai Liong, berikan ini kepada
Puteri dan ceritakan bahwa Beng An menderita.1753
Kalau ia tak tergetar aku pribadi hendak ke sana.
Terimalah!"
Thai Liong terkejut bukan main. Sebuah
pisau berkelebat tiba-tiba jari tangan kanan si
buntung ini putus. Darah memuncrat ketika si
buntung menahan sakit, pisau lenyap lagi dan
sebagai gantinya di-pungutlah ibu jari itu, jari
yang masih segar dengan darah yang segar pula!
Lalu ketika Si buntung itu menyerahkannya
sambil menutup luka, Thai Liong terbelalak dan
tiba-tiba melengking maka ditubruknya si
buntung ini dengan wajah pucat pasi, suara
parau menggetarkan hutan.
"Siang Le.... kau gila!"
*** Credit:
Sumber Buku Gunawan Aj
Kontributor Awie Dermawan
Edit OCR Yons
First in share Kolektor Ebook
Putri Es Jilid 28-Batara1754
PUTRI ES
( Lanjutan Rajawali Merah )
Karya Batara
Jilid XXIX
* * * SI BUNTUNG tersenyum. Thai Liong
mengguguk dan menerkamnya akan tetapi
pemuda ini tenang-tenang saja. la menyeringai
menahan sakit, darah masih mengucur dari
lukanya. Akan tetapi ketika dia mendorong dan
melepaskan diri maka pemuda ini berkata agar
Thai Liong tak menangis tiada guna.
"Semua sudah terjadi, tak mungkin
dipasang lagi. Kau berikanlah ibu jari itu dan
katakan bahwa Puteri Es harus menepati janji.
Suruh ia mencari Beng An pula, atau aku
mendampratnya dan datang ke sana".
"Kau... kau gila," Thai Liong masih
terguncang dan mencengkeram pundak si
buntung ini. "Lagi-lagi kau mendahului aku, Siang1755
Le. Kau tak pernah memberi kesempatan. Aku
berhutang kepadamu!"
"Tak ada hutang, ini Semua untuk adik
kita Beng An. Aku yang cacad diambil sedikit tak
mengurangi cacadku, Thai Liong, lain dengan kau
yang masih utuh. Kau tak boleh mengorbankan
jarimu, cukup aku. Sekarang berikan itu dan kita
sama-sama melaksanakan tugas!"
"Siang Le..!"
Si buntung memutar tubuh. Ia telah
berkelebat meninggalkan Thai Liong dan pemuda
itu melambaikan tangannya. Thai Liong tertegun
dan pucat merah berganti-ganti akan tetapi si
buntung itu telah pergi. Di tangannya terdapat
ibu jari yang masih segar itu, Thai Liong tak kuat
lagi dan menciumi ibu jari ini, mengguguk. Akan
tetapi ketika ia sadar dan menghentikan keluhkesahnya, betapapun hanya sebentar saja ia
terguncang oleh peristiwa ini maka Rajawali
Merah ini memandang kepergian si buntung dan
menarik napas dalam-dalam penuh kagum, juga
haru.1756
Tak disangkanya itulah yang hendak
diberikan si buntung kepadanya. Teringatlah Thai
Liong percakapan mereka di saat bulan purnama,
bahwa Siang Le hendak memberikan sesuatu
setelah nanti ayahnya datang. Dan ketika sesuatu
itu di berikan dan ia terlambat, diam-diam ia
sesungguhnya hendak melakukan hal serupa
maka Thai Liong benar-benar terharu dan
terpukul oleh kebaikan iparnya ini. Siang Le
benar-benar pemuda istimewa, kemuliaan
hatinya tak perlu diragukan lagi. Dan ketika sekali
lagi ia mendekap dan mencium ibu jari itu
akhirnya pemuda ini bergerak dan menuju
Lembah Es.
*** Tak sukar bagi pemuda seperti Rajawali
Merah ini menemukan Puteri Es. Karena sudah
hapal dan beberapa kali kesitu akhirnya Thai
Liong menemukan yang dicari. Gadis itu duduk
termenung di puncak gunung, matanya kosong
memandang kejauhan. Sementara Lembah Es1757
sunyi tak bergairah. Para murid yang tampak
hanya mondar-mandir lesu, wajah mereka tak
membayangkan kegembiraan, sementara Puteri
Es sendiri tampak kurus dan pucat. Wajahnya
yang sembab jelas menunjukkan tangis yang
tiada berkesudahan, apalagi karena bekas-bekas
air mata masih tampak di pipi yang halus itu.
Maka ketika Thai Liong tiba-tiba muncul dan
berkelebat di depannya, tanpa suara maka gadis
ini tersentak dan tiba-tiba meloncat bangun.
Wajah yang sembab dan pucat itu mendadak
menjadi beringas dan merah.
"Puteri..!"
Wei Ling memandang pemuda ini dengan
mata berapi-api. Mata yang semula kosong dan
tampak sendu itu tiba-tiba saja berkilat dan
mengeluarkan hawa amarah. Mata itu seakan
membakar hangus. Tapi ketika Thai Liong
menyerahkan potongan ibu jari dan tercekik tak
dapat meneruskan, menggigil membuka telapak
tangannya maka gadis ini tertegun dan tiba-tiba
berseru tertahan.
"Iihhhh...!"1758
Untuk sejenak keduanya dicekam
perasaan masing-masing. Puteri Es
membelalakkan mata dan akhirnya menutup
mulut sementara Thai Liong gemetar dan
memejamkan mata. Menyerahkan ibu jari itu
mengingatkannya akan pengorbanan Siang Le
yang besar, hal ini mencekik suara Thai Liong
yang tak dapat melanjutkan. Akan tetapi ketika
jerit kecil itu lenyap terganti sedu-sedan, Puteri
Es mengguguk dan menutupi muka maka Thai
Liong m?mbuka matanya lagi dan dapat bicara,
gemetar.
"Ini emas kawin yang kau minta. Kami
kakak-kakak Beng An yang tak dapat
membiarkan kehancurannya
mempersembahkannya kepadamu, Puteri,
terimalah dan tepati janjimu untuk menyambung
kembali ikatan cinta yang putus itu. Beng An
menunggumu. la... . Ia meninggalkan rumah dan
tolong kau cari pula..!"
Puteri Es terhuyung membuka mukanya.
Air mata membanjir di kedua pipi halus yang
tampak pucat itu, terbelalak ketika Thai Liong1759
menyerahkan ibu jari itu. Tapi ketika ia tertegun
melihat ibu jari yang masih utuh, di kedua tangan
Thai Liong mendadak gadis ini berubah dan
menjadi marah.
"Thai Liong, ibu jari siapa yang kau bawa
itu. Berani kau mempermainkan aku!"
"Maaf..!" Thai Liong mengangguk. "
Bukan milikku, Puteri, tapi sama saja, milik kami
keluarga Kim-mou-eng. Ini adalah ibu jari Siang
Le yang mendahului aku memotong tangannya.
la minta untuk menyerahkannya kepadamu dan
menyambung kembali cinta yang terputus itu.
Kami sudah memenuhi janji."
Gadis ini membelalakkan mata. "Siang
Le? "Ya, iparku itu. Sekarang kami sudah
memenuhi permintaanmu dan carilah Beng An
karena ia terpukul dan terguncang jiwanya. Beng
An.... Beng An sudah memutih rambutnya."
Gadis ini tersedu. Tiba-tiba ia menutupi
mukanya lagi dan mengeluh. Kata demi kata yang
keluar dari mulut Thai Liong seakan palu godam
bertubi-tubi, meledaklah tangis itu dalam jerit1760
melengking. Lalu ketika Thai Liong terkejut gadis
itu membalikkan tubuh, berkelebat dan pergi
maka Puteri Es menghilang memasuki istananya.
"Puteri....!"
Namun gadis itu tak mendengarkan. Thai
Liong mengejar akan tetapi jarum-Jarum halus
menyambar, mengelak dan munculah anak-anak
murid yang tertegun melihat pemuda itu. Dan
ketika pemuda ini bingung harus berbuat apa,
murid-murid Lembah Es berkelebat
mengurungnya maka Thai Liong mengibas dan
mendorong mundur.
"Minggir!"
Murid-murid terpelanting. Thai Liong
merobos kepungan dan lenyap meninggalkan
gunung, menuju istana. Tapi ketika dari dalam
muncul anak-anak murid lain maka pemuda itu
Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dihentikan dengan bentakan.
"Sang Puteri tak ingin bertemu siapa pun,
harap Kim-siauwhiap berhenti!"
Tertegunlah pemuda itu melihat wajahwajah pucat dari para murid yang dirundung
duka. Dan karena tangan mereka menggenggam1761
senjata erat-erat, jelas akan menyerangnya kalau
ia nekat maka Thai Liong menarik napas panjang
dan berkelebat memutar tubuhnya, pergi.
"Baiklah, aku tak akan mendesak kalian.
Hanya katakan kepada Puteri bahwa sekarang
dituntut tanggung jawabnya untuk memenuhi
janji!"
Murid-murid itu lega. Rajawali Merah
lenyap dan hilanglah ketegangan yang semula
memuncak. Mereka sadar siapa yang mereka
hadapi namun kalau pemuda itu maju tentu
mereka akan melawan mati-matian. Dan ketika
semua menarik napas lega sementara isak-isak
kecil terdengar di sana-sini, Thai Liong
meninggalkan Lembah Es maka tanpa diduga
sama sekali tahu-tahu gadis yang dicarinya itu
ada di mulut lembah. Puteri Es bercucuran air
mata menghadang dengan pedang di tangan!
"Katakan kepadaku bahwa ibu jari yang
kau bawa betul-betul milik keluarga Kim-moueng. Aku ingin kau bersumpah. Dan katakan apa
yang terjadi dengan Beng An, Thai Liong. Ke
mana dia dan betulkah rambutnya memutih!"1762
"Hm," Thai Liong getir, tertawa pendek.
"Sumpah bagiku tak ada perlunya, Puteri. Nama
dan kehormatanku lebih dari cukup. Sebaiknya
kau cari iparku itu dan cocokkan ibu jarinya.
Tentang Beng An, ia gila dan terguncang. Untung
pelayanmu Hwa Seng menjaganya siang malam.
Adikku sekarang sembuh namun ia pergi entah
ke mana."
"Ceritakan padaku apa yang terjadi,
bagaimana mula-mula!"
"Hwa Seng membawanya pulang ke
utara, bertemu ayah. Lalu ketika ia sembuh dan
bersamadhi di makam ibu maka kemarin ia pergi
dan entah ke mana. Kami sekeluarga mencari,
kalau kau masih mencintainya pula harap bantu
kami dan temukan dia".
"Kau. .. kau tak bohong?" Pemuda ini
tertawa pahit. "Untuk apa aku bohong, Wei Ling.
Lihat dan buktikan saja. Cukuplah, aku sekarang
pulang!"
Gadis itu membentak. Thai Liong
menyebut nama kecilnya dan berkelebat ke
depan, menerobos mulut lembah. Dan ketika ia1763
menggerakkan pedang namun ditangkis
terpental, ia terhuyung maka pemuda itu sudah
lenyap meninggalkan tempat itu, tak berkatakata. Thai Liong telah melepas gemasnya dengan
memanggil nama kecil gadis ini, puteri keturunan
Dinasti Han itu marah. Tapi karena ia sudah
lenyap dan kembali pulang maka gadis inipun
tiba-tiba bergerak dan mengejarnya, melihat
sebuah perahu melesat di tengah laut es dan
itulah si Rajawali Merah yang tak mau banyak
cakap lagi. Puteri Es melengking dan melompat
di perahu lain, menendang dan meluncurkan
perahunya cepat. Namun karena Thai Liong
sudah lepas di tempat bebas dan tak mungkin
dikejar maka gadis ini tersedu-sedu kehilangan
lawan, tak bergerak dan memasuki pula lautan
luas. Lembah Es telah mereka tinggalkan jauh.
Lalu ketika perahu itu bergerak dan lenyap di
Semenanjung Hitam maka Thai Liong diam-diam
girang karena Sang Put?ri telah meninggalkan
sarangnya. Yang dilakukan Thai Liong adalah
melanjutkan sisa perjalanannya mencari Beng
An. Masih ada waktu baginya sebelum pulang1764
dan melapor. Tapi ketika dalam perjalanannya ia
gagal dan tak menemukan sang adik, khawatirlah
pemuda ini maka tepat tujuh hari ia kembali dan
pulang, sesuai perjanjian. Dan di sana telah
berkumpul ayah dan adik perempuannya Soat
Eng, juga Siang Le.
"Kami gagal, bagaimana dengan kau,"
sang ayah bertanya dan lengsung menyambut.
"Sama saja, " Thai Liong menggeleng,
sedih . "Aku juga tak menemukan tanda-tanda
Beng An, ayah, entahlah di tempat mana dia" .
Lalu memandang adiknya dan juga Siang Le, yang
tampak tenang dan menyembunyikan ibu jari
tangan kanannya maka Soat Eng terisak
mengusap air matanya.
"kami baru saja datang, dan kau muncul.
Sebenarnya harapan kami ada padamu Liong-ko,
tapi kalau kau juga gagal. entahlah di mana
adikku itu. Keparat benar Puteri Es itu,gara-gara
dia kita semua susah!"
"Hmn, tenang, jangan menyalahkan o-1765
stop press!
Ssttt, udah tahu belum!
Dragon, detektif serba bisa muncul di tengahtengah kita. Yuk, baca bukunya. Cari aja:
NAGA MERAH
(Detektif Serba Bisa)
Murah meriah, rame ceritanya. Hanya Rp 500,
tebal 96 hal. Seru dan tegang. Dar-der-dor
lawan pisau terbang. Kejahatan lawan
Kebenaran. Yuk, cari dan baca ceritanya. Karya
Batara yang satu ini lain dari yang lain.
Tanggung semua senang. Jangan sampai
kehabisan! Dan...bilangin sama temen-temen,
ya? Sobatmu,
Dhiananda1766
rang lain," sang ayah menggeleng dan
mengerutkan kening tanda tak setuju. "Kita
hidup selalu berteman persoalan, Soat Eng, tak
ada yang sepi dan kosong dari persoalan.
Sekarang bagaimana selanjutnya dan apa yang
akan kita lakukan."
Thai Liong melirik si buntung ini. Dari
percakapan itu segera ia tahu bahwa persoalan
ibu jari beium diketahui semua orang, bahkan
ayahnyapun tidak. Hal ini karena sejak tadi Siang
Le menyembunyikan tangannya itu. Secara
cerdik seolah tidak sengaja ia menyimpan bagian
yang putus ke dalam, isteri dan gakhunya tak
tahu. Dan ketika ia melihat pancaran si buntung
yang bersinar aneh, ada sesuatu yang tampaknya
disembunyikan maka tiba-tiba si buntung ini
berkata,
"Kupikir kami berdua yang melanjutkan
pencarian ini. Biarlah Eng-moi dan anak-anak
pulang ke Sam-liong-to, juga Shintala kalau mau.
Bagaimana menurut gak-hu kalau aku dan Thai
Liong pergi? Bukankah kami lebih tepat?"1767
"Kupikir juga begitu," Pendekar Rambut
Emas mengangguk dan ternyata setuju. "Aku
merasa lelah mencari adik kalian itu, Siang Le,
tenagaku sudah tidak seperti dulu. Aku sudah
tua. Tepatlah kalau kalian berdua yang pergi."
"Dan bagaimana aku? Masa berpeluk
tangan dan menunggu di Sam-liong-to?" Soat
Eng menggeleng, menolak. "Aku ingin mencari
lagi, Le-ko, tidak tinggal diam menunggu. Aku
juga ingin tahu di mana adikku itu!"
"Anak-anak harus bersama ibunya," si
buntung menggeleng dan menasihati. "Sudah
terlalu lama Siang Hwa dan Siang Lan serta Hok
Gi tak berteman orang tuanya, Eng-moi. Tak baik
membiarkan mereka dan kau tak boleh ikut."
"Aku ikut!"
"Tidak "
"Ikut!"
Tiba-tiba terdengar isak tangis dan sedusedan di luar. Dua bayangan anak perempuan,
Siang Hwa dan Siang Lan tiba-tiba meloncat dan
meninggalkan bagian depan ruangan. Mereka
menunggu ayah dan ibunya ini ketika baru saja1768
datang. Dan ketika tiba-tiba ayah ibu mereka
bertengkar, sang ayah tentu saja dirasa benar
maka dua anak ini mendadak kecewa dan marah
kepada ibu mereka itu, menangis dan meloncat
pergi dan terkejutlah Soat Eng oleh kejadian ini.
Ia lupa bahwa di ruangan depan menunggu anakanak itu, juga Bun Tiong yang duduk bersama Cao
Cun. Maka ketika tiba-tiba Soat Eng berkelebat
dan Siang Le juga tak tinggal diam, disambarlah
anak-anak itu maka Siang Le berseru bahwa
isteri-nya tak perlu berbantah lagi.
"Lihat, anak-anak kecewa. Masa kau
tetap keras kepala dan tak menghiraukan
mereka!" Sadarlah wanita muda ini. Pendekar
Rambut Emas juga bergerak dan Bun Tiong
menghambur pada ayahnya. Thai Liong atau
Rajawali Merah ini memeluk kepala puteranya.
Lalu ketika Shintala berkelebat maju dan terisak
memandang suaminya ini maka nyonya itupun
berbisik apakah ia tak boleh ikut.
"Tidak, jangan," Thai Liong menggeleng.
"Urusan ini cukup ditangani kami berdua, moi-1769
moi. Bun Tiong bersamamu dan kalian
menunggu di Sam-liong-to. Aku tak akan lama."
"Bagaimana kalau dengan Bun Tiong?"
"Kau mengajak anak kecil di perjalanan
yang tak tentu arahnya? Ah, tidak, moi-moi,
sekali lagi tidak. Aku ingin kau di Sam-liong-to
dan menunggu aku di sana!"
Shintala bukanlah isteri yang suka
berdebat seperti Soat Eng. Pada dasarnya wanita
ini berjiwa lembut dan penurut. Maka ketika ia
memeluk puteranya dan terisak menciumi Bun
Tiong akhirnya ia tak menjawab apa-apa selain
mengangguk. Soat Eng memeluk anak-anak
perempuannya pula dan tangis ibunya Cao Cun
semakin menyadarkan. Dan ketika ayahnya
batuk-batuk dan menyambar Hok Gi maka
mengelus kepala anak laki-laki itu pendekar ini
berkata,
"Apa yang dikata suamimu benar. Lihat
mereka ini, seakan anak yatim-piatu saja. Kau
dan anak-anak memang harus ke Sam-liong-to,
Eng-ji, biarkan urusan adikmu diselesaikan suami
dan kakakmu. Aku percaya mereka."1770
"Ibu tak sayang kami," Siang Lan nangis.
"Biarlah kalau ibu pergi lagi, kong-kong, ada kau
di sini."
"Atau kami ikut mencari paman Beng An,
kami juga tidak takut!" Siang Hwa menyambung
"Tidak tidak," Pendekar Rambut Emas
menciumi dua anak itu. "Kalian harus tetap
bersama orang-orang tua, Siang Hwa, tak baik
bagi anak-anak kecil berkeliaran di tempat yang
belum pasti. Ayah dan uwa kalian dapat
mengerjakan ini, anak-anak harus tinggal di
rumah."
Soat Eng mengangguk dan menghapus air
matanya. Betapapun juga keharuannya timbul, ia
terisak menciumi kedua anaknya pula. Lalu
ketika ia meminta Hok Gi dan memeluk anak ini
maka wanita itu berkata bahwa ia memenuhi
perintah.
"Baiklah, aku ke Sam-liong-to, juga cici
Shintala. Tapi ayah harap menemani kami agar
anak-anak selalu dekat kakek-nya!"1771
"Hore!" Bun Tiong bersorak. "Kau betul,
bibi. Kong-kong pengganti paman dan ayah. Aku
setuju!"
"Aku juga," Siang Hwa dan Siang Lan
berseru. "Kalau kong-kong tak mau ke sana biar
kami tetap di sini saja!"
"Hm-hm, aku harus melindungi bangsa
Tar-tar di sini, mana mungkin meninggalkan
mereka. Kalau aku pergi bagaimana mereka, Bun
Tiong. Bukankah tenagaku diperlukan di sini."
"Ah, kong-kong tidak selamanya, lagi pula
tempat ini aman. Bukankah seringkali kong-kong
meninggalkan mereka dan tak ada apa-apa!"
"Benar, kepergian kita ke Lembah Es juga
tak membawa akibat apa-apa bagi mereka.
Anggap saja kau berlibur sejenak kong-kong,
setelah itu kembali lagi!"
"Nah, aku merasa benar," Thai Liong
berkata dan memandang ayahnya bersinar-sinar.
"Pendapat mereka kudukung penuh, ayah.
Sebaiknya ayah ikut pula ke Sam-liong-to
menemani mereka. Hitung-hitung mewakili
kami!"1772
"Cocok," Siang Le juga mengangguk.
"Mereka tak dapat berpisah denganmu, gak-hu.
Biarlah kau menemani mereka dan menunggu
kami di Sam-liong-to".
Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku hanya menurut yang terbaik saja,"
Cao Cun mengangguk dan menanggapi
tersenyum. "Kalau kita harus pulang tentu saja
kami menunggunya di sana, Siang Le. Mudahmudahan ayahmu tak keberatan dan kita semua
pergi dengan tenang. Siapa nanti yang
menyiapkan makan minum ayahmu kalau ia
sendirian saja di sini."
Tersudutlah pendekar itu. Kim-mou-eng
tertawa lebar dan menyatakan setuju. Tapi
ketika urusan Beng An kembali ke permukaan
maka pendekar itu berkerut kening dan murung
lagi.
"Baiklah, baiklah kita semua sudah
membagi tugas sendiri-sendiri. Aku mengantar
anak-anak ke Sam-liong-to, tapi kalian harus
memberi kabar. Sebulan kupikir cukup!" Thai
Liong mengangguk. Ia melihat si buntung berseri
dan melirik padanya, setuju. Lalu ketika mereka1773
kembali dan masuk ke ruang dalam maka diambil
keputusan bahwa pencarian hanya dilakukan
pemuda ini dan iparnya. Malam itu semua sedih
dan hilangnya ibu jari belum diketahui. Siang Le
cerdik menyembunyikan lukanya hingga sang
isteri tetap tak tahu. Dan karena sudah di ambil
keputusan bahwa besok mereka berangkat, yang
lain ke Sam-liong-to maka menjelang ditutupnya
percakapan itu Thai Liong mendapat isyarat si
buntung agar menemuinya di belakang. Thai
Liong mengangguk. Dan ketika pertemuan
benar-benar bubar dan mereka berkelebat
keluar maka di saat anak-anak ditemani ibunya
Thai Liong sudah berhadapan dengan iparnya ini.
Lagi-lagi bulan purnama memancarkan
cahayanya yang terang di atas kepala mereka.
"Bagaimana hasilnya," begitu si buntung
mendahului bertanya. "Apa kata gadis itu, Thai
Liong. Sudahkah kau menyerahkan emas
kawinnya."
"Semua beres," Thai Liong menjawab
serak, terharu oleh luka yang ditutup tu. "Gadis
itu telah meninggalkan Lembah Es, Siang Le, dan1774
kau kutangkap sesuatu yang kau sembunyikan di
matamu.
"Bagus, aku memang ingin bicara sejenak.
Dan kau pandai menangkap rahasia mataku. Aku
tak menemukan jejak Beng An, Thai Liong, tapi
sesuatu yang luar biasa kutemukan. di Ce-bu. Aku
ingin mengajakmu ke sana!"
"Ce-bu?"
"Ya...!"
"Ada apa."
"Aku sendiri tak tahu, tapi keramaian
besar, tepatnya kegemparan. Kudengar
seseorang malang-melintang di sana dan
menantang semua orang-orang kang-ouw.
Ketua-ketua persilatan besar dirobohkan,
katanya akan ada pengangkatan bengcu
(pemimpin persilatan). Dan yang lebih hebat
semuanya ini akan dikerahkan untuk menyerbu
Pulau Api dan Lembah Es!"
"Apa?"
"Itulah. Aku tak menceritakan ini kepada
gak-hu maupun isteriku. Aku tak ingin mereka
dengar. Aku hanya ingin kau dan aku yang tahu,1775
lalu kita ke sana. Jangan-jangan adik kita menjadi
dalang di sana!"
"Hm-hm!" Thai Liong terkejut.
"Perjalananmu ke selatan rupanya membawa
petunjuk, Siang Le, benar bahwa siapapun tak
perlu diberi tahu. Dan agaknya inilah
kehendakmu bahwa besok kita ke Ce-bu."
"Benar, dan yang lebih mencurigakan lagi
adalah pusat di mana sumber keramaian itu
berada. Tahukah kau!"
"Di mana?"
"Di bekas rumah Hu-taihiap!"
"Ah, kakek Beng An?"
"Benar, di situlah sumber kegemparan ini
terjadi, Thai Liong. Aku tak sempat kesana karena
kehabisan waktu. Di sepanjang jalan aku
mendengar ini, dan aku ingin kita berdua
menyelidiki!"
"Baik, menarik sekali," Thai Liong
Kenangan Kematian Sparkling Cyanide Karya Agatha Christie Dewa Arak 86 Penyair Cengeng Wiro Sableng 094 Pedang Naga Suci 212
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama