Ceritasilat Novel Online

Putri Es 17

Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara Bagian 17


berdebar, pandang matanya bersinar. "Tentu
bukan kebetulan kalau rumah itu dipakai, Siang
Le. Sepengetahuanku rumah itu dikosongkan dan1776
tak pernah dimiliki orang lain. Hanya Beng An
atau isterimu yang berhak!"
"Aku juga berpikir begitu. Karena itu
bersiap-siaplah besok dan kita langsung ke
sana!"
"Tunggu...!" Thai Liong melihat iparnya
ini hendak meloncat pergi. "Aku ingin bertanya
sedikit, Siang Le, apakah persoalanmu tak
diketahui isterimu."
"Persoalan apa."
"Ibu jarimu itu!"
"Ah, tak perlu dipikirkan, Thai Liong,
mudah mengatasinya.."
"Tidak, jangan pergi dulu. Jangan bicara
mudah kalau akibatnya tidak semudah itu!"
"Hm, aku dapat mengatasinya. Kalau kau
tak memberi tahu isteriku maka dapat kukatakan
bahwa ibu jariku digigit ikan hiu!"
Siang Le tertawa, begitu ringan berkata
dan Thai Liong tentu saja tertegun. Begitu enak
jawaban itu, begitu mudahnya! Tapi menyambar
dan mencengkeram si buntung ini Thai Liong
gemetar bicara,1777
"Siang Le, kau tak dapat bicara seperti itu.
Isterimu bukan orang bodoh. Tak mungkin
semua ini bertepatan dengan permintaan Puteri
Es!"
"Aku sudah memperhitungkannya. Kalau
Eng-moi mendesak maka kukatakan bahwa
semua ini bukan paksaannya, Thai Liong. Aku rela
menyerahkan itu atas keinginanku sendiri. Ini
karena kecintaanku kepada Beng An. Nah, mau
apa lagi!" Rajawali Merah tertegun. Untuk
kesekian kalinya lagi ia terkesima memandang
iparnya ini. Jawaban itu terasa sungguh-sungguh
dan tepat. Lalu ketika Siang Le melepaskan
dirinya tertawa mengingatkan peristiwa di Samliong-to maka dia berkata bahwa pengorbanan
kali ini kecil. "Bandingkan dengan putusnya
tanganku ini, mana lebih besar. Bukankah
hilangnya sebuah ibu jari masih bukan apa-apa.
Sudahlah, sekarang kita beristirahat, Thai Liong,
besok bersiap dan pergi."
Kali ini Thai Liong melepaskan iparnya.
Siang Le begitu lugu dan amat bersahaja, ia
terharu bukan main. Dan ketika ia mengangguk1778
dan menarik napas dalam maka pemuda ini
menepuk bahu si buntung mengejapkan dua
butir air mata yang meloncat turun.
"Siang Le, kau satu-satunya keluarga kami
yang amat mulia. Kau selalu mendahului aku.
Baiklah terima kasih dan sampai jumpa besok!"
Si buntung mengangguk dan tertawa
memutar tubuh. Ia tak menjawab kata-kata itu
dan lenyap ke dalam. Lalu ketika Rajawali Merah
juga bergerak dan masuk ke dalam maka
keesokannya dua pemuda ini mencari Beng An,
melanjutkan pencarian pertama yang gagal.
Bersamaan dengan itu Pendekar Rambut Emas
dan cucu serta puterinya meninggalkan lembah
hijau di luar padang rumput itu, bersama Shintala
dan Cao Cun, wanita setengah baya yang setia
dan selalu menemani keluarga besar ini. Dan
ketika masing-masing bergerak dan lenyap maka
Siang Le dan Rajawali Merah ke Ce-bu.
Sementara di belakang, membelok ke timur
bergeraklah rombongan Pendekar Rambut Emas
menuju Sam-liong-to.
***1779
Apa yang diceritakan Siang Le memang
benar. Ce-bu, kota berpenduduk padat di
wilayah selatan gempar. Hal ini di mulai ketika
bekas rumah Hu Beng Kui, jago pedang yang
sering dijuluki Hu-taihiap dihuni seseorang yang
amat lihai. Rumah kosong yang bertahun-tahun
tidak dipergunakan itu mendadak berisi
penghuni. Mula-mula penghuninya dua orang,
seorang kakek-kakek dan seorang gadis muda
yang amat lihai. Dan karena rumah itu selama ini
dititipkan walikota Ce-bu, sejak Hu Beng Kui
tewas melawan musuh jahat maka Siangkektaijin yarig dipercaya melindungi rumah itu tahutahu dibuat tak berdaya ketika kakek dan gadis
lihai ini menemuinya. Pagi itu ketika walikota
habis menenggak arak hangatnya mengisi perut
maka dua orang muncul di depannya bagai iblis.
Siangkek-taijin tentu saja terkejut sekali ketika
dua orang ini muncul. Ia akan berangkat kerja
ketika tahu-tahu kakek dan gadis lihai itu berada
di depannya. Dan ketika ia tertegun sementara
pengawalnya berseru keras, menubruk dan
menyerang dua orang itu tiba-tiba pengawalnya1780
roboh terbanting hanya dengan satu kelitan tipis,
gerakan yang dilakukan gadis di sebelah kakek
itu. "Kami datang meminta kunci rumah Hu
Beng Kui. Serahkan semuanya dan umumkan
rumah itu kami huni!"
Sang walikota terbelalak. Ia mendengar
gadis itu bicara sementara pengawalnya
membentak dan menubruk, seolah tak tahu atau
acuh saja terhadap serangan itu. Tapi ketika
pengawalnya roboh dan jerit atau teriakan ini
mengundang pengawal lain, masuklah enam
pengawal bertubuh tegap maka gadis itu tertawa
dingin dan tahu-tahu bergerak kemudian
menangkap leher baju pembesar ini.
"Siangkek-taijin, kami tak ingin mainmain dengan para pengawalmu yang tiada guna
itu. Serahkan kunci rumah Hu-tai-hiap atau
tulang lehermu kutekuk patah!"
"Ampun, egk..! Aku,,, eh,, lepaskan aku,
nona. Rumah itu milik pewarisnya si Pendekar
Rarnbut Emas. Aku tak berani menyerahkan.1781
Kalian hubungi keluarganya atau minta sendiri ke
sana".
"Aku tak perduli itu, kami sudah di sini.
Kami hanya menghendaki kunci dan ingin tinggal
di sana. Nah, serahkan itu atau lehermu kutekuk
jadi dua!"
Siangkek-taijin menjerit. Lehernya
ditekuk dan tentu saja ia kesakitan. Dan ketika
pengawalnya bergerak dan hendak menyerang
maka gadis itu mengangkat tubuh si wallkota
memutarnya menyambut tusukan golok.
"Hayo, lukailah tuanmu. Mundur atau dia
mampus!"
Sang pembesar berteriak-teriak. Tak
disangkanya sepagi itu ia sudah disatroni musuh.
Maka membentak dan memaki pengawalnya
sendiri pembesar itu menyuruh mundur.
Kejadian ini memancing pengawal yang lain dan
sekejap kemudian berita itu menyebar cepat,
datanglah sepasukan berkuda dipimpin Wongciangkun, seorang perwira menengah yang
menjadi komandan kota Ce-bu. Tapi ketika
Wong-ciangkun meloncat dari kudanya dan1782
melihat tubuh Siangkek-taijin dijungkir balik
maka iapun mundur dan seratus lebih pengawal
yang ada di situ dibuat terbengong-bengong oleh
tingkah gadis ini.
"Kami tak bermaksud membunuh orang.
Kami datang untuk minta kunci rumah Hutaihiap. Nah, mundurlah kalian semua dan
biarkan Siangkek-taijin menjawab!"
"Ampun, lepaskan aku !" sang pembesar
merintih dan merah padam, tubuhnya dijungkir
balik gadis kurang ajar itu. "Kunci ada di kamarku,
nona, biarkan kuambil. Mana mungkin kuambil
kalau kau memperlakukan aku seperti ini!"
"Hm, kamarmu sebelah mana?"
"Di atas, bagian kiri!"
"Baik, kuantar ke sana dan awas kalau
bohong!"
Wong-ciangkun dan orang-orang laln
terbelalak. Mereka melihat gadis ini menjejakkan
kakinya dan tahu-tahu melayang naik ke atas.
Dari bawah ia bergerak lurus, tepat dan hinggap
di balkon rumah. Lalu ketika sang pembesar
diturunkan dan berdiri dengan kepala di atas1783
maka Wong-ciangkun yang mendapat bisik-bisik
dari seorang pengawal tiba-tiba memberi isyarat
dan kakek yang masih berdiri dengan wajah tak
bergerak tahu-tahu dibabat golok dari belakang.
"Wut!" Kakek ini hilang. Si pembacok
terkejut sekali dan berteriak keras. Ia tak tahu di
mana lawannya berada. Tapi ketika seruan
terdengar di sana-sini dan ia terlambat maka
kakek itu muncul di belakangnya dan sekali kakek
itu mendorong maka pengawal ini melesat dan
menabrak Wong-ciangkun
"Heiiii bressss!"
Dua orang itu terbanting dan jatuh
bergulingan. Wong-ciangkun kaget sekali namun
tak dapat mengelak. Tubuh si pengawal yang
meluncur ke arahnya cepat sekali, ia tertabrak
dan jatuh terguling-guling, dadanya sesak. Tapi
ketika perwira ini dapat meloncat bangun
sementara pengawal itu kelenger, setengah
pingsan maka kemarahan perwira ini tak dapat di
tahan lagi dan ia memberi aba-aba menyerang,
diri sendiri berkelebat dan sebatang golok lebar
bersiut di tangannya, menyambar leher.1784
"Tua bangka dari mana berani mengacau
Ce-bu. Mampuslah, serang...!"
Semua bergerak. Masing-masing tak ragu
lagi bergerak dari delapan penjuru. Akan tetapi
ketika semua terkejut kakek itu lenyap, orang
hanya melihat ia menggerakkan kakinya sedikit
maka tiba-tiba seorang di antara mereka
menuding ke atas.
"Dia di sana!"
Ternyata kakek itu sudah berada di dekat
Siangkek-taijin, di loteng atas. Entah bagaimana
ia terbang seperti burung akan tetapi
kepandaiannya itu membuat orang meleletkan
lidah. Dan ketika semua menghambur dan
Wong-Ciangkun mengejar ke atas maka gadis
cantik itu, yang bersikap dingin tertawa pendek
berkata,
"Siapa mengganggu kami tikus ini
mampus. Nah, majulah dan kulempar kau ke
bawah!"
"Tidak jangan !" sang pembesar
berteriak. "Kunci ada di kamar itu, nona, cepat ke
sana dan kusuruh orang-orang itu berhenti. He,1785
jangan menyerang, berhenti. Jangan serang!"
dan tergopoh menggoyang-goyang tangannya
kepada semua pengawal cepat-cepat pembesar
ini berlari kamar yang ditunjuk. Itu adalah kamar
pribadinya dan gadis di belakangnya mengikuti,
sebuah pisau berkilat di tengkuknya. Dan ketika
pembesar itu mendorong pintunya dan
melompat masuk, di dalam dua wanita cantik
menjerit kecil maka pembesar ini membuka
sebuah lemari dan menyambar seikat kunci yang
berkerincingan.
"Ini, jangan bunuh aku. Terimalah!"
Gadis itu tersenyum. Ia menerima itu lalu
mengangguk, kakek temannya bersinar dan
mengangguk pula. Lalu ketika gadis itu
berkelebat disusul sang kakek maka mereka
sudah keluar bertabrakan dengan Wongciangkun dan para pengawalnya.
"Minggir, semua minggir..!"
Terjengkanglah orang-orang ini. Wongciangkun berseru kaget terlempar ke dinding,
jatuh dan terguling-guling sementara goloknya
mencelat. Pergelangan tangannya diketuk dua1786
jari gadis itu, disusul tendangan dan bentakan
yang membuat anak buahnya berpelantingan
keluar. Lalu ketika dua orang ini mengibas kiri
kanan maka merekapun meloncat ke bawah dan
turun dari tempat tinggi itu. Gemparlah gedung
sang walikota. Mereka yang di bawah tak berani
menyerang gadis dan kakek ini. Bagaimana
menyerang kalau komandan mereka saja
dirobohkan begitu mudah. Maka ketika dua
orang ini melenggang dan lenyap di luar pintu
gerbang maka Wong-ciangkun mencak-mencak
mengerahkan anak buahnya. Akan tetapi
Siangkek-taijin mencegah. Walikota yang
merasakan sendiri kehebatan gadis cantik itu
khawatir kalau dirinya menjadi sasaran. Dia
khawatir gadis itu membunuhnya. Maka ketika
semua pengawal bersiap di halaman dan akan


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengejar maka pembesar ini buru-buru
mengangkat tangannya.
"Stop, berhenti dulu. Jangan kejar.
Serahkan ini kepada Pendekar Rambut Emas.
Biarkan mereka tinggal di rumah itu dan kita
melapor kepada ahli warisnya!"1787
Semua tertegun. Tiba-tiba mereka sadar
bahwa kepandaian lawan amatlah hebatnya.
Baru gadis itu seorang diri mereka tungganglanggang, belum lagi si kakek. Maka sadar dan
mengangguk setuju merekapun mundur dan tak
jadi mengejar. Akan tetapi Wong-ciangkun
berseru marah. Perwira yang masih penasaran
dan sakit dibanting itu menyatakan tidak, ia
harus menyerbu. Dan karena ia pimpinan di situ
maka anak buahnya tak dapat berkata apa-apa
lagi.
"Ce-bu bukan kota kosong yang tak
memiliki pasukan. Mereka orang-orang kurang
ajar yang harus ditangkap. Kalau kita biarkan saja
tentu keadaan semakin parah, tak boleh itu
terjadi. Kau tinggal saja di sini menunggu kami,
taijin, ini tugasku menangkap pengacau. Kalau
aku gagal barulah ahli warisnya diberi tahu,
Pendekar Rambut Emas boleh datang!"
Berangkatlah pasukan itu lagi. Mereka
melompat di atas kuda masing-masing dan
berderaplah Wong-ciangkun dan anak buahnya.
Penasaran membuat perwira itu tak mau sudah.1788
Akan tetapi ketika dia tiba di sana ternyata gadis
baju putih itu menyambut di halaman depan.
Jendela dan pintu rumah Hu Beng Kui sudah
dibuka lebar-lebar.
"Hi-hik, bagus sekali. Tidak dihajar tak
akan kenal adat. Heh, majulah, Wong-ciangkun,
tapi kali ini terakhir bagimu mengganggu aku.
Kalau kakekku tak melarangku membunuh tentu
kau dan anak buahmu kukirim ke neraka.
Majulah!"
Perwira ini gentar. Sesungguhnya ia tahu
kelihaian lawan, akan tetapi karena nama baik
harus dijaga dan selama ini ia selalu galak, malu
kalau tunduk di depan pasukannya maka tak ayal
perwira itu memberi aba-aba dan menyuruh
anak buahnya menyerang. Dia sendiri bergerak
dari belakang di atas kudanya.
"Serang dan tangkap gadis ini. Robohkan
dia!"
Pasukan bergerak maju. Mereka tetap di
atas kuda masing-masing dan golok atau tombak
menusuk cepat. Gadis itu sudah dikepung.
Namun ketika bayangan putih berkelebat dan1789
terbang mengelilingi mereka, tamparan jari-jari
kecil mendahului semua itu maka golok dan
tombak terlempar mencelat disusul tubuh yang
berdebukan di atas tanah. Wong-ciangkun
sendiri berteriak dan terpelanting.
"Aduh!"
Pucatlah orang-orang ini. Mereka yang
ada di belakang hendak mundur namun
bayangan putih yang menyambar-nyambar itu
mengejar mereka, tidak berhenti sampai di situ
saja karena semuapun mendapat bagian.
Siapapun tak mungkin mengelak dari bayangan
putih ini. Dan ketika ada yang menangkis namun
malah terbanting, pingsan dan patah tulangnya
maka tak sampai dua menit pertarungan selesai
dan kuda meringkik terbang meninggalkan
tuannya yang merintih-rintih di atas tanah. Gadis
itu telah berdiri lagi dengan tangan berkacak
pinggang. Pipi Wong-ciangkun bengap dan
merah bengkak, terduduk di atas tanah seakan
tak percaya melihat semuanya itu. Gentar!
"Nah, apa kataku. Cukup atau masih
kurang. Bilang saja kalau ingin tambah. Tapi kalau1790
kalian bertobat maka pulanglah dan jangan
sekali-kali mengganggu kami lagi. Dan kau!"
gadis itu menuding Wong-ciangkun. "Mulai
sekarang kau ikut menjaga keamanan di rumah
ini, ciang-kun. Siang dan malam kerahkan anak
buahmu berjaga di regol ini. Permintaan lain
akan menyusul, sekarang pergilah dan biarkan
kami beristirahat!"
Komandan itu mengangguk-angguk.
Setelah ia dihajar dan jatuh bangun bersama
anak buahnya tentu saja nyalinya menciut, tak
ada keberanian lagi. Lalu ketika hari itu rumah itu
dihuni, kakek dan gadis cantik itu tinggal di situ
maka beberapa hari kemudian mereka minta
pelayan.
"Katakan kepada Siangkek-taijin bahwa
kehidupan rumah ini akan kami pulihkan seperti
jamannya mendiang Hu-tai-hiap. Datangkan
pelayan dan tukang kebun di sini, kami ingin
semuanya asri!"
Berdatanganlah pelayan dan tukang
kebun yang diminta. Rumah yang tadinya kosong
dan tidak berpenghuni mendadak menjadi ramai1791
lagi. Pohon-pohon dipangkas dan diatur lagi,
kamar demi kamar diisi mereka ini. Dan ketika
lima belas orang itu takut-takut berhadapan
dengan penghuni baru, jadilah kakek dan gadis
cantik itu majikan mereka ternyata sesuatu yang
tidak diduga malah membuat mereka girang.
"Kalian tak usah takut-takut menemani
kami di sini. Asal kalian tunduk dan taat perintah
maka kami bukanlah orang kejam. Mulai hari ini
kalian harus belajar silat, dan aku yang langsung
membimbing. Nah, siapa yang suka dan segera
acungkan jari!"
Semua mengangkat telunjuk. Siapa tidak
suka dan senang menerima itu. Sepuluh pelayan
dan lima tukang kebun segera menjadi murid.
Dan ketika hari itu juga mereka diberi pelajaran
silat, tak lama kemudian sudah mampu
merobohkan pengawal Wong-ciangkun maka
berita ini membuat pucat sang komandan kota
yang tentu saja menjadi khawatir, tak senang!
"Apa yang sebenarnya mereka
kehendaki. Apakah hendak menyaingi kota raja.
Kalau mereka ingin menjadi kaisar dan ratu di sini1792
maka celakalah kita, taijin. Kenapa utusan kita
belum juga datang. Apakah Pendekar Rambut
Emas dan keluarganya belum dapat ditemukan!"
"Sabarlah, tenanglah. Kita sudah
mengirim orang mencari Kim-mou-eng, ciang
kun, kalau belum datang memang perjalanan
amatlah jauh. Biarkan saja mereka bertingkah
dan kelak akan tahu rasa. Berani benar mengusik
warisan Pendekar Rambut Emas!"
Wong-ciangkun menahan marah. Dari
orang-orangnya yang berjaga di rumah itu maka
setiap kejadian dapat diikuti dari jauh. Ia sendiri
kadang-kadang harus datang menjaga rumah itu.
Dan ketika pelayan serta tukang kebun dapat
mengalahkan pengawalnya, ia menjadi cemas
maka suatu hari ia dipanggil menghadap. Gadis
baju putih itu duduk di ruang dalam dengan sikap
angker.
"Duduklah," begitu sapaan yang didapat.
"Ada sesuatu yang ingin kumintakan tolong,
ciangkun. Buatlah undangan untuk orang-orang
yang kami sebut dan antarkan undangan itu
kepada mereka."1793
"Undangan?" Wong-ciangkun tertegun.
"Apakah jiwi (kalian berdua) hendak
mengadakan pesta? Perkawinan atau ulang
tahun?"
"Tutup mulutmu. Tak ada perkawinan
atau ulang tahun di sini, ciangkun, melainkan
surat tantangan kepada semua orang-orang
kang-ouw. Kami hendak mengadakan pemilihan
bengcu (pemimpin persilatan). Kau yang lama
tinggal di sini tentu tahu siapa saja tokoh-tokoh
yang pantas diundang. Nah, buatlah undangan
itu dan atas namakan kami sebagai Thian-te Ithiap (Jago Tunggal Langit Bumi). Mereka yang
kalah harus tunduk dan langsung di bawah
perintah kami. Laksanakan itu!"
Wong-ciangkun terkejut. Setelah ia
mendengar semua kata-kata ini tentu saja ia
membelalakkan matanya lebar-lebar. Gadis ini,
yang dikenalnya sebagai Hoa-siocia (nona Hoa)
minta dibuatkan undangan menantang jago-jago
kang-ouw. Diri sendiri dijuluki Thian-te It-hiap
yang berkesan sombong dan tinggi hati. Tentu
saja ia terkejut. Tapi girang bahwa pucuk dicinta1794
ulam tiba, dengan ini malah jago-jago persilatan
akan menghajar kakek dan cucunya ini maka
cepat perwira itu mengangguk dan berseri.
"Baik, kami laksanakan perintah. Tapi
bagaimana kalau mereka datang mendahului
undangan, siocia. Maksudku bagaimana kalau
undangan yang menggegerkan ini membuat
marah mereka dan datang sebelum waktunya.
Tanggal berapa pula undangan itu dijatuhkan!"
"Berapa kira-kira yang dapat kau
undang." "Ratusan orang!"
"Sebutkan jumlahnya."
"Tiga atau empat ratus orang, siocia,
belum termasuk anak buah mereka. Misalnya
ketua Hwa-i Kai-pang di luar Ce-bu ini, juga
tokoh-tokoh bajak yang berkeliaran di sungai
atau lautan!"
"Hm, orang-orang kasar begitu tak perlu
diundang. Cari yang setingkat ketua-ketua partai,
ciangkun, keroco-keroco seperti itu hanya
mengotori rumah ini saja. Mereka jangan
diundang!"1795
"Baik, kalau begitu kuseleksi lagi. Hanya
kalau mereka datang mendengar kabar
undangan ini harap siocia tidak menyalahkan
aku!"
"Cukup, tak perlu banyak mulut.
Sekarang buatkan undangan itu dan sebar
kepada mereka yang termasuk jago-jago kelas
satu. Kelas kambing bagianmu, jangan memasuki
rumah ini, atau kau harus bertanggung jawab
dan kupotong telingamu!"
Wajah Wong-ciangkun memerah. Ia
membungkuk dan menyatakan siap tapi lagi-lagi
menanyakan tanggal. Diam-diam kemarahan
perwira ini bangkit. Hanya karena mengetahui
kelihaian lawan ia menahan diri. Lalu ketika
disebut tanggal dua belas bulan delapan maka
perwira itupun berdiri dan mohon pamit.
"Baiklah, aku minta diri. Kusiapkan
semuanya dan mudah-mudahan siocia puas."
Gadis itu tak menjawab. Si kakek entah di
mana dan orang tua yang satu ini misterius
sekali. Menurut pantauan pengawal hanya gadis
itulah yang sering tampak di dalam rumah. Hoa-1796
siocia inilah yang mengatur ini-itu, kakeknya tak
kelihatan lagi sejak merampas kunci di tempat
Siangkek-taijin. Lalu ketika hari itu juga
dibuatkan surat undangan dan disebar ke
delapan penjuru, inilah tantangan Thian-te Ithiap maka dunia kang-ouw gempar dan tentu
saja sebagian besar dari mereka bermuka merah.
Wong-ciangkun tak menyia-nyiakan
kesempatan. Ia masih menaruh sakit hati dan
dendam atas kekalahannya dulu. Dan karena
kebetulan ia bersahabat dengan tokoh-tokoh
Hwa-i Kai-pang, di sinilah ia mengirim utusan
khusus maka sebelum tanggal yang ditetapkan
datanglah empat tokoh perkumpulan pengemis
itu ke rumahnya, tentu saja secara diam-diam.
"Aku tak tahu siapa mereka namun harus
diakui benar-benar lihai. Seratus pasukanku
dibuat jatuh bangun. Nah, karena kalian sudah
datang dan memenuhi undangan itu maka
cobalah kalian uji, su-wi-enghiong (empat jagoan
gagah). Aku pribadi tak dapat membantu kecuali
menugaskan anak buahku membiarkan kalian
masuk!"1797
"Siapa sebenarnya mereka itu. Sombong
amat menentukan bengcu!"
"Kami semua tak tahu, hanya gadis itu
bernama Hoa-siocia. Sedangkan kakeknya, ah
terlalu misterius dan tak pernah keluar!"
"Dan siapa yang menyebut diri Thian-te
It-hiap? Gadis itukah?"
"Kurang jelas, yang terang di rumah itu
terdapat kakek dan gadis itu, mungkin cucunya.
Kalian dapat menyelidiki dan silakan menyelinap
masuk. Anak buahku akan memberi jalan!"
"Baik, kami akan ke sana. Kalau kami
dapat merobohkan mereka maka akan kami
umumkan bahwa Thian-te It-hiap hanya
pembual kosong belaka. la akan kubuat malu dan


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kutelanjangi di depan umum!"
Empat pengemis itu pergi. Setelah
mereka mendapat keterangan cukup maka
merekapun tak perlu lama-lama lagi tinggal di
situ. Tangan sudah terasa gatal-gatal untuk
menghajar penghuni baru itu. Ingin mereka lihat
siapa orang yang berani mati menempati bekas
rumah Hu Beng Kui itu. Terhadap mendiang jago1798
pedang itu mereka menaruh hormat, apalagi
setelah Kim-mou-eng menjadi menantu. Siapa
tak kenal Pendekar Rambut Emas! Akan tetapi
karena keluarga itu tak pernah ke Cebu lagi dan
tinggal di utara, berita keluarga ini tak mereka
dengar lagi maka masuknya kakek dan gadis
lancang itu membuat mereka marah. Apalagi
dengan undangan yang berisi tantangan! Akan
tetapi empat tokoh Hwa-i Kai-pang ini tidaklah
berlaku sembrono. Mereka telah mendengar
pula isi rumah itu, betapa pelayan dan tukang
kebun belajar silat. Dan karena mereka juga tak
mau merusak rumah, tempat tinggal itu adalah
milik Hu-taihiap dan keluarganya yang harus
dihormati maka berkelebat memasuki rumah ini
mereka masuk dengan mudah diloloskan
pengawal. Penjaga seakan tak tahu atau purapura tak tahu akan bayangan mereka di atas
tembok tinggi. Enam penjaga di regol depan
memang sebelumnya telah diberi tahu Wong
ciangkun.1799
"Jangan hiraukan pengemis-pengemis
itu, biarkan mereka masuk. Bersikap blo'on
sajalah!"
Maka ketikat empat bayangan melayang
di tembok pagar, turun dan bergerombol di
sudut tiba-tiba para penjaga ini melengos dan
bersikap seakan-akan tidak tahu. Namun rumah
itu bukanlah tanpa penghuni. Sejak
dikeluarkannya undangan yang berupa
tantangan maka sesungguhnya pelayan dan
tukang-tukang kebun sudah diperintahkan
berjaga di bagian dalam rumah. Sejak menerima
gemblengan ilmu silat dan kecintaan majikan
baru maka pelayan dan tukang-tukang kebun ini
adalah pengawal yang setia. Penjaga boleh
memasukkan musuh akan tetapi mereka akan
menghadang. Inilah murid-murid yang setia!
Maka ketika bayangen empat pengemis itu
dilihat satu di antara pelayan, kebetulan adalah
Cing Cing si murid terpandai maka berkelebatlah
gadis ini membentak orang-orang itu. Mereka
berada di kebun belakang.1800
"Maling-maling hina dari mana ini berani
memasuki rumah orang. Siapa kalian dan mau
apa!"
Terkejutlah pengemis-pengemis Hwa-i
Kai-pang itu. Mereka adalah sute-sute ketua
Hwa-i kai-pang yang berkepandaian tinggi.
Mereka berkasak-kusuk di situ untuk
menentukan langkah, masing-masing akan
berpencar. Tapi ketika tuan rumah sudah
mengetahui dan gadis di depan mereka itu
mencabut pedang, menyeringailah keempatnya
maka sang pimpinan, yang berkumis menjuntai
menggerakkan tongkatnya ke depan.
"Bagus, ini agaknya pelayan yang naik
pangkat. Heh, kami dari Hwa-i Kai-pang ingin
bertemu tuanmu, nona, namun karena kau di sini
biarlah kami menangkapmu.. wut!" tongkat
menyambar dan tahu-tahu tanpa banyak bicara
lagi mengetuk pergelangan tangan lawan.
Pengemis ini hendak merobohkan gadis itu
dengan meruntuhkan pedangnya. Tapi ketika
Cing Cing mengelak dan balas menyambar maka1801
pedang menyabet dengan deras dan tahu-tahu
berkelebat ke leher pengemis itu.
"Haiya, berbahaya!" pengemis ini
meloncat mundur dan menggerakkan tongkat
menangkis. Pedang bertemu tongkat dan
tergetarlah si pengemis, terhuyung. Dan ketika ia
membelalakkan mata dengan perasaan kaget
dan penasaran, sungguh tak diduganya hal itu
maka gadis itu telah tegak lagi dengan senyum
mengejek. Pandang matanya merendahkan.
"Kalian tikus-tikus busuk sungguh tak
tahu diri. Katakan apa maksud kalian sebelum
aku merobohkan dan membawa kalian ke dalam.
Cepat, nonamu tak mau banyak bicara!"
Pengemis pimpinan menjadi marah. la
adalah tokoh nomor tiga di Hwa-i Kai-pang,
kedudukannya cukup tinggi dan di dalam
perkumpulan ia adalah orang terhormat. Kini
berhadapan dengan gadis pelayan saja
terdorong mundur, siapa tidak panas Maka
membentak dan menyuruh tiga adiknya
mengepung, pengemis ini membentak agar gadis
itu tidak sombong.1802
"Kami datang dengan maksud baik-baik,
menjajal atau menguji majikanmu yang telah
melepas undangan. Nah, biarkan kami bertemu
atau kau kami robohkan!"
"Boleh, aku tak takut. Empat lawan satu
bukan kejadian aneh, pengemis bau. Katakan
siapa namamu sebelum pedangku bicara. Aku
tak ingin merobohkan lawan tanpa kuketahui
siapa dia!"
"Aku Sam-kai, tokoh nomor tiga dari Hwai Kai-pang, dan mereka ini adik-adikku
seperguruan yang tak puas dengan tingkah
majikanmu yang sombong. Letakan pedangmu
dan sekali lagi dengarlah kata-kata kami!"
"Hi-hik, kalianlah yang sombong. Hwa-i
Kai-pang tak pantas mengutus orang-orangnya
macam kalian, Sam-kai. Jangankan menghadapi
majikan, menghadapi aku saja rasanya tak akan
menang. Majulah!" gadis itu bahkan mengangkat
pedang dan menantang empat orang pengemis
ini. Sikapnya tenang dan kata-katanyapun tegas.
Lalu ketika empat orang itu tentu saja menjadi
marah maka tak ayal lagi pengemis-pengemis1803
Hwa-i Kai-pang ini membentak dan mengayun
tubuh, tongkat menyambar dan menderu di kiri
kanan.
"Gadis sombong, baru pelayan saja sudah
demikian tinggi hati!"
Akan tetapi gadis ini menjejakkan kaki
dengan cepat. Ia menghilang ketika empat
batang tongkat menghantam dari empat
penjuru, gerakannya sebat. Lalu ketika ia turun
dan lawan terkejut kehilangan , barulah sadar
setelah melihat kembali maka pedang di tangan
gadis itu membabat keempatnya diiringi cahaya
menyilaukan.
"Crak-crak-crakk!" Dua di antara tongkat
terbabat, putus. Hal ini mengejutkan mereka
semua. Selanjutnya bergeraklah gadis itu bagai
walet menyambar-nyambar. Ia tertawa
membalas lawannya. Dan ketika Samkai sibuk
menangkis sana-sini, membalas dan berseru agar
adik-adiknya menyerang lagi ternyata bahwa
dikeroyok empatpun gadis ini tak tampak
kewalahan.1804
Pedangnya berkeredep dalam gulungan sinar
putih dan cahaya menyilaukan inilah yang
membuat pengemis-pengemis Hwa-i Kai-pang
terdesak. Ujung pedang tahu-tahu berada di
tenggorokan atau mata mereka, lambat berkelit1805
artinya celaka. Dan ketika gadis itu bergerak
bagai burung mengelilingi mereka, dari badan
pedang keluar hawa dingin maka empat
pengemis mengeluarkan keringat dingin dan tak
terasa menjadi pucat. Ujung tongkat Sam-kai
akhirnya terbabat juga, setelah tiga lainnya
buntung. Dan ketika empat pengemis itu
terdesak dan ini benar-benar diluar dugaan
mereka maka berkelebat bayangan-bayangan
lain dan muncullah pelayan-pelayan itu,
mengepung mereka.
"Cing-cici, siapa tikus-tikus busuk ini. Ada
apa malam-malam menyatroni rumah kita!"
"Hi-hik, katanya orang-orang Hwa-i Kaipang. Mereka sombong mau bertemu majikan,
Kok Li, padahal menghadapi aku saja harus
keroyokan. Biarlah kalian di pinggir dan aku yang
merobohkan!" Jawaban itu disusul seruan
panjang mengiring kilatan pedang. Tongkat di
tangan Sam-kai sudah putus setengahnya lebih
sementara yang lain tinggal sejengkal. Wajah
pengemis-pengemis ini pucat. Tapi ketika
mereka membentak dan menjadi nekat, ujung1806
pedang meliuk bagai lidah rajawali menuju leher
maka mendadak keempatnya merogoh kantung
dan secepat kilat melemparkan kut-gi (senjata
rahasia tulang) dari gigi-gigi anjing ke arah
lawannya.
"Mundur!" Namun pedang berdentingdenting. Semua senjata gelap runtuh terbabat
dan ujung pedang masih menyambar leher.
Beruntung karena empat pengemis itu
melempar tubuh bergulingan maka pundak
merekalah yang menjadi korban. Keempatnya
berteriak. Dan ketika mereka hendak melarikan
diri namun tiga gadis di luar berkelebat dan
menodongkan pedang maka empat pengemis
sial ini menggigil pucat. Wajah mereka seputih
kertas, terutama Sam-kai yang tadinya
menganggap enteng.
"Kalian sudah kalah, tak boleh lari keluar.
Ayo masuk ke dalam dan pertanggungjawabkan
perbuatan kalian kepada majikan!" Terpaksa
empat pengemis ini mengangguk. Saat itu juga
mereka dibawa ke dalam, bokong kena
tendangan. Dan ketika di sana sudah menunggu1807
gadis baju putih itu, Hoa-siocia maka Sam-kai
tergetar dan menundukkan mukanya. Wajah
yang dingin itu disertai pandangan berkilat.
"Hwa-i Kai-pang tak tahu diri mengirim
orangnya seperti kalian. Karena kami sudah
mengirim undangan dan kalian berbuat kurang
ajar biarlah hukuman sedikit sebagai pelajaran.
Katakan kepada Hwa-i Kai-pangcu (ketua
perkumpulan) bahwa kami merasa tak
dihormati. Yang kami undang hanyalah para
pimpinan, bukan tikus keroco. Pergilah dan
laporkan ketua dan jangan main-main di rumah
ini!"
Sam-kai tak tahu apa yang terjadi. Ia
hanya melihat cahaya menyambar dan tahu-tahu
sebelah telinganya menjadi dingin. Tapi ketika
rasa dingin menjadi rasa perih maka ia terkejut
karena bersamaan itu sebuah telinganya
menggelinding di lantai, berdarah!
"Aahhhh..!" Tiga yang lain mengeluarkan
seruan. Mereka juga melihat sinar putih panjang
menyambar sisi kepala, rasa dingin disusul rasa
perih. Lalu ketika masing-masing sebuah telinga1808
dipapas buntung, mereka tak tahu kapan pedang
dicabut dan masuk kembali maka empat orang
ini hampir pingsan oleh kejadian itu Sam-kai
sampai tak dapat berkata-kata, gemetar.
"Ampun, kami akan melapor kepada
pangcu. Kalau boleh kami pergi biarlah di tempat
umum Hwa-i Kai-pang memenuhi undangan!"
"Baik, tapi kalian tak perlu unjuk muka
lagi. Atau aku membunuhmu dan kau tinggal
nama!" Sam-kai mandi keringat. Akhirnya ia
dibawa keluar dan sebuah tendangan membuat
ia dan adik-adik seperguruannya mencelat.
Mereka merintih dan berdiri bangun. Lalu ketika
mereka melewati penjaga maka di sini Cing Cing
memandang anak buah Wong-ciangkun ini.
Belum apa-apa mereka sudah menjatuhkan diri
berlutut!
"Kami tak tahu-menahu, ampun. dari
mana pengemis-pengemis busuk ini datang!"
Redalah kemarahan gadis itu.Sebagai murid
terpandai dan paling dipercaya sikapnyapun
sudah banyak berobah. Gadis ini bukan gadis
pelayan dulu. Dan ketika ia mendengus dan1809
menyuruh pintu gerbang ditutup maka empat
pengemis ngeloyor pergi dengan sakit hati
namun juga gentar. Namun kejadian ini tidak
berhenti di situ, artinya bukan hanya Hwa-i Kaipang yang coba menyatroni rumah ini sebelum
Jatuh tempo undangan. Beberapa orang lain.
para tokoh atau orang-orang yang merasa
berkepandaian tinggi mendatangi rumah Hutaihiap ini. Satu per satu di antara mereka
memasuki rumah itu seperti empat pengemis
pertama Hwa-i Kai-pang. Tapi ketika mereka
roboh dan dihajar gadis-gadis pelayan itu, atau


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lima tukang kebun yang kini merupakan muridmurid lihai maka tersiarlah berita dari mulut ke
mulut akan kehebatan penghuni baru itu. Sang
majikan belum keluar dan baru menghadapi
pelayan-pelayannya saja mereka sudah kocar
kacir.
"Luar biasa, benar-benar tak dapat ku
percaya. Cing Cing yang dulu merupakan pelayan
di tempat Siangkek-taijin itu tiba-tiba menjadi
lihai dan pandai sekali, kawan-kawan. Padahal
dulu Sama-Sama kita ketahui betapa gadis itu1810
penakut dan amat lemah. Kini ia seakan harimau
betina yang tumbuh taringnya. Aku dihajarnya
tiga kali. Kalau tidak ingat bahwa kami berteman
lama mungkin ia membunuhku!" Seorang
pemuda, berperawakan tegap dengan dahi lebar
tampak bercerita di hadapan sekelompok
pemuda sebayanya. Mereka adalah teman
sekampung Cing Cing yang dulu suka menggoda
gadis itu, tak dapat disangkal bahwa Cing Cing
adalah yang tercantik di antara semuanya. Dan
ketika semua mendengar seakan tak percaya,
pemuda berdahi lebar itu menggoda Cing Cing
ketika masuk dengan mengaku sebagai
saudaranya maka yang lain memasang telinga
dan kelihatan gentar.
"Bagaimana kau masuk, apa alasanmu
ketika menemuinya."
"Aku mengaku sebagai saudara dari desa,
kukatakan ibunya sakit."
"Lalu ia kaubawa?"
"Tentu saja, dulu aku tergila-gila
kepadanya, teman-teman. Hanya setelah ia
dikurung di tempat Siangkek-taijin tak ada1811
kesempatan bertemu. Kini aku mencoba lagi,
namun justeru dihajar dan babak belur!"
"Hm, kau tentu kurang ajar." yang lain
tiba-tiba tertawa. "Atau kau mencoba
menciumnya!"
"Benar, tapi siapa sangka. Aku sebagai
murid Hek-lui-kong tak mau sudah. Akan
kuminta bantuan guruku!"
"Tapi kau bersalah, kau menipu dan
mengganggunya!"
"Ah, sebagai anak muda adalah wajar
mengganggu gadis, Lo-tui, apalagi kalau kita suka
padanya. Masa tak boleh aku menggoda!"
"Tapi kau menciumnya, kudengar itu!"
"Hmn, sedikit dari samping, luput. Kalau
ia tidak marah-marah dan menamparku tak
mungkin berlanjut menjadi pertengkaran. Cing
Cing sekarang sombong!" Lima pemuda
mengangguk-angguk. Mereka adalah pemuda
sedesa dengan gadis yang kini amat lihai itu.
Berita dari mulut ke mulut menyebar cepat. Dan
karena Hok Pang pemuda berdahi lebar itu
merasa jatuh cinta maka yang lain mundur tapi1812
tiba-tiba mereka mendengar betapa pemuda
tegap itu dihajar sampai babak belur. Hok Pang
adalah murid seorang tokoh gunung Wui-san tak
jauh dari Ce-bu.
"Baiklah, apa yang akan kau lakukan
sekarang. Ada apa kau mengumpulkan kami di
sini."
"Aku hendak minta bantuan...!"
"Wah, mengeroyok gadis itu?"
"Tidak, bukan. Melainkan.." pemuda ini
berhenti lalu berbisik-bisik di telinga temannya.
Wajah sang teman berkerut tapi tiba-tiba
tertawa. Lalu ketika ia mengangguk dan
menyatakan setuju maka yang lainpun ?iberi
tahu dan tiba-tiba ketawa serentak.
"Ha-ha, bagus, tapi rejeki harus dibagibagi!"
"Tentu, asal aku sudah mendapatkannya
maka kalian kuberi bagian, kawan-kawan. Aku
menjadi benci dan ingin membalas dendamku.
Tapi aku harus meminta tolong guruku, dialah
yang akan merobohkan gadis sombong itu!"1813
"Dan kau memberi kabar penculikan itu,
katakan bahwa ibunya dibawa penjahat!"
"Hm, berat juga. Tapi sebagai penyumpal
berita baiklah kuikuti ini, Su Te. Hanya ingat
bahwa tanggung jawab penuh di tangan Hok
Pang!"
"Ya, kita hanya ikut-ikutan. Hok Pang
yang mengajak!"
"Tak perlu khawatir, semua tanggung
jawabku. Tapi masing-masing harus menjalankan
tugas dan besok gadis itu harus keluar".
Mengangguklah enam pemuda bergerombol ini.
Hok Pang akan menculik ibu gadis itu dan
seorang di antara mereka memberi kabar.
Memang Cing Cing masih mempunyai ibu
kandungnya di desa. Dan ketika mereka bubar
sementara keesokannya seorang pemuda
meminta bertemu gadis itu maka Cing Cing
tertegun karena inilah tetangganya dari desa,
belum apa-apa sudah menangis dan gemetar.
"Celaka, aku membawa kabar buruk.
Ibumu... ibumu diculik orang, Cing-Cing. Aku
menyampaikan kabar dan maafkan berita ini.1814
Aku tak tahu kepada siapa memberi tahu kecuali
kepadamu"
"Lo-tui, apa yang terjadi. Kapan ibu
diculik, dan siapa penculiknya!"
"Aku tak tahu, hanya. . hanya
perawakannya tegap. Entah siapa yang berani
mati melakukan itu. Apakah kau mempunyai
musuh!"
"Hok Pang, ah, Keparat itu!" gadis ini tibatiba beringas. "Kapan terjadinya, Lo tui di bawa
kemana ibuku?"
"Ke gunung Wui-san. Aku tak tahu apakah
Hok Pang atau bukan kecuali perawakannya yang
tegap gagah. Ada permusuhan apakah kau
dengannya..?" Namun gadis itu berkelebat
mendorong. Pemuda itu terjengkang dan
berteriak namun dari samping rumah muncul
seorang pria pendek berkumis tipis, berkelebat
dan mengejar gadis itu. Lalu ketika Cing Cing
berhenti dan disambar lengannya maka Song
Giam, bekas tukang kebun yang sama-sama
menjadi murid di situ berseru,1815
"Cing Cing, mau ke mana kau. Bukankah
tak boleh meninggalkan rumah tanpa ijin Hoasiocia!" Terkejutlah gadis ini. Segera ia sadar dan
menceritakan berita yang dibawa Lo tui, Dan
ketika Song Giam tertegun dan berkerut kening
maka lelaki pendek yang gesit langkah kakinya ini
berkata,
"Kalau begitu menghadap Hoa-siocia
dulu, lalu kuantar sama-sama. Kita hadapi
jahanam itu!" Cing Cing mengangguk. Berkelebat
melupakan Lo-tui ia sudah bertemu majikannya,
Hoa-siocia berkerut kening. Tapi dingin berkata
tenang iapun mengangguk.
*** Credit:
Sumber Buku Gunawan Aj
Kontributor Awie Dermawan
Edit OCR Yons
First in share Kolektor Ebook
Putri Es-Batara1816
"PUTRI ES"
( Lanjutan Rajawali Merah )
Karya Batara
Jilid XXX
* * * "BAIKLAH, satu jam saja. Setelah itu
kembali dan hati-hati di jalan!" Gadis ini girang.
Ia mendapat ijin dan pergilah mereka ke Wuisan. Song Giam menemani gadis ini dan tak lama
kemudian sudah berada di tempat. Wui-san
adalah sebuah bukit kecil yang puncaknya
berpohon jarang, tak jauh dari Ce-bu. Dan ketika
mereka berkelebat ke atas dan melihat bayangan
orang, juga suara tangis maka benar saja Hok
Pang ada di situ, membelenggu atau menawan
seorang wanita tua yang bukan lain ibu dari gadis
ini. Dan di samping pemuda ini berdiri dengan
mata mengejek tampak seorang laki-laki
setengah tua berjenggot pendek yang sikapnya
sombong.1817
"Hok Pang manusia keparat, berani benar
kau menculik ibuku. Lepaskan dia!"
Cing Cing membentak dan langsung saja
menyerang penmuda ini. la tak perduli kepada
laki-laki tua di sebelah pemuda itu dan
menampar lawannya, berkelebat dan
gerakannya cepat bukan main. Tapi ketika Hok
Pang mengelak dan menangkis gentar,
betapapun ia tahu lihainya gadis ini maka ia
berteriak dan terjengkang kebelakang, dikejar
tapi kakek itu tiba-tiba bergerak. Inilah Hek-luikong guru pemuda itu. Dan ketika gadis itu
hendak menghantam kepala muridnya maka
kakek ini menangkis dan berseru dari samping,
"Nanti dulu, ibumu adalah
urusanku...dukk!" dan Cing Cing yang tergetar
dan terdorong mundur akhirnya berhadapan
dengan laki-laki ini yang dipandangnya dengan
mata terbelalak, mata berapi-api.
"Siapa kau, ada apa mencampuri
urusanku!"1818
"Hm. aku adalah Hek-lui-kong, guru
muridku Hok Pang. Kalau aku mencampuri
adalah wajar karena ia muridku...!"
"Bagus, kau kiranya membela muridmu
itu. Majulah dan aku tak gentar!"
Cing Cing yang tak dapat menahan marah
lalu membentak dan menerjang lagi, kali ini
bukan pemuda itu melainkan kakek di depannya
ini. la berkelebat dan menampar dan gerakannya
yang cepat membuat si kakek terkejut,
betapapun ia kagum oleh gaya serangan yang
kuat serta cepat. Tapi ketika ia mengelak dan
mundur dua kali maka serangan gadis itu luput
dan Cing Cing melengking mempercepat
gerakannya, mengejar dan membuat kakek ini
sibuk dan terbelalaklah kakek itu oleh serangan
bertubi-tubi yang amat cepat dan ganas dan Ia
menangkis dan akhirnya tergetar serta
terdorong. Dan ketika kakek itu menjadi marah
oleh serangan lawannya maka Cing Cing juga
menjadi gusar dan mencabut pedangnya.
"Sekarang kau mampus atau roboh!"
Kakek ini memerah. la mula-mula bersikap1819
sombong karena yang datang ternyata seorang
gadis muda, bekas pelayan lagi. Tapi ketika
serangan pedang itu demikian cepat dan amat
ganasnya maka kakek ini tak dapat menahan
kemarahannya lagi dan iapun mencabut
pedangnya, apa lagi ketika ujung bajunya dua kali
robek terbabat.
"Bret-bret!" Membentaklah kakek itu.
Ternyata gadis di depannya ini benar-benar lihai
dan ia menjadi gusar. Tak mungkin di depan
murid ia harus kalah. Maka ketika ia memekik
dan berseru keras tiba-tiba kakek itupun
menggerakkan pedangnya dan tangan kiri
melepas pukulan yang bersiutan panas.
"Des-plak!" Lagi-lagi ujung bajunya
terpental. Kalau tadi ujung baju itu robek maka
sekarang ujung bajunya itu terbakar hangus.
Hek-lui-ciang, Pukulan Petir Hitamnya ternyata
membalik dan membakar bajunya sendiri. Dan
ketika kakek itu terkejut dan juga marah maka ia
melengking dan berkelebatan menangkis dan
membalas lawannya itu. Akan tetapi alangkah
kagetnya kakek ini. Pedang di tangan gadis itu1820
mengeluarkan hawa dingin dan tiba-tiba semua
hawa panas dari pukulan tangan kirinya
tertembus. la menggigil dan terbelalak tapi
lawan tertawa mengejek. Cing Cing terus
menyerang kakek itu dengan cepat. Dan ketika
kakek itu terdesak dan terus mundur-mundur
akhirnya satu lengkingan nyaring disusul gerakan
tubuh gadis itu yang menyambar bagai seekor
harimau betina diganggu anaknya.
"Roboh dan mampuslah!" Kakek itu
mengangkat pedangnya.menangkis dan dentang
nyaring disusul bunga api ke udara. Lelatu dua
logam muncrat. Tapi ketika kakek itu terhuyung
dan terdorong pucat maka pedang menusuk lagi
dengan amat cepatnya. Cing Cing tampak begitu
marah dan ingin segera menghabisi kakek itu.
Tapi ketika gadis itu begitu berapi-api hendak
membunuh dan merobohken laWannya maka


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Song Giam, temannya tiba-tiba berseru dan
memperingatkan bahwa Hoa-Siocia memerlukan
orang-orang pandai.
"Tak perlu membunuh lawanmu, cukup
robohkan dan kalahkan dia. Ingat pesan majikan"18211822
Gadis ini sadar. Dari gerak pedangnya
yang tertahan maka babatan ke leher berubah
menjadi tusukan kecil. Kakek itu mengeluh ketika
ujung pedang melukainya. Dan ketika sedetik
kemudian pedangnya terlepas dan runtuh ke
tanah,lawan telah menodongkan ujung
senjatanya ke dada.
"Lihat, mudah bagiku kalau
membunuhmu. Kau menyerah atau tidak!"
Habislah kesombongan kakek ini Hok
Peng muridnya tiba-tiba ngacir dan menyelinap
melarikan diri. Pemuda itu gentar sekali melihat
suhunya pecundang. Tapi ketika Song Giam
berkelebat dan meraih baju punggungnya maka
pemuda itu telah dilempar berdebuk.
"Tak boleh lari kalau belum ada perintah.
Kembalilah!"
Cing Cing menoleh. Mukanya beringas,
melihat pemuda ini, pedang bergetar siap
membalik dan menyambar. Namun ketika
temannya berseru agar pemuda itu dimaafkan,
pemuda itu harus meminta ampun maka1823
pemuda ini menangis dan mendahului gurunyu
menjatuhkn diri berlutut.
"Ampunkan aku, aku tak akan
mengulangi kesalahan lagi. Aku bertobat dan
mengaku salah, Cing Cing. Ampunkan aku dan
aku bersumpuh tak akan mengulanginya lagi"
Sang guru semburat merah. Wajah dan
sikap sang murid yang begitu memelas membuat
kakek ini terpukul. Begitu mengiba muridnya itu,
sama sekali tidak jantan. Namun karena ia sendiri
sudah dikalahkan dan jelas gadis itu amat
lihai,padahal masih merupakan pelayan maka
kakek ini tak dapat berbuat dan Cing Cing
rupanya masih menaruh kasihan. Ibunya di sana
sudah dibebaskan dan memaki-maki pemuda ini.
"Hok Pang pemuda tak tahu malu. Kau
pantas dibunuh. Kalau sekali lagi ia mengganggu
dan menculik aku biarlah kau potong lehernya,
Cing Cing, masa urusan cinta harus bersikap
seperti ini. Pemuda macam apa itu!"
"Biarlah sekuli ini kuampuni" Cing Cing
berkata dengan muka memerah sepasang
matanya berapi. "Kalau sekali lagi ia1824
mengganggumu atau menggangguku tentu
kupotong ibu. Mengingat nasihat Song-twako
baiklah sekali ini aku menahan diri. Dan kau!"
gadis itu menuding lawannya. "Orang tua seperti
kau tak seharusnya membela murid membabi
buta, Hek-lui-kong. Kalau tidak ingat pesan
majikan kubunuh kau. Sekarang nyatakan bahwa
kau tunduk di belakangku dan siap membantu
majikanku bilamana perlu".
"Aku berjanji," kakek itu tak berdaya "Aku
sudah kalah nona. Kalau kau atau majikanmu
membutuhkan tenagaku tentu aku membantu.
Aku menyesal menbela muridku yang salah."
"Baiklah, janjimu sudah kuikat. Sekarang
kalian boleh pergi tapi di saat para undangan
datang kau harus di sana membantu kami!"
Kakek itu mengangguk. Akhirnya dengan
muka lesu dan wajah menunduk ia meninggakan
puncak bukit itu. Sang murid disambarnya dan
ditendang. Lau ketika mereka berdua lenyap di
kaki bukit maka Cing Cing membawa ibunya
kembali pulang dan peristiwa ini semakin
menggentarkan orang, betapa lihainya penghuni1825
di rumah bekas Hu Beng Kui itu. Cerita dari mulut
ke mulut tersebar merata dan akhirnya mereka
yang termasuk golongan menengah tak ada yang
berani coba-coba main gila lagi. Hanya mereka
setingkat ketua partai atau ketua perkumpulan
yang berani datang. Dan ketika semua menunggu
hari undangan tiba maka Ce-bu menjadi ramai
ketika para tokoh-tokoh utama mulai
berdatangan,apalagi mereka yang membawa
murid. Tak lama Ce-bu seperti pasar malam.
Tempat atau gedung di mana Thian-te It-hiap
tinggal dikepung dari jarak jauh. Mereka masih
menunggu datangnya hari itu. Dan ketika hari
yang ditetapkan tiba dan gedung itu juga dihias
meriah maka tanggal duabelas bulan delapan
jatuh!
*** Gedung ini seperti gedung pengantin
saja. Kertas warna-warni menghias seluruh
ruangan merah hijau biru dan kuning. Tak ada
yang diam di perhelatan besar ini. Seluruh
pelayan dan tukang kebun sibuk. Cing Cing, yang1826
membawahi para sumoinya (adik seperguruan
wanita) membenahi ini-itu tampak paling sibuk
di rumah ini. Dialah yang bertanggung jawab
pekerjaan wanita. Sementara Song Giam, tukang
kebun yang paling lihai juga membawahi para
sutenya (adik seperguruan laki-laki) mengurus
pekerjaan pria, memasang tenda dan meja kursi
serta lampu-lampu hias. Tak ada di antara
mereka yang duduk diam karena semuanya
benar-benar bekerja. Dan ketika semua
kesibukan itu mencapai puncaknya dengan
hadirnya para tamu, di saat matahari mulai
terbenam di barat maka berdatanganlah tokohtokoh partai memasuki gerbang utama rumah
besar ini. Bagai memasuki istana saja maka tamu
undangan diterima lebih dahulu oleh para
pengawal Wong-ciangkun. Di pintu gerbang
berjajar pengawal berpakaian besi, serba
lengkap dengan senjata mereka, sementara
Wong-ciangkun sendiri menjadi komandan
utama. Dialah yang mengenal orang-orang itu,
karena dialah yang mengirim undangan atas
nama Thian-te It hiap. Dan karena perwira ini1827
hanya sebagai perantara, saja, orang yang
tunduk dibawah kekuasaan Thian-te It-hiap
maka tokoh-tokoh undangan bicara baik-baik
dengan komandan Ce-bu ini , tidak begitu ketika
memandang dan berhadapan dengan penghuni
rumah besar itu. Rata-rata tokoh undangan
memandang marah. Mereka sebenarnya tak
senang oleh bunyi tantangan di surat undangan
itu. Akan tetapi karena kabar tentang kelihaian
Thian-te It-hiap sudah didengar dan para murid
atau pelayannya ini telah merobohkan beberapa
di antara mereka maka para tamu bersikap
menahan diri dan hanya ketika menjura memberi
hormat diam-diam mereka itu mengerahkan
lweekang (tenaga dalam) untuk menyerang dan
coba membuat malu. Akan tetapi mereka
ketanggor Seorang gadis cantik dan seorang lakilaki pendek gagah menyambut semuanyai itu
dengan muka tersenyum-senyum. Semua
pukulan atau serangan diam-diam dipentalkan
balik. Dan ketika beberapa di antara mereka
terhuyung dan hampir jatuh, terkejutlah para
tokoh undangan maka mereka menjadi semakin1828
hati-hati dan akhirnya menarik serangan mereka
dan duduk di kursi dengan muka berkeringat.
Maksud membuat malu hampir menjadi
bumerang bagi diri sendiri!. Ternyata dari para
undangan memang datang nama-nama yang
cukup berbobot. Ada Bhong Tek Hosiang dari
Sho-tong-pai, atau Kiam Kit Cinjin dari Khongtong-pai. Dan karena mereka dua orang ini
adalah ketua-ketua partai yang cukup terkenal
maka dapatlah diduga bahwa dua ketua ini
menaruh penasaran dan gemas yang hebat
kepada Thian-te It-hiap. Ada lagi dari golongan
lain yang merupakan pengembara seperti namanama Thi-cit-le (Si Besi Berduri) yang membawa
bandul berat di bahu kanannya, seorang muka
merah dengan tubuh tinggi besar dan
bertampang menyeramkan. Lalu juga Thian-Can
(si ?lat Langit) Kwee Bi. Yang ini merupakan
wanita cantik sekitar tiga puluh delapan tahun,
manis senyumnya tapi jahat sinar matanya.
Kerlingnya menyambar-nyambar dan bagi
mereka yang telah bertemu dengan wanita
cantik itu pasti bergidik dan cepat1829
menyembunyikan diri. Wanita ini dikenal keji
dengan jentikan kuku jarinya. Dijuluki Si Ulat
Langit karena memiliki ilmu silat menggeliatgeliat yang amat indah namun berbahaya bukan
main. Senjata andalannya adalah kuku jari itu,
kuku yang mengandung bisa dan hanya wanita
inilah yang memiliki penawarnya. Maka ketika ia
datang dan Wong-ciangkun cepat membungkukbungkuk, sengaja perwira ini mendatangkan
wanita itu untuk menghajar penghuni rumah
maka dengan kekeh dan sikapnya yang genit
cepat saja para tamu tertarik dan menoleh
padanya.
"Hi-hik, selamat malam. Kudengar dan
kuterima undanganmu, ciangkun. Semoga
keramaian pesta bakal memuaskan hatiku dan
mana Thian-te It-hiap. Ingin kutahu ia orang
macam apa!"
"Silakan Sin-ni (Dewi) masuk saja ke
dalam. Kami hanya penyambut di luar. Masuklah
dan Sin-ni akan tahu."
"Hi-hik, ia ada di dalam? Baik, akan
kutemui dia!" dan melenggang dengan sikapnya1830
yang genit dan kerling menyambar-nyambar
segera wanita ini masuk dengan langkah bebas
dan para tamu termasuk pengawal menelan liur
melihat bentuk tubuh dan pinggul wanita ini
yang besar dan padat berisi. Bulat bak pot bunga
yang segar dan amat menggairahkan! Yang
pertama dilihat adalah Cing Cing dan Song Giam.
Gadis dan pria itulah yang berada balik pintu
gerbang, menyambut dan bertugas menerima
para tamu setelah melewati barisan pengawal.
Mereka inilah yang mewakili Hoa-siocia dan
kakeknya. Dan ketika wanita itu melihat
pasangan muda-mudi ini, Song Giam tak lebih
dari duapuluh lima tahun usianya maka
mendadak wanita ini berbelok dan Cing Cing
yang seharusnya menerima tamu wanita tak
digubris!
"Eh, kau yang menamakan diri Thian-te Ithiap? Hi-hik, masih muda, dan tampan. Aku
adalah Si Ulat Langit Kwee Bi dan senang
berkenalan denganmu yang begini gagah dan
tampan hingga berani mengundang demikian
banyak orang gagah!"1831
Song Giam terkejut. la melihat wanita itu
sudah mendekatinya dan tertawa-tawa.
Seharusnya bagiannya adalah tamu laki-laki,
bukan tamu wanita. Maka ketika ia melihat Cing
Cing memerah mukanya dan gadis itu panas dan
cemburu, Sesungguhnya di antara mereka
memang terdapat jalinan cinta maka buru-buru
ia mengangkat tangan dan berseru menuding,
"Hujin (nyonya) salah, aku bukan Thian te
lt-hiap. Silakan ke bagian wanita dan sumoiku
itulah yang menyambut!"
Akan tetapi wanita ini telah begitu dekat.
Kwee Bi tentu saja tahu bahwa tak mungkin
orang sepongah Thian-te It-hiap nmenyambut
tamu di depan. Paling-paling yang di depannya
ini adalah anak buah. Akan tetapi karena ia
tergetar dan tertarik oleh wajah tampan itu, Song
Giam seorang pemuda dengan kumis tipisnya
yang manis maka langsung saja ia menuju dan
tiba di depan pemuda ini.
"Kau tak usah merendah hati, kau pasti
Thian-te It-hiap!"1832
Pemuda ini kaget sekali. Tangan wanita
itu tahu-tahu terjulur maju dan menangkap
bahunya, gerakannya cepat dan sebat bukan
main. Akan tetapi ketika dia mengelak dan
terkaman luput, lawan terbelalak maka
berkelebatlah bayangan Cing Cing membentak
wanita itu.
"Tamu yang sopan tak usah main gila di
sini. Bagian wanita bukan di situ, kemarilah!"
Thian-can Kwee Bi terkejut. Dari kesiur angin
dingin segera ia maklum bahayanya serangan itu.
Cing Cing menampar punggung wanita ini
dengan pukulan kuat. Maka ketika ia membalik
dan menangkis serta menggerakkan lengan,
terdengarlah benturan nyaring maka wanita itu
terhuyung sementara Cing Cing tergetar dan
terdorong sedikit.
"Dukk! Para tamu terbelalak dan


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebagian ada yang bersorak. Cing Cing, gadis
pelayan itu sanggup mementalkan lawan. Bagi
yang tak menyukai Kwee Bi tentu sa-ja bersorak,
mereka girang. Tapi ketika wanita itu berkilat dan
hendak menyerang lagi maka Song Giam buru-1833
buru melompat dan berseru bahwa
pertandingan bukan di situ letaknya, nanti di
panggung lui-tai.
"Maafkan sumoiku kalau menghendaki
hujin duduk di tempat yang benar. Ia tidak keliru,
hujin, bagian wanita memang di sana. Duduklah,
nanti hujin akan bertemu majikan!"
"Hm, kau bukan Thian-te It-hiap?"
"Aku hanya pelayannya saja, tukang
kebun.
"Wah, tapi kau gagah dan tampan. Kalau
kau ikut aku langsung kuangkat sebagai suami!"
Terdengarlah ledakan tawa di kiri kanan tamu
undangan. Kata-kata Kwee Bi yang ceplas-ceplos
membuat pemuda itu semburat. Wajah
sumoinya di sana terbakar. Tapi karena tugas
mereka hanya menyambut tamu dan Cing Cing
diingatkan itu , Kwee Bi terkekeh dan
mengangguk-angguk akhirnya ia melenggang
dan menuju deretan tempat duduk wanita.
"Anak muda, aku masih seorang nona. Jangan
kau sebut aku hujin. Kalau nanti Thian-te It-hiap
muncul biarlah kuminta kau menjadi sahabatku1834
yang paling intim!" Tawa dan gelak kembali
terdengar. Song Giam semakin merah padam
namun semua itu dilakukan Si Ulat Langit dengan
sengaja. Diam-diam wanita ini melihat
kecemburuan Cing Cing kepada pemuda gagah
itu, tentu saja ia ingin membalas sebagai rasa
malunya dibuat terhuyung tadi. Maka ketika ia
menggoda dan melepas gurauannya, tak perduli
gadis itu wanita ini sudah duduk dan bersinarsinar memandang Song Giam. Pemuda ini
melengos dan memandang arah lain. Kalau saja
yang dihadapi adalah pukulan atau serangan
diam-diam seperti para tamu lain tentu ia siap
dan tak usah merah padam. Tapi Si Ulat Langit itu
genit, terang-terangan ia digoda dan membuat
sumoinya cemburu. Dan ketika datang tamu lain
dan ia menyambut maka tingkah atau olok-olok
wanita itu terhenti dan suasana kembali serius
setelah yang lain berdatangan dan harus
disambut. Menyusul Thian Can Kwee Bi adalah
seorang kakek tinggi kurus berpipa cangklong.
Inilah Si Asap Sakti Hung Ci. Ia sempat melihat
tingkah Si Ulat Sakti tadi, terkekeh dan masuk1835
dan langsung menemui Song Giam. Inilah
pemuda yang menerima tamu lelaki. Maka ketika
ia membungkuk dan merangkapkan tangan di
depan dada, tertawa berkata maka ia
memperkenalkan diri namun diam-diam
sepasang lengannya itu menghantam dengan
pukulan jarak jauh.
"Aku si tua disebut orang Sin-cwe-kaihong-ma, tapi aku lebih suka disebut Sin-cwe
saja, tidak terlalu panjang. Aku orang she Hung
dan namaku Ci. Terima kasih untuk undangan
Thian-te It-hiap dan selamat malam!"
Song Giam baru saja menghilangkan
getaran hatinya oleh tingkah Kwee Bi, masih agak
gugup. Tapi begitu menyambar angin kuat dan
menyesakkan dadanya, maklumlah dia bahwa
lagi-lagi seorang tamu menguji maka iapun
bersiap dan membungkuk merangkapkan tangan
di depan dada iapun cepat menahan dan
mendorong.
"Locianpwe Sin-cwe-kai-hong-ma sudah
ditunggu majikanku, selamat datang dan silakan
duduk!"1836
Kakek itu tertegun. Dari arah, depan
berkesiur angin kuat menahan pukulannya,
ditambah namun ditahan semakin kuat lagi. Dan
ketika ia cepat menarik serangannya dan lawan
terbawa ke depan maka Song Giam terkejut
terjelungup kedepan, terbawa oleh pukulannya
sendiri.
"Eh-eh, aku si tua tak berani terlalu
menerima hormat. Kau anak muda tak usah
menyembah!"
Song Giam kaget sekali. Tak disangkanya
kakek itu menarik serangan dengan tiba-tiba. Hal
ini mengakibatkan ia terbawa ke depan dan jatuh
terjelungup. Akan tetapi karena Ia menerima
gemblengan cukup dan tak mungkin malu begitu
saja maka ia menyambar kancing baju kakek itu.
dan sambil berseru keras ia mengetuk punggung
kaki kakek itu.
"Locianpwe keliru, kancing baju
locianpwe jatuh!" Kakek itu kaget. Ia ganti tak
menyangka bahwa terjelungup seperti itu
dipergunakan sekalian untuk mengetuk
punggung kakinya. Itu bukan ketukan biasa1837
melainkan sebuah totokan. Dan karena saat itu
kancing bajunya juga disambar dan jatuh di
tangan pemuda ini, seolah memungut dan
hendak menyerahkannya kembali kepadanya
maka kakek itu berseru keras dan mengangkat
kakinya yang lain kakek itu menendang dagu
lawan.
"Dukk!" Kakek ini terpelanting dan
berteriak keras. Song Giam tak membiarkan
dagunya kena tendang dan mengganti ketukan
dengan tangkisan. Kakek itu telah menarik
kakinya agar tidak tertotok, cepat namun lawan
tak mau kalah. Pemuda itu juga bergerak sama
cepat. Dan ketika pemuda itu meloncat bangun
sementara si kakek berjungkir balik melayang
turun maka tampaklah kancing baju di tangan
pemuda itu yang cepat dilemparkan ke arah
tamunya.
"Maaf, locianpwe kehilangan benda ini?"
Kakek itu menangkap merah padam.
Maksud membuat malu hampir berbalik
mencelakai dirinya sendiri, terbelalaklah kakek
ini. Tapi ketika ia terkekeh dan menyimpan1838
kancing bajunya maka sambil memuji kakek ini
berkata bahwa tuan rumah sungguh lihai.
"Ha-ha, aku sudah mendapat pelajaran.
Bagus, tak rugi diundang Thian-te It-hiap!"
Para tamu duduk kembali. Tadi mereka
bangkit dan ada yang meninggalkan kursinya. Hal
itu tiada lain karena ingin melihat lebih dekat,
serang-menyerang itu berlangsung cepat dan
bagi mereka yang keranjingan ilmu silat tentu
saja tak bakal melewatkan hal-hal seperti ini.
Tapi ketika kakek itu duduk lagi dan memilih
tempat, kebetulan di samping ketua Sho-tong
dan Khong-tong maka sambil menyeringai Sincwe-kai-hong-ma ini mengebut-ngebut ujung
bajunya. Song Giam lega dan menyambut tamutamu lain. Berturut-turut muncul orang-orang
gagah seperti ketua Bu-tong dan Hoa-san, juga
Kun-lun serta Siau-hun pai. Dan karena undangan
bersifat pemilihan bengcu tentu saja harus
dihadiri tokoh-tokoh penting maka tak lama
kemudian halaman luas di rumah Hu Beng Kui itu
telah penuh orang, bahkan Cing Cing dan kawan-1839
kawan terpaksa membuka ruangan dalam untuk
para tamu yang masih terus mengalir.
"Mana Thian-te It-hiap, kami ingin segera
berkenalan!" Seruan itu disambut anggukan
berulang-ulang para pembantu atau muridmurid Hoa-siocia ini. Mereka terus menyambut
tamu undangan sampai akhirnya penuh tak ada
lagi ruang tersisa untuk mereka Dan ketika gadis
itu meloncat ke panggung lui-tai menarik
perhatian para tamu maka Song Giam cepat
mengiringi sumoinya ini berseru ke delapan
penjuru.
"Harap cuwi enghiong (tuan-tuan gagah)
bersabar sejenak, kami akan melapor ke dalam
dan kembali lagi. Maaf kalau majikan terlalu
lama!"
Dua orang itu berkelebat menghilang.
Setelah para tamu berdatangan dan tempat itu
penuh maka tiada lain kalau melapor dan
memberi tahu majikan. Majikan memang muncul
kalau tempat itu sudah penuh orang. Dan ketika
tak lama kemudian pasangan ini muncul lagi, tiga
belas pelayan atau murid-murid lain1840
berkelebatan di atas panggung maak Song Gim
berseru bahwa majikan sudah keluar.
"Cuwi-enghiong diminta bangkit berdiri,
atau majikan tak mau menemui kalian!"
Terpaksa dengan mendongkol orangorang ini bangkit berdiri. Mereka menggerundel
dan mengomel panjang pendek dan keluarlah
dari dalam ruangan besar sesosok tubuh ramping
berpakaian serba putih. Wajahnya yang cantik
dingin membuat orang tertegun, langkahnya
biasa-biasa saja tapi tahu-tahu sudah melewati
rombongan pelayan dan murid-murid itu, Song
Giam dan para sumoi atau sutenya. Dan ketika
sosok ramping ini menjura sedikit. orang
menyangka dia adalah Thian te It-hiap maka
gadis ini, yang bukan lain Hoa-siocia adanya
berseru nyaring, suaranya merdu namun jelas
dan kuat.
"Maaf bahwa Cuwi - enghiong dibuat tak
sabar oleh penantian ini. Tapi berterima kasih
atas kunjungan cuwi memenuhi undangan maka
aku Hoa Siu sebelumnya mengucapkan selamat
datang dan selamat bertemu. Than-te It-hiap1841
akan menjumpai cuwi dan inilah orangnya....
blarr!"
Para tamu terkejut, ledakan terdengar di
panggung lui-tai dan tahu-tehu seperti iblis
muncullah seorang kakek berambut putih yang
matanya mencorong memandang mereka
semua. Entah dari mana datangnya kakek ini tak
ada para tamu yang tahu. Inilah kakek misterius
yang ditakuti Wong-ciangkun dan Siangkek-taijin
itu. Sekarang tahu-tahu muncul seperti siluman!
Dan ketika semua ketua dan tokoh-tokoh kangouw terkejut, tak kuat oleh pandang mata
mencorong itu maka tiba-tiba mereka menunduk
dan siapa yang beradu pandang dengan
sepasang mata ini tiba-tiba membuang muka
atau memandang ke arah lain. Gentar! Akan
tetapi terdengar pekik keras. Si Ulat Langit Kwee
Bi yang kaget dan tergetar oleh pendang mata itu
tiba-tiba menjadi marah. la melengking dan
berjungkir balik ke panggung lui-tai. Lalu ketika
semua orang terkejut oleh tindakannya maka
wanita ini, yang gusar dan penasaran oleh
pandang mata itu membentak,1842
"Thian-te It-hiap, kau kiranya yang
menunjuk diri sebagai jago tak terkalahkan. Aku
Thian-can Kwee Bi sungguh penasaran dan malu
kenapa semua orang di sini tiba-tiba menunduk
bertemu denganmu . Kau bukan raja, kalaupun
kaisar belum disahkan. Coba terima ini dan biar
kutahu sampai di mana kehebatanmu..crit! !"
wanita itu menjentikkan kuku jarinya tapi Hoa Siu
atau Hoa-siocia membentak menangkis tusukan
dua kuku berbahaya ini. Wanita itu tahu-tahu
menyerang sementara Thian-te It-hiap berdiri
tenang, hanya sepasang matanya semakin
mencorong dan orang yang melihat keder. Lalu
ketika kuku itu disambut tamparan Hoa-siocia
maka Kwee Bi terpelanting dan terpental kembali
ke kursinya.
"Kami belum bicara apa-apa, tak perlu
bersikap kurang ajar. kembali dan duduklah di
tempatmu sampai Thian-te It-hiap bicara!"
Kagetlah wanita ini. la yang ingin menarik
perhatian sekaligus menyadarkan Orang-orang
kang-ouw itu kenapa menunduk beradu pandang
dibuat terlempar dan b?rjungkir balik tinggi oleh1843
tamparan Hoa-siocia. Tanpa dapat dicegah lagi ia
terlempar ke kursinya. Dan ketika wanita itu
pucat namun melotot marah, tangkisan itu
membuat kukunya seakan pecah maka yang lain
tertegun dan membelalakan mata karena begitu
mudahnya Si Ulat Langit ini dipukul mundur.
"Sambutan kami belum selesai, harap cuwienghiong duduk tenang. Kalau ada yang gatal
tangan maka lui-tai ini dipersiapkan untuk itu.
Jangan khawatir!" lalu menghadapi kembali para
ketua partai gadis baju putih itu mengangkat
tangannya. "Undangan ini bukan untuk
bermaksud ribut, kami keluarga besar Thian-te Ithiap tak mempunyai keinginan untuk mencari
musuh. Kalau cuwi mau mendengarkan apa yang
hendak dikatakan kakekku harap kalian bersabar


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan jangan buru-buru naik panggung".
Berdesahlah semua orang. Setelah gadis
baju putih itu mengeluarkan kepandaiannya dan
sikap serta kata-katanya begitu berwibawa maka
orangpun tak menganggapnya enteng lagi. Dari
hasil pukulan tadi mereka tahu betapa lihainya
Hoa-Siocia itu, apalagi kakeknya yang tahu-tahu1844
muncul seperti iblis itu, datang di tengah
panggung dengan caranya yang luar biasa. Dan
ketika gadis ini mundur dan mempersilakan
kakeknya, berdebarlah semua orang maka suara
atau batuk-batuk perlahan diperdengarkan dulu
Thian-te It-hiap . Matanya masih mencorong
namun senyum di sudut bibirnya sedikit
menyejukkan hati.
"Maafkan kalau cuwi menganggapku
sombong dan sebagainya," suara tua itu mulai
bicara. "Undangan ini kutujukan untuk sebuah
maksud, cuwi-enghiong, menenteramkan dunia
kang-ouw dan mengajak cuwi sekalian untuk
menjaga dan mengamankannya. Tahukah Cuwi
bahwa sebuah perkumpulan jahat tengah
mengancam ketenangan kita, dan untuk ini kita
harus bersatu-padu mengalahkannya..!"
"Nanti dulu!" seseorang tiba-tiba
berseru. "Apakah sikap dan perbuatanmu ini
termasuk baik-baik, Thian-te It-hiap. Apakah
dengan mengumpulkan dan meresmikan dirimu
sebagai jago tak terkalahkan bukan kejahatan
terselubung yang mengancam kami semua!"1845
Para tamu menoleh. Ternyata yang bicara
adalah Sin-cwe-kai-hong-ma itu. Kakek ini
mengangkat tangannya tinggi-tinggi dan
membuat sebagian besar para tamu
mengangguk. Harap dimaklumi saja karena
sesungguhnya mereka itu tak senang oleh
undangan dan tantangan Thian-te It-hiap ini, jago
yang hendak menjadi bengcu, orang yang kelak
memimpin dan membawahi mereka. Maka
ketika mereka mengangguk-angguk namun
kakek itu tersenyum lebar, sama sekali tidak
marah maka jawaban dari mulutnya terdengar
sareh dan enak,
"Perbuatan yang merugikan orang lain
memang termasuk jahat dan tidak benar. Tapi
kalau perbuatan itu untuk menguntungkan dan
membela kebenaran maka tidak ada salahnya,
Sin-cwe-kai-hong-ma. Apalagi aku yang hendak
memimpin kalian membasmi sebuah kejahatan."
"Kau telah melakukan sebuah kejahatan.
Kau merampas rumah tinggal Hu Beng Kui!"
"Hm ini urusanku pribadi, tempat tinggal
sementara. Kalau ahli warisnya datang kepadaku1846
maka semuanya akan kuserahkan baik-baik, yang
terhormat Sin-cwe kai-hong-ma tak usah turut
campur."
Tertegunlah kakek itu dan semua orang.
Mula-mula para tamu mengangguk dan setuju
dampratan kakek itu. Tapi ketika Thian-te It-hiap
menjawab begitu ringan dan enak maka mau tak
mau mereka kagum akan ketenangan dan sikap
penuh wibawa Thian-te It-hiap. Tapi Sin-cwe-kaihong-ma masih tidak mau kalah. Begitu ditangkis
dan merasa terdesak ia pun berkata lantang,
"Baiklah, urusan ini urusanmu pribadi
dengan keluarga Hu-taihiap. Tapi kalau kami tak
mengenal siapa dirimu dan kau hendak menjadi
bengcu di sini kukira tak ada orang yang mau
mengangkatmu.asal-usulmu tak jelas!"
"Benar!" Thian-can Kwee Bi tiba-tiba
berseru. "Bengcu yang hendak membawahi kami
tentunya bukan seorang bengcu turunan
siluman, Thian-te It-hiap.Bagaimana kami orangorang gagah dipimpin seorang bengcu yang asalusulnya tak diketahui. Kau mirip siluman!"1847
"Hm," kakek di atas panggung tak
menghiraukan suara gaduh ?i bawah, ketua dan
tamu undangan termakan.
"Asal-usul seseorang bukan sesuatu yang
penting untuk syarat menjadi bengcu, Kwee Bi.
Yang utama dan pokok adalah kepandaiannya.
Bengcu harus paling pandai di antara semuahya,
dan aku hendak membuktikan d sini untuk
menjadi bengcu".
"Kalau begitu kau calon bengcu liar.
Kupikir tak ada y?ng mau tunduk kepadamu
sebagai bengcu siluman!"
"Baiklah" kakek itu tersenyum tenang
"Kalau begitu kuterangkan di sini bahwa aku
masih mempunyai hubungan dekat dengan Hu
Beng Kui. Aku kerabat jago pedang itu dan aku
mampu membuktikannya dengan mainkan llmu
Pedang Maut yang menjadi andalannya.. .
singgg!" bagai sulapan saja tahu-tahu sebatang
pedang telah berada di depan kakek ini,
digerakkan dan sekonyong-konyong lenyaplah
kakek itu dalam gulungan sinar putih bergulunggulung. Para tamu terdekat merasa kesiur angin1848
dingin dan terkejut membelalakkan mata.
Mereka yang merupakan tokoh-tokoh tua
memperhatikan itu, silat pedang yang amat luar
biasa dimana angin serangannya terasa tajam
mengiris kulit. Lalu ketika kakek itu melakukan
bentakan, mengakhiri gerakannya maka pedang
itupun lenyap dan sebagai gantinya ketua Hoasan dan Kun-lun yang ada di barisan depan
terbabat lengan bajunya sampai putus!
"Maaf," kakek itu menjura dan
tersenyum di depan dua ketua ini., Kalian orangorang yang mengenal ilmu pedang Hu-taihiap,
jiwi-paicu. Bagaimana keterangan jiwi tentang
ilmu pedang yang baru kumainkan ini."
Dua ketua itu pucat. Mereka tak merasa
bahwa ujung lengan baju tahu-tahu terbabat
putus. Mereka hanya merasa angin serangan
pedang yang tajam, mereka memperhatikan dan
melihat bahwa itu betul-betul Giam-lo Kiam-sut,
ilmu pedang yang dulu dimiliki mendiang Hu
Beng Kui. Maka ketika mereka mengangguk dan
kaget berseru keras, mengebutkan ujung lengan1849
baju yang tinggal separoh maka Kiam Ceng Cinjin
ketua Hoa-san bangkit dari kursinya.
"Siancai, itu betul Ilmu Pedang Maut
ciptaan mendiang Hu-taihiap. Pinto harus
mengakui bahwa kau tak berbohong!"
"Dan pinto mengakui juga. Itu betul
Giam-lo Kiam-sut!"
Gemparlah semua orang. Ternyata kakek
itu tidak membual dan Thian-te It-hiap telah
menunjukkan asal-usulnya, terbelalaklah semua
orang. Dan ketika dua ketua Hoa-san dan Kun-lun
duduk lagi di kursi masing-masing maka kakek itu
tertawa memandang semua orang.
"Nah, dua ketua Hoa-san dan Kun-lun
telah mengakui ilmu pedangku. Asal-usulku jelas.
Sekarang siapa yang masih meragukan lagi dan
ingin bicara."
Tergetarlah para tamu undangan
termasuk sin-cwe-kai-hong-ma dan Thian-can
Kwee Bi. Mereka tak menyangka sama sekali
bahwa kakek di atas panggung itu kerabat Hu
Beng Kui. Pengakuan dua ketua sudah cukup,
apalagi Hoa-san dan Kun-?un adalah dua partai1850
persilatan yang khusus melatih silat pedang. Tapi
kwee Bi yang masih penasaran mendahului
temannya.
"Nanti dulu, jangan bersombong.
Seingatku Hu Beng Kui tak mempunyai suheng
atau sute, Thian-te It-hiap. Ia jago pedang yang
malang-melintang sendiri. Sekarang bagaimana
kau orang tua muncul, dan mengaku sebagai
kerabatnya. Apakah kau suheng atau sutenya!"
Semua orang mengangguk-angguk.
Memang Hu Beng Kui tak mempunyai kakak atau
adik seperguruan, pendekar itu sendiri. Tapi
ketika kakek di atas panggung itu bersikap keren
maka ia menjawab dengan mata mencorong,
"Pertanyaanmu tak layak dijawab di
muka umum. Yang penting aku telah
menunjukkan asal-usulku. Kalau kau mendesak
dan memaksa maka sikapmu tidak sopan!"
Terpukulah wanita ini. Memang tidak
sopan mendesak dan memaksa seseorang
merinci riwayat hidupnya di depan umum,
apalagi ya?g bersifat rahasia, yang setiap orang
tentu punya. Maka ketika Thian-can Kwee Bi1851
duduk kembali dengan wajah mera padam
sekarang orang mulai berhati-hati dengan
penghuni rumah yang amat berwibawa ini, yang
ilmu pedangnya telah dikeluarkan sedikit dan
dua ketua Hoa-san dan Kun-un sampai tak tahu
lengan baju mereka putus terbabat!
"Omitohud!" sekarang Bhong Tek Hosiang merangkapkan tangan, bangkit berdiri.
"Pinceng dari Sho-tong-pai mohon maaf menyela
waktu, Thian-te It-hiap. Tak perlu diragukan lagi
bahwa kau kerabat mendiang Hu Beng Kui.
Baiklah, sekarang apa maksudmu dan orang
jahat mana yang menurutmu bakal mengancam
dunia kang-ouw, padahal pinceng dan kawankawan tampaknya tak merasakan sesuatu yang
luar biasa dan serius mengancam dunia
persilatan."
"Benar! " Kiam Kit Cinjin tiba-tiba juga
berseru, bangkit dari kursinya. "Pinto dari Khongtong-pai tak merasa ada gangguan serius di dunia
persilatan,Thian-te it-hiap. Bagaimana kau tibatiba mengatakan kami semua terancam bahaya.1852
Orang dari manakah itu dan benarkah
sedemikian serius!"
"Hm, ini belum kukatakan tadi.
Omonganku diputus Sin-cwe-kai-hong-ma dan
Thian-can Kwee Bi. Kalau totiang maksudkan
bahaya di daerah Tiong-goan memang benar, tak
ada yang serius. Paling-paling orang macam
Kwee Bi atau Thi-it-le yang ada di sini
mengganggu anak-anak muda atau perorangan
saja. Tapi di luar Tiong-goan sedang disusun
suatu kekuatan dahsyat untuk mencelakai kalian,
dan inilah sebabnya kalian semua kukumpulkan
dan hendak kupimpin melawan kekuatan jahat
itu."
"Sombong!" seorang kakek tinggi besar
bermuka merah mencelat ke panggung,
gerakannya diiring suara besi menderu. "Kalau
kau menganggap aku mengganggu anak-anak
maka kau salah, Thian-te. Orang sepertimupun
aku tak takut...wherrr!"
Besi atau bandul berduri di bahu kakek itu
menyambar, langsung menuju kepala lawannya
dan inilah Thi-cit-le Si Besi Berduri. Senjatanya1853
yang menyeramkan itu sebesar kepala orang,
jangankan manusia, kepala seekor gajahpun
bakal remuk tertimpa benda mengerikan ini, besi
atau logam berduri yang bertaburan bendabenda runcing bak sebutir durian. Tapi ketika
berkelebat bayangan putih dan itulah Hoa-siocia,
membentak dan menangkis kakek ini maka
senjata itu terpental dan membalik menghantam
pilar yang remuk berkeping-keping.
"Jangan sombong di tempat ini, pibu
belum mulai. Pergilah.... brakkk!" panggung
bergetar seakan roboh dan kakek itu berteriak
keras mempertahankan senjatanya yang
terputar. Kalau ia tak memiliki tenaga raksasa
mungkin bandul itu akan menghantam
kepalanya sendiri. Untunglah ia masih mampu
mengendalikan senjatanya, menderu dan
menghancurkan pilar kokoh dan lantai panggung
bergoyang-goyang. Semua ngeri memandang
senjata itu. Dan ketika kakek ini terhuyung
memandang lawannya, terbelalak maka Thian-te
It-hiap mengangguk dan mengebutkan
lengannya.1854
"Apa yang dikata cucuku benar, pibu (adu
silat) belum dimulai. Pergi dan kembalilah ke
tempat dudukmu."
Untuk kedua kali kakek tinggi besar ini
terkejut. Dari kebutan Thian-te It hiap keluar
hawa dorong yang membuat si raksasa berseru
tertahan. la terpukul dan terdorong mundur,
bertahan dan coba melawan akan tetapi kedua
kakinya tahu-tahu terangkat naik. Bagai layanglayang atau benda ringan kakek ini terlempar ke
kursinya, jatuh tepat dengan seruan keras dan
pucatlah semua orang memandang itu. Tadi Hoasiocia melempar Thian-can Kwee Bi hingga
meneelat ke tempat duduknya, sekarang kakek
berjuluk Thian-t It-hiap itu. .Dan ketika Si Besi
Berduri terjerembab dan jatuh seperti anak kecil,


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merah padam maka kakek tinggi besar itu
menjublak bagai patung hidup sementara
mukanya kehitam-hitaman oleh malu dan marah
yang hebat. Akan tetapi Thian-te It-hiap benar.
Pibu atau adu pertandingan silat belum dimulai,
siapapun dapat maju kalau nanti acara itu sudah
digelar. Maka ketika raksasa ini menahan1855
marahnya dan terduduk dengan muka berubahubah maka kakek di atas panggung itu berkata
lagi, suaranya berat namun penuh wibawa,
matanya mencorong dan tetap berkilat-kilat.
"Cuwi-enghiong kudatangkan memang
untuk menyaksikan adanya pemilihan seorang
bengcu. Sekarang asal-usulku sudah jelas. Dan
karena maksud hatiku juga sudah kukatakan
maka baiklah kukatakan syarat berikutnya dari
aturan yang akan kubuat ini. Pertama, ada
tingkatan di acara ini, yakni sebelum cuwi
menghadapi aku maka cuwi harus menghadapi
cucuku terlebih dahulu. Tapi sebelum cuwi
berhadapan dengan cucuku maka cuwi akan di
coba dulu oleh dua murid kami Song Giam dan
Ceng Ceng!"
Bertepuk tanganlah gadis-gadis cantik
dan pelayan rumah ini. Mereka yang terdiri dari
wanita-wanita muda itu tiba-tiba memberi
sambutan atas kata-kata majikan mereka, para
tamu tiba-tiba bersorak pula menyoraki para
pelayan itu, yang rata-rata cantik-cantik. Tapi1856
ketika kakek di atas memberi tanda dan minta
mereka berhenti maka suaranya terdengar lagi,
"Kedua, pibu ini diadakan bukan untuk
bunuh-membunuh, masing-masing hanya saling
merobohkan atau melepaskan senjata lawan.
Kalau hal itu terjadi maka ini dianggap sebagai
kemenangan."
Gadis-gadis pelayan kembali bertepuk
gembira.Tepuk mereka diikuti kembali oleh pura
tamu terutama yang muda-muda sementara
ketua dan tokoh-tokoh partai menganggukangguk. Mereka setuju dan meiihat sikap baik
dari Thian-te It-hiap ini, meskipun tampaknya
sombong namun masih berpijak pada
kebenaran. Dan ketika kakek itu mengangkat
tangannya lagi dan berseru menutup maka ia
menyatakan bahwa bengcu yang terpilih hanya
berusia tiga bulan saja, hal yang membuat orang
tercengang!
"Bengcu di sini hanya bersifat sementara,
yakni sebatas membasmi kelompok orang jahat
itu. Kalau pekerjaan ini selesai maka ia harus
meletakkan jabatan dan mengundurkan diri".1857
"Omitohud... " Bhong Tek Hosiang
berseru heran. Kau aneh dan luar biasa
menentukan caramu, Thian-te It-hiap, tapi
baiklah pinceng setuju. Kalau benar ada
kelompok seperti itu pinceng tentu saja segera
menyingsingkan lengan baju. Sekarang
katakanlah siapa kelompok jahat itu!"
"Benar, " ketua Kun-lun dan lain-lain tibatiba mengangguk. "Kau belum mengatakan siapa
musuh yang hendak dibasmi itu, Thian-te It-hiap.
Kau beritahukanlah kepada kami biar kami
puas!"
"Kalian belum mengenalnya, tapi tak
apalah kusebut. Mereka adalah orang-orang
Pulau Api...!"
"Pulau Api?" semua orang tertegun dan
heran. "Kami belum pernah mendengar itu!"
"Benar, dan ini tidak aneh. Mereka
berada di luar daratan Tiong-goan seperti yang
tadi kukatakan."
"Ah, siapa mereka itu!"
"Dan macam apa mereka itu!"1858
Ribut-ribut dan gaduh tiba-tiba
memenuhi semua tamu undangan. Mereka
benar-benar belum mendengar itu dan tentu saja
tertarik. Orang dari mana Pulau Api itu., Dan
ketika semua orang saling bertanya dan berisik
sendiri maka Thian-te It-hiap mengangkat lengan
menyuruh masing-masing diam. Orang sudah
mulai tertarik dan bersinar mendengar itu.
"Cuwi tak akan tahu kecuali aku dan
cucuku ini. Mereka orang-orang yang hebat,
terutama tokoh-tokohnya. Dan karena tak
mungkin aku sendiri menghadapi itu maka
kuminta cuwi bergabung di sini dan sama-sema
membasmi mereka."
Mengangguklah para ketua partai dan
tokoh-tokoh persilatan. Mereka yang menjadi
golongan pendekar segera saja bersimpati. Ada
dua hal yang membuat mereka suka kepada
Thian-te It-hiap itu. Pertama adalah ilmu
kepandaiannya yang tinggi dan kedua tentang
usia jabatan bengcu. Segera mereka menangkap
sesuatu yang baik dan bersahabat. Seorang
bengcu biasanya akan menduduki kursinya1859
bertahun-tahun, bahkan kalau tak ada yang
mengalahkannya maka bengcu bisa seumur
hidup! Maka ketika dinyatakan bahwa bengcu
hanya berusia tiga bulan saja, sebatas urusan itu
maka mereka kagum dan dari sini tersirat bahwa
orang yang berjuluk Thian-te It-hiap ini
sesungguhnya bukan orang yang sombong,
apalagi haus kedudukan! Tapi tidak demikian
dengan orang-orang dari golongan sesat, seperti
Kwee Bi dan kakek raksasa Si Besi Berduri itu.
Mereka tentu saja kha watir melihat kelihaian
Thian-te It-hiap ini. Bahwa dengan begitu mudah
mereka didorong dan terlempar kembali diamdiam membuat mereka terkejut dan gentar
bukan main. Hanya kearena di situ terdapat
banyak tamu dan merekapun belum
mengeluarkan kepandaian sepenuhnya maka
mereka masih menaruh harap dan pembalasan.
Mereka sakit hati atas kekalahan segebrak tadi,
ingin menguji dan mencoba dan kalau bisa
membunuh kakek ini. Thian-te It-hiap
merupakan duri yang mengganggu kalau tidak
segera dilenyapkan. Diam-dia maka si kakek dan1860
Ulat Langit saling lirik, mengedip dan memberi
tanda dan mereka sudah bersatu untuk
menghadapi kakek itu, kalau perlu mengeroyok
dan membu-mnuhnya. Dan ketika di belakang
serta kiri kanan mereka juga mengedip temanteman sealiran, termasuk seorang pengemis
bongkok yang menyelinap diam-diam maka si
Besi Berduri maupun Kwee Bi girang dan sudah
merencanakan sesuatu untuk melenyapkan
lawan. Thian-te It-hiap selesai bicara. la telah
mengungkapkan maksudnya dan mundur. Dua
murid yang dimaksud berkelebat datang,
berlutut dan memberi hormat di depan majikan.
Dan karena semua sudah jelas dan pibu resmi
dibuka maka yang melompat pertama kali adalah
raksasa itu.
"Bagus, kami sudah dengar. Tapi seorang
bengcu tentunya harus siap menghadapi
segalanya. Heh, bagaimana kalau seandainya kau
menang kami mengeroyokmu, Thian-te It-hiap.
Beranikah kau menghadapi kami agar mata kami
benar-benar terbuka dan tunduk lahir batin!"1861
"Pibu adalah seorang lawan seorang,"
ketua Hoa-san tiba-tiba berseru. "Kalau
keroyokan bukan pibu lagi namanya, Thi-cit- Le ,
mana mungkin itu!"
"Usulnya kuterima," Thian-te It-hiap tak
disangka mengangguk. "Calon bengcu memang
harus dapat melayani segala kehendak, Hoa-sanpaicu, biarlah kakek ini memuaskan hatinya dan
tidak kutolak."
Terkekehlah Ulat Langit Kwee Bi. Tibatiba ia berkelebat dan naik pula ke panggung.
Sikapnya yang genit dan dibuat-buat membuat
para tamu terbelalak, mereka yang muda merasa
gemas dan gairah timbul. Wanita itu menjentikjentikkan kuku jarinya sambil melengganglenggokkan pinggul. Dadanya yang padat berisi
digoyang-goyangkan pula. Dan ketika ia
mendampingi kakek raksasa itu menghadapi
Song Giam dan Ceng Ceng maka ia menuding
bahwa ia ingin cepat-cepat menjajal kepandaian
murid-murid Thian-te It-hiap ini, menunjuk si
pemuda.1862
"Aku ingin maju pula mencoba kelihaian
tuan rumah. Bagaimana kalau kami maju
berbareng!"
"Hmm, mereka dipersiapkan untuk kalian
pilih. Kalau begitu kemauanmu kami tak
menolak, Kwee Bi, silakan saja dan murid-murid
kami tahu."
Jawaban ini lagi-lagi membuat para tamu
berdecak, Kalau panggung terisi dua
pertandingan sekaligus tentu menarik dan amat
menyenangkan. Jarang terjadi kejadian seperti
ini. Dan ketika kakek tinggi besar itu tertawa
bergelak menuding Cing Cing maka ia berseru
bahwa tangannya sudah gatal-gatal untuk segera
mulai. Kwee Bi sudah memilih lawan,
"baik, aku memilihmu. Kalau kau takut
boleh tukar lawan main, nona. Katakan sebelum
senjataku bergerak!"
Cing Cing mengerutkan kening dengan
muka merah. Sesungguhnya ia telah
dipersiapkan majikannya untuk menghadapi
orang-orang macam apapun, Keberhasilannya
merobohkan orang-orang Hwa-i Kai-pang dan1863
Hek-lui-kong membuat kepercayaannya besar.
Meskipun kakek ini menyeramkan dengan
senjatanya yang dahsyat namun sedikitpun tak
terlihat rasa takut atau gentar, hal yang
membuat para ketua Bu-tong dan lainnya
kagum. Maka ketika ia mencabut pedangnya.
dan menjengek memandang kakek itu gadis
inipun lintangkan pedang berseru nyaring,
"Dengan siapapun aku tak perlu takut.
Kalau kau lebih berani menghadapi aku daripada
yang lain silakan maju, Thi-cit-le. Murid Thian-te
It-hiap sudah dipersiapkan untuk menghadapi
siapapun!"
Merahlah wajah kakek itu. Gadis ini
menyebutnya "lebih berani", seakan
keberaniannya hanya terhadap wanita. Maka
membentak dan mengayun senjatanya tiba-tiba
iapun sudah menerjang maju.
"Aku berani kepada siapapun, juga
majikanmu. Karena Kwee Bi telah memilih
lawannya maka di sini hanya tinggal kau. Awas
dan berhati-hatilah!" senjata itu menderu dan
menyambar kepala gadis ini. Keganasan dan1864
sepak terjang kakek ini memang mengerikan
sekali. Serangannya berkesan ingin cepat
menang dan menghadapi Thian-te It-hiap. Tapi
ketika gadis itu mengelak dan membiarkan
bandul berduri meluncur di samping kepalanya,
menderu dan membalik menyambar lagi maka
gadis ini melompat mundur dan cepat
pedangnya menangkis.
"Tranggg..!" Pedang terpental dan
tampak betapa dahsyatnya tenaga kakek tinggi
besar itu. Thi-cit-le memang raksasa bertenaga
penuh dan tak heran kalau ia penasaran dan
marah dipentalkan Hoa-siocia. Kini gadis di
depannya itu terhuyung dan kedahsyatannya
dilihat semua orang, raksasa itu tertawa bergelak
dan bangga. Maka ketika ia menerjang lagi dan
menyambar gadis itu segera bandul berdurinya
naik turun dengan amat mengerikan.
"Lepaskan pedangmu kalau tak kuat, atau
senjataku nerobohkanmu dan jangan menyesal
di belakang!"
Cing Cing mengelak dan berkelebatan
cepat. Setelah ia menangkis dan merasakan1865
tenaga lawan maka ia maklum bahwa tenaganya
bukan tandingan kakek itu. Lawan bertenaga
berat dan penuh, pedang di tangannya hampir
terlepas dan membuat ia terkejut. Telapaknya
pedas. Namun karena ia murid terpandai dan
dipasang untuk menghadapi semua lawan maka
iapun membentak nyaring dan sekali kakinya
menjejak panggung tiba-tiba ia sudah
berkelebatan mengelilingi kakek itu.
"Crang-crangg" Tangkisan dari samping
membuat Cing cing melencengkan senjata
lawan. Ini adalah kecerdikannya dan si raksasa
berteriak, gadis itu membalas dan menusuk atau
menikam membuat kakek itu mengelak. Dan
ketika Si Besi Berduri ini membentak dan tak mau
kalah akhirnya kakek itupun memutar senjatanya
lebih cepat lagi untuk mengejar burung lincah


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang sudah lenyap beterbangan ini.
"Brak-braakkk..!" Lantai panggung
bergetar dan berlubang oleh hantaman bandul
berduri. Tiga kali senjata itu menimpa dahsyat
dan tiga kali para tamu berseru tertahan. Mereka
khawatir gadis itu remuk, Tapi ketika secepat itu1866
Cing Cing lenyap menghindar dan sudah berada
di belakang kakek ini maka tepuk riuhpun tak
dapat dicegah lagi, tepuk kagum. Berjalanlah
pertandingan ini dengan seru dan menarik. Cing
Cing tak mau beradu pedang dan menangkis atau
melencengkan senjata lawan dari samping.
Dengan begitu tenaganya tak perlu kuat
sementara si kakek memaki-maki. Namun karena
Thi-cit-le juga bukan orang sembarangan dan
pengalaman tempurnya banyak maka sebentar
kemudian ia sudah berhasil memperbaiki diri
dengan tidak mengobral tenaga, satu dua kali
menghantam dahsyat dan ini penghematan
besar. Cing Cing menusuk dan menikam namun
kakek itu melindungi diri dengan baik. Dan ketika
keduanya terlihat adu kecerdikan untuk
menyerang dan mencari kelemahan masingmasing maka Kwee Bi, Si Ulat Langit mendadak
bergerak cepat dan kuku jarinya tahu-tahu
menjentik telinga Song Giam.
"Bret!" Song Giam waspada dan
membentak wanita ini. Kwee Bi tak memberi
tahu dan menyerang dengan licik, jentikannya1867
tadi dapat membuat orang roboh, telinga yang
tergurat bakal seperti diiris, beracun. Dan ketika
pemuda itupun maju mundur menghadapi lawan
maka wanita ini kecewa namun terkekeh.
Serangannya yang gagal menunjukkan
kepandaian lawan yang tak boleh dipandang
enteng.
"Hi-hik, mari main-main. Kau keluarkan
pedangmu, anak muda, atau menyerah saja dan
biar kuhadapi majikanmu Hoa-siocia itu!"
"Aku belum roboh, apalagi kalah. Kalau
kau dapat mengalahkan aku maka aku mundur.,
kouwnio, jangan sombong dan mari kulayani
permintaanmu!"
"Bagus, kalau begitu secepatnya aku akan
merobohkanmu!" dan si cantik yang berkelebat
dan menyerang lagi akhirnya terkekeh dan
membuat lawan mundur-mundur, tak
mengeluarkan senjata karena pemuda ini
sungkan melihat lawan bertangan kosong. Song
Giam tak mau tahu bahwa kuku jari wanita itu
adalah senjatanya yang ampuh, Thian-te It-hiap
dan Hoa-siocia memandang dengan kening1868
berkerut. Dan ketika benar saja Song Giam
terdesak dan kewalahan menghadapi lawan
maka Hoa-siocia tak mau diam lagi.
"Song Giam, cabut pedangmu dan
keluarkan Giam-lo Kiam-sut. Kuku lawanmu
adalah senjata!"
Pemuda ini maklum. Cepat ia sadar
bahwa kelambatannye tadi bakal membuat
posisinya bertambah buruk. la bakal dirobohkan
lawan kalau tak mencabut pedang, tak usah
malu-malu karena peraturan pibu memang
begitu. Maka ketika ia mengeluarkan senjatanya
dan cahaya putih menyilaukan mata, mendesing
dan menangkis kuku itu maka lawan menarik
c?pat dan desakan seketika lenyap terganti jerit
kecil tertahan.
"Ih. Singgg..!" Kwee Bi selamat. Pedang
menyambar demikian cepat dan langsung
menyontek ke atas, bukan semata menyambut
kukunya namun langsung membalas dan
menusuk tenggorokan, bukan main hebatnya.
Dan ketika wanita itu terkejut dan berubah
mukanya, marah maka ia lalu melengking dan1869
selanjutnya Ulat Langit ini menjejakkan kaki dan
tubuhnya naik turun mengelilingi pemuda itu.
"Bagus,. pedangmu lihai. Namun aku tak
akan takut!"
Song Giam lega. Pemuda ini telah
memperbaiki posisinya dan membuat lawan
mundur. Menghadapi tubuh yang berkelebatan
itu iapun mengeluarkan ginkang atau ilmu
meringankan tubuh, membentak dan mengikuti
pula dan akhirnya dua bayangan saling menutup
dan membungkus, satu sama lain saling desak
dan menekan yang lain namun untuk beberapa
saat kelebatan pedang terlalu berbahaya.
Bacokan atau tikaman maut membelah si Ulat
Langit, wanita itu harus berhati-hati dan sering
melompat jauh menghadapi pedang panjang.
Namun ketika ia terkekeh dan menjentikkan
bubuk harum di bawah kuku, tersedot dan
terhisap pemuda itu tiba-tiba murid Thian-te Ithiap ini terbatuk dan limbung. Bau harum itu
memabokkan!
"Heh-heh, kau tak akan mampu
mengalahkan aku. Daripada roboh sebaiknya1870
menyerah baik-baik, anak muda. Sayang kalau
kulitmu yang tegap tergores kukuku!"
Song Giam tak menjawab, la limbung dan
mengelak sana-sini dan segera para tamu
khawatir. Bagi orang-orang seperti Bhong Tek
Hosiang dan Kiam kit Cinjin yang mulai
bersimpati kepada tuan rumah tentu saja
keadaan pemuda ini mencemaskan mereka.
Sebentar saja pemuda itu tampak lemah dan
mengendor, gerakan pedangnya tak lagi ganas
sementara lawan terhuyung-huyung. Thian-te Ithiap mengerutkan kening sementara Hoa-siocia
gelisah. Dan ketika satu kibasan kuku ditangkis
pedang dan senjata di tangan pemuda itu
mencelat maka Song Giam tiba-tiba roboh oleh
sebuah tendangan si Ulat Langit.
"Dess..!" Selesailah pertandingan ini. Pibu
antara Kwee Bi dengan lawannya jauh lebih
cepat dibanding si raksasa melawan Cing Cing.
Para tamu tertegun dan menjublak, kejadian itu
mengherankan. Tapi ketika berkelebat bayangan
putih dan Hoa-siocia muncul di situ maka gadis1871
ini berseru bahwa Kwee Bi mengalahkan
pihaknya.
"Kau menang, sekarang beristirahatlah,
nanti menghadapi aku!"
"Hi-hik, tak usah saja. Sekarangpun aku
kuat, maju dan mari kurobohkan pula!"
Kuku menyambar dan tahu-tahu
menggurat wajah yang halus itu. Hoa-siocia
terkejut tapi membentak marah, menangkis dan
membuat lawan berteriak kaget,terpelanting.
Dan ketika Kwee Bi meloncat bangun dengan
muka merah padam maka wanita itu membentak
dan menerjang lagi. Untuk kedua kalinya dalam
segebrakan saja ia roboh!
"Keparat, jangan sombong. Aku belum
siap dan mari bertanding lagi!"
Hoa-siocia mengelak dan melayani
lawannya. Dengan cepat si Ulat Langit
menyambar-nyambar dan cepat saja wanita ini
menjentikkan bubuk harumnya. Itu adalah
pelumpuh tenaga perampas semangat, siapa
yang mencium tentu lemah. Dan ketika gadis
inipun terbatuk dan tidak sadar, terhuyung maju1872
mundur maka Thian-te It-hiap berkilat matanya
melihat sesuatu yang tidak beres, mengendus
dan akhirnya mencium bau itu pula.
"Hm, bubuk beracun. Lawanmu curang
Hoa Siu, hati-hati dan tahan napas. Ada yang
tidak beres pada kuku lawanmu itu!"
Bisikan ini tak terdengar oleh siapapun.
Coan-im-jip-bit atau ilmu mengirim Suara dari
jauh dilancarkan kakek itu kepada cucunya, Hoa
Siu terkejut dan sadar. Dan ketika ia terbelalak
melihat bubuk halus menyebar di arena
pertandingan, kiranya itulah penyebab ia batuk
maka tiba-tiba ia melengking dan menahan
napasnya gadis ini mencabut pedang dan
membalas ganas.
"Kau curang, mempergunakan bubuk
beracun!"
Thian-can Kwee Bi terkejut. Ia sudah
merasa girang ketika gadis itupun terhuyung dan
maju mundur, gerakannya lemah dan limbung ke
Sana ke mari. Maka ketika lawan tiba-tiba
membentak dan tahu kecurangannya pedang1873
yang baru dicabut itu meluncur deras
menyambar leher, cepat bagai kilat menyambar.
"Jangan membunuh!"
Kwee Bi menjerit dan membanting tubuh
bergulingan. Rasa marah Hoa-siocia yang melihat
kecurangan lawan membuat gadis baju putih itu
ganas, tanpa ampun lagi ia membabat leher
lawan. Sekali kena tentu putus! Tapi ketika
seruan itu menyadarkannya dan pedang
bergerak ke samping, menuju leher baju lawan
maka kancing atas bagian ini terbabat dan
kancingnya nenggelinding jatuh, berkerincing.
Pucatlah Kwee Bi meloncat bangun. la benarbenar menghadapi ilmu pedang hebat yang
berbahaya sekali. Itulah ilmu khas mendiang Hu
Beng Kui,serangan pedangnya cepat dan ganas,
tanpa ampun. Dan ketika ia nenggigil dan
gemetar di Sana, di sudut panggung tiba-tiba
wanita ini memekik melemparkan jarum-jarum
hitam ke arah lawannya.
"Tring-tring-tring!" Semua jarum runtuh
dan terbabat. Wanita itu terbelalak lalu nangis,
memutar tubuh dan meloncat turun. Lalu ketika1874
ia berkelebat dan melarikan diri maka terdengar
makiannya disertai sedu sedan.
"Gadis siluman, kau mempermalukan
aku. Baiklah jaga perhitunganku di kelak
kemudian hari!"
Lenyaplah si cantik bahenol dengan
tubuhnya yang padat berisi itu. Para tamu usia
muda merasa seyang kehilangan obyek cuci
mata. Betapapun hadirnya wanita itu mampu
menghangatkan perasaan, setidak-tidaknya
memberi kenikmatan sendiri untuk berkhayal
birah?. Tapi ketika mereka termangu-mangu oleh
lenyapnya si cantik itu mendadak terdengar
jeritan dan robohnya Cing Cing, pelayan atau
murid Thian-te It-hiap.
"Aihhh-breess!" Gadis itu mencelat dan
terbanting terguling-guling. Tak ada yang tahu
apa yang terjadi namun Hoa-siocia berkelebat.
Murid-murid yang lain melompat dan menyusul
pula. Dan ketika mereka melihat gadis itu
terkapar dengan muka pucat, bahu kanannya
remuk oleh hantaman bandul besi maka Thi-cit-1875
le tertawa bergelak memperoleh
kemenangannya.
"Ha-ha, akupun menang. Thian-te It-hiap
kalah satu dan aku berhak ke babak semi-final!"
Semua tamu tertegun. Mereka terbawa
oleh kejadian si Ulat Langit dan tak tahu apa yang
terjadi. Robohnya gadis cantik itu terasa terlalu
cepat dan mengejutkan, padahal tadi bertanding
imbang dan seru. Tapi ketika Hoa-siocia
melompat bangun dan menjepit tiga paku
beracun berapi-api memandang kakek itu maka
sadarlah para tamu bahwa seperti si Ulat Langit
ternyata kakek inipun berbuat curang.
" Di dalam pibu tak ada aturan melepas
senjata gelap. Pibu adalah pertandingan para
ksatria yang bertempur secara bersih. Kau
mempergunakan dan melepas paku beracunmu,
Thi-cit-le, kemenanganmu curang sekali. Kau
licik!"
"Ha ha, syarat pertandingan ini adalah
robohnya salah satu pihak. Senjata gelap atau
senjata terang bukanlah persoalan, nona. Kalau
pihakmu lihai tak perlu mengalami kekalahan1876
seperti itu. Bukankah calon bengcu sudah
menyatakan siap menghadapi segala apapun!!"
"Tapi ini adalah seorang murid, bukan
kakekku sendiri!""
"Aku tak mempersoalkannya. Bagiku
adalah secepatnya menghadapi kau atau
kakekmu itu. Hayo maju dan aku masih mampu
merobohkanmu".
Berapilah sepasang mata indah itu. Gadis
ini bergerak ke depan dan Cing Cing sudah
dibawa ke dalam. Para tamupun berisik oleh
perbuatan itu, betapapun kejadian ini memang
dinilai tidak bersih. Namun karena orang seperti
kakek itu bukan orang baik-baik dan pada
dasarnya Thi-cit-le adalah golongan sesat maka
kakek itu tak perduli dan tertawa bergelak, maju
melangkah pula.


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Orang yang siap pibu adalah orang yang
siap segalanya. Okol dan akal harus
dipergunakan. Kalau kau penasaran boleh maju,
memang kutunggu!"
Gadis itu mengangkat pedang. Tiba-tiba
ia menyilangkannya di kedua kening, berkemik1877
dan Thian-te It-hiap tiba-tiba berseru
membentak. Kakek yang masih diam di
tempatnya itu melihat pedang bergetar dalam
jurus ampuh, Bianglala Menyambar Iblis. .Dan
ketika gadis itu meloncat dan tak memperdulikan
bentakan kakeknya maka raksasa ini sudah
?isambar dan Thi-cit-le tersentak karena angin
pedang yang amat dingin tahu-tahu mengiris
kulit. Dingin dan menyeramkan.
"Sekarang kau roboh!"
kakek ini menggerakkan bandul
berdurinya. Ia tentu saja tak mau mati konyol
dan meraung dahsyat, su?ranya menggetarkan
panggung dan jantung para tamu und?ngan. Tapi
ketika bandul bertemu pedang dan putus
terbelah, pedang terus menyambar dan menuju
dahi raksasa ini maka Thi-cit-le benar-benar
kaget dan tak ada lain jalan kecuali melempar
tubuh ke belakang, tak tahu bahwa tempat itu
kosong!.
*** Koleksi Kolektor Ebook1878
"PUTRI ES"
( Lanjutan Rajawali Merah )
Karya Batara
Jilid XXXI
* * * "BRESSS!" Bergulinganlah kakek ini
dengan muka pucat. Tak disangkanya sama sekali
bahwa segebrakan itu saja senjatanya putus
terbabat, pedang terus menyambar kalau ia tidak
membuang tubuh tentu tubuhnya terpotong
menjadi dua. Bukan main hebat dan ganasnya
ilmu pedang gadis itu. Dan ketika ia meloncat
bangun dan termangu dengan muka berubahubah, hitam dan merah serta pucat maka Hoasiocia di atas panggung itu menyimpan
pedangnya dan memandangnya dengan tawa
mengejek.
"Kau boleh maju lagi kalau penasaran.
Ambil senjatamu yang baru dan mari naik lagi
kalau belum puas."1879
Tepuk riuh tiba-tiba terdengar. meledak.
Tamu undangan tiba-tiba bersorak-sorai dengan
penuh kagum. Merekapun takjub bukan main
oleh kehebatan gadis ini. Para ahli pedang
mendecak tak habis-habisnya. Dan ketika kakek
tinggi besar itu masih terguncang dan terbelalak
di bawah panggung maka melesatlah seosok
tubuh bongkok disusul kekeh serak.
"Heh heh, hebat sekali, luar biasa.
Menurut aturan berarti pihak tuan rumah
menang. Eh, bagaimana kalau sekarang hi-cit-le
dan aku maju berbareng, nona. Beranikah kau
melayani kami dan tidakkah kami disebut
curang."
Berhentilah semua tepuk riuh. Semua
orang memandang dan bisik-bisik terdengar di
sana-sini. Seorang pengemis bongkok, matanya
menyipit namun tajam bersinar-sinar
memandang gadis di depannya itu dengan nafsu
terpendam dan agak benci. Hoa-siocia
mengerutkan kening dan bertanya siapa lawan.
Dan ketika kakek itu terkekeh dan menyebutkan
dirinya ternyata ia adalah ketua Hwa-i Kai-pang.1880
Aku si tua adalah Hwa-tung Lo-kai
(Pengemis Tongkat Kembang), dari Hwa-i Kaipang. Kebetulan aku diangkat sebagai ketua dan
empat suteku yang pernah kemari telah
menyampaikan kepadaku hadiah dari rumah ini.
Terima kasih, telinga mereka telah kusambung
lagi."
Hoa-siocia terkejut. Ia memandang
pengemis ini dan saat itu bergeraklah bayanganbayangan di luar tamu undangan menuju
panggung. Cepat sekali delapan orang berada di
depan, pengemis berpakaian tambal-tambalan,
empat di antaranya adalah si buntung telinga itu,
orang yang telah dihajar cing Cing dan pulang
membawa malu. Dan ketika ia sadar dan tertawa
mengejek maka murid-murid Thian-te It-hiap
pun mencegat dan cepat sekali delapan orang itu
dihadang lebih jauh.
"Hm, kiranya yang terhormat ketua Hwai Kai-pang. Meskipun aku mengundangmu
namun baru kali ini kita berhadapan muka, orang
tua. Tak apa, usulmu kuterima. Boleh saja kau
ditemani Thi cit-le. Silakan berdua maju!"1881
Si Besi Berduri terbelalak. Setelah kakek
ini terlempar keluar panggung dan kalah begitu
mudahnya sebenarnya kakek ini penasaran dan
belum puas. Bagaimana puas kalau tadi ia
membuang diri ke tempat kosong. la lupa bahwa
belakang tubuhnya tak ada tempat, jadi kalah
secara penasaran dan belum sebenarnya. Maka
ketika Hwa-tung Lo-kai berkata seperti itu dan
gadis itupun tak menolak permintaan orang
mendadak ia menggeram dan meloncat lagi,
tubuhnya melayang naik.
"Aku memang belum puas, kekalahanku
belum bisa dibilang mutlak!"
Gadis itu tersenyum mengejek. la
memandang kakek ini dengan sikap
merendahkan dan tamu undangan bertepuk
riuh. Masuknya Si Besi Berduri itu disambut pro
dan kontra. Yang setuju tentu saja mereka yang
tergolong orang-orang tak punya aturan, kaum
sesat yang biasanya memang bersikap tak
perduli. Sementara para ketua partai, mereka
orang-orang terhormat tentu saja mengerutkan
kening dan tak menyukai sikap Si Besi Berduri ini.1882
Penasaran atau tidak, puas atau tidak kakek itu
telah keluar panggung. Ini sudah menunjukkan ia
tak layak maju lagi dan seharusnya mundur.
Namun karena orang-orang seperti kakek itu
adalah orang-orang sesat tak tahu malu, mereka
memang belum kapok kalau belum mendapat
hajaran keras maka ketua-ketua partai ini
tersenyum mencibir dan mereka justeru
merendahkan Si Besi Berduri ini, menganggap
orang tak tahu diri dan mencari penyakit. Dua
orang itu sudah berhadapan dengan nona
rumah. Hwa-tung Lo-kai mencabut senjatanya
terkekeh menahan benci, diam-diam sepasang
matanya berkilat dan ingin membalas dendam.
Pulangnya empat pembantunya dibabat sebelah
telinganya tentu saja membuat ia sakit hati. Kini
saatnya membalas kekalahan dan melampiaskan
dendam. Ia sengaja menantang keroyokan kalau
gadis itu berani, tidak takut untuk sendirian akan
tetapi lebih baik kalau bisa maju berdua. la ingin
cepat-cepat membayar hutang! Maka ketika ia
mencabut tongkatnya sementara kawannya
sudah mengeluarkan senjatanya yang berbesi1883
berbandul di balik ikat pinggang maka tongkat
kembang terbuat dari kayu tua digerak-gerakkan
ketua Hwa-i Kai-pang ini di mana dari gerakan itu
terdengar suara "nguk-nguk" tanda pengerahan
tenaga yang menyembunyikan kedahsyatan.
"Kami jangan dianggap curang. Kalau
sekiranya takut aku sendiri juga dapat
menghadapimu. Heh-heh, tak ada yang ingin
kupaksakan di sini, nona. Kalau kau merasa berat
biarlah Thi-cit-le mundur, atau aku yang mundur
dan nanti maju lagi sendiri."
"Tak perlu banyak mulut. Aku telah
menerima tantanganmu, Hwa-tung Lo-kai,
majulah, aku telah siap!"
Semua orang kagum. Gadis baju putih di
atas panggung itu benar-benar gagah dan
sikapnya berani sekali. lapun telah mencabut
pedang. Dan ketika kakek itu mengangguk dan
terkekeh berseru perlahan tiba-tiba ia telah
mengajak temannya untuk maju menyerang.
"Tuan rumah sudah menantang kita, mari
maju!" si Besi Berduri tak menunggu waktu.
Begitu Hwa-tung Lo-kai menyambar ia pun1884
berkelebat menggerakkan bandul berdurinya,
menderu dan bersama tongkat menghantam
gadis di depan mereka. Tongkat menyambar
kepala sementara senjata si kakek tinggi besar
menghantam dada. Sekali kena tentu remuk.
Tapi ketika gadis itu berkelit dan Hwa-tung Lo-kai
mengejar dengan tusukan dan sodokan maka
Thi-cit-le juga tak mau membuang-buang
kesempatan mengayun besi berdurinya itu.
"Wher-wherrr..." Gadis ini tiba-tiba
berkelebat lenyap. Gerakan tubuhnya
menghilang entah kemana dan tiba-tiba dua
senjata dua orang itu berdentang nyaring.
Tongkat bertemu besi berduri. Dan ketika dua
orang itu terkejut menarik senjata mnasingmasing maka dari atas meluncur bayangan putih
itu dan bunyi desing mengerikan telinga.
"Aiihhhhh.. " dua orang itu berteriak dan
mereka cepat melempar tubuh ke kiri kanan.
Tepat sekali bunyi pedang membabat dan masih
juga ujung baju dua orang itu robek, nyaris kalah
cepat. Dan ketika gadis itu turun lagi di panggung
dan bersilat serta memutar pedangnya naik1885
turun bergulung-gulung tiba-tiba saja dua orang
ini terbungkus tubuhnya dan lenyap di bawah
gundukan sinar pedang yang melebar dan sudah
membungkus lawan-lawannya tak dapat keluar
lagi, hanya dalam waktu begitu singkat.
"Hebat, luar biasa. Aih, benar-benar
Giam-lo Kiam-sut yang amat mentakjubkan "
Kiam Ceng Cinjin dan Kiam Kit Cinjin dari
Hoa-san dan Khong-tong sama-sama berseru
keras. Mereka kagum bukan main karena sekejap
kemudian sinar pedang bergulung-gulung bagai
awan menyergap dua ekor elang, membungkus
dan menggulung hingga dua ekor elang itu tak
dapat ke mana-mana. Tongkat maupun bandul
berduri macet di tengah jalan, setiap bergerak
sudah dipotong dan disambar pedang di tangan
gadis itu. Dan karena masing-masing sudah tahu
betapa hebatnya pedang di tangan gadis itu,
tajam mengerikan hingga bandul berduri di
tangan si kakek tinggi besar putus terbabat maka
baik Hwa-tung Lo-kai maupun Thi-cit-le samasama tak berani beradu senjata takut senjata di
tangan mereka putus. Akibatnya dua orang ini1886
selalu menarik tongkat maupun bandul kalau
sinar putih menyambar cepat, tak mau kalah
hanya dalam beberapa gebrakan saja. akan
tetapi karena hal ini berarti menyulitkan diri
sendiri, permainan mereka tak bisa berkembang
baik maka yang terjadi adalah kedudukan
mereka yang dikendalikan lawan , terbungkus
dan digulung-gulung cahaya pedang yang kian
melebar.
Siapapun takjub dan membelalakkan
mata melihat ini. Kehebatan mendiang Hu Beng
Kui terlihat lagi, tontonan ini benar-benar
menarik. Dan ketika tongkat maupun bandul
berduri di bawah kekuasaan sinar pedang yang
begitu hebat akhirnya ruang gerak mereka
menjadi kecil dan "tas-tas" putus juga dua
senjata itu terbabat pedang. Penonton bersorak
dan menjadi riuh dan Hwa-tung Lo-kai maupun
Thi-cit-le menjadi pucat. Ternyata mengeroyok
dua mereka juga tak mampu menang. Maka
ketika tiba-tiba kakek tinggi besar itu
membentak dan mengayun tangannya maka
lima paku beracun menyambar gadis itu, disusul1887
pula oleh Hwa-tung Lo-kai yang menyemburkan
jarum dari mulut.
Akan tetapi gadis baju putih itu tertawa
mengejek. la telah menguasai lawannya luar
dalam dan apapun yang dilakukan tak akan
berbahaya lagi. Begitu pula lima paku beracun
dan jarum-jarum halus itu. Maka ketika ia
berseru keras memutar pedang membungkus
diri sendiri maka semua senjata rahasia itu
terpukul balik dan menancap di tubuh tuannya
sendiri.
"Tring-tring-trang!"
Terhuyunglah dua orang itu. Senjata
terlepas dan tangan mendekap bagian tubuh
Touche Alchemist Karya Windhy Puspitadewi Bisikan Arwah Karya Abdullah Harahap Putri Bong Mini 07 Api Berkobar Di Bukit Setan

Cari Blog Ini