Ceritasilat Novel Online

Putri Es 18

Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara Bagian 18


yang terluka. Empat di antara lima paku beracun
mengenai pundak dan leher Thi-cit-le, kakek itu
mengeluh. Dan ketika di sana Hwa-tung Lo-kai
mendekap pipinya yang berlumuran darah, tujuh
jarum menancap di sini maka ketua Hwa-i Kaipang itu roboh dan melesatlah delapan anak
muridnya menyambar tubuh sang ketua, turun
dan dibawa lari!1888
Thi-cit-le tak ada muka lagi. la telah dua
kali dikalahkan dan sadar akan kepandaian diri
sendiri. Kakek 1ni meloncat turun panggung dan
lari pula, menelan obat penawar dan menghilang
keluar rumah. Lalu ketika penonton bersorak
riuh dan keadaan menjadi begitu ribut maka
Hoa- siocia di atas panggung telah menyimpan
kembali pedangnya dan hanya mengusap sedikit
keringat. Pipinya kemerahan tapi sama sekali
tidak nampak kelelahan. Kagumlah tamu
undangan akan kelihaian gadis ini. Baru gadis itu
saja tuan rumah sudah menunjukkan
kebolehannya, apalagi kakek berjuluk Thian-te Ithiap itu. Dan ketika semua orang bertepuk riuh
dan agaknya tak ada lagi yang berani ke atas
panggung mendadak berkelebatlah seorang
pemuda dan tepuk riuh tiba-tiba lenyap dan
berhenti.
"Aku mengagumi ilmu pedang Giam-lo
Kiam-sut, sungguh luar biasa. Tapi aku juga ingin
coba-coba dan bolehkah menandingi tuan
rumah."1889
"Dan aku juga ingin menjadi bengcu.
Kalau aku dapat merobohkan Thian-te it-hiap
akupun ingin menguasai dunia!"
Muncullah seorang lain yang membuat
tamu undangan terbelalak karena baik pemuda
itu maupun orang kedua ini sama sama memiliki
tubuh kemerah-merahan. Berdiri di tempat
terang-benderang saja keduanya seakan bara api
yang menyala-nyala, apalagi kalau di tempat
gelap, tentu seperti obor! Dan ketika semua
orang terkejut dan gadis di atas panggung
berseru tertahan maka Hoa-si cia yang tadi
tampak gagah perkasa dan penuh keberanian itu
tiba-tiba seakan kuncup dan kelihatan gentar.
Mukanya pucat.
"Kalian orang-orang Pulau Api!"
"Ha-ha, sudah dikenal, bagus. Kami
memang orang-orang Pulau Api, nona,
bagaimana kau mengenal kami. Ah, aku adalah
orang she See, namaku Kiat Lam, dan ini muridku
Siauw Lok!"
Orang-orang tertegun. Mereka baru kali
itu mendengar nama Pulau Api dan tentu saja1890
heran. Akan tetapi melihat betapa kulit tubuh
pemuda dan gurunya itu bergetar-getar penuh
hawa panas bahkan ketua Hoa-san dan Kun-lun
serta yang lain yang duduk di depan merasakan
hawa panas dari tubuh dua orang itu maka para
ketua partai terkejut karena maklumlah mereka
bahwa orang-orang yang memiliki hawa sakti
Yang-kang (Panas) berada di depan mereka.
Orang yang belum mereka kenal tapi yakin
menyimpan kekuatan dahsyat!
Hoa-siocia mengeluarkan keringat dingin
dan mengeluh. Aneh sekali gadis ini tiba-tiba
terhuyung, mundur dan saat itulah sebuah
tangan mencengkeram pundaknya. Thian-te Ithiap, kakek yang tadi duduk di atas kursinya itu
mendadak, berkelebat dan menekan pundak
cucunya ini. Majunya kakek ini membuat semua
orang berdebar, semakin kuat lagi bahwa dua
lawan di atas panggung itu memang betul-betul
tak boleh dibuat main-main. Majunya kakek ini
menunjukkan bobot lawan yang tentu berat! Dan
ketika semua orang terbelalak dan menjadi1891
tegang maka kakek itu batuk-batuk dan
berdehem.
"Kalian orang-orang dari Pulau Api
memang telah kami kenal. Dan kau, hm. .. kau
adalah sam-pangcu (ketua nomor tiga) yang
gagah tapi licik, orang she See. Kalau kau tibatiba muncul disini dan ingin menjadi bengcu
tentu niat baikmu tak ada. Pibu telah kami buka,
siapapun boleh maju. Tapi kalau ingin
mengeroyok dan menunjukkan kepandaian
maka akulah lawanmu."
"Ha- ha-heh-heh-heh! Thian-te It-hiap
maju sendiri menyambut aku. Ah, kehormatan
besar bagiku, orang tua, tapi mengejutkan
bahwa kau mengenal aku begitu baik. Benar, aku
adalah sam-pangcu Pulau Api, luas benar
pengetahuanmu hingga mengetahui siapa aku.
Ha-ha, tak usah sembunyi-sembunyi. Aku
memang masih mempunyai dua orang suheng
lagi di sana. Kalau mengeroyok, hmm.... aku tak
ingin mengeroyok. Justeru aku hendak
menunjukkan kepada semua orang gagah di sini
bahwa apa yang dapat kau lakukan dapat1892
kulakukan pula. Aku juga sanggup dikeroyok
orang-orang macam ketua Hwa-i Kai-pang itu
atau Thi-cit-le"
"Mereka telah pergi, tak usah mencaricari. Kalau kau ingin maju maka akulah
lawanmu".
"Ha-ha-heh-heh-heh, tak perlu buruburu. Kalau kau maju maka muridku inilah yang
menjajal lebih dulu, Thian-te It-hiap Kalau kau
menang baru aku yang melawanmu!"
"Kalau begitu biar cucuku ini, kita
belakangan. Muda sama muda dan kita tua sama
tua."
Lalu menepuk cucunya berbisik perlahan
kakek ini bicara, "Tak perlu takut, aku
menjagamu. Kalau orang she See itu macammacam maka aku tandingannya".
Aneh, gadis baju putih memperoleh
keberaniannya kembali. la yang semula takut dan
kelihatan pucat tiba-tiba mengangguk dan
bersinar-sinar lagi. Tak ada orang tahu betapa
dalam tepukan tadi1893
Thian-te It-hiap memasukkan tenaga
saktinya, menggetarkan tubuh gadis ini dan
bersamaan itu bergeraklah semacam tenaga
dahsyat mengaliri semua aliran darah. Tepukan
tadi bukan sembarang tepukan melainkan
semacam kesaktian yang disebut Bu-khi-hiatkeng (Buka Jalan Darah Masukkan Tenaga Sakti).
Dengan ini keberanian dan semangat gadis itu
timbul, muka yang semula pucat menjadi
kemerahan kembali. Dan ketika gadis itu merasa
betapa seluruh syaraf di tubuhnya bergetar oleh
hawa hangat yang menyusup sampai jauh ke
ujung kaki, juga rambut dan bulu-bulu matanya
maka saat itulah sam-pangcu dari Pulau Api
tertegun melihat sepasang mata mencorong dari
gadis baju putih ini. Kilatan cahaya yang jauh
lebih tajam daripada biasanya! Akan tetapi tokoh
Pulau Api ini tak menduga apa yang terjadi. Dia
tertawa dan mengebutkan pakaiannya dengan
sombong, apipun memuncrat dan tokoh-tokoh
partai terkejut melihat ini. Kebutan itu
tampaknya biasa saja akan tetapi semua logam
yang ada di baju itu bergemerincing. Kancing1894
bajunya meletikkan api. Lalu ketika dia
berkelebat dan turun ke bawah tahu-tahu di
sekeliling tamu undangan telah muncul belasan
orang lain yang tubuhnya juga bersinar
kemerahan. Mereka muncul bagai iblis saja!
Hoa-siocia atau gadis baju putih terkejut.
Anak-anak murid Thian-te It-hiap juga terkejut
namun tamu-tamu aneh itu telah bermunculan
di situ. Tak dapat dicegah lagi mereka telah
berada di antara para tamu undangan. Itulah
orang-orang Pulau Api atau anak murid Sampangcu ini . Akan tetapi ketika Thian-te It-hiap
nampak tenang-tenang saja dan di atas
panggung pemuda bertubuh tegap itu senyum
mengejek maka ia mengerotokkan buku-buku
jarinya dan tiba-tiba dari sepuluh jari-jarinya itu
mengepullah asap merah.
"Aku Siauw Lok murid rendahan dari
Pulau Api, mohon pelajaran dari nona dan
siapkah nona sebelum kita bertanding."
Gadis ini akhirnya sadar. la telah
memandang kembali pemuda di depannya ini
dengan sinar mata berapi. Tepukan Bu khi-hiat-1895
keng benar-benar membangkitkan
keberaniannya. la merasa getar-getar hawa sakti
memenuhi seluruh ujung syarafnya. Maka ketika
ia membentak dan mencabut pedangnya iapun
berseru agar pemuda itu mencabut senjatanya
pula.
"Aku akan mempergunakan pedangku
mainkan Giam-lo Kiam-sut, keluarkan senjatamu
dan cepat kita mulai. Atau jangan salahkan aku
kalau kau bertangan kosong!"
"Ha-ha , kaki tangan adalah senjataku
yang utama. Kami orang-orang Pulau Api tak
pernah bersenjata, kecuali kalau kami terdesak.
Majulah dan jangan sungkan-sungkan!"
Belum habis kata-kata ini tiba-tiba
pedang di tangan gadis itu bergerak. Tidak
seperti tadi yang menunggu diserang adalah kali
ini gadis itu mendahului menyerang. Rupanya ia
tahu baik siapa pemuda dari Pulau Api ini. Maka
ketika ia membentak dan tidak bicara panjang
lebar lagi iapun bergerak dan pedang sudah
mencuat ke atas untuk menusuk leher
lawan.Tidak berhenti disini kaki gadis itupun1896
mengikuti, bergerak setengah lingkaran untuk
mengejar kalau lawan menghindar. Dan ketika
benar saja pemuda tu mengelak dan mundur
selangkah maka pedang sudah mencuat lagi
dengan ganas dan tetap menuju leher.
"Plak-plak!" si pemuda menangkis dan
terkejut juga. Gadis itu tetap mengikutinya dan
kalau ia tidak menangkis maka kejaran demi
kejaran akan memberondongnya.
Kedudukannya bakal terdesak dan keganasan
pedang itu benar-benar luar biasa sekali. Tapi
ketika ia menangkis dan telapaknya
mengeluarkan uap merah ternyata ia terhuyung
dan pedang terus menyambarnya juga.
"Keparat!" pemuda ini membentak dan
kaget serta heran. Dari tangkisan tadi ia
merasakan getaran kuat dari hawa dingin yang
membuyarkan tenaga Yang-kangnya. Angin
pedang mendesak tenaga panasnya itu. Dan
ketika ia terkejut dan mundur lagi maka gadis itu
mengejarnya dan kini pedang membalik serta
membacok kepalanya!1897
Pemuda ini menjadi marah. Dari
gebrakan yang cepat dan bertubi-tubi ini segera
tampak bahwa lawan benar-benar hebat dan
menguasai ilmu pedangnya dengan baik.
Tusukan dan bacokan yang begitu cepat berobah
menyesuaikan gerakan lawan benar-benar
berbahaya sekali. Kalau ia tak hati-hati tentu
tubuhnya menjadi sasaran pedang, putus dan
bisa terbabat menjadi dua! Maka ketika ia
menjadi marah dan berseru keras mendadak
kedua kakinya melenggok dan... .. meliuklah
pemuda ini bagai ular maju mundur
menghindarkan semua tusukan dan bacokan
pedang hingga semua serangan gadis itu luput.
"Sing-singg!" Terkejutlah para tamu.
Mula-mula mereka merasa khawatir ketika
pedang secara,ganas dan bertubi-tubi mengejar
dan mengikuti pemuda ini. Ke manapun pemuda
itu bergerak ke situlah ujung pedang
membayangi, bahkan pedang tampaknya
menempel dan melekat tak mungkin dielakkan.
Satu-satunya jalan mungkin pemuda itu harus
melempar tubuhnya keluar panggung, seperti1898
apa yang telah dilakukan si kakek tinggi besar Thicit-le. Tapi ketika pemuda itu meliuk naik turun
dan kakinya bergeser cepat dengan pinggang
yang mematah-matah maka kagumdan
terkejutlah semua tamu undangan karena
dengan cara seperti itu semua hujan serangan
Hoa-siocia kandas di tengah jalan, tak mengenai
sasaran karena sebelum pedang menyambar
pemuda itupun sudah menghindar dan jauh
menyelamatkan diri!
Bertepuk riuhlah para tamu. Bhong Tek
Hosiang ketua Sho-tong dan Kiam it Cinjin ketua
Khong-tong membelalakkan matanya lebarlebar. Mereka kagum bukan main oleh gerak
aneh dari langkah-langkah sakti pemuda Pulau


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Api itu. Mereka tak tahu bahwa itulah Jit-cap-jipoh kun ciptaan Hwe-sini yang amat ampuh.
Dengan ilmu ini siapapun tak mampu mendekati,
jangankan mendekati, menyambar ujung
bajunya saja tak dapat! Maka ketika pemuda itu
tertawa-tawa dan gadis baju putih ini pucat maka
tusukan dan bacokan pedangnya tak ada yang
dapat menyentuh lawan.1899
"Ha-ha, kau akan segera roboh. Tanpa
kuserangpun kau akan kehabisan tenaga, nona.
Buang pedangmu dan nyatakan kalah!" pemuda
itu mengejek dan tertawa-tawa dan gadis di atas
panggung itu merah pucat berganti-ganti. la
telah menusuk belasan kali akan tetapi lawan
bagai bayang-bayang layaknya. Tubuhnya tak
dapat disentuh karena selalu mundur dengan
langkah-langkah anehnya itu. Dan karena benar
ia dapat kehabisan tenaga, sungguh sukar
mengalahkan lawan seperti ini maka baru saat
itu rupanya pihak tuan rumah akan mendapat
malu.
Akan tetapi Thian-te It-hiap tentu saja
tidak berdiam diri. Kakek yang tenang menonton
dengan alis kadang-kadang berkerut ini tiba-tiba
berkemak-kemik, Iamengerahkan Coan-im-jipbit bicara pada cucunya itu. Dan ketika ia berbisik
dan menyuruh gadis itu ggerakkan tangan
kirinya, menyerang membantu pedang tiba-ti
gadis baju putih itu membentak dan melakukan
perobahan.1900
Menyambarlah tangan kirinya itu.
Pedang masih terus mengejar dengan tikaman
atau bacokan, bahkan kadang-kadang dengan
sontekan seperti gerak lele meloncat. Dan ketika
tangan kirinya bergerak melepas pukulan jarak
jauh tiba-tiba hawa dingin meluncur dan
terkejutlah pemuda itu ketika mendadak gerak
langkahnya tertahan. Gerakan tangan kiri itulah
yang menjadi sebab!
Pemuda ini membelalakkan mata.
Tangan kiri gadis itu mencegat semua langkahlangkah saktinya dan ia tertahan, akibatnya
pedang menyambar dan ia harus mengelak atau
menangkis. Dan ketika selanjutnya pedang
menusuk atau menikam tanpa ia mampu
mengelak lagi maka pemuda Pulau Api ini
tersentak karena setiap ia menangkis tentu
dirinya terpental.
"Aah! " bukan hanya pemuda ini saja yang
terkejut. Gurunya, yang tadi berseri dan tertawatawa mendadak diam tertegun. Matanya
terbelalak dan wajah itu berkerut, ada sesuatu
yang membuatnya heran, sesuatu yang tak1901
dimengerti. Dan ketika pedang kembali
menyambar dan sang murid menangkis ternyata
untuk kesekian kalinya muridnya itu tergetar dan
terhuyung.
"Pergunakan Giam-lui-ciang (Pukulan
Petir Neraka)!" tokoh ini akhirnya berseru.
"Jangan selalu mundur dan terdesak musuhmu,
Siauw Lok. Pergunakan andalan kita dan juga
Hwe-ci!"
Pemuda itu sadar. Rupanya gugup oleh
sambaran pedang yang menyongsong ke
manapun ia pergi membuat pemuda ini gentar
dan ngeri. Langkah-langkah saktinya itu tak dapat
dipergunakan lagi. Tapi ketika sang guru tiba-tiba
berseru dan ia mengangguk maka pemuda
itupun membentak dan tangan kanannya
bergerak menyambar dari luar.
"Aku belum kalah, terimalah ini!"
Angin panas menyambar dan uap merah
meluncur dari telapak pemuda itu. Hoa-sanpaicu (ketua Hoa-san) dan Kun-lun-paicu
merasakan ini dan terkejut, mengerahkan
sinkang melawan hawa panas itu. Tapi ketika1902
gadis itu membentak dan menggerakkan tangan
kirinya maka hawa dingin menyambut hawa
panas dan Giam-lui-ciang yang dilancarkan
pemuda itu Sirna dan lenyap.
"Plak!" Tamparan itu membuat dua ketua
disisi depan kedinginan. Sekarang mereka
disambar hawa dingin dan tubuh keduanya
menggigil, lagi-lagi dua tokoh partai persilatan ini
terkejut. Tapi kalau mereka hanya terkejut dan
kagum bahwa anak-anak muda itu memiliki
pukulan ampuh yang membuat mereka
terbelalak adalah pemuda di atas panggung itu
terkejut dan penasaran, juga gusar. Hawa panas
Giam-lui-ciang padam disambar hawa dingin dan
ia tentu saja melotot. Maka ketika ia membentak
dan menyeranglagi maka dua tangannya kali ini
mendorong dan bersamaan itu dua telunjuknya
bekerja dan tampaklah dua lidah api menyambar
gadis itu.
"Crit-Crit!" Inilah Hwe-ci atau Jari Api
yang dulu menjadi andalan Hwe-sin (Malaikat
Api). Dua lidah api itu menyambar dan ini masih
ditambah dorongan sepasang lengan yang1903
mengeluarkan cahaya merah. Pemuda itu
mengerahkan sinkangnya hingga sepasang
lengannya seperti bara, hawa panas tentu saja
lebih dahsyat dan ini dibuktikan teriakan ketuaketua partai yang duduk di kursi depan. Mereka
merasa hangus. Akan tetapi ketika gadis baju itu
melengking nyaring dan menyambut bentakan
dengan putaran ujung pedangnya, bergulung
dan tangan kiri juga berputar menyambar ke
depan maka dua Sinar putih menghantam atau
menangkis sinar merah dan Jari Api itu.
"Ces-blarr!" Pemuda lawannya berteriak
kaget. Hawa panas disambut hawa dingin dan
kalau ia mengerahkan sinkangnya adalah gadis
itu juga menambah tenaganya. Angin
membekukan tulang menyambut dorongan Petir
Neraka, menahan dan kemudian menembus
pertahanan lawan dan pucatlah pemuda itu
merasa kedinginan. la tak mampu menguasai diri
dan masuklah hawa dingin membelah hawa
panas. Kekuatan atau pengaruh Giam-lui-ciang
hancur, hawa panas padam menjadi hawa
dingin. Jari Api menjadi beku dan lenyap pula.1904
Dan ketika ia tersentak dan saat itulah gadis itu
membentak nyaring maka pedang meluncur ke
depan sementara tangan kiri juga terus bergerak
dan menghantam pemuda ini.
Akan tetapi sesosok bayangan merah
berkelebat. Sam-pangcu yang tak dapat berdiam
diri melihat muridnya terancambahaya tiba-t?ba
melayang ke atas panggung. Gerakannya cepat
dan luar biasa,tangan kanannya bergerak
menghantam dari samping ke arah pedang dan
tangan kiri gadis itu. Dan ketika gadis itu menjerit
dan terpelanting bergulingan maka ia sudah
menangkap muridnya dan sambil menghalau sisa
pukulan ia berjungkir balik dan turun dengan
muka seperti bara.
"Bresss!" Di pihak Sana Thian-te It-hiap
juga tak tinggal diam. Begitu tokoh Pulau Api itu
menghantam cucunya iapun berkelebat dan
masuk mengibaskan ujung baju. Serangan yang
seharusnya membuat cucunya terancam balik
dipukul melenceng, pukulan itu menghantam
sam-pangcu dari Pulau Api namun laki-laki itu
telah meloncat berjungkir balik menghindarkan1905
diri. Selamatlah masing-masing menolong murid.
Dan ketika laki-laki itu mendelik memandang
tuan rumah maka Thian te It-hiap melepaskan
cucunya yang sudah ia sambar pula, tak sampai
keluar panggung.
"Cukup bagimu membela namaku.
Beristirahat dan duduklah di ana, Hoa siu,
lawanmu telah kalah dan tua sama tua".
Lalu ketika kakek ini menghadapi
lawannya dan tak perduli wajah yang merah
membara maka kakek itu mengetukkan ujung
tongkatnya yang entah kapan sudah dipegang,
suaranya datar namun dingin, memandang ketua
Pulau Api itu dengan mata bersinar-sinar,
"Kau telah masuk di panggung lui-tai,
berarti siap bertanding. Dan karena cucuku
sudah lelah melayani banyak lawan sekarang
marilah kita main-main berdua. Tak usah
membuang-buang banyak tenaga, kalau kau
dapat menarik dan merampas tongkatku biarlah
aku menyatakan kalah".
Berkata begini kakek itu sudah
mengangkat batang tongkatnya, bukan dipegang1906
dengan kelima jari tangan melainkan hanya
dijepit dengan dua jari telunjuk dan jari tengah,
disodorkan dan meminta lawan menarik dan
tentu saja wajah ketua, Pulau Api itu semakin
menyala-nyala. la direndahkan di depan begitu
banyak orang, wajahnya seketika membesi.
Namun belum ia bergerak dan merenggut
tongkat itu mendadak berkelebat sebuah
bayangan putih dan tahu-tahu di situ telah
berdiri seorang gadis cantik jelita bersanggul
tinggi. Sambaran tubuhnya diikuti bau harum
menusuk hidung, lembut dan mempesona.
"Tunggu dulu, aku juga tiba-tiba ingin
mengganggu sedikit, Thian-te It-hiap. bolehkah
kuhadapi sam-pangcu dari Pulau Api ini mewakili
dirimu!"
Orang-orang mendecak. Kalau tadi
mereka dibuat kagum oleh hadirnya Thian-can
Kwee Bi yang cantik genit adalah sekarang
mereka terpesona dan takjub melihat kehadiran
gadis pendatang itu. Tubuhnya tinggi semampai
dengan pinggang dililit rantai perak, rambutnya
disanggul tinggi dan wajahnya yang cantik1907
kemerah-merahan itu memiliki sepasang pipi
yang halus lembut. Bibirnya tanpa gincu akan
tetapi selalu basah kemerah-merahan segar dan
sekilas saja orang dapat menduga bahwa gadis
ini seperti puteri keraton. Sikapnya anggun dan
sedikit angkuh, cocok benar dengan pembawaan
gadis istana. Dan ketika Thian-te It-hiap tampak
tertegun namun ketua Pulau Api terkejut berseru
tertahan, mundur dan membelalakkan mata
maka gadis bersanggul tinggi yang cantik jelita itu
tersenyum mengejek dipanggil namanya.
"Wan-siocia (nona Wan)!"
Gadis itu tak menjawab. Bibirnya berjebi
dan terpesonalah semua laki-laki yang ada di
tempat itu. Bahkan ketua partai seperti Kun-lun
dan Hoa-san juga berdetak, bukan apa-apa
melainkan semata oleh keindahan bibir berjebi
itu. Manis dan menantang, menggemaskan. Lalu
ketika ia mengangguk dan ketua Pulau Api
menjadi marah tiba-tiba laki-laki itu membentak,
menudingkan telunjuknya,
"Wan-siocia, apa maksudmu datang ke
sini. Bukankah selama ini penghuni Lembah Es1908
dan Pulau Api tak pernah bermusuhan di muka
umum. Pergilah dan jangan ganggu aku atau kau
tahu rasa!",
" Hm..Pulau Api dan Lembah Es
selamanya bermusuhan. Di muka umum atau
tidak sama saja. Kau sendiri apa maksudmu
merambah daratan Tiong-goan, Sam- pangcu.
Bukankah Pulau Api tak pernah memperkenalkan
diri di dunia kang-ouw."
"?rusanku tak perlu kau ketahui,
Cepatlah enyah atau aku membunuhmu!"
"Hi, hi-hik, gampang benar membunuh
orang. Aku bukan semut yang mudah kau injak,
orang she See. Kalau tuan rumah
memperkenankan sesungguhnya kuingin
membunuhmu. Siapa takut dan majulah!"
Gemparlah semua orang. Dari tanya
jawab ini segeralah mereka tahu akan namanama Lembah Es dan Pulau Api. Sengguhnya
mereka masih asing mendengar ini, kehadiran
tokoh Pulau Api membuat mereka terkejut dan
terheran-heran. Akan tetapi ketika muncul gadis
dari Lembah Es ini dan mereka semakin terkejut1909
lagi, dua orang itu rupanya sudah bermusuhan
lama maka teriakan dan sorak para tamu
membuat ribut. Mereka tiba-tiba ingin dua orang
itu segera b?rtempur dan melihat kepandaian
masing-masing, betapapun mereka yakin bahwa
gadis yang cantik jelita itu tentu lihai. Kalau tidak
tak mungkin berani menantang. Akan tetapi
ketika sam-pangcu dari Pulau Api siap
menggerakkan tubuhnya dan menyerang gadis
ini maka Thian-te It-hiap tiba-tiba berseru.
"Kalian berdua jangan bertempur dulu,
tunggu. Apakah sam-pangcu masih ingin
berhadapan dengan aku atau gadis ini


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melayanimu!"
"Kau duduklah dan biarkanlah aku
merobohkan tikus busuk ini , Ketahuilah diamdiam manusia ini ingin mengumpulkan dan
menggerakkan orang-orang kang-ouw menyerbu
Lembah Es, Thian-te It-hiap. Karena kau dimusuhi
manusia macam inidan aku sepihak denganmu
biarlah kau wakilkan kepadaku menghajar tikus
busuk ini. la tak membawa maksud baik, ia ingin1910
menghasut. Daripa terlanjur biarlah kututup
mulutnya dan harap kau duduk!"
Wan-siocia mendahului dan berseru
nyaring. la tak segan-segan membuka rahasia
ketua Pulau Api ini dan marahlah laki-laki itu. Tak
dapat disangkal sesungguhnya ia datang untuk
menguasai dan mengumpulkan orang-orang
kang-ouw ini.
Mereka akan digerakkan ke Lembah Es,
menyerbu dan mengalahkan musuh bebuyutan
mereka itu. Maka ketika tiba-tiba rahasia sudah
dibuka dan orang-orang kang-ouw terkejut
membelalakkan mata, ketua Pulau Api itu
menjadi gusar mendadak ia memekik dan
menerjang gadis ini.
"Kau kiranya menjual omongan busuk
kepada tamu-tamu terhormat. Kalau benar aku
hendak mengumpulkan mereka menyerbu
Lembah Es adalah semata kesombongan kalian,
Wan-siocia. Jangan memutar balik karena kaulah
yang tampaknya hendak menghasut dan
membujuk 0rang-orang kang-ouw menyerang
Pulau Api!"1911
Sambaran angin panas disusul ledakan
api dari telapak ketua Pulau Api itu. Dalam
kemarahan dan kegeramannya langsung saja
sam-pangcu ini mengeluarkan Giam-lui-ciang,
dahsyat menyambar dan ketua-ketua partai
persilatan terkejut disambar hangus. Ujung
lengan baju mereka terbakar. Dan ketika ketua
Sho-tong dan Bu-tong mengebut padam ujung
baju mereka dengan Seruan kaget, meloncat dari
kursi mereka maka Wan-siocia yang cantik jelita
itu berkelebat dan mengangkat tangannya
menyambut atau menangkis pukulan lawan yang
ganas berhawa panas itu, membentak.
"Desss!"
Dua orang itu tampak bergoyang-goyang
akan tetapi gadis Lembah Es itu akh?rnya
terhuyung selangkah. Dari adu tenaga ini tampak
betapa ketua Pulau Api itu benar -benar hebat.
Akan tetapi karena lawan mampu menahan dan
matapun terbelalak memandang gadis jelita ini,
tadi serangkum hawa dingin menyembut maka
tokoh Pulau Api itu bergerak dan menerjang1912
kembali. Dua ledakan terdengar disu?ul asap
merah. Api yang menjilat!
"Cuwi-enghiong (para orang gagah) harap
mundur menjauh. Pertandingan ini amat
berbahaya!"
Thian-te It-hiap yang tak mau para tamu
celaka tiba-tiba berseru mengerahkan suaranya.
Sampai di luar halaman suaranya mampu
menembus ribut-ribut para tamu. Ketua Bu-tong
dan ho-tong maupun yang lain memang sudah
meninggalkan kursinya. Mereka terkejut bukan
main ketika Giam-lui-ciang yang menyambar
dahsyat itu mengeluarkar jilatan api, membakar
namun untung padam dikebut hawa dingin dari
telapak gadis Lembah Es itu. Dan ketika masingmasing sudah menyelamatkan diri dan mereka
yang di atas panggung berkelebatan saling
serang maka api dan embun dingin silih berganti
desak-mendesak membuat tempat itu hingarbingar.
Mereka terbelalak melihat betapa gadis
Lembah Es itu mampu menghadapi lawannya.
Kini gadis itu berkelebatan bagai walet1913
menyambar-nyambar dan benturan secara
langsung dihindari. Ini karena adu tenaga keras
lawan keras dimenangken ketua Pulau Api itu.
Meskipun selisih mereka sedikit namun sinkang
ketua Pulau Api di atas lawannya. Gadis itu
mengandalkan ginkangnya dan menyambar
bagai burung srikatan ia menyergap dan
membalas. Dari kiri dan kanan serta muka
belakang ia menampar bagian-bagian tubuh
lawannya dengan cepat. Hawa dingin
menyambar dari telapaknya yang halus lunak itu.
Akan tetapi ketika hawa dingin ini berubah
menjadi uap beku yang menahan gempurangempuran hawa panas terdengar suara cas-cescas-ces seperti api bertemu air maka para tamu
membelalakkan mata dengan penuh kagum
karena dari tempat sejauh itu mereka merasakan
pula hawa dingin pukulan gadis itu dan enggigil
seperti kena demam. Padahal jarak mereka
dengan gadis itu ada belasan meter!
Akan tetapi yang tak kalah mengagumkan
adalah pukulan-pukulan ketua Pulau Api itu.
Setelah ia sendiri bergerak dan melepas1914
pukulannya maka Giam-lui-ciang menyambarnyambar dengan amat mengerikan. Apa saja
yang berada di dekat situ hangus. Kertas warnawarni dan selendang sutera terbakan, Hiasan
lantai panggung luluh lantak dan kalau saja tak
ada pukulan hawa dingin itu mungkin saja
panggung lui-tai terjilat api yang meledak-ledak.
Sepasang lengan tokoh ini sudah seperti obor
dan apa saja yang tersentuh menjadi terbakar.
Jangankan benda di dekat ketua Pulau Api ini,
sedangkan ujung baju ketua-ketua partai saja
hangus kalau tidak dikebut. Bhong Tek Hosiang
bahkan berseru tertahan ketika rumbai di ujung
toyanya terjilat, cepat menepuk sementara ikat
rambut Kiam Kit Cinjin terkena percikanapi.
Kalau tosu ini tidak cepat mengebut tentu
rambutnya terbakar, salah-salah kepala menjadi
hangus. Maka ketika para ketua partai itu
menjauhkan diri dan menonton dengan hati
tegang, baru kali inilah mereka menyaksikan
pertandingan yang begitudahsyat maka yang
muda-muda tak kalah tercekamnya karena
betapapun mereka takut kalau gadis secantik itu1915
harus roboh dan dijilat api. Betapa sayang tubuh
yang ramping padat itu. Betapa menyesalnya
mereka nanti.
Namun yang dibayangkan tamu-tamu
muda ini tak akan menjadi kenyataan. Mereka
tak tahu bahwa Giam-lui-ciang mendapat
tandingannya yang setimpal, yakni Bu-kek-kang
(Pukulan Tak Berkutub). Pukulan ini tak kalah
dahsyat karena mampu menghadapi Giam-luiciang yang panas berkobar-kobear. Hawa dingin
yang keluar dari pukulan ini benar-benar
meredam hawa panas, terjadi saling gan-mti
antara dingin dan panas menguasai panggung
lui-tai. Tapi ketika lama-lama hawa panas
menindih hawa dingin, ketua Pulau Api
membentak menambah tenaga-nya maka gadis
itu terdesak dan dua kali ia terhuyung ketika
menangkis. Akan tetapi inipun bukan berarti
kekalahan yang cepat dari Wan-siocia itu. Seperti
sudah dikatakan di atas ia sedikit kalah tenaga
dibanding lawannya. Karena itu berkelebatan
mengerahkan ginkangnya iapun menampar dan
menangkis dari samping, menghindar dan1916
mengelak adu keras tapi yang celaka adalah
penonton. Mereka yang berada di belakang gadis
i-ni menjadi sasaran, tiga orang menjerit dan
bergulingan. Pakaian mereka terbakar. Dan
ketika yang lain menjadi terkejut dan semakin
pucat maka pertandingan di atas itu semakin
mendebarkan dan menegangkan, apalagi ketika
ketua Pulau Api membentak dan merobah
gerakannya, maju mundur dengan langkahlangkah aneh yang tadi ditunjukkan muridnya.
Namun gadis bersanggul tinggi itu tak
mau kalah. Melihat lawan mengeluarkan langkah
saktinya iapun menggeser-geser kaki dengan
cepat. Langkah ajaib dibalas langkah ajaib. Dan
ketika para tamu terbelalak mendecak kagum,
dua orang itu sama-sama mempergunakan
langkah kaki yang sama maka mereka yang tak
tahu asal-usul dua orang ini menjadi bingung
siapakah sebenarnya pemilik langkah sakti itu.
Hal ini membuat ketua Pulau Api gusar. la
tiba-tiba berseru keras melangkah cepat, tangan
kiri dan kanan bergantian didorong ke depan.
Lalu ket?ka ia memutar dan mencegat segala1917
langkah gadis itu maka tiba-tiba lawan terkejut
dipapak dari delapan penjuru, tak mungkin
mengelak kecuali menangkis.
"Des-dess!" Gadis ini terhuyung mundur.
Lawan merangsek dan maju lagi dan empat kali
ia memutar lengan. Hawa panas mendorong
hawa dingin. Dan ketika gadis itu menangkis dan
ia mengeluh tertahan maka untuk kedua kali
gadis ini terhuyung. Selanjutnya ketua Pulau Api
melakukan cara yang sama. la mencegat dengan
dorongan-dorongan pukulannya tak memberi
kesempatan gadis itu mengelak. Hal ini
mengakibatkan gadis itu menjadi pucat, adu
tenaga bakal membuat ia terdesak. Dan ketika ia
menjadi marah dan berusaha lolos keluar tibatiba lawan tertawa bergelak melepaskan tujuh
sinar hitam ke bagian depan tubuhnya.
"Plak-plak-plak!" gadis ini menangkis dan
tentu saja marah. Tujuh pelor besi dihantam
pecah, meledak dan berhamburanlah isinya
berupa jarum dan paku-paku beracun. Itulah
senjata rahasia yang dipunyai lawan dan agaknya
kesal tak mampu merobohkan cepat,1918
bertindaklah ketua Pulau Api ini secara curang. Ia
mempergunakan kesempatan ketika gadis itu
terkejut dan mundur menghalau puluhan senjata
rahasia untuk menyelinap ke depan. Tangan
kanannya tahu-tahu menghantam pundak
lawan. Dan karena gadis itu sedang sibuk
menangkis jarum dan paku-paku yang
berhamburan maka ia tak mampu mengelak dan
tubuhnya terpelanting ke belakang, menjerit dan
dikejar dan sebuah pukulan lagi mengenainya.
Bajunya robek hangus. Namun ketika gadis itu
membentak dan mencabut rantai perak yang
melilit pinggangnya maka pipi ketua Pulau Api
kena sabet.
"Plak!"
Bersoraklah penonton yang berpihak
kepada gadis Lembah Es in. Mereka semula
khawatir dan menjadi pucat melihat betapa gadis
itu didesak dan dicurangi. Beberapa di antara
meraka memaki. N?mun ket?ka gadis itu mampu
meloncat bangun dan menyabet dengan rantai
peraknya maka penonton bersorak riuh memuji
gadis ini.1919
Akan tetapi tokoh Pulau Api itu hanya
sebentar terkejut. Pipinya panas dan perih
tergores luka. la marah namun sadar akan
kekeliruannya. Ia terlampau bernafsu mendesak
tanpa ingat perlindungan diri sendiri. Maka
ketika ia maju lagi dan tertawa beringas, ia telah
memukul pundak lawan yang tampak kesakitan
maka di sini ketua Pulau Api itu maju lagi dan
Giam-lui-ciang di tangannya tetap berbahaya
dan mencegat atau memotong jalan keluar gadis
itu untuk selalu menangkis serangannya. Gadis
itu terhuyung dengan rantai perak gemetar di
tangan dan pukulan di pundak benar-benar
mengganggu. Tanpa diketahui seorangpun kulit
pundaknya terbakar. la sudah mengerahkan
sinkang namun bekas pukulan tetap terasa.
Inilah yang membuat gerakannya mulai lamban
dan saat itu lawan kembali melepas tujuh pelor
hitam. Gadis ini tak berani menangkis dan benda
itu meledak di belakang, jarum dan segala isinya
mengenai penonton. Dan ketika orang mulai
memaki dan mengumpat caci ketua Pulau Api itu
maka lemahnya pertahanan gadis ini mulai1920
diterobos. Sedikit tetapi pasti gadis itu terdesak.
Dua kali rantai ikat pinggangnya terpental.
Sekarang orang melihat betapa gadis ini meringis
menahan sakit, berkali-kali mendesis menekan
pundak dan sadarlah tamu-tamu undangan akan
derita gadis ini. Mereka yang bersimpati mulai
bangkit berdiri. ketua Bu-tong dan Hoa-san
mencabut pedang. Dan ketika Giam-lui-ciang
menyambar dan gadis itu menangkis tiba-tiba ia
mencelat dan terpental ke arah Thian-te It-hiap.
"Desss!" gadis itu mengeluh dan senjata
di tangan terlepas. Terlalu lama menahan sakit


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membuat ia tak tahan juga, kulit pundaknya
melepuh dan mencair. Maka ketika ia terlempar
dan mencelat ke arah Thian-te It-hiap maka
Bhong Tek Hosiang dan Kiam Ceng Cinjin
meloncat naik.
"Curang, kau curang!"
Akan tetapi dua orang ini terkejut. Udara
di atas panggung ternyata panas luar biasa
hingga mereka seperti terbakar. Hanya karena
simpati dan tak menyukai kecurangan laki-laki ini
mereka melompat maju, melihat laki-laki itu1921
hendak mengejar dan membunuh lawan. Maka
ketika mereka terpekik oleh udara panas yang
menyengat tubuh, saat itu ketua Pulau Api
membalik dan mendorongkan lengannya ke arah
mereka maka dua orang ini tak mampu berkelit
disambar Giam-lui-ciang.
"Kalianpun curang, berani membokong
orang. Pergilah!"
Dan ketua ini mengelak. Toya di tangan
Blong Tek Hosiang menangkis sementara pedang
di tangan Kiam Ceng Cinjin juga bergerak.
Maksudnya hendak menangkis pukulan yang
terasa amat dahsyat . Tapi ketika mereka
terangkat dan terlempar ke belakang, bukan
main dahsyatnya Giam-lui-ciang di tangan lawan
mereka itu maka dua ketua ini berdebuk dan
terguling-guling dengan toya dan pedang patahpatah, bibir mereka pecah kena kursi sementara
tamu yang tertimpa menjerit dan roboh
bergulingan pula. Bukan main kagetnya k?tua
Bu-tong dan Hoa-san ini. Setelah mereka
berhadapan langsung dan mengetahui
kehebatan lawan maka keduanya menjadi pucat1922
dan melotot. Mereka sudah meloncat bangun
dengan muka merah padam, sebenarnya tak
bermaksud menyerang sungguh-sungguh karena
sekedar mencegah lawan mengejar gadis
Lembah Es itu. Bukan maksud mereka untuk
menyerang secara gelap. Maka ketika keduanya
menjadi marah dan menggigil di situ, kini
bangkitlah niat mereka untuk bertanding
sungguh-sungguh maka mereka mencabut
senjata baru namun tiba-tiba berkesiur angin
dingin dan menyambarlah seorang gadis lain di
atas panggung, cantik jelita dan gagah dan di
sepasang tangannya memegang sepasang roda
terbuat dari es beku!
Semua orang terkejut ketika tanpa
banyak cakap lagi gadis ini menerjang tokoh
Pulau Api. Tangannya bergerak dan roda aneh di
tangannya itu melayang menyambar lawan. Lalu
ketika lawan mengelak dan dikejar terus,
sepasang roda itu bagai sepasang ular hidup
maka bentakan nyaring merdu terdengar di sini,,1923
"Sam-pangcu, kau licik melukai Sumoiku.
Sekarang hadapilah aku dan lihat berapa lama
kau roboh!"
Benda bulat mendesing-desing itu sudah
mengelilingi lawannya tak mungkin dielak lagi.
Tokoh Pulau Api ini terkejut dan menangkis
namun sepasang lengannya terpental. Itulah
gadis berwajah dinginyang senyumnya
mengerikan. Senyum itusedingin es sementara
matanya jarang berkedip. Inilah Thio-siocia atau
Thio Leng sumoi dari Puteri Es, suci atau kakak
seperguruan Wan-siocia dan datang setelah
sumoinya dirobohkan. Kemarahan gadis ini
tampak dari sepasang rodanya yang menyambarnyambar. Itulah Siang-lun-jong-san atau
permainan roda menembus Bukit, ke manapun
lawan bergerak ke situ pula senjata ini mengejar.
Lawan boleh melindungi diri akan tetapi roda es
ini tetap meluncur. Dan ketika tokoh Pulau Api
itu memutar sepasang lengannya bagai payung
melindungi diri, rapat membungkus dan
hujanpun tak akan dapat menyerang masuk
maka roda yang berputar dan kini mengaung-1924
ngaung itu menghantam dan memuncratkan
lelatu api, menerobos dan membuat kewalahan
hingga akhirnya sebuah celah terbuka. Cepat
sekali senjata itu menyambar masuk, meledak
mengenai kepala sam-pangcu ini. Dan ketika lakilaki itu terbanting dan bergulingan maka ia sudah
dikejar dan didesak lagi.
"Di sini kau mampus, kau mencelakai
sumoiku!"
Pucatlah ketua Pulau Api ini. la
bergulingan dan mengelak serta menangkis
sepasang roda es itu akan tetapi lengannya selalu
terpental tak kuat menahan serangan lawan.
Menghadapi gadis ini sesungguhnya ia kalah
setingkat. Thio Leng adalah tokoh nomor dua di
Lembah Es sementara ia orang nomor tiga di
Pulau Api. Maka ketika ia keteter dan datangdatang gadis itu menyerangnya tanpa banyak
cakap lagi maka di awal pertandingan ia sudah
terdesak hebat dan sepasang lengannya yang
tadinya kemerah-merahan itu sekarang mulai
putih terkena sambaran hawa dingin yang keluar
dari serangan gadis itu.1925
Akan tetapi sebuah bentakan tiba-tiba
terdenger. Sesosok bayangan menyambar ke
atas dan seorang laki-laki pertubuh sedang
namun tegap memasuki arena pertandingan.
Lehernya dililit rantai hitam seperti akar bahar,
menghantam gadis ini tanpa banyak cakap
seperti tadi gadis itu menyerang lawannya. Dan
ketika sinar merah menyambar gadis itu disusul
hawa panas membakar panggung, mendorong
hawa dingin maka gadis ini terkejut dan
membalik dan secepat kilat roda es di tangannya
itu menangkis.
"Prat-prat!" Satu di antara dua roda
terpental dan gadis ini melempar tubuh ketika
laki-laki itu masih menyambar meneruskan
gerakannya. Ia terpaksa membanting tubuh
menyendal sepasang rodanya ketika sepasang
cahaya api mengejarnya, berjungkir balik dan
turun dengan wajah berapi-api melihat
pendatang baru ini. Dan ketika di sans Sampangcu dari Pulau Api itu meloncat bangun
tertawa girang, laki-laki kedua itu berdiri dengan
mata mencorong maka orangpun melihat betapa1926
lengan laki-laki ini merah marong bagai obor
terbakar.
"Suheng!" Tamu undangan terbelalak.
Kiranya yang datang adalah tokoh Pulau Api pula,
Sam-pangcu itu berkelebat di dekat suhengnya
dan memandang gadis bermata dingin itu. Inilah
Bu Kok atau tokoh kedua Pulau Api, tandingan
atau lawan setimpal gadis Lembah Es itu. Dan
ketika Sam-pangcu berseri-seri sementara gadis
itu merah padam berapi-api, alisnya dinaikkan
tanda kemarahan yang sangat maka gadis ini
membentak apakah orang hendak
mengeroyoknya.
"Kau datang di sini, bagus. Sudah kuduga
kalian orang-orang Pulau Api hendak mengail di
air keruh, ji-pangcu. Kalau kau hendak
mengeroyokku majulah, aku tidak takut!"
"Hm, kaupun meninggalkan sarangmu.
Kau tiba-tiba di sini dan aneh sekali tertarik
kepade segala urusan dunia luar, Thio-siocia. Apa
maksudmu dan untuk apa pula kau ke sini."
Aku memantau gerakan kalian yang
keluar sarang. Aku melihat kalian orang-orang1927
Pulau Api hendak menguasai dan menggerakkan
orang-orang kang-ouw menyerbu Lembah Es!"
"Ha-heh-heh, kau tahu segala gerak-gerik
kami. Hm, tak perlu kami sangkal bahwa kami
ingin menggerakkan orang-orang kang-ouw
menyerbu Lembah Es. Kau dan majikanmu
terlalu sombong, Thio-siocia, merasa menang
sendiri. Kami ingin menghancurkan kalian dan
menghadiahkan kalian kepada orang-orang
kang-ouw yang membantu kami!"
Bertepuk-riuhlah sebagian tamu
undangan mendengar ini. Setelah mereka tahu
bahwa penghuni Lembah Es kiranya adalah
gadis-gedis cantik sedemikian rupa maka tentu
saja merekapun tertarik dan bergairah. Para
tamu muda yang merupakan kelompok hidung
belang dan doyan paras cantik tiba-tiba tentu
saja menyambut baik kata-kata ketua Pulau Api
itu. Mereka bersorak. Akan tetapi ketika gadis itu
membentak dan menudingkan telunjuknya maka
Bhong Tek Hosiang dan ketua-ketua partai lain
yang tentu saju bukan tergolong anak-anak
muda haus berahi mengangguk-angguk.1928
"Kalian orang-orang Pulau Api memang
kasar-kasar dan bernaluri rendah. Kami orangorang Lembah Es bukan wanita yang gampang
kau robohkan, ji-pang-Cu . Kalau kami kalah
maka kalian hanya akan mendapatkan mayat
kami. Lembah Es tak boleh dihina, kami bukan
boneka!"
"Heh-heh, tak apa. Biarlah sekarang
kutanya para tamu undangan apakah mereka tak
mau mendapat hadiah gadis-gadis cantik
Lembah Es. Hei....!" ji-pangcu itu berseru,
memandang ke bawah. "Apakah kalian tak mau
membantu kami kalau hadiahnya gadis-gadis
seperti ini, cuwi-enghiong. Lembah Es terdiri dari
Wanita-wanita sombong dan kita sebagai lakilaki harus menundukkannya. Jawab apakah
kalian tak ingin menikmati wanita semacam ini
kalau kuajak menyerbu Lembah Es!"'
Akan tetapi gadis di atas panggung itu
tiba-tiba berkelebat. Ia begitu marah dihina
seperti itu, tanpa banyak cakap lagi menerjang
dan memotong omongan orang. Namun ketika jipangcu dari Pulau Api itu mengelak dan1929
menangkis maka dua sinar putih dan merah
meledak menggetarkan lantai panggung.
"Dukk!" Dua-duanya terdorong. Dari sini
dapat dilihat betapa mereka miliki kekuatan
berimbang namun sam-pangcu tiba-tiba
membentak. Tanpa banyak cakap ia menyerang
gadis itu. Lalu ketika suhengnya tertawa dan
menyambar gadis ini pula maka gadis itu
memutar tubuh menangkis ke kiri kanan.
"Duk-dukk!" Bersoraklah tamu undangan
muda. Mereka yang hidung belang sudah
terbakar kata-kata ji-pangcu dari Pulau Api itu
untuk mendapatkan hadiahnya. Bayangan
mereka sudah dipenuhi nafsu cabul. Maka ketika
gadis itu terhuyung dan marah serta melotot
tiba-tiba ia menggerakkan lagi sepasang roda
esnya namun tiba-tiba roda es itu tertahan di
udara dan Thian te It-hiap muncul di situ,
menangkap atau menahan benda inl.
"Hm!" suaranya terdengar penuh wibawa
dan menggetarkan semua orang. "Tempat ini
adalah tempatku, sam-wi-enghiong Kalau kalian
hendak bertempur maka minta ijin dulu1930
kepadaku. Kalian tak tahu hormat, akulah tuan
rumah dan kalian tamu liar. Kau...!" kakek itu
menuding ji-pangcu. "Sekali lihat orang akan
tahu bagaimana sepak terjangmu, ji-pangcu.
Kalian orang-orang Pulau Api memang tidak
punya aturan. Kau dan sutemu ini sama saja,
sama-sama curang. Aku membela gadis ini dan
sekaranglah saatnya aku menunjukkan
kepandaian. Kalian majulah dan keroyok aku,
atau kalian berlutut dan cepat minta ampun atau
justeru aku dan para cuwi-enghiong di sini
meluruk ke tempat kalian dan menghancurkan
Pulau Api!"
Ji-pangcu Pulau Api itu terkejut. Ia
berhadapan dengan seorang kakek yang
matanya berkilat meneorong bagai mata seekor
naga sakti. Ia telah mengerahkan sinkang untuk
melawan pandang mata ini namun tetap saja tak
kuat. la merasa pedih, sepasang matanya
terbakar. Dan ketika ia menunduk dan
menggeleng membuang pengaruh tatapan mata
itu maka ji-pangcu ini kaget sekali karena dari
pandang mata itu saja ia maklum bahwa ia1931
berhadapan dengan seorang yang memiliki
kesaktian tinggi, tenaga batin yang amat kuat
juga sinkang (tenaga sakti) yang amat luar biasa!
"Hm, kau tua bangka banyak mencari
perkara. Kalau kau membela gadis ini tentu
karena rasa tertarik kepada kecantikannya,
Thian-te lt-hiap. Heran bahwa kau seorang
kakek-kakek masih juga tergiur seperti anak
muda. Kami dari Pulau Api tidak takut, memang
datang secara diam-diam untuk merebut
kedudukan bengcu. Nah, kau majulah dan jangan


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bicara macam-macam. Gadis seperti ini tak
mungkin sudi kau dekati!"
Para tamu tertawa, akan tetapi orangorang seperti Bhong Tek Hosiang dan kawankawan tentu saja menunjukkan sikap serUs.
Mereka tak tertawa mendengar ejekan tokoh
Pulau Api itu bahkan merasa muak. Dari sepak
terjang dan tindak-tanduk orang-orang ini
maklumlah mereka bahwa orang-orang Pulau
Api memang kasar dan berwatak curang. Sekali
lihat segera mereka tahu mana baik mana buruk,
mana yang perlu dibela dan mana yang harus1932
dilawan. Tapi melihat betapa lihainya orangorang Pulau Api itu dan betapa dua di antara
mereka terpental keluar panggung, dahsyatnya
Giam-lui-ciang telah dirasakan Bhong Tek
Hosiang dan Kiam Ceng Cinjin maka para ketua
partai yang lain maklum bahwa berhadapan
dengan tokoh-tokoh Pulau Api ini memang
berbahaya. Akan tetapi majunya Thian-te It-hiap
membawa harapan. Kakek itu telah melepaskan
roda es milik gedis itu dan maju ke depan,
melindungi gadis ini atau mungkin agar gadis itu
mundur dahulu. Thio Leng atau sumoi Puteri Es
ini memang masih terbakar, mukanya merah
padam. Namun karena kakek itu membela dan
kata-katanya lebih banyak ditujukan kepada
tokoh-tokoh Pulau Api itu,ji-pangcu dan Sampangcu maka iapun diam tak bergerak akan
tetapi sepasang matanya tetap bersinar-sinar
menahan marah memandang dua lawannya itu.
Dan kakek inipun tiba-tiba mendorongnya.
"Mundurlah," gadis itu mencoba
bertahan namun gagal, tetap terdorong.
"Mereka telah memutuskan nasibnya sendiri,1933
nona . Aku akan memberi pelajsran dan bawa
pedangku ini."
Kakek itu menyerahkan pedang dan
sebagai gantinya ia memegang tongkat di
tangan. Tongkat inilah yang tadi disodorkan sampangcu dari Pulau Api namun keburu dicegah
Wan-siocia dari Lembah Es itu. Gadis inipun tibatiba berkelebat dan muncul di atas panggung, ia
telah sehat dan pulih kembali. Dan ketika sang
enci heran dan terkejut dijawil lengannya, diajak
mundur maka dua gadis ini meloncat turun dan
di bawah panggung Wan-siocia itu berbisik-bisik.
Sang cici terbelalak dan melebarkan mata. Hoa
Siu, cucu Thian-te It-hiap tiba-tiba maju dan
memberi hormat, sikapnya merunduk dan
tampak ketakutan, atau segan. Dan ketika tiga
gadis itu saling berbisik-bisik namun tak ada yang
memperhatikan mereka maka di atas panggung,
menyodorkan tongkatnya kakek itu berkata lagi,
"Keras atau ringan aku melayani
kehendak kalian. Nah, sebelum mulai marilah
kita kencangkan otot main-main dengan tongkat
ini. Aku akan memegangnya dan kalian menarik.1934
Kalau tongkat ini terampas biarlah aku mengaku
kalah, pertandingan tak usah dilanjutkan."
Dua ketua itu menjadi merah. Sampangcu memandang suhengnya sementara sang
suheng memandang kakek ini. Lagi-lagi mereka
beradu pandang akan tetapi lagi-lagi ji-pangcu
Pulau Api ini merasa panas. la merasa matanya
pedih. Sepasang mata kakek itu demikian
tajamnya hingga iapun tak kuat menentang.
makin ditentang semakin pedih, air matanya
keluar! Dan ketika laki-laki itu menjadi kaget dan
gusar serta penasaran akhirnya memandang
tongkat itu mendadak ia pun menyambar dan
membentak.
"Baik, aku akan merampas dan lihat
seberapa lama kau tahan!"
Kelima jari ji-pangcu itu sudah
mencengkeram dan tongkatpun ditarik, bukan
sembarang ditarik melainkan tentu saja dengan
pengerahan sinkang. Lengan ketua Pulau Api ini
merah marong, cepat sekali ia mengerahkan
Giam-lui-kangnya dan ingin sekali renggut
tongkat terampas.1935
Tapi ketika dengan tenangnya kakek itu
menjepit tanpa banyak bergerak, betotan atau
tarikan lawannya terasa kurang, maka laki-laki
itupun menyalurkan Giam- lui-kangnya hingga
tongkat seketika terbakar dan merah bagai bara!
"Lepaskan!" Akan tetapi sia-sia. Tongkat
itu terbakar namun di tengah jalan tiba-tibe
meredup. Bagian gagang yang dijepit kakek ini
mengeluarkan uap dingin, uap ini melawan hawa
panas dan tiba-tiba sekejap kemudian tongkat itu
pulih kembali. Tongkat yang menjadi bara lenyap
panasnya, menjadi tongkat biasa lagi. Dan ketika
tokoh Pulau Api itu terkejut dan membentak lagi
maka ia menambah tenaganya dan tongkat kali
ini menjadi api!
Akan tetapi kakek itu meniup. Seperti
orang meniup kayu bakar maka apipun padam.
Hal ini membuat penasaran ji-pangcu itu dan
kembali laki-laki ini membentak. Ia marah sekali.
Dan ketika tongkat kembali menyala dan
berkobar menjilat-jilat maka lagi-lagi kakek itu
meniup dan apipun padam. Hal ini terjadi tiga kali
berturut-turut dan ji-pangcu Pulau Api itu1936
terkejut. la telah mengerahkan Giam-lui-kangnya
sepenuh bagian. Dan ketika ia terbelalak dan
menggerakkan tangannya yang lain maka kini ia
mencengkeram tongkat dengan kesepuluh jari
dan sambil berseru keras ia menarik
mengerahkan sinkangnya.
"Lepaskan!" Namun kakek itu tak
bergeming. disentak dan ditarik sekuat apapun
tongkat tetap dijepit tenang. Kini hawa panas tak
mempengaruhi lagi, uap dingin membekukan
tongkat hingga sekarang ketua Pulau Api tak
mampu membakarnya lagi. Dan ketika ketua itu
menarik dan tetap gagal tiba-tiba badan tongkat
yang dipegang begitu dingin menembus hawa
panas yang disalurkan lewat kesepuluh jarinya,
menyengat dan membuat laki-laki itu menjerit.
"Aughhh!" Sang pangcu melepaskan
tongkatnya. la terbelalak memandang kakek itu
dan nampak pucat. Hawa dingin menembus
telapaknya menusuk tulang sumsum. Kalau ia tak
cepat-cepat melepaskan tongkat itu tentu jarinya
akan menjadi kaku, bahkan mungkin sekujur
tubuhnya menjadi Es. Maka ketika ia terbelalak1937
dan ngeri memandang kakek ini, bukan Bu-kekkang yang dirasa melainkan sinkang dingin yang
seakan pernah dikenalnya maka ia terbelalak dan
gentar memandang kakek itu, mengingat-ingat.
"Kau. , kau siapa!"
Aku Thian-te It-hiap. Maju dan coba
kembali kalau bisa, ji-pangcu, bersama
saudaramu kalau masih penasaran."
Laki-laki ini marah. Dalam adu tenaga tadi
tiba-tiba ia seakan mengenal siapa kakek ini.
Akan tetapi karena wajah ini pertama kali ini
dilihat dan iapun bingung maka tiba-tiba ia
membentak sutenya agar maju membantu.
"Tua bangka ini sombong, bantu aku dan
kita rampas tongkatnya!"
Sam-pangcu dari Pulau Api mengangguk.
Sejak ia melihat suhengnya berkutat diam-diam
pria ini heran juga. Giam-lui-kang yang
dikerahkan suhengnya tidak main-main. Warna
terbakar yang ada di lengan suhengnya itu
menjadi bukti. Akan tetapi ketika suhengnya
berteriak dan malah melepaskan tongkat,
kedinginan maka ia menjadi penasara dan ingin1938
mencoba pula. Dan dua tokoh Pulau Api ini
bergerak dan tiba-tiba mencengkeram dan
menarik tongkat
"Satukan tenagema, hup!"
Lucu melihat ini. Dua orang-orang lihai
menggabungkan kekuatan merampas tongkat
dari seorang kakek tua, padahal kakek itu henya
menjepit dengan jari telunjuk dan jari tengahnya.
Dan ketika keduanya mengerahkan Giam-luikang dan tongkat terbakar mengeluarkan api
maka kakek itu tampak sedikit tegang dan
tongkat tiba-tiba tertarik, sang kakek terbawa
maju.
"Ayo. . ayo tarik!"
Para undangan terbelalak. Mereka
melihat kejadian mendebarkan dari adu tenaga
ini, Kalau kakek itu sampai melepaskan
tongkatnya maka kalahlah dia. Selanjutnya
mungkin pibu dipimpin orang orang Pulau Api .
Tiba-tiba ada rasa tak rela kalau kakek itu kalah.
Thian-te It-hiap harus menang! Maka ketika
Bhong Tek Hosiang dan kawan-kawan bangkit
berdiri berseru dan bertepuk tengan maka di1939
pihsk lainpun para tamu yang berpihak orangorang Pulau Api itu berdiri pula, menandingi dan
ikut berteriak-teriak.
"Tarik.. . tarik. Robohkan tua bangka itu,
ji-pangcu. Rebut tongkatnya dan kalahkan dia!"
"Tidak, pertahankan, Thian-te It-hiap.
Tarik dan pertahankan tongkat!"
(Bersambung jilid XXXII.)
Credit:
Sumber Buku Gunawan Aj
Kontributor Awie Dermawan
Edit OCR Yons
First in share Kolektor Ebook
Putri Es Jilid 31-Batara1940
"PUTRI ES"
( Lanjutan Rajawali Merah )
Karya Batara
Jilid XXXII
* * * SUASANA menjadi gaduh. Mereka yang
berpihak pada jago masing-masing tiba-tiba
bersorak dan saling memberi aba-aba. Bhong Tek
Hosiang dan kawan-kawan tegang, mereka
berdiri dan mengepal tinju dengan mata
terbelalak. Urat di wajah menonjol besar. Namun
ketika Thian-te It-hiap membentak menarik
tongkat tiba-tiba dua ketua Pulau Api itu
terbawa.
"Heii...!"
"Awas..!"
Dua ketua terkejut. Dalam saat girang
merasakan kemenangan mendadak mereka
tertarik tenaga dahsyat ke arah kakek itu. Bukan
hanya sekedar tenaga dahsyat melainkan juga1941
hawa dingin menerjang tongkat. Benda yang
semula merah marong terbakar tenaga panas
mendadak redup diserang hawa dingin. Itulah
tenaga yang keluar dari telunjuk dan jari tengah
Thian-te It-hiap, uap beku yang menghancurkan
hawa panas di mana tongkat tiba-tiba menjadi
dingin. Begitu dingin hingga telapak mereka
menjadi kaku. Dan ketika mereka terkejut
melihat ini maka saat itulah lawan menarik dan
mereka terbawa ke depan! Dua ketua Pulau Api
ini sudah mencoba mempertahankan diri akan
tetapi gagal. Telapak mereka yang dingin
mencengkeram tongkat bisa mati syarafnya
kalau diteruskan, apa boleh buat keduanya
berseru keras melepaskan tongkat. Dan ketika
keduanya terhuyung dan pucat membelalakkan
mata maka Bhong Tek Hosiang dan kawan-kawan
bertep?uk riuh. Thian-te It-hiap menang!
"Ji-pangcu kalah, Thian-te lt-hiap
unggul!"
"Benar , Thian-te It-hiap unggul. pangcu
kalah!"1942
Tertegunlah orang-orang yang
menjagokan Pulau Api. Mereka kecewa kenapa
dua ketua itu melepaskan tongkat. Mereka tak
tahu betape urat dan syaraf dua ketua itu mati
kedinginan beberapa detik. Kalau ini masih
diteruskan bukan tidak mungkin kedua lengan
dua tokoh itu beku, salah-salah mereka menjadi
manusia es dan jantung berhenti berdetik! Maka
ketika itulah cara menyelamatkan diri namun
pihak suporter tak mau tahu, mereka kecewa
terhadap jagoan mereka dan ada beberapa di
antaranya mengumpat dan mencaci-maki!
Merahlah wajah dua orang ini. Dalam adu
tenaga tadi maklumlah mereka bahwa lawan
benar-benar hebat. Thian-te lt hiap bukan nama
kosong. Tapi karena mereka masih penasaran
dan pertandingan tadi bersifat uji-coba,
sekarangiah harus bertanding sungguh-sungguh
maka ji-pang cu meloloskan rantai di lehernya
dan benda itu menegang ketika ji-pangcu


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membentak dan meluruskan benda bagai
tombak pendek.1943
"Thian-te lt-hiap, kami belum kalah.
Sekarang kami maju berdua dan keluarkan ilmu
silatmu!"
"Benar, dan aku juga akan mencoba- coba
ilmumu , Thian-te It-hiap. Keluarkan ilmu
pedangmu Giam-lo Kiam-sut dan hadapilah ilmu
silat kami dari Pulau Api!" Sam pangcu bergerak
dan dengan cerdik laki-laki ini minta agar tuan
rumah mengeluarkan warisan Hu Beng Kui.
Dengan sinkang yang amat dingin dan mampu
menghancurkan Giam-lui-kang tokoh Pulau Api
ini menjadi ngeri dan gentar. ltulah sebabnya dia
minta agar lawan mengeluarkan silat pedangnya,
mainkan warisan Hu Beng Kui dan mungkin
dengan ini mereka mencapai kemenangan. Dan
ketika kakek itu menghindar dan maju mundur
dengan cepat maka mereka sudah menyerang
dengan amat hebatnya dan sekaligus dua ketua
Pulau Api mainkan silat sakti dari Jit-cap-ji-pohkun itu, ilmu langkah ciptaan Hwe-sin (Malaikat
Api).
Bertepuk-riuhlah pendukung Pulau Api.
Begitu dua ketua maju dengan cepat mendesak1944
Thian-te lt-hiap, membuat kakek itu sibuk
mengelak sana-sini maka mereka bersorak.
Timbullah harapan kali ini jagoan menang. Dan
karena Thian-te It-hiap tampak sibuk mengelak
sana-sini dan tongkatnya digempur dari segala
penjuru maka kakek itu tampaknya kewalahan
dan Bhong Tek Hosiang serta kawan-kawan
menjadi khawatir.
"Thian-te It-hiap, pergunakan
pedangmu!"
"Benar, mainkan Giam-lo Kiam-sut
warisan Hu-taihiap!"
Kakek ini mengangguk. Dikejar dan di
cecar pukulan bertubi kakek itu masih mampu
mengelak. Orang menjadi kagum menyaksikan
langkah kaki dua ketua yang begitu cepat dan
hebatnya. Kemanapun lawan mundur di situlah
mereka tahu-tahu mengejar, dekat dan melepas
pukulan akan tetapi kakek ini selalu menghindar.
Entah kenapa dia tak menangkis, mungkin
karena belum mendapatkan pedangnya itu.
senjata yang tadi diberikan gadis Lembah Es dan
kini kakek itu maju mundur menghindari1945
sergapan lawan. Seperti bayangan saja kakek
inipun mampu menghindar semua langkahlangkah sakti itu.
Namun ketika terdengar teriakan agar dia
mempergunakan pedang, atau lebih tepat
melayani lawan dengan ilmu ciptaan Hu Beng Kui
maka kakek ini mengangguk dan rupanya untuk
menyenangkan penonton iapun tiba-tiba
melempar tongkat kepada gadis baju putih itu.
"Nona, berikan pedangku, simpanlah
tongkat ini!"
Gadis Lembah Es menangkap. la masih
bersama Hoa-siocia dan saudaranya itu,
menonton pertandingan dari pinggir dan
anehnya berseri-seri. Wajahnya tak
menunjukkan kecemasan seperti Bhong Tek
Hosiang dan kawan-kawan, bahkan ia tertawa
ketika melontarkan pedang kepada kakek itu.
Dan ketika ia berseru agar kakek itu tak perlu
membuang-buang waktu, cepat saja lawanlawannya dirobohkan maka Thian-te It-hiap
tersenyum dan mengangguk.1946
"Orang-orang sombong itu tak perlu
diberi hati. Sikat saja dan robohkan mereka!"
"Tenanglah, bertanding dengan cepat
merobohkan musuh tak enak bagi penonton,
nona, tak ada hiburan kalau begitu. Biarkanlah
aku main-main sejenak setelah itu merobohkan
mereka!"
Membentaklah dua tokoh Pulau Api itu.
Lawan telah mendapatkan pedangnya dan
merekapun gencar melancarkan pukulanpukulan cepat. Kaki yang bergeser maju mundur
diiringi pukulan panas menyambar, kian lama
kian dahsyat hingga lengan tokoh-tokoh itu
merah seperti bara. Namun ketika si kakek
mengibaskan pedangnya dan hawa dingin
menyambar maka dua ketua itu terhuyung dan
hawa panas buyar.
"Keluarkan Giam-lo Kiam-sutmu,
robohkan kami!"
"Hm..tak usah bercuap-cuap. Kalian
berdua tahan dulu kibasan pedangku, ji pangcu,
baru setelah itu kalian merasakan kelihaian
Giam-lo Kiam-sut!"1947
Dua orang itu bergerak silih berganti. Jipangcu rupanya gentar berhadapan dengan
kesiur dingin dan minta agar adiknya menyerang
dari samping. la sendiri bergerak dari kanan akan
tetapi karena Thian-te It-hiap selalu memutar
tubuh maka pukulannyapun dipapak, membuat
ia mundur dan di sana adiknya maju menampar.
Namun karena kakek ini kembali memutar dan
berdepan menghadapi musuhnya maka kibasan
pedang membuat lawan menjauh dan begitulah
dalam jurus-jurus permulaan ini Thian-te It-hiap
bersifat menghalau. Dua ketua gemas. Akhirnya
sang suheng memberi aba-aba dan muncullah
Hwe-ci (Jari Api) itu. Telunjuk menuding dan
apipun menyambar. Thian-te It-hiap mengelak
dan jari api menyambar belakang, meledak dan
membuat tamu terkejut karena percikan lidah
api mengenai mereka pula. Namun ketika kakek
itu berseru dan menyilangkan pedangnya dua
kali di atas perut maka Hwe-ci terpental dan
apinya membalik menyambar dua laki-laki itu
sendiri.1948
"Crit-plak!" Sang ketua terhuyung dan
menangkis dengan marah. Mereka menerjang
lagi dan tangan kiri melepas Giam-luiciang,tangan kanan tetap dengan Hwe-ci namun
gerakan pedang menghalau semua itu. Dan
ketika keduanya menjadi marah dan kaget serta
penasaran maka dua ketua ini menyimpan Hweci mereka untuk sepenuhnya melakukan
pukulan-pukulan Petir Neraka.
"Bunuh kakek ini, robohkan dia!"
Thian-te It-hiap tertawa pendek. Lawan
yang menjadi kalap sudah melancarkan pukulan
nekat. Dua pasang tangan menyambar dari muka
belakang melepas pukulan api. Ledakan disusul
kepulan uap merah, panggung berderak dan satu
di antara empat tiangnya roboh. Akan tetapi
ketika kakek itu berseru keras berkelebat ke
depan tiba-tiba tubuhnya lenyap ditelan
gulungan sinar pedang yang maju ke depan,
dahsyat bagai pusaran air bah.
"Sing-bret-plak!" Sam-pangcu berteriak
dan terpelanting jatuh. la yang nmenerjang ke
depan tiba-tiba bertemu gundukan cahaya putih,1949
kuat berbahaya dan menerjang pukulannya
hingga membuat ia terkejut. Dan ketika dari
gundukan itu mencuat sinar panjang membelah
kepalanya, ia kaget bukan main maka ia
melempar tubuh bergulingan akan tetapi kalah
cepat dan baju pundakpun robek, dikejar dan
menampar tapi lengan bajunya malah terbabat.
Dan ketika ia keluar panggung saking gugup dan
pucatnya maka sang suhengpun tak jauh
berbeda karena tokoh nomor dua dari Pulau Api
itu menjerit, rantai hitamnya bertemu gundukan
pedang dan putus menjadi dua, tidak berhenti di
sini karena sinar panjang menuju kepalanya.
Itulah giam-lo Kiam-sut yang amat ganas dan kini
dikeluarkan Thian-te It-hiap untuk memenuhi
keinginan lawan. Dan ketika ji pangcu terpaksa
melempar tubuh bergulingan menjauhkan diri
maka ia terlempar ke tempat kosong dan.... jatuh
di luar panggung lui-tai. Riuhlah tepuk tangan
Bhong Tek Ho-siang dan kawan-kawan. Kiam Kit
Cinjin dan Kiam Ceng Cinjin yang sama-sama ahli
pedang dari Khong-tong dan Hoa-san pai
membelalakkan mata lebar-lebar. Sekaranglah1950
mereka melihat Thian-te It-hiap benar-benar
mengeluarkan segenap kepandaian bermain
pedangnya. Sekali pedang itu lenyap
membungkus tubuh maka selanjutnya pedang
berobah menjadi gundukan sinar maut. Hal ini
mengingatkan kepada Hu Beng Kui namun Thiante lt-hiap ini terasa lebih hebat lagi. Tokoh itu
lenyap di balik gulungan sinar pedangnya
menerjang dengan cara berpusing dan memutar,
maju bagai gulungan air bah saja sehingga
siapapun tak mampu menahan. Mereka sendiri
sebagai ahli-ahli pedang merasa ngeri dan pucat.
Siapapun tak bakal mampu menahan majunya
gulungan sinar pedang itu, bahkan tidak juga
tokoh-tokoh Pulau Api itu. Maka ketika mereka
menjadi kagum dan tak sadar bertepuk tangan
maka pekik gegap-gempita mengiringi pujian
serta seruan di sana-sini.
Dua tokoh Pulau Api itu meloncat
bangun. Di sana JI-pangcu terbelalak dengan
muka pucat, rantai hitamnya yang tinggal
separoh dipandang seakan tak percaya.
Sementara sutenya, sam-pangcu Pulau Api lebih1951
lagi. Lengan baju dan baju pundak yang terbabat
membuat semangatnya terbang melayang. Kalau
ia tidak cepat melempar tubuh bukan tidak
mungkin nyawanya yang terbang. Demikian
ganas dan dahsyatnya gulungan sinar pedang itu.
Namun karena ada sesuatu yang jauh lebih
mengerikan daripada itu, yakni sesuatu yang
tidak dilihat dan dirasa orang lain ketika di balik
gulungan sinar pedang menyambar hawa dingin
membekukan tulang maka mereka teringat
sesuatu dan ji-pangcu berbisik kepada sutenya.
"Ping-im-kang (Pukulan Inti Es)!"
Sang sute mengangguk. Memang inilah
yang dirasa mereka dan inilah yang membuat
gentar. Mereka teringat seseorang dan
memandang kakek di atas panggung itu dengan
mata melotot. Thian-te It-hiap sudah berdiri lagi
di panggung lui-tai sementara pedangnya lenyap
entah ke mana. Kakek ini tersenyum-senyum
memandang mereka, dingin. Dan ketika tiba-tiba
dua orang itu membalik dan ji-pangcu berteriak
kecewa sekonyong-konyong ia menimpukkan1952
sisa senjatanya dan berkelebat meninggalkan
pertempuran.
"Thian-te It-hiap, kau mengingatkan kami
akan seseorang!"
Rantai hitam menyambar dengan amat
kuatnya. Sang ji-pangcu mengerahkan tenaganya
hingga rantai itu berkobar, tidak lagi hitam
melainkan merah. Di tangan ketua Pulau Api ini
benda itu telah berobah menjadi bara besi,
menyambar dengan kecepatan luar biasa dan
ketika melayang di depan hidung Kiam Kit Cinjin.
Ujung hidung mengeluarkan suara " ces' ketua
Khong-tong ini terbakar. Dan ketika tosu ini
menjerit membuang kepala maka benda ini terus
meluncur dan menyambar Thian-te It-hiap.
Akan tetapi kakek di atas panggung itu
tak mengelak. la juga tak mencabut pedangnya
ataupun menangkis, justeru benda ini ditangkap
dan diterima tangan kanannya. Dan ketika orang
terbelalak melihat benda itu masih menyala di
tangan tuan rumah, digerakkan dan tiba-tiba
membalik menyambar pemiliknya maka
terdengar suara orang jatuh dan jeritan ketika1953
tengkuk ji-pangcu tersambit telak. Leher
belakang tokoh Pulau Api itu luka terbakar,
sejenak rantai membelit dan membuat ia
mendelik. Besi panas itu melepuhkan kulitnya.
Namun ketika ia menarik dan membuang benda
itu maka meloncatlah ia dan lari menghilang di
kegelapan. Gemparlah semua tamu undangan.
sekarang mereka melihat kelihaian Thian-te Ithiap ini, siapapun tak perlu ragu. Dan ketika
Bhong Tek Hosiang dan Kiam Kit Cinjin serta Kiam
Ceng dan ketua-ketua Kun-lun dan Bu-tong serta
Siau-hun naik ke atas panggung, menjura dan
memberi hormat maka serentak mereka berseru
bahwa Thian-te It-hiap mereka akui sebagai
bengcu.
"Kami menyerah tanpa bertanding. Kami
mengakui diri kami yang bukan apa-apa. Kami
setuju kau menjadi bengcu, Thian-te It-hiap.
Kami sedia menjadi pembantumu dan biarlah
hari ini kau resmi memimpin dunia persilatan!"
Bersoraklah tamu yang lain sementara


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pendukung Pulau Api menghilang satu persatu.
Begitu melihat Bhong Tek Hosiang dan ketua-1954
ketua lain mengangkat Thian- te It-hiap habislah
harapan mereka memenuhi keinginan. Mana
mungkin mendapatkan gadis-gadis Lembah Es
kalau tokoh-tokoh Pulau Api dikalahkan Thian-te
It-hiap. Maka ketika mereka ini menghilang
meninggalkan tempat itu maka Bhong Tek osiang
dan kawan-kawan tak habis kagumnya memuji
tuan rumah. Malam itu Thian-te It-hiap dikenal
siapapun. la benar-benar menjadi tokoh yang
dikagumi tapi kakek ini biasa-biasa saja. Tak ada
kesan-kesan sombong atau tinggi hati, hal yang
membuat para ketua partai semakin hormat dan
menunduk. Dan ketika kakek itu berkata bahwa
kedudukannya hanya tiga bulan saja, atau
mungkin kurang maka melengaklah Bhong Tek
Hosiang dan kawan-kawan mendengar
kesungguhan kakek ini.
"Terima kasih kalau cuwi-enghiong mau
mengangkatku sebagai bengcu. Tapi ingat,
kedudukan ini hanya kupegang paling lama tiga
bulan saja, setelah itu aku mengundurkan diri.
Baiklah kukatakan di sini secara terus terang
bahwa kedudukanku hanyalah kugunakan untuk1955
meminjam kalian ke Pulau Api. Tak perlu
kusangkal bahwa cuwi kukumpulkan untuk
serbuan ke sana, dan karena cuwi sudah melihat
betapa busuk dan curangnya orang-orang itu
maka aku ingin menggerakkan cuwi
menghancurkan mereka, sebelum mereka
mendahului dan menjajah cuwi."
Mengangguk-angguklah semua orang.
Kini mereka mengerti bahwa sesungguhnya
Thian-te It-hiap adalah sosok seorang pendekar.
Kalau ia hendak mengangkat diri sebagai bengcu
bukanlah karena kesombongannya melainkan
semata melihat bahaya di depan. Sekarang
mereka tahu betapa hebatnya orang-orang Pulau
Api itu. Kalau tak ada kakek ini terus terang saja
mereka tak mungkin menandingi. Tak ada yang
tahan menghadapi Giam-lui ciang itu. Betapa
dahsyatnya mereka.
Dan karena semua sudah melihat
keganasan orang-orang itu, juga kelicikan dan
kecurangan mereka maka sadarlah mereka
bahwa kalau tadi Thian-te It-hiap tak
mengalahkan musuh tentu mereka sudah di1956
bawah kekuasaan orang-orang Pulau Api dan
betapa ngerinya kalau digerakkan dan
dipergunakan untuk menyerang orang lain,
Lembah Es misalnya!
"Hm , pinceng ingin bertanya," Bhong Tek
Hosiang maju dan tiba-tiba berkata. Siapa
mereka dan Lembah Es itu, bengcu. Bolehkah
kami mendengar barang sedikit".
Thian-te It-hiap tersenyum. Ia telah
disebut bengcu (pemimpin) dan yang lain
mengangguk. Kebetulan pula dua gadis cantik
jelita ada di situ, mendampingi atau berdiri
bersebelahan dengan cucu kakek ini, Hoa-siocia.
Maka ketika kakek itu mengangguk dan
memandang dua gadis ini segera dia menjawab
singkat,
"Lembah Es adalah keturunan Dinasti
Han, semuanya merupakan gadis-gadis gagah
perkasa seperti yang cuwi lihat di situ. Sedang
orang-orang Pulau Api adalah bekas keturunan
pangeran pemberontak dari dinasti itu yang
terbuang dan tinggal di Pulau Api. Mereka musuh
bebuyutan, tapi orang-orang Pulau Api lebih1957
banyak melakukan serbuan ke Lembah Es
dibanding pihak Lembah Es sendiri."
"Hm, begitukah?" hwesio ini
mengangguk-angguk. "Pantas jiwi siocia (nona
berdua) ini begitu agung dan anggun, Thian-te lthiap, tak tahunya puteri keraton!"
"Kami hanya hamba sahaya," satu di
antara dua gadis itu merendah. "Puteri kami
barulah yang tepat, Bhong Tek-losuhu, kami
bukan apa-apa."
"Ah. , tapi jiwi sudah mampu menandingi
dua orang itu!"
"Tapi sumoiku terluka....!"
"Ia terluka karena kecurangan lawannya.
Kalau sam-pangcu dari Pulau Api itu mau
bertanding jujur maka tak mungkin sumoimu
terluka, nona. Kalian tetap orang-orang yang
hebat!"
"Terima kasih, tapi tetap lebih hebat
Thian-te It-hiap...!"
"Ha-ha, kalau yang ini memang lain. Tapi
betapapun kami mengakui di sini bahwa agaknya
menghadapi jiwipun kami masih bukan1958
tandingan!" lalu ketika Bhong Tek Hosiang
tertawa disusul yang lain maka Thian-te It-hiap
diam-diam tersenyum dikerling dua gadis
Lembah Es itu, pura-pura tak mendengar pujian
dan akhirnya selesailah pibu di antara orangorang gagah. Mereka yang merasa kecil tentu
saja tak berani banyak tingkah. Thian-te It-hiap
dan dua gadis Lembah Es ini sudah teramat lihai.
Dan ketika malam itu Thian-te It-hiap
mengadakan jamuan untuk para tamunya ini,
secara khusus maka ditetapkanlah hari yang
tepat untuk melakukan serbuan ke Pulau Api.
Bulan depan tanggal sepuluh ditetapkan sebagai
hari penyerangan. Sekarang semua orang sudah
mengetahui siapa Thian-te It-hiap ini, pendekar
yang sebenarnya hendak menyelamatkan
mereka dari ancaman bahaya Pulau Api. Tokohtokohnya sudah datang dan kebetulan mereka
lihat. Dan ketika malam itu semua ketua partai
dijamu dengan penuh hormat, yang berniat jahat
segera menyingkir dan menjauhkan diri maka
hari yang ditetapkan untuk serbuan itu sudah
menjadi kian dekat di mana para ketua itu1959
hendak menyertakan murid-murid pilihan dan
yang kurang berkepandaian tinggi agar tinggal
saja di rumah. Thian-te It-hiap masih bersikap
tenang ketika keesokannya para tamu
berpamitan. Bahkan balas menjura dan
membungkuk dalam-dalam ketika Bhong Tek
Hosiang dan kawan-kawan meninggalkan Ce-bu,
sikap yang membuat tamu-tamunya tertegun
dan heran. Seorang pemimpin tak perlu begitu
hormat kepada orang yang di bawah. Hal ini
malah membuat para ketua partai itu sungkan
saja. Namun ketika sikap ini justeru menjadikan
mereka menaruh hormat dan kagum tiada habishabisnya maka pulangnya para tokoh-tokoh itu
memberikan kenangan tersendiri yang selama
hidup belum pernah mereka rasakan. Dan begitu
rumah Hu-taihiap ini sepi kembali maka tempat
itu menjadi seperti sedia kala hanya sekarang
bertambah dengan dua gadis Lembah Es itu yang
tiba-tiba ingin menemani Thian-te It-hiap, hal
yang membuat orang lain merasa heran dan
tercengang, apalagi ketika Hoa-siocia juga
membungkuk-bungkuk dan keliliatan sungkan1960
menghadapi gadis-gadis lihai ini. Tamu yang
dihormat lebih dari semestinya!
*** Hari itu tanggal yang ditentukan tiba. .
Bulan sembilan tanggal sepuluh adalahharir
mendebarkan bagi orang-orang kang-ouw di
bawah pimpinan Thian-te It-hiap. Semakin
mengenal kakek ini semakin kagum dan
hormatlah semua orang. Tak ada kesombongan
atau sikap tinggi hati sebagai pemimpin. Bahkan
ketika semua bergerak dan meninggalkan Ce-bu
kakek ini minta agar ketua-ketua partai
mengawasi anak muridnya sendiri. Mereka
bukanlah orang-orang jajahan, kakek itu hanya
bengcu setelah penyerangan selesai di Pulau Api.
Di tempat itulah nanti kakek ini mengatur
perintah, di sini masing-masing masih bebas dan
boleh bergerak send?ri-sendiri.
Dan ketika semua kata-kata itu semakin
mengesankan para ketua persilatan maka Bhong
Tek Hosiangdan kawan kawan mengatur anak1961
buahnya sendiri sesuai keinginan. Ada seratus
lima puluh lebih annak murid beserta ketuanya.
"Para Cuwi tak perlu menunggu aku,
silakan saja atur sendiri. Nanti setelah di Pulau
Api barulah aku memimpin secara resmi karena
di sana tempat itu benar benar berbahaya bagi
kita. Di sini kalian tak perlu sungkan dan
berjalanlah seperti biasa, kita bukan pasukan."
Tokoh-tokoh persilatan mengangguk.
Tadinya mereka bingung harus berbaris seperti
apakah, berjalan di depan atau di belakang kakek
itu. Tapi ketika Thian-te it-hiap memberi
kebebasan dan mereka lega maka Bhong Tek
Hosiang tersenyum, berbisik pada rekannya Kiam
Kit Cinjin.
"Bengcu kita ini aneh, tak selayaknya
pemimpin sebagaimana umumnya. la benarbenar rendah hati dan halus tutur katanya, Kiam
Kit totiang, jarang kutemukan orang seperti ini
yang begitu menghargai orang lain."
"Ya, dan pinto sendiri tak habis kagum. la
benar-benar luar biasa, tapi siapakah sebenarnya1962
dia ini dan apa hubungannya dengan mendiang
Hu-taihiap!"
"Hm, mana kita tahu. Orang seperti ini
misterius gerak-geriknya, totiang, tapi untunglah
ia bukan orang jahat. Kalau ia jahat entah
bagaimana dengan kita, kepandaiannya begitu
tinggi".
Kiam Kit Cinjin mengangguk-angguk.
Mereka berbicara bisik-bisik tapi Thian-te It-hiap
di belakang mereka tersenyum simpul. Tak ada
yang tahu bahwa pembicaraan ditangkap. Kakek
itu beriringan dengan murid dan cucunya jauh di
belakang, tak kurang dari sepuluh tombak. Dan
ketika dua ketua ini terus berbisik- bisik
sementara yang lain juga menyatakan
kekagumannya meka dua gadis Lembah Es
berkelebat di depan tak mau bersama
rombongan , yang sebagia besar lelaki itu.
Mereka menunggu di pantai, sekalian melihat
kalau ada sesuatu yang mencurigakan. Harap
bengcu mengawasi mereka dan mudahmudahan semua lancar sampai di Pulau Api!"1963
Thian-te It-hiap mengangguk. Kembali
kebebasan ia perlihatkan di sini, hampir sebulan
ini dua gadis itu juga memanggilnya bengcu.
Hanya ketika beberapa diantara rombongan
menjadi kecewa, adanya gadis-gadis itu
merupakan hiburan tersendiri maka mereka
yang muda-muda berbisik satu sama lain
menyatakan kekecewaannya.
"Sayang, perjalanan kurang sedap kalau
gadis-gedis Lembah Es itu tak di tengah kita. Ah,
kenapa mereka tak mau bersama rombongan,
Kwa-suheng. Bukankah dapat menyegarkan kita
agar tak cepat lelah."
"Hm, aku juga kecewa, tapi jangan
macam-macam. Kiam Ceng suhu sendiri
menyatakan tak mampu menandingi dua gadis
itu, jangan seperti punguk merindukan
rembulan!"
"Aku tak sejauh itu. Tapi hadirnya mereka
membawa kesegaran, suheng, entah kenapa
rasanya lain. Betapapun mereka menonjol di
sini!"1964
"Ada wanita-wanita pula di rombongan
bengcu, bukankah merekapun menyegarkan.
Sudahlah jangan kecewa berlarut-larut, Lauw-te,
lihat Kiam Ceng suhu memandang kita!"
Dua anak murid Hoa-san itu menjauhkan
diri begitu sang suhu melihat mereka bisik-bisik.
Dalam perjalanan ini kasak-kusuk tentang wanita
memang bisa saja terjadi, apalagi kalau yang
dibicarakan adalah gadis-gadis secantik Lembah
Es itu. Siapa tak merasa jatuh hati. Akan tetapi
karena mereka murid-murid dari sebuah partai
yang baik yang tentu saja harus menjaga tindaktanduk dan pembicaraan mereka maka sampai di
sini dua murid Hoa-san itu tak berani
meneruskan. Sebenarnya bukan hanya mereka
saja yang bisik-bisik, murid-murid Khong-tong
dan bahkan Bu-tong serta Sho-tong berbicara
tentang mereka. Mereka para hwesio muda itu
juga kecewa kenapa dua gadis Lembah Es itu tak
menemani mereka, bukan apa-apa tapi paling
tidak bisa untuk penyegaran batin. Wanita cantik
di mana-mana selalu memberi keindahan dan
keharuman. Maka ketika mereka juga bisik-bisik1965


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akan tetapi segera diam begitu dipandang sang
guru maka rombongan ini berjalan terus untuk
akhirnya berhenti di pantai timur di mana Thiante It-hiap ternyata sudah menyiapkan beberapa
perahu lewat gadis-gadis Lembah Es itu. Semua
rombongan tertegun, gadis yang dibicarakan
sudah berada di satu di antara belasan perahu
dengan amat gagah dan cantiknya.
"Cuwi dapat memilih sendiri perahu
mana yang dikehendaki, semua hampir sama.
Hanya hati-hati kalau sudah mendekati Pulau Api
karena di sana lautnya panas, mendidih!"
Semua berlompatan. Tentu saja yang
muda-muda memilih perahu di dekat perahu dua
gadis ini. Mata mereka bersinar dan berseri-seri
mendampingi si cantik. Meskipun tidak di satu
perahu akan tetapi cukuplah puas asal dekat si
cantik, ini pembawaan lelaki. Dan ketika
berturut-turut ketua-ketua persilatan juga
berlompatan di perahu mereka, dayung dan
persediaan air minum sudah berada di sini maka
Thian-te It-hiap dan rombongannya berada di
depan. Entah kapan bergeraknya kakek itu tahu-1966
tahu ia telah di atas perahunya tanpa sedikitpun
perahu itu bergoyang.
"Sekali lagi cuwi enghiong harap berhatihati. Kalau kita melakukan perjalanan ?epat
maka tiga hari akan sampai. Tapi kalau ada yang
tidak kuat dan capai maka kita dapat beristirahnt
di pulau kosong di tengah samudera."
"Kami tak akan lelah. Kami dapat
bergantian mendayung, bengcu. Silakan
berangkat dan kami di belakang".
"Benar, tak perlu beristirahat. Kalau capai
duduk saja di perahu, bengcu, kami orang-orang
terlatih yang sudah biasa melakukan perjalanan
jauh!"
"Baiklah," kakek itu tersenyum. "Kau
sudah di sini dulu, nona. Silakan di depan kami
nomor dua. Berangkat!"
Bagai dihentak sepasang tangan raksasa
tiba-tiba dua gadis Lembah Es di atas perahu itu
menggerakkan dayung mereka. Hanya mereka
inilah satu-satunya perahu berisi dua orang, yang
lain belasan dan ada yang hampir dua puluh. Dan
ketika tiba-tiba perahu melejit dan terbang ke1967
atas, terkejutlah mereka yang muda-muda maka
Thio-siocia dan Wan-siocia tertawa. Tawa
mereka merdu dan empuk.
"Baiklah, kau menghendaki kami duluan.
Maaf, bengcu, siapa yang ingin menempel boleh
mendekat!"
Mereka yang muda-muda menahan
napas. Cepat seperti siluman saja dua gadis di
atas perahu itu menuju ke tengah samudera,
menerjang ombak dan lenyap dan sedetik
mereka merasa berdesir. Namun ketika ombak
melandai membebaskan pandang segera
tampaklah dua gadis itu jauh di depan. Sebentar
saja sudah di tengah laut!
"Cuwi-enghiong, mari berangkat. Jangan
mendelong saja!"
Semua orang sadar. Bhong Tek Hosiang
dan ketua-ketua lain memukulkan dayung. Bagai
dihentak pula perahu mereka meloncat ke
depan, melewati rombongan yang muda-muda
dan sebentar kemudian sudah membelah lautan.
Lalu ketika yang muda-muda tersentak dan1968
merasa ketinggalan tiba-tiba merekapun berseru
keras memukulkan dayung.
"Kejar, jangan kalah dengan wanita.
Dekati mereka!"
Susul-menyusul terjadi dengan cepat.
Kekaguman dan kegembiraan tiba-tiba pecah
apa yang ditunjukkan gadis-gadis Lembah Es tadi
menggatalkan hati. Masa mereka harus kalah.
Namun ketika perahu di depan itu tetap
meluncur bagai siluman. menghilang dan muncul
lagi di antara gulungan ombak maka Bhong Tek
Hosiang dan rekan-rekannya tak mampu
mengejar, dan saat itulah perahu Thian-te It-hiap
lewat, didayung dengan perlahan saja, tidak
ngotot. Cuwi-enghiong, mari kubantu kalau
terlalu lamban. Hati-hati!"
Bhong Tek dan kawan-kawannya
terkejut.Thian-te It-hiap memukulkan dayung
akan tetapi sebuah tenaga raksasa melesat. Dari
bawah terdoronglah pantat perahu begitu
kuatnya, meloncat dan terbang menyusul dua
gadis itu. Lalu ketika berturut-turut perahu yang
lain dipukul dan meloncat ke depan maka kakek1969
ini telah mendorong belasan perahu mengejar
gadis-gadis Lembah Es itu.
"Haii, awas. Perahu kita meloncat!"
"Benar, eh.. . inipun terbang. Heii, hatihati, Lauw-sute, berpegangan yang erat!"
Ributlah suasana oleh kaget dan kagum.
Semula mereka ngeri dan pucat ketika perahu
meloncat seperti ikan lumba-lumba. Kadangkadang bahkan meluncur tanpa kendali dan jatuh
dengan keras. Kalau tidak berpegangan tentu
terpelanting.
Namun ketika mereka tertawa-tawa dan
tampaklah gadis-gadis di depan itu, Thian te Ithiap sengaja membangkitkan Semangat dan
kegembiraan rombongannya maka Thio-siocia
dan sumoinya terbelalak heran. Tapi mereka
segera berseru keras. Maklum bahwa Thian-te Ithiap membantu orang-orang itu gadis-gadis
inipun tak mau kalah. Mereka memukulkan
dayungnya lagi lebih cepat, air memuncrat dan
perahupun melesat ke depan. Dan karena Thiante It-hiap harus mendorong belasan perahu1970
akhirnya kakek ini berseru keras berada di bagian
paling belakang.
"Harap kalian berjajar, berpegangan eraterat. Awas kupukul berbareng dan hati-hati!"
Hebat bukan main apa yang dilakukan
kakek ini, Ia memukul begitu kuatnya hingga
serentak belasan perahu meloncat ke atas.
Penumpangnya terpekik tapi gembira ketika
perahu jatuh dan meluncur cepat. Dan ketika
dengan cara begini kakek itu menggiring
rombongannya, persis seorang penggembala
menggiring dombanya maka Bhong Tek Hosiang
tertawa bergelak.
"Thian-te It-hiap, kau benar-benar luar
biasa. Aih, baru kali ini pinceng menyaksikan
kepandaian demikian mentakjubkan. Biarlah
pinceng dan kawan-kawan tak perlu dibantu
lagi!"
"Atau suruh mereka jangan terlalu jauh
meninggalkan kami. Kasihan tenagamu bengcu,
kami akan mendayung sendiri!"
Kakek ini tersenyum, tak menjawab. la
tetap memukul-mukulkan dayungnya dan semua1971
bergerak bagai terbang. Siapapun kagum oleh
kehebatan kakek ini. Dan ketika dua gadis di
depan tampaknya lelah beradu cepat akhirnya
mereka mengurangi tenaga dan di sinilah kakek
itu menghentikan bantuannya.
"Bengcu curang, membantu yang lain.
Kami tak akan beradu denganmu karena mana
mungkin menang!"
"Ha-ha, dan kami tak mungkin
menandingimu pula. Ah, ilmu kepandaien kalian
luar biasa sekali, jiwi-siocia, tanpa bengcu kami
tak mampu mengejar!"
"Karena itu jangan cepat-cepat, kami
takut kehilangan!"
Semua tertawa. Sekejap saja mereka
sudah berada di tengah samudera luas, daratan
hanya tampak seleret kecil hitam. Dan ketika di
sini rombongan bergerak dengan wajar, gadis
Lembah Es itu tetap di depan maka Thian-te Ithiap berada di belakang menjaga atau
melindungi perahu-perahu lain. Sikapnya seperti
seorang bapak terhadap anak, hal yang lagi-lagi
membuat ketua persilatan merasa hormat.1972
Tanpa kenal lelah, juga terbakar oleh
sikap gadis Lembah Es yang mendayung tanpa
henti semangat orang-orang ini begitu hebatnya.
Dua kali mereka ditanya apakah hendak
beristirahat, ada pulau kosong yang mereka
lewati. Namun ketika Semua menggeleng dan
dua gadis itu tersenyum maka perjalanan
dilanjutkan bahkan juga malam hari. Lampu
kapal mereka hidupkan dan untuk ini semua
perahu meluncur berhimpitan. Hal ini untuk
mencegah supaya satu sama lain tak berpencar.
Lalu ketika matahari terbit di ufuk timur dan
cahaya fajar membangkitkan semangat baru
akhirnya pada hari ketiga menjelang matahari
terbenam tibalah mereka di Kepulauan. Pulau
Api. Di sini rombongan berdebar tegang. Thiante It-hiap mengajak mereka ke pulau kosong dan
beristirahat. Belasan perahu saling merapat dan
penumpangnya berlompatan. Tapi ketika kaki
menyentuh laut hangat maka mereka heran.
"Ih, airnya tidak dingin!"
"Betul, suam-suam kuku!"1973
"Hm, cuwi sudah berada di pinggiran
Pulau Api. Nanti kalau di sana kalian akan
merasakan panasnya air laut, cuwi-enghiong.
Kaki bisa terbakar oleh air yang mendidih! "
Thian-te It-hiap memberi tahu. Kakek ini
sudah berada di atas pulau dan mengajak semua
naik. Gembira rasanya setelah berhari-hari di
lautan. Dan ketika masing-masing membuka
makanan dan menyiapkan api unggun mendadak
mereka tertegun karena bersamaan
tenggelamnya matahari maka muncullah ribuan
cahaya obor di pusat kepulauan itu. Pohonpohon api yang sesungguhnya mulai "hidup"
begitu kegelapan datang.
"Eh, mereka memasang obor!"
"Rupanya sudah tahu kedatangan kita!"
"Bukan, kakek ini menjawab. "Itu adalah
pohon-pohon Api yang hidup ketika malam tiba,
cuwi-enghiong. Ribuan pohon itu memang ada di
sana dan itulah sebabnya dinamakan Pulau Api.
Itu bukan obor, hanya pobon Api"
Semua takjub. Baru sekarang rasanya
semua orang menyaksikan keindahan seperti itu.1974
Obor yang mereka sangka ternyata adalah
barisan pohon Api, pantas menjulang begitu
tinggi dan seakan obor raksasa. Maka ketika
semua menjadi kagum dan mendecak penuh
pujian sejenak mereka lupa bahwa di pulau itulah
musuh-musuh mereka yang amat lihai berada.
Malam itu Thian-te It-hiap
mengumpulkan semua rombongannya. di
samping melepas lelah juga mengatur bahwa
besok rombongan dipecah. Thian-te It-hiap dan
anak muridnya berada di inti depan, termasuk
dua gadis perkasa Lembah Es itu. Dan karena
orang-orang Pulau Api adalah manusia-manusia
licik dan curang yang harus diwaspadai maka
kakek ini berkata bahwa rombongan yang lain
mengepung Pulau Api dari samping dan
belakang.
"Jumlah mereka sekitar tigaratusan, kita
hanya seratus limapuluh lebih sedikit. Akan
tetapi karena yang paling berbahaya adalah tiga
tokohnya dan murid-murid utama, inilah yang
hendak kuhadapi bersama jiwi-siocia dari
Lembah Es ini maka tugas cuwi adalah1975
menghadapi murid-murid Pulau Api yang tidak
terlalu tinggi kepandaiannya. Tangkap dan
robohkan mereka, jangan dibunuh, kecuali kalau
melawan dan melakukan kecurangan. Aku
pribadi hendak menghancurkan sumber
kekuatan mereka dan mengenyahkan tokohtokohnya, yang lain hanya anak murid dan
karena itu tak perlu kita bersikap kejam. Kalau
mereka melarikan diri dan inilah tugas cuwi
menangkap mereka maka biarkan mereka hidup
kalau tidak melawan. Selebihnya terserah cuwi
dan inilah peta pulau itu yang harap cuwi
perhatikan baik-baik".
Kakek itu mencorat-coret tanah
menggambar peta Pulau Api dan sambil
menunjuk sana-sini ia memberi penerangan
kepada ketua-ketua Bu-tong dan Hoa-San, juga
Kun-lun dan lainnya. Dan ketika mereka diminta
untuk pagi-pagi sekali meluncur lebih dulu,
mengepung kiri kanan dan belakang pulau maka
kakek ini mengakhiri bahwa ia datang setelah
matahari terbit.1976
"Sebaiknya sewaktu gelap cuwi sekalian


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah mendarat di kiri kanan dan belakang pulau
itu. Ada banyak batu-batu karang di situ, namun
hati-hati, semuanya amat panas. Bagi mereka
yang tak tahan ini sebaiknya mempergunakan
sarung tangan untuk melindungi diri, dan jangan
sentuh apapun dengan kulit telanjang".
Semua mengangguk-angguk. Terbayang
wajah ngeri bagi yang merasa tak mampu
menghadapi itu. Namun karena semua dipimpin
ketuanya dan inilah tugas Bhong Tek Hosiang dan
rekan-rekannya, Kiam Kit Cinjin menganggukangguk maka tosu Khong-tong ini menarik napas
dalam.
"Sungguh mentakjubkan Pulau Api ini,
bukan hanya penghuninya saja yang melatih
Yang-kang tetapi buminya sendiri sudah memiliki
tenaga dahsyat itu.Aih,..pinto baru kali ini
mendengar dan melihat ini!"
" Benar, pinceng juga kagum. Alangkah
hebatnya kalau semua itu dipergunakan untuk
kebaikan, Kiam Kit totiang. Tentu tenaga sehebat
itu bakal banyak berguna bagi manusia lain. Akan1977
tetapi mereka justeru jahat, keras dan
sewenang-wenang serta curang!"
"Inilah, ini sudah pembawaan orangorang Pulau Api. Sejek mula mereka keturunan
orang-orang jahat, Bhong Tek losuhu, keturunan
pemberontak yang tamak dan ganas. Mereka
memang jahat sejak nenek moyangnya!" satu di
antara dua gadis Lembah Es berkata penuh
gemas. Ini membuat Bhong Tek Hosiang dan
kawan mengangguk-angguk dan kejadian di Cebu cukup membuktikan itu. Untunglah mereka
tak sampai jatuh ke tangan orang-orang itu, kalau
tidak entahlah apa yang terjadi. Dan karena ini
adalah sumber penyakit yang amat berbahaya
maka Bhong Tek dan kawan-kawannya
mengangguk maklum.
"Maafkan..!" ketua Kun-lun tiba-tiba
bicara sejak tadi hanya diam mendengarkan
saja. "Kalau kami sudah mengetahui tempat
tinggal orang-orang Pulau Api bolehkah suatu
saat kami melihat tempat tinggal nona- nona ini.
Di manakah Lembah Es itu dan bolehkah kami
bertandang."1978
"Benar,," yang lain seakan diingatkan.
"Kalau kami berhasil membasmi orangorang ini bolehkah kami bertamu ke tempatmu,
nona. Bukankah sedikit banyak kami
membantumu mengenyahkan orang-orang yang
menjadi musuh bebuyutan ini!"
"Hm , dua gadis itu terkejut, tiba-tiba
melirik Thian-te It-hiap. "Kami tak dapat
menjawabnya sekarang, totiang. Ini harus
disetujui majikan kami. Terus terang saja seribu
tahun ini Lembah Es tak boleh didatangi orang
luar!"
"Tapi orang-orang Pulau Api itu
menyerbu tempatmu!"
"Benar, hanya mereka. Tapi itupun harus
dibayar mahal karena mayat mereka harus
ditinggalkan di sana!"
Bhong Tek dan kawan-kawan bergidik.
Dari nada suara itu mereka tahu betapa
seramnya ini. Secara tidak langsung gadis itu
memberitahukan ancaman bagi orang luar yang
ingin ke sana. Mati! Maka tak menyinggung lagi1979
tentang ini mereka menumpukan pandangan
pada Thian-te It-hiap lagi.
"Apakah bengcu ingin memesan sesuatu
lagi, kami siap mendengarkan."
"Untuk sementara cukup, lo-suhu,
sebelum matahari terbit kalian sudah harus
berada di tempat masing-masing. Aku datang
setelah terang tanah."
Akhirnya mereka beristirahat. Setelah
berada di tempat itu dan dapat tidur bertilamkan
tanah tiba-tiba penat tubuhpun terasa. satu
persatu rombongan orang-orang kang-ouw ini
melemaskan tubuh mereka. Lalu ketika semua
mengendorkan urat untuk bersiap di pagi harinya
maka menjelang matahari terbit semua orangorang kang-ouw itu telah meluncurkan perahu
mereka menuju pulau yang penuh obor itu. Obor
buatan karena sesungnya adalah ribuan pohon
Api yang menyala sepanjang tahun!
Dan orang-orang kang-ouw ini benarbenar takjub, juga ngeri. Setelah mereka
mendekati pulau maka air di sekeliling mereka
mendidih. Suara membelebub membuat seorang1980
anak murid mencoba mencelupkan jarinya ke
dalam air. Tapi begitu ia berteriak dan menjerit
kesakitan maka ujung jarinya itu sudah melepuh
bagai direbus air mendidih!
Ini membuat rombongan berhati-hati.
Perahu menjadi panas terbakar dan mereka
cemas. Kalau saja bukan air mungkin lambung
perahu sudah hangus berasap. Untunglah jarak
ke pulau tujuan tidak jauh lagi, mereka meluncur
dan mendayung cepat untuk akhirnya
berlompatan di atas tanah merah. Di mana-mana
terdapat semacam bara dan Bhong Tek serta
kawan-kawannya ngeri. Pulau ini benar-benar
pulau api, pohon dan bebatuan terbakar
kemerah-merahan. Namun karena mereka
mempergunakan sepatu tebal dan kaki hangat
terpanggang maka dengan sinkangnya orangorang ini melindungi diri dari alam.
Bayangan mereka merunduk dan lenyap
menghilang di posisi masing-masing. Bhong Tek
dan para ketua partai sudah berada di posnya
sendir-sendiri, tidak berjauhan karena masingmasing siap saling bantu. Dan ketika matahari-1981
naik tinggi dan sinarnya yang kemerah-merahan
membuat tepi langit terbakar, indah menawan
maka saat itulah dari tengah laut meluncur
sebuah perahu besar menuju pulau dengan sikap
tenang namun penuh kewaspadaan.
Mula-mula perahu ini hanya merupakan
titik kecil dilihat dari kejauhan, semakin lama
semakin besar untuk akhirnya murid-murid
Pulau Api melihatnya. Dan ketika mereka
berloncatan dan meniup terompet kerang,
nyaring melengking maka dari tengah pulau
berkelebatan banyak bayangan dan terlihatlah
dua di antara pemimp?nnya yang dulu datang ke
Ce-bu.
"Thian-te lt-hiap!"
Sam-pangcu dan ji-pangcu dikenal pula
oleh penumpang perahu besar ini. Mereka, para
anak murid melihat dua tokoh Pulau Api itu
terbelalak di depan. Jarak dengan perahu masih
dua ratus meter, pelayan atau murid-murid
Thian-te It-hiap ini ngeri melihat air yang
mendidih. Dan ketika mereka berdebar disambut
orang-orang itu maka dari kiri kanan tiba-tiba1982
menyebar belasan perahu meluncur ke laut,
mengepung perahu mereka.
"Thian-te It-hiap, berani mati benar kau
mengunjungi kami. Bagus, menyerahlah baikbaik atau anak murid kami menjungkalkan
perahu kalian!"
Teriakan ji-pangcu disusul gerakan cepat
belasan perahu orang-orang Pulau Api itu. Inilah
ahli-ahli selam yang tiba-tiba membuang
tubuhnya ke laut, tak perduli air mendidih dan
para murid wanita tentu saja terpekik. Dan ketika
perahu tiba-tiba berguncang dan serasa diangkat
dari bawah maka tersentaklah mereka karena
dengan amat kuat dan hebatnya limabelas orang
telah menyundul perahu mereka.
"Ha-ha, lemparkan semua
penumpangnya!"
Akan tetapi dua di antara sekian
penumpang bergerak. Inilah Thio-siocia dan
sumoinya yang tentu saja tak sudi dijungkir.
Begitu melihat kepala bersundulan tiba-tiba
keduanya menyambar dayung, menghantam
atau memukul kepala dan tangan-tangan itu dan1983
terdengarlah jerit susul bak-bik-buk. Limabelas
orang roboh, perahu kembali jatuh ke bawah dan
legalah murid-murid lain bahwa mereka selamat.
Mereka ngeri kalau jatuh ke air yang mendidih
itu, bagaimana nanti. Tapi ketika baru saja
menarik napas lega tiba-tiba perahu terangkat
lagi dan kali ini dua puluh lebih penyelam paling
pandai mengangkat perahu mereka,
"Biarkan aku yang bekerja," Thian-te Ithiap berseru dan tiba-tiba kakek ini melompat ke
tengah. Perahu sudah terangkat tinggi dan
penumpangnya berteriak-teriak. Para murid
wanita terpelanting sana-Sini dengan pekik
ketakutan, perahu benar-benar bisa terbalik.
Tapi ketika kakek ini bergerak ke tengah
terdengar teriakan kaget maka bagai diinjak
seekor gajah perahu turun lagi menindih orangorang itu.
"Heii.."
"Awas!"
Semua terbanting. Perahu demikian
berat tak sanggup mereka angkat lagi. Kakek ini
mengerahkan Jing-kin-kangnya (Tenaga Seribu1984
Kati) hingga tak satupun kuat menyangga. Semua
kepala bagai dibenamkan lagi dan lenyaplah
orang-orang itu. Dan ketika kakek ini tersenyum
memberi aba-aba maka Thio-siocia dan Wansiocia menggerakkan dayung memukul perahu
ke depan. Gerakan dua gadis ini amat kuatnya
hingga perahu melejit ke depan. Tiga empat kali
dayung sudah sampai di tepian.
Tapi ketika dua gadis itu gemas
mendayung sekuatnya, perahu terangkat dan
terbang ke daratan maka di sini perahu itu pecah
dan penumpangnya berjungir balik
menyelamatkan diri. Thian-te It-hiap tertawa.
"Braakkkk!" Pecahlah papan perahu
berkeping-keping. Dua gadis itu sudah melayang
turun sementara murid-murid wanita dan lakilaki pucat berjungkir balik. Diam-diam mereka ini
nengumpat gadis-gadis Lembah Es itu. Bukan
main garangnya, perahu langsung saja
dijatuhkan di atas pulau. Namun ketika majikan
mereka tertawa geli sementara Hoa-siocia
berjungkir balik mencabut pedang maka dua
pimpinan Pulau Api itu gentar, mundur. Dan saat1985
itu berkelebatlah bayangan seorang tinggi besar
membawa tongkat baja, menderu bagai angin
topan.
"Sute, kiranya ini orang yang kalian
sebutkan itu. Mundurlah dan biar ia berhadapan
dengan aku!"
Laki-laki itu menyambar bagai elang
perkasa dan tongkat di tangannya menghantam
kepala Thian-te It-hiap. Menurut laporan kakek
inilah yang amat ditakuti itu, mereka telah
menunggu-nunggu namun baru sekarang
rupanya datang. Maka ketika pria gagah itu
menyambar tiba sementara tongkatnya
menderu pula, langsung menghantam kepala
kakek itu maka Thian-te It-hiap mengeluarkan
dengus pendek dan iapun menangkis
mengebutkan ujung lengan bajunya.
"Ini tentu Tan-pangcu yang tersohor itu.
Bagus, selamat jumpa kembali, pang-cu, dan
terima kasih untuk sambutanmu yang luar
biasa.... .. plak!" tongkat bertemu lengan baju
namun seketika tergubat, ditarik dan sang
pangcu terbawa namun saat itulah tangan kiri1986
ketua ini bergerak. Ia bukan lain ketua utama
Pulau Api, suheng dari dua laki-laki di dekatnya
itu, orang yang telah kalah menandingi kakek ini.
Namun ketika tangan kiri itu menyambar dan
kakek ini menggerakkan tangannya yang lain,
meluncurlah uap putih menerima Giam-lui-ciang
maka terdengar ledakan dan pangcu dari Pulau
Api itu terhuyung.
"Desss!" Kaget dan pucatlah ketua Pulau
Api ini. Tongkatnya rusak sebagian sementara
tang?n kirinya terbungkus hawa dingin luar
biasa. Tubuhnya yang merah marong seketika
juga padam. Namun ketika ia membelalakkan
mata dan mengibas tubuh dua kali maka Yangkang atau tenaga sakti di tubuhnya hidup lagi dan
berdirilah laki-laki itu dengan tubuh bagai obor.
"Hm , Ping-im-kang... . benar, Ping-imkang. Kau siapa, kakek tua. Kau mengingatkan
kami akan seseorang!"
"Aku Thian-te It-hiap," kakek ini
tersenyum, sepasang matanya berkilat. " Aku
datang untuk menundukkan kalian, Tan-pangcu,


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghancurkan Pulau Api dan membasmi1987
kejahatan di sini. Bertekuk lututlah dan
menyerah baik-baik atau aku mempergunakan
kekerasan membunuh kalian".
"Ha-ha-heh-heh-heh! Kau sombong dan
jumawa sekali, Thian-te It-hiap. Rupanya
kemenanganmu mengalahkan dua suteku
membuatmu tekebur. Tapi kau ada disini , di
tempat kediamanku. Dan jangan berlagak
sombong karena aku tuan rumah. Lihat, siapa itu
dan masihkah kau berlagak di depanku!"
Laki-laki ni bertepuk tangan dan tiba-tiba
dari empat penjuru muncullah orang-orang yang
membuat Thian-te It-hiap kaget. Bukan hanya
kakek ini melainkan semua murid dan cucunya,
bahkan dua gadis Lembah Es berseru tertahan
dan mundur karena saat itu tampaklah
terhuyung Bhong Tek Ho-siang dan ketua-ketua
persilatan. Mereka ini ditelikung didorong
seorang pemuda berambut riap-riapan,
wajahnya kehijauan dan tertawa ha-ha-he-he.
Sikapnya tidak waras dan itulah San Tek, si gila
yang amat diandalkan orang-orang Pulau Api.
Pemuda ini dan dulu pernah diminta datang ke1988
Lembah Es, melakukan serbuan bersama orangorang Pulau Api ini di mana hanya karena
munculnya Si Rajawali Merah Thai Liong pemuda
ini diusir pergi. Ia memang paling ketakutan
terhadap lawannya yang satu itu. Maka ketika
dua gadis Lembah Es mengenal siapa si gila itu
dan mereka terkejut berseru mundur, Wajah
seketika berubah maka Tan-pangcu dari Pulau
Api terkekeh-kekeh, juga sam-pangcu dan jipangcu. Di belakang ketua-ketua partai ini
menunduk beriringan anak-anak murid mereka
di bawah ancaman orang-orang Pulau Api.
"Heh-heh-ha-ha-ha! Bagaimana sekarang
sikapmu, Thian-te lt-hiap, masihkah kau
bersombong dan menyuruh kami menyerah.
Tidakkah kau yang berlutut di depan kami dan
cepat minta ampun!"
Kakek ini tergetar. Tak disangkanya
secepat itu kawan-kawannya tertangkap. Tapi
ketika ia menahan marah menarik napas dalam,
si gila itulah biang keladinya maka pemuda ini
menggerak-gerakkan cambuk di tangannya
melecut punggung ketua-ketua persilatan itu.1989
"Ha-ha, kerbau-kerbau dungu. He, tegak
dan angkat wajah kalian, babi gemuk, dan kau
juga sapi kurus ini.. tar-tar!"
Bhong Tek Hosiang dan Kiam Kit Cinjin
berjengit dicambuk punggungnya. Mereka tadi
bersembunyi di guha-guha ketika tiba-tiba saja
asap pedas memasuki persembunyian, batukbatuk dan mengira asap dari tanaman yang
terbakar, atau batu-batuan di dinding guha yang
rata-rata kemerahan itu. Maka ketika sesosok
bayangan berkelebat dengan amat cepatnya
menotok mereka, tak begitu jelas di balik
bayang-bayang asap ini maka Kiam Kit Cinjin dan
kawan-kawannya terkejut ketika tahu-tahu
roboh terguling, belum sadar apa yang terjadi
namun tiba-tiba masuklah bayangan orangorang Pulau Api. Mereka ini merobohkan yang
lain dan mengikat ketua-ketua partai itu. Lalu
ketika mereka melihat bayangan pemuda itu, si
gila yang berambut riap-riapan maka Bhong Tek
Hosiang dan kawan-kawan tiba-tiba saja telah
ditangkap dan d?tawan orang-orang Pulau Api ini,
lewat si gila yang begitu lihainya!1990
Semua ni berjalan dengan amat cepatnya
ketika menjelang matahari terbit. Satu demi satu
mereka itu roboh. Dan karena urat gagu mereka
juga ditotok tak mampu bicara, inilah di luar
hitungan maka Thian-te It-hiap juga tak
menyangka bahwa kedatangan mereka sudah
diketahui dan disambut. Terutama adanya si gila
yang he-ha-heh-heh itu.
"Dia San Tek!"
"Itu si gila yang diperalat Tan-pang-Cu!"
Thian-te It-hiap berguncang. Sedetik dia
kelihatan marah namun tiba-tiba tokoh ini batukbatuk. Matanya berkilat lebih tajam memandang
orang-orang Pulau Api itu. Akan tetapi ketika dia
tersenyum dan mengangguk-angguk maka ia
berkata kepada ketua Pulau Api itu dengan suara
dingin,
"Pulau Api rupanya mengajak orang lain
menyelamatkan diri. Hm, kalian rupanya
ketakutan. Baiklah kuakui kelihaianmu berbuat
curang, Tan-pangcu, sekali lagi benar-benar di
luar perhitunganku. Tak apa, aku ingin kita1991
bertempur secara gagah dan taruhannya adalah
mereka itu."
"Enak saja kau bicara. Di Ce-bu kau
menghina dan mempermainkan suteku, Thian-te
It-hiap, di sini akulah yang berkuasa dan
menentukan. Tak ada pertaruhan, berlutut dan
menyerahlah dan buang senjata kalian baikbaik!"
"Hmm, sekarang tanganku menjadi gatalgntal. Kalau diajak bicara baik-baik tak dapat juga
baiklah kita lihat sekarang ini Tan-pangcu. Siapa
lebih penting dan lebih kuat!"
Thian-te It-hiap berkelebat lenyap dan
tahu-tahu sebelum orang tahu apa yang terjadi
terdengarlah teriakan ji-pangcu dan sam-pangcu.
Begitu cepatnya kakek itu bergerak hingga ia
supah di dekat dua orang ini , menotok dan
robohlah dua pimpinan Pulau Api itu. Dan ketika
ia berkelebat kembali dan berdiri di tempatnya
semula maka dua Orang itu telah di bawah
cengkeramannya di mana sepuluh jari kakek ini
mencengkeram batok kepala dua wakil pimpinan
itu.1992
Gemparlah orang-orang Pulau Api.
Mereka tak tahu bagaimana kakek ini bergerak
karena tahu-tahu ia telah merobohkan dua wakil
pimpinan. Ji-pangcu dan sam-pangcu yang
lengah merasa kegirangan terkejut setengah
mati. Mereka melihat bayangan putih
menyambar dan pundakpun tersentak berjengit.
Hawa dingin menusuk tulang. Ping-im-kang
menembus sumsum mereka. Dan ketika
sebentar kemudian dua orang ini menjadi pucat
dan putih menggigil, beku seperti es maka kakek
itu tertawa memandang sang ketua.
"Bagaimana, siapa lebih penting dari
orang-orang ini . Mereka atau dua sutemu Tanpangcu. Haruskah kubekukan jantung mereka
agar dapat menjadi mayat segar."
Tepuk tangan tiba-tiba pecah di
rombongan kakek ini. Hoa Siu dan murid-murid
begitu gembira, dua gadis Lembah Es juga
berteriak dan memuji kehebatan kakek ini. Dan
ketika mereka berkelebat dan berendeng di kiri
kanan Thian-te It-hiap maka Wan-siocia
terkekeh.1993
"Bagus, setali tiga uang. Sekarang dua
sutemu tertangkap pula, Tan-pangcu, siapa yang
lebih kau beratkan. Ayolah, teruskan
sombongmu dan bicaralah jumawa!"
Ketua Pulau Api ini tertegun. la tak
menyangka begitu lihainya kakek itu hingga
sekali bergerak menangkap sutenya, dua
sekaligus. Tapi ketika ia menoleh memandang si
gila yang masih terus meledak-ledakkan
cambuknya laki-laki ini membentak,
"San-kongcu, jangan main-main di situ.
Lihat dua suteku tertangkap dan apa yang kau
lakukan. Apakah minta kupanggilkan roh gurumu
agar menghukummu dan mengerat kulitmu"
"Ah, jangan, heh-heh... aku geli lihat
domba-dombaku pangcu. Babi gemuk dan sapi
kurus ini lucu. Mereka meringis-ringis... lihat, gigi
mereka kekuningan!"
"Jangan hiraukan mereka dan cepat ke
sini. Ambil dua suteku itu dan hajar Thian-te Ithiap!"
"Thian-te It-hiap? Siapa jagoan ini?"1994
"Itu, tua bangka itu. Rampas kembali
suteku dan tinggalkan mereka!"
Si gila terkekeh menjeletarkan
cambuknya. Tanpa ba-bi-bu lagi ia meloncat ke
arah kakek ini, gerakannya luar biasa bagai elang
menyambar. Dan ketika Thian te It-hiap
membentak dan membuang dua tawanan
kepada gadis-gadis Lembah Es itu maka cepat
sekali ia menangkis cambuk dan mengkeraman
tangan kiri yang menyambar.
"San Tek, kau dicari Rajawali Merah Thai
Liong. Pergi dan jangan bantu orang-orang ini
atau kau dipotong telingamu...dess!" cambuk
tertolak sementara cengkeraman si gila bertemu
tangan dingin Thian-te It-hiap, tergetar dan si gila
berjungkir balik berteriak keras. la menyerang
sepenuh tenaga ketika tiba-tiba lawan menyebut
Rajawali Merah, buyar konsentrasinya dan saat
itulah tenaga Thian-te It-hiap menghantamnya.
Namun karena ia lihai dan berjungkir balik
membuang serangan maka ia selamat dan begitu
turun di tanah iapun lari terbirit-birit
meninggalkan lawan.1995
"Heii. jangan. , aduh, selamatkan
telingaku!"
Orang menjadi geli. Si gila lenyap
memegangi telinganya seakan benar-benar takut
dipotong. Hoa-siocia dan murid-murid wanita
tersenyum geli. Namun ketika tiba-tiba Tanpangcu bergerak dan menyambar Bhong Tek
Hosiang maka laki-laki ini membentak,
"San Tek, tak ada Rajawali Merah disini.
Kau tertipu. Kembalilah dan hajar Thian-te It-hiap
itu!" lalu mendorong si hwesio mendelik
memandang lawan ketua Pulau Api ini berkata,
dingin dan bengis,
"Aku tak menghendaki kau membunuh
suteku, tapi kalau kau memaksa aku nekat maka
hwesio inipun kusembelih. Nah, satu lawan satu,
Thian-te It-hiap, kita menukar tawanan!"
"Hm," Thian-te It-hiap tertawa dingin
"Tawananku lebih berharga daripada
tawananmu, pangcu, kecuali kalau kau tak
menghargai sutemu ini. Aku bersedia tukarmenukar namun bebaskan mereka semua!"1996
"Tidak bisa, tidak adil. Mereka berjumlah
banyak, Thian-te It-hiap, kau hanya menangkap
dua orang. Mana keadilanmu!"
"Kalau begitu begini saja, dua yang ini
ditukar dengan enam di antara mereka, para
ketua partai itu."
"Tidak, dua ditukar dua, atau biarlah
anak-anak murid ditukar dua suteku!"
"Kau curang, mereka pemimpinnya,
pangcu, masa ditukar anak-anak murid."
"Kaulah yang curang, atau biar semua ini
kubebaskan tapi berjanjilah kau tak mengganggu
lagi kami di sini!"
"Hm," kakek itu berkerut, matanya
bersinar-sinar. "Kedatanganku justeru
menghancurkan kalian, Tan-pangcu, bebas
Warisan Jenderal Gak Hui Oey Liong Kiam Karya Chin Yung 9 Dari Nadira Karya Leila S. Chudori Wiro Sableng 083 Wasiat-iblis

Cari Blog Ini