Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara Bagian 2
ini mendesis mendadak ia menangkap ruyung
dan dijobloskannya ke dada Kwee Huan. musuh
yang paling dibencinya.
" Hei...!"
Namun terlambat. Kwee Huan tak
menduga sama sekali bahwa di saat-saat terakhir
itu kakek ini masih mempunyai sisa tenaga. Sun
Cek Tojin memang hebat dan gagah benar kakek
itu. Ia memang memancing agar Kwee Huan
mendekat, setelah melepas gelang besinya. Dan
ketika ruyung menyambar namun ia menangkap
dan mendorongnya ke dada Kwee Huan116
meminjam tenaga Yauw Seng dengan satu
sentakan kuat maka tepat ketika gelang besi
menghantam kepalanya ruyung panjang itu juga
menancap di dada pembantu Tan-ongya ini, jarak
sudah sedemikian dekat..
"Cep-dess...!"
Kejadian cepat ini berlangsung
sepersekian detik. Kwee Huan yang tak
menyangka itu melotot, dia mengeluarkan
teriakan tertahan dan seakan tak percaya kepada
ruyung yang menembus dadanya. Sang sute juga
terkejut karena berkat kepandaian si kakek maka
tenaganya "dipinjam", langsung dipakai untuk
mencelakai kakaknya sendiri. Dan ketika Yauw
Seng juga tersentak melepas ruyungnya, laki-laki
itu tadi masih memegangi gagangnya maka Kwee
Huan roboh dan tewas, tak lama kemudian. Sun
Cek Tojin sendiri juga pecah kepalanya dihantam
gelang besi dan kepalanya terbelah. Betapa
hebatnya adu nyawa itu.
Dan tepat dua orang ini roboh, semua
tertegun dan membelalakkan mata maka
muncullah seorang laki-laki gagah berusia empat117
puluhan tahun, berbaju hitam dengan lukisan
harimau di dada kirinya. Wan-thai-suma...!.
Laki-laki ini mematung. Dia berdiri di atas
tangga gedungnya dan tersentak melihat
kejadian itu. Sun Cek Tojin, orang
kepercayaannya, tewas di depan mata.
Namun ketika semua orang berlutut dan
menyerukan namanya, Yauw Seng juga
terbelalak dan mundur memberi hormat maka
bangsawan ini sadar dan tiba-tiba turun dari anak
tangga, berlari-lari.
"Apa yang terjadi. Kenapa saling bunuh!"
"Maaf," Yauw Seng harus berbohong.
"Sun Cek Tojin hendak membunuh Tan-ongya,
Thai-suma. Kami mengejar dan hendak
menangkapnya namun ia melawan. Ia telah
membunuh suheng hamba dan kini ia pun
terbunuh!"
" Hmm..Pembantuku hendak membunuh
majikanmu? Sun Cek Tojin akan membunuh
kanda pangeran? Bohong, tak mungkin itu. Kau
bohong!"118
"Maaf," laki-laki ini terkejut, cepat saja
berkelit. "Urusan ini silahkan bertanya kepada
Tan-ongya, Thai-suma. Kami hanya pelaksana
dan pembantu."
"Apa alasannya Sun Cek Tojin hendak
membunuh kanda pangeran, Apa sebabnya dia
hendak melakukan itu?"
"Hamba kurang jelas, silahkan Thai-suma
tanyakan saja kepada ongya." Yauw Seng tentu
saja tak mau memberi jawaban, pura-pura tak
tahu karena sebetulnya ia pun tahu bahwa
suhengnya itu berbohong belaka. Rasa iri dan tak
senang suhengnya dilampiaskan dengan fitnah.
Ini tentu saja tak mau dibukanya. Dan ketika
Wan-thai-suma tertegun tapi marah besar,
penasaran dan pergi ke tempat kakaknya, maka
buru-buru sepasukan istana Sang menteri dapat
menjadi galak! Dan begitu tiba di sana maka Tanongyapun datang menyambut, sikapnya dingindingin saja.
"Ah, Wan-thai-suma kiranya. Mari,
silakan masuk, Thai-suma. .rupanya ada sesuatu
yang terburu-buru hendak dikatakan!"119
Wan-thai-suma tertegun. dengan
kedudukannya dapat saja ia memanggil kakaknya
ini menghadap, karena ia ingin menjaga
hubungan dan jangan sampai kakaknya itu sakit
hati, betapapun mereka masih saudara maka
Wan thai-suma ini tertegun mendengar
panggilan kakaknya terhadapnya itu. Bukan adik
Wan. seperti biasa melainkan gelar atau
kedudukannya sekarang. Sesuatu yang
menyimpan bara menyala!
" Kanda, maaf. Kita bukan orang lain dan
harap jangan panggil diriku dengan sebutan itu.
Bagi orang lain memang dapat, tapi bagi kita
sendiri tentunya tak usah, kita, sama-sama
kerabat istana. Aku datang memang ada urusan
penting dan ini bukan lain adalah tentang
pembantuku, Sun Cek Tojin. Benarkah dia
hendak membunuhmu dan apa alasannya?"
"Hmm, itu? Baik, Wan-thai-suma, itu
memang betul. Dan alasannya adalah karena itu
dilakukan atas perintahmu!"120
"Apa, perintahku? Bohong, dusta. Itu
tidak betul. Siapa yang bilang begini dan apa
alasanku menyuruh perbuatan gila itu!
"Alasannya sederhana, kau takut aku
merebut kedudukanmu itu. Kau sekarang sudah
menjadi Thai-suma!"
"Ah, " sang bangsawan tertegun,
membelalakkan mata. Takut direbut? Masalah
kedudukan dan pangkat ini? Ha-ha!" Wan-thaisuma tiba-tiba tertawa, ganti mengejutkan
kakaknya. "Kau gila, kanda pangeran. Kau salah
besar, Aku sama sekali tidak takut karena kalau
kau ingin pun sekarang juga bisa kuserahkan. Ini
atas kehendak baginda, bukan aku pribadi.
Tuduhan itu fitnah. Siapa yang bilang begini dan
dari mana kau tahu!"
"Mana pembantuku Kwee Huan.."
"Ada apa dengan dia."
"Dialah yang memberi tahu dan kau
dapat menanyainya sendiri!"
"Hm, dia tewas," Wan-thai-suma
mengerutkan kening, kakaknya berubah. "Aku,121
Aku hendak datang karena justeru untuk ini. aku
hendak memberi tahu kepadamu bahwa Kwee
Huan maupun Sun Cek Tojin sama-sama
roboh. Mereka mati bareng!"
"Kwee Huan terbunuh? Bohong, dia tadi
mengejar-ngejar pembantumu. Sun Cek sudah
kehabisan tenaga!"
Benar, kanda, dan aku menyesal tentang
itu. Tak kusangka bahwa gara-gara ini
pembantumu dan pembantuku saling mengadu
jiwa. Dan tentang perkiraan itu,Hhmm.... sama
sekali tidak benar. Aku tidak menyuruh Sun Cek
Tojin atau siapapun untuk membunuhmu. Aku
tidak takut kedudukanku kau ambil alih!"
"Kalau begitu serahkan kepadaku. Aku
saudara tertua!"
"Urusan ini! harus kita bicarakan bersama
Sri baginda, kanda. Aku tak dapat
menyerahkannya begitu saja., Jabatan ini bukan
seperti orang beli pisang goreng."
"Hm, dan aku tak mungkin berhasil. Kau
tahu ini!" Kau telah mempengaruhi sri baginda.
Kau telah mengguna-guna!"122
"Apa?"
" Maaf, aku tak perlu bicara lagi, Wanthai-suma.Kalau kau benar-benar rela
menyerahkan kedudukan itu bicarakanlah
kepada sri baginda dan kutunggu hasilnya. Kalau
tetap seperti ini maka kuanggap kau bicara
seperti burung dan omong kosong belaka!"
Sang adik tertegun. Sang kakak sudah'
bangkit dan masuk ke dalam sementara dia
dibiarkan begitu saja, sendirian. Seorang menteri
dihina orang yang lebih rendah! Namun karena
Tan-ongya adalah kakaknya dan Wan-thai-suma
in? adalah seorang laki-laki bijak yang tahu
membatasi marah maka ?ia menarik napas
dalam dan memutar tubuhnya. Hari itu juga dia
pulang ke rumah dan betullah dugaannya bahwa
kepangkatannya itu menimbulkan bibit
kebencian di hati saudaranya. Dan ketika ia
muram karena disangka mengguna- gunai sri
baginda, hal yang menggelikan maka malam itu
juga bangsawan ini menghadap kaisar, ia
melapor dan menyatakan maksudnya untuk123
menyerahkan kedudukan kepada kakaknya,
pangeran Tan.
"Hamba hendak melapor bahwa
keributan siang ta?i hanyalah peristiwa kecil, tak
mengganggu keamanan Tapi inti dari persoalan
ini menyulitkan hamba, baginda. Dan hamba
ingin mengundurkan diri".
"Mengundurkan diri? Apa yang kau
maksud?" Sri baginda tercengang. "Tewasnya
dua orang itu sudah kudengar, Wan-thai-suma.
Tapi aku tak mengerti apa arti kata-katamu
terakhir tadi. Mengundurkan diri tentang apa!"
"Hamba hendak mengundurkan diri dari
kedudukan hamba sekarang. Dan hamba, maaf. .
hamba ingin menyerahkannya kepad? kakak
hamba, Srl baginda. Sudilah paduka memberikan
kedudukan ini kepada kanda Tan!"'
"Astaga!" sang kaisar terkejut. "Kau gila,
Wan-suma. Tidak waras. Apa alasanm dengan
bicara seperti itu!"
" Alasan hamba sederhana saja, kanda
Tan saudara tertua sedang hamba hanya saudara
nomor tiga."124
"Ha-he..he, kedudukan dijabat bukan
karena urutan saudara tua atau bukan,
melainkan oleh cakap tidaknya yang
bersangkutan itu. Eh, kalau kau lebih cakap dan
cocok apakah kedudukan itu harus kuserahkan
orang lain, Wan-suma? Tidak, dan aku sudah
merundingkan ini dengan Kepala Agama. ,
Kakakmu tak pantas karena kerjanya senang
foya-foya saja. Dan batinnya,., juga kurang
bersih. Aku tidak mau memilihnya karena ia
tamak dan tak berjiwa bijak. Kau paling cocok
dan kau harus terus menduduki jabatan itu, demi
negara!
"Tapi... tapi..." Wan-thai-suma bingung
Nanti kanda Tan memusuhi hamba, baginda, dan
dugaannya dianggap betul!"
"Dugaan apa itu, kenapa kau takut!"
"Hamba dikira mengguna-gunai paduka.
Memperoleh kedudukan dengan mempengaruhi
paduka!"
"Ha-ha, orang kalau pikirannya buruk
selalu ada-ada saja perkiraan atau pikiran jelek.
Aku tak merasa itu, Dan tentang dimusuhi125
kakakmu, hm, ada aku di sin?. Kalau dia macammacam nanti aku yang menghukum. Sudahlah,
pulang dan tenangkan hatimu. Permintaanmu
kutolak. Alasanmu tak dapat kuterima!"
Wan-thai-suma tertegun. Kaisar
mengulapkan rangannya dan itu tandanya dia
harus pergi. Pembicaraan sudah selesai. Dan
ketika pria ini mundur dan memberi hormat ,
pergi dengan muka lesu maka kaisar justeru
kagum dan bersinar-sinar memandang Menteri
Utamanya itu. Kedudukan demikian tinggi ringan
Smsaja hendak dilepaskan, sungguh langka! Dan
ketika kaisar justeru kagum dan semakin mantap
hatinya, Wan-thai-suma semakin meyakinkan,
maka justeru bangsawan itu yang kebingungan
sendiri.
"Wah apa kata kakaknya kalau sudah
begini? Tentu cemooh dan ejekan saja. Dakwaan
kakaknya bahwa dia mempengaruhi atau
mengguna-gunai sri baginda bakal semakin
mantap". Dan ketika menteri itu pulang dan
menutup pintu kamarnya maka tiga hari Wan-126
thai-suma ini tak dapat bekerja. Dan saat itu
muncullah kakaknya nomor dua, Yo Hong.
"Hm, ada apa ? Kenapa adik Wan
kelihatan murung? "
"Ah, kanda Yo kiranya? Mari, duduk,
"kanda. Aku ada persoalan rumit. Pusing
kepalaku memikirkan ini!"
"Soal apa, apakah tentang kanda Tan!"
"Benar, kanda tentu tahu bahwa..."
"Ya-ya, aku tahu. Aku telah mendengar.
Tapi kata-kata sri baginda memang cocok. Kau
tak boleh melepasken kedudukan itu. Apa
ja?inya rakyat dan negara kalau ?ipimpin oleh
Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kanda Tan. Sehari-hari kerjanya hanya senangsenang dan main perempuan. Lihat saja kemarin
itu ia berburu sambil membawa tujuh wanita'
cantik untuk diajak kencan di hutan. Apakah
pantas"
Wan-thai-suma tertegun. "Maaf,"
kakaknya nomor dua ini sudah menarik kursi.
"Pekerjaanmu tak boleh ditinggalkan adik Wan.
Banyak surat-surat penting yang harus kau lihat.
Kau masih harus mengatur negeri dan127
kesejahteraan rakyat. Para pembantu menunggu
keluarmu. Hadapi mereka dan jangan biarkan
urusan istana terbengkalai. Aku sudah tahu itu
dan aku berdiri di belakangmu!"
Wan-thai-suma membelalakkan mata.
Tiba-tiba kakaknya itu tertawa dan memberi
nasihat banyak-banyak. Bahwa ia tak boleh
meninggalkan pekerjaannya karena banyak
bawahan menunggu. Pajak dan surat-surat
penting harus ditandatangani, atau nanti rakyat
berhenti bekerja dan itu merugikan negara. Dan
karena berhentinya kegiatan berarti sia-sianya
energi, boros terbuang cuma-cuma maka sang
kakak menutup dengan satu nasihat
mengesankan.
"Urusan seorang tak boleh merugikan
ribuan lainnya. Kalau kau mengabaikan ini maka
dosamu kepada rakyat tak terampuni. Nah, tutup
kebingunganmu itu dan bekerjalah. Jangan
urusan pribadi menimbulkan kerugian rakyat!"
Wan-thai-suma bangkit berdiri. Tiba-tiba
matanya menjadi hidup dan gairah untuk bekerja
lagi memancar di pandangannya.,Benar, ia telah128
melupakan tugas negara hanya karena
persoalannya dengan sang kakak. Urusan satu
orang tiba-tiba saja merugikan ribuan yang
lainnya. ketika ia bangkit berdiri dan bangkit
semangatnya oleh dorongan ini, apalagi
kakaknya nomor dua itu berada ?i belakangnya
maka Wan-thai-suma memeluk dan mengucap
terima kesih, air mata berlinang-linang.
"Kanda Yo, aku sekarang sadar. Baiklah,
apapun kata kanda Tan nanti biarlah tak
kuhiraukan. Kaisar telah menolak pengunduran
diriku dan aku tak berdaya. Aku akan bekerja dan
tak akan melalaikan rakyat!"
Begitulah, Wan-thai-suma lalu bangkit
bekerja lagi. Tiga hari ditinggalkan ternyata
pekerjaan bertumpuk, agak menyesal juga dia.
Tapi ketika dia bekerja lagi dan kegagalannya ini
didengar kakaknya, Tan-ongya mencibir maka
pangeran itu mendengus dan semakin berapiapi. "Sudah kuduga, mana mungkin berhasil.
Kalau guna-guna itu tidak dibuang tetap saja sri129
baginda memakai tenaganya. Huh,, aku harus
mencari akal bagaimana dia ditendang!"
"Paduka tak usah khawatir," Yauw Seng
mengobor-obori. "Ada akal untuk in?, pangeran.
Masih .ada jalan. Bagaimana kalau ia kita buat
sakit dan cari dukun ampuh"
"Maksudmu?"
"Selama ia masih hidup tentu sri baginda
kaisar tetap tertarik kepadanya. Nah, cari saja
orang sakti dan kebetulan aku kenal seorang
pertapa yang pandai menenung!"
"Hm, kita bunuh dia dengan jalan
menyakitinya?"
"Benar, dan Sun Cek Tojin sudah tak ada
lagi di sampingnya. Hamba mempunyai seorang
pertapa yang dapat menenung orang lain. Kita
tenung dia dan biarkan sekarat sampai akhirnya
mati!"
"Ha-ha, cocok sekali!" Tan-ongya
tertawa. bergelak. "Aku sependapat, Yauw Seng.
Suruh dan panggil ke mari pertapa itu. Cepat, aku
ingin membunuh si Wan-thai-suma itu lewat
tenung!"130
"Tapi hadiah untuk hamba?"
"Wah, belum bekerja minta hadiah?"
Kau minta apa?" Tan-ongya terbelalak,
wajahnya berseri-seri.
"Hamba, he-he..'" Yauw Seng tertawa
licik. Hamba tergila-gila kepada selir tercantik
paduka, pangeran bolehkah hamba memiliki Bhi
Li"
"Apa? Bhi Li?"
*** Credit:
Sumber Buku Gunawan Aj
Kontributor Awie Dermawan
Edit OCR Yons
Koleksi Kolektor EBook131
PUTERI ES
(Lanjutan "Rajawali Merah")
Karya Batara
Jilid III
* * * "YA, Bhi Li, pangeran. Kalau boleh.."
"Ha-ha, ambillah. Di sini masih ada
segudang wanita-wanita cantik. Kau boleh ambil
selirku itu asal tukang tenung itu mampu
membunuh Wan-thai-suma!"
"Terima kasih," dan Yauw Seng yang
berseri meloncat ke belakang, tak tahan dan
segera mendapatkan pujaannya itu lalu melepas
dulu gairah birahinya sebelum memanggil si
"dukun"' ampuh.
Bhi Li terpekik ketika tiba-tiba pintu
kamarnya dibuka, laki-laki ini berkelebat dan
kemudian menutup kembali, langsung membuka
baju dan pakaian sambil tertawa-tawa. Sikapnya
sungguh seperti kucing mendapat dendeng,132
rakus, berkesan urakan pula. Yauw Seng memang
laki-laki Tapi ketika laki-laki itu menjelaskan
bahwa si Cantik itu sekarang miliknya, pangeran
telah memberikannya kepadanya maka Bhi Li tak
dapat berbuat apa-apa dan rasa kaget atau
marahnya hilang.
Wanita ini sebenarnya kecewa juga
kenapa Tan-ongya melepasnya, memberikannya
kepada pembantunya ini. Namun karena
kehidupan laki-laki bangsawan memang begitu
dan wanita hanyalah sebagai hiasan saja, Bhi Li
menyerah maka Yauw Seng menubruknya
dengan nafsu berkobar-kobar. Sudah lama
sebenarnya dia tergila-gila kepada selir tercinta
majikannya ini.
"Ha..Ha..ongya telah menghadiahkan
dirimu kepadaku, Bhi Li. Kemarilah, kita
bercumbu dan nanti boleh kau tanya pada
pangeran kalau tidak percaya!"
"Aku percaya, tapi nanti dulu... jangan
seperti kucing kelaparan begini. Ih, jangan main
gigit, Yauw Seng. Aduh, kau menimpa tubuhku!"133
Sute dari Kwee Huan itu terbahak-bahak.
la begitu gembira dan bernafsu dan karena itu
main timpa saja. Si cantik yang rupanya baru
berdandan langsung diterkamnya, hidung
mendengus-dengus dan tentu saja wanita ini
menjerit. Permainen Yauw Seng brutal. Tapi
ketika ia harus menerima dan pagi itu juga Yauw
Seng bersenang-senang sepuas hati maka
barulah malam harinya ia meninggalkan
kekasihnya dan tiga hari kemudian dia sudah
datang lagi dengan seorang kawannya tengkorak
hidup yang tawanya bagai kuda, menghadap
Tan-ongya.
*** "Inilah orang yang hamba maksud," lakilaki itu berseri menghadap majikannya. "Hamba
datang membawa pesanan paduka pangeran.
Inilah Hwee-long Bong Cwan Ek!
"Hm-hm.. " sang pangeran agak ngeri, si
muka tengkorak itu menyeringai, menjura. "Dari
mana dia, Yauw Seng, dan apakah sudah tahu134
apa yang menjadi keinginanku? Ini rahasia besar,
tak boleh orang lain tahu!"
"Heh-heh," Si muka tengkorak terkekeh,
tawanya mirip kuda meringkik.
"Hamba tahu apa yang menjadi keinginan
paduka, pangeran. Dan tentu saja ini rahasia kita
bertiga. Hamba sanggup membunuh Wan-thaisuma, dengan ilmu hamba. Tapi apa yang akan
hamba peroleh kalau sebelumnya hamba boleh
tahu."
"Hm, hadiah diberikan kalau sudah ada
bukti. Dan bisakah sebelumnya kau memberikan
buktimu di sini".
"Paduka minta apa? Apa saja sanggup
hamba lakukan di sini. Akan hamba buktikan!"
"Kau bunuh saja ayam di kandang
pangeran. Biar yang kecil - kecil dulu menjadi
bukti" Yauw Seng tiba-tiba berkata dan berseru
kepada temannya itu, tahu maksud
junjungannya. "Coba kautunjukkan dari sini,
Cwan Ek. Dan biar pangeran melihat dengan
mata kepala langsung!"135
"Baik, ayam mana yang kau minta. Yang
putih ataukah hitam itu. Hm, ada juga jago
merah!"
Sang pangeran tertegun. Si muka
tengkorak ini mengeluarkan cermin dan tiba-tiba
saja dari dalam cermin itu muncul bayangbayang tiga ekor ayam jago di kandang. Bayangbayang itu menjadi jelas setelah diusap tiga kali.
Tiga ayam jago itu tampak gagah dan sombong di
tempatnya masing-masing. Dan ketika kakek ini
berkemak-kemik dan menjentik jago hitam di
dalam cermin tiba-tiba terdengar keok yang
keras sekali sampai terdengar di ruangan itu.
"Ah, apa yang kau lakukan" sang
pangeran terkejut, terbelalak. "Jago hitam itu
jangan diganggu, Bong Cwan Ek. Itu ayam
kesayanganku!"
"Heh-heh, hamba hendak menunjukkan
kepada paduka bahwa hamba mampu
membunuh ayam itu dari sini. Kalau begitu ayam
mana yang harus hamba bunuh!"
"Yang merah saja. Dia sering kalah
bertarung dan coba kau buktikan kepadaku" sang136
pangeran mengerti, tertawa dan berseri dan
seketika harapannya timbul. Si muka tengkorak
yang ketawanya mirip ringkik kuda ini ternyata
hebat. Ia dapat mengganggu mahluk lain dari
jarak jauh. Dan ketika kakek itu terkekeh dan
mengambil sebatang hio, dupa wangi, maka ia
berkata bahwa ayam itu akan ditusuknya dari
situ.
"Lihat, dari sini hamba akan membunuh
ayam itu, pangeran. Lehernya akan hamba tusuk.
Maaf!"
kakek ini menusukkan batang hionya ke
atas cermin, tepat di leher ayam jago merah dan
ajaib hio itu tembus ke bawah. Dan begitu leher
ayam ditusuk maka di kandang terdengar keok
dan pekik kesakitan ayam itu, yang juga terlihat
di situ dari cermin.
"Keoookkkk...!" Tan-ongya meremang. la
melihat betapa ayamnya tiba-tiba menggelepar,
batang hio itu menancap sampai dalam namun
karena kakek itu masih memeganginya maka
ayam itu tidak roboh. la meronta-ronta dan
menggelepar dan baru setelah, kakek ini menarik137
batang hionya kembali robohlah ayam itu. Darah
mengucur dari lukanya di leher, deras.
Dan ketika Yauw Seng terbahak dan
meminta agar pangeran Itu menyuruh orangnya
mengambil ayam itu, yang tampak dari dalam
cermin maka Tan-ongya meloncat dan bertepuk
tangan memanggil pelayan. Dengan tergesa ia
menyuruh pelayan itu berlari mengambil ayam
merah, menunggu dan tak lama kemudian
pelayan itu datang dengan ayam yang dimaksud.
Dan ketika pangeran tertegun karena keadaan
ayam persis sama seperti apa yang tadi dilihat di
cermin maka Yauw Seng, pembantunya, tertawa
bergelak.
"Ha-ha, bagaimana, pangeran. Bukankah
persis sama!"
"Ya-ya, ajaib sekali. Ah... kalau begitu
temanmu ini dapat pula membunuh musuhku
dari sini. He, coba kau lakukan itu kepada Wanthai-suma, Cwan Ek. Aku ingin melihat ia sekarat.
Jangan bunuh dulu, siksa dan tusuk-tusuk
lehernya seperti ayam itu. Ha-ha... aku ingin
melihat!"138
Laki-laki ini mengangguk. Pelayan itu
sendiri sudah keluar lagi dan merekapun bertiga
Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
saja di ruangan dalam. Ini pekerjaan rahasia. Dan
ketika kakek itu tertawa dan mengambil dupadupa wanginya maka ia menggosok cermin dan
berkata,
"Apakah pangeran tak ingin melihat dulu
di mana dan apa yang sedang dikerjakan musuh
paduka itu. Dan hamba sendiri. hmm.... apa
hadiahnya, pangeran. akankah paduka telah
melihat bukti dari pekerjaan hamba."
"Ha-ha, kau mau minta apa. Apa saja
dapat kuberikan!"
"Bagaimana kalau ia bekerja sekalian di
sini?" Yauw Seng tiba-tiba mendahului,
memotong. "Bong Cwan Ek ini setingkat dengan
hamba, pangeran, dia juga berkepandaian tinggi.
Hamba hanya kalah ilmu tenungnya itu. Dia
dapat menggantikan suheng hamba Kwee
Huan!"
"Ha-ha, boleh. Kau dapat bekerja pula di
sini!"139
"Tapi hamba juga ingin main-main
dengan wanita-wanita cantik," si muka
tengkorak itu terkekeh, matanya melirik ke
dalam, tempat para selir. "Kalau boleh tentu
hamba tinggal di sini, pangeran. Tapi apakah
paduka setuju atau tidak."
"Hm, mereka?" Tan-ongya tertegun, tapi
akhirnya mengangguk. Tak tahu apakah ada selirselirnya yang mau melayani Bong Cwan Ek ini.
Habis, mukanya seperti tengkorak! "Kalau kau
dapat menundukkan yang kau suka tentu saja
boleh, Cwan Ek. Tapi jangan sampai menakutnakuti!"
"Ha-ha!" Yauw Seng tahu maksud
majikannya. "Kalau ada wanita yang menolak
Bong Cwan Ek maka dia bukan si ahli tenung,
pangeran. Teman hamba ini pandai. Dia dapat
menundukkan siapapun untuk dijadikan
kekasihnya. Kalau perlu, permaisuripun dapat
direngkuhnya!"
"Hm, jangan bertindak yang melebihi
bahaya. Di tempat kaisar ada orang-orang
tertentu yang berkepandaian tinggi. Kalau kita140
sampai ketahuan tentu nanti celaka. Sudahlah,
Cwan Ek boleh memilih siapa saja wanita di sini
tapi jangan di luar!"
"Terima kasih, dan sekarang juga hamba
akan bekerja." tetapi ketika kakek itu akan
meletakkan dupa-dupa wanginya mendadak
pangeran ingin tahu bagaimana kakek itu mampu
menundukkan wanita.
"Tunggu, nanti dulu, Cwan Ek. Coba aku
ingin tahu dulu bagaimana kau membuat
seorang wanita jatuh hati kepadamu. Perlihatkan
kepadaku apakah benar kau dapat melakukan itu
dan cari serta datangkanlah seorang di
antaranya!"
"Paduka suruh hamba menjatuhkan
seorang selir?"
"Ya-ya, aku ingin tahu bagaimana dia itu
bisa jatuh cinta kepadamu!"
"Heh-heh, gampang. Kalau begltu maaf
hamba akan memilih dulu seorang di antara
mereka. Bolehkah hamba memasuki keputren."
"Kau mau ke sana?"
"Tidak, dari sini saja."141
"Baik, coba lakukan, Cwan Ek. Dan aku
semakin tertarik saja!"
Kakek itu terkekeh. Cermin yang sudah
diusap mendadak dihapus lagi, berkemak-kemik
dan tiba-tiba ia membalik menghadapkan
cerminnya keluar gedung, ke sebelah selatan. Di
situ terletak keputren dan ke sinilah kakek itu
mengarahkan cerminnya. Dan ketika ia
menggosok dan meniup dua kali mendadak
seluruh keputren tampak di cermin itu, termasuk
semua selir dan dayang-dayangnya.
"Ha-ha, lihat, pangeran. Cwan Ek telah
masuk ke keputren!"
Sang pangeran terkejut. Cepat dan
mengejutkan tahu-tahu dua puluh tiga selirnya
kelihatan di situ. Mereka ada yang berba ringbaring dan makan minum. Dan ketika pangeran
kagum namun selir kedua puluh - empat tak
tampak di situ, ia memiliki dua puluh lima selir
tapl yang satu sudah diberikan Yauw Seng, yakni
si cantik Bhi Li itu maka pangeran berkerut
kening dan berseru agar kakek itu mencari selir
terakhirnya ini.142
"Ada seorang yang kurang. Coba kau cari
di mana dia dan sedang berbuat apa!"
"Hm, ada seorang lagi? Baik, akan hamba
putar cermin ini, pangeran. mungkin di kamar
lain..."
Ajaib, cermin itu lalu mengikuti semua
sudut yang dicari laki-laki ini. Gerakan demi
gerakan diputar bagai film, lalu ketika berhenti
dan menumbuk sebuah kamar mandi maka
tersenyumlah kakek itu, matanya bersinar-sinar.
"Selir paduka ada di dalam bilik itu.
Apakah hamba teropong."
"Ya-ya, coba lihat, Cwan Ek. Sedang apa
dia!" dan baru kata-kata ini diselesaikan
mendadak si kakek menggosok lebih terang
dan.... tampaklah selir itu sedang mandi di
dalam, gejebar-gejebur.
"Nah, itulah dia, pangeran. Maaf kita
nonton wanita telanjang!"
"Ha-ha!" sang pangeran tertawa
bergelak. "Kau hebat dan jempolan sekali, Cwan
Ek. Aih, cerminmu luar biasa. Itu Hong Nio!"143
"Hamba boleh terus merekam
pemandangan ini?"
"Boleh-boleh! Ah, ha-ha... dia tak tahu
kita tonton!" Tan-ongya kagum bukan main,
tertawa dan mendecak tapi Yauw Seng
pembantunya melotot. Birahi bangkit dengan
cepat namun tiba-tiba kakek itu memadamkan
cerminnya. Hong Nio, si cantik yang sedang
mandi tiba-tiba ambyar, tak kelihatan lagi. Dan
ketika Yauw Seng berseru kecewa karena gemas,
si kakek terkekeh maka berkatalah kakek ini
bahwa Hong Nio itulah yang dipilih.
"Hamba memilih wanita ini. Apakah
paduka tak keberatan kalau dia hamba panggil ke
sini."
"Kau memilih Hong Nio? Baik, bolehboleh saja, Cwan Ek. Tapi buktikan bahwa dia
mau menerimamu "
"Tentu menerima, hamba tanggung...."
dan ketika kakek itu bersedakap dan berkemakkemik, sihir atau ilmu tenung dilancarkan maka
di sana, Hong Nio, si cantik yang sedang mandi144
tiba-tiba seakan mendengar seruan, lirih,
bergetar.
"Hong Nio, kau dipanggil pangeran. Ke
sinilah, seorang jejaka tampan sedang
menunggumu. Berpakaianlah yang rapi dan
harumkan sekujur tubuhmu dengan wangiwangian!"
Aneh, wanita itu bergerak. Si kakek lalu
mengambil cerminnya lagi dan memasang,
menghidupkannya dan tampaklah tak lama
kemudian si cantik itu menuju ruangan ini. Yauw
Seng meleletkan lidah melihat lenggang yang
aduhai ini. Gerak-gerik wanita itu ternyata halus.
Dan ketika semua itu ditonton dari cermin, baik
Tan-ongya maupun Yauw Seng terbelalak kagum
maka tak lama kemudian muncullah wanita ini.
Sejenak ia tampak kebingungan namun suara
bergetar yang kuat mempengaruhinya itu
mendesau lagi, terus berbisik-bisik di telinganya
dan masuklah wanita itu ke dalam. Dan ketika ia
menguak kerai di tengah ruangan maka ia
tertegun melihat Tan- Ongya, juga Yauw Sang.
dan begitu pandang matanya beradu dengan145
Bong Cwan Ek tiba-tiba la mengluha tertahan dan
tanpa dapat dicegah lagi wanita itu jatuh
berlutut, menggigil.
"Ongya, apa.... apa maksud paduka
memanggil hamba..."
Suara itu lirih dan gemetar. Tan-ongya,
yang terkejut dan terbelalak melihat ini tiba-tiba
tertawa bergelak. Dipandanglah kakek itu dan
seketika dia tahu bahwa jerat sudah terpasang.
Hong Nio lumpuh melihat si kakek. Dan karena
justeru si kakek itulah yang lebih
berkepentingan, ia kagum dan tertawa bergelak
maka ia berseru,
"Hong Nio, kau akan diminta Hwee-long
(Srigala Kelabu) Bong Cwan Ek ini. Maukah kau
melayaninya dan menjadi kekasihnya?" "Apa?"
"Kau dimintanya, Hong Nio. Aku
mempunyai seorang pembantu pandai lagi. Nah,
jawablah mau atau tidak kau menerima orang
ini!"
Luar biasa Hong Nio mengangguk. Dan
ketika wajahnya dan tampak tersipu-sipu,
matanya berbinar sekali maka la menjawab,146
"Hamba siap menerima perintah ongya.
Dan siapakah tak senang orang gagah ini. Kalau
paduka perintahkan tentu saja hamba menurut.
hidup hamba di tangan paduka, terserah
paduka."
"Eh, ini bukan perintahku. Ini
pertanyaanku. Senangkah kau dan maukah kau
melayaninya. Cintakah kau kepadanya!. "
"Hamba cinta..."
"Kau cinta? Benar-benar cinta?"
"Kalau paduka menyerahkan hamba
tentu saja hamba menerimanya, ongya. Hamba
memang cinta!"
"Ha-ha, luar biasa!" Tan-ongya tak habis
kagum dan terbahak. "Lihat siapakah dia ini,
Hong Nio. Bagaimanakah wajahnya menurut
pendanganmu!"
"la gagah, tampan.... hamba... hamba
mencintainya!" Tan-ongya bertepuk tangan. ia
terkejut dan tak habis pikir bahwa kakek
bermuka tengkorak dikata gagah dan tampan.
Kalau bukan pengeruh tenung adakah Hong Nio
akan bicara seperti itu.147
" Ah," orang glla saja yang dapat berkata
seperti itu. Dan kagum bahwa guna-guna hitam
telah menguasai Hong Nio maka kakek itu
berseru kepada laki-laki itu,
"Cwan Ek, kau telah mendengar jawaban
kekasihmu. Nah, bagaimana kalau tugas kau
kerjakan dulu dan baru setelah itu kau
bersenang-senang!"
"Heh-heh, hamba tak keberatan,
pangeran. Kalau begitu biar dia hamba suruh
tunggu di kamar tapi Hong Nio akan hamba suruh
cium sebentar!" lalu melangkah dan berhenti di
dekat wanita itu, menepuk pundaknya kakek ini
berkata, serak, tapi di telinganya Hong Nio
terdengar begitu manis dan mesra,
"Hong Nio, kau tunggu aku di kamar.
Siapkan segalanya di sana., rapikan
pembaringan. Maukah kau menciumku di depan
pangeran?"
"Tentu saja," wanita itu bangkit berdiri,
jiwa dan perasaannya dikuasai cinta hitam. "Aku
menunggumu, koko... jangan lama-lama!" dan
tidak malu-malu atau canggung dl depan148
pangeran, kegembiraan bahkan memancar di
wajah si cantik Itu, maka Hong Nio memeluk dan
mendaratkan ciumannya di bibir si kakek. Tak
tanggung-tanggung, sampai berkecup keras! Dan
ketika kakek itu tertawa dan Hong Nlo terkekeh
manja, didorong agar melepaskan pelukannya
maka pangeran maupun Yauw Seng bengong
akan peristiwa itu. Wanita secantik Hong Nio
ternyata tak jijik mencium Bong Cwan Ek, laki-laki
kurus yang sudah termasuk tua bangka. Dan
ketika wanita itu lenyap dan melambaikan
tangan nya di balik tirai, berlari dan menunggu
laki-laki ini maka Bong Cwan Ek tersenyum dan
berkata,
"Lihat, siapapun dapat hamba tundukkan, pangeran. Dan siapapun juga dapat hamba
lenyapkan. Sekarang hamba akan bekerja dan
lihat Wan-thai-suma akan hamba bunuh!"
"Nanti dulu, jangan dibunuh. Siksa dulu
seperti tadi kau menyiksa ayam jagoku. Dan
bolehkah aku ikut menusuk-nusuk agar dia tahu
rasa!"149
"Paduka mau ikut bermain? Boleh, mari,
pangeran. Lihat berapa lama dia tahan, hehheh!"
Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tan-ongya berseri-seri. Si kakek sudah
menyiapkan cerminnya dan mula-mula cermin
itu diarahkan ke gedung Wan-thai-suma. Lalu
begitu terdapat segeralah cermin itu digosok dan
ditiup. Dan ketika kakek itu juga berkemak-kemik
dan seluruh gedung Wan-thai-suma muncul,
Tan-ongya takjub maka pangeran ini berseru
keras melihat wajah adiknya.
"Itu dia... ha-ha, itu Wan Sut!"
"Itu Wan-thai-suma? Bagus, pegang hiohio ini, pangeran. Dan biar hamba ketuk
kepalanya dahulu!"
si kakek menyeringai, jari bergerak dan
diketuknya belakang kepala Wan-thai-suma itu.
Waktu itu Wan-thai-suma sedang berjalan dan
tiba-tiba terdengar jeritannya. Di dalam cermin
itu laki-laki ini berteriak, jelas benar
kelihatannya. Dan ketika ia roboh dan
memegangi kepalanya, para pengawal
berdatangan maka Bong Cwan Ek menyuruh150
pangeran menusuk-nusukkan hionya, batang
dupa wangi itu.
"Mulai, hamba telah melumpuhkan,
otaknya, pangeran. Tusuk ke bagian yang, mana
paduka suka!"
"Ha-ha, aku akan menusuk lehernya. Ugh,
gemas aku. Lihat!" dan ketika Tan-ongya
menggerakkan dan menusukkan batang
dupanya, di sana Wan-thai-suma berteriak maka
selanjutnya batang dupa itu ditarik dan
ditusukkan lagi ke pundak dan kaki atau tangan
menteri itu. Wan-thai-suma menjerit dan
meronta-ronta dan tentu saja kejadian ini
menggemparkan. Pengawalnya, yang heran dan
bingung bagaimana tuannya kesakitan tiba-tiba
menolong dan coba membangunkan
majikannya. Tapi begitu darah mengucur dan
menyemprot dari luka-luka kecil sebesar lidi
maka mereka pun panik dan berteriak-teriak.
Gedung Wan-thai-suma menjadi gaduh
dan isteri atau kerabatnya menjerit. Mereka ini
telah berlarian dan melihat apa yang terjadi.
Namun ketika menteri itu berteriak dan151
berjengit-jengit, lakunya seperti orang ditusuki
maka istanapun geger dan para tabib diundang.
Namun tak ada yang mampu menolong. Tanongya menusuk-nusuki atau mencobloskan
batang dupanya di sana. Siapa yang tahu!" ia
terkekeh atau tertawa dan tampak pangeran ini
gembira benar. Ia sekarang tak mau membunuh
dulu adiknya itu sebelum disiksa, Biar Wan-thaisuma sekarat dan mati mengerikan. Dan ketika
kejadian ini berlangsung selama tiga hari
berturut-turut dan tentu saja kejadian ini meluas
ke gedung-gedung lain, akhirnya tertangkap pula
oleh Yo-ongya maka pangeran Yo itu menjenguk
adiknya. Dan alangkah kagetnya melihat keadaan
adiknya yang mengerikan.
Sekujur tubuh adiknya itu penuh lubang
lubang kecil dan dari puluhan atau bahkan
ratusan lubang itu keluar tetesan-tetesan darah.
Isteri dan keluarganya menangis tak keruan.
Wan-hujin (nyonya Wan) bahkan histeris dan
roboh pingsan berulang-ulang. Dan karena ini
lagi-lagi mengganggu tugas negara, Wan-thaisuma dinyatakan sakit maka tertegunlah Yo-152
ongya bertanya kepada para tabib yang sudah
berusaha keras menyembuhkan derita adiknya
yang tak kunjung berakhir.
"Apa yang terjadi. Penyakit apa ini Siapa
yang tahu!"
"Hamba.. hamba tak tahu. Kami semua
bingung sendirian, ongya. Ini... ini penyakit aneh!
"kalian tabib-tabib istana, masa tidak
tahu. Heh, jangan berlagak bodoh, ahli-ahli
pengobatan. Kalian pasti tahu!"
"Ampun". seorang tabib tua maju
menggigil, punggungnya dilipat. "Kami bukan
menghadapi penyakit biasa, ongya Ini
bukan penyakit melainkan akibat teluh.
Kami tak sanggup. Kalau paduka hendak
menyembuhkannya barangkali hanya ada satu
jalan, yakni ke tempat Thio-taijin!
"Thio-taijin? Kepala Agama-agama"
"Benar, kami bersepakat bahwa Thiotaijinlah yang mampu, ongya. Dia seorang
berbatin tinggi dan penuh ilmu Keagamaannya
tentu dapat menolong, sedikitnya dengan doa
atau mantra-mantra!"153
"Kalau begitu bawa ke sana!" sang
pangeran terkejut, bergegas. "Hayo angkat dan
tandu Wan-thai-suma, pengawal. Kita ke gedung
Thio-taijin!"
Semua mengangguk dan tergesa. Sekarang menteri Wan tak sadarkan diri dan sering
berteriak atau terlonjak-lonjak sendirian.
Mulutnya berbuih dan pipi serta mulutnya
berlubang-lubang. Sekujur tubuhnya penuh
bekas luka dan tak terhitung lagi bercak darah di
permukaan tubuhnya, Tak pelak Wan-thai-suma
seperti kesakitan ditusuk orang. Dan ketika
semua bergegas dan menuju gedung Thio-taijin,
Kepala Agama yang berusia tujuh puluhan tahun
maka tertegunlah kakek ini melihat keadaan
Wan-thai-suma.
"Thian Yang Maha Agung, ini akibat teluh.
Duh, benar kiranya kabar yang kuterima, Yoongya. Hari ini aku akan ke sana tapi kalian
ternyata mendahului. Hmm siapa yang berbuat.
Keji benar!"
Wan-thai-suma lalu dimasukkan ke
gedung Kepala Agama ini dan tampak betapa154
korban berjengit dan berteriak-teriak. Tubuhnya
sudah kurus dan isteri serta kerabatnya
mengguguk mengiringi. Semua tak tahan dan
ikut menangis. Tapi ketika laki laki tua itu
mengusir yang lain dan korban dimasukkan
kamarnya, hanya Yo-ong ya dan Wan-hujin yang
boleh masuk maka kakek ini cepat bersila dan
bersamadhi.
Dan terkejutlah kakek itu. Sebuah
getaran kuat mencoba memasuki tubuhnya dan
lampu mendadak bergoyang-goyang. Thio-taijin
bertahan dan mendadak ia menggeram. Dan
ketika cepat la membuka matanya dan
mengebutkan ujung lengan baju, mengeluarkan
sebuah telur dari logam kuningan mendadak
kamar bergemuruh dan meja kursi serta almari
ambruk.
"Berlindung, kita diserang kekuatan
hitam!"
Wan-hujin dan Yo-ongya berteriak kaget.
Lampu di atas kepala jatuh dan hampir saja
menimpa mereka. Yo-ongya menarik Wan-hujin
itu dan cepat bersembunyi di kolong tempat155
tidur. Itulah satu-satu-nya tempat aman. Wanhujin menjerit-jerit, histeris! Dan ketika bendabenda di langit ruangan jatuh semua, pecah dan
tang-ting-tang-ting maka Thio-taijin memegang
erat-erat telur kuningannya itu, bibir berkemakkemik. Dan cermin di dinding sebelah kiri tibatiba pecah. "Tranggg...!" orang-orang di kolong
pembaringan pucat. Yo-ongya telah mendekap
mulut temannya namun saat itu Wan-hujin
mengeluh dan roboh pingsan. Terlalu hebat
semua kejadian itu bagi wanita ini. Dan ketika di
sana Thio-taijin gemetaran dan terus berkemakkemik, telur kuningan di tangannya tiba-tiba
meledak maka tampaklah wajah si pelaku namun
saat itu juga Bong Cwan Ek membanting hancur
cerminnya. Apa yang terjadi? Kiranya sebuah
pertandingan seru, pertandingan batin yang tak
kalah menegangkan dengan pertandingan tinju.
Karena ketika Wan-thai-suma. Sudah mulai
memasuki gedung Thio-taijin ini maka di sana
Bong Cwan Ek terkejut karena bayang-bayang di
cerminnya mulai buram. Kakek ini terkejut
karena semacam awan atau kabut tipis156
mengganggu pandangannya, begitu pula Tanongya maupun Yauw Seng yang selama tiga hari
ini terus memonitor hasil perbuatannya. Dari
tempat itu mereka tahu segala kejadian yang
terjadi di tempat Wan-thai-suma. Dari cermin itu
mereka melihat betapa Wan-thai-suma menjerit
dan berjengit-jengit setiap kali ditusuki. Menteri
ini sudah tak sadarkan diri. Tapi begitu ia dibawa
ke tempat Thio-taijin dan di halaman Kepala
Agama itu ternyata memancar kekuatan suci
yang menolak hawa ilmu hitam, cermin yang
semula jelas mendadak kabur dan buram maka
Bong Cwan Ek berseru marah dan ia memperkuat
tenaga batinnya, demikian kuat sampai getaran
ilmu hitam itu menggemuruhkan isi kamar
Kepala Agama, akhirnya menjatuhkan segala
benda di langit-langit ruangan dan Tapi karena
Thio-taijin juga memperkuat perlawanannya dan
batin yang bersih dari penasihat kaisar ini sedikit
tetapi pasti mendorong pengaruh hitam, telur
ajimatnya juga memancarkan cahaya dan
menolak pengaruh gaib itu maka telur tiba-tiba
semakin terang dan tepat di dalam telur itu157
terlihat wajah Bong Cwan Ek maka secepat itu
pula kakek ini membanting hancur cerminnya,
tak mau ketahuan.
"Keparat, aku kalah!"
Tan-ongya dan Yauw Seng terkejut.
Mereka tak tahu apa yang terjadi namun Bong
Cwan Ek menggigil kedinginan, kakek ini
berkeringat. Namun ketika ia pulih dan tenang
kembali, pangeran ini bertanya kepadanya maka
ia menjawab,
"Hamba membentur kekuatan batin yang
luar biasa kuatnya. ilmu hamba tertolak.
Siapakah kakek itu dan sekilas hamba sempat
dilihatnya. Berbahaya!"
"Hm, Thio-taijin? Dia adalah Kepala
Agama, Cwan Ek. Tapi kenapa kau tampak begitu
ketakutan. Bagaimana sekarang, apakah
pekerjaan kita terhenti."
"Ya, tentu saja. Selama Wan-thai-suma di
tempat tua bangka itu maka hamba tak dapat
menyerangnya, pangeran. Kekuatan batinnya
tinggi sekali dan hamba kalah kuat. Sebaiknya
begitu Wan-thai-surna keluar lagi maka secepat158
itu pula ia dibunuh. Kini ia dilindungi Kepala
Agama!"
"Hm, begitukah? Jadi kita tak dapat
menyerangnya lagi?"
"Tak dapat, pangeran. Dan hamba ingin
beristirahat. Maaf, hamba agak terguncang!"
Yauw Seng terkejut. Temannya itu sudah
memutar tubuhnya dan berkelebat pergi. Tanongnya juga tak dapat mencegah meskipun
dlam-dlam kecewa. Selama tiga hari ini
sebenarnya dia amat senang sekali menyiksa
Wan-thai-suma. Adiknya itu menggelepargelepar dan keinginan membunuh tiba-tiba
ditunda menjadi keinginan 'menyiksa. Nanti
kalau dia sudah puas benar barulah ditusukkan
batang dupanya itu ke jantung, berapa lama
melakukan itu. Tapi ketika sekarang Bong Cwan
Ek pergi beristirahat dan tampak betapa kakek
itu gentar dan pucat, ilmu hitamnya bertemu
kekuatan Kepala Agama maka dia tak tahu
bahwa ada kekhawatiran lebih yang dirasa
Hwee-long Bong Cwan Ek itu. Wajahnya sudah
terlihat Thio-taijin dan tadi seberkas cahaya159
menyambar mukanya. Kakek ini khawatir kalau
dia nanti tentu bakal ketahuan. Dan ketika untuk
melepas kecemasannya ini ia mencari Hong Nio,
si cantik sudah diguna-gunai hingga
rnenganggapnya sebagai seorang tampan
bukannya kakek bermuka tengkorak, Hong Nio
melakukan apa saja yang dikehendaki kakek ini
maka benar saja dua hari kemudian Thio-taijin
bertindak. Kakek itu, seperti diketahui, telah
melihat wajah si pembuat onar di telur
wasiatnya. la tertegun tapi mengangguk-angguk.
Dan ketika ia memanggil Yo-ongy?, agar keluar
dari kolong pembaringan, Wan hujin disadarkan
maka kakek itu berkata bahwa Wan-thai-suma
dapat disembuhkan.
"Aku hanya berdiri di belakang saja kalian
yang nanti bekerja. Hm, aku telah melihat wajah
si tukang teluh ini dan nanti kuperlihatkan
kepada kalian. Tapi kita sembuhkan dulu Wanthai-suma."
"Taijin telah melihat wajah orang itu?"160
"Benar, tapi nanti sama-sama lihat lagi,
ongya. Sekarang kita sembuhkan dulu adikmu
Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan biar Wan-hujin beristirahat di belakang. "
"Tidak, aku di sini saja. Aku ingin
menunggui suamiku!"
"Hm, kau baru saja sadar, hujin. Melihat
semua ini saja kau sudah tak kuat Sebaiknya tidak
mencampuri urusan kami laki-laki dan kau tinggal
di belakang. percayalah, suamimu bakal
sembuh!"
"Tapi aku ingin melihat kesembuhannya
dulu"
"Baiklah, biar kusembuhkan karena
sekarang pengaruh ilmu hitam telah lenyap,"
kakek ini mengambil telur wasiatnya,
menggosok dan meniup dan Wan-thai-suma
yang semula berteriak dan melonjak-lonjak tibatiba membuka mata, tenang dan rupanya seolah
baru terbangun dari mimpi buruk tapi yang hebat
adalah lenyapnya semua lubang-lubang bekas
tusukan ilmu hitam itu. Tak ada setitik pun bekas
darah yang ada. Bersih! Dan ketika Wan-thaisuma bangkit dan terheran kenapa ia berada di161
tempat Thio-taijin, isteri dan kakaknya juga di
situ maka Wan-hujin menangis dan
menubruknya.
"Aduh, kau sembuh, suamiku. Sembuh!"
"Apa yang terjadi," menteri ini duduk,
mau berdiri tapi terhuyung, perutnya lapar
sekali. "Eh, apa yang terjadi, isteriku. Kenapa aku
di sini. Dan tubuhku, ah.... kurus sekali!"
Wan-hujin tersedu-sedu. Girang dan haru
bahwa suaminya kurus, tiga hari ini tak makan
atau minum maka nyonya itu menceritakan apa
yang terjadi. Wan-thai-Suma samar-samar
teringat bahwa ia seakan berada dalam sebuah
mimpi menyeramkan, bahwa ia seolah-olah di
ruangan setan dengan ditusuki sekujur
tubuhnya, Maka ketika isterinya bercerita bahwa
selama tiga hari ini ia memang dalam keadaan
seperti itu, tubuh penuh dengan luka-luka
tusukan tapi Wan-thai-suma tak melihat lukaluka itu, ia merasa sehat tetapi lemah, lapar,
maka isterinya itu menutup bahwa semua itu
adalah berkat jasa Thio-taijin.162
"Thio-taijin inilah yang menolongmu.
Dialah yang menyembuhkan luka-lukamu. Ah,
kau diserang ilmu hitam, suamiku. Orang yang
amat keji hendak membunuhmu! "
"Hm, sebaiknya hujin sekarang
beristirahat," Thio-tajin menarik napas dalam.
"Sekarang telah kau lihat suamimu sembuh
kembali, hujin. Dan tepatilah janjimu bahwa tak
akan mencampuri kami lagi."
"Ya-ya, aku tahu... terima kasih. Aku tahu,
taijin. Dan sekali lagi terima kasih bahwa kau
telah menyembuhkan suamiku!"
Sang kakek tersenyum. Wan-thai-suma
masih terheran-heran dan serasa mimpi saja. la
belum dapat menerima semua cerita isterinya
itu. Tapi ketika mereka sekarang tinggal bertiga
dan Thio-taijin memandangnya bersinar-sinar
maka menteri ini memandang kakaknya,
pangeran Yo.
"Twako, benarkah apa yang dikata
isteriku tadi? Benarkah bahwa aku diserang ilmu
hitam?"163
"Tanya saja Thio-taijin ini, adikku, dan
nanti kau boleh tanya semua orang apa yang
telah terjadi!"
"Tapi semua telah lewat," Thio-taijin
mengangguk-angguk. "Dan kau barangkali
merasa seperti sebuah mimpi buruk, Wan-suma.
Tapi jangan khawatir, di sini kau terlindung!"
"Hm, coba ulangi apa yang diceritakan
isteriku. Dan aku, maaf.... lapar sekali!"
"makanlah buah-buahan itu," Thio-taijin
menunjuk buah-buahan di atas meja, semua
yang berantakan sudah diatur lagi.
"Sambil makan kita dapat bercerita, Wansuma, sekaligus mencari orang itu untuk
dihukum!"
"Orang itu?"
"Ya, pembuat celaka itu. Si tukang teluh!"
"Hm, aku penasaran. Apa maksudnya dan
siapa dia. Aku tak merasa bermusuhan dengan
orang lain!"
"Jangan begitu," sang kakak tersenyum
pahit. "Ingat saudara kita pangeran Tan, adikku.164
Betapapun kau dianggapnya musuh! "Tapi dia
bukan tukang teluh!"
"Benar, tapi... ah, mari kita dengarkan
saja apa kata Thio-taijin. Kita hendak diperlihatkan wajah orang itu. Siapa tahu lempar
batu sernbunyi tangan dan kita harus waspada."
"Hm., kalian berdua benar. Aku tak berani
berkata jauh selain apa yang kulihat dan
kumengerti ini. Kalian sama-sama kerabat istana.
Mari kuperlihatkan wajah orang itu dan
selanjutnya kalian harus mencari atau
menangkapnya. Aku khawatir dia berbuat lebih
jahat dengan mengganggu sri baginda
umpamanya, tentu berbahaya!"
Wan-thai-suma maupun Yo-ongya
mengangguk-angguk. Sekarang Menteri Utama
ini mendengarkan cerita Thio-taijin dan sambil
mengisi perutnya dengan buah-buahan Wanthai-suma sering tersentak bila mendengar halhal mengerikan, umpama seperti ketika dia
ditusuk-tusuk dari jauh dan betapa seseorang
dengan keji menghendaki kematiannya.165
Dan karena semua itu sudah dirasakan
dan mimpi yang dirasa mimpi itu ternyata
bukanlah mimpi, melainkan kejadian sungguhsungguh yang dialaminya dalam keadaan biasa
maka muka yang kemerah-merahan mulai
tampak di wajah Wan-suma ini setelah Thio-taijin
menutup.
"Jelas bahwa seseorang menghendaki
kematianmu. Dan bahwa ia menyiksamu dulu
sebelum mati maka orang ini benar-benar keji
dan harus ditangkap. la tentu berada tak jauh
dari sini. Kalian lihatlah wajahnya baik-baik dan
kalau perlu dilukis!"
Thio-taijin memberikan sebuah kertas
kepada Yo-ongya, minta agar pangeran itu
memindahkan wajah di telur wasiat ke tempat
lain, disambut dan jari pangeran ini bergetar
penuh benci dan marah. la sudah ingin cepatcepat melihat wajah itu. Dan ketika adiknya juga
mengangguk dan tak sabar, telur digosok maka
tertegunlah dua bangsawan ini melihat wajah
tengkorak dari Bong Cwan Ek. "Dia... dia tak
kukenal!"166
"Benar, aku juga," sang kakak juga
berseru. "Dan lihat tampangnya itu. Ah, keji dan
buruk, Wan-te. Dia pantas sebagai tukang teluh!"
"Dan dia menggangguku, hendak
membunuhku. Keparat, akan kucari orang itu!"
Wan-thai-suma maupun Yo-ongya samasama marah. Thio-taijin mengangguk-angguk
tapi kakek itu berseru agar Yo-ongya cepat
melukis. Wajah itu harus dipindah dan
selanjutnya dicari. Dan ketika pangeran ini
menggerakkan alat tulisnya dan wajah Bong
Cwan Ek dilukis, telur kemudian padam lagi maka
kakek ini berkata bahwa secepatnya mereka
harus bergerak.
"Ingat, kalian harus cepat-cepat
menemukannya. Tapi untuk Wan-suma
sebaiknya jangan keluar dulu dari gedungku. Di
luar berbahaya, tak ada perlindungan. Atur saja
semua dari sini dan terserah kalian bagaimana
cara menangkapnya."
"Aku tak boleh pulang?"
"Sebaiknya begitu, pangeran, demi
keamanan."167
"Kalau begitu aku harus memberi tahu
isteriku!"
"Wan-hujin dapat diberi tahu dari sini.
Maaf, aku sudah tak dapat mencampuri lagi."
Thio-taijin, yang agaknya waspada akan
sesuatu hal tiba-tiba bangkit berdiri dan pergi.
Wajah Kepala Agama itu muram namun Yoongya sadar akan ini. la tahu bahwa pembicaraan
dengan adiknya tak mau didengar lagi, itu urusan
mereka. Dan karena pikirannya sudah melayang
ke arah kakaknya, pangeran Tan, maka langsung
saja Yo-ongya ini menudingkan telunjuk ke sana.
"Aku pikir harus dimulai dari tempat
kanda Tan. Segala kejahatan ini agaknya
bersumber dari sana. Bagaimana kalau Wan-te
memanggil Hwe-sin Buan Tiong Pek ke sini!"
"Malaikat Api itu? Pengawal pribadi
kanda kaisar?"
"Apa boleh buat. Orang keji ini harus
dicari, Wan-te, dan ia harus dihukum. Aku tak
melihat orang lain selain Malaikat Api Buan Tiong
Pek itu. Bagaimana pendapatmu!"168
Wan-thai-suma tertegun. Hwe-sin Buan
Tiong Pek adalah pengawal pribadi sekaligus
paling rahasia dari kaisar. Orang ini tak pernah
jauh dari kaisar dan memanggilnya berarti minta
ijin dulu dari sri baginda. Kalau begitu maka
kaisar harus diberi tahu dan segala kejadian ini
dibuka. Kalau nanti benar maka kakaknya
pangeran Tan bakal menerima resiko berat, itu
kalau dia otak dari semua ini. Dan karena dia
sendiri telah kehilangan pengawal pribadinya
yang paling dipercaya, Sun Cek Tojin itu maka apa
boleh buat menteri ini Menerima. Apalagi karena
Hwe-sin si Malaikat Api dapat diminta untuk
bekerja secara rahasia pula.
"Baiklah, aku akan minta sri baginda
mengizinkan Buan Tiong Pek, kanda. Tapi
bagaimana aku ke sana padahal Thio-taijin tak
memperkenankan aku keluar."
"Kau buat surat permohonan saja
selebihnya aku yang mengantar."
Wan-thai-suma mengangguk.
Sebenarnya berat baginya menuduh kakaknya
Tan-ongya itu. Mereka masih saudara dan nanti169
bisa geger. Namun karena dia mau dibunuh dan
perlakuan yang diterimanya sungguh keji sekali,
hampir dia binasa maKa dia menulis surat dan
kakaknya Yo inilah yang mengantar. Dan kaisar
tentu saja tertegun.
"Buan Tiong Pek mau dipinjam! Wanthai-suma menghendakinya?"
"Benar, sri baginda, dan ini bersifat
rahasia sekali. Paduka tentu telah mendengar
nasib yang menimpa Wan-suma"
"Ya-ya, aku telah mendengar. Tapi tak ku
kira adalah tenung! Hm, baiklah, adik Tan.
Bawalah Buan Tiong Pek dan tangkap jahanam
itu. Seret dia ke mari dan kalau bisa ditangkap
hidup-hidup!"
"Mana pengawal paduka..?"
"Aku sudah di sini, Sang pangeran
terkejut, membalik dan sudah melihat seorang
tinggi kurus meram-melek seperti orang
mengantuk, kaget tapi seketika girang.
"Kalau baginda mengijinkan tentu hamba
berangkat, ongya. Tapi sebaiknya hamba lindungi
dulu baginda dengan selimut sakti170
" Wut ...!" sebuah jala terlempar,
menakup dan tahu-tahu membungkuk sri
baginda den pangeran terkejut. Buan Tiong Pek
mendorongkan lengannya dan tahu-tahu sri
baginda lenyap, bagai disihir! Dan ketika laki-laki
itu tertawa sementara dari kejauhan sri baginda
juga tertawa, entah di mana beradanya maka
Hwe-sin Buan Tiong Pek berkelebat.
"Pangeran, pulanglah. Nanti malam akan
hamba antar si hina-dina itu!"
"He, nanti dulu!" Tan-ongya berseru. "Di
mane kau mengantarnya, Hwe-sin. Di mana aku
menunggu!"
"Paduka tunggu saja di tempat Thiotaijin. Di sana nanti kita bertemu!" dan ketika
pangeran itu mendelong dan takjub, baru kali ini
dia bertemu pengawal amat rahasia itu maka dia
kembali dan melapor kepada adiknya. Dan Wansuma berseri-seri.
"Nanti malam? Dia sudah dapat
menangkap dan membawa si iblis itu?"
"Benar, begitu katanya, Wan-te. Dan
sekarang mari kita tunggu!"171
Dua bangsawan ini tegang. Mereka
merasa tak sabar dan berdebar oleh janji itu. Dan
karena baru kali itu Tan-ongya melihat Buan
Tiong Pek maka dia mendecak menyatakan
Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kekagumannya.
"Hebat, luar biasa sekali. Hwe-sin Buan
Tiong Pek itu amat sakti. Ia dapat pergi dan
datang bagai siluman. Dan sri baginda
dilindunginya pula dengan semacam jala sihir!"
"Hm, aku tahu. Dan aku juga sekali
pernah bertemu dengannya, kanda. Dan dia
memang benar-benar hebat. Aku juga kagum."
"Dan malam nanti dia datang. Entah
bagaimana caranya dia menemukan dan
menangkap tukang teluh itu!"
"Aku juga tak tahu, tapi aku percaya
kepadanya. Marilah kita nantikan dan malam
nanti pasti dia datang!"
Lalu ketika dua orang itu bercakap-cakap
tak ada habisnya, yang dibicarakan adalah
pengawal rahasia itu maka di tempat Tan-ongya
terdengar jeritan. Malam itu, di kala bulan
bersinar penuh dengan cahayanya yang buram,172
seakan nyeri melihat tindak-tanduk manusia
sesat maka Hwee-long Bong Cwan Ek berada di
kamar kekasihnya. Hong Nio begitu tergila-gila
kepadanya hingga apapun yang disuruh
dikerjakannya dengan baik, termasuk malam itu
ketika dia harus memijati si kakek buruk.
Dalam pandangan Hong Nio kakek ini
bukanlah seorang kakek melainkan seorang pria
gagah berusia tiga puluh limaan tahun, cakap dan
menggetarkan dan entahlah setiap dia beradu
pandang maka jiwa dan perasaannya
bergemuruh. Nafsu berahinya bangkit dan itulah
tanda-tanda ilmu hitam, guna-guna atau mantra
yang dilepas kakek ini untuk menjerat
mangsanya. Dan ketika malam itu Bong Cwan Ek
minta diselimuti, sehari tadi mereka puas
bercinta maka kakek ini berkata agar wanita
itupun masuk ke dalam selimutnya. "Asyik!"
"Kau jangan ke mana-mana, ke sinilah,
tinggal bersamaku di dalam selimut. Aku agak
kedinginan, Hong Nio. Entah mengapa hatiku
terasa tak tenteram."173
"Kanda merasa apa, kenapa tak
tenteram. Bukankah sudah kupijiti dan sehari
penuh bersenang-senang. Kalau ingin hangat
dapat kuhangati, kanda. Dan aku, hmm.... aku
merasa kurang!"
"Nanti dulu... tidak!" sang kakek menepis
tangan Hong Nio. Wanita itu menjulurkan
tangannya ke bawah pusar dan hendak
memegang-megang. Ngeri dia. Sehari sudah
dikuras dan sekarang hendak diajak bercinta lagi,
mana tubuhnya yang renta itu kuat. Tentu bakal
mati kering! Dan ketika Hong Nio menarik
tangannya dengan kecewa, kakek itu
dipanggilnya sebagai "kanda" maka Bong Cwan
Ek yang berdebar merasakan firasat tak enak
sudah tengkurap dan minta dikeroki
punggungnya.
"Apa?"
"Benar, keroki punggungku, Hong Nio.
Aku merasa dingin. Punggungku ini berdiri bulubulu rambutnya!"174
"Hi-hik, kok lucu. Kau ini aneh sekali,
kanda. Masa bulu punggung bisa berdiri,
seharusnya kan...."
"Sudahlah, aku tidak main-main. Keroki
punggungku dan jangan banyak cakap!"
Si cantik tersentak. Dia dibentak dan
tutup mulut dan tiba-tiba menangis. Air matanya
meleleh namun ia tak berani mengeluarkan
suaranya. Dan ketika ia bangkit dan mengeroki
punggung itu, punggung si kakek benar saja
dingin maka Bong Cwan Ek meram melek dan
sejenak merasa tenang, nikmat. Namun tiba-tiba
terdengar angin berdesir, lampu sekonyongkonyong padam. Dan ketika Hong Nio menjerit
karena si kakek melompat dan menerkam
tubuhnya, kaget, maka Cwan Ek berseru kenapa
lampu padam.
"Siapa yang mematikan. Keparat, apa
ini!" Bong Cwan Ek tergesa menyalakan kembali.
Dia melihat bahwa lampu-lampu di luar masih
terang menyala-nyala, tertegun dan melihat
sekeliling namun tak ada apa-apa. Dan ketika dia
mengumpat dan mengutuk merasa tak nyaman,175
ada sesuatu yang tak enak maka dia menyuruh
Hong Nio mengambil pakaiannya. Kakek ini
telanjang bulat. "Biarkan saja, aku suka begini...."
"Hush, aku merasa seram, Hong Nio.
Lampu tadi padam tiba-tiba. Tak enak kalau tidak
berpakaian karena siapa tahu pangeran
memanggilku secara mendadak!"
Terpaksa, wanita inipun mengambilkan
pakaian si kakek. Bong Cwan Ek cepat
mengenakan itu dan tidur kembali, kini
telentang dan dadanya yang minta dikerok. Lucu
kakek ini, ia seakan orang ketakutan. Dan ketika
Hong Nio kembali bekerja dan mengerok
kekasihnya, jari-jari lembut itu penuh kasih
sayang mendadak berkesiur angin lagi dan lampu
pun padam. ... "pet!" Ruangan gelap-gulita. Hong
Nio menjerit dan si kakek melompat berseru
keras. Kagetnya bukan main. Ini pasti perbuatan
orang, bukan angin lalu. Dan ketika ia berjungkir
balik dan menyalakan lampu, kakek ini hapal
tempatnya maka ia tersentak karena Hong Nio
tahu-tahu lenyap, melolong di tempat lain. Dan
begitu ia melihat jendela terbuka dan ke situlah176
ia melayang maka kakek ini terkejut melihat
sesosok bayangan tinggi kurus bergelantungan di
atas pohon, seperti kelelawar!
"Bangsat, siapa kau!"
kakek ini kaget dan marah. Hong Nio
berada di pelukan orang itu namun ketika ia
berkelebat tiba-tiba orang itupun bergerak.
Seperti kelelawar atau burung yang terbang
terbalik ia berpindah ke dahan lain, yang lebih
tinggi. Dan karena Hong Nio sudah tidak bersuara
lagi karena rupanya ditotok, ia kaget dan pucat
bagaimana orang itu mampu menyambar Hong
Nio yang ada di dekatnya maka Cwan Ek
berjungkir balik namun orang itupun bergerak
dan naik ke dahan yang lebih tinggi lagi, disusul
tapi bergerak lagi ke dahan yang paling tinggi.
Dan ketika mereka tiba di puncak pohon di mana
Cwan Ek membentak melepas pukulan, lawan tak
mungkin naik ke atas lagi maka orang itu, yang
kini tertawa aneh tiba-tiba menangkis dengan
kakinya.
"Dess!" dan si muka tengkorak
terpelanting. Bong Cwan Ek berteriak keras177
namun saat itu lawan menyusul, balas
menotoknya dan angin bercuit menyambar dahi.
Bukan main cepatnya. Dan ketika Cwan Ek harus
melempar tubuh bergulingan dan saat itu Hong
Nio dilepaskan, kepala wanita itu ditepuk maka
lampu di luar jendela memperlihatkan wajah
Bong Cwan Ek dan selir Tan-ongya yang selama
berhari-hari ini menganggap kekasihnya sebagai
laki-laki cakap tiba-tiba dibuat terpekik melihat
muka tengkorak itu.
"Aiiihhhhh...!"
Seruan atau pekik wanita itu
mengejutkan si muka tengkorak. Hong Nio
menggigil menuding-nuding wajahnya, pucat
dan ngeri dan tiba-tiba wanita itu roboh, pingsan.
Dan ketika Cwan Ek tergetar karena sesuatu
rupanya terjadi, pandang mata Hong Nio penuh
jijik dan ngeri maka sadarlah kakek ini bahwa
tepukan lawan di atas kepala wanita itu
membuyarkan pengaruh ilmu hitamnya.
"Terkutuk, jahanam keparat. Siapa kau
dan buka topengmu!"178
Cwan Ek menerjang gusar, sudah
meloncat bangun dan lawan ternyata
menyembunyikan wajah di balik topeng karet.
Sepintas mukanya juga seperti setan namun
Cwan Ek tahu bahwa lawan menyembunyikan
wajah. la membentak dan menerjang namun
lawan berkelit ke kiri. Dan ketika ia agak terputar
oleh ayunan tubuhnya sendiri, orang itu tertawa
dingin maka keluarlah kata-katanya penuh
ancaman.
"Hm, ini kiranya tikus busuk yang
meneluh Wan-thai-suma. Pantas, kiranya Srigala
Kelabu Bong Cwan Ek! Hm, kau akan ku bawa dan
ku tangkap menghadap Wan-su-ma, Cwan Ek.
Akui perbuatanmu atau nanti ku bunuh!"
Kakek ini berteriak. la menyerang dan
menerjang lagi namun lawan menangkis dan ia
terpental, diserang dan ditangkis lagi dan ia
terbanting. Dan ketika tujuh kali ia terlempar dan
bergulingan menjauh, kata-kata atau ancaman
lawannya itu membuat ia gentar maka
dipanggilnya temannya di dalam.179
"Yauw Seng, ada penjahat. Keluarlah
tolong!"
Namun orang itu tertawa dingin. la
berkelebat dan si muka tengkorak terpekik
karena dari dua jari lawan tiba-tiba menyambar
kilatan api menuju matanya, dielak namun api itu
turun ke bawah, tepat mengenai lehernya. Dan
ketika ia terbanting dan tercekik suaranya, tak
mampu memanggil Yauw Seng maka orang itu
menendang dan tepat bayangan Yauw Seng
berkelebat dari dalam gedung si muka
tengkorakpun sudah, disambar.
"Hm, aku hanya perlu kau, bukan orang
lain. Mari menghadap Wan-thai-suma dan
pertanggung jawabkan perbuatanmu!"
Kaget dan ngerilah si muka tengikorak ini.
la tak dapat berbuat apa-apa begitu roboh dl
tangan lawan. Urat gagunya tertotok , jalan
darah di pundak dan punggungnya juga tertotok.
Dan karena ia tak dapat berteriak ataupun
meronta maka orang itu membawanya pergi
sementara Yauw Seng terkejut dan berteriak180
melihat orang ini, yang berkelebat dan keluar
pagar.
"Hei, siapa kau. Berhenti!"
Namun lawan menghilang cepat. Bagai
iblis ditelan angin orang itu lenyap, Yauw Seng
sudah berjungkir balik dan mengenjot tubuhnya
namun lawan yang dikejar tak tampak lagi batang
hidungnya. Dan karena ia tak mendengar lagi
teriakan Cwan Ek, temannya itu sudah roboh dan
tertotok di tangan lawan maka Yauw Seng
kembali dan melapor Tan-ongya. Orang itu tentu
saja bukan lain adalah Hwe-sin Buan Tiong Pek.
"Celaka, ada sesuatu," begitu Yauw Seng
melapor. "Cwan Ek diculik dan dirobohkan
seseorang, pangeran. Hamba tak tahu siapa dia
tapi bagaimana menurut paduka!"
"Diculik? Dirobohkan seseorang?"
"Benar, dan hamba tak tahu siapa dia,
pangeran. Yang jelas tentu seorang lihai!"
"Kapan terjadinya...."
"Baru saja. Hamba mengejar namun
orang itu sudah terlalu jauh. Cwan Ek baru
memanggil hamba setelah dia roboh!"181
"Goblok, kenapa diam saja. Tapi
bukankah dia tadi bersama Hong Nio!"
"Benar, dan Hong Nio pingsan di dekat
jendela. Barangkali paduka dapat bertanya apa
dan bagaimana mula-mula peristiwa itu terjadi!"
Yauw Seng, yang berkelebat dan
mengambil Hong Nio lalu menyadarkan wanita
itu. Tapi begitu sadar Hong Nio malah menjerit
histeris, berteriak-teriak.
"Tidak.... tidak! Jangan serahkan hamba
kepada si muka tengkorak itu, ongya. Jangan
berikan hamba kepadanya. Hamba lebih baik
melayani paduka. Atau hamba mati... aduh!"
Yauw Seng mencengkeram pundaknya,
terkejut dan membentak wanita itu agar diam
dan Tan-ongya membelalakkan mata. Dia kaget
bagaimana Hong Nio tiba-tiba bicara seperti itu,
Cwan Ek tidak lagi dianggapnya sebagai laki-laki
cakap melainkan seorang bermuka tengkorak,
berarti pengaruh guna-guna telah lenyap dan
tentu saja pangeran itu tertegun. Namun ketika
dia berseru agar wanita itu tenang, Cwan Ek tak182
ada di situ maka pangeran ini bertanya apa yang
sebenarnya terjadi.
"Tak usah takut, tak usah gelisah. Cwan
Ek tak ada di sini dan justeru ia ditangkap musuh.
Ceritakan apa yang terjadi dan bagaimana tibatiba musuh itu datang, Hong Nio. Kau tak akan
bersamanya lagi karena akan bersamaku."
"Hamba.... hamba tak tahu. Kamar waktu
Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu tiba-tiba padam dan dua kali angin berkesiur
tajam!"
"Kau melihat laki-laki itu?"
"Tidak, mukanya tertutup topeng, ongya. Tapi jauh lebih baik daripada si muka
tengkorak itu. Hamba disambarnya dan tahutahu sudah dibawa keluar kamar!"
"Hm, dan bagaimana dengan Cwan Ek "
"Ia mengejar, sejenak berlompatlompatan di atas pohon. Tapi ketika dua kali ia
ditangkis dan terpelanting ke bawah maka
hamba dilempar dan saat itulah hamba melihat
siapa sesungguhnya si muka tengkorak itu.
Paduka kejam memberikan hamba kepada
seorang buruk rupa, tua bangka lagi!"183
Hong Nio menangis dan menyalahkan
Tan-ongya, mengguguk dan tersedu-sedu lagi
dan selanjutnya wanita itu berkata bahwa ia tak
tahu apa-apa lagi setelah dia pingsan. Wajah
Cwan Ek terlalu mengerikannya. Berulang-ulang
wanita ini menyesali Tan-ongya. Tapi ketika Tanongya terbelalak dan merah mukanya, hatinya
tiba-tiba juga menjadi tak enak maka dia
membentak menyuruh wanita itu masuk ke
kamar.
"Cukup, baiklah. Tak usah menyalahnyalahkan aku karena kau sendiri yang suka
kepada kakek itu!" lalu memandang
pembantunya bertanya bagaimana baiknya
maka Yauw Seng justeru menyerahkan itu
kepada tuannya.
"Hamba justeru menunggu perintah. Apa
yang harus hamba lakukan dan bagaimana
sekarang!"
"Baik, kalau begitu cari jahanam itu Yauw
Seng. Kalau perlu kerahkan pengawal. Tapi hatihati, aku khawatir orang itu adalah suruhan Wansuma!"184
"Tapi dia di tempat Thio-taijin!"
"Cari saja ke sana. Kalau perlu, bunuh
Wan-suma!"
Laki-laki ini mengangguk. Dia sekarang
dapat bekerja setelah ada perintah ini. Maka
bergerak dan keluar dari tempat itu Yauw Seng
pun mencari beberapa pengawal yang cukup
berkepandaian, mereka adalah pembantupembantunya. Dan begitu bergerak dan menuju
gedung Thio-taijin, tentu saja secara diam-diam
maka di gedung itu Bong Cwan Ek sedang
dikompres! Waktu itu, berkelebat meninggalkan
tempat Tan-ongya langsung saja Malaikat Api
Buan Tiong Pek ini menuju tempat Thio-taijin. Dia
telah mendapat gambar dari Yo-taijin tentang
wajah si tukang teluh, tertegun dan langsung saja
tahu bahwa itulah Hwee-long Bong Cwan Ek.
Selama beberapa hari ini tentu saja dia sudah
mendengar kabar tentang sakitnya Wan-thaisuma itu, acuh karena dia adalah pengawal
pribadi kaisar bukannya pengawal atau
pembantu Wan-thai-suma itu. Dan karena dia
juga termasuk pengawal rahasia, tak boleh dia185
muncul atau memperlihatkan diri kepada
sembarang orang maka tokoh ini cuek saja dan
tidak perduli. Dan baru setelah Yo-ongya
menghadap kaisar dan minta tolong maka dia
melaksanakan perintah tapi kaisar
"disimpannya" dulu di balik ilmu saktinya seperti
selimut sihir itu. Dan kini dia telah menangkap si
biang penyakit. Dengan mudah dia meninggalkan
Yauw Seng, dan Cwan Ek yang berada di bawah
totokannya tak mungkin bisa melepaskan diri.
Dan tepat malam itu dia menemui Yo-ongya
maka sang pangeran tertegun melihat yang
dibawa pengawal rahasia kaisar ini.
"Ah, tepat janji. Hebat! Kau datang
setelah tak sabar kami menunggu-nunggu, Buanenghiong (orang gagah Buan). Bagus sekali kau
membawa tawananmu. Apakah ini tukang
teluhnya!"
Hwe-sin Buan Tiong Pek mengangguk. Dia
telah melepas topeng karetnya dan sang
tawanan dibanting. Cwan Ek dibuka totokan urat
gagunya dan si muka tengkorak itu terbelalak
memandang tiga orang di situ, terutama Hwe-sin186
Si Malaikat Api yang ingin dikenal. Sudah sejak
tadi ia ingin tahu siapa lawannya ini tapi baru
sekarang dia tahu. Pengawal rahasia itu telah
membuka wajahnya. Dan begitu ia tahu dan
terpekik maka Hwee-long Bong Cwan Ek
berteriak tertahan.
"Hwe-sin...!"
Laki-laki itu tersenyum dingin. la tidak
memandang sebelah mata dan si tukang teluh
seakan terbang semangatnya. Pantas ia roboh,
kiranya lawannya adalah Malaikat Api, seorang
amat sakti yang sudah puluhan tahun tak
terdengar lagi namanya, kiranya bersembunyi di
istana. Cwan Ek masih tak tahu bahwa lawannya
itu adalah pelindung pribadi kaisar. Dan karena di
situ ia berhadapan pula dengan Wan-thai -suma
yang bersinar-sinar memandangnya, marah dan
bengis maka laki-laki ini tiba-tiba menggigil dan
menangis.
"Ampun... aku... aku tak tahu kau di sini,
Buan-enghiong. Ampunkan aku dan jangan
dibunuh!"187
"Hm, terserah Wan-thai-suma. Kau telah
membuat onar dan sepatutnya dihukum!"
"Aku hanya orang suruhan, aku bukan
pelaku utama...."
"Bagus!" Yo-ongya membentak dan
memasuki percakapan, orang sudah mulai
mengaku sendiri. "Ini yang kami minta, .manusia
busuk. Tapi siapakah kau sebenarnya dan dari
mana!"
"Ini Hwee-loong Bong Cwan Ek. la kutu
busuk yang berdiam di Hutan Bangkai!"
"Srigala Kelabu? Aku pernah mendengar
namamu, tapi tak sangka bahwa kau menyiksa
adikku Wan-thai-suma sampai begitu. Hm, kau
keji dan jahat sekali, orang she Bong. Katakan
siapa yang menyuruhmu kalau ingin hidup. Atau
nanti Buan-enghiong kusuruh menyiksamu
sebelum dibunuh!"
Yo-ongya terkejut dan mendengar katakata Si malaikat Api tadi, marah dan membentak
laki-laki ini dan Bong Cwan Ek ternyata menggigil
hebat. Adanya lawan tangguh di situ membuat si
muka tengkorak ini gentar. la ngeri dan pucat.188
Maka ketika ditanya dan ia tak akan dibunuh,
kalau mengaku maka kontan saja ia menjawab.
"Hamba disuruh Tan-ongya, hamba
hanya suruhan. Harap paduka ampunkan hamba
karena sekarang hamba telah mengaku!"
Wan-thai-suma dan Yo-ongya terkejut,
terutama Wan-suma itu. Karena meskipun ia
sudah menduga dan kakaknya juga berkata
begitu namun tak urung ia pucat dan berseru
tertahan, mundur dan terhuyung memegangi
kursi dan tampak betapa wajah Menteri pertama
ini berubah-ubah. ia terbelalak dan batuk-batuk,
menggeram. Tapi ketika ia sadar dan marah,
matanya berkilat penuh api maka Wan-thaisuma itu membentak dan maju mencengkeram.
Hwe-sin Buan Tiong Pek tiba-tiba berkelebat
menghilang.
"Orang she Bong, kau tak melempar
fitnah atau kata-kata busuk di sini? Kau berani ku
adu dengan kakakku?"
"Silahkan. asal hamba mendapat
kebebasan tentu hamba berani diadu, Wansuma, Kenapa tidak. Kakak paduka itulah yang189
mencari dan menyuruh hamba membunuh
paduka!"
Wan-thai-suma melepaskan
cengkeramannya. Dia menggigil dan berkerotkerot dan sekarang percayalah dia bahwa
kakaknya itulah yang hendak membunuhnya. Ini
tentu gara-gara kedudukan thai-suma itu. Betapa
kejinya. Namun ketika ia gemeretuk dan tinggal
membawa Bong Cwan Ek ini menghadap
kakaknya, diadu, maka saat itulah berkelebat
beberapa bayangan dan Yauw Seng muncul,
mengenakan kedok.
"Cwan Ek, kau pengkhianat!"
Si muka tengkorak terkejut. Ia tiba-tiba
heran tak melihat Malaikat Api di situ. Namun
begitu ia mengenal suara temannya dan saat itu
ia masih tertotok, hanya urat gagunya saja yang
dibuka maka serangan Yauw Seng ini amat
mengejutkan. Dan saat itu enam bayangan lain
juga bermunculan dan menyerangnya!
"Heiiii...!"
Wan-thai-suma dan Yo-ongya terkejut.
Mereka adalah pembesar-pembesar tinggi dan190
masuknya orang-orang ini sungguh membuat
kaget. Heran dan terkejutlah mereka kenapa
para penjaga di luar tak mengetahui. Lebih heran
dan kaget lagi karena baru sekaranglah mereka
tahu bahwa Hwe-sin Buan Tiong Pek pun tak ada
di situ! Tapi ketika mereka mundur dan siap
berlindung di balik dinding, mungkin saja giliran
mereka tiba mendadak berkesiur angin dingin
dan Malaikat Api itu muncul dengan topeng
karetnya.
"Yauw Seng, kau anjing buduk tak tahu
malu!"
Yauw Seng terkejut. Saat itu dia sudah
menghantam kepala temannya ini karena tak
mau Cwan Ek membuka rahasia di depan Tanongya. Si muka tengkorak itu dalam keadaan
tertotok dan mudah bagi-nya membunuh. Dan
karena enam temannya yang lain juga menyusul
dan kematian si muka tengkorak ini tak mungkin
dihindari, Yauw Seng telah mendengar
percakapan itu dan itulah sebabnya Malaikat Api
menghilang, datang dan muncul lagi dengan
wajah yang lain maka suara dingin disertai angin191
dingin itu membuat Yauw Seng terkejut.
Pukulannya menyambar kepala Cwan Ek namun
saat itu juga tertahan di udara. Dan ketika ia
terpekik karena pukulannya membalik, begitu
cepatnya maka saat itu enam yang lain juga
Menjerit dan terpelanting tak Karuan karena
senjata-senjata mereka mental dan tertolak oleh
hawa pukulan dingin ini.
"Plak-plak-desss....!"
Enam orang itu roboh pingsan. Mereka
juga mengenakan kedok-kedok hitam dan tinggal
Yauw Seng yang membanting tubuh bergulingan
ini. Di situ telah berdiri bertopeng karet itu, lakilaki yang kiranya menangkap Cwan Ek dan kini
muncul kembali, padahal tadi tak ada! Dan
karena Yauw Seng tak mengenal siapa lawannya
ini dan robohnya enam kawannya justeru
membuat dia marah, dia dan kawan-kawannya
bakal ketahuan maka laki-laki itu melompat
bangun dan begitu ia melengking maka tujuh
pisaunya menyambar terbang.
"Hmm...!" dengus atau seruan Buan
Tiong Pek ini membelalakkan Yauw Seng. Lawan192
tidak mengelak namun meniup. Tapi begitu
pisau-pisaunya runtuh maka laki-laki ini terkejut
dan mencabut gelang-gelang besinya, sama
seperti mendiang suhengnya dulu.
"Manusia siluman, siapa kau!"
Malaikat Api Buan Tiong Pek tertawa
dingin. Sekarang ia mundur selangkah dan ketika
gelang besi lewat di atas kepala tiba-tiba kakinya
menendang. Yauw Seng terkejut dan
mengangkat lututnya pula, menangkis. Tapi
ketika ia terbanting dan menjerit keras,
kesakitan, maka lawan menudingkan
telunjuknya dan dua sinar api menyambar
dahinya, cepat
"Cret!"
Yauw Seng terjengkang dan tak dapat
bangkit berdiri. Ia berteriak dan gelang besipun
lepas. Hwe-sin berkelebat dan menghadiahinya
lagi dengan totokan di belakang telinga. Dan
ketika Yauw Seng mengeluh dan tidak dapat
bergerak lagi, sama seperti Cwan Ek maka tutup
mukanya direnggut dan tertegunlah Yo-ongya
maupun Wan-thai-suma melihat siapa laki-laki193
ini, yang bukan lain adalah pembantu pangeran
Tan. "Nah, lihat, Wan-suma. Bukti apalagi
Yang harus dipegang kalau sudah begini!"
Menteri Wan itu terbelalak. Mukanya
merah terbakar dan seketika ia menjadi marah
Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sekali. Dari kejadian ini tahulah dia bahwa
kakaknya hendak menyuruh bunuh Bong Cwan
Ek, jadi akan menghilangkan jejak. Tapi ketika
Yauw Seng malah roboh dan bukti-bukti dirasa
cukup maka enam yang pingsan dibuka tutup
mukanya pula dan mereka adalah juga
pembantu-pembantu kakaknya.
"Keji, tak berperikemanusiaan. Panggil
Tan-ongya dan sekarang juga kutanya dia!"
"Nanti dulu," Thio-taijin tiba-tiba muncul,
kini Kepala Agama itu campur tangan lagi.
"Urusan begini sebaiknya diputuskan di hadapan
sri baginda, Wan-suma. Biarlah sri baginda yang
memanggilnya dan tentu dia tak berkutik.
Serahkan urusan ini kepada baginda biar
diputuskan di sana saja, secara tertutup!" Wansuma tertegun. la sadar dan ingat itu dan194
ditekannya kemarahannya kuat-kuat. Kalau
menurutkan emosi mau rasanya ia melabrak dan
mencabik-cabik kakaknya itu. Terlalu keji
kakaknya itu! Tapi menyadari urusan ini tak
boleh lepas dari kaisar, mereka semua adalah
kerabat istana maka Wan-suma mengangguk
dan segera menghadap. sri baginda. Yauw Seng
den semua tawanan dibawa. Delapan orang ini
mengejutkan kaisar yang sedang
bercengkerama, selir-selir diusir dan duduklah sri
baginda mendengar laporan Wan-thai-suma.
Dan karena Thio-taijin juga mengantar dan
Kepala Agama itu tampak muram, kaisar
berdetak maka terbelalak serta merahlah wajah
kaisar mendengar semuanya ini. Dan atas
perintah kaisar maka malam itu juga Tan-ongya
dipanggil
"Bawa dia ke sini. Cepat. Katakan bahwa
aku yang memanggilnya sendiri tapi
sembunyikan dulu semua saksi-saksi ini!"
Tan-ongya terkejut. Malam itu dia
dipanggil dan utusan kaisar datang menghadap.
Dua jam ini dia mondar-mandir di kamar dan195
menanti datangnya Yauw Seng. Dan ketika yang
datang bukanlah pembantunya melainkan
utusan kaisar, jantungnya seakan terlompat
maka dinginlah wajah sang pangeran mendengar
panggilan itu. Darah tiba-tiba serasa beku.
"Paduka diminta datang menghadap
sekarang juga. Sri baginda menunggu di ruang
dalam."
Hati Tan-ongya berdebur. sesuatu yang
tidak enak mengganggunya. Dia merasa akan
menghadapi bahaya. Namun karena orang-orang
kepercayaannya tak ada disitu, mau tak mau ia
hanya membawa pengawal-pengawal biasa saja
maka di ruang dalam ia sudah ditunggu kaisar
dan juga Wan-thai-suma, adiknya. Semua marah!
*** Sumber Buku Gunawan AJ
Kontributor Awie Dermawan,
Edit OCR Yons
Koleksi Kolektor Ebook196
"PUTRI ES"
( Lanjutan Rajawali Merah )
Karya Batara
Jilid IV
* * * "BAGUS sekali!" kaisar berseru dan
langsung menuding. "Duduk dan jawab
pertanyaan-pertanyaanku, Tan Kiong. Apa yang
kau lakukan dan bagaimana dengan semuanya
ini!"
Tan Kiong, pangeran Tan itu, terhenyak
dan memberi hormat. la dipersilakan duduk di
kursi tengah di mana orang-orang lain duduk di
kiri kanan. Jadi, ia dikitari, seolah pesakitan. Dan
mendengar betapa kaisar menyebut namanya
begitu saja, wajah merah padam sementara yang
lain-lain juga membesi dan gelap maka menahan
debur hatinya ia menunduk dan coba
menabahkan hati.197
"Maaf kalau hamba tidak mengerti akan
maksud panggilan ini. Apa yang menyebabkan
paduka tampak marah-marah, Sri baginda. Dan
apa yang hendak hamba terima. Mohon paduka
memberi petunjuk."
"Aku tidak akan memberi petunjuk,
melainkan hukuman. Jawab pertanyaanku
kenapa kau hendak membunuh adikmu Wanthai-suma, Tan Kiong. Kenapa kau teluh dan main
ilmu hitam!"
"Membunuh adik Wan?" pangeran ini
terbelalak dan pura-pura kaget, wajahnya seolah
tanpa dosa. la menekan kuat-kuat rasa kagetnya
dengan perasaan bingung,
blo'on. "Apa yang dimaksudkan ini, sri
baginda. Hamba jadi tidak mengerti akan
pembicaraan paduka."
"Jangan bohong. Wan-thai-suma
menderita sakit karena perbuatanmu. Kau
hendak membunuhnya lewat orang lain. Akuilah
perbuatanmu ini atau nanti hukuman bertambah
berat!"198
"Hamba tak dapat mengaku kalau tak ada
bukti. Bahkan hamba ingin bertanya dari siapa
tuduhan ini paduka dengar, pangeran itu
menyangkal, mata menyambar tajam ke arah
adiknya namun sang adik sejak tadi memandang
penuh marah. Wan-thai-suma ini juga tak dapat
mengendalikan rasa sabarnya lagi setelah
berturut-turut dia hendak dicelaki. Kakaknya
sudah menghendaki jiwanya.
Dan ketika kaisar menoleh kepadanya
dan Wan-thai-suma ini bangkit berdiri maka
sebelum dia menjawab pertanyaan kakaknya itu
Menteri Utama ini berkata,
"Hamba akan menjawab
pertanyaannya." dan membalik menghadapi
kakaknya. Wan-thai-suma berseru, "Kanda,
sungguh keji perbuatanmu yang hendak
membunuhku. Gara-gara iri kepada kedudukan
Thai- suma kau lalu melanggar peraturan main.
Kau bertanya, siapakah yang melancarkan
tuduhan . Nah, kujawab saja, akulah orangnya.
Dan kalau kau minta bukti barangkali itu lebih
dari cukup. Lihatlah!"199
Menteri ini mengulapkan tangan ke balik
tirai, seseorang mendorong orang-orang lain dan
berturut-turut muncullah di situ Hwee-long Bong
Cwan Ek dan Yauw Seng, juga enam orang lain
yang semua adalah para pembantunya. Dan
ketika orang-orang itu menunduk namun Wanthai-suma membentak agar mereka bicara, tidak
benarkah mereka itu sebagai orang-orang
suruhan Tan Ongya untuk melakukan teluh dan
pembunuhan kepada Wan-suma maka satu demi
satu kepala-kepala itu mengangguk. Bong Cwan
Ek berkata lirih bahwa benar dialah yang disuruh
menenung Wan-thai-Suma.
"Nah, dengar," Wan-suma berseru
menuding. "Inilah orang-orangmu yang
kujadikan bukti, kanda. Coba dengar sekali lagi
apa kata Bong Cwan Ek ini kepada kita.
"He..!" menteri itu berkata nyaring.
"serukan dengan keras bahwa kau yang meneluh
aku. Siapakah yang menyuruhmu!"
"Hamba. . hamba mengaku..." kakek itu
berkata lebih keras. "Maafkan hamba, Wan-200
suma. Hamba hanya sekedar orang suruhan Tanongya. Hamba telah mengaku!"
Tak ada lagi yang dapat dielakkan Tan
Ongya yang terkejut dan bagai disambar petir
melihat orang-orangnya di situ, lengkap
berdelapan, tiba-tiba menggigil hebat. la tak
menyangka bahwa Yauw Seng dan Cwan Ek
sudeh ada di situ, tertangkap. Entahlah siapa
yang menangkap! Dan karena tak mungkin lagi ia
mungkir dan pangeran ini merasa jiwanya
melayang-layang, kepala terasa begitu ringan
sementara wajahnya sudah pucat pasi maka
pangeran ini ambruk dan roboh pingsan! la tak
kuat lagi mendengar pengakuan Orang-orangnya
itu, terutama Cwan Ek dan Yauw Seng, para
pembantu-pembantu-nya terpercaya. Dan
karena kekecewaan serta ketakutannya begitu
hebat, pangeran ini terguling maka Sesuai janji
dua orang itu dilepaskan tapi enam pengawal
yang ikut membantu Yauw Seng diberi hukuman
setimpal. Mereka ini dipenjara sementara
pangeran itu diasingkan di pulau buangan, hidup
sendiri bertahun-tahun ditemani sepi. Dan ketika201
ia diasingkan dan dibuang menjalani hukuman
adalah Cwan Ek dan Yauw Seng bertempur saling
bunuh untuk membalaskan sakit hati.
Seperti diketahui, Yauw Seng hendak
membunuh sahabatnya ini ketika Cwan Ek
tertangkap tak berdaya di tempat Thio taijin,
yakni dalam usahanya menutup jejak agar Cwan
Ek tak dapat memberi pengakuan. Tapi karena di
tempat itu bersembunyi Malaikat Api Buan Tiong
Pek, tokoh yang sudah melihat gerak-gerik dan
masuknya bayangan-bayangan ini maka Tiong
Pek merobohkan pula laki-laki itu dan Cwak Ek si
Srigala Kelabu selamat. Tukang sihir dan teluh ini
dendam sekali atas perbuatan Yauw Seng.
Sungguh tak berperasaan sahabatnya itu, teman
sendiri-pun akan dibunuh. Maka ketika dia
memendam dendamnya ini sampai keduanya
dibebaskan Wan-thai-suma yang memegang
janji namun sesungguhnya itu hasil perbuatan si
Malaikat Api, yang tahu dan akan mengadu dua
orang ini untuk saling bunuh maka begitu keluar
begitu pula kakek ini mencabut tongkatnya dan
dada Yauw Seng di tusuk! Untunglah, Yauw Seng202
sudah curiga dan melihat pandang mata
lawannya itu. Sebagai sama-sama orang sesat
laki-laki ini tahu ancaman api dendam. Dia
sendiripun diam-diam sudah memutuskan
bahwa usaha pembunuhannya yang gagal harus
kembali. Dia tak akan merasa tak enak tidur kalau
Cwan Ek tak di bunuh siapa tahu dia nanti diteluh
dan diserang dari jauh. Cwan Ek ahli tenung yang
dapat membunuh orang dari mana saja, dia tahu
itu. Maka begitu ditusuk dan dia sudah waspada,
sejak tadi matanya memperhatikan maka Yauw
Seng mengelak namun Cwan Ek mengejar dan
menusuknya lagi. Tak ayal, laki-laki ini menangkis
dan merekapun saling bertanding. Dan ketika
Cwan Ek menjadi marah karena tusukannya
gagal, di luar istana itu mereka baku hantam
maka pertandingan ini malah menjadi tontonan
dan para pengawal berdiri mengepung dengan
wajah berseri-seri. Yauw Seng akhirnya
mencabut ruyung berdurinya dan dengan ruyung
ini ia menghadapi tongkat lawan. Cwan Ek marah
besar dan mempercepat gerakan. Dan ketika
Yauw Seng mengimbangi dan mempercepat203
gerakannya pula, terdesak dan mencabut pisaupisau kecilnya maka dengan ini ia mampu
menahan rangsekan lawan. Tapi Cwan Ek
berkemak-kemik. Tokoh ini, seperti diketahui,
adalah ahli tenung dan sihir. Ia mengucap
beberapa mantra dan keluarlah sihirnya yang
hebat. Yauw Seng terkejut ketika naga dan
harimau-harimau jejadian muncul. la memang
ahli silat biasa bukan ahli batin, seperti lawannya
itu. maka mendapat serangan sihir dan ia kaget
serta bingung, tak mampu menolak karena lawan
sedikit di atas kepandaiannya maka dua kali
gebukan tongkat menghajar pundaknya. Kalau
bukan laki-laki ini tentu terkapar, pundak tentu
remuk. Namun karena Yauw Seng bertenaga
kuat dan kekebalannya cukup tinghi, lawan
gemas dan marah maka dua harimau siluman
mengecoh perhatian Yauw Seng dan saat itulah
tongkat menghantam dahi laki-laki ini. Yauw
Seng menjerit dan terlempar dan laki-laki itu
roboh. Ia tak bergerak-gerak lagi dan disangka
tewas. Dari kepalanya mengalir cairan merah
yang kental memanjang. Tapi ketika Cwan Ek204
terkekeh dan maju untuk menusukkan
tongkatnya ke dada lawan, ia ingin menancapkan
tongkat di jantung lawan mendadak tubuh yang
tengkurap itu mendadak membalik dan dua
gelang besi menyambar dahi kakek ini pula.
"Cwan Ek, mari sama-sama ke neraka!"
Kakek itu terkejut bukan main. Ia sungguh
tak menduga bahwa lawan yang sudah ambruk
masih juga bisa mengirim serangan. la agak
membungkuk ketika hendak menancapkan
tongkatnya itu. Maka begitu dua gelang besi
Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menyambar dan tak ampun mengenai dahinya,
kakek ini berteriak maka iapun roboh tapi ujung
tongkatnya telah menembus dada Yauw Seng.
"Plak-crep!" Tongkat dan gelang besi
sama-sama mengenai sasaran. Yauw Seng yang
menggeliat dan mengaduh perlahan tiba-tiba
roboh dan benar-benar tak bergerak lagi.
Jantungnya tertusuk. Tapi ketika di sana kakek itu
juga terbanting dan menggeliat sejenak, dahinya
pecah disambar gelang besi maka tukang tenung
inipun tewas dan sampyuh bersama musuhnya.205
Istana geger tapi Yo-ongya dan Wan-thaisuma yang melihat itu memberi tanda. Mereka
tadi mendengar ribut-ribut itu dan keluar. Apa
yang dibisikkan Hwe-sin Buan Tiong Pek ternyata
benar. dibebaskan tapi dua orang itu pasti akan
mengadu jiwa. Cwan Ek menyimpan dendam
sementara Yauw Seng ingin mengulang
pembunuhannya yang gagal. Kini kenyataan itu
terjadi dan mereka tewas di luar istana. Wanthai-suma menarik napas dalam-dalam dan
cepat menyuruh pengawal menyingkirkan mayat
itu. Dan ketika hari itu semua sudah mendapat
hukuman, Tan-ongya diasingkan dan para
pembantunya saling bunuh maka istana
tenteram kembali.
Namun dua bulan kemudian datang
peristiwa baru. Seorang nenek dan kakek
bermuka bulat, gundul pelontos datang seperti
siluman memasuki istana. Mereka mencari-cari
Tan-ongya dan mendapat jawaban bahwa
pangeran itu tak ada lagi di istana. Lalu ketika
mereka bertanya di mana Yauw Seng dan Hwelong Bong Cwan Ek, para pengawal teringat dua206
orang itu yang saling bunuh maka jawaban
mereka bahwa dua orang itu telah tewas
membuat nenek dan kakek gundul ini mendelik.
"Bagaimana bisa saling bunuh. Kenapa begitu!"
Bentakan kakek gundul itu membuat para
pengawal marah. Mereka seakan anak kecil yang
enak saja dibentak-bentak, pemimpinnya marah
dan balas membentak pula. Tapi begitu kakek itu
berputar matanya dan mengibas ke depan, tawa
aneh keluar dari mulutnya maka komandan
pengawal ini terangkat dan terhempas ke
tembok, disambar kibasan lengan baju kakek itu.
"Heh-heh, kalian anak-anak berani betul
kurang ajar di depanku. Baik, panggil muridku di
akherat dan suruh dia ke sini.. bruukk!" tubuh
komandan itu hancur dan luluh tulangtulangnya, roboh dan lunglai seperti kain basah
dan gemparlah anak buahnya melihat itu.
Mereka berteriak dan mencabut senjata masingmasing tapi sebelum mereka menyerang
mendadak nenek yang kurus kering itu terkekeh.
Kekehnya nyaring dan menusuk gendang telinga,
rambut dikibas dan tiba-tiba terlemparlah semua207
pengawal ke kanan kiri. Dan ketika semua roboh
dan tak satupun selamat, kepala bergelindingan
ke sana ke mari karena rambut itu menyabet
leher mereka, putus dan berjatuhan maka istana
dibuat gempar dan kacau. Genta dipukul
berdentang-dentang dan perwira atau panglima
bermunculan. Seribu pasukan tiba-tiba sudah
bersiap dan mengepung kakek dan nenek-nenek
ini, menyerang tapi mereka terlempar ke sana
sini dan alangkah kagetnya pengawal-pengawal
itu karena kakek maupun nenek itu tak tembus
dibacok. Mereka hanya ha-hah-he-heh saja dan
berulang-ulang ingin ketemu Tan-ongya atau
siapa saja kerabatnya untuk diminta tanggung
jawab bagaimana Yauw Seng dan Cwan Ek
binasa. Ternyata mereka itu adalah murid kakek
dan nenek-nenek ini dan yang kini datang
menuntut tanggung jawab. Mereka berkata
bahwa tak mungkin dua orang itu saling bunuh
kalau tidak atas perbuatan seseorang. Nah,
orang inilah yang dicari dan harus bertanggung
jawab.208
Dan ketika dua ratus tubuh malang
melintang bersimbah darah, Wan-thai-suma
muncul bersama Thio-taijin dan Yo-ongya maka
mata dua orang kakek dan nenek itu bercahaya
melihat tiga orang di lantai ketiga istana.
"Heh, siapa itu. Tampaknya pembesar
penting!"
"Benar, dan mungkin saudara Tan-ongya,
Gwat Kong. Ayo tangkap dan ringkus mereka..
huupp!" nenek ini terkekeh panjang, rambut
menjeletar menghantam dinding dan tiba-tiba
dari tenaga hantaman ini muncul serangkum
angin tolak besar. Nenek itu terangkat naik dan
sekonyong-konyong ia sudah terangkat lurus ke
lantai tiga. Luar biasa, ia melesat melewati lantai
satu dan dua dengan cepat sekali. Dan ketika
Gwat Kong, kakek itu terbahak dan menjungkir
tubuhnya dengan kepala di bawah kaki di atas,
menumbuk-kan kepala kuat-kuat ke bumi tibatiba tak kalah mentakjubkan kakek ini sudah
melesat atau mencelat ke lantai tiga.
"Wuut-wuuuttt...!"209
Demonstrasi kepandaian yang belum
pernah dilihat ini membuat semua terbelalak.
Para pengawal ternganga dan entah siapa yang
lebih cepat mereka tak tahu. Dua orang itu sudah
melewati lantai satu dan dua bagaikan terbang
saja. Bedanya si nenek seperti orang menjejak
dan meluncur ke atas dengan kaki di bawah
sedangkan si kakek gundul dengan kepala di
bawah kaki di atas. Aneh! Namun ketika masingmasing sudah tiba di lantai tiga dan masingmasing juga bergerak menyambar tiga orang itu,
Wan-thai-suma dan Thio-taijin ditangkap si kakek
gundul sementara Yo-ongya disambar si nenek
kurus mendadak tiga orang ini lenyap dan
sebagai gantinya terlihat sambaran benang jala
dan suara ledakan. "Tarr!" Kakek dan neneknenek itu terkejut. Terkaman mereka luput dan
sebagai gantinya di tangan mereka terlihat
benang, laba-laba yang pekat dan lekat. Wanthai-suma dan lain-lain menghilang. Tapi ketika
dua orang itu mengusap hilang benang laba-laba
itu, sekali raup benda-benda halus itu tersapu210
bersih maka seorang tinggi kurus yang matanya
meram melek berdiri di situ, seperti iblis!
"Hm, sungguh tak tahu malu Sin-lun Bek
Gwat Kong ada di sini. Dan sungguh tak tahu
malu lagi nenek buruk Kim-mo Tai-bo membantu
Gwat Kong membunuh-bunuhi pengawal. Ah,
kalian memang kakek nenek busuk!"
Dua orang itu berseru tertahan. Mereka
terbeliak ketika tiba-tiba melihat laki-laki tinggi
kurus ini, sejenak tersentak namun si kakek
berkepala gundul tiba-tiba berseru marah. Dan
ketika ia melompat maju sementara si nenek
menjeletarkan rambut, nenek ini juga marah
maka terdengar seruan si kakek gundul.
"Hwe-sin, kiranya kau. Keparat, ada apa
kau di sini dan kenapa mencampuri urusan
kami!"
"Hm, aku di sini karena memang aku
tinggal di sini," Hwe-sin, laki-laki itu tertawa
dingin. "Aku mencampuri karena kalian
mengganggu tidurku, Gwat Kong. Siapa sangka
kalian tua bangka busuk membuat onar di sini."211
"Kau tinggal di sini? Jadi kau menjadi
antek kaisar?"
"Aku sudah lama tinggal di sini menjaga
ketenteraman istana. Kalau kalian menyebutku
antek maka kalian adalah anjing-anjing liar yang
rupanya tak mendapat makan cukup. Hm, boleh
makan sepuasnya di sini kalau berlaku baik-baik
tapi harap pergi kalau mau mencari setori. Aku
penjaga di sini dan siap menggebuk anjing-anjing
geladak kalau dia kurang ajar!"
"Keparat!" kakek itu marah bukan main.
"Kalau begitu gara-gara kau di sini maka muridku
dan murid Kim-mo Tai bo saling bunuh, Hwe-sin.
Sekarang kami tahu siapa biang gara-garanya dan
mampuslah!" Si kakek gundul berkelebat dan
menghantamkan ujung bajunya. Dia sejak tadi
menggerak-gerakkan ujung bajunya ini dan para
pengawal terlempar atau pecah kepalanya.
Namun ketika Hwe-sin mengelak dan Malaikat
Api itu mendengus, ia dikejar dan menangkis
dengan lengan kirinya maka kakek itu terpental
sementara Hwe-sin terhuyung mundur.212
"Dukk!" Si nenek Kim-mo Tai-bo
terbelalak. Ia melihat temannya terpental
sementara Hwe-sin hanya terhuyung setindak.
Nyata bahwa temannya kalah kuat dan tiba-tiba
Sin-lun Bek Gwat Kong berseru keras, berjungkir
balik dan mencabut sepasang senjatanya yakni
roda-roda bergerigi seperti mata pisau,
membentak dan menerjang Malaikat Api dan
tampaklah cahaya berkeredep menyambar
lawannya, cepat sekali dan Hwe-sin mengelak
dan berlompatan ke kiri kanan. Tapi karena ia
dikejar dan terus dikejar, ia menangkis dan jarijarinya bertemu sepasang roda itu, terpental
namun menyambar lagi ke bawah maka si nenek
tiba-tiba terkekeh dan menerjangnya pula,
rambut melecut.
"Bagus, kita bertemu lawan tangguh,
Gwat Kong. Mari main-main dan lihat
kepandaian si Malaikat Api ini.... tar!"
Malaikat Api mengelak dan semakin
sibuk, dikeroyok dan tiba-tiba para perwira
berlarian ke lantai tiga ini. Mereka bermaksud
membantu dan diam-diam heran siapa laki-laki213
tinggi kurus yang menghadapi kakek dan neneknenek iblis itu. Mereka tak tahu bahwa itulah
pengawal pribadi kaisar dan kini pengawal
rahasia yang lihai ini memperlihatkan diri. Apa
boleh buat karena Sin-lun Bek Gwat Kong dan
Kim-mo Tai-bo si nenek iblis adalah orang-orang
yang tak bakalan ditandingi orang-orang biasa.
Dua orang itu adalah guru dari mendiang Yauw
Seng dan Cwan Ek, tak ada seorangpun yang
mampu menandingi karena mereka adalah
tokoh-tokoh kelas atas yang hebat sekali. Sin-lun
atau Si Roda Sakti Bek Gwat Kong ini memang
hebat permainan rodanya. Dengan sepasang
roda di tangannya itu ia mampu menggempur
gunung. Kakek ini adalah seorang ahli gwakang
sekaligus lweekang yang hebat sekali. Tenaga
gwakang atau tenaga luarnya, mampu membuat
dia mengangkat seekor gajah bunting.
Bayangkan! Sementara lweekangnya (tenaga
dalam), mampu membuat rodanya itu menari
dan beterbangan di udara tanpa dipegang lagi.
Kini tujuh kali menyerang dan luput selalu telah
membuat kakek itu melepaskan rodanya dan214
roda di tangan ini mengaung-ngaung dengan
suara mengerikan, tiga kali menghantam dinding
loteng sampai ambrol. Dan ketika ia masih
dibantu lagi dengan lompatan si nenek, Kim-mo
Tai-bo atau Ratu Iblis Berpayung Emas
menjeletarkan rambut dan menghantam Hwesin maka laki-laki itu terbanting dan dua pukulan
dari kiri kanan membuat ia tak sempat mengelak
dan harus menangkis tapi ia kalah posisi.
"Plak-dukk!" Malaikat Api melempar
tubuh bergulingan. la mengeluh perlahan tapi ia
cepat melompat bangun. Lawan mengejar dan
Gwat Kong terbahak-bahak menerbangkan roda
mautnya itu. Si nenek juga terkekeh dan rambut
menyambar pelipis. Tapi ketika Hwe-sin
menudingkan dua telunjuknya dan sinar api
menyambar lawan, itulah Hwe-ci atau Jari Api
yang menyambut ke depan maka dua orang itu
tertahan dah rambut hangus terjilat Hwe-ci, si
nenek menjerit.
"Crit-wushh!" Hwe-sin berdiri tegak. Kimmo Tai-bo terpental mundur dan memaki-maki
menyelamatkan rambutnya. Sebagian215
rambutnya tadi terjilat dan itu berbahaya. Kalau
tidak cepat dipadamkan tentu merayap naik,
salah-salah kepalanya bisa terbakar habis,
gundul dan dia bakal seperti Gwat Kong, Si Roda
Sakti. Dan ketika di sana Sin-lun Bek Gwat Kong
juga tersentak dan mundur terhuyung-huyung,
rodanya membalik dan hangus terjilat maka
kakek ini mendelik melihat roda-rodanya
terbakar.
"Keparat!" kakek itu meradang. "Kau
mengotori. senjataku, Hwe-sin. Kubunuh kau!"
"Dan kau menghanguskan rambutku.
Aiihhh...!" si nenek melengking. "Ku cincang
tubuhmu, Hwe-sin. Jangan sombong dan
Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengira kami takut.... wirr-wiirrrr!" rambut itu
diputar-putar, siap diledakkan ke arah laki-laki ini
lagi namun saat itu para perwira sudah
berdatangan. Mereka naik berlari-larian melalui
anak tangga, lama namun akhirnya sampai dan
tiga orang sudah di depan. Si nenek yang mau
menyerang Hwe-sin tiba-tiba tak jadi.
Kemarahannya ditumpahkan kepada tiga
perwira ini. Dan begitu mereka muncul di sudut216
anak tangga dan masing-masing sudah siap
untuk menyerang atau mendahului nenek itu
mendadak nenek ini berkelebat dan rambutnya
menyambar tiga orang itu.
"Tikus-tikus pengganggu, kalian enyahlah
keluar!"
Hwe-sin berseru dari depan. Laki-laki itu
membentak dan menggerakkan tangannya
namun Bek Gwat Kong memapak. Kakek ini
menerjang dan sengaja menerima gerakan
tangan itu, tahu akan dipergunakan menangkis
pukulan temannya tapi dia tak membiarkan.
Biarlah tiga orang itu mampus dan Kim-mo Taibo menghajar. Dan ketika benar saja pukulan
Hwe-sin di sambut kakek ini sementara ledakan
rambut tak kuasa dielak, dibabat tiga golok tapi
tiga senjata di tangan tiga perwira itu mencelat
beterbangan, rambut meluncur dan terus
menyambar leher maka bagai dibabat senjata
tajam saja kepala tiga orang perwira itu putus.
"Hi-hikk crat-crat-crat!"
Tiga kepala menggelinding dan si nenek
masih menggerakkan kakinya menendang tiga217
tubuh yang tumbang itu. Tak ada teriakan atau
jeritan karena gerakan si nenek amatlah
cepatnya, begitu rambut menyambar begitu pula
tiga batang kepala mencelat terlempar. Dan
ketika nenek itu juga menendang tiga tubuh itu,
jauh dan berdebuk di bawah maka perwiraperwira lain yang justeru sedang naik dan
mendaki anak tangga disambut tiga tubuh tanpa
kepala ini.
"Bress! jerit dan teriakan terdengar ramai
di bawah.Nenek itu terkekeh-kekeh tapi Sin-lun
Bek Gwat Kong berseru kesakitan, terlempar dan
membentur tembok dan seketika dinding
ambrol. Kiranya tadi Hwee-ci atau Jari Api tak
kuat ditahan sendirian oleh si kakek gundul ini. la
terlalu berani menerima dan nekad sendirian.
semata agar temannya dapat membunuh tiga
perwira itu. Dan ketika nenek menoleh dan kaget
melihat keadaan temannya, Hwe-sin marah dan
berkelebat ke temannya itu maka Gwat Kong
menjerit dua kali karena sepasang rodanya
bengkok bengkok.218
"Plak-plak!" Sepasang roda yang hebat itu
seakan benda lembek bertemu Pukulan Api.
Hawa panas menyambar dan logam di tangan si
kakek gundul tak tahan, lembek dan melengkung
dan kakek ini cepat melempar sepasang
senjatanya itu ke atas untuk menyelamatkannya.
Tib-tiba sepasang rodanya itu merah marong,
bukan main! Tapi ketika roda disambar kembali
dan kakek ini pucat mengerahkan Iweekang,
memulihkan kembali senjatanya yang bengkok,
maka temannya sudah bergerak dan Kim-mo Taibo siap di sampingnya, terbelalak dan kaget.
"Gwat Kong, hati-hati Pukulan Api itu luar
biasa!"
"Benar," kakek ini mengangguk.
"Sendirian saja rupanya berbahaya, Tai-bo.
Bantu aku dan mari kita bunuh si Hwe-Sin ini!"
Kakek itu menerjang lagi. la telah dengan
marahnya mengayun rodanya dan senjata yang
tadi merah terbakar itu sudah putih lagi. Dengan
lweekangnya kakek ini memulihkan bengkok dan
panasnya roda supaya dingin, bergerak dan
menerjang Hwe-sin dengan kemarahan meluap.219
Ada Tai-bo di sampingnya dan tak perlu ia takut.
Maka ketika ia bergerak sementara nenek itu
juga mengangguk dan meledakkan rambutnya,
nyaring den melengking tinggi maka Tai-bo
menerjang pula lawannya dengan mata terbakar.
Rambutnya yang hangus tadi belum dibalas.
"Hwe-sin, mari kita mengadu jiwa!"
Malaikat Api mengelak. Tadi ia sudah
merasakan gempuran lawan tapi sebaliknya
lawanpun sudah menerima gempurannya.
Masing-masing sama tahu kehebatan dan
kelebihan lawan. Tapi karena dengan Hwe-ci ia
mampu mengejutkan lawan dan kini dua orang
itu mengeroyok lagi, jari Api-nya bergerak dan
menyambut maka di atas lantai tiga ini terjadi
pertandingan seru di mana Hwe-sin dikeroyok
dua. Mula-mula bayangan tiga orang ini
berkelebatan sambar-menyambar tapi setelah
itu mereka lenyap beterbangan. Para perwira
atau pengawal yang menonton terbelalak. Angin
menderu dan bersiutan dan akhirnya para
perwira yang coba-coba naik terlempar kena
deru angin pukulan ini. Entah Hwe sin maupun220
lawannya sama-sama mengeluarkan pukulan
dahsyat. Api menyambari dan tembok-tembok
mulai hangus. Setiap jari rnenuding maka seperti
sinar laser saja Hwe-ci atau Jari Api pengawal
kaisar ini menyambar lawan-lawannya. Dan
karena mereka mengelak dan dinding atau
tembok-tembok di belakang menjadi korbannya.
seperti juga deru sepasang roda yang dikelit atau
dihindarkan Hwe-sin maka lantai tiga yang
menjadi pusat pertempuran tiga orang sakti ini
tak dapat didekati lagi dan berantakan atau
bolong-bolong.
"Mundur.... mundur. Jangan naik ke atas.
Yang bertanding adalah orang-orang sakti!"
Seorang panglima tua, yang maklum dan
tahu hebatnya pertandingan itu berseru agar
rekannya jangan mendekati atau coba-coba naik
ke atas. Biarlah mereka menonton dari bawah
saja karena tempat itu menjadi ajang
pertempuran yang berbahaya. Sambaran roda
atau Jari Api yang berdesingan menyambarnyambar amatlah berbahaya, belum lagi ledakan
atau jeletaran rambut si nenek bengis. Sekarang221
mereka tahu bahwa yang bertempur kiranya Sinlun Bek Gwat Kong dan nenek iblis Kim-mo Taibo, melawan Hwe-sin si Malaikat Api yang sama
sekali tak mereka sangka menjadi pengawal
rahasia kaisar. Maklum, bertahun-tahun ini
mereka tak pernah dengar atau tahu tentang
tokoh luar biasa itu. Sama sekali tak mereka
sangka bahwa di dalam istana ada si Malalkat
Api. Tokoh ini adalah tokoh misterius tapi
kepandaiannya sudah diakui orang. Tiga puluh
tahun yang lalu ia pernah malang-melintang tapi
setelah itu lenyap, tak tahunya bersembunyi dan
malah menjadi pengawal pribadi kaisar. Bukan
main. Dan karena Hwe-sin ini terkenal dengan
Jari Apinya yang dahsyat, bagai sinar laser dan
mampu menembus bolong dinding-dinding baja,
tak heran kalau Yauw Seng maupun mendiang
Cwan Ek gentar melihat laki-laki ini, yang tentu
saja bukan tandingannya maka Gwat Kong
maupun si nenek Tai-bo harus bekerja keras
kalau ingin merobohkan lawan mereka ini. Tapi
hal itu sukar. Pertandingan sudah berjalan enam
puluh jurus namun si Malaikat Api ini dapat222
mengelak dan menangkis serangan-serangan
mereka. Roda di tangan si kakek gundul kembali
lembek dihantam Hwe-ci, harus cepat-cepat
dipulihkan dan dikeraskan lagi untuk dipakai
menyerang. Dan karena hal ini berarti membuat
si kakek gundul harus mundur sejenak dulu,
kalau tidak tentu senjatanya leleh dan hancur
maka Tai-bo yang juga tujuh kali terpelanting
bertemu Hwe-Ci berteriak dan melempar tubuh
menyelamatkan diri. Sekarang pucatlah dua
orang ini melihat hebatnya Hwe-sin.
Dulu, tigapuluh tahun yang lalu Hwe-sin
pernah membuat kegemparan di dunia kangouw dengan melabrak lima datuk sesat
bersaudara. Mereka dihajar laki-laki ini dan lima
datuk itu luka parah, menghilang dan lenyap
entah ke mana dan banyak orang tertegun. Gwat
Kong, dan juga nenek ini diam-diam kagum tapi
juga gatal tangan. Mereka mencari Hwe-sin dan
sempat bertemu sebentar, yakni ketika laki-laki
itu dihadang sekelompok lawan-lawan lain di
mana ia dikeroyok tak kurang oleh sembilan
tokoh atas yang mengakibatkan Hwe-sin223
melarikan diri setelah mampu membunuh lima
dari sembilan lawannya itu. Hwe-sin luka-luka
dan laki-laki itu menghilang, dikejar dan untuk
beberapa bulan kemudian Malaikat Api ini
terlihat bentrok dengan ketua-ketua persilatan
akibat salah paham. Tiga ketua menuntut
tanggung jawab Hwe-sin yang disangka
membunuh wakil-wakil mereka, padahal yang
membunuh adalah musuh-musuh Hwe-sin yang
dikalahkan laki-laki ini, jadi membalas dendam
lewat lempar batu sembunyi tangan. Dan ketika
tiga ketua itu bertanding dan dua orang ini
muncul, Gwat Kong maupun Tai-bo mengeroyok
terkekeh-kekeh maka Hwe-sin terkejut dan
itulah pertandingannya pertama dengan dua
orang ini.
Tapi tiga ketua persilatan justeru
mundur. Mereka marah melihat campur
tangannya kakek dan nenek-nenek ini dan
membiarkan tiga orang itu bertempur. Sangka
mereka kakek dan nenek-nenek itu hendak
membalas dendam. Tapi ketika Hwe-sin justeru
membentak dan tak mau melayani, di antara224
mereka tak pernah ada urusan maka dengan Jari
Api laki-laki ini mendorong mundur si kakek
gundul dan dengan Jari Apinya pula dia membuat
Tai-bo menjerit dan melempar tubuh
menyelamatkan rambutnya. Hwe-sin memutar
tubuh dan pergi, cepat sekali.
Dan ketika tiga ketua terbelalak dan
terkejut, coba mengejar tetapi gagal maka si
kakek gundul dan nenek Tai-bo penasaran dan
mencari-cari lagi tapi sejak saat itu Hwe-sin entah
ke mana. Ada didengar kabar bahwa laki-laki itu
bentrok dengan Tung-hai Sian-li (Dewi Laut
Timur), bertanding hebat dan sehari semalam
berada di pulau kecil tapi akhirnya Tung-hai Sianli roboh. Hwe-sin mengalahkannya. Tapi karena
Hwe-sin katanya juga luka-luka dan baru kali
itulah malaikat Api ini menghadapi lawan
tangguh, paling tangguh dari semua lawan yang
pernah ada maka laki-laki itu lenyap dan
bersamaan itu lenyap pula Tung-hai Sian-li yang
cantik jelita ini.
Orang tak tahu apa yang terjadi tapi
sesungguhnya sesuatu telah mengguncang hati225
laki-laki ini. Dalam pertempuran hebat itu Hwesin jatuh cinta. Tung-hai Sian-li, dengan ilmunya
Pai-hai-jiu (Gempuran Samudera) ternyata
mampu menahan Hwe-cinya. Baru kali itu
seumur hidup laki-laki gagah ini dibuat kagum.
Pai-hai-jiu yang dimiliki Tung-hai Sian-li ternyata
benar-benar seperti gulungan ombak samudera
yang menggulung Jari Apinya. Hanya berkat
pengalaman dan kematangannya menguasai
Pukulan Apinya saja Malaikat Api itu dapat
menundukkan lawan. Itupun setelah bertanding
sehari semalam! Dan ketika Hwe-sin jatuh cinta
tapi Tung-ha Sian-li marah-marah kepadanya,
menolak dan menangis maka pertandingan
berakhir dengan robohnya wanita cantik itu yang
paha kirinya tertusuk bolong oleh Jari Api Hwesin. Tung-hai Sian-1i cacad dan Hw sin menyesal
bukan main.
Sejak itu wanita ini pincang dan karena
malu maka tak mau lagi memperlihatkan diri,
menghilang dan lenyap dari dunia kang-ouw dan
Hwe-sin yang coba mencarinya berkali-kali gagal.
Laki-laki ini ingin menebus dosanya dengan apa226
saja. Dia siap menyerahkan kepalanya kalau si
cantik ingin membalas dendam. Dia juga ingin
menyatakan cintanya sekali lagi. Tapi karena
sejak saat itu Tung-hai tak muncul lagi dan lakilaki ini juga kecewa akibat kegagalan cintanya
maka iapun lalu menghilang dan tempat
persembunyian yang ia pilih adalah menjadi
pengawal rahasia kaisar di mana ia telah
menyembunyikan diri di kota raja hampir tiga
puluh tahun!
Begitulah, inilah sekelumit kisah laki-laki
ini. Orang luar tentu saja tak tahu dan Gwat Kong
Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
maupun nenek Tai-bo juga tak mengerti. Tapi
begitu mereka melihat tokoh ini dan rasa
penasaran tiga puluh tahun lalu dapat
dilampiaskan kembali, kebetulan mereka
bertemu Hwe-sin maka mereka mengeroyok tapi
ternyata Jari Api atau Hwe-ci yang dimiliki lakilaki itu amatlah dahsyat dan tetap menggila.
Mereka sudah mengeluarkan ilmu-ilmu
mereka tapi Jari Api yang menyambar ke arah
mereka amatlan ganas. Bagai sinar laser yang
menusuk dan menembus apa saja Hwe-ci atau227
Jari Api yang dimiliki laki-laki itu membuat
mereka berkali-kali melempar tubuh
bergulingan. Beberapa kali sepasang roda di
tangan Sin-lun Bek Gwat Kong harus dibetulkan
dulu, bengkok atau penyok-penyok bertemu Jari
Api itu. Kakek ini sudah mengerahkan lweekang
dan melawan kedahsyatan Jari Api itu namun
tetap saja rodanya lembek, merah dan akan
terbakar kalau dia tidak cepat-cepat
menyelamatkan senjatanya itu, meniup dan
mendinginkan kembali dengan hembusan
tenaga saktinya dan selanjutnya kakek itu
menyerang lagi, membalas namun ia benarbenar kewalahan menghadapi Jari Api itu. Dan
karena inilah kesaktian Malaikat Api dan nenek
Tai-bo juga bingung menghadapi Jari Api itu,
tertolak dan sering bergulingan menyelamatkan
diri maka pada jurus-jurus berikut mereka praktis
hanya bertahan namun nenek ini mulai
berkemak-kemik membaca mantra. Dan saat itu
lawan mereka itu berkata, dingin,
Pendekar Rajawali Sakti 101 Rahasia Dara Iblis Wiro Sableng 004 Keris Tumbal Wilayuda The Expected One Karya Kathleen Mcgowan
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama