Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara Bagian 21
maka Siang Le memutar tubuh dan bertemu
dengan pemuda gagah di sebelahnya.
"Kau....." dia terkejut dan heran. "Ada apa
masih di sini, Tan Bong. Bukankah sebaiknya kau
kembali ke Pulau A-pi!"2219
"Aku menunggu Hoa Siu," pemuda itu,
menunduk sedikit memerah. "Aku meninggalkan
tempat ini kalau dia menyuruh, Siang-siauwhiap.
Pergilah dan selamat jalan".
"Hm!" si buntung mengangguk-angguk,
terharu. "Mudah-mudahan nasibmu tak seburuk
adikku, Tan Bong. Cinta adalah segala-galanya.
Selamat tinggal, dolanlah ke Sam-liong-to kalau
kau mau."
Pemuda itu mengangguk. Dia ternyata
adalah Tan Bong putera Tan-pangcu itu, tak
membersitkan dendam atau sakit hati atas
tewasnya sang ayah, bahkan juga paman dan
dedengkotnya, orang-orang yang seharusnya
dekat dengan ?ia. Dan ketika Siang Le menuruni
jalanan berbatu dan meninggalkan tempat itu,
Hwa Seng menengok dan sadar tiba- tiba gadis ini
meloncat menubruk pemuda Pulau Api itu.
"Kaupun sebaiknya pergi. Aku tak mau
menikah kalau Puteri belum menemukan
kebahagiaannya, Tan Bong. Apa gunanya hidup
senang kalau junjunganku menderita. Ikutlah
Siang-kongcu itu!"2220
"Kau. .. kau tak berarti menjauhi aku,
bukan?"
"Tidak, aku menerima cintamu. Tapi
keadaan tak memungkinkan sekarang, Tan Bong,
pergilah dan susul Siang-kongcu."
"Baiklah, dan kapan-kapan aku
menemuimu di luar Lembah Es, Hoa Siu. Aku...
aku cinta padamu!", Dua orang itu saling sambar.
Entah siapa lebih dulu namun dua, bibir tiba-tiba
saling bertaut, Sui Keng dan Thio Leng melengos
melihat adegan itu. Mereka yang lagi kasmaran
kiranya tak malu-malu lagi, sungguh membuat
diri sendiri jengah. Namun ketika isak dan tangis
Hwa Seng ditutup kecup lembut di tengah
kening, kirany? mereka telah saling menerima
dan memberi dalam cinta maka gadis itu
melepaskan diri sementara si pemuda gemetar
dan merasa berat melepaskan kekasihnya.
"Baikiah, aku... aku menunggumu, Hoa
Siu. Mintalah ijin kepada pimpinanmu agar
perjodohan kita terlaksana."
"Urusan itu dibicarakan belakangan Tan
Bong, tunggulah sekitar enam bulan. Sekarang2221
pergilah dan.... dan jaga dirimu baik-baik. Aku
Hwa Seng, bukan Hoa Siu!"
"Bagiku kau adalah cucu Thian-te It hiap.
Aku lebih senang memanggilmu begitu, Siu-moi,
dan. . selamat tinggal."
Pemuda ini tersenyum, mengangguk dan
akhirnya menjura kepada Thio Leng dan Sui Keng
dan dua gadis Lembah Es itu kikuk juga menerima
salam ini. Betapapun tak mudah merobah musuh
menjadi kawan. Akan tetapi ketika mereka
mengangguk kaku dan pemuda Pulau Api itu
turun gunung maka Siang Le tertegun
menemukan sesuatu. Secarik kertas berlipat.
Sementara di belakangnya terdengarlah seruan
pemuda Pulau Api itu memanggilnya.
"Siang-siauwhiap....!"
Si buntung ini cepat menyambar dan
menyimpan surat itu. Untunglah ia tidak berjalan
terlalu cepat hingga dapat disusul, Tan Bong
meloncat dan telah berada di belakangnya. Dan
ketika ia tertegun kenapa pemuda itu berada di
situ, tidak bersama Hwa Seng maka buru-buru
pemuda ini menerangkan. "'2222
"Hoa Siu tak ingin diganggu melihat
Puteri Es sakit. Aku dimintanya pergi, siauw-hiap,
menyusulmu di sini. Tampaknya kau menemukan
sesuatu."
"Hmh, sebaiknya hilangkan dulu sebutan
siauw-hiap itu. Kikuk dan canggung bagiku, Tan
Bong, jelek-jelek kepandaianmu tak di bawah
kepandaianku. Sebut saja twako (kakak). Kau
selalu menyebut gadis itu Hoa Siu padahal ia Hwa
Seng, bagaimana ini"
"Bagiku la Hoa Siu, cucu Thian-te It-hiap.
Aku lebih senang menyebutnya begitu daripada
nama laln." pemuda ini tersenyum.
"Baiklah, aku mengerti," Siang Le
mengangguk. "Pulau Api dan Lembah Es adalah
musuh bebuyutan, Tan Bong, mengingat gadis
itu sebagai murid Lembah Es mungkin itu tak
enak bagimu. Tapi menganggap cucu Thian-te Ithiap berarti kau calon menantu adikku Beng An,
berarti harus menyebutku kakek!"
"Sudahlah, harap Slang-twako tidak
main-main lagi. Aku melihatmu mendapatkan2223
sesuatu dan apakah itu. Atau, maaf aku tak akan
mendesak kalau itu rahasia".
"Hm, aku menemukan surat adikku Beng
An. Secara kebetulan saja surat itu jatuh. lsinya,
hmm..., aku belum tahu".
Tapi omong-omong kau sendiri hendak
kemanakah, apakah pulang ke Pulau Api."
Wajah pemuda ini sedih, muram.
"Rasanya tak mau aku ke sana, twako,
untuk apa. Aku ingin jalan-jalan saja atau..."
pemuda itu berhenti sejenak, menyambung lagi,
"bolehkah kiranya bertamu di tempatmu Samliong-to."
"Hmh, kenapa tidak. Tapi aku hendak ke
utara dulu, Tan Bong, menemui ayah mertuaku.
Aku harus melaporkan ini kepadanya. dan Kalau
boleh aku ikut..,!"
"Ya tentu, aku tak keberatan. Malah kita
bisa sama-sama mengisi sepi dan berjalan
berdua. Mari!" lalu ketika si buntung tak
keberatan dan mengajak temannya itu. Tan Bong
gembira dan mengikuti Siang Le akhirnya dua
orang muda ini benar benar meninggalkan2224
Himalaya menuju utara. Dan begitu dua pemuda
itu lenyap di bawah gunung maka Thio leng dan
Sui Keng juga berkelebat menuju Lembah Es,
membawa serta majikan mereka dan Hwa Seng.
*** Pendekar Rambut Emas menarik napas
dalam-dalam menerima datangnya dua pemuda
. Tentu saja mula-mula ia terkejut melihat adanya
pemuda Pulau Api itu. Tapi ketika Siang Le
menceritakan panjang lebar betapa tokoh-tokoh
Pulau Api tewas, pertandingan besar di puncak
Himalaya itu berakhir dengan hal-hal yang amat
tragis maka dia menjamin tentang pemuda
sahabatnya ini.
"Tan Bong bukan seperti pemudapemuda lain. Sebenarnya sudah lama ia tak
menyetujui sepak terjang ayahnya, gak-Hu, juga
tokoh-tokoh lain termasuk paman-paman
gurunya. Akan tetapi ia tak berdaya, dan baru
setelah ia bebas merdeka maka ia bisa2225
melepaskan belenggu itu setelah dinmulai
dengan jatuh cintanya terhadap cucu Thian-te Ithiap!"
"Hm, aku telah mendengar itu, sebagian.
Hanya tak kusangka kalau ia ikut bersamamu,
Siang Le, tempat ini mungkin sempit baginya, dan
aku tak dapat melakukan penyambutan yang
pantas. Tentang peristiwa besar itu, hmm. aku
telah mendengernya dari Beng An."
"Apa? si buntung terkejut. "Dia datang ke
Sini , gak-hu? Membawa Thai Liong?"
"Benar, akan tetapi ia pergi lagi. Aku
menunggumu dan sesungguhnya ingi
mengajakmu ke Sam-liong-to."
"Astaga, kalau begitu tak perlu aku
bercerita lagi. Gak-hu sudah tahu!"
"Barangkali belum semuanya, terutuma
tentang Puteri Es. Coba kau ceritakan lagi dan
mungkin ada yang perlu kuketahui. Dan pemuda
ini..... maaf, tempat ini seadanya, anak muda.
Gubukku miskin dan kosong."
"Ah, harap Kim-taihiap tak merendah.
Dibanding Pulau Api justeru tempat ini lebih hijau2226
dan subur, aku merasa senang. Tapi kalau boleh
aku permisi dulu melihat-lihat keadaan. Silakan
ji-wi (kalian berdua) bicara."
Tan Bong ternyata tahu diri dan tak enak
menemani pertemuan pendekar itu dengan
menantunya. bangkit dan mohon ijin dan
Pendekar Rambut Emas menarik napas. Teryata
pemuda Pulau Api ini lain dari yang lain, tahu
sopan-santun dan dapat membawa diri pula.
Maka ketika ia semakin percaya bahwa pemuda
itu bukan seorang tokoh sesat, benar-denar
pemuda baik dan tidak seperti lazimnya
keturunan orang jahat maka pendekar ini
mengangguk sementara Slang Le tersenyum,
melirik pula.
"Baiklah, terima kasih. Tapi jangan
kemana-mana, Tan Bong. Sebentar kami tentu
selesai."
Pemuda itu mengangguk dan keluar.
Diam-diam hati Tan Bong terpukul dan terharu.
Betapa tidak, Kim-hujin, isteri Pendekar Rambut
Emas adalah orang yang tewas di tangan tokohtokoh Pulau Api. Mendatangi dan bertemu2227
dengan pendekar ini saja rasanya sudah
merupakan beban, ia khawatir dimusuhi dan tak
dikehendaki kehadirannya. Akan tetapi karena
Siang Le berkali-kali meyainkan bahwa gakhunya bukanlah orang seperti itu, tak pernah
dendam dan semata membela kebenaran maka
ia lega dan semakin percaya lagi ketika
berhadapan dan bicara dengan pendekar itu,
seorang pria yang masih gagah dengan tubuh
sedikit kurus akan tetapi wajahnya masih
bercahaya dan menunjukkan wajah seorang
bijaksana.
"Hm, alangkah sesatnya ayah dan para
susiok," pemuda itu bergummam. "Sungguh
mataku semakin terbuka lebar lagi melihat
orang-orang macam Pendekar Rambut Emas itu
dan para keluarganya. Dan aku, ah.. .. Pulau Api
hanya menjadi gudang orang-orang terkutuk!"
Tan Bong melamun dan meneruskan
langkahnya sampai akhirnya Ia jauh
meninggalkan rumah kecil itu. Siang Le dan Kimmou-eng tentu saja tak mendengar gumam ini
karena mereka sendiri terlibat pembicaraan2228
serius. Dan ketika di rumah itu Siang Le diminta
gak-hunya untuk menceritakan semua yang
terjadi maka berkali-kali Pendekar Rambut Emas
mengeluarkan desah panjang dan akhirnya
mengangguk-angguk setelah menantunya itu
menutup tentang penderitaan Puteri Es.
"Kami berdua gagal. Beng An terlampau
keras hati menurutkan adatnya sendiri, gak-hu,
terus terang aku menyesal. Puteri Es seperti arca
hidup dan dibawa kembali oleh dua sumoinya
dalam keadaaan kosong. Maksudku ia tak
memiliki tanda-tanda kehidupan biarpun kedua
matanya melek. Menyedihkan!"
"Im, dan We We Moli..nenek itu telah
mendapatkan Sin-tiauw-kang dari tubuh Thai
Liong?
"Benar , gak-hu, tapi betapapun akhirnya
nenek itu memberikan restu. Beng An itu Macam
-macam dan membuat orang lain gemas saja!"
"Hm...! " pendekar ini tiba-tiba
memandang tajam. "Ke mana ibu jarimu, Siang
Le. Apa jawabmu kalau isterimu tahu. Ini?"2229
Dan pemuda itu gugup, tak menyangka
dan kaget sejenak. "Aku eh. . hilang di jalan, gakhu, disambar golok penjahat!"
"Hm tak perlu menodai kejujuranmu
dengan cerita bohong. Beng An telah
menceritakannya kepadaku, Siang Le, dan kau
benar-benar luar biasa. Kau sedia mengorbankan
segalanya untuk orang lain.
"Maaf," pemuda ini menunduk. "Kalau
kau tahu harap jangan diberitahukan Eng Moi
gak-hu. Betapapun urusan ini kecil dan tak usah
dibesar-besarkan."
Kim-mou-eng menarik napas kagum.
Sesungguhnya ia telah ditemui Beng An dan
puteranya itu bercerita tentang kakak iparnya ini.
Beng An menyatakan pula ketidaksediaannya
berjodoh dengan Puteri Es, bukan karena tak
cinta melainkan semata tak dapat
membahagiakan diri sendiri di atas penderitaan
Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
orang-orang lain. Thai Liong dan Siang Le telah
berkorban, si buntung itu menyerahkan pula ibu
jarinya sebagai mas kawin. Dan karena puteranya
itu tak mau berlama-lama membawa kakaknya2230
yang luka, di sinilah Pendekar. Rambut Emas
tertegun maka ia tak dapat mencegah puteranya
ketika pergi lagi.
"Aku tak habis pikir kepada Sian-su. Tahu
bahwa Liong-ko terluka enak saja ia pergi, ayah.
Aku akan ke Lembah Malaikat dan memprotes
sikapnya. Liong-ko harus sembuh!"
Hanya itu saja kata-kata puteranya. Beng
An berkelebat dan membawa kesedihan dan
mencegah pemuda itu hanya akan sia-sia saja.
Diam-diam Pendekar Rambut Emas terkejut
melihat kilatan sinar mata mencorong pada
puteranya itu, tertegun dan terharu akan
rambutnya yang memutih dan betapa putranya
mengalami penderitaan hebat. Tekanan batin itu
jelas sekali terlihat. Nemun karena puteranya
hendak menuju Lembah Malaikat dan itulah
tempat tinggal si kakek dewa yang sakti maka ia
membiarkan saja puteranya pergi karena yakin
bahwa memang hanya kakek itulah yang bisa
menolong. Dan kini menantunya datang,
menceritakan semua itu sampai habis.2231
"Hmm...?" Pendekar Rambut Emas
mengangguk-angguk. "Hidup selalu penuh
kekerasan dan kegetiran, Siang Le, akan tetapi di
balik semua itu sikapmu masih saja seperti dulu,
mendahulukan kepentingan orang lain dan
men?nggalkan kepentingan diri sendiri!"
"Hmh, gak-hu bicara apa. Pengorbananku
bukan untuk orang lain, gak-hu, untuk Beng An
adikku sendiri. Itu tak ada artinya".
"Baik, kau selalu merendah. Sekarang apa
yang kau pikir dan akan kau lakukan?"
"Gak-hu menceritakan tentang Beng An,
apa katanya dan ke mana pula ia pergi?"
"la ke Lembah Malaikat, melepas
penasarannya kepada Sian-su."
"Penasarannya?"
"Ya. Ia penasaran kenapa Sian-Su
meninggalkan kakaknya, Siang Le, kenapa begitu
saja pergi. Bukankah seharusnya ditolong!"
"Benar, aneh sekali!" pemuda itu
menepuk dahinya. "Aku jadi penasaran juga, lalu,
kenapa kakek dewa itu membiarkan Thai Liong!"2232
"Aku tak tahu, tapi mungkin ada
maksudnya. Hanya setelah Beng An pergi maka
Sian-su menemuiku".
"Ah, apa yang ia katakan!"
"Menyuruhku menunggumu, Siang Le,
lalu ke Sam-liong-to."
Si buntung tertegun. Siang Le terheranheran dan membelalakkan matanya akan tetapi
tiba-tiba ia teringat surat itu. Surat Beng An yang
jatuh. Maka ketika Ia bergegas dan
mengeluarkan surat itu segera Sang gak-hu
tertegun karena mengenal itulah surat isterinya
untuk Beng An.
"He, itu surat untuk Beng An!"
"Benar, kudapatkan ketika jatuh. An-te
rupanya tak tahu kalau suratnya jatuh gak-hu,
dan sekarang justeru ingin kubicarakan
denganmu. Tahukah gak-hu apa isinya!"
Pendekar Rambut Emas menggeleng.
Tentu saja ia tertegun dan merasa berdebar dan
balik bertanya apakah pemuda itu tahu. Akan
tetapi ketika Siang Le menggeleng dan menjawab
tidak maka ayah dan menantu sama-sama2233
menjadi kagum. Kagum bahwa surat untuk orang
lain tak pernah dibaca tanpa seijin empunya,
biarpun itu anak sendiri.
"Maaf aku juga tak tahu. Aku hanya
membaca sampulnya, gak-hu, dan tak berani
membukanya. Aku khawatir jangan-jangan ada
rahasia yang tak boleh diketahui orang lain.
Kukira gak-hu sudah tahu, bukankah surat ini
gak-hu pula yang memberikannya!"
"Benar, akan tetapi aku juga tak
membacanya, Siang Le, aku merasa tak berhak.
Bukankah itu wasiat ibunya untuk Beng An!"
"Hm, kalau begitu sama. Kalau begitu
biarlah kuserahkan gak-hu kembali dan terserah
mau diapakan. ?ku tak berani membukanya
karena akupun juga tak berhak!"
Kim-mou-eng mengangguk-angguk. Surat
bersampul biru itu, yang bertuliskan tangan
isterinya membuat ia berdebar. merasakan
firasat menegangkan. Ada sesuatu yang
membuat ia gemetar. Akan tetapi ketika ia cepat
menindih perasaan itu dan menerima kembali
surat itu, menarik napas dalam-dalam maka2234
pendekar ini berkata sebaiknya diputuskan di
Sam-liong-to saja.
"Aku merasa kunci persoalannya di surat
ini. Biarlah kita buka di Sam-liong-to Saja setelah
Beng An kembali. pasti ke sana."
"Baiklah, aku juga heran. Aku maju
mundur ingin mengetahui isi Surat itu, gak-hu,
tapi menghormati hak orang lain, aku menahan
keinginanku. Sekarang telah gak-hu terima
kembali, aku bebas dari perasaan ingin tahu!"
"Dan sebaiknya cepat saja kita ke Samliong-to. Panggil anak muda itu, Siang Le, kita
ajak kalau mau."
Siang Le mengangguk. ia berkelebat dan
tak lama kemudian sudah membawa Tan Bong
kembali. Wajah pemuda itu berseri-seri. Dan
ketika Tan Bong membungkuk hormat apakah
dirinya tak mengganggu keluarga itu, sebuah
kehormatan baginya diajak ke Sam-liong-to maka
Pendekar Rambut Emas menghela napas
tersenyum berkata,
"Kau sahabat Siang Le, berarti sahabat
keluarga ini pula. Kalau kau tak keberatan2235
bersiap-siaplah,anak muda. Sekarang juga kita
berangkat."
"Siauw-te (aku yang muda) sudah siap,
terima kasih atas perkenan Kim-taihiap. Tapi
kalau sekiranya di sana aku mengganggu harap
taihiap ijinkan siauw-te pergi.
"Ah-ah, bicara apa ini. Kau tamuku, Tan
Bong, sahabatku. Tak ada yang merasa terganggu
dan akan kujelaskan kepada mereka siapa kau
sebenarnya!"
"Terima kasih, Siang-twako membuat
repot!" lalu tetika kim-mou-eng berkelebat ke
dalam mengambil pakaian, keluar dan sudah
merapatkan surat Beng An di baju dalamnya
maka hari itu juga rombongan ini pergi.
Pendekar Rambut Emas mengajak dua
anak muda ini melalui jalan memutar. Ia tak ingin
bangsa Tar-tar mengetahui kepergiannya,
berpesan kepada seorang pembantu dan
selanjutnya cukup. Lalu ketika tiga orang itu
berkelebat dan memasuki padang ilalang,
bergerak dan meluncur diantara rumput-Tumput
setinggi manusia maka tak lama kemudian2236
Pendekar Rambut Emas tiba di Tembok Besar. Di
sini pendekar ini menggerakkan kakinya dengan
ringan dan Tan Bong kagum. Bagai seekor burung
besar saja pendekar itu hinggap dan meluncur ke
bawah. Lalu ketika ia mengerahkan ginkangnya
dan berkelebetan di antara pohon-pohon lebat,
masuk keluar hutan maka pemuda Pulau Api ini
harus mengakui bahwa ia harus mengerahkan
segenap kepandaiannya untuk mengejar atau
menyamai pendekar itu. Biarpun hampir enam
puluh tahun akan tetapi Pendekar Rambut Emas
masih gagah dan gesit.
"Gak-hu, jangan cepat-cepat. Kakiku
habis terbeset!"
Pendekar Rambut Emas melirik
menantunya ini. la tersenyum melihat Siang Le
mengerdip ke kiri dan pemuda Pulau Api itu
tampak bermandi keringat. Maklumlah Pendekar
Rambut Emas bahwa menantunya berpura-pura
saja, ia minta sedikit perlahan karena putera
mendiang Tan-pangcu itu terengah kencang. Dan
ketika ia memperlambat larinya dan Siang Le2237
tertawa, mengusap keringatnya maka si buntung
ini memberi muka temannya.
"Aku tak mungkin menandingimu habis
napasku nanti. Biarlah sedikit perlahan asal
selamat di tujuan."
"Benar,,," Tan Bong merasa lega. "loenghiong benar-benar hebat sekali, twako.
Seharian berlari cepat rasanya napaskupun
habis. Ah, kita tak mampu menandinginya."
"Hm, aku terbawa keterburuanku.
Maafkan, anak-anak, aku lupa bahwa kalian baru
datang. Baru datang sudah kuajak pergi lagi, An,
kalian tentu capai sementara aku masih segar."
"Tak apa, asal gak-hu perlahan kami
dapat mengikuti. Ayolah, kami tak perlu malumalu mengakui keunggulanmu!"
Kim-mou-eng tertawa. Dengan cerdik
menantunya ini tak melukai hati Tan Bong,
maklum dalam hal kepandaian gin-kang pemuda
Pulau Api itu masih kalah. Mereka keluarga Kimmou-eng memiliki Cui-sian Gin-kang dan Jingsian-eng (Bayangan Seribu Dewa), ilmu-ilmu
meringankan tubuh yang menjadi andalan2238
sementara pemuda itu biarpun putera ketua
Pulau Api akan tetapi hanya merupakan tokoh
nomor tiga di antara para pemudanya. Pertama
dan kedua adalah Yang Tek dan Siauw Lok itu,
yang tewas dan telah mendahului tokoh-tokoh
Pulau Api. Maka ketika Pendekar Rambut Emas
memperlambat larinya dan perjalanan dilakukan
agak Santai namun serius maka tak lama
kemudian mereka sudah berada di tepi laut
Tung-hai, berhenti dan di sinl mencari perahu
dan untunglah si buntung itu mengenal beberapa
di antaranya, dihampiri dan satu di antara
pemilik perahu sudah disewa si buntung ini. Dan
ketika Siang Le melompat ke dalam perahunya
diikuti Pendekar Rambut Emas dan pemuda
Pulau Api itu maka berlayarlah perahu kepulau
Sam-liong-to.
Tan Bong agak berdebar. Kembali untuk
kedua kalinya ia merasa tegang. Entah
bagaimana nanti sikap keluarga yang lain
menyambutnya. Bagaimana dengan puteri
Pendekar Rambut Emas ini, juga bagaimana
dengan isteri Rajawali Merah Thai Liong. Siang Le2239
telah menceritakan kepadanya bahwa semua
orang-orang itu ada di sana. Soat Eng maupun
anak-anak menunggu di sana. Namun ketika ia
melihat betapa si buntung itu maupun Pendekar
Rambut Emas tenang-tenang saja, iapun
menenangkan hatinya maka perahu terus
meluncur dan membuang kesepiannya pemuda
ini ikut mendayung.
*** Tidak salah yang dirasakan Tan Bong. Kim
Soat Eng, puteri Pendekar Rambut Emas itu
berseru perlahan melihat dirinya meloncat ke
daratan. Tiga anak-anak lelaki dan perempuan
bersorak melihat Kim-mou-eng dan Siang Le
turun dari perahu, kedatangan mereka sudah
dilihat. Tapi begitu melihat pemuda Pulau Api ini,
Siang-hujin berkelebat dan mencabut pedangnya
maka wanita itu membentak dan berseru marah.
"Tawanan Pulau Api kiranya, bagus,
selamat datang Tan Bong. Apa maksudmu2240
membawanya ke mari, ayah. Apakah ingin kami
membunuhnya menebus kematian ibu..sratsinggg" pedang sudah berkelebat di tangan
nyonya muda ini dan Siang Le buru-buru
melompat dan menahan lengan isterinya itu.
Sang gak-hu, Pendekar Rambut Emas tersenyumsenyum dan menggeleng, berkata biarlah wanita
itu menyimpan pedangnya dan Soat Eng tentu
saja tertegun. Dan ketika ia masih marah dan
membelalakkan matanya maka berkelebat
bayangan lain dan itulah Shintala.
"Bagus, orang Pulau Api. Sikat dan bunuh
saja, Eng-moi. Rupanya gak-hu memberi
kesempatan kepada kita!"
"Tenang, tenang sabar Sabar Shintala, ini
bukan musuh melainkan sahabat. Tan Bong
datang sebagai kawan bukan lawan. Masukkan
pedang kalian dan dengarkan cerita kami."
"Apa, kawan? Mereka orang-orang Pulau
Api bukan musuh? Ah, yang benar, ayah. Arwah
ibu menjadi penasaran kalau kau bicara seperti
itu. Pemuda ini harus dibunuh!"2241
Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hm, ia tamuku, keselamatannya di
tanganku. Simpan pedang dan jangan membuat
aku malu, Soat Eng. Semua orang Pulau Api telah
tewas kecuali pemuda ini. Dengar kata-kataku
dan jangan membawa adat sendiri. Persilakan
kami masuk dan masa disambut seperti ini!"
kata-kata Pendekar Rambut Emas penuh wibawa
dan dua wanita itu meragu dan akhirnya
menyimpan pedang. Anak-anak, yang bersorak
memanggil ayah dan kakek mereka ikut
terheran-heran. Tan Bong pucat dan gemetar.
Akan tetapi ketika pemuda ini menjura dan
meminta maaf, baiklah dia pergi kalau
mengganggu maka Siang Le menyambar
tangannya menenteramkan pemuda ini.
"Aku yang mengajakmu, tak boleh pergi.
Mereka salah paham karena belum tahu duduk
perkaranya. Marilah ke dalam dan kita masuk".
Tiga anak kecil semakin terheran-heran.
Siang Hwa yang menyenggol lengan Bun Tiong
berbisik-bisik, disusul Siang Lan yang
mengangguk-angguk. Tapi ketika semua ke
dalam dan memasuki Istana Hantu, di situlah2242
keluarga ini tinggal maka Kim-mou-eng
menyuruh anak-anak itu pergi sebentar. Tan
Bong kikuk dan serba salah. Lalu ketika mereka
masuk dan muncullah seorang wanita setengah
baya, membawa seorang anak laki-laki kecil
maka Siang Le melompat dan mencium anak di
gendongan wanita ini.
"Ah, selamat bertemu. Bagaimana
anakku Hok gie, ibu, sehat-sehat sajakah. Dan ibu
tampak kurus!"
"Aku mengkhawatirkan dirimu. Lama
tidak kembali, Siang Le, dan kau serta gak-humu
tampak serius. Mana Thai Liong dan adikmu Beng
An."
"Ibu harap menemani anak-anak saja.
Maafkan kami hendak bicara serius, ibu,
masuklah dan syukur semua sehat-sehat."
"Dan selamat datang untuk Kim-tahiap,"
wanita itu mengangguk pada Kim-mou-eng.
"Kusiapkan minuman untuk kalian".
Pendekar itu mengangguk. Inilah Cao Cun
yang sendirian itu, hidup bersama keluarga Samliong-to dan wanita ini rupanya begitu gembira2243
melihat kedatangan Pendekar Rambut Emas.
Senyum dan sinar matanya menunjukkan itu.
Namun ketika ia masuk ke dalam dan Siang Le
menjadi tuan rumah di situ maka di balik dinding
dingin sebuah istana kuno mereka sudah duduk
mengitari sebuah meja.
"Harap kalian tidak menyimpan
permusuhan lagi kepada pemuda ini," demikian
mula-mula si buntung itu mengawali
pembicaraan. "Sesuatu yang hebat terjadi di
Pulau Api, Eng-moi, dan berakhir di Himalaya".
"Hm, tunggu dulu. Mana suamiku Thai
Liong!" Shintala memotong dan langsung
bertanya.
"Dan mana pula Beng An te" Soat Eng tak
kalah menyusul.
"tenanglah, dengarkan kata-kataku dulu.
Harap kalian sabar karena sebuah cerita dahsyat
terjadi di sini."
"Aku hanya ingin tahu tentang suamiku.
Katakan singkat di mana dia!" Shintala masih
penasaran dan mendesak lagi.2244
"Baiklah, " Siang Le menarik napas, tanpa
sengaja menggoyang tangannya di depan
iparnya ini. "Semua baik-baik saja, enci Shintala.
Thai Liong dibawa adik kita Beng An."
"Eh!" seruan terkejut diluncurkan Soat
Eng. "Ke mana ibu jarimu, le-ko. Kenapa tak ada!"
Siang Le terkejut. la baru sadar setelah
sang isteri melihat ia menggoynng-goyang
tangannya tadi. Maksudnya agar iparnya tenang
namun sebalikny malah. ibu jarinya diketahui
hilang, tentu saja ia terkejut dan pucat. Dan
ketika sedetik ia tak mampu menjawab dan
gelagapan. Wanita ini mencabut pedang tibatiba ia telah menyerang Tan Bong karena
disangkanya orang-orang Pulau Api itulah yang
menjadi gara-garanya.
"Tentu gerombolan pemuda ini yang,
membuat kau kehilangan jarimu. Keparat, biar
kubunuh pemuda ini, Le-ko. Orang-orang Pulau
Api memang selalu menjadi biang penyakit!"
Siang Le terkejut akan tetapi Pendekar
Rambut Emas sudah mendahului dan
membentak. Untunglah dia duduk di sebelah Tan2245
Bong dan pedang ditangkis terpental, pemuda itu
sendiri berubah-ubah dan pucat. Dan ketika Kimmou-eng bangkit dan menegur puterinya maka
Tan Bong merasa bahwa ayah dan anak memang
berbeda. Lain Pendekar Rambut Emas lain pula
wanita ini!
"Hmn, jangan membuat aku malu sekali
lagi. Pemuda ini adalah tamuku, Soat Eng, tamu
suamimu pula. Sebelum kau mendengar
semuanya harap jangan berbuat macam-macam.
Simpan pedangmu dan dengar kata-kataku!"
Bentakan itu penuh wibawa dan amat
kuat. Betapapun Soat Eng tak berani melawan
ayahnya, maka ketika ia memasukan pedang
namun pandang matanya masih penuh
kebencilan kepada pemuda Pulau Api ini maka
Tan Bong bangkit dan menjura, mukanya merah
dan pucat berganti-ganti.
"Kim-taihiap, rasanya kehadiranku hanya
mengganggu saja. Biarlah aku pergi dan silakan
kalian bicara."
"Hm, baiklah, pendekar itu melihat
benarnya juga. Tapi jangan keluar dari sini, Tan2246
Bong, berkelilinglah dan hirup udara segar saja.
Betapapun kami yang membawamu ke sini dan
kami pula yang akan mengantarmu ke?uar."
"Benar " Siang Le merasa mengganti
suasana, sang isteri masih beringas."Biarlah kau
main-main dengan anak-anak di luar, Tan Bong.
Mari kupanggil mereka."
cepat si buntung ini membawa Tan Bong
memanggil anak-anaknya. Tentu saja Siang Hwa
dan Siang Lan terheran-heran akan tetapi karena
sang ayah yang menyuruh mereka maka
merekapun patuh saja. Bun Tiong mengawal
diam-diam. Dan karena ketiga anak ini bukan
anak- anak sembarangan dan Soat Eng tak
mengkhawatirkan mereka maka ketika suaminya
duduk lagi wanita ini mendengus melepas
geram.
"Ceritakan slapa yang menghilangkan
jarimu itu. Jangan bohong, akan kubunuh dia.
Tentu orang-orang Pulau Api siapa lagi!"
"Hmn, jari ini tidak hilang dicelakai orang.
Yang menghilangkan adalah aku sendiri, Eng-2247
moi, karena itu tak ada yang bersalah dan jangan
marah-marah seperti ini."
"Apa, kau sendiri?"
"Ya, aku sendiri. Dan ceritanya cukup
panjang, barangkali ayahmu saja yang bicara,
nanti aku menyambung."
Soat Eng terhenyak dan melototkan
matanya dengan heran. la melihat suaminya
bicara sungguh-sungguh sementara sang
ayahpun mengangguk-angguk. Dan ketika ia
berseru aneh namun Pendekar Rambut Emas
cepat tanggap maka pendekar inilah yang
memasuki pembicaraan.
"Ceritanya panjang, amat panjang. Tapi
sebelum mendengarkan semuanya berjanjilah
bahwa kalian tak boleh marah kepada siapapun,
tidak juga kepada orang-orang Lembah Es."
"Hm, mereka adalah sahabat, bukan
musuh. Yang j?hat adalah orang-orang Pulau Api,
ayah, karena itu aku heran kenapa kau
membawa pemuda itu ke sini!"2248
"Cukup, sekarang siapkah kalian
mendengar cerita panjang ini, berjanji bahwa tak
boleh marah kepada siapapun!"
Soat Eng mengerutkan alisnya, Ia
memandang ayahnya. Tapi karena sikap ayahnya
tenang-tenang saja dan tak membewa sesuatu
yang mengkhawatirkan, lagi pula semua selamat
di situ maka ia mengangguk dan berjanji. Akan
tetapi Shintala menggeleng.
"Gak-hu, Eng-moi boleh berjanji, tapi aku
tidak. Sebelum aku tahu keselamatan suamiku
terus terang aku tak dapat memenuhi
kehendakmu!"
"Hm, Thai Liong bersama Beng An.
Mereka ke Lembah Malaikat, Shintala, Cukupkah
keterangan ini."
"Jadi suamiku tak apa-apa?"
Kim-nou-eng mengerutkan kening, repot
menjawab. Namun karena ia seorang jujur dan
bukan pembohong maka akhirnya ia berkata apa
adanya juga.
"Suamimu adalah puteraku pula, anak
kandungku. Kalau kau bertanya tak apa-apa2249
maka tak benar juga, Shintala. Thai Liong terluka
dan terus terang saja dibawa Beng An mencari
Sian-su!"
"Aahh!" wanita itu bangkit, tiba-tiba
berubah. "Kalau begitu ia.. ia berbahaya, gak-hu?
Siapa yang melukainya? Jahanam keparat orangorang Pulau Api?"
"Duduklah, dan tenanglah. Cerita ini
panjang dan tak akan habis kalau dipotongpotong!"
Mendadak wanita itu menangis. Tanpa
dapat dicegah lagi Shintala
mengguguk,melengking dan tiba-tiba melompat
keluar, Akan tetapi ketika dengan cepat Kim
mou-eng menyambar dan menangkap
menantunya ini maka wanita itu meronta dan
berteriak-teriak.
"Lepaskan.... lepaskan aku. Biar kubunuh
pemuda Pulau Api itu, gak-hu. Siapa lagi manusia
curang itu kalau bukan orang-orang Pulau Api!"
"Hm, duduklah, kau salah Thai Liong
terluka oleh We We Moli, Shintala, sesepuh2250
Lembah Es. Kau mau mendengarkan cerita ini
atau tidak".
"Apa, We We Moli.. nenek siluman itu?
Ah, bukankah Thai Liong mengalahkannya, gakhu, bagaimana bisa terjadi itu. Aku tak percaya!"
"Kau mau mendengarkan atau tidak, yang
jelas bukan orang-orang Pulau Api."
Wanita cantik ini tertegun, mengusap air
matanya. Tentu saja ia tak menyangka jawaban
itu dan tadinya sudah menduga orang Pulau Api.
Orang-orang itu terkenal curang dan licik, dan dia
teringat Tan Bong di luar. Akan dihajar dan
dibunuhnya pemuda itu. Tapi ketika ia terhenyak
dan benar-benar heran, juga bingung akhirnya
Siang Le memberi tanda isterinya agar Soat Eng
membujuk dan membawa encinya itu duduk.
"Ayah rupanya membawa cerita yang
panjang. Baiklah kita dengarkan mereka dan mari
duduk, cici. Betapapun kita harus siap. Agaknya
ada perobahan yang tidak kita duga."
"Benar, dan kalian tenang serta
dengarkan baik-baik. Kalau selalu dipotong dan
dipenggal seperti ini bagaimana aku bercerita.2251
Yang jelas pemuda di luar itu bukan musuh
karena ayahnya dan seluruh pimpinan Pulau Api
tewas di tangan tokoh-tokoh Lembah Es. Pek-kwi
dibunuh Beng An."
Shintala menggigil dan gemetar. Soat Eng
sudah membawanya duduk dan tiba-tiba wanita
ini merasakan firasat tak enak. Lalu ketika ia
memejamkan mata dan menahan sedu-sedan
maka Kim-mou-eng menarik napas dalam
melihat kecemasan mantunya itu.
"Bagaimana, siap atau belum. Aku boleh
bercerita atau tidak.
"Sebaiknya ayah bercerita," Soat Eng
agaknya lebih tabah. "Kami mendengarkan,
ayah, tapi mulailah lebih dulu dengan ibu jari Leko itu."
"la membuntunginya untuk
dipersembahkan kepada Puteri Es...!"
"Apa?" Soat Eng mencelat, ternyata tak
kuasa menahan kaget juga. "Puteri Es? Gadis itu,
dia... , dia meminta ibu jari Le-ko?"
"Kau duduklah dan tenang. Semua ini
untuk adikmu Beng An, Saat suamimu berkorban2252
demi perjodohan itu.Dan Thai Liong, kakakmu...
.. hmm, iapun tak mau kalah dan rela berkorban
Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pula. Ini untuk adikmu yang luar biasa itu!"
Wanita ini pucat dan merah bergantiganti mendengar itu. Entah apa yang
dirasakannya tapi jelas antara marah dan
bingung. Sungguh tak disangkanya bahwa semua
ini bersumber dari Lembah Es, bukan Pulau Api.
Dan ketika Shintala juga terkejut dan
mengangkat mukanya, lupa kepada kesedihan
diri sendiri akhirnya Soat Eng menggigil meminta
ayahnya menceritakan itu, dari awal sampai
akhir. Dan berceritalah Pendekar Rambut Emas
sesuai permintaan. Memang kedatangannya
inipun untuk tujuan itu, di samping tujuan yang
lain. Dan ketika peristiwa di mulai dari Ce-bu
dengan munculnya Thian te It-hiap sampai
berlanjut di Pulau Api dan berakhir di Himalaya
maka tak tahanlah nyonya itu mengguguk dan
tersedu-sedu, mencengkeram dan memeluk
suaminya ini sementara Shintala bengong
dengan mata terbelalak. Tapi ketika tiba
gilirannya dengan cerita Thai Liong yang2253
bertanding begitu hebatnya dengan We We Moli
dan akhirnya memberikan Sin-tiauw-kangnya
kepada nenek berpakaian hitam-hitam itu
akhirnya wanita ini menjerit histeris dan roboh
pingsan.
(Bersambung jilid XXXVI.)
Credit:
Sumber Buku Gunawan Aj
Kontributor Awie Dermawan
Edit OCR Yons
First in share Kolektor Ebook
Putri Es Jilid 36-Batara2254
"PUTRI ES"
( Lanjutan Rajawali Merah )
Karya Batara
Jilid XXXVII
* * * "THAI Liong-ko!"
Bergemerataklah dinding ketenangan
Istana Hantu. Jerit histeris itu disusul roboh
pingsannya wanita ini. Pendekar Rambut Emas
menarik napas dalam sementara puterinya
sudah menyambar iparnya itu. Kedukaan Soat
Eng masih lebih ringan dibanding kedukaan
wanita cantik ini, Shintala benar-benar terpukul
hebat.
Dan ketika cerita itu selesai ditutup
dengan robohnya wanita ini maka Siang Le dan
Pendekar Rambut Emas berkejap menahan
runtuhnya air mata. Ternyata pukulan yang
diterima wanita ini hebat sekali. Ketika sadar
Shintala mengguguk dan menangis lagi,2255
menubruk dan pingsan untuk kedua kali, di
pelukan Soat Eng. Lalu ketika ia siuman untuk
ketiga kalinya maka ia terlongong-longong dan
duduk diam seperti patung, bibir berkemakkemik memanggil Thai Liong.
",,,, Liong-ko.. , Liong-ko..!"
Siapapun merasa hancur melihat
keadaan Wanita ini. Diam-diam Pendekar
Rambut Emas menyesal, akhirnya menyerahkan
semua itu kepada puterinya dan secara perlahan
mereka akan membujuk dan memulihkan
keadaan wanita itu. Dan ketika pertemuan itu
selesai sementara Bun Tiong muncul tiba-tiba
maka anak ini menggigil menemui kakeknya,
Pendekar Rambut Emas terkejut.
"Kong-kong, ibu kenapa? Mana ayah?"
Repot pendekar ini menjawab. Akan
tetapi menepuk-nepuk pundak cucunya ia
berkata juga, "Tak ada apa-apa, tak ada yang
serius. Kau anak kecil kenapa tiba-tiba ada di.
sini, Bun Tiong, hayo main-main di luar dan
jangan ke mari."2256
"Aku mendengar ibu menangis, menjerit,
dan sekarang ibu seperti patung. Tidak, kau
jangan bohong kepadaku, kong-kong, ada apa
dengan ibu dan mana ayah. Aku tak mau pergi
kalau kau belum memberi penjelasan!"
Pendekar Rambut Emas mengerutkan
kening. Bun Tiong adalah anak yang keras hati
dan keras kemauan, juga keberaniannya tak
perlu diragukan lagi. Anak ini adalah putera
Rajawali Merah, kakeknya pun akan dilawan
kalau rasanya tidak benar. Dan karena anak ini
berhak tahu pula akhirnya pendekar itu
menjawab juga, hati-hati, "Baiklah, ibumu
menangis karena ayahmu terluka. Tapi
pamanmu Beng An membawanya pergi. Nah,
cukup dan keluar sana, Bun Tiong, kami orangorang tua tak mau diganggu."
"Ayah. .. ayah terluka? Siapa yang
melukai?"
"Cukup jangan bertanya banyak-banyak.
Selanjutnya adalah urusan orang-orang tua dan
kau pergilah!"2257
"Kalau begitu pasti orang Pulau Api. Baik,
kutuntut perhitungan dengan pemuda itu, kongkong, biar aku atau dia yang mampus!" Bun Tiong
tak perduli bentakan kakeknya dan justeru
pendapatnya sama dengan pendapat sang ibu.
Orang Pulau Apilah yang mencelakai ayahnya.
Dan karena di situ ada pemuda Pulau Api itu dan
ia melompat serta keluar maka anak ini sudah
siap menyerang dan mengadu jiwa dengan Tan
Bong!
"Heii. Pendekar Rambut Emas
membentak dan berkelebat. "Ke mana kau, Bun
Tiong. Tunggu!"
"Aku akan mengadu jiwa dengan
jahanam di luar itu. Orang Pulau Api telah
melukai ayahku, kong-kong, dan aku harus
membalas!"
"Bukan, kau salah. Tunggu dan dengar
kata-kataku, Bun Tiong. Yang mencelakai
ayahmu adalah We We Moli dan bukan orang
Pulau Api. Tahan!" Pendekar Rambut Emas yang
Sudah menangkap dan mencengkeram cucunya
ini tak jadi dilawan dan diberontak ketika Bun2258
Tiong mendengar itu, tadinya siap melepaskan
diri dan menendang sang kakek karena
betapapun ia tak mau mengalah. Maka ketika
anak itu tertegun dan tampak kaget, sang kakek
sudah meremas bahunya maka anak ini
mengeluh dan jatuh terduduk.
"we We Moli, nenek Lembah Es itu?" ia
seakan tak percaya.
"Ya, nenek itu, Bun Tiong. Karena itu
jangan serang pemuda itu karena bukan orang
Pulau Api yang mencelakai ayahmu melainkan
nenek itu."
"Akan tetapi ayah mengalahkannya!"
"itu dulu, sekarang lain. Ayahmu
berkorban demi pamanmu Beng An. Sudahlah
jangan banyak tanya karena kau anak kecil tak
perlu ikut campur!"
Kim-mou-eng membebaskan cucunya lagi
dan Bun Tiong terhuyung-huyung. Anak ini
terbelalak , mengeluh dan tiba-tiba berteriak
keras. Lalu ketika ia melompat dan berlari ke
dalam maka Bun Tiong menubruk ibunya,
pecahlah tangisnya.2259
"lbu... ibu....!"
Tugas Soat Eng bertambah. Bun Tiong
mengguguk dan mengguncang-guncang ibunya
dan tiba-tiba Shintala sadar. Wanita yang semula
mematung ini mendadak sepasang matanya
bergerak hidup. Seruan dan guncangan
puteranya itu rupanya menyadarkan dinding
batinnya. Dan ketika ia menarik napas dalam dan
balas memeluk puteranya, ibu dan anak
bercucuran air mata akhirnya wanita Ini bangkit
berdiri menuju kamarnya sendiri. Soat Eng
membawa encinya ini ke kamar pribadi.
"Aku tak mau diganggu, biarkan kami
sendiri. Terima kasih, Eng-moi. Katakan kepada
gak-hu bahwa kami tak mau diganggu!"
Soat Eng menangis pula mengantar
encinya itu ke kamar belakang. Berkali-kali ia
tersedak dan diremas-remas kalau ibu dan anak
berdekap-dekapan, Bun Tiong menangis sejadljadinya di pelukan ibunya Ini. Tapi ketika pintu
kamar ditutup dan Ia kembali ke tempat semula
maka di ruangan itu ayahnya dan suaminya2260
sama-sama muram, duduk tak mengeluarkan
kata-kata.
"Le-ko... ayah.... Sudahlah, Semua yang
terjadi tak mungkin ditarik kembali. Satu-satunya
jalan hanyalah menghadapinya dengan tenang!"
"Eng-ji. Betapapun penderitaanmu lebih
ringan dibanding Shintala. Biarkan ia di kamarnya
tak usah diganggu, aku terpaksa menceritakan
kepada Bun Tiong karena ia memaksa".
Wanita itu mengangguk-angguk. Siang Le
memeluk isterinya dan Siang Hwa serta Siang Lan
muncul. bergegas mereka memberi tahu bahwa
pemuda Pulau Api itu pergi, secarik surat
disampaikan kepada Pendekar Rambut Emas.
Dan ketika pendekar itu tertegun membaca ini
maka Kim-mou-eng termangu menahan napas,
tiba-tiba teringat surat Beng An.
"la pergi karena tak enak melihat suasana
di sini. Ah, semuanya jadi keruh, Siang Le, tapi
mau apalagi. Bacalah."
Si buntung menerima dan membaca.
Ternyata Tan Bong meninggalkan tempat itu
setelah mendengar jeritan Shintala, tahulah dia2261
bahwa pemuda Pulau Api itu tak enak hatinya.
Dan ketika ia menghela napas dan
mengembalikan itu kepada gak-hunya maka ia
bertanya apa yang harus dilakukan.
"Semua semakin tak enak. Tapi kalau kita
tidak menceritakan ini tentu lebih tak enak lagi,
gak-hu, sekarang apa yang hendak kau kerjakan
dan bagaimana dengan Shintala."
"Biarkan dulu, perlahan-lahan kita
menghiburnya. Aku sendiri hendak
menenangkan pikiranku dengan bersamadhi.
Kau temanilah anak isterimu, Siang Le,
Sudah saatnya kalian sekeluarga berkumpul.
Pergilah dan aku akan ke pantai."
"Gak-hu akan bersamadhi di Ceruk
Hitam?"
"Ya, di situ. Kalau ada apa-apa susulah
aku!" lalu ketika pendekar ini bangkit dan
berkelebat akhirnya Kim-mou-eng meninggalkan
ruangan itu, menuju Ceruk Hitam di mana ia
dapat menenangkan pikiran dengan samadhi
atau siulian. Di ceruk tepi pantai ini desir dan
angin lembut akan meninabobokkannya dalam2262
keheningan manunggal, itulah tempat yang baik
untuk bersepi diri. Namun ketika malam lewat
dan kokok ayam jantan menyambut datangnya
pagi ternyata samadhi pendekar ini diganggu
datangnya menantu dan anak perempuannya.
Siang Le dan Soat Eng sama-sama berkelebat
muncul, wajah berubah.
"Ayah, enci Shintala minggat...!"
"Gak-hu, Bun Tiong dibawa ibunya!"
Terbukalah sepasang mata pendekar ini.
Kim-mou-eng, yang semalam mulai hanyut dan
tenggelam dalam alam samadhi tiba-tiba
tersentak di pagi itu. Di belakang dua orang ini
Muncul Siang Hwa dan Siang Lan menangis
tersedu-sedu, dibelakang merek tersuruk jatuh
bangun, tampaklah Cao Cun menggendong Hok
Gie. Semua menangis dan berseru menyebut ibu
dan anak itu. Dan ketika pendekar ini bangkit dan
membelalakkan matanya, semalam ada tandatanda rahasia yang diterima getar batinnya maka
puterinya dan menantunya tersedu-sedu,
terutama Soat Eng.2263
"Mereka. .. mereka telah pergi. Enci
Shintala membawa Bun Tiong. Ah, tentu mereka
ke Himalaya, ayah, mencari dan membalas
dendam kepada We We Mo li. Apa yang harus
kita lakukan dan bolehkah kukejar dia. Kita harus
mencegahnya, nenek itu sakti!"
"Tidak, jangan. Belum tentu Shintala
mencari nenek itu, Eng-moi, siapa tahu ke
Lembah Malaikat menyusul Beng An. Berkali-kali
kukatakan jangan pergi dan dengar dulu apa kata
ayahmu!"
Siang Le mencekal isterinya erat-erat dan
Pendekar Rambut Emas mengangguk-angguk.
Apa yang dikata si buntung tepat, bisa jadi
Shintala menyusul suaminya ke sana, Lembah
Malaikat. Maka ketika ia menarik napas dalam
Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan menenangkan guncangan batinnya maka
sekali lagi pendekar ini menahan sesuatu yang
perih, batuk-batuk.
"Suamimu benar, jangan gegabah.
Mencari nenek itu adalah perbuatan bunuh diri,
Eng-ji, lagi pula tidak tepat. Thai Liong memang2264
terluka tapi belum tewas, Sian-su dapat
menyembuhkannya."
"Tapi kalau Beng An gagal...!"
"Hm, berandai-andai hanya
mencemaskan diri sendiri. Soat Eng, tapi
semalam aku telah mendapatkan isyarat batin.
Shintala sudah pergi, percuma dikejar. Marilah
kalian temani aku di sini dan harap anak-anak
disuruh pulang kembali."
"Ayah. .. ayah hendak menyuruh kami
berpangku tangan?"
"Bukan berpangku tangan, Soat
Eng,justeru mengajak kalian mencari hikmah dari
semua peristiwa yang terjadi ini. Marilah, temani
bersamadhi dan suruh anak-anak pulang.
Semalam aku melihat sesuatu dan apakah kaian
akan melihat itu pula. Wanita muda ini tertegun,
ragu dan mengerutkan kening tapi Siang Le
sudah mengibaskan lengannya kepada anakanak itu, juga Cao Cun. Lalu ketika si buntung ini
minta agar mereka kembali maka Siang Le
menangkap getaran seperti apa yang ditangkap
ayah-mertuanya itu.2265
"Kalian dengar, kong-kong minta
semuanya pergi. .Kembali dan jaga rumah baikbaik, Siang Lan, tunggu kami di sana. Kami
hendak menemani kongkong bersamadhi dan
jangan ganggu kami bertiga. Dan ibu, bawa anakanak pulang dan jangan menangis lagi."
Cao Cun terisak dan menganggukangguk. Sebagai anggauta keluarga pendekar ini
tentu saja ia mengerti dan maklum apa yang
dikehendaki. Siang Hwa dan Siang Lan
menghentikan tangisnya ketika disambar nenek
mereka itu. Lalu ketika mereka kembali dan
meninggalkan tempat itu maka Siang le
melompat dan duduk di sebelah gak-hunya,
bersila.
"Eng-moi, mari cepat. Ayah minta kita
menemani di sini!"
Wanita itu mengangguk dan meloncat
pula ke situ. Batu besar yang diduduki Pendekar
Rambut Emas kebetulan cukup luas dan enak
dipakai, empat orangpun bisa bersila di sini. Dan
ketika pendekar itu tersenyum dan mengangguk2266
mengembalikan perasaannya maka dia berkata
bahwa sebaiknya semua sama-sama diam.
"Semalam ibu dan kakekmu muncul di
sini. Aku tak tahu maksud mereka, Eng-Ji tapi
pasti ada sesuatu yang penting. Marilah
bersamadhi dan tutup mata kalian!"
"Ibu? Kakek Hu Beng Kui?"
"Ya, mereka. Semula mereka melayanglayang di atas permukaan laut, mendekati
tempat ini. Namun ketika tangis dan suara kalian
membuyarkan samadhiku maka merekapun
menghilang."
"Ah apakah artinya itu, ayah.
Apakah...apakah..?"
"Tak usah berandai-andai lagi. Akupun
tak tahu maksud mereka, Eng-ji, mari bersila dan
tutup mata."
"Tunggu.." Siang Le berseru teringat
sesuatu. "Bagaimana dengan surat itu, Gak Hu,
surat untuk Beng An. Apakah dibuka dan dilihat
bertiga!"
"Surat?" Soat Eng tertegun, alisnya
terangkat naik.2267
"Ya, surat yang belum dibuka gak-hu,
Eng-moi, kutemukan ketika jatuh. Aku tak berani
membukanya dan gak-hu juga tidak semata
menjaga perasaan An-te. Kami belum membuka
itu."
"Hm, Surat itu adalah surat ibumu untuk
adikmu dulu. Satu untukmu itu, Soat Eng, satu
untuk adikmu Beng An."
"Coba kulihat!, nyonya ini bernafsu.
"Kenapa Beng An membuangnya!
"Bukan dibuang, melainkan jatuh. Surat
itu kudapatkan di Himalaya ketika an-te
membawa Thai Liong. Dalam keadaan buru-buru
surat itu jatuh tanpa disadari. Jangan katakan
bahwa itu dibuang".
"Baik, tunjukkan padaku, Ayah, atau mari
sama-sama kita baca. Aku penasaran!"
"Hm, bagaimana surat ibumu untukmu
itu?".
"Tak ada yang istimewa, hanya minta
agar aku dapat memberinya cucu laki-laki, sedikit
memaki Le-ko. Tapi setelah Hok Gie lahir
ternyata ibu tak melihat cucunya itu."2268
Soat Eng terisak dan mengeluarkan surat
ini dan sang ayah membaca dengan kepala
mengangguk-angguk. Memang tak ada yang
istimewa di situ, kecuali mengharap cucu dan
sedikit menyindir Siang Le. Namun karena Kimhujin tewas ketika Hok Gie lahir, sang. cucu tak
sempat dilihat neneknya akhirnya Pendekar
Rambut Emas mencabut surat itu, gemetar.
"Aku pribadi tak pernah membaca suratsurat anakku, khawatir menyinggung perasaan
mereka. Kini kalian berdua ingin tahu surat itu,
Soat Eng, biarlah kita lihat dan kita ketahui isinya.
Kalau langkah ini keliru biarlah Beng An
memaafkan kita. Semoga adik kalian itu tak
memarahi kita." lalu ketika dengan hati-hati dan
jari menggigil pendekar ini membuka surat itu
maka terbelalaklah matanya membaca sesuatu,
Soat Eng dan suaminya juga turut membaca:2269
Beng An, puteraku,
Surat ini kubuat setelah semalam ibu
bermimpi ditemui kakekmu, Hu Beng Kui. Roh
kakekmu mendatangi ibu, mengancam. Dulu
sebelum kau lahir kakekmu ingin bersemayam di
tubuhmu, tapi kutolak. Kebesaran dan jaman
keemasannya ingin dinikmatinya lagi . Kakekmu
ingin kau menjadi penadekar tanpa tanding,
anakku, mengulang jaman kejayaannya dulu.
Aku takut.
lbu dipaksa membuat surat ini agar kau
tahu. Kau diminta bertapa, tiga hari. Roh
kakekmu ingin masuk ke tubuhmu dan
mengulang sepak terjangnya dulu. Nama Hutaihiap ingin diangkat. Kejayaan dan masa
keemasannya ingin dibangkitkan lagi. Kalau kau
tak mau melakukan ini maka kakekmu akan
menjemput ibumu.
Aku takut. Kau diminta menjadi jago
nomor satu, puteraku, mengalahkan ayahmu
dan Juga kakakmu Thai Liong. Pendeknya
kakekmu penasaran ia masih tak mau terima2270
kalah dengan keluarga Kim. Keluarga Hu ingin
unggul, dan untuk itu ia ingin berkiprah lagi di
dunia kang-ouw dengan memasuki tubuhmu. Ibu
sudah bercerita, selanjutnya terserah kau. Aku
takut dan bingung menghadapi kakekmu yang
keras hati ini. Semoga kau selamat
Ibumu
Soat Eng menjerit kecil dan tiba-tiba
mengguguk selesai membaca surat ini. Wanita
itu menangis dan menutupi muka membantingbanting kaki, Sementara Siang Le, suaminya
tertegun dan meremas-remas tinju teringat
mendiang kakek gagah bernama Hu Beng Kui itu,
kakek yang akhirnya tewas di tangan seorang
pemuda licik dan curang bernama Togur, yang
juga akhirnya tewas di Sam-liong-to ini. Dan
ketika ia berkerut-kerut atara gemas dan marah,
juga tak habis pikir maka Pendekar Rambut Emas
sendiri menghela nepas panjang pendek teringat2271
bekas mertua yang keras hati dan keras kepala
itu, termenung teringat kisah beberapa puluh
tahun yang lalu dimana ia mengalahkan jago tua
itu. Hu Beng Kui marah-marah dan hampir saja
puterinya sendiri dikorbankan, setelah
puteranya bernama Beng An, kini nama itu
dipakai puteranya pula tewas gara-gara sang
ayah yang keras hati dan, keras kepala itu. Hu
Beng Kui memiliki dua anak laki-laki dan
perempuan bernama Hu Swat Lian dan Hu Beng
An, jadi Beng An yang sekarang memakai nama
pamannya, kakak dari mendiang ibunya itu. Dan
ketika Surat itu terkulai di tangannya yang
gemetar dan menggigil mendadak ?iang Le
menuding dan berseru,
"Hei, itu ada tulisan lagi, gak-hu. Masih
ada surat lain!"
Kim-mou-eng terkejut. Di balik lipatan
kertas ini ternyata ada "surat lain" pula yang
membuat ia tertegun. Tadi surat itu tak terlihat
karena tertutup lipatan kertas, secara kebetulan
menghadap si buntung dan Siang Le itulah yang
melihat. Maka ketika ia membal?k dan membaca2272
itu tiba-tiba ia tersentak karena isinya dua bait
syair yang gaya serta penampilannya dikenal
sebagai milik Bu-beng Sian-su. Berarti isterinya
telah bertemu dengan kakek dewa itu
sebelumnya!
"Ah, ini syair Bu-beng Sian-su!"
"Benar dua bait syair. Berarti ibu telah
bertemu kakek itu, ayah. Heran bahwa kita tak
mengetahuinya!"
Soat Eng, yang menghentikan tangis dan
sedu-sedannya tiba-tiba saja langsung berseru
dan terkejut serta heran. Siang Le berdecak dan
mengeluarkan rasa kagetnya pula. Dan ketika
kembali mereka membaca surat itu maka
masing-masing melihat syair yang membicarakan
tentang riuh burung dan ikan serta isi bumi.
Biarkan riuh burung berkicau
Lihatlah ikan di sungai Yang-Ce
riak kecipak berwarna-warni
penuh pesona membuat takjub2273
Elok amat seisi bumi
sudah berjalan berabad-abad
apakah kita melihat ini
indah nian sepanjang jagad!
"Hm, peninggalan Bu-beng Sien-su. Apa
artinya semua ini Eng-ji, ibumu ternyata tak
pernah bicara apa-apa kepadaku. Heran,
suratnya bercampur dengan surat Bu-beng Siansu!"
"Benar, dan aku juga bingung. Hanya
kakek itu yang bisa menerangkan, ayah. lbu juga
tak pernah bicara apa-apa kepadaku. Ini Semua
bersumber dari kong-kong!"
Tak usah menyalahkan kakekmu.
Yang/meninggal sudah meninggal, Eng-ji, jangan
disakiti lagi. Biarlah kita renungkan semua ini
dengan bersamadhi."
"Benar, aku mulai menangkap sesuatu.
Ada getaran yang kuterima, gak-hu, yang
berhubungan dengan ini. Marilah kita
bersamadhi dan jelaslah sudah kenapa Beng An
menjadi Thian-te It-hiap. la telah kemasukan roh2274
kakeknya, Hu-taihiap Malang-melintang sejenak,
tapi terseret urusan Lembah Es dan orang-orang
Pulau Api!" Siang Le, yang berubah dan
terbelalak pucat teringat kejadian-kejadian
mengerikan sejak di Cebu sampai Mahameru,
gentar dan merinding bulu tengkuknya tapi
Pendekar Rambut Emas sudah menyimpan
kembali surat itu. Jawaban lengkap hanya di
tangan Bu-beng Sian-su. Maka ketika pendekar
itu memejamkan mata dan menyuruh yang lain
diam, duduk bersamadhi maka Pendekar Rambut
Emas sudah mulai ini.
"Tak ada lagi yang perlu dikerjakan. Satusatunya hanyalah menunggu dan menerima sinar
gaib, Eng-ji, diam dan bersila menangkap
petunjuk-petunjuk. Marilah bersila dan kita
tunggu datangnya Kebenaran".
Soat Eng berdebar dan masih
membelalakan matanya. Ia sudah tidak
menangis lagi dan justeru merasa tegang. Ada
tali kait-mengait dalam urusan ini. Surat ibunya
bercampur dengan surat Bu-beng Sian-Su pula.
Menarik! Dan ketika ia melihat Suaminya2275
mengangguk dan memejamkan mata, menyuruh
ia duduk diam maka wanita inipun bersila dan
sudah mengheningkan cipta, menarik semua
pusat pikiran ke titik samadhi dan tenggelamlah
dia mengikuti suaminya. Siang Le sudah
menyusul Pendekar Rambut Emas. Dan ketika
Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tiga orang itu berubah menjadi patung-patung
hidup yang tak bergeming bagaikan arca maka
masuklah ketiganya kedalam alam keheningan di
mana segala sesuatu tak dirasa lagi oleh indera
kasar melainkan oleh syaraf batin yang amat
halus dan peka sekali, bergetar dan memancar
keluar dan tampaklah cahaya kesucian bersinar
perlahan-lahan, kian lama kian terang untuk
akhirnya naik ke atas.
Dalam keadaan seperti ini seseorang
sudah siap menerima denyut Kebenaran. Getar
dan simpul batin bekerja secara otomatis. Dan
ketika ketiganya benar-benar tak sadar akan
alam sekelilinga yang bersifat lahiriah, tak
mendengar lagi debur dan desir angin laut
karena yang akan didengar hanyalah bisik
keagungan ilahi maka Pendekar Rambut Emas2276
dan puteri serta menantunya tak tahu lagi
berapa lama mereka duduk diatas batu hitam itu.
Tak tahu betapa matahari telah bergeser dan
muncul lagi melaksanakan tugasnya, tak tahu
antara siang dan malam. Dan karena sinar di
tubuh mereka kian memancar dan naik ke atas
maka sesuatu yang amat gaib dialami tiga orang
ini secara bersamaan, yakni pertemuan mereka
dengan roh Hu Beng Kui dan Kim-hujin, juga Bubeng Sian-su!. Dan begitu ketiganya memasuki
alam gaib maka terkupaslah apa yang selama ini
merupakan rahasia!
*** Mula-mula Pendekar Rambut Emas
merasa melayang-layang di tempat hampa
udara. la seakan telah meninggalkan raganya di
batu hitam itu , tubuh begitu ringan dan tipis di
permukaan bumi. Siang Le, menantunya
melayang-layang pula disebelahnya,
bergandengan tangan dengan Soat Eng yang
tersenyum dan berseri-seri. Alam yang mereka2277
masuki terasa sejuk dingin, tak terlihat matahari
akan tetapi suasananya cukup terang. Bumi yang
mereka lihat tampaknya berwarna
jingga,sementara langit di atas mereka bukan
berwarna biru melainkan abu-abu, sedikit putih
keperakan dengan keempat sudutnya hijau
lumut. Pemandangan yang mereka saksikan
indah sulit dilukiskan dengan kata-kata dan
masing-masing tenggelam dalam
kebahagiaannya sendiri. Pendekar Rambut Emas
melayang-layang ringan dengan mata penuh
takjub sementara menantu dan puterinya
bergandengan mengitari sebuah pohon yang-liu.
Pohon ini rindang dengan daun-daunnya yang
hijau segar, puncaknya menjulang tinggi dan
beberapa pucuk daunnya meneteskan embun
dingin. Berada di tempat ini ibarat berada di
surga dan tiba-tiba tampaklah mahluk lain
beterbangan kian ke mari, mulai dari kupu-kupu
dan serangga berwarna-warni sampai akhirnya
mahluk-mahluk lembut seperti mereka.
Manusia!2278
Akan tetapi ketika mereka menghilang
dan timbul lagi, menghilang dan berganti yang
lain maka Kim-mou-eng dan puteri serta
menantunya terkejut ketika muncul dua orang
yang mereka kenal. Hu Beng Kui dan Kim-hujin!
"Ibu...!"
"Niocu..!"
Bagai sembrani bertemu sembrani tahutahu mereka berlima telah bertaut. Kim-moueng telah bertemu isteri dan mertuanya ini
sementara Soat Eng mengguguk menubruk
ibunya. Ibu dan anak berangkulan. Dan ketika
Kim-mou-eng tertegun memandang kakek gagah
itu, Hu-taihiap maka jago pedang ini berseru,
tertawa bergelak.
"Kim-mou-eng, kami keluarga Hu tak mau
kalah denganmu. Hayo, kita bertanding dan lihat
kesaktia?ku sekarang"
Kakek itu mencabut pedangnya dan tahutahu ia menyerang dan telah menusuk dada
pendekar ini. Kim-mou-eng berkelit dan
menangkis akan tetapi lawan terus mengejar dan
tak kenal puas, tusukan dan tikaman tak pernah2279
berhenti. Baru setelah Kim-hujin membentek
dan berkelebat di depan ayahnya maka jago
pedang itu menghentikan serangan.
"Tahan, ayah tak boleh menyerang
suamiku. Berhenti dan dengar kata-kataku atau
aku menyerangmu!"
"Ha-ha, masih juga membela suami. Aku
ingin mengalahkannya,Swat Lian, ilmu pedangku
sudah maju pesat. Kalau ia roboh dan mengaku
kalah baru aku berhenti. Minggir, aku masih
penasaran!"
"Tidak, sekali lagi tidak. Kalau ayah berani
menyerangnya maka kau akan berhadapan
dengan aku. Pergi, aku tak ingin kau di sini!"
"Ho-ho, kau anak durhaka. Dulu kau
masih menyimpan surat untuk anakmu Beng An,
Swat Lian, dan kau menerima akibatnya.
Sekarang kau masih menghalangi aku pula dan
awas akibatnya nanti. Aku masih penasaran tak
mau dikalahkan siapapun juga!"
"Cukup ayah sebaiknya pergi atau aku
memusuhimu nanti. . Atau....!" tiba-tiba
terdengar bunyi kelenengan,Kim-hujin2280
menghentikan kata-katanya dan Hu Beng Kui
tampak berobah. Dari arah barat muncullah
seekor keledai dengan penunggangnya yang
aneh. Penunggang ini tak tampak wajahnya
karena tertutup oleh halimun atau kabut tebal,
bunyi kelenengan terdengar dari leher keledai
yeng diganduli sebuah bandul kuningan, seperti
lonceng atau mainan hak-anak di mana keledai
itu kini berlari congklang. Dan ketika kakek ini
berubah dan menghilang cepat, keledai dan
penunggangnya berhenti di situ maka terkejutlah
Kim-mou Eng karena ia mengenal siapa
penunggang aneh ini.
"Sian-su!"
"Bu-beng Sian-jin (Kakek Dewa Tak
Bernama)"
Kim-mou-eng dan Siang Le sudah
menjatuhkan diri berlutut. Soat Eng, yang
tertegun tapi melepaskan diri dari ibunya juga
berseru menyebut kakek itu. Inilah Bu-beng Siansu yang terkenal itu, kakek dewa amat sakti. Dan
ketika ibunya juga berlutut dan menahan isak
tangis maka keluarga Pendekar Rambut Emas2281
menyambut kakek ini dengan bermacam
perasaan, Kim-hujin takut dan gentar sementaa
Kim-mou-eng dengan wajah berseri dan gembira
bukan main.
"Hm, bangkitlah, jangan berlutut. Mana
kakekmu Hu-taihiap, siauw-hujin (nyonya muda).
Kulihat ia tadi di sini. Mana orang tua gagah itu?"
"Ia. . ia pergi. Ia takut kepadamu, Sian-su,
gentar. Ayah merasa bersalah akan tetapi tak
mau mengakui kesalahannya apabila di depan
anak-anak atau orang lain. Ia seorang keras
kepala!"
Kim-hujin yang mendahului dan mewakili
puterinya berkata menahan isak tangis. Soat Eng
membelalakkan mata dan merasa heran akan
tetapi kakek itu mengangguk-angguk, terdengar
gumam dan kekeh lembut. Lalu ketika ia turun
dari keledainya dan menyuruh keledai itu
merumput di bawah pohon yang-liu maka kakek
ini menarik napas dalam memandang Kim-hujin
dan lain-lain, berhenti pada Kim-mou-eng.
Sorot matanya menjadi tajam dan
menembus kabut halimun itu, mencorong bagai2282
mata seekor naga sakti, membuat Soat Eng dan
lainnya menunduk dengan jantung berdegup
kencang. Kakek ini bagai seorang hakim di depan
pesakitan!
"Kau,..!" kata-katanya tertuju kepada
Pendekar Rambut Emas. "Apa yang kau cari
hingga melepaskan ragamu di bumi, Kim-moueng. Keperluan apakah yang membuatmu begitu
keras keinginan hingga mengajak anak-anak
muda ini ke sini. Tahukah kau apa resikonya."
"Ampunkan aku yang bodoh," Kim-moueng membungkuk dan menjura dalam-dalam.
Samadhiku membawaku ke sini tiada lain untuk
mencari Kebenaran, Sian-Su. Bahwa ada hal-hal
yang membuatku penasaran dan ingin tahu.
Kami datang untuk mendapatkan penerangan,
semoga di bawah petunjuk Sian-su kami bertiga
mendapatkan kebahagiaan!"
"Benar.. teecu sependapat dan sejalan
dengan Gak Hu, Sian-su. Kami datang untuk
ndapatkan penerangan batin. Semoga Sian-su
memberi petunjuk dan membuka pintu hati
kami!" Siang Le, yang kini berdebar dan berusaha2283
menguasai dirinya ikut menyambung kata-kata
sang ayah. Dia mengangkat kepala akan tetapi
cepat menunduk ketika tak tahan menatap
sepasang mata mencorong itu. Mata kakek ini
bagai senter gaib, menembus dan menusuk
jantungnya amat kuat. Dia seakan diteropong
dan dijenguk segenap sudut hatinya, bagian
terkecilpun tak terlewat. Dan ketika ia tergetar
tak jadi tersenyum, menunduk dan gemetar
maka tawa kakek itu menenangkannya kembaii,
begitu lembut dan renyah, jauh sekali dengan
sepasang mata bak seekor naga sakti itu.
"Kau anak muda enak saja bicara. apa lagi
yang kalian cari kalau kebahagiaan itu sudah di
batin kalian, Siang Le. Apalagi yang dicari kalau
semua sudah di punyai. Hm, kau!" kakek ini
kembali kepada Kim-mou-eng. "Kebenaran apa
yang ingin kau ketahui, Kim-mou-eng. Petunjuk
apa yang kau minta!"
"Ampun. ." pendekar ini berdebar. "
Isteriku ada di sini, Sian-su, agaknya
langsung saja. Aku hendak mengetahui tentang2284
Syair yang kau berikan kepadanya. Kalian berdua
rupanya sudah saling bertemu!"
"Benar," Soat Eng menimbrung dan
memandang ibunya. "Suratmu kepada Beng An
aneh, ibu, menyangkutpautkan kong-kong.
Sekarang kami di sini dan minta jawabanmu
pula!"
"Aku. aku, ahh.. !" Kim-hujin tiba-tiba
tersedu. "Semuanya salahku, Eng-Ji. Aku
terlambat memberikan surat itu kepada Beng An.
Dan Sian-su.. nasihatnya, ahh.. . tak kuikuti jauhjauh hari!"
"Apa maksud ibu!" Soat Eng melompat
dan mencekal l?ngan ibunya itu, terasa dingin.
"Apa yang kau maksud terlambat, ibu, nasihat
apa pula yang kau dapat dari Sian-su!"
"Aku. .. aku penuh keragu-raguan. Aku
salah. Ah, semua bakal kau dapatkan dari Siansu, Eng-ji, tanyalah kakek itu. Kong-kongmu
memanggil"
Soat Eng terkejut dan berseru keras
ketika ibunya tiba-tiba melompat dan lari
terbang. Dari jauh terlihat kakeknya Hu Beng Kui2285
melambai, suaranya serak parau memanggil
ibunya. Dan ketika ia berteriak dan mengejar,
anehnya sang ibu lenyap memasuki sebuah
kabut maka ia tertegun berdiri bengong. Di
depannya muncul sebuah dinding awan yang tak
mampu ditembus.
"Ibuu...!"
Jeritan ini menyadarkan Siang Le. Si
buntung tibe-tiba bergerak dan menyambar
lengannya, Soat Eng terhuyung roboh. Namun
karena pemuda itu sudah menahannya dan Soat
Eng tersedu maka Si buntung termangu berbisik
gemetar,
"Ibumu tiada, ia telah pergi. Duduk dan
lihat ayahmu di sini, Eng-moi, lihat Sian-su
memandangmu pula. Sudahlah, Jangan
menangis."
Kim-mou-eng batuk-batuk, menyambar
lengan puterinya pula. "Suamimu benar ibumu
telah pergi. Kita masih menungg petunjuk Siansu, Eng-ji, duduk dan sadarlah. Kong-kongmu
membawa ibumu".2286
Soat Eng menghentikan tangis mengusap
air matanya. Ia masih terisak-isak akan tetapi
senyum lembut kakek itu menahannya. Ada
perasaan malu Juga. Maka ketika ia melepaskan
diri dan menunduk maka sang ayah
menyuruhnya duduk menghadap kakek itu,
bertiga di depan kakek dewa ini.
Kim-hujin tak akan kembali, ia telah pergi.
Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Suatu saat kalian akan bertemu lagi anak baik.
Hentiken tangismu dan bersikaplah gagah.
Bukankah kakekmu Hu Beng Kui adalah se?rang
gagah. Air mata hanya untuk mereka yang
cengeng!"
Wanita ini semburat. Kata-kata itu cukup
tajam dan ia mengeraskan hati. Betul, alr mata
hanya untuk mereka yang cengeng. Dia adalah
cucu Hu-taihiap terlebih lagi adalah puteri
Pendekar Rambut Emas, tokoh yang gagah!
Maka ketika ia mengepalkan tinju dan menggigit
bibir maka ayahnya berdehem memandang
kakek dewa itu.
"Maafkan kami," Kim-mou-eng
menunduk memberikan kepalanya. "Kami orang-2287
orang yang masih lemah dan mudah terbawa
perasaan sendiri, Sian-su. Mohon berilah
petunjuk dan kekuatan batin."
"Tak apa, wanita lebih perasa. Sekarang
apa yang kau kehendaki, Kim-mou eng. Apa yang
dapat kuberikan." Kakek itu tersenyum.
"Kami tak ingin berputar-putar lagi terus
terang ingin mengetahui rahasia suratmu di balik
surat isteriku. Mohon Sian su memberi petunjuk
dan jawaban!"
"Baik, yang mana itu dan keluarkanlah.
Terlalu banyak surat-suratku untuk mereka yang
berkepentingan."
"Ini,,,!" Pendekar Rambut Emas merogoh
dan langsung mengeluarkan surat. "Rasanya ada
ganjalan yang membuat kami ingin tahu, Sian-su.
Apa artinya ini dan kapan isteriku bercakapcakap denganmu".
"Bacalah," kakek itu tersenyum. "Aku
mendengarnya dari sini, Kim-mou-eng. puterimu
telah memberi ijin pula".
Mulailah Kim-mou-eng bergegas. Segera
ia membaca dan lantang menyuarakan kalimat2288
demi kalimat akan tetapi kakek itu buru-buru
mengebut. la tak mau mendengar surat untuk
Beng An, yang diminta adalah syair itu, suratnya
sendiri. Dan ketika Kim-mou-eng tertegun
sementara Siang Le tersenyum maka Soat Eng
tiba-tiba berbisik pada ayahnya agar suaminya
saja yang membaca.
"Belum apa-apa sudah salah, biarkan saja
Le-ko yang membaca ayah, serahkan surat itu
kepadanya!"
Kim-mou-eng tersipu merah. la menoleh
akan tetapi menantunya tersenyum, Apa boleh
buat memberik?n surat itu kepada pemuda ini.
Dan ketika Siang Le minta maaf berdehem dua
kali, timbulah semangatnya maka si buntung ini
membaca penuh tenaga, wajah dan otot
lehernya menegang, serius.
Biarkan riuh burung berkicau
Lihatlah ikan di sungai Yang-ce
riak kecipak berwarna-warni
penuh pesona membuat takjub2289
Elok amat seisi bumi
sudah berjalan berabad-abad
apakah kita melihat ini
indah nian sepanjang jagad!
"Ha-ha!" kakek itu tertawa, bergelak.
"Bagus sekali, Kim-mou-eng. Menantumu
begitu lantang dan penuh semangat. Bagus, aku
bicara tentang burung dan ikan di sungai Yangce. Aku bicara tentang isi bumi. Aah, betul itu.
Tidak salah!"
"Apanya yang tidak salah," Kim-mou-eng
berseru dan menegur heran. "Kami belum
mengerti apa-apa, Sian-su. Kami tak tahu apa
yang kau maksudkan. Kami tak mengerti itu!"
"Ha-ha, pengakuan itu sebuah kejujuran.
Yang jujur akan mengerti, Kim-mou-eng, yang
sombong tak akan tahu. Bagus, kau akan
mengerti!"
Kim-mou-eng membelalakkan mata.
Kakek ini mengebut-ngebut pakaiannya
sementara menantu dan puterinya
mengernyitkan kening. Mana mungkin mereka2290
tahu kalau kakek ini tak memberi tahu. Tapi
ketika mereka diam saja dan maklum keanehan
kakek ini, Bu-beng Sian-su akan segera meluncur
dengan jawabannya maka benar saja kakek itu
bicara lagi, kini nada bicaranya serius.
"Aku tak mau mendengarkan surat
isterimu karena itu bukan urusanku. Kaupun tak
akan datang kalau hanya untuk itu. Nah,
pembicaraan berkisar pada syairku, Kim-moueng, bertitik tolak dari sana. Ketahuilah bahwa
sebelum syair itu kubuat memang isterimu
menemuiku untuk meminta nasihat. Dan
kuberilah keterangan dan jawaban singkat. Akan
tetapi karena isterimu ragu dan bertindak lambat
maka kemarahan ayahnya tak dapat dicegah lagi.
Semuanya datang dan terjadilah itu".
"Tunggu," kejadian apa yang Sian-Su
maksudkan!"
"Tewasnya isterimu, datangnya roh Hu
Beng Kui."
"Hm! " Pendekar Rambut Emas
menggigil, memejamkan mata."Baik
lanjutkanlah, Sian-su, aku sadar."2291
"Hu Beng Kui seorang yang keras hati, Ia
kakek yang tak mau kalah. Sejak ia pecundang di
tanganmu maka rohnyapun masih penasaran
ingin mengulang masa kejayaannya dulu.
Padahal mana mungkin masa lalu dihadirkan
pada masa sekarang? Mungkin kau masih ingat
ketika pertama dulu isterimu mengandung Beng
An, Kim mou-eng, betapa roh mertuamu
mengunjungi isterimu...!"
"Ya-ya, aku ingat," Pendekar Rambut
Emas mengangguk dan teringat masa lalu itu,
ketika pagi-pagi isterinya ketakutan dan
bercerita. "Waktu itu isteriku bercerita, Sian-su,
bahwa roh ayahnya ingin memasuki jabang bayi."
"Benar, akan tetapi tidak jadi, isterimu
menolak. Namun setelah anak itu dewasa maka
Hu Beng Kui datang mengganggu lagi. la ingin
cucunya seperti dirinya. la ingin Beng An adalah
Hu-taihiap".
Pendekar Rambut Emas menahan perih,
sesuatu terasa menusuk.
"Tahukah kau betapa isterimu berperang
batin?"2292
"Tidak!"
"Tentu , isterimu tak pernah bercerita. Ia
memendam semua ini sampai napasnya sesak,
Kim-mou-eng, dan sebagai pelampiasannya
akhirnya ia meluapkan kemarahan kepada
menantunya Siang Le."
"Eh!" Kim-mou-eng terkejut. "Maksudmu
apa, Sian-su?"
"Masalah cucu laki-laki itu, betapa Kimhujin ingin memiliki cucu laki-laki dari garis
keturunannya. la tak puas hanya mendapatkan
Bun Tiong."
Soat Eng terpekik lirih. Wanita ini bangkit
akan tetapi Siang Le menahan isterinya,
pembicaraan belum selesai. Dan ketika kakek itu
menoleh dan mengangguk maka wanita inipun
tersedu dan menangis
"Semuanya berawal dari ganguan Hutaihiap ini". kakek itu melanjutkan. Angan-angan
atau cita-citanya dibawa sampai mati, Kim-moueng, penasaran tak dapat membuat arwahnya
tenang. Isterimu dipengaruhi, dibujuk-bujuk, dan
terakhir malah diancam. Dalam kebingungan dan2293
ketakutannya akhirnya isterimu terjebak, diamdiam ia mulai tak suka kepada Thai Liong. Dan
ketika akhirnya ia didatangi roh ayahnya lagi
maka surat itu dibuat, hanya saja tidak segera
disampaikan kepada puteramu Beng An"
"Beng An merantau ke Pulau Api dan
Lembah Es!"
"Betul, isterimu cemas. Dan ketika Hu
Beng Kui mulai menteror maka datanglah
malapetaka itu, datangnya Tan-pangcu dan
tokoh-tokoh Pulau Api."
Kim-mou-eng menggigit bibir. Sampai di
sini ia merasa marah dan merasa bahwa
mendiang mertuanya itu terlalu. Soat Eng dan
Siang Le membelalakkan mata dan tiba-tiba
timbul kebencian wanita itu kepada kakeknya.
"Kong-kong jahat!" tiba-tiba ia berseru.
Akan tetapi ketika kakek itu memandangnya dan
menghela napas dalam maka Siang Le memeluk
isterinya ini di mana sang isteri tersedu-sedu
kembali.
"Jahat atau tidak adalah pandangan
orang lain. Kalau ibumu sebelumnya tak memiliki2294
bibit kebencian atau ketidaksenangan maka
unsur jahat dari luar tak mudah masuk, siauwhujin. Tapi karena ibumu segaris dengan ayahnya
maka iapun terjebak dan kemasukan unsur tidak
baik itu, inilah pokok masalahnya."
"Maksud Sian-su?"
"Ibumu diam-diam tak senang bahwa
anak tirinya Thai Liong lebih lihai daripada anak
kandungnya Beng An."
Soat Eng memejamkan mata, mengeluh.
"Dan karena iapun menginginkan
puteranya lebih lihai daripada kakakmu maka
pengaruh atau unsur jahat dari Hu Beng Kui
masuk. Kalau ia memiliki kebersihan hati dan
batin, maka seribu kotoran tak akan
menembusnya, ia tetap cemerlang. Akan tetapi
karena sebelumnya sudah ada bibit-bibit seperti
itu maka pengaruh jahatpun mudah
memasukinya, jangan salahkan kong-kongmu".
Soat Eng tersedu, menyembunyikan
muka di dada suami.
"Diri sendiri adalah benteng utama,
siauw-hujin. Kalau benteng ini lemah dan amat2295
rapuh maka gangguan dan kotoran mudah sekali
menembusnya. Karena itu ibumu juga salah,
ingat ketika ia memaki-maki suamimu hanya
karena tak dapat memberikan cucu laki-laki."
"Cukup. . cukup, aku tahu, Sian-su, lbu
memang tak senang kepada Liong-ko. la merasa
anak sendiri kalah. lbu memang diam-diam
menginginkan Beng An lebih lihai daripada
kakaknya karena Liong-ko hanya anak tiri bagi
ibu. Kalau ibu tak menunjukkan
ketidaksenangannya karena semata ada ayah.
Ibu, ah.. Ia memang masih selalu membedabedakan. Padahal berkali-kali kukatakan bahwa
jalan pikirannya itu tidak sehat. Thai Liong-ko
sebenarnya tiada ubahnya kakak kandungku
sendiri. Dan dia . ah, dia telah mengorbankan
keselamatannya sendiri terhadap An-te. Aduh,
kau memang terlalu ibu. Sekarang lihat apa yang
kau tinggalkan kepada kami selain kepedihan dan
kedukaan belaka. Dan kong-kong... ah, iapun
jahat. Aku tak mau mendengar lagi dan biar aku
pergi!"2296
Soat Eng membalik dan meloncat pergi
dan tahu-tahu wanita itupun melesat terbang.
Siang Le meneriaki isterinya akan tetapi
Pendekar Rambut Emas mencekal lengannya.
Pemuda ini sudah bangkit dan hendak mengejar
akan tetapi cekalan gak-hunya kuat. Lalu ketika
Pendekar Rambut Emas mengangguk dan
menyuruh ia duduk akhirnya si buntung sadar
dan menarik napas dalam , "kami sudah mulai
jelas. Akan tetapi inti dari semuanya ini belum
kami tangkap, Sian-su. Mohon kau memberi
petunjuk dan biarlah kami berdua menikmati
wejanganmu."
Kakek ini tersenyum, tertawa lembut, Kau
cerdas, Kim-mou-eng. Kau tahu bahwa inti
pembicaraan belum dimulai." Ceritamu baru
kulit luar. Aku belum menangkap apa-apa.
Biarlah kami dengarkan lebih 1anjut dan mohon
Sian-su maafkan sikap puteriku tadi.!"
"Heh-heh, ia kembali ke Ceruk Hitam. Tak
apa, Kim-mou-eng... , tak apa, pembicaraan
justeru bisa menjadi lebih serius".2297
Kim-mou-eng mengangguk-angguk,
menantunya juga turut mengangguk-angguk.
Lalu ketika kakek itu menarik napas dalam dan
membetulkan letak duduknya maka ia bertanya
apa yang ingin diketahui pendekar ini.
"Tak lain kembali pada persoalan syair
itu. Harap Sian-su memberikan penjelasan apa
hubungannya itu dengan cerita isteriku.'
"Hm, kisah istermu sudah kuceritakan
secara singkat, garis besarnya sudah kau
Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ketahui.. Kalau kau bertanya hubungannya
dengan syair ini tentu saja ada, Kim-mou eng,
lihat dan renungkan bait pertama itu. Apa yang
kau tangkap."
"Kami belum menangkap apa-apa,"
pendekar ini menjawab jujur. "Siang Le pun
agaknya tidak, Sian-su. Harap kau terangkan dan
di mana inti pelajarannya"
"Baik, dan kaupun belum mengerti, anak
muda?"
"Siauw-te (aku yang muda) merasa bodoh
dan tumpul," Siang Le menjawab.2298
"Ha-ha, baiklah, mari kutuntun. Dan
karena ini berhubungan dengan surat isterimu
itu maka sedikit atau banyak akan saling kaitmengait pula. Lihatlah!"
kakek ini menuding dan menunjuk. "Bait
pertama bicara tentang burung dan ikan di
sungai Yang-ce, Kim-mou-eng. Cobalah katakan
kepadaku adakah yang sama dan kembar segalagalanya!"
Kim-mou-eng tertegun, mengerutkan
kening. Ia membaca bait pertama itu sementara
pemuda di sebelahnya juga mengernyitkan
kening. Hampir berbareng mereka membaca lagi
akan tetapi Kim-mou eng menggeleng, ia tak
melihat apa-apa.
Dan ketika Siang Le Juga menggeleng tak
melihat seperti apa yang dimaksudkan kakek itu
maka hampir berbareng keduanya menjawab,
"Tak ada yang kembar atau sama diSini.
Burung dan ikan jelas berbeda, Sian-Su. Bait ini
tak bicara tentang yang kembar.2299
"Bagus, kalau begitu aku minta yang
kembar, yang sama persis. Carikan apa saja. yang
kembar atau sama persis di sini!"
"Maksud Sian-su?"
"Kau boleh cari apa saja yang kiranya
sama. Daun, akar, atau apa saja yang kiranya
sama. Kau boleh menyelam di sungai itu mencari
yang sama persis, ikan yang sama. Atau kau
boleh mencari sepasang batu kembar yang sama
persis. Kau boleh mencari apa saja yang sama
persis , apa saja!"
Kim-mou-eng tergetar, jantungnya
berdegup kencang. Dan ketika ia saling pandang
dengan Siang Le tiba-tiba pemuda itu menuding.
"Itu, ada daun yang sama, gak-hu. Biar
kuambil!"
Siang Le berkelebat dan sudah
mengambil daun ini. Pohon yang-liu di dekat
mereka memiliki daun yang hampir mirip satu
sama lain, si buntung memotes dan sudah
mengambil ini. Lalu ketika ia menyerahkannya
kepada sang gak-hu dan Kim-mou-eng2300
menyerahkannya kepada kakek itu ternyata Bubeng Sian-su terkekeh-kekeh.
"Kurang, masih kurang. Ambil dan cari
apa saja yang banyak, Kim-mou-eng. Apa saja.
Ambil dan letakkan di sini!"
Pendekar Rambut Emas bergairah. Tibatiba ia merasa ada sesuatu yang menarik dan
mendebarkan. Ia sudah menaruh sepasang daun
kembar itu lalu berkelebat ke bawah pohon
yang-liu. Ada sepasang batu hitam yang mirip,
nyaris sama. Dan ketika ia sudah membawa ini
sementara Siang Le tak mau kalah, mencebur
dan mencari ikan yang sama akhirnya tak lama
kemudian sekumpulan benda-benda mirip
terkumpul di situ. Daun, ikan, batu dan apa saja.
Jumlahnya tak kurang dari seratus buah. Dan
ketika kebetulan sepasang pipit terbang di atas
kepala maka Pendekar Rambut Emas menyambit
dan robohlah sepasang burung yang sama besar
dan warna bulunya ini. Bu-beng Sian-su tergelakgelak akan tetapi sedikitpun kakek itu tak
memberi pujian, bahkan sorot matanya
menyatakan sia-sia. Kim mou-eng dan2301
menantunya mendi keringat. Lalu merasa cukup
dan yakin berhasil merekapun sudah duduk lagi
di hadapan kakek itu, meskipun diam-diam
merasa berdebar dan bingung juga aneh akan
segala perintah ganjil ini.
"Kalian Sudah?" kakek itu berseru.
"sudah mendapatkan apa yang kalian yakini
sebagai kembar dan sama persis? Kalian puas
dan berhenti sampai di sini saja?"
"Kami merasa cukup mendapatkan yang
kau minta. Kami sudah mengumpulkan bendabenda yang menurut kami sama persis, Sian-su,
daun dan batu serta apa saja. Kami merasa
yakin!"
"Benar, daun itu sama persis. Lihat
bentuk den warnanya, Sian-su, aku sudah
mencocokkannya"
"Dan batu ini kuukur pula, hitampun
sama. Burung ini juga sama persis dan silakan dicek!"
"Ha-ha, bodoh semua. Perbuatan kalian
sia-sia, Kim-mou-eng, tak ada gunanya. Di dunia
ini tak ada segala-galanya yang persis. Daun itu2302
misalnya, meskipun hijau segar dan sama
bentuknya akan tetapi tidak semunya sama.
Warna dan bentuk boleh jadi persis, akan tetapi
letak dan kehadiran mereka tak mungkin sama.
Coba saja mungkinkah mereka berada di pangkal
batang yang sama, atau kalaupun sama
mungkinkah tumbuhnya serentak, pada detik
yang sama. Dan burung itu, ha-ha, tak mungkin
segalanya sama, Kim mou -eng, yang satu betina
sedang yang lain jantan. Ah, kalian sungguh
bodoh dan kurang akal. Mungkinkah di dunia ini
ada sesuatu yang benar-benar sama.
Mungkinkah benda h?dup atau mati begitu sama
segala-galanya hingga tak memiliki perbedaan
sedikitpun. He, lihat dan amati baik-baik, Kimmou-eng. Segala yang kalian bawa di sini
sesungguhnya tidak ada yang sama persis.
Masing-masing memiliki perbedaan. Dan karena
mereka sesungguhnya tidak sama maka omong
kosonglah kalau kau bilang bahwa ini sama atau
itu sama. Di dunia ini tak ada yang sama, semua
berbeda!"2303
Kim-mou-eng terkejut, bagai diguyur air
dingin. Akan tetapi Sing Le yeng masih belum
jelas dan merasa penasaran bangkit berdiri.
"Tunggu, daun ini sama persis, Sian-su,
Lihatlah!"
"Kau ngotot. Baiklah kembalikan mereka
ke tempat semula, anak muda. Ganti kau yang
melihatnya, samakah!"
Siang Le ragu, akan tetapi karena belum
mengerti dan ingin tahu iapun mengangguk dan
melompat memasang daun itu di tempatnya
semula. Kim-mou-eng mulai tersenyum-senyum
sedangkan pemuda ini masih penasaran.
Pendekar Rambut Emas mulai menganggukangguk. Dan ketika anak muda itu melekatkan
daun ditempatnya semula maka berserulah
kakek dewa itu.
"Nah, lihat, amati baik-baik. Daun itu
boleh jadi bentuk dan warnanya sama, anak
muda. Akan tetapi samakah kedudukan mereka.
Yang satu di atas yang lain di bawah. Samakah?"
"Ini... ini...!"2304
"Tak ada ini. Kau tadi menyatakannya
sama, anak muda. Sekarang katakan bahwa itu ,
tetap sama!"
"tidak!' " Siang Le mengeluarkan keringat
dingin. "Kalau begitu tentu saja tidak sama, Slansu, akan tetapi di luar itu sama!"
"Ha ha, anak muda suka membantah.
Tadi sudah kukatakan behwa carilah yang segalagalanya sama, Siang Le, bentuk atau apa saja
sama. Kau tak boleh memisah-misahkannya. Aku
hanya minta yang sama persis, nah jawab ada
atau tidak!"
Pemuda ini terdiam, pucat. Tentu saja ia
menggeleng dan kakek itu tertawa berderai. Lalu
ketika anak muda itu disuruhnya duduk segera ia
mengingatkan bahwa sejak mula sudah diakui
tak ada yang sama.
"Bumi dan isinya selalu berbeda.
Semuanya baru dan lain dari kemarin. Bahkan
hidup kita inipun tak perna sama, anak muda,
denyut nadi kita selalu baru dan baru. Denyut
kehidupan juga begitu, sebab kalau semuanya
tetap sama maka kehidupan berarti kematian.2305
Lihat burung,batu dan daun itu tak ada yang
sama. Satu dengan yang lain selalu berbeda. Dan
karena mereka berbeda maka mempertahankan
yang sama hanya sebuah kesia-siaan belaka.
Tahukah kau apa hubungannya ini dengan Hutaihiap?"
Siang Le menggeleng.
"Erat sekali, anak muda, amat erat. Coba
gak-humu yang menjawab barangkali tahu!"
Kim-mou-eng terkejut, berdehem. Akan
tetapi karena ia belum siap maka terus terang ia
berkata, "Belum semuanya yang kutangkap. Baru
sebagian kecil yang kumengerti, Sian-su. Aku
khawatir keliru dan salah menjawab."
"Ha-ha takut hanya mengerdilkan diri
sendiri. Jawab sebisamu seperti yang kau
mengerti, Kim-mou-eng. Kita bicarakan ini untuk
mencari sebuah kebenaran. Bukankah kau
datang untuk mencari kebenaran.kebenara?"
"Ya, tapi, hmm. agaknya maksudmu
adalah menyalahkan Hu-taihiap yang
terbelenggu masa lalunya, Sian-su. Bahwa2306
mendiang mertuaku itu berpikiran pendek dan
dangkal."
"Ha-ha, manusia hidup selalu salah. Kalau
kesalahan itu diulang maka, adalah manusia
bodoh, Kim-mou-eng. Aku sebenarnya tak
bermaksud menyalahkan Hu Beng Kui melainkan
lebih mengajak kalian untuk tidak mengulang
atau meniru kebodohan orang lain. Hu Beng Kui
terbawa kesenangan dirinya sendiri. Masa
jayanya dan masa indahnya dulu hendak terus
dipertahankan. Dan karena ia tak mau melihat
bahwa di dunia ini tak ada yang sama maka ia
terjebak dan terbelenggu oleh keinginan dirinya
sendiri. Keinginan itu tak pernah padam. Masa
keemasan dan masa jaya seseorang selalu
menimbulkan rasa mabok. Dan karena ia mabok
dan tak sadar akan apa yang seharusnya dilihat
maka ia tenggelam dan hanyut di situ. Sekarang
bagaimana seorang yang hanyut mampu
menguasai dirinya sendiri. Bagaimana seorang
yang hanyut dapat berpikiran jernih dan terang.
Nah, itulah yang telah terjadi pada bekas jago2307
pedang itu. la ingin memiliki masa lalunya yang
sama!"
"Tunggu, perlahan sedikit. Aku jadi
bingung oleh kata-katamu ini, Sian-su, kemana
arah tujuanmu. Mohon kau ulang dan jelaskan
sekali lagi!" Siang Le, yang merasa kakek itu
terlalu cepat lalu mengangkat tangannya
berseru. la ingin mengikuti ini lebih perlahan
sementara Pendekar Rambut Emas
mengangguk-angguk.
Apa yang ditangkap pendekar itu jauh
lebih cepat dibanding pemuda ini, tak aneh
karena Kim-mou-eng seorang berusia lima puluh
tujuh tahun yang tentu saja lebih matang dan
penuh pengalaman. Maka ketika pendekar itu
mengangguk-angguk sementara menantunya
kelihatan gugup dan tertinggal maka Bu-beng
Sian-su tertawa.
"Kim-mou-eng, agaknya kau sekarang
dapat menjelaskan kepada anak muda ini.
Cobalah dan ulangi kata-kataku."
"Begini," pendekar itu bicara. "Yang
hendak Sian-su maksudkan adalah di dunia ini2308
masa lalu tak akan kembali, Sian Le, semua selalu
baru dan berbeda, Gak-huku bukanlah puteraku,
dan Beng An juga bukan kakeknya karena ia
adalah sosok pribadi yang berbeda. Kalau
kakeknya hendak menjadikan cucu seperti dia,
mana mungkin! Bumi selalu bergerak Siang Le,
roda kehidupan selalu berputar dan serba baru.
Di dunia ini tak ada yang Sama persis karena satu
dan lain memang beda."
"Jadi?"
"Jadi biarkan riuh burung berkicau.
Biarlah ikan berkecipak berwarna-warni. Di bumi
ini tak ada yang selalu sama anak muda. Masingmasing memiliki perbedaan dan jamannya. Dan
kalau Hu Beng Kui ngotot untuk itu maka ia selalu
Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
gagal, ha-ha!" kakek ini tertawa dan Siang Le
terkejut, mengerutkan kening tapi perlahanlahan ia menahgkap sesuatu. Hanya karena
makanan itu rasanya berat dan sukar ditelan, ia
harus mengunyahnya perlahan-lahan maka
kakek itu berseru pada ayah-mertuanya.
"Nah , sekarang kau tahu. Perbedaan dan
yang tidak sama selalu ada Kim mou-eng. Kalau2309
ini berhenti dan tetap pada piringnya maka
perbedaan dan yang tidak sama di p?ring lain tak
akan bentrok. Akan tetapi manusia suka
menggerakkan piring ini. Mereka sering
melontar melemparkannya kepada orang lain.
Dan kalau itu yang terjadi maka perbedaan Ini
sudah menjadi sumber nafsu untuk mencapai
kemenangan dan kesenangan diri sendiri!"
Siang Le berdenyut, sementara gakhunya mengangguk-angguk. Dan ketika kakek itu
bicara lagi tentang ini, bahwa perbedaan dan
ketidaksamaan sesungguhnya merupakan
bunga-bunga kehidupan maka pemuda itu
melayang-layang dan semakin bingung tapi juga
kagum. Bingung karena ia tak begitu cepat
menangkap, sementara kagum karena ayah
mertuanya mengangguk-angguk dan selalu
membenarkan. Dan ketika pembicaraan berakhir
pada bait kedua maka kakek itu menuding.
"Sekarang lihatlah betapa eloknya seisi
bumi. Perbedaan yang satu dengan yang lain
selalu memiliki keunggulan dan kekurangannya
sendiri. Kalau masing-masing mau mengontrol2310
dan mengakui diri, tak terbawa keakuannya
maka bumi adalah tempat yang indah bagi
manusia. Akan tetapi manusia tak melihat ini,
Kim-mou-eng, mereka tertutup nafsu dan
egonya sendiri. Dan karena itu jauh lebih kuat
menutupi hati nurani sendiri, menyingkirkan
kejujuran dan kebersihan batin maka menusia
terjebak dalam nafsunya dan tergelincir dalam
permusuhan dengan yang lain. Riuh burung
menjadi berbeda, kecipak ikan juga berubah!"
Kim-mou-eng mengangguk-angguk.
Gerakan dan gelengan kepalanya menunjukkan
pendekar ini telah mendapatkan sari patinya,
Siang Le pening dan masih belum jelas juga. Dan
ketika kakek itu bangkit menuju keledainya,
melompat dan pergi perlahan-lahan maka
Pendekar Rambut Emas bangkit dan
membungkukkan tubuhnya dalam-dalam.
"Sian-?u, terima kasih, beribu terima
kasih. Wejanganmu telah merasuk di hatiku dan
kau benar. Selamat jalan, Sian su, sampai jumpa
lagi!"2311
Kakek itu tersenyum, menendang perut
keledainya. Lalu ketika bunyi kelenengan
terdengar kembali maka penunggang dan hewan
tunggangannya lenyap, hilang di balik kabut.
"Ah, gak-hu terlalu cepat membiarkan
orang tua itu pergi. Aku masih ingin bercakapcakap dan mengulang semuanya, gak-hu. Kapan
lagi aku jumpa!"
"Tenanglah, sabar. Di bawah akan
kujelaskan Semuanya, Siang Le. Sekarang kita
kembali dan mari pulang!"
"Tapi..."
"Ayolah, aku sudah cukup. Mari kembali
dan kita pulang!" lalu ketika pendekar itu
menyendal dan membawa mantunya maka Kimmou-eng meninggalkan alam gaib menuju alam
kasar, dan menuju raga sendiri dan seketika itu
masuklah dua cahaya ke tubuh yang tak
bergeming di batu hitam. Kim-mou-eng dan
menantunya memasuki alam kesadaran kembali.
Dan ketika mereka membuka mata dan
tersenyum-senyum ternyata di bawah batu
hitam telah menanti belasan orang-orang kang-2312
ouw yang bukan lain para ketua partai Bu-tong
dan Hoa-san, juga Kun-lun dan Siau-hun-pai serta
anak murid mereka!
*** "Omitohud, maafkan bila mengganggu.
Kami meunggu dan hendak menemui Thian-te Ithiap, Kim-mou-eng. Maksud pinceng, eh. ..
puteramu yang gagah perkasa Beng An!"
"Benar kami dari kun-lun juga hendak
menyampaikan terima kasih. Kami sia-sia
mengejar di Mahameru, Kim-taihiap,
pertempuran selesai dan kami datang ke sini.
Kami hendak menyampaikan selamat dan
ucapan terima kasih. Mohon bertemu puteramu
yang gagah perkasa itu!"
Bhek wi Hosiang, ketua Bu-tong dan kunlun berturut-turut menjura di depan Kim-moueng. Soat Eng, yang sadar dari samadhinya lebih
dulu terisak-isak di batu hitam. Nyonya muda ini
masih terpukul batinnya oleh cerita kong-kong
dan ibunya, tak kuat dan tentu saja tak mengikuti2313
pembicaraan ayahnya dengan Bu-beng Sian-su.
Mereka kini sama-sama keluar dari alam gaib
menuju alam senyatanya.
Soat Eng lebih dulu melihat orang-orang
itu akan tetapi ia menyuruh tunggu. Ayah dan
suaminya tak boleh diganggu dalam alam
samadhi. Dan ketika dua orang itu sudah
membuka mata dan Bhek Wi Hosiang maupun
Kun-lun-paicu memberi hormat, disusul yang
lain-lain maka Pendekar Rambut Emas tentu saja
tertegun.
"Ah, ji-wi dari Kun-lun dan Bu-tong. Dan
ah.... yang ini terhormat ketua Hoa-san dan Siauhun-pai. Aduh, selamat datang, cuwi-enghiong.
Akan tetapi puteraku Beng An tak ada di sini. Ia
masih belum pulang!"
Orang-orang itu saling pandang. Tentu
saja mereka tak tahu akan kemelut di keluarga
Kim-mou-engi ini, betapa Thai Liong menjadi
korban setelah menyerahkan Sin-tiauw-kangnya
kepada nenek We We Moli. Soat Eng sendiri tak
banyak cakap menyambut orang-orang itu, ia
lebih banyak diam dan menangis sendirian. Maka2314
ketika Pendekar Rambut Emas menjawab dan
mereka tertegun, Thian-te It-hiap alias Kim Beng
An tak ada di situ maka Bhek Wi Hosiang berseru
merangkapkan kedua tangannya.
"Omitohud, kiranya kami kecelik. Kalau
begitu biarlah kami menenui Rajawali Merah
puteramu yang lain, Kim-tai-hiap. Kami datang
untuk menyampaikan terima kasih!"
"Benar," ketua Siau-hun-pai
mengebutkan hud-tim (bulu kebutan). "Tak ada
adiknya biarlah kakaknya, Kim-taihiap. Kami
ingin menyampaikan terima kasih. Dua hari kami
menunggu di sini!"
"Maaf ," Kim-mou-eng berkelebat
melayang turun. "Thai Liongpun tak ada di dini,
cuwi-enghiong. Dia..... dia pergi bersama Beng
An."
"Kakakku luka parah!" Soat Eng tiba-tiba
melengking dan tersedu-sedu. "Jahanam We We
Moli itu menyedot kesaktiannya, Siau-hun-paicu.
Kami sedang berduka dan sebaiknya kalian tak
mengganggu!"2315
"Ah! " semua terkejut dan tentu saja
membelalakkan mata, mundur, Soat Eng
berkelebat dan memasuki pulau. "Benarkah yang
dikata puterimu, taihiap? Rajawali Merah
terluka? Kalian, eh.. kami hanya mengganggu
saja?"
"Maaf" Kim-mou-eng mengebut dan
menganggukkan kepalanya. "Puteriku benar,
Siau-hun-paicu. Kami sedang berduka oleh
urusan keluarga. Tapi kalau kalian hendak
menyampa?kan terima kasih tentu saja kuterima.
Meafkan sikap puteriku Soat Eng."
"Tak apa," para ketua partai tentu saja tak
enak dan menyesal. "sungguh kedatangan kami
tak tepat waktunya, Kim-taihiap. Baiklah kami
kembali kalau begitu dan sampaikan salam serta
hormat kami".
"Atau kami akan menbantu sekuat tenaga
bila dapat menolong Rajawali Merah. Katakan
apa yang harus kami lakukan, taihiap. Jelek-jelek
semua ini karena kami!"2316
"Benar, apa saja akan kami usahakan.
Obat apa yang diperlukan puteramu, Kim taihiap.
Biarlah kami cari sampai ke puncak Himalaya!"
"Terima kasih, kami akan mengatasi
sendiri. Beng An dan kakaknya belum pulang,
cuwi-enghiong, kamipun tak tahu bagaimana
cuwi dapat menolongnya. Biarlah lain kali saja
dan kami akan menemui cuwi".
Para ketua mengengguk-angguk. Adanya
Siang Le membuat mereka maklum bahwa
Pendekar Rambut Emas tentu mendapat cerita
menantunya ini. Siang Le bersinar-sinar akan
tetap keningnya berkerut, jelas pemuda itupun
terganggu oleh kedatangan mereka. Maka ketika
Bhek Wi Hosiang mewakili teman-temannya
berpamit diri, undur maka Kim-mou eng
mengangguk dan menyatakan penyesalannya
pula.
"Tak apa, kami yang mengganggu. Kami
tak tahu kalian sedang berduka, taihiap. Tahu
begitu pasti kami tak datang. Sudahlah, kami
tetap memantau keselamatan puteramu dan lain
kali kami datang lagi. Maaf, kami permisi".2317
Baru saja Kim-mou-eng menarik napas
dalam, baru saja memasuki alam kesadaran
sudah menerima kepahitan lagi. Dian-diam ia
terkejut kenapa lupa menanyakan Thai Liong
kepada kakek dewa itu. Bukankah Bu-beng Siansu pasti tahu. Nanun karena semua sudah pergi
dan ia memandng orang-orang itu maka Siang Le
bertanya lagi tentang persoalan semula,
pertemuan mereka dengan Bu-beng Sian su.
"Aku terlalu bodoh, masih juga sukar
menerima inti wejangan itu. Kau sudah tahu dan
mengerti baik, gak-hu, sekarang ulangilah dan
beritahulah aku!"
"Baik, begini. Mendiang mertuaku ingin
menikmati masa kejayaannya dulu, Siang le,
menikmati masa silam dengan memakai tubuh
Beng An. Isteriku tak setuju, menolak. Hubungan
mereka selalu dengan mimpi atau lewat media
gaib. Dan karena berkali-kali ditolak dan sang
ayah marah maka isteriku diancam. Diam-diam
isteriku goyah. Sesungguhnya iapun tak senang
bahwa Thai Liong lebih lihai daripada Beng An.
Semata takut atau segan kepadaku iapun tak2318
menunjukkan itu secara terang-terangan.
Namun ketika ayahnya mendesak dan ia
terpengaruh maka dibuatlah surat untuk Beng An
seperti yang kita baca itu. Beng An terkejut,
bimbang. Namun di saat ia labil putus cintanya
maka permintaan sang ibu diturut. la bertapa,
dan sebagaimana kita lihat tiba-tiba wajahnya
seperti kakeknya itu. Sukma kong-kongnya
masuk, lalu ia ke Ce-bu. Namun karena Beng An
tetap Beng An maka kakeknya tak dapat
sekehendak hati. Anak itu menderita, kekeknya
benar-benar kejam. Dan ketika hubungannya
dengan Lembah Es terbuka lagi, dengan
mesuknya Thio-siocia dan Wan siocia itu maka
pribadi Beng Anpun goyah. Di satu pihak
sukmanya kakeknya akan tetapi di lain pihak hati
nurani atau batinnya memberontak. semua itu
pecah setelah kakaknya mengorbankan diri
kepada We We Moli. Di sinilah Beng An hidup
lagi, pribadinya bukan pribadi kakeknya namun
diri sendiri. la terpukul. Sang kakek menyerah
dan keluar meninggalkan Beng An. Aku melihat
bukan ini yang penting melainkan lebih hakiki2319
lagi, Siang Le .Bahwa tak ada daun yang sama di
dunia ini. Semua berbeda".
"Hn-hm, perlahan sedikit. Sampai di sini
aku bingung, gak-hu. Apa maksudmu dengan
daun yang tak sama itu?."
"Mendiang mertuaku membangun citacita. Ia ingin agar Beng An seperti dirinya itu. Dan
karena ini ia ingin reinknrnesi di tubuh cucunya
maka Hu Beng Kui siap mencipta diri kembarnya.
Ia masih penasaran oleh kekalahannya dulu
kepadaku, kini ia semakin tak senang lagi melihat
Thai Liong lebih hebat. Akan tetapi karena ia lupa
bahwa tak ada yang sama di dunia ini, semua
berbeda dan memiliki keunggulannya maka
mendiang mertuaku itu gagal. Masa silam atau
masa lalu tak pernah kembali. Roda kehidupan
selalu berputar. Dan karena gerakan ini selalu
memberi yang baru dan baru maka siapapun
Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
akan gagal mencipta masa lalu. Jelas?"
Pemuda ini pusing, menggeleng. Dan
ketika ia menarik napas tak mampu mengunyah
tiba-tiba Pendekar Rambut Emas mengajaknya
pulang.2320
"Baik, begini saja. Malam ini kau
beristirahat. Besok aku akan memberimu
sesuatu dan buktikanlah itu. Wejangan Sian su
akan ada ekornya. Nah, ekor itulah yang kau
tangkap dan kelak akan kau mengerti. Cukup?"
"Cukup," pemuda ini mengangguk.
"0takku pening, gak-hu. Biarlah kukunyah
perlahan-lahan. Kalau belum mengerti juga
memang aku tolol!"
"Ha-ha, tidak begitu. Wejangan ini
memang berat, Siang Le, akan tetapi pasti kau
mengerti juga. Sudahlah, kita pulang dan kau
beristirahat!"
Si buntung menyerah dan membiarkan
diri diseret. Mereka memasuki Istana Hantu
meninggalkan batu hitam itu. Dan ketika
semalam itu pemuda ini mengencerkan otaknya
ternyata sulit juga mencerna akhirnya ia tertidur
oleh capai dan pusing.
Dia baru bangun ketika pintunya diketuk.
Siang Hwa, puterinya berdiri di situ membawa
sesuatu. Surat! Dan ketika Siang Lan muncul2321
dengan isak tengis maka Hok Gi. puteranya
digendong isterinya yang bermata sembab.
"Ayah pulang, bibi Cao Cun juga. Ini
untukmu dari ayah, lee-ko, tak boleh dibuka
kecuali olehmu. Terimalah!"
Siang Le terkejut, melempar selimut.
"Gak-hu pulang? la kembali ke utara?"
"Ya, dan bibi Cao Cun mengiringinya.
Katanya untuk merawat dan mengurus
keperluan ayah sehari-hari."
" Ah, aku tak sempat mengantar. Mantu
laki-laki macam apa aku ini. He, berikan surat
itu!" lalu ketika ia menyambar surat di tangan
Siang hwa maka pemuda ini tertegun berubahubah, sebentar merah sebentar pucat dan
akhirnya mengeluh. Lalu ketika ia membanting
tubuh di atas pembaringan maka Siang Lee pun
mengusir anak isterinya. Soat Eng tertegun
namun memberi isyarat anak-anak. Semalam
suaminya gelisah dan sukar tidur. Dan karena ia
menyangka urusan Thai Liong, nyonya ini terisak
kecil akhirnya ia meninggalkan kamar itu setelah
meletakkan secangkir minuman untuk suaminya.2322
Apakah yang diterima Siang Le dari Kimmou-eng? Rahasia apakah yang membuat ia
berubah-ubah? Bukan lain sepenggal surat yang
b?risi pemberitahuan. Pertama ia tak boleh
berkunjung ke utara dulu kalau Beng An belum
datang. Pendekar Rambut Emas yang akan
berkunjung selama puteranya belum kembali.
Jadi masing-masing biar di tempat menyambut
kedatangan pemuda itu. Dan karena pemuda ini
sudah cukup lelah, berkali-kall mninggalkan
keluarga atau anak isteri maka Kim-mou-eng
melarang si buntung ini bepergian lagi, cukup di
Sam-liong-to saja.
"Aku tak melarangmu pergi, hany?
beristirahiatlah setahun dua. Kau harus
menemani anak isterimu di rumah, Siang Le. Thai
Liong dan Beng An serta Shintala aku yang
mengurus. Aku sendiri, tak terikat anak isteri.
Kalau ibumu Cao Cun mengikutiku semata ia
akan tinggal di utara. Setahun aku akan
berkunjung dua kali, jejak Beng An kutangkap.
Kalau ia ke Sam-liong-to suruh saja istirahat,2323
jangan ke mana-mana, ini perintahku. Nah, baca
suratku yang kedua dan kau tak akan pusing lagi
mendapatkan buktinya nanti."
Ayahmu!
Siang Le termangu-mangu. la membuka
surat kecil pendek di bawah surat pertama ini.
Isinya melanjutkan pelajaran kakek dewa Bubeng Sian-su.. Ada sebuah kalimat yang
membuat jantung pemuda ini berdesir, tentang
hubungan Beng An dengan Puteri Es! Dan ketika
ia terhenyak den termangu-mangu, disuruh
merahasiakan ini sampai bukti tiba maka gakhunya itu berkata:
Tak ada daun yang sama, tidak juga
segala sesuatu di atas bumi ini. Buktikanlah
kata-kata Sian-su, Siang Le, aku sudah
menangkap lebih dulu. Bahagia!
Si buntung mendelong kosong. Sungguh
ia masih merasa suka menemukan itu. Akan2324
tetapi karena bukti akan datang, dan itu ditandai
dengan munculnya Puteri Es dan Beng An maka
pemuda ini berdebar melipat surat itu, bertanyatanya dan heran serta kecewa bahwa
perjuangannya gagal. Hubungan Beng An dan
Puteri Es putus, akan tetapi sang gak-hu malah
percay? bahwa suatu Saat mereka akan bersatu
kembali, ia disuruh membuktikan! Dan ketika ia
menggigit bibir antara percaya dan tidak, antara
harap dan cemas maka matahari semakin
doyong meninggalkan Sum-liong-to. Sehari si
buntung tak meninggalkun kamarnya.
Dan ketika ia nienyimpan surat itu baikbaik dan ahirnya bersila di dalam kamar, melepas
kecewa dan pepat batin aka bersamaan dengan
datangnyu gelap Suara jengkerik dan serangga
malam menyanyikan lagu kesukaan mereka.
Bulan terlihat sepotong dan tampak sedih.
Malam Semakin larut. Dan ketika semuanya
menuju ke alam keheningan maka debur ombak
Sam-liong-topun berdesir lemah, sama lemahnya
dengan lambaian nyiur di tepi pantai. Sama
lemahnya dengan penghuni yang sedang2325
berduka. Akan tetapi ketika keesokannya debur
ombak menjadi ganas, segala sesuatu bangkit
dan menunjukkan kegarangannya maka di
puncak Istana Hantu berkelebatan dua sosok
bayangan b?rmain pedang, menusuk dan
menikam mainkan Giam-lo Kiam-sut. Itulah si
buntung dan isterinya, membuang jenuh dengan
berlatih silat. Dan ketika keduanya berkelebatan
kian cepat bermanndi keringat maka diam-diam
di luar pulau sepasang mata mengamati dengan
tajam dan penuh dengki, berindap dan akhirnya
menyambar perahu untuk kemudian meluncur
meninggalkan Sam-liong-to. Yo-siocia gadis
Lembah Es! Akan tetapi karena suami istri ini
sibuk sendiri, tak melihat itu maka bayangan
gadis baju merah itu lenyap meninggalkan pulau.
Habiskah kisah ini? Tentu saja tidak.
Karena sudah cukup panjang penulis terpaksa
menghentikannya di sini. Masih ada yang belum
tuntas, masih ada yang harus dilengkapi. Dan
untuk itu Anda akan berjumpa lagi dengan tokohtokoh di dalam cerita ini dalam kisah DEWI
PENJARING CINTA.2326
Anda akan bertemu lagi dengan Puteri Es.
Anda akan bertemu pula dengan Beng An.
Bagaimanakah. tali perjodohan mereka? Putus
atau disambung? Ikuti saja kisah berikut, dan
semua penasaran akan terjawab. Selamat
mengikuti!
T A M A T
Kaki Lawu Des. 91
Credit:
Sumber Buku Gunawan Aj
Kontributor Awie Dermawan
Edit OCR Yons
First in share Kolektor Ebook
Putri Es Jilid 37 Tamat-Batara
Pendekar Rajawali Sakti 168 Kitab Naga Jonggrang Pendekar Rajawali Sakti 31 Kaum Pemuja Setan The Hunger Games Karya Suzanne Collins
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama