Ceritasilat Novel Online

Putri Es 3

Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara Bagian 3


"Gwat Kong, dan kau Tai-bo. Cukup mainmain ini dan kalian pergilah. Hapuskan masalah228
murid karena sesungguhnya kita tak mempunyai
dendam pribadi."
"Keparat" nenek itu melengking. " boleh
mengusir kami kalau kami roboh, Hwe-sin. Dulu
tiga puluh tahun yang lalu kau terbirit-birit masa
sekarang kami tak dapat mengalahkanmu"
"Hm, tiga puluh tahun yang lalu aku
sengaja meninggalkan kalian, bukan terbirit-birit.
Kita tak mempunyai urusan apapun dan kalian
hanya ingin menjajal kepandaian. Pergilah, atau
nanti Jari Ap?ku mencelakai kalian."
Nenek itu memekik. la menerjang dengan
lecutan rambutnya dan Gwat Kong si kakek
gundul tibe-tiba dibentaknya agar melepaskan
serangan lebih hebat. Kakek itu diminta agar
tidak menyerah sebelum roboh. Betapapun
mereka masih mampu melakukan perlawanan
dan belum semua kepandaian dikeluarkan. Dan
karena nenek ini juga seorang ahli kebatinan
yang kuat dan tiba-tiba ia menerjang sambil
meledakkan rambutnya, dari mulutnye
terdengar pekik atau lengking panjang maka
tiba-tiba ia menepuk tangannya dan bersama229
dengan sambaran rambutnya itu meluncurlah
asap hitam bergulung-gulung. Sebuah kesaktian
telah dikeluarkan.
"Hwe-sin. kau lihat kepandaianku yang
ini. Seekor naga menyerangmu".
Pengawal dan perwira terpekik. Mereka
yang ada di bawah tiba-tiba melihat semburan
amat dahsyat dari lidah api seekor naga raksasa.
Naga itu berkoak dan suaranya begitu dahsyat
hingga mereka dibawah terpelanting. Dan ketika
sepasang roda di tangan Sin-lun Bek Gwe Kong
juga ditiup dan menyambar memasuki gulungan
asap hitam tiba-tiba membonceng di balik ilmu
sihir si nenek sepasang roda itu berubah menjadi
sepasang anak naga yang juga berkoak dan
terbang menyambar Hwe-sin.
"Hm!" tokoh ini terkejut dan mendengus.
Dia sendiri memiliki kekuatan batin yang ditempa
puluhan tahun, juga memiliki ilmu gaib seperti
Selimut Sakti itu, yang dulu dipakai untuk
membungkus dan menyimpan kaisar, bahkan
sekarangpun ia sedang menggunakan itu untuk
menggulung lenyap Thio-taijin dan Wan-thai-230
suma, juga Maka begitu seekor naga raksasa
menyerangnya sementara sepasang naga kecil
yang lain juga menyambar dan mencaplok,
mereka tampak begitu ganas dan amat
mengerikan tiba-tiba tokoh ini mengebutkan
tangan kirinya dan dari kelima jari tangan kiri itu
mendadak menyambar lima sinar putih yang
mirip benang-benang jala.
"Main-main seperti ini tak usah
ditunjukkan kepadaku. Lenyaplah!"
Ajaib, naga dan anaknya itu mendadak
hancur. Mereka lenyap setelah terdengar
ledakan mengguncang, masuk atau tertelan oleh
bayang-bayang benang ajaib ini, yang
mengeluarkan cahaya putih yang membungkus
dan menghancurkan gulungan asap hitam. Dan
ketika si nenek terpekik sementara Sin-lun Bek
Gwat Kong berteriak, sepasang rodanya lenyap
dan hilang di balik ilmu sakti lawan maka ia
terbanting karena ilmu sakti itu masih
menyambar dan memukulnya pula.
"Darrr.... duk-duk-bress!"231
Dua orang itu bergulingan. Tai-bo juga
mengeluh dan tampaklah bahwa hiasan
rambutnya lenyap. Di atas kepalanya tadi ada
sebuah hiasan rambut bermata hijau yang kini
tak ada lagi. la telah memper-gunakan itu dalam
serangan sihirnya tadi, mencipta seekor naga
raksasa yang sebenarnya terbuat dari hiasan
rambutnya itu.
Dan ketika Gwat Kong juga mengeluh
dan kaget bahwa senjatanya dimusnahkan
lawan, kesaktian batin dibalas kesaktian batin
dan Malaikat Api ini benar-benar luar biasa, si
kakek mulai gentar dan terhuyung bangun
adalah temannya yang masih penasaran dan
membentak lagi. Nenek ini masih belum yakin
dan ingin mengulang kegagalannya tadi, tiga kali
melempar sihir namun satu demi satu
dihancurkan. Dan ketika ikat pinggang serta
kancing- kancing bajunya lepas semua, ia
mengeluh dan sibuk menutupi bagian badannya
yang terbuka maka nenek ini baru menyadari
bahwa lawan benar-benar terlalu hebat. Ia kalah
sakti!232
"Hwe-sin, kami mengaku kalah. Biarlah
lain kali kami datang lagi dan jangan sombong
atas kemenanganmu!"
Laki-laki itu mendengus. Ia terakhir
kalinya menghancurkan sihir si nenek sementara
Sin-lun Bek Gwat Kong melongo di sana. Kakek
gundul ini tak bergerak lagi setelah sihir dilawan
sihir. la bukan ahli sihir kecuali dapat
membonceng saja. Ia adalah ahli lweekeh dan
gwakang. Dan ketika si nenek sudah berseru
seperti itu dan Hwe-sin tertawa dingin, lontaran
ikat pinggang ditekuk dan disabet hancur maka
Gwat Kong tersentak ketika serpihan ikat
pinggang si nenek menyambar mukanya.
"Boleh.... boleh datang lagi kalau ingin
mampus, Tai-bo. Dan untuk kenang-kenangan
dariku bawalah ini pulang.... plak-plak!"
Gwat Kong dan nenek Tai-bo menjerit.
Mereka tersabet oleh serpihan ikat pinggang itu
dan pipi mereka luka. Bukan main kagetnya dua
orang ini. Tapi ketika Gwat Kong melihat bahaya
dan memutar tubuh, melompat dan anjlog dari
tempat setinggi itu maka kakek ini berdebam233
ketika menginjakkan kakinya di tanah, lari dan
orang-orang di sekitar terpelanting oleh getaran
tanah yang keras itu. Kakek itu bagaikan seekor
gajah jatuh dari langit saja, bekas kedua
kakinyapun meninggalkan tapak besar dan dalam
di atas tanah. Tapi begitu ia lari dan para
pengawal berserabutan, mendobrak pintu
gerbang dan mengangkat engselnya sampai
putus maka sambil lari kakek ini membawa pula
daun pintu gerbang yang lebar dan berat, lalu
dilemparkan ke arah ratusan orang yang
mengepung tempat itu.
"Hayoh, kalian boleh tutup jalan
keluarku. Mampuslah, kalau tak ingin minggir!"
Semua menjerit. Kalau kakek itu
melemparkan daun pintu yang berat dan terbuat
dari baja itu ke arah mereka siapa yang sanggup
menerima. Daun pintu itu tak kurang dari seribu
kilo beratnya. Menerima berarti mampus! Dan
ketika mereka cerai-berai dan daun pintu itu
mengeluarkan suara dahsyat jatuh di tanah,
untung tak ada yang kena maka kakek itu
melompat dan menghilang di luar kota raja. Tai-234
bo juga menyusul dan nenek ini melengkinglengking. la penuh kecewa.
Dan ketika hari itu kota raja digemparkan
oleh datangnya orang-orang sakti ini, untung di
situ ada Hwe-sin maka Malaikat Api yang
tigapuluh tahun bersembunyi aman sekarang
terpaksa dikenal. Ia dikagumi dan dipuja-puja
banyak orang. Wibawa dan keangkeran istana
menjadi-jadi. Tapi ketika hal itu berlangsung
sebulan dan tak ada apa-apa lagi yang datang
mengganggu mendadak Tai-bo dan Gwat Kong
datang lagi ke istana. Mereka sekarang tahu
bahwa penyebab kematian murid mereka adalah
Hwe-sin. Sekarang mereka datang ke istana
bukan mencari Tan-ongya atau siapa-siapa
melainkan langsung si Malaikat Api ini.
Kejadiannya di tengah malam. Dan tepat
kentongan berbunyi satu kali maka nenek dan
kakek gundul itu menemui Hwe-sin. Mereka
sudah tahu bahwa laki-laki ini .kamarnya tak jauh
dengan kamar kaisar sendiri.
""Hm, berani mati mencari penyakit!"
begitu suara yang mereka dengar ketika mereka235
melayang turun dan celingukan di ruangan ini,
kaget dan menoleh dan ternyata Hwe-sin sudah
di situ, dibelakang mereka. Betapa rahasianya!
Tapi karena mereka memang mencari laki-laki ini
dan musuh yang dicari sudah menampakkan diri,
Hwe-sin bersinar marah maka Tai-bo
menjeletarkan rambut berseru, wajahnya
gembira.
"Hwe-sin, kami hendak berurusan
denganmu lagi. Mau di sini ataukah di tempat
sunyi!"
"Benar," kakek gundul Beng Gwat Kong
menyambung. "Kami ingin membalas kekalahan
dulu, Hwe-sin. Dan kau boleh bunuh kami kalau
bisa!"
"Hm!" Hwe-sin marah namun menahan
diri. "Di sini kalian tak boleh ribut-ribut.
Mari keluar dan di sana nanti ku buatkan
lubang kubur!"
"Jangan sombong!" nenek itu
membentak. "Kaulah yang akan kami buatkan
lubang kubur, Hwe-sin. Mari, tunjukkan di mana236
kita bertanding dan lihat apakah kau mampu
mengalahkan kami!"
Malaikat ini heran juga. Ia mengerutkan
kening tapi mendengus pendek, berkelebat dan
mengajak keluar dan melayanglah tiga orang itu
berturut-turut. laki-laki ini telah mengambil
keputusan bahwa dia harus melenyapkan lawanlawannya. Kalau tidak begitu tentu Tai-bo dan
Sin-lun Bek Gwat Kong ini selalu mengganggu.
Kemarahannya bangkit. Tapi ketika ia mengajak
keluar kota raja dan Tai-bo mengikuti sambil
terkekeh, Gwat Kong si kakek gundul juga
terbahak dan gembira maka terdengarlah kesiur
angin dan tujuh bayang-bayang hitam mengikuti
dari belakang yang segera membuat tokoh ini
tertegun, berhenti.
"Kalian membawa kawan?"
"Ha-ha, takut?" Sin-lun Bek Gwat Kong
tak sembunyi-sernbunyi lagi. "Justeru karena
kami datang berombongan maka kami tanya
kepadamu mau bertanding di istana , atau di
luar, Hwe-sin. Kalau kau takut tentu saja
kembalipun boleh dan mintalah bantuan kawan-237
kawanmu di istana dan kami akan membunuh
kaisar sekaligus!"
"Hm, rupanya keliru tindakanku dulu.
Kalau tahu begini tentu sebulan yang lalu kalian
kubunuh. Baik, kita teruskan perjalanan, Gwat
Kong. Ingin kulihat siapakah tujuh kawan kalian
itu!"
Hwe-sin melanjutkan perjalanan dan
menggeram. la tak tahu siapa orang-orang di
belakang dua orang ini karena mereka menjaga
jarak dan cukup jauh. Waktu ia berhenti maka
bayangan tujuh orang itupun ikut berhenti. Jelas,
rnereka tak mau dikenal. Rupanya baru
mengenalkan diri kalau nanti sudah ditemukan
tempat bertanding. Dan ketika laki-laki itu
bergerak dan menuju hutan di luar kota raja
maka ditimpa sinar bulan purnama berhentilah
tokoh ini menanti dua musuhnya. Gwat Kong dan
nenek Tai-bo telah di-tinggal di belakang dan
meskipun mereka berlarian cepat tetap saja
Malaikat Api itu bergerak lebih cepat. Bayangbayang di belakang juga tertinggal namun begitu
laki-laki itu berhenti maka Gwat Kong dan Tai-bo238
berkelebatan datang. Mereka mengumpat dan
mengutuk habis-habisan. Dalam ilmu lari
cepatpun mereka kalah! Namun ketika mereka
sudah berhadapan dan tujuh bayangan juga tiba
dan langsung bergerak mengurung, mereka
mengenakan saputangan hitam maka Hwe-sin
memandang marah dan berseru,
"Gwat Kong, tikus-tikus busuk manakah
yang kalian bawa ini? Kenapa masih menutup
muka dan tak berani terang-terangan ?
Memangnya tikus comberan yang harus
dikencingi dulu?"
"Ha-ha, mereka menyembunyikan diri
karena tak diminta. Kalau diminta tentu akan
membuka wajah. Eh, jangan sombong. Kau tentu
mengenal bekas sahabat-sahabatmu ini, Hwesin. Dan biar ku minta mereka untuk membuka
saputangan!" dan berseru mengangkat
tangannya kakek gundul itu menghadapi orang

Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang bersapu tangan hitam ini.
"Jit-wi enghiong (tujuh orang gagah),
silahkan buka wajah kalian agar sahabat kita239
Hwe-sin ini tahu. Anjing yang akan mati biasanya
memang begitu, gonggongannya lebih nyaring!"
Tujuh orang itu mendengus. Secepat itu
juga mereka merenggut saputangan hitam dan
begitu tampak maka terkejutlah Hwe-sin. Tujuh
orang itu ternyata terdiri dari dua pihak. Pihak
pertama adalah kakek-kakek yang dahinya
gosong terbakar, lima orang jumlahnya sedang
sisanya yang dua lagi adalah dua laki-laki yang
kehilangan hidung dan tampak mengerikan
seolah tengkorak hidup. Mereka inilah lima datuk
sesat yang dulu dihajarnya sedang dua kakek
terakhir adalah sisa dari sembilan tokoh hitam
yang pernah dibunuh Malaikat Api ini, di mana
dari sembilan orang lima di antaranya binasa.
Empat yang lain luka-luka tapi kini yang adalah
dua dari empat orang sisanya itu. Dan karena
luka atau tanda-tanda di wajah ketujuh orang ini
semuanya dikenal Hwe-Sin, yang hilang
hidungnya itu adalah dua dari sembilan tokoh
hitam sementara lima datuk bersaudara yang
hangus dahinya itu adalah akibat dari
pukulannya Hwe-ci, laki-laki ini terkejut maka240
dua kakek berhidung growong berseru, katakatanya bindeng, sengau,
"Hwe-sin, kau tentu ingat kami Pak Heng
dan Pak Wi. Kami sudah lama mencari-carimu
tapi tidak nyana bahwa kau bersembunyi dan
bekerja sebagai pengawal rahasia. Apakah kau
siap mampus menghadapi kami?"
"Dan kami Ngo-mo-hengte (Lima Iblis
Bersaudara) yang dulu kau beri tanda mata.
Tentu kau tak lupa pula kepada kami dan tak
nyana bahwa kau bersembunyi di kota raja.
Pantas, kami tak dapat mencari-carimu.
Sekarang kami ingin membayar hutang lama,
Hwe-sin. Siapkah kau menghadap Giam-lo-ong
dan sudahkah menyediakan nyawa cadangan
agar dapat menandingi kami!"
"Hm-hmm!" laki-laki ini tertegun dan
membelalakkan mata, diam-diam tergetar juga.
"Kiranya kalian, Ngo-mo-hengte. Dan juga Pak
Heng serta Pak Wi. Hm, bagus sekali. Kalian tahu
alamatku atas jasa baik Gwat Kong. Ah, kalian
hendak mengeroyok dan bersembilan
menghadapi aku. Bagus, tak usah banyak cakap241
dan kalian majulah. Aku akan membereskan
kalian dan jangan minta ampun karena kali ini
aku akan membasmi kalian!"
"Jangan sombong!" Ngo-mo-hengte
membentak. "Lain dulu lain sekarang, Hwe sin.
Lihat pukulan kami dan coba keluarkan Jari
Apimu lagi... wut!" satu di antara Ngo-mo-hengte
bergerak memulai, maju menyerang tapi Hwesin mengelak dan menghindar. Malaikat Api ini
waspada akan delapan orang yang lain. Dan
ketika benar saja orang kedua dan ketiga
bergerak, disusul oleh orang keempat dan kelima
di mana Ngo-mo-hengte tiba-tiba sudah
bergerak dan menyerang susul-menyusul maka
tak mungkin laki-laki ini mengelak saja dan iapun
menangkis.
"Plak-plak-plakk!" Lima orang itu tergetar
dan terhuyung. Mereka terkejut dan diam-diam
memuji. Ternyata, Hwe-sin masih setangguh
dulu dan gagah. Tadi dalam adu lari cepat saja
diam-diam mereka khawatir. Lawan mereka itu
ternyata masih hebat! Namun karena tak
mungkin mereka berhenti dan maksud balas242
dendam harus terus jalan, di situ ada temanteman mereka yang lain dan juga lihai maka Ngomo-hengte tiba-tiba bergerak lebih cepat dan
Hwe-sin juga berseru keras melayani mereka.
Pukulan ditangkis pukulan dan lima orang itu
tergetar. Gwat Kong dan tiga yang lain belum
bergerak, mereka masih menonton. Namun
begitu Ngo-mo-hengte berseru memberi abaaba dan barisan Ngo-heng-tin atau Barisan Lima
Unsur silih berganti mengaburkan pandangan,
mereka itu bergerak dan terbang mengelilingi
lawan maka "dak-duk-dak-duk" suara pukulan
menyertai bayangan lima orang ini. Hwe-sin
belum mengeluarkan Jari Apinya karena
waspada terhadap empat yang lain. Lawanlawannya adalah tokoh-tokoh yang licik dan dia
harus waspada. Dan ketika Ngo-mo-hengte
menjadi gemas dan marah karena Malaikat itu
dapat bertahan, berteriak dan berseru keras
maka lima senjata sabit mencuat keluar dan lima
cahaya berkeredep menyambar Malaikat Api itu.
"Mampuslah, dan coba tangkis senjata
ini!" Hwe-sin terkejut. Sudah dia duga bahwa243
lawan pasti akan mengeluarkan senjatanya.
Sabit-sabit itu sudah dikenal tapi gerakan sabit
yang demikian cepat dan bagai kilat menyambar
menggetarkan hatinya juga. Lima sabit silangmenyilang dan inilah kepandaian baru, dulu dia
belum melihat itu. Dan ketika dia menangkis dan
apa boleh buat Jari Apinya harus bekerja maka
sinar merah mencicit dan cahaya seperti laser ini
menyambut.
"Crik-crik-cranggg!"
Lima senjata terpental tapi menukik
turun lagi. Hwe-sin mengelak namun orang di
sebelah kiri memapak, ditangkis namun sabit
ditarik cepat untuk kemudian diganti gerakan
sabit di tangan orang sebelah kanan. Dan ketika
sabit pertama masih terus meluncur sementara
sabit nomor tiga ini dijentik tapi ditarik untuk
diganti dengan sabit keempat dan kelima, cepat
dan luar biasa Ngo-mo-hengte ini sudah
berganti-ganti serangan maka Hwe-sin berseru
keras karena empat kali berturut-turut ia kecele
dan sabit pertama itu menyambar ubunubunnya.244
"Bret!" Hwe-ci memapak namun cepat
bagai kilat sabit itu melesat ke kanan dan
menghajar pundaknya. Hwe-sin terbeliak dan
lawan terkekeh. Jurus baru yang diperlihatkan
orang pertama dari Ngo-mo-hengte itu memang
istimewa. untung, berkat kekebalan Hwe-kang
(Tenaga Api) Malaikat Api itu dapat bertahan.
Sabit terpental meskipun membacok pundaknya,
baju yang robek dan empat Ngo-mo-hengte yang
lain sudah tertawa bergelak dan menyerang lagi.
Dan ketika Hwe-sin didesak karena jurus-jurus
aneh diperlihatkan lawan, rupanya selama
puluhan tahun ini mereka menemukan jurusjurus baru, sabit silang-menyilang menyambar
tubuhnya maka pengawal rahasia yang mulai
gusar itu berseru keras. la mengeluarkan
langkah-langkah aneh untuk mengimbangi
gerakan sabit yang naik turun, kakinya menotolnotol tanah dan mulailah tokoh ini mengeluarkan
ilmunya yang lain.
Tujuh puluh Dua Langkah Sakti di mana
tubuhnya doyong ke sana ke mari mengikuti
gerakan ujung kaki yang lincah menotol-notol.245
Hebat karena segera bacokan sabit yang
menyambar-nyambar selalu tak mengenai
dirinya.
Laki-laki ini seakan bola yang mentalmental dengan ajaib sekali. Dan ketika semua
serangan luput dan Hwe-sin membalas dengan
tusukan Jari Apinya, lawan berteriak dan berseru
kaget maka Hwe-sin yang semula didesak
sekarang ganti mendesak.
"Iblis! Siluman jahanam. Hwe-sin
memiliki Jit-cap-ji-poh-kun"
"Benar, dan ia mahir sekali, suheng.
Celaka, awas sabitmu!"
Teriakan susul-menyusu! dari lima 0rang
ini mengguncangkan yang lain-lain. Gwat Kong
dan nenek Tai-bo yang melihat itu berseru pucat.
Hwe-sin, yang meloncat-loncat seperti bola
amatlah cepat luar biasa mengelak serangan
sabit.
Ngo-mo-hengte yang tadi girang dapat
membacok pundak lawan ternyata sekarang
ganti kebingungan. Lawan acap kali lenyap dan
berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat246
yang lain, Gerakannya begitu luar biasa dan
mentakjubkan. Dan karena sabit selalu mengenai
angin kosong, sementara Hwe-ci atau Jari Api
menyambar mereka, mendesis dan menyalanyala maka Ngo-mo-hengte kocar-kacir dan dua
di antara mereka terpelanting berteriak. sabit
membalik dan hampir mengenai kepala sendiri
dan apa boleh buat mereka ltu membanting
tubuh bergulingan. Dan ketika Hwe-sin tertawa
dingin karena lawan berkurang dua orang, di
sinilah dia bergerak dan mempercepat Tujuh
puluh Dua langkah Saktinya maka tiga orang itu
terbanting ketika Jari Api menjilat dan
menyambar mereka.
"Augh...crtt-sshhh!"
Baju di atas dada terbakar. Cepat dan
mengerikan tahu-tahu jilatan api itu berkobar,
tiga orang ini berteriak dan empat yang lain tentu
saja terbelalak. Tiga di antara Ngo-mo-hengte itu
menjadi manusia api. Tapi ketika mereka
membanting tubuh di atas tanah dan
memadamkan api itu dengan cepat, muka merah
kehitam-hitaman maka dua kakek berhidung247
growong berkelebat maju. Tangan mereka
memegang siang-kauw (sepasang gaetan) dan
gunting besar.
"Gwat Kong, jangan tunda waktu lagi.
Serang lawan kita ini!"
Sepasang gaetan dan gunting besar
menyambar dari kiri, kanan. Hwe-sin tak
mengejar kelima lawannya karena menjaga
bokongan, benar saja diserang dan kalau tadi ta
mengejar Ngo-mo-hengte tentu gaetan den
gunting itu menyerangnya dari belakang. Dan
ketika ia mengelak dan langkah sakti Jit-cap-jipoh-kun digerakkan secara lihai, tubuh
mendoyong dan meliuk ke sana ke mari maka
dua senjata ttu menyambar di kiri kanan
tubuhnya, lewat dengan cepat.
"Wut-siuuutttt !!"
Gunting dan gaetan menyambar
bagaikan setan. Senjata maut itu mengensi angin
kosong tapi Hwe-sin mengangkat lututnya ke
perut lawan. Dua kakek itu terbunhkuk ke depan
oleh dorongan tenaga mereka sendiri, jadi
terbawa maju. Dan karena gerakan ini amatlah248
cepat dan Hwe-sin tak menyia-nyiakan
kesempatan, lutut itu mendongak maka....ngekngek !! dua orang itu terlempar dan terbanting
bergulingan, isi perut seakan berantakan
"Awas, jangan serang sendiri-sendiri.
Sapu dari delapan penjuru!"
Inilah bentakan nenek Tai-bo yang
terbeliak dan kaget melihat kepandaian Hwe-Sin
Sekarang setelah laki-laki itu mengeluarkan
Tujuh puluh Dua Langkah Saktinya tlba-tiba dia
sadar bahwa dulu Malaikat Api itu menaruh
banyak kemurahan. Tanpa ilmu itu saja dia dan
Gwat Kong tak mampu menandingi. Bagaimana
kalau seandainya dia dulu menghadapi Hwe-sin
seperti sekarang ini. Tentu cepat roboh! Dan
malu bahwa dia masih jauh di bawah lawan,
Hwe-sin mengeluarkan kesaktiannya dan tampak
betapa hebatnya laki-laki itu maka malu dan
marah membuat nenek ini mata gelap. 1s tak
mau pusing-pusing lagi dan Hwe-sin harus cepat
dibunuh. Kesalahan teman-temannya adalah
mereka tak maju serentak. Tadi Ngo-mo-hengte
sementara sekarang hanya Pak Wi dan Pak Heng249
itu, bukan mereka semua. Maka begitu
membentak dan ia menjeletarkan rambut, Ngomo-hengte sudah meloncat bangun dan
menggigil dengan senjata di tangan maka nenek
itu menyerbu dan Gwat Kong sudah menyambar
dengan sepasang rodanya yang baru.
"Wiirrr-plak-plak-plakk "
Rambut dan sepasang roda mencelat
bertemu jari-jari Hwe-sin. itu mencorong
matanya dan pandangannya ini mengeluarkan
sinar membunuh. Gara-gara dua orang inilah dia
ketahuan orang banyak. Namanya dikenal tapi
justeru itu mengundang musuh. Itulah sebabnya
kenapa ia selama tiga puluh tahun ini tak pernah
menampakkan diri. Di samping karena kegagalan
cintanya juga karena tak mau dicari-cari bekas
lawan-lawannya yang banyak. Hwe-sin adalah


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang aneh yang sukar dimasukkan golongan
apa, tidak jahat tidak baik. Ia sering acuh melihat
kekejaman-kekejaman di sekitar, tapi akan
marah kalau diri sendiri diganggu. Dan karena
kadang-kadang ia juga memusuhl orang-orang
golongan hitam, yang merendahkan dan sengaja250
mencari setori maka terhadap wang-orang ini ia
kadang-kadang telengas. maka begitu sekarang
ia diganggu dan tak pelak dia pasti bakal di cari
musuh lain gara- gara Gwat Kong dan nenek Taibo sungguh pembuat perkara maka dua orang
itulah yang lebih dulu akan dihabisi. Hal ini
tampak dari pandang matanya yang dingin dan
menusuk, kejam. "Gwat Kong, dan kau Tai-bo.
Sungguh kecewa hati ini membiarkan kalian
hidup. Hmm, jagalah. Kalian yang pertama kali
mati!" Suara itu disusul oleh gerakan Jari Api
yang menyambar mereka. Ngo-mo-neng te dan
dua saudara Pak Wi dan Pak Heng tak dihiraukan
di muka belakang. Sabit meluncur namun
diterimanya dengan kekebalan. Dan ketika
gaetan maupun gunting raksasa juga dibiarkan
menusuk dari samping, Hwe-kang melindungi
laki-laki itu maka Tai-bo maupun si gundul Gwat
Kong tersentak melihat senjata mereka
ditangkap dan diterima.
"Aiihhhh "Awas!"
Terlambat. Sepasang roda di tangan Gwat
Kong ditangkap dan disambar, langsung dikepal251
tinju laki-laki ini sehingga roda-roda itu leleh.
Hwe-kang atau Tenaga Api juga memenuhi
telapak Malaikat ini, apapun yang dipegang pasti
meleleh dan terbakar. Dan ketika benar saja
sepasang roda yang ditangkap Hwe-sin membara
dan leleh, GWat. Kong terkejut bukan main maka
nenek Tai-bo juga tersentak kaget karena rambut
yang melilit leher lawan juga hangus dan putus.
"Pletak!" Suara ini disusul bak-bik-buk
datangnya sabit. Ngo-mo-hengte dan dua
saudara Pak Heng terbelalak melihat betapa
senjata-senjata di tangan mereka mental
bertemu tubuh Hwe-sin. Dan ketika roda di
cengkeram Hwe-sin hancur memerah, persis
dipanggang api maka laki-laki itu melempar
tangannya dan cairan logam panas yang
menyala-nyala disiramkan ke muka Gwat Kong
berdua.
"Aduhh...!" Tak ayal dua orang ini
berteriak ngeri. Tai-bo maupun Gwat Kong
menjerit ketika wajah mereka disiram logam
meleleh. Panasnya bukan main, juga sakitnya.
Serasa menusuk tulang menembus jantung! Dan252
ketika dua orang itu melempar tubuh
bergulingan sambil meraung-raung mencakari
wajah mereka, yang bersimbah darah maka Ngomo-hengte dan dua saudara Pak terkejut.
Mereka melihat betapa teman mereka itu
memekik-mekik dan menjerit histeris. Cairan
logam panas yang menyambar muka seketika
lengket dan mendidih di situ, kulit terkelupas dan
seketika wajah itu rusak. Bukan main
mengerikannya! Tapi ketika Gwat Kong maupun
nenek Tai-bo merobek baju mereka, membebat
dan menutup luka itu maka mereka meloncat
bangun dan wajah keduanya yang bagai iblis-iblis
dari kubur mengerikan bagi siapa pun. Gwat
Kong dan Tai-bo marah besar.
"Hwe-sin, kau jahanam keparat. Aih, aku
akan mengadu jiwa!"
"Benar," Gwat Kong juga berseru. "Aku
juga akan mengadu jiwa, Tai-bo. Biar dia atau aku
yang mati!"
Lalu ketika keduanya menubruk dan
menerjang lagi, dua orang ini membantu tujuh
teman mereka yang lain maka Hwe-sin dikeroyok253
tapi dengan langkah-langkah saktinya Jit-cap-jipoh-kun laki-laki ini berhasil menghindari
serangan-serangan berbahaya, membiarkan
tubuh dibacok atau digunting kalau tidak sempat
dan kekebalan Hwe-kangnya menjaga. Hebat
laki-laki ini. Dan ketika tokoh yang amat hebat ini
membalas dan menudingkan telunjuknya, Jari
Api mendesis dan menyambar lawan-lawannya
maka justeru lawan-lawannya itu tak ada yang
berani menyambut karena tusukan Jari Api itu
memang amat berbahaya sekali. Ngo-mo-hengte
te-lah mencoba namun mereka menjerit
kesakitan. Kekebalan mereka ternyata tembus
juga. Dan ketika Pak-hengte (dua sau-dara Pak)
juga coba-coba menerima tapi menjerit
memadamkan api yang amat panas itu, Malaikat
Api benar-benar perkasa akhirnya pertandingan
berjalan seru dan sembilan bayangan
berseliweran naik turun mengelilingi Hwe-sin.
Akan tetapi sembilan orang ini harus mengakui
kelihaian lawan. Karena Jari Api sering mereka
hindarkan sementara pukulan atau serangan
senjata mereka tak banyak berdaya, kekebalan254
Tenaga Api benar:benar melindungi lawan
mereka maka Tujuh puluh Dua Langkah Sakti
yang dimiliki laki-laki ini mengejar dan
mengimbangi gerakan-gerakan mereka. Dua kali
Ngo-mo-hengte kembali menjerit dan dua kali
pula dua saudara Pak berteriak. Gwat Kong, yang
menyerang di balik punggung-punggung
temannya hampir saja menjadi korban Hwe-ci
tapi untung ia mengelak dan selamat, menggigil
dan marah tapi juga bingung bagaimana
merobohkan Malaikat ini. Dikeroyok sembilan
masih juga laki-laki ini tangguh. Dan ketika nenek
Tai-bo juga melengking-lengking sementara rasa
perih dan panas tetap menggigit wajahnya, luka
itu hanya dibalut seadanya dulu maka perlahanlahan Hwe-sin menguasai lawan dengan langkah
saktinya Jit-cap-ji-poh-kun. Ujung kakinya yang
lincah menotol ke sana-sini membuat tubuhnya
sebentar di sana dan sebentar di sini pula. Lawan
gentar. Dan ketika sabit dan gunting kembali
menyambar, sepasang gaetan juga mencangkol
dari samping maka Hwe-sin berseru keras255
menangkap senjata di tangan dua saudara Pak
ini. Telapak tangannya sudah merah marong!
"Awas!"
Teriakan itu datang dari Gwat Kong dan
nenek Tai-bo. Mereka ingat kejadian tadi tapi
Pek-hengte terlanjur gemas. Mereka penasaran
oleh gagalnya serangan berkali-kali dan kini
mengayun senjata dengan amat hebatnya. Dan
karena inilah yang memang ditunggu karena tak
mungkin dua saudara itu menarik senjata, atau
menghentikannya di tengah jalan maka Hwe-sin
menangkap dan menerima. Sambaran sabit ke
tubuhnya dibiarkan saja kecuali yang ke arah
mata, dielakkan dan membacok lehernya
sebelah kiri dan senjata itu mental. Dan begitu ia
menangkap sepasang gaetan dan gunting
raksasa, mengerahkan tenaganya maka
"cess,,,,!" senjata di tangan dua Pakhengte itu leleh dan hancur di tangannya. Lawan
tentu saja terkejut tapi tak ada kesempatan lagi.
Hwe-sin sudah membuka telapaknya dan
menyiramkan cairan panas dari logam yang
merah membara itu, bukan hanya ke arah Pak-256
hengte saja melainkan juga lima iblis bersaudara,
Ngo-mo-hengte, melempar dan menyebar rata
cairan logam ke Segala penjuru. Dan ketika jerit
dan pekik terdengar di sana-sini, kejadian
berulang maka tujuh orang tersiram cairan panas
dan hanya Gwat Kong serta nenek Tai-bo yang
selamat. Mereka telah mendapat pengalaman
tadi dan cepat-cepat melompat mundur.
Tapi begitu Ngo-mo-hengte dan Pakhengte bergulingan di sana, mengaduh-aduh
maka Hwe-sin bergerak dan tahu-tahu
mendekati dua orang ini.
"Tai-bo, dan kau Gwat Kong. Marilah
kalian ku antar ke akherat!"
Dua orang itu terkejut bukan main.
Kiranya raupan logam panas yang membuat Ngomo-hengte dan dua saudara Pak memang
sengaja dilakukan Malaikat Api ini agar dapat
bebas mendekati nenek dan kakek gundul itu.
Selama ini dua orang itu hanya menyerang di
belakang dan licik berbuat curang. Hwe-sin diamdiam marah dan menunggu kesempatan. Dan
ketika kesempatan itu terbuka dengan257
bergulingannya tujuh orang itu, Gwat Kong dan
Tai-bo sendirian menyingkir maka di sinilah Hwesin bekerja dan tahu-tahu dengan langkah
saktinya yang hebat ia telah mendekati dua
orang itu.
Si kakek gundul terbelalak sementara si
nenek melotot. Kecepatan gerakan langkah Hwesin sungguh luar biasa, tak mungkin mereka
menjauh. Dan ketika dua tangan laki-laki itu
menyambar mereka, melepas cengkeraman
maka Gwat Kong dan Tai-bo menangkis namun
begitu mereka menggerakkan lengan maka
secepat itu juga Hwe-sin menangkap.
Dapat dibayangkan betapa ngeri dan
kagetnya dua orang ini. Hwe-sin sedang penuh
dengan tenaga Hwe-kang dan telapak laki-laki itu
merah marong bagai api yang amat panas.
Logam saja dapat dipegang hancur apalagi kulit
daging manusia.
Dan Gwat Kong serta nenek Tai-bo telah
melakukan itu. Dan begitu mereka menangkis
dan inilah kesalahan utama, dua orang itu
berteriak maka meskipun telah mengerahkan258
lweekang atau tenaga sakti tetap saja lengan dua
orang itu leleh, persis mentega dimasukkan
minyak mendidih.
"Auugghhhh...."
Dua lengking atau jerit kesakitan ini
mendirikan bulu roma. Tai-bo masih dapat
melecutkan rambutnya namun rambut yang
tinggal sedikit itu lengket dan terbakar pula.
Dua orang ini pucat seputih kertas. Dan,
ketika terdengar suara berkerat dari tulang dan
daging yang hancur, bau tak enak juga
menyambar maka Hwe-sin menarik lalu
melempar tubuh dua orang itu.
*** Credit
Sumber Buku Gunawan Aj
Kontributor Awie Dermawan
Edit OCR Yons
Koleksi Kolektor Ebook259
PUTERI ES
(Lanjutan "Rajawali Merah")
Karya: Batara
Jilid V
* * * " BRESSS...."
Nenek dan kakek gundul itu
mengeluh.Mereka terbanting dan terlempar
menabrak pohon dan tujuh orang di sana
terbelalak. Ngo-mo-hengte, dan dua saudara
Pak, yang baru saja bangkit dan meloncat bangun
melihat kejadian itu. Lengan dua orang itu
hancur sementara kulit dagingnya leleh. Tai-bo
dan Gwat Kong tak mampu menahan kekuatan
Hwe-kang.naga Api dari Malaikat itu sungguh
dahsyat dan mengerikan. Dan ketika mereka
dilempar dan menabrak pohon, lemparan Hwesin adalah lemparan seorang sakti maka nenek260
dan kakek gundul itu hancur tulangnya, tewas
seketika..
"Hwe-sin, kau pembunuh!"
Pak Heng, yang lebih dulu sadar dan
berseru keras tiba-tiba pucat tapi juga marah. Ia
mengejutkan teman-temannya yang lain namun
semua mengangguk. Ngo-mo-hengte juga sadar
dan berseru keras. Dan ketika Pak Heng
menerjang maju sementara Pak Wi juga
menggerakkan senjatanya, lima iblis bersaudara
juga turut menerjang maka Hwe-sin kembali
dikeroyok dan tujuh orang melepas pukulanpukulan dahsyat. Namun Hwe-sin mendengus. Ia
telah membunuh dua dari sembilan lawannya
dan kini matanya berkilat berbahaya
memandang lawan-lawannya itu. Dengan Jari
Apinya ia mengelak dan menangkis. Dan karena
Jari Api ini amat ditakuti dan lagi-lagi mereka
terpental, Pak Heng maupun Ngo-mo-hengte
melengking tinggi maka dengan Jit-cap-ci-pohkunnya laki-laki ini bergerak dan maju dengan
cepat di antara sambaran-sambaran lawan.
Gunting. dan gaetan telah diremas hancur261


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

namun dua kakek growong itu mencabut senjata
yang baru, lagi-lagi menyerang tapi kini tentu
saja lebih hati-hati ditangkap lawan. Pengalaman
tadi amatlah berharga dan dua bersaudara Pak
ini tak mau diremas lagi senjatanya. Setiap jari
atau tangan Malaikat Api bergerak mendekati
senjata maka secepat itu pula mereka menarik
mundur. Siraman logam panas yang amat
berbahaya itu tak mau lagi terulang. Dan karena
dua saudara Pak kini amat berhati-hati
sementara Lima Iblis Bersaudara juga bertanding
saling melindungi, berkelebatan dan naik turun
di antara bayangan lelaki ini maka Hwe-sin atau
Malaikat Api kerepotan juga. Lawan menyingkir
sebelum terpegang! Namun Hwe-sin adalah jago
istana yang paling hebat. Kepandaian dan
pengalamannya yang banyak membuat ia
sejenak saja dihujani serangan gencar. Lawan tak
lagi berani berdepan melainkan menyerang dan
menghantam dari belakang. Hal itu
dimungkinkan karena mereka dapat berpindahpindah. Tapi ketika laki-laki itu mengeluarkan
bentakan keras dan mau tidak mau ia harus262
merobohkan lawan, satu atau dua orang harus
ditangkap maka ketika semua meloncat
menghindari Jari Apinya maka laki-laki ini
melakukan langkah yang disebut Sin-hwe-hoansin (Dewa Api Balikkan Tubuh). Langkah ini
adalah langkah ajaib karena sambil terus maju tiba-tiba iapun sudah berputar. Dan ketika semua
lawan sudah berada di belakang tapi secepat itu
pula kembali berhadapan, Malaikat ini
menotolkan kakinya dengan gerakan Jit-cap-jipoh-kun maka tahu-tahu orang termuda dari
Lima Iblis Bersaudara dan Pak Heng ditubruknya.
Dan dari dua telunjuknya menyambar sinar laser
itu! "Awas!"
Teriakan itu diserukan Pak Wi yang
terkejut melihat ini. Pak Heng disambar dan
bersamaan itu pula Malaikat Api meluncur ke
depan. Gerak kakinya cepat luar biasa dan tahutahu ujung telunjukpun sudah di depan hidung.
Bukan main kagetnya Pak Heng. Dan karena ia
baru saja menghindari dari serangan Hwe-ci dan
kini lawan membalik dan meluncur maju,263
gerakannya seperti di atas sepatu roda saja maka
kakek ini tak sempat mengelak kecuali
menangkis, begitu pula orang termuda dari Ngomo-hengte.
"Clap-clap!"
Semua orang silau. Sinar laser yang
menyambar dari telunjuk Hwe-sin amat terang
dan tajam sekali. Jari Api memang amat hebat
dan menakutkan. Namun karena tak ada
kesempatan menghindar kecuali menangkis, dua
orang itu melakukannya maka Pak Heng maupun
Ngo-heng-te (saudara kelima) mengeluarkan
jerit tinggi. Mereka tertusuk dan sinar api itu
menembus telapak mereka, terus menghantarn
dahi dan tentu saja dua-duanya terjengkang. Dan
ketika dua orang itu menjerit dan roboh tak
bergerak-gerak lagi, dari lubang di depan dahi
keluar asap seperti bekas las listrik maka dua
orang ini tewas dan menjadi korban nomor dua.
"Aiiihhhhhh !"
Ngo-mo-hengte mengeluarkan pekik
gentar. Mereka pucat dan ngeri sekali melihat
kematian adik mereka itu. Bagai kena bor264
menyala dahi saudara mereka itu terbakar,
tembus dan api berbahaya itu masih juga
menyambar dan meledak di atas tanah. Dan
ketika Pak. Wi juga pucat dan gentar bukan main,
Malaikat Api masih terlampau sakti maka empat
orang temannya memutar tubuh dan melarikan
diri. Namun Hwe-sin tertawa dingin. Ia
mempergunakan langkah saktinya Jit-cap-ji-pohkun, bergerak dan meluncur dan tahu-tahu
seperti di. atas sepatu roda saja ia sudah
mendekati Su-hengte (saudara ke empat). Lalu
ketika ia menudingkan telunjuknya dan jari laser
menyambar maka jerit tinggi terdengar di sini
karena punggung laki-laki itu tembus disambar.
"Bluk!"
Su-heng-te roboh. Sam-hengte, orang
nomor tiga, menoleh dan tersentak. Ia tadi
selangkah di depan adiknya tapi menengok
begitu adiknya menjerit. Dan ketika melihat
Hwe-sin di situ maka semangatnya bagai terbang
lebih dulu, berteriak dan mempercepat lari
namun telunjuk yang lain dari tokoh istana itu
bergerak. Suara crit dan sinar clap menyambar.265
Dan begitu Sam-hengte menjerit maka iapun
roboh.
"Bluk!"
Dua kali suara ini membuat Toa-heng-te
dan Ji-hengte terkesiap. Dua orang itu kaget dan
tahu apa yang terjadi dan karena itu
mempercepat lari mereka, tak berani menoleh
dan kabur mengeluarkan semua ilmu
meringankan tubuh. Namun karena lawan
memiliki Jit-cap-ji-poh-kun dan tanpa inipun
Hwe-sin masih di atas mereka, terbukti ketika
tadi sama-sama memasuki hutan laki-laki itu
lebih dulu dibanding lawannya maka begitu
tertawa dingin anginpun berkesiur di belakang
dua orang ini.
"Toa-tok, dan kau Ji-lok, jangan kabur.
Saudara kalian minta diiring ke neraka.
Berhentilah, dan terima ini!"
Dua orang itu pucat. Mereka tahu-tahu
menerima serangan Jari Api dan bunyi itu amat
dikenal. Dan ketika apa boleh buat mereka harus
berhenti dan mengelak, melempar tubuh ke kiri
kanan maka dua orang itu selamat tapi ketika266
bergulingan meloncat bangun mereka sudah
berhadapan dengan lawannya ini, Hwe-sin yang
sudah di depan mereka.
"Hwe-sin, kau jahanam keparat!"
sabit di tangan dua orang itu tiba-tiba
bergerak. Ji-lok, orang kedua, kebetulan lebih
dekat dengan lawannya dan langsung
membacok. Dalam panik dan marahnya ia tak
perduli lagi apa yang terjadi. Dan ketika sabit
menyambar namun ditendang, terpental
menyambut sabit di tangan kakaknya yang saat
itu juga bergerak menyambar Hwe-sin maka dua
senjata itu bertemu nyaring dan masing-masing
mencelat, terlepas. Dan Hwe-sin yang tertawa
dingin bergerak maju menusukkan dua Jari
Apinya. Telunjuknya menyambar dua orang itu
dan Toa-tok maupun Ji-lok terbeliak,
kesempatan mengelak tak ada lagi dan
merekapun memekik. Tangan kiri bergerak
menyambut Jari Api itu. Namun ketika telapak
mereka tembus dan terbakar, Jari Api meluncur
dan terus menghantam maka dua-duanya
terjengkang karena dada dan leher mereka267
disambar jari maut ini. "Ces-cess!" Dua orang itu
roboh. Toa-tok dan Ji-lok langsung terjengkang
dan merekapun tewas. Lengkaplah kini lima iblis
itu ke akherat. Dan ketika Hwe-sin membalik
namun Pak Wi tak ada di situ lagi, lawan satunya
ini sudah kabur maka Malaikat itu mendesis dan
mencari lawannya namun orang terakhir ini
lenyap. Dalam gebrakan-gebrakan cepat itu
kakek growong ini telah menghilang dan kalau
Toa-tok maupun Ji-lok keluar hutan adalah kakek
ini memasuki hutan. la menembus gerombolan
pohon dan berlindung di balik kegelapan malam
ia menyembunyikan diri. Dan karena ini memang
betul sebab kalau tidak tentu ia bakal ketahuan,
Hwe-sin berkelebat dan dua kali mengelilingi
hutan itu maka kakek ini selamat ketika akhirnya
Hwe-sin pulang ke kota raja. Malaikat itu
mengira lawannya keluar lewat mulut hutan
satunya, bersembunyi atau mungkin keluar lagi
lewat hutan-hutan yang lain. Tempat itu
memang banyak hutannya. Dan karena ia lelah
tak mau lagi mencari lebih jauh maka kakek ini
selamat tapi beberapa minggu kemudian Hwe-268
sin menghadapi lawan-lawan baru yang dulu
merupakan musuh-musuhnya. Semua orang itu
datang ke istana dan satu demi satu menuntut
dendam, tentu seja istana menjadi kaget dan
perang tanding pecah di situ. Hanya beberapa
saja yang mau menyelesaikan di luar. Dan ketika
semua itu diselesaikan Malaikat ini dan satu demi
satu pula musuhnya roboh, ini tentu perbuatan
Pak Wi yang dulu lolos maka muncullah orang
terakhir yang amat ditakuti Hwe-sin, yakni orang
yang dicintanya si cantik Tung-hai Sian-li!
*** Malam itu, istirahat dengan tubuh lunglai
Hwe-sin duduk bersila di kamarnya. Hampir
sebulan penuh ia menghadapi musuh-musuh
berat. Satu demi satu dirobohkan dan akhirnya
musuh-musuh lama itu dihancurkan. Ia mulai
tenang karena sejumlah besar musuhnya telah
tewas. Ia mengingat-ingat bahwa tinggal musuhmusuh tak berarti yang tersisa, itupun tak
mungkin datang karena tak mungkin mereka269
berani. Enam puluh sembilan orang telah ia
binasakan. Dan ketika ia was-was karena dari
semua musuh yang datang hanyalah Tung-hai
Sian-li yang belum, entah karena wanita itu
sudah meninggal atau mungkin belum
mengetahui keberadaannya di istana maka lakilaki ini mulai berpikir untuk meninggalkan saja
istana mencari tempat lain, karena toh
persembunyiannya sudah diketahui. Namun
kaisar menolak permohonannya. Ia tak
mengijinkan pengawal pribadinya ini pergi kalau
hanya semata alasan itu, bahwa Hwe-sin
sungkan terhadap istana gara-gara
perbuatannya maka orang-orang kang-ouwpun
meluruk ke situ. Dan ketika kaisar menggeleng
dan menarik napas dalam-dalam maka sri
baginda berkata bahwa alasan itu tak tepat.
"Kau sudah tiga puluh tahun di sini, sudah
bekerja membantuku. Kau bukan lagi pengawal
biasa melainkan seolah sudah seperti keluargaku
sendiri. Tidak, aku tak setuju kau pergi hanya
karena alasan itu, Hwe-sin. Urusanmu adalah
urusanku sebagaimana halnya urusanku adalah270
urusanmu. Biarkan musuh-musuhmu itu datang,
dan biarkan kau menyelesaikannya. Kalau
keselamatanku terancam maka kau tak usah
khawatir karena tidak sekarangpun besok juga
manusia akan mati. Aku tak apa-apa urusanmu
melibatkan istana, biar saja. Asal tidak
membawa-bawa rakyat jelata yang tidak tahu
apa-apa itu. Lagi pula, kalau kau pergi maka
siapakah penggantimu di sini yang pantas
menduduki jabatan ini!" Hwe-sin menganggukangguk, menarik napas dalam-dalam. Tapi ketika
ia berkata bahwa ia merasa tak tenang, ada
seorang musuh paling tangguh yang belum
datang maka sebelum ia bicara kaisar sudah lebih
dulu menjawab, tersenyum.
"Aku tahu, tapi akupun tak takut. Tunghai Sian-li dapat kubujuk kalau ia ke sini, Hwe-sin.
Justeru aku ingin mengikat jodoh dan
melamarnya untukmu. Sudahlah, justeru aku
menunggu kedatangannya dan biar nanti aku
yang bicara. Seminggu lagi aku merencanakan
memberi gelar kebangsawanan untukmu,
mungkin Kok-su (Guru Negara)!"271
"Kok-su?"
"Ya, kenapa? Kedudukan itu belum ada,
Hwe-sin, dan kaulah yang pantas menerima ini.
Sebetulnya sudah lama aku ingin memberikan ini
tapi karena sifat kerahasiaanmu yang besar
membuat aku ragu-ragu memberi gelar.
Sekarang kau sudah dikenal umum, tak apa
menyebutmu Kok-su karena kau berkepandaian
tinggi. Lagi pula jasamu sudah besar!"
Laki-laki ini tertegun tak dapat bicara. Ia
sebenarnya adalah seorang pendiam dan karena
itu tak banyak membantah. Kok-su adalah
kedudukan amat tinggi dan ini setingkat dengan
Thai-suma, juga Kepala Agama hanya bidang
mereka berbeda. Benar-benar setingkat di
bawah kaisar dan tentu saja menjadi orang
nomor dua di seluruh negeri. Dia, pengawal
pribadi, akan diangkat sebagai Kok-su! Tapi
mendengar kaisar akan melamarkan Tung-hai
Sian-li untuknya, hal yang membuat ia tergetar
dan terkesiap maka justeru kepada omongan
inilah Hwe-sin menaruh perhatian. Kaisar, putera


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tuhan, akan menjodohkannya dengan wanita272
yang amat dicintainya itu. Bukan main besarnya
penghargaan ini baginya. Jauh di atas Kok-su!
Dan karena hal itu yang membuat Hwe-sin
berdebar-debar cemas, mengharap tapi juga
bimbang maka selanjutnya ia tak membicarakan
lagi niat pengunduran dirinya dan bahkan ia
tegang menanti datangnya Dewi Laut Timur itu.
Terbayanglah olehnya kisah tigapuluh tahun
yang lalu. Pertandingan hebat yang
mendebarkan diantara dirinya dengan wanita
cantik itu. Betapa dengan kegigihan dan
keuletannya yang luar biasa wanita cantik itu
mampu mengimbangi semua pukulanpukulannya. Baik ginkang maupun sinkang atau
lweekang dapat diimbangi baik oleh Dewi Laut
Timur itu. Tapi karena ia menang pengalaman
bertanding, dan inilah yang membuat dirinya
seusap di atas lawan maka setelah sehari
semalam ia dapat merobohkan lawannya itu,
melukai paha lawan yang tembus bolong, hal
yang membuat Tung-hai Sian-li cacad dan
seumur hidup pincang! Malaikat ini menarik
napas dalam-dalam. Membayangkan itu tiba-tiba273
timbul penyesalan besar. Air mata tiba-tiba
menetes dan tangis atau jerit Tung-hai Sian-li
seolah terngiang lagi di telinganya saat itu.
Betapa wanita itu mengguguk dan menudingnuding dirinya dengan gemetar.
Betapa dengan marah dan penuh
kebencian Dewi Laut Timur itu akan
membalaanya kelak Dan ketika semua kejadian
itu lewat seperti baru saja terjadi maka laki-laki
ini menghela napas dan tepekur. Aneh,
samadhinya tiba-tiba hilang. Ia tak dapat lagi
mengkonsentrasikan diri karena bayangan dan
kejadian itu berulang di depan matanya. Dan
tepat laki-laki ini memandang jauh ke depan,
kosong, ke arah lubang kunci mendadak sebuah
mata yang tajam memandangnya. Bagai iblis!
"Eh!" Hwe-sin tersentak dan mencelat.
Secepat itu pula ini menendang pintu kamarnya
namun ketika terbuka ternyata tak ada siapasiapa di situ. Kosong! Dan ketika laki-laki ini
tertegun dan memutar pandangannya
mendadak di lubang jendela terlihat bola mata
itu lagi.274
"Cet!'' gerakan Tujuh puluh Dua Langkah
Sakti membuat Hwe-sin meluncur di situ, cepat
dan jauh melebihi kilat menyambar dan sekali ia
di sini jendela itu pun dihantamnya. Seseorang
mengintai. Namun ketika jendela pecah
dihantam ternyata di situpun tak ada siapa-siapa.
"Iblis!"
Hwe-sin terbeliak dan terpaku. la segera
mendengar desir-desir halus dan tiba-tiba bola
mata itu muncul lagi di atas lubang angin,
disambar tapi. lenyap dan muncul lagi di kisi-kisi
lubang lain dan di-kejar tapi lenyap lagi untuk
muncul di lubang-lubang yang lain lagi. Dan
ketika laki-laki ini kaget sekali karena lima kali ia
terkecoh dan seseorang atau lima orang
sekaligus sedang mempermainkannya, ia sadar
dan menjadi marah maka Jari Api atau Hwe-cinya
menyambar.
"Clap-clap!"
Sekarang terdengar jerit atau seruan
tertahan. Lima suara merdu, suara gadis-gadis
muda membuat Hwe-sin tertegun. Ia berkelebat
dan di taman kecil terlihat lima bayangan susul-275
menyusul. Dan ketika ia tiba di situ dan melihat
lima orang gadis berpakaian hijau biru dan
kuning serta hitam dan putih berdiri menantinya
maka terkejutlah tokoh istana ini karena ia sama
sekali tak mengenal siapa lawan-lawannya itu
tapi harus diakui bahwa mereka cantik-cantik!
"Siapa kalian" Laki-laki ini heran, kaget.
"Apa yang kalian perbuat, nona-nona. Kenapa
mempermainkan aku dan masuk istana. Tidak
tahukah kalian bahwa tempat ini adalah
larangan!"
"Hm," gadis baju putih, yang paling cantik
dan berbibir indah menjebi. "Kami tak takut
memasuki tempat apapun, Hwe-sin. Jangankan
istana, sarang nagapun tak takut kami terjang.
Kau hebat, tapi kami tak boleh menyerangmu.
Kami hanya hendak mengantar dan
menyerahkan sepucuk surat untukmu.
Terimalah!"
Laki-laki itu terkejut. Sebuah surat, yang
tipis dan panjang menyambar ke arahnya. Surat
itu menyambar bukan lagi seperti sehelai kertas
melainkan lebih mirip sekeping papan baja. Bunyi276
"singg" yang mengikuti lemparan itu cukup
membuktikan ini. Tapi karena Hwe-sin adalah
tokoh istana dan cepat ia menangkap, tentu saja
mengerahkan sinkangnya maka laki-laki ini
tergetar karena ujung lengan bajunya robek.
"Bret!" Laki-laki ini terbelalak. Surat itu telah
ada di tangannya namun ujung lengan baju yang
robek tersambar surat membuat laki-laki itu
tertegun. Dari sini tahulah dia bahwa gadis baju
putih ini amatlah lihai. Bahkan, diukur tenaganya
dia masih tiga tingkat di atas kakek gundul Gwat
Kong ataupun Ngo-mo-hengte! Dan ketika Hwesin terkesiap karena lawan amat berbahaya
mendatanginya, tapi ia tak kenal dan
memandang gadis itu maka gadis itu diam-diam
juga kagum karena sesungguh-nya ia tadi
mengerahkan semua tenaganya untuk
melempar surat, kertas yang sudah menjadi kaku
dan keras seperti papan baja, yang kalau
mengenai dinding saja pasti bolong dan tembus!
"Kau siapa," pertanyaan ini tak digubris
gadis baju putih itu. "Surat dari siapa ini, bocah.
Dan kenapa tak bicara saja." "Kami hanya utusan,277
tak berhak banyak bicara. Dan karena kau telah
menerima,surat itu maka sekarang kami pergi!"
gadis itu bergerak, memberi aba-aba kepada
teman-temannya dan tiba-tiba mereka
berkelebatan melompati tembok taman. Sekali
melayang dan turun di sana merekapun lenyap.
Bukan main cepatnya! Tapi Hwe-sin yang tentu
saja tak membiarkan ini dan mengejar tiba-tiba
meloncat dan hilang pula di balik tembok taman
itu. "Anak-anak, tunggu!"
Hwe-sin mengeluarkan Jari Apinya. Tadi
ia telah membuat lima gadis-gadis cantik itu
terpekik dan berseru kaget, kini iapun
mengeluarkan Hwe-cinya itu dan gadis baju putih
itulah yang disambar. Gadis ini agaknya
pemimpin. Dan ketika Hwe-ci lewat di antara
gadis-gadis baju hijau dan kuning untuk menuju
gadis baju putih, gadis itu berada di depan
teman-temannya maka ia yang mendengar suara
mencicit ini langsung berteriak keras dan
membalik. "Prat!"278
Hwe-ci memercik ke atas. Sinar laser itu
ditangkis dan sang Malaikat berseru pendek
melihat gadis itu terhuyung marah, tidak apa-apa
dan sudah berdiri tegak padahal dulu Pak Heng
maupun kelima iblis Ngo-mo-hengte tertembus
telapaknya, .roboh dan tewas. Dan ketika Hwcsin terkejut sementara gadis itu marah sekali,
keempat temannya berhenti dan mengepung
maka gadis baju putih itu membentak, gusar.
"Hwe-sin, jangan kira aku takut melawanmu.
Hanya karena larangan suboku maka aku tak
berani menyerangmu. Biarkan kami pergi atau
nanti kami mengamuk!"
"Hm, bagus sekali, mengamuklah. Aku
justeru. ingin tahu siapa kalian ini dan siapa subo
kalian itu. Kalian dapat menangkis Jari Apiku,
tanda kalian benar-benar lihai tapi sayang aku
tak mengijinkan kalian pergi sebelum urusan
belum jelas. Nah, katakan siapa kalian ini dan apa
artinya semua ini!"
"Baca surat itu dan kau akan tahu, tak
usah bertanya!"279
"Hmm, aku semakin tertarik, anak-anak.
Semakin kalian merahasiakan diri semakin bulat
keputusanku untuk menangkap dan membiarkan
kalian di sini. Aku tak mau membuka surat kalau
kalian tidak menerangkan siapa dan dari mana
kalian!" "Begitukah? Boleh, coba tangkap dan
kejarlah aku. Tapi maaf bahwa aku akan sedikit
melanggar larangan guruku!" dan gadis baju
putih yang kembali memutar tubuh dan bergerak
meloncat tiba-tiba meninggalkan Hwe-sin dan
lenyap di tembok yang lain. Empat gadis yang
mengepung meloncat pula karena Hwe-sin
berkelebat mengejar, membentak dan
mengincar gadis baju putih itu sebagai orang
yang paling dikehendakinya. Dan ketika Hwe-sin
tak menghiraukan empat gadis itu karena
pemimpinnya adalah gadis baju putih maka
empat gadis hijau biru dan kuning ini melepas
pukulan, juga gadis berbaju hitam. "Wuutttt!"
Empat pukulan dahsyat menyambar punggung
tokoh ini. Hwe-sin, yang tadi tak menghiraukan
lawan-lawannya mendadak terkejut dan berseru
keras. Angin amat dahsyat menghantam280
punggungnya disertai hawa dingin menggigit.
Dan ketika ia membalik dan menangkis dan
melihat empat gadis itu mendorongkan sepasang
tangan mereka dengan gerakan terbang seperti
garuda menyambar, lutut ditekuk sedikit dan
masing-masing marah kepadanya maka gadis
baju putih yang tadi lenyap dan hilang di depan
sekonyong-ko-nyong muncul lagi dan ikut
menyerangnya dengan sepasang tangan
mendorong ke depan, posisinya juga dalam
posisi meloncat di mana kedua lututnya sedikit
tertekuk. "Pai-hai-jiu (Menggempur Samodera)!"
Hwe-sin kaget dan berubah pucat.
Pukulan ini, pukulan yang amat dikenal tiba-tiba
datang menggempurnya dari dua jurusan.
Pertama dari empat gadis di belakang sementara
yang kedua adalah dari gadis baju putih itu. Dan
karena muka dan belakang digencet Pai-hai-jiu,
inilah ilmu yang dimiliki Tung-hai Sian-Li maka
Hwe-sin yang tersentak dan berubah mukanya
cepat menangkis dan menahan dengan Jari
Apinya itu. Pukulan gadis baju putih tak mungkin281
ditangkisnya, ia sudah membalik menghadapi
empat gadis di belakang. "Dess!"
Dan lima tubuh mencelat terlempar.
Hwe-sin roboh dan terduduk dan seketika sesak
napas. Untuk sejenak Malaikat ini mendelik. la
tercekik! Dan ketika di sana lima tubuh
berjungkir balik, gadis baju putih dan temantemannya membuang tolakan Malaikat Api itu
maka lima gadis ini sudah turun di tanah dan
masing-masing mengeluarkan decak kagum.
"Hebat, Hwe-sin memang luar biasa. Tapi
kita berlima tak perlu takut!"
"Benar" yang lain berseru. "la hebat, Pekcici. Tapi menghadapi kita berlima tak mungkin ia
menang!"
"Tapi subo melarang kita menyerang!"
yang lain lagi berseru.
"Tapi kalau ia berani memaksa kita lagi
inilah kesempatan kita merobohkannya!" "Hm!"
Hwe-sin bangkit berdiri, batuk-batuk. "Kalian
kiranya murid-murid Tung-hai Sian-li, anak-anak.
Bagus, aku seka-rang mengenal dan silahkan
kalian pergi. Surat ini akan kubaca!"282
"Kau tak berusaha menangkapku lagi?"
gadis baju putih .engejek, matanya bersinarsinar, marah, tapi juga kagum. "Kalau ingin
menangkap silahkan tangkap, Hwe-sin. Dan aku
tak takut kepadamu!"
"Hmm, cukup. Yang berurusan adalah
gurumu. Sarnpaikan bahwa suratnya telah
kuterima dan nanti kubaca."
"Baik," gadis itu mengangguk. "Dan
jangan lupa menemui subo kami, Hwe-sin.
Jangan melarikan diri atau coba-coba melarikan
diri dari sini!"
"Hm!" laki-laki itu tertawa, kecut. "Hwesin tak pernah melarikan diri menghadapi
siapapun, bocah. Pergilah dan sampaikan
salamku!" Gadis baju putih itu mengebutkan
lengan bajunya. Ia memberi tanda kepada
teman-temannya dan mendengus pendek,
berkelebat dan lenyap dari tempat itu dan Hwesin menarik napas dalam-dalam. Baru sekarang ia
tahu bahwa lima gadis-gadis cantik itu adalah
murid-murid Tung-hai Sian-li, musuh paling


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tangguh sekaligus orang yang amat dicintanya.283
Namun ketika ia Sejenak telah terpaku dan sadar
dari lamunannya maka surat itu dibuka dan
dengan jari gemetar ia melihat tulisan tangan
halus seorang wanita, membaca dan tak
berkejap dan ia menekan debaran hatinya yang
meningkat. Surat itu, seperti sudah diduga,
adalah surat tantangan. Isi-nya meminta agar ia
datang di Lembah
Hijau menemui wanita itu, bukan untuk
memadu kasih tentunya melainkan untuk
bertanding, menuntaskan hutang lama! Dan
ketika Hwe-sin memejamkan mata meremas
surat itu, air mata tiba-tiba menitik maka Lakilaki ini tiba-tibe mengeluh.
"Eng Siu, kau ingin membalas sakit
hatimu? Baik, aku akan datang. Aku datang
bukan untuk bertanding melainkan untuk
menyerahkan jiwaku!" dan membuka matanya
kembali menyimpan surat itu lalu laki-laki ini
memenuhi permintaan itu datang ke Lembah
Hijau.
Lembah ini adalah lembah tempat peristirahatan kaisar di luar hutan, yakni bila kaisar284
merasa lelah dan ingin mengaso setelah berburu.
Letaknya di kelokan sungai Huang-ho dengan
rumput-rumputnya yang gemuk segar, tak boleh
didatangi orang lain tanpa seijin istana. Tapi
karena Tung-hai Sian-li bukanlah wanita biasa
dan tempat itu memang tepat untuk pertemuan
mereka maka tengah malam sesuai dengan isi
surat itu Hwe-sin sudah berada di sini. Sebuah
bangunan kecil, tempat yang menjadi inti
pertemuan adalah tempat yang dipilih wanita
itu. Bangunan ini adalah rumah tanpa dinding
tapi ada seperangkat meja kursi di situ, juga
lampu kecil di mana kaisar sering duduk-duduk
sambil membaca buku. Dan karena Hwe-sin
tentu saja tak mau memperlihatkan diri,
bergerak dan menuju tempat ini secara
bersembunyi maka ia kecelik karena ia tak
melihat wanita itu di situ, juga gadis-gadis cantik
yang lihai itu. Dan ketika ia tertegun sementara
bulan sudah semakin condong ke barat,
mengintai dan menunggu namun lawan yang
dicari tak muncul juga maka ia teringat bahwa ia
diharuskan duduk di salah satu kursi yang ada di285
tempat itu, dan ia tak memenuhi permintaan ini.
"Aku akan muncul kalau kau melaksanakan
perintahku. Pertama datanglah tempat tengah
malam di Lembah Hijau dan kedua duduklah di
kursi palihg timur dari bangunan milik kaisar."
Begitulah antara lain bunyi surat itu. Dan
dia, yang sebenarnya tak ingin memperlihatkan
diri lebih dulu ternyata harus gigit jari menunggu
lawan sia-sia. Tung-hai Sian-li tak akan muncul
kalau ia justeru bersembunyi. Dengan lain kata
wanita itu tak mau dilihat dirinya lebih dulu
sebelum melihat lawan. Dan karena ia tak sabar
ingin menyelesaikan persoalan, apa boleh buat
harus muncul dan masuk lebih dulu ke bangunan
itu maka begitu duduk di kursi iapun tiba-tiba
mendengar tawa dingin.
"Hm, mau juga ke situ, Hwe-sin? Bagus,
kau suciah melaksanakan perintahku dengan
baik!"
Malaikat ini girang. Ia mengenal tawa dan
suara itu tapi begitu menoleh mendadak kursi
yang diduduki meledak! Tiga panah kecil dan
tujuh jarum-jarum merah mendadak286
menyambar dari bawah. Dan karena ia sedang
duduk sementara semua senjata-senjata gelap
itu menyambar pantatnya, juga anggauta
rahasianya maka laki-laki ini terkejut dan ketika
ia membentak menghantamkan tangan ke
bawah sekonyong-konyong lantai bangunan
amblong.
"Aih, terkutuk!"
Hwe-sin berteriak dan tak menduga. la
sungguh tak menyangka bahwa wanita
yang dicintainya itu begitu keji, juga curang. Dan
karena lantai membuka dengan cepat sementara
ia menangkis dan mengebut panah dan jarumjarum merah maka terjeblos ke bawah ia tak
sempat meloncat naik. Namun laki-laki ini adalah
pengawal pribadi kaisar yang amat lihai. ilmu
kepandaiannya sudah tinggi dan begitu ia
terjeblos begitu pula ia berjungkir balik di lubang
gelap, menangkap dua di antara tiga panah kecil
itu dan secepat kilat menusukkannya ke dinding.
Lalu begitu ia menahan panah ini dan tubuhnya
tergantung sedetik, Hwe-sin mengayun dan
panah lain digunakan untuk pijakan kakinya287
maka ia sudah menjejak dan meloncat keluar
dengan cara berjungkir balik empat kali. Dan di
situ sudah berkelebat enam bayangan susulmenyusul.
"Bagus... hebat!"
Pujian dan seruan terdengar sana-sini.
Hwe-sin telah keluar dari lubang lantai itu dan di
tepian sebelah barat berdiri lima gadis itu dan
seorang wanita berpa-kaian merah berkembangkembang, dengan satu kaki lebih pendek
dibanding yang lain, Dan ketika wanita ini
mendengus namun pandang mata kekaguman
juga tak dapat dihindarkannya, Hwe-sin
menyelamatkan diri dengan cara yang amat luar
biasa maka laki-laki itu sendiri tertegun dan
berdetak melihat wanita berbaju kembang ini,
wanita empatpuluh tujuh tahun namun yang
kecantikannya masih menonjol, dengan bibir
ditarik mengejek namun justeru itulah
kekuatannya utama. "Eng Siu...!"
Mereka berdiri berhadapan. Dua musuh
besar, dengan dihalangi lubang sumur yang
menganga gelap menjadi saksi bisu di samping288
lima gadis cantik-cantik itu. Tung-hai Sian-li,
wanita berbaju kembang ini telah berdiri di situ
dengan pandang matanya yang dingin. Bibirnya
masih semanis dulu meskipun kini agak kering.
Usia telah menggeragoti masing-masing pihak
namun masing-masing pihak tetap tak dapat
melupakan lawannya. Tung-hai Sian-li
memandang Hwe-sin dengan mata setajam
srigala betina, galak dan menggigit dan wajah
laki-laki itu dipandanginya dengan keras.
Kebencian dan dendamnya jelas memancar. Tapi
ketika Hwe-sin tiba-tiba mengeluh dan maju
dengan wajah pucat, langkah kakinya gontai dan
keringat membasahi dahi mendadak wanita ini
tertegun karena laki-laki itu sudah berlutut, air
mata bercucuran.
"Eng Siu, maafkan aku. Sudah lama
kunanti pertemuan ini. Aku tahu apa maksudmu
dan aku siap menebus dosa. Bunuhlah, kau boleh
balas sakit hatimu!"
Semua terkejut. Hwe-sin, laki-laki gagah
pengawal bayangan ini mendadak tersedu dan
memeluk kaki kiri Tung-hai Sian li. Kaki yang lebih289
pendek daripada kaki kanan itu didekap dan
diciumi. Dan ketika wanita ini tersentak
sementara gadis baju putih dan empat yang lain
tertegun, mata mereka terbelalak tiba-tiba Tunghai Sian-li yang marah dan sadar dari rasa
kagetnya itu membentak dan menendang, lutut
bergerak menghantam dagu lawan. "Hwe-sin,
apa katamu ini. Siapa sudi menerima musuh
secara cuma-cuma. Aku menginginkan nyawamu
tapi dengan cara bertanding. Berdirilah.... dukk!"
Hwe-sin terlempar. Hantaman lutut yang
mengenai dagunya itu tidaklah main-main, kuat
dan keras dan seketika gigi la-ki-laki itu
gemeratak. Kalau bukan Hwe-sin tentu rahang
itu patah! Tapi ketika Hwe-sin mengeluh pendek
dan sudah bangkit terhuyung, berlutut dan
kembali meratap di depan wanita itu maka Tunghai Sian-li benar-benar tertegun, untuk kedua
kalinya ia terkejut.
"Bagus, boleh tendang sekali lagi, Eng Siu,
dan arahkan ke ulu hatiku. Pasti mampus. Kau
tendanglah lagi dan aku pasrah kau bunuh!"290
Wanita ini terbelalak. Nama kecilnya yang
disebut-sebut membuat ia merah dan pucat
berganti-ganti. Hwe-sin memanggil nama
kecilnya dengan begitu mesra dan lembut,
menahan sakit namun laki-laki ini tak
menyalahkannya. Membalaspun tidak! Namun
ketika ia merasa malu dilihat murid-muridnya,
dan rasa malu ini menjadi rasa marah maka ia
mandur dan kaki hampir saja bergerak kembali
menendang laki-laki itu. "Hwe-sin, kau pengecut
hina. Kau laki-laki tak tahu malu. Mana
kegagahanmu dulu dan jangan harap aku mau
membunuhmu kalau kau sama sekali tak
melawan!"
"Aku memang tak melawan, dan tak akan
melawan. Aku menyadari dosa dan salahku, Eng
Siu, dan aku siap menebus dosa. Bunuhlah aku
dan cuci kebencianmu dengan darahku."
"Kau.... kau begitu pengecut? Kau berani
menghina aku seperti itu? Keparat, pantang
Tung-hai membunuh orang tak melawan, Hwesin. Jangan membuat aku marah dan benci kalau291
kau bersikap begini rendah. Mana kegagahanmu
dulu, mana kejantananmu!"
"Kau tak mau membunuhku?"
"Tidak, kalau kau tak mau melawan. Tapi
aku menuntut kegagahanmu sebagai Hwe-sin
yang perkasa dan sombong itu. Atau nanti muridmuridku yang akan membunuhmu dan kau
kupaksa melawan!"
"Hm, orang lain boleh coba membunuh
aku tapi tak mungkin aku menyerahkan
nyawaku, Eng Siu. Kecuali kau orang yang kucinta
dan yang membuat aku merana
seumur hidup. Kau boleh cabut nyawaku,
tapi jangan orang lain. Kalau kau tak mau
membunuhku maka kuanggap kau menerima
cintaku!" dan tak memperdulikan muka lawan
yang semburat merah padam Hwe-sin
mengeluarkan sesuatu dan menyerahkan
sepotong kain merah bekas robekan celana
wanita itu.
"Lihat, dan saksikan ini. Benda ini
kusimpan selama tigapuluh tahun, Eng Siu. Dan
sekali lagi ingin kunyatakan perasaan hatiku292
kepadamu, bahwa aku mencintaimu, dunia
akherat. Aku tak perlu malu kepada muridmuridmu ini karena merekapun tentu akan
mengalami apa yang dinamakan cinta.
Terimalah!"
Tung-hai Sian-li pucat. ia mundur dan
terbelalak memandang robekan kain merah itu
dan terkejutlah dia bahwa itulah potongan
celananya dulu, ketika robek tersambar Jari Api.
Dan bahwa Hwe-sin masih menyimpan itu dan
tigapuluh tahun yang lalu laki-laki itu pernah
bersumpah tak akan menyentuh atau menikah
dengan wanita lain dan robekan kain itulah yang
akan disimpannya sebagai pengganti dirinya, kini
hal itu benar-benar dibuktikan dan Hwe-sin
memang tak pernah menikah maka Tung-hai
Sian-li tiba-tiba mengeluarkan isak tertahan dan
robekankam merah itu disambarnya.
"Hwe-sin, kau tak tahu malu!"
Hwe-sin bercahaya gembira. la
membiarkan robekan kain celana itu dirampas
sementara lawan merah padam bagai kepiting
direbus. Namun begitu wanita ini melengking293
tiba-tiba dia berkelebat maju dan.... plak-plak,
terpelantinglah Hwe-sin oleh dua tamparan
keras. Hwe-sin tidak mengeluh namun ketika ia
meringis meloncat bangun Tung-hai Sian-li
berkelebat keluar dari bangunan kecil itu. Lima
muridnya, yang terhenyak namun juga merah
padam melihat semua ini mendengar bentakan
subonya bahwa Hwe-sin harus dibunuh. Gadis
baju putih dan empat yang lain tercengang.
Mereka terkejut dan baru sekarang tahu bahwa
sesungguhnya Hwe-sin mencinta subo mereka,
ditolak tapi laki-laki itu demikian teguh
mempertahankan cinta. Dan karena robekan
kain merah itu masih tetap disimpan selama
tigapuluh tahun, hal yang luar biasa maka lima
murid ini terharu dan sebagai wanita dapatlah
mereka rasakan betapa besar dan dalamnya
perasaan cinta pria ini terhadap subo mereka.
SeLama ini subo mereka tak pernah bercerita
apa-apa kecuali bahwa di dunia ini ada seorang
musuh besar yang amat menyakiti hati subonya,


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengalahkan subonya itu dan membuat subonya
cacad, pincang. Tapi begitu percakapan di antara294
dua orang itu terjadi dan mereka seketika
tertegun, permuhan itu sebenarnya ber-campur
dengan cinta sepihak di hati Hwe-sin maka
perasaan memusuhi yang semula berkobar di
hati mereka mendadak terganti oleh rasa kasihan
dan iba. Amat sulit dicari laki-Laki seperti Hwe-sin
ini. Tigapuluh tahun lebih tetap mencinta subo
mereka dan tak sekalipun goyah, padahal
biasanya lelaki adalah mahluk yang mudah
melupakan janji dan setianya sendiri terhadap
wanita. Tapi begitu subo mereka mengeluarkan
bentakan dl sana dan betapa subo mereka amat
malu dan marah, Hwe-sin bangun dan hendak
mengejar maka gadis baju putih yang bergerak
dan menghadang tiba-tiba berseru, keempat
temannya diberi tanda. Haru dan iba terpaksa
ditindas, meskipun diam-diam mereka bangga
dan kagum bahwa orang seperti Hwe-sin
mencintai subo mereka. "Hwe-sin, berhenti.
Dengar dan lihat kata-kata subo kami. Cabut
senjatamu, dan kita bertanding!" Namun Hwesin tak memperdulikan gadis baju putih ini. Ia
mendengar lengking dan isak Tung-hai Sian-li,295
mendengar betapa keluhan kuat tertahan di situ,
di dalam. Dan ketika wanita itu berkelebat dan
menghilang, menyuruh murid-muridnya
menghadang mendadak tokoh istana ini
berkelebat dan lewat di bawah ketiak gadis baju
putih itu, mendorong.
"Eng Siu, tunggu. Kenapa menyuruh
orang lain membunuhku. Kalau kau tak
menerima cintaku maka katakanlah dan kita
boleh bertanding lagi seribu jurus!"
"Keparat!" bentakan itu bukan
dikeluarkan oleh Tung-hai Sian-li melainkan oleh
gadis baju putih, Hwe-sin menginjak ujung
sepatunya dan lewat di saat ia tentu saja tak
dapat bergerak, mata kakinya diinjak. "Kau lakilaki licik, Hwe-sin. Jangan lari dan kembali!"
Namun Hwe-sin sudah lenyap pula di luar.
Dengan langkah saktinya Jit-cap-ji-poh-kun lakilaki ini mengejar Tung-hai Sian-li sambil berseru
keras. Empat gadis di kiri kanannya juga didorong
dan angin kebutan lengan bajunya membuat
empat gadis berteriak karena debu dan pasirpasir kecil berhamburan ke wajah. Tadi, ketika296
terjeblos dan masuk ke dalam lubang Hwe-sin
ditimpa pasir-pasir kecil ini, juga dan debu dan
kotoran yang melekat di pakaiannya. Maka
begitu ia bergerak dan ujung lengan bajunya
dikebutkan ke wajah empat gadis itu, sementara
gadis baju putih diinjak dan dikunci jempol
kakinya maka Hwe-sin melesat dan lima gadis itu
tentu saja kaget dan marah merasa dicekoki,
berteriak dan mengejar pula. Namun laki-laki ini
sudah menghilang. Malam yang gelap dan bulan
temaram di atas sa-na tak cukup dipakai
pegangan, apalagi untuk mengejar orang seperti
Hwe-sin. Tapi ketika di luar lembah terdengar
lengkingan dan itulah suara guru mereka, Hwe
sin tentu ke sana dan ke situ pula mereka
mengejar maka tampaklah bayangan laki-laki itu
memaggil-manggil subo mereka.
"Eng Siu, tunggu. Jawab dulu
pertanyaanku apakah kau menerima atau masih
menolak cintaku. Kalau kau menolak maka aku
sedia bertanding, tapi kalau kau menerima maka
ampunilah semua kesalahanku yang dulu dan
kau boleh bunuh aku!" Gila, lima gadis di297
belakang bergumam penasaran. Mana ada orang
membunuh orang yang dicintaya kalau cinta itu
diterima? Dan Hwe-sin berulang-ulang
menyerukan itu. Mereka tak tahu bahwa orangorang kang-ouw seperti Hwe-sin dan guru
mereka ini dapat melakukan apa saja yang anehaneh. Tak tahu bahwa sebenarnya guru mereka
itupun amat mengagumi dan mau menerima
cinta Malaikat Api ini, kalau saja dulu Malaikat itu
tak melukai dan membuat cacad Tung-hai Sian-li.
Dan karena wanita ini amat marah dan terhina
oleh cacadnya, terutama oleh kekalahan-nya
dulu karena sesungguhnya Tung-hai Sian-li
adalah wanita yang keras hati dan keras kepala,
tak mau kalah kepada siapa pun termasuk lakilaki itu maka kekerasan kepala dan hatinya ini
menimbulkan peristiwa seperti itu, dendam dan
memusuhi yang sebenarnya dicinta itu dan
tigapuluh tahun terkenang Hwe-sin adalah
siksaan yang hebat juga. Baru Malaikat Api itulah
yang mampu mengalahkannya dan
kekalahannya itu sebenarnya menimbulkan rasa
kagum yang hebat. Cinta memang timbul dari298
rasa kagum atau senang dulu. Dan ketika Hwe-sin
terus mengejar dan gerak langkah Jit-cap-ji-pohkun memang gerak langkah sakti, Tung-hai Sianli sudah coba untuk jauh meninggalkan lawan
namun sedikit tetapi pasti Hwe-sin menyusulnva
juga, wanita ini kaget dan marah maka tepat di
luar lembah Hwe-sin ada di belakangnya dalam
jarak semeter saja. Suara "set-set" dari langkah
laki-laki itu memang mengagumkan.
"Eng Siu, tunggu. Jawab dulu
pertanyaanku!"
Wanita itu memekik. Hwe-sin
mengulurkan lengan dan menangkap
pundaknya. Dalam jarak sedekat itu tak mungkin
dia berkelit. Maka memekik dan membentak
marah tiba-tiba wanita inipun membalik dan
keluarlah pukulannya yang dahsyat. "Dukk!"
Mereka sarna-sama terpental. Hwe-sin gagal
menangkap lawannya sementara wa.nita itu
terlempar berjungkir balik di depan. Tapi begitu
melayang turun dan ber-hadapan kembali Tunghai Sian-li melengking, bayangan muridmuridnya muncul. "Pek Lian, bagaimana299
tugasmu merobohkan musuh. Masa aku harus
turun ta-ngan dulu!"
"Maaf," gadis baju putih itu berseru. "Dia
menginjak jempol kakiku, subo, licik menyelinap
di bawah ketiak. Teecu mengejar tapi dia keburu
lolos!"
"Dan Hwe-sin mengebutkan debu-debu
pakaiannya ke muka kami," empat yang lain
berseru, juga berkelebatan datang. "Dia licik
berbuat curang, subo. Tapi sekarang kami akan
memberinya pelajaran kalau kau
menyerahkannya kepada kami!" Lima gadis itu
susul-menyusul menyerang Hwe-sin. Mereka
sekarang dapat mengejar setelah subo mereka
menangkis, dua-duanya terpental dan itulah
kesempatan mereka menyusul. Dan ketika
bentakan subonya menandakan rasa marah
kelima-nya bergerak dan menyerang Hwe -sin
maka Malaikat Api itu sudah dikepung dan
bertubi-tubi mendapat pukulan. "Plak-plakplakk!" Hwe-sin tergetar dan terhuyung-huyung
Lima gadis itu hebat benar karena gabungan
tenaga mereka tak kalah dengan Tung-hai Sian-li300
sendiri. Dan ketika mereka bergerak kembali dan
berkeleoatan dari kiri kanan, mencegat dan
mendahului laki-itu agar tak mengejar subonya
maka Hwe-sin terbelalak dan berkelit serta
menangkis, tergetar dan terhuyung lagi dan
,seianjutnya lima gadis itu bertubi-tubi
imendesaknya. Pukulan dan tamparan silih
'berganti. Dan ketika di sana Tung-hai mendesis
dan tertawa mengejek, menonton bertolak
pinggang maka Hwe-sin tak sempat mendekati
lagi dan hanya berteriak. "Eng Siu, bagaimana
jawabanmu. Apakah kau menerima cintaku atau
tidak!" "Tak usah banyak mulut," wanita itu
menghardik. "Kau kalahkan dulu murid-muridku, Hwe-sin. Baru setelah itu bicara!"
"Ah, jadi kau menerimanya?" Malaikat itu
tertawa, girang. "Bagus, kalau begitu aku akan
merobohkan murid-muridmu, Eng Siu. Dan
setelah itu aku mendekatimu!" dan melengking
menunjukkan kegembiraan hati yang sangat,
membentak dan melakukan langkah-langkah
saktinya tiba-tiba lelaki ini maju mundur di
antara pukulan-pukulan lawan dan Pek Lian serta301
keempat temannya terkejut karena dengan
gerak-gerak yang aneh Hwe-sin mulai mengikuti
gerakan mereka dan membalas. Jari Api juga
mencicit dan begitu menyambar gadis ini dan
keempat yang lain berteriak. Hwe-sin tertawa
dan kini membiarkan diri dipukul di mana
kemudian jarinyapun bergerak dengan telunjuk
menusuk. Dan karena Hwe-kang atau Tenaga Api
telah melindungi laki-laki itu sementara Hwe-ci
menyambar bagai cahaya laser, kuat dan panas
maka gadis baju putih dan empat temannya
kelabakan. Mereka tiba-tiba berantakan, pecah.
"Mainkan. Pek-hong-ko.-jit. Gunakan tangan kiri
kalian untuk menyerang dengan Pai-hai-jiu!"
Bentakan itu adalah seruan Tung-hai
Sian-li. Wanita ini terkejut melihat kelima muridmuridnya tiba-tiba berantakan. Pukulan dan
tamparan mereka mental bertemu tubuh lakilaki itu, Hwe-sin terlindung oleh Tenaga Apinya.
Tapi begitu gadis baju putih dan empat yang lain
melengking dan merobah gerakan, mereka
mengepretkan tangan kanan sementara tangan
kiri melakukan dorongan dengan Pai-hai-jiu,302
tangan kanan mereka itu mengeluarkan sinar
warna-warni menghantam ke depan maka Hwesin terkejut karena Jari Apinya ditembus oleh
tujuh sinar di tangan kanan lima gadis itu.
"Prat-prat!"
Hwe-sin tergetar dan hampir roboh.
Tujuh sinar itu menembus Jari Apinya dan
hebatnya mereka itu terus menusuk dan
menghantam dirinya. Jari Api yang tajam dan
kuat ternyata mampu dicoblos tujuh sinar warnawarni ini, Hwe-sin terkejut dan berseru keras.
Dan ketika ia mendoyongkan tubuh ke belakang,
kaget dan bertahan namun kalah kuat hingga
nyaris punggungnya menyentuh tanah maka lakilaki itu melempar tubuh bergulingan dan Pekhong-koan-jit atau Bianglala Menembus
Matahari meledak di tanah.
"Dar-darr!"
Hwe-sin kaget bukan main. Ia meloncat
bangun di sana dan Tung-hai terkekeh. Wajah
wanita itu berseri-seri dan lima gadis muridnya
berseru gembira. Mereka berhasil mengejutkan
lawan dan Hwe-ci atau Jari Api yang dimiliki Hwe-303
sin tertembus. Itu kemajuan besar! Dan karena
baru sekarang Hwe-sin melihat ilmu itu, Tung-hai
Sian-li rupanya mencipta ilmu baru maka wanita
itu berseru mengejek, Hwe-sin memang tidak
menyangka.
"Hi-hik, lihat dan buktikan. Jangan
sombong dengan Jari Apimu, Hwe-sin. Aku
ternyata mampu menumbangkan Hwe-cimu
dengan ilmuku yang baru. Dan Kau akan roboh
menghadapi murid-muridku!"
Kegagahan laki-laki ini tiba-tiba bangkit.
Ia terbakar dan panas oleh kata-kata itu, Pekhong-koan-jit memang mengejutkannya. Tapi
karena ia adalah tokoh kawakan dan Jit-cap-jipoh-kunnya adalah juga ilmu baru, tadi Tung-hai
Sian-li dibuat terkejut dengan langkah-langkah
saktinya ini maka pengawal sakti itu berseru,
mata terbelalak,
"Eng Siu, ilmu barumu memang hebat.
Tapi aku belum roboh, apalagi hanya anak-anak
muridmu. Kalau mereka dapat mengalahkan aku
biarlah kupotong leherku di depan mereka!"304
Lima gadis itu terkejut. Mereka panas dan
marah mendengar ini. Kata-kata itu jelas
menunjukkan watak tinggi hati Malaikat Api ini,
mungkin karena mereka dianggap kanak-kanak!
Dan ketika gadis baju putih membentak dan
melengking lagi, petunjuk atau seruan subo
mereka tadi membawa hasil maka ia berkelebat
dan empat temannya yang lain juga maju
menerjang. Mereka terhina oleh kata-kata ini
dan tangan kanan kembali bergerak dengan
sambaran Pek-hong-koan-jit, tangan kiri tetap
melakukan pukulan Pai-hai-jiu. Tapi begitu Hwesin mengelak den langkah saktinya dikeluarkan
maka... wut-wut, serangan merekapun mengenai
tempat kosong. Hwee asin telah berpindah dan
beralih tempat dengan amat cepatnya.
"Ha-ha!" Malaikat itu berseru. "Lihat, Eng
Siu. Mana murid-muridmu dapat merobohkan
aku. Menyentuh bajuku saja sekarang tidak, lihat


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan buktikan!"
Tung-hai Sian-li terbelalak. Pek-hongkoan-jit yang tadi dapat mengejutkan laki-laki ini
ternyata sekarang tak dapat mengenai tubuhnya305
lagi karena dengan lang-kah-langkah cepat lakilaki itu menyelamatkan diri. Hasil mengagetkan
yang tadi membuat Hwe-sin tersentak sudah tak
mau diulang lagi. Hwe-sin tak mau menerima
sambaran Pek-hong-koan-jit dengan Jari Apinya.
Dan karena laki-laki itu sudah menyelinap dan
bergerak ke sana ke mari dengan amat lincah dan
cepat, ujung kakinya menotol sana-sini seperti
bola yang mental-mental maka ketika lima gadis
itu menjadi penasaran maka dari belakang atau
samping Hwe-sin melancarkan tudingan apinya
itu. "Cret-cret!" Dan baju gadis berpakaian hitam
terbakar. Gadis itu berteriak tapi Hwe-sin sudah
bergerak ke tempat lainnya lagi menusuk dan
menuding gadis berbaju kuning.
Dan ketika gadis ini juga berteriak karena,
menjadi sasaran Jari Api maka menusuk dan
menuding lagi gadis-gadis yang lain, membuat
mereka sibuk dan .selanjutnya Malaikat Api ini
mempermainkan mereka dengan tusukan Hweciriya. Pek-hong-koan-jit yang berbahaya itu,
selalu dielaknya dengan langkah sakti poh-kun.
Dan karena langkah ini memang luar biasa dan306
lima gadis itu kalah pengalaman maka Hwe-sin
yang berkelebetan di antara mereka malah
menjadi pihak penyerang yang agresip,
berbahaya. Dan akibatnya tentu saja Tung-hai
Sian-li marah besar!
"Keparat!" wanita itu memekik. "Kalian
bodoh dan tak berguna, Pek Lian. Tolol sekali.
Jangan dikacau oleh Jari Api itu dan satukan
konsentrasi kepada Pek-hong-koan-jit!"
"Ha-ha, sebaiknya kau saja yang maju,"
Hwe-sin tertawa. "Mereka masih anak-anak, Eng
Siu. Diperintahpun tak mungkin mengerti. Ayo,
majulah. Kau telah memiliki ilmu baru dan aku
gatal tangan untuk merasakannya langsung!"
Wanita ini mendelik. Ia melihat muridmuridnya kelabakan karena Hwe-sin bergerak
dengan langkah saktinya itu. Pek-hong-koan-jit
tak dapat dilancarkan kalau laki-laki itu selalu
mendahului. Dan karena Jari Api selalu
menggigit, kulit atau daging mereka tak sampai
terbakar tapi pakaian yang menjadi korban, lima
gadis itu telah memiliki kekebalan yang cukup
dari sinkang yang tinggi maka Hwe-sin yang307
diam-diam kagum dan gembira menghadapi
gadis-gadis itu sesungguhnya mengakui bahwa
tanpa akal atau kecerdikan tak mungkin dia
menang. Gabungan tenaga lima gadis ini di atas
Tung-hai Sian-li sendiri, apalagi kalau mereka
melancarkan Pek-hong-koan-jit itu, tujuh sinar
warna-warni yang mampu menembus Jari
Apinya. Dan karena Pek-hong-koan-jit selalu
dihindari dan dengan langkah-langkah saktinya
dia selalu bergerak di samping atau belakang
gadis-gadis itu maka dengan leluasa ia berhasil
"menggigitkan" jari saktinya itu, sayang tak
sampai merobohkan karena gadis-gadis itu
dilindungi sinkangnya yang hebat, meskipun
cukup mengganggu dan akibatnya lima gadis itu
kelabakan memadamkan baju mereka yang
terbakar. Dan ketika teriakan atau bentakan
Tung-hai Sian-li tak dapat dikerjakan muridmuridnya, Hwe-sin dengan licik mendahului
menyelinap ke sana-sini maka tawa Malaikat itu
agar Sian-li maju sendiri membuat wanita itu
terbakar.308
"Percuma, murid-muridmu belum
pengalaman. Kepandaian mereka memang tinggi
namun pengalaman mereka amatlah rendah.
Kau saja yang maju dan kita bertanding lagi
seribu jurus!"
"Baik!" Tung-hai Sian-li akhirnya
mengibaskan lengan bajunya. "Mundur kalian,
anak-anak. Jaga sekitar tempat ini agar tak ada
orang lain membantu.... tak!" dan ujung lengan
baju yang meledak mendahului wanita itu tibatiba meletupkan sinar berwarna-warni
menyambar Hwe-sin. Saat itu pengawal kaisar ini
ada di belakang gadis baju hijau dan Hwe-sin
menudingkan Jari Apinya ke leher lawan. Gadis
itu berjengit dan memaki-maki, membalik dan
melepas Pek-hong-koan-jit namun Hwe-sin
sudah berpindah ke tempat lain. Langkah
saktinya itu memungkinkan laki-laki ini bergerak
dan ujung kakinya yang begitu lincah dan
menotol ke sana-sini membuat lima gadis itu
kewalahan. Mereka kalah cepat dan inilah yang
membuat penasaran, meskipun mereka diamdiam kagum dan terbelalak oleh kelincahan309
gerak laki-laki ini. Dan ketika Hwe-sin menuding
lagi gadis yang lain untuk akhirnya kembali ke
gadis baju hijau, saat itulah Tung-hai Sian-li
berkelebat marah maka letupan sinar berbahaya
dari ujung lengan bajunya itu menyambar Hwesin, mendahului gerakannya ke depan.
"Plak!"
Dan Hwe-sinpun terpelanting. Laki-laki ini
mengeluh tapi secepat itu ia bergulingan
meloncat bangun. Lima gadis di depan-nya
berlompatan mundur dan kini majulah Tung-hai
Sian-li mengejar lawan. Dan ketika Hwe-sin
disambar pukulan itu lagi sementara tangan kiri
wanita itu bergerak melepas Pai-hai-jiu, pukulan
inilah yang dulu dikalahkan Jari Api maka Hwe-sin
terpekik karena tangan kanan wanita itu tiba-tiba
mendahului tangan kiri menghantam
tengkuknya.
"Plakk!"
Hwe-sin terpaksa menggerakkan
tangannya pula. Hwe-ci, tusukan Jari Apinva, dilempar dan dikerahkan ke depan. Dua pukulan
itu disambut dua tangannya pula karena inilah310
satu-satunya jalan. la tak akan dapat meloncat
bangun kalau wanita itu tak didorong atau
disuruh mundur. Dan maklum bahwa tigapuluh
tahun ini tentu masing-masing pihak meningkat
tenaga saktinya, tadi segebrakan mereka sudah
saling merasakan maka menyambut dan
menerima dua pukulan ini Hwe-sin ingin
mencoba sekali lagi. Dan kagetlah pengawal
bayangan ini. Tangan kanan Tung-hai Sian-li yang
mengeluarkan tujuh sinar bianglala itu melekat
dan tembus memasuki Jari Apinya, seperti bor
menyelinap di sebatang kayu bulat. Tapi karena
sinkang wanita ini ternyata tak .sekuat gabungan
lima murid-nva, hal inilah yang sedikit
meringankan Hwe-sin maka tangan kiri wanita
itu yang diterima dengan tangan kanannya
justeru Membuat Tung-hai Sian-li tertembus
dan. kemasukan Jari Api. Pai-hai-jiu, Pukulan
Menggempur Samodera ternyata adalah pukulan
berhawa dingin. Sejenak Hwe-sin merasa
direndam sebongkah es beku namun berkat
pengalamannya dulu dia mampu bertahan,311
menambah tenaga dan ternyata tangan kiri
wanita ini berhasil didesak. Sedikit tetapi pasti
Hwe-cinya menembus lawan. Tapi karena di lain
pihak ia juga ditembus Pek-hong-koan-jit dan
Hwe-cinya terdesak, masing-masing ternyata
memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri
maka ketika masing-masing terbelalak dan
mengeluh maka... cess, dua pihak melepaskan
diri ,dan sama-sama melempar tubuh
bergulingan,
"Bress!"
Hwe-sin maupun lawannya menahan
sesak di dada. Mereka sudah meloncat bangun
namun masing-masing sama gemetar. Hwe-sin
terkejut dan juga kagum karena lawan meningkat
pesat. Sekarang wanita ini sudah mampu
menandinginya. Tung-hai Sian-li sudah setingkat
dengannya. Dan ketika ia tertawa bergelak
namun batuk-batuk, Tung-hai Sian-Li mendengus
dan berkelebat maju maka wanita itu menerjang
dan menyerangnya lagi.
"Hwe-sin, tak usah tertawa. Kau sekarang
tak mungkin mengalahkan aku !"312
"Ha-ha, justeru itu. Aku kagum dan
bangga kepadamu, Eng Siu. Kau sekarang hebat
dan Pek-hong-koan-jitmu luar biasa sekali. Tapi
aku memiliki Jit-cap-ji-poh-kun, coba kau
robohkan aku dan lihat apakah kau pun mampu
mengalahkan aku!"
Dua orang itu sudah bertanding. Hwe-sin
sudah bergerak dan mengelak cepat begitu
lawan menyerang. Langkah saktinya Jit-cap-jipoh-kun dipergunakan dan terbeliaklah lawan
melihat gerak kaki yang cepat itu. Dan karena
Tung-hai Sian-li memiliki kaki yang cacad di mana
kaki kirinya pendek dibanding kaki kanan, ia
marah dan terkejut karena Hwe-sin tampaknya
bergerak lebin cepat daripada tadi maka loloslah
laki-laki itu dari sergapan-sergapan Pek-hongkoan-jitnya, karena kini pukulan Pai-hai-jiu
disimpan dan hanya dalam kesempatan bagus
dipakai untuk merobohkan lawannya ini. Dan
karena cacadnya kaki itu benar-benar
mengganggu, wanita ini marah dan melengkinglengking maka Pek-hong-koan-jit atau Bianglala
Menembus Matahari itu meledak dan313
menyambar-nyambar di belakang tubuh Hwesin. "Des-dess!"
Batu dan pasir berhamburan. Hwe-sin,
yang merasakan dan sudah tahu kelebihan lawan
tak mau menangkis atau menyambut. Dengan
langkah kakinya ia menghindar dan dari belakang
atau samping ia membalas. Dan ketika Jari Api
atau Hwe-ci menusuk dan mengenai lawannya,
Tung-hai Sian-li berteriak namun cepat mengusp
sana-sini maka seluruh pakaian wanita itu tibatiba sudah dibalut dan minyak atau semacam
cairan licin membungkus wanita ini dari jari api
lawan.
"Ha-ha, cerdik, hebat!" Hwe-sin tergelak
dan memuji,serangannya pun gagal. "Kau pintar
dan cerdik, Eng Siu. Kalau dulu kau seperti ini tak
mungkin Jari Api-ku melukaimu. Aih, kau wanita
luar biasa. Minyak siluman apa yang kau
pergunakan itu!"
"Tak usah banyak cakap. Aku akan
merobohkanmu, Hwe-sin. Dan satu kebanggaan
bagiku dapat mengalahkanmu!"314
Dua orang itu bertanding lagi. Hwe-sin
tertawa bergelak mendengar kata-kata lawannya
ini sementara lawan gemas melihat sikapnya.
Tung-hai Sian-li sudah memiliki keunggulan
namun Hwe-sin memiliki kelebihannya yang lain,
yakni langkah sakti Jit-cap-ji-poh-kun itu. Dan
karena Pek-hong-koan-jit selalu dielak dan tak
pernah mengenai sasaran, Tung-hai Sian-li
gemas memaki-maki lawannya ini maka Hwe-sin
juga sia-sia menusukkan Jari Apinya karena
dengan kekebalannya dan minyak yang
melumuri tubuhnya itu wanita ini tak terbakar.
Murid-muridnya terbelalak dan satu sama lain
mulai berbisik-bisik. Dan ketika pertandingan
meningkat tajam namun Hwe-sin maupun lawan
sama-sama tak dapat merobohkan, Malaikat Api
ini kagum dan bercahaya mukanya maka malam
mulai beringsut dan perlahan tetapi pasti
matahari mulai menerangi tanah. Kegelapan
terusir secara lembut dan Lembah Hijaupun
membuka diri. Warna-warna hitam terganti
warna-warna hijau dan daun atau rumputrumput segar bermandi embun. Mereka semakin315
berkilau-kilauan bermandi cahaya yang
menyaput permukaan lembah. Elok dan
mempesona. Namun ketika pertandingan masih
terus berjalan dan kini pohon atau barak-barak
kecil mulai roboh, di sekeliling bangunan utama
terdapat bangunan kecil dari barak-barak
sederhana maka Tung-hai penasaran sekali tak
dapat merobohkan lawan.
"Hwe-sin, jangan berlarian seperti
pengecut. Terimalah, dan sambut pukulanku!"
"Ha-ha, aku tak berniat mengadu jiwa. Ini
pertandingan untuk melihat siapa yang unggul di
antara kita. Eh, kau dan aku sekarang sama, Eng
Siu. Kau sudah mampu menyamai tingkatku dan
kita berimbang. Kau dan aku tak mungkin
menang atau kalah." "Omongan busuk! Siapa
bilang begitu? Kalau kau berani menyambut Pek

Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hong-koan-jitku maka aku yang unggul, Hwe-sin.
Tapi kau pengecut, selalu menghindar dan tak
berani menerima!"
"Ha-ha, itu benar, tapi juga salah. Kalau
aku menerima berarti kita mengadu jiwa, dan
aku mungkin akan tewas lebih dulu tapi kaupun316
tak mungkin selamat. Tidak, aku tak
menghendaki begitu, Eng Siu. Kalau kau ingin
nyawaku maka tanpa bertandingpun pasti
kuserahkan. Tapi kalau kita jujur mengukur
kepandaian maka inilah hasilnya, kau dan aku
sama!"
Dewi Laut Timur melengking. Inilah yang
tak membuatnya puas karena tiga puluh tahun
sudah ia berlatih keras. Keinginannya hanya satu,
menang dan mengalahkan lawannya itu. Dan
karena tentu saja ia tak mau menerima kematian
lawan secara cuma-cuma, ia ingin gagah
merobohkan lawannya itu maka tiba-tiba Tunghai Sian-li yang keras hati dan keras kemauan ini
membentak.
"Hwe-sin, aku masih mempunyai
kepandaian lain. Siapkah kau menerimanya dan
beranikah kau menerimanya!"
"Ha-ha, kepandaian lain? Tak kulihat
kepandaianmu itu, Eng Siu, tapi kalau ada tentu
saja boleh kau keluarkan. Aku ingin tahu dan
tentu saja berani menerimanya!"
"Sungguh?"317
"Aku tak bohong "
"Baik!" baru saja ucapan itu selesai di
tengah jalan mendadak Tung-hai Sian-li
menggedruk kakinya tiga kali di tanah. Wanita ini
mengeluarkan seruan panjang dan kedua
tanganpun diledakkan dengan kuat. Dan ketika
asap merah pecah di udara, bergulung tebal
mendadak wanita ini memekik.
"Hwe-sin, kau menghadapi seribu Tunghai Sian-li!"
Kaget sekali laki-laki ini. Tung-hai Sian-li,
wanita yang dicintanya itu tiba-tiba meledakkan
ilmu sihir dengan menggetarkan Lembah Hijau.
Suara nyaring yang keluar dari tepukannya tadi
membuat roboh sebatang pohon di sebelah
kirinya. Dan ketika pohon itu berdebum
sementara gulungan asap merah menebal dan
pecah, menyambar dirinya maka dari delapan
penjuru muncullah seribu Tung-hai Sian-li yang
lain yang sama-sama menyerangnya.
"Aiihhhh...!" Hwe-sin mengeluarkan teriakan
atau pekik panjang. Selama ini, tiga puluh tahun
yang lalu, Tung-hai Sian-li tak dilihatnya318
mernpunyai sihir. Wanita itu melulu
berkepandaian silat bukannva sihir. Tapi begitu
diserang dan maklum bahwa inilah ilmu sihir
berbahaya, ia tak tahu di mana Tung-hai Sian-li
yang sejati maka Hwe-sin mengebutkan lengan
bajunya dan dari ujung lengan baju ini tiba-tiba
meluncur benang-benang putih seperti jala, jala
laba-laba.
"Rrt-rrrttt!"
Seribu Tung-hai Sian-li terperangkap dan
masuk ke sini. Hwe-sin sendiri cepat menghilang
karena sekali tertangkap tentu ia tak lepas lagi.
Tung-hai Sian-li yang asli dapat menyerangnya
dari tempat yang berbeda. Dan ketika sihir
dibalas sihir dan itulah jala sihirnya yang sakti,
dikebut dan keluar maka seribu Tung-hai Sian-li
masuk dan terjebak di sini. Teriakan keras
terdengar dari luar dan asap merah itu buyar.
Sebagai gantinya berjatuhanlah daun-daun
kering yang tercipta dari sihir wanita itu. Dan
ketika Tung-hai Sian-li gagal namun menyerang
lagi, melepas Pek-hong-koan-jitnya maka ketika
Hwe-sin mengelak iapun menggedruk dan319
meledak-kan sihirnya lagi. Hwe-sin tertegun
karena dua kali lawannya melakukan hal yang
sama. Dan ketika ia mengeluarkan jala sihirnya
dan menghancurkan sihir lawan maka terdengar
tawa terkekeh-kekeh dan seorang kakek-kakek
berhidung bengkung muncul di situ. "Heh-heh,
tak mungkin menang kalau tak mengikat
kelingking kirinya. Kau keras kepala dan tak
menurut nasihatku, Sian-li. Biarlah kubantu dan
sekarang robohkan lawanmu!"
Hwe-sin terkejut. la sedang mengelak dari
Pek-hong-koan-jit ketika tiba-tiba dari belakang
kiri menyambar seekor ular kecil. Ular ini panjang
dan sepintas seperti tali merah kuning. Iapun
tadinya mengira tali tapi begitu dekat segera ia
melihat kepala ular dengan matanya yang kecil
merah itu, bulat. Ular ini menyambar cepat dan
tahu-tahu menuju kelingkingnya. Dan ketika ia
kaget bahwa itulah kunci lumpuhnya sihir, ia
sudah tersentak mendengar dan melihat
kedatangan kakek berhidung bengkung itu maka
ia mengelak namun ekor ular menyabet dan
tepat sekali mengenai ujung kelingkingnya. Dan320
ketika ia terkejut dan saat itu Tung-hai Sian-li
berkelebat dan menyerangnya lagi maka kakek
itu menggerakkan ular kedua menyambar
keliingking kanannya pula.
"Curang!"
Hwe-sin pucat dan berseru keras. Ular
pertama sudah melilit dan mengunci kelingking
kirinya. Dan ketika ular kedua juga menyambar
kelingking kanan sementara Tung-hai Sian-li
menyerangnya dengan Pek-hong-koan-jit, ia
merasa setengah dari kekuatannya sudah
berkurang maka Hwe-sin tak sempat mengelak
dan serangan ular kedua ini dan menangkis
serangan Tung-hai Sian-li.
"Pratt!"
Sinar bianglala itu menembus Jari Apinya.
Hwe-sin terjengkang dan seketika mengeluh.
Ular kedua sudah membelit dan mengunci
kelingking kanannya pula di mana tenaga sakti
laki-laki ini macet. Hwe-sin terkena serangan
Pek-hong-koan-jit cian langsung terbanting. Dan
karena Tung-hai Sian-li menyerangnya sungguhsungguh sementara kehadiran kakek itu tak321
diduga, Hwe-sin tak tahu siapa kakek ini namun
tahu bahwa kakek itu amat berbahaya terbukti
dapat Mengetahui kunci kelemahan sihirnya
maka kakek itu tiba-tiba terkekeh mengejutkan
dan kakinya secepat kilat bergerak ke arah Hwesin. Seutas tali hitam telah berada di tangannya
menebas leher Hwe-sin,mendesing. "Sekarang ia
harus dibunuh!"
*** Koleksi Kolektor E- Book322
PUTERI ES
(Lanjutan "Rajawali Merah")
Karya: Batara
Jilid VI
* * * BUKAN hanya lima gdis di sana yang
terkejut. Tung-hai Sian Li yang telah merobohkan
dan siap memperoleh kemenangan tiba-tiba juga
kaget sekali oleh tali hitam di tangan kakek
berhidung bengkung itu. Gerak dan kecepatan
tali itu luar biasa sekali, tak mungkin Hwe-sin
mengelak. Tapi membentak dan berseru keras
tiba-tiba wanita ini berkelebat ke depan melepas
Pek-hong-koan-jitnya, menangkis serangan maut
itu. "Dhiran, jangan bunuh dia!"
Tali hitam bertemu tujuh sinar Pek-hongkoan-jit. Kakek renta terkejut karena talinya
mental, dihembus atau disambar pukulan jarak323
jauh itu. Namun karena serangan sudah dekat
dan ujung talinya tetap saja mengenai kulit leher
Hwe-sin, menusuk dan melukai bagai pedang
maka tokoh istana itu mengeluh dan darahpun
muncrat bagai tikaman pedang tulen, selamat
tapi terluka dan Tung-hai Sian-li telah berdiri di
sini. Wanita itu pucat tapi lega melihat ini dan
Hwe-sinpun terhuyung meloncat bangun. Dia
telah diselamatkan lawannya namun kepedihan
besar membayang di wajah Malaikat itu, Hwe-sin
terbelalak dan memandang kakek renta dengan
sinar mata menusuk. Dia lebih terpukul oleh
kehadiran kakek ini daripada lukanya di leher.
Dan ketika dia gemetar dan menuding kakek itu,
bertanya kepada Dewi Laut Timur maka Tung-hai
Sian-li menarik napas dalam-dalam sebelum
menjawab.
"Dia sahabatku, Dhiran Sing, orang yang
selama tigapuluh tahun ini menemani dan
menghiburku. Dia tahu sakit hatiku kepadamu,
Hwe-sin, tapi bukan maksudku untuk berlaku
curang. Aku... kau..., luka-mu harus diobati. Tali
itu mengandung racun!"324
Wanita ini bergerak dan tahu-tahu sudah
memegang leher lawannya, merobek bajunya
sendiri dan tanpa ragu-ragu membalut dan
menorehkan obat penawar ke luka itu. Hwe-sin
tertegun dan kaget, Tung-hai Sian-li tiba-tiba
bersikap begitu mesra kepadanya. Mata wanita
itu berlinang! Tapi ketika dia memandang kakek
renta itu dan teringat betapa selama ini orang
yang dicintanya bergaul dengan ka-kek itu, kakek
yang hampir saja merenggut nyawanya
mendadak Hwe-sin meronta dan mundur
melepaskan diri, obat di luka-nya dicabut dan
dibuang!
"Eng Siu, kau.... kau tigapuluh tahun ini
berdua dengan kakek jahanam itu Kau...kalian,
ah.... sudah selalu bersama-sama? Oohhh... haha!" Hwe-sin tiba-tiba tertawa bergelak.
"Alangkah bodohnya aku, Eng Siu, alangkah
tololnya! Ah, sia-sia aku mencintaimu dan
sekarang jahanam tua bangka itu melukaiku.
Keparat! Aku boleh mati di tanganmu, Eng Siu,
tapi bukan oleh orang lain, apalagi yang curang
membokongku. Aku tak terima!" dan325
membentak melengking dahsyat tiba-tiba Hwesin meloncat dan menubruk kakek ini.
Kekecewaan dan marahnya tiba-tiba meledak,
darahnya mendidih! Dan karena dua ekor ular di
tangannya sudah dibuang dan dicabut Tung-hai
Sian-li, dia tadi tak sempat berbuat apa-apa
karena tertegun dan menjublak memandang
kakek tua itu maka sekarang menerjang dan
menghantam kakek itu dengan pukulan Apinya
dia seolah orang kesetanan. Namun Kakek ini
terkekeh. Dhiran Sing, kakek India itu, sejenak
tertegun dan melotot melihat adegan tadi,
betapa Tung-hai Sian-li mengobati dan
membalut luka Hwe-sin dengan mesra. Tapi
begitu dia diserang dan pukulan dahsyat
menyambarnya mendadak kakek ini
merendahkan tubuh dan tali hitam yang masih
dipegangnya itu meledak menangkis pukulan
Hwe-sin.
"Tas!" dan... Hwe-sin terpelanting. Tokoh
istana ini mengeluh karena tiba-tiba dia merasa
tali hitam di tangan lawannya itu menyambutnya
amat hebat, membuat dia terbanting namun laki-326
laki gagah ini melompat bangun lagi. menyerang
dan segera kakek itu maju mundur berkelit dan
menangkis. Dan ketika pertandingan berjalan
seru karena Hwe-sin mengejar dan bagai orang
kesetanan, tak perduli kepada rasa panas dan
pedih di leher yang disertai rasa kejang-kejang
maka tampak bahwa pengawal kaisar ini
memaksa diri. Dia tak pernah mampu
mendaratkan serangannya sementara tali hitam
di tangan kakek itu meledak-ledak menyambar
tubuhnya. Setiap kali kena tentu membuat luka
matang biru, bahkan membuat kulit dan daging
kehitaman karena racun di tali hitam itu bekerja
dengan amat kejamnya. Dan ketika Hwe-sin
melotot sementara Tung-hai Sian-li terbelalak
ngeri, Dhiran Sing mulai mencambuki lawannya
sambil terkekeh-kekeh akhirnya Tung-hai Sian-li
tak kuat dan berseru maju, kembali berkelebat.
"Dhiran Sing, hentikan seranganmu. Atau
nanti aku membunuhmu!"
"Eh, ha-ha...! Kau mencinta juga laki-laki
ini, Tung-hai Sian-li? Mana janjimu kepadaku?
Ah, aku hanya mernbela diri. Dialah yang327
menyerang dan menubrukku bagai harimau
kelaparan. Lihat dia menyerangku lagi.... dess!"
Cambuk menghajar muka Hwe-sin,
menimbulkan gurat memanjang dan kakek itu
mengelak dari terkaman lawan yang bagai gila.
Hwe-sin menggeram dan jatuh bangun
menyerang kakek itu padahal dia tak pernah


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mampu. Racun di leher membuat uratnya tegang
dan justeru ini mencelakakan laki-laki gagah itu
sendiri. Kian dia mengamuk kian cepat racun
bekerja di dalam tubuhnya. Dan ketika semua itu
masih ditambah oleh guratan-guratan cambuk di
seluruh tubuhnya, racun di tali hitam masuk dan
merembes mengganggu tubuh Hwe-sin maka
tampaklah laki-laki ini sekarang kejang-kejang
dan menyerang dengan cara lucu tapi
menyedihkan. Cambukan di mukartya membuat
luka dalam dan kalau laki-laki ini hidup berarti
seumur hidup dia bakal cacad. Tung-hai Sian-li
terbelalak. Dan ketika kakek itu masih mengelak
sana-sini dan Hwe-sin rnenyerangnya dengan
tubuh kejang-kejang akhirnya dia membentak
agar kakek itu mundur.328
"Mundur? Ha-ha, dia akan mengejarku.
Lebih baik kau suruh dia berhenti atau aku terus
membela diri!"
Tung-hai Sian-li pucat. Akhirnya dia
bergerak dan menghadapi Hwe-sin, berseru agar
laki-laki itu mundur. Tapi ketika Hwe-sin tertawa
bergelak dan beringas memandang lawan
ternyata laki-laki ini menolak, tubuh dan muka
sudah mandi darah.
"Kepalang tanggung. Biar aku roboh, Eng
Siu, mampus sebagai laki-laki gagah. Ha-ha, kau
majulah sekalian dan robohkan aku. Mati di
tanganmu agaknya lebih baik!"
Wanita ini gelisah. Sekarang ia tak dapat
menyembunyikan kekhawatirannya lagi melihat
Hwe-sin luka-luka. Dendam dan kebenciannya
sudah berobah menjadi kasih dan cinta
mendalam melihat keadaan laki-laki itu.
Betapapun, ia sesungguhnya mencinta laki-laki
ini. Maka ketika Hwe-sin menubruk tapi tali
hitam melecut mukanya, roboh dan bangun lagi
tiba-tiba ia berkelebat dan menyambar tubuh
laki-laki itu.329
"Hwe-sin, kau keras kepala. Sungguh tak
pernah mengalah!" dan membentak menghalau
tali hitam tiba-tiba Tung-hai Sian-li sudah
menotok laki-laki itu, meloncat dan terbang
meninggalkan Lembah Hijau dan terdengarlah
teriakan kaget Dhiran Sing. Kakek India itu
terpental dan berjungkir balik menyelamatkan
diri. Tadi tali hitamnya membalik dipukul
tangkisan Tung-hai Sian-li. Dan ketika dia
terbelalak dan merah melotot, mau mengejar
mendadak lima murid wanita itu menghadang
dan terdengarlah seruan Tung-hai Sian-li agar
kakek itu tak datang mengganggu.
"Pek Lian, cegat si tua bangka itu kalau
mau mengejar aku. Aku hendak menyelamatkan
Hwe-sin!"
Kakek ini mendelik. Dia gusar tapi tibatiba tertawa panjang, tali hitam meledak namun
gadis baju putih dan teman-temannya
menangkis. Dan ketika tali hitam terpental dan
dia jelas akan dihalang-halangi, wanita itu tak
mau diganggu maka kakek ini memaki dan
membanting kaki-nya.330
"Baiklah, kau sudah berobah melihat
kekasihmu, Tung-hai Sian-li. Namun tak mungkin
dia selamat dan kelak kau tentu kembali padaku,
ha-ha!" dan memutar tubuh berkelebat pergi
kakek inipun tak jadi menyusul Tung-hai Sian-li
karena wanita itu dilindungi murid-muridnya.
Bergebrak dengan Tung-hai Sian-li adalah
berbahaya. Hubungan tiga puluh tahun tak perlu
dirusak dengan persoalan itu. Maka lenyap dan
meninggalkan Lembah Hijau kakek inipun tak
mau menyerang lima gadis itu. Pek Lian dan
empat temannya lega, tapi begitu saling pandang
dan sama-sama mengangguk maka merekapun
memutar tubuh dan menyusul subo mereka itu.
*** Ternyata Tung-hai Sian-li gagal. Hwe-sin
yang terluka parah oleh racun dan pukulan kakek
India tak dapat ditolong lagi. Dia pingsan dan
roboh dibawa wanita itu. Tapi ketika Tung-hai
Sian-li berhasil menyadarkannya dan laki-laki331
gagah itu membuka mata maka Hwe-sin berkata
agar di-dudukkan sejenak.
"Kau percuma menolong aku lagi. Sakit
hatimu bakal impas, Eng Siu, tapi sungguh tak
sungguh aku tak pernah mengira kau membawa
bala bantuan. Ah,,, kau tikam dadaku dan biar
aku mampus. Luka-lukaku tak mungkin sembuh,
atau dudukkan aku sejenak dan biar kupanggil
suhengku."
"Tidak. aku, ah!" Tung-hai Sian-li tiba-tiba
tersedu. "Aku sama sekali tak memanggil
bantuan, Hwe-sin. Kakek keparat itu datang atas
kehendaknya sendiri. Aku tak mengundang!"
"Tapi dia datang, dan kau telah bergaul
dengannya selama tiga puluh tahun! Ah...." lelaki
ini batuk-batuk, muntah. "Sungguh, tak nyana
bahwa wanita yang kucinta berlaku hina, Eng Siu,
mendapat suami yang curang dan culas
wataknya!"
"Dia bukan suamiku!" wanita ini tiba-tiba
membentak, wajah menyala-nyala. "Siapa bilang
dia suamiku, Hwe-sin. Tua bangka itu bukan
suamiku!"332
"Tapi dia galang-gulung denganmu
selama tiga puluh tahun..."
"Betul, tapi hanya sebatas sahabat, tidak
lebih! Dhiran memang hendak membantuku
untuk membalaskan sakit hati kepadamu, tapi
aku tak pernah mendekatinya dan tak pernah
mau didekati kalau dia coba-coba membujukku!
Eh, kau jangan melepas cemburu buta, Hwe-sin.
Dhiran memang mencintaiku tapi aku tidak
mencintainya. Aku... aku...." dua mata beradu
tajam, Tung-hai Sian-li tersentak dan berhenti
bicara ketika Hwe-sin memandangnya dengan
senyum mengejek. Senyum itu menyatakan tidak
percaya.
Dan ketika ia marah namun Hwe-sin
bertanya kepada siapakah sebenarnya ia
mencinta maka wanita ini tertegun dan tak
mampu menjawab, muka merah padam.
"Baik, kalau begitu katakan kepadaku
kepada siapakah kau mencinta. Coba, apakah
bukan kepada kakek buruk itu!"
"Aku.... aku..."333
"Katakan terus terang, Eng Siu, jangan
gagap. Sebentar lagi aku mampus dan kau tak
perlu malu!"
"Hm, kau laki-laki bodoh, pria tak
berotak! Tak perlu kujawab seharusnya kau tahu,
Hwe-sin. Untuk apa aku membawa-mu ke sini
kalau aku mencinta tua bangka itu!"
"Kau mencintaiku?" Wanita ini tersedu.
"Jawab, apakah kau mencintaiku, Eng Siu. Kalau
benar kenapa dulu kau menolak cintaku!"
"Kau... kau laki-laki bodoh. Kau laki-laki
keras kepala! Kau sombong dan tak mau
mengerti perasaan wanita, Hwe-sin. Aku tak mau
menerima cintamu karena kesombongan dan
watakmu yang tak pernah mengalah itu. Dan
kau... kau membuatku cacad pula. Wanita
manakah yang takkan benci dan sakit hati
terhadap laki-laki sepertimu!"
Tung-hai Sian-li sekarang mengangkat
wajahnva, merah menyala-nyala dan lawan
terkejut. Hwe-sin dicap sombong dan tak mau
mengalah, tak mau mengerti perasaan wanita.
Dan ketika laki-laki itu tertegun tapi tertawa334
aneh, duduk dan bersandar guha maka Hwe-sin
bertanya kesombongan dan sikap bagaimana
yang dikata tak mau mengerti perasaan wanita
itu. "Jelas, kau laki-laki dan aku wanita. Kalau
dulu dalam pertandingan sehari semalam itu kau
mau mengalah dan memberi muka kepadaku tak
mungkin ada kejadian seperti ini. Tapi kau
sombong, kau laki-laki congkak. Kau tak mau
mengalah kepada wanita seperti aku, Hwe-sin,
dan kau ngotot untuk memperlihatkan
kelebihanmu. Dan inilah yang ku sebut buta!
Tanpa kau tonjolkan kalau kau memang hebat
maka wanita akan tahu diri, Hwe-sin, kagum. Aku
tak mungkin akan menghina dan
merendahkanmu kalau kau memang lebih tinggi
dari aku. Tapi kau tidak. Kau jus-teru ngotot dan
ingin memperlihatkan keperkasaanmu
kepadaku. Kau tak mau mengalah dan
menghentikan pertandingan dan membiarkan
aku mengagumimu dengan caraku sendiri. Dan
kau malah melukaiku, membuatku cacad! Siapa
tak benci dan marah kalau begini? Jawab, apakah335
bukan karena kesombongan dan keangkuhanmu
maka kau tak mau mengalah padaku, Hwe-sin.
Apakah bukan karena ini maka hubungan di
antara kita rusak!"
Pengawal bayangan ini terbelalak.
Wanita yang dicintainya itu bicara begitu berapiapi dan penuh semangat. Tung-hai Sian-li yang
gagah dan tinggi kepandaiannya ini sekarang
mengeluarkan semua bibit kebenciannya. Benci
tapi sesungguhnya cinta! Dan ketika dia tertegun
dan mengingat-ingat kejadian itu, benar bahwa
dia tak mau mengalah dan ingin memperlihatkan
keperkasaannya di depan wanita ini maka
dipejamkanlah matanya dan air matapun tibatiba deras mengucur. Hwe-sin sadar bahwa
sesungguhnya wanita juga ingin dihargai, jangan
terlalu ditekan atau ditindas, biarpun laki-laki
lebih gagah dan perwira.
"Maafkan aku...." laki-laki ini akhirnya
mengeluh. "Kau benar dan tidak salah, Eng Siu.
Memang waktu itu aku tak mau mengalah dan
ingin merobohkanmu. Kita sama-sama keras
kepala. Dan aku sebagai laki-laki yang seharusnya336
mengalah kepada wanita malah tak mau
Naga Merah Hiat Liong Toan Karya Khu Lung Joko Sableng 34 Dewi Bunga Asmara Pendekar Rajawali Sakti 95 Pangeran Iblis

Cari Blog Ini