Ceritasilat Novel Online

Putri Es 4

Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara Bagian 4


melakukan itu dan menunjukkan kecongkakanku
pula. Ah, maafkan aku, Eng Siu maafkan aku.
Tapi tapi.... sesungguhnya kau menyambut
cintaku, bukan? Bahwa sebenarnya aku tak
bertepuk sebelah tangan?"
"Kalau dulu kau memberi muka dan tidak
membuatku begini tentu saat itu juga aku
menyambut, Hwe-sin. Tapi kau menyakiti hatiku.
Kau membuatku cacad!"
"Maafkan aku.., aku mengaku salah.
Sekarang, ah... apakah kau masih mencintaiku,
Eng Siu? Kau tidak membenciku lagi, bukan?"
"Aku tak perlu benci lagi. Tapi.... tapi
kau..."
"Aku akan mampus! Oh, terima kasih, Eng
Siu. Kalau begitu balaskan sakit hatiku kepada
tua bangka itu dan bunuh Dhiran!"
Tung-hai Sian-li tertegun. Mendengar ini
mendadak ia menangis lagi, kelihatan bingung.
Dan ketika Hwe-sin mengejang dan batuk-batuk,
laki-laki itu penasaran maka Hwe-sin bertanya
kenapakah permintaannya berat dipenuhi.337
"Kau tampaknya bimbang, padahal kakek
itu mencurangi aku. Ada apakah, Eng Siu?
Apakah kau dan dia..."
"Tidak... tidak!" wanita ini berseru,
menggeleng. "Sekarang panggil dulu suheng mu,
Hwe-sin. Bukankah kau ingin memanggilnya!"
Hwe-sin terkejut. Tiba-tiba dia sadar
bahwa maksudnya tadi belum dilaksanakan. Dia
sudah duduk bersandar guha namun belum juga
memanggil suhengnya. Dan karena dadanya
sesak dan kembali dia muntah darah, keadaan
rupanya tak mengijinkan lagi maka dia
memejamkan mata dan seluruh pikiran tiba-tiba
dipusatkan pada puncak Himalaya. Ilmu Beng-sut
(Batin) dikerahkan dan begitu dia duduk tegak
maka berobahlah Hwe-sin bagai patung batu.
Tangis dan isak Tung-hai Sian-li tak didengarkan
lagi. Dan ketika Dewi Laut Timur itu mengangkat
wajahnya dan Hwe-sin berubah kaku, dari kepala
muncul uap putih yang perlahan-lahan naik ke
atas maka lima menit kemudian terdengar
ledakan dan seorang pertapa jubah putih muncul
di dalam guha, melayang-layang.338
"Sute, ada apa. Kenapa kau
memanggilku." "Ooh!" Tung-hai Sian-li yang
menjadi kaget, berseru tertahan. Hwe-sin yang
memanggil tapi ia yang terkejut. Namun ketika ia
melompat mundur dan cepat bersiap, pertapa
itu menoleh kepadanya maka tawa dan helaan
napas getir ditujukan kepadanya.
Koleksi Kolektor Ebook
"Tung-hai Sian-li, pinto adalah roh Gin
Goat Cinjin, bersemayam di puncak Himalaya
tapi kini dipanggil sute pinto Hwe-sin. Jangan
takut dan maaf kedatangan pinto tak seperti
biasa!"
Wanita ini terbelalak. la seakan tak
berkedip memandang pertapa itu, bertemu
dengan sepasang mata lembut namun amat
tajam dan berpengaruh, coba menentang tapi
tak kuat. Dan ketika ia menunduk dan Hwe-sin
membuka mata, laki-laki itu gembira maka Hwesin mengeluh.
"Suheng...!" dan begitu menggerakkan
tubuhnya maka diapun roboh!339
"Siancai, kau luka parah. Hm, apa yang
terjadi, sute. Bagaimana bisa begini."
Gin Goat Cinjin, pertapa sakti itu tahutahu menyambar pundak sutenya. Ia meraba dan
mengusap sana-sini namun helaan napas
berulang-ulang yang terdengar. Dan ketika dia
menolong sutenya dan Hwe-sin duduk bersandar
maka laki-laki itu menggigil, gemetaran. "Suheng,
aku tahu bahwa luka-lukaku parah. Aku tahu tak
mungkin dapat hidup lebih lama lagi. Tapi bukan
untuk ini aku mau minta tolong, melainkan....
melainkan...."
"Kau seharusnya tak boleh banyak
bicara," Sang suheng menepuk dan melancarkan
kembali tenggorokannya yang tersendat. "Apa
yang mau kau minta sudah kuketahui, sute, tentu
tentang pembalasan dendammu. Siancai, sayang
sekali pinto tak dapat!"
"Ah, suheng.... suheng..."
"Benar, pinto telah melepaskan diri dari
dendam dan kebencian, sute. Pinto telah
melepaskan diri dari segala ikatan duniawi.340
Justeru kalau kau mau maka ikutlah pinto dan
kita sama-sama bersemayam di puncak."
"Oohhhh.... kalau begitu...."
"Kalau begitu Aku yang akan
membalaskan dendam-mu!"
Tung-hai Sian-li tiba-tiba berseru,
berkelebat dan sudah menghadang di tengahtengah dua orang ini.
"Tapi Dhiran dan aku setingkat, Hwe-sin.
Dia mati akupun pasti mati. Baik, kita bertiga
akan sama-sama mati!"
"Kau...?"
"Benar, aku dan Dhiran Sing telah samasama menukar ilmu, Hwe-sin. Aku belajar ilmu
sihirnya sedang dia mendapat Pai-hai-jiu milikku
itu. Dan Pek-hong-koan jit, hm... itulah ilmu
ciptaan kami berdua untuk menghadapi ilmumu
Hwe-ci!" Hwe-sin terkejut.
"Jadi kalau begitu kalian sudah samasama tahu kelebihan dan kelemahan masingmasing?"
"Tak salah, dan itulah sebabnya aku tadi
ragu-ragu memenuhi permintaanmu, Hwe-sin.341
Sebab kalau aku membunuhnya maka diapun
juga akan mampu membunuh-ku alias kita
berdua bakal sampyuh. Tapi tak apa, aku akan
menghajar tua bangka itu demi sakit hatimu. Aku
siap menyusulmu dan kita sama-sama hidup di
alam baka!"
"Eng Siu!"
Wanita itu tersedu. Tung-hai Sian-li
menubruk dan memeluk erat-erat kekasihnya ini.
Hwe-sin juga memeluk dan balas mendekap
wanita itu. Sejenak mereka bertangisan,
keharuan dan kebahagiaan bercampur menjadi
satu. Tapi ketika Hwe-sin mendorong dan
teringat sesuatu mendadak dia berkata kepada
kekasihnya itu,
"Eng Siu, tak boleh terjadi seperti itu.
Betapapun kau harus menang dan tak boleh
sampyuh. Apa artinya dia terbunuh tapi kaupun
mati. Tidak, tidak, Eng Siu. Aku tak membiarkan
ini dan ada jalan membunuh kakek itu. Di
kamarku.... ah, di kamarku..." Hwe-sin terbatukbatuk. "Ada sebuah kitab simpananku, Eng Siu.
Ambil itu dan pelajari isinya. Kau dapat342
menggabung ilmu-ilmu yang kupunyai dengan
ilmu-ilmu yang kau punyai. Nah, cari di sudut
kamar dan temukan lantai marmer berkembang
merah. Cungkil marmer itu dan kitabku ada di
sana... uhh!"
Hwe-sin terbatuk dan berhenti bicara. Dia
telah berusaha sekuatnya memberi tahu dan
Tung-hai Sian-li tertegun. Kalau dia mempelajari
ilmu-ilmu Hwe-sin tentu saja dia akan dapat
mengalahkan kakek itu. Dhiran Sing tak memiliki
ilmu-ilmu Hwe-sin, inilah kelebihannya. Dan
ketika ia mengangguk tapi Hwe-sin gemetaran
hebat, tenaganya habis dipakai bercakap-cakap
tadi maka Gin Goat Cinjin sang suheng menjadi
muram mukanya.
"Sute, balas-membalas tak akan ada
habisnya. Putuskan rantai ini atau kelak dendam
ini bakal turun-menurun."
"Tidak," sang sute menggeleng dan
marah berapi-api. "Tua bangka itu mencurangi
aku, suheng. Kalau kau tak mau membalaskan
sakit hatiku biarlah Tung-hai Sian-li yang343
memenuhi permintaanku. Maaf aku menolak
nasihatmu.
"Terserah," sang pertapa menarik napas
dalam. "Tapi kelak kau akan menyesal, sute. Api
dendam bakal menjalar .sampai tujuh turunan.
Siancai, sekarang bagaima-nakah dengan pinto?
Apakah kau tak memerlukannya lagi?"
"Aku mengharap suheng membimbingku
dalam soal kerohanian. Aku ingin rohku tinggal di
puncak Himalaya"
"Ha-ha, belajar rohani tapi batinmu
penuh benci dan dendam, sute, mana dapat! Tak
mungkin itu kalau nafsu dan amarahmu
menggelapkan pikiran jernih. Kau telah
menyuruh kekasihmu mempelajari ilmu-ilmumu,
dan ini berarti bunuh-membunuh bakal
berakibat panjang. Ah, kau tak akan berhasil,
sute. Mencari kedamaian rohani tapi sekaligus
meninggalkan dosa dan balas dendam di bumi.
Sian-cai, tak akan berhasil! Hm, turut nasihat
pinto atau sekarang juga pinto pergi!"
"Ah, suheng benar-benar tak mau
membantuku?" Hwe-sin pucat.344
"Membantu bagaimana? Membantu
membalas dendam jelas tak mungkin, sute. Pinto
sekarang pertapa. Kalau kau ingin mendapatkan
ketenangan batin maka ikutlah pinto tapi buang
maksudmu membalas dendam. Pinto dapat
menghancurkan kitab simpananmu dan sekarang
juga kita sama-sama tinggal di puncak!"
Hwe-sin menggigil. Kalau saja tak ada tua
bangka Dhiran Sing itu tentu dia akan mengikuti
nasihat suhengnya ini. Suhengnya sudah
meninggal tapi dengan ilmu Beng-sut dia dapat
mengontak suhengnya itu. Kadang-kadang,
dengan kesaktian dan rohnya yang tinggi
suhengnya itu dapat melakukan sesuatu di dunia,
menyembuhkan orang luka umpamanya, atau
menolong seorang sekarat untuk hidup lagi.
Maka mendengar kata-kata suhengnya tadi dan
dia bingung, harus memilih satu di antara dua
maka bayangan kakek Dhiran ternyata lebih kuat
dibanding yang lain-lain. Bayangan kakek itu
menimbulkan kebencian hebat dan ini yang
menang. Kalau suhengnva tak mau mengajaknya
di puncak Himalay.ah.. biarlah dia mampus345
dengan roh gentayangan. Yang penting, kakek itu
harus mampus dan dia dibalaskan sakit hatinya.
Rasa ke-aku-an lebih kuat dari-pada yang lain.
Maka menggeleng dan mengeraskan wajah, pria
gagah perkasa ini menolak. Dia berkata
dendamnya tak dapat dihapus. Darah lawan
harus direguk. Dan begitu Hwe-sin memutuskan
begini maka Gin Goat Cinjin, pertapa sakti itu
menghilang. Caranya pergi seperti caranya
datang.
"Baik, maaf, sute. Kalau begitu pinto
pergi!"
Tung-hai Sian-li terkejut. Pertapa itu
melewati tubuhnya dan tahu-tahu keluar dari
guha. Tadi tubuhnya ditembus dan terasa dingin.
Pertapa itu lewat begitu saja memasuki
tubuhnya, keluar dan sudah menghilang dengan
amat cepatnya. Dan ketika ia berseru tertahan
dan menengok ke belakang, roh dari pertapa
sakti itu sudah lenyap seperti iblis maka
terdengar suara benda jatuh dan Hwe-sin roboh
pula di dinding guha itu. Nyawanya melayang!346
"Hwe-sin...!" Wanita ini menjerit dan
histeris. Hwe-sin, pengawal sakti itu, telah tewas
meninggalkan dirinya. la kaget dan menubruk
namun laki-laki itu telah menjadi mayat. Tubuh
Hwe-sin kaku dan. membujur Kekasihnya ini
telah pergi. Dan ketika Tung-hai Sian-li menjerit
dan mengguncang-guncang mayat itu maka lima
muridnya berkelebat dan memasuki guha. Pek
Lian dan empat saudaranya tertegun. Mereka
melihat betapa subo mereka itu mengguguk dan
terpukul jiwanya, menangis dan sesenggukan
meratapi mayat itu. Tapi ketika ia sadar dan roh
Hwe-sin muncul di situ, samar-samar di dalam
guha maka Tung-hai Sian-Li histeris dan
menubruk roh ini karena Hwe-sin
mengingatkannya akan kakek lndia itu.
"Eng Siu, balaskan sakit hatiku. Pergi dan
ambillah kitab pusakaku. Aku pergi!"
Lima gadis di dalan, guha meremang.
Mereka melihat itu dan masing-masing
bergenggaman tangan. Hwe-sin telah tewas
namun rohnya memperlihatkan diri, ditubruk
tapi menghilang. Dan ketika subo mereka347
melengking dan menjadi kian histeris, menubruk


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan menyambar mayat Hwe-sin maka Tung-hai
Sian-li berkelebat dan seperti kesetanan.
"Dhiran Sing, kau tua bangka keparat.
Awas, kubunuh kau.... kubunuh kau!"
Gadis baju putih dan teman-temannya
bergidik. Mereka lari dan keluar pula dan melihat
subo mereka itu telah terbang ke utara. Mayat
Hwe-sin dipanggul dan mereka tentu saja
mengikuti. Namun karena subo mereka dalam
keadaan berduka dan sedikit kesalahan bisa
membahayakan mereka maka berkelebat
membayang-bayangi subo mereka itu gadis baju
putih ini berkata agar tak usah dekat-dekat. Ia
minta agar mengikuti saja dari jauh. Maka ketika
subo mereka bergerak dan memasuki kota raja,
lenyap dan muncul lagi membawa kitab maka
lima muridnya memandang saja dari jauh.
Gerak-gerik Tung-hai Sian-li tak ada yang
berani mencampuri. Gadis baju putih dan kawankawannya selalu mengawasi dari jauh. Maka
ketika tak lama kemudian wanita itu sudah
mempelajari dan mewarisi Hwe-ci, juga Jit-cap-ji-348
poh-kun yang amat luar biasa itu maka setengah
tahun kemudian wanita ini mencari Dhiran Sing.
Dan begitu bertemu tentu saja terjadi
pertandingan hebat. Dhiran Sing, kakek India itu,
kaget setengah mati ketika lawannya bagai
harimau tumbuh sayap. Enam bulan kakek ini
menunggu di tempat-nya sendiri dan yakin
bahwa Tung-hai Sian-li akan mencari dirinya.
Dulu sudah ada semacam perjanjian bahwa kalau
Hwe-sin berhasil dikalahkan maka wanita itu
bersedia menjadi isterinya. Kakek ini memang
cinta berat terhadap wanita itu. Tapi karena
robohnya Hwe-sin justeru oleh kelicikannya,
inilah yang tak dikehendaki Tung-hai Sian-li maka
bibit cinta yang semula ada menjadi kambuh lagi
dan wanita itu marah melihat Hwe-sin terbunuh.
Dhiran Sing harus bertanggung jawab dan karena
itu ia melabrak. Maka ketika hari itu ia datang
dan kakek itu langsung diterjang, si tua kaget
setengah mati melihat jari-jari Api yang
menyambar dan Iangkah-langkah sakti dari Jitcap-ji-poh-kun maka kakek berhidung bengkung
ini pucat pasi dan jatuh bangun, terlempar dan349
terhempas. Mereka berada di Laut Selatan, di
balik bayang-bayang ombak membukit yang
bergemuruh.
"Heiii.... ah, eiitt! Aduh, apa ini, Sian-li.
Bagaimana kau tiba-tiba seperti kesetanan
menyerang aku. Heii, tahan. Aih, bukankah ini
Hwe-ci.... cess!" baju kakek itu terbakar, bolong
dan langsung tembus ke kulit dan si tua terpekik
melempar tubuh bergulingan. Dia berteriak tapi
lawan mengejar. Tujuh puluh Dua Langkah Sakti
(Jit-cap-ji-poh-kun) dikeluarkan dan Tung-hai
Sian-li tahu-tahu kembali sudah berada dekat
dengan lawan. Dan ketika kembali Jari Api
menyambar dan kakek itu menjerit maka Dhiran
Sing terlempar dan masuk ke laut, diserbu oleh
gelombang setinggi bukit.
"Sian-li, apa ini. Heii... haepp!" si kakek
tertelan ombak, digulung dan diseret ke tengah
dan kata-katanya terhenti di tengah jalan. Dia
kaget dan pucat sekali oleh serangan-serangan
wanita ini dan lebih kaget lagi karena semua
serangan itu adalah Hwe-ci dan Jit-cap-ji-pohkun. langkah sakti ini benar-benar350
mengejutkannya karena dengan ilmu itu Tunghai Sian-li dapat bergerak secepat setan dan
tahu-tahu selalu ada di dekatnya. Ini adalah milik
Hwe-sin dan tentu saja dia pucat. Tapi ketika
ombak menggulung dan membawanya ke
tengah, dia gelagapan dan menyelamatkan diri
maka ketika dia muncul ternyata wanita itu
sudah menantinya, di atas gulungan ombak.
"Dhiran Sing, kau harus mampus!"
Kakek ini terkesiap. Sebagai sama-sama
orang sakti sebenarnya dia dapat melakukan
perlawanan. Tadi dia lebih banyak berkelit dan
melindungi diri karena menyangka Tung-hai Sianli sedang main-main. Tapi begitu wanita ini
menunjukkan kesungguhannya dan nyawanva
terancam, dia benar-benar hendak dibunuh
maka marahlah kakek ini dan secepat kilat dia
menepuk tangannya mengeluarkan sihir.
"Kau wanita busuk tak tahu budi.
Mampuslah Tung-hai Sian-Li,"
Dhiran Sing masih dapat melakukan
perlawanan... dar!!" ilmu sihir meledak, pecah
membentuk bayangan hitam dan muncullah351
kepala siluman. menyambar wanita itu. Namun
karena Tung-hai Sian-li juga dapat
mengenyahkan sihir dan wanita itu tau dan
mampu melawan sihir maka diapun mengebut
dan sihir si kakek lenyap. Ledakan keras
terdengar di atas laut yang bergemuruh dan
kakek itu mencelat. Dan ketika Dhiran Sing
mencoba melakukan perlawanan lagi namun
lawan amat hebat, Tung-hai Sian-li
rnengeluarkan pula ilmunya digabung dengan
ilmu-ilmu Hwe-sin maka si kakek jatuh bangun
dan kelebihan ini benar-benar tak dapat
ditandinginya. Dia mengeluarkan pukulan dan
bentakan namun semua dapat dipukul balik.
Ganti-berganti wanita itu menyerang dengan
ilmu-ilmu Hwe-sin. Dan karena Tujuh puluh Dua
Langkah Sakti itu susah dilawan dan ke manapun
Dhiran Sing menghindar di situ pula Tung-hai
Sian-li sudah datang mendekat maka satu
pukulan akhirnya mengenai tengkuk kakek ini. Si
tua terhempas dan lenyap digulung ombak,
muncul dan dipukul lagi bertubi-tubi. Dan karena
Tung-hai Sian-li benar-benar bagai harimau352
betina haus darah, si kakek diburu dan mendapat
pukulan-pukulan berat akhirnya Dhiran Sing
muntah darah dihantam dadanya. Kakek itu coba
bertahan namun lawan memang terlampau
hebat. Setelah mempelajari ilmu-ilmu Hwe-sin
maka kesaktian Tung-hai Sian-li bertambah.
Wanita itu bagai harimau tumbuh sayap, sudah
garang semakin garang. Maka ketika satu
pukulannya kembali mengenai kakek itu maka
robohlah Dhiran Sing oleh tusukan Hwe-ci yang
mengenai matanya.
Si kakek terjungkal dan berteriak.
Tusukan jari maut itu tak mungkin dielakkannya
lagi. Dan ketika dia terjengkang dan roboh
dengan mata tembus, otaknya berlubang maka
kakek itu tewas dan mayatnya ditendang Dewi
Laut Timur ke tengah gulungan ombak besar.
Wanita itu mandi peluh.
"Hwe-sin, dendammu terbalas. Lihat dan
terimalah rohnya di neraka!"
Lima murid Tung-hai Sian-li terbelalak.
Dua di antara mereka saling pandang dan pucat
melihat mayat si kakek lenyap di-gulung ombak.353
Tak ada yang tahu betapa dua gadis ini, yang
berbaju hitam dan kuning diam-diam saling
rnemberikan isyarat rahasia dengan kedipan
mata. Dan ketika Tung-hai Sian-li kembali dan
pulang ke tempatnya, lima muridnya mengikuti
maka tujuh bulan kemudian muncul dua pria
gagah menuntut balas, yakni murid-murid dari
Dhiran Sing!
Waktu itu, bersamadhi dan tinggal
bersama dua muridnya keempat dan kelima
wanita ini tak menyangka datangnya bahaya.
Gadis baju putih, Pek Lian, bersama dua
temannya yang lain keluar ke kampung. Mereka
mencari ransum dan menyiapkan bahan
makanan vang sudah habis. Kebetulan
merekalah yang bertugas dan gadis baju kuning
dan hitam yang ada di rumah, menemani subo
mereka. Maka ketika dua laki-laki gagah tiba-tiba
memasuki kamarnya dan membentak dengan
seruan keras maka Tung-hai Sian-li membuka
mata dan terkejut karena seperti iblis saja dua
orang itu masuk di situ.354
"Tung-hai Slan-li, keluarlah. Terima
kematianmu!"
Wanita ini mencelat bangun. Setelah ia
sadar dan melihat dua laki-laki itu, pemudapemuda berusia tiga puluhan tahun yang gagah
dan tegap. Iapun terkejut dan membelalakkan
mata. la tak tahu siapa orang- orang muda ini tapi
melihat bahwa satu di antaranya berwajah asing
dengan hidung yang mancung ia terkesiap.
Melihat pemuda ini seperti melihat mendiang
Dhiran Sing. Pemuda itu bukan orang Han! Dan
ketika ia membentak karena dua pemuda itu
dirasanya kurang ajar memasuki kamarnya, dua
laki-laki memasuki kamar wanita maka Tung-hai
Sian-li yang melotot dan merah padam
mengeluarkan bentakannya yang menggetarkan.
"Siapa kalian yang berani memasuki
kamar wanita. Keluarlah, kita bicara di luar!"
Dua pemuda itu mengangguk. Mereka
mendengus dan berkelebat keluar dan gerak
langkah kaki mereka yang cepat dan amat ringan
membuat Tung-hai Sian-li terbelalak dan hampir
berseru tertahan. Itulah gerak dan langkah-355
langkah ji-poh-kun! Dan ketika wanita itu
berkelebatdan keluar pula, terbelalak
memandang dua kaki pemuda itu yang
menyarang dee bergeser-geser cepat sekali
maka mereka sudah berhadapan dan berada di
ruang tengah.
"Hm, kami murid-murid Dhiran" Begitu
pemuda berwajah asing memperkenalkan diri,
gagah dan bersinar-sinar tapi matanya
mengandung kecabulan dan tersenyum
mengejek memandang Dewi Laut Timur ini.
Pandang matanya tak lepas memandang lekuklengkung Tung-hai Sian-li, yang meskipun sudah
berumur tapi sesungguhnya masih perawan,
belum disentuh laki-laki.
"Aku Yogiwara, Tung-hai Stan-Li, dan ini
suteku Bu Sit. Kami datang untuk membunuhmu
kecuali kau minta ampun dan berlaku baik-baik
kepadaku.
"kau... kalian... murid-mund Dhiran Sing?
Kapan tua bangka itu mempunyai murid?"
"Ha-ha, kami murid-murid rahasia, Tunghai Sian-l1, dan guru kami memang tak pernah356
memperkenalkannya kepadamu.Tapi kau tentu
percaya ini kalau kami membuktikan sedikit
kepandaian guru kami... wut-wut!" Yogiwara
bersilat dengan lengan ditekuk dan tubuh
membungkuk, melepas pukulan kuat yang
membuat dinding ruangan bergetar dan pemuda
di sebelahnya juga tertawa memperlihatkan
gerak-gerak silat yang dipunyai. Dan karena
semua itu memang milik mendiang Dhiran Sing,
Tung-hai Sian-li terbelalak maka dua pemuda itu
menutup. "Dan ini Pek-hong-koan-jit, tentu kau
kenal...!"
"Dan ini Jit-cap-ji-poh-kun serta Ngothian-hoat-sut (Sihir Lima Langit).... dar!" dan
ketika dua pemuda itu berhenti sementara
tembok berlubang, mundur dan tersenyumsenyum maka Tung-hai Sian-li berteriak karena
tadi Hwe-ci atau Jari Api juga diperlihatkan
pemuda itu.
"Keparat! Kalian... kalian dari mana
mendapatkan ilmu-ilmu Hwe-sin? Bagaimana
kalian dapat mernpelajari Hwe-ci dan Tujuh
puluh Dua Langkah Sakti?"357
"Ha-ha, ini berkat kebaikan Hek Lan dan
Ui Yang, Tung-hai Sian-li. Kitab inilah yang
menuntun kami!"
Bukan main kagetnya Tung-hai Sian-Li.
Yogiwara, pemuda asing itu, mengeluarkan
sebuah kitab dan itu adalah kitab peninggalan
Hwe-sin. Sampul merah dengan benang kuning
amat dikenalnya sekali. ltu-lah kitab yang berisi
pelajaran Jari Api dan Jit-cap-ji-poh-kun. Dan
ketika wanita ini mencelat mundur dan
terbelalak lebar, mukanya pucat dan merah
berganti-ganti, mendadak ia melengking dan
tubuhnya yang bergerak maju sudah menerjang
dan. merampas kitab itu.
"Manusia hina-dina, kembalikan kitabku!"
Pemuda ini mengelak. Dia tertawa
mengejek dan berkelit ke kiri, dikejar tapi tibatiba kakinya bergeser dengan lang-kah-langkah
Jit-cap-ji-poh-kun. Dan ketika empat kali wanita
itu menyerang tapi empat kali itu juga luput
menyambar, kitab disimpan dan sekarang


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pemuda ini mengelak dan menangkis maka Tung-358
hai Sian-li kaget sekali karena lawan memiliki sinkang amat kuat dan ia terhuyung.
"Dukk!"
Pemuda itu tergetar dan terdorong
selangkah. Tung-hai Sian-li membeliak karena
darl adu pukulan ini ia maklum bahwa lawan
hanya seusap saja di bawahnya. Murid Dhiran
Sing itu sudah lebih hebat dari gurunya. Namun
karena tangkisan tadi dilakukan dengan tenaga
Hwe-kang, dan ini adalah ilmu silat Hwe-sin maka
wanita itu menggelegak marah dan ia menerjang
lagi melengking-lengking. Pertandingan terjadi
dengan cepat namun semua pukulan-pukulan
Tung-hai Sian-li dapat dilayani baik. Apapun yang
dikeluarkan wanita itu diimbangi juga oleh ilmu
silat yang sama, oleh pemuda ini. Dan ketika
mereka sudah; bergebrak limapuluh jurus dan
hanya tenaga sinkang saja selisih sedikit, Tunghai, Sian-li juga menang pengalaman,
bertandinglah dua orang itu dengan amat
serunya dan Hwe-ci maupun poh-kun silih
berganti memenuhi ruangan itu. Suara "set-set"
dari langkah kaki mereka yang cepat membuat359
lantai ruangan: tiba-tiba menjadi panas. Uap tipis
membayang rata dan ketika pukulan-pukulan
Hwe-ci juga menyambar maka ramailah !. sinarsinar laser hantam-berhantam setiap kali
bertemu tentu mengeluarkan ledakan dan
guncangan nyaring. Pemuda satunya masih
menonton tapi ketika seratus jurua lewat dengan
cepat maka temannya itu mulai terdesak,
tertekan dan mulai mundur-mundur sampai
akhirnya mepet tembok. Dan ketika dua tiga
pukulan mengenai tubuhnya dan pemuda ini
mengeluh, Tung-hai Sian-li benar-benar hebat
sekali maka pemuda kedua tak dapat berdiam
diri dan diapun masuk menyerang wanita itu.
Keroyokan segera terjadi.
"Tung-hai Sian-li, jangan sombong dan
menekan suhengku. Awas, akupun datang
membantu!"
Wanita itu membentak. la sudah
memutar tubuh dan menangkis pukulan itu dan
iapun terpental. Pemuda itu terdorong tiga
langkah namun selanjutnya sudah bergerak
menverang kembali. Suhengnya terlepas dari360
himpitan dan kini mengejar Tung-hai yang baru
saja terpental dan kaget karena sinkang pemuda
kedua itu sama dengan pemuda pertama. Jadi
keduanya berimbang. Dan ketika selanjutnya la
dikeroyok dan beratlah bagi wanita ini
menghadapi dua lawan tangguh, mereka itu
telah mengetahui ilmu-ilmunya dan juga ilmuilmu Hwe-sin maka sambil mendelik dan
melengking-lengking wanita itu benci sekali
kepada dua muridnya keempat dan kelima.
Ternyata Hek Lan dan Ui Yang itulah yang
mencuri kitabnya untuk selanjutnya diberikan
kepada murid-murid Dhiran Sing ini. Ia telah
tidak menghiraukan kitab pelajaran silat itu
setelah Dhiran Sing dihunuhnya. Ilmu-ilmu silat
itu telah diwarisinya, kitabnya disimpan dan
ditaruh baik-baik di dalam kamarnya dan selama
ini memang tak pernah dilihatnya lagi. Peti
penyimpan kitab itu masih di sana tapi sama
sekali tak disangkanya bahwa isinya telah hilang.
Dua pemuda itulah yang bicara dan kini mereka
tertawa-tawa mendesaknya. Hwe-ci dan Pekhong-koan-jit sambar-menyambar namun Tung-361
hai Sian-li terdesak. Lawan juga mahir Tujuh
puluh Dua Langkah Sakti dan inilah yang amat
berbahaya. Dengan langkah dan gerak cepat
mereka itu tahu-tahu berada di dekatnya lagi, ia
tak dapat menjauhkan diri. Dan ketika perlahan
tetapi pasti ia terdesak hebat, mundur dan jatuh
bangun menghadapi dua lawannya itu maka
Yogiwara, murid pertama Dhiran Sing itu berkata
kepada sutenya agar tidak membunuh dulu
wanita ini.
"Robohkan ia, tangkap dan lumpuhkan
saja. Nanti kita permainkan dan setelah itu baru
dibunuh!"
"Ah, maksudmu?" sang sute tak
mengerti. "Ha-ha, kita nikmati dulu wanita ini, Bu
Sit. Ia masih perawan biarpun tua. Guru kita tak
sempat menjamahnya dan biarlah kita muridmuridnya menikmati sekarang. Ha-ha, tentu
masih nikmat!"
Tung-hai marah bukan main. Ia merasa
dihina dan dipermainkan dan kini ia mencabut
sabuknya untuk dilontar dan dicipta sebagai sihir.
Tapi ketika sihir itu dipatahkan lawan karena dua362
pemuda itu murid-murid Dhiran Sing, buyar dan
menyihir lagi namun ambyar dihancurkan lawan
maka Tung-hai Sian-li merah padam mendengar
kata-kata lawan yang semakin kotor.
"Ha-ha, lontarkan semua pakaianmu,
Tung-hai Sian-li. Copot dan lepas semua bajumu.
Nanti kalau sudah telanjang tentu kami tak akan
menyakitimu melainkan justeru memberimu api
cinta. Aih, tentu menggairahkan sekali, ha-ha...!"
Wanita ini melengking-lengking. la
melepas tusuk rambut dan beberapa assesori
lain, disambitkan atau dilontarkan kepada
pemuda-pemuda itu namun semua dapat
dipukul runtuh. Dan karena tentu saja ia tak mau
melepas baju atau kancing-kancing bajunya, ia
hanya akan membuat lawan bergairah dan
tertawa mengeluarkan omongan lebih kotor lagi
maka ia mengeluarkan jeritannya memanggil
semua murid-muridnya. Ui Yang dan Hek Lan
tiba-tiba muncul. "Jahanam!" begitu wanita ini
langsung memaki. "Kalian berdua anjing-anjing
hina-dina, Ui Yang. Tak tahu malu dan kiranya
menjalin hubungan gelap dengan murid-murid363
Dhiran Sing ini. Ayo, majulah dan keroyok
subomu!"
Dua gadis itu terisak. Sesungguhnva
mereka mengintai dan diam-diam berdebar
tegang. Mereka berkata kepada kekasih mereka
itu bahwa saat itu adalah saat paling baik
menemui Tung-hai Sian-li. Seluruh murid sedang
mencari bahan makanan dan merekapun ikut,
padahal diam-diam mereka di situ karena ingin
melihat apa yang dilakukan kekasih-kekasih
mereka ini. Hanya Pek Lian dan dua suci yang lain
itulah yang pergi. Maka ketika dua gadis itu
muncul dan Bu Sit serta suheng-nya terkejut,
omongan-omongan mereka tadi tentu didengar
gadis-gadis ini maka Yogiwara maupun sutenya
sejenak menahan diri. Bu Sit terbawa-bawa
watak suhengnya yang kotor pula. Tapi begitu
Tung-hai Sian-li marah-marah dan muridnya
menangis, Hek Lan dan Ui Yang tahu bahwa subo
mereka memanggil saudara-saudara vang lain
maka dua gadis ini melompat maju tapi bukan
untuk menyerang melainkan menarik dua
pemuda itu mundur, melarikan diri.364
"Yogi, Bu-twako, subo sedang memanggil
suci-suci yang lain. Pergi dan kita tinggalkan saja
tempat. ini!"
,, "Eh!" dua pemuda itu terkejut. Jangan
gila, Hek Lan. Kita kepalang basah!"
"Tapi saudara-saudaraku yang lain akan
muncul!"
"Ha-ha, tak perlu takut, Hek Lan. Kalau
mereka datang kita robohkan sekalian. Jangan
kira subomu mengampunimu kalau kita pergi
tanpa membunuhnya dulu!"
"Benar," Bu Sit, murid nomor dua
berkata. "Suhengku benar, Hek Lan. Kalau
Wanita ini tak dibunuh maka kelak ia akan
mengganggu kita. Kita kepalang basah, maju dan
bantu kami dan percepat merobohkan wanita
ini!" Dua gadis itu tertegun. Mereka akhirnya
sadar bahwa pergi tanpa membereskan Tung-hai
Sian-li ibarat memelihara penyakit yang kelak
akan membunuh mereka sendiri. Tapi karena
wanita itu adalah subo mereka dan sukar untuk
menggerakkan tangan menyerang guru sendiri365
maka dua gadis itu menangis dan Tung-hai Sian11 kembali memekik dengan jeritan panjang.
"Nah, dengar ia memanggil muridmuridnya Lagi. Kau tak akan lolos kalau wanita ini
tak dibunuh, Hek Lan. Cepat ber-gerak dan
bunuh ia!"
Hek Lan, gadis baju hitam ini mengguguk.
Ia menggeleng dan menutupi mulutnya dan saat
itu terdengar pekikan atau jeritan yang sama.
Rupanya pekikan atau jeritan Tung-hai Sian-li
bersambut. Dan ketika Ui Yang juga pucat dan
bingung melihat itu, tiga sucinya datang maka
Tung-hai Sian-li mendapat satu totokan Hwe-ci
dan wanita itu terjengkang disusul pukulan lain
dari dua lawannya yang tak mau diajak pergi
kekasih-kekasihnya ini. Yogiwara bergerak
dengan langkah Jit-cap-ji-poh-kun dan sutenya
juga bergerak dengan langkah yang sama, set-set
mendekati wanita itu dan Tung-hai Sian-li yang
bergulingan mengeluh tertahan meloncat
bangun. Namun karena dua pemuda itu ada di
dekatnya karena mereka mengejar dan bergerak
dengan langkah sakti Jit-cap-ji-poh-kun maka366
ketika ia meloncat bangun begitu pula dua
pemuda itu melepas pukulan lagi. Yogi
mencengkeram buah dadanya dan Bu Sit
menusuk pangkal pahanya.
"Aughh...!" Wanita itu mendelik. Tusukan
pangkal pahanya mengena tepat tapi yang lebih
kurang ajar lagi adalah cengkeraman kebuah
dadanya itu. Yogi, pemuda asing itu,
mencengkeram dan meremas buah dadanya
dengan tidak sungkan-sungkan. Pemuda itu
tersenyum dan menyeringai cabul, pandang
matanya kurang ajar sekali. Dan ketika Tung-hai
Sian-li kembali roboh sementara Hek Lan
terbelalak melihat perbuatan itu, ia membuka
matanya dan melihat ini maka pemuda itu
bergerak lagi dan dengan langkah-langkah
saktinya ia mendekat dan mengusap bagianbagian lain tubuh subonya secara kurang ajar,
paha dan bawah perut.
"Ha-ha, kau masih mulus, Tung-hai Sianli. Sayang kalau dibunuh cepat-cepat. Hm, biarlah
kau mati dengan mata mendelik tapi membawa
nikmat!" pemuda ini tanpa sungkan atau malu-367
malu meraba dan mengusap tubuh wanita itu.
Tung-hai Sian-li sudah terdesak hebat dan
mengelakpun ia tak mampu. Ganti berganti dua
pemuda itu menekannya. Tapi ketika Hek Lan
berkelebat dan marah menampar pemuda itu,
Yogi terkejut dan sadar maka dia tertawa dan
menusuk ulu hati Tung-hai Sian-li dengan Jari Api.
"Aduh, jangan marah-marah, Hek Lan.
Aku sekedar membalas sakit hati guruku. Baiklah,
kuhabisi ia dan lihat tiga sucimu yang lain
datang.... crat!" darah memuncrat dari luka di ulu
hati Tung-hai Sian-li, terhuyung dan roboh
karena saat itu ia benar-benar tak dapat
mengelak. Sakit hati dan kemarahannya
membuat banyak tenaga terbuang sia-sia. Ia
melotot dan girang melihat tiga muridnya datang
namun saat itu tusukan Yogiwara mengenai ulu
hatinya. la baru saja juga ditampar Bu Sit,
pemuda yang lain. Dan ketika ia mengeluh dan
gadis baju putih serta yang lain terpekik melihat
keadaan subo mereka, juga tertegun dan heran
melihat Hek Lan dan Ui Yang di situ namun sama
sekali tidak membantu maka mereka bergerak368
dan sekali berkelebat mereka sudah menyambar
dan menolong subo mereka itu. Dan saat itu Hek
Lan serta sumoinya berkelebat keluar, menarik
dan membawa lari kekasih-kekasih mereka.
"Subo "
Tung-hai Sian-li luka parah. Wanita itu
menuding dan mendelik menunjuk-nunjuk Hek
Lan tapi roboh tak kuat meneruskan maksudnya.
Gadis baju putih menolongnya dan pucatlah dua
yang lain melihat keadaan subo mereka. Ulu hati
wanita itu tembus dan tak ada harapan hidup.
Namun karena mereka harus menolong dan
apapun harus dilakukan untuk menyelamatkan
subo mereka ini maka setelah susah payah
menolong segera subo mereka menceritakan
kejadiannya. Dengan mata merah dan napas
terputus-putus Tung-hai Sian-li menceritakan
duduknya perkara. Dan begitu jelas iapun
terguling lagi.
"Cari Hek Lan dan Ui Yang itu. Bunuh


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka. Dan kitab itu.... kitab itu.... ah, rampas
kembali, Pek Lian. Pelajari oleh kalian bertiga dan
balaskan sakit hatiku!"369
Tung-hai Sian-li roboh dan
menghembuskan napasnya yang terakhir. Ia
benar-benar tak kuat lagi dan menjeritlah tiga
muridnya oleh kejadian ini. Tapi begitu mereka
sadar dan melengking, gadis baju putih meloncat
bangun maka musuh yang belum lari terlalu jauh
dikejar.
Dan benar saja, Hek Lan sedang berkutat
dan tarik-menarik dengan kekasih-nya. Yogi,
pemuda asing itu, tak mau meninggalkan tempat
karena ia akan menghabisi pula tiga yang lain
agar tak mengganggu di kelak kemudian hari.
Pemuda ini berkilah bahwa Pek Lian dan dua
yang lain harus dibunuh, padahal sebenarnya
diam-diam pemuda itu tergetar dan tergerak
melihat kecantikan gadis baju putih ini, juga dua
yang lain karena dia sudah mulai bosan dengan
Hek Lan. Kekasihnya ini terlalu takut-takut
padahal mereka sudah terlanjur melangkah jauh.
Maka berdalih ingin melenyapkan pula gadis baju
putih itu, dalih yang dikatakan dengan mata
mengandung minyak maka Hek Lan vang tahu
dan justeru tak ingin kekasih-nya berdekatan370
dengan sucinya membentak dan mencengkeram
kuat.
"Tidak, kita harus lari, Yogi. Kau telah
membunuh subo. Cukup! Itu adalah niatmu
utama dan jangan mengganggu suci-suciku yang
lain. Ingat janjimu!"
"Tapi mereka akan mengejar-ngejar kita.
Hidup kita tak aman..."
"Kita lari jauh, ke negerimu. Tak mungkin
mereka menemukan kita dan ayo pergi. Atau kau
memang menaksir suciku karena pandang
matamu jelalatan!"
"Ha-he, laki-laki sudah dikodratkan untuk
mengagumi dan mencinta wanita, apa/lagi yang
cantik. Eh, kau tak usah cemburu Hek Lan.
Baiklah terus terang Saja aku memang tertarik
pada sucimu itu, si baju putih. Kalau ia mau
kuajak pergi dan sama-sama ke Thian-tok (India)
biarlah kuturut omonganmu den kita berbahagia
di sana."
"Apa? Kau.. kau...."371
"Sst, ia datang," Yogiwara tersenyum dan
menyeringai girang. " sucimu, Hek Lan. Kita
hadapi dan mari sambut"
Gadis ini terbelalak. Kekasihnya, yang
telah membunuh dan diberi segala-galanya ini
ternyata terang-terangan ingin mengambil
sucinya untuk dijadikan kekasihnya. Ini berarti
semua pengorbanan sia-sia dan marahlah ia
melihat sikap itu. Dan ketika benar saja sucinye
datang dan disambut degup gembira, mata
pemuda itu bersinar dan dengus hidung
menunjukkan berahi menaik, tanda-tanda ini
dikenal baik oleh gadis itu maka Hek Lan meledak
dan diterjanglah kekasihnya ini.
"Yogiwara, kau pemuda terkutuk!"
Pemuda ini berkelit. Dia terkejut tapi
tertawa menerima serangan ini, mengelak dan
mengibas dan terpelantinglah Hek Lan oleh
tangkisannya yang kuat. Dan ketika ia itu
meloncat bangun sementara gadis baju putih
sudah berkelebat datang maka pemuda ini
berkata bahwa Hek Lan bukan apa-apa baginya.372
"Kau tak mungkin menang melawan aku.
Lihat saja subomu, tak mungkin kau
mengalahkan aku. Ha-ha, turut dan ikuti
kehendakku, Hek Lan. Atau nanti kau kuhajar".
"Keparat!" gadis baju hitam itu sudah
menerjang dan memaki-maki. "Kau binatang
jahanam, Yogi. Kau tak menghargai cintaku. Aih,
kubunuh kau. kubunuh...!"
Namun Si pemuda yang mengelak dan
menangkis lagi akhirnya menunjukkan bahwa
lawan bukan tandingannya. Hwe-ci mencicit dan
robeklah pundak Hek Lan. Kekasihnya sekarang
mulai bersikap keras, ia dilukai! Dan ketika gadis
itu melengking namun Yogi tertawa-tawa, gadis
baju putih tertegun dan berhenti sejenak maka
pemuda itu memandangnya dan melambaikan
tangan.
"Adik manis, kemarliah. Sumoimu nakal.
Bantu aku dan mari ikut ke Thian-tok!"
Gadis ini melotot. la berapi-api tapi
melihat pertengkaran itu tentu saja ia membela
sumoinya. Urusan pengkhianatan nanti dulu,
yang penting pemuda ini harus dibunuh dan373
kematian subonya harus dibalas. Maka ketika ia
membentak dan menerjang maju, Hek Lan
dimaki dan gadis itu menangis tersedu-sedu
maka dikeroyoklah pemuda ini namun Yogi
ternyata pemuda amat lihai. Setelah ia
memperoleh kitab dan mempelajari ilmu-ilmu
Hwe-sin maka kepandaiannya sungguh luar
biasa. Gerak langkah saktinya bergeser amat
cepat dan inilah yang sulit ditandingi. Dulu Hwesin juga membuat lima gadis kewalahan garagara ilmunya ini. Tapi ketika berturut-turut
datang dua saudara yang lain, gadis baju biru dan
hijau maka pemuda Thian-tok ini kewalahan. Dia
boleh hebat tapi menghadapi kemarahan muridmurid Tung-hai Sian-li bukanlah pekerjaan
ringan, apalagi karena dia telah bertempur hebat
dengan Tung-hai Sian-li sendiri, pertempuran
yang cukup menguras tenaga dan kini harus
menghadapi keempat muridnya yang marah.
Hek Lan, kekasihnya itu, paling sengit menerjang
karena merasa marah dan benci dilukai
perasaannya. Terang-terangan kekasihnya itu
hendak mengambil suci-sucinya sebagai kekasih374
baru, siapa tak terbakar! Dan ketika suci-nya baju
biru dan baju hijau juga tak luput dari permintaan
ini, ternyata Yogiwara adalah pemuda hidung
belang maka kekecewaan dan penyesalan
melanda Hek Lan. Gadis baju hitam ini menangis
tersedu-sedu dan ketika keroyokan semakin
sengit iapun menyerang semakin hebat. Lawan
mereka mulai lelah dan mandi keringat. Sedikit
tetapi pasti mereka berhasil mendesak,
meskipun untuk merobohkan kiranya adalah
pekerjaan suiit karena Hwe-kang atau Tenaga Api
melindungi pemuda itu, kebal dan tahan
terhadap serangan-serangan mereka. Namun
karena pemuda itu juga kesakitan, lawan juga
mulai mencabut senjata dan tikaman atau
bacokan ditujukan ke daerah-daerah berbahaya,
seperti hidung dan matanya akhirnya pemuda ini
tertawa dan tiba-tiba mencabut tiga paku berulir
yang ujungnya mengkilap kebiruan.
"Ha-ha, kau dilanda cemburumu, Hek
Lan. Sayang sekali. Kau agaknya sudah tak
mengingat asyik-masyuk kita di kala bercumbu.
Aih, betapa kau merengek dan minta kulucuti.375
Baiklah, kau menjadi pengganggu dan aku bosan
kepadamu. Terimalah dan semoga dapat
bercinta di akherat!" Tiga paku berulir itu
menyambar dengan cepat. Hek Lan terlalu
bernafsu dan serangan-serangannya membuat ia
lengah. Bagian depannya terbuka. Maka begitu
tiga sinar biru menyambar dada dan
tenggorokannya, juga bawah pusar di mana
tentu saja gadis itu menjadi kaget maka ia
mengibas namun aneh dan luar biasa paku-paku
itu menggeliat dan.... crep-crep-crep, semuanya
menancap di tiga bagian tubuhnya. Gadis ini
roboh dan pemuda itu meloncat mundur,
tertawa dan mempergunakan kesempatan itu
karena gadis baju putih dan yang lain tertegun,
menghentikan serangan. Dan ketika ia
berkelebat dan memutar tubuhnya, Hek Lan
sekarat maka murid Dhiran Sing ini meninggalkan
lawan-lawannya dengan tawa menyakitkan.
Gadis baju hijau mau mengejar namun ditahan
gadis baju biru. Gadis baju biru memandang
gadis baju putih. Dan ketika gadis baju putih
mengangguk dan melarang pergi, pemuda itu376
terlalu berbahaya sedangkan Hek Lan terluka
maka mereka menolong namun sumoi mereka
itu tak tahan. Hek Lan mengeluh dan menangis
bercucuran air mata menyatakan penyesalannya, sayang tak berguna karena semuanya
terlambat. Dan ketika gadis itu minta maaf dan
mohon dibalaskan sakit hatinya, tiga sucinya
mengangguk maka Pek Lian berkata
menggenggam lengan sumoinya.
"Apa yang terjadi telah terjadi. Kau telah
mencelakai dan menewaskan subo, .Lan-moi.
Tapi sekarang kau telah menebus dosa. Baiklah,
tanpa kau mintapun pasti kami menuntut balas.
Pergilah, dan tenangkan jiwamu!"
Hek Lan mengejang sejenak. la
mencengkeram dan balas menggenggam lengan
sucinya lalu terkulai, tewas. Dua tubuh telah
menjadi korban dari perbuatan murid Dhiran
Sing itu. Tapi begitu gadis baju putih berdiri dan
mengurus jenasah sumoi-nya, pergi dan
mengejar lagi maka sejak itu mereka bertiga
mencari-cari pemuda Thian-tok ini. Sumoi
mereka yang lain, Ui Yang, tak mereka temukan377
jejaknya karena rupanya pergi ke arah lain.
Mereka tak tahu bahwa gadis inipun tewas
dibunuh Bu Sit. Karena ketika Hek Lan menarik
dan membawa lari kekasihnya maka gadis baju
kuning itupun berlari bersama murid nomor dua
Dhiran Sing ini.
"Kita tinggalkan tempat ini, pergi sejauhjauhnya. Kau dan suhengmu melanggar
perjanjian, Bu-twako. Kalian membuka rahasia
kami. Kalian memberi tahu siapa yang mencuri
kitab. Keparat!"
"Ah, jangan memaki-maki." Bu Sit,
pemuda gagah tampan nomor dua tak senang.
"Dibuka atau tidak kelak ketahuan juga, Ui Yang.
Sama saja. Dan lagi yang membuka adalah
suheng, bukan aku!"
"Tapi kau dapat mencegahnya, bukan
membiarkan begitu saja. Dan kau.... kau sama
dengan suhengmu, mulai bejat!"
"Eh-eh," pemuda ini marah. "Apa
maksudmu, Ui Yang. Hati-hati kalau bicara!"
"Tak usah pura-pura," gadis itu panas,
membentak. "Sudah kudengar omongan kalian378
berdua, Bu-twako. Dan tadi kaupun ikut-ikutan
mengusap paha subo. Ayo, apa artinya ini kalau
tidak hidung belang!"
"Eit, sabar," sang pemuda menyambar
dan memegang lengan gadis itu, tersenyum.
Watak suhengnya memang menular, ada
kenikmatan sendiri kalau memegang-megang
paha wanita lain. "Kau tak perlu bicara, yang
sudah- sudah Yang-moi. Sekarang ke mana kita
mau pergi dan apa selanjutnya yang akan kita
lakukan!"
"Lepaskan aku!" sang gadis membentak,
pipinya mangar-mangar. Aku tak suka kau ikutikutan suhengmu, Bu-ko. Sekali kulihat lagi maka
kau kubunuh!"
"Eh-eh, menantang, kurang ajar! Apa
maumu Ui Yang. Jangan membentak-bentak
lelaki atau nanti kutinggal!"
"Apa? Meninggalkan aku setelah semua
pengorbanan ini? Kau mau menjadi laki tak
berbudi dan lepas tanggung jawab? Jangan mainmain, aku bukan wanita murahan, Bu Sit. Tutup
mulutmu dan jangan main ancam begitu!"379
Pemuda ini mendelik. Tiba-tiba dia marah
merasa tak dihargai. Ui Yang memang gadis keras
tapi tak selayaknya bersikap begitu keras.
Betapapun dia adalah. laki-laki. Maka tertawa
dingin dan berkelebat pergi tiba-tiba pemuda itu
meninggalkan kekasihnya dan menantang.
"Baik, bagaimana kalau sekarang aku
benar-benar meninggalkanmu, Ui Yang.
Beranikah kau mengancam aku dan
membunuhku!"
Gadis itu terbelalak. Sekarang kekasihnya benar-benar pergi dan ia ditantang untuk
membuktikan kata-katanya. Bukan main
panasnya! Maka membentak dan berseru keras
iapun meloncat dan mengejar.
"Bu Sit, jangan lari. Berhenti dan
pertanggung jawabkan dulu benih di dalam
perutku ini!"
"Apa?" pemuda ini terkejut, menoleh.
Gadis itu menyambar dan berjungkir balik di atas


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepalanya, turun dengan wajah beringas.
Mereka kini berhadap-hadapan. "Apa katamu
tadi, Ui Yang? Benih di dalam perutmu?"380
"Benar, aku telah hamil. Gara-gara
perbuatanmu maka aku akan menjadi ibu!"
"Ha-ha, nanti dulu. Ceritakan dulu
bagaimanakah sikap suhengku empat bulan yang
lalu ketika menemuimu di bawah pohon siong
itu!"
Ui Yang terkejut. Gadis ini berubah pucat
mendengar kata-kata ini. Pertanyaan itu berupa
todongan. Tapi kembali dan pulih lagi ia
bertanya, tak menjawab,
"Apa maksudmu, Bu-ko? Pohon siong
yang mana?"
"Ha-ha, tak usah berpura-pura. Empat
bulan lalu kau dan suheng bertemu di dalam
hutan. Katanya kalian bercakap-cakap dan
suheng menceritakan betapa mesranya
sambutanmu terhadapnya!"
"Binatang, bohong sekali! Kalau itu yang
kau maksud maka kujawab bahwa justeru
suhengmu itulah yang membujuk dan coba
merayu aku, Bu-ko. Aku sama sekall tak bersikap
mesra atau menyambutnya seperti katakatamu!"381
"Tapi pertemuan itu betul, bukan?"
Sang gadis tertodong, bingung, tiba-tiba
marah tapi juga takut, takut akan fitnah.
"Jawab," pemuda itu sekarang
membentak, suaranya lantang. "Tidak benarkah
pertemuan itu, Ui Yang. Atau suhengku perlu
kupanggil dan kau berhadapan dengannya!"
"Baik," murid Tung-hai Sian-li ini tiba-tiba
menjadi marah. "Kuakui itu, Bu-ko. Tapi di antara
kami tak terjadi apa-apa. Aku...."
"Ha-ha, nanti dulu. Kalau benar ada
kejadian begitu kenapa kau tidak
memberitahukannya kepadaku? Kenapa empat
bulan lebih diam-diam saja dan berusaha
menyembunyikan diri? Hm, suhengku adalah
laki-laki yang suka wanita cantik, Ui Yang.
Siapapun akan dibujuk ditaklukkan-nya sampai
dapat. Aku kenal betul wataknya. Dan kau,
hmm... diam-diam saja tak memberi tahu
kepadaku sampai kini tiba-tiba menyatakan
hamil! Eh, benih siapa jabang bayi di perutmu itu,
Ui Yang. Kau jangan main-main!"382
"Bu Sit!" bentakan itu terdengar melengking. "Kau berani menuduh aku yang tidaktidak? Kau berani meragukan kesetiaan cintaku?
Keparat, memang kuakui peristiwa itu tak
kusampaikan kepadamu, Bu Sit. Tapi semata
menjaga agar hubunganmu dengan suhengmu
itu tetap baik. Aku tak mengira kau tahu ini dan
tentu suhengmu itu yang bicara. Aku berani
sumpah bahwa ini adalah benihmu!"
"Ha-ha, sekali wanita menyembunyikan
sesuatu maka selanjutnya ia juga akan
menyembunyikan hal-hal lain. Jangan mengira
aku bodoh. Suheng pengejar wanita nomor
wahid, Ui Yang. Mustahil bahwa kau luput dari
rayuannya. Peristiwa empat bulan lalu tak
pernah kau beri tahu, jangan-jangan sebuah
pertanyaanku lagi inipun tak bakal kau jawab.
Baiklah, berapa bulan kandunganmu itu!"
"Empat..." wanita ini terkejut, tiba-tiba
menghentikan kata-katanya sendiri. Dan begitu
ia sader.maka pemuda itu pun tertawa bergelak.
"Empat? Ha-ha...! Jawab kalau begitu
kapan kau dan suheng bertemu di pohon siong383
itu, Ui Yang. Ulangi dan jawab pertanyaanku
kalau kau jujur!"
"Bu Sit!"
"Tidak, tak perlu berteriak. Jawab kapan
pertemuan itu terjadi dan tak usah melototlotot. Telingaku cukup baik. Coba katakan
kepadaku kapan pertemuan itu terjadi."
Gadis ini tiba-tiba menangis. Ia harus
menjawab tapi jawabannya bakal menyakitkan.
la didesak, dipojokkan! Tapi karena ia harus
menjawab dan betapapun ia tak merasa
melakukan penyelewengan maka sambil
menengadahkan muka dan dengan bibir gemetar
menjawab,
"Bu-ko, tak kusangkal bahwa pertemuan
dengan suhengmu itu terjadi empat bulan yang
lalu. Tapi jangan kaitkan ini dengan umur
kandunganku yang sudah empat bulan. Aku tak
melakukan apa-apa dengan suhengmu, Bu-ko,
sumpah demi bumi dan Langit. Kalau aku bohong
biarlah mati disambar geledek!"
"Ha-ha Sumpah? Ah, sumpah wanita
macammu tak dapat dipercaya, Ui Yang. Sekali384
kau meragukan hatiku selamanya aku tetap
bimbang. Baiklah, begini saja.tunggu sampai bayi
itu lahir dan lihat mirip siapakah dia. Aku atau
suheng. Sekarang jangan ganggu aku dan biar
aku pergi!"
*** Credit
Sumber Buku Bapak Gunawan Aj
Kontributor Bapak Awie Dermawan
Edit OCR Yons
Koleksi Kolektor Ebook385
PUTERI ES
(Lanjutan "Rajawali Merah")
Karya: Batara
Jilid VII
* * * GADIS itu terbelalak. Bu Sit, pemuda itu
memutar tubuhnya dan berkelebat pergi. Tawa
aneh terdengar di situ dan alangkah
menyakitkan. la dituduh dan dipojokkan. Umur
kehamilannya disamakan dengan lama
pertemuannya dengan suheng kekasihnya itu.
Tapi karena tak merasa melakukan itu dan benih
di perutnya ini benar-benar dari pemuda itu,
gadis ini marah maka murid Tung-hai Sian-li itu
membentak dan mengejar, berkelebat
berjungkir balik.
"Bu Sit, berhenti!"
Pemuda itu terkejut. Ui Yang meluncur di
atas kepalanya dan berdiri bertolak pinggang,,
muka merah padam dan cuping hidung itu386
kembang kernpis. Dalam keadaan biasa tentu hal
ini amat menarik dan penuh pesona. Wajah dan
pipi yang mangar-mangar itu amat
menggairahkan. Biasanya kalau sudah begitu
maka Bu Sit a-kan tertawa dan memeluk
kekasihnya ini, mencium. Tapi karena pemuda itu
sedang marah dan dia juga tak senang, dua kali
gadis ini menghadangnya maka pemuda itupun
berhenti dan bertolak pinggang.
"Hm, mau apalagi, Ui Yang. Apakah kau
kira aku takut padamu. Aku mau pergi, persoalan
kita sudah beres. Kenapa menghadang dan
mencari permusuhan."
"Pergi? Sudah beres? Keparat, apanya
yang beres, Bu Sit. Kau manusia terkutuk yang
belum membereskan persoalan. Aku di sini ingin
menuntut tanggung jawabmu, bagaimana
dengan benih ini. Apakah demikian enak kau
menghindar. Heh, laki-laki sepertimu ini harus
diberi pelajaran, Bu Sit. Kalau kau hendak
meninggalkan aku dan lepas tanggung jawab
maka kita bertanding sampai kau atau aku yang
binasa. Aku tak dapat menerima sikapmu!"387
"Hm, begitukah? Sudah kubilang agar
menunggu sampai anakmu lahir. Aku tak dapat
memenuhi permintaanmu kalau belum melihat
anak itu mirip wajah slapakah. Kenapa mendesak
dan mencari perkara? Masalah bertanding dapat
saja kita lakukan, Ui Yang, tapi kau akan roboh.
Kau bukan tandinganku. Berpikirlah jernih atau
nanti kau kubunuh."
"Membunuh? Bagus! Kau rupanya sudah
tidak berjantung lagi, Bu Sit. Kalau kau tak mau
menemaniku lagi baiklah kau atau aku yang
mati... wut!" dan si gadis yang menerjang dengan
amat marahnya, mendidih dan bergolak akhirnya
menerjang murid Dhiran Sing itu dengan amat
hebatnya. Ia melepas Pai-hai-jiu namun si
pemuda berkelit, dikejar dan dipukul lagi dengan
pukulan kedua namun masih juga menghindar.
Dan ketika empat pukulan menyambar cumacuma, lawan tertawa mengejek maka untuk
pukulan kelima pemuda ini menangkis.
"Ui Yang, kau tak tahu diri. Kalau ingin
melawan lelaki jangan dengan aku. Kau akan
mampus... duk!" dan gadis itu yang terpental dan388
berjungkir balik akhirnya memekik dan turun lagi
menyambar-nyambar, ditangkis dan terpental
namun menyerang lagi. Pemuda itu sudah tak
mau bersamanya lagi dan hamil tanpa suami di
samping tentu saja membuat gadis itu mata
gelap. Ui Yang menerjang dan mainkan Pekhong-koan-jit. Tapi karena murid Dhiiran Sing itu
jauh lebih tinggi dan semua ilmu-ilmu Dewi Laut
Timur juga sudah dikenal, mengelak dan
menangkis sana-sini maka langkah-langkah
kakinya yang mengandalkan Jit-cap-ji-poh-kun
benar-benar luar biasa dan warisan dari kitab
Hwe-sin ini benar-benar luar biasa. Kaki yang
bergeser maju mundur sudah bergerak ke sana
ke mari dengan amat cepatnya, selalu
mendahului dan bahkan di depan lawan. Dan
karena murid Tung-hai Sian-li itu memang masih
bukan tandingannya dan pemuda ini melepas
Hwe-ci maka jari api mencicit dan... bret, lukalah
leher gadis itu oleh guratan panjang.
"Ha-ha, lihat. Bagaimana kau melawan
aku, Ui Yang. Hentikan atau nanti kubunuh!"389
"Lebih baik mati!" gadis itu berteriak.
"Kau boleh bunuh aku, Bu Sit. Bunuh pula anak di
perutku ini. Ayolah, bunuh aku... atau kau
mampus... wherrr!" gadis itu melepas lagi,
dahsyat menyambar dan si pemuda
mengerutkan kening. Dia melihat bahwa gadis ini
benar-benar sudah nekat, sejenak tergetar oleh
teriakan dan seruan itu tapi wajah dingin dan
kakunya kembali. Dia sangsi keterangan itu dan
tidak percaya. Anaknya atau bukan yang jelas si
ibu ini terlalu menuntut, tentu saja dia marah.
Maka ketika pukulan itu menyambar dan dia
berkelit dengan Tujuh puluh Dua Langkah Sakti,
mengelak dan tahu-tahu di samping Ui Yang
maka Hwe-cinya meluncur dan kali ini menusuk
ketiak, tembus.
"Augh!" Ui Yang terlempar dan
terbanting. Gadis itu bergulingan dan menangis
serta merintih. Ia meloncat bangun tapi roboh
lagi dan mengguguk. Namun ketika ia meloncat
lagi dan menggigil dengan tubuh limbung, sang
kekasih tertawa aneh dan maju dengan cepat
tiba-tiba tudingan Jari Api menyambar dahinya.390
"Ui Yang, sayang sekali kau harus ke
akherat. Pergilah menyusul subomu dan jangan
kejar-kejar aku lagi dengan tingkahmu... cet!"
Jari Api itu menembus dahi, berlubang
dan murid Tung-hai Sian-li itu roboh. Ui Yang
terpekik namun sedetik ke mudian menggeliat,
tak bersuara dan tewaslah dia dengan mata
mendelik. Dan ketika pemuda itu tersenyum dan
membersihkan tangannya, seolah ingin melepas
noda maka dengan tenang pemuda itu memutar
tubuh dan melanjutkan langkahnya lagi. Dia tak
mengurus mayat itu dan murid Tung-hai Sian-li
kembali berkurang seorang. Dua tewas di tangan
dua pemuda dan masing-masing sama menderita
dengan amat menyedihkan. Orang yang mereka
cinta dan harapkan ternyata begitu keji, tak
segan-segan membunuh mereka sendiri. Dan
ketika pemuda itu lenyap dan turun di bawah
gunung maka untuk beberapa lama murid-murid
kakek India ini tak terdengar kabar beritanya.
Lenyap seperti siluman. Amblas!
***391
Namun perhitungan di antara mereka
tentu saja tetap berjalan. Pek Lian, gadis baju
putih itu, bersama dua sumoinya yang lain
mencari dan tetap memburu murid-murid
Dhiran Sing ini. Dendam telah tertanam dan tak
mungkin kematian Tung-hai Sian-li itu dibiarkan.
Hampir satu tahun tiga gadis itu mencari sampai
akhirnya bertemu secara kebetulan, yakni ketika
gegernya kota raja oleh serbuan pemberontak.
Waktu itu Wan-thai-suma dan Thio-taijin serta
menteri-menteri lain sedang berkabung atas


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

wafatnya ibu-suri. Tiga hari yang lalu ibu-suri
meninggal dan kini mereka memperingati
wafatnya, mengadakan sembahyangan dan Thiotaijin sebagai Kepala Agama tentu saja menjadi
pemimpinnya. Kaisar juga hadir dan kesedihan
ini tampak di wajah setiap orang. Sudah setahun
lebih kaisar selalu murung mendengar tewasnya
Hwe-sin. Jago andalannya itu tiada. Untung,
karena tokoh-tokoh sesat juga sudah banyak
dibunuh Hwe-sin dan hampir tak ada gangguan
berarti di istana maka meskipun tokoh itu tewas392
namun istana tenang dan tenteram setahun
lebih ini, kecuali hari itu. Malam itu, dalam
suasana berkabung dan berkumpul di Kuil Naga
dalam suasana sembahyangan tiba-tiba saja
terjadi pukulan genta berkali-kali. Pukulan ini
menggetarkan dinding istana dan kaisar
terbelalak, marah. Genta di atas menara tak
boleh sembarangan dipukul kalau tidak ada
sesuatu yang hebat. Dan untuk memukul
gentapun harus seijin Wan-thai-suma, padahal
Wan-thai-suma saat itu ada di dalam. Jadi,
betapa lancangnya pemukul genta itu. Dia dapat
dihukum berat untuk kesalahannya ini, penjara
seumur hidup atau bunuh. Dan ketika semua
juga terguncang karena genta bertalu-talu itu
merobek keheningan suasana, acara
sembahyangan hancur dan buyar maka kaisar
melotot dan marah, melihat seorang pengawal
roboh mandi darah di muka kuil, menyeruak
masuk.
"Ampun.... bahaya.... pemberontak....
Ada pemberontak!"393
Pengawal Itu roboh. Dia tak sempat
melaporkan semuanya karena sudah terguling
dan tewas. Di dadanya terdapat sebuah golok
menancap dalam, baju dan pakaiannya
bersimbah darah. Dan baru saja pengawal itu
roboh maka terdengarlah sorak-sorai dan gegapgempitanya pasukan pemberontak.. Istana bagai
roboh oleh teriakan dan pekik mereka. "Bunuh
kaisar! Tangkap Wan-thai-suma, Bunuh Thiotaijin dan antek-anteknya.
Suasana menjadi riuh. Thio-taijin, yang
berhenti memimpin sembahyangan tiba-tiba
melihat bayangan-bayangan di luar kuil.
Pengawal diserbu dan crat-crot roboh-nya
penjaga disusul oleh pekik dan jerit kesakitan.
Seratus lebih kerabat istana dan pembantupembantu kaisar menjadi panik. Mereka tibatiba melompat dan berlarian, mencari selamat
dan jerit atau pekik para wanita tak dihiraukan.
Jangan-kan wanita-wanita itu, para selir atau
puteri istana, sedang kaisar sendiri tak mereka
hiraukan dan lupa menyelamatkan diri sendirisendiri.. Hanya Wan-thai-suma dan Thio-taijIn394
saja yang tidak berlarian seperti kerabat-kerabat
istana itu. Mereka berdiri dan terbelalak di situ.
Penjaga atau pasukan di luar dibantai satu-satu,
roboh dan mereka lihat dengan jelas tapi Wanthai-suma tiba-tiba menyambar dan menarik
lengan kaisar. Dialah yang berada paling dekat
dengan kaisar dan Menteri Utama inilah yang
tiba-tiba mengajak kaisar lari ke belakang. Ada
jalan rahasia di situ, ada dinding rahasia yang
dapat mereka pergunakan untuk masuk ke
ruangan bawah tanah, terowongan rahasia. Dan
ketika Thio-taijin juga ingat dan sadar dilindungi
pembantu-pembantunva, laki-laki tua inipun
ditarik dan diseret mengikuti Wan-thai-suma
maka di dalam kuil sudah masuk belasan
pemberontak dengan pedang atau golok
berlepotan darah.
"Heii.. itu Wan-thai-suma!"
"Dan itu kaisar!"
"Itu Thio-taijin. Tangkap!"
Belasan orang ini menyergap. Mereka
mengejar dengan bentakan-bentakan
menyeramkan dan dua di antara mereka395
melemparkan piauw, pisau belati kecil. Dan
ketika dua senjata itu mendesing dan
mendahului orang-orang di belakang maka Wanthai-suma menjerit tertahan bahunya tertembus
senjata gelap itu, juga Thio-tai-jin yang terguling
dan seketika roboh.
"Cep-cep!" Dua pembesar istana Itu
terguling. Kaisar tersentak tapi Wan-thai-suma
bangkit lagi, menarik dan mengajak lari
junjungannya karena pintu rahasia tinggal
beberapa meter lagi. Di depan itu mereka akan
membelok dan lenyap. Tapi ketika dua pisau
terbang lagi menyambar dan mengenai dua
orang ini, kaisar juga tertancap bahunya maka
dua orang itu roboh dan sri baginda berteriak.
"Augh!" Mereka sama-sama jatuh.
Untunglah, karena di belakang ada Ngo-busu,
lima pengawal yang muncul dan cepat
melindungi maka lima orang ini menyambar
bangku dan apa saja dilontarkan kepada orangorang di belakang itu, para pengejar.
"Sri baginda, berdirilah. Biar kami berlima
menghadangnya!"396
Kaisar menahan sakit. Pisau menancap
dalam dan menembus tulang belikatnya.
Terbiasa hidup enak dan tak pernah sengsara
membuat kaisar hampir pingsan, penderitaan itu
membuatnya tak kuat. Tapi ketika Wan-thaisuma terhuyung bangun dan dua pisau di pundak
kiri kanannya itu tak dihiraukan, para pengawal
dan busu-busu lihai sudah berdatangan maka
menteri ini menyambar junjungannya dan lari
tersaruk-saruk.
"Baginda, peluk pinggang hamba. Lari kita
lari!"
Sri baginda setengah sadar setengah
tidak. Genta bertalu-talu masih saja terus
terdengar tapi tiba-tiba berhenti. Seseorang
berteriak ngeri dari atas menara dan jatuh,
suaranya berdetak dan menggetarkan.
Kepalanya pecah! Dan ketika sri baginda
mengeluh dan mencengkeram pinggang Wansuma, lari dan terseok membelok di tikungan
depan maka Wan-thai-su-ma sudah menekan
tombol biru dan dinding tiba-tiba membuka.397
"Kita masuk, bersembunyi!" Kaisar
didorong. Wan-sunia mendahulukan
junjungannya baru diri sendiri. Tapi ketika ia
masuk dan siap menutup pintu tiba-tiba Thiotaijin muncul dan jatuh bangun dengan lengan
dan pundak ditancapi piauw.
"Taijin...!" Wan-thai-suma tertegun.
Tentu saja sebagai sesama pembesar negara tak
mungkin dia membiarkan rekannya terbunuh di
luar. Kaisar sudah lenyap di dalam sementara dia
mau menyusul, berhenti dan melompat lagi
menunggu Kepala Agama itu. Tapi karena ini
berarti menunda beberapa detik, riuh dan ribut
di luar semakin menjadi maka tepat mereka
saling menyambar tangan mendadak seseorang
muncul dan dua orang itu kaget bukan main.
"Ha-ha, apa kabar, Wan-thai-suma? Siap
bersembunyi? Nanti dulu, tengoklah aku!"
Angin berdesir dan dua orang itu
menoleh. Seorang laki-laki perlente, gagah tapi
bermata keji terdapat di situ, di belakang
mereka, tertawa dan di sebelah laki-laki ini
terdapat pemuda berusia tiga-puluhan tahun398
yang tersenyum-senyum, mendorong dan tibatiba pintu rahasia hancur, roboh.
Dan ketika dua orang itu terkejut dan
mundur membelalakkan mata maka hampir
berbareng mereka berseru,
"Tan-ongya!"
"Tan Kiong "
Laki-laki itu tertawa. Dia memang bukan
lain Tan Kiong adanya, pangeran tertua yang dulu
dua tahun lalu dibuang di pulau pengasingan,
datang dan kini muncul di situ dengan cara
mengejutkan, menyerbu dan jelas inilah
pimpinan pemberontak! Dan ketika Wan-thaisuma dan Thio-taijin tertegun, pucat tapi lalu
marah bukan main maka pemuda di samping itu
berkelebat dan tertawa.
"Ongya, biarlah kutangkap Wan-thaisuma ini untukmu!"
Wan-thai-suma mencabut pedang. Dia
kesakitan oleh piauw yang menancap namun tak
perduli, menusuk namun pemuda itu menampar
dan pedangpun patah! Dan ketika pemuda itu
tertawa dan meneruskan gerakannya maka Wan-399
thai-suma tertangkap namun berbareng tiba-tiba
terdengar bentakan dan kawannyapun roboh di
tangan seorang gadis baju putih.
"Bu Sit, lepaskan Wan-thai-Suma!"
Pemuda itu terkejut. Dia tak menyangka
dan Tan Kiong, pangeran itu, tertotok dan
mengeluh ditangkap seseorang. Bayangan putih
berkeleoat di belakang pangeran itu bersamaan
dengan berkelebatnya pemuda itu menangkap
Thai-suma. Maka ketika pemuda itu membalik
dan menoleh tiba-tiba saja dia tertegun karena
itulah gadia baju putih murid utama Tung-hal
Sian-Li.
"Ha-ha, bagus!" pemuda ini tertawa
bergelak dan girang. "Kau kiranya, Pek Lian.
Bagus sekali. Ha-ha, berikan Tan-ongya dan
kulemparkan Wan-thai-suma ini kepadamu.
Aduh, rupanya kau datang tak sabar menemuiku.
Ha-ha, akupun rindu!" Gadis baju putih melotot.
la mencengkeram Tan-ongya dan mengangkat
serta memutar-mutarnya. Bu Sit, pemuda itu
masih juga mencengkeram Wan-suma namun
tidak melontarkan, biarpun mulut bicara untuk400
tukar-menukar tapi hanya berhenti sampai di situ
saja. Dan ketika ia membentak sementara
cengkeraman diperkeras, Tan-ongya mengaduh
maka ia membentak agar pemuda itu
melepaskan. tawanan.
"Berikan. Wan-suma, atau anjing
pemberontak ini kubunuh!"
Terpaksa, pemuda itu melemparkan
Wan-suma. Ada dua hal yang membuat ia tak
boleh mengulur waktu, yakni pandang mata
beringas gadis itu serta lebih berharganya diri
Tan-ongya dibanding Wan-su-ma. Tan Kiong
adalah pucuk pimpinan pemberontak dan
kehilangan 'pangeran itu berarti akan kehilangan
segala-galanya. Janji dan kedudukan muluk telah
mengiming-imingi pemuda ini untuk dinikmati.
Murid Tung-hai Sian-li itu benar-benar akan
membunuh lawannya kalau dia main-main. Dan
karena gadis itu juga tak perlu ditakuti, mendiang
Tung-hai Sian-li roboh di tangannya maka diapun
melempar Wan-suma dan tertawa agar lawan
menyerahkan pula Tan-ongya.401
"Baik, aku memenuhi permintaanmu,
adik manis. Serahkan Tan-ongya dan mana dua
adikmu yang lain!"
Gadis itu menangkap dan menerima. la
melempar pula Tan-ongya tapi Thio-taijin tibatiba berseru dan meloncat bangun agar gadis itu
tak memberikan tawanannya, menahan sejenak
tapi tetap pula melempar pangeran
pemberontak itu. Dan ketika Thio-taijin
membanting-banting kaki dan mengepal tinju,
Wan-suma terhuyung bangun dan merangkul
laki-laki tua itu maka Wan-suma berkata,
"Sudahlah, gadis itu benar, taijin. la
seorang gagah sejati. Kita harus berterima kasih
karena ia telah menolong kita. Kau masuklah ke
sana dan biar aku di sini."
"Tidak," gadis itu menoleh, berkelebat
dan sudah melindungi dua pembesar ini. "Kau
dan Thio-taijin selamatkan dirimu, Wan-suma.
Tentang orang ini.. hm, dia bagianku!"
"Ha-ha," Bu Sit bersiap dan mendorong
pula Tan-ongya, yang bangkit dan terhuyung
pucat. "Kau juga berlindung sebentar, ongya.402
Gadis ini kawan lamaku dan biar kalian tak ikut
campur!" dan membalik serta menyerang
dengan tiba-tiba, curang sekali mendadak ia
melepas Hwe-ci dan sinar merah menyambar.
"Dar!" Gadis itu mengelak dan
menendang roboh Thai-suma dan Thio-taijin.
Serangan itu amat licik namun untung gadis ini
selalu waspada. la memaki dan berjungkir balik
menghindar, untung. Dan ketika ia meluncur
turun namun sudah disambut serangan pemuda
itu, Bu Sit bergerak dan maju dengan bukulanpukulan Hwe-kang maka Wan-suma- dan Thio

Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

taijin terguling-guling di balik pintu rahasia dan
bangun dengan muka pucat. Pintu itu sudah
hancur sementara Tan Kiong lenyap
bersembunyi. Agaknya, begitu pemuda itu
menghadapi lawan tangguh segera dia ngacir,
khawatir kalau Wan-suma atau orang-orangnya
nanti datang. Dan ketika Thio-taijin mengeluh
namun sudah disambar tangannya diajak lari ke
dalam mencari kaisar maka dua orang itu
meninggalkan pertempuran dan sekarang
mereka tahu siapa dalang dari kerusuhan ini.403
Gadis baju putih sudah bertanding dan .bergerak
naik turun menghadapi lawannya. Dia menangkis
dan membalas dan pertempuran seru terjadi di
sini. Pai-hai-jiu menyambar amat hebatnya
namun dengan
langkah-langkah sakti pemuda itu
mengelak dan menangkis. Dan ketika adu
pukulan menunjukkan tenaganya lebih kuat,
seorang lawan seorang tak perlu dibuat takut
maka pemuda ini tertawa bergelak dan gadis
baju putih terpental berkali-kali oleh Hwe-ci atau
pukulan-pukulannya yang hebat.
"Ha-ha,kau bukan tandinganku, nona
Pek. Kau bukan lawanku. Daripada bermusuh
lebih baik berteman. Lihat, kau kalah lihai.... dukplak!" gadis itu terlempar dan berjungkir balik.
Bu Sit mengejar dan tertawa-tawa dan Jit-cap-jipoh-kun milik Hwe-sin benar-benar membuat
gadis ini kewalahan. Dulupun ilmu langkah sakti
ini selalu membuat repot. Tapi berang bahwa
pemuda itu mencuri kepandaian orang lain,
membunuh dan menewaskan subo serta
sumoinya maka gadis ini meledak-ledak dan tiba-404
tiba melengking yang membuat genteng di atas
berhamburan.
"Jahanam she Bu, kau kiranya
bersembunyi di pulau pengasingan. Bagus, dan
sekarang kau membantu pemberontak. Pantas
aku tak dapat mencarimu tapi hari ini kau atau
aku yang mampus.... plak-duk!" gadis itu
terlempar dan berjungkir balik kembali,
menyerang tapi ditangkis dan ia tak sempat
mengelak. Tujuh kali ia terpental tapi tujuh kali
itu pula ia menerjang lagi. Keganasan sikapnya
seperti mendiang Tung-hai Sian-li, tak kenal
menyerah, tak ada ampun! Dan ketika ia
meluncur dan mencabut pedangnya, kini dengan
pedang di tangan kanan dan pukulan-pukulan di
tangan kiri ia menerjang pemuda itu maka sambil
tertawa-tawa pemuda ini melayani dan gembira,
berkelebatan dan mereka sambar-menyambar
sementara pemuda itu benar-benar
mengandalkan langkah-langkah saktinya Jit-capji-poh-kun. Ilmu dari mendiang Hwe-sin ini
memang luar biasa karena dengan cara tiba-tiba
dan amat mengejutkan ia dapat berada di kiri405
atau kanan lawan, bahkan di belakang dan
menusuk dengan Jari Api ia membuat gadis itu!
menghindar dan melempar tubuh bergulingan.
Tapi ketika gadis baju putih terdesak dan
lengkingan kembali menggetarkan gedung itu, si
gadis memanggil bala bantuan maka gadis baju
biru, sumoinya nomor dua datang.
"Cici, jangan takut. Aku tak menemukan
suheng jahanam ini dan maaf terlambat!" dan
dua gadis yang segera mengeroyok dan
menerjang pemuda itu membuat Bu Sit terkejut
tapi hanya sekejap saja, tertawa dan mengelak
dan selanjutnya bunyi "set-set" dari langkah
kakinya itu semakin kuat. Ia dikeroyok tapi
dengan Hwe-ci dan Tujuhpuluh Dua Langkah
Sakti ia selalu di atas angin. Dan ketika tangkisan
atau pukulannya juga membuat gadis baju biru
terpental, pemuda ini hebat maka keadaan
bertambah seru karena murid Dhiran Sing ini
benar-benar luar biasa, apalagi ketika dia mulai
menggosok-gosok telapak tangannya siap
mengeluarkan Ngo-thian-hoat-sut (Sihir Lima
Langit)406
"Awas!" sang suci berteriak. "Hati-hati,
sumoi. Keluarkan Pek-hong-koan-jit!"
"Ha-ha," pemuda itu tertawa. "Boleh,
adik-adik manis. Boleh! Ayo, keluarkan Pekhong-koan-jit dan mari sama-sama mengadu
siapa lebih kuat.... dar!" pemuda itupun
mengeluarkan pukulan yang sama, tujuh sinar
warna-warni di mana keduanya meledak dan
terlempar. Pemuda itu hanya terhuyung
sementara lawan terpental berjungkir balik. Dan
ketika dua gadis itu menjadi marah dan
menerjang kian hebat maka di dalam kuil
berkelebat bayangan hijau dan para
pemberontak dihajar. Hal ini tak diketahui dua
gadis itu karena mereka bertanding di belakang.
Tapi ketika teriakan pemberontak lenyap diganti
tepuk riuh pengawal kerajaan, yang mendapat
bantuan amat lihai maka Bu Sit yang tak
memperhatikan tapi kini heran oleh sorak-sorai
lawan menjadi kaget.
"Bagus, bunuh mereka itu. Tangkap
pimpinan pemberontak. Hajar!"407
Bak-bik-buk di ruang dalam membuat Bu
Sit curiga. la harus berhati-hati tapi tak perlu
khawatir terhadap dua gadis ini. Bahkan, ia siap
merobohkan dan mempermainkan. Telapak
tangannya sudah memerah dan ilmu sihir siap
dikeluarkan. Tapi begitu suara pemberontak kian
surut sementara di ruang kuil sorak riuh pasukan
kerajaan menjadi-jadi maka di tempat lain
pertempuran masih berkobar dan keadaan
berjalan imbang. Malam itu serbuan
pemberontak memang tak diduga-duga dan
kaisar serta menterinya kalang-kabut. Wanthaisuma nyaris tertangkap tapi munculnya gadis
baju putih membuat keadaan berubah. Namun
karena murid Dhiran Sing itu henar-benar lihai
dan ia dapat mengatasi lawan, datang gadis baju
biru tapi bantuan itu tak banyak berarti, pemuda
ini tetap unggul maka di ruang kuil berkelebat
bayangan hijau tapi di ruang kuil dan tempattempat lain berkecamuk pertempuran berdarah
yang membuat pasukan pemberontak
berhadapan dengan pasukan istana yang siap
mati. Tiga panglima lihai menyatroni408
pemberontak-pemberontak itu dan mereka ini
berada di sebelah timur dan barat. Mereka tak
berhadapan dengan Bu Sit karena pemuda itu
lewat tengah, membentak dan menahan
pemberontak-pemberontak itu dan mereka
berhasil. Po-ciangkun, yang bersenjatakan siangkek atau sepasang tombak pendek menusuk dan
menikam yang membuat musuh-musuhnya
roboh. Lim-ciangkun, yang bersenjatakan gaetan
juga mengamuk tak kalah garang dengan Pociangkun, menusuk dan menggaet lawan hingga
banyak perut atau dada terobek. Tapi karena
serbuan itu berjalan tiba-tiba dan semua orang
tak menyangka, genta yang menggetarkan
dinding istana itu akhirnya juga
mengguncangkan penduduk maka suasana kalut
dan ramai menjadi satu dengan dencing senjata
dan teriakan atau pekik ngeri orang-orang yang
luka. Tiga panglima yang mengamuk akhirnya
dapat mendesak para pemberontak dan gadis
baju hijau di ruang kuil juga menyelesaikan
pekerjaannya. Gadis ini telah merobohkan tak
kurang dari empatpuluh pemberontak namun409
bersamaan itu di belakang kuil terdengar jeritan
dan keluhan tertahan. Bu Sit, pemuda itu
akhirnya melepas sihir di mana Pek Lian dan
sumoinya menjerit. Telapak pemuda itu yang
kemerah-merahan sudah ditepuk dan begitu
meledak muncullah seekor naga siluman,
berkoak dan menyambar mereka dan ketika
mereka mengelak tahu-tahu pukulan tangan kiri
pemuda itu menyambar. Lawan mengeluarkan
Ngo-thian-hoat-sut dan saat sihir meledak tibatiba pemuda Itu berkelebat di balik sihirnya
melepas Hwe-ci. Jari api itu menyambar di saat
dua gadis mengelak. Dan ketika tudingan itu
mengenai Pek Lian dan sumoinya dan gadis baju
biru terbanting menjerit maka gadis baju putih,
Pek Lian, mengeluh dan roboh bergulingan
dengan baju terbakar di dada, robek dan kulit
dadanya hangus! Dan saat itulah sihir meledak
lagi disusul tawa bergelak pemuda ini. Gadis baju
biru merintih sementara gadis baju putih
bergulingan meloncat bangun, dadanya yang
hangus memperlihatkan sebagian kulit pundak
yang putih bersih.410
"Ha-ha, sekarang kau roboh, nona Pek.
Dan sebentar lagi kaupun menjadi kekasihku...
dar!"
Kilatan cahaya hitam menyambar
melindungi tubrukan pemuda itu ke arah lawan.
Gadis baju putih mengeluh dan menggigit bibir
dengan muka pucat. Ter-hadap sihir ia kurang
kuat, apalagi menghadapi pemuda sernacam Bu
Sit ini, murid seorang tokoh lndia yang memang
pandai sihir. Dan ketika ia terkejut melihat naga
siluman kembali menyerang, mulutnya dibuka
lebar memperlihatkan lidah merah menjilat-jilat
maka ia tak melihat tubuh lawannya di balik naga
atau asap hitam itu. Ia mengelak dan menangkis
dan kepala naga tiba-tiba pecah. Ia menghantam
dengan Pek-hong-koan-jitnya yang lihai itu. Naga
tiba-tiba berobah menjadi ikat pinggang, runtuh
dan menggeliat sejenak di tanah, diam. Dan
ketika ia tertegun dan sadar melompat bangun,
tertipu maka saat itulah sepasang lengan kuat
menotok dan memeluk pinggangnya, membuat
ia roboh dan kembali terguling.
"Ha-ha, kena.... crep!"411
Lengan kuat murid Dhiran Sing itu
memeluk. Gadis baju putih terbanting dan
pemuda itupun ikut terbanting. Dan ketika
mereka bergulingan namun gadis ini tertangkap,
roboh dan lemas di bawah totokan lawan maka
ia tak dapat berbuat apa-apa namun saat itu
bayangan Hijau berkelebat dan sebatang pedang
menusuk leher pemuda ini.
"Jahanam binatang, lepaskan ciciku!"
Pemuda itu terkejut. la segera
merobohkan lawan-lawannya begitu sorak riuh
di ruang kuil terganti oleh pengawal istana. Suara
pemberontak tak terdengar lagi dan karena
itulah ia ingin melihat, harus merobohkan dua
gadis ini dulu sebelum ke sana. Tapi begitu ia
berhasil melumpuhkan lawan dan saat itu
sebatang pedang menyambar lehernya, cepat
sekali maka pemuda yang terkejut dan melompat
bangun ini tiba-tiba membentak dan apa boleh
buat dia menangkis seraya melepaskan gadis
baju putih itu.
"Plak!" pedang itu terpental. Gadis baju
hijau berdiri di situ dan pemuda ini tiba-tiba412
tertawa bergelak. Sekarang ia sudah meloncat
bangun dan melihat siapa lawannya. Dan ketika
ia tak kaget lagi dan sadar dengan wajah berseriseri, lawan terhuyung dan sudah menyerangnya
lagi maka gadis baju putih, yang tertotok dan
menggeliat sudah membebaskan dirinya dan
meloncat bangun. Mampu membuka jalan
darahnya sendiri!
"Sumoi, jahanam ini minta dibunuh.
Awas, ia mengeluarkan sihirnya. Jangan beri
kesempatan dan mari kita selesaikan dia!"
Murid Dhiran Sing itu terbelalak. Ia
kagum bahwa gadis baju putih ini mampu
membebaskan totokannya lagi. Dan ketika gadis
itu menerjang sementara gadis baju biru juga
bangkit dan sudah pulih lagi, tadi ia terjengkang
oleh pukulan lawan maka Bu Sit dikeroyok lagi
dan kini oleh tiga lawan sekaligus.
"Ha-ha, bagus. Hmm, mana suheng.
Keparat, kalian tak boleh diampuni lagi dan aku
akan menurunkan tangan lebih keras!" pemuda
itu berseru dan gemas. Ia tak takut dikeroyok tiga
tapi suhengnya yang tak muncul membuat ia413
marah. Sebenarnya ia dan suhengnya datang
berdua tapi suhengnya itu kekaputren. Tadi
suhengnya berkata bahwa biarlah urusan itu
diselesaikannya sendirian, toh tak ada yang perlu
ditakuti karena di istana tak ada tokoh-tokoh
berarti. Yang ada hanya panglima-panglima
tinggi dengan kepandaian rendah. Bagi mereka
orang-orang macam itu tak perlu dibuat takut
dan tentu saja munculnya murid-murid Tung-hai
Sian-li ini di luar perhitungan. Baik Bu Sit maupun


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

suhengnya tak menduga bahwa tiga gadis ini
hadir di situ, mengacau dan menahan mereka
dan Bu Sit marah karena ia harus menghadapi
sendirian murid-murid Tung-hai Sian-li ini.
Yogiwara, suhengnya, sedang mencari
kesenangannya di kaputren. Pemuda itu sedang
mencari puteri-puteri tercantik untuk ditangkap
dan dipermainkan. Mereka telah mendapat janji
bahwa di samping kedudukan dan pangkat mulia
juga boleh mengambil puteri-puteri cantik untuk
dijadikan pelepas nafsu. Pemuda yang satu itu
memang amat mata keranjang dan tak pandang
bulu. Maka ketika ia memasuki kaputren414
sementara sutenya disuruh memberesi dulu
lawan-lawan mereka dan nanti mendapat
bagiannya yang sama, Bu Sit tertawa dan senang
membayangkan hasil maka pemuda itu menjadi
kaget dan marah ketika tiga murid Tung-hai Sianli ini muncul. la tak takut tapi hilangnya suara
pemberontak membuat ia was-was. Ia tak tahu
apa yang terjadi di luar kuil tapi melihat
berdatangannva pengawal kerajaan membuat ia
marah. Hal ini berarti bahwa pemberontak
mendapat halangan, mungkin terdesak, atau,
lebih hebat lagi gagal dan dipukul mundur! Dan
marah kalau itu benar maka pemuda ini berseru
keras dan ketika gadis baju hijau masuk diapun
tidak main-main lagi dan semua pukulan
ditangkis sementara dia mengeluarkan sihirnya
lagi, Ngo-thian-hoat-sut.
"Nona-nona, kalian tak dapat
mengalahkan aku. Lihat, subo kalian datang dan
dengar bahwa ia meminta kalian berlutut... dar!"
Suara dahsyat ini disusul jeritan kaget tiga
gadis itu karene tiba-tiba entah dari mana
datangnva mendadak subo mereka Tung-hai415
muncul, membentak dan berseru kepada mereka
dan gadis baju putih serta sumoinya kontan saja
terkejut bukan main. Pek Lian, gadis baju putih
telah berseru kepada sumoinya agar hati-hati
terhadap sihir pemuda itu. Ngo-thian-hoat-sut
telah mereka kenal tapi bahwa sihir itu dipakai
untuk "memanggil" subo mereka tentu saja
mereka kaget bukan main. Di tengah ledakan
asap tiba-tiba muncul ,subo mereka yang garang
itu, berseru dan mengangkat tangan dan benar
saja menyuruh mereka berlutut. Bentakan lawan
berubah menjadi bentakan seorang wanita dan
suara itu benar-benar suara guru mereka Tunghai Sian-li. Pek Lian gadis baju putih sampai
bengong, tertegun, begitu juga dua gadis baju
biru dan hijau. Dua sumoi gadis beju putih ini juga
sampai tersentak dan kaget, wajah mereka
pucat. Dan ketika dua gadis itu tertegun
menekuk lutut, gadis baju putih juga kehilangan
akalnya dan sedetik mereka dimasuki pengaruh
sihir maka pemuda itu berkelebat dan di bawah
bayang-bayang Tung-hai Sian-li pemuda ini416
merampas pedang dan telunjuk tangan kirinya
menotok tiga gadis itu sekaligus.
"Ha-ha, robohlah...!"
Tawa ini menggugah segala-galanya.
Gadis baju putih seketika sadar namun ke adaan
tak memungkinkan lagi. Dia tertipu oleh lawan
dan kecerdikan pemuda itu mempergunakan
wajah subonya benar-benar berhasil. Murid
mana tak akan tunduk kepada guru kecuali murid
pemberontak. Tiga gadis ini juga begitu dan
merekapun terkecoh oleh lawan, sadar
mendengar tawa ltu tapi terlambat. Tak ada
waktu mengelak dan Bu Sit benar-benar cerdik,
licik. Namun ketika jari pemuda itu siap
rnenyentuh pundak gadis-gadis itu mendadak
terdengar seruan perlahan dan seorang kakek
tua tiba-tiba muncul.
"Anak muda, kau curang. Tak boleh
mempergunakan orang yang sudah meninggal
untuk menakut-nakuti orang lain.... plak!" dan
sebuah telapak lembut yang menangkis dan
menolak jari Bu Sit tiba-tiba membuat pemuda
itu berteriak dan terbanting.417
"Aduh..:!" Tiga gadis itu selamat. Pek Lian
dan lain-lain sudah disambar kakek berjenggot
sedada ini dan mereka ditarik bangun, meloncat
sementara pemuda itu bergulingan mengaduhaduh. Bu Sit merasa jarinya tadi menusuk
sekeping papan lembut namun kuat dan berdaya
tolak besar, tertekuk dan jarinya seakan patah.
Tapi ketika ia melompat bangun dan melihat
kakek itu, melotot, maka ia mendesis dan
membentak, memaki.
"Tua bangka, kau siapa. Ada apa
mencampuri urusan orang-orang muda dan ikutikutan!"
"Hm, aku Kim Kong Sengjin, sahabat
mendiang Hwe-sin dan Tung-hai Sian-Li. Maaf
kalau aku mencampuri urusanmu, anak muda.
Tapi melihat sepak terjangmu ini sungguh aku si
tua tak dapat tinggal diam. Kau mempergunakan
ilmu-ilmu sahabatku dan Dhiran Sing, aneh. Kau
siapakah dan bagaimana dapat memillki
gabungan ilmu-ilmu orang banyak. Apakah tak
salah mataku melihat."418
"Keparat," pemuda itu memaki. "Aku tak
kenal padamu, Kim Kong Sengjin. Tapi karena kau
telah menangkis pukulanku coba terima lagi dan
sanggupkah kau menangkisnya lagi!"
Pemuda itu berkelebat, marah dan tak
mau tahu siapa lawannya karena memang ia tak
kenal. la tak tahu bahwa inilah seorang pertapa
sakti dari Himalaya, sahabat dari mendiang Hwesin terutama suhengnya, Gin Goat Cinjin, tokoh
yang sudah meninggal dan yang dulu
menampakkan rohnya di hadapan adik
seperguruannya itu. Kepandaiannya dua tingkat
di atas Hwe-sin dan tentu saja hebat bukan main,
sayangnya tak pernah muncul karena sudah
limapuluh tahun tokoh ini bertapa. Maka ketika
pemuda itu menerjangnya dan Bu Sit marah
bukan main, kakek ini menghela napas dan
menerima maka Hwe-ci, Jari Api yang amat
dahsyat itu menyambarnya, menusuk dengan
keji.
"Cussshhh...!" Kakek itu menerima dan
tak mengelak. la diam saja dan jari pemuda itu
tepat mengenai dahinya. Bu Sit terkejut dan419
heran tapi juga girang, menusuk dan tentu saja
serangannya hebat sekali. la menusuk dengan
penuh kebencian. Kemarahannya menggelegak.
Tapi begitu jarinya mengenai dahi dan kakek itu
memandangnya lembut, tersenyum, maka dahi
yang ditusuk ini berubah seperti karet dan api
yang menyambar kakeK itu juga padam dan Bu
Sit menjerit karena telunjuknya patah!
"Augh...!" Pemuda itu pucat dan
berguling-guling. la roboh melempar tubuh
karena sekali ini jarinya tidak hanya tertekuk. Jari
itu patah dan tentu saja sakitnya bukan main, Bu
Sit menjerit dan melengking-lengking.
Dan ketika ia meloncat bangun tapi gadis
baju putih dan dua sumoinya berkelebat, sadar
dan mellhat kesempatan bagus maka gadis itu
melepas Pek-hong-koan-jit dan tangan kanannya
menampar ke tengkuk lawan, begitu juga dua
sumoinya.
"Bu Sit, terimalah kematianmu. Pemuda
ini terkejut. la mengelak tapi kalah cepat,
terpelanting dan roboh lagi dan tiga gadis itu
segera mengejarnya. Pek-hong-koan-jit420
meluncur bertubi-tubi dan pernuda itu tentu saja
kewalahan. Ia sedang patah jarinya dan sakit
yang hebat benar-benar menggigit, sinkangnya
tak mampu dikerahkan seperti biasa. Dan ketika
tiga pukulan mengenai tubuhnya, mengeluh dan
bergulingan mencari selamat maka
berkelebatlah kakek itu menahan tiga gadis ini,
pundak mereka disentuh.
"Nona, biarkan pemuda itu pergi. Kalian
menjauhlah!"
Gadis baju putih terkejut. la disentuh
pundaknya namun tiba-tiba semua tenaganya
hilang. la seakan dilolosi begitu pula dua
sumoinya yang lain. Tapi begitu mereka
terhuyung maka Bu Sit yang meloncat bangun
dan marah di sana menghantam mereka dengan
tangan yang lain.
"Kalian gadis-gadis keparat!"
Namun kakek itu lagi-lagi bergerak. Kakek
ini telah melumpuhkan Pek Lian dan sumoisumoinya dengan tepukan sinkang, membuat
tiga gadis itu kehilangan tenaga dan terhuyung.
Maka ketika pukululan itu menyambar dan421
mereka tentu saja tak dapat mengelak, mereka
belum hilang kagetnya maka kakek itulah yang
lagi-lagi menangkis dan menyerahkan dadanya
untuk dihantam.
"Anak muda, tarik pukulanmu, atau
tanganmu patah."
Bu Sit kaget bukan main. ia telah patah
telunjuk kanannya dan kini dengan tangan kiri ia
menghantam. Yang dituju adalah Pek Lian dan
dua saudaranya itu tapi yang menerima justeru si
kakek. Sedetik ada rasa kaget tapi pemuda ini
nekat. Bu Sit penasaran oleh gebrak pertama tadi
dan sesungguhnya ingin mengulang. Masa ia
kalah! Maka ketika kesempatan itu ada dan si
kakek maju melindungi gadis-gadis itu, ia marah
bahwa kakek ini pengacau di tengah jalan maka
ia membentak dan justeru menambah
tenaganya. Hwe-kang atau Tenaga Api
menyembur dari tangan pemuda ini.
"wuuut...Traakk...!"
Dan Bu Sit terbanting. Pemuda itu
memekik karena pergelangannya ,tiba-tiba
patah. Bahkan, ujung siku sampai ke ujung jari422
terbakar. Hwe-kang membalik dan pemuda itu
tak kuat. Dan ketika Bu Sit berteriak dan
terbanting bergulingan maka berkalebat
bayangan lain dan Yogiwara, pemuda asing itu
muncul.
"Sute, apa yang terjadi. Siapa tua bangka
ini!"
"Aduh...!" pemuda itu merintih dan
mengeluh. Bu Sit bercucuran air mata menahan
sakit! "Dia.... dia Kim Kong Seng-jin, suheng.
Entah tua bangka dari mana tapi datang
menyakiti aku. Oouhh.... ke mana saja kau ini.
Kenapa terlambat datang dan membuat aku
menderita!"
Yogiwara terkejut. Dia telah menikmati
kesenangannya dengan menangkap tiga puteri
cantik di kaputren, melempar dan membunuh
pengawal-pengawal yang berjaga. Tapi
mendengar jerit dan pekik sutenya, terkejut dan
mengerutkan kening karena sutenva tentu
sedang menghadapt bahaya maka ia menendang
pintu kamar dan dengan buru-buru dan celana423
masih kedodoran ia datang ke tempat itu, tak
sadar bahwa kancing celananya menganga.
"Kim Kong Sengjin?" ia menuding,
terbelalak. "Bagus sekali, tua bangka. Aku tak
mengenal dirimu tapi kau telah meng-ganggu
suteku. Bagus, kau mencari mampus!" pemuda
itu membentak dan berkelebat, marah dan tibatiba bergerak dengan langkah saktinya dan tahutahu iapun sudah di dekat si tua. Gerak cepat
Yogiwara ini jauh lebih hebat daripada sutenya,
dua kali lipat. Tapi ketika ia menggerakkan
tangan dan menusuk dengan Hwe-ci, ilmu
andalan itu maka kakek inipun tersenyum dan
tak menangkis.
"Kau murid pertama Dhiran Sing? Hm...
baik sekali. Tapi Sinar matamu jahat. Ah, kau
rupanya telah melakukan sesuatu yang tak
terpuji, anak muda. Aku jadi prihatin dan pedih
lagi. Pemuda semacammu tak seharusnya
berwatak kotor. Bersihkanlah atau nanti kau
celaka.... cesshh!" dan leher si kakek yang mental
ditusuk Hwe-ci membuat Yogiwara berteriak dan
tertekuk jarinya, melempar tubuh dan pemuda424
ini kaget karena telunjuknya matang biru! la
terbelalak dan melompat bangun dan di sana
sutenya berseru agar ia hati-hati, kakek itu
memang lihai. Dan ketika pemuda ini melompat
bangun dan pucat tapi penasaran, sama seperti
sutenya tadi maka murid Dhiran Sing ini
membentak dan menerjang lagi, cepat bertubitubi namun si kakek tenang tak mengelak ke
sana-sini, diam dan menerima dan semua
tusukan Hwe-ci mental. Kian keras Yogiwara


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menusuknya kian sakit Pemuda itu
mengeluarkan teriakannya. la kaget dan
berubah. Dan ketika semua pukulannya mental
dan sepuluh jari sudah matang biru maka jari
kelingkingnya patah.
"Krek!" Yogiswara melempar tubuh
menjerit tertahan. la pucat bergulingan bangun
dan sepasang matanya membelalak lebar, sadar
bahwa kiranya ia berhadapan dengan orang
sakti. Tapi ketika ia gentar dan jerih menghadapi
lawan tiba-tiba terdengar tawa menggetarkan
yang membuat semua orang di situ terpelanting425
dan roboh. Yogi sendiri terjengkang, begitu pula
tiga gadis di sana!
"Ha-ha, kau mencampuri urusan anakanak muda, Kim Kong Sengjin. Kalau begitu aku
keluar dan ikut campur pula!" di situ berdiri
seorang laki-laki gagah yang entah dari mana
munculnya, bermuka merah dan laki-laki ini
tahu-tahu menyambar Yogi. Pemuda itu berkelit
tapi kena juga, kaget dan mendadak ubunubunnya ditiup. Tenaga dahsyat menyembur
keluar. Dan ketika pemuda itu terkejut dan wajah
tiba-tiba merah pula, seperti laki-laki gagah itu
maka ini mendorongnya dan berseru,
"Hadapi kembali lawanmu, bunuh dia!"
Yogiwara berubah seperti jago
berkeruyuk yang baru disiram air. Pemuda ini
tiba-tiba beringas dan ia tertawa bergelak.
Semacam tenaga sakti memasuki kepalanya dan
ia seakan ditiup, melembung dan tiba-tiba
pemuda itu melompat dengan amat garangnya.
Lompatannya jauh dan kuat sekali, menderu dan
siapapun roboh diterjang angin lompatannya ini,
termasuk gadis baju putih yang baru saja berdiri426
bangun dihantam tawa menggetarkan laki-laki
bermuka merah itu. Dan ketika gadis itu
berteriak karena pemuda ini seakan harimau
tumbuh sayap, si kakek terkejut dan mengelak
maka Hwe-ci yang tadi diterima sekarang
ditangkis.
"Plak!" dan.... kakek itu terdorong
mundur. Sekarang lawannya kuat bukan main
dan murid Dhiran Sing itu tertawa bergelak,
menerjang dan melepas lagi serangan bertubitubi dan Kim Kong Sengjin mengelak dan
menangkis. Setiap menangkis tentu tergetar.
Dan ketika kakek itu berubah dan menjadi
merah, lawan kesurupan tenaga gaib maka ia
membentak dan kedua tangannya tiba-tiba
meledak mengeluarkan cahaya biru. Laki-laki
bermuka merah sudah diam mematung dan
tubuhnyapun tidak bergerak-gerak lagi. Rohnya
telah memasuki pemuda itu!
"Han Sun, kau terlalu. Keluarlah dan
jangan pergunakan tubuh pemuda ini untuk
menandingiku!"427
"Ha-ha!" terdengar tawa berat dan
menggetarkan. "Di mana aku berada di situ aku
dapat mempergunakan segalanya, Kim Kong,
Sengjin. Kalau kau takut kepadaku larilah dan cari
wadag lain untuk bersembunyi!"
"Aku tidak takut, tapi aku tak mau
melukai pemuda ini. Keluarlah, dan
bertandinglah dengan jantan!"
Gadis baju putih dan lain-lain menjadi
heran. Mereka melihat bahwa kakek ini
mengelak dan mundur ke sana-sini dan berkalikali tergetar beradu dengan lengan lawan.
Yogiwara, yang ganas menerjang si kakek juga
berubah. Suara pemuda itu bukan lagi suaranya
sendiri melainkan suara laki-laki gagah bermuka
merah itu. Dan ketika ia memandang laki-laki itu
sementara Bu Sit berdiri dan menghampiri lakilaki ini, menyentuh punggungnya tiba-tiba lakilaki itu roboh. Seperti batang pisang
"Heii..:" Yogiwara membentak, menoleh
pada sutenya. "Jangan dekati tubuhku., anak
muda. Pergi!"428
Bu Sit terkejut. Ia bingung dan kaget
mendengar kata-kata suhengnya itu. Ia di panggil
anak muda, bukan sute! Dan ketika ia mundur
dan pucat memandang sang suheng, yang sudah
bukan seperti suheng-nya lagi maka suhengnya
itu berkelebatan cepat dan Hwe-kang atau
Tenaga Api menyembur-nyembur ganas,
menghantam dinding dan apa saja yang sebentar
kemudian menimbulkan kebakaran besar.
"Mundur.... mundur...!" kakek itu berseru
berulang-ulang. "Mundur, anak-anak. Jauhi
tempat ini. Awas... blarr!"
Api menyambar lagi dengan amat hebat,
dikelit dan menghantam pilar dan pilar itupun
roboh. Apinya menjilat dan belakang kuil itupun
terbakar. Dan ketika si kakek marah namun
lawan tertawa bergelak, Pek Lian dan adikadiknya menjauh maka sekali lagi kakek itu
membentak dan menyuruh lawan keluar dari
badan orang lain.
"Han Sun, jangan celakai tubuh pemuda
itu, jangan membuat onar. Aku peringatkan
sekali lagi atau aku memaksamu:"429
"Ha-ha, paksalah. Cobalah! Aku tidak
takut ancamanmu, Kim Kong Sengjin. Kau
melanggar perjanjian dengan turun gunung. Dan
siapa melanggar dia harus dihajar!".
"Aku diminta sahabatku Gin Goat Cin-jin
melerai pertikaian ini. Pemuda-pemuda itu tak
boleh mengganggu tiga gadis ini!"
"Ha-ha, terserah. Kau dan aku terikat
untuk tidak turun gunung, Kim Kong Seng jin, dan
sekarang kau melanggarnya. Aku tak perduli!"
"Dan kaupun melanggar juga, ikul -ikut
turun gunung!"
"Aku marah melihatmu. Aku juga dimintai
bantuannya oleh sahabatku Dhiran Sing!" "Hm,
kau selalu membela yang sesat, Han Sun Kwi. Aku
tak bermaksud membunuh pemuda-pemuda ini
kecuali melarang-nya mengganggu tiga gadis
itu."
"Dan kau selalu membela yang benar.
Keparat, kita sama tahu kewajiban kita, Kim Kong
Sengjin. Kau dan aku selalu berada pada pihak
yang berlawanan. Tak usah banyak cakap atau
kembalilah ke Himalaya430
".blarr!" pukulan Hwe-kang kembali
menghantam, ditangkis dan menimbulkan
ledakan dahsyat dan apinya menyambar ke
segala penjuru. Kuil sudah berkobar dan kakek
itu marah. Mukanya semakin merah dan mata
kakek itu mencorong. Pek Lian dan dua sumoinya
mundur menjauh dan merekapun ngeri. Dua
orang itu sudah bertanding di tengah-tengah api
yang menyala! Dan ketika kakek itu membentak
dan berkelebatan mengimbangi lawan,
Yogiswara sudah dipakai tubuhnya untuk
bertanding maka sinar biru menghantam sinar
merah dan Hwe-kang atau Tenaga Api terpental.
Selanjutnya kakek ini membalas dan Pek Lian
serta Bu Sit menonton. Pemuda itu sudah tak
dapat bertanding karena telunjuk dan tangan
kirinya patah. Bu Sit mengharapkan laki-laki aneh
ini mengalahkan lawan, terkejut dan kagum
karena suhengnya menyambar-nyambar di
tengah jilatan api, tak apa-apa tapi kini kakek itu
melepas pukulan-pukulan biru. Sinar merah
tertahan dan akhirnya terpentaL Ada suara
menggeram-geram di tubuh suhengnya itu untuk431
mengeluarkan ilmu-ilmu lain. Tapi karena si
pemuda hanya memiliki Hwe-ci atau Pek-hongkoan-jit, juga Pai-hai-iju dan ilmu-ilmu silat dari
Dhiran Sing di mana semuanya itu sebenarnya
masih di bawah kesaktian Kim Kong Seng-jin
maka ketika kakek itu membalas dan
mengeluarkan pukulannya bersinar biru semua
pukulan dari pemuda ini terpental dan hanya
tenaga gaib itu saja yang masih bekerja di tubuh
Yogiwara, melindungi pemuda ini.
"goblok! Pergunakan ilmu lain, bocah.
Mana ilmu-ilmu silatmu yang lain bukan dari si
tolol Tung-hai Sian-li atau Hwe-sin, begitu juga
gurumu si tua India itu!"
"Aku... aku tak memiliki lainnya lagi.
Kepandaianku hanya ini saja, locianpwe. Aku tak
punya lain.... bress!" sinar biru menyambar dan
menghantam pemuda itu. Orang akan merasa
ganjil dan terheran-heran bahwa pemuda ini
bicara dengan suara berbeda, tapi dari mulut
yang sama. Dan ketika pemuda itu terlempar dan
suara berat menggetarkan itu memakinya, aneh432
sekali maka Kim Kong Sengjin mengejar dan satu
pukulan lagi menimpa kepala Yogiwara.
"Han Sun Kwi, keluarlah. Atau pemuda ini
menjadi korban!"
Pemuda itu terlempar. Sekarang ia
terdesak namun roh di dalam tubuhnya tak mau
keluar. Han Sun Kwi masih bertahan dan apa
boleh buat kakek itu mengejar dan melepas
pukulan lagi. Dan ketika pukulan itu dielak
namun melejit ke bawah, mengenai paha
pemuda ini maka pemuda itu mengaduh dan Kim
Kong Seng jin sekali lagi mengancam agar tidak
mengorbankan orang lain.
"Ha-ha, kau memerintahku? Keparat, aku
akan keluar kalau ingin keluar, Seng-jin. Kaiau
pemuda ini memiliki ilmu-ilmuku tak mungkin
kau dapat mendesaknya. Goblok, pemuda ini
sungguh tolol!''
"Kalau begitu aku akan memaksamu
keluar. Nah, kau mengorbankan orang lain dan
jangan salahkan aku!" seberkas sinar biru
meluncur dari telapak kakek ini, mengejar lawan
yang sedang bergulingan dan Yogiwara berusaha433
mengelak. Akan tetapi karena kesaktian kakek itu
dua tingkat di atas kepandaian guru-guru yang
diwarisi ilmunya, Hwe-sin maupun Tung-hai Sianli dan Dhiran Sing masih di bawah Kim Kong
Sengjin maka ketika kakek itu berkelebat dan
mengejar melepas dua pukulan beruntun, lawan
tak mampu berkelit dan menangkis.' Dan inilah
akhir dari pertandingan. Kakek itu mengeluarkan
tenaga Bu-kek-kangnya dan begitu tenaga ini
menyambar si pemuda Yogiwara merasa
disambar hawa dingin. Hawa ini membekukan
tubuhnya dan tiba-tiba Hwee-kan; atau Tenaga
Api padam. Kepandaian si kakek yang lebih tinggi
tingkatnya membuat Bu-kek-kang (Tenaga Tak
Berkutub) terasa dahsyat. Gadis baju putih dan
Bu Sit yang ada di kejauhan sana sampai
berteriak kaget. Tubuh mereka tiba-tiba beku!
Dan ketika Yogiwara juga terkejut oleh sinkang
dahsyat ini, menangkis namun darah tubuhnya
tiba-tiba berhenti, beku, maka saat itulah
pukulan kedua mengenai dadanya dan....
"ngeek" pemuda itupun mendelik dan roboh434
terjengkang. Sekujur tubuh dan rambutnya
dingin kaku dan pemuda ini seketika tetbantung.
"Aughh...!" Sesosok cahaya melesat dari
kepala Yogiwara. Pemuda itu sendiri sudah
terbanting dan tidak bergerak-gerak lagi. murid
Dhiran Sing ini tewas dengan tubuh sedingin es.
la tak tahan oleh Bu-kek-kang itu. Namun ketika
cahaya itu melesat dari kepalanva, roh dari Han
Sun Kwi keluar maka bermuka merah itu
memasuki tubuhnya lagi. dan badan yang semula
diam kaku mendadak bangkit dan menerjang
kakek ini. Sekarang Kim Kong Sengjin
menghadapi lawannya secara berdepan. Kakek
itu mengelak sana-sini tapi tetap dikejar. Dan
ketika Han Sun Kwi berteriak dan melepas
dorongan sinar merah, seperti Hwe-kang tapi
lebih dahsyat lagi maka letupan menggelegar
terjadi di situ dan para pengawal roboh muntah
darah. Tpat itu sudah dipenuhi orang karena
pemberontak melarikan diri. Tan Kiong,
pangeran pengkhianat, sudah lenyap
meninggalkan tempat itu. Dengan amat cerdik
dan licik pangeran ini mendahului Bu Sit435
meninggalkan kota raja. Dia telah mendengar
tentang hadirnya seorang kakek sakti dan
robohnya pemuda itu. Dan marah tapi juga
penasaran bahwa orang-orang sakti selalu
mengganggu, 1a tak mau ambil resiko maka
pangeran ini melarikan diri dan menarik
pasukannya, dapat menduga bahwa
penyerbuannya gagal. Maka ketika dia pergi dan
tak tahu akan munculnya seorang sakti lain,
lawan tangguh dari Kim Kong Sengjin maka
pemberontak sudah meninggalkan tempat itu
dan hanya Bu Sit serta suhengnya inilah yang


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ada. Sang suheng akhirnya tewas dan
tinggallah pemuda itu sendirian. Tempat itu
sudah dikepung tapi begitu laki-laki bermuka
merah menerjang tiba-tiba pukulannya meledak
menggetarkan siapa saja. Bu-kek-kang bertemu
sinar merah dan Kim Kong Sengjin berseru
tertahan menyebut Giam-lui-ciang (Petir
Neraka), ilmu dahsyat yang dimiliki lawannya
bermuka merah itu. Dan ketika apa saja akhirnya
roboh dan kuil pun embruk, keadaan menjadi436
gempar maka kakek itu berseru keras berpindah
tempat. Rumput dan tanah terbakar dan apa saja
menjadi panas.
"Han Sun Kwi, kau tak boleh membunuh
orang-orang lain. Ayolah, kita ke gunung dan
kembali ke tempat asal!
"Keparat, tak usah kembali" laki-laki itu
membentak, suaranya membuat genteng dan
pohon-pohon rontok, demikian dahsyatnya.
"Kau atau aku mampus di sini, Kim Kong Sengjin.
Dan mari kita adu Bu-kek-kangmu dengan Giamlui-ciang.blarr!" suara dahysat itu k?mbali
terdengar, merobohkan dinding yang masih ada
dan gemparlah orang-orang di sekitar tertimpa
gedung yang ambruk. Tanah dan rumput menjadi
hangus dan akhirnya mereka ini menyala.
Kompleks istana dirubah menjadi lautan api. Dan
ketika Kim Kong Sengjin terbelalak dan
menggerakkan tubuhnva ke sana ke mari maka
kakek ini mengibas dan Pukulan Tak Berkutub
memadamkan semua api di situ namun keadaan
yang panas menyala sekonyong-konyong437
menjadi beku. Orang roboh dan ganti
kedinginan!
"Bagus ha-ha.. Kaupun akan membunuh
orang di Sini, Kim Kong Sengjin. Bagus. Kau dan
aku sama. Baiklah, mari berlomba dan lihat siapa
lebih dahsyat... klap-klap!" pukulan Giam-luiciang kembali menyambar, menyapu permukaan
tanah dingin dan-tiba-tiba api berkobar. Panas
dan dingin silh berganti. Dan ketika kakek itu
terbelalak dan memadamkannya kembali
dengan Bu-kek-kang, dihantam dan dihajar lagi
oleh Petir Neraka maka kompleks istana menjadi
porak-poranda dan kakek itu merah padam,
mereka sekarang berkelebatan cepat dan lenyap
sambar-menyambar.
"Han Sun Kwi, jangan merusak tempat
orang. Hentikan, atau aku mengajakmu mengadu
jiwa!"
"Ha-Ha.., itu yang kukehendaki. Ayolah,
mana jiwamu, Kim Kong Sengjin, ini jiwaku. Mari,
kita adu dan lihat siapa yang kuat ...blarr! " Giamlui-ciang kembali menyambar namun cepat
dipadamkan Bu-kek-kang. Panas dan dingin438
menyambar tempat itu dan semua orangpun
cerai-berai.
Pek Lian dan dua sumoinya juga mundur
menjauh dan menonton dengan jantung
berdebar. Pertandingan dua orang sakti ini jauh
lebih hebat daripada pertandingan subo mereka
dulu dengan mendiang Hwe-sin.
Sekarang ?ua orang itu beterbangan dan
tak menginjak tanah lagi. Setiap tubuh bergerak
tentu api atau es sambar-menyambar, bukan
main hebatnya. Dan ketika pohon-pohon juga
tumbang dan taman menjadi hangus kehitaman,
Si kakek berkelebat dan menuju ke tempat lebih
terbuka maka lawan mengejar dan di sini Han
Sun Kwi menyerang kakek itu dengan pukulanpukulan Giam-lui-ciang. Dua orang ini bertanding
dan si kakek mengelak dan berlompatan. Bu-kekkang dipakai meredam Giam-lui-ciang namun
Petir Neraka itu muncul dan menghantam lagi.
Repot. Lama-lama seluruh istana bisa habis
sementara tokoh bermuka merah itu kian ganas.
Han Sun Kwi nenambah tenaganya hingga dalam
jarak seratus meter Giam-lui-ciangnya menderu.439
Siapapun yang tersambar pasti roboh. Gadis baju
putih dan dua sumoinya juga keserempet dan
pakaian mereka hangus. Kulit serasa perih dan
lecet disambar angin pukulan tokoh bermuka
merah itu, padahal mereka seratus meter di luar
pertandingan. Dan ketika pertempuran itu
berjalan kian menghebat sementara si kakek
berkerut-kerut, takkan ada yang kalah atau
menang diantara mereka maka kakek itu
membentak dan menangkis pukulan , yang saat
itu kembali menderu dan menyambar dahsyat.
"Han Sun Kwi, kita kembali ke gunung!"
Benturan dahsyat terjadi di sini. Dua
lengan tokoh itu bertemu dan si kakek
mencengkeram tangan lawan. Dua pasang
tangan saling remas dan masing-masing juga
saling mengerahkan tenaga. Kim Kong Sengjin
tak menghendaki lawan melempar-lempar
pukulannya merusak tempat itu dan karena itu
dia nenangkap dan mencengkeram telapak
lawan. Bu-kek-kang bertemu Giam-lui-kang dan
terdengar suara berkeretek seakan tulang-tulang
mereka patah. Tapi ketika mereka diam tak440
bergerak dan tokoh muka merah itu mendengus,
matanya berpijar dan keluar cahaya meneorong
maka si kakek mengimbanginya dan dua
kekuatan mata meledak di udara.
"Kau minta mampus. Kubunuh
kau..kubunuh kau. . klap!" dua benturan tenaga
mata itu bertemu, meledak dalam sinar biru dan
merah dan dua-duanya tergetar.
Hawa di sekitar dua orang itu panas dan
dingin dan gadis baju putih bersama sumoinya
memandang terbelalak. Mereka tegang
menyaksikan tontonan itu karena dua pihak
mengedu sinkang. Siapa kuat akan keluar sebagai
pemeneng tapi siapa kalah tentu hancur dan
tewas. Dan ketika dari dua kepala tokoh itu
muncul uap biru dan Merah, yang biru akhirnya
menjadi putih dan yang merah berubah hitam
maka terdengar lagi suara berkeretek dan lutut
kedua orang itu melesak ke dalam tanah.
"Krek!" Pek Lian dan sumoinya terkejut.
Seba-gai orang-orang persilatan tentu saja mereka tahu apa artinya itu. Dengus dari laWan si
kakek tiba-tiba menjadi uap merah. Tapi ketika441
dari lubang hidung kakek itu juga keluar uap
dingin memukul uap merah maka kaki mereka
melesak lagi dan lutut terpendam sebetas paha!
"Kita harus menolong locianpwe itu. Kita
harus membantu, " gadis baju putih tiba-tiba
berbisik dan khawatir. la tentu saja cemas karena
tuan penolongnya mengadu sinkang. Dua
saudaranya juga mengangguk tapi bingung tak
tahu bagaimana. Menolong orang-orang sakti
yang kepandaiannya sudah jauh di atas mereka
amatlah berbahaya. Tapi karena kakek itu
menolong mereka dan betapapun mereka harus
bergerak, tak boleh kakek itu roboh maka gadis
beju putih mencabut ikat pinggangnya dan tibatiba melontarkan ikat pinggang itu ke tengkuk
laki-laki bermuka merah, tokoh gagah perkasa
itu. "Tuk!" Ikat pinggang itu hancur. Si tokoh
menoleh dan melotot, gadis baju biru dan hijau
juga melakukan hal yang sama tapi sabuk atau
ikat pinggang mereka hancur begitu bertemu
langsung terbakar dan hangus. Tengkuk si tokoh
seperti api. Dan ketika laki-laki itu melotot dan442
membuang bentakan, meniup, maka tiga gadis
itu terbanting dan mereka bagai dilempar tenaga
raksasa yang amat kuatnya.
"Bress!" Tiga gadis itu menjerit dan
berteriak Mereka terguling-guling tapi gangguan
ini membuat si kakek menang angin. Kim Kong
Sengjin berseru keras mendorong lawan, berhasil
dan tokoh bermuka merah itu nengeluh,
terhuyung. Tapi ketika ia didesak lagi dan
semakin miring, tubuhnya doyong ke belakang
maka laki-laki ini mengeluh dan terhuyung tapi
karena didesak lagi dan semakin miring tubuhnya
doyong kebelakang maka laki laki ini
merebahkan tubuhnya dan secepat kilat
melepaskan diri. Ia seakan tidur telentang dan
Kim Kong Sengjin terbawa ke depan, terkejut dan
otomatis kakinya tertarik keluar. Dan karena
lawan sudah melepaskan diri sementara ia siap
menimpa, Han Sun Kwi tertawa bergelak maka
tokoh luar biasa itu mencengkeram perut lawan
dan Giam-lui-ciang siap merobek usus!
"Aughh!" kakek itu menjejak dan
melempar tubuh tinggi-tinggi. la tak mau443
dicenhkeram meskipun saat itu ia dapat melepas
pukulan pula ke muka lawan. Mereka akan samasama roboh dan masing-masing sama hancur.
Tapi karena kakek ini berwatak lembut dan ia
sudah girang melihat lawan melepaskan
cengkeraman berarti mau damai maka ia tak
menyangka bahwa lawan hanya berpura-pura
saja dan kini menggerakkan tangan ke bawah
siap menghancurkan perutnya. Kim Kong Sengjin
berseru keras menjejakkan kakinya, terbang dan
terkaman itu luput tapi lawan menggeliat dan
menarik tubuhnya keluar, menjejak dan
mengejar kakek itu lagi dan sama-sama terbang
menyambar. Kejadian ini terjadi dengan amat
cepat hingga gadis beju putih dan sumoinya
sendiri tak mampu menangkap. Tapi ketika kaki
itu menangkis dan suara menggetarkan
membuat mereka roboh, tokoh muka merah
terpental dan menyambar ke kiri tiba-tiba ia
mencengkeram gadis baju putih dengan telapak
tangannya yang lebar itu.
"Awas!" Kim Kong Sengjin membentak
dan marah. Kakek itu tak menyangka kelicikan444
lawan karena gagal menyerangnya lawanpun
mencari korban lain, gadis itu. Dan ketika ia tak
tinggal diam dan menyerang pula, menyuruh
gadis itu bergulingan maka Han Sun Kwi tertawa
bergelak dan tiba-tiba membuang tubuhnya ke
gadis baju hijau.
"Dess!" gadis itu kena tabrak. Ia tak
menyangka dan terlempar, menjerit namun tibatiba bergulingan meloncat bangun, dan ketika Ia
berdiri dan membelalakkan mata maka tawa
bergelak terdengar dari mulutnya dan roh Han
Sun Kwi telah berpindah!
"Ha-ha, aku di sini, Kim Kong Sengjin. Ayo,
maju dan kita bertempur lagi!"
Kim Kong Sengjin tersentak. la melihat
Tugas Tugas Hercules The Labours Of Hercules Karya Agatha Christie Jatuh Cinta Sama Lo! No Way! Karya Rere Nurlie Pendekar Mabuk 123 Pengawal Pilihan

Cari Blog Ini