Ceritasilat Novel Online

Putri Es 8

Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara Bagian 8


Wangi teh itu merata segenap ruang tamu. Dan
ketika ia mendecak dan kagum karena ini tentu
teh yang mahal, minuman berkwalitas tinggi
maka dia geleng-geleng karena si kakek
menyediakan semua itu untuknya. Tidak sedikit
uang yang harus di keluarkan.
"Kau boros, tapi ku ucapkan terima kasih.
Berapa banyak yang kau keluarkan untuk semua
ini, lopek. Kau seakan sedang berpesta saja!"
"Ha-ha, tidak ada artinya. Tak sesuai
dibanding semua yang kau berikan kepadaku.
Aku si tua justeru ingin mengucap terima kasih
dan bersyukur kepada-mu, kongcu. Kau pemuda
luar biasa yang begitu penuh perhatian772
kepadaku. Kau memberi kebahagiaan yang tak
dapat kubalas dengan apa saja!"
"Hm-hm, kumat lagi. Aku tak suka bicara
tentang budi dan balas budi, lopek. Kau tiada
ubahnya orang tuaku laki-laki karena sejak kecil
aku tak mengetahui ayah ibuku..."
"Tapi Wang-hujin (nyonya Wang)...."
"Benar, ia pengganti ibu kandungku,
lopek, dan iapun memang ku anggap ibu
kandungku pula. Tapi, ah sudahlah... aku mau
omong-omong tentang sedikit kebodohanku."
Si kakek terbelalak. Tamunya mulai
bersikap serius sementara makanan dan
minuman di atas meja disingkirkan. Pemuda ini
muram dan tentu saja ia terkejut. Wajah yang
tadi berseri itu mendadak gelap. Dan ketika
kakek ini berserius pula dan bertanya apa
gerangan yang dimaksud pemuda itu maka Siang
Le agak terbata menjawab.
"Aku, hmm... aku dimaki ibu mertuaku
tentang anak. Aku, hmm... aku dinilai goblok...!"
"Goblok? Tentang apa? Kau pandai dan
tinggi kepandaianmu, kongcu. Kau pemuda luar773
biasa. Bagaimana Kim-hujin (nyonya Kim) berani
memakimu. Kesalahan apa yang kau buat. Aku
jadi penasaran!"
"Hmm, aku juga. Tapi kupikir ia benar,
lopek. Aku memang goblok. Urusannya, maaf...
tentang anak!"
Si kakek terbelalak. Tamunya tampak
memerah dan semburat malu memancar di
wajah itu. Heran dia. Maka ketika dia bangkit
berdiri dan rnenyambar lengan pemuda itu,
bertanya apa yang dimaksud maka kakek ini
berseru dengan nada tinggi, "Ah? Tentang anak?
Eh, apa yang kau maksud, kongcu. Kenapa
dengan anak mu. Bukankah mereka baik-baik
dan tak ada masalah!"
"Hm, bukan itu. Maksudku adalah aku tak
pandai membuat anak laki-laki, lopek Ibu
mertuaku minta yang laki-laki karena dua anakku
perempuan melulu. Aku dinilai goblok. Dan aku
rupanya memang goblok!" "Ha-ha!" kakek itu
meledak tawanya. "Inikah kiranya persoalan itu?
Ah, kukira apa. Sampai tegang aku. Tak tahunya
hanya itu. Ha-ha, soal anak soal Tuhan, kongcu.774
Dialah pemberi dan kita penerimanya. Bukankah
laki-laki atau perempuan sama saja!"
"Benar, tapi bagi ibuku tidak, lopek. Dia
minta cucu laki-laki. Dan aku, ah....dua kali
goblok juga!"
Kakek ini terbahak-bahak. Dia melihat
betapa wajah pemuda itu tiba-tiba murung dan
penuh sesal diri. Siang Le, menantu Pendekar
Rambut Emas ini tiba-tiba tampak begitu loyo
dan putus harapan. Kutuk dan maki ditujukan
kepada diri sendiri. Namun ketika kakek itu
berhenti tertawa dan mengusap matanya yang
sampai menangis, geli dan haru campur aduk
maka kakek ini melepaskan tangan kokoh itu
duduk kembali, senyum dan tawanya masih
mengembang. "Maaf.... maaf... jangan
tersinggung. Aku tertawa karena geli. Lucu! Ah,
baru kali ini kulihat kau begitu susah dan putus
asa, kongcu. Begitu memelas dan sedih sekali kau
ini. Baik, bagaimana kalau begitu dan apa yang si
tua ini dapat lakukan!"
"Aku, aku minta resep bagaimana bisa
membuat anak laki-laki kepada si tua yang775
sebatang-kara ini? Kau minta kepadaku yang
tidak pernah kawin lagi? Wah, repot juga, kongcu
Tapi aku dapat merasakan kesulitanmu. Hm,
tunggu. Aku menggali dulu semua ingatanku
tentang ini. Wah-wah, coba kuingat baik-baik
pengalaman apa saja yang pernah kutemui!" si
kakek garuk-garuk kepala dan berpikir keras. la
tidak lagi tertawa karena persoalan itu dirasa-nya
serius juga. Dia tahu bagaimana Kim-hujin itu.
Wanita keras yang galak dan ingin semuanya
dituruti. Kalau sudah punya mau biasanya tak
akan sudah kalau belum selesai. Ia harus
menolong pemuda ini. Tapi ketika ia menggarukgaruk semua kepalanya sampai beberapa rambut
putihnya rontok, resep atau dewa penolong itu
belum ditemukan mendadak kakek ini meringis
dan ia tertawa masam.
"Ada... agaknya ada. Tapi wah.... harus
menunggu bulan purnama!"
"Maksudmu?"
"Pikiranku biasanya terang kalau sudah
disiram sinar bulan purnama, kongcu Segala yang
butek dapat dihalau dan bisa jernih. Bagaimana776
kalau kau tunggu bulan purnama dulu dan
selama ini bersabar!"
"Hm, berapa hari lagi?"
"Kupikir barang seminggu. Dan selama
ini, eh.... perhatikan buik-baik segala tingkah laku
isterimu itu. Maksudku, eh... kapan ia mulai
hangat!"
"hangat?"
"Eh, jangan tolol, kongcu. Semua wanita
sehat akan mengalami saat-saat seperti itu.
Gejolak ingin bermain asmara di saat-saat
tertentu, gejolak yang meninggi!" Wajah Siag Le
memerah. Tak dapat ditahan. lagi iapun bersemu
dadu. Kalau bukan bersama kakek ini tak
mungkin ia mau bicara tentang soal-soal begitu.
Tapi mereka sudah akrab. Kakek ini tiada
ubahnya keluarga sendiri, seperti paman atau
ayahnya. Dan karena kakek itu memang tua dan
tentu menang pengalaman, dalam soal-soal
begini siapa lagi yang di toleh kalau bukan kakek
itu maka Siang Le menarik napus dalam-dalam
dan membayangkan isterinya iapun tiba-tiba
tersenyum dan maklum apa yang dimaksud777
kakek itu. Memang isterinya kadang-kadang di
saat tertentu bersikap "panas" dan berlebihan.
Temperamennya naik. Suhu tubuh atau
gairahnya meninggi. Tapi tak tahu apa maksud
kakek itu hingga ia harus memperhatikan segala
maka Siang Le bertanya untuk apa itu.
"Untuk apa? Heh-heh, tentu saja untuk
keperluanmu ini, kongcu. Agar kau waspada dan
tidak kehilangan tenaga sebelum waktunya.
Seminggu ini kau harus menahan diri dan jangan
dulu melayani. Kalau ingin alihkanlah ke hal-hal
lain, bukan itu. Pokoknya perhatikan baik-baik
dan ingat pesanku tadi. Dan sebaiknya kau bicara
dengan ibumu pula, Wang-hujin itu.
Pengalamannya mungkin dapat di padu dengan
pengalamanku!"
"Ibuku? Harus bicara tentang ini? Wah,
berabe, lopek. Mana bisa itu. Aku tak sanggup!"
"Hush, bukan untuk bicara yang kotorkotor. Maksudku bicaralah juga dengannya
bagaimana agar bisa mendapatkan anak lelaki.
Sebagai orang tua tentu sedikit atau banyak ia778
punya pengalaman. Nah, inilah yang kumaksud
dan tidak kurang atau lebih!"
Siang Le memerah. Tiba-tibe saja dia
menjadi repot dan kikuk. Tak diperhitungkannya
bahwa dia harus berkonsultasi tentang ini
dengan ibunya. Ibunya itu wanita, dia laki-laki.
Bagaimana tidak canggung dan kikuk? Tapi
karena Siong-lopek sudah bicara seperti itu dan
betapapun ia sendiri merasa sebagai orang muda
yang mentah pengalaman maka sambil menarik
napas berat ia mengangguk juga.
"Baiklah, kuturut. nasihatmu ini, lopek
Meskipun sebenarnya hanya kaulah yang ingin
kumintakan sarannya. Kita sesama lelaki agak
bebas. Tapi bersama ibuku rasanya sulit juga
lidah ini meluncur."
"Ha-ha, tak perlu likat. Kau bukan anakanak lagi, kongcu. Kau sudah orang. Sudah lebih
dari dewasa. Kau sudah menjadi bapak dari dua
orang anak. Ayolah buang likat itu dan bicara dari
hati ke hati dengan ibumu. Tak apa, siapa lagi
yang dapat dimintai petunjuk kalau bukan beliau
itu. Kau belum mengutarakan ini dengannya?"779
"Aku malu.."
"Ha-ha, lucu. Sudah segede ini masih
malu segala. Kita bukan untuk beromong yang
jorok. Kita bicara ini sebagai kekurangan atau
kelemahan kita dalam mencari kebahagiaan
hidup, dalam hal ini kebahagiaan rumah
tanggamu. Sudahlah, tunggu seminggu lagi,
kongcu. Kembalilah setelah bulan purnama. Dan
ingat bahwa ibumu perlu dimintai saran
pendapatnya!"
"Ya-ya, baiklah. Terima kasih, lopek. Dan
barangkali aku perlu pulang sekarang Isteriku
menunggu bumbu-bumbu dapur ini, persediaan
habis. Terima kasih untuk semua nasihatmu dan
baiklah seminggu lagi aku kembali!" .
Wajah Tuan rumah berseri-seri. Pemuda
itu sudah gembira lagi penuh harapan. Ia terharu.
Maka ketika ia menolong menaikkan kantungkantung itu, bumbu dan rempah-rempah maka
tak lama kemudian pemilik Sam-liong-to itu
melambaikan tangan dan Siang Le berseru untuk
kembali seminggu kemudian. Resep untuk anak
lelaki benar-benar diharapkannya.780
"Lopek, bantu aku sungguh-sungguh.
Tolong agar gundahku hilang!"
"Tentu, dan jangan lupa ibumu
itu,kongcu. Jelek-jelek ia wanita terpelajar yang
jauh lebih pandai daripada aku. Temui dia!" Siang
Le mengangguk. la sudah berlayar dan
melambaikan tangan kepada kakek itu. Sionglopek tak ubahnya paman sendiri. Dan ketika ia
sampui di Sam-liong-to dan mendarat penuh
harapan, dua anaknya berlari-larian
menyambutnya maka sang isteri juga muncul
dan tampak gembira. Sama sekali tak tahu bahwa
pemuda ini sedang mencari "ilham" Untuk
mendapatkan anak laki-laki. Siang hwa dan Siang
Lan membantu ayah mereka itu mengeluarkan
kantung-kantung di perahu, bumbu dan rempahrempnh dapur sementara ibu mereka juga sudah
tertawa dan menyeret perahu ke pinggir. Rumah
tangga ini memang bahagia. Dan ketika muncul
pula seorang wanita tua separuh baya,
tersenyum menghampiri mereka maka Wang
Cao Cun, wanita ini terharu melihat kebahagiaan
rumah tangga anaknya "Dari mana saja kau,781
kenapa tak memberi tahu ibumu. Eh, tak
biasanya kau pergi diam-diam, Siang Le. Kau
biasanya mengajak aku kalau menyeberang
daratan!"
"Maaf," Siang Le memeluk, mencium
kening ibunya ini."Aku terburu-buru, ibu. Aku tak
ingin kemalaman pulang kembali. Gelombang
agak besar dan kalau aku membawamu takut
kalau kau tak tahan."
Wanita itu tersenyum. Ia menyambar
pula dua kantung rempah-rempah untuk dibawa
bersama. Nenek dan cucu bergandeng ria
menuju rumah mereka. Dan ketika malam itu
mereka berkumpul bersama berlindung dari
angin ribut, gelombang mendampar-dampar
maka Siang Le maju mundur untuk bicara dan
mulai memberi isyarat. Anak dan isterinya
akhirnya pergi tidur. Api di tungku perapian
masih menyala. Ruangan menjadi hangat oleh
kobaran tungku ini. Dan karena sikapnya agak
aneh, sang ibu melihat gelagat mencurigakan
maka wanita itu memandang puteranya dan
bangkit berdiri. "Kau agaknya hendak bicara782
sesuatu denganku. Ada apa. Menyimpan
persoalan ?"
"Tidak... aku, eh.... tak ada apa-apa yang
perlu kubicarakan, ibu. Aku hanya hendak
bercerita tentang Siong-lopek yang
menyambutku tadi. Dia begitu baik, Orang tua itu


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membeli bermacam-macam untuk kita di sini!"
"Hm, bukan ini. Kau tak dapat menipu
ibumu, Siang Le. Ada persoalan yang hendak kau
bicarakan. Ayolah, jujur saja." "Tidak, aku... eh,
aku sudah mengantuk!" pemuda ini tiba-tiba
gugup dan bangkit berdiri, memutar tubuh dan
mau menghindari tatapan mata ibunya itu tapi
sang ibu tiba-tiba berdiri pula. Dan ketika Siang
Le hendak memadamkan sisa api di tungku
perapian maka ibunya itu memegang pundaknya
dan menghela napas lembut.
"Kau ada urusan dengan gak-bomu lagi?
Tentang anak laki-laki yang diidamkan darimu?"
Siang Le terkejut, membalik bagai
disentuh ular. Tapi ketika ibunya tersenyum dan
mengangguk maka ibu itu menarik lengan
anaknya dengan lembut dan penuh kasih sayang.783
"Siang Le, urusanmu adalah urusanku.
Duduklah, kita bicara tentang ini." "Kau.... kau
tahu?"
"Hm, seorang ibu yang baik harus tahu
kesusahan anaknya, Siang Le, dan tentu saja aku
tahu."
"Ibu diberi tahu Soat Eng!"
"Tak usah tahu dari mana aku tahu.
Duduklah, kita bicara tentang ini."
Siang Le tertegun. Ia sudah turut di-bawa
ibunya dan duduk berhadapan dengan mata
terbelalak. Ia terkejut, tapi ju ga gugup. Namun
ketika ibunya tersenyum ringan dan ia
berdegupan maka ibunya itu mengajak bicara
kembali.
"Ayo, kau belum menjawab. Bukankah
kau akan bicara dengan ibumu masalah ini."
"Beb.... benar!" akhirnya pemuda ini hilang juga
gugupnya, wajah masih memerah. "Tapi
bagaimana aku harus mulai, ibu. Berat rasanya
bertanya tentang ini kepada ibu!"784
"Hm, kau sudah ke seberang daratan.
Tentu kau bertanya pula kepada Siong-lopek itu.
Nah, katakan apa yang dia katakan"
Siang Le tak dapat bersembunyi
lagi.Ibunya ini memang wanita yang bermata
tajam dan apa boleh buat ia tak mungkin
berpura-pura terus. Ia harus bicara!. Maka ketika
ia menarik napas panjang dan warna malu mulai
hilang, ia adalah laki-laki dewasa dan harus
bicara secara dewasa pula maka pemuda itu
menceritakan hasil akhir dari pembicaraannya
dengan kakek tua itu.
"Siong-lopek menyuruh aku kembali
seminggu lagi. la belum menemukan jawabnya.
Dan.... dan aku diharuskan mengamati gerakgerik Eng-moi!"
"Maksudnya?"
"Eh, maksudnya... eh, katanya ada saatsaat tertentu bagi wanita untuk berada pada
gairahnya yang tinggi, ibu. Dan ini harus
kuperhatikan. Aku dilarang bermesraan dulu
dengan isteriku!"
"Hm-hm!" wajah itu bersemu dadu785
"Dia benar anakku. Memang ada saatsaat tertentu bagi wanita untuk timbul gairahnya
pada kondisi puncak. Dan kakek itu rupanya ingin
menghitung!"
"Menghitung?"
"menghitung saat mana seorang suami
boleh tidur bersama isterinya untuk
mendapatkan anak perempuan atau lelaki. Kau
selama ini tak memperhatikan itu. Tapi biarlah
kakek itu yang bicara denganmu karena tentu
kalian laki-laki. Sama laki-laki lebih bebas!"
Siang Le semburat wajahnya. Sang ibu
juga agak memerah dan rupanya wanita ini
tersentuh juga kelikatannya. Mereka dua orang
berlainan jenis di mana pihak wanita lebih peka
daripada laki-laki. Kalau bukan karena nyonya ini
sudah berumur tentu Wang-hujin itu jengah
juga.
Dan ketika Siang Le mengangguk-angguk
dan mengerti, memang Siong-lopek bakal lebih
bebas memberitahunya maka ibunya itu bangkit
berdiri- mengambil segebung hio.786
"Semua harus dimulai dengan cara yang
bersih. Mari, ikuti aku, Siang Lle Kita ke belakang
sebentar"
Pemuda itu tertegun. Dupa atau hio di
tangan ibunya itu memberi isyarat sembahyang.
Dia rupanya akan diajak sembahyang. Dan ketika
benar saja mereka menuju ruang pemujaan, di
sini ibunya berhenti dan di situlah biasanya
ibunya itu berdoa atau sembahyang memohon
ke bahagiaan maka Siang Le terharu ketika
ibunya itu berkata,
"Tak ada sesuatu tanpa adanya Sang
Pencipta. Manusia boleh berusaha tapi Dia yang
menentukan, anakku. Rencanamu baik tapi kau
lupa sembahyang. Memulai sesuatu harus
dengan berdoa dulu apalagi kalau sesuatu itu
yang amat penting. Nah, mari ibu ajak
bersembahyang dan memohon agar
keinginanmu terkabul".
Siang Le tergetar dan ingat akan
kebiasaan ibunya ini. Memang, sejak mereka
sama-sama di Sam-liong-to maka ruangan ini
diminta khusus oleh ibunya untuk sembahyang.787
Kalau sudah sembahyang atau berdoa biasanya
ibunya itu betah benar. Semalam suntukpun
dirinya tak bergeming. Ah, ibunya ini memang
wanita bertuhan, tak pernah lupa kepada Sang
Khalik dan tentu saja dia terharu. Dia lupa itu.
Tuhan adalah segala-galanya. Maka ketika dia
berlutut dan sang ibu membimbing, bibir halus
itu berkemak-kemik maka pemuda inipun
mengikuti dan hio atau dupa biting itupun mulai
mengepul menyebarkan bau harum. Siang Le
tertunduk dan berkaca-kaca. Jarang ada wanita
seperti ini yang berwatak mulia. Bertahun-tahun
berkumpul dengan ibunya ini Siang Le mendapat
sesuatu yang positip. Ibunya selalu mulai hal-hal
penting dengan sembahyang dulu. Dan ketikn
semalam itu dia diajak sembahyang dan
segebung hio hampir habis, demikian khusuk
ibunya berdoa maka kokok ayam hutan
terdengar di luar dan pagi-pun beringsut tiba.
"Cukup, sekarang selesai. Mari mandi dan
bersihkan tubuh, anakku. Kalau Siong lopek tak
mampu memberikan jawabannya ibulah yang788
nanti memberitahumu. Nah, berdiri dan kita
keluar."
Siang Le kagum. Ibunya tak nampak
mengantuk meskipun semalaman tak tidur.
Ibunya ini hebat. Dan ketika ia keluar dan mandi
membersihkan tubuh maka di sana isterinya
telah menyiapkan makan minum untuk mereka,
makanan pagi.
"Hm, tahu rasa kau," isterinya tertaWa
"Lihat ibu mengajakmu begadang,Le-ko. Heran
benar bahwa kau tahan. Biasanya masih sore
sudah ngorok!"
"Kau nakal," Siang Le mencubit lengan
isterinya ini. Kau lapor kepada ibu, Eng-moi. Sial
benar kenapa kau membuat malu!"
"Weh-eh, kenapa malu," sang isteri
berkelit terkekeh. "Aku pribadi cuek dengan
permintaan ibu, Le-ko. Kaulah yang rupanya
ngotot dan tak kusangka menemui
Siong-lopek segala!"
"Kau tahu?"
"Tentu saja. Aku punya telinga dan
dengar!"789
"Sialan!"
"Hi-hikk. " dan ketika keduanya berkelit
dan saling cubit maka pagi itu pemuda ini
merasakan suatu kebahagiaan yang lebih segar.
Siang Hwa dan Siang Lan muncul dan dua anak
mereka itu terkekeh melihat ibu dan ayahnya
saling serang. Mereka geli. Tapi ketika Soat Eng
berteriak untuk dibantu, sang ayah ditahan maka
dua anak perempuan itu menghambur dan
melompat di punggung sang ayah untuk
mencubiti Siang Le.
"Hei-hei! Apa ini! Curang! Mengeroyok!
Heii. ! Wah, lepaskan aku, Siang Hwa. Hei, kuku
kalian itu terlalu tajam. Aduh, Siang Lan
menggigit pula!" dan ketika suasana menjadi riuh
dan ramai, segar maka Soat Eng melompat dan
meninggalkan suaminya dikeroyok anak-anak
mereka sendiri. Siang Lan dan Siang Hwa
ternyata membantu ibu mereka dan wanita itu
terkekeh-kekeh di tempat lain. Tapi ketika
muncul Wang-hujin dan Siang Hwa serta adiknya
meloncat turun maka mereka berlarian tak mau
ditegur, terkekeh-kekeh.790
"Hi-hik, nenek datang. Awas, dia tentu
membantu ayah".
Siang Le meringis dan tertawa senang
Kebahagiaan pagi itu terasa menyegarkan dan ia
nikmat. Betapa bahagianya rumah tangga Dan
ketika Cao Cun menarik napas panjang, anakanak nakal itu melepaskan ayah mereka maka
pagi itu mereka sarapan dan Soat Eng tertawa
menggoda suaminya itu
"Itu hukuman buat orang yang pergi
secara diam-diam, pergi dengan urusan rahasia.
Pantas, kau tak mau membawa anak-anak, Le-ko.
Kiranya kasak-kusuk dengan Siong-lopek!"
"Hm-hm, ini demi kebahagiaan anak,
anak kita. Eh, mereka bakal mendukung
rencanaku, Eng-moi. Tanya saja Siang Hwa atau
Siang Lan!"
"Rencana apa?"
"Memberikan adik laki-laki kepada
mereka ini. Tanya mereka apakah Siang Lan atau
encinya tak suka adik laki-laki!"
"Cis, kau bicara apa?"791
"Ha-ha, bicara kebahagiaan anak-anak
kita ini, Eng-moi. Coba kutanya mereka apakah
tak suka adik laki-laki!" lalu ketika Siang Le
menyambar dan bertanya kepada anak-anaknya,
tentu saja Siang hwa dan Siang Lan bersorak
kontan saja mereka itu berseru,
"Aku mau... aku mau! Lan Lan dan Hwacici mau adik Iaki-laki. Nanti bisi main layanglayang!"
"Ha-ha, bagaimana, Eng-moi. Bukankah
benar. mereka pingin adik laki-laki untuk main
layang-layang!" dan ketika isterinya memaki dan
meloncat keluar, sarapan sudah selesai maka
Siang Le terbahak-bahak sementara sang ibu
tersenyum dan tertawa-tawa kecil. Soat Eng tak
dapat menahan malu lagi setelah balik digoda.
Suaminya nakal sekali. Dan ketika hari itu Siang
Le mulai menghitung saat bulan purnama, juga
memperhatikan gerak-gerik isteri ternyata benar
saja mendekati bulan purnama isterinya itu
menunjukkan tanda-tanda gairah yang meninggi.
"Kau nakal, kau membuat malu. Cih, masa
di depan anak-anak kau bicara seperti itu, Le-ko?792
Kau membuat aku jengah sekali!" "ha-ha, jengah
bagaimana. Mereka itu anak-anak yang tak tahu
seluk-beluk hubungan kita. Mereka masih terlalu
kecil. Mereka mendapat adik seolah mendapat
boneka saja."
"Tapi Siang Lan bertanya yang
merepotkan aku. Dari mana adik itu didapat!"
"Eh-eh, kenapa sukar menjawab? Bilang
saja dari Tuhan!"
"Tapi dia mendesak. Bagaimana sang ibu
membesar perutnya dan ada bayi di situ!" "Haha, dari mana dia tahu?"
"Anak-anak itu melihat pasangan monyet
di hutan, Le-ko. Mereka mulai bertanya-tanya
dan repot aku menjawab!"
"Ha-ha, tak perlu repot. Bilang saja perut
ibu dititipi Tuhan untuk menjaga anak itu. Nah,
bukankah beres? Sudahlah, tak perlu bingung,
Eng-moi. Mereka akan tahu sendiri sesuai
dengan umurnya. Mereka wajar, kita jawab yang
wajar juga dan sesuai kemampuan daya serap
anak-anak. Kau cemberut tapi wajahmu bersinar793
cemerlang malam ini. Entah gembira soal apa
atau mataku yang barangkali salah!"
Sang isteri mencubit, gemas. "Kau
merayu?" "Eh-eh, aduh.... lepaskan, niocu. Aku
tidak merayu namun kulihat jelas kecemerlangan
itu. Kau gembira. Kau bahagia. Kau rupanya
berseri dan senang bahwa Siang Hwa mau punya
adik lagi.... aduh!" Siang Le berteriak dan
meloncat meninggalkan isterinya. Cubitan kuat


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang keras sekali membuat dia menjerit.
Lengannya matang biru! Tapi ketika sang isteri
terisak dan dia terkejut, berhenti, maka isterinya
itu dilihatnya membenamkan muka di bantal.
Siang Le terkejut, bingung. "Niocu, ada apa? Kau
marah?" Sedu-sedan tiba-tiba terdengar. Siang
Le kaget dan tentu saja heran. Dan ketika ia
kembali dan duduk membelai isteri nya, lupa
kepada bekas cubitan maka iapun tersentak lagi
ketika isterinya itu mengguguk!
"Eh-eh, ada apa, niocu? Kenapa
mengguguk. Maaf kalau aku salah. Kau.... aneh
benar, aku jadi salah tingkah. Apa yang
kulakukan dan perlukah ibu kupanggil!"794
"Jangan!" suara itu tiba-tiba bersamaan
dengan kepala yang diangkat, bantal dibuang.
"Jangan panggil ibu, Le-ko. Aku malu!"
"Malu?"
"Ya-ya, kau yang membuat aku malu. Kau
meledek terus. Kau membuat aku malu tentang
pembicaraan adik laki-laki itu. Kau tak kasihan
isterimu!"
"Lho, tak kasihan?"
"Ah, tak mengertikah kau?"
"Tidak," pemuda ini bingung, alis
berkerut. "Aku tak mengerti, Eng-moi, tak
tahu...."
"Dasar bodoh!" dan sang isteri yang
mengguguk dan menangis lagi akhirnya
menyambar bantal itu untuk membenamkan
mukanya lagi, berguncang-guncang, naik turun
pundaknya tapi Siang Le kali ini mendengar suara
tangis yang lain. Tangis itu bukan tangis duka.
Tangis itu bukan tangis marah! Dan ketika ia
bengong karena tangis itu malah tangis bahagia,
aneh!, iapun berjingkat dan pura-pura mau
menemui ibunya lagi, keluar. Tapi begitu ia795
membuka pintu mendadak isterinya mencelat
dan menahan daun pintu itu, bersitegang. "Kau
mau ke mana!"
"Ke ibu "
"Tidak! Jangan panggil ibu, Le-ko. Jangan
membuat aku bertambah malu. Kau..kau harus
tahu perasaan isterimu!"
"Perasaan bagaimana? Aku bingung.
Kau.... kau menangis. Tapi tangismu tangis
gembira. Aku bingung masa orang gembira bisa
menangis!"
"Kau tidak tahu?"
"Tidak."
"Memang bodoh!" dan sang isteri yang
mengunci dan menyimpan kunci kamar lalu
membiarkan sang suami bengong karena Soat
Eng sudah balik dan meloncat lagi ke
pembaringannya, tinggal isak-isak kecil tapi
wajah dan mulut itu geli! Pemuda ini melihat
jelas betapa isterinya memang betul-betul tidak
marah. Wajah dan bibir itu tersenyum! Dan
karena ia bingung dan bengong maka iapun balik
lagi dan bertanya dengan suara ketidakpastian,796
"Eng-moi, kau ini marah atau senang?
Kau ini gusar atau gembira? Aku tak mengerti
tindak-tandukmu ini. Kau aneh, aku jadi takut...."
"Takut apa?"
"Takut membuatmu malu lagi. Takut,
eh.... takut salah bicara. takut kalau aku sendiri
jadi takut menghadapimu!"
Kekeh geli tiba-tiba meledak. Siang Le
bengong melihat betapa isterinya itu tiba-tiba
tertawa demikian nyaringnYa. Aneh, wanita
sungguh aneh. Dan ketika ia menganggap
isterinya atau diri sendiri yang gila maka isterinya
itu menyambar lengannya dan berseru,
"Le-ko, duduklah. Kujawab pertanyaan
mu. Aku jadi kasihan kalau kau serba takut. Hihik, duduklah, Le-ko. Duduklah! Kau memang
laki-laki dan suami yang tolol!" lalu ketika Siang
Le geleng-geleng kepala dimaki seenaknya,
duduk dan membelalakkan mata maka
berkatalah isteri-nya itu penuh tawa, "Aku girang
bahwa kau berjuang sedemikian besar. Aku juga
ingin anak laki-laki, meskipun aku cuek terhadap
omongan ibu. Dan karena kau rupanya melihat797
semuanya itu maka aku bertambah malu namun
sekaligus senang, Le-ko. Bahwa kau suami yang
baik dan penuh cinta terhadap keluarga!"
"Maksudmu?"
"Kau memang tolol. Aku diam-diam juga
pingin punya anak laki-laki, Le-ko, tapi bukan
karena takut kepada ibu. Aku juga lama
mendambakan ini. Dan karena malam ini
rupanya kegembiraanku tak dapat
kusembunyikan, kau menebak tepat maka aku
malu dan menumpahkan itu dalam tangis!" "Aku
bingung, masih belum mengerti..." "Eh-eh, kau
bilang apa tadi. Coba ingat apa yang kau katakan
ketika pertama melihat aku!"
"Hm, aku melihat wajahmu cemerlang
Kau berseri dan segar benar malam ini".
"Itulah! Itu yang tepat kau lihat, Le-ko.
Aku memang senang dan bahagia sekali malam
ini. Aku girang bahwa kau ingin anak laki-laki.
Aku.... aku senang bahwa kau berjuang untuk
mendapatkan semuanya itu!" "Jadi?"798
"Benar, kau saja yang tolol. Kau
menelanjangi mukaku habis-habisan. Siapa tidak
malu meskipun senang!"
"Wah, jadi kau setuju dengan semua
tindakanku ini?"
"Benar, aku senang bahwa kau menemui
Siong-lopek, Le-ko. Bahwa kau berjuang untuk
mendqpatkan anak laki-laki.Aku juga takut kalau
nanti hamil perempuan lagi. Aku kasihan Siang
Hwa dan Siang Lan!"
"Ha-ha..!" siang Le meraih dan
menyambar isterinya ini. "Kau tiada ubahnya
wanita-wanita lain di dunia ini, Eng-moi. Selalu
membuat bingung dan takut laki-laki, Ah, aku
memang takut setelah kau menangis melulu.
Tapi ketika kudengar bahwa tangismu bukan
tangis marah, kau rupanya menangis bahagia
maka aku mendekatimu lagi dan baru sekarang
mengerti. Ha..ha.. wanita memang aneh dan
sering membuat bingung laki-laki!" dan Siang Le
yang langsung mencium dan melumat bibir
isterinya lalu disambut erang dan keluh manja.
Soat Eng menggeliat dan tiba-tiba balas memeluk799
suaminya itu. Tangan tahu-tahu membuka
kancing baju. Wanita ini cepat sekali naik birahi!
Tapi ketika Siang Le teringat pesanan Siong-lopek
dan dia tak boleh bermesraan dulu, mendorong
dan menjauhkan isterinya ini maka Soat Eng
terkejut dan membelalakkan mata.
"Tak boleh.. belum boleh!"
Soat Eng terkejut semburat.
"Siong-lopek melarangku bermesraan
dulu, moi-moi, tunggu sampai bulan purnama.
Kita harus menahan diri kalau ingin punya anak
laki-laki!"
"Hm, apa maksud kakek itu..."
"Ada perhitungan tertentu. Aku juga
belum tahu tapi tentu kakek itu tak bohong.
Maaf, kita menahan diri dulu dan jangan buat
aku panas dingin!"
Soat Eng kecewa. Sebagai wanita tentu
saja tak mungkin dia mendesak. Tabu! Tapi ketika
suaminya menggandeng dan membawa
lengannya maka dia terhibur juga.
"Moi-moi, menginginkan sesuatu
rupanya memang harus selalu prihatin. Sabarlah,800
bukan aku tak cinta. Kau percaya, bukan? Tunggu
seminggu lagi, moi-moi. Nanti aku datang
dengan semangat baru!"
"Hm! " sang isteri tersenyum. " Semangat
baru? Memangnya kau kini tidak bersemangat?"
"Ha-ha, bukan. Tapi keterangan Siong
lopek tentu bakal membuat semuanya seolah
baru, moi-moi, termasuk semangatku nanti.
Siapa tahu kita bakal seperti pengantin baru!"
dan ketika sang isteri mencibir dan si suami
gemas maka Siang Le mencium lagi isterinya itu
dan malam itu mereka tak berani berlebihan.
Benar bahwa gejolak meningkat terjadi pada
wanita ini. Siang Le memperhatikan dan diamdiam kasihan. Siapa tak ingin menuangkan cinta
di saat-saat seperti itu. Dan ketika malam-malam
berikut juga di lewatkan dengan perasaan
ditahan, Cao Cun membawa puteranya untuk
sembahyang tujuh malam berturut-turut maka
keesokan harinya pemuda ini berlayar lagi
menuju daratan seberang.
"Aku ingin ikut. Tapi, hmm.... malu
rasanya bertemu kakek itu."801
"Ha-ha, ada ibu di sini, Eng-moi. Kau
boleh bertanya ibu saja. Dia juga rupa-nya tahu.
Sesama wanita tentu lebih bebas!" "Begitukah?"
"Benar, tanya saja ibu. Tuh...!" dan ketika
Cao Cun muncul dan tersenyum di balik batu
karang maka nyonya ini semburat dan Siang Le
tertawa bergelak meninggalkan Sam-liong-to.
"Moi-moi, sampai ketemu lagi!"
Siang Le bergerak mendorong perahunya.
Pemuda ini gembira dan harapan besar
terpancar di wajah. Siapa tidak girang kalau akan
mendapatkan resep meraih rejeki. Dan ketika
pemuda itu bergerak dan lenyap di balik
gulungan ombak, Soat Eng menarik napas
panjang maka ibu angkatnya ini menyentuh
lengannya dan tersenyum penuh pengertian.
"Biarkan ia mendapat pengetahuan baru.
Mari kau ikuti aku, Soat Eng. Coba kita lihat
apakah petunjuk kakek itu akan sama dengan
petunjukku."
"Ibu akan memberi tahu....?"
"Ya, kita sama-sama wanita. Likat juga
kalau aku harus bicara dengan Siang Le. Biarkan802
ia dengan Siong-lopek dan kita sama kita!" lalu
ketika wanita itu menggandeng dan membawa
Soat Eng maka di sana Siang Le sudah ditunggu
kakek itu dan pemuda ini meloncat dari
perahunya dengan jantung berdebar-debar.
"Ha-ha, tepat. Seminggu tepat! Eh,
jangan terlampau tegang dan ikat
perahumu,kongcu. Nanti hanyut terbawa
ombak!" Siang Le membalik. la lupa mengikat
perahunya dan mukapun merah berseri-seri.
Siong-lopek ini bakal gurunya mencari ilmu. Ia
akan diberi pelajaran bagaimana mencapai citacita. Dan ketika perahu terikat kuat dan iapun
dibawa tuan rumah maka Siang Le tercengang
lagi bahwa penganan dan apa saja tersedia di
meja.
"Bukan untukmu, ha-ha.... bukan
untukmu. Itu untuk cucu-cucuku di Sam-liong-to,
Siang-kong.. Berikan kepada mereka dan biarkan
mereka senang!"
"Tapi aku tak membawa tangkapan..."
"Siapa mau ikan? Eh, aku juga masih
cukup, kongcu. Tak perlu kedatanganmu harus803
membawa ikan. hari ini kita akan menyelesaikan
urusan lain. Ayo, duduk dan katakan apa
hasilnya. Bagaimana dengan ibumu itu, Wanghujin!"
"Hm, ibu tidak menerangkan apa-apa. Ia
mengajakku sembahyang, lopek. Katanya harus
sembahyang dulu sebelum meraih cita-cita!"
"Ha-ha, Wang-hujin benar. la betul.
Cocok! Wah, aku yang lupa tidak memberitahu
itu. Eh, manusia boleh berusaha tapi Tuhan yang
menentukan, kongcu. Memang betul. Resep itu
sudah ku dapat tapi tanpa kehendakNya tak
mungkin terkabul!" lalu mengangguk-angguk
dan kagum membayangkan wanita itu kakek ini
duduk menarik napas dalam-dalam. Siang Le
mendengarkan dengan jantung berdegupan.
"Lopek sudah mendapatkan itu?"
"Sudah. Tapi, hmm.... bagaimana dengan
isterimu."
"Lopek benar. Ia... ia agak hangat!"
"Ha-ha, maksudmu agak panas? Benar,
Im dan Yang sudah mulai bekerja, kongcu. Itu804
tanda yang baik. .Tapi kau tak melanggar
pesanku, bukan?"
"Hm, aku dapat menahan diri," Siang Le
agak memerah. tak apa, tapi coba kuraba denyut
nadimu." Kakek itu tersenyum-senyum,
menyambar dan memegang denyut nadi
pemuda itu dan dihitungnya menurut waktu
yang tetap-tetap. Siang Le mengerutkan kening
dan tak mengerti. Bagai tabib sa.ja layaknya


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang tua itu. Tapi ketika ia mengangguk-angguk
dan melepaskan pergelangan Siang Le maka ia
tertawa berkata,
"Kau tak bohong. Tenagamu masih utuh!"
"Hm, lopek mengira aku kehilangan
tenagaku?"
"Ha-ha, benar. Orang yang sudah
bermain cinta bakal lelah dan denyut nadinya
melemah, kongcu. tapi kau masih keras dan
berdenyar. Kau utuh, tenagamu belum hilang.
Dan ini berarti kekuatan Im atau Yang-mu
berimbang dengan isterimu itu. Sekarang baca
dan lihat saja ini!" kakek itu melempar sebuah
buku kecil, meneguk secawan arak dan tertawa-805
tawa tak menghiraukan Siang Le. Pemuda itu
terkejut dan meraih buku kecil itu. Lalu ketika
keterangan demi keterangan terdapat di situ, ia
tertegun dan melonjak tiba-tiba Siang Le girang
luar biasa seakan mendapat lotre besar.
"Ha-ha, kiranya begitu, lopek. Mengerti
aku sekarang. Ah, pantas kalau anakku semuanya
perempuan. Aku terbalik melaksanakan resep.
Ha-ha, terima kasih. dan buku ini kiranya benar.
Wah, akan kucoba dan terima kasih banyak!"
"Eh-eh, nanti dulu. Jangan terburu dan
Mau pulang, kongcu. Ini untuk anak-anakmu.
Heiii...!"
Siang Le terbang dan meloncat membawa
buku kecil itu. Di situ ia mendapat penjelasan
tentang unsur-unsur Im dan Yang di tubuh
manusia. Baik wanita mau pun pria harus
memadukan unsur-unsur ini kalau ingin
mendapatkan yang dicari. Dan karena selama ini
ia terbalik melaksanakan ketentuan, unsur Im
dan Im akan membuat ia selalu memiliki
keturunan perempuan maka Siang Le melonjak
luar biasa ketika diberi tahu bahwa perpaduan Im806
dan Yang akan menghasilkan anak laki-laki.
Terutama kalau unsur "Yang" dua kali lebih
banyak dari unsur Im.
"Ha-ha, terima kasih. Aku akan memberi
tahu isteriku!" Siang Le tak perduli pada kakek itu
dan melepas ikatan perahunya. Ia sampai lupa
kepada sekeranjang makanan untuk Siang Hwa
dan Siang Lan. Siong-lopek menyiapkan itu
semua untuk anak-anaknya di Sam-liong-to. Tapi
ketika si kakek berlarian dan kebetulan tali
perahu nyangkut di semak berduri, perahu
terputar membalik maka kakek itu berseru
mengacung-acungkan keranjang bawaannya.
"Heii.... heii! Bawa dan berikan ini pada
cucu-cucuku, kongcu. Ini untuk Siang Hwa dan
Siang Lan. Jangan terlalu girang karena
semuanya itu tergantung Yang Maha Kuasa.
Manusia berusaha Dia yang menentukan!"
Siang Le teringat. la melihat kakek itu
jatuh dan melompat keluar lagi. Bawaan
keranjang rupanya berat juga. Dan ketika ia
menolong dan menepuk si kakek, kegirangannya
tak dapat disembunyikan lagi maka Siang Le807
melompat dan naik lagi ke perahunya. Keranjang
makanan itu dibawa.
"Lopek boleh ikut aku kalau mau. Mari!"
"Tidak.. tidak...! Aku si tua biar di sini,
kongcu. Menunggu kabar. Berangkatlah dan
kudoakan sukses!"
Siang Le tertawa bergelak. Ia girang dan
senang seolah keturunan laki-laki itu sudah pasti
didapatnya. Ia bahagia dan begitu gembira
hingga tak banyak bicara lagi kepada Sionglopek. Dan ketika ia meninggalkan kakek itu dan
perahu meluncur membelah ombak, tenaga si
anak muda demikian luar biasa hingga perahu
melesat dan naik di antara buih-buih ombak
maka kakek di seberang daratan itu berdecak
menggeleng kepala berulang-ulang.
"Siang-kongcu, hati-hati. Sampaikan
salamku kepada Wang-hujin dan isterimu!" Siang
Le tak menjawab. Ia sudah jauh dan
menggerakkan perahu seperti kesetanan. Buku
kecil di tangannya itu bagai jimat yang amat
bertuah. Dan ketika sebentar kemudian ia sudah
lenyap di balik ombak bergulung-gulung, kakek808
Siong tersenyum dan menarik napas pendek
panjang maka pemuda ini sendiri sudah
meluncur dan menari serta menyelinap di tengah
laut buas. Siang Le tak menghiraukan apa saja
kecuali ingin cepat sampai dan tiba di tujuan. la
mendayung begitu cepat hingga perahu
meloncat dan terbang di atas buih ombak, jatuh
dan meloncat lagi hingga orang akan gelenggeleng kepala melihatnya. Sekali perahu itu tak
kuat tentu pecah dasarnya. Salah-salah pemuda
itu bisa tenggelam! Namun karena Siang Le
adalah mantu Pendekar Rambut Emas dan ilmuilmu tinggi didapatnya dari sang gak-hu (ayah
mertua) maka pemuda itu sebentar kemudian
sudah sampai di Sam-liong-to. Dan begitu
meloncat keluar iapun tertawa bergelak. Pulau
seakan runtuh oleh getar suaranya.
"Ha-ha, berhasil, Eng-moi. Berhasil! Aku
telah mendapatkan kuncinya bagaimana
mendapat anak laki-laki!"
Soat Eng berkelebat. la mendengar tawa
suaminya itu dan melihat sang suami
menghambur dan terbang ke lstana Hantu.809
Mereka memang tinggal di istana itu. Dan ketika
sang suami melihatnya dan langsung saja
menubruk, Siang Le menyambar dan
mengangkat isterinya ini maka sambil terbahakbahak ia menciumi isterinya itu.
"Berhasil, kita berhasil. Malam nanti kita
coba, ha-ha...!"
"Hush, coba apa? Kenapa seperti gila
begini? Turunkan aku, Le-ko. Anak-anak datang!"
tak apa. Aku ingin menciumi mereka pula dan
memberi tahu bahwa adik laki-lakinya siap
datang!" Siang Le membuang isterinya itu,
meloncat dan berjungkir balik menyambar dua
anak perempuannya dan Soat Eng memaki suami
nya berjungkir balik. la dibuang dan dilempar
begitu saja. Kalau bukan dia tentu celaka. Dan
ketika suaminya itu terbahak-bahak menciumi
anaknya, sang ibu muncul maka Cao Cun geli
melihat tingkah pemuda itu.
"Siang Le, kau seperti menang lotre.
ingat, tanpa Tuhan tak akan terjadi semuanya
itu."810
"Ha-ha, Tuhan merestui, ibu. Aku Ingin
menyenangkan isteri dan gak-boku. ha-ha, sudah
kudapat resep itu!"
"Ayah bicara tentang apa," Siang Hwa
mengomel. "Bajumu bau, ayah. Kau penuh
keringat!"
"Ha-ha, tak apa. Nanti ibumu yang
mencuci!"
"Enaknya!" Soat Eng membanting kaki
"Isteri sibuk suami harus membantu, Le-ko. Nah,
aku belum selesai masak dan kau mencuci
bajumu itu dulu!" dan ketika Siang Le tertawa
melihat isterinya berkelebat maka sesuatu tibatiba jatuh dari saku isterinya itu.
"Heii, apa itu!"
Soat Eng terkejut. Siang Lan, anaknya
kedua berteriak padanya. Tapi sang suami yang
bergerak dan berkelebat lebih cepat sudah
menyambar dan mengambil itu, membukanya.
Dan Siang Le terbelalak melihat itu. Racikan
jamu!
"Eh, kau minum jamu? Suka pahit-pahit?"
"Berikan!" sang isteri merampas. "Itu bukan811
untuk laki-laki, Le-ko. Kau berusaha akupun tak
mau kalah!" dan ketika sang suami terbelalak
sementara sang isteri melotot maka Soat Eng
berkelebat meninggalkan suami dan anakanaknya itu. Muka memerah.
"Hei-hei..! Apa itu. Aku juga mau jamu!"
"Itu khusus wanita," Cao Cun bergerak dan
menengahi.
"Laki-laki tak cocok minum itu, Siang Le.
Itu untuk pembersih dan penguat kandungan.
Kau ada sendiri dan sudah kubuatkan di
belakang."
Siang Le tertawa. Akhirnya ia geli begitu
mendengar ini. Untuk kandungan? Wah, laki-laki
tak punya itu. Hanya wanitalah yang punya. Dan
ketika ia terbahak dan gembira benar maka sang
ibu bertanya bagaimana hasilnya.
"Bagus... bagus, aku sudah mengetahui
kuncinya. Terima kasih, ibu. Kaupun ikut
berjasa!"
"Tapi ingat," sang ibu menunjuk.
"Manusia berusaha Tuhan yang menentukan,
anakku. Aku akan berdoa sepanjang malam812
untuk keberhasilanmu. Mudah-mudahan gakbomu tak marah dan senang mendapat cucu lakilaki!" Hari itu Siang Le gembira benar. Ia
menyantap hidangan isterinya dan berkali-kali
memuji. Sang isteri melerok namun tertawa juga.
Kegembiraan suami menular. Dan ketika hari
demi hari dilewatkan bahagia dan dua bulan
kemudian isterinya hamil maka Siang Le bersorak
mendengar kata-kata nenek pijat bahwa bayinya
laki-laki. Nenek itu dipanggil dan akhirnya
dipersiapkan untuk mengurus atau menjaga
kesehatan Siang-hujin.
"Laki-laki. Selamat, tuan muda. Nyonya
mengandung bayi laki-laki."
"Dari mana kau tahu?"
"Jempol dan mata kakinya, tuan muda.
Denyut dan gerakan nadinya menunjukkan lakilaki. Keras dan kuat. Bayimu sehat sekali.
Selamat!"
Siang Le berjingkrak. Nenek pijat ini
bukan sembarang pemijat melainkan juga
seorang ahli kebidanan yang tahu betul tentang
wanita hamil. Dulu, dua kali kehamilan isterinya813
nenek ini jugalah yang dipanggil. Dan dua kali itu
pula nenek ini menyatakan bayinya perempuan,
hal yang cocok karena kemudian lahir Siang Hwa
dan Siang Lan itu. Maka ketika kini sang nenek
bicara bahwa bayinya laki-laki, bukan main
girangnya Siang Le maka pemuda ini berjingkrak
dan bersorak. Tingkahnya seperti anak kecil.
"Jangan gila," sang isteri menegur. "Kau
seperti orang sinting, Le-ko. Lihat nenek Lui
tertawa!"
"Ha-ha, biar ia tertawa. Biar aku gila. Yang
jelas aku gembira sekali, Eng-moi. Apa yang
dikata Siong-lopek benar. la cocok. Ah,
bahagianya gak-bo kalau mendengar ini!"
Lui-ma, nenek itu terkekeh-kekeh. Sudah
lama ia mengenal keluarga ini sejak kehamilan
pertama dulu. Sayang ia tak mau tinggal di Samliong-to karena ada keluarganya di seberang.
Nenek itu pulang sebulan dua kali. Dan ketika
sekarang iapun diminta tinggal di situ sampai
kelahiran tiba, nenek ini tak menolak asal
sebulan dua kali menengok keluarganya maka
pada bulan terakhir dari kehamilannya Soat Eng814
sudah merasa sakit-sakit yang sangat dari tandatanda kehamilan.
"Hm, dua tiga hari lagi. Baik, sediakan
popok dan keperluan ibu dan anak, tuan muda.
Aku akan menjaga di sini dan biar Wang-hujin
membantuku."
"Tapi ia laki-laki, bukan?"
"Laki-laki, tuan muda. Semakin kuat dan
meyakinkan tanda-tandanya. Aku yakin dia lakilaki!"
"Huraaa...!"
"Eh, jangan berhura. Hujin mulai
kesakitan!"
Siang Le sadar. la melihat isterinya
menangis dan munculah sang ibu yang
menyediakan ini itu. Popok dan keperluan ibu
anak ternyata sudah disiapkan wanita ini. Dan
ketika dua hari kemudian, diwaktu gelombang
pasang sedang menghantam Sam-liong-to maka
di tengah malam di sela-sela petir dan hujan
deras lahirlah anak nomor tiga dari keluarga ini.
Seorang bocah laki-laki tepat seperti ramalan
nenek Lui! "Ha-ha, laki-laki. Benar laki-laki. Ah, ini815
untukmu, gak-bo. Menantumu ternyata pandai
dan tidak goblok. Ha-ha, Siang Le masih pandai!"
Soat Eng menangis terisak-isak. Ia dapat
merasakan kebahagiaan dan kegembiraan
suaminya itu. Suaminya paling takut kalau sudah
dimusuhi ibunya. Ibunya memang keras dan
kadang-kadang kejam. Dan ketika hari itu mereka


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merasakan kegembiraan luar biasa, Soat Eng
bertanya siapa nama anak laki-laki mereka maka
Siang le bingung dan tertegun.
"Celaka, aku belum tahu. Biar kutanya
ibu!"
"Eh, kenapa ibu? Kau sendiri coba cari
nama, Le-ko. Jangan ibu ter.. Dulu Siang Hwa dan
Siang Lan juga begitu!"
"Hm-hm, kalau begitu siapa namanya.
Aku belum siap. Wah, biar sehari ini kucarikan
nama anakku dan coba kupasang hio sebentar!"
Siang Le berkelebat ke belakang. Ia memasang
hio dan teringat cara ibunya iapun tiba-tiba ingin
minta tolong mendapatkan nama yang bagus.
Nama itu penting. Anaknya sekarang laki-laki dan
ia akan mencari bobot bagi nama anaknya. itu.816
Dan ketika ia hampir bertabrakan dengan sang
ibu yang keluar dari ruang pemujaan maka Cao
Cun tersenyum melihat kegugupan sikap
puteranya itu. "Apa ini, semua serba tergesagesa. Harusnya dari dulu kau mencari nama itu,
Siang Le, bukan dadakan begini. Di meja
sembahyang ada tiga nama untukmu. Pilihlah
yang cocok. Mudah-mudahan kau berkenan."
Siang Le tertegun. Ia cepat berlutut . di altar
sembahyang dan ternyata situ telah ada tiga
nama pilihan. la tergetar. Nama itu bagus-bagus.
Dan ketika ia terbelalak dan mernbaca sekali lagi
maka berturut-turut terdapat nama yang
masing-masing mempunyai arti besar:
Siang Hok Gi - Siang Houw To dan Siang
Lo Siong!
"Hm, mana yang kupilih? Dan apa arti
nama terakhir ini? Wah, biar ibu ku-panggil lagi!"
namun ketika Cao Cun ke-luar dan muncul di
pintu pemujaan maka wanita itu tertawa.
"Aku tahu, kau pasti akan mencari aku
lagi. Baik, apa yang hendak kau tanyakan, Siang817
Le. Nama itu cukup berbobot tapl coba kira-kira
mana yang akan kau pilih!".
"Hm-hm, aku bingung untuk mengirangira arti dari ketiga nama ini. Tapi kalau tidak
salah nama yang pertama cocok untukku, ibu.
Siang Hok Gi berarti 'Rejeki Keluarga Siang'!"
"Heh-heh, cocok. Dan nama kedua?" "Houw
artinya Harimau. Dan To, hmm.... apalagi kalau
bukan Sam-liong-to yang kau ambil ekornya?
Siang Houw To berarti Harimau Keluarga Siang
Dari Sam-liong-to, ibu. Tapi benar atau tidak aku
tidak tahu!"
"Cerdas, kau cerdas! Heh-heh, kau benar,
Siang Le. Tapi coba nama yang ketiga!" "Wah, ini
aku bingung. Lo artinya Tua, dan Siong...."
"Siapa lagi kalau bukan kakek di seberang
sana? Aku mengambil nama itu untuk mengingat
jasa baiknya, Siang Le. Nama itu memang nama
tua tapi kalau kau lebih cocok yang pertama
tentu saja boleh ambil!"
"Ha-ha, bagus. Kalau bcgitu yang pertama
itu saja. Hok Gi adalah Rejeki, dan aku benarbenar merasa mendapat rejeki. wah, ini saja yang818
kupilih, ibu. Terima kasih. Tapi, sst.... jangan
bilang pada iseriku bahwa nama ini lagi-lagi hasil
buah pikiranmu!" dan Siang Le yang meloncat
dan meninggalkan ibunya lalu membuat wanita
itu tertawa tapi Cao Cun tentu tak menolak. Siang
Le adalah puteranya yang baik dan pemuda itu
amat disayangnya. Dia sudah tahu bahwa
pemuda ini seperti biasa tentu tak pernah
mempersiapkan nama. Baru setelah lahir
dicarilah nama itu serabutan. Dia
mempersiapkannya sendiri selama beberapa
bulan terakhir ini. Dan ketika Hok Gi, nama itu
dicantumkan pada cucunya laki-laki maka
resmilah nama itu menjadi milik penghuni kecil
Sam-liong-to. Anak ini tumbuh dengan sehat dan
sempurna. Jarang kena penyakit meskipun cuaca
mudah berubah-ubah di Sam-liong-to. Tapi
ketika Siang Le hendak pergi menengok ke utara,
berkunjung pada gak-hu dan gak-bonya ternyata
Soat Eng menolak. Aneh.
"Tidak, kali ini kita ingin membuat
kejutan. Biar ibu atau ayah ke mari. Hok Gi masih
kecil, belum waktunya dibawa melakukan819
perjalanan jauh. Dan karena ibu yang
menginginkan cucu laki-laki biarlah ia yang
datang dan menengok sendiri!"
"Kau gila?" Siang Le terkejut, tentu saja
tak setuju. "Nanti aku yang disalahkan, Eng-moi.
Sudah mempunyai keluarga baru tidak memberi
tahu orang tua. Ah, ibumu bisa marah-marah!"
"Aku yang menghadapinya. Ibu tak akan
marah kepadamu, Le-ko. Aku yang akan
menjelaskan. Dan lagi ada ibu Cao Cun di sini!"
"Hm, aku hanya pendengar saja," Cao
Cun menjawab bijak. "Urusan ini kalian berdua
yang memutuskannya, Soat Eng. Tapi benar
bahwa anak seusia begini memang masih terlalu
kecil dibawa melakukan perjalanan jauh.
Bagaimana kalau setahun dua lagi."
"Tidak, aku ingin membuat ibu cemas.
Biar ia datang dan nanti kusuguhi kebahagiaan
ini. Kalau ia marah tentu bakal berubah setelah
melihat Hok Gi!"
"Hm, kalau begitu bagaimana jika Siang
Le dipersalahkan? Ibumu keras, Soat Eng. Ia bisa820
marah karena dianggapnya suamimu diam-diam
saja."
"Aku yang bicara. Aku yang menanggung
itu, ibu. Aku yang akan bicara kepada ibu bahwa
aku memang melarang suamiku memberi tahu.
Aku ingin ibu datang ke sini dan melihat betapa
cucunya laki-laki sudah lahir. Sudahlah, kalian
tenang saja dan ibu pasti datang ke mari, apalagi
kalau dua tiga tahu kami tak memberi kabar!"
Siang Le kecut. Sebenarnya ia tak setuju
dengan cara ini tapi apa boleh buat. Isterinya
yang menentukan. Isterinya yang bertanggung
jawab. Dan ketika setahun kemudian mereka tak
mengisi kebiasaan berkunjung, tahun kedua juga
begitu sampai pada tahun ketiga maka hari itu
menjelang gelap dua orang muncul di tempat
mereka. Thai Liong Si Rajawali Merah bersama
isterinya yang cantik jelita Shintala, juga anak
mereka laki-laki yang dipondong ibunya.
"Liong-ko...!" "Shintala!" Soat Eng
berseru lebih dulu melihat datangaya kakak dan
iparnya ini. Nyonya yang sedang menggendong
dan menyusui bayinya itu meloncat berteriak821
girang. Siang Le, yang ada di sampingnya juga
terkejut dan bangkit berdiri. Anak mereka Siang
Lan dan Siang HWa sedang bermain-main dekat
tungku api. Tapi ketikta Soat Eng menubruk dan
memeluk iparnya, Bun Tiong diturunkan dan
bengong memandang dua anak perempuan di
sana mendadak Shintala mengguguk dan
menangis tersedu-sedu.
"Eng-moi, ibu.... ibu tewas. Orang jahat
membunuhnya!"
"Apa?" Soat Eng bagai mendengar
gelegar halilintar. "Ibu.... tewas? Ia... la...":
"Benar, kau ditunggu-tunggu, Eng-moi.
Beliau merindukanmu setiap saat. Ia... ia tewas
terbunuh!" Soat Eng terjengkang. Tiba-tiba saja
ia roboh dan pingsan. Kedatangan tamu yang
membawa berita duka ini sungguh mengejutkan.
Jauh melebihi geledek di siang bolong. Namun
ketika Thai Liong menyambar dan menolong
adiknya maka Siang Le yang pucat dan juga
terkejut. mendengar tiba-tiba mengeluh dan
menolong Hok Gi. Bocah itu menangis dan822
menjerit tertimpa ibunya. Untung Thai Liong
menyelamatkan dan menahan tubuh Soat Eng.
"Siapa anak ini. Siapa dia..dia... dia anak
kami Oh.. biarkan aku menolong isteriku, Thai
Liong. tolong terima anakku ini dulu dan
kedatangan kalian sungguh mengejutkan!"
*** Credit:
Sumber buku Gunawan Aj
Kontributor Awie Dermawan
Edit OCR Yons
Koleksi Kolektor E-Book823
P U T E R I E S
(Lanjutan "Rajawali Merah")
Karya Batara
Jilid XIV
* * * THAI LIONG agak menyesal memandang
isterinya. Ia tak menyangka bahwa Shintala tak
dapat menahan diri, langsung memberi tahu
kematian ibunya itu.
Dan ketika di sana Siang Le menolong
Soat Eng sementara dia sendiri tertegun
memandang anak laki-laki kecil di gendongannya
ini, itulah anak Siang Le nomor tiga maka Soat
Eng yang sadar dan mengguguk serta menjerit
tiba-tiba menubruk kakaknya dan munculah Cao
Cun di pintu.
"Liong-ko, ibu. ibu tewas? Siapa
pembunuhnya? Siapa jahanam keparat itu?824
Beritahukan kepadaku, Liong-ko, biar kucari dan
kubunuh dia!"
"Hm, tenanglah, sabar...."
Thai Liong mengusap lalu mendorong
adiknya ini. Semuanya terjadi begitu tiba-tiba,
Eng-moi, tak disangka. Tapi ini sudah suratan
nasib. Sabar dan lihat anakmu menangis. Itu bibi
Cao Cun."
Thai Liong membalik dan menyerahkan
Hok Gi kepada ibunya, menghadap Cao Cun dan
wanita itu tampak terguncang dan pucat. Ia baru
saja berlari kecil ketika mendengar ribut-ribut ini,
cemas dan mengira siapa tapi tidak tahunya
adalah Thai Liong, suami isteri muda itu. Tapi
begitu mendengar bahwa Kim-hujin tewas,
kembali perasaannya tertusuk maka wanita ini
memegang dinding dan gemetar. Thai Liong
membungkuk dan memberi hormat padanya.
"Bibi, maaf. Kami membawa berita
buruk."
"Ooh, kau.... ibumu ia... tewas, Thai
Liong? Ibumu dibunuh orang?"825
"Benar, bibi, dan kini ayah memanggil
semua di sini untuk ke utara. Ada sesuatu yang
hebat terjadi."
"Liong-ko, siapa jahanam itu. Siapa dia.
Biar kucari dan ku bunuh iblis terkutuk itu!"
Soat Eng melengking marah, menangis
dan memukul-mukul kakaknya tapi Thai Liong
memberi isyarat kepada Siang Le. Si buntung itu
maju dan menenangkan isterinya. Berita itu
memang tak terduga. Dan ketika Soat Eng
mengguguk dan Shintala menyesal merangkul
iparnya, ia merasa terlalu terburu-buru maka
wanita itu disuruh membawa Soat Eng ke kamar.
"Tenangkan ia di sana, bersama bibi Cao
Cun. Nanti kita bertemu lagi dan lihat anak-anak
ketakutan melihat ini."
Shintala berurai air mata. Nyonya cantik
inipun tak kalah sedih dibanding Soat Eng.
Kemarahannya juga membubung. Namun karena
ia didinginkan Thai Liong dan suaminya itu
berlaku bijak, betapapun musuh tak ada di depan
mereka maka Thai Liong menarik napas dalam-826
dalam dan ketika Siang Le memberikan sebuah
kursi maka si buntung itu duduk terpaku.
"Thai Liong, bagaimana terjadinya
peristiwa ini? Bukankah ada ayah dan kau di
sana?"
"Aku tak ada di sana waktu peristiwa itu,
Siang Le, aku dan isteriku sedang berburu, begitu
juga anakku Bun Tiong. Kami tak tahu apa-apa
sampai akhirnya ketika kami pulang kami lihat
peristiwa itu." "Bagaimana dengan gak-hu..."
"Ayah luka-luka, itulah sebabnya
mengutus aku ke sini. Ayah menghadapi orangorang sakti."
"Orang-orang sakti? Bukankah sudah tak
ada orang-orang sakti lagi di dunia kang-ouw?
Bukankah kalian keluarga terhebat sekarang?"
"bumi selalu berputar, Siang Le, yang dulu
kuat bisa jadi sekarang lemah. Yang dulu hebat
sekarang mungkin lumpuh. Ayah akhir-akhir ini
sering sakit-sakitan. Beliau agaknya penasaran
memikirkan kalian di sini kenapa tiga tahun tidak
pernah berkunjung!"827
"Hm," Siang Le sadar akan teguran ini,
kata-kata Thai Liong tajain dan keras. "Semua


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

karena adikmu, Thai Liong. lsteriku itu aneh dan
keras. Dialah yang tak mau berkunjung. Aku
berulang kali sudah membujuknya!"
"Kenapa?"
"Gara-gara ibu...."
"Hm, apalagi ini, Siang Le? Apa yang ibu
lakukan?"
"Ah, tak apa-apa. Sudahlah tak usah
bicara itu. Yang jelas Soat Eng ingin agar ibu ke
sini dan mendapat kejutan!"
"Hm, kamu tak perlu bohong kepadaku.
Apakah karena ibu memakimu sebagai suami
bodoh, Siang Le? Bahwa kau memberikan anak
perempuan melulu dan di-anggap goblok tak
becus membuat anak laki-laki?"
"Kau tahu?"
"Ibu bertengkar dengan ayah, secara
kebetulan kudengar. Ah, ibu memang aneh-aneh
tapi kulihat anakmu terkecil itu. Siapa namanya!"
Siang Le terkejut, tak menjawab.828
"Thai Liong, ibu sampai bertengkar
dengan ayah? Mereka ribut-ribut gara-gara ini?"
"Hm, kau tak menjawab pertanyaanku"
"Memang benar, Siang le, tapi setelah itu
mereka tenang kembali. Ayah membelamu, dan
ibu rupanya sadar."
Siang Le merah mukanya. Tiba-tiba
pemuda ini menitikkan air mata dan menutupi
wajah. Siang Le membayangkan pembelaan gakhunya itu. Dan ketika ia merasa teriris dan
terharu, dari dulu sampai sekarang gak-hunya itu
selalu sayang padanya maka ia tersedak dan
mengguguk. "Thai Liong, aku selalu membuat
persoalan di antara orang-orang tua. Ah, aku
selalu menjadi sumber pertikaian. Apakah dosa
di kelahiranku dulu yang menjadikan semua ini?
Apakah ini salah diriku sebelum lahir ke dunia?
Ooh, aku menyesal, Thai Liong, aku memang
bodoh sebagai suami. Ibu tidak salah. Ia benar
kalau menantunya tak dapat memberikan
keturunan laki-laki!"
"Tapi sekarang kau telah memiliki anak
itu. Kau telah berputera! Eh, siapa, nama829
anakmu, Siong Le. Siapa keponakan ku yang
tampan dan manis itu!"
"la Hok Gi..."
"Hok Gi? Ah, cocok sckali. Namanya
tepat. Anak itu membawa rejeki bagi rumah ini!"
"Tapi gak-bo (ibu mertua) sekarang tiada.
Percuma aku memberikan Hok Gi!" dan Siang Le
yang tersedu dan tak dapat menahan
kesedihannya lalu menutupi wajah semakin
rapat dan Thai Liong menepuk-nepuk pundak
pemuda ini. Pemuda itu terharu bahwa Siang Le
tak pernah menyalahkan ibunya. Pemuda itu
selalu menyalahkan diri sendiri. Inilah watak
Siang Le yang mulia! Dan ketika Thai Liong kagum
dan menenangkan pemuda itu agar tak bersedih
kepanjangan maka pemuda ini berkata bahwa
sebaiknya saudaranya itu siap-siap ke utara.
"Ayah meminta semua yang ada di pulau
ini ke utara. Ayah ingin bertemu kalian semua.
Dua tiga hari lagi kita berangkat, Siang Le, dan
siapkan dirimu serta bibi Cao Cun!"830
"Tapi kau tak menceritakan bagaimana
peristiwa itu terjadi. Bagaimana gak-bo
terbunuh, oleh siapa!"
"Hm, orang-orang Pulau Api..."
"Pulau Api? Di mana itu?"
"Aku juga belum tahu, Siang Le, bahkan
ayahpun tak tahu di mana dan siapa orang-orang
Pulau Api itu."
"Kalau begitu aneh bahwa mereka
memusuhi gak-hu, ada persoalan apa!"
"Hm, ini karena adik kita Beng An. Ialah
yang dicari!"
"Beng An?"
"Benar, Siang Le. Barangkali untuk ini
baiklah kuceritakan sebentar. Di sana tentu
isteriku juga bercerita kepada Soat Eng. Hm,
memang dunia selalu penuh dengan
permusuhan!" dan ketika pemuda itu menarik
napas dalam-dalam dan duduk merenung sedih
maka Siang Le tergetar dan rnendengarkan cerita
itu. Sebagaimana diceritakan di depan,
Pendekar Rambut Emas meraih isterinya ini831
ketika menangis dan rindu akan Soat Eng. Puteri
mereka itu telah lama tak memberi kabar dan
Swat Lian atau nyonya Pendekar Rambut Emas
ini sedih. Ia terisak-isak. Dan ketika suaminya
mengelus dan mengusap rambutnya, Pendekar
Rambut Emas batuk-batuk maka pendekar itu
bicara bahwa tentu ada sesuatu hingga puteri
mereka tak datang berkunjung.
"Pasti ada sebab, pasti ada sesuatu.
Barangkali saja karena tahun lalu kau pernah
bertengkar dengan puteri kita itu." "Bertengkar?
Tidak, aku dan Soat Eng tak ada persoalan apaapa, suamiku. Aku dan dia biasa-biasa saja!"
"Kalau begitu harus datang. Barangkali
ada halangan mungkin anak-anak sakit atau
apa."
"Hm," nyonya ini berkerut kening. "Siang
Hwa dan Siang Lan tak pernah sakit. Mereka itu
anak-anak sehat. Ayah bunya tak pernah lalai!"
"Kalau begitu kenapa tak datang? Kalau
hanya karena capai atau malas tempat kita
terlalu jauh tak mungkin, niocu. Janganjangan...." Pendekar ini berhenti, melirik sang832
isteri. Dan ketika sang isteri terkejut dilirik halus
maka wanita itu menarik diri berkerut kening.
"Jangan-jangan apa? Kenapa kau tak
melanjutkan?"
"Hm, bolehkah aku meneruskan?"
"tentu saja. Aku penasaran, suamiku. Kau
seolah hendak menyalahkan aku!"
"Hm-hm, bukan begitu. Kalau belum apaapa sudah tersinggung dan cepat marah lebih
baik aku tak usah melanjutkan saja. Kau tak
dapat diajak bicara terbuka." "Bicaralah, aku siap
dan terbuka. Aku tak merasa melakukan apa-apa
dengan Soat Eng!" "Bukan Soat Eng," sang suami
tersenyum, "melainkan Siang Le, niocu.
Barangkali ada apa-apa yang pernah kau lakukan
dengan menantu kita itu."
Nyonya ini mendadak merah. Ia teringat
makiannya kepada Siang Le lewat Soat Eng. Tapi
karena ia tak pernah memaki langsung dan ia
dapat berkelit maka jawabannyapun acuh
meskipun dingin.
"Aku tak ada urusan dengan Siang Le. Aku
tak pernah bertengkar dengannya."833
"Sungguh?"
"Kau tak percaya?"
"Bukan tak percaya," pendekar ini
tertawa. "Hanya semalam kau bermimpi apa,
niocu. Igauanmu membuat aku bangun."
"Mimpi apa," nyonya ini berkerut kening.
"Aku tak mimpi apa-apa!"
"Kalau begitu ya sudah, tunggu saja
dengan sabar anak dan menantu kita itu."
Wanita ini penasaran. Ia melihat
suaminya tersenyum dengan aneh, senyum itu
seakan menggoda dan menelanjanginya. Tapi
karena ia tak merasa apa-apa dan semalam ia
hanya bermimpi tentang keluarga di Sam-liongto, ia cemberut maka hari itu mereka menunggu
lagi ke-datangan Soat Eng namun yang ditunggu
tak datang-datang. Thai Liong memberi
kesempatan untuk ayah dan ibunya ini berdua.
Pemuda yang tahu kegalauan ibunya itu tak
berani mencampuri. Sekarang ia sering berburu
bersama isteri dan anak-anaknya. Dan ketika hari
demi hari dilewatkan lagi dan Pendekar Rambut
Emas tak menyinggung-nyinggung lagi urusan834
dengan isterinya, diam-diam tertawa karena
beberapa hari yang lalu isterinya itu memakimaki Siang Le dengan kata-kata
" goblok.... goblok tak punya anak lakilaki..." maka pendekar ini juga diam saja dan
pura-pura tak tahu akan apa yang mengganjal di
hati isterinya itu. Pendekar ini adalah orang yang
sabar dan penuh kasih sayang. Kalau sang isteri
tak mengaku sendiri dan ia tak diajak bercakapcakap tentu ia tak mendesak. Sikapnya ini
diketahui benar oleh isterinya dan sejak
pembicaraan di malam itu Kim-hujin ini menaruh
penasaran. Senyum suaminya itu tak pernah
hilang. Diam-diam ia bertanya apa yang ia
igaukan ketika tidur. Ia mengingat-ingat dan tibatiba semburatlah wajah nyonya ini akan
mimpinya itu. Teringat ia bahwa ia memaki-maki
Siang Le. Ia memaki-maki mantunya itu sebagai
suami goblok. Suami yang tak bisa bikin anak lakilaki! Dan ketika ia semburat oleh ini, apakah
igauan itu yang didengar suaminya maka malam
itu ketika untuk kesekian kalinya mereka duduk
bercakap-cakap lagi maka nyonya ini terisak dan835
membuka percakapan dengan pertanyaan
apakah yang didengar suaminya itu ketika ia
mengigau!
"Lho, menyambung pembicaraan itu lagi?
Bukankah sudah lewat? Wah, mana kuingat,
niocu. Aku lupa!"
"Bohong, senyummu menyatakan lain!
Kau membuatku penasaren dalam beberapa hari
ini, suamiku. Hayo mengaku apa yang kau dengar
itu!"
"Lho, lho.... aku tak ingat. Lupa, sungguh
lupa!"
"Aku tak percaya. Kau bukan kakek-kakek
pikun dan katakan apa yang kau dengar. Atau,
hmm... aku tak mau tidur di kamar dan biar di
hutan saja!"
"Eh-eh," sang pendekar menarik dan
menyambar isterinya itu, tertawa. "Kau cepat
sekali perasa, niocu. heran amat begini mudah
marah-marah. Baiklah, kukatakan hmm.... kalau
tidak salah kau marah-marah kepada Siang Le...."
"Apa yang ku katakan!"836
"kau eh.... menggoblok-goblokkan
menantu kita itu."
"Menggoblok-goblokkan bagaimana, apa
yang ku katakan. Ini yang ingin ku tahu!"
"Hm," pendekar itu menarik isterinya
duduk. "Mimpi adalah buah tidur, niocu, tapi
mimpi dapat berarti juga pelepasan ketegangan
jiwa yang ditahan-tahan. Kau tak usah
mendesakku karena tentu kau lebih tahu dari
pada aku. Kau bilang bahwa kau siap dan terbuka
untuk bicara berdua, kenapa ada yang kini kau
sembunyikan? Kau bilang tak pernah bertengkar
dengan Soat Eng atau mantu kita Siang Le, niocu.
Tapi mimpimu menunjukkan lain. Boleh jadi kau
tak pernah berhadapan langsung dengan
pemuda itu, tapi makian atau kata-katamu lewat
Soat Eng tentu diberitahukan suaminya karena
Soat Eng amat mencinta suaminya itu. Nah,
katakan dan mari bicara baik-baik!"
Nyonya ini tiba-tiba tersedu. Kalau
suaminya sudah bicara seperti itu maka tak ada
alasan lagi untuk berbohong-bohong. Gejolak
jiwanya ternyata telah tersalur lewat mimpi.837
Suaminya sebetulnya sudah tahu tapi semata
menjaga perasaannya saja suaminya itu purapura tidak tahu. Ya, ia tak perlu bohong lagi. la
harus buka kartu! Maka ketika ia tersedu dan
menutupi mukanya, suaminya terkejut tapi
memeluknya lembut maka suaminya itu berkata,
halus, penuh perasaan. "Niocu, agaknya tak perlu
ada yang disembunyikan Iagi. Kau bicaralah. Aku
mendengarkan dan percayalah bahwa aku tak
menyalahkan atau marah kepadamu."
"Aku.... aku, ahh...!" nyonya itu
mengguguk. "Kau benar, suamiku. Aku... tak tak
senang kepada Siang Le. Aku.... aku kecewa ia tak
punya anak laki-laki!"
"Hm, bagaimana ini. Kenapa tak senang.
Bukankah ada Bun Tiong di sini...." "Aku.... aku
ingin menimang cucuku sendiri yang laki-laki.
Aku.... maafkan suamiku, aku rupanya terbius
egoku sendiri dan selalu tak puas. Aku.... ooh..!"
dan wanita itu yang menubruk dan mengguguk
di dada suaminya lalu berat untuk bicara tapi
Pendekar Rambut Ernas mengangguk-angguk838
dan tersenyum, mengusap dan mencium rambut
isterinya itu.
"Hm, mengerti aku. Kiranya kau ingin
menimang dan memiliki cucu laki-laki dari


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keturunanmu langsung, isteriku. Kau tak puas
karena selama ini menantu kita Siang Le hanya
memberi keturunan perempuan. Bun Tiong
memang bukan cucumu langsung, ia anak Thai
Liong. Dan karena kau mengharapkan dari Siang
Le maka mengerti aku sekarang mengapa kau
marah-marah. Tapi kau tak pernah bilang
padanya, apakah kalau begitu kau marah-marah
kepadanya lewat Soat Eng?"
"Benar, aku... aku mengomeli pemuda itu
lewat anak kita Soat Eng. Ku bodoh-bodohkan
dia. Ku maki-maki dia. Dan Soat Eng yang
rupanya marah dan tersinggung oleh ini maka tak
mau datang lagi dan memberitahukannya
kepada suaminya!"
"Hm, aneh kau ini. Sikapmu selalu keras
kepada Siang Le. Niocu, tidakkah kau lihat bahwa
manusia boleh berusaha tapi Tuhan pula yang
menentukan? Barangkali sudah begitu, niocu.839
Takdir memberikan cucu perempuan untukmu.
Tapi kupikir laki perempuan sama saja."
"Tidak, bagiku jauh berbeda. Lelaki lebih
memiliki segalanya dari pada perempuan,
suamiku. Wanita tak mungkin sebebas laki-laki
dalam sepak terjangnya. Dan lelaki bagiku lebih
berwibawa dibanding wanita. Laki-laki dapat
diandalkan menjaga wanita sementara wanita
tak mungkin begitu. Aku tidak membenci cucuku
perempuan tapi aku ingin cucu laki-laki. Aku juga
tidak membenci Bun Tiong tapi aku ingin juga
agar dari garis keturunanku terdapat cucu lakilaki!"
"Hm-hm, aku mengerti. Perasaan dan
keinginanmu dapat kupahami, niocu. Tapi
bagaimana lagi kalau menantu kita hanya
memberikan anak perempuan..."
"Siang Le dapat berusaha! Ia masih muda
dan dapat melakukan itu!"
"Maksudmu?" "Ia dapat memberikan
seorang dua orang putera lagi, suamiku. Dan Soat
Eng masih muda untuk mengandung dan840
melahirkan. Aku berharap mereka itu menambah
anak!"
Pendekar ini tersenyum. Sang isteri
demikian bersemangat ketika bicara dan ia
mengangguk-angguk. Kalau sudah begini
teringatlah dia kepada mendiang mertuanya
dulu, Hu Beng Kui atau Hu-taihiap di mana
mertuanya itupun orang yang keras hati dan
keras kemauan. Melihat isterinya ini tak ubahnya
melihat kakek gagah itu. Darah Hu-taihiap
memang mengalir di situ, kental. Watak Hu
taihiap kental pula di tubuh isterinya. Maka
ketika dia tersenyum dan mengangguk-angguk,
dapat mengerti dan sama sekali tak tersinggung
bahwa Bun Tiong seolah dianggap "orang luar",
darah dari Hu Beng Kui memang tak mengalir di
tubuh anak laki-laki itu maka pendekar ini
menarik napas panjang dan akhirnya berkata,
"Baiklah, kalau begitu bagaimana
sekarang. Apa yang hendak kau lakukan dan
bagaimana dengan keluarga di Sam-liong-to itu."
"Aku.... aku ingin ke sana. Aku ingin menengok."841
"Hm, menengok? Dan kau akan menegur
langsung menantu kita itu?"
Wanita ini semburat. "Aku tak menegur,
suamiku. Tapi aku akan menemui dan bicara
dengan Soat Eng."
"Melihat apakah mereka sudah
berusaha?" "Ya, di samping melepas kangen. Aku
rindu mereka, dan.... dan aku mau minta maaf
kepada Soat Eng kalau dulu kata-kataku terlalu
keras!"
Pendekar ini tertawa. Dengan lembut ia
menyambar isterinya itu dan berseri-seri.
Meskipun keras tapi isterinya ini gagah, cukup
sportif untuk minta maaf kalau tindakannya
keliru. Inilah juga watak jantan Hu-taihiap. Dan
ketika ia mengangguk dan mengecup manis
maka ia berkata baiklah besok semuanya diatur.
"Aku setuju, tapi tentu saja aku ikut. Masa kau
pergi sendiri dan aku di sini? Besok kita berdua
berangkat, niocu. Dan kita lihat cucu-cucu kita di
sana!"
"Hm, sambil mengawasi agar aku
terkendali? Aku tak mengamuk atau marah-842
marah di sana, suamiku. Aku sadar bahwa
masalah ini tergantung sepenuhnya kepada
Thian Yang Maha Kuasa pula. Ah, kau tak perlu
khawatir!"
"kau pandai menebak maksudku. Benar,
niocu, di samping melindungi memang aku ingin
mengawasimu agar tidak marah-marah kepada
Siang Le. Wah, tak perlu sembunyi-sembunyi lagi.
Tapi aku juga kangen kepada mereka terutama
cucu-cucuku perempuan. Aku rindu Siang Hwa
dan Siang Lan karena di sini hanya ada cucu lakilaki!"
Wanita itu tersenyum. la telah
membongkar maksud tersembunyi suaminya itu
yang ternyata cocok. Tiga puluh tahun
berkumpul cukup bagi masing-masing untuk
mengenal dan mengetahui isi hati lawan. Ia
tertawa. dan ketika suaminya memeluk dan geli
tak malu-malu, ia membalas dan mencium leher
suaminya itu maka mereka masuk kamar dan
malam itu dilewatkan dengan penuh
kebahagiaan. Mereka sudah bukan orang-orang
muda lagi namun kehangatan dan kemesraan843
begini tak pernah luntur. Mereka masih saling
mencinta dan memberi. ltulah kehidupan suami
isteri ini. Tapi ketika keesokan harinya Thai Liong
dan anak isterinya belum kembali, mereka
berburu maka wanita ini mengerutkan kening
dan Pendekar Rambut Emas mengajaknya
bersabar. "Hm, tak mungkin kita pergi begini
saja. Pembantu kita boleh diberi tahu tapi tak
enak kepada Thai Liong. Biarlah kita bersabar
dulu dan tak lari gunung di kejar."
Swat Lian rnengangguk. Sehari itu ia
bersabar diri tapi malam tiba putera mereka
itupun belum pulang. Thai Liong rupanya
berburu terlalu jauh, wanita ini tak sabar. Dan
ketika keesokannya mereka menunggu maka
yang datang bukan pemuda itu melainkan tiga
orang laki-laki yang tubuh mereka seolah
menyala bagai obor!
"Hm!" wanita itu terkejut, menoleh dan
melihat tiga laki-laki itu sudah berdiri di depan
pintu. Seorang di antaranya tinggi besar dan
gagah dengan jenggot kemerah-merahan,
jubahnya yang merah juga berkibar dan gagah844
serta berkeson seram, yang satunya lagi tinggi
sedang dengan rantai perak melilit leher
sementara orang ketiga adalah laki-laki tinggi
kurus perlente.
"Siapa kalian, orang-orang busuk. Kenapa
memasuki rumah orang tanpa ijin!"
"Hm, apakah kami berhadapan dengan
Pendekar Rambut Emas," laki-laki gagah itu, yang
berjenggot dan berjubah merah menjawab
pertanyaan dengan pertanyaan pula, tak perduli
bentakan Kim-hujin dan langsung memandang
pendekar berusia lima puluh enam tahun yang
duduk bersila itu, tajam, sorot matanya bagai
seekor naga. "Kami orang-orang Pulau Api
datang bertamu, Kim-taihiap, dan maaf kalau tak
memberi tahu!"
Pendekar Rambut Emas bangkit
berdiri.Siang itu bersama isterinya ia dudukduduk di ruang depan menikmati silirnya angin
lembut. Mereka menunggu Thai Liong dan siapsiap pergi. Rencana ke Sam-liong-to tetap jalan
tapi mereka harus menunggu putera mereka itu
dulu. Thai Liong harus diberi tahu dan pemuda845
itu nanti ganti memimpin bangsa Tar-tar.
Kedatangan orang-orang ini memang
mengejutkan dan Pendekar Rambut Emas yang
semula tak merasa apa-apa mendadak berdesir.
Tubuh yang menyala bagai obor itu jelas penuh
tenaga Yang-kang (Panas),. Mereka ahli tenaga
Yang dan ini mengejutkan. Tapi karena Kim-moueng adalah pendekar kelas atas dan
keterkejutannya itu tak diperlihatkan mukanya,
dia menyambut dan melangkah maju maka sinar
matanya yang mencorong dan berwibawa ganti
menghadapi orang-orang ini. Sikap dan katakatanya ramah namun kuat dan tegas.
"Sam-wi (anda bertiga) agaknya tamutamu baru yang memang tidak kami undang.
Siapakah sam-wi dan di manakah Pulau Api itu?"
"Kami bertiga adalah ketua dan wakil
ketua, Kim-taihiap. Aku sendiri Tan Siok. Dua
adikku ini adalah Bu Kok dan See Lam." "Hm, Tanpangcu kiranya, ketua Pulau Api sendiri. Bagus,
ku ucapkan selamat datang, pangcu. Ada perlu
apakah kiranya, silakan duduk!"846
"Kami mencari puteramu Beng An. Ia
mengacau dan menghina kami di Pulau Api.
Suruh ia keluar dan hendak kami bawa pulang!"
"Tamu-tamu apa ini!" Swat Lian
membentak dan berkelebat maju, tak sabar
seperti suaminya dan tentu saja marah
mendengar puteranya dicari. Orang-orang ini
seperti raja dan sombong di rumah orang lain.
Siapa tidak panas! Dan berdiri dengan tangan
bertolak pinggang langsung saja wanita ini
menuding.
"Kau!" katanya kepada ketua Pulau Api
itu. "Datang-datang mencari anak orang dan
hendak menangkapnya, Tan-pangcu. Apakah kau
kira begitu gampang mengambil anakku Beng An.
Ada urusan apa hingga puteraku menghina
kalian. Kalau kalian tidak bersalah tak mungkin
putera ku mengganggu kalian!"
"Hm!" Bu Kok tertawa mengejek,
sekarang wakil nomor satu ini ganti maju, tak
tahan melihat sikap nyonya rumah yang
petentang-petenteng. "Kalau anakmu - tahu
aturan tak mungkin kami datang ke sini, Kim-847
hujin. Kami datang secara baik-baik untuk
membawa anakmu pergi dan jangan sombong
menyalahkan orang lain. Justeru kami menuduh
kau sebagai orang tuanya tak mampu mendidik,
punya anak kurang ajar di rumah orang lain!"
"Keparat!" nyonya itu marah. "Lan-cang
mulutmu, orang busuk. Anakku tak mungkin
kurang ajar kalau orang lain tak melakukan
tindakan jahat. Kalian ini tentu orang-orang
busuk hingga anakku tak dapat menahan diri.
Minggir !" dan si nyonya yang mendorong dan
melepas pukulan tiba-tiba menyuruh lawan
mundur tapi wakil Pulau Api ini tentu saja tak
mau didorong. Ia sudah berada di situ dan
sambutan begini sudah diduga. Kedatangan
mereka memang untuk mencari keributan dan
tak perlu berbasa-basi lagi. Percakapan pertama
hanya untuk pemanis bibir belaka. Yang jelas
mereka ingin , membalas Beng An dengan
kekalahan di Lembah Es. Ayah ibunya harus
bertanggung jawab. Maka begitu si nyonya
mendorong dan ia mengangkat tangannya
menolak, Giam-lui-ciang atau Petir Neraka848
menyambar mengeluarkan sinar merah maka
Khi-bal-sin-kang, yang dikerahkan nyonya itu
meledak dan memuncratkan bunga api.
"Desss!" Si nyonya terhuyung sementara
lawan tergetar dua tindak. Dari adu pukulan ini
dapat dilihat bahwa tenaga masing-masing sama
hebat. Dua-duanya merasa betapa pukulan
mereka bertemu sinkang kuat tapi yang kaget
adalah Kim-hujin ini. Khi-bal-sin-kang,
pukulannya, tak membuat daya tolak seperti
biasanya. Pukulan Bola Sakti itu membentur
hawa panas dan hilang kekenyalannya. Pukulan
lawan seperti neraka dan panasnya bukan main.
Hanya dengan sinkangnya yang sudah mencapai
tingkat tinggi ia mampu bertahan, itupun sudah
membuat kagum Bu Kok. Dan ketika laki-laki ini
terdorong tapi Kim-hujin juga terhuyung, wanita
itu melotot dan siap menyerang lagi maka
Pendekar Rambut Emas yang dapat merasa hasil
benturan ini cepat-cepat maju melerai. Diamdiam ia juga terkejut bahwa Pukulan Bola Sakti
atau isterinya lumer oleh hawa panas luar biasa
itu. Dinding ruangan seketika menjadi merah849
namun padam lagi setelah dua pukulan itu
lenyap.
"Maaf, ada urusan dapat diurus. Ada
persoalan dapat diselesaikan. Anak kami Beng An


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tak ada di sini, pangcu. Kalau ingin bertemu
kalian sia-sia. Bolehkah kami tahu apa yang
dilakukan putera kami hingga kalau ia benar
bersalah kami akan menegurnya!"
"Hm, bocah itu tak ada di sini? Bohong!
Kau menyembunyikan puteramu, Pendekar
Rambut Emas. Kalau begitu kau saja yang ikut
kami untuk mempertanggung jawabkan
perbuatan anakmu. Kalau ia datang biar ia
menyusul!"
See Lam, tokoh nomor tiga tertawa
mengejek. Laki-laki tinggi kurus berpakaian
perlente ini mendahului suhengnya setelah Bu
Kok dan suhengnya maju bicara. la ingin
mendapat bagian dan kini maju ke depan. lapun
ingin menjajal kepandaian Pendekar Rambut
Emas ini. Di sepanjang jalan ternyata mereka
mendapat keterangan bahwa Kim-mou-eng
suami isteri ini lihai. Mereka orang-orang kang-850
ouw yang bernama besar, kesaktiannya tinggi.
Dan karena tadi ji-suhengnya sudah mencoba
dan benar saja Kim-hujin itu mampu menerima
Giam-lui-ciang, hanya orang-orang tertentu saja
yang dapat menyambut pukulan itu maka tokoh
nomor tiga dari Pulau Api ini menjadi penasaran
dan ingin mencoba sendiri. Diapun ingin pamer
kepandaian dan dilihatnya Pendekar Rambut
Emas itu agak lunak. Sikapnya lembut dan penuh
sabar, tidak seperti isterinya yang galak dan keras
itu. Dan karena pendekar ini belum menunjukkan
kepandaiannya dan tentu saja ia ingin tahu, maju
dan mengeluarkan kata-kata menyakitkan maka
sang nyonya tak tahan dan berseru.
"Mulut busuk, sungguh kurang ajar!" dan
belum Pendekar Rambut Emas menjawab lagi
Kim-hujin inipun berkelebat dan melakukan
tamparan kuat. Kali ini sang nyonya
mengeluarkan dua pukulan sekaligus Khi-bal-sinkang dan Lui-ciang-hoat. Gabungan itu tentu saja
lebih hebat dari pada Khi-bal-sin-kang atau Luiciang-hoat saja, tokoh nomor tiga ini belum tahu.
Maka begitu ia terkejut tapi tertawa851
mengeluarkan Giam-lui-ciangnya, tadi sang
kakak mampu mendorong mundur maka tawa
mengejek segera menjadi teriakan kaget ketika
tahu-tahu laki-laki perlente ini terpental dan
mencelat terlempar. "Heiii.... bress!" Tokoh
nomor tiga dari Pulau Api itu membuang tubuh
ke atas. Ia disambar dua pukulan berbeda yang
bukan main dahsyatnya, Giam-lui-ciangnya
terdesak dan akibatnya ia terlempar. Dan karena
ia tak mau pukulan itu menghimpit, ia sudah
merasa sesak napas maka laki-laki itu berjungkir
balik turun sementara Kim-hujin ganti tertawa
mengejek.
"Hm, kiranya sebegitu saja. Maju dan
rasakan lagi pukulanku kalau ingin mampus,
orang she See. Ayo keluarkan kesombonganmu
dan lihat kepandaian Kim-hujin!"
Laki-laki itu berubah. Ia marah sekali dan
penasaran. Giam-lui-ciangnya tak kuat karena ia
tak menduga bahwa nyonya itu melancarkan dua
pukulan sekaligus. Tadi ketika menghadapi jisuhengnya nyonya itu hanya mengeluarkan satu
pukulan, dan iapun dengar bahwa keluarga ini852
mempunyai ilmu-ilmu andalan, satu di antaranya
adalah Khi-bal-sin-kang atau pukulan Bola Karet
Sakti. Dan karena mereka belum berkenalan dan
baru kali itu saling jajal, memang benar ia sudah
berkenalan dengan Beng An tapi lain ibu lain
anak maka ketika nyonya itu mengeluarkan dua
pukulan sekaligus sementara ia hanya satu maka
laki-laki ini terlempar tapi berkat kepandaiannya
ia berhasil membuang sisa pukulan itu dan kini
merah padam memandang si nyonya. Dan saat
itu suhengnya menarik tangannya sementara di
sana Pendekar Rambut Emas juga menarik dan
mencengkeram lengan isterinya.
"Mundur, belum waktunya. Nanti kau
bakal mendapat bagian, sute. Aku masih ingin
bercakap-cakap dulu dengan Pendekar Rambut
Emas ini sebelum kita bertindak!"
"Hm, benar," Pendekar Rambut Emas
juga mengangguk dan tersenyum tenang lega
bahwa dengan gabungan pukulan itu isterinya
dapat menahan orang-orang pulau Api.
"Kau dan aku memang masih harus
bicara, pangcu. Nah, kukatakan kepadamu853
bahwa puteraku Beng An tak ada. la sudah lama
pergi, belum kembali. Kalau ingin bertemu
dengannya silakan tunggu dan kami sebagai
orang tuanya tentu akan menegur dan memberi
peringatan kalau dia salah. Ceritakanlah apa yang
terjadi dan kenapa puteraku sampai bermusuhan
dengan kalian. Dan di manakah Pulau Api itu."
Tan-pangcu mengerutkan kening. Kalau
disuruh menceritakan sebab-sebab permusuhan
tentu saja dia enggan. Waktu itu mereka sedang
mengadakan upacara, pimpinan Pulau Api
akhirnya tetap seperti susunan sekarang ini dan
calon korban dibawa lari Beng An. Mereka
memiliki tradisi sendiri dan menceritakan bahwa
gadis Lembah Es akan dibunuh tentu bakal
disalahkan pendekar ini pula. Tak usah dia
bercerita. Maka ketika dia mendengus dan
memandang pendekar itu maka kata-katanya
pun cukup lantang ketika berseru, "Pendekar
Rambut Emas, apn yang di kata suteku kupikir
betul. Kami mau percaya bahwa puteramu tak
ada di sini. Tapi karena kami juga tak mau sia-sia
pulang dengan tangan kosong, tempat kami854
amatlah jauh biar kau atau isterimu ini ikut
bersama kami. Kami tak akan membuat ribut
kalau kau mau. Cukup satu di antara kalian saja
ikut kanm. Nanti puteramu biar menyusul dan
terserah kau bagaimana menanggapi ini!"
"Hm, tentu saja kami keberatan. Kami
belum tahu kesalahan anak kami, pangcu. Tak
mungkin menuruti permintaanmu. Baik aku
ataupun isteriku tak mungkin suka dibawa kalian
ke Pulau Api. Kau sajalah yang menunggu dan
bersabar sampai anak kami kembali. Atau kami
mempersilakan kalian menunggu di sini dan
menjadi tamu-tamu kami yang baik."
"Hm-hm, itu tak mungkin. Kalau kau atau
isterimu tak mau ikut tentu kami akan melakukan
kekerasan, Pendekar Rambut Emas. Dan maaf
jangan katakan kami berbuat kasar!"
"Kita orang-orang kang-ouw sudah saling
mengetahui itu. Kalau sam-wi tak dapat
memenuhi permintaan ini terserah apa yang
hendak kalian lakukan. Kami sebagai tuan rumah
hanya ingin mengiringi kehendak tamu."855
"Wutt!" ketua Pulau Api tiba-tiba sudah
membentak dan melepas serangan, maju dan
mencengkeram pundak pendekar itu. "Kalau
begitu ancaman kami terpaksa. kami lakukan,
Kim-taihiap. Maaf bahwa kau saja yang ikut
kami!"
Namun pendekar ini mengelak. Sebagai
orang yang sudah matang akan pengalaman dan
pengetahuan Pendekar Rambut Emas tak mau
sembrono. Dalam bercakap-cakap tadi ia sudah
melihat kedua tangan ketua Pulau Api itu
dikerotok-kerotokkan. Uap merah menyala
cepat dan tangan itu seperti bara. Kesaktian
Yang-kang ditunjukkan laki-laki ini sebagai gertak
pula. Dan ketika lawan maju membentak dan
kedua tangan itu menyambar pundaknya, cepat
sekali maka pendekar ini mundur dan dengan
mudah tapi tepat ia lolos menghindar. Tangan itu
mengenai angin namun pendekar ini kagum
bahwa hawa panas masih menyambar. Ujung
bajunya hangus! Dan ketika lawan
terbelalak dan mengejar maju, ia berkelit dan
tiga kali berturut-turut lolos dari tangkapan laki-856
laki itu maka ketua Pulau Api membentak dan
kini dijulurkanlah kedua tangan untuk
menghantam!
"Pendekar Rambut Emas, jangan berkelit
saja. Terimalah pukulanku dan coba lah, clap!"
Api menyembur dan berkobar dari tangan ketua
Pulau Api itu. Agaknya tak sabar melihat lawan
berkelit melulu maka naiklah hawa amarah lakilaki tinggi besar itu. Ketua Pulau Api sudah
menerjang dan pukulan mautnya ganas
menderu. Giam-lui-ciang, andalannya itu
menyambar dan berkobar. Kalau Pendekar
Rambut Emas mengelak maka dinding di
belakang bakal tersambar. Rumah itu bakal
roboh dan runtuh. Dan ketika Pendekar Rambut
Emas terkejut dan berseru keras, lawan tak
segan-segan lagi mengeluarkan pukulannya
maka Lui-ciang-hoat meledak bersama Khi-balsin-kang.
"Blarrr!"
Hebat pertemuan dua tenaga sakti orangorang luar biasa ini. Pendekar Rambut Emas,
yang sudah mengerahkan sin-kang dan waspada857
terhadap pukulan lawan dibuat terhuyung. Dia
terbelalak sementara ketua Pulau Api juga
tergetar dan terguncang di sana, terdorong dua
langkah. Dan ketika masing-masing kagum
bahwa lawan dapat menahan pukulan, ketua
Pulau Api terkejut dan berseru marah maka lakilaki itu berkelebat dan Pendekar Rambut Emas
tak dapat lagi tinggal di dalan rumah. Api sudah
berkobar dari telapak tangan lawannya itu!
"Tan-pangcu, tak enak bertempur di
dalam rumah. Marilah keluar dan tunjukkan
kepandaianmu blar-blarr!" pukulan itu menyusul
dan mengejar di belakang Pendekar Rambut
Emas. Lidah atau ekor api seperti naga menjilat,
cepat menyambar namun pendekar itu
mengibas. Dan ketika Tan-pangcu berkelebat dan
maju menerjang lagi maka tubuh ketua Pulau Api
ini bergerak naik turun bagai naga beterbangan.
Telapak tangannya menyembur-nyembur dan
hawa panas membuat Kim-hujin terdorong.
Ledakan atau kilatan api menggelegar bagai
halilintar. Apa saja yang tersentuh tiba-tiba
hangus dan gosong. Dan ketika baju Pendekar858
Rambut Emas juga terbakar dan berkali-kali
pendekar ini harus memadamkan itu maka daun
dan pohon-pohon menjadi kering dan terbakar.
Asap mengepul dan memenuhi tempat itu.
Segala penjuru tiba-tiba sudah dipenuhi api!
"Hebat, ini tenaga Yang-kang yang sudah
mencapai kesempurnaan tingkat tinggi. Kau
hebat dan luar biasa, Tan-pangcu Tapi akupun
akan menandingimu dan biar kita lihat siapa yang
menang.... blub-dar!" dan api yang dikebut
padam tapi muncul lagi akhirnya membuat
Pendekar Rambut Emas bergerak mengadu
kecepatan, mengeluarkan ilmunya meringankan
tubuh dan dengan Jing-sian-eng atau Bayangan
Seribu Dewa dia beradu cepat dengan ketua
Pulau Api ini. Tan Siok atau Tan-pangcu itu
penasaran dan laki-laki inipun mempercepat
gerakannya. Dia sudah beterbangan dan melepas
pukulan bertubi-tubi namun semua pukulanpukulan-nya dapat dihalau Pendekar Rambut
Emas. Sinar atau cahnya putih berkeredep dari
lengan pendekar itu, memadamkan pukulanpukulan apinya dan hawa dingin bertarung859
melawan hawa panas. Pendekar Rambut Emas
rupanya mengeluarkan Im-kangnya dan tenaga
Im ini melawan tenaga Yang. Panas bertemu
dingin. Dan ketika sinar merah bertemu sinar
putih, selalu terdengar suara "ces" atau 'blub",
api padam namun berkobar lagi maka dua jago
ini bertanding hebat dan Pendekar Rambut Emas
terbelalak karena berkali-kali ia terdorong
mundur! Khi-bal-sin-kang, yang sudah
dikeluarkan tak berapa manjur. Hawa panas itu
membuat pukulan Bola Karet meleleh, hilang
kekenyalannya dan akibatnya lawanpun tak
terpental. Biasanya, dengan ilmu ini berapapun
lawan kuat memukul maka sekuat itu pula Khibal-sin-kang mendorong. Tapi karena kali ini yang
dihadapi adalah pukulan Petir Neraka dan ilmu
ini adalah warisan kakek dahsyat Han Sun Kwi
maka Pendekar Rambut Emas belalakkan mata
karena berkali-kali ia merasa tenaga yang amat
kuat dan panas menggempur dirinya. Hanya
berkat kematangan dan sinkangnya yang kuat ia
berhasil melindungi diri. Kalau tidak tentu ia
merasa gugup dan perasaan ini bakal860
membahayakan. Bertanding dengan orang yang
sudah tinggi kepandaiannya adalah pantang


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

grogy. Rasa gugup atau takut hanya akan
membawa petaka bagi diri sendiri. Maka ketika
ia berkelit dan mengelak serta membalas, lawan
menambah kecepatan hingga terpaksa ia
membentak dan mengeluarkan ilmu
meringankan tubuhnya yang lain, Cui-sian Ginkang maka pendekar ini sudah lenyap
bayangannya dan tiga empat kali ketua Pulau Api
mengeluarkan teriakan keras karena tak mampu
bertanding sama cepat! Namun Tan-pangcu atau
ketua Pulau Api ini benar-benar hebat. Ia melihat
betapa Pendekar Rambut Emas mulai memburu
napasnya. Dalam usianya yang kian tua ternyata
napas pendekar ini tak seperti dulu di waktu
muda. Bergerak dan menggabungkan dua
ilmunya meringankan tubuh membuat Pendekar
Rambut Emas cepat dikuras tenaga. Apalagi
akhir-akhir ini iapun sering sakit-sakitan, masuk
angin dan sering merasa cepat lelah. Maklum,
mulai memasuki usia senja. Maka ketika lawan
melihat kelemahannya itu dan Tan-pangcu yang861
cerdik dan tajam pandangan ini tak mau menyianyiakan maka ketua Pulau Api itu bertempur sam
bil mengulur waktu! Ia berkelebatan
mengimbangi pendekar itu dan pukulannya yang
bertubi-tubi memaksa Pendekar Rambut Emas
beradu tenaga. Mereka sama terpental tapi kian
lama kian tampak bahwa Pendekar Rambut Emas
terdorong lebih jauh. Hal ini karena kurangnya
tenaga pendekar itu. Kim-mou-eng mengeluh
dan tentu saja jalannya pertandingan inipun
dilihat sang isteri. Kim-hujin, nyonya Swat Lian,
cemas dan gelisah. Dalam adu pukulan bersama
ji-pangcu atau wakil pimpinan ia dapat
merasakan betapa orang-orang Pulau Api ini
kuat-kuat dan hebat. Sinkang dan pukulan panas
mereka itu luar biasa sekali. Dan karena sang
ketua tentu lebih hebat lagi, sayang suaminya
cepat berkurang tenaga maka nyonya ini
membentak keras ketika tiba-tiba suaminya
terpelanting.
"Heiii..!" Kini-hujin itu tak dapat menahan
diri lagi. la begitu tergesa dan cemas melihat
suaminya bergulingan terlempar, melihat ketua862
Pulau Api itu mengejar dan satu pukulan lagi
menyambar suaminya itu. Maka ketika ia
berkelebat dan menangkis pukulan itu, dua yang
lain di sana berteriak dan marah maka Tan-pang
cu yang juga terkejut tapi meneruskan
serangannya itu beradu keras dengan tangkisan
nyonya ini.
"Desss!" Sang nyonya terjerigkang dan
bergulingan. Ternyata menghadapi ketua Pulau
Api ini perhitungannya di atas kertas benar.
Ketua itu masih setingkat lebih lihai di-banding
dua adiknya. Giam-lui-ciang yang dimiliki sudah
mencapai tingkat delapan sementara Bu Kok dan
See Lam tingkat tujuh. Tak aneh kalau nyonya ini
terjengkang dan mengeluh, apalagi tangkisannya
tadi dilakukan dalarn keadaan tergesa-gesa, tak
tahan melihat suami terbanting dan bergulingan.
Dan ketika nyonya itu mengeluh terhuyung
bangun, ujung bajunya hangus maka Bu Kok dan
sutenya berkelebat ke depan.
"Curang, main keroyok. Perbuatan
macam apa itu! Heii, kau boleh berhadapan863
dengan kami, biarkan suamimu berhadapan
dengan suheng kami dan kau dengan aku!"
See Lam, si kurus perlente yang
penasaran akan kalahnya tadi berseru dan
memaki. la sudah bergerak mendahului
suhengnya dan Bu Kok tertegun. Tanpa banyak
bicara lagi sutenya itu menerjang nyonya ini. Dan
ketika si nyonya menangkis dan berseru marah
maka Khi-bal-sin-kang dan Lui-ciang-hoat itu
digabung namun kali ini tokoh nomor tiga dari
Pulau Api itu siap. "Dess!"
Dua-duanya terpental. Si nyonya
terbelalak karena lawan tidak mencelat dan
terlempar seperti tadi. Laki-laki ini tertawa
mengejek dan maju lagi menyerang. Dan ketika
ia membentak dan berseru keras maka Kim-hujin
ini bertanding dan tidak menonton lagi.
"Plak-dess!" Kembali dua pukulan lagi
bertemu dan nyonya itu melotot. Lawan
terhuyung sementara ia tergetar setindak, maju
dan diserang lagi dan selanjutnya dua orang ini
bertanding seru. Si kurus perlente itu tak mau
nyonya ini membantu suaminya. Pendekar864
Rambut Emas sudah di bawah angin. Dan ketika
nyonya itu menjadi marah bukan main
sementara Pendekar Rambut Emas berkerut
kening, ia meloncat bangun dan melihat
pertempuran itu maka ketua Pulau Api tak mau
memberinya kesempatan dan menyerang lagi.
Akibatnya ia harus menerima dan pendekar ini
batuk-batuk. Tenaganya dirasa kurang sekali dan
ia mengeluh. Sehebat-hebatnya dan Lui-cianghoat kalau tak diisi tenaga yang cukup tentu
percuma juga, apalagi lawan adalah tokoh Pulau
Api. Maka ketika ia menangkis dan terpental lagi,
lawan tertawa dan menyerang lagi maka di sana
isterinya mencabut pedang dan dengan Ilmu
Pedang Maut isterinya itu berkelebatan dan
menyambar-nyambar bagai elang betina haus
darah, tangan kiri bergerak dan maju silih
berganti dengan pukulan-pukulan Khi-bal-sinkang dan Lui-ciang-hoat. Pendekar Rambut Emas
menarik napas dalam-dalam. Maklumlah ia
sekarang bahwa setelah lama tidak bertemu
lawan tangguh hari ini ia dipaksa kerja keras.
Sudah bertahun-tahun ini ia tidak berlatih serius.865
Tak disangka bahwa ada orang di luar daratan
memiliki kepandaian demikian tinggi. Pukulan
panas yang dimiliki lawan amat berbahaya dan
berkali-kali ia mengelak dan menyelamatkan diri.
Dan ketika ia didesak sementara sang isteri
melengking-lengking di sana, ilmu pedang Hu
Beng Kui dipergunakan maka apa boleh buat
iapun mencabut senjatanya dan pit hitam sudah
di tangan kiri, tangan kanan menyambut dan
menangkis dengan pukulan-pukulan sinkang.
"Pangcu, kau hebat. Aku sudah tua.
Tenagaku banyak berkurang dan maaf bahwa
aku mengeluarkan senjata!"
"Ha-ha, boleh saja. Tak kunyana bahwa
nama besarmu begini saja, Pendekar Rambut
Emas. Kau tak patut bernama besar kalau
menghadapi orang-orang Pulau Api kau kalah!"
"Tak usah sombong. Kaupun agaknya.
hanya mengandalkan ilmu-ilmubyang itu saja
pangcu. Kau tak memiliki variasi ilmu lain dan
bisanya hanya pukulan-pukulan
"Ha-ha, siapa bilang? Giam-lui-ciang-ku
memang ilmu andalan, Pendekar Rambut Emas.866
Tapi kumi orang-orang Pulau Api memiliki pula
ilmu-ilmu lain. Lihatlah.... crit!" dan tusukan jari
api yang tiba-tiba mencuat dan menyambar dahi
Pendekar Rambut Emas membuat pendekar itu
terkejut dan mengelak, disusul kemudian dengsn
Pek-hong-koan-jit dan Pai-hai-jiu. Ini adalah
pukulan-pukulan Tung-hai Siu-li di mana
kemudian dicuri dua bersaudara Bu Sit dan
Yogiwara. Mereka menurunkan ilmu itu kepada
murid-murid sebelum mendapatkan ilmu puncak
Petir Neraka. Dan ketika tiba-tibu ketua Pulau Api
juga mengeluarkan langkah-langkah saktinya Jitcap-ji-poh-kun (72 Langkah Sakti) yang dulu
dimiliki mendiamg Hwe-sin maka Kim-mou-eng
atau Pendekar Rambut E-mas terbelalak.
"Hebat, kau ternyata pantas menjadi
ketua, pangcu. Ilmu-ilmumu beragam dan
semuanya bermutu tinggi!"
Pendekar Rambut Emas memuji,
mengelak dan membalas sana-sini dan lawan
tertawa bergelak. Setelah Tan-pangcu itu
mengeluarkan ilmu-ilmunya yang lain maka
lawan harus mengakui bahwa kepandaiannya867
tidak itu-itu saja. Ketua Pulau Api ini memang
orang pandai. Dan ketika Pendekar Rambut Emas
bergerak dan mengimbangi lawan maka dia
harus kagum akan 72 Langkah Sakti yang dimiliki
ketua Pulau Api ini. Sekarang ketua itu dapat
berkelit dan mengelak dari pukulan-pukulan Khibal-sin-kangnya, juga Lui-eng-hoat. Ketua ini
tidak harus menyambut karena ingin
memamerkan kepandaiannya itu. Dan karena ini
adalah milik Hwe-sin dan di jamannya itu
Malaikat Api itu sudah amat terkenal maka ketika
semua ilmu itu dipamerkan kepada lawan maka
See Lam, tokoh nomor tiga dari Pulau Api juga
mengeluarkan ilmu-ilmunya, tertawa nyaring. Si
kurus perlente itu membuka mata Kim-hujin
bahwa ia terlampau cepat gembira. Ia tadi
terlempar karena semata menganggap enteng,
tidak seperti sekarang di mana ia kemudian
bertempur sungguh-sungguh. Khi-bal-sin-kang,
dan Lui-ciang-hoat, yang menyambar dan
melesat dari tangan kiri nyonya itu dapat dengan
mudah dielak. Begitu pula pek ciang yang
menyambar dan mendesing-desing itu. Dengan868
72 Langkah Sakti orang nomor tiga dari Pulau Api
ini dapat meladeni lawan dengan baik. Kim-hujin
melotot. Dan ketika semua pukulan atau
serangan pedangnya luput menghadapi langkahlangkah aneh dari Jit-cap-ji-poh-kun itu maka
lawan tertawa bergelak dan melepas Giam-luiciangnya.
"Ha-ha, ini bagianmu, hujin. Coba terima
dan tangkis ... blarr!" pukulan meledak dan
disambar pedang. Kim-hujin tergetar tapi lawan
sudah bergerak licik ke belakang, maju dengan
langkah saktinya yang luar biasa itu. Dan ketika
tahu-tahu ia sudah di belakang dan menghantam
punggung nyonya itu, Swat Lian melengking dan
membalik maka tangan kirinya menyambut dan
hantaman keras sama keras itu bertemu. "Dess!"
Si perlente masih kalah. Tokoh nomor tiga dari
Pulau Api ini masih terdorong dua tindak, sang
nyonya setindak. Dari sini dapat dilihat bahwa
dalam hal sinkang Kim-hujin itu lebih kuat. Tapi
ketika laki-laki itu tertawa dan menyerang lagi,
ilmunya yang beraneka ragam dikeluarkan maka
Swat Lian memekik dan menyambut lagi dengan869
penuh gusar. Nyonya ini melihat betapa lawan
cukup tungguh, biarpun terdorong namun masih
dapat bergerak dan menyerang lagi. Langkah
saktinya itulah yang menolong. Langkah atau
gerak kaki itu memang luar biasa. Dan karena
Han Sun Kwi hanya menurunkan Giam-lui-ciang
sementara ilmu-ilmu yang lain didapat dari Hwesin atau Tung-hai Sian-li, orang-orang Pulau Api
ini memperdalam dan meningkatkan kepandaian
itu maka biarpun Khi-bal-sin-kang dan Lui-cianghoat boleh hebat tapi menghadapi orang-orang
selihai tokoh Pulau Api ini Kim-hujin kewalahan
juga. Nyonya ini menjadi beringas dan ia
menerjang bagai setan kalap. Lawan tertawatawa dan maju mundur, menungkis dan
membalas sementara Pendekar Rambut Emas di
sana juga kewalahan. Pendekar ini menyesalkan
tenaganya yang sudah berkurang banyak. Tanpangcu itu empat puluh enam tahun sementara
dia sepuluh tahun lebih tua. Umur yang berbeda
banyuk cukup menonjol pula. Ketua Pulau Api itu
masih kuat sementara ia semakin lemah. Inilah
resikonya dimakan umur. Dan ketika pit juga870
mulai terpental sementara lawan berkelebatan
dengan Ilmunya yang bermacam-macam, untuk
serangan balasan selalu ketua Pulau Api itu
mempergunakan Giam-lui-ciang yang berbahaya
maka dua ratus jurus kemudian Pendekar
Rambut Emas. terdesak. Napasnya memburu
dan hujan keringat membasahi tubuh. Sampai
saat itupun ia tak banyak berdaya mengeluarkan
dua ilmu andalan, Khi-bal-sin-kung dan Lui-cianghoat. Dan karena menggabung dua ilmu
meringankan tubuh terasa amat menguras
tenaga, Jing-sian-eng dan Gin-lui ciang akhirnya
dipergunakan silih berganti maka Tan-pangcu
yang diam-diam kagum tapi juga penuh
semangat dan penasaran meledakkan kedua
tangannya mengeluarkan Ngo-thian-hoet-sutnya
(Sihir Lima Langit). "Kim-mou-eng, kau tak dapat
bertahan lagi. Tenagamu habis. Lihat lime ekor
naga ini menyerangmu dari lima penjuru dan
cepat tengkurap.... dar!"
Lima ekor naga benar-benar muncul dan
keluar dari telapak tangan ketua Pulau Api itu.
Ilmu ini, sebagaimana diketahui adalah milik871


Putri Es Lanjutan Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendiang kakek Thian-tok (India) Dhiran Singh,
guru dari Bu Sit dan Yogiwara. Kakek sakti itu
pandai sihir dan kesaktiannyapun tinggi. la begitu
tergila-gila sebelum ajal di tangan Dewi Laut
Timur. Dan karena dua muridnya itu
menurunkan ilmu-ilmu ini kepada para ahli waris,
akhirnya jatuh dan dipelajari orang orang Pulau
Api maka hanya para tokoh yang mampu
memiliki. Kini ilmu itu dikeluarkan dalam rasa
gemas dan marahnya ketua Pulau Api ini. Tanpangcu kagum tapi juga penasaran akan
kehebatan Pendekar Rambut Emas itu.
Seharusnya pendekar ini sudah roboh namun
kegagahan dan jiwa pantang menyerahnya luar
biasa sekali, laki-laki itu gemas. Maka ketika ia
membentak dan mengeluarkan Ngo-thian-hoatsutnya, Pendekar Rambut Emas terkejut karena
lawan memiliki pula ilmu sihir maka dia yang
sudah berkurang tenaganya itu mendadak
terpengaruh dan melihat lima ekor naga dari lima
penjuru menyergapnya. Sedetik pendekar ini
terkejut dan memutar pit hitamnya. Tapi begitu
lima naga terpental dan berkaok nyaring, deru872
angin merah menyambar dari depan maka Giamlui-ciang menghantam dan pendekar itu kaget
menyambut gugup.
"Desss..!"
Dia terlempar dan terguling-guling.
Lawan tertawa bergelak dan mengeluarkan lagi
bentakan sihirnya itu, lima ekor naga kembali
datang dan menyergap. Tapi ketika Pendekar
Rambut Emas membentak dan meledakkan
kedua tangan, dalam saat seperti itu tak ada jalan
lain mengeluarkan Pek-sian-sutnya maka
pendekar ini menghilang dan secepat kilat
tubuhnya sudah menjadi seberkas cahaya putih.
"Blarrr!"
Ledakan itu bersamaan dengan ledakan
Pek-sian-sut. Giam-lui-ciang menyambar angin
kosong tapi pohon di belakang pendekar itu
roboh. Daun dan batangnya seketika kering,
hangus. Dan ketika sekejap kemudian pohon itu
terbakar dan nyala api membubung tinggi maka
naga ciptaan yang lenyap terganti lima jenggot
rambut yang runtuh ke tanah.873
Tan-pangcu terkejut dan mernbelalakkan
mata. Rasa girangnya sirna. Lawan lenyap
mengeluarkan kekuatan sihir juga. Dia tersentak.
Dan ketika dia bengong dan mencari-cari maka
sutenya, See Lam, menjerit dan terbanting
roboh. Pendekar Rambut Emas sudah di sana dan
membantu isterinya.
"Aduh...!"
Tan-pangcu berkelebat ke depan. la
mencabut tongkat dan menerjang, membentak
dan mengeluarkan sihirnya lagi tapi Pendekar
Rambut Emas lenyap. Lagi-lagi pendekar itu
mengeluarkan Pek-sian-sutnya. Dan ketika
seberkas cahaya putih melesat dan lenyap, Kimhujin itu juga terbawa cahaya ini maka sadarlah
tokoh Pulau Api itu bahwa Pendekar Rambut
Emas sesungguhnya orang luar biasa. Tadi
pendekar itu masih menyimpan ilmunya dan
baru sekarang dipakai. Dia terlalu memandang
rendah dan cepat gembira kalau menyangka
pendekar itu dapat dirobohkan. Maka ketika
adik-adiknya juga terkejut tapi dia melihat
cahaya putih itu, membentak dan mengejar874
maka See Lam, tokoh nomor tiga Pulau Api itu
juga marah dan melihat ini, menyerang dan
mencabut ikat pinggangnya sementara Bu Kok,
sang ji-suheng, terkejut dan melepas rantai
perak. Rantai itu diledakkan dan menyambarlah
kekuatan dahsyat menghantam cahaya putih.
Dari kiri menyambar pula tongkat Tan-pangcu
yang menderu bagai angin topan, disusul lecutan
sabuk di tangan si kurus perlente.
Dan karena cahaya putih itu disambar
tiga kekuatan dari kiri kanan, Pendekar Rambut
Emas terkejut maka Pek-sian-sut buyar dan
muncullah lagi tubuhnya di situ. Sang isteri
meronta dan menjerit pula.
"Lepaskan aku!"
Sang pendekar melempar dan
melepaskan isterinya. Dengan Pek-sian-sut ia
dapat berlindung tapi tiga tokoh-tokoh Pulau Api
ini ternyata orang-orang hebat. Mereka mampu
membentak dan membuyarkan ilmu sihirnya itu.
Dan karena sang ketua juga memiliki sihir dan
tahu cara memunahkan sihir maka Pendekar875
Rambut Emas mengeluh ketika tiga serangan
menghantamnya dari depan dan kiri kanan.
"Des-des-dess!"
Sang pendekar terguncang dan
terpelanting roboh. Akhirnya tiga orang itu maju
berbareng setelah tadi ia menolong isterinya.
Ketua dan wakilnya menjadi marah karena ia
menyerang sute mereka. Dan ketika mereka
maju kebali dan tongkat di tangan ketua Pulau
Api menyambar disertai ledakan, api melesat dan
menghantam tubuhnya maka dua yang lain juga
melancarkan Giam-lui-cian maka pendekar itu
jatuh bangun.
"Curang, jangan mengeroyok!" Swat Lian
tak dapat menahan diri dan melengking marah.
Nyonya itu gusar karena suaminya terhuyunghuyung. Hanya berkat sinkangnya yang kuat saja
suaminya itu dapat menahan pukulan.
Selebihnya, tergetar dan jatuh terduduk. Dan
karena tentu saja ia tak mau melihat ini dan
menerjang dengan pedangnya maka nyonya itu
menyambar tapi Bu Kok, wakil kesatu menangkis
dan menggeram padanya.876
"Kau tak perlu maju. Hadapi aku dan kita
bertanding dess!" nyonya itu mencelat dan
berjungkir balik. Pedang ditangkis terpental dan
Bu Kok yang sudah melepas rantai peraknya itu
mementalkan pedang. Tangan kiri menangkis
pukulan dan Kim-hujin kaget karena lawan lebih
kuat dari pada yang tadi. Hal ini tak aneh karena
kepandaian pria ini memang lebih tinggi
dibanding sutenya. Dan ketika Bu Kok
menyambar dan berkelebat ke depan, langkah
saktinya juga bekerja dan tahu-tahu di dekat
sang nyonya maka pukulannya menderu
sementara rantai perak menusuk lurus ke dada
sang nyonya, bagai tombak!
"Cring-brett!"
Swat Lian memekik dan kancing bajunya
lepas. Ia hampir terlambat berkelit karena begitu
cepatnya lawan datang. Langkah sakti itulah yang
hebat. Dan ketika ia meloncat bangun dan
membentak membalas lawan, melengkinglengking maka keduanya sudah bertanding seru
sementara Pendekar Rambut Emas di sana
dikeroyok dua.877
Pendekar ini bersinar-sinar. Ia marah dan
mulai naik darah. Orang-orang Pulau Api ini tak
pantang lagi melakukan keroyokan, padahal tadi
mereka seakan tak suka keroyokan. Maka sadar
bahwa mereka bukan orang baik-baik, mulai
dapat mempertimbangkan bahwa puteranya
dipihak benar iapun hergerak dan menangkis
serta membalas dengan pukulan-pukulan jarak
jauh. Pek-sian-sut dikeluarkan tapi ikat pinggang
dan tongkat di tangan ketua membuyarkan lagi.
Ketua Pulau Api itu juga berkemak-kemik. Dan
ketika ia mulai marah bahwa lawan terlampau
mendesak, bangkitlah semangat pendekar ini
untuk menghadapi lawan secara sungguhsungguh maka tampangnya tiba-tiba berubah
ketika napasnya tidak memburu dan wajah
itupun tidak pucat lagi. Pendekar ini mendadak
seperti remaja segar bugar.
"Tan-pangcu, kau dan sutemu orangorang tak tahu diri. Kalian tak malu melakukan
keroyokan. Baiklah, kita bertanding sampai ada
yang roboh dan kau atau aku menggeletak di
tanah dar-dar!" pit hitam tiba-tiba terlepas dan878
menyambar-nyambar. Bagai benda hidup atau
bernyawa saja pit itu menyerang dua tokoh Pulau
Api. Hal ini dapat dilakukan karena pendekar itu
mengerahkan kekuatan batin, berseru dan
melepas pit itu dengan iringan bentakannya. Dan
karena bentakan itu mengandung tenaga kuat
dan tenaga inilah yang mendorong pit itu,
melesat dan menyambar sana-sini maka Tanpangcu dan sutenya terkejut dan
rnembelalakkan mata, menangkis tapi pit itu
membalik untuk menyerang lagi. Inilah
kepandaian yang jarang dikeluarkan Pendekar
Rambut Emas kalau tidak terpaksa. Pendekar itu
mengeluarkan siulan yang akhirnya membuat pit
hitam terbang semakin cepat lagi. Dan ketika
orang nomor tiga menjerit dan terpelanting,
dialah yang menjadi korban pertama maka Tanpangcu terkejut melihat betapa senjata itu
menyambar dan mematuk dahinya.
"Plak!"Tan-pangcu marah dan membuka
ujung lengan bajunya. Dia tidak sekedar
menangkis melainkan menggulung. Pit yang baru
datang itu terperangkap. Dan ketika senjata itu879
terbelit dan masuk ke dalam gulungan lengan
baju, dijepit dan patah maka Pendekar Rambut
Emas terbelalak karena lawan dapat
menghancurkan pit hitamnya.
"Bagus, kau dan aku sekarang satu. Kita
bertanding secara ksatria, pangcu. Kau atau aku
roboh!"
Si kurus perlente ternyata merintih dan
menggeliat-geliat di mana. Pit itu menghantam
belakang tengkuknya dan ia merasa gelap.
Untung, sinkangnya cukup kuat hingga ia tak
sampai pingsan. Orang lain tentu sudah terkapar.
Pit itu dapat menancap dan tembus melukai kulit
daging. Dan ketika si perlente ini menggeliat dan
merintih-rintih, ia masih kesakitan oleh pit itu
maka di sana berjalan pertandingan seru antara
ji-suhengnya melawan Kim-hujin.
"Sute, kau bantu aku saja. Kita robohkan
wanita ini dan setelah itu membantu suheng!"
Tokoh ini mendesis. Setelah dihajar tadi
terus terang ia merasa gentar menghadapi
Pendekar Rambut Emas. Terpikir olehnya bahwa
ajakan ji-suhengnya itu benar. Apalagi karena880
twa-suhengnya dapat melayani Pendekar
Ranibut Emas dengan baik. Maka ketika ia
terhuyung bangkit berdiri, menyeringai dan
masih kesakitan maka iapun mendengar seruan
agar membantu saja suhengnya nomor dua itu.
"Cepat, twa-suheng mulai sibuk. Bantu
aku dan nanti kita bantu twa-suheng!"
Laki-laki itu melompat. Setelah dia
merasakan hajaran Pendekar Rambut Emas
maka timbul marahnya kepada Kim-hujin itu. la
harus membalas dan ini kesempatan baik. Dan
ketika ia membentak dan menerjang maju, lawan
yang dipilih adalah yang lebih lemah maka Swat
Lian terkejut dan dua orang itu sudah
mengeroyoknya.
"Keparat, tak tahu malu. Jahanam licik!
Kalian bukan orang-orang gagah, manusiamanusia busuk. Kalian bilang tak suka keroyokan
tapi sekarang malah mengeroyok. Keparat,
kubunuh kalian.... singgg!" dan pedang yang
membacok dan membalik miring tiba-tiba
menyambut serangan si kurus perlente itu
dengan amat ganasnya. Swat Lian marah bahwa881
tokoh-tokoh Pulau Api ini tak malu-malu
mengeroyok dirinya. dua laki-laki mengeroyok
seorang wanita. Namun ketika laki-laki itu
mengelak dan rantai perak menyambar lagi,
dahsyat menuju telinga maka nyonya ini
menyabet dan saat itu si perlente bergerak dan
maju terkekeh meledakkan ikat pinggangnya,
yang juga tiba-tiba lurus dan kaku seperti mata
tombak.
"Crit-cratt!"
Nancy Drew Rahasia Renda Tua Pengemis Binal 23 Hantu Merah Iklan Pembunuhan A Murder Is Announced Karya Agatha Christie

Cari Blog Ini