Ceritasilat Novel Online

Rimba Persilatan Naga Harimau 11

Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An Bagian 11


Xiahou Yen adalah guru pangeran kedelapan Huo yang
sekarang menjadi Wang-ye (saudara Kaisar) berkedudukan
di daerah Chi Nan dekat gunung Tai. Kedudukannya ini
tidak kalah dengan Feng Ming yang masih sepupu jauh dari
mendiang kaisar Tai Zong sendiri.
"Feng-siung. aku pamit dulu. Ingatlah kata-kataku
tadi" kata Xiahou Yen sambil berjalan pergi meninggalkan
Feng Ming sendirian. Sebentar saja sang Roda Emas itu
sudah hilang dari pandangan mata. Feng Ming menghela
napas panjang kemudian ia sendiri berjalan kembali ke
lembah tempat perkemahan tentara Jenderal Chu Song
berada.
Sementara itu Lu Xun Yi meneruskan perjalanannya
menuju ke markas besar Tien Lung Men dengan berbagai
macam perasaan berkecamuk dalam hatinya. Ia merasakan
akan ada sesuatu yang luar biasa terjadi segera setelah ini.
sesuatu yang akan mengubah peta dunia persilatan dan
kerajaan Tang. Hatinya terasa sesak dan tidak enak. Ia juga- 387 teringat akan Han Cia Sing. yang ia titipkan pada tetua Chou
Luo di utara. Semoga Budha memberkati kehidupanmu
tenang di utara sana. kata Lu Xun Yi mendoakan Han Cia
Sing dalam hatinya.
***- 388 22. Memancing Naga Langit Turun ke
Bumi aerah Hong Nong yang merupakan lembah sungai
Kuning, dekat jembatan Han Gu adalah merupakan
daerah perdagangan yang ramai. Banyak sekali pedagang
yang menuju ke arah kotaraja Chang An melewati daerah
ini. sehingga menjadikannya kota dagang yang ramai sekali.
Hari itu seperti juga hari-hari lainnya di kota Hong Nong.
suasana amatlah ramai. Gerbang kota yang dibuka lebarlebar seakan-akan tidak mampu menampung hilir mudik
orang yang hendak keluar masuk kota.
Dari dalam kota Hong Nong. tampak tujuh orang
yang memacu kuda mereka dengan cepat sekali menuju ke
arah sungai Luo yang mengalir ke arah selatan. Lima orang
pria dan dua orang wanita, semua dengan tangkas dan gesit
sekali mengendalikan kuda-kuda mereka. Mereka adalah
rombongan Han Cia Sing yang sedang bergegas menuju ke
selatan, ke daerah markas besar Tien Lung Men di daerah
Yi Chang.
Han Cia Sing setelah mengetahui keadaan
keluarganya dari Ce Ke Fu. segera memutuskan kembali ke
dataran tengah. Meskipun selama ini ia tidak begitu dekat
dengan kakak tirinya itu. tapi kematian ayahnya sebagai
seorang penjahat negara amatlah menyesakkan hati. Ia ingin
segera mendapatkan jawabannya dari Han Cia Pao
D- 389 mengenai apa yang telah terjadi. Apalagi kabar kematian
ketiga adik putrinya yang amat tragis membuat ia semakin
marah dan membenci bangsawan Ye, sang kakek tirinya.
Sepanjang perjalanan itu. Han Cia Sing lebih banyak
diam. Jika tiba waktunya beristirahat malam dan makan, ia
hanya duduk termenung saja memandangi langit malam.
Tatapan matanya kosong dan tanpa gairah hidup. Ma Xia
yang melihatnya seperti ini menjadi ikut berduka, tapi ia
tidak berani berkata apa-apa. Sementara Wongguo Luo dan
cucunya Wongguo Yuan amat menikmati perjalanan
mereka menuju dataran tengah ini. Apalagi bagi Wongguo
Yuan yang pertama kalinya tiba di Jalaran tengah yang
ramai Jika saja perjalanan menuju Yi Chang ini tidak
terburu-buru. pastilah ia sudah singgah di setiap tempat yang
menarik hatinya.
Ce Ke Fu, He Gan dan Liu Da mempunyai
kepentingan yang hampir sama dengan Han Cia Sing.
Mereka ingin segera tiba dan bergabung dengan temanteman mereka di Tien Lung Men. Tidak heran jika mereka
membeli tujuh kuda terbaik di utara dan menukarnya setiap
dua tiga hari sekali dengan kuda baru di kota yang mereka
singgahi, sehingga perjalanan jauh dari desa Pei-An di utara
tembok besar menuju daerah sungai Luo mereka harapkan
dapat ditempuh dalam waktu tidak lebih dari setengah bulan.
Dari sungai Luo mereka akan meneruskan perjalanan
memakai perahu menuju selatan, menyusuri sungai Si dan
Xiang hingga tiba di Jiang Ling.- 390 Kini mereka sudah tiba di daerah tepian sungai Luo
dan menunggu perahu yang eukup besar untuk mengangkut
mereka bertujuh menuju selatan. Wongguo Yuan yang
melihat sungai besar, menjadi amat bersemangat, la berlarilarian di tepi sungai sambil bermain air dengan riang sekali.
Kakeknya hanya memandanginya dari jauh sambil
tersenyum. Sudah lama sekali mereka berdiam diri di dusun
Pei-An yang terpencil untuk menghindari kejaran Ma Pei
dan Shi Chang Sin serta suku Tonghu yang memburu
mereka. Kini Wongguo Yuan bagaikan seekor burung bebas
yang lepas dari sangkarnya. Saat itu. Ma Xia berjalan
mendekati Wongguo Luo dan mengajaknya berbicara.
"Paman Wongguo. apakah aku boleh berbicara
denganmu?" tanya Ma Xia ragu-ragu. Memang sepanjang
perjalanan ini mereka lebih banyak saling berdiam diri dan
hanya bicara seperlunya saja. Bagaimanapun juga Wongguo
Luo dan Ma Pei adalah musuh bebuyutan, sehingga mana
mungkin mereka saling berbicara seperti biasa.
"Bicaralah" kata Wongguo Luo singkat.
"Aku... aku ingin minta maaf atas segala perlakuan
ayahku dan paman Shi kepada paman Wongguo. Aku
merasa tidak enak" kata Ma Xia lirih.
Wongguo Luo berdehem. Tampaknya ia juga merasa
tidak enak dengan keadaan ini.
"Sudahlah, A Xia. Lagipula ketika itu kau masih
sangat kecil, tidak mengerti apa-apa. Perbuatan Ma Pei- 391 selalu tidak mengindahkan peraturan dan semau sendiri,
untunglah kulihat kau sebagai putrinya tidak mewarisi sifatsifat ayahmu ini" kata Wongguo Luo.
Ma Xia dan Wongguo Luo memandangi Wongguo
Yuan yang tengah bermain dengan gembira di tepian sungai
Luo. Selama perjalanan menuju dataran tengah, ia dan
Wongguo Yuan banyak bercerita. Selain umur mereka yang
hampir sebaya, hanya mereka berdua sajalah yang wanita
sehingga lebih dekat. Dari sana ia menyadari betapa
kesepiannya Wongguo Yuan selama ini hidup sendirian
bersama kakeknya, tanpa kasih orang tua yang seharusnya
ada. Ma Xia menjadi merasa bersalah terhadap Wongguo
Yuan.
"Ada baiknya A Yuan ikut ke selatan bersama. Di
desa Pei-An hidup memang aman damai tapi untuk seorang
remaja tidaklah baik hanya hidup sekadar di desanya saja. Ia
perlu melihat dunia lain yang ada di luar sana. lagipula
keberadaan kita sudah diketahui oleh ayahmu, mau tak mau
aku harus meninggalkan wilayah Pei-An untuk
menghindar" kata Wongguo Luo meneruskan kata-katanya.
"Paman Wongguo benar, aku juga merasakan banyak
hal dan pengalaman baru yang aku rasakan semenjak masuk
ke dataran tengah ini. Setiap kota dan desa begitu ramai,
amat lain sekali dengan keadaan di utara" kata Ma Xia
sambil meraba kain bajunya yang terbuat dari sutra halus.- 392 Memang dalam perjalanan mereka ke selatan. Ce Ke
Fu membelikan mereka semua masing-masing pakaian
orang Han yang baru. sehingga mereka bisa melakukan
perjalanan dengan leluasa tanpa perlu mengundang
pertanyaan orang. Ma Xia dan Wongguo Yuan amat senang
mempunyai pakaian dari kain sutra yang halus, yang di
tempat mereka amal jarang dan mahal sekali. Han Cia Sing
dan Wongguo Luo sendiri sebenarnya lebih senang
berpakaian sederhana, tetapi Ce Ke Fu berkeras membelikan
mereka baju sutra terbaik sehingga mereka terpaksa
menerimanya. Menurut pikiran Ce Ke Fu. akan lebih baik
jika mereka datang ke Tien Lung Men dengan pakaian yang
layak menghadap Jien Wei Cen. sehingga ia tidak mendapat
marah karena dianggap tidak menjamu tamu dengan layak.
"Aku berharap A Yuan dapat hidup tenang nantinya,
tidak seperti aku yang harus berlumuran darah sehingga
sampai kakek-kakekpun. para musuh tidak mau
melepaskanku" kata Wongguo Luo sambil menghela napas
panjang. Ia kini berpaling menghadap Ma Xia dan
menatapnya dengan lembut seperti seorang kakek terhadap
cucunya sendiri.
"A Xia, engkau jangan khawatir. Sejak aku tahu
engkau berbeda sifat dengan ayahmu, aku tidak membenci
atau mendendam kepadamu lagi. Saat pertama kali bertemu
denganmu, aku tidak bisa mengatur emosiku lagi ketika tahu
engkau adalah anak dari Ma Pei. Yang ada dalam diriku
hanyalah membalas dendam dan membalas dendam. Kini- 393 setelah kupikir-pikir, dendam tidak akan pernah habis
meskipun ribuan orang telah kita bunuh selama api
kebencian masih berkobar di dalam dada. Aku berusaha
untuk melupakan dendam kepada Ma Pei dan Shi Chang Sin
yang telah membunuh anak dan menantuku dengan
bersembunyi di desa Pei-An, tapi hatiku masih penuh
dengan amarah. Tapi sekarang aku hanya ingin
membesarkan A Yuan dan melihatnya hidup bahagia. Hanya
itu saja" kata Wongguo Luo dengan bijaksana. Ma Xia dapat
melihat di mata Wongguo Luo, api dendam dan kebencian
sudah tidak ada lagi. Wongguo Luo yang berdiri di
depannya sudah bukan salah satu dari Tiga Iblis Raja Neraka
sang Hujan Salju, tapi lebih hanya seorang kakek biasa saja.
Dalam hati Ma Xia berdoa supaya ayahnya juga bisa
berubah hati seperti paman Wongguo ini.
Ce Ke Fu melambaikan tangan kepada Ma Xia dan
Wongguo Luo. Tampaknya ia sudah berhasil menyewa
perahu untuk menuju ke selatan. He Gan dan Liu Da sudah
berada di atas sebuah perahu nelayan yang cukup besar.
Mereka juga melambaikan tangan memanggil kepada Han
Cia Sing yang tengah duduk merenung di atas batu tepi
sungai. Wongguo Luo sendiri turun ke tepian sungai untuk
menjemput Wongguo Yuan yang masih bermain air dengan
gembira sekali.
Mereka kemudian bersama-sama naik ke atas perahu
nelayan itu. Wongguo Yuan dan Ma Xia benar-benar
kelihatan canggung sekali di atas perahu karena inilah- 394 pengalaman pertama mereka. Balikan setelah perahu itu
mulai berjalan di tengah dan arusnya beriak. Ma Xia dan
Wongguo Yuan mulai tampak pucat. Rupanya mereka mulai
mabuk laut karena tidak tahan diguncang gelombang sungai
yang cukup keras. Mereka berdua hanya terduduk saja
menahan perasaan mual yang tidak enak sementara
Wongguo Luo memberikan mereka minuman supaya
mereka merasa lebih baik.
Han Cia Sing duduk di buritan kapal sambil
memandang jauh ke depan. Angin sungai yang sepoi-sepoi
membuat perasaan hatinya lebih baik. Selama hampir
setengah bulan ini. ia merasakan dirinya dibakar oleh
perasaan amarah yang tidak bisa dijelaskan. Ia benar-benar
merasa diperlakukan tidak adil oleh langit. Setelah kematian
ibunya yang tragis, kini ayah dan seluruh keluarga besar
dihukum mati karena suatu alasan yang jelas sekali tidak
bisa ia terima. Sedari kecil. Han Cia Sing selalu
mendapatkan pengajaran kesetiaan dan berbakti pada
kerajaan oleh ayahnya, sehingga mana mungkin ayahnya
berniat melakukan pemberontakan kepada Kaisar? Han Cia
Sing berniat untuk menyelidiki kejadian ini sampai tuntas
nanti setelah ia bertemu dengan Han Cia Pao.
"Cia Sing. kau sedang melamun?" tegur Ce Ke Fu
dari belakangnya. Tampaknya Han Cia Sing merenung
terlalu lama sehingga tidak menyadari kehadiran Ce Ke Fu
yang telah berdiri di belakangnya.- 395 "Paman Ce, maaf aku tidak menyadari paman berdiri
di belakangku" kata Han Cia Sing sambil cepat-cepat
berdiri.
"Tidak apa-apa. biasa saja" kata Ce Ke Fu sambil
menepuk bahu Han Cia Sing dengan lembut.
"Dulu. aku pernah beberapa kali bertemu dengan
mendiang ayahmu dan sangat mengagumi kegagahan dan
kesetiaannya, la adalah seorang pahlawan sejati, sehingga
ketika mendengar berita kematiannya karena hendak
memberontak, aku juga tidak percaya sama sekali. Karena
itu aku mendukung sekali jika Tien Lung Men mau
menerima Han Cia Pao dan Song Wei Hao sebagai tamu
kehormatan. Kaisar bodoh itu hanya mendengarkan orang
kebiri dan wanita-wanita yang ada di sekelilingnya, sama
sekali tidak bisa membedakan mana yang benar mana yang
salah" kata Ce Ke Fu melanjutkan dengan geram.
"Paman Ce, nanti setelah aku bertemu dengan
kakakku, aku akan menanyakan sejelasnya apa yang terjadi"
kata Han Cia Sing.
"Benar sekali, aku juga merasa masalah ini tidak
segampang yang kita dengar" kata Ce Ke Fu mengangguk
setuju.
"Kira-kira berapa lama lagi kita akan tiba di Yi
Chang?" tanya Han Cia Sing lagi.- 396 "Jika cuaca bagus dan tidak ada halangan, mungkin
tujuh delapan hari lagi kita sudah tiba di markas besar"
jawab Ce Ke Fu.
"Paman Ce. aku merasa tidak enak karena harus
melibatkan Tien Lung Men dalam masalah keluarga kami"
kata Han Cia Sing lirih.
"Ehhhh. apa yang engkau katakan? Seorang laki-laki
harus berjiwa besar dan tabah, berani berkata berani berbuat
dan berani bertanggung jawab. Inilah yang menyebabkan
Tien Lung Men menjadi kekuatan utama dalam dunia
persilatan selama sepuluh tahun belakangan ini. Kami Tien
Lung Men selalu setia kawan dan membela kebenaran tidak
takut terhadap siapapun bahkan termasuk kerajaan Tang"
kata Ce Ke Fu dengan gagah.
"Lagipula. seluruh pendekar Tien Lung Men adalah
pendekar pilihan. Tidak mudah untuk menggertak kami
hanya dengan mengepung markas Tien Lung Men.
meskipun sudah mengerahkan pasukan kerajaan dibantu


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

oleh para tokoh sesat. Aku yakin sekali Jien Pang-cu pasti
dapat mengatasi mereka semua dengan mudah" lanjut Ce Ke
Fu dengan nada bangga terhadap pimpinan mereka. Jien
Wei Cen.
"Paman Ce, maafkan aku yang bodoh ini. tapi aku
selama ini besar di utara tembok besar, hanya mendengar
sedikit tentang kehebatan Jien Pang-cu. Bisakah paman Ce
menceritakannya kepadaku ?" tanya Han Cia Sing.- 397 "Sebenarnya hal ini tidak mengherankan. Jien Pangcu sudah beberapa tahun ini tidak muncul lagi di dunia
persilatan, digantikan oleh tuan muda pertama Jien Ming Ti
dan tuan muda ketiga Yang Ren Fang yang mengendalikan
Tien Lung Men Engkau masih sangat muda. mungkin jaman
ayahmu adalah jaman keperkasaan Jien Pang-cu. Ia begitu
melegenda karena kehebatan Tien Lung Ta Fa yang bahkan
sanggup mengatasi Fang-cang Shaolin. biksu utama Tien
Gong. Tidak ada satu pun pendekar yang sanggup mengatasi
Jien Pang-cu bahkan meskipun bertempur secara
keroyokan" kata Ce Ke Fu
"Cia Sing, kulihat waktu kau bertempur di desa PeiAn, ilmumu juga tidak rendah. Kalau tidak salah, ilmu itu
adalah milik Pei Lei Shi Chang Sin yaitu Guo Yin Sen Kung
(Ilmu Melintasi Awan). Apakah selama engkau di utara, ia
menjadi gurumu ?" tanya Ce Ke Fu ingin tahu.
"Paman Ce, karena engkau telah menyelamatkan
kami. aku tidak berani lagi menyembunyikan sesuatu
terhadapmu. Sebenarnya ilmu Guo Yin Sen Kung itu aku
pelajari sendiri dari perkataan Ma Xia" jawab Han Cia Sing
sejujurnya kepada Ce Ke Fu.
"Ohhh? Engkau belajar sendiri? Benar-benar bocah
berbakat. Berapa lama engkau berlatih untuk menguasainya?" tanya Ce Ke Fu lagi.- 398 "Ehmmmm. aku bisa langsung menguasainya dalam
sehari" kata Han Cia Sing dengan nada rendah supaya tidak
terdengar sombong.
Kali ini Ce Ke Fu benar-benar tersentak kaget.
"Hah?? Engkau bisa menguasai Guo Yin Sen Kung
tanpa diajari hanya dalam waktu sehari!? Cia Sing.
sebenarnya dasar ilmu apakah yang telah engkau pelajari
sebelumnya?" kata Ce Ke Fu berusaha menghilangkan
kekagetannya.
Han Cia Sing pun menceritakan ilmu aneh yang ia
temukan di gua serigala dengan selengkapnya. Ia merasa
percaya kepada Ce Ke Fu sebagai seorang pendekar gagah
yang tidak akan menggunakan akal licik untuk mencuri ilmu
orang lain. Lagipula gua serigala itu sendiri letaknya sangat
terpencil dan ia pun tidak tahu di mana letak pastinya,
sehingga jika ia disuruh kembali pun ia mungkin tidak akan
bisa. Setelah ia menceritakan semua termasuk pertarungannya dengan Si Ta Hao Ren. Ce Ke Fu pun menganggukangguk mengerti akan cerita Han Cia Sing.
"Jadi Shi Chang Sin mengatakan ilmumu adalah Shi
Sui Yi Cin Cing (Sutra Penggeser Urat Pembersih Sumsum).
Aku dulu pernah mendengar biara Shaolin mempunyai ilmu
rahasia Yi Cin Cing tapi belum pernah ilmu seperti ini" kata
Ce Ke Fu menanggapi cerita Han Cia Sing.
"Aku sendiri pun tidak tahu apakah benar atau tidak
perkataan Shi Chang Sin itu" kata Han Cia Sing.- 399 "Bagaimanapun engkau beruntung bisa mendapatkan
ilmu luar biasa semacam itu. Ini adalah kehendak langit,
jadikanlah ilmu itu sebagai dasar pijakan untuk selalu
membela kebenaran" kata Ce Ke Fu memberikan dorongan
semangat kepada Han Cia Sing.
"Terima kasih paman Ce, aku akan selalu mengingat
nasihat paman" kata Han Cia Sing sambil menjura hormat.
Mereka pun kemudian memandang langit yang cerah
di selatan, daerah ke mana perahu mereka sedang berlayar.
Kota Hong Nong sudah lama hilang dari pandangan, dan
kini pemandangan digantikan oleh daerah perbukitan dan
rawa-rawa sungai. Kadang-kadang tampak dua tiga perahu
nelayan kecil tengah menebar jala mencari ikan. Mereka
masih beberapa hari lagi harus berada di atas perahu ini
sebelum melanjutkan perjalanan darat dari daerah Jiang
Ling menuju ke Yi Chang. Han Cia Sing sudah tidak sabar
lagi ingin segera sampai di markas Tien Lung Men dan
bertemu kakaknya serta paman Song Wei Hao.
*** "Menantu Yang Ren Fang mohon menghadap Jien
Pang-cu!" teriak Yang Ren Fang di depan Liu Sui Tung. Ia
berdiri dengan sikap menghormat sambil menjura ke arah
mulut pintu batu yang masih tertutup rapat. Di sebelahnya
berdiri Jien Ming Ti yang tampak sudah tidak sabar.
"Yang-ti (adik Yang) kelihatannya ayah dipanggil
ribuan kali pun tidak akan mau keluar. Ia masih akan terus- 400 berlatih sampai ia menyelesaikannya, barulah ia akan keluar
dari Liu Sui Tung dengan sendirinya" kata Jien Ming Ti
dengan nada tidak sabar.
"Tapi. kita harus berusaha kakak pertama. Masalah
yang kita debatkan harus diputuskan oleh ketua" kata Yang
Ren Fang berusaha menjelaskan.
"Sebenarnya masalah kecil itu tidak perlu kita
debatkan. Usir saja segera ketiga buronan itu dari Tien Lung
Men. maka segala urusan akan beres" kata Jien Ming Ti
dengan angkuh.
"Kakak pertama, masalah tidak akan selesai dengan
semudah itu. Sekarang semua golongan sesat telah
berkumpul di daerah Yi Chang ini. Mereka tidak peduli
dengan segala urusan buronan negara, mereka hanya ingin
menghancurkan Tien Lung Men. Inilah yang harus kita
laporkan kepada Jien Pang-cu agar ia mengambil
keputusan" kata Yang Ren Fang yang masih terus mencoba
bersabar.
"Huh. Yang-ti. kau memang pandai bersilat lidah.
Dalam hai ini aku akui kalah darimu. tapi silat lidahmu
belum tentu bisa mengalahkan para prajurit kerajaan yang
berkumpul di sekitar Yi Chang ini. Mereka menginginkan
kita menyerahkan buronan negara, dan itulah yang akan kita
berikan kepada mereka" kata Men Ming Ti dengan tegas
sekali.- 401 "Kakak pertama, Jien Pang-cu semasa masih menjadi
ketua Tien Lung Men selalu menekankan setia kawan dan
membela kebenaran. Jien Pang-cu juga tidak pernah takut
kepada prajurit kerajaan Tang atau kerajaan manapun. Han
Cia Pao dan Jenderal Song Wei Hao adalah korban fitnah
orang-orang keji. Apa salahnya kita sebagai pilar dunia
persilatan menegakkan kebenaran dan keadilan? Lagipula
selama ini pasukan kerajaan tidak berani berbuat macammacam terhadap Tien Lung Men. Justru yang perlu kita
khawatirkan adalah pihak golongan sesat yang mengambil
keuntungan dengan ingin menyerbu kita di saat seperti ini"
jelas Yang Ren bang.
"Yang-ti. aku tidak mau tahu. Apapun perkataanmu,
aku tidak setuju mereka berada di Tien Lung Men!" kata
Jien Ming Ti sambil berlalu dari Liu Sui Tung dengan
marah, la meninggalkan Yang Ren Fang yang masih berdiri
di depan pintu batu termenung seorang diri.
Yang Ren Fang menghela napas panjang. Tampaknya
kakak iparnya itu sudah bulat-bulat tidak setuju Han Cia Pao
dan Song Wei Hao tinggal di Tien Lung Men. la pun tidak
tahu harus berbuat apa lagi. Sudah hampir sebulan lebih ia
selalu berusaha meminta Jien Wei Cen agar keluar dari Liu
Sui Tung. tapi hasilnya nihil. Bulan sabit pucat menghiasi
malam yang mendung seakan-akan merasakan kegalauan
hati pendekar muda ini.
Yang Ren Fang berjalan perlahan-lahan menuju
wisma tempat tinggalnya. Suasana sudah sepi dan remang-- 402 remang karena hanya sedikit saja lampion yang masih
menyala. Kamar tidur Yang Hong sudah gelap pertanda ia
sudah tidur. Perlahan-lahan Yang Ren Fang membuka pintu
kamar tidur anaknya itu. Dilihatnya Yang Hong tengah
tertidur dengan begitu pulasnya. Yang Ren Fang duduk
dengan hati-hati sekali di sebelah putri tunggalnya itu. Ia
mengelus wajah putrinya dengan penuh kasih sayang. Yang
Hong menggeser sedikit badannya, merasa agak terganggu
dengan belaian sang ayah.
Yang Ren Fang tersenyum penuh rasa sayang, la
kemudian membetulkan letak selimut putrinya itu dan
dengan hati-hati sekali keluar kamar menuju ke kamarnya
sendiri. Kamar itu masih terang, tampaknya Jien Jing Hui
masih menunggunya kembali. Yang Ren Fang masuk dan
menemukan Jien Jing Hui tengah tertidur dengan kepala di
atas meja. Kelihatannya ia tertidur ketika tengah menunggu
suaminya kembali. Yang Ren Fang menutup pintu di
belakangnya dengan hati-hati sekali agar tidak
membangunkan istrinya. Tapi pendengaran Jien Jing Hui
yang peka agaknya tetap mendengar kedatangan suaminya
itu. la terbangun sambil mengusap matanya, berusaha
memandang Yang Ren Fang dengan lebih jelas.
"Suamiku, engkau sudah kembali? Bagaimana
dengan ayali, apakah ia bersedia keluar dari Liu Sui Tung ?"
tanya Jien Jing Hui begitu melihat Yang Ren Fang sudah
kembali.- 403 "Belum. Jien Pang-cu masih belum bersedia keluar"
kata Yang Ren Fang sambil menggeleng dengan sedih.
"Sudahlah, aku yakin ayah pasti akan segera keluar,
la sudah hampir setahun lebih mengurung dirinya di ruang
latihan, tentunya akan segera berakhir" kata Jien Jing Hui
mencoba menenangkan suaminya.
"Semoga demikian" kata Yang Ren Fang dengan
nada tidak yakin.
"Suamiku, tentunya engkau sudah lelah. Mari kita
beristirahat, besok mungkin kita bisa mencobanya lagi" kata
Jien Jing Hui sambil menggandeng lengan suaminya ke
tempat tidur.
"Benar istriku, mungkin besok aku akan"
Yang Ren Fang tidak menyelesaikan kalimatnya
karena telinganya yang tajam dapat mendengar langkahlangkah yang amat ringan nyaris tak terdengar tengah
melompati genting di atas wisma. Ia segera memberi isyarat
kepada Jien Jing Hui untuk bersiaga, sedangkan ia sendiri
dengan sigap sekali segera melompat keluar kamar.
Benar saja. di bawah bayangan bulan pucat malam
itu. tampak sesosok bayangan berbaju hitam tengah
melayang-layang dengan ringan sekali di atas atap kamar
Yang Hong. Bayangan itu tampak kaget melihat Yang Ren
Fang yang mampu mendengar langkahnya, la segera- 404 melompat ke atas atap yang lebih tinggi dan bersiap untuk
melarikan diri.
"Berhenti!" teriak Yang Ren Fang dengan marah, la
segera melompat ke atas atap dan mengejar bayangan itu.
sementara Jien Jing Hui sekarang sudah keluar kamar sambil
menyandang pedang bersiap menghadapi segala
kemungkinan.
"Jaga Yang Hong!" kata Yang Ren Fang kepada
istrinya sesaat sebelum ia menghilang ditelan bayangan
gelap malam. Jien Jing Hui mengiyakan perintah suaminya
dan segera masuk ke dalam kamar putrinya itu sambil
mencabut pedang, la lega melihat Yang Hong masih tertidur
dengan pulas sekali di tempat tidurnya. Yang Hong sendiri
terbangun mendengar ibunya masuk ke dalam kamar dengan
sikap waspada membawa pedang terhunus.
"Ibu. ada apa?" tanya Yang Hong keheranan.
"Tidak ada apa-apa. tidurlah kembali" kata Jien Jing
Hui sambil membekap anaknya dengan perasaan lega.
"Benar tidak ada apa-apa?" tanya Yang Hong masih
tidak percaya saja
"Benar" jawab Jien Jing Hui sambil mengangguk.
Saat itu di luar kamar, para penjaga malam Tien Lung
Men sudah berdatangan mendengar keributan tadi. Mereka
berjumlah kira-kira dua puluh orang dan masing-masing- 405 membawa lampion sehingga suasana menjadi terang
benderang.
"Putri, apakah putri baik-baik saja?" tanya seorang
penjaga dari luar kamar.
"Kami baik-baik saja. Cobalah engkau bantu tuan
ketiga untuk mengejar penyusup tadi dan perketat
penjagaan!" perintah Jien Jing Hui.
"Siap melaksanakan perintah!" jawab keduapuluh
penjaga serentak.
Namun baru saja mereka hendak berpencar mencari
jejak penyusup, tiba-tiba terdengar jeritan kematian di antara
para penjaga itu. Jien Jing Hui kaget sekali mendengarnya.
Ia memberi isyarat kepada Yang Hong agar tetap
bersembunyi di dalam kamar, sedangkan ia sendiri lari ke
halaman depan tempat para prajurit tadi berkumpul. Tak
disangka, pemandangan yang dilihatnya benar-benar
membuat ia merinding. Kedua puluh penjaga itu semuanya
sudah tewas dengan mengenaskan sekali, bahkan ada
beberapa yang tewas dengan tubuh tercerai-berai. Di tengahtengah tumpukan mayat penjaga itu berdiri seorang kakek
tua yang kurus yang sedang melompat-lompat kegirangan.
Ia memakai baju sutra hitam dengan lambang naga yang
kelihatan kedodoran untuk tubuhnya yang kurus dan
rambutnya yang panjang dan beruban itu tampak acakacakan. Ia membelakangi Jien Jing Hui sehingga ia tidak
dapat melihat muka kakek itu dengan jelas.- 406 "Kurang ajar! Siapa engkau yang berani mengacau di
daerah Tien Lung Men ini!" bentak Jien Jing Hui dengan
marah sekali.
Kakek tua itu tertawa-tawa dengan riang dan sama
sekali tidak takut dengan Jien Jing Hui yang memegang
pedang terhunus mengancamnya.
"Hahahahaha. siapa aku? Gadis kecil kau tidak
mengenali aku? Aku adalah jenderal besar Fang Yung Li
hahahaha" kata kakek itu sambil menari-nari di atas
tumpukan mayat para penjaga.
"Kurang ajar, siapa itu Fang Yung Li? Aku sama
sekali tidak pernah mendengar! Sekarang lekas pergi dari
sini atau hendak kuhancurkan seluruh tubuhmu?" kata Jien
Jing Hui dengan geram tapi ia sendiri tidak berani bertindak


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gegabah menghadapi musuh yang belum ia ketahui
kekuatannya ini. Apalagi ia sanggup membunuh dua puluh
penjaga dalam waktu singkat, tentulah ilmu bukan
sembarangan saja.
"Hahahah. kau memang gadis ingusan. Aku tidak
menyalahkanmu tidak mengenalku jenderal besar Fang
Yung Li sudahlah tidak apa-apa. hahahah tapi aku ingin
bertanya padamu apakah engkau mengenal Jien Jing Hui
dan Yang Hong" tanya Fang Yung Li sambil masih tertawa
tidak waras.- 407 "Mengapa engkau ingin mencari mereka?" tanya Jien
Jing Hui dengan heran sekali karena ia tidak pernah tahu
kakek tua yang gila ini.
"Aku? Mengapa ? Hahahahah" kata Fang Yung L i
sambil menunjuk hidungnya sendiri sambil menjulingkan
mata. Wajahnya yang tidak waras bertambah aneh karena
memancarkan hawa kekejaman.
"Aku ingin menculik mereka berdua, hahahah" kata
Fang Yung Li lagi.
"Kurang ajar! Kau pikir mudah masuk ke Tien Lung
Men dan mengacau? Lihat pedang!" bentak Jien Jing Hui
dengan marah.
Jien Jing Hui maju menyerbu dengan kecepatan
penuh. Pedangnya langsung memainkan jurus-jurus maut
Tien Lung Cien (Pedang Naga Langit), menusuk bagian
jantung lawan. Fang Yung Li melihat jurus maut ini tidak
kaget malah tertawa gembira.
"Haahahha. gadis kecil, ternyata engkau galak juga.
Biarlah paman ini mengajarimu beberapa jurus" kata Fang
Yung Li.
Pedang Naga Langit maju menyerang dengan ganas,
berputar dan berdesing menutup semua jalan mundur Fang
Yung Li. Jika saja yang dihadapi Jien Jing Hui adalah
seorang pendekar biasa, pastilah ia sudah tewas dengan
tubuh tercerai-berai. tapi Fang Yung Li bukanlah pendekar- 408 kelas teri. Ia dijuluki Setan Darah karena alasan ilmunya
yang aneh dan begitu tinggi. Maka tidak heran jika ia bisa
menghindari setiap jurus Tien Lung Cien dengan mudah
sekali.
Jien Jing Hui tidak menyangka ilmu kakek gila ini
amat tinggi sehingga bisa santai saja menghadapi Tien Lung
Cien. Ia sudah mengerahkan segenap kekuatan dan
kecepatannya, tapi menyentuh baju Fang Yung Li saja ia
tidak bisa. Hampir-hampir ia tidak mempercayai
kemampuan kakek gila ini. yang mungkin sudah setara
dengan ayahnya sendiri sang Pendekar Naga Langit Jien
Wei Cen.
Fang Yung Li tertawa-tawa melihat Jien Jing Hui
nyaris kehabisan napas mencoba menusuknya. Ia malah
sengaja mempermainkannya dengan berlari dan melompat
mengelilingi halaman yang dipenuhi mayat para penjaga
sambil mengejek Jien Jing Hui. Ia bahkan seperti menikmati
pertarungannya dengan Jien Jing Hui. mungkin karena
sudah lama sekali terkurung di penjara bawah tanah
sehingga bertemu pendekar berkemampuan tinggi
membuatnya merasa amat senang.
Seratus jurus segera berlalu dan Jien Jing Hui
semakin kepayahan. Ia mulai berkeringat banyak dan
gerakan pedangnya semakin lemah. Tampaknya tinggal
menunggu waktu saja sebelum ia dikalahkan Fang Yung Li.
Bahkan Yang Hong yang mengintip dari balik jendela kamar
menjadi cemas melihat ibunya semakin kewalahan- 409 menghadapi kakek gila yang aneh itu. Hanya karena pesan
ibunya saja ia tidak berani meninggalkan kamar. Jika tidak
pastilah Yang Hong sudah keluar wisma untuk mencari
bantuan.
Fang Yung Li melihat Jien Jing Hui sudah kepayahan,
kini ganti menyerang dengan ganasnya. Jurus-jurusnya aneh
dan kejam dan tidak pernah dilihat Jien Jing Hui
sebelumnya. Hal ini tidak mengherankan mengingat sudah
puluhan tahun Fang Yung Li dipenjara sehingga jarang
sekali ada orang yang tahu jurus Pei Ming Sen Kung (Ilmu
Tenaga Neraka Tua). Jurus ini memang aneh karena bila
kebanyakan jurus lain selalu menyerang dan berusaha
mencederai lawan dengan tenaga keras, maka Pei Ming Sen
Kung malah menarik lawan dan menyedotnya ke dalam
cengkeraman.
Jien Jing Hui segera mengubah jurus dari menyerang
menjadi pertahanan tapi tetap saja kewalahan menghadapi
jurus aneh Fang Yung Li. Kuda-kudanya selalu goyah setiap
kali Fang Yung Li menarik tangannya menyedot tenaga
lawan. Ini menyebabkan ia susah sekali mengembangkan
jurus-jurusnya sendiri dengan benar karena harus
mempertahankan diri terhadap tenaga sedot lawan.
Apalagi tenaganya sudah banyak berkurang setelah
terus-menerus menyerang hampir seratus jurus.Tepat di saat
genting itu. sesosok bayangan melompat turun dari atap
genting dengan ringan sekali, langsung menyerang bang
Yung l.i dengan tongkat emasnya Pukulan itu diarahkan ke- 410 kepala Fang Yung Li. berusaha menghajarnya dengan sekali
pukulan untuk merobohkan lawan. Fang Yung U sendiri
sama sekali tidak bergerak dan tempatnya berdiri dan
menghimpun tenaga Pei Ming Sen Kung untuk menahan
serangan lawan.
"Takkk!!!"
Bunyi tongkat emas menghajar kepala Fang Yung Li
terdengar begitu keras. Tongkat emas itu sanggup
menghancurkan batu karang apalagi hanya kepala manusia.
Pemilik tongkat emas yang tidak lain adalah Cing Hou
Wang Ding tersenyum penuh kemenangan karena
serangannya masuk begitu telak, ia yakin pastilah sudah
menghabisi nyawa Fang Yung Li.
"Haahahah, kera busuk, lumayan juga pijatanmu"
teriak Fang Yung Li sambil tertawa-tawa.
Wang Ding amat kaget mengetahui lawan masih
hidup setelah menerima serangan sekeras itu. la hampirhampir tidak mempercayai penglihatannya sendiri, karena
Fang Yung Li tidak saja masih hidup, tapi malah segar bugar
tanpa luka sedikit pun di kepalanya! Bahkan tongkat
emasnya kini mampu dipentalkan oleh tenaga dalam luar
biasa yang dikerahkan oleh Fang Yung Li hingga
menggetarkan tangannya.
Tongkat emasnya diputar dengan cepat sekali di udara
oleh Wang Ding kemudian dihentakkan ke lantai batu
hingga tembus hampir seperempatnya. Ini dilakukan Wang- 411 Ding untuk menghilangkan getaran tenaga dalam Fang
Yung Li yang disalurkan melalui tongkatnya. Tampaknya ia
harus lebih berhati-hati menghadapi musuhnya yang satu ini
karena ilmunya yang begitu aneh dan tinggi.
"Nyonya Fang. apakah engkau baik-baik saja?" tanya
Wang Ding sambil berdiri melindungi Jien Jing Hui. la
bersiaga penuh menghadapi serangan berikutnya dari Fang
Yung Li. Tapi kakek gila itu malah mengusap-usap
kepalanya dengan santai, seakan habis bangun tidur saja.
"Paman Wang. aku baik-baik saja. Berhati-hatilah
menghadapi kakek gila ini. Ilmunya sangat hebat dan aneh"
kata Jien Jing Hui memperingatkan.
Wang Ding mengangguk mengerti. Ilmu kakek gila
ini sungguh tak dapat diremehkan bahkan mungkin sudah
bisa disetarakan dengan Jien Wei Cen. Ia harus mengulur
waktu sampai semua pendekar Tien Lung Men datang
sehingga ia bisa menghalangi niatan kakek gila ini. Tapi
rupanya Fang Yung Li juga seperti berpikiran sama dengan
Wang Ding. Ia tidak ingin berlama-lama di markas Tien
Lung Men menunggu dikeroyok puluhan jagoan dan
menggagalkan rencananya. Sambil menghirup udara dalamdalam. Fang Yung Li mengeluarkan jurus maut Pei Ming
Sen Kung yaitu Tien Sia Cai Sou Sia (Alam Raya Dalam
Genggaman) yang merupakan jurus penghisap tenaga maut.
Jurus ini sanggup menghisap tenaga musuh dari jarak
beberapa tombak jauhnya.- 412 Hawa tenaga hisap Tien Sia Cai Sou Sia begitu kuat.
sampai-sampai Wang Ding dan Jien Jing Hui terseret.
Mereka bertahan mati-matian mengerahkan segenap tenaga
agar tidak terhisap ke dalam telapak Fang Yung Li. Mayatmayat penjaga ikut tersedot ke arah Fang Yung Li dan
hancur berantakan begitu menyentuh kedua tapaknya.
Melihat hal ini. Wang Ding dan Jien Jing Hui sadar akan
kekuatan ilmu Pei Ming Sen Kung dan semakin bertahan
mati-matian terhadap hisapan Fang Yung Li.
Pei Ming Sen Kung benar-benar luar biasa tenaga
hisapnya sehingga tidak lama kemudian Wang Ding dan
Jien Jing Hui tidak dapat bertahan lagi. Mereka terseret
menuju kedua tapak Fang Yung Li yang segera
mencengkeram leher mereka dengan ganas. Mereka
merasakan seluruh tenaga dan nyawa mereka seperti
tersedot keluar melalui tenggorokan mereka yang
dicengkeram erat oleh Fang Yung Li. Mereka tidak dapat
bernapas apalagi hendak berteriak. Keadaan mereka benarbenar genting, tidak dapat berbuat apa-apa lagi dan hanya
pasrah menunggu nasib saja. Fang Yung Li sendiri tertawatawa dengan gembira karena bisa menyedot hawa tenaga
dua pendekar tangguh sekaligus seperti saat ini.
Sementara itu. Yang Ren Fang masih tengah berkejarkejaran di atas atap bangunan Tien Lung Men dengan sosok
bayangan penyusup tadi. Dalam hati Yang Ren Fang
bertanya-tanya siapakah sosok bayangan yang mempunyai
ilmu meringankan tubuh luar biasa lihai ini. Ia sudah- 413 mengerahkan seluruh kekuatannya tapi masih saja belum
bisa mengejarnya. Sang sosok bayangan seperti terbang
melayang dengan ringan sekali mengikuti arah angin
sehingga bisa mengubah-ubah arahnya dengan cepat. Yang
Ren Fang sendiri bukanlah pendekar kelas teri dan ilmu
ringan tubuhnya juga sudah tinggi tapi tidak berdaya
menghadapi sosok bayangan yang seringan bulu ini.
Mereka berdua kini sudah saling berkejaran hingga
keluar markas menuju ke arah hutan di sebelah timur. Sinar
bulan pucat membuat bayang-bayang semakin tersamar dan
sosok bayangan itu semakin susah untuk dilihat. Yang Ren
Fang harus mati-matian mengejar barulah ia bisa
membuntutinya. Tapi yang membuat Yang Ren Fang
penasaran adalah sosok itu seolah-olah tengah
mengejeknya. Bila ia tertinggal atau kehilangan jejak, maka
bayangan itu akan memperlambat langkahnya dan bila ia
sudah dekat, bayangan itu mempercepat langkahnya
kembali.
Tiba-tiba Yang Ren Fang seperti tersengat petir dan
berhenti mendadak. Ia malah berbalik dan segera berlari
sekuat tenaga kembali ke markas Tien Lung Men. Ia sudah
tidak mempedulikan lagi sosok bayangan yang sudah
melompat menghilang dalam kerimbunan hutan.
Tampaknya ada sesuatu yang benar-benar telah mengubah
pendirian Yang Ren Fang.
Memang Yang Ren Fang baru tersadar bahwa ia telah
masuk dalam perangkap musuh. Sosok bayangan yang- 414 berilmu ringan tubuh luar biasa itu memang sengaja lari
untuk memancingnya keluar dari wismanya. Ini adalah
siasat Diao Hu Li San (Memancing Harimau Turun Gunung)
untuk memancing harimau meninggalkan sarang agar anak
harimau bisa ditangkap. Hati Yang Ren Fang bergetar
memikirkan nasib putri dan istrinya yang ia tinggalkan di
wisma. Bagaimana mungkin ia bisa sebodoh ini masuk
dalam perangkap musuh?
Yang Ren Fang berlari seperti angin dan melompat
tinggi melewati tembok wisma, la tiba di halaman depan
kamar tidurnya dan mendapati pemandangan yang membuat
jantungnya seperti berhenti. Halaman depan itu penuh
dengan mayat penjaga yang sudah hancur tidak utuh lagi.
Darah dan serpihan daging berceceran di mana-mana
membuat mual orang yang melihatnya. Yang Ren Fang
segera menghambur ke dalam kamarnya sambil memanggilmanggil istrinya namun didapatinya kamar itu sudah
kosong. Ia segera berlari ke kamar Yang Hong yang ternyata
juga telah kosong.
Yang Ren Fang semakin panik dan ia berteriak-teriak
dengan sekuat tenaga memanggil anak dan istrinya.
Rupanya teriakan ini membuat para penjaga di luar wisma
berdatangan sambil siap siaga menghunus golok dan
tombak. Bahkan para pendekar kelas atas Tien Lung Men
pun ikut berdatangan karena keributan ini. Mereka berusaha
menenangkan Yang Ren Fang yang seperti kesetanan
memanggil anak dan istrinya. Pai Wu Ya Cen Hui (Gagak- 415 Putih Cen Hui) dan Jien Ming Ti pun ikut datang ke dalam
wisma. Mereka terkejut melihat keadaan wisma yang sudah
berantakan dan berlumuran darah.
"Yang-ti. katakan apa yang terjadi? Mengapa bisa
terjadi seperti ini?" tanya Jien Ming Ti kepada Yang Reri
Fang.
"Kakak pertama, aku tidak tahu apa yang telah terjadi.
Aku sedang mengejar seorang penyusup hingga ke hutan
timur dan ketika aku kembali semua sudah seperti ini. Istriku
dan Yang Hong sudah raib entah ke mana" jawab Yang Ren
Fang kebingungan.
"Jadi maksudmu mereka berdua telah diculik
seseorang? Siapa yang begitu hebat mampu menerobos
markas Tien Lung Men dan menculik adik? Ilmu adik
tidaklah rendah tidak mungkin semudah itu ia dikalahkan
orang" kata Jien Ming Ti dengan marah Ia benar-benar tidak
dapat menerima kenyataan markas Tien lung Men dapat
diterobos semudah ini.
"Kedua tuan muda. lebih baik kita segera melakukan
pencarian di sekitar sini. Aku yakin mereka pasti belum
jauh" kata Cen Hui memberikan saran.
Yang Ren Fang dan Jien Ming Ti segera menyetujui
saran Cen Hui ini.
"Penjaga! Kalian segera menyebar ke seluruh daerah
wisma ini dan cari tanda-tanda keberadaan nyonya Yang dan- 416 putrinya!" teriak Cen Hui memberikan perintah kepada
ratusan penjaga yang telah berkumpul di depan wisma
kediaman Yang Ren Fang.


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Siap!" jawab para penjaga itu serentak.
Mereka semua segera bersama-sama menyusuri
wilayah sekitar wisma itu. mencari tanda-tanda keberadaan
Jien Jing Hui dan Yang Hong. Seluruh daerah itu menjadi
terang benderang oleh lampion dan obor yang dibawa
ratusan penjaga. Setiap jengkal tanah tidak ada satu pun
yang terlewatkan oleh pemeriksaan mereka. Jien Ming Ti
dan Yang Ren Fang pun ikut memeriksa bersama para
penjaga. Mereka cemas sekali akan keselamatan Jien Jing
Hui. Cen Hui sendiri memeriksa mayat-mayat penjaga
yang hancur berantakan. Baru sekali ini ia menemukan ilmu
aneh yang amat kejam seperti ini. menghancurkan badan
korbannya hingga berantakan. Selama ia malang melintang
di dunia persilatan, belum pernah ia bertemu pendekar yang
memiliki ilmu sesat seperti ini. Hatinya berdebar
memikirkan telah datang seorang pendekar golongan sesat
yang mempunyai ilmu setinggi ini untuk menantang Tien
Lung Men.
Tiba-tiba ia dikejutkan oleh teriakan seorang penjaga
yang sedang mencari di luar tembok wisma. Sigap sekali
Cen Hui segera melayang keluar sambil menghunus pedang
Pai Fung (Angin Putih) bersiap siaga untuk menghadapi- 417 segala kemungkinan. Di tempat asal suara sudah berkumpul
sekitar enam tujuh penjaga.
Wajah mereka semua pucat dan gemetaran. Cen Hui
segera menyeruak untuk melihat apa yang sebenarnya
membuat mereka semua gemetaran.
"Astaga!!" kata Cen Hui kaget sekali ketika melihat
hal yang membuat kegaduhan di antara para penjaga itu.
Sesosok mayat tergeletak di antara semak-semak di
belakang tembok wisma Yang Ren Fang. Mayat itu susah
dikenali lagi karena tubuhnya sudah sangat kisut dan kering
sekali hanya tinggal tengkorak saja. seperti seluruh daging
dan darahnya telah disedot keluar. Ada bekas luka
membusuk di lehernya, mungkin dari sanalah darah dan
dagingnya disedot keluar. Siapapun juga yang
melakukannya, amatlah sukar dipercaya kalau ia seorang
manusia. Hanya iblislah yang bisa melakukan tindakan
sekejam ini. Tapi yang membuat Cen Hui terkejut bukanlah
itu melainkan pakaian yang dipakai oleh mayat itu tak lain
adalah pakaian si Kera Emas Wang Ding!
Cen Hui memeriksa mayat itu dengan teliti untuk
memastikan apakah benar itu adalah mayat Wang Ding.
Tapi semakin ia memeriksa dengan teliti, semakin yakinlah
bahwa ia bahwa itu adalah mayat Wang Ding. Selain
bajunya, toya emas Wang Ding pun tergeletak di sebelah
mayat itu. Cen Hui menggelengkan kepalanya dengan tidak
percaya. Ia telah mengenal Wang Ding selama puluhan- 418 tahun dan sekarang sahabatnya itu harus mati dengan tragis
sekali. Sekilas ia melihat ada sepucuk surat menyembul di
balik baju Wang Ding. Ia mengambil dan hendak membaca
isinya ketika Yang Ren Fang dan Jien Ming Ti tiba di sana.
"Paman Cen. apa yang terjadi?" tanya Yang Ren Fang
dan Jien Ming Ti yang datang hampir bersamaan kepada
Cen Hui.
"Kedua tuan muda, lebih baik hal ini kita bicarakan di
dalam. Penjaga, bawa mayat ini ke dalam!" perintah Cen
Hui kepada kedua pengawal.
Yang Ren Fang dan Jien Ming Ti saling
berpandangan heran dan penasaran. Tidak biasanya Cen Hui
kelihatan gelisah seperti sekarang ini. Pastilah telah terjadi
sesuatu yang penting sehingga Cen Hui berubah sikap.
Mereka masuk ke dalam aula utama dengan bertanya-tanya,
apalagi Yang Ren Fang yang kehilangan putri dan istrinya.
Mayat Wang Ding diletakkan di tengah aula utama
yang luas itu. Semua penjaga kemudian diperintahkan
keluar dari aula utama dan menutup pintunya. Kini Cen Hui
baru bisa berbicara kepada Yang Ren Fang dan Jien Ming
Ti dengan lebih terbuka. Ia mengeluarkan surat yang ia
temukan di dalam baju mayat Wang Ding dan
memberikannya kepada Yang Ren Fang. yang segera
membuka dan membacanya dengan tulisan tangan yang
kelihatan acak-acakan dengan suara keras.- 419 "Tien Lung Men adalah sarang buronan. Jien Wei
Cen adalah pengecut besar. Temui aku di bukit Guan Hu jika
tidak ingin putri dan cucumu mati seperti mayat kera bodoh
ini. Kurang ajar!" teriak Yang Ren Fang dengan geram
sekali. Ia meremas-remas surat itu dengan gemas dan
membantingnya ke lantai.
"Paman Cen. benarkah apa yang tertulis di dalam
surat itu bahwa ini adalah mayat paman Wang Ding?" tanya
Jien Ming Ti sambil memandangi mayat itu dengan tidak
percaya.
Cen Hui mengangguk lemah. Ia sebenarnya tidak mau
mengakui hal ini. karena merupakan penghinaan besar
terhadap Tien Lung Men. Tapi kali ini musuh yang dihadapi
begitu misterius dan hebat sekali sehingga ia mau tak mau
harus mengakui agar supaya mereka bisa memikirkan cara
menghadapinya. Tapi Jien Ming Ti menanggapi dengan
laim la yang sudah terbiasa selalu berada di atas dan
dihormati banyak orang, tidak bisa menerima kekalahan
telak dan memalukan seperti ini. Wang Ding adalah satu dari
jagoan Tien Lung Men tingkat atas tapi malah mati
mengenaskan di dalam wisma mereka sendiri, jika hal ini
menyebar keluar tentu Tien Lung Men akan menjadi bahan
tertawaan kalangan dunia persilatan.
"Paman Cen. jangan sampai hal ini menyebar keluar.
Tien Lung Men akan mendapat malu besar jika sampai hal
ini tersiar di dunia persilatan" kata Jien Ming Ti dengan nada- 420 marah, la memandang ke arah mayat Wang Ding dengan
menghina sekali.
"Aku tidak menyangka ilmu paman Wang begitu
rendah sehingga bisa dikalahkan demikian telak, benarbenar mencoreng nama besar Tien Lung Men" kata Jien
Ming Ti dengan sinis, sehingga menimbulkan rasa kaget
pada Cen Hui dan Yang Ren Fang.
"Tuan muda, mengapa anda berkata demikian? Wang
Ding selama ini mengabdi dengan setia kepada Tien Lung
Men. Jasa-jasanya sudah banyak. Mengapa tuan muda
malah menghinanya demikian?" tanya Cen Hui setengah
tidak terima dengan perkataan Jien Ming Ti yang
merendahkan Wang Ding.
"Paman Cen, apakah yang kukatakan barusan salah?
Seharusnya ia sebagai seorang dari Si Sao Tien Lung bisa
menjaga Tien Lung Men dari serbuan pengacau tapi
nyatanya ia malah kalah telak dan tewas mengenaskan" kata
Jien Ming Ti masih sinis.
"Tapi tuan muda. ia..." sebelum Cen Hui selesai
berkata-kata. Yang Ren Fang sudah turun tangan
menengahi.
"Paman Cen. kakak pertama, sudahlah. Pada saat
seperti ini. janganlah kita saling berkelahi dan menyalahkan.
Kita harus mencari cara untuk menyelamatkan Jing Hui dan
Hong-er dari tangan iblis itu" kata Yang Ren Fang dengan- 421 suara berat. Ia benar-benar terpukul atas diculiknya anak dan
istrinya itu.
"Sampai keadaan seperti ini. aku kira tidak ada
pilihan lain kecuali kita harus meminta Jien Pang-cu untuk
keluar dari Liu Sui Tung. Bukankah dalam surat itu
dikatakan tantangan resmi kepada Jien Pang-cu?" kata Cen
Hui memberikan saran.
"Benar, memang hanya ayah yang bisa mengendalikan keadaan ini" kata Jien Ming Ti mengangguk setuju.
"Jadi begitu, baiklah besok pagi-pagi sekali, kita akan
menghadap lagi ke Liu Sui Tung. Semoga Jien Pang-cu
berkenan untuk keluar kali ini. Sementara itu. biarlah
kematian paman Wang menjadi rahasia kita bertiga saja agar
tidak menimbulkan keresahan dalam Tien Lung Men" kata
Yang Ren yang akhirnya memberikan keputusan.
Mereka kemudian membubarkan diri dari aula utama
itu dan mayat Wang Ding dikuburkan secara diam-diam di
hutan belakang markas Tien Lung Men. Cen Hui dan Jien
Ming Ti kembali ke wisma masing-masing untuk
beristirahat, sedangkan Yang Ren Fang masih termenung
sendirian di aula utama.
la tidak ingin kembali ke wismanya dan juga tidak
bisa memejamkan matanya, karena selalu teringat Jien Jing
Hui dan Yang Hong. Hatinya benar-benar tidak tenang
teringat anak istrinya berada dalam cengkeraman iblis sadis
yang mampu menghisap tubuh orang sampai mati. Makin- 422 dipikirkan ia semakin gelisah, hingga akhirnya ia
memutuskan untuk pergi ke Liu Sui Tung lebih awal saja.
Saat itu hari sudah subuh dan mungkin tinggal beberapa saat
lagi sebelum ayam berkokok sebagai tanda pagi tiba.
Yang Ren Fang berjalan menuju ke mulut pintu batu
Liu Sui Tung dengan gelisah dan berat. Hari masih gelap
dan dari dalam gua tidak terdengar apa-apa. Suasana begitu
sunyi mencekam, seakan-akan hendak menunggu sesuatu
yang buruk terjadi. Surai ancaman yang ditinggalkan oleh
sang penculik dikeluarkan lagi dari dalam sakunya. Yang
Ren Fang membaca kembali tulisan penculik itu dengan
suara lirih.
"Tien Lung Men adalah sarang buronan. Jien Wei
Cen adalah pengecut besar. Temui aku di bukit Guan Hu jika
tidak ingin putri dan cucumu mati seperti mayat kera bodoh
ini"
Yang Ren Fang menghela napas panjang. Selama ini
Tien Lung Men tegak berdiri tanpa ada satu pun yang berani
menentang. Kini dalam semalam, reputasi itu berhasil
diambrukkan oleh seorang tokoh misterius yang mampu
menerobos sampai ke jantung markas, membunuh seorang
jagoan Tien Lung Men serta menculik anak dan cucu dari
Jien Wei Cen di depan hidung mereka! Betapa memalukan
jika sampai orang dunia persilatan tahu markas Tien Lung
Men dapat diobrak-abrik seenaknya seperti kandang ayam
saja layaknya. Yang Ren Fang tidak dapat menduga- 423 bagaimana sikap Jien Wei Cen nantinya jika mengetahui
kejadian ini.
Tiba-tiba saja bumi yang dipijak oleh Yang Ren Fang
terasa bergoyang sedikit. Goyangan itu begitu halus
sehingga Yang Ren Fang tidak yakin apakah benar-benar
bergoyang atau hanya perasaannya saja. Ketika ia sedang
memikirkan hal itu kembali tanah bergoncang dengan lebih
keras. Yang Ren Fang segera bersiap siaga, apakah telah
terjadi gempa?
Pintu batu yang menutup Liu Sui Tung tiba-tiba
bergoyang dengan keras sekali, seakan-akan disentakkan
oleh tenaga yang sangat kuat. Yang Ren Fang yang
menyadari sesuatu akan terjadi, segera mundur dengan
melompat ke belakang sejauh-jauhnya. Perkiraannya
ternyata tepat sekali, karena sesaat kemudian, pintu batu itu
meledak dan hancur berkeping-keping! Yang Ren Fang
mengeluarkan tenaga dalamnya sampai ke puncak untuk
menahan serpihan dan pecahan batu yang beterbangan ke
mana-mana. Kabut debu yang terjadi akibat ledakan
menutupi pandangan Yang Ren Fang untuk sesaat sehingga
ia tidak bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi.
Baru setelah kabut debu agak mereda. Yang Ren Fang
dapat melihat sesosok bayangan tengah berdiri dengan
gagahnya di mulut gua Liu Sui Tung. Malam itu gelap
sehingga ia tidak bisa melihat jelas siapakah bayangan itu.
tapi dari sosok tubuhnya. Yang Ren Fang dapat
memperkirakan ia tidak lain adalah ketua Tien Lung Men.- 424 Sen Sou Mo Ciao Jien Wei Cen sendiri! Jien Wei Cen
memakai baju sederhana dengan jubah luar bersulam
benang emas maju melewati tumpukan pecahan batu yang
berserakan menuju ke arah Yang Ren Fang.
"Siapakah yang berani menghina Tien Lung Men?"
kata Jien Wei Cen dengan suara menggelegar memekakkan
telinga, ia melangkah dengan tenang sekali melewati
tumpukan pecahan pintu batu yang berserakan ke manamana.
"Hormat kepada ketua!" kata Yang Ren Fang sambil
berlutut memberi hormat begitu melihat Jien Wei Cen.
"Fang-er. berdirilah Di sini tidak ada orang lain.
engkau tidak perlu sungkan kepadaku" kata Jien Wei Cen
kepada Yang Ren hang
"Terima kasih ketua" kata Yang Ren Fang sambil
bangkit berdiri.
Yang Ren Fang kini bisa menatap wajah Jien Wei Cen
dengan lebih jelas karena berhadapan muka. Alangkah
kagetnya ia ketika melihat wajah ayah mertuanya itu yang
seperti berumur empat puluhan saja, padahal usia Jien Wei
Cen sudah hampir enam puluh tahun!
"Fang-er. engkau kaget melihat perubahan diriku?"
tanya Jien Wei Cen dengan penuh percaya diri.
"Ya. Pang-cu kelihatan jauh lebih muda duapuluh
tahun" kata Yang Ren Fang sambil terheran-heran.- 425 "Hahahahha. akhirnya aku telah menguasai ilmu
sempurna sehingga mampu meremajakan kembali tubuhku.
Jika aku berlatih satu tahun lagi. maka tubuhku akan
kembali muda sepuluh tahun hhahahahah" kata Jien Wei
Cen sambil tertawa gembira. Tampaknya ilmu Tien Lung Ta
Fa miliknya benar-benar sudah mencapai tahap sempurna
sehingga ia bisa kembali muda. Sungguh pencapaian luar
biasa seperti dalam legenda saja!
"Fang-er. tadi di dalam Liu Sui Tung. aku mendengar
engkau mengatakan hal yang buruk tentang Tien Lung Men.
mengapa engkau katakan itu?" tanya Jien Wei Cen sambil
memandang Yang Ren Fang dengan penuh selidik.
Pertanyaan ini membuat Yang Ren Fang kaget dan gugup.
Tidak saja karena ia takut menyampaikan tentang
penculikan Jien Jing Hui dan Yang Hong tapi juga ia kaget
karena tadi ia membacakan surat itu dengan lirih sekali,
bagaimana mungkin Jien Wei Cen yang berada di dalam Liu
Sui Tung dibatasi oleh pintu batu yang tebal, mampu
mendengar perkataan yang hanya bisa didengar oleh dirinya
sendiri itu?
"Ampun. Pang-cu. Aku seorang yang tidak berguna,


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak mampu memimpin Tien Lung Men dengan baik" kata
Yang Ren Fang sambil menunduk, tidak berani sedikit pun
menatap wajah Jien Wei Cen. Kemudian Yang Ren Fang
menceritakan detil kejadian ia menyelamatkan Han Cia Pao.
pertemuan mereka dengan Jenderal Song Wei Hao serta
pengepungan Tien Lung Men oleh pasukan kerajaan dan- 426 para pendekar golongan sesat, serta terakhir kematian Wang
Ding dan penculikan Jien Jing Hui serta Yang Hong yang
baru saja terjadi.
"Hmmm jadi begitu kejadiannya" kata Jien Wei Cen
sambil memejamkan mata setelah mendengarkan seluruh
kisah dari Yang Ren Fang.
"Ampuni aku atas ketidakmampuanku" kata Yang
Ren Fang lagi sambil membungkuk hormat di depan Jien
Wei Cen.
"Fang-er. ini bukan salahmu. Tampaknya selama aku
bertapa beberapa tahun terakhir ini untuk mendalami Tien
Lung Ta Fa. sudah bangkit banyak musuh tangguh.
Hahahahha sungguh menyenangkan, sungguh menyenangkan!" kata Jien Wei Cen sambil tertawa senang. Darah
pendekarnya kembali menggelegak mendengar ada
pendekar lain yang mempunyai kemampuan setara
dengannya.
"Tapi Pang-cu. kita telah kehilangan Ketua Selatan
Cing Hou Wang Ding" kata Yang Ren Fang berusaha
mengingatkan kembali Jien Wei Cen akan kematian Wang
Ding yang tragis.
"Hmmm. ya aku juga merasa sangat menyesal atas
kematian Wang Ding. Selama ini ia begitu setia membangun
Tien Lung Men bersama-sama denganku tapi akhir
hidupnya begitu tragis. Fang-er. jika aku mendengar
ceritamu tampaknya kita berhadapan dengan ilmu Pei Ming- 427 Sen Kung yang sudah lama dikira musnah" kata Jien Wei
Cen. "Pei Ming Sen Kung? Pang-cu. aku baru kali ini
mendengarnya" kata Yang Ren Fang keheranan.
"Memang ilmu ini sudah musnah dulu sekali, ketika
aku masih kanak-kanak ada seorang jenderal dinasti Tang
bernama Fang Yung Li yang memusnahkan para
pemberontak sisa-sisa kerajaan Sui. Ia begitu kejam,
membantai semua pemberontak sendirian dan mandi dengan
darah mereka. Kabarnya ia amat hebat karena menguasai
ilmu sesat Pei Ming Sen Kung yang mampu menghisap
hawa tenaga dan darah lawan. Ketika mendiang Kaisar Gao
Zu mendengar hal ini. ia sangat marah memerintahkan agar
Jenderal Fang Yung Li dicopot dari jabatannya dan dihukum
mati. Setelah itu tidak pernah terdengar lagi kabar ada orang
yang mampu menguasai ilmu sesat Pei Ming Sen Kung
hingga sekarang? jelas Jien Wei Cen.
"Jadi maksud Pang-cu. Jenderal Fang Yung Li inilah
yang datang malam ini dan menculik Jien Jing Hui dan Yang
Hong?" tanya Yang Ren Fang.
"Mungkin, tapi jika demikian pastilah Fang Yung Li
sudah berumur seratus tahun lebih sekarang" kata Jien Wei
Cen dengan pandangan menerawang. Tampaknya ia tengah
mengukur kira-kira kekuatan Fang Yung Li ini jika bertemu
dengannya nanti.- 428 "Fang-er. bukankah tadi engkau mengatakan ada
sepucuk surat di tubuh Wang Ding? Aku ingin melihatnya"
kata Jien Wei Cen kepada Yang Ren Fang. yang segera
mengambil surat itu dari balik bajunya. Ia bermaksud
menyerahkannya kepada Jien Wei Cen. tapi sebelum ia
sempat melakukannya. Jien Wei Cen sudah menunjukkan
kedua jari kanannya dan surat itu pun seperti menurut,
terbang melayang menuju tangan Jien Wei Cen. Sungguh
sebuah pertunjukkan tenaga dalam yang luar biasa!
Jien Wei Cen membaca surat itu dan melihat tulisan
tangan yang acak-acakan. Ia mengangguk-angguk tanda
mengerti, tapi Yang Ren Fang sendiri masih heran apa yang
telah dimengerti oleh ayah mertuanya itu. Apakah ada
sesuatu yang menerangkan dalam surat itu? Yang Ren Fang
telah membacanya dua kali tapi tidak merasa telah
menemukan sesuatu.
"Ternyata memang benar Fang Yung Li masih hidup"
kata Jien Wei Cen sambil melipat surat itu dan
memasukkannya ke dalam bajunya.
"Apa? Bagaimana Pang-cu bisa tahu?" tanya Yang
Ren Fang.
"Tulisan tangan ini adalah tulisan tangan orang yang
tidak waras. Pastilah orang yang menulis ini adalah orang
gila dan aku percaya jika Fang Yung Li masih hidup,
pastilah ia sudah gila sekarang" jelas Jien Wei Cen.- 429 "Jadi benar Pei Ming Sen Kung yang membunuh
Wang Ding dan menculik Jing Hui dan Hong-er?" tanya
Yang Ren Fang lagi.
Jien Wei Cen mengangguk membenarkan.
"Tapi apapun yang terjadi dan siapapun yang
menghalangi aku menolong anak dan cucuku, tidak akan
kuampuni, bahkan meskipun itu adalah iblis dari neraka
sekalipun" kata Jien Wei Cen dengan gagah.- 430 -- 431 23. Dendam Lama Hutang Baru
an Cia Sing memacu kudanya dengan kencang sekali,
meskipun ia tidak terlalu mahir berkuda tapi
semangatnya untuk segera sampai di Yi Chang amat
membara. Bahkan Ma Xia dan Ce Ke Fu yang ahli
menunggang kuda saja sampai ketinggalan, apalagi
Wongguo Yuan yang tidak biasa berkuda. He Gan dan Liu
Da pun jadi ikut bersemangat memacu kuda berlomba
dengan Han Cia Sing.
Kini mereka sudah berada di daerah Xiang Fan.
mungkin jika memacu kuda dengan kecepatan seperti
sekarang ini. dalam dua hari saja mereka akan tiba di Yi
Chang. Bukit-bukit dan anak sungai terlihat mewarnai
sepanjang perjalanan, yang sebenarnya sangat bisa
dinikmati jika mereka tidak dikejar waktu seperti sekarang
ini. Bahkan Han Cia Sing pun jika beristirahat selalu tidak
tenang dan gelisah, seperti tidak ingin membuang waktu
barang sesaat pun agar segera bisa tiba di Yi Chang.
Kini mereka memasuki dataran yang memanjang
menuju lembah sungai Yang Tze yang lebar. Suasana
berbukit-bukit dan jalan semakin menyempit karena mereka
memilih jalan kecil yang sempit dan jarang dilalui orang
untuk menghindari patroli tentara kerajaan yang semakin
rapat menjelang markas Tien Lung Men. Wongguo Luo dan
Ce Ke Fu yang mempunyai banyak pengalaman menjadi
semakin waspada, mengingat daerah sempit seperti ini
H- 432 sangat rawan jebakan musuh. Tapi tampaknya hal itu tidak
menghalangi niat Han Cia Sing sama sekali untuk terus
memacu kudanya menuju Yi Chang.
Ketika akhirnya malam tiba dan mereka beristirahat
di sebuah kaki bukit. Han Cia Sing seperti biasa termenung
sendirian memandangi langit. Ia teringat dengan ibunya Pai
Lien. yang amat suka memandangi langit malam. Ah. betapa
indahnyajika ibunya masih hidup, demikian pula ayahnya
Han Kuo Li berada di sampingnya. Ia tidak perlu lagi
menjalani hidup yang terlunta-lunta seperti saat sekarang
ini. Tapi semua itu hanyalah cita-cita yang tidak kesampaian
belaka. Sekarang ia harus rela menerima kenyataan
kehilangan kedua orang tuanya dan menjadi yatim piatu.
Satu-satunya keluarga yang masih tersisa hanyalah tinggal
kakak tirinya Han Cia Pao.
"Sing-ke (kakak Sing). kau melamun lagi ya?" tanya
Wongguo Yuan yang sudah berada di sisinya dengan tibatiba sehingga mengejutkan Han Cia Sing yang tengah
termenung.
"Ehmmm. tidak, aku sedang memandangi langit
malam saja" kata Han Cia Sing berbohong.
"Sing-ke. kakek menyuruhku memberikan man tau
dan daging asin ini kepadamu" kata Wongguo Yuan sambi
menyerahkan sebuah bungkusan.
"Terima kasih. A Yuan" kata Han Cia Sing singkat
saja.- 433 "Sing-ke. kulihat engkau selalu merenung dan
menyendiri sejak dari desa Pei-An hingga kemari. Kakek
mengatakan engkau sedang sedih karena kejadian yang
menimpa keluarga kakak, benarkah itu?" tanya Wongguo
Yuan dengan polos sekali.
Han Cia Sing hanya bisa mengangguk saja
menanggapi pertanyaan ini.
"Sing-ke. jangan terlalu bersedih. Aku sendiri sejak
kecil sudah tidak mengetahui siapakah ayah ibuku sehingga
aku bisa merasakan bagaimana tidak enaknya tidak
mempunyai orang tua. Meskipun kakek begitu
menyayangiku, tapi aku tetap merasa ada kurang karena
belum pernah merasakan kasih sayang kedua orangtuaku"
kata Wongguo Yuan mencoba menghibur Han Cia Sing.
"A Yuan. kau mungkin benar" kata Han Cia Sing
sedikit bergetar. Ia merasa tidak enak karena dinasihati oleh
seorang gadis yang usianya lebih muda dari dirinya. Tapi
mungkin apa yang dikatakan Wongguo Yuan ada benarnya
juga. Ia sudah harus kehilangan ayah ibunya sedari kecil,
masih lebih beruntung Han Cia Sing yang mendapatkan
kasih sayang orang tua selama masa kecilnya.
"Sing-ke. kata kakekku sebentar lagi kita akan tiba di
wilayah Tien Lung Men. Beliau khawatir dengan
keselamatanku sehingga melarangku masuk ke daerah itu.
Nanti jika ada desa terdekat, aku dan Xia-cie (kakak Xia)
akan ditinggalkan sementara di sana hingga kakek kembali- 434 menjemput kami. Sebelum kita berpisah, bolehkah aku
melihat Sing-ke tersenyum kembali seperti saat kita pertama
kali bertemu. Aku ingin sekali melihat Sing-ke kembali
seperti semula, tidak pemurung lagi seperti sekarang" kata
Wongguo Yuan sambil memandang Han Cia Sing dengan
wajahnya yang kemerah-merahan dan matanya yang jernih.
Han Cia Sing menjadi gugup dan tidak tahu harus
berkata apa kepada gadis manis yang lugu dan baik hati ini.
Akhirnya sebuah senyuman mengembang di bibir Han Cia
Sing. membuat wajah Wongguo Yuan yang kemerahan
menjadi semakin merah karena gembira.
"Sing-ke. akhirnya setelah sekian lama engkau
tersenyum juga. Aku sangat senang sekali, aku akan
memberitahukan hal ini kepada Xia-cie. Ia pasti juga sangat
senang mendengarnya" kata Wongguo Yuan sambil berlari
dengan gembira ke arah api unggun tempat teman-teman
lainnya sedang berkumpul menghangatkan badan sebelum
Han Cia Sing sempat mencegahnya. Wongguo Yuan
memang seorang gadis yang ceria dan perhatian, lain dengan
Ma Xia yang lebih cenderung keras.
"Cia Sing. besok malam kita akan tiba di Yi Chang.
Tapi sebelumnya kita harus mencarikan tempat dulu untuk
kedua gadis itu menginap. Tien Lung Men sekarang dalam
keadaan genting, akan sangat merepotkan jika kita harus
melindungi dua gadis itu sambil menghadapi musuh" kata
Ce Ke Fu sambil duduk di samping Han Cia Sing dan
membuka seguci arak yang ia beli di kedai tadi siang. Ia- 435 meneguk arak itu dengan nikmat sekali dan menyeka sisa
arak yang jatuh dengan punggung tangannya.
"Itu adalah pendapat yang baik. Besok kita akan
mencarikan tempat bagi A Xia dan A Yuan menetap selama
kita berada di Tien Lung Men" kata Han Cia Sing
menimpali.
"Paman Ce. bolehkah aku bertanya sesuatu padamu?"
tanya Han Cia Sing.
"Tanyakan saja" kata Ce Ke Fu masih menikmati
araknya.
"Apakah paman Ce mempunyai keluarga?" tanya
Han Cia Sing lagi.
Ce Ke Fu memandang wajah Han Cia Sing seakanakan ia baru melihat sesuatu yang aneh pada diri Han Cia
Sing.
"Maksudmu anak dan istri? Hmmm. sejak muda aku
selalu senang hidup mengembara seorang diri. kemudian
aku bertemu dengan Jien Pang-cu. Aku melihat ia sebagai
seorang pendekar besar yang bisa dijadikan pemimpin dan
panutan. Sejak saat itu aku menjadi anggota Tien Lung Men
hingga sekarang. Mengenai keluarga, aku tidak pernah
memikirkannya. Cia Sing. mengapa engkau menanyakannya, apakah engkau rindu akan keluargamu?" tanya Ce Ke
Fu setelah selesai menjelaskan.- 436 "Iya benar paman Ce. Aku sedang memikirkan
keluargaku. Mengapa nasib tragis menimpa keluarga kami.
padahal ayahku adalah seorang jenderal yang setia pada
dinasti Tang" keluh Han Cia Sing.
"Kadang hidup ini memang tidak selalu adil. Lupakan
kehidupan yang tidak adil tapi berjuanglah untuk menjalani
hidup dengan adil. Jangan pernah menyerah kepada nasib"
kata Ce Ke Fu memberikan semangat.
Han Cia Sing mengangguk lemah.
"Cia Sing. engkau juga jangan berpikiran buruk dulu
terhadap kerajaan. Sekarang ini kekuasaan asli bukan berada
di tangan Kaisar tapi di tangan para menteri penjilat.
Merekalah yang sebenarnya merusak citra kerajaan dan
harus dimusnahkan. Tien Lung Men selama ini juga sudah
mulai menunjukkan kekuatan menentang para bangsawan
dan menteri-menteri yang tidak becus dan hanya memeras
rakyat. Mungkin ini juga salah satu sebab kami begitu
dimusuhi oleh kerajaan" kata Ce Ke Fu lagi.
"Jadi apakah aku harus diam saja menerima
ketidakadilan ini?" tanya Han Cia Sing
"Tidak. Setiap ketidakdilan dan kebohongan di dunia
ini harus diberantas, hanya saja kadang caranya tidak sesuai
seperti sang kita rencanakan" jawab Ce Ke Fu.
"Maksud paman Ce?" tanya Han Cia Sing masih
belum jelas.- 437 "Maksudku, kadang-kadang rencana pembalasan
yang kita inginkan itu tidak akan terlaksana, tapi nanti
langitlah yang akan menghukum orang yang berbual jahat
Perbuatan akan mendapat pahala, perbuatan jahat akan
mendapatkan hukuman. Kita sebagai manusia, kadang

Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kadang tidak bisa mengatur jalur nasib kita sendiri" kata Ce
Ke Fu dengan bijaksana.
"Iya. saya mengerti" kata Han Cia Sing dengan lirih.
Apa yang dikatakan Ce Ke Fu memang amat dirasakan
sendiri oleh Han Cia Sing. Kematian ibunya dan
pembuangannya ke utara adalah hal yang bukan
kemauannya sendiri, tapi di balik itu ada juga berkah
tersembunyi yang ia dapatkan, yaitu ilmu misterius Shi Sui
Yi Cin Cing di langit-langit gua serigala. Barangkali para
pendekar dunia persilatan akan rela saling berbunuhan untuk
mendapatkan ilmu ajaib itu. tapi justru ilmu ajaib itu malah
jatuh ke tangan seorang remaja tanggung seperti dirinya ini.
Bukankah itu semua merupakan kehendak langit?
Sekarang ini. berita kematian ayah dan keluarga besar
Han amat menyesakkan dada Han Cia Sing. Ia benar-benar
ingin marah namun tidak tahu harus marah kepada siapa.
Kata-kata Ce Ke Fu barusan kembali menyadarkannya,
seperti siraman air segar di tengah padang gurun kebencian.
Han Cia Sing menyadari bahwa manusia biasa tidak akan
pernah bisa mengatur nasibnya sendiri, juga setiap bencana
haruslah diambil hikmahnya. Dulu Lu Xun Yi juga sering
mengajarkan kebijaksanaan dan sikap mawas diri- 438 kepadanya, terutama di saat-saat kebenciannya terhadap
orang-orang yang pernah mencelakainya timbul ke
permukaan hatinya. Sambil mengingat-ingat ajaran Lu Xun
Yi kepadanya. Han Cia Sing mulai mengosongkan hati dan
menjernihkan pikirannya dari segala benci dan dendam,
meninggalkan segala kekisruhan dunia menuju jalan pikiran
kebenaran dan keadilan. Ce Ke Fu yang melihat Han Cia
Sing mulai bersemedi, pelan-pelan meninggalkan dirinya
dan kembali bergabung dengan lainnya.
*** Pagi hari itu. suasana di markas besar Tien Lung Men
benar-benar lain daripada hari-hari sebelumnya. Sekitar
lima ratus orang lebih berbaris dengan gagahnya di bawah
sinar matahari pagi. menunggu munculnya pemimpin besar
mereka sang Tangan Dewa Kaki Iblis Jien Wei Cen. Pakaian
perang dan senjata mereka berkilauan ditimpa sinar
matahari pagi. Wajah-wajah mereka menampakkan
kegagahan dan kebanggaan menjadi anggota partai Naga
Langit tanpa tandingan. Tien Lung Men.
Di barisan terdepan, berdiri sebagian dari Se Liu Jiang
Siung (Enam Belas Pendekar Terkuat) seperti Pai Wu Ya
Cen Hui (Cen Hui sang Gagak Putih), kemudian Bao J i
Sang Sing Kui Hu Sang (Setan Sedih dari Bao Jing) Hu
Sang. Fei Hu Tao (Golok Harimau Terbang) Chen Yung dan
Sung Ge Cien (Pedang Pengantar Tamu) Chang Ye Ping.
para penjaga depan markas Tien Lung Men. Hong Cu Chung
dan Gao Guen. Suang Fu (Kapak Kembar) He Ta Fu dan He- 439 Siao Fu yang bersenjata kapak lebar dan kapak ganda kecil,
terakhir adalah Yang Ren Fang dan Jien Ming Ti.
"Pang-cu. tiba!!!" teriak seorang penjaga dengan
lantang, menandakan kedatangan Jien Wei Cen sang
pemimpin.
Dari dalam wisma utama, muncul seorang laki-laki
gagah berpakaian emas dengan jubah merah, melangkah
dengan tenang menuju depan aula. Wajahnya yang tegas dan
penuh wibawa tampak lebih muda dua puluh tahun dari usia
sebenarnya, menandakan ilmunya sudah mencapai tahap
yang luar biasa. Seluruh pengikut partai Tien Lung Men
serentak berlutut memberi hormat kepada pemimpin mereka
ini. "Hidup yang mulia. Jien Pang-cu. Jayalah partai Tien
Lung Men!" teriakan ratusan pendekar membahana di
seluruh halaman utama, benar-benar menggetarkan
perasaan hati yang mendengarnya.
Jien Wei Cen mengangkat tangannya tinggi-tinggi,
mempersilakan seluruh pengikutnya untuk berdiri. Dengan
penuh wibawa ia menunggu semuanya untuk berdiri,
kemudian ia duduk di singgasana ketua yang telah
disediakan di atas panggung. Di sebelahnya berkibar-kibar
bendera besar partai Tien Lung Men yang bergambar naga
merah ditiup angin. Benar-benar kekuasaan dan
kewibawaan yang tidak kalah dengan Kaisar Tang sendiri!- 440 "Semua pengikut Tien Lung Men yang setia, sudah
lama sekali aku tidak hadir bersama-sama dengan kalian.
Senang sekali rasanya hari ini aku bisa berkumpul dengan
kalian. Tien Lung Men adalah partai terbesar di dunia
persilatan, bahkan melebih Shaolin dan Hai Sa Bai. ataupun
partai-partai manapun di kolong langit ini. Semua ini adalah
berkat kekuatan kita semua yang membangunnya dengan
keringat dan darah. Sekarang, partai-partai golongan sesat
bersatu dan didukung pasukan kerajaan. hendak mencoba
kekuataan partai Tien Lung Men. apakah kita akan takut dan
gentar?" tanya Jien Wei Cen dengan menggunakan tenaga
dalamnya, sehingga bahkan yang berdiri paling belakang
pun merasakan gendang telinganya seakan mau pecah
merasakan getaran suaranya.
"Tien Lung Men tidak pernah takut mati. jayalah Tien
Lung Men!!!" teriakan dan sorak-sorai membahana dari
seluruh pengikut Tien Lung Men menjawab pertanyaan Jien
Wei Cen
"Bagus! Bagus! Memang aku tidak pernah meragukan kalian. Tapi yang perlu aku ingatkan kepada kalian,
bahwa musuh-musuh kita kali ini bukan pendekar biasa, tapi
adalah para pendekar dengan kemampuan luar biasa.
Kemarin malam, seorang pendekar setia Tien Lung. Ketua
Selatan Wang Ding telah gugur dalam usahanya mencegah
penculikan putri dan cucuku. Ia adalah contoh pendekar
yang patut kita hargai dan kita contoh" kata Jien Wei Cen
kemudian ia berhenti sejenak. Ia tahu kabar yang- 441 dikatakannya ini pasti akan menimbulkan kehebohan di
kalangan pengikut Tien Lung Men.
Memang hampir semua orang kecuali Cen Hui. Yang
Ren Fang dan Jien Ming Ti. saling berbisik dan
berpandangan dengan heran. Ketua Selatan Kera Emas
Wang Ding berilmu sangat tinggi, tidak mudah mencari
tandingan di dunia persilatan, tapi terbunuh di dalam markas
Tien Lung Men sendiri. Seberapa hebatkah sang penyusup
itu? Hanya saja Cen Hui merasa heran, mengapa justru
Jien Wei Cen mengabarkan berita yang menggemparkan
dan meruntuhkan semangat ini kepada seluruh pengikut
Tien Lung Men. Bukankah hal ini akan menyebabkan
runtuhnya semangat para pengikut? Yang Ren Fang pun
merasakan keanehan ini. mengapa hal ini dikatakan kepada
seluruh orang. Ia dan Cen Hui kemarin berusaha keras
menjaga agar berita kematian Wang Ding tidak tersebar,
malah sekarang Jien Wei Cen sendiri yang mengumumkannya. "Kalian tentu akan merasa heran dan gentar
menghadapi musuh yang sehebat ini. Hati kita terasa gentar
dan heran. Tapi inilah sebabnya aku mengatakan hal ini
kepada kalian, supaya kalian lebih waspada dan berjagajaga. Lawan sehebat apapun, jika kita hadapi dengan berani
dan berhati-hati. tidak akan mampu mengalahkan kita. Tien
Lung Men didirikan atas dasar keberanian dan kekuatan kita
sendiri sehingga mampu tegak berdiri selama duapuluh- 442 tahun. Aku Jien Wei Cen tidak akan membiarkan siapapun
untuk mengacau dan aku berjanji kepada langit dan bumi.
bahwa aku akan membalaskan dendam Wang Ding.
siapapun juga orang yang telah membunuhnya! Tien Lung
Men adalah partai nomor satu di dunia persilatan, tidak
seorang pun akan kubiarkan meremehkannya!!" kata Jien
Wei Cen dengan semangat berapi-api.
Kata-kata Jien Wei Cen ini mampu membakar
semangat seluruh yang hadir.
Mereka semua berteriak-teriak penuh semangat dan
mengacungkan senjata masing-masing ke atas sehingga
suasana menjadi riuh rendah. Tidak heran jika Jien Wei Cen
sanggup menjadi ketua Tien Lung Men, karena selain ilmu
silatnya yang luar biasa hebat, ternyata ia juga mempunyai
kemampuan mempengaruhi ratusan orang Para pengikut
Tien Lung Men yang tadi sempat gentar mendengar kabar
kematian Wang Ding. kini berhahk meniadi bersemangat
sekali Mungkin ini jauh lebih baik daripada membicarakan
kematian Wang Ding di belakang dan menimbulkan desasdesus yang tidak benar yang pada gilirannya akan
mempengaruhi semangat tempur para pendekar Tien Lung
Men. "Semua pengikut Tien Lung Men yang setia, seperti
yang kukatakan tadi. Putri dan cucuku telah diculik oleh
para pengecut sesat. Mereka mengancam akan membunuh
mereka jika aku tidak datang ke bukit Guan Hu sendirian
saja hari ini" kata Jien Wei Cen melanjutkan. Kali ini- 443 terdengar teriakan-teriakan yang ingin ikut bertempur
bersama Jien Wei Cen. bersama-sama menuiu buku Guan
Hu. Jien Wei Cen mengangkat tangannya berusaha
menenangkan para pengikut Tien Lung Men yang
semangatnya sedang berkobar-kobar itu.
"Aku tahu kalian semua sangat setia dan pemberani,
tapi para pengecut itu menginginkan aku datang sendiri.
Aku Jien Wei Cen. selama ini selalu bertindak terangterangan dan gagah, tidak pernah takut dan
menyembunyikan sesuatu apapun Aku akan datang sendiri
kepada mereka dan dengan tanganku sendiri aku akan
merebut putri dan cucuku kembali" kata Jien Wei Cen
dengan gagah berani bahkan terkesan sombong. Memang
sedari dulu Jien Wei Cen terkenal sebagai pendekar yang
tinggi hati. sama sekali tidak mau merendah kepada
siapapun tapi mungkin itulah yang membuat banyak orang
mau menjadi pengikutnya.
Semua pengikut Tien Lung Men kembali bersoraksorai gembira mendengar kata-kata Jien Wei Cen barusan
Mereka mulai meneriakkan kata-kata memuji pemimpin
mereka sebagai tanpa tandingan di kolong langit. Seruan itu
membahana ke seluruh lembah Yi Chang dan menggetarkan
markas Tien Lung Men. Jien Wei Cen sendiri tersenyum
bangga sambil memandangi ratusan pendekar yang
bersorak-sorai memuji dirinya.
Begitulah pertemuan besar pagi hari itu. benar-benar
mengukuhkan Jien Wei Cen sebagai seorang pemimpin Tien- 444 Lung Men yang gagah dan berwibawa. Semua permasalahan
dan kekhawatiran yang muncul selama ia berada di dalam
pertapaan, seakan langsung memudar begitu mendengar
kata-kata Jien Wei Cen. Mereka seakan-akan menemukan
keberanian yang selama ini hilang karena dikepung rapat
oleh pendekar-pendekar sesat dan pasukan kerajaan sebulan
lebih. Tidak heran jika Jien Wei ( cn masuk kembali ke aula
dengan tersenyum puas dan bangga. Cen Hui. Yang Ren
Fang dan anaknya Jien Ming Ti berjalan di belakangnya
dengan rasa hormat.
Jien Wei Cen duduk di atas singgasana ketua Tien
Lung Men. Hiasan dari emas memenuhi seluruh bagian aula
itu. termasuk kursi ketua partai yang berdiri gagah di bagian
tengah ruangan. Di belakang kursi emas berukir naga itu.
terpampang lukisan besar yang memenuhi dinding, lukisan
seekor naga yang menari di atas awan. Puisi yang terdapat
pada lukisan itu berbunyi : "Langit dan laut bagai tanpa tepi.
naga langit tanpa tandingan."
Sambil tersenyum bangga. Jien Wei Cen menepuk
pinggiran kursi emasnya dengan pelan sambil memandang
ketiga orang yang berdiri di hadapannya. Tampaknya
memang segala sesuatu berjalan lebih mudah jika Jien Wei
Cen sendiri yang muncul memimpin.
"Tie (ayah), apakah Tie benar-benar ingin pergi
sendirian membebaskan adik dan Hong-er?" tanya Jien
Ming Ti kepada Jien Wei Cen.- 445 "Tentu saja. Ti-er. Aku sudah berkata demikian, tentu
saja akan kulakukan" jawab Jien Wei Cen dengan tegas.
"Tapi. Tie. mereka pasti sudah menyiapkan banyak
jebakan dan perangkap. Bukan tidak mungkin mereka akan
menyiapkan pembokong untuk menusuk Tie dari belakang"
kata Jien Ming Ti dengan cemas.
"Benar. Pang-cu. Mungkin lebih baik aku dan tuan
muda ketiga ikut berangkat bersama menemani Pang-cu"
kata Cen Hui memberi saran.
"Cen Hui. kau sudah mengikutiku puluhan tahun,
tentu tahu sifatku yang tidak pernah menolak tantangan
bertarung. Apalagi orang itu sudah menghina Tien Lung
Men dengan membunuh Wang Ding dan menculik putri
beserta cucuku. Penghinaan semacam ini hanya bisa ditebus
dengan membunuh orang kurang ajar itu dengan tanganku
sendiri" kata Jien Wei Cen dengan tegas sekali. Tampaknya
tekadnya sudah bulat dan tidak bisa dibatalkan lagi.
"Baik. Ketua Timur menuruti perintah Pang-cu" kata
Cen Hui sambil menjura hormat.
"Pang-cu. ijinkan aku ikut bersama. Bagaimanapun
juga Hui-er dan Hong-er adalah sebenarnya tanggung
jawabku sebagai suami dan ayahnya. Aku mohon Pang-cu
mengabulkan sebagai tanda permintaan maafku karena
gagal melaksanakan tugas sebagai kepala rumah tangga"
kata Yang Ren Fang sambil maju memberi hormat.- 446 "Hmmmm. Fang-er. memang apa yang kau katakan
itu ada benarnya juga. Baiklah nanti setelah matahari berada
di barat, engkau dan aku akan pergi ke bukit Guan Hu untuk
menghajar manusia-manusia kurang ajar itu. Setelah itu aku
yakin mereka tidak akan berani lagi macam-macam dengan
Tien Lung Men" kata Jien Wei Cen.
"Pang-cu. Fang-er akan berusaha sebaiknya" kata
Yang Ren Fang.
"Bagus!" puji Jien Wei Cen kepada menantunya itu.
Ia memang paling suka dengan Yang Ren Fang. bahkan
melebihi kepada kedua putranya sendiri. Bukan tidak
mungkin di masa mendatang, pucuk pimpinan Tien Lung
Men akan diserahkan kepada Yang Ren Fang. Kedua putra
Jien Wei Cen memang kurang wibawa, lagipula ilmu silat
mereka lemah dan suka berfoya-foya.
"Pang-cu. Ketua Utara dan Ketua Barat masih dalam
perjalanan. Mohon petunjuk Pang-cu selama Pang-cu tidak


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ada" kata Cen Hui.
"Ce Ke Fu dan Wen Shi Mei mungkin akan tiba dalam
waktu satu dua hari ini. Tie. apakah tidak lebih baik
menunggu mereka saja?" tanya Jien Ming Ti kepada
ayahnya.
"Ti-er. menunggu sehari atau setahun, sebenarnya
tidak berpengaruh apapun selama kita mempunyai
kemampuan" kata Jien Wei Cen mencoba menyadarkan
anak sulungnya itu. Jien Ming Ti tampaknya sadar akan- 447 perkataan ayahnya itu sehingga kemudian memilih berdiam
diri.
"Ketua Timur, selama aku dan Fang-er pergi ke bukit
Guan Hu. engkau yang memimpin pertahanan markas.
Segala sesuatu engkau putuskan demi kebaikan Tien Lung
Men. Ti-er. engkau bertanggung jawab atas keselamatan
adikmu Wu-er dan cucuku Feng-er. Ingat jangan kalian
lupakan tugas ini. Musuh sudah mengancam di depan pintu,
jangan sampai kalian lengah barang sedikitpun" kata Jien
Wei Cen memberikan perintah. Cen Hui. Yang Ren Fang
dan Jien Ming Ti langsung serentak memberikan hormat dan
menyanggupinya.
Begitulah waktu berjalan seperti merayap. Sore hari
yang dijanjikan serasa begitu jauh. Apalagi Yang Ren Fang
yang amat gelisah menunggu tibanya sore. Ia berjalan-jalan
dengan gelisah sekali di dalam kamarnya. Kadang ia duduk
di kursi bundar menatap kosong ke arah taman, kadang ia
berjalan-jalan di depan pintu kamarnya. Pedang milik Yang
Hong anaknya pun ia elus-elus dengan perasaan kasih,
seakan-akan itu adalah anaknya sendiri. Tampaknya suasana
hati Yang Ren Fang benar-benar sedang kacau, sampaisampai ketika seorang dayang datang hendak
memberitahukan panggilan dari Jien Wei Cen. ia masih saja
duduk termenung.
"Tuan muda ketiga!" akhirnya dayang itu berteriak
agak keras karena Yang Ren Fang masih saja termenung.- 448 Panggilan terakhir ini rupanya bisa membuat Yang Ren
Fang tersadar dari lamunannya.
"Ya. ada apakah?" tanya Yang Ren fang masih belum
tersadar dari lamunannya.
"Jien Pang-cu meminta tuan muda ketiga bersiap
berangkai ke bukit Guan Hu. Waktunya sudah tiba" kata
dayang itu sambil membungkuk hormat.
"Baiklah, katakan kepada Pang-cu aku akan segera
tiba" kala Yang Ren Fang kepada dayang itu yang segera
memberi hormat dan berlari ke depan.
Yang Ren Fang mengambil pedang Yang Hong dan
meletakkan dengan hati-hati di atas meja.
"Sekaranglah saatnya" kata Yang Ren Fang kepada
dirinya sendiri.
"Han Fu-ren (nyonya Han). apakah engkau melihat
Pao-er? Sudah mulai pagi hari ini aku tidak melihatnya"
tanya Song Wei Hao kepada Ye Ing.
Ye Ing hanya diam saja. Tatapan matanya kosong dan
cekung. Sejak berita kematian ketiga putrinya disampaikan
oleh Song Wei Hao. ia benar-benar seperti mayat hidup.mati
segan hidup tidak mau. Hanya karena kesabaran Han Cia
Pao merawatnya saja hidup Ye Ing bisa benahan. Putra tiri
sekaligus keponakannya itu merawatnya dengan amat sabar,
menyuapinya bubur satu sendok demi satu sendok,
membersihkan tangan dan mukanya dengan lap basah setiap- 449 pagi dan sore dan menemaninya hingga tertidur setiap
malam. Jika malam Ye Ing mengigau dan berteriak-teriak
dalam tidurnya. Han Cia Pao pasti akan segera datang
menenangkannya. Entah bagaimana nasib Ye Ing jika tidak
ada Han Cia Pao yang merawatnya.
Song Wei Hao pun merasa sia-sia sebenarnya jika ia
terus bertanya kepada Ye Ing mengenai Han Cia Pao. tapi ia
tidak tahu lagi harus menanyakan kepada siapa lagi. Semua
pelayan dan dayang yang ia tanyai menjawab tidak tahu. la
sangat mengkhawatirkan Han Cia Pao yang sudah dianggap
seperti keponakannya sendiri itu. Tadi pagi setelah
pertemuan besar Tien Lung Men. Han Cia Pao kembali ke
wismanya dengan marah. Tampaknya ia merasa bersalah
atas kematian Wang Ding dan juga penculikan Jien Jing Hui
dan Yang Hong. Sejak itu ia gelisah terus sepanjang hari.
Song Wei Hao hanya takut Han Cia Pao melakukan tindakan
nekat dan mencoba membebaskan mereka seorang diri.
Ye Ing masih menatap kosong sehingga Song Wei
Hao akhirnya menyerah putus asa. Ia pun meninggalkan
kamar Ye Ing dan pergi ke halaman menuju kolam teratai.
Semoga saja Han Cia Pao ada di sana. harap Song Wei Hao.
Selama ini Han Cia Pao memang amat dimanja di
lingkungan keluarga Han. hampir semua keinginannya
selalu dituruti. Karena itu sifat Han Cia Pao menjadi agak
angkuh dan keras, apalagi harga dirinya juga tinggi. Song
Wei Hao amat khawatir jika Han Cia Pao melakukan
tindakan bodoh yang membahayakan nyawanya sendiri.- 450 Pada saat Song Wei Hao melangkah bergegas itu. seorang
pelayan tua berlari-lari mendatanginya. Napasnya terengahengah ketika akhirnya tiba di depan Song Wei Hao.
Tampaknya ia benar-benar terburu-buru hendak
menyampaikan sesuatu yang penting kepada Song Wei Hao.
"Maaf. Jenderal Song. anda dipanggil oleh Ketua
Timur segera di tembok timur. Beliau berkata hal ini amat
penting" kata pelayan tua itu sambil terengah-engah
mengatur napas.
"Oh? Baiklah, aku akan segera ke sana" kata Song
Wei Hao kemudian segera berlari menuju ke kamarnya.
Firasatnya mengatakan ada sesuatu yang buruk terjadi,
sehingga ia mengambil perisai besi dada dan pedang
kembarnya. Jika memang telah terjadi sesuatu, ia akan siap
sedia dengan segala yang terjadi. Song Wei Hao memakai
perisai dadanya dengan sigap sekali, karena memang sudah
amat terlatih berperang. Perisai besi itu sudah puluhan kali
menyelamatkan nyawanya dari sabetan senjata atau anak
panah musuh. Pedang kembarnya ia sematkan di kiri-kanan
pinggangnya. Song Wei Hao segera berlari ke tembok timur
segera setelah ia siap.
Beberapa saat kemudian. Song Wei Hao sudah tiba di
atas tembok timur. Di sana sudah menunggu Cen Hui dan
Kapak Kembar He Ta Fu dan He Siao Fu. yang segera
menjura kepadanya begitu melihatnya tiba. Song Wei Hao
segera balas menjura dan tanpa basa-basi lagi segera
menanyakan urusan dengan Cen Hui.- 451 "Ketua Timur pendekar Cen. ada apakah engkau
memanggilku?" tanya Song Wei Hao tidak sabar.
"Jenderal Song. lihatlah ke arah timur itu dan katakan
apa yang kau lihat" kata Cen Hui sambil melayangkan
pandangannya ke arah timur.
Song Wei Hao memicingkan mata melihat lebih jelas
ke arah timur. Sepanjang lembah yang membentang ke
timur sampai ke bukit Guan Hu yang berjarak beberapa li.
tampak debu mengepul tinggi ke atas. Seorang penunggang
kuda berpakaian serba putih tengah memacu kudanya
dengan kencang sekali, dibuntuti oleh puluhan prajurit
kerajaan lainnya. Jantung Song Wei Hao seakan berhenti
berdegup ketika melihat wajah penunggang kuda
berpakaian putih itu yang tidak lain adalah Han Cia Pao!
"Pao-er!" teriak Song Wei Hao tidak sadar.
"Benar. Jenderal Song. penunggang kuda itu adalah
Han Cia Pao. Siang tadi ia mengambil seekor kuda dan
mengecoh penjaga kami pergi ke arah timur menuju bukit
Guan Hu. Anda tentu tahu kira-kira apa yang akan ia
lakukan" kata Cen Hui kepada Song Wei Hao.
"Astaga, anak itu benar-benar nekad!" desis Song
Wei Hao dengan nada khawatir sekali.
Memang saat itu terlihat, prajurit kerajaan yang
mengejar Han Cia Pao semakin banyak. Bahkan prajurit
tombak dan panah pun sudah mulai mengepungnya dengan- 452 rapat. Han Cia Pao mengeluarkan tombak cagaknya yang
terlihat berkilat-kilat dari tembok timur tempat Song Wei
Hao mengamati. Tampaknya Han Cia Pao sudah siap
bertempur karena ia juga memakai topi dan pelindung dada
besi.
"Ketua Timur, ijinkan aku meminjam seekor kuda
pilihan dan menyusul Han Cia Pao. Aku tidak ingin
merepotkan Tien Lung Men untuk urusan ini" kata Song
Wei Hao kepada Cen Hui.
"Jenderal Song. anda terlalu sungkan. Tuan muda
ketiga memerintahkan untuk melindungi kalian selama
berada di Tien Lung Men dan sekarang itu adalah tanggung
jawabku untuk menjaga keselamatan kalian" kata Cen Hui.
"Maksud Ketua Timur?" tanya Song Wei Hao tidak
mengerti.
"Beberapa saat sebelum Han Cia Pao menerobos
kepungan prajurit. Jien Pang-cu dan tuan muda ketiga telah
berangkat menuju bukit Guan Hu untuk membebaskan
nyonya Yang dan putrinya. Jadi sekarang keselamatan Han
Cia Pao ada di pundakku juga. Jenderal Song. aku akan
memilih dua puluh pengikut Tien Lung Men yang paling
tangguh dan trampil berkuda untuk ikut denganmu
menyelamatkan Han Cia Pao. Semoga saja engkau dapat
menyelamatkannya pada waktunya" kata Cen Hui dengan
sungguh-sungguh.- 453 "Terimakasih Ketua Timur!" kata Song Wei Hao
dengan gembira sekali. Tadinya ia sendiri ragu-ragu bisa
menyelamatkan Han Cia Pao seorang diri. kini ia bisa lebih
yakin karena akan didukung dua puluh pendekar berkuda
dari Tien Lung Men. Ia segera turun ke kandang kuda
didampingi si kembar He Ta Fu dan He Siao Fu.
menunggang kuda dan memacunya menuju ke arah timur.
Dua puluh pendekar lain termasuk si Kapak Kembar
mengikutinya memacu kuda menuju ke arah timur sehingga
debu mengepul tinggi di belakang mereka.
Song Wei Hao melewati barisan penjaga Tien Lung
Men yang membuka pintu gerbang begitu melihat Cen Hui
memberikan aba-aba dari tembok timur. Tanpa membuang
waktu lagi. Song Wei Hao segera memacu kudanya
sekencang-kencangnya. Jarak antara ia dan Han Cia Pao
sekitar tiga li. sehingga ia tidak ingin sampai terlambat
menyelamatkan Han Cia Pao dari cengkeraman para prajurit
istana yang mengepungnya.
Apa yang dikhawatirkan Song Wei Hao memang
tidak terlalu jauh dari kenyataan. Han Cia Pao saat itu tengah
kerepotan dikeroyok dan dikepung ratusan prajurit kerajaan
bersenjata lengkap. Sambil mengendalikan kudanya dengan
lincah sekali. Han Cia Pao memainkan tombaknya dengan
ganas, menghajar setiap prajurit yang mencoba
menghalanginya. Bila biasanya Han Cia Pao selalu berusaha
menahan diri tidak melukai para prajurit karena mengingat
ia juga termasuk bagian keluarga prajurit Tang. tapi hari ini- 454 Han Cia Pao benar-benar mengamuk tanpa kendali. Selama
beberapa hari ini. hati Han Cia Pao selalu diliputi
kegundahan melihat kesedihan Ye Ing yang begitu menoreh
hati. Ia menjadi teringat akan ayah dan ketiga adik putrinya
yang juga mati mengenaskan di tangan para prajurit
kerajaan. Semuanya itu ia lepaskan hari ini dengan
mengamuk bagaikan harimau di tengah kawanan domba,
menyabet dan menusukkan tombaknya menjadi dewa maut
tanpa ampun bagi setiap prajurit yang menghadangnya.
Pakaian berkabungnya yang putih dan jubah besinya sampai
menjadi merah karena cipratan darah.
Jenderal Chu Song yang mendapatkan laporan dari
anak buahnya akan kenekadan Han Cia Pao yang menerobos
kepungan seorang diri. langsung ikut terjun turun ke medan
laga. Ia benar-benar penasaran ingin menangkap Han Cia
Pao dengan tangannya sendiri, untuk menebus kemarahan
Kaisar Gao Zong kepadanya saat Han Cia Pao dan Ye Ing
berhasil melarikan diri dari kotaraja. Jika ia bisa menangkap
Han Cia Pao hidup-hidup pastilah ia akan mendapatkan
banyak hadiah dan kenaikan pangkat dari Kaisar.
Apa yang dilihat Jenderal Chu Song ternyata tidak
berbeda jauh dengan laporan anak buahnya. Han Cia Pao
tampak tengah mengamuk ganas di antara para prajurit,
berusaha menembus kepungan menuju timur. Dengan
geram. Jenderal Chu Song membedal kudanya ke arah
medan pertempuran sambil mengeluarkan senjata
andalannya berupa bola besi berantai panjang yang disebut- 455 Liu Sing Ji (Senjata Bintang Jatuh). Ia memutar-mutar Liu
Sing Ji dengan ganas sekali sehingga menimbulkan angin
bersiuran. Jenderal Chu Song memang termasuk jenderal
senior yang kaya akan pengalaman bertempur sehingga
bernafsu sekali menghabisi Han Cia Pao yang dianggapnya
sebagai anak kemarin sore.
Han Cia Pao sendiri langsung melihat kedatangan
musuh berat ini. karena semua prajurit Tang langsung
minggir memberi jalan bagi kedatangan pemimpin mereka.
Sekarang Chu Song dan Han Cia Pao berhadap-hadapan di
atas kuda masing-masing, bersiap bertempur sampai mati
demi mengalahkan lawan. Dengan satu teriakan keras yang
membahana. Jenderal Chu Song membeda! kuda menuju ke
arah Han Cia Pao sambil memutar Liu Sing Ji dengan ganas
sekali. Han Cia Pao sendiri tidak mau kalah, ia memutarmutar tombak cagaknya dengan kekuatan penuh, bersiap
menghadang Jenderal Chu Song sambil membedal kudanya.
Jarak keduanya yang hanya sekitar seratus langkah segera
terlampaui hanya dalam beberapa saat saja.
"Tranggggg!!!"
Bunyi ledakan Liu Sing Ji melawan tombak cagak
membelah udara bagaikan petir. Bunga api pun bercipratan
ke mana-mana. Para prajurit yang menyaksikan hanya bisa
takjub menyaksikan pertempuran ini. Mereka bersorak-sorai
memberikan semangat kepada Jenderal Chu Song.
Tampaknya ronde pertama ini berjalan seimbang, meskipun
tangan Han Cia Pao sampai mati rasa menahan benturan- 456 barusan sedangkan Liu Sing Ji hampir saja terlepas dari
tangan Chu Song.
Tapi kedua orang itu masing-masing tidak mau
mengalah atau menunjukkan kelemahan masing-masing,
malah langsung membalikkan kuda dan memacunya lagi.


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Memang pertempuran kali ini. Han Cia Pao sama sekali
tidak mengeluarkan jurus-jurus andalannya Pai Hu Jiang Fa
(Ilmu Tombak Harimau Putih), la lebih memilih meladeni
Chu Song dalam pertempuran para prajurit yang
mengandalkan kemampuan berkuda dan kekuatan tangan
dalam menahan maupun menggempur lawan. Dulu
ayahnya. Han Kuo Li selalu mengajarinya etika
pertempuran dan cara menghormati lawan bertempur.
Meskipun ayahnya ahli sekali dalam ilmu silat tombak, tapi
bila menghadapi jenderal musuh di arena peperangan. Han
Kuo Li selalu memakai cara bertempur prajurit karena ia
menghargai mereka Han Cia Pao pun kini memakai cara
yang sama untuk menghormati Jenderal Chu Song. Ia berani
meladeni pertempuran satu lawan satu melawan jenderal
yang sudah banyak pengalaman ini Di pihak lain. Jenderal
Chu Song sebenarnya kagum terhadap kehebatan ilmu
tempur Han Cia Pao yang masih muda itu. Jarang sekali ada
seorang yang sanggup mengimbangi liu Sing Ji miliknya,
tapi pemuda ini mampu. Benar-benar tidak dapat dipandang
enteng olehnya.
Benturan kedua berlangsung sama hebatnya seperti
serangan pertama. Tombak cagak Han Cia Pao balikan- 457 nyaris terlepas dari genggamannya sementara Jenderal Chu
Song hampir terlempar dari kudanya. Tapak tangan Chu
Song yang memegang rantai berdarah karena terluka akibat
benturan tadi. Tapi ia tidak mau mengaku kalah dan segera
membalikkan kudanya siap bertempur untuk ketiga kalinya.
Han Cia Pao juga melakukan hal yang sama dan
menyalurkan seluruh tenaga dalamnya ke tangan kanan
yang memegang tombak cagak. Ia harus bisa
menumbangkan Chu Song secepat mungkin agar tidak
semakin banyak prajurit istana yang datang mengerubuti
arena pertarungan itu.
Kali ketiga Chu Song dan Han Cia Pao saling
menyerang, mereka berdua sama-sama berteriak keras
mengerahkan tenaga dan mengusir rasa ketakutan akan
kematian. Benturan keras memercikkan bunga api kemanamana dan meledakkan bumi yang amat keras. Jenderal Chu
Song ternyata masih kalah sedikit dari Han Cia Pao. Ia
terjatuh dari kudanya dan Liu Sing Ji juga terlepas dari
pegangannya dan melayang menghantam kepala seorang
prajurit malang hingga pecah. Han Cia Pao memang masih
sanggup bertahan di atas kudanya namun tombak cagaknya
sudah patah dan topi besinya juga pecah di samping kanan.
Darah mengucur dari luka di pelipis kanan Han Cia Pao.
mengalir membasahi baju dan pelindung dadanya.
Para prajurit segera menolong Jenderal Chu Song dan
membawanya menjauhi arena pertempuran, sedangkan yang
lainnya kembali mengepung Han Cia Pao. Mereka- 458 melihatnya terluka sehingga menjadi semakin berani dan
beringas menyerang Han Cia Pao. Bahkan kini pasukan
panah sudah bersiap siaga merentangkan busurnya
membidik Han Cia Pao yang masih terlihat limbung di atas
kudanya, mencoba mengambil kesempatan di saat musuh
sedang lengah.
Bunyi puluhan busur panah melesat menyadarkan
Han Cia Pao akan bahaya maut yang mengintai. Sedapat
mungkin ia memutar tombaknya yang sudah tinggal separuh
untuk menghalau puluhan anak panah yang datang
menyambar. Tindakannya itu ternyata telah menyelamatkan
nyawanya karena hampir semua anak panah berhasil
dihalaunya. Tiga anak panah masih meluncur ke arah
dadanya dan tertahan oleh pelindung dadanya yang terbuat
dari besi. Nyawa Han Cia Pao masih terselamatkan kali ini.
Para prajurit panah yang jumlahnya puluhan itu
kembali bersiap-siap memanah. Kali ini mereka lebih siap
dan banyak jumlahnya. Han Cia Pao berusaha mati-matian
memacu kudanya meninggalkan tempat itu tapi sayang
tampaknya kudanya terpanah di beberapa tempat sehingga
tidak kuat lagi dan akhirnya ambruk karena dipaksa berpacu.
Han Cia Pao terjerembab ke tanah dan berusaha bangkit lagi
secepat mungkin. Matanya berkunang-kunang karena
benturan Liu Sing Ji yang mengenai kepalanya. Jika saja tadi
ia tidak memakai topi besi pastilah kepalanya itu sudah
remuk. Beberapa prajurit tombak yang melihat Han Cia Pao
limbung langsung maju menerjang berusaha menusuknya.- 459 Han Cia Pao bergulingan di tanah menghindari serbuan
prajurit yang kian berani dan banyak itu. Tubuhnya kini
sudah terluka parah di beberapa tempat. Keadaannya benarbenar genting sekali.
Song Wei Hao dan dua puluh penunggang kuda
lainnya kini hanya berjarak kurang lebih setengah li dari
tempat Han Cia Pao dikeroyok puluhan prajurit bersenjata
lengkap. Meskipun ia memacu kudanya secepat yang ia bisa
tampaknya Han Cia Pao sudah tidak mungkin lagi
diselamatkan. Song Wei Hao berteriak marah melihat Han
Cia Pao dikeroyok habis-habisan seperti itu dan ia dengan
ganas mencabut kedua pedang kembarnya mengamuk
habis-habisan membuka jalan. Para prajurit kini terpecah
perhatiannya karena sebagian harus menahan laju Song Wei
Hao dan kedua puluh pendekar lainnya.
Tepat di saat yang genting itu. sesosok tubuh
melayang ringan sekali di antara kepala para prajurit dan
menjadikannya pijakan bagi langkahnya. Sosok itu berjubah
biksu sederhana, tubuhnya masih tegap meskipun sudah
setengah baya dan matanya bening setenang telaga. Ia tidak
lain adalah Lu Xun Yi. sang Telapak Pasir Besi. kini sudah
tiba juga di medan laga!
Lu Xun Yi segera memapah Han Cia Pao yang sudah
berlumuran darah itu dan menghindarkannya dari cedera
yang lebih parah lagi. Ia memandang wajah Han Cia Pao.
yang memang banyak kemiripan dengan Han Kuo Li.
sehingga ia merasa pasti bahwa ia adalah Han Cia Pao. Tadi- 460 ia mendengar Song Wei Hao berteriak-teriak memanggil
nama Han Cia Pao dan ternyata ia masih belum terlambat
menyelamatkan nyawanya.
Lu Xun Yi tidak berniat bertempur dengan para
prajurit kerajaan dan berniat segera membawa Han Cia Pao
ke arah markas besar Tien Lung Men. Hanya dengan
kibasan ringan dari telapaknya saja. beberapa prajurit sudah
terlempar sambil memuntahkan darah. Memang ilmu
Telapak Pasir Besi adalah salah satu ilmu andalan Shaolin.
mana mungkin ditandingi para prajurit yang hanya
mempunyai keterampilan keprajuritan itu. Mereka segera
tunggang langgang dihajar oleh Lu Xun Yi.
Song Wei Hao dan kedua puluh penunggang kuda
lainnya tiba hampir bersamaan. Mereka segera menghampiri
dan membantu Lu Xun Yi melawan puluhan prajurit dan
menghalau anak panah yang berhamburan ke arah mereka.
Tampaknya setelah Jenderal Chu Song dibawa pergi dari
sana. ratusan prajurit lain sudah berdatangan mendapat
kabar dari teman-teman mereka, sehingga suasana sekarang
amat kacau dan penuh dengan prajurit Tang. Mereka
mengepung Lu Xun Yi dan kawan-kawan dalam posisi
melingkar dan siap siaga.
"Biksu, terima kasih atas pertolonganmu" kata Song
Wei Hao begitu ia sudah dekat dengan Lu Xun Yi.
"Amitabha. san-cai. san-cai. Jenderal Song Wei Hao.
andai saja kita dapat bertemu dalam suasana yang lebih- 461 baik" kata Lu Xun Yi merangkapkan kedua tangan di depan
dada membalas ucapan terima kasih Song Wei Hao.
"Anda mengenali saya?" tanya Song Wei Hao
keheranan.
"Amitabha. Jenderal Song dan aku yang tidak
berguna ini pernah berjumpa beberapa tahun yang lalu di
kotaraja" kata Lu Xun Yi menjawab keheranan Song Wei
Hao itu.
"Astaga, anda San Ta Wang Pao. Tie Sa Cang Lu Xun
Yi!" kata Song Wei Hao terkejut setelah menyadari siapa
biksu setengah baya yang berdiri di hadapannya itu. Ia
benar-benar tidak menyangka akan bisa bertemu dengan Lu
Xun Yi dalam pertempuran di Yi Chang seperti ini.
"Amitabha. aku tidak pantas menyandang gelar
seperti ini" kata Lu Xun Yi merendah sambil
membungkukkan badan.
"Biksu Lu. mungkin kita akan meneruskan
perkenalan kita setelah kita dapat keluar dari kepungan ini"
kata Song Wei Hao sambil memandang para prajurit yang
mengepung mereka semakin rapat.
"Amitabha. Jenderal Song. menerobos kepungan
adalah hal yang mudah. Tapi yang sulit adalah melawan
mereka" kata Lu Xun Yi sambil menunjuk ke arah beberapa
orang yang berjalan santai ke arah mereka. Dari pakaian
mereka jelaslah mereka bukan prajurit atau jenderal. Wajah- 462 mereka juga bengis dan kejam, sama sekali tidak
menunjukkan tanda takut atau ngeri berada dalam
pertempuran besar seperti itu. Mereka memang tidak lain
adalah para tetua dunia persilatan yang sudah datang
menghadang.
"Chang Bai ketua partai Hai Sa Bai (Pasir Laut). Pan
Chung ketua partai Fung San (Gunung Angin) dan Wen
Yang ketua aliran Ceng Lu Hui (Perkumpulan Jalan
Kebenaran) sudah datang untuk meramaikan!" suara penuh
tenaga dalam dari ketiga tetua itu menggelegar mengalahkan
segala keramaian prajurit yang mengepung Lu Xun Yi dan
kawan-kawan.
"Amitabha. cui-kuo. cui-kuo. Jenderal Song.
mungkin sebaiknya anda pergi dulu membawa Han Cia Pao
untuk diobati. Lukanya cukup parah dan banyak
mengeluarkan darah, ia harus segera ditolong. Aku akan di
sini menghadapi mereka" kata Lu Xun Yi sambil
menyerahkan Han Cia Pao yang dipapahnya kepada Song
Wei Hao yang sedang berada di atas kuda.
"Tapi Biksu Lu. aku tidak mungkin meninggalkan
anda sendirian melawan mereka semua" kata Song Wei Hao
yang mengkhawatirkan keselamatan Lu Xun Yi. Meskipun
dulu ia pernah melihat dengan mata kepala sendiri
kehebatan Telapak Pasir Besi. tapi kini musuh yang berada
di depan mata adalah musuh-musuh luar biasa. Satu
melawan tiga. apakah Lu Xun Yi sanggup menghadapinya?- 463 "Amitabha. Budha maha pengampun. Aku yang
sudah tua ini. semoga masih diberi kekuatan untuk
menghadapi keangkaramurkaan" kata Lu Xun Yi.
"Baiklah Biksu Lu. berhati-hatilah!" kata Song Wei
Hao sambil membopong Han Cia Pao di atas kudanya dan
berbalik menuju ke arah markas Tien Lung Men dengan
diiringi kedua puluh pendekar yang membuka jalan baginya.
Lu Xun Yi melihat Song Wei Hao dapat mengatasi
para prajurit, hatinya menjadi lebih tenang, la kini berbalik
menghadapi ketiga tetua aliran yang bersikap menantang
menunggunya selesai berbicara dengan Song Wei Hao.
Tampaknya mereka bertiga sama sekali tidak menghiraukan
Han Cia Pao ataupun Song Wei Hao. Sasaran mereka sudah
jelas hanya Lu Xun Yi seorang saja.
"Lu Xun Yi! Selama ini engkau sudah mengasingkan
diri di Shaolin dan namamu pun jarang terdengar lagi di
dunia persilatan, mengapa hari ini engkau datang ke sini dan
membela Tien Lung Men? Berapa tael emas yang dijejalkan
Jien Wei Cen ke dalam mulutmu?" tanya Pan Chung dengan
kasar sekali kepada Lu Xun Yi.
"Amitabha. cui-kuo. cui-kuo. Setelah sekian tahun
tidak bertemu, perangai anda yang keras masih juga belum
hilang, Pan Pang-cu" kata Lu Xun Yi dengan tetap tenang
sambil merangkapkan tangannya di dada.
"Puih! Dasar biksu busuk! Masih saja berpura-pura!"
kata Pan Chung meludah dengan benci ke arah Lu Xun Yi.- 464 "Biksu Lu. selama ini hubungan kami. Hai Sa Bai
dengan Shaolin selalu berjalan baik. Kuharap engkau mau
memberi jalan kepada kami" kata Chang Bai dengan sikap
lebih hormat daripada Pan Chung barusan.
"Amitabha. Chang Pang-cu. syukurlah jika anda
masih mengingat hubungan kita. Tinggalkan jalan yang
sesat dan kembalilah ke jalan yang benar. Lupakan segala
keinginan dan dendam" kata Lu Xun Yi mencoba
memberikan pengertian kepada Chang Bai.
"Biksu Lu, dulu Lien Wei Cen manusia sombong itu
mengalahkanku dan menghinaku di depan orang banyak,
banyak menghancurkan papan leluhur partai Hai Sa Bai.
bagaimana mungkin dendam ini aku lupakan!"" kata Chang
Bai dengan geram.
"Chang-siung. untuk apa kau meladeni biksu bodoh
ini? Ayo segera saja kita habisi dia. aku tidak percaya
kehebatan Telapak Pasir Besi seperti yang sering digembargemborkan banyak orang selama ini!" kata Pan Chung
dengan geram sekali, la langsung mengeluarkan senjata
andalannya, Liu Lung Ruan Pien (Cambuk Lemas Sembilan
Naga), yang merupakan ruyung besi pendek sembilan
bagian yang amat hebat. Tidak sembarangan orang bisa
memainkan senjata unik ini. karena diperlukan waktu
bertahun-tahun untuk menguasainya.
"Baiklah, aku Chang Bai dari Hai Sa Bai. menantang
Telapak Pasir Besi Shaolin dengan Liu Suang Hong Chuen- 465 (Enam Pasang Tinju Merah) milikku!" kata Chang Bai tidak
mau kalah, la mengerahkan tenaganya sampai ke puncak
sehingga kedua tinjunya bergemeretakan menahan hawa
tenaga luar biasa yang mengalir ke kedua kepalannya.
Wen Yang sendiri seperti biasa hanya menonton saja
dari pinggir arena, la adalah seorang pengecut yang selalu
mengambil kesempatan di saat lawan mulai melemah, bukan
saat pembukaan seperti sekarang ini. Sambil tersenyum sinis
ia memandang ketiga pendekar yang sudah saling
berhadapan itu. Dalam hati ia mentertawakan kebodohan
mereka yang bisa ia adu domba dengan mudahnya!
Lu Xun Yi sudah bersiap menghadapi dua pendekar
tangguh itu. Seluruh tenaga sudah disalurkan ke kedua
tapaknya hingga mengeras bagai besi. Inilah jurus
pembukaan Tapak Pasir Besi yang melegenda itu. la tahu
Chang Bai dan Pan Chung adalah pendekar yang
kemampuannya tidak bisa diremehkan begitu saja. Tiga
puluh tahun yang lalu. sebelum kemunculan


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menggemparkan Jien Wei Cen. partai Hai Sa Bai adalah
partai terhebat di dunia persilatan. Pemimpinnya adalah
Chang Bai. yang malang melintang tanpa lawan dengan Liu
Suang Hong Chuen miliknya. Sedangkan Pan Chung
pemimpin partai Fung San di selatan, juga seorang pendekar
yang kemampuan hanya sedikit di bawah mendiang Wang
Ding sang Kera Emas.
Pan Chung yang berangasan maju menyerang duluan
dengan Jiu Lung Ruan Pien yang meledak-ledak di udara.- 466 Senjata unik ini memang amat mengandalkan kelincahan
dan kecepatan pemegangnya. Semakin cepat dan banyak
gerakan yang dihasilkan maka akan semakin membingungkan lawan. Prinsip pergerakannya mirip dengan lembing
tali. hanya saja karena Jiu Lung Ruan Pien mempunyai ruasruas besi. membuatnya lebih tidak terduga dan mampu
melukai lawan dari segala bagian. Apalagi Pan Chung
menyerang dengan seluruh tenaga dan berniat menghabisi
Lu Xun Yi secepat mungkin. Chang Bai sendiri masih agak
ragu-ragu menyerang bersamaan. Bagaimanapun juga ia
adalah seorang tetua dunia persilatan, tentu agak sungkan
mengeroyok Lu Xun Yi secara berbarengan, takut ditertawakan oleh para pendekar lain sebagai pengecut yang hanya
berani main keroyok. Karena itu ia berdiri saja di tepi arena
pertarungan, menunggu giliran setelah Pan Chung selesai
berlaga.
Pan Chung dan Lu Xun Yi langsung terlibat dalam
pertarungan seru. Adu kelincahan cambuk lemas melawan
telapak besi benar-benar membuat para prajurit yang
mengepung mereka menjadi terkagum-kagum. Lu Xun Yi
yang kalah jangkauan dengan senjata cambuk lemas,
memilih untuk selalu melakukan penyerangan jarak dekat
agar bisa menjangkau lawan. Setiap hempasan tapak besinya
mengandung tenaga dalam dahsyat, yang angin tenaganya
saja dapat dirasakan oleh para prajurit itu. Pan Chung sendiri
merasa kewalahan menghadapi Telapak Pasir Besi yang
penuh tenaga ini dan memutuskan untuk lebih menjaga jarak
dan menggunakan cambuk lemasnya untuk melindungi- 467 badan dan menyerang lawan. Setelah hampir dua puluh
jurus berlalu. Lu Xun Yi melihat ada satu celah di pinggang
lawan. Ia tidak mau membuang kesempatan bagus ini dan
segera berteriak keras menyerang dengan sepenuh tenaga ke
arah pinggang kanan Pan Chung.
"Bukkkk!!"
Bunyi Telapak Pasir Besi menghajar pinggang Pan
Chung terdengar begitu telak sehingga Chang Bai langsung
menyadari Pan Chung sudah tidak mungkin lagi
melanjutkan pertarungan. Ia maju menghadang Lu Xun Yi
agar Pan Chung sempat bernapas dan memulihkan diri.
Benar saja apa yang diperkirakan Chang Bai karena Pan
Chung langsung terhuyung-huyung ke belakang dan
memuntahkan darah segar dari mulutnya.
Tanpa basa-basi lagi. Chang Bai langsung memuntahkan Liu Suang Hong Chuen sampai ke tingkat puncak.
Memang Chang Bai yangjauh lebih berpengalaman
daripada Pan Chung mengerti bahwa Lu Xun Yi sang
Telapak Pasir Besi adalah seorang pendekar luar biasa yang
tidak bisa dibuat main-main. Ia mengeluarkan segenap
tenaganya menyerang Lu Xun Yi.
"Plakk!!!"
Tenaga tinju berbenturan dengan tenaga tapak,
meledak keras menghempaskan para prajurit yang bertenaga
dalam rendah hingga terjengkang ke belakang. Hanya Wen
Yang seorang yang masih tegar bertahan dan sama sekali- 468 tidak tergoyahkan. Pan Chung yang masih berusaha
menyembuhkan lukanya ikut terjengkang ke belakang
The Hidden Oasis Karya Paul Sussman Fear Street - Panggilan Masa Lalu The Mind Reader Panorama Jiwa Dan Pesona Dua Rembulan Karya Sutanto Ari Wibowo

Cari Blog Ini