Ceritasilat Novel Online

Rimba Persilatan Naga Harimau 12

Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An Bagian 12


karena ledakan udara akibat benturan tenaga dua pendekar
tangguh itu. Ia kembali memuntahkan darah segar dari
mulutnya dan berkeringat banyak. Tampaknya ia kepayahan
sekali karena luka dalamnya yang parah.
Lu Xun Yi dan Chang Bai masih saling mengadu
tenaga dalam di tengah arena pertarungan. Tinju Chang Bai
semakin merah seiring tenaga dalam yang mengalir deras
sedangkan tapak Lu Xun Yi sudah amat mengeras
mengalahkan besi. Kedua pendekar ini sama-sama tidak
mau kalah dan saling mengerahkan tenaga dalam hingga ke
puncak. Adu tenaga dalam seperti ini tentulah amat
berbahaya karena barang siapa yang kalah akan terluka
dalam berat, bahkan mungkin akan langsung menemui ajal.
Wen Yang. sang pembokong licik, tentu saja tidak
mau membuang kesempatan bagus ini. Ia tahu Lu Xun Yi
adalah seorang pendekar yang amat susah ditandingi, murid
pilihan Shaolin yang digembleng oleh mendiang Fang-cang
Cen Ren. yang juga adalah mendiang gurunya sendiri. Boleh
dikatakan antara Wen Yang dan Lu Xun Yi sebenarnya
adalah saudara seperguruan. Hanya saja Lu Xun Yi masih
belum mengenali Wen Yang karena selain puluhan tahun
tidak bersua, wajah Wen Yang yang sekarang banyak
berubah dari saat ia menjadi biksu muda dulu. Apalagi
rambutnya sedang panjang dan beruban diikat dengan kain- 469 emas. siapa yang menyangka jika ia pernah menjadi seorang
biksu di Shaolin?
Chang Bai sendiri mulai tertekan oleh tenaga dalam
Lu Xun Yi. Butiran keringat mulai menetes dari dahinya dan
napasnya mulai tidak beraturan. Tampaknya jika diteruskan
lagi. Chang Bai pastilah terlempar kalah oleh tenaga Lu Xun
Yi. Tapi sebagai seorang tetua. Chang Bai masih berusaha
mati-matian bertahan demi menjaga nama besarnya sebagai
pendekar kelas atas dunia persilatan. Bahkan sekarang ia
memperkuat kuda-kudanya agar tidak terdorong mundur ke
belakang oleh tekanan Telapak Pasir Besi yang semakin
kuat saja.
Saat Chang Bai sudah hampir menyerah kalah, tibatiba ia merasakan suatu desakan tenaga luar biasa yang
mengalir deras melalui punggungnya. Ternyata Wen Yang
sudah ikut turun laga dan mengalirkan bantuan tenaga dalam
melalui punggung Chang Bai. Sekarang berkat tambahan
tenaga dari Wen Yang malah Lu Xun Yi yang terdesak
hebat. Mana mungkin ia melawan tenaga dalam dua orang
tetua itu bersama-sama?
Wen Yang berteriak keras dan mengeluarkan
tenaganya hingga ke puncak. Hal ini sebenarnya amat
berbahaya karena dapat membunuh Chang Bai yang berada
di tengah-tengah antara ia dan Lu Xun Yi. Beruntunglah
Chang Bai karena ia kaya dengan pengalaman bertarung
sehingga ia masih sempat menyalurkan tenaga luar biasa
Wen Yang itu ke kedua tinjunya. Jika tidak bisa dipastikan- 470 ia akan cedera parah dengan organ dalam tubuh rusak karena
tidak kuat menahan ledakan kekuatan itu.
Gabungan kekuatan puncak Chang Bai dan Wen
Yang akhirnya mampu mementalkan Lu Xun Yi hingga
hampir dua tombak jauhnya. Ia memuntahkan darah segar
dari mulutnya akibat tenaga yang meledak di dalam
tubuhnya. Lukanya tampaknya parah sehingga Lu Xun Yi
tidak mampu segera bangkit berdiri, la mengatur napas
terlebih dulu dan duduk bersila di hadapan Wen Yang.
mencoba mengatur hawa tenaga yang berputar-putar tidak
karuan di dalam tubuhnya.
Wen Yang berjalan mendekati Lu Xun Yi sambil
tertawa-tawa menjemukan. Ia tampaknya menikmati sekali
penderitaan Lu Xun Yi yang tengah kesakitan terluka dalam.
Chang Bai yang juga sedang muntah darah sama sekali tidak
dihiraukannya. Wen Yang berdiri dengan angkuh sekali di
depan Lu Xun Yi sambil melipat tangannya di dada.
"Hanya sebeginikah ilmu Shaolin yang diajarkan
Fang-cang Cen Ren kepadamu? Aku kira selama ini Tie Sa
Cang Lu Xun Yi adalah pendekar andalan Shaolin yang tak
terkalahkan, sampai-sampai mendiang Kaisar pun
mengangkatnya menjadi salah satu dari San Ta Wang Pao.
ternyata hanya begini saja kemampuannya, hehhehehehe"
kata Wen Yang menghina.
"Amitabha. cui-kuo. Aku memang tidak
berkemampuan, bukan salah guruku yang telah- 471 mengajariku" kata Lu Xun Yi sambil terbatuk-batuk.
Tampaknya ia memaksakan dirinya membantah perkataan
Wen Yang yang secara tidak langsung menghina mendiang
Fang-cang Cen Ren.
"Wah. wah ternyata engkau memang murid yang
setia. Baiklah, aku akan mengirim engkau menemui biksu
busuk itu!" kata Wen Yang menghina.
"Siapakah engkau? Mengapa engkau menghina
mendiang guruku?" tanya Lu Xun Yi dengan heran.
"Ah. engkau memang pelupa. Se-ti (adik
seperguruan) lihatlah baik-baik wajahku dan katakan
kepadaku siapa yang engkau lihat di depanmu ini" kata Wen
Yang sambil lebih mencondongkan diri kepada Lu Xun Yi.
Mulanya Lu Xun Yi masih tidak mengenali wajah
Wen Yang yang sudah banyak berubah, tapi akhirnya ia
mengenali mata Wen Yang yang tajam itu. Lu Xun Yi
benar-benar kaget sehingga seluruh peredaran darahnya
menjadi kacau balau dan ia kembali memuntahkan darah
segar.
"Hahahahaha. Se-ti tampaknya engkau sudah
mengenaliku lagi" kata Wen Yang sambil tertawa terbahakbahak.
"Kau. kau pengkhianat itu?!" kata Lu Xun Yi dengan
geram sekali.- 472 "Ah. Se-ti kata-katamu amat tidak sedap didengar.
Pengkhianat bukan kata yang tepat bagiku, hmmm mungkin
pembaharu lebih cocok buatku, ahhahahah" kata Wen Yang
sambil tertawa lagi.
"Amitabha. cui-kuo. cui-kuo. Hari ini meskipun aku
hancur menjadi debu. aku harus membersihkan nama
Shaolin dari pengkhianat keji sepertimu" kata Lu Xun Yi
sambil bangkit berdiri dengan susah payah. Semangatnya
kembali berkobar kembali setelah mengetahui ada seorang
pengkhianat Shaolin berdiri di hadapannya.
Wen Yang segera bersiap dengan Wu Sheng Chuen.
memilih jurus Bangau yang lincah untuk menghadapi Tapak
Pasir Besi yang penuh tenaga. Ia tahu Lu Xun Yi pasti akan
bertarung habis-habisan untuk menewaskannya, karena
pengkhianat perguruan Shaolin haruslah ditumpas. Wen
Yang berniat menguras habis tenaga Lu Xun Yi. baru setelah
itu ia akan menghabisinya. Perkiraan Wen Yang tampaknya
tidak meleset jauh. karena Lu Xun Yi langsung maju
menyerang dengan ganasnya. Luka dalam yang cukup parah
sama sekali tidak dihiraukan oleh Lu Xun Yi. Ia maju
dengan jurus maut Tie Cang Siang Mo (Tapak Besi
Menaklukkan Iblis). Kekuatan jurus ini terletak pada
kekuatannya yang mampu meledakkan batu karang. Sangat
jarang ada pendekar yang mampu menahan jurus ini secara
langsung, tapi bagi pemakainya juga ada bahaya merusak
diri karena kekuatan yang harus dikeluarkan amat besar. Lu
Xun Yi sendiri hampir tidak pernah memakai jurus ini.- 473 kecuali menghadapi lawan yang benar-benar kuat. Tapi
untuk menghadapi Wen Yang sang pengkhianat, ia sama
sekali tidak ragu untuk mengorbankan diri.
Kekuatan Tie Cang Siang Mo sudah terasa beberapa
langkah sebelum menerjang. Hawa panas ini membuat Wen
Yang bersiaga penuh. Ia harus menghindar tepat pada
waktunya, tidak boleh lebih cepat agar Lu Xun Yi tidak
sempat mengubah arah dan tidak boleh lebih lambat agar
tubuhnya tidak hancur berkeping-keping diterjang Tie Cang
Siang Mo. Tidak heran jika Wen Yang memakai cara nekad
menunggu tapak Lu Xun Yi tinggal selembar kertas saja dari
dadanya, barulah ia berputar menghindar. Tak urung hawa
panas tapak besi sudah mendesak dadanya, sehingga Wen
Yang sempat merasakan sesak napas.
Tapak Lu Xun Yi terus meluncur tak tertahankan dan
menghantam tanah dengan keras hingga meledak. Asap
debu dan tanah beterbangan kemana-mana sehingga
menghalangi pandangan. Chang Bai dan Pan Chung yang
tengah memulihkan tenaga dengan bersila menghimpun
tenaga bahkan sampai terlempar karena kerasnya tanah
berguncang. Para prajurit yang sedang mengepung pun juga
terlempar dan tempatnya berdiri menandakan bahwa Tie
Cang Siang Mo bukan main-main. Dapatkah Wen Yang
selamat dari kekuatan lapak yang begitu luar biasa ini?
Lu Xun Yi mengatur napasnya yang terengah-engah
setelah mengeluarkan seluruh tenaga dalamnya. Suasana
pertempuran masih berkabut debu dan hamburan pasir- 474 sehingga tidak dapat dilihat dengan jelas. Tidak kelihatan ke
mana perginya Wen Yang setelah tadi berusaha
menghindari Tie Cang Siang Mo. Dalam hati Lu Xun Yi
berharap serangannya tadi mampu membunuh Wen Yang
dengan sekali pukul, karena ia merasakan luka dalamnya
sudah semakin parah saja.
Tapi ternyata harapan Lu Xun Yi itu tidak menjadi
kenyataan. Sebuah bayangan melesat turun dari angkasa,
bagaikan seekor naga sakti yang turun dari langit. Bayangan
itu tidak lain adalah Wen Yang yang tadi barusan melompat
setinggi mungkin untuk menghindari Tie Cang Siang Mo.
Kini ia turun dengan tendangan maut mengarah ke kepala
Lu Xun Yi. bersiap memecahkan batok kepala musuhnya
dengan jurus Lung Fei Cai Shi Tien (Naga Terbang di Surga
Barat). Beruntunglah Lu Xun Yi masih sempat menghindari
tendangan maut ini meskipun amat tipis.
Wen Yang melanjutkan tendangannya yang gagal
dengan serangkaian tendangan berantai Hong Lung Diao
(Naga Merah Menari). Keistimewaan tendangan ini adalah
mampu menendang hingga lima belas kali tendangan tanpa
putus dalam satu tarikan napas. Tampaknya Wen Yang sama
sekali tidak ingin memberikan kesempatan bernapas barang
sedikit pun kepada Lu Xun Yi. Siasat Wen Yang ini berhasil
baik karena Lu Xun Yi yang sudah kelelahan dan terluka
hanya mampu bertahan saja dari serangan. Akibatnya
beberapa tendangan masuk telak ke arah dada dan perut Lu
Xun Yi.- 475 Lu Xun Yi terhempas mundur sambil memuntahkan
darah segar tapi ia masih berusaha berdiri tegak. Ia tidak
mau kelihatan lemah di depan seorang pengkhianat Shaolin
seperti Wen Yang ini. apalagi sampai jatuh berlutut. Matimatian Lu Xun Yi berusaha mengatur napas dan tenaganya,
bersiap menghadapi serangan berikutnya. Wen Yang sendiri
bersiap menjatuhkan pukulan maut terakhir untuk
menghabisi Lu Xun Yi.
"Biksu busuk, sampaikan salamku kepada Cen Ren di
neraka!" teriak Wen Yang sambil maju menerjang dengan
kekuatan penuh, ia sudah menyiapkan jurus Cakar Naga
Merobek Perut untuk menghabisi nyawa Lu Xun Yi. Tapi ia
tidak tahu kalau Lu Xun Yi sudah bertekad untuk mengadu
nyawa dengannya. Dulu sekali ketika Lu Xun Yi masih
menjadi murid San Ta Wang Pao gurunya Fang-cang Cen
Ren meninggal dunia dengan masih membawa beban
masalah yaitu hilangnya kitab Lima Tinju Hewan (Wu
Sheng Chuen).
Inilah yang menyebabkan Lu Xun Yi menjadi amat
berduka atas kematian gurunya itu. Ia bertekad untuk
mencari sang pencuri kitab pusaka Shaolin itu tapi selama
puluhan tahun ia selalu kehilangan jejak Wen Yang.
Sekarang orang yang dicarinya ini ada di hadapan mata.
mana mungkin ia mau melepaskan begitu saja. Jika perlu
nyawanya yang tinggal selembar itu akan ia adu dengan
Wen Yang sehingga ia sama sekali tidak menghindar ketika
Cakar Naga Merobek Perut menghantam telak perutnya.- 476 Wen Yang tersenyum penuh kemenangan karena
mengira dirinya sudah berhasil menghabisi Lu Xun Yi. Tapi
perlahan-lahan senyumnya itu memudar karena ternyata Lu
Xun Yi memegang erat-erat tangannya yang masih
mencengkeram perut Lu Xun Yi. Pegangan itu begitu erat
sehingga nyaris mematahkan pergelangan tangan Wen
Yang. Sambil mencoba menahan tangan Wen Yang, Lu Xun
Yi mengerahkan semua sisa tenaga terakhir untuk
menghajar dada Wen Yang dengan Telapak Pasir Besinya
berulang-ulang.
Situasi kini menjadi sangat genting bagi kedua pihak.
Ujung kematian terasa begitu dekat di depan mata karena
keadaan yang saling terluka parah ini. Entah sudah berapa
pukulan yang dilontarkan Lu Xun Yi ke dada Wen Yang
sehingga kini Wen Yang juga memuntahkan darah segar.
Meskipun begitu Lu Xun Yi masih tetap tidak mau
melepaskan tangan kanan Wen Yang yang mencengkeram
perutnya dengan kuat sekali. Pertarungan kali ini tampaknya
harus dibayar mahal oleh kedua belah pihak yang bertarung.
Wen Yang yang sadar Lu Xun Yi hendak mati
bersama-sama dengan dirinya, menjadi panik dan
menggunakan segenap kekuatan untuk melepaskan tangan
kanannya yang masih digenggam erat itu. Ia tidak peduli lagi
pergelangan tangannya patah ketika ia melepaskannya
dengan paksa karena dadanya yang dihantam berulangulang oleh Telapak Pasir Besi sudah sangat sakit dan nyaris
remuk. Setelah tangan kanannya berhasil dilepaskan. Wen- 477 Yang segera bersalto jungkir balik menendang dagu Lu Xun
Yi dengan tendangan berantai. Inilah jurus indah Hei Pao
Sang San (Harimau Tutul Hitam Memanjat Gunung) yang
selain indah juga amat mematikan. Lu Xun Yi yang sudah
tidak berdaya itu tertendang telak sekali, sehingga ia sampai
terjungkir balik beberapa langkah jauhnya dan tidak bangun
lagi.
Sebenarnya Wen Yang masih ingin memastikan
kematian Lu Xun Yi dengan meremukkan kepalanya, akan
tetapi kondisi tubuhnya sudah tidak memungkinkan lagi. Ia
memuntahkan darah segar dari mulut dan hidungnya.
Tubuhnya limbung tidak bisa lagi berdiri tegak dan jatuh
terduduk. Wen Yang berusaha secepat mungkin


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyembuhkan luka dalamnya yang ternyata cukup parah.
Di kejauhan, dekat tembok benteng markas Tien
Lung Men terlihat asap debu mengepul tinggi. Tampaknya
rombongan Song Wei Hao berhasil menerobos kepungan
dan tiba dengan selamat di markas Tien Lung Men. Sayang
sekali mereka tidak tahu kalau Lu Xun Yi gagal mengatasi
Wen Yang dan sekarang terkapar tak berdaya dikepung
ratusan prajurit istana yang siap sedia melaksanakan
perintah Wen Yang. Satu saja aba-aba dari Wen Yang. maka
tamatlah sudah riwayat Tie Sa Cang Lu Xun Yi di ujung
tombak dan golok para prajurit kerajaan.
"Prajurit! Ringkus biksu bodoh itu dan bawa ke
tempat tahanan segera!" perintah Wen Yang dengan suara
serak karena menahan sakit akibat luka dalam di dadanya.- 478 Para prajurit segera berteriak mengiyakan perintah
Wen Yang. Mereka beramai-ramai mendekati tubuh Lu Xun
Yi yang tergeletak tidak berdaya di tanah itu dan bersiap
meringkusnya dengan tali. Tepat pada saat mereka sudah
tinggal satu dua langkah dari tubuh Lu Xun Yi, sesosok
bayangan pemuda yang melayang ringan sekali menerobos
barisan prajurit itu dan membopong tubuh Lu Xun Yi seakan
terbang meninggalkan prajurit yang mengepungnya.
Wen Yang yang tidak menyangka adanya penolong di
saat terakhir ini. menjadi sangat terkejut dan tidak sempat
berbuat apa-apa lagi. Chang Bai dan Pan Chung yang terluka
juga hanya bisa memandang kepergian bayangan pemuda
yang membopong Lu Xun Yi tadi dengan terbengongbengong. Ilmu ringan pemuda itu begitu luar biasa sehingga
meskipun membopong Lu Xun Yi. dalam sekejap saja ia
sudah menghilang jauh di balik hutan.
"Guo Yin Sen Kung (Ilmu Sakti Melintasi Awan) ?"
kata Wen Yang kepada dirinya sendiri dengan setengah
tidak percaya.
Bukankah di dunia ini hanya Shi Chang Sin sang
Guntur L tara vang menguasai ilmu ringan tubuh luar biasa
itu? Selama ini Wen Yang tidak pernah mendengar Shi
Chang Sin pernah mengangkat murid, jadi siapakah
sebenarnya pemuda itu?
***- 479 24. Bukit Perangkap Harimau
atahari sudah condong di barat ketika Jien Wei Cen
dan Yang Ren Fang tiba di daerah bukit Guan Hu.
Mereka berdua turun dari kudanya dan mengikat kuda-kuda
di sebuah pohon. Jalanan di depan mereka terlalu terjal bila
harus dilakukan dengan berkuda. Sedari siang tadi mereka
berdua telah melewati beberapa pos penjagaan prajurit
istana dan tampaknya para prajurit telah menerima perintah
khusus untuk membiarkan mereka lewat sehingga mereka
bisa dengan mudah tiba di kawasan bukit Guan Hu yang
terletak beberapa li di sebelah timur markas besar Tien Lung
Men. "Fang-er. tampaknya kita harus mulai mendaki bukit
ini" kata Jien Wei Cen sambil memandang puncak bukit
yang terjal.
"Benar Pang-cu. Kita harus mendaki sampai ke
puncak" jawab Yang Ren Fang membenarkan.
"Baiklah, sudah lama sekali aku tidak menggerakkan
tulang-tulangku ini. Mari Fang-er. kita lihat siapa saja yang
telah menanti di atas sana" kata Jien Wei Cen sambil
menggenjot tabuhnya dengan ringan sekali. Tubuh Jien Wei
Cen langsung terbang melayang seperti anak panah yang
dilepaskan dan menghilang dari pandangan Yang Ren Fang
yang masih terbengong saja menyaksikan kehebatan ayah
M- 480 mertuanya itu. Kemajuan ilmu Jien Wei Cen selama
beberapa tahun terakhir ini memang tidak bisa diremehkan.
Yang Ren Fang pun bersiap mendaki bukit terjal itu.
la mengerahkan tenaga dalam Tien Lung Ta Fa ke kedua
kakinya dan meloncat tinggi sekali, hampir beberapa
tombak tingginya. Tapi meskipun demikian, ini sama sekali
bukan bandingan lompatan anak panah Jien Wei Cen
barusan. Yang Ren Fang membutuhkan hampir enam kali
lompatan barulah ia tiba di atas puncak bukit Guan Hu.
sedangkan Jien Wei Cen tadi hanya butuh sekali saja. Ini
menunjukkan jurang perbedaan ilmu yang terentang jauh
antara mereka.
Sesampainya di atas. Yang Ren Fang segera bersiaga
penuh menghadapi segala kemungkinan. Ia tidak ingin
menjadi korban pembokong licik yang mungkin sudah
menunggu di atas sana. Tapi ternyata apa yang dilihatnya di
atas puncak bukit amatlah mengejutkan dirinya. Tidak ada
pasukan pembokong atau serbuan anak panah beracun yang
menyambutnya. Semuanya tampak sepi dan tenang sekali,
sehingga Yang Ren Fang menjadi kebingungan sendiri.
Benarkah ini bukit Guan Hu yang dikatakan penculik Jien
Jing Hui dan Yang Hong?
Yang Ren Fang berjalan terus menuju ke arah
datangnya suara orang bercakap-cakap di tengah
kerimbunan rumpun bambu puncak bukit. Tampaknya
orang yang tengah bercakap-cakap dengan gembira itu sama
sekali tidak menampakkan tanda-tanda permusuhan. Suara- 481 seorang di antaranya adalah suara Jien Wei Cen. sedangkan
yang lainnya tidak dapat ia kenali. Yang Ren Fang semakin
penasaran sehingga ia mempercepat langkahnya mendekati
datangnya suara. Semakin dekat, ia bisa mencium bau arak
yang wangi sekali sehingga memabukkan sekali bagi
mereka yang tidak terbiasa dengan arak bagus seperti itu.
Akhirnya Yang Ren Fang tiba di dataran yang agak lapang
tempat datangnya suara percakapan itu dan melihat Jien Wei
Cen tengah minum arak dengan nikmat sekali bersama
seorang kakek setengah umur yang rambutnya dibiarkan
terurai panjang. Wajahnya tampak aneh sekali dengan kedua
mata yang juling dan hidung yang besar, la memakai
pakaian pendeta Tao yang longgar dan sederhana serta
bertelanjang kaki saja. Meskipun sekilas tampak tidak
membahayakan, tapi Yang Ren Fang yang terlatih dapat
merasakan hawa membunuh yang luar biasa memancar dari
tubuh kakek juling ini. Siapakah sebenarnya dia ini dan
mengapa bisa minum-minum dengan akrab bersama Jien
Wei Cen?
"Mari tambah lagi araknya. Arak Huen Rou Ciu
(Arak Penghancur Daging) buatanmu ini benar-benar
nikmat sekali. Aku sudah lama sekali tidak pernah mencicipi
arak luar biasa seperti ini. hahahha" kata Jien Wei Cen
sambil menyorongkan mangkuk araknya kepada kakek
juling itu dengan gembira.
"Wah. wah Jien Pang-cu memang pandai menilai arak
bagus Tapi minumlah pelan-pelan. Huen Rou Ciu ini kubuat- 482 sendiri membutuhkan waktu beberapa tahun dari campuran
arak ragi terbaik dengan lima racun bisa ular hijau, racun
kalajengking, kulit kodok merah, laba-laba perak dan kaki
seribu emas gunung utara. Jangan engkau habiskan
sendirian ya. sisakan sedikit untuk menantumu ini juga" kata
kakek juling itu sambil menciduk semangkuk penuh arak
berwarna merah yang luar biasa harum itu dari sebuah guci
kecil yang tengah dimasak di atas api unggun.
"Hahahah. benar, benar. Aku terlalu gembira hingga
lupa akan kehadiran menantuku. Fang-er. duduklah di sini
dan temani kami minum. Arak Huen Rou Ciu buatan Tu Tai
Yi Guo Cing Cen (Tabib Racun Guo Cing Cen) ini jarang
sekali ada yang bisa meminumnya. Engkau beruntung sekali
bisa ikut minum-minum dengannya" kata Jien Wei Cen
memanggil Yang Ren Fang dengan bersemangat sekali.
Yang Ren Fang sendiri berjalan pelan-pelan
mendekati Jien Wei Cen yang tengah asyik sekali minum
Huen Rou Ciu. Sekarang Yang Ren Fang baru sadar
mengapa ia menjadi pusing sekali setelah mencium bau arak
yang demikian harum itu. karena sebenarnya arak itu tidak
lain adalah campuran racun-racun paling maut di dunia!
"Anak muda. minumlah ini. Bisa menguatkan
badanmu" kata Guo Cing Cen sambil tersenyum aneh
kepada Yang Ren Fang dan menyodorkan semangkuk penuh
arah Huen Rou Ciu.- 483 "Terimakasih. tetua Guo" kata Yang Ren Fang sambil
tetap bersikap sopan. Ia sebenarnya ingin sekali langsung
menghajar dan menanyai kakek juling ini untuk mengatakan
di mana putri dan istrinya disekap. Tapi karena ia melihat
Jien Wei Cen masih tenang-tenang saja minum arak. maka
ia pun terpaksa ikut duduk di samping Jien Wei Cen.
"Fang-er. minumlah araknya" kata Jien Wei Cen
kepada Yang Ren Fang karena melihat ia masih diam saja
memegangi mangkuknya.
"Baiklah Pang-cu" kata Yang Ren Fang dengan
setengah hati. la sebenarnya tidak ingin minum arak beracun
ini. tapi ini adalah perintah Jien Wei Cen pastilah ia
mempunyai alasan tertentu untuk memaksanya minum.
Dengan mengumpulkan tenaga dalam dan dipusatkan di
lambungnya. Yang Ren Fang mulai meneguk Arak
Penghancur Daging itu. Perasaan aneh dan terbakar
memasuki kerongkongannya ketika ia mulai minum.
Meskipun bukan seorang pecandu arak. tapi selama ini Yang
Ren Fang termasuk orang yang kuat minum arak sampai
beberapa kendi. Tapi kali ini bau arak yang harum
bercampur lima racun maut seakan merenggut semua
kekuatannya. Kepalanya menjadi berat dan pusing sekali
sehingga dunia seperti terjungkir balik.. Arak Penghancur
Daging memang benar-benar sesuai dengan namanya,
karena seluruh isi perut Yang Ren Fang seperti hancur saat
arak itu tiba di lambungnya. Jika saja tadi ia tidak
memusatkan seluruh tenaga dalam di lambungnya, pastilah- 484 ia sekarang sudah mati keracunan. Keringat dingin mulai
bercucuran dari dahi Yang Ren Fang ketika ia berusaha
mati-matian mendesak keluar lima racun maut. Di pihak
lain. Jien Wei Cen masih kelihatan tenang-tenang saja dan
malah minta tambahan arak untuk kali yang ketiga, benarbenar sukar dipercaya!
Yang Ren Fang berusaha sekuat mungkin menahan
hawa arak beracun agar tidak terserap oleh tubuhnya dan
masuk ke aliran darah. Tien Lung Ta Fa tingkat kedua puluh
delapan dikerahkan hingga ke puncak berusaha
menguapkan hawa beracun. Seluruh tubuh Yang Ren Fang
bergetar keras menahan rasa sakit hingga akhirnya ia
berteriak keras meledakkan seluruh tenaganya. Uap beracun
menyembur keluar dari seluruh pori-pori tubuhnya.
Tampaknya usahanya membuang racun telah berhasil
meskipun Yang Ren Fang harus kehilangan banyak tenaga.
"Hahaha. anak muda engkau lumayan juga" kata Guo
Cing Cen sambil tertawa-tawa mengejek. Hati Yang Ren
Fang menjadi panas sekali dipermainkan kakek juling ini.
Jika saja tidak ada Jien Wei Cen. pastilah ia sudah maju dan
menghajarnya hingga babak belur.
"Kalian bertiga, mengapa tidak ikut duduk dan
minum-minum dengan kami di sini?" tegur Jien Wei Cen
dengan mengerahkan tenaga dalamnya sehingga menggetarkan seluruh hutan bukit Guan Hu itu.- 485 Yang Ren Fang bingung siapakah yang ditegur oleh
Jien Wei Cen. Di sekitar lapangan terbuka tempat mereka
duduk dan minum-minum dikelilingi oleh pepohonan yang
tidak begitu lebat. Jika ada seseorang yang bersembunyi di
sana. pastilah terlihat atau terdengar oleh indera Yang Ren
Fang yang sudah amat terlatih. Tapi sekarang bukan hanya
satu orang saja tapi tiga orang yang bersembunyi dan tidak
dapat ia sadari kehadirannya! Siapakah tokoh-tokoh yang
begitu hebat itu?
Seperti menjawab pertanyaannya, tiba-tiba saja
muncul tiga orang yang sudah berdiri di depan mereka.
Seorang memakai pakaian sutra putih-putih, menyandang
pedang bersarung putih pula. Wajahnya berbedak tebal dan
halus sekali, mirip wajah seorang wanita. Yang Ren Fang
bahkan sempat bingung salah mengira ia adalah seorang
wanita. Di sebelah kanannya berdiri seorang kakek tua yang
wajahnya tidak waras dan tertawa-tawa. Rambutnya yang
sudah putih dibiarkan tergerai panjang. Bajunya meskipun
bagus dan mahal, tapi kelihatan awut-awutan dan tidak
terurus. Matanya memandang Yang Ren Fang dan Jien Wei
Cen seakan-akan mereka itu makanan yang enak sekali,
benar-benar seorang kakek gila! Berbeda sekali dengan
kakek gila itu. orang yang berdiri di sebelah kiri pria berbaju
putih itu kelihatan amat tenang dan terpelajar sekali, la
memakai baju ungu yang lebar dan juga topi ungu besar
dengan permata di tengahnya. Wajahnya menunjukkan
wibawa dan kecerdasan yang tinggi. Dalam hati Yang Ren
Fang bertanya-tanya siapakah mereka ini?- 486 "Nah. setelah kalian semua telah tiba. mari kita
bersulang bersama!!" kata Jien Wei Cen sambil menciduk
tiga mangkuk arak dengan cepat sekali. Gerakannya hampir
tidak terlihat oleh Yang Ren Fang. tahu-tahu sudah ada tiga
mangkuk Huen Rou Ciu di tangan Jien Wei Cen.
"Mari saudaraku, ambillah masing-masing satu!" kata
Jien Wei Cen sambil melemparkan mangkuk itu ke arah
ketiga pendekar aneh yang berdiri di depannya dengan
tenaga dalam tinggi.
Mangkuk itu meluncur cepat sekali, berdesing
membelah udara bagaikan anak panah. Tenaga Jien Wei Cen
yang melemparkan mangkuk itu sangat hebat, sehingga
tidak setetes pun arak yang tumpah. Ketiga pendekar aneh
itu menerima mangkuk Huen Rou Ciu dengan caranya
masing-masing. Pria berbaju putih itu menarik pedang
dengan sarung putihnya dan menerima mangkuk itu dengan
gagang pedangnya. Mangkuk itu ternyata masih meluncur
dengan hebatnya sehingga gagang pedang terpaksa diputar
cepat sekali untuk menahan laju gerakannya. Kakek
bertampang gila lain lagi cara menerimanya, la
menghentakkan tenaga dalamnya hingga menghancurkan
mangkuk. Isi arak yang tumpah kemana-mana kemudian
disedotnya dengan tenaga dalam ke dalam mulutnya.
Tapi yang paling membuat Yang Ren Fang kagum
adalah kemampuan pendekar berbaju ungu lebar itu. Ia
hanya berdiam diri dan merangkapkan kedua tangannya saja
di depan dada. Matanya mengawasi mangkuk arak yang- 487

Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meluncur deras sekali ke arahnya dan suatu hal yang ajaib
terjadi. Mangkuk itu melayang berhenti di udara seperti ada
sesuatu yang menahannya di sana. Benar-benar pameran
ilmu yang luar biasa!
"Hahahaha! Benar-benar tidak kusangka bisa bertemu
dengan tiga pendekar hebat sekaligus di tempat seperti ini.
Jika aku tidak minum sampai puas. mana mungkin aku Jien
Wei Cen bisa turun bukit dengan tenang" kata Jien Wei Cen
dengan nada gembira. Dalam perkataannya tersirat bahwa
meskipun sudah ada tiga pendekar hebat menghadang di
depannya, ia tetap akan bisa turun bukit Guan Hu ini dengan
selamat. Ini memang sifat khas Jien Wei Cen yang amat
percaya diri. bahkan cenderung bisa dikatakan sombong
oleh sebagian orang.
"Tien Pang-cu. aku Fan Zheng seumur hidup tidak
pernah minum arak. Maaf harus kukembalikan maksud baik
anda" kata pendekar berjubah ungu yang adalah guru negara
Nela Fan Zheng itu. Mangkuk arak yang terhenti di udara
kini kembali kepada Jien Wei Cen dengan kecepatan hampir
sama dengan saat dilemparkan tadi. Jien Wei Cen sama
sekali tidak gentar menghadapi serangan balik seperti ini
dan sudah bersiap menerima mangkuk itu kembali ketika
kembali terjadi suatu keajaiban Mangkuk itu tetap meluncur
kembali kepada Jien Wei Cen. tapi arak Huen Rou Ciu yang
ada di dalamnya mengalir keluar seperti tersedot ke arah
kakek berwajah gila itu. Ia menyeruput arak terbang itu- 488 dengan suara keras yang menjijikkan dan tampaknya ia
menikmati sekali minum arak beracun itu.
"Hahahah! Asyik sekali, asyik! Eh. kasim jika engkau
tidak mau minum bagianmu juga. aku Fang Yung Li akan
senantiasa menerimanya dengan tangan terbuka" kata kakek
gila bernama Fang Yung Li alias Sie Mo itu sambil
melompat-lompat kegirangan.
"Aku. kepala kasim istana Huo Cin. tidak pantas
minum arak murahan semacam ini" kata Huo Cin dengan
sinis sambil menyodorkan gagang pedangnya y ang
menyangga mangkuk arak kepada Fang Yung Li. Seperti
biasa, sifat Huo Cin selalu meremehkan dan memandang
rendah orang lain apalagi terhadap Fang Yung Li yang
kurang waras itu.
"Wah. wah terima kasih" kata Fang Yung Li sambil
mengambil mangkuk itu dan menyeruputnya dengan keras.
Setelah puas ia menyapu mulutnya dengan lengan bajunya
dan membanting mangkuk arak hingga pecah ke tanah.
"Nah. setelah kita semua berkumpul di sini dan
minum-minum sampai puas. aku ingin menjemput putri dan
cucu luarku untuk kembali ke rumah" kata Jien Wei Cen
dengan nada tenang sekali, seakan-akan hendak menjemput
Jien Jing Hui dan Yang Hong setelah bermain di rumah
tetangga saja layaknya. Tidak ada kesan tegang atau pun
takut sama sekali dalam nada suara maupun gerak-geriknya.
Dalam hati. Yang Ren Fang benar-benar kagum sekali- 489 terhadap mertuanya itu. Tidak heran jika Jien Wei Cen
disebut sebagai Wu Di Tien Lung (Naga Langit Tanpa
Tandingan)!
"Eh. Wei Cen. engkau kira ini rumah penginapan?
Seenak perutmu saja datang dan pergi, engkau kira aku ini
siapa? Pelayan penjaga pintu?" kata Fang Yung Li dengan
marah. Dasar orang gila. enak sekali ia memanggil nama
kecil Jien Wei Cen tanpa sebutan Pang-cu. seakan-akan ia
sudah kenal akrab sekali dengan ketua Tien Lung Men itu.
"Aku tahu kalian pastilah tidak akan melepaskanku
begitu saja. Tapi aku sudah berniat untuk memberikan
kalian imbalan" kata Jien Wei Cen.
"Oh? Imbalan apakah itu?" tanya Guo Cing Cen
penasaran sekali.
"Aku akan mengampuni nyawa kalian berempat
kecuali bagi pembunuh Cing Hou Wang Ding" kata Jien
Wei Cen dengan datar.
Kata-kata barusan benar-benar mengejutkan semua
yang hadir, tidak terkecuali Yang Ren Fang. Meskipun katakata itu diucapkan dengan sopan dan datar, tapi
mengandung keyakinan diri yang amat besar. Empat
pendekar hebat yang berada di depannya sama sekali tidak
dianggap bak angin lalu saja. bagaimana mereka tidak
merasa terhina. Nama besar mereka di dunia persilatan
selama puluhan tahun ternyata tidak dipandang sebelah mata
sama sekali oleh Jien Wei Cen. Kemarahan mereka mulai- 490 naik ke ubun-ubun apalagi Fang Yung Li yang setengah gila
itu. la langsung mencak-mencak sambil menuding wajah
Jien Wei Cen.
"Wei Cen! Kurang ajar sekali kau! Kau pikir siapa
dirimu bisa berkata begitu di depanku? Kaisar saja bahkan
hormat kepadaku'* kata Fang Yung Li dengan geram sekali.
"Fang Yung Li. melihat ilmumu tadi. tampaknya
hanya engkau yang menguasai ilmu sesat Pei Ming Sen
Kung (Tenaga Sakti Neraka Utara). Apakah engkau yang
membunuh Wang Ding dan menulis surat untukku tanya
Jien Wei Cen dengan penuh wibawa, la sama sekali tidak
terpengaruh oleh makian Kang Yung Li.
"Memang benar, akulah yang membunuhnya! Berani
sekali kera bodoh itu dengan ilmunya yang dangkal
mencoba menghalangiku. Tapi lumayan aku bisa mendapat
tambahan sedikit tenaga darinya, hehehehe" kata Fang Yung
Li sambil tertawa tidak waras.
"Hmm. baiklah jika begitu kita lihat seberapa besar
kemampuanmu" kata Jien Wei Cen sambil bangkit berdiri.
Yang Ren Fang dan Guo Cin Cen pun kini ikut berdiri
bersama-sama.
Mereka berenam membentuk lingkaran kecil di
sekitar api unggun. Semua saling menatap waspada, kalaukalau ada yang memulai gerakan terlebih dulu. Api unggun
yang berada di tengah-tengah berkobar-kobar membara
terkena hawa panas tenaga dalam mereka berenam.- 491 Tampaknya pertarungan sudah tidak dapat dielakkan lagi.
Yang Ren Fang mengepalkan tangannya dan bersiap
mengeluarkan tenaga dalamnya hingga ke puncak.
Tanpa diberi aba-aba. serentak keempat pendekar
langsung maju menyerang Jien Wei Cen dan Yang Ren
Fang. Hawa tenaga mereka berempat sudah terasa menekan
sekali meskipun jarak masih beberapa langkah. Huo Cin
dengan Pi Sie Cien (Pedang Penakluk Iblis). Fan Zheng
dengan Wu Di Mi Jie Sen Kung (Ilmu Gaib Raga Tanpa
Wujud). Fang Yung Li dengan Pei Ming Sen Kung (Tenaga
Sakti Neraka Utara) dan terakhir Guo Cin Ceng dengan Mu
Ren Kui Di (Raga Kayu Mayat Hidup). Gabungan tenaga
mereka berempat begitu luar biasa sehingga mampu
membuat lingkaran angin badai yang hebat menerjang Jien
Wei Cen dan Yang Ren Fang.
Jien Wei Cen segera bertindak cepat menyelamatkan
Yang Ren Fang yang mulai kesulitan bernapas karena udara
begitu tertekan. Dengan satu dorongan lembut, ia
menyingkirkan Yang Ren Fang dari badai tenaga yang luar
biasa itu. Ia sendiri bersiap mengerahkan tenaga dalam
puncak Tien Lung Ta Fa (Tenaga Sakti Naga Langit) tingkat
ketiga puluh enam yang sudah ia sempurnakan selama
beberapa tahun dalam pertapaannya di Liu Sui Tung.
Seluruh otot tubuh Jien Wei Cen mengembang, membuat
jubah merah dan baju emasnya penuh terisi. Kedua
tangannya dipentangkan di kedua sisi. tapak terbuka lebar.- 492 Kedua kakinya membentuk kuda-kuda kokoh bersiap
melepaskan tenaga dalam puncak.
Yang Ren Fang yang didorong Jien Wei Cen keluar
dari arena pertarungan, kini hanya bisa memandang takjub
pertempuran tingkat tinggi yang jarang sekali terjadi itu.
Huo Cin dan kawan-kawan terbang dalam pusaran angin
tenaga yang menyesakkan menyerang Jien Wei Cen yang
menunggu serangan dengan siap siaga. Ketika serangan itu
sudah hampir tiba. dalam waktu kurang dari satu tarikan
napas. Jien Wei Cen sudah memuntahkan Tien Lung Ta Fa
tingkat tiga puluh enam menghadang serangan.
Tenaga keras dilawan dengan tenaga keras.
Dentuman udara meledak benar-benar memekakkan telinga
Yang Ren Fang. bahkan sampai melemparkan tubuhnya
beberapa tombak ke belakang. Tubuhnya terbang bagaikan
daun musim gugur dan baru berhenti setelah menabrak
sebatang pohon dengan keras. Yang Ren Fang merasakan
punggungnya sakit sekali sehingga tidak sanggup langsung
berdiri dan perlu mengatur napas terlebih dulu. Benturan
tenaga itu memang benar-benar dahsyat sehingga suara
ledakannya sampai ke perkemahan prajurit istana yang
jauhnya beberapa li.
Bagaimanakah nasib kelima pendekar yang
berbenturan tenaga barusan? Mereka justru sama sekali
tidak terpengaruh oleh ledakan dan langsung bertarung
membuka jurus maut masing-masing. Sebenarnya satu
melawan empat pasti terkesan tidak adil. tapi bagi Jien Wei- 493 Cen sang Tangan Dewa Kaki Iblis, bertarung melawan
empat pendekar kelas wahid malah menjadi suatu
kesenangan tersendiri. Ia yang sudah lama mengasingkan
diri karena tidak bertemu lawan tangguh, kini sekaligus
mendapatkan empat, siapa yang tidak akan merasa senang?
Huo Cin sendiri merasa penasaran sekali atas
kekalahannya beberapa tahun lalu dari Jien Wei Cen.
Selama ini ia terus berlatih keras meningkatkan ilmu Pedang
Penakluk Iblis sampai tahap tertinggi yang bisa ia capai agar
ia bisa membalaskan dendam sakit hatinya nanti. Sekarang
musuh besarnya sudah ada di depan mata dan ia dibantu oleh
tiga pendekar tangguh luar biasa, tapi tetap saja tidak bisa
mendesak Jien Wei Cen. Dalam hati Huo Cin bertanyatanya, apakah Jien Wei Cen sudah mencapai tahap dewa
dalam ilmu Tien Lung Ta Fa? Apalagi wajah Jien Wei Cen
malah terlihat jauh lebih muda daripada saat terakhir mereka
bertemu sehingga semakin meyakinkan Huo Cin bahwa
ilmu Tien Lung Ta Fa tahap dewa sudah berhasil diraih
olehnya.
Pertempuran sendiri sebenarnya berjalan seimbang.
Kedua belah pihak masing-masing tidak bisa saling
menekan lawan. Gerakan mereka berempat amat cepat dan
sukar diikuti mata manusia biasa, bahkan Yang Ren Fang
sendiri hanya dapat melihat gerakan kabur saja. Dalam
pertempuran itu. Jien Wei Cen lebih memilih untuk
menyerang Fang Yung Li sebagai sasaran utamanya. Ia
tampaknya benar-benar ingin membalaskan kematian tragis- 494 Wang Ding di tangan Fang Yung Li kemarin malam.
Serangan-serangan begitu ganas dan mematikan, sehingga
jika saja Fang Yung Li tidak dibantu oleh Huo Cin dan
kawan-kawannya pastilah ia sudah terkena beberapa
pukulan dan tendangan telak.
Fang Yung Li sendiri tentu amat marah merasa
dikejar-kejar terus. Selama hidupnya ia tak pernah
terkalahkan dan selalu mengejar orang, bukannya dikejar
seperti sekarang ini. Bahkan boleh dikatakan ia terus
terdesak oleh tinju dan tendangan yang dilontarkan Jien Wei
Cen terus-menerus seakan tidak mengambil napas sama
sekali. Inilah salah satu jurus sakti yang membuat Jien Wei
Cen digelari Sen Sou Mo Ciao yaitu jurus Lung Bao Sou
Ciao (Kaki Tangan Meriam Naga). Setiap tinju dan
tendangan dikerahkan dengan segenap kekuatan, sehingga
meskipun dapat ditangkis, lama-lama tangan Fang Yung Li
menjadi mati rasa juga.
Marah karena merasa dipermainkan terus, akhirnya
Fang Yung Li berteriak keras sekali. Ia mengumpulkan
tenaga Pei Ming Sen Kung sampai ke puncak di bagian
tubuh yang akan diserang oleh Jien Wei Cen. Tindakan ini
benar-benar tindakan orang gila yang berani mati. karena
jika saja salah perhitungan maka tubuh Fang Yung Li akan
langsung hancur dihajar tenaga Tien Lung Ta Fa. Benar saja.
Jien Wei Cen tidak membuang kesempatan melakukan satu
pukulan tinju telak ke arah ulu hati Fang Yung Li yang
terbuka lebar. Meskipun tahu itu adalah jebakan, tapi sifat- 495 Jien Wei Cen y ang penuh percaya diri dan tinggi hati tidak
mau mengalah begitu saja. Ia sengaja menghajar Fang Yung
Li dengan sekuat tenaga, berusaha menghabisinya untuk
membalaskan dendam Wang Ding.
"Bukkk Wuttt"
Hajaran tinju Jien Wei Cen dengan tenaga penuh
menancap di ulu hati Fang Yung Li. Seharusnya paling tidak
ada beberapa tulang rusuk Fang Yung Li yang patah, tapi
sebaliknya kakek gila itu malah tersenyum menyeringai
kepada penyerangnya. Jien Wei Cen sendiri begitu heran
merasakan tinjunya seperti menghantam kapas saja.
Tenaganya seperti tersedot masuk ke dalam suatu sumur
yang tidak berdasar. Jien Wei Cen menyadari bahwa ilmu
sesat Pei Ming Sen Kung adalah ilmu penghisap tenaga
lawan, tapi ia sama sekali tidak menyangka jika Fang Yung
Li mampu meredam tenaga Tien Lung Ta Fa tingkat ketiga
puluh enam.
Fan Zheng dan Guo Cing Cen yang melihat Jien Wei
Cen sedang kesulitan, tidak membuang kesempatan emas
untuk membokongnya. Mereka berdua melompat
bersamaan dan menyerang punggung Jien Wei Cen yang
terbuka, sedangkan Huo Cin melompat dari depan bersiap
menusuk dada Jien Wen Cen dengan pedang Bulan
Peraknya. Keadaan menjadi sangat genting bagi Jien Wei
Cen karena ia diserang dari tiga arah bersamaan sementara
tangan kanannya tengah terkunci, tapi pengalamannya- 496 sebagai seorang pendekar nomor satu membuatnya dapat
tetap tenang menghadapi serbuan maut seperti ini.
Jien Wei Cen memutar kaki kirinya menendang ke
belakang ke arah Guo Cing Cen. sedangkan tangan kirinya
menerima lapak Fan Zheng sambil memiringkan badan
menghindari tusukan pedang Huo Cin. Semuanya terjadi
dalam waktu yang amat singkat, bahkan kurang dari satu
hembusan napas. Tendangan kaki Jien Wei Cen mau tidak
mau harus ditangkis oleh Guo Cing Cen dan ia terpental
sebagai akibat kalah tenaga. Tapak Fan Zheng membentur
tapak Jien Wei Cen dengan kekuatan hampir berimbang,
sehingga Fan Zheng tidak terlempar terlalu jauh. Hasil
tenaga benturan dengan Fan Zheng ini dimanfaatkan Jien


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Wei Cen untuk semakin mendorong dan menekan Fang
Yung Li. sekaligus menghindari tebasan pedang maut Huo
Cin. Siasat Jien Wei Cen ini berjalan baik karena ia
berhasil menghindari serangan dari ketiga arah sekaligus
melepaskan kuncian tenaga hisap Fang Yung Li yang
mengunci tangan kanannya. Fang Yung Li terdorong
beberapa langkah ke belakang oleh hawa tenaga Jien Wei
Cen dan terpaksa melepaskan kuncian tenaga hisapnya jika
ia tidak ingin terluka dalam parah. Huo Cin sendiri masih
menyerang dari atas dengan kecepatan pedang yang
bagaikan halilintar menyambar sehingga Jien Wei Cen tidak
sempat menghindari lagi dan tergores tipis di bagian dada.- 497 Kedua pihak menghentikan pertarungan sejenak
untuk mengambil napas. Jien Wei Cen hanya tergores oleh
pedang Huo Cin. tapi kaki kirinya terasa kebas dan mati
rasa. Rupanya julukan Tabib Racun yang disandang Guo
Cing Cen bukanlah sekadar nama kosong karena di saat
menahan tendangan tadi. ia sempat memasukkan Cing Sa Tu
(Racun Pasir Emas) yang mampu menyusup melalui kulit
dan masuk ke aliran darah. Bahkan pendekar sakti seperti
Jien Wei Cen saja masih kesulitan menekan keluar Cing Sa
Tu. maka bisa dibayangkan akibatnya jika racun ini
mengenai orang biasa.
Fan Zheng dan Guo Cing Cen sama-sama mengatur
aliran tenaga mereka yang kacau balau karena benturan
dengan Tien Lung Ta Fa barusan. Yang paling parah terluka
adalah Fang Yung Li. dari hidung dan mulutnya mengucur
darah segar, pertanda ia terluka dalam cukup parah. Tapi
kegilaannya membuat ia seperti kebal dengan rasa sakit,
malah Fang Yung Li masih tertawa-tawa dengan riangnya.
Dari semua pendekar yang bertarung, hanya Huo Cin sajalah
yang belum terluka sama sekali. Dengan perasaan bangga
dan penuh kemenangan ia memegang pedang Bulan
Peraknya di depan dada sambil memandang Jien Wei Cen
dengan sinis.
"Tien Pang-cu. engkau selama ini selalu meremehkan
semua orang. Apakah engkau masih berani
menyombongkan diri sekarang?" tanya Huo Cin dengan
nada mengejek.- 498 "Kurang ajar! Kalian main keroyok dan memakai
racun, mana bisa disebut orang gagah. Jien Pang-cu tanpa
tandingan di kolong langit ini. mana mungkin bisa kalian
gertak begitu saja T bentak Yang Ren Fang dengan marah
sambil maju ke depan. Jien Wei Cen sendiri tidak
menanggapi ejekan Huo Cin karena sedang berusaha keras
menekan racun Pasir Emas keluar dari kakinya.
"Oh? Aku lupa masih ada seekor cacing muda ini.
Bocah, lebih baik engkau pulang mempersiapkan
perkabungan bagi mertuamu daripada berteriak-teriak di
sini" ejek Huo Cin kepada Yang Ren Fang.
"Kurang ajar!" bentak Yang Ren Fang dengan geram
sekali. Selama ini ia adalah orang kedua di Tien Lung Men
dan dihomiati semua orang, tapi sekarang ia dihina dan tidak
dipandang sama sekali oleh kelompok orang yang telah
menculik anak dan istrinya. Siapakah yang akan tahan
diperlakukan seperti ini?
Yang Ren Fang maju menyerang dengan kekuatan
penuh Tien Lung Ta Fa tingkat keduapuluh delapan. Suara
angin bersiuran terkena hawa tenaga maut tinju Yang Ren
Fang yang sudah hampir mencapai dada Huo Cin. akan
tetapi ia masih tenang-tenang saja. Yang Ren Fang begitu
yakin bisa menghajar dada Huo Cin dengan telak ketika
tiba-tiba saja ia merasakan dirinya melayang tanpa bisa ia
kendalikan. Tubuhnya seperti didorong oleh tenaga luar
biasa yang tidak tampak sehingga terlempar beberapa
tombak menjauhi Huo Cin yang tersenyum sinis- 499 mengejeknya. Yang Ren Fang terlempar hingga menabrak
sebatang pohon yang cukup besar dengan keras sekali
sampai daun-daunnya berguguran ke tanah akibat benturan
itu. "Fang-er. engkau tidak apa-apa tanya Jien Wei Cen
sampai berlari ke arah Yang Ren Fang yang tergeletak tak
berdaya. Jien Wei Cen mengangkat kepala menantunya dan
membantunya kembali berdiri. Yang Ren Fang
memuntahkan darah segar ketika akhirnya ia bisa berdiri
kembali. Tampaknya luka dalamnya cukup parah karena
sudah dua kali ia terlempar membentur pohon.
"Pang-cu. ilmu setan apakah yang barusan
menghajarku? Aku sama sekali tidak melihat penyerangku"
tanya Yang Ren Fang dengan terengah-engah.
"Itu adalah ilmu andalan negeri Tibet, yang dapat
menggerakkan benda tanpa menyentuhnya. Wu Di Mi Jie
Sen Kung" jawab Jien Wei Cen.
"Jien Pang-cu memang layak disebut tetua dunia
persilatan, pengetahuan anda luas sekali" puji Fan Zheng
sambil menjura hormat.
"Huh! Simpan saja mainanmu untuk menghadapi
anak kecil. Aku Jien Wei Cen tidak akan mengeluh
meskipun kalian semua mengeroyokku bersama-sama!"
kata Jien Wei Cen sambil mendengus kesal, la kemudian
menyandarkan Yang Ren Fang ke batang pohon supaya
dapat beristirahat.- 500 "Fang-er. engkau lihat saja pertarungan ini baik-baik.
Aku pasti akan menang dan membawa putri dan cucuku
kembali ke Tien Lung Men" kata Jien Wei Cen dengan
penuh keyakinan.
"Pang-cu. berhati-hatilah" kata Yang Ren Fang
mengingatkan.
Jien Wei Cen kembali maju menghadapi keempat
pendekar yang berdiri menantangnya. Wajah Jien Wei Cen
kini mengeras, tidak ada lagi permainan dalam pertarungan
kali ini. Bahkan Huo Cin dan kawan-kawannya dapat
merasakan peningkatan hawa membunuh yang luar biasa
dari diri Jien Wei Cen. Mereka merasa seperti berhadapan
dengan seekor naga yang sedang mengamuk sehingga tidak
berani bergerak barang selangkah pun.
"Baiklah, kalian benar-benar telah membuatku marah
sekarang Bersiaplah untuk menghadapi Tien Lung Ta Fa
yang sudah kulatih bertahun-tahun di dalam pertapaanku
Anggaplah kalian mendapat kehormatan menjadi orangorang pertama yang menyaksikan ilmu baruku ini" kata Jien
Wei Cen.
Selesai berkata demikian. Jien Wei Cen mengambil
sikap merentangkan kedua tangan seperti saat hendak
menerima serangan pertama ladi. Tapi jika tadi ia hanya
ingin mempertahankan diri. maka kali ini tujuannya adalah
menyerang Huo Cin dan kawan-kawannya sehingga tenaga
yang dikerahkan benar-benar sampai ke puncak. Hawa- 501 udara di sekeliling Jien Wei Cen menjadi tertekan sekali dan
menimbulkan pusaran angin. Daun-daun gugur ikut
beterbangan membuat pusaran ke atas. Suasana benar-benar
menegangkan karena semua yang hadir ingin mengetahui
jurus baru apa yang telah diciptakan Jien Wei Cen setelah
sekian lama bertapa.
Jien Wei Cen memutar kedua tangannya yang
direntangkan membentuk lingkaran besar. Putaran itu makin
lama makin cepat hingga akhirnya bayangan tangan Jien
Wei Cen pun menghilang. Huo Cin dan kawan-kawan mulai
terdorong mundur oleh pusaran angin yang semakin kuat
yang dihasilkan oleh Jien Wei Cen. Tidak heran jika jurus
baru ini dinamakan Tien Lung Feng Lun (Pusaran Angin
Naga Langit) karena benar-benar mampu membuat badai
angin yang luar biasa.
Fang Yung Li yang berangasan dan tidak sabaran.
maju dulu menyerang dengan Pei Ming Sen Kung kekuatan
penuh. Jurus Fang Yung Li ini memang tidak perlu
mendekati lawan, karena ilmunya adalah ilmu menghisap,
justru lawanlah yang ditarik mendekatinya. Pusaran angin
badai menjadi semakin besar karena tarik-menarik antara
dua tenaga dahsyat ini. Namun hal ini tidak berlangsung
lama karena Fang Yung Li mulai tampak kewalahan dan
terseret mundur ke belakang oleh kedahsyatan Tien Lung
Feng Lun yang dimuntahkan Jien Wei Cen. Ketika Fan
Zheng melihat Fang Yung Li mulai kewalahan, segera turun
laga membantu. Ia mengerahkan tenaga Wu Di Mi Jie Sen- 502 Kung sampai tahap keenam, tahap puncak yang
dikuasainya. Tadi ketika ia menghempaskan Yang Ren
Fang. ia hanya memakai tahap kelima saja. Kini sampai di
manakah kehebatan tingkat keenam Wu Di Mi Jie Sen Kung
dapat menandingi Tien Lung Feng Lun masih harus
dibuktikan lagi.
Badai angin yang menerbangkan dedaunan gugur kini
bertambah ganas sehingga ranting-ranting kayu hutan yang
patah pun ikut beterbangan. Tampak Wu Di Mi Jie Sen
Kung yang memiliki daya menolak luar biasa jika
digabungkan dengan Pei Ming Sen Kung yang memiliki
daya hisap maut. benar-benar merupakan gabungan j urus
yang mampu mengimbangi Tien Lung Feng Lun milik Jien
Wei Cen.
Pusaran angin membadai semakin keras sehingga
Guo Cing Cen sang kakek juling yang bertenaga dalam
paling rendah di antara mereka, harus duduk bersila dan
mengerahkan seluruh tenaga dalamnya agar tidak terseret
dalam pusingan angin tenaga yang saling bertubrukan itu.
Huo Cin sendiri masih tegak berdiri dengan pakaian jubah
putihnya berkibar-kibar tertiup angin, la tampak sedang
menyalurkan tenaga Pi Sie Cien ke dalam pedang Bulan
Peraknya hingga pedang sakti itu mendengung keras. Warna
pedang yang semula mengkilat putih, kini bahkan sudah
berubah merah membara seperti pedang yang baru keluar
dari bara penempaan. Rupanya untuk menghadapi pendekar
tanpa tanding seperti Jien Wei Cen ini. bahkan Huo Cin pun- 503 tidak berani lagi bermain-main. Seluruh tenaga puncak
dikerahkan dan tidak boleh ada kesalahan sedikitpun.
Lengah sedikit saja bukan tidak mungkin nyawa akan
melayang!
Huo Cin berteriak keras sambil menebaskan pedang
Bulan Perak ke arah Jien Wei Cen yang masih tengah
mengadu tenaga dengan Fang Yung Li dan Fan Zheng.
Hawa tenaga Pi Sie Cien yang terlontar keluar dari pedang
benar-benar luar biasa. Segala yang dilewatinya teriris dan
terbelah menjadi dua. daun-daun dan ranting kayu yang
beterbangan, pohon dan tanah semuanya terbelah Hawa Pi
Sie Cien mi bahkan mampu membelah udara seperti
gelombang air memecahkan permukaan danau yang tenang
Yang Ren yang sedang bersandar pada sebuah pohon agak
jauh dan arena pertarungan sampai tidak mempercayai
pandangan matanya ketika melihat udara terbelah menjadi
dua akibat hawa pedang Pi Sie Cien!
Jien Wei Cen juga menyadari akan datangnya hawa
pedang luar biasa ini tapi bukannya menghindari dan
tebasan Pi Sie Cien. ia malah mengumpulkan segenap
kekuatan Tien Lung Feng Lun di kedua lapaknya dan
menepukkannya dengan sekuat tenaga Ledakan yang
dihasilkan tenaga Tien Lung Feng Lun yang bertemu di
kedua tangan Jien Wei Cen menghasilkan suara dan getaran
yang jauh lebih hebat dari ledakan yang pertama tadi Pohonpohon yang berdekatan dengan mereka sampai
bertumbangan dan beberapa bahkan hangus terbakar seperu- 504 habis disambar petir. Gendang telinga Yang Ren Fang
berdenging keras sekali seakan-akan mau pecah, padahal ia
berada kira-kira enam tujuh tombak dari tempat Jien Wei
Cen berdiri. Guo Cing Cen yang duduk bersila di dekat
arena penarungan terhempas dan terseret hingga terbang
meluncur jatuh ke bawah bukit akibat ledakan tenaga Tien
Lung Feng Lun. Kasihan sekali nasib sang Tabib Racun itu.
Maka bisa dibayangkan bagaimana akibatnya bagi Huo Cin.
Fang Yung Li dan Fan Zheng yang berdiri dalam jarak
kurang dari dua tombak dari Jien Wei Cen.
Jubah dan topi ungu Fan Zheng langsung hancur dan
robek-robek diterpa angin ledakan. Ia sendiri masih
beruntung mempunyai Wu Di Mi Jie Sen Kung yang
melindungi dan luka parah. Sang Setan Darah Fang Yung Li
terseret mundur beberapa langkah kemudian terhuyunghuyung jatuh dan muntah darah segar. Tapi dasar orang gila.
ia malah tertawa-tawa senang melihat darahnya sendiri. Huo
Cin sendiri masih berdiri tegak dengan memegang pedang
Bulan Perak. Sepertinya ia tidak terluka tapi jika dilihat
dengan lebih teliti lagi. tampak darah menetes satu-satu dari
pergelangan tangannya yang memegang pedang Bulan
Perak itu. Kiranya urat nadi Huo Cin sampai pecah menahan
getaran benturan tenaga dahsyat Tien Lung Feng Lun milik
Jien Wei Cen.
Melihat keempat musuh Jien Wei Cen yang dapat
dilukai dengan jurus Tien Lung Feng Lun ini, apakah bisa
dikatakan Jien Wei Cen telah menang? Tampaknya tidak- 505 semudah itu mengatakan bahwa sang Tangan Dewa Kaki
Iblis ini telah memenangkan pertarungan. Tadi Jien Wei Cen
mengerahkan seluruh tenaga dalamnya untuk menekan
musuh sehingga racun Cing Sa Tu yang masih belum
dikeluarkan sepenuhnya dari kaki kirinya, kembali menjalar
dan sudah memasuki aliran darah utama. Jika racun tidak
cepat dikeluarkan, maka beberapa saat lagi kaki kiri itu
terpaksa harus dipotong karena akan hancur dan membusuk.
Tapi yang paling mengejutkan semua orang adalah
darah yang menetes dari kedua pangkal bahu Jien Wei Cen.
Dari balik jubah merah dan pakaian emasnya, tampak dua
mata pisau yang menembus keluar dari kedua tulang
belikatnya. Tentunya dua pisau pendek itu dilemparkan
seseorang pada saat Jien Wei Cen tengah berkonsentrasi
penuh menghadapi serbuan Huo Cin. Fang Yung Li dan Fan
Zheng. Tapi siapakah yang begitu lihai sehingga mampu
membokong Jien Wei Cen tanpa disadarinya?
Jien Wei Cen sendiri yang menyadari dirinya telah
dibokong dengan licik sekali, berusaha mengatur napas
menetralkan jalan darah sebelum kemudian berbalik untuk
melihat siapa yang telah membokongnya. Ternyata tidak ada
siapa-siapa yang berdiri di belakangnya kecuali Yang Ren
Fang yang tengah bersandar pada sebatang pohon. Dari


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

wajahnya yang kelihatan telah melakukan kesalahan besar,
jelas Yang Ren Fang adalah pembokong itu!- 506 "Fang-er. mengapa engkau lakukan ini?" tanya Jien
Wei Cen tidak habis pikir dan tidak bisa mempercayai
pengkhianatan ini.
"Aku... aku terpaksa harus melakukannya" kata Yang
Ren Fang dengan lirih sekali sambil terus menunduk.
"Mengapa?!" kata Jien Wei Cen dengan nada lebih
keras lagi.
"Aku..." Yang Ren Fang tidak sanggup lagi
meneruskan kalimatnya.
"Hahahahha. tidak pernah kusangka ternyata Jien Wei
Cen menyimpan seorang pengkhianat dalam keluarganya
sendiri" kata Huo Cin mengejek.
"Diam kau manusia kebiri, aku belum selesai bicara
dengan menantuku!" bentak Jien Wei Cen dengan suara
menggelegar sehingga bahkan Huo Cin pun menjadi sangat
terkejut dan memutuskan untuk berdiam diri dulu.
"Katakan mengapa. Fang-er?" tanya Jien Wei Cen
lagi.
Yang Ren Fang hanya bisa menunduk lemah.
"Aku harus membebaskan Jing Hui dan Hong-er
sekarang. Pang-cu. jagalah dirimu baik-baik" kata Yang Ren
Fang sambil berbalik meninggalkan tempat itu dengan
langkah gontai.- 507 "Tunggu, aku belum selesai bicara denganmu!"
bentak Jien Wei Cen dengan kemarahan yang meledak.
Tanpa mempedulikan luka-lukanya yang cukup parah, ia
menggenjot tubuhnya terbang ke arah Yang Ren Fang.
Meskipun kaki kirinya sudah mati rasa terkena racun Cing
Sa Tu yang berbahaya, ia tetap memaksakan diri mengejar
Yang Ren Fang. Melihat hal ini. Fan Zheng tidak tinggal
diam. Ia segera mengerahkan Wu Di Mi Jie Sen Kung
miliknya untuk menahan laju Jien Wei Cen.
Tenaga tak tampak Wu Di Mi Jie Sen Kung mampu
menahan gerakan Jien Wei Cen di udara. Bagaikan sebuah
layang-layang saja. tubuh Jien Wei Cen mengambang di
udara. Tentu saja halangan ini membuat kemarahan Jien
Wei Cen semakin bertambah. Ia membentak Fan Zheng
dengan marah sekali
"Jangan menghalangi aku. siapapun yang
menghalangi akan kubunuh!"
Sambil berkata demikian. Jien Wei Cen memuntahkan tenaga dalam Tien Lung Ta Fa untuk kesekian kalinya.
Tenaga dahsyat itu digunakan memutar tubuhnya seperti
baling-baling untuk mematahkan ilmu Wu Di Mi Jie Sen
Kung. Ternyata siasat Jien Wei Cen ini berhasil baik karena
ia akhirnya terbebas dari tenaga tak tampak yang dikerahkan
Fan Zheng
Namun begitu kakinya menginjak tanah, giliran Pei
Ming Sen Kung milik Fang Yung Li yang menghisap- 508 dirinya dan menghalanginya mengejar Yang Ren hang yang
sudah hilang ditelan pepohonan. Jien Wei Cen benar-benar
marah sekarang la melupakan keinginannya untuk mengejar
Yang Ren hang dan malah berbalik menyerang Fang Yung
Li Maka lagi-lagi Fang Yung Li yang menjadi sasaran
kemarahan Jien Wei Cen ketika dengan ilmu penghisapnya
Fang Yung Li menyedot tubuh Jien Wei Cen mendekat
kepadanya, malah tubuh kakek gila yang kurus itu dihantam
dengan kedua tapak Tien Lung Ta Fa berkekuatan penuh.
Tak ayal lagi Fang Yung Li terpelanting jauh ke arah hutan
bagaikan anak panah ditembakkan dari busurnya sambil
memuntahkan darah segar dari mulut dan hidungnya.
Jien Wei Cen setelah menggunakan kekuatannya
dengan penuh langsung merasakan racun Cing Sa Tu
bereaksi keras. Jantungnya berdebar kencang dan aliran
darahnya menjadi kacau balau. Belum lagi kedua luka pisau
pendek di bahunya semakin melebar dan mengeluarkan
banyak darah. Ia harus berhenti sebentar untuk mengatur
napas tapi Huo Cin yang melihat peluang bagus untuk
menyerang mana mungkin membiarkannya memulihkan
diri?
Pedang Bulan Perak berkelebat menusuk ke arah dada
Jien Wei Cen dengan cepat sekali. Tidak ada waktu lagi bagi
Jien Wei Cen untuk menghindar sehingga mau tidak mau ia
dipaksa bentrok langsung. Ini memang kemauan Huo Cin
yang hendak memaksa Jien Wei Cen terus-menerus
mengeluarkan tenaga daiamn\a. dengan harapan ia dapat- 509 melemahkan pertahanan Jien Wei Cen Tapi julukan Sen Sou
Mo Ciao yang dianugerahkan kepada Jien Wei Cen
bukanlah gelar kosong belaka.
Tangan kosong berhadapan dengan pedang sakti
pastilah pemegang pedanglah yang diuntungkan. Hanya saja
kali ini ada perkecualian sedikit karena tangan itu bukanlah
tangan biasa melainkan Tangan Dewa Naga Langit. Pedang
Bulan Perak yang sudah berisi tenaga penuh Pi Sie Cien itu
berputar-putar seperti gasing menyerang Jien Wei Cen dan
menutup seluruh jalan mundurnya. Kelihatannya sudah pasti
dada Jien Wei Cen akan tertusuk tapi di saat terakhir Jien
Wei Cen menampar pedang itu sehingga arahnya melenceng
dan hanya menggores dadanya saja.
Tangan Huo Cin yang sudah terluka nadinya itu
hampir saja melepaskan pedang Bulan Perak karena kuatnya
tangkisan tadi. Ia segera memegang pedang saktinya itu
dengan kedua tangannya agar lebih kuat. Huo Cin tidak
ingin membuang waktu lagi dan terus mendesak Jien Wei
Cen agar ia tidak sempat memulihkan diri. Fan Zheng yang
kini bertelanjang dada karena bajunya hancur ini juga turut
turun tangan membantunya mengeroyok Jien Wei Cen yang
sudah terluka itu.
Jien Wei Cen berputar menghindari sergapan kedua
pengeroyoknya itu. Ia tahu ia harus menghindar dulu untuk
menghentikan pendarahan dan mengeluarkan racun. Tapi
Huo Cin seakan dapat menebak jalan pikirannya dan terus
menerus menyerangnya meskipun napasnya sendiri sudah- 510 hampir habis demikian pula dengan Fan Zheng yang
pembuluh otaknya hampir pecah karena berlebihan
memakai Wu Di Mi Jie Sen Kung. Darah terus menetes
keluar dari hidung Fan Zheng karena terlalu memaksakan
diri. Pertempuran ini kelihatannya sudah mencapai tahap
akhir, siapakah yang mampu turun dari bukit Guan Hu
sebagai pemenangnya?
***- 511 Cara pembelian buku via pemesanan website :
? Isi formulir pemesanan dengan lengkap dan benar di
website www. kisahsilat. com
? Jangan lupa masukkan kode unik anda (harap kode unik
anda kombinasi dari beberapa angka, agar tidak sama
dengan kode unik lainnya)
? Klik tombol kirim order/submit
? Lakukan transfer uang sejumlah Rp 40.000 (sudah
termasuk ongkos kirim) plus kode unik anda ke nomor
rekening BCA 0110858035 atas nama Andy Soeprijo.
Contoh anda mendapat kode unik 5 maka jumlah yang
harus anda transfer adalah sejumlah Rp 40.005
? Pengiriman buku ke alamat anda akan dilaksanakan
maksimal 5 hari kerja setelah kami menerima transfer
dari anda untuk daerah Jabotabek dan 10 hari kerja untuk
luar Jabotabek.
? Anda dapat mengajukan pengaduan ke pemesanan d
kisahsilat.com bila 10 (sepuluh) hari setelah transfer
dilakukan anda belum menerima pesanan buku anda atau
paket yang anda terima mengalami kerusakan.
Cara pembelian buku via sms :
Lakukan transfer uang sejumlah Rp 40.000 (sudah
termasuk ongkos kirim) plus nomor unik yang anda pilih
sendiri ke nomor rekening BCA 0110858035 atas nama
Andy Soeprijo. Contoh anda melakukan transfer Rp 40.090
maka 90 adalah nomor unik yang anda pilih sendiri.- 512 Kirim sms ke nomor 0856-7843257 dengan alamat
pengiriman lengkap sebagai berikut : ketik nama_alamat
pengiriman lengkap_kode pos_jumlah uang yang ditransfer
tanggal transfer
Contoh : Budiman_Jl Tanah Abang 111/70 Jakarta
PusatJ 0550_38090_251204
Pengiriman buku ke alamat anda akan dilaksanakan
maksimal 5 hari kerja setelah kami menerima transfer dari
anda untuk daerah Jabotabek dan 10 hari kerja untuk luar
Jabotabek.
Anda dapat mengajukan pengaduan ke pemesanan a
kisahsilat.com bila 10 (sepuluh) hari setelah transfer
dilakukan anda belum menerima pesanan buku anda atau
paket yang anda terima mengalami kerusakan.
Jakarta, Januari 2005- 513 -- 1 -- 2 Kolektor E-Book
Aditya Indra Jaya
Foto Sumber oleh Awie Dermawan
Editing oleh D.A.S- 3 Rimba Persilatan Naga dan Harimau
(Lung Hu Wu Lin)
Buku Ketiga
oleh:
Chen Wei An- 4 Hak Cipta 2005, Chen Wei An
Hak Cipta dilindungi oleh Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau keseluruhan isi tanpa seijin penulis
www.kisahsilat.com
Cetakan pertama 2005- 5 didedikasikan untuk istri saya, Hwee Ling- 6 Daftar Isi
Sepatah Kata dari Bp Sunardy Tedja (Pemerhati Cersil)......................7
Latar Belakang Sejarah .............................................................................9
25. Laki-laki Sejati Tidak Meneteskan Air Mata ..................................11
26. Hutang Darah Dibayar Darah................................................................45
27. Kisah Hidup ...........................................................................................77
28. Lima Warna Kematian ........................................................................127
29. Pedang Elang Emas.............................................................................166
30. Angin Pertempuran ............................................................................197
31. Tidak Ada Dendam yang Tidak Terhapuskan......................................234
32. Racun Lawan Racun............................................................................277
34. Lagu Dewa Perusak Jiwa.....................................................................359
35. Roda Emas Turun Laga........................................................................411
36. Mengepung Wei Menyelamatkan Zhao .............................................449
37. Mayat Hidup .......................................................................................503
38. Menurunkan Ilmu ...............................................................................543
39. Rahasia Permaisuri .............................................................................586
40. Bakti Negara dan Keluarga .................................................................621
CARA PEMESANAN ............................................................................640
Mengenai Penulis....................................................................................642- 7 Sepatah Kata dari Bp Sunardy Tedja
(Pemerhati Cersil)
Dengan kompleksitas kehidupan yang kita hadapi,
cerita silat adalah salah satu buku bacaan ringan yang
digemari menjurus kepada fiksi sejarah kuno dan terlepas
dari bacaan sejenis iptek maupun science fiction. Bagi para
penggemar dan pecinta buku cerita silat, pengarang muda
Chen Wei An dengan buku silat perdananya Lung Hu Wu
Lin sungguh menunjukkan suatu bakat besar yang patut kita
dukung bersama.
Saya melihat adanya pengetahuan sejarah Tiongkok
kuno yang cukup handal disertai penguasaan cerita dan
kebiasaan sepakterjang di dunia persilatan yang dimiliki
oleh Chen Wei An. Sifat buruk dan jahat disertai intrik-intrik
seorang tokoh diimbangi dan dilawan dengan kelakuan dan
sifat bijak yang disajikan dengan cukup rapi dan terarah
dalam sajian cerita Lung Hu Wu Lin. Cerita sebuah
kejahatan dan kebaikan dalam dunia persilatan dapat kita
gunakan sebagai cermin dalam mengevaluasi kehidupan
yang sedang kita hadapi sekarang serta pelajaran mengkaji
masa lampau.
Apapun yang terjadi dalam perkembangan dan
peredaran buku silat ciptaan Chen Wei An, saya
mengharapkan agar semangat dan dedikasinya dalam
memuaskan keinginan para pecinta cerita silat dapat selalu
dipertahankan dan ditingkatkan. Beban kehidupan yang- 8 cukup berat dan melelahkan yang selama ini kita hadapi
semoga dapat diringankan dengan bacaan seperti ini..
Jakarta, 16 Oktober 2005
Sunardi Tedja- 9 Latar Belakang Sejarah
Dalam kisah dinasti-dinasti China, naga selalu
muncul sebagai lambang kekaisaran dan kekuasaan.
Bersama dengan warna kuning, naga adalah simbol sang
kaisar sendiri dan pantang dipakai oleh masyarakat biasa
selain bangsawan dan kerabat kerajaan. Bahkan sering
disebut kaisar adalah keturunan dari naga. Di mana-mana di
daerah China dapat ditemui kuil untuk memuja naga.
Biasanya kuil-kuil ini berada di sepanjang pantai atau tepian
sungai, karena menurut legenda naga berdiam di dalam air.
Kepercayaan mengenai naga ini juga menyebar di
Jepang. Mendiang Kaisar Jepang Hirohito mempunyai
silsilah lengkap sampai leluhurnya yang keseratus dua puluh
lima yaitu Putri Permata, seorang putrid dari Raja Naga
Laut. Tidak hanya China dan Jepang saja, hampir semua
negara Asia Timur menganggap dirinya adalah keturunan
naga. Hampir seluruh dekorasi istana berhiaskan naga dan
disebut sebagai bagian naga : tahta naga, jubah naga, istana
naga dan sebagainya. Bahkan sampai beberapa ratus tahun
lalu, Kaisar Jepang dianggap dapat mengubah dirinya
menjadi seekor naga. Ia menerima tamunya di balik tirai
bambu dan siapapun yang berani mengintip akan dihukum
mati.
Sedangkan harimau dalam sejarah China
melambangkan keperkasaan. Menurut kepercayaan, simbol
tulisan Wang (raja) yang berupa satu garis vertikal dengan- 10 tiga garis horisontal adalah berasal dari garis belang yang
ada di kepala harimau. Entah benar atau tidak, tapi memang
sejak dulu harimau karena kekuatan dan keperkasaannya,
disebut sebagai raja hutan. Dan karena harimau adalah
binatang nyata, berbeda dengan naga yang simbolis, maka


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

harimau sering dipakai untuk menyebut kalangan pendekar
atau jenderal yang gagah berani, yang dapat ditemui oleh
rakyat biasa sehari-hari.
Dalam ilmu feng shui atau lata letak, kedua binatang
ini bersama dengan kura-kura langit dan burung hong,
membentuk suatu formasi ideal untuk penempatan rumah.
Naga hijau di timur, burung hong merah di selatan, harimau
putih di barat dan kura- kura langit hitam di utara. Kotaraja
Chang An dipilih oleh para pendiri dinasti China karena
letaknya yang bagus ini. Tidak heran jika ada pepatah : Naga
di kanan, harimau di kiri semua masalah akan dapat diatasi.- 11 Lung Hu Wu Lin
(Rimba Persilatan Naga dan Harimau)
25. Laki-laki Sejati Tidak Meneteskan Air Mata
Han Cia Sing berlari sekuat tenaga, sambil
menggendong Lu Xun Yi yang terluka parah di
punggungnya, meninggalkan ratusan tentara berkuda yang
mengejar sambil berteriak-teriak dan memanahinya. Ilmu
Guo Yin Sen Kung (Ilmu Melintasi Awan) memang luar
biasa sehingga memungkinkan pemiliknya untuk berlari
secepat angin, bahkan sanggup meninggalkan kuda-kuda
prajurit kerajaan yang mengejar. Han Cia Sing sendiri tidak
berani berhenti berlari sampai rombongan pasukan prajurit
kerajaan sudah tidak kelihatan lagi.
Ia kini tiba di sebuah bukit kecil di ujung timur daerah
Yi Chang. Dengan perlahan dan amat hati-hati, Han Cia
Sing meletakkan Lu Xun Yi bersandar pada sebuah pohon
murbei yang cukup besar dan rindang. Darah yang menetes
dari luka di perut Lu Xun Yi merembes hingga membasahi
punggung Han Cia Sing. Tampaknya luka Lu Xun Yi benarbenar parah sekali. Wajahnya pucat dan napasnya tinggal
satu-satu. Han Cia Sing khawatir sekali terhadap paman
angkatnya itu. Ia segera merobek pakaian sutranya dan
dibebatkan ke perut Lu Xun Yi. Kemudian ia duduk bersila- 12 di depan Lu Xun Yi, menempelkan kedua telapaknya
dengan hati-hati ke dadanya dan mulai menyalurkan tenaga
murni.
"Sing-er, jangan buang-buang tenagamu" kata Lu
Xun Yi dengan lemah. Ia menatap Han Cia Sing dengan
pandangan sebening telaga, pandangan yang tidak pudar
bahkan dalam keadaan terluka parah seperti sekarang ini.
Malah tampaknya ia begitu gembira bisa berjumpa lagi
dengan Han Cia Sing setelah sekian lama berpisah.
"Paman Lu, tenanglah. Aku pasti akan menolongmu"
kata Han Cia Sing sambil menyalurkan tenaga Shi Sui Yi
Cin Cing sekuat yang ia mampu. Aliran tenaga itu begitu
hangat dan melegakan, membuat sekujur tubuh Lu Xun Yi
seperti dialiri air hangat saja layaknya. Meskipun demikian
ia tetap menggeleng lemah kepada Han Cia Sing sambil
tersenyum. Pelan-pelan ia memegang tangan Han Cia Sing
yang menempel di dadanya dan menggesernya pelan-pelan.
"Paman Lu, mengapa engkau menahan tanganku?
Aku akan aman!" teriak Han Cia Sing setengah tidak sabar
melihat tindakan Lu Xun Yi itu.
"Amitabha, san-cai, san-cai. Sing-er, hidup manusia
di dunia ini adalah kosong, mengapa harus dipertahankan?"
kata Lu Xun Yi dengan lemah, la kemudian terbatuk-batuk
dan mengeluarkan darah segar kembali dari mulut dan
hidungnya.- 13 "Paman Lu!" kata Han Cia Sing dengan cemas sekali.
Lu Xun Yi mengangkat tangannya hendak memberi isyarat
agar Han Cia Sing jangan khawatir. Kemudian dengan susah
payah ia menggeser kedua kakinya supaya bisa bersila
dalam posisi teratai. Wajahnya yang pucat masih
menyunggingkan senyuman dan matanya bersinar teduh
bagai telaga.
"Sing-er, setiap hal selalu ada akhirnya. Siang akan
berganti malam, sungai akan menuju laut demikian pula
dengan hidup manusia. Setiap kelahiran pasti akan ada
kematian. San-cai, san-cai, Budha maha pengasih. Sing-er,
engkau harus ingat itu selalu" kata Lu Xun Yi memberikan
nasihat. Han Cia Sing hanya bisa mengangguk sedih
mendengarkan nasihat paman angkatnya itu.
"Amitabha, aku tahu waktuku sudah tidak banyak
lagi. Sing-er, jika aku meninggalkan dunia ini..."
"Tidak, paman Lu, engkau tidak mungkin mati. Aku
akan membawamu kepada tabib supaya lukamu dapat
diobati" kata Han Cia Sing bergetar memotong kalimat Lu
Xun Yi. Tidak terasa matanya berkaca-kaca melihat keadaan
Lu Xun Yi yang sudah sekarat itu. Selama hidupnya,
mungkin Lu Xun Yi adalah salah seorang yang paling dekat
dengannya selain ayah dan ibunya. Orang tua sudah tiada,
kini paman angkatnya juga akan meninggalkannya,
bagaimana mungkin ia tidak bersedih dan meneteskan air
mata?- 14 "Sing-er dengarkanlah perkataan paman Lu ini baikbaik" kata Lu Xun Yi dengan bijaksana sekali. Ia tahu
guncangan batin hebat yang sedang dialami Han Cia Sing
yang masih muda belia itu, karenanya ia berusaha
menenangkannya.
"Setelah keluarga Han dihukum mati, hanya tinggal
engkau dan kakakmu yang masih tinggal. Kuharap engkau
dan kakakmu bisa bersama-sama membersihkan nama
keluarga Han dan menghukum para pengkhianat. Dengan
demikian, leluhur keluarga kalian akan damai di akhirat"
kata Lu Xun Yi sambil menghapus air mata yang mulai
menetes di wajah Han Cia Sing. Tangan Lu Xun Yi
meninggalkan noda darah kering di wajah keponakan
angkatnya itu. Han Cia Sing segera memegang tangan Lu
Xun Yi, seakan tidak mau melepaskannya lagi.
"Sing-er, jika aku meninggal nanti, bakarlah jasadku
dan taburkanlah abuku di sungai dan perbukitan, supaya aku
kembali kepada alam ini" kata Lu Xun Yi lagi.
Han Cia Sing hanya bisa tertunduk dan menangis
sedih mendengar keinginan terakhir Lu Xun Yi itu.
Tampaknya perpisahan dengan paman angkat yang
dicintainya itu tidak akan terhindarkan lagi. la begitu sedih
karena harus berpisah dalam pertemuan pertama setelah
lama sekali tidak bertemu. Begitu banyak yang ingin ia
sampaikan dan tanyakan kepada Lu Xun Yi tapi tampaknya
tidak akan terlaksana. Perpisahan sudah di depan mata dan
ia harus menerima kenyataan ini. Ia harus tegar sebagai- 15 seorang laki-laki dan memenuhi keinginan terakhir Lu Xun
Yi itu.
"Paman Lu, aku berjanji padamu akan mengembalikan nama baik keluarga Han dan menghukum para
pengkhianat demi keadilan" kata Han Cia Sing penuh tekad
sambil memandang wajah Lu Xun Yi.
"Amitabha, san-cai, san-cai. Budha maha pengasih"
kata Lu Xun Yi sambil menutup mata dan merangkapkan
kedua tangan di depan dada. Wajahnya tersenyum penuh
kedamaian. Han Cia Sing tahu bahwa paman angkatnya itu
telah pergi meninggalkan dunia ini dengan damai dan ia
tidak ingin mengganggu kepergiannya. Ia hanya
memandang saja selama beberapa saat wajah Lu Xun Yi
yang tersenyum tenang itu. Matahari sudah hilang dari sisi
barat dan angin malam mulai bertiup di bukit kecil itu,
menerbangkan ribuan daun kering bagaikan hidup manusia
yang terombang-ambing dalam angin kehidupan yang fana
ini. Han Cia Sing yang begitu bersedih atas kematian Lu
Xun Yi sampai tidak menyadari datangnya empat orang
yang berlari-lari menuju ke arahnya. Mereka adalah
Wongguo Luo, Ce Ke Fu, He Gan dan Liu Da. Mereka
berempat sepanjang sore mencari-cari keberadaan Han Cia
Sing di sepanjang sisi timur daerah Yi Chang setelah
mendengar kabar pertempuran siang tadi antara Lu Xun Yi
melawan pasukan kerajaan.- 16 "Cia Sing, apa yang terjadi?" tanya Ce Ke Fu tidak
sabar menahan rasa ingin tahunya.
Tapi Han Cia Sing tetap duduk membisu saja.
Wongguo Luo mendekati Lu Xun Yi dan meraba bahunya,
ternyata tubuh Lu Xun Yi sudah lunglai dan dingin. Sambil
mengangkat tangannya memberikan isyarat kepada Ce Ke
Fu, Wongguo Luo menggeleng sedih. Selama hidupnya. Lu
Xun Yi memang dikenal sebagai pendekar lurus yang selalu
membela kebenaran dan tidak mencari nama sendiri.
Kepergiannya meninggalkan nama harum bagi dirinya
sendiri, kuil Shaolin, kerajaan dan kehilangan bagi teman
dan sahabat dekatnya.
Malam itu diterangi sinar bulan pucat di langit,
mereka berlima mengumpulkan tumpukan kayu bakar.
Setelah dirasa cukup, mereka membaringkan tubuh Lu Xun
Yi di alasnya.
Ce Ke Fu memberikan sebuah obor besar kepada Han
Cia Sing dan menepuk pundaknya memberikan semangat
kepadanya. Han Cia Sing mengambil obor itu seperti orang
linglung dan perlahan-lahan mulai menyulut dasar
tumpukan kayu. Api segera berkobar membubung tinggi ke
atas dan mulai membakar jasad Lu Xun Yi yang terbaring di
atasnya.
Han Cia Sing berlutut dan menunduk sedih, tak kuasa
menahan air mata kesedihan yang menetes di kedua pipinya.
Kehilangan beberapa orang terdekatnya dalam waktu tidak- 17 berjauhan, sungguh menimbulkan luka yang dalam di
hatinya yang masih belia. Memang benar apa yang
dikatakan oleh mendiang Lu Xun Yi, bahwa kini satusatunya saudara dekatnya hanya tinggal Han Cia Pao
seorang. Semua keluarga Han sudah binasa di tangan para
pengkhianat bangsa, baik melalui peperangan ataupun siasat
licik.
"Cia Sing, tabahkan hatimu. Orang meninggal tidak
dapat hidup kembali, lebih baik kita berusaha saja
memenuhi keinginan terakhir mendiang Lu Xun Yi" kata
Wongguo Luo sambil maju memapah Han Cia Sing bangun
berdiri kembali.
"Benar apa yang dikatakan oleh pendekar Wongguo.
Kita sudah berada di daerah Tien Lung Men sekarang dan
kepungan prajurit amat rapat. Kita harus mencari akal agar
bisa masuk dan bergabung dengan Jien Pang-cu dan
lainnya" kata Ce Ke Fu membenarkan.
Han Cia Sing memandang api unggun yang berkobar
semakin besar membakar. Jasad Lu Xun Yi sudah tidak
terlihat lagi, habis ditelan kobaran api yang semakin besar.
Hari semakin malam dan angin dingin mulai kencang
bertiup, tapi Han Cia Sing memutuskan untuk duduk
semalaman di depan api unggun itu, menunggu sampai api
padam untuk mengumpulkan abu jenasah mendiang Lu Xun
Yi. Ia merasa mungkin hanya inilah satu-satunya bakti yang
bisa ia tunjukkan untuk membalas semua budi baik yang ia
terima dari mendiang Tie Sa Cang Lu Xun Yi.- 18 "Paman Ce, ijinkan aku menaburkan dulu abu jasad
paman Lu besok pagi sesuai keinginan terakhirnya. Setelah
itu aku akan ikut paman Ce ke Tien Lung Men dan juga
menemui kakakku Han Cia Pao" kata Han Cia Sing.
"Tentu, tentu saja. Besok pagi setelah kita
menaburkan abu pendekar Lu, kita akan segera berangkat ke
Tien Lung Men" kata Ce Ke Fu setuju.
"Liu Tai fu (tabib Liu) bagaimanakah keadaannya?"
tanya Song Wei Hao dengan cemas sekali kepada tabib yang
memeriksa nadi tangan Han Cia Pao.
"Detak nadinya tuan Han amat lemah dan ia juga
kehilangan banyak darah, tapi masih bisa diatasi. Asalkan
beristirahat cukup dan makan obat teratur, ia pasti sembuh
dalam sepuluh hari lagi" jawab tabib Liu sambil meletakkan
kembali tangan Han Cia Pao ke dalam selimut.
Keadaan Han Cia Pao memang amat mengkhawatirkan ketika dibawa pulang kembali oleh rombongan Song
Wei Hao kembali ke markas Tien Lung Men. Luka-luka
luarnya amat banyak dan terus mengucurkan darah, belum
lagi memar di dahinya akibat benturan Liu Sing Ji (Senjata
Bintang Jatuh) milik Jenderal Chu Song. Beruntunglah di
dalam markas Tien Lung Men ada seorang tabib ahli
bernama tabib Liu Cen Beng, sehingga pendarahan luar Han
Cia Pao dapat segera dihentikan.
Song Wei Hao mengantarkan tabib Liu sampai ke
pintu, setelah ia memberikan resep obat yang harus diminum- 19 dan salep luka luar yang harus dioleskan tiap beberapa jam
pada luka-luka bacokan di tubuh Han Cia Pao. Song Wei
Hao berulangkah mengucapkan terima kasih kepada tabib
tua itu sampai di depan pintu wisma. Setelah itu ia bergegas
kembali menuju kamar Han Cia Pao.
Hari sudah mulai gelap dan pelayan-pelayan mulai
menyalakan lilin dan lampion untuk menerangi wisma.
Beberapa dayang tampak berdiri di dalam kamar Han Cia
Pao, menunggu kalau-kalau ada perintah mereka
diperlukan. Tapi Song Wei Hao meminta mereka
meninggalkan kamar karena merasa saat ini yang paling
diperlukan Han Cia Pao adalah istirahat. Para dayang itu
membungkuk hormat kemudian keluar dan menutup pintu
kamar. Song Wei Hao kemudian duduk di samping tempat
tidur Han Cia Pao. Ia memandangi Han Cia Pao sambil
menghela napas panjang.
"Pao-er. mengapa engkau begitu bodoh? Untunglah
hari ini Tie Sa Cang Lu Xun Yi mau turun tangan menolong
nyawamu yang tinggal selembar itu, jika tidak bagaimana
aku bisa mempertanggungjawabkan kepada ayahmu jika
bertemu di akhirat nanti?" kata Song Wei Hao lirih.
Keadaan Han Cia Pao memang mengenaskan.
Sebagian besar dada dan punggungnya terbalut kain obat
dan membias merah, pertanda darah segar masih terus
menetes dari luka-lukanya. Pelipis kanannya yang bengkak
juga dibalut kain obat. Mungkin benar apa yang dikatakan
Song Wei Hao barusan bahwa sebenarnya nyawa Han Cia- 20 Pao ini adalah nyawa pinjaman dari Lu Xun Yi yang telah
menyelamatkannya.
Saat Song Wei Hao tengah termenung di samping
tempat tidur Han Cia Pao, ketika tiba-tiba pintu kamar
dibuka. Tampak di depan pintu berdiri nyonya Ye Ing yang
kurus pucat dan rambutnya acak-acakan. Kelihatannya ia


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah mendengar tentang keadaan Han Cia Pao karena ia
terlihat panik dan gelisah sekali. Sambil setengah berlari
dengan limbung, Ye Ing mendekati tempat tidur Han Cia
Pao. "Pao-er, astaga apa yang telah terjadi denganmu?!"
teriak Ye Ing dengan histeris ketika melihat keadaan Han
Cia Pao. Ia mengguncangkan badan Han Cia Pao sambil
menangis. Song Wei Hao berusaha menenangkan Ye Ing
tapi kelihatannya nyonya itu sudah banyak terguncang
batinnya selama beberapa bulan ini sehingga sulit sekali
ditenangkan.
Dua dayang ikut masuk dan mencoba menenangkan
Ye Ing. Hal ini sangat membantu Song Wei Hao yang
merasa sungkan untuk terlalu dekat dengan janda mendiang
sahabatnya itu. Bagaimanapun etika di jaman itu, pria dan
wanita tidak boleh saling bersentuhan sehingga membuat
Song Wei Hao amat kerepotan menenangkan Ye Ing.
"Pao-er, engkau tidak boleh mati!" teriak Ye Ing lagi
dengan histeris.- 21 "Han Fu-ren, tenanglah. Pao-er hanya terluka, ia akan
sembuh dalam beberapa hari" kata Song Wei Hao
menenangkan.
"Tidak, ia tidak boleh mati. Aku harus mencarikan
obat untukmu" kata Ye Ing seakan tidak menghiraukan katakata Song Wei Hao. Ia melepaskan diri dari pegangan kedua
dayang dan lari kembali ke kamarnya. Song Wei Hao
berusaha mengejar tapi saat itu datang dua orang penjaga
dengan tergesa-gesa. Mereka berdua menjura dengan
hormat kepadanya.
"Jenderal Song, ketua Timur Cen Hui meminta anda
segera menghadap" kata seorang dari penjaga itu.
Song Wei Hao agak ragu-ragu sejenak. Sebenarnya ia
masih ingin menjaga Han Cia Pao dan menenangkan Ye Ing,
tapi tampaknya Cen Hui memanggilnya karena alasan yang
penting. Apakah mungkin ketua Jien Wei Cen dan Yang Ren
Fang telah pulang dan berhasil membebaskan Jien Jing Hui
dan Yang Hong?
"Baiklah, aku akan segera menemui ketua Timur Cen
Hui" kata Song Wei Hao kepada kedua penjaga itu, yang
segera menjura dan pergi.
Song Wei Hao kembali masuk ke dalam kamar, la
menjenguk Han Cia Pao yang masih terbaring tak sadarkan
diri dan menghela napas panjang. Banyak sekali hal buruk
yang terjadi belakangan ini sehingga ia merasa sangat lelah
sekali. Tapi ia harus tetap tegar di saat seperti ini dan- 22 berharap semoga saja keadaan bisa cepat baik kembali. Song
Wei Hao mengambil jubah besi dan senjata pedang
kembarnya kemudian bergegas menuju tembok timur di
mana Cen Hui telah menunggunya.
Baru saja Song Wei Hao keluar dari kamar tempat
Han Cia Pao dirawat, Ye Ing sudah kembali dengan tergesagesa dan berurai air mata. Ia meracau tidak jelas, tampaknya
keadaan batinnya semakin parah saja. Di tangannya
tergenggam sebuah kota kayu yang dibungkus kain sutra
hijau halus. Ye Ing memegangnya dengan erat sekali,
seakan-akan takut kehilangan kotak itu. Ia masuk kamar
Han Cia Pao dan segera menguncinya dari dalam.
Ye Ing menghampiri Han Cia Pao yang masih
pingsan dan mengelusnya dengan penuh kasih saying.
Meskipun ia sudah terpukul batinnya, tapi naluri keibuannya
masih kuat. Han Cia Pao adalah satu-satunya anak yang
tersisa dari keluarga Han, yang mana ketiga putri Ye Ing
semua sudah menemui ajalnya dengan tragis, menyisakan
luka batin yang hebat pada dirinya.
"Pao-er, Niang (ibu) tidak akan membiarkanmu
menderita" kata Ye Ing berulangkali sambil mengelus-elus
kepala Han Cia Pao.
Kotak yang terbungkus sutra hijau itu diletakkan di
samping tempat tidur Han Cia Pao dan Ye Ing membukanya
dengan amat hati-hati sekali. Hawa dingin segera
menyeruak keluar dari dalam kotak itu. Rupanya isi kotak- 23 itu bukanlah sembarangan karena sebentar saja seluruh
kamar itu sudah terasa dingin sekali karena hawa dingin
yang mengalir keluar dari dalam kotak itu. Ye Ing sampai
menggigil kedinginan, demikian juga Han Cia Pao yang
masih pingsan tubuhnya ikut kedinginan.
Ye Ing mengambil kain bulu yang tebal yang
menyelimuti benda yang mengeluarkan hawa dingin itu dari
dalam kotak. Ternyata sumber hawa dingin itu tidak lain
adalah sebutir mutiara berukuran hampir sebesar telur ayam.
Mutiara itu tidak lain adalah Nan Hai Lung Cu (Mutiara
Naga Laut Selatan), hadiah perkawinan Ye Ing dari
mendiang Han Sien, paman Han Kuo Li. Selama beberapa
tahun ini, mutiara ajaib itu hanya disimpan saja oleh Ye Ing
sebagai pusaka keluarga. Kini dalam keadaan batin yang
kacau dan terombang-ambing, Ye Ing mengira Han Cia Pao
sudah sekarat dan berniat memberikan Nan Hai Lung Cu
kepadanya karena dulu Han Kuo Li pernah berkata
kepadanya bahwa Nan Hai Lung Cu merupakan obat sakti
yang bahkan sanggup membangkitkan orang yang telah
mati. Ia tidak tahu bahwa sebenarnya luka dalam Han Cia
Pao tidak terlalu parah dan akan sembuh dalam beberapa
hari ini asalkan minum obat dan istirahat cukup.
Ye Ing membuka mulut Han Cia Pao pelan-pelan dan
memasukkan Nan Hai Lung Cu bulat-bulat. Han Cia Pao
tampak kesulitan menelan mutiara sebesar telur itu, tapi Ye
Ing terus memaksanya menelan hingga akhirnya tertelan
juga. Ye Ing mengangguk-angguk sambil tersenyum puas,- 24 seakan-akan ia telah menyelamatkan nyawa anaknya itu
padahal tanpa sadar ia justru membuat nyawa Han Cia Pao
berada di ujung maut!
Setelah beberapa saat Han Cia Pao menelan Nan Hai
Lung Cu itu, terjadi perubahan yang amat besar pada
dirinya. Ia menggigil kedinginan sekali dan seluruh
tubuhnya berubah warna menjadi kebiru-biruan. Begitu
kuatnya Han Cia Pao menggigil, sampai-sampai tempat
tidurnya berguncang dengan keras. Ye Ing yang tengah
begitu gembira karena merasa telah melakukan hal yang
baik, menjadi terheran-heran melihat keadaan Han Cia Pao
itu. "Pao-er? Apa yang terjadi padamu?" tanya Ye Ing
dengan keheranan.
Han Cia Pao yang masih belum sadar sedari tadi itu
mana mungkin menjawab. Ia terus menggigil dengan keras
sekali bahkan kini napasnya pun sudah mengeluarkan uap
dingin. Ye Ing yang berusaha memegang tangannya,
langsung melepaskannya lagi karena tidak kuat menahan
tangan Han Cia Pao yang sedingin es.
"Pao-er? Mengapa engkau begini?! Engkau seharusnya sembuh!" teriak Ye Ing ketika melihat keadaan Han Cia
Pao yang semakin memburuk.
Kegaduhan di dalam kamar itu tampaknya telah
menarik perhatian para dayang dan mereka segera
memanggil tabib Liu Cen Beng. Tabib tua itu datang- 25 membawa kotak obatnya dengan tergesa-gesa menuju
kamar Han Cia Pao. Sementara di dalam kamar Ye Ing
berteriak-teriak sambil menutupi tubuh Han Cia Pao yang
menggigil dengan tumpukan selimut tebal dan selambu
tempat tidur. Namun tindakan Ye Ing ini tampaknya tidak
banyak menolong keadaan Han Cia Pao yang masih terus
menggigil kedinginan.
"Astaga, Han Fu-ren, apa yang telah terjadi?" tanya
tabib Liu Cen Beng dengan terkaget-kaget.
"Aku tidak tahu, aku tidak tahu! Tapi Pao-er begitu
kedinginan, aku harus memberinya selimut agar ia kembali
hangat" jawab Ye Ing sambil terus sibuk menimbun selimut
ke atas tubuh Han Cia Pao, bahkan kini penutup meja juga
ia ambil untuk diletakkan pada tubuh anaknya itu.
"Han Fu-ren, sebenarnya apa yang telah engkau
berikan kepada Han Cia Pao tadi?" tanya tabib Liu Cen
Beng keheranan setelah melihat keadaan Han Cia Pao yang
begitu aneh.
"Aku memberikannya obat pusaka keluarga kami
agar Pao-er segera sembuh" jawab Ye Ing tanpa rasa
bersalah sama sekali sambil memandang tabib Liu.
"Obat pusaka apakah?" tanya tabib Liu lagi.
"Nan Hai Lung Cu" jawab Ye Ing.- 26 "Apa? Mutiara sakti itu? Seberapa banyak yang Han
Fu-ren berikan kepadanya?" tanya tabib Liu dengan
terkaget-kaget.
"Satu butir" jawab Ye Ing tanpa rasa bersalah.
Tabib Liu Cen Beng langsung merasa lemas
mendengar jawaban Ye Ing ini. Tapi ia tidak bisa
menyalahkan Ye Ing yang kondisi batinnya sedang guncang
itu sehingga tidak menyadari apa yang dilakukannya.
Sekarang yang terpenting adalah menyelamatkan nyawa
Han Cia Pao yang sedang sekarat itu. Tabib Liu segera
memeriksa badan Han Cia Pao yang sudah membiru dan
mulai meneteskan butiran es kering dari kulitnya.
"Dayang! Kalian segera siapkan tempat mandi air
panas. Pastikan airnya mendidih" perintah tabib Liu kepada
kedua dayang yang menunggu di depan kamar. Mereka
berdua segera pergi untuk melakukan perintah tabib Liu.
"Han Fu-ren, maaf aku harus melakukan hal ini" kata
tabib Liu sambil menotok punggung Ye Ing, yang langsung
lemas pingsan. Rupanya tabib Liu memutuskan untuk
menidurkan dulu Ye Ing agar ia bisa bekerja dengan lebih
tenang. Keadaan Han Cia Pao yang amat gawat
membutuhkan perhatian lebih darinya sehingga lebih baik
Ye Ing beristirahat saja dulu.
Segera setelah tabib Liu membaringkan Ye Ing di
kursi panjang, ia lalu memeriksa nadi tangan Han Cia Pao.
Tabib Liu benar-benar terkejut karena ternyata nadi Han Cia- 27 Pao amat cepat dan tidak beraturan. Belum lagi tubuh Han
Cia Pao yang amat dingin luar biasa meskipun sudah hampir
selusin selimut dan tirai menutupi tubuhnya.
Memang Nan Hai Lung Cu adalah salah satu dari lima
obat dewa selain Ping San Sie Lien (Teratai Salju Gunung
Es), Pai Sie Mei Kui (Mawar Darah Putih), Wan Nien Ren
Sen (Ginseng Sepuluh Ribu Tahun) dan Hong Huo Ling Ce
(Jamur Abadi Merah Api). Dua dari obat dewa yang pertama
mempunyai khasiat mendinginkan tubuh sedangkan dua
yang terakhir berkhasiat membuat panas tubuh. Pai Sie Mei
Kui sendiri mempunyai khasiat menyaring semua jenis
racun yang masuk ke dalam aliran darah. Lima obat dewa
ini amat langka dan cara memberikan kepada yang sakit pun
harus amat hati-hati karena kekuatan khasiatnya. Contohnya
untuk Nan Hai Lung Cu harus direbus dalam air mendidih
selama tujuh hari tujuh malam, kemudian diremukkan
menjadi serbuk dan dimakan sedikit-sedikit hingga habis
dalam empat puluh sembilan hari. Maka bisa dibayangkan
akibatnya jika Nan Hai Lung Cu ini langsung ditelan utuh
bulat-bulat!
Tabib Liu Cen Beng memapah tubuh Han Cia Pao
menuju ke kamar mandi. Ia harus menyelimuti tubuh Han
Cia Pao dengan selimut bulu yang tebal, tidak saja untuk
menghangatkan badan Han Cia Pao, tapi juga untuk
melindungi dirinya sendiri dari hawa dingin luar biasa yang
keluar terus-menerus dari tubuh Han Cia Pao. Jika tabib Liu
tidak berhati-hati, bukan tidak mungkin ia sendiri akan- 28 menjadi sebalok es beku karena terlalu lama memeluk tubuh
Han Cia Pao yang sudah dimasuki tenaga beku Nan Hai
Lung Cu!
Sesampainya di kamar mandi, kedua dayang sudah
menyiapkan satu ember besar berisi air mendidih untuk Han
Cia Pao. Mereka membantu tabib Liu Cen Beng
mengangkat tubuh Han Cia Pao yang terbungkus selimut
tebal seperti kepompong raksasa dan meneeburkannya ke
dalam ember besar itu. Air mendidih itu segera mendesis
keras ketika tubuh beku Han Cia Pao masuk ke dalamnya.
Uap air segera membubung tinggi ke atas dan memenuhi
kamar mandi itu. Tabib Liu yang memeriksa panas air dalam
ember menjadi sangat terkejut karena air yang mendidih
barusan itu sekarang sudah hampir sedingin air sungai di
musim dingin!
"Dayang, kalian segera ambil kayu bakar dari dapur
sebanyak mungkin kemari dan nyalakan di bawah ember
mandi ini!" perintah tabib Liu dengan panik, la tidak
menyangka hawa dingin Nan Hai Lung Cu begitu dahsyat
dan ia harus bertindak cepat jika tidak ingin Han Cia Pao
mati membeku. Sementara kedua dayang berlari menuju
dapur untuk mengambil kayu bakar, tabib Liu menggunakan
seluruh tenaga dalamnya untuk dialirkan ke punggung Han
Cia Pao. Ia berharap dapat mengulur waktu sejenak sambil
menunggu kayu bakar tiba. Cara ini bukannya tanpa bahaya
bagi tabib Liu, karena jika saja ia kalah tenaga dengan hawa- 29 dingin dalam tubuh Han Cia Pao, maka ia akan langsung
mati dalam keadaan beku!
Untunglah dalam waktu tidak terlalu lama, kedua
dayang itu sudah kembali dengan setumpuk kayu bakar dan
bara. Mereka bergegas menumpukkan kayu bakar itu di
bawah ember air dan segera menyalakan api. Tabib Liu
melepaskan kedua telapaknya yang menempel pada
punggung Han Cia Pao sambil menghembuskan napas lega.
Tenaga dalam yang ia kerahkan untuk menolong Han Cia
Pao barusan menguras tenaga tuanya cukup banyak. Tabib
Liu mengusap butiran keringat yang menetes di dahinya
baru bisa bernapas lega.
"Kalian berdua harus bergantian menungguinya dan
selalu menjaga agar kayu bakar di bawah ember ini menyala
terus. Keadaan tuan muda Han masih kritis, ia harus
direndam dalam air mendidih selama tujuh hari tujuh
malam. Mengertikah kalian?" tanya tabib Liu kepada kedua
dayang itu.
"Kami mengerti tabib Liu" kata kedua dayang itu
sambil memberi hormat.
Tabib Liu Cen Beng mengangguk-angguk lega
sambil berjalan keluar kamar mandi. Kini ia kembali ke
kamar Han Cia Pao untuk mengobati Ye Ing yang masih
pingsan, ia sama sekali tidak menyangka jika guncangan


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

batin Ye Ing sudah sedemikian parah sehingga sama sekali
tidak menyadari tindakan dan perbuatannya sendiri.- 30 "Ah, mengapa bisa jadi begini?" keluh tabib Liu
sambil menghela napas panjang. Apa yang harus ia katakan
kepada Jenderal Song Wei Hao jika ia kembali nanti?
*** "Tuan muda Jien, ketua Cen Hui, terimalah
hormatku" kata Jenderal Song Wei Hao sambil menjura
hormat.
"Ah, Jenderal Song engkau telah tiba rupanya"
sambut Cen Hui sambil balas menjura, sementara Jien Ming
Ti seperti biasa selalu bersikap meremehkan Song Wei Hao
yang ia anggap sebagai benalu saja di dalam partai Tien
Lung Men. Ia hanya melengos saja dan tidak membalas
menjura.
"Ada keperluan apakah sehingga ketua Cen
memanggilku malam-malam? Apakah sudah ada kabar dari
Jien Pang-cu?" tanya Song Wei Hao.
"Sayang sekali, Jien Pang-cu dan ketua muda Yang
belum ada kabar beritanya sama sekali. Aku khawatir ada
sesuatu yang buruk yang menimpa mereka" kata Cen Hui
dengan cemas.
"Omong kosong! Ilmu ayahku tanpa tandingan di
kolong langit, mana mungkin bisa dikalahkan oleh para
cecunguk kerajaan itu? Paman Cen, apakah engkau- 31 meragukan ayahku dan adik Yang?" kata Jien Ming Ti
dengan nada ketus sekali. Tampaknya sikapnya sebagai tuan
muda partai persilatan terbesar yang selalu dihormati susah
diubah lagi. Bahkan terhadap Cen Hui yang merupakan
senior Tien Lung Men pun ia sama sekali tidak bersikap
sopan. Song Wei Hao yang melihat hal ini menjadi tidak
enak terhadap Cen Hui dan berusaha menengahi.
"Tuan muda, saya yakin bukan demikian maksud
ketua Cen. Beliau hanya mencemaskan saja terhadap
keadaan Jien Pang-cu dan tuan Yang. Aku yakin sebentar
lagi mereka pasti sudah akan kembali ke sini" kata Song Wei
Hao. Jien Ming Ti mendengus kesal. Tampaknya ia tidak
senang atas kata-kata Song Wei Hao barusan. Kini ia malah
membelakangi Cen Hui dan Song Wei Hao dan memandang
ke ufuk timur yang sudah gelap gulita, tempat bukit Ciuan
Hu berada. Cen Hui yang tampaknya sudah memaklumi
perangai buruk Jien Ming Ti, tidak terlalu mengambil hati
atas sikapnya yang tidak sopan itu. Ia mengajak Song Wei
Hao agak ke tepi tembok timur, supaya mereka dapat
berbincang dengan lebih leluasa.
"Jenderal Song, maafkan sikap tuan muda pertama, la
sejak kecil selalu dihormati banyak orang sehingga kurang
bisa menempatkan diri" kata Cen Hui sambil membungkuk
memohon maaf.- 32 "Ah, tidak apa-apa ketua Cen. Aku memakluminya
dan tidak menaruh perasaan apa-apa. Mungkin ia juga
cemas akan keadaan ayahnya. Sekarang apa yang hendak
ketua Cen lakukan?" tanya Song Wei Hao lagi.
"Begini. Jenderal Song. Jien Pang-cu sudah berangkat
hampir seharian dan belum ada kabar beritanya. Jadi aku
akan mencoba menyusup ke markas Jenderal Chu Song
untuk mencari tahu apa yang terjadi. Siapa tahu aku
mendapatkan keterangan yang berguna tentang keadaan
Pang-cu" jelas Cen Hui kepada Song Wei Hao.
"Ketua Cen?! Engkau hendak menyusup ke sarang
musuh seorang diri? Tindakan itu terlalu berbahaya!
Apalagi di sana ada banyak pendekar kelas satu, jika sampai
anda ketahuan, maka akibatnya akan sangat buruk" kata
Song Wei Hao yang merasa kaget sekali atas rencana Cen
Hui. "Jenderal Song, anda tidak perlu mencemaskan
diriku. Meskipun ilmu silatku tidak tinggi, tapi ilmu
meringankan tubuhku termasuk sepuluh besar di dunia
persilatan. Lagipula aku tidak berniat untuk mencari
masalah dengan mereka, aku hanya ingin mencari tahu
keberadaan Pang-cu dan tuan Yang" kata Cen Hui
menjelaskan.
"Tapi..."
"Jenderal Song, aku membutuhkan bantuanmu untuk
mengatur para pendekar dan penjaga Tien Lung Men di- 33 tempat ini. Kemampuan militer dan keahlian strategi
perangmu tentu amat berguna mengatasi keadaan. Aku
harap selama aku pergi, Jenderal Song bersedia membantu
tuan muda Jien mempertahankan markas Tien Lung Men
ini" kala Cen Hui memotong Song Wei Hao yang hendak
mencegah niatnya itu.
Song Wei Hao menghela napas panjang. Tampaknya
niat Cen Hui sudah bulat dan seperti yang dikatakannya tadi,
ia memang tidak berniat mencari masalah di markas musuh,
jadi mungkin saja Cen Hui dapat menyusup tanpa diketahui.
Semoga saja demikian, pikir Song Wei Hao.
"Baiklah ketua Cen, aku menyetujui permintaanmu"
jawab Song Wei Hao sambil menatap wajah Cen Hui.
"Terimakasih Jenderal Song!" kata Cen Hui dengan
gembira sambil menjura hormat.
Cen Hui segera bergegas kembali kepada Jien Ming
Ti dan mereka berbincang sebentar. Song Wei Hao yang
berdiri agak jauh dari mereka tidak dapat mendengar jelas
apa yang mereka bicarakan karena angin malam bertiup
kencang di atas tembok itu. Hanya saja ia dapat menangkap
sikap Jien Ming Ti yang acuh tak acuh terhadap rencana Cen
Hui menyusup ke sarang musuh. Dalam hati Song Wei Hao
amat menyayangkan mengapa keturunan Jien Wei Cen tidak
mengikuti jejak ayahnya yang gagah dan berjiwa besar
sehingga dijunjung oleh banyak pendekar itu.- 34 Cen Hui tampak menjura kepada Jien Ming Ti
sebelum kembali kepada Song Wei Hao. Wajahnya tampak
muram mungkin karena sambutan Jien Ming Ti terhadap
rencananya tidaklah seperti yang ia harapkan. Song Wei
Hao berpura-pura tidak melihat kejadian barusan dan ia
menyibukkan diri dengan mencoba melihat kelap-kelip api
unggun pasukan Jenderal Chu Song yang tampak di
kejauhan.
"Jenderal Song, aku mohon pertolonganmu untuk
menjaga markas Tien Lung Men ini. Aku sudah
mengatakannya kepada tuan muda pertama dan ia setuju.
Sebentar lagi aku akan berangkat dan kuharap aku sudah
kembali sebelum matahari terbit. Jenderal Song, aku pamit
dulu" kata Cen Hui sambil menjura hormat kepada Song
Wei Hao.
"Ketua Cen, jaga dirimu baik-baik" kata Song Wei
Hao balas menjura.
Cen Hui segera mengambil pedang Angin Putihnya,
kemudian mengikatnya di punggung dengan kain. Baju
sutranya yang berwarna putih berkibar-kibar ditiup angin
malam. Matanya berkilat-kilat memandang tanah beberapa
tombal di bawah tembok timur. Semula Song Wei Hao
merasa heran apakah yang hendak dilakukan Cen Hui, tapi
kemudian ia nyaris terpekik kaget ketika melihat Cen Hui
langsung terjun bebas dari atas tembok itu.- 35 Tembok markas Tien Lung Men memang tidaklah
setinggi tembok perbatasan kota, tapi yang jelas tingginya
ada beberapa tombak. Pendekar biasa pastilah tidak berani
melompat dari ketinggian seperti itu karena pastilah tulang
kakinya akan patah. Tapi Cen Hui bukanlah pendekar
sembarangan. Ia melayang turun seringan kapas dan begitu
menjejakkan kakinya di tanah, ia langsung melenting tinggi
ke atas kembali dan menghilang dalam kegelapan malam.
Julukan Gagak Putih tampaknya bukanlah omong kosong
belaka bagi Cen Hui!
Cen Hui melompat-lompat dengan ringan sekali
melewati pucuk-pucuk pohon yang tinggi, la sengaja tidak
berjalan melalui jalan darat biasa karena ia yakin akan ada
banyak penyergap dan jebakan, la lebih memilih "terbang"
saja agar bisa melihat lebih jelas keadaan malam yang gelap
gulita itu. Sebentar saja ia sudah tiba di sekitar perkemahan
Jenderal Chu Song. Tampak ratusan api unggun berjajar
dalam barisan yang rapi dan puluhan prajurit jaga tengah
berkeliling dengan senjata terhunus. Puluhan kemah besar
kecil bertebaran di mana-mana, tapi mata Cen Hui yang
awas hanya mencari kemah yang mempunyai bendera
jenderal di depannya, atau kemah yang dijaga ketat karena
pastilah ada orang penting di dalamnya. Akhirnya ia
menemukan sebuah kemah besar yang dijaga ketat oleh
puluhan prajurit. Kelihatannya itulah kemah Jenderal Chu
Song karena bendera jenderal tampak berkibar-kibar di
depannya.- 36 Di samping kemah besar itu, ada lagi sebuah kemah
yang agak kecil ukurannya dan dijaga pula dengan ketat.
Cen Hui berharap agar dirinya beruntung, semoga saja di
dalam kemah itulah Jien Jing Hui dan Yang Hong disekap
sehingga ia bisa mencari cara membebaskan mereka. Tapi
pertama-tama ia harus mencari akal agar bisa mendekati
kemah utama itu. Saat Cen Hui melihat ke kiri dan ke kanan
mencari akal itu ia melihat seorang prajurit jaga tengah
terburu-buru lari ke semak-semak. Tampaknya ia hendak
membuang air kecil di salah satu semak yang rimbun di tepi
perkemahan.
Segera saja Cen Hui melayang ringan ke arah semaksemak itu dan dalam satu gerakan saja, nyawa prajurit
malang itu sudah lepas dari raganya, la mengambil pakaian
prajurit itu dan memakai topinya yang lebar untuk menutupi
wajahnya. Mana ada prajurit rendahan yang sudah tua dan
berjanggut putih seperti Cen Hui, untunglah gelap malam
dan topi lebar itu mampu menutupi wajah aslinya.
Cen Hui berjalan kembali ke arah kemah besar utama
dan segera bergabung dengan para prajurit jaga.
Kebanyakan prajurit jaga itu tidak terlalu menghiraukan
kehadirannya. Mereka lebih banyak berdiam diri sambil
berusaha menghangatkan badan di sekeliling api unggun.
Sudah beberapa bulan ini mereka hanya berdiam diri dan
berlatih di daerah Yi Chang sehingga moral mereka sudah
sedemikian menurun. Apalagi tadi siang mereka
menyaksikan dengan mata kepala mereka sendiri kekalahan- 37 pemimpin mereka Jenderal Chu Song di tangan sang
pelarian Han Cia Pao. Para prajurit itu menjadi semakin
merosot saja mental bertempurnya.
Cen Hui berusaha merapatkan diri ke kemah utama
sambil berusaha memasang telinganya lebar-lebar.
Pendengarannya yang terlatih mampu menangkap suara
pembicaraan dari dalam kemah meskipun tidak terlalu jelas.
Kedengarannya ada beberapa orang sedang berbicara
dengan serius di dalam tenda dan beberapa di antaranya
terluka karena suara mereka terdengar lemah serta napasnya
tidak beraturan.
Memang saat itu di dalam kemah tengah berkumpul
Wen Yang, Pan Chung dan Chang Bai bersama Penyelia
Militer Huang Ding Siang. Mereka tengah menengok
keadaan Jenderal Chu Song yang sedang gawat akibat
pertempuran tadi siang dengan Han Cia Pao. Sebenarnya
mereka bertiga juga terluka dalam, terutama Wen Yang
yang patah beberapa tulang rusuknya, akan tetapi mereka
harus mengetahui keadaan Jenderal Chu Song yang
memimpin penyerangan terhadap markas Tien Lung Men
itu. Baik buruknya keadaan Jenderal Chu Song akan sangat
mempengaruhi rencana-rencana mereka selanjutnya.
Di samping tempat tidur di mana Jenderal Chu Song
terbaring, duduk seorang tabib yang tengah membalut lukaluka luarnya dengan amat hati-hati. Wen Yang yang terluka
parah akibat pertempuran habis-habisan dengan Lu Xun Yi,
tidak sanggup untuk berdiri dan hanya duduk saja di kursi- 38 tamu. Ia sering terbatuk-batuk dan pergelangan tangan
kanannya yang patah tampak dibalut kain. Memang
pertempurannya dengan Lu Xun Yi adalah pertempuran
hidup mati dan ia beruntung masih hidup sekarang karena
telah berlaku licik membokong Lu Xun Yi terlebih dulu.
Jika tidak, mungkin ia sekarang sudah terbujur kaku menjadi
mayat.
"Tabib, bagaimana keadaan Jenderal Chu?" tanya
Penyelia Militer Huang Ding Siang kepada tabib yang telah
menyelesaikan mengobati luka-luka luar Jenderal Chu
Song. Sebagai seorang penyelia militer, jabatan Huang Ding
Siang tidak lebih rendah dari Jenderal Chu Song sendiri dan
jika sesuatu terjadi pada Jenderal Chu Song, maka ialah
yang akan memegang kendali pasukan.
Usia Huang Ding Siang masih tidak lebih dari empat
puluh tahun. Wajahnya putih dan alisnya tipis. Meskipun
bukan dari kalangan militer, tapi Huang Ding Siang
tubuhnya tampak kuat dan tegap karena berasal dari
keluarga bangsawan, la khusus ditugaskan oleh Permaisuri
Wu Ze Tian untuk ikut dalam pasukan Jenderal Chu Song
kali ini, karena kemampuannya dalam seni militer dan
strategi yang hebat. Permaisuri Wu menyadari kelemahan
Jenderal Chu Song yang terlalu mengandalkan kehebatan
dan kekuatan perang saja tanpa memikirkan strategi
sehingga menugaskan Huang Ding Siang sebagai Penyelia
Militer pasukan ini. Dan tampaknya apa yang menjadi- 39 pemikiran Permaisuri Wu ada benarnya juga pada saat
seperti ini.
"Lapor, Penyelia Huang, keadaan Jenderal Chu masih
cukup gawat. Meskipun luka luar dan pendarahannya sudah
dapat diobati, akan tetapi ada beberapa tulang rusuknya
yang patah dan melukai organ bagian dalamnya. Jika dalam
beberapa hari ini Jenderal Chu tidak juga siuman, hamba
khawatir ia..." kata tabib itu tidak diteruskan lagi karena
khawatir akan mendapat marah besar dari Huang Ding
Siang.
"Aku sudah mengerti, teruskan mengobati dan
menjaga Jenderal Chu" kata Huang Ding Siang memberikan
perintah kepada tabib itu.
"Baik, Penyelia Huang" kata tabib itu sambil
membungkuk hormat.
Huang Ding Siang meninggalkan pembaringan
Jenderal Chu Song dan menuju meja tamu tempat Wen


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yang, Chang Bai dan Pan Chung telah menunggu. Hanya
dengan melihat raut muka Huang Ding Siang saja, mereka
bertiga sudah tahu bahwa keadaan Jenderal Chu Song
sedang gawat.
"Maaf, sudah membuat pendekar bertiga menunggu"
kata Huang Ding Siang sambil menjura hormat.- 40 "Ah, Penyelia Huang terlalu sungkan. Kami tidak
lama menunggu" jawab Pan Chung yang memang paling
senang menjilat pada para pembesar.
"Keadaan Jenderal Chu Song masih gawat, mungkin
selama beberapa saat kita harus menunda dulu rencana
penyerangan ke markas Tien Lung Men sampai ada
kepastian lebih lanjut" jelas Huang Ding Siang.
"Pendekar Wen. apakah ada kabar dari kasim kepala
Huo Cin dan lainnya?" tanya Huang Ding Siang kepada
Wen Yang.
"Belum, uhukkk" jawab Wen Yang dengan singkat
saja sambil menahan rasa sakit dan sesak di dadanya.
"Padahal malam sudah semakin larut, tapi tetap saja
tidak ada kabar dari bukit Guan Hu" kata Chang Bai dengan
penasaran.
Cen Hui yang mendengarkan dari luar kemah,
semakin mempertajam pendengarannya begitu mendengar
ada kata bukit Guan Hu.
"Huh! Aku tidak percaya si tua bangka Jien itu masih
bisa bertahan menghadapi empat pendekar kelas atas!" kata
Pan Chung dengan nada meremehkan. Cen Hui yang berada
di luar kemah menjadi naik pitam mendengar kata-kata yang
menghina Jien Wei Cen itu. Jika saja ia tidak sedang dalam
penyamaran mencari keterangan, pastilah ia sudah- 41 menerobos masuk kemah itu dan memenggal kepala Pan
Chung!
"Jangan lupakan juga Yang Ren Fang" kata Wen
Yang dengan nada yang aneh sehingga membuat Cen Hui
keheranan. Mengapa Wen Yang menyebut nama Yang Ren
Fang dengan nada bangga?
"Ya benar apa yang dikatakan pendekar Wen Yang!
Tidak mungkin ia bisa bertahan. Bukit Guan Hu pasti akan
menjadi kuburannya. Huh! Pendekar Tanpa Tanding
apanya? Kukira hanya nama besar saja" ejek Pan Chung lagi
Wiro Sableng 010 Banjir Darah Di Tambun Tulang Candra Kirana Karya Ajiprosidi Lima Sekawan Minggat

Cari Blog Ini