Ceritasilat Novel Online

Rimba Persilatan Naga Harimau 16

Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An Bagian 16


beruntung karena datang dua jagoan garda depan Tien Lung
Men untuk melindungi mereka dari musuh aneh dan kejam
itu. Chang Ye Ping dan Chen Yung sendiri segera maju
menghadang kakek aneh itu agar rombongan berkuda bisa
pergi dengan selamat. Tapi kakek aneh itu sendiri
tampaknya tidak terlalu menghiraukan mereka berdua dan
kelihatan asyik menggigiti lengan penunggang kuda malang
yang sedang sekarat itu. Caranya menggigit sungguh
mengerikan seakan-akan ia sedang makan saja sehingga
membuat mual mereka yang melihatnya.- 285 "Tuan, bolehkah aku kenal siapa anda?" tanya Chang
Ye Ping sambil menjura. Ia memang terkenal karena
sikapnya yang santun dan teliti sehingga diberikan tanggung
jawab oleh Jien Wei Cen sebagai penjaga depan markas
Tien Lung Men.
"Hehehehe, enak, asyik" kata kakek aneh sambil tetap
melakukan kegiatannya dan tidak mempedulikan sapaan
Chang Ye Ping sama sekali.
"Kurang ajar, berani engkau berlagak di wilayah Tien
Lung Men!" sergah Chen Yung yang lebih tidak sabaran
sambil maju menyerbu dengan golok rantai cincinnya.
Chang Ye Ping tidak sempat lagi mencegah rekannya
itu yang maju bertarung dengan geram.
Desingan golok dan gemerincingan cincin rantai
membelah udara. Chen Yung menyerang dengan serangan
maut mengayunkan goloknya membabat kakek aneh itu. Ia
bermaksud membunuh dengan sekali serangan karena sudah
geram sekali dengan tingkah kakek gila itu. Goloknya itu
membabat dekat sekali dengan leher kakek itu ketika tibatiba saja sasarannya seperti hilang dari pandangan. Golok
Chen Yung malah menebas penunggang kuda yang sedang
sekarat itu hingga terpotong menjadi dua bagian. Namun
aneh sekali ketika tubuh malang itu terpotong, tidak satu
tetespun darah yang muncrat seakan-akan golok Chen Yung
memotong kayu mati saja.- 286 "Chen-siung, awas di atasmu!" teriak Chang Ye Ping
memperingatkan.
Apa yang dikatakan Chang Ye Ping memang benar
sekali. Sosok kakek gila itu entah kapan sudah berada di atas
kepala Chen Yung, bersiap menerkam batok kepalanya
dengan kedua tangannya yang mencengkeram. Chen Yung
memutar goloknya melindungi bagian kepala sambil
bergulingan menghindar. Ia bisa selamat dari bahaya maut
karena peringatan Chang Ye Ping tadi. Chen Yung kini lebih
berhati-hati dan tidak berani gegabah lagi.
"Hehehehe, engkau bisa menghindariku, ilmumu
lumayan juga" kata kakek aneh itu memuji sambil
memainkan matanya. Chen Yung yang semakin marah tidak
bisa berbuat apa-apa kecuali mendengus kesal.
"Tuan, sekali lagi boleh aku mengetahui nama anda?"
tanya Chang Ye Ping mengulangi pertanyaannya tadi.
"Ah?! Engkau tidak mengenaliku? Engkau tidak
mengenal aku Jenderal Besar Fang Yung Li? Hahahahha,
engkau sungguh pandai berkelakar" jawab kakek aneh yang
tidak lain adalah Fang Yung Li itu sambil tertawa.
Chang Ye Ping dan Chen Yung kaget mendengar
nama Fang Yung Li disebut-sebut. Jien Wei Cen sudah
menyebutkan bahwa pembunuh Ketua Selatan Wang Ding
adalah Fang Yung Li si Setan Darah. Demikian pula saat
pertempuran di bukit Guan Hu, Fang Yung Li adalah
seorang dari empat pendekar yang mengeroyok ketua- 287 mereka. Menurut kabar yang mereka dengar dari Jien Wei
Cen, Fang Yung Li berhasil dikalahkan dan jatuh ke jurang.
Tapi mengapa sekarang Setan Darah ini bisa berada di dekat
wilayah Tien Lung Men kembali?
Fang Yung Li memang jatuh ke jurang dalam
pertempuran habis-habisan dengan Jien Wei Cen di bukit
Guan Hu tapi ia tidak mati. Ilmunya yang aneh dan tinggi
membuatnya benar-benar susah mati. Ia menyerap tenaga
dan darah dari setiap orang dan binatang yang ditemuinya
untuk memulihkan tenaganya dengan cepat. Ilmu Pei Ming
Sen Kung (Ilmu Sakti Neraka Utara) adalah ilmu sesat yang
amat hebat sehingga tidak heran dalam dua hari saja ia sudah
benar-benar pulih kembali dari luka dalamnya. Benar-benar
seperti setan yang hidup dalam tubuh seorang manusia saja
layaknya!
"Heheheheh, kalian takut melihat Jenderal Besar
berdiri di hadapan kalian? Cepat berlutut dan berikan hormat
kalian jika tetap ingin hidup" kata Fang Yung Li sambil
tersenyum gila.
"Mana mungkin kami menyembah orang gila
sepertimu" bentak Chen Yung dengan marah sekali.
"Eh?! Engkau berani kurang ajar denganku?" tanya
Fang Yung Li dengan marah karena merasa terhina.
"Chang-siung, mari kita bertaruh nyawa balaskan
dendam Jien Pang-cu dan Ketua Selatan" kata Chen Yung
dengan gagah.- 288 "Baiklah, musuh sudah di depan mata pantang
mundur lagi. Chen-siung mari kita maju bersama" kata
Chang Ye Ping menanggapi.
"Wah, wah ilmu kalian kelihatannya lumayan, pasti
darah kalian tentu enak dan manis. Aku tidak akan rugi
mencicipinya" kata Fang Yung Li sambil matanya berputarputar aneh.
Chang Ye Ping tidak sungkan-sungkan lagi langsung
mencabut pedangnya yang tersandang di punggung. Selama
ini ia dan mendiang Wang Ding bersahabat cukup baik
sehingga kematiannya yang mengenaskan benar-benar
membuat Chang Ye Ping sedih. Kini pembunuh Wang Ding
ada di depan mata, mana mungkin ia mau melepaskannya
begitu saja.
Pedang dan golok berkelebat menyerang. Hawanya
saja sudah membuat bulu roma meremang dalam jarak
beberapa langkah. Tampaknya Chang Ye Ping dan Chen
Yung benar-benar tidak main-main ingin segera menghabisi
Fang Yung Li. Mereka sadar kekuatan lawan di atas mereka
sehingga satu-satunya kemungkinan untuk menang hanya
dengan menyerang terlebih dulu.
Chang Ye Ping mengeluarkan jurusnya yang unik dan
jarang terlihat di dunia persilatan yaitu ilmu Sung Ge Cien
Fa (Ilmu Pedang Pengantar Tamu). Jurus ini aneh dan
membingungkan bagi lawan karena jika biasanya ilmu
pedang selalu menggunakan bagian pedang yang tajam- 289 untuk menusuk maka ilmu Sung Ge Cien Fa malah
menggunakan gagang pedang sebagai senjata menyerang
lawan dan mata pedang sebagai pegangan! Cara ini
membuat pedang lebih berperan sebagai tongkat pendek
karena mata pedang yang tajam malah tidak dipakai. Sikap
penyerangan dan pertahanannya juga aneh karena selalu
menunduk sehingga terkesan seperti seorang pelayan yang
sedang mempersilakan tamunya. Tidak heran jurus ini
dinamai jurus Sung Ge Cien Fa!
Fei Hu Tao (Golok Harimau Terbang) sendiri
menyerang dengan ganas dari atas. Setiap tebasan dilakukan
dengan sepenuh tenaga ditambah ayunan badan sebagai
penambah kekuatan. Batu karang yang keras saja pasti
terbelah oleh jurus maut ini. Chen Yung memang
mengandalkan kekuatan lengannya untuk menebas lawan.
Apalagi golok cincinnya selalu diasah amat tajam dan
terbuat dari besi pilihan sehingga menambah kekuatan
setiap tebasan yang dilakukan olehnya.
Fang Yung Li yang dikeroyok dua jagoan kelas atas
itu hanya terkekeh-kekeh saja. Ia tampaknya tidak takut
sama sekali terhadap dua orang pengeroyoknya yang
mengerahkan segenap kemampuan mereka itu, malah
terkesan ia main-main saja. Tebasan golok dan tusukan
gagang pedang dihindarinya dengan santai saja. Serangan
bersama Chen Yung dan Chang Ye Ping dihindarinya
dengan meloncat lincah sekali kesana kemari bagaikan
bayangan yang sulit ditangkap mata manusia biasa.- 290 Setelah hampir lima puluh jurus menyerang terus
tanpa hasil, Chen Yung dan Chang Ye Ping mulai merasa
kelelahan sendiri. Fang Yung Li bagaikan setan tanpa
bayangan yang tidak bisa disentuh sama sekali. Bahkan
meskipun sudah menggabungkan jurus mereka berdua
untuk menyerang bersama tetap saja tidak mampu melukai
bahkan hanya kulit musuh sekalipun. Keraguan dan
ketakutan mulai melanda diri mereka berdua, apakah bisa
membalaskan dendam Wang Ding atau malah nyawa
mereka yang melayang menemani Wang Ding di akhirat.
Fang Yung Li yang kaya pengalaman bertarung dapat
melihat keraguan dan semangat tempur lawannya itu
mengendur. Ia mempercepat gerakannya untuk menghindar
sehingga bayangannya seperti menghilang dari pandangan.
Begitu cepat gerakan Fang Yung Li sehingga angin yang
ditimbulkan seperti pusaran badai berputar. Chen Yung dan
Chang Ye Ping yang kalah kecepatan dan tenaga kini hanya
bisa bertahan saja tanpa dapat melakukan apa-apa.
Di saat genting itu muncul sebuah bayangan lain yang
tidak kalah cepatnya dengan bayangan Fang Yung Li datang
menghadang. Serangan Fang Yung Li berhasil dipatahkan
oleh bayangan itu hingga membuat Fang Yung Li berhenti
sejenak. Ia tampak marah karena serangannya terhadap
Chen Yung dan Chang Ye Ping digagalkan oleh orang yang
baru datang itu.- 291 "Ketua Barat!" teriak Chen Yung dan Chang Ye Ping
hampir berbarengan ketika mereka mengenali siapa
penolong mereka.
"Saudara berdua apakah baik-baik saja?" tanya Wen
Shi Mei sambil tetap bersiaga menghadapi Fang Yung Li.
"Kami baik-baik saja" jawab mereka bersamaan.
"Siapakah kakek aneh ini? Apakah ia termasuk
pasukan kerajaan?" tanya Wen Shi Mei berusaha menilai
keadaan.
"Ia adalah Setan Darah Fang Yung Li, salah seorang
andalan kasim Huo Cin. Bahkan Ketua Selatan juga gugur
di tangannya" jawab Chen Yung.
"Wang Ding gugur?" tanya Wen Shi Mei setengah
tidak percaya.
"Benar. Ketua Barat, berhati-hatilah menghadapinya"
jawab Chang Ye Ping.
Wen Shi Mei mengerutkan dahinya dengan marah.
Selama ini Si Sao Tien Lung (Empat Naga Langit Muda)
mempunyai hubungan yang cukup baik. Mereka berempat
sama-sama mengabdi dan membesarkan Tien Lung Men
selama puluhan tahun. Ikatan di antara mereka sudah hampir
sama seperti ikatan saudara sendiri. Sekarang pembunuh
Wang Ding ada di depan mata, mana mungkin Wen Shi Mei
melepaskannya begitu saja.- 292 "Kakek tua bangka, benarkah engkau yang
membunuh Cing Hou Wang Ding (Wang Ding si Kera
Emas)?" bentak Wen Shi Mei dengan nyaring.
"Eh? Siapa katamu? Aku tidak kenal Kera Emas?
Yang ada hanya kera busuk, hehehehh" jawab Fang Yung
Li sambil tertawa tidak waras.
"Kurang ajar! Tampaknya engkau benar-benar
mencari mati! Chen Yung, Chang Ye Ping mari kita
balaskan dendam Wang Ding!" teriak Wen Shi Mei
membakar semangat pertempuran.
Ketiga jagoan Tien Lung Men itu maju sambil
menyerang ganas sekali. Tadi Chang Ye Ping dan Chen
Yung agak surut nyalinya karena kalah kekuatan, tapi kini
semangat mereka timbul kembali karena Ketua Barat sudah
tiba. Keyakinan dan semangat tempur mereka meningkat
kembali. Apalagi Wen Shi Mei dengan cekatan sekali
memberikan perintah agar penyerangan dibagi dua, Chang
Ye Ping dan Chen Yung menyerang tubuh bagian atas
sementara ia sendiri menyerang bagian bawah.
Pertempuran berlanjut kembali dengan gaya baru.
Jika tadi Fang Yung Li dengan mudah mampu menghindari
serangan tapi kini ia mulai kerepotan. Golok Chen Yung dan
pedang Chang Ye Ping mampu berpadu mengimbangi
gerakan tangannya sementara jurus ular yang aneh sekali
dari Wen Shi Mei seakan-akan mengikuti terus gerakan
langkah kakinya. Inilah kehebatan jurus Wen Shi Mei yang- 293 disebut Hei Se Guo Tien Lu (Ular Hitam Mengikuti Jalan ke
Langit). Jurus yang sepintas tanpa tenaga dan sederhana
sekali tapi pada kenyataannya sulit dihadapi karena
bagaikan ular yang membelit kaki, susah sekali dihindari
dan dilepaskan.
Fang Yung Li adalah seorang pendekar tua yang
sudah kenyang makan asam garam dunia persilatan.
Meskipun beberapa jurus awal bisa didesak serangan
gabungan namun setelah lewat dua puluh jurus ia mulai bisa
melihat celah lawan. Serangan pedang dan golok sekalipun
ganas namun kecepatannya masih jauh di bawah kecepatan
gerak Fang Yung Li sedangkan serangan bawah Wen Shi
Mei meskipun sukar dihindari namun tenaganya terlalu
lemah untuk melukainya. Maka sambil berteriak keras, Fang
Yung Li meningkatkan kecepatan gerakan tangannya dan
membiarkan saja serangan bawah Wen Shi Mei.
Sekejap saja situasi pertempuran sudah berubah arah.
Golok dan pedang sekarang ganti terpojok oleh kecepatan
gerakan tangan Fang Yung Li. Bahkan sekarang Chen Yung
dan Chang Ye Ping yang harus menghindar mati-matian
agar senjata mereka tidak sampai direbut lawan. Wen Shi
Mei sendiri yang mengira lawan lengah sehingga
pertahanannya terbuka merasa kegirangan sehingga
mengirimkan satu sodokan ke perut lawan.
"Bukk!"- 294 Sodokan Wen Shi Mei begitu telak menghajar perut
Fang Yung Li. Jika orang biasa yang terkena sodokan
semacam itu pastilah ususnya sudah hancur lumat. Tapi
Fang Yung Li bukan manusia biasa, jika tidak boleh disebut
bukan manusia. Ia adalah Setan Darah yang mempunyai
ilmu aneh nan sesat Pei Ming Sen Kung (Ilmu Sakti Neraka
Utara) yang mampu menyedot habis kekuatan lawan.
Serangan Wen Shi Mei barusan sama sekali tidak dirasakan
olehnya malah kekuatan tenaga lawan seakan amblas ke


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam dan tersedot terus.
"Celaka!" kata Wen Shi Mei ketika menyadari ia
telah terjebak dalam kekuatan tenaga hisap Fang Yung Li.
"Ketua Barat!" teriak Chen Yung dan Chang Ye Ping
dengan cemas sekali.
"Mundur, kalian jangan mendekat" kata Wen Shi Mei
memperingatkan, ia tahu akan kekuatan tenaga hisap yang
aneh ini pastilah bukan sembarangan.
"Hehehehe, gadis manis sekarang apakah engkau
masih akan menghinaku lagi?" tanya Fang Yung Li sambil
matanya berputar-putar liar.
Wen Shi Mei tidak menjawab karena ia sedang
kesakitan sekali. Tenaga dalamnya seakan dibetot keluar
oleh kekuatan yang luar biasa sehingga ia tidak bisa
mengendalikannya sama sekali. Ia sadar jika hal ini
berlanjut terus ia akan mati kering dihisap kakek gila ini!- 295 "Kenapa kau diam saja? Hehehehe" tawa Fang Yung
Li penuh kemenangan. Ia merasa nyaman sekali karena
tenaga dalam Wen Shi Mei yang kuat mengalir masuk ke
dalam dirinya. Wen Shi Mei akhirnya mengambil jalan
nekat untuk melepaskan diri dari tenaga hisap lawan. Ia
merogoh kantung jarum racunnya, mengambil beberapa
Jarum Ular Hitam dan menusukkannya ke pergelangan
tangannya yang masih menempel di perut Fang Yung Li.
Segera saja racun ular hitam mengalir masuk ke tubuh lawan
bersamaan dengan tenaga dalamnya yang tersedot. Fang
Yung Li yang merasakan aliran hangat dan gatal masuk ke
dalam perutnya, segera melepaskan tenaga hisap Pei Ming
Sen Kung sambil melompat mundur.
"Kurang ajar kau gadis gila!" teriak Fang Yung Li
sambil memegangi perutnya yang terasa gatal dan perih
sekali. Racun ular hitam memang adalah racun mematikan
dari ular hitam wilayah barat. Satu dua tetes racun ular hitam
mampu membunuh beberapa puluh orang dewasa sekaligus
dalam beberapa saat saja. Bisa dibayangkan apa jadinya
pada Fang Yung Li yang langsung menghisap racun ini ke
dalam perutnya!
Wen Shi Mei sendiri tidak kebal racun ular hitam
sehingga pergelangan tangannya yang terkena racun
langsung berubah menjadi hitam dan bengkak.
Beruntunglah ia adalah pemilik racun sehingga pastilah
memiliki penawarnya. Cepat sekali ia memasukkan dua
butir pil penawar berwarna merah ke dalam mulutnya dan- 296 menggunakan tenaga dalam untuk mengeluarkan racun dari
tangannya. Segera rasa bengkak dan warna hitam di
tangannya berangsur-angsur pulih dan pernapasannya
kembali normal.
Fang Yung Li tidak seberuntung Wen Shi Mei.
Perutnya yang kurus itu kini berwarna hitam dan bengkakbengkak. Ia berteriak-teriak memaki Wen Shi Mei sambil
berlompatan kesana kemari. Kasihan sekali Fang Yung Li
yang kesulitan mengeluarkan racun ular hitam dari dalam
tubuhnya karena ilmunya adalah ilmu tenaga hisap bukan
seperti kebanyakan ilmu biasa yang merupakan tenaga
dorong. Racun ular hitam seakan berputar-putar dalam
perutnya dan menimbulkan perasaan sakit luar biasa.
"Ketua Barat apakah engkau baik-baik saja?" tanya
Chen Yung.
"Aku baik-baik saja" jawab Wen Shi Mei lirih sambil
terus menekan racun keluar dari pergelangan tangannya.
"Ini saat terbaik untuk membunuh setan tua ini" kata
Chang Ye Ping memberikan usulan sambil melihat Fang
Yung Li yang masih merintih dan bergulingan kesakitan.
"Jangan biarkan saja ia merasakan sakitnya racun ular
hitam milikku. Biarkan Wang Ding puas melihatnya dari
langit" kata Wen Shi Mei mencegah tindakan Chang Ye
Ping.
"Wussss"- 297 "Awas!" teriak Chen Yung sambil memutar goloknya
menangkis ratusan anak panah yang terbang menyerang
mereka bertiga.
Chen Yung dan Chang Ye Ping segera menghindar
sambil memutar senjata masing-masing menangkis hujan
anak panah untuk melindungi diri mereka dan juga Wen Shi
Mei yang masih lemah. Mereka bertiga terpaksa berjungkirbalik menghindar dan bersembunyi di balik pohon karena
serangan panah begitu rapat bagaikan hujan deras. Ketika
akhirnya mereka dapat selamat menghindar, mereka melihat
daerah itu sudah terkepung oleh ratusan prajurit kerajaan
baik bersenjata lengkap.
Seorang kakek aneh menyeruak dari kerumunan
prajurit panah yang berbaris rapi di barisan depan. Kakek
setengah umur yang rambutnya dibiarkan terurai panjang
dan wajahnya tampak aneh sekali dengan kedua mata yang
juling dan hidung yang besar. Ia memakai pakaian pendeta
Tao yang longgar dan sederhana serta bertelanjang kaki saja.
la melihat Fang Yung Li yang tengah bergulingan kesakitan
di tanah itu dengan keheranan dan segera memeriksanya.
"Jenderal Fang, ini aku Guo Cing Cen. Sabarlah aku
akan memeriksa racunmu" kata kakek aneh yang tidak lain
adalah Tu Tai Yi Guo Cing Cen (Guo Cing Cen sang Tabib
Racun) itu. Ia dengan hati-hati sekali mendekati Fang Yung
Li karena sadar akan kegilaan si Setan Darah yang kadang
kambuh dan tidak bisa ditebak itu, apalagi saat kesakitan
karena keracunan seperti sekarang ini.- 298 "Cepat tolong aku! Rasa sakitnya luar biasa" kata
Fang Yung Li sambil bergulingan mendekati Guo Cing Cen.
Sebentar saja Guo Cing Cen memeriksa nadi Fang
Yung Li dan segera memberikan pil penawar berwarna
merah yang mirip sekali dengan kepunyaan Wen Shi Mei
tadi. Hanya saja jika pil merah Wen Shi Mei tadi berukuran
kecil dan dimakan dua butir, pil merah milik Guo Cing Cen
ukurannya lebih besar dan hanya perlu satu butir saja sekali
makan. Fang Yung Li berangsur-angsur mulai tenang dan
duduk bersila mencoba mendesak keluar racun ular hitam
yang bersarang di perutnya itu.
"Wah, wah tampaknya telah datang seorang ahli
racun dari barat ke daerah Yi Chang ini" kata Guo Cing Cen
sambil menoleh ke arah Wen Shi Mei.
"Pengetahuan racunmu juga tidak terlalu jelek" balas
Wen Shi Mei tidak mau kalah. Dalam hati ia merasa heran
ada orang yang mampu membuat obat penawar racun ular
hitam miliknya. Kakek aneh tentunya tidaklah sembarangan
saja.
"Aku yang tua ini bernama Guo Cing Cen berjuluk Tu
Tai Yi (Tabib Racun), senang bertemu dengan anda" kata
Guo Cing Cen menjura memperkenalkan dirinya.
"Aku Ketua Barat Tien Lung Men, Wen Shi Mei sang
Putri Ular Hitam" balas Wen Shi Mei sambil menjura.- 299 "Ah, pantas sekali ilmu racun anda begitu luar biasa.
Tidak semua orang bisa mempunyai racun ular hitam dari
barat yang ganas itu" kata Guo Cing Cen sambil
mengangguk-angguk kagum.
"Terima kasih, tapi aku tidak butuh pujian darimu.
Aku hendak meneruskan perjalanan menemui Jien Pang-cu.
Jika engkau masih sayang nyawamu yang tinggal selembar
itu, cepat menyingkir dan jangan menghalangi jalanku!"
bentak Wen Shi Mei tidak sabaran.
"Eh, sabar dulu. Jarang-jarang aku bertemu sesama
tukang racun yang hebat seperti anda. Maukah bertukar
pengalaman denganku barang satu atau dua racikan saja?"
tanya Guo Cing Cen dengan nada yang aneh. Matanya yang
juling berubah bengis dan mengerikan.
"Pendekar berdua, silakan menepi dulu sebentar" kata
Wen Shi Mei kepada Chen Yung dan Chang Ye Ping. la tahu
sebentar lagi pastilah Guo Cing Cen akan menebarkan racun
maut andalannya dan ia tidak ingin direpotkan oleh urusan
lain selain menghadapi Tabib Racun ini.
"Baiklah" kata Chen Yung dan Chang Ye Ping sambil
menjaga jarak dengan Wen Shi Mei. Mereka juga dapat
merasakan kengerian hawa membunuh yang meledak hebat
dari arah Guo Cing Cen.
Tanpa basa-basi lagi, kedua ahli racun dari dua pihak
yang berseteru itu langsung maju menyerang dengan
andalan masing-masing. Hei Se Cen (Jarum Ular Hitam) dan- 300 Cing Sa Tu (Racun Pasir Emas) bertebaran bagaikan hujan
kematian. Rumput dan pohon yang terkena racun mereka
langsung layu dan membusuk, membuktikan betapa
mengerikannya racun milik mereka berdua itu. Bahkan
beberapa prajurit yang kurang waspada dan terlalu dekat
dengan arena pertempuran langsung tumbang dengan tubuh
membusuk!
Wen Shi Mei sendiri harus mengakui bahwa selama
hidupnya baru kali ini bertemu seorang ahli racun yang luar
biasa seperti Guo Cing Cen ini. Meskipun sudah menahan
napas dan mengulum obat penawar Jien Tu Yao (Obat
Seribu Racun) dalam mulutnya namun tetap saja ia
merasakan kulitnya perih dan mati rasa oleh bubuk Racun
Pasir Emas milik lawan. Sedangkan Guo Cing Cen sendiri
meskipun sibuk menghindari puluhan Jarum Ular Hitam
yang menghujani dirinya namun tetap terlihat berwajah
segar dan napasnya biasa-biasa saja.
Pertempuran mengerikan dengan senjata racun ini
berlangsung hanya beberapa saat saja karena sudah
diketahui mana yang menang dan mana yang kalah. Wen Shi
Mei makin lama makin lemah gerakannya sedangkan Guo
Cing Cen masih tetap menyerang dengan ganas. Tampaknya
sebentar lagi Wen Shi Mei akan kalah karena kulitnya sudah
mulai berubah warna menjadi kuning karena Racun Pasir
Emas. Napasnya juga sudah tidak teratur dan mulai
berkeringat banyak.- 301 Tiba-tiba Wen Shi Mei bersuit keras sambil
melemparkan bubuk berwarna hijau ke arah Guo Cing Cen
yang segera menebaskan lengan bajunya menghalau
serangan lawan. Bubuk hijau tersebar kemana-mana namun
sebagian besar masih menempel di lengan baju Guo Cing
Cen. Wen Shi Mei bersuit keras sekali lagi sambil berlari
meninggalkan arena pertarungan. Ia tahu akan sulit
memenangkan pertarungan bila menghadapi pakar racun
seperti Guo Cing Cen ini.
Guo Cing Cen berniat mengejar lawannya yang
melarikan diri itu tapi langkahnya segera terhenti karena
dalam semak belukar tiba-tiba bermunculan puluhan ular
hitam yang mendesis-desis marah. Ia segera menghentikan
langkahnya dan bersikap waspada sekali. Ular hitam adalah
ular yang sangat pemarah dan beracun sehingga tidak bisa
diperlakukan sembarangan saja, apalagi sekarang ada
puluhan ular hitam yang sedang marah sekarang. Bahkan
para prajurit pun mundur teratur melihat barisan ular hitam
yang mengerikan itu.
"Prajurit! Panah segera ular-ular itu!" teriak Guo Cing
Cen memberikan perintah kepada para prajurit yang terdiam
ngeri itu. Mereka langsung tersadar seperti bangun dari
mimpi saja ketika mendengar teriakan perintah dari Guo
Cing Cen.
Ratusan panah segera menghujani kumpulan ular itu.
Mereka mendesis marah ketika terpanah pada tubuhnya
bahkan sebagian ada yang menyemprotkan racun langsung- 302 dari mulutnya. Tanah yang terkena siraman bisa ular hitam
langsung berdesis mengeluarkan asap, menandakan betapa
kerasnya racun itu. Para prajurit semakin kesetanan
memanahi ular-ular itu hingga mati semuanya. Mereka
semua tampaknya benar-benar ngeri melihat ular-ular hitam
yang amat beracun itu sehingga meskipun akhirnya semua
ular sudah mati, mereka masih terus memanahinya. Guo
Cing Cen bahkan sampai harus berteriak-teriak menyuruh
mereka berhenti.
Fang Yung Li yang sudah sembuh dari racun ular
hitam segera berdiri dan mencak-mencak dengan marah
sekali. Wen Shi Mei, Chen Yung dan Chang Ye Ping sudah
tidak kelihatan lagi batang hidungnya. Mereka sudah
melarikan diri ketika para prajurit dan juga Guo Cing Cen
tengah disibukkan oleh puluhan ular hitam berbisa. Guo
Cing Cen sendiri hanya bisa gemas menyaksikan hilangnya
ketiga musuh mereka itu. Ia merasa rugi sekali tidak bisa
menewaskan Wen Shi Mei si Putri Ular Hitam dalam
pertempuran kali ini padahal kemenangan sudah ada di
depan mata.
"Kau tidak akan bisa lolos dari tanganku!" desis Guo
Cing Cen geram.
Saat itu dari kejauhan tampak panji-panji perang
kerajaan tengah berkibar mendekati Guo Cing Cen dan Fang
Yung Li. Ribuan prajurit berbaris rapi menyandang senjata
lengkap dengan tameng mereka. Suara sangkakala dan
genderang berkumandang di mana-mana memberitahukan- 303 pembentukan dan pengaturan barisan. Debu membubung
tinggi ketika rombongan pasukan berkuda datang sambil
menyandang tombak panjang. Suasana medan perang benarbenar telah tiba di gerbang markas Tien Lung Men!
Penyelia Militer Huang Ding Siang dan kasim Huo
Cin tampak menunggang kuda di barisan depan. Mereka
membawa panji-panji pasukan dan barisan sebagai lambang
untuk memberikan perintah pada pasukan. Huo Cin hari ini
ia memakai baju yang lain daripada biasanya. Jika biasanya
ia memakai baju sutra dan topi putih namun pada saat
penyerbuan besar-besaran ini ia memakai baju perang yang
biasanya dipakai para jenderal. Dadanya memakai tameng
besi demikian juga perisai besi untuk bahu. Topi putihnya
hari ini digantikan dengan topi baja berlapis emas.
Tampaknya ia benar-benar bersiap untuk bertempur
menghancurkan Tien Lung Men. Namun wajahnya yang
berbedak tebal dan mirip wanita malah jadi kelihatan aneh
memakai baju perang yang berat itu.
"Tabib Guo, mengapa anda marah-marah?" tanya
Huo Cin dari atas kudanya. Ia merasa dirinya sudah seperti
seorang jenderal besar saja.
"Kasim Huo, barusan aku gagal membunuh Hei Se Ni
Wen Shi Mei" kata Guo Cing Cen memberikan laporannya.
"Oh? Benarkah? Sebenarnya engkau tidak perlu
terlalu gusar Tabib Guo, bukankah kita masih mempunyai

Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

senjata andalan yang lain? Lagipula nyawa mereka hanya- 304 diperpanjang satu atau dua hari saja, tidak terlalu masalah"
kata Huo Cin dengan sinis sekali. Ia memang selalu
memandang rendah orang lain.
"Anda benar kasim Huo" kata Guo Cing Cen sambil
menjura dan minggir ke samping barisan pasukan.
"Jenderal Fang!" panggil Huo Cin kepada Fang Yung
Li yang masih terus mencak-mencak dan memaki Wen Shi
Mei. "Ada apa?" jawab Fang Yung Li dengan tidak senang.
"Silakan Jenderal Fang ikut bergabung dengan
barisan besar. Kita akan menghancurkan Tien Lung Men
hari ini. Anda sebagai seorang jenderal ternama akan
memimpin barisan pelopor menuju ke markas utama.
Terima perintah!" teriak Huo Cin sambil melemparkan panji
pasukan pelopor.
"Aku jenderal besar?! Ya aku Jenderal Fang Yung Li
memang seorang jenderal besar. Aku yang memimpin di
depan hahahahahah" tawa Fang Yung Li sambil melompatlompat kegirangan seperti seorang anak kecil mendapatkan
manisan. Ia mengibarkan panji pasukan pelopor dengan
bersemangat sekali. Padahal ia tidak tahu Huo Cin sengaja
memilihnya karena tugas sebagai pasukan pelopor itu amat
berat. Huo Cin ingin agar kakek gila tapi tangguh ini gugur
dalam pertempuran sehingga ia tidak perlu repot
mengurusinya lagi setelah kemenangan mereka. Lebih baik- 305 lagi jika nantinya ia mati bersama Jien Wei Cen, benar-benar
sekali tepuk dua lalat mati di tangan.
Fang Yung Li berlarian sambil berteriak-teriak
memanggil pasukan pelopor. Segera saja puluhan pasukan
berkuda dan ratusan prajurit tombak maju ke depan
mengikuti Fang Yung Li. Tiga ratus prajurit panah juga
berada bersama pasukan pelopor dan langsung membentuk
barisan rapi bersiap melepaskan anak panah. Mereka tinggal
menunggu perintah Fang Yung Li saja untuk melepaskan
anak panah mereka ke arah markas Tien Lung Men yang
tampak di sekitar satu li di depan.
"Bersiap! Panah!" teriak Fang Yung Li sambil
mengibaskan panjinya.
Segera meluncur tiga ratus anak panah sekaligus
membuat langit seperti tampak seperti gulungan benang
yang ditempeli ratusan jarum. Anak panah itu meluncur
dengan cepat sekali dan menancap kuat di pintu markas Tien
Lung Men. Beberapa penjaga yang kurang waspada
langsung pergi menjemput ajal terkena anak-anak panah itu.
Sementara yang selamat dari serangan pertama segera
membunyikan tambur bertalu-talu untuk memberitahukan
serangan ini kepada seluruh penghuni markas.
Fang Yung Li kegirangan melihat serangan
pertamanya berhasil baik. Ia segera memberikan aba-aba
pada pasukan panah untuk terus memanah hingga seluruh
anak panah yang mereka miliki habis. Gerbang markas Tien- 306 Lung Men sampai penuh dengan anak panah yang menancap
karena serangan barusan.
Entah sudah berapa orang anak buah Tien Lung Men
yang tewas hanya karena serangan panah yang gencar ini
tapi yang jelas mereka kini semua sudah waspada dan
bersiap akan serangan yang lebih besar.
Fang Yung Li melompat ringan sambil memberikan
aba-aba maju ke depan kepada pasukan berkuda, disusul
para prajurit tombak. Mereka semua berteriak
mengguncangkan langit dan menggetarkan bumi ketika
maju menyerbu. Pasukan pelopor memang selalu adalah
pasukan terbaik yang dimiliki suatu pasukan karena
tugasnya yang amat berat. Mereka adalah prajurit yang
berani mati dan tidak takut akan bahaya apapun, cocok
sekali dengan perangai Fang Yung Li yang gila dan sadis.
Pasukan berkuda mengikuti gerakan Fang Yung Li
yang gesit dan cepat sekali itu. Ia melompat dan melayang
bahkan dengan kecepatan melebihi pasukan berkuda. Ilmu
ringan tubuh kakek gila itu memang tidak bisa dipandang
remeh demikian pula dengan pengalaman tempurnya.
Meskipun sudah lama sekali dipenjara dalam penjara bawah
tanah tapi ingatannya akan pengalaman perangnya sebelum
itu masih sangat jelas. Tidak heran ia masih bisa
memberikan aba-aba perintah dengan baik sekali.
Kini pasukan berkuda itu sudah sangat dekat sekali
dengan gerbang markas besar Tien Lung Men. Fang Yung- 307 Li berteriak nyaring memberikan aba-aba mengeluarkan
senjata. Pasukan berkuda menarik keluar golok dan tombak
mereka dan bersiap menyerang. Sebagian kecil dari mereka
mempersiapkan kayu pendobrak gerbang yang dipasang di
pelana mereka. Tampaknya mereka sudah sangat siap
hendak menyerbu masuk ke dalam markas.
Tiba-tiba saja beberapa kuda terdepan terjeblos
masuk ke dalam lubang perangkap yang sudah dipasang
sebelumnya oleh anak buah Tien Lung Men. Lubang
perangkap itu ditutupi dengan daun dan pasir sehingga tidak
tampak jika tidak diperhatikan benar-benar. Lubang yang
cukup dalam itu dipasangi tombak-tombak pendek yang
tegak lurus menghadap ke atas pada dasarnya. Bisa
dipastikan para prajurit berkuda yang malang itu langsung
tewas tertusuk begitu mereka terjeblos ke dalam lubang
jebakan.
Teriakan menyayat dan jerit kematian terdengar
mengiris telinga ketika semakin banyak pasukan berkuda
yang jatuh ke lubang jebakan. Pada saat itu ratusan anak
buah Tien Lung Men yang semula bersembunyi di tembok
markas, keluar bersama-sama dan melepaskan anak panah
ke arah pasukan kerajaan. Hujan anak panah membuat
pasukan berkuda semakin kacau dan tidak lagi berbaris rapi.
Mereka benar-benar kacau dan kebingungan.
Fang Yung Li marah sekali karena barisan pasukan
pelopor berhasil dikalahkan dengan mudah bahkan sebelum
mendekati gerbang, la berteriak keras sekali hingga- 308 mengguncangkan langit dan menggenjot tubuhnya sampai
melayang ke atas tembok markas yang cukup tinggi itu. Ia
langsung mengamuk dan menghajar para anak buah Tien
Lung Men hingga kocar-kacir tidak karuan. Sebagian dari
mereka yang berilmu rendah langsung tewas hanya dengan
satu pukulan saja. Sisanya kocar-kacir menyelamatkan diri
sambil berusaha ganti memanahi Fang Yung Li.
Keadaan seperti itu dimanfaatkan dengan baik sekali
oleh pasukan pelopor yang masih tersisa. Mereka segera
memacu kuda masing-masing mendekati tembok markas.
Sebagian segera berusaha mendobrak pintu gerbang dengan
kayu yang sudah dipersiapkan, sedangkan yang lain
melemparkan tangga tali berkait ke atas tembok untuk
persiapan prajurit lainnya mendobrak markas. Teriakan
peperangan membahana di mana-mana hingga terdengar
sampai ke belakang markas Tien Lung Men, termasuk
wisma tamu yang dihuni oleh Song Wei Hao, Han Cia Sing
dan teman-temannya yang lain.
Jien Wei Cen sendiri segera mengambil tindakan
cepat memimpin anak buahnya menghadapi serbuan lawan.
Persiapan terhadap serangan ini sudah dilakukan beberapa
hari sebelumnya sehingga tidak terlalu menimbulkan
kekagetan dan kebingungan di kalangan anak buah Tien
Lung Men. Mereka dengan cekatan membentuk barisan
pengawal dan penahan serangan di tiap-tiap daerah yang
sudah dipikirkan sebelumnya. Markas Tien Lung Men
mempunyai beberapa titik lemah terhadap serangan luar di- 309 antaranya adalah perbukitan belakang markas dan daerah
sebelah timur yang dialiri sungai dan rawa-rawa.
Suasana dalam wisma tamu juga tidak kalah
menegangkan. Song Wei Hao segera bergegas menuju
kamar Han Cia Sing untuk melihat keadaannya. Betapa
kagetnya ketika ia melihat Han Cia Sing masih tertidur pulas
dalam keadaan hingar bingar pertempuran yang terdengar
jelas di luar. Ia segera mengguncangkan bahu Han Cia Sing
untuk memaksanya bangun.
"Cia Sing, cepat bersiap! Pasukan kerajaan sudah
menyerbu!" teriak Song Wei Hao yang sudah berpakaian
perang lengkap sambil berdiri di samping tempat tidur Han
Cia Sing.
"Apa? Apa yang terjadi?" tanya Han Cia Sing dengan
kaget sekali.
"Pasukan kerajaan sudah mulai menyerbu markas.
Engkau harus segera bangun dan memberitahu temantemanmu yang lain, setelah itu segera ke ruang utama untuk
bergabung denganku. Aku pergi dulu sekarang" kata Song
Wei Hao memberikan perintah.
Belum sempat Han Cia Sing mengiyakan, Song Wei
Hao sudah berlari keluar dengan gesit sekali, la memang
sudah terbiasa menghadapi suasana perang seperti ini
sehingga tidak canggung lagi. Sebaliknya dengan Han Cia
Sing, yang sama sekali hijau tentang urusan keadaan perang,
la dengan gugup mencoba segera berpakaian. Suara hingar-- 310 bingar sangkakala dan teriakan perang terdengar jelas di
kejauhan. Bahkan bumi pun terasa agak bergetar sedikit
karena peperangan di depan markas Tien Lung Men.
Han Cia Sing segera berlari menuju ke arah wisma
tempat Ma Xia, Wongguo Luo dan Wongguo Yuan tidur.
Ternyata ketika ia tiba di sana, mereka sudah bangun dan
siap sedia terhadap segala kemungkinan. Bahkan sebentar
kemudian Yung Lang dan Lin Tung juga datang berlari-lari
ke sana dengan pakaian siap tempur.
"Cia Sing, tampaknya pasukan kerajaan sudah mulai
menyerang markas" kata Lin Tung dengan cemas.
"Mereka menyerang cepat sekali. Jauh lebih cepat
daripada yang diperkirakan oleh Jien Pang-cu" kata Han Cia
Sing.
"Sekarang apa tindakan kita?" tanya Ma Xia.
"Paman Song menyuruh kita semua menuju ruang
utama untuk berkumpul dan mendengarkan perintah Jien
Pang-cu. Mari kita sekarang semua ke sana" jawab Han Cia
Sing.
"Baiklah, ayo kita pergi sekarang" ajak Yung Lang
kepada semua.
Baru saja mereka hendak berangkat, tiba-tiba Han Cia
Sing teringat sesuatu. Ia menghentikan langkahnya dan
menoleh kepada Ma Xia dan Wongguo Yuan. Wajahnya
tampak bimbang.- 311 "Cia Sing, engkau kenapa?" tanya Ma Xia dengan
heran.
"Aku baru teringat, kakimu belum sembuh A Xia.
Juga A Yuan tidak bisa silat, mana mungkin ia bisa ikut
dengan kita maju berperang. Paman Wongguo bukankah apa
yang kupikirkan ini benar?" tanya Han Cia Sing meminta
pendapat Wongguo Luo.
"Hmm, benar. Cucuku memang hanya akan menjadi
beban saja" kata Wongguo Luo membenarkan.
"Paman Wongguo, aku ada satu permohonan kepada
paman" kata Han Cia Sing lagi.
"Katakan saja. Selama aku bisa melakukannya, pasti
akan kupenuhi" kata Wongguo Luo dengan bijaksana.
"Kakakku, Han Cia Pao kini sedang dalam keadaan
lemah demikian juga dengan hmm ibunya. Mohon paman
Wongguo bisa menjaga mereka berdua bersama-sama
dengan A Xia dan A Yuan" kata Han Cia Sing yang tetap
tidak mau menyebut nama Ye Ing maupun mengakuinya
sebagai ibu tirinya.
"Baiklah, aku akan menjaga mereka" kata Wongguo
Luo setelah berpikir sejenak. Bagaimanapun menjaga
cucunya jauh lebih penting daripada ikut dalam pertempuran
Tien Lung Men yang sebenarnya bukan urusannya itu.
Urusannya adalah dengan Shi Chang Sin dan Ma Pei, bukan
dengan pasukan kerajaan pimpinan Huo Cin.- 312 "Terima kasih paman Wongguo" kata Han Cia Sing
sambil menjura hormat.
"Cia Sing!" panggil Ma Xia ketika Han Cia Sing
sudah bersiap-siap keluar dari kamar itu.
"Ada apa?" tanya Han Cia Sing sambil berdiri di
depan pintu.
"Ehmm, jaga dirimu baik-baik" kata Ma Xia dengan
ragu-ragu dan wajahnya bersemu merah. Ia sebenarnya malu
mengatakan hal seperti ini di depan orang banyak.
"Aku akan menjaga diri" kata Han Cia Sing singkat.
"Jangan lupa untuk segera kembali" kata Wongguo
Yuan dengan wajah yang tidak kalah merahnya dengan Ma
Xia barusan.
"Baik" jawab Han Cia Sing canggung.
Bahkan Yung Lang dan Lin Tung saling tersenyum
dengan penuh arti.
"Kalian pergilah dengan tenang. Aku akan menjaga
saudaramu baik-baik" kata Wongguo Luo menenangkan
Han Cia Sing.
"Terima kasih paman Wongguo" kata Han Cia Sing
dengan tulus.
Akhirnya mereka bertiga pergi bersama-sama menuju
ke ruang utama. Yung Lang tampaknya tidak tahan lagi
untuk menggoda Han Cia Sing. Tidak lama setelah mereka- 313 meninggalkan wisma tamu, Yung Lang mulai menggoda
Han Cia Sing bersama-sama dengan Lin Tung.
"Ohhh, jaga dirimu baik-baik Cia Sing" kata Yung
Lang sambil menirukan suara dan mimik Ma Xia saat
mengucapkan salam perpisahan tadi.
"Jangan lupa untuk segera kembali" kata Lin Tung
menimpali dengan menirukan gaya Wongguo Yuan sambil
terkikik pelan.
"Kalian berdua apakah tidak bisa lebih serius. Kita
harus segera berkumpul dengan lainnya di ruang utama
karena keadaan sedang genting" dengus Han Cia Sing
dengan kesal kepada Yung Lang dan Lin Tung.
"Tapi kami tidak ingin terjadi apa-apa dengan dirimu"
kata Yung Lang masih menirukan suara Ma Xia sehingga
Lin Tung terbahak-bahak.
"Sudahlah, aku akan segera ke ruang utama. Kalian
susullah secepat mungkin yang kalian bisa" tukas Han Cia
Sing dengan tidak senang.


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apa maksudmu susullah?" tanya Yung Lang heran.
Seakan-akan menjawab pertanyaan Yung Lang, Han
Cia Sing menggenjot tubuhnya dengan ilmu Guo Yin Sen
Kung (Ilmu Sakti Melintasi Awan). Segera saja ia sudah
terpisah delapan tombak dengan tempat Yung Lang dan Lin
Tung berdiri. Dua lompatan kemudian ia sudah hilang dari
pandangan kedua temannya itu. Yung Lang dan Lin Tung- 314 hanya bisa melongo dan saling berpandangan melihat
kehebatan ilmu ringan tubuh Han Cia Sing itu.
"Apakah ia marah pada kita?" tanya Lin Tung heran.
"Lapor Jien Pang-cu, musuh sudah menyerbu hingga
di tembok depan markas" kata Ce Ke Fu memberikan
laporannya kepada Jien Wei Cen.
Saat itu mereka semua sedang berkumpul di ruang
utama markas, termasuk keempat nona Yao, Song Wei Hao
dan Han Cia Sing yang baru tiba. Wen Shi Mei yang sedang
keracunan Cing Sa Tu (Racun Pasir Emas) tampak sedang
bersila di kursi sambil berusaha mengusir racun ganas itu
dengan bantuan tenaga dalam Hu Sang dan Hong Cu Chung.
Ubun-ubun Wen Shi Mei mengepulkan asap dan keningnya
berkeringat banyak menahan rasa sakit akibat pengeluaran
racun dari tubuhnya.
"Siapakah yang sekarang sedang menjaga barisan
depan T' tanya Jien Wei Cen dengan marah. Ia benar-benar
marah karena markas yang ia bangun dengan susah payah
selama puluhan tahun sekarang dirusak oleh pasukan
kerajaan begitu saja.
"Lapor ketua, Chang Ye Ping, Chen Yung dan He
Suang Fu (Kapak Kembar He) sedang menahan serangan
pasukan kerajaan" jawab Ce Ke Fu.
"Bagaimana pola serangan musuh T' tanya Jien Wei
Cen lagi.- 315 "Mereka menyerang dengan gencar gerbang markas
kita. Sebagian kecil lagi berputar ke belakang bukit dibantu
oleh Ceng Lu Hui (Perkumpulan Jalan Kebenaran),Hai Sa
Bai (Partai Pasir Laut) dan Fung San Bai (Partai Gunung
Angin)" jawab Ce Ke Fu.
"Kurang ajar! Tie (ayah) aku akan menghajar mereka
semua hingga lari terbirit-birit dan tidak berani lagi
menjejakkan kaki di wilayah Yi Chang kembali" kata Jien
Ming Ti yang memang pemarah dan tinggi hati itu.
"Eh, Ti-er jangan terburu-buru memandang enteng
lawan. Kita sedang dikepung musuh tentu harus hati-hati
dan selalu memperkuat pertahanan. Para penyerbulah yang
harus menyerang habis-habisan, bukan kita" kata Jien Wei
Cen memberikan saran kepada anaknya namun Jien Ming Ti
mendengus kesal tidak setuju. Ia sejak kecil selalu unggul
sebagai tuan muda pertama Tien Lung Men yang dihormati,
mana mungkin sekarang ia mengalah begitu saja?
"Ketua Utara!" panggil Jien Wei Cen dengan
berwibawa.
"Hadir .'"jawab Ce Ke Fu dengan hormat.
"Engkau dan He Gan, Liu Da serta Chen Yung dan
Chang Ye Ping segera memimpin barisan terkuat kita
mempertahankan gerbang utama!" perintah Jien Wei Cen.- 316 "Siap!" jawab Ce Ke Fu bersama-sama dengan
lainnya. Mereka segera keluar dari ruangan utama menuju
gerbang markas utama.
"Ti-er, engkau bersama Gao Guen dan Kapak
Kembar He menghadang pasukan penyerang dari belakang"
kata Jien Wei Cen selanjutnya.
"Siap!" jawab Jien Ming Ti dengan mantap.
"Jenderal Song, mohon engkau membantu Ketua
Utara mempertahankan gerbang utama markas. Pengalaman
anda dalam peperangan pasti akan sangat membantu kami"
kata Jien Wei Cen meminta dengan hormat.
"Jien Pang-cu, aku pasti akan senang membantu" kata
Song Wei Hao sambil menjura dengan hormat.
"Jien Pang-cu, bolehkah kami ikut menghadang
penyerang dari belakang markas?" tanya Yao Chuen
meminta ijin. Ia memang lebih memilih menghadapi partaipartai dunia persilatan daripada menghadapi pasukan
kerajaan karena bagaimanapun ibu mereka meminta mereka
sebisa mungkin tidak bertarung dengan pasukan kerajaan.
"Nona Yao, aku akan sangat menghargai bantuanmu.
Ti-er agak pemarah dan kurang bisa mengambil keputusan
dengan bijaksana. Harap kalian mampu membantunya
melawan para penyerang" kata Jien Wei Cen dengan senang
hati menerima bantuan keempat nona Yao.- 317 "Terima kasih Jien Pang-cu" seru keempat nona Yao
serempak sambil meninggalkan ruangan utama itu.
Saat itu pula Yung Lang dan Lin Tung masuk dengan
tergesa-gesa ke dalam ruangan utama. Mereka berpapasan
dengan keempat nona Yao yang cantik bagaikan bidadari
kahyangan itu sehingga sempat terbengong-bengong tidak
tahu lagi harus berbuat apa. Han Cia Sing yang malu sekali
melihat kelakuan kedua sahabatnya itu sampai harus
menarik mereka masuk ke dalam karena mereka berdua
berdiri mematung saja di depan pintu ruangan utama.
"Oh, eh salam hormat kepada Jien Pang-cu" kata Lin
Tung dan Yung Lang tergagap-gagap memberikan salam.
"Hmm, aku sampai lupa kepada para pendekar muda
kita" kata Jien Wei Cen sambil menganggukkan kepala
menerima hormat keduanya.
"Jien Pang-cu, apakah yang dapat kami bertiga
berikan untuk ikut membantu Tien Lung Men?" tanya Han
Cia Sing dengan hormat.
"Sementara ini mungkin belum, tapi kuharap kalian
dapat berjaga-jaga di seputar markas. Aku khawatir ada
penyusup yang masuk dan mengacau di dalam markas" kata
Jien Wei Cen lagi.
"Baik Jien Pang-cu. Kami mohon diri dulu" kata Han
Cia Sing setengah kecewa karena tidak mendapatkan tugas
penting dari Jien Wei Cen.- 318 "Kami berdua juga mohon diri" kata Lin Tung dan
Yung Lang bersamaan.
Mereka bertiga keluar dari wisma utama dan berbelok
menuju taman belakang. Suara hingar-bingar pertempuran
terdengar dari gerbang depan, demikian juga teriakan
menggema dari perbukitan belakang. Tampaknya serbuan
besar-besaran sudah dimulai oleh pasukan kerajaan. Han Cia
Sing sebenarnya sudah gatal sekali ingin turun laga tapi apa
daya Jien Wei Cen hanya menyuruhnya berputar-putar di
sekeliling markas saja. Tugas ini sebenarnya tidak kalah
penting, hanya saja kurang menantang. Apalagi Han Cia
Sing ingin sekali bertemu dengan orang yang telah
membunuh paman Lu Xun Yi. Meskipun paman angkatnya
itu sama sekali tidak memintanya membalas dendam, tapi
bagaimanapun darah muda Han Cia Sing selalu bergolak
setiap kali mengingat kematiannya. Ia ingin sekali bertarung
satu lawan satu dengan pembunuh Lu Xun Yi itu.
*** Wen Yang memberikan perintah kepada ratusan
prajurit panah untuk memulai memanah dari atas bukit.
Segera saja langit penuh dengan ratusan anak panah
berdesingan turun ke arah markas Tien Lung Men. Puluhan
anak buah Tien Lung Men berlindung di balik perisai besi
berusaha bertahan terhadap hujan anak panah itu, tapi tetap- 319 saja beberapa di antara mereka terluka. Ada yang tertembus
pada bahu atau kaki tapi ada juga yang langsung terkena
pada dada atau kepala hingga tewas. Jeritan kesakitan dan
teriakan ngeri segera membahana mengguncangkan langit.
Pasukan panah terus memanah seakan-akan tanpa
henti. Wen Yang memang dibekali pasukan pemanah
dengan senjata lengkap dan banyak, karena tugas mereka
adalah mengacaukan barisan pertahanan belakang musuh, la
memang tidak perlu terburu-buru menyerang sebelum ada
tanda dari pasukan depan bahwa gerbang markas Tien Lung
Men telah dapat ditembus. Perintah Huo Cin hanyalah
memecah perhatian musuh sehingga ia pun tidak ingin turun
tangan sebelum ada berita apapun.
"Heheheh, tampaknya kita sudah menyapu habis
barisan belakang musuh sebelum kita harus benar-benar
turun tangan sendiri" kata Pan Chung sambil tertawa
menyebalkan.
"Kita tidak perlu terburu-buru. Lebih baik serang
terus dengan anak panah untuk menghindari jatuh korban
banyak di pihak kita" kata Chang Bai menimpali sambil
menyilangkan tangan di depan dada dengan santai.
"Ini hanyalah sebagian kecil saja dari rencana kita.
Hari masih panjang, lebih baik kita menyimpan tenaga
untuk pertempuran sesungguhnya" kata Wen Yang sambil
duduk di atas sebuah batu besar.- 320 Tempat mereka bertiga berada memang sangat bagus
untuk memandang seluruh bagian belakang markas Tien
Lung Men. Bukit kecil menghadap langsung ke belakang
markas sehingga mereka bisa melihat setiap pergerakan
musuh yang sedang bertahan terhadap hujan panah. Mereka
bertiga adalah orang-orang berdarah dingin sehingga bisa
santai saja tertawa dan berbicara padahal yang mereka lihat
adalah sebuah pembantaian besar.
"Jumlah pengikut Tien Lung Men yang berada dalam
markas mungkin sekitar seribu orang. Mungkin kita baru
membunuh tidak lebih dari dua puluh orang, musuh masih
terlalu banyak. Kita tunggu saja beberapa saat lagi setelah
matahari tinggi di atas kepala baru kita menyerbu" kata Wen
Yang memberikan perintah.
"Baik aku tidak keberatan sama sekali" jawab Pan
Chung. "Aku juga demikian" kata Chang Bai menyahuti.
"Baik, kalau begitu kita tunggu" kata Wen Yang sambil
duduk dengan santai.
Prajurit panah masih terus memanah tanpa henti.
Entah sudah berapa ribu anak panah yang dilepaskan oleh
mereka. Gedung markas belakang Tien Lung Men bahkan
sudah penuh sekali dengan anak panah sehingga tidak
tampak lagi bentuk aslinya. Ratusan anak buah Tien Lung
Men yang bersembunyi di balik perisai besi benar-benar
bertahan habis-habisan terhadap hujan panah yang tak hentihentinya. Benar-benar kasihan sekali nasib mereka.- 321 Untunglah saat itu Jien Ming Ti dan rombongannya
datang ke markas belakang untuk membantu. Mereka segera
berlindung dalam perisai besi untuk menghindari anak
panah sekaligus menilai keadaan. Di bukit atas terlihat
puluhan panji partai Hai Sa, Fung San dan Ceng Lu Hui
berkibar ditiup angin beserta ratusan anak buah dan murid
mereka bersorak-sorai penuh kemenangan. Keadaan benarbenar tidak berpihak pada Tien Lung Men untuk saat ini.
"Kurang ajar!" kata Jien Ming Ti dengan geram sekali
melihat mereka diserbu habis-habisan tanpa bisa melawan
sama sekali.
"Sabar, tuan muda. Kita harus bisa melihat situasi
sekarang lebih menguntungkan mereka" kata Gao Guen
mencoba menenangkan. Sayang sekali kata-kata malah
seperti menambah bara ke dalam api kemarahan.
"Mana bisa aku sabar sementara pengikut kita
diserang habis-habisan seperti ini?" tanya Jien Ming Ti
dengan kesal sekali kepada Gao Guen.
"Tapi tuan..."
"Cukup! Tien Lung Men adalah kumpulan orang
gagah, bukan pengecut seperti kau!" bentak Jien Ming Ti
sebelum Gao Guen sempat berbicara lebih banyak.
Jien Ming Ti melesat keluar dari barisan perisai besi
menyambut hujan anak panah. Ilmu Tien Lung Ta Fa (Ilmu
Sakti Naga Langit) yang dimiliki Jien Ming Ti adalah- 322 tingkat kedua puluh empat, tingkat yang cukup tinggi untuk
seorang pendekar persilatan. Tidak heran jika Jien Ming Ti
berani maju menghadang hujan panah dari pasukan
kerajaan. Tangannya dipentangkan lebar-lebar sambil
mengumpulkan tenaga di kedua telapaknya.
Itulah jurus Lu San Jing Lung Cang (Tapak Naga
Hijau dari Gunung Lu) yang merupakan jurus ampuh untuk
menghadapi serbuan banyak lawan seperti sekarang ini.
Kecepatan telapak mautnya sungguh luar biasa sehingga
mampu membuyarkan serangan ratusan anak panah
sekaligus! Bisa dibayangkan jika Jien Wei Cen sendiri yang
menggunakan jurus luar biasa ini.
Hujan anak panah berhasil dibuyarkan oleh Jien Ming
Ti, kini para anak buah Tien Lung Men bisa bernapas
sejenak. Pasukan pemanah mereka ganti melepaskan anak
panah balasan ke arah barisan penyerang. Pasukan pemanah
kerajaan yang tidak siap dengan serangan balasan mendadak
ini banyak yang terkena hingga tewas. Mereka yang terluka
banyak yang tidak bisa mempertahankan keseimbangan
hingga jatuh bergulingan ke bawah bukit. Suasana barisan
pemanah kerajaan menjadi kacau balau.
"Kurang ajar!" maki Wen Yang dengan geram
melihat pasukan pemanahnya dapat dikacaukan.
"Tampaknya pendekar Tien Lung Men sudah mulai
keluar dari persembunyian mereka" kata Pan Chung dengan
nada meremehkan.- 323 "Kita harus turun tangan" kata Chang Bai sambil
melambaikan panji-panji Partai Hai Sa miliknya.
Ratusan murid partai Hai Sa segera berhamburan
keluar sambil menghunus senjata mereka berupa pedang.
Teriakan mereka membahana mengguncangkan langit.
Murid-murid partai Fung San bersenjatakan tombak ruyung
juga ikut berhamburan keluar menyusul pengibaran panji
oleh ketua mereka Pan Chung. Sedangkan Wen Yang
sendiri seperti biasa tidak ingin maju terlebih dulu tapi
membiarkan orang lain bertarung hingga setengah mati
barulah ia maju mengambil keuntungan. Para pengikut Ceng
Lu Hui masih berdiam diri menunggu perintah di dalam
hutan perbukitan itu.
Ratusan murid Hai Sa dan Fung San bersama ratusan
prajurit kerajaan menuruni bukit di belakang markas Tien
Lung Men bagaikan guyuran air bah saja. Mereka berteriakteriak sambil mengacungkan pedang dan tombak ruyung
menyerbu ke arah tembok belakang markas yang hanya
setinggi dua tombak saja. Tidak sulit bagi prajurit terlatih
untuk memakai tali kait melompati tembok yang hanya


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

setinggi itu. Sebentar saja ratusan kait sudah bergantungan
di tembok beserta para prajurit yang berniat
menyeberanginya. Sayang sekali mereka umumnya
langsung tewas ditebas anak buah Tien Lung Men yang
sudah menunggu dengan golok terhunus. Jeritan kematian
berkumandang membelah langit, darah membanjir
membasahi tanah.- 324 Pan Chung dan Chang Bai tidak tinggal diam melihat
anak buah mereka tewas begitu saja. Mereka langsung turun
laga dengan kekuatan penuh. Luka-luka mereka akibat
pertarungan dengan Lu Xun Yi beberapa hari sebelumnya
sudah sembuh benar sehingga mereka tidak sungkansungkan lagi mengeluarkan tenaga penuh. Pan Chung
bahkan langsung melompati tembok dan masuk menyerang.
Senjata ruyung besi sembilan ruas Jiu Lung Ruan Pien
(Cambuk Lepas Sembilan Naga) meledak-ledak di udara.
Anak buah Tien Lung Men yang terkena pukulan senjata
maut ini langsung tumbang dengan kepala pecah. Benarbenar senjata maut yang tidak bisa diremehkan begitu saja!
Di lain pihak, jurus Liu Suang Hong Chuen (Enam
Pasang Tinju Merah) milik Chang Bai juga tidak kalah
ganasnya. Chang Bai yang lebih cerdik dan banyak
pengalaman dari Pan Chung itu memilih untuk
menghancurkan tembok belakang markas terlebih dulu.
Tinjunya yang amat kuat menggedor tembok bata tebal
hingga hancur perlahan-lahan menjadi debu. Seperti nama
jurusnya, memang tinju Chang Bai selalu maju berulang
sebanyak enam kali sekali tarikan napas. Kekuatan tiap tinju
mampu meremukkan kepala seekor kerbau jantan dewasa
sehingga bisa dibayangkan dalam sebentar saja, tembok
belakang markas itu sudah berlubang sebesar dua orang
dewasa.
"Serbu! Masuk kemari!" teriak Chang Bai kepada
pasukan kerajaan dan murid-murid Hai Sa serta Fung San.- 325 Segera saja pasukan penyerbu membanjir masuk ke
dalam markas Tien Lung Men. Mereka semua segera
bertarung satu-satu ataupun dikeroyok maupun
mengeroyok. Suasana kacau balau dan tidak beraturan.
Murid-murid partai Fung San sendiri lebih memilih
membantu guru mereka yang tengah dikeroyok puluhan
anak buah Tien Lung Men. Pan Chung sendiri sebenarnya
tidak kesulitan menghadapi para pengeroyoknya yang
berilmu rendah sehingga dengan enteng saja ia terus
merangsek maju. Tiba-tiba saja gerakannya terhenti oleh
serbuan puluhan bayangan toya besi yang mengepungnya
dengan rapat sekali. Tentu saja hal ini membuatnya kaget
setengah mati karena tidak siap.
Rupanya Gao Guen sudah turun tangan melawan Pan
Chung karena melihat anak buah Tien Lung Men kocarkacir menghadapi senjata maut milik Pan Chung. Ia
langsung menyerbu Pan Chung tanpa basa-basi lagi. Toya
besi gandanya menyerang lawan dengan rapat,
mengurungnya makin lama makin sempit hingga akhirnya
Pan Chung tidak dapat mengelak lagi. Kedua lengannya
tergebuk toya besi milik Gao Guen hingga terasa kebas. Pan
Chung mengaduh sambil mundur mengambil napas.
"Kurang ajar! Siapa namamu?" tanya Pan Chung
sambil mengalirkan tenaga ke kedua lengannya yang mati
rasa.- 326 "Aku Gao Guen (Toya Tinggi), salah satu pendekar
Se Liu Jiang Siung (Enam Belas Terkuat) Tien Lung Men"
kata Gao Guen memperkenalkan dirinya kepada Pan Chung.
"Sial kau toya busuk! Kau belum tahu siapa aku
rupanya. Aku Pan Chung pimpinan Fung San Bai (Partai
Gunung Angin)" kata Pan Chung sambil mengamati Gao
Guen dengan seksama. Penampilan lawannya yang tinggi
kurus, wajahnya pucat sekali seperti mayat, matanya sayu
dan berpakaian putih membuat dirinya sedikit gentar. Ia
tidak berani bertindak jagoan lagi seperti barusan.
"Aku tahu siapa anda, tapi siapapun yang mengacau
Tien Lung Men tidak akan kubiarkan!" bentak Gao Guen
dengan gagah sekali. Wajahnya sama sekali tidak
menyiratkan rasa takut terhadap Pan Chung.
"Baiklah engkau memang cari mati!" seru Pan Chung
sambil memutar cambuk lemasnya di udara hingga meledak
memekakkan telinga.
Kedua jagoan itu langsung maju bersamaan dengan
kekuatan penuh. Sebenarnya dalam hal jarak, senjata Pan
Chung lebih menang jangkauan. Tapi dalam hal jurus dan
kekuatan, toya besi Gao Guen lebih mematikan daripada
senjata lemas Pan Chung. Amat sulit dikatakan siapa yang
bakal unggul dalam pertarungan ini, semuanya tergantung
pada kekuatan dan kepandaian pemilik senjata masingmasing.- 327 Bentrokan pertama berakhir imbang. Baik Pan Chung
maupun Gao Guen merasakan lengannya kebas menahan
getaran senjata mereka yang berbenturan di udara. Mereka
sama-sama mundur tiga langkah ke belakang untuk
mengambil napas. Keduanya saling mengukur kehebatan
jurus dan tenaga lawan masing-masing. Pan Chung
merentangkan cambuk lemas sembilan ruasnya untuk
mencari jarak tempur yang sesuai. Gao Guen sendiri
menyilangkan kedua toya besinya di depan dada bersiap
menghadapi serangan lawan selanjutnya.
Di tempat lain, Chang Bai terus merangsek maju.
Anak buah Tien Lung Men yang mencoba menghadangnya
dihajar hingga beterbangan dengan tulang rusuk patah.
Sungguh luar biasa kekuatan tinju pendekar tua ini, tidak
heran jika ia dulu sempat diberi kehormatan menjadi ketua
dunia persilatan sebelum jaman Jien Wei Cen. Entah sudah
berapa puluh anak buah Tien Lung Men yang menjadi
korban tinju mautnya. Jien Ming Ti yang melihat hal
menjadi marah sekali. Darah mudanya bergolak keras ingin
menjajal pendekar yang pernah dipermalukan ayahnya itu.
"Chang Bai kau tua bangka! Dulu kau pernah
dikalahkan ayahku, sekarang dengan licik sekali engkau
menyerang Tien Lung Men untuk membalaskan
dendammu!" bentak Jien Ming Ti sambil terbang ke arah
Chang Bai.
"Hahahahaha, anak dan bapak sama-sama sombong!
Kemarilah, akan kutunjukkan kemampuanku yang- 328 sebenarnya" ejek Chang Bai mencoba memanas-manasi
Jien Ming Ti. Ia tahu kemarahan adalah pantangan besar
seorang pendekar sehingga sengaja mengejek Jien Ming Ti
agar ia kehilangan perhatiannya dan mudah dikalahkan.
Jien Ming Ti memang termakan siasat Chang Bai. Ia
menyerang dengan kekuatan penuh tanpa mempertimbangkan pertahanan diri sama sekali. Pertama memang karena ia
marah, tapi alasan kedua yang lebih berperan adalah
kepercayaan dirinya yang amat besar bahkan menjurus
sombong membuat ia yakin sekali dapat memukul ambruk
jagoan tua seperti Chang Bai ini. Ia sama sekali tidak takut,
apalagi dulu ayahnya pernah mengalahkan Chang Bai
dengan telak.
Tinju Chang Bai menyambut serangan telapak maut
Jien Ming Ti. Segera tenaga keduanya meledakkan udara
ketika berbenturan. Jien Ming Ti terdorong balik ke
belakang sementara Chang Bai terseret beberapa langkah.
Tapi dengan amat lihai Chang Bai dapat menekan tenaga
lawan dan segera melangkah maju kembali dengan separuh
tenaga yang tadi sengaja disimpannya. Ia maju dengan cepat
sekali sehingga Jien Ming Ti yang tengah mengatur napas
tidak sempat berbuat apa-apa lagi. Tinju berantai Chang Bai
segera menghentakkan dada Jien Ming Ti dengan telak
sekali.
Jien Ming Ti memuntahkan darah segar sambil
mengeluh dan terjengkang ke belakang. Chang Bai yang
sadar serangannya berhasil tidak membuang kesempatan- 329 bagus ini. Sambil berputar di udara, Chang Bai menarik
napas lagi dan melayangkan satu tendangan berputar ke arah
kepala Jien Ming Ti. Tendangan itu telak sekali menghajar
kepala lawan hingga Jien Ming Ti sekali lagi terbanting ke
tanah dengan keras. Chang Bai melejit lagi ke atas dan
bersiap menghantamkan satu pukulan penghabisan ke arah
lawan yang sudah terbaring tidak berdaya.
"Matilah!" teriak Chang Bai penuh kemenangan.
Tepat sebelum tinjunya menghantam kepala Jien Ming Ti,
sebuah desingan senjata mengagetkan Chang Bai hingga
mengurungkan niatnya. Ia terpaksa menggeser posisi
badannya membungkuk dan berkelit terhadap serangan
mendadak itu. Tinjunya jadi melenceng sehingga hanya
menghantam tanah dan meledakkanya dengan keras. Debu
dan pasir segera berhamburan menutupi pandangan. Chang
Bai merasakan lengan kanannya perih sekali dan
mengeluarkan darah karena tersambar senjata lawan.
"Bagaimana keadaan tuan muda?" tanya He Ta Fu
kepada adik kembarnya He Siao Fu yang tengah memeriksa
keadaan Jien Ming Ti.
"Aku tidak apa-apa hanya luka ringan saja. Hajar tua
bangka Chang Bai itu untukku!" kata Jien Ming Ti sambil
mengatur napasnya.
"Baik, tuan muda" jawab He Ta Fu dan He Siao Fu
berbarengan.- 330 "Kalian pengecut! Apakah pendekar Tien Lung Men
hanya berani main keroyok seperti ini?" tanya Chang Bai
ketika melihat He bersaudara maju bersama dengan
senjatanya masing-masing.
"Kami adalah satu, mana mungkin dikatakan kami
mengeroyok?" jawab He Siao Fu sambil memutar kedua
kapak kecil di kedua tangannya.
"Benar, kami bukan dua tapi satu" kata He Ta Fu
membenarkan sambil mengacungkan kapak besar
bergagang panjang miliknya ke arah Chang Bai.
"Hmmm, baiklah jika demikian aku akan mengirim
kalian berdua ke neraka untuk menghabiskan hidup kalian
di sana!" seru Chang Bai dengan gemas sekali. Belum
pernah sekalipun ia bisa dilukai dalam satu jurus saja seperti
yang dilakukan He Ta Fu barusan. Ia merasa sangat
dipermalukan.
Pertempuran mereka kini dimulai. Tanpa basa-basi
lagi, He Siao Fu segera melemparkan kedua kapak kecilnya
ke arah kepala Chang Bai. Kedua kapak kecil itu berdesing
kencang sekali sehingga saat Chang Bai menunduk
menghindarinya, ia dapat merasakan besi dingin kapak
mengenai kulit kepalanya tipis sekali. Tidak sampai di situ
saja, kedua kapak itu langsung berbalik arah kembali ke
pelemparnya setelah tidak mengenai sasaran. Sekali lagi
Chang Bai harus berputar untuk menghindari kembali
kapak.- 331 "Kurang ajar!" teriak Chang Bai marah sekali karena
merasa dipermalukan.
He Ta Fu segera melompat ke arah Chang Bai sambil
mengayunkan kapak panjangnya ke arah Chang Bai yang
belum sempat membenarkan posisi badannya. Terpaksa
Chang Bai menerima serangan kapak He Ta Fu dengan
menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Mata kapak
memang tidak jadi membelah wajah Chang Bai, tapi gagang
kapak membentur lengannya dengan keras sekali nyaris
retak. Rasa sakit akibat benturan itu sampai ke ubun-ubun
Chang Bai. Tampaknya serangan gabungan Suang Fu
(Kapak Kembar) memang maut seperti yang terkenal selama
ini. Chang Bai adalah pendekar tua kelas atas yang
kenyang pengalaman, tentu tidak akan menyerah begitu saja
pada serangan seperti ini. Ia ganti siasat dengan berusaha
terus merangsek ke arah He Ta Fu. Senjata kapak panjang
He Ta Fu memang tidak cocok untuk pertarungan jarak
dekat. Chang Bai dengan kekuatan tinjunya menyerang terus
dari kedua sisi hingga membuat He Ta Fu kerepotan
bertahan. He Siao Fu mencoba membantu saudaranya itu
tapi kesulitan karena perubahan gerakan Chang Bai yang
terus menerus. Tampaknya pertarungan antara mereka dapat
berlangsung ratusan jurus baru diketahui siapa
pemenangnya.
Wen Yang yang melihat dari atas hanya tersenyum
sinis melihat pertarungan mati-matian itu. Siapapun yang- 332 menang, ia dan Huo Cin akan mengambil keuntungan
daripadanya. Betapa mudahnya orang-orang dunia
persilatan ia adu domba! Jika saja mereka tahu apa yang
direncanakan Huo Cin bagi mereka setelah mengalahkan
Tien Lung Men, pastilah mereka tidak akan bertarung matimatian seperti ini. Ia dan Huo Cin akan memperoleh
kerajaan dan dunia persilatan sekaligus dalam tangan
mereka berdua!
"Mengapa hingga sekarang tidak ada tanda-tanda dari
gerbang depan?" kata Wen Yang kepada dirinya sendiri.
Apakah yang tengah berlaku di gerbang utama markas Tien
Lung Men?
Huo Cin dan Huang Ding Siang memandangi
pertempuran di tembok markas dengan perasaan cemas.
Semenjak beberapa jam lalu mereka sudah mengerahkan
empat ribu tentara kerajaan dan para pendekar untuk
memasukinya namun hingga kini masih belum dapat
ditembus juga. Pertempuran masih berlangsung sengit sekali
dengan korban lebih banyak di pihak tentara kerajaan.
Mayat prajurit bertumpuk-tumpuk di depan gerbang dan
darah mengalir membanjiri tanah. Bau darah kematian
menyengat hidung dan menebarkan kengerian.
Fang Yung Li yang bertempur sendirian bersama
pasukan pelopor masih juga belum mampu menembus
pertahanan Tien Lung Men yang ketat. Apalagi sekarang Ce
Ke Fu, He Gan, Liu Da, Chen Yung dan Chang Ye Ping juga
ikut turun laga membantu. Pasukan pelopor terdesak hebat- 333 hingga nyaris musnah karena jumlah mereka sudah tinggal
sedikit. Rupanya pertahanan Tien Lung Men benar-benar
tidak bisa diremehkan begitu saja!
"Kasim Huo, apakah kita harus mengirimkan bantuan
sekarang?" tanya Huang Ding Siang dengan cemas sekali
melihat perkembangan pertempuran yang tidak baik bagi
pasukan kerajaan.


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Anda benar Penyelia Huang. Mungkin sudah saatnya
Wu Se (Lima Warna Kematian) dan Lung Wang Tao Feng
Ming (Feng Ming sang Golok Raja Naga) turun laga" kata
Huo Cin sambil tersenyum sinis. Ia mengibarkan panjipanjinya untuk mengerahkan pasukan sayap kanan dan kiri
yang dikepalai oleh Wu Se dan Feng Ming.
Segera saja ratusan pasukan keluar dari kiri kanan
Huo Cin dan Huang Ding Siang berpacu ke arah markas
Tien Lung Men. Mereka berlarian sambil memekikkan
teriakan peperangan dan mengacungkan senjata mereka.
Pasukan sayap kiri didahului oleh lima orang berkuda yang
kesemuanya menyebarkan hawa membunuh yang pekat.
Mereka tidak lain adalah Wu Se (Lima Kematian) yang
merupakan lima jagal brutal bawahan Huo Cin. Sedangkan
sayap kanan dipimpin oleh Feng Ming sang Golok Raja
Naga yang tampak begitu berwibawa di atas kudanya.
Pasukan sayap kiri dan kanan berpacu untuk tiba lebih
dahulu di tembok markas Tien Lung Men. Meskipun korban
di pihak pasukan kerajaan cukup banyak tapi tidak- 334 mengurangi semangat mereka untuk terus bertempur.
Memang lima ribu pasukan kerajaan yang dikirim
Permaisuri Wu adalah pasukan tangguh yang terpilih. Tidak
heran semangat tempur dan keahlian mereka begitu tinggi
dan tidak surut oleh kematian rekan-rekan mereka.
Sementara di atas tembok, Fang Yung Li tampak
mulai kelelahan setelah bertarung habis-habisan hampir
setengah hari penuh. Jika selama ini tenaganya seperti tidak
pernah habis, itu karena ia selalu dapat menyerap tenaga
lawan untuk dipakainya sendiri. Tapi dalam pertempuran
besar-besaran dan cepat seperti sekarang ini, ia sama sekali
tidak sempat menyerap tenaga lawan. Kalaupun bisa
menyerap satu atau dua anak buah Tien Lung Men, tenaga
yang didapat terlalu lemah karena tenaga dalam mereka
rendah sekali. Ilmu Pei Ming Sen Kung (Ilmu Sakti Neraka
Utara) menjadi tidak berguna di saat seperti ini. Para jagoan
Tien Lung Men sendiri sudah diberitahu oleh Chen Yung
dan Chang Ye Ping tentang kehebatan Fang Yung Li
sehingga mereka memilih tidak bertarung langsung
dengannya. Pasukan panah Tien Lung Men diminta untuk
terus mengurung Setan Darah itu hingga tidak bisa
mendekat. Siasat yang dilakukan Ce Ke Fu ini tampaknya
berjalan baik untuk melelahkan Fang Yung Li. Terbukti
serangannya semakin melemah dan tidak mengenai sasaran
lagi.
Ce Ke Fu dan kawan-kawannya lebih memilih
bertarung dengan prajurit kerajaan. Meskipun jumlah- 335 mereka banyak namun kekuatan mereka secara perorangan
tidaklah seberapa. Para pendekar Tien Lung Men dapat
menghabisi mereka dengan mudah karena saat mereka
hendak menerobos melalui tembok dengan tangga berkait
harus dilakukan satu persatu. Tidak heran pasukan pelopor
kerajaan kini terdesak hebat sekali.
Untunglah bantuan pasukan sayap datang tepat pada
waktunya. Tambahan ratusan pasukan dengan tenaga segar
benar-benar dapat membalikkan situasi yang terdesak.
Apalagi kini Wu Se dan Feng Ming ikut maju menyerang
sehingga menambah daya dobrak pasukan kerajaan. Feng
Ming dengan anggun melompat dari kudanya yang sedang
berlari kencang dan mendarat ringan sekali di atas tembok
yang sedang menjadi arena pertarungan maut. Ia melihat
pertarungan mati-matian antar pasukan itu dengan wajah
jijik. Feng Ming memang mempunyai darah bangsawan dan
hidup sejak kecil di lingkungan istana sehingga memandang
rendah para prajurit. Pertarungan penuh darah seperti
sekarang ini malah dianggap hanya mengotori dirinya saja.
Ia sama sekali tidak simpati dengan pengorbanan mereka.
Feng Ming segera melihat bahwa Ce Ke Fu adalah
lawan yang paling pantas untuknya. Maka tanpa basa-basi ia
segera turun laga mencabut Golok Raja Naga dari
sarungnya, la sama sekali tidak berusaha membantu Fang
Yung Li yang tengah kerepotan menghadapi pasukan panah.
Fang Yung Li hanyalah seorang gila saja bagi Feng Ming
sehingga sama sekali tidak layak dibantu. Ia lebih memilih- 336 bertarung dengan lawan yang dianggapnya sepadan seperti
Ce Ke Fu itu.
"Pei Tie Siung (Beruang Besi Utara)! Hadapi aku
Feng Ming sang Golok Raja Naga!" teriak Feng Ming
menantang.
"Baiklah jika demikian!" kata Ce Ke Fu menyambut
tantangan itu dengan senang sekali. Ia membanting prajurit
kerajaan yang tengah dicekiknya ke tanah hingga tewas
dengan leher patah. Lawan sepadan sudah datang jadi untuk
apa lagi menghadapi pasukan kerajaan?
Golok Raja Naga berdesing kencang membelah
udara. Hawa golok membelah udara menyerang Ce Ke Fu
yang masih berdiri beberapa tombak di depan Feng Ming.
Serangan jarak jauh ini dapat dihindari dengan mudah oleh
Ce Ke Fu yang hanya memiringkan tubuh raksasanya sedikit
saja ke samping. Hawa tajam golok terus menyerang ke
belakang Ce Ke Fu, langsung membelah dua anak buah Tien
Lung Men yang malang. Tubuh mereka langsung terpotong
menjadi dua bagian dan tewas tanpa sempat tahu apa yang
terjadi.
Ce Ke Fu segera berlari memburu Feng Ming.
Memang ilmu andalan Ce Ke Fu selama ini adalah jurus
bantingan dan meremukkan tulang yang harus dilakukan
dari jarak dekat. Ia memang lebih menitikberatkan pada waikung (tenaga luar) daripada nui-kung (tenaga dalam). Tidak
heran jika tubuhnya benar-benar berotot dan raksasa- 337 dibandingkan orang biasa. Pertarungan antara tangan
kosong melawan senjata, tentu saja tangan kosong harus
terus menekan jarak dan mencoba merebut senjata lawan.
Golok Raja Naga bukanlah golok biasa tapi terbuat
dari besi baja pilihan dan diasah oleh ahli pedang selama
bertahun-tahun. Golok ini sanggup menebas hampir apa saja
tanpa pernah perlu diasah kembali. Tubuh besi Ce Ke Fu
mungkin bisa menahan senjata biasa, tapi menghadapi
senjata sakti milik Feng Ming ini tentu ia tidak boleh mainmain. Salah perhitungan sedikit saja, ia mungkin bakal
kehilangan salah satu anggota tubuhnya karena tebasan
lawan.
Kini jarak antara dua pendekar tangguh ini hanya
tinggal beberapa langkah saja. Permainan golok Feng Ming
semakin rapat dan cepat. Ia berusaha menutup semua celah
pertahanannya dan menyerang Ce Ke Fu dengan kepungan
hawa golok yang rapat. Tapi tentu saja Ce Ke Fu bukan
seorang anak kemarin sore yang mudah begitu saja diserang.
Ia merapatkan kedua lengannya di dada dan mengeraskan
semua otot yang ada di dalam tubuhnya hingga sekeras besi.
Pertarungan kali ini benar-benar merupakan pertaruhan bagi
Ce Ke Fu karena jika ia salah perhitungan, ia bisa langsung
mati terkena Golok Raja Naga. Begitu mencapai jarak tebas
yang cukup dekat, Feng Ming berteriak keras sambil
melayangkan golok saktinya. Ia berniat menebas tubuh Ce
Ke Fu menjadi dua dengan kekuatan tenaga dalam dan juga
golok mautnya. Seakan-akan tidak menghiraukan sama- 338 sekali serangan lawan, Ce Ke Fu tetap merangsek maju.
Ketika mata golok sudah hampir mencapai kulit luar Ce Ke
Fu, barulah ia berputar searah tebasan golok hingga terlepas
dari maut. Tubuhnya yang raksasa itu ternyata dapat
bergerak lincah sekali sehingga benar-benar mengejutkan
Feng Ming yang tidak menyangka sama sekali akan
perubahan keadaan ini. Kekagetan lawan dimanfaatkan
dengan baik sekali oleh Ce Ke Fu yang terus berputar bak
gasing dan mendaratkan beberapa tinju besi sekaligus ke
muka Feng Ming!
Feng Ming mengeluh ketika dunia terasa berputar. Ia
merasakan pipi kirinya seakan tebal dan mati rasa.
Tubuhnya melayang beberapa langkah ke belakang tak
terkendali bagaikan daun gugur dan jatuh berdebam keras
ke tanah. Hidungnya basah mengeluarkan darah dan jika
saja tenaga dalamnya tidak kuat, pastilah tulang tengkorak
otaknya sudah retak oleh tinju besi Ce Ke Fu yang luar biasa
keras itu. Feng Ming berusaha secepat mungkin menguasai
kembali dirinya karena yakin serangan lawan berikutnya
akan segera menyusul.
Apa yang dipikirkan Feng Ming memang benar sekali.
Ce Ke Fu yang melihat siasatnya berhasil tidak mau
membiarkan lawan mengambil napas barang sejenak. Ia
segera menghentak dengan tinju besinya kembali mengejar
Feng Ming yang sedang jatuh bergulingan di atas tanah.
Tinju besi itu dilayangkan dengan ayunan segenap badan
maka dapat dibayangkan betapa tubuh lawan yang terkena- 339 pasti akan remuk tulang belulangnya! Feng Ming berguling
pada saat yang tepat sekali hingga terhindar dari maut.
Kedua tinju besi Ce Ke Fu menghantam tanah dengan keras
sekali, menghancurkan batuan menjadi debu dan pasir yang
berhamburan kemana-mana.
Suasana berdebu yang kabur itu segera dimanfaatkan
dengan baik sekali Feng Ming untuk mengambil napas. Ia
menghimpun tenaga dalamnya kembali untuk menyembuhkan luka-luka di wajah dan menghilangkan rasa pusing di
kepalanya. Golok Raja Naga dipegangnya erat-erat bersiap
menebas lawan. Tampaknya ia marah sekali karena merasa
dipermalukan oleh Ce Ke Fu yang dianggapnya hanya
seorang barbar dari utara itu. Ia berniat membunuh Ce Ke
Fu untuk menghapus rasa malunya.
Golok Raja Naga juga seakan-akan mengerti
kemarahan tuannya itu. Ia bergetar amat keras sehingga
berdengung. Suaranya benar-benar bagaikan dewa maut
yang keluar dari neraka saja layaknya. Feng Ming segera
melepaskan seluruh tenaga yang sudah tersimpan dalam
golok saktinya itu dengan menebas ke arah hamburan pasir
dan debu yang masih belum sepenuhnya mereda itu. Hawa
golok begitu tajam hingga sanggup membelah butiran pasir
yang amat kecil itu. Bagaikan tirai yang tersibak, hamparan
pasir dan debu itu terbelah dua oleh kekuatan hawa Golok
Raja Naga. Jeritan kematian para prajurit kerajaan dan anak
buah Tien Lung Men yang tertebas oleh hawa golok
langsung mengguncangkan langit. Entah berapa orang yang- 340 langsung menemui ajal akibat kekuatan hawa golok Feng
Ming barusan.
Ce Ke Fu sendiri sempat minggir hanya sebentar saja
sebelum hawa golok maut itu lewat. Namun tak urung kulit
lengan kanannya terkelupas akibat tajamnya hawa golok.
Darah mengucur deras dari lukanya yang ternyata cukup
dalam itu. Ia bergulingan di tanah menjauhkan diri dari
serangan lawan yang begitu sakti itu. Baru saja Ce Ke Fu
membenarkan kuda-kudanya, Feng Ming sudah berada lagi
di atasnya bersiap menebaskan kembali golok mautnya!
Kali ini Ce Ke Fu tidak sempat lagi menghindar. Ia
kembali menggunakan tenaga luarnya yang luar biasa untuk
mengeraskan seluruh ototnya. Kedua tangannya disilangkan
di depan wajahnya untuk menahan serangan golok Feng
Ming yang sudah dekat sekali itu. Ce Ke Fu bermaksud
menahan kedua tangan Feng Ming yang memegang gagang
golok sakti itu sehingga mata golok tidak akan
mengenainya. Kekuatan tinju besi Ce Ke Fu menghantam
telak kedua telapak tangan Feng Ming yang memegang
gagang golok hingga terdengar suara tulang
bergemeratakan.
Feng Ming menjerit keras sekali karena merasakan
tulang jari-jemarinya yang memegang gagang golok terasa
patah. Benturan tinju besi Ce Ke Fu berhasil mengenai
kelemahannya dengan telak sekali sehingga mau tak mau
pegangannya terhadap Golok Raja Naga jadi mengendur.
Golok Raja Naga berdengung makin lemah dan akhirnya- 341 jatuh berkelontangan ke tanah karena terlepas dari pegangan
pemiliknya.
Ce Ke Fu tersenyum penuh kemenangan karena
merasa sudah mengalahkan lawan, tapi senyumnya itu
hanya sebentar saja. Ia merasakan kulitnya kepalanya begitu
perih dan basah. Ketika ia mengusap kepala dan rambutnya
yang sebagian sudah beruban itu, tangannya menjadi merah
penuh darah segar. Hawa tajam Golok Raja Naga
tampaknya tetap meluncur deras meskipun goloknya sendiri
dapat ditahan oleh Ce Ke Fu. Hawa golok itulah yang
melukai kepala Ce Ke Fu. Beruntunglah kulit Ce Ke Fu amat
kuat karena jika tidak pastilah ia sudah mati dengan kepala
terbelah!
Kini keadaan kembali seimbang. Feng Ming patah
beberapa ruas jarinya sedangkan Ce Ke Fu terluka cukup
parah pada kepalanya. Darah merembes deras turun dari
kepala ke rompi bulu beruang yang dipakainya hingga
menjadi berwarna merah. Pandangan mata Ce Ke Fu juga
terganggu oleh tetesan darah dari kepalanya itu. Feng Ming
berusaha mati-matian menahan rasa sakitnya di jemari
tangannya dan mengambil kembali Golok Raja Naga.
Tangannya bergetar hebat karena rasa sakit yang tertahan
dan dengan susah payah ia berhasil menggenggam kembali
golok saktinya itu.
Feng Ming merobek lengan bajunya sedikit dan
membuat ikatan yang kencang pada kedua tangannya yang
memegang golok. Ia membuat simpul mati dengan- 342 mulutnya dan mengencangkannya. Kini Golok Raja Naga
tidak akan lepas dari dirinya kecuali bila kedua tangannya
itu terlepas dari badannya. Ce Ke Fu sendiri mengambil
sebuah kain lebar bekas ikat pinggang dari saku perutnya
dan membebatkan pada kepalanya. Ia berusaha secepat
mungkin menghentikan pendarahan di kepalanya agar tidak
kehabisan banyak darah. Mereka berdua tampaknya akan
bertarung mati-matian pada hari ini.
Di tempat lain, Wu Se (Lima Warna Kematian) mulai
menyebar maut kepada para anak buah Tien Lung Men.
Mereka berlima dibantu oleh pasukan kerajaan dan juga
beberapa Hei Ying Ping (Pasukan Bayangan Hitam) benarbenar membuat barisan Tien Lung Men menjadi kacau balau
dan tidak karuan. Jerit kematian terdengar di setiap tempat
di mana Wu Se menjejakkan kakinya. Mayat anak buah Tien
Lung Men segera saja bergelimpangan dan menyebarkan


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bau amis darah yang memualkan.
Para pendekar utama Tien Lung segera maju
menghadapi Wu Se. Mereka tidak ingin anak buah mereka
mati terbantai sia-sia begitu saja. He Gan, Liu Da, Chen
Yung dan Chang Ye Ping segera menyerang kelima
pembunuh sadis yang begitu cepat bergerak itu. Cien Tao
Hong Ying (Pedang Golok Bayangan Merah) langsung
dihadang oleh Fei Hu Tao Chen Yung (Chen Yung sang
Golok Harimau Terbang), Tie Kung Jing Ying (Busur Besi
Bayangan Besi) meladeni Sung Ge Cien Chang Ye Ping
(Chang Ye Ping si Pedang Pengantar Tamu), Hu Tou Pai- 343 Ying (Kepala Macan Bayangan Putih) dihadapi oleh jago
utara He Gan dan terakhir Si Ge Hei Ying (Pembunuh Gelap
Bayangan Hitam) bertempur dengan Liu Da.
Keempat pasangan bertarung dengan seru sekali dan
tidak menghiraukan sama sekali keadaan sekitar mereka.
Bahkan Fang Yung Li yang tengah dihujani ratusan anak
panah dan terpaksa bergulingan di tanah tidak dihiraukan
oleh mereka. Tiba-tiba saja tanah tempat pasukan panah
Tien Lung Men merekah dan meledak. Pasukan panah itu
segera buyar ketakutan tidak mengerti apa yang terjadi.
Sebuah bayangan emas meluncur dari dalam tanah sambil
berputar kencang bak gasing membawa sebuah senjata
seperti payung besi padat. Batu dan pasir berhamburan
seiring keluarnya Ti Su Cing Ying (Tikus Tanah Bayangan
Emas) dengan cara yang luar biasa itu. Pasukan panah Tien
Lung Men hanya bisa terheran-heran melihat kedatangan
musuh yang luar biasa aneh ini sehingga lupa untuk
melakukan tugasnya memanah. Keadaan ini dimanfaatkan
oleh Fang Yung Li untuk terbang melayang menerobos
masuk ke dalam markas Tien Lung Men tanpa dapat dicegah
siapa-siapa lagi.
Ti Su Cing Ying sendiri segera memanfaatkan
kelengahan pasukan panah Tien Lung Men dengan baik
sekali. Ia memutar senjata payung besi padatnya dengan
segenap kekuatan bak angin ribut saja. Siapapun yang
terkena senjata itu langsung terkapar jatuh dengan tubuh
penuh luka. Keadaan barisan pasukan pemanah yang semula- 344 rapi kini menjadi kacau balau didesak hebat oleh kehebatan
senjata aneh Cing Ying. Pasukan pelopor dan pasukan sayap
kerajaan dapat memanjat dan mendobrak gerbang dengan
lebih leluasa sekarang.
Fang Yung Li berlari menjauhi kekacauan yang
terjadi di tembok depan menuju gedung utama. Ia ingin
sekali bertemu kembali dengan Jien Wei Cen dan bertarung
ulang dengannya. Sekaranglah mungkin saat yang paling
tepat baginya untuk bisa bertarung dengan Jien Wei Cen
yaitu ketika semua sedang sibuk bertempur. Fang Yung Li
tidak memperdulikan hal yang lain kecuali keinginannya
sendiri untuk bertarung dengan orang yang mengaku
sebagai murid Chi Wei yang amat dibencinya itu. Dalam
pikiran gila Fang Yung Li, ia sudah tidak bisa lagi
membedakan antara kenyataan dan khayalan. Baginya Chi
Wei adalah Jien Wei Cen dan Jien Wei Cen adalah Chi Wei.
Ia harus membunuhnya untuk menuntaskan kemarahannya
yang terpendam selama puluhan tahun itu!
Fang Yung Li berlari cepat sekali di halaman utama
yang di sisi kiri kanannya berdiri puluhan patung batu
berbentuk prajurit. Ia sudah tinggal kurang dari sepuluh
tombak dari gedung utama ketika tiba-tiba dua bayangan
muncul dari belakang patung-patung batu itu dan
menyerangnya. Bayangan merah dan putih berkejaran
dengan kecepatan yang sulit sekali diikuti mata biasa
menyerang Fang Yung Li. Serangan mereka sengaja tidak
dihindari oleh Fang Yung Li yang memang hendak- 345 menyerap tenaga lawan dengan Pei Ming Sen Kung
miliknya. Ia malah tampak menunggu serangan lawan
masuk dengan telak.
Tepat ketika bayangan merah dan putih itu nyaris
menghajar dada Fang Yung Li dengan telak, tiba-tiba
keduanya berputar balik secepat kedatangan mereka tadi.
Hawa tenaga mereka begitu kuat hingga mengibarkan jubah
kebesaran milik Fang Yung Li yang memang awut-awutan
itu. Kedua pipi Setan Darah Fang Yung Li tertampar dua
kali dengan telak sekali oleh kain sutra merah putih yang
sudah diisi dengan tenaga dalam hebat hingga sekeras baja.
Fang Yung Li mengaduh kesakitan sambil mundur
terhuyung. Rasa sakit pada kedua pipinya yang keriput
begitu menyengat sehingga menyulut kemarahannya.
"Kurang ajar! Siapa kalian? Berani sekali terhadap
Jenderal Besar Fang Yung Li!" teriaknya dengan marah
sekali.
Di hadapan Fang Yung Li berdiri dua orang yang
tidak kalah anehnya dengan si Setan Darah itu sendiri. Yang
satu memakai jubah putih berlengan panjang sekali,
wajahnya tampak tua dan keriput. Rambutnya sudah jarang
dan putih. Mimik wajahnya seperti sudah tidak pernah
tersenyum sejak lahir. Ia memperkenalkan diri sambil
menjura , "Aku bernama Bao Ji Sang Sing Kui Hu Sang (Hu
Sang si Setan Sedih dari Bao Ji"- 346 Yang seorang lainnya adalah kakek-kakek bungkuk
yang berwajah tua sekali seperti umurnya sudah lebih dari
seratus tahun. Kakek itu memakai pakaian merah seperti
pakaian pengantin sehingga kelihatan bertambah aneh. Ia
membungkuk sambil menjura kepada Fang Yung Li.
"Aku Hong Cu Chung (Leluhur Merah)" katanya
sambil tersenyum memperlihatkan beberapa giginya yang
kuning dan sudah tidak lengkap lagi.
"Hahahahaha! Jadi kalian kakek-kakek hendak
menyapa diriku? Baik-baik, kebetulan aku juga sedang
butuh darah pendekar yang hangat dan enak. Meskipun agak
tua seperti kalian juga tidak masalah, yang penting
berkhasiat, hehehehe" kata Fang Yung Li sambil tertawa
tidak waras.
"Huh! Mengapa dirimu tidak berkaca di selokan,
setan tua?! Bukankah engkau jauh lebih tua dari kami?"
bentak Hu Sang dengan nada benci.
"Eh? Oh iya aku lupa bahwa aku juga kakek-kakek,
hehehehe" kata Fang Yung Li sambil memegangi jubahnya
yang kedodoran dan menari-nari. Benar-benar seorang
kakek gila yang mengerikan!
"Hu-siung (saudara Hu), jangan banyak cakap dengan
kakek edan ini. Lebih baik segera saja kita bereskan dia.
Ingat petunjuk dari Jien Pang-cu!" seru Hong Cu Chung
sambil melesat terbang menjadi bayangan merah.- 347 Kehebatan Hu Sang maupun Hung Cu Chung adalah
pada kecepatan gerak dan ringan tubuh mereka. Keduanya
juga ahli dengan senjata lunak. Hu Sang menggunakan
senjata berupa lengan bajunya yang panjang dengan pelapis
besi di dalamnya sedangkan Hong Cu Chung menggunakan
gulungan sutra merah yang bisa menjadi sekeras besi bila
disaluri tenaga dalam. Mereka berdua sering berlatih
bersama-sama sehingga bisa saling menutupi kelemahan
masing-masing. Lagipula mereka sudah mendapat
keterangan tentang kehebatan Pei Ming Sen Kung dari ketua
mereka sehingga bisa lebih hati-hati menghadapi Setan
Darah Fang Yung Li.
Fang Yung Li dengan mata nanar seperti seekor
serigala kelaparan memandang ke arah dua jagoan Tien
Lung Men yang tengah terbang ke arahnya itu. la sudah
benar-benar "kelaparan" akan tenaga baru lawan untuk
segera diserapnya. Keduamtangannya dipentangkan
membiarkan dadanya menjadi sasaran serangan lawan. Fang
Yung Li benar-benar ingin menyambut serangan bersama
Hu Sang dan Hong Cu Chung yang maju dengan deras sekali
ke arah dadanya.
Namun di saat serangan telapak keduanya hampir
persis menyentuh dada Fang Yung Li, kembali mereka
berkelebat menghindar ke arah samping sambil
mengibaskan senjata masing-masing ke arah muka lawan.
Kedua pipi Fang Yung Li tertampar kembali dengan keras
sekali hingga terhuyung ke belakang. Tidak berhenti sampai- 348 di sana saja, Hu Sang dan Hong Cu Chung segera
memanfaatkan kesempatan dengan menjerat kedua kaki
Fang Yung Li dengan senjata mereka. Tubuh kakek gila itu
diputar ke udara beberapa kali sebelum dibanting dengan
keras ke tanah. Untunglah Fang Yung Li adalah seorang
hebat jika tidak pasti beberapa tulangnya pastilah patah
menghadapi serangan yang sedemikian maut itu.
"Kurang ajar!" teriak Fang Yung Li dengan marah
sekali karena dua kali dipecundangi lawan yang ilmunya
masih berada di bawahnya itu.
Fang Yung Li kini ganti mengubah siasat
bertarungnya dari yang semula hanya menunggu, kini ia
mulai mengeluarkan tenaga Pei Ming Sen Kung untuk
menyedot lawan ke arahnya. Hawa tenaga hisap begitu
kuatnya hingga mampu menyeret Hu Sang dan Hong Cu
Chung yang berada beberapa tombak jauhnya. Kedua
pendekar Tien Lung Men itu merasakan hawa hisap yang
begitu kuatnya hingga darah dalam pori-pori sampai terasa
terbetot keluar. Hu Sang dan Hong Cu Chung terpaksa
melilitkan senjata mereka ke patung batu prajurit untuk
menahan tubuh mereka yang terus terseret mendekat ke arah
Fang Yung Li. Jika mereka sampai tertangkap oleh Setan
Darah yang ganas itu maka habislah riwayat mereka.
"Ayo di mana kehebatan kalian sekarang, hahahaha"
teriak Fang Yung Li sambil tertawa sinting. Ia tampak begitu
menikmati ketidakberdayaan kedua lawannya itu.- 349 "Hong-siung (saudara Hong) kita tidak bisa terusmenerus bertahan seperti ini" kata Hu Sang kepada Hong Cu
Chung sambil tetap berpegangan erat pada lengan bajunya
yang membelit sebuah patung batu besar.
"Hu-siung, engkau benar. Kita harus mencari siasat
baru untuk melawan tenaga hisapnya" jawab Hong Cu
Chung yang juga kerepotan itu.
"Kita harus melemparkan patung batu ini ke arahnya.
Hanya itu satu-satunya jalan untuk lolos" kata Hu Sang
memberikan usulan.
"Baiklah, tampaknya tidak ada jalan lain lagi" jawab
Hong Cu Chung.
Kedua pendekar Tien Lung Men itu segera
memperkuat kuda-kuda mereka dan membebatkan senjata
kain masing-masing seerat mungkin di patung batu prajurit.
Sambil berteriak nyaring, Hu Sang dan Hong Cu Chung
menyentakkan senjata mereka melemparkan patung batu
yang beratnya ratusan kati itu ke arah Fang Yung Li. Patung
batu itu melayang dari tempat asalnya dan ditambah dengan
tenaga hisap luar biasa Pei Ming Sen Kung maka meluncur
tak tertahankan lagi ke arah Fang Yung Li yang tidak sempat
menghindar lagi.
Fang Yung Li terkejut oleh perubahan situasi
pertarungan yang amat memojokkan dirinya ini. la tidak
mungkin menghindar tanpa terluka oleh tekanan patung batu
yang beratnya ratusan kati itu. Satu-satunya cara hanya- 350 dengan memakai tenaga Pei Ming Sen Kung sampai ke
puncak meskipun itu berarti menguras seluruh tenaga yang
tersisa. Tenaga penghisap dipusatkan di perut hingga benarbenar mampat. Tubuh Fang Yung Li yang memang sudah
kurus kering itu seakan semakin susut saja karena terhisap
oleh tenaga Pei Ming Sen Kung tingkat puncak.
Patung batu raksasa menghantam tubuh Fang Yung
Li dengan telak sekali. Hu Sang dan Hong Cu Chung nyaris
berteriak kegirangan karena rencana mereka berhasil, tapi
kegembiraan mereka hanyalah sesaat saja. Kejadian yang
selanjutnya terjadi di depan mata mereka amat sulit
dipercaya jika tidak melihatnya dengan mata kepala sendiri.
Patung raksasa yang terbuat dari batu gunung yang keras itu
tiba-tiba saja seperti menyusut seperti sebuah gumpalan
daging yang ditekan oleh palu raksasa. Begitu kuat dan
cepatnya penyusutan patung batu itu sehingga langsung
meledak tidak karuan karena tidak kuat menahan berat
tekananya sendiri. Pasir dan bongkahan batu langsung
berhamburan membuat suasana medan pertarungan menjadi
kabur dan tidak jelas. Apakah Fang Yung Li sudah mati oleh
serangan maut barusan?
Hu Sang dan Hong Cu Chung masih bersiaga penuh
menghadapi segala kemungkinan. Naluri mereka sebagai
pendekar kelas atas yang sudah banyak makan asam garam
dunia persilatan mengisyaratkan Fang Yung Li tidak
semudah itu mati. Mata mereka dipicingkan agar dapat
melihat dengan lebih jelas alam kabut debu itu. Telinga- 351 mereka dipasang lebar-lebar agar dapat mendengar gerakan
selembut apapun. Setan Darah bukanlah musuh yang bisa
dianggap remeh begitu saja meskipun kelihatannya mereka
berhasil melukainya dengan telak.
Seperti menjawab kekhawatiran mereka berdua, tibatiba saja sesosok bayangan melayang keluar dari kabut debu
itu dengan amat cepat sekali. Ia menyerang Hu Sang yang
berada lebih dekat, namun berkat kesigapannya Hu Sang
berhasil mengibaskan lengan bajunya menangkis. Sosok
bayangan yang tidak lain adalah Fang Yung Li itu langsung
memindahkan sasaran serangannya kepada Hong Cu Chung
yang berdiri beberapa langkah di sebelah kanan Hu Sang.
Kain sutra merah dikibaskan dengan kekuatan penuh untuk
mengusir serangan mendadak ini. Fang Yung Li melayang
ringan di udara seakan malah menjadikan senjata sutra
merah sebagai pegangan dan meluncur ke bawah mendekati
Hong Cu Chung. Sekejap saja Fang Yung Li sudah berdiri
di samping lawan yang masih belum hilang rasa kagetnya
itu. Fang Yung Li kemudian memeluk Hong Cu Chung dari
belakang dengan kuat sekali sambil mengeluarkan tenaga
hisap Pei Ming Sen Kung yang amat mematikan.
"Kena kau heheheheheh" teriak Fang Yung Li
kegirangan.
"Astaga Hong-siung!" teriak Hu Sang begitu kaget
melihat rekannya sudah terkena daya hisap Pei Ming Sen
Kung yang dahsyat.- 352 Hu Sang berusaha segera menolong Hong Cu Chung
yang kelihatan amat kesakitan tersedot hawa tenaga dan
darahnya secara bersamaan oleh si Setan Darah Fang Yung


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Li. Mukanya yang keriput mulai semakin keriput seakan
kehabisan cairan dan tubuhnya semakin menyusut seperti
orang yang kekurangan makanan. Sebaliknya wajah Fang
Yung Li menjadi lebih merah dan ia kelihatan semakin kuat.
Bahkan dengan sekali kibasan tangan saja ia sanggup
menolak serangan lengan baju dari Hu Sang, yang langsung
menghantam dan meledakkan sebuah patung batu lain yang
berderet rapi itu.
Hong Cu Chung mengeluarkan suara mengeluh
mengerikan ketika seluruh darah dan tenaganya terhisap
oleh kekuatan lawan. Wajah dan tubuhnya kini hanya
tinggal tengkorak dan kulit saja. Ia ambruk dengan suara
berdesis karena tubuhnya mengeluarkan asap dengan bau
gosong memuakkan. Hong Cu Chung benar-benar menemui
ajalnya secara mengenaskan sekali!
"Hong-siung!" teriak Hu Sang tidak tega melihat
kematian rekannya dengan cara mengerikan sekali seperti
itu. Wajahnya yang memang selalu sedih kini menjadi
semakin terlihat memelas sekali.
"Ah, sedap sekali. Sayang sudah kakek-kakek hingga
darahnya kurang hangat, heheheheh" tawa Fang Yung Li
dengan penuh kepuasan. Matanya berputar-putar liar sambil
memandangi Hu Sang bagaikan melihat makanan saja- 353 layaknya. Ia benar-benar seekor iblis yang telah menjelma
dalam sesosok manusia!
"Manusia setan! Jangan kira aku takut denganmu!
Aku Hu Sang akan mati bersamamu jika perlu!" bentak Hu
Sang dengan gagah.
"Hehehe, makanan datang lagi" kata Fang Yung Li
kesenangan sambil tertawa-tawa sinting. Ia merasakan
tubuhnya sekarang jauh lebih kuat setelah berhasil
menghisap tenaga dalam dan darah dari Hong Cu Chung.
"Ayo maju dan sambut kematianmu" kata Hu Sang
menantang.
"Boleh, boleh saja" jawab Fang Yung Li sambil
melesat menyerang. Tenaganya sudah pulih kembali
sehingga ia tidak takut lagi bertempur secara langsung
dengan lawannya.
Hu Sang sendiri bersiap menghadapi serangan dengan
selalu menjaga jarak dengan Fang Yung Li. Lengan bajunya
yang panjang dan berujung besi dikibas-kibaskan secepat
mungkin untuk menghadang laju dan jarak lawan. Siasat
seperti ini tampaknya cukup berhasil untuk menandingi
tenaga hisap mengerikan milik Fang Yung Li. Sementara
waktu Fang Yung Li tidak berhasil menangkap Hu Sang dan
mereka berdua hanya berkejaran di antara patung batu
raksasa di halaman depan gedung utama Tien Lung Men itu.- 354 "Ah, mana enaknya bermain seperti ini? Kemari kau
tua bangka!" teriak Fang Yung Li setelah mereka berkejaran
selama beberapa saat.
Kedua tangan Fang Yung Li dipentangkan lebar-lebar
dan mulai mengeluarkan tenaga hisap yang luar biasa, jauh
lebih kuat daripada yang pertama tadi. Hu Sang segera
terseret mendekati Fang Yung Li yang tertawa-tawa penuh
kemenangan. Untunglah di saat genting itu Hu Sang masih
sempat membebatkan ujung lengan bajunya ke salah satu
patung batu terdekat. Ia berhenti terseret untuk sementara
waktu namun bahaya maut belum berlalu mengintainya.
Fang Yung Li memperkuat tenaga hisapnya hingga kini
mampu mengangkat tubuh Hu Sang setengah tombak ke
udara. Hu Sang tergantung di udara sambil bertahan pada
lengan bajunya. Situasinya benar-benar genting apalagi
ketika terdengar suara kain yang robek perlahan-lahan.
Lengan baju Hu Sang tampaknya tidak kuat lagi menahan
beban tenaga hisap Fang Yung Li yang semakin meningkat
itu. Akhirnya lengan baju Hu Sang benar-benar robek dan
ia pun melayang langsung ke arah pelukan Fang Yung Li
yang tertawa kegirangan. Namun Hu Sang masih tidak mau
menyerah begitu saja. Ia segera bersalto di udara menahan
laju kecepatan geraknya mendekati Fang Yung Li. Cara ini
memang berhasil mengurangi kecepatan meluncurnya
namun pada akhirnya tetap saja ia akan jatuh ke dalam
pelukan Setan Darah yang amat mengerikan itu.- 355 "Percuma saja melawan Jenderal Besar Fang Yung
Li, hahahhaah" teriak Fang Yung Li sambil tertawa
kegirangan melihat keadaan Hu Sang.
Pada saat Hu Sang sudah hanya tinggal beberapa
langkah saja dari pelukan Fang Yung Li dan ia sudah pasrah
menerima nasib menjadi santapan iblis edan itu, tiba-tiba
saja sekelebat bayangan dengan kecepatan luar biasa segera
menarik tubuh Hu Sang dari ancaman maut. Sekali hentakan
saja ia sudah mampu menarik Hu Sang hampir tujuh tombak
menjauhi Fang Yung Li, menandakan ilmu ringan tubuhnya
benar-benar luar biasa. Ia mendarat seringan bulu dengan
memapah Hu Sang yang masih terkejut itu.
"Kurang ajar! Siapa yang berani turut campur dalam
urusanku?" teriak Fang Yung Li sambil mencak-mencak
dengan marah sekali.
"Tuan muda Han, terima kasih atas pertolongan anda"
kata Hu Sang sambil menjura hormat kepada seorang
pemuda gagah yang telah menolongnya barusan. Pemuda itu
tidak lain adalah Han Cia Sing.
"Pendekar Hu, panggil saja aku Cia Sing" kata Han
Cia Sing yang tidak enak dipanggil dengan sebutan tuan
muda sambil balas menjura.
"Bocah gila, apakah engkau sudah bosan hidup?!"
tanya Fang Yung Li kepada Han Cia Sing dengan marah
sekali.- 356 "Aku bernama Han Cia Sing, hanya hendak
menolong pendekar Hu dan tidak bermaksud menyinggung
perasaan anda, Jenderal Besar Fang Yung Li" jawab Han
Cia Sing sambil menjura hormat.
"Eh, eh engkau ternyata cukup sopan juga" kata Fang
Yung Li sambil menggaruk-garuk kepala, la kesenangan
dipanggil sebagai jenderal besar.
"Cia Sing, engkau berhati-hatilah. Ilmunya hisapnya
sangat aneh dan sesat. Bahkan Hong Cu Chung pun tewas
mengenaskan di tangannya" kata Hu Sang sambil mengatur
napas mengembalikan kekuatannya.
"Aku mengerti" jawab Han Cia Sing singkat sambil
melirik jasad Hong Cu Chung yang tinggal tulang dan kulit
saja itu.
Sementara dari arah lain, tampak Yung Lang dan Lin
Tung berlarian mendekati arena pertempuran di halaman
depan markas Tien Lung Men itu. Tadi mereka bertiga
mendengar ledakan yang keras sekali di halaman depan dan
bergegas ke sana. Ilmu ringan tubuh Han Cia Sing yang luar
biasa membuatnya dapat tiba terlebih dulu. Kini mereka
berdua segera menggabungkan diri dengan Han Cia Sing
dan Hu Sang dengan penuh kewaspadaan. Fang Yung Li
yang melihat kedatangan mereka berdua langsung berteriak
kegirangan.- 357 "Ahhaa! Datang lagi makanan sedap! Muda dan
tampan pastilah darahnya enak dan hangat" teriak Fang
Yung Li sambil melompat kegirangan.
"Cia Sing, inikah yang dikatakan Jien Pang-cu
sebagai Sie Mo Fang Yung Li (Fang Yung Li si Setan
Darah)?" tanya Yung Lang dengan penasaran. Ia tahu bahwa
yang dimaksud oleh Fang Yung Li sebagai makanan sedap
pastilah ia dan Lin Tung.
"Benar, kalian berhati-hatilah, la berilmu tinggi dan
sangat aneh" jawab Han Cia Sing mengingatkan kedua
sahabatnya itu.
"Baiklah" jawab Lin Tung sambil memutar toya
besinya.
"Aku akan maju menghadapinya. Kalian bersama
pendekar Hu membantu pasukan penjaga benteng depan"
kata Han Cia Sing.
"Cia Sing, apakah engkau bisa menghadapinya?"
tanya Yung Lang dengan khawatir.
"Semoga saja" jawab Han Cia Sing singkat.
"Baiklah Cia Sing, engkau jaga dirimu baik-baik.
Nona Ma dan nona Wongguo masih menunggumu kembali"
kata Yung Lang yang masih sempat menggoda Han Cia Sing
di saat gawat seperti ini.
"Cia Sing, kami pergi dulu" kata Lin Tung sambil
memandang sahabatnya itu dengan khawatir.- 358 "Ayolah Lin Tung, kita harus percaya kepadanya"
ajak Yung Lang sambil menggamit lengan Lin Tung.
Mereka berdua bersama Hu Sang segera berlari menuju
tembok depan. Pertempuran di depan tampaknya semakin
seru hingga suara teriakan peperangan terdengar sampai
tempat Han Cia Sing berdiri. Han Cia Sing sendiri sama
sekali tidak mengindahkan suara pertempuran yang tengah
berlangsung seru di tembok depan markas, la memusatkan
seluruh perhatiannya kepada Fang Yung Li yang tengah
berdiri di hadapannya. Han Cia Sing dapat merasakan
lawannya kali ini benar-benar mempunyai tenaga yang aneh
dan luar biasa. Tanpa disadari oleh Han Cia Sing sendiri,
ilmu Shi Sui Yi Cin Cing (Sutra Pembersih I Sumsum
Penggeser Urat) yang sudah menyatu dengan dirinya
mampu membuat panca indranya begitu tajam dan dapat
merasakan setiap perubahan kecil pada diri lawan.
"Hehehe, bocah marga Han, engkau ternyata berani
juga menghadapiku sendirian" kata Fang Yung Li sambil
tertawa-tawa kesenangan. Ia sudah ingin sekali menyerap
tenaga pemuda yang kelihatan cukup berilmu ini.
"Aku tidak berani, tapi ini sudah tugasku" jawab Han
Cia Sing merendah.
"Hehehe, baiklah. Ayo kita bermain-main" kata Fang
Yung Li sambil melesat langsung menyerang.
"Aku siap" kata Han Cia Sing sambil mengambil
kuda-kuda yang kokoh menanti serangan lawan.- 359 34. Lagu Dewa Perusak Jiwa
Puluhan obor menyala menerangi jalan setapak dalam
gua bawah tanah yang gelap itu. Para pembawa obor
berjalan di depan dan belakang rombongan sehingga
menerangi setiap bagian gua yang dilalui. Wen Fang yang
paling mengenali daerah itu berjalan paling depan bersama
beberapa prajurit (Prajurit Bayangan Hitam) yang bersiaga
dengan pedang terhunus. Langkah barisan depan itu begitu
hati-hati dan perlahan karena takut akan jebakan yang
dipasang oleh anak buah Tien Lung Men.
Sementara di barisan tengah, Shi Chang Sin dan Ma
Pei beserta Si Ta Hao Ren (Empat Orang Baik) berjalan
santai saja mengikuti barisan depan. Di belakang mereka
ada sekitar lima puluh prajurit kerajaan pilihan yang
semuanya waspada dengan pedang terhunus. Wajah-wajah
mereka tampak tegang sekali dan sepanjang perjalanan para
prajurit itu tidak bersuara karena masing-masing menggigit
sepotong kayu kecil dalam mulut mereka. Hanya ada
seorang komandan prajurit yang dapat memberikan perintah
dan bersuara.
Tiba-tiba seluruh rombongan berhenti berjalan ketika
Wen Fang mengangkat tangannya tanda siaga. Mereka kini
tiba di suatu lorong yang sempit dan lembab sekali. Lorong
ini hanya dapat dilewati oleh satu orang saja setiap kali lewat
sehingga Wen Fang amat khawatir akan adanya jebakan di
daerah ini. Dengan satu isyarat tangan, Wen Fang meminta- 360 seorang prajurit Hei Ying Ping untuk maju terlebih dulu. Ia
berjalan maju dengan amat hati-hati sambil membawa
sebuah obor dan pedang terhunus di tangan kanannya.
Matanya mengamati dengan hati-hati setiap celah di dinding
gua dan juga lantai gua yang licin itu.
"Wussss"
Tiba-tiba saja angin berdesir kencang sekali dalam
gua itu diiringi ambruknya sang prajurit pendahulu.
Rupanya dari dalam tembok gua melesat puluhan batang
besi runcing yang langsung menusuk prajurit malang tadi
tanpa ampun. Keadaan ini membuat pasukan barisan depan
langsung saja surut mundur karena gentar. Untunglah
masing-masing prajurit telah menggigit sebuah kayu kecil
dalam mulutnya sehingga yang terdengar hanyalah bunyi
napas pendek bersahutan saja di dalam gua itu.
"Jangan takut! Aku sudah menandai lantai batu yang
diinjak olehnya tadi. Asal kita tidak menginjak lantai yang
berwarna hitam, maka senjata rahasia tadi tidak akan
muncul" kata Wen Fang lirih memberikan perintah kepada
barisan depan. Ia juga tidak berani berbicara terlampau keras
karena takut diketahui pihak lawan.
Akhirnya rombongan itu kembali melanjutkan
perjalanan dengan hati-hati sekali. Mereka semua berjalan
menghindari lantai gua yang berwarna hitam. Satu persatu
mereka lolos sampai prajurit terakhir akhirnya berhasil
melewati lorong sempit itu. Terdengar napas dihembuskan- 361 sebagai pertanda kelegaan. Satu rintangan telah dilewati,
entah masih ada berapa lagi rintangan yang harus mereka
lewati.
"Tuan Wen, masih jauhkah kita dari Tien Lung
Men?" bisik Ma Pei sambil mendekat kepada Wen Fang. Ia
merasa amat tidak enak sekali dengan keadaan yang sempit
dan banyak jebakan seperti ini.
"Kita sudah tidak terlalu jauh" jawab Wen Fang
singkat saja.
"Yang terpenting adalah apakah engkau tahu ke mana
kita pergi" sindir Ma Pei lagi dengan ketus.
Wen Fang tidak menjawab sindiran Ma Pei itu. Ia
terus berjalan sambil menerangi kegelapan gua dengan
obornya. Ia beberapa kali sempat melewati gua ini dan
meskipun tidak terlalu hapal jalannya namun ia masih bisa
mengenali keadaan gua itu. Jika ia berjalan terus maka ia
akan sampai pada pintu keluar pertama yang terletak di
belakang halaman depan. Ia yakin pintu rahasia itu pasti
sudah ditutup dengan rapat sekarang, mungkin juga semua
jalan rahasia lain. Namun memang bukan pintu itu yang ia
cari karena ada satu pintu lain yang pasti akan dibukakan
untuknya. Ia harus berhasil mencapainya dan berkumpul
kembali dengan anak istrinya.
Rombongan itu berjalan kembali dalam kesunyian


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan ketegangan yang menyelimuti mereka. Wen Fang
berjalan secepat yang ia bisa dalam lorong-lorong gelap- 362 yang seakan tanpa ujung itu tanpa mengurangi
kewaspadaan. Apa yang ia pikirkan sebelumnya ternyata
benar sekali. Hampir semua jalan keluar sudah ditutup
dengan batu-batu besar atau dirusak sehingga pintu tidak
bisa dibuka dari dalam. Wen Fang berjalan terus hingga
sampai pada sebuah jalan buntu yang amat sempit.
"Buntu?! Mengapa engkau bawa kami berputar-putar
hingga ke tempat buntu? Apa yang sebenarnya engkau
rencanakan? Kami bukan orang yang mudah dibodohi!"
bentak Ma Pei yang mulai kehilangan kesabarannya.
"Aku tidak membohongi kalian. Percayalah, di atas
jalan buntu ini ada sebuah jalan rahasia yang akan langsung
tembus ke tengah markas Tien Lung Men" jawab Wen Fang
sambil memberikan obornya kepada seorang prajurit
kerajaan.
"Terangi bagian atas gua ini" perintah Wen Fang
kepada prajurit itu.
Segera saja beberapa obor diangkat ke atas untuk
menerangi bagian atas gua.
Sepintas kelihatannya tidak ada apa-apa, hanya atap
batu yang keras. Wen Fang melompat untuk memukul
sebuah batu yang agak menonjol. Debu dan pasir segera
berguguran membuat panik sebagian prajurit kerajaan yang
langsung mundur beberapa langkah. Sebagian besar batu
dan kerikil jatuh berguguran dan setelah hujan debu agak- 363 mereda, tampak sebuah lorong tegak lurus ke atas yang
hanya persis untuk satu tubuh orang dewasa saja.
"Ikuti aku" perintah Wen Fang sambil melompat naik
ke atas.
Ternyata di sisi kiri lorong kecil itu ada beberapa
tonjolan batu yang dapat dipakai untuk berpegangan
sehingga mereka dapat naik dengan mudah. Wen Fang yang
berada paling atas bergerak dengan lincah sekali sehingga
sebentar saja ia sudah tiba di ujung atas lorong itu. Pelanpelan ia menggedor dinding lorong sebelah kanan dengan
ketukan berirama. Setelah beberapa saat ditunggu tanpa
jawaban, ia mengetuk lagi dengan lebih keras. Hal itu
diulangi hingga beberapa kali tanpa jawaban sehingga
membuat cemas para pengikut Wen Fang yang ada di
bawahnya.
Tiba-tiba saja dinding sebelah kanan Wen Fang
bergeser dan terbuka lebar. Sinar matahari menerobos
masuk dengan leluasa sehingga menerangi lorong rahasia itu
hingga ke bawah. Wen Fang menarik napas lega dan segera
melompat keluar. Ia segera disambut seorang bertopeng
kulit yang memakai baju hitam hingga ke jari-jarinya.
Hampir semua bagian tubuhnya tertutup kain sehingga sulit
mengenali siapa dia sebenarnya. Orang bertopeng itu
langsung menegur Wen Fang.
"Mengapa engkau lama sekali?" tanya orang
bertopeng itu dengan nada tidak senang.- 364 "Aku harus berhati-hati dengan semua jebakan dalam
lorong rahasia sehingga tidak bisa bergerak cepat.
Bagaimana keadaan di luar?" tanya Wen Fang kepada orang
bertopeng itu sambil mengintip keluar melalui sebuah
jendela.
"Kau bisa lihat sendiri" jawab orang bertopeng itu
acuk tak acuh saja.
Wen Fang menengok keluar jendela dengan hati-hati
sekali, Tampaknya ia saat itu tengah berada di sebuah kamar
menara yang cukup tinggi. Dari jendela itu Wen Fang bisa
melihat jelas ke arah tembok markas, di mana pertempuran
tengah terjadi dengan seru sekali. Wen Fang kemudian
Gadis Oriental Karya Itong Rahmat Hariadi 03 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja Irama Seruling Menggemparkan Rimba Persilatan Karya Opa

Cari Blog Ini