Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An Bagian 18
lawan.
Kaki Ma Han Jiang yang berada di atas bahu Wen
Yang dicengkeram erat sekali dengan kedua tangan
kemudian dilanjutkan dengan membungkukkan badan
membanting lawan ke tanah. Jurus ini memang kelihatan
sederhana dan tidak berbahaya tapi sebenarnya amat
mematikan karena dilakukan dengan seluruh tenaga dalam.
Tubuh yang dibanting ke tanah paling tidak akan patah
beberapa tulang dadanya karena kerasnya benturan.
Untunglah Ma Han Jiang sigap menggulung badannya
sebelum terbanting sehingga begitu punggungnya
menyentuh ia langsung jatuh bergulung-gulung tetapi tidak
terluka sedikitpun.
Di tempat lain Shi Chang Sin mulai kewalahan
meladeni pertarungan jarak pendek dengan Xiahou Yuan.
Memang jurus Guo Yin Sen Kung mengandalkan ringan
tubuh dan serangan jurus lebar dan jauh sehingga ketika
dipaksa bertarung dalam jarak dekat jurus-jurusnya kurang
berkembang. Beberapa kali tubuh dan wajahnya terkena
pukulan dan tendangan telak Xiahou Yuan, sementara itu
roda emas masih terus menjerat tubuhnya tanpa dapat ia
lepaskan sama sekali. Shi Chang Sin menjadi marah dan
penasaran sekali.- 446 Shi Chang Sin sekali lagi mengumpulkan tenaga
dalam di dada dan kerongkongannya bersiap mengeluarkan
jurus Lei Ciao Sen Kung (Ilmu Sakti Bentakan Guntur).
Kedua telapak tangannya mengunci kedua lengan Xiahou
Yuan dan memperpendek jarak dengan lawan. Kini
wajahnya dengan Xiahou Yuan hanya berjarak sekitar satu
langkah saja. Dalam jarak sedekat itu ia memuntahkan
semua tenaga Lei Ciao Sen Kung kepada Xiahou Yuan
dengan satu bentakan keras.
Malang sekali nasib Xiahou Yuan yang harus
menerima serangan Lei Ciao Sen Kung ini dengan telak
sekali. Gendang telinganya nyaris pecah dan mengeluarkan
darah. Kepalanya serasa berputar-putar karena kehilangan
keseimbangan dan tubuhnya limbung. Shi Chang Sin
langsung menggebrak kembali dengan dua pukulan telapak
kekuatan penuh ke dada Xiahou Yuan sehingga si Roda
Emas itu terpental beberapa langkah ke belakang sambil
memuntahkan darah segar. Kemenangan tampaknya
berpihak kepada Shi Chang Sin dalam pertempuran kali ini.
"Pendekar Xiahou!" teriak Ma Han Jiang ketika
melihat Xiahou Yuan terkena pukulan lawan dengan telak.
"Aku lawanmu!" bentak Ma Pei sambil menghadang
langkah Ma Han Jiang. Ia tampaknya belum puas karena
pertarungannya dengan Ma Han Jiang tadi belum selesai.- 447 "Minggir, jangan halangi jalanku!" kata Ma Han
Jiang sambil melejit ke atas melewati kepala Ma Pei yang
mencoba menghadangnya.
Ma Han Jiang memang berhasil lolos dari hadangan
Ma Pei tapi masih ada Wen Yang yang ada di depannya. Ia
terjepit di antara dua pendekar hebat golongan hitam itu dan
tampaknya kali ini tidak bisa lolos dengan mudah. Wen
Yang dan Ma Pei menyerang bersamaan dengan rapat
sekali. Tinju dan totokan jari menyerang dengan ganas dari
atas dan bawah secara bersamaan. Ma Han Jiang berusaha
menghindar dengan memutar tubuhnya melewati Ma Pei
tapi segera dicegat kembali oleh Wen Yang. Kini Ma Han
Jiang mau tak mau ia harus berhadapan langsung jika ingin
segera keluar dari kepungan.
Kaki Ma Han Jiang yang keras bagaikan besi segera
menyambar ke arah Wen Yang yang juga berusaha
memasukkan tinjunya ke tubuh lawan. Enam kali mereka
berbenturan dengan tenaga penuh sehingga keduanya samasama terpental ke belakang. Dada Wen Yang terasa sakit
sekali karena lukanya kambuh kembali sedangkan Ma Han
Jiang terseret beberapa langkah meskipun berusaha
bertahan. Ma Pei segera menyerang dengan totokan maut ke
arah punggung tapi rupanya Ma Han Jiang sudah
memperkirakan hal ini. Ia segera menendang balik ke
belakang dan kaki besinya menghajar Jari Api Langit
dengan keras. Ma Han Jiang meminjam serangan Ma Pei itu
untuk mementalkannya ke arah Xiahou Yuan berada.- 448 Ma Han Jiang berhasil terbang melewati kepala Wen
Yang yang masih berusaha memulihkan tenaganya itu.
Tanpa basa-basi lagi, Ma Han Jiang langsung
menghadiahkan serangkaian tendangan keras ke arah Shi
Chang Sin agar Xiahou Yuan bisa memulihkan tenaganya.
Tendangan beruntun yang tiba-tiba ini sempat membuat Shi
Chang Sin kerepotan dan harus mundur teratur. Untuk
sementara Xiahou Yuan selamat, tapi kini Ma Pei dan Wen
Yang ikut bergabung mengeroyok. Pertarungan dua lawan
tiga tidak terelakkan lagi. Sampai di manakah Xiahou Yuan
dan Ma Han Jiang dapat bertahan?- 449 36. Mengepung Wei Menyelamatkan Zhao
Song Wei Hao berjuang mati-matian mengatur
barisan Tien Lung Men agar tetap dapat bertahan terhadap
serangan pasukan kerajaan yang makin mengganas. Barisan
depan sudah kalah telak, kini barisan samping kiri dan kanan
juga sudah kepayahan menahan serangan lawan. Tenaga
Song Wei Hao sendiri sudah hampir habis setelah seharian
bertempur tanpa henti. Baju besinya sudah berubah warna
penuh bercak darah dan keringat tapi musuh tetap terus
menyerbu seakan tidak ada habis-habisnya. Pertempuran di
depan markas Tien Lung Men telah berlangsung hampir
seharian karena sekarang matahari sudah condong ke barat.
Pedang kembar milik Song Wei Hao entah sudah
menghabisi berapa nyawa pasukan kerajaan. Sebenarnya
Song Wei Hao sendiri tidak ingin membunuh pasukan
kerajaan mengingat selama puluhan tahun ia sendiri adalah
prajurit kerajaan Tang agung, tapi dalam perang yang begitu
ganas amat tidak mungkin bagi dirinya untuk tidak
membunuh. Ia terpaksa harus membunuh jika tidak ingin
dirinya yang kehilangan nyawa. Dalam hati Song Wei Hao
memaki kasim Huo Cin yang telah menyebabkan
peperangan ini terjadi. Peperangan yang telah memakan
ribuan nyawa baik dari pihak pasukan kerajaan maupun Tien
Lung Men.
Seakan menjawab kegeraman hati Song Wei Hao, di
kejauhan tampak serombongan pasukan berkuda yang- 450 terlihat sedang memberikan perintah kepada barisan
pasukan kerajaan. Huang Ding Siang dan Huo Cin tampak
tengah mengibarkan bendera tanda maju pasukan belakang
untuk ikut maju menyerbu. Mereka berdua tampak tertawatawa penuh kemenangan karena melihat pasukan gerbang
depan markas Tien Lung Men sudah dapat dikalahkan.
Bahkan beberapa bagian gedung markas sudah
mengepulkan asap hitam karena terbakar.
Hati Song Wei Hao semakin panas bagaikan terbakar
api melihat musuhnya tengah tertawa-tawa di depan mata.
Jika saja Song Wei Hao menuruti keinginan hatinya, tentu
ia sudah maju menyerbu Huo Cin meskipun ia harus
bertaruh nyawa. Tapi untunglah Song Wei Hao adalah
seorang jenderal yang kenyang pengalaman sehingga masih
bisa berpikir dengan kepala dingin. Tugas paling penting
sekarang adalah melindungi Han Cia Pao dan Han Cia Sing
serta para pendekar Tien Lung Men agar bisa lolos dengan
selamat dari pertempuran hebat ini. la harus mencari cara
agar mereka semua bisa selamat.
Song Wei Hao berteriak keras memerintahkan agar
semua anggota Tien Lung Men segera mundur ke bagian
tengah markas. Pasukan sayap kiri dan kanan mundur
terlebih dulu kemudian disusul dengan barisan tengah. Para
pendekar utama Tien Lung Men seperti Ce Ke Fu, He Gan,
Liu Da, Chang Ye Ping dan Chen Yung mundur paling
belakangan sambil berusaha melindungi anggota yang lain.
Sebenarnya keadaan mereka juga tidak terlalu bagus,- 451 bahkan sekujur tubuh mereka sudah penuh dengan luka.
Hanya dengan semangat persaudaraan yang besar sajalah
yang membuat mereka masih bisa bertahan dan melindungi
anggota Tien Lung Men yang lain. Yung Lang dan Lin Tung
juga tampak di antara pasukan Tien Lung Men yang mundur
itu. Cuma Han Cia Sing seorang yang terlihat masih segar
menghadang serbuan prajurit kerajaan.
Song Wei Hao segera turun tangan membantu para
pendekar Tien Lung Men itu untuk mundur. Serangan Wu
Se (Lima Warna Kematian) dan Feng Ming terus-menerus
mengurung jalan mundur mereka sehingga keadaan mereka
semakin genting. Jika saja mereka tetap terkepung sampai
pasukan utama kerajaan tiba, maka akan semakin sulit bagi
mereka untuk meloloskan diri. Song Wei Hao bertekad
membukakan jalan bagi mereka secepat mungkin.
"Ketua Utara! Cepat bergabung dengan pasukan lain
di tengah markas!" seru Song Wei Hao sambil memutar
pedang kembarnya dengan ganas menyerang Feng Ming.
"Baiklah! Hati-hatilah Jenderal Song!" jawab Ce Ke
Fu yang sudah kepayahan sekali sambil mundur menuju
bagian tengah markas.
"Hendak lari ke mana kau? Kalian para pemberontak
lebih baik menyerah dan menerima hukuman daripada mati
dengan tubuh tidak utuh!" bentak Feng Ming dengan gagah
sambil menerima serangan Song Wei Hao.- 452 Pedang kembar beradu dengan Golok Raja Naga
menimbulkan suara yang menyakitkan telinga dan pijaran
api. Tangan Song Wei Hao langsung merasa kesemutan
akibat benturan pertama itu sedangkan Feng Ming hanya
mundur selangkah saja. Benturan pertama ini saja sudah
menunjukkan siapa yang lebih unggul di antara mereka
berdua.
"Paman Song, hati-hati!" teriak Han Cia Sing
memperingatkan.
Teriakan Han Cia Sing itu benar-benar tepat pada
waktunya karena tiba-tiba saja sebuah tusukan pedang dan
tebasan golok datang menyerang Song Wei Hao secara
bersamaan. Serangan ini membuat Song Wei Hao terpaksa
bergulingan di tanah untuk menghindar. Cien Tao Hong
Ying (Pedang Golok Bayangan Merah) tampaknya juga
telah datang untuk meramaikan suasana pertempuran Feng
Ming dengan Song Wei Hao. Jika saja tadi Han Cia Sing
tidak berteriak memperingatkan, mungkin sekarang tubuh
Song Wei Hao terbelah menjadi dua oleh senjata maut milik
Hong Ying itu!
"Diam kau bocah busuk! Kau harus membayar nyawa
Cing Ying (Bayangan Emas) dengan nyawa anjingmu itu!"
bentak Hu Tou Pai Ying (Kepala Macan Bayangan Putih)
kepada Han Cia Sing dengan marah.
Tongkat besi berbentuk cakar harimau milik Pai Ying
mengejar dada Han Cia Sing dengan ganas. Serangan maut- 453 Pai Ying ini mengarah ke bagian penting seperti dada dan
perut tapi untunglah Han Cia Sing dapat menghindar dengan
mudah berkat ringan tubuhnya. Ia justru berusaha menarik
perhatian lawan yang lain agar teman-temannya bisa lolos
dari kepungan dan mundur ke bagian tengah markas Tien
Lung Men.
"Ayo coba kau tangkap aku kalau bisa!" ejeknya
kepada Pai Ying.
"Sialan kau!" teriak Pai Ying yang marah sekali
karena merasa dipermainkan oleh seorang bocah ingusan.
"Mari kita bunuh bocah busuk ini" kata Tie Kung Jing
Ying (Busur Besi Bayangan Hijau) yang tampaknya juga
sudah terpancing kemarahannya.
Han Cia Sing merasa senang karena siasatnya
memancing Wu Se agar mengejar dirinya berhasil dengan
baik. Kini Bayangan Merah, Hijau, Putih dan Hitam
menyerang dirinya dari keempat arah. Serangan mereka
benar-benar tidak bisa diremehkan dan jika Han Cia Sing
salah langkah sedikit saja maka dirinya pasti akan menjadi
sasaran empuk empat pembunuh bayaran paling terkenal di
kotaraja itu. Empat senjata maut dan aneh menyerbu Han
Cia Sing dengan kecepatan yang sulit ditangkap mata biasa
sehingga membuat Han Cia Sing harus mengerahkan Guo
Yin Sen Kung (Ilmu Sakti Melintasi Awan) agar bisa
berkelit menghindar.- 454 Sementara itu hampir semua anak buah Tien Lung
Men sudah mundur ke bagian tengah markas. Hanya
tertinggal He Gan, Liu Da, serta Han Cia Sing dan Song Wei
Hao masih bertarung mencoba menahan serbuan pasukan
kerajaan. Keempat pembunuh Wu Se masih bertarung seru
dengan Han Cia Sing sedangkan Song Wei Hao dibantu oleh
Liu Da meladeni Feng Ming. Sedangkan He Gan mencoba
menahan pasukan depan kerajaan yang berusaha masuk ke
daerah tengah markas Tien Lung Men.
"Jenderal Song! Teman-teman semua! Lekas masuk
kemari! teriak Ce Ke Fu yang khawatir sekali melihat
keadaan pertarungan yang berat sebelah.
"Cia Sing! Cepat masuk ke dalam!" teriak Song Wei
Hao yang bertarung dengan Feng Ming sambil terus
berusaha mundur.
"Baik paman Song" kata Han Cia Sing yang masih
meladeni serangan busur besi dan pedang golok secara
bergantian.
"Tuan muda Han, masuklah terlebih dulu. Aku akan
mencegah pasukan kerajaan masuk" kata He Gan sambil
merangkul beberapa prajurit tombak dengan kedua
tangannya yang kekar.
"Tidak ada satupun dari kalian yang bakal lolos! Wu
Se, cegat jalan mundur mereka" kata Feng Ming
memberikan perintah.- 455 "Hadapi dulu aku, He Gan dari utara" kata He Gan
sambil melemparkan tubuh beberapa prajurit ke arah Wu Se.
"Siapapun juga akan mati!" bentak Feng Ming sambil
menebaskan Golok Raja Naganya. Kasihan sekali para
prajurit yang dilemparkan He Gan tadi karena tubuh mereka
langsung tertebas menjadi dua bagian akibat hawa golok
Feng Ming yang begitu tajam. Tampaknya Feng Ming
benar-benar tidak ingin mereka lolos sehingga menyerang
dengan membabi-buta.
"Cia Sing, mari!" teriak Song Wei Hao yang sudah
Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berhasil masuk ke bagian tengah bersama Liu Da.
Sebentar lagi gerbang tengah akan segera ditutup
untuk menghadang serbuan pasukan kerajaan. Keadaan Han
Cia Sing dan He Gan benar-benar genting karena jarak
mereka masih cukup jauh dari gerbang tengah dan mereka
dikepung rapat sekali oleh keempat Wu Se dan Feng Ming.
Belum lagi pasukan belakang pimpinan Huo Cin yang
jumlahnya lima ratus orang mulai mendekati tempat mereka
bertarung. Song Wei Hao benar-benar cemas melihat
keadaan seperti ini.
Han Cia Sing juga mengetahui keadaannya yang
genting. Semakin lama ia bertarung maka akan semakin
berbahaya bagi dirinya. Ia harus segera meninggalkan
tempat itu dan masuk ke bagian tengah markas tapi setiap
kali ia selalu dihadang oleh empat Wu Se dan Feng Ming.
Belum lagi ia harus menolong He Gan yang sekarang terluka- 456 semakin parah akibat tebasan Golok Raja Naga milik Feng
Ming. Ilmu Sakti Melintasi Awan mungkin bisa
membuatnya bebas dari kepungan lawan tapi Han Cia Sing
juga harus memikirkan nasib He Gan. la tidak bisa
meninggalkan pendekar setia Tien Lung Men itu sendirian
untuk dibantai.
"Paman He Gan! Pegang tanganku!" seru Han Cia
Sing sambil menggenjot tubuhnya terbang ke arah He Gan.
"Jangan harap" kata Hei Ying sambil melemparkan
sepuluh piau (pisau kecil) sekaligus ke arah Han Cia Sing
dan He Gan.
Sepuluh piau senjata rahasia andalan Hei Ying
berdesing kencang membelah udara mengarah ke bagianbagian penting tubuh mereka. Han Cia Sing segera bertindak
cepat melompat tinggi menghindari serangan senjata rahasia
itu tapi malang bagi He Gan yang terlambat menghindar.
Dua piau menancap di dada dan perutnya dan membuat
tubuh kekarnya limbung ke belakang. Kesempatan ini
dimanfaatkan oleh Feng Ming untuk melakukan tebasan
maut ke arah kepala He Gan. Nasib He Gan tampaknya
sudah tidak bisa diselamatkan lagi. Golok Raja Naga
menebas dengan kuat sekali sehingga tubuh kekar He Gan
langsung terpotong menjadi dua bagian dan roboh tidak
bernyawa lagi.
"Paman He Gan!" seru Han Cia Sing kaget dan sedih
melihat kematian He Gan yang mengenaskan.- 457 "Cia Sing! Cepat masuk!" teriak Song Wei Hao
mengingatkan.
Pasukan belakang kerajaan sudah sampai di gerbang
tengah markas dan memaksa menyerbu masuk. Anak buah
Tien Lung Men benar-benar kesulitan menghadapi serbuan
yang bagaikan gelombang air bah itu. Bahkan Song Wei
Hao juga kerepotan dikeroyok puluhan prajurit persis di
depan gerbang namun ia masih memaksa bertahan agar bisa
menunggu Han Cia Sing masuk ke dalam. Ia sudah pernah
kehilangan sahabat baiknya Han Kuo Li dan keluarganya, la
tidak ingin lagi kehilangan Han Cia Sing yang sudah
dianggapnya sebagai keponakannya sendiri. Tidak heran
Song Wei Hao begitu mati-matian bertahan menghadapi
puluhan prajurit sendirian.
"Jenderal Song! Masuklah, musuh sudah tidak bisa
ditahan lagi, gerbang harus segera ditutup" kata Ce Ke Fu
memanggil Song Wei Hao.
"Tapi Han Cia Sing masih di luar, aku tidak bisa
meninggalkannya sendirian" jawab Song Wei Hao sambil
terus mengayunkan pedang kembarnya menghalau para
prajurit kerajaan.
"Ia bisa menjaga dirinya sendiri. Mari masuk ke
dalam kata Ce Ke Fu yang kini berhasil mendekati Song Wei
Hao. Lengan kekarnya menggamit pundak Song Wei Hao
dan menariknya masuk ke dalam bagian tengah markas Tien
Lung Men.- 458 "Cia Sing! Segeralah masuk ke dalam!" teriak Song
Wei Hao memperingatkan Han Cia Sing kembali.
Han Cia Sing tidak bisa menjawab karena masih
harus meladeni serangan empat Wu Se dan Feng Ming yang
menyerangnya bersamaan. Ilmu silat Han Cia Sing memang
tidak terlalu tinggi karena hanya menguasai dasar ilmu
tombak Pai Hu Jiang Fa yang diwarisi dari ayahnya dan juga
ilmu ringan tubuh Guo Yin Sen Kung. Jurus-jurusnya dan
pengembangannya tidak banyak sehingga ia benar-benar
kerepotan menghadapi empat pembunuh bayaran sadis dan
seorang pendekar golok ternama dengan pengalaman
puluhan tahun malang melintang di dunia persilatan. Hanya
tenaga dalam Shi Sui Yi Cin Cing saja yang membuatnya
masih mampu bertahan hingga ratusan jurus menghadapi
para pengeroyoknya.
Ratusan prajurit barisan belakang kini turut
mengepung tempat pertarungan dengan rapat sekali. Barisan
tombak ditempatkan di depan dengan tombak teracung
sedangkan barisan golok berada di belakang siap dengan
senjata terhunus. Sementara prajurit yang lain
mempersiapkan tangga dan gelondongan kayu besar sebagai
persiapan untuk mendobrak gerbang tengah markas Tien
Lung Men. Mereka semua bersorak-sorai penuh
kemenangan sehingga suasana menjadi riuh-rendah. Song
Wei Hao dan Ce Ke Fu bersama puluhan anak buah Tien
Lung Men kini sudah naik ke bagian atas gerbang. Mereka- 459 hanya bisa menyaksikan bagaimana Han Cia Sing dikeroyok
habis-habisan tanpa dapat berbuat apa-apa.
Empat Wu Se dan Feng Ming sebenarnya penasaran
sekali menghadapi Han Cia Sing yang begitu kuat dan alot
itu. Mereka mungkin tidak akan percaya ada anak muda
yang sanggup menghadapi mereka berlima sekaligus selama
seratus jurus lebih jika tidak menghadapi sendiri seperti
sekarang ini. Han Cia Sing juga sama sekali tidak terlihat
kelelahan meskipun sering terdesak hebat oleh serangan
mereka. Malah Feng Ming yang sudah mulai
memperlihatkan tanda-tanda kelelahan dengan berkeringat
banyak dan napasnya mulai tidak teratur.
Han Cia Sing yang hanya bisa terus bertahan
menghadapi serangan, kini meltihat Feng Ming mulai
melemah ganti mendesak si Golok Raja Naga itu. Ia sengaja
mempercepat gerakan dan serangannya sehingga semakin
menguras tenaga lawan. Feng Ming yang kelelahan semakin
kerepotan menghadapi serangan tangan kosong Han Cia
Sing yang sebenarnya biasa-biasa saja itu hanya saja
kecepatan geraknya tinggi sekali. Golok Raja Naganya
berkali-kali terpukul oleh Han Cia Sing dengan kekuatan
penuh sehingga jika saja gagang golok itu tidak diikatkan ke
pergelangan tangannya, pastilah sudah terlepas dari
genggaman tangannya. Akhirnya dengan satu sentakan
keras, Han Cia Sing berhasil mendorong mundur Feng Ming
dan membebaskan dirinya dari kepungan.- 460 Han Cia Sing menarik napasnya dalam-dalam dan
menyalurkan kepada kedua kakinya. Tubuhnya seketika
menjadi terasa seringan bulu. Inilah pembukaan ilmu ringan
tubuh luar biasa Guo Yin Sen Kung (Ilmu Sakti Melintasi
Awan) milik si Guntur Utara Shi Chang Sin yang secara
kebetulan didapatnya. Han Cia Sing terbang melewati
kepala para prajurit tombak yang tengah mengepungnya
hanya dengan sekali lompatan saja. Para prajurit itu hanya
bisa terbengong-bengong melihat Han Cia Sing bagaikan
seekor rajawali saja terbang melewati mereka. Kaki Han Cia
Sing mendarat dengan ringan di tanah dan kemudian
melayang kembali kali ini melewati barisan prajurit golok.
Empat Wu Se yang berusaha mengejar hanya bisa berteriakteriak marah melihat buruannya lolos dengan begitu mudah
tanpa dapat dicegah siapapun.
Song Wei Hao sendiri terkejut melihat kemampuan
ringan tubuh Han Cia Sing yang benar-benar luar biasa itu.
Selama ini ia memang pernah mendengar cerita bahwa Han
Cia Sing telah memperoleh beberapa ilmu hebat di utara
namun baru kali ini ia menyaksikannya dengan mata kepala
sendiri dan ternyata memang luar biasa. Dalam hati ia
mengucapkan selamat kepada mendiang Han Kuo Li
sahabatnya karena putranya kini sudah tumbuh menjadi
seorang pemuda yang tangguh dan berkemampuan. Tak
terasa mata Song Wei Hao berkaca-kaca karena teringat Han
Kuo Li dan juga keluarganya sendiri yang telah
meninggalkan dunia ini.- 461 Han Cia Sing menggenjot tubuhnya melayang ke atas
tembok gerbang tengah dengan ringan sekali. Tembok
setinggi enam tombak itu bisa dicapainya hanya dalam
sekali lompatan saja. Ia mendarat di sebelah Song Wei Hao
dan Ce Ke Fu yang segera menyambutnya dengan gembira
sekali. Sementara itu puluhan anak buah Tien Lung Men
bersorak-sorai penuh kemenangan melihat Han Cia Sing
bisa lolos dengan mudah dari kepungan ratusan prajurit
kerajaan. Semangat mereka yang semula sudah runtuh kini
naik kembali setelah melihat kehebatan Han Cia Sing.
Mereka kini berteriak-teriak menantang ratusan prajurit
kerajaan yang bersiap mendobrak gerbang tengah markas.
"Cia Sing! Engkau selamat! Aku benar-benar hampir
tidak bisa percaya jika tidak melihatnya sendiri" kata Song
Wei Hao dengan gembira sekali.
"Terima kasih atas perhatian paman Song, aku
berhasil selamat tapi sayang aku tidak berhasil
menyelamatkan paman He Gan" kata Han Cia Sing sambil
menatap Ce Ke Fu dengan pandangan minta maaf.
"Kami para pendekar tidak pernah takut mati dalam
pertempuran. He Gan pasti juga merasa terhormat dapat
mati dalam perang" kata Ce Ke Fu berusaha membesarkan
hati Han Cia Sing yang hanya mengangguk membenarkan
saja.
"Cia Sing!" tiba-tiba terdengar teriakan Yung Lang
dan Lin Tung dari tangga tembok gerbang itu memanggil- 462 Han Cia Sing. Mereka berlari menaikitangga menyambut
Han Cia Sing sambil tertawa penuh kelegaan.
"Aku pikir tadi engkau benar-benar terkepung" kata
Lin Tung sambil terengah-engah setelah lari menaiki tangga
batu yang cukup tinggi itu.
"Ilmu ringan tubuhmu benar-benar hebat Cia Sing.
Siapakah gurumu?" tanya Yung Lang sambil tersenyum
lebar kepada sahabatnya itu.
"Aku tidak punya guru. Aku belajar sendiri" kata Han
Cia Sing berusaha merendahkan diri.
"Benarkah? Engkau belajar sendiri ilmu ringan tubuh
sehebat itu? Berapa lama engkau mempelajarinya?" tanya
Yung Lang lagi setengah tidak percaya dengan perkataan
Han Cia Sing.
"Ehmmm, sebulan" jawab Han Cia Sing berbohong.
Ia sebenarnya ingin menjawab hanya beberapa
hembusan napas tapi ia khawatir tampak sombong dan
teman-temannya itu tidak akan percaya kepadanya.
"Sebulan? Begitu cepat?!" tanya Lin Tung benarbenar heran.
"Eh, iya" kata Han Cia Sing tidak enak hati karena
Lin Tung menatapnya seperti melihat seorang dewa saja.
"Wah, berarti lain kali kita harus berlatih Cing Yin
Cien Fa (Jurus Pedang Elang Emas) bersama-sama. Aku- 463 selama ini hanya berlatih sendiri dan tidak begitu mengerti,
engkau harus mengajariku ya" kata Yung Lang.
"Kau tampaknya yakin sekali kita bisa selamat" kata
Lin Tung menimpali Yung Lang dengan nada pesimis.
Memang saat itu dari atas tembok gerbang terlihat
pasukan kerajaan menyemut menyerang mereka baik dari
depan maupun bukit belakang. Gedung-gedung utama Tien
Lung Men sebagian besar juga sudah terlalap api dan hangus
terbakar. Keadaan mereka amat terjepit dan tidak
menguntungkan untuk saat itu. Mereka bisa meloloskan diri
dari kepungan musuh saja sudah merupakan suatu
keajaiban.
"Sudahlah, kita pikirkan saja semuanya nanti. Yang
terpenting sekarang adalah meloloskan diri dari kepungan
musuh" kata Song Wei Hao sambil menuruni tangga menuju
gerbang.
Ratusan anak buah Tien Lung Men yang tersisa
berusaha menahan gerbang tengah agar jangan sampai
didobrak oleh pasukan kerajaan. Mereka menahan gerbang
kayu tebal itu dengan puluhan kayu gelondongan untuk
menyangganya dari gedoran musuh. Gerbang tengah itu
bergetar keras setiap kali didobrak oleh pasukan kerajaan
hingga debu-debu yang sudah puluhan tahun menempel
rontok akibat kerasnya guncangan. Entah sampai berapa
lama gerbang tengah itu bisa bertahan terhadap serangan
lawan.- 464 Song Wei Hao segera mengatur barisan panah agar
berbaris rapi di depan gerbang sebagai persiapan jika lawan
berhasil menerobos masuk. Barisan tombak dan golok
dipersiapkan di belakangnya agar bisa segera menyerang.
Anak buah Tien Lung Men pasukan depan hanya tersisa
kurang lebih seratus orang. Song Wei Hao harus benarbenar mengatur barisan agar nantinya dapat bertahan
terhadap serbuan musuh.
Saat itu terdengar suara sangkakala nyaring dari bukit
belakang. Song Wei Hao memicingkan mata agar dapat
melihat dengan jelas apa yang terjadi. Pasukan kerajaan
kelihatannya sudah berhasil menembus batas belakang
markas Tien Lung Men. Keadaan semakin berbahaya dan
tidak menguntungkan mereka. Jika mereka sampai terjepit
di tengah-tengah pasukan kerajaan maka bisa dipastikan
nasib mereka akan segera tamat.
"Jenderal Song, apakah engkau mendengar suara
sangkakala barusan?" tanya Ce Ke Fu dengan cemas.
"Iya, aku juga mendengarnya. Tampaknya pasukan
belakang kita berhasil dikalahkan" jawab Song Wei Hao
dengan prihatin.
"Jika demikian, kita harus berkumpul di gedung
utama agar bisa menyatukan kekuatan bersama-sama
sekaligus keluar melalui jalan rahasia jika keadaan benarbenar mendesak nantinya" kata Ce Ke Fu menyarankan.- 465 "Benar, tapi sementara gerbang tengah ini belum
berhasil diterobos musuh, kita harus mempertahankannya
Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mati-matian. Ketua Utara, anda bersama anak buah yang
terluka silakan menuju gedung utama terlebih dulu. Aku
akan memimpin barisan pertahanan di sini" kata Song Wei
Hao. "Mana mungkin hal itu aku lakukan?! Jenderal Song,
aku tidak akan membiarkan anda bertempur sendirian
membela Tien Lung Men. Aku akan menghadapi musuh di
sini, biarlah selembar nyawaku ini menjadi taruhannya" kata
Ce Ke Fu dengan gagah.
"Hahahaha, aku senang sekali bisa bertempur
bersama-sama dengan orang gagah seperti anda pendekar
Ce Ke Fu. Mati pun aku merasa puas" kata Song Wei Hao
sambil menepuk pundak Ce Ke Fu dengan gembira.
Pertempuran hidup mati seperti ini sebenarnya sering
dialami baik oleh Ce Ke Fu maupun Song Wei Hao. Namun
keduanya jarang sekali memperoleh teman senasib
seperjuangan yang sama-sama gagah dan mementingkan
persahabatan. Sekarang keduanya bertemu dan merasa
cocok sekali satu sama lain. Mereka kini menghadapi
pertempuran dengan hati lapang dan tanpa beban sama
sekali.
Seorang anak buah Tien Lung Men bertubuh kecil
tampak tengah berlari-lari dari arah belakang wisma.
Tubuhnya penuh bercak darah dan luka. Topi kayu yang- 466 dipakainya juga sudah tidak utuh lagi. Ia terengah-engah
mendatangi Ce Ke Fu dan Song Wei Hao dan langsung
berlutut di depan mereka sambil menjura.
"Lapor, pasukan belakang sudah dikalahkan oleh
pasukan kerajaan. Mohon para pendekar segera berkumpul
di gedung utama" kata anak buah Tien Lung Men itu
melaporkan keadaan.
"Apakah ini perintah dari tuan muda Jien Ming Ti?"
tanya Ce Ke Fu hendak memastikan kebenaran.
"Lapor, tuan muda Jien Ming Ti sudah gugur" jawab
orang itu singkat.
"Astaga?! Benarkah?!" teriak Ce Ke Fu dengan
terkejut.
"Paman Ce, awas! Dia adalah musuh!" teriak Han Cia
Sing ketika menyadari bahwa anak buah Tien Lung Men itu
tidak lain adalah Pu Tou (Tidak Mencuri) yang menyamar
memakai baju anggota Tien Lung Men. Ia dapat mengenali
suara Pu Tou meskipun wajahnya menghadap ke tanah dan
kepalanya tertutup topi kayu.
"Temuilah Jien Ming Ti di neraka!" seru Pu Tou
sambil menyerang Ce Ke Fu dengan dua telapak tangannya
yang terbuka. Gerakan tangannya begitu cepat karena
memang inilah andalan Pu Tou.
"Bukk!"- 467 Gerakan Ce Ke Fu terlambat sedikit karena ia masih
terkejut mendengar kabar kematian Jien Ming Ti. Telapak
tangan Pu Tou begitu cepat maju menghajar telak perut Ce
Ke Fu hingga Beruang Besi itu terhuyung mundur. Perutnya
terasa terbalik dan napasnya sesak sekali. Ia sudah terkena
bokongan lawan secara licik sekali.
"Ketua Utara!" teriak Liu Da, Chang Ye Ping dan
Chen Yung sambil maju serentak membantu menolong Ce
Ke Fu.
"Eh,eh kalian beraninya hanya main keroyok saja.
Lebih baik aku pamit dulu, lain kali kita bermain lagi" kata
Pu Tou sambil tertawa mengejek sehingga matanya yang
sudah sipit menjadi nyaris tidak kelihatan.
"Tunggu! Kalian jangan mengejarnya, siapa tahu ada
jebakan lagi" kata Song Wei Hao memperingatkan.
"Kurang ajar!" teriak Chen Yung dengan marah
sekali. Ia menebaskan golok cincinnya ke tanah hingga
menghancurkan sebuah batu besar.
"Ketua Utara apakah engkau baik-baik saja?" tanya
Liu Da dengan khawatir melihat keadaan Ce Ke Fu yang
kepayahan.
"Tidak apa-apa, kalian berkumpullah kembali di
dalam barisan. Chang Ye Ping, kau pergilah melihat situasi
di belakang dan segera laporkan kembali" kata Ce Ke Fu
memberikan perintah.- 468 "Baik, akan segera dilaksanakan" kata Chang Ye Ping
sambil menjura.
Chang Ye Ping segera berlari ke belakang markas
sedangkan Liu Da dan Chen Yung kembali ke barisan
pertahanan. Sesaat setelah itu, Ce Ke Fu memuntahkan
darah dari mulutnya. Tampaknya pukulan Pu Tou tadi telah
menimbulkan luka dalam yang cukup parah, tapi ia sengaja
menutupinya dari anak buah yang lain agar tidak semakin
menurunkan semangat mereka. Han Cia Sing dan Song Wei
Hao segera memapah tubuh raksasa Ce Ke Fu untuk duduk
di tepi tembok gerbang tengah.
"Aku benar-benar tidak berguna, bahkan menghadapi
seorang Pu Tou saja sudah tidak mampu" kata Ce Ke Fu
sambil terengah-engah berusaha mengatur napasnya.
Song Wei Hao memeriksa perut Ce Ke Fu yang
terkena pukulan Pu Tou tadi. Dua telapak tangan berwarna
emas tampak membekas di perutnya. Tampaknya pukulan
Pu Tou tadi mengandung Racun Pasir Emas yang amat
mematikan maka tidak heran Ce Ke Fu muntah darah.
Tubuh besi Ce Ke Fu amat kuat sehingga pukulan pendekar
sekelas Pu Tou mestinya tidak akan menimbulkan luka
dalam. Keadaan Ce Ke Fu kini amat mengkhawatirkan
sekali karena tubuhnya yang lelah setelah bertarung seharian
tidak akan kuat mendesak Racun Pasir Emas yang ganas itu.- 469 "Paman Ce bertahanlah" kata Han Cia Sing dengan
cemas melihat keadaan Ce Ke Fu yang memburuk dengan
cepat.
"Aku tidak apa-apa. Kau pusatkan perhatianmu saja
kepada pasukan musuh. Aku akan bersemedi di sini
mengeluarkan racun" kata Ce Ke Fu dengan napas terengahengah karena Racun Pasir Emas mulai menjalar dalam
tubuhnya.
"Baiklah paman Ce, berhati-hatilah" kata Han Cia
Sing.
"Biarkan ia memulihkan tubuhnya" kata Song Wei
Hao seraya menarik Han Cia Sing menjauh dari tempat Ce
Ke Fu bersemedi.
"Paman Song, bagaimana kira-kira keadaan paman
Ce?" tanya Han Cia Sing meminta pendapat Song Wei Hao.
"Racun yang mengenainya adalah racun ganas.
Keadaan tubuhnya yang lemah saat ini tidak mungkin dapat
mendesak keluar racun itu" kata Song Wei Hao sambil
menggeleng lemah.
"Lalu?" tanya Han Cia Sing dengan sedih.
"Mungkin satu-satunya cara kita harus mendapatkan
obat penawarnya secepat mungkin" jawab Song Wei Hao
sambil memandang Ce Ke Fu yang sedang bersemedi dan
mengatur napas dengan susah payah itu.- 470 "Berarti aku harus menemukan Tu Tai Yi Guo Cing
Cen (Guo Cing Cen si Tabib Racun) secepat mungkin. Ia
pasti mempunyai penawarnya" kata Han Cia Sing dengan
yakin.
"Tapi peperangan ini begitu kacau, di mana kau
hendak menemukan Guo Cing Cen? Ia pasti bersembunyi di
barisan belakang musuh. Cia Sing, engkau jangan
mempertaruhkan nyawamu lagi, itu terlalu berbahaya" kata
Song Wei Hao mencegah niat Han Cia Sing itu.
"Paman Song, tapi aku harus berusaha
menyelamatkan paman Ce" kata Han Cia Sing berusaha
memberikan alasan.
"Percayalah Cia Sing, pendekar Ce Ke Fu akan dapat
bertahan. Sementara jika engkau meninggalkan pasukan
pertahanan ini, tidak hanya akan membahayakan dirimu
sendiri tapi juga akan melemahkan kekuatan kita. Aku yakin
itulah yang dikehendaki oleh musuh. Kita harus tetap
bersatu sekarang ini dan bertahan mati-matian terhadap
serangan" kata Song Wei Hao memberikan penjelasan.
"Paman benar" kata Han Cia Sing setelah
merenungkan perkataan Song Wei Hao barusan.
Tepat saat itu Chang Ye Ping tampak tengah berlarilari kembali dari bagian belakang markas. Ia tampak sangat
gelisah dan cemas. Napasnya memburu karena ia berusaha
berlari secepat mungkin. Kelihatannya kabar dari bagian
belakang markas juga bukan merupakan kabar baik.- 471 "Jenderal Song, pasukan kerajaan sudah memasuki
bagian belakang markas" kata Chang Ye Ping begitu tiba di
hadapan Song Wei Hao.
"Bagaimana dengan pasukan belakang kita?" tanya
Song Wei Hao yang ingin mengetahui situasi dengan lebih
rinci. "Pasukan kita tinggal tersisa sepertiga saja. Mereka
bertahan mati-matian di gedung utama" kata Chang Ye Ping
menerangkan.
"Bagaimana dengan keadaan para pendekar kita?"
tanya Song Wei Hao lagi dengan semakin cemas.
"Aku hanya melihat He bersaudara, Gao Guen,
keempat nona Yao, Ketua Barat Wen Shi Mei serta pendekar
Kaki Menggunting Ma Han Jiang dan Roda Emas Xiahou
Yuan ada beserta pasukan belakang kita" kata Chang Ye
Ping melaporkan.
"Ma Han Jiang dan Xiahou Yuan katamu?!" kata
Song Wei Hao tidak mempercayai pendengarannya.
"Benar, jenderal Song, akupun tadinya tidak
mempercayai apa yang kulihat. Tapi dulu aku pernah
beberapa kali bertemu mereka sehingga pastilah tidak akan
salah kenal" kata Chang Ye Ping meyakinkan.
"Baiklah, hal ini nanti saja kita bicarakan. Hal yang
terpenting sekarang adalah menyatukan kekuatan kita" kata
Song Wei Hao.- 472 Song Wei Hao segera maju ke depan pasukan dan
memerintahkan semua barisan untuk mundur teratur baris
perbaris menuju ke gedung utama. Berkat kepemimpinan
Song Wei Hao yang sudah biasa terlibat peperangan besar,
maka anak buah Tien Lung dapat tetap dikendalikan dan
tidak menjadi panik. Hal ini amat penting mengingat
perbandingan antara pasukan Tien Lung Men dengan
prajurit kerajaan sekarang mungkin adalah satu berbanding
sepuluh. Tanpa barisan perang yang teratur, maka anak buah
Tien Lung Men akan menjadi sasaran empuk pasukan
kerajaan yang berjumlah lebih banyak.
Mereka sudah bergerak mundur mendekati gedung
utama ketika terdengar suara menggelegar dan bumi seperti
terasa bergetar. Gerbang tengah markas yang terbuat dari
kayu tebal dan disangga oleh puluhan kayu gelondongan
sebesar pelukan orang dewasa itu akhirnya ambruk juga
diterjang pasukan kerajaan. Pasukan kerajaan bersorak-sorai
menyerbu masuk dengan senjata terhunus. Keempat Wu Se,
Feng Ming bersama dengan Huang Ding Siang dan Huo Cin
mengikuti pasukan penyerang ini dari belakang.
"Pasukan panah, bersiap!" teriak Song Wei Hao
memberikan aba-aba.
Segera saja lima puluh orang bersenjata panah segera
menarik busur masing-masing dan menyiapkan anak panah
mereka. Pasukan tombak dan golok bersiap di belakang
mereka menantikan perintah selanjutnya. Song Wei Hao
masih tetap tak bergeming ketika pasukan kerajaan berlari- 473 menyerbu ke arah mereka sambil berteriak-teriak. Tanah
terasa bergoyang ketika lima ratus prajurit kerajaan itu
berlari bersama-sama ke arah mereka. Pasukan panah yang
berada paling depan mulai gelisah dan takut.
"Tetap bertahan!" teriak Song Wei Hao memberikan
semangat ketika melihat pasukan panah mulai gentar.
Jarak antara pasukan kerajaan dengan pasukan panah
kini hanya tinggal sepuluh tombak saja tapi Song Wei Hao
masih belum memberikan aba-aba menembakkan anak
panah. Yung Lang dan Lin Tung yang melihat sampai
merasakan bulu tengkuk mereka berdiri karena ngeri dan
tegang menyaksikan ratusan prajurit bersenjata lengkap
menyerbu ke arah mereka dengan ganas. Han Cia Sing juga
heran melihat sikap Song Wei Hao tapi ia yakin pada
kemampuannya. Bukankah dulu ayahnya, Han Kuo Li
selalu mengandalkan Song Wei Hao dalam menghadapi
pertempuran bersama-sama?
"Tembakkan anak panah!" teriak Song Wei Hao
ketika jarak mereka dengan pasukan hanya tinggal lima
tombak saja.
Hujan anak panah diiringi jerit kematian segera
membahana di angkasa sore hari itu. Puluhan prajurit
kerajaan langsung roboh tewas dengan panah menancap di
tubuh mereka, bahkan beberapa panah membunuh dua
prajurit sekaligus karena tembakan panah begitu kuat hingga
menembus tubuh mereka! Song Wei Hao memang sengaja- 474 menunggu agar jarak mereka dekat sekali dengan prajurit
kerajaan baru melepaskan anak panah agar akibat yang
ditimbulkannya lebih hebat. Jika anak panah ditembakkan
pada jarak dua puluh tiga puluh tombak memang dapat
melukai juga, tapi korban tewas tidak akan sebanyak jika
anak panah ditembakkan dalam jarak lima tombak seperti
sekarang ini.
"Tembak lagi!" seru Song Wei Hao memberikan
perintah.
Kembali pasukan panah menyebar kematian dengan
anak panah mereka. Pasukan kerajaan bertumbangan sambil
meregang nyawa, sementara beberapa pasukan berkuda
yang datang belakangan juga tewas tertembus anak panah.
Suasana pasukan kerajaan menjadi kacau balau tidak
karuan.
Untunglah saat itu datang empat Wu Se yang
langsung melompat menyerbu pasukan panah. Hei Ying
yang bersenjatakan piau langsung melemparkan senjata
rahasianya itu. Piau yang dilemparkan itu tepat mengenai
batok kepala beberapa prajurit pasukan panah yang
langsung tumbang tidak bangun lagi. Sementara itu Jing
Ying melompat sambil menarik lima anak panah sekaligus
dalam busurnya bersiap membidik lawan. Satu jepretan
meluncurkan lima anak panah maut dan langsung
menumbangkan lima prajurit panah Tien Lung Men.
Keahlian Jing Ying dalam memanah memang benar-benar
Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
luar biasa!- 475 Song Wei Hao melihat kedatangan musuh yang
berilmu tinggi ini langsung memerintahkan pergantian
barisan. Pasukan panah mundur digantikan oleh pasukan
golok yang berbaris rapi dan rapat sekali. Setiap dari mereka
memegang golok di tangan kanan dan tameng besi di tangan
kiri. Hong Ying dan Pai Ying yang maju menyerang
bersamaan dapat dimentahkan serangannya berkat
kerjasama yang baik dan rapi di antara pasukan golok.
Mereka saling melindungi dengan baik sekali sehingga
hampir tidak ada celah bagi lawan untuk menyerang.
Hong Ying dan Pai Ying benar-benar kerepotan
menghadapi tiga puluh orang yang bertahan dan menyerang
secara bersama-sama itu. Serangan mereka ditangkis dengan
tameng lawan, yang kemudian ganti membacok mereka
secara berbarengan. Meskipun ilmu dan tenaga anak buah
Tien Lung Men tidak seberapa namun mereka berhasil
menahan keempat Wu Se hingga kedudukan berimbang
dengan gerakan yang teratur dan saling menjaga itu.
Tampaknya siasat pertahanan Song Wei Hao berhasil untuk
sementara waktu ini.
Yung Lang, Lin Tung, Liu Da, Chen Yung dan Chang
Ye Ping masuk ke dalam gedung utama terlebih dulu. Di
sana mereka segera disambut Cen Hua dan beberapa anak
buah Tien Lung Men yang tersisa. Para dayang dan pelayan
tua yang tidak bisa bertarung tampak ketakutan dan
menangis di sudut ruang utama. Yang Hong dan dayang
pengasuhnya tampak duduk di ujung ruangan bersama- 476 dengan Ma Xia .Wongguo Yuan dan Wongguo Luo. Tubuh
Han Cia Pao dibaringkan di sebuah dipan panjang dan diberi
beberapa selimut tebal agar menjaga panas tubuhnya.
"Cen-kuniang (nona Cen), bagaimana keadaan di
sini?" tanya Chang Ye Ping kepada Cen Hua.
"Kami sudah bersiap untuk keluar melalui jalan
rahasia. Bagaimana dengan keadaan di luar?" tanya Cen
Hua dengan cemas.
"Pasukan gerbang depan sudah kalah dan sekarang
sedang mundur. Pasukan belakang juga sudah kalah dan
sekarang sedang bertempur di belakang gedung utama ini"
jawab Chang Ye Ping sambil menghela napas panjang.
"Jika demikian, mungkin aku harus mulai
mengeluarkan para dayang dan pelayan melalui jalan
rahasia. Nona kecil juga akan ikut bersama dengan para
dayang dan pelayan keluar melalui jalan rahasia. Apakah
kalian melihat nona Jien?" tanya Cen Hua lagi.
"Tidak" jawab mereka semua sambil menggeleng.
Saat itu Yang Hong sudah turun dari pangkuan
dayang pengasuhnya dan berlari ke arah mereka. Wajahnya
yang merah tampak sembab karena habis menangis namun
matanya masih tetap tajam menampakkan tekad yang kuat.
"Apakah kalian melihat kakek dan ibuku?" tanya
Yang Hong kepada mereka semua yang baru tiba itu.- 477 Mereka semua terdiam tidak berani menjawab
pertanyaan gadis cilik itu.
"Nona kecil, kakek dan ibumu pasti akan selamat.
Sekarang aku minta kau pergi bersama dayang pengasuhmu
melalui jalan rahasia. Nanti ibu dan kakek akan menyusul
nona kecil, percayalah" kata Cen Hua akhirnya
memecahkan keheningan.
"Benarkah?" tanya Yang Hong sambil mengusap air
matanya. Cen Hua berlutut di depan Yang Hong dan
mengangguk.
"Baiklah, aku akan menunggu ibu dan kakek di ujung
jalan rahasia" kata Yang Hong sambil berlari kembali ke
tempat dayang asuhnya yang sudah menunggu di depan
terowongan rahasia.
"Apakah kalian juga melihat Feng Feng?" tanya Cen
Hua I setelan kepergian Yang Hong.
"Kami tidak melihatnya di mana-mana" jawab Chen
Yung I sambil tertunduk.
"Aku juga tidak melihat Jien Pang-cu sedari tadi. Ada
dimanakah beliau?" kata Chang Ye Ping dengan khawatir.
"Kalau begitu begini saja, kita berpencar saja mencari
Jien Pang-cu, nona Jien dan Feng Feng. Sebentar hari
menjadi gelap dan akan semakin susah untuk menemukan
mereka" kata Cen Hua memberikan saran.- 478 "Benar sekali apa yang nona Cen katakan. Sekarang
aku, Chen Yung dan nona Cen mencari ke sisi kanan,
sedangkan kalian bertiga mencari di sisi kiri markas. Kita
harus mengetahui nasib mereka bertiga, hidup ataupun mati"
kata Chang Ye Ping membagi tugas.
Akhirnya mereka berenam segera berpencar ke arah
berlawanan untuk melakukan pencarian. Mereka harus
segera menemukan Jien Wei Cen serta putri dan cucunya
karena pertempuran sudah semakin melebar masuk ke
dalam markas Tien Lung Men. Mungkin malam hari nanti
seluruh markas sudah jatuh ke tangan musuh. Sungguh amat
disayangkan Tien Lung Men yang dibangun dengan susah
payah selama puluhan tahun akan hancur dalam waktu
semalam saja.
Baru saja mereka pergi, Han Cia Sing tiba dengan
memapah tubuh raksasa Ce Ke Fu memasuki aula.
Tampaknya luka racun di tubuh Ce Ke Fu sudah semakin
menyebar. Bibir dan wajahnya sudah berwarna biru dan
napasnya tidak teratur. Keringat bercucuran di wajah dan
tubuhnya. Han Cia Sing segera membaringkan tubuh Ce Ke
Fu di sebuah dipan panjang.
Wongguo Luo datang mendekati mereka untuk
melihat keadaan Ce Ke Fu. Sementara Ma Xia dan
Wongguo Yuan melihat kedatangan Han Cia Sing dengan
perasaan lega sekali.- 479 "Apakah ia terkena racun?" tanya Wongguo Luo
kepada Han Cia Sing.
"Benar paman, paman Ce terkena Racun Pasir Emas.
la dibokong dengan licik sekali oleh Pu Tou" jawab Han Cia
Sing dengan geram mengingat cara Pu Tou melukai Ce Ke
Fu tadi.
"Ia harus segera ditolong sebelum racun mencapai
jantung" kata Wongguo Luo setelah memeriksa nadi Ce Ke
Fu. "Tapi di mana kita bisa mencari obat penawar bagi
paman Ce? Kata paman Song, obat penawar mungkin hanya
ada pada Guo Cing Cen sementara ia pasti bersembunyi di
barisan belakang musuh" kata Han Cia Sing sambil
memandang Ce Ke Fu yang tengah kesakitan dengan cemas.
"Ada cara lain dan kebetulan sekali engkau berada di
sini" kata Wongguo Luo mencoba meghibur kecemasan
Han Cia Sing.
"Benarkah?" tanya Han Cia Sing penuh harap.
"Ya, aku berkata benar. Racun dalam tubuh dapat
dilawan dengan dua cara. Pertama dengan obat penawar,
kedua dengan tenaga dalam yang kuat untuk mendesak
racun keluar dari tubuh" jelas Wongguo Luo.
"Tenaga dalam? Jadi maksud paman aku bisa
menolong paman Ce mendesak keluar racun dalam
tubuhnya?" tanya Han Cia Sing.- 480 "Benar, Cia Sing. Tenaga dalammu amat kuat pasti
mampu mendesak keluar racun dalam tubuh Ce Ke Fu. Aku
akan mengajarimu caranya sekarang" kata Wongguo Luo.
"Baiklah, aku mohon petunjuk paman Wongguo"
kata Han Cia Sing.
Wongguo Luo segera mendudukkan tubuh Ce Ke Fu
dalam posisi bersila di hadapan Han Cia Sing. Kedua telapak
tangan Han Cia Sing menempel ke dada Ce Ke Fu dan mulai
mengikuti petunjuk Wongguo Luo untuk menyalurkan
tenaga dalamnya. Han Cia Sing merasakan tenaga dalamnya
berkumpul di perut dan perlahan-lahan mengalir keluar
melalui kedua telapak tangannya masuk ke dada Ce Ke Fu.
Aliran tenaga itu seakan bergolak di kedua telapak tangan
Han Cia Sing sebelum mencari jalan masuk ke tubuh Ce Ke
Fu. Sementara itu Wongguo Luo terus mengajarkan jalan
keluar masuk tenaga dan titik penting di tubuh yang harus
diperhatikan oleh Han Cia Sing.
Tapak tangan Han Cia Sing kini panas bagaikan besi
membara. Tenaga dalam yang disalurkan kepada Ce Ke Fu
terus menekan racun yang bersarang di perutnya hingga
menuju ke lambung. Wajah Ce Ke Fu kini mulai agak cerah
pertanda racun sudah bisa diatasi. Wongguo Luo kini
memberitahukan cara untuk menekan racun keluar dari
lambung kepada Han Cia Sing yang segera melakukannya
dengan menurunkan telapak tangannya ke perut Ce Ke Fu
untuk menekan titik penting di bagian lambung.- 481 Ce Ke Fu memuntahkan darah kotor warna hitam
bercampur butiran mirip pasir emas. Wajahnya segera
berubah menjadi merah kembali dan mulai bisa membuka
matanya kembali. Ia menatap Han Cia Sing dan Wongguo
Luo dengan pandangan berterima kasih karena masih terlalu
lemah untuk dapat berkata-kata. Han Cia Sing sendiri
merasa lega karena dapat menyelamatkan Ce Ke Fu dari
bahaya maut. Ia mengusap dahinya yang penuh peluh.
Tenaga dalamnya banyak terkuras untuk menekan keluar
Racun Pasir Emas dari tubuh Ce Ke Fu. Ia segera berlatih
Shi Sui Yi Cin Cing dalam posisi bersila untuk
mengembalikan tenaga dalamnya.
Wongguo Yuan dan Ma Xia berdiri di samping Han
Cia Sing. Mereka memandangnya dengan perasaan lega
sekali karena akhirnya Han Cia Sing ternyata selamat.
Pertempuran di markas Tien Lung Men sudah berlangsung
sehari penuh dan selama itu tidak ada kabar berita tentang
Han Cia Sing yang mereka terima hingga membuat mereka
cemas sekali. Kini mereka menunggu dengan sabar Han Cia
Sing berlatih memulihkan kembali tenaga dalamnya.
Setelah beberapa kali perputaran tenaga, akhirnya
Han Cia Sing membuka matanya kembali. Seluruh
tenaganya sudah pulih kembali seperti sedia kala. Itulah
kehebatan ilmu Sutra Penggeser Urat Pembersih Sumsum
yang mampu menyembuhkan kekuatan pemiliknya dalam
hitungan beberapa tarikan napas saja. Tidak heran semua
pendekar dunia persilatan dulu berebut untuk memiliki ilmu- 482 sakti ini. Han Cia Sing tersenyum kepada Ma Xia dan
Wongguo Yuan yang masih memperhatikannya.
"Aku baik-baik saja" kata Han Cia Sing menenangkan keduanya.
"Cia Sing, aku gembira kau baik-baik saja" kata Ma
Xia diikuti anggukan gembira Wongguo Yuan.
"Bagaimana keadaan paman Ce?" tanya Han Cia Sing
kepada Wongguo Luo yang masih duduk di sebelah Ce Ke
Fu. "Ia akan sembuh" jawab Wongguo Luo dengan lega
pula.
"Paman Wongguo, aku rasa kita harus segera
meninggalkan markas Tien Lung Men. Pasukan kerajaan
dan para pengikutnya sudah hampir menguasai tempat ini.
Sebentar lagi hari akan gelap, kurasa inilah saat paling tepat
untuk meninggalkan tempat ini" kata Han Cia Sing
menyarankan.
"Tadi nona Cen Hua juga berkata demikian. Baiklah,
mari A Xia, A Yuan kita segera tinggalkan tempat ini
melalui jalan rahasia" kata Wongguo Luo sambil berjalan
menuju ke pintu rahasia yang ada di balik sebuah lukisan
harimau sebesar dinding.
"Paman Wongguo, bisakah aku minta satu
pertolongan lagi darimu?" tanya Han Cia Sing.- 483 "Katakan saja, jika aku bisa melaksanakannya pasti
akan kulakukan" jawab Wongguo Luo.
"Aku mohon paman Wongguo bersedia membawa
serta kakakku dan paman Ce keluar dari sini. Mereka terlalu
lemah untuk berjalan sendiri dan para pelayan juga sudah
melarikan diri melalui jalan rahasia, aku harap paman
Wongguo mengabulkan permintaanku ini" kata Han Cia
Sing memohon.
"Baiklah, jangan khawatir. Aku pasti akan menjaga
mereka" kata Wongguo Luo mengabulkan permintaan Han
Cia Sing.
"Terima kasih paman Wongguo" kata Han Cia Sing
dengan gembira dan lega sekali.
"Kakak Cia Sing, apakah engkau tidak ikut pergi
bersama kami melalui jalan rahasia?" tanya Wongguo Yuan.
"Benar Cia Sing, lebih baik engkau pergi sekarang
dengan kami. Situasi sudah terlalu berbahaya" kata Ma Xia
menambahkan dengan cemas.
"Aku tidak bisa meninggalkan yang lain begitu saja.
Kalian pergilah dulu, nanti aku pasti akan menyusul kalian"
kata Han Cia Sing.
"Tapi..." Ma Xia masih hendak membantah tapi
Wongguo Luo sudah menarik tangannya terlebih
dulu.- 484 "Mari A Xia, kita harus segera pergi. Kehadiran kita
di sini hanya akan memecah perhatiannya saja. A Yuan, kau
juga segera ikut kakek" kata Wongguo Luo dengan tegas.
Ma Xia dan Wongguo Yuan dengan berat hati
mengikuti perkataan Wongguo Luo. Mungkin benar apa
yang dikatakan Wongguo Luo bahwa kehadiran mereka
berdua di sana hanya akan membuat pikiran Han Cia Sing
bercabang karena mengkhawatirkan mereka. Pertempuran
sudah hampir mencapai puncak dan keadaan pasti akan
sangat semakin berbahaya. Semakin lama mereka tinggal di
markas maka pasti akan semakin membuat khawatir Han
Cia Sing.
"Kakak Cia Sing, berhati-hatilah" kata Wongguo
Yuan sambil menatap Han Cia Sing dengan sendu.
"Cia Sing, segeralah bergabung dengan kami" kata
Ma Xia pula.
"Kalian berdua jangan khawatir. Aku pasti akan
segera mencari kalian" kata Han Cia Sing menenangkan
mereka.
"Cia Sing, jaga dirimu baik-baik, kami pergi dulu. A
Yuan, A Xia, kalian berdua papah pendekar Ce berjalan"
kata Wongguo Luo sambil menggendong tubuh Han Cia Pao
yang masih berselimut tebal ke punggungnya.- 485
Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Paman Wongguo, A Xia, A Yuan dan paman Ce
kalian jaga diri baik-baik" kata Han Cia Sing sambil
menjura.
Han Cia Sing menunggu sampai mereka semua
menghilang di dalam terowongan rahasia itu. Nyala obor
yang dibawa A Xia dan A Yuan makin lama makin pudar
ditelan kegelapan terowongan. Han Cia Sing menarik napas
lega karena paling tidak kakaknya sudah selamat. Tadi ia
tidak melihat Ye Ing sama sekali, pastilah ia sudah dibawa
oleh para dayang keluar terlebih dulu. Sekarang Han Cia
Sing bisa memusatkan perhatiannya pada pertempuran yang
sedang berkobar di luar gedung.
Han Cia Sing berlari keluar ke arah halaman tengah
yang kini sudah porak-poranda dilanda pertempuran hebat.
Seribu pengikut Tien Lung Men kini hanya tersisa tidak
lebih dari seratus orang saja dan mereka terdesak hebat oleh
gabungan pasukan kerajaan dan para pengikut partai Hai Sa,
Fung San dan Ceng Lu Hui. Pertempuran yang berat sebelah
itu membuat anak buah Tien Lung Men hanya bisa bertahan
saja dan sama sekali tidak bisa menyerang balik. Han Cia
Sing langsung menerjunkan diri dalam pertempuran guna
membantu pengikut Tien Lung Men menahan gempuran
bergelombang pasukan penyerang.
Saat itu dari balik kobaran api tampak Lin Tung,
Yung Lang dan Liu Da sedang memapah Jien Wei Cen yang
tampak terluka parah. Pakaian emasnya berlumuran darah di
bagian dada dan Jien Wei Cen tampak kepayahan sekali. Ia- 486 bahkan tidak bisa berdiri jika Lin Tung dan Liu Da yang
bertubuh kekar itu tidak memapahnya di kiri kanannya.
Yung Lang sendiri membuka jalan di depan menebas setiap
prajurit yang mencoba menghadang mereka. Han Cia Sing
merasa sangat lega melihat kedua sahabat baiknya itu
ternyata selamat.
"Cepat kemari!" teriak Han Cia Sing sambil
melambai kepada Yung Lang.
"Baik!" jawab Yung Lang sambil menangkis
serangan golok dan tombak para prajurit kerajaan yang
begitu berkeras menghadang jalan mereka.
"Pendekar Yung Lang, kita harus segera membawa
Jien Pang-cu keluar dari sini untuk diobati. Lukanya terus
mengucurkan darah" kata Liu Da kepada Yung Lang dengan
cemas.
"Kaukira aku tidak ingin segera keluar dari sini? Tapi
pasukan kerajaan ini benar-benar menjengkelkan, ditebas
satu muncul dua, ditebas dua muncul empat" jawab Yung
Lang sambil terus berusaha membuka jalan bagi Lin Tung
dan Liu Da.
Dua orang prajurit golok kerajaan berhasil lolos dari
serangan Pedang Elang Emas milik Yung Lang dan mereka
berteriak ganas menyerang Liu Da dan Lin Tung yang
sedang membopong Jien Wei Cen. Sabetan golok berhasil
dielakkan Liu Da dan dengan satu pitingan lengan kanannya
yang bebas, Liu Da langsung mematahkan batang leher- 487 prajurit malang itu. Sementara itu Lin Tung berhasil
menangkis serangan golok dengan toya besinya dan
kemudian membalas dengan satu pukulan toya telak yang
meremukkan dada lawan. Dua prajurit kerajaan itu langsung
roboh tak bangun lagi untuk selamanya, tapi di belakang
mereka sudah muncul sekitar dua puluh lebih prajurit
bersenjata lengkap sambil berteriak-teriak. Liu Da dan Lin
Tung benar-benar kerepotan karena gerakan mereka tidak
bisa bebas harus memapah Jien Wei Cen yang terluka parah.
"Jangan lukai Jien Pang-cu!"
Sesosok bayangan berkelebat di atas kepala para
prajurit sambil menebaskan pedangnya. Beberapa prajurit
yang tidak sempat menghindar langsung roboh dengan
kepala terpisah dari tubuhnya, sungguh ilmu pedang yang
amat ganas! Rupanya Chang Ye Ping si Pedang Pengantar
Tamu sudah datang bersama Cen Hua dan Chen Yung yang
juga langsung mengamuk mengobrak-abrik pasukan
penghadang. Barisan pasukan kerajaan menjadi kacau balau
karena kedatangan para jagoan utama Tien Lung Men ini.
"Liu Da, apa yang terjadi dengan Jien Pang-cu?"
tanya Chang Ye Ping sambil memandang Jien Wei Cen
dengan cemas sekali.
"Aku tidak tahu. Kami menemukan Jien Pang-cu
pingsan I dekat rumah menara dalam keadaan terluka parah.
Tuan muda kedua juga sudah gugur" jawab Liu Da lirih
tidak bisa menyembunyikan kesedihannya.- 488 "Tuan muda Jien Ming Wu gugur?" tanya Chen Yung
dan Cen Hua setengah tidak percaya.
"Benar kami melihatnya juga" kata Lin Tung
membenarkan. "Sebaiknya kita cepat pergi dari sini sebelum
kita dikepung semakin rapat" kata Yung Lang sambil
menyilangkan pedangnya di depan dada.
Memang saat itu terdengar sorak-sorai membahana
mengguncangkan langit dan bumi ketika pasukan berkuda
dan panah tiba di dekat mereka. Jumlah mereka banyak
sekali sehingga debu mengepul tinggi mengaburkan
pandangan. Suara sorak-sorai peperangan membuat nyali
mereka tergetar juga meskipun mereka semua sebenarnya
adalah pendekar tangguh yang tidak takut mati.
"Kita harus bertarung mati-matian jika ingin keluar
hidup-hidup dari sini" kata Cen Hua sambil menatap ke arah
para penyerbu yang maju dengan ganasnya itu.
"Cen Hua, keselamatan Jien Pang-cu adalah yang
utama. Engkau dan lainnya masuk dulu ke jalan rahasia.
Aku dan Chen Yung akan menghadang mereka" kata Chang
Ye Ping dengan gagah.
"Saudara Chang, mari kita beri pelajaran para
cecunguk kerajaan itu" kata Chen Yung tidak kalah
gagahnya.
"Paman berdua, jaga diri kalian baik-baik" kata Cen
Hua sambil menjura dengan hormat kemudian berlalu- 489 bersama Yung Lang dan lainnya ke arah gedung utama
tempat jalan rahasia berada.
Chang Ye Ping dan Chen Yung maju bersamaan
menghadang laju pasukan berkuda dan pasukan panah.
Pedang dan golok mereka berpadu menebas kaki-kaki kuda
sehingga pasukan berkuda menjadi kacau balau jatuh
bergelimpangan. Jerit kematian para prajurit berkuda
membubung ke langit ketika tubuh mereka terinjak-injak
kuda teman mereka sendiri yang berlari kencang datang dari
arah belakang. Ringkikan kesakitan kuda-kuda yang
kehilangan kaki mereka membuat suasana semakin
mengerikan. Darah membanjir kemana-mana setiap kali
pedang Chang Ye Ping dan golok cincin Chen Yung
berkelebat. Para komandan pasukan panah segera berteriak
memberikan perintah agar prajurit panah melepaskan anak
panah mereka. Sekitar lima puluh prajurit langsung
berjongkok sambil mengambil anak panah dan menarik
busur mereka. Mereka segera membidik Chang Ye Ping dan
Chen Yung yang masih sibuk bertarung dengan pasukan
berkuda. Dalam satu kali jepretan, lima puluh anak panah
segera meluncur tanpa ampun ke arah dua pendekar setia
Tien Lung Men itu bagaikan malaikat pencabut nyawa.
Chen Yung masih sempat memutar Golok Harimau
Terbangnya untuk menangkis hujan panah yang datang
dengan derasnya itu, tapi Chang Ye Ping sedikit terlambat
karena masih melayani dua prajurit berkuda. Chang Ye Ping
mengerang kesakitan ketika dua anak panah menancap di- 490 perutnya. Ia terhuyung mundur sambil memutar pedangnya
dengan sembarangan. Dua prajurit berkuda yang tadi
mengeroyoknya segera mengambil kesempatan ini dan
menusukkan tombak mereka. Chang Ye Ping tidak sempat
lagi menjerit ketika dada tertusuk dua mata tombak
berbarengan, la tewas seketika dan tubuhnya diseret dua
prajurit berkuda itu dengan tombak mereka sebelum
kemudian dilemparkan ke dalam kobaran api yang
membara.
"Chang-siung (saudara Chang)!" teriak Chen Yung
dengan sedih sekali. Ia dan Chang Ye Ping serta Hu Sang
sudah berteman puluhan tahun dan bersama-sama menjaga
gerbang utama Tien Lung Men. Kini sahabatnya itu mati
mengenaskan di depan matanya sendiri, siapakah yang tidak
akan bersedih mengalami hal demikian.
"Kalian akan membayar kematian Chang-siung
dengan nyawa kalian!" bentak Chen Yung dengan marah
sekali.
Golok Harimau Terbang berdesing di udara dan
langsung menebas tubuh dua orang prajurit berkuda tadi
menjadi dua bagian. Mereka langsung tumbang tanpa
sempat memberikan perlawanan lagi. Tidak puas hanya di
situ, Chen Yung langsung berbalik dan melompat menyerbu
ke arah pasukan pemanah. Golok cincinnya sampai bergetar
keras menahan hawa tenaga Chen Yung yang disalurkan
sekuat tenaga itu. Para prajurit panah menjadi gugup dan
ketakutan melihat wajah dan sikap Chen Yung yang amat- 491 marah itu seakan-akan melihat wajah raja neraka saja
layaknya. Mereka menjadi lupa untuk menarik busurnya
membidik lawan.
"Matilah kalian!" teriak Chen Yung sambil bersiap
menebas.
Ia benar-benar marah atas kematian Chang Ye Ping
dan bersiap membalaskan dendam sahabat baiknya itu.
"Ajalmulah yang sudah tiba"
Sebuah bayangan putih berkelebat dengan cepat
sekali menubruk tubuh Chen Yung yang sedang melayang
di udara itu. Desingan logam beradu membelah udara
disusul tubuh Chen Yung yang sudah terpisah dua jatuh
berdebam ke tanah. Para prajurit langsung menjauh
ketakutan melihat mayat Chen Yung yang masih melotot
tidak terima atas kematiannya yang begitu cepat dan
mengenaskan itu!
"Anjing buduk hendak melawan naga, cih" ejek Huo
Cin sambil menyarungkan kembali Pedang Bulan Peraknya
yang baru saja meminta nyawa Chen Yung itu.
"Kasim Huo, ilmu dan kepandaian anda memang
tidak ada tandingannya" kata Huang Ding Siang yang
datang mendekat sambil menunggang kuda.
"Anda terlalu berlebihan Penyelia Huang. Seorang
anjing seperti dia memang tidak pantas menjadi lawanku"- 492 kata Huo Cin sambil tersenyum mengejek ke arah mayat
Chen Yung.
"Tampaknya rencana kita kali ini berjalan baik sekali.
Markas Tien Lung Men berhasil kita kuasai dalam
pertempuran ini, Yang Mulia Kaisar pasti akan gembira
sekali" kata Huang Ding Siang dengan muka cerah. Ia sama
sekali tidak bersedih melihat begitu banyak prajurit kerajaan
dan pengikut Tien Lung Men yang bergelimpangan menjadi
mayat di sekitarnya. Ia lebih mementingkan penghargaan
dari Kaisar daripada memikirkan pengorbanan ribuan
nyawa yang terjadi dari pertempuran memperebutkan
markas Tien Lung Men itu.
"Jangan bersenang dulu. Kita masih belum menguasai
markas ini sepenuhnya" kata Huo Cin sambil menunjuk ke
arah bagian belakang markas yang masih berkobar dengan
pertempuran dengan sengit.
Di bagian belakang markas memang tengah terjadi
pertempuran sengit antara pasukan kerajaan dengan
pengikut Tien Lung Men yang dikepalai oleh Song Wei
Hao. Pasukan kerajaan memang menang jumlah tapi Song
Wei Hao yang kaya pengalaman perang mampu mengatur
barisan dengan lebih baik apalagi ia dibantu para pendekar
Tien Lung Men. Song Wei Hao mengatur barisan sambil
mundur teratur sehingga mereka dapat menghindarkan
kerugian di pihak mereka sesedikit mungkin.- 493 Wen Shi Mei, Hu Sang, keempat putri Yao, Ma Han
Jiang, Xiahou Yuan, Gao Guen, He Ta Fu, He Siao Fu
dibantu oleh Han Cia Sing berusaha mundur mencari jalan
menuju gedung utama. Mereka semua kecuali Han Cia Sing
sudah terluka dalam dan tidak bisa bertarung dengan
kekuatan penuh lagi sehingga amat berbahaya jika harus
menghadapi serbuan pasukan kerajaan sekaligus. Belum
lagi Wen Yang dan para pengikutnya terus menekan mereka
agar tidak bisa meloloskan diri.
"Semua mundur ke gedung utama!" seru Song Wei
Hao memberikan perintah kepada anak buah Tien Lung
Men. Serentak anak buah Tien Lung Men yang tersisa
langsung melangkah mundur ke arah gedung utama.
Pasukan panah berjalan paling belakang sambil terus
memanahi musuh untuk melindungi teman-teman mereka.
Siasat ini cukup berhasil menahan laju serangan pasukan
kerajaan sehingga tidak dapat mendekati mereka. Tapi para
pendekar tangguh seperti Ma Pei dan Shi Chang Sin sama
sekali tidak terpengaruh oleh serangan panah ini dan tetap
terus merangsek maju sehingga merepotkan sekali.
"Kalian para pengecut hendak lari kemanakah?
Serahkan Jien Wei Cen kepada kami dan mungkin akan
kuampuni nyawa anjing kalian!" bentak Wen Yang dengan
sombong sekali karena merasa di atas angin.- 494 "Kurang ajar! Berani sekali engkau menghina Tien
Lung Men!" maki Wen Shi Mei meskipun ia telah terluka
dalam cukup parah.
"Haahahhaha! Kalian semua akan mampus hari ini,
mengapa aku harus takut?" ejek Wen Yang sambil terus
memerintahkan prajurit kerajaan dan anak buah Ceng Lu
Hui mengepung.
Mereka sudah dekat sekali dengan gedung utama
ketika tiba-tiba dari arah lainnya tampak ratusan prajurit
kerajaan datang menyerang mereka sambil berteriak-teriak
penuh kemenangan. Song Wei Hao terkejut sekali melihat
hal ini karena mereka sekarang benar-benar terkepung rapat.
Mereka kini harus bertempur mati-matian jika ingin
mencapai jalan rahasia yang ada di dalam gedung utama.
Kekuatan dan daya tahan mereka semua sudah hampir
mencapai batasnya setelah bertempur terus sehari penuh.
Sanggupkah mereka bertahan terhadap gempuran lawan
dalam keadaan seperti ini?
Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Di antara asap dan debu yang mengepul mengaburkan
pandangan, tampak kasim Huo Cin dan Penyelia Militer
Huang Ding Siang tengah mengamati pertempuran dari atas
kuda mereka di kejauhan. Huo Cin tampak tersenyum sinis
melihat musuh-musuhnya terkepung rapat dan tidak ada
jalan keluar lagi bagaikan tikus terjebak. Hati Song Wei Hao
menggelegak penuh amarah menyaksikan tingkah laku Huo
Cin yang memuakkan itu. Ingin sekali rasanya ia maju
menyerang dan bertarung sampai mati dengan Huo Cin, tapi- 495 pikiran jernihnya menyadarkan bahwa ia masih punya tugas
yang lebih penting yaitu menyelamatkan sisa-sisa pengikut
Tien Lung Men untuk membalas budi kepada Jien Wei Cen.
Tepat saat mereka sedang terkepung rapat seperti itu,
tiba-tiba terdengar ledakan keras disertai kobaran api
membubung tinggi di dekat gedung utama. Puluhan prajurit
kerajaan yang berada dekat sana tampak berteriak-teriak
kesakitan minta tolong karena api menjilat badan mereka.
Barisan pengepung menjadi kacau balau sehingga terbuka
celah bagi rombongan Tien Lung Men untuk keluar dari
kepungan. Song Wei Hao segera berteriak mengatur barisan
agar menembus celah itu menuju ke gedung utama.
Beberapa ledakan dan kobaran api masih terdengar lagi
setelah itu. Korban pasukan kerajaan yang berjatuhan
semakin banyak sehingga Song Wei Hao bisa memimpin
menembus kepungan dengan lebih mudah. Kini mereka
semakin dekat dengan gedung utama hanya berjarak kurang
dari sepuluh langkah saja dan dapat melihat apa yang terjadi
di sana.
Puluhan prajurit yang memakai topeng hitam dan
membawa sumbu yang menyala tampak tengah menyulut
puluhan kendi kecil berisi minyak kemudian
melemparkannya ke arah para prajurit kerajaan. Rangkaian
kendi kecil berisi minyak itu diikat setiap sepuluh kendi
sehingga ketika dibakar dan dilemparkan akan meledak dan
membakar apapun yang ada dalam jarak sepuluh langkah.
Song Wei Hao merasa heran melihat prajurit bertopeng yang- 496 menolong mereka itu dan bertanya-tanya dalam hatinya
siapakah mereka gerangan.
"Jenderal Song, jangan khawatir. Mereka adalah
teman-teman kita, anak buah Huo Wang-ye (Pangeran Huo),
pasukan berani mati yang datang menolong kita" kata
Xiahou Yuan di dekat Song Wei Hao agar tidak terdengar
oleh lainnya.
"Huo Wang-ye?" tanya Song Wei Hao tidak percaya.
"Benar, Huo Wang-ye juga yang memintaku datang
kemari untuk membantu Tien Lung Men dan
menyelamatkan keturunan Jenderal Han Kuo Li" jawab
Xiahou Yuan sambil mengangguk.
"Baiklah, kedatangan mereka tepat sekali waktunya"
kata Song Wei Hao sambil tersenyum kepada Xiahou Yuan.
Bantuan sekecil apapun akan amat berarti dalam situasi
seperti sekarang ini.
"Semuanya masuk ke dalam gedung!" seru Song Wei
Hao memberikan perintah sambil mengacungkan pedang
kembarnya.
"Pasukan panah, tembak mereka!" teriak Huang Ding
Siang ketika melihat buruannya hendak meloloskan diri.
Ratusan anak panah beterbangan menyerbu
rombongan Song Wei Hao bagaikan hujan. Para pendekar
yang masih cukup kuat seperti He Ta Fu, He Siao Fu
ataupun Han Cia Sing langsung maju menyambut hujan- 497 panah ini untuk melindungi teman-teman mereka. Meskipun
demikian, tetap saja beberapa anak panah berhasil
menembus tangkisan mereka dan melukai anak buah Tien
Lung Men. Kini semakin banyak dari mereka yang cedera
sehingga makin melemahkan pertahanan terhadap
gempuran pasukan kerajaan yang terus menekan mereka.
"Pasukan api, ikuti aku!" teriak Song Wei Hao kepada
para prajurit bertopeng sambil menyerbu ke arah pasukan
panah.
Segera saja puluhan prajurit bawahan Huo Wang-ye
itu maju bersama-sama Song Wei Hao menyerbu ke arah
pasukan panah. Mereka benar-benar pasukan berani mati
yang tidak takut apapun sehingga tanpa takut menyerbu
hujan panah pasukan kerajaan. Beberapa di antara mereka
terpanah tapi segera membalas dengan melemparkan kendi
minyak ke arah pasukan kerajaan yang langsung berubah
menjadi bola api menerangi halaman markas yang sudah
mulai gelap itu. Barisan pemanah menjadi kacau balau tidak
karuan karena serangan nekad ini. Banyak di antara prajurit
yang menjerit-jerit minta tolong sambil bergulingan di tanah
berusaha memadamkan api yang membakar tubuh mereka.
Song Wei Hao memutar kedua pedang kembarnya
membuka jalan melewati pasukan pemanah dan terus maju
menyerang ke arah Huang Ding Siang dan Huo Cin.
Tindakannya ini sepintas tampak nekad dan putus asa tapi
sebenarnya ia sudah mempunyai rencana dalam pikirannya.
Pedang kembarnya mengarah kepada dada Huang Ding- 498 Siang, bersiap memberikan tikaman mematikan. Huang
Ding Sing hanya bisa terkaget-kaget melihat serangan
mendadak ini tanpa sempat berbuat apa-apa. Untunglah Huo
Cin segera turun tangan bertindak cepat menangkis serangan
Song Wei Hao tepat sebelum Huang Ding Siang tertikam
pedang kembar itu.
"Pengkhianat keji!" bentak Song Wei Hao dengan
marah sambil memutar pedang kembarnya bersiap menusuk
kedua lengan Huo Cin dari samping.
"Engkaulah yang memberontak kepada kerajaan!
bentak Huo Cin membalas teriakan Song Wei Hao sambil
mencabut Pedang Bulan Perak miliknya. Ia bermaksud
menangkis serangan Song Wei Hao itu dengan pedang
saktinya.
Song Wei Hao menarik kedua pedangnya tepat pada
saat terakhir sehingga mengagetkan Huo Cin. Tangkisan
Pedang Bulan Perak hanya mengenai angin saja karena
serangan Song Wei Hao berubah arah. Kedua pedang
kembar itu ditebaskan ke arah kepala kuda yang ditunggangi
oleh Huo Cin. Kuda malang itu meringkik keras sebelum
jatuh ke tanah dengan kepala terpisah dari badannya. Huo
Cin ikut jatuh bergulingan ke tanah karena tidak siap dengan
serangan ini.
"Pasukan api!" teriak Song Wei Hao sambil
mengacungkan pedangnya ke arah Huo Cin.- 499 Pasukan api segera mengerti maksud perintah Song
Wei Hao dan melemparkan puluhan ikat kendi kecil berisi
minyak dengan sumbu menyala. Huo Cin masih sempat
menangkis kendi-kendi yang dilemparkan ke arahnya tapi
tebasan pedangnya malah memecahkan kendi-kendi itu dan
menumpahkan minyak yang ada di dalamnya. Baju kain
sutra putih Huo Cin menjadi berlumuran minyak akibatnya.
Keadaan ini sungguh berbahaya bagi Huo Cin karena
beberapa sumbu yang menyala mulai membakar kendi
minyak dan meledakkannya. Ilmu Pedang Penakluk Iblis
mungkin hebat tapi tidak mungkin menangkis percikan api
yang menjalar kemana-mana itu. Pakaian Huo Cin akhirnya
ikut terbakar pula dengan hebatnya karena sudah
berlumuran minyak. Huo Cin hanya bisa berteriak-teriak
minta tolong sambil bergulingan di tanah berusaha
memadamkan api yang membakar tubuhnya itu.
"Pasukan api, serang satunya lagi!" teriak Song Wei
Hao sambil menunjuk ke arah Huang Ding Siang yang
masih terkaget-kaget melihat Huo Cin tengah berusaha
memadamkan api yang membakar tubuhnya.
Kini giliran Huang Ding Siang yang menjadi sasaran
lemparan kendi berisi minyak dan sumbu menyala. Kasihan
sekali Huang Ding Siang karena tidak bisa ilmu silat
sehingga tidak bisa mengelak atau mempertahankan dirinya
sebaik Huo Cin. Puluhan ikat kendi mengenai badan dan
kuda yang ditungganginya kemudian segera menyala
dengan hebatnya.- 500 Huang Ding Siang berteriak-teriak kesakitan dan
bergulingan di tanah bersama kudanya yang ikut terbakar.
Para prajurit dan pengikut partai lain yang tadinya
mengepung rapat anak buah Tien Lung Men yang tersisa
kini menjadi terpecah perhatiannya. Sebagian besar dari
mereka berusaha ikut menolong Huo Cin dan Huang Ding
Siang yang tubuhnya tengah terbakar oleh api. Kepungan
menjadi longgar dan pengikut Tien Lung Men bisa mundur
ke arah gedung utama dengan lebih mudah. Song Wei Hao
sendiri sebenarnya ingin menghabisi kasim pengkhianat
Huo Cin dengan tangannya sendiri, tapi sayang belum
sempat ia melakukan niatnya itu, Chang Bai sudah datang
menghadang dengan Liu Suang Hong Chuen (Enam Pasang
Tinju Merah). Terpaksa Song Wei Hao mundur dan
bergabung masuk ke dalam gedung utama.
Sementara itu Wen Yang berteriak-teriak
memerintahkan para prajurit agar membantu memadamkan
api yang tengah menjilati tubuh kakaknya itu. Beberapa
orang prajurit membawa kain tebal dan berusaha menutup
tubuh Huo Cin untuk mematikan api yang membakar
pakaiannya. Usaha itu akhirnya berhasil juga meskipun Huo
Cin menderita luka bakar cukup parah pada lengan dan
bahunya.
Huang Ding Siang bernasib lebih buruk daripada Huo
Cin karena minyak dan api yang mengenai dirinya jauh lebih
banyak sehingga ia terbakar lebih hebat. Teriakan
kesakitannya makin lama makin lemah sampai akhirnya tak- 501 terdengar lagi dan tubuhnya yang semula bergulingan di
tanah kini diam tak bergerak. Bau gosong memualkan
memenuhi udara ketika api terus membakar sisa-sisa tubuh
Huang Ding Siang hingga hangus habis.
"Kurang ajar kau Song Wei Hao!" teriak Huo Cin
penuh dendam ketika akhirnya ia bisa menguasai diri lagi.
Wen Yang membantu kakaknya itu bangkit berdiri.
Pakaian sutra putihnya sudah compang-camping tidak
karuan sehingga Huo Cin nyaris bertelanjang dada.
Beberapa prajurit kerajaan segera membawakan mantel
tebal untuk menutupi badan kasim Huo Cin namun mereka
segera menjadi sasaran kemarahan kasim kejam itu. Pedang
Bulan Perak berdesing kencang dan kepala para prajurit
malang itu pun menggelinding di tanah.
"Perintahku! Bunuh semua pengikut Tien Lung Men
tanpa tersisa!" teriak Huo Cin dengan marah sekali sambil
mengangkat pedangnya tinggi-tinggi.
Saat itu semua pengikut Tien Lung Men dan para
pendekarnya sudah masuk ke gedung utama dan mengunci
pintunya dengan palang rapat-rapat. Para prajurit berusaha
keras mendobrak pintu kayu tebal itu namun sia-sia saja.
Akhirnya Feng Ming memerintahkan mereka semua untuk
minggir dan hanya dengan satu tebasan saja, pintu kayu
tebal itu langsung terbelah menjadi dua. Semula Feng Ming
ingin langsung masuk menyerbu, tapi kemudian
perasaannya mengatakan ada sesuatu yang tidak beres. Ia- 502 mencium bau minyak yang begitu menyengat sehingga ia
langsung melompat mundur.
"Awas jebakan!" teriak Feng Ming memberikan
peringatan kepada lainnya.
Perasaan Feng Ming itu benar sekali karena ternyata
para prajurit bawahan Huo Wang-ye sudah memasang
ratusan kendi minyak bersumbu yang dikaitkan ke palang
pintu. Begitu palang pintu terlepas maka kendi-kendi
minyak itu langsung jatuh ke lantai dan terbakar. Ratusan
kendi yang terbakar bersamaan itu menyebabkan ledakan
hebat yang langsung menghancurkan gedung utama hingga
berkeping-keping!
Semua prajurit yang berada terlalu dekat dengan
gedung utama langsung tewas seketika dengan tubuh
hangus. Sementara yang berdiri agak jauh terlempar dengan
tubuh terbakar, berteriak-teriak kesakitan dan bergulingan di
tanah berusaha memadamkan api yang menjilati tubuh
mereka. Suasana benar-benar kacau balau tidak karuan
karena banyak sekali prajurit dan pengikut partai yang
terluka dan terbakar. Huo Cin dan Wen Yang hanya bisa
memandangi keadaan itu dengan marah sekali.
"Song Wei Hao! Kau akan kucincang dan kujadikan
makanan anjing!" teriak Huo Cin dengan geram sekali untuk
melampiaskan kemarahannya.- 503 37. Mayat Hidup
"Paman Song, semua teman kita sudah melewati
pintu rahasia" kata Han Cia Sing setelah ia dan Yung Lang
melewati pintu batu yang merupakan jalan rahasia menuju
keluar dari gedung utama Tien Lung Men.
"Baiklah jika demikian, kalian berdua keluar saja
dulu. Biar aku menemani Ketua Barat menutup jalan ini
untuk selamanya agar pasukan kerajaan tidak bisa mengejar
kita lagi" kata Song Wei Hao.
"Paman Song, aku jalan dulu" kata Han Cia Sing
sambil menjura.
"Jenderal Song, aku juga jalan dulu" kata Yung Lang
sambil menjura juga dan kemudian berjalan mengikuti Han
Cia Sing yang membawa obor untuk menerangi lorong jalan
rahasia yang lembab dan gelap itu.
"Ketua Barat, engkau lebih mengerti mengenai cara
untuk menutup jalan ini. Kuserahkan hal ini kepadamu" kata
Song Wei Hao kepada Wen Shi Mei.
"Terima kasih Jenderal Song. Anda dan teman-teman
anda telah menolong banyak nyawa Tien Lung Men, aku
tidak akan melupakan hutang budi ini. Entah kapan aku bisa
membalasnya kepada anda" kata Wen Shi Mei sambil
menjura kepada Song Wei Hao.- 504 "Anda terlalu sungkan. Aku dan Han Cia Pao yang
telah melibatkan Tien Lung Men hingga seperti ini. Aku
merasa bersalah sekali. Sudah seharusnya aku bertempur
demi Tien Lung Men" kata Song Wei Hao merendah.
"Baiklah sekarang kita tutup jalan rahasia ini agar
mereka tidak bisa lagi mengejar kita" kata Wen Shi Mei
sambil berjalan ke sebuah tonjolan batu yang besar.
Wen Shi Mei meraba-raba pinggiran batu itu dan
menemukan sebuah permukaan yang halus seperti digosok.
Wen Shi Mei mengerahkan seluruh tenaga dalamnya dan
Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memukul pinggiran batu yang halus itu dengan segenap
tenaga. Batu yang menonjol itu langsung melesak ke
samping dan seluruh ruangan jalan rahasia itu terasa
bergoyang seperti terjadi gempa.
"Jenderal Song kita harus secepatnya meninggalkan
tempat ini" kata Wen Shi Mei sambil mengajak Song Wei
Hao berlari meninggalkan tempat itu.
Tempat mereka berdiri tadi terguncang dengan keras.
Batu-batu besar runtuh dari atas menutupi jalan yang
menghubungkan jalan rahasia dengan pintu keluar. Debu
dan pasir mengepul menutupi pandangan. Wen Shi Mei dan
Song Wei Hao terus berlari sampai mereka tiba di tempat
yang lebih tenang dan aman. Tanah tempat mereka berpijak
sudah tidak berguncang lagi sehingga mereka kini bisa
berjalan dengan lebih santai. Setelah berjalan beberapa
lama, tampak Han Cia Sing dan Yung Lang tengah berdiri- 505 di ujung sebuah belokan menunggu kedatangan mereka
berdua. Wajah Han Cia Sing langsung berubah lega sekali
ketika melihat kedatangan Song Wei Hao.
"Paman Song, aku senang engkau baik-baik saja"
kata Han Cia Sing tidak dapat menyembunyikan
kelegaannya.
"Cia Sing, kita harus segera keluar dari tempat ini.
Semoga saja kita dapat mencapai kota terdekat sebelum hari
terang sehingga kita dapat menyamarkan diri sebelum
pasukan kerajaan mencari-cari kita" kata Song Wei Hao
sambil terus berjalan di lorong rahasia itu.
"Jenderal Song, apakah menurut anda mereka masih
akan mengejar kita?" tanya Yung Lang.
"Benar, mereka tidak akan begitu saja menyerah
karena itu kita harus tetap siaga dan meneruskan perjalanan
ini sampai di tempat aman" kata Song Wei Hao sambil
mengangkat obor I tinggi-tinggi untuk menerangi jalan.
"Ujung jalan rahasia sudah terlihat. Mari kita harus
segera bergabung dengan rekan-rekan kita yang lain" ajak
Song Wei Hao sambil mempercepat langkahnya menuju
ujung jalan keluar. Han Cia Sing dapat merasakan desiran
angin segar berhembus dari arah jalan keluar. Udara luar
yang segar memang jauh berbeda sekali dengan udara di
dalam lorong rahasia yang pengap dan lembab. Ketika
akhirnya mereka sampai di pintu keluar, Han Cia Sing dapat
melihat mereka sudah berada di tengah hutan lebat yang- 506 terletak di belakang bukit sebelah timur Tien Lung Men.
Angin malam yang dingin berhembus kencang dari arah
perbukitan sehingga menambah dingin suasana. Bintangbintang di langit malam bersinar terang meskipun bulan
tidak kelihatan. Di kejauhan tampak cahaya merah berkobar
menandakan markas Tien Lung Men sedang terbakar hebat.
Ratusan titik terang di kejauhan menunjukkan letak dan
pergerakan pasukan kerajaan yang sedang mengepung
markas Tien Lung Men. Wen Shi Mei menghela napas
panjang melihat hal yang amat memilukan hatinya itu.
Lin Tung dan lainnya tampak sedang menunggu
mereka sambil bersembunyi di semak-semak. Obor-obor
mereka sengaja dipadamkan agar tidak terlihat oleh musuh.
Han Cia Sing melihat anak buah Tien Lung Men yang tersisa
dengan perasaan sedih. Seribu pendekar kini hanya tersisa
tidak lebih dari lima puluh orang ditambah pelayan dan para
dayang. Kegagahan dan keperkasaan Tien Lung Men selama
puluhan tahun dapat hancur lenyap dalam sekejap mata saja.
Kini yang tersisa hanya wajah-wajah lelah dan kalah di balik
kerimbunan semak belukar dan rumpun bambu.
"Cia Sing, Yung Lang aku senang kalian baik-baik
saja" kata Lin Tung menyambut kedua sahabatnya itu.
"Kami berhasil selamat" kata Han Cia Sing singkat saja.
"Aku tadi sudah cemas sekali menunggu ia di depan
pintu rahasia. Ia tidak mau meninggalkan markas Tien Lung- 507 Men sebelum semuanya keluar" kata Yung Lang sambil
memandang Han Cia Sing dengan sebal.
"Aku hanya tidak ingin ada yang tertinggal di sana"
kata Han Cia Sing dengan perasaan tidak enak karena dilirik
oleh Yung Lang.
"Ya sudahlah, aku tidak marah kepadamu. Hanya saja
tadi itu suasana begitu menegangkan sementara kamu tidak
mau pergi juga. Jika terjadi apa-apa padamu, apa yang harus
kukatakan pada Ma Xia dan Wongguo Yuan" kata Yung
Lang setengah bercanda sambil melirik ke arah Lin Tung.
"Ssst, jangan keras-keras bicaranya" kata Han Cia
Sing kesal sambil menyikut perut Yung Lang.
"Aduh, sakit sekali. Kau ini belum sadar juga kalau
tenaga dalammu itu hebat sekali. Tulang rusukku bisa patah
karena sikutanmu" kata Yung Lang setengah berteriak
karena kesakitan.
"Sudahlah kalian berdua jangan bertengkar terus.
Lihatlah banyak saudara Tien Lung Men yang terluka,
mungkin lebih baik jika kalian berdua membantu merawat
luka-luka mereka" kata Lin Tung mencoba menyadarkan
Yung Lang dan Han Cia Sing akan keadaan di sekitar
mereka.
"Lin Tung, kau benar. Cia Sing, temui Ma Xia dan
Wongguo Yuan terlebih dulu. Mereka amat mengkhawatirkanmu" kata Yung Lang sambil terkikik kecil dan melompat- 508 pergi sebelum Han Cia Sing sebelum sempat berbuat apaapa terhadap sahabatnya yang konyol itu. Meskipun agak
marah dan sebal terhadap Yung Lang, Han Cia Sing
akhimya berjalan juga ke arah Ma Xia dan Wongguo Yuan
duduk dan merawat anak buah Tien Lung Men yang sedang
terluka. Wongguo Luo juga sedang duduk menyalurkan
tenaga dalamnya kepada Ce Ke Fu yang masih tampak
belum mampu mengeluarkan seluruh Racun Pasir Emas
yang ada dalam tubuhnya. Di sebelah Wongguo Luo tampak
kakaknya Han Cia Pao tengah berselimut tebal dan dipeluk
erat-erat oleh Ye Ing yang menatap langit dengan pandangan
kosong.
"Paman Wongguo, bagaimana keadaan paman Ce Ke
Fu?" tanya Han Cia Sing perlahan takut mengganggu
Wongguo Luo yang tengah memusatkan perhatiannya
menyalurkan tenaga dalam kepada Ce Ke Fu.
"Ia tadi terlalu memaksakan diri berjalan sendiri
sehingga racun yang tersisa dalam tubuhnya bereaksi
kembali" kata Wongguo Luo menjelaskan.
"Apakah keadaannya berbahaya?" tanya Han Cia
Sing dengan cemas.
"Aku akan berusaha memaksa keluar sisa racun yang
ada semoga dapat menyembuhkannya" jawab Wongguo
Luo. Han Cia Sing tidak mengganggu lagi Wongguo Luo
yang sedang memusatkan tenaga dalamnya untuk mengusir- 509 racun dalam tubuh Ce Ke Fu. Ia memilih untuk bergabung
dengan Song Wei Hao yang sedang merencanakan
perjalanan mereka selanjutnya menjauhkan diri dari markas
Tien Lung Men yang sedang terbakar itu. Perjalanan mereka
harus bisa selesai dalam waktu semalam untuk mencari
tempat aman agar dapat menghindari kejaran pasukan
kerajaan. Hal ini tentu tidak mudah mengingat banyak sekali
yang terluka, termasuk Jien Wei Cen yang terluka parah.
"Jenderal Song, Huo Wang-ye sudah menunggu di
tepian sungai You bersama beberapa kapal yang disamarkan
sebagai kapal pedagang. Kita harus segera sampai di sana
sebelum fajar tiba. Kegelapan malam akan membantu kita
melarikan diri dari kejaran" saran Xiahou Yuan kepada
Song Wei Hao. Ma Han Jiang mengangguk membenarkan.
"Kami dan pasukan berani mati semua turun di daerah
tepian sungai You. Kita harus segera bergabung kembali
dengan Huo Wang-ye dan mempersiapkan rencana
selanjutnya" kata Ma Han Jiang berusaha menghapus
keraguan Song Wei Hao.
"Tapi jarak dari sini ke tepian sungai sekitar sepuluh
li. Anggota kita banyak yang terluka dan tidak bisa berjalan
cepat. Kemungkinan ketahuan pasukan kerajaan akan
semakin besar jika kita tidak bisa berjalan cepat sampai di
tepi sungai You sebelum fajar" kata Song Wei Hao sedikit
ragu-ragu.- 510 "Jenderal Song, aku mempunyai saran" kata
pimpinan pasukan berani mati yang bernama Cheng Hung
sambil menjura dengan hormat.
"Katakan saja" kata Song Wei Hao mempersilakan.
"Jumlah pasukanku masih ada sekitar tiga puluh
orang. Mereka semua kuat dan mahir berlari cepat sambil
menggendong orang. Aku menyarankan agar yang terluka
dan tidak mampu berjalan cepat agar digendong saja oleh
pasukanku. Kita akan tiba di tepi sungai sebelum fajar" kata
Cheng Hung menjelaskan rencananya.
"Baiklah, tampaknya itu pilihan terbaik kita sekarang.
Kita harus segera memberitahu yang lain dan berangkat
secepatnya" kata Song Wei Hao memberikan perintah.
Segera saja semua pasukan segera menyebar dan
mencari mereka yang terluka dan lemah untuk digendong
sepanjang perjalanan. Han Cia Sing, Yung Lang dan Lin
Tung sebenarnya ingin ikut membantu menggendong tapi
dicegah oleh Song Wei Hao. Kemampuan ilmu silat mereka
dianggap lebih baik untuk melindungi perjalanan
rombongan daripada hanya sekedar menggendong mereka
yang terluka. Akhirnya rombongan itu mulai berjalan
dengan senyap menerobos semak belukar menuju tepian
sungai You. Ma Han Jiang, Xiahou Yuan dan Song Wei Hao
berada di barisan depan membuka jalan. Yao Chuen
sebenarnya ingin sekali dapat berjalan bersama dengan Ma
Han Jiang, tapi ia merasa urusan pribadinya harus disimpan- 511 dulu dan menunggu keadaan lebih aman dan tenang. Han
Cia Sing dan teman-temannya mendapat tugas berjalan
paling belakang sebagai pelindung.
Mereka baru berjalan kira-kira satu li ketika terdengar
suara adu pedang di kejauhan. Song Wei Hao segera
memberikan tanda agar semua diam dan menunduk. Ia dan
Xiahou Yuan berjalan mengendap-endap melewati semak
belukar untuk melihat apakah yang sedang terjadi di depan.
Hati Song Wei Hao sudah cemas saja memikirkan jalur
perjalanan mereka sudah diketahui oleh musuh. Ia
mengintip dengan hati-hati sekali dari balik kerimbunan
semak belukar untuk melihat siapa yang sedang bertarung.
"Jien Jing Hui dan Yang Ren Fang?" kata Song Wei
Hao dengan menahan kekagetannya agar tidak menimbulkan suara yang mencurigakan.
"Jien Jing Hui? Apakah yang sedang bertarung itu
putri dan menantu Jien Wei Cen?" tanya Xiahou Yuan
keheranan sambil memandang dua orang yang sedang
bertarung pedang dengan sengit sekali di sebuah tanah
lapang kecil di depan mereka.
Saat itu memang Jien Jing Hui dan Wen Fang tengah
bertarung mati-matian. Mereka sudah bertarung lebih dari
dua ribu jurus mulai pagi hari tadi di markas Tien Lung Men
hingga malam ini dan sudah mengerahkan hampir seluruh
kekuatan mereka. Pakaian mereka sudah basah kuyup oleh
keringat namun Jien Jing Hui masih tetap memaksa- 512 melanjutkan pertarungan. Sebenarnya ilmu Wen Fang masih
di atas Jien Jing Hui, tapi karena ia bertarung setengah hati
maka pertarungan mereka berlangsung seimbang tanpa ada
keputusan menang kalah. Wen Fang berharap ia dapat
membuat Jien Jing Hui kelelahan sehingga ia dapat
menangkapnya tanpa melukai. Siapa sangka dendam dalam
hati Jien Jing Hui begitu membara sehingga ia bertarung
bagaikan kesetanan saja.
"Istriku sudahlah. Aku mengaku salah kepadamu,
biarlah kita meninggalkan dunia persilatan dan segala
keruwetan ini. Kita akan pergi ke daerah terpencil dan hidup
bahagia dengan Hong-er bersama-sama sampai akhir hayat
kita" kata Wen Fang mencoba membujuk Jien Jing Hui.
"Dasar pengkhianat busuk! Kau berkhianat pada Tien
Lung Men dan sekarang hendak meminta aku berkhianat
juga terhadap ayahku?! Wen Fang, aku tidak tahu mengapa
aku dulu bisa jatuh hati terhadapmu tapi sekarang aku benarbenar dapat melihat siapa dirimu sesungguhnya. Aku tidak
akan tenang sebelum memenggal kepalamu dan
mempersembahkan kepada ayahku!" maki Jien Jing Hui
dengan geram sekali.
Pedang di tangan Jien Jing Hui berkelebat cepat
memainkan jurus-jurus Tien Lung Cien (Pedang Naga
Langit) menyerang semua bagian penting di tubuh Wen
Fang. Jurus-jurus yang dimainkan begitu kejam dan ganas
karena Jien Jing Hui memang berniat mencabut nyawa Wen
Fang. Untunglah dulu ilmu pedang itu diciptakan bersama-- 513 sama dengan Wen Fang sehingga ia bisa tahu arah setiap
serangan, kelemahan dan kelebihan tiap-tiap jurus.
Wen Fang berkelit dan menangkis setiap serangan
yang datang dengan pedangnya sendiri. Ia dapat merasakan
tenaga Jien Jing Hui semakin melemah dalam setiap
serangannya pertanda tenaga dalamnya sudah berkurang
banyak. Wen Fang sengaja mengulur waktu dan melompat
kesana-kemari menghindari tusukan pedang Jien Jing Hui
dengan harapan dapat menguras tenaga lawan lebih banyak
lagi. Sebaliknya Jien Jing Hui semakin geram dan marah
karena sedari tadi pagi ia tidak dapat melukai Wen Fang
sama sekali. Bahkan pedangnya sama sekali tidak dapat
menyerempet tubuh Wen Fang sehingga ia makin penasaran
sekali.
Pedang beradu pedang memercikkan bunga api
menerangi kegelapan malam bagaikan bara api dendam
yang terus membakar semangat bertarung Jien Jing Hui.
Sebenarnya tenaganya sudah hampir habis karena terusmenerus menyerang sedari pagi tadi tapi ia benar-benar
ingin melampiaskan dendam amarahnya sehingga masih
bisa bertahan sampai sekarang. Tapi tenaga Jien Jing Hui
akhirnya mencapai batasnya juga. Ia mulai limbung dan
serangannya semakin tidak terarah. Wen Fang melihat
kesempatan bagus ini langsung bergerak cepat ke belakang
badan Jien Jing Hui dan dengan satu getokan gagang
pedangnya di leher Jien Jing Hui maka ambruklah wanita itu
ke tanah. Wen Fang merasa sangat senang karena ia bisa- 514 menangkap istrinya itu tanpa melukainya sama sekali. Ia
Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
segera menghampiri tubuh Jien Jing Hui yang tergolek
pingsan di tanah itu dengan maksud hendak menggendongnya kembali ke perkemahan pasukan kerajaan.
"Jangan sentuh dia kau pengkhianat keji!" bentak
Song Wei Hao sambil menghambur keluar dari balik semak
belukar. Ma Han Jiang dan Xiahou Yuan ikut menyertai
Song Wei Hao di belakangnya.
"Jenderal Song Wei Hao?!" kata Wen Fang dengan
terkejut sekali melihat kehadiran Song Wei Hao dan kedua
orang lain di tempat itu.
"Kau terkejut karena kami belum mati? Langit masih
bermata, mana mungkin kami dibiarkan mati begitu saja
oleh pengkhianatanmu!" bentak Song Wei Hao sambil
langsung menghunus kedua pedang kembarnya dan maju
menyerbu.
Mau tak mau Wen Fang harus meladeni serangan
penuh tenaga dan Song Wei Hao ini karena seperti juga Jien
Jing Hui, Song Wei Hao amat geram terhadap kelakuan Wen
Fang yang telah berkhianat terhadap mertuanya sendiri
sehingga serangannya begitu mematikan. Pedang kembarnya menyambar dari kedua sisi dengan cepat, membuat Wen
Fang sama sekali tidak dapat bernapas. Wen Fang pun balik
menangkis dan menyerang Song Wei Hao karena ia ingin
segera membawa Jien Jing Hui pergi dari tempat itu dan
kembali ke perkemahan prajurit. Pertempuran mereka- 515 berlangsung seru dan berimbang selama dua puluh jurus
lebih.
Ketika memasuki jurus ketiga puluh, tampak keadaan
Song Wei Hao mulai tertekan oleh serangan Wen Fang.
Memang tenaga dan ilmu Wen Fang yang menguasai Tien
Lung Ta Fa (Ilmu Sakti Naga Langit) tingkat keduapuluh
delapan jauh lebih unggul daripada ilmu pedang Song Wei
Hao yang sebenarnya lebih merupakan pengembangan ilmu
pedang militernya. Sedikit demi sedikit Song Wei Hao
mulai terdesak mundur dan hanya bisa bertahan saja dari
serangan Wen Fang.
Ma Han Jiang dan Xiahou Yuan sebenarnya tidak
suka main keroyok karena mereka adalah pendekar yang
berjiwa gagah.
Hanya saja dalam keadaan saat ini mereka lebih
memilih untuk menyingkirkan Wen Fang supaya
rombongan mereka dapat segera tiba di tepian sungai You
dan berkumpul kembali dengan pasukan Huo Wang-ye.
Mereka berdua langsung maju menyerang Wen Fang
bersama-sama, Ma Han Jiang menyerang bagian atas
sedangkan Xiahou Yuan bagian bawah.
Wen Fang mungkin seorang jagoan kelas atas Tien
Lung Men tapi ia sudah bertarung seharian dengan Jien Jing
Hui dan tenaganya banyak terkuras. Kini ia harus
menghadapi dua jagoan seperti Cing Lun Xiahou Yuan
(Xiahou Yuan si Roda Emas) dan Tuo Ming Cien Tao Ciao- 516 Ma Han Jiang (Ma Han Jiang si Tendangan Kaki
Menggunting Pengejar Nyawa) mana mungkin ia dapat
bertahan. Hentakan tendangan Ma Han Jiang masih bisa
ditahan dengan pedang namun Wen Fang tetap saja terseret
ke belakang beberapa langkah. Belum lagi bisa
membenarkan posisi kuda-kudanya, Xiahou Yuan sudah
masuk dalam jarak serangan menyabetkan roda emasnya ke
kaki Wen Fang. Roda emas menghantam paha kanan Wen
Fang dan menyapunya hingga "terbang" dan jatuh berdebam
ke tanah dengan keras. Jelas sudah kemampuan Wen Fang
saat ini tidak akan mampu menghadapi gabungan Xiahou
Yuan dan Ma Han Jiang.
"Istriku, aku pasti akan datang kembali mencarimu"
kata Wen Fang sambil memandang tubuh Jien Jing Hui yang
tergolek di tanah sebelum meloncat pergi dengan
terpincang-pincang.
"Jangan kejar" kata Xiahou Yuan kepada Ma Han
Jiang dan Song Wei Hao.
"Kita harus segera berkumpul dengan rombongan
Huo Wang-ye, urusan lain masih dapat menunggu" kata
Xiahou Yuan yang dibenarkan oleh anggukan Ma Han Jiang
dan Song Wei Hao.
Mereka bertiga segera memapah Jien Jing Hui yang
masih pingsan kembali bergabung dengan rekan-rekan
mereka yang masih menunggu agak jauh di balik
kerimbunan semak belukar. Para pendekar Tien Lung- 517 bergegas berdatangan mendekat ketika melihat Jien Jing Hui
dipapah oleh Song Wei Hao dan Xiahou Yuan dalam
keadaan pingsan.
"Jenderal Song, apa yang terjadi?" tanya Wen Shi Mei.
"Ia pingsan setelah bertarung dengan Yang Ren
Fang" jawab Song Wei Hao sambil meletakkan tubuh Jien
Jing Hui bersandar di sebuah batang pohon.
"Kurang ajar! Aku, Ce Ke Fu bersumpah akan
membunuh binatang pengkhianat itu dengan tanganku
sendiri!" kata Ce Ke Fu dengan marah sekali ketika
mendengar jawaban Song Wei Hao.
"Nona tidak apa-apa, ia hanya kelelahan saja" kata
tabib Liu Cen Beng setelah memeriksa nadi Jien Jing Hui.
"Syukurlah, kalau sampai terjadi apa-apa padanya,
aku tidak tahu harus berkata apa lagi kepada Jien Pang-cu"
kata Wen Shi Mei.
Semua yang hadir terdiam sejenak merenungkan
kebenaran kata-kata Wen Shi Mei barusan. Jien Wei Cen
sudah kehilangan dua orang putranya hari ini, juga Tien
Lung Men yang sudah dibangun oleh tangannya sendiri
selama puluhan tahun ini. Entah apakah ia sanggup menahan
kedukaan jika Jien Jing Hui putri yang amat disayanginya
juga harus meninggal pada hari yang sama. Saat mereka
semua sedang kehabisan kata-kata dan saling berdiam diri,- 518 Yang Hong datang berlari-lari setelah mendengar ibunya
berhasil ditemukan.
"Ibu" teriak Yang Hong tidak mampu menahan
kegembiraan hatinya.
Gadis kecil berwajah merah itu segera menubruk dan
memeluk ibunya yang masih pingsan. Ia seperti tidak
perduli dengan keadaan Jien Jing Hui yang kotor dan basah
oleh keringat. Yang Hong terlalu berbahagia sehingga tidak
memikirkan itu semua, yang terpenting baginya adalah bisa
bertemu dengan ibunya kembali. Jien Jing Hui sendiri mulai
pelan-pelan sadar dalam pelukan putri tunggalnya itu. Ia
membuka matanya dan melihat wajah Yang Hong yang
amat dikasihinya sedang memandang dirinya dengan wajah
penuh kebahagiaan.
"Hong-er, oh engkau baik-baik saja sayangku!" kata
Jien Jing Hui sambil memeluk tubuh putrinya itu erat-erat.
"Ibu, aku amat merindukanmu" kata Yang Hong
sambil mencium wajah ibunya dengan penuh kasih sayang.
Air mata tak terasa meleleh dari kedua pelupuk mata Jien
Jing Hui. la begitu bahagia dan terharu atas kata-kata
putrinya barusan. Rasa kasih sayangnya sebagai seorang ibu
terhadap anaknya berbenturan dengan ingatan akan
pengkhianatan suaminya yang begitu tega. Hati Jien Jing
Hui benar-benar hancur dan bingung. Semua kesedihannya
baru bisa terobati jika Yang Hong ada dalam pelukannya
seperti sekarang ini. Yang Hong adalah satu-satunya alasan- 519 ia bertahan hidup setelah pengkhianatan Wen Fang yang
begitu melukai dirinya. Jika saja tidak ada Yang Hong,
mungkin ia sudah bunuh diri ketika mengetahui
pengkhianatan suaminya. Semua yang hadir di sana hanya
bisa melihat dan menahan keharuan mereka. Bahkan dayang
pengasuh Yang Hong sudah menangis tersedu-sedu tidak
dapat menahan keharuan hatinya melihat pertemuan ibu
anak itu.
"Ibu, di manakah ayah? Aku juga sangat merindukan
ayah" kata Yang Hong tiba-tiba dengan polos sehingga
mengejutkan semua yang hadir. Jien Jing Hui sendiri
bagaikan tersambar petir mendengar pertanyaan ini. Ia
segera mencengkeram kedua bahu Yang Hong erat-erat dan
mengguncang tubuh gadis cilik yang kebingungan dengan
perubahan sikap ibunya yang tiba-tiba itu.
"Hong-er, kau jangan pernah menyebut binatang itu
sebagai ayahmu lagi. Kau dengar itu tidak?!" bentak Jien
Jing Hui sambil memandang wajah Yang Hong dengan
marah sekali.
"Ibu, sakit, bahuku sakit sekali" kata Yang Hong
mulai menangis karena menahan cengkeraman tangan
ibunya yang semakin keras di kedua bahunya yang kecil itu.
"Nona, sabarlah. Nona kecil masih tidak mengerti,
janganlah engkau memarahinya sedemikian rupa. Biarlah ia
nanti mengerti apa yang terjadi seiring dengan pertumbuhan
nya menjadi dewasa" kata tabib Liu Cen Beng berusaha- 520 menengahi dan mengambil Yang Hong dari cengkeraman
Jien Jing Hui yang tampak histeris itu.
Akhirnya Wen Shi Mei dan Liu Cen Beng berhasil
menenangkan suasana hati Jien Jing Hui meskipun ia masih
menangis tersedu-sedu. Song Wei Hao yang melihat
keadaan sudah lebih baik segera memerintahkan mereka
kembali berjalan menuju lepian sungai You. Rombongan itu
kembali melanjutkan perjalanan mereka dengan senyap
gelap tanpa bersuara dan tanpa obor agar tidak mengundang
perhatian. Jarak mereka kini sudah tinggal dua li saja dari
tepian sungai You ketika tajar mulai tampak memerah di
ufuk timur.
"Jenderal Song, pagi akan segera datang. Kita harus
mempercepat perjalanan kita agar tidak diketahui oleh
musuh" kata Xiahou Yuan sambil menatap ufuk timur
dengan cemas.
"Aku juga berpendapat demikian. Tapi banyak di
antara kita yang sudah kelelahan dan terluka, tidak bisa lebih
cepat lagi meskipun dipaksakan. Mungkin lebih baik jika
pendekar Xiahou bisa berangkat lebih dulu untuk
mengabarkan kedatangan kita kepada Huo Wang-ye
sehingga ketika kita tiba nanti maka Huo Wang-ye sudah
siap berlayar" kata Song Wei Hao memberikan saran.
"Usul yang bagus Jenderal Song. Aku mohon diri
dulu, sampai jumpa di tepian sungai nanti" kata Xiahou
Yuan sambil menjura.- 521 "Sampai jumpa" kata Song Wei Hao balas menjura.
Xiahou Yuan segera melompat dan menghilang dari
pandangan dalam beberapa saat saja.
"Song-siung, para penggendong sudah amat
kepayahan setelah berjalan begitu jauh. Apakah kita bisa
beristirahat sebentar di sini?" tanya Ma Han Jiang kepada
Song Wei Hao tentang keadaan rombongan.
"Aku tidak bisa menunda perjalanan ini lagi.
Sampaikan kepada mereka bahwa tepian sungai You tinggal
dua li lagi. Kita harus bertahan sampai di sana sebentar lagi"
kata Song Wei Hao sambil menoleh ke belakang
memandang rombongan mereka.
Memang semua pendekar dan anggota pasukan Huo
Wang-ye pimpinan Cheng Hung sudah tampak amat letih.
Tenaga mereka sudah benar-benar habis terkuras setelah
pertempuran hebat kemarin dan perjalanan cepat mereka
sekarang. Perut mereka belum terisi sejak kemarin pagi
sehingga menambah lemah daya tahan mereka. Kondisi Jien
Wei Cen yang terluka parah di bagian dadanya juga
kelihatan semakin memburuk meskipun tabib Liu Cen Beng
sudah mengoleskan obat luka luar dan memberikan obat
penyembuh luka dalam kepadanya.
Jien Jing Hui yang berada di samping ayahnya yang
sedang digendong salah seorang prajurit bawahan Cheng
Hung tampak amat cemas menyaksikan keadaan ayahnya.
Air mata meleleh terus dari kedua matanya yang sembab- 522 karena ia sudah mengetahui nasib buruk yang telah
menimpa kedua kakaknya.
"Tepian sungai You sudah dekat! Kita akan segera
tiba!" teriak Ma Han Jiang memberikan semangat kepada
rombongan itu.
Terdengar suara sambung menyambung sampai ke
rombongan belakang mengulang apa yang barusan
dikatakan oleh Ma Han Jiang. Kabar bahwa mereka sudah
semakin dekat ke tujuan membuat mereka berjalan lebih
bersemangat lagi. Tidak terkecuali Han Cia Sing, Yung
Lang dan Lin Tung yang berjalan paling belakang sebagai
penjaga rombongan. Mereka menjadi amat bersemangat
mengetahui perjalanan mereka akan segera berakhir.
Tinggal satu hutan kecil di depan dan mereka akan tiba di
tepian sungai You. Namun ketika mereka sedang
bergembira, tiba-tiba tampak puluhan panah api terbang
meluncur ke udara membelah langit pagi yang masih gelap
itu diiringi suara tambur dan ledakan.
"Pasukan sembunyi musuh!" teriak Song Wei Hao
dengan lantang memberikan peringatan kepada seluruh
rombongan.
Situasi segera menjadi kacau balau karena mereka
semua berusaha menghindari serangan panah api yang
datang dengan tiba-tiba itu. Beberapa pelayan dan dayang
yang tidak bisa silat langsung tertembus anak panah dan
tewas dengan tubuh terbakar. Sedangkan para pendekar Tien- 523 Lung Men segera merapatkan barisan melindungi ketua
mereka dan keluarganya. Dari dalam hutan kecil di depan
mereka keluar sekitar lima puluh prajurit bersenjata panah
api yang siap dibidikkan ke arah mereka. Di depan pasukan
itu berdiri seorang kakek setengah umur yang rambutnya
dibiarkan terurai panjang. Wajahnya tampak aneh sekali
dengan kedua mata yang juling dan hidung yang besar. Ia
memakai pakaian pendeta Tao yang longgar dan sederhana
serta bertelanjang kaki saja. Ia tidak lain adalah Tu Tai Yi
Guo Cing Cen (Guo Cing Cen si Tabib Racun) yang amat
lihai dalam ilmu Racun Pasir Emas dan ilmu sihir lainnya!
"Heheheh, perkiraan kasim Huo Cin memang tidak
salah. Kalian para tikus pasti hendak melarikan diri jika
dalam keadaan terdesak. Aku Guo Cing Cen ternyata yang
beruntung hari ini dapat pulang dengan membawa jasa
besar" kata Guo Cing Cen sambil tertawa-tawa menghina.
"Apa maksudmu kau kakek gila? Hadapi dulu pedang
kembarku baru engkau bisa berbicara!" bentak Song Wei
Hao dengan marah sekali.
Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Song Wei Hao dan Ma Han Jiang segera maju
menyerang bersamaan ke arah Guo Cing Cen. Mereka
bermaksud hendak menawan Guo Cing Cen dan memaksa
pasukan panah untuk menyerah. Waktu mereka amat sempit
sekali sebelum pasukan utama Huo Cin datang membantu
setelah melihat tanda anak panah berapi barusan.- 524 "Kalian bermaksud menawanku?! Hadapi dulu
temanku ini, heheheh" kata Guo Cing Cen sambil mundur
dan tertawa mengejek.
Sesosok bayangan putih berkelebat cepat sekali
memotong jalan Ma Han Jiang dan Song Wei Hao sambil
menebaskan pedangnya. Song Wei Hao menahan gempuran
mendadak itu dengan kedua pedang kembarnya tapi ia
segera terpental mundur beberapa langkah. Kedua
tangannya terasa kesemutan sampai ke pangkal lengan
karena kekuatan tenaga lawan. Ma Han Jiang sendiri
langsung melompat ringan ke atas kepala lawan dan
mengeluarkan jurus Tien Ti Ba Fang (Delapan Arah Langit
Bumi) yang merupakan salah satu jurus maut Tendangan
Kaki Menggunting. Kedua kaki Ma Han Jiang melebar
menjadi satu garis lurus dan ia berputar kuat sekali di udara
bagaikan baling-baling. Tendangan berantai segera
menghajar dada dan kepala lawannya dengan telak sekali.
"Bukkk!"
Ma Han Jiang mendarat dengan ringan pada kedua
kakinya setelah melesakkan empat tendangan keras
beruntun ke dada dan kepala lawan. Tendangan Tien Ti Ba
Fang itu sanggup menghancurkan batu apalagi hanya tulang
manusia pastilah sudah remuk dan hancur berkepingkeping. Tapi betapa kagetnya Ma Han Jiang ketika
lawannya itu masih bisa menusukkan pedangnya dengan
cepat sekali ke arah dadanya. Untunglah Ma Han Jiang- 525 masih sempat berkelit bergulingan meskipun dadanya
terserempet pedang.
"Ma-siung, engkau baik-baik saja?" tanya Song Wei
Hao sambil mendekati Ma Han Jiang dan tetap waspada
terhadap lawan baru yang tangguh itu.
"Aku baik-baik saja" jawab Ma Han Jiang dengan
penasaran karena jurus andalannya gagal merobohkan
lawan.
Di depan mereka tampak seorang berpakaian serba
putih atau tepatnya memakai balutan kain serba putih
sampai ke kepalanya. Ia berdiri membelakangi mereka
sambil menghunus sebuah pedang. Song Wei Hao entah
kapan merasa pernah melihat pedang yang dibawa orang
misterius itu.
"Heheheh. Mu Ren (Orang Kayu) perkenalkan dirimu
kepada sahabat kita" kata Guo Cing Cen sambil tertawa
aneh penuh arti kepada Song Wei Hao.
Orang aneh berbalut kain putih yang disebut Mu Ren
itu pelan-pelan membalikkan badannya menghadap ke arah
Song Wei Hao dan Ma Han Jiang. Wajahnya tampak aneh
karena rambutnya yang panjang tampak dibiarkan terurai
dan matanya tampak kosong karena tidak terdapat bola mata
hitam, hanya warna putih saja. Tapi yang paling
mengagetkan mereka berdua dan seluruh rombongan adalah
bahwa Mu Ren itu tidak lain adalah Pai Wu Ya Cen Hui- 526 (Cen Hui si Gagak Putih) yang telah tewas beberapa hari lalu
di perkemahan pasukan kerajaan!
"Lapor kasim kepala Huo Cin! Pasukan kita yang
tersisa tinggal sekitar delapan ratus orang saja, sementara
yang benar-benar bisa bertempur hanya tinggal kurang dari
lima ratus orang saja" kata seorang komandan prajurit
melapor kepada Huo Cin.
"Lima ribu orang hanya tersisa delapan ratus orang?
Sungguh sebuah pertempuran yang dahsyat" kata Huo Cin
dengan nada acuh tak acuh.
Huo Cin memang sama sekali tidak memperdulikan
jumlah korban jiwa yang timbul akibat peperangan ini. Bagi
Huo Cin yang gila kekuasaan, sejuta nyawa pun layak
dikorbankan untuk mencapai cita-citanya menggapai
kekuasaan. Sementara itu Wen Yang dan Chang Bai yang
berdiri di sampingnya juga sama sekali tidak terkesan
dengan laporan kematian sejumlah besar pengikut mereka.
Benar-benar bukan manusia!
"Bakar semua mayat bersama-sama dengan gedung
Tien Lung Men ini kecuali mayat Huang Ding Siang. Kita
harus membawanya kembali ke kotaraja untuk dimakamkan
oleh keluarganya" kata Huo Cin memberikan perintah
lanjutan.
"Siap laksanakan perintah!" jawab komandan prajurit
itu sambil segera berpaling pergi.- 527 "Kita berhasil mengalahkan partai Tien Lung Men
hari ini. Mulai sekarang tidak ada satu partai pun yang tidak
akan tunduk kepada Ceng Lu Hui! Hahaha" kata Wen Yang
dengan girang sekali.
"Pendekar Wen Yang, jangan lupakan jasa partai Hai
Sa dalam hal ini" kata Chang Bai meminta imbalan jasa.
"Tentu, tentu ketua Chang Bai. Mana mungkin aku
melupakan jasamu" kata Wen Yang sambil menepuk bahu
Chang Bai.
"Sayang sekali, Jien Wei Cen dan beberapa pendekar
Tien Lung Men berhasil meloloskan diri. Aku khawatir
mereka akan menjadi batu sandungan bagi kita di kemudian
hari" kata Chang Bai menyampaikan kekhawatirannya
Be My Sweet Darling Karya Queen Soraya Pendekar Sadis Karya Kho Ping Hoo Puyeng Juga Ni Pala Karya Wahyoe
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama