Ceritasilat Novel Online

Rimba Persilatan Naga Harimau 23

Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An Bagian 23


"Aku tidak menendangmu, aku menendang orang
yang tidak tahu diri" jawab Lin Tung tidak mau kalah.
"Kau..."
"Eh, kalian berdua sudahlah. Semua biksu melihat ke
meja kita" kata Ma Han Jiang memotong kalimat Yung
Lang.
Yung Lang tidak jadi meneruskan pertengkarannya
dengan Lin Tung dan memilih melahap buburnya sambil
mengomel tidak jelas yang terdengar sedikit seperti "awas
kau nanti" sambil melirik Lin Tung. Setelah semuanya
tenang, kini Han Cia Sing bisa makan dengan enak. Bubur
semangkuk penuh dan sayuran sepiring habis dalam waktu
tidak lama. Tampaknya ia sudah lapar sekali.
"Paman Wongguo, bagaimana kabar kakakku?" tanya
Han Cia Sing setelah semuanya selesai makan. Selama
beberapa hari ini pikirannya selalu dipenuhi oleh Ma Xia
dan ayahnya sehingga dalam perjalanan ke kuil Shaolin ia
tidak banyak bicara dengan Wongguo Luo.
"Cia Pao baik-baik saja. Bahkan ia sekarang sudah
menguasai semua jurusku. Ia seorang yang berbakat" jawab
Wongguo Luo sambil tersenyum.- 231 "Paman Wongguo, terima kasih banyak. Engkau
sudah menyelamatkan nyawa kakakku, bahkan mau
mengangkatnya sebagai murid. Aku, Han Cia Sing
mengucapkan terima kasih atas nama keluarga Han" kata
Han Cia Sing sambil menjura hormat.
"Cia Sing, jangan terlalu sungkan. Selama ini aku
tidak pernah punya murid dan kebetulan sekali dapat
langsung mendapatkan yang berbakat. Ini sebenarnya
adalah keuntunganku" kata Wongguo Luo sambil tertawa.
"Cia Sing, jangan lupa nanti saat bertemu Cia Pao dan
Cen Hua, kau harus mengucapkan selamat atas pernikahan
mereka berdua. Pernikahan mereka memang cukup
mendadak dan dalam keadaan yang kurang menguntungkan
sehingga tidak mengundang banyak orang, termasuk dirimu.
Engkau jangan memasukkannya ke dalam hati" kata Ma
Han Jiang.
"Paman Ma, tentu saja aku tidak memasukkannya ke
dalam hati. Aku malah merasa senang sekali kakak sudah
menemukan jodohnya. Semoga ia dan keluarganya selalu
merasa bahagia" kata Han Cia Sing.
"Cia Sing, kau sendiri kapan akan menyusul
kakakmu?" tanya Yung Lang dengan tiba-tiba tanpa
perasaan bersalah sama sekali.
"Ehm, itu..." Han Cia Sing gelagapan tidak mampu
menjawab pertanyaan "luar biasa" dari sahabatnya itu.- 232 "Kakek, aku akan membantu membereskan piring ini
ke belakang" kata Wongguo Yuan sambil pipinya bersemu
merah karena pertanyaan Yung Lang barusan. Jantung
Wongguo Yuan memang selalu berdetak tidak karuan bila
berada di dekat Han Cia Sing, apalagi saat ini Yung Lang
menanyakan mengenai pernikahan. Hatinya menjadi
semakin tidak karuan.
"Aduh!" teriak Yung Lang kesakitan ketika sebuah
tendangan "tanpa bayangan" di bawah meja dari Lin Tung
kembali mampir di kakinya.
"Kau ini sengaja ya cari perkara denganku hari ini?!"
tanya Yung Lang sambil melotot marah.
"Kau yang selalu cari perkara hari ini" kata Lin Tung
setelah melihat Wongguo Yuan sudah hilang di belakang
mang makan.
"Sudahlah kalian berdua. Cucuku hanya malu saja"
kata Wongguo Luo berusaha menengahi.
Baru saja Yung Lang dan Lin Tung hendak memulai
pertengkarannya kembali, seorang biksu muda masuk dan
menghormat kepada mereka.
"Para pendekar semuanya. Fang-cang berkenan
menemui" kata biksu muda itu sambil merangkapkan
tangannya di depan dada.
Mereka semua menunggu Wongguo Yuan kembali ke
ruang makan dan kemudian bersama-sama menuju ke aula- 233 utama. Fang-cang Tien Gong, Tien Fa dan Tien Cin tampak
duduk menunggu mereka di tengah aula. Mereka semua
saling menjura hormat dan dipersilakan duduk bersamasama. Han Cia Sing sebenarnya ingin mengucapkan terima
kasih dan menanyakan beberapa hal, tapi tampaknya Fangcang Tien Gong sedang ingin membahas masalah lainnya
sehingga Han Cia Sing menunda keinginannya itu.
"Amitabha, para pendekar semua, tujuanku
mengundang kalian datang ke aula ini adalah untuk
membahas rencana menghadapi pertemuan para pendekar
tanggal enam belas bulan sepuluh ini di kota Yin Chuang"
kata Fang-cang Tien Gong membuka pembicaraan.
"Para pendekar semua tentu sudah tahu bahwa Ceng
Lu Hui yang begitu berambisi menguasai dunia persilatan
tentu tidak akan melepaskan kesempatan ini. Sekarang yang
perlu kita lakukan adalah berpikir apa yang harus kita
lakukan untuk menghadapi hal ini. Sebelumnya aku minta
pendapat dari pendekar Ma dan pendekar Wongguo" kata
Fang-cang Tien Gong mempersilakan.
"Fang-cang, pertemuan para pendekar nantinya
adalah untuk memilih ketua persilatan yang baru setelah
kematian Jien Wei Cen. Aku berpikir pastilah Chang Bai
yang akan diusulkan sebagai ketua dunia persilatan oleh
Ceng Lu Hui (Partai Jalan Kebenaran). Pendekar Wongguo
dan para pesilat tangguh sisa-sisa Tien Lung Men sudah
mempersiapkan seorang jago untuk menandingi Chang Bai.
Mereka memilih Han Cia Pao sebagai wakil jika nanti- 234 diadakan pi-wu (adu silat)" kata Ma Han Jiang memberikan
pendapat.
"Amitabha, pemuda seperti tuan muda Han Cia Pao
memang berbakat besar. Tapi apakah sudah dipikirkan
kemungkinan lawan menggunakan akal licik untuk
menghadapi Han Cia Pao yang belum berpengalaman?"
tanya Tien Fa kepada Wongguo Luo.
"Biksu tidak perlu khawatir. Kemampuan muridku
sekarang mungkin sudah di atasku" jawab Wongguo Luo
dengan mantap.
"Amitabha, jika sekiranya pendekar Wongguo telah
berkata demikian maka kepastiannya sudah bisa
diperkirakan" kala Fang-cang Tien Gong.
"Amitabha, ijinkan Lau-na (panggilan biksu untuk
diri sendiri) bertanya sedikit lagi. Apakah yang akan
dilakukan oleh sisa-sisa pendekar Tien Lung Men nantinya
di pertemuan para pendekar itu?" tanya Tien Cin.
"Aku tidak begitu tahu, tapi kemungkinan besar
mereka akan membalaskan dendam mendiang ketua
mereka" jawab Ma Han Jiang.
"Amitabha, cui-kuo, cui-kuo (berdosa). Nafsu dan
angkara ternyata masih belum bisa dihilangkan dari jiwa
manusia. Pertempuran dan pertumpahan darah tampaknya
akan terjadi lagi" kata Fang-cang Tien Gong dengan sedih.- 235 "Benar Fang-cang. Apalagi jika nantinya pasukan
kerajaan yang dipimpin oleh Huo Cin ikut campur, maka
pertumpahan darah pasti tidak dapat dielakkan lagi" kata Ma
Han Jiang menambahkan.
"Amitabha, sekarang ini selain masalah rumit dunia
persilatan tampaknya kerajaan juga sedang ada masalah
besar. Yang Mulia Kaisar mulai sering sakit dan digantikan
oleh Permaisuri Wu dalam pengambilan keputusankeputusan besar. Para bangsawan banyak yang mulai tidak
puas terhadap hal ini. Belum lagi banyak pembesar yang
korup dan gila kekuasaan seperti Huo Cin. Tampaknya kita
harus lebih sering berdoa pada sang Budha agar dihindarkan
dari bencana" kata Tien Cin dengan sedih.
"Fang-cang dan para tetua semuanya, kekacauan ini
semua disebabkan oleh kasim Huo Cin yang haus kekuasaan
dan Ceng Lu Hui. Jika kita bisa menumpas mereka berdua
maka keamanan dan kedamaian akan dapat dipulihkan
seperti sedia kala. Aku berharap kuil Shaolin mau ikut
menegakkan kebenaran dan menghindarkan rakyat dari
bencana" kata Ma Han Jiang dengan tegas.
"Amitabha, san-cai, san-cai. Budha Maha Pengasih.
Lau-na sudah lama sekali meninggalkan urusan
keduniawian, apakah masih pantas untuk turun tangan
kembali" kata Fang-cang Tien Gong merendahkan diri.
"Fang-cang, jika anda dan kuil Shaolin tidak turun
tangan, akan sangat sulit bagi para pendekar lainnya untuk- 236 menahan Ceng Lu Hui. Apalagi kudengar dari Cia Sing
kalau Kui Ya San Cu (Tiga Penguasa Tebing Setan) juga
sudah turun gunung membantu mereka" kata Wongguo Luo
berusaha menjelaskan.
"Amitabha, Tiga Penguasa Tebing Setan sudah
kembali? Rupanya kekacauan memang tidak bisa
dihindarkan lagi" kata Fang-cang Tien Gong dengan sedih
mendengar kabar barusan.
"Fang-cang, tampaknya kita harus turun gunung
untuk mencegah angkara murka" kata Tien Fa kepada Fangcang Tien Gong.
"Kedua Se-ti (adik seperguruan), aku juga berpikir
demikian. Semoga Budha melindungi kita semua " kata
Fang-cang Tien Gong menyetujui usulan adik seperguruannya itu.
Ma Han Jiang dan Wongguo Luo saling
berpandangan dengan lega dan gembira. Usaha mereka
untuk meyakinkan kuil Shaolin ikut berperan mengalahkan
Ceng Lu Hui akhirnya berhasil. Yung Lang dan Lin Tung
juga ikut senang mendengar kesediaan kuil Shaolin itu.
Hanya Han Cia Sing saja yang masih tampak tidak tenang.
Kelihatannya ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.
Wongguo Yuan yang diam-diam memperhatikan Han Cia
Sing merasa heran.- 237 "Fang-cang, terima kasih atas kesediaannya membela
kebenaran dan keadilan" kata Ma Kau Jiang dan Wongguo
Luo sambil menjura hormat.
"Amitabha, Lau-na yang tidak berguna ini tidak
pantas menerima penghormatan dari pendekar berdua. Kami
para biksu sudah sepantasnya berjuang untuk kebaikan
seluruh rakyat" kata Fang-cang Tien Gong merendah.
Akhirnya pertemuan itu selesai juga. Fang-cang Tien
Gona dan kedua adik seperguruannya masuk kembali ke
aula dalam sedangkan rombongan Han Cia Sing kembali ke
kamar tamu. Ma Han Jiang yang melihat Han Cia Sing
tampak resah itu menjadi heran. Tapi ia menyimpannya
sampai akhirnya ia dapat berdua saja dengan Han Cia Sing
di kamarnya.
"Cia Sing, kulihat wajahmu tampak tegang dan
cemas. Apakah yang membebani pikiranmu?" tanya Ma
Han Jiang.
"Tidak, tidak ada" jawab Han Cia Sing berbohong.
"Cia Sing, kau bukan orang yang pandai berbohong.
Wajahmu dengan jelas menunjukkan kalau kau cemas.
Katakan ada apa yang membuatmu jadi cemas?" tanya Ma
Han Jiang kembali.
"Paman Ma, aku..." Han Cia Sing tidak meneruskan
kalimatnya.
"Kenapa?" tanya Ma Han Jiang heran.- 238 "Apakah nanti dalam pertemuan para pendekar,
kakakku dipastikan akan menjadi wakil dalam perebutan
gelar nomor satu?" tanya Han Cia Sing.
"Benar, menurut pendekar Wongguo Luo memang
diputuskan demikian oleh mereka di kediaman Huo Wangye" jawab Ma Han Jiang.
"Apakah yang lain tidak bisa ikut?" tanya Han Cia
Sing lagi.
"Maksudmu, kau juga ingin ikut dalam pertarungan
nanti?" tanya Ma Han Jiang berusaha menangkap maksud
Han Cia Sing.
"Benar" jawab Han Cia Sing singkat.
"Apakah kau juga ingin mendapatkan gelar nomor
satu di dunia persilatan? Cia Sing, memang harus kuakui
ilmumu luar biasa sekali. Mungkin hanya satu dua orang
saja yang akan sanggup menandingimu dalam pertandingan
nanti. Tapi keputusan adalah keputusan, Huo Wang-ye juga
sudah setuju. Aku kira nanti di kota Yin Chuang, kita bisa
berusaha bertanya lagi tentang hal ini" kata Ma Han Jiang.
"Paman Ma, aku sama sekali tidak berniat menjadi
nomor satu, tapi..."
"Tapi apa?" tanya Ma Han Jiang.
"Aku mempunyai alasanku sendiri, paman Ma" jawab
Han Cia Sing setelah berpikir sejenak.- 239 "Hmm, baiklah kalau begitu. Nanti kita pikirkan lagi
setelah tiba di Yin Chuang" kata Ma Han Jiang yang
menyadari Han Cia Sing tidak ingin berbicara lebih lanjut
tentang hal ini.
"Terima kasih paman Ma" kata Han Cia Sing.
"Sekarang beristirahatlah. Besok pagi-pagi kita akan
berangkat ke kota Yin Chuang. Pertemuan para pendekar
sudah di ambang pintu. Kita harus segera ke sana untuk
bertemu dengan teman-teman kita yang lain" kata Ma Han
Jiang sambil beranjak keluar kamar.
Han Cia Sing yang ditinggalkan sendiri masih tetap
termenung di tempat duduk. Keputusan Huo Wang-ye dan
lainnya untuk menunjuk kakaknya menjadi wakil para
pendekar sudah ditetapkan, haruskah ia meminta agar ia
yang menggantikan kakaknya? Alasan apa yang harus ia
kemukakan? Ilmunya lebih tinggi dari kakaknya? Han Cia
Pao pasti akan mendapat malu jika ia berkata demikian. Tapi
alasan ayahnya masih hidup juga tidak bisa diberitahukan
kepada semua orang. Permaisuri Wu sendiri sudah
mengatakan agar ia tidak mengatakan hal itu pada siapapun
atau ia tidak akan melihat ayahnya lagi untuk selamanya.
Han Cia Sing menghela napas panjang dan
merebahkan dirinya di pembaringan. Ia mengambil sebuah
kotak yang berada di sisi tempat tidurnya dan membukanya
dengan perlahan-lahan. Sebuah tombak cagak pendek dan
sepotong giok putih berukir yang juga seperti terpotong- 240 dikeluarkan Han Cia Sing dengan hati-hati sekali dari dalam
kotak itu. Ia merangkul kedua benda itu dengan penuh rasa


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cinta dan kerinduan yang dalam. Han Cia Sing sudah lama
sekali tidak bertemu ayahnya dan ia sangat merindukannya.
Dalam suasana penuh emosi itu, Han Cia Sing juga
teringat akan Ma Xia yang hilang tak tentu rimbanya. Jika
saja Ma Xia ada di sini sekarang, mungkin ia bisa sedikit
berbagi kegalauan hatinya dengan Ma Xia. Meskipun watak
Ma Xia keras, tapi ia baik hati dan pandai menjaga rahasia.
Lagipula selama bersama Ma Xia mulai di utara hingga
sekarang, Han Cia Sing merasa dapat terbuka padanya.
Apakah ini adalah benih-benih cinta yang tumbuh di hati
Han Cia Sing?
"Ayah, Ma Xia, di manakah kalian?" kata Han Cia
Sing dengan lirih.- 241 47. Pertemuan Para Pendekar
Kota Yin Chuang yang terletak di kaki gunung Song.
hari itu benar-benar ramai dipenuhi ratusan orang asing yang
berpakaian aneh-aneh dan tidak biasanya. Mereka semua
adalah pendekar dunia persilatan yang diundang Ceng Lu
Hui untuk hadir dalam pertemuan para pendekar. Sebuah
panggung besar berukuran tiga puluh kali tiga puluh tombak
juga sudah didirikan di barat kota Yin Chuang, di dekat
sebuah kolam kecil yang bernama Kolam Sembilan Naga.
Ratusan orang berdiri mengelilingi panggung itu dengan
suara riuh rendah, apalagi puluhan tambur besar ditabuh
oleh anak buah Ceng Lu Hui sehingga suasana makin
meriah. Ratusan panji-panji Ceng Lu Hui berkibar-kibar
dengan gagahnya tertiup angin.
Duduk di tengah-tengah balai yang didirikan di
sebelah panggung adalah Chang Bai, sang ketua Ceng Lu
Hui. Ia melihat semua yang hadir dengan pandangan pongah
dan meremehkan. Meskipun pertemuan para pendekar ini
dilakukan untuk mencari pengganti ketua persilatan yang
lama, mendiang Jien Wei Cen, tapi belum-belum Chang Bai
sudah merasa bahwa dialah yang nantinya pasti terpilih.
Apalagi dulu sebelum Jien Wei Cen merajai dunia
persilatan, Chang Bai adalah ketua dunia persilatan.
Keyakinannya menjadi semakin menebal untuk dapat
meraih kembali gelarnya yang lepas dulu. Ratusan anak
buah Ceng Lu Hui berjajar rapi mengelilingi panggung.- 242 Puluhan yang lain menjaga pintu masuk agar dapat
memastikan hanya para undangan yang terdaftar saja yang
boleh masuk. Partai-partai kecil yang dianggap remeh tidak
diperkenankan memasuki daerah panggung. Sedangkan
para undangan yang sudah terdaftar diperkenankan duduk di
kursi-kursi sekeliling panggung. Belum sampai tengah hari,
ratusan kursi itu sudah hampir penuh oleh para undangan.
Hanya tampak beberapa kursi saja yang masih tersisa.
Melihat hal ini, Chang Bai mengangkat tangannya dengan
gagah dan semua penabuh tambur langsung berhenti.
Suasana menjadi senyap dan menegangkan.
"Para pendekar semuanya! Selamat datang di
pertemuan para pendekar! Aku Chang Bai, ketua Ceng Lu
Hui memberikan tanda hormat atas kedatangan kalian
semua kemari!" kata Chang Bai sambil menjura. Seruan
Chang Bai menggema sampai jauh karena menggunakan
tenaga dalam dan disambut teriakan dan sorak-sorai semua
yang hadir.
"Seperti yang kita ketahui, pertemuan para pendekar
hari ini adalah untuk memutuskan ketua dunia persilatan
yang selanjutnya, setelah ketua yang sebelumnya Jien Wei
Cen, berkhianat dan hendak melancarkan pemberontakan
kepada dinasti Tang yang agung dan telah dikalahkan. Kita
semua menyayangkan kesalahan langkah yang dilakukan
Jien Wei Cen dan Tien Lung Men tapi apa yang sudah terjadi
biarlah berlalu. Hari ini, dunia persilatan akan mempunyai- 243 ketuanya yang baru!" seru Chang Bai dengan bersemangat
sekali.
Sambutan para pendekar yang hadir amat meriah
karena memang rata-rata mereka semua adalah para
pendukung Ceng Lu Hui. Mereka mengelu-elukan Chang
Bai seolah-olah dialah ketua dunia persilatan yang baru.
Kepala Chang Bai menjadi semakin besar dan hidungnya
kembang kempis karena perasaan bangga yang berlebihan.
Sementara itu dari kejauhan, Wen Yang yang selalu tidak
mau menonjolkan diri, hanya menatapnya dengan senyum
sinis.
"Sekarang, kita sampai pada acara yang sebenarnya.
Karena acara ini adalah untuk mencari ketua dunia
persilatan, maka aturannya juga harus tegas dan gagah.
Siapapun yang merasa dirinya mampu, boleh maju dan naik
panggung bertarung pi-wu (adu silat). Siapapun yang jatuh
dari panggung, menyerah atau mati dianggap kalah dan
tidak boleh ada pembalasan dendam setelahnya. Agar
pertarungan tidak berjalan berlarut-larut, Ceng Lu Hui
sebagai tuan rumah sudah menyediakan delapan pendekar
untuk melayani penantang. Barang siapa juga bisa
mengalahkan salah satu dari delapan pendekar ini, boleh
maju ke babak selanjutnya untuk memperebutkan
kedudukan ketua. Para pendekar silakan maju!" seru Chang
Bai dengan gagahnya.
Delapan orang dengan hawa membunuh yang
meluap-luap berlompatan ke atas panggung. Gerakan- 244 mereka cepat sekali dan sulit diikuti mata orang biasa
sehingga sepertinya mereka sudah tiba-tiba saja berada di
sana. Mereka adalah empat orang Wu Se (Lima Warna
Kematian) dan Si Ta Hao Ren (Empat Orang Baik) yang
merupakan jagal-jagal yang amat sadis. Tampaknya Wen
Yang dan Huo Cin sudah memperkirakan bahwa pada babak
awal ini akan banyak pendekar yang turun laga mencoba
peruntungan sehingga harus segera disingkirkan tanpa
ampun.
Beberapa pendekar dan ketua aliran kecil merasa
kecut juga melihat para pendekar yang dijagokan Ceng Lu
Hui itu. Mereka dapat merasakan bahwa delapan pendekar
itu bukanlah orang sembarangan karena hawa membunuh
mereka yang begitu pekat.
Tapi banyak dari antara mereka yang sudah jauh-jauh
datang bersama-sama dengan para murid mereka, sehingga
jika tidak turun laga akan amat memalukan diri mereka
sendiri.
"Pertemuan para pendekar resmi dibuka! Mulai!!"
seru Chang Bai sambil duduk kembali di kursinya.
Tambur-tambur ditabuh dengan penuh semangat
hingga membahana membelah angkasa. Ratusan pendekar
yang hadir bersorak-sorai penuh semangat. Panggung
raksasa yang berada di tengah-tengah sampai turut bergetar
merasakan semangat semua yang hadir. Kini penentuan
siapa yang terhebat di kolong langit sudah dapat dimulai- 245 dengan aturan yang lebih "bebas dan terbuka". Memang
dulu Jien Wei Cen menjadi ketua persilatan dengan
menantang dan menaklukkan para pendekar besar satu demi
satu dan bukan dengan pertandingan terbuka seperti yang
dilakukan Ceng Lu Hui sekarang ini.
Sesosok tubuh melayang ringan dari bawah dan
mendarat tepat di tengah-tengah panggung hingga
mengundang kekaguman yang hadir. Seorang pria setengah
baya dengan baju hitam dan wajah putih bersih langsung
menjura normal kepada Chang Bai yang duduk di kursi
kehormatan. Tampaknya orang itu cukup berilmu sehingga
Chang Bai pun tertarik untuk mengamatinya. Namun bagi
Wen Yang yang berdiri di kejauhan, pria itu sama sekali
tidak berarti kemampuannya. Wen Yang hanya tersenyum
sinis saja menyaksikan kebodohan pria itu.
"Aku, Song Cheng dari partai Tung Ye (Bulan Timur)
ingin mencoba kehebatan anda" kata pendekar bernama
Song Cheng itu sambil menjura kepada delapan algojo Ceng
Lu Hui.
"Wah,wah ada yang pagi-pagi sudah tidak sayang
nyawa rupanya. Pu Tou (Tidak Mencuri) kau layani dululah
orang bodoh ini" kata Pu Cui (Tidak Mabuk) dengan santai
sambil menenggak araknya.
"Hehehee, terima kasih, terima kasih. Aku dapat
lawan empuk kali ini" kata Pu Tou sambil maju ke depan
panggung.- 246 "Pu Cui! Kau ini bagaimana? Padahal aku sudah tidak
sabar membunuh!" teriak Pu Sa (Tidak Membunuh) dengan
berang.
"Pu Sa, tenang saja. Nanti ada banyak orang yang
akan kau bunuh. Hari masih pagi. Lebih baik bertaruh
denganku sampai berapa jurus marga Song ini mampu
bertahan" kata Pu Tu (Tidak Berjudi) dengan santai sekali.
Song Cheng yang merasa amat dilecehkan oleh
perkataan keempat Si Ta Hao Ren, langsung menyerbu Pu
Tou tanpa basa-basi lagi. Senjata Song Cheng berupa sebuah
golok langsung dihunus dan ditebaskan ke arah Pu Tou
dengan marah sekali. Song Cheng sama sekali tidak tahu
bahwa Pu Tou amat lincah dan gerakan tangannya juga
cepat sekali. Ilmunya adalah Kui Ying Sou (Tangan
Bayangan Iblis) yang dari namanya saja sudah
mencerminkan kecepatannya.
Kurang dari dua puluh jurus, Song Cheng sudah
terdesak hebat dan hanya bisa bertahan saja. Dadanya sudah
beberapa kali terkena telapak Kui Ying Sou sehingga Song
Cheng memuntahkan darah. Anak buah Ceng Lu Hui
melihat hal ini malah bersorak-sorai mendukung Pu Tou
agar segera menghabisi Song Cheng. Tapi tampaknya Pu
Tou masih ingin bermain-main dengan korbannya itu dan
tidak langsung membunuhnya. Kasihan sekali Song Cheng,
dirinya dipermainkan bagaikan seekor tikus di tangan
kucing. Gerakannya semakin lambat dan tidak terarah.- 247 Tubuhnya juga sudah berkeringat banyak. Kekalahan
tampaknya tidak menunggu waktu saja.
Pu Tou berputar-putar dengan lincah sekali
mengelilingi Song Cheng, berusaha mencari celah lawannya
itu. Pada satu kesempatan yang baik, Pu Tou memanfaatkan
kelengahan Song Cheng dengan baik sekali sehingga
goloknya terampas. Pu Tou tanpa belas kasihan langsung
menebas kedua lengan Song Cheng hingga putus dengan
goloknya sendiri. Jerit kesakitan membelah udara ketika
Song Cheng roboh dengan kedua lengannya terpisah dari
tubuhnya.
Para pendekar yang hadir terkejut sekali melihat
pameran kesadisan seperti ini, tapi para pengikut Ceng Lu
Hui malah bersorak-sorai penuh kegembiraan. Mereka
tampaknya sama sekali tidak merasa kasihan terhadap Song
Cheng yang tengah berguling-guling kesakitan di tengah
panggung. Han Cia Pao yang duduk di bawah bersama Song
Wei Hao, Murong Jin, He Shi Ye dan Cen Hua, sudah sangat
marah sehingga ingin langsung turun laga. Untunglah Song
Wei Hao berhasil menenangkannya dengan memegang
pundaknya.
"Pu Tou dari Ceng Lu Hui menang!" seru Chang Bai
dengan perasaan puas.
Sementara Song Cheng digotong oleh para
pengikutnya turun panggung sambil menjerit-jerit
kesakitan, Pu Tou dengan santai sekali kembali ke- 248 barisannya sambil memutar-mutar golok rampasannya. Ia
sama sekali tidak terkesan takut atau bersimpati terhadap
penderitaan yang sedang dialami oleh Song Cheng. Malah
ia sempat bersenda-gurau dan saling mengejek dengan
anggota Si Ta Hao Ren yang lainnya. Benar-benar
memuakkan!
"Selanjutnya, siapa lagi yang akan maju?!" seru
Chang Bai menantang.
"Aku Chang Hong Tie dari Cheng Du, mohon
petunjuknya! seru seorang pendekar yang berpakaian
sederhana sambil melompat maju ke depan.
"Nah, Pu Sa sekarang bagianmu" kata Pu Cui.
Tanpa menunggu dua kali, Pu Sa yang kurang waras
dan haus darah itu langsung maju menyerbu ke depan.
Pendekar bernama Chang Hong tie itu bersenjatakan pedang
dan langsung meladeni Pu Sa dengan hebat. Pertempuran
berjalan cukup seimbang selama beberapa jurus.
Tampaknya Chang Hong Tie itu memiliki pengalaman
tanding yang cukup banyak sehingga tidak takut didesak
golok lebar milik Pu Sa terus-menerus, malah kadang
mencuri kesempatan dan balik menyerang. Pu Sa semakin
geram dan berniat menghabisi lawannya itu secepat
mungkin.
Chang Hong Tie tampaknya tidak mau menyerah
begitu saja. Meskipun kini sudah terdesak sampai ke sudut
panggung, ia masih berusaha bertahan. Para penonton di tepi- 249 panggung berteriak-teriak memberikan semangat kepada
kedua pendekar untuk terus bertarung. Pu Sa yang sudah
amat geram, malah sudah menyerang terus tanpa teriakan
para penonton. Sabetan goloknya menimbulkan bunyi angin
yang menakutkan setiap kali disabetkan. Chang Hong Tie
dapat merasakan nyawanya bagaikan di ujung tanduk saja.
"Aku menyerah!" teriak Chang Hong Tie sambil
melompat ke bawah panggung.
"Kurang ajar! Pengecut!" teriak Pu Sa memaki-maki
lawannya yang melarikan diri itu.
"Pemenangnya adalah wakil dari Ceng Lu Hui!" seru
Chang Bai.
Pu Sa masih tidak terima dan berniat mengejar Chang
Hong Tie sebelum dicegah oleh ketiga temannya. Suasana
menjadi kacau dan riuh rendah. Chang Hong Tie sendiri
segera berlari dan menghilang di antara kerumunan
penonton. Tampaknya selain malu karena menyerah, ia juga
ketakutan bila Pu Sa sampai benar-benar mengejarnya!
"Apakah masih ada penantang lagi?!" seru Chang Bai
menantang.
Semua saling yang hadir berpandangan dengan
gelisah. Masing-masing melihat perkembangan suasana
dulu sebelum memutuskan. Sementara kedelapan jagoan
yang berdiri di atas panggung tampak tersenyum mengejek- 250 kepada para penonton. Mereka menantang semua yang hadir
untuk bertarung di atas panggung!
"Paman Song! Biarkan aku naik ke panggung. Jika
tidak sampai kapan kita akan duduk di sini?!" tanya Han Cia


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pao tidak sabaran lagi.
"Tenang, Cia Pao. Pertarungan baru saja dimulai, kita
tidak tahu apa yang sedang direncanakan oleh mereka. Kita
harus selalu waspada" kata Song Wei Hao berusaha
menenangkan.
"Suamiku, tenanglah. Apa yang dikatakan paman
Song memang benar. Kita tunggu saja perkembangan
terlebih dulu" kata Cen Hua berusaha menenangkan Han Cia
Pao. Han Cia Pao hanya mendengus kesal sambil
membanting tubuhnya ke kursi. Ia sudah tidak sabaran untuk
turun laga dan menghajar wakil-wakil Ceng Lu Hui yang
kelihatan sombong sekali itu. Darah tuan mudanya kembali
bergelegak.
"Aku Wei Chung dari Guen Chou mohon
pelajarannya!" teriak seorang pendekar berkumis tebal yang
melompat ringan ke atas panggung.
"Nah yang ini bagianku!" seru Pu Cui sambil maju ke
depan.- 251 "Mohon pelajarannya" kata Wei Chung sambil
menjura kemudian mengeluarkan senjatanya, tali rantai
dengan ujung pisau kecil yang dililitkan di pinggangnya.
"Mari kita mulai!" seru Pu Cui sambil langsung maju
menyerang tanpa basa-basi.
Guci besi yang disandang di punggung adalah senjata
maut Pu Cui. Langkah-langkahnya yang kelihatan oleng dan
mabuk sebenarnya amat berbahaya karena sukar ditebak.
Jurus andalan Pu Cui adalah Cui Chuen (Tinju Mabuk) yang
banyak sekali perubahannya sehingga tidak bisa dihadapi
sembarangan saja. Wei Chung yang mengetahui hal ini
berusaha mengambil jarak dengan terus melecutkan tali
rantainya, la tampaknya tidak mau serangan Pu Cui yang
tidak terduga.
Setelah lewat dua puluh jurus, mulai terlihat tandatanda kekalahan Wei Chung. Tubuhnya mulai berkeringat
banyak dan ia mundur-mundur terus. Pu Cui tidak
melewatkan kesempatan ini dan terus menekan pertahanan
Wei Chung. Pada sebuah kesempatan yang baik, tali rantai
Wei Chung berhasil diraih oleh Pu Cui. Sekali hentakan
saja, Wei Chung yang kalah tenaga langsung tertarik ke arah
Pu Cui yang sudah siap dengan tinju mautnya. Pu Cui
dengan gemas sekali menghadiahkan tinju beruntun yang
langsung menghajar dada lawan beberapa kali. Wei Chung
sampai terpental dan jatuh berdebam karena kerasnya
hantaman. Belum sempat ia berbuat apa-apa, Pu Cui sudah
melompat dan turun menghunjam tubuh Wei Chung dengan- 252 guci besinya terlebih dulu. Suara gemeretak tulang remuk
mengakhiri perlawanan Wei Chung yang malang itu.
"Pertarungan dimenangkan wakil Ceng Lu Hui!" seru
Chang Bai dengan bangga sekali disambut gemuruh para
pendukung Ceng Lu Hui.
Beberapa pendekar lain mengajukan diri menantang
Wu Se dan Si Ta Hao Ren tapi semuanya dibantai dengan
kejam. Para pendukung Ceng Lu Hui yang rata-rata
sebenarnya adalah begundal dan pemogoran itu bersoraksorai dengan gembira setiap kali melihat pendekar
penantang roboh bersimbah darah. Han Cia Pao yang sudah
amat geram akhirnya tanpa bisa dicegah lagi oleh Song Wei
Hao, langsung menggenjot tubuhnya terbang ke arah
panggung. Semua penonton langsung terdiam melihat
seorang pemuda berpakaian bagus yang tampak seperti
bangsawan ini berani maju menantang maut.
"Aku Murong Yen dari partai Chung Lin di Han Jin,
mohon pelajarannya!" seru Han Cia Pao yang sekarang
memakai nama samaran Murong Yen.
"Heheheh, kau rupanya sudah tidak sayang lagi
dengan nyawamu. Baiklah, aku Cien Tao Hong Ying
(Pedang Golok Bayangan Merah) akan menjadi lawanmu
yang terakhir!" kata Hong Ying maju menjawab tantangan
Han Cia Pao.
Hong Ying maju dengan santainya menuju ke arah
Han Cia Pao. Meskipun demikian hawa membunuhnya- 253 meluap-luap keluar sehingga menekan udara di sekeliling
Han Cia Pao. Saat itu memang tidak ada yang mengenali
Han Cia Pao karena selain menggunakan nama dan partai
samaran, ia dan Song Wei Hao mengubah penampilannya
dengan kumis dan jenggot palsu. Bagaimanapun juga status
mereka berdua adalah buronan negara sehingga amat
berbahaya jika tampil tanpa samaran.
"Kau sudah siap menjemput maut?!" tanya Hong
Ying dari balik cadar merahnya dengan nada mengancam.
"Silakan, bisa dimulai" jawab Han Cia Pao tidak
mempan digertak.
"Keluarkan senjatamu!" sergah Hong Ying melihat
Han Cia Pao masih tenang-tenang saja.
"Aku tidak memakai senjata" kata Han Cia Pao.
"Marga Murong! Kau jangan sombong! Aku akan
mencincangmu agar kau tidak mati penasaran!" bentak
Hong Ying.
Bagaikan anak panah dilepaskan dari busurnya, Hong
Ying langsung terbang dengan pedang dan golok pendek
terhunus menyerang dada Han Cia Pao. Gerakannya begitu
cepat sehingga tidak tertangkap mata orang biasa. Tahu-tahu
tubuhnya sudah berada di depan Han Cia Pao dengan
pedang siap menusuk!
"Luar biasa!" seru Han Cia Pao memuji kehebatan
Hong Ying.- 254 Cen Hua yang menonton dari bawah panggung
merasa cemas sekali melihat serangan maut Hong Ying ini,
demikian juga dengan Song Wei Hao. Ini memang adalah
pertarungan Han Cia Pao yang pertama sejak ia sembuh dari
luka-lukanya di Yi Chang. Tentu saja hal ini membuat
orang-orang terdekatnya merasa khawatir sekali.
Han Cia Pao menggeser tubuhnya sedikit ke samping
sehingga loloslah ia dari bahaya maut. Tapi Hong Ying yang
kaya pengalaman bertarung tidak berhenti sampai di situ
saja. Sambil berputar bak sebuah gasing, Hong Ying
menyabetkan goloknya sambil melewati tubuh Han Cia Pao.
Untunglah Han Cia Pao masih sempat mundur sehingga
terhindar dari serangan beruntun ini. Semua penonton yang
melihat langsung bersorak-sorai menyaksikan adanya
penantang yang cukup tangguh ini. Tambur dipukul bertalutalu sehingga semakin membuat riuh rendah suasana
panggung pertarungan.
"Marga Murong! Kau cukup berilmu juga rupanya!
Baik, ini akan menjadi pertarungan yang menyenangkan
buatku" kata Hong Ying sambil menatap Han Cia Pao dari
balik cadarnya dengan pandangan menusuk.
"Mari kita bertarung!" seru Han Cia Pao tidak mau
kalah.
Kali ini Han Cia Pao yang maju lebih dulu
menyerang. Kedua tinjunya dikepalkan di depan dada
sambil melompat menyerang. Ini adalah jurus pembukaan- 255 Han Ping Leng Cang (Tapak Sedingin Es). Begitu Han Cia
Pao mengeluarkan jurus ini, Ma Pei dan Shi Chang Sin yang
duduk di dekat panggung kehormatan langsung terkesiap.
Bukankah selama ini hanya Sie Yi Wongguo Luo (Wongguo
Luo si Hujan Salju) yang mampu menggunakan ilmu itu?
Siapakah orang yang kelihatan seperti bangsawan ini yang
mampu juga menguasai ilmu itu?
Cien Tao Hong Ying dapat merasakan hawa dingin
luar biasa yang mendesak dirinya keluar dari tubuh lawan,
la tahu kali ini ia tidak bisa bermain-main lagi seperti
pertarungan sebelumnya. Pedang dan goloknya disiapkan
dengan seluruh tenaga dalam menghadapi serangan lawan.
Begitu Han Cia Pao mengeluarkan kedua tinjunya
bersamaan menyerang dada Hong Ying, langsung saja terasa
seluruh wilayah panggung itu menjadi dingin sekali
bagaikan sedang musim salju. Ini adalah jurus Xia Tien Sie
Chuen (Tinju Salju Musim Panas) yang ganas dan
berbahaya. Siapapun yang terkena jurus ini akan segera mati
dengan tubuh membeku.
"Aduh, Cia Pao mengapa engkau langsung
mengeluarkan jurus mautmu?!" kata Song Wei Hao dalam
hatinya dengan cemas.
Butiran uap air di atas panggung langsung berubah
menjadi es dan salju terkena jurus Xia Tien Sie Chuen ini.
Apalagi tenaga hawa dingin Han Cia Pao setelah makan Nan
Hai Lung Cu (Mutiara Naga Laut Selatan) amat hebat- 256 sehingga dalam jarak satu tombak sudah terasa dada Hong
Ying bagaikan dihantam balok es saja rasanya.
Hong Ying menyadari kekuatan lawan terlalu hebat,
memutuskan untuk melompat menghindari serangan.
Gerakannya yang gesit dan lincah menyelamatkan
nyawanya dari bahaya maut. Serangan Han Cia Pao
mengenai ruang kosong dan langsung saja hawa dinginnya
menghambur ke arah penonton menjadikan hujan salju
setempat yang amat ajaib. Semua penonton dan pengikut
Ceng Lu Hui sampai terdiam tidak dapat berkata apa-apa
melihat pameran kekuatan tenaga Han Cia Pao ini!
"Marga Murong! Siapa kau sebenarnya?!" bentak
Cien Tao Hong Ying dengan marah sekali karena merasa
dipermalukan.
"Sudah kukatakan tadi, aku Murong Yen dari partai
Chung Lin. Apakah kau tuli sehingga tidak mendengarnya?"
ejek Han Cia Pao.
"Kurang ajar!" teriak Hong Ying dengan marah sekali.
Hong Ying melompat tinggi ke atas Han Cia Pao
sambil menyerang bertubi-tubi dengan pedang dan golok
pendeknya. Serangan maut ini terus menyerang seakan-akan
tanpa henti seakan membuat Han Cia Pao kerepotan juga.
Tampaknya Hong Ying benar-benar mengerahkan segenap
kemampuannya agar tidak mendapatkan malu dan terutama
hadiah ribuan tael emas yang akan ia terima untuk setiap
musuh yang dikalahkannya. Serangan maut Hong Ying ini- 257 akhirnya membuahkan hasil ketika satu sabetan goloknya
berhasil merobek baju Han Cia Pao.
"Hahahha! Kemana kehebatanmu?! Mengapa kau
hanya mundur saja?!" ejek Hong Ying dengan penuh
kemenangan.
"Kau hanya bisa merobek bajuku saja sudah merasa
menang. Sekarang giliranku menyerang!" seru Han Cia Pao
tidak mau kalah.
Hong Ying langsung bersiap melompat menyambut
serangan Han Cia Pao. Serangan Han Cia Pao dengan kedua
tinjunya memang bukan main-main. Hawa dingin luar biasa
seakan-akan meledak keluar dari dalam tubuhnya sehingga
membekukan udara dalam jarak dua tombak di sekitarnya.
Hong Ying amat terkejut ketika menyadari bahwa dirinya
telah terjebak dalam keadaan udara beku yang membuatnya
susah bergerak. Usahanya untuk melompat menjadi sia-sia
karena seluruh tubuhnya terasa membeku. Inilah jurus maut
luar biasa yang milik Pei Mo (Iblis Utara) yang
disempurnakannya saat berusia lanjut, Sie Yen Ping Chuen
(Tinju Es Neraka Beku)!
Para penonton juga tidak habis pikir apa yang
sebenarnya terjadi. Mereka hanya melihat sekitar tubuh Han
Cia Pao mengeluarkan semacam kabut tipis yang terasa
amat dingin. Setelah itu para penonton melihat suasana di
sekitar Han Cia Pao dan Hong Ying bagaikan melihat ke
dalam danau saat musim dingin, seperti mereka berada di- 258 dalam bongkahan es saja layaknya. Suhu udara sekitar
panggung menjadi amat dingin sehingga pengikut Ceng Lu
Hui yang berilmu rendah langsung menggigil kedinginan.
Saat itu memang Hong Ying sudah terjebak dalam
pusaran hawa dingin yang dibuat oleh Sie Yen Ping Chuen.
Selain dingin membekukan, pusaran hawa dingin ini juga
membuat siapapun I yang terjebak di dalamnya tidak akan
bisa keluar. Nasib Hong Ying benar-benar di ujung tanduk
ketika kedua tinju Han Cia Pao melesat mendekati dadanya
tanpa bisa dicegah lagi. Bunyi tulang remuk bergemeretakan
seiring dengan terlemparnya tubuh Hong Ying menembus
es beku yang tercipta di sekeliling dirinya. Tubuh Hong
Ying terlempar lima tombak dan langsung hancur lebur
bagaikan pecahan balok es begitu terbanting ke lantai
panggung!
Chang Bai, Wen Yang, Ma Pei, Shi Chang Sin dan
semua pendukung Ceng Lu Hui langsung terkesiap melihat
kematian Cien Tao Hong Ying yang mengenaskan ini.
Suasana panggung pertarungan menjadi sunyi senyap
sesaat. Bahkan semua yang hadir terlihat seperti sedang
menahan napas sehingga bunyi napaspun tidak terdengar.
Kehebatan ilmu yang barusan diperlihatkan benar-benar
luar biasa mengagumkan. Chang Bai sampai gemetaran di
tempat duduknya menyaksikan pameran kekuatan Han Cia
Pao barusan.- 259 "Ehm, pemenangnya Murong Jin dari partai Chung
Lin" kata Chang Bai dengan suara serak dan tanpa
kesombongan apa-apa kali ini.
Han Cia Pao menjura hormat kepada Chang Bai dan
semua yang hadir sebelum turun panggung. Semua mata
menatap kagum kepadanya sehingga Han Cia Pao menjadi
amat bangga. Kini tidak seorangpun yang berani
meremehkannya lagi. Tapi Song Wei Hao yang
menyambutnya di kursi tempat duduk menatapnya dengan
pandangan tidak senang. Han Cia Pao pura-pura tidak
melihat Song Wei Hao dan memilih langsung berbicara
dengan Cen Hua.
Tambur kembali dipukul bertalu-talu untuk
mempersiapkan penantang selanjutnya. Suasana tegang
akibat kematian Cien Tao Hong Ying segera terlupakan
begitu sisa-sisa tubuhnya dibersihkan dari panggung. Kini
semua saling berharap ada lagi yang berani maju menantang
kelompok Ceng Lu Hui. Bukankah sudah terbukti salah satu
jagoan mereka berhasil dikalahkan dengan telak sekali?
"Aku, Tie Kung Jing Ying (Busur Besi Bayangan
Hijau) menantang para pendekar sekalian untuk naik ke
panggung!" seru Jing Ying yang tampaknya tidak sabar lagi
setelah lama tidak ada yang berani naik ke panggung untuk
bertarung.- 260

Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apakah tidak ada lagi laki-laki sejati di sini?!" ejek
Jing Ying yang disambut tertawa menghina dari barisan
Ceng Lu Hui.
"Aku yang akan membungkam mulutmu!" seru suara
seorang wanita dengan tiba-tiba dari pinggir kiri panggung.
Sesosok tubuh wanita melompat ringan ke atas
panggung. Meskipun memakai cadar hitam, tapi Jing Ying
dapat melihat kemarahan yang meluap-kuap memancar dari
mata wanita itu Tampaknya wanita itu memiliki dendam
pribadi terhadap dirinya Tapi sebagai pembunuh bayaran
yang sudah membunuh ratusan orang, Jing Ying tidak
terlalu ambil peduli dengan balas dendam yang ingin
dilakukan oleh keluarga korban-korbannya.
"Katakan dulu siapa dirimu, agar dapat ditulis di batu
nisanmu!" ejek Jing Ying berusaha membuat panas lawan.
"Aku Jien Jing Hui, putri ketua persilatan yang
sesungguhnya, Jien Wei Cen!" kata wanita yang tidak lain
adalah Jien Jing Hui itu sambil membuka cadar hitam yang
menutupi wajahnya.
Suasana langsung menjadi tegang sekali. Semua
penonton yang hadir berbisik-bisik sedangkan anggota Ceng
Lu Hui langsung meloloskan senjatanya masing-masing
bersiap menghadapi segala kemungkinan. Kehadiran Jien
Jing Hui tentunya bersama-sama dengan para anggota Tien
Lung Men yang lainnya. Dan memang benar sekali, karena- 261 dari arah kiri panggung tiba-tiba saja bermunculan beberapa
sosok bayangan yang berkelebat dengan cepat sekali.
"Tenang semua!!" teriak Chang Bai sambil
mengerahkan tenaga dalamnya.
Saat itu terlihat beberapa pendekar utama Tien Lung
Men sudah berdiri dengan gagahnya di bawah panggung
sebelah kiri. Mereka adalah Pei Tie Siung Ce Ke Fu (Ce Ke
Fu si Beruang Besi Utara), Hei She Ni Wen Shi Mei (Wen
Shi Mei si Putri Ular Hitam), Gao Guen (Toya Tinggi), He
Suang Fu (Kapak Kembar He) dan Liu Da. Mereka semua
tampak gagah dan tidak takut mati.
"Oh, kau hendak main keroyok?" ejek Jing Ying.
"Aku tidak perlu orang lain untuk membunuhmu"
kata Jien Jing Hui dengan nada mengancam.
"Kau yakin bisa mengalahkanku? Waktu itu jika
suamiku tidak mencegahku, mungkin kau sudah berkumpul
dengan ayahmu di neraka sekarang" ejek Jing Ying sambil
tertawa menghina.
"Kurang ajar!" bentak Jien Jing Hui dengan marah
sekali.
"Apakah ada yang salah dengan perkataanku?!
Suamimu kabur ke pelukanku karena kau tidak becus
menjadi istri, lalu kau hendak menyalahkanku?! Dasar nona
besar, susah diatur" ejek Jing Ying yang disambut tawa
semua pendukung Ceng Lu Hui.- 262 "Wanita murahan! Jika aku hari ini tidak
membunuhmu, jangan panggil lagi aku Jien Jing Hui!" jerit
Jien Jing Hui yang sudah marah sekali itu.
Pedang Jien Jing Hui langsung diloloskan dari
sarungnya dan berdesing nyaring sekali. Tanpa banyak
bicara, Jien Jing Hui langsung mengeluarkan jurus maut dari
ilmu Tien Lung Cien (Pedang Naga Langit). Gerakannya
begitu cepat dan bertenaga karena dipenuhi kemarahan yang
amat sangat. Padahal dalam bertarung, kemarahan adalah
pantangan bagi pendekar. Tidak heran pada serangan
pertama Jing Ying berhasil mengelak dengan mudah.
"Jangan lari kau wanita murahan! Hadapi pedangku!"
bentak Jien Jing Hui ketika melihat Jing Ying hanya
menghindar terus.
"Baiklah, kau pikir aku takut padamu! Sambut
busurku!" seru Jing Ying tidak mau kalah.
"Pranggg!!!"
Suara ledakan dua senjata bertemu memecah udara
disertai percikan bunga api yang meledak kemana-mana.
Benturan pertama ini dimenangkan Jien Jing Hui yang
memang mempunyai tenaga dalam lebih kuat dibandingkan
dengan Jing Ying. Tangan Jing Ying terasa kebas hingga
sampai ke pangkal lengan. Belum sempat memulihkan diri,
Jien Jing Hui sudah maju lagi dengan serangan yang lebih
ganas. Jing Ying benar-benar kerepotan dibuatnya.- 263 Dulu saat di Yi Chang, Jing Ying sanggup
mengalahkan Jien Jing Hui karena saat itu ia sedang lemah.
Tapi sekarang Jien Jing Hui sudah pulih, bahkan
semangatnya jauh lebih kuat dan penuh amarah dendam.
Tidak heran bila Jing Ying benar-benar terdesak hebat. Ia
hanya bisa mundur-mundur terus dan bertahan tanpa bisa
menyerang balik. Keadaannya amat gawat dan kelihatannya
sebentar lagi pertarungan ini akan segera berakhir.
"Pergilah ke neraka kau wanita murahan!" seru Jien
Jing Hui sambil menusukkan pedangnya ke perut Jing Ying
yang terbuka.
Jing Ying yang sudah salah langkah hanya bisa
membuang tubuhnya ke samping untuk menghindari
tusukan maut Jien Jing Hui. Gerakannya ini meskipun
menyelamatkan nyawanya, namun tetap saja tidak bisa
menghindarkan dirinya dari luka parah. Perutnya terluka
cukup lebar sehingga meneteskan banyak darah. Jing Ying
bergulingan di atas panggung berusaha menghindari
serangan lanjutan namun masih tetap dikejar terus dengan
amat geramnya oleh Jien Jing Hui.
"Aku menyerah!!!" jerit Jing Ying ketakutan ketika
akhirnya ia benar-benar terpojok dan tidak dapat
menghindari pedang Jien Jing Hui lagi.
"Sudah terlambat!" bentak Jien Jing Hui sambil
menikamkan pedangnya ke leher Jing Ying.- 264 Tepat di saat yang genting itu, sesosok bayangan
terbang bagaikan kilat ke atas panggung dan merampas
pedang milik Jien Jing Hui. Gerakannya begitu ringan
sehingga membuat Jien Jing Hui tidak sempat menyadari
apa yang terjadi, tahu-tahu pedangnya sudah terampas. Jien
Jing Hui menjadi amat marah ketika mengetahui bahwa sang
perampas adalah Wen Fang, suami sekaligus pengkhianat
Tien Lung Men yang amat ia benci!
"Pengkhianat keji! Akhirnya kau muncul juga!"
bentak Jien Jing Hui dengan marah sekali.
"Balaskan dendam ketua!" seru Ce Ke Fu yang tidak
kalah berangnya melihat Wen Fang.
"Aku tidak ingin bertarung dengan siapapun hari ini.
Istriku, bagaimana keadaan Hong-er, apakah ia baik-baik
saja?" tanya Wen Fang yang tidak berani menatap langsung
wajah Jien Jing Hui itu.
"Cuh!!" Jien Jing Hui meludah ke tanah sebagai
jawabannya. Para pendekar Tien Lung Men sudah bersiap
maju mengeroyok Wen Fang ketika teriakan Chang Bai
menggelegar memecah udara.
"Tenang!!! Hari ini adalah hari di mana kita
menentukan ketua dunia persilatan yang baru! Semua
urusan dendam harap dikesampingkan dulu! Nona Jien,
anda sudah menang dan berhak masuk babak selanjutnya,
sekarang silakan turun kembali dan biarkan para pendekar
lainnya maju. Ingat, aturan pertarungan di sini adalah satu- 265 lawan satu. Siapapun yang melanggar akan dihukum tanpa
ampun!" seru Chang Bai setengah mengancam.
Ce Ke Fu dan lainnya mau tak mau mundur teratur
mendengarkan peringatan ini. Apa yang dikatakan Chang
Bai memang benar. Kali ini hampir semua pendekar dan
partai persilatan diundang dalam pertemuan para pendekar.
Mereka semua adalah partai dan pendekar yang pernah
dikalahkan Tien Lung Men sehingga pastilah memendam
rasa tidak suka kepada Tien Lung Men. Mereka tidak boleh
gegabah dan lebih baik bertindak sesuai aturan.
"Nona Jien, turunlah. Nanti kita bicarakan lagi
langkah selanjutnya" kata Wen Shi Mei berusaha membujuk
Jien Jing Hui yang masih berdiri mematung di atas
panggung dengan tatapan penuh kebencian itu.
"Aduh suamiku, perutku dilukai wanita sial itu.
Kurang ajar sekali dia" kata Jing Ying yang berusaha
memanas-manasi Jien Jing Hui dengan bergayut manja di
pundak Wen Fang.
"Jangan bertindak yang bukan-bukan!" bentak Wen
Fang yang merasa tidak senang dengan sikap genit Jing
Ying di depan umum itu.
Jien Jing Hui mendengus kesal sambil melompat
turun dari panggung. Tidak terasa air mata membasahi
matanya meskipun tidak sampai menetes. Bagaimanapun
juga perasaan Jien Jing Hui adalah perasaan seorang wanita
yang peka. Meskipun Wen Fang adalah pengkhianat Tien- 266 Lung Men, tapi masa-masa indah mereka bersama tetap saja
sukar dihapuskan dari ingatan.
"Kita pergi!" kata Jien Jing Hui kepada para pendekar
Tien Lung Men yang lainnya.
Ce Ke Fu dan lainnya menuruti perkataan Jien Jing
Hui itu. Mereka meninggalkan panggung itu menuju tempat
duduk yang agak jauh di sebelah kiri panggung. Jien Jing
Hui menghempaskan tubuhnya dengan kesal di atas kursi.
Dari sudut matanya ia dapat melihat bagaimana Jing Ying
terus saja bergelayutan di pundak Wen Fang dengan manja.
Hati Jien Jing Hui bagaikan dibakar dan ditusuk-tusuk
dengan pedang sekaligus melihat hal ini.
"Baiklah! Sekarang siapa lagi pendekar yang akan
turun bertanding?!" tantang Chang Bai dengan sombongnya. "Kepala kuil Shaolin tiba!!! teriak penjaga pintu
dengan keras.
Semua perhatian yang hadir langsung tertuju ke pintu
masuk. Fang-cang Tien Gong dan dua adik seperguruannya
Tien Cin dan Tien Fa memasuki tempat pertemuan para
pendekar dengan langkah-langkah yang mantap. Fang-cang
Tien Gong hari itu memakai baju kebesaran kepala biara
Shaolin lengkap dengan tongkatnya sehingga tampak agung
sekali. Berturut-turur di belakang mereka adalah Ma Han
Jiang, Wongguo Luo, Han Cia Sing, Yung Lang, Wongguo
Yuan dan Lin Tung.- 267 Para pendekar yang berada di dekat rombongan itu
serentak menjura hormat kepada ketiga biksu utama kuil
Shaolin itu. Kuil Shaolin adalah kuil besar yang amat
disegani dalam dunia persilatan karena dari sinilah lahir
ilmu-ilmu dan jago-jago persilatan yang hebat. Tidak heran
jika semua pendekar sampai berdiri dari tempat duduk
mereka dan menjura. Han Cia Sing yang ikut dalam
rombongan itu sampai merasa tidak enak karena
penghormatan yang berlebihan ini.
"Cia Pao, itu Ma Han Jiang dan Han Cia Sing juga
sudah tiba. Tampaknya mereka berhasil membujuk kuil
Shaolin untuk ikut terlibat dalam penentuan ketua dunia
persilatan yang baru" bisik Song Wei Hao pada Han Cia
Pao. "Benar paman Song. Dengan demikian rencana Huo
Wang-ye untuk mematahkan rencana jahat Huo Cin akan
semakin mulus" kata Han Cia Pao.
Chang Bai yang bertindak sebagai tuan rumah, juga
turun dari panggung kehormatan untuk menyambut
kedatangan Fang-cang Tien Gong ini.
"Salam hormat kepada Fang-cang Tien Gong. Senang
anda bisa hadir dalam pertemuan para pendekar ini" sambut
Chang Bai berbasa-basi.
"Amitabha, san-cai, san-cai. Lau-na hanyalah seorang
biksu biasa, tidak pantas menerima penghormatan seperti
ini" kata Tien Gong merendah.- 268 "Biksu Tien Fa dan biksu Tien Cin juga hadir
rupanya. Silakan duduk di panggung kehormatan bersama
kami" kata Chang Bai mengajak rombongan Shaolin naik ke
atas panggung kehormatan.
Ma Han Jiang, Han Cia Sing dan lainnya tidak ikut
naik ke atas panggung kehormatan karena mereka bukan
undangan kehormatan. Mereka disediakan kursi di bawah
panggung yang menghadap langsung ke panggung besar
tempat pertarungan berlangsung. Saat Han Cia Sing akan
duduk, tiba-tiba ia merasa sedang diperhatikan oleh
seseorang. Ternyata Ma Pei yang duduk beberapa baris di
samping kanannya tengah melihatnya dengan tatapan mata
yang aneh. Han Cia Sing merasa tidak enak dipandangi
terus-menerus oleh ayah Ma Xia itu sehingga ia
memutuskan untuk menatap ke arah panggung besar saja.
"Nah, sekarang kita bisa melanjutkan lagi
pertarungan kita. Siapa lagi yang hendak maju
menantang?!" tanya Chang Bai.
"Aku maju dulu. Setelah itu baru kau, Cia Sing" kata
Ma Han Jiang sambil bangkit berdiri dari kursinya dan
melompat ringan ke atas panggung.
"Aku, Ma Han Jiang mohon pelajarannya!" seru Ma
Han Jiang sambil menjura setelah berada di atas panggung.
"Bagus! Bagus! Pendekar Ma begitu datang langsung
turun laga. Benar-benar terus-terang" kata Chang Bai
dengan nada mengejek.- 269 "Aku Si Ge Hei Ying (Pembunuh Gelap Bayangan
Hitam) yang akan jadi lawanmu!" kata Hei Ying sambil
maju ke depan Ma Han Jiang.
Dua pendekar tangguh bertemu bagaikan dua ekor
harimau yang siap bertarung. Sorot mata Hei Ying yang
menyiratkan kekejaman beradu pandang dengan sorot mata
Ma Han Jiang yang teguh bagaikan batu karang. Keduanya
sudah siap untuk menghancurkan lawan. Sekarang tinggal
menunggu waktu saja siapa yang akan bergerak lebih
dahulu.
"Ma Han Jiang, apakah kau sudah bisa bertarung?
Bagaimana dengan luka-lukamu" kata Hei Ying dengan
nada meremehkan.
"Aku sudah tidak sabar untuk menjajal kehebatan Wu
Se yang konon amat ditakuti itu tanpa main keroyok" kata
Ma Han Jiang tidak mau kalah mengingatkan pengeroyokan
Wu Se beberapa I waktu lalu.
"Lalu apa yang kita tunggu?!" tanya Hei Ying.
Begitu kalimat Hei Ying selesai diucapkan. Ma Han
Jiang langsung maju menyerang dengan tendangan


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mautnya. Gerakan Ma Han Jiang yang begitu tiba-tiba ini
masih bisa dihindari tipis sekali oleh Hei Ying. Tendangan
Ma Han Jiang hanya meleset seujung rambut dari wajah Hei
Ying yang ditutupi cadar hitam itu. Belum selesai Hei Ying
menarik napas, tendangan Ma Han Jiang berikutnya sudah
datang mengincar ulu hatinya!- 270 Hei Ying berkelit dan bersalto menghindarkan jarak
tendangan lawan. Ma Han Jiang terus mengejar dan berniat
menjatuhkan lawan secepat mungkin. Namun gerakan Ma
Han Jiang terhenti ketika ia mendengar desingan piau (pisau
kecil) rahasia yang dilemparkan Hei Ying kepadanya.
Sekarang ganti Ma Han Jiang yang berlompatan
menghindari senjata maut andalan Hei Ying itu. Piau-piau
itu bertaburan bagaikan rintik hujan saja layaknya karena
dalam satu kali lemparan, Hei Ying sanggup melesatkan
enam piau sekaligus!
Ma Han Jiang berhasil menghindari gelombang
serangan Hei Ying yang pertama dengan baik. Semua piau
tidak ada satu pun yang mampir di tubuhnya. Hei Ying
semakin penasaran dan mulai melakukan serangan
gelombang kedua. Kali ini Ma Han Jiang menghindari
senjata lawan dengan bergulingan di tanah. Han Cia Sing
yang melihat Ma Han Jiang terdesak hebat dan tidak mampu
menyerang itu menjadi amat khawatir.
"Cia Sing, kau tidak perlu khawatir. Pendekar Ma
Han Jiang akan memenangkan pertarungan ini" kata
Wongguo Luo meyakinkan Han Cia Sing yang tampak
gelisah itu.
"Benar Cia Sing, pendekar Ma amat tangguh. Engkau
tidak perlu khawatir" kata Yung Lang menambahkan.
Pertarungan di atas panggung masih berlangsung
dengan seru sekali. Ma Han Jiang tampaknya tidak bisa- 271 mendekat untuk menyerang Hei Ying sama sekali karena
selalu diserang piau secara gencar. Tapi sebenarnya ia
tengah menggunakan siasat menghabiskan piau Hei Ying.
Persediaan piau yang disimpan di belakang jubah hitam Hei
Ying pasti suatu saat akan habis dan saat itulah Ma Han
Jiang akan balik menyerang habis-habisan.
Perkiraan Ma Han Jiang memang tepat sekali. Setelah
beberapa lama menyerang terus dengan piaunya, akhirnya
Hei Ying terpaksa berhenti menyerang karena kehabisan
piau. Ma Han Jiang tidak membuang kesempatan melihat
hal ini dan langsung balik menyerang dengan ganas, la
melompat tinggi ke udara dan langsung menerjang ke arah
kepala Hei Ying dengan tendangan maut!
"Brakkk!!"
Lantai panggung yang terbuat dari batu itu langsung
retak terkena tendangan Ma Han Jiang. Beruntung sekali
Hei Ying dapat menghindar tepat pada waktunya. Semua
yang hadir menahan napas melihat jurus maut yang
dilancarkan Ma Han Jiang barusan. Tampaknya Ma Han
Jiang tidak main-main dan benar ingin mencabut nyawa Hei
Ying!
"Kurang ajar!" seru Hei Ying marah sekali.
Ma Han Jiang terus mendesak dengan ganas dengan
tendangan-tendangan mautnya. Hei Ying yang sudah tidak
mempunyai piau lagi menjadi terdesak hebat. Tampaknya
kalah menang sudah bisa diputuskan sekarang. Dalam satu- 272 kesempatan yang baik, sebuah tendangan Ma Han Jiang
berhasil masuk mengenai tulang kering kaki Hei Ying.
Akibat lukanya ini Hei Ying tidak dapat lagi bergerak lincah
dan menjadi sasaran empuk bulan-bulanan tendangan Ma
Han Jiang.
"Kau tidak menyerah?!" tanya Ma Han Jiang.
"Menyerah?! Aku baru akan menyerah setelah
memenggal kepalamu!" bentak Hei Ying tidak mau kalah
sama sekali padahal saat itu kepalanya sudah terasa pusing
sekali.
Sambil berteriak marah, Hei Ying maju dengan
lengan terpentang lebar hendak menghajar dada Ma Han
Jiang. Gerakan Hei Ying yang sudah terluka sebenarnya
lamban dan kurang terarah sehingga bisa dihindari Ma Han
Jiang dengan mudah. Ma Han Jiang melompat ringan ke atas
kepala Hei Ying dan dengan satu gerakan, leher Hei Ying
sudah terkunci oleh kaki Ma Han Jiang. Satu jurus
kemudian, batang leher Hei Ying sudah patah oleh puntiran
maut kaki Ma Han Jiang!
Tubuh Hei Ying yang sudah tidak bernyawa lagi
langsung roboh ke lantai panggung dengan keras. Chang Bai
dan para pengikut hanya terpana menyaksikan kehebatan
jurus-jurus Ma Han Jiang. Sementara itu para pendekar
lainnya berteriak-teriak kegirangan sambil memuji Ma Han
Jiang si Tendangan Kaki Menggunting yang memang nama
besarnya sesuai dengan jurus-jurusnya itu.- 273 "Pemenangnya Ma Han Jiang!" seru Chang Bai singkat.
Ma Han Jiang kembali ke tempat duduknya sementara
mayat Hei Ying disingkirkan dari atas panggung. Wen Yang
yang menonton dari kejauhan merasa amat geram karena
hari ini ia sudah kehilangan dua orang pembunuh bayaran
andalannya. Ia tidak tahu bagaimana nanti sikap kakaknya,
Huo Cin bila mendengar hal ini terjadi. Tapi yang pasti Huo
Cin akan marah sekali.
"Siapa lagi penantang selanjutnya?" tantang Chang Bai.
Han Cia Sing berdiri dari tempat duduknya dengan
perlahan-lahan, berusaha agar tidak menarik perhatian. Tapi
tetap saja mata semua yang hadir di sana memandang ke
arah dirinya. Penampilan Han Cia Sing yang sederhana
seperti petani biasa itu benar-benar kurang meyakinkan.
Penampilan Ma Han Jiang memang juga sederhana, tapi ia
sudah terkenal di kalangan dunia persilatan selama puluhan
tahun sehingga tidak ada yang berani meremehkan dirinya.
Sementara Han Cia Sing masih belum genap delapan belas
tahun sehingga tidak heran banyak yang menyangsikan
kehadirannya.
"Aku Han Cia Sing, mohon petunjuknya" kata Han
Cia Sing sambil menjura kepada Chang Bai setelah ia berada
di atas panggung.
Begitu nama Han Cia Sing disebut, segera terdengar
bisik-bisik para penonton yang berdengung seperti lebah.
Rupanya kabar mengenai seorang pemuda yang sanggup- 274 menghadapi empat belas pendekar sekaligus saat
penyerbuan markas Tien Lung Men sudah tersebar kemanamana. Nama Han Cia Sing sudah terkenal sekarang sebagai
seorang pendekar muda yang perkasa. Meskipun amat
terkenal, namun hanya sedikit pendekar yang tahu bahwa
Han Cia Sing adalah anak Han Kuo Li. Inilah yang
menyebabkan ia tidak perlu menyamarkan dirinya seperti
Han Cia Pao. Han Cia Sing sendiri semakin merasa tidak
enak tapi ia tetap bertahan di atas panggung karena teringat
perjanjiannya dengan Permaisuri Wu.
"Bocah busuk, aku Hu Tou Pai Ying (Kepala Macan
Bayangan Putih) akan meladenimu!" seru Pai Ying sambil
langsung menghunus senjatanya berupa cakar besi.
Pai Ying langsung menggebrak Han Cia Sing dengan
serangan mautnya. Meskipun tahu kehebatan Han Cia Sing,
tapi Pai Ying pantang menunjukkan rasa gentarnya. Apalagi
pertarungan ini adalah pertarungan resmi di hadapan ratusan
pendekar dunia persilatan. Pai Ying tidak ingin kehilangan
muka karena takut menghadapi seorang pemuda tanggung
seperti Han Cia Sing.
Sebaliknya Han Cia Sing tidak ingin bertarung
langsung, la tidak merasa punya dendam dengan Pai Ying
sehingga tidak berniat melukainya. Han Cia Sing hanya
berkelebat kesana-kemari dengan ilmu Guo Yin Sen Kung
(Ilmu Sakti Melintasi Awan) menghindari terjangan cakar
besi Pai Ying. Hal ini ternyata malah membuat Pai Ying
semakin geram karena merasa dipermainkan. Apalagi para- 275 penonton mulai banyak yang tertawa melihat Pai Ying yang
kebingungan seperti mengejar bayangan di atas panggung.
"Bocah busuk! Hadapi aku dengan jantan jika engkau
berani!" teriak Pai Ying dengan marah sekali setelah
berhenti mengejar karena kelelahan.
"Aku di sini" kata Han Cia Sing sambil berdiri di
depan Pai Ying.
"Sudah cukup main-mainnya?! Sekarang kita
bertarung!" tantang Pai Ying.
"Baiklah jika itu maumu" kata Han Cia Sing sambil
memasang kuda-kuda.
Pai Ying tidak membuang kesempatan ini dan
langsung maju menerjang. Cakar besinya diarahkan ke
batok kepala Han Cia Sing dengan harapan dapat
meremukkan kepala lawannya itu. Han Cia Sing berkelit
dengan lincah dari serangan lawan dan dengan satu gerakan
tipu yang baik sekali, kini ia sudah berada di belakang
lawan. Punggung Pai Ying yang terbuka menjadi sasaran
yang empuk bagi Han Cia Sing untuk melakukan serangan.
Pai Ying yang menyadari dirinya sudah salah
langkah, memilih menghindari serangan tapak Han Cia Sing
dengan bergulingan di lantai panggung. Meskipun berhasil
menghindari serangan lawan, tapi muka Pai Ying menjadi
merah sekali karena merasa malu harus sampai bergulingan
menyelamatkan diri. Cakar besinya diacungkan ke atas dan- 276 dengan teriakan yang menggetarkan angkasa ia maju
menyerbu Han Cia Sing. Tampaknya Pai Ying benar-benar
marah dipermalukan oleh Han Cia Sing di depan orang
banyak.
Serangan demi serangan Pai Ying yang tidak
mengenai sasaran membuatnya kelelahan dan berkeringat
banyak. Tenaga dan arah serangan menjadi semakin
berkurang sehingga Han Cia Sing dapat melihat banyak
celah pada lawannya itu. Pada J satu kesempatan yang baik
ketika Pai Ying kehilangan keseimbangan karena salah
langkah, Han Cia Sing langsung maju menggebrak dengan
tendangan beruntun ke dada lawannya itu. Pai Ying tidak
sempal mengelak lagi dan terhajar telak. Ia terlempar dua
tombak ke belakang dan terjatuh keras di lantai panggung.
Darah segar muntah dari mulut Pai Ying akibat luka
dalamnya itu.
"Apakah kau menyerah sekarang?!" tanya Han Cia
Sing yang tidak langsung menuntaskan serangannya untuk
menghabisi lawan.
"Kurang ajar! Kau bocah busuk! Aku Hu Tou Pai
Ying tidak mungkin kalah darimu!" seru Pai Ying seakan
tidak ingin 4 kehilangan muka di hadapan ratusan pendekar.
Pai Ying bangkit dengan susah payah dengan
berpegangan pada tongkat cakar besinya. Tampaknya ia
mengalami luka dalam yang cukup parah tapi tidak mau
mengakuinya. Pai Ying berdiri sempoyongan dan berniat- 277 bertarung kembali. Han Cia Sing yang berhati welas asih
sebenarnya tidak tega untuk menyerang lawan yang sudah
lemah seperti ini, tapi Pai Ying bersikeras terus melawan, ia
maju menyerang dengan sisa-sisa kekuatannya yang
terakhir untuk mencoba mengalahkan Han Cia Sing.
Sebuah sabetan cakar besi dengan mudah berhasil
dihindari oleh Han Cia Sing. Pinggang Pai Ying yang
terbuka karena gerakannya yang lambat akibat luka dalam
itu langsung dimanfaatkan oleh Han Cia Sing. Sebuah tinju
yang tidak terlalu keras masuk dengan telak ke rusuk kanan
Pai Ying sehingga membuatnya terpental dua tombak lagi.
Darah segar kembali menetes dari mulut Pai Ying.
Meskipun berusaha bangkit, namun akhirnya Pai Ying
terjatuh dan tidak bangun lagi. Ia pingsan di atas panggung
akibat luka dalam yang dideritanya.
"Ah, Cia Sing, kau terlalu baik hati" keluh Ma Han
Jiang kepada dirinya sendiri melihat sikap Han Cia Sing
dalam pertarungan barusan.
"Pemenangnya Han Cia Sing!" seru Chang Bai
dengan tidak bersemangat.
Ratusan pendekar yang hadir langsung bertepuktangan dan bersorak-sorai menyaksikan pertarungan
barusan. Mereka semua umumnya memuji sikap Han Cia
Sing yang mengalah dan tidak haus darah terhadap
lawannya. Sikap semacam itu boleh dikatakan sebagai
sebuah sikap ksatria karena tidak menghabisi lawan yang- 278 sudah terlihat lemah. Beberapa dari mereka bahkan
membandingkan sikap Han Cia Sing ini dengan sikap
Murong Yen yang begitu kejam menghabisi Cien Tao Hong
Ying. Bisik-bisik para pendekar yang hadir ini tentu saja
memanaskan telinga Han Cia Pao yang menyamar sebagai
Murong Yen dari partai Chung Lin. Istrinya Cen Hua, segera
saja memegang tangan Han Cia Pao untuk menenangkannya. "Siapa lagi yang ingin bertarung?! Silakan maju ke
depan!" teriak Chang Bai menantang setelah Pai Ying
dipinggirkan dari atas panggung.
"Aku Ce Ke Fu, mana mungkin melewatkan
kesempatan ini!" teriak Ce Ke Fu sambil berjalan gagah naik
ke atas panggung.
Kembali bisik-bisik terdengar bagaikan lebah
berdengung di antara semua pendekar yang hadir. Setelah
Jien Jing Hui berhasil lolos sebagai penantang ke babak
selanjutnya, kini giliran si Beruang Besi Utara yang maju.
Tampaknya sisa-sisa partai Tien Lung Men benar-benar
ingin menjadikan pertemuan para pendekar ini sebagai ajang
balas dendam. Siapa lagi yang akan menjadi korbannya
sekarang?
Di atas panggung sekarang hanya tinggal tersisa Si Ta
Hao Ren setelah empat Wu Se kalah dengan mengenaskan.
Pu Cui (Tidak Mabuk) yang penuh perhitungan tentu saja
tidak mau maju meladeni Ce Ke Fu yang sudah terkenal- 279 kekuatannya itu. Demikian pula dengan Pu Tu (Tidak
Berjudi) dan Pu Tou (Tidak Mencuri). Hanya Pu Sa (Tidak
Membunuh) yang kurang waras saja yang maju ke depan
dengan golok lebarnya. Ia sama sekali tidak terlihat takut
melawan Ce Ke Fu yang bertubuh tinggi besar dan kekar itu.
"Aku tidak ingin melawanmu! Aku ingin menantang
Pu Tou!" seru Ce Ke Fu yang mengagetkan semua pendekar
yang hadir.
Pu Tou dulu memang pernah melukai Ce Ke Fu
dengan licik sekali saat penyerbuan markas Tien Lung Men


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di Yi Chang.
Tidak heran jika Ce Ke Fu menaruh dendam
kepadanya, tapi kebanyakan pendekar yang hadir tidak
mengetahui hal ini sehingga mereka bertanya-tanya. Bahkan
Chang Bai pun sampai harus berdiri untuk menengahi hal
ini. "Pendekar Ce, apakah kau takut kepada pendekar Pu
Sa?" ejek Chang Bai.
"Aku tidak pernah takut kepada siapapun. Bumi dan
langit aku juga tidak takut. Tapi aku punya masalah yang
harus kuselesaikan dengan Pu Tou. Ketua Chang Bai,
bukankah dalam pertandingan ini memilih lawan
diperbolehkan?! Atau apakah Pu Tou takut menghadapiku?"
tantang Ce Ke Fu sambil mengepalkan tinju besinya ke arah
Pu Tou.- 280 Pu Tou yang ditantang di depan ratusan pendekar itu
tentu tidak bisa lagi menolak. Harga dirinya sebagai jagal
suku Tonghu yang amat ditakuti di utara terusik oleh
tantangan Ce Ke Fu. Lagipula ia merasa pernah
mengalahkan Ce Ke Fu sekali, apakah ia tidak bisa
mengalahkannya lagi? Pu Tou pun turun laga dengan
keyakinan penuh.
"Kau dijuluki Beruang Besi, aku ingin tahu apakah
kau bisa menghadapi Bayangan Tangan Iblis milikku atau
tidak?" tantang Pu Tou tidak mau kalah gertak dengan Ce
Ke Fu.
"Baiklah jika demikian, pertandingan dapat dimulai!"
seru Chang Bai.
Ce Ke Fu maju menghampiri Pu Tou dengan santai
sekali, seperti layaknya seorang teman yang hendak
mengajak minum teh saja. Tapi Pu Tou dapat merasakan
hawa membunuh yang meluap-luap dari dalam diri Ce Ke
Fu. Hawa membunuh itu begitu kuat sampai-sampai udara
di sekitar Pu Tou terasa tertekan. Tampaknya pimpinan Si
Sao Tien Lung (Empat Naga Langit Muda) itu benar-benar
hendak meremukkan Pu Tou tanpa ampun lagi!
Pu Tou yang merasa tidak bisa menandingi Ce Ke Fu
secara langsung memilih untuk menggunakan kelincahan
nya melompat dan berlari menghindar. Sementara itu Ce Ke
Fu dengan tenang terus mendekatinya, seolah-olah seekor
kucing yang tengah menyergap seekor tikus saja layaknya.- 281 Meskipun panggung itu cukup luas, namun lama-kelamaan
gerakan Pu Tou semakin terkurung dan sempit. Belum lagi
ratusan penonton yang terus mencemoohnya agar berhenti
berlari dan mulai bertarung.
"Kurang ajar! Aku tidak takut padamu!" seru Pu Tou
dengan geram sekali setelah ia terkurung di pinggir
panggung dan tidak dapat menghindar lagi.
"Ayo! Pukul saja sesukamu!" kata Ce Ke Fu sambil
berdiri bertolak pinggang di depan Pu Tou, membiarkan
dadanya yang berbulu lebat terbuka lebar seolah-olah
menantang dihantam.
"Kau beruang gila!" seru Pu Tou dengan marah sekali
karena merasa diremehkan.
Pu Tou melompat dengan sigap sekali menyerang
dada Ce Ke Fu. Kedua telapaknya yang sudah diisi dengan
segenap kekuatan tenaga dalam langsung dihantamkan ke
dada Ce Ke Fu.
"Bukkk!!"
Bunyi tapak menghantam dada begitu keras sehingga
semua pendekar yang hadir pastilah mengira tulang-tulang
dada Ce Ke Fu remuk. Namun yang terjadi justru
sebaliknya, Ce Ke Fu sama sekali tidak bergeming
sementara Pu Tou malah terdorong dua langkah ke
belakang. Ia nyaris saja jatuh dari pinggir panggung jika
tidak segera memperbaiki keseimbangannya.- 282 "Sekali lagi!" tantang Ce Ke Fu dengan santai.
Perkataan Ce Ke Fu ini langsung membuat semua
yang hadir terheran-heran dan terkejut sekali. Tidak salah
bila julukan Ce Ke Fu adalah Beruang Besi. Hantaman
penuh tenaga Pu Tou pun dapat dipentalkannya dengan
mudah. Ilmu tenaga luar dan ototnya sungguh sukar dicari
tandingannya di dunia persilatan.
"Kurang ajar!" seru Pu Tou sambil maju menyerang
untuk kedua kalinya.
Kali ini Pu Tou tidak mau gegabah menyerang dada
Ce Ke Fu. Ia sengaja menggunakan gerak tipuan agar
kelihatan mengincar dada padahal menyerang bagian lain
yang lemah. Kedua tapak Pu Tou bergerak lincah sekali
menjadi bayangan-bayangan kabur sebelum kemudian
mendarat di leher Ce Ke Fu.
"Bukkkk!!"
Pu Tou tersenyum penuh kemenangan karena merasa
pukulannya masuk dengan telak ke bagian lemah lawan.
Tapi betapa kagetnya Pu Tou ketika menyadari kedua
telapaknya yang menempel di leher lawan tidak dapat ditarik
lagi karena dihimpit oleh dagu Ce Ke Fu. Bahkan mata Ce
Ke Fu kini berkilat-kilat penuh sinar kemenangan tanpa
terlihat bahwa ia terluka sama sekali!
"Hanya segitu sajakah kemampuanmu?!" tanya Ce
Ke Fu dengan nada mengancam.- 283 Pu Tou merasakan keringat dingin mengalir di kening
dan punagunanya. Selama puluhan tahun menjalani
pertarungan dan malang melintang di dunia persilatan, baru
kali ini ia menghadapi lawan yang begitu tahan pukul.
Tubuh Ce Ke Fu bagaikan terbuat dari besi baja yang tidak
mempan dihantam dengan tangan kosong. Tidak salah ia
dijuluki si Beruang Besi!
"Bukk!!"
Kedua tinju besi Ce Ke Fu berkali-kali menghajar
rusuk Pu Tou yang terbuka. Pukulan itu begitu kerasnya
sampai membuat tubuh Pu Tou seakan-akan meloncatloncat di atas panggung. Kasihan Pu Tou yang kedua
tangannya terjepit dagu Ce Ke Fu itu, sama sekali tidak bisa
melawan ketika tubuhnya dihajar habis-habisan oleh si
Beruang Besi. Setelah beberapa tinju besi Ce Ke Fu
bersarang telak, Pu Tou mulai memuntahkan darah dari
hidung dan mulutnya. Sebenarnya Pu Tou sudah hendak
berteriak menyerah, tapi Ce Ke Fu dengan geram terus
menghajarnya sampai ia tidak sempat berteriak lagi.
Setelah puluhan tinju bersarang di tubuh Pu Tou.
suara gemeretak tulang remuk yang menggiriskan telinga
mulai terdengar. Pu Tou benar-benar dihajar habis-habisan
tanpa ampun oleh Ce Ke Fu, sehingga ketiga Si Ta Hao Ren
yang lain, termasuk Pu Sa sampai merasa bulu kuduk
mereka merinding. Chang Bai yang duduk di panggung
kehormatan juga sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa
melihat Pu Tou dibantai dengan amat mengenaskan.- 284 Ce Ke Fu mengangkat dagunya yang menjepit kedua
tangan Pu Tou setelah puas menghajarnya. Tubuh Pu Tou
yang sudah remuk seluruh tulang rusuknya itu langsung
terhuyung ke belakang. Pu Tou tampak sempoyongan
sebentar sebelum kemudian menengadah ke langit dan
menyemburkan darah dari mulutnya. Tubuhnya yang sudah
berada di tepi panggung langsung ambruk ke bawah dan
tidak bangun lagi untuk selama-lamanya!
"Pemenangnya adalah Ce Ke Fu!" teriak Chang Bai
dengan nada tidak senang.
Para penonton yang selama pertandingan selalu gegap
gempita kini mendadak hening meskipun pertarungan sudah
selesai. Kekejaman Ce Ke Fu menghabisi Pu Tou membuat
para penonton begitu tegang dan terhanyut oleh hawa
membunuh pekat dari Ce Ke Fu. Apalagi kebanyakan para
pendekar yang hadir di sana pernah merasakan sendiri tinju
besi Ce Ke Fu ketika Tien Lung Men masih berjaya dulu.
Mereka semua tidak sadar menahan napas melihat kematian
Pu Tou yang tragis.
"Ada lagi yang ingin menantang?!" seru Chang Bai
memecah keheningan.
Semua yang hadir saling berpandangan dan berbisikbisik namun tidak ada satu pun yang maju ke panggung.
Tampaknya kini tinggal keputusan Chang Bai saja untuk
menutup pertandingan hari ini. Setelah menunggu agak lama- 285 dan tidak ada lagi yang maju menantang, Chang Bai pun
menutup pertemuan para pendekar hari pertama itu.
"Para pendekar semurnya, diputuskan bahwa yang
maju ke babak selanjutnya adalah Murong Yen, Jien Jing
Hui, Ma Han Jiang, Han Cia Sing dan Ce Ke Fu. Mereka
berlima besok akan bertarung dengan wakil-wakil Ceng Lu
Hui untuk memperebutkan satu tempat menuju babak
utama, bertarung denganku!" kata Chang Bai dengan
bangga sekali seolah dirinya sudah menjadi ketua dunia
persilatan saja.
Para pendekar yang hadir selain pendukung Ceng Lu
Hui sebenarnya amat jengkel dengan peraturan
pertandingan yang tidak adil dan dibuat sepihak ini. Namun
mereka semua kebanyakan adalah partai kecil yang tidak
berani melawan Ceng Lu Hui yang didukung oleh pasukan
kerajaan pimpinan Huo Cin sehingga mereka diam saja.
Adapun para pendekar sisa-sisa Tien Lung Men memang
berniat menghabisi sebanyak mungkin lawan, sehingga
tidak mengeluh cara pertandingan yang kurang adil ini.
Mereka malah merasa senang seandainya semua begundal
Ceng Lu Hui ikut bertarung.
"Sekarang ijinkan Ceng Lu Hui memperkenalkan
jago-jago yang akan bertarung besok!!" seru Chang Bai
sambil mengangkat kedua tangannya ke langit dengan sikap
gagah.- 286 Segera saja lima bayangan turun dari atas langit
seperti dewa-dewa dari kahyangan. Gerakan begitu ringan
bagaikan kapas sekaligus gesit bagaikan elang menandakan
kehebatan ilmu lima bayangan itu. Mereka semua mendarat
dengan ringan sekali di atas panggung sehingga
menimbulkan decak kagum yang hadir. Wajah-wajah
kelima orang itu terasa asing karena memang jarang sekali
muncul di dunia persilatan. Mereka adalah kasim Huo Cin
yang berpakaian sutra serba putih, Shi Chang Sin yang
matanya cekung seperti orang yang kekurangan tidur dan
wajahnya tidak menampakkan perasaan apa-apa seperti
hantu saja layaknya dan Kui Ya San Cu (Tiga Penguasa
Tebing Setan) yang penampilannya tidak kalah ganjil.
"Besok, masing-masing peserta yang lolos hari ini
akan melawan satu dari lima wakil Ceng Lu Hui. Peraturan
pertandingan tetap sama, mati, menyerah atau keluar dari
panggung!" seru Chang Bai yang kemudian mengibaskan
jubahnya dan turun dari panggung kehormatan disertai para
pengikutnya.
Bersamaan dengan itu, lima orang yang berdiri di atas
panggung juga langsung menghilang lagi dengan kecepatan
yang sama seperti datang tadi. Para penonton mau tidak mau
berdecak kagum menyaksikan kehebatan mereka.
Tampaknya pertarungan besok menjanjikan duel yang lebih
luar biasa lagi daripada yang terjadi hari ini. Mereka semua
tidak sabar lagi menantikan fajar esok hari, termasuk lima
pendekar penantang yang lolos ke babak selanjutnya.- 287 48. Tiga Utusan
"Kurang ajar! Bagaimana mereka bisa lolos dari
penjagaan anak buah kita, hah?!" bentak Wen Yang dengan
geram sekali.
"Aku...aku juga tidak tahu. Kami semua sudah
berjaga di semua jalan masuk kota Yin Chuang ini tapi
"Plakkk!!"
Hu Kung Ye belum sempat menyelesaikan
kalimatnya ketika sebuah tamparan keras dari Wen Yang
sudah membuatnya terpelanting. Tiga orang pimpinan anak
buah Ceng Lu Hui yang lainnya sampai gemetaran melihat
Hu Kung Ye ditampar sedemikian keras. Tampaknya Wen
Yang benar-benar marah sekali.
"Tapi buktinya mereka semua bisa masuk ke dalam
panggung pertandingan bukan?! Apa saja yang kalian
kerjakan?! Kalian ini semua hanyalah gentong nasi!" maki
Wen Yang dengan marah sekali.
"Keluar kalian semua!!" bentak Wen Yang ketika
melihat Hu Kung Ye dan tiga pimpinan Ceng Lu Hui hanya
terdiam menunduk saja.
Wen Yang menghempaskan tubuhnya ke kursi ketua
yang dialasi kulit harimau dengan kesal, la benar-benar tidak
tahu harus berkata apa setelah hari ini Hong Ying, Hei Ying
dan Pu Tou tewas dalam pertandingan. Jing Ying dan Pai- 288 Ying juga terluka parah. Ceng Lu Hui benar-benar kalah
telak dalam pertarungan hari ini. Padahal sebelumnya Wen
Yang berpikir dapat menang dengan mudah tanpa kehadiran
pendekar-pendekar ternama dunia persilatan.
Namun yang terjadi malah sebaliknya, Ceng Lu Hui
dipermalukan habis-habisan oleh para pendekar sisa partai
Tien Lung Men. Meskipun Wen Yang sendiri mengakui
tingkatan Wu Se dan Si Ta Hao Ren masih di bawah para
pendekar tangguh Tien Lung Men, tapi ia tidak menyangka
kekalahan mereka akan sedemikian telaknya. Bahkan
muncul juga seorang pendekar tak terduga dari partai Chung
Lin bernama Murong Yen yang menguasai ilmu aneh tapi
sakti. Sekarang Wen Yang harus meraba-raba lagi kekuatan
musuh dari awal. Ia tidak bisa congkak lagi dalam
melaksanakan rencananya menguasai dunia persilatan.
Wen Yang menghela napas panjang sebelum bangkit
berdiri dan beranjak keluar dari aula utama markas Ceng Lu
Hui di kota Yin Chuang itu. Ia berjalan menyusuri sebuah
taman kecil yang indah menuju halaman belakang, sampai
akhirnya tiba di sebuah aula besar yang berada di belakang
gedung utama. Markas Ceng Lu Hui memang dibuat megah
dan besar karena Wen Yang merasa yakin sekali mereka
akan mampu melampaui kejayaan partai Tien Lung Men
suatu saat. Sungguh sombong sekali!
Wen Yang masuk ke dalam aula belakang yang luas
itu melalui pintu samping. Dari dalam aula terdengar suara
musik ditingkahi tawa canda para wanita penghibur yang- 289 jumlahnya puluhan. Bau harum arak begitu menyengat.
Tampaknya sedang diadakan sebuah pesta untuk menghibur
tamu-tamu Ceng Lu Hui. Keramaian pesta dan banyaknya
wanita penghibur membuat Wen Yang terlena dan


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melupakan sejenak kerisauannya barusan.
"Ah! Pendekar Wen, akhirnya engkau datang juga
Aku sudah lama menunggumu untuk bersulang. Mari
bersulang!" kata Meng Ao sambil merangkul dua orang
wanita penghibur sekaligus.
"Mari!" kata Wen Yang sambil mengangkat secawan
arak.
"Eit, tunggu dulu. Pendekar Wen, masak engkau
hanya minum secawan arak saja. Kau yang terlambat datang
harus minum paling tidak satu guci penuh" kata Meng Ao
sambil menahan tangan Wen Yang yang memegang cawan.
"Baik! Karena pendekar Meng begitu menghargai,
aku tidak akan sungkan lagi. Berikan aku seguci arak!" kata
Wen Yang tidak mau kalah.
"Bagus! Ini baru namanya pesta!" seru Meng Ao
dengan gembira.
Wen Yang menerima seguci arak dari salah seorang
wanita penghibur dan langsung merobek kertas penutupnya.
Guci penuh berisi arak itu langsung diangkat ke atas kepala
dan dituang ke mulut Wen Yang. Meng Ao, Jiao Cai, Ma
Pei, Ma Wen, Ejinjin dan Balsan yang memang gemar arak- 290 dan wanita itu langsun? bersorak-sorai memberi semangat
kepada Wen Yang untuk menghabiskan satu guci penuh.
Ketika akhirnya Wen Yang selesai minum satu guci penuh,
mereka semua bertepuk tangan sebagai penghormatan.
"Wah, ternyata selera arak pendekar Wen memang
luar biasa Aku Meng Ao mengaku kagum. Kagum!" kata
Meng Ao sambii menjura.
"Ah ini tidak seberapa" kala Wen Yang merendah.
"Hahaha, lain kali aku akan menantang pendekar Wen adu
minum" kata Ma Pei tidak mau kalah.
"Aku siap setiap saat" kata Wen Yang menimpali.
Mereka berdelapan untuk sesaat saling memuji dan minum
arak serta menari bersama para wanita penghibur dengan
gembira. Sementara itu di tengah ruangan, Huo Cin yang
tengah duduk bersama Jiang Sen hanya tersenyum sinis
memandangi tingkah laku adiknya itu. Demikian pula Shi
Chang Sin, Fan Zheng, Feng Wa, Chang Bai, Feng Ming
dan Guo Cing Cen yang hanya duduk-duduk sambil minum
arak sekadarnya tanpa ditemani wanita penghibur. Mereka
memandang hina delapan pendekar lainnya yang tengah
mabuk arak dan wanita itu.
"Ehm, pendekar Wen, bisakah engkau mulai
pertemuan kita ini?!" sindir Huo Cin dengan suaranya yang
kewanita-wanitaan itu sambil tersenyum sinis.
Wen Yang seakan tersadar tujuannya datang ke aula
belakang itu. la segera melepaskan pelukan dua wanita- 291 penghibur yang juga sudah mabuk dan meminta mereka
meninggalkan ruangan itu. Para wanita penghibur yang ratarata sudah mabuk arak itu benar-benar susah dikendalikan
sehingga memerlukan waktu agak lama untuk
mengeluarkan mereka dari ruangan itu. Huo Cin yang
bergelayut manja di tangan Jiang Sen hanya tersenyum sinis
melihat tingkah polah mereka. Ia tidak sadar bahwa dirinya
sebenarnya juga bertingkah amat memalukan, bahkan lebih
memalukan lagi karena bermanja-manja dengan sesama
pria!
Wen Yang maju ke tengah-tengah ruangan dan
mengambil tempat duduk di kursi ketua. Meskipun di luar
Chang Bai adalah ketua Ceng Lu Hui yang sah, tapi
sebenarnya ia tidak lebih dari boneka Wen Yang semata.
Dalam pertemuan-pertemuan seperti ini, Chang Bai nyaris
tidak punya kuasa untuk bersuara. Tapi Chang Bai tetap
menerima keadaan ini karena keserakahannya yang ingin
diakui kembali sebagai pimpinan dunia persilatan.
"Para pendekar sahabat Ceng Lu Hui semuanya,
terima kasih telah datang para pertemuan ini" kata Wen
Yang sambil menjura.
Semua yang hadir balas menjura dengan sekadarnya
saja. Maklumlah, mereka rata-rata dari golongan sesat dan
aneh-aneh sifatnya. Wen Yang memaklumi hal ini sehingga
ia tidak mengambil hati atas sikap mereka. Lagipula selama
Wen Yani masih membutuhkan bantuan mereka, ia akan
terus bersikap baik. Jika nanti suatu saat mereka sudah tidak- 292 dibutuhkan lagi, barulah Wen Yang akan menampakkan
wajah aslinya.
"Aku amat menyesalkan kematian Hong Ying, Hei
Ying dan terutama Pu Tou pada hari ini. Tapi percayalah
pada esok hari, dendam mereka bertiga akan segera
terbalaskan. Malam ini kita akan menyusun rencana untuk
duel besok. Kita buat mereka yang berani menentang Ceng
Lu Hui tidak akan pulang dengan nyawa masih bersatu
dengan raga mereka!" kata Wen Yang dengan penuh
ancaman.
"Setuju sekali!" seru semua yang hadir.
"Partai hari ini memunculkan lima orang yang akan
menantang kita besok. Jien Jing Hui dan Ma Han Jiang
mungkin bukan ancaman yang serius, tapi Ce Ke Fu,
Murong Yen dan Han Cia Sing harus benar-benar kita
waspadai. Terutama Han Cia Sing si bocah busuk itu!
Mengapa ia selalu campur tangan dalam urusan kita ?" kata
Wen Yang dengan marah.
"Ia sudah mencuri ilmuku. Besok dia adalah
bagianku!" kata Shi Chang Sin.
"Ah, pendekar Shi, kau jangan meremehkan bocah
busuk itu. Kemampuannya sungguh-sungguh luar biasa.
Ingat pertempuran kita di Yi Chang waktu itu. la bisa
melawan empat belas pendekar sekaligus dan masih lolos
hidup-hidup" kata Wen Yang memperingatkan.- 293 "Huh! Aku sama sekali tidak gentar melawannya"
kata Shi Chang Sin.
"Pendekar Wen. anda tidak perlu khawatir tentang hal
itu. Kami yang akan mengurusnya" kala Ma Pei dengan
nada yakin.
"Maksud pendekar Ma ?" tanya Wen Yang heran.
"Anakku Ma Xia kini sudah berada kembali dalam
genggamanku. Bocah busuk marga Han itu berani sekali
tergila-gila pada anakku. Besok aku akan membuat dia
merasakan akibatnya!" sergah Ma Pei dengan geram.
"Jadi maksud pendekar Ma, anda hendak menjadikan
putri anda sebagai sandera ? Apakah Han Cia Sing akan
mempercayai anda tega melukai putri anda sendiri?" tanya
Wen Yang.
"Tenang saja. Tuan muda Ejinjin dan Balsan dari
utara ini yang akan melaksanakannya. Aku akan pastikan
bahwa bocah busuk itu menerima pesan kita malam ini. Dia
tidak akan bisa makan tenang tidur nyenyak malam ini" kata
Ma Pei dengan gembira.
"Benar pendekar Wen. Serahkan saja pada kami, aku
yakin besok marga Han itu akan mati kutu. Saat itu ia tidak
akan menang melawan kita" kata Ejinjin dengan sombong
sekali.
"Huh! Aku sebenarnya tidak butuh bantuan seperti ini
untuk membunuh bocah busuk itu!" kata Shi Chang Sin- 294 dengan suara menggelegar meskipun mulutnya tertutup
rapat.
"Shi-siung (saudara Shi), aku tahu hal itu. Tapi
senang juga rasanya melihat bocah busuk marga Han itu
kebingungan jika tahu A Xia ada di tangan tuan muda
Ejinjin. Aku sudah tidak sabar melihat wajah tololnya itu
kebingungan. Hahahha" kala Ma Pei sambil tertawa
menghina.
"Baiklah jika demikian. Berarti tinggal Ce Ke Fu dan
Murong Yen. Mungkin Ce Ke Fu lebih mudah dihadapi
daripada Murong Yen. Ilmu dan asal-usul Murong Yen ini
amat misterius. Selama ini aku tidak pernah mendengar
namanya, apakah ada di antara kalian yang tahu siapa dia?"
tanya Wen Yang.
"Aku tidak tahu siapa dia. Tapi melihat dari jurusnya,
kelihatannya sama dengan yang dipergunakan saudara
seperguruan kami, Sie Yi Wongguo Luo (Wongguo Luo si
Hujan Salju). Aku curiga ada pertalian antara Wongguo Luo
dengan Murong Yen ini. Jurus-jurusnya bisa dibilang persis
sama. Bukankah demikian Shi-siung?" kata Ma Pei
menerangkan.
"Benar" kata Shi Chang Sin membenarkan. "Pantas
saja. Selama ini partai Chung Lin pimpinan Murong Jin
adalah partai kecil. Tidak mungkin ada pendekar sehebat
Murong Yen yang ada di perguruan itu. Baiklah, jadi- 295 semuanya akan kita ketahui besok siapa sebenarnya Murong
Yen ini. Aku jadi curiga ia menyamar" kata Wen Yang.
"Hehehe, pendekar Wen, engkau jangan khawatir.
Ada aku. Fei Lung Meng Ao (Meng Ao si Naga Terbang).
Kalian pikir marga Murong itu bisa selamat hidup-hidup
keluar dari pertandingan?! Hahahah" kata Meng Ao yang
sudah setengah mabuk itu dengan pongah.
"Aku percaya pada kemampuan anda" kata Wen
Yang dengan gembira, tapi ia memandang Meng Ao dari
sudut matanya dengan sinis. Biarlah orang-orang bodoh ini
saling membunuh dan aku yang mendapatkan hasilnya, pikir
Wen Yang dalam hatinya.
"Pendekar Wen, anda tidak perlu terlalu khawatir
terhadap para cecunguk itu. Mereka itu seperti semut yang
hendak menantang gunung Tai, sama sekali tidak tahu diri"
kata Ejinjin dengan pongah sekali.
"Sebenarnya mereka memang tidak tahu diri. Tapi
aku masih mengkhawatirkan satu hal" kata Wen Yang
menanggapi Ejinjin.
"Apakah itu?" tanya Ejinjin penasaran.
"Fang-cang Tien Gong dari kuil Shaolin amat
terkenal dengan Se Pa Luo Han (18 Arhat). Siapapun yang
ingin menjadi ketua dunia persilatan, tampaknya tidak
mungkin jika tidak bisa mengalahkannya" kata Wen Yang.- 296 "Hehehe, anda tidak perlu khawatir tentang hal itu.
Serahkan saja semuanya padaku" kata Guo Cin Ceng yang
terkekeh-kekeh dengan mata julingnya.
"Ah benar. Bagaimana aku sampai bisa lupa dengan
Tu Tai Yi (Tabib Racun) kita yang hebat ini" kata Wen Yang
pura-pura memuji.
"Siapapun yang terkena Cing Sa Tu (Racun Pasir
Emas) tidak bakal bertahan lama. Jangankan Tien Gong,
Jien Wei Cen pun tidak bisa mengalahkannya!" kata Guo
Cing Cen dengan bangga sekali.
"Baiklah jika begitu. Mari kita bersulang untuk
kemenangan kita!" kata Wen Yang sambil mengangkat
cawan araknya diikuti semua yang hadir.
"Selamat untuk ketua Chang Bai! Kiranya jaya Ceng
Lu Hui!" seru Wen Yang sambil meneguk habis cawannya.
Chang Bai yang menjadi pusat perhatian dan pujian
selamat dari yang lain, langsung besar kepala dan merah
wajahnya. Ia merasa amat bangga karena bisa merebut
kembali jabatan ketua dunia persilatan yang dulu direnggut
Jien Wei Cen. Padahal pertarungan belum lagi dimulai, tapi
Chang Bai sudah merasa menang. Memang itulah sifat
manusia yang pongah dan serakah, mudah terlena oleh
pujian dan rayuan orang lain. Dan Chang Bai memang
adalah manusia yang pongah.
***- 297 "Cia Sing, aku senang akhirnya kau bisa datang juga
di pertemuan para pendekar ini" kata Han Cia Pao sambil
merangkul Han Cia Sing.
"Aku juga senang bertemu dengan kakak. Apakah
kakak sudah sembuh? Bagaimana pengaruh Nan Hai Lung
Cu (Mutiara Naga Laut Selatan) terhadap tubuh kakak?
Tabib Liu Cen Beng mengatakan pengaruhnya akan luar
biasa sekali, apakah benar?" tanya Han Cia Sing.
"Benar sekali. Aku jadi merasakan mempunyai
simpanan tenaga yang tidak ada habisnya. Adik, sayang kau
datang terlambat. Kalau tidak kau pasti akan senang
melihatku menghajar Hong Ying" kata Han Cia Pao sambil
tertawa lebar penuh rasa puas.
"Kabarnya Hong Ying kalah dan terbunuh oleh
kakak?!" kata Han Cia Sing yang merasa heran karena
kakaknya tertawa dengan begitu puas.
"Sing-er, memang benar kakakmu telah membunuh
Hong Ying. Tapi aku merasa dia agak keterlaluan
melakukannya" kata Song Wei Hao dengan sikap tidak
senang.
"Paman Song, maksud paman?!" tanya Han Cia Sing
yang masih tidak mengerti perkataan Song Wei Hao.
"Aku melakukan pertarungan dengan baik sekali.
Mengapa paman Song berkata demikian?" tanya Han Cia
Pao dengan tidak senang.- 298 "Pao-er, kau tidak seharusnya menunjukkan
kekuatanmu dengan berlebihan seperti tadi siang. Musuhmusuh kita akan waspada bila mengetahuinya. Aku sudah
berulang-ulang mengatakannya kepadamu bukan?" jawab
Song Wei Hao sambil menghela napas panjang.
"Mengapa kita harus takut pada musuh? Bukankah
dengan mengalahkan mereka dengan telak, mereka akan
menjadi gentar?" kata Han Cia Pao masih tidak terima.
"Huo Cin bukanlah manusia yang kenal rasa takut.
Tingkahmu tadi siang hanya akan membuat dia waspada dan
menyusun rencana yang akan merugikan kita. Ingat, kita
sudah bersusah-payah menyamar sebagai anggota partai
Chung Lin untuk membuat mereka kehilangan
kewaspadaan. Tapi kau malah pamer ilmu yang tidak perlu
tadi siang. Apakah kau tidak merasa bersalah?!" kala Song
Wei Hao dengan nada yang mulai meninggi.
"Paman Song, sudahlah. Kakak mungkin hanya ingin
menguji kekuatannya saja karena masih baru menguasai
ilmu barunya. Aku yakin ia tidak bermaksud jelek" kata Han
Cia Sing buru-buru menengahi situasi yang mulai panas
antara Song Wei Hao dan Han Cia Pao.
"Song-siung, bagaimana kabar terakhir dari Huo
Wang-ye?" tanya Ma Han Jiang yang juga ingin
mendinginkan suasana dengan pembicaraan baru.
"Kabar terakhir sebelum kami berpisah dengannya
dan para pengikut Tien Lung Men, Huo Wang-ye akan- 299 menjalin hubungan dengan para pembesar dan bangsawan


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lain untuk menghancurkan Huo Cin. Aku tidak mempunyai
kabar apa-apa lagi dari Huo Wang-ye selain yang itu" jawab
Song Wei Hao.
"Paman Song, mungkin lebih baik jika kita
membahas rencana pertarungan kita besok dengan wakilwakil Ceng Lu Hui" kata Han Cia Sing.
"Benar Sing-er. Aku juga mengumpulkan kila semua
karena hal itu" kata Song Wei Hao.
Saat itu, para pendekar yang menjadi lawan Ceng Lu
Hui memang telah berkumpul semua di sebuah ruangan
besar di penginapan mereka. Para pendekar Tien Lung Men.
Song Wei Hao, Ma Han Jiang, Wongguo Luo, Han Cia Pao,
Cen Hua, Han Cia Sing dan teman-temannya semua
berkumpul untuk membicarakan pertarungan dengan Ceng
Lu Hui pada esok harinya.
"Para pendekar semua, maaf telah membuat kalian
menunggu. Silakan semuanya duduk" kata Song Wei Hao
yang bertindak selaku tuan rumah menjura hormat kepada
semua yang hadir.
"Hari ini aku senang sekali dapat kembali bertemu
dengan teman-teman lama setelah berpisah di Chi Nan. Kita
akan membahas rencana mengalahkan para pendekar wakil
Ceng Lu Hui pada esok hari. Pendekar Ce dan nona Jien
yang ikut bertarung besok, mungkin bisa mengungkapkan- 300 sedikit pendapatnya" kata Song Wei Hao sambil
mempersilakan.
"Terima kasih Jenderal Song" kata Ce Ke Fu sambil
maju ke depan.
"Teman-teman pendekar!" seru Ce Ke Fu menjura
sebelum mulai berbicara.
"Hari ini, kita telah berhasil mempermalukan Ceng
Lu Hui dengan lima kekalahan telak yang mereka dapatkan.
Tapi Huo Cin, si manusia kebiri itu adalah ular yang licik!
Aku percaya ia pasti sudah mempersiapkan siasat keji untuk
mengalahkan kita. Hari ini adalah peluang kita untuk
membahas rencana-rencana kita menghadapi siasat licik
mereka" kata Ce Ke Fu yang segera dibalas dengan
gumaman setuju dari semua yang hadir.
"Lima dari antara kita yaitu nona Jien, tuan muda Han
Cia Pao, Han Cia Sing, pendekar Ma dan saya sendiri akan
turun laga besok. Karena lawan-lawan yang kita hadapi
besok umumnya amat hebat, kila harus bersama-sama
berpikir rencana apa yang terbaik untuk menghadapi
mereka. Aku Ce Ke Fu yang bodoh ini hanya bisa silat, tapi
tidak pandai merencanakan siasat. Mohon kemurahan hati
teman-teman pendekar semuanya" kata Ce Ke Fu dengan
merendah.
"Anda terlalu merendah" kata Song Wei Hao.- 301 "Jenderal Song, anda sudah terbiasa merancang siasat
perang dan sudah terbukti banyak membantu saat markas
kami diserang. Aku harap anda dapat memberitahukan
kepada kami cara-cara untuk menaklukkan wakil-wakil
Ceng Lu Hui esok hari" kata Jien Jing Hui.
"Nona Jien, anda terlalu memuji. Mungkin dalam
siasat perang aku lebih ahli dari yang lain, tapi ilmu silatku
rendah saja. Aku mohon maaf dari para pendekar yang lain
jika ada kesalahan" kata Song Wei Hao
"Besok ada lima babak yang akan diadu. Wakil-wakil
dari Ceng Lu Hui adalah Huo Cin, Shi Chang Sin dan Kui
Ya San Cu (Tiga Penguasa Tebing Setan). Aku yakin setelah
babak ini, pastilah pemenangnya akan berhadapan dengan
Chang Bai untuk pertarungan penentuan menjadi ketua
dunia persilatan. Karena itu Ceng Lu Hui pasti akan matimatian menghadang kita agar tidak menang pada babak ini.
Lima pendekar kita semuanya mempunyai kemampuan di
atas Chang Bai, jadi jika ada satu saja yang bisa lolos maka
gelar ketua dunia persilatan pasti akan ada dalam
genggaman kita. Sekarang tinggal menentukan siapa lawan
siapa" kata Song Wei Hao menjelaskan yang segera
disetujui semua yang hadir.
"Benar, siapa lawan siapa akan menjadi kunci
kemenangan" kata Ma Han Jiang.- 302 "Pendekar semua, aku Song Wei Hao tidak begitu
tahu jurus dan kemampuan lawan. Mohon bantuannya untuk
ini" kata Song Wei Hao.
"Aku, Wongguo Luo mohon dapat berbicara" kata
Wongguo Luo.
"Silakan pendekar Wongguo" kata Song Wei Hao.
"Besok adalah pertarungan lima melawan lima.
Sesuai perhitungan Jenderal Song, jika kita bisa meloloskan
satu orang saja untuk melawan Chang Bai, maka gelar ketua
dunia persilatan sudah pasti akan berada di tangan kita. Aku
usulkan agar kita memakai siasat lemah lawan kuat" kata
Wongguo Luo menjelaskan.
Semua yang hadir langsung saling berbisik dan
berpandangan. Mereka semua rasanya mengerti apa yang
hendak dikatakan oleh Wongguo Luo. Lemah lawan kuat
berarti mengorbankan yang lemah untuk menghadapi yang
kuat sehingga lawan yang lemah akan berhadapan dengan
kita yang kuat. Siasat ini tentu saja baik sekali, tapi siapakah
di antara kelima pendekar itu yang akan mengaku dirinya
paling lemah atau lebih lemah daripada yang lain? Ini tentu
saja tidak mudah karena menyangkut harga diri masingmasing.
"Aku Ce Ke Fu, hanya mengerti kekuatan dan tenaga
luar. Biarlah aku berhadapan dengan Huo Cin" kata Ce Ke
Fu dengan jantan mengajukan diri.- 303 "Pendekar Ce, anda"
"Jenderal Song tidak perlu sungkan. Aku tahu
kelemahan dan kelebihanku. Biarlah aku yang menghadapi
Huo Cin besok. Meskipun harus kalah, tapi aku tidak akan
kalah dengan mudah" kata Ce Ke Fu dengan gagah.
"Aku, Song Wei Hao, menyatakan kagum kepada
pendekar Ce" kata Song Wei Hao sambil menjura hormat.
Para pendekar yang lain juga ikut menjura kepada Ce Ke Fu
sebagai tanda kekaguman mereka.
"Paman Ce, aku juga tahu kelemahanku. Lebih baik
aku memilih musuh yang kuat, Peng Wa dari Kui Ya San Cu
sebagai lawanku" kata Jien Jing Hui yang juga merasa
tergerak hatinya oleh kejujuran dan keterbukaan Ce Ke Fu.
"Bagus! Aku Ma Han Jiang tidak salah datang
kembali ke daratan tengah ini untuk bertemu dengan temanteman pendekar sejati! Baik, besok aku akan melawan Meng
Ao" kata Ma Han Jiang.
"Paman Ma, tapi itu terlalu berbahaya" kata Han Cia
Sing yang sudah pernah bertarung dengan Meng Ao.
"Cia Sing, engkau tidak perlu khawatir. Aku, Ma Han
Jiang tidak akan mudah dikalahkan" kata Ma Han Jiang
sambil menepuk bahu Han Cia Sing sebagai isyarat tidak
usah berbicara lagi.
"Bagus! Berarti muridku Han Cia Pao akan melawan
Jiao Cai. Cia Sing, semua harapan kini ada pada pundakmu- 304 untuk mengalahkan Shi Chang Sin si tua bangka itu" kata
Wongguo Luo.
"Tunggu dulu! Guru, bukankah ketika di Chi Nan,
semua sudah sepakat untuk memilihku sebagai wakil?!
Mengapa sekarang menjadi berubah?" tanya Han Cia Pao
tidak terima.
"Pao-er, ketika di Chi Nan, kita tidak tahu rencana
Ceng Lu Hui begitu licik seperti sekarang ini. Percayalah,
ini terbaik untuk kita semua" kata Wongguo Luo mencoba
menjelaskan.
"Guru, maksud guru ilmuku masih di bawah adikku?"
tanya Han Cia Pao yang semakin marah mendengar jawaban
Wongguo Luo.
"Pao-er, engkau tidak boleh kurang ajar terhadap
gurumu!" kata Song Wei Hao dengan keras.
"Tuan muda Han, ketangguhan Han Cia Sing sudah
terbukti saat pertempuran di Yi Chang. Anda jangan
mengkhawatirkan adik anda" kata Ce Ke Fu yang masih
belum bisa menangkap keberatan Han Cia Pao.
Han Cia Pao sama sekali tidak mengkhawatirkan Han
Cia Sing dalam pertarungan besok, ia sebenarnya marah
karena merasa lebih "direndahkan" dibandingkan adik
tirinya itu. Padahal sejak kecil, Ye Ing selalu menanamkan
dalam diri Han Cia Pao bahwa dialah pewaris sah keluarga
Han dan bukan Han Cia Sing. Perkataan Ye Ing yang- 305 senantiasa diulang ini akhirnya masuk ke alam bawah sadar
Han Cia Pao, bahwa ia harus selalu lebih diutamakan dan
lebih utama daripada Han Cia Sing. Tapi sekarang di
hadapan banyak pendekar, adik tirinya itu malah lebih
diakui daripada dirinya. Hati Han Cia Pao bergejolak tidak
dapat menerima.
"Guru, jadi besok aku harus berhadapan dengan Jiao
Cai?!" tanya Han Cia Pao dengan geram yang hanya
dijawab anggukan saja oleh Wongguo Luo.
"Akan kubuktikan kalau aku sanggup mengalahkannya!" kata Han Cia Pao dengan nada kesal, kemudian
berbalik pergi meninggalkan ruangan itu.
"Paman Song, aku akan menyusul suamiku" kata Cen
Hua yang cemas dan malu melihat tingkah laku Han Cia Pao
itu. "Baiklah" kata Song Wei Hao sambil menghela napas
panjang.
"Pendekar semua, maafkan atas tingkah keponakanku. Dia masih belum bisa menghilangkan sikap tuan
mudanya" kata Song Wei Hao setelah Cen Hua berlalu
menyusul Han Cia Pao, disambut oleh semua yang hadir
dengan perasaan lega.
"Paman Song, apakah tidak sebaiknya aku yang
melawan Jiao Cai?" tanya Han Cia Sing dengan perasaan
tidak enak.- 306 "Sing-er, apa yang dikatakan pendekar Wongguo
benar sekali. Engkau adalah harapan utama kami. Jika kau
melawan Shi Chang Sin, maka kemungkinan menang akan
jauh lebih besar daripada engkau bertarung dengan Jiao Cai.
Lakukanlah ini demi dunia persilatan" jawab Song Wei Hao
dengan bijaksana.
"Benar Cia Sing, harapan terbesar kami ada pada
pundakmu" kata Wongguo Luo membenarkan.
"Baiklah jika demikian! Silakan semuanya
beristirahat. Besok kita akan menghadapi hari besar. Juga
berjaga-jagalah jika musuh hendak melakukan perbuatan
licik malam ini" kata Song Wei Hao membubarkan
pertemuan itu.
Para pendekar kembali ke kamar mereka masingmasing termasuk Han Cia Sing dan kedua temannya. Yung
Lang dan Lin Tung. Mereka bertiga tidur dalam satu kamar
karena seluruh penginapan di Yin Chuang sudah penuh oleh
kedatangan pendekar dari seluruh penjuru negeri. Apalagi
mereka datang agak terlambat bersama rombongan Shaolin
sehingga harus rela tidur berdesak-desakan karena
kehabisan penginapan.
"Eh. Lin Tung, kau nanti jangan mengorok lagi ya.
Waktu itu engkau mendengkur dengan keras sekali sehingga
aku tidak bisa tidur semalaman" gerutu Yung Lang kepada
Lin Tung dalam perjalanan mereka menuju kamar
penginapan.- 307 "Kau pikir kau sendiri membuat orang tertidur?
Kakimu menendang kesana-kemari" kala Lin Tung tidak
mau kalah.
"Aku menendangmu justru karena kau mendengkur!"
balas Yung Lang.
"Apa kau bilang?!" kata Lin Tung tidak terima.
Han Cia Sing tidak terlalu mendengarkan
pertengkaran antara Yung Lang dan Lin Tung karena ia
sedang tidak enak hati. Ia tahu kakaknya, Han Cia Pao
sedang marah kepadanya dan ia merasa tidak enak. Selama
di wisma keluarga Han, ia selalu dibiasakan mengalah
terhadap Han Cia Pao dan itu sudah melekat pada dirinya.
Kini semua pendekar malah mendukungnya, pantas saja
Han Cia Pao tersinggung. Ia harus menemui Han Cia Pao
uniuk menjelaskan, termasuk juga tentang ayah mereka
yang masih hidup. Tadi di ruang pertemuan terlalu banyak
orang yang hadir sehingga ia tidak berani mengutarakannya.
Han Cia Sing mempercepat langkahnya menuju
kamar Han Cia Pao. la segera mengetuk pintu kamar begitu
tiba di depannya. Suara-suara yang terdengar di dalam
kamar segera berhenti ketika Han Cia Sing mengetuk pintu.
Han Cia Pao keluar membukakan pintu dengan wajah
tegang. Tampaknya ia dan Cen Hua baru saja bertengkar di
dalam. Han Cia Sing semakin tidak enak dengan keadaan
ini. Sementara ia berpikir untuk ingin kembali nanti saja,
Han Cia Pao sudah mempersilakannya masuk.- 308 "Masuklah" kata Han Cia Pao singkat.
"Ehm, mungkin nanti saja" kata Han Cia Sing yang
merasa tidak enak apalagi melihat wajah Cen Hua sembab
seperti habis menangis.
"Adik, apakah ada sesuatu yang ingin kau
sampaikan?" tanya Han Cia Pao.
"Eh, ya ehm tidak. Nanti juga tidak apa-apa.
Beristirahatlah dulu kakak Pao. Nanti aku akan kembali
lagi" kata Han Cia Sing dengan gugup.
"Baiklah jika begitu" kata Han Cia Pao.
Han Cia Sing membalikkan tubuhnya hendak balik ke
kamarnya ketika melihat Yung Lang dan Lin Tung tengah
berjalan ke arahnya. Mereka berdua tampak heran melihat
Han Cia Sing tidak jadi bertemu dengan kakaknya.
"Eh, Cia Sing, kau tidak jadi bertemu kakakmu?"
tanya Lin Tung.
"Ehm, tidak. Kakak sedang ingin beristirahat nanti
saja aku kembali" kata Han Cia Sing yang tidak ingin
mengatakan kakaknya baru saja bertengkar dengan istrinya.
"Benarkah?" tanya Yung Lang yang dijawab
anggukan singkat oleh Han Cia Sing.
"Ah, baiklah jika begitu. Kita kembali saja ke kamar
dan beristirahat" kata Yung Lang sambil berbalik badan.- 309 "Eh, Cia Sing, aku sebenarnya heran akan satu hal"
tanya Lin Tung yang berdiri di sebelah Han Cia Sing.
"Apa itu?" tanya Han Cia Sing.


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Itu, mengenai nona Cen Hua yang menjadi kakak
iparmu" jawab Lin Tung.
"Ada apa dengan kakak iparku?" tanya Han Cia Sing
tidak mengerti.
"Kupikir dulu dia adalah calonmu. Bukankah kalian
dulu pernah mandi bersama di sungai belakang di belakang
markas Tien Lung Men?" tanya Lin Tung dengan polosnya.
"Oh, kau salah paham, aku dan..."
"Apa yang sedang kalian bicarakan?!" bentak sebuah
suara di belakang mereka memotong perkataan Han Cia
Sing yang belum selesai.
Ternyata Han Cia Pao telah berdiri di belakang Han
Cia Sing dan Lin Tung dengan muka merah padam karena
marah. Rupanya tadi setelah Han Cia Sing pamit, Han Cia
Pao tidak kembali ke kamar dan memutuskan untuk minum
arak di luar. Ia keluar kamar pada saat Yung Lang sudah
membalikkan badan sehingga tidak ada satu pun dari mereka
bertiga yang menyadari kehadiran Han Cia Pao. Perkataan
Lin Tung barusan, benar-benar seperti menyulutkan api di
hati Han Cia Pao yang memang sedang tidak enak itu.
"Ah kakak Pao, jangan salah paham dulu dengan
perkataan Lin Tung barusan. Ceritanya tidak seperti itu..."- 310 "Huh! Minggir!" potong Han Cia Pao dengan kesal
sambil mendorong Han Cia Sing dan Lin Tung ke samping
hingga hampir terjatuh.
Han Cia Pao terus berjalan bagaikan banteng marah
sehingga hampir saja membuat Yung Lang terjungkal ke
taman. Tampaknya Han Cia Pao benar-benar marah dan
kecewa atas apa yang didengarnya barusan. Han Cia Sing
berniat berlari mengejar kakaknya untuk menjelaskan apa
yang sebenarnya terjadi tapi ditahan oleh Yung Lang.
"Eh, Cia Sing, biarkan dulu kakakmu. Suasana
hatinya sedang tidak enak. Nanti jika kau menemuinya
sekarang, pastilah akan pecah pertengkaran yang lebih hebat
lagi. Lebih baik kau temui dia besok saja, saat hatinya sudah
lebih dingin" kata Yung Lang memberikan saran.
"Mungkin kau benar" kata Han Cia Sing dengan lesu.
Maksud hatinya ingin mendinginkan suasana, namun malah
kakaknya menjadi semakin marah dan salah paham.
"Maafkan aku Cia Sing, aku tidak menyangka akan
terjadi seperti ini" kata Lin Tung dengan menyesal sekali.
"Dasar kau mulut besar! Lain kali tutup mulut dan
lihat kiri-kanan dahulu jika ingin bicara" bentak Yung Lang
dengan kesal.
"Sudahlah Yung Lang, ini bukan kesalahan Lin Tung.
Kakakku memang sedang tidak enak hatinya" kata Han Cia
Sing menengahi.- 311 "Aku kan tidak sengaja dan sudah minta maaf. Jangan
kau marahi lagi aku" kata Lin Tung sambil melotot kepada
Yung Lang.
"Kau masih berani bicara! Awas kau!" kata Yung
Lang sambil menjitak kepala Lin Tung dengan keras sekali.
"Aduh!! Sakit!" teriak Lin Tung sambil berniat
membalas jitakan Yung Lang itu.
"Kalian berdua sudahlah! Kita masih harus
beristirahat untuk pertarungan besok! Jangan bertengkar
terus!" tukas Han Cia Sing dengan perasaan sebal sekali
sehingga kedua temannya itu langsung berhenti bertengkar.
"Iya sudahlah, mari kembali ke kamar" kata Yung
Lang.
"Lin Tung, mengenai pertanyaanmu tadi, aku ingin
menjelaskan sekarang daripada nanti terjadi kesalah
pahaman lebih lanjut. Saat itu aku sedang kalut karena ibu
tiriku dan melampiaskan kekesalanku di sungai. Aku
bertemu dengan kakak ipar di sana, kemudian aku menjemur
bajuku yang basah. Kalian datang ketika aku sedang
berpakaian. Jangan berpikiran yang macam-macam
terhadap kakak iparku. Ia orang yang baik dan setia" kata
Han Cia Sing menjelaskan.
"Jadi begitu permasalahannya. Cia Sing, aku minta
maaf sudah membuatmu bertengkar dengan kakakmu" kata
Lin Tung menyesal.- 312 "Sudahlah, kakak Pao berjiwa besar. Hari ini hatinya
sedang kurang enak saja sehingga ia bersikap seperti itu.
Besok ia pasti sudah akan baik kembali" kata Han Cia Sing
menenangkan.
"Mari kita kembali ke kamar saja, hari sudah malam"
kata Yung Lang.
Mereka bertiga berjalan tanpa banyak bicara menuju
ke kamar mereka. Han Cia Sing sibuk dengan pikirannya
sendiri, demikian juga Yung Lang. Sedangkan Lin Tung
tidak berani berbicara lagi setelah kejadian barusan. Ia
berjalan menunduk terus karena takut bertemu Han Cia Pao
dalam perjalanan menuju kamar mereka. Saat itu telinga
Han Cia Sing yang awas mendengar sebuah desingan senjata
rahasia tengah meluncur deras ke arah mereka.
"Awas!" teriak Han Cia Sing memperingatkan kedua
temannya.
Sebuah pisau kecil meluncur dengan deras ke arah
Han Cia Sing dari arah yang tidak diketahui. Untunglah Han
Cia Sing dengan sigap menangkap pisau itu dengan jari-jari
tangannya. Yung Lang segera melompat ke halaman untuk
melihat siapa yang melemparkan senjata rahasia ke arah
mereka, namun tidak melihat siapapun. Tampaknya sang
pelempar segera kabur setelah melemparkan senjata
rahasianya. Ilmunya pasti cukup tinggi karena bisa
menghilang secepat itu.
"Cia Sing, kau tidak apa-apa?" tanya Lin Tung.- 313 "Tidak, tampaknya orang itu tidak bermaksud jahat
terhadap kita" kata Han Cia Sing sambil melihat pisau kecil
yang dilemparkan orang itu tadi.
"Ada surat!" kata Lin Tung.
Memang benar dalam di ujung pisau kecil itu ada
sebuah gulungan kertas. Han Cia Sing membukanya dengan
hati-hati dan membaca apa yang tertulis di dalamnya.
"Ingai perjanjian kita - Wu"
"Ingat perjanjian kita, Wu? Perjanjian apa? Siapakah
Wu itu? Kau mengenalnya, Cia Sing?" tanya Yung Lang
dengan bertubi-tubi.
Han Cia Sing tidak menjawab karena tidak ingin
berbohong kepada kedua temannya itu. Tampaknya
Permaisuri Wu telah mengirimkan utusan kepadanya agar ia
selalu mengingat perjanjian mereka. Perjanjian yang
dilakukannya untuk dapat bertemu dengan ayahnya
kembali. Han Cia Sing menghela napas panjang dan melipat
surat itu untuk dimasukkan ke dalam kantung bajunya.
"Cia Sing, kau belum menjawab pertanyaanku. Siapa
itu Wu?" tanya Yung Lang yang masih penasaran.
"Sudahlah, bukan sesuatu yang penting. Mari kita
beristirahat" kata Han Cia Sing yang tidak ingin
memperpanjang pembicaraan.
Kedua temannya itu masih terus bertanya sepanjang
lorong menuju kamar mereka tapi tidak ditanggapi Han Cia- 314 Sing. Ia benar-benar harus menjaga rapat perjanjian
rahasianya dengan Permaisuri Wu, karena ini menyangkut
nyawa ayahnya. Bahkan kepada kakaknya Han Cia Pao saja
ia belum sempat mengatakan hal ini. Agaknya ia harus
menunggu sampai besok untuk dapat mengutarakan bahwa
Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long Raja Naga 18 Ratu Dinding Kematian Gokil Sebuah Kompilasi Kedodolan Karya Miund

Cari Blog Ini