Ceritasilat Novel Online

Rimba Persilatan Naga Harimau 24

Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An Bagian 24


ayah mereka masih hidup.
Yung Lang dan Lin Tung akhirnya menyerah
terhadap sikap tutup mulut Han Cia Sing dan memilih tidur.
Sebentar kemudian mereka berdua sudah mendengkur
dengan keras di pembaringan. Han Cia Sing yang tidak bisa
tidur hanya duduk saja di depan meja menghadapi nyala
lilin. Ia mengeluarkan kembali kertas kecil yang ada di
kantong bajunya untuk dibaca kembali.
Permaisuri Wu tentu memiliki mata-mata di kalangan
pendekar sehingga bisa mengetahui apa yang terjadi di kota
Yin Chuang. Kemenangan Han Cia Sing pada babak
pertama hari ini dan pertarungan esok hari pastilah tidak
luput dari pengamatan Permaisuri Wu. Tidak heran jika ia
sampai mengirimkan utusan rahasia untuk mengingatkan
perjanjian mereka kembali. Han Cia Sing bertekad untuk
memenangkan pertarungan besok, siapapun lawan yang
akan dihadapinya.
Suara pintu diketuk mengagetkan Han Cia Sing dari
lamunannya. Han Cia Sing menoleh ke pembaringan dan
melihat kedua sahabatnya itu masih tertidur dengan
nyenyak. Segera saja Han Cia Sing menuju pintu kamar- 315 sebelum ketukan kedua. Ia tidak ingin istirahat kedua
sahabatnya menjadi terganggu.
Ternyata seorang pelayan penginapan yang mengetuk
pintu kamar Han Cia Sing.
"Apakah tuan yang bernama Han Cia Sing? tanya
pelayan penginapan itu.
"Benar. Ada urusan apakah?" tanya Han Cia Sing
heran.
"Seorang pemuda memberikan bungkusan ini untuk
diberikan kepada tuan. la sedang menunggu di pintu
belakang penginapan jawab pelayan itu.
"Terima kasih" kala Han Cia Sing sambil menerima
bungkusan kain sutra merah itu dari sang pelayan yang
segera pamit.
Han Cia Sing membuka bungkusan itu dengan hatihati. Betapa terkejutnya ia ketika melihat isi bungkusan itu
adalah sebuah tusuk rambut wanita dari giok merah. Han Cia
Sing teringat bahwa tusuk rambut inilah yang dibeli Ma Xia
saat mereka dalam perjalanan menuju Paviliun Awan
Merah. Han Cia Sing bergegas menuju ke pintu belakang
penginapan. Sesampainya di sana ia mencari-cari pemuda
yang dikatakan oleh pelayan penginapan tadi, tapi suasana
di pintu belakang itu tampak sunyi.
"Ah, kau datang juga akhirnya" tegur sebuah suara di
belakang Han Cia Sing dengan nada menghina.- 316 "Siapa kau? Darimana kau dapatkan tusuk rambut
ini?" tanya Han Cia Sing kepada sosok pemuda yang berdiri
di kegelapan bayang-bayang malam itu.
"Dasar kau bocah busuk! Sudah melarikan istri
kakakku dan sekarang kau pura-pura tidak mengenaliku?
Pengecut!" bentak pemuda itu dengan marah sekali.
Mula-mula Han Cia Sing masih tidak mengerti
perkataan pemuda itu, tapi begitu melihat siapa yang
muncul, ia langsung tersadar. Pemuda itu adalah Balsan,
adik Ejinjin yang pernah memperlakukannya secara
semena-mena saat di utara dulu. Darah di kepala Han Cia
Sing seakan-akan langsung turun ketika mengingat tusuk
rambut giok merah yang ada di tangannya. Kelihatannya Ma
Xia berada dalam cengkeraman Ejinjin dan Balsan!.
"Kau Balsan?!" kata Han Cia Sing setengah tidak
percaya.
"Kenapa ? Kau terkejut? Atau merasa malu karena
wanita pujaan hatimu sudah kembali kepada suaminya?"
ejek Balsan.
"Mana Ma Xia?" tanya Han Cia Sing dengan suara
gemetar.
"Kakakku menjaga istrinya dengan baik, kau tidak
perlu khawatir. Saat ini mereka berdua lengah menikmati
hari-hari bahagia mereka" jawab Balsan dengan nada
menghina.- 317 "Kau..."
"Kau apa?!" bentak Balsan sebelum Han Cia Sing
menyelesaikan kalimatnya.
"Kau pikir kau sudah hebat, bocah busuk?! Gara-gara
kau, aku dan kakakku harus menempuh perjalanan ribuan li
ke daratan tengah ini. Dan sekarang kau hendak
mengancamku?!" ejek Balsan.
Han Cia Sing tidak bisa berkata apa-apa lagi.
"Bocah busuk! Sekarang kau dengar baik-baik
perkataanku ini. Besok, hasil pertarunganmu akan
menentukan nasib Ma Xia" kata Balsan mengancam.
"Apa maksudmu?" tanya Han Cia Sing.
"Kau ini benar-benar bodoh atau bagaimana? Aku
bilang besok, kalau kau sampai menang dalam pertarungan,
riwayat Ma Xia akan tamat" kata Balsan dengan nada pelan
tapi mengerikan.
"Kau berani?" kata Han Cia Sing dengan gemetar.
"Mengapa tidak? Suku Tonghu mempunyai aturan
yang keras untuk wanita yang menyeleweng. Mereka akan
dibantai tanpa ampun dan tubuhnya akan diberikan kepada
serigala hutan. Untung saja kakakku, Ejinjin masih punya
sedikit rasa belas kasihan kepada Ma Xia, heheheh" kata
Balsan dengan pongah sekali.- 318 "Kurang ajar! Kalau kau berani menyentuh seujung
rambutnya saja ..."
"Kenapa?! Kau hendak mengancam kami? Pikir dulu
baik-baik, kau bocah busuk! Sekarang Ma Xia ada di tangan
kami, seharusnya kaulah yang harus khawatir. Ingat, besok
kau harus kalah atau Ma Xia akan menjadi makanan serigala
di utara!" bentak Balsan untuk terakhir kalinya sebelum
berlalu.
Han Cia Sing merasakan tubuhnya langsung lemas
setelah kepergian Balsan. Pikirannya langsung kacau dan
tubuhnya terasa limbung. Baru saja Permaisuri Wu
mengirimkan surat untuk mengingatkan janji mereka, sudah
datang kabar tentang Ma Xia yang dalam cengkeraman
Ejinjin dan Balsan. Sekarang Han Cia Sing benar-benar
bingung menghadapi pertarungan besok. Jika ia menang, ia
akan kehilangan Ma Xia tapi jika ia kalah, ia tidak akan
pernah bertemu kembali dengan ayahnya. Han Cia Sing
merasakan kepalanya berat dan pusing sekali ketika
melangkah masuk kembali ke halaman belakang.
"Bukkk!"
Tiba-tiba saja di saat Han Cia Sing sedang lengah
karena kegalauan hatinya, dua sosok bayangan berpakaian
dan bertopeng hitam, melesat dengan kecepatan tinggi
menyerang dirinya. Han Cia Sing yang tidak sempat lagi
mengelak, terhantam keras di punggung dan perut oleh
hantaman kedua lawannya itu. Tubuhnya melayang terbang- 319 dan terbanting keras di lantai dua tombak dari tempatnya
berdiri semula.
"Siapa kalian?" tanya Han Cia Sing sambil berusaha
memulihkan dirinya.
Kedua orang itu sama sekali tidak menjawab malah
langsung menyerang Han Cia Sing kembali dengan bertubitubi. Jurus-jurus mereka begitu hebat dan padu sehingga
membuat Han Cia Sing kewalahan. Ia terdesak hebat dan
hanya bisa bertahan mati-matian digempur dua orang
pengeroyoknya yang berilmu tinggi. Jurus-jurus mereka
terus berubah-ubah sehingga merepotkan Han Cia Sing.
Tampaknya mereka juga tahu ilmu ringan tubuh Han Cia
Sing amat hebat sehingga tidak memberikan celah
sedikitpun baginya unruk mengelak.
Setelah terdesak hebat hampir tiga puluh jurus lebih,
kembali Han Cia Sing tidak dapat bertahan terhadap
serangan lawan yang masuk ke dadanya. Tinju salah seorang
lawannya menghajar telak dada Han Cia Sing hingga ia
terdorong mundur lima langkah. Dada Han Cia Sing terasa
terbakar dan ia kesulitan bernapas. Seorang lawannya yang
lain melihat kesempatan bagus ini langsung melompat
menendang ke arah wajah Han Cia Sing!
"Bukk!!"
Telapak Han Cia Sing masih bisa menahan tendangan
lawan sehingga wajahnya terhindar dari serangan. Tapi
belum sempat Han Cia Sing bernapas lega, satu serangan- 320 lagi sudah datang dari lawan. Tinju lawan sudah mengincar
ulu hatinya dengan kekuatan penuh, sehingga mau tak mau
Han Cia Sing harus menahan serangan lawannya itu jika
tidak ingin terluka parah. Han Cia Sing benar-benar terdesak
hebat oleh kedua lawannya yang tangguh itu.
Pertarungan sudah berlangsung seratus jurus lebih
dan meskipun Han Cia Sing selalu terdesak hebat, tapi kedua
lawannya belum juga mampu merobohkannya. Bahkan kini
berkat Shi Sui Yi Cin Cing (Sutra Penggeser Urat Pembersih
Sumsum) yang dimilikinya, tenaga Han Cia Sing menjadi
semakin kuat sementara kedua lawannnya tampak mulai
melemah. Perlahan tapi pasti. Han Cia Sing mulai sanggup
mengimbangi bahkan mendesak kedua lawannya itu.
Han Cia Sing mengembangkan jurus-jurusnya dari
ilmu pedang Cing Ing (Elang Emas) sehingga penggunaan
cakar elangnya mampu menahan serangan lawan. Ilmu
cakar elang ciptaan Yung Cin Hai, kakek buyut Yung Lang
itu memang luar biasa, sehingga sebentar saja kedua
musuhnya tampak mulai terdesak. Apalagi setelah cakar
elang digabungkan oleh Han Cia Sing dengan ringan tubuh
Guo Yin Sen Kung (Ilmu Sakti Melintasi Awan), kedua
lawannya semakin kerepotan dan hanya bisa bertahan saja.
Han Cia Sing mengerahkan jurus Cing Ing Sao Tien
(Elang Emas Membakar Langit) yang sebenarnya
merupakan jurus maut perenggut kulit kepala untuk menarik
topeng salah satu lawannya. Gerakan Cing Ing Sao Tien
sebenarnya dapat dihindarkan oleh lawannya itu, jika saja- 321 Han Cia Sing tidak memakai tambahan Guo Yin Sen Kung
untuk mengejar lawan. Cakar elang Han Cia Sing
menyambar kepala lawan dengan cepat sekali dan sekali
renggut, topeng seorang lawannya sudah berada di
tangannya.
"Biksu Tien Fa?!" kata Han Cia Sing terkejut sekali
melihat wajah di balik topeng penyerangnya itu.
"Amitabha, san-cai, san-cai. Ilmu Han Se-cu memang
luar biasa. Lau-na mengaku kalah" kata biksu Tien Fa
sambil merangkapkan kedua tangannya di depan dada dan
membungkuk hormat kepada Han Cia Sing.
"Amitabha, benar sekali kata Se-siung. Ilmu Han Secu sungguh luar biasa. Bei-fu, bei-fu (kagum, kagum)" kata
seorang lawannya yang lain sambil membuka topengnya. Ia
tidak lain adalah biksu Tien Cin dari Shaolin.
"Biksu berdua, maafkan kelancanganku. Tapi
mengapa biksu berdua tiba-tiba mengeroyokku seperti ini?"
tanya Han Cia Sing yang masih belum hilang rasa kagetnya.
"Amitabha, maafkan kami Han Se-cu. Kami hanya
mengikuti perintah Fang-cang" jawab biksu Tien Fa.
"Maksud anda, Fang-cang Tien Gong?" tanya Han
Cia Sing lebih terkejut lagi mendengar jawaban ini.
"Benar sekali Han Se-cu" jawab biksu Tien Cin.
"Mengapa Fang-cang bersikap demikian?" tanya Han
Cia Sing heran.- 322 "Amitabha. Han Se-cu, Se-siung memerintahkan
kami untuk menguji ketangguhan Han Se-cu. Se-siung ingin
tahu sampai di mana Han Se-cu sanggup menguasai diri"
jawab biksu Tien Fa.
"Penguasaan diri?!" kata Han Cia Sing dengan heran.
"Amitabha, Se-siung memerintahkan kami untuk
menguji penguasaan diri Han Se-cu, karena Se-siung tahu
bahwa musuh pasti akan melakukan banyak ancaman
kepada Han Se-cu. Pikiran yang kacau tidak akan menang
melawan musuh. Ini adalah pesan dari Fang-cang Tien Gong
untuk Han Se-cu" kata biksu Tien Fa.
"Han Se-cu sudah menguasai Shi Sui Yi Cin Cing
dengan baik, tentunya sudah bisa jurus Cing Sing (Hati
Tenang). Gunakanlah jurus itu dengan sebaik-baiknya
dalam pertarungan besok. Itu saja pesan Fang-cang Tien
Gong untuk Han Se-cu. Hari sudah larut malam, ijinkan
kami berdua mohon diri" kata biksu Tien Cin.
"Terima kasih biksu berdua. Sampaikan terima
kasihku kepada Fang-cang Tien Gong" kata Han Cia Sing
sambil menjura hormat.
Biksu Tien Fa dan Tien Cin langsung melompat ke
atas atap dan menghilang di kegelapan malam dengan cepat
sekali. Gerakan mereka begitu ringan menandakan tenaga
dalam yang luar biasa. Han Cia Sing hanya memandangi
saja mereka hilang ditelan kegelapan malam. Tampaknya
Fang-cang Tien Gong yang sudah kenyang pengalaman- 323 menyadari bahwa lawan pasti akan mencari cara memecah
perhatian Han Cia Sing sebelum ia bertarung besok.
Memang dari lima pendekar yang akan bertarung besok,
Han Cia Sing adalah yang terkuat. Tidak heran bila lawan
memakai segala cara untuk membuatnya takluk. Han Cia
Sing hanya bisa menghela napas ketika menyadari bahwa
perkiraan Fang-cang Tien Gong itu memang benar adanya.- 324 49. Duel
"Apa?! Ma Xia ada di tangan mereka?" tanya Yung
Lang seolah tidak percaya apa yang dikatakan oleh Han Cia
Sing.
"Cia Sing, kau yakin tentang hal ini?! Apakah tidak
mungkin mereka mengada-ada untuk mengancammu saja?
tanya Lin Tung.
"Tidak mungkin. Kau lihat sendiri tusuk rambut giok
merah itu adalah yang dibeli Ma Xia sebelum kita sampai di
Paviliun Awan Merah. Balsan tidak mungkin tahu akan hal
itu jika bukan karena Ma Xic sudah ada dalam genggaman
tangan mereka" jawab Han Cia Sing dengan lesu.
"Mereka mengancammu dengan Ma Xia agar tidak
menang dalam pertarungan hari ini. Benar-benar pengecut!"
kata Yung Lang dengan marah sekali.
"Ada apa ini?" tanya seseorang di depan pintu kamar
mereka.
Han Cia Sing, Yung Lang dan Lin Tung langsung


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menoleh ke pintu kamar. Ternyata Cen Hua sudah berdiri di
depan pintu dan tampaknya mendengar sebagian dari
percakapan mereka. Sinar matahari pagi menerangi wajah
Cen Hua yang cantik namun tidak dapat menutupi kedua
matanya yang sembab karena menangis semalam.- 325 "Selamat pagi kakak ipar" kata Han Cia Sing sambil
berdiri menyambut.
"Selamat pagi, nyonya Han" kata Yung Lang dan Lin
Tung dengan agak kikuk karena belum terbiasa menyebut
Cen Hua sebagai"nyonya Han".
"Cia Sing, apakah ada yang mengancammu?" tanya
Cen Hua.
"Ehm ya" jawab Han Cia Sing singkat.
"Siapakah yang berani sedemikian kurang ajar?"
tanya Cen Hua heran.
"Ma Xia ditangkap oleh Ejinjin dan Balsan. putra
kepala suku Tonghu di utara yang dulu dijodohkan oleh
ayahnya. Kemarin malam Balsan menemuiku untuk
mengancamku agar tidak menang dalam pertandingan hari
ini" kata Han Cia Sing menjelaskan.
"Sungguh keterlaluan sekali" kata Cen Hua dengan
geram. "Aku juga berpikiran demikian, Cen... eh nyonya
Han. Aku pikir kita harus mengambil tindakan" kata Yung
Lang. "Maksudmu?" tanya Cen Hua.
"Hari ini ada lima partai pertarungan. Jika Han Cia
Sing bertarung paling akhir, kupikir kita bisa membebaskan
Ma Xia sebelum pertarungan itu tiba" kata Yung Lang
mengusulkan.
"Tapi di mana kita akan mencari Ma Xia?" tanya Lin
Tung.- 326 "Einjin dan Balsan pasti berada di sekitar markas
Ceng Lu Hui. Karena hari ini ada pertarungan besar, markas
itu pastilah tidak dijaga ketat. Kita bisa menyusup ke
dalamnya dengan mudah" jawab Yung Lang.
"Wah, hebat Yung Lang. Kupikir selama ini kau
hanya gentong nasi!" kata Lin Tung sambil menepuk
punggung Yung Lang keras-keras karena gembiranya.
"Aduh! Jangan keras-keras bodoh!" teriak Yung Lang
kesakitan.
"Baiklah, apa yang dikatakan Yung Lang ada
benarnya. Aku akan ikut mereka berdua mencoba
menyelamatkan Ma Xia" kata Cen Hua.
"Tapi kakak ipar..."
"Keadaan sedang gawat dan waktu kita tidak banyak.
Kami bertiga jauh lebih baik daripada hanya berdua saja. Cia
Sing, kau jangan khawatir. Aku pasti akan menyelamatkan
Ma Xia" kata Cen Hua menegaskan.
"Baiklah, berhati-hatilah kakak ipar" kata Han Cia
Sing berterima kasih.
"Apakah kau melihat kakakmu?" tanya Cen Hua
setelah melihat ke dalam kamar yang kosong.
"Ah, kakak tidak bersamaku. Apakah kakak tidak
pulang semalaman?" tanya Han Cia Sing keheranan.
Cen Hua hanya menggeleng dengan sedih.- 327 "Aku kemari karena kupikir ia ada bersamamu" kata
Cen Hua.
"Pantas saja ia tidak pulang, ini semua gara-gara aku
kemarin."
Yung Lang langsung menyikut dada Lin Tung keras-keras.
"Aduh!" jerit Lin Tung sambil memegangi dadanya.
"Kenapa dia?" tanya Cen Hua keheranan.
"Ah tidak ada apa-apa. Cia Sing, kau persiapkan saja
dirimu untuk pertarungan. Aku akan segera berangkat ke
markas Ceng Lu Hui" kata Yung Lang sambil berpura-pura
santai sementara Lin Tung membungkuk kesakitan di
belakangnya.
"Baiklah, terima kasih. Aku pergi dulu. Kakak ipar,
berhati-hatilah. Nanti jika aku bertemu kakak, akan
kuceritakan " kata Han Cia Sing sambil menjura dan
berangkat meninggalkan kamar penginapan itu.
"Lin Tung, sudah jangan membungkuk terus. Ambil
tongkat besimu, kita segera berangkat ke markas Ceng Lu
Hui" kata Yung Lang tanpa merasa bersalah sama sekali.
Suasana panggung pertandingan pagi-pagi sudah
dipenuhi ratusan orang. Mereka tampaknya tidak mau
mefewatkan pertandingan besar ini sehingga berusaha
datang sepagi mungkin agar mendapatkan tempat menonton
yang enak. Meskipun demikian, deretan bangku terdepan
tetap dijaga dan dikosongkan karena diperuntukkan untuk- 328 undangan kehormatan saja. Deretan itu tampak masih
kosong karena para undangan belum hadir.
Cuaca hari itu juga seakan-akan ingin melihat
pertandingan. Angin musim gugur yang sejuk bertiup sepoisepoi, membuat suasana panggung menjadi sejuk. Benderabendera Ceng Lu Hui berkibar-kibar pelan tertiup angin.
Sementara itu suara celotehan burung-burung pagi seakan
berteriak tidak sabar agar pertandingan segera dimulai.
Tidak berapa lama kemudian, rombongan pendekar
Tien Lung Men datang memasuki arena panggung. Jien Jing
Hui dan Ce Ke Fu berdiri paling di depan diikuti temanteman mereka yang lain. Keduanya kemudian memisahkan
diri dari rombongan mereka dan menempati kursi penantang
yang telah disiapkan oleh Ceng Lu Hui. Wajah Jien Jing Hui
dan Ce Ke Fu begitu tegar, sama sekali tidak menunjukkan
kegentaran sedikit pun. Tampaknya mereka benar-benar
siap untuk bertarung habis-habisan hari ini.
Rombongan Han Cia Sing tiba kemudian, tidak lama
setelah kedatangan rombongan Tien Lung Men. Sama
seperti para penantang lainnya, Ma Han Jiang, Han Cia Pao
dan Han Cia Sing segera menempati kursi penantang yang
telah dipersiapkan oleh Ceng Lu Hui. Ketiga pendekar itu
menjura hormat kepada Jien Jing Hui dan Ce Ke Fu yang
sudah terlebih dulu duduk. Kelimanya kemudian lebih
banyak diam dan mempersiapkan diri menghadapi
pertarungan.- 329 Han Cia Sing sebenarnya masih ingin menyampaikan
perihal ayah mereka kepada Han Cia Pao, tapi sejak bertemu
tadi pagi Han Cia Pao sama sekali tidak mau mempedulikan
dirinya. Padahal selain ingin mengatakan tentang ayah
mereka, Han Cia Sing juga ingin membicarakan tentang Cen
Hua yang ikut mencoba membebaskan Ma Xia bersama
Yung Lang dan Lin Tung. Tapi ketika ingin berbicara lagi,
Ma Han Jiang langsung mencegahnya. Bagaimanapun juga,
sekarang Han Cia Pao sedang menyamar sebagai Murong
Yen. Jangan sampai penyamaran itu diketahui oleh musuhmusuh mereka. Akhirnya Han Cia Sing menyerah dan lebih
memilih diam. Ia akan menceritakan kepada kakaknya nanti
setelah pertarungan usai.
"Ketua Chang Bai tibaaaa!!"
Suara tambur bertalu-talu menyambut kedatangan
Chang Bai. Semua yang hadir segera menatap ke arah
panggung kehormatan. Chang Bai yang memakai jubah
merah kebesaran naik ke panggung seperti seorang ketua
dunia persilatan saja layaknya. Wajahnya amat angkuh dan
memandang rendah semua yang hadir. Di belakangnya
berturut-turut masuk Fang-cang Tien Gong, Tien Fa dan
Tien Cin dari kuil Shaolin. Chang Bai mengangkat
tangannya dan tambur segera berhenti berlalu.
"Salam semua pendekar! Hari ini kita akan
menyaksikan lima pertarungan untuk mendapatkan lima
pendekar paling hebat yang akan bertarung untuk jabatan
ketua dunia persilatan. Para wakil Ceng Lu Hui dipersilakan- 330 masuk ke dalam arena!" teriak Chang Bai dengan tenaga
dalamnya.
Segera saja lima bayangan turun dari langit dengan
kecepatan yang sulit diikuti mata biasa. Tampaknya mereka
berlima, jago-jago Ceng Lu Hui, memang sengaja ingin
memamerkan kekuatan mereka untuk menggertak lawan.
Sayang sekali, para penantang mereka sama sekali tidak
terlihat gentar sedikitpun. Apalagi Ma Han Jiang dan Ce Ke
Fu yang sudah puluhan tahun malang-melintang di dunia
persilatan, hanya menganggap pertunjukkan itu seperti
mainan anak kecil saja.
"Baiklah, lima wakil Ceng Lu Hui dan lima
penantang sudah hadir di sini! Silakan ajukan masingmasing wakil untuk babak pertama" kala Chang Bai.
Tambur kembali dipukul bertalu-talu. Semua
penonton berteriak-teriak dan bertepuk tangan memberikan
semangat. Sepuluh pendekar yang akan bertarung
tampaknya juga sudah amat siap. Hawa tenaga mereka
memenuhi udara sehingga terasa menekan sekali. Benderabendera Ceng Lu Hui yang tadinya berkibar pelan saja, kini
seperti dihentak-hentakkan oleh pusaran hawa tenaga para
pendekar yang akan bertarung itu.
"Aku Murong Yen akan maju duluan!" teriak Han Cia
Pao tanpa dapat dicegah lagi oleh yang lain.- 331 "Bagus! Aku Fei Lung Meng Ao (Meng Ao si Naga
Terbang)! akan menghadapimu" kata Meng Ao dengan
gembira.
"Tuan Murong, berhati-hatilah" kata Han Cia Sing
yang pernah merasakan sendiri kehebatan Meng Ao,
berusaha memperingatkan Han Cia Pao.
"Huh!" dengus Han Cia Pao tanpa menoleh sama
sekali kepada Han Cia Sing, bahkan tidak juga kepada Ma
Han Jiang.
Han Cia Pao langsung melompat ke panggung
pertandingan dengan ringan sekali. Meng Ao juga tidak mau
kalah dan bersalto dua kali sebelum mendarat ringan di atas
panggung. Semua penonton bersorak-sorai memberikan
semangat melihat pertunjukkan kehebatan para pendekar
yang akan bertanding itu. Pelan-pelan suasana kembali
menjadi tenang ketika bunyi tambur berhenti. Mereka yang
menonton seolah ikut merasakan ketegangan yang terjadi di
atas panggung antara Han Cia Pao dan Murong Yen itu.
"Pendekar Murong, aku Meng Ao sudah sekian lama
malang melintang di dunia persilatan, tapi tidak pernah
melihat jurus-jurusmu yang aneh. Boleh aku tanya dari
aliran manakah gurumu berasal?" tanya Meng Ao.
"Kau tidak perlu tahu siapa guruku dan dari mana
aliranku berasal. Asal bisa mengalahkanmu, berarti aku
lebih hebat darimu!" tukas Han Cia Pao dengan ketus sekali- 332 sehingga membuat Meng Ao dan mereka yang menonton
menjadi terkejut.
"Wah.wah, galak juga. Apakah ini juga ajaran
gurumu?" tanya Meng Ao yang kelihatannya sama sekali
tidak terpancing bentakan Han Cia Pao.
"Guruku tidak banyak omong seperti dirimu! Mari
bertarung!" kata Han Cia Pao yang sudah geram sekali itu.
Memang sudah sejak kemarin saat pertemuan
membahas rencana pertarungan, Han Cia Pao amat ingin
menunjukkan bahwa ia mampu mengalahkan siapapun.
Harga dirinya yang tinggi merasa terluka ketika para
pendekar mengatakan bahwa adik tirinya Han Cia Sing
memiliki ilmu lebih hebat daripada dirinya. Ia akan
membuktikan bahwa pandangan itu salah dengan menghajar
lawannya hari ini. Tidak heran jika Han Cia Pao begitu
bernafsu ingin memulai pertarungan.
"Wah, pagi-pagi sudah marah rupanya. Baiklah, aku
lebih senior, aku mengalah tiga jurus padamu" kata Meng
Ao dengan santai untuk memancing kemarahan Han Cia Pao
lebih jauh.
"Bersiaplah!" teriak Han Cia Pao sambil maju
menyerang.
Meng Ao langsung merasa menyesal ia telah
mengatakan mengalah tiga jurus pada Han Cia Pao. Gerakan
lawannya yang jauh lebih muda darinya itu ternyata begitu- 333 dahsyat dan mematikan sehingga Meng Ao harus matimatian menghindari serangannya. Han Cia Pao tidak mainmain langsung mengeluarkan jurus Han Ping Leng Cang
(Tapak Sedingin Es) untuk menekan lawan. Hawa di sekitar
panggung langsung turun seketika, sehingga butiran-butiran
salju mulai berjatuhan dari langit.
Han Cia Pao langsung menyerang Meng Ao dengan
jurus mematikan Pei Chuen Leng Fung (Tinju Utara Angin
Dingin) yang merupakan bagian dari Han Ping Leng Cang.
Kehebatan jurus ini adalah gerakannya yang begitu cepat
dan kuat mengurung lawan sehingga lawan tidak akan bisa
menghindar dari perangkap hawa dingin. Puluhan bayangan
tinju Han Cia Pao bergerak mengurung lawan dengan rapat
sekali sehingga Meng Ao merasakan dadanya terasa sesak
karena udara tertekan. Tulang-tulangnya juga sampai terasa
sakit karena hawa dingin luar biasa yang mengurungnya.
Beruntung sekali Meng Ao adalah pendekar pilih
tanding yang sudah kenyang bertarung. Meskipun sudah
dikurung demikian rapat oleh Han Cia Pao, ia masih
mendapati celah kecil untuk menghindari serangan lawan.
Tubuhnya bergerak lincah sekali bagaikan seekor naga
terbang menghindari hantaman tinju lawan. Han Cia Pao
gagal menghajar Meng Ao dan hanya menghancurkan lantai
batu sebagai gantinya.
"Jurus pertama!" teriak Meng Ao mengejek Han Cia
Pao setelah serangan pertama gagal mengenainya.- 334 "Kurang ajar!" maki Han Cia Pao dengan geram
karena merasa dipermainkan.
"Astaga Pao-er, tenanglah" bisik Song Wei Hao
kepada dirinya sendiri dari pinggir panggung pertandingan
dengan tegang.
Tapi nampaknya Han Cia Pao sudah amat marah dan
bernafsu sekali menghabisi lawan secepat mungkin. Jurus
kedua yang ia keluarkan tidak kalah mautnya dengan yang
pertama. Jurus Sie Yi Ciao Can Jang (Hujan Salju
Mengguyur Medan Perang) segera dikeluarkan menghajar
lawan dengan kekuatan penuh. Sesuai namanya, jurus ini
terus menyerang lawan dengan tinju yang bagaikan hujan
salju lebat. Kali ini Meng Ao terpaksa harus menangkis
puluhan tinju Han Cia Pao karena tidak bisa mengelak lagi.
"Hebat juga kau" kata Meng Ao sambil memegangi
kedua tangannya yang terasa ngilu setelah bertabrakan keras
dengan hawa dingin yang keluar dari tinju Han Cia Pao.
"Masih ada yang lebih hebat lagi" kata Han Cia Pao


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan bangga karena bisa mendesak lawan.
Han Cia Pao segera mengeluarkan jurus berikutnya,
Bi Li Sie Yin (Halilintar Awan Salju) yang menggunakan
kekuatan hawa dingin yang sesungguhnya. Para penonton di
sekitar panggung langsung merasakan hawa dingin yang
amat menusuk tulang ketika Han Cia Pao mengeluarkan
jurus ini. Meskipun demikian Meng Ao sama sekali tidak
terlihat gentar dan bersiap dengan Tien Lung Ta Fa tingkat- 335 34, tingkat tertinggi yang berhasil dikuasainya. Hawa panas
dan hawa dingin bertabrakan di udara menimbulkan pusaran
angin yang membadai. Panji-panji Ceng Lu Hui langsung
berkibar kencang ditiup angin tenaga kedua pendekar yang
sedang berlaga itu.
Han Cia Pao melesat dengan kedua tinju berisi penuh
tenaga dingin, langsung menghentak dengan kecepatan
kilat. Tidak salah bila jurus ini dinamakan Halilintar Awan
Salju karena kecepatannya yang luar biasa. Serangan
pertama dan kedua bisa dielakkan oleh Meng Ao, tapi tinju
ketiga terpaksa harus ditahan dengan telapak. Ledakan keras
akibat pertemuan dua tenaga dalam luar biasa itu langsung
mengguncangkan panggung pertarungan. Suara-suara
terkejut terdengar dari segenap penonton yang
menyaksikan.
Meng Ao terdorong beberapa langkah ke belakang
akibat benturan hebat itu sedangkan Han Cia Pao terlempar
satu tombak ke belakang. Keduanya segera mengatur napas
memperkuat tenaga dalam mereka kembali. Tangan Meng
Ao sampai terasa ngilu akibat benturan barusan sedangkan
Han Cia Pao merasakan peredaran darahnya seperti terbalik.
Sekarang siapa yang lebih cepat menyembuhkan diri, akan
bisa memenangkan pertarungan.
"Murong Yen, kau lumayan juga" kata Meng Ao
dengan lagak seolah-olah tidak terluka sama sekali.- 336 "Kau juga tidak jelek" kata Han Cia Pao balas
menghina.
"Aku sudah mengalah tiga jurus padamu. Sekarang
aku tidak akan mengalah lagi" kata Meng Ao dengan nada
mengancam.
"Siapa yang butuh kau mengalah?!" kata Han Cia Pao
tidak mau kalah.
"Bagus! Bersiaplah untuk mati!" kata Meng Ao.
Begitu selesai berkata-kata, tubuh Meng Ao langsung
melesat dan pecah menjadi puluhan bayangan menyerang
lawan. Inilah salah satu jurus andalan Tien Lung Ta Fa, Fen
Lung Ying (Memecah Bayangan Naga). Kehebatan jurus ini
adalah kecepatannya yang mampu mengurung dan
membingungkan lawan.
Apalagi Meng Ao memang menekankan ilmunya
pada ilmu ringan kaki, sehingga gerakannya menjadi
semakin cepat saja. Tidak salah ia dijuluki sebagai Fei Lung
(Naga Terbang)!
Han Cia Pao segera terdesak hebat oleh serangan
gencar Meng Ao. Beberapa tendangan kilat sempat masuk
ke perut dan dadanya. Han Cia Pao terlempar mundur dan
nyaris terjatuh jika saja ia tidak menahan dengan kedua
tangannya. Meng Ao melihat lawan terjatuh, langsung
menyerang lagi dengan kecepatan yang sama. Meskipun
Han Cia Pao bertahan mati-matian, sekali lagi ia terkena- 337 beberapa tendangan telak. Kali ini Han Cia Pao tidak dapat
bertahan lagi dan jatuh tersungkur di lantai panggung.
Han Cia Pao merasakan dadanya yang tertendang
lawan sesak sekali. Ia harus mengatur pernapasan terlebih
dulu agar bisa memulihkan diri. Tapi Meng Ao yang kaya
pengalaman bertarung tidak memberinya kesempatan
sedikitpun. la langsung melesat ke arah Han Cia Pao dan
mengeluarkan jurus Lu San Jing Lung Cang (Tapak Naga
Hijau dari Gunung Lu). Ratusan bayangan naga hijau
mengaburkan pandangan semua yang hadir, yang
sebenarnya adalah gerakan super kilat telapak tangan Meng
Ao. Kembali Han Cia Pao yang belum banyak pengalaman
bertarung itu terkepung rapat oleh serangan lawan.
"Bukk!!!"
Sebuah telapak naga hijau bersarang telak di dada
Han Cia Pao, membuatnya langsung terpental tiga tombak
dan jatuh terbanting. Darah mengalir dari sudut bibir dan
hidungnya, menandakan luka dalam yang dideritanya cukup
parah. Han Cia Pao bahkan sempat terbatuk-batuk ketika
berusaha memulihkan dirinya. Meng Ao yang melihatnya
terluka malah mentertawakan dirinya dengan menghina
sekali.
"Murong Yen, mana tinju esmu yang hebat itu?" ejek
Meng Ao.
"Kurang ajar!" kata Han Cia Pao sambil menghapus
bekas darah di mulut dan hidungnya dengan telapak tangan.- 338 "Sudahlah, kalau sudah tidak kuat lebih baik kau
menyerah sajalah. Usiamu masih muda, jangan sampai
istrimu menjadi janda,hhahahaha" kata Meng Ao mencoba
memanaskan hati Han Cia Pao.
Para pendekar senior yang ada di bawah panggung
mengerti bahwa Meng Ao sebenarnya ingin mengacaukan
pikiran Han Cia Pao dengan membuatnya marah. Seorang
pendekar yang sedang bertarung pantang marah karena
marah membuatnya tidak bisa mengeluarkan semua ilmu
dengan baik. Tapi Han Cia Pao, sang tuan muda keluarga
Han, terlalu polos dan angkuh untuk melihat hal ini. Ejekan
dan hinaan Meng Ao ditanggapinya dengan kemarahan.
Bahkan Wongguo Luo yang melihat dari bawah panggung
sampai menghela napas panjang melihat kelakuan muridnya
yang pemarah itu.
"Diam kau!" bentak Han Cia Pao dengan marah.
"Coba saja kalau kau bisa mendiamkanku" ejek Meng
Ao memancing.
Han Cia Pao mengerahkan seluruh tenaga dinginnya
sampai puncak ke titik tan dian. Ia bersiap mengeluarkan
jurus Sie Yen Ping Chuen (Tinju Es Neraka Beku) yang
merupakan jurus terhebat ciptaan Pei Mo (Iblis Utara). Ilmu
begitu hebat dan mengutamakan tenaga dalam yang kuat
sampai-sampai Wongguo Luo saja gagal menguasainya
padahal sudah berlatih puluhan tahun. Han Cia Pao
beruntung memakan Nan Hai Lung Cu (Mutiara Naga Laut- 339 Selatan) sehingga memperoleh tenaga hawa dingin yang
cukup untuk berlatih Sie Yen Ping Chuen.
Para penonton yang hadir segera dibuat terkejut
dengan penurunan suhu udara yang amat cepat. Butiranbutiran salju berjatuhan dari langit seperti sudah musim
dingin saja layaknya. Bahkan Shi Chang Sin yang ikut
melihat jalannya pertarungan menjadi terkejut sekali ketika
menyadari bahwa Han Cia Pao tengah mengeluarkan jurus
andalan almarhum gurunya dulu. Ia sama sekali tidak
menyangka akan ada orang lain yang bisa menggunakan
jurus dahsyat ini selain almarhum gurunya. Fang-cang Tien
Gong, biksu Tien Fa dan Tien Cin juga sampai terperangah
menyaksikan kedahsyatan ilmu Han Cia Pao yang langka
itu. Meng Ao yang berdiri tepat di depan Han Cia Pao
dapat merasakan kekuatan hawa dingin luar biasa
mengurungnya dengan rapat sekali. Jika saja Meng Ao tidak
menguasai Tien Lung Ta Fa tingkat 34, pastilah ia sudah
mati membeku.
Tenaga dalam tingkat 34 dikerahkan sampai puncak
oleh Meng Ao agar ia bisa bertahan terhadap serangan hawa
dingin Han Cia Pao. Kedua pendekar kelas atas itu kini
saling menanti siapa yang akan menyerang terlebih dulu.
Akhirnya Han Cia Pao yang sudah tidak sabaran itu
memulai serangan terlebih dahulu. Gerakannya yang cepat
seakan menjadi kabur karena timbulnya serpihan-serpihan- 340 es di udara tempat mereka bertarung. Para penonton seperti
melihat gerakan orang yang berenang di tengah air saja
karena hawa dingin telah membekukan semua uap air yang
berada dalam jarak lima tombak dari tubuh Han Cia Pao.
Bisa dibayangkan betapa dinginnya hawa udara yang ada di
sekitar tubuh Han Cia Pao itu!
Serangan Han Cia Pao mengarah ke bagian-bagian
penting lawannya seperti kepala, dada dan perut. Kali ini
Meng Ao benar-benar di ambang bahaya maut karena selain
serangan Han Cia Pao yang ganas, tubuhnya juga hampir
membeku kedinginan sehingga gerakannya menjadi sedikit
lambat. Beberapa kali tinju Han Cia Pao hampir masuk dan
hanya dapat ditangkis berkat pengalaman Meng Ao yang
banyak dalam pertarungan. Tampaknya sebentar lagi Meng
Ao akan dikalahkan oleh ilmu Sie Yen Ping Chuen milik
Han Cia Pao ini.
Dua puluh kali serangan Han Cia Pao berhasil
dielakkan tapi pada pukulan kedua puluh satu, tinju Han Cia
Pao berhasil menghantam telak perut Meng Ao. Tubuh
Meng Ao langsung terseret beberapa langkah ke belakang
dengan perut terbalut serpihan es. Meng Ao nyaris muntah
namun masih dapat menahannya. Matanya seketika menjadi
kabur karena kesakitan menahan perutnya yang seolah
membeku. Han Cia Pao melihat lawannya terluka, tidak
membuang kesempatan dan langsung menekan terus dengan
kedua tinjunya.- 341 Meng Ao terdesak hebat sampai ia nyaris terjatuh dari
atas panggung. Ia kini hanya berada dua tiga langkah saja
dari pinggir panggung. Keadaannya yang terus terdesak
lawan tampaknya tidak memungkinkan dirinya untuk
mencari posisi bertarung yang lebih baik. Namun pada saat
genting seperti ini, terbukti pengalaman bertarung menjadi
teramat penting untuk mengalahkan lawan. Meng Ao yang
melihat Han Cia Pao menyerang dengan begitu ganas,
akhirnya mengambil siasat untuk menjatuhkan lawannya itu
dari atas panggung, la berpura-pura semakin melemah
sehingga Han Cia Pao semakin girang dan terus menyerang.
Pada satu kesempatan yang baik, Meng Ao memutar
tubuhnya menghindari tinju Han Cia Pao. Julukannya
sebagai Naga Terbang memang bukan omong kosong
karena dari jarak yang amat sempit di tepi panggung, ia bisa
melangkahkan kakinya dengan ringan untuk mendapatkan
posisi di belakang lawan. Han Cia Pao yang terkejut dengan
pembalikan posisi yang tidak terduga ini, langsung berusaha
menekan lawan tanpa memperbaiki kuda-kudanya dulu
karena sudah termakan amarah. Meng Ao melihat
kesempatan bagus ini langsung menerjang Han Cia Pao
dengan tendangan ganda yang mengarah ke dada dengan
seluruh kekuatan Tien Lung Ta Fa tingkat 34!
"Blarrr!!"
Sekali lagi terdengar ledakan keras akibat benturan
dua tenaga dalam dahsyat itu. Beberapa anak buah Ceng Lu
Hui yang berilmu rendah dan berdiri dekat panggung sampai- 342 terlempar beberapa langkah ke belakang. Semua yang hadir
juga merasakan telinganya seperti berdenging akibat
kerasnya ledakan. Meng Ao terlempar lima tombak dan
jatuh bergulingan di lantai panggung sementara Han Cia Pao
terseret beberapa langkah ke belakang dan terjatuh ke bawah
panggung.
Meng Ao merasakan kedua kakinya seperti mati rasa
terkena Sie Yen Ping Chuen yang dahsyat, sementara Han
Cia Pao merasakan dadanya sesak sekali. Baru saja selesai
mengatur pernapasan, Han Cia Pao segera melompat lagi ke
atas panggung bersiap menghajar Meng Ao kembali. Tapi
betapa heran dan kagetnya ketika ia melihat Meng Ao hanya
tertawa-tawa seperti orang gila sambil berlutut.
"Hahaha! Aku menang, aku menang!" teriak Meng
Ao berkali-kali.
"Apa maksudmu? Aku belum kalah! Mari kita
bertarung lagi seribu jurus untuk menentukan siapa
pemenangnya!" bentak Han Cia Pao.
"Hahahaha, dasar bodoh kau Murong Yen! Peraturan
pertandingan mengatakan siapa yang terjatuh dari panggung
dianggap kalah, apakah kau lupa akan hal itu?" tanya Meng
Ao dengan nada mengejek.
Wajah Han Cia Pao langsung berubah menjadi merah
sekali, la baru tersadar apa yang telah terjadi. Ia tadi terjatuh
dari atas panggung dan itu berarti kalah!- 343 "Pemenangnya Meng Ao!" teriak Chang Bai yang
disambut gegap-gempita oleh seluruh anak buah Ceng Lu
Hui. "Aku kalah?!" kata Han Cia Pao dengan tidak percaya
kepada dirinya sendiri di atas panggung.
"Hahaha, terima kasih! Terima kasih!" kata Meng Ao
sambil menjura kepada para pendukung Ceng Lu Hui yang
menyorakinya.
Song Wei Hao melihat Han Cia Pao hanya termenung
di atas panggung, segera naik ke atas panggung bersama
dengan ketua partai Chung Lin, Murong Jin. Mereka berdua
memapah Han Cia Pao yang seperti kehilangan semangat itu
kembali ke tempat duduk mereka. Han Cia Pao sendiri tidak
berkata apa-apa dan hanya duduk termenung saja dengan
tatapan mata yang kosong. Ia juga sama sekali tidak
menanggapi ketika Song Wei Hao mencoba berbicara
dengan dirinya.
"Silakan penantang selanjutnya!" seru Chang Bai.
Kali ini Jien Jing Hui yang bangkit berdiri dan melesat
terbang ke atas panggung. Sebagai satu-satunya pendekar
wanita dalam pertarungan ini, tentu saja Jien Jing Hui
menjadi pusat perhatian para penonton. Apalagi wajahnya
yang cantik dan bentuk badannya yang bagus membuat para
begundal Ceng Lu Hui yang menonton di pinggir panggung
menelan ludahnya masing-masing. Beberapa di antara- 344 mereka bahkan mengeluarkan suara-suara bernada kurang
ajar kepada Jien Jing Hui.
Untunglah Jien Jing Hui sama sekali tidak
mempedulikan suara-suara itu. Keinginannya hanya satu
yaitu bertarung dan membalaskan dendam bagi ayahnya dan
Tien Lung Men. Jika kalaupun ia harus kalah, ia akan kalah
dengan terhormat dan lawan harus membayar mahal atas
kekalahannya itu. Sorot mata Jien Jing Hui yang tegar
seolah-olah memancarkan tekadnya untuk bertarung habishabisan hari ini. Bahkan Huo Cin yang duduk di barisan
depan kursi wakil Ceng Lu Hui dapat merasakan hawa


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membunuh yang meluap-luap dari putri mendiang Jien Wei
Cen ini. Sambil tersenyum sinis, Huo Cin mengejek Jien
Jing Huo dalam hatinya sebagai wanita yang bodoh.
"Aku Chang E Lun Tao Jiao Cai (Jiao Cai si Golok
Roda Dewi Bulan) akan melayani nona besar Jien bermainmain sebentar!" kata Jiao Cai sambil melompat ringan ke
atas panggung.
"Huh!" dengus Jien Jing Hui dengan kesal sekali.
Semua yang hadir langsung terperangah menyaksikan
senjata Jiao Cai yang aneh dan mengerikan itu. Di tangan
kanan Jiao Cai tergenggam sebuah senjata aneh berbentuk
golok melingkardengan ukiran dewi bulan. Golok lebar
berbentuk bulan sabit itu memantulkan cahaya matahari
sehingga menerangi panggung bagaikan sebuah cermin
yang amat menyilaukan. Wajah Jiao Cai yang dingin- 345 menambah seram penampilannya. Tidak heran bila bersama
Meng Ao dan Feng Wa, mereka bertiga disebut sebagai Tiga
Penguasa Tebing Setan!
"Lihat pedang!" seru Jien Jing Hui memulai
pertarunga tanpa basa-basi.
Semua yang hadir juga terkejut dengan sikap Jien Jing
Hui yang langsung menyerang itu. Tapi Jiao Cai masih
tampak dingin dan tenang menghadapi pedang Jien Jing Hui
yang langsung mengarah ke dadanya itu.
"Trangg!!"
Sebuah tangkisan ringan dari golok roda Jiao Cai
berhasil membelokkan arah pedang Jien Jing Hui.
Tangkisan yang disertai tenaga dalam itu langsung membuat
lengan Jien Jing Hui menjadi kaku dan mati rasa. Pedang
dalam genggamannya juga nyaris terlepas. Benturan
pertama saja sudah membuktikan siapa yang lebih unggul
dalam pertarungan ini. Ce Ke Fu dan juga Wen Shi Mei
menjadi sangat cemas dibuatnya.
Meskipun sempat nyaris terpental, pedang Jien Jing
Hui langsung diputar dan ditusukkan kembali kepada lawan
dengan secepat kilat. Gerakan Tien Lung Cien (Pedang
Naga Langit) yang mempunyai banyak gerakan kejutan
amat cocok dimainkan oleh Jien Jing Hui menghadapi Jiao
Cai yang tangguh.- 346 Kekuatan dan kecepatan Golok Roda Dewi Bulan
dicoba dihadapi dengan keluwesan permainan pedang Tien
Lung Cien. Pertarungan berlangsung seimbang selama lima
puluh jurus lebih.
Para penonton dan barisan Ceng Lu Hui bersoraksorai melihat pertarungan yang dahsyat namun indah itu.
Bunga-bunga api berpijar di udara setiap kedua senjata
bertemu. Jurus-jurus Jien Jing Hui dan Jiao Cai yang cepat
membuat semua penonton memperhatikan tanpa berkedip,
takut kehilangan sebuah jurus yang mematikan yang
dilancarkan dengan secepat kilat. Tanpa terasa lima puluh
jurus lagi sudah berlalu sehingga pertarungan telah
berlangsung selama seratus jurus.
"Hebat juga kau nona kecil" puji Jiao Cai sambil
mundur dan meletakkan Golok Roda Dewi Bulannya di
depan dada.
"Huh! Jangan banyak bicara! Mari kita lanjutkan
pertarungan ini!" jawab Jien Jing Hui dengan kesal.
"Harimau memang tidak melahirkan anak anjing!
Tapi aku ingin lihat apakah engkau sehebat si tua Jien itu
atau tidak?!" kata Jiao Cai.
Gerakan Jiao Cai berubah semakin cepat dan dahsyat
setelah berkata-kata demikian. Tampaknya seratus jurus
pertama hanyalah pemanasan baginya. Keadaan ini jelas
membuat Jien Jing Hui terdesak hebat, karena selama
seratus jurus pertama itu ia sudah mengeluarkan seluruh- 347 kemampuannya. Kalah menang dalam pertandingan ini
tampaknya sudah dapat ditentukan.
Jurus-jurus pedang Tien Lung Cien semakin melemah
dan terkurung hebat oleh bayangan Golok Roda Dewi Bulan
milik Jiao Cai. Tangan kanan Jien Jing Hui yang memegang
pedang sudah pecah pembuluh darahnya karena terlalu
memaksakan diri. Sebenarnya sudah sejak tadi pedang Jien
Jing Hui hendak terlepas dari genggamannya karena
berbenturan dengan tenaga dalam lawan, tapi semangat Jien
Jing Hui bertarung demikian besar sehingga ia terus
memaksakan diri bertarung.
Jiao Cai yang menyadari lawan terus melemah, kini
semakin menekan dengan jurus-jurus maut. Golok Roda
Dewi Bulannya dilemparkan ke arah Jien Jing Hui dan
berputar bagaikan roda maut. Jien Jing Hui langsung
menghantam senjata lawan dengan kekuatan kedua
tangannya yang memegang pedang, berharap agar senjata
Jiao Cai terlempar ke luar panggung. Ternyata perkiraan
Jien Jing Hui salah karena Golok Roda Dewi Bulan yang
ditangkisnya itu hanya berbelok arah ke belakang saja.
Jiao Cai menggunakan kesempatan ini untuk
meloncat maju menerjang Jien Jing Hui dengan kedua
telapaknya. Inilah jurus gabungan golok dan tangan kosong
andalan Jiao Cai yang bernama Chang E Cuan Ciu Tien
(Chang E Melirik Langit Kesembilan). Jien Jing Hui tidak
punya pilihan lain kecuali menghadang hajaran tapak lawan- 348 dengan pedangnya sebagai tameng. Jien Jing Hui dapat
menghindari luka berat dengan cara ini. "Bukkkk!"
Kedua telapak Jiao Cai mendarat di perut Jien Jing
Hui meskipun tertahan oleh pedang. Jien Jing Hui langsung
muntah darah dan terhuyung-huyung ke belakang
mendapatkan serangan maut ini. Untung saja serangan
lawan masih bisa ditahan dengan pedangnya, jika tidak
kemungkinan nyawanya sudah melayang. Tapi jurus Chang
E Cuan Ciu Tien tidak berakhir sampai di situ saja. Golok
Roda Dewi Bulan yang tadi ditangkis Jien Jing Hui kini
berputar balik menyerang punggungnya! Nyawa Jien Jing
Hui benar-benar di ujung tanduk sekarang.
Ketika semua mengira Jien Jing Hui sudah tamat
riwayatnya, sebuah tinju besi menghadang Golok Roda
Dewi Bulan dan mementalkannya dengan kekuatan penuh.
Jiao Cai dengan cekatan langsung menerima kembali
senjatanya itu. Wajahnya yang dingin memancarkan sinar
kemarahan karena jurusnya untuk menghabisi lawan
berhasil digagalkan.
"Ce Ke Fu kau beruang busuk! Apakah kau hendak
mengeroyokku?! Sungguh tidak tahu malu!" bentak Jiao Cai
dengan kesal sekali.
"Jien Jing Hui sudah menyerah! Kau menang!" kata
Ce Ke Fu dengan berwibawa sekali sehingga Jiao Cai tidak
bisa berkata apa-apa lagi.- 349 "Pemenangnya Jiao Cai!!" seru Chang Bai dari atas
panggung kehormatan.
"Huh!" dengus Jiao Cai dengan kesal sambil
melompat turun dari atas panggung dan melayang terbang
ke kursinya.
"Nona Jien, kau tidak apa-apa?" tanya Ce Ke Fu
sambil memapah Jien Jing Hui turun dari panggung.
"Aku terluka dalam sedikit, tapi tidak apa-apa.
Terima kasih atas pertolongan paman Ce" kata Jien Jing
Hui. "Nona beristirahatlah memulihkan kekuatan dulu.
Sekarang giliranku untuk bertarung" kata Ce Ke Fu.
"Paman Ce, berhati-hatilah" kata Jien Jing Hui
dengan khawatir.
Ce Ke Fu mengangguk. Kemudian ia dengan mantap
melangkah naik ke atas panggung. Tubuhnya yang berotot
dan tinggi besar bagaikan memenuhi panggung. Sementara
itu Huo Cin yang lemah gemulai dan memakai baju sutra
putih lebar sudah menunggunya di atas panggung. Kini
kedua pendekar yang amat berlainan penampilan itu saling
berhadapan di atas panggung dengan wajah mengancam.
Dulu di Yi Chang, Ce Ke Fu dan tiga pendekar utama
Tien Lung Men pernah saling berhadapan dengan Huo Cin.
Ketika itu Huo Cin sanggup menghadapi Si Sao Tien Lung
(Empat Naga Langit Muda) secara bersamaan meskipun- 350 kalah menang belum ditentukan. Kini setelah puluhan tahun
berlalu, bagaimana perkembangan kekuatan Huo Cin
dibandingkan dengan Ce Ke Fu? Sanggupkah Ce Ke Fu
meladeni Huo Cin seorang diri saja?
"Ce Ke Fu?! Kau pikir kau sanggup menghadapiku
sendirian saja?" tanya Huo Cin dengan senyum mengejek.
"Apa kau pikir aku butuh bantuan untuk menghadapi
orang kebiri sepertimu, Huo Cin?" kata Ce Ke Fu balas
mengejek.
Kata-kata Ce Ke Fu barusan benar-benar mengena di
hati Huo Cin sehingga mukanya yang berbedak tebal itu
langsung merah padam. Memang Huo Cin adalah seorang
kasim istana sehingga kata-kata Ce Ke Fu barusan benarbenar menghina harga dirinya. Apalagi perkataan Ce Ke Fu
itu dikatakan di depan ratusan pendekar dunia persilatan.
"Kurang ajar! Akan kucincang kau hari ini untuk
menyusul Jien Wei Cen!" bentak Huo Cin sambil
meloloskan Pedang Bulan Peraknya.
Suara desingan pedang langsung membelah angkasa
ketika Huo Cin maju menyerang dengan ganasnya. Ce Ke
Fu yang tahu kehebatan ilmu Pedang Penakluk Iblis milik
Huo Cin, langsung bersiap mengencangkan seluruh otot
tubuhnya. Tubuh Ce Ke Fu yang kekar itu semakin
mengembang karena kekuatan seluruh ototnya menonjol
keluar. Tinju besinya siap disarangkan ke bagian tubuh Huo
Cin yang lengah.- 351 Ilmu Pedang Penakluk Iblis memang luar biasa dalam
perubahan jurus. Huo Cin yang menyadari Ce Ke Fu akan
lebih banyak bertahan langsung mengubah jurusnya dari
menyerang menjadi pertahanan. Pedang tidak lagi
ditusukkan membabi-buta tapi disabetkan dengan gerakan
melingkar. Serangan ini selain sukar ditebak juga dapat
melindungi seluruh bagian tubuh sehingga musuh sukar
menyerang. Inilah jurus Juan Yen Suen Mo (Pusaran Neraka
Penghisap Iblis).
Sekalipun Ce Ke Fu adalah ahli tenaga luar yang
hebat, tapi sabetan pedang Huo Cin yang sudah diisi tenaga
Pedan Penakluk Iblis itu begitu tajam sehingga lengannya
langsung berdarah. Tidak hanya sekali sabetan, tapi hampir
sepuluh sabetan Huo Cin terus menyerang bagaikan ledakan
cambuk yang ganas. Ce Ke Fu mau tidak mau harus mundur
terus untuk menghindari luka-luka yang lebih parah.
Kesempatan ini dipakai Huo Cin untuk terus mendesak
lawan.
Gerakan dan jurus-jurus selanjutnya dari Pedang
Penakluk Iblis begitu cepat sehingga hampir tidak terlihat
oleh para penonton. Gulungan putih yang meledak-ledak
mengurung Ce Ke Fu dengan rapat sekali, membuat si
Beruang Besi Utara itu hanya dapat bertahan saja. Seluruh
kulit lengan Ce Ke Fu kini berdarah-darah dan terkelupas
akibat menahan serangan Huo Cin yang ganas. Tampaknya
ilmu Ce Ke Fu benar-benar masih dua tingkat di bawah Huo
Cin.- 352 Ce Ke Fu yang menjadi bulan-bulanan lawan,
akhirnya mengambil tindakan nekad. Sambil berteriak
keras, Ce Ke Fu maju menyerang Huo Cin dengan kedua
tinjunya. Tindakannya ini jelas amat berbahaya karena
jurus-jurus yang dilancarkan Huo Cin jauh lebih cepat
daripada gerakan Ce Ke Fu. Salah perhitungan atau lengah
sedikit maka Ce Ke Fu akan terbantai oleh Pedang Penakluk
Iblis. Jien Jing Hui yang menonton dari pinggir panggung
amat cemas melihat keadaan pengikut Tien Lung Men yang
setia itu.
Serangan tinju Ce Ke Fu terlalu lambat untuk
mengenai tubuh Huo Cin yang kini bagaikan bayangan putih
yang kabur itu. Semua tinju Ce Ke Fu hanya mengenai angin
dan menguras tenaganya saja. Setelah lima puluh jurus,
keadaan Ce Ke Fu semakin payah karena luka-lukanya.
Darahnya yang mengalir dari luka-luka sabetan pedang
lawan kini sudah mulai menetes di atas lantai panggung.
Gerakan Ce Ke Fu kini mulai sempoyongan dan kehilangan
arah.
"Paman Ce!" teriak Jien Jing Hui dari pinggir
panggung dengan maksud agar Ce Ke Fu menyerah saja.
"Sudah terlambat!" teriak Huo Cin penuh
kemenangan. Sebuah serangan ganas yang dilancarkan Huo
Cin berhasil menusuk pinggang kiri Ce Ke Fu hingga
tembus. Jien Jing Hui dan Wen Shi Mei berteriak kaget
melihat kejadian yang begitu cepat ini. Pedang Bulan Perak- 353 menancap kuat di pinggang Ce Ke Fu sehingga hampir bisa
dipastikan Ce Ke Fu akan tewas di tangan kasim Huo Cin!
"Hihihi, kena kau beruang busuk! Tamat riwayatmu
di sini! Pergilah ke neraka!" kata Huo Cin dengan
menyeringai sadis.
"Kau yang kena bodoh!" bentak Ce Ke Fu dengan
pandangan aneh.
Saat itu kasim Huo Cin baru sadar kalau tangannya
yang memegang pedang sudah dicengkeram dengan kuat
sekali oleh Ce Ke Fu. Tampaknya Ce Ke Fu kali ini sudah
berniat mati bersama-sama dengan Huo Cin, yang
dianggapnya sebagai tokoh penghancur Tien Lung Men.
Pembalasan dendam Tien Lung Men bagi Ce Ke Fu jauh
lebih penting daripada nyawanya sendiri. Inilah yang tidak
disadari oleh Huo Cin!
"Bukkk"
Sebuah tinju besi menghajar perut Huo Cin dengan
telak sampai tubuhnya terjungkat sedikit dari lantai
panggung. Ce Ke Fu yang berhasil membunuh Pu Tou, kini
mencoba kembali siasat yang sama untuk menghabisi Huo
Cin. Hanya saja kali ini taruhannya adalah nyawanya
sendiri. Huo Cin yang tidak menyangka lawan akan
mengorbankan diri, akhirnya harus mendapatkan tinju
lawan sebagai hadiahnya.- 354 Kini keadaan kedua petarung itu sama-sama genting.
Luka tusukan di pinggang Ce Ke Fu mengeluarkan banyak
darah dan pasti melukai bagian penting tubuhnya. Tapi Huo
Cin juga tidak terlalu baik keadaannya. Sebelah tangannya
dikunci lawan sehingga hanya bisa menahan tinju besi Ce
Ke Fu dengan tangan kirinya. Beberapa pukulan pertama


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

masih bisa ditangkisnya, tapi setelah tiga tinju kuat
menghajar wajahnya dengan telak, pertahanan Huo Cin
akhirnya kendur. Kini pukulan Ce Ke Fu dengan leluasa
menghantam wajah dan tubuh Huo Cin hingga babak belur.
Kalau saja Huo Cin tidak mempunyai tenaga dalam
yang kuat, pastilah nasibnya akan seperti nasib Pu Tou. Tapi
tenaga dalam Pi Sie Cien bukanlah sembarangan saja
sehingga setelah merasa tidak ada harapan lagi melepaskan
diri dari cengkeraman Ce Ke Fu, Huo Cin mengambil jalan
nekad. Seluruh tenaga dalam disalurkan Huo Cin ke dalam
Pedang Bulan Peraknya hingga berdengung keras. Huo Cin
kemudian menghentakkan pedangnya itu dengan segenap
tenaga. Ce Ke Fu langsung berteriak kesakitan karena
merasakan panas yang luar biasa mengalir dalam pedang
yang menancap di pinggangnya itu. Kuncian tangannya
terhadap Huo Cin jadi sedikit mengendur dan langsung
dimanfaatkan lawan untuk melepaskan diri dari
cengkeramannya.
Darah segar muncrat dari pinggang Ce Ke Fu hingga
membasahi seluruh jubah Huo Cin. Jubah yang tadinya
berwarna putih kini menjadi merah oleh darah. Ce Ke Fu- 355 yang kesakitan terhuyung-huyung ke belakang berusaha
memulihkan dirinya secepat mungkin. Sayang sekali
lukanya terlampau parah sehingga ia malah muntah darah.
Sementara itu Huo Cin berniat menghabisi lawan dengan
segera sebelum ada yang mencegahnya. Sambil meledakkan
seluruh tenaga dalamnya, pedang disabetkan ke arah leher
Ce Ke Fu. Ledakan hawa pedang yang tajam sekali langsung
keluar dari pedang Huo Cin dan menyabet leher Ce Ke Fu.
"Paman Ce!!" teriak Jien Jing Hui histeris ketika
melihat tubuh Ce Ke Fu tumbang dengan kepala terpisah
dari badannya.
Wen Shi Mei dan seluruh pendekar Tien Lung Men
tidak kuasa menahan haru melihat pertarungan Ce Ke Fu
yang begitu heroik. Ce Ke Fu tanpa ragu mengorbankan
dirinya untuk membalaskan dendam Tien Lung Men
meskipun akhirnya gagal. Bahkan Ma Han Jiang dan Han
Cia Sing sampai gemetar menyaksikan pertarungan barusan.
Mereka berdua merasakan dadanya sesak sekali sampai
tidak bisa berkata apa-apa lagi.
"Pemenangnya Huo Cin!" teriak Chang Bai penuh
kemenangan.
Seluruh pengikut Ceng Lu Hui langsung bersoraksorai penuh kemenangan sementara pendekar Tien Lung
Men hanya dapat tertunduk. Mata mereka basah menahan
air mata karena kematian Ce Ke Fu. Beberapa di antara
mereka naik ke atas panggung untuk mengangkat mayat Ce- 356 Ke Fu. Sambil berlinang air mata, Jien Jing Hui datang
mendekat dan langsung berlutut di depan mayat C e Ke Fu.
Sementara itu Huo Cin yang turun panggung segera
dipapah oleh Jiang Sen dan menghilang di antara kerumunan
pengikut Ceng Lu Hui. Tampaknya luka-luka Huo Cin
cukup parah karena wajahnya bengkak dan berdarah-darah.
Belum lagi luka-luka dalam yang diderita akibat hantaman
tinju Ce Ke Fu ke tubuhnya. Wen Yang yang menonton di
pinggir panggung juga langsung menghilang untuk melihat
keadaan kakaknya itu.
Fang-cang Tien Gong, biksu Tien Fa dan Tien Cin
langsung turun panggung kehormatan untuk mengucapkan
belasungkawa kepada Jien Jing Hui. Mereka juga sempat
mendoakan kematian Ce Ke Fu dan memberikan
penghormatan terakhir. Sejenak pertarungan dilupakan
untuk mengenang keperkasaan Ce Ke Fu semasa hidupnya.
Hal ini membuat Feng Wa yang sudah naik ke atas
panggung menjadi tidak sabar.
"Hei!! Sampai kapan kalian akan menangisi kematian
beruang itu?!" ejek Feng Wa dengan suaranya yang
menyeramkan.
"Kurang ajar! Kau orang gila tidak pantas menghina
pendekar seperti dia. Aku Ma Han Jiang akan
menendangmu sampai kau mohon ampun!" teriak Ma Han
Jiang dengan marah sambil melompat ke atas panggung.- 357 "Hehehe, si tukang gunting sudah tiba untuk
menjemput ajal" kata Feng Wa sambil mendekati Ma Han
Jiang.
Sosok tubuh tinggi besar Feng Wa berjalan tertatihtatih mendekati Ma Han Jiang dengan sikap mengancam.
Pedangnya yang sudah karat siap ditusukkan kepada lawan.
Ma Han Jiang dapat merasakan hawa membunuh luar biasa
yang meluap dari dalam diri Feng Wa. Pendekar biasa pasti
sudah gemetaran menghadapi hawa membunuh seperti ini,
tapi Ma Han Jiang tidak. Selain sudah kenyang pengalaman
bertarung, ia juga marah sekali atas kematian Ce Ke Fu
barusan. Ia bertekad untuk menghabisi dan menghajar Feng
Wa habis-habisan sebagai balas dendam atas kematian Ce
Ke Fu.
"Kau sudah siap menemani Ce Ke Fu?" tanya Feng
Wa dengan nada mengancam sekali.
"Kau yang akan menemaninya!" bentak Ma Han
Jiang. Sekali genjot, tubuh Ma Han Jiang langsung terbang
ke atas kepala Feng Wa dan melancarkan tendangan
dahsyat. Begitu serangan pertama berhasil dielakkan lawan,
Ma Han Jiang langsung melakukan tendangan beruntun
bagaikan gasing berputar di udara.
"Bukkk!"
Tiga tendangan beruntun menghajar dada Feng Wa
dengan telak hingga terhuyung ke belakang. Seakan tidak
memberi kesempatan, Ma Han Jiang langsung terbang- 358 menendang kembali begitu kakinya menginjak lantai
panggung. Kali ini tiga tendangan beruntun yang sanggup
menghancurkan batu bersarang telak di perut Feng Wa.
"Heheh, ternyata Ma Han Jiang hanya nama besar
saja rupanya" ejek Feng Wa yang kelihatannya sama sekali
tidak terluka itu.
"Kurang ajar!" kata Ma Han Jiang dengan marah.
Feng Wa yang sudah terkena enam tendangan
beruntun dengan telak sekali ternyata masih bisa berdiri
tegak. Bahkan ia terkekeh dengan seram mentertawakan Ma
Han Jiang. Para penonton yang mengetahui kehebatan
tendangan Ma Han Jiang sampai tidak percaya akan
kekuatan Feng Wa. Sebegitu hebatkah tenaga dalam Feng
Wa sehingga sanggup menahan tendangan langsung Ma
Han Jiang?
"Mau coba lagi?!" ejek Feng Wa.
Tanpa menjawab, Ma Han Jiang langsung melejit ke
atas kepala Feng Wa. Dengan gerakan bersalto, Ma Han
Jiang melingkarkan sebelah kakinya di kepala Feng Wa dan
dengan satu putaran tubuh, Ma Han Jiang memutar kakinya.
Kepala Feng Wa terputar hingga menghadap ke belakang.
Tampaknya jurus Tuo Ming Cien Tao Ciao (Tendangan
Kaki Menggunting Mengejar Nyawa) kembali memakan
korbannya!- 359 Tubuh tinggi besar Feng Wa langsung roboh begitu
Ma Han Jiang melepaskan jepitan kakinya. Semua pendekar
yang hadir langsung bersorak-sorai menyambut
kemenangan Ma Han Jiang ini. Hanya para pengikut Ceng
Lu Hui yang diam karena kaget atas kekalahan Feng Wa
yang demikian mudah itu. Ma Han Jiang sendiri terdiam
sejenak di atas panggung untuk menenangkan dirinya, la
sebenarnya juga tidak menyangka akan menang demikian
mudah atas Feng Wa. Bukankah dulu saja Jien Wei Cen
sampai kerepotan menghadapi Kui Ya San Cu (Tiga
Penguasa Tebing Setan)?
Seperti menjawab pertanyaan Man Han Jiang, tubuh
Feng Wa perlahan-lahan bangkit berdiri. Suara-suara kaget
dan ketakutan terdengar dari antara para penonton. Kepala
Feng Wa yang sudah terpelintir ke belakang itu pelan-pelan
bergerak kembali ke arah depan dengan gemeretak suara
yang mengerikan! Ma Han Jiang sampai-sampai tidak
percaya pada apa yang tengah dilihatnya. Benarkah Feng
Wa adalah jelmaan iblis yang tidak bisa mati?
"Hehehe, hanya segitu saja rupanya kemampuanmu"
kata Feng Wa sambil menimang boneka kayunya dengan
gembira.
"Kau... Bukankah aku sudah mematahkan lehermu?!"
kata Ma Han Jiang setengah tidak percaya.
"Hehehe, bila segampang itu kau membunuhku,
apakah aku bisa disebut salah satu dari Tiga Penguasa- 360 Tebing Setan? Neraka pun tidak berani menerimaku" kata
Feng Wa sambil tertawa menyeramkan.
"Nah, Ma Han Jiang, sekarang giliranmu menemani
Ce Ke Fu" kata Feng Wa sambil maju menyerang.
Tiba-tiba saja tubuh Feng Wa yang semula tampak
lemah dan tertatih-tatih itu gerakannya berubah menjadi
amat cepat. Pedang karatan yang dipegangnya langsung
ditusukkan bagaikan petir menyambar ke dada Ma Han
Jiang. Beruntung Ma Han Jiang sudah bersiap sehingga
berhasil menghindari serangan mendadak itu. Pedang
karatan bagaikan bermata menyerang terus tanpa henti dan
mengepung semua jalan mundur lawan. Jurus inilah yang
dulu sanggup melukai Han Cia Sing. Sekarang apakah Ma
Han Jiang bisa menghindari serangan ganas ini?
Ma Han Jiang yang sudah banyak pengalaman
bertarung memang bisa menghindarkan diri dari luka parah
tapi tetap saja dua sabetan Feng Wa berhasil melukai
dadanya. Ketika hendak mundur, Ma Han Jiang merasakan
kaki kanannya perih sekali.
Ternyata kaki kanannya sudah tersayat pedang
dengan luka menganga lebar sekali. Ma Han Jiang kaget
sekali karena merasa dapat menghindar serangan lawan tapi
tetap terluka parah. Bagaimana sebenarnya serangan Feng
Wa melukai dirinya?
Ma Han Jiang tidak sempat berpikir lagi karena Feng
Wa kembali menyerang dirinya dengan gencar. Tusukan dan- 361 tebasan pedang berkarat milik Feng Wa benar-benar luar
biasa, jauh lebih cepat dan bertenaga daripada Tien Lung
Cien yang diperagakan oleh Jien Jing Hui tadi. Kulit dan
baju Ma Han Jiang langsung sobek-sobek ternyata hawa
pedang Feng Wa yang benar-benar dahsyat itu. Ma Han
Jiang tidak punya pilihan lain kecuali bergulingan di lantai
panggung untuk menghindari luka yang lebih parah. Baru
saja berusaha berdiri, Ma Han Jiang sudah harus merasakan
tendangan lawan mendarat di dadanya. Tendangan keras
bagaikan besi itu langsung membuat Ma Han Jiang muntah
darah dan jatuh bergulingan. Napasnya menjadi tersengalsengal dan tidak beraturan. Belum lagi sempat mengatur
napas, sebuah tebasan pedang karatan Feng Wa langsung
membacok kepalanya!
Han Cia Sing berteriak untuk memperingatkan Ma
Han Jiang, tapi sedikit terlambat. Pedang karatan Feng Wa
meskipun gagal mengenai sasaran utamanya, tapi tetap
mampu melukai bahu Ma Han Jiang yang berusaha
menghindar. Darah segar muncrat dari luka Ma Han Jiang
hingga membasahi lantai panggung. Belum lagi Ma Han
Jiang sempat berteriak kesakitan, sebuah tendangan kuat
dari Feng Wa telah menghajar dadanya hingga membuatnya
terlempar. Keadaan Ma Han Jiang benar-benar amat genting
sekali.
Feng Wa terus memburu lawannya yang mulai
melemah itu dengan tanpa ampun. Serangan dan bacokan
Feng Wa mengarah ke semua bagian penting tubuh Ma Han- 362 Jiang. Kekuatan seseorang pastilah ada batasnya, bahkan
untuk pendekar tangguh sekelas Ma Han Jiang sekalipun.
Feng Wa yang menghajarnya habis-habisan terus memburu
meskipun Ma Han Jiang sudah tidak berdaya. Bahkan kini
Feng Wa mencengkeram leher Ma Han Jiang dan siap
menusukkan pedang karatannya ke dada lawan.
"Ucapkan salamku pada Ce Ke Fu!" kata Feng Wa.
"Berhenti!" teriak Han Cia Sing.
Han Cia Sing terbang dengan kecepatan luar biasa ke
atas panggung dan menyambar Ma Han Jiang yang dalam
cengkeraman maut Feng Wa itu. Feng Wa berteriak marah
dan memaki-maki Han Cia Sing. Semua yang hadir
langsung berdiri dan bersiap menghadapi segala sesuatu.
Keadaan berubah menjadi tegang dan panas.
"Aku mewakili paman Ma. menyatakan menyerah!"
seru Han Cia Sing sambil menjura hormat kepada Chang Bai
yang duduk di panggung kehormatan.
"Pemenangnya Feng Wa dari Ceng Lu Hui!!" seru
Chang Bai.
"Huh! Bocah busuk! Kau tidak akan lolos dariku
nanti!" ancam Feng Wa sambil menodongkan pedang
karatannya ke arah Han Cia Sing.
Han Cia Sing tidak berkata apa-apa. la hanya menatap
tajam ke arah Feng Wa. Dalam hatinya, Han Cia Sing- 363 bertekad suatu saat ia akan mengalahkan Kui Ya San Cu
bagaimanapun caranya!
Feng Wa turun panggung dengan berjalan tertatihtatih diiringi sorak-sorai kemenangan pengikut Ceng Lu
Hui. Sementara itu Han Cia Sing menyerahkan Ma Han
Jiang yang masih pingsan kepada para pendekar Tien Lung
untuk diobati. Kemudian dengan langkah-langkah mantap,
Han Cia Sing menaiki panggung untuk bertarung dalam duel
terakhir. Musuhnya siapa lagi kalau bukan Pei Lei Shi
Chang Sin (Shi Chang Sin si Guntur Utara)!
"Bocah busuk! Akhirnya kau muncul juga untuk
menyerahkan nyawa!" bentak Shi Chang Sin menggelegar
ketika ia sudah tiba di atas panggung.
Bentakan Shi Chang Sin yang penuh tenaga dalam itu
langsung mengguncangkan gendang telinga semua yang
hadir. Bagi para pendekar bertenaga dalam rendah, bentakan
Shi Chang Sin barusan bahkan sanggup membuat mereka
pingsan. Bisa dibayangkan akibatnya jika berhadapan
langsung dengan Lei Ciao Sen Kung (Ilmu Sakti Bentakan
Guntur)!
"Pendekar Shi, apa kabar?" tanya Han Cia Sing
sambil menjura.
"Huh! Tidak usah berpura-pura! Kau sudah mencuri
ilmuku masih berani menanyakan kabar diriku? Hari ini
akan kulihat setebal apa mukamu jika kau masih berani


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memakai Guo Yin Sen Kung (Ilmu Sakti Melintasi Awan)- 364 milikku!" bentak Shi Chang Sin hingga menggetarkan lantai
panggung.
"Baik, aku tidak akan memakai Guo Yin Sen Kung"
kata Han Cia Sing.
"Tanpa Guo Yin Sen Kung kau tidak akan pernah lagi
bertemu dengan Ma Xia!" bentak Shi Chang Sin.
Teriakan Shi Chang Sin barusan langsung
mengingatkan Han Cia Sing bahwa Ma Xia masih berada di
tangan Ejinjin dan Balsan. Mata Han Cia Sing langsung
mencari-cari di antara kerumunan penonton namun tidak
menemukan Yung Lang ataupun Lin Tung. Hatinya menjadi
cemas sekali karena berarti mereka belum bisa menemukan
dan membebaskan Ma Xia. Sejenak Han Cia Sing menjadi
ragu-ragu meneruskan pertarungan. Tapi ia kembali teringat
bahwa dari empat duel yang telah berlangsung, pihak Ceng
Lu Hui selalu menang. Kini hanya dialah satu-satunya
harapan untuk menantang gelar ketua dunia persilatan. Ia
tidak boleh mundur, tapi apakah itu berarti ia harus
kehilangan Ma Xia?
"Matilah kau bocah busuk!!" bentak Shi Chang Sin
sambil melesat menyerang dengan kekuatan penuh.- 365 50. Kepala Keluarga
"Suamiku, kau hendak menemui wanita sial itu lagi.
Mengapa kau tidak berusaha melupakan dia?" tanya Jing
Ying sambil menggelayut manja di tangan Wen Fang.
"Aku tidak hendak bertemu dia, tapi aku harus
berjaga-jaga di sana. Siapa tahu saja kehadiranku
dibutuhkan di sana" kata Wen Fang dengan kesal.
"Ah, suamiku. Di sana sudah ada puluhan pendekar
tangguh, untuk apa kau masih memikirkannya. Aku sedang
terluka, kau tidak mau menjagaku?!" tanya Jing Ying sambil
cemberut.
"Aku...sudahlah" kata Wen Fang kehabisan kata-kata
menghadapi Jing Ying yang berkeras menahannya itu.
Wen Fang berjalan menuju ke arah jendela yang
terbuka. Jendela itu menghadap taman dalam markas Ceng
Lu Hui. Suasana hari itu cukup cerah tapi tidak terlalu panas.
Angin bertiup sepoi-sepoi sehingga membuat suasana
menjadi sejuk. Tapi tetap saja hati Wen Fang merasa gelisah
memikirkan pertarungan yang terjadi beberapa li dari
markas Ceng Lu Hui itu. Ia mengkhawatirkan Jien Jing Hui
yang hari itu akan bertarung dengan salah satu wakil Ceng
Lu Hui. Kehebatan para pendekar andalan Ceng Lu Hui
amat luar biasa sehingga Wen Fang bisa memastikan Jien
Jing Hui tidak akan menang.- 366 Ketika sedang merenung di ambang jendela, tiba-tiba
telinga Wen Fang yang amat terlatih itu mendengar langkahlangkah di atas atap gedung sebelah. Wen Fang dapat
memperkirakan tiga orang yang sedang mengendap-endap
di atas atap itu pastilah cukup tangguh, karena langkah
mereka cukup ringan. Wen Fang langsung berpikir hendak
menemui mereka di atas atap untuk menanyakan maksud
kedatangan mereka. Tapi ketika ia melihat beberapa anak
buah Ceng Lu Hui tengah bersembunyi di belakang semaksemak, Wen Fang langsung sadar apa yang terjadi.
Tiga orang yang mengendap-endap di atas atap itu
pastilah orang-orang yang hendak menyelamatkan Ma Xia,
putri Ma Pei yang disekap di gedung sebelah. Wen Fang
langsung hilang minatnya untuk turun tangan, karena ia
teringat bagaimana Ma Pei dan Shi Chang Sin begitu sering
menyindir dan menghinanya sebagai "sang penerus".
Perkataan Ma Pei dan Shi Chang Sin itu ditujukan kepada
dirinya yang telah berkhianat terhadap Jien Wei Cen. Belum
lagi Ejinjin dan Balsan keduanya amat sombong dan suka
berkata-kata pedas. Wen Fang memutuskan untuk tidak mau
ikut campur apa yang terjadi, la menutup daun jendela dan
memutuskan bercengkrama saja dengan Jing Ying di dalam
kamar. Jing Ying yang tidak menyadari apa yang sedang
terjadi, menjadi amat senang atas perubahan sikap Wen
Fang ini.- 367 "Lin Tung, kau lihat kamar yang dijaga ketat itu?"
tanya Yung Lang sambil menunjuk sebuah kamar di
bawahnya.
"Iya, aku yakin Ma Xia pasti disekap di sana" jawab
Lin Tung setuju.
"Hanya ada sekitar delapan orang penjaga. Kita pasti
bisa menghajar mereka dan menyelamatkan Ma Xia" kata
Yung Lang dengan bersemangat
"Ayo" kata Lin Tung sambil bersiap melompat turun.
"Eh, tunggu dulu!" cegah Cen Hua.
"Ada apa lagi?" tanya Yung Lang keheranan.
"Kalian tidak merasa suasana di sini terlalu sepi?"
tanya Cen Hua.
"Memang betul. Tapi bukankah seluruh pendekar
Ceng Lu Hui sedang berada di pertemuan para pendekar?
Tentu saja di sini sepi. Ini adalah kesempatan kita" kata Lin
Tung.
"Tidak begitu mudah seperti kelihatannya. Aku yakin
mereka pasti memasang jebakan untuk kita" kata Cen Hua.
"Benar apa yang dikatakan oleh nyonya Han. Lin
Tung, mereka pasti memasang perangkap bagi kita" kata
Yung Lang setelah berpikir sejenak.
"Kalau begitu apa yang harus kita lakukan?" tanya
Lin Tung.- 368 "Lebih baik kita berpencar dan memeriksa dulu
kamar-kamar yang lainnya. Aku yakin Ma Xia pasti
disembunyikan di suatu tempat yang tidak dijaga" jawab
Cen Hua.
"Baiklah kalau begitu kita berpencar. Berhati-hatilah"
kata Yung Lang.
Mereka bertiga segera berpencar ke tiga arah gedung
utama markas Ceng Lu Hui itu. Meskipun mereka berusaha
sedapat mungkin meringankan tubuh, tapi tetap saja gerakan
mereka tertangkap telinga Wen Fang. Untunglah Wen Fang
memutuskan tidak ikut campur dalam hal ini. Jika tidak,
hampir dipastikan mereka bertiga akan tertangkap dengan
mudah oleh Wen Fang.
Lin Tung memeriksa setiap kamar yang ada dengan
melubangi jendela kertas untuk mengintip. Semua kamar
yang ia lihat selalu kosong tanpa penghuni. Lin Tung juga
memeriksa gudang dan dapur tapi hasilnya juga sama. la
berjalan kembali ke dekat taman tempat mereka bertiga
berpencar tadi untuk menunggu Yung Lang dan Lin Tung.
Sebentar kemudian Cen Hua datang dan segera meringkuk
bersama Lin Tung di balik semak-semak taman yang
rimbun.
"Ada hasil?" tanya Lin Tung yang dijawab Cen Hua
dengan gelengan.
"Kita tunggu Yung Lang kalau begitu" kata Lin Tung
sambil menoleh ke kiri dan ke kanan mencari temannya itu.- 369 "Pertarungan entah sudah sampai babak keberapa.
Kita tidak boleh terlalu lama karena mungkin saja Cia Sing
sudah turun laga bertarung" kata Cen Hua sambil melihat
matahari yang kian meninggi dengan cemas.
"Benar" jawab Lin Tung dengan cemas.
Sejenak kemudian, sosok Yung Lang yang
mengendap-endap keluar dari belakang salah satu gedung,
la dengan sigap berlompatan ringan menuju tempat Lin
Tung dan Cen Hua bersembunyi. Dari wajahnya terlihat
bahwa ia juga gagal menemukan tempat Ma Xia
disembunyikan.
"Bagaimana?" tanya Lin Tung yang dijawab
gelengan lemah oleh Yung Lang.
"Berarti memang Ma Xia ditahan di kamar itu" kata
Cen Hua dengan sedih.
"Tidak ada pilihan lain. Kita terobos saja mereka dan
segera pergi dari sini" kata Yung Lang sambil meraba
gagang Pedang Elang Emasnya.
"Baiklah. Kita lakukan saja" kata Lin Tung sambil
mempersiapkan tongkat besinya.
Yung Lang memberi aba-aba singkat dan mereka
bertiga langsung keluar dari tempat persembunyian mereka
menyerbu para penjaga kamar. Jarak antara semak-semak
dan pintu kamar hanya sekitar lima tombak, sehingga para
penjaga itu sama sekali tidak mampu melawan karena tidak- 370 siap. Pedang Yung Lang dan Cen Hua langsung menebas
enam nyawa sementara tongkat besi Lin Tung menghajar
dua sisanya. Para penjaga yang malang itu langsung tewas
terkapar pada serangan pertama.
Yung Lang segera menerjang pintu kamar hingga
hancur. Lin Tung dan Cen Hua menerobos masuk dengan
senjata siap di tangan, bersiap dengan segala kemungkinan.
Ternyata di dalam kamar itu tidak ada siapa-siapa kecuali
Ma Xia yang tengah terbaring tak berdaya di tempat tidur.
Matanya yang sembab karena terlalu banyak menangis itu
menunjukkan siratan harapan melihat mereka bertiga, tapi
juga menunjukkan kecemasan. Cen Hua segera berlari
mendapatkan Ma Xia yang masih terbaring itu.
"A Xia! Kau tidak apa-apa?" tanya Cen Hua dengan
cemas. Ma Xia hanya diam dan mengerjapkan kedua
matanya saja menanggapi pertanyaan Cen Hua. Mula-mula
Cen Hua bingung dengan apa yang terjadi, tapi tiba-tiba ia
teringat bahwa ayah Ma Xia, Ma Pei adalah seorang ahli
totok darah. Pastilah Ma Xia sekarang tengah tertotok,
sehingga tidak mampu melakukan apa-apa. Cen Hua
mengerahkan tenaga dalam ke jarinya dan menotok jalan
darah besar Ma Xia untuk membebaskannya, tapi sama
sekali tidak berguna. Tampaknya ilmu totok darah Ma Pei
memang bukan sembarangan saja.
"Ayolah cepat. Nanti kita ketahuan!" kata Yung Lang
yang berjaga di depan pintu bersama Lin Tung dengan tidak
sabaran.- 371 "A Xia tertotok dengan jurus yang aneh. Aku tidak
bisa membebaskannya" kata Cen Hua setengah panik.
"Aduh, bagaimana ini?! Sudahlah, biar Lin Tung
yang membopongnya. Lin Tung cepatlah" kata Yung Lang
berpikir cepat.
Lin Tung dengan sigap mengangkat tubuh Ma Xia
dan menggendongnya di belakang punggung. Lin Tung
yang terlatih selama menjadi prajurit sama sekali tidak
kesulitan membopong tubuh Ma Xia yang kurus karena
tidak mau makan selama beberapa hari itu. Yung Lang dan
Cen Hua berjalan di depannya sambil mengacungkan
pedang masing-masing bersiap menghadapi segala
kemungkinan. Suasana markas Ceng Lu Hui masih terlihat
sepi sehingga mereka beranggapan akan bisa lolos dengan
mudah.
"Tikus-tikus sudah datang memakan umpan!" bentak
seseorang dengan suara menggelegar.
Seiring dengan bentakan itu, puluhan anggota Ceng
Lu Hui tiba-tiba saja keluar dan mengepung mereka dengan
rapat sekali. Ma Pei yang membentak mereka, melangkah
mantap ke depan sambil menatap tajam. Ejinjin dan Balsan
berdiri di belakangnya dengan sikap menghina sekali. Yung
Lang, Cen Hua dan Lin Tung hanya bisa menatap kecut para
anggota Ceng Lu Hui yang mengepung mereka. Tampaknya
pertempuran tidak bisa mereka hindari lagi sekarang.- 372 Bahkan mereka harus bertarung habis-habisan jika ingin
pergi dengan selamat dari tempat itu.
"Kembalikan anakku!" bentak Ma Pei kepada Lin
Tung sehingga Lin Tung sampai terloncat karena kagetnya.
"Eh, tuan Ma Pei, selama ini kudengar pepatah
berkata harimau saja tidak memakan anaknya, mengapa
engkau malah menjadikan anakmu sebagai sandera?" tanya
Yung Lang dengan cerdik sambil menilai situasi.
"Huh! Kau bajingan kecil tidak usah ikut campur
urusan keluarga Ma! Sekarang kembalikan anakku dan
kalian kubiarkan mati dengan tubuh utuh. Kalau tidak,
mayat kalian akan menjadi santapan anjing!" ancam Ma Pei.
"Kalian pikir bisa dengan mudah mengalahkan
kami?!" kata Cen Hua.
"Kita coba saja!" tantang Ma Pei tidak mau kalah.
Tanpa banyak kata-kata, Yung Lang langsung
bergerak ke samping menerobos para pengepungnya. Cen
Hua dan Lin Tung langsung mengikuti Yung Lang
menerjang para pengepungnya. Mereka harus berusaha
secepat mungkin melarikan diri dari tempat ini sebelum
benar-benar terkepung rapat. Tapi Ma Pei sama sekali tidak
memberikan kesempatan bagi mereka untuk melarikan diri.
Ma Pei dengan gesit sekali maju menghadang gerakan Yung
Lang, sementara Ejinjin dan Balsan langsung menyerang- 373 Cen Hua dan Lin Tung diikuti anak buah Ceng Lu Hui yang
lain.
Sekitar tiga puluh pengikut Ceng Lu Hui bersenjata
golok dibantu Ejinjin dan Balsan mengeroyok Cen Hua dan
Lin Tung. Pertempuran yang berat sebelah ini membuat Lin
Tung benar-benar kewalahan karena ia juga harus
membopong Ma Xia di punggungnya. Sementara Cen Hua
yang lebih leluasa masih bisa menghadapi para
pengeroyoknya, ditambah dengan Ejinjin dan Balsan. Suara
desingan pedang dan golok serta teriakan memecah
kesunyian taman markas Ceng Lu Hui itu.
"Suamiku, kau dengar itu?" tanya Jing Ying sambil
berusaha bangkit dari tempat tidurnya.
"Aku dengar" jawab Wen Fang singkat saja.
"Kenapa tidak kau lihat apa yang terjadi?!" tanya Jing
Ying keheranan.
"Biarkan saja. Itu adalah pertarungan antara para
pendekar utara. Sama sekali bukan urusan kita, jadi tidak
perlu melibatkan diri" jawab Wen Fang.
"Tapi ..."
"Sudahlah, lebih baik kau beristirahat saja untuk
memulihkan kesehatanmu. Aku akan menjagamu" kata Wen
Fang sambil merangkul Jing Ying.
Jing Ying tidak berkata apa-apa lagi. Jarang-jarang
Wen Fang bersikap baik kepadanya seperti ini sehingga ia- 374 harus memanfaatkannya. Peduli amat dengan pertempuran
yang terjadi di luar sana. Bagi Jing Ying, cinta Wen Fang
jauh melebihi apapun yang ada di dunia ini.


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sementara itu pertempuran di taman semakin seru.
Beberapa anak buah Ceng Lu Hui tampak sudah terkapar di
tanah meregang nyawa. Pedang Cen Hua yang amat cepat
bergerak menebas ke kiri dan ke kanan membuat banyak
lawannya terluka, termasuk juga Ejinjin dan Balsan. Dua
orang ketua muda suku Tonghu itu sebenarnya adalah
didikan Shi Chang Sin tapi sayang sekali mereka malas
berlatih dan suka berfoya-foya sehingga ilmunya rendah.
Mereka jelas bukan tandingan Cen Hua yang belajar pedang
dari pamannya si Gagak Putih Cen Hui. Berkat ketangguhan
Cen Hua juga maka Lin Tung bisa terselamatkan dari
keroyokan lawan. Makin lama mereka berdua sudah makin
mendekati tembok luar markas Ceng Lu Hui.
Sayang sekali, nasib Yung Lang tidak sebaik kedua
temannya itu. Ia harus menghadapi Ma Pei yang selain hebat
juga sudah mempunyai banyak pengalaman bertarung.
Yung Lang selama beberapa bulan terakhir ini memang
telah berlatih keras dan meningkatkan ilmunya tapi ia tetap
bukan tandingan Ma Pei. Pedang Elang Emasnya seakan
tidak berdaya menghadapi jari-jari api milik Ma Pei yang
menyerang semua titik penting tubuhnya itu. Satu kali saja
Yung Lang terkena totokan lawan maka berakhirlah sudah
pertarungan itu. Yung Lang benar-benar terdesak hebat.- 375 "Matilah kau bajingan kecil!" seru Ma Pei sambil
menyerang Yung Lang.
Jurus-jurus Tien Huo Ce (Jari Api Langit) yang
dikerahkan Ma Pei seakan-akan bernyawa mengejar dada
Yung Lang. Setiap kali Yung Lang menangkis dengan
pedangnya, justru ia yang terdorong ke belakang karena
kuatnya benturan. Tangannya yang memegang pedang
terasa pegal dan kesemutan. Itulah jurus maut Ma Pei yang
disebut Huo Jiang Bao Sing (Tombak Api Peledak Jantung).
Sekali dada tertembus jurus ini maka kekuatan tenaga panas
akan tersalurkan ke dada lawan hingga menghancurkan
organ-organ dalamnya. Benar-benar sebuah jurus maut!
Cen Hua dan Lin Tung yang sudah sampai di pinggir
tembok dapat melihat bahwa Yung Lang sedang terdesak
hebat. Jika mereka tidak segera membantu Yung Lang maka
kemungkinan besar Yung Lang akan tewas atau tertawan.
Cen Hua segera mengambil keputusan untuk keluar dari
keadaan yang tidak menguntungkan ini.
"Larilah! Nanti aku akan menyusulmu!" teriak Cen
Hua sambil melontarkan tubuh Lin Tung yang
menggendong Ma Xia itu ke atas tembok.
Lin Tung segera menghilang di balik tembok tanpa
dapat terkejar lagi. Para pengikut Ceng Lu Hui yang hendak
menyusul langsung ditebas tanpa ampun oleh Cen Hua.
Jeritan kematian dan cipratan darah membuat yang lain
menjadi gentar dan mundur. Kesempatan ini dimanfaatkan- 376 oleh Cen Hua untuk melesat membantu Yung Lang yang
terdesak hebat.
Kekuatan gabungan Cen Hua dan Yung Lang ternyata
sanggup menahan gempuran Ma Pei. Ilmu pedang mereka
berdua meskipun masih kalah kelas dibandingkan Cen Hui
atau Yung Gai Meng, tapi tetap mampu berpadu mengatasi
Tien Huo Ce milik Ma Pei. Selama tiga puluh jurus
lebih, Cen Hua dan Yung Lang yang mestinya bermusuhan
turun-temurun itu, malah bersatu-padu dengan baik sekali
menghadapi Ma Pei. Bahkan ada saat-saat di mana Ma Pei
yang terdesak hebat. Ejinjin dan Balsan yang geram karena
kehilangan Ma Xia, langsung memerintahkan pengikut
Ceng Lu Hui yang tersisa untuk turun tangan membantu Ma
Pei. "Jangan biarkan mereka lolos!" teriak Ejinjin dengan
marah.
Pertempuran kembali berkobar dengan seru sekali.
Yung Lang dan Cen Hua kembali terdesak hebat karena
dikeroyok habis-habisan. Satu-satunya jalan bagi mereka
adalah meloloskan diri secepatnya sebelum tenaga mereka
terkuras habis. Cen Hua memikirkan satu akal agar bisa
lolos dari kepungan musuh ketika melihat Ejinjin dan Balsan
tengah berdiri saja memperhatikan jalannya pertarungan.
Dengan gesit Cen Hua melesat menghindari dua orang
pengikut Ceng Lu Hui yang mengeroyoknya dan langsung
menyerang Ejinjin dan Balsan.- 377 Kedua tuan muda suku Tonghu itu kaget sekali ketika
menyadari bahwa ujung pedang Cen Hua sudah berada di
depan dada mereka. Keduanya segera berpencar
menghindari serangan maut itu. Ejinjin berhasil meloloskan
diri dengan bergulingan di tanah tapi tidak demikian dengan
Balsan. Gerakan serangan Cen Hua berkelebat begitu cepat
sehingga Balsan harus merelakan tangan kanannya.
"Ahhhh!!"
Teriakan kesakitan Balsan membelah langit ketika
tangan kirinya terpisah dari badannya. Ma Pei yang tengah
bertarung dengan Yung Lang langsung menghentikan
serangan dan berbalik mengejar Cen Hua. Saat itu Cen Hua
sudah berniat menikamkan pedangnya menghabisi nyawa
Balsan, tapi tertahan oleh serangan Ma Pei. Pedang Cen Hua
disabetkan ke arah kepala Ma Pei tapi berhasil dihindari
dengan gesit sekali. Jurus Huo Jiang Bao Sing (Tombak Api
Peledak Jantung) kembali dikerahkan Ma Pei untuk
menyerang Cen Hua. Meski Cen Hua berhasil menangkis
serangan lawan tapi tenaganya tidak cukup kuat untuk
mementalkannya. Jari maut Ma Pei hanya berbelok ke arah
lengan kiri Cen Hua dan menusuknya hingga tembus. Cen
Hua langsung terhuyung-huyung menerima luka yang
cukup parah di lengan kirinya itu. Darah langsung
memancar keluar dengan deras dari luka Cen Hua.
"Hati-hati!" seru Yung Lang sambil membuka jalan.- 378 Pedang Elang Emas ditebaskan ke kiri dan ke kanan
untuk membuka jalan bagi Yung Lang mendekati Cen Hua.
Keadaan Cen llua yang terluka amat genting karena Ma Pei
yang sudah amat geram ingin menghabisinya. Untunglah
Yung Lang segera memapah Cen Hua dan meloncat tinggi
ke alas tembok. Saat Ma Pei ingin mengejar mereka, Ejinjin
berteriak marah kepada Ma Pei untuk mengobati luka parah
yang diderita Balsan.
"Ma Pei! Obati dulu adikku!" bentak Ejinjin sambil
memapah Balsan yang pingsan karena kesakitan yang luar
biasa.
"Bajingan kecil! Aku akan membuat perhitungan
dengan kalian nantinya!" seru Ma Pei dengan marah.
Sementara Ma Pei dan Ejinjin tengah disibukkan
dengan Balsan yang terluka parah, Yung Lang memapah
Cen Hua berlari menjauhi markas Ceng Lu Hui. Keduanya
tidak berani memperlambat lari mereka sampai akhirnya
mereka sudah cukup jauh. Mereka bertemu dengan Lin
Tung dan Ma Xia yang menunggu mereka di sebuah belokan
sempit di luar kota Yin Chuang. Tampaknya Ma Xia masih
belum bebas dari totokan karena ia hanya tergolek lemah di
samping Lin Tung. Matanya memancarkan kelegaan ketika
melihat Yung Lang dan Cen Hua datang berlari-lari ke
arahnya.- 379 "Yung Lang, kau tidak apa-apa?" tanya Lin Tung
sambil menengok apakah ada yang menyusul mereka berdua
atau tidak.
"Aku tidak apa-apa, tapi nyonya Han terluka oleh
serangan Ma Pei" kata Yung Lang dengan cemas.
"Astaga, nyonya Han lukamu mengeluarkan banyak
darah. Kita harus segera mengobati lukamu" kata Lin Tung
ketika melihat lengan kiri Cen Hua yang berlumuran darah.
"Tidak apa-apa, aku masih bisa bertahan. Kita harus
segera pergi dan menemui Cia Sing. Jika kita terlambat,
mungkin pertandingan nantinya sudah selesai. Ayo kita
pergi" kata Cen Hua sambil memaksakan diri bangun dan
berjalan meskipun wajahnya terlihat pucat dan berkeringat.
"Tapi..."
"Ayolah, Cia Sing menantikan kita" kata Cen Hua
memotong kalimat Yung Lang yang masih kebingungan itu.
"Baiklah. Lin Tung kau gendong A Xia. Kita harus
segera sampai di tempat pertandingan" kata Yung Lang.
Akhirnya mereka berempat sama-sama berjalan
menuju tempat pertandingan. Yung Lang dan Cen Hua
berjalan di depan sedangkan Lin Tung menggendong Ma
Xia berjalan di belakang. Sepanjang perjalanan mereka tidak
mengurangi kewaspadaan sama sekali karena takut diserang
oleh pengikut Ceng Lu Hui secara mendadak. Hal ini
membuat perjalanan mereka lebih lambat dari biasanya,- 380 apalagi lengan Cen Hua yang terluka terus meneteskan
darah.
"Cia Sing, bertahanlah" kata Yung Lang dengan lirih.
*** Pertarungan antara Han Cia Sing melawan Shi Chang
Sin benar-benar membuat semua yang hadir merasa heran
dan bingung. Selama dua ratus jurus lebih, Han Cia Sing
sama sekali tidak mengeluarkan satu kali pun jurus untuk
menyerang lawan. Sebaliknya Shi Chang Sin terus
menyerang dengan ganas sekali. Han Cia Sing juga tidak
menggunakan Guo Yin Sen Kung (Ilmu Sakti Melintasi
Awan) sama sekali sehingga benar-benar terdesak hebat
oleh lawannya. Ma Han Jiang dan Song Wei Hao menjadi
benar-benar khawatir melihat Han Cia Sing dijadikan bulanbulanan oleh Shi Chang Sin.
Entah sudah berapa tapak Shi Chang Sin yang
mendarat di tubuh Han Cia Sing. Jika saja Han Cia Sing
tidak menguasai Shi Sui Yi Cin Cing (Sutra Penggeser Urat
Pembersih Sumsum) maka ia pasti sudah terluka parah.
Gerakan Shi Chang Sin yang menggunakan Guo Yin Sen
Kung terlalu cepat untuk diimbangi hanya dengan jurusjurus pertahanan saja. Tampaknya kekalahan Han Cia Sing
tinggal menunggu waktu saja.- 381 Selama diserang habis-habisan oleh Shi Chang Sin.
Han Cia Sing selalu berusaha menoleh ke arah para
penonton, berusaha mencari-cari apakah apa Yung Lang
atau Lin Tung di antara mereka. Ia berusaha sekuat tenaga
mengulur-ulur waktu dengan bertahan terus tapi kekuatan
Shi Chang Sin terlalu dahsyat untuk dihadapi hanya dengan
pertahanan saja. Han Cia Sing makin terdesak ke sudut
panggung menghadapi serangan bergelombang dari Shi
Chang Sin. Bagi para pengikut Ceng Lu Hui, kemenangan
Shi Chang Sin adalah pelengkap kemenangan mereka
setelah empat pertandingan sebelumnya mereka menang
telak. Tidak heran para pengikut Ceng Lu Hui bersoraksorai dengan gembira di pinggir panggung mendukung Shi
Chang Sin menghajar Han Cia Sing.
"Cia Sing! A Xia sudah selamat!" tiba-tiba terdengar
sebuah teriakan di antara sorak-sorai para pengikut Tien
Lung Men.
Semua yang hadir segera berpaling ke arah asal suara.
Tampak Yung Lang, Cen Hua dan Lin Tung yang
menggendong Ma Xia memasuki daerah pertandingan.
Semua yang hadir segera berbisik-bisik keheranan. Sejenak
pertarungan di atas panggung terlupakan karena semua
memperhatikan Yung Lang. Bahkan Chang Bai sampai
mengangkat tangan memberi tanda agar para penabuh
tambur berhenti memukul agar suasana tenang.
"Apa yang kalian lakukan?!" bentak Chang Bai
dengan kesal.- 382 "Maafkan kami tetua Chang Bai, tapi kami terlambat
datang karena baru saja menolong teman kami yang diculik"
kata Yung Lang sambil menjura.
"Jika demikian, aku harap kalian segera duduk dan
jangan mengganggu pertandingan!" perintah Chang Bai
dengan wajah merah padam karena tahu bahwa rencananya
mengancam Han Cia Sing sudah gagal.
Yung Lang, Cen Hua dan Lin Tung serta Ma Xia
segera bergabung dengan Song Wei Hao dan Ma Han Jiang.
Apalagi Han Cia Pao yang terkejut melihat lengan istrinya
terluka dan berdarah, langsung berlari mendapati mereka.
Sejenak suasana menjadi ribut karena masing-masing saling
melontarkan pertanyaan dan jawaban. Pertarungan Han Cia
Sing dan Shi Chang Sin seperti telah dilupakan oleh mereka.
"Para pendekar yang budiman! Hormatilah mereka
yang bertarung di atas panggung!" tegur Chang Bai dengan
kesal melihat tingkah Yung Lang dan Lin Tung yang
mengacaukan keadaan.
Akhirnya mereka yang tengah saling ribut itu terpaksa
berdiam diri sejenak dan menyimpan pertanyaan dalam hati
masing-masing. Pertarungan kini siap dilanjutkan kembali.
Para penabuh tambur mulai memukul dengan keras dan
berirama. Sementara itu di tepi panggung, Ma Han Jiang
menyalurkan tenaga dalamnya kepada Ma Xia untuk
membuka totokan-totokannya sedangkan Song Wei Hao
membantu Han Cia Pao merawat luka Cen Hua.- 383 "Kau bocah busuk! Jangan kau pikir kau bisa menang
sekalipun Ma Xia berada di pihakmu!" bentak Shi Chang
Sin dengan suara menggelegar yang memekakkan telinga.
"Aku tidak pernah berpikir demikian. Tapi mulai
sekarang aku akan bertarung, tidak hanya bertahan saja"
kata Han Cia Sing dengan tenang tapi dingin.
Han Cia Sing langsung melesat menyerang setelah
berkata-kata. Shi Chang Sin yang menggunakan Guo Yin
Sen Kung dapat berkelit dengan mudah dari serangan lawan,
tapi betapa kagetnya ia ketika menyadari serangan Han Cia
Sing berikutnya begitu dekat dan rapat sehingga mengunci
kuda-kudanya. Ilmu ringan kaki menjadi tidak berguna pada
jarak pertarungan yang demikian rapat. Han Cia Sing
rupanya telah belajar dari pertarungannya dengan Fangcang Tien Gong sewaktu di kuil Shaolin dulu!
Shi Chang Sin segera sadar akan siasat yang
digunakan Han Cia Sing. Sekarang giliran Shi Chang Sin
yang terdesak mundur terus karena gerakan badan Han Cia
Sing begitu dekat menempel kepada dirinya sehingga
membuatnya sukar bergerak. Setiap kali Shi Chang Sin akan
menggunakan Guo Yin Sen Kung, kakinya selalu berhasil
dikunci atau diinjak oleh Han Cia Sing. Kemampuan ringan
kaki dan ringan tubuhnya benar-benar tidak bisa digunakan
sama sekali.
Han Cia Sing terus menekan dan memperpendek


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jarak dengan lawan. Begitu dekatnya serangan Han Cia Sing- 384 sehingga tidak memungkinkan ia menggunakan tinju atau
tendangan untuk menghajar lawan. Sebagai gantinya, ia
menggunakan bahu, sikut dan dorongan badan untuk
menyerang lawannya. Jurus pengembangan yang ia pakai
sekarang ini adalah berdasarkan jurus-jurus Se Pa Luo Han
(18 Arhat) yang dipakai oleh Fang-cang Tien Gong ketika
menghadapinya dulu. Meskipun tidak persis sama, tapi tiga
biksu Shaolin yang duduk di panggung kehormatan dapat
segera melihat kemiripannya. Fang-cang Tien Gong memuji
bakat besar dalam diri Han Cia Sing yang mampu
mengembangkan sendiri jurusnya dengan berdasarkan
gerakan Se Pa Luo Han, meskipun tidak pernah diajari.
Fang-cang Tien Gong yakin suatu saat Han Cia Sing akan
mampu membuat jurus-jurusnya sendiri yang luar biasa.
"Kurang ajar!" maki Shi Chang Sin yang kesal karena
beberapa kali terhajar serangan jarak dekat Han Cia Sing
dengan telak.
Shi Chang Sin yang melihat dirinya terdesak hebat,
akhirnya menggunakan cara nekad untuk mengalahkan
lawan. Ketika Han Cia Sing kembali menyerangnya dengan
terjangan sikut, Shi Chang Sin langsung mencengkeram
kedua lengan Han Cia Sing erat-erat. Kini jarak antara wajah
mereka berdua begitu dekat sehingga nyaris bersentuhan.
Shi Chang Sin mengumpulkan seluruh tenaganya di
tenggorokan, bersiap memuntahkan Lei Ciao Sen Kung
(Ilmu Sakti Bentakan Halilintar) di hadapan wajah Han Cia
Sing.- 385 Dulu ketika Han Cia Sing masih menjadi budak suku
Tonghu di utara, ia pernah merasakan dibentak oleh Shi
Chang Sin. Saat itu ia masih amat polos tanpa pengalaman
bertarung sehingga tidak bisa menggunakan tenaga
dalamnya dengan benar untuk menghadang serangan lawan,
la bisa selamat saat itu karena Shi Chang Sin yang tidak
menyadari kekuatannya lengah dan terluka dalam. Kini
keadaannya benar-benar lain. Shi Chang Sin sudah
mengetahui kekuatan Han Cia Sing sehingga ia benar-benar
waspada dan tidak mau setengah-setengah. Seluruh
kekuatan tenaga dalamnya yang dahsyat dikeluarkan ketika
menggunakan Ilmu Sakti Bentakan Halilintar itu. Jarak
wajah keduanya yang berdekatan semakin memperkuat
serangan suara bentakan penuh tenaga dalam itu. Shi Chang
Sin tampaknya benar-benar ingin membunuh Han Cia Sing
dalam pertarungan kali ini.
Seluruh panggung pertarungan seakan-akan meledak
oleh guncangan dahsyat teriakan Shi Chang Sin. Para
pengikut Ceng Lu Hui dan pendekar yang berilmu rendah
sampai bergulingan di tanah sambil menutupi telinga karena
kerasnya bentakan. Para pendekar yang lain harus
mengerahkan tenaga dan memusatkan perhatian agar bisa
terhindar dari luka dalam yang parah akibat ilmu luar biasa
ini. Maka bisa dibayangkan bagaimana rasanya bagi Han
Cia Sing yang langsung berhadapan muka dengan bentakan
Shi Chang Sin.- 386 Kepala Han Cia Sing seakan-akan mau pecah.
Telinganya berdengung keras bagaikan ada tebing yang
runtuh di dalam telinganya. Jantungnya berdegup keras
seakan-akan dihantam oleh palu besi. Jika saja Han Cia Sing
tidak memiliki Shi Sui Yin Cing, ia pasti sudah mati dengan
telinga dan jantung hancur. Han Cia Sing bertahan matimatian dari bentakan lawan yang seakan-akan tidak pernah
berhenti itu. Keringat bercucuran deras dari dahinya
menahan rasa sakit luar biasa.
Setelah beberapa lama, akhirnya bentakan Shi Chang
Sin akhirnya kehabisan tenaga dan berhenti. Semua
pendekar yang menonton pertandingan merasa lega karena
akhirnya mereka dapat mengendurkan tenaga perlindungan
mereka. Beberapa pengikut Ceng Lu Hui dan para pendekar
berilmu rendah tampak mengeluarkan darah dari hidung dan
mulut mereka. Song Wei Hao, Han Cia Pao dan Ma Han
Jiang mencemaskan keadaan Han Cia Sing yang barusan
diserang habis-habisan itu. Apalagi di atas panggung, Han
Cia Sing dan Shi Chang Sin masih sama-sama tidak
bergerak dan saling mencengkeram dengan erat.
"Aku tidak percaya kau bisa bertahan?!" bentak Shi
Chang Sin dengan marah ketika melihat Han Cia Sing masih
bisa berdiri di hadapannya.
"Aku harus bertahan" kata Han Cia Sing tidak mau
kalah. Shi Chang Sin sebenarnya terkejut melihat Han Cia
Sing masih bisa berdiri di hadapannya setelah digempur
habis-habisan dengan Lei Ciao Sen Kung. Ia sebenarnya- 387 ingin mengeluarkan ilmu itu sekali lagi tapi tenaganya sudah
terkuras habis dalam teriakan tadi. Tenaganya yang
melemah itu dapat dirasakan oleh Han Cia Sing karena
cengkeraman Shi Chang Sin mulai mengendur. Han Cia
Sing menghentakkan lengannya dengan keras.
Cengkeraman lawan terlepas dan kini kedua
lengannya bebas. Ia segera memutar tenaga dalamnya
berusaha menyembuhkan dirinya secepat mungkin. Tenaga
sakti Shi Sui Yi Cin Cing segera bekerja cepat memulihkan
tubuhnya, jauh lebih cepat daripada Shi Chang Sin. Tidak
lebih dari sepuluh hembusan napas, Han Cia Sing sudah
sembuh seperti sedia kala. Kini nasib Shi Chang Sin yang
berada di ujung tanduk.
Tanpa keraguan lagi, Han Cia Sing langsung
menekan lawan dengan jurus-jurus cakar elangnya. Shi
Chang Sin yang masih kelelahan sama sekali tidak bisa
menyerang balik dan hanya bisa bertahan saja. Han Cia Sing
langsung mengeluarkan jurus maut Fei Ying Cuo Se Wang
(Elang Terbang Menyambar Raja Ular) yang merupakan
bagian dari 64 jurus Pedang Elang Emas. Jurus ini bagaikan
seekor elang yang perkasa, menerkam dan menghajar lawan
tanpa ampun. Shi Chang Sin tidak mampu menggunakan
Guo Yin Sen Kung dengan baik karena kelelahan sehingga
menjadi bulan-bulanan jurus ini.
Sementara kedua cakar merobek leher Shi Chang Sin,
kaki Han Cia Sing bergantian menendang dada lawan sambil
terbang. Shi Chang Sin langsung terlempar tiga tombak dan- 388 terbanting keras di lantai panggung. Meskipun terluka
cukup parah, Shi Chang Sin tidak mau menyerah begitu saja.
Ia mengabaikan lehernya yang berdarah dan dadanya yang
sakit, langsung meloncat bangkit dan menyerbu lawan.
Sayang sekali gerakannya semakin melemah sehingga bisa
dihindari Han Cia Sing dengan mudah. Malah kini Han Cia
Sing berada pada posisi yang menguntungkan di belakang
punggung Shi Chang Sin yang terbuka lebar.
Han Cia Sing terus menyerang. Kali ini jurus Ying
Jiao Jui Di (Cakar Elang Penghancur Raga) yang merupakan
jurus terkaman langsung digunakan menghantam punggung
Shi Chang Sin. Suara gemeretak tulang bahu yang patah
membuat semua anggota Ceng Lu Hui terkesiap. Shi Chang
Sin sendiri berteriak kesakitan sambil berusaha berbalik dan
menendang Han Cia Sing. Gerakan sia-sia ini sama sekali
tidak membantu, malah memperparah luka di kedua bahu
Shi Chang Sin. Cakar Han Cia Sing kembali bersarang di
tulang tempurung kaki lawan. Shi Chang Sin menjerit
kesakitan ketika merasakan tulang tempurungnya remuk
dihajar jurus Ying Jiao Suo Si (Cakar Elang Kuncian Lutut).
Ia pun ambruk ke lantai panggung dan mengerang-erang
kesakitan serta memaki-maki Han Cia Sing.
Han Cia Sing tidak melanjutkan serangan dan hanya
melihat saja. Semua penonton terdiam menyaksikan
kehebatan jurus-jurus cakar elang yang barusan diperagakan
Han Cia Sing. Apalagi para pengikut Ceng Lu Hui, sama
sekali tidak berani berkata-kata. Padahal tadi mereka begitu- 389 pongah dan angkuh berteriak setiap kali pertandingan
dimenangkan pihak mereka. Chang Bai yang melihat Shi
Chang Sin sudah kalah telak, terpaksa berdiri untuk
mengumumkan pemenang dari pertandingan ini.
"Pemenangnya Han Cia Sing!" seru Chang Bai tanpa
gairah.
Semua pendekar yang bukan pengikut Ceng Lu Hui
langsung berteriak-teriak penuh semangat menyambut
kemenangan Han Cia Sing. Teman-teman Han Cia Sing dan
para pendekar Tien Lung Men tidak lupa turut bersoraksorai. Tapi Han Cia Pao malah kelihatan tidak senang
dengan kemenangan adik tirinya itu. Wajahnya tetap
cemberut dan ia segera memapah Cen Hua yang terluka
meninggalkan tempat itu. Sementara itu Ma Xia yang sudah
dapat dilepaskan totokan darahnya oleh Ma Han Jiang,
hanya bisa tersenyum sambil berlinang air mata
menyaksikan perjuangan Han Cia Sing itu. Tubuhnya yang
sudah tidak makan beberapa hari terlalu lemah untuk
bersorak atau berjalan menuju atas panggung.
"Baiklah! Para pendekar yang berhasil memenangkan
pertandingan hari ini, akan bertarung melawan aku besok
pagi! Siapapun yang sanggup bertahan hingga akhir adalah
ketua dunia persilatan yang baru! Bubar!" seru Chang Bai
sambil mengibaskan jubahnya dan turun dari panggung.
Sementara itu Han Cia Sing yang turun dari panggung
tidak bisa langsung menemui Ma Xia karena banyak sekali- 390 pendekar yang mendekatinya dan mengucapkan selamat.
Beberapa di antara mereka memberikan kata semangat dan
dukungan agar Han Cia Sing menang dalam pertarungan
besok. Han Cia Sing yang tidak biasa menerima
penghormatan berlebihan menjadi serba salah dibuatnya.
Untunglah Yung Lang dan Lin Tung segera menarik Han
Cia Sing keluar dari kerumunan menuju tempat duduk di
mana Ma Xia berada.
"A Xia, kau tidak apa-apa?" tanya Han Cia Sing
segera setelah ia berada di dekat Ma Xia.
"Cia Sing, aku tidak apa-apa" jawab Ma Xia sambil
tersenyum lemah.
"Syukurlah, aku sangat bingung memikirkanmu
setelah kau menghilang di Paviliun Awan Merah. Setelah ini
kau harus menceritakan semua kejadiannya padaku" kata
Han Cia Sing sambil menatap Ma Xia dengan penuh kasih
sayang.
"Cia Sing, aku benar-benar takut tidak bisa bertemu
denganmu lagi" kata Ma Xia tak kuasa menahan linangan
air matanya.
"Bukankah kita sekarang sudah bertemu lagi?" kata
Han Cia Sing sambil mengusap air mata Ma Xia.
Ma Xia tidak mampu berkata-kata lagi. Ia
merebahkan tubuhnya ke dada Han Cia Sing dan menangis
sesenggukan. Kejadian ini tidak luput dari perhatian- 391 Wongguo Yuan yang memperhatikan mereka dari tempat
yang agak jauh. Mata Wongguo Yuan juga berkaca-kaca
karena menahan haru dan juga rasa cemburu yang
membakar dadanya. Bagaimanapun ia juga mencintai Han
Cia Sing, meskipun tampaknya selama ini Han Cia Sing
lebih menganggapnya sebagai adik daripada sebagai
seorang kekasih. Wongguo Luo yang bijak tampaknya
mengerti apa yang sedang berkecamuk di hati cucunya itu.
Dengan lembut disentuhnya bahu Wongguo Yuan dan
dibimbingnya pergi dari sana kembali ke penginapan.
"Cia Sing, mari kita kembali ke penginapan. Besok
masih ada pertandingan besar. Kau harus cepat beristirahat"
kata Ma Han Jiang.
"Iya paman Ma. Ayo A Xia kita kembali ke
penginapan. Di sana kita bisa berbincang-bincang dengan
lebih leluasa" kata Han Cia Sing yang dijawab dengan
anggukan lemah oleh Ma Xia.
"Pengantin memasuki kamar!!" seru Yung Lang
dengan lantang sehingga mengagetkan rombongan mereka.
"Kau ini gila atau bagaimana?!" bentak Lin Tung
sambil menyikut dada Yung Lang dengan keras.
"Aduh! Kau yang tidak waras! Apakah yang
kukatakan barusan salah?!" teriak Yung Lang tidak mau
kalah.- 392 "Sudahlah kalian berdua! Kita kembali ke
penginapan!" bentak Song Wei Hao menengahi
pertengkaran Yung Lang dan Lin Tung itu.
Wibawa Song Wei Hao sebagai jenderal besar
tampaknya masih ada, terbukti Yung Lang dan Lin Tung
tidak berani lagi berkata-kata. Mereka berdua hanya berjalan
sambil tertunduk di belakang Han Cia Sing yang memapah
Ma Xia. Rombongan itu berjalan dan tiba di penginapan saat
matahari sudah condong di barat. Ma Xia segera dirawat
oleh Wongguo Yuan dan Wen Shi Mei, sementara Han Cia
Sing beristirahat di kamar bersama Yung Lang dan Lin
Tung. Sebentar saja Han Cia Sing sudah terlelap di tengah
percakapan Yung Lang dan Lin Tung. Tampaknya
kembalinya Ma Xia melepaskan beban berat yang menindih
hati Han Cia Sing selama ini sehingga ia bisa tidur dengan
nyenyak. Yung Lang dan Lin Tung melihat temannya
tertidur nyenyak, tidak berani mengganggu dan keluar ke
halaman untuk meneruskan percakapan mereka.Baru saja
mereka berdua hendak duduk di bangku taman, Wongguo
Yuan datang membawakan semangkuk sup ayam.
Tampaknya ia ingin memberikannya kepada Han Cia Sing
setelah pertarungan yang melelahkan dengan Shi Chang Sin
tadi siang Wongguo Yuan melihat Yung Lang dan Lin Tung
tengah bercakap-cakap dengan gembira di tengah taman
langsung menghampiri hendak menanyakan keadaan Han
Cia Sing.- 393 "Kakak berdua, bagaimana keadaan Sing Ta-ke?"
tanya Wongguo Yuan.
"Oh, kau A Yuan. Cia Sing sedang tidur, tampaknya
ia kelelahan sehabis pertarungan tadi siang" jawab Yung
Lang.
"Aku mengantarkan sup ayam ini untuk Sing Ta-ke,
tapi karena ia tidur, aku titipkan saja pada kakak berdua"
kata Wongguo Yuan sambil meletakkan baki mangkuk sup
di bangku taman.
"Jadi maksudmu ini untukku?" tanya Yung Lang
menggoda.
"Bukan, tapi untuk Sing Ta-ke" jawab Wongguo
Yuan dengan malu-malu.
"Eh, kau ini sungguh bermuka tebal. A Yuan jelas

Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jelas mengatakan bahwa sup itu untuk Cia Sing bukan
untukmu. Lagipula kau tidak butuh sup ini" kata Lin Tung.
"Bagaimana katamu? Aku tadi siang juga bertarung
mati-matian dengan Ma Pei, kau pikir tidak memakai
tenaga?!" tanya Yung Lang dengan marah.
"Kalau begitu aku juga perlu sup ayam, tadi aku
menggendong Ma Xia mulai dari markas Ceng Lu Hui. Itu
juga perlu tenaga besar!" bantah Lin Tung tidak mau kalah
sedikitpun.
"Kakak berdua jangan bertengkar lagi. Jika kakak
berdua juga ingin sup, aku akan membuatkan lagi" kata- 394 Wongguo Yuan yang merasa tidak enak dengan
pertengkaran mereka berdua.
"Ah tidak apa-apa kok sebenarnya. Kami bisa makan
yang lain" kata Yung Lang ketika menyadari bahwa
Wongguo Yuan merasa tidak enak atas pertengkaran mereka
berdua.
"Iya A Yuan, kau tidak perlu bingung. Yung Lang ini
apa saja makan, bahkan ayam-ayam di peternakan belakang
juga ikut tersaingi" kata Lin Tung sambil merangkul Yung
Lang dengan keras sekali sampai Yung Lang tercekik dan
tidak sanggup membantah lagi.
"Kalau begitu kuletakkan saja supnya di sini. Nanti
jika Sing Ta-ke sudah bangun, tolong diberikan kepadanya"
kata Wongguo Yuan sambil pamit.
"Eh A Yuan tunggu sebentar" kata Yung Lang setelah
berhasil membebaskan diri dari cekikan Lin Tung.
"Ada apa?" tanya Wongguo Yuan.
"Bagaimana keadaan Ma Xia?" tanya Yung Lang.
"Kelihatannya ia baik-baik saja. Tenaganya memang
melemah karena tidak makan cukup selama beberapa hari,
tapi sekarang ia sudah baikan. Nona Jien dan nona Wen
sedang memeriksa dan mengobatinya. Lang Ta-ke, aku
pamit dulu" jawab Wongguo Yuan sambil berlalu.
"Yung Lang, kau pikir nanti Cia Sing akan memilih
siapa?" tanya Lin Tung.- 395 "Maksudmu?!" Yung Lang balik bertanya.
"Cia Sing sudah cukup umur untuk berumah tangga.
Kau pikir antara A Xia dan A Yuan siapakah yang akan dia
pilih sebagai istri?" tanya Lin Tung.
"Pertanyaan sulit, jawabannya pasti lebih sulit lagi.
Sudahlah, nanti biarkan Cia Sing yang memutuskan. Kita
sebagai sahabatnya hanya bisa mendukungnya saja" kata
Yung Lang.
"Benar juga" kata Lin Tung dengan lirih.
"Lebih baik sekarang kita beristirahat saja dulu.
Kudengar tadi Jenderal Song akan mengumpulkan para
pendekar untuk berbicara tentang pertandingan besok hari"
kata Yung Lang menyarankan.
"Baiklah" kata Lin Tung setuju.
*** "Ahhhhhh! Balaskan dendamku Ejinjin! Balaskan
dendamku!" jerit Balsan dengan histeris sambil memegangi
lengan kanannya yang buntung.
"Balsan tenanglah! Kau sudah mengeluarkan banyak
sekali darah, kau harus tenang" kata Ma Pei berusaha
menenangkan.- 396 "Tuan Ma Pei, kau harus menyembuhkan adikku,
kalau tidak nyawamu adalah taruhannya!" ancam Ejinjin.
Saat itu mereka sedang berada di dalam kamar Balsan
bersama dengan Shi Chang Sin yang sebenarnya masih
terluka. Shi Chang Sin yang tulang bahu dan tempurungnya
retak hanya bisa duduk dengan muka masam di depan
pembaringan Balsan. Ia merasa amat malu karena hari ini
kalah dari Han Cia Sing, juga muridnya Balsan terpotong
tangannya oleh Cen Hua. Jika saja ia masih sehat, pastilah
ia sudah mencari Cen Hua yang berani melukai muridnya
hingga cacat itu.
"Ejinjin, aku sudah menotok kedua jalan darah
besarnya, tapi Balsan terus berteriak dan tidak bisa tenang
sehingga darahnya mengucur terus. Aku khawatir jika nanti
ia sampai kehabisan darah maka keadaannya akan semakin
gawat" kata Ma Pei menjelaskan.
"Aku tidak mau tahu! Kau selalu menahanku untuk
mengambil Ma Xia sebagai istri dan kini dia hilang lagi!
Malah Balsan yang menderita karenanya. Jika ayahku
sampai mendengar semua ini, pastilah semua keluargamu
akan dihabisi! Tidak ada lagi tempat dalam suku Tonghu
bagimu!" bentak Ejinjin yang tampaknya sudah kehabisan
kesabaran.
Baru saja Ma Pei hendak berdebat dengan Ejinjin,
tiba-tiba tubuh Balsan kejang-kejang. Wajahnya yang sudah
amat pucat kini bagaikan mayat hidup. Mulutnya- 397 mengeluarkan busa dan darah hitam. Tampaknya Balsan
yang terluka parah kini telah sekarat. Keadaan ini membuat
suasana semakin tegang dan kacau.
"Balsan! Balsan!" teriak Ejinjin sambil memegangi
tubuh adiknya yang kejang-kejang itu.
Ma Pei segera bertindak cepat. Ia menotok semua
jalan darah besar di tubuh Balsan dengan harapan dapat
menghentikan pendarahannya. Tapi Balsan yang sudah
sekarat karena kehabisan darah, sama sekali tidak bisa
ditolong lagi. Setelah kejang-kejang sebentar, akhirnya
tubuh Balsan tidak bergerak lagi untuk selama-lamanya.
Matanya melotot menandakan kematiannya yang sengsara.
Ma Pei sangat terkejut melihat kematian Balsan ini.
Kemarahan ketua suku Tonghu, Sinlin sudah terbayang di
depan matanya.
"Balsan!" teriak Ejinjin histeris sambil memeluk
mayat adiknya.
"Kau! Kau harus menanggung kematian adikku!"
teriak Ejinjin sambil menuding wajah Ma Pei.
"Ejinjin tenanglah, ini adalah kecelakaan..."
"Diam!!" bentak Ejinjin memotong kalimat Shi
Chang Sin yang sebenarnya merupakan gurunya sendiri.
Shi Chang Sin yang suasana hatinya juga sedang tidak
enak itu langsung marah besar dibentak oleh Ejinjin. la
langsung berdiri menghadang Ejinjin yang hendak keluar- 398 Harry Potter Dan Piala Api Harry Potter And The Goblet Of Fire Karya J.k. Rowling Pedang Hati Suci Karya Jin Yong Lupus Tragedi Sinemata

Cari Blog Ini