Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An Bagian 25
kamar namun ia lupa kakinya terluka. Keseimbangannya
goyah dan ia terjatuh ke depan menabrak Ejinjin yang
lengah berjalan keluar. Ejinjin mengira Shi Chang Sin
hendak menangkapnya sehingga langsung saja ia
mengeluarkan pisau pendek dari balik bajunya. Pisau itu
ditusukkan tepat mengenai dada Shi Chang Sin.
"Minggir kau manusia tidak berguna!" bentak Ejinjin
sambil menghunjamkan pisaunya dalam-dalam ke dada Shi
diang Sin.
"Ahhhh!!" jerit Shi Chang Sin dengan suara
menggelegar ketika ia merasakan dadanya tertembus pisau.
"Ejinjin! Apa yang kau lakukan?!" teriak Ma Pei
kaget sekali. Jika saja Shi Chang Sin tidak retak kedua
bahunya, pastilah ia dengan mudah dapat menangkis
serangan lawan. Tapi kali ini ia salah perhitungan.
Tangannya amat lemah sehingga tidak mampu menangkis
pisau, lagipula ia sama sekali tidak menyangka Ejinjin akan
berani menusuknya. Belum sempat Shi Chang Sin bernapas
untuk meredakan rasa sakit luar biasa di dadanya, sebuah
hantaman tinju Ejinjin yang keras telah mendarat di
keningnya. Shi Chang Sin sang Guntur Utara langsung
ambruk dan tewas dengan mengenaskan di tangan muridnya
sendiri!
"Shi-siung!" teriak Ma Pei tidak percaya dengan
kematian tragis Shi Chang Sin itu.- 399 "Ma Pei! Aku masih memandang putrimu sehingga
tidak menghukummu juga, tapi ingat jika sampai Ma Xia
gagal menjadi istriku, nyawamu juga tidak akan selamat!
Ayahku akan mengejarmu sampai ke neraka sekalipun, ingat
itu!" bentak Ejinjin dengan marah sekali.
Ma Pei hanya bisa terduduk diam ketika Ejinjin
keluar dari kamar itu. Kematian Balsan dan Shi Chang Sin
secara beruntun benar-benar mengguncangkan jiwa Ma Pei.
Ia yang selama hidup selalu bergelimang harta dan wanita
karena dukungan suku Tonghu, kini harus menghadapi
kenyataan akan kehilangan semua itu dalam waktu singkat.
Ma Pei yang gila harta dan kekuasaan, malah tidak dendam
pada Ejinjin yang dianggapnya sebagai majikan, tapi bara
dendamnya semakin berkobar terhadap Han Cia Sing. Ia
merasa semuanya ini terjadi karena Han Cia Sing!
"Cia Sing kau bocah busuk! Aku Ma Pei tidak akan
mengampunimu! Kucincang kau dan akan kujadikan
makanan serigala!" kata Ma Pei dengan geram sambil
menghajar meja hingga hancur berkeping-keping untuk
melampiaskan kemarahannya.
Ma Pei langsung keluar kamar berniat hendak
membuat perhitungan habis-habisan dengan Han Cia Sing.
Tekadnya sudah bulat untuk membunuh Han Cia Sing, yang
dianggapnya telah menghancurkan semua impiannya. Tapi
baru saja melangkah ke halaman, tiga sosok bayangan
langsung muncul menghadang langkahnya.- 400 "Si Ta Hao Ren?! Kenapa kalian menghadangku?"
tanya Ma Pei dengan heran ketika melihat tiga pendekar Si
Ta Hao Ren menghalangi langkahnya.
"Maaf tuan Ma, tapi tuan muda Ejinjin memerintahkan kami untuk menahan anda di sini sampai ketua Sinlin
tiba di Yin Chuang" kata Pu Cui.
"Apa katamu?! Kau pikir aku akan melarikan diri?
Minggir!" bentak Ma Pei dengan marah.
"Tunggu dulu! Silakan kembali ke kamar!" kata Pu
Cui menghadang dengan tinjunya.
Ma Pei yang sudah panas itu langsung saja
menggebrak Pu Cui dengan Tien Huo Ce (Jari Api Langit)
yang ganas. Selama ini Si Ta Hao Ren memang adalah jagaljagal suku Tonghu. Kesetiaan mereka adalah pada Sinlin,
bukan pada Ma Pei atau Shi Chang Sin. Jika mereka tunduk
pada perintah Ma Pei selama ini, itu tidak lain karena
perintah Sinlin dan Ejinjin. Sekarang setelah Ejinjin marah
besar, mereka juga melupakan persahabatan mereka.
Pertarungan antara Ma Pei dengan Pu Cui, Pu Sa dan Pu Tu
tidak terhindarkan lagi.
Gerakan Ma Pei yang amat gesit memang menang
setingkat di atas ketiga pengeroyoknya, tapi ketiga Si Ta
Hao Ren sudah amat mengenal kekuatan dan kelemahan Ma
Pei sehingga bisa mengimbanginya. Andai saja Pu Tou
masih hidup, maka kemungkinan Ma Pei terdesak hebat
akan lebih besar lagi Sekarang tiga lawan satu menjadi- 401 berimbang dan berlangsung ketat. Pertarungan bisa
berlangsung lima ratus jurus lebih baru akan diketahui
pemenangnya.
Benar saja, setelah lewat tiga ratus jurus keadaan
masih juga seimbang. Ma Pei yang bertekad keras hendak
menghajar Han Cia Sing, sama sekali tidak mau memberi
kesempatan ketiga lawannya untuk bernapas. Jurus-jurus
jari apinya dikeluarkan dengan sepenuh tenaga. Tidak ada
lagi ampun untuk Si Ta Hao Ren yang sebenarnya masih
merupakan sekutunya itu. Tapi Si Ta Hao Ren juga tidak
mau kalah dan mengepung Ma Pei dengan rapat. Bahkan
beberapa tinju Pu Cui dan tendangan Pu Tu berhasil masuk
ke tubuh Ma Pei. Pertarungan semakin seru dan sudah
memasuki tahap yang menentukan ketika sebuah bayangan
berkelebat cepat dan menendang punggung Ma Pei dengan
keras sekali.
"Bukkkk!!"
Ma Pei yang sedang memusatkan perhatian bertarung
dengan ketiga lawannya, sama sekali tidak mampu
menghindar. Ia terlempar dua tombak ke depan dan jatuh
dengan keras di tanah. Ma Pei langsung terbatuk-batuk dan
mengeluarkan darah dari mulutnya. Tampaknya tendangan
barusan langsung membuat Ma Pei terluka dalam. Siapakah
gerangan pendekar yang cukup hebat untuk melukai Tien
Huo Ma Pei hanya dalam satu serangan?"- 402 "Ma Pei! Kau jangan membual ulah di sini! Bentak
Wen Yang.
"Kau?!" kata Ma Pei tidak percaya melihat siapa yang
membokongnya barusan.
"Benar! Aku sudah membicarakan perjanjian kita
dengan pendekar Wen. Selama ini pendekar Wen selalu
bekerja sama denganmu padahal yang dibutuhkan adalah
dukungan suku Tonghu. Ma Pei, kau itu hanya seekor
anjing, tidak pantas untuk membuat perjanjian apapun. Kau
sudah beruntung aku menyukaimu putrimu. Sekarang
diamlah di sini sampai ayahku datang" kata Ejinjin yang
berdiri di belakang Wen Yang dengan angkuh sekali.
"Ejinjin kau binatang keji! Aku menyesal telah
menjodohkan Ma Xia denganmu!" teriak Ma Pei dengan
marah sekali.
Ma Pei yang terluka itu memaksakan dirinya untuk
maju menyerang Ejinjin. Begitu marahnya Ma Pei sehingga
ia melupakan tiga pendekar Si Ta Hao Ren dan Wen Yang
yang ada di sana. Baru saja berjalan dua langkah, ia sudah
dihajar bergantian oleh tiga Si Ta Hao Ren. Kali ini pukulan
mereka masuk dengan telak sekali sehingga Ma Pei
langsung terbanting ke tanah dan pingsan.
"Masukkan dia ke dalam kurungan!" perintah Ejinjin
sambil memandang Ma Pei seolah-olah dia adalah seekor
anjing saja.- 403 Tiga pendekar Si Ta Hao Ren langsung menjambak
rambut Ma Pei dan menyeretnya. Nasib Ma Pei sang Api
Langit begitu tragis. Ia diperlakukan seperti anjing saja oleh
Ejinjin, calon menantunya sendiri. Tubuhnya dilemparkan
ke dalam kurungan besi yang ada di bawah markas dan
dijaga ketat oleh beberapa pengikut Ceng Lu Hui.
Sementara itu Wen Yang dan Ejinjin berbincang-bincang
tentang rencana kedatangan ayah Ejinjin, sang pemimpin
suku Tonghu, Sinlin.
"Kapan ketua Sinlin akan tiba di Yin Chuang?" tanya
Wen Yang.
"Aku tidak tahu, mungkin beberapa hari lagi.
Beberapa hari yang lalu utusan ayah datang dan
memberitahukan rombongan ayah sudah berangkat dari
utara" jawab Ejinjin.
"Baiklah jika demikian. Sementara masalah Ma Pei
ini kita biarkan saja dulu sambil menunggu kedatangan
ayahmu. Kita bicarakan saja masalah kerja sama kita" kata
Wen Yang.
"Hmm, tapi adikku Balsan baru saja meninggal..."
"Ah, orang yang mati tidak akan hidup lagi. Tuan
muda Ejinjin kau jangan khawatir. Aku pasti akan
membalaskan dendam adikmu. Nah sekarang kita dudukduduk dulu di aula belakang. Beberapa gadis penari yang
kemarin sudah begitu merindukanmu. Ayolah" kata Wen- 404 Yang yang memang sangat pandai menjilat itu sambil
merangkul Ejinjin.
Ejinjin yang memang gemar berfoya-foya dan
bermain wanita, langsung melupakan kematian adiknya
begitu dirinya diserbu beberapa gadis penari yang cantikcantik. Ia segera larut dalam arak dan wanita. Wen Yang
yang ikut menemani, melirik Ejinjin dari sudut matanya
sambil tersenyum sinis.
"Dasar anak muda bodoh, kau hanyalah salah satu
pion dalam rencana besarku," kata Wen Yang dalam
hatinya.
*** Semua pendekar yang berkumpul di ruangan besar
mengucapkan turut berdukacita atas kematian Ce Ke Fu
kepada Jien Jing Hui dan Wen Shi Mei. Kematian seorang
pendekar besar seperti Ce Ke Fu memang benar-benar
menimbulkan duka yang mendalam dalam hati para
pendekar Tien Lung Men. Kini dari Empat Naga Langit
Muda, hanya Wen Shi Mei yang masih bertahan. Cen Hui
sang Gagak Putih memang masih hidup, tapi sudah menjadi
Mu Ren (Manusia Kayu) yang adalah budak hidup dari si
Tabib Racun Guo Cing Cen.- 405 Jenasah Ce Ke Fu sudah diperabukan tadi sore di atas
bukit sebelah timur kota Yin Chuang secara sederhana. Jasajasanya yang besar terhadap Tien Lung Men akan selalu
dikenang oleh para pendekar yang lain. Ia akan menjadi
contoh dan panutan seorang pendekar yang tidak takut
menghadapi bahaya dan kematian. Han Cia Sing yang
pernah bertempur sehidup semati dengan Ce Ke Fu di Yi
Chang, turut merasakan kehilangan yang dalam.
Setelah semua pendekar selesai menyampaikan
dukacitanya, Song Wei Hao maju ke depan untuk memulai
pertemuan. Hari ini mereka akan membahas pertandingan
paling menentukan besok yaitu pertandingan untuk
memperebutkan gelar pendekar nomor satu. Han Cia Sing
sebagai satu-satunya pendekar yang tersisa mendapatkan
banyak perhatian dan sorot kekaguman dari mereka yang
hadir. Han Cia Sing malah merasakan hal ini sebagai beban.
Ia jadi menunduk terus dan tidak berani menatap wajahwajah mereka yang hadir.
"Saudara-saudara semua, kita semua tentunya sudah
tahu hasil pertarungan hari ini.Lima pertandingan hanya satu
yang dapat kita menangkan. Meskipun hal ini sesuai dengan
yang kita perkirakan, tapi tetap saja Han Cia Sing yang akan
bertarung besok mendapatkan tugas yang amat berat. Aku
berharap kita semua yang ada di sini mendukungnya untuk
pertarungan besok" kata Song Wei Hao yang disambut
dengan anggukan dan gumaman setuju dari semua yang
hadir.- 406 "Jenderal Song, ijinkan aku untuk angkat bicara" kata
Murong Jin ketua partai Chung Lin sambil maju ke depan.
"Silakan ketua Murong" kata Song Wei Hao
mempersilakan.
"Saudara semua, aku Murong Jin yang bodoh ini
hendak menyampaikan sesuatu. Hari ini kita melihat sendiri
bagaimana para pendekar wakil Ceng Lu Hui begitu hebat
dan kejam. Besok, Han Cia Sing akan menjadi satu-satunya
wakil melawan mereka. Jika Chang Bai ikut serta dalam
pertandingan nanti maka ada lima pendekar yang harus
dihadapi oleh Han Cia Sing. Ini tentu tugas berat baginya
yang belum berumur 20 tahun. Aku usulkan malam ini kita
semua mengajarkan kepadanya beberapa jurus ilmu kita
untuk menghadapi mereka besok. Ini karena pertarungan
besok benar-benar menyangkut hidup matinya dunia
persilatan. Jika sampai Ceng Lu Hui berkuasa, maka kuil
Shaolin pun tidak akan sanggup mencegah mereka. Aku
mohon saran dari saudara-saudara semua" kata Murong Jin
sambil menjura hormat dan kembali ke kursinya.
Segera semua yang hadir bergumam dan berbisikbisik. Usulan Murong Jin barusan memang ada benarnya
karena saat pertandingan tadi terlihat bagaimana Han Cia
Sing amat miskin jurus. Besok dia harus menghadapi lima
jagoan terkuat yang sudah kaya pengalaman bertarung, tentu
saja akan semakin berat. Kehebatan tenaga Shi Sui Yi Cin
Cing saja mungkin tidak akan cukup untuk mengimbangi
kelima jago itu.- 407 Tapi tentu saja usulan membagikan jurus adalah
urusan besar. Meskipun mungkin tidak semuanya akan
diajarkan, lapi tetap saja jurus-jurus perguruan adalah
rahasia yang harus ditutup rapat.
Murid-murid suatu perguruan saja harus menunggu
beberapa tahun sebelum mendapatkan pelajaran jurus
apalagi kini sekarang mereka harus mengajari seorang luar
seperti Han Cia Sing. Sungguh sebuah keputusan besar yang
harus dipikirkan masak-masak oleh semuanya.
"Ketua Murong, apa yang anda katakan memang
benar sekali. Tapi kita di sini semuanya ada dua puluh
pendekar lebih. Sanggupkah Han Cia Sing seorang diri
menyerap ilmu yang kita berikan nantinya?" tanya salah
seorang ketua dengan ragu-ragu.
Kembali terdengar suara gumaman dan bisik-bisik
bagaikan lebah. Pelajaran jurus-jurus memang tidak mudah,
membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk bisa
menguasainya. Kini Han Cia Sing hanya punya waktu
semalaman saja untuk melatihnya, apalagi yang dipelajari
juga banyak. Sanggupkah Han Cia Sing menyerap semua
pelajaran itu dengan baik?
Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Pendekar semua, kalian tidak usah khawatir! Aku
Yung Lang sudah menjadi saksi atas kehebatan Han Cia
Sing!" seru Yung Lang tiba-tiba sambil maju ke depan.- 408 "Yung Lang, apa yang kau lakukan?!" bisik Han Cia
Sing berusaha memanggil kawannya itu kembali duduk tapi
Yung Lang sama sekali tidak mengindahkannya.
"Dalam pertempuran di Yi Chang, aku mendiktekan
semua jurus Cing Ing Cien Fa (Jurus Pedang Elang Emas)
kepada Han Cia Sing dan dia langsung bisa memainkannya
dengan baik sekali. Bahkan lebih baik dari aku yang sudah
berlatih sepuluh tahun lebih. Ingatannya juga sangat kuat.
Aku yakin dia akan mampu menyerap semua ilmu yang
anda ajarkan" kata Yung Lang sambil menatap Yung Lang
dengan bangga.
Kali ini seruan-seruan kekaguman terdengar dengan
jelas. Para pendekar seolah-olah melihat Han Cia Sing
sebagai dewa saja layaknya. Ini membuat Han Cia Sing
semakin salah tingkah. Sementara itu Han Cia Pao yang
duduk diam di sudut menjadi semakin masam mukanya
mendengarkan pujian-pujian yang ditujukan kepada Han
Cia Sing. Ia merasa terpinggirkan padahal ia sama sekali
tidak merasa di bawah Han Cia Sing. Sayang sekali tidak
ada yang memperhatikan perubahan wajahnya kecuali
istrinya Cen Hua.
"Baiklah jika demikian, pendekar yang setuju pada
usul Murong Jin, malam ini dapat memberikan pelajaran
ilmu kepada Han Cia Sing di halaman belakang. Masingmasing akan mengajarkan bergantian sehingga semua
rahasia dapat terjaga dengan baik" kata Song Wei Hao
dengan gembira.- 409 "Hari ini kita juga kedatangan seorang tamu dari jauh.
Seorang yang sudah lama prihatin dengan kekacauan yang
ditimbulkan oleh kasim Huo Cin dan Permaisuri Wu. Beliau
meminta semua pendekar gagah untuk maju ke depan demi
negaranya" kata Song Wei Hao melanjutkan.
Semua yang hadir menjadi terdiam sejenak.
"Beliau adalah Huo Wang-ye dari Chi Nan" kata
Song Wei Hao.
Huo Wang-ye dan Xiahou Yuan muncul dari
belakang ruangan pertemuan. Semua pendekar yang hadir
langsung menjura dan membungkuk hormat kepada Huo
Wang-ye yang merupakan saudara kaisar itu. Song Wei Hao
juga langsung memberikan tempat duduk utama di tengah
ruangan sebagai tempat bagi Huo Wang-ye. Kewibawaan
seorang bangsawan yang terpancar dari dalam diri Huo
Wang-ye langsung membuat semua pendekar yang hadir
merasa sungkan.
"Panjang umur seribu tahun Yang Mulia Huo Wangye" seru semua yang hadir bersamaan.
"Mien-li. Silakan semua duduk kembali" kata Huo
Wang-ye. "Hari ini aku datang dari Chi Nan untuk
menyaksikan apa yang tengah terjadi di Yin Chuang. Seperti
yang kita semua tahu, dalam beberapa tahun belakangan ini
Yang Mulia Kaisar selalu sakit-sakitan. Keadaan ini
dimanfaatkan oleh Permaisuri Wu dan kasim Huo Cin untuk
mengacaukan negara. Bahkan sekarang Ceng Lu Hui yang- 410 merupakan bawahan Huo Cin berniat juga menguasai dunia
persilatan. Aku atas nama keluarga kerajaan mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya atas perjuangan para
pendekar semua melawan kelaliman. Kita harus bersatupadu mengalahkan mereka dan menegakkan kembali dinasti
Tang yang agung" kata Huo Wang-ye yang segera disambut
ucapan setuju semua yang hadir.
"Malam ini adalah malam yang panjang. Besok
adalah hari yang besar terutama untuk pendekar muda Han.
Jadi sekarang kalian beristirahatlah. Kita akan menghadapi
hari yang luar biasa besok" kata Huo Wang-ye sambil
bangkit berdiri dari kursinya diikuti oleh semua yang hadir.
"Aku mendapatkan kabar bahwa besok, Ceng Lu Hui
sudah mempersiapkan perangkap untuk menghabisi semua
pendekar jika sampai mereka kalah. Aku harap kita semua
mempersiapkan diri" kata Huo Wang-ye sambil meninggalkan ruangan itu.
Semua pendekar yang hadir merasakan debaran yang
sama ketika mendengar peringatan Huo Wang-ye barusan.
Jika memang benar apa yang dikatakan Huo Wang-ye, maka
besok mereka harus bersiap menghadapi perang besarbesaran. Han Cia Sing merasakan beban yang ada di
pundaknya terasa makin berat. Untunglah di saat itu, ia
melihat wajah yang sudah amat dirindukannya selama
sebulan lebih.- 411 "A Xia!" seru Han Cia Sing sambil berlari mendekati
Ma Xia.
"Cia Sing!" sahut Ma Xia dengan tidak kalah
gembiranya.
Kedua insan itu langsung berpegangan tangan dengan
erat. Ma Xia yang tidak kuasa menahan haru malah langsung
memeluk Han Cia Sing dan menangis di dadanya. Kejadian
ini tentu saja tidak luput dari perhatian Han Cia Pao dan Cen
Hua yang berdiri persis di sebelah mereka. Kebudayaan
bangsa Han memang lebih ketat dan kaku dalam hubungan
pria-wanita sedangkan Ma Xia yang berasal dari utara tidak
mengerti bahwa sentuhan apalagi berpelukan antara priawanita yang bukan suami istri amat dilarang. Apalagi saat
itu masih banyak pendekar yang belum meninggalkan
ruangan. Han Cia Pao yang merasa dirinya adalah kepala
keluarga Han setelah kematian Han Kuo Li, menjadi amat
malu.
"Jaga sikap kalian!" kata Han Cia Pao sambil
mendengus kesal.
Han Cia Sing segera melepaskan pelukannya
demikian juga Ma Xia. Suasana sekejap menjadi tidak enak.
Cen Hua berusaha mendinginkan suasana dengan
memperkenalkan Ma Xia kepada Han Cia Pao.
"Suamiku, inilah nona Ma Xia yang kutolong tadi
pagi bersama Yung Lang dan Lin Tung" kata Cen Hua.- 412 Cen Hua yang berniat baik mendinginkan suasana
ternyata malah seperti menyiramkan minyak ke dalam bara
api di dalam hati Han Cia Pao. Sedari tadi siang setelah Cen
Hua pulang dengan lengan terluka, Han Cia Pao sudah
uring-uringan dan marah. Kini malah ia diperkenalkan
kepada gadis yang membuat istrinya terluka. Hati Han Cia
Pao yang memang sudah kesal itu kini semakin bertambah
jengkel.
"Jadi kau yang menyebabkan istriku terluka?!"
bentak Han Cia Pao sehingga mengagetkan Ma Xia, Han Cia
Sing dan juga Cen Hua sendiri.
"Suamiku, nona Ma Xia ini tidak bersalah apa-apa..."
"Kau ini tahu apa?! Bagaimana kalau sampai terjadi
sesuatu padamu? Apakah dia yang akan bertanggung
jawab?!" kata Han Cia Pao sengit sambil menuding Ma Xia.
"Kakak, sudahlah. Aku minta maaf jika kakak ipar
sampai terluka. Semua ini salahku" kala Han Cia Sing.
"Huh!" dengus Han Cia Pao dengan kesal.
"A Xia, ini kakakku Han Cia Pao. Dulu sewaktu di Yi
Chang kakak masih terluka sehingga tidak sempat
berkenalan denganmu" kata Han Cia Sing.
"Suamiku, sudahlah. Aku juga sudah baikan,
lupakanlah hal ini" kata Cen Hua berusaha mendinginkan
hati Han Cia Pao.- 413 "Kakak, ada yang ingin aku bicarakan denganmu
secara pribadi. Kita bicara berdua saja" kata Han Cia Sing.
"Oh?! Apa ada hal yang tidak boleh diketahui oleh
orang lain?!" tanya Han Cia Pao dengan sinis.
Han Cia Sing kaget dengan sikap kakaknya yang sinis
itu. Sebagai adik, Han Cia Sing memang selalu berusaha
mengalah. Apalagi selama tinggal di wisma keluarga Han,
dirinya dan juga Pai Lien diperlakukan seperti pembaniu
saja oleh Ye Ing.
"Kakak, masalah ini sangat penting. Aku harap kakak
mau mendengarkanku barang sebentar saja" kata Han Cia
Sing berusaha memberikan pengertian.
"Sudahlah, kau lebih baik tidak usah banyak bicara"
kata Han Cia Pao.
Han Cia Sing jadi kehabisan kata-kata menghadapi
sikap Han Cia Pao yang keras dan dingin itu. Ia memilih
mengalah dan lebih baik diam. Mungkin besok atau besok
lusa, Han Cia Pao sudah lebih baik suasana hatinya sehingga
bisa diajak bicara. Cen Hua yang juga merasa tidak enak
akhirnya angkat bicara.
"Cia Sing, kau antar dulu Ma Xia ke kamar. Ia sudah
beberapa hari tidak makan sehingga keadaan tubuhnya
masih lemah. Untunglah meskipun ayahnya menyekapnya,
tapi ia tidak mengijinkan Ejinjin menyentuhnya ..."- 414 "Apa kau bilang?!" tanya Han Cia Pao dengan marah
kepada Cen Hua.
"Suamiku, apakah aku salah bicara? Mengapa engkau
demikian marah?" tanya Cen Hua terkejut melihat sikap Han
Cia Pao.
"Jadi Ma Xia ini diculik oleh ayahnya sendiri?! Siapa
ayahnya?" tanya Han Cia Pao dengan kesal sekali.
"Ayah Ma Xia bernama Ma Pei, seorang pendekar di
utara" jawab Han Cia Sing berusaha meredakan kemarahan
Han Cia Pao.
"Ma Pei katamu?! Tien Huo Ma Pei?! Bukankah dia
kepala para bajingan suku Tonghu? Guru Wongguo sampai
harus kehilangan keluarganya gara-gara mereka, kau tahu
tidak itu?!" kata Han Cia Pao.
"Iya aku tahu kakak, tapi Ma Xia tidak seperti..."
"Sudahlah, aku jadi curiga semua ini adalah
sandiwara saja. Cia Sing, engkau masih terlalu muda, tidak
mengerti siasat dan kelicikan suku-suku liar di utara. Siapa
tahu si bajingan Ma Pei itu sengaja mengumpankan anak
gadisnya kepadamu agar kau berhutang budi padanya?!"
kata Han Cia Pao dengan kasar sekali sehingga
mengagetkan semua yang hadir.
"Kakak! Mengapa kau berkata demikian?" tanya Han
Cia Sing dengan heran sekali.- 415 "Suamiku" tegur Cen Hua tapi tidak dihiraukan sama
sekali.
"Apakah aku salah berkata-kata?! Apakah ada orang
yang percaya jika seorang ayah menculik anaknya sendiri?
Perkara macam apa lagi itu?!" tanya Han Cia Pao dengan
sinis.
Kini pertengkaran kecil di antara keluarga Han itu
telah menarik perhatian para pendekar yang lain yang
semula sudah meninggalkan ruangan pertemuan. Bahkan
Song Wei Hao yang semula hendak berbincang-bincang
dengan Huo Wang-ye untuk rencana mereka selanjutnya,
sampai berbalik masuk kembali ke dalam ruangan. Sebagai
teman dekat Han Kuo Li, ia merasa dirinya harus mampu
membimbing para putra keluarga Han setelah kepergian
ayah mereka. Tapi sayang sekali Han Cia Pao yang sudah
naik darah tidak menghiraukannya sama sekali. Malah Han
Cia Pao terus memarahi Han Cia Sing di depan banyak
pendekar.
"Cia Sing, keluarga Han turun-temurun adalah
keturunan jenderal dan menteri yang setia pada Tang agung.
Aku sebagai kepala keluarga Han, tidak akan pernah
mengijinkan engkau menikah dengan wanita yang tidak baik
asal-usulnya!" kata Han Cia Pao.
"Kakak! Apa maksudmu?!" tanya Han Cia Sing.
"Kau tahu apa yang kumaksudkan! Ma Xia ini asalusulnya tidak baik, bagaimana mungkin kau bisa berteman- 416 dengan putri seorang bandit besar dari utara?! Cia Sing, kau
jangan memalukan leluhur kita!" bentak Han Cia Pao
dengan marah.
"Tapi Ma Xia tidak seperti itu" kata Han Cia Sing
berusaha membela.
"Pao-er, jangan bertengkar di sini. Banyak pendekar
yang melihat kejadian ini" kata Song Wei Hao berusaha
memisah.
"Paman Song, jangan ikut campur!" bentak Han Cia
Pao dengan keras sehingga membuat Song Wei Hao amat
terkejut.
"Selama ini paman Song memang telah banyak
membantu keluarga Han, tapi urusan dalam keluarga Han,
aku harap paman Song tidak ikut campur. Akulah kepala
keluarga Han! Urusan ini biarkan aku yang memutuskan"
kata Han Cia Pao dengan ketus.
"Kakak, jangan berkala demikian terhadap paman
Song" kata Han Cia Sing yang juga kaget sekali melihat
Song Wei Hao dibentak sedemikian rupa.
"Diam kau Cia Sing! Kau selama ini memang sudah
lepas kendali dan lupa aturan karena jauh dari keluarga Han.
Aku harus mengajarimu sopan santun untuk menegakkan
nama baik keluarga. Sekarang kau tinggal pilih, jika kau
tetap berteman dengan putri bajingan utara itu kau harus
mengganti nama margamu!" kata Han Cia Pao.- 417 Semua pendekar yang hadir langsung terkejut
mendengar perkataan Han Cia Pao yang keras itu.
Gumaman dan bisik-bisik berdengung bagaikan ratusan
lebah. Ma Xia yang tidak ingin menjadi bahan pertengkaran
keluarga dan tontonan banyak pendekar itu berniat untuk
meninggalkan ruangan pertemuan, ia malu sekali dikatakan
sebagai anak bajingan utara oleh Han Cia Pao, tapi tidak
mampu berkata apa-apa karena memang kenyataannya
seperti demikian. Tapi baru saja melangkah, tubuhnya
langsung limbung dan jatuh. Keadaannya yang masih lemah
tidak bisa menerima pukulan batin berat seperti sekarang ini.
Untung saja Han Cia Sing masih sempat memapah tubuhnya
sehingga tidak langsung jatuh ke lantai. Hal ini malah
disalahartikan oleh Han Cia Pao bahwa Han Cia Sing lebih
memilih Ma Xia daripada keluarga Han.
"Oh, bagus jadi itu pilihanmu?! Baik, baik! Kau
sekarang sudah merasa menjadi pendekar besar ya, pendekar
Han Cia Sing. Baiklah jika demikian, kita selesaikan saja
urusan ini sekarang! Kita bertarung! Jika kau kalah kau
lupakan putri bajingan itu untuk selamanya! Jika kau
menang kau kepala keluarga Han dan lakukan semuanya
Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sekehendakmu!" kata Han Cia Pao dengan berapi-api.
"Tapi kakak Pao, aku sama sekali tidak ingin seperti
ini" kata Han Cia Sing kebingungan menghadapi kemarahan
kakaknya itu.
"Cia Sing, aku tidak peduli apa maumu. Sekarang
pilihanmu hanya dua bertarung atau kau langsung- 418 mengganti nama margamu!" kata Han Cia Pao sambil
berjalan keluar menuju halaman belakang penginapan.
Song Wei Hao dan Ma Han Jiang berusaha mencegah,
namun Han Cia Pao menulikan telinganya. Bahkan
Wongguo Luo juga tidak didengarkannya sama sekali.
Tampaknya tekad Han Cia Pao sudah bulat. Kemarahannya
karena kekalahan di pertandingan tadi siang, juga para
pendekar yang selalu memuji adiknya, Cen Hua yang
terluka, kata-kata Lin Tung tentang Cen Hua dan Han Cia
Sing semuanya bercampur adik menjadi satu dalam hatinya
yang masih menganggap dirinya adalah tuan muda keluarga
Han yang terhormat. Hari ini Han Cia Pao harus
membuktikan pada dunia persilatan bahwa ia lebih baik dan
selalu lebih hebat dari adiknya, Han Cia Sing.
"Tuan pendekar Han, apalagi yang kau tunggu?!"
tanya Han Cia Pao dengan sinis sambil menunggu Han Cia
Sing di halaman belakang.
"A Yuan, tolong jaga A Xia" kata Han Cia Sing
sambil menyerahkan Ma Xia yang masih pingsan kepada
Wongguo Yuan.
Han Cia Sing berjalan dengan amat pelan menuju ke
halaman belakang di mana Han Cia Pao sudah menunggu
nya, la berharap tidak akan pernah sampai tapi akhirnya
langkahnya tiba juga di halaman belakang. Para pendekar
yang hadir hanya bisa menatap pasrah pertarungan antara
kakak beradik ini. Memang seperti yang dikatakan Han Cia- 419 Pao, orang luar sama sekali tidak boleh mencampuri urusan
keluarga. Bahkan Song Wei Hao dan Ma Han Jiang juga
sama sekali tidak berdaya. Pertarungan antara Han Cia Pao
dan Han Cia Sing tampaknya tidak bisa dihindarkan lagi.
Bersambung- 420 CARA PEMESANAN
Cara pembelian buku via pemesanan website:
? Isi formulir pemesanan dengan lengkap di website
www. kisahsilat.com
? Klik tombol submit
? Anda akan mendapat nomor urut pemesan
? Lakukan transfer uang sejumlah Rp 25.000 (sudah
termasuk ongkos kirim) plus nomor urut anda ke
nomor rekening BCA 0110858035 atas nama Andy
Soeprijo. Contoh: anda mendapat nomor urut 5 maka
jumlah yang harus anda transfer adalah sejumlah Rp
25.005
? Pengiriman buku ke alamat anda akan dilaksanakan
maksimal 3 hari setelah kami menerima transfer dari
anda.
? Pengiriman buku dilakukan melalui paket tercatat
dengan waktu pengiriman sekitar 3-4 hari maksimal
untuk luar Jakarta dan 1-2 hari maksimal untuk
Jabotabek.
? Anda dapat mengajukan pengaduan ke
pemesanan@kisahsilat.com bila 10 (sepuluh) hari
setelah transfer dilakukan anda belum menerima
pesanan buku anda atau paket yang anda terima
mengalami kerusakan.- 421 Cara pembelian buku via sms :
? Lakukan transfer uang sejumlah Rp 25.000 (sudah
termasuk ongkos kirim) plus nomor unik yang anda
pilih sendiri ke nomor rekening BCA 0110858035
atas nama Andy Soeprijo. Contoh anda melakukan
transfer Rp 25.090 maka 90 adalah nomor unik yang
anda pilih sendiri.
? Kirim sms ke nomor 0856-7843257 dengan alamat
pengiriman lengkap sebagai berikut : ketik
nama_alamat pengiriman lengkap_kode pos_jumlah
uang yang ditransfer_tanggal transfer
Contoh : Budiman_Jl Tanah Abang IH/70 Jakarta
Pusat_10550_ 38090.251204
? Pengiriman buku ke alamat anda akan dilaksanakan
maksimal 3 hari setelah kami menerima transfer dari
anda ? Pengiriman buku dilakukan melalui paket tercatat
dengan waktu pengiriman sekitar 3-4 hari maksimal
untuk luar Jakarta dan 1-2 hari maksimal untuk
Jabotabek. Anda dapat mengajukan pengaduan ke
pemesanan@kisahsilat. com bila lO(sepuluh) hari
setelah transfer dilakukan anda belum menerima
pesanan buku anda atau paket yang anda terima
mengalami kerusakan- 422 Mengenai Penulis
Chen Wei An dilahirkan di kota dingin Malang sekitar
tigapuluh tahun yang lalu. Perkenalannya dengan cerita silat
di mulai pada usia sangat muda sekitar 5 tahun, bukan
melalui buku-buku serial silat tapi melalui video format
Betamax. Video silat jaman itu ada dua macam, yang
pertama edisi resmi berbahasa Inggris dengan teks
terjemahan Indonesia sedangkan yang kedua edisi bajakan
berbahasa Mandarin dengan teks terjemahan Inggris yang
merupakan hasil rekaman serial bersambung yang diputar di
stasiun tv Singapura. Beruntunglah Chen Wei An kecil
mendapatkan tontonan edisi bajakan karena dengan
demikian secara tidak langsung mendapatkan pelajaran
Mandarin lisan dan Inggris tulisan secara langsung dan
gratis!
Film serial silat pertama yang dilihat adalah The Twin
Heroes / Jie Dai Shuang Jiao karangan Khu Lung yang
dibintangi oleh Chen Siao Hao dan dibuat oleh ATV th
1978. Sejak saat itu Chen Wei An kecil menjadi tergila-gila
pada film silat dan kebetulan pula seorang pamannya juga
mempunyai hobi yang sama sehingga cocoklah kedua
paman keponakan ini dalam melahap habis hampir semua
serial silat antara lain : Shi Tiau Ing Siung (Kisah Pendekar
Rajawali), Shi Tiau Sia Li (Kisah Rajawali dan Pasangan
Pendekar), Tien Jan Pien (Pendekar Ulat Sutra), Yi Tien Tu
Lung Ci (Pedang Pembunuh Naga), Tien Lung Pa Pu- 423 (Pendekar Negeri Tayli), Chu Liu Siang (Pendekar Harum),
Lu Siao Feng (Pendekar Empat Alis) dan lain-lainnya.
Selama periode 1982-1988 hampir tiap hari Chen Wei An
kecil menghabiskan tidak kurang dari 3 kaset video perhari.
Perlu diingat pada jaman itu format Betamax dapat
mencapai waktu putar dua jam per kaset sehingga tidak
kurang enam jam sehari dihabiskan untuk menonton film!
Lepas tahun 1988, pamannya pindah ke kota lain
sehingga kegiatan menonton menjadi berkurang. Pada tahun
1995-1996 ketika Chen Wei An meneruskan kuliah di
Surabaya, banyak televisi swasta yang menyiarkan film
serial silat yang pernah ditontonnya pada masa kecil.
Timbullah keinginan dan ide untuk menulis cerita silat
namun sayang kesibukan menulis tugas akhir disusul
kemudian bekerja di sebuah perusahaan internasional di
Jakarta membuat keinginan itu tidak jadi terlaksana. Baru
setelah seorang temannya mengirimkan cerita silat Kho Ping
Ho dalam bentuk file MS Word, kenangan Chen Wei An
akan cerita silat kembali bangkit. Keinginan untuk
menuliskan cerita silat yang sudah lama terpendam kembali
berkobar, apalagi mengingat sudah sejak meninggalnya Kho
Ping Ho tahun 1994, rimba persilatan Indonesia tidak lagi
diramaikan oleh munculnya pendekar-pendekar baru.
Mungkin memang sudah saatnya rimba persilatan digebrak
oleh munculnya pendekar-pendekar persilatan dan jurusjurus yang baru!
Jakarta, Januari 2005- 424 -- 1 -- 2 Kolektor E-Book
Aditya Indra Jaya
Foto Sumber oleh Awie Dermawan
Editing oleh D.A.S- 3 Rimba Persilatan Naga dan Harimau
(Lung Hu Wu Lin)
Buku Kelima
oleh:
Chen Wei An
Hak Cipta 2005, Chen Wei An
Hak Cipta dilindungi oleh Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau keseluruhan isi tanpa seijin penulis
www.kisahsilat.com
Cetakan pertama 2006- 4 Daftar Isi
Terima kasih dari Penulis..........................................................................5
51. Demi Cinta dan Keluarga ....................................................................7
52. Kolam Sembilan Naga........................................................................44
53. Kehancuran.........................................................................................90
54. Hati Serigala Paru-paru Anjing......................................................129
55. Jerat ...................................................................................................164
56. Jebakan Kematian............................................................................206
57. Seumur Hidup Tak Terpisahkan ....................................................250
58. Menyerang Harus Menang ..............................................................298
59. Jika Langit Berperasaan, Langit pun Akan Menjadi Tua ...........335
60. Pertarungan Terakhir......................................................................375
Penutup....................................................................................................450
CARA PEMESANAN ............................................................................465
Mengenai Penulis....................................................................................467- 5 Terima kasih dari Penulis
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah membantu
terbitnya Rimba Persilatan Naga dan Harimau hingga tamat.
Tanpa dukungan dan bantuan dari mereka, rasanya mustahil
kisah silat ini bisa diterbitkan dan dibaca oleh para
penggemar kisah silat di Indonesia.
Pertama-tama saya ucapkan terima kasih kepada istri
saya yang telah membantu dan dengan sabar mengerti
kegiatan menulis ini, juga kepada papa dan mama yang telah
memberikan semangat dalam menulis. Juga kepada bapak
Citra Haris, bapak Marcus, bapak Andy Wijaya, bapak
Tedja, bapak Hari, bapak Sutarso dan bapak Aries Soegiarto
yang telah membantu terbitnya Rimba Persilatan Naga dan
Harimau mulai jilid satu sampai lima. Tanpa bantuan beliau
semua, saya yakin saya tidak akan bisa menerbitkan buku
Rimba Persilatan Naga dan Harimau ini.
Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada temanteman saya, Tungning dari serialsilat.com, Azalae dari
indozone.net, Santoso, Deya dan semuanya atas dukungan
nya yang sangat berarti. Tidak lupa saya ucapkan terima
kasih kepada para pembaca setia, yang telah dengan sabar
mengikuti Rimba Persilatan Naga dan Harimau ini sampai
tuntas. Saya juga sangat berharap munculnya penulispenulis kisah silat generasi baru yang akan menggerakkan
roda dunia persilatan di Indonesia.- 6 Buku kelima ini juga memberikan bonus booklet Lung Hu
Wu Lin kepada para pembaca setia. Semoga bisa
memuaskan dan menambah wawasan kita semua akan kisah
silat.
Saran dan kritik dapat ditujukan kepada
Info@kisahsiIat.com. Jangan lupa untuk terus mengikuti
kabar tentang kisah silat terbaru yang akan saya tulis di
Info@kisahsilat.com. Semoga maju terus dunia persilatan
Indonesia!
Malang, 14 September 2006
Chen Wei An- 7 Lung Hu Wu Lin
(Rimba Persilatan Naga dan Harimau)
51. Demi Cinta dan Keluarga
Tanpa banyak bicara, Han Cia Pao langsung
mengambil kuda-kuda Han Ping Leng Cang (Tapak
Sedingin Es) dan mengumpulkan tenaga hawa dingin di
kedua telapaknya. Udara seakan bergetar menggigil ketika
kekuatan hawa dingin yang luar biasa itu mulai menyebar di
halaman belakang penginapan. Suasana menjadi terasa
seperti puncak musim dingin. Bahkan butiran-butiran salju
mulai turun dari langit. Han Cia Pao sama sekali tidak mainmain menghadapi adiknya sendiri!
Sebaliknya dengan Han Cia Sing yang menggunakan
kuda-kudanya biasa saja. Ia sama sekali tidak mau
bertarung, juga tidak yakin apakah Han Cia Pao benar-benar
ingin bertarung dengannya. Han Cia Sing bersiap
mengerahkan Guo Yin Sen Kung (Ilmu Melintasi Awan)
sebagai cara untuk menghindari pertempuran langsung
dengan kakaknya. Semoga saja setelah melampiaskan
kemarahannya beberapa saat, Han Cia Pao akan kembali
sadar apa yang telah dilakukannya.
"Kakak, aku"- 8 Belum sempat Han Cia Sing berbicara, Han Cia Pao
sudah langsung maju menyerang dengan kecepatan tinggi.
Kedua telapaknya yang mengandung tenaga dingin
dihantamkan bergantian ke arah dada dan kepala Han Cia
Sing. Hal ini tentu saja membuat Han Cia Sing benar-benar
terkejut. Tampaknya Han Cia Pao benar-benar bertarung
karena setiap serangannya mengalirkan hawa kekejaman.
Segera saja Han Cia Sing mengalirkan tenaga dan
menggenjot tubuhnya yang sudah seringan bulu untuk
melesat menghindari serangan.
"Mau lari?!" bentak Han Cia Pao. Guru Han Cia Pao
adalah Wongguo Luo, yang merupakan seteru utama Shi
Chang Sin dan Ma Pei. Jadi dalam pengaturan jurus dan
serangan, tercakup juga ajaran Wongguo Luo cara-cara
menghadapi ilmu andalan Shi Chang Sin itu. Tidak heran
ketika Han Cia Sing hendak melesat dengan ringan
tubuhnya, Han Cia Pao langsung siap menghadang.
Kelemahan Guo Yin Sen Kung terletak pada kuda-kuda
kakinya yang ringan dan lemah. Ini juga yang dimanfaatkan
oleh Fang-cang Tien Gong ketika menghentikan Han Cia
Sing di kuil Shaolin.
Han Cia Sing terkejut sekali ketika sebelah kakinya
diinjak dengan kuat sekali oleh Han Cia Pao. Kuncian ini
langsung membuat Han Cia Sing tidak bisa menghindar
Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan ringan tubuhnya. Han Cia Pao langsung menyerang
lagi dengan lebih ganas karena sadar lawannya tidak dapat
lagi melarikan diri. Beruntung reaksi Han Cia Sing cukup- 9 cepat sehingga bisa menghindar dan menangkis serangan.
Tapi tetap saja kuda-kudanya terdesak hebat dan ia mundur
terus.
Setelah dua puluh jurus, Han Cia Sing yang hanya
bertahan terus akhirnya tersudut di dinding. Gerakan Han
Cia Pao mengunci kaki Han Cia Sing memang berhasil baik
sekali, sampai-sampai adiknya itu tidak berdaya. Apalagi
Han Cia Sing sama sekali tidak menyerang balik sehingga
keadaannya benar-benar tertekan. Akhirnya pertahanan Han
Cia Sing jebol juga memasuki jurus ketiga puluh. Sebuah
pukulan telak bersarang di perutnya, disusul tendangan ke
arah dada. Begitu kuatnya serangan Han Cia Pao sehingga
membuat Han Cia Sing menghantam dinding hingga hancur
dan terlempar ke belakang. Semua yang hadir sangat
terkejut melihat jurus maut Han Cia Pao ini. Bahkan
Wongguo Yuan yang tidak sampai hati, hendak maju
melerai sebelum dicegah oleh kakeknya.
"Apakah kau sekarang mau mengaku salah?" bentak
Han Cia Pao.
Han Cia Sing tidak mampu menjawab karena
merasakan sakit yang luar biasa pada perut dan dadanya. Ia
hanya bisa berjalan lunglai masuk kembali ke halaman
melalui dinding tembok yang jebol. Napasnya pendekpendek dan tidak beraturan. Rupanya hawa dingin Han Ping
Leng Cang benar-benar dahsyat. Mungkin pendekar biasa
akan langsung menjemput ajal jika terkena serangan maut
seperti yang diterima oleh Han Cia Sing ini.- 10 "Masih tidak mau mengaku?!" kata Han Cia Pao
geram. Kembali Han Cia Pao menyerang dengan jurus-jurus
maut. Han Cia Sing yang tidak ingin bertarung hanya
bertahan terus padahal ilmu Han Cia Pao yang sekarang
bukanlah sembarangan. Mana mungkin ia bisa terus
bertahan melawan pendekar sehebat kakaknya itu? Yung
Lang, Lin Tung dan Wongguo Yuan hanya bisa
memandangi sahabat mereka itu dengan penuh rasa
khawatir. Sementara itu Song Wei Hao dan Ma Han Jiang
sudah bersiap untuk turun melerai jika keadaan semakin
runyam.
Sebuah tinju Han Cia Pao kembali mendarat telak di
dada Han Cia Sing sampai membuatnya mundur beberapa
langkah. Han Cia Pao yang penasaran terus mengejar. Kali
ini dengan gerakan mengunci kaki dan tangan lawan, Han
Cia Pao menyikut dada Han Cia Sing. Kembali Han Cia
Sing terdorong mundur beberapa langkah. Belum sempat ia
memperbaiki kuda-kudanya, sebuah tendangan lawan sudah
mendarat telak di dadanya. Han Cia Sing terlempar tiga
tombak dan terbanting di tanah. Ia terbatuk-batuk dan
mengeluarkan darah dari mulut dan hidungnya.
"Cukup!" seru Ma Han Jiang sambil melompat ke
depan Han Cia Pao.
"Minggir paman Ma!" bentak Han Cia Pao sambil
terus maju menyerang.- 11 Bentrokan antara Ma Han Jiang dengan Han Cia Pao
tidak terhindarkan lagi. Semua pendekar yang menyaksikan
pertarungan menyimak dengan perhatian sekali pertarungan
antara dua pendekar berbeda generasi ini. Apalagi jurusjurus Tuo Ming Cien Tao Ciao (Tendangan Kaki
Menggunting Pengejar Nyawa) milik Ma Han Jiang amat
jarang dapat dilihat. Dua puluh jurus segera berlalu dan Ma
Han Jiang segera terdesak hebat. Tampaknya Han Cia Pao
benar-benar serius ingin menghajar adiknya itu sehingga
tidak memandang lagi Ma Han Jiang sebagai paman
angkatnya.
"Pao-er, hentikan tingkahmu ini!" seru Song Wei Hao
yang turut turun laga membantu Ma Han Jiang yang
terdesak hebat. Han Cia Pao yang dikeroyok oleh Song Wei
Hao dan Ma Han Jiang sama sekali tidak merasa kesulitan.
Tingkat ilmunya setelah belajar pada Wongguo Luo sudah
sedemikian tinggi apalagi ditambah dengan tenaga dalam
Nan Hai Lung Cu (Mutiara Naga Laut Selatan) yang
dahsyat. Pusaran hawa dingin yang membekukan segera
membuat Ma Han Jiang dan Song Wei Hao kesulitan
bernapas. Setelah empat puluh jurus lebih, mereka berdua
akhirnya mundur menggigil kedinginan karena tenaga
dingin luar biasa milik Han Cia Pao.
"Pao-er hentikan! Kau bisa membunuh adikmu
sendiri!" kata Song Wei Hao sambil bersila memulihkan
tenaganya.- 12 "Aku tidak akan membunuhnya! Tapi aku akan
menunjukkan siapa sebenarnya yang pantas menjadi kepala
keluarga!" kata Han Cia Pao.
Han Cia Pao berjalan mendekati Han Cia Sing yang
bersila memulihkan tenaganya itu. Serangan beruntun
kekuatan penuh yang diterima Han Cia Sing barusan
sungguh luar biasa sehingga memerlukan waktu
penyembuhan agak lama dari biasanya. Apalagi hawa beku
yang bersarang di dalam tubuh harus didesak keluar dengan
tenaga dalam sehingga memerlukan tenaga tambahan.
"Bagaimana? Kau sudah mengambil keputusan
meninggalkan putri bajingan itu?" tanya Han Cia Pao.
"Kakak, A Xia berhati baik. Ia lain dari ayahnya"
jawab Han Cia Sing.
"Dasar kau keras kepala! Hari ini aku akan
menggantikan mendiang ayah untuk memberikan pelajaran
bagimu!" kata Han Cia Pao dengan geram.
Sebuah tendangan mendarat di ulu hati Han Cia Sing
sampai melemparkannya menghantam dinding. Wongguo
Yuan yang tidak tega melihat Han Cia Sing dihajar habishabisan itu akhirnya maju ke depan. Wongguo Luo dan Lin
Tung berusaha mencegahnya tapi terlambat. Wongguo
Yuan sudah lari ke tengah-tengah antara Han Cia Pao dan
Han Cia Sing.- 13 "Hentikan! Kumohon hentikan!" kata Wongguo
Yuan sambil berurai air mata memeluk tubuh Han Cia Sing.
"A Yuan minggirlah. Aku memandang guru
Wongguo tidak akan berlaku kasar kepadamu. Tapi seperti
yang kukatakan tadi ini adalah masalah keluarga Han, orang
luar jangan ikut campur!" kata Han Cia Pao sambil terus
berjalan mendekat dengan sikap mengancam.
"Sing Ta-ke, kau tidak apa-apa?" tanya Wongguo
Yuan dengan cemas sekali melihat napas Han Cia Sing yang
tersenggal-senggal.
"Aku tidak apa-apa. A Yuan, minggirlah. Biarkanlah
kakakku melampiaskan kemarahannya. Mungkin dengan
demikian ia akan sadar" kata Han Cia Sing sambil berusaha
mendorong tubuh Wongguo Yuan ke pinggir.
"Aku tanya terakhir kali kepadamu, apakah kau masih
hendak menjalin hubungan dengan putri marga Ma itu?"
tanya Han Cia Pao.
"Kakak, setiap orang bisa berubah. Paman Wongguo
sendiri adalah buktinya. Meski dulu ia terkenal sebagai salah
satu dari Tiga Raja Iblis Neraka, tapi sekarang ia sudah
bertobat. Apakah untuk A Xia, kakak tidak mau
memberikan kesempatan?!" kata Han Cia Sing berusaha
memberikan penjelasan.
Kata-kata Han Cia Sing yang sebenarnya benar itu
terdengar bagaikan hinaan besar bagi Han Cia Pao. Apalagi- 14 ketika Wongguo Luo disebut-sebut oleh Han Cia Sing.
Perkataan Han Cia Sing bagaikan menambah minyak ke
dalam bara api kemarahan Han Cia Pao. Dengan geram
sekali, Han Cia Pao melayangkan tinju ke wajah adiknya itu.
Han Cia Sing langsung terlempar ke samping beberapa
langkah dan roboh.
"Berani kau mengajariku?!" seru Han Cia Pao sambil
bersiap menendang dada adiknya itu sekali lagi.
"Jangan!" teriak Wongguo Yuan sambil maju ke
depan melindungi tubuh Han Cia Sing.
"Bukkk!"
Tendangan Han Cia Pao tidak sempat dihentikan lagi.
Wongguo Yuan yang menghadang tendangan itu langsung
terlempar dan terbanting dengan keras. Wongguo Luo yang
kaget sekali melihat cucunya terluka langsung maju ke
depan memeriksa luka dalam yang diderita Wongguo Yuan.
Keadaan sekarang semakin kacau.
"Aku... aku tidak sengaja guru Wongguo. A Yuan
tiba-tiba saja berdiri di depan" kata Han Cia Pao yang
merasa bersalah telah melukai cucu dari gurunya itu.
"Pao-er, kau sudah puas sekarang?! Jika sampai
terjadi sesuatu pada A Yuan, aku akan membuat perhitungan
denganmu!" kata Wongguo Luo dengan marah sambil
membawa tubuh A Yuan yang pingsan ke dalam
penginapan.- 15 "Kakak sudahlah, sudah cukup banyak yang terluka"
kata Han Cia Sing sambil bangkit berdiri.
"Kau! Semua ini gara-gara kau dan putri bajingan itu!
Jika hari ini aku tidak membuatmu kapok, bagaimana
mungkin aku ada muka bertemu dengan ayah di surga?!"
kata Han Cia Pao semakin geram.
Saat itu Ma Xia mulai siuman dari pingsannya, la
keheranan melihat kerumunan orang di halaman belakang
itu. Apalagi ketika ia melihat Han Cia Sing tengah dihajar
oleh kakaknya. Ma Xia ingin berdiri tapi ia masih terlalu
lemah. Yung Lang langsung mencegahnya untuk mencoba
berdiri lagi untuk kedua kalinya.
"Yung Lang apa yang terjadi?" tanya Ma Xia.
"Cia Sing marah besar. Bahkan A Yuan sampai
terluka" jawab Yung Lang dengan sedih.
Ma Xia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia sadar
bahwa penyebab pertengkaran Han Cia Sing dan kakaknya
adalah karena dirinya. Tanpa sadar air matanya meleleh di
kedua pipinya. Mengapa ia ditakdirkan lahir sebagai putri
dari bandit besar suku Tonghu. Jika tidak begitu, pastilah ia
sekarang sudah hidup bahagia dengan Han Cia Sing.
Kesedihan Ma Xia ini membuat Yung Lang dan Lin Tung
juga tidak sanggup berkata apa-apa lagi. Mereka hanya
membisu menyaksikan pertarungan berat sebelah antara
Han Cia Pao dengan Han Cia Sing.- 16 "Nah, terakhir aku tanyakan kepadamu, apakah kau
bersedia memutuskan hubunganmu yang memalukan itu
atau tidak?!" bentak Han Cia Pao.
Han Cia Sing tidak mampu menjawab. Ia hanya
menoleh ke tempat Ma Xia yang sedang duduk ditemani
Yung Lang dan Lin Tung. Wajah Ma Xia yang pucat itu
semakin terlihat sedih dengan kedua matanya yang sembab.
Meskipun demikian Ma Xia masih bisa berusaha tersenyum
ketika Han Cia Sing menoleh ke arahnya. Ma Xia kemudian
berbisik secara lembut sekali sehingga tidak terdengar oleh
siapapun juga. Tapi dari gerak bibir Ma Xia, Han Cia Sing
dapat mengerti apa yang dikatakan olehnya.
"Cia Sing, lupakanlah diriku" bisik Ma Xia sambil
berusaha tersenyum.
Hati Han Cia Sing seperti ditusuk oleh pedang ketika
menyaksikan hal ini. Ia kembali teringat masa-masa dulu
ketika tinggal di "rumah belakang" wisma keluarga Han
bersama ibunya. Betapa setiap kali ia marah atas perlakuan
merendahkan dari Ye Ing, ibunya Pai Lien selalu berusaha
membisikkan kata-kata tanpa suara untuk meredam
kemarahannya. Han Cia Sing seperti melihat kembali sikap
lembut dan mengalah yang ditunjukkan Pai Lien dulu dalam
diri Ma Xia. Hal ini membuat semangat dan kesadaran Han
Cia Sing bangkit kembali. Ia tidak boleh kalah atau
mengalah dari kakaknya. Besok ia masih harus bertanding
habis-habisan melawan para pendekar Ceng Lu Hui. Jika- 17 gagal, maka kemungkinan ayahnya tidak akan pernah
selamat. Ia harus berusaha!
"Kakak, maafkan aku" kata Han Cia Sing sambil
bangkit berdiri.
Han Cia Pao dan semua yang hadir menjadi terkejut
melihat perubahan pada diri Han Cia Sing. Jika sebelumnya
ia terlihat pasrah dan kebingungan, kini tiba-tiba saja Han
Cia Sing terlihat amat teguh dan bertekad bulat. Kedua
tangannya mengepal dan hawa tenaganya seolah-olah
bagaikan gelombang membelah udara dirasakan oleh
mereka yang hadir. Bahkan Ma Xia juga merasa heran
melihat perubahan sikap pada diri Han Cia Sing ini. Yung
Lang sendiri pernah merasakan hawa tenaga Han Cia Sing
yang seperti ini ketika bersiap menghadapi keroyokan empat
belas pendekar di Yi Chang. Tampaknya Han Cia Sing
benar-benar tidak main-main.
"Jadi kau lebih memilih putri bandit utara itu?!"
sergah Han Cia Pao tidak percaya.
"Aku tidak memilih siapapun. Aku hanya
memberikan kesempatan kedua, itu saja" jawab Han Cia
Sing tegas.
"Bagus! Bagus! Tampaknya adikku ini sudah besar
sekarang, sudah bisa terbang sekarang! Aku akan
mematahkan kedua kakimu supaya kau cepat bertobat!" kata
Han Cia Pao marah.- 18 Serangan Han Cia Pao selanjutnya begitu cepat
sampai-sampai tidak terlihat. Tapi gerakan Han Cia Sing
juga tidak kalah cepat. Ia menghindar tepat sesaat sebelum
telapak Han Cia Pao menghantam dinding. Telapak dingin
itu lanngsung membuat dinding tembok seperti terlapisi oleh
es tebal. Bisa dibayangkan akibatnya jika telapak itu
mengenai tubuh manusia!
Kali ini Han Cia Sing tidak berniat mengalah, juga
tidak berniat menghindar. Ia sama sekali tidak
mempersiapkan Guo Yin Sen Kung tapi malah
menggunakan kuda-kuda Cing Ing Jiao (Cakar Elang Emas).
Han Cia Pao sebenarnya terkejut melihat hal ini, tapi
amarahnya menutupi akal sehatnya. Malah Han Cia Pao
merasa inilah saatnya kesempatan untuk membuktikan
bahwa dia lebih kuat dan lebih baik dari adik tirinya itu. Han
Cia Pao mengumpulkan seluruh tenaga dingin di kedua
lengannya. Pei Chuen Leng Fung (Tinju Utara Angin
Dingin) mempunyai gerakan yang begitu cepat dan kuat
mengurung lawan sehingga lawan tidak akan bisa
Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menghindar dari perangkap hawa dingin. Puluhan bayangan
tinju Han Cia Pao langsung bergerak mengurung Han Cia
Sing dengan rapat sekali. Udara menjadi tertekan dan dingin
sekali bagaikan sedang terjadi badai salju.
Han Cia Sing yang sudah mengerahkan tenaga dalam
Shi Sui Yi Cin Cing sama sekali tidak terpengaruh.
Kekuatan hawa pelindung tubuhnya ditingkatkan sampai
yang tertinggi sehingga bahkan udara pun tidak bisa- 19 memasuki pertahanannya. Puluhan bayangan tinju Han Cia
Pao yang menyerang dirinya lama-lama menjadi melemah
dan akhirnya hilang. Sementara itu kedua tinju Han Cia Pao
yang asli malah langsung mengarah ke dada Han Cia Sing.
Dalam jarak kurang dari tiga langkah, udara bagaikan
membeku penuh dengan serpihan es, menandakan kekuatan
Pei Chuen l.eng Fung yang sesungguhnya. Semua yang
hadir menahan napas menyaksikan kehebatan ilmu Han Cia
Pao itu.
"Blarrr!!"
Sebuah ledakan yang dahsyat terjadi akibat benturan
dua tenaga raksasa. Udara bagaikan pecah sehingga
membuat sakit telinga mereka yang menyaksikan. Bahkan
beberapa pendekar berilmu rendah sampai terdorong
beberapa langkah ke belakang. Ma Xia yang sedang lemah
beruntung karena Yung Lang dan Lin Tung langsung
melindunginya dari ledakan udara. Tapi tetap saja kepala
Ma Xia berdenyut keras menahan suara ledakan yang keras
sekali itu.
Setelah suasana reda dan kabut es yang menyelimuti
halaman belakang itu mulai hilang, tampaklah siapa yang
lebih unggul dari adu tenaga barusan. Han Cia Sing masih
tetap berdiri kokoh di tempatnya semula sedangkan Han Cia
Pao terseret satu tombak ke belakang. Lengan baju Han Cia
Pao juga sobek-sobek sampai ke pangkal siku. Kedua
tangannya juga gemetar hebat akibat benturan tenaga- 20 barusan. Han Cia Sing tampaknya masih unggul satu tingkat
dalam hal tenaga dalam dibandingkan dengan Han Cia Pao.
"Kurang ajar!" kata Han Cia Pao dengan marah.
"Kakak, kita sudahi saja pertarungan ini" kata Han
Cia Sing.
"Kaupikir aku sudah kalah?! Belum!" bentak Han Cia
Pao. Han Cia Pao mengerahkan seluruh tenaga dinginnya
sampai puncak ke titik fan dian. Ia bersiap mengeluarkan
jurus Sie Yen Ping Chuen (Tinju Es Neraka Beku) yang
merupakan jurus terhebat ciptaan Pei Mo (Iblis Utara).
Udara langsung terasa seperti beku. Pandangan mereka yang
menyaksikan menjadi kabur, seperti melihat ke dalam kolam
yang beriak. Itu adalah akibat uap air di udara berubah
menjadi serpihan-serpihan es karena hawa dingin yang
dikeluarkan oleh Han Cia Pao.
Pertarungan dua saudara ini tampaknya tidak
terelakkan lagi.
Han Cia Sing juga sadar ilmu kakaknya benar-benar
hebat. Ia memutar tenaganya dalam tubuh berulang-ulang
dan memperkuatnya setiap putaran. Inilah ilmu Shi Sui Yi
Cin Cing yang sebenarnya, yang sanggup menghancurkan
batu karang dengan sekali pukul. Hawa tenaga Han Cia Sing
yang hebat mampu meluruhkan serpihan es di udara hingga
turun sebagai titik-titik hujan. Pertarungan tenaga dalam luar
biasa kedua pendekar itu menimbulkan pemandangan yang- 21 aneh dan mengesankan, campuran antara uap dingin dan
hujan setempat yang terjadi pada saat bersamaan!
"Bersiaplah!" teriak Han Cia Pao sambil maju
menyerang. Kali kedua ini Han Cia Pao sama sekali tidak
menggunakan jurus. Ia maju menyerang dengan kedua tinju
mengarah langsung ke dada Han Cia Sing. Tampaknya ia
sengaja memilih mengadu tenaga dalam dengan adiknya itu.
Song Wei Hao dan Ma Han Jiang benar-benar khawatir
melihat hal ini, karena pertarungan seperti ini merupakan
pertaruhan nyawa. Siapa yang kalah akan terluka dalam
parah bahkan bukan tidak mungkin akan mati. Tapi mereka
berdua tidak berdaya mencegah sama sekali.
"Blaaar!!"
Kedua kalinya benturan tenaga antara Han Cia Pao
dan Han Cia Sing meledakkan udara. Kali ini semua yang
menonton sudah jauh lebih siap sehingga tidak ada yang
terlempar lagi. Beberapa di antara mereka termasuk Ma Xia
bahkan sudah menutup telinga mereka untuk menahan suara
ledakan yang memekakkan telinga.
Sementara itu di arena pertarungan, Han Cia Pao
masih terus bertahan mati-matian berada di tempatnya. Ia
mengerahkan seluruh tenaga dinginnya untuk menyerang
Han Cia Sing. Mau tidak mau, Han Cia Sing juga
mengerahkan tenaga dalamnya menghadang serangan
lawan. Keduanya saling beradu tenaga. Tinju lawan telapak.- 22 Hawa dingin melawan putaran tenaga. Kakak melawan adik.
Kemarahan melawan tanggung jawab.
Setelah beberapa lama, mulailah terlihat perbedaan di
antara keduanya. Han Cia Pao mulai berkeringat banyak dan
terlihat kelelahan dalam pertarungan tenaga ini. Sedangkan
Han Cia Sing yang memiliki daya penyembuh luar biasa,
masih bertahan terus dan tidak terlihat tanda-tanda menurun
sama sekali. Inilah inti kekuatan Shi Sui Yi Cin Cing yang
mampu mengembalikan kekuatan pemakainya dalam satu
dua kali hembusan napas saja. Tidak heran bila dalam
pertarungan tenaga jangka panjang, Han Cia Pao bukan
tandingan Han Cia Sing.
Akhirnya Han Cia Pao tidak kuat lagi bertahan.
Napasnya semakin pendek dan tenaga hawa dinginnya
mulai melemah. Han Cia Sing melihat kesempatan bagus ini
langsung menekan dengan sekuat tenaga. Han Cia Pao
terdorong ke belakang beberapa langkah dan terbatuk-batuk
karena sesak napas. Han Cia Sing langsung melompat tinggi
ke atas dengan kuda-kuda elang menyerang dada kakak
tirinya itu. Jurus Cing Ing Ba Hong (Elang Emas Menaiki
Pelangi) merupakan jurus tendangan keluarga Yung yang
dahsyat dan jarang terlihat karena selama ini penekanannya
adalah pada ilmu pedang dan cakar elang. Han Cia Sing
melihat pertahanan dada lawan terbuka lebar langsung
mengerahkan jurus luar biasa ini. Empat tendangan beruntun
bagaikan petir menyambar dada Han Cia Pao, melemparkan
nya tiga tombak dan membentur tembok hingga hancur.- 23 Han Cia Pao berusaha langsung bangkit karena tidak
mau terlihat lemah. Tapi tetap saja luka dalamnya tidak
dapat ditutupi. Darah segar mengalir dari mulut dan
hidungnya. Napasnya juga tidak teratur lagi. Gerakannya
juga melambat dan tidak gesit seperti tadi. Han Cia Sing
yang melihat kakaknya tidak mau menyerah, tidak punya
pilihan lain selain harus benar-benar menjatuhkannya. Han
Cia Sing langsung menyerang lagi dengan kedua tinjunya ke
arah dada lawan. Han Cia Pao memang berhasil menangkis
kedua tinju Han Cia Sing, tapi ia tidak sadar bahwa
sebenarnya itu adalah jebakan saja. Ketika kedua tangannya
terangkat ke atas, perutnya menjadi terbuka. Luka dalamnya
yang cukup parah membuat gerakannya tidak leluasa
sehingga terlambat menutup perutnya kembali. Kembali
tendangan Han Cia Sing bersarang telak di perut Han Cia
Pao. Sambil mengaduh dan menunduk karena merasa
perutnya terbalik, Han Cia Pao berusaha mundur lagi untuk
menjaga jarak dengan lawan. Tapi Han Cia Sing sudah
bersiap dengan serangan lanjutan.
Kaki kanan Han Cia Sing ditekuk dan ditendangkan
ke samping depan dan langsung menghajar wajah Han Cia
Pao dengan telak. Han Cia Pao yang sudah melemah itu
tidak dapat bertahan lagi. la jatuh terbanting dengan keras
ke tanah. Mata kirinya lebam terkena tendangan keras
barusan. Meskipun demikian ia masih mencoba lagi untuk
bangkit. Han Cia Sing yang sebenarnya sudah tidak tega
meneruskan pertarungan hanya bisa berharap agar Han Cia
Pao tidak kuat bangkit lagi. Dan ternyata memang- 24 harapannya terkabul. Han Cia Pao yang sudah lunglai,
terjatuh kembali ketika hendak bangkit. Ia tersengal-sengal
dan berkeringat banyak.
"Baik! Kau menang! Sekarang lakukan apa maumu!
Kau kepala keluarga Han sekarang!" kata Han Cia Pao
masih dengan nada tinggi.
"Kakak, aku tidak ingin menjadi kepala keluarga Han.
Setelah semua ini selesai aku pasti akan menjelaskannya
kepada kakak" kata Han Cia Sing.
"Huh!" dengus Han Cia Pao tidak percaya. Cen Hua
yang sedari tadi sudah amat cemas dan menangis, langsung
menghambur ke arah Han Cia Pao. Ia membantu suaminya
itu agar dapat bangun dan berdiri tapi dikibaskan dengan
kasar oleh Han Cia Pao. Baik Song Wei Hao maupun Ma
Han Jiang hanya bisa menghela napas panjang menyaksikan
kekerasan hati putra sahabat mereka itu. Han Cia Pao
dengan tertatih-tatih berjalan kembali masuk ke dalam
penginapan diikuti oleh Cen Hua. Para penonton juga
membubarkan diri mereka masing-masing. Sekarang hanya
tinggal Yung Lang, Lin Tung, Ma Xia, Song Wei Hao dan
Ma Han Jiang yang masih berdiri di halaman belakang. Han
Cia Sing memandang Song Wei Hao dengan perasaan tidak
enak dan bersalah.
"Paman Song, maafkan aku" kata Han Cia Sing.- 25 "Sing-er, tidak apa-apa. Semua ini bukan salahmu.
Pao-er nanti juga akan sadar setelah amarahnya mereda"
kata Song Wei Hao menenangkan.
"Benar, Cia Sing. Sekarang yang terpenting adalah
mempersiapkan diri untuk pertarunganmu besok. Sebentar
lagi beberapa ketua dan pendekar persilatan akan
memberikan pelajaran jurus-jurus kepadamu. Sebaiknya
kau mempersiapkan dirimu" kata Ma Han Jiang.
"Kalian bertiga sebaiknya juga tinggalkan Sing-er
sendirian. Ia perlu menenangkan dirinya untuk sementara
waktu" kata Song Wei Hao.
Yung Lang, Lin Tung dan Ma Xia mengangguk saja
terhadap perkataan Song Wei Hao. Sebenarnya Ma Xia
masih ingin berbicara lama-lama dengan Han Cia Sing tapi
ia sadar bahwa itu tidak mungkin sekarang. Akhirnya
dengan dipapah Yung Lang, ia bangkit berdiri dan
meninggalkan Han Cia Sing yang memandangi ketiga
sahabatnya itu dengan sendu.
"Pao-er, tenangkanlah dirimu. Persiapkan dirimu
baik-baik. Kami akan datang lagi kemari saat fajar tiba" kata
Song Wei Hao.
Song Wei Hao dan Ma Han Jiang kemudian juga ikut
beranjak pergi. Han Cia Sing tinggal sendirian di halaman
belakang. Akhirnya ia memilih duduk di tangga batu kecil
di dekat halaman sambil merenungkan kembali apa yang
baru saja terjadi. Jika saja pertarungannya dengan Han Cia- 26 Pao terjadi di wisma keluarga Han, maka pastilah ia sudah
dimarahi habis-habisan oleh Ye Ing dan ibunya. Tapi
semuanya itu sudah tinggal kenangan. Wisma keluarga Han
dan ibunya sudah tiada. Satu-satunya harapannya kini
adalah bertemu kembali dengan ayahnya. Han Cia Sing jadi
teringat dulu saat ayahnya mengantarkan dia sampai di Tong
Chuan. Saat-saat perpisahan yang demikian berat bagi
dirinya, apalagi ketika itu ibunya juga belum lama
meninggal. Han Cia Sing menghela napas panjang
mengingat semuanya itu.
"Ayah, aku pasti akan membebaskanmu" bisik Han
Cia Sing kepada dirinya sendiri sambil memandangi bulan
hampir penuh yang menggantung di langit malam.
*** Yao Chuen memandang bulan yang menggantung di
atas kotaraja dengan perasaan tidak tenang. Malam hari
sudah semakin larut tapi ia tetap tidak bisa tidur. Sejak
kepulangannya dari Yi Chang, ia selalu merasa gelisah dan
tidak tenang, la selalu terbayang-bayang akan wajah Ma
Han Jiang. Pria yang sudah dirindukannya selama ini dan ia
dapat bertemu dalam saat yang paling tidak pernah
dipikirkannya. Sayang sekali setelah pertempuran di Yi
Chang selesai, ia dan ketiga saudarinya harus segera
kembali ke kotaraja agar tidak menimbulkan kecurigaan dari- 27 kerajaan. Kasim Huo Cin pasti tidak akan tinggal diam jika
tahu keluarga Yao ikut turun tangan menyelamatkan Tien
Lung Men.
Benar saja, sekembalinya mereka dari Yi Chang,
pasukan kerajaan langsung datang hendak menangkap
mereka. Hanya saja karena Yao Lao Tai Cin mempunyai
tongkat naga pemberian mendiang kaisar sebelumnya, maka
mereka lolos dari hukuman. Lagipula semua pelayan dan
dayang keluarga Yao yang setia berani mengatakan bahwa
keempat nona mereka sama sekali tidak pernah
meninggalkan rumah. Tuntutan kasim Huo Cin jadi
mengambang karena pengakuan para pelayan dan dayangdayang setia keluarga Yao itu.
"Kakak pertama, apakah kau sedang memikirkan
dia?" tanya sebuah suara dengan tiba-tiba.
"Ah kau, adik Xia. Engkau belum tidur selarut ini?"
tanya Yao Chuen menyembunyikan kekagetannya karena
Yao Xia tiba-tiba sudah berdiri di sampingnya.
"Kakak sendiri juga belum tidur" kata Yao Xia sambil
mengerling nakal.
"Aku... aku masih belum mengantuk" jawab Yao
Chuen berbohong.
"Ibu mungkin benar. Kakak pertama paling tidak
pandai berbohong. Setiap kali berbohong selalu saja- 28 memuntir ujung rambutnya. Kakak payah!" ejek Yao Xia
dengan bercanda.
"Ah, kau ini" kata Yao Chuen sambil memukul
lengan Yao Xia dengan main-main.
"Tapi memang tampaknya jodoh susah untuk
dipisahkan. Setelah sekian lama berpisah akhirnya dapat
berjumpa lagi. Entah bagaimana keadaan pendekar Ma
sekarang ya" kata Yao Xia menggoda.
"Adik, jika kau terus menggodaku, aku tidak akan
mengampuni" kata Yao Chuen dengan muka bersemu
merah.
"Wah wah, muka kakak sampai bersemu merah" kata
Yao Xia menggoda.
Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Awas ya kau" kata Yao Chuen sambil tertawa. Dua
wanita cantik luar biasa itu berkejar-kejaran di tengah
halaman penuh bunga yang disinari cahaya rembulan. Jika
saja saat itu ada pria yang melihat, pastilah ia mengira dua
bidadari kahyangan sedang tumn untuk bermain-main di
bumi.
"Kakak berdua apakah ada sesuatu yang
menggembirakan?!" tanya Yao Jiu yang datang belakangan
bersama Yao Tong.
"Adik kedua nakal sekali, ia terus menggodaku"
jawab Yao Chuen.
"Pasti tentang pendekar Ma" kata Yao Jiu.- 29 "Sstt, jangan keras-keras. Jangan sampai terdengar
oleh ibu" kata Yao Chuen sambil menengok ke kiri dan ke
kanan.
"Ibu sedang beristirahat. Pasti tidak akan mendengar"
kata Yao Tong.
"Siapa itu!" bentak Yao Xia yang menangkap suara
gerakan kecil di balik dedaunan taman.
"Ada penyusup!" kata Yao Chuen memperingatkan
adik-adiknya.
"Keluar! Atau kami tidak akan sungkan lagi!" seru
Yao Tong.
Dari balik rimbunnya dedaunan, muncul sesosok
tubuh pria. Wajahnya bersih , matanya tajam, mulutnya tipis
dan rambutnya diikat dengan kain sederhana. Tampaknya ia
adalah seorang terpelajar karena tingkah lakunya yang
halus. Sejenak keempat putri Yao merasa mengenali wajah
pria ini, tapi mereka tidak dapat mengingatnya. Akhirnya
Yao Tong yang paling dulu mengingatnya.
"Anda?! Anda Luo Kung-ce (tuan muda Luo)?!" kata
Yao Tong.
"Salam untuk nona Yao berempat. Apa kabar, sudah
lama sekali kita tidak berjumpa" kata Luo Bin Wang sambil
menjura.
"Benar, sudah lama sekali" jawab mereka berempat
serempak.- 30 "Luo Kung-ce, apa yang membawamu kembali
kemari? Dan bagaimana bisa sampai di taman ini?
Penjagaan prajurit kerajaan di luar amat ketat, tidak
mungkin bisa ditembus orang biasa" kata Yao Jiu.
"Benar, bahkan sampai-sampai semua orang tidak
diperbolehkan masuk. Aku menyamar sebagai tukang
angkut kayu bakar selama beberapa hari ini dan akhirnya
kemarin bisa bersembunyi di gudang belakang. Hari ini aku
baru berani keluar dan mendengar suara nona berempat"
kata Luo Bin Wang menjelaskan.
"Oh?! Benarkah?! Apa yang membuat Luo Kung-ce
menempuh bahaya seperti itu?" tanya Yao Chuen heran.
"Aku menyampaikan pesan dari Huo Wang-ye untuk
Yao Lao Tai Cin. Aku sekarang bekerja untuk Huo Wangye" jawab Luo Bin Wang sambil mengeluarkan sepucuk
surat bersegel dari balik bajunya.
"Surat ini pasti penting sekali. Adik ketiga, kau cepat
bangunkan ibu. Aku akan mengantarkan Luo Kung-ce ke
ruang belakang. Jangan sampai para penjaga sampai tahu
kejadian ini" kata Yao Chuen memberikan perintah.
"Baik" kata Yao Jiu kemudian bergegas pergi.
Ketiga nona Yao dan Luo Bin Wang segera
meninggalkan halaman itu. Keadaan mereka setelah
peristiwa jatuhnya Tien Lung Men selalu diawasi dengan
ketat sehingga amat tidak aman jika berbincang di tempat- 31 terbuka. Setelah menutup pintu dan jendela rapat-rapat,
barulah Yao Chuen merasa lebih lega. Sementara mereka
menunggu ibu mereka tiba di kamar itu, mereka bertiga
menanyakan keadaan Luo Bin Wang setelah sekian lama
tidak pernah berjumpa.
"Luo Kung-ce, bagaimana ujianmu saat itu? Aku
dengar engkau tidak pernah muncul dalam pengumuman
ujian" tanya Yao Xia.
"Benar, semuanya bagaikan mimpi" jawab Luo Bin
Wang sambil menghembuskan napas panjang.
"Apakah telah terjadi sesuatu?" tanya Yao Tong.
"Saat itu setelah menyelesaikan ujian, esok harinya
aku berniat menghadiri pengumuman tapi di tengah jalan
aku dihadang oleh orang-orang jahat. Mereka merampok
dan menghajarku habis-habisan sampai aku nyaris tewas.
Beruntung aku diselamatkan sepasang pendekar dan dibawa
kepada tabib" jawab Luo Bin Wang.
"Astaga, kasihan sekali" kata ketiga nona Yao.
"Siapakah pasangan pendekar yang menolong anda?"
tanya Yao Chuen.
"Aku tidak tahu. Aku pingsan selama beberapa hari
dan ketika aku sadar mereka sudah pergi. Aku berhutang
nyawa kepada mereka. Setelah kejadian itu aku sempat
kehilangan ingatan selama beberapa tahun, sampai akhirnya
ketika aku bekerja di wilayah timur ingatanku pulih- 32 kembali. Setelah beberapa kali pindah kota, aku akhirnya
bertemu Huo Wang-ye yang menghargai bakatku. Aku pun
bekerja kepadanya. Ketika Huo Wang-ye ingin
menyampaikan pesan kepada keluarga Yao, aku
mengusulkan diri menjadi utusan karena aku mengenal
kalian" jawab Luo Bin Wang.
"Ah, jadi begitu ceritanya" kata Yao Xia mengerti.
"Nasib anda beruntung sekali akhirnya dapat bertemu
Huo Wang-ye" kata Yao Tong.
Saat itu pintu kamar dibuka dan masuklah Yao Hao
Yin dan Yao Jiu yang memapahnya. Meskipun sudah tua,
tapi wibawa Yao Hao Yin masih sangat besar. Tongkat Yao
Hao Ying yang berkepala naga emas berkilauan nampak
semakin menambah wibawa nyonya tua ini.
"Salam hormat kepada Yao Lao Tai Cin" kata Luo
Bin Wang sambil menjura hormat.
"Ah, engkau adalah pelajar Luo. Apa kabar?" tanya
Yao Hao Yin.
"Berkat dari langit masih menaungi. Aku yang rendah
ini baik-baik saja" jawab Luo Bin Wang dengan penuh tata
krama.
"Hm bagus. Kudengar engkau adalah utusan dari Huo
Wang-ye. Kabar apakah yang hendak kau sampaikan?"
tanya Yao Hao Yin.- 33 "Ini suratnya" kata Yao Chuen memberikan surat itu
kepada ibunya.
Yao Hao Yin menyobek sampul surat itu dan
membaca dengan teliti. Tulisan tangan dan stempel memang
benar milik Huo Wang-ye sehingga tidak perlu diragukan
lagi. Keningnya semakin berkerut ketika selesai membaca
surat dari Huo Wang-ye itu.
"Terima kasih, pelajar Luo. Aku sudah mengerti apa
yang harus aku lakukan. Kau boleh beristirahat sekarang"
kata Yao Hao Yin sambil melipat surat itu dan
memasukkannya ke dalam kantong bajunya.
"Terima kasih Yao Lao Tai Cin, tapi Huo Wang-ye
memerintahkan aku untuk segera kembali membawa kabar.
Aku tidak bisa berlama-lama di tempat ini" kata Luo Bin
Wang.
"Baiklah jika begitu, hati-hatilah di perjalanan. Jiu-er,
kau antar pelajar Luo sampai pintu belakang. Pastikan para
penjaga tidak melihatnya" kata Yao Hao Yin. "Baik, ibu"
kata Yao Jiu.
"Aku Luo Bin Wang, mohon pamit" kata Luo Bin
Wang sambil menjura kepada semuanya dan berlalu
bersama Yao Jiu.
"Ibu, apakah yang disampaikan oleh Huo Wang-ye?"
tanya Yao Tong.- 34 "Huo Wang-ye menulis agar kita bersiap menumpas
para pengacau kerajaan. Setelah pertemuan para pendekar
berhasil dimenangkan, maka Huo Wang-ye akan memimpin
pasukan khusus masuk ke istana dan menangkap para
pengacau. Saat itu kita diharapkan membantu mereka" kata
Yao Hao Yin menjelaskan.
"Pengacau kerajaan?! Siapakah yang dimaksud?"
tanya Yao Xia.
"Tentu saja kasim Huo Cin dan permaisuri Wu"
jawab Yao Chuen.
"Tapi mereka memegang kekuasaan dengan kuat.
Lagipula di pihak mereka berdiri banyak pendekar sesat
yang tangguh. Apakah pasukan khusus Huo Wang-ye akan
sanggup menghadapi mereka?" tanya Yao Tong.
"Hmm, itulah yang tampaknya akan diselesaikan oleh
Huo Wang-ye di Yin Chuang" jawab Yao Hao Yin.
"Maksud ibu?" tanya Yao Chuen tidak mengerti.
"Huo Wang-ye berniat menghancurkan kekuatan pendekar
pendukung kasim Huo Cin di Yin Chuang. Tampaknya
pertumpahan darah besar-besaran tidak bisa dihindari lagi di
sana" kata Yao Hao Yin sambi menghela napas panjang.
Yao Chuen menutupi mulutnya agar tidak
mengeluarkan suara kaget. Ia tahu Ma Han Jiang pastilah
ikut dalam pertemuan para pendekar itu. Kini ia mendapat
kabar bahwa akan terjadi pertempuran besar-besaran di Yin- 35 Chuang. Hati Yao Chuen menjadi semakin gelisah dan
khawatir memikirkan Ma Han Jiang.
"Sudahlah, kita tunggu saja kabar selanjutnya dari
Yin Chuang. Jika Huo Wang-ye berhasil mengalahkan
aliran sesat di sana, maka selanjutnya giliran kita membantu
Huo Wang-ye di kotaraja ini. Sekarang kita semua
beristirahat. Hari sudah malam. Kalian tidak perlu
mengantarku kembali ke kamar. Jiu-er biarkan langsung
beristirahat saja" kata Yao Hao Yin sambil meninggalkan
kamar itu.
"Salam ibu" kata ketiga nona Yao sambil menjura
mengiringi kepergian ibu angkat mereka itu.
"Kakak pertama, kau dengar apa yang ibu katakan
barusan kan?" tanya Yao Xia setelah kepergian Yao Hao
Yin. "Iya aku mendengarnya" jawab Yao Chuen singkat.
"Apakah kau mengkhawatirkan pendekar Ma?" tanya
Yao Xia lagi.
Yao Chuen tidak menjawab. Ia hanya mengangguk
pelan saja. Yao Tong yang mengerti kegelisahan kakak
pertamanya itu langsung menggandengnya.
"Kakak pertama tidak perlu khawatir. Pendekar Ma
berilmu tinggi, bahkan ibu kita kesukaran mengalahkannya.
Sekarang hari sudah larut malam. Lebih baik kita semua
tidur" kata Yao Tong menenangkan kakaknya.- 36 Ketiga nona Yao itu pun pergi ke kamar masingmasing. Mereka bertemu Yao Jiu di lorong tengah yang
mengabarkan Luo Bin Wang sudah meninggalkan wisma
keluarga Yao dengan selamat. Akhirnya mereka semua
memutuskan untuk tidur karena hari sudah larut malam.
Yao Chuen masuk kamarnya dengan perasaan
gundah. Selama ini ia selalu berharap dapat bertemu lagi
dengan Ma Han Jiang setelah pertemuan di Yi Chang. Tapi
kini tampaknya keinginan itu harus ia pendam dulu dalamdalam. Pertemuan para pendekar di Yin Chuang tampaknya
akan berakhir dengan perang besar. Apakah Ma Han Jiang
dapat selamat dari kekacauan ini?
"Ma Ta-ke, jaga dirimu baik-baik. Aku akan selalu
menunggumu" kata Yao Chuen berbisik lirih. Tidak terasa
air mata menetes di kedua pipinya menahan perasaan cemas
dan haru.
*** "Selamat datang ketua Sinlin. Aku sudah lama
menantikan kedatangan anda. Silakan duduk, anda pasti
sudah lelah setelah perjalanan jauh" kata Wen Yang sambil
mempersilakan ketua suku Tonghu, Sinlin untuk duduk di
kursi kehormatan.- 37 Sinlin, sang ketua suku Tonghu adalah seorang pria
setengah baya yang bertubuh tinggi dan kekar. Alisnya amat
tebal dan melengkung ke atas. Matanya bagaikan mata elang
yang amat waspada. Meskipun sekarang ia berpakaian gaya
daratan tengah, tapi golok lebar melengkung khas suku
Tonghu masih tersandang di pinggulnya. Sarung golok itu
terbuat dari emas dan bertahtakan berlian merah sehingga
menambah gagah penampilannya. Kewibawaannya sebagai
ketua suku Tonghu yang amat ditakuti di utara masih benarbenar terasa sehingga bahkan Wen Yang pun merasa
sungkan.
"Pendekar Wen, aku datang jauh-jauh dari utara tentu
tidak bertujuan untuk pelesir di daratan tengah ini. Aku
datang kemari untuk menyelesaikan beberapa urusan dan
perjanjian kita. Jadi lupakan saja basa-basi anda" kata Sinlin
dengan ketus sekali, sama sekali tidak memandang Wen
Yang sebagai ketua Ceng Lu Hui yang berpengaruh.
"Ah, benar. Aku mengerti itu" kata Wen Yang
berusaha menahan perasaan jengkelnya agar tidak terlihat.
"Pertama-tama, aku ingin tahu apakah perjanjian
yang kau buat dengan Ma Pei masih berlaku atau tidak?"
tanya Sinlin.
"Ketua Sinlin, aku adalah orang yang menepati janji.
Tentu saja perjanjian itu masih berlaku. Jika anda dan para
pendekar anda bisa membantu kami menaklukkan para
pemberontak, kasim Huo pasti akan memberikan daerah di- 38 utara kerajaan menjadi wilayah pengawasan anda. Saat itu,
anda ketua Sinlin, tidak akan perlu takut lagi dengan
siapapun juga" kata Wen Yang berusaha menjilat
menyenangkan hati Sinlin.
"Hahaha, bagus! Aku senang mendengar
perkataanmu itu. Selama ini Ma Pei dan Shi Chang Sin
memang hanya menjadi benalu saja di suku Tonghu.
Sekarang aku pasti akan lebih tenang membantu pendekar
Wen. Tapi ingat, jangan sampai kau berani melanggar
janjimu ini. Aku akan pastikan semua suku Tonghu akan
mengejarmu jika kau berani ingkar!" ancam Sinlin.
"Ah, mana aku berani membohongi ketua Sinlin yang
gagah perkasa" kata Wen Yang sambil tertawa meskipun
hatinya menyumpah dan memaki-maki Sinlin.
"Sekarang mengenai kematian putraku Balsan. Aku
dengar dari Ejinjin bahwa Balsan dibunuh oleh seorang
pendekar wanita bernama Cen Hua, benarkah demikian?"
Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tanya Sinlin.
"Kurang ajar! Pendekar Wen, jika anda bisa
menyerahkan wanita sial itu hidup-hidup kepadaku, aku
akan memberikan seratus wanita tercantik dari suku-suku di
utara sebagai imbalannya. Tapi jika kau hanya sanggup
menyerahkan kepalanya saja, maka imbalannya lima puluh
wanita cantik. Bagaimana?" tanya Sinlin yang tidak bisa
menyembunyikan kegeramannya.- 39 "Ah, tentu saja, tentu saja aku akan membantu sekuat
tenaga membalaskan dendam putra anda. Tapi mengapa jika
aku bisa menangkapnya hidup-hidup, imbalannya jauh lebih
besar? Apakah ketua Sinlin akan membunuhnya dengan
tangan anda sendiri?" tanya Wen Yang ingin tahu.
"Huh! Mati langsung terlalu mudah baginya. Aku
ingin agar dia merasakan penghinaan dari seluruh pria suku
Tonghu, barulah aku akan mencincangnya dan
memberikannya kepada serigala. Itu yang akan kulakukan!"
sergah Sinlin dengan marah sekali.
"Benar sekali ayah, dendam Balsan harus
dibalaskan!" kata Ejinjin yang duduk di sebelah Sinlin.
"Ah, jadi begitu rupanya" kata Wen Yang tenang saja
mendengar rencana kejam Sinlin itu.
"Pendekar Wen, sekarang aku ingin bertemu dengan
Ma Pei manusia tak berguna itu. Aku undur diri dulu" kata
Sinlin sambil menjura kepada Wen Yang dan berlalu diikuti
oleh Ejinjin.
"Dasar suku barbar bodoh! Lihat saja pembalasanku
nanti!" ejek Wen Yang dalam hati sambil tersenyum sinis
melihat kepergian Sinlin dan Ejinjin.
Kedua orang ketua suku Tonghu itu berjalan dengan
langkah-langkah lebar menuju ke arah bangunan kecil di
ujung wisma Ceng Lu Hui. Bangunan itu ternyata memiliki
tangga batu yang terus turun ke dalam tanah. Tampaknya- 40 inilah p enjara yang dipersiapkan oleh Ceng Lu Hui untuk
mengurung tawanan mereka. Beberapa pengawal
memberikan hormat kepada Sinlin dan Ejinjin yang dikawal
beberapa pengikut Ceng Lu Hui itu. Cahaya obor sepanjang
lorong bergerak-gerak ketika dilewati rombongan yang
berjalan cepat itu. Akhirnya mereka sampai di depan sebuah
ruangan batu yang berterali besi. Seorang pengikut Ceng Lu
Hui dengan cekatan membuka gembok dan rantai besi pintu
penjara itu. Sinlin dan Ejinjin langsung masuk ke dalam
ruangan penjara yang pengap dan bau. Di ujung ruangan
tergolek seorang pria setengah baya yang kaki dan
tangannya diikat dengan rantai besi besar.
"Ma Pei kau manusia tidak berguna! Apa saja
kerjamu sampai-sampai Balsan bisa tewas!" bentak Sinlin
dengan suara menggelegar.
Ma Pei yang terikat di ujung ruangan itu tidak
menjawab, tapi berusaha bangkit dengan sisa-sisa
tenaganya. Sekujur tubuhnya tampak terluka dan berbilur.
Selama dua hari ia disiksa habis-habisan oleh Ejinjin yang
masih amat marah karena kematian adiknya. Jika saja ia
tidak mempunyai tenaga dalam yang kuat, pastilah
nyawanya sudah melayang dicambuk dan dipukuli ratusan
kali. Ma Pei menatap wajah Sinlin dan Ejinjin dengan nanar
dan penuh kebencian.
"Anakmu itu yang tidak berguna! Ia terlalu sering ke
tempat pelacuran sehingga dapat dikalahkan seorang- 41 wanita!" bentak Ma Pei tidak mau kalah meskipun suaranya
parau.
"Kurang ajar!!" bentak Sinlin sambil melayangkan
sebuah tinju keras ke perut Ma Pei sampai-sampai Ma Pei
muntah darah.
Belum cukup sampai di situ, Sinlin langsung
menjambak rambut Ma Pei dan menghadiahinya beberapa
tendangan lutut ke perut Ma Pei. Napas Ma Pei langsung
tersengal-sengal karena mulutnya dan hidungnya penuh
dengan darah.
"Dengar kau marga Ma! Selama ini aku sudah berbaik
hati menampung buronan macam dirimu dan Shi Chang Sin
dalam suku Tonghu! Sekarang kau berani berkata
demikian?! Jika saja kau tidak berguna untuk memaksa
putrimu yang gila itu kembali kepada Ejinjin, kau pasti
sudah kucincang dan kubagikan kepada anjing!" bentak
Sinlin dengan marah sekali.
"Cuih!"
Ma Pei meludahi Sinlin dalam kemarahannya.
Cipratan air ludah bercampur darah langsung membasahi
wajah Sinlin, membuatnya semakin marah. Tangan Sinlin
yang kekar langsung menghentakkan kedua lengan Ma Pei
dan meremas jari-jarinya dengan keras sekali. Ma Pei yang
tidak berdaya hanya bisa berteriak kesakitan.- 42 "Kau berani melawan?! Baik akan kulihat apakah
Tien Huo Ma Pei masih bisa berjaya jika seluruh jarinya
kupatahkan. Apakah kau masih bisa sombong dengan
ilmumu bila seluruh jarimu sudah cacat?!" kata Sinlin.
Sinlin memang tidak menguasai ilmu tenaga dalam,
tapi tenaga luarnya sungguh luar biasa. Para petarung suku
Tonghu memang sejak muda sudah belajar gulat dan angkat
berat sehingga tubuh mereka menjadi amat kuat dan berotot.
Apalagi Sinlin adalah penguasa suku Tonghu, usia sama
sekali tidak berpengaruh pada kekuatannya. Sekali tekuk,
suara gemeretak tulang jari-jemari Ma Pei yang patah
bergema di dalam penjara itu. Ma Pei hanya bisa berteriak
kesakitan merasakan tulang-tulang jarinya diremukkan oleh
Sinlin.
"Kau bajingan busuk!" maki Ma Pei di sela-sela
raungan kesakitannya.
"Bukkk!!"
Tinju Sinlin beberapa kali menghajar wajah Ma Pei
dengan telak sehingga ia tidak dapat bersuara lagi. Ma Pei
yang bersimbah darah jatuh melorot di dinding dan tidak
bangun lagi. Sinlin yang masih geram sebenarnya ingin
menghajarnya terus tapi dicegah oleh Ejinjin.
"Ayah, nanti kau bisa membunuhnya" kata Ejinjin.
"Mengapa? Kau merasa sayang padanya?" tanya
Sinlin.- 43 "Bukan, aku hanya ingin mendapatkan Ma Xia
kembali" jawab Ejinjin.
"Huh! Pelacur itu! Suku-suku di utara mempunyai
banyak wanita cantik, jangan kau pikirkan dia!" kata Sinlin.
"Ayah salah mengerti. Aku tidak menginginkan Ma
Xia kembali sebagai istri. Aku ingin dia kembali supaya aku
bisa mempermalukannya bersama-sama dengan Cen Hua.
Seluruh laki-laki suku Tonghu akan bergembira bersama
dengan dua wanita sialan itu!" kata Ejinjin dengan raut
muka penuh kebencian.
"Hahahah! Ejinjin, kau memang putraku! Kau benarbenar cocok dengan pemikiranku, hahahahah" kata Sinlin
sambil merangkul putranya dengan gembira.
"Benar, ayah. Kita akan bersama-sama membalaskan
rasa malu dan dendam ini demi kejayaan suku Tonghu" kata
Ejinjin.
Mereka berdua kemudian berjalan pergi meninggalkan ruangan penjara itu dengan gembira. Ma Pei yang
sedang merasakan kesakitan luar biasa hanya bisa
memandang dengan penuh kebencian dan rasa duka. Tidak
terasa air mata mengalir di kedua pipinya mengingat
kemungkinan nasib Ma Xia bila sampai jatuh di tangan
mereka.
"A Xia, maafkan ayahmu yang tidak berguna ini" kata
Ma Pei sambil menangis menyesali nasibnya yang tragis.- 44 52. Kolam Sembilan Naga
Wongguo Luo memandangi wajah cucunya dengan
rasa prihatin. Meskipun keadaan Wongguo Yuan sudah jauh
lebih baik, tapi tampaknya ia harus beristirahat di tempat
tidur selama beberapa hari agar lukanya sembuh. Ruang
penginapan mereka yang kebetulan menghadap ke timur
sudah terang, menandakan fajar pagi hari telah merekah.
Wongguo Luo dengan hati-hati meniup lilin dan kemudian
membuka jendela kamar. Udara dan sinar matahari pagi
yang hangat langsung menerobos masuk dan memberikan
kesegaran. Saat itu terdengar ketukan pada pintu kamar.
Wongguo Luo berjalan ke arah pintu dan membukanya.
Ternyata Han Cia Sing yang berdiri di depan pintu.
"Selamat pagi paman Wongguo" sapa Han Cia Sing
sambil menjura.
"Selamat pagi Cia Sing. Apakah latihanmu sudah
selesai? Mengapa engkau tidak beristirahat?" tanya
Wongguo Luo.
"Aku sudah selesai berlatih dengan para pendekar dan
aku ehm tidak lelah" jawab Han Cia Sing.
"Ah, aku sampai lupa kau menguasai Shi Sui Yi Cin
Cing. Kau tidak akan pernah merasa lelah. Masuklah" kata
Wongguo Luo mempersilakan.- 45 Han Cia Sing masuk ke dalam kamar dan duduk di
dekat jendela. Ruangan kamar penginapan yang ditinggali
Wongguo Yuan adalah yang paling kecil karena hanya ia
dan Ma Xia yang tinggal di sana. Sekarang karena Wongguo
Yuan sedang terluka maka Ma Xia pindah ke kamar lainnya
bersama Wen Shi Mei. Sementara Wongguo Luo
menuangkan secangkir teh untuknya, Han Cia Sing mulai
membuka pembicaraan.
"Paman Wongguo, mengenai luka A Yuan kemarin,
aku minta maaf atas nama kakakku. Aku yakin ia yakin
emosi sesaat saja, tidak ada niatan mencelakai siapapun
juga" kata Han Cia Sing.
"Hmm, aku mengerti. Sifat muridku itu memang
meledak-ledak dan masih merasa dirinya tuan muda.
Kupikir setelah ia berkeluarga dan menikah, sifatnya akan
lebih dewasa. Ternyata pikiranku salah. Meskipun demikian
karena cucuku tidak terluka parah, aku akan melupakan
peristiwa ini" kata Wongguo Luo.
"Terima kasih atas kebesaran hati paman Wongguo"
kata Han Cia Sing.
"Tidak apa-apa. Sebenarnya harus kuakui kaulah
yang lebih berjiwa besar, Cia Sing" kata Wongguo Luo.
"Mengapa paman Wongguo berkata demikian?"
tanya Han Cia Sing.- 46 "Kemarin jelas sekali kau terlihat selalu mengalah
kepada kakakmu, meskipun kau dihajar di depan orang
banyak. Padahal aku tahu dengan ilmu yang kau miliki,
bahkan Tinju Es Neraka Beku milik muridku juga bukan
tandinganmu. Dan hal itu terbukti bukan? Kau mampu
mengalahkan kakakmu" jawab Wongguo Luo.
"Paman Wongguo terlalu memuji. Ilmuku sama
sekali tidak ada apa-apanya. Bahkan kemarin saat berlatih
dengan para tetua persilatan, aku ternyata masih tidak ada
apa-apanya" kata Han Cia Sing merendah.
"Sikap rendah hati adalah sikap yang harus dimiliki
oleh seorang pendekar. Cia Sing, aku tidak akan heran jika
dua puluh tahun lagi, kau akan menjadi pendekar tanpa
tandingan di kolong langit ini" kata Wongguo Luo dengan
bersungguh-sungguh.
"Terima kasih atas kepercayaan paman Wongguo"
kata Han Cia Sing yang merasa tidak enak disanjung
berlebihan.
"Cucuku mungkin masih akan tertidur sampai nanti
siang. Lebih baik kau segera bersiap untuk pertarungan.
Tenangkan hatimu dan pusatkan pikiranmu. Yakinlah
bahwa A Yuan akan selalu aman di sampingku" kata
Wongguo Luo.
"Terima kasih paman Wongguo. Kalau begitu aku
pamit dulu" kata Han Cia Sing sambil bangkit berdiri.- 47 Han Cia Sing menoleh sebentar ke arah tempat tidur
di mana Wongguo Yuan berbaring. Meski ditutupi selambu
tipis, tapi Han Cia Sing masih bisa melihat Wongguo Yuan
tengah tertidur dengan tenang. Dadanya naik turun dengan
teratur dan wajahnya juga berseri, menandakan luka
dalamnya tidak terlalu parah. Hati Han Cia Sing menjadi
lega karenanya. Ia pun mohon pamit kepada Wongguo Luo
dan berjalan keluar ke arah kamarnya sendiri.
Ketika tengah berjalan di halaman tengah, tiba-tiba
terdengar ribut-ribut dari arah pintu belakang penginapan.
Rombongan pendekar yang menginap di sana segera keluar
dari kamar masing-masing, termasuk Song Wei Hao dan Ma
Han Jiang. Bersama Han Cia Sing mereka segera berlari
menuju ke tempat asal keributan. Ternyata di sana sudah
berkumpul banyak orang termasuk Yung Lang dan Lin
Tung.
"Ada apa gerangan?" tanya Song Wei Hao melihat
kerumunan orang itu.
"Kami menemukan orang ini tergeletak di pintu
belakang bersimbah darah. Tampaknya ia terluka parah
sekali" jawab salah seorang pendekar.
"Beri jalan" kata Ma Han Jiang menerobos di antara
kerumunan bersama Song Wei Hao dan Han Cia Sing.
"Ada yang mengenalnya?" tanya Ma Han Jiang.- 48 Mula-mula Han Cia Sing agak sukar mengenali
pemuda yang terkapar bersimbah darah itu, tapi ia segera
teringat bahwa orang itu tidak lain adalah Ma Wen, kakak
Ma Xia! Penampilannya memang agak berbeda karena ia
memakai pakaian daratan tengah. Lagipula sebagian
wajahnya tertutup darah sehingga lebih sukar lagi untuk
dikenali.
"Astaga! Ini adalah Ma Wen, kakak dari A Xia!" seru
Han Cia Sing.
"Apa?! Mengapa ia bisa sampai terluka begini?"
tanya Song Wei Hao keheranan.
"Aku juga tidak tahu. Yung Lang, tolong kau segera
panggil A Xia kemari. Tampaknya keadaan Ma Wen sangat
parah" kata Han Cia Sing kepada Yung Lang yang bergegas
pergi.
"Aku akan mencoba mengalirkan tenaga dalam
kepadanya" kata Ma Han Jiang sambil segera bersila di
belakang Ma Wen.
Ma Wen segera dibantu duduk bersila oleh Song Wei
Hao. Kedua telapak Ma Han Jiang yang sudah terisi penuh
oleh tenaga dalam pelan-pelan ditempelkan ke punggung
Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ma Wen. Segera aliran tenaga hangat mengalir ke punggung
Ma Wen, kemudian ke seluruh tubuhnya. Wajahnya yang
pucat menjadi sedikit lebih baik. Napasnya juga sudah tidak
tersengal-sengal lagi. Perlahan-lahan Ma Wen mulai
membuka matanya dan melihat keadaan sekelilingnya.- 49 Ketika ia melihat Han Cia Sing, ia langsung ingin berbicara
padahal tubuhnya masih lemah sekali. Ma Wen langsung
terbatuk-batuk dan mengeluarkan darah segar dari
mulutnya.
"Kakak Ma, tenanglah. A Xia akan segera tiba di sini"
kata Han Cia Sing mencoba menenangkan.
"Kakak! Apa yang terjadi padamu?!" seru Ma Xia
yang baru saja tiba.
Ma Han Jiang melepaskan telapaknya dari punggung
Ma Wen agar ia bisa berbaring dan bicara dengan lebih
leluasa. Han Cia Sing memegang kepala dan punggung Ma
Wen agar ia bisa berbaring dengan lebih lega. Sementara itu
Ma Wen masih terus berusaha berbicara meskipun tidak
kedengaran suaranya sama sekali. Ma Xia akhirnya
mendekatkan telinganya ke bibir kakaknya itu.
"Apa yang kaukatakan?! Ulangi sekali lagi, kakak"
kata Ma Xia ketika masih juga tidak bisa mendengar jelas
perkataan Ma Wen.
"Ayah...dia...dikhianati...Ejinjin" kata Ma Wen
setelah mengumpulkan tenaganya dengan susah payah.
"Apa?! Ejinjin mencelakai ayah? Bagaimana keadaan
ayah sekarang?" tanya Ma Xia dengan panik.
"Ia...ditahan"
Ma Wen terbatuk-batuk sehingga tidak bisa
meneruskan kata-katanya.- 50 "A Xia, lebih baik kita bawa kakakmu ke dalam. Ia
harus beristirahat dan diobati" kata Han Cia Sing yang
dijawab anggukan setuju oleh Ma Xia. Tapi ketika Han Cia
Sing hendak mengangkat Ma Wen, tangannya dicengkeram
oleh Ma Wen sambil menggeleng lemah.
"Lukaku...parah...aku harus mengatakan semua"
"Kakak!" kata Ma Xia yang mulai berlinang air mata.
"Sinlin datang...Balsan sudah mati...paman Shi tewas
dibunuh Ejinjin..."
Kembali Ma Wen terbatuk-batuk, sementara Han Cia
Sing dan para pendekar lainnya amat terkejut mendengar
bahwa Shi Chang Sin telah tewas di tangan Ejinjin,
muridnya sendiri.
"Binatang itu... menghajar ayah dan memenjarakannya... aku juga hendak dibunuhnya... A Xia kau harus
bebaskan ayah...aku..tidak...bisa..."
Saat itu tubuh Ma Wen mulai kejang-kejang dan
muntah darah. Ma Xia menangis semakin keras ketika
melihat kakaknya sekarat. Meskipun selama ini Ma Wen
memperlakukannya dirinya dengan buruk, tapi ia hanya
punya satu orang saudara saja. Bagaimana ia tidak sedih
melihat kakaknya tewas dengan tragis seperti ini?
Han Cia Sing segera bertindak cepat dengan berusaha
menyalurkan tenaga dalamnya kepada Ma Wen. Tapi lukaluka bacokan di tubuh Ma Wen terlalu parah. Ia juga- 51 kehilangan banyak darah sehingga tidak tertolong lagi.
Akhirnya Ma Wen pun meninggal dunia dalam dekapan Han
Cia Sing dan Ma Xia. Sungguh tragis nasib pemuda yang
pernah begitu disegani dan ditakuti di wilayah utara itu!
"Tampaknya Balsan meninggal karena lukanya
kemarin" kata Yung Lang.
"Dan hal itu membuat kakaknya marah besar dan
membunuh Shi Chang Sin, juga mencelakai Ma Pei. Tapi
siapakah Sinlin yang dikatakannya barusan?" tanya Song
Wei Hao.
"Sinlin adalah kepala suku Tonghu, tempat di mana
Ma Pei menggantungkan dirinya selama ini" jawab Han Cia
Sing.
"Oh, begitu. Jadi musuh mendapat tambahan
kekuatan lagi sekarang. Kita harus benar-benar lebih
waspada" kata Song Wei Hao
"Benar, kita harus waspada" kata Ma Han Jiang
setuju.
"A Xia, sudahlah. Yang meninggal tidak dapat hidup
kembali. Relakanlah kakakmu" kata Han Cia Sing berusaha
menghibur Ma Xia.
"Kakak... dan ayah" kata Ma Xia yang tidak bisa
menyelesaikan kalimatnya. Ia merebahkan dirinya di dada
Han Cia Sing dan menangis sesenggukan.- 52 "Cia Sing, urusan ini akan kita selesaikan nanti. Hari
sudah semakin siang, kau harus segera bersiap untuk
pertandingan" kata Ma Han Jiang.
"Baik paman Ma" kata Han Cia Sing.
"Yung Lang, Lin Tung kalian tolong uruskan
pemakaman Ma Wen, sekalian jaga A Xia. Ia masih lemah
jadi aku khawatir kesedihannya akan membuat ia pingsan
kembali" kata Han Cia Sing.
"Jangan khawatir, kami akan segera menuju arena
pertarungan setelah semuanya selesai" kata Lin Tung
menenangkan.
Akhirnya Han Cia Sing meninggalkan halaman
belakang itu dengan berat hati. Ma Xia masih menangis
karena sedih, namun sudah lebih dapat menguasai diri.
Bahkan ia sempat tersenyum kepada Han Cia Sing saat
mereka berpisah. Meskipun begitu Han Cia Sing dapat
merasakan kesedihan dalam senyum Ma Xia itu. Ia tahu Ma
Xia tersenyum bukan karena gembira tapi supaya ia tidak
banyak memikirkan Ma Xia saat pertarungan nanti. Dalam
hati Han Cia Sing bertekad akan memenangkan pertarungan
nanti. Jika kemarin ia hanya bertekad membebaskan
ayahnya, maka kini ia juga bertekad untuk membebaskan
ayah Ma Xia. Pertarungan yang akan ia jalani sebentar lagi
hanya ada kata kemenangan, tidak ada kata kekalahan!
Setelah semua persiapan selesai, maka Han Cia Sing
beserta para pendekar langsung bergerak menuju ke arena- 53 pertandingan. Para pendekar Tien Lung Men dipimpin Jien
Jing Hui juga turut serta dalam rombongan itu. Mereka
semua tampak mengenakan ikat kain putih di lengan kanan
sebagai tanda berkabung atas kematian Ce Ke Fu. Wajahwajah mereka semua penuh tekad dan ketegasan. Bahkan
rombongan Huo Wang-ye beserta anak buahnya juga turut
menggabungkan diri bersama mereka. Tampaknya hari ini
kota Yin Chuang akan menjadi saksi bagaimana kebaikan
dan kejahatan bertarung habis-habisan. Suasana kota bahkan
terasa lebih lengang dari biasanya seakan menanti terjadinya
sesuatu yang besar.
Rombongan mereka tiba di arena pertandingan dan
semua segera duduk di tempat yang telah disediakan. Panjipanji Ceng Lu Hui berkibar-kibar di tengah tiupan angin
pagi. Matahari bersinar cerah di musim gugur itu. Puluhan
tambur dipukul bertalu-talu sehingga membuat suasana
semakin menegangkan. Sebentar kemudian, rombongan
pendekar Ceng Lu Hui tiba dipimpin oleh Chang Bai. Tiga
pendeta Shaolin datang kemudian dan duduk di tempat
kehormatan. Han Cia Sing merasakan jantungnya berdesir
lebih kencang dari biasanya ketika melihat Tiga Penguasa
Tebing Setan juga telah tiba dan duduk di kursi wakil Ceng
Lu Hui. Hawa membunuh yang dikeluarkan oleh mereka
begitu pekat sehingga membuat gelisah semua yang hadir.
Han Cia Sing juga mencari-cari wajah kakaknya, Han
Cia Pao dan Cen Hua tapi tidak ditemukannya. Mungkin
Han Cia Pao masih malu atas kekalahannya kemarin- 54 sehingga tidak datang. Saat itu terlihat Yung Lang, Lin Tung
dan Ma Xia berlari-lari menuju ke arena pertarungan. Ma
Xia sudah berganti baju mengenakan baju putih berkabung.
Dari wajah mereka bertiga, Han Cia Sing segera tahu bahwa
mereka menginginkan agar dirinya memenangkan
pertandingan ini. Tekad Han Cia Sing untuk memenangkan
pertandingan menjadi semakin bulat.
Chang Bai melihat ke langit untuk memperkirakan
waktu. Matahari sudah cukup tinggi, tapi belum sampai di
atas kepala. Chang Bai berdiri dan mengangkat tangannya.
Para pemukul tambur segera berhenti memukul tambur.
Suasana menjadi senyap dan menegangkan. Semua mata
tertuju kepada Chang Bai yang hari terlihat gagah sekali
karena memakai pakaian tempurnya. Kedua pangkal
telapaknya memakai pelindung baja, demikian pula dengan
bahunya. Bajunya yang terbuat dari sutra hijau juga
dilindungi oleh perisai dada baja yang bergambar seekor
harimau. Tampaknya Chang Bai benar-benar yakin ia akan
mampu merebut tahta pendekar nomor satu dunia persilatan
pada hari ini!
"Pendekar semuanya! Hari ini, pertandingan
penentuan akan dilaksanakan! Lima pendekar yang lolos
kemarin, hari ini akan bertanding. Kasim Huo yang terluka
sudah mengundurkan diri sehingga hanya tersisa empat
pendekar saja. Meng Ao, Jiao Cai, Feng Wa dan Han Cia
Sing! Silakan semuanya maju ke depan!" seru Chang Bai
dengan penuh wibawa.- 55 Keempat pendekar yang disebut segera berdiri dan
maju ke depan panggung kehormatan. Semua yang hadir
menatap tanpa berkedip keempat pendekar yang akan turun
laga hari itu. Penampilan Han Cia Sing yang berpakaian
sederhana seperti seorang petani itu amat berbeda
dibandingkan dengan Tiga Penguasa Tebing Setan yang
berpenampilan aneh dan menyeramkan. Semua jadi cemas
memikirkan kemungkinan Han Cia Sing dikeroyok oleh
mereka bertiga.
"Nah sekarang, aturan pertandingan! Hari ini kita
akan bertanding tidak di panggung pertarungan! Tapi hari
ini kita akan menyaksikan mereka bertarung di Kolam
Sembilan Naga!" seru Chang Bai yang segera saja
mengagetkan para hadirin.
"Aturan pertandingan tentu saja berbeda dari
kemarin. Hari ini siapa saja yang menyerah atau tidak dapat
melanjutkan pertandingan atau terjatuh ke dalam kolam
maka dinyatakan kalah!" seru Chang Bai.
"Kau pikir Han Cia Sing dan lainnya itu kodok,
sehingga mereka harus bertanding di kolam?!" teriak Yung
Lang yang merasa marah atas aturan pertandingan yang
diubah ini.
Teriakan Yung Lang segera disambut tertawa para
hadirin. Chang Bai yang merasa amat malu atas perkataan
Yung Lang barusan langsung mukanya berubah merah
sekali. Alis dan jenggotnya seperti berdiri. Tapi Yung Lang- 56 tetap kelihatan tenang-tenang saja menghadapi kemarahan
Chang Bai ini, bahkan ia dengan santainya berkacak
pinggang menantang Chang Bai.
"Pendekar Yung, apakah kau pikir aturan ini terlalu
berlebihan?!" tanya Chang Bai setelah berhasil meredam
kemarahannya.
"Tentu saja! Mengapa tidak kau sendiri yang turun
lebih dulu ke kolam itu untuk mencoba rasanya?" tantang
Yung Lang.
"Hmmm, baiklah! Karena aku juga calon ketua dunia
persilatan, maka seharusnya aku ikut bertarung juga. Baik,
aku akan turun duluan!" kata Chang Bai menerima
tantangan itu.
Chang Bai langsung menggenjot tubuhnya dan
melayang ringan bak sehelai bulu turun melayang ke atas
Kolam Sembilan Naga. Permukaan kolam itu dipenuhi
banyak daun teratai raksasa serta bunga-bunga yang
bermekaran indah dan Chang Bai dengan anggun sekali
menjejakkan kakinya berdiri di atas sebuah daun teratai
yang cukup lebar. Permukaan air kolam bahkan sama sekali
tidak bergejolak menerima kedatangan tubuh Chang Bai.
Hal ini menandakan kemampuan ringan tubuhnya benarbenar luar biasa!
"Nah, aku sudah melakukannya. Sekarang silakan
semua penantang bisa masuk juga ke kolam ini" kata Chang
Bai dengan sombong sekali.- 57 Han Cia Sing, Song Wei Hao, Ma Han Jiang dan
lainnya hampir-hampir tidak mempercayai apa yang mereka
lihat barusan. Ilmu Chang Bai memang diakui hebat, tapi
selama ini ilmu ringan tubuhnya tidak terlalu bagus. Tapi
peragaan kekuatan yang dilakukannya barusan
menunjukkan ilmu ringan tubuhnya sudah setara dengan
Guo Yin Sen Kung! Apakah dalam beberapa bulan ini
kemampuan Chang Bai sudah meningkat demikian
pesatnya? Jika benar maka hal ini amat berbahaya bagi Han
Cia Sing. Tiga orang pendekar hebat saja sudah sangat berat,
terlebih masih harus ditambah Chang Bai!
"Ma-siung, kau lihat Chang Bai barusan?!" bisik
Song Wei Hao.
"Iya, kemajuan ilmunya amat luar biasa" kata Ma Han
Jiang.
"Bagaimana mungkin kurang dari setahun ia sudah
demikian maju? Saat pertempuran di Yi Chang, ilmu ringan
tubuhnya seolah biasa saja?" tanya Song Wei Hao setengah
tidak percaya.
"Aku juga hampir-hampir tidak percaya. Sekarang
keadaan Cia Sing semakin berat" kata Ma Han Jiang dengan
cemas yang dijawab anggukan setuju oleh Song Wei Hao.
Tiga Penguasa Tebing Setan langsung meloncat satu
persatu dengan ringan sekali ke atas kolam. Ilmu mereka
yang luar biasa tentu saja tidak membuat Han Cia Sing
terkejut seperti barusan saat melihat Chang Bai. Kini- 58 keempat lawannya sudah menunggu di atas Kolam
Sembilan Naga, mau tak mau Han Cia Sing harus ikut
melompat. Sambil mengerahkan ilmu Guo Yin Sen Kung,
Han Cia Sing meluncur bagaikan sehelai anak panah melesat
ke atas kolam. Ia mendarat dengan ringan ekali, sama sekali
tidak menimbulkan riak di permukaan kolam.
"Hehehe, bocah busuk, kau ternyata lumayan juga"
ejek Feng Wa dengan suaranya yang menyeramkan.
"Tapi kau tidak akan keluar dari Kolam Sembilan
Naga ini hidup-hidup! Lihatlah kolam ini baik-baik, karena
kolam ini akan menjadi kuburanmu!" bentak Meng Ao
mengancam.
Kolam Sembilan Naga adalah sebuah kolam yang
Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berukuran kurang dari sepuluh tombak tiap sisinya. Kolam
itu sebenarnya merupakan percabangan dari sebuah anak
sungai dan mata air sehingga airnya sangat jernih. Han Cia
Sing dapat melihat dasar kolam dan akar-akar teratai serta
ikan yang berenang di bawahnya. Kedalaman kolam itu
tidak lebih dari dua tombak. Apakah kolam ini benar akan
menjadi kuburanku, pikir Han Cia Sing.
"Nah, bersiaplah anak muda!" kata Chang Bai sambil
mulai memberikan aba-aba agar tambur ditabuh.
Kini suasana menjadi semakin menegangkan. Suara
tambur bertalu-talu seakan memberikan semangat kepada
kelima pendekar untuk segera mulai menyerang dan beradu
ilmu. Para penonton mulai bersorak-sorai memberikan- 59 semangat, terutama barisan pengikut Ceng Lu Hui.
Sementara para pendekar Tien Lung Men dan teman-teman
Han Cia Sing hanya bisa berdoa agar kemenangan dapat
diraih olehnya.
"Kau sudah siap menghadap raja neraka?!" tanya Jiao
Cai dengan dingin sambil menghunus Golok Roda Dewi
Bulan miliknya.
"Siap atau tidak siap, ia harus siap!" kata Feng Wa
sambil mengacungkan pedang karatannya.
Han Cia Sing mengerahkan segenap kekuatan tenaga
Shi Sui Yi Cin Cing untuk melindungi tubuhnya. Keempat
lawannya bukan musuh sembarangan saja, salah
perhitungan sedikit saja ia akan menerima akibatnya.
Lagipula pertarungan kali ini dilakukan di atas kolam yang
tentu menambah kesulitan bertarung. Setiap dari mereka
harus menjaga keseimbangan dan ringan tubuh agar tetap
bisa berdiri di atas daun-daun teratai. Salah langkah atau
kehilangan keseimbangan sedikit saja maka akan tercebur
ke dalam kolam.
"Baiklah, aku mulai dulu!" seru Chang Bai dengan
gagah. Chang Bai maju menyerang dengan langkah yang
ringan sekali. Bahkan semua penonton merasakan takjub
melihat kehebatan Chang Bai yang seolah-olah mampu
berlari di atas air itu. Han Cia Sing bahkan sampai tidak
mempercayai dirinya sendiri melihat kemajuan Chang Bai- 60 yang luar biasa itu. Sebenarnya ilmu apakah yang
dilatihnya?
Han Cia Sing tidak bisa berpikir lebih lama lagi
karena serangan tinju Chang Bai sudah mengepung dirinya.
Liu Suang Hong Chuen (Enam Pasang Tinju Merah) milik
Chang Bai mempunyai kekuatan yang dahsyat. Bahkan
angin yang ditimbulkan tinjunya saja mempunyai hawa
panas yang kuat, apalagi jika sampai terkena serangannya.
Han Cia Sing langsung mengerahkan ilmu ringan tubuhnya
untuk meloloskan diri dari sergapan Chang Bai. Tinju-tinju
lawan hanya mengenai angin saja. Meski demikian Chang
Bai tampaknya mampu mengimbangi ringan tubuh Han Cia
Sing dan terus mengejarnya.
Feng Wa dan Meng Ao hampir bersamaan maju
menyerang Han Cia Sing dari belakang. Tendangan Meng
Ao yang berintikan Tien Lung Ta Fa serta sabetan pedang
Feng Wa mengincar punggung Han Cia Sing yang terbuka.
Chang Bai melihat sekutunya sudah turun tangan, semakin
gencar menekan Han Cia Sing dengan tinjunya. Serangan
dari depan dan belakang sekaligus ini benar-benar
merepotkan Han Cia Sing. Untung ia masih bisa berkelit dan
menghindar dari kepungan tiga lawannya.
Tapi serangan berikutnya sudah datang lagi bagaikan
gelombang. Jiao Cai yang melihat kesempatan baik
langsung menyerangnya dengan golok mautnya. Serangan
mendadak ini benar-benar nyaris memenggal leher Han Cia
Sing, tapi untunglah Han Cia Sing sempat menangkis golok- 61 Jiao Cai sehingga hanya tangannya saja yang terluka sedikit.
Tapi serbuan beruntun ini sempat membuat kuda-kuda Han
Cia Sing sedikit goyah. Teman-temannya sampai menahan
napas melihat serbuan lawan-lawan Han Cia Sing yang
ganas itu. Chang Bai kembali mengawali serangan dengan
tinjunya. Kali ini ia melompat ke atas dan meraung keras
sebelum menghunjamkan Liu Suang Hong Chuen ke arah
Han Cia Sing. Enam pasang hawa tenaga panas bagaikan
anak panah meluncur ke arah Han Cia Sing. Jika saja tidak
bertarung di atas kolam, pastilah Han Cia Sing akan
berusaha menghadang serangan itu. Tapi kali ini jika ia
ngotot menghadangnya, ada kemungkinan ia akan terdesak
masuk ke dalam kolam. Jika itu yang terjadi, maka ia akan
dianggap kalah. Akhirnya Han Cia Sing memilih mengelak
dengan melompat ke samping.
"Blarrrr!!"
Suara ledakan tenaga Liu Suang Hong Chuen yang
menghantam dasar kolam terdengar bagaikan dentuman. Air
kolam muncrat kemana-mana sehingga membasahi para
penonton yang berdiri terlalu dekat dengan kolam. Sejenak
pemandangan menjadi terhalang oleh cipratan air, tapi hal
itu tidak berlangsung lama. Feng Wa dan Jiao Cai sudah
maju dengan senjata masing-masing, yang begitu cepat
bergerak sehingga bagaikan menyibak tirai air mengepung
Han Cia Sing. Pedang karatan dan Golok Roda Dewi Bulan
mengejar Han Cia Sing bagaikan bernyawa saja. Perpaduan
keduanya amat bagus karena saling melengkapi. Golok- 62 menebas kaki, pedang menusuk dada. Kembali Han Cia
Sing harus berjumpalitan untuk menghindari serangan
lawan. Dua puluh jurus berlalu dan Han Cia Sing sama
sekali tidak diberi kesempatan menyerang. Ia hanya bisa
bertahan terus dari keempat pengeroyoknya.
"Yung Lang, aku mencemaskan Cia Sing" kata Ma
Xia dengan cemas sekali.
"Aku juga, ketiga musuhnya itu benar-benar luar
biasa. Bahkan Chang Bai juga seakan-akan mempunyai
tenaga tambahan" kata Yung Lang yang tidak berkedip
melihat jalannya pertarungan.
"Cia Sing kau tidak boleh kalah" desis Lin Tung di
tengah kekhawatirannya.
Han Cia Sing seakan mengerti kekhawatiran temantemannya itu. Ia berusaha sekuat tenaga meloloskan diri dari
tekanan lawan-lawannya. Feng Wa, Jiao Cai dan Meng Ao
memang mempunyai kemampuan hampir setara. Maka satusatunya cara adalah berusaha mendesak Chang Bai yang
kemampuannya masih di bawah mereka. Tapi hari ini Chang
Bai benar-benar aneh sekali. Setiap gerakannya begitu
ringan dan lincah sehingga tetap saja mampu mengimbangi
ilmu ringan tubuh Han Cia Sing. Keadaan benar-benar
genting bagi Han Cia Sing yang terkepung rapat sekali.
"Astaga kau lihat itu!" seru Yung Lang sambil
menyikut Lin Tung.- 63 "Apa?! Kau jangan menggangguku melihat
pertarungan ini" kata Lin Tung dengan sebal sekali.
"Aku tidak mengganggumu bodoh. Tapi coba kau
lihat di pinggir sana itu" kata Yung Lang dengan gemas
sekali. Lin Tung dan Ma Xia sama-sama menoleh ke arah
yang ditunjukkan oleh Yung Lang. Ternyata yang dimaksud
Yung Lang adalah Nela Guo-se (guru negara Nela) Fan
Zheng yang tengah memperhatikan pertandingan dengan
serius sekali. Ia merangkapkan kedua tangannya di depan
dada dan peluh-peluh berjatuhan dari keningnya.
"Ia berdoa dengan semangat sekali sampai
berkeringat" kata Lin Tung.
Raja Petir 15 Api Di Suraloka Saraswati Si Gadis Sunyi Karya A. A Navis The Wednesday Letters Karya Jason F.wright
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama