Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An Bagian 26
"Kau ini bagaimana?! Dia itu bukan berdoa! Ia
sedang mengangkat Chang Bai dengan ilmunya" kata Yung
Lang yang sebisa mungkin menjaga agar dirinya tidak
berteriak.
"Astaga, Yung Lang! Kau benar juga! Ia sedang
mengerahkan ilmunya seperti yang pernah diceritakan oleh
mendiang Jien Pang-cu, ilmu Wu Di Mi Jie Sen Kung (Ilmu
Sakti Raga Tanpa Wujud)!" kata Lin Tung yang akhirnya
sadar juga.
"Sekarang kita tahu mengapa Chang Bai bisa
demikian tangguh dan hebat ringan tubuhnya. Pastilah Fan
Zheng yang menggunakan kekuatannya untuk membantu
Chang Bai" kata Ma Xia.- 64 "Benar, dasar serigala tua Chang Bai. Pantas saja ia
bisa begitu enteng berjalan di atas kolam" kata Yung Lang
dengan marah.
"Sekarang apa yang bisa kita lakukan?" tanya Lin
Tung.
"Aku punya akal" kata Yung Lang sambil berjongkok
mencari batu kerikil.
"Nah, ini kalian pegang satu-satu" kata Yung Lang
sambil membagikan kerikil di tangannya.
"Untuk apa ini?" tanya Lin Tung tidak mengerti.
"Kau ini bagaimana?! Jelas untuk membantu Cia
Sing! Kita akan sambit bersama-sama si Fan Zheng itu
sehingga perhatiannya terpecah. Aku yakin saat itu Chang
Bai pasti langsung kehilangan keseimbangan dan tercebur
ke dalam kolam" kata Yung Lang dengan bersemangat.
"Benar juga! Ayo kita lakukan!" kata Ma Xia.
"Tunggu aba-abaku. Satu, dua, tiga!" kata Yung Lang
memberikan aba-aba.
Tiga buah batu kerikil disambitkan bersama-sama
oleh mereka bertiga dengan tenaga dalam. Ketiga batu-batu
itu melesat bagaikan anak panah ke arah Fan Zheng yang
tengah memusatkan perhatiannya pada pertarungan di atas
kolam sehingga tidak menyadari datangnya serangan. Tiga
batu itu masing-masing dua mengenai dahi Fan Zheng
sedang satu lagi mengenai lehernya. Fan Zheng langsung- 65 berteriak kesakitan karena dahinya terluka dan
mengucurkan darah. Ilmu Sakti Raga Tanpa Wujud
langsung buyar karenanya.
Chang Bai yang saat itu tengah menyerang Han Cia
Sing dengan gencar sekali, langsung seperti layang-layang
yang putus talinya. Ilmu ringan tubuh Chang Bai yang asli
memang tidak seberapa tinggi, sehingga ketika dukungan
tenaga dari Fan Zheng menghilang maka ia segera saja
tergelincir di atas daun-daun teratai kolam itu. Pijakannya di
atas daun langsung menjadi berat dan ia terjerumus masuk
ke dalam air kolam.
"Hahahaa, Kolam Sembilan Naga ternyata
menyimpan seekor kodok besar dan gendut!" teriak Yung
Lang sambil tertawa cekikikan.
Teriakan Yung Lang ini langsung disambut tawa
membahana semua yang hadir. Bahkan beberapa pengikut
Ceng Lu Hui juga tidak mampu menahan tawa mereka
melihat Chang Bai yang basah kuyup dan terjerat dedaunan
teratai kolam itu. Chang Bai sendiri amat marah, tapi tidak
bisa berbuat apa-apa lagi. Ia hanya bisa melotot ke arah Fan
Zheng yang tengah memegangi dahinya yang berdarah.
"Hei, kodok gendut! Kau lupa peraturan pertandingan
ini?! Siapa yang jatuh ke kolam dianggap kalah. Cepat
menyingkir! Kami masih ingin menonton pertandingan"
ejek Yung Lang dengan kurang ajar sekali.- 66 "Awas kau, marga Yung!" desis Chang Bai dengan
penuh dendam.
Chang Bai yang amat marah itu tidak bisa berkatakata lagi. Ia dibantu beberapa anak buah Ceng Lu Hui
diangkat beramai-ramai dari dalam kolam. Tubuhnya yang
basah kuyup dan penuh daun teratai itu menjadi bahan
ejekan para penonton. Chang Bai benar-benar malu dan
kehilangan muka. Penampilannya yang gagah perkasa di
awal pertarungan ternyata harus berakhir dengan
memalukan seperti ini. Dalam hati Chang Bai bersumpah
akan membalas perlakuan Yung Lang yang telah
menghinanya itu.
Sementara itu Han Cia Sing yang kehilangan seorang
pengeroyoknya, mulai dapat bernapas lebih lega. Jika tadi ia
harus menjaga punggung atau kepalanya dari serangan
lawan, kini ia bisa menjaga serangan lawannya dari depan
saja. Kehebatan Tiga Penguasa Tebing Setan memang luar
biasa dan amat mengerti keinginan satu dengan lain. Jika
yang satu diserang yang dua langsung balik menyerang Han
Cia Sing. Tidak heran hampir seratus jurus lebih mereka
bertarung masih tidak terlihat siapa yang menang siapa yang
kalah. Keadaan masih tampak seimbang.
Tiga Penguasa Tebing Setan sebenarnya juga
penasaran sekali menyaksikan ketangguhan Han Cia Sing.
Bagi mereka bertiga selama ini yang mereka takuti hanya
Jien Wei Cen seorang. Tidak disangka seorang anak muda
berpenampilan sederhana seperti Han Cia Sing sanggup- 67 meladeni mereka bertiga sekaligus selama seratus jurus
lebih. Han Cia Sing juga sama sekali tidak terlihat kelelahan.
Napasnya masih teratur dan gerakannya juga biasa saja,
sama sekali tidak terlihat tertekan meskipun diserang habishabisan.
Pertarungan masih berlanjut seratus jurus lagi. Para
penonton yang berada di tepian Kolam Sembilan Naga
seakan-akan tersihir menyaksikan pertarungan luar biasa
yang barangkali hanya sekali seumur hidup dapat mereka
saksikan itu. Berarti kini Han Cia Sing sudah bertarung 250
jurus lebih melawan Tiga Penguasa Tebing Setan. Selama
itu, mereka berempat sama sekali belum ada yang mampu
menyarangkan pukulan atau tendangan telak ke arah lawan.
Pertarungan benar-benar berjalan seimbang sekali.
Akhirnya setelah Tiga Penguasa Tebing Setan mundur
sejenak untuk mengatur napas, Han Cia Sing juga mundur
beberapa langkah untuk menjaga jarak serangan lawan.
"Hehehe, bocah busuk, ternyata kau lumayan juga"
puji Meng Ao sambil tersenyum mengejek.
"Jangan kaupuji dia, nanti dia akan semakin besar
kepala" kata Jiao Cai.
"Hehehe, lagipula semakin kuat lawanku, aku
semakin senang. Pertarungan seperti ini sudah lama sekali
tidak kualami" kata Teng Wa sambil terkekeh-kekeh
menyeramkan.- 68 Han Cia Sing tidak mengindahkan semua ejekan dan
hinaan dari lawannya, la terus memusatkan tenaganya dalam
perputaran tenaga dalam Shi Sui Yi Cin Cing. Jurus
pemulihan tenaga dalam yang hebat ini terus dipergunakan
Han Cia Sing karena ia sadar ketiga lawannya tidak akan
mudah dijatuhkan hanya dalam seratus dua ratus jurus saja.
Melihat pertarungan yang masih seimbang sampai 300
jurus, kemungkinan besar pemenangnya baru dapat
ditentukan setelah seribu jurus atau lebih.
"Nah, kau sudah siap bocah busuk?" ejek Meng Ao
sambil bersiap menyerang kembali.
"Aku selalu siap!" jawab Han Cia Sing dengan tegas.
Baru saja mereka berempat hendak bentrok kembali,
tiba-tiba dari langit melayang turun sesosok tubuh dengan
pakaian dan rambut yang acak-acakan. Sosok kurus kering
itu mendarat dengan ringan sekali di atas Kolam Sembilan
Naga persis di tengah-tengah Han Cia Sing dan Tiga
Penguasa Tebing Setan. Sambil tertawa terkekeh-kekeh
tidak waras, sosok itu memandangi semua yang hadir
seolah-olah sedang melihat makanan saja.
"Hehehehe, banyak sekali makanan di sini, sedap!"
kata sosok kakek bertubuh kurus kering itu sambil
mengedipkan matanya dengan tidak waras.
"Fang Yung Li!" desis Wen Yang hampir tidak sadar.
Semua yang hadir menjadi gempar atas kedatangan Fang
Yung Li yang tiba-tiba itu. Apalagi para pendekar Tien Lung- 69 Men yang pernah merasakan sendiri kehebatan si Setan
Darah itu. Song Wei Hao dan Ma Han Jiang merasakan
kekhawatiran yang amat sangat. Mereka berdua tidak bisa
membayangkan jika Fang Yung Li ternyata juga datang
untuk mengeroyok Han Cia Sing. Kekalahan Han Cia Sing
mungkin sudah bisa dipastikan jika ia dikeroyok empat
jagoan tangguh aliran sesat itu.
"Hei, Fang Yung Li apa yang sedang kau lakukan?
Kemana saja kau selama ini?" bentak Chang Bai dengan
marah.
"Kau?! Kau bicara denganku ya?!" tanya Fang Yung
Li dengan heran.
"Tentu denganmu! Siapa lagi di sini yang bernama
Fang Yung Li!" bentak Chang Bai semakin marah saja.
"Aduh, aduh! Kau salah orang rupanya. Namaku
Kakek Feng-Feng, bukan Fang Yung Li, kau ini bagaimana"
kata Fang Yung Li dengan santai seakan tidak menanggapi
kemarahan Chang Bai.
"Dasar kakek gila! Aku ridak peduli namamu Kakek
Feng-Feng atau Fang Yung Li. Yang penting kau sudah
datang di sini, kau harus membantuku menghabisi bocah
busuk itu!" maki Chang Bai.
"Kasar sekali kau ini ya" kata Fang Yung Li dengan
tidak senang.- 70 "Memangnya kenapa?!" hardik Chang Bai tidak mau
kehilangan muka lagi di depan banyak pendekar.
"Rupanya aku harus memberikan pelajaran
kepadamu. Kemarilah!" teriak Fang Yung Li sambil
mementangkan kedua tangannya yang kurus lebar-lebar ke
arah Chang Bai. Ilmu Tien Sia Cai Sou Sia (Alam Raya
Dalam Genggaman) memang mempunyai daya hisap yang
luar biasa. Hisapan itu bahkan sanggup menarik tubuh
Chang Bai yang berada sekitar sepuluh tombak dari tempat
Fang Yung Li berada. Pameran tenaga ini semakin luar biasa
karena Fang Yung Li melakukannya dengan berdiri di atas
daun teratai kolam. Pijakannya yang ringkih sama sekali
tidak membuatnya goyah. Ilmu si Setan Darah memang
benar-benar luar biasa.
Chang Bai yang terseret ke arah Fang Yung Li hanya
bisa berteriak ketakutan. Ia sadar sepenuhnya akan
kehebatan ilmu Pei Ming Sen Kung (Ilmu Sakti Neraka
Utara). Siapapun yang terhisap maka kemungkinan hidup
amat kecil sekali. Tidak heran jika Chang Bai berusaha
bertahan mati-matian. Beberapa pengikut Ceng Lu Hui
berbadan kekar juga berusaha menahannya, tapi tetap tidak
mampu. Chang Bai tetap terseret ke arah Fang Yung Li yang
terkekeh-kekeh di tengah kolam.
"Ayo kemarilah" kata Fang Yung Li yang
menyeringai menyeramkan.- 71 Chang Bai sadar dirinya kalah tenaga, akhirnya
mengambil jalan nekad. Sekarang ia tidak berusaha
menahan tarikan Fang Yung Li tapi malah melompat sekuat
tenaga ke arah lawan. Kedua tinjunya dikepalkan dan tenaga
dalam disalurkan sekuat tenaga. Tinju Chang Bai langsung
berwarna merah membara. Ilmu Enam Pasang Tinju Merah
dikerahkan hingga ke puncak untuk menghajar lawan!
"Bukkk!"
Tinju Chang Bai menghajar dada Fang Yung Li
dengan keras sekali. Semua yang melihat berpikir pastilah
kakek kurus kering itu akan mati oleh tinju luar biasa Chang
Bai. Tapi ternyata Fang Yung Li malah terkekeh-kekeh
kesenangan. Ia sama sekali tidak tampak terluka. Justru
Chang Bai yang kelihatan kesakitan dan berusaha menarik
tinjunya yang menempel di dada Fang Yung Li.
"Wah, tidak kusangka aku akan dapat melihat
kehebatan Pei Ming Sen Kung di sini" kata Meng Ao sambil
melipat tangannya dengan santai.
"Kukira ilmu ini sudah lama punah, ternyata masih
ada di dunia ini" kata Jiao Cai dengan acuh tak acuh.
"Tolong! Tolong aku!" jerit Chang Bai yang
kesakitan karena merasakan darah dan tenaganya seperti
disedot dengan kuat sekali oleh Fang Yung Li.- 72 "Nah, sekarang kau coba katakan lagi. Apa yang
kaukatakan tadi?" kata Fang Yung Li sambil mencengkeram
batok kepala Chang Bai dengan kedua tangarniya.
"Ahhh!"
Chang Bai tidak mampu lagi menjawab karena
seluruh tenaganya seperti terhisap habis oleh tarikan tenaga
Pei Ming Sen Kung. Urat-urat kepalanya seperti terhisap
keluar dan menonjol jelas sekali di keningnya. Rasanya pasti
sakit sekali sampai-sampai Chang Bai tidak malu lagi untuk
menjerit-jerit kesakitan. Han Cia Sing sebenarnya ingin
menolongnya tapi ia masih melihat keadaan karena para
pengikut Ceng Lu Hui malah terlihat diam saja. Tiga
Penguasa Tebing Setan juga sama sekali tidak menunjukkan
perasaan iba dan hanya berpangku tangan saja. Wen Yang
yang menonton di antara kerumunan juga tidak berniat
menolong sama sekali. Tiga ketua kuil Shaolin sebenarnya
ingin turun tangan tapi mereka bertiga juga sama raguragunya terhadap kehadiran Fang Yung Li yang tiba-tiba itu.
Nasib Chang Bai benar-benar berada di ujung tanduk.
Fang Yung Li berteriak dan menghentak Chang Bai dengan
keras. Seluruh kekuatan tenaga dalam dan darah yang
mengalir dalam diri Chang Bai seperti tertarik dengan kuat
sekali mengalir masuk ke dalam diri Setan Darah itu. Chang
Bai menjerit menyayat dan jatuh ke dalam kolam dengan
tubuh hangus dan kurus kering. Mayatnya mengambang
dengan wajah ketakutan bagaikan bertemu dengan dewa
maut sendiri!- 73 "Hehehee, ada lagi dari kalian yang memanggilku
Fang Yung Li?! Kalau ada silakan maju ke depan sini.
Namaku Kakek Feng-Feng, ingat itu!" bentak Fang Yung Li
sambil tertawa-tawa tidak waras.
"Aku tidak peduli namamu siapa, tapi yang jelas kau
harus keluar dari kolam ini. Jangan mengganggu
pertarungan kami saja kakek gila!" ancam Jiao Cai sambil
bersiap dengan Golok Roda Dewi Bulan miliknya.
"Eh, eh, habis satu masih ada satu lagi yang
Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menantang. Darah orang barusan pahit, tidak enak!
Mungkin darahmu akan lebih enak, ya" seringai Fang Yung
Li menyeramkan.
"Kau mungkin bisa menggertak pengecut, tapi jangan
harap kau bisa menakutiku. Kau akan kukuliri hidup-hidup
hari ini! Cepat kau menyingkir dari sini!" bentak Jiao Cai
yang kehabisan kesabarannya.
"Wah, wah, aku datang kemari untuk gelar pendekar
nomor satu yang akan kupersembahkan untuk anak dan
cucuku. Mana mungkin aku pergi begitu saja sebelum
menjadi pendekar nomor satu?!" kata Fang Yung Li yang
seolah menganggap sepi kehadiran Jiao Cai dan lainnya.
"Dasar orang gila!" maki Jiao Cai yang sudah
kehabisan kesabarannya itu.
Jiao Cai langsung melesat menyerang dengan Golok
Roda Dewi Bulan miliknya. Sementara itu Meng Ao dan- 74 Feng Wa juga maju menyerang Han Cia Sing. Sekarang
pertarungan menjadi tiga lawan dua. Kedatangan si Setan
Darah Fang Yung Li ternyata malah menjadi berkah
terselubung bagi Han Cia Sing karena sekarang ia
menghadapi hanya keroyokan dua lawan tangguh saja.
Kemampuan gabungan Meng Ao dan Feng Wa masih bisa
dihadapi Han Cia Sing dengan lebih baik sehingga sekarang
ia ganti menekan kedua lawannya itu.
Sementara itu pertempuran antara Jiao Cai dan Fang
Yung Li berlangsung jauh lebih seru karena keduanya
seimbang dan sama-sama tidak mau mengalah. Fang Yung
Li yang kurang waras itu memang kalah jurus dan kelihaian,
tapi ia sama sekali tidak kalah dalam tenaga dalam. Apalagi
tenaga penghisapnya amat mematikan sehingga Jiao Cai
senantiasa menjaga jarak aman agar tidak mengalami nasib
yang sama dengan Chang Bai barusan. Sekejap saja, kedua
pendekar sudah mengeluarkan lima puluh jurus andalan
masing-masing.
"Ah, tidak seru! Tidak seru!" kata Fang Yung Li tibatiba sambil menghentikan pertarungannya.
"Kakek gila, apakah kau menyerah kalah?" tanya Jiao
Cai dengan sombong.
"Kau selalu berlindung di balik senjatamu. Kalau kau
berani singkirkan senjatamu dan mari kita adu kekuatan"
tantang Fang Yung Li.- 75 "Hehheeh, kau kira aku anak usia tiga tahun? Kau
menantangku agar kau bisa menghisap tenagaku dengan
mudah, begitu kan?! Aku tidak sebodoh kau, kakek gila!"
bentak Jiao Cai.
"Hehehehe, kau selalu memakiku kakek gila. Kau
sendiri apakah bukan kakek gila?! Jangan-jangan kaulah
yang bernama Fang Yung Li itu" kata Fang Yung Li sambil
tertawa sinting.
"Kurang ajar! Jika hari ini aku tidak membunuhmu,
jangan sebut aku Jiao Cai!" maki Jiao Cai dengan marah
sekali. Pertarungan babak kedua antara Jiao Cai dan Fang
Yung Li berlangsung lebih dahsyat lagi. Jiao Cai yang sudah
dibakar amarah benar-benar bertarung dengan ganas.
Goloknya diputar-putar bagaikan roda kematian berdesing
menyerang semua bagian tubuh lawan. Sekali terkena
tebasan golok maut itu, maka bisa dipastikan bagian tubuh
yang terkena akan putus!
"Wah, wah! Kau mulai pakai jurus maut ya?! Kalau
begitu aku juga!" teriak Fang Yung Li tidak mau kalah. Fang
Yung Li menghirup udara dalam-dalam sampai perutnya
yang kurus itu seperti tertarik ke dadanya. Kedua tangannya
dipentangkan lebar-lebar. Jiao Cai segera dapat merasakan
dirinya seperti terhisap oleh kekuatan luar biasa ke arah
Fang Yung Li. Kuda-kudanya di atas air kolam tidak sekuat
bila berada di tanah sehingga ia tidak bisa melawan. Jiao Cai
terseret mendekati Fang Yung Li yang tertawa terkekehkekeh penuh kemenangan.- 76 "Ayo kemarilah makanan enak!" seru Fang Yung Li.
"Kurang ajar!" bentak Jiao Cai yang merasa
dipermalukan itu. Ketika jarak Jiao Cai dengan Fang Yung
Li sudah kurang dari tiga langkah lagi, Jiao Cai segera
memutar golok saktinya menjadi tameng di depan dadanya.
Kedua tangan Fang Yung Li yang hendak merangkulnya
ditahan dengan Golok Roda Dewi Bulan miliknya.
Kekuatan daya penghisap Fang Yung Li menjadi tertahan
oleh golok sakti itu. Kini adu tenaga dalam antara keduanya
berlangsung lebih seru. Air kolam yang semula tenang
menjadi bergelombang bagaikan berada di tengah lautan
saja. Fang Yung Li berusaha menghisap lawan dengan
sekuat tenaga, sementara Jiao Cai berusaha melepaskan diri
dengan segenap kekuatannya pula.
Han Cia Sing yang dapat merasakan bentrokan tenaga
luar biasa antara kedua pendekar itu segera memanfaatkan
gelombang air kolam yang tercipta untuk keuntungannya.
Feng Wa yang kelihatan sedikit kehilangan keseimbangan,
langsung diserangnya dengan lebih gencar. Tubuh Feng Wa
yang tinggi itu kelihatan oleng karena goyangan air kolam
sehingga tidak leluasa menghadapi serangan Han Cia Sing.
Ia terdesak hebat dan hanya bisa mundur terus. Meng Ao
yang berusaha menolongnya tidak mampu berbuat banyak
karena gerakan Han Cia Sing amat cepat dan kuat dalam
menghadapi serangannya.
Akhirnya Han Cia Sing melihat celah pada
pertahanan Feng Wa. Ia segera menggunakan salah satu- 77 jurus yang diajarkan semalam oleh ketua partai Cing Pang
(Perkumpulan Emas) Wei Shu, jurus Cing Cang Pien Hua
(Tapak Emas Berubah Bentuk). Meskipun jurus yang
diajarkan Wei Shu kepadanya hanya satu jurus saja, tapi
amat berguna karena banyak sekali perubahannya. Dada
Feng Wa terhantam keras dan ia terseret beberapa langkah
ke belakang tapi masih bisa menjaga keseimbangannya. Han
Cia Sing terkesima kaget melihat Feng Wa masih bisa
bertahan. Tapi bukan itu saja yang membuat Han Cia Sing
kaget. Barusan telapaknya yang menghajar dada Feng Wa
bagaikan membentur besi baja saja layaknya. Apakah Feng
Wa mempunyai ilmu tenaga pelindung yang luar biasa
sehingga tidak mempan dihantam dengan sekuat tenaga?
"Hehehe, lumayan juga kau bocah busuk" kata Feng
Wa sambil terkekeh-kekeh seolah tidak merasakan sama
sekali serangan Han Cia Sing.
"Kau heran ya bocah busuk?! Feng Wa sudah
bertemu raja neraka, ia tidak akan bisa mati lagi. Terimalah
nasibmu!" bentak Meng Ao sambil maju menyerang.
Han Cia Sing terpaksa melupakan sejenak
keheranannya terhadap kekuatan Feng Wa. Ia kini harus
meladeni serangan maut Meng Ao yang menggunakan
jurus-jurus Tien Lun Ta Fa tingkat 32. Gerakan Meng Ao
begitu cepat dan bertenaga sehingga setiap kali tangan
mereka saling berbenturan, udara di sekitar mereka seperti
berdentum. Gebrakan Meng Ao sanggup diimbangi Han Cia- 78 Sing, membuktikan bahwa tenaga keduanya masih
berimbang.
Jiao Cai yang tengah beradu tenaga dengan Fang
Yung Li melihat kedua temannya sekarang terdesak oleh
Han Cia Sing. Ia segera memutar otak mencoba mencari
akal. Jika saja kakek gila Fang Yung Li ini bisa
dimanfaatkan untuk melawan Han Cia Sing, pasti
kemenangan akan berpihak kepada mereka.
"Hei kakek, kau tahu tidak siapa yang disebut Fang
Yung Li itu?" tanya Jiao Cai di sela-sela tarik-menarik
tenaga dengan Fang Yung Li.
"Siapa?! Katakan cepat!" bentak Fang Yung Li.
"Pemuda itulah yang bernama Fang Yung Li. Dialah
yang menyebabkan engkau dihina oleh Chang Bai barusan"
kata Jiao Cai sambil tersenyum licik karena berhasil
membangkitkan amarah Fang Yung Li.
"Jadi dia?!" kata Fang Yung Li geram.
"Benar, dialah orangnya. Lebih baik kita berhenti
bertarung dan kita bunuh saja dia bersama-sama. Bukankah
ini lebih baik?" kata Jiao Cai menghasut.
"Hehehe, ternyata kau pintar juga" kata Fang Yung Li
sambil menghentakkan diri menjauh dari Jiao Cai. Sambil
bernapas lega karena berhasil meloloskan diri dari maut,
Jiao Cai mengatur pernapasannya kembali. Sementara itu,
Han Cia Sing yang tengah bertarung dengan Meng Ao dan- 79 Feng Wa, kini ditatap dengan tajam sekali oleh Fang Yung
Li. Tampaknya ia tengah memperhatikan jurus-jurus yang
tengah dimainkan Han Cia Sing. Matanya berputar-putar
tidak waras sambil sesekali tertawa sendiri.
"Hehee, darah manis, darah manis!" kata Fang Yung
Li. "Mari kita habisi dia!" seru Jiao Cai sambil maju
menyerang Han Cia Sing.
Kali ini gerakan Jiao Cai diikuti oleh Fang Yung Li
yang tidak kalah cepat. Mereka berdua meluncur bagaikan
anak panah di atas kolam, menyerang punggung Han Cia
Sing yang terbuka Meng Ao dan Feng Wa yang melihat
datangnya bantuan, semakin gencar melakukan serangan.
Han Cia Sing sendiri dapat merasakan adanya hawa
membunuh luar biasa yang bergejolak di belakangnya. Ia
sadar akan datangnya bahaya maut.
Han Cia Sing menghirup napas dalam-dalam dan
menyalurkannya ke bagian kakinya. Tubuhnya langsung
menjadi seringan bulu. Sekali hentakan ia sudah melayang
tinggi tiga tombak ke langit. Serangan Fang Yung Li dan
Jiao Cai yang hendak membokongnya dari belakang
berhasil dihindarinya dengan baik sekali. Kini keempat
lawannya itu berada dalam posisi yang sangat berdekatan
satu sama lain. Han Cia Sing tidak membuang kesempatan
bagus ini. Ia langsung meluncur turun dengan jurus yang
diajarkan oleh Ma Han Jiang kemarin kepadanya. Jurus Si- 80 Fang Lung Ciao (Tendangan Naga Empat Arah) adalah
jurus yang cocok untuk menghadapi keroyokan lawan.
Empat tendangan melayang ke arah yang berbeda melesat
bagaikan petir.
"Bukkkk!!"
Feng Wa dan Jiao Cai tidak sempat menghindar dan
terhajar telak di dada. Meng Ao yang lincah masih bisa
menghindar sehingga luput dari kerasnya tendangan.
Sementara itu Fang Yung Li yang bersiap menerima
tendangan dengan dadanya yang sudah diisi dengan Pei
Ming Sen Kung, malah harus menerima nasib mendapatkan
tendangan keras di kepalanya. Fang Yung Li sampai
berputar beberapa kali dan nyaris kehilangan keseimbangan
karena kuatnya tendangan Han Cia Sing. Empat lawan
tangguh berhasil didesak mundur oleh Han Cia Sing kali ini
sehingga menimbulkan kegembiraan di antara temantemannya yang menonton.
"Bagus Cia Sing, hajar terus!" teriak Yung Lang
dengan penuh semangat.
"Akupun tidak bisa menendang lebih baik dari itu"
kata Ma Han Jiang memuji dengan jujur.
"Sing-er memang hebat. Ia sudah menjadi pendekar
besar sekarang" kata Song Wei Hao dengan lega.
Jika teman-teman Han Cia Sing berteriak penuh
kemenangan, tidak sebaliknya dengan para pengikut Ceng- 81 Lu Hui. Diam-diam Wen Yang memberikan isyarat kepada
Hu Kung Ye yang dijawab dengan anggukan mengerti. Hu
Kung Ye segera menghilang di balik kerumunan para
penonton. Apakah yang sebenarnya direncanakan oleh Wen
Yang? Sanggupkah Han Cia Sing menandingi empat
pendekar hebat itu sekaligus?
*** Markas Ceng Lu Hui terlihat sepi dan kosong karena
hampir semua pengikutnya sedang berada di Kolam
Sembilan Naga untuk menyaksikan pertarungan. Hanya
terlihat sedikit penjaga yang mondar-mandir menjalankan
tugasnya untuk mengamankan markas Ceng Lu Hui. Ilmu
mereka yang rendah menyebabkan mereka tidak sadar
bahwa puluhan orang berpakaian hitam sudah memasuki
markas Ceng Lu Hui itu. Bahkan mereka sudah
melumpuhkan beberapa pengikut Ceng Lu Hui tanpa suara.
Sebenarnya siapakah mereka itu?
Tiga orang tengah duduk di atas atap mengawasi
semua pergerakan yang terjadi di bawah mereka. Dua orang
laki-laki dan seorang wanita, ketiganya menatap tajam
setiap gerakan orang-orang berpakaian hitam itu.
Tampaknya mereka bertiga adalah pimpinan para penyusup
itu. Mereka tidak lain adalah Xiahou Yuan, Han Cia Pao dan
Cen Hua.- 82 "Nyonya Han, kira-kira di manakah letak penjara
mereka?" tanya Xiahou Yuan kepada Cen Hua.
"Pendekar Xiahou, aku kurang tahu. Meskipun
kemarin aku berhasil menyelamatkan Ma Xia, tapi kami
menemukannya di dalam sebuah kamar. Mungkin Ma Pei
juga disekap di salah satu kamar" jawab Cen Hua.
"Istriku, tampaknya penjagaan di sekitar sini biasabiasa saja. Pastilah Ma Pei tidak disembunyikan di sini.
Lagipula mengapa kita harus menyelamatkan penjahat itu"
kata Han Cia Pao tidak sependapat.
"Suamiku, bagaimanapun juga dia adalah ayah dari
Ma Xia. Apalagi sekarang ia sudah menjadi musuh dari
partai Ceng Lu Hui juga" kata Cen Hua berusaha
menyabarkan suaminya.
"Apapun yang terjadi, kita harus menghancurkan
tempat ini. Perintah Huo Wang-ye sudah jelas, meskipun
nantinya kita tidak menemukan Ma Pei, kita tetap harus
membakar markas Ceng Lu Hui ini" kata Xiahou Yuan.
"Benar, kita harus menghancurkannya" kata Han Cia
Pao setuju.
"Tampaknya anak buah kita sudah berhasil
melumpuhkan para penjaga. Saatnya kita untuk turun" kata
Xiahou Yuan.
Ketiga orang itu melompat dari atap yang cukup
tinggi dengan ringan sekali, mendarat di halaman belakang- 83 hampir tanpa suara. Mereka segera disambut oleh pimpinan
pasukan penyusup itu, anak buah andalan Huo Wang-ye,
yaitu Cheng
Hung. Ia segera menjura hormat kepada Xiahou Yuan
Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan melaporkan hasil pencariannya.
"Lapor, semua penjaga sudah dilumpuhkan.
Kelihatannya markas ini sudah kosong" kata Cheng Hung.
"Apakah tidak ada tanda-tanda pendekar Ma Pei sama
sekali?" tanya Xiahou Yuan.
"Kami tidak menemukan siapapun juga" jawab
Cheng Hung.
"Baiklah, kalau begitu kita jalankan rencana semula.
Bakar markas Ceng Lu Hui ini!" perintah Xiahou Yuan.
"Baik!" kata Cheng Hung. Puluhan pasukan bawahan
Cheng Hung langsung mengeluarkan obor kecil dari balik
baju mereka. Sekejap saja puluhan obor sudah menyala dan
siap dilemparkan ke dalam markas Ceng Lu Hui. Kini
mereka tinggal menunggu perintah dari Cheng Hung saja.
"Bakar!" teriak Cheng Hung memberi perintah. Tapi
belum lagi mereka melemparkan obor-obor itu, teriakan
kemadan menyayat terdengar dari barisan samping pasukan.
Beberapa prajurit roboh bermandikan darah dengan tubuh
tertembus dadu-dadu besi. Sementara yang lain mati dengan
tubuh terpotong menjadi dua.- 84 "Awas! Si Ta Hao Ren (Empat Orang Baik)!" teriak
Xiahou Yuan memperingatkan.
Ternyata memang benar serangan mendadak barusan
dilancarkan oleh tiga orang dari Si Ta Hao Ren. Mereka
merangsek dengan ganas dari sisi kiri pasukan Cheng Hung.
Belum lagi para prajurit mengatur barisan, tiba-tiba
terdengar jerit kematian dari sisi kanan barisan. Pai Ying dan
Jing Ying sudah tiba dan menimbulkan banyak kematian
pada bawahan Cheng Hung. Situasi langsung berubah
menjadi kacau balau.
"Serbuan musuh! Lawan!" teriak Cheng Hung
memberikan komando.
Pertarungan segera pecah di tengah-tengah halaman
belakang markas Ceng Lu Hui itu. Prajurit bawahan Cheng
Hung yang ilmunya hanya rata-rata itu langsung terbabat
habis oleh Si Ta Hao Ren dan dua Wu Se. Mereka sama
sekali tidak mampu melawan. Bahkan Cheng Hung juga
terluka terkena sabetan golok lebar milik Pu Sa. Mau tak
mau, Xiahou Yuan, Han Cia Pao dan Cen Hua ikut turun
tangan menghadapi serangan mereka berlima. Akibatnya
kini giliran para pendekar Ceng Lu Hui yang terdesak hebat.
Tapi baru saja mereka bisa menekan lawan, tiba-tiba
dari arah kiri dan kanan mereka muncul dua sosok yang
bergerak amat cepat. Empat bawahan Cheng Hung langsung
terlempar dan menemui ajal mereka sebelum tubuh mereka
sempat menyentuh tanah. Dua sosok itu tak lain adalah Feng- 85 Ming si Golok Raja Naga dan Wen Fang. Kemunculan dua
pendekar hebat ini langsung membuat Xiahou Yuan
waspada, demikian juga dengan Han Cia Pao dan Cen Hua.
"Istriku, lebih baik kau menyingkir dulu. Lukamu
masih belum sembuh benar. Mereka berdua bukan lawan
yang bisa diremehkan begitu saja" kata Han Cia Pao yang
dijawab dengan anggukan setuju Cen Flua.
"Xiahou-siung, lama tidak berjumpa, apa kabarnya?"
tanya Feng Ming.
"Feng-siung, kabarku baik-baik saja. Aku lihat
engkau juga kelihatan sehat-sehat saja" jawab Xiahou Yuan
berbasa-basi.
"Hari ini engkau datang mengacau di markas Ceng Lu
Hui. Apakah maksud Xiahou-siung ini?" tanya Feng Ming.
"Ceng Lu Hui adalah gerombolan pengacau yang
harus dibasmi. Kami datang kemari untuk membasmi
gerombolan ini" jawab Xiahou Yuan.
"Omong kosong! Ceng Lu Hui adalah partai
persilatan yang diakui oleh kerajaan Tang! Mana mungkin
disebut gerombolan pengacau?! Engkaulah yang mengacau
di sini!" bentak Feng Ming dengan berwibawa sekali.
"Feng-siung, selama ini kita bertiga bersama dengan
Lu-siung selalu membela kepentingan kerajaan dan Yang
Mulia Kaisar. Aku harap engkau mengerti bahwa kita
berdua berdiri di tempat yang sama" kata Xiahou Yuan.- 86 "Jika memang demikian, lebih baik engkau
bergabung dengan Ceng Lu Hui. Yang Mulia Kaisar sudah
mengakui partai Ceng Lu Hui sebagai partai yang setia
kepada kerajaan. Jangan berbuat yang menentang perintah
Yang Mulia Kaisar" kata Feng Ming.
"Pendekar Xiahou, jangan banyak berdebat dengan
anjing-anjing kerajaan ini. Cepat kita hancurkan markas
Ceng Lu Hui!" kata Han Cia Pao yang sudah tidak sabaran
itu. "Kurang ajar! Pendekar Murong, kau hendak
memberontak?!" bentak Feng Ming yang marah sekali
dihina sebagai anjing kerajaan.
"Dasar bodoh! Lihat baik-baik siapa diriku!" kata
Han Cia Pao sambil menarik lepas kumis dan jenggot
palsunya.
"Han Cia Pao?! Ternyata kau?!" seru Feng Ming
tidak percaya.
"Benar! Aku Han Cia Pao, akan membersihkan nama
baik keluarga Han dari anjing-anjing pengkhianat seperti
kalian! Bersiaplah!" bentak Han Cia Pao dengan marah.
"Huh! Ayah pemberontak, anak juga pemberontak.
Bagus sekali hari ini kau datang mengantarkan nyawa! Aku
jadi tidak perlu repot-repot lagi! Majulah!" seru Feng Ming
sambil menghunus Golok Raja Naganya.- 87 "Aku bersumpah akan membasmi para pengkhianat
seperd kalian!" kata Han Cia Pao tidak mau kalah.
"Lihat golok!" seru Feng Ming sambil menebaskan
goloknya. Pertempuran segera pecah antara empat pendekar
berilmu hebat itu. Feng Ming meladeni Han Cia Pao
sementara Xiahou Yuan melawan Wen Fang. Kekuatan
tenaga dalam mereka berempat yang luar biasa sanggup
mendesak prajurit Cheng Hung dan tiga Si Ta Hao Ren serta
dua Wu Se ke pinggir. Sementara itu Cen Hua yang melihat
pertarungan masih berimbang lebih memilih untuk mencari
tempat Ma Pei disekap. Ia masuk ke setiap ruangan berusaha
mencari-cari ayah Ma Xia itu.
Akhirnya Cen Hua sampai di sebuah bangunan kecil
di sudut markas Ceng Lu Hui. Letaknya yang agak
tersembunyi memang membuatnya sukar untuk ditemukan
sehingga tidak heran anak buah Cheng Hung yang hanya
memeriksa sekadarnya saja tidak menemukan bangunan
kecil ini. Tangga batu yang terus turun mengarah ke bawah
membuat Cen Hua semakin yakin inilah salah satu tempat
untuk para tawanan Ceng Lu Hui. Tebakannya tidak salah
karena baru saja melangkah sampai di bawah, Cen Hua
sudah disambut serangan golok tiga penjaga penjara itu.
Tapi apalah artinya tiga orang begundal dibandingkan sang
pewaris ilmu pedang keluarga Cen. Tiga jurus sudah cukup
bagi Cen Hua untuk menamatkan riwayat tiga begundal
penjaga penjara itu.- 88 "Tuan Ma Pei! Tuan Ma Pei!" Teriakan Cen Hua
bergema di lorong penjara itu. Telinga Cen Hua yang tajam
dapat mendengar sebuah keluhan pelan dari sebuah sudut
kamar penjara. Cen Hua tidak membuang waktu lagi. Satu
tebasan pedangnya langsung memutuskan rantai kamar
penjara itu. Di sudut ruangan terlihat sesosok tubuh yang
meringkuk tanpa daya.
"Tuan Ma Pei! Aku datang untuk membawamu
keluar!" seru Cen Hua.
Cen Hua mendekati sosok tubuh itu dan berniat untuk
membantunya bangkit. Tapi tiba-tiba saja orang yang
semula terlihat tidak berdaya itu langsung bergerak cepat
sekali menyerang ke arahnya. Cen Hua yang terkejut hanya
sempat menghindar mundur ke belakang, tapi tetap saja
kakinya tersabet senjata lawan. Darah segera membasahi
kaki kanan Cen Hua yang terluka itu.
"Kurang ajar! Siapa kau sebenarnya?!" bentak Cen
Hua dengan marah.
"Hehehehe, ternyata aku tidak perlu repot-repot
membalaskan dendam adikku. Kau sendiri yang datang
mengantarkan nyawamu kemari!" kata orang itu yang tidak
lain adalah Ejinjin.
"Kau?! Di mana tuan Ma Pei?" kata Cen Hua terkejut
sekali melihat bahwa orang yang disangkanya Ma Pei itu
ternyata adalah Ejinjin.- 89 "Ia sudah ada di neraka! Bersiaplah untuk bertemu
dengannya!" bentak Ejinjin sambil maju menyerbu dengan
golok melengkung terhunus di tangannya.- 90 53. Kehancuran
Pertarungan antara Han Cia Sing dan keempat
lawannya sudah berlangsung hampir lima ratus jurus tapi
masih belum terlihat tanda-tanda siapa yang lebih unggul.
Tiga Penguasa Tebing Setan amat penasaran sekali, apalagi
si Setan Darah Fang Yung Li. Mereka berempat tidak habis
pikir bagaimana seorang pemuda ingusan seperti Han Cia
Sing bisa menghadapi mereka berempat sekaligus sampai
hampir lima ratus jurus. Bahkan sama sekali tidak terlihat
tanda-tanda kelelahan pada diri Han Cia Sing, padahal
mereka berempat mulai merasakan napas mereka semakin
pendek.
Sebenarnya mereka tidak tahu bahwa terjunnya Fang
Yung Li ikut mengeroyok Han Cia Sing malah memberikan
kekuatan kepada lawan. Saat menghadapi Tiga Penguasa
Tebing Setan, Han Cia Sing kerepotan karena ketiganya
begitu padu dalam menyerang dan bertahan. Tapi setelan si
Setan Darah ikut bergabung, irama mereka bertiga menjadi
agak kacau. Fang Yung Li yang memang gila itu sama sekali
tidak mengindahkan ketiga pengeroyok lainnya sehingga
malah membuat Han Cia Sing sering menemukan celah
dalam pertahanan lawan. Hanya karena sifat Han Cia Sing
yang terlalu baik terhadap musuh saja sehingga mereka
berempat masih bisa bertahan. Fang-cang Tien Gong yang
diam-diam mengetahui hal ini hanya bisa mengeluh- 91 sekaligus bersyukur atas Han Cia Sing yang terlalu belas
kasihan itu.
"Kau bocah busuk! Jangan sombong dulu bisa
menahan kami!" gertak Meng Ao yang mulai kehabisan
napas.
"Makanan enak memang sulit didapat" kata Fang
Yung Li sambil memutar matanya dengan tidak waras.
"Sudah jangan banyak bicara! Aku sudah tidak sabar
ingin mencincang bocah busuk ini" kata Feng Wa.
Meskipun keempat pendekar sesat itu selalu memaki dan
menggertak tapi tetap saja mereka tidak mampu mendesak
Han Cia Sing setelah seratus jurus lebih berlalu. Bahkan
beberapa tinju dan tendangan Han Cia Sing sempat
mengenai mereka meskipun tidak mengakibatkan luka. Hal
ini membuat mereka semakin marah dan bingung.
Sementara itu para pendukung kedua belah pihak samasama terus memberikan semangat kepada para pendekar
yang bertarung. Suara tambur yang tidak pernah berhenti
bertalu-talu seolah menggetarkan langit.
"Song-siung, bagaimanakah perkiraanmu akan hasil
pertarungan ini?" tanya Ma Han Jiang sambil mengawasi
pertarungan dengan seksama.
"Masih sulit dikatakan, tapi yang jelas Sing-er
berhasil mengimbangi mereka berempat. Benar-benar sulit
dipercaya" jawab Song Wei Hao.- 92 Saat itu mereka semua tengah memusatkan perhatian
ke arah Kolam Sembilan Naga sehingga tidak memperhatikan gerakan yang dilakukan oleh para pengikut Ceng Lu Hui
pimpinan Hu Kung Ye. Ratusan pengikut Ceng Lu Hui
bersenjata lengkap bergerak dalam sebuah lingkaran yang
besar mengepung kolam tempat para pendekar berkumpul.
Suara derap langkah mereka tertutup oleh suara tambur yang
bertalu-talu sehingga tidak seorang pun yang merasa curiga.
Sekejap saja tempat itu sudah dikepung hampir lima ratus
pengikut Ceng Lu Hui bersenjata lengkap.
"Api! Ada kebakaran di markas Ceng Lu Hui!" tibatiba terdengar seseorang berteriak lantang sehingga
mengagetkan semua yang hadir.
Han Cia Sing dan keempat lawannya langsung
menghentikan pertarungan mereka dan menjaga jarak.
Mereka semua langsung menoleh ke arah markas Ceng Lu
Hui. Asap tebal membubung tinggi dari arah bangunan dan
menara Ceng Lu Hui. Tampaknya markas Ceng Lu Hui
tengah terbakar hebat sehingga asapnya sampai terlihat dari
tempat pertemuan para pendekar itu.
"Astaga! Apa yang terjadi?!" seru Yung Lang
keheranan.
"Ayah! Ayahku masih di sana!" seru Ma Xia dengan
panik.
"Tenang Ma Xia, Huo Wang-ye sudah mengirimkan
orang untuk menolong ayahmu. Mereka adalah regu- 93 pasukan khusus dibantu oleh pendekar Xiahou Yuan" kata
Song Wei Hao.
"Benarkah paman Song?" tanya Ma Xia dengan
harap-harap cemas.
"Aku tidak berbohong. Huo Wang-ye mengambil
kesempatan ini untuk menghancurkan Ceng Lu Hui. Tanpa
kekuatan dunia persilatan, kasim Huo Cin tidak akan
mampu berbuat banyak nantinya di kotaraja" kata Song Wei
Hao menjelaskan.
"Rencana yang bagus!" puji Ma Han Jiang.
Sementara itu Wen Yang yang melihat markas Ceng Lu Hui
terbakar menjadi amat marah. Ia merasa tertipu dan kalah
langkah. Segera saja ia melemparkan bunga api ke udara
sebagai tanda bagi Hu Kung Ye untuk menyerbu.
"Serang!!!" teriak Hu Kung Ye. Segera saja suasana
menjadi kacau balau. Ratusan pengikut Ceng Lu Hui
bersenjata lengkap langsung maju menyerbu para pendekar
yang tidak siap itu. Beberapa dari mereka langsung roboh
tertebas golok tanpa sempat melawan. Jien Jing Hui yang
melihat serangan licik ini menjadi marah sekali dan
langsung terjun ke medan pertempuran diikuti para
pendekar Tien Lung Men. Mereka langsung melampiaskan
dendam mereka dengan menghajar para pengikut Ceng Lu
Hui hingga kocar-kacir.
Tiga biksu utama kuil Shaolin yang berada di atas
Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
panggung kehormatan sebenarnya tidak ingin ikut dalam- 94 pertumpahan darah ini. Mereka lebih memilih untuk mundur
dan turun dari panggung dengan diam-diam. Tapi baru saja
mereka hendak pergi, tiba-tiba saja mereka merasakan
lemparan serbuk pasir emas mengenai muka dan badan
mereka. Sekalipun ketiga berusaha mengibaskan serangan
pasir itu, namun tetap saja butiran pasir yang lembut masih
mampu menembus pertahanan mereka.
"Astaga, Cing Sa Tu (Racun Pasir Emas)!" teriak
biksu Tien Fa ketika menyadari apa yang barusan
dilemparkan ke arah mereka itu.
"Semuanya segera himpun tenaga!" seru Fang-cang
Tien Gong sambil langsung duduk bersila mengumpulkan
tenaga berusaha mendesak racun keluar dari dalam tubuh.
Racun Pasir Emas milik Guo Cing Cen memang
benar-benar ganas. Tiga biksu utama kuil Shaolin yang
berilmu tinggi saja kesulitan menghalau racun ganas ini dari
dalam tubuh mereka. Kulit mereka yang terkena racun
menjadi berwarna kuning, melepuh dan sangat gatal. Uraturat nadi mereka seperti ditarik dengan kencang sekali. Jika
saja tenaga dalam mereka tidak kuat, pastilah mereka sudah
tewas dalam hitungan beberapa hembusan napas saja.
"Hehehehe, tidak kusangka tiga biksu utama Shaolin
juga bertekuk lutut di depanku" seru Guo Cing Cen yang
baru berani menampakkan diri setelah tiga biksu Shaolin itu
tidak berdaya.- 95 "Amitabha, Budha maha pengasih. Se-cu, engkau
terlalu kejam. Segeralah bertobat sebelum semuanya
terlambat" kata Fang-cang Tien Gong.
"Heheh, kau ini sudah di depan gerbang neraka masih
juga berkata yang tidak-tidak. Nyawamu itu tinggal
selembar saja lebih baik kau berusaha mempertahankannya
dari Racun Pasir Emasku!" kata Guo Cing Cen sambil
tertawa menghina sekali.
"Kau benar-benar jelmaan iblis!" seru biksu Tien Fa
di sela-sela napasnya yang terengah-engah akibat racun
yang mulai menyerang bagian dalam tubuhnya.
"Wah, wah, ternyata masih ada semangat! Baiklah,
untuk biksu-biksu Shaolin, aku memberikan penghormatanku. Racun Pasir Emas kutambah menjadi dua kali lipat
daripada yang biasa kuberikan kepada pendekar lainnya"
kata Guo Cing Cen sambil menaburkan Racun Pasir Emas
ke arah tiga biksu Shaolin yang tengah bersemedi itu.
Hawa beracun segera menyebar di udara. Racun Pasir
Emas yang berbentuk bubuk pasir itu segera membuat udara
di sekeliling para biksu Shaolin menjadi berwarna kuning
dan amat beracun. Satu hirupan napas saja sudah cukup
untuk menewaskan seorang pendekar. Fang-cang Tien Gong
dan kedua saudara seperguruannya kini semakin sukar
mendesak racun keluar karena mereka sekarang juga harus
menahan napas. Guo Cing Cen memang benar-benar kejam!- 96 Sementara itu, Han Cia Sing yang tengah berdiri di
atas kolam ragu-ragu untuk terus melanjutkan pertarungan
setelah melihat pertempuran yang terjadi di bawah. Tiga
Penguasa Tebing Setan juga tampaknya enggan bertarung
lagi. Mereka menunggu perintah dari Wen Yang yang
sedang mengatur pasukan pengikut Ceng Lu Hui. Hanya
Fang Yung Li saja yang terlihat masih penasaran sekali
karena gagal menaklukkan Han Cia Sing. Matanya yang
nyalang berputar-putar memandangi Han Cia Sing.
"Kau bocah gila Fang Yung Li! Jangan coba lari
kemana-mana! Kita masih belum selesai. Aku ingin sekali
mencicipi darahmu yang manis itu, hehehehe" kata Fang
Yung Li sambil tertawa-tawa gila.
"Mengapa dari tadi kau memanggilku Fang Yung Li?
Bukankah kau sendiri yang bernama Fang Yung Li?" tanya
Han Cia Sing.
"Enak saja! Namaku Kakek Feng-Feng, kau jangan
coba-coba membuatku bingung ya. Kaulah yang bernama
Fang Yung Li! Ayo kita kita bertarung lagi!" seru Fang
Yung Li sambil mengeluarkan tenaga hisapnya berusaha
menarik Han Cia Sing.
Han Cia Sing yang sudah bersiap sedari tadi terhadap
serangan hisap lawan, bisa mempertahankan diri dengan
baik. Kuda-kuda dan tenaga dalamnya yang kuat bisa
menahan tenaga Pei Ming Sen Kung. Air kolam langsung
bergelombang bagaikan lautan terkena perang tenaga dalam- 97 tingkat tinggi ini. Benturan hawa tenaga mereka berdua
bahkan menciptakan pusaran angin besar yang
memperbesar golakan air kolam.
Sementara itu Tiga Penguasa Tebing Setan melihat
aba-aba dari Wen Yang untuk turun dan ikut bertempur.
Mereka segera melompat tinggi dan terbang ke arah
kerumunan. Sasaran mereka adalah pendekar Tien Lung
Men yang terlihat begitu perkasa mengobrak-abrik barusan
pasukan pengikut Ceng Lu Hui. Ilmu Jien Jing Hui, Wen Shi
Mei, Gao Guen, He Suang Fu dan Liu Da memang masih
terlalu tinggi untuk para begundal Ceng Lu Hui. Tidak heran
meskipun jumlahnya banyak tapi mereka mudah sekali
dipecundangi. Setelah Tiga Penguasa Tebing Setan turun
tangan, tampaknya keadaan akan segera berbalik.
"Minggir kalian! Jangan coba-coba ikut campur!"
bentak Jien Jing Hui.
"Huh gadis ingusan hendak menggertak! Kau yang
harus menyerahkan nyawamu sebagai ganti penghinaan
yang telah dilakukan ayahmu kepada kami!" bentak Meng
Ao tidak kalah garang.
"Kemarin ada Ce Ke Fu yang membantumu
mempertahankan kepala. Sekarang tidak lagi!" teriak Jiao
Cai sambil menebaskan goloknya.
"Nona, biar kami yang menghadapinya!" kata He
Suang Fu maju bersamaan menyambut serangan Jiao Cai.- 98 Akhirnya pertempuran terjadi tiga melawan enam.
Jien Jing Hui dan Wen Shi Mei menghadapi Meng Ao, Feng
Wa melawan Liu Da dan Gao Guen sedangkan Jiao Cai
berhadapan dengan si kembar He Suang Fu. Pertarungan
hebat yang berkobar antara para jagoan kelas atas ini
membuat para begundal Ceng Lu Hui bisa lebih
memusatkan perhatian mengepung para pendekar yang lain.
Wen Yang tampaknya mengerahkan seluruh pengikutnya
ditambahkan dengan gabungan partai Hai Sa dan Fung San
untuk menghabisi para pendekar dunia persilatan.
Kelompok Song Wei Hao dan para pendekar
persilatan yang lain berusaha mati-matian keluar dari
kepungan ratusan begundal Ceng Lu Hui. Kemampuan para
begundal memang tidak seberapa, tapi jumlah mereka
sepuluh kali lipat lebih banyak dari para pendekar. Apalagi
Wen Yang dan Fan Zheng ikut menyerang sehingga
kekuatan semakin bertambah. Puluhan pendekar sudah
mulai bertumbangan dan meregang nyawa. Situasi
tampaknya menjadi semakin genting bagi para pendekar
lawan Ceng Lu Hui.
"Bum!!"
Tiba-tiba terdengar bunyi ledakan di sebelah selatan
disusul teriakan puluhan orang berpakaian serba hitam yang
maju menyerang. Ma Han Jiang, Yung Lang dan Lin Tung
langsung bersiaga hendak menghadapi mereka tapi dicegah
oleh Song Wei Hao.- 99 "Tahan! Mereka adalah anak buah Huo Wang-ye.
Mereka akan membantu kita menghadapi Ceng Lu Hui" kata
Song Wei Hao.
"Astaga akhirnya! Para begundal Ceng Lu Hui itu
begitu banyak, ditebas satu muncul dua, ditebas dua muncul
empat" kata Yung Lang dengan lega.
"Sekarang kita bisa memusatkan perhatian pada Wen
Yang dan Fan Zheng" kata Song Wei Hao.
"Benar! Mereka sedari tadi sudah mengalahkan
banyak sekali pendekar. Kita harus menghadang mereka"
kata Ma Han Jiang setuju.
"Paman Song! Paman Ma! Para biksu Shaolin sedang
keracunan di atas panggung!" kata Ma Xia sambil menunjuk
ke atas panggung.
Saat itu memang Fang-cang Tien Gong dan kedua
saudara seperguruannya tengah keracunan hebat. Tubuh
mereka semakin menguning dan napas mereka semakin
berat. Guo Cing Cen masih tertawa-tawa gembira sambil
menyaksikan ketiga korbannya meregang nyawa. Song Wei
Hao segera berpikir cepat untuk menyelamatkan keadaan.
"Kita tidak akan mampu menghadapi Racun Pasir
Emas milik Guo Cing Cen. Lebih baik kugandkan Wen Shi
Mei menghadapi Meng Ao sehingga ia bisa melawan si
Tabib Racun" kata Song Wei Hao.- 100 "Baiklah kalau begitu. Song-siung, berhati-hatilah!"
kata Ma Han Jiang.
Masing-masing dari mereka segera mencari lawan.
Song Wei Hao dengan pedang kembarnya langsung
menggebrak Meng Ao sedangkan Ma Han Jiang dibantu
Yung Lang menghadang Wen Yang. Sementara itu pasukan
Huo Wang-ye maju menyerang Fan Zheng bersama Lin
Tung dan Ma Xia. Pertempuran pecah begitu dahsyat
sehingga menggemparkan langit dan bumi kota Yin
Chuang.
Han Cia Sing yang sedang adu tenaga dengan Fang
Yung Li di atas kolam menjadi tidak tenang menyaksikan
kawan-kawannya bertempur habis-habisan. Ia harus segera
mengalahkan Setan Darah Fang Yung Li sehingga bisa
membantu pertempuran yang sedang berlangsung. Tapi
Fang Yung Li yang berilmu hebat dan kenyang pengalaman
itu tidak mudah untuk dikalahkan. Beberapa kali Han Cia
Sing menghentakkan tenaga dalamnya untuk meledakkan
udara, tapi tetap tidak bisa menggoyahkan lawan.
Tampaknya pertarungan harus benar-benar dilakukan
dengan adu jurus dan tangan kosong untuk menentukan
siapa yang lebih hebat. Han Cia Sing mengambil jalan nekad
dengan maju menyerbu. Sebenarnya dalam keadaan biasa,
ilmu Pei Ming Sen Kung pasti lebih berguna dalam
pertarungan jarak dekat dan ini harus dihindari oleh setiap
lawannya. Tapi Han Cia Sing tidak punya pilihan karena
ingin segera mengalahkan Fang Yung Li. Pertempuran- 101 tenaga jarak jauh tidak akan mudah mengalahkan Fang
Yung Li. Pukulan jarak dekat harus dicoba Han Cia Sing
untuk menghajar lawannya itu.
"Hehehe, makanan datang!" teriak Fang Yung Li
kegirangan. Fang Yung Li segera membentangkan kedua
tangannya bersiap memeluk dan menghisap Han Cia Sing.
Tapi tepat ketika jarak mereka tinggal tiga langkah, Han Cia
Sing menghentakkan kakinya dan melejit ke udara. Sejenak
tubuh Han Cia Sing menghilang dari pandangan Fang Yung
Li dan membuat kakek gila itu kebingungan. Hawa panas
yang turun dari langit segera menyadarkan Fang Yung Li
bahwa lawannya itu ternyata ada di atas kepalanya. Han Cia
Sing memang bersiap menyarangkan sebuah tendangan ke
arah kepala Fang Yung Li dengan segenap kekuatan. Fang
Yung Li dapat berkelit tipis tepat sekali pada waktunya, jika
tidak tentu tendangan itu akan meremukkan tengkorak
kepalanya
"Blarrrr !!"
Air Kolam Sembilan Naga langsung muncrat ke atas
ketika tenaga tendangan Han Cia Sing mengenai dasar
kolam. Fang Yung Li terlempar ke samping beberapa
langkah dan goyah keseimbangannya. Han Cia Sing tidak
mau membuang kesempatan langsung menggebrak dengan
jurus yang diajarkan Ma Han Jiang kemarin kepadanya.
Kakinya dengan lincah menggaet kaki lawan sehingga
goyah. Han Cia Sing langsung meloncat dan
menghantamkan kedua kakinya di dada Fang Yung Li. Ini- 102 adalah jurus terakhir dari Tuo Ming Cien Tao Ciao
(Tendangan Kaki Menggunting Pengejar Nyawa) yaitu
Suang Lung Xia Ti (Naga Kembar Turun ke Bumi)! Tubuh
Fang Yung Li langsung terdesak ke dalam kolam yang
dalamnya dua tombak itu sampai ke dasar. Hentakan
tendangan Han Cia Sing tidak berhenti sampai di situ karena
ia terus mengalirkan tenaga menyerang lawan. Andai saja
Fang Yung Li tidak menguasai Pei Ming Sen Kung yang
bisa menyerap tenaga lawan, pasti ia sudah tewas di dasar
kolam dengan dada remuk. Hentakan serangan Han Cia Sing
barusan berhasil menancapkan tubuh kurus Fang Yung Li
masuk beberapa tombak ke dasar kolam. Ledakan lumpur
dan air kolam muncrat kemana-mana diiringi lompatan
tubuh Han Cia Sing keluar dari Kolam Sembilan Naga. Han
Cia Sing berniat untuk segera menolong ketiga biksu kuil
Shaolin yang sedang berada di ujung maut itu. Saat itu Wen
Shi Mei sudah naik ke atas panggung kehormatan dan
sedang beradu ilmu dengan Guo Cing Cen.
"Fang-cang, bagaimana keadaan anda?" tanya Han
Cia Sing dengan cemas.
"Aku terkena Racun Pasir Emas. Dua adik
seperguruanku juga" jawab Fang-cang Tien Gong yang
berkeringat banyak karena mengeluarkan segenap tenaga
menahan racun dalam tubuhnya agar tidak menyebar.
"Fang-cang, aku akan mengeluarkan racun itu dari
tubuhmu. Pusatkan perhatian" kata Han Cia Sing yang
langsung duduk bersila di belakang Fang-cang Tien Gong.- 103 Han Cia Sing segera mengerahkan tenaga seperti
yang pernah diajarkan oleh Wongguo Luo dulu saat di Yi
Chang. Pusaran tenaga Shi Sui Yi Cin Cing yang amat kuat
segera memasuki tubuh Fang-cang Tien Gong dan
mendesak Racun Pasir Emas. Tenaga dalam Fang-cang Tien
Gong dan Han Cia Sing sama-sama kuat sehingga sebentar
saja mereka berhasil mendesak racun keluar. Darah hitam
bercampur bubuk berwarna emas dimuntahkan oleh Fangcang Tien Gong. Segera saja wajah Fang-cang Tien Gong
merona merah dan segar kembali.
Han Cia Sing segera pindah ke biksu Tien Fa untuk
mengeluarkan racun kemudian biksu Tien Cin. Dua biksu
itu juga memuntahkan darah hitam bercampur bubuk emas.
Mereka berdua segera merangkapkan tangan dan
mengucapkan terima kasih atas pertolongan Han Cia Sing.
Tiga biksu kuil Shaolin itu segera bersemedi untuk
memulihkan tenaga dan aliran darah mereka yang kacau
Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
balau akibat Racun Pasir Emas. Kini Han Cia Sing bisa
mulai membantu teman-temannya dalam pertempuran.
Han Cia Sing melihat sekelilingnya untuk
menentukan siapa yang harus paling dulu ia bantu. Wen Shi
Mei tampak masih berimbang dengan Guo Cing Cen. Di sisi
lain, Song Wei Hao dan Jien Jing Hui melawan Meng Ao
masih cukup imbang juga. Demikian pula dengan Jiao Cai
yang menghadapi He Suang Fu, Wen Yang yang dikeroyok
Ma Han Jiang dan Yung Lang, serta Fan Zheng melawan
Lin Tung, Ma Xia dan sepuluh bawahan Huo Wang-ye.- 104 Namun Gao Guen dan Liu Da tampaknya terdesak hebat
oleh Feng Wa si Boneka Gila. Tubuh mereka berdua tampak
berdarah-darah karena tersabet pedang karatan milik Feng
Wa. Tampaknya mereka berdua yang harus diselamatkan
terlebih dulu.
Han Cia Sing melesat bagaikan anak panah langsung
menyerang punggung Feng Wa yang terbuka. Kembali Han
Cia Sing mengerahkan jurus Suang Lung Xia Ti (Naga
Kembar Turun ke Bumi) menghajar punggung lawan.
Hentakan tendangan Han Cia Sing begitu keras sampaisampai Feng Wa terlempar lima tombak melewati kepala
orang-orang yang sedang bertempur dan jatuh terbanting
dengan keras. Suara gemeretak tulang patah terdengar amat
mengerikan. Apakah tamat nasib Feng Wa si Boneka Gila
di kota Yin Chuang ini?
"Pendekar berdua, apakah kalian baik-baik saja?"
tanya Han Cia Sing kepada Gao Guen dan Liu Da.
"Tuan Han, terima kasih atas pertolongannya" kata
Gao Guen dan Liu Da sambil menjura hormat.
"Kurang ajar!"
Tiba-tiba terdengar bentakan keras dari tengah-tengah
orang yang bertempur itu. Suara bentakan Feng Wa yang
penuh kemarahan sanggup mengatasi keributan dan hingarbingarnya medan pertarungan. Han Cia Sing, Gao Guen dan
Liu Da hampir-hampir tidak mempercayai mata mereka
ketika melihat Feng Wa kembali bangkit berdiri meskipun- 105 diiringi gemeretak suara tulang remuk yang mengerikan.
Benarkah Feng Wa tidak bisa mati?
"Kau bocah busuk benar-benar membuatku marah
besar! Jika aku tidak mencincangmu, mana mungkin aku
disebut Feng Wa?!" bentak Feng Wa.
Feng Wa maju merangsek ke arah Han Cia Sing.
Semua yang menghalangi ditebas hingga tubuhnya terpisah
dua, tidak peduli dari golongan pendekar ataupun pengikut
Ceng Lu Hui. Tampaknya Feng Wa benar-benar marah atas
serangan Han Cia Sing barusan.
"Pendekar berdua, bantu yang lain. Aku akan
menghadapi Feng Wa" kata Han Cia Sing yang dijawab
anggukan setuju oleh Gao Guen dan Liu Da.
"Jangan lari kau bocah busuk!" bentak Feng Wa
sambil menebaskan pedang karatannya ke tubuh Han Cia
Sing.
Han Cia Sing mampu berkelit dengan lincah sekali
dari serangan lawan. Semua serangan pedang Feng Wa yang
bagaikan sambaran petir itu tidak ada satupun yang
mengenai tubuhnya. Tapi tiba-tiba saja Han Cia Sing
merasakan perih di lengan kanannya. Ia segera mundur dan
melihat luka lebar yang menggores lengan kanannya. Han
Cia Sing benar-benar kaget. Bukankah ia barusan berhasil
mengelak semua serangan Feng Wa? Bagaimana mungkin
ia bisa terluka? Han Cia Sing kembali teringat pertempuran
pertamanya dengan Kui Ya San Cu, di mana serangan Feng- 106 Wa juga berhasil melukainya secara ajaib. Sebenarnya
bagaimanakah bentuk serangan Feng Wa itu?
"Kau takut? Aku akan mencincangmu dan kuberikan
dagingmu kepada anjing!" bentak Feng Wa yang merasa di
atas angin.
Kembali Feng Wa maju menyerang dengan ganas
sekali. Han Cia Sing kali ini berusaha melihat setiap gerakan
pedang karatan Feng Wa yang menyerang dirinya dengan
seksama. Jika ia tidak bisa mengerti intisari jurus dan
serangan Feng Wa, maka selamanya ia tidak akan bisa
mengalahkannya. Serangan tak terlihat atau jurus ajaib yang
dipakai Feng Wa harus mampu ia lihat terlebih dahulu
sebelum ia memikirkan cara untuk menghadapinya. Namun
kembali Han Cia Sing terdesak mundur dengan luka di pipi
kanannya. Serangan Feng Wa yang melukainya sama sekali
tidak terlihat, padahal ia sudah memusatkan perhatiannya
dengan penuh kepada pedang karatan Feng Wa. Han Cia
Sing menjadi semakin kebingungan.
Pada saat Han Cia Sing sedang memusatkan perhatian
bertarung dengan Feng Wa, tiba-tiba Kolam Sembilan Naga
bergejolak dengan keras. Sebuah pusaran air menggelegak
bagaikan terjadi badai besar di tengah kolam. Air
menyembur dan meledak tinggi sekali disertai jeritan yang
mengerikan. Fang Yung Li si Setan Darah terbang keluar
dari dasar kolam dengan hawa membunuh penuh dendam
yang luar biasa!- 107 "Kau Fang Yung Li! Matilah!" bentak Fang Yung Li
yang mengira Han Cia Sing adalah dirinya sendiri itu.
Han Cia Sing hanya sempat menoleh sekejap ke arah
datangnya serangan Fang Yung Li, karena kembali ia
tersabet serangan ajaib Feng Wa. Dadanya tergores cukup
lebar meskipun tidak dalam. Kesempatan ini dimanfaatkan
dengan bagus sekali oleh Fang Yung Li yang segera
menerkam dan memeluknya dengan erat dari belakang.
Kedua lengan Fang Yung Li membelit dan membekuk
hingga ke tengkuk Han Cia Sing. Tenaga hisap Pei Ming
Sen Kung langsung dikerahkan begitu tubuh mereka berdua
menjadi satu. Han Cia Sing merasakan seluruh darah dan
tenaganya seakan terbetot ke belakang punggungnya. Rasa
sakitnya sampai ke ubun-ubun. Sementara itu di depannya,
Feng Wa sudah bersiap membacok dirinya dengan pedang
karatan di tangan.
"Serahkan nyawamu!" seru Feng Wa sambil
menebaskan pedangnya ke arah kepala Han Cia Sing.
*** Pertempuran di markas Ceng Lu Hui tampaknya
sudah hampir selesai dengan kemenangan di pihak
penyerang. Feng Ming dan Wen Fang yang terlihat
bertarung setengah hati karena mereka memang bukan- 108 bawahan Ceng Lu Hui, semakin terdesak mundur oleh
Xiahou Yuan dan Han Cia Pao. Sementara itu Jing Ying dan
Pai Ying yang terluka karena pertarungan dalam pertemuan
para pendekar, sudah kepayahan ketika bertarung lebih dari
lima puluh jurus.
Mereka berdua berkeringat banyak dan luka-luka
lama mulai terbuka mengeluarkan darah kembali.
"Kepung! Bakar! Jangan sampai ada yang lolos!"
teriak Cheng Hung memberikan arahan kepada semua anak
buahnya. Pengepungan semakin rapat sehingga baik dua Wu
Se maupun tiga Si Ta Hao Ren benar-benar terpojok. Di
depan puluhan pasukan bawahan Cheng Hung sedangkan di
belakang markas Ceng Lu Hui yang sudah mulai terbakar
hebat. Mereka menjadi kebingungan karena tidak
menyangka para penyerbu berjumlah banyak sehingga
mampu mengurung mereka. Akhirnya Pu Sa yang paling
tidak sabaran dan agak kurang waras, maju menyerbu
dengan golok lebarnya tanpa mempertimbangkan keadaan.
"Mati kalian!" teriak Pu Sa sambil menebaskan golok
lebarnya.
Serangan Pu Sa dapat dihindarkan anak buah Cheng
Hung dengan gesit. Bahkan beberapa dari mereka langsung
mengeluarkan tali dari ikat pinggang mereka dan saling
dilemparkan membentuk jala tali yang membelit pinggang
Pu Sa. Keadaan Pu Sa semakin genting karena setiap kali ia
hendak membacok tali yang membelit pinggangnya selalu- 109 berhasil dihalau para pengeroyoknya. Pu Tu berusaha
menolong tapi dadu besinya sudah habis dipakai.
"Awas kalian! Lepaskan atau kucincang kalian!"
teriak Pu Sa dengan marah dan panik ketika merasakan tali
yang melilit pinggangnya ditarik semakin kencang sehingga
ia mulai kesulitan bernapas.
Teriakan marah Pu Sa sama sekali tidak dihiraukan
para pengeroyoknya. Bahkan kini beberapa orang berhasil
menusuk dan menebas tubuh Pu Sa. Darah mulai mengalir
dari luka-lukanya sehingga membuat Pu Sa semakin marah.
Akhirnya dengan satu sentakan golok yang keras, Pu Sa
berhasil membebaskan tali-tali yang melilitnya. Tapi
kedudukan Pu Sa yang goyah dan perutnya yang terbuka
berhasil dimanfaatkan dengan baik sekali oleh tiga orang
bawahan Cheng Hung. Mereka bertiga maju dengan pedang
terhunus menghunjam ke arah perut Pu Sa!
Teriakan kesakitan Pu Sa yang mengerikan
membelah angkasa ketika tiga pedang sekaligus menembus
perutnya dari depan. Pu Sa yang marah dan kesakitan sekali
akhirnya mengambil jalan nekad, menebaskan jurus golok
terakhirnya Gan Tou Tao (Golok Pemenggal Kepala) ke
arah tiga pengeroyoknya. Malang sekali nasib tiga orang itu
karena kepala mereka langsung terpisah dari tubuh terkena
sabetan golok lebar milik Pu Sa!- 110 "Pu Sa!" teriak Pu Cui dan Pu Tu sambil maju
menyongsong tubuh Pu Sa yang terhuyung-huyung jatuh ke
belakang.
"Bunuh mereka semua" kata Pu Sa sebelum
menghembuskan napas terakhirnya di pelukan Pu Cui dan
Pu Tu.
Belum sempat Pu Cui dan Pu Tu berkata apa-apa,
serangan para pengeroyoknya sudah kembali datang.
Mereka berdua harus bergulingan di tanah untuk
menghindari sabetan dan tusukan pedang anak buah Cheng
Hung yang semakin merasa di atas angin itu. Akhirnya Pu
Cui mengambil jalan langkah seribu, melompat melarikan
diri ke atas atap. Ia sadar dirinya tidak akan menang kali ini.
Pu Tu yang hendak menyusul Pu Cui melompat ke atas atap,
berhasil dijerat tali-tali anak buah Cheng Hung. Nasibnya
sudah bisa dipastikan binasa karena senjata rahasianya
sudah habis. Lima pengeroyoknya maju menyerang bersama
dengan pedang terhunus yang menembus dada Pu Tu.
Tamatlah sudah riwayat si Tidak Berjudi dari Empat Orang
Baik itu di tangan anak buah Cheng Hung.
Di tempat lain, nasib Pai Ying dan Jing Ying juga
sama-sama jeleknya. Pai Ying yang terluka dalam setelah
pertempuran dengan Han Cia Sing tampak semakin
kepayahan. Gerakannya semakin lemah dan tidak terarah
sehingga dapat dikalahkan oleh empat bawahan Cheng
Hung. Mereka berempat menyerang dada dan perut Pai Ying
bersama-sama sehingga Pai Ying tidak dapat mengelak lagi.- 111 Ia hanya berhasil memecahkan batok kepala seorang
penyerangnya, tapi tiga pedang lawan menembus dada dan
perutnya. Pai Ying berteriak kesakitan dan memuntahkan
darah segar. Ia terhuyung-huyung ke belakang berusaha
memulihkan kekuatannya kembali tapi tidak diberi
kesempatan sama sekali.
Tiga pengeroyoknya kembali menusukkan pedang
mereka ke tubuh Pai Ying yang kemudian langsung roboh
tidak bernyawa lagi.
Jing Ying yang mati-matian bertahan menghadapi
keroyokan lawan yang berjumlah amat banyak, akhirnya
tidak sanggup lagi. Tubuhnya sudah basah oleh keringat dan
darah. Satu-satunya jalan hanyalah minta tolong kepada
Wen Fang yang saat itu tengah bertarung dengan Xiahou
Yuan.
"Suamiku, tolong aku!" teriak Jing Ying.
"Bertahanlah!" balas Wen Fang.
Xiahou Yuan sebenarnya secara kemampuan masih
sedikit berada di bawah Wen Fang. Hanya saja Wen Fang
bertarung setengah hati karena memang tidak menyukai
Ceng Lu Hui yang dianggapnya sebagai sarang begundal
sehingga pertarungan bisa berjalan seimbang. Sekarang
setelah melihat Jing Ying terkepung ketat, mau tak mau Wen
Fang mengerahkan seluruh tenaganya untuk meloloskan diri
dari Xiahou Yuan. Ia mengerahkan tenaga dalamnya sampai
ke puncak, jurus Tien Lung Ta Fa tingkat ketigapuluh.- 112 Lantai batu halaman markas Ceng Lu Hui itu langsung
hancur tak kuat menahan ledakan tenaga dalam Wen Fang.
"Minggir!" bentak Wen Fang sambil menyarangkan
tinjunya. Xiahou Yuan kaget sekali melihat kekuatan Wen
Fang meningkur begitu tajam. Ia terpaksa memiringkan
tubuhnya memberi jalan jika tidak pastilah dirinya terkena
tinju tenaga dalam Wen Fang. Pukulan tenaga itu begitu
hebat sehingga terus meluncur deras ke arah para bawahan
Cheng Hung yang tengah mengepung Jing Ying. Lantai batu
yang terkena pukulan langsung meledak hancur dan
melemparkan anak buah Cheng Hung kemana-mana.
Beberapa dari mereka langsung tewas dengan tubuh tidak
utuh lagi. Tenaga dalam Wen Fang memang benar-benar
luar biasa!
"Jing Ying, pegang tanganku!" kata Wen Fang. Jing
Ying tidak berpikir dua kali langsung menggandeng tangan
Wen Fang. Keduanya langsung meluncur ke atas atap dan
menghilang di balik markas Ceng Lu Hui yang terbakar.
Cheng Hung dan anak buahnya yang berilmu rendah sama
sekali tidak mampu mengejar. Mereka hanya bisa
menyaksikan Wen Fang dan Jing Ying menghilang di balik
asap.
Feng Ming yang tinggal seorang diri akhirnya juga
memutuskan untuk melarikan diri. Ia yang sedari tadi sudah
terdesak hebat oleh Han Cia Pao akhirnya melihat celah di
tembok belakangnya. Sambil menyabetkan Golok Raja- 113 Naga miliknya, Feng Ming menggenjot tubuhnya ke
belakang dan melompat ke atas tembok.
"Pemberontak! Pertarungan ini kita lanjutkan lain
kali!" kata Feng Ming.
"Jangan lari kau pengecut! Kita selesaikan hari ini!"
teriak Han Cia Pao dengan marah dan berusaha mengejar.
"Jangan dikejar!" teriak Xiahou Yuan mencegah.
"Mengapa?!" tanya Han Cia Pao yang merasa tidak
senang niatnya dihalangi Xiahou Yuan.
"Tujuan kita yang utama adalah menghancurkan
Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
markas Ceng Lu Hui. Setelah berhasil kita harus segera ke
tempat pertemuan para pendekar untuk membantu temanteman kita yang lain" kata Xiahou Yuan menjelaskan.
"Baiklah" kata Han Cia Pao dengan terpaksa.
"Cheng Hung!" panggil Xiahou Yuan.
"Siap!" jawab Cheng Hung sambil maju ke depan
Xiahou Yuan dan menjura hormat.
"Bakar seluruh tempat ini jangan sampai ada yang
tersisa!" perintah Xiahou Yuan dengan tegas.
"Siap melaksanakan perintah!" jawab Cheng Hung
sambil bergegas memimpin anak buahnya ke belakang
markas Ceng Lu Hui yang belum terbakar.
"Apakah anda melihat Cen Hua?" tanya Han Cia Pao.- 114 "Aku tadi sibuk bertarung dengan Wen Fang. Aku
tidak melihatnya" jawab Xiahou Yuan.
"Di manakah dia?!" kata Han Cia Pao sambil
mencoba mencari-cari di tengah asap dan kobaran api
dengan kebingungan.
"Mari kita cari!" ajak Xiahou Yuan.
"Kalian tidak perlu mencarinya!" Tiba-tiba terdengar
sebuah teriakan dari tengah api yang berkobar. Han Cia Pao
dan Xiahou Yuan segera bersiaga menghadapi serangan
lawan. Tapi yang terlihat hanya dua sosok tubuh yang keluar
dari tebalnya asap kebakaran. Ejinjin tampak tengah
mengalungkan golok melengkungnya ke leher Cen Hua
sambil berjalan ke arah Han Cia Pao dan Xiahou Yuan.
"Istriku!" teriak Han Cia Pao terkejut sekali. Cen Hua
sama sekali tidak mampu berkata-kata lagi karena wajahnya
babak belur. Ejinjin yang kejam dan sama sekali tidak
menghormati wanita tampaknya telah menghajarnya habishabisan. Tubuh Cen Hua juga terluka di sana-sini akibat
sabetan golok Ejinjin. Serangan licik Ejinjin di penjara
bawah tanah tampaknya berhasil mengejutkan dan
mengalahkan Cen Hua. Tanpa sergapan licik seperti itu,
Ejinjin pasti akan takluk dengan mudah di tangan Cen Hua
sang pewaris ilmu pedang keluarga Cen.
"Lepaskan dia!" bentak Han Cia Pao dengan marah
sekali.- 115 "Kalian sudah kalah! Jangan bertindak macammacam!" kata Xiahou Yuan berusaha menggertak Ejinjin.
"Hehehe, kalian rupanya buta tidak melihat siapa
yang kutawan ini! Cepat letakkan senjata kalian dan
mundur! Atau kalian akan melihat kepala wanita sial ini
menggelinding di tanah!" teriak Ejinjin tidak mau kalah
gertak.
Golok melengkung Ejinjin semakin menempel di
leher Cen Hua sehingga menggores dan mengeluarkan
darah. Cen Hua hanya bisa menggigit bibir menahan rasa
sakit karena tangan kanannya ditelikung semakin keras oleh
Ejinjin. Ia tidak mau menjerit karena khawatir akan
membuat Han Cia Pao dan Xiahou Yuan semakin cemas.
Tapi hal ini malah membuat Ejinjin naik pitam. Ia memukul
kepala Cen Hua dengan gagang goloknya keras sekali
hingga berdarah. Mau tak mau Cen Hu berteriak kesakitan.
"Kurang ajar! Kalau sampai terjadi apa-apa pada
istriku..."
"Mengapa?! Kau hendak apakah?! Dia sekarang ada
dalam tanganku, kaulah yang jangan macam-macam!
Minggir!" bentak Ejinjin.
Xiahou Yuan segera mencegah Han Cia Pao
bertindak nekad yang malah dapat membahayakan nyawa
Cen Hua. Mereka berdua harus benar-benar berhati-hati.
Salah langkah sedikit akan membuat nyawa Cen Hua- 116 melayang. Mereka terpaksa membukakan jalan bagi Ejinjin
untuk keluar dari gerbang belakang markas Ceng Lu Hui.
"Dasar orang-orang bodoh! Hahahah" ejek Ejinjin
dengan amat sombong melihat Xiahou Yuan dan Han Cia
Pao memberikan jalan kepadanya.
*** Han Cia Sing dapat merasakan hawa pedang Feng Wa
yang luar biasa tajam turun menebas ke arah kepalanya.
Kedua tangannya yang terkunci Fang Yung Li sama sekali
tidak bisa digerakkan. Keadaannya benar-benar berada di
ujung tanduk. Untunglah Han Cia Sing mampu tetap tenang
dan menghadang lengan Feng Wa yang menebaskan pedang
dengan tendangan kaki kirinya. Pedang karatan tertahan
hanya sekitar kurang satu jari jaraknya dari wajah Han Cia
Sing. Sungguh amat dekat!
Han Cia Sing langsung menendang tubuh Feng Wa
hingga terdorong beberapa langkah ke belakang. Satu
ancaman sudah lepas tapi ancaman terbesar masih tetap
menempel di punggungnya. Fang Yung Li yang
mengerahkan seluruh tenaga Pei Ming Sen Kung sampai ke
puncak berusaha menghisap tenaga Han Cia Sing. Seluruh
urat dan tenaga Han Cia Sing bagaikan ditarik oleh kekuatan
raksasa bergerak ke punggungnya. Rasanya amat sakit- 117 sampai-sampai Han Cia Sing terus meronta berusaha
membebaskan dirinya.
"Percuma kau meronta! Fang Yung Li, kau akan
segera menjadi santapanku, heheheh" kata Fang Yung Li
sambil tertawa sinting.
Han Cia Sing berusaha memutar tenaga dalam Shi Sui
Yi Cin Cing dalam tubuhnya untuk menggantikan tenaganya
yang hilang terhisap. Tapi tidak seperti saat di Yi Chang,
tubuh Fang Yung Li yang menempel di tubuh Han Cia Sing
membuat luas permukaan hisap menjadi lebih luas sehingga
tenaga yang berpindah menjadi lebih cepat dan banyak. Shi
Sui Yi Cin Cing memang mampu menyembuhkan tenaga
yang hilang dalam waktu yang cepat, tapi kali ini kalah cepat
dengan jumlah tenaga yang terhisap keluar oleh Fang Yung
Li. Makin lama Han Cia Sing merasakan tubuhnya menjadi
semakin lemah. Ia bahkan tidak mampu berdiri lagi dan
hanya bisa berlutut sementara Fang Yung Li sama sekali
tidak mau melepaskan dirinya sedikitpun.
"Heheheh, terus! Tenaga yang hangat!" teriak Fang
Yung Li kegirangan ketika merasakan aliran tenaga Han Cia
Sing memasuki tubuhnya.
Feng Wa yang melihat Han Cia Sing telah tunduk di
tangan Fang Yung Li, memutuskan untuk terjun dalam
pertempuran yang lain. Nasib Han Cia Sing kini benar-benar
di ujung tanduk karena hampir semua teman-temannya
tengah bertarung hebat sehingga sama sekali tidak bisa- 118 menolongnya. Ia harus berusaha sendiri melawan Pei Ming
Sen Kung. Nasibnya kini berada di tangannya sendiri.
Han Cia Sing dalam keputusasaannya mengambil
jalan nekad. la membanting tubuhnya ke depan, bergulunggulung di atas tanah. Setiap kali ia berguling, Han Cia Sing
berusaha untuk selalu membenturkan kepala Fang Yung Li
ke tanah. Kedua tangan Fang Yung Li yang tengah
mengunci erat tubuh Han Cia Sing memang tidak bisa
dipakai untuk menahan kepalanya, akibatnya kepala Fang
Yung Li terbentur terus.
"Aduh! Sakit! Hentikan!" jerit Fang Yung Li ketika
satu bantingan terakhir yang dilakukan Han Cia Sing dengan
tenaga dalam membuat kepala Fang Yung Li menghancurkan lantai batu hingga berkeping-keping.
Han Cia Sing mengumpulkan seluruh kekuatan pada
kedua kakinya dan menghentakkannya ke atas. Ia dan Fang
Yung Li langsung melejit ke atas lima tombak. Han Cia Sing
mengerahkan semua tenaga tersisa meluncur kembali ke
bawah dengan deras. Fang Yung Li yang masih terus
menempel di punggungnya ikut meluncur ke bawah. Posisi
Fang Yung Li yang berada di bawah membuatnya seakan
menjadi tameng bagi tubuh Han Cia Sing.
"Blarrrr!!"
Lantai batu langsung meledak dan hancur berkepingkeping dihantam luncuran badan Han Cia Sing dan Fang
Yung Li. Keduanya masuk ke dalam tanah hampir satu- 119 tombak dalamnya sehingga membuat sebuah lubang besar
di tanah. Tulang punggung Fang Yung Li rasanya seperti
remuk dibenturkan demikian kuat, tapi ia masih tetap
bertahan memeluk Han Cia Sing.
"Sekali lagi!" kata Han Cia Sing sambil berusaha
berdiri.
Kembali dua orang itu terbang ke atas dan meluncur
deras ke bawah. Suara dentuman kembali terjadi
mengguncangkan seluruh arena pertarungan. Kali ini Fang
Yung Li tampaknya tidak dapat bertahan lagi. Ia muntah
darah dan kunciannya mengendur. Han Cia Sing yang juga
sudah nyaris kehabisan napas, segera melepaskan pelukan
Fang Yung Li dan melompat ke atas lubang. Ia segera
mengatur napasnya berusaha secepat mungkin memulihkan
keadaan tubuh dan peredaran darahnya yang kacau balau.
Han Cia Sing tidak ingin ada yang memanfaatkan
keadaannya yang sedang lemah itu.
Tapi belum sempat Han Cia Sing bernapas tiga kali,
Fang Yung Li sudah meloncat keluar sambil berusaha
mencengkeram lehernya. Kembali terjadi pergulatan hebat
antara mereka berdua. Kali ini gerakan Han Cia Sing lebih
bebas sehingga lebih mudah mengatasi Fang Yung Li.
Sementara Fang Yung Li berusaha mencengkeram dan
menghisap tenaga lawan, Han Cia Sing menggunakan kedua
kakinya yang bebas untuk menghajarnya. Tendangan itu
begitu telak menghajar rahang Fang Yung Li sampai-sampai
kepalanya seperti menoleh ke kiri-kanan. Kepala Fang Yung- 120 Li langsung berdenyut kencang dan cengkeramannya
mengendur.
Han Cia Sing tidak mau membuang waktu lagi. Ia
langsung maju dengan Shi Sui Yi Cin Cing kekuatan penuh
menerjang lawan. Kedua telapaknya yang penuh tenaga
dihantamkan ke muka lawan. Kepala Fang Yung Li
bagaikan dihajar ledakan meriam. Darah segar langsung
muncrat dari hidung, mulut dan telinganya. Meskipun Pei
Ming Sen Kung bisa menyelamatkan nyawanya tapi tetap
saja Fang Yung Li terluka parah. Ia terhuyung-huyung
mundur sambil memuntahkan darah segar. Kali ini Han Cia
Sing benar-benar di atas angin. Tenaga pelindung Fang
Yung Li yang sudah amat lemah dimanfaatkan dengan baik
oleh Han Cia Sing. Ia menggunakan jurus yang diajarkan
oleh Chou Gai, ketua partai Huo Men (Gerbang Api) yaitu
Bao Chuen (Tinju Meriam). Jurus ini sesuai dengan
namanya, mengutamakan hentakan tinju yang kuat dan
bertubi-tubi bagaikan ledakan petasan. Han Cia Sing yang
menguasai tenaga dalam hebat bisa mengeluarkan jurus
maut ini lebih baik daripada Chou Gai sendiri. Jika Chou
Gai bisa menghentakkan dua belas tinju sekaligus dalam
satu tarikan napas, maka Han Cia Sing mampu meledakkan
dua puluh tinju sekaligus dengan tenaga yang jauh lebih
kuat. Bisa dibayangkan akibatnya ketika Bao Chuen ini
menghajar wajah Fang Yung Li!
"Bukkkk!!"- 121 Dua puluh tinju keras menghajar wajah Fang Yung
Li. Tulang hidungnya patah dan beberapa gigi depannya
tanggal. Ia terlempar ke belakang hampir tiga tombak dan
terbanting keras ke tanah. Fang Yung Li berusaha bangkit
tapi kembali terhuyung-huyung dan jatuh. Fang Yung Li
pingsan setelah menerima tinju dan tendangan beruntun
dengan tenaga luar biasa dari Han Cia Sing. Ilmunya yang
tinggi telah menyelamatkan nyawanya. Jika pendekar biasa
yang menerima rangkaian serangan Han Cia Sing barusan,
pastilah nyawanya sudah melayang.
Han Cia Sing bernapas lega karena sudah
mengalahkan satu musuh besarnya. Ia mengatur napas
memulihkan kekuatan sambil berusaha melihat keadaan di
sekitarnya. Semua orang masih bertarung dengan hebat
sehingga suasana kacau balau. Jeritan kematian dan denting
pedang golok terdengar begitu ramai sehingga membuat
tidak mudah bagi siapapun untuk berusaha memusatkan
perhatian. Namun akhirnya mata Han Cia Sing yang awas
dapat melihat sosok Gao Guen dan Liu Da yang sudah
terbaring tidak bernyawa di tengah medan pertempuran. Dua
pendekar setia Tien Lung Men itu tampaknya tewas di
tangan puluhan begundal Ceng Lu Hui yang mengeroyok
mereka habis-habisan. Han Cia Sing menjadi amat sedih
karena tidak bisa menyelamatkan mereka berdua.
Sementara itu Wen Shi Mei tampak sudah mulai
kewalahan menghadapi Guo Cing Cen. Racun Ular Hitam
miliknya memang masih kalah dibandingkan dengan Racun- 122 Pasir Emas. Tampaknya Wen Shi Mei sudah mulai
keracunan kabut pasir emas yang terus ditebarkan oleh
lawannya itu. Guo Cing Cen sendiri tertawa-tawa senang
sambil mengelilingi lawannya yang tidak berdaya. Mata
Guo Cing Cen yang juling berputar-putar dengan senangnya
melihat Wen Shi Mei mulai sesak napas. Wen Shi Mei
sendiri tetap berusaha berdiri dan memakan pil anti racun
miliknya tapi khasiatnya tidak terlalu manjur menghadapi
Racun Pasir Emas.
"Bagaimana? Masih tidak mau menyerah?!" tanya
Guo Cing Cen.
"Kau orang gila, kau pikir aku akan takluk semudah
itu di tanganmu?!" jawab Wen Shi Mei sambil tetap
menantang lawan.
"Heheheh, aku senang dengan musuh yang terlihat
kuat, karena kematiannya pasti akan lebih mengenaskan"
kata Guo Cing Cen sambil tertawa gembira.
"Kurang ajar!" bentak Wen Shi Mei. Tapi Wen Shi
Mei semakin lemah dan kesakitan sehingga tidak bisa
berkata-kata lebih banyak lagi. Racun Pasir Emas sudah
masuk sampai aliran darah sehingga rasanya sakit sekali.
Tenaga dalam Wen Shi Mei tidak sehebat ketiga biksu
Shaolin sehingga tidak bisa menekan penyebaran racun.
Akhirnya Wen Shi Mei muntah darah hitam bercampur pasir
emas dan jatuh terduduk. Ia berusaha bersila untuk
mengumpulkan tenaganya. Wajahnya sudah berubah kuning- 123 dan napasnya tinggal satu-satu. Guo Cing Cen yang merasa
sudah menang, tertawa lebar-lebar menghina Wen Shi Mei.
Kesombongan adalah pantangan pendekar yang
paling besar. Guo Cing Cen yang menang telak atas Wen
Shi Mei menjadi lupa diri sehingga tidak waspada. Ia tidak
melihat Wen Shi Mei merogoh kantong di lengan bajunya
Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan dengan secepat kilat melemparkan sesuatu ke arah
mulut Guo Cing Cen yang tengah tertawa lebar. Sebuah
bayangan hitam melesat masuk ke dalam mulut Guo Cing
Cen. Sang Tabib Racun tidak dapat mengelak lagi terhadap
benda yang dilemparkan Wen Shi Mei ke dalam mulurnya.
Benda itu tidak lain adalah ular hitam gurun barat yang amat
beracun!
Ular hitam masuk ke dalam mulut Guo Cing Cen dan
segera menggigit kerongkongannya. Guo Cing Cen yang
amat kaget tidak mampu menjerit maupun berteriak karena
ular hitam telah menyumpal mulutnya, la berusaha sekuat
tenaga menarik ular itu keluar tapi akibatnya ular itu
menggigit semakin kuat di dalam kerongkongan. Guo Cing
Cen tersedak-sedak kesakitan dan mulai sulit bernapas. Guo
Cing Cen memang kebal racun tapi gigitan ular hitam terlalu
dekat dengan pusat syaraf dan otaknya. Racun bekerja lebih
cepat daripada penawar racun yang terdapat dalam
darahnya. Guo Cing Cen mulai kejang-kejang dan mati rasa.
Ia ambruk dengan mata juling melotot dan ekor ular
menggelantung di mulutnya. Benar-benar kematian yang- 124 mengerikan bagi sang tabib racun maupun bagi mereka yang
melihatnya!
Wen Shi Mei juga tidak terlalu baik keadaannya.
Darah hitam bercampur pasir emas sudah menetes dari
hidung dan mulutnya. Tampaknya sang Putri Ular Hitam
juga sudah tidak terselamatkan lagi. Wen Shi Mei tidak
dapat lagi mempertahankan kedudukannya bersila dan
ambruk ke belakang.
"Jayalah Tien Lung Men" kata Wen Shi Mei dengan
lirih sebelum menutup mata untuk selama-lamanya.
Tiga Penguasa Tebing Setan dan Fan Zheng semakin
cemas melihat keadaan yang tidak menguntungkan mereka.
Pengikut Ceng Lu Hui mulai terdesak hebat oleh gabungan
para pendekar dan pasukan bawahan Huo Wang-ye. Apalagi
tiga biksu Shaolin juga sudah turun tangan. Kekuatan
mereka semakin melemah ketika melihat Guo Cing Cen juga
ambruk. Tanpa banyak bicara lagi, keempatnya langsung
mengambil langkah seribu meninggalkan arena
pertarungan. Mereka melompat ringan melewati kepalakepala para pendekar yang sedang bertarung. Sia-sia saja
Wen Yang memanggil mereka untuk kembali.
Hu Kung Ye yang memimpin barisan begundal Ceng
Lu Hui juga sebenarnya seorang pengecut besar. Mana
mungkin ia mau bertahan melihat Ceng Lu Hui mulai kalah.
Ia mundur dengan jurus licik yang selalu dipakainya yaitu
melemparkan anak buahnya yang malang ke arah para- 125 pengejarnya. Cara ini sudah beberapa kali menyelamatkan
nyawa anjingnya, tapi Ma Han Jiang yang melihat Hu Kung
Ye berbuat keji, kembali teringat hutang darah keluarga
Wang puluhan tahun lalu.
"Marga Hu! Jangan lari kau!" teriak Ma Han Jiang
sambil berkelebat menyusul Hu Kung Ye.
"Sialan! Minggir!" bentak Hu Kung Ye ketakutan
sambil melemparkan dua begundal Ceng Lu Hui ke arah Ma
Han Jiang.
Ma Han Jiang yang bertekad menghentikan Hu Kung
Ye, sama sekali tidak memperdulikan dua begundal malang
yang dilemparkan Hu Kung Ye ke arahnya. Sebuah
tendangan kilat mengirimkan dua begundal itu langsung ke
neraka bahkan sebelum tubuh mereka menyentuh tanah
kembali. Ma Han Jiang bergerak cepat memotong arah lari
Hu Kung Ye. Sebuah tendangan keras dihadiahkan ke wajah
Hu Kung Ye sampai ia terjengkang satu tombak ke
belakang. Tiga gigi depan Hu Kung Ye tanggal sehingga ia
tidak bisa lagi memaki Ma Han Jiang. Kepalanya seperti
berputar sehingga ia terhuyung-huyung jatuh.
Ma Han Jiang sama sekali tidak memberikan
kesempatan kepada Hu Kung Ye untuk bernapas, la
melompat tinggi ke udara dan langsung menghunjamkan
Suang Lung Xia Ti (Naga Kembar Turun ke Bumi). Hu
Kung Ye hanya bisa menjerit kesakitan menerima jurus
maut Ma Han Jiang ini. Beberapa tulang rusuknya patah- 126 dihajar tendangan maut barusan. Hu Kung Ye muntah darah
tapi tetap berusaha melarikan diri. Tapi ia yang terluka parah
mana mungkin meloloskan diri dari Ma Han Jiang yang
sudah amat geram itu?
Hu Kung Ye merasakan hawa panas turun dari langit
ke atas kepalanya, la berusaha menghindar sebisa mungkin
dengan sisa-sisa tenaganya membuang tubuhnya ke
samping. Meskipun bisa menghindari tendangan maut
memecahkan kepalanya tapi tetap saja bahu kanannya
menjadi sasaran. Tendangan Ma Han Jiang kali ini yang
menggunakan hunjaman lutut mematahkan tulang bahu
kanan Hu Kung Ye. Nasib si Raja Buaya Sungai Kuning
tampaknya sudah tidak dapat diselamatkan lagi. Hu Kung
Ye yang berlutut kesakitan hanya bisa pasrah ketika kaki Ma
Han Jiang melingkar di lehernya. Satu puntiran keras
Tendangan Kaki Menggunting langsung mengirim Hu Kung
Ye ke neraka!
"Tuan Wang, Nyonya Wang sekarang kalian berdua
bisa beristirahat dengan tenang" kata Ma Han Jiang sambil
memandangi mayat Hu Kung Ye.
Wen Yang semakin panik melihat kematian Hu Kung
Ye. Ia langsung berusaha melarikan diri. Barisan begundal
Ceng Lu Hui yang sudah jatuh moralnya itu langsung kocarkacir karena kehilangan pemimpin mereka. Pasukan Huo
Wang-ye dan barisan pendekar semakin leluasa
menghancurkan mereka. Mayat pengikut Ceng Lu Hui
bertumpuk-tumpuk sampai tidak terhitung lagi. Si Fu Pu Cin- 127 yang ikut dalam barisan Ceng Lu Hui juga semakin
terkepung dan terdesak. Kemampuannya yang sudah
menurun sejak luka-lukanya saat kehancuran Tie Tau Hui
(Partai Golok Besi) membuatnya tidak bisa bertarung
sehebat dulu. Tubuhnya sudah basah oleh keringat dan
penuh luka-luka. Tampaknya ajal sudah menunggu waktu
saja bagi Fu Pu Cin. Beberapa anak buah Huo Wang-ye
yang mengeroyoknya berhasil melukai kedua kakinya. Fu
Pu Cin jatuh terjerembab tinggal menunggu dipancung saja.
Saat pedang prajurit itu nyaris menebas leher Fu Pu Cin,
sebuah kilatan pedang emas menyambar menangkis.
"Trangg!!"
"Jangan lukai dia! Dia pamanku!" teriak Yung Lang.
Prajurit itu mula-mula terlihat kaget tapi segera menjura dan
berlalu begitu melihat Yung Lang. Mereka segera
menerjunkan diri menghancurkan sisa-sisa pengikut Ceng
Lu Hui yang lari kocar-kacir.
"Paman Fu, bagaimana keadaanmu?" tanya Yung
Lang dengan khawatir.
"Minggir! Aku tidak kenal manusia tidak berbudi
seperti engkau!" bentak Fu Pu Cin sambil mendorong Yung
Lang hingga jatuh terjengkang.
"Paman Fu, ini aku, Yung Lang!" kata Yung Lang.
"Aku sudah gagal mengembalikan kejayaan Tie Tau
Hui. Aku berdosa terhadap guru dan leluhur. Hanya- 128 kematian yang bisa menebus kegagalanku yang tidak
berguna ini!" teriak Fu Pu Cin sambil menusukkan golok
besinya ke perutnya sendiri.
"Paman Fu!" jerit Yung Lang kaget. Tapi semua
sudah terlambat. Yung Lang hanya bisa menahan tubuh Fu
Pu Cin yang sudah tidak bernyawa agar tidak ambruk ke
tanah. Golok besi tembus sampai ke punggung langsung
menamatkan riwayat murid andalan perguruan Tie Tau Hui
itu. Tanpa sadar, air mata Yung Lang menetes.
Bagaimanapun juga selama ini, Fu Pu Cin adalah orang yang
menyelamatkan dan membesarkannya. Ia belum sempat
membalas semua kebaikan Fu Pu Cin tapi ia sudah
meninggal dengan tragis. Yung Lang memeluk tubuh Fu Pu
Cin sambil menangis tersedu-sedu menyesali jalan salah
yang telah ditempuh pamannya itu.- 129 54. Hati Serigala Paru-paru Anjing
Wen Yang lari tanpa arah meninggalkan arena
pertarungan hingga beberapa kali tersandung mayat-mayat
yang bergelimpangan. Rambutnya acak-acakan dan
pakaiannya sobek-sobek berlumuran darah. Kebanggaan
dan kewibawaan yang selama ini ditunjukkannya sebagai
ketua Ceng Lu Hui sama sekali tidak tersisa. Ia kini
hanyalah seorang pelarian yang sedang berjuang
mempertahankan selembar nyawanya. Satu-satunya harapan
adalah kembali ke kotaraja untuk bergabung dengan
kakaknya, Huo Cin.
"Mau ke mana kau pengkhianat?!" bentak Jien Jing
Hui sambil melompat menghadang di depan Wen Yang,
sementara He Suang Fu mengejar di belakangnya.
"Minggir kau wanita gila! Jangan halangi jalanku!"
bentak Wen Yang berusaha mengusir rasa takut di hadnya.
Wen Yang maju menyerbu Jien Jing Hui dengan Wu
Sheng Chuen (Tinju Lima Hewan). Ia sama sekali tidak
punya waktu meladeni Jien Jing Hui sehingga langsung
menyerang dengan jurus maut. Wen Yang lupa bahwa di
sana ada tiga biksu utama kuil Shaolin yang langsung
mengenali jurus-jurusnya itu. Mereka bertiga kaget melihat
Wu Sheng Chuen yang sudah hilang puluhan tahun itu.- 130 "Fang-cang lihatlah jurus yang dimainkan oleh orang
itu! Bukankah itu bagian dari cakar naga Wu Sheng
Chuen?!" seru biksu Tien Fa.
"Benar sekali, itu tidak salah lagi adalah Wu Sheng
Chuen!" kata biksu Tien Cin tidak kalah terkejutnya.
"Amitabha, mari kita lihat siapa yang mampu
menguasainya" kata Fang-cang Tien Gong sambil melesat
ke arah arena pertarungan Wen Yang dengan Jien Jing Hui.
Wen Yang yang sudah kelelahan dan ketakutan itu
menghadapi seorang Jien Jing Hui saja sudah ketakutan
apalagi ditambah He Suang Fu dan tiga biksu utama Shaolin.
Keringat dingin membasahi kening dan seluruh badannya.
Ia dapat merasakan nyawanya sudah hampir lepas di ubunubun. Gerakan dan tenaganya semakin melemah bahkan
beberapa kali tersabet pedang Jien Jing Hui hingga terluka
cukup dalam.
"Berhenti! Siapakah Se-cu ini?! Bagaimana bisa
menguasai ilmu Shaolin kami, Wu Sheng Chuen?!" tanya
Fang-cang Tien Gong dengan berwibawa sekali sehingga
pertarungan langsung terhenti.
"Apa urusanmu, biksu busuk?!" bentak Wen Yang
berpura-pura berani untuk menyembunyikan rasa takutnya.
"Kurang ajar! Berani sekali kau terhadap Fang-cang
Shaolin!" bentak biksu Tien Fa dengan marah.- 131 "Aku tidak takut pada kalian semua! Majulah!" teriak
Wen Yang.
He Suang Fu maju menyerang dengan kapak panjang
dan pendeknya. Dua pendekar kembar ini begitu padu dalam
penyerangan dan pertahanan sehingga mampu merepotkan
Wen Yang yang sudah terluka. Jien Jing Hui yang sudah
amat geram langsung menerjunkan ke dalam pertarungan
tanpa basa-basi lagi. Kembali Wen Yang terkepung rapat
dan terluka oleh serangan lawan di beberapa tempat.
Tiga biksu Shaolin sebenarnya tidak ingin
mencampuri dendam Tien lung Men dengan Ceng Lu Hui,
tapi mereka harus tahu terlebih dulu siapa dan bagaimana
Wen Yang bisa menguasai Wu Sheng Chuen. Ketika Wen
Yang berada dalam situasi genting dan terdesak hebat, Fangcang Tien Gong segera maju ke depan menyelamatkannya.
Hal ini tentu membuat Jien Jing Hui dan He Suang Fu amat
terkejut.
"Fang-cang, kau hendak membela begundal Ceng Lu
Hui ini?!" tanya Jien Jing Hui tidak percaya.
"Amitabha, san-cai, san-cai. Nona Jien harap
bersabar. Lau-na hanya ingin tahu asal-usul ilmu yang
dimiliki oleh orang ini, sama sekali tidak ingin membela
atau turut campur" jawab Fang-cang Tien Gong.
"Fang-cang sudah begitu baik membela dirimu.
Sekarang cepat katakan siapa dan darimana kau peroleh
ilmu Wu Sheng Chuen itu?!" tanya biksu Tien Fa.- 132 Wen Yang yang licik langsung memutar otaknya
untuk dapat lolos dari situasi berbahaya itu. Tidak ada
pilihan lain selain berpura-pura lemah dan mohon belas
kasihan kepada ketiga biksu Shaolin itu. Jien Jing Hui sudah
tampak begitu geram menghunus pedangnya sehingga Wen
Yang langsung berlutut dan merangkak ke arah Fang-cang
Tien Gong memohon belas kasihan. Tanpa rasa malu Wen
Yang memeluk kaki Fang-cang Tien Gong dan menangis
sejadi-jadinya. Hal ini tentu membuat semua yang
mengepungnya menjadi heran.
"Fang-cang! Aku bersalah, aku mengaku bersalah"
jerit Wen Yang memilukan berusaha mencari simpati dari
Fang-cang Tien Gong.
"Amitabha, Se-cu siapakah sebenarnya dirimu?!
tanya Fang-cang Tien Gong keheranan.
"Maafkan aku, aku memang tidak punya malu, aku
bersalah kepada Fang-cang Cen Ren dan Shaolin" kata Wen
Yang sambil terus meneteskan air mata buayanya.
"Kau mengenal mendiang Fang-cang Cen Ren?!
Siapa dirimu?" tanya Tien Cin terkejut.
"Aku muridnya yang tidak berbakti!" teriak Wen
Yang sambil menengadah menatap biksu Tien Cin.
Ketiga biksu Shaolin itu mengamati wajah Wen Yang
dengan seksama. Wajah Wen Yang tentu sudah banyak
berubah setelah puluhan tahun terutama rambutnya yang- 133 sekarang tebal. Tapi matanya yang tajam itu tidak berubah
sejak masa mudanya. Biksu Tien Cin langsung teringat
kepada saudara seperguruannya yang berkhianat puluhan
tahun lalu, bahkan membawa kabur kitab pusaka Wu Sheng
Chuen yang diciptakan Rahib Agung Da Mo sendiri.
"Kau pengkhianat itu?!" teriak biksu Tien Cin dengan
gemetar.
"Apa?! Benarkah dia pengkhianat itu?!' tanya biksu
Tien Fa amat terkejut.
"Benar, aku tidak bisa melupakan sorot matanya.
Dialah yang membuat mendiang Fang-cang Cen Ren
meninggal dengan penyesalan!" teriak biksu Tien Cin
dengan marah sambil mengayunkan tangannya hendak
Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
meremukkan batok kepala Wen Yang.
"Tahan! Se-ti, Budha mengajarkan kita untuk selalu
berbelas kasih. Jika dia memang pengkhianat itu, kita harus
tetap membuka pintu tobat untuknya" kata Fang-cang Tien
Gong sambil menahan hantaman biksu Tien Cin.
"Tapi, Fang-cang..." kata biksu Tien Cin masih tidak
terima.
Wen Yang melihat perhatian tidak lagi sepenuhnya
tertuju pada dirinya langsung mengambil kesempatan baik
ini. Tangan kirinya menggenggam pasir tanah sedangkan
tangan kanannya mengeluarkan pisau kecil yang terselip di
sepatunya. Satu gerakan kilat melemparkan pasir ke arah- 134 mata Fang-cang Tien Gong sedangkan tangan kanannya
menusukkan pisau ke dada lawan. Semua yang berada di
sana terkejut sekali dengan perubahan sikap Wen Yang dari
mohon belas kasihan menjadi pembokongan, sehingga
terlambat bergerak. Hanya biksu Tien Cin yang sempat
bergerak menutup tubuh Fang-cang Tien Gong dengan
tubuhnya sendiri. Pisau Wen Yang yang sedianya menusuk
dada Fang-cang Tien Gong beralih menusuk dada biksu
Tien Cin.
"Kurang ajar!" bentak Jien Jing Hui sambil maju ke
depan hendak menusuk Wen Yang.
Belum sempat serangan Jien Jing Hui sampai di
tempatnya, Wen Yang sudah melemparkan beberapa benda
bulat dari kantongnya. Itu adalah bola kayu berisi asap
belerang yang dibuat oleh Tien Huo Hui dan diberikan
Sinlin kepadanya untuk keperluan melarikan diri jika
keadaan terdesak. Delapan bola asap melayang menghantam
tanah hampir bersamaan dan meledak menimbulkan kabut
asap hitam yang pedas menghalangi pandangan. Mau tak
mau Jien Jing Hui dan He Suang Fu jadi terhambat
gerakannya. Ketika asap belerang telah menipis mereka
hanya melihat ketiga biksu Shaolin sementara Wen Yang
sudah hilang tertelan asap.
"Se-ti, bertahanlah" kata biksu Tien Fa sambil
memegang tangan biksu Tien Cin yang gemetaran.- 135 "Fang-cang, aku pergi dulu. jangan kau lupa untuk
menghukum pengkhianat itu dan memulihkan nama baik
kuil Shaolin" kata biksu Tien Cin sambil terengah-engah.
Pisau Wen Yang menancap tepat di bagian jantung
biksu Tien Cin sehingga Fang-cang Tien Gong juga tidak
mampu lagi berbuat apa-apa untuk menolong adik
seperguruannya itu. Ia hanya bisa memapah dan menemani
biksu Tien Cin di saat-saat terakhirnya itu.
"Se-ti, aku akan mengingat selalu perkataanmu itu.
Amitabha, Budha Maha Pengasih" kata Fang-cang Tien
Gong menenangkan biksu Tien Cin.
Jien Jing Hui dan He Suang Fu hanya bisa termangu
memandangi pemandangan memilukan yang ada di depan
mereka. Biksu Tien Cin meninggal dalam pelukan Fangcang Tien Gong dan biksu Tien Fa. Hati Jien Jing Hui
semakin marah dan dendam kepada Wen Yang. Ia
bersumpah suatu hari nanti akan membunuh Wen Yang
dengan tangannya sendiri untuk menuntaskan dendam
kesumat Tien Lung Men!
Fang Yung Li berjalan terhuyung-huyung sambil
memegangi kepalanya yang seperti pecah. Tinju Meriam
yang dikerahkan Han Cia Sing mendarat begitu telak di
kepalanya sampai-sampai membuat hidungnya berdarah
terus-menerus. Kepala Fang Yung Li juga berdenyut-denyut
dan pandangannya kabur. Ia masih beruntung mempunyai
tenaga dalam tinggi sehingga tidak tewas dengan kepala- 136 pecah. Tapi tetap saja akibat luka-lukanya begitu serius.
Fang Yung Li berjalan hanya dituntun oleh nalurinya saja
tanpa bisa berpikir apa-apa lagi.
"Kakek! Kakek sudah pulang!" teriak Feng-Feng
dengan gembira ketika melihat Fang Yung Li datang.
Feng-Feng dan Teng Cuo Hui memang menunggu di
sebuah hutan kecil di sebelah selatan Yin Chuang sementara
Fang Yung Li pergi untuk merampas jabatan ketua dunia
persilatan. Tentu saja semua ini adalah karena hasutan Teng
Cuo Hui, yang selalu berusaha membuat panas hati Fang
Yung Li untuk ikut terjun dalam pertarungan. Kini ketika
melihat Fang Yung Li kembali dengan muka babak belur
dan berlumuran darah, Teng Cuo Hui hanya tersenyum sinis
saja karena rencananya berhasil baik.
"Kakek, bagaimana?! Apakah kakek berhasil
mengalahkan semua pendekar yang ada?" tanya Feng-Feng
dengan penuh harap.
"Siapa kau?!" tanya Fang Yung Li dengan heran.
"Kakek ini bagaimana?! Aku kan Feng-Feng!" jerit
Feng-Feng dengan marah karena Fang Yung Li tidak
mengenalinya.
"Feng-Feng?! Siapa itu Feng-Feng?" tanya Fang
Yung Li masih keheranan dengan pandangan kosong.
"Aku cucu kakek! Kakek ini bagaimana?!" jerit FengFeng dengan geram.- 137 "Iya, benar! Kakek mana mungkin lupa dengan anak
dan cucunya?!" kata Teng Cuo Hui ikut membenarkan
perkataan Feng-Feng.
"Kau siapa?!" bentak Fang Yung Li tidak habis pikir
melihat dua orang yang menyapanya dengan akrab sekali
itu. "Lo?! Aku Ayah Feng-Feng?! Apakah ayah lupa?"
tanya Teng Cuo Hui.
"Ayah?! Siapa ayahmu?! Aku Jenderal Besar Fang
Yung Li selamanya tidak pernah mempunyai anak! Siapa
kalian berdua? Jangan macam-macam denganku!" bentak
Fang Yung Li dengan marah.
Teng Cuo Hui terkejut melihat perubahan pada diri
Fang Yung Li ini. Tampaknya Fang Yung Li sudah mulai
sadar siapa dirinya yang sebenarnya. Pukulan keras
beruntun dari Han Cia Sing tampaknya telah mengingatkan
dirinya kembali. Tapi tidak demikian halnya dengan FengFeng yang memang agak kurang waras dan selama ini
menganggap Fang Yung Li sebagai kakeknya sendiri. Ia
malah mendekat dan menarik-narik baju Fang Yung Li
dengan marah.
"Kakek jahat! Kakek hendak membuang FengFeng!" jerit Feng-Feng
"Plakk!!"- 138 Sebuah tamparan keras menghantam kepala FengFeng sampai ia terpelanting beberapa langkah ke belakang.
Feng-Feng langsung roboh dan pingsan di rerumputan.
"Jangan macam-macam! Aku bukan kakekmu!"
bentak Fang Yung Li dengan marah.
Tamparan Fang Yung Li barusan membuatnya
mengerahkan tenaga sehingga luka dalamnya kambuh. Fang
Yung Li langsung terbatuk-batuk dan mengeluarkan darah
segar dari hidung dan mulurnya. Teng Cuo Hui yang licik
melihat Fang Yung Li terluka parah, langsung memutar otak
mencari akal. Ia sadar bahwa Fang Yung Li sudah mulai
ingat kembali siapa dirinya jadi tidak ada gunanya bagi
dirinya untuk berpura-pura lagi. Ia mendekat dan memegang
kedua lengan Fang Yung Li.
"Jenderal Fang, kau kenal siapa aku?" tanya Teng
Cuo Hui.
"Aku tidak kenal siapa kau. Apa yang kau lakukan?!
Lepaskan lenganku!" bentak Fang Yung Li ketika ia
merasakan tenaga dalamnya seperti tersedot keluar oleh
Teng Cuo Hui.
"Hehehe, setan tua, sudah saatnya kau masuk
neraka!" kata Teng Cuo Hui sambil tersenyum bengis.
Selama beberapa bulan bersama Fang Yung Li dan
Feng-Feng, Teng Cuo Hui dengan liciknya berhasil minta
diajarkan jurus-jurus Pei Ming Sen Kung. Tentu saja Fang- 139 Yung Li yang agak gila dan lupa ingatan itu tidak keberatan
mengajarkan ilmu kepada "anak dan cucunya". Feng-Feng
tidak memiliki dasar silat yang bagus dan pikirannya juga
kurang waras sehingga hanya bisa menyerap sedikit, tapi
tidak demikian halnya Teng Cuo Hui. Ia dengan mudah
mengerti jurus-jurus yang diajarkan Fang Yung Li dan
diam-diam melatihnya sendiri sampai mahir. Kini
kekuatannya sudah lumayan meskipun masih jauh bila
dibandingkan Setan Darah Fang Yung Li. Tapi keadaan
Fang Yung Li yang terluka parah sekarang tidak bisa
mengimbangi tenaga hisap Teng Cuo Hui. Keadaannya
sangat gawat dan ia semakin banyak memuntahkan darah.
"Lepaskan!" teriak Fang Yung Li dengan sia-sia.
"Aku tidak akan melepaskanmu, setan tua! Latihan
tenaga intimu selama puluhan tahun terlalu berharga untuk
dibuang begitu saja! Serahkan semuanya kepadaku!" teriak
Teng Cuo Hui sambil menghentakkan tenaga hisapnya
sekuat mungkin.
Fang Yung Li berteriak kesakitan ketika merasakan
tenaga dalamnya bagaikan terhisap. Seluruh pembuluh
darahnya terasa pecah karena disedot kekuatan Pei Ming
Sen Kung. Ia berusaha mati-matian melawan dengan tenaga
hisapnya sendiri, tapi luka darah yang terlalu parah
membuatnya tidak bisa berbuat banyak. Tubuh Fang Yung
Li yang memang sudah kurus kering menjadi semakin
keriput dan nyaris hanya tertinggal tulang dan kulit.
Semuanya tenaga dan darahnya terhisap habis oleh hisapan- 140 Teng Cuo Hui. Ia mulai roboh dengan mata melotot dan
tubuh hangus kering. Sungguh kematian yang mengerikan
bagi si Setan Darah, tewas dengan ilmu sesatnya sendiri!
"Hahahaha, nikmat sekali! Nikmat sekali tenaga
pertama yang kudapat ini! Benar-benar tidak percuma kau
berlatih puluhan tahun, setan tua. Tenagamu seakan mengisi
semua bagian tubuhku. Aku merasa sangat bertenaga sekali
sekarang" kata Teng Cuo Hui sambil melepaskan tubuh
Fang Yung Li yang sudah menjadi mayat itu.
Teng Cuo Hui memandangi mayat Fang Yung Li
dengan pandangan menghina sekali. Wajah Fang Yung Li
yang melotot mati penasaran itu memang sangat
menakutkan, tapi sama sekali tidak membuat gentar Teng
Cuo Hui. Bahkan dengan sadis sekali Teng Cuo Hui
menginjak kepala mayat Fang Yung Li hingga hancur tidak
bisa dikenali lagi. Setelah itu ia tertawa-tawa puas sambil
memandangi langit sore yang berwarna merah. Tampaknya
Teng Cuo Hui sangat puas sekali dengan keberhasilannya
memperdaya dan membunuh Fang Yung Li.
Pengorbanannya berpura-pura menjadi orang gila dan hidup
menggelandang selama beberapa bulan kini terbayar sudah.
Feng-Feng mulai siuman sambil mengaduh
merasakan pipinya sakit sekali ditampar Fang Yung Li. Ia
mengerjapkan matanya yang juling memandangi wajah
Teng Cuo Hui yang tengah tertawa-tawa dengan puasnya
itu. Setelah itu Feng-Feng melihat mayat Fang Yung Li yang
sudah tanpa kepala dengan keheranan.- 141 "Kakek?! Kenapa dengan kakek? Kemana kepala
kakek... tanya Feng-Feng dengan heran sambil merangkak
mendekati mayat Fang Yung Li.
"Ayah Feng-Feng, apa yang terjadi dengan Kakek
Feng-Feng?!" tanya Feng-Feng dengan heran kepada Teng
Cuo Hui.
"Hahahah, ia sudah pergi ke neraka!" jawab Teng
Cuo Hui.
"Neraka?! Mengapa ia pergi sendiri tanpa mengajak
kita?!" tanya Feng-Feng dengan keheranan.
"Hahahha! Dasar kau bocah gila! Kau ingin
menemaninya?! Baik, baik! Aku akan mengirimkan engkau
ke sana untuk menemaninya!" kata Teng Cuo Hui dengan
girang sekali.
Tepat ketika ia hendak mengayunkan tangannya
menghabisi Feng-Feng, telinganya yang peka menangkap
suara-suara teriakan yang sedang menuju ke arahnya. Teng
Cuo Hui segera berpikir cepat. Ia tidak jadi membunuh
Feng-Feng dan berniat menunggu siapa yang sedang berlarilari ke arahnya itu. Sebuah pukulan ringan ke leher FengFeng segera membuatnya jatuh pingsan. Teng Cuo Hui
langsung membopong Feng-Feng dan mayat Fang Yung Li
ke dalam kerimbunan hutan untuk bersembunyi dan
mengintai siapa yang datang.- 142 Sebentar kemudian terlihat empat orang tengah
berkejaran di tengah hutan itu menuju ke arah tempat Teng
Cuo Hui bersembunyi. Dua orang pria sedang mengejar
seorang pria yang tengah menyandera seorang wanita. Mata
Teng Cuo Hui yang tajam segera mengenali salah seorang
pengejar itu sebagai Xiahou Yuan si Roda Emas sekaligus
guru Huo Wang-ye.
"Lepaskan istriku, kau bajingan!" bentak Han Cia Pao
yang sudah hampir kehabisan kesabaran.
"Tahan! Jangan bertindak gegabah" kata Xiahou
Yuan berusaha menenangkan.
"Heheheh, setelah kalian tidak mengikuti lagi, aku
pasti akan melepaskan wanita ini. Kalian jangan ikuti lagi
aku mulai sekarang! Kalau tidak wanita ini akan menerima
akibatnya!" ancam Ejinjin sambil tertawa bengis.
"Baik, kami berjanji tidak akan mengikutimu lagi.
Tapi lepaskan dulu nyonya Han!" kata Xiahou Yuan.
"Kalian pikir aku anak umur tiga tahun?! Begitu
wanita kulepaskan, kalian pasti akan membunuhku!
Sekarang mundur kalian sampai ke pohon itu dan biarkan
aku sendiri, cepat!" teriak Ejinjin yang tampak mulai habis
kesabaran.
"Lebih baik kita turuti saja" bisik Xiahou Yuan
kepada Han Cia Pao.- 143 Meskipun amat geram, tapi Han Cia Pao tidak punya
pilihan lain selain menuruti kemauan Ejinjin. Maka Xiahou
Yuan dan Han Cia Pao kemudian mulai mundur pelan-pelan
sampai ke arah yang diminta Ejinjin.
"Nah, kami sekarang menuruti apa yang kauminta.
Kau bisa lepaskan nyonya Han sekarang" kata Xiahou
Yuan.
"Baik, aku lepaskan!" kata Ejinjin sambil tersenyum
licik. Ejinjin mendorong tubuh Cen Hua hingga ia nyaris
terjerembab ke depan. Tidak berhenti sampai di situ, Ejinjin
langsung berniat menebaskan goloknya ke lengan kanan
Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Cen Hua. Teriakan marah Han Cia Pao dan Xiahou Yuan
sama sekali tidak berguna karena jarak mereka berdiri
dengan Ejinjin terlalu jauh sekitar lima belas tombak. Nasib
Cen Hua tampaknya sudah ditentukan ketika golok Ejinjin
hampir menebas lengan kanannya.
"Bukkkk!!"
Sebuah serangan tinju mendadak ke arah dada Ejinjin
berhasil menyelamatkan Cen Hua tepat pada waktunya.
Ejinjin langsung terlempar satu tombak ke belakang dan
muntah darah. Han Cia Pao dan terlebih-lebih Xiahou Yuan
sangat terkejut ketika melihat penolong Cen Hua tidak lain
adalah Jenderal Teng Cuo Hui yang berpakaian bak
gelandangan. Tapi mereka tidak sempat banyak berpikir
karena lebih mementingkan keselamatan Cen Hua.
Sementara itu Ejinjin yang terluka dan melihat keadaan- 144 tidak menguntungkan segera melemparkan beberapa bom
belerang. Kabut asap hitam yang pedas segera
menyamarkan pelarian Ejinjin sehingga tidak bisa dikejar
lagi.
"Kurang ajar! Jangan lari kau! Aku Han Cia Pao akan
membuat perhitungan denganmu!" teriak Han Cia Pao
dengan marah sekali.
"Percuma saja dikejar. Tidak tahu ia lari ke arah
mana" kata Teng Cuo Hui.
"Huh!!" dengus Han Cia Pao dengan kesal.
"Suamiku, jangan dikejar. Aku baik-baik saja" kata
Cen Hua.
"Jenderal Teng, terima kasih atas pertolongan anda.
Tidak disangka sama sekali bisa bertemu anda di tempat ini"
kata Xiahou Yuan sambil menjura hormat.
"Pendekar Xiahou terlalu sungkan. Ini memang sudah
tugas kita untuk saling membantu" kata Teng Cuo Hui balas
menjura.
"Jenderal Teng, aku Han Cia Pao mengucapkan
terima kasih karena telah menyelamatkan istriku. Terimalah
sembahku ini" kata Han Cia Pao sambil berlutut dan berniat
menyembah.
"Aku Cen Hua juga memberikan sembah" kata Cen Hua.- 145 "Eh, eh, aku tidak pantas menerima penghormatan
seperti ini" kata Teng Cuo Hui yang segera membantu Han
Cia Pao dan Cen Hua bangkit berdiri.
"Tuan muda Han, ini adalah Jenderal Teng Cuo Hui
dari utara. Beliau adalah sekutu pangeran Huo Wang-ye
dalam membersihkan kerajaan dari para pengkhianat" kata
Xiahou Yuan memperkenalkan.
"Nama Jenderal Teng sudah kudengar sejak kecil dari
mendiang ayah. Tidak disangka hari ini bisa bertemu di sini.
Sungguh sebuah kehormatan" kata Han Cia Pao.
"Hahaha, apalah artinya aku seorang jenderal kecil di
utara dibandingkan Jenderal Empat Gerbang?" kata Teng
Cuo Hui merendah.
"Jenderal Teng, apa yang membuatmu bisa berada di
dekat sini?" tanya Xiahou Yuan ingin tahu.
"Oh begini, aku sedang dalam tugas penyamaran
seperti yang diperintahkan Huo Wang-ye. Dalam perjalanan
melewati hutan kecil ini aku melihat seorang anak kecil
tengah dianiaya oleh seorang kakek gila. Aku segera datang
menolong anak kecil itu" jawab Teng Cuo Hui.
"Oh benarkah?! Di manakah anak kecil itu?" tanya
Xiahou Yuan.
Teng Cuo Hui kemudian mengajak mereka bertiga ke
arah rerumputan. Feng-Feng yang pingsan terbaring lemah- 146 di sana. Cen Hua yang melihatnya segera berteriak kaget
karena mengenalinya sebagai cucu Jien Wei Cen.
"Astaga! Tuan muda Feng! Bagaimana ia bisa sampai
di sini? Kukira ia sudah meninggal saat penyerbuan markas
Yi Chang!" teriak Cen Hua dengan kaget sekali.
Teng Cuo Hui, Xiahou Yuan dan Han Cia Pao juga
kaget sekali mendengar perkataan Cen Hua ini. Terutama
Teng Cuo Hui yang sama sekali tidak mengira Feng-Feng
adalah cucu seorang pendekar besar. Semula ia selalu
beranggapan FengFeng hanyalah anak gila yang dipungut oleh Fang
Yung Li di jalanan saja. Dalam hati Teng Cuo Hui bersyukur
tidak membunuh Feng-Feng karena dengan demikian ia
akan dapat memperoleh jasa besar menyelamatkan cucu
pendekar Jien Wei Cen. la juga tidak khawatir apa yang akan
dikatakan Feng-Feng nanti kepada orang-orang. Siapa yang
akan percaya omongan bocah setengah gila seperti FengFeng ini?
Han Cia Pao yang dulu saat di Yi Chang pernah
bertemu dengan Feng-Feng merasa kasihan sekali melihat
keadaannya. Dulu saat bertemu di markas Tien Lung Men,
keadaan Feng-Feng jauh lebih baik dan terawat. Pakaian dan
makanannya dulu lebih bagus sehingga keadaannya lebih
sehat d-in baik. Setelah hampir setahun bersama dengan
Fang Yung Li yang gila, keadaan Feng-Feng memang
benar-benar kurus dan kotor. Pelan-pelan ia menggendong- 147 tubuh Feng-Feng yang masih pingsan itu dan membawanya
pergi. Mereka kemudian bersama-sama berangkat ke arah
tempat pertemuan para pendekar untuk bertemu dengan
teman-teman mereka yang lain. Mayat Fang Yung Li yang
disembunyikan oleh Teng Cuo Hui ditinggalkan begitu saja
di hutan kecil itu untuk menjadi makanan binatang buas.
Sungguh tragis nasib si Setan Darah!
Hari sudah senja ketika akhirnya mereka sampai di
Kolam Sembilan Naga. Asap dan bau amis darah tercium
dalam jarak puluhan tombak sebelum mereka dapat melihat
apa yang sebenarnya terjadi. Panggung pertarungan dan
panggung kehormatan yang tadinya dipakai sebagai arena
pertemuan para pendekar sudah tidak berbentuk lagi.
Keadaan hancur lebur dan penuh mayat bergelimpangan di
mana-mana sungguh membuat miris mereka yang
Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong Cewek Cetar Dua Karya Zaeemaazzahra Tapak Tapak Jejak Gajahmada Karya Arief Sudjana
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama