Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An Bagian 30
tidak bisa
< 240 hilang >
besar Wang yang mengenakan pakaian terhukum,
didorong menuju ke halaman istana oleh ratusan prajurit
bersenjata lengkap. Kecemasan dan ketakutan terlihat jelas
pada wajah keluarga besar Wang. Para wanita dan anakanak malah menangis dan mohon ampun. Tapi para prajurit
seperti menulikan telinga mereka dan terus saja menyeret
mereka satu persatu, tidak peduli pria, wanita maupun anak
kecil semuanya diikat di balok kayu yang telah disiapkan di
tengah halaman istana.
Matahari sudah mulai meninggi ketika semua
keluarga Wang selesai diikat di balok kayu. Kepala keluarga
Wang yaitu Wang Shun, tampak pasrah saja menerima
perlakuan tidak adil ini. Wajahnya tampak lebam di sanasini bekas disiksa oleh para prajurit untuk membuat
pengakuan bahwa ia telah membantu pemberontak melawan
kerajaan. Para tukang penggal tampak tertawa-tawa melihat
calon korban mereka sudah dibaris rapi. Wajah-wajah- 404 mereka yang bengis tampak begitu haus darah melihat lima
puluh enam orang yang bakal menerima hukuman hari ini.
"Jenderal Besar Teng tiba!!"
Teriakan prajurit jaga itu langsung disambut dengan
sangkakala dan pukulan puluhan tambur. Para prajurit
langsung bersiap dan berbaris rapi di hadapan panggung
tempat Teng Cuo Hui nantinya akan duduk. Suasana
menjadi tegang ketika Teng Cuo Hui melangkah memasuki
halaman istana diiringi ratusan pengawal istana bersenjata
lengkap. Derap langkah ratusan prajurit itu seolah
menggetarkan bumi dan tentu saja jantung para terhukum.
Wajah-wajah mereka terlihat semakin takut dan pasrah saja.
Jenderal Teng Cuo Hui hari itu memakai pakaian
kebesaran jenderalnya, lengkap dengan baju besi berkilauan
yang amat gagah. Jubah kebesaran berwarna merah
diikatkan pada baju besinya sehingga menambah wibawa
penampilannya. Rambutnya yang dulu panjang kini dicukur
habis sehingga kepala licin gundul tanpa sehelai rambut
sama sekali. Rupanya Teng Cuo Hui tidak suka rambutnya
yang berwarna putih akibat menyerap intisari Nan Hai Lung
Cu sehingga memilih untuk mencukur habis rambutnya.
Teng Cuo Hui duduk dengan pongahnya di tengah
panggung. Ia memberi tanda dengan mengangkat tangannya
untuk menghentikan suara tambur dan sangkakala. Para
prajurit segera berhenti menabuh dan meniup sehingga
suasana langsung senyap, hanya isak tangis wanita dan- 405 anak-anak keluarga Wang yang terdengar. Tapi wajah Teng
Cuo Hui malah terlihat gembira melihat penderitaan
keluarga besar Wang. Tidak sedikitpun tersirat rasa iba di
wajah Teng Cuo Hui. Malah Teng Cuo Hui menyeringai
senang melihat wajah-wajah keluarga besar Wang yang
ketakutan.
"Hari ini, kaisar Tang yang agung telah memerintahkan untuk menghukum mati seluruh keluarga besar Wang
Shun, karena telah bersalah membantu para pemberontak
berusaha menggulingkan Tang agung" kata Teng Cuo Hui
dengan suara menggelegar karena suaranya dipenuhi tenaga
dalam.
"Wang Shun! Kau pengkhianat kerajaan! Apakah kau
mengaku bersalah?" hardik Teng Cuo Hui dengan penuh
rasa kemenangan.
Wang Shun hanya bisa melotot penuh amarah.
Siksaan yang dialaminya selama beberapa hari terakhir telah
merapuhkan tubuhnya yang sudah tua. lagipula ia tahu
apapun yang dikatakannya saat ini tidak akan berguna lagi.
Teng Cuo Hui telah menjatuhkan keputusan yang
sewenang-wenang, mana mungkin mau mendengarkan
perkataannya sekarang?
"Hahaha, baik! Kau tidak mengatakan apa-apa berarti
mengaku bersalah! Aku senang itu" kata Teng Cuo Hui
penuh kemenangan.- 406 "Kau pengkhianat keji! Kau tidak akan mati dengan
tenang!" maki Wang Shun setelah mengumpulkan seluruh
kekuatannya yang tersisa.
"Kematian sudah di depan hidung masih berani
berlagak! Pengawal! Seret dia dan mulai laksanakan
hukuman!" teriak Teng Cuo Hui memberikan perintah.
Nyonya Wang yang bernama Sien hanya bisa
menjerit putus asa menyaksikan suaminya diseret seperti
binatang yang hendak dijagai. Wang Shun tidak berusaha
melawan karena tahu ia pasti kalah kuat dengan para prajurit
yang menyeretnya. Wang Shun didorong dan dipaksa untuk
berlutut di hadapan panggung besar tempat Teng Cuo Hui
duduk dengan pongahnya. Wang Shun meludah penuh rasa
jijik melihat Teng Cuo Hui.
"Hahaha, dasar kerbau tua! Sudah hampir mati masih
saja berlagak berani. Tidak apa-apa, aku kabulkan
keinginanmu! Hari ini semua keluarga besarmu akan
menemanimu di neraka! Hahaha" kata Teng Cuo Hui penuh
kemenangan.
Seorang tukang penggal berwajah sangar dan
bertubuh gemuk besar maju ke depan dengan membawa
golok besar yang berkilat-kilat. Papan kayu yang tersembul
di punggung Wang Shun bertuliskan "pengkhianat negara"
dilepaskan oleh dua prajurit yang menjaganya. Dengan
kasar sekali rambut Wang Shun dijambak oleh mereka
supaya menunduk dan lehernya mudah untuk dipenggal.- 407 Wang Shun menutup mata siap menerima nasib yang akan
diterimanya, diiringi jerit tangis keluarga besar Wang yang
menyaksikannya. Golok besar si tukang penggal diangkat
tinggi-tinggi siap ditebaskan. Tampaknya nasib Wang Shun
sudah ditetapkan hari ini.
"Wusss"
Sebilah anak panah dengan cepat sekali meluncur dan
menancap tepat di tengah-tengah dahi si tukang penggal.
Tubuhnya yang gemuk besar itu langsung roboh bagaikan
pohon yang ditebang tumbang ke belakang. Dua prajurit
yang menjaga di samping Wang Shun belum hilang
kekagetannya ketika anak panah melesai menancap di leher
mereka. Keduanya langsung ambruk tanpa sempat
mengeluh lagi.
"Awas penyusup!!" teriak kepala prajurit sambil
menghunus pedangnya.
Suasana di halaman istana langsung kacau balau.
Puluhan anak panah meluncur bagaikan dewa pencabut
nyawa mengejar para prajurit. Beberapa prajurit yang tidak
siap langsung tumbang dan meregang nyawa terkena anak
panah gelap itu. Teng Cuo Hui yang menyaksikan hal itu
tidak panik malah tersenyum penuh kemenangan.
Tampaknya ia sudah memperkirakan hal seperti ini akan
terjadi.
Para prajurit mencoba membentuk barisan dan
bertahan dengan tameng besi untuk menghadang puluhan- 408 anak panah yang turun bagaikan hujan. Cara ini cukup
berhasil karena mereka dapat menahan serangan anak
panah. Setelah cukup lama bertahan, akhirnya hujan anak
panah berhenti juga. Seorang komandan prajurit
memberikan aba-aba bersiap kepada anak buahnya untuk
menghunus golok dan tombak. Semua prajurit bersiap
menghadapi serangan yang entah dari mana datangnya itu.
Sejenak suasana senyap penuh ketegangan.
Beberapa sosok bayangan melayang terbang
melintasi tembok pembatas istana sambil membawa
gentong-gentong tanah liat besar. Mereka adalah Xiahou
Yuan, Ma Han Jiang, Wongguo Luo dan Yung Lang. Tanpa
basa-basi lagi, keempatnya langsung melempar gentong
tanah liat yang dipegangnya ke arah barisan prajurit. Isi
gentong yang ternyata adalah minyak itu langsung
membasahi puluhan prajurit yang berdiri paling depan. Para
prajurit berpandangan kaget ketika menyadari bahwa tubuh
mereka semua telah basah oleh minyak. Tapi kekagetan itu
tidak berlangsung lama karena sebentar kemudian tubuh
mereka telah tersulut api yang dilemparkan pihak lawan.
Barisan para prajurit langsung menjadi kacau balau.
Teriakan kesakitan para prajurit yang terbakar membelah
langit. Mereka semua saling bertubrukan, bergulingan dan
berlarian berusaha menyelamatkan nyawa mereka. Tapi
akibatnya mereka ikut membakar teman-teman mereka yang
lain. Bau daging terbakar membuat mual dan gentar para
prajurit yang berada di barisan belakang. Mereka mundur- 409 terus dan meninggalkan keluarga besar Wang yang terikat
di balok-balok kayu di tengah halaman istana.
"Cih! Mainan anak kecil" kata Teng Cuo Hui meremehkan.
Setelah prajurit dapat dipukul mundur, giliran Song
Wei Hao, biksu Tien Fa, Lin Tung dan Huo Wang-ye yang
maju ke depan. Mereka semua berlari dan segera
melepaskan keluarga besar Wang Shun yang terikat di balok
kayu. Secepat mungkin semua keluarga besar Wang
dilarikan ke tempat yang aman di mana Cheng Hung sudah
menunggu dengan beberapa prajurit bawahannya. Teng Cuo
Hui yang melihat kejadian ini sama sekali tidak bertindak
apa-apa. Tampaknya ia mempunyai rencana lain dalam
benaknya.
"Jenderal Song, kita berhasil menyelamatkan semua"
seru Lin Tung
"Cepat semua tinggalkan tempat ini!" seru Huo
Wang-ye.
"Tunggu! Ini terlalu mudah!" seru Song Wei Hao
yang merasa aneh mereka begitu mudah bisa menembus
kepungan musuh.
"Hahaha! Jenderal Song memang pantas menjadi
andalan dinasti Tang! Pemikirannya jauh ke depan!" seru
Teng Cuo Hui sambil bertepuk tangan.
Segera setelah isyarat tersebut, bumi seperti
terguncang oleh seruan peperangan. Ribuan prajurit- 410 bersenjata yang sedari tadi sudah bersembunyi di sekeliling
istana langsung menyerbu ke halaman istana. Mereka segera
mengepung Huo Wang-ye dan lainnya dengan rapat sekali.
"Jenderal Song, ternyata perkiraan anda tepat sekali.
Pengkhianat Teng itu sudah mempunyai rencana lain" kata
Huo Wang-ye.
"Yang Mulia Huo Wang-ye, kita harus menjalankan
rencana kita sekarang" kata Song Wei Hao.
"Benar sekali. Cheng Hung! Kau ungsikan keluarga
Wang ke tempat yang aman segera. Jangan pedulikan kami"
kata Huo Wang-ye memberikan perintah kepada
bawahannya.
"Baik Yang Mulia" kata Cheng Hung yang segera
memimpin keluarga besar Wang menjauh dari halaman
istana.
"Jangan biarkan satu orangpun lolos!" teriak Teng
Cuo Hui.
"Semuanya makan obat penawar!" teriak Song Wei
Hao. Semua pendekar dan juga Huo Wang-ye langsung
merogoh kantung ikat pinggang mereka mengambil sebutir
pil berwarna merah dan langsung menelannya. Segera
setelah semuanya makan pil penawar, Song Wei Hao
memberikan aba-aba melepaskan kantung kulit kecil yang
terikat di pinggang mereka semua. Para pendekar melompat- 411 dan melemparkan isi kantung kulit itu yang ternyata berisi
serbuk putih ke arah para prajurit yang mengepung.
Puluhan prajurit yang berdiri paling depan terkena
serbuk putih itu dan langsung terlihat limbung. Mata mereka
berubah nanar dan kelihatan aneh. Sejenak kemudian
mereka berteriak-teriak dan saling menyerang satu sama
lain, termasuk para prajurit lainnya yang berada di barisan
belakang. Suasana kepungan segera buyar dan kacau balau
karena para prajurit itu saling membunuh. Kesempatan baik
ini tidak disia-siakan oleh Song Wei Hao dan lainnya untuk
menembus kepungan.
"Awas! Jangan menghirup serbuk putih! Itu racun!"
teriak beberapa komandan prajurit ketika menyadari apa
sebenarnya yang dilemparkan kepada mereka.
Serbuk putih itu memang adalah Jien Meng Tu
(Racun Seribu Mimpi) yang bisa memicu khayalan siapapun
yang menghirupnya. Tabib Liu Cen Beng yang meramunya
semalaman termasuk obat penawarnya. Sebenarnya Song
Wei Hao merasa siasatnya kali ini terlalu keji karena harus
memakai racun, tapi ia sadar bahwa mereka kalah jauh
dalam hal jumlah. Jika tidak memakai racun seperti ini maka
bisa dipastikan mereka tidak akan mampu meloloskan diri
dari kepungan lawan.
"Kurang ajar!" maki Teng Cuo Hui dengan marah
ketika melihat para prajuritnya kacau balau dan kepungan
semakin mengendur.- 412 Teng Cuo Hui segera melompat dan melayang ringan
ke tengah-tengah para prajurit yang tengah mengepung. Satu
hentakan tangan penuh tenaga dalam berhasil membuyarkan
kabut serbuk putih Jien Meng Tu. Para prajurit yang
mengepung mundur beberapa langkah ketika melihat
pemimpin mereka telah ada di medan laga. Mereka
menunggu aba-aba berikutnya dari Teng Cuo Hui sebelum
mulai menyerang kembali.
"Jenderal Song, tidak kusangka kau akan mampu
menggunakan cara licik seperti ini. Sungguh hebat" sindir
Teng Cuo Hui.
"Kau pengkhianat keji! Aku tidak akan malu
melakukan apapun jika hal itu bisa membuatmu mati"
bentak Song Wei Hao dengan marah.
"Ck,ck,ck. Sekian lama tidak bertemu, kau masih saja
pemarah. Baiklah, aku akan melayani kalian semua tanpa
bantuan prajurit. Aku akan menunjukkan kepada dunia siapa
di antara kita yang merupakan pendekar sejati! Tidak main
keroyok seperti kalian!" kata Teng Cuo Hui sambil
tersenyum menghina.
"Kembalikan nyawa Pao-er, kau manusia rendah!"
teriak Song Wei Hao sambil mengangkat kedua pedang
kembarnya.
"Hehehe, maju saja kalian semuanya bersamaan! Aku
malas membuang waktu meladeni kalian satu-satu" kata
Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Teng Cuo Hui sombong.- 413 "Kuturuti maumu! Semuanya serang!" teriak Song
Wei Hao.
Ma Han Jiang dan Wongguo Luo langsung terbang
maju menyerang dengan ganas. Tendangan dan tapak
bergantian menyerang Teng Cuo Hui tapi yang diserang
malah tenang-tenang saja. Teng Cuo Hui bahkan tidak
beranjak dari tempatnya berdiri sama sekali. Ia meladeni
kedua jagoan kelas atas itu seperti seorang ayah tengah
bermain-main dengan dua anak kecil saja. Tampaknya
kemampuan Teng Cuo Hui telah meningkat amat pesat
setelah memperoleh ilmu Pei Ming Sen Kung (Ilmu Sakti
Neraka Utara) dan intisari hawa dingin Nan Hai Lung Cu
(Mutiara Naga Laut Selatan).
"Sudah selesai serangan kalian?!" ejek Teng Cuo Hui.
"Kurang ajar!" bentak Ma Han Jiang. Tapi belum
sempat Ma Han Jiang melayangkan tendangan, ia dan
Wongguo Luo seperti terhisap ke arah telapak Teng Cuo
Hui. Leher keduanya langsung dicengkeram dengan kuat
sekali oleh Teng Cuo Hui. Rasa sakit yang dirasakan Ma
Han Jiang dan Wongguo Luo sampai terasa di ubun-ubun
mereka. Tenaga dan darah mereka seperti terhisap keluar
dari tubuh. Apalagi serangan Teng Cuo Hui juga disertai
hawa dingin membekukan yang membuat keduanya susah
bergerak melepaskan diri.
Yung Lang dan Xiahou Yuan maju menyerang kepala
Teng Cuo Hui dengan senjata mereka masing-masing.- 414 Pedang dan roda emas berkelebat bersiap meremukkan
kepala. Teng Cuo Hui terpaksa melepaskan cengkeraman
nya kepada Ma Han Jiang dan Wongguo Luo untuk
menangkis serangan ini. Lolos dari serangan Yung Lang dan
Xiahou Yuan, giliran Lin Tung dan biksu Tien Fa yang maju
menyerang. Teng Cuo Hui benar-benar dibuat tidak
bernapas meladeni serangan para pendekar yang
mengeroyoknya. Pertarungan berlangsung lebih dari lima
puluh jurus tapi Teng Cuo Hui tampaknya tidak terdesak.
Song Wei Hao dan yang lainnya sudah mengerahkan seluruh
kemampuan mereka tapi belum bisa melukai Teng Cuo Hui.
Bahkan mereka semua seperti terdesak oleh serangan cakar
maut Teng Cuo Hui yang menyerang terus dengan ganas
tanpa henti. Hawa dingin yang ditebarkan intisari Nan Hai
Lung Cu juga membuat mereka semua susah bergerak dan
bernapas dengan leluasa.
"Sudah selesai permainan kalian?!" ejek Teng Cuo
Hui. Belum sempat Song Wei Hao dan lainnya menjawab
ejekan itu. Teng Cuo Hui sudah menyatukan kedua
telapaknya di depan dada. Tenaga hisap Pei Ming Sen Kung
langsung terasa menarik kulit hingga terasa nyaris
terkelupas. Para prajurit yang berilmu rendah langsung
berteriak kesakitan dan mundur teratur ketika merasakan
tenaga hisap luar biasa ini. Teng Cuo Hui tampaknya tidak
main-main menggunakan jurus Tien Sia Cai Sou Sia (Alam
Raya Dalam Genggaman).- 415 "Semuanya hati-hati! Jangan sampai terpegang
olehnya!" teriak Song Wei Hao memperingatkan.
"Percuma saja kalian melawan" kata Teng Cuo Hui
dengan girang sambil memperkuat hisapannya.
Lin Tung yang mempunyai tenaga dalam paling
rendah kerepotan melawan tenaga hisap ini. Ia terus terseret
maju mendekati Teng Cuo Hui meskipun sudah berusaha
bertahan dengan tongkat besinya. Untunglah biksu Tien Fa
yang paling dekat dengannya segera mencengkeram
pundaknya sehingga ia bisa tertahan. Song Wei Hao, Yung
Lang dan Xiahou Yuan juga bertahan mati-matian dengan
senjata mereka masing-masing yang ditancapkan ke tanah
sebagai pijakan. Ma Han Jiang dan Wongguo Luo
melindungi Huo Wang-ye di belakang mereka agar bisa
selamat dari hisapan tenaga iblis Teng Cuo Hui itu.
Delapan pendekar itu bertahan mati-matian dengan
segenap tenaga mereka. Tenaga dalam Teng Cuo Hui
memang luar biasa karena masih mampu terus menghisap
meskipun sudah berjalan agak lama. Para pendekar sudah
benar-benar kewalahan dan kehabisan tenaga ketika
akhirnya Teng Cuo Hui melepaskan hisapannya. Belum lagi
mereka sempat bernapas lega, langsung Teng Cuo Hui
menyambung dengan hentakan intisari hawa dingin Nan Hai
Lung Cu.
"Blarrr!!"- 416 Ledakan bunga es meluluhlantakkan halaman istana
bagaikan sambaran halilintar. Para pendekar yang sudah
terlanjur memusatkan tenaga untuk bertahan menjadi tidak
siap dengan pengubahan daya hisap menjadi daya dorong
ini. Mereka semua langsung terpental beberapa langkah ke
belakang dengan luka dalam ringan. Lin Tung bahkan
sampai menggigil kedinginan karena intisari hawa dingin
sedikit merasuk ke dalam tubuhnya.
"Kurang ajar! Kau curi tenaga muridku! Hari ini aku
harus membuat perhitungan denganmu!" kata Wongguo
Luo dengan geram.
"Ah, si Hujan Salju dari Utara! Kebetulan sekali aku
ingin menguji sudah sampai tingkat tenaga hawa dinginku!
Majulah!" tantang Teng Cuo Hui dengan sombong sekali.
Wongguo Luo tidak mau membuang waktu dengan
serangan jurus. Ia langsung menghimpun tenaga dalam Han
Ping Leng Cang (Tapak Sedingin Es) sampai ke tingkat
puncak dan maju menyerang. Teng Cuo Hui yang
memandang remeh serangan Wongguo Luo, sama sekali
tidak menghindar dari serangan telapak lawan. Ia
menghadang tapak Wongguo Luo dengan tenaga hawa
dingin miliknya. Dua kekuatan hawa dingin yang luar biasa
ini langsung menurunkan suhu udara di halaman istana itu.
Beberapa butiran salju tampak turun dari langit karena
dinginnya udara.
"Blarrr!!"- 417 Ledakan kembali terdengar ketika dua tenaga dingin
saling beradu dengan hebat. Para prajurit yang berilmu
rendah ada beberapa yang langsung pingsan tidak kuat
menahan ledakan hawa dingin yang terjadi sedangkan
sisanya terlempar ke belakang. Song Wei Hao dan lainnya
juga terdorong mundur beberapa langkah meskipun tidak
sampai jatuh.
Wongguo Luo dan Teng Cuo Hui masih terlibat adu
tenaga dalam dengan sengit. Bunga-bunga es mulai
terbentuk di sekujur lengan mereka. Tubuh mereka juga
mengeluarkan asap karena dinginnya tenaga dalam yang
mereka kerahkan. Teng Cuo Hui di dalam hatinya mengakui
Wongguo Luo yang sudah tua ternyata masih cukup hebat
untuk beradu tenaga dalam dengannya. Sedangkan
Wongguo Luo sendiri amat terkejut ketika menyadari bahwa
tenaga Teng Cuo Hui masih satu tingkat di atas Han Ping
Leng Cang miliknya. Meski demikian ia tidak mau mundur
selangkah pun bahkan Wongguo Luo sudah bertekad
mengadu nyawa dengan pembunuh muridnya itu.
"Kau lumayan juga, tua bangka" ejek Teng Cuo Hui.
"Kau jangan banyak mulut. Hari ini aku akan
membalaskan dendam muridku, meskipun nyawaku sebagai
taruhannya" kata Wongguo Luo.
"Baiklah, aku kabulkan keinginanmu. Kuantar kau
bertemu dengan muridmu di neraka!" kata Teng Cuo Hui.- 418 Teng Cuo Hui langsung mengubah tenaga dingin
miliknya menjadi tenaga hisap Pei Ming Sen Kung setelah
selesai berkata-kata. Wongguo Luo merasakan tenaga
dalamnya seperti hilang ke dalam sumur tanpa dasar. Ia
terkejut sekali tapi terlambat karena tenaganya sudah
terhisap oleh Teng Cuo Hui. Kulit, daging dan darah di
telapaknya terasa ditarik oleh sebuah kekuatan raksasa. Rasa
sakit yang luar biasa ini menyebabkan Wongguo Luo tidak
kuasa lagi bertahan. Ia berteriak kesakitan merasakan tenaga
dalamnya dihisap paksa oleh Teng Cuo Hui.
"Astaga! Pendekar Wongguo dalam masalah besar!"
kata Yung Lang.
"Yung Lang! Kau jangan gegabah! Nanti kau bisa
ikut terhisap!" teriak Song Wei Hao memperingatkan ketika
melihat Yung Lang berlari hendak menyelamatkan
Wongguo Luo.
"Matilah kau pengkhianat!" bentak Yung Lang
sambil menebaskan Pedang Elang Emasnya ke leher Teng
Cuo Hui.
"Huh! Pergi kau anjing pengganggu!" kata Teng Cuo
Hui sambil mengibaskan kaki kanannya ke arah dada Yung
Lang.
Hentakan hawa dingin yang berasal dari tendangan
Teng Cuo Hui itu bagaikan membelah udara dan
menghantam dada Yung Lang dengan telak sekali. Yung
Lang terlempar beberapa langkah ke belakang dan- 419 terjengkang jatuh. Ia langsung menggigil kedinginan karena
kerasukan hawa dingin. Ma Han Jiang langsung
menolongnya dengan menyalurkan tenaga dalam lewat
punggung Yung Lang.
"Guru, apa yang harus kita lakukan?!" tanya Huo
Wang-ye kebingungan.
"Yang Mulia, aku akan mencoba dengan Roda
Emasku" jawab Xiahou Yuan sambil bersiap melemparkan
roda saktinya.
Roda Emas berdesing dan berputar dengan kencang
sekali karena dilemparkan dengan segenap tenaga oleh
Xiahou Yuan. Serangan itu langsung mengarah ke
punggung Teng Cuo Hui yang terbuka dan menghantam
telak. Song Wei Hao dan lainnya sempat berteriak
kegirangan namun mereka amat terkejut ketika
menyaksikan Roda Emas terpental dari punggung Teng Cuo
Hui! "Tidak mungkin!" seru Xiahou Yuan dan Song Wei
Hao bersamaan.
Sementara itu nasib Wongguo Luo sudah di ujung
tanduk. Tenaganya semakin melemah karena terhisap terus.
Wajahnya semakin berkeriput banyak karena darahnya juga
mulai terhisap oleh lawan. Keadaannya benar-benar genting
harus segera diselamatkan tapi Song Wei Hao dan lainnya
sudah kehabisan akal. Mereka tidak tahu harus berbuat apa
lagi.- 420 Tepat di saat yang genting itu, sesosok bayangan
berkelebat dengan kecepatan luar biasa menerjang ke arah
Teng Cuo Hui. Gerakannya begitu ringan dan cepat
sehingga hanya terlihat bayangannya saja. Sosok itu
langsung menendang tapak Teng Cuo Hui dan Wongguo
Luo yang saling merekat hingga terlepas. Belum sempat
Teng Cuo Hui berbuat apa-apa, sosok itu sudah merangkul
Wongguo Luo dan membawanya ke barisan Song Wei Hao
kembali.
"Sing-er!" seru Song Wei Hao ketika menyadari siapa
sosok bayangan itu sebenarnya.
"Cia Sing! Akhirnya kau datang juga" kata Xiahou
Yuan dengan lega.
"Maafkan aku datang terlambat. Paman Wongguo,
apakah anda baik-baik saja?!" tanya Han Cia Sing.
"Tidak apa-apa. Nyawa tuaku masih bertahan. Kau
hajar saja pengkhianat Teng itu" kata Wongguo Luo dengan
lemah.
"Wah, wah, akhirnya ikan besar datang juga. Ini yang
kutunggu sedari tadi. Aku sudah bosan melihat ikan teri
terus" kata Teng Cuo Hui dengan pongah dan mengejek.
"Teng Cuo Hui! Sejak di benteng Teng dulu kau
sudah bejat! Hanya saja aku tidak menyangka kau akan
serendah ini berkhianat terhadap kerajaan!" bentak Han Cia
Sing.- 421 "Hehehe, kau bocah busuk! Dulu kau bisa lolos dari
maut, tapi hari ini aku akan pastikan bahwa kau tidak akan
lolos dari cengkeraman besiku" kata Teng Cuo Hui tidak
mau kalah.
"Teng Cuo Hui, kau dulu berusaha membunuhku dan
sekarang kau bunuh kakakku dengan licik sekali. Ada
dendam apa sebenarnya antara kami keluarga Han
denganmu?!" tanya Han Cia Sing dengan geram.
"Dendam?! Hahaha, dasar bocah ingusan. Kau tidak
mengerti apa-apa rupanya. Tanyakan kepada ayahmu jika
kau ingin tahu" kata Teng Cuo Hui sambil tertawa
mengejek.
"Apa maksudmu?!" tanya Han Cia Sing tidak
mengerti.
"Kau tentu tidak tahu karena kau belum lahir saat
ayahmu menjadi bandit kotaraja!" bentak Teng Cuo Hui
dengan penuh kebencian.
"Ayahku seorang jenderal yang setia pada negara.
Kau jangan menghinanya sembarangan!" kata Han Cia Sing
tidak terima.
"Jenderal setia?! Hahahaha, dasar bocah busuk! Kau
dengarkan perkataaanku ini, ayahmu sama sekali bukan
seorang gagah. Ia hanya seorang anak manja dari keluarga
terkenal. Itu saja!" bentak Teng Cuo Hui.- 422 "Kau jangan sembarangan bicara!" teriak Song Wei
Hao tidak terima.
"Oh, aku lupa ada Jenderal Song di sini. Nah, karena
ada saksi semuanya bisa jadi jelas di sini. Aku akan jelaskan
kepada kalian semua agar kalian tidak mati penasaran" kata
Teng Cuo Hui.
"Marga Teng kau pengkhianat keji! Siapa yang sudi
mendengarkan penjelasanmu!" bentak Huo Wang-ye
dengan marah.
"Hehehe, sabar dulu Huo Wang-ye. Nanti akan tiba
giliranmu menjemput ajal" ejek Teng Cuo Hui.
"Kau..."
"Diam kau anjing kerajaan! Aku tidak berbicara
denganmu! Aku akan selesaikan dulu urusanku dengan
keluarga Han, setelah itu baru denganmu" hardik Teng Cuo
Hui kepada Xiahou Yuan sebelum ia sempat memaki.
"Nah kau bocah busuk, sekarang dengarkan ceritaku
ini. Ayahmu yang selama ini kau anggap hebat itu akan
kubeberkan semua kebusukannya" kata Teng Cuo Hui
dengan mata tajam penuh kebencian.
Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Dulu saat aku masih seorang komandan prajurit
pasukan kotaraja, aku sudah mempunyai seorang calon istri
yang amat cantik. Kami berdua saling mencintai dan sudah
bersumpah sehidup semati. Tapi ayahmu, keparat itu malah
memisahkan kami dengan memakai status keluarganya!- 423 Kau dengar itu bocah busuk?! Ayahmu dengan kejam
mengambil kekasihku sebagai istrinya!" teriak Teng Cuo
Hui penuh amarah.
"Apa maksudmu?!" tanya Han Cia Sing heran.
"Ibu Han Cia Pao, Ye Hua adalah kekasihku sebelum
ia direbut oleh bajingan Han Kuo Li!" bentak Teng Cuo Hui.
"Teng Cuo Hui! Kau jangan memutarbalikkan fakta!
Ye Hua dijodohkan oleh bangsawan Ye dan mendiang Han
Sing. Kau juga tahu itu!" kata Song Wei Hao tidak terima.
"Keparat! Dasar kau anjing peliharaan Han Kuo Li!
Tidak heran kau selalu membelanya! Kau tidak tahu kalau
saat itu aku sudah mengikat janji dengan Ye Hua?! Tapi
malah Han Kuo Li yang dijadikan suaminya!" kata Teng
Cuo Hui marah sekali.
"Kalaupun itu benar, aku yakin Han Kuo Li tidak tahu
hal itu. Pernikahannya diatur oleh ayahnya, mana mungkin
ia menolak?!" kata Song Wei Hao membela.
"Kau bisa berkata begitu, baik, baik. Mungkin kau
benar. Tapi setelah menikah dengan keparat Han Kuo Li itu,
apa yang terjadi pada Ye Hua?! Han Kuo Li malah
membunuhnya! Song Wei Hao, kau bisa menyangkal itu
sekarang?!" kata Teng Cuo Hui.
"Ye Hua meninggal karena keguguran, bukan salah
Han Kuo Li" kata Song Wei Hao.- 424 "Aku tidak peduli! Yang jelas Ye Hua meninggal
karena bajingan itu! Aku tidak mau tahu yang lain!" bentak
Teng Cuo Hui.
"Teng Cuo Hui, semua itu sudah berlalu puluhan
tahun. Mengapa engkau tidak bisa menerimanya?!" tanya
Han Cia Sing.
"Kau bocah busuk mana tahu penderitaanku?! Setelah
kematian Ye Hua, bajingan Han Kuo Li juga memakai cara
licik untuk mendapatkan jabatan Jenderal Empat Gerbang.
Ia bahkan meminta Kaisar untuk menyingkirkanku ke utara.
Apakah itu yang disebut ksatria gagah?!" tanya Teng Cuo
Hui. "Han Kuo Li tidak pernah melakukan perbuatan
seperti yang kau katakan. Mendiang Kaisar memilihnya
karena ia jauh lebih baik daripada dirimu" kata Song Wei
Hao membela sahabatnya itu.
"Cuh! Kau katakan dia lebih baik dariku?! Apanya
yang lebih baik?! Ilmu silat dan perangku tidak kalah
darinya. Pengalaman bertempur aku juga lebih banyak.
Bahkan saat itu pangkatku lebih tinggi darinya. Jika bukan
karena Han Kuo Li menyuap, mana mungkin Kaisar
mengangkatnya menjadi Jenderal Empat Gerbang?!" tanya
Teng Cuo Hui tidak terima.
"Teng Cuo Hui! Salahkan dirimu sendiri gila harta
sehingga Mendiang Kaisar lebih memilih Han Kuo Li! Kau
jangan menyalahkan orang lain!" bentak Song Wei Hao.- 425 "Huh! Aku gila harta katamu?! Aku ingin
mendapatkan Ye Hua kembali, maka aku harus mempunyai
banyak uang. Jika aku kaya dan terpandang, pasti
bangsawan Ye akan memilihku sebagai menantunya! Ye
Hua akan menjadi istriku! Ia tidak akan mati muda karena
sengsara karena bajingan Han Kuo Li!" kata Teng Cuo Hui
dengan penuh amarah.
"Kalau begitu salahkan bangsawan Ye, jangan
salahkan Han Kuo Li!" kata Song Wei Hao.
"Hahaha, jangan khawatir, aku sudah mengurusnya"
kata Teng Cuo Hui dengan nada yang aneh.
Teng Cuo Hui mengulurkan tangannya dan mengerah
kan Pei Ming Sen Kung menghisap tiga kotak kayu yang ada
di panggung. Ketiga kotak itu melayang ke dalam dekapan
Teng Cuo Hui. Sungguh sebuah pameran tenaga dalam yang
luar biasa!
"Aku sudah mengurus mereka semua" kata Teng Cuo
Hui sambil membanting ketiga kotak kayu itu ke tanah.
Tiga kepala menggelinding keluar dari kotak kayu
yang pecah. Kepala itu adalah milik bangsawan Ye, Sinlin
dan Ejinjin. Ketiganya mati dengan mata melotot sehingga
membuat ngeri mereka yang melihatnya. Han Cia Sing dan
lainnya benar-benar terkejut melihat isi kotak itu sehingga
tidak bisa berkata-kata lagi.- 426 "Hahaha, kalian kaget?! Aku Teng Cuo Hui adalah
seorang patriot. Aku sudah menyingkirkan para pengkhianat
dan bangsa barbar yang hendak menguasai dinasti Tang
yang agung. Kalian hendak berkata apa lagi sekarang?!"
kata Teng Cuo Hui penuh kemenangan.
"Kau memang benar-benar gila!" maki Song Wei Hao
dengan marah.
"Aku tidak ingin bertengkar denganmu! Hari ini aku
akan menyelesaikan semua masalahku dengan keluarga
Han! Jika bukan Han Cia Sing yang mati, biarlah aku yang
binasa" tantang Teng Cuo Hui.
"Paman Song, biarkan aku menghadapinya" kata Han
Cia Sing.
"Baiklah. Tapi berhari-hatilah, iblis itu sekarang
mempunyai ilmu yang luar biasa" kata Song Wei Hao.
Song Wei Hao dan lainnya mundur perlahan-lahan
memberikan ruangan yang lebih luas kepada Han Cia Sing
dan Teng Cuo Hui. Kedua orang yang berbeda generasi itu
kini berhadap-hadapan dengan semangat bertarung yang
luar biasa. Han Cia Sing memancarkan hawa tenaga panas
sedangkan Teng Cuo Hui intisari hawa dingin miliknya.
Hawa dingin dan panas silih berganti memenuhi udara
sehingga membuat semua orang yang berada di halaman
istana itu merasakan sakit di sekujur tubuh akibat perubahan
udara yang demikian cepatnya.- 427 "Lin Tung, tampaknya A Yuan berhasil membujuk
Cia Sing" bisik Yung Lang kepada Lin Tung.
"Benar, aku jadi lega sekali. Aku tidak tahu apa
jadinya jika Cia Sing tidak muncul. Mungkin kita semua
sudah mati terbunuh oleh pengkhianat Teng itu" kata Lin
Tung membenarkan.
"Semoga saja Cia Sing bisa mengalahkan bajingan
itu" kata Yung Lang.
"Pasti, Cia Sing pasti bisa" kata Lin Tung dengan
yakin. Seluruh pandangan mata tertuju pada pertarungan
yang akan terjadi di tengah halaman istana.
Han Cia Sing dan Teng Cuo Hui sama-sama mengatur
tenaga dalam mereka hingga ke puncak, sehingga udara
seperti tampak berkabut karena kuatnya tenaga dalam
mereka berdua. Mata Han Cia Sing dan Teng Cuo Hui saling
berpandangan dengan tajam. Keduanya sudah bertekad
untuk menuntaskan dendam hari ini. Hanya salah satu di
antara mereka yang boleh hidup melewati pertarungan
penentuan ini.
"Cia Sing, aku tahu di kolong langit ini sekarang
hanya kau yang bisa menandingiku. Siapapun yang menang
dalam pertarungan ini adalah tanpa tanding di kolong langit,
karena itu aku ingin bertarung denganmu secara tuntas. Kita
bagi pertarungan kita dalam tiga bagian, adu senjata, adu
tangan kosong dan adu tenaga dalam. Bagaimana?! Apakah- 428 kau takut?!" ejek Teng Cuo Hui mencoba memancing emosi
Han Cia Sing.
"Baik, aku terima tantanganmu" kata Han Cia Sing
tetap tenang.
"Hehehe, baiklah. Pertama, adu senjata!" teriak Teng
Cuo Hui sambil mengerahkan Pei Ming Sen Kung dengan
tangan kanannya.
Sebilah golok lebar yang berada di belakang kursi di
atas panggung langsung terhisap terbang ke arah Teng Cuo
Hui. Tanpa basa-basi lagi, Teng Cuo Hui langsung
menghunus golok lebarnya itu. Suara logam baja pilihan
berdesing nyaring membelah udara menggetarkan hati
setiap orang yang mendengarnya.
"Cia Sing! Pakai pedangku!" seru Yung Lang sambil
melemparkan Pedang Elang Emasnya kepada Han Cia Sing.
"Terima kasih, Yung Lang!" kata Han Cia Sing
seraya menerima pedang.
Han Cia Sing menghunus Pedang Elang Emas pelanpelan keluar dari sarungnya. Kilauan logam besi baja pilihan
bersepuh emas memantulkan sinar matahari tengah hari
sehingga membuat silau mereka yang melihatnya. Kini
masing-masing pihak sudah menggenggam senjata sakti.
Pertarungan adu senjata akan segera dimulai. Suasana
halaman istana itu terasa begitu sunyi seolah-olah semua- 429 yang hadir menahan napas menanti gerakan pertama dari
dua pendekar yang akan bertarung.
"Lihat golok!!" teriak Teng Cuo Hui. Seketika golok
baja di tangan Teng Cuo Hui berselimutkan es karena tenaga
dalam dingin yang dihentakkan kepadanya. Teng Cuo Hui
berlari dengan kecepatan tinggi menyerang Han Cia Sing
dengan ganas. Ketika jarak mereka hanya tinggal lima
langkah saja, Teng Cuo Hui melompat tinggi ke udara dan
turun menebaskan goloknya dengan kekuatan penuh!
"Tranggg!!!"
Tenaga hawa dingin dan panas berbenturan melalui
golok dan pedang. Udara seakan pecah meledak
menghamburkan uap beku dan panas bergantian. Para
prajurit yang berdiri di barisan depan bahkan sampai
terpental karena kerasnya benturan golok dan pedang.
Telinga mereka yang mendengarnya terasa berdengungdengung karena hebatnya suara benturan. Teng Cuo Hui
sudah menghentak segenap tenaga pada serangan
pertamanya. Benar-benar pertarungan pertaruhan nyawa
yang tidak main-main!
Han Cia Sing merasakan getaran Pedang Elang Emas
terasa sampai ke siku tangannya. Jika saja tadi ia tidak
bersiap dengan tenaga Shi Sui Yi Cin Cing, pastilah pedang
di tangannya itu sudah lepas. Han Cia Sing tahu Teng Cuo
Hui amat bernafsu mengalahkannya, sehingga ia lebih
memilih bertahan dari serangan lawan terlebih dahulu. Ia- 430 melompat mundur dengan ringan sambil bersiap
menghadapi segala serangan. Tapi Teng Cuo Hui segera
mengeluarkan daya hisap Pei Ming Sen Kung dan
menariknya mendekat kembali. Han Cia Sing benar-benar
terkejut melihat keberanian dan kenekadan Teng Cuo Hui
yang memaksanya bertarung jarak dekat itu.
"Jangan lari kau bocah busuk! Hadapi aku Jenderal
Besar Teng!" kata Teng Cuo Hui dengan pongah.
Teng Cuo Hui kembali menebaskan goloknya ke
leher Han Cia Sing dengan kekuatan penuh. Han Cia Sing
yang terseret mendekat, mau tak mau harus bertarung
langsung dengan Teng Cuo Hui jika tidak ingin terluka oleh
golok lawan. Pedang Elang Emasnya diputar melindungi
kepala dan lehernya dari serangan golok Teng Cuo Hui.
Bunga-bunga api meledak di udara ketika dua senjata sakti
itu beradu. Pedang dan golok saling beradu dengan kuatnya
karena pemiliknya sama-sama tidak mau kalah.
"Bagaimana?! Kau takut?!" tantang Teng Cuo Hui.
"Aku tidak takut kepada pengkhianat sepertimu!"
jawab Han Cia Sing dengan geram.
"Bagus! Kalau begitu jangan lari! Hadapi aku!"
bentak Teng Cuo Hui.
"Aku tidak akan lari!" kata Han Cia Sing. Tantangan
Teng Cuo Hui rupanya mengobarkan semangat Han Cia
Sing untuk bertempur langsung dalam jarak dekat. Ingatan- 431 akan buruknya perlakuan saat di benteng Teng, juga
percobaan pembunuhan terhadapnya dan kematian
kakaknya membuat kekuatan Han Cia Sing dikerahkan
nyaris mencapai puncaknya. Pedang Elang Emas bergetar
hebat menahan aliran tenaga dalam Shi Sui Yi Cin Cing.
Bahkan Teng Cuo Hui dapat merasakan perubahan pada
sikap Han Cia Sing ini. Apakah ia salah langkah telah
memancing kemarahan Han Cia Sing?
Gerakan Han Cia Sing berubah dari sekadar bertahan
menjadi menyerang dengan sepenuh tenaga. Tapi Teng Cuo
Hui yang pongah juga tidak mau kalah sama sekali. Ia juga
terus menyerang tanpa mempedulikan pertahanannya.
Pertarungan menjadi amat seru menjurus brutal. Kedua
belah pihak mulai terluka dan berdarah akibat sabetan
senjata lawan. Song Wei Hao dan lainnya menjadi cemas
menyaksikan jalannya pertarungan.
"Sing-er, jangan terpancing!!" teriak Song Wei Hao
memperingatkan.
Han Cia Sing dan Teng Cuo Hui langsung sama-sama
mundur. Kedua terluka di beberapa tempat akibat sabetan
senjata lawan tapi luka Han Cia Sing lebih parah karena
tenaga hawa dingin yang merasuk masuk ke dalam lukanya.
Han Cia Sing segera memutar pergerakan tenaga dalamnya
mengusir hawa dingin yang berusaha masuk. Inti hawa
dingin segera menguap mendesis dari luka-lukanya. Han Cia
Sing selamat berkat ilmu Shi Sui Yi Cin Cing yang
dimilikinya.- 432 "Hehehe, kau lumayan juga bocah busuk! Tapi aku
ingin lihat sampai di mana kau bisa mengimbangi Pai Lang
Tao Fa (Ilmu Golok Serigala Putih) milikku ini!" kata Teng
Cuo Hui mengancam.
Han Cia Sing tidak menjawab tapi mengatur napasnya
sedalam mungkin. Ia hendak menggunakan Guo Yin Sen
Kung untuk mengatasi serangan golok Teng Cuo Hui yang
ganas itu. la sadar bahwa perkataan Song Wei Hao barusan
memang benar. Teng Cuo Hui sengaja membuatnya marah
dan panas hati agar bertarung langsung karena Teng Cuo
Hui tahu kehebatan ilmu ringan tubuh yang dimilikinya.
Han Cia Sing menenangkan hatinya agar bisa bertarung
dengan baik dan tidak terpancing lawan.
Teng Cuo Hui kembali menyerang dengan goloknya
yang ganas. Sabetan jurus Golok Serigala Putih tidak mainmain karena selalu mengincar bagian penting tubuh lawan.
Han Cia Sing kali ini tidak bertarung langsung tapi
melepaskan diri dari sergapan lawan dengan lincah sekali.
Tubuhnya bergerak ringan dan cepat mengikuti serangan
Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Teng Cuo Hui bagaikan bayangan yang tidak tersentuh.
Jurus hisap yang dikerahkan Teng Cuo Hui menjadi sia-sia
sekarang karena selalu mengenai tempat kosong yang sudah
ditinggalkan Han Cia Sing.
"Bocah busuk!! Hadapi aku!!" teriak Teng Cuo Hui
dengan marah ketika sudah lebih dari tiga puluh jurus ia
gagal mengejar Han Cia Sing.- 433 "Aku datang!!" teriak Han Cia Sing. Han Cia Sing
menggenjot tubuhnya ke atas dan mengangkat kedua
tangannya ke samping. Inilah permulaan jurus Tien Ying Jie
Du (Elang Langit Menerkam Kelinci), salah satu jurus
Pedang Elang Emas yang menyerang lawan. Begitu tubuh
Han Cia Sing sudah berada di atas kepala Teng Cuo Hui,
langsung saja ia menusukkan Pedang Elang Emasnya
dengan cepat sekali. Serbuan puluhan bayangan pedang ini
tentu saja membingungkan Teng Cuo Hui yang tidak siap
diserbu habis-habisan seperti ini. Ia melompat mundur
sambil memutar golok melindungi tubuhnya. Bunga-bunga
api meledak di udara ketika dua senjata sakti berbenturan
dengan keras, tangan Teng Cuo Hui yang memegang golok
sampai terasa kebas hingga ke pangkal lengannya karena
menahan serbuan lawan.
"Kurang ajar!!" teriak Teng Cuo Hui dengan marah.
Han Cia Sing tidak mendengarkan makian Teng Cuo
Hui dan terus saja menyerbu. Ia langsung menyambung
serangannya dengan jurus Cing Ing Guo Lang (Elang Emas
Mengarungi Ombak), jurus ampuh untuk pertarungan jarak
dekat. Pedangnya ditekuk di sudut siku sehingga dapat
bergerak lincah meskipun jarak dengan lawan hanya sekitar
dua langkah saja. Teng Cuo Hui yang memakai golok lebar
langsung terdesak hebat karena jaraknya yang amat dekat
dengan Han Cia Sing tidak memungkinkannya memakai
senjata lebar dalam jarak dekat. Dalam tiga jurus, Pedang
Elang Emas sudah berhasil melukai dada Teng Cuo Hui.- 434 Mau tak mau Teng Cuo Hui harus bergulingan mundur
untuk bisa lolos dari serangan lawan.
Han Cia Sing tidak mau melepaskan Teng Cuo Hui
dengan begitu mudah. Ia terus mengejar dengan jurus-jurus
maut. Pedang Elang Emas berkelebat bagaikan bernyawa
mengejar Teng Cuo Hui hingga membuatnya tidak sempat
bernapas. Teng Cuo Hui amat kaget melihat kehebatan ilmu
pedang Han Cia Sing itu. Sebelumnya ia sama sekali tidak
menyangka bahwa dirinya bisa ditekan oleh pemuda
tanggung itu. Teng Cuo Hui terlalu sombong dan pongah
untuk mengakui bahwa dirinya masih kalah dalam ilmu
senjata dibandingkan Han Cia Sing.
Sambil berteriak keras, Teng Cuo Hui mengangkat
goloknya dan menggetarkannya dengan tenaga dalamnya.
Golok itu langsung meledak hancur menjadi kepingankepingan kecil. Teng Cuo Hui lalu menggunakan daya hisap
Pei Ming Sen Kung untuk mengumpulkan serpihan
goloknya menjadi sebuah bola. Han Cia Sing dan lainnya
terheran-heran melihat tingkah Teng Cuo Hui ini tapi
mereka segera sadar apa yang akan dilakukannya ketika
melihat Teng Cuo Hui meledakkan bola serpihan besi itu
dengan tenaga dalamnya.
Ratusan serpihan besi baja meluncur bagaikan anak
panah ke arah Han Cia Sing. Serangan maut ini tampaknya
tidak bisa dielakkan hanya dengan ilmu meringankan tubuh
saja karena sifatnya yang menyebar dan cepat sekali. Han
Cia Sing lalu memutar Pedang Elang Emasnya bagaikan- 435 gasing menghadang serangan lawan. Inilah jurus Cing Ing
Gai Se (Elang Emas Mengembangkan Sayap) yang memang
diciptakan untuk menghadapi serbuan dari banyak arah.
Bunyi logam beradu dan meletus memekakkan telinga.
Bunga api memancar kemana-mana akibat benturan pedang
dengan serpihan golok itu.
"Awas!!" teriak Xiahou Yuan memperingatkan yang lain.
Serpihan golok yang ditangkis oleh Han Cia Sing
berhamburan kemana-mana. Barisan prajurit terdepan
langsung tewas dengan tubuh berlubang karena tertembus
serpihan golok. Jerit kesakitan dan kematian segera
membelah langit. Sedangkan para pendekar beruntung bisa
menghindar karena peringatan Xiahou Yuan. Meskipun
beberapa di antara mereka sempat terluka namun hanya luka
gores saja.
"Hahaha, bocah busuk kau menang di babak pertama
ini!! Aku akui keunggulanmu! Tapi jangan besar kepala
dulu, masih ada dua babak lagi!" kata Teng Cuo Hui
menantang.
"Aku akan meladenimu berapa ratus babakpun yang
hendak kau ajukan" kata Han Cia Sing dengan gagah.
"Bagus!! Kalau begitu bersiaplah menghadapi Pai
Lang Jiao (Cakar Serigala Putih) milikku ini!" kata Teng
Cuo Hui.- 436 "Yung Lang, terima kasih atas pedangmu!" kata Han
Cia Sing sambil melemparkan Pedang Elang Emas kembali
kepada pemiliknya.
"Aku senang bisa membantumu menghajar
pengkhianat itu" kata Yung Lang sengaja membuat panas
hati Teng Cuo Hui.
"Hahaha, babak kedua belum tentu bisa kau
menangkan. Bersiaplah" kata Teng Cuo Hui sambil
mengambil kuda-kuda jurusnya.
Pertarungan babak kedua adalah jurus tangan kosong.
Teng Cuo Hui sudah jelas memiliki ilmu Cakar Serigala
Putih. Sedangkan Han Cia Sing tidak mempunyai jurus
andalan tangan kosong. Jurus tangan kosong yang selama ini
dipakainya adalah jurus cakar pengembangan Pedang Elang
Emas dan juga beberapa potongan jurus yang diajarkan para
pendekar di Yin Chuang. Apakah dengan jurus yang hanya
sepotong-sepotong itu akan sanggup menghadapi cakar
ganas milik Teng Cuo Hui? Semua pendekar harap-harap
cemas menantikan pertarungan babak kedua ini.
Teng Cuo Hui kembali mulai menyerang dulu. Cakar
Serigala Pudh adalah pengembangan dari jurus cakar
harimau. Gerakan dasarnya hampir sama hanya saja tidak
seperkasa cakar harimau, tapi kelincahannya jauh lebih
hebat. Kecepatan gerak cakar memang adalah andalan jurus
Cakar Serigala Pudh. Tidak heran bila pada serangan
pertama saja, bayangan puluhan cakar seolah mengepung- 437 semua jalan mundur lawan. Andaikan Han Cia Sing
mengerahkan ilmu meringankan tubuh juga tipis
kemungkinan bisa lolos tanpa cedera.
Han Cia Sing mengambil langkah berani dengan maju
menyerang langsung tanpa berniat meloloskan diri. Ia malah
mengerahkan jurus Bao Chuen (Tinju Meriam) untuk
menghadang serbuan cakar. Jurus ini sesuai dengan
namanya, mengutamakan hentakan tinju yang kuat dan
bertubi-tubi bagaikan ledakan petasan. Puluhan bayangan
cakar langsung pudar dihajar tenaga dahsyat Tinju Meriam.
"Bukkkk!!"
Cakar beradu keras dengan tinju seolah-olah
meledakkan udara. Hempasan udara yang terjadi amat keras
sehingga mendorong para pendekar beberapa langkah ke
belakang. Para prajurit juga terlempar ke belakang tidak
kuat menahan angin ledakan. Sementara itu di arena
pertarungan, Han Cia Sing tampak berdiri kokoh dengan
kedua tinju mengepal. Teng Cuo Hui sendiri tampak goyah
kuda-kudanya dan terdorong beberapa langkah ke belakang.
Han Cia Sing sudah menang satu jurus!
"Kausangka dirimu hebat?! Pertarungan belum usai!"
teriak Teng Cuo Hui dengan geram karena serangannya
dipatahkan dengan telak.
Teng Cuo Hui kembali menerkam bagaikan serigala
kelaparan. Serangannya yang ganas dan cepat kali ini
mengincar punggung Han Cia Sing. Kedua cakarnya- 438 dipentangkan hendak meremukkan bahu lawan. Inilah jurus
Cien Ci Jiao (Cakar Peremuk Bahu) yang amat kuat
sehingga bisa meremukkan tulang bahu! Han Cia Sing
berusaha mengelak serangan ini dengan melemparkan diri
ke samping. Teng Cuo Hui tidak mau melepaskan
buruannya begitu saja. Ia terus mengejar berusaha mengunci
gerakan lawan. Usahanya akhirnya membuahkan hasil
ketika cakarnya mencengkeram lengan kanan Han Cia Sing.
"Hahaha, kena kau bocah busuk!!" teriak Teng Cuo
Hui sambil menyeringai penuh kemenangan.
"Lepas!!" seru Han Cia Sing. Cakar Teng Cuo Hui
mampu menusuk daging dan meremukkan tulang. Jika saja
Han Cia Sing tidak memiliki tenaga perlindungan yang
hebat, pastilah lengan kanannya sudah remuk. Untunglah
Shi Sui Yi Cin Cing mampu melindunginya dari serangan,
tapi tetap saja terasa amat sakit. Apalagi ketika Teng Cuo
Hui juga mengerahkan intisari hawa dingin untuk
menyerangnya. Lengan kanan Han Cia Sing langsung mati
rasa dan membeku. Ia semakin kesulitan untuk bisa
melepaskan diri dari kuncian cakar lawan.
Mau tak mau Han Cia Sing harus mencari cara lain
agar bisa melepaskan diri. Kakinya yang bebas langsung
diayunkan ke lengan Teng Cuo Hui dan menguncinya.
Inilah jurus yang diajarkan Ma Han Jiang kepadanya, yaitu
jurus tendangan kuncian Se Jien Su (Ular Membelit Pohon).
Kini Teng Cuo Hui dan Han Cia Sing dalam keadaan saling
mengunci. Lengan kanan Han Cia Sing dikunci Teng Cuo- 439 Hui sedangkan kedua lengan Teng Cuo Hui dijepit dengan
kuat oleh kaki Han Cia Sing. Kedua petarung sama-sama
tidak mau kalah dan terus bertahan. Salah perhitungan
sedikit maka lengan mereka bakal remuk oleh serangan
lawan.
"Hehehe, kau ingin bertarung habis-habisan rupanya"
ejek Teng Cuo Hui.
"Kau lupa ini adalah pertarungan hidup mati" kata
Han Cia Sing.
"Baiklah, aku layani kau" kata Teng Cuo Hui.
Han Cia Sing mengambil langkah pertama membuka
kebuntuan mereka dengan melayangkan satu tendangan
kakinya sambil melayang. Tendangan itu masih meleset
tipis sekali dari dagu Teng Cuo Hui. Sambil membalikkan
badannya, Han Cia Sing kembali melancarkan tendangan
lurus ke belakang. Inilah jurus Lung Si Wei (Naga
Menggoyangkan Ekor), salah satu pengembangan jurus
Tendangan Kaki Menggunting.
"Bukk!!"
Tendangan Han Cia Sing bersarang telak di dada
Teng Cuo Hui. Cengkeraman cakarnya menjadi sedikit
mengendur karena menahan sakit di dadanya. Kesempatan
ini tidak disia-siakan Han Cia Sing yang segera melompat
melepaskan diri dari cengkeraman lawan. Lengan kanannya
yang kebas oleh hawa dingin segera dialiri tenaga panas Shi- 440 Sui Yi Cin Cing. Hanya dalam hembusan beberapa napas
saja, lengan kanannya sudah sembuh seperti sedia kala.
Teng Cuo Hui yang amat geram karena terhajar telak,
semakin mengamuk dengan cakarnya. Ia kali ini mencoba
mengunci gerakan kaki Han Cia Sing dengan bertarung
jarak dekat. Gerakan cakarnya menyerang dengan ganas
pada jarak hanya setengah langkah saja. Han Cia Sing
terpaksa mundur terus untuk menghindari serangan ini. Ia
terus terdesak mundur hingga hampir memasuki bangunan
menara bertingkat tiga tempat para prajurit biasa berjagajaga di halaman istana. Mereka terus bertarung hingga
masuk ke dalam menara jaga itu. Para pendekar dan prajurit
segera mengikuti mereka karena tidak ingin kehilangan
kesempatan melihat pertarungan barang sedikitpun.
Sementara itu, awan mendung yang menggelayut di atas
langit sejak tadi mulai meneteskan air hujan. Suara guruh
dan guntur sambar-menyambar di langit, tapi tidak
dihiraukan oleh semua yang hadir. Perhatian mereka semua
lebih tertuju kepada pertarungan antara Han Cia Sing dan
Teng Cuo Hui yang masih berlangsung seni.
Di dalam menara jaga, Teng Cuo Hui terus
menyerang dengan ganasnya. Cakarnya yang kuat mampu
merobek dan menghancurkan kayu-kayu penyangga
menara. Han Cia Sing yang ditekan terus hanya bisa
bertahan dan mundur. Teng Cuo Hui tampaknya di atas
angin dalam pertarungan babak kedua ini. Jika' sampai
seratus jurus ke depan Han Cia Sing masih tidak bisa- 441 mengembangkan jurusnya, maka bisa dipastikan ia akan
kalah dari lawannya itu. Han Cia Sing sadar akan hal ini,
karena itu akhirnya ia mengambil jalan nekad. Teng Cuo
Hui yang terus menyerang dari jarak dekat dicoba
dihadangnya dengan jurus Se Pa Luo Han (18 Arhat) milik
Fang-cang Tien Gong yang diingatnya dalam pertarungan
dahulu!
Jurus Se Pa Luo Han memang adalah jurus yang
diciptakan untuk serangan jarak dekat. Penggunaan bahu,
siku, dorongan badan serta benturan kepala adalah contoh
penggunaan serangan jarak dekat yang bagus sekali. Teng
Cuo Hui yang tidak siap menghadapi serangan tiba-tiba ini
menjadi amat terkejut. Ia berusaha menghindar tapi sudah
terlambat. Han Cia Sing berhasil memasukkan satu hentakan
dorongan badan yang telak kepada Teng Cuo Hui hingga ia
terdorong beberapa langkah ke belakang.
Belum sempat Teng Cuo Hui memperbaiki kudakudanya, Han Cia Sing sudah datang lagi. Kali ini dengan
serbuan siku menyerang bagian dada Teng Cuo Hui.
Serangan siku berhasil ditangkis dengan cakar, tapi benturan
kepala berikutnya berhasil masuk dengan telak. Dahi Teng
Cuo Hui langsung mengeluarkan darah karena terluka. Teng
Cuo Hui semakin marah dan bersiap menyerang lagi tapi
kembali didahului oleh Han Cia Sing. Kaki Teng Cuo Hui
dikait dengan kaki Han Cia Sing dan ditambah dengan
dorongan bahu. Kuda-kuda Teng Cuo Hui langsung goyah- 442 dan terlempar keras ke belakang menabrak tiang kayu
hingga pecah.
Han Cia Sing yang berada di atas angin langsung
maju lagi dan menghajar wajah Teng Cuo Hui dengan kedua
tinjunya bergantian. Tinju yang dikerahkan dengan segenap
tenaga itu begitu telak menghajar rahang Teng Cuo Hui
sehingga ia kembali terlempar dan terbanting keras ke tanah.
Kepala Teng Cuo Hui terasa berdenyut-denyut. Ia tidak bisa
Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menerima kenyataan bahwa ia dihajar telak oleh anak
kemarin sore seperti Han Cia Sing hingga babak belur
seperti ini. Harga dirinya terasa diinjak-injak dan
dipermalukan.
Teng Cuo Hui langsung melompat berdiri dan
berteriak keras. Gaung teriakan yang disertai tenaga dalam
sepenuh tenaga itu serasa merobek gendang telinga mereka
yang mendengarnya. Jendela-jendela yang terbuat dari kayu
dan kertas bahkan sampai jebol oleh tenaga teriakan ini. Para
prajurit yang tidak mempunyai ilmu cukup bahkan sampai
bergulingan di tanah menahan sakit. Para pendekar juga
terpaksa mengeluarkan tenaga dalam untuk menahan
gempuran tenaga teriakan Teng Cuo Hui itu, tidak terkecuali
Han Cia Sing yang berdiri paling dekat dengannya.
Teng Cuo Hui langsung menyerang Han Cia Sing
dengan gabungan tenaga intisari hawa dingin dan Pei Ming
Sen Kung secara bersamaan. Ia mencengkeram kedua bahu
Han Cia Sing dengan kuat sekali sebelum sempat
menghindar. Ledakan hawa dingin langsung menghancur- 443 kan langit-langit menara jaga itu. Atapnya yang berserakan
langsung tersedot ke bawah karena tenaga hisap Pei Ming
Sen Kung yang dahsyat.
"Babak ketiga!! Pertarungan tenaga dalam!!" teriak
Teng Cuo Hui sambil menyeringai penuh kemenangan.
"Pengkhianat Teng! Kau bertarung curang!" maki
Xiahou Yuan marah karena melihat Teng Cuo Hui tiba-tiba
mengerahkan tenaga dalam menyerang Han Cia Sing.
"Pendekar Xiahou! Lekas keluar dari menara ini!
Semuanya keluar!" teriak Song Wei Hao memperingatkan.
Benar saja apa yang dikatakan Song Wei Hao karena
baru saja mereka keluar dari menara jaga itu, hentakan hawa
dingin Teng Cuo Hui langsung membekukan semua yang
berada dalam jarak sepuluh langkah dari dirinya. Tetesan air
hujan yang semakin deras langsung berubah menjadi butiran
es sebelum sempat menyentuh tanah sehingga membentuk
sebuah kubah es yang amat besar. Beberapa prajurit yang
kurang sigap juga ikut menjadi korban. Tubuh mereka
langsung biru membeku dan langsung tewas tanpa sempat
berteriak lagi.
Sementara itu di pusat kubah es, Teng Cuo Hui dan
Han Cia Sing tengah bertarung mati-matian. Tenaga Pei
Ming Sen Kung yang menghisap dan intisari Nan Hai Lung
Cu yang membekukan benar-benar merepotkan Han Cia
Sing. Jika dulu saat bertarung dengan Setan Darah Fang
Yung Li, Han Cia Sing masih bisa bertahan dengan Shi Sui- 444 Yi Cin Cing, sekarang keadaannya agak lain dan lebih
berbahaya. Hawa dingin yang membekukan membuat
tenaga Shi Sui Yi Cin Cing tidak bisa keluar sepenuhnya dan
sebagai akibatnya Han Cia Sing tidak bisa meledakkan bola
energi untuk menghempaskan lawan. Tenaganya tersedot
terus oleh Teng Cuo Hui sehingga Han Cia Sing dapat
merasakan ia semakin melemah.
"Hehehe, bocah busuk!! Aku merasakan enaknya
intisari tenaga kakakmu, sekarang giliranmu untuk
memberikan tenagamu padaku" kata Teng Cuo Hui penuh
kemenangan.
"Aku tidak akan kalah" kata Han Cia Sing sambil
terus berusaha bertahan.
"Hari ini keluarga Han akan kuhapuskan dari kolong
langit. Tidak ada lagi pahlawan dari keluarga Han,
hahahaha" tawa eng Cuo Hui.
"Aku tidak akan kalah" ulang Han Cia Sing berusaha
memberikan semangat kepada dirinya sendiri untuk terus
melawan.
"Kau pikir kau akan menang, bocah busuk?! Kau
akan mati!! Tapi jangan khawatir, aku akan menguburkanmu bersama-sama dengan seluruh keluarga Han supaya
kalian bisa berkumpul di neraka" ejek Teng Cuo Hui dengan
penuh kegirangan.- 445 "Aku tidak akan kalah" kata Han Cia Sing yang mulai
kewalahan tenaganya disedot terus oleh Teng Cuo Hui.
Han Cia Sing berusaha memutar seluruh tenaga Shi
Sui Yi Cin Cing yang tersisa dalam tubuhnya untuk
menghentakkan lawan tapi sia-sia. Hawa dingin
membekukan sudah merasuk sampai ke tulang sehingga
rasanya amat sakit jika dipaksakan mengerahkan tenaga.
Telapak tangan, lengan dan dada Han Cia Sing sudah mulai
mengeluarkan bunga-bunga es. Tampaknya tidak lama lagi
Han Cia Sing akan dikalahkan oleh Teng Cuo Hui.
"Mampuslah kau bocah busuk!! Berikan semua
tenagamu padaku sekarang" kata Teng Cuo Hui penuh
kemenangan.
"Aku tidak akan kalah" kata Han Cia Sing dengan
lemah.
"Hahaha, percuma berlagak sebagai pahlawan.
Semua pahlawan pada akhirnya akan mati. Orang pandailah
yang akan tetap hidup dan menguasai dunia" ejek Teng Cuo
Hui. Ejekan Teng Cuo Hui barusan bagaikan kilat
menyambar hati Han Cia Sing. Ia segera teringat kepada
ayahnya, ibunya, kakaknya, paman Lu Xun Yi dan tentu saja
Ma Xia. Semua kata-kata mereka seolah terngiang kembali
di pikiran Han Cia Sing.- 446 Semangat Han Cia Sing yang tadi nyaris terbenam
dalam dinginnya kebekuan yang dikerahkan Teng Cuo Hui
langsung berkobar kembali. Ia mengerahkan seluruh tenaga,
jiwa dan hidupnya dalam pertarungan penentuan ini. Bahkan
Teng Cuo Hui juga merasa heran merasakan bangkitnya
kekuatan Han Cia Sing yang tiba-tiba ini.
"Aku bukan pahlawan. Ayah dan kakakkulah
pahlawan sebenarnya" kata Han Cia Sing sambil terus
bertahan dan berusaha melepaskan diri dari cengkeraman
Teng Cuo Hui.
Teng Cuo Hui berusaha mencengkeram bahu Han Cia
Sing lebih erat lagi tapi sia-sia. Tenaga dalam yang seolah
meledak keluar dari dalam diri Han Cia Sing berhasil
menghempaskan cengkeraman Teng Cuo Hui. Kesempatan
ini tidak disia-siakan oleh Han Cia Sing yang langsung
mengerahkan seluruh tenaga mengusir hawa dingin yang
merasuk tulang. Bunga es yang menyelimuti tubuh Han Cia
Sing meledak terkena hentakan tenaga Shi Sui Yi Cin Cing.
"Tidak mungkin!!" teriak Teng Cuo Hui marah
sekali.
"Aku akan mengalahkanmu!" kata Han Cia Sing. Saat
itu sebuah petir menyambar di atas langit istana. Sinarnya
yang begitu terang dan suaranya yang menggelegar
menandakan petir itu berada dekat sekali dengan tempat
mereka berada. Han Cia Sing langsung mengerahkan ilmu
ringan tubuhnya sampai ke puncak dan menggenjot- 447 tubuhnya terbang ke atas atap menara jaga. Kekuatan
puncak Shi Sui Yi Cin Cing dikumpulkan di kedua
telapaknya dan bersiap dihempaskan ke bawah. Tapi pada
saat itu terjadilah suatu hal yang amat mengejutkan. Petir
yang tadinya hendak menyambar ke sebuah pohon besar di
ujung halaman istana langsung terpecah. Satu ujung tetap
menyambar pohon sedangkan ujung satunya bersatu dengan
kedua telapak tangan Han Cia Sing. Rupanya tenaga dahsyat
Shi Sui Yi Cin Cing telah menarik petir itu untuk turut
menyambarnya.
Tubuh Han Cia Sing langsung meledak terang
bagaikan berpijar menerima tenaga petir yang luar biasa.
Semua yang hadir bahkan harus menutup mata karena
terangnya ledakan yang bagaikan matahari itu. Hanya Teng
Cuo Hui seorang yang tetap menatap tanpa rasa takut sama
sekali. Bahkan ia tertawa girang melihat kejadian yang luar
biasa itu.
"Hahaha, tenaga luar biasa!! Berikan semuanya
kepadaku!!" teriak Teng Cuo Hui setengah gila sambil
mengerahkan Pei Ming Sen Kung sampai tingkat puncak.
"Ambillah semuanya!!" seru Han Cia Sing sambil
meluncur turun bagaikan bintang jatuh.
"Blarrrrrrrr!!!"
Telapak Han Cia Sing yang berpijar menghantam
telapak Teng Cuo Hui dan menimbulkan ledakan hebat.
Semua yang hadir terpental ke belakang beberapa langkah.- 448 Bumi bagaikan bergoncang karena benturan dua tenaga
dahsyat itu. Kubah es yang terbentuk oleh intisari hawa
dingin langsung pecah berhamburan. Tiga tingkat menara
jaga yang terbuat dari kayu pilihan langsung porak-poranda
tidak berbentuk. Air hujan yang turun dengan deras
bagaikan disemburkan oleh kekuatan tak tampak ke segala
arah. Benar-benar sebuah pertarungan yang amat luar
biasa!!
"Apakah semuanya baik-baik saja?!" tanya Huo
Wang-ye setelah hilang kekagetannya.
"Kami baik-baik saja, Yang Mulia" jawab Song Wei
Hao. "Apa yang terjadi?! Bagaimana dengan Cia Sing?!"
tanya Yung Lang sambil berusaha bangkit berdiri.
"Aku tidak tahu. Telingaku masih berdenging" kata
Lin Tung sambil memegangi kedua telinganya yang terasa
sakit akibat bunyi ledakan.
"Lihat! Ada yang keluar!" teriak Wongguo Luo.
Kabut asap yang terjadi karena ledakan mulai menipis
disiram air hujan yang turun dengan deras. Sesosok tubuh
dengan baju compang-camping tampak berjalan perlahan
dari menara jaga yang porak-poranda. Song Wei Hao dan
lainnya menunggu dengan harap-harap cemas siapakah
orang itu. Apakah Han Cia Sing? Atau malah si pengkhianat
Teng Cuo Hui?- 449 "Cia Sing!! Hahaha, kau menang!! Kau menang!!"
teriak Yung Lang penuh kelegaan dan kegembiraan ketika
akhirnya melihat bahwa sosok compang-camping itu tidak
lain adalah Han Cia Sing.
Semua pendekar termasuk Huo Wang-ye langsung
berseru lega melihat hal ini. Mereka bersorak-sorai
menyambut kemenangan Han Cia Sing yang luar biasa itu.
Mereka seolah tidak percaya dengan pertarungan yang
mereka lihat barusan dapat dimenangkan oleh Han Cia Sing.
Sementara itu para prajurit langsung membuang senjata
mereka ketika mengetahui bahwa Teng Cuo Hui telah kalah.
Mereka semua tertunduk lesu di tengah hujan deras dan
tidak berkata apa-apa lagi.
Saat para pendekar semua tengah merayakan
kegembiraan, tiba-tiba terdengar suara berderit yang cukup
keras. Menara jaga yang sudah porak-poranda itu
tampaknya tidak bisa lagi bertahan dan sudah siap roboh.
Balok-balok menara yang besar mulai tumbang dan
menimbulkan suara berderit. Han Cia Sing yang masih
lemah dan kehabisan tenaga tidak bisa menghindar ketika
sebuah balok besar roboh dan menghantamnya dengan telak.
Ia langsung terjatuh dihimpit balok besar. Balok-balok yang
lain segera berjatuhan juga menimbun dirinya.
"Cia Sing!!" teriak Yung Lang tidak berdaya ketika
melihat sahabatnya hilang ditelan reruntuhan menara jaga
yang ambruk bersama-sama itu.- 450 Penutup
Dua bulan setelah pertarungan penentuan itu, tampak
serombongan orang tengah berkumpul di jalan besar setelah
gerbang timur kotaraja. Beberapa ekor kuda dan tandu besar
yang bagus tampak mengantarkan mereka semua. Beberapa
puluh prajurit bersenjata lengkap juga tampak mengawal
rombongan itu. Mereka adalah orang-orang yang berjasa
bagi kerajaan Tang agung sehingga layak mendapatkan
penghormatan dari para prajurit.
"Song-siung, Han-siung, cukup sampai di sini saja
kalian mengantarku. Ini sudah cukup jauh" kata Ma Han
Jiang.
"Eh, Ma-siung jangan berkata begitu. Entah kapan
kita dapat bertemu kembali setelah ini" kata Song Wei Hao.
"Be-benar, Ma-siung. Ka-kau harus sering mampir di
ko-kotaraja" kata Han Kuo Li dengan terpatah-patah.
"Suamiku, jangan terlalu memaksakan diri" kata Ye
Ing sambil memapah dan mengurut dada Han Kuo Li yang
lemah itu.
"Han-siung, kau harus beristirahat. Kesehatanmu
belum pulih benar" kata Ma Han Jiang khawatir melihat
keadaan Han Kuo Li.
"A-aku, aku tidak apa-apa" kata Han Kuo Li.- 451 "Jenderal Han, Han Fu-ren, hari sudah cukup siang
jadi kami harus berangkat dulu. Perjalanan ke negeri Kaoli
masih cukup jauh. Semoga kita bisa bertemu kembali" kata
Yao Chuen.
"Ma-siung, kau sekarang sudah mempunyai istri. Kau
harus lebih bertanggungjawab sekarang" goda Song Wei
Hao. "Benar kakak ipar. Tolong jaga kakak kami baik-baik
ya" kata Yao Xia ikut menggoda.
Wajah Ma Han Jiang menjadi merah dan tidak bisa
berkata apa-apa lagi. Yao Chuen juga bersemu merah
pipinya namun dengan seulas senyum kebahagiaan di
wajahnya. Akhirnya mereka berdua bisa bersatu juga setelah
sekian lama melewati badai kehidupan. Sungguh sebuah
penantian cinta yang berakhir manis.
"Adik, kalian jangan menggodaku terus. Kalian sudah
bertingkah seperti ini seminggu lebih" kata Yao Chuen purapura marah.
"Hihihi, maaf tapi kami tidak bisa menahannya. Kami
begitu bahagia atas pernikahan kakak" kata tiga saudari Yao
sambil cekikikan dengan bahagia.
"Kalian bertiga sudah dewasa, jangan bergurau terus.
Bagaimana ada yang mau menikahi kalian jika tingkah
kalian seperti ini?!" hardik Yao Hao Yin yang segera- 452 membuat ketiga saudari Yao itu terdiam meskipun tidak
lama.
"Ibu, kami pamit sekarang. Semoga kami bisa segera
berjumpa kembali dengan ibu" kata Yao Chuen dengan
penuh haru.
"Ah, kau gadis bodoh. Kau sudah bersuami sekarang
tentu kau harus mengutamakan keluargamu. Kau tidak usah
Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengkhawatirkan diriku" hibur Yao Hao Yin yang dijawab
anggukan oleh Yao Chuen.
"Ibu, aku akan menjaga Yao Chuen dengan baik. Ibu
tidak perlu khawatir" kata Ma Han Jiang.
"Aku pasti akan membuat perhitungan denganmu jika
kau berani memperlakukan putriku dengan tidak baik" kata
Yao Hao Yin.
"Ibu, jangan begitu" kata Yao Chuen membela
suaminya.
"Nah, lihatlah, belum-belum kau sudah berada di
pihak suamimu" kata Yao Hao Yin menggoda sehingga
wajah Yao Chuen semakin merah.
"Baiklah semuanya, sampai berjumpa lagi" kata Ma
Han Jiang sambil membungkuk dan menjura kepada
semuanya.
"Paman Ma, jaga dirimu baik-baik. Jika ada waktu
aku pasti mampir ke negeri Kaoli" kata Yung Lang
melambaikan tangannya.- 453 "Aku akan menunggu kunjungan kalian" kata Ma
Han Jiang.
"Sampai jumpa!! Jaga diri kalian semua!" seru Yao
Chuen. Ma Han Jiang dan Yao Chuen berjalan kaki
meninggalkan mereka semua. Sesekali Yao Chuen menoleh
ke belakang dengan pandangan sendu. Bagaimanapun juga
ada rasa berat berpisah dengan ibu dan saudari-saudarinya
setelah sekian lama mereka bersama. Tapi kehidupan di
depannya juga harus ia songsong yaitu kehidupan sebagai
istri Ma Han Jiang di negeri Kaoli. Lambaian tangan Yao
Hao Yin dan tiga putri Yao terus mengiringi kepergian Yao
Chuen sampai hilang tidak terlihat lagi di tikungan bukit
kecil.
"Akhirnya kakak berbahagia juga" kata Yao Jiu.
"Benar, tapi rasanya ada yang kurang setelah
kepergian kakak pertama" kata Yao Xia dengan murung.
"Semoga saja kakak pertama bisa sering mampir di
kotaraja sehingga kita bisa sering bertemu" kata Yao Tong.
"Kalian bertiga pamitlah kepada semuanya. Kita
kembali ke wisma keluarga Yao sekarang" kata Yao Hao
Yin. Keluarga Yao berpamitan kepada semua yang hadir
dan mereka kemudian menaiki kereta besar yang sudah
disediakan. Setelah keluarga Yao meninggalkan tempat itu
giliran Wongguo Luo, Wongguo Yuan dan Ma Pei yang- 454 berpamitan. Mereka bertiga masing-masing telah disediakan
sebuah kuda yang bagus untuk perjalanan jauh ke utara. Ma
Pei terlihat amat sedih dan tua dibandingkan tiga bulan yang
lalu. Hal ini tidak mengherankan mengingat ia kehilangan
dua anaknya sekaligus. Wajahnya yang biasanya keras dan
bengis sekarang berubah seperti seorang kakek-kakek yang
tidak mempunyai semangat sama sekali.
"Jenderal Song, kami mohon diri. Terima kasih atas
segala kebaikan yang telah kami terima dari anda selama
ini" kata Wongguo Luo sambil menjura.
"Ah, jangan terlalu sungkan. Ini semua adalah
penghargaan dari Yang Mulia Kaisar dan Permaisuri" kata
Song Wei Hao balas menjura.
"Sampai jumpa lagi semua" kata Wongguo Luo,
"A Yuan, jangan bersedih. Aku pasti akan mampir ke
desa Pei-an" kata Yung Lang.
"Lang Ta-ke, jangan lupa ajak Ye-cie ke sana" kata
Wongguo Yuan.
"Ah, pasti. Kau jangan khawatir. Sekarang Chung Ye
sudah menjadi istriku, dia akan selalu ikut kemanapun aku
pergi" kata Yung Lang sambil merangkul dan mencium
Chung Ye yang berdiri di sampingnya dengan mesra. Semua
yang hadir merasa tidak enak melihat kejadian ini karena
Yung Lang dan Chung Ye berciuman mesra lama sekali.- 455 Akhirnya Lin Tung sampai harus menginjak kaki Yung
Lang keras-keras untuk mengingatkannya.
"Aduh! Kenapa kau menginjak kakiku?!" tanya Yung
Lang dengan marah.
"Kau ini masih berani bertanya?! Kalau masih belum
puas dengan malam pertamamu, kau bisa lanjutkan nanti"
jawab Lin Tung dengan ketus.
"Kau..."
"Suamiku sudahlah" kata Chung Ye menengahi.
"A-Yuan, jangan lupa berkirimlah surat kepada kami.
Aku pasti akan sangat merindukanmu" kata Cen Hua.
"Hua-cie, aku pasti akan menulis surat kepadamu.
Semoga jika aku sempat kembali ke kotaraja ini, aku sudah
bisa bermain dengan keponakanku nanti" kata Wongguo
Yuan.
"Tentu saja. Aku pasti akan senang sekali saat itu"
kata Cen Hua sambil mengelus perutnya yang mulai
membuncit.
"Jenderal Song, Jenderal Han, aku yang rendah ini
mohon pamit. Maafkan segala kesalahanku selama ini..."
kata Ma Pei tidak kuasa menahan air matanya yang mengalir
di pipinya.
"Tuan Ma, ja-jangan terlalu bersedih. Yang Mulia
Kaisar saja sudah memberikan pengampunan kepadamu,- 456 apalagi ka-kami yang juga tu-turut merasakan kehilangan
anak-anak kita" kata Han Kuo Li.
"Semua ini salahku sehingga anakmu juga..."
"Tuan Ma, kami tidak mendendam kepadamu.
Lupakanlah semua yang terjadi. Sing-er juga sudah pergi.
Aku yakin ia sudah memaafkan kita semua sebelum pergi"
kata Song Wei Hao menenangkan.
"Terima kasih, terima kasih semua" kata Ma Pei yang
menangis sesenggukan bagaikan anak kecil.
"Paman Ma, jangan terlalu bersedih. Anggaplah aku
sebagai ganti Xia-cie, meskipun aku tahu mungkin aku tidak
dapat dibandingkan dengannya" kata Wongguo Yuan yang
juga mulai meneteskan air mata.
"Ma-siung, mari kita kembali ke utara. Di sana kita
bangun lagi suku Tonghu menjadi suku yang beradab dan
kuat serta cinta damai. Aku yakin dengan demikian engkau
akan membuat A Xia tenang di alam sana" kata Wongguo
Luo menghibur saudara seperguruannya itu.
"Terima kasih, terima kasih" kata Ma Pei penuh sesal.
"Kami semua berangkat dulu. Sampai jumpa lagi"
kata Wongguo Luo sambil menjura dan dibalas semua yang
hadir.
Wongguo Luo, Ma Pei dan Wongguo Yuan menaiki
kuda-kuda mereka dengan santai menuju ke arah utara.
Wongguo Yuan tidak berani menoleh sama sekali karena ia- 457 takut tidak akan dapat menahan perasaannya. Begitu banyak
yang terjadi selama ia berada di dataran tengah sehingga
tidak mungkin terlupakan olehnya seumur hidup. Satusatunya penyesalannya hanyalah tidak bisa mengucapkan
perpisahan dengan Han Cia Sing.
"Sing Ta-ke, kau sudah pergi..." bisik Wongguo Yuan
dengan hati gundah penuh kesedihan.
Yung Lang dan Lin Tung memandangi kepergian
Wongguo Yuan dengan perasaan bercampur-aduk tidak
karuan. Mereka bisa memahami perasaan Wongguo Yuan
yang sedih harus berpisah dengan mereka semua terutama
dengan Han Cia Sing dan Ma Xia. Bagaimanapun juga
mereka semua pernah mengalami saat-saat hidup mati
bersama, tentu ikatan mereka amat erat dan tidak bisa begitu
saja hilang karena dipisahkan oleh jarak dan waktu. Chung
Ye yang menyadari kegundahan hati Yung Lang,
menyandarkan kepalanya ke dada Yung Lang dengan
lembut.
"Nah, Yung Lang sekarang giliranku untuk mengucap
kan selamat tinggal" kata Lin Tung setelah sekian lama
mereka berdiam diri.
"Kau juga akan pergi?! Kukira kau akan kembali
masuk menjadi prajurit?! Bukankah itu yang dikatakan
olehmu di depan Permaisuri Wu?!" tanya Yung Lang
dengan heran.- 458 "Benar, tapi aku akan ikut dengan biksu Tien Fa ke
Shaolin terlebih dahulu. Biksu Tien Fa bersedia mengangkat
ku sebagai murid dan mengajariku jurus-jurus toya Shaolin
yang hebat kepadaku" kata Lin Tung dengan bangga.
"Wah, wah, hebat juga kau. Selamat!" kata Yung
Lang dengan gembira.
"Yung Se-cu, jika ada waktu, kunjungilah aku dan
Fang-cang Tien Gong di kuil Shaolin. Kami akan senang
sekali menerima kedatangan anda" kata biksu Tien Fa.
"Tentu saja biksu Tien Fa. Aku tidak akan lupa
undanganmu ini" kata Yung Lang dengan gembira dan
bangga karena diundang oleh petinggi Shaolin.
"Nah, sekarang kami mohon diri dulu. Amitabha,
Budha memberkati" kata biksu Tien Fa kepada semua yang
hadir.
"Yung Lang, Chung Ye, semuanya sampai jumpa
lagi. jenderal Song, Jenderal Han, aku mohon pamit" kata
Lin Tung sambil menjura.
"Sampaikan salam kami kepada Fang-cang Tien
Gong" kata Song Wei Hao balas menjura.
Lin Tung dan biksu Tien Fa berjalan bersama menuju
ke timur ke arah kuil Shaolin. Mereka berdua melambaikan
tangan sebelum hilang di balik tikungan bukit. Ye Ing dan
Cen Hua segera memapah Han Kuo Li kembali masuk ke- 459 dalam kereta karena sebenarnya tubuhnya masih amat lemah
setelah mengalami siksaan berat selama beberapa tahun.
"Mari suamiku, saudara Pai Fu dan istrinya sudah
menunggu di rumah" kata Ye Ing sambil memapah Han Kuo
Li dengan sabar naik ke atas kereta.
Song Wei Hao mengawal kereta yang mereka naiki
dengan berkuda di sampingnya diikuti puluhan prajurit
bersenjata lengkap. Ia memandang kepada Yung Lang
dengan senyum yang ramah.
"Yung Lang, sampai berjumpa lagi" kata Song Wei
Hao sambil menjura dari atas kudanya.
"Jenderal Song, sampai berjumpa lagi" kata Yung
Lang balas menjura.
"Yung Lang, Chung Ye, kalian jangan lupa
mampirlah di wisma keluarga Han jika sedang berada di
kotaraja" kata Cen Hua dari balik tirai kereta.
"Tentu, tentu saja" jawab Yung Lang. Rombongan
kereta Han Kuo Li mulai bergerak kembali ke arah kotaraja
diiringi puluhan prajurit. Sejak dua bulan lalu, nama
keluarga Han dan Song sudah dipulihkan bahkan dinaikkan
pangkatnya dua tingkat. Wisma keluarga mereka juga sudah
dibangun kembali oleh kerajaan lengkap dengan hadiah
ratusan tael uang emas. Mereka kembali menjadi keluarga
yang disegani dan dihormati di kotaraja. Bahkan Ye Ing
yang terguncang batinnya berangsur-angsur sembuh dan- 460 bisa kembali menjadi nyonya besar keluarga Han. Ia
sekarang sudah sanggup merawat Han Kuo Li yang sedang
dalam masa pemulihan. Resep obat yang diberikan oleh
tabib Liu Cen Beng sebelum ia pergi meninggalkan kotaraja
amat membantu pemulihan Han Kuo Li sehingga Ye Ing,
Cen Hua dan Song Wei Hao menjadi amat gembira.
"Sekarang semua sudah pergi. Tinggal kita berdua"
kata Yung Lang.
"Suamiku, apa rencanamu sekarang?!" tanya Chung
Ye dengan manja.
"Hahaha, tentu saja bersamamu terus istriku. Kau
pikir seluruh uang yang diberikan Permaisuri Wu kepadaku
untuk menebusmu akan terbuang sia-sia begitu saja?! Kau
harus membayarnya lunas, hahahaha" kata Yung Lang
sambil menggendong tubuh Chung Ye dengan gembira.
"Suamiku, turunkan aku" kata Chung Ye sambil
tertawa bahagia.
"Nah, sekarang giliran kita yang harus berpamitan"
kata Yung Lang.
"Suamiku, semua orang sudah pergi. Kita akan pamit
kepada siapa?!" tanya Chung Ye dengan heran.
"Kita akan pamit kepada teman-teman yang sudah
pergi terlebih dulu" kata Yung Lang dengan wajah berubah
sendu.- 461 Yung Lang dan Chung Ye berjalan bergandengan
menuju sebuah hutan kecil. Mereka kemudian berhenti di
depan deretan makam yang berdiri rapi. Yung Lang berjalan
ke depan sebuah makam yang di depannya ditumbuhi
bunga-bunga melati berwarna putih, ia berlutut dan
membersihkan makam itu dari rerumputan liar. Chung Ye
berdiri di sampingnya dan berdoa untuk mereka yang
meninggal.
"Istriku, kau tahu makam siapa ini?" tanya Yung
Lang.
"Tahu, kau pernah menceritakannya" jawab Chung
Ye. "Ia bersahabat dengan kami semua di kala susah dan
bertarung bersama dalam keadaan hidup mati. Sayang sekali
ia harus meninggal terlalu cepat" kata Yung Lang dengan
sendu.
"Suamiku, yang mati tidak bisa hidup kembali. Kau
jangan terlalu bersedih" kata Chung Ye menghibur
suaminya itu.
"Kau benar. Tapi kematiannya begitu membekas di
hati Cia Sing, sampai-sampai ia meninggalkan kita semua
tanpa berkata selamat tinggal. Bunga-bunga melati ini
ditanam oleh Cia Sing sebelum ia pergi meninggalkan kita
semua sebulan lalu. Sekarang bunga ini sudah tumbuh
dengan indahnya. Aku yakin Ma Xia pasti senang
melihatnya" kata Yung Lang.- 462 "Nona Ma Xia pastilah sekarang merasa tenang di
alam sana. Semuanya sudah berakhir baik" kata Chung Ye.
"Aku juga berharap Cia Sing bisa bahagia di manapun
sekarang ia berada" kata Yung Lang.
"Apakah tidak ada yang tahu kemana ia pergi?" tanya
Chung Ye.
"Ia segera pergi setelah luka-lukanya akibat
pertarungan dengan Teng Cuo Hui sembuh. Ia hanya
meninggalkan sepucuk surat untuk keluarganya" jawab
Yung Lang.
Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mungkin karena ia masih marah dengan ibu tirinya.
Bukankah kau pernah bercerita bahwa Cia Sing tidak cocok
dengan ibu tirinya?" tanya Chung Ye.
"Tidak, ia sudah memaafkan ibu tirinya. Ia bahkan
sudah memanggilnya bibi Ye" jawab Yung Lang.
"Jika demikian mengapa ia pergi?" tanya Chung Ye
lagi.
"Aku tidak tahu. Hanya Cia Sing yang tahu
jawabannya" jawab Yung Lang sambil menengadah
memandang langit biru.
***- 463 Ribuan li di utara kotaraja, di sebuah padang rumput
yang hijau bagaikan hamparan permadani seluas mata
memandang, tampak seorang pemuda berpakaian sederhana
tengah menolong mendorong sebuah kereta yang terjeblos
ke dalam lubang. Pemuda itu dengan cekatan dan kuat sekali
mendorong kereta yang ditarik lembu itu keluar dari lubang.
Peternak tua pemilik keretea mengucapkan terima kasih
berulangkah atas pertolongannya.
"Ah, tidak apa-apa. Kakek, bolehkah aku menumpang
kereta anda?" tanya pemuda itu dengan sopan.
"Tentu saja boleh, tapi anak muda kau hendak
kemanakah?" tanya kakek itu
"Aku tidak kemana-mana. Aku sudah menjadikan
danau dan laut sebagai rumahku. Kemanapun aku pergi
tidak menjadi soal" jawab pemuda itu.
"Ah?! Baiklah kalau begitu" kata kakek itu dengan
heran tapi ia tidak mau banyak bertanya.
Pemuda itu segera naik ke belakang kereta yang
ditutupi jerami dan membaringkan rubuhnya. Ia
memandang ke langit biru dengan wajah terbuka dan bebas.
Beban perasaannya selama ini seakan-akan tidak berbekas
di wajahnya. Pemuda itu mengeluarkan sebuah tusuk
rambut wanita dari giok merah dari balik bajunya dan
mengusapnya dengan penuh perasaan dan kasih.- 464 "A Xia, kita akan selalu bersama sekarang, di padang
rumput utara seperti yang pernah kau katakan"
TAMAT- 465 CARA PEMESANAN
Cara pembelian buku yia pemesanan website:
? Isi formulir pemesanan dengan lengkap di website
www. kisahsilat.com
? Klik tombol submit
? Anda akan mendapat nomor urut pemesan
? Lakukan transfer uang sejumlah Rp 25.000 (sudah
termasuk ongkos kirim) plus nomor urut anda ke
nomor rekening BCA 0110858035 atas nama Andy
Soeprijo. Contoh: anda mendapat nomor urut 5 maka
jumlah yang harus anda transfer adalah sejumlah Rp
25.005
? Pengiriman buku ke alamat anda akan dilaksanakan
maksimal 3 hari setelah kami menerima transfer dari
anda.
? Pengiriman buku dilakukan melalui paket tercatat
dengan waktu pengiriman sekitar 3-4 hari maksimal
untuk luar Jakarta dan 1-2 hari maksimal untuk
Jabotabek.
? Anda dapat mengajukan pengaduan ke
pemesanan@kisahsilat.com bila 10 (sepuluh) hari
setelah transfer dilakukan anda belum menerima
pesanan buku anda atau paket yang anda terima
mengalami kerusakan.- 466 Cara pembelian buku yia sms :
? Lakukan transfer uang sejumlah Rp 25.000 (sudah
termasuk ongkos kirim) plus nomor unik yang anda
pilih sendiri ke nomor rekening BCA 0110858035
atas nama Andy Soeprijo. Contoh anda melakukan
transfer Rp 25.090 maka 90 adalah nomor unik yang
anda pilih sendiri.
? Kirim sms ke nomor 0856-7843257 dengan alamat
pengiriman lengkap sebagai berikut : ketik
nama_alamat pengiriman lengkap_kode pos_jumlah
uang yang ditransfer_tanggal transfer
Contoh : Budiman_Jl Tanah Abang IH/70 Jakarta
Pusat_10550_ 38090.251204
? Pengiriman buku ke alamat anda akan dilaksanakan
maksimal 3 hari setelah kami menerima transfer dari
anda ? Pengiriman buku dilakukan melalui paket tercatat
dengan waktu pengiriman sekitar 3-4 hari maksimal
untuk luar Jakarta dan 1-2 hari maksimal untuk
Jabotabek. Anda dapat mengajukan pengaduan ke
pemesanan@kisahsilat. com bila lO(sepuluh) hari
setelah transfer dilakukan anda belum menerima
pesanan buku anda atau paket yang anda terima
mengalami kerusakan- 467 Mengenai Penulis
Chen Wei An dilahirkan di kota dingin Malang sekitar
tigapuluh tahun yang lalu. Perkenalannya dengan cerita silat
di mulai pada usia sangat muda sekitar 5 tahun, bukan
melalui buku-buku serial silat tapi melalui yideo format
Betamax. Yideo silat jaman itu ada dua macam, yang
pertama edisi resmi berbahasa Inggris dengan teks
terjemahan Indonesia sedangkan yang kedua edisi bajakan
berbahasa Mandarin dengan teks terjemahan Inggris yang
merupakan hasil rekaman serial bersambung yang diputar di
stasiun ty Singapura. Beruntunglah Chen Wei An kecil
mendapatkan tontonan edisi bajakan karena dengan
demikian secara tidak langsung mendapatkan pelajaran
Mandarin lisan dan Inggris tulisan secara langsung dan
gratis!
Film serial silat pertama yang dilihat adalah The Twin
Heroes / Jie Dai Shuang Jiao karangan Khu Lung yang
dibintangi oleh Chen Siao Hao dan dibuat oleh ATY th
1978. Sejak saat itu Chen Wei An kecil menjadi tergila-gila
pada film silat dan kebetulan pula seorang pamannya juga
mempunyai hobi yang sama sehingga cocoklah kedua
paman keponakan ini dalam melahap habis hampir semua
serial silat antara lain : Shi Tiau Ing Siung (Kisah Pendekar
Rajawali), Shi Tiau Sia Li (Kisah Rajawali dan Pasangan
Pendekar), Tien Jan Pien (Pendekar Ulat Sutra), Yi Tien Tu
Lung Ci (Pedang Pembunuh Naga), Tien Lung Pa Pu- 468 (Pendekar Negeri Tayli), Chu Liu Siang (Pendekar Harum),
Lu Siao Feng (Pendekar Empat Alis) dan lain-lainnya.
Selama periode 1982-1988 hampir tiap hari Chen Wei An
kecil menghabiskan tidak kurang dari 3 kaset yideo perhari.
Perlu diingat pada jaman itu format Betamax dapat
mencapai waktu putar dua jam per kaset sehingga tidak
kurang enam jam sehari dihabiskan untuk menonton film!
Lepas tahun 1988, pamannya pindah ke kota lain
sehingga kegiatan menonton menjadi berkurang. Pada tahun
1995-1996 ketika Chen Wei An meneruskan kuliah di
Surabaya, banyak teleyisi swasta yang menyiarkan film
serial silat yang pernah ditontonnya pada masa kecil.
Timbullah keinginan dan ide untuk menulis cerita silat
namun sayang kesibukan menulis tugas akhir disusul
kemudian bekerja di sebuah perusahaan internasional di
Jakarta membuat keinginan itu tidak jadi terlaksana. Baru
setelah seorang temannya mengirimkan cerita silat Kho Ping
Ho dalam bentuk file MS Word, kenangan Chen Wei An
akan cerita silat kembali bangkit. Keinginan untuk
menuliskan cerita silat yang sudah lama terpendam kembali
berkobar, apalagi mengingat sudah sejak meninggalnya Kho
Ping Ho tahun 1994, rimba persilatan Indonesia tidak lagi
diramaikan oleh munculnya pendekar-pendekar baru.
Mungkin memang sudah saatnya rimba persilatan digebrak
oleh munculnya pendekar-pendekar persilatan dan jurusjurus yang baru!
Jakarta, Januari 2005- 469 -- 470 Pendekar Hina Kelana 8 Kembalinya Si Tangan Setan Si Tolol 6 Perhitungan Terakhir Bagi Nyi Peri Harian Vampir 03 Penghianatan
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama