Ceritasilat Novel Online

Rimba Persilatan Naga Harimau 7

Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An Bagian 7


"Perkataan menjadi titah. Kaisar memberikan
perinlah Jenderal hmpat Gerbang Han Kuo l.i diperintahkan
menghadap Kaisar di kuil Yung An (kuil Kedamaian Abadi)
segera Icrima perintah!!"- 58 "Panjang umur yang mulia Kaisar, semoga
dianugerahi langit umur sepuluh ribu tahun '" sambut semua
yang hadir di aula depan itu.
Han Kuo Li membungkuk dan menerima titah Kaisar
itu dengan hormat. Rombongan pembawa titah Kaisar itu
segera berlalu kembali ke kota terlarang tanpa banyak bicara
lagi. Han Kuo Li hanya bisa termangu-rnangu sambil
melihat kepergian mereka.
"Tuan besar, apakah yang terjadi sehingga Kaisar
memerintahkan tuan berangkat ke kuil Yung An dengan
terburu-buru tanya paman lung.
Han Kuo Li hanya bisa menggeleng saja.
"Aku tidak tahu paman Tung. Tolong beritahu istriku
bahwa Kaisar memanggilku ke kuil Yung An. Juga siapkan
kudaku agar aku bisa segera berangkat" kata Han Kuo Li
memberi perintah kepada paman Tung.
Begitu kuda sudah dipelanai dan siap berangkai. Han
Kuo segera membcdal kudanya sendirian ke arah barat
ibukota, daerah gunung Wu Ouan yang dialiri sungai Wei.
Tepat di kaki gunung Wu Guan itu ada sebuah kuil Yung An
di mana keluarga kerajaan biasa berdoa memohon berkah
kepada langit. Pemandangan kuil Yung An yang menghadap
ke arah sungai Wei benar-benar indah sehingga Kaisar pun
sering datang berkunjung.- 59 Kuda Han Kuo Li berlari dengan kencang menaiki
kaki gunung Wu Guan melewati jalan setapak. Han Kuo Li
sengaja melewati jalan yang sempit karena jalan ini lebih
pendek sehingga bisa tiba lebih cepat di kuil Yung An.
Matahari sudah tinggi di atas
kepala ketika ia tiba di pelataran kuil. Beberapa orang
biksu datang menyambutnya di depan pelataran dan
membawakan kudanya masuk ke kandang. Kuil itu terlihat
masih sepi tapi sudah ada sebuah tandu berwarna biru
beserta para pengawalnya yang sedang istirahat di pinggiran
kuil. Han Kuo Li mengenali tandu itu sebagai tandu milik
menteri Shangguan Yi. Tampaknya Kaisar juga
memerintahkan menteri Shangguan Yi untuk datang dengan
segera.
Han Kuo Li membawa tombak cagaknya dengan
gagah mendaki ratusan tangga batu menuju aula kuil Yung
An. Bau asap dupa sudah tercium beberapa puluh langkah
sebelum memasuki aula besar. Tampak seorang lelaki
setengah baya berpakaian biru dengan lambang naga di
dadanya dan memakai topi kebesaran tengah berlutut
bersembahyang dengan tekun di depan altar pemujaan.Ia
tidak lain adalah menteri Shangguan Yi. Empat orang
pelayannya dengan setia menunggu disamping pintu utama.
Mereka segera memberi hormat kepada Han Kuo Li begitu
ia memasuki aula. Han Kuo Li memberi isyarat agar mereka
tidak membuat suara yang mengagetkan menteri Shangguan
Yi. Memang benar sang menteri saat itu tengah berdoa- 60 dengan sangat tekun sehingga tidak menyadari kedatangan
Han Kuo Li. Setelah beberapa lama barulah Shangguan Yi
selesai berdoa kemudian dibantu seorang pelayannya ia
membakar dupa sembahyang kepada langit.
Han Kuo Li maju lebih dulu memberi hormat.
"Han Kuo Li memberi hormat kepada menteri
Shangguan Yi"
"Ah. Jenderal Han tidak perlu terlalu sungkan.
Maafkan aku yang tidak menyambut kedatangan jenderal"
kata Shangguan Yi sambil balas menjura.
"Apakah Kaisar juga meminta anda datang ke kuil
Yung An ini?" tanya Han Kuo Li.
"Benar Jenderal Han. aku juga mendapat perintah
Kaisar untuk datang ke tempat ini. Sebenarnya ini agak aneh
bagiku karena
Mungkin min sesuatu yang ingin dibicarakan oleh
Kaisar kepada kiln ..i,u,i pribadi dan tidak mungkin
dibicarakan langsung di dalam islana. lapi mi hanyalah
lerkaanku saja. Mohon I mm Menli'ii ineimialkiinnyii jika
salah" kata Han Kuo Li memberikan pendapat
"Aku iugnmempunv.il pikiran yang demikian.
Mungkin Kaisar ingin membicarakan urusan istana yang
tidak bisa Kaisar bicarakan di istana" kata Shangguan Yi
sambil mengelus-elus tunggulnya yang lelah memutih.- 61 "Maksud tuan Menteri ..." Han Kuo Li tidak berani
meneruskan kalimatnya.
"Jenderal Han. karena aku menganggapmu seorang
yang berani dan selui pada negara maka aku berani
mengungkapkan hal ini kepadamu. Sejak mendiang Kaisar
Tai Zong meninggal dan Kaisar dan /tnig naik tahta, entah
sudah berapa banyak menteri dan pegawai istana yang setia
yang telah berkorban bagi negara. Icntunyii Jenderal Han
juga tidak melupakan kematian Chu Sui Liang dan
Changiun Wu .li karena ulah keji permaisuri Wu. Sekarang
pari menteri yang setia kepada dinasti Tang semakin
berkurang, sedangkan Li Yi lu dan Shi Jing Song semakin
kuat berkuasa di dalam pemerintahan. Kita yang setia
membela kebenaran dan dinasti l'ang semakin terdesak oleh
para bajingan licik yung memanfaatkan kebaikan Yang
Mulia Kaisar" Shungguan Yi berhenti sebentar untuk
mengatur napasnya. Wajahnya memerah dan giginya
dirapatkan. Tampaknya ia memendam kemarahan yang
besar dalam dirinya.
"Jenderal Han. juga beberapa bulan yang lalu Putri
Fan dan keturunan Jenderal Sie di Kai Feng semuanya
dijatuhi hukuman mati. Ini benar-benar sudah keterlaluan V'
kata Shangguan Yi sambil menghela napas panjang.
"Menteri Shungguan. anda harus menjaga kesehatan
anda" kata Han Kuo Li mencoba menenangkan.- 62 "Putri Fan dan keluarganya bisa dianggap adalah
keluarga guruku sendiri. Mana mungkin aku tidak bersedih
mereka dihukum mati oleh kerajaan yang telah mereka bela
mati-matian kata Han Kuo Li lagi.
"Sebenarnya yang menjadi otak dari segala
kekacauan ini adalah si jahanam manusia kebiri Huo Cin!*'
geram Shangguan Yi dengan marah.
Tepat saat kalimat itu selesai diucapkan Shangguan
Yi. suara tawa melengking yang mengerikan memecahkan
keheningan kuil Yung An. Suara itu mengandung hawa
tenaga dalam yang sangat kuat sehingga gendang telinga
pendengarnya akan pecah jika tidak kuat. Keempat pelayan
Shangguan Yi langsung jatuh pingsan dengan mengeluarkan
darah dari hidung dan telinganya. Han Kuo Li yang
memiliki tenaga dalam tinggi dapat bertahan dari kuatnya
suara tawa itu tapi Shangguan Yi tidak seberuntung itu. Ia
menutupi telinganya berusaha menghalangi suara tawa yang
menyakitkan itu tapi sia-sia. Ketika ia nyaris pingsan. Han
Kuo Li memegangi punggungnya dan menyalurkan hawa
tenaga murni untuk menguatkan tubuhnya. Hasilnya cukup
bagus. Wajah Shangguan Yi tidak sepucat tadi dan ia mulai
bisa bernapas lebih teratur.
Pemilik suara tertawa yang menyeramkan itu
akhirnya muncul di depan pintu kuil. Ia tidak lain adalah
kepala kasim istana Huo Cin. yang berpakaian serba putih
dengan memakai topi kain berwarna putih pula. Di tangan
kanannya tersandang pedang Yin Ye (Bulan Perak) yang- 63 bersarung putih pula. Namun yang paling mengejutkan Han
Kuo Li adalah perubahan pada wajah Huo Cin. Terakhir kali
mereka bertemu sekitar tiga tahun lalu saat Han Kuo Li baru
pulang dari kemenangan perang di semenanjung Korea. Saat
itu meskipun kasim Huo Cin memakai riasan bedak yang
tebal namun masih terlihat bahwa wajah yang berada di
balik bedak itu adalah wajah seorang pria. Tapi kini tiga
tahun kemudian, wajah Huo Cin sudah berubah benar-benar
menjadi seperti wajah seorang wanita!
Huo Cin berjalan dengan lemah gemulai memasuki
aula besar Ia sama sekali tidak memandang kepada
Shangguan Yi dan Han Kuo Li. Tampaknya keyakinan diri
Huo Cin amat tinggi sehingga berani meremehkan kedua
pejabat tinggi itu. Dengan tatapan sinis Huo Cin
memandang Shangguan Yi yang sedang berbaring lemah di
lantai.
"Tuan Menteri Shangguan. bagaimana kabar anda?"
tanya Huo Cin dengan dingin. Meskipun kalimat yang
diucapkan sangat menghormat, namun nada yang terdengar
amat merendahkan dan sinis bagi yang mendengarnya.
Tentu saja Shangguan Yi dan Han Kuo Li juga menangkap
nada menghina yang diucapkan oleh Huo Cin ini.
"Mengapa engkau seorang kasim datang mengacau
ke tempat ini? Di mana yang Mulia Kaisar?" bentak
Shangguan Yi sambil bangkit berdiri.
Huo Cin tidak menjawab malah tertawa sinis.- 64 "'Kurang ajar! Berani sekali kau menghina seorang
menteri dan jenderal! Akan kuadukan kau kepada yang
Mulia Kaisar supaya engkau dihukum mati dengan kejam"
kata Shangguan Yi dengan geram.
Shangguan Yi berjalan ke arah pintu aula hendak
meninggalkan kuil Yung An tapi ternyata di depan kuil
sudah berdiri puluhan prajurit kerajaan bersenjata lengkap
menghadangnya.
"Kurang ajar! Apakah kalian hendak memberontak?
Aku Shangguan Yi adalah menteri dinasti Tang yang agung.
Minggir kalian para prajurit!" bentak Shangguan Yi
memberi perintah.
Tidak ada satu pun dari para prajurit itu yang
bergeming dari tempatnya. Shangguan Yi tidak tahu bahwa
sebenarnya mereka bukanlah prajurit kerajaan yang asli.
Mereka semua adalah pengikut Ceng Lu Hui pimpinan Wen
Yang. Bahkan Wen Yang sendiri menyamar sebagai salah
seorang prajurit istana di barisan depan! Han Kuo Li yang
menyadari ada sesuatu yang tidak beres segera maju
melindungi Shangguan Yi dari ancaman bahaya.
"Prajurit! Tangkap dua orang pemberontak ini!"
perintah Huo Cin.
"Kasim keji! Apa maksudmu menyebut kami
pemberontak?" tanya Han Kuo Li dengan marah.- 65 "Kaisar memerintahkan kalian berdua untuk
ditangkap karena merencanakan pemberontakan. Buktibukti penimbunan senjata dan latihan para pemberontak
sudah kami temukan di belakang kuil Yung An ini. apalagi
yang hendak kalian sangkal?" kata Huo Cin dengan nada
mengejek.
"Dasar pengkhianat keji! Aku tidak percaya apa yang
keluar dari mulut busukmu! Aku akan bertemu dan
menjelaskan kepada yang Mulia Kaisar sendiri" kata
Shangguan Yi yang benar-benar marah melihat
kesombongan Huo Cin di hadapannya.
"Prajurit! Tangkap mereka!" perintah Huo Cin.
Semua prajurit gadungan maju sambil menghunus
golok dan tombak. Teriakan mereka membahana di seluruh
aula besar. Patung Budha raksasa yang berada di tengah
ruangan menjadi saksi biksu pengkhianatan keji ini. Menteri
Shangguan Yi yang tidak bisa ilmu silat hanya bisa
menghindar saja dari kejaran para prajurit. Han Kuo Li
sekarang mempunyai beban ganda, melindungi dirinya
sendiri dan juga Shangguan Yi. Satu lagi bebannya adalah
ia tidak ingin melukai para prajurit istana karena ia merasa
sebagai sesama prajurit Tang tidak boleh saling melukai. Ia
tidak tahu mereka semua adalah prajurit gadungan yang
sebenarnya adalah perampok-perampok kejam tanpa belas
kasihan. Tidak heran jika Han Kuo Li benar-benar terdesak
hebat. Ia bertarung setengah hati sementara mereka yang- 66 mengepungnya benar-benar beringas dan haus darah ingin
menghabisinya dengan segera.
Ruangan aula besar itu segera hancur berantakan
diterjang gelombang bawahan Huo Cin yang terus mengalir.
Jumlah mereka sekitar seratus orang bersenjata golok dan
tombak maju menyerang tanpa henti. Sebenarnya jika Han
Kuo Li serius bertarung, pasti dengan mudah dapat menahan
seratus orang itu sekaligus. Tapi konsentrasinya terpecah
antara berusaha tidak melukai prajurit, melindungi
Shangguan Yi dan mencari jalan keluar dari kepungan. Han
Kuo Li hanya berlari, menangkis sabetan golok dan tusukan
tombak untuk melindungi dirinya dan Shangguan Yi.
Tapi hal ini tidak bisa berlangsung lama. Pada satu
kesempatan yang baik. Wen Yang yang juga menyamar
menjadi prajurit kerajaan. maju menerjang Han Kuo Li yang
tengah kerepotan menahan serbuan lima prajurit golok yang
menyerang bersama-sama. Terjangan Wen Yang berhasil
memisahkan Shangguan Yi dari Han Kuo Li. Beberapa
prajurit segera menawan Shangguan Yi. membantingnya ke
tanah dan mengikatnya seperti seekor binatang saja. Sumpah
serapah dan kutukan Shangguan Yi tidak dihiraukan oleh
mereka. Huo Cin yang hanya menonton saja tersenyum puas
melihat Shangguan Yi sudah tertawan.
"Menteri Shangguan P teriak Han Kuo Li terkejut dan
cemas melihat Shangguan Yi telah tertawan.- 67 "Hihiiiii. Jenderal Han lebih baik engkau juga
menyerah saja. Siapa tahu yang Mulia Kaisar berbaik hati
mau mengampuni nyawa anjingmu dan hanya membuntungi
kedua kakimu saja" ejek Huo Cin sambil tertawa sinis.
"Kurang ajar! Kami keluarga Han selalu setia pada
dinasti Tang. Kasim anjing, segera lepaskan menteri
Shangguan dan bertobat atau aku sendiri Han Kuo Li yang
akan mencabut nyawamu!" bentak Han Kuo Li penuh
amarah.
Huo Cin tidak berkata apa-apa. hanya memberikan
isyarat tangan kepada para prajurit gadungan yang
mengepung Han Kuo Li. Mereka segera berpencar
membentuk satu lingkaran besar. Tampaknya akan terjadi
pertarungan maut satu lawan satu antara Han Kuo Li dengan
Huo Cin. Suasana berubah menjadi sunyi dan menegangkan.
Bahkan Wen Yang pun dapat merasakan bahwa kakaknya
kali ini akan bertarung dengan serius. Sedari dulu ia ingin


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekali melihat kehebatan Ilmu Tombak Harimau Putih
warisan Jenderal Sie yang melegenda itu. Darah
pendekarnya menggelegak keras, la sebenarnya ingin
menjajal tombak cagak Han Kuo Li. tapi Huo Cin sudah
memberi isyarat agar ia mundur sehingga ia tidak bisa
menolak lagi.
Huo Cin meloloskan Pedang Bulan Perak dari
sarungnya dengan perlahan. Suara baja dingin membelah
udara menggema di aula besar itu. Han Kuo Li juga sudah
siap dengan jurus pembukaan. Ia dapat merasakan hawa- 68 pembunuh yang kuat sekali dari kasim Huo Cin. Tampaknya
pertarungan kali ini benar-benar akan merupakan duel maut.
Siapa yang kalah ia akan mati! Han Kuo Li melihat Huo Cin
sudah bersiap, segera mengambil langkah menyerang lebih
dulu. Ini adalah salah satu taktik berperang yang utama,
yaitu yang mengambil langkah menyerang dahulu akan
mendapatkan banyak keuntungan.
"Lihat tombak!" teriak Han Kuo Li sambil
menusukkan tombaknya.
Seperti seekor harimau, tombak Han Kuo Li maju
menusuk dengan begitu cepat. Huo Cin sendiri kaget
melihat kecepatan tombak Han Kuo Li yang tiba-tiba sudah
berada di depan dadam a. Ia segera mengibaskan pedang
Bulan Peraknya menangkis serangan maut ini. Suara
benturan senjata menggema nyaring. Gagal dengan
serangan pertama, langsung dilanjutkan dengan serangan
kedua. Tombak cagak yang mental tadi langsung diputar
satu lingkaran penuh mengarah ke leher, bersiap memenggal
kepala lawan. Huo Cin yang menyadari lawan selalu
mengeluarkan jurus-jurus maut. tidak berani main-main
lagi. la menyalurkan seluruh tenaga ke dalam pedangnya,
membuat pedang Bulan Perak bergetar keras menerima
hawa tenaga yang dahsyat ini. Tampaknya Ilmu Pedang
Penakluk Iblis sudah dikerahkan sepenuhnya oleh Huo Cin!
Pedang bertemu tombak, bunga api berloncatan dari
kedua senjata sakti milik Huo Cin dan Han Kuo Li. Getaran
benturannya terasa sampai pangkal lengan mereka berdua,- 69 tapi mereka berdua sama-sama tidak mau memperlihatkan
rasa sakit malah segera maju lagi saling menggempur. Kini
gerakan mereka sudah begitu cepat sehingga hanya terlihat
dua bayangan saling berkelebat dan suara benturan senjata
yang memekakkan telinga. Hanya Wen Yang saja yang bisa
mengikuti pertarungan mati-matian itu. Wen Yang melihat
gerakan Huo Cin masih lebih cepat daripada Han Kuo Li.
Mungkin ini karena Han Kuo Li memakai baju perang yang
berat sehingga gerakannya kurang lincah. Beruntunglah Han
Kuo Li masih menang jangkauan senjata sehingga gerakan
Huo Cin yang cepat masih dapat diredamnya.
Pertarungan kini sudah memasuki jurus ketigapuluh
dan kedudukan masih sama kuat. Kedua pihak belum ada
yang lebih unggul atau mampu mencederai lawan. Tiba-tiba
Huo Cin berteriak keras sambil melompat mundur. Han Kuo
Li memakai kesempatan ini untuk mundur dan mengatur
napas. Ia terkejut melihat seorang kasim seperti Huo Cin
ternyata berilmu tinggi, bahkan sanggup mendesaknya
bertarung sampai tigapuluh jurus.
Huo Cin sendiri menyilangkan pedangnya di depan
dada dan mengatur napas dalam-dalam. Wen Yang segera
menyadari kakaknya akan segera menyalurkan tenaga murni
untuk membangkitkan hawa pedang, pembukaan awal Pi
Sie Cien yang dahsyat. Benar saja. sebentar kemudian Huo
Cin menebaskan pedangnya ke udara, menghamburkan
hawa pedang yang sanggup memotong apa saja ke arah Han- 70 Kuo Li. Bahkan lantai batu yang dilewati hawa pedang ini
teriris seperti sepotong roti saja layaknya!
Han Kuo Li yang baru pertama kali melihat ilmu ini
langsung menyadari dahsyatnya hawa pedang Pi Sie Cien.
Ia membuang tubuhnya ke samping tepat pada waktunya.
Hawa pedang terus meluncur deras ke belakang Han Kuo Li.
ke arah para prajurit gadungan yang membentuk lingkaran
besar. Tak ayal lagi. tubuh seorang prajurit gadungan
langsung terbelah menjadi dua! Darah muncrat ke manamana membasahi lantai dan dinding batu. Para prajurit
gadungan berlarian menyelamatkan diri melihat teman
mereka mati begitu mengenaskan. Kepungan terhadap Han
Kuo L i menjadi kendur.
"Jenderal Han. lari! Jangan pedulikan aku! Laporkan
kasim pengkhianat ini kepada Kaisar!" teriak Shangguan Yi
kepada Han Kuo Li.
"Menteri Shangguan!" teriak Han Kuo Li. Ia raguragu melaksanakan perintah Shangguan Yi. Selain ia tidak
tega meninggalkan menteri tua yang setia itu. ia sebagai
pendekar tidak pernah melarikan diri dari hadapan
musuhnya. Seakan tahu akan isi hatinya, menteri Shangguan
Yi kembali berteriak agar ia cepat pergi.
"Jenderal Han. cepat! Seorang pahlawan tahu negara
lebih penting dari sekedar harga diri. Cepat pergi!"
Kali ini tanpa menunggu dua kali. Han Kuo Li segera
melompat melalui celah kepungan yang kendur akibat- 71 tewasnya seorang prajurit gadungan dengan mengenaskan.
Ia berusaha melarikan diri menuju jalan keluar kuil. Bukan
berarti Han Kuo Li berjiwa pengecut tapi jika ia. bisa keluar
dari pengepungan ini. ia bisa melaporkan pengkhianatan
kasim Huo Cin kepada Kaisar. Memang benar apa kata
menteri Shangguan Yi. ini jauh lebih penting daripada hanya
sekedar mempertahankan harga diri.
Huo Cin yang melihat Han Kuo Li hendak melarikan
diri langsung mengejar. Ia menggenjot tubuhnya dan
melayang ringan seperti terbang menuju ke halaman depan.
Han Kuo Li yang tengah berlari di halaman depan segera
tersusul. Huo Cin sudah menghadangnya kembali dengan
pedang Bulan Perak terhunus di tangan.
"Jenderal Han. meskipun hari ini kau tumbuh sayap
juga tidak bisa meloloskan diri dari tangan besiku" kata Huo
Cin sambil tersenyum sinis.
Han Kuo Li kini sadar tidak ada pilihan lain selain
bertarung habis-habisan. Jika ia ingin selamat ia harus
mengalahkan kasim Huo Cin. Han Kuo Li menancapkan
gagang tombak cagaknya hingga tembus ke lantai batu
kemudian mulai melepaskan baju besinya satu persatu. Han
Kuo Li tampaknya ingin bertarung sampai titik darah yang
penghabisan.
"Kasim keji. ayolah kita bertarung sampai mati!"
lantang Han Kuo Li sambil mencabut tombak cagaknya dari
lantai batu.- 72 "Hihiiiihi. aku senang akhirnya Jenderal Han mau
meladeniku dengan sepenuh hati" jawab Huo Cin sambil
tersenyum sinis.
Tanpa banyak gerakan pendahuluan lagi. mereka
berdua segera berteriak maju saling menggempur. Kali ini
pertempuran jauh lebih hebat, tidak saja karena Han Kuo Li
bertarung sungguh-sungguh, tapi juga karena arena
pertandingan lebih luas daripada di dalam tadi sehingga
lebih leluasa untuk mengembangkan jurus. Han Kuo Li
benar-benar memanfaatkan luas lapangan untuk
mengembangkan permainan tombaknya. Ia memutar
tombaknya mengelilingi tubuh sambil maju menyerang. Ini
adalah jurus Hu Fung Diao (Tarian Angin Harimau), jurus
yang menyerang sekaligus mampu melindungi tubuh dari
serangan. Huo Cin sendiri tidak ingin berhadapan langsung
sehingga ia langsung mundur dan hanya menangkis
serangan bergelombang ini.
Han Kuo Li yang melihat lawannya mundur menjadi
semakin bersemangat. Ia langsung menyambung dengan
jurus Pai Hu Cie (Harimau Putih Menerkam), tombak
cagaknya diayunkan lurus dari atas ke bawah dengan sekuat
tenaga ke arah Huo Cin. Lantai halaman yang terbuat dari
batu gunung langsung meledak hancur terkena pukulan ini.
membuktikan betapa hebat tenaga jurus Pai Hu Cie.
Huo Cin yang tadi sempal menghindar pada waktunya
menjadi marah karena merasa terdesak terus la berteriak
keras sambil memutar pedangnya menjadi gulungan sinar- 73 berwarna putih maju menyerang Han Kuo Li dengan ganas.
Jurus Pi Sie Cien mempunyai banyak sekali perubahan yang
dapat menyesuaikan diri dengan kemampuan lawan. Saat
menghadapi tombak cagak yang mempunyai jangkauan
lebih panjang, pedang akan senantiasa menempel gagang
tombak, berusaha mencari celah untuk menusuk lawan.
Han Kuo Li yang berpengalaman menghadapi banyak
pendekar saja merasa kerepotan dengan banyaknya
perubahan dalam ilmu Pi Sie Cien. Bila ia menyerang
menusukkan tombak maka pedang Huo Cin seakan hidup
mengikuti arah tombaknya. Saat ia bertahan, pedang Huo
Cin akan segera menekan dan mencari celah untuk
menusuknya. Sebaliknya Huo Cin pun dalam hati memuji
kehebatan Pai Hu Jiang Fa yang mampu menahan Pi Sie
Ciennya sudah hampir seratus jurus!
Huo Cin yang ingin segera mengakhiri pertarungan
ini, mengerahkan seluruh tenaga ke dalam pedang Bulan
Perak. Ia bersiap untuk saat-saat penentuan dan mengurung
Han Kuo Li terus-menerus dengan tusukan-tusukan maut.
Baju sutra Han Kuo Li mulai robek-robek dan mengeluarkan
darah terkena hawa pedang Pi Sie Cien yang tajam. Ia
sendiri meskipun beberapa kali mampu mendesak Huo Cin
tapi masih belum mampu melukai lawannya itu. Huo Cin
memainkan pedangnya semakin cepat dan kuat sehingga
Han Kuo Li akhirnya terpaksa memainkan jurus Hu Cui Hou
(Harimau Mengejar Kera) untuk menangkal serangan
bergelombang Pi Sie Cien.- 74 Setelah lima puluh jurus lagi. Han Kuo Li semakin
lemah dan berkeringat banyak. Pakaian sutranya sudah
basah oleh peluh dan berwarna merah akibat darah luka
sabetan pedang. Ia sekarang hanya bisa bertahan saja
menghadapi serangan Huo Cin. Tombak cagaknya hanya
diputar-putar saja melindungi tubuhnya. Huo Cin pada satu
kesempatan yang baik melihat celah terbuka di dada Han
Kuo Li. segera melayangkan tapaknya dengan sekuat tenaga
sementara pedangnya menahan tombak. Han Kuo Li kaget
menyadari bahaya maut dari perubahan jurus lawan, segera
mengangkat gagang tombaknya untuk menutupi dada.
Sayangnya, meskipun ia bisa menahan lapak I luo ( 'm ilu.
tetap saja ia terpukul oleh tenaga dalam yang dahsyat
gagang tombaknya terdorong oleh tenaga yang dahsyat,
menghantam dada Han Kuo Li kembali sehingga ia terpukul
mundur. Napasnya terasa sesak dan ia terhuyung-huyung
mundur ke belakang
Belum lagi Han Kuo l.i memperbaiki kuda-kudanya,
tiba-tiba sekelebat bayangan menyerangnya dari belakang
dengan ganas. Punggung Han Kuo Li yang terbuka lebar
dimanfaatkan dengan baik sekali oleh sang pembokong, Dua
kepalan tinju menghantam punggung Han Kuo Li bak palu
godam, melemparkannya sampai melewati kepala Huo Cin
dan jatuh berdebam ke lantai batu dengan keras. Han Kuo
Li segera berusaha bangkit berdiri dengan bantuan tombak
cagaknya sebagai penopang. Ia penasaran sekali ingin tahu
siapa yang telah membokongnya. Tapi lukanya yang parah
menyebabkan ia kembali jatuh terjerembab ke tanah dan- 75 muntah darah. Tampaknya beberapa tulangnya telah patah
terkena tinju pembokong tadi.
Huo Cin tersenyum sinis sambil memandang Han
Kuo Li yang tengah mengatur napas.
"Jenderal Han. apakah sekarang engkau bersedia
mengakui kesalahanmu sebagai pemberontak?" tanya Huo
Cin. Han Kuo Li menggertakkan giginya dan meludah ke
tanah.
"Aku seorang yang setia pada dinasti Tang. tidak akan
pernah tunduk kepada seorang bajingan sepertimu! Lagipula
aku belum teniu kalah darimu jika saja tidak ada pembokong
licik tadi. Pengecut, cepat keluar dan tunjukkan dirimu!*'
kata Han Kuo Li dengan marah.
Dari barisan prajurit maju seorang prajurit setengah
baya yang berwajah tampan tapi memendam kesadisan
dalam kilatan matanya. Pembokong tadi kiranya tidak lain
adalah Wen Yang. Ia sedari tadi sudah menunggu
kesempatan baik untuk menghajar Han Kuo Li sehingga
ketika tiba satu kesempatan baik tidak ia sia-siakan dengan
menghantam sepenuh tenaga.
"Kau... siapa kau? Berani sekali kau menyamar
sebagai prajurit Tang V" bentak Han Kuo Li setengah tidak
percaya.- 76 "Jenderal Han. engkau jangan terlalu emosi. Ingatlah
lukamu jangan sampai bertambah parah. Aku hanya seorang
prajurit rendahan yang tidak bernama, pastilah jenderal tidak
mengenali diriku" kata Wen Yang mengejek.
Han Kuo Li yang kini sudah mampu berdiri, menatap
tajam ke arah Huo Cin dan Wen Yang yang berdiri
berdampingan. Sekilas tampak kemiripan wajah Huo Cin
dan Wen Yang sehingga ia menebak pastilah mereka
berhubungan saudara.
"Ternyata kau adalah saudara dari manusia kebiri
itu!" kata Han Kuo Li.
Huo Cin dan Wen Yang tertawa berbarengan seakan
mengejek Han Kuo Li yang sedang terluka parah.
"Jenderal Han sebaiknya engkau menyerah saja" ejek
Wen Yang.
"Tidak pernah!" bentak Han Kuo Li sambil maju
menyerbu dengan tombak cagaknya. Ia menyadari sekarang
dirinya tidak akan lolos dari maut sehingga berniat
mengajak salah satu musuhnya untuk ikut mati bersama!
Huo Cin menyadari kenekatan Han Kuo Li sehingga
ia langsung bersiap dengan jurus Pedang Penakluk Iblisnya.
Hawa pedang yang tajam dan kuat ditebaskan dengan deras
ke arah Han Kuo Li yang berlari menyerbu. Han Kuo Li
yang sudah nekat tidak menghindar tapi malah menahannya
dengan gagang tombak sambil terus berlari memburu Huo- 77 Cin dan Wen Yang. Ternyata apa yang terjadi jauh di luar
perkiraan Han Kuo Li yang mengira tombak cagaknya bisa
menahan hawa pedang Pi Sie Cien. Tenaga dalamnya yang
jauh berkurang karena luka-lukanya tidak mampu menahan


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hawa pedang yang begitu kuat. Akibatnya tombak cagaknya
putus menjadi dua bagian. Hawa pedang tidak berhenti dan
terus maju menebas lengan kanan Han Kuo Li hingga putus!
Darah muncrat membasahi lantai halaman kuil
sementara lengan kanan Han Kuo Li terlempar hingga
semak-semak taman di pinggiran kuil. Belum sempat hilang
rasa kaget Han Kuo Li akibat kehilangan lengan kanannya.
Wen Yang sudah berada di hadapannya memberikan jurus
Cakar Naga Perobek Perut. Hantaman Wen Yang begitu
telak karena tenaga pertahanan Han Kuo Li sudah habis. Ia
terlempar beberapa tombak dan jatuh berdebam tidak
bergerak lagi.
Sesaat suasana menjadi sunyi senyap. Huo Cin dan
Wen Yang masih menunggu apakah Han Kuo Li akan
bangkit lagi atau tidak. Ternyata tubuh Si Men Ciang Cin itu
sudah tidak bergerak lagi. Tawa Huo Cin dan Wen Yang
segera terdengar memecah keheningan disusul sorak-sorai
anak buah mereka.
"Kakak, kita berhasil menyingkirkan Han Kuo Li"
kata Wen Yang sambil tersenyum puas kepada Huo Cin.
"Benar, berkurang lagi satu penghalang kita menuju
kejayaan" balas Huo Cin.- 78 Menteri Shangguan Yi yang sedari tadi menonton
pertarungan dengan cemas, tidak kuasa menahan air
matanya melihat nasib malang yang menimpa Han Kuo Li.
"Jenderal Han. mengapa langit betapa kejam terhadap
dirimu!~ teriak Shangguan Yi sambil berurai air mata.
Wen Yang mendekati Shangguan Yi dengan sikap
mengancam.
"Tua bangka. seharusnya engkau menangisi dirimu
sendiri. Pintu neraka sudah di depan mata engkau masih
berlagak!" bentak Wen Yang.
"Engkau lebih rendah dari binatang! Pengkhianat
seperti engkau seharusnya yang masuk dasar neraka ke
delapanbelas!" balas Shangguan Yi sambil terus mengutuki
Wen Yang dan Huo Cin.
"Memang engkau tua bangka. jika tidak melihat peti
mati masih belum bertobat! Pengawal, potong lidahnya agar
tidak bisa banyak bicara lagi!" kata Wen Yang dengan
geram.
Shangguan Yi masih terus memaki dan mengutuk
ketika diseret ke tengah halaman. Beberapa anak buah Ceng
Lu Hui memeganginya dan menarik keluar lidahnya dengan
paksa. Jeritan menyayat hati terdengar ketika lidah
Shangguan Yi putus ditebas.
Orang tua itu bergulingan di tanah menahan sakit
yang amat sangat. Ia sampai membentur-benturkan- 79 kepalanya ke tanah karena tidak kuat menahan siksaan ini.
Huo Cin dan Wen Yang malah tertawa puas menyaksikan
pemandangan yang memilukan ini. Mereka memberikan
perintah kepada anak buah mereka untuk menangkapnya.
"Seret pengkhianat Shangguan Yi ke hadapan
Kaisar!"
*** Han Cia Sing memegangi kepalanya yang terasa
berdenyut-denyut. Sekelilingnya gelap sekali, hanya ada
secercah cahaya yang datang dari atas. Ia berusaha berdiri
dengan susah payah. Seluruh tubuhnya terasa sakit sekali.
Saat meraba-raba mencari pegangan, ia menyentuh sesuatu
yang lembut dan berbulu. Han Cia Sing berusaha melihat
lebih jelas apa sebenarnya yang ia pegang dalam
keremangan itu. Ia meloncat kaget ketika menyadari bahwa
yang dipegangnya itu tidak lain adalah bangkai serigala
besar yang mengejarnya tadi!
Setelah pulih dari kekagetannya. Han Cia Sing
mendekati bangkai serigala itu. Ternyata saat ia jatuh dari
atas. posisi serigala itu berada di bawahnya sehingga ia
dapat selamat tapi serigala itu mati dengan tulang remuk
karena tertimpa tubuhnya. Han Cia Sing menengok ke atas
darimana ia jatuh tadi. Kiranya malam sudah tiba dan bulan
bersinar terang. Sinarnya menerobos masuk dari lubang dan
menerangi gua sempit tempat Han Cia Sing terjatuh. Han
Cia Sing memperkirakan ketinggian gua itu sekitar lima- 80 tombak, tidaklah terlalu sulit baginya untuk mendaki keluar
gua itu. Ia mulai mencari pijakan yang baik untuk memulai
pendakiannya. Pendakian berlangsung mulus selama
beberapa saat. hanya saja ketika sudah dua tombak kurang
dari ujung lubang, tiba-tiba pegangan Han Cia Sing terlepas
karena dinding gua menjadi sangat licin. Han Cia Sing
menjerit ketika tubuhnya jatuh berdebam untuk kedua
kalinya di lantai gua. Tubuhnya seperti mati rasa. Han Cia
Sing untuk sementara tidak berani bergerak, takut ada
tulangnya yang patah. Tiba-tiba ia teringat ilmu yang pernah
diajarkan I u Xun Yi kepadanya. Bukankah saat itu Lu Xun
Yi mengatakan bahwa ilmu ini bisa memulihkan kondisi
tubuh yang lemah?
Han Cia Sing segera bersila sambil mengatur napas,
la mengalirkan tenaga ke delapan nadi besarnya. Mula-mula
ia melakukannya dengan pelan tapi makin lama makin cepat
dan bertenaga. Selesai melakukan sirkulasi tenaga beberapa
kali. ia merasa lebih segar dan kuat. Kini ia berdiri dan
melakukan sepuluh gerakan yang diajarkan Lu Xun Yi
kepadanya. Sama seperti yang ia lakukan saat berlatih
tenaga dalam tadi. saat melakukan gerakan ini pun ia mulamula melakukannya dengan perlahan kemudian semakin
lama semakin cepat. Han Cia Sing melakukannya beberapa
kali dengan tenaga penuh sehingga bajunya menjadi basah
oleh keringat. Kini ia merasa sehat kembali sama seperti saat
sebelum jatuh ke dalam gua kecil ini. Inilah kehebatan
sebenarnya dari Yi Cin Cing (Ilmu Penggeser Urat) yang
mampu menyembuhkan tubuh dalam waktu singkat saja.- 81 Kembali Han Cia Sing mulai berusaha memanjat
dinding gua. Lagi-lagi saat ia sudah sekitar dua tombak dari
bibir lubang, ia kehilangan pegangan pada dinding gua dan
meluncur jatuh ke bawah. Beruntunglah kali ini ia sudah
siap sehingga ia dapat jatuh dengan kedua kakinya berdiri
tegak. Han Cia Sing merasakan ada sesuatu yang licin
menempel di tangannya. Ia mencoba meraba dan
menciumnya.
"Lumut" katanya pada dirinya sendiri.
Ternyata bibir lubang gua itu penuh ditumbuhi lumut
sehingga menjadi amat licin dan susah didaki. Han Cia Sing
masih mencoba lagi beberapa kali sampai akhirnya ia
menyerah dan memutuskan menunggu sampai hari terang.
Mungkin dengan demikian ia bisa mencari jalan keluar yang
lebih baik.
Malam itu ia lewatkan dengan gelisah, la sudah tidak
sabar meninggalkan gua yang sempit dan lembab itu.
Apalagi bangkai serigala besar itu seakan menyeringai
kepadanya. Sepanjang malam itu Han Cia Sing tidak bisa
tidur tapi akhirnya menjelang fajar, ia tertidur karena
kelelahan dan lapar. Ia terbangun oleh hangatnya sinar
matahari yang menerobos masuk ke dalam lubang gua itu.
Han Cia Sing mengerdipkan matanya berusaha
menyesuaikan diri dengan sinar matahari yang menyilaukan
mata. Cahaya terang membuatnya bisa melihat jelas bentuk
gua itu sekarang. Gua itu berbentuk seperti lubang sumur- 82 yang dalamnya sekitar lima tombak. Dasar gua itu lebih
besar dari lubang atasnya sehingga membentuk seperti
sebuah corong.
Kini tiba saatnya bagi Han Cia Sing untuk mulai
mencoba lagi keluar dari gua itu. Kali ini ia melakukannya
dengan lebih berhati-hati. Ia mencari pijakan yang tepat
dahulu sebelum melakukan langkah selanjutnya. Han Cia
Sing melakukannya dengan baik sampai ia tiba di bagian
dinding yang berlumut. Sinar matahari membuatnya dapat
melihat dinding gua yang berlumut itu dengan lebih baik. Ia
berusaha mencari bagian dinding yang dapat dipakainya
untuk berpegangan tapi tampaknya hampir semua bagian
telah ditumbuhi lumut tebal. Han Cia Sing bergelantungan
agak lama sebelum ia memutuskan untuk terus mendaki ke
atas apapun yang akan terjadi. Ia tidak ingin terkurung lamalama di gua yang lembab ini. Tapi apa yang terjadi semalam
kembali terulang pada pagi ini. Pegangan Han Cia Sing
terlepas karena licin. Ia meluncur jatuh ke bawah kembali.
Hal ini terjadi beberapa kali sampai akhirnya Han Cia Sing
benar-benar menyerah. Tubuhnya sudah banyak luka dan ia
tidak punya tenaga lagi karena lapar.
Han Cia Sing duduk termenung di lantai gua. Ia tidak
membawa makanan apapun kecuali satu kantung kulit air
untuk bekal minumnya. Bukankah ia memang hanya
berencana menggembalakan domba selama setengah hari ku
j u '.' Han Cia Sing menggelengkan kepalanya. Tidak, ia
tidak boleh terlalu lama menyesali diri. Ia harus mencari- 83 akal untuk dapat bertahan hidup selama ia terkurung dalam
gua itu.
Pertama-tama yang harus dilakukannya adalah
membuat api untuk menghangatkan diri. la segera
mengumpulkan ranting-ranting dan daun kering kemudian
mulai menggosok-gosokkannya dengan keras untuk
membuat nyala api. Namun membuat api dengan cara
seperti itu adalah lebih mudah dikatakan daripada dilakukan.
Peluh membasahi kening Han Cia Sing dan tangannya sudah
terluka oleh kasarnya kulit ranting namun api yang
diharapkan masih belum juga muncul. Ia nyaris putus asa
tapi gua itu sudah mulai gelap sehingga mau tak mau ia
harus berusaha membuat api jika tidak ingin kembali tinggal
dalam gelap malam ini.
Setelah berusaha keras beberapa lama. akhirnya
muncul asap dari tumbukan daun kering. Han Cia Sing
berteriak gembira karena usahanya membuahkan hasil. Ia
segera meniup tumpukan daun kering itu agar nyala api
berkobar semakin besar. Akhirnya selesai jugalah tugas
berat membuat api itu. Han Cia Sing kini duduk bersandar
ke dinding gua dengan perasaan lebih lega. Seluruh ruangan
gua itu terang benderang oleh nyala api. Asapnya
membumbung tinggi keluar dari lubang gua. Han Cia Sing
berharap mereka yang mencarinya dapat melihat asap yang
membubung dari gua dan menyelamatkannya keluar. Satu
masalah sudah terselesaikan, masih ada lagi masalah penting
yang harus ia carikan jalan keluar secepatnya. Perutnya yang- 84 sejak kemarin siang tidak diisi mulai terasa perih. Apalagi ia
telah menghabiskan banyak tenaga hari ini.
Mata Han Cia Sing tertuju pada bangkai serigala yang
teronggok di sudut gua. Hanya itulah satu-satunya yang bisa
dimakan di dalam gua ini. Han Cia Sing meneguhkan
hatinya.
Bagaimanapun ia harus makan untuk dapat
memulihkan kekuatannya lagi. Ia mendekati bangkai
serigala itu dan mencari batu yang kira-kira cukup tajam
untuk dapat menyayat dagingnya. Akhirnya setelah agak
lama berusaha. Han Cia Sing dapat menikmati daging
serigala bakar dengan nikmat. Ternyata rasa daging serigala
cukup enak meski agak keras. Perutnya terasa hangat dan
matanya mulai mengantuk. Akhirnya Han Cia Sing kembali
jatuh tertidur di depan api unggun dengan nyenyaknya.
Sementara itu. di perkemahan tetua Chou Luo.
rombongan pencari Han Cia Sing baru saja kembali dengan
tangan hampa. Mereka sudah seharian mencari Han Cia
Sing di mana-mana namun tidak menemukannya. Sehari
sebelumnya, rombongan domba yang digembalakan Han
Cia Sing telah kembali tanpa sang penggembala. Tentu saja
hal ini sangat menghebohkan seisi perkemahan. Mereka
segera mencari ke arah datangnya domba-domba tapi karena
hari sudah mulai gelap, mereka terpaksa menunda rencana
pencarian. Baru pagi ini sekitar dua puluh laki-laki
berangkat untuk mencari jejak Han Cia Sing tapi mereka
pulang tanpa hasil.- 85 Tetua Chou Luo menggeleng-geleng dengan sedih.
Apakah nanti yang harus ia katakan kepada biksu Lu Xun
Yi jika ia kembali nanti? Para bawahan dan gundikgundiknya berusaha menghiburnya. Mereka menganggap
ini hanyalah kehendak langit semata-mata tapi perkataan
mereka tetap tidak dapat menghapuskan kegelisahan di hati
tetua Chou Luo. Besoknya mereka kembali mencari hingga
beberapa hari kemudian tapi tetap tanpa hasil. Sebenarnya
apa yang terjadi dengan Han Cia Sing?
Hari pertama setelah ia terjebak di dalam gua. Han
Cia Sing masih berharap akan datangnya bantuan dari
teman-temannya di desa Bai Cheng. Tapi setelah ia
menunggu selama tiga hari tanpa hasil. Han Cia Sing mulai
ragu-ragu. Hal yang paling menyiksanya adalah kekurangan
air minum. Makanan masih bisa didapatkannya dari daging
serigala tapi untuk minum, ia hanya bisa mengandalkan air
embun yang menempel di dedaunan setiap pagi. Benarbenar suatu siksaan yang sangat berat hanya minum
beberapa tetes air saja seharinya!
Pada hari keempat, linu Cia Sing mulai kesal dan
kehilangan kesabaran. Semua usahanya untuk naik ke bibir
lubang gua selalu gagal, termasuk membuat tali dari akarakar pohon. Ia benar-benar kehabisan akal. Akhirnya ia
hanya bisa marah-marah kepada dirinya sendiri.
Han Cia Sing mengambil sebuah batu besar dan
melemparkannya ke lubang gua. Tentu saja usahanya tidak
berhasil. Batu sebesar kepala orang dewasa itu kembali jatuh- 86 berdebam ke lantai gua dengan keras. Han Cia Sing yang
sudah putus asa itu bertingkah seperti orang gila. Batu besar
itu kembali ia lemparkan ke atas berulang-ulang sampai
beberapa puluh kali hingga ia jatuh kelelahan. Han Cia Sing
tidur telentang menghadap ke mulut gua yang menganga di
atasnya.
"Hanya lima tombak dan aku tidak bisa meraihnya.
Aku benar-benar tidak berguna" keluhnya kepada diri
sendiri.
Han Cia Sing bangun dengan gontai. Apakah ia
memang harus mati kelaparan dan kehausan di tempat
seperti ini? Karena sedang melamun. Han Cia Sing tidak
memperhatikan jalannya dan jatuh tersandung. Ia memakimaki seluruh kesialan yang dialaminya. Ia mengira telah
tersandung batu besar yang tadi dilempar-lemparkannya tapi


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ternyata batu besar itu berada di depannya, jadi ia
tersandung apakah barusan?
Han Cia Sing segera berbalik meneliti kembali tempat
ia tersandung tadi. Ternyata tadi ia tersandung sebuah
lekukan tanah yang melesak ke dalam. Han Cia Sing
mengingat-ingat sebelumnya lantai gua tidak ada lekukan
seperti ini. Pasti saat ia melempar-lemparkan batu tadi. jatuh
di tanah yang lebih gembur sehingga menimbulkan lekukan.
Ia meraba-raba tanah yang melesak ke dalam itu yang
ternyata begitu gembur. Han Cia Sing mencoba
menggalinya dan ternyata berhasil. Tanah itu makin digali
makin amblas ke bawah sepertinya ada ruang kosong di- 87 bawah sana. Setelah menggali cukup lama. akhirnya Han
Cia Sing menemukan bahwa tanah berlubang itu ternyata
tembus ke ruangan lain yang ada di bawah gua.
Kelihatannya dulu ada yang menutup jalan masuk ke
ruangan bawah tanah itu dengan tanah. Setelah puluhan
tahun berlalu, tanah itu mengeras sehingga tidak terlihat lagi
ada ruangan lain di bawah gua. Han Cia Sing menjadi
penasaran sekali ingin tahu ruangan apa yang ada di bawah
gua itu. Ia mengambil sebatang kayu yang sudah membara
ujungnya dan melemparkannya ke bawah. Suara benda jatuh
bergema ketika kayu itu tiba di dasar. Tampaknya ruangan
itu tidak terlalu dalam karena Han Cia Sing dapat melihat
bara api di batang kayu yang ia lemparkan dengan jelas.
Han Cia Sing mengambil kantong kulit bekalnya dan
beberapa batang kayu yang telah dibakar ujungnya sebagai
persiapan turun ke bawah. Ia mengikat tali temali yang
sudah ia buat beberapa hari sebelumnya dan diikatkannya
satu ujung ke batu besar di pinggiran gua sedang ujung
satunya ke pinggangnya sendiri. Ia tidak ingin terjebak lagi
untuk kedua kalinya di ruang bawah gua itu. Jika itu terjadi,
bisa dipastikan ia tidak akan tertolong lagi dan mati merana
di tempat ini!
Han Cia Sing mencoba kekuatan ikatan tali akar
pohon di pinggangnya sebelum melorot turun menuju
ruangan di bawah. Satu tangan memegangi tali sedang
tangan lainnya memegangi beberapa batang kayu yang
berfungsi sebagai obor. la turun perlahan-lahan sambil- 88 melihat sekelilingnya dengan teliti. Ternyata ruangan bawah
gua ini jauh lebih rendah daripada gua tempat ia jatuh.
Tingginya tidak sampai dua tombak sehingga Han Cia Sing
memutuskan melompat turun saja. Kakinya mendarat di
lantai yang berdebu pertanda sudah lama sekali tidak ada
orang yang menginjakkan kakinya di sana.
Ruangan bawah gua itu ternyata cukup lebar. Han Cia
Sing mendekatkan kayu obornya untuk melihat keadaan
lantai ruangan dengan lebih jelas. Ternyata ia sedang berada
dalam sebuah kamar batu karena di ujung ruangan tampak
ada sebuah ranjang kecil yang terbuat dari batu. Tampak di
atasnya masih ada selembar selimut yang sudah sangat tua.
Ketika Han Cia Sing mencoba mengangkatnya, selimut itu
langsung hancur karena sudah lapuk sekali. Han Cia Sing
menjadi semakin penasaran ingin tahu siapa sebenarnya
orang yang dulu tinggal di kamar gua yang terpencil seperti
ini? Han Cia Sing berusaha meneliti dinding kamar gua
dengan hati-hati tapi ia tidak menemukan apa-apa. Tapi ia
merasa aneh ketika meraba satu bagian dinding yang terasa
lebih dingin dari bagian yang lain. Bahkan ketika kayu obor
ia ketuk-ketukkan ke bagian dinding itu. terdengar suara
bergema menandakan masih ada jalan lagi di belakang
kamar gua itu. Han Cia Sing menjadi ragu-ragu sebenarnya
masih seberapa banyaknya ruangan yang ada di gua ini?
Han Cia Sing sudah kepalang basah. Ia tidak bisa
mundur lagi karena di atas pun ia juga tidak bisa keluar.- 89 Mungkin di sini ia bisa menemukan jalan keluar, la
menemukan satu bagian dinding yang agak longgar susunan
batunya. Perlahan-lahan ia menarik batu-batu itu satu
persatu sehingga cukup besar bagi tubuhnya untuk masuk ke
dalam. Han Cia Sing bersorak gembira karena setelah
beberapa batu besar berhasil ia singkirkan, api di obor
kayunya bergerak-gerak tertiup angin, menandakan adanya
aliran udara dari dalam. Ada aliran udara berarti ada jalan
keluar!
Han Cia Sin semakin giat memindahkan batu-batu
tembok, apalagi setelah terdengar satu suara yang sudah
amat dirindukannya beberapa hari ini yaitu suara aliran air!
Ketika lubang di tembok sudah cukup besar baginya untuk
lewat, ia segera membawa obor kayunya merangka keluar
kamar gua itu. Ternyata di balik kamar gua itu ada sebuah
sungai bawah tanah yang cukup deras alirannya. Han Cia
Sing berteriak gembira dan segera minum air sepuaspuasnya. Air itu terasa begitu segar, apalagi bagi Han Cia
Sing yang selama beberapa hari kurang minum.
Setelah puas minum. Han Cia Sing membaringkan
tubuhnya di lantai gua bawah tanah itu. Ia puas karena
perjuangannya ternyata tidak sia-sia. Sambil berbaring ia
menatap langit-langit gua sungai bawah tanah itu yang
ternyata rendah sekali. Andaikata tadi ia berdiri tentunya
kepalanya sudah terantuk langit-langit gua.
Tiba-tiba Han Cia Sing tersentak kaget dan matanya
terbelalak lebar-lebar. Di atas langit-langit gua sungai- 90 bawah tanah itu terdapat ukiran gambar dan tulisan yang
sangat jelas. Beberapa dari gambar itu adalah gerakan yang
diajarkan oleh biksu Lu Xun Yi kepada dirinya! Siapakah
sebenarnya yang dulu tinggal di gua bawah tanah ini, pikir
Han Cia Sing sambil terheran-heran.
Ia berusaha mencari kalau-kalau orang yang
menggambarkan gerakan di dinding itu juga menuliskan
namanya di sana. Tapi ternyata sama sekali tidak ada tulisan
nama atau apapun di sana. Yang ada hanya gambar orang
yang melakukan gerakan jurus dan semedi. Han Cia Sing
menghitung jumlah semua gerakan yang tergambar di atap
gua. Semuanya ada empat puluh dua macam gerakan
termasuk sepuluh yang sudah diajarkan oleh Lu Xun Yi
kepadanya. Hanya saja sisa tiga puluh dua jurus gerakan
yang tidak ia ketahui itu sangat aneh dan tidak lazim. Ada
gambar gerakan meregangkan badan dengan tangan
memegang pangkal kaki dari belakang sehingga terlihat
seperti lingkaran, ada juga gerakan bersemedi terbalik
dengan kepala ditopang tangan di bawah. Han Cia Sing
tercenung-cenung melihat keanehan dan kehebatan empat
puluh dua macam jurus yang tergambar di atap gua itu
sehingga melupakan segala lelah, lapar dan keinginannya
untuk keluar dari lubang gua itu. Sebenarnya apakah jurus
yang digambarkan di atap gua itu?
Siapakah yang menggambarkannya?
***- 91 14. Air Lebih Kental dari Darah
ng Wei Hao berlari sekuat tenaga menuju kediaman
keluarga Han. Enam orang prajuritnya yang lintang
pukang berusaha mengikuti kecepatan larinya seakan
tidak dihiraukannya. Dalam hatinya berkecamuk ribuan
perasaan, marah, sedih, takut . sesal dan lainnya bercampur
menjadi satu. Namun sekarang ia hanya mempunyai satu
tujuan yang harus bisa dilaksanakannya yaitu
menyelamatkan keluarga Han Kuo Li sahabatnya dari
tangan kejam kasim Huo Cin.
Pagi harinya, beberapa saat setelah Han Kuo Li
dipanggil menuju kuil Yung An. seorang prajurit ronda
datang melapor kepadanya mengenai hal itu. Song Wei Hao
yang merasa aneh atas pemanggilan Han Kuo Li yang
mendadak itu. segera mengirimkan seorang prajurit matamata untuk melihat keadaan. Apa yang dilaporkan prajurit
itu sekembalinya dari kuil Yung An bagaikan petir di siang
bolong bagi Song Wei Hao. Prajurit itu melaporkan bahwa
Menteri Shangguan Yi dan Jenderal Han Kuo Li telah
ditangkap prajurit istana dengan tuduhan mencoba
memberontak terhadap Kaisar!
Song Wei Hao segera tahu bahwa tuduhan itu pasti
palsu dan direncanakan mereka yang berniat jahat terhadap
Han Kuo Li. Para pengkhianat yang berkomplot pasti tidak
berhenti sampai di situ saja l'uduhan memberontak terhadap
Kaisar adalah tuduhan berat, hukumannya adalah hukuman
O- 92 penggal seluruh keluarga termasuk para pelayan dan semua
keluarga dekat! Karena itu. Song Wei Hao segera menuju
kediaman keluarga Han. la sudah gagal menyelamatkan
atasan sekaligus sahabatnya itu. ia tidak ingin gagal lagi
menyelamatkan keluarga sahabatnya, la kini berlomba
dengan waktu untuk secepatnya membawa keluar keluarga
Han dari kotaraja sebelum datang titah Kaisar untuk
memenjarakan semua penghuni kediaman keluarga Han.
Sebentar kemudian. Song Wei Hao sudah sampai di
gerbang keluarga Han. Pelayan penjaga pintu menjadi
sangat kaget ketika Song Wei Hao bagai terbang
melewatinya. Song Wei Hao sudah seperti keluarga sendiri
di kalangan keluarga Han Kuo Li dan sering datang
berkunjung, tapi tidak pernah begitu tergesa-gesa seperti
hari ini. Belum hilang kekagetan pelayan penjaga pintu,
tiba-tiba sudah datang enam prajurit bawahan Song Wei Hao
yang sempoyongan nyaris pingsan karena kehabisan napas
mengejar atasannya yang berlari seperti orang gila itu.
"Han Fu-ren (nyonya Han)! Pao-er! " teriak Song Wei
Hao begitu ia tiba di aula utama. Ia terus berteriak seperti
orang gila sambil menerobos masuk ke ruangan dalam.
Tingkah Song Wei Hao ini tentu saja menimbulkan
kegemparan para pelayan dan pembantu kediaman keluarga
Han. Mereka semua keluar menuju ruang dalam tempat
Song Wei Hao berteriak-teriak.
Paman Tung sebagai seorang pelayan yang tergolong
senior, berusaha menenangkan Song Wei Hao.- 93 "Jenderal Song. tenanglah. Engkau membuat kami
semua yang ada di sini menjadi ketakutan" kata paman
Tung.
"Paman Tung. tolong segera panggil nyonya Han dan
putra-putrinya. Mereka harus segera meninggalkan tempat
ini. demikian juga dengan kalian semua" kata Song Wei Hao
dengan tidak sabar.
Perkataan Song Wei Hao kembali menimbulkan
kegemparan bagi para pembantu dan pelayan. Mereka heran
mengapa teman baik tuan besar mereka tiba-tiba datang dan
menyuruh mereka semua pergi, sebenarnya apakah yang
terjadi?
Saat itu Ye Ing yang mendengar ribut-ribut di ruang
dalam sudah keluar dari kamarnya. Ia terkejut melihat Song
Wei Hao tengah berteriak-teriak di ruang dalam sambil
dikerubuti oleh banyak pelayan dan pembantu.
"Jenderal Song. mengapa anda menerobos kemari
sambil berteriak-teriak?" tanya Ye Ing dengan nada marah.
Song Wei Hao yang melihat Ye Ing menjadi sedikit lega
"Han Fu-ren. anda dan putra-putri anda harus segera
meninggalkan tempat ini. Berkemaslah segera!" kata Song
Wei Hao sambil maju menjura.
Kening Ye Ing berkerut-kerut tidak percaya.
"Jenderal Song. apakah yang engkau bicarakan?
Mengapa kami sekeluarga harus meninggalkan rumah kami- 94 sendiri? Apakah kau ini mendapatkan perintah dari
suamiku?" tanya Ye Ing bertubi-tubi.
Song Wei Hao terdiam sejenak. Ia tidak tega untuk
mengatakan kejadian yang sebenarnya, tapi jika ia tidak
mengatakannya pastilah Ye Ing tidak mau meninggalkan
kediaman keluarga Han.
"Fu-ren. Jenderal Han Kuo Li tadi siang ditangkap di
kuil Yung An bersama Menteri Shangguan Yi dengan
tuduhan memberontak. Nasib mereka berdua sekarang
belum dapat diketahui, tapi saya yang mendapat laporan
tersebut langsung datang kemari untuk memperingatkan
nyonya sekeluarga" jawab Song Wei Hao sambil menunduk.
Ia tidak sanggup menatap wajah Ye Ing.
"Apa? Benarkah ini?" tanya Ye Ing tidak bisa
percaya. Wajahnya pucat dan ia nyaris ambruk ke belakang
jika tidak ditopang oleh kedua pembantunya.
"Fu-ren. sekarang yang terpenting adalah segera
bersembunyi. Saya yakin sebentar lagi akan datang pasukan
kerajaan untuk menangkap anda sekeluarga" kata Song Wei
Hao melanjutkan.
Tapi saat itu Ye Ing sudah tidak mendengarkan lagi
apa yang diucapkan oleh Song Wei Hao. Ia benar-benar
kaget dan tidak pernah menyangka akan mendapat kabar
yang sedemikian buruk. Tuduhan melakukan
pemberontakan adalah tuduhan yang sangat serius dan- 95 ganjarannya adalah hukuman penggal bagi seluruh
keluarga!
Song Wei Hao yang melihat Ye Ing termenungmenung seperti orang linglung, segera mengambil tindakan
sigap. Ia memerintahkan beberapa pelayan untuk mencari
putra-putri Han Kuo Li dan mengemasi barang mereka
seadanya. Tidak boleh ada waktu yang terbuang percuma
karena setiap saat pasukan kerajaan dapat datang dan
menangkap semua orang.
Para pelayan dan pembantu yang setia segera mencari
ketiga putri Han Kuo Li tapi yang lain malah ketakutan
mendengar berita ini dan melarikan diri mencari selamat
sendiri. Suasana menjadi kacau balau tidak karuan. Song
Wei Hao melihat hanya tiga putri Han Kuo Li saja yang
tampak. Ia segera bertanya kepada paman Tung di manakah
Han Cia Pao.
"Jenderal Song. tuan muda sudah dua hari belum
pulang. Ia sedang pergi berburu di daerah Hang Gu di
selatan kotaraja" jawab paman Tung.
"Baiklah jika demikian, paman Tung aku mohon
engkau menyertai Han Fu-ren dan ketiga putrinya naik
kereta. Aku sekarang akan berangkat mencari Pao-er di
Hang Gu. Paman Tung nanti susullah aku melalui gerbang
selatan kotaraja. Kita bertemu di hutan selatan. Jangan lupa.
aku akan menunggu paman dan rombongan di sana" kata
Song Wei Hao memberikan arahan.- 96 Paman Tung mengangguk dengan tegas. Selama


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

puluhan tahun ia mengabdi pada keluarga Han dan
merasakan banyak kebaikan budi mereka. Kini keluarga
Han ditimpa musibah besar, ia harus mampu membalas budi
mereka dengan sepenuh jiwa dan raga. Song Wei Hao
melihat tekat paman Tung menjadi agak lega. Tanpa basabasi lagi ia segera melesat keluar dan memanggil keenam
anak buahnya untuk ikut bersamanya.
Paman Tung sendiri segera bersiap ke belakang
kediaman keluarga Han. Di sana sudah ada kereta besar
yang menunggu. Ye Ing yang masih seperti orang linglung
menurut saja dinaikkan ke atas kereta. Han Li Rong dan Han
Li Feng yang sudah cukup besar bertanya-tanya apa
gerangan yang terjadi sedangkan Han Li Sien yang paling
kecil malah tertawa-tawa dengan segala kegaduhan yang
terjadi.
Setelah semua anggota keluarga sudah naik ke atas
kereta, paman Tung segera memacu kereta ke gerbang
selatan kotaraja Hari sudah mulai malam dan lampionlampion sudah mulai menyala di sepanjang sisi jalan.
Orang-orang masih ramai di sepanjang jalan dan toko-toko
masih belum tutup. Ye Ing yang seperti orang linglung
memandangi jalan, tiba-tiba tersentak kaget seperti orang
yang baru terbangun dari tidurnya.
"Paman Tung. antarkan kami ke tempat ayahku!"
teriak Ye Ing kepada paman Tung yang sedang duduk di
depan kereta bersama kusir.- 97 "Tapi nyonya, tadi Jenderal Song memintaku untuk
segera keluar dari gerbang selatan" kata Paman Tung.
"Aku nyonyamu atau dia nyonyamu?! Cepat segera
bawa kami ke rumah ayahku!" bentak Ye Ing dengan marah.
Ia memang paling tidak suka dibantah apalagi oleh para
pelayan dan pembantu.
Paman Tung akhirnya menyerah. Ia segera
memerintahkan kusir kereta untuk mengarahkan ke tempat
kediaman bangsawan Ye. Sebenarnya arah perjalanan ke
rumah bangsawan Ye memang searah dengan gerbang
selatan, tapi paman Tung tidak ingin membuang waktu
dengan mampir lebih dulu di kediaman bangsawan Ye. Ia
sadar jika sampai keluar perintah untuk menutup gerbang
kotaraja maka akan sangat sulit untuk bisa meninggalkan
kotaraja. Tapi Ye Ing berpikiran lain. Ia beranggapan
ayahnya yang mempunyai banyak kenalan bangsawan dan
menteri akan dapat menolong Han Kuo Li dan keluarganya.
Ye Ing sama sekali tidak mengetahui bahwa Huo Cin dan
Wen Yang telah menyusun rencana yang sangat rapi untuk
menghabisi keluarga Han. Saat itu mereka dan permaisuri
Wu telah berhasil membujuk Kaisar untuk mengeluarkan
perintah penangkapan dan hukuman mati bagi semua
anggota keluarga Han dan Shangguan. Bukti-bukti palsu
berupa ribuan senjata dan anak panah yang sengaja mereka
letakkan di belakang kuil Yung An telah ditemukan pasukan
istana sehingga Kaisar menjadi yakin akan kebenaran
laporan ini.- 98 Kereta yang ditumpangi Ye Ing dan ketiga putrinya
berhenti di belakang rumah bangsawan Ye yang megah
Pelayan penjaga pintu belakang tergopoh-gopoh datang
membukakan pintu ketika paman Tung menggedornya
dengan tidak sabar Ia sangat kaget melihat Ye Ing masuk
dengan terburu-buru bersama ketiga putrinya karena
biasanya mereka selalu datang melalui pintu depan.
Ye Ing terus masuk tanpa memperdulikan keheranan
para pelayan. Ia menggendong Li Sien masuk ke dalam
ruangan dalam, sementara paman Tung menggandeng Li
Rong dan Li Feng menyusul di belakangnya. Sebentar
kemudian mereka tiba di ruang kerja bangsawan Ye yang
tengah menghitung-hitung hasil keuntungan hari itu.
Bangsawan Ye sangat terkejut melihat kedatangan Ye Ing
yang langsung masuk tanpa permisi, apalagi datang bersama
ketiga putrinya.
"Ing-er? Mengapa engkau datang tanpa memberitahu
ku? Apakah telah terjadi sesuatu?" tanya bangsawan Ye
dengan keheranan.
Ye Ing melihat ayahnya, segera menubruk dan
menangis di pelukan orang tua itu. Sifat manja Ye Ing
sebagai anak bungsu tampaknya belum hilang juga di
usianya yang sudah tidak muda lagi.
"Han Kuo Li. suamiku... ia...ia..." Ye Ing tidak
mampu menyelesaikan kalimatnya karena keburu pecah lagi
tangisnya.- 99 Bangsawan Ye mengira telah terjadi pertengkaran
hebat antara putrinya dan Han Kuo Li. Ia menepuk
punggung anaknya itu memberikan semangat.
"Ing-er. sudahlah jangan menangis lagi. Apakah Han
Kuo Li telah bertindak tidak adil kepadamu? Besok ayah
akan datang ke sana dan memberinya pelajaran, engkau
jangan khawatir" kata bangsawan Ye menenangkan.
Ye Ing beringsut dari pelukan ayahnya. Ia menatap
wajah ayahnya.
"Ayah. bukan seperti yang ayah pikirkan
kejadiannya. Tapi"
"Tapi kenapa? Anakku, katakan saja kepada ayah"
desak bangsawan Ye.
"Han Kuo Li ditangkap prajurit istana dengan
tuduhan memberontak" kata Ye Ing lirih.
Meskipun kata-kata itu diucapkan dengan pelan, tapi
seperti palu godam yang menghantam dada bangsawan Ye.
la sampai mundur dua langkah dan bersandar di meja agar
tidak terjatuh.
"Benarkah? Kapan kejadiannya?" tanya bangsawan
Ye dengan khawatir.
"Tadi sore Jenderal Song Wei Hao datang
mengabarkan kejadian ini. Ia menyuruh kami segera keluar
kotaraja. Tapi aku berpikir ayah pasti bisa membantu dalam
hal ini. Ayah. mohonlah kepada bangsawan kenalan ayah- 100 untuk bisa meminta ampun kepada Kaisar. Aku yakin
suamiku tidak bersalah" kata Ye Ing memohon.
Bangsawan Ye tidak berkata-kata. Tuduhan
memberontak adalah tuduhan berat, jika ia minta tolong
kepada para bangsawan kenalannya, belum tentu mereka
mau menolong. Jangan-jangan malah ia ikut dilaporkan
kepada Kaisar sebagai kaki tangan pemberontak. Sifat
manusia yang asli akan keluar pada saat keadaan genting.
Demikian pula tidak terkecuali dengan bangsawan Ye yang
pada dasarnya sangat egois dan mementingkan harta
dibandingkan segalanya. Dulu ia menyetujui pernikahan Ye
Ing dengan Han Kuo Li karena menantunya itu adalah
seorang jenderal terkenal dari keluarga bangsawan.
Pernikahan anaknya tidak lebih hanya sekedar alat untuk
mendapatkan lebih banyak harta dan penghormatan. Kini
menantunya sudah menjadi manusia terhukum, mana mau
lagi ia berhubungan dengannya?
"Ayah. tolonglah kami" desak Ye Ing sambil
menangis.
"Emm. Ing-er masalah ini adalah masalah besar.
Ayah tidak dapat membantumu" kata bangsawan Ye sambil
menggeleng.
Ye Ing bagaikan tersambar petir untuk yang kedua
kalinya. Wajahnya menjadi sangat pucat dan ia gemetaran.
Jauh-jauh ia datang kemari untuk meminta bantuan kepada- 101 ayahnya, tapi jawaban yang diterima sungguh
mengecewakan.
"Ayah. katakan sekali lagi apakah ayah mau
membantu kami atau tidak?" tanya Ye Ing dengan berlinang
air mata.
"Ing-er. mengertilah sedikit dengan keadaan ayahmu.
Jangan sampai kebakaran di rumah tetangga ikut membakar
rumah sendiri. Sekarang Han Kuo Li sudah menjadi
terhukum, jika aku ikut membantu belum tentu ia tertolong,
malah bisa-bisa ayah disangka sebagai kaki tangan
pemberontak. Kau harus memikirkan juga ayah ibumu dan
saudara-saudaramu yang lain. Ing-er cepatlah pergi
menemui Jenderal Song sebelum pintu gerbang kotaraja
ditutup" kata bangsawan Ye sambil membuang muka. Ia
tidak berani melihat wajah putri bungsunya itu.
Kali ini Ye Ing benar-benar patah semangat. Katakata ayahny a sudah dengan jelas mengusirnya pergi. Ayah
yang selama ini begitu dihormati dan dicintainya ternyata
mengusirnya di saat ia benar-benar membutuhkan bantuan.
Tapi Ye Ing masih ingin menyampaikan satu permohonan
lagi.
"Ayah. aku mengerti. Aku akan segera berangkat
keluar kotaraja. Aku hanya minta satu permohonan kepada
ayah" kata Ye Ing memelas.- 102 Bangsawan Ye mengangguk pelan. Sebenarnya ia
bukan kasihan kepada Ye Ing tetapi ia tidak ingin Ye Ing
berlama-lama di kediamannya.
"Ketiga putriku masih kecil-kecil dan mereka tidak
biasa hidup menderita. Aku mohon ayah mau
menyembunyikan mereka di sini" kata Ye Ing.
Baru saja bangsawan Ye hendak berkata-kata. tibatiba Ye Ing sudah jatuh berlutut dan membentur-benturkan
kepalanya ke lantai hingga berdarah.
"Ayah. kumohon" kata Ye Ing sambil terus gou-tou
(beri menyembah).
Paman Tung yang melihat dari luar pintu sampai
menangis sedih menyaksikan nyonyanya berlutut
menyembah hingga dahinya berdarah. Bangsawan Ye
akhirnya mengangguk-angguk sambil mengiyakan karena
tidak ingin memperpanjang masalah ini.
"Terimakasih ayah. Rong-er. Feng-er dan Sien-er
kalian sementara tinggal di sini bersama kakek kalian" kata
Ye Ing sambil merangkul ketiga putrinya itu. Ye Ing tidak
kuasa menahan tangisnya lagi. Selama ini ia tidak pernah
berpisah jauh dengan ketiga anaknya, sekarang dalam
keadaan tidak mengenakkan ini tiba-tiba ia harus berpisah
dan entah kapan lagi bisa bertemu mereka. Han Li Rong
yang sedari tadi heran melihat apa yang terjadi,
memberanikan diri bertanya kepada ibunya.- 103 "Ibu. apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa engkau
hendak meninggalkan kami? Di manakah ayah? Apakah
kalian berdua sudah tidak mau bertemu kami lagi?" tanya
Han Li Rong.
Hati Ye Ing semakin teriris mendengar pertanyaan
ini. Tapi ia berusaha tegar dan menghapus air matanya.
"Rong-er. ayah dan ibumu selalu mencintaimu.
Kalian hanya sementara saja tinggal di rumah kakek. Nanti
setelah semuanya beres, kami akan kembali menjemput
kalian" kata Ye Ing menenangkan ketiga anaknya.
Suasana berubah menjadi mengharukan. Perpisahan
ibu dan anak selalu saja terasa amat berat, apalagi dalam
situasi tidak menentu seperti saat ini. Han Li Sien yang
sedari tadi dalam gendongan ibunya, menangis keras tidak
mau berpisah dengan Ye Ing. Bangsawan Ye berusaha
menenangkan cucunya itu tapi tidak berhasil, malah Li Sien
menangis lebih keras lagi. Sekarang Li Rong dan Li Sien
pun ikut menangis sedih karena harus berpisah dengan
ibunya.
Paman Tung yang sudah banyak makan asam garam
kehidupan berusaha menengahi situasi ini. Ia segera
mengingatkan Ye Ing agar meneruskan perjalanan. Mereka
tidak boleh berlama-lama karena mungkin sekarang
pasukan kerajaan sudah mengetahui pelarian mereka. Jika
itu yang terjadi maka gawat sekali keadaan mereka.
Akhirnya dengan berat hati. Ye Ing meninggalkan ketiga- 104 anaknya di rumah bangsawan Ye. Kereta kuda mereka
bergerak perlahan menuju gerbang selatan kotaraja. Hari
sudah malam ketika mereka akhirnya tiba di gerbang
selatan. Paman Tung menghela napas lega melihat
penjagaan masih biasa saja. pertanda pelarian mereka belum
diketahui prajurit istana. Mereka semakin lega ketika
berhasil keluar melewati gerbang selatan dan menuju hutan
selatan kotaraja. Hanya saja Ye Ing tetap terlihat kehilangan
semangat dan linglung, mungkin kejadian beruntun hari ini
begitu mengguncangkan jiwanya. Paman Tung pun enggan
untuk berbicara dengan nyonyanya karena menyadari
kesedihan hati Ye Ing yang begitu mendalam.
Mereka tiba di hutan selatan ketika hari sudah hampir
tengah malam. Keadaan hutan benar-benar gelap gulita
karena saat itu cuaca sedang mendung. Paman Tung dan
kusir menghentikan kereta dan turun mencari-cari dengan
seksama tanda-tanda keberadaan Song Wei Hao dan Han
Cia Pao. Tiba-tiba muncul enam bayangan dari kegelapan
hutan sehingga paman Tung dan sang kusir tanpa sadar
saling berpelukan karena kagetnya!
Untunglah keenam bayangan itu ternyata adalah para
prajurit bawahan Song Wei Hao yang diperintahkan
menunggu mereka di sana. Mereka kemudian membawa
rombongan kereta kuda menuju lebih ke dalam hutan lagi.
Ternyata di sana sudah menunggu Song Wei Hao dan Han
Cia Pao beserta beberapa pelayannya yang menemaninya
berburu. Han Cia Pao yang sedari tadi sudah begitu gelisah,- 105 segera berlari menuju ke arah kereta bersama Song Wei
Hao. "Ibu. paman Song sudah memberitahukan semuanya
kepadaku. Apakah ibu mendengar kabar tentang ayah saat
di kotaraja tadi?
"Mana adik-adik?" tanya Han Cia Pao dengan tidak
sabaran.
Ye Ing hanya terdiam dengan wajah pucat, la seperti
setengah sadar setengah tidak sehingga percuma saja Han
Cia Pao mencecarnya dengan banyak pertanyaan. Paman
Tung berusaha menenangkan Han Cia Pao dan ia
menerangkan apa yang terjadi di kediaman bangsawan Ye.
Mereka semua yang mendengarkannya hanya terdiam saja
dan tertunduk sedih mendengar penuturan paman Song.
Nasib manusia memang tidak dapat diduga. Kemarin Han
Kuo Li masih gagah perkasa sebagai seorang jenderal utama
kotaraja. tapi hari ini ia sudah menjadi terhukum dan semua
keluarganya menjadi buronan negara.
"Pao-er. sebaiknya engkau membawa ibumu pergi


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dulu sejauh mungkin dari kotaraja. Aku mempunyai seorang
teman baik di daerah Jing Chou di kota Han Jin. Aku akan
menulis surat pengantar kepadanya agar ia bisa
menampungmu sementara waktu" kata Song Wei Hao
memecah keheningan.
"Paman Song. mengapa kita harus lari? Kita keluarga
Han selalu setia pada dinasti Tang tidak takut akan fitnah- 106 dan pengkhianatan. Paman Song. aku besok akan pergi
menghadap Kaisar untuk menjelaskan semua kepada
Kaisar" kata Han Cia Pao dengan penuh tekad.
"Pao-er. engkau masih muda. tidak mengerti lika-liku
dan siasat yang keji yang kadang terjadi di kalangan istana.
Jangan pernah kembali ke kotaraja sebelum aku
mendapatkan keterangan yang jelas apa yang sebenarnya
terjadi. Keluarga Han hanya tinggal engkau seorang, mana
boleh engkau membahayakan dirimu dengan sembarangan.
Ingatlah selalu hal ini. Pao-er" kata Song Wei Hao
memberikan penjelasan.
Han Cia Pao menghela napas panjang. Apa yang
dikatakan oleh Song Wei Hao memang ada benarnya. Ia
tidak tahu apakah yang terjadi dengan ayahnya dan
semuanya masih sangat tidak jelas, mungkin lebih baik jika
ia dan Ye Ing menyingkir dulu sampai segala sesuatunya
menjadi jelas.
"Besok pagi-pagi sekali, aku akan mengantar kalian
sampai batas daerah Hang Gu. Aku sudah menyiapkan uang
perak yang cukup untuk perjalanan kalian sampai tiba di
Han Jin. Aku akan kembali ke kotaraja dan mencari tahu apa
yan g terjadi, setiap kejadian akan aku laporkan kepada
kalian. Pao-er engkau tidak perlu khawatir, semuanya pasti
akan baik-baik saja" kata Song Wei Hao memberikan
arahan.- 107 Karena memang tidak ada lagi saran yang lebih baik .
Han Cia Pao akhirnya menerima usulan Song Wei Hao.
Mereka kemudian semua menanti datangnya pagi hari
dengan hati galau dan resah. Ketika akhirnya langit timur
mulai memerah, rombongan segera berangkat menuju ke
arah timur kotaraja. Ye Ing dan Han Cia Pao sudah berganti
pakaian dengan pakaian rakyat biasa dan kereta mereka
tinggalkan di dalam hutan sesuai saran Song Wei Hao.
Memang kereta kuda itu terlalu menarik perhatian karena
sangat bagus dan mewah, tidak mungkin dimiliki rakyat
biasa. Mereka meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki.
meskipun amat lambat karena Ye Ing tidak biasa berjalan
jauh sehingga harus sering berhenti untuk beristirahat.
Song Wei Hao mengantar rombongan Han Cia Pao
hingga sampai ke perbatasan daerah Hang Gu timur. Dari
sana mereka akan menuju ke selatan ke daerah sungai Han
dan meneruskan perjalanan dengan perahu sampai daerah
danau Tong Ting melalui Kanal Besar. Perjalanan yang
ditempuh masih sangat jauh dan berat sehingga Song Wei
Hao memerintahkan keenam prajurit kepercayaannya yang
sekarang sudah berpakaian rakyat jelata untuk mengawal
Han Cia Pao dan Ye Ing sampai di Han Jin.
Ketika mereka akhirnya harus berpisah. Han Cia Pao
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas
pertolongan Song Wei Hao dan tidak lupa berpesan agar ia
dan Ye Ing selalu mendapat kabar terbaru mengenai keadaan
Han Kuo Li. Permintaan ini tentu saja disanggupi Song Wei- 108 Hao dengan sepenuh hati meskipun tanpa diminta. Han Kuo
Li adalah sahabatnya sejak remaja dalam susah maupun
senang sehingga ia merasa sangat berduka atas kejadian
yang menimpa sahabatnya itu.
Song Wei Hao memandang rombongan yang berjalan
perlahan itu sampai tidak terlihat lagi di balik bukit. Ia
menghela napas panjang dan berbalik berjalan menuju
kotaraja. Hal pertama yang harus segera dilakukannya
adalah mengumpulkan kabar tentang Han Kuo Li. Berita
terakhir tentang Han Kuo Li amat penting untuk menyusun
rencana selanjutnya. Song Wei Hao berharap ia bisa
meminta pertolongan para menteri senior untuk
memohonkan ampun kepada Kaisar. Beberapa saat
kemudian. Song Wei Hao sudah hampir tiba di gerbang
selatan kotaraja. Bendera dan panj i-panji dinasti Tang
sudah tampak berkibaran dengan gagahnya. Song Wei Hao
pun mempercepat larinya agar ia segera tiba di kotaraja dan
dapat mencari tahu keadaan yang terjadi. Tiba-tiba dari
pinggiran rerumputan alang-alang muncul beberapa prajurit
kerajaan menghadangjalannya. Langsung saja secara refleks
Song Wei Hao meloloskan dua pedang kembarnya untuk
menghadapi segala kemungkinan. Tapi untunglah
tampaknya para prajurit itu tidak berniat jahat terhadap
dirinya. Mereka langsung berlutut memberi hormat kepada
Song Wei Hao.
"Hormat kepada Jenderal Song. hamba bernama
Huang Fung kepala pasukan pengawal gerbang selatan" kata- 109 seorang prajurit setengah baya yang tampaknya adalah
pemimpin pasukan prajurit itu.
"Perwira Huang. mengapa engkau menungguku
dengan sembunyi-sembunyi di tempat ini? Apakah kalian
berniat membokongku?" tanya Song Wei Hao masih sambil
memegang pedang kembarnya dengan waspada.
"Ampun Jenderal Song. kami tidak berani melakukan
tindakan yang tidak patut kepada Jenderal. Kami menunggu
Jenderal Song sudah hampir setengah hari di sini karena
hendak mencegah Jenderal Song kembali ke kotaraja" kata
Huang Fung menjelaskan.
Mata Song Wei Hao membesar mendengar
penjelasan ini. Mengapa mereka hendak mencegahnya
kembali ke kotaraja?
"Katakan apa yang telah terjadi?! Mengapa aku tidak
boleh kembali ke kotaraja?" tanya Song Wei Hao penasaran.
Huang Fung agak ragu-ragu menjawab. Tampaknya
ia berusaha mengumpulkan keberaniannya untuk
mengatakan apa yang sedang terjadi.
"Perwira Huang. cepat katakan apa yang terjadi!"
bentak Song Wei Hao.
"Ampun Jenderal Song. kemarin siang Jenderal Han
Kuo Li dan Menteri Shangguan Yi ditangkap dengan
tuduhan memberontak. Kemudian malamnya para prajurit
istana menuju kediaman Jenderal Han dan Menteri- 110 Shangguan untuk menangkap semua keluarga mereka.
Seluruh keluarga Shangguan berhasil ditangkap, tetapi tidak
dengan keluarga Han" kata Huang Fung menjelaskan.
"Aku sudah tahu semua itu. apalagi yang hendak kau
sampaikan" kata Song Wei Hao.
"Ehmm. karena marah tidak menemukan keluarga
Han di rumahnya, para prajurit menangkap semua pelayan
dan pembantu yang ada serta menanyai mereka di markas
besar pasukan. Mereka tampaknya tidak tahan disiksa dan
mengakui bahwa Jenderal Song datang sore kemarin dan
membawa keluarga Han pergi..." kata Huang Fung semakin
menunduk. Kata-katanya sekarang berhenti dan tampaknya
ia tidak berani melanjutkan.
"Perwira Huang. mengapa engkau diam? Teruskan!"
tanya Song Wei Hao semakin penasaran.
"Para prajurit yang marah membawa pasukan besar
menuju kediaman Jenderal dan menangkap semua anggota
keluarga Jenderal. Bahkan rumah Jenderal sudah habis
dibakar kemarin malam" kata Huang Fung lirih.
Song Wei Hao langsung lemas, la tidak menyangka
sama sekali akan seperti ini kejadiannya. Sekarang ia dan
keluarganya juga sudah menjadi terhukum dan buronan
kerajaan.
"Bagaimana keadaan keluargaku sekarang?" tanya
Song Wei Hao dengan bergetar menahan perasaan.- 111 "Mereka semua bersama keluarga Shangguan dan
ketiga putri Jenderal Han sudah menjalani hukuman penggal
tadi siang." kata Huang Fung sambil membenturkan
keningnya ke tanah.
Kali ini Song Wei Hao tidak dapat lagi menahan
kesedihannya. Ia jatuh berlutut sambil menangis. Tidak
pernah bahkan dalam mimpi sekalipun, ia membayangkan
nasib seluruh keluarganya akan berakhir di ujung golok
jagal sebagai orang hukuman! Song Wei Hao melampiaskan
kesedihan dan kegusarannya dengan berteriak sekuatkuatnya ke langit. Huang Fung dan para prajurit semakin
takut dan tidak berani berkata apa-apa lagi. Mereka
membiarkan saja Song Wei Hao berteriak-teriak seperti
orang gila untuk melampiaskan kemarahan dan
kesedihannya.
Setelah kerongkongannya terasa hampir putus,
barulah Song Wei Hao merasa lebih tenang. Ia menghapus
air mata di kedua pipinya. Sekarang bukanlah saatnya untuk
menjadi seorang pecundang yang cengeng, pikir Song Wei
Hao. Masih banyak masalah yang harus ia selesaikan sedang
menunggu di depan mata.
"Apakah Jenderal Han Kuo Li juga dihukum penggal
hari ini?" kata Song Wei Hao dengan datar. Ia berusaha
menyembunyikan gejolak hatinya.
"Menurut kabar yang kami dengar. Jenderal Han Kuo
Li sudah terbunuh oleh prajurit istana kemarin di kuil Yung- 112 An karena melawan ketika hendak ditangkap" jawab Huang
Fung sambil terus menunduk.
Song Wei Hao menghela napas panjang.
Pengalamannya selama puluhan tahun di medan perang
sebenarnya membuatnj a bisa menerima banyak kenyataan
pahit jauh lebih baik dari kebanyakan orang biasa. Juga sifat
Song Wei Hao yang teliti dan hati-hati membuatnya selalu
bertindak memakai pikiran daripada perasaan. Tapi dalam
dua hari saja. ia sudah kehilangan sahabat terbaik dan
seluruh keluarganya. Bagaimanapun ia juga manusia biasa
yang bisa putus asa dan marah.
"Ketiga putri Jenderal Han ikut dipenggal, apakah
bangsawan Ye ikut dihukum?" tanya Song Wei Hao lagi.
"Ehmmm. bangsawan Ye tidak ikut dihukum karena
ia yang menyerahkan ketiga putri Jenderal Han kepada
pengadilan semalam" kata Huang Fung dengan lirih, la
benar-benar takut amarah Jenderal Song meledak dan akan
bertindak gegabah.
"Apa? Perwira Huang. coba kau ulangi lagi katakatamu barusan!" kata Song Wei Hao dengan nada bergetar.
"Bangsawan Ye menyerahkan ketiga putri Jenderal
Han kepada pengadilan semalam" kata Huang Fung
mengulangi.- 113 Kali ini Song Wei Hao benar-benar terpukul. Kakinya
goyah dan ia jatuh terduduk ke belakang hampir saja
terjengkang. Matanya merah karena sedih dan marah.
"Harimau dan serigala saja tidak akan memakan
anak-anaknya, tetapi manusia ternyata lebih rendah dari
binatang buas!" kata Song Wei Hao dengan geram.
"Jenderal Song. sekarang anda juga dicari-cari
sebagai buronan istana. Sebaiknya anda segera pergi dari
sini menuju tempat yang jauh untuk sementara berlindung"
kata Huang Fung memberi saran.
Song Wei Hao menggeleng tidak setuju. Ia benarbenar terbakar perasaan marah dan sedih sehingga tidak
peduli dengan apapun lagi.
"Aku adalah seorang yang setia pada dinasti Tang.
tidak mungkin melarikan diri dengan nama tercemar! Aku
akan menghadap Kaisar untuk menjernihkan hal ini" kata
Song Wei Hao dengan gagah.
Huang Fung buru-buru mencegat langkah Song Wei
Hao. "Jenderal Song. anda tidak boleh gegabah. Jika anda
berangkat menghadap Kaisar sekarang, belum tentu anda
akan mendapatkan pengadilan yang adil. Para menteri
sekarang sudah takluk di bawah kekuasaan Menteri l i Yi lu
yang licik dan permaisuri Wu. tidak ada satu pun yang
berani melawan. Jenderal Han Kuo Li dan Menteri- 114 Shangguan Yi adalah sedikit pejabat yang berani
menegakkan keadilan dan menentang mereka karena itu
dihabisi dengan kejam. Jenderal Song. anda harus tetap
hidup untuk mengobarkan semangat keadilan melawan para
pengkhianat" kata Huang Fung mencoba membujuk Song
Wei Hao mengurungkan niatnya.
"Aku tidak akan membiarkan Jenderal Han Kuo Li
dan Menteri Shangguan Yi mati dengan nama tercemar"
kata Song Wei Hao berkeras meninggalkan Huang Fung dan
para prajurit lainnya.
"Jenderal Song! Kami sengaja menunggu Jenderal di
tempat ini agar semangat kebenaran tetap hidup di kerajaan
Tang. Balas dendam seorang kesatria tidak akan pudar
meskipun sepuluh tahun berlalu. Mohon Jenderal Song
pikirkan ulang hal ini" kata Huang Fung memohon.
Song Wei Hao menulikan kedua telinganya dan terus
saja berjalan dengan gagah menuju gerbang selatan kotaraja.
Tampaknya tekadnya sudah bulat untuk mengadukan
ketidakadilan ini kepada Kaisar. Huang Fung melihat tekad
Song Wei Hao yang sudah bulat akhirnya mengambil jalan
nekat, la meloloskan goloknya dan dengan satu tebasan di
leher ia mengakhiri hidupnya guna menahan kepergian Song
Wei Hao.
"Hidup dinasti Tang yang jaya!" teriak Huang Fung
untuk terakhir kalinya.- 115 Para prajurit bawahan berteriak kaget melihat Huang
Fung mengakhiri hidupnya sendiri dengan begitu tragis.
Song Wei Hao sendiri berpaling berusaha mencegah tapi ia
sudah terlambat. Golok Huang Fung telah menebas lehernya
sendiri hingga hampir putus. Song Wei Hao berlutut di
depan jenasah Huang Fung sambil menggeleng sedih.
"Perwira Huang. mengapa engkau mengorbankan
dirimu sendiri"
Para prajurit juga menangisi kematian Huang Fung
yang rela berkorban demi negara. Selama ini mereka sudah
lama mengikuti Huang Fung sebagai bawahan dan mereka
diperlakukan dengan baik seperti saudara sendiri, tentu saja
kepergian Huang Fung ini menimbulkan kesedihan yang
mendalam di hati mereka. Akhirnya mereka bersama-sama
menguburkan jenasah Huang Fung di kaki bukit dekat pintu


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

selatan kotaraja. Song Wei Hao memotong sebuah kayu
bulat dan menuliskan kata-kata penghormatan dengan
darahnya sendiri di atas kayu yang menjadi nisan Huang
Fung itu.
Makam perwira setia kerajaan Tang, Huang Fung.
Setelah selesai memakamkan Huang Fung dengan
pemakaman sederhana. Song Wei Hao mengganti pakaian
perangnya dengan pakaian rakyat jelata. Semua prajurit
almarhum perwira Huang Fung pun memutuskan untuk
mengikuti Song Wei Hao menuju daerah Han Jin menyusul
rombongan Han Cia Pao. Mereka tidak ingin kembali lagi- 116 kepada kesatuan mereka setelah kematian Huang Fung.
Mereka semua melepaskan pakaian prajurit mereka dan
berpakaian sederhana seadanya. Sambil meninggalkan
makam Huang Fung dengan perasaan sedih. Song Wei Hao
menengadah ke langit dan melantunkan sebuah puisi untuk
mengungkapkan perasaan hatinya.
Hidup mengalir bagaikan Sungai Kuning
Bagaikan daun musim gugur tertiup angin
Andai langit mempunyai mata seperti Hou Yi
Chi Yuan takkan meratap di bukit Ling Yang
Ribuan makam pahlawan bagaikan
bintang malam kenangan
Tanpa arak dan bau wangi kayu harum
Siapakah yang akan memperdulikannya
***- 117 15. Manusia Dewa
rakkkk!! Suara patung naga giok hancur dibanting
menggema di ruangan sidang istana. Semua menteri
yang hadir menunduk ketakutan dan gemetar. Kaisar Gao
Zong tampaknya benar-benar marah atas laporan Jenderal
Chu Song yang hanya bisa berlutut menunduk menunggu
hukuman Kaisar.
"Jenderal Chu. bagaimana mungkin kau tidak dapat
menemukan putra Han Kuo Li dan Song Wei Hao? Mereka
bukan burung yang mempunyai sayap bisa terbang. Mana
mungkin lima puluh ribu pasukan kotaraja tidak dapat
menemukan mereka?" tanya Kaisar Gao Zong dengan
geram.
"Ampun yang Mulia Kaisar, hamba pantas mati. Tapi
semua pintu gerbang kotaraja sudah dijaga ketat segera
setelah hamba mendapatkan laporan Han Kuo Li
merencanakan pemberontakan. Hamba mohon ampun" kata
Jenderal Chu berusaha memberikan penjelasan.
Kaisar Gao Zong mendengus kesal. Ia benar-benar
marah karena kegagalan para jenderalnya untuk
menemukan Song Wei Hao dan Han Cia Pao. Terlebih lagi
dalam setahun ini sudah dua orang jenderal yang sudah lama
mengikut dinasti Tang merencanakan pemberontakan.
Apakah ia kurang berwibawa sebagai seorang kaisar?
Permaisuri Wu yang duduk di sampingnya seakan bisa
B- 118 membaca pikiran Kaisar Gao Zong. Ia berpura-pura
menenangkan Kaisar Gao Zong.
"Yang Mulia. Jenderal Chu Song sudah berusaha
sekuat tenaga untuk menangkap para pemberontak. Namun
rencana pemberontakan ini tampaknya dijalankan dengan
rapi sekali sehingga mereka bisa segera melarikan diri dari
kotaraja begitu rencana mereka diketahui"
"Kurang ajar! Selama ini aku selalu bertindak adil dan
menghargai mereka tapi ternyata mereka masih merasa
kurang dan ingin naik ke atas kepala naga! Jenderal Chu
Song. Dengarkan perintahku! Tangkap hidup atau mati
Song Wei Hao dan Han Cia Pao. lakukan apa saja yang
menurutmu bisa dilakukan. Jangan pernah lagi menghadap
jika belum bisa menangkap mereka!" perintah Kaisar Gao
Zong dengan gusar.
"Hamba siap melaksanakan titah Kaisar" kata
Jenderal Chu Song.
"Bubar!" kata Kaisar Gao Zong sambil mengibaskan
lengan baju sutranya dan melangkah masuk ke bagian dalam
istana.
Semua menteri dan jenderal serentak berlutut dan
mengucapkan panjang umur kaisar sebanyak tiga kali.
Mereka semua merasa lega dapat menyelesaikan sidang hari
ini hanya Jenderal Chu Song saja yang tetap masam wajah
karena mendapat tugas berat mencari buronan.- 119 Kaisar Gao Zong diantar oleh permaisuri Wu dan
kasim kepala Huo Cin hingga tiba di istana Cui Wei. Kaisar
tampaknya sangat lelah setelah sidang tadi sehingga ia
memerintahkan semua orang agar meninggalkannya sendiri
untuk beristirahat. Hanya ada dua orang pengawal pilihan
yang berjaga di depan kamar istirahat Kaisar. Permaisuri
Wu dan Huo Cin berbincang-bincang dengan serius
sementara mereka berjalan menuju istana permaisuri. Para
pengawal diperintahkan berjalan agak jauh di belakang
mereka.
"Kasim Huo. anda sudah bekerja dengan sangat baik.
Aku puas dengan hasil kerjamu. Shangguan Yi dan Han Kuo
Li sudah disingkirkan. Sekali tepuk dua ekor lalat dapat
disingkirkan" kata Permaisuri Wu dengan wajah cerah. Ia
memang selama ini sudah ingin sekali menyingkirkan Han
Kuo Li supaya ia dapat menguasai prajurit kotaraja dalam
genggaman kekuasaannya.
"Hamba tidak berguna, semua ini adalah berkat
dukungan dan rencana Permaisuri Wu. Hamba mohon
petunjuk selanjutnya" kata Huo Cin sambil membungkuk
rendah. Ia memang seorang penjilat kelas satu!
"Sekarang di kalangan istana yang berani menentang
kita hanyalah keluarga kerajaan dan para pangeran. Semua
menteri dan jenderal sudah tunduk kepada kita. Kasim Huo
aku ingin kau mencari cara supaya kita bisa menguasai
semua bangsawan dan keluarga istana dengan mutlak" kata
Permaisuri Wu.- 120 "Maksud permaisuri..." Huo Cin tidak melanjutkan
kalimatnya.
Permaisuri Wu mengangguk dengari mantap. "Hanya
ada dua pilihan bagi mereka, ikut kita atau menghadap raja
neraka"
Huo Cin segera membungkuk dalam-dalam. "Hamba
mengerti maksud permaisuri" kata Huo Cin lirih. Permaisuri
Wu mengibaskan lengan bajunya memberi tanda kasim Huo
Cin untuk mundur. Huo Cin berlutut memberi hormat
sampai permaisuri Wu menghilang di balik istananya baru
kemudian ia bangkit berdiri. Ia pun segera kembali ke
paviliun tempat tinggalnya yang terletak di bagian belakang
kotaraja.
Huo Cin bergegas mengambil secarik kertas kecil dan
mulai menulis dengan cermat dan teliti. Matanya bersinar
menandakan ia sedang bersemangat. Rencana yang telah
disusunnya selama bertahun-tahun akhirnya sekarang dapat
dilaksanakan bahkan mendapatkan restu dari permaisuri Wu
yang juga sama-sama ambisius dan kejam. Setelah selesai
menulis surat. Huo Cin segera menggulung surat itu menjadi
gulungan kecil dan memasukkannya ke dalam tabung
bambu kecil. Kemudian ia berjalan ke halaman belakang
wisma di mana berjajar beberapa kandang burung merpati,
la mengambil salah satu merpati dan mengikatkan tabung
bambu kecil ke kakinya kemudian melepaskan merpati itu
ke udara. Merpati itu segera terbang ke arah timur dengan
kencang, seperti mengerti apa yang diinginkan oleh tuannya.- 121 Huo Cin tersenyum dingin menyaksikan merpati itu
menghilang dari antara bangunan istana menuju ke langit
timur.
"Akhirnya..." gumamnya kepada dirinya sendiri.
*** Jauh di utara kotaraja. ribuan li dari tembok besar
yang memisahkan daratan tengah dengan suku-suku
pengembara di
utara, terhampar permadani hijau permai sepanjang
mata memandang. Burung-burung undan besar beterbangan
ke selatan, mulai merasakan hawa dingin yang menusuk
tulang telah datang. Musim gugur sudah datang dan cuaca
sudah berubah dingin sehingga burung-burung mulai
terbang ke selatan mencari cuaca yang lebih hangat. Namun
tidak semua mahluk bisa seberuntung burung-burung itu
yang bisa terbang bebas mencari jalan kehidupannya sendiri.
Jauh di tengah padang rumput yang luas. antara
pegunungan Khing An dan dataran Bai Cheng yang subur,
di dalam sebuah gua bawah tanah yang tidak pernah
diketahui orang, tampak seorang pemuda berpakaian
compang-camping tengah bersemedi dengan tekun. Posisi
semedinya bukanlah posisi teratai seperti lazimnya orang
bersemedi tapi terbalik tegak lurus dengan kepala di bawah
sebagai tumpuan dan kaki terbuka seperti posisi orang
berlari. Sungguh suatu cara yang aneh untuk bersemedi!- 122 Pemuda itu pelan-pelan membuka matanya dan
menghembuskan napas dengan panjang, la kembali ke
posisi berdiri tegak dengan ringan sekali seperti orang
bangun tidur biasa saja layaknya. Pemuda berwajah tampan
tapi kurus dan rambutnya terurai acak-acakan itu tidak lain
adalah Han Cia Sing. Entah sudah berapa lama ia terkurung
di gua bawah tanah itu. ia sendiri sudah tidak tahu. Hanya
saja jika melihat musim yang telah berganti musim gugur, ia
sudah terkurung di dasar gua itu selama kurang lebih lima
bulan. Tentu bukan waktu yang singkat untuk dihabiskan
sendirian tanpa teman dan makanan yang cukup. Untunglah
Han Cia Sing mempunyai kesibukan menekuni semua
latihan yang tergambar di dinding gua dekat sungai bawah
tanah yang misterius itu. Minuman tersedia melimpah,
hanya makanan saja yang susah didapat. Selama beberapa
bulan ini Han Cia Sing hanya dapat makan ikan-ikan sungai
gua yang berwarna putih dan buta serta panjang seperti
belut. Ikan itu aneh dan tidak pernah dilihat Han Cia Sing
sebelumnya tapi itulah satu-satunya makanan yang tersedia
sehingga ia tidak bisa memilih-milih lagi.
Han Cia Sing juga telah selesai melatih semua
gerakan yang digambarkan di atap gua selama beberapa
bulan ini. Tubuhnya juga menjadi sangat sehat dan segar
karena setiap hari selalu berlatih jurus-jurus aneh itu. Tapi
setelah sekian lama terkurung, ia menjadi sangat bosan dan
tidak betah lagi tinggal di gua bawah tanah itu. Usahanya
untuk keluar dari lubang gua di atas tetap tidak membawa
hasil, la lalu mencoba mencari jalan keluar melalui sungai- 123 bawah tanah. Han Cia Sing sudah beberapa kali mencoba
berenang dan mencari jalan tembus melalui bawah air tetapi
masih belum berhasil menemukan jalan keluar.
Han Cia Sing kini mempersiapkan pencariannya
dengan lebih baik. la berlatih menahan napas selama
mungkin karena menyadari pencariannya tidak akan
berhasil jika ia tidak bisa berlama-lama di dasar gua yang
gelap dan berarus deras. Latihan menahan napas yang
dilakukan Han Cia Sing mula-mula hanya bisa lima puluh
hitungan tapi setelah beberapa hari ia sanggup menahan
napas lebih dari seribu hitungan. Ini menunjukkan betapa
pesatnya kemajuan tenaga dalam yang dicapai Han Cia
Sing. Kini ia merasa lebih siap untuk mencari jalan keluar
melalui sungai bawah tanah itu.
Pagi hari berikutnya. Han Cia Sing berlutut di tepian
sungai bawah tanah sambil membawa kantong kulit
minumnya yang sekarang sudah kosong. Ia berharap jika
tidak dapat menemukan jalan keluar di bawah tanah dan
kehabisan napas, ia bisa memakai persediaan udara di
kantong kulit ini untuk kembali. Han Cia Sing berdoa agar
arwah Pai Lien ibunya ikut melindunginya dapat keluar
dengan selamat dari gua bawah tanah ini. Terakhir ia
memberikan hormat kepada orang yang menggambarkan
jurus-jurus aneh yang tergambar di langit-langit gua.
Meskipun ia tidak mengenal siapa yang melukisnya, tapi
secara tidak langsung ia adalah guru Han Cia Sing karena ia- 124 sudah belajar semua ilmu itu selama beberapa bulan
terkurung di bawah tanah.
Han Cia Sing menarik napas sedalam-dalamnya
kemudian menceburkan diri ke sungai bawah tanah yang
mengalir deras. Rasa dingin segera merasuk ke dalam
seluruh tulang. Han Cia Sing bersyukur ia tidak harus
melakukan perjalanan ini di musim dingin karena sekarang
saja terasa sangat dingin apalagi jika salju dan es sudah
turun!
Beberapa saat Han Cia Sing terombang-ambing
dalam arus sungai yang deras dan makin lama langit-langit
gua makin lama makin rendah sehingga akhirnya ia terpaksa
menyelam. Sungai itu begitu gelap sehingga Han Cia Sing
terantuk-antuk pada batu dan dinding gua karena terseret
arus sungai. Dalam hatinya Han Cia Sing mulai cemas
apakah ia bisa keluar dari tempat ini hidup-hidup karena
setelah hampir lima ratus hitungan, masih belum juga
terlihat ujung sungai atau tempat yang cukup tinggi baginya
untuk dapat keluar menarik napas. Badannya sudah sakit
semua karena terbentur-bentur. belum lagi rasa dingin
membuat kaki tangannya kebas.
Ketika Han Cia Sing sudah menghitung hingga
hampir seribu hitungan, tampak samar-samar cahaya di
ujung arus sungai. Han Cia Sing mengerjapkan matanya,
berharap apa yang dilihatnya bukanlah harapan pikirannya
sendiri. Tapi ternyata memang apa yang dilihatnya adalah
cahaya temaram yang menembus remang-remang ke dalam- 125 aliran sungai itu. Han Cia Sing mempercepat berenangnya
menuju cahaya temaram itu. Napasnya sudah amat sesak
sehingga ia kini membuka kantong kulit dan menghirup
udara yang tersimpan di dalamnya dengan sekuat tenaga.
Cahaya itu semakin terang dan dekat sampai akhirnya Han
Cia Sing merasakan dirinya menyembul di permukaan air.
la segera melepaskan napasnya dan menghirup udara
dengan perasaan lega sekali.
Selama beberapa saat. Han Cia Sing membiarkan
dirinya dipermainkan aliran sungai sambil membiasakan
diri dengan cahaya terang matahari yang menyilaukan. Ia
memandang berkeliling berusaha mencari tahu di mana ia
berada sekarang. Tampaknya ia muncul di antara aliran


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sungai kecil yang mengalir di tengah-tengah padang rumput,
tapi ia tidak pernah mengetahui daerah ini. Pegunungan
Khing An tampak menjulang tinggi di depannya,
kelihatannya jauh lebih dekat daripada waktu ia
menggembalakan domba di dataran Bai Cheng. Han Cia
Sing bisa melihat lereng gunung dengan jelas sekali. Dalam
hati ia bertanya berapa jauh sebenarnya ia telah
meninggalkan daerah Bai Cheng?
Han Cia Sing menyeret tubuhnya yang luka-luka dan
kelelahan menuju tepian sungai. Bajunya yang sudah
compang-camping selama beberapa bulan tinggal di gua
bertambah rusak karena terbentur dan tersangkut batu-batu
sungai. Rasa dingin dan lapar membuatnya benar-benar
tidak bertenaga. Tiba di tepian sungai. Han Cia Sing sudah- 126 tidak kuat lagi dan ambruk pingsan kehabisan tenaga, la
pingsan lama sekali sehingga tidak menyadari sekelompok
orang menemukan dan membawanya pergi dari tepian
sungai itu. Tubuh Han Cia Sing diletakkan di punggung
kuda lalu diselimuti bulu binatang agar hangat kembali.
Kemudian rombongan itu bergerak pelan meninggalkan
tepian sungai yang mengalir jernih dan deras menuju
pegunungan Khing An...
*** Jauh di selatan, antara lembah Zi Wu dengan daerah
Xin Ye. sungai Han mengalir dengan megahnya menuju
timur untuk bertemu dengan sungai Yang Tse di Xia Kou.
Perahu-perahu nelayan dan pedagang tampak hilir mudik di
daerah yang ramai dan makmur ini. Beberapa kota besar
sepanjang sungai Yang Tse dan Han menyebabkan daerah
ini tidak pernah sepi dari kegiatan perdagangan dan
pengangkutan beras ke arah hilir juga selalu dilakukan
melalui sungai-sungai ini.
Di sebuah kapal dagang yang sedang bersandar di
dermaga, seorang pemuda berusia dua puluh tahunan
berpakaian pedagang tampak sedang duduk termenung di
buritan kapal. Matanya yang tajam dan beralis tebal tampak
sedang menerawang kosong ke arah sungai yang seolah tak
berujung. Kesibukan dan hiruk pikuk perahu nelayan yang
melintas siang itu sama sekali tak dihiraukannya. Ia
tenggelam dalam pikiran dan perasaannya sendiri yang
tengah berkecamuk.- 127 Dari dalam kapal muncul seorang pelayan
membawakan nampan berisi semangkuk nasi dan lauk pauk
untuknya, tapi dengan tidak bergairah ia meminta pelayan
itu meletakkan nampan itu di sampingnya. Ia sedang tidak
bergairah untuk makan tampaknya. Ketika pelayan itu
membungkuk memberi hormat dan hendak undur diri.
pemuda itu memanggilnya kembali.
"Cheng Pu. bagaimana keadaan ibuku? Apakah ia
sudah membaik?" tanya pemuda yang tak lain adalah Han
Cia Pao itu.
"Beliau tidak mau makan juga. Ini sudah hari kedua
beliau tidak mau makan. Udara di selatan ini panas dan
lembab, tidak cocok untuk beliau. Jika begini terus, hamba
yakin kesehatan beliau akan terganggu" jawab Cheng Pu
sambil menjura memberi hormat.
Han Cia Pao menghela napas panjang. Ia sendiri saja
tidak bernafsu untuk makan, apalagi Ye Ing yang setiap hari
menangis dan bersedih sejak mereka meninggalkan
kotaraja. Beberapa hari yang lalu. Han Cia Pao membeli
sebuah perahu dagang untuk berlayar sebagai upaya
penyamaran mereka. Di setiap sudut kota yang mereka
lewati terpampang selebaran pengumuman pencarian
mereka dan Song Wei Hao. Perjalanan mereka harus benarbenar hati-hati untuk dapat meloloskan diri dari para prajurit
kerajaan di setiap kota yang mereka lewati. Akhirnya Cheng
Pu yang merupakan bawahan setia Song Wei Hao.- 128 mengusulkan untuk membeli perahu sendiri agar lebih aman
meneruskan perjalanan melalui sungai.
Perjalanan mereka menjadi lebih lancar dan cepat
dengan mengarungi sungai karena Ye Ing tidak lagi menjadi
penghambat perjalanan mereka. Ia bisa beristirahat di dalam
perahu sementara mereka dapat meneruskan perjalanan.
Tapi kesedihan yang menyelimuti keluarga Han tetap tidak
dapat hilang begitu saja.
"Aku akan membujuknya untuk makan nanti. Cheng
Pu apakah sudah ada kabar tentang ayahku dan paman
Song?" tanya Han Cia Pao.
"Lapor tuan muda. Fu Yung Er dan Liu Sun belum
kembali dari tugas pengintaian, kita belum memperoleh
kabar apa-apa" kata Cheng Pu memberi laporan.
"Baiklah, engkau boleh beristirahat. Aku akan
melihat ibuku kata Han Cia Pao sambil masuk ke dalam
perahu. Cheng Pu mengikutinya dengan hormat di
belakangnya. Dua orang prajurit yang juga memakai
pakaian pelayan sebagai penyamaran, berganti berjaga di
haluan untuk mengatur laju perahu.
Han Cia Pao masuk ke ruang dalam perahu yang
bersekat kayu. Ye Ing tengah terbaring di sana dengan wajah
pucat dan matanya sembab menerawang kosong. Makanan
yang berada di atas meja sama sekali tidak disentuhnya.
Tampaknya Han Cia Pao harus berusaha keras lagi untuk
membujuknya makan barang sesendok dua sendok. Ye Ing- 129 yang melihat Han Cia Pao masuk, segera bangun dan
memegang lengannya keras sekali seakan hendak memeras
baju pedagang yang dipakai Han Cia Pao.
"Pao-er. bagaimana? Ada kabar dari Song Wei Hao
tentang ayahmu?"
Han Cia Pao berusaha menenangkan Ye Ing yang
terus menerus mengoceh tidak karuan.
"Niang (ibu). Niang dengarkan. Aku dan Cheng Pu
sudah mengirimkan orang untuk mencari tahu keadaan di
kotaraja tapi mereka belum kembali. Sementara menunggu,
makanlah sedikit untuk kesehatan. Niang sudah hampir dua
hari belum makan apa-apa"
"Tidak, aku tidak butuh makanan. Aku butuh
suamiku, ayahmu Pao-er. Aku butuh Han-cia-cuang. Aku
butuh tempat berkumpul kembali dengan ketiga putriku"
kata Ye Ing yang mulai terisak-isak kembali.
Han Cia Pao membimbing ibu tiri yang juga bibinya
itu duduk di meja dengan penuh kasih sayang. Baru
sekarang Han Cia Pao menyadari betapa Ye Ing terlihat tua.
Tanpa perhiasan, baju bagus dan perias wajah, nyonya besar
keluarga Han itu terlihat begitu memelas seperti seorang istri
pedagang biasa. Rambutnya diikat seadanya dengan kain
sutra tanpa perhiasan emas atau tusuk konde giok. Baju yang
dipakainya adalah baju sutra biasa bukan sutra halus yang
biasa dipakai kaum bangsawan. Tapi mungkin yang paling- 130 membuat Ye Ing terlihat tua adalah kesedihan yang begitu
kentara terbayang di wajahnya yang kini cekung dan lesu.
Han Cia Pao menyendok bubur dan menyuapkan
dengan hati-hati kepada Ye Ing yang kini terisak-isak sedih.
Ye Ing seperti orang yang tidak sadar, menerima suapan itu
dengan wajah kosong. Ia kelihatannya benar-benar sedih
dan kehilangan.
"Niang. makanlah sedikit lagi" mohon Han Cia Pao
ketika Ye Ing hendak menolak suapan ketiga.
"Niang tidak lapar. Benar-benar tidak lapar. Niang
lelah" jawab Ye Ing.
Han Cia Pao membimbing ibunya kembali ke tempat
tidur. Ye Ing tampaknya benar-benar membutuhkan istirahat
melihat tubuhnya yang lemah dan kurus.
Ketika Han Cia Pao selesai menyelimuti Ye Ing dan
hendak beranjak keluar, tangan Ye Ing memeganginya
dengan erat.
"Pao-er. temanilah ibu barang sebentar" kata Ye Ing
setengah memohon.
Han Cia Pao mengangguk pelan. Ia duduk di tepi
tempat tidur ibunya itu tanpa berkata apa-apa. hanya
memegangi punggung tangan Ye Ing dengan lembut karena
memang Ye Ing hanya butuh ditemani saja. Sejenak
kemudian Ye Ing sudah tertidur pulas. Dadanya naik turun
dengan teratur dan pegangan tangannya mengendur. Pada- 131 saat seperti ini. semua kebanggaan sebagai nyonya besar
Han hilang tak berbekas. Ye Ing hanyalah seorang wanita
ma yang kesepian dan ketakutan. Memang manusia yang
selalu mengandalkan kekayaun dan kekuasaan sebagai
kebanggaannya, akan kehilangan pegangan dan lemmbaiig
ambing pada saat seperti ini.
Han Cia Pao bergegas keluar kembali menuju haluan
kapal la menghapus sedikit air mata yang mengambang di
pelupuk matanya dan berusaha tegar. Bagaimanapun kini ia
adalah pengganti ayahnya setelah ia tidak ada Sambil
memandang perahu-perahu lain yang membelah permukaan
sungai dengan anggun. Han Cia Pao melayangkan
pandangannya ke arah tepian sungai yang berbukit-bukit.
Pemandangan di sana sebenarnya indah dan enak untuk
dinikmati, tetapi suasana hatilah yang menentukan apakah
kita bisa menikmatinya atau tidak. Suasana hati Han Cia Pao
saat ini sama sekali tidak berminat melihat pemandangan
bagaimanapun indahnya. Han Cia Pao hanya berusaha
menenangkan perasaan hatinya saja dengan memandang
sekelilingnya. Ia berharap Fu Yung lir dan I.iu Sun segera
kembali membawa kabar gembira bagi dia dan ibunya.
Seperti menjawab keinginannya, dari jauh berlari-lari
dua orang pemuda berpakaian pelayan. Mereka tampak
sangat tergesa-gesa menuju ke arah kapal dagang Han Cia
Pao yang merapat di dermaga. Han Cia Pao segera
menyambut mereka di buritan kapal.- 132 "Bagaimana, apakah kalian berdua berhasil
mendapatkan berita tentang ayahku dan paman Song T tanya
Han Cia Pao dengan tidak sabar
"Kami belum mendapat berita tentang keadaan
Jenderal Han Kuo Li maupun Jenderal Song Wei Hao" kata
prajurit yang bernama Fu Yung Er.
Han Cia Pao menghela napas panjang. Sudah lebih
dari setengah bulan ia meninggalkan kotaraja dan selama itu
berita yang ia dengar simpang siur.
"Kami juga mendengar kabar dari seorang pedagang
yang baru kembali dari kotaraja. Ia mengatakan keluarga
menteri Shangguan Yi dan Jenderal Song Wei Hao sudah
menjalani hukuman penggal juga..." Fu Yung Er berhenti
tidak berani melanjutkan, ia saling berpandangan dengan
Liu Sun.
"Ada apa? Kabar apakah yang ia katakan lagi?" tanya
Han Cia Pao heran melihat kedua prajurit itu saling
berpandangan.
"Ia juga mengatakan ketiga saudari tuan sudah ikut
dihukum penggal juga" akhirnya Liu Sun memberanikan
diri berkata.
Han Cia Pao langsung limbung mendengar berita ini.
Fu Yung Er buru-buru memapahnya agar ia tidak terjatuh.
"Tuan muda. tabahlah" kata Fu Yung Er dan Liu Sun
berusaha menghibur.- 133 Han Cia Pao berpegangan pada tepian perahu sambil
berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh mengalir.
"Apakah, apakah keluarga kakekku juga dihukum
penggal?"" tanya Han Cia Pao lagi.
"Tidak, tuan muda. Keluarga bangsawan Ye tidak
dihukum karena... mereka diampuni Kaisar karena
menyerahkan ketiga adik anda kepada pihak istana" jawab
Liu Sun menunduk tidak berani menatap wajah Han Cia
Pao. "Apa?!" teriak Han Cia Pao tidak percaya.
"Kakek amat menyayangi kami para cucunya.
Bagaimana mungkin beliau menyerahkan ketiga adikku
kepada istana ?"
"Ampuni kami tuan muda. tapi begitulah yang kami
dengar dari pedagang itu" jawab Fu Yung Er dan Liu Sun
sambil buru-buru berlutut minta ampun.
Han Cia Pao yang terlalu terpukul dan sedih tidak
menghiraukan mereka lagi. Berita ini hampir sama
mengguncangkannya dengan berita kematian ayahnya.
Darah mudanya menggelegak. Ia sudah tidak peduli lagi
dengan segala macam bahaya. Ia melompat keluar dari kapal
dan bergegas berlari menuju arah kota Xin Ye.
Fu Yung Er dan Liu Sun kaget sekali melihat Han Cia
Pao lari ke arah kota. Mereka tidak sempat lagi mencegah
kepergian Han Cia Pao. Yang bisa mereka lakukan adalah- 134 segera memanggil komandan Cheng Pu yang juga kagel
mendengar kenekadan I lan Cia Pao. Semua prajurit di
seluruh kerajaan sekarang pastilah sudah mendapatkan
gambar lukisan wajah Han Cia Pao dan Song Wei Hao
sehingga amatlah tidak aman untuk berjalan-jalan di daerah
yang ramai seperti kota Xin Ye.
"Kalian berdua tetap tinggal di sini menjaga nyonya
Han bersama yang lain. Aku akan segera menyusul tuan
muda Han" perintah Cheng Pu kepada lu Yung Er dan Liu
Sun. Cheng Pu segera melompat ke dermaga dan berlari
menyusul ke arah kota Xin Ye. la sadar akan betapa
berbahayanya keadaan yang akan dihadapi 1 lan Cia Pao
jika ia sampai ditemukan pasukan kerajaan. Cheng Pu
berharap ia masih dapat mengejar Han Cia Pao tepat pada
saatnya. Setelah berlari beberapa li. Cheng Pu belum melihat
tanda-tanda keberadaan Han Cia Pao. Ia beristirahat
sebentar mengatur napas sambil melihat sekitarnya. Jalan
menuju arah kota Xin Ye hanya satu dari jalur dermaga,
tidak mungkin Han Cia Pao menuju arah lainnya. Kini sudah
tinggal satu dua li saja tiba di kota Xin Ye. seharusnya ia
sudah dapat menyusul Han Cia Pao.
Saat Cheng Pu hendak melanjutkan perjalanannya,
telinganya mendengar ada perkelahian tidak jauh dari
tempat ia berdiri, la segera berlari ke arah datangnya suara
sambil berharap cemas agar ini bukanlah hal yang ia
takutkan. Tapi apa yang dilihatnya kemudian malah- 135 merupakan kebalikan dari harapannya. Tidak jauh dari jalan
besar, di tengah lapangan rumput yang luas. tampak
serombongan prajurit patroli sejumlah kira-kira tiga puluh
orang tengah mengepung Han Cia Pao yang mengamuk


Rimba Persilatan Naga Dan Harimau Lung Hu Wu Lin Karya Chen Wei An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bagaikan harimau terluka.
Tiga puluh prajurit bersenjata lengkap itu seakan
tidak mampu menahan amukan Han Cia Pao yang bertangan
kosong saja. Memang saat itu Han Cia Pao tengah benarbenar marah dan kebetulan sekali dalam perjalanannya ia
bertemu pasukan ronda. Tanpa basa-basi ia langsung
mengamuk dan menghajar mereka hingga lintang pukang.
Bahkan komandan pasukan pun bukan lawan Han Cia Pao.
Golok lebar senjata andalannya dapat dipukul lepas oleh
Han Cia Pao kurang dari sepuluh jurus dan ia dijadikan
bulan-bulanan hingga babak belur. Kini Cheng Pu yang
menonton dari pinggir menjadi bingung apakah harus ikut
menolong atau membiarkan Han Cia Pao melampiaskan
emosinya.
Tepat saat Cheng Pu sedang kebingungan, tiba-tiba
sesosok bayangan terbang dengan amat cepat berkelebat
masuk ke dalam kekacauan prajurit ronda itu. Gerakannya
begitu cepat dan tiba-tiba sehingga Han Cia Pao yang tengah
asyik melampiaskan emosinya dengan menghajar pasukan
ronda itu tidak sempat lagi menghindar. Punggungnya
terhajar dengan telak dan ia terlempar beberapa langkah.
Han Cia Pao terbatuk-batuk merasakan napasnya sesak. Ia
segera berpaling ke arah pemukulnya dan kali ini lebih- 136 bersiap menghadapi segala kemungkinan. Tapi sosok itu
tampaknya tidak ingin melanjutkan penyerangannya dan
lebih memilih menolong sang komandan yang babak belur.
Cheng Pu yang tadinya hendak masuk ke tempat
pertarungan menghentikan niatnya. Ia memilih bersembunyi
di balik semak-semak menantikan apa yang akan terjadi
selanjutnya. Ia mengamati sosok bayangan yang baru tiba
itu dengan seksama. Ia seorang pria setengah baya yang
berpakaian sutra halus berwarna biru. Wajahnya merah
merona menampakkan wibawa seorang bangsawan.
Matanya sipit dan alisnya tebal dengan dahi menonjol.
Rambutnya yang sebagian sudah memutih diikat dengan
tusuk konde emas berukir naga. Di pinggangnya tersandang
golok lebar juga berhiaskan naga. Cheng Pu menjadi
bertanya-tanya siapakah sebenarnya pria setengah baya ini
karena simbol hiasan naga hanya boleh dipakai oleh
kalangan istana.
Han Cia Pao sendiri tidak berani bertindak gegabah
setelah melihat sosok pria yang telah memukul
punggungnya ini. Tentunya ia bukanlah orang sembarangan
melihat penampilannya, lagipula ilmunya juga hebat karena
kehadirannya tidak dapat dirasakan oleh Han Cia Pao
sebelumnya. Sambil mengibaskan lengan baju dan
mendengus keras. Han Cia Pao berniat meninggalkan
lapangan itu. la sudah selesai melampiaskan emosinya
sehingga sudah lebih tenang dan pikiran jernihnya
mengatakan lebih baik ia segera pergi sebelum para prajurit- 137 itu memanggil bala bantuan dan mengejarnya nanti. Tapi
pendekar bergolok naga itu tampaknya tidak ingin
membiarkan Han Cia Pao meninggalkan tempat itu begitu
saja. la melompat menghadang di depan Han Cia Pao sambil
menyorongkan golok naganya.
"Anak muda. kau pikir bisa seenaknya menghajar
pasukan kerajaan dan pergi begitu saja?" tanya pendekar itu.
"Tuan. aku tidak bermaksud menyinggungmu, tapi
mereka memang layak dihajar" kata Han Cia Pao sambil
melirik komandan yang babak belur.
"Oh? Layak dihajar? Karena sebab apakah? Dan
bolehkah aku tahu nama tuan muda ini?" tanya pendekar itu
dengan heran.
Han Cia Pao tentu saja tidak bisa mengatakan ia
menghajar pasukan ronda itu karena ingin melampiaskan
kemarahannya kepada Kaisar yang telah menghukum mati
ketiga adiknya.
Gadis Ketiga Third Girl Karya Agatha Christie Siluman Ular Putih 10 Misteri Dewa Langit Empress Orchid Anggrek Ungu Kota Terlarang Karya Anchee Min

Cari Blog Ini