Ceritasilat Novel Online

Mencari Tombak Kiai Bungsu 3

Mencari Tombak Kiai Bungsu Karya RS Rudhatan Bagian 3



Kita akan berontak ?--



Tanya salah seorang.



- Bukan. kita akan keluar dengan muslihat dan jalan halus. Baru kemudian melawan apabila terjadi kekerasan dari prajurit Banyuwangi. Namun yang penting kalian beri kesempatan sentanu untuk membawa keluar Mirah Sekar. Berpura-puralah kalian kalah oleh anak muda itu. Baru kemudian tiga purnama sesudah Mirah Sekar bebas, giliran kita untuk keluar dengan diam-diam dari kadipaten ini.



Para prajurit Wanabaya mengangguk dan diam-diam mereka bersukur dengan timbulnya pengharapan baru untuk bebas.



Kadipaten Wanabaya seperti pada hari-hari sebelumnya merupakan sebuah kadipaten yang tenang dan tentram. Istana kadipaten selalu dalam ketenangan dan kesunyian manakala malam mulai datang menyelimuti.



Namun pada malam hari itu, terasa agak lain suasana yang terjadi. Tidak seperti biasanya, disana sini terlihat prajurit berjaga dengan lebih tegang. Karena sebagian dari para prajurit itu telah mengetahui apa yang akan terjadi. Pemimpin mereka telah memaparkan apa-apa yang akan timbul malam itu. Maka dengan harap-harap cemas mereka menunggu.



Adipati Wilapribrata adalah seorang adipati yang tangguh dan ditakuti. Selain karena ketinggian ilmunya, juga karena perangainya yang keras dan mudah menurunkan hukuman pada prajurit yang bersalah. Maka hampir seluruh kadipaten selalu merasa takut-takut apabila berhadapan dengan adipati itu, khawatir salah dalam berkata atau bertindak. Sebab akibatnya akan sangat hebat. Kematian adalah hal yang terlalu biasa bagi prajurit yang bersalah.



Malam itu prajurit jaga yang bertugas di ruangan dalam tempat Mirah Sekar dikurung berdiam diri membisu .Tak biasanya. kali ini mereka seakan telah merasa akan terjadi sesuatu.Dan bersamaan dengan ketika terdengarnya tanda dari gardu sebelah selatan yang menandakan malam telah lewat separuhnya.



Tiba-tiba empat orang prajurit itu melihat seorang prajurit lain mendatangi.



- He, mengapa kau malam-malam begini masuk kemari ? dimana kau bertugas ?



Prajurit yang baru tiba itu tersenyum.



- Aku hendak menemani kalian barang sebentar.



- Jangan semberono, bukankah kau tengah dalam kuwajiban jaga ?



- Benar, tetapi ada hal amat penting hendak kukatakan pada kalian.



Empat prajurit jaga itu memandang dengan curiga pada prajurit yang baru datang itu. .



- He, kau dari kelompok mana ? rasanya aku belum pernah melihat mukamu.



Kata salah seorang.



- Tentu saja kau belum pernah melihatku, karena biasanya aku bertugas didalam gedung perbendaharaan, sedang kalian dalam istana kadipaten. Sudahlah ! Aku ingin salah seorang diantara kalian ikut denganku.



- Gila ! kau mau ajak kemana ? Tidak bisa, kami bisa celaka kalau Gusti Adipati mengetahui kami meninggalkan penjagaan. -



- Gusti adipati tak akan mengetahuinya, lagi pula hanya sebentar karena ada yang hendak kuperlihatkan.



- Kaumelihat apa ?-



Tanya prajurit yang lain.



- Seseorang yang mencurigakan berada dalam bangunan bangsal yang belum jadi itu.

- Siapa ? -



- Aku tidak tahu maka kuajak salah seorang diantara kalian untuk melihatnya.



- Kau cari saja prajurit ronda.



- Terlalu lama, lekaslah! Aku khawatir jangan-jangan dia melarikan diri. -



Keempat prajurit jaga itu berpandangan. Bimbang ragu mengganggu hati mereka. Namun tiba-tiba salah seorang yang agaknya menjadi pemimpin mereka berkata :



- Ayo kita berdua melihat kesana. Dan kau tunggu disini. Kalau menipu, awas! Kuadukan Gusti Adipati bisa kepalamu lepas dari tempatnya.

Dua diantara prajurit jaga itu berjalan bergegas menuju tempat yang ditunjukkan oleh orang itu yang bukan lain adalah Sentanu. Dan begitu kedua prajurit itu pergi, Sentanu berjalan seakan hendak meninggalkan mereka yang masih,ada disitu.



- Hei. mau kemana kau?



- Tunggu dulu jangan pergi!-



Kata salah seorang sambil mencegat dimuka.



Namun ketika itu tiba-tiba muncul kepala prajurit yang begitu datang lantas menyerang salah seorang diantaranya. Sedang Sentanu melihat munculnya kepala prajurit itu, iapun cepat bergerak dan hanya dengan beberapakali gerakan yang tak terduga, dua orang prajurit itu telah roboh dan tidak berkutik. Maka dengan cepat pula kedua orang itu diseret disembunyikan. Dan kepala prajurit itu menggamit Sentanu untuk mencegat kedua orang yang pergi tadi.



- Pantas dihajar mulut orang Wanabaya itu ! -



Terdengar suara prajurit-prajurit tadi telah berjalan masuk kembali. Cepat Sentanu dan kepala prajurit itu loncat menempelkan tubuh dibalik pintu. Dan begitu dua orang prajurit itu melangkahkan kaki masuk kedalam ruangan, Sentanu berdua kepala prajurit itu sebat bergerak dan menyambar leher mereka.



Maunya kedua orang prajurit jaga itu hendak melawan, namun kemampuan mereka tidak imbang dengan para penyerang, maka segera kedua orang inipun roboh tanpa dapat bangun untuk selamanya.



- Lekas kau masuk ! -



Terdengar kepala prajurit itu memberi tanda sedang ia menyeret tubuh kedua orang yang baru saja mereka robohkan itu.



Sentanu cepat membuka pintu dan loncat masuk kedalam ruangan yang selalu tertutup. Dan ketika matanya mencari, tertampaklah seorang gadis cantik duduk disudut ruangan itu.



Si gadis ketika melihat munculnya seorang muda yang mengenakan pakaian prajurit menyapa :



- Ada kepentingan apakah kau masuk kemari ?



- Jangan membikin suara Gusti. -



Kata Sentanu seraya melekatkan ujung telunjuk jari pada bibirnya. Lalu ia mendekat dan berbisik :



- Aku diperintahkan oleh saudaramu Taruna untuk membawa keluar dari tempat ini.



- Taruna?-Dimana dia?--



Gadis itu menjerit dengan kaget. Namun Sentanu cepat menyambar dan menekap mulut gadis itu, hingga suaranya tak terdengar keluar.



- Pakai ini cepat ! -



Sentanu menyodorkan seperangkat pakaian prajurit pengawal kepada gadis itu. Dan sigadis yang mengerti dengan maksud pertolongannya cepat mematuhi perintah, dan sebentar kemudian sekilas ia telah terlihat sebagai seorang prajurit kadipaten. '



- Lekas ! --



Sentanu menarik tangan gadis itu keluar. Diluar kepala prajurit masih menunggu dengan hati berdebar.



- Cepat keluar lewat pintu utara itu ! -



Katanya. Dan Sentanu menyeret Mirah Sekar menuju jalan yang telah direncanakan.



Karena mereka telah mengenal baik segala sudut tempat itu maka tak banyak menemui kesulitan untuk keluar. Sementara itu kepala prajurit telah kembali kedalam rumahnya.



Kepala prajurit kadipaten itu berdebar keras hatinya. Sebab jika perbuatan mereka terlambat sedikit saja maka tempat itu segera akan penuh dengan prajurit lain. Karena kesempatan yang bagus 'ketika tak ada penjaga lain telah mereka pergunakan, maka kepala prajurit itu menjadi lega. Sebab jika terjadi ia ketahuan berkomplot dengan Sentanu menculik Mirah Sekar, tentulah bentrok senjata dan banjir darah tak dapat dihindarkan. Karena seluruh prajurit Wanabaya telah siaga untuk mengadu jiwa dengan prajurit asal Banyuwangi. Dan kini hanya tinggal menunggu kesempatan persiapan yang akan dikerjakan Sentanu yang berjanji akan kembali membebaskan mereka setelah tiga purnama kelak.



Pada saat itu Sentanu hampir tiba dimulut pintu lorong yang menuju keluar istana kadipaten. Namun ketika itu untung saja dua orang prajurit ronda mendekati mereka.



Sentanu cepat berkata pada Mirah sekar:



-Kau tiarap lekas dan tempelkan telinga pada tanah!



Mirah Sekar yang tidak mengerti dengan maksud penolongnya hanya menurut. Ia bertiarap menempelkan telinga ketanah. Sentanu melolos pedangnya, bersiap seakan hendak bertempur.



Prajurit ronda itu tiba ditempat mereka. Dan ketika dilihatnya dua orang itu bersikap aneh, salah seorang menegur :



- He, apa yang tengah kalian lakukan ini ? -



Sentanu memberi isyarat :



- Ssss ... ! Jangan keras-keras. Kawanku sedang mendengarkan langkah-langkah kaki aneh yang sedang mendekati tempat ini. Mungkin musuh menyerang.



Prajurit-prajurit ronda itu berpandangan.



- Kalian lekas mencari bantuan dan panggil kawan-kawan lain! Biar aku menunggu disini, kalau-kalau ada yang akan memasuki jalan ini. Biar aku akan menahan mereka lebih dulu.



Dua orang prajurit ronda itu cepat loncat mencari pasukan lain untuk bersiap. Dan ketika itulah Sentanu menarik lengan Mirah Sekar ditariknya keluar dari pintu kemudian keduanya berlarian keluar melewati hutan menuju tempat yang telah dijanjikan. Seekor kuda telah disiapkan oleh kepala prajurit ditempat itu, maka Sentanu segera membedal kuda itu melarikan diri ketempat Taruna menunggu.



Sementara itu dua prajurit ronda tadi itba-tiba berhenti berbareng dan dengan bergegas mereka memberitahukan adanya bahaya yang dikatakan oleh Sentanu. Maka berserabutanlah puluhan prajurit menuju keluar dengan menyandang senjata. Tempat itu segera menjadi gempar dan hiruk pikuk oleh suara mereka sendiri.



Keributan itu bertambah meledak ketika prajurit lain menemukan mayat keempat prajurit jaga yang menunggu kamar tawanan Mirah Sekar. Lebih kaget lagi ketika diketahuinya Mirah Sekar telah lenyap dari tempatnya. Maka bertambah ribut dan gempar mereka.



Selama ini sekalipun belum pernah terjadi keributan dan pembunuhan di kadipaten Wanabaya. Maka tentu saja kejadian itu amat mengejutkan.



Sementara itu dua prajurit ronda tadi sadar dan tertipu. Maka mereka jadi membanting-banting kaki dengan gemas.



- Mereka tentu lari kesana, kita susul !



Segera terdengar suara derap kaki kuda para prajurit yang mengejar keluar kadipaten. Namun Sentanu telah hilang berdua dengan Mirah Sekar bagai ditelan bumi. Jejak mereka tak lagi dapat diketemukan oleh prajurit-prajurit itu.



Sekeliling hutan yang berdekatan dengan kadipaten telah dijelajah dan diusik, namun jejak buruan masih tidak tercium oleh prajurit Wanabaya. Maka terpaksalah mereka kembali dengan kecewa dan ketakutan kena marah dari Adipati Wilapribrata.



Ketakutan para prajurit kadipaten ternyata beralasan. Sebab segera terdengar bentakan-bentakan dari dalam kraton ketika Adipati Wilapribrata membentak para penjaga dengan suara keras :



- Kurang ajar ! siapa yang melakukan ini semua ?! Hayo tangkap orang itu, lekas ! -



Para prajurit berloncatan keluar, namun segera muncul prajurit prajurit terdahulu yang telah gagal mencari Sentanu.



- Bagaimana semua ini bisa terjadi ? Siapa yang melakukan ?! Hayo katakan mengapa bisa begini ?

Mencari Tombak Kiai Bungsu Karya RS Rudhatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo




Adipati itupun membentak bentak dengan marah dan geram.



Dua prajurit ronda yang melihat kemarahan Adipati itu segera maju dan berkata :



- Ampun tuanku, tadi kami hanya mendapati dua orang prajurit yang berada dekat pintu keluar menyuruh kami juga mata prajurit yang mengejar Sentanu tidak berhasil menemukan



- Mengapa kau tidak awasi dua orang itu ? -



- Karena hamba mengira mereka adalah kawan sendiri:



- Bodoh !



Dan prajurit ronda itu tiba-tiba terjungkal kena sambaran tangan Adipati Wilapribrata yang marah bukan main.



- Gila semua ! Masak sebanyak ini kalian tidak mampu menangkap dua tikus kecil yang datang mengacau itu ? -Apa gunanya kalian kuutanam untuk menjaga kadipaten. ha ?!



Tak seorangpun menyahut perkataan itu. Tak satupun berani membuka mulut. Sebab dengan sedikit saja mereka membuka mulut berkata sama dengan mencari penyakit karena hanya akan menambah kemarahan Adipati yang tengah kalap itu.



- He, panggil kepala prajurit kemari, lekas ! -



Seorang prajurit cepat loncat mencari kepala prajurit yang belum juga terlihat. .



Tak lama yang dipanggil telah datang menghadap.



- Ampun tuanku, hamba baru saja hendak menghadap kemari.



Kata kepala prajurit itu.



- Bagus ! Apa sajakah kerjamu hingga Mirah Sekar berhasil diculik orang ?



- Hamba mengatur penjagaan dibagian selatan gardu induk kadipaten dan hamba mendengar adanya ribut-ribut, tetapi ketika hamba datang Mirah Sekar telah tidak berada lagi ditempatnya.



- Bodoh ! Kerbau dungu semua ! Hayo siapa yang pantas dicurigai melakukan perbuatan kurang ajar ini ? Hayo lekas kalian periksa dari kelompok mana dua prajurit yang berani mati berkhianat itu.



Maka segera terlihat para senapati mengumpulkan anak buahnya masing-masing kemudian memeriksa kalau ada diantara prajuritnya yang hilang dua. Namun ternyata tidak satupun prajurit kadipaten yang lenyap.



- Tak satupun yang hilang Gusti!



Sembah mereka kemudian.



- Kau panggil dan periksa kepala pengawas, jangan-jangan diantara mereka yang menjadi sebab timbulnya penyakit ini.



Ketika itulah muncul kepala pengawas dan dengan muka ketakutan ia berkata :



- Gusti adipati, Sentanu tidak berada ditempatnya, hamba sudah perintahkan mencari, namun jejaknya telah hilang dan lenyap begitu saja. -



- Sentanu ? ! Kurang, ajar ! Jadi anak itu menculik Mirah Sekar. Hh, awas kau ! Pasti kau akan dapat kubekuk dan kurobek isi perutmu !



Kepala prajurit terdiam, dan hatinya menjadi lega ketika Adipati Wilapribrata tidak mengusut hal itu lebih jauh. Namun diam-diam ia juga masih khawatir karena Adipati Wilapribrata bisa bertindak di luar dugaan. Seringkali ia nampak diam, namun dengan tiba-tiba melakukan tindakan yang mengejutkan. Maka Kepala prajurit itu berpesan pada prajurit Wanabaya agar selalu berhati-hati, sebab Adipati Wilapribrata tak mungkin tinggal diam dengan kejadian hilangnya Mirah Sekar. Kepala prajurit Wanabaya itu tahu Adipati Wilapribrata dapat kebobolan masuknya Sentanu disebabkan adipati itu terlalu banyak mencurahkan perhatian pada pembuatan benteng kadipaten



Sementara itu Sentanu yang melarikan diri dengan membawa Mirah Sekar, tiba ditengah hutan yang menjadi batas kadipaten dengan dusun Pringsewu. Dan hanya tinggal melintasi hutan itu maka keduanya akan dapat bertemu dengan Taruna yang masih menunggu disana.



- Ei, jadi kau bernama Sentanu ? -



Tanya Mirah Sekar tanpa sungkan dan rikuh.



-Bagaimana kau bisa bertemu dengan kangmas Taruna ?



Dengan singkat Sentanu menceritakan awal mulanya ia bertemu Taruna.



- Dan kau, mengapa menolongku ?



-Aku ?



Sentanu menjadi tergagap. Sebenarnya ingin ia banyak berkata, namun ketika tiba-tiba teringat mereka masih dalam pengejaran prajurit Kadipaten, maka ia menggamit Mirah Sekar untuk melanjutkan perjalanan. Akan tetapi kini Sentanu menjadi bingung. Tadinya ia hanya membawa seekor kuda ketika melarikan diri berdua Mirah Sekar dari Kadipaten, bahkan menarik-narik lengan gadis itu Sentanu tak merasakan sungkan. Tapi sekarang keadaan menjadi lain. Ia sadar sepenuhnya bahwa yang sedang bersamanya adalah seorang gadis cantik yang belum dikenalnya. Maka hati anak muda ini menjadi kikuk dan sungkan, hingga tinggal Mirah Sekar saja yang menunggang kuda itu dan ia menuntun berjalan disampingnya.



- Kita harus secepatnya keluar dari hutan ini, sebab prajurit Kadipaten pasti akan menyusul kita.



- Kau takut? -



Sahut gadis itu.



- He, bukan takut! Tetapi kalau jumlah mereka puluhan, kita pasti akan tertangkap kembali.



Dan dugaan kepala prajurit Wanabaya ternyata terbukti, sebab Adipati Wilapribrata ternyata memerintahkan prajurit-prajuritnya untuk mengejar dan mencari Sentanu dengan mengerahkan prajurit berkuda keseluruh tlatah Kadipaten, sebab menurut dugaan mereka tentu Sentanu belum jauh dari tempat itu.



Pada saat Sentanu masih menuntun kuda yang ditunggangi Mirah Sekar menerobos jalan hutan dalam kegelapan itu. tiba-tiba harus menjadi kaget ketika 'dari jauh terlihat banyak api obor mendatangi dan derap kaki kuda terdengar pula mengikuti arah langkahnya ditengah jalan hutan itu.



Meskipun ketika itu hari telah mulai mendekati fajar dan sebentar lagi terang tanah akan datang menyaput hutan itu. namun masih

juga mata prajurit yang mengejar Sentanu tidak berhasil menemukan jejak buruannya, karena Sentanu telah melepaskan kudanya dan di

gebraknya hingga binatang itu berlari keras kedepan. Sedang Sentanu segera menyusup ketengah semak-semak dan merayap berdua Mirah Sekar kearah barat.



Prajurit Kadipaten yang melakukan pengejaran, tiba-tiba seakan mendengar suara kaki kuda berlari kearah timur, maka dengan cepat mereka melarikan kudanya ketimur pula, sehingga Sentanu beroleh kesempatan menjauhi tempat itu dan masuk kedalam hutan lebih jauh..



Tepat ketika matahari mulai nampak muncul dari arah timur hutan yang semula masih remang-remang kini terlihat lebih terang meski pun cahaya matahari itu masih terhalang oleh banyak daun dan pepohonan. Ketika itulah Sentanu telah mencapai jarak yang cukup jauh dari para pengejarnya. Hatinya sedikit menjadi lega. Akan tetapi ketika dilihatnya Mirah Sekar kepayahan, hatinya menjadi berdetak. Ia kasihan melihat keadaan gadis itu. Mukanya kotor kena debu dan rambutnya banyak terkena oleh kotoran pula. sedang pakaian keprajuritan yang dipakai telah robek-robek sebagian ketika mereka merayap dengan susah payah di semak semak yang banyak tumbuh duri dan ranting tajam





- Kau lepas saja pakaian itu! -



Sembari berkata, seraya ia sendiri juga melepas pakaian prajurit yang dipakai pada tubuhnya.



Mirah Sekar menuruti permintaan itu. Dan baru saat itulah Sentauu dapat memperhatikan wajah cantik si gadis yang memang nampaknya tanpa cacat. Namun ia segera menunduk pula ketika matanya nyalang dan singgah tanpa sadar pada bagian dibawah leher Mirah Sekar yang membentuk belahan kuning dan berisi.



Mirah Sekar sedikitpun tidak mengetahui dirinya diperhatikan oleh anak muda itu. Namun ia merasa anak muda yang telah menolongnya itu pemalu. Dan yang paling terasa dihati Mirah Sekar, pemuda itu amat berhati-hati dan menghormat sekali padanya. Maka diam diam ia bersukur dalam hati. Sebab jika tidak Sentanu menghormat, sudah sejak semula ia tak akan sudi bersama anak muda itu, meskipun mengaku sebagai suruhan dari Taruna.



- Hayo lekas kita lewat sana.



Sentanu menunjuk arah gerumbul lebat yang terlihat dimuka



- Mengapa tidak melewati jalan itu saja? -



- 0, kalau kita melalui jalan itu, tentu akan mudah diketahui prajurit-prajurit!



- Mereka sudah jauh dari kita! -



- Bukan, mereka segera akan kembali mencari kita jika kuda yang kita lepas tadi diketahui tanpa orang.



Gadis itu tidak membantah pula. Maka dengan langkah hati-hati ia berjalan menerobos jalan gerumbul itu, dengan Sentanu dimuka mencari jalan dan membabat semak ilalang yang menghalangi jalan.



Tapi dengan tiba-tiba terdengar derap kaki kuda mendatangi tempat itu. Sentanu menjadi kaget, tahulah ia bahwa prajurit Kadipaten telah tiba kembali dan kini mengejar pula dengan marah ketika mengetahui buruannya tidak bersama kuda yang mereka kejar tadi.



- Hei itu Sentanu !



Tiba-tiba berseru salah seorang yang melihat kedua buruan berusaha menerobos jalan hutan disitu.





- Hei berhenti! -Menyerahlah sebelum kami turun tangan mencabut nyawamu! -



Terdengar seruan prajurit-prajurit itu.



Mirah Sekar pucat, dan cemas hatinya mengetahui para pengejarnya menemukan jejak. Sedang Sentanu tak kurang cemasnya, bukan ia takut kehilangan nyawa, namun kini keadaan menjadi berat karena ia harus berusaha untuk menyelamatkan Mirah Sekar, yang berarti ia harus bertahan dengan mati-matian menghadapi prajurit Wanabaya yang tidak sedikit itu.



Maka melihat munculnya para prajurit itu Sentanu berhenti membelakangi Mirah Sekar. Pedangnya yang semula disembunyikan dibalik punggungnya, ia cabut dan kini ditunggunya prajurit-prajurit yang datang meluruk menyerbu dengan kuda tunggangan mereka. Namun sungguh naas nasib prajurit. yang berada paling dimuka, karena begitu tiba dimuka Sentanu, anak muda itu telah mendahului bergerak dan pedangnya merobek leher kuda lawan, lalu disusul sebuah babatan menyerang penunggangnya yang kaget terpelanting jatuh terbanting dari atas kuda dengan dada robek oleh babatan pedang Sentanu.



Mirah Sekar menjerit melihat babatan pedang itu merobek dada prajurit dan leher kuda itu. Sehingga Sentanu kaget mendengar jeritan Mirah Sekar yang dikiranya terluka oleh senjata. Namun ketika ia loncat mendekati si gadis, hatinya menjadi lega.



- Apa boleh buat Sekar, aku terpaksa berbuat ini. Kalau tidak, nyawa kita yang akan mereka rampas dengan kejam.



- Sentanu ...... ! -



Mirah Sekar berseru pelan.



- Kau disitu, tunggulah dan tenangkan hatimu Sekar!



- Aku takut, kita lari saja '.



- Mereka berkuda, kita sia-sia untuk lari. Tenanglah, aku pasti akan dapat mengusir mereka ini. -



Tiba-tiba prajurit yang berada dibelakang, kaget melihat kehebatan Sentanu hingga untuk beberapa saat mereka ragu-ragu tapi akhirnya loncat menerjang dengan mengeluarkan seruan keras.



Sentanu kaget juga hatinya, tiga batang pedang sekaligus menyabet dan tiga ekor kuda itu mendesaknya kebelakang, namun ia juga putarkan pedang yang dipegangnya, sehingga ketika terjadi benturan dari senjata2 itu terdengar suara berdencingan, namun ternyata kekuatan sentanu lebih banyak menang, hingga dua batang pedang prajurit melayang kena gempuran itu. Dan Sentanu bersorak dalam hati melihat lawan dapat ia imbangi. Maka ia bergerak lebih cepat pula. Segera terdengar suara ringkik kuda yang terkejut akibat terkena sambaran senjata ditangan Sentanu yang berkelebat dengan hebat dan mengejutkan.



Akan tetapi jumlah para pengejarnya berlipat lebih banyak. Roboh satu datang dua, roboh dua muncul empat. Yang empat mundur terluka., namun delapan maju bebareng, dan lainnya yang masih berada dibelakang menyaksikan pertempuran itu melihat kawan-kawannya banyak terluka segera maju dan kini hampir seluruh prajurit yang mengejar maju mengeroyok dirinya. Terlihatlah perkelahian yang tidak seimbang ditempat itu.



Betapapun tinggi kepandaian Sentanu, namun menghadapi keroyokan prajurit Wanabaya itu, makin lama ia menjadi semakin terdesak pula. Dan kini ia tak lagi mempunyai banyak kesempatan untuk balas menyerang. Malah keringat telah membasahi tubuh dan gerakan-gerakannya semakin terlihat melemah. Sedang para pengeroyoknya bukan makin mundur, melainkan makin mendesak maju dan menyudutkan Sentanu pada satu kedudukan yang tidak menguntungkan. Sedang semangat para pengeroyok itu bertambah meluap karena melihat lawan telah nampak kepayahan dan bisa dipastikan mereka akan dapat meringkus buruannya itu.



Pada saat Sentanu makin terdesak hebat itu, dua orang prajurit tiba-tiba loncat. keluar dari pertempuran, dan keduanya loncat mendekati Mirah Sekar yang menutup muka ngeri melihat perkelahian berdarah itu.



Sentanu kaget melihat dua prajurit itu mendekati Mirah Sekar. Hatinya mencelos dan khawatir. Maka guna menyelamatkan si gadis dari serangan dua prajurit itu, Sentanu loncat keluar dari arena menyusul dua prajurit yang mendekati Mirah Sekar.




Mencari Tombak Kiai Bungsu Karya RS Rudhatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Tetapi akibat dari itu, tiba-tiba sebatang pedang prajurit yang berada paling dekat berhasil menyambar pahanya hingga Sentanu terbanting dengan paha robek oleh sabetan pedang itu. Darah mengucur dari luka. Namun ia loncat bangun pula dan tepat ketika dua prajurit tadi hendak meringkus Mirah Sekar, Sentanu mengerahkan

tenaga terakhirnya menyerang dua orang lawan itu. Dan akibatnya sungguh hebat. Dua batang pedang yang dipegang Sentanu melayang dengan cepat dan terlempar dari tangan meluncur kemuka dan langsung masuk kepinggang dua orang prajurit itu hingga roboh terjungkal tidak mampu bangkit kembali kecuali menggerang kesakitan terkena sambaran pedang yang masuk pinggang lebih dari sepertiganya.



Tetapi prajurit lain telah maju pula, dan kini Sentanu tidak lagi bersenjata. Namun ia masih bertahan mendekati Mirah Sekar seraya berkata :



- Kau larilah Sekar! Lekas! Dimulut hutan itu saudaramu menunggu. Lekas, larilah!



Tapi Mirah Sekar tidak bergerak dari tempatnya.





- Cepatlah Sekar! -



Sentanu berseru pula, bersamaan itu sebuah serangan lawan sampai mengancam pundak. Maka Sentanu banting diri kebelakang menghindari serangan itu. Akan tetapi seorang lagi loncat mengirim serangan dengan kedua kakinya mengarah Sentanu, yang masih bergulingan. Dan .



- Buk! Buk!



Sepasang kaki

prajurit itu berhasil masuk dada Sentanu hingga anak muda itu terlempar jauh bergulingan.



Ia terlanjur terluka. Kalau tidak, belum tentu ia dapat dikalahkan oleh lawan-lawannya. Lagi pula menghadapi jumlah penyerang yang tidak sedikit, bukan satu hal yang gampang ia lakukan. Maka tanpa dapat ia cegah, berkali-kali lawan berhasil mengirimkan serangan padanya. Hanya yang membuat prajurit-prajurit Wanabaya ini menjadi kesal dan mendongkol adalah sampai sebegitu hebat mereka melancarkan serangan, namun masih belum dapat membekuk Sentanu. Apalagi membunuh anak muda itu. Bahkan dalam keadaan luka-luka berat pada pahanya anak muda itu masih mampu melindungi Mirah Sekar dari jamahan prajurit pengeroyoknya.



Agaknya melihat demikian, prajurit-prajurit itupun menjadi sadar bahwa tak mungkin mereka dapat membunuh Sentanu jika tidak

berusaha lebih dulu membunuh Mirah Sekar. Maka kini serangan mereka tujukan pada gadis itu yang berada dekat dengan Sentanu.



Sentanu menjadi kaget melihat kelicikan lawan-lawannya. Maka bukan main marahnya ia. Akan tetapi sekali lagi ia terbentur pada ketatnya penyerangan lawan-lawannya yang masih puluhan banyaknya.



Lambat atau cepat, Sentanu pasti akan tewas diujung senj lawan-lawannya. Tenaganya makin berkurang, darah yang mengalir dari luka dipahanya sangat mengganggu gerak dan kekuatannya. Terlihat ia seringkali harus menggigit bibir mengumpulkan semangat dan kekuatannya yang sudah banyak berkurang. Agaknya tinggal menunggu waktu saja bagi Sentanu untuk menemui ajalnya ditempat itu, diujung senjata prajurit Wanabaya yang berjumlah tidak sedikit.



Namun pada saat Sentanu terdesak hebat itu, terdengar sebuah suara lembut dan kuat mengumandang ditengah pertempuran.



- Aha, sayang! Sayang sekali prajurit-prajurit gagah dan bersenjata mengeroyok anak muda yang telah kepayahan.



Dan aneh, ketika suara itu berhenti dan hilang dari pendengaran, tiba-tiba seluruh senjata yang dipegang para prajurit itu terlempar dengan tidak terduga bagai ditarik tenaga raksasa. Tidak hanya itu saja, para pengeroyok itu merasa tubuh mereka terdorong oleh angin kuat hingga mundur dan berloncatan dengan muka pucat dan kaget.



Sentanu tidak kurang herannya melihat kejadian ini. Tadinya ia mengira Taruna muncul dan menolong. Namun ketika dilihatnya di tempat itu muncul seorang tua berambut putih mengenakan jubah panjang yang melilit tubuhnya, Sentanu menjadi terkejut. Namun sebelum ia dapat berkata, orang tua itu telah membuka kata-katanya lebih dahulu pada para prajurit Wanabaya.



- Kalian kembalilah ke Kadipaten dan katakan pada Wilapribrata aku memerintahkan kalian kembali dan melepaskan anak muda ini!



Salah seorang diantara prajurit itu maju dan menegur marah dengan suara keras;



- Kau siapakah orang tua ini berani memberi perintah?



- Kau terlalu kasar, omonganmu kurang sopan dan kau tidak pantas menjadi prajurit. Kalau kau tak mau kembali dengan baik-baik. apakah kau ingin aku paksa dengan kekerasan? Kalau ya, nah pergilah kau! -



Dan suara orang tua itu jadi menggeledek dengan hebat, hingga kuda prajurit itu melonjak karena kaget, dan tiba-tiba kuda itu membalikkan badan seraya meringkik keras lalu berlari kabur bagai kesurupan

setan. Untunglah prajurit yang menunggangnya sebat hingga cepat memegang leher binatang itu hingga tidak sampai terbanting. Kawan-kawannya yang menyaksikan kejadian itu menjadi kaget .Maka sadarlah mereka bahwa kini berhadapan dengan seorang sakti yang tidak bisa dianggap ringan, maka tanpa berunding, berloncatan kepunggung kuda mereka dan melarikan binatang itu dengan tanpa banyak mulut seraya membawa teman-temannya yang terluka.



Dalam beberapa saat tempat itu kembali bersih-dari ' prajurit yang mengeroyok. Dan sesudahnya para prajurit Kadipaten jauh, orang tua itu mendekati Sentanu yang tengah duduk menutup lukanya yang parah.



Tanpa banyak cakap orang tua itu memegang paha Sentanu lalu mengurut-urutnya. Hingga tak lama kemudian darah yang mengalir dari luka itu telah berhenti.



- Kau hebat dan berani anak muda, siapakah namamu?



Bertanya orang tua itu.



- Aku Sentanu. Dan kau ini siapakah telah mau

menolong diniku ?



- Aku? Jangan bersusah payah menyebutku. Tetapi kalau memang kau ingin mengetahuinya cukup kau panggil aku dengan sebutan Ki Ageng Semu. Karena begitulah orang banyak memanggilku.



Berkata-kata demikian, orang tua yang mengaku bernama Ki Ageng Semu itu terus menggerakkan tangan dan jari-jarinya mengurut luka dan menepuk-nepuk paha Sentanu yang terluka.



- Ki Ageng Semu yang budiman. -



Terdengar suara halus berkata.



- Biarlah aku ganti merawat luka kawanku ini.



Ki Ageng Semu menoleh dengan heran. Dilihatnya Mirah Sekar telah berdiri didekatnya.



- Oh ya, aku jadi terlupa. Rupanya kau masih membawa kawan. Ah, ah, orang tua selalu lebih cepat lupa. Baik ! Baik kau ganti merawat kawanmu yang terluka ini.



Dan Ki Ageng Semu melepaskan Sentanu, lalu ia berjalan beberapa langkah kemudian berdiri membelakangi Sentanu dengan Mirah sekar yang sedang membalut luka itu dengan sobekan baju.



Namun Mirah Sekar menjadi merah mukanya ketika melihat Ki Ageng Semu berdiri membelakangi itu. Ia merasa diejek. Maka cepat ia lepaskan balutan yang belum selesai dan berlari dari tempat itu. Rasa malu menjalar dari

hati kemukanya hingga muka itu menjadi merah jambu. -



Ki Ageng Semu membalikkan tubuh.



- Sudah?



Tanyanya. Tetapi ia tertawa lebar ketika dilihatnya gadis itu berlari dengan muka merah.



-Aha, anak-anak memang suka pemalu menghadapi begini -



Gumamnya.



Dan Sentanu yang belum mengetahui apa yang menjadi sebab Mirah Sekar berbuat begitu menjadi heran. Lebih heran lagi ketika didengarnya Ki'Ageng Semu bergumam begitu. Namun ia diam saja.



Ketika itu tiba-tiba muncul tanpa diketahui oleh Sentanu maupun Mirah Sekar, seorang wanita yang meskipun telah nampak usianya menua, tetapi jelas terlihat bekas kecantikannya dimasa mudanya.



Wanita itu begitu melihat Ki Ageng Semu berada merawat luka Sentanu, mengerutkan kening. Tetapi sebentar kemudian berkata :



- Aha rupanya kau telah menemukan buruan itu Ki Ageng !



- E, kau diam dulu jangan terlalu ribut. Nanti burung ini lepas pula ! -



Jawab Ki Ageng Semu.



- Bagus kalau begitu. Akupun secepatnya harus mencari yang sebagus punyamu itu!



Wanita itu menjawab perkataan Ki Ageng.



Tentu saja Sentanu tidak mengerti dengan percakapan dua orang tua aneh yang datang tiba-tiba itu. Namun ia tahu keduanya tentulah orang-orang berilmu tinggi sebab kehebatan Ki Ageng Semu telah ia saksikan ketika menolong dirinya dari keroyokan prajurit Wanabaya itu.



Sedangkan perempuan yang baru tiba itupun pastilah seorang yang luar biasa, terbukti kedatangannya saja tidak ia ketahui darimana. Tau-tahu telah berada ditempat itu.



- E, Ki Ageng, omong-omong sebenarnya aku iri juga dengan peruntunganmu mendapat bahan bagus itu!



- Kau diamlah dulu Nyi Ageng Maloka! Belum juga ditanya apa orangnya mau diambil murid atau tidak, kau sudah banyak omongan. -



- Eh kau marah?



- Kenapa marah? kalau kau iri, lihat disana masih ada lagi satu badan bertulang baik!



Perempuan itu menoleh mendengar perkataan Ki Ageng terakhir itu. Dan ketika matanya menumbuk Mirah Sekar yang berada tidak jauh dari tempat mereka, mata perempuan itu menatap sekilas pada Mirah Sekar, lalu terdengar suara tertawanya, perlahan, tetapi menggetarkan siapa yang mendengarnya.



- Bagus Ki Ageng, kiranya kita memang beruntung. Benar juga katamu, dia itu tak kalah bagus dengan buruanmu.



Sesudah dirasanya oleh Sentanu keadaan lukanya bertambah baik, ia bangkit kemudian membungkuk menghaturkan terimakasih pada Ki Ageng Semu yang telah menolongnya



- tunggu dulu anak muda.



Berkata orang tua itu.



- Aku menolongmu bukannya tidak memiliki pamrih, kau harus tahu itu.



Sentanu melengak heran mendengar perkataan orang tua itu.



- 0, apakah maksudmu orang tua?



- Kau harus menjadi muridku anak muda. -



Jawab orang tua itu pula.



- Jadi muridmu?



- Ya, dan ikut untuk belajar denganku.



Sentanu sadar dengan siapa ia berhadapan. Hatinya menjadi gembira bertemu dengan orang tua yang berilmu tinggi, lagi pula sudah lama ia idamkan benar hendak mencari guru yang lebih tinggi ilmu darinya memenuhi pesan mPu Sugati. Dan kini tanpa disengaja malah ia hendak diambil murid oleh orang tua itu. Maka tanpa menunggu lebih lama ia menyahut sambil memberi hormat lebih dalam;



- 0 terimakasih, terimakasih Ki Ageng sudi mengambil diriku yang bodoh menjadi muridmu. Aku menerimanya,



Ganti Ki Ageng semu tertawa, hatinya gembira mendengar perkataan Sentanu. Lalu Ki

Ageng Semu berkata pula:



- Kalau kau suka, hayo berangkat sekarang!



Sentanu terkejut. Tak ia duga Ki Ageng Semu akan mengajaknya dengan tiba-tiba. Maka cepat ia maju dan berkata :



- Apakah harus sekarang juga Ki Ageng?


Mencari Tombak Kiai Bungsu Karya RS Rudhatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo




- Ya kau mau tunggu apalagi?



- Mirah Sekar .... .



- Jangan perdulikan dia! Akan ada yang mengurusnya! Hayolah! Atau aku paksa kau agar menurut? -



- Kau ikutlah dia! -



Mirah Sekar berkata seraya mengerling pada Sentanu yang menjadi heran melihat kemauan si gadis.



- Sekar, apa maumu? Kakang Taruna masih menunggumu, bagaimana kalau kakang Taruna tak berhasil menemukan kita tentu dia



- Jangan khawatir Adi Sentanu! Aku sudah tahu semuanya.



Tiba-tiba terdengar suara tertawa yang dikenal olehnya. Maka ia girang karena yang datang dan berkata bukan lain adalah Taruna yang muncul sambil menyeret keranjang pikulannya.-



- Kakang Taruna!



Ia berseru dan menghamburkan diri, disusul oleh Mirah Sekar yang segera memeluk saudara tuanya.



- Ah Sekar, kau makin cantik saja.



- Kang Taruna, aku.... aku selalu memikirkan dirimu

kang .........



Mirah Sekar terisak-isak dipangkuan Taruna yang tak dapat berkata2 setelah saudara perempuan itu merangkulnya sambil menangis.



- Ya sudahlah. Semua akhirnya berakhir dan kita bertemu pula.



Kata Taruna.



- Dan semua ini berkat adimas Sentanu.



Lalu Taruna menoleh dan berkata:



- Kau ikutlah Ki Ageng. Adi Sentanu! Tak akan salah langkahmu mengikuti dia!



- Ha...... ha ..... pinter juga kau Taruna. Kau memujiku agar mau membawa anak bodoh itu. Ha ...... ha tak usah kau berkata demikian jauh sebelumnya aku sudah mengincar.



- 0, maaf Ki Ageng. -



Sahut Taruna.



- Bukan maksudku hendak memujimu dengan mengharap sesuatu.



- He ....... . he...... aku percaya! Aku percaya padamu Taruna, siapa tidak tahu Taruna anak Tamponi yang jujur dan berbudi itu? Ah, jika aku mengingat ayahmu, hatiku menjadi sedih pula. Sudahlah! Hayo kita berangkat sekarang!



Sentanu menjadi ragu-ragu pula. Dilihatnya Mirah Sekar masih memandang padanya dengan tersenyum seakan ikut mendesak agar mengikuti Ki Ageng Semu.



- Ikutilah! .



Kata gadis itu pula.



- Kau melepasku

Sekar?



Bertanya Sentanu bagai kanak kanak pada ibunya.



- Bodoh! Tentu saja dia akan ikut denganku! -



Tiba-tiba wanita yang dipanggil Nyi Maloka tadi berseru mendelik pada Sentanu.



- Benar itu Sekar?



Ia bertanya pula. Dan Mirah Sekar menoleh pada Taruna.



- Ikutlah kalian pada orang-orang tua ini, beruntung kalian-jika menuruti kemauannya. -



Kata Taruna.



- Hatiku lebih tentram melepaskan ikut Nyi Ageng Maloka dari jika kau masih ada dalam tangan Kangmas Wilapribrata. Itulah Sekar, dan kau Adi Sentanu. Pada saatnya kita pasti masih akan bertemu.



- Hayo lekas! Kalian ini banyak omong. Nah selamat tinggal Nyi Ageng! Kita bertemu lain kali.



Ki Ageng Semu bergerak dan sebelum Sentanu tahu apa yang terjadi, ia merasa lengannya telah ditarik oleh orang tua itu dan tubuhnya segera terasa melayang berlari dengan cepat diseret Ki Ageng Semu.



Sementara itu Mirah Sekar tiba-tiba juga menjerit kaget ketika Nyi Ageng Malaka menarik tangannya dan berkelebat membawa gadis itu. Kedua orang tua itu berpisah mengambil jalan berbeda. Yang dalam sekejap keduanya telah hilang membawa kedua anak muda itu.



Taruna termangu-mangu melihat kejadian itu. Namun dalam hati Taruna merasa girang mengetahui saudaranya kini telah benar terlepas dari cengkeraman Adipati Wilapribrata, bahkan bertemu dan diambil murid oleh Nyi Ageng Malaka yang ia ketahui adalah seorang tokoh sakti sejajar dengan Ki Ageng Semu yang membawa Sentanu.



- Keduanya beruntung!



Kata Taruna dalam hati. Karena Taruna tahu benar kedua orang tua itu adalah orang-orang yang tergolong berilmu tinggi, yang pada masa ayahnya Tamponi menjadi Adipati di Kedawung Banyuwangi, telah dikenal oleh Taruna dengan baik.



Malah Taruna pernah menyaksikan kehebatan kedua orang itu sewaktu mereka datang di Banyuwangi. Maka diam-diam ia merasa bersukur Mirah Sekar bertemu jodoh dengan Nyi Ageng Malaka. Hatinya gembira, dan tentu saja timbul pengharapan baru dalam benak Taruna. Maka dengan bergegas ia kembali pulang ke Pringsewu untuk memberitahukan khabar gembira itu.



Ki Ageng Semu dan Nyi Maloka sejak lama menjadi gelisah. Mereka ingin mempunyai murid yang memiliki bakat dan watak bagus. Sayang jika kepandaian yang dimiliki akan musnah begitu saja tanpa ada yang mewarisi. Maka berbulan-bulan kedua orang tua itu mengembara dari barat ketimur, keselatan dan utara mencari murid. Namun rupanya masih juga belum didapat yang dicarinya.



Baru ketika 'kedua orang tua itu melihat Sentanu dan Mirah Sekar, maka hanya dengan melihat sekilas, sebagai seorang yang banyak pengalaman serta mampu mengenal watak manusia, maka mudah saja kedua orang sakti itu mengenal Sentanu dan Mirah sebagai anak-anak muda yang berbakat dan memiliki dasar watak bersih.



Maka keduanya tanpa merasa ragu sedikitpun telah mengambil kedua anak muda itu sebagai murid dan membawa mereka ke pertapaan masing-masing.



Sentanu yang pada dasarnya telah memiliki pengetahuan dan kepandaian tidak mengalami banyak kesulitan menuntut ilmu dari Ki Ageng Semu. Namun akibatnya sungguh hebat. Dalam waktu singkat ia telah berhasil menyerap hampir seluruh kemampuan yang dimiliki gurunya. Kini ia telah berubah menjadi seorang muda yang bukan lagi seperti ketika belum bertemu dengan Ki Ageng Semu. Ia rajin dan tekun berlatih, sabar dan teliti dalam menimba ilmu dari gurunya yang bijaksana dan tahu mendidik anak itu.



Pada masa itu, sisa kerajaan Majapahit berada dalam kekuasaan Prabu Udara yang mengalami banyak pertempuran dalam usahanya mempertahankan negri yang mulai diancam keruntuhan akibat berontaknya para taklukan. '



Namun ancaman paling besar adalah timbulnya Kerajaan Demak yang dipegang oleh Pati Unus. Sebab agak berbeda dengan ketika Raden Patah memegang kekuasaan, Pati Unus ternyata memusatkan perhatian besar guna menaklukkan Majapahit yang dianggapnya sebagai kerajaan kafir di Jawa. Pati Unus merencanakan untuk menghancurkan dua kerajaan kafir yakni Majapahit dan Pajajaran.



Pati Unus tahu benar bahwa Majapahitlah lawan terberat yang harus dihadapi. Maka kekuatan untuk itu disusun dengan lebih baik, lagi pula sekalipun Majapahit telah mulai terlihat lemah dan banyak mengalami kemunduran, akan tetapi Pati Unus tidak mudah begitu saja menghancurkan negri itu. Masih banyak terdapat orang kuat yang membentengi Majapahit dan Pajajaran. Tak sedikit terdapat orang-orang berilmu tinggi yang masih memihak Majapahit.



Namum demikian, Pati Unus didampingi oleh banyak orang-orangnya tak putusnya melakukan perundingan dan mencari siasat guna menghancurkan dua negri Majapahit dan Pajajaran itu. Pati Unus di bantu para punggawa Demak, seperti Pangeran Benawa, Sunan Prapen dan para tetua lain yang tidak ringan kepandaiannya.



Dalam pasewakan agung dihadapan Adipati Unus tengah terjadi perundingan dan perdebatan menarik ketika Sang Adipati memaparkan peristiwa yang baru saja dialaminya.



- Paman Sunan. -



Berkata Senapati kepada penasehat yang berada dekat disampingnya.



- Aku sesungguhnya tengah memikirkan peristiwa ganjil yang beberapa hari yang lalu kualami dalam mimpi.



- Mimpi apakah paduka Tuanku ? -



Tanya Sunan Prapen.



- Katakan agar hamba dapat memberikan wawasan atas mimpi itu.



Untuk beberapa saat Baginda masih tidak mengutarakan akan mimpi itu. Hingga para senapati dan pembesar kraton lain juga terdiam, mereka menunggu apakah yang hendak dikatakan oleh Raja perihal mimpinya.



- Katakanlah Tuanku,



Desak Sunan Prapen ketika dilihatnya Baginda masih berdiam diri.



Namun



- Tentu akan aku katakan paman Sunan-



Akhirnya berkata Pati Unus



-Malam itu aku mimpi berada seorang diri di hutan perburuan, dengan menunggang kuda aku menerobos masuk hutan. Namun sewaktu telah jauh masuk kedalam itu, tiba-tiba

timbul kebakaran dan api mengurung jalan keluar. Tentu saja aku menjadi bingung. Tetapi aneh! Tiba-tiba terbuka sebuah jalan lurus kearah timur yang tidak dijilat oleh api yang tengah membakar hutan. Maka tanpa berpikir panjang kudaku kularikan melewati jalan itu secepat-cepatnya. Dan selamatlah aku tiba dimulut keluar hutan, sementara dari jauh masih terlihat api membakar hutan sebelah sana.



Baginda berhenti sejenak. Yang mendengar tidak bergerak, mereka-dicengkam oleh perasaan ingin tahu bagaimana kelanjutan dari cerita itu.



- Namun akhirnya, paman.



Sambung Baginda pula



- Ketika aku tiba dimulut keluar hutan itu, muncul Ki Ageng Semanding yang juga menunggang seekor kuda hitam tinggi besar dan gagah.



- Ki Ageng Semanding? -



Sunan Prapen bertanya dengan roman kaget.



- Ya, Ki Ageng Semanding. -



Jawab Baginda.



- Lalu bagaimana Tuanku ?



Yang lain memasang telinga dengan lebih tajam. Mereka tadi terkejut mendengar Pati Unus menyebut nama Ki Ageng Semanding.


Mencari Tombak Kiai Bungsu Karya RS Rudhatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo




Sebab siapa yang tidak kenal dengan nama itu?



Ki Ageng Semanding adalah seorang sakti yang cukup ditakuti oleh Demak. Hanya karena adanya orang itulah Demak masih belum dapat melumpuhkan perlawanan dan pemberontakan Majapahit.



- Seperti paman ketahui.



Lanjut Baginda pula.



- Ki Ageng Semanding tentu akan tidak tinggal diam bertemu denganku. Ketika itu hatiku telah merasa kaget dan cemas, lebih-lebih ketika Ki Ageng Semanding tiba-tiba menyerang dengan mengeluarkan sebuah senjata yang aneh. Namun ketika keris pusaka yang kupergunakan menangkis serangan itu kutung dan hancur oleh serangan Ki Ageng Semanding, aku semakin menjadi terkejut. Akan tetapi orang tua itu tiba-tiba pula menyerang dengan kesaktiannya, senjata yang dipegangnya menyala mengeluarkan api yang membakar dan menjilat tubuhku. Maka karena merasa tidak mampu melawan, aku bedal kuda dan melarikan diri kabur kearah selatan. '



Sejenak baginda berdiam pula menahan nafas mengingat mimpi yang menegangkan perasaan itu. Sesudah berdiam demikian baginda melanjutkan pula :



- Namun ternyata Ki Ageng Semanding mengejar dengan kudanya, dan lari binatang itu agaknya lebih cepat dari kuda tungganganku, sehingga tidak lama segera tersusul oleh orang tua itu segera masih mengancam hendak membunuhku. Namun sudah barang tentu aku tak akan menyerah kepadanya. Kudaku terus kularikan, kearah selatan menembus hutan dan turun naik pegunungan.



Tetapi betapa terperanjat ketika aku sadar, bahwa aku telah lari sampai puluhan pal dan didepanku terbentang laut kidul yang bergelora. Tak ada lagi jalan untuk menyelamatkan diri. Sedang Ki Ageng

Semanding telah dekat dan tanpa banyak bicara ia terus menyerang dengan senjatanya kearahku. '



Tanpa sadar tiba-tiba mulutku berseru :



- Tolong! ...... Dan aneh! Tiba-tiba dari arah laut kidul muncul seorang anak muda menunggang kuda berwarna putih membawa sepasang pedang. Melihat kepadaku sambil anak muda itu berkata. Jangan khawatir, hamba datang menolong tuanku. Lalu diserangnya Ki Ageng Semanding dengan hebat. Dan ternyatalah anak muda yang baru muncul itu tidak mendapat perlawanan yang berarti, karena Ki Ageng Semanding yang terkenal sakti mandraguna roboh tertembus pedang anak muda itu.

Melihat Ki Ageng Semanding tewas aku bersorak gembira, lalu kudekati anak muda itu. Terima kasih anak muda! -Tegurku Siapakah namamu dan darimana pula asalmu ?

Namun anak muda gagah dan tampan itu hanya tertawa dan menjawab pendek :



- Nama hamba adalah anak angin dan api, Gusti. Dan kalau Gusti bertanya akan asal, hamba berasal dari tanah Sigaluh di Pakuan.

Sesudah menjawab, anak muda itu tiba-tiba loncat dan berlari dengan kudanya masuk kedalam laut kidul dan lenyap disana. Ketika itulah aku terbangun.



Baginda mengakhiri kisahnya. Sunan Prapen yang mendengar dengan sepenuh perhatian termenung beberapa saat. Yang lainpun masih berdiam diri. Tak satupun membuka mulut. Mereka menunggu apa yang akan dikatakan selanjutnya oleh Baginda.



- Paman Sunan yang waskitha.



Kata Pati Unus kemudian.



-Terangkan kepadaku makna dari mimpi itu paman! Dan apakah kiranya mempunyai ilapat buruk bagi Demak atau sebaliknya memberikan pertanda bakal timbulnya kemenangan. Katakanlah paman Sunan !



Sunan Prapen tertawa kecil. Dan kini semua mata memandang kepada orang tua itu. Sebab mereka tahu Sunan Prapen adalah penasehat agung dan seorang yang berdiri dibelakang Pati Unus sebagai penasehat dan sesepuh.



- Ah, tuanku terlalu memberati perasaanku dengan pertanyaan itu. Namun baiklah, aku akan mencoba mengutarakan apa-apa yang dapat kutangkap dari mimpi tuanku itu.



- Menurut perhitungan paman, mimpi itu memberikan pertanda bahwa kini Majapahit telah semakin bertambah kuat dan siap menyerang Demak. Namun seperti kita sekalian telah mengetahui, dibelakang mereka itu terdapat banyak orang-orang tua sakti dan berilmu tinggi, diantaranya adalah Ki Ageng Semanding, Maka hanya seorang inilah yang akan sukar dijatuhkan oleh kita. Bahkan kita akan banyak mengalami banyak kekalahan dan korban akan berjatuhan.



- Tetapi tuanku, Demak akan dapat memperoleh kemenangan jika tuanku bisa berhasil mendapatkan anak muda yang bertemu dalam mimpi tuanku itu. Hanya olehnya saja Ki Ageng Semanding akan jatuh dan seluruh kadipaten di timur dan Majapahit akan takluk kepada kekuasaan tuanku di bumi Demak.



- Tetapi, kemana akan dapat dicari anak muda itu? -



Baginda menjadi kecewa.

- Tidak dapatkah paman Sunan memberikan keterangan dimana adanya anak muda itu? Apakah benar dia ada di alam kita ini? Karena aku hanya bertemu dalam mimpi paman !





- 0ho, tuanku tentu masih ingat. Apa yang terjadi dalam mimpi kerapkali merupakan pertanda yang menunjukkan barang wujud sebenarnya.



- Bagus paman! Kalau demikian, paman tentu mengetahui dimana adanya anak muda itu.Katakanlah paman Sunan,agar cepat

kita perintahkan para prajurit memanggilnya menghadap Demak.



- Ampun tuanku. -



Sembah Sunan Prapen dengan terkejut.



- Tentu saja paman hanya dapat mengatakan anak muda itu benar ada.

Tetapi untuk dapat menunjukkan secara gamblang dimana adanya, adalah suatu dosa dan kesalahan besar. Kita tidak diperkenankan mendahului kehendak Yang Maha Agung dengan membukakan halhal yang menurut kehendak-Nya masih harus tertutup. Jadi mohon ampun tuanku, tetapi dapat hamba tunjukkan jalan, tuanku dapat memberikan kesempatan kepada anak-anak muda diseluruh telatah Demak untuk masuk menjadi prajurit tamtama. Dengan cara itu tuan ku akan dapat bertemu dengan anak muda yang tuanku temui dalam mimpi itu. .



- Bagus! .



Baginda melonjak gembira.Lalu Baginda menoleh kepada Panglima prajurit Santa Guna dan bersabda :



- He, Santa Guna ! Kau dengar itu? Perintahkan kepada seluruh kepala prajurit untuk mengundangkan perintahku agar diadakan pemilihan prajurit dan sayembara untuk seluruh anak muda di Demak masuk menjadi prajurit.



Namun Panglima itu maju dan berkata;



- Ampun tuanku, hamba merasa tindakan itu tidak perlu dilakukan. Karena hamba telah mengetahui dimana adanya anak muda yang tuanku kehendaki itu.



- He, Santa Guna! Benarkah katamu? -



Baginda bertanya dengan heran.



- Benar tuanku, dia adalah anak menantu hamba sendiri Bagus Prana. Karena anak hamba itu gemar mempergunakan sepasang pedang, dan lagi ia cukup berilmu tinggi. -



Pangeran Benawa mendengar penuturan Santa Guna demikian, jadi tawa :



- Eh, Santa Guna! kau jangan ngaco seenakmu sendiri! Siapa bilang anak mantumu. Bagm Prana itu adalah anak muda yang di temui Baginda. Kau gegabah Santa Guna !





Santa Guna pucat ditegur oleh Pangeran Benawa demikian itu. Namun sesungguhnya Santa Guna telah lama memendam niat hendak menonjolkan anak mantunya. Santa Guna adalah Tumenggung tinggi hati dan sombong. Hatinya lebih banyak berwarna dengan kedengkian dan kejahatan. Hatinya culas bukan main. Namun karena Tumenggung ini tergolong berilmu tinggi dan berjasa, maka ia menjadi seorang yang disegani. Namun ditegur oleh Pangeran Benawa, maka ia berani membantah. Akan tetapi sebelum ia berkata lebih lanjut, Baginda Pati Unus telah berkata pula :



- He, Santa Guna! Kalau benar apa yang kau katakan itu. Panggillah anak mantumu untuk menghadap kemari! Aku ingin melihatnya !





Tanpa menunggu diperintah duakali. tumenggung Santa Guna mohon diri lalu memerintahkan pengawalnya yang menunggu dibangsal depan dengan para prajurit pengawal yang lain.



- Kau panggil anakku Bagus Prana kemari. Lekas! Baginda hendak bertemu. Perintahkan agar ia membawa lengkap pakaian perang dan sepasang senjatanya.



Prajurit itu segera melaksanakan perintah Tumenggung Santa Guna. Bergegas menunggang kuda menuju istana Katumenggungan dan memanggil Bagus Prana untuk datang menghadap di pasewakan.



Tidak lama prajurit itu telah kembali bersama Bagus Prana menghadap.



- Inikah anak menantumu itu Santa Guna? -



Baginda bertanya seraya mengerutkan kening menatap tajam-tajam anak muda yang tengah menunduk dihadapannya.



- Itulah anak hamba yang hamba katakan itu tuanku.



Jawab Santa Guna.



Baginda tidak mengucapkan sepatah kata pula. Benar agak mirip roman muka Bagus Prana dengan pemuda yang ditemui dalam mimpi, akan tetapi ada gerak-gerik yang amat berbeda ketika Baginda memperhatikan Bagus Prana datang masuk tadi. Hati kecil Pati Unus merasa bukan Bagus Prana yang ditemui dalam mimpi. Maka Baginda menoleh pada Sunan Prapen yang sejak tadi masih berdiam diri melihat kelakukan Tumenggung Santa Guna.



-Paman Sunan? Benarkah anak ini yang kita cari?-



Sunan Prapen tersenyum. Lalu melirik kearah Tumenggung santa Guna dan berkata :



- Tentu saja hamba belum dapat memastikan apakah benar dia orangnya, tuanku. Tetapi sebaiknya perintah tuan ini untuk mengumpulkan anak anak muda masuk menjadi prajurit tetap dijalankan. --





Baginda terdiam. Dalam hati sependapat dengan perkataan Sunan Prapen yang dipercaya. Maka berkatalah Pati Unus sesudahnya menimbang nimbang beberapa saat.



- Baiklah Santa Guna, aku terima anak menantumu untuk tetap berada dalam pasukan istana. Tetapi tetaplah kau jalankan perintahku untuk mengumpulkan anak-anak muda di Demak agar masuk menjadi prajurit dengan sayembara. Baik buruknya kupasrahkan kepadamu, Santa Guna! Nah kau kini kuperkenankan untuk keluar menjalankan perintah ini!



Tumenggung Santa Guna merah mukanya. Ia tahu Baginda tidak mempercayai anak mantunya. Namun ketika Pati Unus telah mengeluarkan perintah padanya. tumenggung itu tak dapat membantah pula.



Segera ia bertindak keluar diikuti anak menantu Bagus Prana.



Namun Tumenggung yang licik ini segera berunding dengan anak anaknya untuk memperdayai Baginda manakala benar ada anak muda yang dikatakan itu.



- Kita sembunyikan atau kita bunuh anak itu jika benar ia ada dan datang.



Kata Santa Guna pada anak mantunya.



Sementara itu di kraton sepeninggal Tumenggung Santa Guna, terjadi kegemparan yang menimbulkan kekagetan semua yang hadir dalam pisowanan.



Dua orang prajurit pengawal masuk membawa seorang lakilaki yang mukanya tertutup oleh kain hitam. Hanya dua lobang kecil pada mata saja membuat orang itu dapat melihat sekelilingnya.



- He, apa ini?!



Baginda berseru dengan amat heran. Namun lebih terperanjat lagi ketika Baginda perintahkan membuka tutup muka orang itu, ternyata adalah seorang prajurit utusan yang mukanya hancur bekas dicacah dengan senjata tajam, rusak dan mengerikan. Namun ketika diperhatikan, ternyata cacahan pada muka orang itu berujud tulisan penantang perang dan ' penghinaan pada Pati Unus di Demak.



Orang itu kemudian menuturkan bahwa dia sedang dalam perjalanan membawa sepasukan prajurit membawa upeti untuk Pati unus. Namun ditengah perjalanan dibegal oleh orang-orang Majapahit dan mukanya dicacah hancur oleh Ki Ageng Semanding dengan tulisan penantang perang dan penghinaan dengan kata-kata kotor. '



- Kurang ajar! Benar sombong mereka!



Pati Unus menjadi geram dan meradang.



- Kita hancurkan mereka. Hayo perintahkan tentara kita untuk menyerang mereka sebelum mereka sendiri berhasil memerangi kita!



Lalu Pati Unus perintahkan memberi hadiah pada orang yang dicacah mukanya itu dan memerintahkan merawatnya.



- Tetapi untuk memimpin angkatan perang menumpas lawan tuanku harus memilih seorang panglima terlebih dahulu.



Kata Pangeran Benawa.





- Benar! Benar yang Adimas Benawa-katakan.

- Mungkin Tumenggung Toja Reka pantas untuk itu.


Mencari Tombak Kiai Bungsu Karya RS Rudhatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo




Bisik Pangeran itu pula



Pati Unus mengerutkan kening. Tumenggung Toja Reka memang seorang ksatria pilih tanding dan telah banyak memperlihatkan kemampuan dalam banyak pertempuran melawan musuh. Jadi Pandangan Pangeran Benawa tidak terlalu meleset. Cuma Baginda meragukan mengingat usia Tumenggung Toja Reka sudah berangkat lanjut.



Agaknya Pangeran Benawa tahu dengan apa yang dipikirkan oleh Pati Unus. Maka pangeran itu berkata :



- Tentu saja tuanku dapat menanyakan kepada paman Toja Reka, apakah dia masih mampu untuk menerima kuwajiban yang tidak ringan ini. -



Untuk beberapa saat Pati Unus tidak menjawab, namun kemudian seraya menoleh kepada Tumenggung Toja Reka baginda berkata perlahan :



- Pilihanmu tidak meleset Adimas Benawa, tetapi Kakang Tumenggung Toja Reka tentunya akan berkeberatan memikul kuwajiban ini. Bukankah demikian paman? Maka aku menjaminkan pilihan pada Kakang Aria Teja untuk menjadi Panglima perang menyerang Majapahit.



Tiba-tiba Tumenggung Toja Reka maju dan berkata :



- Ampun tuanku. sesungguhnya hamba kurang berani berbuat lancang ini. Tetapi agaknya jika hanya mengemban kuwajiban memimpin barisan Demak menumpas kaum kafir, hamba masih merasa sanggup.



Baginda melengak. Tak diduga Tumenggung Toja Reka akan berkata demikian.



- Terima kasih Kakang Toja Reka, tetapi bagaimana dengan Kakang Aria Teja sendiri? Terlanjur perintah telah dijatuhkan. -



Toja Reka terdiam. Namun diam-diam hatinya panas. Karena sesungguhnya kedua Tumenggung itu sejak lama telah memendam rasa bersaing.



Namun ketika inilah tiba-tiba Sunan Prapen menyahut berkata :



- Tuanku, kedua calon panglima memang sama-sama memiliki kemampuan yang dapat diandalkan. Apakah tidak seyogyanya Tuanku memberikan keputusan dengan mengadakan sayembara kecil untuk keduanya?



Pati Unus mengangguk. Jelas pendapat Sunan Prapen adalah jalan tengah yang bagus dan tepat. Sebab dengan demikian, tak akan ada yang merasa sakit hati atau tak puas. Dan kepada Pangeran Benawa yang mencalonkan Toja Reka, Pati Unus tak akan terlalu sungkan.



- Baik, kuterima pendapat Paman Sunan. Kini kuberikan kesempatan kepada Kakang Tumenggung Toja Reka dan Kakang Aria Teja untuk mengangkat tombak pusaka Jalak Diding, Barang siapa yang dapat melakukan maka dialah yang berhak menjadi panglima perang.



- Baik, kuterima pendapat Paman Sunan. Kini kami persilahkan Kakang Toja Reka dan Aria Teja. Barang siapa berhasil membawa Tombak Pusaka Kiai Jalak Diding memutar ruangan ini lima kali, maka dialah yang berhak memangku kuwajiban sebagai panglima perang ini. -



Kedua tumenggung itu menyatakan kesediaannya. Dan Pati Unus memerintahkan lima orang kepala pengawal untuk mengambil tombak itu di gedung pusaka.



Tombak Pusaka Kiai Jalak Diding, adalah tombak pusaka peninggalan yang diperolehnya dari rampasan dalam peperangan. Tombak itu hanya dua depa panjang, namun beratnya luar biasa. Sehingga kelima kepala pengawal yang diperintahkan mengambil terpaksa harus berkeringat mengangkat tombak pusaka itu.



- Silahkan Kakang Aria Teja!



Baginda memberi tanda Aria Teja agar mengangkatnya terlebih dahulu.



Aria Teja meloncat maju sesudahnya memberi hormat Baginda, kemudian memandang tombak pusaka yang diletakkan diatas lantai. Hatinya berdebar keras. Bagaimanapun tombak pusaka itu bukan sembarang tombak. Karena setiap kali ada pemilihan kepala pengawal tentulah tombak itu dikeluarkan guna menguji kekuatan prajurit dan sesuai dengan tingkatan yang dikehendaki. maka mereka hanya diberikan kesempatan mengangkat sekali atau dua kali. Namun kali ini bukan hanya mengangkat saja bahkan harus membawanya mengelilingi ruangan pasewakan yang luas dengan dilihat banyak punggawa kraton dan tokoh-tokoh yang tidak ringan.



Aria Teja mencoba menenangkan hatinya yang berdebaran. Ia berusaha memusatkan pikir dan kekuatannya. Lalu dipegangnya tombak pusaka yang terasa dingin itu. Aria Teja kemudian mengangkat perlahan dengan kedua tangan. Sekilan dari lantai, tombak itu telah terangkat. Lalu Aria Teja mengangkat lebih tinggi, dan kemudian dengan tiba-tiba tombak itu diangkat tinggi-tinggi diatas kepalanya. Terlihat Tumenggung itu merah mukanya dan lehernya nampak menegang.



Yang melihat tak kurang berdebar hatinya menyaksikan kekuatan Aria Teja itu. Namun mereka menahan nafas. Sampai kapan Aria Teja akan mampu menahan berat tombak pusaka itu?



Namun semua menunggu dan memperhatikan seraya tak berkedip sedikitpun.



Selangkah Aria Teja telah mengerakkan kaki. Dua langkah menyusul. kemudian tiba-tiba ia maju dan berjalan mengelilingi ruangan pasewakan seraya masih mengangkat tombak pusaka Kiai Jalak Diding diatas kepalanya.



Yang menyaksikan pertunjukan kekuatan itu menahan napas benar. Satu kali, Aria Teja berhasil melewati keliling ruangan. Dua kali ia masih mampu membawa tombak pusaka itu diatas kepalanya.



Akan tetapi kini tombak itu nampak terlihat turun dan hampir menyentuh kepalanya, sedang langkah kaki Aria Teja nampak bergetar sedikit. Namun Aria Teja tak terlihat ingin menyerah. Ia pejamkan mata beberapa saat, kemudian dengan langkah tetap, sekalipun tombak telah hampir menempel pada kepalanya, namun ia akhirnya berhasil melangkah pada hitungan keempat. Muka tumenggung itu kini benar-benar telah merah dan keringat mulai terlihat membasahi

kening. -



Tinggal satu langkah maka ia akan menjadi pemenang dalam sayembara untuk kemudian memangku kuwajiban sebagai panglima perang.



Tumenggung Aria Teja agaknya menyadari bahwa tombak itu bukan lagi mainan. Sebab sekalipun ia berhasil membawanya keliling ruangan lima kali, namun pada langkah terakhir saat ia berhenti. membutuhkan tenaga tersendiri untuk menurunkan tombak pusaka itu dari atas kepalanya. Kalau tidak, maka dapat dipastikan ia akan terbanting oleh beratnya tombak Kiai Jalak Diding itu.



Maka mengingat demikian, Aria Teja tidak melangkah dengan gegabah. Ia perhitungkan setiap langkah kakinya dengan hati-hati diselaraskan dengan jalan nafas yang mulai mendesak keatas dada.



Pada akhirnya Aria Teja berhasil membawa senjata itu lima kali memutari ruang pasewakan agung. Dan ketika tenaga terakhir ia kerahkan dengan menurunkan pusaka itu perlahan dan hati-hati ketempatnya semula. Aria Teja berhasil meletakkan tombak pusaka itu dengan tepat ditempat semula tanpa kurang suatu apapun, maka terdengar desahan napas lega dari yang menyaksikan.



Aria Teja kemudian mundur dan tanpa banyak berkata-kata ia kembali duduk ditempat semula seraya kemudian ia mengatur napas dan ketenangan batinnya yang terpengaruh hebat akibat perjuangan yang tidak ringan itu.



Namun Pati Unus tidak berubah sedikitpun wajahnya. Sesudahnya Aria Teja meletakkan Kiai Jalak Diding ditempatnya, Baginda memberi tanda agar Tumenggung Toja Reka maju dan mengangkat tombak itu pula.



Dengan tertawa Tumenggung Toja Reka maju, didekatinya tombak pusaka itu. Namun berbeda dengan Aria Teja, Teja Reka tiba tiba saja mengangkat senjata pusaka itu dan menirukan gerakan Aria Teja tadi ia bawa keatas kepala. Lalu dengan langkah cepat ia bawa tomba pusaka itu keliling ruang pasewakan. Langkahnya tetap dan nampaknya tak akan ada kesulitan sedikitpun.



Melihat itu yang menyaksikan bertambah kagum. Berbeda dengan Aria Teja, yang melangkah dengan hati-hati. Tumenggung Toja Reka menggerakkan kaki secara cepat dan mantap.



Tiga langkah telah berhasil ia lakukan, sedikitpun tidak terlihat muka yang memerah. Dan Tumenggung Toja Reka terus melangkah membawa tombak Jalak Diding itu.



Namun pada langkah keempat ketika baru saja setengah ruangan ia jalani, tibatiba tangannya gemetar hebat, dan tak dapat dicegah, tiba-tiba Tumenggung Toja Reka roboh terguling dan muntah darah, sedang tombak Jalak Diding jatuh berdentang di lantai hingga lantai itu hancur berlubang tertimpa senjata pusaka luar biasa yang beratnya hampir seratus kati itu.



Tiga prajurit loncat maju menolong Tumenggung Toja Reka yang muntah darah, kemudian mengangkatnya mundur dari ruangan.



- Kakang Aria Teja, kau cerdik! -



Terdengar Pati Unus berseru memuji. Dan beberapa tokoh yang ada disitu juga memuji kecerdikan Aria Teja. Sebab menilik kekuatan yang dimiliki kedua tumenggung itu, sebenarnyalah Tumenggung Toja Reka menang setingkat dari Aria Teja. Namun akibat pengerahan kekuatan yang tiba-tiba dan tidak dikendalikan serta tanpa kontrol membuat Tumenggung Teja Reka terperas tenaganya hingga pada titik puncak pengerahan itu ia tak dapat lagi menahan berat tombak Pusaka Kiai Jalak Diding hingga roboh terjungkal dan muntah darah.



Berbeda dengan Aria Teja, ia menyadari kekuatan dirinya maka Aria Teja menghemat tenaga dan membuat gerakan teratur, namun berhasil melangkah sampai hitungan kelima berakhir keliling ruangan.



Pati Unus merasa kerepotan menghadapi perlawanan Majapahit. Sebab Ki Ageng Semanding ternyata berpengaruh dan menjadi biang timbulnya kekuatan. Dan Pati Unus masih harus berpikir keras untuk dapat menguasai Majapahit karena disana banyak terdapat orang-orang pandai yang membantu dan kekuatan bergabung mereka tidak dapat dipandang ringan.



Diantara orang-orang pandai yang memihak dan membantu terdapat seorang tokoh tua yang telah dikenal oleh hampir seluruh

tanah Jawa, yakni yang di disebut Ki Ageng Semanding. Ki Ageng Semanding adalah seorang yang bukan lagi rendah ilmu dan kemampuannya. Di seluruh wilayah, Ki Ageng Semanding adalah tokoh tua yang ditakuti, disamping ilmunya telah mencapai tingkatan sukar diukur, juga mempunyai kebiasaan bengis dan kejam. Orang tua ini berdarah dingin, membunuh baginya bukan suatu hal yang sukar. Dan melihat nyawa orang lain melayang seakan adalah merupakan santapan nikmat buat Ki Ageng Semanding ini.



Jika ditilik dari riwayat mereka semasa mudanya, Ki Ageng masih terhitung bersaudara dengan Ki Ageng Semu dan Nyi Ageng Maloka. Mereka adalah saudara seperguruan. Namun hanya karena bertentangan pendapat sajalah orang-orang tua itu harus berpisah dan bersebrangan dalam cara hidup dan perbuatannya.



Ki Ageng Semanding membentengi Majapahit dan Adipati tlatah timur dalam pemberontakannya melawan Demak. Dan yang membuat Pati Unus mesih belum berhasil menaklukkan Majapahit antara lain juga dikarenakan kehebatan Ki Ageng Semanding.



Berkali-kali Pati Unus telah mengirim tentara untuk menghancurkan Majapahit, namun selalu penyerangan itu berhasil dilumpuhkan oleh murid-murid Ki Ageng Semanding hingga tenpaksalah Pati Unus mencari daya dan muslihat untuk dapatnya melumpuhkan pusat kekuatan lawan.



Dalam pada itu Tumenggung Santa Guna yang diperintahkan untuk mengumpulkan anak muda di Demak agar masuk menjadi prajurit tamtama guna menambah kekuatan untuk menggempur Majapahit di timur, masih belum hilang mendongkol dan rasa tidak puasnya atas keputusan itu.



Tumenggung Santa Guna yang tidak berhasil menempatkan anak mantunya Bagus Prana. sebagai calon panglima yang dicari Pati Unus, masih belum juga kehabisan akal untuk tetap memberikan kekuasaan tinggi pada anak mantu itu. Dan ketika oleh Santa Guna disanggupi untuk mencari adanya seorang pemuda yang pernah ditemui dalam mimpi sebagai ksatria yang digariskan untuk memberikan kemenangan pada Demak atas tlatah timur, memutar akal untuk menghalangi hal itu jika benar anak muda itu ada dan datang.



Ratusan rakyat dan kaum muda datang berbondong-bondong menghadap Tumenggung Santa Guna untuk menyumbangkan tenaga sebagai prajurit. Dan dengan dibantu para pengawal serta anak mantunya Bagus Prana, Tumenggung Santa Guna menjadi sibuk menerima para kaum muda Demak yang bersedia menjadi prajurit tamtama itu.



Satu demi satu mereka diuji dan dijajal kemampuannya. Yang kemudian ternyata tidak mampu berbuat sebagai seorang prajurit layaknya, terpaksa harus menyingkir atau gugur dalam arena adu senjata menghadapi lawan-lawannya.

*****





Sementara itu Sentanu yang mengikuti Ki Ageng Semu telah menjalani tapa brata selama tiga setengah tahun dan selama itu ia telah berubah banyak. Dan bertepatan dengan ketika itulah maka Tumenggung Santa Guna tengah sibuk menerima kaum muda Demak untuk masuk menjadi prajurit tamtama.



- Sentanu.



Berkata Ki Ageng Semu pada muridnya.



- Agaknya kini telah tiba saatnya bagimu untuk kembali turun kealam ramai. Aku yakin dengan bekal kepandaian yang telah kau miliki sekarang, kau akan lebih mampu menjaga diri sendiri dan juga kiranya bukan satu kesombongan jika kukatakan kaupun mampu melindungi lain orang dengan kepandaian yang telah kau peroleh. Tetapi, berhati-hatilah kau menghadapi perasaan sendiri. Karena kerapkali perasaan dan diri sendiri menjadi musuh yang tak terlawan. Musuh berbahaya itu adalah nafsu yang turut mengalir dalam darah dan rasamu. Sebab musuh itulah paling berbahaya bagimu. Karena ia akan selalu menyamar dan mengelabui sehingga bisa jadi tidak terlihat dan kau akan terjerumus jika tidak mampu menguasainya.



- Betapapun kau tinggi Sentanu, namun jika tak mampu menguasai musuh yang ada dalam dirimu sendiri itu, maka belum dapat kau menyebut dirimu makhluk yang berderajat tinggi. Jadi kita kenalilah diri sendiri dan kenalilah musuh dalam dada sendiri itu. Dia harus dilawan jika menyesatkan, namun turutilah jika ia mengajak pada kebajikan dan keluhuran.



- Dan satu rahasia yang harus kau ketahui, untuk melawan nafsu dalam diri sendiri senjatanya bukan semata harus berada pada akal. Tetapi ia hanya akan tunduk dengan senjata perasaan yang murni. Akal tak akan mampu membendung nafsu dalam dada manusia. Tetapi jika kau selalu memelihara perasaan-perasaan bersih dan murni, maka nafsu jahat akan luluh bagai malam kena api. Dia akan melawan dan makin garang jika dilawan dengan akal tanpa perasaan. Namun sebaliknya akan luluh dalam genggaman rasa dan pikir yang bersamaan harus ditimbulkan dalam dirimu. Ingatlah hal itu, karena'seribu mata pedang bisa dilawan dengan mudah, namun musuh yang terdapat dalam dada sendiri lebih sulit memeranginya. .



Sentanu mengangguk-angguk mendengar penuturan. gurunya. Dalam hati ia berjanji hendak mentaati nasehat sang guru. Dan kini agaknya tiba saat baginya untuk meninggalkan guru dan berpisah kembali. Sesungguhnya ia masih harus belajar lebih lama pula namun karena Sentanu terlalu memikirkan nasib Taruna yang pernah menjadi penolongnya, lagi pula ia telah berjanji membebaskan prajurit Wanabaya dari Adipati Wilapribrata, maka tak ada pilihan baginya selain minta ijin gurunya untuk turun gunung.



Ketika ia hendak berangkat itulah Ki Ageng Semu banyak-banyak memberikan petuah dan nasehat padanya. Juga dikatakan oleh Ki Ageng



- Kau berhati-hatilah dalam mengarungi luasnya alam yang keras dan tak mengenai perilaku mementingkan diri sendiri.

Kini Demak tengah dalam rencana penyerangan ke tlatah timur, kau dapat menimbang sendiri apa yang pantas kau lakukan. Aku sendiri tidak terlalu perduli dengan soal-soal yang menyangkut negri dan pemerintahan. Aku menganggapnya persoalan itu terlalu banyak dikotori oleh tingkah dan laku manusia sendiri. Tipu menipu dengan berbagai muslihat tentu terjadi dalam urusan pemerintahan, perebutan kekuasaan, saling ingin mempengaruhi satu terhadap yang lain. Namun, aku melihat pada dirimu terjadi lain dengan keadaan yang kualami. Agaknya kau sengaja dilahirkan oleh Yang Maha Kuasa kealam ini adalah untuk mengemban kuwajiban menjadi hamba Ratu. Maka aku tidak melarangmu untuk berbuat apapun sepanjang ia masih pada jalan kebenaran dan kesucian. Hanya aku dapat memberikan ancar-ancar, kau pergilah ke Demak, disana sedang dibutuhkan banyak tenaga muda untuk membela kepentingan kedaulatan

yang terlanjur robek oleh peperangan. Dan kau bisa memilih langkah yang paling kau anggap benar. Namun aku bisa memberikan sedikit arah, temuilah Tumenggung Santa Guna yang kini tengah menjalankan penerimaan tenaga muda sepertimu. Tetapi kau bersabarlah jika menghadapi kesukaran dan kepahitan. Karena jalan pada kemuliaan 'dan citacita harus dibayar dengan pengorbanan. Sangat bodoh sekali orang mengharap kemuliaan tanpa mau membelinya dengan beaya dan pengorbanan. Nah, kau berangkatlah. aku akan selalu berada dekat denganmu. Semoga kau menemui jalan terpendek untuk menerima apa-apa yang telah digariskan untuk menjadi hakmu.





Bersamaan dengan itu Tumenggung Santa Guna masih sibuk dengan persiapan dan penelitian atas prajurit-prajurit yang hendak diberangkatkan dan penerimaan anak-anak muda yang menginginkan menjadi

prajurit tamtama masih berjalan dengan menguji mereka.



Oleh Tumenggung Santa Guna telah disiapkan orang-orang yang harus menguji kemampuan setiap yang masuk. Dan manakala tak mampu mengalahkan beberapa gebrakan kepada orang-orang yang mengujinya maka gugurlah pelamar prajurit itu.







Pada suatu ketika Tumenggung Santa Guna dikejutkan oleh munculnya seorang pemuda tampan yang terlihat membawa sepasang pedang. Gerek gerik anak muda yang masuk kedalam gedung penerimaan prajurit tamtama itu menarik perhatian para prajurit lain. Dan sorot mata orang itu ternyata menimbulkan berbagai tingkah diantara mereka



- Siapakah -dia menurut pikirmu? -



Tanya salah seorang.



- Siapa dia? Kau aneh, tentu saja aku belum tahu. -



Sahut yang lainnya.



-Eh kau lihat tentu ia akan mudah diterima oleh Gusti Tumenggung -



Sentanu tidak terlalu memperdulikan suara-suara yang menyebut nyebut dirinya. Ia terus melangkah maju mendekati tempat Tumenggung Santa Guna berada dengan Orang-orangnya memeriksa calon-calon prajurit tamtama yang berbondong-bondong datang dari berbagai tempat. Macam-macam tingkah dan sikap mereka ketika menghadap dan menunggu giliran dipanggil untuk diuji kemampuannya.



Tumenggung Santa Guna terkejut melihat munculnya anak muda yang menarik perhatian banyak orang itu. Tumenggung ini merasa benar anak muda itu beroman agung dan berwibawa sorot matanya amat hebat dan membuat yang melihatnya terpaksa harus menunduk dengan segan. Dan sekalipun tubuh anak muda itu hanya dibungkus oleh sebuah pakaian sederhana, namun ketika berjalan mendekati Tumenggung Santa Guna para prajurit tanpa sadar telah menyingkir memberi jalan sehingga anak muda itu tidak harus berdesakan seperti lainnya.



Sesudah tiba ditempat Tumenggung. anak muda itu membungkuk memberi hormat.




Mencari Tombak Kiai Bungsu Karya RS Rudhatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


- Eh apakah kau hendak mengikuti ujian kali ini? -



Bertanya Tumenggung itu dengan mata tidak berkedip. Diam-diam hatinya merasa kagum melihat bentuk tubuh dan sikap anak muda yang nampak agung dan berwibawa itu.



Orang itupun kembali membungkuk lalu berkata :



- Begitulah Gusti. hamba ingin hendak turut menyumbangkan tenaga hamba untuk kejayaan kerajaan Tuanku Pati Unus.



- Kau menginginkan menjadi prajurit tamtama? --.



- Benar Gusti.



- Bagus, kau tentu dapat diterima. Tetapi siapakah namamu anak muda?



Tanya Tumenggung Santa Guna dengan penuh perhatian.



- Dan kau berasal dari mana?



- Hamba, nama hamba Sentanu berasal dari tanah Sigaluh.



Santa Guna ingat Sunan Prapen yang membukakan rahasia mimpi Pati Unus seperti dikatakan Sunan Prapen dalam pisowanan dulu hari bahwa anak muda yang ditemui Pati Unus mempergunakan sepasang pedang yang kini nampak dibalik punggung anak muda yang ada didepannya itu.



Dengan demikian, karena Tumenggung Santa Guna cukup memaklumi kehebatan Sunan Prapen sebgai seorang waskitha yang mumpuni maka sudah tentu saja jika anak muda itu ia terima maka Tumenggung merasa kehilangan kewibawaan dan tak akan memperoleh

jasa. Lagi pula terlanjur pernah mengajukan anak sendiri Bagus Prana sebagai itu orang yang dicari. Maka segera terlintas satu keputuan dalam kepala Tumenggung itu, maka ia panggil Sentanu untuk lebih mendekat, lalu berkata :



- Eh. siapa namamu tadi?



Sentanu heran ditanya demikian, namun ia menjawab juga :



- Hamba katakan Sentanu gusti!



- Ah. itulah sayang! Sayang sekali! -



Kata Santa Guna seraya menggoyang-goyang tangan dimuka dadanya.

- Namamu menunjukkan kau bukan dari keturunan kawula Demak. Sedangkan yang kami cari adalah kawula Demak saja, anak muda!





Sentanu menjadi kaget. Tak diduganya jawaban Tumenggung itu akan demikian. Namun karena Sentanu terlanjur menerima mandat gurunya untuk masuk ke Demak maka ia masih mencoba berkata pula:



- Mungkin benar hamba bukan keturunan langsung kawula Demak. gusti. Tetapi hamba masih juga termasuk kawula negri tuanku ini. ....



Tumenggung Santa Guna membelalakkan mata menatap Sentanu dengan sorot mata marah.



- He. kau berani membantah perintahku?! -Kau siapakah berani berlaku tidak sopan dihadapan Tumenggung Santa Guna?!



Sentanu surut kebelakang mendengar perkataan itu. Demikian juga para prajurit lain menjadi kaget mendengar perkataan yang tidak diduganya. Mereka sungguh tidak habis mengerti dengan jawaban serta penolakan Tumenggung Santa Guna.



Namun siapa berani bertanya?



Mereka hanyalah prajurit biasa yang tahunya harus tunduk kepada perintah. Maka tak satupun terdengar membuka mulut.



- Kau kembalilah,belum ada kesempatan untuk menerima dirimu sebagai tamtama di Demak



Kata Tumenggung itu pula sambil memberi tanda dengan tangan mengusir Sentanu untuk keluar meninggalkan tempat itu.



- Tapi gusti Tumenggung



- Cukup! Kau pergilah. Aku tidak menerima seorang kawula yang bukan berasal dari turunan Demak.



- Hamba ..



- Ya, aku tahu kau hendak mendesakku. Pergilah anak muda! Sebelum aku perintahkan pengawal untuk memaksamu keluar dari tanpat ini.





Sentanu merasakan ada sesuatu yang menggelegak keatas dadanya. Menuruti perasaannya, mau ia loncat dan menerjang Tumanggung yang terlihat sombong itu. Ia tak tahu mengapa dirinya harus ditolak hanya untuk masuk menjadi prajurit matamu. Namun hatinya ia tekan sekuat tenaga sehingga tidak berkata pula, kecuali sesudah memberi hormat, segera membalikkan tubuh dan pergi meninggalkan tempat itu, diantara pandangan para prajurit yang merasa kasihan

melihatnya.



Tumenggung Santa Guna bernapas lega setelah Sentanu tak terlihat punggungnya .Lalu berbisik pada Bagus Prana yang selalu ada didekatnya.



- Selamatlah kita. Biar ia pergi jauh agar tidak mengganggu kita.



- Tetapi ayah. bukankah ayah tak akan mengalami kerugian jika menerima Sentanu juga?



- Bodoh! Kau belum mengenal Kanjeng Sunan yang waskitha. Kalau Sentanu kita terima berada dalam barisan, maka ramalan Sunan Prapen akan terjadi dan kemenangan Demak tentu didapat dengan kekuatan anak itu. Dan kau akan beroleh apa? Sudahlah, maka kuusir dia agar kau memperoleh kesempatan membuat jasa.



Bagus Prana terdiam. Ia pikir ada benarnya juga pendapat ayah mertua itu. Maka dilanjutkannya pemilihan prajurit tamtama untuk hari itu dengan kembali mengadakan beberapa ujian terhadap calon prajurit yang dianggap kuat.



(BERSAMBUNG JILID 3)





Mencari Tombak Kiai Bungsu



Karya RS Rudhatan



Jilid 3



Cetakan Pertama 1976



Gambar Luar : Wid Ns



Gambar Dalam : Wid Ns



Penerbit : Muria



Yogyakarta



Hak Cipta dilindungi Undang Undang



*****



Buku Koleksi : Aditya Indra Jaya



(https://m.facebook.com/Sing.aditya)



Juru Potret : Awie Dermawan



(https://m.facebook.com/awie.dermawan)



Edit Teks dan Pdf : Saiful Bahri Situbondo



(http://ceritasilat-novel.blogspot.com)



Back up file : Yons



(https://m.facebook.com/yon.setiyono.54)



(Team Kolektor E-Book)



(https://m.facebook.com/groups/1394177657302863)



*******



SEMENTARA itu Sentanu melangkah dengan perasaan mendongkol kendati ia merasa tak ada alasan untuk merasa marah ditolak oleh Tumenggung Santa Guna, namun ada sesuatu yang ia rasa tidak semestinya pada Tumenggung itu. Sentanu merasakan perlakuan yang tidak adil atas dirinya. Tadinya ia melihat banyak prajurit tamtama yang telah diterima, agaknya juga tak memiliki kepandaian tinggi, mereka dapat diterima., sedang ia merasa kepandaiannya belum tentu dibawah Tumenggung itu sendiri. Tetapi Sedikitpun Sentanu tidak di jajal ilmu dan kemampuannya, hanya karena ia tidak memiliki nama sebagai nama orang Demak maka dirinya diusir oleh Tumenggung Santa Guna.



Sentanu berjalan dengan tidak tentu arah yang dituju, mau kemana ia. Tiba-tiba ia teringat kembali pada Taruna, teringat Mirah Sekar yang dibawa oleh Nyi Ageng Maloka.



Dimanakah kini gadis itu?



Sentanu jadi termenung sambil berjalan. Ia ingin kembali ke Pringsewu menemui Taruna, namun teringat pesan Gurunya untuk datang ke Demak, ia menjadi gelisah. Kalau pesan guru tidak ia patuhi maka rasa tak enak mengaduk dada dan perasaanya. Teringat Pula ia pada mpu Sugati.



Pada saat Sentanu tengah berjalan itu sekonyong-konyong terdengar derap kaki kuda berlari muncul dari hutan. Namun yang membikin Sentanu kaget adalah binatang itu ternyata berlari tanpa dikendalikan dan menerjang kearah dirinya dengan cepat dan ganas.



Sentanu sebat loncat menghindar ketika binatang itu tiba

di mukanya hingga ia selamat dari terjangan binatang yang agaknya gila itu.



Tapi Sentanu lebih terkejut ketika dilihat dengan seksama, diatas punggung kuda itu terlihat seorang laki-laki dalam

keadaan terikat tubuhnya. Sentanu jadi berseru kaget. Hatinya menjadi heran. Namun segera timbul kesadaran bahwa orang itu tentu dianiaya seorang yang kemudian mengikat pada kuda itu yang kabur bagai gila melarikan diri menerobos hutan dan turun naik gunung berbahaya.



Sentanu berpikir jiwa orang itu pasti terancam jika tidak tertolong. Maka dengan cepat ia loncat mengejar kuda yang baru saja lewat dimukanya itu.



Untung bagi Sentanu, binatang tunggangan yang nampak liar itu tiba-tiba berhenti dan berputar-putar seraya meringkik keras. Agaknya kuda itu mau membanting beban yang ada dipunggungnya. Namun karena beban itu terikat kuat, kuda itupun tak berhasil melemparnya.



Sentanu loncat dan berusaha memegang leher binatang itu. Namun si kuda melihat orang muncul dan berusaha menangkap dirinya, meringkik kembali dengan keras dan menghindar lalu berputar pula menjauhi anak muda itu.



Sentanu kaget. Ternyata kuda itu geraknya luar biasa cepat dan liar. Namun kembali ia bergerak mengejar menangkapnya. Kali ini Sentanu berhitung benar. Tadi hanya dengan sekali tangkap binatang itu sempat menghindar, maka kini ia. bertindak hati-hati. Ia memasang kuda-kuda sambil memutari mengikuti binatang itu menanti kesempatan.



Sesudah berputar beberapa kali, kuda itu tiba tiba berhenti dan agaknya hendak berlari kabur kembali. Akan tetapi Sentanu yang sejak tadi telah siap tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Pada saat si binatang baru saja hendak loncat, Sentanu telah meloncat mendahului memegang leher binatang itu, kemudian berusaha naik ke atas punggung kuda itu



Merasa orang berhasil memegang dirinya. kuda itu melonjak kembali.Namun kekuatan Sentanu tak mampu ia patahkan. Hingga kuda itu hanya berhasil menghentak hentak kaki saja sambil tak hentinya meringkik keras.



Sentanu yang hampir berhasil naik kepunggung binatang itu, Tangannya bergerak cepat memutuskan tali-tali yang mengikat tubuh orang dipunggung kuda itu. Dan dengan kekuatan yang dimiliki maka tanpa banyak menemui kesulitan ia berhasil melepaskan tubuh orang itu lalu memeluknya dengan kuat.


Mencari Tombak Kiai Bungsu Karya RS Rudhatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo




Kuda liar yang masih berputar-putar tiba-tiba loncat pula dan ketika pegangan Sentanu mengendor akibat ganti memeluk orang yang terikat tadi. kuda itu mencongklang dan kabur kemuka.



Sentanu kaget. Tanpa sadar ia lepas pegangan pada leher binatang itu hingga ia terbanting dengan keras di atas tanah namun yang dipeluknya ikut terlempar bergulingan dengan dirinya. Sedang kuda itu kabur berlari kedepan dan hilang dibalik pepohonan di sebelah sana.



Sentanu cepat bangun kembali lalu mendekati orang itu yang ternyata adalah seorang yang telah berusia setengah baya, beroman gagah namun terlihat bekas penganiayaan pada muka dan lehernya. Agaknya baru saja berkelahi hingga mukanya nampak biru dan bengkak-bengkak. Dan orang itu masih belum sadar dari pingsannya.



Sesudah memeriksa orang itu benar-benar belum tewas, maka segera menolong dengan membaringkan tubuh orang itu, kemudian memijit-mijit pada bagian tubuh orang yang masih belum juga sadar.



Sentanu kemudian berlari mencari air disungai yang tidak jauh dari tempat itu. Namun hampir saja ia kaget ketika dilihatnya kuda liar tadi berada tengah minum disungai itu. Tapi liarnya binatang itu tidak liar seperi tadi. Maka didekatinya. Ternyata binatang itu tidak melawan, dan ketika Sentanu memegang lehernya, kuda itu meringkik perlahan, Sentanu menepuk-nepuk leher binatang itu seraya berkata dengan tertawa :



- Ah kau nakal benar! Hayo kau ikut aku menolong orang itu.



Lalu dituntunnya si binatang, dan kuda itu agaknya mengerti dengan perkataan anak muda yang telah berhasil menundukkan dirinya. Diikutinya Sentanu yang mengmbil air dengan daun pisang lalu dengan perlahan ia mengikuti pula ketempat orang tadi berada.



Sentanu kaget ketika tiba ditempat semula.Orang pingsan yang ditolongnya tadi telah duduk.



- Ah kau sudah sadar kisanak? _



Sentanu bertanya dengan gembira.



- Oh, jadi inikah yang menolongku? -



Bertanya pula orang itu dan matanya memandang Sentanu dengan kagum dan terimakasih



- Kebetulan saja aku melihat dirimu terikat diatas kuda itu



Sentanu menunjuk binatang yang kini berada dekat mereka



- maka dengan sebisa-bisa aku tolong melepas dirimu. _



- Kebetulan saja aku melihat dirimu terikat diatas kuda itu



Sentanu mengangguk dengan heran.



- Ya, sendiri. Mengapa? ...



--Kuda itu-



Jawab orang itu



- dia liar dan binal luar biasa. Bagaimana kau bisa membikin ia menjadi jinak begitu? -Tadi hampir saja aku terbunuh olelnya.



Katanya



- malah tak seorangpun mampu membikin ia sejinak itu. Eh, apakah yang kau lakukan anak muda?



Sentanu semakin heran mendengar pertanyaan ini. Namun ia tidak mau lebih banyak berbincang hal itu. Maka ia ganti bertanya:



- Paman, mengapa paman sampai terikat dipunggung kuda itu? Siapa yang melakukan?



Orang tua itu berdiam, ia nampak termenung membayangkan peristiwa yang dialaminya. Berkali-kali ia menghela napas panjang, sedang wajahnya nampak sekali berduka. Keningnya berkerut. Matanya memancarkan sinar kemarahan.



Sentanu tidak mendesak pula. Ditunggunya sampai orang itu membuka percakapan sendiri.



Sesudah di tunggu beberapa saat barulah orang itu berkata pula:



- Sungguh aku tidak tahu anak muda,dosa apa yang pernah di perbuat hingga sekarang aku mengalami nasib demikian ini. Aku adalah Demang Pulanggi. Merasa tidak mempunyai permusuhan dengan siapapun. Tetapi beberapa hari yang lalu ketika aku tengah menghadap pada Tuanku Pati Unus dalam pisowanan. Kademangan didatangi perampok dari hutan sebelah timur bukit itu. Tentu saja

mereka merampas seluruh isi kademangan dan membawanya ke hutan sarang mereka. Tetapi bukan itu saja anak muda, bahkan perampok perampok itu menginginkan anak gadisku dan menculik membawa ke sarang mereka di hutan itu.



- Ketika aku kembali dari pisowanan, mendengar perbuatan mereka segera aku membawa orang-orangku untuk merampas kembali anak gadis dan harta benda yang mereka bawa. Tetapi tak kuduga perampok-perampok itu memiliki ilmu tinggi dan orang-orangku terbunuh oleh mereka. Lebih-lebih dua orang pemimpin mereka yang bernama Pamasa dan Wijaya, kedua bersaudara itu tak mudah dijatuhkan, bahkan hampir saja aku tewas diujung senjata mereka, kalau

tidak Pamasa yang termuda menahan senjata memperpanjang hidupku.



- Lalu anakmu bagaimana? -



Tanya Sentanu dengan penuh perhatian



- O, itulah yang hendak kukatakan padamu. Tentu saja mereka mau menghidupi nyawaku sampai beberapa waktu lagi, karena mereka masih menginginkan sesuatu dariku. Pamasa minta memberikan anak gadisku dan mengawinkan keduanya di Kademangan. Untuk itulah mereka kemudian melepaskan diriku dengan mengikat diatas punggung kuda dengan harapan agar aku kembali ke Kademangan dan menimbang-nimbang maksud dan permintaan mereka itu.



- Dan apakah kau menyetujui permintaan itu, paman? -



Bertanya pula Sentanu.



- O, tentu tidak! Mana aku sudi anakku berjodoh dengan penjahat macam mereka itu? Meskipun aku menjadi debu tak akan kuberikan anakku pada mereka.



Demang Pulanggi berkata seraya menggeretakkan giginya karena marah membakar dadanya.



Sentanu tidak banyak bertanya pula. Namun ia merasa kasihan

dan merasa tidak bertega hati melihat meskipun orang tua didepannya itu marah tetapi terlihat air matanya menitik membasahi pipinya yang telah penuh dengan gurat ketuaan.



Tiba-tiba Sentanu kaget ketika orang tua itu bertanya dengan suara keras



- Eh anak muda kau siapakah yang telah menolongku? Sudah. jangan kau ikut memikirkan nasibku, biarlah besok aku akan datangi kembali mereka dan mengadu jiwa dengan kedua orang penjahat yang menjadi pemimpin mereka itu.



- Tunggu dulu paman! -



Sentanu menyahut.



- Menurutkan hawa nafsu dan rasa amarah tak akan banyak menolong. Mengapa paman tidak mencari jalan sebaik-baiknya untuk dapat membebaskan anakmu itu? -Bukankah paman sendiri katakan mereka berilmu tinggi dan tidak terlawan? Maka kalau paman menurutkan nafsu amarah dan menyerbu pula, hanya mengantar nyawa dengan sia-sia dan anakmu tak akan tertolong pula. ...



Demang Pulanggi terkejut, ia kaget anak muda yang telah menolongnya itu akan dapat berkata sedemikian rupa. Tak ia duga anak muda itu bisa memberinya nasehat bagai kepada anak kecil.



Demang Pulanggi menjadi sadar. Ia mengakui dalam hati kata kata anak muda itu banyak benarnya dan sudah tentu ia merasa malu jadinya. Karena seperti diguyur air dingin kemarahan serta dendam yang menyala itu padam perlahan-lahan.



- Ah, kau mengingatkan aku anak muda. Tetapi dapatkah kau juga memberikan petunjuk bagaimana aku dapat membebaskan anak gadisku dari cengkeraman mereka? Kalau tidak terpaksa aku harus memberitahukan hal ini kepada tuanku Pati Unus di Demak. Namun yang inipun aku kurang yakin, apakah Tuanku Pati Unus akan segera menolongku, sebab kini tengah sibuk memikirkan persiapan penyerangan ke timur. Ah, apa yang harus kulakukan?



Sentanu tersenyum, lalu mendekati orang tua itu dan berkata dengan suara pelahan :



- Kau jangan khawatir paman. kalau kau percaya padaku, biarlah aku yang akan membebaskan anakmu dari tangan penjahat itu. Kau ajaklah aku kesarang mereka. Biarlah aku tolong kau membasmi mereka.



- Kau?! Kau seorang diri hendak menyerbu mereka?! -



Orang tua itu loncat maju dan berkata dengan heran.



- Kau jangan bergurau anak muda! Aku benar tengah dirundung kedukaan, jika kau main-main bisa jadi malah aku akan hajar kau ditempat ini juga. -



Sentanu tersenyum melihat orang menjadi marah padanya. Tetapi dengan sabar ia berkata pula :



- Kau boleh tidak percaya padaku tetapi beri aku kesempatan dan kau tunjukkan dimana

tempat mereka.



Katanya. Demang Pulanggi dari merasa kurang percaya menjadi heran dan ragu-ragu melihat keberanian Sentanu.



- Eh, anak muda. apakah kau sengaja ingin mencari keuntungan dengan memberi jasa padaku? -



Tanyanya.



- 0, kau salah duga Ki Demang Pulanggi! Kau lihat ini? -:



Sentanu mengeluarkan Kantung yang disembunyikan dibalik bajunya.



- Kantung ini berisi keping-keping emas pemberian guruku yang akan berlebih jika hanya untuk menghidupi puluhan orang selama bertahun tahun. Aku sudah cukup kaya dengan segala yang kumiliki _



Demang Pulanggi kaget juga.



- Maaf anak muda, eh siapa namamu? Kau belum menyebutnya tadi.



- Panggil aku Sentanu, cukup itu saja! -



Dan ia tertawa melihat perubahan sikap orang tua itu.



- Ha ...... ha kau memang baik!



Terdengar demang Pulanggi juga tertawa.



- Terimakasih Sentanu, kini aku percaya padamu. Jangan khawatir, aku akan perintahkan prajurit kademangan membantumu.



- Tidak usah! Itu tidak perlu paman Pulanggi, kita berdua sudah cukup. -



Sahut Sentanu.



- Kau sombong! -



Terdengar ki Demang berkata kurang senang.





- Bukan sombong paman, sebab jika terlalu banyak membawa teman beban kita bertambah, harus memikirkan keselamatan mereka juga. Sudahlah paman, sebentar malam kita datangi sarang mereka dan bawa keluar anakmu.





- Sesukamu, sesukamu!




Mencari Tombak Kiai Bungsu Karya RS Rudhatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Ki Demang berkata tanpa membantah



- Dan kini kita kembali ke Kademangan lebih dahulu. -



Sentanu menurut, ia dekati kuda yang tadi masih berada dekat mereka. Agaknya kali ini binatang itu benar benar menyerah pada Sentanu yang segera memasang kendali dengan tali serat pohon yang ia buat disitu, lalu berdua dengan Ki Demang Pulanggi .Sentanu membawa kuda itu kabur pulang ke Kademangan Pulanggi.



Pada tengah malam kemudian Sentanu telah keluar dari rumah Ki Demang Pulanggi. Lalu berdua dengan Demang itu membawa dua ekor kuda kemudian melarikan binatang itu kabur menuju hutan sarang perampok yang menculik anak gadis Demang Pulanggi.



Dua ekor kuda tunggangan itu melesat kabur bagai panah lepas dari busurnya. Sentanu tidak banyak berkata, demikian juga Ki Demang. Tetapi orang tua ini hatinya diliputi rasa cemas dan khawatir.



Ia masih belum meyakini kemampuan Sentanu. Sedangkan jika kali ini usaha mereka gagal, bukan saja akan menimbulkan celaka bagi dirinya, tetapi bisa jadi anaknya sendiri yang masih tertawan akan menjadi korban. Namun Ki Demang tidak berkata apapun. Hanya ia berharap Sentanu benar akan dapat membebaskan anak gadisnya.



Dalam pada itu Ki Demang diam-diam ternyata telah terpikat oleh tindak tanduk dan tutur kata anak muda itu. Lebih-lebih melihat perangai dan sikap yang agung dari si anak muda, Ki Demang menjadi tunduk dan heran. Kendatipun belum lama ia tahu dan kenal pemuda itu, namun Sentanu telah memikat hatinya benar.



Kedua kuda tunggangan Sentanu dengan Ki Demang terus berlari, dan kini tinggal menyeberangi bulak panjang yang ada didepan itu. Dan hanya dengan beberapa kali lagi berbelok, maka mereka akan segera tiba di mulut hutan sarang para perampok itu.



- Paman Pulanggi, benarkah Pamasa dan Wijaya itu begitu hebat dan tak terkalahkan? -



Bertanya Sentanu ketika mereka mulai masuk bulak panjang itu seraya mengurangi kecepatan lari kudanya



- Jangan heran. -



Sahut Ki Demang.



- Kedua bersaudara itu sejak lama telah ditakuti oleh lawan dan kawan. Bahkan tuanku Pati Unus pernah mengirimkan prajurit untuk membasmi mereka.

Akan tetapi Pamasa dengan adiknya Wijaya itu benar-benar tangguh

hingga prajurit Demak terpaksa harus mundur dan kembali dengan banyak yang menjadi korban senjata kedua bersaudara dan anak buah gerombolannya.

Hanya sesudahnya tuanku Pati Unus mulai mengerahkan prajurit untuk menggempur para Kadipaten Timur itulah Pamasa dan Wijaya tak pernah lagi diganggu.



- Kita sampai!



Tiba-tiba berkata Ki Demang Pulanggi ketika

mereka tiba dekat mulut hutan yang menuju sarang gerombolan



- Kau tunggu disini paman?



Tanya Sentanu.



- Ya, aku tunggu disini. Tapi beri tanda jika terjadi sesuatu!



Sentanu mengangguk, lalu ia tambatkan kudanya pada sebatang pohon yang ada disitu. Kemudian dengan sigap ia loncat masuk menuju

bagian dalam hutan. Dan Ki Demang Pulanggi seperti yang telah mereka rancangkan menunggu di mulut keluar hutan itu menunggu anaknya jika berhasil dibebaskan oleh Sentanu.



- Aku akan bawa kalau mungkin tanpa menumpahkan darah, paman. -



Kata Sentanu sewaktu mereka berunding di Kademangan.



- Tetapi itu sulit, mereka sangat kuat. -



Sahut Ki Demang.



- Hutan yang dari luar nampak penuh dengan pepohonan lebat itu, sebenarnya merupakan perkampungan dan beteng kuat bagi mereka. Anak buah gerombolan itu rata-rata berilmu tinggi dan cerdik. Maka kalau kau berhasil masuk membawa anakku dengan tanpa rintangan, maka barulah kau benar hebat, Sentanu.

Sentanu senyum.

- Kita coba saja paman. Kalau terpaksa tidak bisa dihindari pertumpahan darah, apa boleh buat. Lagi pula memang mereka harus dibasmi, kalau tidak hanya akan menambah ketakutan dan ketidak tentraman dihati rakyat yang melewati hutan itu.



Maka ketika Sentanu telah masuk kedalam hutan, ia tidak mau bertindak gegabah dan semberono. Ia telah mendengar dari Demang Pulanggi tempat itu amat kuat dan berbahaya. Dan meskipun Sentanu tidak sedikitpun merasa takut, tetapi ia memang harus berhati-hati.



Sentanu kaget dan heran begitu masuk lebih kedalam benar seperti dikatakan Ki Demang Pulanggi, ternyata hutan itu merupakan pedusunan yang banyak didapati rumah-rumah tinggal. Sedang di berapa tempat terlihat api pelita terpasang di sudut-sudut gang dan lorong diantara rumah-rumah yang ada.



Menurut perasaannya tempat itu amat bagus dan menarik. Terlihat bersih dan menyenangkan.



Tetapi mengapa demikian sepi?



Pikirnya



Mungkinkah sarang perampok ini tidak terdapat penjaga?



Akan tetapi Sentanu tidak berpikir terlalu lama. Ia mengikuti petunjuk Ki Demang Pulanggi untuk terus berjalan mencari letak bangunan rumah yang paling bagus dan besar di sebelah barat. Karena disanalah anak Ki Demang dikurung oleh Pamasa dan Wijaya.



Sentanu meskipun agak sulit mencari letak rumah itu, tetapi akhirnya ia temukan juga. Maka ia menyingkir ke tempat yang agak terlindung. Sentanu tidak mau bertindak semberono yang bisa menimbulkan keributan yang hanya akan menyulitkan usahanya mencari anak Ki Demang Pulanggi.



Namun dalam pada itu ia menyadari, sejak masuk kedalam hutan merasa ada dua pasang mata selalu mengawasi dirinya, bahkan ketika ia menyusup dan berlarian diantara lorong-lorong gelap tadi, Sentanu tahu dua orang itu juga terus mengikuti dengan hati-hati.



Diam-diam Sentanu dapat menduga tentulah dua orang itu tergolong orang-orangnya Pamasa yang berilmu lumayan, sebab ia mengetahui gerak kaki mereka tidak terdengar, menunjukkan keduanya adalah orang-orang yang mengerti dengan ilmu.



Mungkinkah Pamasa dan Wijaya sendiri? -



Bertanya Sentanu dalam hatinya. Namun



- Ah, tentu bukan. Karena menurut Ki Demang kedua orang bersaudara itu amat tinggi dan sakti, jadi pastilah jika benar mereka, aku tak akan mudah begitu saja mengetahui kehadirannya dibelakangku.



Sentanu membantah sendiri kata hatinya itu.



Maka ketika telah dekat dengan rumah besar yang menjadi tempat mengurung anak Ki Demang, Sentanu memancing dua orang yang mengikutinya itu. Sengaja ia kemudian loncat bersembunyi dengan tiba-tiba dan menghilang dari pandangan dua orang itu. Ia mengintai apa yang akan diperbuat mereka



Perhitungan Sentanu tidak meleset. Ketika dua orang yang sebenarnya adalah penjaga hutan yang tengah ronda melihat buruannya tiba-tiba hilang, menjadi kaget. Keduanya terkejut. Semula ketika mereka melihat munculnya anak muda yang berani masuk kedalam hutan mereka sudah menjadi kaget dan heran. Tidak biasanya terjadi hal yang demikian itu.



Sebab siapakah yang belum pernah mendengar kehebatan gerombolan Pamasa dengan anak buahnya?



Maka jika terjadi seorang muda berani masuk, bahkan seorang diri dan tengah malam pula, maka hal itu sudah barang tentu menimbulkan keheranan dan kekagetan bagi dua orang anak buah perampok Pamasa itu.



Namun keheranan dua orang itu justru menguntungkan mereka sendiri. Sebab jika begitu Sentanu masuk tadi dari mulut hutan, dan mereka menyerang maka umur mereka pastilah tak akan lama. Dan karena keheranan itulah mereka jadi tidak bertindak, malah mengikuti kemana Sentanu berjalan.



Dan sekarang, keduanya kehilangan jejak orang yang diikutinya. Mereka jadi saling berpandangan.



- Kemana dia?



Tanya salah seorang.



- Kau tak melihat? Tentu ia kesana, dibalik gedung pemimpim



- Bagaimana baiknya? -



Sahut orang itu pula.



- Kalau ia lolos dan hilang, kita bisa kena damprat pemimpin.



- Kita cari! Kemana? Hayo, jangan banyak cakap!



Keduanya berlonoatan membalikkan tubuh, namun ketika baru saja mereka hendak berlari, Sentanu telah loncat mendahului dan dengan gerakan kilat ia mengirim serangan kedua orang itu.



- Hei! Siapa kau! Berani ma ......... _



Tapi suara orang itu segera tersumbat ketika Sentanu dengan tepat telah menyodok lambungnya hingga ia terjungkal tak mampu bangkit. Yang seorang melihat kawannya roboh, mencabut pedangnya, tetapi gerakan itu telah digagalkan Sentanu yang dengan sebat telah loncat menyerang pundak serta perut orang itu dengan serangan berbahaya yang tak mudah dihindarkan.



Sudah barang tentu, dua orang itu bukan lawan murid Ki Ageng Semu ini. Maka hanya dengan beberapa gerakan mereka harus roboh dan si orang terakhir itupun lambungnya kena serangan Sentanu dan pedangnya terlepas dari tangan. Namun Sentanu cepat. menjambret pundaknya kemudian dengan suara tertahan ia bertanya :



- Cepat katakan dimana anak Demang Pulanggi disembunyikan? .



Orang itu menggerang kesakitan, dan mulutnya berkata :



- Aku idak tahu!



Sentanu menjadi marah, dipegangnya leher orang ini dan-berkata ia lebih keras



- Kau ingin aku robek perutmu, ha?! Cepat katakan dimana ia disembunyikan.



Orang itu masih diam membisu. Namun Sentanu menjepit lehernya semakin keras, hingga ia meringis dan sesak napas.



- Hayo katakan, dimana? .



Akhirnya karena tak tahan diperlakukan demikian, orang itu berkata :



- Di.,. sana ... lepaskan dulu aku!



Sentanu mengundurkan jepitan pada leher orang itu.



- Anak Demang Pulanggi disembunyikan dirumah besar itu, dikamar sebelah selatan.



Tiba-tiba .....

- Plak! -



Tangan Sentanu melayang menampar pundak orang itu sambil berkata :



- Awas jika kau berdusta! -



Hingga orang itu terguling menubruk kawannya yang sedang mimpi sejak tadi. Ia menggerang kesakitan dan Sentanu masih sempat mendengar orang itu mengatakan :



- Sayang pemimpin kami sedang tidak ada anak muda, kalau tidak jangan harap kau bisa berbuat begini



Sentanu merandek mendengar itu.


Mencari Tombak Kiai Bungsu Karya RS Rudhatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo




- Oh, jadi pemimpin mereka tidak ada?



Pikirnya. Dan ia hampir saja membalikkan tubuh bertanya hal itu. Namun ia urungkan niatnya. Lebih baik segera mencari anak Ki Demang lebih dahulu. Jika benar Pamasa dan Wijaya tak ada, kebetulan!



Kalau kelak keduanya penasaran, biar urusan di selesaikan kemudian harinya.



Berpikir demikian tanpa banyak cakap lagi. Sentanu loncat dan masuk kedalam rumah besar yang ditunjuk orang itu tadi.

Sentanu mencari jalan untuk dapat memasuki ruangan besar itu. Namun tiba-tiba sebuah tangan kuat menyambar dan menjepit lehernya. Sentanu bergerak capat, ia tangkap tangan penyerang gelap itu. dan sebelum si penyerang tahu apa yang akan terjadi, tiba-tiba ia merasa lambung sakit kena siku Sentanu yang masuk dari belakang dan tiba-tiba pula tubuhnya melayang keatas untuk kemudian jatuh berdebug dengan suara keras diatas tanah, tak mampu bangkit pula. Sentanu segera menyadari disitu tentulah banyak orang yang tak lama tentu bermunculan. Dan itu bisa merepotkan dirinya benar. Bukan ia takut, tetapi jika jumlah mereka terlalu banyak dan menyerang sekaligus, maka dapat dipastikan ia akan menemui rintangan juga dalam melarikan anak Ki Demang. Maka ia segera loncat masuk ke dalam rumah besar yang ditunjukkan oleh anak buah perampok tadi.



Dugaan Sentanu tidak meleset, karena ketika ia loncat masuk, terdengar suara kentongan dipukul orang. Yang segera disusul oleh munculnya orang-orang bersenjata mengurung seluruh tempat dihutan itu. Hanya karena tidak tahu apa yang sedang terjadi, maka tak satupun dapat berbuat dengan semestinya .Mereka hanya menunggu dan berjaga ditempat masing-masing. Kecuali beberapa orang lagi berlari menuju rumah besar tempat anak Ki Demang ditawan.



Sementara itu Sentanu telah berhasil menemukan anak Ki Demang yang terikat kaki dan tangannya.



- Kau ikut aku, jangan banyak bertanya.



Kata Sentanu pada gadis itu.



- Kau siapa?



Seru si gadis.



- Nanti saja. lekas!



Dan Sentanu menyeret gadis itu dibawanya keluar dengan jalan merusak dinding bambu yang ada.



Di luar Sentanu kaget, ternyata di beberapa tempat telah terlihat banyak orang bersiaga. Maka cepat ia menyusup mencari jalan gelap menghindari orang-orang yang kini tengah mencarinya dengan kebingungan.



- Ia membawa anak Ki Demang!



Seru salah seorang anak buah Pamasa ketika dilihatnya anak Demang Pulanggi telah tak ada di ditempatnya.



- He, siapa yang menjaganya tadi? Mengapa bisa lolos? Hayo tangkap orang itu!



Terdengar suara-suara ribut ketika mereka berloncatan berlari menuju keluar di mulut hutan itu.



Ketika Sentanu hampir saja mendekati jalan keluar, tiba-tiba lima orang menghadang dangan senjata telanjang dan menghardik :



- Berhenti!



Namun Sentanu tidak banyak berkata, ia lolos pedangnya, kemudian seraya melindungi anak Ki Demang yang ketakutan, ia babat kelima orang itu dan mendesak mereka dengan cepat. Sebab jika sedikit saja ia mengendurkan serangan, beberapa saat lagi tentulah akan semakin bertambah banyak lawan yang berdatangan, maka tentu saja ia akan kesulitan menyelamatkan anak Ki Demang itu.



Kelima penyerangnya kaget dan meloncat mundur ketika senjata mereka beradu dengan pedang di tangan anak muda itu, bergetar dan tangan mereka sakit dan pedas. Namun kesempatan itu dipergunakan Sentanu untuk meloncat lebih jauh keluar hutan.



Kelima lawannya berseru ketika Sentanu berusaha kabur, dengan berebutan-mereka maju dan mengejar pula. Tetapi ketika itulah Ki Demang yang semenjak tadi telah menunggu dengan harap-harap cemas muncul lalu menarik tangan anak gadisnya, dibawanya mendekati kuda yang telah siap menunggu. Lalu dengan cepat ketika gadis itu telah berada dipunggung kuda, Ki Demang loncat dan kabur melarikan binatang itu.



- He, tangkap kejar orang itu! --



Terdengar teriakan gerombolan yang melihat anak Ki Demang berhasil lolos bersama Demang. Bertepatan dengan itu pula orang-orang yang tadi menyusul, telah bermunculan dan mereka segera mengejar seraya menyerang dengan hebat kearah anak muda itu.



Tiga orang yang berusaha mengejar Ki Demang, tanpa sempat mengeluh kena dicengkeram Sentanu hingga roboh dan Sentanu terus berkelahi dengan mundur-mundur mencari kesempatan untuk lari. Namun ia masih terus bertahan agar memberi kesempatan Ki Demang berlari lebih jauh. Dan ketika dirasa Ki Demang sudah berada jauh, Sentanu tiba-tiba membentak keras, dan sepasang pedangnya ia cabut, lalu diputarnya senjata itu bagai kitiran membendung membentengi tubuhnya dari hujan serangan lawannya yang tidak sedikit.



Sedikit demi sedikit Sentanu masih berhasil merobohkan beberapa lawan. Namun melihat jumlah yang terlalu banyak, ia berpikir jika bertahan terus menerus tentulah akhirnya akan terluka juga.


Wiro Sableng 175 Sepasang Arwah Bisu Siluman Ular Putih 18 Titisan Alam Pendekar Rajawali Sakti 140 Mustika

Cari Blog Ini