Ceritasilat Novel Online

Mencari Tombak Kiai Bungsu 6

Mencari Tombak Kiai Bungsu Karya RS Rudhatan Bagian 6





Sentanu menatap si orang tua yang ia anggap terlalu usil itu. Jelas seorang yang berilmu tinggi, bahkan mungkin sejajar dengan gurunya. Tetapi pandang mata dan gerak gerik bibir orang tua itu membayangkan watak tidak baik. Dan karena Sentanu masih juga melihat orang tua itu menghalangi jalannya, maka ia mencibirkan bibir dan berkata :



- Tak usah kau tanyapun aku juga tak akan sudi menjawabnya. lebih lagi kau tanya, maka akan sia-sialah suara usilmu jika kau bertanya.



- Bagus, kalau begitu kau tak akan bisa lewat sebelum bisa mengalahkan aku.



Jawab orang tua itu.



- Hh, sayang kalau tanganku harus menyentuh kulitmu. Maka kau boleh menghalangi jalanku sampai kau mampus. tetapi aku juga tak akan memaksamu untuk menyingkir, karena akupun bisa duduk disini sampai aku mati. Tetapi jangan harap aku akan sudi melayani berkelahi.



- Ha, kau mau duduk disini sampai mati?! -



- Kalau kau masih tak mau menyingkir, aku tetap akan disini sampai kau mampus dengan sendirinya.



- Kalau begitu kau harus mampus lebih dulu ditanganku! -



Dan orang tua itu segera melangkah maju seraya menggerakkan tangan kemuka siap hendak melancarkan serangan. Namum Sentanu segera loncat turun dari kudanya. Dan berkata:



- Kau boleh bunuh kalau mau bunuh aku, dan aku tak akan melawan. Aku tak sudi kulitku bersentuhan dengan kulitmu, dan mengajakmu berkelahi tak akan berguna dan tak ada untungnya bagiku! -



Lalu Sentanu berkata pada kudanya:



- Kau kesanalah, disana banyak rumput segar, aku mau tunggu kamu disini. -



Lalu ia duduk diatas rumput sambil meletakkan busur dan panahnya. Sedangkan tombak Jalak Diding ia letakkan dimukanya pula. Kemudian ia mengusap usap tombak itu. Ia tidak lagi perdulikan si orang tua yang menjadi marah melihat sikap anak muda itu.



- Gila! Gila benar anak ini!



Orang tua itu mencak-mencak sendiri dan membanting-banting kaki bagai anak kecil kehilangan mainan.



- He, ayo berdiri dan lawan aku!



Serunya. Tetapi Sentanu masih tak perdulikan. Melirikpun tidak. Ia terus menggosok gosok tombak yang dipegangnya seraya duduk bersila dihadapan orang tua itu.



- Hayo kau bangun dan lawan aku! -



Orang tua itu masih juga berteriak-teriak.



Mana mau Sentanu menuruti perkataan si orang tua. Ia sedikitpun tak hendak memandang, apalagi menyahut perkataan.



Pada saat kedua orang itu dengan tingkahnya masing-masing bertahan menuruti keinginan sendiri yang saling bertentangan, ditempat itu muncul seorang wanita tua yang tak kalah gesit dan cepatnya berkelebat mendatangi.



Sentanu kaget melihat munculnya wanita itu. Begitu pula orang tua itu tiba-tiba mendelikkan mata ketika pandangnya beradu dengan orang yang baru datang.



Sentanu mengenali wanita itu adalah Nyi Ageng Maloka yang pernah dilihatnya ketika bersama Ki Ageng Semu menemui dirinya dengan Mirah Sekar. Maka dengan cepat ia loncat bangun dan memberi hormat sambil berkata keras:

- Ah, selamat datang Nyi Ageng! Kiranya kau orang tua yang telah menolong Mirah Sekar dulu itu. Maafkan jika aku yang muda tidak segera mengenalimu!



Nyi Ageng Maloka tertawa mendengar perkataan Sentanu. Namun matanya masih menatap dengan tajam, ke arah anak muda itu dengan sorot menyelidik.



- Eh, kau siapakah mengenaliku ?



Tanya Nyi Ageng Maloka. -



Sentanu heran. Tak tahunya orang tua itu tak mengenal dirinya. Maka sambil senyum, ia berkata:



- Rupanya Nyi Ageng telah melupakan peristiwa dua orang muda yang lari dari wanabaya. Bukankah Nyi Ageng yang kemudian menolong anak-anak itu? Nyi Ageng tentu ingat muridmu Mirah Sekar. Sedang satunya akulah Nyi Ageng! -



- Oh. oh, ya aku ingat sekarang! -



Nyi Ageng menepuk keningnya dan memukulkan tongkat kayu yang dipegang ketanah.



- Jadi kaulah rupanya murid Ki Semu ya?



- Begitulah Nyi Ageng.



- Hem, tetapi ada urusan apa berada berdua dengan Sunan Langgar ini? -



Bertanya pula Nyi Ageng Maloka sambil menuding orang tua yang masih berdiri memandang dengan muka berkerut.



Sentanu terkejut. Mendengar Nyi Ageng yang menyebut orang tua itu adalah Sunan Langgar. Ia telah mendengar dari gurunya kehebatan Sunan Langgar yang juga menjadi lawan Demak, membanuau pemberontakan Majapahit, ia ingat bahwa gurunya seringkali menyebut-nyebut dua orang tua sakti yang ada di tlatah timur. Mereka adalah Ki Ageng Semanding dan Sunan Langgar



- Pantas ia demikian hebat dan tak berhasil menemukannya ketika ia sembunyi tadi. -



Pikir Sentanu. Tetapi ia hanya melirik sekejap. Lalu tak memperdulikan lagi. Lalu berkata :



- Akulah yang tidak beruntung Nyi Ageng, baru saja aku tiba ditempat ini, tiba-tiba muncul orang tua usilan yang mengganggu maka kubiarkan ia menari kayak monyet dimukaku. Mana aku sudi bersentuhan kulit dengannya berkelahi. Tetapi Nyi Ageng jangan anggap aku jerih padanya, coba saja kalau Nyi Ageng tidak datang kemari, tentu ia akan mati berdiri disitu. -



Nyi Ageng melengak heran mendengar jawaban anak muda itu. Tetapi tiba-tiba meledaklah ketawanya. Ia tahu kini dengan apa yang terjadi. Karena ketika ia muncul tadipun telah melihat sentanu duduk bersila menggosok-gosok tombaknya sedang Sunan langgar terlihat marah-marah berdiri dimuka anak muda itu.



- Hi ..... . hi ...... heh... kau lucu. Pantas dia itu kulihat merah mukanya dan matanya hampir copot dari tempatnya.



- Diam! ---



Tiba-tiba terdengar Sunan Langgar membentak hebat hingga bergetar sekitar tempat itu. Namun Nyi Ageng hanya loncat kesamping dan Sentanu yang merasakan getaran hentakan itu agak kaget juga. Hampir ia melonjak karena terkejut. Tetapi untung cepat sadar hingga niatnya itu diurungkan.



- Eh, mengapa kau jadi marah?



Nyi Ageng bertanya tertawa.



- Ha, kau mau bela anak itu?! -



- Kalau kamu menantangku, apa boleh buat. Apakah kau pernah merasa bisa membikin aku jerih padamu? Hi ...... hi..... hi... kau tak tahu anak inilah yang telah dijanjikan untuk menumpas kalian yang serakah.



- Gila semua!



Sunan Langgar memaki.



- Kau perempuan buruk juga mau membikin permusuhan lagi denganku. -



Tetapi Nyi Ageng juga maju dan seraya menyabetkan tongkatnya ia berkata tak kurang kerasnya:



- Kau orang tua serakah ini, buka matamu lebar-lebar! Bukan hanya hendak bikin permusuhan. Tapi sejak kapan aku telah berbaik padamu? Huh! Kalau aku tidak mengingat Guru, kau tentu sudah menggelinding diujung tongkatku ini. ..



- Eh, Nyi Ageng! -



Berkata pula Sunan Langgar.

- Ada harinya kelak kau harus membuat perhitungan denganku. Berhati hatilah jika tiba saat itu. -



- He, mengapa tidak sekarang kau membuat perhitungan? Kau licik seharusnya akulah yang menuntut padamu. Hayo kita jajal kerasnya tulang dan liatnya kulit sekarang juga. Siapa diantara murid Guru yang unggul -



- 0. bukan sekarang, kau tunggu saja. Ada Saatnya kau berdua si Jembel Semu harus menggelinding dimukaku.



- Kalau kau tak mau Sekarang mengadu kepandaian, hayo kau enyah saja dari sini! Kalau tidak kau akan kupaksa menghadapi tongkatku yang tidak bermata ini. _.



Sunan Langgar mendelik mendengar kata-kata itu. Namun ia memang tak hendak membuat perkelahian dengan Nyi Ageng Maloka, maka tanpa menyahut pula ia Segera berlalu dari tempat itu. Tetapi ketika orang itu telah berjalan membelakangi Sentanu, anak muda ini masih menangkap kata kata si orang tua yang bernada mendongkol,



- Kau beruntung anak muda, kita belum jadi main main sudah keburu datang setan perempuan itu.



Namun Sentanu tidak menyahut. Ia diam saja dan matanya kini mengawasi Nyi Ageng Maloka.



- Kau cerdik anak muda. Seperti gurumu dimasa mudanya. -



Kata Nyi Ageng ketika Sunan Langgar telah tak kelihatan lagi

punggungnya.



- Untung kau tidak berkeras melawan orang tua itu. Sebab jika kau memaksakan diri melawan dengan berkelahi, pastilah sulit kau bisa lolos dari tangannya. Tetapi kebetulan kau diam tidak melawan, jadinya membuat dia marah. Namun untungnya. Sunan Langgar selamanya tidak sudi turun tangan menyerang seseorang yang tidak melawan padanya. Maka meskipun ia ada didekatmu seribu tahun kalau kau sendiri tidak melawan dengan Senjata. pasti diapun tak akan menyerang dirimu. Maka dia akan selalu membikin panas hati orang supaya lawan jadi menyerang.



- Aku tidak sengaja berbuat demikian Nyi Ageng, maksudku hanya membikin dia marah saja. .,



- He ...... he ...... tentu saja dia marah. Tetapi tak mungkinlah dia akan turun tangan padamu. -



Sentanu menjadi tersenyum juga. Namun dalam hati anak muda ini timbul rasa herannya ketika dengan tidak banyak repot, orang tua itu meninggalkan dirinya ketika Nyi Ageng memerintahkan ia pergi. Dan karena ia tak tahan dengan perasaan ingin tahunya maka Sentanu memberanikan diri bertanya dengan hati-hati :



- Nyi Ageng, aku merasa heran! Mengapa orang tua itu menurut begitu saja ketika kau perintahkan pergi dari sini? Bukankah jika ia melawanpun belum tentu aku bisa mengusirnya?



Nyi Ageng Maloka melengak heran, Ia tidak menduga akan ditanya demikian oleh Sentanu. Maka matanya segera menatap anak murid Ki Ageng Semu itu dengan pandang heran. Namun segera ia membuka perkataan kembali :



- Eh, mengapa kau tanyakan hal itu? Apakah gurumu tidak mengatakan? -



- Guru? Tidak Nyi Ageng! Guru tidak sedikitpun juga menyinggung hubungan kalian dengan Sunan Langgar. Hanya guru sering memuji kehebatan dua orang tua yang bernama Sunan Langgar dengan Ki Ageng Semanding,



- Nah, itulah kau tentu telah mendengar dari gurumu perihal dua orang kakek itu. -



Sahut Nyi Ageng.



- Tidak Nyi Ageng, guru hanya memuji-muji saja. Tetapi tidak menceritakan lebih jauh siapa kalian dan ada hubungan apa.

Hanya aku menduga tentunya dimasa muda kalian ada hubungan dekat. -



- Kau benar. kami memang dekat dimasa dulunya. Tetapi. eh, apakah benar gurumu tidak pernah mengatakan hal itu? -_




Mencari Tombak Kiai Bungsu Karya RS Rudhatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


- Sungguh Nyi Ageng! Mengapa aku harus berdusta padamu?



- Ha...... he... kau bisa menggoda Sunan Langgar dengan duduk diam begitu, tentu saja bisa menipuku dengan berdusta. --



Sentanu gemas. Ia mengkal juga disebut demikian. Karena sebenarnyalah Ki Ageng Semu tidak pernah mengatakan hal hubungan orang-orang tua yang kini saling bersebrangan dalam hidup

itu.



- Baiklah Nyi Ageng, kalau kau tak percaya dengan perkataanku aku tak akan memaksamu untuk mengatakan. Kau boleh berkata

apapun sekarang.-



Kata Sentanu kemudian.



- Eh tunggu dulu!-



Nyi Ageng menyahut.



- Kalau kau ingin

tahu, nah akan kukatakan, Kau duduklah ditempatmu itu. Aku akan

mulai ceritakan, tetapi awas ! Kau tidak boleh menyela sedikitpun jika

tidak aku menyuruhmu -



Sentanu merasa mendongkol kembali. Ia diperintah duduk ditempat ia bersila tadi. Ia kurang senang dirinya diperlakukan bagai anak

kecil.



- Hayo kau duduk! Baru aku akan katakan!-



Nyi Ageng

berseru sambil menudingkan tongkatnya ke tempat Sentanu tadi bersila.

Namun betapapun mendongkol, entah mengapa mendengar perintah Nyi Ageng yang terakhir ia jadi melangkah lalu duduk bersila

kembali ditempatnya.



- Kau mulailah Nyi Ageng. Aku akan berdiam diri mendengarkan ceritamu. Dan sebelum selesai aku tak akan menyela. Nah, kau

mulailah, berapa haripun aku akan tetap mendengarkan.



- Dungu ! Kau menggodaku seperti Sunan Langgar, ha ?!-



- Oh, bukan begitu, bukankah Nyi Ageng yang memerintahkan

aku membisu sementara kau bercerita ? -



Dan Sentanu tertawa.



- Kau seperti gurumu senang menggoda orang.-



Gumam Nyi

Ageng kemudian. Lalu ketika dilihatnya Sentanu tidak lagi berkata,

Nyi Ageng masih berdiri dan memukulkan tongkatnya berkali-kali ketanah, barulah kemudian ia membuka perkataan kembali. Namun

matanya tengah menerawang angkasa biru yang nampak cerah di-

atasnya.



- Kau dengar baik-baik ! Aku mulai. -



- Sebelum ada negri Demak sekarang ini, jauh, bahkan sebelumnya negri Demak dan Pajang ada, ada sebuah negri yang tentunya kau telah mendengarnya. Negri itulah yang disebut orang dengan Majapahit. Kau tentu pernah mendengar kebesaran Majapahit dari orang orang lain.



Pada jaman Majapahit itulah, sewaktu negri itu dipegang oleh Raja Brawijaya, anak negri mulai merasakan hal-hal yang tidak mengenakkan.



- Tak usahlah aku sebutkan satu persatu kejadian yang menimpa anak ngeri. Tetapi pada masa itu, negri Majapahit masih menguasai daerah Palembang. Maka oleh Prabu Brawijaya, diperintahkan seorang saudaranya sebagai wakil Raja Majapahit yang berkedudukan di Kadipaten Palembang. Orang inilah yang disebut Adipati Arya Damar.



- Ketika Adipati Arya Damar datang di Palembang, Agama Islam telah masuk kenegeri itu, sehingga Arya Damar sendiri menjadi penganut Islam disana.



Dalam pada itu, di negri Majapahit terdapat seorang dalang kenamaan bernama Dharmapara, seorang Budha yang mumpuni dalam ulah senjata dan kaprajuritan, Sedang kemampuannya mendalang sengat ajaib. Rasanya diseluruh Majapahit tak ada duanya dalang sepandai Dharmapara ini. Maka berkat kepandaian dan ketinggian ilmunya yang tak ada tara, ditambah kemampuannya mendalang yang membikin kagum seluruh Majapahit, Ki Dalang Dharmapara menjadi orang kesayangan Prabu Brawijaya.



Manakala Dalang Dharmapala mendalang, ribuan orang dari berbagai negri akan datang dan melihat kepandaiannya. Tak seorangpun akan bergerak dari tempatnya sebelum Dalang Dharmapara selesai membawakan cerita dengan wayang-wayang kulitnya. Bahkan Dhamapara terkenal mumpuni menggerakkan Wayang-wayang itu dengan cara aneh yang mengagumkan. Ia mampu menggerakkan wayang sekaligus tidak hanya satu dua, tetapi puluhan ia mampu memainkan wayang dengan baik. Hingga seakan benar hidup dan mempesona bagi yang menyaksikan ulah Darmapara mendalang itu.



Kehebatan Darmapara inilah yang menggemparkan orang senegeri. Bahkan Prabu Brawijaya tentu akan terpaku manakala menyaksikan Dhamapara memainkan wayang-wayangnya. Dan lagi dengan dibantu para niyaga yang terpilih Dharmapara namanya semakin hari bertambah umum dan mengundang ribuan orang untuk menyaksikan kehebatannya memainkan wayang.



- Namun menurut orang-orang terdekat dengan Dharmapara, sebenarnyalah ki Dalang Dharmapara mampu memaku penonton ketika ia memainkan wayangnya, bukan lain terletak pada bantuan seorang pesinden cantik jelita yang selalu menemaninya manakala ia mainkan wayang.



- Dan tak seorangpun tahu bahwa pesinden cantik jelita ini adalah isteri ki Dalang Dharmapara sendiri. Kecuali hanya orang dekat dengan ki dalang sendiri yg mengetahuinya bahwa Nyi Rumbi pesinden muda cantik jelita itu adalah istri Dharmapara. Dan prabu Brawijaya juga mengetahuinya.



Namun tanpa diduga sedikitpun oleh dalang Dharmapara, pada suatu ketika isterinya, Nyi Rumbi hilang lenyap tanpa diketahui kemana. Dharmapara menjadi gelisah. Dicarinya kemana-mana Nyi Rumbi tetapi jejaknyapun tidak dapat ia ketemukan. Maka menjadi bersedih hatilah Dalang Dharmapara kehilangan istri yang amat dicintainya. Hatinya terpukul hebat dengan kedukaan, hingga akhirnya dalang Dharmapara menjadi masgul dalam hidup. Dan kepandaiannya mendalang tak lagi ia lakukan.



Pembesar negri dan orang-orang Majapahit menjadi ikut kecewa, mereka tak lagi bisa menyaksikan Dharmapara main wayang. Kerinduan Dharmapara untuk dapat berjumpa dengan isterinya Nyi Rumbi menjadi sebab Dharmapara menghilang pula dari Majapahit. Ia mengembara dari negri satu kenegri lain diseluruh tanah Jawa. dan terus berjalan ketimur dan kebarat, membawa luka hatinya kehilangan seorang istri yang amat dicintainya.



Sebelum Dharmapara menghilang meninggalkan Majapahit itulah banyak punggawa kraton datang menghadap prabu Brawijaya dan memohon



- Gusti, alangkah baiknya jika Gusti memerintahkan

para prajurit dan hamba negri utk membantu Dharmapara mencari isterinya.

Bukankah Majapahit telah menjadi ternama dengan kepintaran Dharmapara. Lagipula ia adalah bekas pengawal Gusti Prabu yg banyak

menanam jasa._





Namun Prabu Brawijaya ketika mendengar permohonan orang-

orang itu hanya menjawab dengan pendek:

- Kalian pikirkanlah

kepentingan negri yang lain. Hilangnya istri Dharmapara tak akan

menimbulkan bencana apa-apa. Sudahlah, kalian kembali dan uruslah

kepentingan kalian sendiri.



Banyak orang menjadi heran mendengar jawab Baginda demikian

itu. Maka timbul berbagai suara dan dugaan yang segera menjalar dari

mulut ke mulut dikalangan para punggawa Majapahit dan anak negri



- Baginda tidak adil membiarkan Dharmapara menderita-



Kata seorang pengawal istana.



- Mengapa Baginda jadi berubah, bukankah Dharmapara kesayangan Baginda ? Kini ia menderita namun Baginda tidak memberikan perhatian. Apakah salah dalang itu?



Kata seorang prajurit

lain pula.



- Ya, Dharmapara orang berbudi dan bijak.



Sahut yang lain

pun.



- Mengapa ada juga orang yang bertega hati melarikan istrinya ?-

-



- Tentu orang itu sakti linuwih,



Kata yang lain.



- Sebab

kalau bukan bagaimana bisa ia melarikan Nyi Rumbi itu ?-



- He, jadi Nyi Rumbi itu istri Dharmapara ?-



Tanya yang

lain dengan heran.



- Kau tolol benar !



- Tentu saja ia isterinya.



Temannya membantah sambil tertawa.



- Tapi bukanlah selama ini kita hanya menganggap sebagai

pesinden Ki Dharmapara saja ? Siapa tahu ternyata dia istrinya -



- He, oh ya, aku ingat-



Jawab orang itu pula.



- Benar ! Dulunya memang orang hanya tahu Nyi Rumbi pesinden. -



- Jadi darimana

khabar ini timbulnya ?



- Aku pernah mendengar dari panglima dalam. Katanya dari Baginda sendiri yang menyebutkan Nyi Rumbl adalah istri Dharmapara.



- Aku pernah mendengar dari panglima dalam katanya dari Baginda sendiri yang menyebutkan Nyi Rumbi adalah istri Dharmapara.



- Maka demikianlah tersiar sekarang bahwa sesungguhnya Nyi Rumbi adalah istri Dalang Dharmapara. Dan kedudukan itupun akhirnya menjalar keseluruh negri. Tak seorang kini anak negri yang tidak merasa kehilangan dengan lenyapnya Nyi Rumbi yang kemudian disusul hilangnya pula Ki Dharmapara dari Majapahit.



Dalam pada itu dalam istana terjadi pula sebuah kejadian lain.

Prabu Brawijaya menghadapi persoalan berat yang menimbulkan kegelisahan hatinya. Sebab ternyata yang melakukan penculikan atas istri Dharmapara adalah Baginda Brawijaya sendiri. Baginda merasa terpikat oleh-kecantikan Nyi Rumbi yang masih muda remaja. Sudah sejak lama. Baginda menginginkan gadis ini, namun karena Nyi Rumbi telah menjadi istri Dharmapara, Baginda menahan gejolak dalam hatinya.



Akan tetapi lama kelamaan, baginda rasanya tak kuat lagi menahan gelora cinta pada Nyi Rumbi yang cantik itu. Maka akibat desakan perasaannya yang tak tertahankan lagi Baginda memerintahkan tiga orang punggawa untuk memanggil Nyi Rumbi ketika Dalang Dharmapara sedang tidak berada dirumahnya.



- Ada kepentingan apakah tuanku Brawijaya memanggilku ?


Mencari Tombak Kiai Bungsu Karya RS Rudhatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo




Bertanya Nyi Rumbi pada punggawa utusan Baginda.



- Kami tidak mengetahuinya, hanya sekedar menjalankan perintah. Kau ikutlah aku menghadap sekarang juga. -



Jawab punggawa itu.



- Tapi, aku harus menunggu suamiku, ia masih berada dihutan mencari carang. -



Kata Nyi Rumbi.



- 0, jangan ! -



Sahut orang suruhan itu pula. Tak usah menunggu pulangnya suamimu, Baginda memanggilmu sekarang juga.

- Kalau suamiku kembali dan mendapati aku tak ada?



- Kau bisa menceritakan nanti setelah kembali dari istana. lagi pula tentu suamimu tak akan marah kalau yang memanggilmu Baginda sendiri-



Maka akhirnya karena didesak terus menerus. Nyi Rumbi jadi menurut juga. Ia tak enak menolak perintah baginda. Sebab menurut pikir Nyi Rumbi, tentulah suaminya akan marah mendengar ia menolak panggilan Baginda di Majapahit. Maka diikutinya punggawa itu



Nyi Rumbi dibawa dengan kereta tertutup dan dengan melewati jalan tersembunyi ia dibawa keistana. Tanpa sedikitpun menduga akan terjadi sesuatu yang hebat dalam hidupnya.



Ketika Baginda Brawijaya melihat suruhan datang dengan membawa Nyi Rumbi, hatinya berdebar girang. Segera diperintahkannya Nyi Rumbi masuk kedalam puri. Namun istri kidalang Dharmapara itu menjadi kaget ketika ia diperintahkan masuk kedalam ruangan yang ada dalam istana.



- Gusti, ada kepentingan apakah Gusti memanggil hamba? -



Bertanyalah Nyi Rumbi dengan cemas sebab melihat gelagat tindakan Baginda tidak sewajarnya.



- Ah mengapa kau harus menanyakan hal itu Nyi Rumbi ? Seharusnya kau telah mengetahuinya ketika aku selalu memperhatikan dirimu manakala duduk menyinden dengan suamimu.



Nyi Rumbi kaget. Meskipun ia menduga, namun tidak disangkanya Baginda akan berkata demikian terus terang. Hingga karena kekagetan yang tidak dikiranya itu membuat Nyi Rumbi untuk beberapa saat tidak dapat mengucap. Ia melangkah mundur dari hadapan Baginda.



Baginda maju dan berkata dengan suara merendah :



- Eh Rumbi, mengapakah kau menolak ? Bukankah kau tahu siapakah aku di Majapahit ini ?



Nyi Rumbi masih belum dapat membuka mulut, namun ketika Baginda melangkah semakin dekat, terpaksalah Nyi Rumbi bersuara dengan ketakutan:



- Ampun Tuanku, hamba takut. Hamba masih

mempunyai suami. Bukankah Tuanku juga mengetahui siapa suami hamba itu ? _



Baginda Brawijaya kecewa melihat sikap Nyi Rumbi yang demikian. Tidak diduganya wanita muda yang cantik jelita, yang sejak lama telah menimbulkan kegilaan pada perasaan hati Baginda, menolak ketika Baginda mencoba memegang lengannya.



Akibat penolakan itulah Nyi Rumbi disekap dalam istana. Baginda masih mempunyai pengharapan Sinden itu akan menurut diambil selir. Namun ketika sehari sesudahnya Nyi Rumbi disekap dalam istana masih belum mau menuruti kemauan Baginda, timbul kemarahan raja Maiapahit itu. Nyi Rumbi terus dimasukkan dalam tahanan dan sepanjang waktu Baginda mencoba membujuk dengan berbagai upaya. Namun Sinden itu masih tetap menolak dan menyatakan kesetiaan cintanya pada Dharmapara.



Semenjak itulah maka Nyi Rumbi hilang dan tidak berhasil diketemukan oleh Dharmapara yang mencari keseluruh pelosok negri. Sudah barang tentu, Dharmapara tak akan berhasil menemukan istrinya karena sedikitpun dalang Dharmapara tak menduga bahwa istrinya berada dalam istana Majapahit.



Sementara itu dua pekan kemudian tiga orang punggawa yang diutus Baginda Brawijaya mengambil Nyi Rumbi dari rumahnya, menjadi gelisah.



- Kita berada dalam bahaya. -



Kata salah seorang pada dua kawannya.



- Maksudmu ? -



Bertanya yang lain.



- Kau jangan pura-pura ! Akupun tahu kau diganggu rasa takut yang berlebihan akhir-akhir ini.



Sahut orang itu pula.



Orang itu terdiam mendengar teguran kawannya.



- Ya, akupun merasakan hal itu. -



Sahut satunya.

- Tetapi apa yang dapat kita lakukan ? Kita hanya sekedar menjalankan perintah Baginda. -



- Itu sulitnya. Tapi kau sendiri tahu Dharmapara bukan orang sembarangan. Kesaktiannya pilih tanding dan ia tak terlawan oleh hampir semua orang Majapahit. Agaknya dengan Baginda pun Dharmapara pasti akan membuat perhitungan jika mengetahui istrinya ada dalam istana. _



- Dan kita bertiga, akan menerima bagian. Mungkin Dharmapara akan mencincang tubuh kita sampai lumat.



- Ah kau jangan menakut nakuti.



Kata temannya.

- Bukan begitu, kau lihat sesudahnya dalang itu kehilangan istrinya, hidupnya menjadi remuk. Bagaikan gila ia mencari disegala pelosok pedusunan dan dicelah gunung curam. Maka apalah artinya nyawa kita bertiga dibanding dengan kesengsaraan yang telah ia , tanggungkan itu ? -



Ketiganya terdiam. Mereka tak dapat menemukan jalan yang baik untuk menghilangkan kegelisahan hatinya. Namun salah seorang coba berkata :



- Aku ada pendapat, bagaimana kalau kita menghadap Baginda dan memberikan usul agar Nyi Rumbi dikembalikan. -



- Bodoh ! Bagaimana mungkin ? Ki Dalang Dharmapara telah tak ada lagi di Majapahit, lagipula kalau Nyi Rumbi menceritakan kita yang membawanya, nah kau bisa bayangkan apa yang terjadi dengan kita. -



- Kalau demikian, apakah kita cari Dharmapara dan bunuh ' bertiga ?



- Gila lagi! Itu lebih tidak waras kawan. Jangankan kita bertiga. Sepuluhpun Dharmapara tak akan dapat kita sentuh apalagi membunuhnya. Kau jangan ngacau ! -



- Ah ! Sudahlah kepalaku pening. Sudahlah terserah kalian mau berbuat apa. Asalkan kita selamat dari bahaya ketahuan Dharmapara.



Dua kawannya terdiam pula. Namun salah seorang sesudah agaknya menimbang-nimbang, tiba-tiba mengemukakan pendapatnya pula



- Masih ada jalan. -



Bisiknya. Dua kawannya hampir berbareng mendongak menatap kawan satu itu.



- Bagaimana ?



Bertanya mereka serentak.



- Kita cari Dharmapara dan katakan terus terang perbuatan kita. -



- Bah kau sinting hendak berbuat itu?!



Dua kawannya melonjak hampir berbareng mendengar kata kawannya.

- Tunggu dulu, kalian belum mendengar penjelasanku. -



Dengan masih menggumam menyatakan tidak puasnya dua orang itu mendengar kawan itu melanjutkan kata :



- jangan terburu napsu dan kurang pikir. Aku merasa, berdasarkan pada penglihatan sehari-hari pada ki dalang Dharmapara. Kalau kita mau berterus terang padanya dan minta maaf. tentulah ia akan memberikan ampunan. Lagi pula sebagai seorang dalang yang banyak berpengalaman dan tinggi kemampuannya, aku yakin dia dapat menimbang mana yang salah dan mana yang benar. Daripada kita berdiam diri dan kelak Ki Dalang mengetahuinya, kita akan terancam. Nah, kalian pikir baik-baik hal ini. -



Mendengar penjelasan itu dua kawannya menimbang dengan hati-hati. Dan memang pada dasar hati mereka membenarkan pendapat kawan itu.



- Kalau demikian, kita meninggalkan Majapahit ? -



- Kau takut ? Kita bisa kembali kedusun dan bertani dengan aman daripada berada disini diliputi kegelisahan dan ketakutan yang tidak berkesudahan. _



Akhirnya setelah menimbang-nimbang pula ketiganya menyatakan setuju dengan buah pikiran itu, maka tekad mereka bulat. Hingga dengan penuh keyakinan ketiganya kembali ketempat mereka dan sedikit terobati ketakutan yang selama ini mengeram dalam dada mereka.



Namun dalam pada itu sungguh tak akan diduga. oleh ketiga punggawa itu bahwa percakapan mereka telah terdengar oleh seorang prajurit sandi yang sengaja ditugaskan mengawasi gerak-gerik mereka.



Prabu Brawijaya sejak semula telah bertindak dengan perhitungan dan berhati-hati. Baginda menyadari sepenuhnya dengan siapa ia memancing urusan.



Karena siapakah di Majapahit yang tidak kenal kehebatan Dalang Dharmapara ?



Kesaktian dalang Dhamapara telah terdengar sampai seluruh pelosok negri. Dan lagi Baginda mengetahui sendiri segala, kemampuannya itu .Maka Baginda telah memerintahkan seorang punggawa lain untuk mengawasi gerak-gerik tiga orang punggaWa yang diperintahkan mengambil Nyi Rumbi dulu itu. Sebab Baginda menduga ketiganya pada suatu ketika akan membocorkan rahasia itu. Dan manakala dalang Dharmapara mengetahuinya, maka kecuali akan timbul keributan besar juga nama Baginda akan merosot karenanya. Sehingga begitu Baginda mendengar ketiganya hendak melarikan diri dari Majapahit dan mencari dalang Dharmapara, segera ketiganya dipanggil menghadap.



- Ampun Gusti, adakah yang dapat hamba kerjakan untuk paduka? -



Bertanya salah seorang diantara ketiga punggawa itu. Namun Baginda tidak memperlihatkan kemarahan bahkan air muka Baginda nampak jernih dan senyum lebar menghias muka Baginda ketika berhadapan dengan tiga punggawa itu.



- Tahukah mengapa kalian bertiga dipanggil menghadap kemari _.



Bertanya Baginda seraya masih belum menghilangkan senyumnya.



- Ampun Gusti, tentu saja hamba sekalian belum mengetahuinya.



Jawab salah seorang. Sedang dua lainnya tidak membuka kata. kecuali bertanya-tanya dalam hati yang mulai tersaa tak enak rasanya.



- Baiklah,, jika kalian belum mengetahuinya, akan dijelaskan!



Lalu setelah berkata demikian Baginda memberi isyarat kebelakang. Dan segera ditempat itu bermunculan tiga orang senapati perang yang ditangannya masing-masing memegang keris telanjang.



Ketiga punggawa itu kaget melihat keris ditangan senapati yang terlihat menggeletar mengancam nyawa. Sadarlah mereka dengan keadaan yang tengah terjadi dihadapan mereka. Dan ketika mata ketiganya melirik, seorang prajurit sandi yang mendengar percakapan mereka tampak menyeringai dengan mengejek. Semakin sadarlah ketiga punggawa itu bahwa perkataan mereka terdengar oleh prajurit sandi itu. Namun sudah terlambat untuk menghindar. Maka tak ada pilihan

lain ketika Baginda memberi isyarat. tiga senapati itu bergerak hampir berbareng dan keris ditangan ketiganya menghunjam dengan cepat keperut tiga punggawa yang segera roboh terguling mandi darah. Sedang Baginda tiba-tiba saja loncat dari duduknya dan kerisnya bergerak kemudian menancap pada perut prajurit sandi yang berdiri dekat yang tidak menduga sedikitpun nasib akan merampas jiwanya dengan cara demikian. Maka empat nyawa telah melayang ditempat itu. Dan legalah hati Baginda menyaksikan orang-orang yang dianggap akan bisa membocorkan rahasia telah menemui ajalnya, Sedang ketiga senapati itu tak sedikitpun mengetahui apa yang menjadi sebab Baginda menjatuhkan hukuman mati. Dan memang sudah menjadi kuwajiban mereka mematuhi perintah yang dipertuan di Majapahit itu, tanpa mengusut apa yang menjadi sebab musabab.



Namun setelah beberapa waktu berjalan, Baginda ternyata tidak berhasil menekan rasa ketakutan yang menghantui dalam pikir dan bayangan Baginda sendiri.



Nyi Rumbi masih tidak bersedia menuruti kehendak Baginda. maka akibat penolakan itulah Baginda menjadi marah dan sebagai seorang raja besar ia merasa terhina. Maka tak ada pilihan lain pula, Baginda berusaha menyingkirkan Nyi Rumbi ke luar Majapahit. Sebab jika masih terdapat dalam istana, suatu ketika pasti akan tersiar keluar yang bisa menimbulkan cela dan pemusuhan dari ki dalang Dharmapara.



Kebetulan ketika itu Adipati Arya Damar masih belum mempunyai permaisuri dan oleh Baginda dikirimlah pada saudaranya di Palembang itu Nyi Rumbi untuk diperisteri oleh saudara Baginda Adipati Arya Damar. Dan dengan diam-diam dibawalah Nyi Rumbi menggunakan kapal dagang ke Palembang.




Mencari Tombak Kiai Bungsu Karya RS Rudhatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Dengan telah hilangnya Nyi Rumbi dari istana, Baginda menjadi agak lega. Sebab berarti jejaknya telah hilang pula. Dan tak mungkinlah Ki Darmapara akan tiba di Palembang atau mendengar perihal istrinya. Tetapi pada satu ketika Baginda menjadi kaget dengan sendirinya.



Pada ketika Baginda tengah bersantap, tiba-tiba terpikir oleh Baginda ketiga punggawa dan seorang prajurit sandi yang telah terbunuh itu. Terbayang dalam angan-angan Baginda anak istri mereka yang tentu masih menunggu-nunggu kembalinya empat orang prajurit itu.



Tiba-tiba Baginda menjerit keras. Membuat yang melihat jadi kaget dan heran. Mereka berlarian mendekat dan dengan tergopoh

gopoh menghibur Baginda dan menanyakan kalau-kalau telah terjadi sesuatu.



- Pergi, kalian ! _



Tiba-tiba Baginda membentak dengan hebatnya. Tentu saja semua punggawa dan pengawal menyingkir melihat tingkah Baginda yang aneh.



Tak seorangpun tahu bahwa ketika itu Sang Prabu seakan melihat empat orang anak kecil datang dengan membawa keris telanjang, lalu dengan tertawa menyeringai empat orang anak-anak itu menusukkan keris mereka berbareng kedada Baginda, hingga dengan tanpa sadar Baginda telah menjerit keras karena kagetnya.



Sehari sesudah Baginda melihat pemandangan itu, Baginda memerintahkan orang-orangnya untuk menghukum mati keluarga empat orang punggawa ini. Dikirimnya prajurit yang bertugas melakukan kuwajiban itu menuju rumah tinggal keluarga empat prajurit yang telah tewas diujung senjata.



Kebetulan pula yang menerima perintah Baginda adalah prajurlt-prajurit Majapahit yang berasal dari Pajajaran. Sedangkan empat punggawa yang terbunuh itupun seluruhnya adalah bekas prajurit Pajajaran yang pernah menakluk pada jaman Prabu Hayam Wuruk. Maka akibat itu dengan amat terkejut dan heran mereka menerima perintah yang dirasa amat aneh dan tidak mengerti dengan kemauan Baginda. Namun mana mereka berani bertanya. Kecuali hanya menyanggupkan diri untuk membunuh semua keturunan empat punggawa yang telah tewas itu. Karena rupanya Baginda merasa ketakutan jika anak keturunan empat prajurit itu akan membalas dendam.



Namun prajurit keturunan Pajajaran yang menerima perintah itu pun menjadi bingung dan bimbang. Lalu mereka mencari akal dan berunding mencari jalan untuk menyelamatkan anak-anak kawan mereka yang tidak berdosa. Sejak tiga prajurit Sunda itu terbunuh tanpa

diketahui kesalahannya, mereka ini telah menjadi heran dan bertanya-

tanya. Dan kini ketika perintah untuk membasmi keturunan mereka

membuat terkejut dan cemas.

Namun agaknya perintah itu telah terdengar oleh seorang hamba

lain yang segera memberitahukan pada keluarga empat orang punggawa itu perihal perintah Baginda yang sedang memerintahkan untuk

membunuh anak turun dan istri-istri itu.

Tersiarnya berita itu tidak mengherankan sebab banyak diantara

hamba istana yang telah melihat Nyi Rumbi dari rumahnya. Maka segala kejadian itu dihubung-hubungkan hingga akhirnya orang bisa

menduga apa yang terjadi sesungguhnya.



- Kalian larilah dari Majapahit -



Kata hamba itu ketika ia

telah berhasil mengumpulkan empat istri punggawa yang terbunuh itu.

Keempatnya menangis sedih mendengar berita tewasnya suami

mereka. Semula disangkanya masih bertugas di istana. Ditunggu-

tunggu tidak kunjung kembali, tak tahunya telah menemukan ajal di

ujung senjata. Maka empat orang perempuan muda itu jadi bersatu

yang kemudian oleh hamba yang memberitahukan rencana pembunuhan atas mereka itu empat perempuan muda itu diberinya bekal secukupnya sambil berkata :



- Kalian berhati-hatilah. Yang penting kalian bisa selamat dari pembunuhan ini. Selamatkan anak kalian yang

masih kecil, semoga Yang Maha Agung melindungi kalian semua dan

anak-anak kalian yang kecil-kecil itu. Nah, berangkatlah!-



Empat wanita muda itu menangis sedih, dan sesudah menghaturkan terimakasihnya pada hamba yang memberi mereka bekal dan

telah menyelamatkan nyawa mereka keempatnya segera pergi dengan

diam-diam dari tlatah Majapahit. Dan meskipun masih belum tentu

arah tujuan, namun mereka berpikir paling perlu adalah menyelamatkan anak-anak mereka yang masih kecil.

Kebetulan empat punggawa yang terbunuh itu masing-masing

mempunyai anak satu, agaknya mereka adalah pengantin baru, terbukti masih nampak muda usia mereka. Tiga orang wanita janda itu

semuanya beranak laki-laki, sedang satunya mempunyai anak perempuan.ketiga orang bayi mungil yang masih merah itu terpaksa dibawa oleh janda-janda muda itu keluar dari Majapahit dengan berbekal kesedihan dan remuknya hati mengingat nasib sang ayah yang terbunuh.



- Kuatkan hati kalian. suami kalian adalah prajurit. Sudah selayaknya seorang prajurit tewas diujung senjata. Dan tak usahlah kalian menanamkan rasa dendam pada anak-anak yang tidak berdosa ini. Cukup kelak beritahukan peristiwa ini saja.



Demikian masih terngiang dalam telinga empat janda muda yang kini tengah berusaha melarikan diri dari Majapahit pada malam hari yang gelap gulita. Keempatnya menerobos jalan hutan, khawatir akan diketahui orang jika melewati jalan yang biasa ditempuh. Kini harapan mereka hanya satu, menyelamatkan anak mereka satu satunya. Kalaupun mereka harus matipun akan ikhlas.Lagipula dengan kematian suami yang dicinta rasanya telah tak adalagi keinginan untuk hidup.Namun mengingat bayi merah yang masih dalam gendongan itu. mereka bertekad untuk hidup,semata semata-mata untuk dapat menghidupi bayi yang masih menyusu pada mereka.



Sementara itu prajurit-prajurit yang mendapatkan perintah untuk membunuh keluarga empat punggawa itu menjadi kaget bercampur gembira melihat sasaran yang hendak ditangani telah lenyap. Tak seorang tahu kemana mereka menuju. Mereka terkejut melihat empat janda dengan anak-anaknya telah hilang yang berarti akan menimbulkan kemurkaan Baginda. Sedang gembira hati mereka dikarenakan empat orang wanita janda dengan anak-anak itu selamat dari tangan maut Baginda yang telah terulur panjang untuk menewaskan

mereka pula.



Maka dengan bergegas mereka memberitahukan akan hilangnya empat wanita janda itu. Dan seperti yang telah diduga. Baginda menjadi kaget, maka diperintahkan sepuluh orang prajurit pilihan dipimpin oleh senapati untuk mengejar empat wanita yang melarikan diri itu.



- Kejar mereka sampai diketemukan. Aku yakin pasti mereka belum jauh dari Majapahit.



Dan berloncatan para prajurit mengejar

buruan yang telah kabur itu. Sedang prajurit-prajurit yang semula di perintahkan membunuh mereka diam-diam dalam hati berdoa agar mereka dilindungi keselamatannya oleh yang Maha Kuasa.



Sementara itu empat wanita janda tadi telah agak jauh dari Majapahit, dan jalan mereka telah mulai terlihat kepayahan. Namun mereka masih memaksakan diri untuk berjalan membawa anak mereka yang masih bayi itu berjalan lebih jauh lagi. Hati mereka khawatir jangan-jangan ada prajurit Majapahit yang menyusul. Dan agaknya oleh naluri mereka telah dirasakan adanya orang-orang yang menyusul mereka itu. Hanya kadang-kadang saja mereka berhenti untuk melepaskan lelah, namun segera melanjutkan perjalanan pula. Mereka terus berjalan ke utara tanpa mengenal tujuan yang hendak dicapai. Yang terbayang hanyalah lolos dari Majapahit dan anak-anak mereka selamat.



Namun demikian agaknya memang telah menjadi nasib mereka harus bertemu dengan prajurit Majapahit yang menyusul mereka dengan menunggang kuda.



Sepuluh orang prajurit pilihan yang dipimpin oleh tiga senapati yang ikut menikamkan keris ketubuh Suami mereka itu telah memperhitungkan benar. Bahwa empat buruannya tak mungkin melalui jalan terbuka, dan lagi kebetulan pula sepuluh orang prajurit pengejar itu menuju lewat jalan yang sama dengan jalan hutan yang dilalui empat wanita malang itu.





(Bersambung Jilid 5)





*****









*****



Mencari Tombak Kiai Bungsu



Karya RS Rudhatan



Jilid 5



Cetakan Pertama 1976



Gambar Luar : Wid Ns



Gambar Dalam : Wid Ns



Penerbit : Muria



Yogyakarta



Hak Cipta dilindungi Undang Undang



*****



Buku Koleksi : Aditya Indra Jaya



(https://m.facebook.com/Sing.aditya)



Juru Potret : Awie Dermawan



(https://m.facebook.com/awie.dermawan)



Edit Teks dan Pdf : Saiful Bahri Situbondo



(http://ceritasilat-novel.blogspot.com)



Back up file : Yons



(https://m.facebook.com/yon.setiyono.54)



(Team Kolektor E-Book)



(https://m.facebook.com/groups/1394177657302863)



*******



BAGINDA telah memerintahkan hampir enam puluh prajurit untuk menyebar ke berbagai arah mencari jejak mereka. Dan sementara kelompok lain mencari di arah berbeda, maka kesepuluh prajurit yang disertai tiga senapati itu agaknya yang paling beruntung, Sebab merekalah yang menemukan jejak buruan yang dicari.



Sepeninggal para prajurit yang diperintahkan mengejar orang orang itu Baginda bergegas masuk kedalam kamar. lalu mengunci kamar itu dan Baginda membanting diri diatas pembaringan dengan pikiran kusut dan gelisah. Tiba-tiba Baginda mendekati tempat pemujaan yang ada dalam kamar itu seraya kemudian berlutut dihadapan patung Brahma dan mulut Baginda terdengar mengucap :



- Brahma yang suci, kau ampunilah aku yang telah menbuat kekotoran atas kawulaku di Majapahit ini. Akulah yang telah menjadi sesat dan melupakan laranganmu mengambil istri orang dan membunuh orang orang ymeg tidak berdosa. Maka kini andainya kau potong lenganku aku ikhlaskan namun janganlah kejadian ini terdengar orang diluar istana. -



Sejak Baginda telah tidak berhasil membujuk Nyi Rumbi, Baginda telah berobah kesadaran akan kesalahan itu. Namun dalam sudut hati Baginda yang lain diliputi ketakutan akan terbongkarnya kecurangan itu, maka tanpa menimbang Baginda tetap memerintahkan seluruh keluarga punggawa itu untuk ditumpas habis.



Sementara itu kesepuluh prajurit Majapahit telah hampir mendekati jarak lari empat wanita muda yang sedang melarikan anak-anak mereka dari ancaman maut.



Namun keempat wanita malang itu tiba-tiba menjerit kaget ketika didengar oleh mereka suara kaki kuda bergemuruh mendatangi dari belakang, dan ketika salah seorang melihat munculnya para prajurit Majapahit, mereka menjerit ketakutan seraya mendekap anaknya yang ada dalam gendongan.



- Jangan bunuh ! Jangan bunuh anakku. Bunuhlah aku, tetapi jangan bunuh anakku ! -



Terdengar jerit mereka memecah kesunyian hutan.



Para prajurit kaget bercampur girang berhasil menemukan buruan. Maka dengan berseru keras mereka loncat turun dari kudanya. Tiga senapati yang ada diantara mereka maju mendekat kemudian berkata dengan suara datar :



- Kalian tak akan berhasil lari dari kami, maka menyerahlah ! Jika kalian mencoba untuk lari, maka nasib kalian akan sengsara. -



Tiga orang diantara wanita itu telah tak kuasa membuka mulut. mereka berdiri dengan mendekap anak dalam gendongan dan airmatanya deras mengalir dari pipi. Namun seorang diantaranya nampaknya ada yang paling tabah dan kuat hati, maka ia maju seraya mendekap anaknya dan berkata :



- Kalian orang-orang kejam ini apakah kalian telah buta ? Tidaklah kalian lihat kami membawa anak yang tidak berdosa dan tidak mengerti apapun? Apakah salah kami hingga kalian mencari dan ingin membunuh kami ?



Senapati itu berkata menggelengkan kepala :



- Kami hanya menerima perintah. Lain tidak.




Mencari Tombak Kiai Bungsu Karya RS Rudhatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Lalu ia beri isyarat kebelakang. Dan empat orang prajurit berloncatan maju dengan pedang telanjang mendekati empat wanita itu. Sedang agaknya karena merasa tak ada harapan untuk hidup, pula empat orang wanita malang itu telah tak tahu lagi apa yang harus diperbuat. Mereka sejak tadi telah memejamkan mata dengan mendekap anak-anaknya dan tak tahu apakah mereka masih hidup atau tidak.



Empat pedang berkelebatan membabat dengan hebat kearah leher wanita-wanita itu. Lalu disusul oleh terdengarnya jerit ngeri memilukan hati dari empat nyawa yang melayang dan segera terdengar suara empat tubuh roboh terbanting mandi darah.



Namun prajurit lain menjadi kaget dengan tiba-tiba. sebab jerit ngeri yang terdengar tadi bukan suara empat wanita itu, melainkan empat orang prajurit yang mengayunkan pedang tajam mereka inilah yang menjerit dan roboh mandi darah dengan nyawa putus.



Maka tentu saja prajurit lain menjadi gempar. Mereka tak tahu apa sebabnya bisa terjadi demikian. Namun sebelum hilang kaget mereka itu, muncul seseorang loncat dari tempat sembunyi dibalik gerumbul pohon lebat yang ada disitu.



Serentak enam prajurit yang masih hidup meloncat kebelakang bersiaga. Tetapi alangkah kaget hati mereka ketika diketahuinya orang yang datang itu adalah orang yang telah mereka kenal baik baik. Bukan lain adalah Ki Dalang Dharmapara. Maka sadarlah para prajurit itu bahwa yang turun tangan menolong empat wanita itu adalah ki dalang Dharmapara yang ketika empat prajurit tadi mengayunkan pedang menabas leher empat wanita itu, ki Dalang telah bertindak cepat dengan menyambit senjata mereka dengan batu batu hingga senjata mereka membalik dan menembus leher sendiri dan memotong putus urat nadi pada leher itu.



Ki dalang maju seraya tersenyum pahit dan berkata :



- Sungguh kalian prajurit Majapahit mulai biadab tidak mengenal manusia dan meninggalkan batas perikemanusiaan. Sungguh rendah dan pengecut membunuh wanita lemah yang tidak berdaya. Ah, jadi pantas kalau mereka harus menerima maut untuk balas jasanya. -



Enam prajurit yang masih hidup belum hilang kagetnya, mereka melangkah mundur dengan muka pucat. Bagaimanapun ki Dalang adalah seorang yang ditakuti di Majapahit. Dan mereka juga mengenal baik watak dalang Dharmapara yang tak akan membunuh manusia lain jika bukan karena kejadian luar biasa. Namun kini agaknya ki dalang Dharmapara benar-benar memuncak rasa amarahnya melihat mereka dengan pandangan mata mengancam. Namun tiga orang Senapati, maju hampir berbareng.



- Kisanak Darmapara, kami tahu kau adalah seorang yang mumpuni dalam ulah kaprajuritan. Tetapi bagi seorang yang telah mulai melawan pada prajurit Majapahit, ganjaran yang layak adalah kematian dan kau telah memulai untuk itu -



- Bagus ! _



Sahut ki dalang dengan menarik bibir mengejek.



- Kalian makin berani tidak tahu malu dengan bertudung sebagai prajurit setia dan berlagak jujur. Kini kalian jawab baik-baik apa seorang prajurit Majapahit dibenarkan membunuh manusia lemah yang tidak mampu melawan? Apalagi wanita yang membawa anak masih menyusu? Nah, kalian pikir dan jawab dengan betul! Jika kalian tidak mampu menjawab dengan benar, maka jangan kalian akan bisa berharap untuk kembali dengan kepala masih ditubuhmu!



Tiga senapati itu terkejut, namun terlanjur basah ia berhadapan dengan ki dalang yang disegani. Benar mereka tahu dalang Dharmapara adalah seorang pinunjul yang ditakuti, bahkan oleh baginda sendiri. Tetapi dengan berenam apakah dalang itu masih akan mampu bertahan ?



Maka berpikir demikian, tiga senapati itu jadi berbesar hati dan timbul semangat hendak melawan dalang Dharmapara yang ditakuti itu.



- Hm, aku tahu Dharmapara, berbincang denganmu tak akan ada seorangpun yang mampu melawan karena kau seorang dalang yang telah dilatih untuk mengoceh. Namun mengadu senjata, agaknya kami masih akan sanggup melawanmu dengan baik. -



Ki dalang Dharmapara mengerutkan kening dan wajahnya nampak muram. Maksud ki dalang hendak membikin mereka sadar dan menginsafi kekeliruan. Namun dengan berkata demikian, merek sendiri telah menyatakan hasrat tak mau membikin habis persoalan itu. Maka ki dalang Dharmapara masih menahan hati dan perasaan. Lalu dengan suara merendah ki dalang Dharmapara berkata pula:



- Kalian mundurlah, dan biarkan wanita-wanita itu berada disini. Dan aku tak akan mengganggumu pula. _



Mendengar itu senapati yang tertua merasa mendapat angin, ia anggap ki dalang mulai mengendurkan sikap karena merasa jerih bertempur dengan mereka berenam. Maka dengan tertawa mengejek berkata kasar:

- Eh, kau mulai kapan telah menjadi pembangkang. Kami semua adalah petugas dari baginda langsung untuk menyelesaikan wanita-wanita berdosa itu. Dan lagi kau terlanjur bikin kesalahan dengan membunuh empat prajurit itu, maka jangan kau mencoba membujuk kami dengan perkataanmu itu! Kau menyingkirlah dengan

baik-baik, dan kami akan mengampuni jiwamu yang bodoh dan penakut itu. _



Ki dalang Dharmapara tak mengucap sepatah katapun lagi. Hati dalang ini telah terlanjur hancur dan remuk ketika mengetahui istrinya hilang tanpa diketemukan jejaknya. Dan ia telah mengembara dari satu tempat ketempat lain, namun pencariannya sia-sia. Dan kini sesudahnya tanpa disengaja ia mendengar kejadian yang sebenarnya maka ki dalang menjadi marah sekali. Namun ia masih tak ingin mencari permusuhan dan merelakan istrinya.



- Hayo kalian menyingkir dan biarkan kami menghabisi mereka!



Seru salah seorang diantara senapati itu dengan suara keras. Namun ki dalang menatap dengan tajam.



- Baik, aku akan menyingkir, tetapi sebutlah dulu apa kesalahan mereka ? -



- Gila! Kami adalah prajurit yang semata menjalankan kuwajiban dan perintah.



- Bodoh! Apakah tuanku Brawijaya mengajarkan hal itu? Bukankah kalian berkali-kali juga diajarkan untuk menggunakan pikiran waras oleh baginda ? -



- He... he... kau jangan mencoba mengajarku, pemberontak ! justru tuanku Brawijayalah yang memberikan wewenang pada kami untuk menghabiskan nyawa mereka.



- Jadi kalian tak bisa menyebut kesalahan mereka? -



Tantang Ki dalang. Ia sengaja memperpanjang perkataan agar enam prajurit itu masih sempat menyatakan kesalahan dan berbalik pikir. Namun agaknya harapan ki Dharmapara akan sia-sia.



- Cukup! pendeknya mereka bersalah dan wajar menerima hukuman.-



- Hm, jadi menurut pikiranmu, Seorang yang bersalah harus menerima hukuman ? _



- Tentu ! Tentu saja ! Dan kesalahan mereka cukup berat maka pantas dihukum mati ! -



- Baiklah, sekarang kalian jawab apakah hukuman seseorang yang menyembunyikan istri orang lain dengan sengaja?



Enam prajurit itu tidak mengerti dengan perkataan Ki Dalang. Karena mereka memang tidak mengetahui bahwa bagindalah yang telah menyembunyikan istri ki dalang Dharmapara.



- He, apa maksudmu ? -



Bertanya mereka.



- Ah, jadi kalian belum mengetahuinya? Nah, kalian dengar baik-baik. Akulah yang telah kehilangan istri yang paling kucintai. dan aku akhirnya kini tahu bahwa bagindalah yang telah melakukan



Enam prajurit itu melonjak kaget.



- Gila! kau sudah tidak waras lagi Dharmapara! jangan sembarangan membuka mulut.

- Sesukamu ! Tetapi itulah yang terjadi dan aku tidak pernah berdusta! -



Prajurit itu menjadi bimbang. Kini mereka mulai menghubungkan segala kejadian yang mereka lihat di istana. Pembunuhan atas tiga punggawa dan seorang prajurit sandi. Lalu suara-suara para emban yang telah menjalar dari mulut ke mulut. Dan ki dalang yang berhasil menemukan jejak penculik isterinya.



- Apakah sebenarnya kesalahan empat prajurit yang terbunuh oleh keris di istana itu ?



Mereka mulai bertanya-tanya dalam hati. Dan tingkah baginda yang selalu nampak gelisah dan marah-marah jika terdapat punggawa yang memohonkan baginda turun tangan membantu mencari hilangnya Nyi Rumbi. Dan kini perintah membunuh seluruh keluarga empat prajurit itu, mengapa baginda nampak ketakutan dan gelisah?



Mereka benar bimbang. Dan beberapa saat tak mampu mengucap. Namun senjata mereka yang semula tergengam mengacung ditangan, tanpa sadar telah turun terkulai disamping tubuh.



Ki dalang Dharmapara melihat perkataannya termakan, ia diam dan menunggu. Namun dalam hati ki dalang telah memperoleh keyakinan lain. Maka dengan perlahan berkatalah dalang itu :



- Kalian tak usah terpengaruh kata-kataku, tetapi kalian bisa menyaksikan sendiri. Dan bukalah hati kalian untuk melihat apa sebenarnya yang terjadi. Karena aku telah melihat segalanya, dan banyak punggawa istana yang memberi kesaksian benar istriku disekap dalam istana oleh baginda. Bahkan kini telah berada di Palembang untuk diberikan pada saudara baginda Adipati Arya Damar.



Enam orang itu semakin dapat berpikir dengan pikiran waras, dan tiba-tiba salah seorang segera berkata:



- Benarkah yang kau katakan itu Dharmapara? -



Dharmapara tertawa.



- Kau boleh bertanyakan pada nuranimu sendiri yang pasti akan jujur dan tak bakal mendustaimu, apakah perkataanku benar atau fitnah.



- Kalau demikian, aku tahu sekarang. jadi semuanya ini berpangkal pada baginda sendiri? -Baiklah Dharmapara. Kini aku menyerah dan maafkan segala kekasaranku. Aku hendak mengikutimu mencari Nyi Rumbi. -



Melihat senapati itu berkata demikian lima kawannya segera maju dan berlutut dihadapan Ki dalang menyatakan penyesalan dan kesediaan mereka mengikuti kidalang.



- Kalian bangunlah! Tak pantaslah aku menerima penghormatanmu demikian. Tapi ingat, jika kalian hendak mengikutiku, kalian akan kehilangan kedudukan di Majapahit.



- Tak apa Dharmapara, kami akan ajak seluruh keluarga kami dan meninggalkan Majapahit hidup dilain dusun yang jauh dari kotaraja. Dan kami berjanji hendak merawat empat wanita itu dengan baik-baik sebagai tanda takluk dan menebus dosa kami. -



Ketika itulah sehabis para prajurit itu mengucapkan perkataan yang terakhir, terdengar suara isak tertahan dari wanita-wanita yang semenjak tadi tegang menyaksikan adu mulut antara prajurit Majapahit dengan ki dalang yang menolong mereka dari maut. Dan segera enam prajurit itu berlutut pula dihadapan empat wanita muda yang malah menangis melihat mereka berbuat demikian itu.



Ki dalang melihat mereka dengan terharu. Diam-diam hatinya bersyukur pada Yang Maha Kuasa yang telah mengembalikan mereka pada kesadarannya. Dan sesudahnya mereka kembali tenang, ki dalang segera berkata pula.



- Kita akan rawat mayat kawan-kawan kita yang tewas ini. Biarlah mereka telah menemukan jalan mereka untuk kembali kealam asalnya.



Setelah segala sesuatu selesai mereka kerjakan, para prajurit itu menyatakan kehendaknya untuk kembali ke Majapahit dengan diam-diam dan membawa anak istri mereka keluar dari sana untuk kemudian mencari tempat baru bersama empat wanita muda dengan anak mereka itu.



- Baiklah, aku telah mempunyai tempat bagi kalian. -



Kata ki dalang tanpa diduga.



- Percayalah, kalian semua akan aman berada di tempat yang telah aku temukan itu. Hidup bersama warga pedusunan yang tenang dan damai, jauh dari kekacauan dan kemauan tamak manusia. Sesudah itu aku akan tinggalkan kalian untuk menuju Palembang mencari istriku. -



- Kau akan segera ke Palembang? -



Bertanya prajurit prajurit itu.



- Ya.. makin cepat makin baik. Dan segera aku kembali berkumpul dengan kalian pula. -



- Kami akan mengikutimu Dharmapara! _



- Kalau demikian, baiklah, keluarga kalian akan kutitipkan pada warga dusun tempat kita nanti. Percayalah, mereka akan bisa melindungi dengan baik. -



Pada saat yang telah ditentukan, sesudahnya prajurit Majapahit itu berhasil membawa keluarganya keluar dari Majapahit, dan kemudian menempatkan seluruh keluarga berikut empat wanita janda itu, Ki dalang dengan disertai enam prajurit itupun berangkat ke Palembang dengan menumpang perahu layar milik saudagar yang telah dikenal baik oleh dalang Dharmapara.



- Kita harus menyamar, kalian jangan berpakaian keprajuritan, tetapi pakailah pakaian niyaga, dan kita menyaru sebagai dalang

dan wiyaga yang mencari makan dengan mbarang keliling, kalau-

kalau ada yang membutuhkan kita._





Dalam pada itu Adipati Arya Damar yang memerintah atas nama Majapahit di Palembang merasa gembira dengan dikirimnya seorang wanita cantik oleh saudaranya di Majapahit. Karena telah

berkali-kali Adipati Arya Damar mencari calon permaisuri namun

selalu ditolak karena merasa tidak cocok, dan ada saja alasan unluk

tidak menerima. Namun ketika datang utusan Majapahit yang mempersembahkan Nyi Rumbi, Adipati Arya Damar telah merasa suka

dan terpikat oleh kecantikan Nyi Rumbi. Namun Sang Adipati merasa heran bahwasannya Nyi Rumbi selalu nampak berduka cita,

seakan hatinya tidak senang hendak dijadikan istri seorang Adipati

besar yang memerintah Palembang.

Sementara itu Nyi Rumbi yang telah tiada lagi mempunyai pengharapan bertemu dengan suaminya, telah menjadi putus asa dan

menyerah pada nasib. Namun ketika Adipati Arya Damar meminangnya untuk diperistri Nyi Rumbi mengajukan syarat pada Sang

Adipati.



- Ah, tentu saja aku akan penuhi permintaanmu itu, katakanlah!



Nyi Rumbi ingin mencoba sekali lagi berupaya mencari suami

yang tak pernah diketahui lagi bagaimana nasibnya. Ketika Adipati


Mencari Tombak Kiai Bungsu Karya RS Rudhatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


bertanya serta menyanggupi permintaannya segera menjawab:



- Tuanku, hamba hanya minta pada pertemuan kita supaya

dirayakan dengan pergelaran wayang.



Adipati Arya Damar merasa heran mendengar permintaan itu.

Dirasanya hanya merupakan permintaan remeh. Maka dengan menahan ketawa Adipati berkata:



- Baik aku akan mencari dalang terbaik untukmu. Bersabarlah, aku akan perintahkan pada orang-

orangku mencarinya di Jawa.



Arya Damar tak kurang pula rasa girang mendengar permintaan Nyi Rumbi. Ia sendiri telah terlalu lama berada di tanah Palembang, dan seringkali pula Adipati ini merasa ingin menyaksikan pertunjukan wayang yang telah lama benar tak dilihatnya. Jadi permintaan itu dianggapnya sebagai permintaan yang ringan dan menyenangkan. Namun sudah barang tentu Adipati Arya Damar tak akan menduga bahwa Nyi Rumbi Malah istri seorang dalang ternama Dharmapara.



- Tetapi tuanku, -



Sambung Nyi Rumbi pula.



- Hamba hanya meminta tuanku mencari dalang dari Majapahit. -



Tanpa berpikir pula Adipati Arya Damar menyanggupkan diri untuk mencari dalang dari Majapahit. Dan sedikitpun tak akan menduga bahwa itu hanyalah merupakan akal Nyi Rumbi yang berharap bisa bertemu dengan suaminya jika ki dalang Dharmapara yang ditemukan. Karena bagi orang Majapahit,tak ada duanya dalang seperti suaminya.



Ketika itulah dalang Dharmapara yang menumpang kapal layar menuju Palembang dengan enam wiyaganya, telah mempersiapkan diri dan mencari upaya untuk dapat masuk kedalam Kadipaten

yang ia tahu adalah tempat berbahaya karena Aripati Arya Damar terkenal memiliki kemampuan tidak rendah.



Namun tanpa diduga. seorang utusan dari Palembang yang diperintahkan mencari dalang dari Majapahit telah kembali tanpa hasil membawa seorang dalangpun, karena orang hanya menunjukkan satu orang dalang yakni Dharmapara. Tetapi karena Dharmapara diketahui telah lama menghilang dari Majapahit, maka ia kembali dengan tangan hampa. Tetapi tidak diduganya ketika menumpang kapal layar yang menuju Palembang itu ia bertemu dengan ki dalang Dharmapara.



- 0, jadi kau seorang dalang? _.



Tanya utusan itu.



- Ya, hamba benar seorang dalang yang tengah mengembara bersama kawan-kawan hamba.



Jawab Dharmapara dengan hati hati karena melihat yang bertanya adalah seorang punggawa tinggi Kadipaten.



- Kebetulan. kau ikutlah denganku ke Kadipaten Palembang. Berapapun kau meminta upah tentu akan diberi oleh Gusti Arya Damar, sebab Gusti Adipati seorang mulia dan murah hati.



Dharmapara terkejut mendengar permintaan itu. Tak ia duga jalan yang tengah dicari datang dengan tiba-tiba. Maka tanpa banyak berkata ia menyatakan bersedia untuk dibawa ke Kadipaten Palembang.



Tentu saja utusan itu menjadi girang hati.



- Eh siapa namamu? -



Tanya utusan ini.



- Hamba? Hamba bernama Ki Gending. .._



Jawab Dharmapara.



- Berapa orang wiyaga yang kau bawa? -



- Hanya enam orang, tetapi mereka akan mampu melakukan kuwajiban dengan baik Percaya saya, Gusti. -



Utusan Palembang itu tertawa. Maka ia segera perintahkan orang-orangnya menjamu ki dalang Dharmapara dengan kawan-kawannya di kapal itu.



Pada hari yang telah ditentukan, dalang Dharmapara tela siap melakukan pekerjaannya, dan dengan dibantu enam orang wiyaga yang telah diajaknya, ki Dharmapara segera melakukan kemahirannya mainkan wayang dihadapan Adipati Arya Damar yang dihadap seluruh punggawa tinggi di Palembang.



Sudah barang tentu Nyi Rumbi yang duduk dekat sang Adipati menjadi terkejut bercampur girang melihat ternyata yang muncul adalah suaminya, maka diam-diam hati Nyi Rumbi merasa girang untuk dapat memberi isyarat pada Dharmapara agar ia bisa melihat bahwa dirinya ada dalam Kadipaten itu.



Namun tak perlu Nyi Rumbi memberikan isyarat, ki Dharmapara tentu saja telah mengetahuinya. Namun ia masih diam dan berpura pura tidak melihat.



Melihat kehebatan ki dalang Dharmapara mainkan wayang, seluruh punggawa dan petinggi Kadipaten merasa kagum dan terkesan. Ki Dharmapara telah memperlihatkan kemahiran dan keajaiban yang dipunyainya. Puluhan wayang yang digelar seakan hidup dan bergerak sendiri. Sedangkan menurut penglihatan punggawa Kadipaten, blencong yang dipergunakan 'ki dalang tidak bergantung pada satu gantungan apapun. Seakan menggantung begitu saja diatas awang-awang. Dan enam orang wiyaga yang dibawa ki dalang, nampaknya hanya bermain dengan seenaknya, tetapi dari seluruh permainan mereka telah memperdengarkan permainan gamelan yang hebat mengagumkan, hingga tanpa terasa, para punggawa yang menyaksikan kena dibuat kagum dan terpaku .



Tak seorangpun tahu akan hal itu. Bahwa ki dalang Dharmapara pada waktu memainkan wayang, telah mengerahkan kekuatan daya sirap dan daya pesona yang kuat kepada penonton di Kadipaten. Tak sulit bagi Dharmapara berbuat itu, ia selain mainkan wayang, namun telah mengalihkan daya penglihatan mereka sehingga nampaknya dalang itu benar bermain tak ubahnya dengan dibantu oleh Wiyaga lengkap.



Sementara itu Nyi Rumbi tiba-tiba mendekati Adipati dan berkata :



- Ampun Gusti, hamba mohon Tuanku ijinkan hamba untuk turut menyinden. Bukankah disana belum ada seorangpun pesidennya ?



Adipati Arya Damar heran.



- Jadi kau dapat menjadi sinden? Bisakah kau membawakan tembang-tembang itu? --



Bertanya Sang Adipati.



- Akan hamba coba, Tuanku, hamba pernah belajar semasa kecil.



Setelah Adipati Arya Damar tidak berkeberatan, Nyi Rumbi segera berpindah tempat mendekati para wiyaga, lalu terdengarlah tembang-tembang sindiran pada ki dalang Dharmapara.



Ketika tiba-tiba terdengar suara seorang sinden merdu dan memikat tak terasa seluruh punggawa yang menyaksikan ki dalang memainkan wayangnya menjadi melengak dan kagum. Ternyata suara Nyi Rumbi merembes dalam sanubari para pendengar di Kadipaten itu. Bahkan Arya Damar tibatiba terlena bagai dibuai kenikmatan luar biasa.



Namun tentu saja tak seorangpun tahu aahwa mereka adalah

pasangan semenjak di majapahit. Dan ki dalang Dharmapara tidak

menduga istrinya akan berani turun dan menyampaikan keluhan serta segala kesedihan hati selama berpisah dengan ki dalang lewat tembang-tembangnya. Ki dalangpun membalas dengan tembang-tembang

sindiran pula, dan diam-diam kedua suami isteri yang telah lama

berpisah tu berunding tanpa diketahui lewat tembang-tembang yang

mereka bawakan.

Tak seorangpun tidak terpikat oleh kehebatan ki Darmapara

membawakan permainan wayangnya. Daya pesona yang dipancarkan

ki dalang lewat pengaruh kesaktiannya telah memukau semua

orang. Sampai ki dalang telah merasa tiba saatnya untuk membawa

keluar istrinya dari Kadipaten Palembang.

Namun dalam pada itu, ada hal yang tidak diduga oleh ki dalang Dharmapara. Ketika mainkan wayang dan mengerahkan kesaktian menyebar pengaruh pikat dan daya pesona pada orang-orang

yang ada dalam Kadipaten itu, Arys Damar yang tergolong berilmu

telah merasakan sesuatu yang tidak wajar ketika Nyi Rumbi turun

dan membawakan tembangnya. Kalau semula Sang Adipati masih kena terpengaruh oleh daya pesona yang dipancarkan ki dalang Dharmapara, maka ketika Nyi Rumbi telah turun dari tempatnya, keris

pusaka Adipati Arya Damar bergetar hebat.



Semula Sang Adipati tidak mengetahui hal itu. Namun ketika keris

pusaka itu bergetar semakin keras, bahkan terasa hendak loncat ke

luar dari werangkanya, Adipati Arya Damar sadar. Ada hal yang sedang terjadi dalam Kadipaten. Maka Adipati memperhatikan seluruh punggawa Kadipaten yang menyaksikan permainan ki Dharmapara, Adipati ini menjadi terkejut, sebab air muka seluruh punggawanya

telah berubah. dan jelas mereka kena pengaruh kesaktian seseorang.

Adipati Arya Damar segera memusatkan perhatian pada tetamunya yang sedang memainkan wayang. Dan alangkah kaget hati Arya

Damar, ketika dilihatnya badan ki Dharmapara bersinar. Meskipun

cahaya itu tidak terang. namun penglihatan Sang Adipati telah menangkap bahwa pengaruh itu datangnya dari ki dalang yang telah memainkan wayangnya. Namun Adipati ini tidak bergerak, diam-diam

ia cabut keris pusaka dari werangkanya dan tanpa setahu siapapun, keris itu diangkat diatas kening lalu dimasukkan kembali kedalam werangka hingga tidak lagi senjata pusaka itu nampak gelisah dan bergetar. Dan Sang Adipati menunggu sampai permainan ki dalang habis.



Ki Dharmapara, mendadak mendapat pujian dan seluruh punggawa Kadipaten tak henti-hentinya memperbincangkan kepintarannya.



Namum Adipati Arya Damar telah memerintahkan memanggil ki dalang untuk datang menghadap di dalam kamar peraduan Sang Adipati.



Tak seorangpun tahu mengapa Adipati berbuat demikian memanggil seorang asing untuk datang kedalam kamar peraduan. Tapi tak seorangpun bertanya.



Adipati Arya Damar telah memendam rasa amarah yang hampir saja tak tertahankan.



Maka ketika ki dalang Dharmapura datang dan melihat Sang Adipati nampak merah dan mata Adipati itu terlihat memancarkan cahaya kemarahan .Dharmapara telah mengetahuinya. Namun ia bertindak tenang dan membungkuk memberi hormat pada Sang Adipati.



- Ki sanak,



Kata Sang Adipati kemudian.



- Mungkin kau terkejut aku memanggilmu. Namun jangan kau salah mengerti. Aku hanya ingin mendengar darimu. Apakah yang telah kau lakukan ketika memainkan wayang itu? _



Dharmapara tidak menjadi kaget, ia sadar bahwa Adipati itu telah mengetahui apa yang ia lakukan. Namun Dharmapara telah menduganya, sebab Arya Damar adalah seorang yang dikenal dan mumpuni dalam ulah jaya kawijayan. Maka ki dalang tersenyum lalu berkata dengan suara perlahan :



- Tuanku Adipati Arya Damar, seperti yang paduka telah saksikan. benar hamba telah sengaja memasang daya kemayan ketika mainkan wayang itu.



- Bagus! Kau ternyata jujur dan berani. Dan sekarang jawab pertanyaanku. Mengapa kau bermain sindir dan merundingkan siasat untuk melarikan diri dari Kadipaten ini bersama Nyi Rumbi? Apakah ki dalang tidak mengenal linuwihnya Arya Damar hingga dengan lancang memasang pikat pada calon sisihan seorang Adipati?



Kembali ki Dharmapara tersenyum. Ia kagum juga pada Adipati yang tahu ia telah main sindir ketika Nyi Rumbi membawakan tembang-tembang dalam menyinden itu.



- Ampun Tuanku Adipati. Sungguh hamba takluk pada kehebatan Tuanku yang ternyata mengetahui segala yang hamba lakukan.

- Cukup kau jawab yang kutanyakan! _



Tukas Sang Adipati.



- Aku tak ingin kau berputar dengan memuji-muji diriku.



- Tuanku Adipati, kini apa boleh buat. karena paduka telah mengetahui segalanya, maka agaknya tak akan berguna hamba semabunyikan hal ini. Nah dengarlah Tuanku bahwa 'Nyi Rumbi sinden itu adalah istri hamba yang pernah hilang dari tangan hamba. -



- Istrimu?! -



Adipati itu melonjak kaget. Maka oleh Dharmapara segera dituturkan perihal hilangnya Nyi Rumbi yang diculik oleh Baginda di Majapahit lalu dikirimnya ke Kadipaten Palembang hingga ia mencari dan bertemu ditempat itu. Tak satupun dilewatkan oleh Dharmapara segala kejadian yang timbul akibat hilangnya Nyi Rumbi dari tangannya .



Bukan kepalang kaget hati Sang Adipati Arya Damar ketika Dharmapara selesai menuturkan kisahnya.



- 0, jadi kaulah Dharmapara Dalang linuwih di Majapahit yang sejak lama telah kudengar namamu? -



- Benar, hambalah yang bernama Dharmapara ,



Arya Damar menepuk dada dengan muka pucat. Tak ia duga bahwa yang ada dihadapannya adalah dalang Dharmapara yang telah ia kagumi bukan saja karena kebesaran namanya sebagai dalang, namun yang juga terkenal tinggi budi dan berilmu tinggi. Bahkan dengan telinga sendiri Adipati pernah mendengar Baginda saudaranya di Majapahit memuji-muji Dharmapara. '




Mencari Tombak Kiai Bungsu Karya RS Rudhatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Namun dalam pada itu Adipati Arya Damar merasa ditampar mukanya. Ia malu dan kecewa dengan perbuatan Baginda. Dan kini celakanya ia terlanjur ikut menanggungnya. Maka coreng pada kening Sang Adipati rasanya tak akan hilang. Hampir saja ia ikut merampas istri seorang yang tidak berdosa dengan kekerasan. Dada Sang Adipati bergemuruh. Marah, malu dan kecewa campur aduk dalam dada itu. Hingga muka Adipati nampak sebentar merah dan sebentar pucat. Namun sesudahnya ia berhasil menguasai gelora yang memukul dalam dada itu, Adipati Arya Damar berkata pada Dharmapara.



- Kakang Dharmapara, kau ampunilah segala kekhilapanku yang telah terlanjur terjadi ini. Namun untung Yang Maha Agung masih memberikan peringatan hingga kakang Dharmapara muncul pada saat yang tepat. Tetapi kakang, karena terlanjur Nyi Rumbi dibawa ke Kadipaten ini, maka ia masih berada dalam kekuasaanku. Dan kakang boleh membawa istrimu kembali ke Majapahit, tetapi aku minta tebusan dengan keris yang terselip pada pinggangmu itu. Berikan kerismu padaku kakang Dharmapara, dan kau akan beroleh kembali Nyi Rumbi istrimu.



Ki dalang Dharmapara kaget mendengar perkataan itu. Ia termangu-mangu mendengar permintaan Adipati Arya Damar. Namun sesudahnya beberapa saat ia berhal demikian itu, baru ki dalang Dharmapara berkata pula:



- Ampun Tuanku, jika'Tuanku mendesak hamba dan meminta keris hamba, maka tentu Saja hamba akan berikan, tetapi Tuanku Arya Damar hamba mohon memberikan keris yang ada dipinggang Tuanku itu pula kepada hamba. Kita bertukar senjata, Tuanku!



Arya Damar tertawa. Hatinya telah menjadi terluka hebat. Ia merasa malu jika kejadian ini didengar punggawa Kadipaten. Maka itulah sebabnya Dharmapara diajaknya masuk kedalam kamar peraduan. Dan kini mendengar permintaan ki dalang Dharmapara, ia

menggelengkan kepala. Sedangkan Dharmapara bukannya tidak mengerti dengan maksud

Arya Damar Dengan meminta ganti keris yang ada pada ki dalang, ia memberikan tanda agar ki dalang membunuhnya. Namun Dharmapara tak akan mau turun tangan dengan demikian jika Adipati tidak memberikan perlawanan, maka iapun meminta Sang Adipati mencabut keris dan dengan cara halus ia menantang Adipati itu.



- Lakukan kakang Dharmapara!



- Tuanku menukarnya dengan keris Tuanku itu?!



- Baik. aku turuti permintaanmu. _



Mendengar itu ki dalang Dharmapara mencabut kerisnya, lalu diberikan pada Sang Adipati dengan ujung menghadap kearah dirinya sendiri. Jadi ia mengangsurkan hulu keris itu kearah Arya Damar. Dengan perbuatan ini Dharmapara memberi tanda bahwa ia tidak bersedia melakukan pembunuhan pada Sang Adipati, bahkan meminta Adipati itu untuk menikamnya. Namun Adipati Arya Damar tiba-tiba memukul senjata ditangan Dharmapara itu hingga terpental keatas dengan keras. lalu melayang dan agaknya telah menjadi garis Yang Maha Kuasa. ketika keris pusaka itu turun meluncur kembali, telah mengenai ubun-ubun Adipati Arya Damar hingga karena keris ki Dharmapara bukan sembarang keris,, maka Adipati Arya Damar roboh dengan mengucurkan darah dari ubun ubunnya.



Ketika itulah Nyi Rumbi yang merasa khawatir melihat suminya dianiaya, maka ia menyusul dan masuk. Namun ketika ia melihat Adipati roboh dengan mandi darah ia menjerit kaget, hingga jeritan itu mengundang prajurit yang berjaga diluar berloncatan masuk. Dan alangkah kaget mereka melihat tubuh Adipati yang terkapar dan kepala Sang Adipati terlihat mengucurkan darah. Maka dengan memberi seruan, ia panggil prajurit lain dan ki dalang Dharmapara segera dikepung.



Namun ketika itulah. Adipati Arya Damar yang masih belum tewas berkata perlahan pada seorang pengawal yang terdekat dengannya.



- Jangan. Kalian jangan mengganggu dia. Biarkan ia keluar tanpa diganggu. Aku ...... aku, teWas karena perbuatanku sendiri ....,.... kalian lepaskan dia. Dan kau ...... kakang Dharmapara maafkan aku jika hal ini membuatmu gusar aku.. .... mer. ..... ... merasa menyesal. maafkanlah kakang ... ahg.:....... ...



Dan setelahnya mengucap dengan susah payah, Adipati itupun menghembuskan napas terakhirnya.



Mereka gempar dan seluruh Kadipaten mendengar berita mengejutkan yang menimpa Adipati Arya Damar, Dan sesudahnya tubuh Sang Adipati dimakamkan dengan baik baik, ki dalang Dharmapara meninggalkan Kadipaten pula dengan membawa Nyi Rumbi dan keenam wiyaga yang dibawanya dari Majapahit.



Enam wiyaga yang semula adalah prajurit dan senapati Majapahit itu kini sadar benar bahwa segala yg dikatakan ki Dharmapara ternyata bukan dusta. Maka mereka merasa bersukur tidak membunuh empat wanita isteri punggawa yang terbunuh di kraton.



Dengan menumpang kembali pada kapal layar yang menuju Majapahit. ki Dharmapara dengan disertai enam prajurit dan Nyi Rumbi kembali dan menemui empat wanita dan keluarga para prajurit yang kini telah tinggal didusun yang jauh dari kotaraja Majapahit.



Lalu sesudah empat anak kecil yang kehilangan ayah dan dibawa mereka berkumpul didusun itu menjadi besar, empat anak itu diambil murid oleh ki dalang Dharmapara dan dibesarkan dengan kasih sayang oleh ki dalang dan Nyi Rumbi.



Empat orang kanak-kanak yang manis itu kemudian dibawa oleh ki Dharmapara ke pertapaan di Gunung Lawu, mereka diajar dan dididik dengan segala ilmu lahir dan batin dan segala ilmu kasampurnaan dengan harapan ki dalang agar menjadi orang-orang pinunjul yang mampu berbakti pada kehidupan dan pada sesama.



- Demikianlah riwayat yang harus kau ketahui, Sentanu. Nah, kalau kau ingin bertanya kini aku ijinkan kau bertanya.



Terdengar suara keras yang membuat Sentanu sadar kembali dari lamunan terbawa oleh cerita Nyi Ageng Maloka yang demikian panjang dan menarik.



Sentanu sadar. Karena menariknya Nyi Ageng berkisah menjadi ia seakan terbawa dalam kisah itu. Diam-diam anak muda itu kagum dan merasa suka pada ki dalang Dharmapara yang disebut oleh Nyi Ageng sebagai seorang yang mumpuni dan tinggi dalam ilmu dan kebijaksanaan. Namun tiba-tiba ia teringat sesuatu, namun ketika baru saja ia hendak membuka mulut, Nyi Ageng telah membentaknya dengan keras :

- He. kau mau tertanya atau tidak?! -



Sentanu tertawa.



- Tentu saja. Aku mau bertanya Nyi Ageng,



- Lekas, aku tak ada Waktu lagi untuk berada ditempat ini.



- Eh, Nyi Ageng. -



Tanya Sentanu kemudian.



- Kau tadi belum menyebut ada hubungan apa seluruh ceritamu itu dengan guru dan Nyi Ageng sendiri?



- Bodoh!



Kata Nyi Ageng dengan marah.



- Bukankah sudah kukatakan. empat anak dari prajurit pengawal yg terbunuh di istana Majapahit itu diambil murid oleh ki Dharmapara? Dan kau ingat sudah kukatakan salah seorang diantaranya empat anak itu adalah perempuan. --



Sentanu mengangguk,ia mulai mengerti. Tetapi tak urung bertanya kembali :



- Kalau demikian, empat anak itu tentu Guru Ki Ageng Semu dan ....... ..



- Bagus, kau cerdik! Nah kuteruskan', gurumu Ki Ageng Semu adalah yang tertua, sedang anak lebih muda lagi adalah kini setelah menjadi kakek bergelar dengan sebutan Ki Ageng Semanding. -



- Ki Ageng Semanding? _,



Sentanu bertanya heran.



- Kau maksudkan Ki Ageng Semanding yang kini membantu melawan pada Demak? ...



- Benar! Dialah sesungguhnya adik seperguruan gurumu Ki

Ageng Semu.



- Mengapa bisa terjadi ia melaWan guru, Nyi Ageng?



- Tentu saja. Kau ingat empat anak yang diambil murid oleh Guru Dharmapara salah seorang diantaranya adalah anak prajurit Sandi yang melaporkan perbuatan tiga prajurit pada Baginda Brawijaya. Dan karena guru Dharmapara telah memaparkan segalanya dengan terus terang dan gamblang, anak itu sesudah besar menjauhkan diri dari kami bertiga murid yang lain. Agaknya ia merasa bahwa ayahnyalah yang menjadikan sebab ayah-ayah kami terbunuh di kraton Majapahit. Meskipun kami bertiga tidak mendendam, namun merasa tak enak sendiri, maka selalu menjauhkan diri dari saudara yang tiga. Bahkan seringkali ia mencari sebab permusuhan. Maka dimasa muda kami seringkali harus bertengkar dan mengadu kepandaian. Hingga sekarang ia membantu musuh di Bangwetan. -



- Baiklah Nyi Ageng, aku tahu kini selain dua orang itu adalah Guru sendiri dengan Ki Ageng Semanding, maka satu anak perempuan itu tentunya adalah Nyi Ageng sendiri! -



- Kau benar. Akulah yang termuda diantara empat saudara angkat dan senasib yang kehilangan ayah di Majapahit itu.



- Tetapi Nyi Ageng, siapakah seorang lagi? Bukankah kau baru menyebutkan tiga orang? --



- Gila! kau jangan permainkan aku, Sentanu!



Tiba-tiba Nyi Ageng meradang dengan suara marah.



Sentanu jadi heran dan kaget.



- Apa maksudmu Nyi Ageng? _



Tanyanya.



- Kau permainkan aku, bisa kupukul kepalamu dengan tongkat ini.



- Eh, aku tidak mengerti, mengapa kau berkata demikian? Aku bertanya, tetapi kau marah. Apa pula ini? -



Dan Sentanu menunjukkan muka bodohnya, ia merasa bingung juga.



- He, jadi kau belum mengerti benar? Apakah kau belum pernah mendengar orang tuamu bercerita dan mendongeng? -



- Mendongeng? Tentu saja pernah. Tapi apa maksudmu? Aku bertanya siapa seorang lagi diantara empat saudaramu itu! -



- Eh, gurumu juga tidak mengatakan hal itu?



Sentanu menggelengkan kepala.



- Benar gila orang itu.



Nyi Ageng bergumam.



- Baik aku katakan, dan kau dengar baik-baik; Sesudah yang tertua diantara murid guru Dharmapara adalah gurumu Ki Ageng Semu, murid kedua adalah Ki Ageng Semanding,.dan murid keempat aku sendiri dan murid ketiga yang belum kusebut adalah seorang bernama Aki Kerancang yang sesudahnya menjadi orang tua telah menetap sebagai kepala dusun Lereng Gunung dan kegemarannya berburu.



Sentanu menjadi pucat mendengar perkataan dan penjelasan dari Nyai Ageng. Sebab Aki Kerancang adalah ayahnya sendiri.



- Jadi ....... .. jadi ..... . ia tergagap dengan muka pucat.



- Ya. Aki Kerancang adalah ayahmu. Aku telah lama benar tidak bertemu dengannya. Tadinya aku anggap dia telah menghilang dan tak ingin bertemu dengan kita orang-orang tua. Hanya kemudian belakangan aku dengar dari gurumu, kakang Aki Kerancang masih tinggal di Pucanganom. Dan ketika gurumu mendengar kau diusir ayahmu. Dan kau ditemukan oleh gurumu ketika melarikan diri berdua dengan Mirah Sekar anak Adipati Tamponi itu. -



Sentanu tak kuasa mengucap, ia terduduk dengan perasaan tidak menentu. Tak diduganya peristiwa yang menyangkut hidup orang tuanya akan demikian hebat dan mengejutkan.



- Sudahlah, kau telah mendengar semuanya. Kini kau mulai lakukan kuwajibanmu. Bukankah kau harus masuk kedalam barisan Demak yang kini tengah disusun? Aku hanya membantumu dari jauh, berhati-hatilah, dan kau ingatlah Sekar dan bantulah manakala ia mendapatkan kesulitan. Ia masih terlalu muda untuk dapat mengikuti pergolakan yang sedang timbul sekarang ini. Nah, selamat tinggal Sentanu.



Sepeninggal Nyi Ageng Maloka. Sentanu maSih terduduk termanga-mangu ditempatnya. Ia terpengaruh benar oleh cerita Nyi Ageng. Namun timbul rasa heran dalam hatinya. Ayahnya tak sedikitpun pernah menyinggung hal itu, bahkan tidak ia ketahui bahwa ayahnya ternyata adalah murid dari seorang pinunjul seperti Dharmapara. Namun Sentanu hanya merasa semuanya sebagai bayang-bayang yang segera haruslah lenyap pula.



Sentanu sadar ia harus memulai hidupnya dengan kekerasan. Bagaimanapun pengalaman dimaki-maki Tumenggung Santa Guna masih terngiang ditelinganya. Dan hatinya yang penasaran masih belum hilang pula..



Mengingat begitu, tiba-tiba ia menengok tombak Kiai Jalak Diding yang berhasil dilarikan dari dalam gedung pusaka, dan ingatannya melayang pula pada orang-orang yang telah ia temui dalam hidupnya, penolong yang menyelamatkan nyawanya sewaktu ia menderita kelaparan bernama Taruna yang kini menjadi Adipati di Wanabaya. Ia tersenyum ketika mengenang Taruna, saudara angkat yang berhasil menguasai Wanabaya itu. Lalu teringatlah anak muda ini pada Mirah Sekar. Dan bayangan Pangeran Trenggana muncul pula dalam kepalanya.



Mengingat Pangeran itu, Sentanu meraba tanda cap kekuasaan yang diberikan oleh Pangeran.



Tiba-tiba Sentanu meloncat berdiri. Ia hampiri kudanya yang masih berada di dekat tempat itu, lalu sesudahnya ia bawa tombak Pusaka Jalak Diding, ia menepuk leher kuda itu dan berkata :



- Kita berangkat sekarang!



Lalu iapun loncat keatas punggung si kuda, dan memberinya tanda agar binatang itu berjalan.



ia segera memutar arah, berniat untuk segera menemui Tumenggung Santa Guna kembali.



Namun ketika berjalan tiba-tiba binatang itu melonjak dan berlari balik, menuju sungai yang ada dibelakang yang baru saja ia tinggalkan tadi.



Sentanu menjadi heran, namun ia tidak menahan kudanya berlari demikian, ia menuruti saja kemauan binatang yang kelihatan aneh itu.



- Kau mau kemana ? -



Tanya Sentanu kepada kudanya, namun binatang itu hanya meringkik perlahan dan terus berlari menyusuri tepi sungai keutara.


Mencari Tombak Kiai Bungsu Karya RS Rudhatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo




- Eh, aku hendak ke Demak, kalau kau kesana akan semakin jauh !



Sentanu berkata pula. Dan agaknya binatang itu juga mengerti dengan perkataan tuannya. Kembali ia meringkik, namun tidak mau membalikkan diri kejalan semula.



Sentanu jadi habis sabar, ia tidak mengerti dengan kehendak kudanya, maka ditariknya kendali memberi tanda agar binatang itu berbalik lagi. Tetapi ketika Sentanu menarik tali kendali demikian itu kudanya bukan menurut, malah mengangkat kaki tinggi-tinggi seraya meringkik semakin keras. seakan marah dan tidak hendak menuruti kemauan tuannya.



Sentanu menggelengkan kepala. Ia tidak mengerti mengapa binatang itu menjadi demikian. Maka karena ia tak mau memaksa binatang itu pula, Sentanu jadinya membiarkan ia dibawa menyusur sungai, melewati tebing-tebing curam dan meloncati jalan-jalan sukar yang masih banyak ditutupi oleh semak belukar lebat. Namun kudanya tidak mau berhenti juga, terus menerobos semak dan gerumbulan yang banyak menghalang disepanjang tepi sungai itu. Hingga Sentanu terpaksa turun tangan, kadangkala harus membabatkan tombak pusakanya untuk menyapu penghalang di sepanjang jalan yang ia lewati.



Kini ia menyerah pada kemauan binatang itu, dan niatnya ke Demak kembali ia urungkan. Tidak lagi akan terlalu Khawatir ditolak, sebab bukankah ia telah membawa cap kekuasaan dari Pangeran ?



Maka hati anak muda ini tak lagi risau dan gelisah. Bahkan dirasa ketika itu membawanya berlari menyusuri tepian sungai hatinya merasa girang dan bersemangat. Entah apa sebabnya.



Sampai ketika binatang itu telah berlari lebih dari lima pal, baru kuda itu berhenti. Napasnya nampak agak memburu. Dan Sentanu segera loncat turun, lalu menuntun binatang itu ke mata air yang ada ditepian, mengajaknya minum.



- Eh ada apakah kau kemari, hitam? -



Tanya anak muda itu pada kudanya. Namun binatang itu menggerakkan lehernya dan meringkik perlahan. Maka Sentanu melepaskan kudanya mencari rumput yang ada didekat tempat itu. Dan ketika Sentanu melayangkan pandangan kesekeliling, hatinya memukul gembira. Pemandangan amat meresap dan indah. Tepian sungai itu amat bersih dan sedap dipandang. Meskipun kedua tepi kiri kanan sungai dibetengi oleh tebing terjal yang menjulang tinggi, tak mengurangi keindahan tempat itu. Dan agak kesana, disebelah timur terdapat dataran agak luas yang ditumbuhi rumput segar dan kesanalah kudanya telah berada. Sedang disebalik pepohonan lebat diutara masih terdapat pohonan yang menimbulkan hawa segar ketika Sentanu berjalan kearah tempat itu.



Kesuyian alam yang murni, sebuah tempat yang agaknya amat jarang didatangi manusia, sehingga disana sini pada kedua tepi sungai itu terdapat tumbuh-tumbuhan liar dan semak belukar. Namun tumbuhan itu malah menambah indahnya pemandangan, ditingkah oleh suara air sungai gemericik memecah kesunyian alam yang tak terkatakan indah itu. Sedang ketika Sentanu mencoba menatap keangkasa, langit diatas nampak bersih dan terang, awan biru disela-sela warna putih bagai kapas menggantung dan seakan bergerak dengan gerakan lembut dan halus.



Ketika ia melihat kudanya makan rumput segar dan hijau dengan lahap dan gembira, ia tersenyum. Namun tiba-tiba dirasanya perutnya berbunyi keruyukan. Ingat bahwa perutnya belum terisi, namun ia tak membawa makan sedikitpun. Hanya dalam kantung kulit yang dibawanya masih terdapat keping-keping emas yang diberikan Taruna ketika ia meninggalkan Kadipaten Wanabaya.



Mengingat perutnya yang mulai berbunyi itulah Sentanu segara berloncatan menuju hutan kecil yang terdapat diseberang sebelah barat. Ia berloncatan melewati batu-batu besar yang banyak terdapat ditempat itu.



Sentanu berharap dihutan kecil itu ia akan dapat menemui buah buahan yang sekiranya bisa dipergunakan mengisi perutnya yang berkeruyukan.



Namun ketika ia telah melewati pepohonan yang melindungi tempat itu dari pandangan diarah selatan, Sentanu merandek dan kaget. . Ternyata ditempat itu ia melihat seekor kuda tengah makan rumput dan ditambatkan pada sebatang pohon mempelam kecil.



Sentanu merasa heran.



- Hm, ternyata ditempat sesunyi ini masih ada juga seseorang yang mendatangi.



Gumamnya seorang diri. Sebab menilik adanya kuda itu tentulah terdapat seorang yang tentu tidak jauh dari tempat itu. Maka ia bertindak berhati-hati. Ia meloncat kemuka dan berjalan dengan pelahan.



Namun ketika dirasanya tak terdengar suara apapun. kecuali suara gemericik air sungai yang mengalir, Sentanu meloncat dengan berani melewati aliran anak sungai dan berdiri diatas sebuah batu besar yang ada ditepi sungai sebelah timur. Tetapi Sentanu berseru tertahan dan mukanya berubah merah jambu dengan mendadak. Dan bersamaan dengan seruan Sentanu itu terdengar pula suara jerit melengking dari orang yang terkejut. Ternyata kedua mata Sentanu terlanjur menangkap bentuk tubuh indah seorang gadis berkulit kuning bersih yang tengah mandi disungai itu. Sentanu menjadi pucat sebab matanya terlanjur singgah pula pada bentuk tubuh si gadis manis yang berdiri menghadap kearahnya tanpa penutup dada.



Si gadis menjerit dengan pucat dan kaget melihat munculnya seorang laki-laki yang tidak diduganya, maka dengan sebat ia pasang kain penutup pada tubuhnya dan loncat keluar dari dalam rendaman air sungai.





- Hei, mengapa kau datang kemari? Butakah matamu?! -



Si gadis cepat mengenakan pakaian untuk menutup tubuhnya dan membentak.



Namun Sentanu menjadi tergagap. Ia terlanjur melihat sesuatu yang selama ini belum sedikitpun ia ketahui, sebab ketika ia loncat itu, kebetulan si gadis tengah membuka kain penutup tubuh atasnya, bermaksud hendak membenahkan penutup itu.



- Maaf!



Ia mengucap terbata-bata, lalu ia loncat balik ketempatnya semula.



Dalam pada itu si gadis cepat membenahi pakaian pada tubuhnya lalu ia cabut pedangnya dan loncat mengejar kearah Sentanu berlari.



- Bangsat kurang ajar! Kau mulai usilan mampuslah! -



Dan si gadis mengayunkan senjatanya pada Sentanu yang dilihatnya tengah termenung diatas sebuah batu besar. Dan ketika kelebatan senjata si gadis hampir mengenai pinggangnya, Sentanu sadar, ia gerakkan tubuhnya melejit berkelit seraya loncat turun dari atas batu itu. Namun si gadis melihat serangannya gagal, loncat turun pula mengejar Sentanu dengan marah



- Kau bangsat tidak tahu malu! Lebih baik kau mati ditanganku!



Dan bertubi tubi si gadis melancarkan serangan. Namun Sentanu yang tahu si gadis hanya terdorong oleh rasa amarah atas terjadinya hal itu, tidak membalas menyerang, ia hanya berloncatan kesana kemari seraya mulutnya tak henti-hentinya berkata :



- Tahanlah Sekar! Aku sungguh tidak mengetahui. Kau jangan terburu nafsu hendak membunuhku. -



gadis yang bukan lain adalah Mirah Sekar, tak perdulikan seruan Sentanu, ia terus menyerang anak muda itu dengan gencar dan melancarkan serangan berbahaya dan mematikan.



- Kau maafkan aku. Sekar! Berhentilah dan dengarkan katakataku! -



Berulangkali Sentanu berseru, namun sigadis masih tak menggubrisnya.



- He, tahan dulu ! Kau dengar perkataanku, baru kau boleh bunuh sesukamu! -



- Tutup mulutmu dan terimalah upah kekurangajaranmu! --



Sentanu tidak mampu menahan perasaan ketika si gadis masih juga hendak membunuhnya. Maka tiba-tiba ia loncat dan berguling kebelakang beberapa kali hingga jauh dari si gadis yang masih marah. Namun si gadis segera loncat mengejar pula.



Tiba-tiba Sentanu berdiri sedekap dan berdiam mematung seraya berkata pula:



- Eh, Sekar, kau tidak adil. Kalau mau bunuh. bu nuhlah! Aku tak akan melawanmu. Tetapi kukatakan aku sungguh tidak sengaja datang ketempat itu. Dan aku tidak tahu bahwa yang disana adalah kau! -



Namun sigadis telah meloncat maju. Dan ketika dilihatnya Sentanu hanya berdiri bersedakep mematung, ia menjadi ragu-ragu dan gerakan pedangnya yang terlanjur berkelebat menyerang ia tarik sedikit kesamping. Tetapi karena cepatnya gerakan dan kekuatan Mirah Sekar bukan main-main, tak urung pedang sigadis telah menyerempet pundak Sentanu hingga darah mengucur dari luka itu.



Si gadis terkejut melihat Sentanu benar-benar tidak bergerak.



- Kau bunuhlah Sekar, aku tak akan melawan. Tapi dengar baik-baik bahwa sungguh aku tidak mengetahui jika kau ada ditempat itu



Mirah Sekar menjadi gemas, namun tidak terasa pedangnya tiba tiba terlepas dari tangannya dan jatuh berdencing mengenai batu dibawahnya. Lalu tanpa diduga oleh Sentanu, tiba tiba gadis itu membalikkan tubuh berlari sambil menangis.



Sentanu kaget, ia loncat mengejar Mirah Sekar. Dan ketika ia tiba didekat kuda gadis itu yang masih makan rumput, ia melihat Mirah Sekar tengah terduduk dekat batu besar dan menutup mukanya dengan terisak-isak.



Sentanu menjadi bingung. Ia harus berbuat apa?



Kedua tangannya bergetar, hendak memegang pundak gadis itu, tetapi segera ditariknya kembali. Ia takut dan kasihan. Hingga karena bingungnya Sentanu hanya ikut duduk dekat gadis itu.



- Kau maafkan aku, Sekar-



Kata anak muda itu ketika dilihatnya si gadis mulai reda tangisnya. Namun si gadis masih tidak perdulikan dirinya. Membuat ia menjadi kikuk. Ia melirik kesana kemari. Dan tiba-tiba ia punya lain pikiran. Sentanu loncat berdiri lalu berlari masuk hutan kecil yang ada dekat tempat itu.



Beruntunglah ia ternyata dalam hutan terdapat banyak pohon jambu batu, maka Sentanu yang memang telah merasa lapar, makan buah itu, tetapi ketika baru saja ia gigit sedikit, segera ia batalkan niatnya, kemudian diambilnya beberapa buah yang nampak masak dan segar memikat, lalu dibawanya ketempat Mirah Sekar berada.



Sentanu tersenyum. Si gadis tengah mendekati kudanya dan menepuk-nepuk leher binatang itu. Namun masih juga membayang mata merah sehabis menangis.



Sentanu mendekati si gadis dan perlahan serta hati-hati ia ber kata :



- Kau masih marah, Sekar? Sungguh aku tidak mengetahuinya.



- Diam!



Si gadis membentak. Membuat Sentanu jadi mundur pula. Dan ketika si gadis meloncat ke atas punggung kudanya dan terlihat hendak pergi, Sentanu cepat menangkap tali kendali kuda itu dan berkata:



- Kau hendak kemana Sekar? Lihat hari telah mulai menuju petang. sebentar lagi tentu gelap seluruh tempat ini.



Mirah Sekar kaget tali kendali kudanya ditarik. Ia tarik tali itu. Namun Sentanu mengerahkan tenaga melawan, hingga si gadis tidak berhasil menariknya.



- Lepaskan!



Seru si gadis.



- Kau mau kemana? _



- Apa perdulimu ? Kemanapun bukan urusanmu ! -



- Ah, jadi kau tak mau juga memaafkan diriku, Sekar? Mengapa,? Bukankah kita adalah sahabat yang pernah sama-mengalami penderitaan ketika aku melepaskanmu dari Kadipaten Wanabaya ini? Dan akan sampai hatikah membuat hati saudaramu ini menjadi gelisah? Mengapa kau tidak bunuh saja aku dengan pedangmu tadi? Bukankah kalau aku terbunuh kau akan bisa lepas tanpa diganggu siapapun?



Mirah Sekar terdiam mendengar perkataan Sentanu demikian itu. Dalam hati si gadis sesungguhnya telah mulai runtuh rasa amarah yang tadi meluap. Mau rasanya ia loncat turun dan berdekatan dengan murid Ki Ageng Semu yang telah ia kagumi sejak dulunya itu.



- Sebentar lagi tempat ini akan gelap, Sekar. Amat berbahaya kalau berjalan sendirian dalam kegelapan yang sunyi begini. Hayo kita mencari tempat istirahat yang aman. Percayalah Sekar, aku akan

menjagamu dari segala gangguan bahaya. -



Mirah Sekar merasa hatinya diayun-ayun ketika mendengar katakata demikian. Khayalnya jauh membubung tinggi dan agaknya mau menembus awan diatas yang mulai remang dan samar-samar.



- Hayo kita kesana.!



Sentanu berkata pula. Dan aneh. Bagai dituntun oleh tenaga gaib, Mirah Sekar mengikuti saja ketika Sentanu menuntun kudanya mendekati tempat kudanya sendiri berada.



Mereka mencari tempat terlindung yang banyak terdapat batu batu besar disekitar tepian sungai itu... Dan sementara hari telah mulai berangkat gelap, Sentanu telah mengisi perutnya dengan buah-buahan. Namun ketika itulah tiba-tiba Mirah Sekar melemparkan buntalan

daun kearahnya. Sentanu menyambut, dan ketika dibukanya ia hampir berseru girang ketika dilihat isinya nasi putih dengan bakaran ikan lele bergaram.



- Kau berikan ini untukku?!



Sentanu bertanya..



- Kalau kau habis, makanlah sendiri! -



Sekar tertawa. Sentanu jadi ikut tertawa. Kini sigadis telah hilang pula muka muramnya.



- Ah, mana bisa aku habiskan sendiri, kau tentu belum makan sejak siang tadi. _



Tukas ia pula.



- Tidak, aku sudah makan didusun sebelah barat sana, dan bibi yang punya rumah dusun itu memberikan nasi itu untuk malam

kalau lapar,




Mencari Tombak Kiai Bungsu Karya RS Rudhatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


- Jadi ini harus kau makan, biarlah aku tak usah, Sekar! -



Sentanu mengangsurkan bungkusan daun pisang itu.



- He, tidak! Kau tentu lapar, aku melihat kau tadi amat rakus makan jambu air itu.



Sentanu tertawa kembali, namun ia angsurkan sebagian nasi yang dipegangnya pada gadis itu.



- Kita bagi sama rata, Sekar. Hayo kau makanlah juga. --



Si gadis tak dapat menolak pula, ia terima sebagian nasi dalam bungkus daun pisang itu. Lalu kembali ia duduk bersandar batu besar beralaskan pasir ditepi sungai itu. Sentanu juga mengikuti, ia duduk membelakangi si gadis dan makan dengan lahap dan girang,



- Ugh! -



Tiba-tiba Mirah Sekar tersedak hingga batuk-batuk keras. Sentanu loncat membalikkan tubuh.



- He, apa yang kau pikir? Perlahan mengunyah daging berduri itu! -



- Ah. tidak. Aku hanya membayangkan kau makan dengan cara apa mengbelakangi diriku. ---



Jawab gadis itu.



- Aku membelakangi, sebab kalau aku melihat kau makan, pasti kau tak akan mampu menelan dengan baik.



- Hi ...... hi ..... . hi kau bisa menggoda. memangnya aku pemalu? - .



Malam bertambah larut, dan ketika diangkasa muncul bulan separuh, udara dingin menusuk tulang dan Mirah Sekar menekuk lutut bersandar batu besar. Matanya tak bisa terpejam. Ia menutup tubuh dengan kain yang dibawanya, sedang Sentanu berdiri lalu berjalan beberapa tindak, lalu balik kembali dan duduk tidak jauh dimuka si gadis yang kedinginan. Sentanu duduk bersila dan mengatur pernafasan dengan perlahan dan panjang. Hingga sedikit demi sedikit hawa dingin yang semula menyaput tubuhnya, berangsur hilang dan lenyap.



- Kau hebat, Sentanu! _



Terdengar si gadis memuji melihat perbuatan kawannya itu. Tapi Sentanu hanya menjawab dengan tawa lebar. '



- Agaknya kepandaiankupun tak akan melebihi kepandaianmu. -



Kata Sentanu kemudian.



- Gurumu Nyi Ageng memberikan segalanya padamu. Sedang Ki Ageng Semu tidak melakukan itu. Belum seluruhnya ilmu guru yang kupelajari. -



- He, bukankah dengan sebegitupun kau telah mampu malang melintang berhadapan dengan orang-orang ternama? Ah, kau jangan kira aku tak tahu. Tombak yang kau bawa adalah tombak pusaka

Jalak Diding yang dapat kau curi dari Demak.



Sentanu melengak dengan heran.



- Kau tahu?! _



- Tentu saja, aku melihat ketika kau dikejar prajurit panah dari regol luar istana. -



Sentanu berdiam. Tak diduganya Mirah Sekar akan mengetahui kejadian itu.



- Ya, guru yang memerintahkan aku mengambilnya dari istana.



- Gurumu memang senang mengajar murid untuk mencuri! -



- He, bukan mengajar mencubit -..



- He, bukan mengajar mencuri!



- Jadi apakah namanya? --



Sentanu terdiam. Namun ia tertawa, sigadis juga tertawa.



- Kalau kau ngantuk, tidurlah, Sekar. Aku akan menjagamu disini.



- Dan kau?



- Aku belum mengantuk. nanti kalau mengantuk tentu kau kubangunkan dan berganti menungguku.



- Aku? Aku menunggumu?



- Ya, mengapa?



Si gadis mendengus lewat hidung. Namun senyumnya terlihat menyungging ditimpa cahaya bulan separuh yang ada diatas mereka.



- Eh, kau mendekatlah kemari!



Tiba-tiba Mirah Sekar berseru dan memberi isyarat agar Sentanu mendekat.



- Ada apakah tuanku?



Sentanu menggeser duduknya mendekati gadis itu.



- Kau dengar baik-baik. Kau ingat pertanyaanku dulu, bukan?



- Yang mana.? -



- Bodoh! Kau pelupa dan dangu. -



Si gadis marah dan cemberut tapi Sentanu tidak berkata lagi. Ia menunggu Mirah Sekar melanjutkan kata-katanya.



- Kau bodoh benar, tapi kalau kau memang benar belum mengetahuinya aku beritahu. Buka telingamu lebar-lebar! -



Dan Mirah Sekar tiba-tiba bergerak, dan sebelum Sentanu tahu apa yang diperbuat si gadis daun telinganya telah kena dijewer dengan keras hingga hampir saja ia terjerembab kemuka.



- He, apa apaan ini? Lepaskan!



Ia terkejut dan berseru kesakitan. Si gadis lalu melepas daun telinga itu dengan masih ketawa.



- He, Sentanu pemuda dungu! Kau dengar baik-baik. Kalau aku ingat kekurangajaranmu mengintai orang mandi, ingin rasanya aku menghabiskan nyawamu agar kau segera dihukum dihadapan malaekat penyiksa, -



- Sudah kukatakan aku tidak sengaja!



Sahut Sentanu.



- Aku tahu! Tetapi tebusan untuk itu terlalu mahal. Kau terlanjur melihat rahasia terlarang. Kau tahu? Ingin aku bunuh diri dengan menggorok leher sendiri jika ingat itu. Kau bisa tahu apa perasaan hati seorang gadis yang mengalami hal demikian.



Sentanu terdiam. Ia menyadari kesalahannya. Namun ia tidak ingin berbantah lagi. Bisa repot jika ia melayani kemarahan si gadis yang sudah mulai berbaik itu.



- Maka kini aku menuntut padamu! Kau harus menjadi suamiku! -



Sentanu melonjak kaget mendengar perkataan e si gadis yang tidak diduganya.



- Kau?! Kau mau menjadi istriku? Mana mungkin, Sekar! _



Tiba-tiba :



- Plak! Plak!



Tamparan tangan si gadis melanda muka dan pipi Sentanu yang tak sempat mengelak, hingga muka itu terasa panas dan sakit. Namun ia tidak bergerak.



- Kau harus bersikap kesatria. Jika tidak kau atau aku yang harus mati diujung senjata. Tubuhku terlanjur kau tonton, maka tak ada seorang laki-laki lain yang akan kubolehkan menjamah tubuhku kecuali kau! -Nah, kau katakanlah! Jika benar kau tak mau bertanggung jawab, katakan sekarang juga dan aku akan bunuh diri dengan menggorok leherku! ....



Sentanu menjadi termangu-mangu. Hatinya gelisah dan ketakutan bukan main. Namun pikiran jernih yang ada dalam kepalanya membenarkan pikiran Mirah Sekar. Dan tak bisa ia pungkiri pula. Bahwa diam-diam dalam hati kecilnya juga telah tumbuh perasaan kasih pada si gadis, semenjak mereka berpisah di Kadipaten Wanabaya. Ia menyadari perasaan hati itu. Akan tetapi ia tidak sedikitpun hendak memperlihatkannya. Bahkan terhadap diri sendiri rasanya ia mau sembunyikan perasaan itu. Namun perkataan si gadis telah membikin kejutan yang tak terduga. Tak ia duga sedikit juga Mirah Sekar memiliki watak keras demikian.



- Nah, kau jawablah!



Terdengar Sekar mendesak pula.



- Tidak Sekar! Tidak mungkin!



- Apanya tidak mungkin? Kau telah mempunyai simpanan gadis lain?



- Bukan, bukan begitu. Aku takut dengan guru dan Nyi Ageng!



- Tolol! Kau agaknya benar tak mengerti, kedua orang tua itu telah menyatakan kerelaannya jika kita bisa mengikat perjodohan. Dulu sekalipun aku mengakui dalam hati memendam rasa sayang padamu tetapi sebagai wanita aku tak sudi mendahului melamarmu. Tetapi sekarang yang terjadi adalah terlalu berbeda. Jika tidak sekarang juga kau kutuntut maka bisa jadi aku malah akan membunuh diri sendiri.



- Guru menyetujui? -



Sentanu bertanya bergagap.



- Gila. kau tak usah pertanyaan itu. !



- Tetapi Sekar, aku ...... aku ...... hanyalah rakyat kecil yang lahir ditengah gunung dan pedusunan terpencil, sedang kau adalah keturunan Adipati Tamponi, apakah kakang Taruna akan menerimaku?



Tiba-tiba Mirah Sekar tertawa, dan ia tertawa terus, namun ketika Sentanu perhatikan muka si gadis yang mendongak kena cahaya bulan, ia kaget. Sebab ketika tertawa itu si gadis mengalirkan air mata membasahi pipinya yang kuning dan halus.



- Sentanu. -



Kata Mirah Sekar kemudian.



- Kini tahulah aku ternyata kaupun mencintaiku. Ya, aku tahu sekarang bahwa kiranya kau juga memendam perasaan itu kepadaku. -




Mencari Tombak Kiai Bungsu Karya RS Rudhatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Dan sigadis mengusap air matanya. lalu ia tatap Sentanu dengan pandangan lembut dan matanya kini tak lagi memancarkan kemarahan dan kekerasan.



Melihat itu Sentanu tertunduk, pandangan Mirah Sekar bagaikan menusuk kedalam jantungnya hingga ia merasakan debaran aneh dalam dadanya. Dan tiba-tiba si gadis menjatuhkan dirinya ke dalam pangkuan anak muda itu. Sentanu tak lagi kuasa berbuat sesuatu. Namun tanpa terasa tangannya merangkul si gadis lalu dibelainya rambut Mirah Sekar dengan lembut dan pelahan.



Untuk beberapa lamanya dua orang muda itu tenggelam dalam kedamaian hati dan perasaan yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Hingga sekalipun hawa dingin menyerang, namun telah tak terasa pula oleh keduanya.



- Sekar.



Akhirnya berkata Sentanu seraya masih membelai rambut Mirah Sekar yang kini menyembunyikan mukanya kedalam dada murid Ki Ageng Semu itu.



- Kau seharusnya lekas kembali ke Wanabaya. Kang Taruna tentu menunggumu di sana. -



Mirah Sekar mendongakkan kepala dan memandang anak muda itu :



- Aku masih belum hendak kembali pada kang Taruna, kelak kita bisa kembali setelahnya kau meminangku.



Jawab si

gadis. Sentanu tertawa. Ia merasa geli juga mendengar kata gadis itu.



- Mengapa tertawa? Adakah yang lucu? -



Bertanya si gadis.



- Kau lucu, Sekar. Mengapa kau tahu akupun memendam perasaan kepadamu? Bukankah kita belum sekalipun bertemu dan membicarakan soal itu? ----



Ia mencoba menutupi perasaan gelinya.



- Sudahlah, kau harus ingat, Sentanu. Laki-laki yang telah melihat kehormatanku, hanyalah engkau maka jika suatu ketika kau mengingkari janji, maka kau akan mengerti apa yang akan kulakukan. Kalau tidak aku membunuhmu, maka aku akan bunuh diri di hadapanmu. Aku tak sudi lelaki lain menjamah tubuhku.



- Baiklah, Sekar. Aku akan ingat hal itu. Tetapi kau hendak kemanakah tak mau kembali ke Kadipaten sekarang ini?



- Seperti dirimu. Aku masih mengemban kuwajiban dan perintah guru untuk menyelesaikan sesuatu.



- Apakah itu?



Bertanya Sentanu dengan heran. Tetapi Mirah Sekar tidak menjawab. Kecuali tertawa dan seraya makin melekatkan kepalanya pada dada anak muda itu.

- Hm, kau sembunyikan rahasia itu?



- Kelak kau akan tahu.



Tidak terasa oleh dua orang muda itu bahwa waktu telah berjalan juga, dan tiba-tiba saja keduanya terbangun ketika sinar matahari menyengat tubuh mereka. Yang terbangun lebih dulu adalah Sentanu. Ia membuka mata dan dilihatnya kepala si gadis masih berada dalam pangkuannya, ia kaget. Namun ia tak bergerak, takut membikin kaget gadis itu.



Tidak diduganya si gadis juga terbangun dan bahkan ia loncat ketika terasa olehnya tangan Sentanu mengusap wajahnya. Muka si gadis merah jambu. Ia jengah dan malu mengingat mereka berdua telah berada ditempat itu berdua dan malah saling berdekapan. Maka Mirah Sekar berlari menuju sungai. Sentanu meloncat mengejar. Tetapi si gadis tiba-tiba berseru:



- Hei kau jangan ikut. Hayo kau pergi kesana! -



Sentanu tertawa. Sadarlah ia. Maka segera ia membalikkan tubuh dan mencari tempat lain untuk membersihkan tubuh sesudahnya bangun tidur yang penuh dengan impian dan keganjilan itu.



Tidak lama Mirah Sekar telah kembali, mukanya nampak berseri dan kegembiraan membayang air muka itu.



- Aku lapar sekali. -



Kata si gadis sambil mengernyitkan kening dan memegang perutnya. _



- He, lapar?



Dan Sentanu juga memegang perutnya.



- Ah, perutku juga lapar. Kita cari buah jambu itu lagi? -



Namun Mirah Sekar menggelengkan kepala.



- Bisa sakit perut nanti. --



- Kita cari dusun yang ada disebelah barat itu. -



Kata Sentanu kemudian.



- Melewati bulak panjang. agak jauh rupanya, -



Tukas Sentanu.

- Tak apa,kita kesana



Keduanya segera membawa kudanya berlari menyusuri sungai dan menuju dusun yang terlihat jauh diujung barat laut terlihat sebagai titik hitam diatas bukit yang terlihat dari atas.



Ketika mereka melarikan kudanya itu, Mirah Sekar diam-diam kagum juga pada anak muda yang kini berdua dengannya ditempat itu. ia merasa iri hati juga melihat ternyata Sentanu lebih banyak memiliki kepandaian dan rupanya tidak lebih dibawah kepandaiannya sendiri, bahkan mungkin melebihi. Namun si gadis tidak berpikir terlalu lama, Ia tersenyum membayangkan sesuatu. Sesuatu yang sedang ia cari dan ingin benar ia dapatkan.



Nyi Ageng Malaka diam-diam telah memerintahkan muridnya ini untuk mencari benda-benda peninggalan gurunya, ki Dharmapara. Nyi Ageng Maloka mengetahui bahwa Guru Dharmapara hanya mempunyai seorang anak lelaki, namun ketika anak itu telah dewasa ia pergi mengembara ke tanah sebrang. Sehingga ki dalang Dharmapara hanya hidup berdua dengan Nyi Rumbi dan murid-muridnya yang empat.


Dendam Kesumat Karya Widi Widayat Dewa Arak 02 Dewi Penyebar Maut Raja Petir 20 Sembilan Bocah Sakti

Cari Blog Ini